PENDAHULUAN
1
State Highway Officials (AASHO) pada tahun 1960an. RCI merupakan indeks
numerik yang bernilai antara 0 untuk kondisi perkerasan sangat rusak sampai 10
untuk kondisi sangat baik.
2
2. Memperbaiki Jalan Akses yang menghubungkan antara Jalan Karatas (Bagian
atas) dengan Jalan Cilayung (bagian bawah).
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
Gambar 2.1 Gambaran Hasil Survey Topografi pada Lokasi Jembatan UNPAD
Adapun gambaran hasil inventarisasi di lokasi jalan akses Universitas Padjadjaran
Jatinangor adalah sebagai berikut :
Berdasarkan klasifikasi kemiringan medan adalah pebukitan
Panjang jalan yang diukur adalah 2.062 km
Lebar jalan bervariasi antara 4.0 m – 4.5 m
Lebar bahu bervariasi antara 0.5 m – 1 m
Radius minimumpada tikungan adalah 5 m
Grade pada tanjakan/turunan maksimum adalah 17%
Adapun untuk gambaran hasil survei inventarisasi dapat dilihat berikut.
Gambar 2.2 Kondisi Alinyemen Horizontal pada Lokasi Jalan Akses UNPAD
5
Gambar 2.3 Kondisi Alinyemen Vertikal pada lokasi Jalan Akses UNPAD
6
tinjauan lapangan dapat ditetapkan beberapa macam kala ulang tergantung dari
jenis bangunan yang akan dibuat seperti terlihat pada tabel 2.1 dibawah ini,
7
Analisis curah hujan dengan beberapa periode ulang tertentu disajikan pada
Tabel 2.2. berikut ini.
8
2.2.2 Debit Banjir
Dalam menentukan dimensi saluran / tali air, digunakan metode Rational untuk
menentukan besarnya debit, sedangkan untuk menentukan kecepatan aliran
digunakan rumus Manning.
Asumsi dasar yang digunakan dalam metode ini ialah; Intensitas curah hujan
( I ) adalah intensitas curah hujan rata-rata pada suatu daerah aliran untuk periode
yang sama dengan waktu konsentrasi tc. Bentuk persamaan metode rasional dalam
satuan metrik adalah :
9
Perencanaan besarnya intensitas curah hujan umumnya dihubungkan dengan
kemungkinan berapa tahun terjadinya banjir yang maksimum ( Return Periode )
dan lamanya/durasi curah hujan yang turun dan biasanya disebut dengan Intensitas
Durasi Frekuensi. ( Intensity Duration Frequency ).
Besarnya Intensitas Durasi Frekuensi ini berdasarkan formula dari Mononobe :
Dimana :
I = Intensitas curah hujan maksimum pada periode ulang tertentu (mm/jam)
R = Data curah hujan maksimum setempat pada periode tertentu (mm)
tc = Waktu konsentrasi (jam)
Waktu kosentrasi (tc) adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari
suatu titik terjauh pada suatu daerah aliran sampai dengan titik yang ditinjau.
Waktu kosentrasi (tc) terdiri dari dua bagian yaitu waktu yang dibutuhkan oleh
aliran untuk mengalir diatas permukaan tanah ke saluran yang terdekat (to) dan
waktu dari jalannya aliran disaluran pada satu titik ke titik lain yang ditinjau (td).
Besarnya waktu aliran permukaan / “inlet time” (to) tergantung dari panjang jarak
dan kemiringan lahan, dan dapat diperkirakan dari rumus Kirpich dibawah ini :
10
dimana,
Lo = Panjang overland flow ( meter )
s = kemiringan permukaan lahan
nd = koefisien kekasaran permukaan (coef. of retardation ),
dimana nilai nd untuk sirtu = 0,050; bahu jalan = 0,035 dan tanah = 0,020.
dimana :
Ls = Panjang saluran dari titik terjauh sampai dengan titik yang diamati ( meter)
V = Kecepatan aliran air dalam saluran tersebut ( meter / detik )
Perhitungan besarnya nilai intensitas hujan dan grafik IDF nya, dari Stasiun
pengamat hujan Jatiroke disajikan pada tabel 2.4 dan gambar 2.4.
11
12
Gambar 2.4 Lengkung IDF Curah Hujan Stasiun Jatiroke
Hasil Perhitungan debit Banjir untuk periode ulang 10 tahun disajikan dalam
Tabel 2.5 berikut.
13
2.2.3 Hidrolika Saluran
2.2.3.1 Kapasitas Saluran
Dimana ,
Qs = Kapasitas Debit air dalam saluran ( m3/det )
V = Kecepatan pengaliran ( m/det )
A = Luas penampang basah gorong-gorong diambil ( m2 )
n = Nilai kekasaran dinding saluran ( Koefisien kekasaran Manning )
R = jari-jari hidraulis (m) =A/P
A = Luas basah saluran (m2)
P = Keliling basah (m)
S = Nilai kemiringan dasar saluran
14
Tabel 2.6 Nilai Koefisien KekasaranManning ( koefisien n )
Hasil perhitungan hidrolis saluran tersebut disajikan pada tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.7 Perhitungan Hidrolis Saluran
Salah satu input dalam desain perkerasan yaitu data kondisi subgrade, data ini
didapatkan dari survei penyelidikan tanah. Survei ini diperlukan untuk
mengetahui karakteristik tanah bawah permukaan dimana suatu ruas jalan akan
dibangun di lokasi tersebut. Data tanah yang diperoleh dari pekerjaan ini
kemudian dipakai dalam pekerjaan analisis dan desain khususnya pondasi
rencana bangunan infrastruktur tersebut.
Maksud dari pelaksanaan kegiatan penyelidikan dan investigasi ini adalah untuk
mendapatkan contoh tanah pada areal lokasi pembangunan ruas jalan dan
melakukan pengujian-pengujian baik di lapangan maupun di labaoratorium.
Untuk mengetahui sifat karakteristik dan mekanik tanah dasar di area
perencanaan pembangunan ruas jalan. Pekerjaan survei penyelidikan tanah/
survei geoteknik dilapangan ini meliputi :
15
a. Pengujian Bor Dalam
Pengeboran adalah suatu proses pembuatan lubang
vertikal/miring/horizontal pada tanah/batuan dengan atau tanpa
menggunakan alat/mesin untuk keperluan deskripsi tanah/batuan, biasanya
dapat dilakukan bersama-sama dengan uji lapangan dan pengambilan contoh
tanah/batuan. Pemboran dilakukan dengan acuan SNI 03-2436-1991
sedangkan cara mendeskripsikan contoh tanah mengacu pada SNI 03-4148-
1996. Metode pemboran kering diterapkan dalam pekerjaan ini untuk
mendapat deskripsi tanah yang tepat. Pemboran antara pekerjaan ini
menggunakan Single Tube Core Barrels berdiameter 76 mm dan panjang
100 cm, dan Double Tube Core Barrels dengan diameter core dalam. Thin
Walled digunakan dalam pengambilan contoh tanah tak terganggu. Dalam
pekerjaan ini juga dilakukan Standard Penetration Test (SPT) yang mengacu
pada SNI 03-4153-1996. Pemboran inti dimaksudkan untuk memperoleh
informasi tentang jenis tanah/ batuan serta pelapisannya berdasarkan
deskripsi visual terhadap inti bor. Dengan demikian dapat diketahui susunan
pelapisannya.
Peralatan yang digunakan adalah mesin hidrolis (Hydrolic type drilling
machine) yang dilengkapi dengan tabung penginti (core barrel) berdiameter
NX (76 mm) berdasarkan DCDMA.
Pembuatan lubang bor dilakukan dengan pemboran inti bermesin untuk
memperoleh contoh dan inti. Pusaran air lumpur tidak boleh terjadi selama
pemboran berlangsung guna mencegah agar dinding lubang bor tidak runtuh,
dipakai pipa pelindung (casing).
Pelaksanaan pekerjaan harus memuat catatan kemajuan pemboran
dalam buku lapangan dengan format seperti yang telah disetujui oleh
pengawas pekerjaan. Catatan tersebut akan ditunjukkan antara lain type dan
ukuran mata bor, tabung penginti dan alat pengambil contoh, air tanah,
elevasi dimana dijumpai air dengan tekanan sangat besar, tebal lapisan,
kedalaman pemboran pengujian yang dilakukan.
16
Pada waktu memberi formasi batuan, harus dipakai reaming shell guna
mencegah menyempitnya diameter lubang. Untuk lapisan endapan, harus
dipakai pipa pelindung baja guna mencegah agar dinding lubang tidak
runtuh.
Hanya bahan yang diambil dari tabung penginti saja yang boleh
dianggap sebagai contoh inti. Bahan-bahan lain seperti lender (slime),
potongan-potongan tanah atau bahan yang jatuh dari dinding lubang tidak
boleh dianggap sebagai contoh. Untuk mengatasi hal ini harus diambil
contoh menerus (continous core) pelaksanaan pekerjaan harus berusaha
keras untuk memperbanyak rasio perolehan inti.
Setiap kali pemboran selesai, lubang bor harus ditandai dan tanda ini
harus diplot pada gambar. Lokasi dan elevasi lubang bor yang telah selesai
harus diukur oleh pelaksana pekerjaan.
Hasil pengeboran berupa inti berbentuk batang (core), disyaratkan
menggunakan tabung penginti rangkap (double tube core barrel) atau untuk
hal-hal khusus dapat dipergunakan tabung penginti rangkap tiga (Triple tube
core barrel) dimasukkan ke dalam peti kayu serta disusun sesuai dengan
urutan kemajuan pemboran.
17
untuk memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh
nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m).
1. Peralatan yang diperlukan dalam uji penetrasi dengan SPT adalah
sebagai berikut:
Mesin bor yang dilengkapi dengan peralatannya
Mesin pompa yang dilengkapi dengan peralatannya
Split barrel sampler yang dilengkapi dengan dimensi (ASTM D
1586-84)
Palu dengan berat 63,5 kg dengan toleransi meleset ± 1%
Alat penahan (tripod)
Rol meter
Alat penyipat datar
Kerekan
Kunci-kunci pipa
Tali yang cukup kuat untuk menarik palu dan Perlengkapan lain.
Catat jumlah pukulan setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.
18
Gambar 2.5 Alat Pengambilan Contoh Tabung Belah
2. Pengujian
Lakukan pengujian dengan tahapan sebagai berikut:
Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada
interval sekitar 1,50 msampai dengan 2,00 m atau sesuai keperluan
Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah
dibuat sebelumnya (kira-kira 75 cm)
Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan
Ulangi tahap 2 dan tahap 3 berkali-kali hingga penetrasi 15 cm
Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang
pertama
Ulangi tahap 2, 3, 4 dan tahap 5 sampai pada penetrasi 15 cm yang
ke-dua dan ke-tiga
Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm:
15 cmpertama dicatat N1
15 cmke-dua dicatat N2
15 cmke-tiga dicatat N3.
Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak
diperhitungkan karena dianggap masih kotor bekas pengeboran
Bila nilai N lebih besar daripada 50 pukulan, hentikan pengujian
dan tambah pengujian sampai minimum 6 meter
Catat jumlah pukulan setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah
batuan.
19
Gambar 2.6 Penetrasi dengan SPT
20
Gambar 2.7 Skema urutan uji penetrasi standar (SPT)
21
dengan :
N60 : efisiensi 60%
Ef : efisiensi yang terukur ; NM : nilai N terukur yang harus dikoreksi.
22
Berikut ini adalah hasil data bor pada lokasi Jembatan Unpad Jatinangor :
BH-01
23
BAB III
METODOLOGI
d. Melakukan kajian dan analisis terhadap semua data yang telah diperoleh,
melakukan perhitungan-perhitungan perencanaan teknis yang mencakup
perancangan geometrik jalan dan jembatan, analisis penyelidikan tanah,
analisis lalu lintas, perhitungan struktur pekerasan jalan, perencanaan
bangunan bawah dan bangunan atas, serta bangunan pelengkap lainnya.
e. Menyiapkan gambar rencana.
24
pekerjaan serta menghitung perkiraan biaya proyek.
g. Menyiapkan dokumen pelelangan.
1. Persiapan.
2. Survei pendahuluan.
Tahap – II : Antara
1. Survei detail.
25
Gambar 3.1 Kerangka Kegiatan Paket PW CT/2018 Core Team Perencanaan dan Pengawasan Jawa Barat (Rencana Penanganan Rehabilitasi
Jembatan dan Jalan Akses Universitas Padjadjaran-Jatinangor)
24
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
25
Gambar 4.2 Potongan Memanjang Jembatan
26
e. Pelaksanaan pemadatan tanah timbunan pada oprit (belakang abutmen)
tidakdilakukan sesuai spesifikasi teknis, yang seharusnya dilakukan per layer
(maksimum per 30 cm) hingga mencapai kepadatan minimum 95%
Kondisi tanah dasar yang kurang baik, jika tidak ditangani khusus akan berakibat
terhadap konstruksi di bagian atasnya.
4.1.2 Analisis Geoteknik
Berikut ini adalah analisis geoteknik akibat amblasnya perkerasan di atas
timbunan oprit jembatan. Hasil pengujian bor mesin di lokasi jembatan
Unpad seperti dibawah ini.
