Anda di halaman 1dari 13

PELAKSANAAN DAN PENANGANAN

LONGSOR PADA PEKERJAAN


GALIAN TEROWONGAN PENGELAK
BENDUNGAN LADONGI

Oleh:

Agung Permana(1), Haeruddin C. Maddi (1),


Riwin Andono(1)
Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari

Sub Tema (5) Penerapan Inovasi Teknologi



DAFTAR ISI

i. Abstrak……………………………………………………………………………….iii
1. Pendahuluan…………………………………………………………………………..1
2. Penentuan Kategori Batuan………………………………………………………….2
2.1. Kondisi Geologi di Diversion Tunnel/Terowongan Pengelak…………………….3
3. Sistem Perkuatan Pekerjaan Galian Terowongan………………………………….4
4. Tahap Pelaksanaan Galian Terowongan …………………………………………...6
5. Penanganan Longsor Galian Terowongan………………………………………….7
6. Kesimpulan……………………………………………………………………………9
7. Daftar Pustaka………………………………………………………………………..9

i


ABSTRAK

Proyek Pembangunan Bendungan Ladongi terletak di Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi


Sulawesi Tenggara pada koordinat 4o 08’ 52” LS - 4o 08’ 53’’ LS dan 121o 52’ 43” BT -
121o 53’ 34’’ LS. Sungai Ladongi yang dibendung berada di Wilayah Sungai Lasolo-
Konaweha yang dikelola oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari, Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tinggi
bendungan 66,15 m dari pondasi terdalam dengan panjang bentang bendungan 407 m.
Untuk membelokkan aliran Sungai Ladongi yang akan dibendung, dibuatlah terowongan
sepanjang 389 m yang menembus batuan metamorf jenis sekis mika.

New Austrian Tunnel Method (NATM), adalah suatu metode pelaksanaan pekerjaan
terowongan (underground) yang digunakan di Bendungan Ladongi. Salah satu terobosan
teknis dalam teknologi perkuatan terowongan yang selama ini paling banyak digunakan
adalah dengan sistem shotcrete. Hasil pemetaan dan deskripsi oleh ahli geologi diperoleh
kondisi batuan metamorf sekis mika, berwarna abu gelap-hitam, agak keras-lunak, mudah
lepas antara bidang foliasi, tingkat pelapukan sedikit lapuk sampai lapuk kuat (CH-CL).
Komposisi mineral mika muskovit dengan urat-urat kuarsit berwarna putih dengan
ketebalan 0,1 cm-5 cm sebagai pengisi bidang retakan (diskontinuitas) dengan interval
retakan <10 cm. Arah bidang perlapisan N250°E/47° dan N66°E/58, tergolongkan dalam
kelas batuan agak baik-buruk (III)-(IV) dengan nilai RMR = 23-41 (fair rock-poor rock).
Perkuatan terowongan harus direncanakan agar terowongan dan disekitarnya menjadi
stabil. Perkuatan terowongan harus dapat bekerja dan terintegrasi dengan media di
sekitarnya untuk menahan tekanan dan pergerakan yang diakibatkan oleh penggalian
terowongan. Standar perkuatan terowongan yang biasa dipergunakan terdiri dari:
forefilling, forepolling, shotcrete, wire mesh, lattice/steel rib dan rockbolt.

Pekerjaan galian terowongan mengalami kendala yaitu terjadinya runtuhan/longsoran


galian (collapse). Kejadian ini diakibatkan kondisi batuan yang sangat buruk pada salah
satu titik galian. Titik lemah ini mengakibatkan waktu stabil galian (stand-up time)
menjadi sangat singkat dan terjadilah longsoran galian setempat. Jumlah kejadian longsor
galian yang terjadi pada pekerjaan galian terowongan sampai saat ini sejumlah 10 kali.
Semua kejadian longsor tersebut memakai alternatif perbaikan yang sama. Langkah
Penanganan (1): (a) Timbunan counterweight dari tanah bekas galian, (b) Pemasangan
wiremesh dan shotcrete tebal 10 cm, (c) pemasangan pipa dewatering/drainase. Langkah
Penanganan (2): (a) pemasangan forepilling (untuk grouting timbunan bagian crown dan
counterweight), (b) pemasangan pipa backfill concrete (untuk pengisian rongga kosong
pada bagian crown tunnel) (c) pemasangan air vent (sebagai jalan keluar udara saat
pekerjaan backfill concrete berlangsung). Pipa air vent berupa pipa galvanized atau PVC
tipe AW. Langkah penanganan (3): (a) pekerjaan grouting pada forepilling dan ditunggu
maksimum tiga hari untuk memastikan kondisi material grouting kering sehingga
timbunan mengeras. (b) pengisian dengan backfill concrete. (c) pekerjaan galian dapat
dilanjutkan dengan pemasangan lattice dengan spasi 0,5 m dan rockbolt atau menurut
petunjuk engineer. Penanganan longsor ini terbukti secara empiris berhasil dilaksanakan
dengan baik dan efektif untuk memperbaiki kondisi dinding dan atap terowongan yang
rusak karena longsor di terowongan Bendungan Ladongi.

Kata kunci: Bendungan Ladongi, longsor, poor rock, forepilling, backfill concrete,
lattice



ii
1. Pendahuluan

Proyek Pembangunan Bendungan Ladongi terletak di Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi


Sulawesi Tenggara pada koordinat 4o 08’ 52” LS - 4o 08’ 53’’ LS dan 121o 52’ 43” BT -
121o 53’ 34’’ LS. Sungai Ladongi yang dibendung berada di Wilayah Sungai Lasolo-
Konaweha yang dikelola oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari, Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tinggi
bendungan 66,15 m dari pondasi terdalam dengan panjang bentang bendungan 407 m.
Untuk membelokkan aliran Sungai Ladongi yang akan dibendung, dibuatlah terowongan
sepanjang 389 m yang menembus batuan metamorf jenis sekis mika.

Metode penggalian dan sistem perkuatan terowongan harus direncanakan dengan cara yang
tepat dan sesuai dengan perhitungan desain yang akurat serta mempertimbangkan
karakteristik batuan/tanah dan dampak dari pekerjaan terowongan. New Austrian Tunnel
Method (NATM), adalah suatu metode pelaksanaan pekerjaan terowongan (undeground)
yang paling banyak digunakan di dunia dan digunakan juga dalam penggalian terowongan
di Bendungan Ladongi. Salah satu terobosan teknis dalam teknologi perkuatan terowongan
yang selama ini paling banyak digunakan adalah dengan sistem shotcrete. Sistem NATM
berusaha untuk memaksimalkan daya tahan dan kapasitas pendukung di area yang
dikerjakan dan secara luas diakui sebagai salah satu metode yang paling ekonomis untuk:

a. Pelaksanaan pekerjaan terowongan


b. Evaluasi pelaksanaan pekerjaan terowongan
c. Penghematan signifikan dalam biaya material dan personil
d. Pengurangan waktu pelaksanaan pekerjaan

2. Penentuan kategori batuan/tanah

Penentuan kelas batuan/jenis batuan didasarkan dari data bor, data geolistrik (tahanan
jenis) serta seismik refraksi (kecepatan rambat gelombang pada batuan) yang telah
dilakukan di lapangan dan mengacu kepada klasifikasi yang dibuat oleh beberapa ahli
antara lain:
§ Rock Class (Kikuchi, 1982); dan
§ Rock Mass Rating (RMR) (Bienawski ,1989).

2.1. Kondisi Geologi di Diversion Tunnel/Terowongan Pengelak



Hasil pemetaan geologi dan deskripsi oleh ahli geologi diperoleh kondisi batuan sebagai
berikut: Batuan metamorf sekis mika, berwarna abu gelap-hitam, agak keras-lunak, mudah
lepas antara bidang belahan (foliasi), tingkat pelapukan sedikit lapuk sampai lapuk kuat
(CH-CL). Komposisi mineral muskovit dengan urat-urat kuarsit berwarna putih dengan1
ketebalan 0,1 cm-5 cm sebagai pengisi bidang retakan (diskontinuitas) dengan interval
retakan < 10 cm. Arah bidang perlapisan N250°E/47° dan N66°E/58°. Sering dijumpai
bidang lemah (discontinuity) yang terisi mineral lunak (milonit) yang menyebabkan batuan
mudah runtuh saat penggalian. Kondisi air lembab sampai basah (damp~dripping) < 2,5
liter/menit. Batuan ini digolongkan ke dalam kelas batuan agak baik-buruk (III)-(IV)
dengan nilai RMR = 23-41 (fair rock-poor rock). Jika diamati berdasarkan face mapping
galian terowongan batuan berwarna abu-abu kehitaman, tekstur kristaloblastik, struktur
berfoliasi (schistosic) dengan bidang agak kasar dan jarak antar bidang diskontinuitas >1
mm. Foliasi umumnya berarah timur laut dengan kemiringan bervariasi antara 25o hingga
68o, disusun oleh mineral-mineral muskovit, diinterpretasikan sebagai Sekis Muskovit.
Terdapat kekar terisi kuarsit dan lempung dengan orientasi umumnya berarah timur laut
dan barat daya dengan kemiringan bervariasi antara 20° hingga 72°. Bidang lemah
terbentuk karena adanya jalur patahan dan perpotongan antara 2 kekar atau lebih. Kelas
pelapukan batuan pada permukaan galian ini beragam, yakni CL, CM, dan CH (Kikuchi,
1982). Keberadaan air tanah pada permukaan galian mengikuti orientasi kekar, dan
terkonsentrasi pada bidang lemah. Batuan pada permukaan galian terowongan ini termasuk
dalam kelas IV (Poor Rock) dan kelas V (Very Poor Rock).



Gambar 1. hasil investigasi geologi (seismik refleksi) pada terowongan pengelak

Gambar 2. hasil investigasi geologi (geolistrik) pada terowongan pengelak

3. Sistem Perkuatan Pekerjaan Galian Terowongan

Perkuatan terowongan harus dapat bekerja dan terintegrasi dengan media di sekitarnya
untuk menahan tekanan dan pergerakan yang diakibatkan oleh penggalian terowongan.
Standar perkuatan terowongan yang biasa dipergunakan terdiri dari: forefilling,
forepolling, shotcrete,wire mesh, lattice/steel rib dan rockbolt. Pemilihan dan penentuan
metode tambahan yang akan digunakan perlu mempertimbangkan keefektifan, efisiensi
biaya, dan periode kerja serta evaluasi yang tepat terhadap kesesuaian metode tambahan
dengan metode penggalian dan pola perkuatan standar. Pemilihan sistem perkuatan harus
ditentukan oleh tenaga ahli terkait (Geologist dan Tunnel Engineer). Perkuatan yang
digunakan dalam pelaksanaan galian portal dan terowongan di bendungan ladongi antara
lain sebagai berikut:

a. Forepolling
Forepolling adalah jenis perkuatan yang dipergunakan dalam pembuatan terowongan
dan biasanya disebut dengan perkuatan awal (pre-support), tipe yang dipergunakan
antara lain :
Ø Forefilling (Forepolling dengan injeksi)
Pipa besi diameter 1,5 inci dengan panjang 6-10 meter, berpori, dipasang di
mahkota bidang bukaan secara diagonal dengan injeksi semen cair/cement milk



(grout take). Fungsi dari semen injeksi untuk meningkatkan kekuatan massa
batuan di sekitar muka bidang pengalian/memperbaiki formasi batuan di sekitar
galian (slope portal). Untuk di dalam terowongan dipergunakan pipa besi
diameter 1,5 inci berpori dengan panjang 6.0 meter, untuk menstabilkan
terowongan dan sebagai media lubang injeksi semen pada rongga yang kosong
(akibat over break).
Ø Forepolling
Besi ulir dengan diameter 25 mm dengan panjang 2-3 m. Forepolling dipasang
diatas lattice dengan sudut kemiringan ± 100 dengan jarak disesuaikan dengan
kondisi batuan (20-30 cm). Fungsi forepolling adalah meningkatkan kuat geser
batuan pada bagian mahkota (crown) dan mencegah berkurangnya kekuatan
batuan di muka bidang galian.
b. Shotcrete
Shotcrete merupakan beton yang tembakkan untuk menambah kekuatan suatu
permukaan galian. Shotcrete dibedakan menjadi dua tipe yaitu:
ü Safety shotcrete digunakan untuk mengantisifasi batuan yang dianggap rawan
longsor sebelum melakukan penggalian.
ü Shotcrete permanen digunakan sebagai perkuatan pengganti beton.
Beton yang digunakan sebagai shotcrete memiliki karakteristik yang hampir sama
dengan beton biasa, hanya saja modulus elastisitas beton yang digunakan sebagai
shotcrete lebih rendah daripada beton biasa. Kekuatan shotcrete bertambah seiring
dengan pertambahan umur shotcrete. Ketebalan shotcrete pada konstruksi
terowongan, tergantung dari luas bukaan terowongan.
c. Rockbolt
Rockbolt berfungsi untuk melawan deformasi radial sehingga cincin lapisan
pendukung batuan tetap terjaga (tidak longgar). Panjang rockbolt yang digunakan
3 meter dengan diameter 25 mm. Mutu baja rockbolt memakai U-32.
d. Lattice
Lattice merupakan salah satu jenis steel ribs berupa kombinasi antara rangka
tulangan baja dan shotcrete. Mekanisme lattice support ini layaknya beton
bertulang dimana tegangan tekan memanfaatkan kekuatan shotcrete dan tegangan
tarik dari tulangan baja lattice. Lattice support dipasang dengan rentang jarak
antar support 0.8 m – 1.2 m tergantung kondisi batuan.

Gambar 3. Potongan memanjang diversion tunnel

4. Tahap Pelaksanaan Galian Terowongan

Penggalian terowongan pengelak dilakukan dari 2 arah inlet dan outlet secara bersamaan,
dengan metode penggalian mekanis menggunakan breaker. Berdasarkan data survei
geolistrik dan seismik refraksi sepanjang terowongan, nilai rata-rata cepat rambat
gelombang batuan (Vp) berkisar antara 2000 m/s-3200 m/s, termasuk kedalam batuan
dengan kelas sedang (CM ~ CH). Terdapat beberapa lokasi bidang lemah (discontinuity)
(F1 ~ F9) dan mengandung air yang menyebabkan tingkat pelapukan batuan semakin
tinggi dan golongkan kedalam batuan kelas buruk-sangat buruk (Cl ~ D).

Untuk mengantisipasi terjadinya longsor sebelum dilakukan penggalian perlu dilakukan


perubahan metode penggalian dan perkuatan awal (pre-support). Model penggalian yang
tepat untuk kondisi seperti di atas dengan cara mekanikal full face (batuan kelas CM-CH)
dan top heading and bench (batuan kelas CL~D). Terowongan pengelak dengan kelas
batuan (CH-CL, III-IV, RMR 23 ~ 41) jenis perkuatan yang digunakan adalah kombinasi
treatment dengan sistem perkutatan antara lattice, forepilling, forepolling, wiremesh,
shotcrete dan rock bolt. Perkuatan awal yang diperlu dilakukan adalah forepolling 7-8
buah per row untuk batuan kelas CM-CH dan safety shotcrete tebal 6 cm, forepolling 12-
18 buah per row untuk batuan kelas CL-D.



5. Penanganan Longsor Galian Terowongan
5
Longsor pada galian terowongan diakibatkan kondisi batuan yang sangat buruk pada salah
satu titik galian. Titik lemah ini mengakibatkan waktu stabil galian (stand-up time)
menjadi sangat singkat dan terjadilah longsor galian setempat. Jumlah kejadian longsor
galian yang terjadi pada pekerjaan galian terowongan sampai saat ini sejumlah 10 kali.
Semua kejadian longsor tersebut memakai alternatif perbaikan yang sama. Sebagai studi
kasus penanganan longosr diambil pada kejadian longsor STA.0+166.67 – STA.0+172.67.
Langkah-langkah penanganan longsor yaitu sebagai berikut.
• Kondisi awal :
1. Lokasi Longsoran :
Ø Sta.0+166.67
Ø Lattice 198
2. Dimensi Longsoran :
Ø Tinggi = 3.00 m
Ø Panjang = 6.00 m
Ø Lebar = 5.20 m

Gambar 4. Kondisi awal longsor sebelum penanganan



• Langkah Penanganan (1) : 6

1. Timbunan counterweight dari tanah bekas galian


2. Pemasangan wiremesh dan shotcrete tebal 10 cm, sebagai facing dan menstabilkan
timbunan counterweight
3. Pemasangan pipa dewatering/drainase, sebagai jalannya air saat pekerjaan grouting
timbunan

Gambar 5. Pekerjaan counterweight dan shotcrete tunnel

• Langkah Penanganan (2) :


1. Pemasangan Forepilling (untuk grouting timbunan bagian crown dan
counterweight
2. Pemasangan Pipa backfill concrete (untuk pengisian rongga kosong pada bagian
crown)
3. Pemasangan air vent (sebagai jalan keluar udara saat pekerjaan backfill concrete
berlangsung). Pipa air vent berupa pipa galvanized atau PVC tipe AW.



Gambar 6. Pemasangan forepilling

• Langkah Penanganan (3) :


1. Pekerjaan grouting pada forepilling ditunggu maksimum 3 hari untuk memastikan
kondisi material grouting kering sehingga timbunan mengeras.
2. Pengisian dengan backfill concrete.
3. Pekerjaan galian dapat dilanjutkan dengan pemasangan lattice spasi 0, 5 m dan
rockbolt menurut petunjuk engineer

Gambar 7. Backfill mortar dan grouting untuk penanganan overbreak

8


6. Kesimpulan

Metode penanganan longsor ini terbukti secara empiris berhasil dilaksanakan dengan baik
dan efektif untuk memperbaiki kondisi dinding dan atap terowongan yang rusak karena
longsor di terowongan Bendungan Ladongi. Dari 10 kejadian longsor, 9 kali digunakan
metode seperti di atas dan hasilnya memuaskan sampai breakthrough tunnel.

7. Daftar Pustaka:

Bieniawski, Z.T. 1989. Engineering Rock Mass Classification, John Willey & Sons:
Canada.
Hjalmarsson, E.H., 2011, Use of Lattice Girders in Sedimentary Rock, Faculty of Civil and
Environmental Engineering University of Iceland.
Hoek, E., Kaiser, P.K., Bawden, W.F., 2000. Support of Underground Excavation in Hard
Rock, John Wiley & Sons, Canada.

Anda mungkin juga menyukai