Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Jembatan dapat dikatakan sebagai struktur konstruksi yang memungkinkan route
transfortasi melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain.
Jembatan juga dapat dikatakan sebagai suatu struktur konstruksi yang berfungsi
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan seperti lembah
yang dalam, alur sungai saluran irigasi dan pembuang.
Pada era modern ini bentuk jembatan serta macam – macam bahan yang
digunakan untuk perencanaan jembatan sudah mengalami kemajuan dan menggunakan
teknologi yang canggih dari mulai yang sederhana sekali sampai pada konstruksi yang
mutakhir.
Karena jembatan itu mempunyai fungsi sebagai penghubung dua ruas jalan yang
dilalui rintangan, maka jembatan dapat dikatakan bagian dari suatu jalan, baik jalan raya
atau jalan kereta api.
Di Indonesia khususnya Jawa Barat banyak sekali jembatan yang berfungsi
sebagai penghubung dua ruas jalan yang dilalui rintangan. Salah satunya Jembatan
Bebedahan.
Jembatan ini berada pada ruas jalan Soekarno-Hatta tepatnya pada KM.BDG
11+850. Jembatan ini memiliki tipe struktur GPI, dengan panjang total jembatan 39m,
jumlah bentang 1, dengan lebar total 14 m. Jembatan ini dibangun pada tahun 1996 saat
ini umur konstruksi 22 tahun.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang tertuang pada latar belakang di atas, ada beberapa
permasalahan pokok yang akan dijadikan sebagai fokus penulis, seperti:
1. Bagaimana cara menangani kerusakan yang terjadi pada jembatan?

1
I.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pekerjaan Penanganan Kerusakan Oprit pada Jembatan
Bebedahan adalah melakukan suatu kegiatan penanganan teknis sehingga
didapatkan hasil penanganan yang paling optimum yang dapat menjawab
permasalahan-permasalahan yang terdapat pada lokasi tersebut dengan
mempertimbangkan kondisi yang ada.
Tujuan pekerjaan ini adalah melakukan penanganan kerusakan guna
pembangunan yang mencakup rehabilitasi jembatan. Tujuan lain dari pekerjaan
ini adalah tersedianya keluaran berupa gambar/foto dokumentasi hasil survey dan
laporan penanganan kerusakan yang terjadi pada Jembatan Bebedahan.

I.4 Batasan Masalah


Agar penelitian yang penulis lakukan dapat dilakukan secara tertata dan
teratur, tentunya diperlukan batasan-batasan yang diambil pada saat melakukan
penelitian. Beberapa batasan tersebut seperti :
1. Memperbaiki kerusakan pada trotoar jembatan baik trotoar arah cibiru maupun
cibereum.
2. Memperbaiki kerusakan pada Oprit jembatan berdasarkan hasil visualisasi
terdapat keretakan memanjang pada oprit arah cibereum pada aspal sepanjang
41 m.
3. Memperbaiki retakan-retakan pada bagian abutmen jembatan arah cibereum,
retakan yang terjadi pada abutmen lebarnya mencapai 1 cm kea rah vertikal.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengujian Tanah Consolidation Test


Pengujian konsolidasi perlu dilakukan pada kondisi ini dengan maksud untuk
mengetahui kecepatan konsolidasi dan besarnya penurunan tanah apabila tanah
mendapatkan beban, keadaan tanah di samping tertahan dan diberi drainase pada arah
vertikal. Bila suatu lapisan tanah mengalami tambahan beban di atasnya maka air pori
akan mengalir dari lapisan tersebut dan volumenya akan menjadi lebih kecil. Peristiwa
inilah yang disebut dengan konsolidasi. Bila tanahnya berjenis lempung, maka
penurunan akan agak besar, sedangkan kalau tanah terdiri dari pasir, penurunannya akan
kecil. Karena itu lempung dikatakan mempunyai High Compressibility dan pasir
mempunyai Low Compresibility. Penurunan pada lempung biasanya memakan waktu
yang lama, karena daya rembesan air sangat lemah.

