Anda di halaman 1dari 50

FORENSIK STRUKTUR ENGINEERING GEDUNG

PEMERINTAHAN BERTINGKAT YANG RUSAK DI KOTA


PADANG AKIBAT GEMPA 30 SEPTEMBER 2009
(STUDI KASUS PADA 15 GEDUNG, DARI 2 LANTAI)

Artikel Thesis
Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan

Program Pascasarjana pada Jurusan teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Andalas

Oleh :

WAHYEL IFFAH

0821 2160 48

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ANDALAS

2011

36
ABSTRACT

The earthquake that occurred in Padang on September 30, 2009 resulted in damage to public
facilities including many government offices buildings in Padang City. Buildings generally
suffered damage to the column and beam-column joint.

When there is a failure of the structure, there is always an investigation to find out the cause of
the failure. Visual investigation is a form of Forensic Engineering.

In this study, the authors identify the damage and classify buildings based on the type of damage
in order to obtain the percentage of the damage that occurred in the government buildings by the
earthquake on the30 September 2009 in the city of Padang. The result of this investigation is
conclution that most of damage in Padang Government Office was caused by shear failure on
the column of building.

KEYWORD

Forensic Structure Engineering, Column, Structure failure, shear failure

37
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada 30 September 2009 yang lalu, Sumatera Barat kembali digoncang oleh gempa bumi
dengan kekuatan 7,9 SR dan berpusat di Selat Mentawai yang berjarak sekitar 56 km dari Kota
Pariaman. Gempa ini telah merusak banyak bangunan dan infrastruktur di seluruh Sumatra Barat.
Dari berbagai macam fasilitas yang rusak, bagi masyarakat umum tidak mengetahui sejauh mana
tingkat kerusakan yang terjadi pada konstruksi bangunan mereka, sehingga banyak masyarakat
yang trauma dan tidak berani untuk masuk ke dalam fasilitas tersebut, meskipun sebenarnya
bangunan yang mengalami kerusakan itu dalam segi struktur bangunannya masih aman.
Akibat gempa 30 September tersebut serangkaian kegiatan investigasi terhadap berbagai
fasilitas yang rusak atau hancur akibat gempa telah dilakukan oleh berbagai pihak baik dari lokal
ataupun badan internasional termasuk dari New Zealand Senior Earthquake Engineering (NZ
SEE). Kegiatan investigasi yang dilakukan oleh penulis bersama NZ SEE ini lebih memfokuskan
investigasi pada fasilitas pemerintahan yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai secara
cepat kerusakan akibat gempa dan kelayakan gedung pemerintahan yang dapat dimanfaatkan
sementara oleh pegawai negri sipil (PNS).
Proyek investigasi yang penulis lakukan ini merupakan bentuk forensic engineering,
namun dilakukan pada skala bangunan pemerintahan di perkotaan, bukan pada sebuah bangunan
tunggal. Dari data dan hasil invetigasi visual lapangan bersama tim NZ SEE ini maka penulis
tertarik untuk meneliti dalam bentuk forensik struktur engineering yang dilakukan pada gedung
perkantoran bertingkat yang rusak akibat gempa di Kota Padang dengan studi kasus pada 15
gedung bertingkat lebih dari 2 lantai.
Forensik struktural engineering sering disebut sebagai investigasi engineering dan cara
untuk menentukan penyebab dari kerusakan (kegagalan) struktur pada bangunan, jembatan dan
fasilitas konstruksi lainnya seperti dalam menyumbangkan opini dan memberikan kesaksian
dalam pengadilan yang merupakan praktek lapangan secara profesional.

38
Di bawah ini merupakan gambar dari 15 gedung yang rusak akibat gempa 30 September
2009.

Kantor Walikota Padang Gedung Staff Pemerintahan Walikota Padang

Kantor Gubernur Sumbar

Gedung Tsunami Warning Center Gedung DPRD Provinsi Sumbar

39
Gedung Bappeda Provinsi Gedung Arsip dan Perpustakaan Provinsi

Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kantor Pos dan Giro

Gedung Kesehatan Provinsi Gedung BPKP

Gedung Dinas ESDM Provinsi Kantor Balai Diklat Provinsi

40
Kantor PDAM Padang Gedung Dinas Pekerjaan Umum Provinsi
Gambar 1.1 : Foto Kerusakan 15 Gedung Pemerintahan di Kota Padang.
(Sumber : NZ SEE Team)

PETA LOKASI PENELITIAN

8
5
13
11

6
7&10
1&4
9

2,3&12

15

No Lokasi
1. Kantor Gubernur Sumbar
2. Kantor Walikota Padang
3. Kantor Staf Walikota
4. Kantor Tsunami Warning Center
5. Kantor DPRD Prov. Sumbar
6. Gedung BPKP
7. Kantor Dinas Kesehatan
8. Kantor ESDM
9. Kantor PDAM
10. Kantor Dinas Kelautan & Perikanan
11. Gedung Bapeda Provinsi
12. Kantor Pos dan Giro
13. Kantor Arsip dan Kepustakaan Prov
14. Balai Diklat Prov
15. Kantor Dep. PU (Terlikuafaksi)

Gambar 1.2 : Lokasi gedung yang dimasukkan kedalam peta Liquifaksi.

41
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini :
Melakukan Forensik Stuktur Engineering untuk menentukan penyebab kerusakan Gedung
Pemerintahan di Kota Padang akibat gempa 30 September.
Pemeriksaan ini termasuk:
Identifikasi tanda-tanda kerusakan yang terjadi dengan melihat tanda-tanda kerusakan
yang terjadi seperti :
1. Retak
2. Perpindahan
3. Penurunan
Mengelompokkan jenis-jenis kerusakan yang terjadi.
Analisis penyebab kerusakan Eksternal.

Manfaat penelitian ini:


1. Dengan dilakukannya forensik struktur engineering untuk mengetahui penyebab dari
kegagalan struktur akibat gempa penulis berharap penelitian ini akan bisa bermanfaat
dalam perencanaan gedung-gedung bertingkat.
2. Dengan melakukan forensik struktur engineering ini dapat membuat pola umum dari
kerusakan dengan tujuan untuk membuat perubahan untuk desain / proses pembangunan
sehingga 'kesalahan' tidak diulang selama upaya rekonstruksi yang sudah berjalan dengan
baik di Padang.
3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menimbulkan inspirasi bagi peneliti-
peneliti lainnya untuk menganalisa gedung atau komponen gedung lainnya dengan
analisa yang lebih tajam dan mendalam.

1.3 Batasan Masalah

Peristiwa gempa 30 September 2009 ini menyebabkan banyaknya kerusakan pada


fasilitas pemerintahan di Kota Padang.
Pada penulisan thesis, penelitian akan dilakukan dengan batasan sebagai berikut :
1. Forensik Stuktur Engineering pada gedung perkantoran bertingkat lebih dari 2-lantai
yang rusak akibat gempa 30 September 2009 yang di investigasi oleh NZ SEE.

42
2. Di investigasi secara visual oleh penulis dan Tim NZ SEE dengan mengisi form yang
telah disediakan oleh NZ SEE yang dibuat berdasarkan pengalaman investigasi mereka.
3. Ditinjau secara forensic dalam skala gedung pemerintahan. Studi kasus pada 15 gedung
bertingkat pemerintahan yang rusak akibat gempa di Kota Padang.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan penulisan yang baik dan terarah, maka alur penulisan Thesis ini
mengikuti sistematika sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Meliputi latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,


dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini berisikan tentang studi kepustakaan dan landasan teori.

Bab III : Metodologi Penelitian

Berisikan langkah-langkah kerja dan metoda yang digunakan.

Bab IV : Analisis dan Pembahasan

Bab ini menguraikan tentang forensic engineering terhadap struktur gedung


perkantoran bertingkat lebih dari 2-lantai yang rusak akibat gempa. Analisis hasil
evaluasi forensic dilakukan dengan metoda kwalitatif dengan fakta lapangan
sehinggga bisa menyimpulkan data kerusakan yang banyak terjadi pada gedung
bertingkat pemerintahan.

Bab V: Penutup
Merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

43
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Literatur


Penelitian tentang forensic struktur engineering yang dijadikan sebagai referensi pada
thesis ini.
2.1.1 Forensic Structural Engineering Handbook . (Robert T. Ratay, Ph.D., P.E,
2000).
Investigasi engineering dan penentuan penyebab kegagalan struktur bangunan, jembatan,
dan fasilitas konstruksi lainnya seperti memberikan opini dan memberikan kesaksian dalam
proses peradilan, telah menjadi bidang praktik profesional lapangan tersendiri, yang sering
disebut sebagai forensic rekayasa struktural. Kegagalan struktur tidak harus menjadi "keruntuhan
akibat bencana", mungkin terjadi akibat "tidak sesuai dengan desainnya" atau kapasitas yang
menurun. Keruntuhan biasanya dihubungkan dengan kekuatan yang tidak memadai atau
stabilitas "kinerja kurang", kinerja kurang, atau disebut masalah pelayanan, biasanya merupakan
hasil abnormal deterioration, deformasi yang berlebihan, dan tekan yang berlebihan. Singkatnya,
kegagalan struktural dapat ditunjukkan sebagai perbedaan yang tidak dapat diterima antara
kinerja struktur yang direncanakan dan kinerja struktur dilapangan.
Supaya para insinyur forensik bisa secara cerdas menyelidiki penyebab kegagalan dan
mampu untuk mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini. Mereka harus
memiliki pemahaman tidak hanya pada beban, kekuatan dan stabilitas struktur, tetapi juga dari
cara bisnis dan desain dalam konstruksi untuk mengetahui di mana, kapan, bagaimana, mengapa
dan oleh siapa penyebab kegagalan dapat berasal. Mereka harus tahu bagaimana menyusun
penyelidikan yang tepat untuk kasus ini. Karena hampir semua kekurangan struktural dan
kegagalan menghasilkan klaim, perselisihan, dan keterlibatan hukum, insinyur forensik perlu
memiliki beberapa pengetahuan mengenai proses hukum yang relevan dan perlu tahu bagaimana
bekerja secara efektif dengan pengacara bangunan. Mengetahui secara jelas dengan pembebanan,
karakteristik kritis komponen dan kerentanan struktur dari berbagai jenis dan bahan merupakan
kemampuan yang dibutuhkan paling dasar. Sebuah gambaran khusus dari buku ini merupakan
cakupan secara lebih rinci yang sesuai dari berbagai bahasan topik dimana semuanya diperlukan
untuk suatu keberhasilan engineer pada praktek forensic structural engineering.

44
2.1.2 Reinforced Concrete Structure. (R. Park and T. Paulay, 1974).
Buku ini menekankan perilaku dasar elemen beton bertulang dan struktur secara khusus,
kekuatan, deformasi dan karakteristik deformasi sampai batas pembebanan. Ini merupakan cara
untuk memberikan pengetahuan secara menyeluruh kepada pembaca tentang dasar-dasar beton
bertulang. Latar belakang seperti itu merupakan hal yang penting untuk sebuah pemahamam
secara lengkap dan tepat dari kode bangunan dan prosedur desain. Tujuan utama dari buku ini
adalah untuk memberikan pemahaman dasar pada latar belakang untuk bahan yang digunakan.
Buku dimulai dengan diskusi tentang kriteria dasar desain dan sifat dari beton dan baja.
Kekuatan dan deformasi struktur beton bertulang anggota dengan lentur, lentur dan beban aksial,
geser, dan torsi disajikan pada beberapa bagian, diikuti oleh diskusi pada obligasi dan pelabuhan.
Beban perilaku komponen beton bertulang merupakan bagian yang diperiksa, dengan penekanan
pada defleksi dan pengendalian retak. Materi ini diikuti oleh perlakuan frame dan dinding geser.
Karena kita percaya bahwa proporsi komponen yang benar tidak cukup untuk memastikan desain
yang sukses, buku ini diakhiri dengan diskusi mengenai rincian komponen structural.
Pemahaman menyeluruh mengenai prilaku komponen beton bertulang dan analisis
struktur memungkinkan seorang desainer untuk melakukan desain secara umum pada struktur
dan mencari penyelesaian pada bagian khususnya. Aspek yang membedakan dari buku lainnya
yaitu beton yang diperkuat dari gaya- gaya yang terjadi pada saat gempa dan cara untuk
mencapai desain struktur yang tahan gempa. Asumsi desain gempa ini lebih penting dengan
realisasi bahwa zona gempa mungkin lebih luas dari yang di asumsikan. Desain terhadap gempa
melibatkan pertimbangan tambahan beban lateral statis pada struktur. Perhatian yang teliti
terhadap detail dan pemahaman mekenisme kegagalan yang mungkin terjadi adalah penting
sehingga struktur mampu bertahan ketika gempa.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Forensik Struktur Engineering

"Forensis" berarti 'Umum' dalam bahasa Latin; 'forensik' telah datang untuk merujuk
kepada dokumentasi hukum yang berkelanjutan, biasanya diterapkan pada kecelakaan, kejahatan.
Secara khusus, forensic engineering adalah penerapan seni dan ilmu rekayasa dalam system
yurisprudenisi (hukum) yang membutuhkan layanan dari ahli yang berkualitas. Rekayasa

45
forensic termasuk dalam penyelidikan penyebab kecelakaan fisik dan sumber lain dari klain dan
litigasi, teknik penyusunan laporan, kesaksian pada audiensi dan persidangan diproses secara
administratif atau yudikatif dan membawakan pendapat penasehat untuk membantu penyelesaian
sengketa yang mempengaruhi kehidupan atau property.
Ketika struktur gagal, selalu ada penyelidikan/ investigasi untuk mencari tahu mengapa
gagal. Secara umum tujuan penyelidikan rekayasa forensic terlepas dari kebutuhan hukum dan
profesional untuk menentukan penyebab kegagalan, ada juga kebutuhan untuk belajar dari
kegagalan itu pelajaran yang akan memungkinkan desainer berikutnya, pembangun atau perakit
bangunan untuk menghindari perangkap struktur gagal dan mengembangkan alternatif yang lebih
aman untuk meningkatkan kinerja komponen atau untuk membantu pengadilan dalam
menentukan fakta-fakta yang terjadi pada kecelakaan (Krishnamurthy. 2007).
Forensik struktural engineering sering disebut sebagai investigasi engineering dan cara
untuk menentukan penyebab dari kerusakan (kegagalan) struktur pada bangunan, jembatan dan
fasilitas konstruksi lainnya seperti dalam menyumbangkan opini dan memberikan kesaksian
dalam pengadilan yang merupakan praktek lapangan secara profesional (Robert T. Ratay, Ph.D.,
P.E. 2000).
Kerusakan (kegagalan) struktur adalah kondisi dimana ada satu atau dua komponen
struktur, atau bahkan struktur tersebut secara keseluruhan kehilangan kemampuan menahan
beban yang dipikulnya. Umumnya dipicu oleh beban berlebih yang menyebabkan kekuatan
(strength) struktur mencapai kondisi batas sehingga menimbulkan fraktur atau lendutan yang
besar.
Forensik struktur engineering memberikan petunjuk penyebab terjadinya kerusakan pada
struktur agar bisa mengidentifikasi siapa yang bertanggungjawab atas kerusakan ini. Seorang
insinyur forensic harus mempunyai pemahaman tidak hanya pada loads, strength dan stability tapi
juga pada bisnis serta desain dan konstruksi yang sering dilakukan agar bisa mengetahui where,
when, how, why, dan by whom kegagalan bisa berasal. Insinyur forensic harus memiliki kebiasaan
memproses secara relevan dan harus mengetahui bagaimana bekerja lebih efektif dengan
pengacara bangunan (Paulay dan Priestley.1992).
Observasi pada respon struktur saat terjadi gempa mengidentikasikan bahwa kurangnya
kekuatan struktur tidak selalu menghasilkan kegagalan struktur, atau yang terjadi hanya beberapa
kerusakan pada struktur. Kerusakan pada struktur biasanya diakibatkan karena kekuatan atau

46
stabiltas yang tidak mencukupi, defiensi performance yang biasanya disebut dengan masalah
kemampuan layanan struktur. Ini biasanya merupakan hasil dari kemerosotan yang abnormal,
deformasi yang berlebihan, dan tanda ketidakkakuan stuktur. Asalkan kekuatan struktural dapat
dipertahankan tanpa berkembangnya degradasi berlebihan sebagai deformasi yang inelastik,
struktur bisa bertahan saat gempa, dan sering dapat diperbaiki secara ekonomis. Namun, ketika
deformasi inelastis mengakibatkan pengurangan berat pada kekuatan, seperti, misalnya, yang
sering terjadi dalam hubungannya dengan kegagalan geser elemen beton atau beton itu sendiri,
terjadi kerusakan parah pada struktur yang bisa juga menyebakan terjadinya keruntuhan umum.

47
BAB III
METODOLOGI

3.1 Metodologi penelitian

Tahap-tahap pelaksanan yang dilakukan dalam Tesis ini dapat dilihat pada (Gambar 3.1)
dibawah :

Start

Persiapan penelitian
a. Studi Literatur
b. Lokasi gedung dan Form Investigasi yang dibuat oleh
NZ SEE berdasarkan ATC 20

Investigasi Visual 15 Gedung Di


Lapangan dan Mengisi Form Yang
Telah Tersedia

Evaluasi Hasil Investigasi Visual


Pada Studi Kasus 15 Gedung

Skala persentase kerusakan gedung


secara visual

Error! Reference source not


found.Error! Reference source
not found.Error! Reference
source not found.Error!
A not found.
Reference source

48
A

YA
< 30 % Gedung rusak
No: 2, 5, 12,14
TIDAK Analisis
YA Dilatasi
Gedung rusak Tangga
> 30% - 60 % No: 1, 3, 4, 6, 7, 8. Dinding
Kolom dan
tulangan
TIDAK Kapasitas
kolom lantai 1
YA
Gedung rusak
> 60% - 100 %
No: 9, 10, 11, 13, 15

Analisis
Penyebab Keruntuhan no 13

Kondisi Existing Gedung

Bandingkan Kondisi
Existing dan Hasil Analisis
Bandingkan Kondisi
Existing dan Analisis
Hasil Persentase Kerusakan yang terjadi
pada 15 gedung

Kesimpulan

END

Gambar 3.1 : Tahapan Metodologi.

49
3.2. Jenis Penelitian
Penelitian ini berupa investigasi pada gedung pemerintahan yang rusak di kota padang
akibat gempa 30 September 2009. Dalam pengumpulan data dan seluruh informasi mengenai
bangunan yang akan dianalisa yaitu studi kasus pada 15 gedung pemerintahan bertingkat dari 2
lantai keatas di kota Padang. Penulis telah melakukan investigasi secara visual dan pengecekan
terhadap kerusakan yang terjadi pada bangunan tersebut pasca gempa dan mengisi form yang
tersedia. Investigasi tersebut bertujuan untuk menentukan sepasti mungkin bagaimana perilaku
dan performan bangunan setelah terkena gempa.
3.3. Bahan Penelitian
Pada penelitian ini penulis mengisi form yang telah disediakan oleh NZ SEE seperti
dibawah ini :
Tabel 3.1 : Formulir Penilaian Bangunan Yang Digunakan (Sumber : UNDP Rise Project- New
Zealand Team, 2009).

50
51
52
53
Tabel 3.2 : Skala Kerusakan Form (Sumber : NIST GCR 97-724-2, 1997)

54
Tabel 3.3 : Form ATC 20 (Sumber : ATC 20, 1995-07)

55
56
3.4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditunjukkan dalam peta liquifaksi Kota Padang dibawah ini :

PETA LOKASI PENELITIAN

8
5
13
11

6
7&10
1&4
9

2,3&12

15

No Lokasi
1. Kantor Gubernur Sumbar
2. Kantor Walikota Padang
3. Kantor Staf Walikota
4. Kantor Tsunami Warning Center
5. Kantor DPRD Prov. Sumbar
6. Gedung BPKP
7. Kantor Dinas Kesehatan
8. Kantor ESDM
9. Kantor PDAM
10. Kantor Dinas Kelautan & Perikanan
11. Gedung Bapeda Provinsi
12. Kantor Pos dan Giro
13. Kantor Arsip dan Kepustakaan Prov
14. Balai Diklat Prov
15. Kantor Dep. PU (Terlikuafaksi)

Gambar 3.2 : Peta Lokasi Gedung.


(Sumber : Abdul Hakam and Senggara, 2009)

57
3.5. Pelaksanaan Penelitian
Pengerjaan thesis ini dibagi dalam beberapa tahapan sesuai dengan diagram alir dengan
time schedulenya ditunjukkan pada tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.4 : Tabel Pelaksanaan Penelitian.
Des Jan Feb Maret April
No. Jenis Pekerjaan
2010 2010 2010 2011 2011

1. Persiapan

2. Pengumpulan Data

3. Studi Literatur

4. Analisa dan Pembahasan

5. Kesimpulan

6. Pembuatan thesis

58
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis dan Pembahasan


Setelah melakukan assesment dilapangan dan berdasarkan data yang ada, penulis
melakukan analisis dan pembahasan secara forensic engineering pada studi kasus 15 gedung.

1. Kantor Gubernur Sumatra Barat


Bangunan 4-lantai yang dibangun pada tahun 1969, ditunjukkan pada gambar 4.1, telah
menunjukkan performan yang baik dalam dua kali gempa besar terakhir. Gempa yang terjadi
pada tahun 2007 menyebabkan kerusakan pada lantai-3 dan lantai-4 sehingga lantai tersebut
tidak difungsikan lagi.

Gambar 4.1 : Tampak Depan Kantor Gubernur.


(Sumber : Wahyel Iffah, New Zealand Team 2009)

Bangunan ini terdiri dari 3-blok bangunan memanjang yang saling bersambungan yang
dipisahkan oleh diletasi sebesar 2-3 cm dengan menggunakan seismic joints, pada gambar 4.2.
Diletasi merupakan pemisahan gedung tanpa satu dinding pemisah, hal ini bertujuan untuk
menghindari kerusakan yang lebih besar akibat bencana alam.

59
Adapun syarat dilakukannya dilatasi yaitu
Untuk panjang horizontal gedung > 100 m maka perlu diberi dilatasi.
Bentuk gedung yang tidak simetris.
Adanya perbedaan kondisi tanah untuk pondasi disekitar gedung.
Ketinggian gedung yang berbeda.
Pada saat terjadi gempa, masing-masing blok mengalami benturan pada sisi-sisi
pertemuan blok yang terpisah. Adapun peraturan SNI- 02-1726-2002 pada butir 8.2.3 yaitu
dalam segala hal jarak pemisah tidak boleh kurang dari 0,025 kali ketinggian taraf yang diukur
dari taraf penjepitan lateral. Ini menunjukkan jarak pemisah gedung yang diperlukan yaitu 2,5 %
x (4x4 m) = 0,4 m = 40 cm dari sisi kolom pertemuan masing-masing blok. Ini membuktikan
bahwa jarak deletasi 2-3 cm yang ada tidak sesuai dengan syarat yang seharusnya sebesar 40 cm,
sehingga terjadi benturan antar blok ketika terjadi gempa.

Gambar 4.2 : Denah lantai 1 Kantor Gubernur.


(Sumber : New Zealand Team, 2009)

Bukti adanya benturan (pounding) antar bangunan terlihat pada gambar 4.3. Akibat
benturan ini, sisi-sisi pertemuan blok mengalami kerusakan yang ditandai dengan lepasnya pleter
selimut beton plat lantai dan lantai keramik pecah yang ditunjukkan pada gambar 4.4.
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa bangunan ini dibangun pada tahun 1969 dimana

60
pada saat itu tidak ada peraturan yang berlaku. Hal tersebut terjadi karena pada saat itu
pemahamam terhadap teknik kegempaan (earthquake engineering) masih sangat minim.

Gambar 4.3 : Sisi-sisi dilatasi blok Kantor Gubernur.


(Sumber : New Zealand Team, 2009)

Gambar 4.4 : Benturan (pounding) pada sisi-sisi blok dilatasi.


(Sumber : New Zealand Team, 2009)

61
Hasil investigasi lapangan terhadap kerusakan yang terjadi pada masing-masing lantai sebagai
berikut:
Pada Lantai 1
Pada lantai ini ukuran kolom pada adalah 40x60 cm dan balok 30x60 cm. Dari hasil
pemeriksaan hammer test yang dilakukan oleh ITP pada tahun 2007, mutu beton rata-rata kolom
pada lantai ini sebesar 15 Mpa. Berdasarkan bukti dilapangan terlihat penulangan konstruksi
balok dan kolom yang sesuai dengan perencanaan. Namun masih terjadi rusak ringan pada
selimut beton kolom seperti pada gambar 4.5. Hal ini disebabkan oleh tipisnya selimut beton
kolom yang ukurannya < 3 cm, dimana standar selimut beton kolom sesuai peraturan yang
seharusnya > 3 cm.

