Anda di halaman 1dari 16

KAJIAN PENANGANAN KESELAMATAN PADA LOKASI RAWAN

KECELAKAAN
(Studi Kasus: Jalan Nasional Cakung – Cilincing, Provinsi DKI Jakarta)

Reson Wibowo

Abstrak - Dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia dinilai menjadi pembunuh
terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Hal ini menjadi pertimbangan
untuk melakukan penelitian terhadap kecelakaan lalu lintas dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan
lalu lintas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji insiden kecelakaan lalu lintas / masalah
keselamatan pada lokasi rawan kecelakaan dalam upaya untuk meminimalkan kecelakaan lalu lintas,
khususnya di jalan nasional Cakung-Cilincing, Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masalah keselamatan yang ada adalah kecepatan operasi kendaraan yang relatif tinggi, khususnya sepeda
motor, adanya sepeda motor yang bergerak melawan arus lalu lintas, gangguan samping jalan, parkir pinggir
jalan dan kurangnya rambu lalu lintas dan marka jalan. Untuk menangani masalah keselamatan lalu lintas,
manajemen lalu lintas diusulkan, yang meliputi pemisahan atau penyediaan jalur khusus sepeda motor,
pemasangan rambu lalu lintas, marka jalan, menyediakan jalur untuk pejalan kaki, zebra dan pelican
crossing untuk pejalan kaki, dan pita penggaduh di lokasi dekat dengan persimpangan dan penyeberangan
pejalan kaki. Hal tersebut memberikan nilai Benefit Cost Ratio (BCR) sebesar 4, 16 untuk penanganan sta
1+700 s/d 1+800 arah Cilincing Ke Cakung dan 4,46 untuk penanganan sta 3+700 s/d 3+800 arah Cakung ke
Cilincing.

Kata kunci : Kecelakaan, Keselamatan Lalu Lintas, Penanganan Keselamatan, Benefit Cost Ratio (BCR).

1. PENDAHULUAN
Infrastruktur jalan sebagai prasarana dari kegiatan transportasi merupakan bagian penting
dari pembangunan nasional, hal ini dikarenakan infrastruktur jalan berperan penting dalam
kelancaran jalannya roda perekonomian nasional secara keseluruhan. Sebagai negara
berkembang Indonesia masih terus membangun infrastruktur jalan yang diperlukan serta
menjaga dan memperbaiki kualitas infrastruktur jalan yang sudah ada.

Dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia berdasarkan laporan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah
penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011 menyebutkan,
sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif, yakni 22 – 50
tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan
raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan,
kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan
rentang usia 10-24 tahun. (www.bin.go.id). Dalam upaya untuk meminimalkan defisiensi
keselamatan infrastruktur jalan dengan pemenuhan tiga aspek penting, yaitu: self-
explaining road, self- enforcing road, forgiving road environment.

Jalan nasional Cakung-Cilincing, Provinsi DKI Jakarta merupakan jalan akses utama
menuju pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pintu gerbang perekonomian nasional
yang harus memenuhi pembangunan infrastruktur jalan yang berwawasan keselamatan dan
lingkungan. Berdasarkan data kepolisian (IRSMS), ruas jalan ini memiliki tingkat
kecelakaan relatif tinggi dengan jumlah kecelakaan yang terjadi pada ruas jalan nasional
Cakung-Cilincing untuk 3 tahun terakhir (2012, 2013, dan 2014) yaitu 116 kejadian
dengan jumlah korban 36 meninggal dunia, 5 luka berat, dan 98 luka ringan.

1
Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji insiden kecelakaan lalu lintas / masalah
keselamatan pada lokasi rawan kecelakaan dalam upaya untuk meminimalkan kecelakaan
lalu lintas, khususnya di jalan nasional Cakung-Cilincing, Provinsi DKI Jakarta.
Adapun sub tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengelompokan (clustering) lokasi rawan kecelakaan berdasarkan data
kecelakaan
2. Menganalisis permasalahan keselamatan yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan
pada lokasi studi dengan menggunakan metoda 5W+1 H
3. Mengusulkan alternatif penanganan berupa elemen geometrik jalan, pengaturan lalu
lintas dan perlengkapan jalan sebagai usaha untuk meminimalisir kecelakaan.
4. Menentukan prioritas utama usulan alternatif penanganan keselamatan pada lokasi
studi kasus dengan analisa biaya dan manfaat menggunakan metode BCR (Benefit Cost
Ratio)

2. KAJIAN PUSTAKA
Prinsip jalan yang berkeselamatan (Kusumawati.A, 2013) adalah bahwa jalan tersebut
memiliki fungsi dengan:
1) Self explaining road
Infrastruktur jalan yang mampu memandu pengguna jalan – tanpa komunikasi
2) Self enforcing road
Infrastruktur jalan yang mampu menciptakan kepatuhan – tanpa peringatan
3) Forgiving road
Infrastruktur jalan yang mampu meminimalisir kesalahan pengguna jalan – meminimalisir
tingkat keparahan korban. Forgiving road adalah jalan yang tidak mengakibatkan akibat
yang fatal apabila terjadi kecelakaan.

