BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum adanya pembangunan jalan raya , seperti yang telah disebutkan dalam
undang-undang no.13 tahun 1980, haruslah adanya tata cara perencanaan geometrik jalan.
Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan darisuatu ruas jalan secara lengkap,
meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data dasar yang ada atau
tersedia dari hasil survey lapangan dan telah dianalisis dengansuatu standar
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah klasifikasi jalan gejayan atau afaandi ?
2. Apasajakah bagian-bagian jalan affandi ?
3. Pelanggaran apasajakah yang tejadi di jalan affandi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Bagaimanakah klasifikasi jalan gejayan atau afaandi.
2. Apasajakah hambatan yang terjadi di jalan afaandi.
3. Apasajakah bagian-bagian jalan affandi.
4. Pelanggaran apasajakah yang tejadi di jalan affandi.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
a. Menambah wawasan mengenai perencanaan geometrik.
b. Menambah wawasan mengenai tata cara perencanaan geoetrik.
c. Menambah pengetahuan tentang macam-macam pelanggaran lalu lintas.
2. Bagi Pemerintah
a. Dapat mengkaji ulang atau memperbaiki jalan affandi.
b. Membantu mencari solusi dalam hal permasalan lalu lintas affandi.
c. Menginformasikan apasajakah pelanggran yang banyak terjadi di jalan affandi.
4
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Jalan Affandi (ex Gejayan)
Tahun 2007, jalan gejayan berubah nama menjadi jalan Afandi. Berat juga rasanya
meninggalkan nama yang sudah terkenang dan membawa banyak kenangan. Jalan ini bisa
dikatakan sebagai jalan mahasiswa. UGM, UNY, Sadar (kampus mrican), dan Atmajaya
(kampus mrican) berada dekat dengan jalan ini. Gejayan merupakan jalan dua arah yang
relatif lebar dan dibagi dua ruas. Jalan ini merupakan sentra pedagang handphone. Berpuluh -
puluh pedagang handphone berderet dengan kios yang bervariasi ukurannya. Selain
handphone, banyak pula terdapat butik, kafe, dan berbagai usaha yang berkaitan dengan
mahasiswa seperti toko komputer, fotokopy, dan sebagainya. Ujung bagian selatan
merupakan perempatan dimana bertemu jalan Laksda Adisucipto, Urip Sumohardjo, dan
jalan Munggur. Selain terdapat pasar, yaitu pasar demangan, bagian selatan jalan ini
didominasi oleh pedagang elektronik. (http://jalanjogja.blogspot.com/2007/07/jalan-affandi-
ex-gejayan.html )
Setiap warga jogja pasti sudah familiar dengan Jalan Gejayan. Ya, jalan yang
membentang dari simpang empat Ring Road Utara Condong Catur hingga Daerah
Demangan. Sejak tanggal 20 Mei 2007 lalu jalan ini telah berganti nama menjadi Jalan
Affandi. Jalan Affandi telah diremsikan oleh Pemda Sleman bertepatan dengan hari Hari
Kebangkitan Nasional, HUT Kab. Sleman dan Peringatan 100 Tahun Affandi.
Gejayan, setelah berganti nama menjadi jalan Affandi, kini perkembangan di jalan tersebut
kian pesat. Banyak gedung-gedung baru berdiri di jalan ini.
B. Pengertian Jalan
Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan mendefinisikan jalan adalah
prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Sedangkan berdasarkan
UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan yang diundangkan setelah
UU No 38 mendefinisikan jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu lintas umum, yang berada pada
permukaan tanah, diatas permukaan tanah, di bawah permukaaan tanah dan/atau air, serta di
5
Prasarana lalu lintas dan angkutan jalan adalah ruang lalu lintas, terminal dan
perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat
pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan serta
fasilitas pendukung.
C. Klasifikasi Jalan
1. Jalan Nasional
Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta
jalan tol.
2. Jalan provinsi
Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan kabupaten
Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota
Jalan Kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang menghubungkan
antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antara persil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang
berada di dalam kota.
5. Jalan desa
Jalan Desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
D. Bagian-bagian jalan
Damaja berfungsi sebagai median jalan, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan,
saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong,
kelengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.
1.) Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Damaja
yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut:
2.) Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak
bebas.
10
1. Jalur Lalu-Lintas
Jalur lalu-lintas (travelled way/carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan
yang diperuntukkan untuk lalu-lintas kendaraan. Jalur lalu-lintas terdiri dari beberapa lajur (lane)
kendaraan. Lajur kendaraan adalah bagian dari jalur lalu-lintas yang khusus diperuntukkan untuk
dilewati oleh satu rangkaian kendaraan baik itu beroda empat atau lebih dalam satu arah.
Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara
kendaraan yang besarnya sangat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan.
Makin tinggi kecepatan rencana suatu jalan maka makin lebar juga lajur lalu lintas yang
dibutuhkan. Untuk jalan tol daerah perkotaan ditetapkan lebar lajur minimal 3,50 meter,
sedangkan untuk jalan tol untuk daerah luar kota sekurang-kurangnya 3,60 meter.
Pada jalur lalu-lintas diperlukan suatu kemiringan melintang terutama untuk kebutuhan
drainase jalan. Kemiringan melintang pada jalan biasanya berkisar antara 2% - 4%. Untuk daerah
tikungan dibutuhkan kemiringan melintang yang berbeda dengan daerah yang alinyemennya
lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang bekerja.
2. Bahu Jalan
Bahu jalan terletak berdampingan dengan jalur lalu-lintas. Fungsi utama bahu jalan adalah
11
untuk melindungi bagian utama jalan. Selain itu juga sebagai tempat berhenti sementara bagi
kendaraan-kendaraan yang mogok sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan dan sebagai
ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan..
Lebar bahu jalan harus ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat dan kemampuan
pembiayaan pembangunan. Bahu jalan harus berada pada ketinggian yang sama dengan tepi
perkerasan jalur lalu-lintas dengan kemiringan melintang 4%. Bahu jalan ada yang diperkeras dan
ada juga yang tidak diperkeras, tergantung dengan kebutuhan.
3. Median
Fungsi utama median adalah untuk memisahkan dua jurusan arus lalu-lintas demi keamanan
dan keselamatan lalu-lintas. Menurut Ketentuan Teknik Tata Cara Pembangunan dan
Pemeliharaan Jalan Tol, Kepmen Kimpraswil Nomor : 353/KPTS/M/2001 tanggal 22 Juni 2001,
median jalan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Lebar median harus didesain sekurang-kurangnya 5,50 meter untuk daerah luar kota dan
3,00 meter untuk daerah perkotaan, diukur dari garis tepi dalam lajur lalu lintas.
2. Dalam hal dilaksanakan konstruksi bertahap, median harus didesain untuk dapat
menampung penambahan lajur dengan lebar median sekurang-kurangnya 13 meter untuk
daerah luar kota dan 10 meter untuk daerah perkotaan.
3. Untuk median dengan lebar minimum tresebut harus menggunakan pengaman lalu-lintas.
4. Saluran Samping
5. Talud/Kemiringan Lereng
Talud jalan umumnya dibuat 2H : 1V, tetapi untuk tanah-tanah yang mudah longsor talud jalan
12
harus dibuat sesuai dengan besarnya landai aman, yang besarnya diperoleh dari perhitungan
kestabilan lereng.
Berdasarkan keadaan tanah pada lokasi jalan tersebut, talud bisa berupa bronjong, dinding
penahan tanah, lereng bertingkat (berm) ataupun hanya ditutupi dengan rumput saja.
6. Pengaman Tepi
Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika terjadi kecelakaan
dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya digunakan di sepanjang jalan yang
menyusuri jurang, pada tanah timbunan dengan tikungan tajam, pada tepi-tepi jalan dengan tinggi
timbunan lebih besar dari 2,5 meter dan pada jalan-jalan dengan kecepatan tinggi. Pengaman tepi
bisa berupa guard rail, beton parapet ataupun dari batu kali.
13
BAB III
METODOLOGI
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah peneltian observasi , yang dilakukan pengamatan secara
langsung, untuk keperluan data perencanaan geometrik maupun mengenai pelanggaran yang
terjadi di sepanjang jalan afandi (gejayan), dengan tahapan :
BAB IV
PEMBAHASAN
8
III B
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
Jalan stadion termasuk dalam Jalan Kolektor kelas III A dengan jumlah
Muatan Sumbu Terberat (MST) sebesar 8 ton. Kelas jalan ini mencakup
semua jalan-jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalur
tunggal atau dua. Konstruksi permukaan jalan yang paling tinggi adalah
pelaburan dengan aspal.
e.) Klasifikasi Jalan Menurut Medan
dengan jalan utama, di persimpangan ini tidak ada lampu lalu lintas yang
mengatur akibatnya sering terjadi kemacetan karena banyak pengandara yang
menyeberang di persimpangan ini sehingga laju rata-rata kendaraan akan
berkurang.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan Hasil Observasi dan Studi Literatur, Didapatkan bahwa jalan gejayan
atau affandi masuk kedalam kategori menurut sistem lokal sekunder, Menurut status,
jalan Affandi Gejayan masuk dalam kategori jalan kota Menurut fungsinya, jalan
Affandi masuk kedalam kategori Jalan Lokal: jalan Menurut KelasJalan Affandi
termasuk dalam Jalan Kolektor kelas III A dengan jumlah Muatan Sumbu Terberat
(MST) sebesar 8 ton. Menurut Medan Jalan affandi masuk kategori D (Datar).
2. Berdasarkan Pengamatan bahwa bagin-bagian jalan affandi Daerah Manfaat Jalan
(DAMAJA) telah tidak sesuai dengan perencanaan dengan banyaknya ditemukannya
parkir sembarangan pada daerah ini., Daerah Milik Jalan (DAMIJA akan sulit untuk
penyediaan pelebaran jalan, karena banyak dibangun gedung-gedung pertokoan.
3. Pelanggaran yang terjadi di daerah affandi ialah, pelanggaran parkir sembarangan ,
dan adanya penempatan rambu yang tidak sesuai dengan fungsinya, serta banyaknya
penghalang jalan seperti rambu-rambu.
B. Saran
1. Pemerintah dapat lebih ketat untuk izin membangun bangunan disekitar daerah
gejayan, serta adanya sanksi bagi pelanggar parkir sembarangan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum (1987). ―Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI- 2.3.26.1987‖. Jakarta : Yayasan
Badan Penerbit PU
[2] Direktorat Jendral Bina Marga (1990). ― Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan
No. 008/T/BNKT/1990‖. Jakarta
[3] Direktorat JendrSSal Bina Marga (1990). “Petunjuk Perencanaan Marka Jalan
No.012/S/BNKT/1990”. Jakarta
[4] Direktorat Jendral Bina Marga (1992). ―Tata Cara Perencanaan Persimpangan
Sebidang Jalan Perkotaan No. 01/T/BNKT/1992‖. Jakarta
[5] Sukirman, Silvia (1994). ―Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan”. Bandung :
Nova