Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM MITIGASI BENCANA

Oleh :

KELOMPOK 6

Puja Ananda 23116126

Titis Kristian Adiyasa 23117006

Shafira Damayanti 118230003

Nesya Hafiza Ardani 118230067

Sofia Adelweis BR Ginting 118230081

Jacinda Destiana Sihombing 118230086

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA


JURUSAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN
TEKNIK GEOMATIKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Sebagai
negara kepulauan yang terletak diantara dua samudera besar (Samudra Hindia
dan Samudera Pasifik), pertemuan lempeng utama dunia (Indo-Australia,
Eurasia, Pasifik) dan relief Indonesia yang beragam menyebabkan Indonesia
sangat rawan terhadap berbagai bencana. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 menyatakan bahwa bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis.
Berdasarkan definisi tersebut, bencana dapat diklasifikasikan menjadi
3 kelompok yaitu bencana alam, non alam, dan sosial. Bencana alam adalah
bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam, bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa non alam, dan bencana sosial adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia. Di Indonesia berbagai macam bencana tersebut
pernah terjadi yang disebabkan oleh kondisi daerah yang beragam. Potensi
bencana yang terjadi berbeda-beda tiap daerahnya.
Bencana yang berpotensi terjadi tidak hanya gempabumi dan tsunami,
tetapi juga bencana banjir, kekeringan, tanah longsor, cuaca ekstrim, letusan
gunungapi, kebakaran hutan dan lahan, gagal teknologi, epidemi dan wabah
penyakit serta jenis bencana lainnya. Seluruh bencana yang terjadi
memberikan risiko pasca bencana. Risiko tersebut dapat berupa hilangnya
nyawa, luka-luka, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan infsrtuktur
wilayah serta dampak psikologis. Tingginya jumlah kejadian dan besarnya
dampak bencana yang ditimbulkan setiap bencana memerlukan perencanaan
dan upaya untuk pengurangan risiko bencana yang harus dilakukan. Besarnya
risiko yang ditimbulkan setiap bencana membutuhkan perhatian setiap lapisan
untuk mendapatkan arahan yang jelas terkait upaya pengurangan risiko
bencana. Upaya penanggulangan bencana tersebut dapat dilakukan dengan
melaksanakan pengkajian risiko bencana.
Pengkajian risiko bencana perlu dilakukan pada daerah rawan terhadap
bencana. Pengkajian yang dilakukan memuat semua komponen yang
mempengaruhi bencana, yaitu bahaya, kerentanan, dan kapasitas terhadap
bencana. Semua komponen tersebut dikaji berdasarkan parameter-parameter
ataupun indikator pengkajian dengan data terkini dan aturan terkait di daerah
atau dari lembaga terkait.

1.2 Maksud dan Tujuan


Tujuan dari penyusunan Laporan Pendahuluan ini adalah :
1. Mengetahui konsep risiko bencana
2. Mengetahui metode yang tepat untuk pengambilan keputusan dalam
manangani suatu bencana;
3. Mengetahui konsep yang tepat untuk pemetaan risiko bencana;
4. Mengetahui metode penelitian yang akan digunakan.

1.3 Ruang Lingkup dan Sasaran


Penyusunan Laporan pendahuluan ini melingkuhi hal-hal berikut :
1. Pengkajian konsep risiko bencana;
2. Pengkajian metode pengambilan keputusan yang tepat untuk menangani
suatu bencana;
3. Pengkajian konsep yang tepat untuk pemetaan risiko bencana;
4. Pengkajian metode penetilitian yang akan digunakan.
1.4 Landasan Hukum
1) Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan UUD 1945, alinea IV.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana pasal 15 ayat (2), pasal 23 ayat (2), 50 ayat (1),
pasal 77 dan pasal 78.

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008, tentang


Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

1.5 Output dan Tenaga Ahli


Adapun hasil akhir dari laporan yaitu :

1) Peta Risiko Bencana Kekeringan


2) Pengkajian Risiko Bencana Kekeringan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan lembaga


pemerintah yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah baik
Kabupaten/ Kota dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Pemerintah bertanggungjawab
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, Sebagaimana didefinisikan
dalam Undang – undang nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.

