PENDAHULUAN
1
Maksud dari kegiatan ini adalah :
a. Melaksanakan survei geoteknik;
b. Melaksanakan survei hidrologi;
c. Melaksanakan survei geologi;
d. Melaksanakan survei topografi;
e. Melaksanakan survei lalu – lintas;
f. Melaksanakan pengeboran tanah/batuan di lokasi kerusakan;
g. Melaksakana pengambilan sample UDS untuk uji lab;
h. Melaksanakan interpretasi dan DED desain penanganan khusus.
Tujuan :
a. Untuk mendapatkan data tanah yang berguna untuk perhitungan analisis geoteknik;
b. Untuk mendapatkan stratigrafi lapisan tanah/batuan;
c. Untuk mendapatkan lokasi/kondisi bidang gelincir di atas dan bawah badan jalan;
d. Untuk mendapatkan data hidrologi seperti curah hujan, aliran air permukaan
termasuk aliran sungai di sekitar jalan, dan area tangkapan air hujan yang
berpengaruh terhadap kelongsoran di atas dan dibawah badan jalan;
e. Untuk mendapatkan perkiraan kekuatan material bantuan di sekitar lokasi longsor;
f. Untuk mendapatkan benda uji tidak terganggu dan benda uji
1.3. Sasaran
a. Terpetakannya area tangkapan hujan, aliran air permukaan, dan aliran sungai serta
aliran bawah tanah;
b. Terpetakannya lapisan tanah – batuan berdasakan informasi geologi termasuk
kedalaman bidan gelincir;
c. Gambar DED, Engineer’s Estimate, dokumen lelang dan spesifikasi teknis untuk
penanganan khusus Manajemen Lereng di Provinsi Jawa Barat.
2
Tabel 1.1 Daftar Lokasi Titik Penanganan Longsoran
3
BAB II
DASAR TEORI
4
2.1.2. Jenis-Jenis Gerakan Tanah dan Longsoran
Pengertian longsoran (landslide) dengan gerakan tanah (mass movement) mempunyai
kesamaan. Untuk memberikan definisi longsoran perlu penjelasan keduanya. Gerakan tanah
ialah perpindahan massa tanah/batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan
semula. Gerakan tanah mencakup gerak rayapan dan aliran maupun longsoran. Menurut
definisi ini longsoran adalah bagian gerakan tanah (Purbohadiwidjojo, dalam Pangular,
1985). Jika menurut definisi ini perpindahan massa tanah/batu pada arah tegak adalah
termasuk gerakan tanah, maka gerakan vertikal yang mengakibatkan bulging (lendutan)
akibat keruntuhan fondasi dapat dimasukkan pula dalam jenis gerakan tanah.
Gerakan tanah dan longsoran dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme dan
kecepatan pergerakan. Berdasarkan jenis gerakannya, lereng dapat dibagi sebagai berikut :
a. Runtuhan (Falls)
Gerakan massa batuan/tanah yang jatuh melalui udara. Umumnya massa yang jatuh
ini terlepas dari lereng yang curam dan tidak ditahan oleh suatu geseran dengan
material yang berbatasan. Pada jenis runtuhan batuan umumnya terjadi dengan cepat
danada kemungkinan tidak didahului dengan gerakan awal. Runtuhan dapat terjadi
seketika pada saat gempa.
b. Pengelupasan (Topples)
Gerakan ini berupa rotasi keluar dari suatu unit massa yang berputar terhadap suatu
titik akibat gaya gravitasi atau gaya-gaya lain seperti adanya air dalam rekahan.
Penjelasan terinci diberikan oleh de Freitas dan Watters (1973).
c. Aliran Tanah (Earth Flow/Debris Flow)
Jenis gerakan tanah ini tidak dapat dimasukkan kedalam kategori di atas karena
merupakan fenomena yang berbeda. Pada umumnya jenis gerakan ini terjadi pada
kondisi tanah yang amat sensitif atau sebagai akibat dari gaya gempa. Bidang gelincir
terjadi karena gangguan mendadak dan gerakan tanah yang terjadi umumnya bersifat
cepat tetapi dapat juga lambat misalnya pada rayapan/creep.
d. Longsoran (Slides)
Dalam longsoran yang sebenarnya, gerakan ini terdiri dari peregangan secara geser
dan peralihan sepanjang suatu bidang atau beberapa bidang gelincir yang dapat
nampak secara visual. Gerakan ini dapat bersifat progresif yang berarti bahwa
keruntuhan geser tidak terjadi seketika pada seluruh bidang gelincir melainkan
merambat dari suatu titik. Massa yang bergerak menggelincir di atas lapisan
batuan/tanah asli dan terjadi pemisahan (separasi) dari kedudukan semula, sifat
5
gerakan biasanya lambat hingga amat lambat. Longsoran dapat berupa rotasi atau
berupa translasi.
6
2.2.2. Koreksi Nilai N-SPT
Test SPT yang dilakukan pada lokasi dengan rencana kedalaman pengeboran yang relatif
dalam akan memberikan nilai N yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman yang
relatif dangkal. Oleh sebab itu nilai N dari hasil tes SPT perlu dikoreksi terhadap tekanan
overburden (khusus untuk tanah pasiran) dan terhadap metode pelaksanaan tes di
lapangan (untuk semua jenis tanah).
Koreksi terhadap nilai N dari tes SPT yang diperoleh di lapangan dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut, (Skempton, 1986):
Dimana :
Em = efesiensi hammer
Cb = koreksi terhadap diameter lubang bor
Cs = koreksi terhadap metode pengambilan sampel
Cr = koreksi terhadap panjang stang bor
N = nilai N yang diperoleh selama pelaksanaan tes SPT
N60 = hasil koreksi nilai N-SPT terhadap metode pelaksanaan lapangan
σ’v = tekanan vertikal efektif pada kedalaman yang ditinjau
7
Tabel 2.2. Faktor Koreksi Bore Hole, Sampler dan Rod (Skempton, 1986)
Berikut ini adalah koreksi nilai N-SPT terhadap tekanan overburden (Liao dan Whitman,
1985) :
Dimana :
(N1)60 = nilai N-SPT yang telah dikoreksi terhadap tekanan overburden dan metode
pelaksanaan tes di lapangan
CN = faktor koreksi (dapat dilihat dalam gambar di bawah)
σ ’0 = tekanan vertikal efektif dalam ton/ft2
8
Liao dan Whitman merekomendasikan besar faktor koreksi terhadap tekanan overburden
(1986) :
Berikut ini adalah nilai N-SPT koreksi di lokasi proyek pembangunan Apartemen
Titanium dengan referensi lubang bor adalah DB-01 sampai dengan DB-04 :
Tipe hammer: Automatic Hammer (AH)
Em= 0,60
Cb= 1,00
Cs= 1,00
Cr= 0,75
Dimana :
ø = sudut geser friksi (0)
(N1)60 = nilai N-SPT yang telah dikoreksi terhadap prosedur tes dan terhadap
tegangan vertical.
9
Gambar 2.3 Korelasi Sudut Geser (ø) dengan data CPT (Robertson & Campanella, 1983)
Sesuai dengan grafik hubungan antara tahanan konus dengan tekanan vertikal efektif
(Robertson dan Campanella, 1983) dapat dibuat suatu persamaan untuk menentukan
friction angle () untuk tanah pasir (Kulhawy dan Mayne, 1990) :
Dimana :
qc = tahanan ujung konus
σ’0 = tekanan vertikal efektif tanah
Dimana :
cu = kohesi untuk kondisi undrained
K = 3,5 sampai dengan 6,5
N60 = hasil koreksi nilai N-SPT terhadap metode pelaksanaan lapangan
Dimana :
cu = undrained shear strength
qc = tahanan ujung konus
σ0 = tekanan vertikal total tanah
NK = 15 berlaku untuk electric cone
= 20 berlaku untuk mechanical cone
11
Gambar 2.4 Titik Noda dan Diskritasi Elemen Perhitungan Elemen Hingga (Slope
Stability and Stabilization Methods, 1996)
Definisi yang tepat mengenai konsep angka keamanan lereng dalam metoda elemen
hingga dinyatakan sebagai berikut:
dimana cr dan ør adalah parameter kuat geser terkurangi (reduced shear strength).
Pengurangan parameter dilakukan secara bertahap sampai mencapai kondisi keruntuhan.
Hingga saat ini penelitian mengenai metoda perhitungan stabilitas lereng pada kondisi
gempa masih merekomendasikan metoda analisis psudostatis dan displacement based
method sebagai metoda perhtitungan yang digunakan. Program PLAXIS adalah metoda
perhitungan kondisi gempa menggunakan metoda Psudostatis.
12
Metoda Psudostastis adalah metoda perhitungan gaya gempa (dinamik) yang
direpresentasikan melalui gaya yang statis dengan koefisien tertentu. Pada analisis
stabilitas lereng gaya psudosatis yang bekerja pada saat gempa adalah sebesar berat
material lereng yang meruntuhkan dikalikan dengan koefisien gempa. Secara umum
diformulasikan sebagai berikut:
Tabel 2.4 Interpretasi Nilai kh dengan Toleransi kerusakan Lereng Saat Gempa
13
Kriteria perencanaan lereng didasarkan pada suatu konsep angka keamanan lereng,
dimana lereng harus memiliki cadangan kekuatan untuk menahan seluruh beban-beban
rencana. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi beberapa ketidakpastian mulai dari
tahapan penyelidikan tanah lapangan, tes laboratorium, interpretasi hasil penyelidikan
tanah dan penentuan parameter disain, metoda analisis, sampai pada faktor-faktor yang
berpengaruh pada saat pelaksanaan konstruksi. Pada beberapa kasus, kegagalan
konstruksi dan kelongsoran lereng buatan lebih disebabkan oleh minimnya cadangan
kekuatan untuk mengantisipasi faktor-faktor ketidakpastian di atas. Penelitian-penelitian
yang dilakukan pada dasawarsa terakhir mempunyai pengaruh pada perubahan konsep
angka keamanan yang lebih disesuaikan dengan tujuan perencanaan.
15
Pelaksanaan penanggulangan dengan metode ini sebaiknya dilakukan pada musim
kemarau, pada saat tidak terjadi gerakan. Cara ini bisa dilakukan sampai dengan
kedalaman 15 meter.
c. Tiang Pancang
Tiang pancang cocok digunakan untuk pencegahan maupun penanggulangan
longsoran yang bidang longsornya tidak terlalu dalam, namun tidak cocok untuk
jenis tanah yang sensitif karena getaran yang terjadi pada saat pemancangan dapat
mencairkan massa tanah. Efektifitasnya juga tergantung pada kemampuannya
menembus lapisan tanah. Pada umumnya semua metode tiang tidak cocok untuk
gerakan tanah tipe aliran, karena tanahnya bersifat lembek dan dapat lolos melalui
sela-sela tiang.
d. Bored Pile
Pondasi Tiang terdiri dari berbagai macam konstruksi, sering digunakan sebagai
salah satu metode dinding penahan tanah sementara atau permanen yang efisien.
Bored Pile dengan diameter yang kecil maupun dapat digunakan sebagai dinding
penahan tanah yang ekonomis. Sedangkan pemakaian tiang pancang untuk
konstruksi yang sama, lebih mahal bila dibandingkan dengan Bored Pile, akan
tetapi kontrol terhadap kekuatan strukturnya lebih baik. Konstruksi ini sangat
cocok dan memenuhi syarat untuk digunakan pada basement yang dalam, struktur
bawah tanah serta pada konstruksi jalan pada lereng perbukitan. Pondasi bored
pile ini dapat membantu untuk mencegah kelongsoran dan membantu pergerakan
tanah pada lereng akibat adanya tekanan lateral tanah serta penambahan beban
lalu lintas yang terjadi.
e. Turap Baja
Untuk lapisan keras disarankan menggunakan tiang baja terbuka pada ujung-
ujungnya. Turap baja tidak efektif untuk menahan massa longsoran yang besar,
karena modulus perlawanannya yang kecil. Namun masalah ini dapat diatasi
dengan pemasangan ganda. Sedangkan tiang baja yang berbentuk pipa dapat diisi
beton atau komposit beton dengan baja profil untuk memperbesar modulus
perlawanannya.
f. Tumpuan Beton
Tumpuan beton digunakan untuk menyangga batuan yang menggantung akibat
tererosi atau pelapukan.
16
g. Baut Batuan
Baut batuan dipasang untuk memperkuat massa batu yang terbentuk oleh adanya
diskontinuitas kekar dan retakan agar lereng menjadi stabil.
h. Pengikat Beton
Umumnya dikombinasikan dengan baut batuan agar mengurangi penggunaan baut
batuan.
i. Jangkar Kabel
Metode ini dilakukan bila massa batuan yang bergerak berukuran besar.
j. Jala Kawat
Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menjaga agar runtuhan batuan bias
ditahan di satu tempat.
k. Tembok Penahan Batu
Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menahan fragmen batuan yang runtuh
dari atas.
l. Beton Semprot
Digunakan untuk memperkuat permukaan batu yang bersifat kekar, meluruh, atau
batuan lapuk.
m. Dinding tipis
Beberapa jenis batuan seperti serpih atau batuan lempung sangat mudah lapuk bila
tersingkap (terbuka). Untuk melindungi batuan tersebut, maka dipasang dinding
tipis dari batu bata, batu, atau beton pada permukaannya.
18
Gambar 2.6 Prinsip Kerja Material Geosintetik sebagai Perkuatan
19
3. Dinding kantilever dengan rusuk (counterfort retaining walls), untuk tinggi
timbunan tanah yang melebihi 8,0 meter, maka pada bagian dasar dari dinding
vertikal akan timbul momen lentur yang cukup besar sehingga desain akan
menjadi tidak ekonomis. Salah satu solusi untuk mengatasinya adalah dengan
menambahkan rusuk di belakang dinding vertikal yang akan mengikat bagian
dinding vertikal dengan bagian telapak dari dinding. (Gambar 3.7.c).
Gambar 2.7 (a) Dinding Gravitasi, (b) Dinding Kantilever, (c) Dinding Kantilever dengan
Pengaku
2.5. Kriteria Desain
Mengacu pada Manual No. 1110-2-1902 dari Department Of The Army Office of the Chief
of Engineers Washington, D. C., 1970, faktor-faktor yang mempengaruhi angka keamanan
lereng antara lain adalah sebagai berikut :
Kualitas hasil penyelidikan tanah
20
Reliabilitas parameter kuat geser rencana
Design condition yang ditinjau (short term atau long term)
Tinggi timbunan/galian
Keberadaan bangunan di atas lereng
Karakteristik tegangan-regangan dan interaksi tanah dan struktur
Kualitas supervisi pada tahap pelaksanaan
Engineering judment
Kriteria angka keamanan lereng minimum telah dikeluarkan oleh beberapa peneliti. Duncan
dan Buchignani (1975) mengusulkan kriteria angka keamanan lereng minimum yang
tergantung pada beberapa faktor-faktor:
ketidakpastian dalam penentuan kuat geser tanah, geometri lereng dan kondisi lainnya
biaya yang diperlukan untuk pelandaian dan pengurangan tinggi lereng yang aman
kerugian dan resiko jika terjadi kelongsoran
status lereng temporer atau permanen
Angka keamanan yang diusulkan dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.5 Faktor Keamanan untuk Lereng Tanah (SNI Geoteknik 2017)
21
BAB III
METODOLOGI
Mulai
Survey Geoteknik
Detail Penanganan
Kesimpulan dan
Saran
Selesai
22
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
23
1. Untuk mengetahui secara lebih detil tentang lokasi pekerjaan, seperti batas areal
survei, objek–objek yang harus diukur, penggunaan lahan dan lain-lain.
2. Untuk mengetahui secara lebih detil tentang lokasi pekerjaan, seperti batas areal
survei, objek – objek yang harus di ukur, penggunaan lahan dan lain - lain
3. Akses jalan menuju lokasi.
4. Informasi tenaga kerja lokal
5. Fasilitas umum yang terdekat seperti : ATM, Pasar, Listrik dan lain sebagainya
6. Kebiasaan atau adat istiadat masyarakat setempat
24
e. Kemudian teropong diarahkan ke target depan kemudian lakukan pembacaan dan
perekaman data.
f. Setelah selesai alat dipindah ke titik C dan target ( I ) di titik A dipindah untuk
sebagai target depan.
g. Titik referensi B sekarang menjadi target ( II ) belakang, kemudian lakukan
pembacaan dan perekaman seperti sebelumnya.
26
Gambar 4.2 Skema Metode Pengukuran Cross & Radial
Pengolahan Polygon dan detail Topografi menggunakan software Softdesk 8 Civil Survei.
Data Polygon diolah dengan menggunakan metode Least Square yang prinsip
pengolahannya mirip dengan metode Bowditch–3D. Keuntungan menggunakan software
tersebut adalah selain lebih cepat, hasil adjusment dan grafisnya bisa langsung terlihat
sekaligus. Hasil Polygon yang sudah di-jus inilah nantinya akan digunakan sebagai titik
ikat perhitungan data detail situasi.
Pengolahan data draft dilakukan setiap hari dilapangan, jika penyebaran data dirasa
kurang akan secepatnya dilakukan penambahan data. Untuk pengolahan data final dan
proses kartografi dilakukan di studio. Prinsip dasar penentuan posisi menggunakan
metode polar dimana data dasarnya adalah jarak dan sudut.
4.1.1.5. Penggambaran
Kegiatan penggambaran dibagi dalam 2 tahapan:
a. Penggambaran draft lapangan.
Penggambaran ini berisi plotting detail-detail alam hasil pengukuran dengan
koordinat sementara. Langkah ini bertujuan untuk mendeteksi kesalahan lebih dini
disamping juga memudahan proses penggambaran digital.
b. Penggambaran Studio.
Pada dasarnya proses penggambaran ini terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1. Plotting, dilakukan setelah proses penghitungan (adjusment) selesai secara
keseluruhan. Dengan menggunakan Software Softdesk 8 Civil Survei, proses
ploting titik detail akan lebih mudah.
2. Pembentukan DTM. Proses ini dilakukan setelah proses ploting titik detail dan
penarikan garis break line selesai. Proses ini bertujuan untuk membentuk model 3
dimensi yang dapat mewakili bentuk areal pengukuran. Termasuk dalam proses
ini adalah penarikan garis kontur.
3. Editing Katografi, Pada tahap ini proses penghalusan kontur dilakukan. termasuk
posisi titik-titik bor dan sondir, bentuk kontur, simbol garis sungai, dan alur serta
lay out peta itu sendiri.
28
4. Finishing, dilakukan setelah ada evaluasi secara keseluruhan dari pihak pemberi
pekerjaan sehingga pada saat dilakukan cetak akhir sudah tidak ada kesalahan-
kesalahan lagi.
29
4.1.2. Hasil Penggambaran Situasi Ruas N.059 Cilaki-Rancabuaya-Cijayana KM
164+000
30
Gambar 4.7 Lokasi Penyelidikan Tanah Ruas Jalan Cilaki-Rancabuaya-Cijayana
31
Gambar 4.8 Stratifikasi Tanah KM 164+000
32
4.2.2.1. Ruas Jalan Cilaki-Rancabuaya-Cijayana
Kondisi geologi daerah penelitian terletak pada peta geologi regional lembar
pameumpeuk dan terletak pada formasi bentang batuannya berupa konglomerat dan batu
pasir tufaan.
KM 164+000
Tabel 4.5 Hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan Maksimum Metode Gumbel Pos Hujan
Bungbulang
35
Tabel 4.6 Hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan Maksimum Metode Normal Pos Hujan
Bungbulang
Tabel 4.7 Hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan Maksimum Metode Log Normal Pos Hujan
Bungbulang
36
Tabel 4.8 Hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan Maksimum Metode Log Pearson III Pos
Hujan Bungbulang
Tabel 4.9 Hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan Maksimum Pos Hujan Bungbulang
37
Tabel 4.10 Nilai Tc Untuk Variasi Waktu yang Berbeda di Stasiun Hujan Bungbulang
Gambar 4.12 Kurva lengkung Tc berdasarkan 25 Tahun data curah hujan Bungbulang
38
Gambar 4.12 Kurva lengkung Tc berdasarkan 50 Tahun data curah hujan Bungbulang
Hasil Perhitungan debit Banjir untuk periode ulang 10 tahun disajikan dalam Tabel 4.10
berikut.
Tabel 4.11 Perhitungan Debit Banjir Periode Ulang 10 Tahun
39
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis stabilitas lereng pada lokasi longsoran KM 164+000, maka
dapat diuraikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Terjadi rembasan mata air di badan jalan yang disebabkan karena material yang ada di
bawah badan jalan berupa breksi yang lolos air.
2. Penanganan longsoran yang dilakukan pada lokasi ini hanya berupa perbaikan
setempat dengan memasang plat decker.
40
DAFTAR PUSTAKA
American Standard of Testing Material (ASTM), Soil and Rock, Building, Stones,
Geotextiles (Volume 04.08), 1989
Manual No. 1110-2-1902 dari Department Of The Army Office of the Chief of Engineers
Washington, D. C., 1970
41