Anda di halaman 1dari 81

Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Oleh :
Dr. I Made Agus Ariawan, ST., MT
Konstruksi Perkerasan Kaku (rigid pavement),
Acuan Normatif

• PD. T. 14. 2003 (Perencanaan Perkerasan Jalan


Beton Semen)
• Md 2013 (Manual Desain Perkerasan Jalan)
• Md 2017 (Manual Desain Perkerasan Jalan)

AUSTROADS, Pavement Design, A Guide to the


Structural Design of Pavements (1992)
Perkerasan Beton Semen :
Struktur yang terdiri atas Plat beton semen yang bersambung
(tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau
menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah
atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal.
(Gambar 1)
KARAKTERISTIK PERKERASAN KAKU
• Daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari Plat
Beton
• Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku
serta dapat menyebarkan beban pada bidang kontak
yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah
pada lapisan-lapisan di bawahnya.
• Modulus Kekakuan (E) , Parameter tingkat kekakuan
konstruksi, pada perkerasan lentur, E rata-rata
4.000 Mpa, pada perkerasan kaku, E rata-ratanya
berkisar 40.000 Mpa atau 10 X perkerasan aspal.
Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi,
permukaan perkerasan beton semen dapat
dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal
5 cm

Lapis Polythene sheet 250 micron


Jenis Struktur Perkerasan Kaku

1. Perkerasan beton semen Bersambung Tanpa Tulangan


2. Perkerasan beton semen Bersambung Dgn Tulangan
3. Perkerasan beton semen Menerus Dgn Tulangan
4. Perkerasan beton semen Pra-Tegang
1. Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa Tulangan

Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa Tulangan (Jointed


Unreinforced Concrete Pavement), perkerasan jalan beton semen
yang dibuat tanpa tulangan dengan ukuran pelat mendekati bujur
sangkar

Modul plat max 5 x 5 m Tulang susut (praktis)


2. Perkerasan Beton Semen Bersambung Dengan Tulangan
(Jointed Reinforced concrete Pavement), perkerasan jalan beton
semen yang dibuat dengan tulangan

Tulangan biasa atau wire mesh


3. Perkerasan Beton Semen Menerus Dengan Tulangan,
(Continously Reinforced Concrete Pavement),
Perkerasan jalan beton semen yang dibuat dengan
tulangan dan dengan panjang pelat yang menerus

Tulangan memanjang Ø12 -Ø20 mm


1 - 1.5 m

B B

100 m

Pot B - B
Tulangan memanjang Ø12 -Ø20 mm
1 - 1.5 m

B B

100 m

Pot B - B

Tujuan utama penulangan bukanlah untuk mencegah terjadinya retak melainkan :

• Membatasi, mengontrol, mengatur lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat
dipertahankan
• Memungkinkan penggunakan pelat yang lebih panjang
• Mengurangi biaya pemeliharaan (Penggantian rutin joint filer)
4. Perkerasan Beton Semen Pra-Tegang
(Prestressed Concrete Pavement),
Jenis perkerasan jalan beton semen menerus, tanpa
tulangan yang menggunakan kabel-kabel pratekan guna
mengurangi pengaruh susut, muai dan lenting akibat
perubahan temperatur dan kelembaban

Baja prategang
Sambungan

Sambungan pada perkerasan beton semen bertujuan :


• Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang
disebabkan oleh penyusutan,pengaruh lenting serta beban
lalu-lintas.
• Memudahkan pelaksanaan.
• Mengakomodasi gerakan pelat.
Jenis Sambungan
1 Sambungan Melintang
2 Sambungan Memanjang
3 Sambungan ISOLASI

Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer)

Sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler)
Sambungan Melintang

• Sambungan ini dibuat dalam arah melintang


• Dimaksudkan untuk mengendalikan tegangan lenting (warping stress)
• Mengatur agar retakan – retakan pada pelat beton akibat pengaruh
temperatur dapat terjadi pada sambungan ini
Sambungan Susut (Contraction Joint)

L/2 L/2

6 - m 10 mm
3 - 5 mm

T/4
D T/2

Batang polos dilapis cat


(Ruji/Dowel)
Dicor lebih dahulu

Gambar Sambungan Susut Melintang


Sambungan Memanjang Dgn Batang Pengikat
(Tie Bar)

• Pemasangan sambungan memanjang, untuk


mengendalikan terjadinya retak memanjang.
• Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 - 4 m
• Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang
ulir Ø 16 mm (Jarak 60 – 75 Cm)
Sambungan Memanjang