a. Maksud dan Tujuan Pengujian


Untuk mendapatkan koefisien indeks pemampatan dan pengembangan (Cc, Cr),
koefisien konsolidasi (Cv) serta tekanan prakonsolidasi (pc)
Diharapkan dapat melakukan pengujian konsolidasi yang maksudnya untuk
menentukan sifat pemampatan suatu jenis tanah, yaitu sifat-sifat perubahan isi dan
proses keluarnya air dari dalam pori tanah yang diakibatkan adanya perubahan
tekanan vertical yang bekerja pada tanah tersebut.

b. Alat yang Digunakan;


1. Satu unit alat konsolidasi
2. Pisau kawat
3. Alat pengeluar contoh tanah dari tabung (sample extruder)
4. Beban-beban untuk pembebanan
5. Stop watch
6. oven
7. Neraca / timbangan
8. Cawan

3
9. Desicator
c. Bahan yang Digunakana.
1. Aquades
2. Kertas saring
3. Contoh tanah dari tabung boring
d. Prosedur Pengujian
1. Persiapan Pengujian
a) Cincin dibersihkan dan dikeringkan kemudian timbang beratnya.
b) Keluarkan contoh tanah dari tabung dengan extruder.
c) Contoh tanah dimasukkan kedalam cincin kemudian potong dengan pisau
perata dan ujungnya diratakan.
2. Pelaksanaan Pengujian
a) Timbang berat cincin (W1).
b) Timbang berat benda uji dan cincin (W2).
c) Letakkan cincin benda uji diantara batu berpori dengan dilapisi kertas saring
pada sel konsolidasi.
d) Atur alat (nivo) pada posisi seimbang (balance) dengan memutar span skrup
pengatur dan letakkan bola baja kecil dalam coakan plat penekan supaya
menyentuh bola baja.
e) Atur arloji pengukur (dial deformasi) pada posisi tertekan diatas batu pori
kemudian di-nol-kan.
f) Tuangkan air pada sel konsolidasi dan diamkan selama 24 jam agar contoh
tanah jenuh air.
g) Setalah itu letakkan beban pertama pada tempat beban sehingga besar tekanan
yang diterima oleh contoh tanah yaitu sebesar 0.25 kg/cm2.
h) Lepaskan span baut pengatur
i) Baca penurunan pada 0 menit, 0.25 menit, 1 menit, 2.25 menit, 4 menit, 6.25
menit, 9 menit, 12.25 menit, 20.25 menit, 25 menit, 36 menit, 60 menit, 120
menit, 240 menit, 480 menit dan 1440 menit (24 jam)
j) Setelah dilakukan pembacaan selama 24 jam, tambahkan beban kedua sebesar
0,5 kg/cm2 dan atur baut pengatur hingga menyentuh lengan beban dan
lakukan pembacaan seperti langkah-langkah pada pembenanan yang pertama.

4
k) Setelah itu dilakukan penambahan beban ketiga dan seterusnya.
l) Setelah dilakukan pembebanan maksimum, kurangi beban dalam dua tahap
sampai mencapai beban pertama. Baca dial deformasi 24 jam setelah
pengurangan beban lalu beban dikurangi lagi. Lakukan pembacaan kembali
setelah 24 jam berikutnya.
m)Pada akhir pembacaan, keluarkan benda uji kemudian timbang beratnya dan
ukur tinggi contoh tanahnya
n) Masukkan contoh tanah kedalam oven untuk ditentukan kadar airnya

2.2. Hammer Test


Hammer test yaitu suatu alat pemeriksaan mutu beton tanpa merusak beton.
Disamping itu dengan menggunakan metode ini akan diperoleh cukup banyak data
dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya yang murah. Metode pengujian ini
dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan) pada permukaan beton dengan
menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan energi yang besarnya
tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan
dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan juga setelah
dikalibrasi, dapat memberikan pengujian ini adalah jenis "Hammer". Alat ini sangat
berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada struktur. Karena
kesederhanaannya, pengujian dengan menggunakan alat ini sangat cepat, sehingga dapat
mencakup area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat. Alat ini sangat peka
terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalnya keberadaan partikel batu
pada bagian-bagian tertentu dekat permukaan. Oleh karena itu, diperlukan pengambilan
beberapa kali pengukuran disekitar setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian
dirata-ratakanBritish Standards (BS) mengisyaratkan pengambilan antara 9 sampai 25
kali pengukuran untuk setiap daerah pengujian seluas maksimum 300 mm2.Secara
umum alat ini bisa digunakan untuk:
a. Memeriksa keseragaman kwalitas beton pada struktur
b. Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.