1.6 Sistematika Pelaporan


Laporan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN
II. KONSEP DAN METODE KAJIAN
III. URAIAN RENCANA KAJIAN
IV. PENUTUP
BAB II
KONSEP DAN METODE KAJIAN

2.1 Konsep dan Teori


2.1.1 Definisi Bencana
Menurut UU RI Nomor 14 Tahun 2017 Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.Bencana
nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antar kelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan
teror.
2.1.1.1 Ancaman
Peristiwa alam yang bersifat ekstrim yang dapat berakibat buruk
atau keadaan yang tidak menyenangkan. Tingkat ancaman ditentukan oleh
probabilitas dari lamanya waktu kejadian (periode waktu), tempat (lokasi),
dan sifatnya saat peristiwa itu terjadi. Bahaya alam (Natural hazard) adalah
probabilitas potensi kerusakan yang mungkin terjadi dari fenomena alam di
suatu area/wilayah. [ CITATION Noo14 \l 1033 ]
2.1.1.2 Kerentanan
Menurut[ CITATION Bar07 \l 1033 ] Kerentanan merupakan suatu
kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau
menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya,
sehingga apabila terjadi bencana akan memperburuk kondisi masyarakat.
[ CITATION ADP06 \l 1033 ] mengelompokkan kerentanan kedalam
lima kategori yaitu:
1. Kerentanan fisik ( physical vulnerability) yang meliputi: umur
dan konstruksi bangunan, materi penyusun bangunan,
infrastruktur jalan, fasilitas umum).
2. Kerentanan sosial ( social vulnerability) yang meliputi:
persepsi tentang risiko dan pandangan hi dup m asyarakat
yang berkaitan dengan budaya, agama, etnik, interaksi sosial,
umur, jenis kelamin, kemiskinan).
3. Kerentanan ekonomi ( economic vulnerability) yang meliputi:
pendapatan, investasi, potensi kerugian barang/persediaan
yang timbul.
4. Kerentanan lingkungan (enviromental vulnerability) yang
meliputi: air, udara, tanah, flora and fauna.
5. Kerentanan kelembagaan (instititutional vulnerability) yang
meliputi: tidak ada sistem penanggulangan bencana, pem
erintahan yang buruk dan tidak sinkronnya aturan yang ada.
2.1.1.3 Kapasitas
Kapasitas manusia adalah kualitas dan sumber daya individu atau
komunitas yang digunakan dan dikembangkan untuk mengantisipasi,
mengatasi, menolak dan memulihkan dari dampak bencana. Kapasitas
manusia mencakup sumber daya social dan kapasitas organisasi
(Kepemimpinan, pengalaman organisasi, dan jaringan berbasis
masyarakat), dan kapasitas sikap (misalnya keyakinan, motivasi kerja,
nilai-nilai, ide, kreativitas)[ CITATION Ulu14 \l 1033 ].
2.1.2 Definisi Peta
Peta berasal dari terjemahan bahasa Inggris map yang artinya peta. Map itu
sendiri berasal dari kata mappa yang dalam bahasa Yunani diartikan sebagai kain
penutup atau taplak. Ilmu yang mempelajari peta dinamakan kartografi,
sedangkan orang yang ahli dalam bidang perpetaan dinamakan kartografi.
Peta merupakan gambaran konvesional dari permukaan bumi baik sebagian
atau seluruhnya pada bidang datar atau bidang yang bisa didatarkan dengan
dibubuhi skala atau simbol. Peta yang baik tersaji dengan memenuhi unsur-unser
seni, matematis dan pengetahuan geografi di dalamnya. [ CITATION Cos17 \l 1057 ]
Peta adalah kumpulan dari titik-titik, garis-garis, dan area-area yang
didefinisikan oleh lokasinya dengan sistem koordinat tertentu dan oleh atribut
non spasialnya.
Berikut ini definisi-definisi peta menurut beberapa ahli :
a. Suatu gambaran yang biasanya berskala dan biasanya pada suatu
medium datar dari kenampakan yang nyata maupun abstrak yang telah
dipilih sebelum dan berada atau dalam hubungannya dengan permukaan
bumi atau benda-benda langit yang lain. (menurut ICA/International
Cartography Assosiation).
b. Gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sebagai
kenampakan jika dilihat dari atas dengan ditambah tulisan-tulisan
sebagai tanda pengenal (Erwin Raizs).
c. Lukisan dengan tinta dari seluruh atau sebagai permukaan bumi yang
diperkecil dengan perbandingan ukuran yang disebut skala atau keder.
(RM. Sutarjo Suryosumarno)
d. Gambaran sebagian atau seluruh wilayah permukaan bumi dengan
berbagai kenampakan pada suatu bidang datar dengan menggunakan
skala tertentu. (Gunawan dkk).
e. Gambaran apa adanya dari permukaan bumi, baik sebagian ataupun
seluruhnya, seperti tampak dari atas pada bidang datar ataupun bidang
yang bisa didatarkan, dengan dibubuhi skala dan simbol (Corida).
2.1.3 Risiko Bencana
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana No 2 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian risiko bencana
pengertian risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu kawasan dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu
potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung
berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi
dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian
harta benda, dan kerusakan lingkungan.
Kajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan sebagai berikut :

Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ancaman,


kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif tingkat risiko bencana
suatu kawasan.
Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko bencana
amat bergantung pada :
a. Tingkat ancaman kawasan;
b. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam;
c. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan
besaran 3 komponen risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial
maupun non spasial agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko bencana
digunakan sebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana
disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko
bencana. Upaya pengurangan risiko bencana berupa :
a. Memperkecil ancaman kawasan;
b. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
c. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.
2.1.4 Analitytic Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process merupakan suatu metode pendukung
keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung
keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang
kompleks menjadi suatu hierarki. Menurut Saaty (1993), hierarki didefinisikan
sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu
struktur multilevel dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor,
kriteria, sub kriteria, dan seterusnya hingga level terakhir dari alternatif.
[ CITATION Agn17 \l 1057 ]
Dalam analisis semi-kuantitatif, kurangnya informasi tentang khususnya
tentang faktor sensitivitas dikompensasi oleh faktor bobot. Faktor-faktor
pembobotan terbaik diperoleh melalui konsensus pendapat para ahli. Suatu
metodologi muncul ke sebuah konsensus tersebut adalah Analytic Hierarchy
Process (AHP). Metodologi ini telah dikembangkan oleh Thomas L. Saaty
dimulai pada tahun 1970, dan awalnya dimaksudkan sebagai alat untuk
pengambilan keputusan. AHP adalah suatu metodologi pengukuran melalui
perbandingan pasangan-bijaksana dan bergantung pada penilaian para pakar
untuk mendapatkan skala prioritas. Inilah skala yang mengukur wujud secara
relatif. Perbandingan yang dibuat dengan menggunakan skala penilaian mutlak,
yang merepresentasikan berapa banyak satu indikator mendominasi yang lain
sehubungan dengan suatu bencana tertentu.
Fundamental Skala AHP untuk Perbandingan Pasangan-Bijaksana dari
Indikator :
Tabel 1 Fundamental Skala AHP untuk perbandingan pasangan-bijaksana

dari indikator

Skala Intensitas Keterangan


Kepentingan
1 Sama Kedua elemen sama pentingnya. Dua elemen
mempunyai pengaruh yang sama besar
3 Sedikit lebih Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada
penting elemen yang lainnya. Pengalaman dan penilaian
sedikit menyokong satu elemen dibandingkan
elemen yang lainnya
5 Lebih penting Elemen yang satu lebih penting daripada yang
lainnya. Pengalaman dan penilaian sangat kuat
menyokong satu elemen dibandingkan elemen
yang lainnya
7 Sangat Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada
penting elemen lainnya. Satu elemen yang kuat disokong
dan dominan terlihat dalam praktek.
9 Mutlak Satu elemen mutlak penting daripada elemen
penting lainnya. Bukti yang mendukung elemen yang
satu terhadap elemen lain memiliki tingkat
penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.
2,4,6, Nilai Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-
8 menengah pertimbangan yang berdekatan. Nilai ini
diberikan bila ada dua kompromi di antara 2
pilihan.
1/n Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka
dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai
nilai kebalikannya dibanding dengan i.
Sumber : Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No 2 tahun
2012

2.1.5 Teori Pemetaan


Pemetaan adalah ilmu yang mempelajari kenampakan muka bumi yang
menggunakan suatu alat dan menghasilkan informasi yang akurat. Dengan kata
lain, pemetaan dan ilmu geografi itu sama karena sama-sama membahas sesuatu
yang berada di dalam atau di atas bumi selama hal tersebut mempengaruhi
permukaan bumi.[ CITATION Wiw16 \l 1057 ]
Pemetaan adalah kegiatan pendokumentasian atau perekaman data dalam
bentuk grafis keletakan dan lokasi cagar budaya serta lingkungannya. Kegiatan
pemetaan dimaksudkan untuk mengetahui gambaran situasi keberadaan cagar
budaya yang dapat dipakai sebagai acuan dalam menentukan kebijakan lebih
lanjut berkaitan dengan aspek pelestariannya.
Kegiatan pemetaan menggunakan pesawat ukur Teodolith Wild Heerdrugg
type Wild T.O. Pengukuran ketinggian dan koordinat menggunakan GPS Garmin
Montana dengan diambil sebagai acuan ketinggian. Biasanya kegiatan pemetaan
dimulai dari ruang terbuka yang dikelilingi bangunan dengan mengambil sudut
setiap bangunan, kemudian kearah luar hingga mencapai batas-batas yang ingin
dicapai. Hasil pemetaan diproses menjadi peta yang digambar di atas kertas
kalkir dengan skala 1 : 1.000. Sedangkan, pengertian Penggambaran dalam
kepurbakalaan yakni kegiatan untuk mendapatkan data fisik bangunan cagar
budaya dengan kondisi apa adanya, termasuk menggambarkan kondisi struktural
seperti kerusakan bangunan (miring, retak, melesak dan sebagainya).
[ CITATION Bal15 \l 1057 ]

2.1.5.1 Pengamatan Lapangan (Terestrial)


Perkembangan pemetaan ini dimulai dengan dinyatakannya bahwa
bumi ini bulat oleh seorangYunani Kuno untuk pertama kalinya sekitar
tahun 500 SM (Sebelum Masehi), orang tersebut dikenal dengan nama
Phytaghoras. Pada awalnya banyak ilmuwan Yunani Kuno yang tidak
percaya,sampai ketika tahun 220 SM adalah Erasthotenes mencoba
membuktikan bahwa bumi ni bulat dengan menghitung keliling bumi
dengan pemikiran sederhana, dengan memanfaatkan dua buah sumur di dua
Kota, Alexandria dan Syene, ia menghitung kemiringan bayangan yang
disebabkan sinar matahari. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa
keliling bumi±40000km, hanya berbeda ±75km dari pengukuran modern.
Selanjutnya pada tahun 140 sampai dengan 120 SM masih di Yunani,
mulai bermunculan pemikiran-pemikiran baru dalam hal pengukuran tanah.
Salah satunya adalah adanya penerapan ilmu geometri dalam pengukuran
sebidang tanah. Sampai pada tahun 60 SM, perkembangan penerapan ilmu
geometri dalam pengkuran tanah masih terus berlanjut. Pada abad 13 dan
14 pemetaan terestris maju pesat. Setelah perang dunia II berakhir,
pemetaan terestris berkembang sejalan dengan perkembanganteknologi.
Pengambilan data dan pengolahan data kini dapat dilakukan dengan lebih
modern. [ CITATION And14 \l 1033 ].
Pemetaan merupakan proses pembuatan peta yang merupakan
gambaran darisebagian maupun seluruh permukaan bumi pada bidang dua
dimensi denganmenggunakan skala dan sistem proyeksi tertentu [ CITATION
Soe12 \l 1033 ] dalam [ CITATION Ari16 \l 1033 ]. Pemetaan terestris adalah
pemetaan yang objeknya adalah tanah dan dilakukan langsung pada
permukaan tanah tersebut. Hasil daripemetaan ini adalah situasi dari tanah
tersebut, seperti luas tanah, kemiringan atau ketinggian,serta volume. Dan
hasil tersebut dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan,
khususnya infrastuktur [ CITATION And14 \l 1033 ].
Tahan perencanaan diperlukan untuk mempersiapkan kegiatan
pengumpulan data, penentuan produk akhir, dan pembuatan jadwal dan
rencana biaya kegiatan pemetaan. Tahap pengumpulan data dilakukan
untuk mendapatkan data primer atau hasil pengukran maupun data
sekunder atau data turunan dari data primer ataupun data penunjang lainnya
yang dibutuhkan dalam pembuatan sebuah peta. Tahap pengolahan data
adalah tahap menghitung dan mengolah data hasil pengumpulan sesuai
dengan metode pemetaan yang digunakan dengan menggunakan system
referensi dan system proyeksi tertentu. Sedangkan tahan penyajian data
adalah kegiatan menampilkan data hasil olahan dalam bentuk peta, tahap
penyajian data ini umumnya disebut juga sebagai kartografi [ CITATION
Soe12 \l 1033 ] dalam [ CITATION Ari16 \l 1033 ].
2.1.5.2 Teknologi Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan upaya untuk menggali dan
memperoleh informasi mengenai muka bumi dengan menggunakan alat
tanpa kontak langsung dengan obyek yang dikaji. Perkembangan teknologi
penginderaan jauh hingga saat ini memungkinkan untuk memperoleh data
yang relatif baru, akurat, dan cepat. Data penginderaan jauh bahkan dapat
digunakan untuk pemantauan karena memiliki sifat multitemporal.
Perbedaan resolusi spasial data penginderaan jauh memberikan
informasiinformasi dengan tingkat ketelitian yang berbeda-beda dan dapat
digunakan sesuai dengan kebutuhan. Proses pengolahan data penginderaan
jauh dapat lebih cepat dilakukan karena data dan metode pengolahan secara
digital mempercepat proses pengolahan hingga analisisnya. Analisis secara
digital ini dapat dilakukan dengan menggunakan kunci-kunci interpretasi,
diantaranya adalah unsur rona yang dapat digunakan untuk analisis tutupan
lahan dan tekstur yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi relief
permukaan [CITATION JensenJR \l 1033 ] dalam [ CITATION AGA17 \l 1033 ].
Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu metode
alternatif yang sangat menguntungkan jika dimanfaatkan pada suatu negara
dengan wilayah yang sangat luas seperti Indonesia. Beberapa keuntungan
penggunaan teknologi penginderaan jauh, antara lain yaitu:
1. Citra menggambarkan obyek, daerah dan gejala di permukaan bumi
dengan wujud dan letak obyek yang mirip dengan wujud dan letaknya di
permukaan bumi, relatif lengkap, permanen dan meliputi daerah yang
sangat luas.
2. Karakteristik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bentuk
citra, sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya
3. Jumah data yang dapat diambil dalam waktu sekali pengambilan data
sangat banyak yang tidak akan tertandingi oleh metode lain.
4. Pengambilan data di wilayah yang sama dapat dilakukan berulang-ulang
sehingga analisis data dapat dilakukan tidak saja berdasarkan variasi
spasial tetapi juga berdasarkan variasi temporal
5. Citra dapat dibuat secara tepat, meskipun untuk daerah yang sulit
dijelajahi secara teresterial.
6. Merupakan satu-satunya cara untuk memetakan daerah bencana.
7. Periode pembuatan citra relatif pendek
Adapun kelemahan teknologi penginderaan jauh yaitu:
1. Tidak semua parameter kelautan dan wilayah pesisir dapat dideteksi
dengan teknologi penginderaan jauh. Hal ini disebabkan karena
gelombang elektromagnetik mempunyai keterbatasan dalam
membedakan benda yang satu dengan benda yang lain, tidak dapat
menembus benda padat yang tidak transparan, daya tembus terhadap air
yang terbatas.
2. Akurasi data lebih rendah dibandingkan dengan metode pendataan
lapangan (survey in situ) yang disebabkan karena keterbatasan sifat
gelombang elektromagnetik dan jarak yang jauh antara sensor dengan
benda yang diamati.
Penginderaan jauh sangat tergantung dari energi gelombang
elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dapat berasal dari banyak
hal, akan tetapi gelombang elektromagnetik yang terpenting pada
penginderaan jauh adalah sinar matahari. Sensor yang memanfaatkan
energi dari pantulan cahaya matahari atau energi bumi dinamakan sensor
pasif, sedangkan yang memanfaatkan energi dari sensor itu sendiri
dinamakan sensor aktif. Dalam sistem penginderaan jauh terdapat 4
komponen utama yaitu sumber energi, interaksi energi dengan atmosfer,
sensor sebagai alat mendeteksi informasi dan obyek yang menjadi sasaran
pengamatan. Sumber utama energi dalam penginderaan jauh adalah radiasi
gelombang elektromagnetik (GEM). GEM adalah suatu bentuk dari energi
yang hanya dapat diamati melalui interaksinya dengan suatu obyek. Wujud
dari energi ini dikenal sebagai sinar tampak, sinar X, inframerah dan
gelombang mikro [ CITATION Ach101 \l 1033 ].

2.1.5.3 Sistem Informasi Geografis (SIG)


Sistem informasi geografis (SIG) pertama pada tahun 1960 yang
bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan geografis. 40 tahun
kemudian perkembangan GIS berkembang tidak hanya bertujuan untuk
menyelesaikan permasalahan geografi saja tetapi sudah merambah ke
berbagai bidang. Geographical information system (GIS) merupakan
komputer yang berbasis pada sistem informasi yang digunakan untuk
memberikan bentuk digital dan analisa terhadap permukaan geografi bumi [
CITATION Rah06 \l 1033 ].

Ada beberapa karakteristik SIG, yaitu :


1. suatu sistem hasil pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak
untuk tujuan pemetaan, sehingga fakta wilayah dapat disajikan dalam
satu sistem berbasis komputer.
2. Melibatkan ahli geografi, informatika dan komputer, serta aplikasi
terkait.
3. Masalah dalam pengembangan meliputi: cakupan, kualitas dan standar
data, struktur, model dan visualisasi data, koordinasi kelembagaan dan
etika, pendidikan, expert system dan decision support system serta
penerapannya.
4. Perbedaannya dengan Sistem Informasi lainnya: data dikaitkan dengan
letak geografis, dan terdiri dari data tekstual maupun grafik.
5. Bukan hanya sekedar merupakan pengubahan peta konvensional
(tradisional) ke bentuk peta dijital untuk kemudian disajikan
(dicetak/diperbanyak) kembali.
6. Mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan,
menampilkan, memanipulasi, memadukan dan menganalisis data spasial
dari fenomena geografis suatu wilayah.
Manfaat dari SIG adalah memberikan kemudahan kepada para
pengguna atau para pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan
yang akan diambil, khususnya yang berkaitan dengan aspek
keruangan( spasial). SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya
terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat
fungsional dan jaringan. Menurut Gistut, komponen SIG terdiri dari
perangkat keras, perangkat lunak, data dan informasi geografi, serta
manajemen [ CITATION Kok15 \l 1033 ].
Model data dalam Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Data Spasial: Data spasial adalah data yang menyimpan
kenampakankenampakan permukaan bumi, seperti jalan, sungai, dan
lain-lain. Model data spasial dibedakan menjadi dua yaitu model data
vektor diwakili oleh simbol-simbol atau selanjutnya didalam SIG
dikenal dengan feature, seperti feature titik (point), featuregaris (line),
dan featurearea (surface) dan model data raster merupakan data yang
sangat sederhana, dimana setiap informasi disimpan dalam grid, yang
berbentuk sebuah bidang.
2. Data Non Spasial/Data Atribut: Data non Spasial / data atribut adalah
data yang menyimpan atribut dari kenampakan-kenampakan permukaan
bumi.
2.2 Metode Kajian

2.2.1 Metode Penelitian Kualitatif

2.2.2 Metode Penelitian Kuantitatif


BAB III
URAIAN RENCANA KAJIAN

3.1 Persiapan Penunjang Kegiatan

3.1.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini
adalah :

Nama Alat Jumlah


Laptop 7 (Sejumlah Anggota)
Mouse Sesuai Kebutuhan
Meja Laptop Sesuai Kebutuhan
Alat Tulis Sesuai Kebutuhan

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini adalah :

