Anda di halaman 1dari 8

1.

PENGENALAN
Bencana terjadi karena hubungan manusia dengan alam, teknologi, dan hal – hal lain yang
tidak dapat diprediksi, lambat, dan lama. Sebagai manusia, kita harus mengurangi kemungkinan
terjadinya bencana yang diakibatkan oleh ulah kita, tetapi sebaliknya malah kita semakin memicu
bencana terjadi. Contohnya, banjir, kebakaran hutan, tanah longsor, dan lain – lain.

2. MENDEFINISKAN KONSEP
Pengetahuan tentang mengurangi risiko bencana itu penting untuk diketahui semua orang.
Sebelum mendalami pengurangan risiko bencana, kita harus tahu apa itu bencana. Bencana
adalah gangguan serius yang merugikan manusia, materi, bahkan lingkungan dan memaksa orang
– orang menggunakan satu – satunya sumber daya yang ada (UNISDR, 2009). Dalam hal ini
“gangguan serius” bermaksud suatu kejadian yang merubah sesuatu yang “normal” menjadi
“tidak normal” yang membuat orang – orang menggunakan sumber dayanya untuk menangani
konsekuensi akibat bencana.
Berdasarkan UNISDR, bencana sering digambarkan sebagai hasil kombinasi dari paparan
bencana dan kapasitas yang tidak cukup untuk mengurangi potensi konsekuensi yang negatif,
misalnya kematian, korban luka, property yang rusak, asset – asset yang rusak, kehilangan
pelayanan, gangguan sosial dan ekonomi, dan degradasi lingkungan.
Hal lain yang harus diketahui adalah risiko dan risiko bencana. Secara umum, risiko
didefinisikan sebagai kombinasi probabilitas suatu kejadian dan dampak negatifnya (UNISDR,
2009). Sedangkan risiko bencana adalah hasil dari kemungkinan kerusakan yang disebabkan oleh
bencana karena kerentanan suatu komunitas. Ada tiga aspek dalam menentukan risiko bencana,
yaitu :
a) Bahaya, yaitu kejadian yang bebahaya, kegiatan manusia atau kondisi yang menyebabkan
kematian, korban luka atau gangguan kesehatan lainnya, kerusakan property, gangguan
sosial dan ekonomi, dan kerusakan lingkungan (UNISDR, 2009).
b) Kerentanan, didefinisikan sebagai karakteristik dan keadaan suatu komunitas, sistem atau
asset yang membuatnya rentan rusak karena bencana. Kerentanan juga merupakan
serangkaian kondisi konsekuensial yang timbul dari beberapa faktor yaitu fisik, sosial,
ekonomi, dan lingkungan yang meningkatkan kerentanan akibat bencana.
c) Kapasitas mengatasi dalam pengurangan risiko bencana diartikan dengan kemampuan orang
– orang, organisasi, dan sistem yang menggunakan tenaga dan sumber daya yang tersedia
untuk menghadapi dan mengatur kondisi yang merugikan seperti bahaya, darurat atau
bencana. Kapasitas ini berkontribusi untuk pengurangan risiko bencana (UNISDR, 2009). Hal
lain yang perlu diketahui adalah ketahanan yang berarti kemampuan sebuah sistem,
komunitas atau masyarakat dalam menghindari bencana, yang mengakomodasi untuk pulih
dari dampak bahaya secara efisien, termasuk pemulihan dari struktur dan fungsi dasar yang
penting (UNISDR, 2009).