5
2.2.1. Spesifikasi
Spesifikasi mengenai penggunaan alat ini bisa dilihat pada BS4408 pt. 4 atau
ASTM G80S-89.
2.2.1.1. Kelebihan dan Kekurangan Hammer Test
Kelebihan :
a. Murah
b. Pengukuran bisa dilakukan dengan cepat
c. Praktis (mudah digunakan).
d. Tidak merusak

Kekurangan :
a. Hasil pengujian dipengaruhi oleh kerataan permukaan, kelembaban beton,
sifat- sifat dan jenis agregat kasar, derajad karbonisasi dan umur beton. Oleh
karena itu perlu diingat bahwa beton yang akan diuji haruslah dari jenis dan
kondisi yang sama.
b. Sulit mengkalibrasi hasil pengujian.
c. Tingkat keandalannya rendah.
d. Hanya memberikan imformasi mengenai karakteristik beton pada
permukaan.

2.2.2. Kalibrasi
Seperti yang disebutkan sebelumnya, banyak sekali variabel yang berpengaruh
terhadap hasil pengukuran dengan menggunakan peralatan hammer. Oleh karena itu
sangat sulit untuk mendapatkan diagram kalibrasi yang bersifat umum yang dapat
menghubungkan parameter tegangan beton sebagai fungsi dari pada jumlah skala
pemantulan hammer dan dapat diaplikasikan untuk sembarang beton. Jadi dengan kata
lain diagram kalibrasi sebaiknya berbeda untuk setiap jenis campuran beton yang
berbeda. Oleh karena itu setiap jenis beton yang berbeda, perlu diturunkan diagram
kalibrasi tersebut perlu dilakukan pengujian tekan sample hasil coring untuk setiap jenis
beton yang berbeda dari struktur yang sedang ditinjau. Hasil uji coring tersebut

6
kemudian dijadikan sebagai konstanta untuk mengkalibrasikan bacaan yang didapat dari
peralatan hammer tersebut.
Perlu diberi catatan disini bahwa penggunaan diagram kalibrasi yang dibuat oleh
produsen alat uji hammer sebagainya dihindarkan, karena diagram kaalibrasi tersebut
diturunkan atas dasar pengujian beton dengan jenis dan ukuran agregat tertentu, bentuk
benda uji yang tertentu dan kondisii test yang tertentu.

2.3. Persiapan dan Tata Cara


2.3.1. Umum
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi sebagai berikut :
a. Setiap elemen struktur yang diuji harus diberi identitas
b. Palu beton yang dipakai harus sudah dikalibrasi dengan testing anvil sesuai
ketentuan yang berlaku atau petunjuk dari pabrik pembuatnya
c. Bila acara visual tampak kelainan khusus, diharuskan melakukan uji
karbonasi sebelum pengujian dengan alat uji palu beton
d. Hasil pengujian harus ditandatangani oleh teknisi pelaksana yang ditunjuk
sebagai penanggung jawab pengujian
e. Laporan pengujian harus disyahkan oleh kepala laboratorium dengan
dibubuhi nama, dan tanda tangan
f. Bukan merupakan alternative SNI-1947-1990-F tentang Metode Pengujian
Kuat Tekan Beton, tapi sebagai indikator untuk menilai mutu beton.

