Anda di halaman 1dari 48

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Perencanaan Geometrik


Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan
penting dalam pengembangan suatu wilayah. Perkembangan suatu wilayah akan
meningkatkan kebutuhan sarana dan prasarana transportasi. Kondisi tersebut
apabila tidak diantisipasi sedini mungkin, dikhawatirkan akan terjadinya
permasalahan transportasi seperti, kemacetan, kerusakan jalan, dan sebagainya.
Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Arti lintasan disini dapat diartikan sebagai tanah yang
diperkeras atau jalan tanah tanpa perkerasan, sedangkan lalu lintas adalah semua
benda dan makhluk hidup yang melewati jalan tersebut baik kendaraan bermotor,
tidak bermotor, manusia, ataupun hewan.
Jalan dapat dikatakan baik apabila memberikan rasa aman dan nyaman
bagi penggunanya, hal tersebut akan terpenuhi jika perencanaan jalan raya seperti
lebar jalan yang cukup dan tikungan dibuat berdasarkan persyaratan teknis
geometrik jalan raya, baik alinyemen vertikal, alinyemen horizontal, dan tebal
perkerasan, sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang
optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Semua hal yang mendukung
terpenuhinya jalan yang baik, aman, nyaman dan lancar tersebut terdapat pada
perencanaan geometrik jalan. Bagian dari perencanaan jalan yang berhubungan
dengan dimensi nyata dari bentuk fisik dari suatu jalan beserta bagian-bagiannya,
yang masing-masing disesuaikan dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu lintas untuk
memperoleh modal layanan transportasi yang mengakses hingga ke rumah-rumah
disebut dengan perencanaan geometrik jalan.
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan
secara keseluruhan. Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan
dimana bentuk dan ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan beserta
bagian bagiannya disesuaikan dengan kebutuhan serta sifat lalu lintas yang ada.
Dengan perencanaan geometrik ini diharapkan dapat diciptakan hubungan yang
harmonis antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang
bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan efisiensi, keamanan dan kenyamanan
5
TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
yang optimal dalam batas-batas ekonomi yang layak (PPGJR No. 13/1970).
Ditinjau dari keseluruhannya, perencanaan geometrik harus dapat menjamin
keselamatan maupun kenyamanan dari para pemakai jalan, untuk itu diperlukan
suatu data dasar yang baik pula.
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan
yang dititik beratkan pada alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal sehingga
dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan itu sendiri yang memberikan kenyamanan
yang optimal pada arus lalu lintas sesuai dengan kecepatan yang direncanakan.
Perencanaan geometrik ini secara umum terdiri dari aspek-aspek perencanaan trase
jalan, badan jalan yang terdiri dari bahu jalan dan jalur lalu lintas, tikungan,
drainase, kelandaian jalan serta galian dan timbunan.
Perencanaan geometrik jalan merupakan suatu perencanaan rute dari suatu
ruas jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang
berdasarkan kelengkapan data yang didapat dari suatu hasil survei lapangan,
kemudian dianalisis berdasarkan acuan perencanaan yang berlaku. Acuan
perencanaan yang di maksud adalah sesuai dengan standar perencanaan geometrik
yang digunakan di Indonesia (Saodang, 2010). Dasar dari perencanaan geometrik
jalan adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam
mengendalikan gerak kendaraannya dan karakteristik arus lalu lintas. Hal-hal
tersebut harus menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk
dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan
dan keamanan yang diharapkan. Suatu perencanaan geometrik yang lengkap tidak
hanya memperhatikan keamanan dan kenyamanan, namun dalam perencanaan
geometrik juga harus memperhatikan ekonomis biaya dan nilai strukturalnya.
Perencana harus lebih teliti dalam memilih lokasi perencanaan geometrik, sehingga
suatu jalan memenuhi kriteria yang diharapkan, selain itu perencana juga dituntut
untuk menguasai teknik perencanaan geometrik dan tata cara konstruksi jalan raya
serta memahami permasalahan dan solusinya. Maka dalam penentuan rute suatu
ruas jalan, sebelum sampai pada suatu keputusan akhir perancangan, banyak faktor
internal yang perlu ditinjau yaitu sebagai berikut:
1. Tata ruang jalan yang akan dibangun.
2. Data perancangan sebelumnya pada lokasi atau sekitar lokasi.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 6


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
3. Tingkat kecelakaan yang pernah terjadi akibat permasalahan geometrik.
4. Tingkat pertumbuhan lalulintas.
5. Alternatif rute selanjutnya dalam rangka pengembangan jaringan jalan.
6. Faktor lingkungan yang mendukung dan mengganggu.
7. Faktor ketersediaan bahan, tenaga dan peralatan.
8. Biaya pemeliharaan.
Tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah untuk memenuhi fungsi
dasar jalan, yaitu memberikan pelayanan kepada pergerakan arus lalu lintas
kendaraan secara optimum. Sasaran perencanaan geometrik jalan adalah untuk
menghasilkan desain infrastruktur jalan raya yang aman, efisien dalam pelayanan
arus lalu lintas dan memaksimumkan ratio tingkat pengunaan atau biaya
pelaksanaan.
Geometrik jalan yang di desain dengan mempertimbangkan masalah
keselamatan dan mobilitas mempunyai kepentingan yang saling bertentangan, oleh
karena itu kedua pertimbangan tersebut harus diseimbangkan. Melalui perencanaan
geometrik ini perencana berusaha menciptakan sesuatu hubungan yang baik antara
waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat
menghasilkan efisiensi keamanan serta kenyamananyang paling optimal dalam
pertimbangan ekonomi yang paling layak. Perencanaan geometrik pada umumnya
menyangkut aspek perencanaan jalan seperti lebar, tikungan, landai, jarak pandang
dan juga kombinasi dari bagian-bagian tersebut.

2.2. Bagian-Bagian Jalan


Beberapa parameter-parameter perencanaan yang harus diperhatikan
seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume kapasitas jalan dan tingkat
pelayanan yang diberikan oleh jalan itu sendiri.
Trase jalan atau biasa disebut sumbu jalan merupakan garis-garis lurus
yang saling berhubungan yang terdapat pada peta topografi suatu muka tanah dalam
perencanaan jalan baru yang mana biasanya akan dipilih satu dari beberapa trase
yang dibuat yang tentunya memenuhi syarat suatu perencanaan jalan. Dalam
menentukan trase, ada beberap persoalan yang akan dihadapi seperti bentuk dari
permukaan tanah yang tidak teratur, permukaan yang turun naik, keadaan tanah
dasar dan lain sebagainya.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 7


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Dalam menentukan suatu trase untuk perencanaan geometrik jalan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagi berikut:
1. Perencanaan garis trase dibuat sependek mungkin.
2. Route rencana jalan yang dipilih harus sedatar mungkin mengikuti garis kontur
atau transisi.
3. Syarat antara sudut belokan pertama dan sudut belokan yang kedua diusahakan
sepanjang-panjangnya.
4. Perencanaan sudut belok pada masing-masing tikungan disesuaikan dengan
kecepatan rencana kendaraan (Vr).
Pada saat menghitung koordinat, ada dua alternatif cara yang bisa
digunakan yaitu sebagai berikut:
1. Pengukuran lapangan secara langsung.
2. Pengukuran menggunakan peta topografi.
Bagian-bagian jalan yang diperlukan dalam perencanaan pembuatan jalan
adalah ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik jalan (RUMIJA), dan ruang
pengawasan jalan (RUWASJA), hal tersebut berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006
tentang jalan. Penjelasan mengenai RUMAJA, RUMIJA, dan RUWASJA dapat
dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Jalan


(Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 34 tahun 2006)

2.2.1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)


Ruang manfaat jalan adalah suatu daerah sepanjang jalan yang
dimanfaatkan untuk konstruksi jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 8