Keadaan darurat adalah kondisi mengancam yang membutuhkan tindakan yang cepat yang
dapat menghindari kejadian yang meningkat menjadi bencana. Manajemen darurat juga dikenal
sebagai manajemen bencana. Sehingga pengurangan risiko bencana adalah sebuah konsep dan
latihan mengurangi risiko bencana melalui usaha yang sistematik untuk menganalisis dan
mengatur faktor – faktor bencana, termasuk mengurangi peningkatan bahaya, kerentanan
manusia dan properti yang berkurang, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijak, dan
memperbaiki persiapan untuk dampak yang merugikan. Perbedaan antara manajemen risiko
bencana dan pengurangan risiko bencana adalah manajemen risiko bencana adalah taktik dan
pengimplementasian operasi sedangkan pengurangan risiko bencana adalah kegiatannya.
3. HUBUNGAN ANTARA BAHAYA, KERENTANAN, DAN RISIKO BENCANA
Hubungan antara bahaya, kerentanan, dan risiko bencana dapat dilihat pada rumus berikut ini :
Kerentanan ( V ) + Bahaya ( H )
Risiko Bencana ( R ) =
Kapasitas (C)
Hubungan antara kondisi politik, fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang terkait dengan negara
terpinggirkan diartikan menjadi kondisi yang tidak aman dan rapuh sehingga menjadikan mereka
paling rentan terhadap dampak dari bahaya (UNISDR, 2002:47). Jadi, kerentanan adalah kunci
utama antara bahaya dan risiko bencana.

4. MEMAHAMI KERENTANAN
Ada beberapa faktor yang menyusun kerentanan, yaitu :
a) Faktor politik, kebutuhan politik adalah hal yang paling dasar dalam pengurangan risiko
bencana. Serangkaian elemen sosial-ekonomi yang meliputi aspek penolakan hak asasi,
penolakan akses kekuasaan, akses Pendidikan yang berkualitas, akses infrastruktur, pelayanan
dan informasi yang mendasar, yang jika digabungkan akan memiliki kemampuan untuk
membuat dan mempertahankan tingkat kerentanan.
b) Faktor ekonomi, mempunyai hubungan erat dengan meningkatnya jumlah penduduk. Jika
jumlah penduduk meningkat, akan mempengaruhi jumlah sumber daya dan akan
menyebabkan konflik. Di setiap sektor bidang pemerintahan, sudah seharusnya
memprioritaskan dalam hal pemberantasan kemiskinan dan pengadaan lapangan kerja yang
berkelanjutan dalam pengurangan risiko bencana dan rencana pembangunan.
c) Faktor fisik, berkaitan dengan kerentanan individu, masyarakat, dan komunitas karena
kerusakan lingkungan (UNISDR, 2002:47). Kerentanan fisik dapat ditentukan oleh beberapa
aspek seperti tingkat kepadatan penduduk, keterpencilan penduduk, lokasi, desain, dan
material untuk infrastruktur perumahan (UNISDR, 2002).
d) Faktor sosial, kurangnya kesadaran dan akses informasi dapat menyebabkan kenaikan tingkat
kerentanan. Pengaduan dan aturan sosial yang bagus dapat memperbaiki kapasitas
mengatasi, dimana ketidakamanan sosial menaikan kerentanan. Dalam hal ini penurunan
struktur tradisional, kelompok sipil atau komunitas yang berhubungan dengan kesejahteraan
Bersama, atau dalam perlindungan terhadap orang – orang yang rentan dapat memperkuat
konsekuensi bencana yang membahayakan (UNISDR, 2002:47).
e) Faktor lingkungan, aspek utama dari kerentanan lingkungan dapat dirangkum dalam lima
perbedaan : tingkat penipisan sumber daya alam, degradasi sumber daya, hilangnya
ketahanan dalam sistem ekologikal, hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan polusi
yang beracun dan berbahaya.
Kerentanan digambarkan dalam model progres dalam tiga tahap :
a) Dasar penyebab : faktor – faktor yang telah mengakar dalam masyarakat bersama – sama
membentuk dan mempertahankan kerentanan.
b) Tekanan dinamis : proses penerjemahan yang menghubungkan efek dari penyebab
negatif dengan kondisi yang tidak aman; di proses ini kemungkinan karena kurangnya
pelayanan atau penyediaan dasar atau mungkin hasil dari serangkaian kekuatan makro.
c) Kondisi tidak aman : konteks kerentanan dimana orang – orang dan properti dapat
menaikan risiko bencana, fisik lingkungan yang rapuh adalah salah satu elemen, faktor –
faktor lain termasuk ekonomi yang tidak stabil dan tingkat pemasukan yang rendah.

5. MEMAHAMI BAHAYA
Bahaya diancam menjadi tiga kategori :
a) Bahaya alam adalah fenomena alam yang mengakibatkan bencana dan dapat diklasifikasikan
menurut aslinya. Missal, bahaya geological, bahaya hidrometeorologikal, bahaya biologis.
b) Bahaya teknologi yang mewakili kecelakaan teknologi atau industri, prosedur yang berbahaya,
kegagalan infrastruktur atau aktivitas manusia tertentu, yang dapat menyebabkan kematian,
korban luka, kerusakan properti, gangguan sosial dan ekonomi atau degradasi lingkungan.
c) Degradasi lingkungan adalah proses yang diakibatkan oleh perilaku dan aktivitas manusia
yang merusak sumber daya alam dan merusak proses ekosistem alam. Missal, degradasi
tanah, penggundulan hutan, desertifikasi, kebakaran, terancamnya keragamanan hayati,
polusi tanah air dan udara, perubahan iklim, naiknya permukaan air laut, penipisan ozon.

Bahaya memiliki dua jenis, yaitu :


a) Bahaya yang timbulnya lambat, adalah yang paling mudah diprediksi dan direncanakan, tapi
dapat menjadi yang terbesar dampak lingkungannya. Jenis ini biasanya ditandai dengan
beberapa tanda atau indicator, seperti kekeringan, tanah longsor karena hujan lebat,
degradasi lingkungan, polusi, penggundulan hutan, desrtifikasi, dan siklon tropis.
b) Bahaya yang timbulnya tiba – tiba atau cepat, jenis ini terjadi tanpa adanya tanda – tanda
sedikitpun. Contohnya, kebakaran hutan, banjir dan banjir bandang, erupsi volkanik,
tsunami, dan serangan hama.

Karakteristik bahaya dapat diklasifikasikan oleh identitasnya, alam, intensitasnya, luas,


cakupan, prediktabilitas dan pengelolaannya. Karakteristik ini harus dipertimbangkan dengan
kemungkinan pengantisipasiannya. Ada dua karakteristik, yaitu krakteristik bahaya yang
permanen dan karakteristik bahaya yang sementara. Karakteristik bahaya yang permanen adalah :
a) Identitas bahaya berhubungan dengan pengetahuan bahaya yang ada.
b) Alam berhubungan dengan pasukan yang terkait dengan bahaya.
c) Intensitas, kapasitas atau potensi dari kekuatan yang merusak atau dampak dari bahaya
yang berkontribusi dengan intensitas itu sendiri.
d) Luas, adalah distribusi geografika atau cakupan dampak bahaya dan alam dan intensitas
dari bahaya tersebut. Luas bahaya akan lebih jauh jika didorong oleh keadaan – keadaan
beresiko yang berlaku.
e) Prediktabilitas, ditentukan oleh properti fisik dari bahaya.
f) Pengelolaan, adalah hasil dari penyebab utama atau sifat bahaya yang dipermasalahkan.

Kedua adalah karakteristik bahaya yang sementara, yaitu :

a) Frekuensi, berkontribusi dalam persepsi risiko yang lazim dalam komunitas. Semakin
tinggi frekuensi, semakin besar persepsi risiko dalam elemen yang akan terjadi.
b) Durasi, menentukan jangka waktu yang akan berdampak pada suatu komunitas dan
dampak ini pada ketahanan mereka.
c) Kecepatan timbulnya bencana, adalah kecepatan dampak yang datang, berhubungan
dengan mitigasi dan langkah – langkah pencegahan.
d) Peringatan dini, adalah waktu di antara identifikasi tanda bahaya dan dampak aktualnya.

6. EVOLUSI STUDI BENCANA DAN RISIKO

Ada perspektif ilmu sosial, perspektif ilmu alam, studi risiko bencana kontemporer. Pertama,
perspektif ilmu sosial, berdasarkan Gilbert (1998:11) mengindikasi bahwa perspektif ilmu sosial
dalam studi bencana dari tiga paradigma, konten penelitian, perkembangan kronologi, dan
pemecahan masalah. Kedua, perspektif ilmu alam yang mendekati penekanan bencana dalam
fenomena hidrometeorologikal, geodinamis, dan teknologi/antropogenik seperti gempa bumi,
banjir, tanah longsor, siklon, kecelakaan industri dan kejatuhan nuklir, dan yang lain. Ketiga, studi
risiko bencana kontemporer, studi kekinian risiko bencana yang berhubungan dengan
pemahaman pertama dan investigasi bencana, yang keduanya adalah perspektif ilmu sosial dan
alam/fisik. Ada dua aspek dalam studi ini, konstruktivisme yang berhubungan dengan ilmu sosial
dimana risiko dilihat sebagai konstruksi sosial pemahaman representasi dan persepsi sosial. Aspek
lainnya yaitu objektivisme, lebih berhubungan dengan perspektif ilmu alam yang percaya bahwa
risiko dapat dihitung dan dinilai secara objektif.