2.3.2. Teknis
a. Peralatan
Alat palu beton yang digunakan harus memenuhi ketentuan berikut :
1. Pegas baja dapat bergerak pada kecepatan yang tetap dan dapat
berulang-ulang
2. Nilai lenting dapat dibaca pada garis skala yang terpasang pada rangka
selubung atau lembar pencatat.
b. Benda Uji
Tebal elemen struktur pelat dan dinding minimal 100 mm dan kolom
minimal 125 mm

7
c. Bidang Uji
Bidang uji pada elemen struktur harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Permukaan beton yang akan diuji harus merupakan permukaan yang
padat, halus, dan tidak dilapisi oleh plesteran atau bahan pelapis lainnya
2. Bidang uji yang dipilih harus kering dan halus, bebas dari
tonjolantonjolan atau lubang-lubang
3. Lokasi-lokasi bidang uji harus ditentukan sesuai dengan dimensi elemen
struktur dan jumlah nilai uji yang diperlukan untuk perhitungan
perkiraan kekuatan beton.
d. Peralatan Pengujian
Persiapan pengujian harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Permukaan bidang uji diberi tanda batas lokasi untuk titik-titik uji
dengan minimum berukuran seluas 100 x 100 mm2
2. Permukaan bidang uji yang kasar harus dihalus sebelum diuji
3. Bidang uji pada struktur yang berumur lebih dari enam bulan harus
digerinda rata sampai kedalaman 5 mm sebelum diuji, jika hasil ujinya
akan dibandingkan dengan hasil uji beton yang berumur lebih muda.
e. Arah Pukulan
Arah pukulan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Arah pukulan pada suatu lokasi bidang uji harus sama
2. Pada pengujian dengan arah pukulan tidak horisontal, nilai lenting rata-
rata harus dikoreksi dengan nilai inklinasi sesuai dengan petunjuk
penggunaan alat palu uji yang digunakan.

2.3.3. Persiapan
1. Menyusun rencana jadwal pengujian, mempersiapkan peralatan-
peralatanserta perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan.
2. Mencari data dan informasi termasuk diantaranya data tentang letak
detailkonstruksi, tata ruang dan mutu bahan konstruksi selama pelaksanaan
bangunan berlangsung.

8
3. Menentukan titik test.
4. Titik test untuk kolom diambil sebanyak 5 (lima) titik, masing-masing titik
testterdiri dari 8 (delapan) titik tembak, untuk balok diambil sebanyak 3
(tiga) titik test masing-masing titik terdiri dari 5 (lima) titik tembak sedang
pelat lantai diambil sebanyak 5 (lima) titik test masing-masing terdiri dari
5 (lima) titik tembak.

2.3.4. Tata Cara Pengujian


a. Sentuhan ujung plunger yang terdapat pada ujung alat hammer test
padatitik-titik yang akan ditembak dengan memegang hammer sedemikian
rupa dengan arah tegak lurus atau miring bidang permukaan beton yang
akan ditest.
b. Plunger ditekan secara periahan-lahan pada titik tembak dengan tetap
menjaga kestabilan arah dari alat hammer. Pada saat ujung plunger akan
lenyap masuk kesarangnya akan terjadi tembakan oleh plunger terhadap
beton, dan tekan tombol yang terdapat dekat pangkal hammer. Baca nilai
pantulannya.
c. Lakukan pengetesan terhadap masing-masing titik tembak yang
telahditetapkan semula dengan cara yang sama.

2.3.5. Perkiraan Kuat Tekanan


Kuat tekan diperkirakan berdasarkan nilai lenting yang diperoleh atau yang
telah dikoreksi nilai inklinasinya dengan menggunakan table atau kurva
korelasi pada petunjuk penggunaan alat palu beton yang dipakai menguji.
Tarik garis vertikal dari nilai pantul yang dibaca pada grafik antara nilai pantul
dengan kekuatan tekan beton yang terdapat pada alat hammer sehingga
memotong kurva yang sesuai dengan sudut tembak hammer.

Besar kekuatan tekan beton yang ditest dapat dibaca pada sumbu vertikal yaitu
hasil perpotongan garis horizontal dengan sumbu vertikal.Oleh karena itu
mutu beton yang dinyatakan dengan kekuatan karakteristik αbk didasarkan atas

9
kekuatan tekan beton yang diperoleh pada saat pengetesan dilaksanakan perlu
dikonversi menjadi kekuatan tekan beton umur 28 hari.
BAB III
METODOLOGI

3.1. Metodologi Kerja


Analisa penanganan kerusakan pada Oprit Jembatan Bebedahan dilakukan
dengan pengujian tanah dan hammer test pada penanganan berupa retakan yang
didasarkan pada metode Grouting.
Berikut ini bagan alir pekerjan :

Mulai

Pengujian Tanah
Consolidation Test

Hammer Test

Detail Penanganan

Selesai

10
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Jembatan


Pada Pekerjaan pemeriksanaan jembatan ini jumlah jembatan yang di survei
yaitu 1 buah jembatan., berikut kondisi jembatan di sajikan pada foto
dokumentasi di bawah ini.

4.1.1. Kerusakan Pada Bangunan Atas Jembatan

11
Gambar 4.1 Foto Dokumentasi Kondisi Bangunan Atas Jembatan Bebedahan

Berdasarkan hasil visualisasi lapangan telah terjadi kerusakan pada bagian atas
jembatan bebedahan. Kerusakan pada bagian atas jembatan di dominasi oleh
kerusakan pada trotoar jembatan baik trotoar arah cibiru maupun arah cibeureum.

12
4.1.2. Kerusakan Pada Oprit Jembatan

Gambar 4.2 Foto Dokumentasi Kondisi KerusakanOprit Jembatan Bebedahan

Berdasarkan hasil visualisasi gambar di atas Kondisi terdapat keretakan memanjang


pada oprit arah cibeureum pada aspal sepanjang 41 m.
Umumnya tipe oprit jembatan yang menggunakan timbunan tanah dengan dinding
penahan, pada oprit jenis ini cocok untuk tanah dasar yang tidak terlalu lunak dan
untuk ketebalan tanah lunak kurang dari 3m sehingga penurunan pada oprit jembatan
tidak terlalu besar dan penanggulangan penurunan oprit ini cukup dengan overlay.
Kerusakan yang umumnya terjadi antara lain adalah turunnya muka tanah, patahnya
pelat injak, dan retaknya dinding penahan tanah. Sehingga perlu dilakukan
penyelidikan tanah lebih lanjut.
Penurunan pada oprit ini merupakan fungsi waktu sehingga perlu diketahui apakah
penurunan pada oprit ini apakah sudah selesai atau belum. Untuk mengetahui proses
penurunan ini dengan melakukan penyeldikan tanah secara lapangan maupun secara
laboratorium sehingga nantinya didapatkan hasil time rate konsolidasi.

13
4.1.3. Kerusakan Struktur Bangunan Bawah Jembatan

Adanya Retakan Pada Abutmen Adanya Retakan Pada Abutmen


Arah Cibeureum Arah Cibeureum

Adanya Retakan Pada abutmen


Adanya Retakan Pada abutmen

Gambar 4.3 Foto Dokumentasi Bagian Bawah Jembatan Bebedahan (1)

Berdasarkan hasil visualisasi pada bangunan bawah jembatan terdapat retakan-


retakan pada bagian abutmen jembatan arah cibeureum, retakan yang terjadi pada
abutmen lebarnya mencapai 1 cm ke arah vertikal. Dengan kerusakan tersebut maka
penanganannya adalah dengan melakukan grouting. Untuk mendukung penanganan
kerusakan tersebut direkomendasikan melakukan hammer test sebelum dan sesudah
grouting untuk mengetahui atau memeriksa mutu beton.

14
4.2. PENANGANAN
Berdasarkan analisa dan hasil survei visualisasi jembatan GPI. Bentuk
penanganannya untuk jembatan Bebedahan adalah sebagai berikut :
4.2.1. Perbaikan Oprit Jembatan
Untuk tindakan perbaikan pada oprit jembatan Usulan berupa penggantian
timbunan pada eksisiting dengan timbunan modifikasi berupa Mortar Foam.
Timbunan jenis ini telah digunakan oleh PusLitBang Jalan dan Jembatan pada
berbagai proyek dan telah terbukti mampu mengurangi penurunan yang terjadi pada
oprit jembatan dengan permasalah tanah dasar yang tidak memenuhi standar.