Nama Bahan Jumlah


Jurnal Sesuai Kebutuhan
Buku Sesuai Kebutuhan
Software Sesuai Kebutuhan
Data Curah Hujan Sesuai Kebutuhan

3.2 Rencana Pelaksanaan dan Jadwal

3.2.1 Tahapan Kegiatan


Tahapan yang digunakan dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini dibuat
dalam bentuk flowchart, meliputi :
3.2.2 Rencana Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan yang dilakukan dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini
dapat dilihat melalui timeline, sebagai berikut:
Nama Kegiatan Minggu Ke-
9 10 11 12 13 14 15
Pembagian
Kelompok
Diskusi
Pembagian
Tugas
Diskusi

Pembuatan
3.2.3 Pembagian
Laporan
Tugas TIM (Sementara)
Pendahuluan
Diskusi Pembagian
tugas dilakukan agar
setiap anggota Pengumulan tim/kelompok
bekerja dan Data turut
berpartisipasi Diskusi dalam
penyusunan Laporan
Pendahuluan Pembuatan (LP) ini.
Adapun Laporan Akhir pembagiannya
meliputi:

NIM Nama Tugas


23117006 Titis Kristian Adiyasa Mengerjakan Bab II LP
118230067 Nesya Hafiza Ardani Mengerjakan Bab I LP
118230086 Jacinda D. Sihombing Mengerjakan Bab III LP
118230081 Sofia Adelweis Br Ginting Mengerjakan BAB II LP
118230018 Aulia Qy Mengerjakan BAB II LP
118230003 Shafira Damayanti Mengerjakan BAB II LP
23116126 Puja Ananda Mengerjakan BAB II LP
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Dokumen Kajian Risiko Bencana Kabupaten Lombok Tengah. (2017).
ADPC. (2006). Hazard, Vulnerability and Risk – Workshop on Earthquake.
Agnia Eva Munthafa, d. (2017). Penerapan Metode AHP dalam Sistem Pendukung
Keputusan Penentuan Mahasiswa Berprestasi. Jurnal Siliwangi Sains dan
Teknologi, 1-10.
Ahmad, A. (2017). Peranan penginderaan jauh dalam menyokong kajian pemetaan
batas wilayah darat (studi kasus: Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan,
Kabupaten Bantul, DIY). Jurnal Geografi Lingkungan Tropik, Vol.1, No.1.
Barkornas. (2007). Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasi Arahan.
Budaya, B. P. (2015). Pengertian Pemetaan dan Penggambaran dalam
Kepurbakalaan. Jawa Timur: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Cosa Rinaldy Ardiananda, d. (2017). Pengetahuan Perpetaan dan Penginderaan
Jauh. Jawa Barat: PP-PAUD dan Dikmas.
Husein, R. (2003-2006). KONSEP DASAR SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(GEOGRAPHICS INFORMATION SYSTEM). Komunitas eLearning
IlmuKomputer.Com .
Jensen, J. (1996). Introductory Digital Image Processing - A Remote Sensing
Perspective. New Jersey: Prentice Hall.
Koko Mukti Wibowo, I. K. (2015). SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
MENENTUKAN LOKASI PERTAMBANGAN BATU BARA DI
PROVINSI BENGKULU BERBASIS WEBSITE. Jurnal Media Infotama,
Vol. 11 No. 1.
Noor, D. (2014). Pengantar Mitigasi Bencana Geologi. Yogyakarta.
P, A. P. (2014). Sejarah Perkembangan Pemetaan Terestris. Teknik Geodesi dan
Geomatika.
Soendjojo, H. d. (2012). Kartografi. Bandung: Penerbit ITB.
Stiawan, A. (2016). PEMETAAN TOPOGRAFI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI
TERRESTRIAL LASER SCANNER (STUDI KASUS: DAERAH KIARA
PAYUNG, SUMEDANG). TUGAS AKHIR SARJANA, 1-8.
Syah, A. F. ( 2010 ). PENGINDERAAN JAUH DAN APLIKASINYA DI
WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN. Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 .
Ulum, M. C. (2014). Manajemen Bencana. Malang.
Wiwik Ambarwati, Y. J. (2016). Sejarah dan Perkembangan Ilmu Perpetaan. Jurnal
Enggano, 80-82.

Anda mungkin juga menyukai