BAB I
PENDAHULUAN
1.1. UMUM
Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami bersifat dinamis mengalir ke tempat
yang lebih rendah tanpa mengenal batas administrasi. Keberadaan air mengikuti siklus hidrologi
yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan
ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap tempat.
Dalam perkembangannya, kualitas dan kuantitas air sungai dari waktu ke waktu semakin
menurun seiring dengan lajunya derap pembangunan. Air sungai adalah korban yang paling
parah dari pembangunan, karena hampir semua industri membuang limbahnya ke sungai dengan
tidak terkendali sehingga mengakibatkan tercemarnya air sungai.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan
peningkatan kesejahteraannya, maka hal tersebut telah mengakibatkan timbulnya peningkatan
kebutuhan atas lahan usaha tani dan lahan usaha lainnya, selain juga kebutuhan akan sarana dan
prasarana sosial ekonomi pendukungnya, seperti sarana dan prasarana permukiman,
perkantoran, industri/perdagangan dan pariwisata, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Hal tersebut telah merubah tata guna dan fisiografis lahan (degradasi lahan) yang berdampak
kepada perubahan perilaku hidrologis dari sumber daya air yaitu pola distribusi tahunan dan
debit puncak. Menurunnya sumber air secara kuantitas dan kualitas telah mengakibatkan
terjadinya kekurangan air di beberapa tempat untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
masyarakat dan usaha pertanian, dan meningkatnya daya rusak air yang berakibat peningkatan
tingkat erosi dan sedimentasi serta banjir.
Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat telah mendorong lebih
menguatnya nilai ekonomi air dibanding fungsi sosialnya. Hal tersebut menimbulkan konflik
kepentingan antar masyarakat, antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak yang terkait
dengan sumber daya air.
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan
maka perlu disusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, yang ditetapkan oleh yang berwenang.
UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 14 (b) menyebutkan bahwa pemerintah
(dalam hal ini pemerintah pusat) mempunyai wewenang dan tanggung jawab menetapkan pola
pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai lintas Provinsi, wilayah sungai lintas Negara,
dan wilayah sungai strategis nasional. Sesuai dengan pasal tersebut, maka kewenangan
penetapan pola pengelolaan sumberdaya air wilayah sungai Progo-Opak-Oyo (SDA WS POO)
yang merupakan wilayah sungai lintas Provinsi, berada di tangan Pemerintah.
1.2. PENGERTIAN
Dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air ini yang dimaksud dengan :
a. Sumber daya air (SDA) adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
b. Air adalah semua air yang terdapat, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang
berada di darat.
c. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
d. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan atau batuan di bawah permukaan
tanah.
e. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada,
atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
f. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang
dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan
manusia serta lingkungannya .
g. Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih Daerah Aliran Sungai (DAS) dan/atau pulau-pulau kecil yang
luasnya kurang dari 2.000 km2
h. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh daratan.
i. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis,
tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan
pelepasan air tanah berlangsung.
j. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
k. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air adalah kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
l. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia
dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk
hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
m. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar
berhasil guna dan berdaya guna.
n. Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan
memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air.
o. Arif Air adalah tindakan yang erat kaitannya dengan kesadaran manusia demi
menjaga kelestarian sumber daya air.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Progo-Opak-Oyo disusun dan ditetapkan berdasarkan
kebijakan pemerintah/pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam bidang sumber daya
air. Pola Pengelolaan sumber daya air yang disusun berdasarkan kebijakan tersebut kemudian
dimintakan penetapannya kepada yang berwenang setelah mendapat rekomendasi dari Panitia
Pelaksana Tata Pengaturan Air (PPTPA) Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo.
Ketetapan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air ini yang kemudian dijabarkan lebih lanjut
kedalam Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Air akan menjadi pegangan seluruh institusi
terkait, pemerintah Provinsi, dan masing-masing pemerintah Kabupaten dan Kota sesuai dengan
kewenangannya.
Fungsi Pola Pengelolaan Sumber Daya Air wilayah sungai Progo-Opak-Oyo adalah untuk
memberikan arah bagi semua Departemen dan Dinas dalam melakukan penyusunan rencana
yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air sesuai porsinya masing-masing.
Tahapan pengelolaan Sumber Daya Air adalah seperti tampak pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1.
TAHAPAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WS PROGO-OPAK-OYO
Dep. Kehutanan/Dinas
Dep. Pertanian/Dinas
Pola Strate
Kebijakan gi Renc. Renc. Rencana Pelaks/
PSDA FS Program O&M
SDA terpi ya Induk ya Keg. Detail Konstruksi
WS lih
tdk
Rencana PSDA
Ditjen. …….
Legalisasi
Ditjen. ….
Dinas ….
Maksud disusunnya Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Progo-Opak-Oyo, untuk membuat
kerangka dasar pengelolaan sumber daya air di Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo
Tujuan disusunnya Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS Progo-Opak-Oyo secara umum
adalah untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan,
sedangkan tujuan yang spesifik adalah untuk:
a. Memenuhi kepentingan dan kebijakan pemerintah daerah Provinsi dan kabupaten/kota.
Landasan Hukum penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air wilayah sungai Progo-Opak-
Oyo adalah:
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang
c. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup
d. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
e. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
f. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
g. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
h. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Daerah.
i. PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai
j. PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air wilayah sungai Progo-Opak-Oyo sebagai kerangka dasar
untuk merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber
daya air, pendayagunaaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air dalam rangka
pengelolaan Sumber Daya Air wilayah sungai Progo-Opak-Oyo, mempunyai cakupan wilayah
yang meliputi DAS Serang, DAS Progo dan DAS Opak-Oyo seperti tampak pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2.
Cakupan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo
BAB II
KONDISI, POTENSI, DAN PERMASALAHAN SUMBERDAYA AIR
WILAYAH SUNGAI PROGO-OPAK-OYO
Wilayah sungai Progo-Opak-Oyo terdiri atas tiga (3) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS
Progo, DAS Opak-Oyo, dan DAS Serang.
DAS Progo bagian hulu berada di Provinsi Jawa Tengah, khususnya di wilayah Kabupaten
Temanggung, Magelang dan Kota Magelang. Sementara Kabupaten/Kota di Provinsi DIY yang
mempunyai wilayah administrasi di dalam WS Progo-Opak-Oyo adalah: Kabupaten Sleman,
Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul dan Kota Yogyakarta.
Di samping itu masih ada beberapa Kabupaten lain di Jawa Tengah yang sebagian wilayah
kerjanya berada di dalam wilayah sungai Progo-Opak-Oyo, yaitu Kabupaten Wonogiri, Klaten,
Boyolali, Purworejo, Wonosobo, dan Kendal, namun karena persentasenya sangat kecil, tidak
dimasukkan dalam pertimbangan dalam penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS
Progo-Opak-Oyo. Tabel 2.1. menunjukkan luas cakupan WS POO di masing-masing wilayah
administratif.
2.1.2. Topografi
Kondisi topografi pada WS Progo-Opak-Oyo, baik yang berada di wilayah Provinsi Jawa
Tengah maupun wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara umum terdiri dari
wilayah-wilayah pegunungan, perbukitan dan dataran rendah.
Satuan fisiografis Provinsi DIY secara garis besar dibagi menjadi 4 (empat) wilayah, yaitu
wilayah Pegunungan Selatan (47,89%), wilayah Gunung Api Merapi (3,70%), wilayah
Pegunungan Kulonprogo dan Dataran rendah Selatan (7,41%), dan wilayah Dataran Rendah
antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulonprogo (41,00%). Wilayah Provinsi Jawa
Tengah Sebagian besar atau hampir dua pertiganya merupakan daerah pegunungan volkan
Sindoro Sumbing dan daerah perbukitan sedimen, memiliki topografi sedang sampai sangat
curam (kemiringan di atas 8 %) berada pada wilayah kabupaten Temanggung dan kabupaten
Magelang.
9200000 mU INSET
9200000 mU
270000 mT 360000 450000 540000 mT
9270000 mU
9270000 mU
LAUT JAWA
9180000
9180000
PROP.
KAB. TEMANGGUNG DI. YOGYAKARTA
9090000 mU
9090000 mU
SAMUDERA HINDIA
S . P ro go
270000 mT 360000 450000 540000 mT
KOTA
MAGELANG
KAB. MAGELANG
G. Merapi
9160000
9160000
PROPINSI PROPINSI JAWA TENGAH
JAWA TENGAH
KAB. SLEMAN
PROPINSI
D.I. YOGYAKARTA
KOTA
YOGYAKARTA
S. O
S. S era n
9120000 mU
9120000 mU
KAB. GUNUNG KIDUL
B T
S
0 5 10 15 20 KM
LEGENDA :
Ketinggian BASIN WATER RESOURCES MANAGEMENT PLAN
Batas Propinsi (BWRMP)
Batas Kabupaten/Kodya 0 - 50 m SWS PROGO OPAK OYO
Batas Pantai 50- 200 m
Batas Luar SWS Progo Opak Oyo 200 - 500 m PETA KETINGGIAN
Peta No.
Sungai DI SATUAN WILAYAH SUNGAI
500 - 1000 m
Waduk PROGO OPAK OYO
1000 - 2000 m
> 2000 m
Sumber : Peta Rupabumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Th. 1999
2.1.3. Geologi
Penyebaran formasi geologi yang menyusun wilayah sungai Progo-Opak-Oyo dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.2.
Formasi Geologi
400000 mT 440000 480000 mT
INSET
270000 mT 360000 450000 540000 mT
9270000 mU
9270000 mU
9200000 mU
9200000 mU
LAU T JAWA
9180000
9180000
PROP.
KAB. TEMANGGUNG DI. YOGYAKARTA
9090000 mU
9090000 mU
SAMUDERA HINDIA
G. Sumbing
o
KOTA
MAGELANG
KAB. MAGELANG
G. Merapi
9160000
9160000
PROPINSI PROPINSI JAWA TENGAH
JAWA TENGAH
KAB. SLEMAN
PROPINSI
D.I. YOGYAKARTA
KOTA
YOGYAKARTA
.
S. S er a
9120000 mU
B T
S
0 5 10 15 20 KM
Berikut adalah uraian singkat tentang batuan penyusun di wilayah sungai Progo-Opak-Oyo.
c. Zona Depresi
Breksi volkanik
Batuan gunungapi Gilipetung
Batuan gunungapi Andong - Kendil
Breksi volkanik merupakan batuan gunung api tertua dalam Zona Depresi, tersusun oleh
breksi dan aliran lava andesit, tufa, batu pasir dan batu lempung. Pelamparannya cukup
luas, berada pada dataran di antara Gunung Sumbing, Merbabu dan Merapi.
Pada bagian tengah terdapat kerucut sinder muda yang membentuk Batuan gunung api
Tidar-Puser. Di sebelah barat Sungai Progo, batuan gunung api terdiri dari produk Gunung
Sindoro dan Sumbing, yang dapat dibedakan menjadi endapan tua dan muda.
Di sebelah timur Sungai Progo, batuan gunung api terdiri dari produk Gunung Gilipetung-
Andong-Kendil-Telomoyo yang berumur lebih tua, dan produk gunung api Merbabu-
Merapi yang berumur lebih muda. Endapan ladu gunung api “Wedus Gembel” adalah ciri
khas Gunung Merapi, yang dijumpai pada lereng atas. Kubah lava muda, dijumpai pada
puncak Gunung Merapi dan Sumbing.
Sisa areal Zona Depresi tersusun oleh endapan aluvial, berupa endapan lereng, endapan
sungai dan endapan pantai.
2.2.1. Hujan
Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo termasuk daerah tropis dengan musim hujan antara bulan
Oktober s.d. Maret, dan musim kering antara bulan April s.d. September. Di wilayah studi
terdapat 186 stasiun hujan Dari seluruh stasiun hujan tersebut, hanya sekitar 86 stasiun hujan
mempunyai rentang tahun data yang cukup panjang dan kontinyu (lebih dari 10 tahun data
kontinyu), yang selanjutnya digunakan sebagai bahan analisis.
Dari data hujan yang diperoleh, diketahui jumlah hujan per tahun di WS Progo-Opak-Oyo
bervariasi antara 1.700 mm sampai dengan 4.000 mm per tahun, dengan variasi hujan bulanan
antara 33 s.d. 385 mm dan jumlah hari hujan antara 57 sampai 102 hari per tahun. Distribusi
penyebaran jumlah hujan di WS Progo-Opak-Oyo diperlihatkan pada Gambar 2.3.
Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo terdiri atas 3 (tiga) daerah aliran sungai, yaitu DAS Progo,
DAS Opak-Oyo, dan DAS Serang.
Berikut ini gambaran umum tentang kondisi dari 4 sungai utama yang ada di dalam DAS
sebagaimana disebutkan di atas:
Gambar 2.3.
Penyebaran Hujan
INSET
9200000 mU
9200000 mU
270000 mT 360000 450000 540000 mT
9270000 mU
9270000 mU
LAUT JAWA
9180000
9180000
PROP.
DI. YOGYAKARTA
9090000 mU
9090000 mU
KAB. TEMANGGUNG SAMUDERA HINDIA
G. Sumbing
270000 mT 360000 450000 540000 mT
KOTA
MAGELANG
KAB. MAGELANG
G. Merapi
9160000
9160000
PROPINSI
JAWA TENGAH
PROPINSI JAWA TENGAH
KAB. SLEMAN
PROPINSI
D. I. YOGYAKARTA
KOTA
YOGYAKARTA
.
S . Se ra
9120000 mU
9120000 mU
KAB. GUNUNG KIDUL
KAB.
WONOGIRI
B T
S
0 5 10 15 20 KM
LEGENDA :
BASIN WATER RESOURCES MANAGEMENT PLAN
Batas Propinsi Curah Hujan (BWRMP)
SWS PROGO OPAK OYO
Batas Kabupaten/Kodya 1500-2000 mm/th
Batas Kecamatan 2000-2500 mm/th
Batas Pantai Peta No. PETA CURAH HUJAN TAHUNAN
2500-3000 mm/th
DI SATUAN WILAYAH SUNGAI
Batas Luar SWS Progo Opak Oyo 3000-3500 mm/th PROGO OPAK OYO
Jalan Propinsi 3500-4000 mm/th
Sungai > 4000 mm/th Sumber : 1. Peta Rupabumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Th. 1999
2. SI DPU Th. 2000
Air tanah merupakan sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan air domestik di WS Progo-
Opak-Oyo. Sedangkan untuk kebutuhan air irigasi, pemanfaatan air tanah baru sebagian kecil
dari potensi air yang ada. Pemanfaatan air tanah sangat terkait dengan potensi air permukaan
(base flow), di mana pemanfaatan potensi air tanah yang terlalu besar akan memperkecil base
flow aliran permukaan.
h. Zona Aquiclude
Zona ini praktis tidak memiliki potensi air tanah (non-aquifer) dan merupakan batuan
dasar dari sistem akuifer di atasnya, tersusun oleh batuan yang kedap air.
Pada Pegunungan Kulonprogo, batuan aquiclude adalah Intrusi Andesit; pada Pegunungan
Selatan adalah Formasi Kebo-Butak dan Formasi Semilir, yang tersusun oleh oleh
batupasir, batulanau dan batulempung yang sangat kompak dan keras, tufa, serpih dan
breksi pumis, dan pada Zona Depresi adalah Formasi Penyatan yang tersusun oleh napal
dan batu lempung.
Besarnya potensi air tanah di WS Progo-Opak-Oyo diperoleh dari hasil studi Sir M MacDonald
& Partners, yang bekerjasama dengan Binnie & Partners Hunting Technical Service Ltd. dalam
Laporan Greater Yogyakarta Groundwater Resources Study (1984).
Pendekatan yang digunakan dalam penentuan cekungan air tanah adalah batas DAS, dengan
asumsi bahwa tampungan air tanah yang mengalir ke sungai berasal dari perkolasi hujan yang
masuk ke dalam DAS tersebut. Berdasarkan asumsi tersebut di atas maka cekungan air tanah di
wilayah sungai Progo-Opak-Oyo dapat dikelompokkan menjadi 5 cekungan air tanah, yaitu :
a. Cekungan Air Tanah Serang
b. Cekungan Air Tanah Progo
c. Cekungan Air Tanah Opak
d. Cekungan Air Tanah Oyo
e. Cekungan Air Tanah Gunung Sewu
Jenis aquifer air tanah di wilayah sungai Progo-Opak-Oyo dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis
aquifer yaitu: aqifer bebas dan aquifer tertekan. Aquifer bebas terdapat di semua cekungan air
tanah yang ada, sedangkan aquifer tertekan hanya terdapat pada Cekungan Air Tanah Progo.
Untuk Cekungan Air Tanah Gunung Sewu aquifer bebas terdapat pada Aquifer Wonosari dan
Aquifer Kars yang jenuh, sedangkan pada aquifer Kars tidah jenuh diasumsikan sebagai bagian
anak sungai terkecil dari sistem sungai bawah tanah.
Jenis tampungan air tanah terdiri dari tampungan air tanah statis dan tampungan air tanah
dinamis. Tampungan air tanah statis adalah tampungan air tanah yang terjebak dalam reservoir
air tanah yang keberadaannya telah bertahun-tahun, sedangkan tampungan air tanah dinamis
adalah tampungan air tanah yang bersifat sementara, dipengaruhi oleh fluktuasi musiman,
merupakan bagian dari siklus hidrologi dan berasal dari perkolasi air hujan. Potensi air tanah
yang dihitung adalah potensi air tanah dinamis, dimana potensi tampungan air tanah tersebut
merupakan bagian dari siklus hidrologi dan bersifat terbaharui.
Potensi air tanah rerata tahunan untuk masing-masing cekungan air tanah di WS Progo-Opak-
Oyo adalah sebagai berikut:
Sungai Progo berhulu di mata air Jumprit di Kabupaten Temanggung, sedangkan Sungai Opak
dengan anak-anak sungainya berhulu di Gunung Merapi dengan sejumlah mata air, diantaranya
mata air Umbul Wadon. Mata air tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, diantaranya
untuk air minum, irigasi dan untuk kolam ikan.
Di wilayah sungai Progo-Opak-Oyo banyak terdapat mata air yang berpotensi sebagai sumber
air baku. Mata air tersebut tersebar di wilayah Kabupaten Temanggung, Magelang, Kota
Magelang, Sleman, Kulonprogo, Bantul dan Gunungkidul (Tabel 2.2).
Beberapa mata air yang ada di Kabupaten Magelang yang berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai sumber air baku untuk daerah lain diantaranya adalah Mata air Gending, Kanoman dan
Tirtosari.
Potensi air lain yang belum dieksplorasi sepenuhnya adalah sungai di bawah tanah yang banyak
terdapat di Kabupaten Gunungkidul. Yang sedang dikerjakan pemanfaatannya pada saat ini
adalah:
Kapasitas rerata
Sungai Bawah Tanah Bribin 956 liter/det
Sungai Bawah Tanah Ngobaran 700 liter/det
Sungai Bawah Tanah Seropan 800 liter/det
Sungai Bawah Tanah Baron 100 liter/det
Di Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo, saat ini terdapat hanya satu waduk, yaitu Waduk Sermo
yang berada di Kabupaten Kulonprogo, tepatnya di desa Hargowilis. Waduk Sermo di bangun
dengan membendung Kali Ngrancah. Daya tampung waduk ini sebesar 25 juta meter kubik
dengan luas genangan 157 hektar. Waduk Sermo berfungsi ”multi purpose” yaitu untuk
keperluan irigasi, air baku PDAM pengendalian banjir, penggelontoran kota, perikanan dan
pariwisata.
Embung yang potensial di Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo semua berada di wilayah Provinsi
DIY dan paling potensial di Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah embung sebanyak 105 buah
dan selama ini dimanfaatkan untuk air baku, ternak, irigasi dan perikanan, sedang di Kabupaten
Sleman terdapat 5 embung yang dimanfaatkan untuk obyek wisata, di Kabupaten Kulonprogo
ada 13 embung dimanfaatkan untuk irigasi, air baku, perikanan dan ternak.
Pemanfaatan daya air di Wilayah Sungai Progo Opak Oyo masih sangat terbatas khususnya
terkait daya air yang timbul akibat adanya genangan air. Beberapa genangan air yang cukup luas
dan berpotensi untuk wisata air dan olahraga air di antaranya adalah genagan Waduk Sermo
serta genangan air pada bendung-bendung besar seperti Karangtalun, Tegal, Sapon, dan bahkan
di Saluran Irigasi Mataram yang berada di daerah perkotaan.
Di samping potensi wisata air dan olah raga air, telah teridentifikasi beberapa lokasi yang
memungkinkan dapat dikembangkannya bangunan mikro hidro dengan menggunakan air
permukaan dari sungai (Sungai Serang), Air Irigasi di Saluran Van der Wicjk, dan Saluran
Mataram.
Lokasi potensi bangunan mikro hidro tersebut diberikan pada Tabel 2.3.
Tinggi
No Saluran Nama Desa Debit(lt/dt) Energi(m)
1 Van Der Wicjk 1 Beteng 5500 3,5
2 Van Der Wicjk 4 Sendang Rejo 500 8,0
3 Van Der Wicjk 5 Sendang Rejo 1000 2,5
4 Mataram 3 Trihanggo 1500 2,5
5 Mataram 4 Sinduadi 750 1,75
(sumber : MST UGM, 2003 )
Sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi banyak membawa sedimen yang berasal
dari aktivitas Gunung Merapi. Beberapa anak sungai pembawa sedimen yang masuk ke
dalam Sungai Progo diantaranya adalah Sungai Blongkeng, Sungai Krasak, Sungai Putih,
dan Sungai Bedog. Sedangkan yang masuk ke dalam Sungai Opak, diantaranya adalah
Sungai Code (Boyong), Sungai Winongo, Sungai Kuning, Sungai Gendol dan Sungai
Ngijo.
Jumlah sedimen yang berasal dari aktifitas Gunung Merapi dapat dibedakan :
1) Sedimen yang berasal dari erosi lereng (sediment amount by
slope erosion),
2) Sedimen yang berasal dari longsoran (sediment amount by
slope failure),
3) Sedimen yang berasal dari erosi tebing sungai (sediment
amount by river bank erosion),
4) Sedimen yang berasal dari dasar sungai (sediment amount in
river bed).
Basin-basin pada lereng Gunung Merapi, yang menjadi sumber utama sedimen,
kondisinya sangat berbeda antara satu basin dengan basin lainnya. Kondisi dari endapan
sedimen ini sangat tidak stabil, dan akan menjadi sumber sedimen yang sangat besar pada
sungai-sungai yang berada di bawahnya. Tabel 2.4 memperlihatkan sumber sedimen yang
berasal dari aktifitas Gunung Merapi yang masuk ke sungai-sungai yang merupakan anak
sungai dari Sungai Progo dan Sungai Opak.
Tabel 2.4.
Jumlah unstable sediment di Sungai Boyong dan Sungai Kuning
(dalam : 1.000 m3)
River Basin Sediment Sediment by Slope erosion Sedimen Sediment by Unstable Total
control t by Riverbank Riverbed Unstable
reference Slope Erosion Sedimen Sediment
from the Failure t
Summit Progressive Normal Sub- Low High
(Merapi) Devasted Devaste total Terrace Terrace
Land d land
Lamat 11.0 m 13 0 13 9 0 881 568 1,471
Blongkeng 10.0 m 0 0 0 16 0 473 77 566
Putih 11.0 m 415 93 508 80 0 1,210 3,185 4,983
Bebeng 12.0 m 343 197 540 176 0 1,569 979 3,264
Krasak 12.0 m 34 0 34 98 0 1,117 578 1,827
Boyong 14.0 m 106 8 114 265 0 132 2,751 3,262
Kuning 13.0 m 18 8 26 290 0 1,375 391 2,082
Gendol 13.0 m 215 14 229 41 0 3,400 1,073 4,743
Woro 14.0 m 191 63 254 24 0 241 6,273 6,792
Sumber : Yachiyo Engg. Co and associate (2001)
Selain Gunung Merapi, di WS POO ada gunung lain yaitu Gunung Sindoro dan Sumbing.
Namun karena bukan merupakan gunung berapi aktif, sumber sedimen dan erosinya lebih
merupakan erosi lahan.
Disamping sedimen yang berasal dari aktivitas Gunung berapi, sumber sedimen juga dapat
berasal dari erosi lahan (sheet erosion) yang terjadi di wilayah sungai, dimana penggunaan
tanah dan pengelolaan tanah yang buruk, dapat menyebabkan percepatan erosi, dan secara
langsung akan menyebabkan menurunnya produktivitas tanah bilamana digunakan untuk
aktifitas pertanian.
Terkait dengan perencanaan / pengelolaan sumberdaya air, dampak dari erosi akan
menyebabkan terjadinya peningkatan beban sedimen di dalam sistem sungai dan
menghasilkan perubahan pada kondisi hidro-morfologi (pengendapan pada waduk, danau,
dan saluran-saluran serta naiknya permukaan dasar sungai, terutama pada bagian hilir).
Banyak sedikitnya sedimen yang terangkut, disamping dipengaruhi oleh besar kecilnya
erosi yang terjadi juga akibat terjadinya longsoran tanah hutan, tegalan, dan rusaknya
tebing sungai. Sedangkan besar kecilnya material yang terendapkan di suatu tempat
dipengaruhi oleh luas daerah tangkapan, sifat karakteristik sungai serta bentuk dan ukuran
material terangkut.
Besarnya sedimen yang terendapkan pada suatu alur sungai akan berbeda tergantung pada
kondisi masing-masing Sub DAS. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh PPLH
UNS–Bappedal Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2002 sedimentasi di Sub DAS Progo
Hulu sebesar 0,890 mm/tahun, sedangkan rerata tingkat erosi yang terjadi di Sub DAS
Progo Hulu sebesar 47,51 ton/ha/tahun. Sub Das Opak sedimentasinya sebesar 0,549
mm/tahun, sedangkan besaran erosinya 18,86 ton/ha/th. Sub Das Serang sedimentasinya
sebesar 1,75 mm/tahun, sedangkan besaran erosinya 49,67 ton/ha/th.
Faktor topografi, kemiringan lereng, percabangan sungai, dan intensitas curah hujan akan
berpengaruh terhadap erosi yang terjadi dalam suatu DAS.
Secara umum tata ruang wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo, baik yang berada di Provinsi Jawa
Tengah maupun Provinsi DIY dapat dibedakan sebagai kawasan lindung (non-budidaya) dan
kawasan budidaya, yang meliputi kawasan:
1. Hutan Lindung
2. Kawasan Resapan Air
3. Kawasan Sempadan Sungai
4. Kawasan Sempadan Pantai
5. Kawasan Cagar Alam
6. Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
7. Kawasan Tanaman Lahan Basah, dan
Luas wilayah WS Progo-Opak-Oyo kurang lebih 4.993,85 km2 yang meliputi wilayah di
Provinsi DIY seluas 3.136,55 km2, dan di Provinsi Jateng seluas 1.857,30 km2. Penggunaan
lahan di WS Progo-Opak-Oyo secara umum terdiri dari lahan sawah (lahan basah) dan lahan
non-sawah (lahan kering). Lahan non-sawah terdiri atas lahan untuk bangunan dan pekarangan,
tegalan, ladang, kebun, kolam (empang, tambak, dll), lahan untuk tanaman kayu-kayuan, hutan
rakyat, perkebunan, hutan negara, lahan untuk industri, dll. Penggunaan lahan (tata ruang
wilayah) di WS Progo-Opak-Oyo diperlihatkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4.
Tata Ruang Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo
400000 mT 440000 480000 mT
INSET
9200000 mU
9200000 mU
JUMO
270000 mT 360000 450000 540000 mT
PARAKAN
9270000 mU
9270000 mU
NGADIREJO SOMOWONO
KEDU KANDANGAN KALORAN
LAUT JAWA
9180000
9180000
SUMOWONO
TEMANGGUNG
BULU
KRANGGAN
PRINGSURAT
PROP.
KAB. TEMANGGUNG DI. YOGYAKARTA
9090000 mU
9090000 mU
BANYUBIRU
TEMBARAK SAMUDERA HINDIA
G. Sumbing NGABLAK
GRABAG
SAPURAN
WINDUSARI SECANG 270000 mT 360000 450000 540000 mT
o
GETASAN
SWS Progo Opak Oyo
KEPIL PROPINSI JAWA TENGAH
KALIANGKRIK
PAKIS
TEGALREJO G. Merbabu
MAGELANG UTARA
KOTA
BANDONGAN
MAGELANG
MAGELANG SELATAN
KAJORAN
CANDIMULYO SAWANGAN
KAB. MAGELANG SELO
TEMPURAN
MERTOYUDAN
DUKUN G. Merapi
MUNGKID
BENER
BENER MUNTILAN
9160000
9160000
SRUMBUNG
SALAMAN
BOROBUDUR
SALAM CANGKRINGAN
Bener PAKEM
TURI KEMALANG
KALIBAWANG
SLEMAN
MANISRENGGO
KAB. SLEMAN
NGAGLIK
NGEMPLAK
SEYEGAN
MINGGIR MLATI
GIRIMULYO
PROPINSI KALASAN
PRAMBANAN
NANGGULAN
D.I. YOGYAKARTA
GODEAN GAMPING
DEPOK
MOYUDAN
PRAMBANAN1
KOTA BERBAH
PENGASIH
YOGYAKARTA
SEDAYU KASIHAN BANGUNTAPAN NGAWEN
KOKAP GEDANGSARI MANYARAN
KAB. KULON PROGO KAB. BANTUL PIYUNGAN
SEWON
9120000 mU
IMOGIRI PONJONG
BAMBANGLIPURO
GALUR SRANDAKAN
PUNDONG
PANGGANG
SANDEN
KRETEK1
PANGGANG PALIYAN
B T
S
0 5 10 15 20 KM
2.4.1. Penduduk
Berdasarkan data tahun 2001 tampak bahwa dari keseluruhan penduduk di WS Progo-Opak-Oyo
tersebut 36.20% merupakan penduduk wilayah Provinsi Jateng (Temanggung, kab. Magelang,
dan kota Magelang), dan sisanya sebesar 63.80% merupakan penduduk yang tinggal di wilayah
Provinsi DIY. Dengan demikian dapat dipahami bahwa, berkaitan dengan pemanfaatan air
sungai POO, apa yang dilakukan penduduk di 3 wilayah Jawa Tengah tersebut, yang berada di
hulu sungai, akan mempengaruhi kondisi penduduk di DIY yang merupakan wilayah tengah dan
hilir dari WS POO. Dengan kondisi ini, koordinasi pengelolaan SDA antar dua wilayah tersebut
sangat diperlukan.
Jika kondisi sosial ekonomi tidak ada perubahan, jumlah penduduk di 8 wilayah tersebut pada
tahun 2025 diproyeksikan antara 5,7 juta sampai dengan 6 juta orang. Dengan jumlah penduduk
yang besar tersebut, proyeksi kebutuhan air di masa depan tentunya juga akan tinggi. Selain
meningkatnya jumlah penduduk tersebut, satu hal yang perlu menjadi pertimbangan adalah
berubahnya beberapa daerah perdesaan menjadi daerah perkotaan seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk tersebut. Hal ini akan semakin mendorong tingginya tingkat kebutuhan air
untuk keperluan rumah tangga dan kota.
Hasil perhitungan pertumbuhan ekonomi 8 kabupaten kota di WS POO saat ini (present
condition) menunjukkan pola yang menarik. Seluruh Kabupaten kota tersebut memiliki
pertumbuhan ekonomi 1993-1997 (sampai krisis ekonomi terjadi) lebih tinggi dari pertumbuhan
ekonomi periode 1998-2003. Kondisi ini menunjukkan lambatnya proses economic recovery di
kabupaten kota tersebut. Yang cukup menarik lainnya adalah laju pertumbuhan negatif sektor
pertanian di Kota Yogyakarta dan Kota Magelang yang selama periode sebelum krisis cukup
tinggi, namun setelah krisis menurun.
Ada indikasi bahwa setelah krisis ekonomi terjadi, banyak penduduk yang sebelum krisis
memiliki aktivitas di luar sektor pertanian kembali lagi ke aktivitas pertanian, sehingga proses
penurunan output sektor pertanian berkurang. Tabel 2.8. menunjukkan secara detil pertumbuhan
ekonomi kabupaten kota di WS POO periode 1993-1997 dan 1998-2003.
Jika indikasi tersebut terjadi dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama berarti sektor
pertanian masih akan tetap mendominasi struktur ekonomi di WS POO. Karena besarnya sektor
pertanian 75% didukung oleh sub-sektor pertanian tanaman pangan, maka laju penurunan sawah
yang selama ini cukup tinggi dapat sedikit terhambat, dan ini berarti kebutuhan air irigasi dalam
jangka panjang masih relevan untuk dipertimbangkan sebagai kebutuhan utama dalam pola
pengelolaan sumber daya air di WS POO.
Dari hasil kajian ekonomi tampak bahwa pemerintah daerah cukup berhasil mempengaruhi
aktivitas ekonomi sehingga pengembangan sektor ekonomi di masing-masing kabupaten lebih
terkonsentrasi pada potensi yang dimiliki daerah dan masyarakat sesuai dengan Renstra masing-
masing kabupaten dan kota. Tabel 2.9. menunjukkan bidang-bidang ekonomi yang menjadi
konsentrasi pengembangan di masing-masing kabupaten kota di WS POO. Konsentrasi sektoral
tersebut diperoleh dari hasil kompilasi ranking berdasarkan ranking tingkat pertumbuhan sektor,
ranking potensi daerah (perhitungan location quotient), dan ranking kontribusi sektor terhadap
PDRB masing-masing kabupaten kota selama periode 1993-2003. Dari konsentrasi yang ada,
tampaknya sektor Pertanian, Industri, dan Pariwisata menjadi sektor penting di 8 wilayah
kabupaten dan kota di WS POO.
Sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang, Provinsi DIY berupaya mengembangkan
sektor Pariwisata yang didukung oleh potensi masing-masing kabupaten kota sesuai dengan
konsentrasi pengembangan sektor yang tampak pada Tabel 2.9.
Pemerintah Kota Magelang telah mensosialisasikan Kota Magelang sebagai Kota Jasa.
Penetapan kota Magelang sebagai Kota Jasa tampaknya memang beralasan karena jika dilihat
dari besarnya kontribusi sektor ini terhadap aktivitas ekonomi masyarakat sejak tahun 1999-
2003 setiap tahunnya sebesar 46 persen dengan pertumbuhan sebesar 4 persen.
Kabupaten Temanggung dengan predikat sebagai daerah Tembakau masih berkonsentrasi pada
pengembangan sektor pertanian yang didukung oleh perdagangan sebagai aktivitas utama
masyarakat.
Kabupaten Magelang, yang relatif berdekatan dengan Provinsi Yogyakarta, dengan melihat
peluang yang ada berupaya mengembangkan sektor pariwisatanya dengan dukungan sektor
pertanian dan perdagangan sebagai aktivitas utama masyarakatnya.
Dilihat dari PDRB perkapita, Kabupaten Temanggung memiliki PDRB perkapita yang paling
rendah, disusul oleh Kabupaten Kulonprogo, dan Bantul. Kota Yogyakarta dan Kota Magelang
memiliki PDRB perkapita tertinggi. Saat ini Kota Yogyakarta berada pada posisi tertinggi di
antara kedelapan wilayah tersebut. Jika kondisi pertumbuhan yang terjadi sama seperti saat ini,
tidak meutup kemungkinan pada 20 tahun ke depan Kota Magelang akan menggantikan posisi
Kota Yogyakarta dalam hal tingginya tingkat pendapatan perkapita penduduknya. Keadaan ini
dapat terjadi karena pertumbuhan penduduk kota Magelang relatif rendah, sementara PDRB
perkapita sangat tergantung dengan jumlah penduduk.
2.4.2.1. Pertanian
Sampai saat ini sektor pertanian masih merupakan sektor dominan di beberapa kabupaten WS
POO, kecuali Kota Yogyakarta dan Kota Magelang, karena di wilayah tersebut kontribusinya
kurang dari 3%.
Tabel 2.10 Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Kota di WS POO, 2003
Kota Kabupaten Kabupaten
SEKTOR Kota Yogya
Magelang Sleman Bantul
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 0.72% 2.90% 13.05% 21.20%
ProProyeksi
yeksi Pend
Sekto
apatan
r Pertanian
Perkapita
Kabu
Kabupaten
paten Teman
Temanggu
ggung ng
2005 - 2025
750000
2000000
650000
550000
1000000
450000
350000
250000
0
Tahun
4
5 Bangunan 5.63% 12.35% 10.34% 10.15%
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 19.82% 6.71% 18.52% 16.37%
7 Pengangkutan dan Komunikasi 15.89% 21.90% 10.81% 8.20%
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perush. 18.98% 10.05% 12.12% 7.00%
9 Jasa-jasa 26.57% 37.39% 17.77% 20.05%
Produk Domestik Bruto 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%
2005 - 2025
750000
2000000
650000
550000
1000000
450000
350000
Industri Pengolahan
250000
0
Tahun
Saat ini sub-sektor pertanian yang memberikan kontribusi terbesar bagi sektor pertanian adalah
sub sektor pertanian Tanaman Pangan, kurang lebih sebesar 75%. Jadi dengan demikian
kontribusi sub sektor Tanaman Pangan terhadap Produksi Domestik Bruto sebenarnya hanya
sebesar 16.1%. Di antara sub-sektor pertanian (dalam kaitannya dengan kebutuhan air), ke depan
diprediksikan sub sektor perikanan (baik perikanan darat maupun perikanan laut) akan
berkembang dan menjadi sub sektor potensial dalam aktivitas ekonomi masyarakat (dengan
tingkat pertumbuhan rata-rata 0.4%). Perikanan darat (kolam, tambak, empang) sebenarnya
mengkonsumsi air yang cukup besar, namun saat ini alokasi air yang khusus untuk kepentingan
sub sektor ini belum ada, sehingga dalam pengelolaan sumber daya air ke depan perlu
diantisipasi perkembangan sub sektor perikanan darat tersebut.
2.4.2.2. Industri
Kontribusi sektor industri rata-rata terhadap PDRB di 8 wilayah kabupaten kota sebesar 12.5%.
Jika dilihat kondisi perindustrian di wilayah tersebut, 90% industri merupakan industri kecil dan
menengah dengan dominasi industri makanan. Berkembangnya industri kecil dan rumah tangga
secara pesat tidak lepas dari akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pada era sebelum
krisis, industri ini lebih banyak tersingkir dari perhatian pemerintah, namun dengan survive-nya
industri ini pada masa krisis telah membuka mata pemerintah dan pada akhirnya mendorong
pemerintah untuk lebih terfokus pada upaya mendorong berkembangnya industri kecil dan
rumah tangga ini.
No Kelompok dan cabang Industri Kota Yogya Sleman Bantul Gunungkidul Kulonprogo
1 Industri Logam, Mesin dan Kimia 6 - - 3 2
Industri Hasil Pertanian &
2 Kehutanan 8 - - 13 1
3 Aneka Industri 23 - - 2 -
4 Industri Kecil 633 14,764 1,672 18 405
a. Pengolahan Pangan* 126 11,504 215 2 54
b. Sandang dan Kulit** 163 2,090 174 - 32
c. Kimia dan bahan bangunan*** 40 1,170 253 12 221
d. Kerajinan dan Umum 200 - 275 2 29
e. Logam dan jasa 104 - 755 2 69
Jumlah / Total 670 14,764 1,672 36 408
Sumber : DIY dalam Angka 2003
Keterangan : * Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan
** Aneka Industri
*** Industri Logam, Mesin, dan Kimia
Pada tahun 2003 tercatat ada 17.550 unit industri di wilayah Provinsi DIY. Dari sejumlah
tersebut 84.1% berada di wilayah kabupaten Sleman, 9.5% di Bantul, dan sisanya tersebar di
wilayah lain. Pada pencatatan tahun yang sama, di 3 kabupaten/kota di Jawa Tengah terdapat
sejumlah 31.048 unit industri yang terdistribusi di Temanggung sebesar 46.8%, Kabupaten
Magelang 36.8%, dan sisanya sebesar 16.5 berada di Kota Magelang.
Pada periode 10 tahun ke depan diduga beberapa program pemerintah berkaitan dengan upaya
peningkatan kapasitas produksi mulai tampak. Kesuksesan beberapa industri yang telah ada dan
cukup berhasilnya kebijakan pemerintah daerah dalam upaya menarik investor dapat memacu
munculnya industri kecil, sedang, dan besar lainnya di wilayah POO, sehingga pada tahun 2025
diperkirakan jumlah industri akan mencapai sebesar 380 ribu sampai dengan 430 ribu unit
industri. Dengan jumlah tersebut, tentunya kebutuhan air di masa depan kebutuhan air untuk
industri di WS POO akan meningkat.
2.4.2.3. Pariwisata
Sektor Pariwisata telah disepakati oleh pemerintah Provinsi DIY dan 5 Kabupaten/Kota di
wilayahnya sebagi sektor andalan DIY karena selama ini dampak ganda (multiplier effect) dari
aktivitas kepariwisataan terhadap aktivitas ekonomi masyarakat dirasakan cukup tinggi.
Berkembangnya sektor pariwisata tersebut diharapkan akan mendorong perkembangan aktivitas
pertanian, perdagangan, jasa perhotelan dan transportasi, serta sektor keuangan.
Berkaitan dengan konsumsi air (demand side), berkembangnya aktivitas kepariwisataan akan
memiliki dampak langsung (direct impact) dan tidak langsung (indirect impact).
Dampak langsung meningkatnya permintaan air disebabkan oleh meningkatnya pengunjung di
obyek wisata dan hotel (akomodasi). Banyaknya jumlah orang yang menginap dan lama waktu
mereka tinggal di hotel tersebut akan mempengaruhi permintaan air untuk berbagai keperluan di
hotel tersebut. Pengembangan obyek wisata akan memerlukan peningkatan fasilitas umum, di
antaranya berupa fasilitas penyediaan air untuk keperluan MCK dan sanitasi.
Dampak tidak langsung meningkatnya permintaan air tentunya akan terjadi di sektor pendukung
pariwisata, seperti kebutuhan air di sektor industri, perdagangan, dan pertanian selaras dengan
meningkatnya aktivitas sektor tersebut akibat pengaruh dari peningkatan aktivitas pariwisata.
Tabel 2.13. menunjukkan banyaknya pengunjung obyek wisata di 8 wilayah pada tahun 2001-
2002. Dari tabel tersebut tampak bahwa wisatawan lokal (domestik) masih merupakan pasar
utama dari obyek wisata di DIY dan Jawa Tengah.
Tabel 2.13. Jumlah Pengunjung Obyek Wisata Di DIY dan Jawa Tengah
Propinsi DIY
Hotel Bintang Hotel Non Bintang Total
Tahun Wisman Wisnus Jumlah Wisman Wisnus Jumlah
2001 83,523 486,084 569,607 9,422 253,190 262,612 832,219
2002 75,029 423,671 498,700 15,748 464,689 480,437 979,137
Sumber: Statistik Pariwisata DIY dan Jawa Tengah, 2003.
Pada tahun 2025, jumlah wisatawan yang menginap di hotel di 8 wilayah kabupaten kota WS
POO diperkirakan akan mencapai 5,40 juta jiwa dengan lama tinggal 2 sampai dengan 4 hari.
Dari sejumlah wisatawan tersebut 4,75 jiwa diperkirakan tinggal di wilayah provinsi DIY.
2.5.1. Irigasi
Irigasi pertanian sawah di wilayah sungai Progo-Opak-Oyo dibagi dalam beberapa daerah irigasi
yang tersebar di sebagian besar pemanfaatan lahan wilayah sungai tersebut. Daerah irigasi yang
ada mengambil air dari sumber air (sungai) dengan menggunakan suatu bangunan air utama
(bendung/bangunan pengambilan -- baik bangunan permanen maupun semi permanen--),
bangunan pelengkap (bangunan bagi/sadap), serta dilengkapi dengan jaringan pembawa air
berupa saluran induk, saluran sekunder dan saluran tersier.
Beberapa daerah irigasi yang ada di wilayah sungai Progo-Opak-Oyo beserta luas layanan,
bangunan air serta jaringan saluran adalah sebagai berikut:
Pada umumnya air irigasi juga digunakan untuk budidaya kolam ikan, walaupun dalam
penyusunan sistem perencanaannya belum diperhitungkan Kolam ikan utamanya banyak
terdapat di Kabupaten Temanggung, Magelang, Sleman dan Gunungkidul.
Luasan kolam ikan walaupun secara resmi belum ada fasilitas untuk pemberian airnya, pada saat
ini sudah semakin bertambah luas.
Rincian data yang berhasil dihimpun dari Bank Data Pertanian Kabupaten dan BPS Kabupaten
adalah seperti tersebut pada Tabel 2.16.
Tabel 2.18. Kebutuhan Air untuk Kolam Ikan di WS Progo-Opak-Oyo, Tahun 2004
No. Water District Kebutuhan (juta m 3/th)
1 FP Kalibawang 0.315
2 FP Bedog 0.315
3 FP Kokap 0.000
4 FP Papah 0.631
5 FP Tepus 0.315
6 FP Kotagede 0.315
7 FP Konteng 0.315
8 FP Tambak Bayan 0.315
9 FP Kaweron Hilir 0.631
10 FP Plered 0.315
11 FP Balong 0.315
12 FP Pendekan 0.631
13 FP Bedog Hulu 0.315
14 FP Konteng Hulu 0.315
15 FP Krasak 0.315
16 FP Blongkeng 0.631
17 FP Kebonongan 0.315
18 FP Sapon 0.631
19 FP Sendangsari 0.000
20 FP Loning Wiji 0.631
21 FP Mangu Kuning 0.631
22 FP Elo Hilir 0.315
23 FP Soti 0.315
24 FP Sumberan 0.631
25 FP Loning 0.631
26 FP Progo Magelang 0.315
27 FP Wiji 0.631
28 FP Van Der Wijck 0.631
Total 11.984
Sumber : Hasil Analisis
(2) Perkotaan
Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai diestimasi berdasarkan studi yang dilakukan oleh
IWRD (FIDP), yaitu perkalian antara jumlah penduduk perkotaan dengan kebutuhan air untuk
pemeliharaan/penggelontoran per kapita. Kebutuhan air untuk penggelontoran berdasarkan
Standard yang dikeluarkan oleh Direktorat Teknik Penyehatan Dirjen Cipta Karya Departemaen
PU Tahun 1982 adalah:
- Ibu Kota Provinsi : 40 % Domestik
- Ibu Kota Kabupaten : 35 % Domestik
- Ibu Kota Kecamatan : 30 % Domestik
(3) Industri
Industri umumnya memakai air tanah, hanya sebagian kecil memakai air dan sistem suplai
perpipaan. Hal ini terutama untuk kegiatan industri di daerah perkotaan yang padat, dengan
pertimbangan: Air tanah relatif murah, sehingga tidak ada tuntutan untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan air. Kalangan industri biasanya mampu untuk membuat sumur dalam dari pada
pengguna di sekitar, sehingga pemompaan yang berlebihan akan menyebabkan sumur di
sekitarnya akan kekurangan air. Karena kurang kontrol, kalangan industri akan memompa air
tanah berlebihan dari sumur air tanah dalam.
a) Tenaga Listrik
Berdasarkan identifikasi potensi pemanfaatan air irigasi di Saluran Van Der Wicjk dan Saluran
Mataram untuk bangunan mikro hidro. Lokasi potensi bangunan mikro hidro beserta debit dan
tinggi energi yang tersedia diberikan pada Tabel 2.20.
Mengingat pemanfaatan air untuk bangunan mikro hidro biasanya memanfaatkan air irigasi yang
sudah ada dan pemanfaatannya bersifat ’pinjam air’, dimana sedikit sekali air yang hilang
dipakai untuk mikro hidro, maka dalam alokasi air hanya dikaji besarnya debit yang tersedia di
lokasi potensi bangunan mikrohidro tersebut.
b) Penggelontoran Kota
Sistem penggelontoran sanitasi perkotaan di WS POO telah dilakukan di beberapa daerah
dengan menggunakan air permukaan, misalnya :
• Untuk penggelontoran Kota Magelang diambilkan dari Saluran Progo Manggis sebesar
1000 lt/dt.
• Di Kota Yogyakarta memanfaatkan dan mengandalkan air dari Saluran Mataram, yang
dilewatkan kali Code. Besarnya air yang dialokasikan untuk penggelontoran kota ini
sebesar 400 lt/dt.
• Di Kota Wates Kulon Progo, melalui Bendung Pengasih, Waduk Sermo men-supplay
air guna penggelontoran kota.
Dari uraian mengenai pemanfaatan air di WS POO saat ini dan setelah dilakukan analisis
terhadap kebutuhan air secara lebih rinci dapat disimpulkan bahwa kebutuhan air total di
wilayah sungai POO saat ini adalah 72.56 m3/det. Dengan perincian seperti pada tabel berikut:
Kebutuhan m3/det
Kebutuhan Air untuk RKI 2.80
Kebutuhan Air PDAM 1.23
Kebutuhan Air untuk Irigasi 67.95
Kebutuhan Air untuk Kolam 0.58
Total kebutuhan Air 72.56
Berkaitan dengan kondisi sarana dan prasarana yang ada serta pelaksanaan OP yang belum
optimal, maka pemenuhan kebutuhan air saat ini baru mencapai 43.54 m3/detik.
Kondisi prasarana bangunan irigasi yang ada sudah jauh di bawah standard pelayanan yang
direncanakan, baik ditingkat jaringan utama maupun pada tingkat tertier.
Pada musim kemarau hampir semua petak irigasi yang berada di bagian hilir tidak bisa
mendapatkan air irigasi. Petugas Pengairan di lapangan mengutarakan bahwa kenyataan di
lapangan efisiensi yang ada sudah di bawah 50%, bahkan di beberapa tempat ada yang
mendekati 40%.
Keadaan tersebut disebabkan oleh: Banyak Pintu Air tidak dapat dioperasikan dan atau bocor
kecil sampai besar, Banyak Bangunan Ukur tidak berfungsi, Saluran bocor dan atau terbebani
pengambilan air secara liar.
Kelemahan bangunan prasarana juga terdapat pada Bangunan Pengendali Banjir. Banyak pintu
klep yang robek Seal-nya, tidak bisa menutup rapat karena sering diganjal, dan sayap runtuh.
Pengelolaan Bangunan Pengendali Banjir menjadi rancu karena Bangunan yang dibangun oleh
Pemerintah Pusat tidak bisa di biayai OP-nya oleh APBD karena belum ada penyerahan kepada
Instansi Pengelola SDA, yaitu Balai PSDA.
i. Waduk Sermo
Waduk Sermo dibangun di Sungai Ngrancah untuk memenuhi kebutuhan air baku Kota
Wates, pada saat ini waduk tersebut mengairi areal seluas 2.800 ha dan air bersih 30
l/det yang direncanakan 150 l/ det.
2.7. KELEMBAGAAN
Pengelolaan Sumber Daya Air meliputi aspek Konservasi, Pendayagunaan dan Pengendalian
Daya Rusak dengan beraneka ragam bidang kegiatannya. Oleh karenanya banyak Institusi
Pemerintah maupun Non Pemerintah yang terlibat dalam Pengelolaan Sumber Daya Air wilayah
sungai Progo-Opak-Oyo baik dalam bidang Pembinaan, Pelayanan maupun Pengusahaan atau
Pemanfaatan. Pada saat ini ada beberapa institusi yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya
air antara lain institusi pengelola hidrologi, Air Baku, Irigasi, Air Tanah, Sungai, Konservasi dan
Kualitas Air.
Di wilayah sungai Progo-Opak-Oyo terdapat 3 (tiga) Balai PSDA yaitu Balai PSDA Probolo,
Balai PSDA Progo-Opak-Oyo dan Balai PSDA Sermo. Balai PSDA Probolo adalah Institusi dari
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, sementara Balai PSDA Progo-Opak-Oyo dan Balai PSDA
Sermo adalah Institusi dari Provinsi DIY.
Saat ini, di Wilayah Sungai Progo Opak Oyo yang melintas di dua Provinsi yaitu DIY dan Jawa
Tengah telah dibentuk suatu lembaga koordinasi tingkat wilayah sungai (Dewan Air) dengan
nama Panitia Pelaksanaa Tata Pengaturan Air ( PPTPA ).
PPTPA wilayah sungai Progo Opak Oyo terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Gubernur Jawa Tengah No.175 Tahun 2003 / 30
Tahun 2003, tanggal 30 Desember 2003.
2.8.1. Permasalahan
Penggunaan tanah dan pengelolaan tanah yang tidak baik di daerah tangkapan air telah
menyebabkan percepatan erosi dan secara langsung dapat menurunkan produktivitas tanah serta
menurunkan kuantitas dan kualitas air yang mengalir di badan sungai. Dengan terjadinya
peningkatan beban sedimen di dalam sistem sungai akibat erosi akan mengakibatkan perubahan
kondisi hidro-marfologi yang akibat lanjutannya adalah meningkatnya aliran permukaan dan
menurunnya aliran dasar (base flow).
Lahan kritis yang terjadi pada DAS Progo hulu di Kabupaten Temanggung diperkirakan lebih
dari 12.355 ha akibat besarnya tekanan penduduk terhadap lahan.
Berdasarkan nilai indeks storage dari tiga stasiun pengukuran yaitu: Sitalang, Jombor dan
Badran yang masing-masing nilainya 0,38 masih di bawah angka standart, maka banyaknya air
hujan yang menjadi aliran permukaan sebesar 62% sisanya menjadi aliran air tanah.
Sejalan dengan waktu, jumlah penduduk yang semakin meningkat, terlebih pada daerah yang
pertumbuhan ekonominya tinggi (kota Magelang, kabupaten Sleman, dan kota Yogyakarta),
telah mengakibatkan meningkatnya limbah padat dan cair. Peningkatan limbah cair dari kegiatan
penduduk dan usaha dan atau kegiatan secara langsung menyebabkan penurunan kualitas air di
badan air di daerah yang bersangkutan.
Menurunnya kualitas air di badan air secara langsung merupakan ancaman terhadap kegiatan
dan kehidupan pengguna air, maka perlu dilakukan suatu perlindungan terhadap kualitas air,
karena faktor yang mempengaruhi kualitas air sangat kompleks perlu dilakukan perlindungan
kualitas air berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS).
Balai PSDA Progo Opak Oyo secara rutin mengadakan monitoring Kualitas Air di Sungai
Winongo, Code, Gajahwong, Opak, Progo dan Saluran Mataram
Balai Sermo melakukan monitoring kualitas air di Sungai Serang, Ngrancah dan di waduk
Sermo. Balai PSDA Probolo mengadakan monitoring Kualitas air di Sungai Progo, Elo, Tangsi.
Saat ini pemakaian air oleh masyarakat di WS POO masih belum efisien. Beberapa kajian dan
pengamatan menunjukkan indikasi tersebut. Beberapa hal yang menunjukkan indikasi tidak
efisiennya pemakaian air di antaranya adalah:
Di WS POO penggunaan air untuk keperluan irigasi cenderung terlalu berlebihan
dibandingkan dengan kebutuhan air riel. Dalam kehidupan pertanian di WS POO, faktor
kebiasaan masih mendominasi aktivitas bertani masyarakat. Karena kebiasaan petani
yang turun temurun, ada perasaan yang kurang puas ketika tanamannya tidak
mendapatkan air yang banyak, padahal secara riel tanaman tersebut cukup dengan aliran
air tertentu, sehingga kelebihan tersebut dapat dialokasikan untuk keperluan lain maupun
didistribusikan ke wilayah pertanian lainnya.
Di saluran Van Der Wijck dan saluran Mataram (bagian hulu) banyak penggunaan air
(khususnya untuk kolam ikan) yang seharusnya dapat dikembalikan ke sistem irigasi,
ternyata langsung dibuang ke sungai.
Tidak efisiennya penggunaan air di beberapa jaringan irigasi di WS POO di antaranya
diakibatkan pula oleh rusaknya beberapa bangunan air yang ada.
2.8.1.5. Galian C
2.8.1.6. Banjir
Banjir di Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo skalanya kecil dan hanya terjadi di wilayah Provinsi
DIY kususnya kabupaten Bantul dan Kulon Progo. Areal genangan dengan luas sekitar 2000 ha
terletak di Kabupaten Kulon Progo dan sebagian besar merupakan daerah pertanian.
Banjir yang perlu mendapat perhatian adalah meluapnya Kali Tambak Bayan, Kali Code, dan
Gajah Wong karena walaupun skalanya kecil namun banjir yang terjadi akan melewati daerah
yang padat penduduk.
Banjir akibat meluapnya sungai Opak dan Oyo akan membanjiri wilayah Kabupaten Bantul
yaitu daerah Pundong dan Imogiri yang mempunyai durasi tidak terlalu lama.
Penyebab utama banjir di Provinsi DIY adalah disebabkan permasalahan yang kompleks antara
hulu, tengah, dan hilir.
2.8.1.7. Kekeringan
Pada saat musim kemarau, kekeringan dan kelangkaan air merupakan masalah yang harus
dihadapi oleh sebagian penduduk di Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo, terutama di daerah
dengan formasi geologi spesifik, seperti di daerah Kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo dan
sebagian kecil di wilayah Kabupaten Magelang. Melihat kondisi geologi di wilayah kekeringan
untuk di Kabupaten Kulon Progo dengan penyediaan air dari air tanah tidak mungkin, yang
diperlukan adalah pembangunan waduk atau embung. Untuk mengatasi kekeringan di
Kabupaten Gunung Kidul antara lain dengan mengoptimalkan penggunaan air bawah tanah yang
potensinya cukup besar.
2.8.1.8. Kelembagaan
Persoalan yang muncul berkaitan dengan kelembagaan adalah lemahnya koordinasi antar
institusi PSA. Masing-masing instansi/lembaga yang ada belum dapat bekerja secara bersama
dan terkoordinir untuk dapat saling mendukung program pengelolaan sumber daya air. Berkaitan
dengan keberadaan PPTPA WS POO beberapa permasalahan yang timbul antara lain adalah :
sulitnya koordinasi di lapangan dalam pengelolaan SDA, kewenangan penanganan persoalan
yang ada didasarkan pada hirarki sistem pengelolaan SDA sehingga perlu pembagian
kewenangan mana yang ditangani oleh komisi ( Irigasi, Sungai, Konservasi dan Kualitas Air )
atau institusi pengelola SDA lainnya ditingkat Kabupaten/Kota.
Konsep “One river, one plan, one integrated management“ belum dapat diterapkan dalam
pengelolaan SDA di WS POO.
Beberapa isu strategis yang berkembang di masyarakat dan akan sangat berdampak pada
pengelolaan sumber daya air WS POO di masa depan di antaranya adalah:
Kulonprogo memiliki berbagai macam bahan galian industri termasuk diantaranya bahan baku
semen yang merupakan faktor pendukung untuk dapat didirikannya industri semen, maka
Kulonprogo merupakan lokasi yang mempunyai prospek untuk didirikannya industri semen.
Sesuai rencana tata ruang wilayah Provinsi DIY dan Kabupaten Kulonprogo sebagian wilayah
Kecamatan Sentolo dan Kecamatan Lendah diarahkan sebagai kawasan peruntukan industri.
Sampai saat ini di Provinsi DIY belum mempunyai kawasan industri yang dilengkapi dengan
prasarana, dan sarana penunjang yang dikembangkan dan di kelola oleh perusahaan kawasan
industri. Kawasan industri sentolo direncanakan seluas 1.421 ha diarahkan untuk lokasi industri
kecil dan menengah non polutan.
Dengan dikembangkannya jalur selatan-selatan ini maka aktivitas sosial ekonomi masyarakat
Provinsi DIY bagian selatan, khususnya Kulonprogo, Bantul, dan Gunungkidul akan sangat
terpengaruh. Diharapkan pengembangan jalur ini akan mendorong meningkatnya aktivitas
ekonomi perdagangan wilayah sekitarnya.
Pengembangan Kota Magelang sebagai Kota Jasa; tampaknya memang beralasan karena jika
dilihat dari besarnya kontribusi sektor ini terhadap aktivitas ekonomi masyarakat sejak tahun
1999-2003 setiap tahunnya sebesar 46 persen dengan pertumbuhan sebesar 4 persen, maka untuk
kedepannya perlu dikembangkan demi memajukan perekonomian masyarakat
Rencana Pengembangan Pantai Glagah sebagai pelabuhan perikanan tersebut tentunya akan
berdampak pada perubahan kawasan, pertumbuhan aktivitas sosial dan ekonomi, yang pada
akhirnya akan berpengaruh kepada lingkungan dan kebutuhan air.
Trend Pertumbuhan Kolam Ikan di WS POO menunjukkan angka positif. Keberadaan kolam
ikan tersebut ke depan perlu penataan ulang. Kondisi sekarang yang ada, air yang masuk ke
dalam kolam ikan langsung dibuang ke dalam drainase sungai. Artinya air yang ada tidak masuk
kembali ke dalam sistem irigasi, yang mestinya membuat air menjadi lebih efisien.
Pembangunan mikrohidro bisa dilakukan di beberapa area yang relatif tersedia debit air dan
tinggi energi yang cukup sebagai alternatif sumber daya listrik bagi masyarakat. Yang perlu
diperhatikan dalam pembangunan mikrohidro adalah mengenai perbandingan biaya instalasi
awal berikut biaya operasional terhadap nilai manfaat daya listrik yang dihasilkan. Untuk itu
diperlukan adanya kajian teknis dan non teknis secara menyeluruh guna mendukung
pembangunan mikrohidro.
Kebutuhan air untuk menggelontor kota juga harus diperhatikan. Mengingat permasalahan
sanitasi adalah permasalahan yang cukup krusial menyangkut kesehatan masyarakat umum
secara luas.
Isu berkaitan dengan bandara ada 2 hal, yaitu perluasan bandara dan relokasi bandara.
Kebutuhan air untuk menyuplai kebutuhan bandara, termasuk mengantisipasi keberadaan
bandara yang baru juga perlu dilakukan. Mengingat bandara merupakan fasilitas umum yang
memerlukan air dalam jumlah yang tidak sedikit.
Perkembangan perkotaan dan wilayah-wilayah di DIY memang cukup pesat. Hal ini tidak
mungkin tidak akan menimbulkan permasalahan kebutuhan air baku untuk air minum. Kondisi
yang sekarang ada pun, sudah mulai menggambarkan betapa kritisnya kebutuhan air baku untuk
DIY.
2.8.2.14. Konservasi
Permasalahan konservasi relatif masih sulit diselesaikan mengingat masih lemahnya sistem
koordinasi antar instansi pemerintah berkaitan dengan penanggulangan permasalahan
konservasi. Pola pengelolaan SDA ini diharapkan juga dapat menjadi dasar kebijakan untuk
masalah koordinasi antar pemerintah berkaitan dengan konservasi sumber daya air.
Kebutuhan penataan Sempadan Sungai saat ini menjadi isu yang berkembang di tingkat
pengelola dan perencana pembangunan daerah. Melihat kondisi saat ini penataan sempadan
sungai memang sudah perlu untuk dilakukan. Hal ini menyangkut banyak hal, baik dari segi
sosial kemasyarakatan maupun dari segi hidrologi sungai itu sendiri, yang sedikit banyak akan
mempengaruhi hidromorfologi sungai.
Proyeksi kebutuhan air di WS POO sampai dengan 20 tahun ke depan berdasarkan kondisi
sosio-ekonomi saat ini menunjukkan bahwa pada tahun 2025 kebutuhan air sebesar 82.34
m3/det. Gambar 2.6. menunjukkan trend kebutuhan air dan kemampuan pemenuhan kebutuhan
air di WS POO.
72.56
BAB III
VISI DAN MISI
Agar penyelenggaraan pengelolaan SDA WS POO dapat selaras, terarah dan benar-benar dapat
dipahami oleh seluruh elemen pengelola dan masyarakat yang terkait dengan pengelolaan SDA
WS POO (stakeholders), maka disusunlah visi dan misi pengelolaan yang ingin dicapai bersama
dalam jangka panjang. Visi dan Misi pengelolaan SDA WS POO dalam kerangka waktu 25
tahun ke depan adalah sebgai berikut:
Terwujudnya penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat di wilayah sungai Progo-Opak-Oyo secara
selaras, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Misi pengelolaan sumber daya air wilayah sungai Progo-Opak-Oyo diturunkan dari Misi
Pengelolaan Sumber Daya Air Nasional dan Misi Pengelolaan Sumber Daya Air Direktorat
Jendral Sumber Daya Air yaitu:
BAB IV
KONSEPSI KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN
SUMBER DAYA AIR WS PROGO-OPAK-OYO
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada dasarnya merupakan ketentuan yang telah
disepakati dan ditetapkan oleh pemerintah untuk dijadikan pedoman, pegangan, dan petunjuk
bagi instansi pelaksana dalam upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air,
dan pengendalian daya rusak air.
Kebijakan dan upaya tersebut dilaksanakan dalam rangka mencapai visi dan misi pengelolaan
sumber daya air, yang pada akhirnya, sesuai dengan UU no 7 pasal 11 ayat 1, akan memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan.
Arah kebijakan pengelolaan sumber daya air WS POO pada prinsipnya harus mengacu kepada
arah kebijakan nasional yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air. Arah kebijakan pengelolaan Sumber Daya Air secara nasional adalah sebagai
berikut:
1. Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya
dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air. Konservasi sumber daya air
tersebut dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air,
pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
dengan mengacu pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang ditetapkan pada
setiap wilayah sungai.
2. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air
secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan
masyarakat secara adil. Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan
penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber
daya air dengan mengacu pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang ditetapkan
pada setiap wilayah sungai.
3. Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya
pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Diutamakan pada upaya pencegahan
melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan
menyeluruh dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan diselenggarakan dengan
melibatkan masyarakat.
Dengan mengacu kepada arah kebijakan nasional dan memperhatikan hasil kajian terhadap isu-
isu utama yang ada di WS POO serta analisis atas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
terhadap pengelolaan SDA, disusunlah arah kebijakan pengelolan sumber daya air di WS POO
yang akan menjadi pedoman dalam penyusunan agenda pengelolaan SDA selama 20 tahun ke
depan (2005-2025), sebagi penjabaran pelaksanaan misi dalam rangka mewujudkan visi
pengelolaan SDA yang telah disepakati bersama.
Konservasi SDA merupakan upaya perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pengawetan
air dan pengendalian pencemaran air dengan tujuan untuk menjaga kelangsungan daya dukung,
daya tampung dan fungsi sumber air disesuaikan dengan undang-undang.
Perlindungan dan pelestarian sumber air dapat dilakukan dengan kegiatan fisik dan non fisik.
Untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatan kegiatan pemberdayaan dan
peranserta masyarakat dan dalam upaya menyeimbangkan fungsi sosial, lingkungan dan
ekonomi pengembangan SDA, maka kegiatan non fisik perlu di utamakan antara lain:
monitoring kualitas air di wilayah sungai POO secara rutin untuk mengetahui adanya penurunan
kualitas air yang diakibatkan oleh pencemaran limbah.
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada aspek Konservasi SDA di WS POO di arahkan
untuk dapat:
1. Mengupayakan selalu tersedianya air dengan kualitas dan kuantitas yang memadai.
2. Melestarikan sumber-sumber air dengan memperhatikan kearifan lokal/adat istiadat
setempat.
3. Melindungi sumber air dengan lebih mengutamakan kegiatan rekayasa sosial, peraturan
perundang-undangan, monitoring kualitas dan kuantitas air dan kegiatan vegetatif.
4. Meningkatkan daerah resapan air dan daerah tangkapan air dengan konservasi
5. Mempertahankan dan memulihkan kualitas dan kuantitas air yang berada pada sumber-
sumber air
6. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan konservasi SDA.
1. Melakukan pemeliharaan kawasan cekungan air Serang, Progo, Opak, Oyo, dan Gunung
Sewu sebagai daerah resapan air.
2. Melakukan perlindungan terhadap mata air Kabupaten Temanggung sejumlah 77, Kabupaten
Magelang 91, Kulon Progo 12, Bantul 17, Gunung Kidul 24, Sleman 31 dan Kota
Yogyakarta 38 mata air.
3. Menjaga sempadan sungai Progo, Oya, Opak, Serang, Code, Gajah Wong, Winongo dan
penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukan.
4. Melakukan rehabilitasi hutan lindung dengan memprioritaskan daerah kritis di Kawasan
Sindoro, Sumbing, Merbabu, dan Merapi dengan menetapkan sebagai Taman Nasional
Gunung Merapi.
5. Melakukan pengawasan secara ketat penambangan pasir di kawasan Sungai Progo, Opak
Oyo, Gunung Merapi dan Kawasan Temanggung.
6. Menetapkan Perda intensif bagi Daerah yang memberikan perlindungan terhadap pemakaian
sumber air di hilirnya.
7. Menetapkan Perda pembatasan peruntukan air tanah di Kab/Kota Magelang, Kota
Yogyakarta, Sleman, Bantul dan Wonosari.
8. Menetapkan Perda pengaturan sarana dan prasarana sanitasi, pembuangan sampah supaya
tidak sembarang pada sumber air, pengelolaan air pada setiap lingkungan usaha dan atau
kegiatan.
9. Penetapan Perda Sempadan sungai Progo, Opak, Oyo, Serang, Code, Gajah Wong dan
Winongo.
1. Menetapkan kelas air, mutu air dan mutu air sasaran pada Sungai Progo, Opak, Oyo, Serang,
Code, Gajahwong dan Winongo.
2. Melakukan pemantauan mutu air di ruas yang dianggap rawan terhadap pencemaran air di
wilayah sungai POO.
3. Melakukan Penggelontoran kota Yogyakarta, Sleman, Magelang dan Temanggung.
4. Menetapkan perda tentang baku mutu air limbah, kualitas air industri.
transparansi dan akuntabiliti dari suatu pengelolaan sumber air adalah dengan merumuskan,
menentukan dan menetapkan “zona pemanfaatan sumber air” sebagai suatu unit terkecil didalam
pengelolaan sumber air.
Bupati/Walikota dan Gubernur wilayah terkait, sesuai dengan kewenangannya bekerjasama
merumuskan rencana Zona pemanfaatan sumber air. Penetapan Zona pemanfaatan sumber air di
koordinasikan melalui wadah koordinasi sumber air (PPTPA) pada wilayah sungai Progo-Opak-
Oyo. Penetapan rencana Zona pemanfaatan sumber air merupakan bagian dari proses
penyusunan pola pengelolaan SDA dan rencana induk pengelolaan SDA.
Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih meningkatnya
nilai ekonomi air dibanding fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air.
Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar kepada nilai ekonomi akan
cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber
daya air. Untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut akan diperlukan penetapan peruntukan air
pada sumber air.
Pemerintah, pemerintah daerah wajib menyelenggarakan berbagai upaya untuk menjamin
ketersediaan air bagi setiap orang yang tinggal di wilayahnya. Jaminan tersebut menjadi
tanggungan bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, termasuk di dalamnya menjamin
akses setiap orang ke sumber air untuk mendapatkan air. Jaminan penataan sumber air secara
layak akan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat.
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada aspek Pendayagunaan SDA di WS POO di
arahkan untuk dapat:
1. Mendayagunakan fungsi atau potensi yang terdapat pada sumber air secara berkelanjutan.
2. Mengupayakan penyediaan Air untuk berbagai kepentingan secara proporsional dan
berkelanjutan.
3. Mengupayakan penataan sumber air secara layak.
4. Memanfaatkan sumber daya air dan prasarananya sebagai media/materi sesuai prinsip
penghematan penggunaan, ketertiban dan keadilan, ketapatan penggunaan, keberlanjutan
penggunaan, dan saling menunjang antara sumber air dengan memprioritaskan
penggunaan air permukaan.
5. Meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air, dan atau peningkatan ketersediaan
dan kualitas air.
6. Meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air dengan prinsip
meningkatkan efisiensi alokasi dan distribusi kemanfaatan sumber air.
1. Menetapkan rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dalam zone pemanfaatan sumber
air meliputi: hutan lindung, kawasan resapan air, sempadan sungai, sempadan pantai, cagar
alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, tanaman lahan basah, tanaman lahan kering,
rawan bencana dengan memperhatikan semua pengguna sumber air terakomodasi,
meminimalkan dampak negatif kelestarian air, konflik penggunaan sumber air dari kawasan
lindung dan fungsi kawasan.
2. Menetapkan zone pemanfaatan sumber air dikoordinasikan melalui Panitia Pelaksana Tata
Pengaturan Air ( PPTPA ) wilayah sungai Progo Opak Oyo.
1. Mengusahakan dan menyediakan air untuk irigasi sawah sesuai dengan luasannya,
kebutuhan air minum di masing-masing kabupaten/kota, dan pelayanan kebutuhan kolam
ikan.
2. Menyediakan sumber air sesuai dengan prinsip-prinsip urutan prioritas penyediaan air dan
apabila menimbulkan kerugian bagi pemakai air sebelumnya diatur bersama-sama dengan
PPTPA WS POO dan memberikan kompensasi secara wajar kepada pemakai.
3. Memberikan prioritas yang tinggi kepada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dalam hal
terjadi situasi kekeringan yang ekstrim, dengan menetapkan urutan prioritas yang disetujui
oleh Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air WS Progo-Opak-Oyo yang ditetapkan 5 (lima)
tahun sekali.
4. Penetapan Perda tata cara pemberian kompensasi dapat berupa; memperoleh penyediaan air
dari sumber lain, memperoleh perpanjangan ijin, keringanan biaya jasa pengelolaan SDA,
ganti rugi, program pembangunan.
1. Menetapkan Perda penggunaan air yang mengatur waktu izin menyangkut hak guna air
paling sedikit 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun sesuai pertimbangan
PPTPA WS POO.
2. Pembentukan pemegang izin dilakukan dengan pertimbangan PPTPA WS POO.
3. Hasil monitoring oleh pemerintah ditembuskan kepada PPTPA WS POO.
Pengusahaan SDA dilakukan dengan memperhatikan pemanfaatan air untuk kebutuhan sehari-
hari telah terpenuhi dan memperhatikan lingkungan dan berkelanjutan SDA melalui konsultasi
dengan PPTPA WS POO.
Pengendalian Daya Rusak Air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan
kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air.
Daya rusak air dapat berupa banjir, kekeringan, erosi dan sedimentasi, longsoran tanah, banjir
lahar dingin, amblesan tanah, perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi, dan fisika air,
terancamnya kepunahan jenis tumbuhan dan/atau satwa, dan/atau wabah penyakit. Hal tersebut
telah banyak menimbulkan kerugian baik yang terhitung maupun yang tidak terhitung.
Dampak daya rusak air terhadap kondisi sosial-ekonomi yang utama adalah terganggunya
aktivitas masyarakat dalam menjalankan kehidupannya.
Pemerintah dan masyarakat telah banyak melakukan upaya pengendalian baik yang bersifat
upaya pencegahan sebelum terjadi bencana, upaya penanggulangan pada saat terjadi bencana,
dan upaya pemulihan akibat bencana.
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada aspek Pengendalian Daya Rusak Air di WS POO
di arahkan untuk dapat:
1. Mengupayakan Keberlangsungan Aktivitas Masyarakat dan terlindunginya sarana dan
prasarana pendukung aktivitas masyarakat.
2. Mengupayakan sistem pencegahan bencana akibat daya rusak air.
3. Meningkatkan sistem penanggulangan bencana.
4. Memulihkan fungsi sarana dan prasarana guna pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.
5. Meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan daya rusak air.
1. Menetapkan kawasan rawan bencana alam dalam zona-zona dengan Perda rawan banjir,
kekeringan, erosi, sedimentasi, tanah longsor, banjir lahar dingin, amblesan tanah,
perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi dan fisika air, terancam kepunahan jenis
tumbuhan dan atau satwa serta wabah penyakit yang dikonsultasikan kepada PPTPA
Wilayah Sungai POO
2. Pengendalian pemanfaatan kawasan rawan bencana dengan melibatkan masyarakat.
3. Peringatan dini dilakukan di lokasi yang rawan bencana di Desa Kaliurang, Desa Lumut.
4. Melakukan penyebaran berita melalui radio yang ditetapkan oleh pemerintah.
1. Pelaksanaan tindakan penanggulangan kerusakan dan atau bencana akibat daya rusak air
dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama masyarakat yang dibantu oleh PPTPA wilayah
sungai POO.
2. Penyampaian berita tentang kejadian bencana alam di sebar luaskan melalui radio.
3. Penetapan prosedur operasi standar penanggulangan kerusakan bencana akibat daya rusak
air ditetapkan melalui Perda masing-masing Kabupaten/Kota dan Provinsi
4. Pernyataan Pemerintah Kabupaten/Kota atau Provinsi tentang tingkat kejadian bencana alam
diperlukan pembahasan dengan PPTPA wilayah sungai POO.
Pemulihan daya rusak air oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya
dengan melibatkan semua unsur, elemen masyarakat, dilakukan dengan melalui radio dalam
acara Pengelolaan Sumber Daya Air wilayah sungai POO.
Pengelolaan sumber daya air perlu melihat ke depan agar dapat memperkirakan proyeksi
pengembangan dan dampaknya terhadap kebutuhan air. Berbagai permasalahan yang telah
muncul pada saat ini jika tidak diantisipasi akan berkembang dan menjadi persoalan yang sulit
untuk diselesaikan. Dalam uraian pada bab 2 beberapa masalah tersebut telah diulas. Selain
permasalahan, berbagai isu strategis berkaitan dengan rencana pembangunan wilayah telah pula
disampaikan.
Beberapa rencana pembangunan serta hal-hal yang perlu diantisipasi di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pengembangan Bantul sebagai Kota dan Desa Mandiri tahun 2020.
2. Pengembangan Kulonprogo sebagai kawasan Industri
3. Pembangunan Jalur Selatan-Selatan
4. Pengembangan Kawasan Borobudur-Menoreh
5. Pengembangan Agribisnis, Kehutanan, Industri dan Pariwisata di Kabupaten
Temanggung
6. Pengembangan Kota Magelang sebagai Kota Jasa
Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo disusun berdasarkan 2
(dua) kerangka waktu, yaitu Jangka Pendek dan Jangka Panjang. Strategi Jangka Pendek
merupakan strategi yang dilaksanakan pada tahun pertama setelah Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air ini ditetapkan. Strategi Jangka Panjang merupakan strategi yang dilaksanakan sampai
dengan rentang waktu 20 tahun ke depan.
Dalam implementasinya nanti berbagai strategi tersebut akan dijabarkan kedalam berbagai
program kegiatan yang disusun sesuai dengan kebutuhan nyata dan kondisi nyata yang
dituangkan dalam Rencana Induk Pengembangan Sumber Daya Air.
Strategi Jangka Pendek dalam Pola Pengelolaan SDA WS POO adalah sebagai berikut:
1 Mensinergiskan Kegiatan Institusi pengelola SDA dengan Kegiatan yang positip dari
Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, dan LSM dalam pendayagunaan SDA.
2 Melibatkan perguruan tinggi dan LSM dalam program penguatan (capacity building)
institusi PSDA.
3 Pemerintah Daerah Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah menyusun kesepakatan
mengenai peningkatan kapasitas Institusi Pengelola SDA wilayah sungai Progo-
Opak-Oyo, utamanya agar fungsi Pemantauan dan Pengendalian yang dapat
mencakup seluruh wilayah sungai Progo-Opak-Oyo dapat berjalan, untuk diusulkan
kepada Pemerintah.
4 Meningkatkan koordinasi unsur-unsur perencanaan PSDA dengan Institusi Perencana
Pembangunan (Bapeda) Provinsi, Kabupaten dan Kota.
5 Meningkatkan penyelenggaraan sosialisasi UU no. 7 di lingkungan stakeholders.
6 Pengembangan sistem operasional pengelolaan SDA melalui penetapan Zona
pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air, dengan memperhatikan
aspek hidrologis dan topografis serta melibatkan stakeholder di wilayah sungai
Progo-Opak-Oyo.
7 Sosialisasi/Diseminasi mengenai ancaman yang dapat timbul sebagai akibat dari alih
fungsi lahan terhadap kondisi lahan kepada unsur perencana pembangunan
Pemerintah Daerah di wilayah sungai Progo-Opak-Oyo.
8 Meningkatkan kerjasama antara dengan perencana wilayah yang terkait dengan
PSDA untuk mendorong tersusunnya SK Gub mengenai Baku Mutu Peruntukan Air
Sungai pada semua sungai di wilayah sungai Progo-Opak-Oyo.
9 Meningkatkan koordinasi dan memperkuat posisi institusi PSDA di lingkungan
institusi perencana pembangunan Pemerintah Daerah.
10 Meningkatkan koordinasi diantara pengelola SDA baik di tingkat perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan dalam rangka mengantisipasi meningkatnya aktivitas
penggunaan air untuk berbagai kepentingan.
11 Menyusun peta potensi sumber daya air yang dapat mendukung pembuatan sonasi
(zoning).
12 Menyusun Program perbaikan fungsi sarana dan prasarana SDA dengan melibatkan
peranserta masyarakat.
Usulan strategi kebijakan pada periode tahun pertama ini sebagian besar lebih merupakan
strategi yang ditujukan untuk penguatan institusi pengelolaan SDA WS POO. Secara logis
strategi yang menempatkan penguatan kelembagaan di awal ini akan sangat berguna untuk
memantapkan jalannya pengelolaan SDA di masa depan.
Strategi Jangka Panjang dalam Pola Pengelolaan SDA WS POO adalah sebagai berikut:
Berbagai instansi pemerintah baik dari tingkat pusat maupun daerah terlibat dalam pengelolaan
sumber daya air di Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo. Berbagai kegiatan penangan masalah yang
terkait dengan sumber daya air dilakukan oleh 3(tiga) Balai Pengelolaan Sumber Daya Air yaitu
Balai PSDA Progo-Opak-Oyo, Balai PSDA Sermo dan Balai PSDA Probolo. Untuk wadah
koordinasi guna mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik
kepentingan dalam bidang sumber daya air telah terbentuk PPTPA Wilayah Sungai Progo-Opak-
Oyo yang ditetapkan dengan Keputusan Bersama Gubernur DIY dan Gubernur Jawa Tengah.
Karena Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo merupakan wilayah sungai lintas Provinsi, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 14 huruf e,
bahwa yang mempunyai wewenang pengelolaan wilayah sungai lintas Provinsi adalah
pemerintah, maka agar pengelolaan Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo dapat terselenggara
dengan baik, perlu pengaturan kembali kedudukan, tugas dan fungsi Balai PSDA yang
menangani pengelolaan sumber daya air diwilayah Sungai Progo-Opak-Oyo.
***