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan
berdasarkan pedoman yang ditetapkan.
Ruang manfaat jalan diperuntukkan bagi median, badan jalan, perkerasan
jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang
pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan
pelengkap lainnya, penjelasan bagian RUMAJA adalah sebagai berikut:
1. Median dan jalur pemisah
Median adalah jalur yang terletak di tengah jalan untuk membagi jalan dalam
masing-masing arah, sedangkan jalur pemisah adalah sejalur lahan yang
diperuntukkan untuk memisahkan jalur lalu lintas yang searah.
2. Badan jalan
Badan jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median,
dan bahu jalan.
3. Perkerasan jalan
Perkerasan jalan adalah bagian jalan yang diperkeras dengan lapis konstruksi
tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan
tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas tanah dasar secara aman.
4. Bahu jalan
Bahu jalan atau tepian jalan adalah bagian jalan yang terletak di antara tepi
jalan lalu lintas dengan tepi saluran, parit, kreb atau lereng tepi.
5. Saluran tepi jalan
Saluran tepi jalan adalah saluran yang diperuntukkan bagi penampungan dan
penyaluran air agar badan jalan bebas dari pengaruh air. Ukuran saluran tepi
jalan ditetapkan sesuai dengan lebar permukaan jalan dan keadaaan
lingkungan.
6. Trotoar
Trotoar merupakan jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan sumbu
jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjami
keselamatan pejalan kaki yang bersangkutan.
7. Ambang pengaman
Ambang pengaman bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan,
pada umumnya dipergunakan di sepanjang jalan yang menyusuri jurang, pada

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 9


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
tanah timbunan dengan tikungan yang tajam, pada tepi-tepi jalan dengan
timbunan lebih besar dari 2,5 meter, dan pada jalan-jalan dengan kecepatan
tinggi.
8. Timbunan dan galian
Timbunan dan galian merupakan pemindahan sejumlah volume tanah akibat
adanya perbedaaan ketinggian (ketinggian muka tanah asli dengan ketinggian
rencana trase) di suatu tempat.
9. Perlengkapan jalan
Perlengkapan jalan adalah sarana yang dimaksudkan untuk keselamatan,
keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu-lintas serta kemudahan bagi
pengguna jalan dalam berlalu-lintas yang meliputi marka jalan, rambu lalu-
lintas, alat pemberi isyarat lalu lintas, lampu penerangan jalan, rel pengaman
(guardrail), dan penghalang lalu-lintas (traffic barrier).
10. Bangunan pelengkap lainnya
Bangunan pelengkap jalan lainnya contohnya seperti gorong-gorong yang
merupakan bangunan melintang yang berada dibawah jalan yang dipakai untuk
membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan air
lainnya.
Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta
pengamanan konstruksi jalan, badan jalan dilengkapi dengan daerah bebas. Lebar
daerah bebas yang dimaksud sesuai dengan lebar badan jalan. Tinggi ruang bebas
bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5 meter. Sedangkan kedalaman
daerah bebas paling rendah 1,5 meter dari permukaan jalan

2.2.2 Ruang milik jalan (RUMIJA)


Ruang milik jalan adalah derah sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
kedalaman, dan tinggi tertentu yang terdiri dari daerah manfaat jalan dan sejalur
tanah tertentu diluar daerah manfaat jalan. Sejalur tanah tertentu sebagaimana
dimaksud sebelumnya tersebut dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau
yang berfungsi sebagai lansekap jalan.
Ruang milik jalan diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan, pelebaran
jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan
ruangan untuk pengamanan jalan dan diberi tanda batas ruang milik jalan yang

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 10


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
ditetapkan oleh penyelenggara jalan. Ruang milik jalan memiliki lebar paling
sedikit sebagai berikut:
Tabel 2.1 Ukuran Minimun Rumija
Lebar jalur lalu
Rumija
Tipe Jalan lintas minimum Komponen
minimum (m)
(m)
Median (3), lebar jalur (3,5),
Jalan bebas bahu jalan (2), saluran tepi jalan
2 [2x3,5] = 14 m 30
hambatan (2), ambang pengaman
(2,5), marginal strip (0,5)

Median (2), lebar jalur (3,5),


bahu jalan (2), saluran tepi jalan
Jalan raya 2 [2x3,5] = 14 m 25
(1,5), ambang pengaman
(1), marginal strip (0,25)
Lebar jalur (7), bahu jalan (2),
Jalan sedang 2 x 3,5 = 7 m saluran tepi jalan (1,5), ambang 15
pengaman (0,5)
Lebar jalur (5,5), bahu jalan
Jalan kecil 2 x 2,75 = 5,5 m 11
(2), saluran tepi jalan (0,75)
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

2.2.3. Ruang pengawasan jalan (RUWASJA)


Ruang pengawasan jalan adalah daerah tertentu atau daerah sepanjang
jalan diluar daerah milik jalan yang penggunaannya berada dibawah pengawasan
penyelenggara jalan dan dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu. Ruang pengawasan
jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi
dan pengamanan fungsi jalan. Berikut merupakan lebar luas pengawasan jalan yang
ditentukan dari tepi badan jalan.
Tabel 2.2 Lebar Minimun Pengawasan Jalan
No Klasifikasi Jalan Lebar minimum (m)
1 Jalan arteri primer 15
2 Jalan kolektor primer 10
3 Jalan lokal primer 7
4 Jalan lingkungan primer 6
5 Jalan arteri sekunder 15
6 Jalan kolektor sekunder 5
7 Jalan lokal sekunder 3
8 Jalan lingkungan sekunder 2
9 Jembatan 100 (kearah hilir dan hulu)
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 11


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
2.2.4 Penampang Utilitas
Utilitas jalan adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan
masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun wilayah di luar
bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Untuk keselamatan pengguna jalan
daerah pengawasan didaerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang bebas. Berikut
penjelasan tentang penampang melintang jalan yang telah dipaparkan sebelumnya:
1. Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas

Gambar 2.2 Penampang Melintang Jalan Dengan Median


(Sumber : Hamirham Saodang, 2004)
a. Jalur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas merupakan bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas
kendaraan secara fisik berupa perkerasan jalan. Jalur lalu lintas (travelled
way / carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang
diperuntukkan untuk lalu lintas jalan. Lebar jalur lalu lintas ini ditentukan
oleh jumlah dan lebar jalur yang mana lebar jalur minimum adalah 4,5
meter, dengan lebar tersebut memungkinkan dua kendaraan kecil dapat
saling berpapasan. Beberapa tipe jalur lalu lintas, antara lain:
2/2 TB : 2 lajur, 2 jalur, tak terbagi
2/1 TB : 2 lajur, 1 jalur, tak tebagi
4/2 B : 4 lajur, 2 jalur, terbagi
n/2 B : n lajur, 2 jalur, terbagi

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 12


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Keterangan:
TB : Tidak Berbagi
B : Berbagi
b. Lajur
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang dibatasi oleh marka
lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilintasi suatu kendaraan bermotor
sesuai keadaan rencana. Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas
pada alinyemen lurus:
1) 2-3%, untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton.
2) 4-5%, untuk perkerasan kerikil.
Berikut disajikan table lebar lajur ideal berdasarkan masing-masing fungsi
dari jalan dan kelas jalan.
Tabel 2.3 Lebar Lajur Ideal
Fungsi Kelas Lebar Lajur Ideal (m)
I 3,75
Arteri
II, III A 3,50
Kolektor III A, III B 3,00
Lokal III C 3,00
(Sumber: TPGJK, 1997)
c. Bahu Jalan
Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak diantara tepi jalan lalu lintas
dengan tepi saluran, parit dan lain-lain. AASHTO menetapkan agar bahu jalan
yang dapat digunakan harus dilapisi perkerasan atau permukaan lain yang
cukup kuat untuk dilalui kendaraan lain yang cukup kuat untuk dilalui
kendaraan dan menyarankan bahwa apabila jalur jalan dan bahu jalan dilapisi
dengan bahan aspal, warna dan teksturnya harus dibedakan sesuai fungsinya
yaitu sebagai berikut:
1) Tempat berhenti sementara kendaraan.
2) Menghindari diri dari saat-saat darurat hingga dapat mencegah terjadinya
kecelakaan.
3) Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah
samping agar tidak mudah terkikis.
4) Ruang pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau
pemeliharaan jalan.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 13


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148

Gambar 2.3 Kemiringan Bahu Jalan


(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
d. Median
Median adalah bagian bangunan jalan yang secara titik memisahkan dua
jalur lalu lintas yang berlawanan arah. Fungsi dari median adalah sebagai
berikut:
1) Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah.
2) Ruang lapak tunggu penyeberangan jalan.
3) Penempatan fasilitas jalan.
4) Tempat berhenti darurat (jika cukup luas).
5) Tempat prasarana kerja sementara.
6) Penghijauan.
7) Cadangan jalur (jika cukup luas).
8) Median juga berfungsi untuk mengurangi silau dari sinar lampu
kendaraan dari arah yang berlawanan.
Tinggi yang diukur dari permukaan jalur lalu lintas dan penentuannya
didasarkan pada keamanan pemakai jalan baik di jalan lurus, maupun di
tikungan dalam hal pandangan bebas pengemudi, ditentukan oleh Pembina
Jalan
Tabel 2.4 Penentuan Lebar Media
Jenis Median Lebar Minimum (m)
Median Ditinggikan 2,0
Median Direndahkan 7,0
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 14


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Berikut adalah gambar hubungan antara rumaja, rumija dan ruwasja yang
sangat berkaitan antara satu sama lain yang digambarkan dalam sketsa gambar,
antara lain sebagai berikut:

Gambar 2.4 Hubungan Antara Damaja, Rumija dan Ruwasja


(Sumber : TPGJAK No.038/TBM/1997)
Keterangan:
a : Jalur lalu lintas
b : Bahu jalan
c : Saluran tepi
d : Ambang pengaman
x : Badan jalan (a+b)
e. Trotoar
Trotor meupakan sebuah jalur yang diletakkan berdampingan dengan jalur
lalu lintas yang mana jalur ini dibuat khusus untuk digunakan oleh para
pejalan kali atau pedestrian. Lebar trotoar yang dibutuhkan ditentukan oleh
volume pejalan kaki, tingkat pelayanan pejalan kaki yang diinginkan, dan
fungsi jalan. Lebar trotoar yang umum digunakan berkisar 1,5 – 3,0 m. Ada
atau tidak nya trotoar ditentukan dari volume pedestrian dan volume lalu
lintas pemakai jalan tersebut.
2. Bagian yang berguna untuk drainase jalan
a. Saluran samping
Saluran samping biasanya dibuat untuk mengalirkan air dari permukaan
perkerasan jalan ataupun dari bagian luar jalan dan juga untuk menjaga agar
konstruksi jalan tidak terendam genangan air. Umumnya bentuk saluran
samping berbentuk trapesium ataupun persegi panjang tergantung dari
daerah dan lingkungan sekitarnya. Dinding saluran dapat dengan
mempergunakan pasangan batu kali, atau tanah asli. Lebar dasar saluran

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 15


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
disesuaikan dengan besarnya debit yang diperkirakan akan mengalir pada
saluran tersebut, minimum sebesar 30 cm.
b. Kemiringan lereng (talud)
Talud pada jalan biasa nya dibuat 2H : 1V tergantung pada kondisi
lingkungan sekitarnya, untuk daerah yang mudah longsor talud jalan dibuat
sesuai dengan besarnya landau yang aman yang mana kestabilan lereng
harus terlebih dahulu diperhitungkan dengan baik.
c. Kemiringan melintang jalur lalu lintas
Kemiringan melintang jalur lalu lintas di jalan lurus diperuntukkan terutama
untuk kebutuhan drainase jalan. Air yang jatuh di atas permukaan jalan
supaya cepat dialirkan ke saluran-saluran pembuangan. Kemiringan
melintang bervariasi antara 2% - 3%, untuk jenis lapisan permukaan dengan
menggunakan bahan pengikat seperti aspal dan semen. Semakin kedap air
lapisan tersebut semakin kecil kemiringan melintang yang dapat
dipergunakan. Sedangkan untuk jalan dengan lapisan permukaan belum
mempergunakan bahan pengikat seperti jalan berkerikil kemiringan
melintang dibuat sebesar 4-5%.
Kemiringan melintang jalur lalu lintas di tikungan dibuat untuk kebutuhan
keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja, di samping kebutuhan akan
drainase. Besarnya kemiringan melintang yang dibutuhkan pada tikungan
akan dibicarakan akan dibicarakan pada bab tentang “Alinyemen
Horizontal”.
3. Bagian pelengkap jalan
a. Kereb
Kereb merupakan peninggian tepi perkerasan jalan atau bahu jalan yang
dimaksudkan untuk keperluan drainase, mencegah keluar jalurnya
kendaraan dari tepi perkerasan dan memberikan ketegasan tepi perkerasan.
Berdasarkan fungsinya, kereb dibedakan menjadi:
Kereb peninggi adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki
kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan ataupun jalur
lalu lintas. Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 16


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baik yang mana tingginya
berkisar antara 10-15 cm.
Kereb penghalang adalah kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau
mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama di median,
trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman yang mana tingginya
berkisar antara 25-30 cm.
Kereb berparit adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem
drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan
sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi
luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam
yang mana tingginya berkisar antara 10-20 cm.
Kereb penghalang berparit adalah kereb penghalang yang direncanakan
untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan yang mana tingginya
berkisar antara 20-30 cm.

Gambar 2.5 Jenis Kereb


(Sumber : Silvia Sukirman, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik)
b. Pengaman Tepi
Pengaman tepi dimaksudkan untuk meminimalisir kecelakaan yang terjadi
pada jalan di daerah-daerah jurang dan mencegah keluarnya kendaraan dari
badan jalan.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 17


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148

Gambar 2.6 Jenis-jenis Pengaman Tepi


(Sumber: Silvia Sukirman, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik)

2.2. Fungsi Hirarki dan Kelas Jalan


Klasifikasi jalan atau hiraki jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan
fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan
sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan. Penentuan klasifikasi jalan
terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut,
besarnya kapasitas jalan, dan keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan
pembangunan dan perawatan jalan.
Sistem jaringan jalan akan bermanfaat secara optimal untuk menampung
pergerakan kendaraan orang maupun barang dari suatu tempat ketempat lainnya,
dari asal ke tujuan atau menurut kaidah ekonomi dari daerah produsen ke daerah
konsumen serta penanganan jaringan jalan akan efisien apabila dibuatkan
klasifikasi sesuai hirarkinya.
Jalan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu
berdasarkan fungsinya, segi pelayanan, berdasarkan administrasi atau status,
berdasarkan sistem jaringan, serta berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut
dimensi dan berat kendaraan. Klasifikasi jalan pada prinsipnya dalam standar
desain baik untuk jalan dalam kota maupun jalan luar kota didasarkan pada
klasifikasi jalan menurut undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku.
Penjelasan lebih lanjut mengenai klasifikasi jalan berdasarkan parameter-
parameternya adalah sebagai berikut:

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 18


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
2.3.1 Klasifikasi jalan menurut sistem jaringan jalan
Menurut PP no 26 tahun 1985 istem jaringan jalan disusun dengan
mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan
keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan
perdesaan. Berdasarkan sistem jaringan jalan, maka dikenal 2 istilah, yaitu:
1. Sistem jaringan jalan primer
Jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:
a. menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan
wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan.
b. menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang
menghubungkan antarkawasan perkotaan, yang diatur secara berjenjang sesuai
dengan peran perkotaan yang dihubungkannya. Untuk melayani lalu lintas
menerus maka ruas-ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer tidak terputus
walaupun memasuki kawasan perkotaan.
a. Jalan arteri primer
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat
kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
wilayah. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata
ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan adalah menghubungkan
secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat
kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan, dan menghubungkan
antar pusat kegiatan nasional.
b. Jalan kolektor primer
Jalan kolektor primer adalah jalan yang dikembangkan untuk melayani dan
menghubungkan kota-kota antar pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 19


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
lokal dan atau kawasan-kawasan berskala kecil dan atau pelabuhan
pengumpan regional dan pelabuhan pengumpan lokal.
2. Sistem jaringan jalan sekunder
Jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten atau kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat
di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan
yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil. Sistem jaringan
jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan yang menghubungkan
antarkawasan di dalam perkotaan yang diatur secara berjenjang sesuai dengan
fungsi kawasan yang dihubungkannya.
a. Jalan arteri sekunder
Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan
ciri-ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi seefisien dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat dalam kota.
b. Jalan kolektor sekunder
Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan
atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi, dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat di dalam kota.
Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang
wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan dalam
kawasanperkotaan, dan kawasan perdesaan. Sistem jaringan jalan memiliki
pembagian jalan primer dan sekunder yang memiliki penjelasan sebagai berikut:
1. Sistem jaringan jalan primer
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yan menghubung
antar kawasan perkotaan, yang diatur secara berjenjang sesuai dengan peran
perkotaan yang dihubungkannya, untuk melayani lalu lintas menerus maka
ruas-ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer tidak terputus walaupun
memasuki kawasan perkotaan. Sistem jaringan jalan primer disusun
berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 20


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan
semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai
berikut:
a. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan
wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan.
b. Menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten atau kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat
di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan
yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.

2.3.2 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi Jalan


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006
Tentang Jalan, jalan berdasarkan fungsinya terbagi menjadi empat yaitu jalan arteri,
jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan yang dapat dilihat pada Gambar
2.3.

Gambar 2.7 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi Jalan


(Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 34 tahun 2006)
Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai klasifikasi jalan berdasarkan
fungsi jalan:
1. Jalan arteri
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanannya jarak jauh, dengan kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk ke jalan ini sangat dibatasi secara berdaya guna.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 21


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Berdasarkan sistem jaringan jalannya, jalan arteri terbagi atas jalan arteri
primer dan jalan arteri sekunder yaitu sebagai berikut:
a. Jalan arteri primer
Jalan arteri primer adalah jalan yang secara efisien menghubungkan antara
pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan wilayah. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan
arteri primer jika ditinjau dari peranan jalan itu sendiri, antara lain sebagai
berikut:
1) Kecepatan rencana ≥ 60 km/jam.
2) Lebar badan jalan ≥ 8,0 meter.
3) Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
4) Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan
kapasitas jalan dapat tercapai.
5) Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal atau lalu lintas lokal.
6) Persimpangan dengan jalan lain dilakukan pengaturan tertentu, sehingga
tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
7) Jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota.
b. Jalan arteri sekunder
Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer
dengan kawasan sekunder kesatu atau kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder lainnya. Beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh jalan arteri sekunder jika ditinjau dari peranan jalan antara
lain sebagai berikut:
1) Kecepatan rencana ≥ 30 km/jam.
2) Lebar jalan ≥ 8,0 meter.
3) Tidak boleh digasnggu oleh lalu lintas lambat.
4) Kapasitas jalan lebih besar atau sama dari volume lalu lintas rata-rata.
2. Jalan kolektor
Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 22


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
jalan masuk dibatasi. Berdasarkan sistem jaringan jalannya, jalan kolektor
terbagi atas jalan kolektor primer dan jalan kolektor sekunder.
a. Jalan kolektor primer
Jalan kolektor primer adalah jalan yang secara efisien menghubungkan
antara pusat kegiatan wilayah atau menghubungkan antara pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh jalan kolektor primer jika ditinjau dari peranan jalan antara
lain sebagai berikut:
1) Kecepatan rencana ≥ 40 km/jam.
2) Lebar badan jalan ≥ 7,0 meter.
3) Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata.
4) Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan
kapasitas jalan tidak terganggu.
5) Persimpangan dengan jalan lain dilakukan pengaturan tertentu, sehingga
tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
6) Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal atau lalu lintas lokal.
7) Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota.
8) Persyaratan teknis jalan masuk dan persimpangan ditetapkan oleh
menteri.
b. Jalan kolektor sekunder
Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder lainnya atau menghubungkan
kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor sekunder jika ditinjau
dari peranan jalan antara lain sebagai berikut:
1) Kecepatan rencana ≥ 20 km/jam.
2) Lebar jalan ≥ 7,0 meter.
3) Kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
4) Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
3. Jalan lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata-rata rendah, dan jalan

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 23


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
masuk tidak dibatasi. Berdasarkan sistem jaringan jalannya, jalan lokal terbagi
atas jalan lokal primer dan jalan lokal sekunder.
a. Jalan lokal primer
Jalan lokal primer adalah jalan menghubungkan pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal
dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan lokal primer jika
ditinjau dari peranan jalan antara lain sebagai berikut:
1) Kecepatan rencana ≥ 20 km/jam.
2) Lebar badan jalan ≥ 6,0 meter.
3) Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa.
b. Jalan lokal sekunder
Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, atau kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, atau kawasan sekunder ketiga dan seterusnya dengan
perumahan. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan lokal
sekunder jika ditinjau dari peranan jalan antara lain sebagai berikut:
1) Kecepatan rencana ≥ 10 km/jam.
2) Lebar jalan ≥ 5,0 meter.
4. Jalan lingkungan
Jalan Lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri-ciri seperti pada Tabel 2.5 berikut.
Tabel 2.5 Ciri-Ciri Jalan Lingkungan
Jalan Ciri-ciri
1. Perjalanan jarak dekat
Lingkungan
2. Kecepatan rata-rata rendah
(Sumber: Undang-Undang No.38 Tahun 2004)

Berdasarkan sistem jaringan jalannya, jalan lingkungan terbagi atas jalan


lingkungan primer dan jalan lingkungan sekunder penjelasan sebagai berikut:
a. Jalan lingkungan primer
Jalan lingkungan primer merupakan jalan yang menghubungkan antarpusat
kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan
Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 24
TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
kawasan perdesaan. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan
lingkungan primer antara lain sebagai berikut:
1) Kecepatan rencana ≥ 15 km/jam.
2) Lebar badan jalan ≥ 6,5 meter.
3) Lebar badan jalan ≥ 3,5 meter apabila tidak diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor beroda 3 atau lebih.
b. Jalan lingkungan sekunder
Jalan lingkungan sekunder adalah jalan yang menghubungkan antarpersil
dalam kawasan perkotaan. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
jalan lingkungan sekunder jika ditinjau dari peranan jalan antara lain sebagai
berikut:
1) Kecepata rencana ≥ 10 km/jam.
2) Lebar badan jalan ≥ 6,5 meter.

2.3.3 Klasifikasi Jalan Menurut Status Jalan


Sesuai dengan undang-undang republik Indonesia nomor 38 tahun 2004
tentang jalan dan peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, maka
sesuai dengan kewenangan atau status, maka jalan umum dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Jalan nasional
Penyelenggaraan jalan nasional merupakan kewenangan kementerian
pekerjaan umum dan perumahan rakyat, yaitu di direktorat jenderal bina marga
yang dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan jalan nasional dibentuk balai
besar pelaksanaan jalan nasional sesuai dengan wilayah kerjanya masing-
masing. Jalan nasional terdiri dari pembagian yaitu:
a. Jalan arteri primer.
b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi.
c. Jalan tol.
d. Jalan strategis nasional.
2. Jalan provinsi
Penyelenggaraan jalan provinsi merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
Jalan provinsi terdiri dari:

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 25


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
a. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten atau kota.
b. Jalan kolektor primer menghubungkan antar ibukota kabupaten atau kota.
c. Jalan strategis provinsi.
3. Jalan kabupaten
Penyelenggaraan jalan kabupaten merupakan kewenangan pemerintah
kabupaten. jalan kabupaten terdiri dari:
a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi.
b. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan,
ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa.
c. Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam
kota.
d. Jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota
Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota,
merupakan kewenangan pemerintah kota. ruas-ruas jalan kota ditetapkan oleh
walikota dengan surat keputusan walikota.
5. Jalan desa
Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak
termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan
umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam
desa.

2.3.4 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan


Kelas jalan diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan. Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
1. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan
jalan dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan.
2. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan
bermotor.
Kelas jalan dapat dikelompokkan kedalam beberapa kelas berdasarkan
Pasal 11 PP No.43/1993, antara lain sebagai berikut:

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 26


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
1. Jalan Kelas I
Jalan Kelas I merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan lebih besar dari 10 ton.
2. Jalan Kelas II
Jalan kelas II yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10
ton.
3. Jalan Kelas III A
Jalan kelas III A yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton.
4. Jalan Kelas III B
Jalan kelas III B adalah jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
5. Jalan Kelas III C
Jalan kelas III C yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dan tidak lebih 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
Tabel 2.6 Klasifikasi berdasarkan kelas jalan
Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat (Ton)
Arteri I >10
II 10
III A 8
Kolektor III A 8
III B 8
III C 8
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 27


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
2.3.5 Klasifikasi Jalan Menurut Medan Jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Berdasarkan Tata
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.038/T/BM/1997, klasifikasi jalan
berdasarkan medan jalan dapat dilihat pada Tabel.2.7 berikut:
Tabel 2.7 Klasifikasi berdasarkan medan jalan
No Jenis medan Notasi Kemiringan medan (%)
1 Datar D <3
2 Berbukit B 3-25
3 Pegunungan G >25
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

2.4 Parameter Desain Geometrik Jalan


Parameter desain goemetrik jalan dalam perencanaan geometrik jalan raya
adalah kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume lalu lintas, dan tingkat
pelayanan yang memiliki tujuan penentuan tingkat kenyamanan dan keamanan
yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan, penjelasan lebih lengkap adalah
sebagai berikut.

2.4.1 Volume Lalu Lintas Rencana


Sebagai pengukur jumlah dari arus lalu lintas digunakan volume. Volume
lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan
dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Volume lalu lintas yang tinggi
membutuhkan lebar perkerasan jalan yang lebih lebar, sehingga tercipta
kenyamanan dan keamanan. Sebaliknya jalan yang terlalu lebar untuk volume lalu
lintas rendah cenderung membahayakan, karena pengemudi cenderung
mengemudikan kendaraannya pada kecepatan yang lebih tinggi sedangkan kondisi
jalan belum tentu memungkinkan. Disamping itu dapat mengakibatkan peningkatan
biaya pembangunan jalan.
Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu
hari. Cara memperoleh data tersebut dikenal 2 jenis Lalu Lintas Harian Rata-Rata,
yaitu Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) dan Lalu Lintas Harian Rata-
Rata (LHR). LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati
satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 28


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Jumlah lalu lintas dalam 1 tahun
LHRT =
365

Lalu lintas harian rata-rata dinyatakan dalam SMP/hari/2 arah atau


kendaraan/hari/2 arah untuk jalan 2 jalur 2 arah, SMP/hari/1 arah atau kendaraan/
hari/1 arah untuk jalan berlajur banyak dengan median.
Menghitung lalu lintas harian rata-rata harus tersedia data jumlah
kendaraan yang terus menerus selama 1 tahun penuh. Untuk biaya yang diperlukan
dan membandingkan dengan ketelitian yang dicapai serta tak semua tempat di
Indonesia mempunyai data volume lalu lintas selama 1 tahun, maka untuk kondisi
tersebut dapat pula dipergunakan satuan "Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)".
LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama pengamatan
dengan lamanya pengamatan.
Jumlah lalu lintas selama pengamatan
LHR =
Lamanya pengamatan

Volume lalu lintas harian rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu
lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari.
Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk
tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus :
VJR = VLHR x K/F
Keterangan:
K = faktor volume lalu lintas jam sibuk
F = faktor variasi tingkat lalu lintas persepermpat jam, dalam satuan jam

VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu
lintas lainnya yang diperlukan. Arus lalu lintas bervariasi dari jam ke jam
berikutnya dalam satu hari (Saodang, 2004).
Tabel 2.8 Penentuan Faktor K dan F Berdasarkan Volume Lalu Lintas Rata-Rata
VLHR Faktor – K (% Faktor – F (%)
> 50.000 4–6 0,9 – 1
30.000 – 50.000 6– 8 0,8 – 1
10.000 – 30.000 6– 8 0,8 – 1
5.000 – 10.000 8 – 10 0,6 – 0,8
1.000 – 5.000 10 – 12 0,6 – 0,8
< 1.000 12 – 16 < 0,6
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No. 038/T/BM/1997)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 29


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Volume arus lalu lintas rencana yang digunakan pada perencanaan
geometrik dimana elemen perencanaan geometrik jalan bergantung terhadap
volume arus lalu lintas pada jam puncak. Berdasarkan Standar Perencanaan
Geometrik untuk Jalan Perkotaan (1992) menurut dengan jumlah lajurnya
dirumuskan sebagai berikut:
1. Jalan 2 lajur
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
DHV = DTV × K/100
Keterangan:
DHV = volume arus lalu lintas perjan rencana (smp/2 arah/jam)
DTV = volume arus lalu lintas rencana (smp/2 arah/hari)
K = koefisien puncak (%)
2. Jalan berlajur banyak
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
DHV = DTV ×K/100 × D/100
Keterangan:
DHV = volume arus lalu lintas perjan rencana (smp/arah/jam)
DTV = volume arus lalu lintas rencana (smp/arah/hari)
K = koefisien puncak (%)
Jenis kendaraan dalam perhitungan volume lalu lintas diklasifikasikan
dalam tiga macam kendaraan antara lain sebagai berikut:
1. Kendaraan ringan (Light Vechicles atau LV)
Kendaraan ringan digunakan sebagai indeks untuk kendaraan bermotor dengan
4 roda contohnya seperti mobil penumpang.
2. Kendaraan berat (Heavy Vechicles atau HV)
Kendaraan berat digunakan sebagai indeks untuk kendaraan bermotor dengan
roda lebih dari 4 contohnya seperti bus, truk 2 gandar, truk 3 gandar dan
kombinasi yang sesuai.
3. Sepeda motor (Motor Cycle atau MC)
Sepeda motor digunakan sebagai indeks kendaraan bermotor dengan 2 roda.
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, terdapat beberapa
parameter yang digunakan dalam menghitung volume lalu lintas sebagai berikut:
1. Satuan mobil penumpang
Satuan mobil penumpang merupakan angka satuan kendaraan standar dalam
hal kapasitas jalan, dari berbagai kendaraan telah diubah menjadi kendaraan

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 30


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
ringan (termasuk mobil penumpang) dengan cara yaitu menggunakan ekivalen
mobil penumpang.
Tabel 2.9 Satuan Mobil Penumpang
Jenis Kendaraan Nilai SMP
Sepeda 0,5
Mobil penumpang / Sepeda motor 1,0
Truk ringan < 5 ton 2,0
Truk sedang > 5 ton 2,5
Truk berat > 10 ton 3,0
Bus 3,0
Kendaraan tak bermotor 7,0
(Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997)
2. Ekivalen mobil penumpang (EMP)
Ekivalen mobil penumpang adalah suatu faktor konversi untuk menyetarakan
berbagai tipe kendaraan yang beroperasi di suatu ruas jalan kedalam satu jenis
kendaraan yakni mobil penumpang. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
1997 telah menetapkan nilai-nilai EMP untuk berbagai jenis kelompok
kendaraan bermotor. Nilai EMP berbagai tipe kendaraan tidak bersifat mutlak
karena faktorfaktor yang mempengaruhinya dapat berubah seiring dengan
perkembangan teknologi otomotif.
Tabel 2.10 Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP)
No Jenis Kendaraan Darat/Perbukitan Pegunungan

1 Sedan, Jeep, Station wagon 1,00 1,00

Pick Up, Bus kecil, Truk


2 1,20-2,40 1,90-3,5
kecil

3 Bus dan Truk besar 1,20-5,00 2,20-6,00


(Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997)
Pada persimpangan bersignal atau terdapat lampu pengaturan lalu lintas, nilai
faktor pengali SMP (EMP) suatu kendaraan tergantung dari tipe pendekat jalan
yaitu pendekat terlindung (pergerakan kendaraan tidak ada gangguan dari arah
pendekat atau jalan yang lain) dan pendekat terlawan.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 31


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Tabel 2.11 Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP)
EMP
Jenis Kendaraan
Terlindung Terlawan
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4
(Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997)
Pada persimpangan tak bersignal (tidak ada lampu pengaturan lalu lintas) nilai
faktor pengali SMP (EMP) suatu kendaraan untuk semua pendekat adalah
sama.
a. Kendaraan Ringan = 1,0.
b. Kendaraan Berat = 1,3.
c. Sepeda Motor = 0,5.
Faktor pengali pada jalan perkotaan tergantung dari fungsi dan kondisi jalan
serta jumlah kendaraan yang bergerak melintasi suatu titik pengamatan pada
suatu satuan periode waktu (jam) yaitu jalan perkotaan yang tidak terbagi atau
jalan yang tidak mempunyai median jalan, dan jalan perkotaan terbagi atau
jalan satu arah.
Tabel 2.12 EMP Pada Jalan Perkotaan Yang Tidak Terbagi
Arus Lalu Lintas EMP
Total 2 Arah MC
Tipe Jalan
(Kend/jam) LV HV Lebar jalur lalu lintas
≤ 6m ≥ 6m
Dua lajur tak 0 1,3 0,5 0,4
terbagi (2/2) UD ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
1,0
Empat lajur tak 0 1,3 0,4
terbagi (4/2) UD ≥ 1800 1,2 0,25
(Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997)

Tabel 2.13 EMP Pada Jalan Perkotaan Terbagi


Arah lalu lintas per EMP
Tipe jalan
jalur (kend/jam) LV HV MC
0 1,0 1,3 0,4

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 32


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Dua lajur satu arah (2/1)
dan empat lajur dua arah ≥ 1050 1,2 0,25
(4/2)
Tiga lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,4
dan enam lajur dua arah ≥ 1100 1,2 0,25
(6/2)
(Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997)

Jalan luar kota merupakan suatu segmen jalan yang menghubungkan antara dua
kabupaten/kota yang mana pada sisi jalan tanpa perkembangan atau
perkembangan permanen yang sebentar terjadi. Pembagian jenis kendaraan
pada jalan luar kota adalah sebagai berikut:
a. Kendaraan Ringan.
b. Kendaraan Berat Menengah.
c. Truk Besar.
d. Bis Besar.
e. Sepeda Motor.
f. Kendaraan Tak Bermotor.

2.4.2 Kecepatan Rencana (VR)


Kecepatan rencana (VR), pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang
dipilihsebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu
lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
1. Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan
dibagi waktu tempuhnya (satuan km/jam atau mph).
2. Kecepatan rencana (vR) adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan bergerak dengan
aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang,
dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
3. Kecepatan rencana digunakan untuk perancangan:
a. Tikungan,
b. Kemiringan jalan,
c. Tanjakan dan turunan,

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 33


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
d. Jarak pandangan.
4. Faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana seperti berikut:
a. Kondisi Medan (terrain)
1) VR di daerah datar > VR di daerah perbukitan & gunung.
2) Kecepatan truk di daerah datar bisa menyamai kecepatan kendaraan
kecil, tetapi di daerah perbukitan, kecepatan truk akan berkurang.
Bahkan di daerah gunung diperlukan jalur khusus untuk truk.
3) Kondisi medan ruas jalan yang diproyeksikan harus diperkirakan untuk
keseluruhan panjang jalan.
b. Sifat dan tingkat penggunaan daerah
1) Untuk jalan arteri mempunyai vR yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jalan kolektor maupun jalan lokal.
2) Jalan raya untuk daerah luar kota akan mempunyai vR yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan jalan di dalam kota.
Berikut ini tabel kecepatan rencana (VR) berdasarkan klasifikasi fungsi dan
medan jalan.
Tabel 2.14 Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi dan medan jalan
Fungsi Kecepatan rencana, VR (km/jam)
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
(Sumber : TPGJAK No.083/TBM/1997)
Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan
syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
Tabel 2.15 Kecepatan Rencana Berdasarkan Klasifikasi Jalan
No Klasifikasi Jalan Kecepatan Rencana (km/jam)
1. Arteri primer 60
2. Kolektor primer 40
3. Lokal primer 20
4. Lingkungan primer 15
5. Arteri sekunder 30
6. Kolektor sekunder 20
7. Lokal sekunder 10
8. Lingkungan sekunder 10
(Sumber : TPGJAK No.083/TBM/1997)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 34


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
2.4.3 Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan bermotor yang terpilih dimensi
unsur teknis kendaraannya, dimana dimensi dan karakteristik operasi kendaraan
tersebut akan digunakan untuk merencanakan bentuk geometrik jalan agar
memenuhi pergerakan kendaranaan rencana. Kendaraan rencana menjadi satu
kesatuan antara dimensi dan jarak putar kendaraan.
1. Dimensi kendaraan rencana
Kendaraan rencana dikelompokkan dalam beberapa kategori, antara lain
sebagai berikut:
a. Kendaraan ringan atau kecil
Kendaraan ringan atau kecil adalah kendaraan yang mempunyai dua as
dengan empat roda dengan jarak as 2 sampai 3 meter. Kendaraan ringan
meliputi mobil penumpang, microbus, pick–up, dan truk kecil sesuai dengan
klasifikasi Bina Marga.
b. Kendaraan sedang
Kendaraan sedang adalah kendaraan yang mempunyai dua as gandar dengan
jarak as 3,5 sampai 5 meter. Kendaraan sedang meliputi bus kecil dan truk
dua as dengan enam roda.
c. Kendaraan besar atau berat
Kendaraan besar atau berat adalah kendaraan yang mempunyai dua atau tiga
gandar dengan jarak as 5 sampai 6 meter. Kendaraan besar biasa seperti bus
besar.
d. Sepeda motor
Sepeda motor adalah kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda yang
meliputi sepeda motor dan kendaraan yang memiliki roda tiga.
Penjelasan mengenai dimensi dan jari-jarak putar kendaraan dapat dilihat
pada Tabel 2.16.
Tabel 2.16 Dimensi Kendaraan Rencana
Kategori Radius putar Radius
Dimensi Kendaraan (cm) Tonjolan (cm)
Kendaraan (cm) tonjolan
Rencana Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min Maks (cm)
Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 35


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370
( Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima Marga)

Dimensi kendaraan yang sering dijumpai di jalan raya dapat dilihat pada
gambar-gambar dibawah ini:

Gambar 2.8 Dimensi Kendaraan Kecil


(Sumber : Pedoman Bina Marga, 1997)

Gambar 2.9 Dimensi Kendaraan Sedang


(Sumber : Pedoman Bina Marga, 1997)

Gambar 2.10 Dimensi Kendaraan Besar


(Sumber : Pedoman Bina Marga, 1997)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 36


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
2.4.4 Penentuan Lebar Jalur Dan Lajur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang
diperuntukan untuk lalau lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa
lajur kendaraan. Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalau lintas yang khusus
diperuntukan untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih
dalam satu arah. Jadi jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan pada
umumnya disebut sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal
terdiri dari 1 lajur lalau lintas (Silvia Sukirman, 1999). Pada Tabel 2.17 dapat
dilihat lebar jalur dan bahu jalan sesuai dengan volume lalu lintas hariannya.
Tabel 2.17 Lebar Jalur dan Bahu Jalan Sesuai dengan VLHR
ARTERI KOLEKTOR LOKAL

VLHR Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum


(smp/hari)
LJ LB LJ LB LJ LB LJ LB LJ LB LJ LB
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
<3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0
3.000-
7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0
10.000
10.000- **) **)
7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 - - - -
25.000
2nx 2nx
2x7,
>25.000 3,5* 2,5 2,0 3,5* 2,0 **) **)
- - - -
) 0*) )

(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.038/T/BM/1997)


Keterangan :
VLHR = volume lalu lintas harian rata-rata (smp/hari)
LJ = lebar jalur (meter)
LB = lebar bahu (meter)
**)
= mengacu pada persyaratan ideal
*)
= 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3,5 meter
n = jumlah lajur

2.4.5 Jarak Pandang


Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan seorang pengemudi
pada saat mengemudi, sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman (Saodang, 2004: 39). Jarak pandang terbagi menjadi dua
bagian, yaitu jarak pandang henti (Jh) dan jarak pandang mendahului (Jd).
1. Jarak Pandang Henti (Jh)
Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman, begitu melihat adanya halangan di

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 37


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi jarak pandang henti (Jh).
Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi tinggi mata pengemudi 105 cm
dan tinggi halangan 15 cm diatas permukaan jalan (Saodang, 2004). Jarak
pandang henti (Jh) terdiri dari dua komponen, yaitu adalah sebagai berikut :
a. Jarak tanggap (Jht), adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem.
b. Jarak pengereman (Jhr), adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan terhenti.
AASHTO 2004 menyarankan menggunakan nilai perlambatan kendaraan
sebesar 3,4 m/detik² untuk penentuan Jarak pandang henti. Jh dalam satuan
meter dapat dihitung dengan sebuah rumus, rumus yang digunakan yaitu:
𝑉𝑟 2
𝑉𝑟 (3,6)
𝐽ℎ = 𝑇+
3,6 2𝑔𝑓
Dimana:
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-
0,55.

Persamaan tersebut disederhanakan menjadi:


𝑉𝑅 2
JBhB = 0,694 . VBRB +0,004
𝐹
Tabel 2.18 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum untuk Perencanaan Geometrik
Jalan antar Kota
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh Minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
(Sumber: TPGJAK No. 038/TBM/1997)

2. Jarak pandang mendahului (Jd)


Jarak pandang mendahului atau menyiap (Jd) adalah jarak yang
memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya
dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula (lihat Gambar
3.4). Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105
cm dan tinggi adalah 105 cm.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 38


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148

Gambar 2.11 Sketsa Jarak Pandang Mendahului


(Sumber : TPGJAK No.083/TBM/1997)
Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut:
Jd = d1 + d2 + d3 + d4
Dimana:
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m).
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m).
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah
berlawanan setelah proses mendahului selesai (m).
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan,yang besarnya
diambil sama dengan 213.d2 (m).

2.4.6. Tingkat Pelayanan


Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan
baik walaupun LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh tingkat keamanan
dan kenyamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum ditentukan. Lebar
jalur yang dibutuhkan akan lebih lebar jika pelayanan dari jalan diharapkan lebih
tinggi. Kebebasan bergerak yang dirasakan oleh pengemudi akan lebih baik pada
jalan-jalan dengan kebebasan samping yang memadai, tetapi hal tersebut menuntut
daerah manfaat jalan yang lebar pula (Silvia Sukirman, 1999: 47). Highway
Capacity Manual membagi tingkat pelayanan jalan atas enam keadaan yaitu :
1. Tingkat pelayanan A
a. Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan.
b. Volume dan kepadatan lalu lintas rendah.
c. Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi.
2. Tingkat pelayanan B
a. Arus lalu lintas stabil.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 39


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
b. Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalulintas, tetapi tetap dapat
dipilih sesuai kehendak pengemudi.
3. Tingkat Pelayanan C
a. Arus lalu lintas masih stabil.

2.5. Komponen-Komponen Geometrik Jalan


Adapun komponen-komponen yang tersusun pada geometrik jalan dalam
perencanaan geometrik jalan yaitu alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal
dimana penjelasan dari masing-masing komponen geometrik jalan adalah sebagai
berikut:

2.5.1 Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang
horizontal, alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama situasi jalan atau trase
jalan. Pembuatan jalan harus ditentukan trase jalan yang diterapkan, agar dapat
memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan fungsinya, serta mendapatkan
keamanan dan kenyamanan bagi pemakainya. Untuk membuat trase jalan yang baik
dan ideal maka harus mempertimbangkan syarat ekonomis seperti sebagai berikut:
1. Penarikan trase jalan yang tidak terlalu banyak memotong kontur, sehingga
dapat menghemat biaya dalam pelaksanaan pek`erjaan galian dan timbunan
nantinya.
2. Penyediaan material dan tenaga kerja yang diharapkan tidak terlalu jauh dari
lokasi proyek sehingga dapat menekan biaya.
Perencanaan alinyemen horizontal, umumnya akan ditemui dua jenis dari
bagian jalan yaitu bagian lurus dan bagian lengkung (tikungan). Perencanaan
bagian jalan yang lurus perlu mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai
jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian
jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu ≤ 2,5 menit (sesuai Vr).
Tabel 2.19 Panjang Bagian Lurus Maksimum
Fungsi Jalan Panjang Bagian Lurus Maksimum
Datar Bukit Gunung
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 40


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
1. Jarak pandang dan daerah bebas samping pada lengkung horizontal
Jarak pandang pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi sebelah
dalam sering kali dihalangi oleh gedung, hutan kayu, tebing galian dan lain
sebagainya karena banyaknya penghalang yang mungkin terjadi dan sifat-sifat
yang berbeda dari masing-masing penghalang, sebaiknya setiap faktor-faktor
yang menimbulkan halangan tersebut ditinjau sendiri-sendiri. Untuk menjaga
kenyamanan dan keamanan pengemudi, perlu ditentukan jarak pandang henti
minimum berdasarkan daerah bebas samping dibagian dalam tikungan,
disepanjang lengkung horizontal tersebut. Penentuan batas minimum jarak
antara sumbu lajur sebelah dalam ke penghalang ditentukan berdasarkan
kondisi dengan jarak pandang lebih kecil daripada panjang lengkung
horizontal. Kondisi yang menentukan jarak daerah bebas samping dalam
proses desain:
a. Jarak pandang lebih pendek dari panjang lengkung horizontal (Jh < Lt).
b. Jarak pandang lebih panjang dari panjang lengkung horizontal (Jh > Lt).
Penentuan batas minimum objek penghalang pandangan atau daerah bebas
samping ditikungan berdasarkan kondisi simetris untuk Jh < Lt seperti pada
gambar dibawah ini dan hanya diperhitungkan hanya untuk bentuk lingkaran
sederhana.

Gambar 2.12 Daerah bebas samping ditikungan untuk Jh < Lt


(Sumber : Hamirham Saodang, 2004)

90 𝐽ℎ
E = R’ (1-cos )
𝜋𝑥𝑅

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 41


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Jika Jh > Lt,

Gambar 2.13 Daerah bebas samping ditikungan untuk Jh > Lt


(Sumber : Hamirham Saodang, 2004)

28,65 𝐽ℎ 𝐽ℎ−𝐿𝑡 28,65 𝐽ℎ


E = R’ (1-cos )+( . 𝑠𝑖𝑛. )
𝑅′ 2 𝑅′
Keterangan :
E = Jarak bebas samping (m)
R = Jari-jari tikungan (m)
R’ = Jari-jari sumbu jalur dalam (m)
Jh = Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)

Gambar 2.14 Pergerakan Mendahului


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 42


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Keterangan gambar:
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m)
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah
berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan (m)

2. Tikungan
Lengkung horizontal atau tikungan terdiri dari 3 bentuk yang masing- masing
mempunyai ketajaman, besar kecilnya radius lengkung dan superelevasi yang
berbeda.
a. Busur Lingkaran (FC)
FC (Full Circle), adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu
lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari-jari tikungan)
yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka
diperlukan superelevasi yang besar (Hendarsin, 2000).

Gambar 2.15 Full Circle (FC)


(Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya)

Keterangan:
∆ = sudut tikungan
O = titik pusat lingkaran
Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rc = jari-jari lingkaran
Lc = panjang busur lingkaran
Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran
Rumus yang digunakan:
Tc = Rc tan ½ ∆
Ec = Tc ran ¾ ∆
∆ 2 𝜋 𝑅𝑐
Lc =
360°

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 43


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
b. Lengkung Spiral-Circle-Spiral (SCS)
Dalam bentuk tikungan ini spiral disini merupakan lengkung peralihan dari
bagian lurus (tangent) berubah menjadi lingkaran (circle). Pada saat
kendaraan melaju di daerah spiral, maka terjadi perubahan gaya sentrifungal
yang terjadi mulai dari 0 ke harga F = (Suryadharma, Susanto, 1999).

Gambar 2.16 Spiral Circle Spiral (SCS)


(Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya)
Keterangan:
Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus lengkung
peralihan)
Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik SC
pada lengkung
Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST)
Lc = panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS)
Ts = panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke titik ST TS= titik dari tangen ke
spiral
SC = titik dari spiral ke lingkaran
Es = jarak dari P1 ke busur lingkaran
θs = sudut lengkung spiral
Rc = jari-jari lingkaran
p = pergeseran tangen terhadap spiral
k = absis dari p pada garis tangen spiral
Rumus yang digunakan:
Ls2
Xs = Ls [1 ]
40 Rc
Ls2
Ys =
6 Rc
90 Ls
𝜃s =
π Rc
Ls2
p= - Rc (1-cos 𝜃𝑠)
6 Rc

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 44


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Ls3
k = Ls - -Rc sin 𝜃𝑠
40 Rc2
Ts = (Rc + p) tan ½ ∆ + k
Es = (Rc + p) sec ½ ∆ - Rc
(∆−2𝜃𝑠)
Lc = . 𝜋. Rc
180
L𝜔𝑡 = Lc = 2Ls

Jika diperoleh Lc < 25 m, maka sebaiknya tidak digunakan lengkung SCS


tetapi digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang terdiri dari dua
lengkung spiral.
c. Spiral-Spiral
Lengkung horizontal bentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur
lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur
lingkaran Lc = 0, θs = ½ Δ. Rc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga
Ls yang dibutuhkan lebih besar dari Ls yang menghasilkan landai relatif
minimum yang disyaratkan. Panjang lengkung peralihan Ls yang
dipergunakan haruslah yang diperoleh dari rumus Ls = Ls/2Rc radial,
sehingga bentuk spiral dengan sudut θs
= ½ Δ. (Sukirman, 1994).