Berdasarkan Highway Safety Manual (HSM) 2010, proses manajemen keselamatan jalan
yang dapat digunakan untuk memonitor dan mengurangi frekuensi kecelakaan dan
keparahan tabrakan pada jaringan jalan eksisting seperti disajikan pada Gambar 2.2
berikut:

Gambar 2.2 Proses Manajemen Keselamatan Jalan (HSM, 2010)

Tujuan manajemen lokasi rawan kecelakaan adalah mengurangi jumlah dan keparahan
kecelakaan dalam batasan ketersediaan sumberdaya, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perundangan yang berlaku.
Metode penyaringan/identifikasi lokasi rawan kecelakaan pada ruas jalan berupa titik
rawan kecelakaan sistem cluster (AASHTO, 2010), yaitu dengan memilih lokasi atau titik
dimana kejadian kecelakaan cenderung menumpuk setiap rentang panjang 100 meter.
Kemudian digunakan kriteria dalam mengidentifikasi lokasi rawan kecelakaan.
Metode Tingkat Kecelakaan
Tahapan perhitungan tingkat kecelakaan untuk ruas jalan adalah sebagai berikut:

2
a. Perhitungan VKT
LHR
V KT= × l× n ×365 , dimana:
1 .000 . 000

VKT = jumlah kendaraan yang melintas (juta kend-km)


LHR = jumlah kendaraan yang melintasi segmen jalan dalam satu hari
l = panjang segmen jalan
n = jumlah periode data kecelakaan (tahun)

b. Perhitungan tingkat kecelakaan (R)


Perhitungan tingkat kecelakaan dilakukan untuk setiap segmen jalan yang ditinjau.
Tingkat kecelakaan dihitung menggunakan persamaan:
Ni
Ri= , dimana:
VMT i

Ri = tingkat kecelakaan pada segmen ke-i (kecelakaan/juta kend-km)


Ni = jumlah kecelakaan yang diobservasi pada segmen k-i
VMT i= jumlah kendaraan yang melintas pada segmen ke-i

Analisis data kecelakaan


Analisis data kecelakaan berdasarkan Pedoman Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan
Bina Marga tahun 2004, Analisis data dilakukan dengan pendekatan “5W + 1H”, antara
lain:

1. Why (Penyebab Kecelakaan)


Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor dominan penyebab suatu
kecelakaan.
2. What (Tipe Tabrakan)
Analisis tipe tabrakan bertujuan untuk mengetahui tipe tabrakan yang dominan di suatu
lokasi kecelakaan.
3. Who (Keterlibatan Pengguna Jalan)
Keterlibatan pengguna jalan di dalam kecelakaan dikelompokkan sesuai dengan tipe
pengguna jalan atau tipe kendaraan.
4. Where (Lokasi Kejadian)
Lokasi kejadian kecelakaan atau yang dikenal dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP)
mengacu kepada lingkungan lokasi kecelakaan
5. When (Waktu Kejadian Kecelakaan)
Waktu kejadian kecelakaan dapat ditinjau dari kondisi penerangan di TKP atau jam
kejadian kecelakaan.
6. How (Kejadian Kecelakaan)
Suatu kecelakaan lalu lintas terjadi pada dasarnya didahului oleh suatu manuver
pergerakan tertentu.

Pemilihan teknik penanganan


Pemilihan teknik penanganan lokasi rawan kecelakaan terutama didasarkan atas
pertimbangan efektifitas. Selain itu, suatu penanganan yang diusulkan perlu
memperhitungkan ekonomis tidaknya penanganan tersebut untuk diterapkan. Karena itu,
suatu teknik penanganan dapat diusulkan apabila:
(1) Dapat dipastikan teknik tersebut memiliki pengaruh signifikan dalam mengurangi
kecelakaan dan fatalitas kecelakaan;

3
(2) Sedapat mungkin tidak mengakibatkan timbulnya tipe kecelakaan lain;
(3) Tidak mengakibatkan dampak terhadap kinerja jalan, seperti kemacetan.

Berkaitan dengan prinsip tersebut, maka:


(1) Teknik penanganan dipilih berdasarkan tingkat pengurangan kecelakaan yang optimal
dari faktor-faktor penyebab kecelakaan yang teridentifikasi;
(2) Pemilihan teknik penanganan sangat bergantung kepada tipe kecelakaan dan penyebab;
(3) Disain penanganan yang disiapkan merupakan suatu paket penanganan yang terdiri
atas beberapa paket penanganan dan biasanya dipersiapkan lebih dari satu alternatif
paket penanganan;
(4) Suatu paket penanganan yang optimal merupakan serangkaian teknik penanganan
yang terintegrasi satu sama lain yang dapat menghasilkan tingkat pengurangan
kecelakaan yang lebih maksimal.

Penanganan lokasi kecelakaan didasarkan pada tingkat pengurangan kecelakaan dengan


menggunakan faktor reduksi kecelakaan untuk efektifitas penanganan berdasarkan
pendekatan Austroads 2009 dan secara lengkap pada website www.engtoolkit.com.au.
Seringkali dalam suatu kasus terdapat lebih dari satu jenis penanganan yang dilakukan
pada satu lokasi yang sama. Berikut adalah pendekatan yang paling umum dilakukan untuk
menghitung kumulatif tingkat reduksi kecelakaan pada lebih dari satu penanganan.
Formula berdasarkan Austroads 2009 sehingga didapatkan total efektifitas penanganan:

CRFt = 1- (1-CRF1)(1-CRF2) …..(1-CRFx) x 100%


Dimana:
CRFt = total crash reduction
CRFx = individual crash reduction

Nilai manfaat penanganan yang diterapkan ditentukan dengan rumus:


Bn = AC x AF x f

Keterangan:
Bn adalah manfaat dalam n tahun periode.
AC adalah biaya kecelakaan (rata-rata).
AF adalah frekuensi kecelakaan dalam n tahun periode.
f adalah prosentase pengurangan angka kecelakaan dari teknik yang diterapkan.

Analisis Biaya Kecelakaan Lalu Lintas


Biaya satuan korban kecelakaan atau BSKO berdasarkan harga satuan tahun 2013 (tahun
dasar /T0) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 - Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas, (BSKO) (T0) tahun dasar (2013)
No Kategori korban Biaya satuan korban (Rp/Korban)
1 Meninggal dunia 399.265.381
2 Luka berat 105.907.253
3 Luka ringan 28.624.336
Sumber: Puslitbang jalan -2013
Perkiraan biaya satuan korban dan biaya satuan kecelakaan lalu lintas menggunakan Biaya
Satuan Korban Kecelakaan (BSKO) dihitung menggunakan persamaan berikut ini:
BSKOj (Tn) = BSKOj (T0) x (1 + g)t

4
Keterangan:
BSKOj (Tn) adalah biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas pada tahun n untuk setiap
kategori korban, dalam rupiah/korban
BSKOj (T0) adalah biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas pada tahun dasar untuk
setiap kategori korban, dalam rupiah/korban, lihat Tabel II.1
g adalah tingkat inflasi pada tahun perhitungan, dalam desimal (menurut data
BPS)
Tn adalah tahun perhitungan biaya korban
T0 adalah tahun dasar perhitungan biaya korban (Tahun 2013)
t adalah selisih tahun perhitungan (Tn – T0)
j adalah kategori korban

Biaya korban kecelakaan lalu lintas dihitung pada tahun n dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
m
BBKO (Tn) = Σ (JKOj x BSKOj (Tn))
j=1
Keterangan:
BBKO adalah biaya korban kecelakaan lalu lintas, dalam rupiah/tahun.
JKOj adalah jumlah korban kecelakaan lalu lintas untuk setiap kategori korban,
dalam korban/tahun.
BSKOj(Tn) adalah biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas pada tahun n untuk setiap
kategori korban, dalam rupiah/korban
j adalah kategori korban

3. METODE PENELITIAN
Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukannya dalam tahapan-tahapan seperti yang
tergambar dalam diagram alir penelitian dibawah ini:

Gambar 3.1 Bagan Alir Program Penelitian


4. DATA DAN ANALISIS DATA
a) Lokasi penelitian pada ruas jalan nasional Cakung-Cilincing, Provinsi DKI Jakarta,
bersumber dari Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 631/KPTS/M/2009 tanggal

5
31 Desember 2009 pada lampiran 11B. Jalan Nasional Cakung-Cilincing memiliki
panjang ruas 9,030 km dan merupakan jalan nasional bukan jalan tol di Provinsi DKI
Jakarta dengan nomor ruas (020) 015.11K seperti pada gambar 4.2 Cakung-
Jalan Nasional berikut ini:
Cilincing, Provinsi DKI
Jakarta
Cilincing

Cakung

Gambar 4.2 Wilayah Penelitian Ruas Jalan Nasional Cakung-Cilincing, Provinsi DKI
Jakarta (Lampiran 11B Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 631/KPTS/M/2009)

b) Data yang digunakan antara lain :


1. Data lalu lintas, dengan menggunakan hasil pengukuran volume lalu lintas pada satu
arah di masing-masing lokasi penelitian dalam 2 (dua) jam pengamatan, volume
kendaraan untuk tiap jenis kendaraan dalam satuan kendaraan/jam juga dalam satuan
smp/jam, dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Volume Lalu Lintas STA 1+700 S/D STA 1+800 Arah
Cilincing Ke Cakung Per Jenis Kendaraan
Waktu Survey Jenis Kendaraan Volume Kendaraan emp Volume
(WIB) (Kend/jam) Kendaraan
(smp/jam)
15.00-16.00 Kendaraan Ringan (LV) 377 1 377
Kendaraan Berat (HV) 636 1,3 826,8
Sepeda Motor (MC) 957 0,4 382.8
Jumlah 1970 1586,6
16.00-17.00 Kendaraan Ringan (LV) 434 1 434
Kendaraan Berat (HV) 564 1,3 733,2
Sepeda Motor (MC) 1563 0,4 625.2
Jumlah 2561 1792,4
Volume Rata-Rata 2266 1689,5

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Volume Lalu Lintas STA 3+700 S/D STA 3+800 Arah
Cakung ke Cilincing Per Jenis Kendaraan
Waktu Survey Jenis Kendaraan Volume Kendaraan emp Volume
(WIB) (Kend/jam) Kendaraan
(smp/jam)
10.00-11.00 Kendaraan Ringan (LV) 391 1 391
Kendaraan Berat (HV) 437 1,3 568,1
Sepeda Motor (MC) 857 0,4 342,8
Jumlah 1685 1301,9
11.00-12.00 Kendaraan Ringan (LV) 338 1 338
Kendaraan Berat (HV) 471 1,3 612,3
Sepeda Motor (MC) 783 0,4 313,2
Jumlah 1592 1263,5
Volume Rata-Rata 1639 1282,7

6
22% 18%
50%
56%
26%
28%

Gambar 4.3 Komposisi Kendaraan Arah Gambar 4.4 Komposisi Kendaraan Arah
Cilincing ke Cakung Cakung ke Cilincing
Sumber: Data Survey Volume Lalu Lintas 2 jam Pengamatan, 2015

2. Data kecelakaan lalu lintas, terdiri dari data kecelakaan lalu lintas selama 3 (tiga)
tahun yaitu tahun 2012-2014 yang berasal dari IRSMS (database kecelakaan lalu
lintas). Database IRSMS ini dapat diakses secara online melalui www.korlantas.info.

TOTAL

PDO

Ringan

Sedang

Berat / Fatal
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Gambar 4.5 Data Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan nasional Cakung-Cilincing
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2014 (IRSMS Polri, 2012-2014)

1
1
1
1
35
1
4
3
28
10
3
1
2
1
1
2
2
2
4
3
3
1
1
1
1
1
1
1
0 5 10152025303540
Gambar 4.6 Tipe Kecelakaan Lalu Lintas Gambar 4.7 Jumlah Kejadian Laka Tahun
Ruas Jalan Nasional Cakung- Cilincing 2012-2013 Berdasarkan Hari
Tahun 2012-2014
7
c) Pengelompokan (Clustering) Titik Rawan Kecelakaan
Hasil plotting koordinat GPS lokasi kejadian kecelakaan pada aplikasi Google Earth
ditunjukan pada Gambar 4.8 di bawah ini:

Gambar 4.8 Plotting Koordinat GPS Lokasi Kejadian Kecelakaan

Kemudian dari hasil plotting tersebut, dipilih lokasi-lokasi dimana terdapat kejadian
kecelakaan yang mengelompok pada rentang 100 m. Dengan metode tingkat kecelakaan
(AASHTO, 2010) didapatkan nilai tingkat kecelakaan segmen ruas jalan seperti terlihat
pada gambar 4.9 dan 4.10 berikut:
1.80
1.60
Tingkat Kecelakaan (Juta kend-km)

1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 60 90 20 50 80 10 40 70 00 30 60 90 20 50 80 10 40 70 00 30 60 90 20 50 80 10 40 70 00
0+ 0+ 0+ 1+ 1+ 1+ 2+ 2+ 2+ 3+ . 3+ 3+ 3+ 4+ 4+ 4+ 5+ 5+ 5+ 6+ 6+ 6+ 6+ 7+ 7+ 7+ 8+ 8+ 8+ 9+
s.d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d
s. s. s. s. s. s. s. s. s. sd s. s. s. s. s. s. s. s. s. s. s. s. s. s. s, s. s. s. s.d d d d d d d d
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 50 80 10 40 70 00 30 60 90 20 50 80 10 40 70 00 30 60 90 20 50 80 10 40 70 00 30 60 90
0+ 0+ 0+ 1+ 1+ 1+ 2+ 2+ 2+ 2+ a 3+ 3+ 3+ 4+ 4+ 4+ 5+ 5+ 5+ 5+ 6+ 6+ 6+ 7+ 7+ 7+ 8+ 8+ 8+ 8+
ts a sta sta sta sta sta sta sta sta sta st sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta

Lokasi (STA)

Ga
mbar 4.9 Tingkat Kecelakaan (Crash Rate) Pada Arah Cilincing ke Cakung
3.00
Tingkat Kecelakaan (Juta kend-km)

