Anda di halaman 1dari 21

1

Perencanaan Jalan Raya I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan jalan saling berkaitan dengan perkembangan umat manusia.


Jalan raya merupakan salah satu prasarana transportasi yang dapat menunjang
pengembangan suatu wilayah. Semakin lancar transportasi maka semakin cepat
suatu wilayah berkembang. Meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti dengan
meningkatnya kebutuhan sarana transportasi, sehingga perlu dilakukan
perencanaan jalan yang sesuai dengan kebutuhan penduduk saat ini.
Untuk membangun ruas jalan raya baru maupun peningkatan yang
diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu akan
memerlukan metoda efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar
diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur keselamatan
pengguna jalan dan tidak mengganggu ekosistem.
Syarat-syarat yang diperlukan oleh jalan raya terutama adalah untuk
memperoleh :
a. Permukaan yang rata dengan maksud agar lalu lintas dapat berjalan dengan
lancar.
b. Mampu memikul berat kendaraan beserta beban yang ada diatasnya.
c. Dapat dilalui dengan aman dan nyaman sesuai dengan rencana.
Dewasa ini manusia telah mengenal sistem perencanaan jalan yang baik dan
mudah dikerjakan serta pola perencanaannya yang makin sempurna. Meskipun
demikian, seorang teknik sipil selalu dituntut untuk dapat merencanakan suatu
lintasan jalan yang paling efektif dan efisien dari alternatif-alternatif yang ada,
dengan tidak mengabaikan fungsi-fungsi dasar dari jalan. Oleh karena itu, dalam
merencanakan suatu lintasan jalan, seorang teknik sipil harus mampu
menyesuaikan keadaan dilapangan dengan teori-teori yang ada, sehingga akan
diperoleh hasil yang maksimal.

Bunga Raihanda
1 1204101010019
2
Perencanaan Jalan Raya I

Pada dasarnya, perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari beberapa


bagian besar. Bagian-bagian itu adalah perencanaan geometrik jalan, perencanaan
perkerasan material jalan dan perencanaan dalam pembangunan serta
administrasinya.
a. Perencanaan Geometrik Jalan
Terdiri dari ukuran-ukuran jalan serta bentuk-bentuk lintasan yang
diperlukan. Ukuran-ukuran tersebut mencakup lebar bagian-bagian jalan dan
fasilitasnya yang dikaitkan dengan kendaraan dan kelincahan geraknya, tinggi
mata pengemudi, rintangan dan sebagainya. Bentuk permukaan dan lintasan
dikaitkan dengan keamanan jalan dan lalu lintas.
b. Perencanaan Perkerasan/ Material Jalan
Perkerasan adalah lapisan jalan yang diperlukan untuk memenuhi syarat-
syarat utama jalan yaitu permukaan jalan harus mampu memikul berat kendaraan
dan dapat melalui dengan kecepatan tinggi. Perkerasan ini dibuat dari material-
material alam.
c. Perencanaan Pembangunan dan Administrasi Jalan Raya
Pelaksanaan pembangunan jalan sangat memerlukan ketrampilan
tersendiri sesuai dengan jenis jalan dan kemudahan yang ada, baik dari segi
material, tenaga (ahli), peralatan dan waktu. Sehingga dalam semua proses
tersebut diperlukan suatu administrasi tersendiri.

1.2 Maksud dan Tujuan


Tujuan dari perencanaan suatu jalan raya adalah untuk merencanakan
suatu lintasan dan dimensi yang sesuai dengan Peraturan Perencanaan Geometrik
Jalan Raya (PPGJR) No. 13 tahun 1970, sehingga dapat menjamin keamanan dan
kelancaran lalu lintas. Dari perencanaan itu juga didapat suatu dokumen yang
dapat memperhitungkan bobot pekerjaan baik galian maupun timbunan, pekerjaan
tanah dan sebagainya sehingga bisa dilakukan perencanaan yang seekonomis
mungkin.

Bunga Raihanda
1204101010019
3
Perencanaan Jalan Raya I

1.3 Ruang Lingkup Tugas yang dilakukan


Dalam tugas rencana ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa
tinjauan. Peninjauan ini meliputi penentuan lintasan, alinyemen horizontal,
alinyemen vertikal, penampang melintang, dan kubikasi.

1.3.1 Penentuan Trase Rencana


Penentuan lintasan dilakukan berdasarkan peta topografi yang disediakan,
dimana titik asal (origin) dan tujuan (destination) telah ditentukan, dilakukan
pencarian lintasan.
Langkah awal adalah memperhatikan situasi medan, kontur tersebut terus
ditelusuri untuk mencari lintasan yang sesuai dengan PPGJR (Peraturan
Perencanaan Geometrik Jalan Raya) No. 13 tahun 1970 serta ketentuan-ketentuan
lain yang diberikan dalam tugas rancangan ini.
Dalam perencanaan ini dibuat tiga alternatif lintasan, kemudian dipilih
satu lintasan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada.

1.3.2 Perencanaan alinyemen horizontal


Perencanaan alinyemen horizontal merupakan perencanaan tikungan
lengkap komponen-komponennya. Dalam perencanaan tikungan pada rancangan
ini meliputi Spiral-Circle-Spiral (S-C-S) dan Full Circle (FC).

1.3.3 Perencanaan alinyemen vertikal


Alinyemen vertikal ini merupakan memanjang jalan, pada potongan ini
terlihat tikungan dan besarnya tanjakan.
Perencanaan alinyemen vertikal ini didasarkan pada beberapa syarat, yaitu
syarat keamanan, kenyaman dan drainase untuk ,masing-masing beda kelandaian
yang ada.

Bunga Raihanda
1204101010019
4
Perencanaan Jalan Raya I

1.3.4 Penentuan volume galian (cut) dan timbunan (fill)


Penentuan volume galian dan timbunan berdasarkan proyeksi sumbu jalan
pada bidang horizontal (alinyemen horizontal) dan proyeksi sumbu jalan bidang
vertikal (alinyemen vertikal) yang telah direncanakan, dapat digambarkan
penampang melintang jalan pada setiap stasioner yang diinginkan. Dalam tugas
perencanaan ini, penampang melintang jalan digambarkan untuk setiap jarak 100
m. Volume galian dan timbunan ditentukan berdasarkan penampang melintang
jalan yang telah digambarkan tersebut.
Cut dan fill yaitu pemotongan dan penimbunan pada keadaan tanah/muka
tanah yang telah ditentukan. Pada keadaan cut, tanah digunakan untuk mengisi ke
daerah fill dan apabila tidak cukup/kurang maka dapat diambil dari borrow pit,
seandainya kelebihan dapat dibuang ke disposal place.

Bunga Raihanda
1204101010019
5
Perencanaan Jalan Raya I

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Dalam merencanakan suatu jalan raya diinginkan pekerjaan yang relatif


mudah dengan menghindari pekerjaan galian (cut) dan timbunan (fill) yang besar.
Dilain pihak kendaraan yang beroperasi di jalan raya menginginkan jalan yang
relatif lurus, tidak ada tanjakan atau turunan. Objek keinginan itu sulit kita jumpai
mengingat keadaan permukaan bumi yang relatif tidak datar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya adalah:
 Kelas Jalan
 Kecepatan Rencana
 Alinyemen Horizontal
 Alinyemen Vertikal
 Jarak Pandangan
 Penampang Melintang
 Perhitungan Kubikasi

2.1 Kelas Jalan


Jalan dibagi dalam kelas-kelas yang penempatannya didasarkan pada
fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang
diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.

2.2 Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang
diizinkan pada jalan yang akan direncanakan sehingga tidak menimbulkan bahaya
bagi pemakai jalan tersebut. Dalam hal ini harus disesuaikan dengan tipe jalan
yang direncanakan.
Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya
meliputi hal-hal sebagai berikut :

Bunga Raihanda
5 1204101010019
6
Perencanaan Jalan Raya I

a. Tikungan : Jari-jari tikungan pada pelebaran perkerasan diambil sedemikian


rupa sehingga terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya
kendaraan dan pandangan bebas harus cukup luas.
b. Tanjakan : Dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan
kelandaian sekecil mungkin.

2.3 Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus
pada bidang peta alinyemen (garis tujuan). Horizontal merupakan trase jalan yang
terdiri dari garis lurus (tangen) yang merupakan bagian lurus dan lengkung
horizontal yang disebut tikungan.
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian
tikungan, dimana terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan ke luar
daerah tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan
tikungan diusahakan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan,
sehingga perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. Jari-jari lengkung minimum
Untuk setiap kecapatan rencana ditentukan berdasarkan miring maksimum
dengan koefisien gesekan melintang maksimum.
b. Lengkung peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang dipergunakan
untuk mengadakan peralihan dari bagian lurus ke bagian lengkung atau
sebaliknya.
c. Pelebaran perkerasan
Pada tikungan sangat bergantung pada:
R = Jari-jari tikungan
β = Sudut tikungan
Vr = Kecepatan rencana

Bunga Raihanda
1204101010019
7
Perencanaan Jalan Raya I

Rumus yang digunakan adalah rumus yang dikutip dari “Dasar-Dasar


Perencanaan Geometrik Jalan (Silvia Sukirman) halaman 142 yaitu sebagai
berikut:

B = √{ } + 64−√( R
2
√R c2
−64+1,25 −64 ) +1, 25
c2 ………(2.1)
dimana:
B = lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur
sebelah dalam
Rc = radius lajur sebelah dalam - ½ lebar perkerasan + ½ b
b = lebar kendaraan rencana
0,105×V
Z = √ Rc . ………(2.2)
V = kecepatan, km/jam
B t =n ( B+ C ) + Z ………(2.3)
dimana:
Bt = lebar total perkerasan di tikungan
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
C = lebar kebebasan samping di kiri dan di kanan kendaraan sebesar
0,5 m, 1 m, dan 1,25 m cukup memadai untuk jalan dengan lebar lajur
6 m , 7 m, dan 7,50 m.
Sehingga,
Δb=B t −Bn ………(2.4)
dimana:
∆b = tambahan lebar perkerasan di tikungan
Bn = lebar total perkerasan pada bagian lurus

d. Jarak pandangan pada lengkung horizontal


Jarak pandangan pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi
sebelah dalam seringkali dihalangi oleh gedung-gedung, hutan-hutan kayu,

Bunga Raihanda
1204101010019
8
Perencanaan Jalan Raya I

tebing galian dan lain sebagainya. Demi menjaga keamanan pemakai jalan,
panjang sepanjang jarak pandangan henti minimum harus terpenuhi di
sepanjang lengkung horizontal. Dengan demikian terdapat batas minimum
jarak antara sumbu lajur sebelah dalam dengan penghalang (m).
Penentuan batas minimum jarak antara sumbu lajur sebelah dalam ke
penghalang ditentukan berdasarkan kondisi dimana jarak pandangan
berada di dalam lengkung atau jarak pandangan < panjang lengkung
horizontal. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat gambar 2.1 di bawah
ini.

TS ST

Gambar 2.1 Jarak Pandangan pada Lengkung Horizontal S ≤ L

Garis AB : Garis pandangan


Lengkung AB : Jarak pandangan
n TS - ST : Panjang busur lingkaran , m(L)
m : Ordinat tengah sumbu jalur ke penghalang
Φ : Setengah sudut pusat busur lingkaran S (°)
S : jarak pandangan, m
L : panjang busur lingkaran, m
R’ : radius sumbu lajur sebelah dalam, m

Bunga Raihanda
1204101010019
9
Perencanaan Jalan Raya I

π Φ R'
S = 90 ………(2.5)
0
90 s
Φ = πR ………(2.6)
m = R’ (1-cos Φ ) ………(2.7)

2.3.1 Bentuk lengkung horizontal


Bentuk lengkung horizontal pada suatu jalan raya ditentukan oleh tiga
faktor:
1. Sudut tangent (∆) yang besarnya dapat diukur langsung pada peta
2. Kecepatan rencana, tergantung dari kelas jalan yang akan direncanakan.
3. Jari-jari kelengkungan, hubungan antara kecepatan rencana dengan jari-
jari kelengkungan minimum dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini,

Tabel 2.2 Hubungan antara Kecepatan Rencana dan Jari- jari Minimum.
Kecepatan Rencana Jari – jari Lengkung Minimum
(km/jam) (meter)
120 2000
100 1500
80 1100
60 700
40 300
20 150

Bentuk-bentuk lengkung horizontal ada tiga macam yaitu:


a. Bentuk tikungan Full Circle (FC)
Bentuk ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar
dan sudut tangent yang relatif kecil. Batas yang diambil untuk bentuk circle
adalah sebagai berikut:

Bunga Raihanda
1204101010019
10
Perencanaan Jalan Raya I

Rumusan yang digunakan untuk bentuk full circle dalam menentukan


harga-harga T, L dan Es.
T
 Tan ½ ∆ = R ………(2.8)
 T = R tan ½ ∆ ………(2.9)
 Es = T tan ¼ ∆ ………(2.10)
Δ
2 πR
 L = 3600
L = 0,01745. ∆. R ………(2.11)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini:


.


.

Gambar 2.2 Bentuk Tikungan Full Circle (F-C):


Dimana:
R = Jari-jari lengkung minimum (m)
∆ = Sudut tangent yang diukur dari gambar trase.
Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
L = Panjang bagian tikungan (m)
T = Jarak antara TC dan PI (m)

b. Bentuk tikungan Spiral Circle Spiral (S-C-S)

Bunga Raihanda
1204101010019
11
Perencanaan Jalan Raya I

Rumus yang digunakan :


Besar Sudut Spiral :
Ls . 90
θ s=
πR ………(2.12)
Besar pusat busur lingkaran
θc =Δ−2 θs ………(2.13)
Panjang Lengkung Circle
Δc
2 πR
Lc = 360 ………(2.14)
2
Ls
Yc = 6 R ………(2.15)
3
Ls
Ls−
Xc = 40 R2 ………(2.16)
L = 2Ls + Lc ………(2.17)

K = Ls - 40 { }
Ls 3
. R 2
−RSin θs
………(2.18)
2
Ls
p= −Rc (1−cosθs )
6 Rc ………(2.19)
Δ
Ts = (R + P) tan 2 + k ………(2.20)
Δ
Es = (R + P) Sec 2 - R ………(2.21)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3:

Bunga Raihanda
1204101010019
12
Perencanaan Jalan Raya I


.
Gambar 2.3 Bentuk Tikungan Spiral Circle Spiral (S-C-S)
c. Bentuk tikungan Spiral – Spiral (S-S)
Rumus yang digunakan :
Besar Sudut Spiral :
1
θ s= Δ
2 ………(2.22)
Besar pusat busur lingkaran
θc =0
Panjang spiral
Lc = 0
2
Ls
Yc = 6 R ………(2.23)
Ls 3
Ls−
Xc = 40 R2 ………(2.24)
L = 2Ls ………(2.25)

k = Ls -
Ls 3
40 . { }
R 2
− RSin θs
………(2.26)
2
Ls
p= −Rc (1−cosθs )
6 Rc ………(2.27)
Δ
Ts = (R + P) tan 2 + k ………(2.28)
Δ
Es = (R + P) Sec 2 -R ………(2.29)

Bunga Raihanda
1204101010019
13
Perencanaan Jalan Raya I

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini:

Gambar 2.4 Bentuk Tikungan Spiral Spiral (S-S)

2.4 Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya
jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap
kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (dimana truck
digunakan sebagi kendaraan standar), alinyemen vertikal sangat erat hubungannya
dengan besar biaya pembangunan, biaya penggunaan, maka pada alinyemen
vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus. Landai
maksimum yang dipakai pada perencanaan ini adalah sebesar 10 % dan panjang
kritis sebesar 120 meter.
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian
lurus (tangen) adalah:

Bunga Raihanda
1204101010019
14
Perencanaan Jalan Raya I

1. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan


antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
Persamaan-persamaan lengkung vertikal yang digunakan adalah:
A = g1 – g2 ………(2.30)
dimana:
A = perbedaan aljabar kelandaian (selisih % kelandaian antara dua
lintasan pada pertemuan lengkung
g1 dan g2 = besarnya kelandaian bagian tangen, kelandaian (g1 dan g2)
diberi tanda positif jika pendakian, dan diberi tanda negatif jika
terjadi penurunan, yang ditinjau dari kiri.
A x Lv
Ev = 800 ………(2.31)
dimana:
Ev = pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
Lv = panjang lengkung vertikal sama dengan panjang proyeksi lengkung
pada bidang horizontal.

2.4.1 Landai minimum


Berdasarkan kepentingan arus lalu-lintas, landai ideal adalah landai datar
(0 %). Sebaliknya ditinjau dari kepentingan drainase jalan, jalan berlandailah yang
ideal.
Dalam perencanaan disarankan menggunakan:
a) Landai datar untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan yang tidak
mempunyai kereb.
b) Landai 0,15 % dianjurkan untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan dengan
medan datar dan mempergunakan kereb.
c) Landai minimum sebesar 0,13 % - 0,5 % dianjurkan dipergunakan untuk
jalan-jalan di daerah galian atau jalan yang memakai kereb.

Bunga Raihanda
1204101010019
15
Perencanaan Jalan Raya I

2.4.2 Landai maksimum


Kelandaian 3 % mulai memberikan pengaruh kepada gerak kendaraan
mobil penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan
kendaraan truk yang terbebani penuh. Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapat
terlihat dari berkurangnya kecepatan jalan kendaraan atau mulai dipergunakan
gigi rendah. Kelandaian tertentu masih dapat diterima jika kelandaian tersebut
mengakibatkan kecepatan jalan tetap lebih besar dari setengah kecepatan rencana.
Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap arus lalu-lintas,
maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana tertentu. Bina Marga
menetapkan kelandaian maksimum seperti pada Tabel 2.1, yang dibedakan atas
kelandaian maksimum standard dan kelandaian mkasimum mutlak. Jika tidak
terbatasi oleh kondisi keuangan, maka sebaiknya dipergunakan kelandaian standar
AASHTO yang membatasi kelandaian maksimum berdasrkan keadaan medan
apakah datar, perbukitan atau pegunungan.
Tabel 2.1 Kelandaian Maksimum Jalan
Jalan Arteri luar kota (AAHSTO Jalan antar kota (Bina
Kecepatan
'90) Marga)
Kelandaian
Kelandaian
Rencana Datar Perbukitan Pegunungan Maksimum
Maksimum
(km/jam) (%) (%) (%) Standar
Mutlak (%)
(%)
40       7 11
50       6 10
64 5 6 8    
60       5 9
80 4 5 7 4 8
96 3 4 6    
113 3 4 5    
Sumber : Sukirman (1999:156)

2.4.3 Jarak pandangan lengkung vertikal


Pada lengkung vertikal, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat
dibedakan atas 2 keadaan yaitu :

Bunga Raihanda
1204101010019
16
Perencanaan Jalan Raya I

1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S < L)


2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S > L)
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina
Marga, h1 = 10 cm = 0,1 m
h2 = 120 cm = 1,2 m,
Dan jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap
menurut Bina Marga, h1 = 120 cm = 1,2 m
h2 = 120 cm = 1,2 m.
Jadi, jarak pandangan pada vertikal adalah :

S = d1 + d 2 = √ A √
200 h1 L 200 h2 L
+
A ………(2.32)

2.5 Jarak Pandangan


Kemungkinan untuk melihat kedepan adalah faktor dalam suatu operasi di
jalan agar tercapai keadaan yang aman dan efisien, untuk itu harus diadakan jarak
pandang yang cukup panjang sehingga pengemudi dapat memilih kecepatan dari
kendaraan dan tidak menghambat barang tak terduga diatas jalan. Demikian pula
untuk jalan dua jalur yang memungkinkan pengendara berjalan diatas jalur
berlawanan untuk menyiap kendaraan dengan aman. Jarak pandangan ini untuk
keperluan perencanaan dibedakan atas:

2.5.1 Jarak pandangan henti minimum


Jarak ini minimum harus dipenuhi oleh setiap pengemudi untuk
menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan
di depannya.

Jarak ini merupakan jumlah dua jarak dari:


1. Jarak yang ditempuh dari saat melihat benda sampai mengijak rem adalah d1,

Bunga Raihanda
1204101010019
17
Perencanaan Jalan Raya I

d 1 = kecepatan ¿ waktu

d1 = V ¿ t ………(2.33)
dimana:

d 1 = Jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem (m)
V = Kecepatan (km/jam)
t = Waktu reaksi (waktu PIEV + waktu yang dibutuhkan untuk menginjak
rem) = 1,5 detik + 1 detik = 2,5 detik
maka,

d 1 = 0,278 ¿ V ¿ t ………(2.34)

2. Jarak untuk berhenti setelah mengijak rem adalah d2,

2
V
d 2 = 2g×fm ………(2.35)
dimana:
fm = koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang
jalan

d 2 = Jarak mengerem (m)


V = kecepatan kendaraan (km/jam)
g = gaya gravitasi (9,81 m/det2)
G = berat kendaraan (ton)

maka:
2
v
d 2 = 254×fm ………(2.36)

Jadi, Rumus umum dari jarak pandangan henti minimum adalah :

Bunga Raihanda
1204101010019
18
Perencanaan Jalan Raya I

2
v
d = 0,278 V.t + 254×fm ………(2.37)

Pada jalan-jalan berlandai terdapat harga berat kendaraan sejajar permukaan


jalan, yang memberikan pengaruh cukup berarti pada penentuan jarak mengerem.
Pada jalan-jalan menurun jarak mengerem akan bertambah panjang, sedangkan
untuk jalan-jalan mendaki jarak mengerem akan bertambah pendek. Dengan
demikian persamaan di atas akan menjadi :
G
2
G ¿ fm ¿ d2 ± G ¿ L ¿ d 2 = 1/2 g×v ………(2.38)

v2
d = 0,278 ¿ V ¿ t + 254×( fm±L ) ………(2.39)
dimana :
L = besarnya landai jalan dalam desimal
+ = untuk pendakian
- = untuk penurunan

2.5.2 Jarak pandangan menyiap


Jarak pandangan menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul
kendaraan lain yang dipergunakan hanya pada jalan 2 jalur. Besarnya jarak
pandang menyiap minimum dapat dilihat dalam daftar II PPGRJ No. 13/1970.
Jarak pandang diukur dari ketinggian mata pengemudi kepuncak
penghalang. Untuk jarak pandang henti ketinggian mata pengemudi adalah 125
cm dan ketinggian penghalang adalah 10 cm, sedang untuk jarak pandang
menyiap ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penhalang
125 cm.
Jarak pandang menyiap standar untuk jalan dua lajur dua arah dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Bunga Raihanda
1204101010019
19
Perencanaan Jalan Raya I

d = d1 + d 2 + d3 + d 4 ………(2.40)
dimana:

d 1 = 0,278 ¿ t1 ¿
( v−m+
a×t 1
2 ) ………(2.41)

d 1 = jarak yang ditempuh kendaraan yang hendak menyiap selama waktu


reaksi dan waktu membawa kendaraanya yang hendak membelok ke
lajur kanan.

t 1 = waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat

ditentukan dengan korelasi t 1 = 2,12 + 0,026 ¿ V


m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap =
15 km/jam
V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat
dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/jam
a = percepatan rata-rata besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata
kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan
mempergunakan korelasi a = 2,052 + 0,0036 ¿ V

d 2 = 0,278 ¿ V ¿ t2 ………(2.42)
dimana:

d 2 = jarak yang ditempuh selama kendaraan yang menyiap berada pada lajur
kanan

t 2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan dapat

ditentukan dengan mempergunakan korelasi t 2 = 6,56 + 0,048 ¿ V

d 3 = diambil 30 – 100 meter


2
d4 = 3 ¿ d2 ………(2.43)

2.6 Penampang Melintang

Bunga Raihanda
1204101010019
20
Perencanaan Jalan Raya I

Penampang melintang jalan adalah pemotongan suatu jalan tegak lurus


sumbu jalan, yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan dalam
arah melintang.
Penampang melintang jalan yang digunakan harus sesuai dengan kelas jalan
dan kebutuhan lalu lintas yang dilayaninya. Penampang melintang utama dapat
dilihat pada daftar I PPGJR.
2.6.1 Lebar perkerasan
Pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan lebar jalur lalu
lintas normal yang besarnya adalah 3,5 meter sebagaimana tercantum dalam daftar
I PPGJR, kecuali:
- Jalan penghubung dan jalan kelas II c = 3,00 meter
- Jalan utama = 3,75 meter

2.6.2 Lebar bahu


Untuk jalan kelas III lebar bahu jalan minimum adalah 1,50 – 2,50 m
untuk semua jenis medan.

2.6.3 Drainase
Drainase merupakan bagian yang sangat penting pada suatu jalan, seperti
saluran tepi, saluran melintang, dan sebagainya, harus direncanakan berdasarkan
data hidrologis setempat seperti intensitas hujan, lamanya frekuensi hujan, serta
sifat daerah aliran.

2.6.4 Kebebasan pada jalan raya


Kebebasan yang dimaksud adalah keleluasaan pengemudi di jalan raya
dengan tidak menghadapi rintangan. Lebar kebebasan ini merupakan bagian kiri
kanan jalan yang merupakan bagian dari jalan (PPGJR No. 13/1970).

2.7 Perhitungan Kubikasi


Perhitungan kubikasi ditentukan dengan menggunakan rumus, yaitu:

Bunga Raihanda
1204101010019
21
Perencanaan Jalan Raya I

V = Luas tampang galian/timbunan ¿ panjang galian timbunan


Hasil perkalian harus disesuaikan apakah dia bentuk kubus, kerucut dan
sebagainya. untuk itu perlu dicari panjang galian/timbunan.

Bunga Raihanda
1204101010019

Anda mungkin juga menyukai