4.2.2. Retak Beton


Retak beton yang terjadi dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Retak struktural
b. Retak non struktural (retak rambut)
Retak struktural memiliki pola vertikal atau diagonal. Retak struktural dapat
diaktegorikan menjadi dua jenis keretakan yaitu:
a. Retak Geser
Retak dengan pola diagonal/miring biasanya disebut retak geser, retak
geser ini disebabkan oleh gaya yang terjadi pada arah horisontal atau
mendatar seperti akibat gaya gempa. Retak geser seperti ini cukup
membahayakan jika tidak ditangani dengan segera, karena jika retak
geser seperti ini terjadi pada struktur bagian bawah jembatan maka dapat
menyebabkan kerobohan karena struktur mengalami penurunan kapasitas
dalam menahan beban yang terjadi, kerobohan ini tidak hanya terjadi
pada struktur bagian bawah jembatan saja, namun bisa menyebabkan
kerobohan yang lebih parah lagi yakni kerobohan jembatan secara
keseluruhan.
b. Retak Lentur

15
Retak dengan pola vertikal/tegak biasanya disebut retak lentur. Retak
lentur biasanya diakibatkan oleh tekanan atau beban dari arah vertikal
yang berlebih pada struktur, terutama srtuktur bagian bawah jembatan.
Seperti halnya retak geser, retak lentur juga perlu ditangani dengan
cermat.

4.2.2.1. Faktor-faktor penyebab keretakan beton (Crack)


a. Faktor-faktor penyebab keretakan beton yang terjadi pada saat
pembuatan beton adalah:
1. Sifat dari beton itu sendiri
Untuk melihat bagaimana sifat dari beton yang dapat menimbulkan
keretakan kita harus melihat proses dari awal pembuatan beton itu
sendiri. Pada saat awal pembuatan beton dengan pencampuran bahan
penyusunnya seperti kerikil, pasir, air dan semen. Kemudian campuran
beton diletakkan pada alat cetakannya, dalam proses pengerasannya
beton akan mengalami pengurangan volume dari volume awal. Ini
disebabkan air yang terkandung pada campuran beton akan mengalami
penguapan sebagian yang mengurangi volume beton.
Sehingga apabila dikondisikan pada saat beton mengalami pengerasan
dan akibat dari volume beton berkurang yang akan menyebabkan
penyusutan pada beton tetapi beton tersebut dibiarkan untuk menyusut
tanpa adanya tahanan maka beton pun tidak akan mengalami keretakan.
Tetapi pada kondisi sebenarnya dilapangan tidak ada beton yang tidak
mengalami tahanan. Karena tidak ada balok atau kolom pada bangunan
yang berdiri sendiri melainkan akan bersambung satu sama lain dan hal
ini akan membuat tahanan. Sehingga apabila pada kondisi saat beton
mengalami penyusutan ada suatu tahanan maka retakan pun tidak dapat
dihindari.
2. Suhu
Suhu juga dapat menyebabkan keretakan pada beton, maksud suhu disini
adalah suhu campuran beton saat mengalami perkerasan. Karena pada
saat campuran beton mengalami perkerasan, suhu yang timbul akibat

16
reaksi dari air dengan semen akan terus meningkat. Sehingga pada saat
suhu campuran beton ini terlalu tinggi, pada saat itu juga beton sudah
mengeras dan seringnya timbul retak – retak pada permukaan beton.
3. Korosi pada tulangan
Pada prinsipnya untuk mengantisipasi retakan yang terjadi akibat dari
sifat beton itu sendiri, beton diberi tulangan pada bagian dalamnya yang
terbuat dari baja. Sehingga diharapkan dengan adanya tulangan tersebut
retakan akibat dari sifat beton disebar pada keseluruhan beton menjadi
bagian – bagian yang sangat kecil sehingga retakan tersebut dapat
diabaikan. Tetapi apabila tulangan yang dipakai pada saat pembuatan
beton sudah mengalami korosi, tulangan tersebut itu pun akan
menyebabkan retakan pada saat beton mengeras.
4. Proses pembuatan yang kurang baik
Banyak sekali penyebab retak yang terjadi pada beton disebabkan oleh
proses pembuatan yang kurang baik. Seperti contoh pada saat beton
mengalami perkerasan dimana banyak mengeluarkan air, maka perlu
adanya perawatan pada beton agar pengeluaran air dari campuran beton
tidak berlebihan. Tetapi akibat tidak adanya perawatan, sehingga pada
beton terbentuk banyak terjadi retakan.
b. Faktor-faktor penyebab keretakan beton yang terjadi setelah beton selesai
dikerjakan adalah:
1. Pengaruh lingkungan
Karena beton pada bangunan mengalami kontak langsung dengan cuca
luar. Sehingga bangunan sipil yang berumur cukup lama banyak
mengalami retakan. Salah satu pengaruh lingkungan yang menyebabkan
beton retak adalah akibat dari air, terutama bangunan bawah jembatan
yang berdiri diatas sungai ataupun laut. Akibat sekian lama beton pada
bangunan tua menerima air secara langsung, lama – kelamaan air
tersebut akan masuk meresap kedalam beton yang kemudian mencapai
tulangan pada beton. Apabila saat air telah mengenai baja tulangan, maka
akan terjadi reaksi antara baja tulangan dengan tulangan yang

17
menyebakan baja tulangan menjadi korosi. Akibat korosinya baja
tulangan beton akan mengalami retak – retak.

2. Pembebanan
Setelah beton sudah jadi dan jembatan telah siap untuk dipakai atau
dioperasikan. Maka beton tersebut akan menerima beban – beban.
Apabila beton menerima beban sesuai dengan kapasitas kekuatannya,
beton akan baik – baik saja. Tetapi kadangkala beton akan menerima
beban diluar kemampuannya untuk menahan beban tersebut, sehingga
kertetakan pada beton pun tidak bisa di hindari.
Selain dari faktor-faktor di atas, faktor lain yang bisa menyebabkan
keretakan beton pada struktur bawah jembatan terutama pada pilar adalah
adanya kejadian tertabraknya pilar oleh benda-benda besar yang terbawa
hanyut oleh arus sungai atau tertabrak oleh fasilitas moda air yang
melintas di bawah jembatan.

Gambar 4.4 Contoh Keretakan pada Pilar Jembatan.

4.2.2.2. Alternatif Penanganan Retak Beton


Coating
Metode perbaikan kerusakan dengan coating digunakan untuk retak yang
bersifat non struktural (retak rambut) dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan pada tulangan terhadap pengaruh luar.
a. Bahan-bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
18
1. Material epoxy coating
2. Material bonding agent
b. Alat-alat yang dibutuhkan adalah sebagai beikut:
1. Mesin gerinda
2. Sendok semen
3. Roskam
4. Styrofoam
5. Ember
6. Amplas
c. Tahapan pengerjaan coating adalah:
1. Bersihkan permukaan beton pada bagian yang retak dari semua
kotoran dan debu.
2. Beri material bonding agent pada bagian yang retak.
3. Tutup semua bagian yang retak dengan bahan epoxy coating.
4. Biarkan material sampai mengeras selama 24 jam.
5. Bersihkan bagian bekas coating dengan amplas.
Grouting
Metode perbaikan kerusakan dengan grouting digunakan untuk retak yang
bersifat retak structural. Tujuan dari grouting ini untuk merekatkan kembali
beton yang mengalami pemisahan.
a. Bahan-bahan yang digunakan:
1. Material epoxy
2. Material resin injeksi
b. Alat-alat bantu yang diperlukan adalah:
1. Mesin gerinda
2. Pompa kompresor mini/tabung suntik
3. Tabung pengatur angin
4. Tabung material injeksi
5. Bor beton
6. Nepel plastik
7. Selang plastik
c. Tahapan pelaksanaan grouting adalah sebagai berikut:

19
1. Chipping pada jalur retak.
2. Bersihkan permukaan beton pada bagian yang retak dari semua
kotoran dan debu dengan menggunakan angin kompresor/sikat
kawat.
3. Bor pada bagian atas atau bawah pada lokasi retak untuk
penempatan nepel plastik dengan jarak ± 20 cm.
4. Pasang nepel plastik dan lem pada tempat-tempat yang telah dibor
dengan menggunakan bahan epoxy.
5. Tutup semua bagian yang retak dengan epoxy.
6. Pekerjaan injeksi dilakukan dari lebar retak yang besar ke arah lebar
retak yang kecil. Untuk pengerjaan injeksi bisa menggunakan dua
alat yaitu:
a) Menggunakan mini kompresor, dan tahapannya adalah:
1) Isi tabung dengan material injeksi dengan dosis sesuai
prosedur/brosur.
2) Hubungkan selang antara mini kompresor– tabung pengatur
angin – tabung material injeksi – nepel.
3) Hidupkan mini kompresor dengan tekanan 2-3 MPa (low
pressure).
4) Buka tabung pengatur angin dengan perlahan sampai
campuran injeksi mengalir masuk ke nepel 1 dan mengisi
bagian yang retak sampai material injeksi keluar dari lubang
kontrol pada nepel ke 2.
5) Ikat selang yang sudah terpasang pada nepel ke 2 agar
cairan dapat menyebar ke seluruh bagian yang retak
sehingga dapat terisi oleh material injeksi.
6) Buka tabung pengatur angin dengan perlahan sampai
campuran injeksi mengalir masuk ke nepel 3 dan mengisi
bagian yang retak sampai material injeksi keluar dari lubang
kontrol pada nepel 4.
7) Ikat selang yang sudah terpasang pada nepel 4 agar cairan
dapat menyebar ke seluruh bagian yang retak sehingga

20
dapat terisi oleh material injeksi, lakukan dengan cara yang
sama pada seluruh nepel yang terpasang.
b) Memakai tabung suntik
1) Isi tabung suntik dengan material injeksi dengan dosis
sesuai prosedur/brosur.
2) Tempatkan lubang tabung suntik ke lubang nepel-1.
3) Gunakan tali karet untuk mendesak secara perlahan bahan
epoxy yang ada di tabung suntik.
4) Setelah isi dalam tabung di nepel-1 habis, segera tempatkan
lubang tabung suntik ke lubang nepel-2.
5) Biarkan material mengeras selama 24 jam untuk nepel-
nepel plastik kemudian lepas.
6) Bersihkan bagian bekas injeksi dengan amplas.

Gambar 4.5 Pembersihan Kotoran dan Debu.

Gambar 4.6 Pemasangan Nepel Plastik.


21
Gambar 4.7 Penutupan Retak dengan Epoxy.

Gambar 4.8 Proses Injeksi Dengan Mini Kompresor.

Gambar 4.9 Proses Injeksi Dengan Tabung Suntikan.

22
BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan tinjauan visual di lapangan, terjadi beberapa
kerusakan pada ;
a. Keretakan Pada Abutmen
Keretakan yang terjadi terdapat pada abutmen jembatan dikategorikan
sebagai retak struktural karena memiliki pola vertikal. Retak structural
ini memiliki pola vertikal yang berarti retak lentur dan terjadi pada
abutmen jembatan. Penyebab retak ini Retak lentur biasanya diakibatkan
oleh tekanan atau beban dari arah vertikal yang berlebih pada struktur,
terutama srtuktur bagian bawah jembatan. Metode perbaikan kerusakan
yang disarankan menggunakan grouting untuk retak yang bersifat retak
struktural dengan tingkat kerusakannya dalam keadaan riskan dengan
nilai keretakan mencapai 1 cm pada abutmen arah cibeureum.
b. Keretakan Memanjang Pada Oprit Jembatan
Penyebab keretakan pada oprit ini adalah terjadinya penurunan muka
tanah. Sehingga untuk penangan perlu dilakukan penyelidikan tanah
dilanjutkan dengan pengujian tanah di laboratorium untuk dilakukan
Consolidation Test, untuk mengetahui seberapa besar penurunan muka
tanah. Selanjutnya dilakukan penanganan dengan penggantian timbunan
pada eksisiting dengan timbunan modifikasi berupa Mortar Foam.

23
DAFTAR PUSTAKA

Cara Uji Pengukuran Potensi Keruntuhan Tanah di Laboratorium, SNI 8072:2016;


American Standard of Testing Material (ASTM), ”Standard test Methode for
Measurement of Collapse Potential of Soils”, D 5333-1992;
American Standard of Testing Material (ASTM), ”Terminologi, Relating of Soil,
Rock and Contained Fluids”, D-653;

24

Anda mungkin juga menyukai