Gambar 2.17 Spiral-Spiral (SS)


(Sumber: Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 45


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Rumus yang digunakan:
Lc = 0
𝜃s = ½ ∆
L𝜔𝑡 = 2Ls
θs.π.Rc
Ls =
90
Ls2
p= - Rc (1-cos 𝜃𝑠)
6 Rc
Ls3
k = Ls - -Rc sin 𝜃𝑠
40 Rc2
Ts = (Rc + p) tan ½ ∆ + k
Es = (Rc + p) sec ½ ∆ - Rc
a. Superelevasi
Superelevasi adalah kemiringan melintang jalan pada daerah tikungan. Untuk
bagian jalan lurus, jalan mempunyai kemiringan melintang yang biasa disebut
lereng normal atau normal trawn yaitu diambil minimum 2 % baik sebelah kiri
maupun sebelah kanan AS jalan. Harga elevasi (e) yang menyebabkan
kenaikan elevasi terhadap sumbu jalan diberi tanda (+) dan yang menyebabkan
penurunan elevasi terhadap jalan diberi tanda (-).
Sedangkan yang dimaksud diagram superelevasi adalah suatu cara untuk
menggambarkan pencapaian superelevasi dan lereng normal ke kemiringan
melintang (superelevasi). Diagram superelevasi pada ketinggian bentuknya
tergantung dari bentuk lengkung yang bersangkutan.

Gambar 2.18 Superelevasi Full Circle


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 46


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148

Gambar 2.19 Superelevasi Spiral-Circle-Spiral


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Gambar 2.20 Superelevasi Spiral-Spiral


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
1.5.2. Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap
titik yang ditinjau, berupa profil memanjang, Pada perencanaan alinemen vertikal
akan ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negatif (turunan).
Alinyemen vertikal direncanakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari
dua macam kelandaian arah memanjang jalan pada setiap lokasi yang diperlukan.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian
dan menyediakan jarak pandang henti yang cukup untuk keamanan dan
kenyamanan. Alinyemen vertikal terdiri dari 2 jenis yaitu alinyemen vertikal
cembung dan alinyemen vertikal cekung (Hendarsin, 2000).
Pada alinyemen vertikal perhatian tidak hanya ditujukan ke bagian
lengkung tetapi justru yang penting adalah bagian yang lurus pada umumnya
merupakan suatu kelandaian. Alinyemen vertikal harus direncanakan sebaik-

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 47


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
baiknya dengan mengikuti medan sehingga dapat menghasilkan keindahan jalan
yang harmonis dengan alam disekelilingnya.
1. Kelandaian alinyemen vertikal
a. Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan
kendaraanbergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh yangmampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari
separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam
Tabel 2.21 berikut ini :
Tabel 2.21 Jari – Jari Minimum Yang Tidak Memerlukan Lengkung
Peralihan
Landai Max (%) 3 3 4 5 6 7 10 10
VR (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
b. Kelandaian minimum
Kelandaian minimun untuk tanah timbunan yang tidak menggunakan kerb,
maka lereng melintang jalan dianggap sudah cukup untuk dapat
mengalirkan air diatas badan jalan yang selanjutnya dibuang ke lereng jalan.
Untuk jalan – jalan diatas tanah timbunan dengan medan datar dan
menggunakan kerb, kelandaian yang dianjurkan adalah sebesar 0,15%, yang
dapat membantu mengalirkan air dari atas badan jalan dan membuangnya
ke saluran tepi atau saluran pembuangan.
Sedangkan untuk jalan – jalan di daerah galian atau jalan yang memakai
kerb, kelandaian jalan minimum yang dianjurkan adalah 0,3 – 0,5%. Lereng
melintang jalan hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh diatas
badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan
dasar saluran sampin, untuk membuang air permukaan sepanjang jalan.
c. Panjang kritis suatu kelandaian
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan
agarkendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunankecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 48


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
ditetapkan tidaklebih dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari
Tabel 2.22 dibawah ini :
Tabel 2.22 Jari – Jari Minimum Yang Tidak Memerlukan Lengkung
Peralihan
Kecepatan pada awal Kelandaian Maksimum (%)
tanjakan (km/jam) 4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
d. Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan tujuan:
1) Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian.
2) Menyediakan jarak pandang henti.
Lengkung vertikal adalah lengkung yang dipakai untuk mengadakan
peralihan secara berangsur-angsur dari suatu landai kelandai berikutnya.

Gambar 2.21 Lengkung Vertikal


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
e. Lengkung vertikal cembung
Lengkung vertikal cembung, yaitu lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada dibawah permukaan jalan.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 49


TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148

Gambar 2.22 Vertikal Cembung


(Sumber : Hamirhan Saodang, 2004)

f. Lengkung Vertikal Cekung


Titik perpotongan antara ke 2 tangen berada dibawah permukaan jalan.

Gambar 2.23 Vertikal Cekung


(Sumber : Hamirhan Saodang, 2004)
g. Jarak pandang alinyemen vertikal
Jarak pandangan pada alinyemen vertikal dapat dibagi menjadi dua yaitu
jarak pandangan pada alinyemen vertikal cekung dan vertikal cembung.
h. Jarak panjang alinyemen vertikal cekung
Jarak pandangan bebas pengemudi pada jalan raya yang melintasi
bangunan-bangunan seringkali terhalang oleh bagian bawah dari bangunan
tersebut. Panjang lengkung vertikal cekung minimum diperhitungkan
berdasrakan jarak pandang henti minimum dengan mengambil tinggi mata
pengemudi kendaraan truk yaitu 1,80 meter dengan tinggi objek 0,50 meter
(tinggi lampu belakang kendaraan). Ruang bebas vertikal minimum 5 meter.
Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 50
TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
Dalam perencanaan disarankan untuk mengambil ruang bebas ± 5,50 meter.
Untuk memberi kemungkinan adanya lapisan tambahan (overlay) di
kemudian hari.
i. Jarak pandang alinyemen vertikal cembung
Pada lengkung veetikal cembung, untuk menghitung jarak pandangan
dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
100 𝑥 𝐿
S= (2 x (h1 – h2)
𝐴

Dimana jika dalam perencanaan dipergunakan jark pandangan henti


menurut Bina Marga h = 10 cm atau 0,10 meter dan h = 120 cm atau 1,20
meter.

2.6. Perencanaan Galian dan Timbunan


Didalam perencanaan jalan antar kota diusahakan agar volume galian sama
dengan volume timbunan. Dengan mengkombinasikan alinyemen horizontal dan
alinyemen vertikal memungkinkan kita untuk menghitung banyaknya volume
galian dan timbunan. Langkah-langkah perhitungan galian dan timbunan adalah
sebagai berikut:
1. Penentuan stasioning sehingga diperoleh panjang horizontal jalan dari
alinyemen horizontal (trase).
2. Gambarkan profil memanjang (alinyemen vertikal) untuk memperlihatkan
perbedaan tinggi muka tanah asli dengan tinggi muka perkerasan yang akan
direncanakan.
3. Gambarkan profil melintang pada tiap titik stasioning sehingga dapat luas
penampang galian dan timbunan.
4. Hitung volume galian dan timbunan dengan mengkalikan luas penampang rata-
rata dari galian atau timbunan dengan jarak antar patok.
Perlu diketahui bahwa perhitungan volume galian dan timbunan ini
dilakukan secara pendekatan. Semakin kecil jarak antar Sta, maka harga volume
galian dan juga timbunan semakin mendekati harga yang sesungguhnya.
Sebaliknya semakin besar jarak antar Sta, maka semakin jauh ketidak tepatan hasil
yang diperoleh. Ketelitian dan ketepatan dalam menghitung besarnya volume
galian dan timbunan akan sangat berpengaruh terhadap biaya yang akan
dikeluarkan pada waktu pelaksanaan lapangan nantinya. Pekerjaan tanah yang
Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 51
TUGAS BESAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PTS 148
terlalu besar akan berdampak terhadap semakin mahalnya biaya pembuatan jalan
yang direncanakan.
Oleh sebab itu, faktor-faktor yang perlu diperhatikan guna menghindari
ketidak hematan tersebut perlu diperhatikan sejak dini. Faktor-faktor tersebut antara
lain:
1. Pengambilan data lapangan oleh surveyor harus seakurat mungkin dan
didukung dengan peralatan yang berfungsi baik.
2. Penuangan data lapangan kedalam bentuk gambar harus seakurat mungkin baik
skala maupun ukuran yang digunakan.
3. Perhitungan luas penampang harus seteliti mungkin.
4. Penentuan jarak antar Sta harus sedemikian rupa sehingga informasi-informasi
penting, seperti perubahan elevasi, dapat dideteksi dengan baik.

Hardiani Nofriza Zarisma Noka – M1C120003 52

Anda mungkin juga menyukai