Jadi, perbedaan antara manajemen risiko bencana dan manajemen bencana adalah
manajemen risiko bencana terdiri dari semua bentuk kegiatan, tindakan struktural dan non-
struktural untuk mengindari atau membatasi dampak bencana. Secara jelas bahwa manajemen
risiko bencana adalah penerapan dari pengurangan risiko bencana. Sedangkan manajemen
bencana adalah badan kebijakan dan keputusan administratif dan kegiatan operasional yang
berkaitan dengan berbagai tahap bencana di semua tingkatan (UNDP, 1992:21).

7. KERANGKA PENGURANGAN RESIKO BENCANA

Upaya untuk menampilkan secara grafis berbagai komponen pengurangan resiko bencana
menurut PBB adalah dengan mengembangkan kerangka. Aspek penting dalam kerangka adalah
konteks dimana pengurangan resiko bencana terjadi. Jika meninjau kembali pengertian
pengurangan resiko bencana, peran pengembangan berkelanjutan dipertegas. Oleh karena itu,
landasan dan konteks pengurangan resiko bencana adalah pengembangan yang berkelanjutan.
Pengurangan resiko bencana yang berhasil tergantung pada integritasnya dengan masalah yang
lebih besar seperti agenda pengembangan.
PENINGKATAN KESADARAN
Untuk perubahan perilaku

PERKEMBANGAN PENGETAHUAN
- Informasi
- Pembelajaran dan Pelatihan
FAKTOR – FAKTOR RISIKO - Penelitian
Kerentanan
- Sosial
KOMITMEN POLITIK
- Ekonomi
- Internasional, regional,
- Fisik
nasional, lokal
- Lingkungan ANALISIS - Kerangka Kelembagaan
KERENTANAN/KEM IDENTIFIKASI RESIKO DAN (Pemerintah)
Bahaya AMPUAN PENILAIAN DAMPAK - Perkembangan kebijakan
- Geologis ANALISIS BAHAYA - Legislasi dan kode
- Hidrometeorologis DAN PEMANTAUAN - Perkembangan organisasi
- Biologis
- Aksi komunitas
- Teknologis
- Lingkungan

PERINGATAN DINI

DAMPAK PENERAPAN KEGIATAN


PENGURANGAN RISIKO
BENCANA
- Manajemen lingkungan
- Perkembangan sosial dan
PERSIAPAN ekonomi (termasuk kemiskinan,
mata pencahariaan, kesehatan,
pertanian, dll)
- Kegiatan fisik dan teknis
MANAJEMEN (rencana tata guna lahan dan
DARURAT perlindungan fasilitas yang
kritis)
PEMULIHAN - Jaringan dan kemitraan

Dari gambar di atas, fokusan pengurangan resiko bencana dimulai dari mengetahui faktor –
faktor resiko bencana yang rentan seperti sosial, ekonomi, fisik, lingkungan dan yang berbahaya
seperti geologis, hidrometologis, biologis, teknologis, lingkungan. Setelah mengetahui faktor –
faktor resikonya, dapat dianalisa yang kemudian dapat diidentifikasi resiko dan penilaian dampak.
Setelah mengetahuin faktor dan identifikasi resiko dapat diberlakukan peringatan dini agar ada
persiapan dan kemudian manajemen darurat. Dari dampak bencana, fokusan lainnya yaitu
peningkatan kesadaran terhadap dampak bencana, komitmen politik, dan pengaplikasian
pengurangan resiko bencana yang kemudian diadakan pemulihan.
Dari kerangka di atas, dampak bencana bukan awal atau akhir, tetapi elemen utama yang
harus dihapus dari kerangka kerja melalui semua aspek pengurangan resiko bencana yang telah
dibahas. Kerangka tersebut belum diuji sepenuhnya, tetapi dapat memberi indikasi awal untuk
pengurangan resiko bencana.

8. BENCANA DAN PEMBANGUNAN

Awalnya para pakar mengemukakan tentang bencana dan pembangunan untuk masa depan,
kemudian pemerintah menerapkan hal tersebut terkait dengan proyek pembangunan dalam
konteks pengurangan resiko bencana dan program pemulihan bencana dengan pembangunan
jangka lama. Pembangunan membutuhkan transformasi institusional dan struktural dalam
masyarakat seperti mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketidaksamaan sosial, dan
memberantas kemiskinan. Setelah berjalannya waktu, bencana dapat menurunkan potensi
pembangunan yang berkelanjutan dan menyebabkan pemerintah secara substansial memodifikasi
prioritas dan program perkembangan ekonomi mereka. Di saat yang sama, bencana dapat
memberi peluang untuk pembangunan. Mereka dapat meningkatkan suasana perubahan dan
menciptakan alasan untuk perkembangan proyek seperti pelatihan kerja, pembangunan, dan
reformasi tanah. Namun, tak sedikit pembangunan yang dilaksanakan tanpa mempertimbangkan
masalah lingkungan sehingga meningkatkan kerentanan terhadap bencana alam. Maka dari itu
perlu adanya pemahaman lebih tentang dampak pembangunan terhadap resiko bencana yang
tidak berorientasi mengambil keuntungan sebanyak – banyaknya dari pembangunan akibat
bencana.

9. TRANSDISIPLINER DALAM PENGURANGAN RESIKO BENCANA

Pendekatan transdisipliner untuk mewujudkan pengurangan resiko bencana yaitu tentang


mengkaitkan berbagai pandangan informasi dan kemampuan profesional untuk kehidupan yang
lebih aman, dan mata pencaharian orang – orang yang lebih tahan dari kehilangan dan kerusakan.
Transdisipliner dalam pengurangan resiko bencana dimulai dari upaya bersama dan keinginan
politik.

10. TATA KELOLA RESIKO BENCANA

Tiap negara mempunyai caranya masing – masing dalam melindungi masyarakatnya dari
bencana. Tujuan dari program pengurangan resiko bencana adalah mengurangi resiko bencana
dengan membangun kapasitas dan meningkatkan ketahanan terhadap masyarakat yang dapat
meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal – hal tersebut dapat dicapai apabila pemerintah
mengimplementasikannya dalam program kerja pemerintah.

Secara umum tata kelola resiko bencana perlu dipandu dengan prinsip dan tujuan berikut :

a) Mengangkat manajemen resiko bencana sebagai prioritas kebijakan


b) Membuat komitmen politik untuk mempromosikan manajemen resiko bencana sebagai
tanggung jawab multi-sektoral
c) Mempertanggunjawabkan atas kerugian dari dampak bencana
d) Mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk pengurangan resiko bencana
e) Menegakkan penerapan manajemen dan pengurangan resiko bencana
f) Melibatkan multi-pihak yang memfasilitasi partisipasi oleh masyarakat sipil dan sektor swasta.

Maka dari itu untuk memastikan tata kelola resiko bencana menjadi prioritas, maka dilakukan
hal – hal berikut :
a) Menerapkan dan mengembangkan kebijakan, undang – undang, dan peraturan tentang
pengurangan resiko bencana
b) Membangun struktur yang memadai untuk mengatur pengurangan resiko bencana seperti :
- Pusat / kantor manajemen resiko bencana nasional ( dan sub-nasional)
- Mekanisme koordinasi multi-sektoral nasional (Platform)
- Struktur pengambilan keputusan politik (pada semua tingkatan pemerintah)
- Struktur masyarakat sipil dalam pengurangan resiko bencana
- Keterlibatan dengan sektor swasta
c) Melakukan penilaian resiko bencana nasional
d) Mengintegrasikan langkah – langkah pengurangan resiko bencana ke dalam perencanaan
pembangunan
e) Mendorong penelitian, pelatihan, pendidikan, dan kesadaran public tentang masalah resiko
bencana
f) Memastikan tindakan darurat yang memadai dalam kemungkinan bencana
g) Menyediakan dana yang memadai untuk mendukung upaya pengurangan resiko bencana.

11. PERUBAHAN IKLIM DAN ADAPTASI

Perubahan iklim menjadi pokok bahasan dan tantangan lingkungan global utama. IPCC
mengatakan bahwa perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan yang dapat diidentifikasi
(misal dengan menggunakan tes statistik) dengan perubahan variable dalam jangka waktu yang
lama. Perubahan iklim bisa disebabkan oleh pengaruh internal dan eksternal. Menurut UNFCCC
Pasal 1, perubahan iklim dikaitkan dengan perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia
secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan perubahan komposisi di atmosfer
yang diamati dalam periode waktu tertentu.

11.1 Penyebab Perubahan Iklim

Sistem iklim global dibantu oleh energi matahari. Ada beberapa gas yang bertugas untuk
menghalangi sinar matahari agar bumi tetap hangat, gas tersebut disebut gas rumah kaca
atau prosesnya disebut efek rumah kaca. Tanpa adanya proses tersebut, kemungkinan besar
tidak ada kehidupan di bumi. 200 tahun terakhir, aktivitas manusia seperti penggunaan
bahan bakar fosil, penebangan hutan, pembakaran hutan menyebabkan meningkatnya
konsentrasi gas rumah kaca. Hal tersebut menyebabkan sinar matahari lebih banyak yang
terperangkap, sehingga suhu di bumi meningkat.

11.2 Peningkatan Kerentanan Terhadap Perubahan Iklim

Banyak dampak yang disebabkan karena perubahan iklim, seperti peningkatan deforestasi
alami, naiknya permukaan air laut. Perubahan iklim lebih lanjut mempengaruhi pola cuaca
yang mempengaruhi peningkatan frekuensi dan tingkat keparahan siklon. Pengaruh
perbedaan permukaan air juga menyebabkan beberapa penyakit. Hal – hal tersebut
berkontribusi dalam peningkatan kerentanan terhadap perubahan iklim.

11.3 Perubahan Iklim dan Resiko Bencana

Perubahan iklim tidak bisa dianggap remeh. Perubahan iklim juga berkontribusi dalam
peningkatan frekuensi dan intensitas berbagai bencana alam dimana meningkatkan cuaca
dan bahaya iklim, serta meningkatkan kerentanan komunitas terhadap bencana alam.
Bagaimanapun juga, perubahan iklim memiliki dampak positif seperti musim penanaman
dan penurunan angka kematian saat musim dingin.

11.4 Adaptasi Perubahan Iklim


Adaptasi perubahan iklim adalah tanggapan manusia terhadap perubahan iklim. Seperti
kegiatan mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim dan melindungi mata
pencahariaan. Masalah perubahan iklim dan adaptasi harus dimasukkan dalam pemahaman
mengenai risiko bencana.

12. JENIS KELAMIN DAN RISIKO BENCANA

Pengetahuan yang ada menempatkan jenis kelamin sebagai faktor konstruksi sosial dari
kerentanan bencana dan distribusi risiko bencana yang tidak merata (Enarson dan Dhar
Chakrabarti, 2009). Faktanya PBB dalam pengurangan bencana sekarang mengidentifikasi jenis
kelamin sebagai kebijakan lintas sektor di pengurangan risiko bencana. Berdasarkan penelitian,
ketika bencana terjadi, wanita lebih tinggi mengalami kematian, tingkat stress yang tinggi pasca
bencana, dan tingginya kekerasan terhadap jenis kelamin. Maka dari itu wanita dijadikan patokan
untuk mengidentifikasi faktor – faktor risko bencana dan merencanakan kegiatan untuk
mengurangi dampak negatif tersebut.

13. KESIMPULAN

Dengan penjelasan mengenai pengurangan risiko bencana di atas, diharapkan manusia bisa lebih
memperhatikan kegiatan – kegiatan yang dapat mengurangi risiko bencana tersebut, sehingga
tidak memakan korban yang lebih banyak. Diharapkan juga dapat berinovasi dalam kegiatan
pengurangan risiko bencana yang dapat membantu banyak orang.

Anda mungkin juga menyukai