2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 60 90 20 50 80 10 40 70 00 30 60 90 20 50 80 10 40 70 00 30 60 90 20 50 80 10 40 70 00
0+ 0+ 0+ 1+ 1+ 1+ 2+ 2+ 2+ 3+ . 3+ 3+ 3+ 4+ 4+ 4+ 5+ 5+ 5+ 6+ 6+ 6+ 6+ 7+ 7+ 7+ 8+ 8+ 8+ 9+
s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d sd s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s.d s,d s.d s.d s.d s.d
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 50 80 10 40 70 00 30 60 90 20 50 80 10 40 70 00 30 60 90 20 50 80 10 40 70 00 30 60 90
0+ 0+ 0+ 1+ 1+ 1+ 2+ 2+ 2+ 2+ a 3+ 3+ 3+ 4+ 4+ 4+ 5+ 5+ 5+ 5+ 6+ 6+ 6+ 7+ 7+ 7+ 8+ 8+ 8+ 8+
sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta st sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta sta

Lokasi (STA)

Gambar 4.10 Tingkat Kecelakaan (Crash Rate) Pada Arah Cakung ke Cilincing

Dari Gambar 4.9 dan 4.10 di atas , maka hasil dari pengelompokan (clustering) titik rawan
kecelakaan di atas dapat disimpulkan 5 (lima) titik lokasi baik untuk arah Cilincing ke
Cakung maupun arah Cakung ke Cilincing yang mempunyai nilai tingkat kecelakaan
tertinggi dapat terlihat pada Tabel 4.3 berikut ini:

8
Tabel 4.3 Peringkat 5 (lima) Terbesar Berdasarkan Tingkat Kecelakaan pada Ruas Jalan
Nasional Cakung - Cilincing, Provinsi DKI Jakarta
Arah Arah
Tingkat Tingkat
Peringkat MD LB LR PDO Cakung ke MD LB LR PDO
Kecelakaan Kecelakaan
Cilincing ke Cakung Cilincing
1 1+700 s/d 1+800 2 0 5 0 1.64 0+700 s/d 0+800 1 0 12 0 2.61
2 0+700 s/d 0+800 1 0 4 0 1.17 0+900 s/d 1+000 2 1 4 1 1.61
3 1+000 s/d 1+100 1 0 2 2 1.17 0+800 S/D 0+900 1 1 5 0 1.41
4 5+200 s.d 5+300 1 0 3 0 0.94 0+400 S/D 0+500 4 0 2 0 1.21
5 2+700 s/d 2+800 3 0 0 0 0.7 3+700 S/D 3+800 1 0 5 0 1.21

d) Dari hasil 5 (lima) peringkat terbesar tersebut kemudian akan dilakukan pemilihan 2
(dua) lokasi sebagai analisa lebih mendetail berdasarkan pertimbangan kondisi lalu
lintas yang selanjutnya dianalisis dengan metode 5W+1H. 2 (dua) lokasi pengamatan
yaitu:
1) Sta 1+700 s.d 1+800 arah Cilincing ke Cakung
2) Sta 3+700 s.d 3+800 arah Cakung ke Cilincing

Pada lokasi Sta 1+700 s.d 1+800 arah Cilincing ke Cakung, hasil analisis dengan
pendekatan 5W+1H yaitu:

a. Where (lokasi kecelakaan): Titik rawan kecelakaan yaitu segmen jalan sepanjang 100
m yang mempunyai koordinat (-6.122674026; 106.9269541) merupakan jalan arteri
perkotaan
b. When (waktu kejadian): Kecelakaan terjadi di dominasi pada waktu pagi hari (06.00 –
11.59) yaitu sebesar 50%, malam hari (18.00-23.59) sebesar 33% sedangkan pada dini
hari (00.00 – 05.59) sebesar 17% dan terjadi didominasi pada hari kerja serta seluruh
kejadian terjadi saat cuaca cerah dan kondisi cahaya terang.
c. Who (pengguna jalan yang terlibat): Pelaku kecelakaan melibatkan sepeda motor
dengan trailer/truk sebesar 50%, mobil dengan pejalan kaki sebesar 33%, sepeda motor
dengan mobil 17%
d. What (tipe tabrakan): Tipe kecelakaan adalah tabrakan samping kendaraan sebanyak 3
kejadian (50%), tabrakan depan-belakang sebanyak 1 kejadian (16%), tabrakan diruas
jalan dengan melibatkan pejalan kaki yang sejajar jalan sebanyak 1 kejadian (17%),
Tabrakan dengan kendaraan menyebrang dari sisi kiri jalan sebanyak 1 kejadian (17%).
e. Why (penyebab kecelakaan): penyebab kecelakaan berdasarkan kronologis dan
pengamatan di lapangan yaitu:
 Adanya kecepatan berlebih (speeding) terutama dari sepeda motor yang melebihi
dari kecepatan rencana.
 Kejadian melibatkan mobil dengan pejalan kaki karena didaerah itu terdapat
Terowongan Penyeberangan Orang (TPO) yang belum didukung rambu untuk
pejalan kaki untuk menyeberang
 Adanya gangguan samping berupa badan jalan digunakan untuk berhenti/ parkir
oleh kendaraan-kendaraan berat
 Terowongan Penyeberangan Orang (TPO) sering digunakan untuk sepeda motor
memutar balik arah
 Jalan ini belum didukung oleh marka jalan dan rambu lalu lintas
 Terowongan Penyeberangan Orang (TPO) yang belum didukung fasilitas untuk
pejalan kaki untuk menyeberang.
 Diperlukan suatu peningkatan kewaspadaan pengemudi dan pengurangan kecepatan
kendaraan karena adanya pertigaan dan Terowongan Penyeberangan Orang (TPO).
9
 Lokasi ini belum tersedia trotoar yang memadai
 Kejadian kecelakaan didominasi oleh sepeda motor dengan trailer/ truk dikarenakan
adanya perbedaan kecepatan antara sepeda motor dengan jenis kendaraan lainnya.
 Lebar bahu jalan belum sesuai persyaratan teknis jalan (Permen PU No.
19/PRT/M/2011) karena bahu jalan memberikan ruang bagi pengemudi untuk
mengusai kendaraannya setelah meninggalkan lajur lalu lintasnya dengan cara yang
tidak baik. Bahu jalan yang diperkeras sangat diperlukan untuk membantu
penguasaan kendaraan setelah meninggalkan lajur lalu lintasnya dan juga
mengurangi tingkat kefatalan pada tabrakan keluar jalur.
f. How (kejadian kecelakaan): kejadian kecelakaan secara mendetail terdapat kronologis
kecelakaan yang terdapat pada matriks faktor kecelakaan.

Gambar 4.11 Kondisi Sta 1+700 S.D 1+800 Arah Cilincing ke Cakung

Tabel 4.4 Matriks Faktor Kecelakaan Sta 1+700 s.d 1+800 arah Cilincing ke Cakung

Sumber: IRSMS ditlantas Polri, 2012-2014

Dari hasil pengukuran kecepatan di lapangan pada tanggal 11 juni 2015 Pada Sta 1+700
S.D 1+800 Arah Cilincing ke Cakung diperoleh kecepatan rata-rata menurut jenis
kendaraan yaitu untuk jenis kendaraan ringan sebesar 45,36 km/jam, untuk kendaraan berat
sebesar 46,16 km/jam dan untuk sepeda motor sebesar 72 km/jam.

10
Pada lokasi Sta 3+700 s.d 3+800 arah Cakung ke Cilincing, hasil analisis dengan
pendekatan 5W+1H yaitu:

a. Where: Titik rawan kecelakaan yaitu segmen jalan sepanjang 100 m yang mempunyai
koordinat (-6.137379775; 106.936464) merupakan jalan arteri perkotaan
b. When: Kecelakaan terjadi di dominasi pada waktu pagi hari (06.00 – 11.59) yaitu
sebesar 50%, malam hari (18.00-23.59) sebesar 25% sedangkan pada dini hari (00.00 –
05.59) sebesar 25% dan terjadi didominasi pada hari kerja serta seluruh kejadian terjadi
saat cuaca cerah dan kondisi cahaya terang.
c. Who: Pelaku kecelakaan melibatkan sepeda motor dengan mobil sebesar 50%, sepeda
motor dengan trailer sebesar 25%, sepeda motor dengan sepeda motor sebesar 25%
d. What: Tipe kecelakaan adalah tabrakan dengan kendaraan parkir di kiri jalan sebanyak
2 kejadian (50%), tabrakan samping sebanyak 1 kejadian (25%), Tabrakan dengan
kendaraan menyeberang dari sisi kiri jalan sebanyak 1 kejadian (25%).
e. Why: penyebab kecelakaan berdasarkan kronologis kepolisian dan pengamatan di
lapangan yaitu:
 Adanya kecepatan berlebih (speeding) yang melebihi dari kecepatan desain
 Badan jalan sering digunakan sebagai tempat parkir atau berhenti untuk kendaraan-
kendaraan berat
 Bentuk jalan merupakan jalan putaran arah (u-turn) dimana terdapat arus
bergabung (merging) yang belum disertai rambu yang memadai.
 Jalan ini belum didukung oleh marka jalan, baik marka tepi, pemisah lajur dan
marka chevron.
 Adanya jalan putaran arah (u-turn) sehingga diperlukan suatu peningkatan
kewaspadaan pengemudi dan pengurangan kecepatan kendaraan
 Tata guna lahan sekitar lokasi ini terdapat sungai Cakung Drain di sisi kiri jalan
sehingga perlu dipasang rel pengaman agar jalan tersebut lebih bersifat forgiving
road
 Adanya perbedaan kecepatan yang cukup signifikan antara sepeda motor dengan
jenis kendaraan lainnya terutama kendaraan berat (HV) yang dibuktikan dari hasil
pengamatan survey kecepatan operasional untuk tiap jenis kendaraan.
 Lebar bahu jalan belum sesuai persyaratan teknis jalan (Permen PU No.
19/PRT/M/2011) karena bahu jalan memberikan ruang bagi pengemudi untuk
mengusai kendaraannya setelah meninggalkan lajur lalu lintasnya dengan cara yang
tidak baik. Bahu jalan yang diperkeras sangat diperlukan untuk membantu
penguasaan kendaraan setelah meninggalkan lajur lalu lintasnya dan juga
mengurangi tingkat kefatalan pada tabrakan keluar jalur.
f. How: kejadian kecelakaan secara mendetail terdapat kronologis kecelakaan yang
terdapat pada matriks faktor kecelakaan.

Gambar 4.12 Kondisi Sta 1+700 S.D 1+800 Arah Cilincing ke Cakung

11
Tabel 4.5 Matriks Faktor Kecelakaan Sta 3+700 s.d 3+800 arah Cakung ke Cilincing

Sumber: IRSMS ditlantas Polri, 2012-2014

Dari hasil pengukuran kecepatan di lapangan pada tanggal 11 juni 2015 Pada Sta 3+700
S.D 3+800 Arah Cakung ke Cilincing diperoleh kecepatan rata-rata menurut jenis
kendaraan yaitu untuk jenis kendaraan ringan sebesar 108 km/jam, untuk kendaraan berat
sebesar 54 km/jam dan untuk sepeda motor sebesar 108 km/jam.

e) Hasil yang diperoleh dari analisa 5W+1H di atas, maka untuk mengatasi
permasalahan keselamatan tersebut dibuat alternatif usulan penanganan ditunjukan pada
tabel 4.6 dan 4.7 berikut:
Tabel 4.6 Alternatif Penanganan Pada Sta 1+700 S.D 1+800 Arah Cilincing ke Cakung

12
Tabel 4.7 Alternatif Penanganan Pada Sta 3+700 S.D 3+800 Arah Cakung ke Cilincing

Dengan memperhatikan alternatif penanganan seperti pada tabel 4.5 dan 4.6 di atas, maka
diperoleh pengurangan angka kecelakaan dengan pendekatan Austroads 2009 atau laman
aplikasi www.engtoolkit.com.au, seperti ditunjukan pada tabel 4.8 berikut ini:

Tabel 4.8 Prosentase Pengurangan Angka Kecelakaan Pada Lokasi Pengamatan

Keterangan:
1 Pemasangan rambu lalu lintas
2 Pemasangan marka jalan
3 Pemasangan zebra cross dan pelican crossing
4 Pita penggaduh (rumble strips)
5 Pembuatan trotoar
6 Pengaturan atus lalu lintas (lajur khusus sepeda motor)
7 Pelebaran bahu jalan
8 Pembuatan jembatan penyeberangan
9 Pemasangan rel pengaman

Hasil analisa BCR (Benefit Cost Ratio) terhadap usulan alternatif penanganan ditunjukan
pada tabel 4.9 dan 4. 10 berikut:

13
Tabel 4.9 Nilai BCR Untuk Penanganan Sta 1+700 S/D 1+800 Arah Cilincing Ke Cakung
Nilai Manfaat Perkiraan Biaya
No. Alternatif BCR
(Bn) Penanganan
Alt. 1 (Hanya Pemasangan
1 Rp750.591.213 Rp185.000.000 4,06
Perlengkapan Jalan)
Alt. 2 (Pengaturan Arus
2 Rp786.764.284 Rp189.000.000 4,16
,Pemasangan Perlengkapan Jalan)
Alt. 3 (Pelebaran Bahu Jalan,
3 Rp768.677.749 Rp310.000.000 2,48
Pemasangan Perlengkapan Jalan)
Alt. 4 (Pengaturan Arus, Pelebaran
4 Bahu Jalan, Pemasangan Rp804.850.819 Rp335.000.000 2,40
Perlengkapan Jalan)

Tabel 4.10 Nilai BCR Untuk Penanganan Sta 3+700 S/D 3+800 arah Cakung ke Cilincing
Nilai Manfaat Perkiraan Biaya
No. Alternatif BCR
(Bn) Penanganan
Alt. 1 (Hanya Pemasangan Rp391.882.793 Rp91.000.000 4,31
1
Perlengkapan Jalan)
Alt. 2 (Pengaturan Arus Rp423.233.416 Rp95.000.000 4,46
2
,Pemasangan Perlengkapan Jalan)
Alt. 3 (Pelebaran Bahu Jalan, Rp402.333.001 Rp182.000.000 2,21
3
Pemasangan Perlengkapan Jalan)
Alt. 4 (Pengaturan Arus, Pelebaran Rp433.683.624 Rp186.000.000 2,33
4 Bahu Jalan, Pemasangan
Perlengkapan Jalan)

Dari tabel 4.9 dan 4.10 di atas, pada Sta 1+700 s/d 1+800 arah Cilincing ke Cakung
diperoleh nilai BCR terbesar yaitu 4,16 dengan total prosentase reduksi kecelakaan sebesar
87% pada alternatif 2 dengan dilakukan teknik penanganan berupa pengaturan arus lalu
lintas dengan cara pemisahan/ penyediaan lajur khusus sepeda motor dan pemasangan
perlengkapan jalan berupa rambu lalu lintas, marka jalan, pembuatan trotoar, zebra cross
dan pelican crossing bagi pejalan kaki serta pita penggaduh (rumble strips). Sedangkan
untuk Sta 3+700 s/d 3+800 arah Cakung ke Cilincing memiliki nilai BCR tertinggi yaitu 4,
46 dengan total prosentase reduksi kecelakaan sebesar 81% pada alternatif 2 dengan
dilakukan teknik penanganan berupa pengaturan arus lalu lintas dengan cara pemisahan/
penyediaan lajur khusus sepeda motor, pemasangan rambu lalu lintas, marka jalan, rel
pengaman dan pita penggaduh (rumble strips).

5. KESIMPULAN
Berdasarkan penyajian data dan analisis, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
 Adanya permasalahan keselamatan yang terjadi pada jalan ini yaitu kecepatan
operasional kendaraan, pelanggaran lalu lintas berupa melawan arus dan parkir
sembarangan serta kurangnya komponen pendukung keselamatan (rambu dan marka)
bagi seluruh pengguna jalan.
 Alternatif penanganan yang diusulkan pada lokasi titik rawan kecelakaan dilakukan
secara bertahap, yaitu:
a) Alternatif 1 (hanya pemasangan perlengkapan jalan)
b) Alternatif 2 (pengaturan arus dan pemasangan perlengkapan jalan)
c) Alternatif 3 (pelebaran bahu jalan dan pemasangan perlengkapan jalan)
d) Alternatif 4 (pelebaran bahu jalan, pengaturan arus dan pemasangan perlengkapan
jalan)

14
 Berdasarkan metode BCR (Benefit Cost Ratio) terbesar yaitu pada Sta 1+700 s/d 1+800
dan pada Sta 3+700 s/d 3+800 berupa alternatif 2 dengan dilakukan teknik penanganan
berupa pengaturan arus lalu lintas
 Berdasarkan gambaran kondisi wilayah penelitian secara keseluruhan maka dapat
ditentukan bahwa usulan penanganan secara umum berupa:
a) Pada lokasi- lokasi yang masih memiliki jumlah lajur 2/1 UD, maka perlu
dilakukan teknik penanganan berupa pelebaran jalan dan bahu jalan untuk
konsistensi jalan dari awal hingga akhir ruas serta untuk menghindari terjadinya
konflik lalu lintas, pemasangan rambu batas kecepatan yang dipasang secara
berulang pada jarak 3,0 km dan rambu larangan parkir yang dipasang secara
berulang pada jarak 100 meter, pemasangan marka jalan serta pita penggaduh
(rumble strips).
b) Pada lokasi- lokasi yang telah memiliki jumlah lajur 3/1 UD, maka perlu dilakukan
teknik penanganan berupa pengaturan arus lalu lintas dengan cara penyediaan lajur
khusus sepeda motor dan pemasangan perlengkapan jalan.
c) Pada lokasi-lokasi dekat persimpangan jalan dan jalan putaran arah (u turn), khusus
untuk lajur sepeda motor terdapat bukaan sebelum persimpangan dengan jarak
bukaan 300 meter dan lebar bukaan 5 meter (Perencanan Separator Jalan Pd-T-15-
2004-B)
d) Pada lokasi- lokasi kondisi permukaan jalannya rusak, maka perlu dilakukan teknik
penanganan berupa perbaikan kondisi permukaan jalan untuk menghindari
terjadinya kecelakaan akibat kondisi tersebut.

Daftar Pustaka

AASHTO (2010), Highway Safety Manual 1st Edition, Washington DC.


Austroads (2009), Guide to Road Safety Part 8: Treatment of Crash Locations, Sydney.
Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (2004), Pedoman Penanganan Lokasi
Rawan Kecelakaan Lalu Lintas (Pd T-09-2004-B), Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga – Kementerian Pekerjaan Umum RI. (2013). Draft
Pedoman Teknis Tahun 2013 tentang Perhitungan Besaran Biaya Kecelakaan Lalu
Lintas, Puslibang, Bandung.
Direktorat Jenderal Bina Marga – Kementerian Pekerjaan Umum RI. Indonesia
Infrastructure Initiative. (2012). Panduan Teknis 1 Rekayasa Keselamatan Jalan.
Jakarta
Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (2004), Perencanaan Separator Jalan (Pd
T-15-2004-B), Jakarta.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (2009), Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut
Statusnya Sebagai Jalan Nasional, 631 / KPTS / M / 2009, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Kusumawati, A (2013), 'Pengantar Audit dan Inspeksi Keselamatan Jalan', Desiminasi
Manajemen Keselamatan Jalan: Audit dan Inspeksi Keselamatan Jalan, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Bandung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 19/PRT/M/2011 Tentang Persyaratan Teknis
Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Kementerian Pekerjaan Umum.
Jakarta.

Website:
www.korlantas.info dilihat April 2015
www.engtoolkit.com.au dilihat Juli 2015
15
dishub.lampungprov.go.id/wp-content/.../Non-Motorized-Transport.pdf dilihat November
2015

16

Anda mungkin juga menyukai