DASAR TEORI
2.1
II - 1
II - 2
Geometrik
Jalan
Antar
Kota
(TPGJAK)
No.
038/T/BM/2000)
a) Kendaraan ringan / kecil.
Yaitu kendaraan bermotor ber as dua dan mempunyai berat total
kecil dari 5 T dengan 4 roda dan dengan jarak 2 3 m, misalnya mobil
penumpang, pick up, mobil hantaran.
b) Kendaraan sedang
Yaitu kendaraan bermotor dengan dua gandar dengan jarak 3,5
5,0 m misalnya bus kecil, truk 2 as dengan 6 roda dan lain-lain.
Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
II - 3
Keadaan Medan
Datar
Berbukit
Gunung
Datar
Berbukit
Gunung
Datar
Berbukit
Gunung
Datar
Berbukit
Gunung
Datar
Berbukit
Gunung
Kec.Rencana
(km/jam)
120
100
80
100
80
60
80
60
40
60
40
30
60
40
30
2. Keadaan Topografi
Topografi merupakan faktor dalam menentukan lokasi jalan dan pada
umumnya mempengaruhi penentuan trase jalan. Bukit, lembah, sungai dan
Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
II - 4
Trase jalan.
3. Kondisi Geologi
Adanya daerah-daerah yang merupakan faktor kegagalan geologi seperti
daerah patahan atau daerah bergerak baik vertikal maupun horizontal.
Daerah ini merupakan daerah yang kurang cocok dalam pembuatan suatu
jalan karena keadaan tanah dasar sendiri dapat mempengaruhi lokasi dan
II - 5
bentuk geometrik jalan tersebut, misalnya daya dukung tanah dasar yang
sangat jelek dan muka air tanah yang sangat tinggi.
4.
dalam
smp/hari.
1. Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Satuan arus lalu lintas dimana arus dari berbagai kendaraan telah diubah
menjadi
kendaraan
ringan
(termasuk
mobil
penumpang)
dengan
menggunakan EMP.
2. Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)
Faktor konversi berbagai jenis kendaran dibandingkan dengan mobil
penumpang atau kendaraan ringan lainnya. Sehubungan dengan dampaknya
pada perilaku lalu lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan
lainnya, emp = 1,0).
Tabel 2.2 Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)
No.
Jenis Kendaran
Datar/Bukit
Gunung
1.
1,0
1,0
2.
1,2 2,4
1,9 3,5
3.
1,2 5,0
2,2, - 6,0
3. Faktor (F)
Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
II - 6
Faktor F adalah variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam 1 jam.
4. Faktor VLHR (K)
Faktor untuk mengubah volume yang dinyatakan dalam VLHR menjadi
lalu lintas jam sibuk.
5. Volume Jam Rencana (VJR)
VJR adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana
lalu lintas,dinyatakan dalam smp/jam,dihitung dengan rumus :
VJR VLHR x
K
F
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu
lintas lainnya yang diperlukan.
Tabel 2.3 Penentuan Faktor K dan F berdasarkan VLHR
VLHR
> 50.000
30.000 50.000
10.000 30.000
5.000 10.000
1.000 5.000
< 1.000
Faktor K (%)
46
68
68
8 10
10 12
12 16
Faktor F (%)
0,9 1
0,8 1
0,8 1
0,6 0,8
0,6 0,8
< 0,6
6. Kapasitas (C)
Volume lalu lintas maksimum (mantap) yang jarak dipertahankan (tetap)
pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya : rencana
geometrik, lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya)
7. Derajat Kejenuhan (DS)
Rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas yang diperhitungkan per jam.
2.2.3 Standar Perencanaan Geometrik Jalan
Di Indonesia, standar perencanaan geometrik telah dilakukan dalam suatu
peraturan yang dinamakan peraturan Geometrik Jalan Raya No.13/1970 yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
II - 7
Jarak Pandangan
Adalah panjang jalan di depan pengemudi yang masih dapat dilihat
jarak
menghentikan
pandangan
kendaraannya.
yang
guna
dibutuhkan
pengemudi
memberikan
kemanan
untuk
pada
Asumsi Tinggi
Asumsi tinggi diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata
pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 105 cm,yang
diukur dari permukaan jalan.
Elemen-Jh
Jh terdiri atas dua elemen jarak yaitu :
1) Jarak Tanggap (Jht)
Adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan dan sampai saat pengemudi menginjak
rem.