27
Berdasarkan hasil pengujian bor mesin di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat
3 lapisan tanah dengan rincian sebagai berikut:
Lapis 1 : Kedalaman 0 m – 4 m (Tanah Timbunan NSPT 3 – 4 = Soft Clay)
Lapis 2 : Kedalaman 4 m – 10 m (Tanah Dasar Lapis Pertama NSPT 5 – 8 =
Medium Clay)
Lapis 3 : Kedalaman 10 m – 16 m (Tanah Dasar Lapis Kedua NSPT ≥ 60 =
Batu Breksi)
Dari hasil interpretasi data tanah, didapatkan kesimpulan bahwa penyebab
kerusakan adalah sebagai berikut:
Tanah timbunan merupakan jenis soft clay yang mengakibatkan timbunan
tidak stabil sehingga terjadi kerusakan di wing wall jembatan
Tanah timbunan jenis soft clay merupakan tanah yang compressible, hal ini
yang mengakibatkan terjadinya amblas dan penurunan di slab beton pada
bagian oprit.
Tanah dasar lapis pertama merupakan tanah yang compressible, sehingga
tanah dasar lapis pertama juga berperan dalam terjadinya amblas dan
penurunan di slab beton bagian oprit.
Dari hasil analisis tersebut, penyebab kerusakan dari aspek geoteknik dapat
dikerucutkan menjadi dua bagian, yaitu terjadinya penurunan pada tanah dasar
lapis pertama dan kualitas tanah timbunan yang buruk.
28
Gambar 4.4 Korelasi Undrained Shear Strength (cu) Terhadap Nilai SPT Tanah
Lempung (Terzaghi & Peck, 1967)
Nilai kohesi atau undrained shear strength (cu) untuk tanah lempung dapat dihitung
juga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
dengan:
cu = undrained shear strength tanah lempung
N = nilai N-SPT
Parameter kekakuan dan deformasi untuk tanah secara umum dapat diperkirakan
berdasarkan tabel berikut :
29
Tabel 4.1 Parameter Kekakuan dan Deformasi Untuk Berbagai Jenis Tanah
Gambar 4.6 Contoh Model Elemen Segitiga dalam Perhitungan dengan Metoda
Elemen Hingga
Pada suatu inkremen tekanan tertentu akibat pembebanan, persamaan elemen hingga
yang dipakai adalah :
Dimana:
[K] = Matriks kekakuan (karakteristik dari elemen)
= (pada kasus plane strain)
{a} = Perpindahan nodal
{F} = Gaya pada titik
Gaya pada titik didapatkan dari :
{Fb} = Body forces
{Fs} = Gaya yang disebabkan oleh boundary pressure pada permukaan
= (pada analisis plane strain)
31
{Fn} = Gaya-gaya luar pada nodal
Hasil perhitungan dengan metoda elemen hingga sangat bergantung pada
pemilihan constitutive model yang dapat menggambarkan perilaku nonlinear tanah
dengan lebih realistik. Saat ini telah tersedia berbagai consitutive model antara lain,
untuk model keruntuhan Mohr-Coulomb, soft soil model, cam-clay model, hardening
soil model, soft soil creep model dan lain-lain. Definisi yang tepat dalam
menjelaskan konsep angka keamanan lereng dalam metoda elemen hingga
dinyatakan sebagai berikut :
Dimana S adalah kuat geser tanah. Dari hubungan di atas, dapat dijelaskan bahwa
angak keamanan didefinisikan sebagai rasio antara kuat geser actual dengan kuat
geser minimal yang dibutuhkan pada kondisi seimbang. Berdasarkan kondisi
keruntuhan Mohr-Coulomb, selanjutnya, dapat dinyatakan sebagai :
dimana cr dan adalah parameter kuat geser terkurangi (reduced shear strength).
32
Gambar 4.7 Pemodelan Geometrik Timbunan Kondisi Eksisiting
33
4.1.7 Analisis Stabilitas Timbunan Oprit Kondisi Perbaikan
35
4.2.2 Alinyemen Horizontal
36
Gambar 4.12 Alinyemen Horizontal Jalan Akses
37
4.2.3 Alinyemen Vertikal
Hasil perencanaan alinyemen vertikal ditampilkan dalam tabel dan gambar di bawah
ini :
Tabel 4.4 Data Lengkung Alinyenen Vertikal Jalan Akses
38
Gambar 4.13 Alinyemen Vertikal Jalan Akses
39
Sesuai dengan petunjuk MDP 2017 bahwa untuk lalulintas rendah dapat digunakan
table di bawah ini.
Tabel 4.5 Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan Lalu Lintas Rendah
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari uraian Bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Lokasi pekerjaan berada di kawasan Universitas Padjadjaran Jatinangor,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
2) Terdapat 2 rencana penanganan rehabilitasi yaitu :
Jembatan, yang terletak dibagian depan jalan masuk menuju Gedung Rektorat
Jalan akses, yang menghubungkan antara Jalan Karatas (bagian atas) dengan
Jalan Cilayung (bagian bawah).
3) Kondisi dari pada kedua penanganan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Jembatan :
Jembatan adalah tipe komposit yang mempunyai ukuran, Panjang
bentang 14 m dan lebar 25 m
Bagian wingwall arah jalan pendekat (oprit) menuju jalan raya Jatinangor
adalah berupa konstruksi pasangan batu mengalami rusak berat (pecah).
Jalan pendekat (oprit) arah keluar menuju jalan raya Jatinangor terlihat
mengalami penurunan (settlement)/amblas, hal ini terlihat retakan
sepanjang arah melintang jalan
Pada bagian atas jembatan terdapat pagar tembok pengaman sampai
dengan kedua oprit pada masing-masing arah. Pagar tersebut mengalami
kerusakan/patah pada lokasi pertemuan antara abutmen dan oprit.
Bagian bawah jembatan berupa alur (cekungan) alam bukan aliran sungai
b. Jalan akses :
Kondisi medan jalan eksisting berada pada daerah pebukitan yang mana
terdapat beberapa tikungan tajam dengan radius minimal 5 dan tanjakan
dengan grade maksimum ± 17%
Lebar lajur lalulintas adalah 2 x 2.2 m yang mana kondisi aspal jalan
sudah rusak
42
Kondisi bahu jalan adalah berupa tanah dengan ukuran lebar sekitar 0.5 -
1 m, yang mana banyak ditumbuhi rerumput cukup tinggi akibat kurang
pemeliharaan
Kondisi fisik saluran mortar eksisting cukup baik, hanya perlu
pembersihan secara rutin.
4) Rencana penanganan di kedua lokasi tersebut adalah :
a. Jembatan :
Melakukan pembongkaran pada bagian oprit dan bagian yang
memungkinkan adanya perubahan/kerusakan dan memperbaikinya sesuai
hasil detail desain.
Adanya penggantian Dinding Penahan Tanah (DPT) yang asalnya batu
kali menjadi beton bertulang.
Pada bagian oprit tidak disarankan adanya area terbuka yang menjadi
celah untuk masuknya aliran air ke area timbunan.
Pada hasil pengujian bor dalam dan SPT dihasilkan lapisan tanah pada
kedalaman 0 -10 m merupakan tanah lempung dengan variasi nilai NSPT
3-8 dengan konsistensi lunak. Sedangkan dari kedalaman 10 – 16 m
merupakan lapisan Breksi melapuk tinggi dengan kisaran N-SPT 65, dan
sudah termasuk lapisan tanah keras.
Timbunan yang disarankan adalah timbunan dengan nilai cu = 22 kPa.
Berikut ini merupakan table perbandingan hasil analisis timbunan kondisi
eksisting dan kondisi perbaikan.
b. Jalan Akses :
Perbaikan alinyemen horizontal pada Sta : 0+150 – 0+450 , 1+375 –
1+425 dan 1+750 – 1+800, karena mempunyai nilai radius di tikungan
sangat kecil
43
Perbaikan alinyemen vertikal pada Sta : 0+400 – 0+550, karena
mempunyai tanjakan yang cukup terjal
Sesuai dengan kondisi perkerasan jalan eksisting, terdapat 2 tipikal
penanganan perkerasan, yaitu : tipe-1 (HRS-WC 5 cm + Aggregat kelas
A 15 cm) dan tipe-2 (HRS-WC 5 cm + Aggregat kelas A 30 cm)
5.2. Saran
Terkait pelaksanaan pekerjaan, maka disarankan :
a) Pada saat pelaksanaan, Penyedia Jasa harus berkordinasi dengan pihak
Universitas Padjadjaran terkait waktu pelaksanaan.
b) Untuk penanganan timbunan oprit pada jembatan harus dilakukan pemadatan
per layer sesuai dengan Spesifikasi Teknis Bina Marga
c) Pada pekerjaan perbaikan wingwal harus dipasang pipa sulingan supaya tidak
ada air yang terjebak pada bagian oprit jembatan
d) Perkerasan jalan pada bagian oprit harus tertutup oleh beton atau aspal untuk
menghindari rembesan aliran air ke dalam oprit
e) Kegiatan setting out harus dilakukan sebelum pelaksanaan konstruksi
f) Pada bagian jalan yang masih terdapat aspal harus dilakukan scrab supaya
agregat lama dapat menyatu dengan agregat yang baru.
44
DAFTAR PUSTAKA
45