Gambar 4.5 : Kerusakan pada kolom lantai 1.


(Sumber : Wahyel Iffah, New Zealand Team 2009)
Pada umumnya konstruksi tangga terbuat dari perkuatan beton dan adanya pembesian
sebagai perkuatan pada bagian dasar dan bagian atas tangga. Tangga harus kuat menahan
pergerakan dan perpindahan diantara lantai ketika terjadi gempa, sesuai gambar 4.6. Berdasarkan
bukti dilapangan, terlihat adanya terjadi kegagalan geser pada kolom lantai 1, lantai 2 dan lantai
3 pada blok bagian tengah gedung yang disebabkan oleh adanya tangga. Kerusakan ini berupa
kegagalan geser pada balok tangga dengan struktur kolom akibat gempa yang ditunjukkan pada
gambar 4.7.

62
BEBAN TANGGA

Gambar 4.6 : Gaya yang terjadi pada tangga akibat gempa.

Gambar 4.7 : Kegagalan geser pada kolom disebabkan oleh tangga.


(Sumber : New Zealand Team 2009)

63
Berdasarkan kondisi existing dilapangan, kemudian dilakukan perhitungan beban pada
tangga. Dari hasil perhitungan ini, dilakukan analisis pengaruh tangga pada kerusakan kolom.
Hasil perhitungan tangga diuraikan dibawah ini.

Gambar 4.8 : Lay Out Tangga.

Gambar 4.9 : Gaya Dalam (Normal).

64
Gambar 4.10 : Gaya Dalam (Geser/Lintang).

Gambar 4.11 : Gaya Dalam (Momen).

65
Perhitungan beban pada tangga
Beban Tangga :
Lebar tangga = 1.5 m
Berat Beton = 2400 kg/m3
Panjang bordes = 1.5 m
Lebar ruangan = 4.0 m
Panjang tangga = 1.0 m
1. Beban Mati tangga
Tebal pelat tangga = 20 cm
a. Berat sendiri anak tangga
Banyak anak tangga = 4 buah
25 25 25

Berat anak tangga :


17 ( 0.25 ) ( 0.17 )
= x 1.5 x 2400 x 4
2
= 0.0213 x 3600 x 4
20 cm 17 = 306 kg/m

r2 = 25 2 + 17 2
= 625 + 289
q = 914
r = 30.2 cos q = 25 / r
= 25 / 30.2
b. Berat pelat tangga = 0.83
0.2 0.2
= x 1.5 x 2400 = x 1.5 x 2400
cos q 0.83
= 0.24 x 1.5 x 2400
= 871 kg/m
c. Berat finishing
Ubin (tegel) tebal 2.5 cm = 2.5 x 24 kg/m2 = 60 kg/m2
Spesi tebal 1 cm = 1 x 21 kg/m2 = 21 kg/m2
Total berat finishing = 81 kg/m2
untuk satu anak tangga = ( 0.25 + 0.17 ) ( 1.5 ) ( 81 ) = 0.42 x 122
= 51 kg
100
Per m' = x 51 = 204 kg/m
25
Total berat sendiri tangga = 306 kg/m + 871 kg/m + 204 kg/m
= 1381 kg/m
atau :
1381
Total berat sendiri tangga = = 921 kg/m2 = 0.92 T/m2
1.5
2. Beban Hidup
Beban hidup tangga = 300 kg/m2 atau 66
= 300 kg/m2 x 1.5 m = 450 kg/m
3. Beban Bordes = 0,5 x Beban Tangga
Analisa tulangan geser (Begel/Sengkang) Kolom

Propetis penampang :

Lebar balok (b) = 300 mm


Tinggi penampang (h) = 300 mm
2
Luas penampang (Ag) = 300 x 300 = 90000 mm
Selimut beton (d') = 50 mm
Tinggi efektif (d) = 250 mm

Mutu beton = K - 225


Karakteristik beton (fc') = 18.675 Mpa
Mutu baja (fy) = 240 Mpa
Gaya geser (Vu) = 2 Ton = 20 kN
Gaya Aksial (Nu) = 4.69 Ton = 46.9 kN = 46900.0 N
Faktor reduksi kekuatan ( f ) = 0.6

Kapasitas geser bagian beton balok (Vc)

Nu 1
Vc = ( 1 + 14Ag ) 6 fc' bw.d

46900.0 1
= ( 1 + 14 x 90000 ) 6 18.675 x 300 x 250

46900 1
= ( 1+ ) x 4.32146 x 300 x 250
1260000 6

= ( 1 + 0.0372222 ) x 0.16667 x 4.3215 x 300 x 250

= 1.03722 x 0.16667 x 4.3215 x 300 x 250

= 56028.90451 N

= 56.029 kN

0,3 Nu
Vcmak = 3
1
fc' bw.d 1+ Ag

0.3 x 46900
=3
1
18.675 x 300 x 250 1 + 90000

14070
1
= 3 x 4.32146 x 300 x 250 1 + 90000

= 0.33333 x 4.3215 x 300 x 250 x ( 1 + 0.1563333 ) 67


= 108036.45 x 1.0753

= 116174.77

= 116.17 kN

Vc < Vcmak
56.029 kN < 116.17 kN Ok

4 . Gaya geser nominal yang bekerja :


Vu
Vn =
0.6
20
=
0.6
= 33.3333 kN .Ok!!

Gaya geser yang harus ditahan sengkang (Vs)

Vs = Vn - Vc
= 33.333 - 56.029
= -22.7 kN

Perhitungan luas tulangan :

Av. Fy. d.
Vs =
s
2
Tulangan yang dipakai diameter 8 mm dengan luas (Av) = 100.48 mm untuk dua sisi.

Jarak tulangan :
1. Spasi Tulangan :
Av. Fy. d.
s =
Vs
100.48 x 240 x 250
s =
-22695.57

= -265.6 mm
2. Spasi maksimum
Diameter tulangan utama = 25 mm
a. Spasi maksimum = 48 x 25 = 1200 mm
b. d/2 = 250 / 2 = 125 mm
c = 200 mm

Ambil jarak begel Sama dengan 125 mm 68


Maka pakai sengkang 8 - 13
Dari hasil perhitungan tangga diatas, didapatkan hasil nilai momen yang ditunjukkan pada
gambar 4.11, momen pada kolom sebesar 2.48 tm dan pada balok sebesar 3.6 tm. Hasil
perhitungan ini menunjukkan bahwa tulangan lentur dan balok masih kuat menahan beban
tangga. Ini berarti bahwa kerusakan yang terjadi pada join balok kolom tangga ini disebabkan
oleh jarak sengkang pada kolom yang besar dari 125 mm yang membahayakan daktilitas kolom.
Hal ini membuat kolom tidak akan dapat mempertahankan kuat lenturnya sewaktu terkena gaya
gempa siklik. Selain tulangan longitudinal bisa menekuk, spasi besar ini menimbulkan kegagalan
geser pada kolom tangga tersebut. Karena itu konfigurasi dan spasi sengkang ditetapkan secara
ketat dalam SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.4.2 dan 23.4.4.3. Namun seperti yang diuraikan
sebelumnya bahwa pada saat gedung ini dibangun menunjukkan pada saat itu penggunaan
sengkang masih jarang. Demikian juga gaya gempa yang masih didesain dengan percepatan
gempa yang masih kecil sekitar 0.05 g, sedangkan gempa yang terjadi lebih besar yaitu 0.30 g.
Seperti yang diuraikan diatas, pada gedung ini kerusakan ringan terjadi pada plat lantai
disekitar tangga dan disekitar deletasi gedung. Pada dinding interior gedung bagian dalam juga
terlihat adanya retak halus dan retak lebih dari 2,5 cm. Hal ini disebabkan oleh kekakuan dinding
ketika menahan gaya gempa yang terjadi. Terlihat juga retak pada dinding ekterior bagian luar
dan dalam dari masing-masing blok ujung gedung akibat gaya geser gedung.

Gambar 4.12 : Dinding interior bagian dalam yang ditambahkan untuk menutup jendela kaca.
(Sumber : New Zealand Team, 2009)

69
Pada blok tengah gedung, dinding interior disekitar tangga mengalami rusak sedang.
Terlihat beberapa bagian dalam dinding batu bata yang dipasang untuk menutup jendela kaca
disekitar tangga, lepas dan berjatuhan disekitar tangga, ditunjukkan pada gambar 4.12. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya tulangan jangkar antara bata dan kolom menurut SKBI Beton
1987. Tulangan jangkar ini sangat membantu struktur utama agar terjadi aksi komposit.
Tulangan jangkar juga berfungsi agar batu bata tidak jatuh kebawah saat terjadi gempa seperti
yang ditunjukkan pada gambar 4.13.

Gambar 4.13 : Gambar tulangan jangkar.


(Sumber : SKBI Beton 1987)

Pada bagian pintu dan jendela tidak terlihat adanya kerusakan. Plafon lantai 1 masih
dalam keadaan seperti sebelum terjadi gempa. Berdasarkan visual lapangan tidak terlihat tanda-
tanda terjadinya perpindahan pada bagian pondasi gedung.

Lantai 2
Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.14, pada bagian kolom dan balok mengalami
rusak ringan seperti yang terjadi pada lantai 1. Dari bukti lapangan terlihat kerusakan pada plat
lantai 2 ruangan bagian tengah bangunan yang menjorok kedepan. Ruangan ini berfungsi sebagai
ruang kerja Gubernur. Kerusakan pada plat lantai ini disebabkan oleh benturan pada bagian sisi-
sisi blok bangunan yang ditunjukkan pada gambar 4.15. Pada ruang kerja Gubernur ini,
plafonnya mengalami rusak ringan yang ditunjukkan pada gambar 4.16.

70
Gambar 4.14 : Denah Lantai 2.
(Sumber : New Zealand Team, 2009)

Gambar 4.15 : Kerusakan plat lantai 2 pada ruangan yang menjorok kedepan pada blok tengah.
(Sumber : Wahyel Iffah, New Zealand Team 2009)

71
Gambar 4.16 : Kerusakan pada plafon lantai 2 pada ruangan di blok tengah.
(Sumber : Wahyel Iffah, New Zealand Team 2009)

Pada lantai ini kerusakan terlihat tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada lantai 1.
Kerusakan seperti adanya retak disekitar dinding interior bagian dalam pada tangga blok
samping kanan gedung yang ditunjukkan pada gambar 4.17 dan pada dinding eksterior bagian
luar bangunan akibat gaya geser.

Gambar 4.17 : Retak pada dinding interior bagian dalam gedung.


(Sumber : New Zealand Team, 2009)

72
Lantai 3 dan 4 sudah tidak difungsikan lagi disebabkan oleh kerusakan yang terjadi
akibat gempa 2007.
Dari investigasi visual dilapangan, dikelompokkan kerusakan existing gedung yang terjadi pada
tabel dibawah ini :
Tabel 4.1 : Persentase kerusakan pada gedung.

Kantor
No Jenis kerusakan Gubernur

1
Struktur
1 Lentur Balok 0,36%
2 Geser Balok 0,72%
3 Lentur Kolom 0,72%
4 Geser Kolom 6,12%
5 Kerusakan Joint 2,16%

Non Struktur
1 Dinding 9,49%
2 Tangga 12,50%
3 Palfond 3,00%
Jumlah 35,07%

Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan dari tabel persentase kerusakan diatas, dapat disimpulkan bahwa
bangunan ini cukup kuat secara struktur pada saat gempa 7,9 SR, 30 September 2009. Kerusakan
pada bangunan terjadi sebesar 35,07 %. Kerusakan mayoritas sebesar 12,50 % terjadi pada
tangga dan dinding 9,49 %. Pada struktur hanya mengalami rusak ringan pada selimut beton
kolom dan balok. Struktur kolom dan balok pada konstruksi gedung ini kuat untuk menahan
beban yang ada. Dalam pembahasan ini juga dilampiran form investigasi visual lapangan dan
lampiran data hammer test ITP tahun 2007.

