Anda di halaman 1dari 35

MANAJEMEN BENCANA

OLEH ;
FEBRY TALAKUA, ST., MPH
KOMPONEN KEWASPADAAN DAN
KERAWANAN BENCANA SERTA
RENCANA DARURAT
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial
akibat kolektif atas sistem penyesuaian dalam
merespon ancaman (Paripurno, 2002).

Renspon itu bersifat jangka pendek yang disebut


mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau
yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai
mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism).
Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam
jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses
kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang,
pangan,

sedangkan jangka panjang bertujuan untuk


memperkuat sumber-sumber kehidupannya
(Paripurno, 2002).
Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-
kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau
proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan
lingkungan yang meningkatkan kecenderungan
(susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak
bahaya (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Kerentanan lebih menekankan aspek manusia di
tingkat komunitas yang langsung berhadapan
dengan ancaman (bahaya) sehingga kerentanan
menjadi faktor utama dalam suatu tatanan sosial
yang memiliki risiko bencana lebih tinggi apabila
tidak di dukung oleh kemampuan (capacity) seperti
kurangnya pendidikan dan pengetahuan,
kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok Rentan
yang meliputi lansia, balita, ibu hamil dan cacat
fisik atau mental
Kapasitas (capacity) adalah suatu kombinasi
semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di
dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga
yang dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak
suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Bencana dapat dibedakan menjadi dua yaitu
bencana oleh faktor alam (natural disaster)
seperti letusan gunungapi, banjir, gempa, tsunami,
badai, longsor, dan bencana oleh faktor non alam
ataupun faktor manusia (man-made disaster)
seperti konflik sosial dan kegagalan teknologi.
menurut United Nations International Strategy for
Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan
menjadi :
1. bahaya geologi (geological hazards),

2. bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological


hazards),
3. bahaya biologi (biological hazards),

4. bahaya teknologi (technological hazards)

5. penurunan kualitas lingkungan (environmental


degradation).
6. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari
masyarakat.
Risiko (risk) adalah probabilitas timbulnya
konsekuensi yang merusak atau kerugian yang
sudah diperkirakan (hilangnya nyawa, cederanya
orang-orang, terganggunya harta benda,
penghidupan dan aktivitas ekonomi, atau rusaknya
lingkungan) yang diakibatkan oleh adanya interaksi
antara bahaya yang ditimbulkan alam atau
diakibatkan manusia serta kondisi yang rentan
(ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Pengkajian/analisis risiko (risk assessment/analysis)
adalah suatu metodologi untuk menentukan sifat dan
cakupan risiko dengan melakukan analisis terhadap
potensi bahaya dan mengevaluasi kondisi-kondisi
kerentanan yang ada dan dapat menimbulkan suatu
ancaman atau kerugian bagi penduduk, harta benda,
penghidupan, dan lingkungan tempat tinggal (ISDR,
2004 dalam MPBI, 2007).
Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya
kemampuan (capacity) adalah kondisi masyarakat
yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam
mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana
masyarakat dapat mengelola lingkungan dan
sumberdaya yang ada.
Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3
aspek penting yaitu :
1. Biotik (makluk hidup dalam suatu ruang),

2. Abiotik (sumberdaya alam) dan

3. Culture (Kebudayaan).

Penilaian risiko bencana dapat dilakukan dengan :


4. Pendekatan ekologi (ekological approach)

5. Pendekatan keruangan (spatial approach)


berdasarkan atas analisa ancaman (hazard),
kerentanan (vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity)
sehingga dapat dibuat hubungannya untuk menilai
risiko bencana dengan rumus :

RB = H x V/C

RB = Risiko Bencana
H = Hazard (bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)
Daya tahan/berdaya tahan (resilience/resilient)
adalah kapasitas sebuah sistem, komunitas atau
masyarakat yang memiliki potensi terpapar pada
bencana untuk beradaptasi, dengan cara bertahan
atau berubah sedemikian rupa sehingga mencapai
dan mempertahankan suatu tingkat fungsi dan
struktur yang dapat diterima.
Pengelolaan risiko bencana (disaster risk
management) adalah suatu proses yang sistematis
dalam menggunakan keputusan-keputusan
administratif, lembaga, keterampilan operasional,
dan kapasitas penyesuaian masyarakat dan
komunitas untuk mengurangi dampak bahaya alam
dan bencana-bencan lingkungan dan teknologi
terkait (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Kemampuan penyesuaian (coping capabilities)
adalah cara orang-orang atau lembaga-lembaga
baik lokal maupun luar untuk menggunakan
sumberdaya dan kemampuan yang ada untuk
menghadapi akibat-akibat yang merugikan yang
dapat mengarah kepada suatu bencana.
Pengurangan risiko bencana (disaster risk
reduction) adalah suatu kerangka kerja konseptual
yang terdiri dari elemen-elemen yang dipandang
mempunyai kemungkinan untuk meminimalkan
kerentanan dan risiko bencan di seluruh masyarakat,
untuk menghindari (pencegahan) atau membatasi
(mitigasi dan kesiapsiagaan) dampak merugikan yang
ditimbulkan bahaya, dalam kontek luas pembangunan
berkelanjuatan (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Dalam pengurangan risiko bencana perlu dilakukan
upaya-upaya, baik yang dilakukan sebelum
bencana, saat bencana dan setelah bencana,
untuk mengurangi risiko bencana penanggulangan
bencana lebih ditekankan pada upaya-upaya pada
saat sebelum terjadi bencana antara lain:

