Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

DISUSUN OLEH :

ADWAN BAHAR D111 06 033

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012

TEKNIS PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Perencanaan geometrik merupakan suatu bagian dari perencanaan jalan dimana geometric atau dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian disesuaikan dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu-lintasnya. Jadi, dengan ini diharapkan adanya keseimbangan antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan sehingga menghasilkan efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas pertimbangan ekonomi yang layak. Yang menjadi dasar perencanaan geometriK adalah sifat gerakan dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan karakteristik lalulintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencanaan sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi kenyamanan dan keamanan yang diharapkan. Elemen dari perencanaan jalan adalah :

Penampang melintang jalan Alinyemen Horizontal Alinyemen Vertikal

Langkah Kerja : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pembuatan Koridor Jalan pada peta topografi Pembuatan trase jalan Penentuan dan Perhitungan Patok Perhitungan tinggi Patok Pembuatan profil memanjang jalan Pembuatan profil melintang jalan Perhitungan galian dan timbunan.

Untuk perhitungan besar jari-jari dipakai metode grafis. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Menentukan titik singgung pada tikungan antara garis koridor dan garis trase. 2. Membuat garis tegak lurus dari dua titik singgung pada tikungan yang akan dihitung jari-jarinya sampai kedua garis tersebut berpotongan. 3. Mengukur panjang garis tersebut dengan menggunakan penggaris kemudian jarijarinya dihitung dengan skala 1:100. 4. Jika panjang garis jari-jari yang diukur dengan penggaris lebih kecil dari 3 cm (300 m), maka tikungannya harus diperbesar. 5. Jika panjang garis jari-jari yang diukur dengan penggaris lebih besar dari 12 cm (1200 m), maka trase tersebut dapat dikategorikan menjadi trase jalan lurus.

A.

Perencanaan Trase Jalan

Trase jalan adalah garis rencana yang menghubungkan titik-titik yang menyatakan arah jalannya garis tengah dari jalan yang dibuat. Perencanaan Trase Jalan dibuat berdasarkan kontur daerah yakni daerah Kota Kupang yang telah ditentukan, yaitu dari titik A ke titik B. Dilihat dari segi geografisnya, daerah NTT adalah daerah pegunungan dan berbukit-bukit. Dengan demikian, Perencanaan Trase Jalan dibuat berdasarkan kondisi yang ada. Sebelum membuat trase jalan yang akan direncanakan, maka terlebih dahulu kita melihat beberapa syarat, antara lain:

Syarat Ekonomis

1. Pertama-tama, dilihat apakah di daerah sekitar yang akan dibuat trase jalan baru, sudah ada jalan lama atau tidak. 2. Untuk pembuatan jalan, diperlukan beberapa material seperti batu dan pasir yang banyak, maka perlu diperkirakan tempat penggalian material yang letaknya berdekatan dengan lokasi pembuatan jalan.

Syarat Teknis

Untuk mendapatkan jalan yang bisa menjamin keselamatan jiwa dan dapat memberi rasa nyaman berkendara bagi pengemudi kendaraan bermotor maka perlu diperhatikan beberapa factor antara lain: Keadaan Geografi

Keadaan Geografi adalah keadaan permukaan (medan) dari daerah-daerah yang akan dilalui oleh jalan yang akan dibuat yang dapat dilihat dalam peta topografi. Peta topografi ini perlu untuk menghindari sejauh mungkin bukit-bukit, tanah yang berlereng terjal, tanah yang berawa-rawa dan lainnya. Apabila diperlukan, maka dapat diusahakan untuk membuat peta yang didapat dari pesawat udara atau satelit sebagai bantuan untuk mendapatkan daerah yang mempunyai permukaan tanah yang memenuhi syarat. Keadaan Geologi

Keadaan Geologi dari daerah yang akan dilalui, harus diperhatikan juga karena banyak fakta yang menunjukan adanya bagian jalan yang rusak akibat pengaruh keadaan geologi. Dengan adanya data yang menyatakan keadaan geologi permukaanmedandari daerah yang akan dibuat, dapat dihindari daerah yang rawan. Contohnya adalah adanya bagian jalan yang patah atau longsor sebagai akibat dari tidak adanya data geologi saat jalan direncanakan. Setelah memperhatikan syarat-syarat di atas, maka selanjutnya adalah penentuan patok dan pemberian nama patok.

Perhitungan Patok Setelah memperhatikan syarat-syarat diatas, maka selanjutnya adalah penentuan patok dan pemberian nama patok yang dimulai dari titik A sampai ke titik B yaitu dari titik A dengan nomor patok A, patok 1 sampai patok 68 menuju patok B di titik B dengan rute yang ditempuh 3450 m dengan jarak antar patok atau stasiun yakni 50 m. Tujuan dari perhitungan patok ini adalah untuk mendapatkan tinggi patok (tinggi stasiun), jarak stasiun, jarak langsung, beda tinggi dari suatu patok dengan patok yang lain serta kemiringan dari trase jalan yang telah direncanakan. Beda tinggi yang diperoleh berdasarkan Tinggi Stasiun dari kontur yang ada. B. Alinyemen Horizontal

Alinyemen Horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, yang dikenal juga dengan nama situasi jalan atau trase jalan. Alinyemen Horizontal terdiri dari garisgaris lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung yang terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan saja atau busur lingkaran saja. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen horizontal, yaitu : 1. Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengikuti keadaan topografi. Hal ini akan memberikan keindahan bentuk, komposisi yang baik antara jalan dan alam dan biaya yang murah. 2. Pada alinyemen jalan sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih tumpul pada jalan yang relative lurusdan panjang, agar pengemudi tidak terkejut dan mempunyai kesempatan memperlambat kecepatannya. 3. Hindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan rencana tertentu sehingga jalan tersebut lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan fungsi jalan. 4. Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda, yaitu gabungan dua tikungan searah dengan jari-jari berlainan. 5. Hindari lengkung yang berbalik dengan mendadak (Gambar 2), pada keadaan ini pengemudi kendaraan sangat sukar mempertahankan diri pada jalur jalannya dan juga kesukaran dalam pelaksanaan kemiringan melintang jalan. 6. Pada tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau spiral sepanjang paling tidak 20 m (Gambar 3 dan 4). 7. Pada sudut-sudut tikungan kecil, panjang lengkung yang diperoleh dari perhitungan sering kali tidak cukup panjang sehingga memberi kesan patahnya jalan tersebut 8. Sebaiknya hindari lengkung tajam pada timbunan yang tinggi. Dari titik A ke titik B, diperoleh R yang bervarias antara 300 m 1000 m, dengan jumlah lengkungan sebanyak 5 lengkungan dengan rincian :

Lengkungan spiral-spiral sebanyak 3 lengkungan, yaitu lengkung tanpa busur lingkaran, sudut s = dan digunakan Lc < 20 m dan R = 300 700 Lengkungan spiral-circle-spiral sebanyak 2 lengkungan, yang digunakan untuk menghindari terjadinya perubahan alinyemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran dengan Lc > 20 m dan R = 700 900 m. Lengkungan full circle sebanyak 2 lengkungan, dengan R = 900 m 1200 m

Lengkung Peralihan Lengkung peralihan adalah perubahan jari-jari perubahan tikungan yang berangsur-angsur dari R = (jalan lurus) pada permulaan tikungan sampai mencapai jari-jari tikungan tertentu yang mana besarnya sama dengan jari-jari tikungan yang bersangkutan. Lengkung peralihan terdiri dari lengkung-lengkung lingkaran pendek dengan jari-jari yang berbeda panjangnya, akan tetapi dapat dihubungkan menjadi suatu garis lengkung yang lancer. Selanjutnya perencanaan dilanjutkan dengan perhitungan patok yang ditampilkan dalam tabel perhitungan patok yang berisi nomor stasiun, jarak stasiun, lengkung peralihan (R dalam meter, dalam derajat dan L dalam meter), jarak langsung (m), tinggi stasiun (m), beda tinggi (m) dan kemiringan (%). C. Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertical jalan adalah perpotongan bidang vertical dengan bidang permukaan perkerasan jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut penampang melintang jalan. Suatu alinyemen vertical dipengaruhi oleh besar biaya pembangunan dan mengikuti muka tanah asli untuk mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak tikungan. Selain itu muka jalan sebaiknya muka jalan diletakkan sedikit diatas muka tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan drainase jalannya, terutama daerah datar. Pada daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya penampang jalan diletakkan diatas elevasi muka banjir. Di daerah perbukitan atau pegunungan diusahakan banyaknyapekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga keseluruhan biaya yang dibutuhkan dapat tetap dipertanggungjawabkan. Perencanaan alinyemen vertical dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kondisi tanah dasar Keadaanmedan Fungsi jalan Muka air banjir Muka air tanah Kelandaian yang masih memungkinkan

Alinyemen vertical disebut juga penampang memanjang jalan yang terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasanya disebut berlandai. Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung vertical. Lengkung vertical tersebut direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase. Ada2 jenis lengkung vertical dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen) adalah : 1. Lengkung vertical cekung

Lengkung vertical cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangent berada dibawah permukaan jalan. Panjang lengkung cekung juga harus ditentukan dengan memperhatikan beberapa hal antara lain : Jarak penyinaran lampu kendaraan. Jarak ini dapat dibedakan menjadi jarak pandang akibat penyinaran lampu depan < L dan jarak pandang akibat penyinaran lampu depan >L Jarak pandang bebas Persyaratan drainase Kenyamanan pengemudi dan keluwesan bentuk

2. Lengkung vertical cembung Lengkung vertical cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan kedua tangen berada diatas permukaan jalan. Pada lengkung ini direncanakan berdasarkan jarak pandang, dibagi atas 2 keadaan, yaitu : 1. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S < L 2. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S > L D. Profil Memanjang.

Untuk mengetahui besarnya pekerjaan tanah (timbunan/fill dan galian/cut) dalam perencanaan, maka diperlukan adanya gambar profil memanjang. Gambar profil memanjang jalan dibuat berdasarkan Tinggi Stasiun setiap patok A sampai ke patok B, yang membentuk tanjakan, landai (kemiringan) dan daerah datar yang digambar dengan skala vertical 1 : 20 dan skala horizontal 1 : 50. Perencanaan profil memanjang sebaiknya mengikuti ketinggian permukaan tanah asli. Tetapi, karena keadaan medan pada umumnya tidak memungkinkan (tanjakan yang terlalu tinggi atau landai), sehingga perlu diadakan penggalian dan timbunan pada bagian-bagian jalan tertentu. Dengan melihat pada Tinggi Tanah Asli (TTA) maka dibuat Tinggi Rencana (TR), sehingga berdasarkan tinggi rencana tersebut diperoleh elevasi untuk menghitung luas dan volume galian timbunan. 1. Landai Jalan Landai jalan menunjukan besarnya kemiringan dalam suatu jarak horizontal yang dinyatakan dalam persen. Sebuah kendaraan bermotor akan mampu menanjak dalam batas-batas landai tertentu. Kemampuan menanjak ini, selain dipengaruhi oleh besarnya landai jalan juga dipengaruhi oleh panjangnya landai jalan. Jadi, ada batas landai jalan yang disebut landai maksimum yaitu besarnya harus disesuaikan dengan panjang landai yang disebut panjang kritis.

Spesifikasi standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan untuk jalan luar kota dari Bina Marga (rancangan Akhir) dengan ketentuan sebagai berikut : JENISMEDAN KEMIRINGAN MELINTANG RATA-RATA (%) <3% 3 25 % > 25.0 %

Datar Perbukitan Pegunungan

Perhitungan landai jalan dalam perancanaan ini, dapat dilihat dalam table perhitungan patok, dimana menggunakan rumus : Dimana : BT = Beda Tinggi

JL = Jarak Langsung E. Profil Melintang

Penampang melintang jalan merupakan potongan jalan dalam arah melintang. Fungsinya, selain untuk memperlihatkan bagian-bagian jalur jalan (Gambar 5), juga untuk membantu menghitung banyaknya tanah (m3) yang harus digali maupun banyaknya tanah (m3) yang akan digunakan untuk menimbun jalan agar jalan yang dibuat itu dapat sesuai dengan jalan yang direncanakan dengan menghitung luas profil melintang jalan. Keterangan : Jalur Lalu Lintas;

Jalur Lalu Lintas adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik merupakan perkerasan jalan. Lajur;

Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, yang dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup dilewati oleh suatu kendaraan sesuai kendaraan rencana. Bahu Jalan;

Bahu Jalan adalah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalu lintas, harus diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu lintas darurat, ruang bebas samping dan penyangga perkerasan jalan, kemiringan yang digunakan 3-5 % Median;

Median adalah bagian jalan yang secara fisk memisahkan jalur lalu lintas yang berlawanan arah. Namun, dalam perencanaan ini tidak digunakan median. Talud atau Lereng

Talud atau Lereng adalah bagian tepi perkerasan yang diberi kemiringan, untuk menyalurkan air ke saluran tepi. Saluran Tepi

Saluran Tepi dalah selokan yang berfungsi menampung dan mengalirkan air hujan, limpasan permukaan jalan dan sekitarnya. Daerah Milik Jalan (Damija)

Daerah Milik Jalan, adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi dengan lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu, yang merupakan sejalur tanah diluar Damaja yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keleluasaan keamanan penggunaan jalan semisal untuk pelebaran Dumaja dikemudian hari. Daerah Manfaat Jalan (Damaja)

Daerah Manfaat Jalan, yaitu areal yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya, sedangkan badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja)

Daerah Pengawasan Jalan, yaitu Damija ditambah dengan sejalur tanah yang penggunaanya dibawah pengawasan pembina jalan dengan maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi jalan. Perhitungan luasan dan perhitungan volume dapat dilihat setelah penggambaran profil melintang (dapat dilihat pada tabel). Dalam penentuan ukuran-ukuran pada jalan, diambil perhitungan pada daerah jalan kolektor mengacu pada kondisi yang ideal dengan VLHR (Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata) 3.000-10.000 smp/hari, dimana diperoleh data dari daftar Standar Perencanaan Geometrik Jalan sebagai berikut :

Kecepatan Rencana Lebar daerah penguasaan minimum Lebar perkerasan Lebar bahu jalan Lereng melintang perkerasan Lereng melintang bahu

: 80 km/jam : 30 m : 2 x 3,50 m : 2 x 1,5 m :2% :5%

Dari daftar standar perencanaan geometric jalan yang sudah ditentukan,dapat digambarkan sebagai berikut : Teknis Pelaksanaan A. Pekerjaan Tanah Dasar (Sub Grade)

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pekerjaan ini adalah survey lokasi. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan titik dasar atau pedoman mengenai ketinggian pekerjaan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya dilaksanakan penetapan titik dasar dan lainnya. Apabila telah diketahui hal-hal yang diperlukan dalam menentukan titik dasar dan titik lainnya, maka pengukuran pun dilakukan. B. Galian Tanah (Cut) Apabila tanah dari galian yang akan digunakan sebagai timbunan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan terlebih dahulu terutama dari tumbuh-tumbuhan dan lapisan humus lainnya. Tebal lapisan umumnya berkisar antara 10-30 cm. Pekerjaan ini dapat disebut sebagai Top Soil Sripping. Tanah atau material (galian) yang dipakai sebagai timbunan, dapata dipakai dan digunakan apabila telah melalui pengetesan dari laboratorium dengan menentukan beberapa kriteria tanah sebagai timbunan. C. Teknik Penggalian Tanah yang akan digali diusahakan tidak adanya genangan disekitar daerah penggalian sebab genangan air akan menyebabkan sulitnya pakerjaan dan akan mempengaruhi mutu kualitas dari tanah. Terutama daerah yang akan digunakan untuk daerah pengangkutan material ke daerah timbunan atau biasanya disebut sebagai Filling, dan juga permukaan yang dikehendaki untuk jalan baru (badan jalan) atau sub grade sebelum diteruskan ke lapisan sub base, maka harus dilakukan pengecekan elevasi.

Perhitungan luas galian.

Dari profil melintang jalan dapat dihitung luas tanah yang akan digali. Luas tanah yang digali dapat diperoleh dari perkalian antara beda tinggi dengan lebar daerah manfaat jalan, ditambah dengan luasan galian untuk membuat saluran drainase dan luasan galian untuk membuat kemiringan badan dan bahu jalan. (contoh perhitungan luasan galian dapat dilihat pada lampiran perhitungan luas galian ).

Perhitungan volume galian.

Dari profil memanjang jalan dapat dilihat bentuk dari pekerjaan galian yang akan dikerjakan dengan bentuk galian ini, apakah segitiga, persegi atau trapesium dapat dihitung volume galian yang akan dikerjakan volume galian yang akan dikerjakan dapat diperoleh dengan menghitung luas galian yang dapat dilihat dari profil memanjang, dengan sisi-sisi bangun tersebut adalah luas galian dan lebarnya adalah jarak stasiun. Sebagai contoh : jika bentuk galian segitiga maka, volume galiannya = ( luas galian / 2 ) x jarak stasiun

(contoh perhitungan volume galian dapat dilihat pada lampiran perhitungan galian). D. Timbunan Tanah ( Fill ) Material yang didapat dari hasil galian (cut) yang termasuk dalam rencana biasanya akan dipakai untuk penimbunan pada tempat atau daerah penimbunan yang telah ditentukan, hal ini disebut dengan istilah Comon excavation atau material bahan galian yang didatangkan dan biasanya juga disebut Borrow excavation. Jenis-jenis tanah timbunan adalah sebagai berukut: 1. 2. 3. 4. 5. Tanah (Clay) Tanah bercampur batu (Rock Clay) Pasir dan Batu ( Sirtu ) Batu Pecah Pasir ( Sand )

Pasir dapat dipakai sebagai material timbunan di bawah permukaan jalan (badan jalan). Yang perlu diperhatikan adalah bahwa dapat tidaknya material ini (Pasir) dipakai sebagai timbunan adalah dengan melalui tes laboratorium terutama mengenai mutu dan kualitas dari material ini. Dan juga sebelum dilakukan penemuan daerah atau area yang akan dilaksanakan, maka terlebih dahulu harus dibuat profilnya baik itu tinggi patok, slope/kemiringan serta elevasinya. Dalam perencanaan ini dilakukan 15 timbunan yang dibuat pada daerah dengan beda tinggi berkisar antara 2m 10m.

Perhitungan luas timbunan

Dari profil melintang jalan dapat dihitung luas timbunan yang akan dibuat. Luas timbunan ini dapat diperoleh dari perkalian antara beda tinggi dengan lebar daerah manfaat jalan (DAMAJA) dikurangi dengan luas saluran drainase dan luas daerah yang dibentuk oleh pengaruh kemiringan jalan. (contoh perhitungan dapat dilihat pada perhitungan luas timbunan yang terlampir).

Perhitungan volume timbunan

Dari profil memanjang jalan dapat dilihat bentuk dari pekerjaan timbunan yang akan dikerjakan, apakah segitiga, persegi panjang ataukah trapesium. Dengan mengetahui bentuk dari pekerjaan timbunan ini kita dapat menghitung volume timbunan, yang dapat diperoleh dengan menghitung luas bangun yang dibentuk tersebut, dengan luas timbunan sebagai sisisisi bangun tersebut dan jarak stasiun sebagai lebarnya. Sebagai contoh : jika bentuk bangun yang dibentuk oleh pekerjaan timbunan adalah segitiga maka, volume timbunan = ( luas timbunan / 2 ) x jarak stasiun. (contoh perhitungannya dapat dilihat pada lampiran perhitungan volume timbunan). E. Alatalat yang digunakan dalam proses Penggalian dan Penimbunan

10

Dalam proses penggalian dan penimbunan tidak mungkin hanya dikerjakan oleh manusia dengan alatalat sederhana, tetapi diperlukan alat-alat berat untuk dapat membantu memudahkan proses pengerjaan dan mempersingkat waktu pengerjaan. Alat-alat berat yang biasa digunakan dalam proses penggalian dan penimbunan antara lain :

Excavator

Excavator digunakan untuk menggali tanah yang membutuhkan proses penggalian agar diperoleh jalan yang sesuai dengan rencana. Disamping itu, excavator dapat digunakan untuk memuat material hasil galian ke dump truck.

Dump Truck

Dump Truck digunakan untuk mengangkut material galian untuk dibawa ke tempat penimbunan atau tempat yang membutuhkan material untuk pemadatan.

Bulldozer

Digunakan untuk meratakan tanah timbunan dan dapat juga digunakan sebagai alat penggali dengan jarak gali yang dekat.

Truck tangki air

Truck tangki air berfungsi mengangkut air untuk membantu proses pemadatan yang dilakukan motor grader agar proses pemadatannya dapat maksimal.

Grader

Grader digunakan untuk keperluan pengrataan tanah dalam rangka membentuk permukaan secara mekanis. Grader dapat juga digunakan untuk membuat kemiringan (grade) seperti yang telah direncanakan, pada permukaan tanah yang telah selesai diratakan sebagai pekerjaan akhir.

Tandem Roller

Tandem Roller digunakan untuk memadatkan jalan yang mengalami proses penimbunan sehingga dapat menghindari penurunan tanah (settlement) akibat kurang padatnya tanah setelah proses penimbunan. F. Alat-alat yang dipakai untuk pemadatan

Untuk meratakan dapat digunakan Motor Grade atau Bulldozer. Untuk pemadatan digunakan alat seperti Road Roller, Mac Adam dan Wecled Roller. Memilih atau menentukan alat yang digunakan tergantung kepada medan atau lapangan, jenis material dan keadaan materialnya.

11

F.1 Teknik pelaksanaan konstruksi untuk pondasi bawah, pondasi atas dan lapisan perkerasan a. Pengerjaan Pondasi Bawah (Sub Base)

Setelah penimbunan selesai dilaksanakan maka pekerjaan selanjutnya dalam membuat pondasi bawah dan konstruksi dari badan jalan. Untuk konstruksi Pondasi Bawah, material yang digunakan adalah memakai Sirtu Kelas A. Apabila dari hasil perhitungan diperoleh ketebalan pondasi yang lebih besar, maka pada bagian biasanya berongga. Untuk mengatasinya perlu diberi lapisan pasir, sehingga dapat mengisi kekosongan tersebut. Pemadatan pondasi bawah dapat dilakukan dengan alat pemadatan yang sesuai dengan keperluan tersebut, agar dapat mencapai tingkat pemadatan yang maksimal (misalnya : tandem roller, three wheel roller, dll). Kemudian selanjutnya dilaksanakan penyemprotan sepal. b. Pengerjaan Pondasi Atas (Base Course)

Setelah pengerjaan pondasi bawah, pekerjaan selanjutnya yaitu mengerjakan pandasi atas. Fungsi utama pondasi atas yakni untuk menguatkan atau melidungi lapisan bawahnya. Material yang digunakan untuk pondasi atas dapat menggunakan batu pecah atau batu belah dengan ukuran 3/5, yang ditebarkan diatas pondasi bawah yang kemudian dipadatkan dengan ketebalan yang sesuai dengan spesifikasi jalan. Dan batu pecah yang digunakan disini adalah batu pecah kelas A. Selanjutnya dilakukan penyemprotan aspal sendiri. c. Pengerjaan Lapisan Permukaan (Surface)

Pekerjaan surface merupakan pekerjaan terakhir pada pembuatan konstruksi badan jalan. Material yang digunakan sesuai dengan spesifikasi yang ada. Disini yang digunakan adalah Lapen Manual, maka setelah pengerjaan pondasi atas, pada bagian atas ini dibuat teke cout dan penghamparan batu pecah 1/2, 2/3, kemudian diratakan sesuai dengan ketebalan, lalu disemprotkan aspal dan ditaburkan pasir. F.2 Susunan Lapisan Perkerasan a.

Lapisan Permukaan Lapisan Penahan Beban Lapisan Aus Lapisan Kedap Air Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih buruk. Lapisan Pondasi Atas

b.

Terletak diantara lapisan bawah dan lapisan permukaan yang berfungsi :


Menahan Gaya Lintang dari beban Lapisan peresapan Bantalan terhadap lapisan permukaan

12

Bahan yang digunakan : batu pecah, kerikil, semen kapur. Jenis lapisan pondasi atas :

Pondasi Mac Adam Agregat bergradasi baik Pondasi Telfor Aspal Beton Pondasi Penetrasi Mac Adam Stabilitas agregat Ukuran batu pecah pondasi atas 3-5 cm Lapisan Pondasi Bawah

c.

Terletak diantara tanah dasar dan pondasi atas, yang berfungsi sebagai berikut :

Menyebarkan beban roda ke tanah dasar Sebagai efisiensi penggunaan material Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal Lapisan peresapan Lapisan pertama agar pekerjaan menjadi lancar Mencegah partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas

13

Anda mungkin juga menyukai