II - 8
jarak
yang
dibutuhkan
untuk
menghentikan
...(2.1a)
VR / 3,6
VR
T
3,6
2 g . fp
. (2.1b)
dimana :
VR
Fp
Jht
= Jarak tanggap
120
100
80
60
50
40
30
20
Jh min (m)
250
175
120
75
55
40
27
16
II - 9
Jht
Jhr
A0
H
H = Jarak pandang henti
A = Kendaraan yang sedang melaju
Ao = Kendaraan setelah melihat adanya kendaraan
A = Kendaraan menginjak rem setelah melihat halangan
A = Kendaraan yang berhenti setelah menginjak rem
B
= Halangan
b.
II - 10
TAHAP PERTAMA
A
C
A
d1
1/3 d2
2/3 d2
TAHAP KEDUA
A
B
d1
d2
d3
d4
Ket :
A = Kendaraan yang mendahului.
B = Kendaraan yang berlawanan arah.
C = Kendaraan yang didahului kendaraan A.
Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
II - 11
2.
Klasifikasi Jalan
Jalan Umum
Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Jalan Kolektor
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
Jalan Lokal
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
Jalan Lingkungan
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
II - 12
c. Menurut status
a) Jalan Nasional
Merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan
strategis nasional, serta jalan tol.
b)
Jalan Provinsi
Merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
Jalan Kabupaten
Merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
tidak
termasuk
pada
jalan
nasional
dan
provinsi,
yang
Jalan Kota
Adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
Jalan Desa
Merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
II - 13
tak
bermotor.
e) Jalan Kelas II C
Jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan
dari jenispenetrasi tunggal dimana dalam komposisi lalu lintasnya
terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tidak bermotor.
f) Jalan Kelas III
Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
II - 14
Kelas
I
IIa
IIb
IIc
III
Departemen
SMP
0,5
1
2
2,5
3
3
7
II - 15
3.
Kondisi Medan
Untuk memperkecil biaya pembangunan jalan maka standar perencanaan
Notasi
Datar
Bukit
Gunung
D
B
G
Kemiringan Medan
(%)
<3
3 - 25
>25
II - 16
II - 17
Fungsi
Arteri
Kolektor
b. Tikungan
Jari-jari minimum
Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan kecepatan (V) akan
menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil,
maka untuk mengimbangi gaya itu, perlu dibuat suatu kemiringan
melintang jalan pada tikungan yang disebut Superelevasi (e).
Rumus umum untuk lengkung horizontal :
R
V2
...........................................2.3a
127 emax f max
25
x360 0 ..................................................2.3b
2R
VR km/jam
R min (m)
120
600
100
370
90
280
80
210
60
115
50
80
40
50
30
30
20
15
VR km/jam
Rmin (m)
120
2500
100
1500
80
900
60
500
50
350
40
250
30
130
20
30
II - 18
V Rencana (km/jam)
R minimum (meter)
120
100
80
60
50
40
30
2000
1500
1100
700
440
300
180
PI
c
Tc
Ec
Cc
PC
Lc
Rc
PT
Rc
/2
Rc
/2
O
Gambar 2.3 Bentuk Busur Lingkaran Full Circle
Keterangan :
O = Titik pusat lingkaran
Cc = Titik tengah busur lingkaran
PC = Titik awal lingkaran (Point of Curvature)
PI = Titik perpotongan tangen (Point of Intersection)
PT = Titik akhir lingkaran (Point of Tangency).
Tc = Panjang tangen (Tc ke PI).
c = Sudut tikungan/persilangan.
Lc = Panjang busur lingkaran.
Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
II - 19
Ec
PC
Rc
Rc
2
O
Tan = Tc
Rc
Tc = Rc tan .......................................(2.4)
Sin = Tc
PI-O
Sin =
Tc
R + Ec
Ec =
Tc
- Rc
Sin
Ec = Rc ( Tc - Rc ) .................................(2.5)
Rc . Sin
Lc =
2Rc ................................................(2.6)
360 0
Cc
II - 20
PC
Rc
Rc
2
O
b.
Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
Pada bentuk ini spiral merupakan peralihan/transisi dari bagian lurus
V Rencana (km/jam)
120
R minimum (meter)
600
II - 21
100
80
60
50
40
30
20
370
210
115
80
50
30
15
Ls 2
1
Xs = Ls
...............................................................(2.8)
40Rc 2
Ys =
Ls 2
.................................................................................(2.9)
6Rc
s =
90 Ls
.............................................................................(2.10)
Rc
Ls 2
=
- Rc (1-Cos s)........................................................(2.11)
6Rc
= Ls -
Ls 3
Rc sin s ....................................................(2.12)
40Rc 2
c 2 s
LC
........................................................................(2.13)
( 2s )
x Rc
180
20 m ........................................(2.14)
Ts R c p tg
Es
R c p
cos 1 2
k ..................................................(2.16)
Rc
.........................................................(2.17)
II - 22
Ls
28,648
. R
.........................................................(2.18)
PI
Ts
Xs
Ys
Es
SC
CS
k
Rc
TS
Rc
ST
c
s
Keterangan :
Xs
Ys
Ls
Lc
Ts
TS
SC
II - 23
Es
Rc
= Jari-jari lingkaran
VR
T ..........................................................(2.19)
3,6
VR
V e
.......... (2.20)
Ls 0,022
2,727 R
Rc C
C
c) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian.
Ls
em
en
VR ................................. (2.21)
3,6 e
Dimana :
T
Rc
c.
= Superelevasi (%)
em
= Superelevasi maksimum
en
= Superelevasi normal
VR
Spiral-Spiral (S - S)
II - 24
Ls =
, s 1 ...........................................................(2.23)
s Rc
...........................................................................(2.24)
90
k = k*.Ls..................................................................................(2.29)
Ts
Lc = 0, Ltotal = 2 Ls................................................................(2.30)
s
SC=CS
Ts = (Rc k+ P) tg + K.........................................................(2.31)
ST
TS
RP
Rc
Rc
Es = Cos 1 / 2 Rc ..............................................................(2.32)
II - 25
O
5. Stationing (STA)
Stationing adalah suatu cara menentukan panjangnya suatu jalan dan juga
menentukan letaknya titik-titik pada trase jalan yang direncanakan.
STA dimulai dari titik awal proyek dengan nomor stationing 0+000.
Angka di sebelah kiri tanda (+) menunjukkan kilometer, dan angka di
sebelah kanan tanda (+) menunjukkan meter. Angka stationing bergerak ke
atas dan tiap-tiap 50 m ditulis pada gambar rencana serta dicantumkan juga
nomor-nomor station titik-titik penting tikungan yaitu titik TS, SC dan ST
serta PI, dan berakhir pada titik akhir proyek.
Dengan diketahui stationing titik awal proyek pada sta 0 + 0,00 maka,
stationing titik-titik lain dapat ditentukan.
6. Diagram Superelevasi
Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari
lereng normal ke superelevasi penuh,sehingga dengan diagram superelevasi
dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada titik tikungan.
Diagram superelevasi dapat dicapai dengan 3 cara yaitu:
Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
II - 26
a.
b.
c.
S u p e r e le v a s i u n t u k t ik u n g a n ( F - C
B a g ia n
lu r u s
)
B a g ia n
lu r u s
B a g ia n le n g k u n g p e n u h
L C
T C
1 /4
L S
3 /4 L S
/3
LS
LS (+)
C T
s is i lu a r t ik u n g a n
e m a x
e = 0 %
e n
e n
(-)
e= 0 %
s is i lu a r t ik u n g a n
en
e n
e n
e n
e = 0 %
e n
e n
e n
e m a x
II - 27
S u p e r e le v a s i u n t u k t ik u n g a n ( s p - s c - s p
sC
T s
1 /3
Ls
)
cs
B a g ia n le n g k u n g p e n u h
2 /3 L s
S T
s is i lu a r t ik u n g a n
(+)
e m ax
e = 0 %
en
(-)
en
e max
en
en
Sisi dalam
tikungan
s is i lu a r t ik u n g a n
e= 0%
e = 0 %
en
en
en
en
e m ax
e m ax
S u p e r e le v a s i u n t u k t ik u n g a n ( S P - S P )
e = 0 %
en
en
en
e= 0%
e =0 %
en
e m ax
en
en
e m ax
a.
Landai Relatif
II - 28
Ls
en
en
1 emax en B
(2.33)
m
Ls
Dmana :
1
m
emax
en
b.
Pelebaran di Tikungan
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ke tikungan,
II - 29
= kebebasan samping
B = n ( b + C ) + ( n 1 ) Td + Z
= jumlah jalur.
II - 30
0,105 x
VR
R
R 2 A 2 p A R
Td
= b
R2 p2
II - 31
80
5
60
8
40
10
< 40
10
Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasan,perlu dibuat
kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran
II - 32
g2
EV
hi
PLV
PTV
L
L
Xi
II - 33
Keterangan :
PLV
PVI
PTV
hi
g1
g2
EV
II - 34
Keterangan :
PLV
PVI
PTV
hi
Xi
g1
g2
EV
EV =
Jika Xi = LV ; Yi = EV Yi Maksimum
LV didapatkan dari grafik :
2
Xi
AXi 2
.
EV
Yi =
.............................................(2.35)
200 LV
1 / 2 LV
q1 =
q2 =
A = g2 g1..........................................................................(2.38)
Panjang L, berdasarkan Jh
2
A.J h
Jh < LV : LV =
....................................................(2.39)
399
Jh > LV : LV = 2 Jh
399
.................................................(2.40)
A
II - 35
Panjang L, berdasarkan Jd
2
Jd < LV : LV =
A.J d
....................................................(2.41)
840
Jh > LV : LV = 2 Jd
2.3
840
.................................................(2.42)
A
(subgrade),yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Jenis perkerasan jalan
pada umumnya ada dua jenis, yaitu :
1.
2.
II - 36
e. Kekuatan tergantung pada lapisan beton dan tidak pada tanah dasar
f. Investasi biaya,biaya awal relatif mahal
g. Distribusi beban disalurkan pada lapis permukaan
h. Umur jalan relatif lebih lama dari perkerasan lentur
Bentuk umum dari konstruksi perkerasan :
1. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi dan tanah dasar, berupa material berbutir kasar setebal 10-25 cm.
Fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :
Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda.
Untuk mencapai efisiensi penggunaan bahan yang relatif murah agar
lapis selebihnya dapat dikurangi.
Meredam perubahan volume subgrade
Sebagai filler mencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi
Sebagai lapisan pertama atau lantai kerja agar pelaksanaan dapat
berjalan lancar.
2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Fungsi dari lapis pondasi atas adalah :
Sebagai inti dari perkerasan
Menerima beban dari lapis permukaan dan menyebarkannya pada
pondasi bawah.
Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan akibat
pengaruh cuaca.
3. Lapis Permukaan (Surface)
Fungsi dari lapis permukaan adalah :
Menerima
beban
lalu
lintas
dan
menyebarkannya
ke
lapis
dibawahnya.
II - 37
elastis
jika menerima
beban, sehingga
dapat
memberi
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Tanah Dasar
Lapis Pondasi
Tanah Dasar
II - 38
Peningkatan
(Overlay)
Jenis Material
perkerasan
Konstru
ksi
Bertahap
ITP Tahap
I
ITP Eksisting
ITP
ITP Tahap
I&
Praproyek
Perencanaan
Geometrik dan Perkerasan Jalan
II
ITP Rencana
II - 39
Tebal Lapis
Perkerasan
Koefisien
Kekuatan Relatif
Tebal Lapis
Perkerasan
II - 40
Setiap jenis kendaraan mempunyai konfigurasi sumbu yang berbedabeda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda tunggal, sumbu
belakang dapat merupakan sumbu tunggal ataupun sumbu ganda. Dengan
demikian setiap jenis kendaraan akan mempunyai angka ekivalen yang
merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu depan dan sumbu belakang.
Bina Marga memberikan rumus untuk menentukan angka ekivalen beban
sumbu sebagai berikut :
E K(
Dimana :
K = 1 (untuk sumbu tunggal)
K = 0.086 (untuk sumbu ganda)
K = 0.026 (untuk sumbu triple)
Tabel 2.14 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Angka Ekivalen
Sumbu tunggal Sumbu ganda
0,0002
0,0035
0,0003
0,0183
0,0016
0,0577
0,0050
0,1410
0,0121
0,2923
0,0251
0,5415
0,0466
0,9238
0,0794
1,0000
0,0860
1,4797
0,1273
2,2555
0,1740
3,3022
0,2840
4,6770
0,4022
6,4417
0,5540
8,6647
0,7452
11,4148
0,9820
14,7815
1,2712
II - 41
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur,maka jumlah lajur ditentukan
dari lebar perkerasan seperti tabel 2.16
Tabel 2.15 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Tabel 2.16 Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat
yang lewat pada lajur rencana
Jumlah
lajur
1 lajur
2 lajur
3 lajur
4 lajur
5 lajur
6 lajur
Kendaraan Ringan*
1 arah
2 arah
1,00
0,60
0,40
-
Kendaran berat**
1 arah
2 arah
1,00
0,50
0,40
0,30
0,25
0,20
1,00
0,75
0,50
-
1,00
0,50
0,475
0,45
0,425
0,40
LHRj x Cj x Ej
j l
4. Lintas Ekivalen Akhir (LEA), adalah besarna lintas ekivalen pada akhir
umur rencana pada sat jalan tersebut membutuhkan perbaikan secara
structural.
LEA
j l
LHRj 1 i
UR
x Cj x Ej
II - 42
LEP LEA
2
UR
10
Dimana:
I
Ej
LHR =
UR
FP
Faktor Penyesuaian
II - 43
II - 44
Sumber
Sumber
II - 45
Sumber
2.3.3
II - 46
Kelandaian I
(< 6 %)
Curah
Hujan
Kelandaian II
Kelandaian III
(< 6 10 %)
(<10 %)
% Kendaraan berat
> 30 %
30 % > 30 % 30 %
30 %
> 30 %
0,5
1,0 1,5
1,0
1,5 2,0
1,5
2,0-2,5
1,5
2,0 2,5
2,0
2,5 3,0
2,5
3,0 3,5
Iklim I
< 900 mm/th
Iklim II
> 900 mm/th
LER *)
< 10
10 100
1100 1000
> 1000
Lokal
1,0 1,5
1,5
1,5 2,0
-
Klasifikasi jalan
Kolektor
Arteri
1,5
1,5 2,0
1,5 2,0
2,0
2,0
2,0 2,5
2,0 2,5
2,5
Tol
2,5
Sumber: Petunjuk perencanaan tebal perkerasan jalan raya dengan Metoda Analisa Komponen
No. 378/KPTN/1987
Catatan : pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/jalan Murah atau jalan darurat maka I pt
dapat diambil 1,0
II - 47
Ipo
Roughness (mm/km)
4
3,9 3,5
3,9 3,5
3,4 3,0
3,9 3,5
3,4 3,0
3,9 3,5
3,4 - 3,0
3,4 3,0
2,9 2,0
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
2,4
2,4
1000
> 1000
2000
> 2000
2000
> 2000
< 2000
2000
3000
> 3000
-
= Koefesien lapisan
Tebal
ITP
Minimum
(cm)
1. Lapisan Permukaan
< 3,00
3,00 6,70
6,71 7,49
7,5
Bahan
Lapis pelindung:
(BURAS/BURTU/BURDA
LAPEN/Aspal Macadam,
HRA, ASBUTAG, LASTON
LAPEN/Aspal Macadam,
HRA, ASBUTAG, LASTON
II - 48
7,50 9,99
7,5
10,00
10
2. Lapisan Pondasi Atas
, 3,00
15
3,00 7,49
20*)
7,50 9,99
10
20
10 12,14
15
20
12,25
25
LASBUTAG, LASTON
LASTON
Batu pecah, stabilisasi tanah
dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur
Batu pecah, stabilisasi tanah
dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur
LASTON Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah
dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi
macadam
LASTON Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah
dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi
macadam, LAPEN, LASTON
Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah
dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi
macadam, LAPEN, LASTON
Atas
bawah
Koefesien
kekuatan
relatif
Kekuatan
bahan
Jenis bahan
II - 49
a1
A2
a3
MS
(kg)
Kt
(Kg/cm)
CBR
(%)
0,40
0,35
0,32
0,30
744
590
454
340
LASTON
0,35
0,31
0,28
0,26
744
590
454
340
LASBUTAG
0,30
0,26
0,25
0,20
340
340
-
HRA
ASPAL MACADAM
LAPEN (mekanis)
LAPEN (manual)
0,28
0,26
0,24
590
454
340
LASTON Atas
0,23
0,19
LAPEN (mekanis)
LAPEN (manual)
0,15
0,13
22
18
Stabilitas tanah
Dengan semen
0,14
0,13
0,12
100
80
60
0,13
0,12
0,11
70
50
30
SIRTU/Pitrun (Kelas A)
SIRTU/pitrun (Kelas B)
SIRTU/Pitrun (kelas C)
0,10
20
Tanah/Lempung
Kepasiran
II - 50
D1
D2
D3
II - 51
x. y y.x
2
Keterangan :
x
= Koordinat sumbu x
= Koordinat sumbu y
xy
yx
II - 52
VG
VT
Semakin kecil jarak antara station dengan yang lainnya, maka akan
didapat volume galian dan timbunan yang mendekati harga sesungguhnya.
II - 53