Tipikal sambungan memanjang


Sambungan Pelaksanaan Memanjang
Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan dengan cara penguncian.
Bentuk dan ukuran penguncian dapat berbentuk trapesium atau setengah lingkaran

Penguncian sambungan memanjang

Sebelum penghamparan pelat beton di sebelahnya, permukaan sambungan pelaksanaan


harus dicat dengan aspal atau kapur tembok untuk mencegah terjadinya ikatan beton lama
dengan yang baru.
Sambungan Susut Memanjang
Sambungan susut memanjang dapat dilakukan dengan cara
menggergaji atau membentuk pada saat beton masih plastis dengan
kedalaman sepertiga dari tebal pelat

Sambungan Susut Memanjang


Sambungan Susut Melintang
• Kedalaman sambungan ± ¼ tebal pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir
atau 1/3 tebal pelat untuk lapis pondasi stabilisasi semen.
• Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan
sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung dengan tulangan 8 - 15 m,
perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan.
• Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm,
lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerakan bebas pada saat
pelat beton menyusut.
• Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti lengket untuk
menjamin tidak ada ikatan dengan beton.
• Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada Tabel 5.

Diameter ruji
Sambungan susut melintang tanpa ruji Sambungan susut melintang dengan ruji
Sambungan Pelaksanaan Melintang
• Sambungan pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan (darurat) harus
menggunakan batang pengikat berulir, sedangkan pada sambungan yang
direncanakan harus menggunakan batang tulangan polos yang diletakkan di
tengah tebal pelat.
• Tebal plat < 17 cm, batang pengikat Ø 16 mm, panjang 69 cm dan jarak 60 cm.
• Tebal plat > 17 cm, batang pengikat Ø 20 mm, panjang 84 cm, jarak 60 cm.

Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak direncanakan


Sambungan Isolasi
• Sambungan isolasi memisahkan perkerasan dengan bangunan
yang lain, misalnya manhole, jembatan, tiang listrik, jalan lama,
persimpangan dan lain sebagainya.
Sambungan Isolasi
• Sambungan isolasi harus dilengkapi dengan bahan penutup (joint
sealer) setebal 5 – 7 mm dan sisanya diisi dengan bahan pengisi
(joint filler)

SAMBUNGAN ISOLASI DENGAN RUJI SAMBUNGAN ISOLASI TANPA RUJI


Tampak atas penempatan sambungan isolasi pada manhole

Tampak atas penempatan sambungan isolasi pada lubang masuk saluran


Perencanaan Tulangan
• Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat
dipertahankan
• Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang
agar dapat mengurangi jumlah sambungan melintang
sehingga dapat meningkatkan kenyamanan
• Mengurangi biaya pemeliharaan
• Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi oleh jarak
sambungan susut, sedangkan dalam hal beton bertulang
menerus, diperlukan jumlah tulangan yang cukup untuk
mengurangi sambungan susut.
Perkerasan beton semen bersambung tanpa
tulangan
Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan, ada
kemungkinan penulangan perlu dipasang guna mengendalikan retak.
Bagian-bagian pelat yang diperkirakan akan mengalami retak akibat
konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari dengan pengaturan
pola sambungan, maka pelat harus diberi tulangan.

• Pelat dengan bentuk tak lazim (odd-shaped slabs),Pelat disebut


tidak lazim bila perbadingan antara panjang dengan lebar lebih
besar dari 1,25, atau bila pola sambungan pada pelat tidak benar-
benar berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang.
• Pelat dengan sambungan tidak sejalur (mismatched joints).
• Pelat berlubang (pits or structures).
Perkerasan beton semen bersambung
dengan tulangan
Luas penampang tulangan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Luas penampang tulangan berbentuk anyaman empat persegi panjang dan bujur sangkar
ditunjukkan pada Tabel 10.
Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
• Penulangan memanjang
Persentase minimum dari tulangan memanjang pada perkerasan
beton menerus adalah 0,6% luas penampang beton. Jumlah optimum
tulangan memanjang, perlu dipasang agar jarak dan lebar retakan
dapat dikendalikan.

• Secara teoritis jarak antara retakan pada perkerasan beton menerus


dengan tulangan dihitung dari persamaan berikut :
LAPISAN TANAH DASAR

Sifat, daya dukung dan


keseragaman tanah dasar
sangat mempengaruhi
keawetan dan kekuatan
perkerasan beton semen.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
• Kadar air pemadatan,
• Kepadatan dan
• Perubahan kadar air selama masa pelayanan.