73
Dari analisis studi kasus gedung 15 gedung pemerintahan, persentase kerusakan dikelompokkan
seperti dibawah ini:

a. Skala persentase kerusakan < 30 %


Tabel 4.16 : Persentase kerusakan gedung
Persentase Kerusakan
Gedung DPRD
No Jenis kerusakan Pos dan Giro Balai Diklat
Walikota Prov
2 5 12 14
Struktur
1 Lentur Balok 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
2 Geser Balok 0,00% 0,00% 0,00% 1,39%
3 Lentur Kolom 0,00% 0,00% 0,00% 1,39%
4 Geser Kolom 0,00% 3,97% 0,42% 5,56%
5 Kerusakan Joint 0,00% 0,79% 0,00% 0,69%

Non Struktur
1 Dinding 9,72% 0,79% 3,33% 4,51%
2 Tangga 6,25% 12,50% 2,50% 3,13%
3 Plafond 0,00% 5,00% 2,50% 2,50%
Jumlah 15,97% 23,06% 8,75% 19,17%

100% Lentur Balok 2% Geser Balok


90% 1%
K K
80%
e e 1%
70%
r r
60% 1%
u u
s 50% s 1%
a 40% a 1%
k 30% k
a a 0%
20%
n n 0%
10%
0% 0%
2 5 12 14 2 5 12 14
No Urut Gedung No Urut Gedung

74
2% Lentur Kolom 6% Geser Kolom
1%
K K 5%
e 1% e
r r 4%
1%
u u
s 1% s 3%
a a
1%
k k 2%
a 0% a
n n 1%
0%

0% 0%
2 5 12 14 2 5 12 14
No Urut Gedung No Urut Gedung

1% 12% Kerusakan dinding


Kerusakan Joint
1%
K K 10%
1%
e e
r 1% r 8%
u 1% u
s s 6%
0%
a a
k 0% k 4%
a a
0%
n n 2%
0%
0% 0%
2 5 12 14 2 5 12 14

No Urut Gedung No Urut Gedung

75
14% 6% Kerusakan Plafond
Kerusakan tangga
12% 5%
K K
e 10% e
r r 4%
u 8% u
s s 3%
a 6% a
k k 2%
4%
a a
n 2% n 1%

0% 0%
2 5 12 14 2 5 12 14
No Urut Gedung No Urut Gedung

Gambar 4.114 : Grafik persentase kerusakan gedung dalam skala kerusakan < 30 %.

b. Skala persentase kerusakan > 30 % - 60 %.

4.17 : Tabel Persentase kerusakan gedung.


Persentase Kerusakan
Tsunami
Kantor Dinas
No Jenis kerusakan Balai Kota Warning BPKP ESDM
Gubenur Kesehatan
Center
1 3 4 6 7 8
Struktur
1 Lentur Balok 0,36% 0,58% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
2 Geser Balok 0,72% 3,00% 2,78% 2,78% 4,26% 2,56%
3 Lentur Kolom 0,72% 0,00% 9,72% 1,67% 0,00% 0,00%
4 Geser Kolom 6,12% 7,00% 14,58% 20,00% 5,32% 11,54%
5 Kerusakan Joint 2,16% 3,00% 1,39% 2,22% 4,26% 2,56%

Non Struktur
1 Dinding 9,49% 21,80% 3,97% 21,18% 16,00% 8,33%
2 Tangga 12,50% 9,38% 12,50% 5,00% 3,13% 3,13%
3 Plafond 3,00% 6,25% 5,00% 4,00% 2,50% 5,00%
Jumlah 35,07% 51,01% 49,94% 56,84% 35,45% 33,13%

76
1% Lentur Balok 5% Geser Balok
4%
K 1% K
e e 4%
1%
r r 3%
u 0% u 3%
s s
0% 2%
a a
k k 2%
0%
a a 1%
n 0% n 1%
0% 0%
1 3 4 6 7 8 1 3 4 6 7 8
No Urut Gedung No Urut Gedung

12% Lentur Kolom 25% Geser Kolom

K 10% K
20%
e e
r 8% r
u u 15%
s 6% s
a a 10%
k 4% k
a a
5%
n 2% n

0% 0%
1 3 4 6 7 8 1 3 4 6 7 8
No Urut Gedung No Urut Gedung

77
5% Kerusakan Joint 25% Kerusakan dinding
4%
K K
4% 20%
e e
r 3% r
u 3% u 15%
s s
2%
a a 10%
k 2% k
a 1% a 5%
n 1% n

0% 0%
1 3 4 6 7 8 1 3 4 6 7 8
No Urut Gedung No Urut Gedung

14% Kerusakan tangga 7% Kerusakan Plafond

12% 6%
K K
e 10% e 5%
r r
u 8% u 4%
s s
a 6% a 3%
k k
4% 2%
a a
n 2% n 1%

0% 0%
1 3 4 6 7 8 1 3 4 6 7 8

No Urut Gedung No Urut Gedung

Gambar 4.115 : Grafik persentase kerusakan gedung dalam skala kerusakan > 30 % -60 %.

78
c. Skala persentase kerusakan > 60 - 100 %
Persentase Kerusakan
Gedung
No Jenis kerusakan PDAM Kelautan Bappeda Gedung PU
Arsip
9 10 11 13 15
Struktur
1 Lentur Balok 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
2 Geser Balok 5,77% 4,44% 2,14% 5,26% 4,69%
3 Lentur Kolom 30,77% 46,30% 60,53% 55,68% 35,42%
4 Geser Kolom 17,31% 11,11% 5,26% 9,09% 6,77%
5 Kerusakan Joint 5,77% 7,41% 3,51% 7,95% 5,21%

Non Struktur
1 Dinding 10,33% 15,83% 12,14% 5,26% 9,41%
2 Tangga 6,25% 8,33% 8,33% 7,50% 9,38%
3 Plafond 2,50% 5,00% 7,50% 7,50% 5,00%
Jumlah 78,69% 98,43% 99,42% 98,25% 75,87%

100%
Lentur Balok 7% Geser Balok
90%
6%
K 80% K
e e 5%
70%
r r
60% u
u 4%
s 50% s
a a 3%
40%
k k
30% 2%
a a
20% n
n 1%
10%

0% 0%
9 10 11 13 15 9 10 11 13 15
No Urut Gedung No Urut Gedung

79
70% Lentur Kolom 20% Geser Kolom
18%
K 60% K
16%
e e
50% 14%
r r
u 40% u 12%
s s 10%
a 30% a 8%
k k 6%
20%
a a
4%
n 10% n
2%
0% 0%
9 10 11 13 15 9 10 11 13 15
No Urut Gedung No Urut Gedung

9% Kerusakan Joint 18% Kerusakan dinding


8% 16%
K 7% K
14%
e e
r 6% r 12%
u 5% u 10%
s s
4% 8%
a a
k 3% k 6%
a a
2% 4%
n n
1% 2%

0% 0%
9 10 11 13 15 9 10 11 13 15
No Urut Gedung No Urut Gedung

80
10% Kerusakan tangga 8% Kerusakan Plafond
9% 7%
K K
8%
e e 6%
7%
r r
6% 5%
u u
s 5% s 4%
a 4% a
3%
k 3% k
a a 2%
2%
n n 1%
1%
0% 0%
9 10 11 13 15 9 10 11 13 15
No Urut Gedung No Urut Gedung

Gambar 4.116 : Grafik persentase kerusakan gedung dalam skala kerusakan > 60 % - 100 %.

81
BAB V

Kesimpulan Dan Saran


5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan penyebab kerusakan gedung yang
paling banyak terjadi pada gedung bertingkat dari 2 lantai keatas di kota Padang akibat gempa 30
September yaitu :

1. Kesimpulan hasil dari investigasi pada kerusakan gedung.

a. Retakan
- Retak terjadi pada semua gedung pemerintahan
- Perpindahan terjadi pada gedung dengan persentase kerusakan > 60 % - 100 %.

b. Kegagalan struktur :
- Kegagalan geser kolom yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung Balai Diklat.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung BPKP.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung PDAM.
- Kegagalan geser balok yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung Balai Diklat.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada dinas Kesehatan.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung PDAM.
- Kegagalan lentur kolom paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung Balai Diklat.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung TWC.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung Bappeda.
- Kegagalan lentur balok yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu tidak ada terjadi.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung Balai Kota.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu tidak ada terjadi.

82
- Kegagalan joint kolom-balok paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung DPRD Provinsi.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada Dinas Kesehatan.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung Arsip.

2. Kesimpulan hasil investigasi kerusakan non struktural gedung.

Dinding
Kerusakan yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung Walikota.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung Balai Kota.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada dinas Kelautan.
Plafon
Kerusakan yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung DPRD Provinsi.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung Balai Kota.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung Arsip.
Tangga
Kerusakan yang paling besar terjadi pada :
1. Skala persentase kerusakan < 30% yaitu pada gedung DPRD Prov.
2. Skala persentase kerusakan > 30% - 60% yaitu pada gedung TWC.
3. Skala persentase kerusakan > 60% - 100% yaitu pada gedung PU Prov.

3. Kesimpulan hasil forensik engineering kerusakan gedung di Kota Padang.

a. Kerusakan struktur gedung pemerintahan di kota Padang.

Struktur gedung kebanyakan dengan frame terbuka tanpa diberi perkuatan seismik
( RC open frames without RC seismic wall ). Hal ini membuat terjadinya soft
structure dan deformasi struktur yang besar ketika terjadi gempa.

Banyak terjadi kerusakan pada bagian kepala dan kaki kolom struktur.

Kerusakan pada kolom terjadi akibat pengaruh retaknya dinding bata.

83
Kerusakan pada tulangan struktur.
- Penggunaan diameter tulangan utama balok dan kolom yang kecil dari ukuran
standar desain perencanaan.
- Pada penulangan geser kolom, jarak sengkang lebih besar dari yang
direncanakan sehingga kolom tidak mampu menahan gaya geser yang terjadi.
- Pada tulangan sengkang, pembengkokkan ujung tulangan masing-masingnya
tidak mencukupi standar sebesar 135 atau tambahan ikatan silang.

Kerusakan pada join balok - kolom yang disebabkan oleh kurangnya hoop dan
selimut beton yang tipis.

b. Kerusakan non struktural gedung pemerintahan di Kota Padang.

1. Dinding batu bata


- Pada dinding banyak didesain tanpa tulangan jangkar dengan struktur kolom.
- Pemasangan batu bata yang tidak sesuai teknik pemasangan.
- Tidak adanya pemisah antara dinding dengan tangga.
- Adanya tambahan dinding eksterior yang tidak terikat pada dinding batu bata.

2. Plafon
- Pemasangan plafon yang digantung tanpa bracing pada struktur.
- Kurangnya pemeliharaan pada kontruksi atap gedung, hal ini terlihat dengan
banyaknya konstruksi kayu atap yang telah lapuk.

3. Struktur tangga didisain secara biasa saja tanpa adanya perkuatan pada struktur,
dimana banyak tangga yang terlepas pada saat penghuni hendak keluar gedung.

5.2 Saran

a. Form yang diadaptasi dari FORM ATC 20 ini bisa digunakan untuk menentukan tingkat
kerusakan gedung secara cepat setelah gedung rusak akibat gempa. Namun untuk
mengetahui kapasitas gedung lebih detail maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
pada gedung tersebut.

b. Karena adanya keterbatasan dari form assesment yang digunakan, perlu penelitian lebih
lanjut sehingga penyebab kegagalan lebih detail bisa diketahui.

c. Sebaiknya untuk perencanaan gedung yang akan datang lebih membahas secara detail
terhadap kapasitas kolom pada bangunan.

84
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Robert T. Ratay, Ph.D., P.E, Forensic Structural Engineering Handbook. 2000.

R. Park and T. Paulay, Reinforced Concrete Structure, John Wiley & Son Inc. Canada, 1975

T Paulay and M. J. N Priestly, Seismic Design Of Reinforced Concrete And Masonry


Buildings. 1992.

Michael C Griffith, Jason M Ingham and Richard Weller, Earthquake Reconnaissance


Forensic Engineering On An Urban Scale. Submitted 4 January 2010.

Widodo, Seminar dan Pameran HAKI, KONSTRUKSI TAHAN GEMPA DI INDONESIA.


2007.

The EERI investigated, Learning from earthquake, the 7,6 Western Sumatra Earthquake Of
September 30, 2009. 2009.

UNDP RISE Project- NZ earthquake Engineering Team, Assessment Report. 2010.

Krishnamurthy, Dr. Natarajan, Forensic Engineering in Structural Design and Construction.


Submitted November 2007.

Hakam and Senggra, Locations of liquefaction that was identified around Padang city. 2009.

85

Anda mungkin juga menyukai