Artikel Thesis
Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan
Universitas Andalas
Oleh :
WAHYEL IFFAH
0821 2160 48
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
2011
36
ABSTRACT
The earthquake that occurred in Padang on September 30, 2009 resulted in damage to public
facilities including many government offices buildings in Padang City. Buildings generally
suffered damage to the column and beam-column joint.
When there is a failure of the structure, there is always an investigation to find out the cause of
the failure. Visual investigation is a form of Forensic Engineering.
In this study, the authors identify the damage and classify buildings based on the type of damage
in order to obtain the percentage of the damage that occurred in the government buildings by the
earthquake on the30 September 2009 in the city of Padang. The result of this investigation is
conclution that most of damage in Padang Government Office was caused by shear failure on
the column of building.
KEYWORD
37
BAB I
PENDAHULUAN
38
Di bawah ini merupakan gambar dari 15 gedung yang rusak akibat gempa 30 September
2009.
39
Gedung Bappeda Provinsi Gedung Arsip dan Perpustakaan Provinsi
40
Kantor PDAM Padang Gedung Dinas Pekerjaan Umum Provinsi
Gambar 1.1 : Foto Kerusakan 15 Gedung Pemerintahan di Kota Padang.
(Sumber : NZ SEE Team)
8
5
13
11
6
7&10
1&4
9
2,3&12
15
No Lokasi
1. Kantor Gubernur Sumbar
2. Kantor Walikota Padang
3. Kantor Staf Walikota
4. Kantor Tsunami Warning Center
5. Kantor DPRD Prov. Sumbar
6. Gedung BPKP
7. Kantor Dinas Kesehatan
8. Kantor ESDM
9. Kantor PDAM
10. Kantor Dinas Kelautan & Perikanan
11. Gedung Bapeda Provinsi
12. Kantor Pos dan Giro
13. Kantor Arsip dan Kepustakaan Prov
14. Balai Diklat Prov
15. Kantor Dep. PU (Terlikuafaksi)
41
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini :
Melakukan Forensik Stuktur Engineering untuk menentukan penyebab kerusakan Gedung
Pemerintahan di Kota Padang akibat gempa 30 September.
Pemeriksaan ini termasuk:
Identifikasi tanda-tanda kerusakan yang terjadi dengan melihat tanda-tanda kerusakan
yang terjadi seperti :
1. Retak
2. Perpindahan
3. Penurunan
Mengelompokkan jenis-jenis kerusakan yang terjadi.
Analisis penyebab kerusakan Eksternal.
42
2. Di investigasi secara visual oleh penulis dan Tim NZ SEE dengan mengisi form yang
telah disediakan oleh NZ SEE yang dibuat berdasarkan pengalaman investigasi mereka.
3. Ditinjau secara forensic dalam skala gedung pemerintahan. Studi kasus pada 15 gedung
bertingkat pemerintahan yang rusak akibat gempa di Kota Padang.
Untuk menghasilkan penulisan yang baik dan terarah, maka alur penulisan Thesis ini
mengikuti sistematika sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini berisikan tentang studi kepustakaan dan landasan teori.
Bab V: Penutup
Merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
43
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
44
2.1.2 Reinforced Concrete Structure. (R. Park and T. Paulay, 1974).
Buku ini menekankan perilaku dasar elemen beton bertulang dan struktur secara khusus,
kekuatan, deformasi dan karakteristik deformasi sampai batas pembebanan. Ini merupakan cara
untuk memberikan pengetahuan secara menyeluruh kepada pembaca tentang dasar-dasar beton
bertulang. Latar belakang seperti itu merupakan hal yang penting untuk sebuah pemahamam
secara lengkap dan tepat dari kode bangunan dan prosedur desain. Tujuan utama dari buku ini
adalah untuk memberikan pemahaman dasar pada latar belakang untuk bahan yang digunakan.
Buku dimulai dengan diskusi tentang kriteria dasar desain dan sifat dari beton dan baja.
Kekuatan dan deformasi struktur beton bertulang anggota dengan lentur, lentur dan beban aksial,
geser, dan torsi disajikan pada beberapa bagian, diikuti oleh diskusi pada obligasi dan pelabuhan.
Beban perilaku komponen beton bertulang merupakan bagian yang diperiksa, dengan penekanan
pada defleksi dan pengendalian retak. Materi ini diikuti oleh perlakuan frame dan dinding geser.
Karena kita percaya bahwa proporsi komponen yang benar tidak cukup untuk memastikan desain
yang sukses, buku ini diakhiri dengan diskusi mengenai rincian komponen structural.
Pemahaman menyeluruh mengenai prilaku komponen beton bertulang dan analisis
struktur memungkinkan seorang desainer untuk melakukan desain secara umum pada struktur
dan mencari penyelesaian pada bagian khususnya. Aspek yang membedakan dari buku lainnya
yaitu beton yang diperkuat dari gaya- gaya yang terjadi pada saat gempa dan cara untuk
mencapai desain struktur yang tahan gempa. Asumsi desain gempa ini lebih penting dengan
realisasi bahwa zona gempa mungkin lebih luas dari yang di asumsikan. Desain terhadap gempa
melibatkan pertimbangan tambahan beban lateral statis pada struktur. Perhatian yang teliti
terhadap detail dan pemahaman mekenisme kegagalan yang mungkin terjadi adalah penting
sehingga struktur mampu bertahan ketika gempa.
"Forensis" berarti 'Umum' dalam bahasa Latin; 'forensik' telah datang untuk merujuk
kepada dokumentasi hukum yang berkelanjutan, biasanya diterapkan pada kecelakaan, kejahatan.
Secara khusus, forensic engineering adalah penerapan seni dan ilmu rekayasa dalam system
yurisprudenisi (hukum) yang membutuhkan layanan dari ahli yang berkualitas. Rekayasa
45
forensic termasuk dalam penyelidikan penyebab kecelakaan fisik dan sumber lain dari klain dan
litigasi, teknik penyusunan laporan, kesaksian pada audiensi dan persidangan diproses secara
administratif atau yudikatif dan membawakan pendapat penasehat untuk membantu penyelesaian
sengketa yang mempengaruhi kehidupan atau property.
Ketika struktur gagal, selalu ada penyelidikan/ investigasi untuk mencari tahu mengapa
gagal. Secara umum tujuan penyelidikan rekayasa forensic terlepas dari kebutuhan hukum dan
profesional untuk menentukan penyebab kegagalan, ada juga kebutuhan untuk belajar dari
kegagalan itu pelajaran yang akan memungkinkan desainer berikutnya, pembangun atau perakit
bangunan untuk menghindari perangkap struktur gagal dan mengembangkan alternatif yang lebih
aman untuk meningkatkan kinerja komponen atau untuk membantu pengadilan dalam
menentukan fakta-fakta yang terjadi pada kecelakaan (Krishnamurthy. 2007).
Forensik struktural engineering sering disebut sebagai investigasi engineering dan cara
untuk menentukan penyebab dari kerusakan (kegagalan) struktur pada bangunan, jembatan dan
fasilitas konstruksi lainnya seperti dalam menyumbangkan opini dan memberikan kesaksian
dalam pengadilan yang merupakan praktek lapangan secara profesional (Robert T. Ratay, Ph.D.,
P.E. 2000).
Kerusakan (kegagalan) struktur adalah kondisi dimana ada satu atau dua komponen
struktur, atau bahkan struktur tersebut secara keseluruhan kehilangan kemampuan menahan
beban yang dipikulnya. Umumnya dipicu oleh beban berlebih yang menyebabkan kekuatan
(strength) struktur mencapai kondisi batas sehingga menimbulkan fraktur atau lendutan yang
besar.
Forensik struktur engineering memberikan petunjuk penyebab terjadinya kerusakan pada
struktur agar bisa mengidentifikasi siapa yang bertanggungjawab atas kerusakan ini. Seorang
insinyur forensic harus mempunyai pemahaman tidak hanya pada loads, strength dan stability tapi
juga pada bisnis serta desain dan konstruksi yang sering dilakukan agar bisa mengetahui where,
when, how, why, dan by whom kegagalan bisa berasal. Insinyur forensic harus memiliki kebiasaan
memproses secara relevan dan harus mengetahui bagaimana bekerja lebih efektif dengan
pengacara bangunan (Paulay dan Priestley.1992).
Observasi pada respon struktur saat terjadi gempa mengidentikasikan bahwa kurangnya
kekuatan struktur tidak selalu menghasilkan kegagalan struktur, atau yang terjadi hanya beberapa
kerusakan pada struktur. Kerusakan pada struktur biasanya diakibatkan karena kekuatan atau
46
stabiltas yang tidak mencukupi, defiensi performance yang biasanya disebut dengan masalah
kemampuan layanan struktur. Ini biasanya merupakan hasil dari kemerosotan yang abnormal,
deformasi yang berlebihan, dan tanda ketidakkakuan stuktur. Asalkan kekuatan struktural dapat
dipertahankan tanpa berkembangnya degradasi berlebihan sebagai deformasi yang inelastik,
struktur bisa bertahan saat gempa, dan sering dapat diperbaiki secara ekonomis. Namun, ketika
deformasi inelastis mengakibatkan pengurangan berat pada kekuatan, seperti, misalnya, yang
sering terjadi dalam hubungannya dengan kegagalan geser elemen beton atau beton itu sendiri,
terjadi kerusakan parah pada struktur yang bisa juga menyebakan terjadinya keruntuhan umum.
47
BAB III
METODOLOGI
Tahap-tahap pelaksanan yang dilakukan dalam Tesis ini dapat dilihat pada (Gambar 3.1)
dibawah :
Start
Persiapan penelitian
a. Studi Literatur
b. Lokasi gedung dan Form Investigasi yang dibuat oleh
NZ SEE berdasarkan ATC 20
48
A
YA
< 30 % Gedung rusak
No: 2, 5, 12,14
TIDAK Analisis
YA Dilatasi
Gedung rusak Tangga
> 30% - 60 % No: 1, 3, 4, 6, 7, 8. Dinding
Kolom dan
tulangan
TIDAK Kapasitas
kolom lantai 1
YA
Gedung rusak
> 60% - 100 %
No: 9, 10, 11, 13, 15
Analisis
Penyebab Keruntuhan no 13
Bandingkan Kondisi
Existing dan Hasil Analisis
Bandingkan Kondisi
Existing dan Analisis
Hasil Persentase Kerusakan yang terjadi
pada 15 gedung
Kesimpulan
END
49
3.2. Jenis Penelitian
Penelitian ini berupa investigasi pada gedung pemerintahan yang rusak di kota padang
akibat gempa 30 September 2009. Dalam pengumpulan data dan seluruh informasi mengenai
bangunan yang akan dianalisa yaitu studi kasus pada 15 gedung pemerintahan bertingkat dari 2
lantai keatas di kota Padang. Penulis telah melakukan investigasi secara visual dan pengecekan
terhadap kerusakan yang terjadi pada bangunan tersebut pasca gempa dan mengisi form yang
tersedia. Investigasi tersebut bertujuan untuk menentukan sepasti mungkin bagaimana perilaku
dan performan bangunan setelah terkena gempa.
3.3. Bahan Penelitian
Pada penelitian ini penulis mengisi form yang telah disediakan oleh NZ SEE seperti
dibawah ini :
Tabel 3.1 : Formulir Penilaian Bangunan Yang Digunakan (Sumber : UNDP Rise Project- New
Zealand Team, 2009).
50
51
52
53
Tabel 3.2 : Skala Kerusakan Form (Sumber : NIST GCR 97-724-2, 1997)
54
Tabel 3.3 : Form ATC 20 (Sumber : ATC 20, 1995-07)
55
56
3.4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditunjukkan dalam peta liquifaksi Kota Padang dibawah ini :
8
5
13
11
6
7&10
1&4
9
2,3&12
15
No Lokasi
1. Kantor Gubernur Sumbar
2. Kantor Walikota Padang
3. Kantor Staf Walikota
4. Kantor Tsunami Warning Center
5. Kantor DPRD Prov. Sumbar
6. Gedung BPKP
7. Kantor Dinas Kesehatan
8. Kantor ESDM
9. Kantor PDAM
10. Kantor Dinas Kelautan & Perikanan
11. Gedung Bapeda Provinsi
12. Kantor Pos dan Giro
13. Kantor Arsip dan Kepustakaan Prov
14. Balai Diklat Prov
15. Kantor Dep. PU (Terlikuafaksi)
57
3.5. Pelaksanaan Penelitian
Pengerjaan thesis ini dibagi dalam beberapa tahapan sesuai dengan diagram alir dengan
time schedulenya ditunjukkan pada tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.4 : Tabel Pelaksanaan Penelitian.
Des Jan Feb Maret April
No. Jenis Pekerjaan
2010 2010 2010 2011 2011
1. Persiapan
2. Pengumpulan Data
3. Studi Literatur
5. Kesimpulan
6. Pembuatan thesis
58
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bangunan ini terdiri dari 3-blok bangunan memanjang yang saling bersambungan yang
dipisahkan oleh diletasi sebesar 2-3 cm dengan menggunakan seismic joints, pada gambar 4.2.
Diletasi merupakan pemisahan gedung tanpa satu dinding pemisah, hal ini bertujuan untuk
menghindari kerusakan yang lebih besar akibat bencana alam.
59
Adapun syarat dilakukannya dilatasi yaitu
Untuk panjang horizontal gedung > 100 m maka perlu diberi dilatasi.
Bentuk gedung yang tidak simetris.
Adanya perbedaan kondisi tanah untuk pondasi disekitar gedung.
Ketinggian gedung yang berbeda.
Pada saat terjadi gempa, masing-masing blok mengalami benturan pada sisi-sisi
pertemuan blok yang terpisah. Adapun peraturan SNI- 02-1726-2002 pada butir 8.2.3 yaitu
dalam segala hal jarak pemisah tidak boleh kurang dari 0,025 kali ketinggian taraf yang diukur
dari taraf penjepitan lateral. Ini menunjukkan jarak pemisah gedung yang diperlukan yaitu 2,5 %
x (4x4 m) = 0,4 m = 40 cm dari sisi kolom pertemuan masing-masing blok. Ini membuktikan
bahwa jarak deletasi 2-3 cm yang ada tidak sesuai dengan syarat yang seharusnya sebesar 40 cm,
sehingga terjadi benturan antar blok ketika terjadi gempa.
Bukti adanya benturan (pounding) antar bangunan terlihat pada gambar 4.3. Akibat
benturan ini, sisi-sisi pertemuan blok mengalami kerusakan yang ditandai dengan lepasnya pleter
selimut beton plat lantai dan lantai keramik pecah yang ditunjukkan pada gambar 4.4.
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa bangunan ini dibangun pada tahun 1969 dimana
60
pada saat itu tidak ada peraturan yang berlaku. Hal tersebut terjadi karena pada saat itu
pemahamam terhadap teknik kegempaan (earthquake engineering) masih sangat minim.
61
Hasil investigasi lapangan terhadap kerusakan yang terjadi pada masing-masing lantai sebagai
berikut:
Pada Lantai 1
Pada lantai ini ukuran kolom pada adalah 40x60 cm dan balok 30x60 cm. Dari hasil
pemeriksaan hammer test yang dilakukan oleh ITP pada tahun 2007, mutu beton rata-rata kolom
pada lantai ini sebesar 15 Mpa. Berdasarkan bukti dilapangan terlihat penulangan konstruksi
balok dan kolom yang sesuai dengan perencanaan. Namun masih terjadi rusak ringan pada
selimut beton kolom seperti pada gambar 4.5. Hal ini disebabkan oleh tipisnya selimut beton
kolom yang ukurannya < 3 cm, dimana standar selimut beton kolom sesuai peraturan yang
seharusnya > 3 cm.
62
BEBAN TANGGA
63
Berdasarkan kondisi existing dilapangan, kemudian dilakukan perhitungan beban pada
tangga. Dari hasil perhitungan ini, dilakukan analisis pengaruh tangga pada kerusakan kolom.
Hasil perhitungan tangga diuraikan dibawah ini.
64
Gambar 4.10 : Gaya Dalam (Geser/Lintang).
65
Perhitungan beban pada tangga
Beban Tangga :
Lebar tangga = 1.5 m
Berat Beton = 2400 kg/m3
Panjang bordes = 1.5 m
Lebar ruangan = 4.0 m
Panjang tangga = 1.0 m
1. Beban Mati tangga
Tebal pelat tangga = 20 cm
a. Berat sendiri anak tangga
Banyak anak tangga = 4 buah
25 25 25
r2 = 25 2 + 17 2
= 625 + 289
q = 914
r = 30.2 cos q = 25 / r
= 25 / 30.2
b. Berat pelat tangga = 0.83
0.2 0.2
= x 1.5 x 2400 = x 1.5 x 2400
cos q 0.83
= 0.24 x 1.5 x 2400
= 871 kg/m
c. Berat finishing
Ubin (tegel) tebal 2.5 cm = 2.5 x 24 kg/m2 = 60 kg/m2
Spesi tebal 1 cm = 1 x 21 kg/m2 = 21 kg/m2
Total berat finishing = 81 kg/m2
untuk satu anak tangga = ( 0.25 + 0.17 ) ( 1.5 ) ( 81 ) = 0.42 x 122
= 51 kg
100
Per m' = x 51 = 204 kg/m
25
Total berat sendiri tangga = 306 kg/m + 871 kg/m + 204 kg/m
= 1381 kg/m
atau :
1381
Total berat sendiri tangga = = 921 kg/m2 = 0.92 T/m2
1.5
2. Beban Hidup
Beban hidup tangga = 300 kg/m2 atau 66
= 300 kg/m2 x 1.5 m = 450 kg/m
3. Beban Bordes = 0,5 x Beban Tangga
Analisa tulangan geser (Begel/Sengkang) Kolom
Propetis penampang :
Nu 1
Vc = ( 1 + 14Ag ) 6 fc' bw.d
46900.0 1
= ( 1 + 14 x 90000 ) 6 18.675 x 300 x 250
46900 1
= ( 1+ ) x 4.32146 x 300 x 250
1260000 6
= 56028.90451 N
= 56.029 kN
0,3 Nu
Vcmak = 3
1
fc' bw.d 1+ Ag
0.3 x 46900
=3
1
18.675 x 300 x 250 1 + 90000
14070
1
= 3 x 4.32146 x 300 x 250 1 + 90000
= 116174.77
= 116.17 kN
Vc < Vcmak
56.029 kN < 116.17 kN Ok
Vs = Vn - Vc
= 33.333 - 56.029
= -22.7 kN
Av. Fy. d.
Vs =
s
2
Tulangan yang dipakai diameter 8 mm dengan luas (Av) = 100.48 mm untuk dua sisi.
Jarak tulangan :
1. Spasi Tulangan :
Av. Fy. d.
s =
Vs
100.48 x 240 x 250
s =
-22695.57
= -265.6 mm
2. Spasi maksimum
Diameter tulangan utama = 25 mm
a. Spasi maksimum = 48 x 25 = 1200 mm
b. d/2 = 250 / 2 = 125 mm
c = 200 mm
Gambar 4.12 : Dinding interior bagian dalam yang ditambahkan untuk menutup jendela kaca.
(Sumber : New Zealand Team, 2009)
69
Pada blok tengah gedung, dinding interior disekitar tangga mengalami rusak sedang.
Terlihat beberapa bagian dalam dinding batu bata yang dipasang untuk menutup jendela kaca
disekitar tangga, lepas dan berjatuhan disekitar tangga, ditunjukkan pada gambar 4.12. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya tulangan jangkar antara bata dan kolom menurut SKBI Beton
1987. Tulangan jangkar ini sangat membantu struktur utama agar terjadi aksi komposit.
Tulangan jangkar juga berfungsi agar batu bata tidak jatuh kebawah saat terjadi gempa seperti
yang ditunjukkan pada gambar 4.13.
Pada bagian pintu dan jendela tidak terlihat adanya kerusakan. Plafon lantai 1 masih
dalam keadaan seperti sebelum terjadi gempa. Berdasarkan visual lapangan tidak terlihat tanda-
tanda terjadinya perpindahan pada bagian pondasi gedung.
Lantai 2
Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.14, pada bagian kolom dan balok mengalami
rusak ringan seperti yang terjadi pada lantai 1. Dari bukti lapangan terlihat kerusakan pada plat
lantai 2 ruangan bagian tengah bangunan yang menjorok kedepan. Ruangan ini berfungsi sebagai
ruang kerja Gubernur. Kerusakan pada plat lantai ini disebabkan oleh benturan pada bagian sisi-
sisi blok bangunan yang ditunjukkan pada gambar 4.15. Pada ruang kerja Gubernur ini,
plafonnya mengalami rusak ringan yang ditunjukkan pada gambar 4.16.
70
Gambar 4.14 : Denah Lantai 2.
(Sumber : New Zealand Team, 2009)
Gambar 4.15 : Kerusakan plat lantai 2 pada ruangan yang menjorok kedepan pada blok tengah.
(Sumber : Wahyel Iffah, New Zealand Team 2009)
71
Gambar 4.16 : Kerusakan pada plafon lantai 2 pada ruangan di blok tengah.
(Sumber : Wahyel Iffah, New Zealand Team 2009)
Pada lantai ini kerusakan terlihat tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada lantai 1.
Kerusakan seperti adanya retak disekitar dinding interior bagian dalam pada tangga blok
samping kanan gedung yang ditunjukkan pada gambar 4.17 dan pada dinding eksterior bagian
luar bangunan akibat gaya geser.
72
Lantai 3 dan 4 sudah tidak difungsikan lagi disebabkan oleh kerusakan yang terjadi
akibat gempa 2007.
Dari investigasi visual dilapangan, dikelompokkan kerusakan existing gedung yang terjadi pada
tabel dibawah ini :
Tabel 4.1 : Persentase kerusakan pada gedung.
Kantor
No Jenis kerusakan Gubernur
1
Struktur
1 Lentur Balok 0,36%
2 Geser Balok 0,72%
3 Lentur Kolom 0,72%
4 Geser Kolom 6,12%
5 Kerusakan Joint 2,16%
Non Struktur
1 Dinding 9,49%
2 Tangga 12,50%
3 Palfond 3,00%
Jumlah 35,07%
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan dari tabel persentase kerusakan diatas, dapat disimpulkan bahwa
bangunan ini cukup kuat secara struktur pada saat gempa 7,9 SR, 30 September 2009. Kerusakan
pada bangunan terjadi sebesar 35,07 %. Kerusakan mayoritas sebesar 12,50 % terjadi pada
tangga dan dinding 9,49 %. Pada struktur hanya mengalami rusak ringan pada selimut beton
kolom dan balok. Struktur kolom dan balok pada konstruksi gedung ini kuat untuk menahan
beban yang ada. Dalam pembahasan ini juga dilampiran form investigasi visual lapangan dan
lampiran data hammer test ITP tahun 2007.
73
Dari analisis studi kasus gedung 15 gedung pemerintahan, persentase kerusakan dikelompokkan
seperti dibawah ini:
Non Struktur
1 Dinding 9,72% 0,79% 3,33% 4,51%
2 Tangga 6,25% 12,50% 2,50% 3,13%
3 Plafond 0,00% 5,00% 2,50% 2,50%
Jumlah 15,97% 23,06% 8,75% 19,17%
74
2% Lentur Kolom 6% Geser Kolom
1%
K K 5%
e 1% e
r r 4%
1%
u u
s 1% s 3%
a a
1%
k k 2%
a 0% a
n n 1%
0%
0% 0%
2 5 12 14 2 5 12 14
No Urut Gedung No Urut Gedung
75
14% 6% Kerusakan Plafond
Kerusakan tangga
12% 5%
K K
e 10% e
r r 4%
u 8% u
s s 3%
a 6% a
k k 2%
4%
a a
n 2% n 1%
0% 0%
2 5 12 14 2 5 12 14
No Urut Gedung No Urut Gedung
Gambar 4.114 : Grafik persentase kerusakan gedung dalam skala kerusakan < 30 %.
Non Struktur
1 Dinding 9,49% 21,80% 3,97% 21,18% 16,00% 8,33%
2 Tangga 12,50% 9,38% 12,50% 5,00% 3,13% 3,13%
3 Plafond 3,00% 6,25% 5,00% 4,00% 2,50% 5,00%
Jumlah 35,07% 51,01% 49,94% 56,84% 35,45% 33,13%
76
1% Lentur Balok 5% Geser Balok
4%
K 1% K
e e 4%
1%
r r 3%
u 0% u 3%
s s
0% 2%
a a
k k 2%
0%
a a 1%
n 0% n 1%
0% 0%
1 3 4 6 7 8 1 3 4 6 7 8
No Urut Gedung No Urut Gedung
K 10% K
20%
e e
r 8% r
u u 15%
s 6% s
a a 10%
k 4% k
a a
5%
n 2% n
0% 0%
1 3 4 6 7 8 1 3 4 6 7 8
No Urut Gedung No Urut Gedung
77
5% Kerusakan Joint 25% Kerusakan dinding
4%
K K
4% 20%
e e
r 3% r
u 3% u 15%
s s
2%
a a 10%
k 2% k
a 1% a 5%
n 1% n
0% 0%
1 3 4 6 7 8 1 3 4 6 7 8
No Urut Gedung No Urut Gedung
12% 6%
K K
e 10% e 5%
r r
u 8% u 4%
s s
a 6% a 3%
k k
4% 2%
a a
n 2% n 1%
0% 0%
1 3 4 6 7 8 1 3 4 6 7 8
Gambar 4.115 : Grafik persentase kerusakan gedung dalam skala kerusakan > 30 % -60 %.
78
c. Skala persentase kerusakan > 60 - 100 %
Persentase Kerusakan
Gedung
No Jenis kerusakan PDAM Kelautan Bappeda Gedung PU
Arsip
9 10 11 13 15
Struktur
1 Lentur Balok 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
2 Geser Balok 5,77% 4,44% 2,14% 5,26% 4,69%
3 Lentur Kolom 30,77% 46,30% 60,53% 55,68% 35,42%
4 Geser Kolom 17,31% 11,11% 5,26% 9,09% 6,77%
5 Kerusakan Joint 5,77% 7,41% 3,51% 7,95% 5,21%
Non Struktur
1 Dinding 10,33% 15,83% 12,14% 5,26% 9,41%
2 Tangga 6,25% 8,33% 8,33% 7,50% 9,38%
3 Plafond 2,50% 5,00% 7,50% 7,50% 5,00%
Jumlah 78,69% 98,43% 99,42% 98,25% 75,87%
100%
Lentur Balok 7% Geser Balok
90%
6%
K 80% K
e e 5%
70%
r r
60% u
u 4%
s 50% s
a a 3%
40%
k k
30% 2%
a a
20% n
n 1%
10%
0% 0%
9 10 11 13 15 9 10 11 13 15
No Urut Gedung No Urut Gedung
79
70% Lentur Kolom 20% Geser Kolom
18%
K 60% K
16%
e e
50% 14%
r r
u 40% u 12%
s s 10%
a 30% a 8%
k k 6%
20%
a a
4%
n 10% n
2%
0% 0%
9 10 11 13 15 9 10 11 13 15
No Urut Gedung No Urut Gedung
0% 0%
9 10 11 13 15 9 10 11 13 15
No Urut Gedung No Urut Gedung
80
10% Kerusakan tangga 8% Kerusakan Plafond
9% 7%
K K
8%
e e 6%
7%
r r
6% 5%
u u
s 5% s 4%
a 4% a
3%
k 3% k
a a 2%
2%
n n 1%
1%
0% 0%
9 10 11 13 15 9 10 11 13 15
No Urut Gedung No Urut Gedung
Gambar 4.116 : Grafik persentase kerusakan gedung dalam skala kerusakan > 60 % - 100 %.
81
BAB V
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan penyebab kerusakan gedung yang
paling banyak terjadi pada gedung bertingkat dari 2 lantai keatas di kota Padang akibat gempa 30
September yaitu :
a. Retakan
- Retak terjadi pada semua gedung pemerintahan
- Perpindahan terjadi pada gedung dengan persentase kerusakan > 60 % - 100 %.
b. Kegagalan struktur :
- Kegagalan geser kolom yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung Balai Diklat.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung BPKP.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung PDAM.
- Kegagalan geser balok yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung Balai Diklat.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada dinas Kesehatan.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung PDAM.
- Kegagalan lentur kolom paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung Balai Diklat.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung TWC.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung Bappeda.
- Kegagalan lentur balok yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu tidak ada terjadi.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung Balai Kota.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu tidak ada terjadi.
82
- Kegagalan joint kolom-balok paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung DPRD Provinsi.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada Dinas Kesehatan.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung Arsip.
Dinding
Kerusakan yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung Walikota.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung Balai Kota.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada dinas Kelautan.
Plafon
Kerusakan yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung DPRD Provinsi.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung Balai Kota.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung Arsip.
Tangga
Kerusakan yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung DPRD Prov.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung TWC.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung PU Prov.
Struktur gedung kebanyakan dengan frame terbuka tanpa diberi perkuatan seismik
( RC open frames without RC seismic wall ). Hal ini membuat terjadinya soft
structure dan deformasi struktur yang besar ketika terjadi gempa.
Banyak terjadi kerusakan pada bagian kepala dan kaki kolom struktur.
83
Kerusakan pada tulangan struktur.
- Penggunaan diameter tulangan utama balok dan kolom yang kecil dari ukuran
standar desain perencanaan.
- Pada penulangan geser kolom, jarak sengkang lebih besar dari yang
direncanakan sehingga kolom tidak mampu menahan gaya geser yang terjadi.
- Pada tulangan sengkang, pembengkokkan ujung tulangan masing-masingnya
tidak mencukupi standar sebesar 135 atau tambahan ikatan silang.
Kerusakan pada join balok - kolom yang disebabkan oleh kurangnya hoop dan
selimut beton yang tipis.
2. Plafon
- Pemasangan plafon yang digantung tanpa bracing pada struktur.
- Kurangnya pemeliharaan pada kontruksi atap gedung, hal ini terlihat dengan
banyaknya konstruksi kayu atap yang telah lapuk.
3. Struktur tangga didisain secara biasa saja tanpa adanya perkuatan pada struktur,
dimana banyak tangga yang terlepas pada saat penghuni hendak keluar gedung.
5.2 Saran
a. Form yang diadaptasi dari FORM ATC 20 ini bisa digunakan untuk menentukan tingkat
kerusakan gedung secara cepat setelah gedung rusak akibat gempa. Namun untuk
mengetahui kapasitas gedung lebih detail maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
pada gedung tersebut.
b. Karena adanya keterbatasan dari form assesment yang digunakan, perlu penelitian lebih
lanjut sehingga penyebab kegagalan lebih detail bisa diketahui.
c. Sebaiknya untuk perencanaan gedung yang akan datang lebih membahas secara detail
terhadap kapasitas kolom pada bangunan.
84
DAFTAR KEPUSTAKAAN
R. Park and T. Paulay, Reinforced Concrete Structure, John Wiley & Son Inc. Canada, 1975
The EERI investigated, Learning from earthquake, the 7,6 Western Sumatra Earthquake Of
September 30, 2009. 2009.
Hakam and Senggra, Locations of liquefaction that was identified around Padang city. 2009.
85