1. Pencegahan (prevention) adalah aktivitas


untuk secara total menghindari dampak merugikan
yang ditimbulkan bahaya dan cara-cara untuk
meminimalkan bencana-bencana lingkungan,
teknologi dan biologi terkait (ISDR, 2004 dalam
MPBI, 2007).
2. Mitigasi (mitigation) adalah langkah-langkah struktural
dan non struktural yang diambil untuk membatasi dampak
merugikan yang ditimbulkan bahaya alam, kerusakan
lingkungan dan bahaya teknologi (ISDR, 2004 dalam MPBI,
2007).

Mitigasi dapat dilakukan secara struktural yaitu


pembangunan infrastruktur spt; tanggul, alat pendeteksi atau
peringatan dini. dan dapat dilakukan secara non struktural
seperti pelatihan dan peningkatan kapasitas di masyarakat.
3. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah aktivitas-aktivitas
dan langkah-langkah yang diambil sebelumnya untuk
memastikan respons yang efektif terhadap dampak bahaya,
termasuk dengan mengeluarkan peringatan dini yang tepat
dan efektif dan dengan memindahkan penduduk dan harta
benda untuk sementara dari lokasi yang terancam (ISDR,
2004 dalam MPBI, 2007)

dalam hal ini bisa diimplementasikan dengan adanya tim


siaga, standar operasional tetap yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana.
PENANGGULANGAN BENCANA: SEBELUM, SAAT, DAN SESUDAH
KEJADIAN BENCANA

Secara garis besar, upaya penanggulangan bencana meliputi :


 Kesiapsiagaan => keadaan siap setiap saat bagi setiap
orang, petugas serta institusi pelayanan (termasuk
pelayanan kesehatan) untuk melakukan tindakan dan cara-
cara menghadapi bencana baik sebelum, sedang, maupun
sesudah bencana.

 Penanggulangan => upaya untuk menanggulangi bencana,


baik yang ditimbulkan oleh alam maupun ulah manusia,
termasuk dampak kerusuhan yang meliputi kegiatan
pencegahan, penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Tujuan dari upaya di atas ialah mengurangi jumlah
kesakitan, risiko kecacatan dan kematian pada saat
terjadi bencana; mencegah atau mengurangi risiko
munculnya penyakit menular dan penyebarannya;
dan mencegah atau mengurangi risiko dan
mengatasi dampak kesehatan lingkungan akibat
bencana.
SIKLUS PENANGGULANGAN BENCANA
Penanganan atau penanggulangan bencana meliputi
3 fase yaitu :
1. fase sebelum terjadinya bencana,

2. fase saat terjadinya bencana, dan


3. fase sesudah kejadian bencana.
I. Sebelum Bencana
Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerugian
harta dan korban manusia yang disebabkan oleh bahaya dan
memastikan bahwa kerugian yang ada juga minimal ketika terjadi
bencana. Meliputi kesiapsiagaan dan mitigasi.

Kesiapsiagaan :
-Mencakup penyusunan rencana pengembangan sistem peringatan,
pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
-Mungkin juga merangkul langkah-langkah pencarian dan
penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin
menghadapi risiko dari bencana berulang.
-Langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum peristiwa
bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa,
gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.
Mitigasi :
-Mencakup semua langkah yang diambil untuk
mengurangi skala bencana di masa mendatang, baik efek
maupun kondisi rentan terhadap bahaya itu sendiri .
-Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan pada
bahaya itu sendiri atau unsur-unsur terkena ancaman
tersebut. Contoh : pembangunan rumah tahan gempa,
pembuatan irigasi air pada daerah yang kekeringan.
II. Saat Bencana (Tanggap darurat)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana yang bertujuan untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan. Meliputi kegiatan :
-penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta benda
-pemenuhan kebutuhan dasar
-perlindungan
-pengurusan pengungsi
-penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
II. Pasca Bencana (Recovery)
Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan
utama yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi.
-Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua
aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai
tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan
dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
-Rekonstruksi adalah pembangunan kembali
semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada
wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran
utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Prinsip dasar upaya penanggulangan bencana dititik
beratkan pada tahap kesiapsiagaan sebelum
bencana terjadi. Mengingat bahwa tindakan
preventif (mencegah) lebih baik daripada kuratif
(pengobatan atau penanganan).

Bencana alam itu sendiri memang tidak dapat


dicegah, namun dampak buruk akibat bencana
dapat kita cegah dengan kesiapsiagaan sebelum
bencana terjadi.
REFERENSI:

1. Materi mengenai “Preparedness, Response, and


Recovery” yang disampaikan oleh dr. Bella
Donna, M. Kes
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai