PROPOSAL PENELITIAN
oleh:
Fatma Nurkhaerani
95018013
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ............................................ 14
Gambar 3. 2. Diagram Alir Penelitian .............................................................. 20
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rencana pembangunan Kereta Cepat Jakarta – Bandung merupakan proyek nasional
sebagai agenda modernisasi transportasi massal, dan penghubung dua kota pusat
pemerintahan, perdagangan dan jasa. Pelaksanaan pembangunan kereta cepat Jakarta –
Bandung dilakukan sebagai persiapan untuk antisipasi mobilisasi antar dua kota tersebut
yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Adanya Kereta Cepat Jakarta –
Bandung dipersiapkan sebagai langkah awal penyediaan transportasi massal yang aman,
nyaman dan modern.
Akses transportasi Kereta Cepat Jakarta – Bandung sebagaimana direncanakan akan
memiliki 4 stasiun penunjang, yaitu stasiun Halim Perdana Kusuma di Jakarta, stasiun
Karawang di Karawang, Stasiun Walini di Kabupaten Bandung Barat, dan Stasiun Tegal
Luar di Kabupaten Bandung. Lokasi eksisting dari keempat stasiun relatif belum
terhubung dengan beberapa pusat keramaian di wilayah tersebut sehingga untuk
menunjangnya diperlukan akses dan kawasan penunjang dari stasiun pemberhentian/
pemberangkatan Kereta Cepat dalam bentuk sebuah Transit Oriented Development
(TOD).
Konsep TOD yang disiapkan adalah sebuah kawasan terpadu yang didesain
memiliki radius terhadap lokasi stasiun pada kisaran 200 – 800 m sehingga menunjang
untuk budaya jalan kaki menuju berbagai area tujuan, terutama stasiun Kereta Cepat.
Berbagai jenis kegiatan yang akan ada di dalam kawasan TOD meliputi Kawasan
Permukiman, Komersil, Area Campuran, Kantor dan Bussiness Park, Industri, Hotel dan
Fasilitas Penunjang Kawasan (Utilitas kawasan, fasilitas publik kawasan, Jalan, Ruang
Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru). Keberadaan kawasan TOD ditujukan pula
untuk menjadi stimulan pertumbuhan wilayah yang dilewati akses transportasi dalam
berbagai bidang yang terkait dengan keberadaan kereta Cepat dan stasiun penunjangnya.
Wilayah Karawang merupakan salah satu dari empat stasiun Kereta Cepat yang
direncanakan. Hasil perencanaan yang telah dilakukan bahwa lokasi rencana Stasiun
Kereta Cepat di wilayah Karawang terletak di Desa Wanasari dan Wanakerta,
Kecamatan Telukjambe Barat. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan TOD di sekitar
lokasi stasiun tersebut, akan dibangun kawasan TOD Karawang pada lahan seluas 250
ha yang tersebar di kedua desa yang sama dengan lokasi stasiun. Kawasan tersebut akan
1
memenuhi kebutuhan hunian, area komersil, perkantoran dan pusat fasilitas publik
lainnya.
Kegiatan pembangunan tersebut mengakibatkan perubahan penggunaan lahan
khususnya daerah terbangun mengalami peningkatan sehingga terjadi perubahan fungsi
lahan, yang pada awalnya sebagai daerah resapan air berubah menjadi lahan terbangun
yang mempengaruhi kondisi tata air/hidrologi. Perubahan tata air/hidrologi yang
umumnya terjadi yaitu berupa peningkatan aliran permukaan karena penurunan
kapasitas infiltrasi (Harto 1993). Apabila perubahan tersebut terjadi dengan cepat tanpa
adanya upaya pengendalian maka dapat menimbulkan kerugian baik bagi lokasi itu
sendiri maupun lokasi sekitarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian hidrologi
terhadap suatu kegiatan yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan
lahan. Dengan demikian, dapat diketahui mengenai keadaan hidrologi daerah tersebut
sehingga dapat menentukan tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya kerugian.
Sungai yang melalui lokasi kegiatan adalah Sungai Cibaregbeg yang merupakan
anak Sungai Cibeet. Kondisi eksisting di lokasi rencana kegiatan memiliki beda tinggi
elevasi yang rendah dibandingkan lokasi hulu sungai. Lokasi kegiatan memiliki elevasi
+ 35 - 45 m dpl sedangkan bagian hilir sungai yang melintasi lokasi kegiatan memiliki
elevasi + 30 - 35 m dpl. Beda tinggi yang signifikan ini akan mengakibatkan kecepatan
aliran air permukaan akan tinggi. Perubahan tata guna lahan pada lokasi rencana
pembangunan TOD akan mempengaruhi kondisi kemampuan lahan untuk menyerap air,
sehingga dapat terjadi limpasan air permukaan yang berlebih pada lokasi rencana
pembangunan TOD karena memiliki elevasi yang lebih rendah.
Berdasarkan rencana pengembangan yang akan dilakukan di lokasi TOD tersebut
akan meningkatkan jumlah limpasan air permukaan. Peningkatan tersebut akan
diperhitungkan secara kuantitatif dalam kajian ini sehingga dapat ditentukan kapasitas
pond yang diperlukan.
1.2 Lingkup Penelitian
Lingkup kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis karakteristik hidrograf banjir di Sungai Cibaregbeg di Kabupaten
Karawang
2. Menghitung profil MAB (Muka Air Banjir) Sungai Cibaregbeg yang melalui lokasi
kegiatan
2
3. Menghitung volume tampungan yang dibutuhkan dilokasi kegiatan untuk
mengurangi air limpasan
4. Menghitung peninggian elevasi dasar untuk pembangunan pada lokasi kegiatan agar
debit banjir periode ulang rencana dari hulu tidak menyebabkan genangan pada
lokasi kegiatan
1.3 Sasaran Penelitian
Sasaran dari penelitian ini adalah
1. Menganalisis limpasan air permukaan akibat dari pembangunan.
2. Memberikan rekomendasi rencana penanggulangan dampak
3. Menghitung tinggi genangan banjir dilokasi kegiatan sebagai bahan pertimbangan
peil banjir
1.4 Batasan Penelitian
Untuk membatasi masalah dari penelitian ini,maka digunakan batasan sebagai berikut:
1. Analisis dilakukan pada Sungai Cibaregbeg yang melalui lokasi kegiatan TOD
Karawang
2. Data curah hujan dan temperatur yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari
stasiun Hujan Walahar (Perum Jasa Tirta II Karawang) dengan Koordinat 06o37’ LS
dan 107o55’BT
3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
4
4. Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase.
5. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat.
6. Curah hujan
7. Pengaruh fisiografi/geofisik sungai.
8. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai.
9. Pengaruh pasang.
10. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut).
11. Drainase lahan.
12. Bendung dan bangunan air.
13. Kerusakan dan bangunan pengendali banjir.
5
pertama dikembangkan di Indonesia adalah metoda HSS Gama-1 yang dikembangkan
di Universitas Gajah Mada (Harto, 1993). Selanjutnya dikembangkan metode HSS αβγ
di Institut Teknologi 10 November (Lasidi et.al, 2003) dan HSS Limantara di Universitas
Brawijaya (Lily, 2008).
6
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
7
3.2.2 Analisa Data Curah Hujan Wilayah
Maksudnya adalah data curah hujan harian dalam setahun yang dinyatakan dalam mm/
hari, untuk stasiun curah hujan yang berada di sekitar lokasi rencana pembangunan
kawasan Transit Oriented Development Karawang, jumlah data curah hujan dalam
jangka waktu 20 tahun berturut-berturut. Analisis data curah hujan wilayah
menggunakan metode polygon thiessen.
X t X KtS
8
dimana :
Xt = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
X = Nilai rata-rata hitung sampel data
S = Simpangan baku dari nilai data
Kt = faktor frekuensi
Tabel 3. 1. Nilai Variabel Reduksi (K) Gauss
Periode Ulang (Tahun)
2 5 10 25 50 100
0,000 0,840 1,280 1,708 2,050 2,330
Sumber : Soemarto, 1995
2) Distribusi Log Normal
Apabila variabel acak Y=Log X terdistribusi secara normal, maka x dikatakan
mengikuti distribusi Log Normal. Modek matematika dari distribusi ini dapat
dinyatakan dengan persamaan :
𝐿𝑜𝑔 𝑋 = ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 + 𝑘. 𝑆𝐿𝑜𝑔𝑋
𝑆𝐿𝑜𝑔𝑋
𝐶𝑣 =
𝑋̅
2
√∑𝑛𝑖=1(log 𝑋𝑖 − ̅̅̅̅̅̅̅
𝑙𝑜𝑔 𝑋)
𝑆𝐿𝑜𝑔𝑋 =
𝑛−1
dimana :
XT = Besarnya curah hujan dengan periode ulang t (mm)
Log X = Hujan harian maksimum rata-rata dalam harga logaritmik (mm)
K =Faktor frekuensi dari Log Normal, sebagai fungsi dari koefisien
variasi Cv dan periode ulang (t)
SLogX = Standard deviasi dari rangkaian data dalam harga logaritmik
Cv = Koefisien variasi
X = Hujan harian maksimum rata-rata
3) Distribusi Gumbel
Untuk curah hujan rencana yang dihitung dengan menggunakan Distribusi Gumbell,
persamaan yang digunakan adalah :
𝑅𝑇 = 𝑅𝑖 + 𝐾𝑇 . 𝑆𝑥
Untuk mencari besar masing-masing koefisien diatas, dilakukan dengan rumus:
( Ri R )
2
Yt Yn
Sx Kt
n 1 Sn
9
dimana:
RT = Curah hujan maksimum dalam periode ulang T (tahun)
Ri = Curah hujan rata-rata (tahun)
KT = Koefisien dispersi
Sx = Standar Deviasi/Simpangan Baku
n = Jumlah tahun pengamatan
Yn = Reduced mean
Sn = Reduced standard deviation
YT = Reduced variated
Tabel 3. 2. Nilai Yn dan Sn
N Yn Sn
10 0,4592 0,9496
11 0,4996 0,9676
12 0,5035 0,9833
13 0,5070 0,9971
14 0,5100 1,0095
15 0,5128 1,0206
Sumber : Suripin, 2004
Log Rt L og R k S
Log X
10
LogR
LogR
n
2
( LogR LogR )
S log R
n1
n Log R Log R
3
Cs
n 1 n 2 S Logr
3
dimana :
R = Curah hujan (mm)
S Log X
= Standar deviasi/Simpangan baku
T = Perioda ulang (tahun)
k = Faktor frekuensi tertentu f(G,T) (tabel)
Cs = Koefisien kemencengan
Tabel 3. 4. Nilai K Distribusi Log Pearson
11
Berdasarkan metode tersebut, akan dipilih satu metode distribusi terbaik, dimana
hasil dari metode terpilih tersebut akan digunakan untuk analisis hidrologi lebih lanjut.
Pemilihan metode distribusi dilakukan dengan Chi-Square dan Kolmogorov-Smirnov.
Dalam uji chi-square parameter Xh2 merupakan variabel acak, dihitung dengan
menggunakan rumus:
𝐺
(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖 )2
𝑋ℎ2 = ∑
𝐸𝑖
𝑖=1
dimana :
Xh2 = parameter Chi-Square terhitung
G = jumlah sub kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Dn = max { Fo(x)-SN(x)}
dimana Fo(x) menyatakan sebaran frekuensi kumulatif yaitu sebaran frekuensi
teoritik berdasarkan Ho. Untuk setiap harga x, Fo(x) merupakan proporsi harapan yang
nilainnya sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah sebaran frekuensi kumulatif dari
suatu sampel sebesar N pengamatan.
12
𝑹𝒊 𝟐𝟒 𝟐/𝟑
𝑰𝒕 = ×( )
𝟐𝟒 𝒕
dimana :
Rt = hujan rencana untuk berbagai kala ulang (mm)
t = waktu konsentrasi (jam), untuk satuan menit, t dikalikan 60.
It = intensitas hujan untuk berbagai kala ulang (mm/jam)
13
3.2.8 Analisa Debit Banjir Berdasarkan Metode Hidrograf Sintetik
Analisa debit maksimum (banjir) merupakan laju aliran permukaan (limpasan) puncak
yang berasal dari hujan maksimum. Perhitungan debit maksimum ini dapat
memperkirakan debit banjir suatu sungai, limpasan lahan maupun limpasan dari jalan.
Pada dasarnya hidrograf merupakan visualisasi perubahan besaran parameter hidrologi
terhadap waktu kejadiannya. Parameter yang dimaksud antara lain: tinggi hujan, tinggi
muka air dan debit sungai.
a) Debit Banjir Sungai
Untuk menghitung besarnya debit banjir rancangan dalam suatu DAS (daerah aliran
sungai) dapat digunakan beberapa metode, seperti metode rasional yang cukup
sederhana. Penyajian proses pengalihragaman hujan aliran menjadi banjir maka
digunakan HSS (hdrograf satuan sintetik), diantaranya HSS Nakayasu. Metode ini
perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut. Adapun
karateristiknya sebagai berikut
Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to peak
magnitute)
Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag)
Tenggang waktu hidrograf (time base)
Luas daerah pengaliran (catchment area)
Panjang alur sungai utama
C . A .R o
QP
3 .6 ( 0 .3t P T 0 .3
)
14
Dimana : QP = debit puncak banjir (m3/det)
R0 = hujan satuan (mm)
TP = tenggang waktu (time log) dari permulaan hujan sampai puncak
banjir (jam)
T0.3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak
sampai menjadi 30% (jam)
Untuk menentukan Tp dan T0.3 digunakan persamaan :
TP = Tg + 0.75 Tr
T0.3 = α . Tg
Tg dihitung berdasarkan persamaan :
Tg = 0.21 x L0.7 untuk L<15 km
Tg = 0.40 + 0.058.L untuk L>15 km
Tr merupakan lama hujan efektif yang besarnya 0.5 – 1 jam
Harga α mempunyai kriteria sebagai berikut :
Daerah pengaliran biasa α = 2
Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat, maka α = 1.5
Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat maka α = 3
15
waktu konsentrasi Tc. Waktu konsentrasi (Tc) tercapai ketika seluruh bagian DAS
telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil
curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara
laju masukan dengan debit puncak (Q) dengan nilai 0<=C<=1.
Rumus metode Rasional yang digunakan adalah :
dimana :
Q = Debit banjir maksimum (m3/det)
C = Koefisien pengaliran / limpasan
I = Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)
A = Luas catchment area (km2)
Koefisien run off ditentukan oleh penggunaan di lokasi studi. Pada tabel 3.5
disajikan bilangan kurva aliran permukaan untuk berbagai jenis tanah dan penutup
tanah, sedangkan pada tabel 3.6 bilangan kurva berdasarkan kelompok hidrologi
tanah.
16
Tabel 3. 6. Bilangan Kurva Aliran Permukaan untuk berbagai jenis Tanah dan Penutup
Tanah
Nomor Penggunaan Kelompok Hidrologi Tanah
Tanah/Perlakuan/Kondisi A B C D
Hidrologi
1. Permukiman
Persentase rata-rata2)
Luas Kapling
- 500 m2 dan lebih kecil 65 77 85 90 92
- 1000 m2 61 75 83 87
- 1300 m2 57 72 81 86
- 2000 m2 54 70 80 85
- 4000 m2 51 68 79 84
2. Tempat parkir diaspal, atap, dan
jalan aspal, dan lain-lain. 98 98 98 98
3. Jalan Umum
- beraspal dan saluran pembuangan 98 98 98 98
air 76 85 89 91
- kerikil 72 82 87 89
- tanah
4. Daerah perdagangan dan pertokoan 89 92 94 95
(85% kedap)
5. Daerah industri (72% kedap) 81 88 91 93
6. Tempat terbuka, padang rumput
yang dipelihara, taman, lapangan
golf, kuburan dan lain-lain : 39 61 74 80
- kondisi baik : 75% atau lebih 49 69 79 84
tertutup rumput
- kondisi sedang : 50% - 75%
tertutup rumput
7. Perumahan petani 59 74 82 86
17
3.2.9 Penelusuran Banjir (Flood Routing)
Penelusuran banjir dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik hidrograf
outflow/keluaran, yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. Perubahan
hidrograf banjir antara inflow (I) dan outflow (O) karena adanya faktor tampungan atau
adanya penampang sungai yang tidak seragam atau akibat adanya meander sungai. Jadi
penelusuran banjir ada dua, untuk mengetahui perubahan inflow dan outflow pada waduk
dan inflow pada satu titik dengan suatu titik di tempat lain pada sungai (C.D. Soemarto,
1999).
Perubahan inflow dan outflow akibat adanya faktor tampungan, menyebabkan pada
suatu waduk terdapat inflow banjir (I) akibat adanya banjir dan outflow (O) apabila muka
air waduk naik dan melimpas di atas spillway. (Soemarto, 1999).
I > O, berarti tampungan Waduk naik. Elevasi muka air pada Waduk naik.
I < O, berarti tampungan Waduk turun. Elevasi muka air pada Waduk turun.
Pada penelusuran banjir berlaku persamaan kontinuitas (Sosrodarsono & Takeda, 1993):
𝑑𝑆
𝐼−𝑂 =
𝑑𝑡
Atau
𝑡2 𝑡2
∆𝑆 = 𝑆2 − 𝑆1 = ∫ 𝐼. 𝑑𝑡 − ∫ 𝑂. 𝑑𝑡
𝑡1 𝑡1
Dengan :
I = Laju aliran masuk (inflow rate) (m/s)
O = Laju aliran keluar (outflow rate) (m/s)
S = Simpanan (Storage) (m3)
t = Waktu (jam)
Agar bentuk persamaannya lebih mudah digunakan dalam penelusuran banjir
secara hidrologis, maka umumnya dianggap bahwa aliran rata-rata pada waktu t1
dan t2, yaitu pada awal dan akhir periode penelusuran (routing periods), adalah sama
dengan aliran rata-ratanya selama periode tersebut, selanjutnya diberi notasi t, maka
persamaanya menjadi:
𝐼1 + 𝐼2 𝑂1 + 𝑂2
𝑆2 − 𝑆1 = 𝑡− 𝑡
2 2
Dengan :
I1 = Inflow pada waktu permulaan periode penelusuran
I2 = Inflow pada akhir penelusuran
O1 = Outflow pada waktu permulaan periode penelusuran
O2 = Outflow pada akhir penelusuran
18
S1 = Tampungan pada awal penelusuran (m3/s)
S2 = Tampungan pada akhir penelusuran (m3/s)
t = Waktu penelusuran (jam)
Penelusuran banjir pada pelimpah digunakan metode ISD (Inflow Storage
Discharge) yang dikembangkan oleh Raghunath, 1985. Prinsip dasar penelusuran
banjir pada waduk dikembangkan dari persamaan kontinuitas. Untuk penelusuran
banjir melalui waduk / bendungan, digunakan persamaan sebagai berikut :
𝐼1 + 𝐼2 𝑆1 𝑂2 𝑆1 𝑂2
( )+( + )=( − )
2 ∆𝑡 2 ∆𝑡 2
Dan
𝑆1 𝑂2
( + )=𝛹
∆𝑡 2
𝑆1 𝑂2
( − )=ø
∆𝑡 2
Dengan :
𝐼 +𝐼
( 1 2 2 ) = Inflow sesaat masuk ke tampungan (m3/s)
19
Mulai
Studi Literatur
Selesai
20
BAB IV RENCANA PENELITIAN
21
Rencana Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan √ √
seminar
Ujian skripsi √ √ √
22
BAB V RENCANA KELUARAN/HASIL
Sasaran dari penelitian ini adalah menganalisis limpasan air permukaan akibat dari
pembangunan, rencana pengeluarannya yaitu besarnya limpasan air permukaan.
Kemudian sasaran kedua yaitu memberikan rekomendasi rencana penanggulangan
dampak, rekomendasi ini dapat berbentuk pembuatan kolam retensi beserta volume yang
dibutuhkannya, dan menghitung tinggi genangan banjir dilokasi kegiatan sebagai bahan
pertimbangan peil banjir.
23
DAFTAR PUSTAKA
[BPLH Kabupaten Karawang]. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten
Karawang. 2013. Rencana aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam
kerangka pengelolaan sumberdaya air DAS Citarum di Kabupaten Karawang.
Karawang (ID) : BPLH Kabupaten Karawang
Chow, V. T., Maidment, D. R. & Mays, L. W., 1988. Applied Hydrology. New York,
U.S.A: McGraw-Hill
Diposaptono S. 2005. Bencana Alam (Penekan Pada Bencana Banjir). Badan
Penyusunan RUU Penanganan Bencana. Hlm 1-2.
Hidayah, Nur. Kajian Pengendalian Banjir Sungai Bengawan Solo Kota Surakarta
Berdasarkan Tingkat Resiko. [Tesis]. Program Studi Magister Pengelolaan
Sumber Daya Air. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi
Bandung.
Harto, S., 1993, Analisis Hidrologi, Jakarta: P.T.Gramedia Pustaka Utama.
Kodotie JR, Syarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta
ID] : Andi Offset
Lasidi, Edijatno and Anwar, N., 2003, Hidrograf Satuan Sintetik αβγ (HSS-ABG),
Prosiding Seminar PIT XX HATHI, 20-21 Oktober. Lily M.L, 2008, Studi
Pengelolaan Banjir Kali Sampean dengan Peningkatan Kapasitas Sungai pada
Ruas Bendung Sampean Lama – Muara.
Mockus, V, 1967. Hydrology-Flood Routing, Section 4, Chapter 17, Revised : Wendell
Soemarto, C.D., 1995, Hidrologi Teknik, Jakarta: Erlangga.
Suadnya, D.P, Sumarauw J.S.F, Mananoma. 2017. Analisis Debit Banjir dan Tinggi
Muka Air Banjir Sungai Sario di Titik Kawasan Citraland. Jurnal Sipil Statik.
5(3):143-150
Subramanya, K, 1984, Engineering Hydrology, New Delhi: McGraw-Hill.
Suherlan E. 2001. Zonasi Tingkat Kerentanan Banjir Kabupaten Bandung Menggunakan
Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Departemen Geofisika dan Meteorologi.
FMIPA. Institut Pertanian Bogor.
Styner.1972. National Engineering Handbook, United States.