Tanah Dasar : Kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam Modulus Reaksi Tanah Dasar (K),
ditentukan berdasarkan nilai CBR
LAPISAN TANAH DASAR

Persoalan umum yang menyangkut tanah dasar :


• Sifat kembang susut akibat perubahan kadar air
• Intrusi dan pemompaan (pumping) pada sambungan shg timbul retak pada tepi
pelat akibat beban
• Daya dukung yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
• Tambahan pemadatan akibat beban lalin dan penurunan yang diakibatkan
terutama pada tanah berbutir kasar yang tidak dipadatkan dengan baik
• Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu
sesuai dengan (SNI 03- 1731-1989) atau CBR laboratorium (SNI 03-
1744-1989)
• Nilai CBR < 2 %, dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton
kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap
mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

Dihampar Lean – Mix


Concrete setebal 15 cm
Kekuatan Lapisan Tanah Dasar
Kekuatan tanah dasar, yang dinyatakan
dalam Nilai CBR

__
Untuk jalan Tol k o
 k  1,64 s

__
Untuk jalan Arteri k  k  1,64 s
o

__
Untuk jalan Kolektor/lokal k o  k  1,28 s

CBR minimal 2 %
FK = s / k * 100% Kurang dari 25%
Lapisan Pondasi
Lapis pondasi bawah bukan merupakan bagian utama yang memikul
beban, tetapi berfungsi sebagai berikut :

• Mengendalikan pengaruh kembang


susut tanah dasar.
• Mencegah intrusi dan pemompaan
pada sambungan, retakan dan tepi-
tepi pelat.
• Memberikan dukungan yang
mantap dan seragam pada pelat.
• Sebagai perkerasan lantai kerja
selama pelaksanaan.
Lapisan Pondasi

Bahan:

• Bahan berbutir
• Stabilisasi Bahan Berbutir (Aspal,
Kapur)
• Campuran beton kurus (Lean-Mix
Concrete).

Tebal Minimum 10 Cm
Hubungan CRB Dgn Jmlh Repetisi Beban

Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen


CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
Beton Semen
• Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural
strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan
pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3–5 MPa
(30-50 kg/cm2).
• Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat (serat baja,
aramit, serat karbon), harus mencapai kuat tarik lentur 5–5,5 MPa (50-55
kg/cm2).
• Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton dapat
didekati dengan rumus berikut :

fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)


fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah
LALU LINTAS
• Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan
beton semen, dinyatakan dalam Jumlah Sumbu
Kendaraan Niaga (commercial vehicle), sesuai dengan
konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur
rencana.
• Lalu-lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan
volume lalu-lintas dan konfigurasi sumbu, menggunakan
data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
• Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan
beton semen adalah yang mempunyai berat total
minimum 5 ton.
• Konfigurasi Beban Sumbu
KONFIGURASI SUMBU RODA TUNGGAL
PADA UJUNG SUMBU

BERAT KOSONG

BEBAN MUATAN
MAKSIMUM (ton)

MAKSIMUM (ton)
BERAT TOTAL
RODA GANDA PADA

UE 18 KSAL

UE 18 KSAL
MAKSIMUM
UJUNG SUMBU

KOSONG
& TIPE

1,1
(ton)
1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005
HP
50% 50%
34% 66%
1,2
3 6 9 0,0037 0,3006
BUS

1,2L 34% 66%


2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
TRUK

1,2H 34% 66%


4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
TRUK

1,22 25% 75%


5 20 25 0,0044 2,7416
TRUK

1,2+2,2 18% 28% 27% 27%


6,4 25 31,4 0,0085 3,9083
TRAILER

1,2-2 18% 41% 41%


6,2 20 26,2 0,0192 6,1179
TRAILER

1,2-2,2 18% 28% 54%


10 32 42 0,0327 10,1830 27% 27%
TRAILER
• Tipe sumbu dan MST
Konfigurasi Gambar konfigurasi sumbu Kelas MST maksimum JBI
No.
sumbu Samping Atas jalan Sb I Sb II Sb III Sb IV Sb V Max Keterangan

II 6T 6T 12 T MST < MST MAKSIMAL =


1 1.1 - - -
III 5T 5T 10 T KEKUATAN RANCANG SUMBU

II 6T 10 T 16 T MST < MST MAKSIMAL =


2 1.2 - - -
III 6T 8T 14 T KEKUATAN RANCANG SUMBU

II 5T 6T 10 T 21 T MST < MST MAKSIMAL =


3 11.2 - -
III 5T 6T 8T 19 T KEKUATAN RANCANG SUMBU

II 6T 9T 9T 24 T MST < MST MAKSIMAL =


4 1.22 - -
III 6T 7,5 T 7,5 T 21 T KEKUATAN RANCANG SUMBU

6T 6T 9T 9T - 30 T Suspensi Biasa
II 6T 7T 10 T 10 T - 33 T Sb 2,3,4 : Air Bag Suspension
6T 7T 9T 9T - 31 T Sb 2 : Air Bag Suspension
5 1.1.22
6T 6T 7,5 T 7,5 T - 27 T Suspensi Biasa
III 6T 7T 8T 8T - 29 T Sb 2,3,4 : Air Bag Suspension
6T 7T 7,5 T 7,5 T - 28 T Sb 2 : Air Bag Suspension
6T 6T 7T 7T 7T 33 T Suspensi Biasa
II 6T 7T 8T 8T 8T 37 T Sb 2,3,4,5 = Air Bag Supension
6T 7T 7T 7T 7T 34 T Sb 2 : Air Bag Suspension
6 1.1.222
6T 6T 6T 6T 6T 30 T Suspensi Biasa
III 6T 7T 7T 7T 7T 34 T Sb 2,3,4,5 = Air Bag Supension
6T 7T 6T 6T 6T 31 T Sb 2 : Air Bag Suspension
6T 6T 7T 7T - 27 T Suspensi Biasa
II
6T 8T 8T 8T - 30 T Sb 2,3,4 : Air Bag Suspension
7 1.222
6T 6T 6T 6T - 24 T Suspensi Biasa
III
6T 7T 7T 7T - 27 T Sb 2,3,4 : Air Bag Suspension
• Tipe kendaraan dan MST
Konfigurasi Gambar konfigurasi sumbu Kelas MST maksimum JBKI
No.
sumbu Samping Atas jalan Sb I Sb II Sb III Sb IV Sb V Sb VI Max Keterangan

II 6T 10 T 9T 9T
1 1.2-22 - -
III 6T 8T 7,5 T 7,5 T

II 6T 9T 9T 9T 9T 42 T
- Suspensi biasa
III 6T 7,5 T 7,5 T 7,5 T 7,5 T 36 T

2 1.22-22 II 6T 10 T 10 T 10 T 10 T 46 T Sumbu 2,3,4,5 menggunakan air bag


-
III 6T 8T 8T 8T 8T 38 T suspension

II 6T 9T 9T 10 T 10 T 44 T Sumbu 4 dan 5 menggunakan air bag


-
III 6T 7,5 T 7,5 T 8T 8T 37 T suspension

II 6T 9T 9T 7T 7T 7T 45 T
Suspensi Biasa
III 6T 7,5 T 7,5 T 6T 6T 6T 39 T

II 6T 10 T 10 T 10 T 10 T 10 T 56 T Sb 2,3,4,5,6 = Air Bag Ssuspension


III 6T 8T 8T 8T 8T 8T 46 T +Steering Axle

3 1.22-222 Sb 1,2,3 =Suspensi Biasa


II 6T 9T 9T 10 T 10 T 10 T 54 T
Sb 4,5,6 = Air bag supension +
III 6T 7,5 T 7,5 T 8T 8T 8T 45 T
steering axle

Sb 2,3 : Air Bag Supension


II 6T 10 T 10 T 10 T 10 T 10 T 56 T
Sb 4,5,6 : Air bag supension + steering
III 6T 8T 8T 8T 8T 8T 46 T
axle

II 6T 10 T 10 T 10 T 36 T
4 1.2 + 2.2 - - -
III 6T 8T 8T 8T 30 T
Konfigurasi Sumbu

• Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)


• Sumbu tunggal roda ganda (STRG)
• Sumbu tandem roda ganda (STdRG)
• Sumbu tridem roda ganda (STrRG)
Lajur Rencana & Koefisien Distribusi
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas
jalan raya yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar. Jika
jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien
distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan

Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C)


kendaraan niaga pada lajur rencana
Umur Rencana

• Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas


pertimbangan klasifikasi fungsional jalan (Tol, Arteri,
Kolektor)

• Pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan (metode


Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dll)

• Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan


dengan umur rencana (UR) 20 tahun - 40 tahun.
Pertumbuhan Lalu-Lintas
Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau
sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai dgn faktor pertumbuhan
lalu-lintas

R : Faktor pertumbuhan lalu lintas


i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun)
Faktor Pertumbuhan Lalu-Lintas ( R)
Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalu-lintas
tidak terjadi lagi.

R : Faktor pertumbuhan lalu lintas


i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
URm : Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai.
Lalu-Lintas Rencana
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan
rumus :

JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana

JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka

R : Faktor pertumbuhan komulatif dari Rumus (5) atauTabel 3 atau Rumus (6),
yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana

C : Koefisien distribusi kendaraan


Faktor Keamanan Beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan
dengan faktor keamanan beban (FKB). Faktor keamanan
beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat
realibilitas perencanaan
Faktor keamanan beban (FKB)
Bahu Jalan
• Bahan :
1. Bahan Berbutir dgn atau tanpa penutup beraspal
2. Lapisan beton semen.

• Bahu beton semen, bahu yang dikunci dan diikatkan


dengan lajur lalu-lintas,(minimum 1,50 m).

• Bahu yang menyatu dg lajur lalu-lintas, yang juga


dapat mencakup saluran dan kereb, (min 0,60).
Prosedur Perencanaan
Didasarkan atas dua model kerusakan yaitu :
• Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat

• Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar


akibat oleh lendutan berulang pada
sambungan dan tempat retak yang
direncanakan
• Mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada
sambungan atau bahu beton
Perencanaan Tebal Pelat
• Tebal pelat (mm) taksiran dipilih,

• Total fatik serta kerusakan erosi dihitung berdasarkan


komposisi lalu-lintas selama umur rencana,

• Jika kerusakan fatik atau erosi > 100%, tebal pelat


taksiran dinaikan dan proses perencanaan diulangi,

• Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang


mempunyai total fatik dan atau total kerusakan erosi
≤ 100%.
Gambar 24 – Gambar 31
Sistem perencanaan perkerasan beton semen
Kend yang dihitung, Min Berat total 5 ton
2710/4100
Tabel 4 Gambar 19 Gambar 21
Tabel 8 & Tabel 9
Tabel 1 (Hal. 9)
Pers. 8 (hal. 29)
Perencanaan Lapis Tambahan
• Pelapisan tambahan perkerasan beton
semen di atas perkerasan lentur,

• Pelapisan tambahan perkerasan beton


semen di atas perkerasan beton semen,

• Pelapisan tambahan perkerasan lentur di


atas perkerasan beton semen.
Pelapisan tambahan perkerasan beton
semen di atas perkerasan lentur

Modulus reaksi perkerasan lama (k) diperoleh dengan melakukan pengujian pembebanan
pelat (plate bearing test) menurut AASHTO T.222-81 di atas permukaan perkerasan lama
Pelapisan tambahan perkerasan beton semen
di atas perkerasan beton semen
• Pelapisan tambahan dengan lapis pemisah
(unbonded atau separated overlay)
• Tebal minimum lapis tambahan ini sebesar 130 mm

• Letak sambungan pada lapis tambahan harus sama


dengan letak sambungan pada perkerasan lama.

• Jenis sambungan dan penulangan pada lapis


tambahan tidak harus sama dengan jenis sambungan
dan penulangan pada perkerasan lama.

• Perkerasan lama yang mengalami retak awal


(Cs = 0,75) dapat diberi lapisan tambahan langsung
bila kerusakannya dapat diperbaiki.
Pelapisan tambahan perkerasan beton aspal di
atas perkerasan beton semen
• Struktur perkerasan beton semen harus dievaluasi
agar supaya tebal efektifnya dapat dinilai sebagai
aspal beton.
• Tebal efektif (Te) setiap lapisan perkerasan yang
ada harus dikonversikan kedalam tebal ekivalen
aspal beton (Tabel 12).
• Tebal lapis tambahan yang diperlukan, dihitung
berdasarkan perhitungan lapis tambahan pada
perkerasan lentur.
• Tebal efektif setiap lapisan merupakan hasil
perkalian antara tebal lapisan dan faktor konversi.
Tebal efektif untuk seluruh perkerasan merupakan
jumlah tebal efektif dari masingmasing lapisan.
• Tebal lapis tambahan perkerasan lentur yang
diletakkan langsung di atas perkerasan beton
semen dianjurkan minimum 100 mm.
• Apabila tebal lapisan tambahan lebih dari 180
mm,konstruksi lapis tambahan dapat
menggunakan lapisan peredam retak
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai