Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang


dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi
fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada
arus lalu lintas dan sebagai akses ke rumah-rumah.
Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran
kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan
karakteristik arus lalu lintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan
pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta
ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan
yang diharapkan.
Geometrik jalan yang didesain dengan mempertimbangkan masalah
keselamatan dan mobilitas mempunyai kepentingan yang saling
bertentangan, oleh karena itu kedua pertimbangan tersebut harus
diseimbangkan. Mobilitas yang dipertimbangkan tidak saja menyangkut
mobilitas kendaraan bermotor tetapi juga mobilitas kendaraan tidak
bermotor dan pejalan kaki.
Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana yang berperan penting dalam
laju pertumbuhan perekonomian daerah antara lain penyebaran barang dan
jasa dari daerah satu ke daerah lain. Berbagai kegiatan perekonomian
termasuk penyebaran barang dan jasa selalu berkaitan dengan sarana dan
prasarana. Hal tersebut dipengaruhi oleh jaringan jalan dan kondisi jalan
yang ada, tingkat pelayanan, kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna
jalan tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan

a. Dapat mendesain geometrik jalan sesuai dengan aturan standar yang


berlaku di Indonesia.
b. Dapat merencanakan jalan yang didasarkan kepada kebutuhan dan
analisa pengaruh jalan terhadap perkembangan sekitar.
c. Dapat merencanakan jalan yang berorientasi pada efisiensi layanan jalan
dengan mengutamakn factor keselamatan dan kenyamanan pengguna
jalan.
d. Dapat menghasilkan desain geometrik jalan yang memaksimalkan rasio
tingkat penggunaan biaya pelaksanaan.
e. Mahasiswa mampu memahami perancangan geometrik jalan, serta
mampu merencanakan jalan dengan baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel
(Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geomteriknya harus


ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat
memberikan pelayanan yang optimal kepada lalulintas sesuai dengan
fungsinya, sebab tujuan akhir dilakukan perencanaan ini adalah untuk
menghasilkan suatu desain jalan yang baik, ekonomis, serta mampu
memberikan pelayanan lalu lintas yang optimal saat jalan ini digunakan.

Dengan data yang ada dilakukan perhitungan geometrik berupa perencanaan


terhadap alinyeman horizontal dan alinyemen vertikal dengan menggunakan
peraturan yang terdapat dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota (TPGJAK) tahun 1997. Perencanaan tebal perkerasan lentur
menggunakan Metoda Analisa Komponen (MAK) yang di keluarkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga kementerian Pekerjaan Umum.

2.2. Pengertian Geometri Jalan

Perencanaan geometrik jalan adalah suatu perencanaan rute dari suatu jalan
secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang
berdasarkan kelengkapan data dasar, yang didapat dari hasil survey
lapangan, kemudian dianalisis berdasarkan acuan persaratan yang berlaku
(modul jalan raya 1, 2012).
Selain itu, Perencanaan geometrik jalan dapat juga diartikan sebagai suatu
bagian dari perencanaan konstrusi jalan dimana geometrik atau dimensi
yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian disesuaikan dengan
tuntutan serta sifat-sifat lalu lintasnya. Perencanaan tersebut disesuaikan
dengan persyaratan parameter pengendara,kendaraan dan lalu
lintas.Parameter tersebutmerupakan penentu tingkat kenyamanan dan
keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan( Silvia
Sukirman, 1999 ).

2.3. Penentuan Trase Jalan

Trase jalan adalah garis rencana yang menghubungkan menyatakan jalur


garis tengah dari jalan yang akan dibuat. Perencanaan Trase Jalan dibuat
berdasarkan kontur. Dengan demikian, Perencanaan Trase Jalan dibuat
berdasarkan kondisi yang ada (Silvia Sukirman, 1999).
Pada perencanaan alinyemen horizontal pada seluruh bagian harus dapat
memberikan pelayanan yang sesuai dengan fungsinya serta kemanan dan
kenyamanan pengguna jalan.
Untuk membuat jalan yang baik dan ideal, maka harus memperhatikan
syarat-syarat berikut:
1. Syarat Ekonomis
a. Penarikan trase jalan yang tidak terlalu benyak memotong
kontur, sehingga dapat menghemat biaya dalam pelaksanaan
pekerjaan galian dan timbunan nantinya.
b. Penyediaan material dan tenaga kerja yang diharapkan tidak
terlalu jauh dari lokasi proyek sehingga dapat menekan biaya.
2. Syarat Teknis
Untuk mendapatkan jalan yang bisa menjamin keselamatan jiwa dan
dapat memberi rasa nyaman berkendara bagi pengemudi kendaraan
bermotor maka perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain:

a. Keadaan Geografi
Keadaan Geografi adalah keadaan permukaan (medan) dari
daerah-daerah yang akan dilalui oleh jalan yang akan dibuat
yang dapat dilihat dalam peta topografi. Peta topografi ini perlu
untuk menghindari sejauh mungkin bukit-bukit, tanah yang
berlereng terjal, tanah yang berawa-rawa dan lainnya. Apabila
diperlukan, maka dapat dilakukan survey pengukuran topografi
ulang demi ketelitian kerja.

b. Keadaan Geologi
Keadaan Geologi dari daerah yang akan dilalui, harus
diperhatikan juga karena banyak fakta yang menunjukan adanya
bagian jalan yang rusak akibat pengaruh keadaan geologi.
Dengan adanya data yang menyatakan keadaan geologi
permukaan medan dari daerah yang akan dibuat, dapat dihindari
daerah yang rawan. Contohnya adalah adanya bagian jalan yang
patah atau longsor sebagai akibat dari tidak adanya data geologi
saat jalan direncanakan (RSNI. T-14-2004).

2.4. Alinyemen Horizontal

Alinyemen adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen


horizontal terdiri atas bagian lurus bagian lengkung (disebut juga tikungan).
Ditinjau secara umum penempatan alinyemen horizontal harus dapat
menjamin keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Untuk itu
perlu diperhatikan hal-hal berikut:
 Sedapat mungkin menghindari broken back, artinya tikungan searah yang
hanya dipisahkan oleh tangen yang sangat pendek yang dapat
mengurangi keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan.
 Pada bagian yang relatif lurus dan panjang kangan tiba-tiba terdapat
tikungan yang tajam yang dapat membahayakan pengemudi.
 Kalau tidak terpaksa jangan menggunakan radius minimum sebab jalan
tersebut akan sulit mengikuti perkembangan yang akan terjadi dimasa
yang akan datang.
 Apabila terpaksa menghadapi tikungan ganda maka dalam perencanaan
harus diusahakan agar jari-jari (R1) lebih kecil atau sama dengan jari-jari
lengkung kedua (R2) x 1,5.
 Hindari sedapat mungkin lengkung yang terbalik dengan mendadak.
 Hindarkan lengkung yang tajam pada timbunan yang tinggi.
1. Jenis Tikungan
a. Tikungan Full Circle (FC)
Full circle adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian
suatu lingkaran saja. Tikungan Full Circle hanya digunakan
untuk R (jari-jari tikungan) yang besar agar tidak terjadi
patahan, karena dengan R kecil maka 23 diperlukan superelevasi
yang besar. Jari-jari tikungan untuk tikungan jenis Full Circle
ditunjukkan pada tabel di bawah.

Tabel 2.1. Jari-jari Tikungan yang tidak memerlukan Lengkung


Peralihan
𝑽𝑹 (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
𝑹𝒎𝒊𝒏 (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60
Sumber : Bina Marga

Rumus yang digunakan pada tikungan Full Circle yaitu:


𝑽𝑹 𝟐
𝑹𝒎𝒊𝒏 =
𝟏𝟐𝟕. (𝝆𝒎𝒂𝒙 + 𝒇𝒎𝒂𝒙 )
𝟏
𝑻𝒄 = 𝑹𝒎𝒊𝒏 . 𝒕𝒂𝒏 .𝚫
𝟐
𝟏
𝑬𝒄 = 𝑻𝒄 . 𝒕𝒂𝒏 .𝚫
𝟒

𝑳𝒄 = . 𝟐. 𝝅. 𝑹𝒎𝒊𝒏
𝟑𝟔𝟎

Keterangan;
Δ = sudut tangen (º).
Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI (m).
𝑹𝒎𝒊𝒏 = jari-jari lingkaran (m).
Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran (m).
Lc = panjang busur lingkaran (m).
Gambar 2.1. Tikungan Full Circle (FC)
b. Tikungan Spiral–Circle–Spiral (SCS)
Bentuk tikungan ini digunakan pada daerah-daerah perbukitan
atau pegunungan, karena tikungan jenis ini memilki lengkung
peralihan yang memungkinkan perubahan menikung tidak
secara mendadak dan tikungan tersebut menjadi aman.

Lengkung spiral merupakan peralihan dari suatu bagian lurus ke


bagian lingkaran (circle) yang panjangnya diperhitungkan
dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal
dari nol sampai mencapai bagian lengkung. Jari-jari yang
diambil untuk tikungan Spiral-Circle Spiral haruslah sesuai
dengan kecepatan rencana dan tidak mengakibatkan adanya
kemiringan tikungan yang melebihi harga maksimum yang telah
ditentukan.

Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana


ditentukan berdasarkan:
- Kemiringan tikungan maksimum.
- Koefisien gesekan melintang maksimum.

Rumus yang digunakan untuk jenis tikungan ini adalah sebagai


berikut :
𝟗𝟎 𝑳𝒔
𝑸𝒔 = .
𝝅 𝑹𝒄
𝚫
𝑳𝒄 = . 𝟐. 𝝅. 𝑹
𝟑𝟔𝟎
𝑳 = 𝑳𝒄 + 𝟐. 𝑳𝒔
(𝑹 + 𝑷 )
𝑳𝒄 = −𝑹
𝒄𝒐𝒔𝟏/ 𝟐 𝚫
𝑻𝒔 = (𝑹𝒄 + 𝑷) 𝒕𝒂𝒏 ½ ∆ + 𝒌
Keterangan:
Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dan titik TS ke SC
(m).
Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus pada garis
tangen (m).
Ls = panjang lengkung peralihan (m).
L = panjang busur lingkaran (dari titik SC ke CS) (m).
Ts = panjang tangen (dan titik PI ke TS atau ke ST) (m).
TS = titik dari tangen ke spiral (m).
SC = titik dari spiral ke lingkaran (m).
Es = jarak dari PI ke lingkaran (m).
R = jari-jari lingkaran (m).
P = pergeseran tangen terhadap spiral (m).
K = absis dari p pada garis tangen spiral (m)..
S = sudut lengkung spiral (º)

Gambar 2.2. Tikungan Spiral–Circle–Spiral (SCS)


c. Tikungan Spiral–Spiral (SS)
Bentuk tikungan ini digunakan pada keadaan yang sangat tajam.
Lengkung horizontal berbentuk Spiral-Spiral adalah lengkung
tanpa busur lingkaran, sehingga SC berimpit dengan titik CS.
Adapun semua rumus dan aturannya sama seperti rumus spiral-
circle-spiral, yaitu:
𝜽𝒔
𝑳𝒄 = 𝟐𝟖,𝟒𝟖𝟔 . 𝑹

𝑻𝒔 = (𝑹 + 𝑷). 𝒕𝒂𝒏. ½ ∆ + 𝒌
(𝑹+ 𝑷 )
𝑬𝒔 = 𝒄𝒐𝒔𝟏/ 𝟐 𝚫 − 𝑹

𝑳 = 𝟐𝑳𝒔

Keterangan:
Es = Jarak dan PI ke busur lingkaran (m).
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
(m).
TS = Titik dari tangen ke spiral (m).
SC = Titik dari spiral ke lingkaran (m).
Rc = Jari-jari lingkaran (m).

Gambar 2.3. Tikungan Spiral–Spiral (SS)

2. Superelevasi
Penggambaran superelevasi dilakukan untuk mengetahui kemiringan-
kemiringan jalan pada bagian tertentu, yang berfungsi untuk
mempermudah dalam pekerjaannya atau pelaksanaannya dilapangan.

a. Pencapaian Superelevasi
1) Superelevasi dapat dicapai secara bertahap dari
kemiringan melintang normal pada bagian jalan yang lurus
sampai kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian
lengkung.
2) Pada tikungan spiral-circle-spiral, pencapaian superelevasi
dilakukan secara linier, diawali dari bentuk normal sampai
lengkung peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus
jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada
akhir bagian lengkung peralihan.
3) Pada bagian full circle, pencapaian superelevasi dilakukan
secara linier, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls
sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 Ls.
Pada tikungan spiral-spiral, pencapaian superelevasi
seluruhnya dilakukan pada bagian spiral. Superelevasi
tidak diperlukan jika radius cukup besar, untuk itu cukup
lereng luar diputar sebesar lereng normal (LN) atau
bahkan tetap lereng normal (LN).
b. Diagram Superlevasi
1) Tikungan Full Circle (FC)

Gambar 2.4. Diagram Superelavasi Tikungan Full Circle (FC)


2) Tikungan Spiral-Circle-Spiral (SCS)

Gambar 2.5. Diagram Superelavasi Tikungan Spiral-


Circle Spiral (SCS)
3) Tikungan Spiral-Spiral (SS)

Gambar 2.6. Diagram Superelavasi Tikungan Spiral-


Spiral (SS)

2.4. Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal jalan adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang


permukaan perkerasan jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi
dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali
disebut potongan memanjang jalan.

Alinyemen vertikal disebut terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis


lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasanya
disebut berlandai.

Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan


mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut
direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan
dan drainase.

Ada 2 jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua
bagian lurus (tangen) adalah:
1. Lengkung Vertikal Cekung
Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangent berada dibawah permukaan jalan.

Gambar 2.7. Lengkung Vertikal Cekung


Panjang lengkung cekung juga harus ditentukan dengan
memperhatikan beberapa hal antara lain:

a. Jarak penyinaran lampu kendaraan. Jarak ini dapat dibedakan


menjadi 2 (dua) yaitu:

1) Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan < L

Gambar 2.8. Akibat peninaran lampu < L

2) Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan > L

Gambar 2.9. Akibat peninaran lampu depan > L

b. Jarak pandang bebas


c. Persyaratan drainase
d. Kenyamanan pengemudi dan keluwesan bentuk
2. Lengkung Vertikal Cembung
Lengkung vertical cembung adalah lengkung dimana titik
perpotongan kedua tangen berada diatas permukaan jalan.

Gambar 2.10. Lengkung Vertikal Cembung


Pada lengkung ini direncanakan berdasarkan jarak pandang, dibagi
atas 2 (dua) keadaan, yaitu:

a. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S < L

Gambar 2.11. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah


lengkung S < L

b. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S > L

Gambar 2.12. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah


lengkung S > L

Suatu alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besar biaya pembangunan dan


mengikuti muka tanah asli untuk mengurangi pekerjaan tanah, tetapi
mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak tikungan. Pada
daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya penampang jalan diletakkan
diatas elevasi muka banjir. Di daerah perbukitan atau pegunungan
diusahakan banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan
timbunan, sehingga keseluruhan biaya yang dibutuhkan dapat tetap
dipertanggungjawabkan.

Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan


seperti :
- Kondisi tanah dasar.
- Keadaan medan.
- Fungsi jalan.
- Muka air banjir.
- Muka air tanah.
- Kelandaian yang masih memungkinkan.
(Silvia Sukirman, 1999).

3. Profil Memanjang

Profil memanjang adalah media untuk mengetahui besarnya pekerjaan


tanah dalam perencanaan. Perencanaan profil memanjang dibuat
mengikuti ketinggian permukaan tanah asli. Tetapi, pada keadaan
medan yang tidak memungkinkan (tanjakan yang terlalu tinggi atau
landai), perlu diadakan penggalian dan timbunan.

Dengan melihat pada Tinggi Tanah Asli (TTA) maka dibuat Tinggi
Rencana (TR), sehingga berdasarkan tinggi rencana tersebut diperoleh
elevasi untuk menghitung luas dan volume galian timbunan.

1. Landai Jalan
Landai jalan menunjukan besarnya kemiringan dalam suatu jarak
horizontal yang dinyatakan dalam persen. Sebuah kendaraan bermotor
akan mampu menanjak dalam batas-batas landai tertentu. Kemampuan
menanjak ini, selain dipengaruhi oleh besarnya landai jalan juga
dipengaruhi oleh panjangnya landai jalan. Jadi, ada batas landai jalan
yang disebut landai maksimum yaitu besarnya harus disesuaikan
dengan panjang landai yang disebut panjang kritis.
Spesifikasi standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan untuk jalan
luar kota dari Bina Marga (rancangan Akhir) dengan ketentuan
sebagai berikut

Tabel 2.2. Spesifikasi Kemiringan Standar Bina Marga


Kemiringan Melintang
Jenis
Rata-Rata
Medan
(%)
Datar <3%
Perbukitan 3 – 25 %
Pegunungan > 25.0 %
Sumber : Bina Marga

Perhitungan landai jalan dalam perancanaan ini, dapat dilihat dalam


tabel perhitungan patok, dimana menggunakan rumus:
𝑩𝑻
𝑲𝒆𝒎𝒊𝒓𝒊𝒏𝒈𝒂𝒏 = ( 𝑱𝑳 . 𝟏𝟎𝟎)

Keterangan:
BT = Beda Tinggi
JL = Jarak Langsung
4. Profil Melintang

Penampang melintang jalan merupakan potongan jalan dalam arah


melintang. Fungsinya, selain untuk memperlihatkan bagian-bagian
jalur jalan, juga untuk membantu menghitung banyaknya tanah (m3)
yang harus digali maupun banyaknya tanah (m3) yang akan digunakan
untuk menimbun jalan agar jalan yang dibuat itu dapat sesuai dengan
jalan yang direncanakan dengan menghitung luas profil melintang
jalan.
Gambar 2.13. Profil Melintang Jalan
1. Jalur Lalu Lintas
Jalur Lalu Lintas adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas
kendaraan yang secara fisik merupakan perkerasan jalan.
2. Lajur
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, yang dibatasi
oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup dilewati oleh suatu
kendaraan sesuai kendaraan rencana.

3. Bahu Jalan
Bahu Jalan adalah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalu
lintas, harus diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu lintas darurat, ruang
bebas samping dan penyangga perkerasan jalan, kemiringan yang
digunakan 3-5 %.

4. Median
Median adalah bagian jalan yang secara fisk memisahkan jalur lalu
lintas yang berlawanan arah. Namun, dalam perencanaan ini tidak
digunakan median.

5. Talud atau Lereng


Talud atau Lereng adalah bagian tepi perkerasan yang diberi
kemiringan, untuk menyalurkan air ke saluran tepi.
6. Saluran Tepi
Saluran Tepi dalah selokan yang berfungsi menampung dan
mengalirkan air hujan, limpasan permukaan jalan dan sekitarnya.

7. Daerah Milik Jalan (DAMIJA)


Daerah Milik Jalan, adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi
dengan lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan
dengan suatu hak tertentu, yang merupakan sejalur tanah diluar
Damaja yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keleluasaan
keamanan penggunaan jalan semisal untuk pelebaran Damaja
dikemudian hari.

8. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)


Daerah Manfaat Jalan, yaitu areal yang meliputi badan jalan, saluran
tepi jalan dan ambang pengamannya, sedangkan badan jalan meliputi
jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan.

9. Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA)


Daerah Pengawasan Jalan, yaitu Damija ditambah dengan sejalur
tanah yang penggunaanya dibawah pengawasan pembina jalan dengan
maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi
jalan (Silvia Sukirman, 1999).
BAB IV
ANALISA

1.1. Analisa

Dari hasil perhitungan di atas dapat kami analisis bahwa untuk menghindari
terjadinya kecelakaan dalam mendesain geometri jalan harus
memperhatikan beberapa hal yaitu topografi, sudut tikungan, kelandaian,
dan medan di lapangan. Hal tersebut harus dipikirkan matang-matang agar
kenyamanan dan keamanan pengendara dapat diutamakan dan dijaga. Dari
desain yang kami buat dapat dilihat bahwa kami menjaga agar kenyaman
pengendara tetap kami jaga walaupun topografi kurang baik untuk dibangun
jalan berliku atau memiliki banyak tikungan.
Selain topografi, sudut tikungan pun harus di perhatikan agar saat menikung
pengendara dapat nyaman dan terhindar dari kecelakaan akibat kesalahan
perencanaan. Hal itu karena banyaknya aspek yang perlu ditinjau didalam
tikungan sehingga harus sangat berhati-hati dan teliti dalam mendesain dan
menghitung. Dari hal itu dapat kita lihat bahwa sudut tikungan pun tidak
bisa sembarangan dibuat karena dapat berakibat fatal bagi kenyamanan dan
keamanan pengendara.
Kelandaian dan medan dilapangan pun merupakan hal yang cukup kritis,
sebab dalam mendesain geometri jalan haruslah memperhatikan jenis
kenadaraan yang lewat sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi
pengendara lainnya. Karena itu, saat mendesain geometri jalan kelandaian
harus diperhitungkan dengan sangat matang dan teliti agar kendaraan yang
lewat dapat terhindar dari bahaya.
Berdasarkan data yang telah dihitung didapatkan :
1. Pada tikungan 1 digunakan tikungan Spiral - Spiral (SS), dengan :
a. Ts = 24,148
b. Es = 56,948
c. Lc = -10,754
2. Pada tikungan 2 digunakan tikungan Spriral-Circle-Spiral (SCS),
dengan :
a. θs = 813,1369
b. Δc = 108,796
c. Lc = 189,789
d. Yc = 3,501
e. Xc = 45,592
f. K = 22,864
g. P = 0,884
h. Ts = 213,375
i. Es = 56,9478
j. Lt = 281,455
3. Kecepatan Rencana sebesar 55 Km/jam.
4. Jenis jalan adalah jalan kolektor, dengan spesifik perbukitan.
5. Over Lapping sebesar 220 m.
6. Jarak Pandang Henti sebesar 446,54 m.
7. Didapatkan rata-rata kelandaian memanjang sebesar 14%, dan rata-
tata kelandaian melintang sebesar 19 %.
8. Didapatkan total volume galian sebesar 6889,89 m3 dan timbunan
sebesar 38439,63 m3. Hal ini disebabkan pembuaan jalan yang
berada di daerah perbukitan, mengaibatkan elevasi tanah disetiap
STA tidak sama.

Anda mungkin juga menyukai