Anda di halaman 1dari 14

TESTANA ENGINEERING, INC.

Soil Testings & Research Administration

I. PENDAHULUAN

I.1. Informasi Umum.

Sehubungan dengan pembangunan Hotel Premier Inn, yang berlokasi di Jl. Laksda Adi
Sucipto KM 10, Yogyakarta, maka memenuhi perintah kerja P.T. Satoria Prima Persada, Surabaya,
pada tanggal 8 s/d 19 November 2013, telah dilakukan penyelidikan tanah pada lokasi tsb. Rencana
proyek berupa hotel 8 lantai termasuk basement hingga kedalaman 2 m. Lokasi pembangunan
diberikan pada Gambar 1 berikut ini.

Lokasi proyek

Gambar 1. Foto satellite rencana lokasi proyek.

I.2. Tujuan Penyelidikan Tanah.

Penyelidikan tanah yang telah dilakukan ini bertujuan untuk memberikan informasi berupa
stratifikasi, kekuatan dan kondisi lapisan-lapisan tanah bawah lokasi ybs. Hasil-hasil penyelidikan
berupa parameter-parameter kekuatan tanah, diharapkan dapat dipergunakan untuk menunjang data
perencanaan pondasi beserta basement agar analisa yang dilakukan dapat dilakukan seksama, dan
maksimal, aman, effisien serta dimungkinkan pula pelaksanaannya dengan jasa pelayanan dan pilihan
yang tersedia dipasaran konstruksi setempat.

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

II. LETAK TITIK-TITIK UJI PENYELIDIKAN TANAH DAN LINGKUP PEKERJAAN


-

Letak titik titik uji penyelidikan tanah ditentukan oleh pihak pemberi kerja, diberikan pada
Gambar 2 di bawah ini. Tidak dilakukan pengukuran elevasi dan koordinat titik-titik uji. Berdasarkan
pengamatan visual, elevasi muka tanah antara titik-titik uji relatif datar dengan jalan di depannya.
Jl. Laksda Adi Sucipto

Pot 1-1

S-6

S-5
DB-2

Rumah2 penduduk

Rumah2 penduduk

S-4
S-3
DB-1

S-2
S-1

Pot 1-1

Mesjid

Gambar 2. Letak titik-titik uji penyelidikan tanah.

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

Sedangkan lingkup pekerjaan lapangan dan laboratorium meliputi sebagai berikut :

Aktivitas di lapangan meliputi pekerjaan-pekerjaan sbb. :


o

2 titik bor @ 30 s/d 30.5 m, disertai SPT (Standard Penetration Test) free fall hammer dengan
interval 2 m.

Pengambilan contoh tanah (undisturbed maupun fairly undisturbed sampling), ASTM D-1587.

6 titik sondir kapasitas 2.5 ton, ASTM D-3441.

Pekerjaan di laboratorium adalah sbb. :


o

Berat jenis (specific gravity), ASTM D-854.

Kadar air (natural water content), ASTM D-2216.

Berat volume (bulk density), ASTM C-29.

Kuat geser, direct shear test, ASTM D-3080.

Kuat geser, unconfined compression test, ASTM D-2166.

Kuat geser, triaxial compression test, ASTM D-2850.

Grain Size Distribution, ASTM D-421 & 422.

Consolidation test, ASTM D-2435.

III. TANAH BAWAH

III.1. Hasil-hasil uji sondir dan bor.

Hasil-hasil 6 titik uji sondir disajikan grafis pada lampiran A.1. Kompilasi data bacaan
manometer disajikan berupa grafik-grafik yang memperlihatkan besar dan pola perlawanan lapisanlapisan tanah dasar terhadap penetrasi bikonus; dinyatakan dengan qc (tahanan ujung), TCF (jumlah
hambatan pelekat), fs (gesekan lokal) dan juga FR (rasio gesekan); kesemuanya vs kedalaman.
Pengujian 6 titik sondir terlaksana s/d kedalaman maksimum 4.6 m hingga 7.8 m pada saat penetrasi
2

mencapai kapasitas alat 250 kg/cm .

Sedangkan hasil-hasil pemboran pada 2 (dua) titik disajikan dalam boring log, lampiran A.2.
Hasil-hasil pemboran disusun di dalam kotak-kotak pemboran (wooden core boxes) untuk diskripsi
visual lapisan-lapisan tanah bawah sehingga dapat digambarkan profil tanah penyusun lapisan-lapisan
tanah areal lokasi setempat. Dokumentasi pekerjaan lapangan dan corebox yang berisi tanah hasil
pemboran diberikan dalam lampiran A.7. Berdasarkan hasil-hasil uji sondir dan bor yang telah
dilaksanakan disajikan nilai tahanan konus dan nilai SPT versus kedalaman dalam Gambar 3. Secara
umum lapisan tanah bawah permukaan pada lokasi setempat didominasi oleh lapisan granular, pasir
bercampur lanau hingga kedalaman akhir pemboran, 30 m.

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

qc (kg/cm2)
50

100

150

200

250

10

10

Depth, m

Depth, m

N-SPT (blows/ ft)

15

20

25

10

20

30

40

50

15

20

S-1
S-2
S-3
S-4
S-5
S-6

25
DB-1
DB-2

30

30
2

Gambar 3. Grafik qc (kg/cm ) dan N SPT versus kedalaman.

Muka air tanah diperkirakan pada kedalaman 10 m. Bilamana diperlukan pengujian lebih
spesifik (pencatatan dalam waktu yang cukup lama/ berganti musim) dapat dilakukan dengan tujuan
untuk memastikan variasi kedalaman muka air tanah. Pengamatan dapat dengan cara memasang
beberapa sumur observasi dan beberapa piezometer. Umumnya lapisan tanah pasir memiliki
permeabilitas cukup tinggi seperti yang disampaikan oleh Milligan (1975), dalam Gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Perkiraan koefisien permeabilitas untuk tanah dan batuan (Milligan, 1975).

III.2. Perkiraan profil tanah.

Untuk lebih jelasnya diberikan perkiraan profil tanah berdasarkan hasil-hasil uji sondir dan bor
pada Gambar 5 berikut ini.

Clay and silt,


yellowish brown,

10 20 30 40 50

DB-1, N -SPT

5
30

28

26

24

22

20

18

16

14

12

10

17

>50

>50

38

>50

27

0
0

50 100 150 200 250

S-4 (kg/cm2)

Sand, greyish brown, trace to some silt,


trace gravel, very dense

Sand, grey, trace silt,


trace to little gravel,
dense to verry dense

Sand, grey, trace silt,


medium to dense.

Silt and sand, brown,


some clay, soft to 2
medium

50 100 150 200 250

Sand, brown to grey,


trace silt/ gravel,
loose to very dense

S-3 (kg/cm2)

Gambar 5. Perkiraan profil tanah (Pot 1-1)

14

28

35

>50

25

20

15

10

Sand, brown, trace gravel/ silt,


loose to medium

50 100 150 200 250


0

50 100 150 200 250

S-2 (kg/cm2)

S-1 (kg/cm2)

30

28

26

24

22

20

18

16

14

12

10

11

34

32

43

40

38

>50

>50

>50

Sand and silt

27

22

Sand, greyish
brown, trace silt/4
gravel, medium

12

11

10

10 20 30 40 50

DB-2, N -SPT
0

50 100 150 200 250

S-5 (kg/cm2)

50 100 150 200 250

S-6 (kg/cm2)

TESTANA ENGINEERING, INC.

Soil Testings & Research Administration

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

III.3. Hasil-hasil pengujian laboratorium.

Untuk memberikan gambaran umum tentang parameter-parameter lapisan tanah setempat,


maka dilakukan pengujian-pengujian di laboratorium atas beberapa contoh-contoh tanah terambil dari
lapangan (undisturbed dan fairly undisturbed sample). Pengujian meliputi penetapan kadar air, specific
gravity, Atterberg limit dimana hasilnya diberikan dalam boring log (lampiran A.2), distribusi butiran
tanah (lampiran A.3), dan uji kuat geser tanah (lampiran A.4) serta uji konsolidasi (lampiran A.5). Hasilhasilnya diinformasikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Ringkasan hasil-hasil pengujian laboratorium (sifat-sifat fisis).


Bor
#

Kedalaman Klasifikasi,
(m)
USCS

t
3
t/m

Gs

wc
%

eo

LL
%

PL
%

PI
%

02.50-03.00

ML

1.74

2.64

36

1.06

37

27

10

20.50-21.00

SM

1.83

2.50

32

0.80

24

19

02.00-02.50

ML

1.80

2.60

33

0.92

36

26

10

22.50-23.00

ML

1.69

2.50

46

1.14

51

33

18

DB-1

DB-1

Tabel 2. Ringkasan hasil-hasil pengujian sifat mekanis tanah.


Bor #

Kedalaman
(m)

c
kg/cm

qu
kg/cm

Cc

Cs

02.50-03.00

0.43

0.85

0.32

0.03

20.50-21.00

0.25

26

0.21

0.02

02.00-02.50

0.60

0.33

0.03

22.50-23.00

0.38

0.76

0.36

0.04

DB-2

DB-1

IV. TINJAUAN KEGEMPAAN

IV.1. Percepatan gempa di batuan dasar.

Indonesia telah memiliki standar peraturan perencanaan ketahanan gempa untuk stuktur
bangunan gedung yaitu SNI-03-1726-2002 dalam mengantisipasi bahaya gempa. Peta gempa yang ada
dalam SNI 2002 tsb. berupa peta percepatan puncak atau Peak Ground Acceleration (PGA) di batuan
dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam masa layan bangunan 50 tahun atau bersesuaian
dengan perioda ulang gempa 500 tahun. Yogyakarta berada di wilayah gempa 3 dengan percepatan
batuan dasar sebesar 0.15 g untuk periode ulang 500 tahun, disajikan dalam Gambar 6.

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

Gambar 6. Percepatan puncak batuan dasar untuk perioda ulang 500 tahun (SNI 2002).
Namun seiring dengan berjalannya waktu, dan peristiwa gempa yang terjadi akhir-akhir ini,
standar perencanaan diperbarui guna mengakomodir perkembangan iptek dan data-data kejadian
gempa terbaru, sehingga telah diterbitkan peta hazard gempa Indonesia 2010, oleh Kementrian
Pekerjaan Umum, Juli 2010, sebagai acuan dasar dalam perencanaan dan perancangan infrastruktur
tahan gempa. Dimana sesuai dengan zonasi gempa Indonesia terbaru, percepatan batuan dasar untuk
daerah Yogyakarta menjadi 0.25 g s/d 0.30 g, disajikan pada Gambar 7 di bawah ini

Gambar 7. Percepatan puncak batuan dasar sesuai peta zonasi gempa Indonesia, Juli 2010.

Faktor amplifikasi didefinisikan sebagai rasio besarnya percepatan puncak atau spektrum
percepatan di permukaan tanah terhadap percepatan puncak atau spektrum percepatan di batuan
dasar. Faktor amplifikasi ini memiliki nilai yang berbeda dan dipengaruhi oleh jenis, dan modulus geser
tanah sesuai dengan level tekanan dan regangan yang terjadi. Besar amplifikasi di permukaan tanah
dapat ditentukan dengan melakukan analisa respons spesifik (SSRA) yaitu dengan melakukan
perambatan gelombang dari batuan dasar ke permukaan tanah dan didukung oleh pengujian downhole
seismic (SDT), dengan salah satu outputnya berupa nilai kecepatan gelombang geser (Vs) yang dapat
digrafikkan thd. kedalaman, dimana pengujian tsb. diilustrasikan pada Gambar 8 di bawah ini.

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

Gambar 8. Ilustrasi prosedur pengujian downhole seismic.

IV.2. Kategori tanah berdasarkan SNI 03-1726-2002.

Untuk mendapatkan percepatan puncak atau spektrum respons percepatan di permukaan


tanah untuk suatu lokasi, pertama perlu menentukan klasifikasi tanah. Berdasarkan Standard Nasional
Indonesia perihal Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah Dan Gedung (SNI 03-17262002), ditetapkan bahwa penentuan kategori jenis tanah dapat menggunakan nilai hasil rataan N-SPT,
kecepatan gelombang geser (vs) maupun kuat geser undrained (Su), hingga kedalaman 30 m.

N SPT

ti
ti

Ni

Vs

t i
t
i
Vs i

Su

ti
ti

Sui

dimana :
ti

= tebal lapisan tanah ke-i antara kedalaman 0 sampai 30 m,

Vsi

= kecepatan rambat gelombang geser pada lapisan tanah ke-i dalam satuan m/detik,

Ni

= nilai hasil Uji Penetrasi Standar (SPT) lapisan tanah ke-i,

Sui = kuat geser undrained (tak terdrainase) lapisan tanah ke-i.


Pada Tabel 3 berikut ini menunjukkan spesifikasi kategori tanah berdasarkan tiga parameter
yang ditetapkan pada SNI-2002, UBC-97, IBC-2009, dan ASCE 7-10.

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

Tabel 3. Spesifikasi kategori tanah berdasarkan SNI-2002, UBC-97, IBC-2009, dan ASCE 7-10.
Kategori Tanah

Kecepatan Gelombang
Geser, vs
(m/sec)

Uji Penetrasi Standart


NSPT
(blow/ft)

Kuat Geser Tanah


Tak Terdrainase, Su
(kPa)

Tanah keras

350

50

100

Tanah sedang

175 - 350

15 - 50

50 - 100

< 175

< 15

< 50

Tanah lunak

atau setiap profil dengan tanah lunak yang tebal total lebih dari 3 m
dengan PI > 20, wn 40%, dan Su < 25 kPa

Tanah khusus

Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi

Mempertimbangkan terbatasnya data-data hasil pengujian kuat geser tanah di laboratorium


maupun tidak adanya data penunjang lainnya dari hasil pengujian downhole seismic, penentuan kategori
tanah berdasarkan tabel di atas menggunakan parameter rata-rata NSPT, ditinjau terhadap lapisan tanah
setebal 30 m dan dengan menggunakan persamaan yang ada. Hasil-hasil penentuan kategori tanah
pada lokasi diberikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil perhitungan nilai rata-rata NSPT untuk setiap titik pemboran.
NSPT
rata-rata

Kategori jenis tanah berdasarkan


SNI-2002, UBC-97, IBC-2009, ASCE 7-10

1.80

16.65

Tanah sedang

1.52

19.71

Tanah sedang

Data Bor

ti

(ti / Ni)

DB-1

30

DB-2

30

Hasil nilai rataan NSPT menunjukkan bahwa kondisi lapisan tanah setempat termasuk kedalam
kategori tanah sedang. Klasifikasi ini merupakan ukuran dari besarnya beban gempa yang perlu
dijadikan kirteria didalam perencanaan desain pondasi maupun struktur atas suatu bangunan tahan
gempa. misalnya penentuan faktor amplifikasi untuk perioda pendek (0.2 detik) dan perioda 1 detik yang
akan diuraikan berikut ini.

IV.3. Respon spektra percepatan di permukaan.

Respon spektra merupakan nilai yang menggambarkan respons maksimum dari sistem
berderajat-kebebasan-tunggal (SDOF) pada berbagai frekuensi alami (perioda alami) terendam akibat
suatu goyangan tanah. Guna menentukan parameter spektrum respons percepatan dipermukaan tanah,
diperlukan spektrum percepatan untuk perioda pendek 0.2 detik (Ss) dan perioda 1.0 detik (S1) di batuan
dasar, yang diperoleh dari Gambar 9 dan Gambar 10 berikut ini.

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

Time period = 0.2 second


Return Period = 2475 year

Gambar 9. Respon spektra percepatan 0.2 detik di batuan dasar ( 1 g).

Time period = 1.0 second


Return Period = 2475 year

Gambar 10. Respon spektra percepatan 1.0 detik di batuan dasar ( 0.40 g).
Berdasarkan tersebut di atas, respon spektra percepatan untuk perioda pendek 0.2 detik dapat
dianggap sebesar 0.75 g, dan untuk perioda 1 detik dapat diambil 0.275 g. Parameter spektrum respons
percepatan di permukaan tanah dapat diperoleh dengan cara mengalikan koefisien F a dan Fv dengan
spektrum percepatan untuk perioda pendek 0.2 detik (Ss) dan perioda 1.0 detik (S1) di batuan dasar,
dituliskan sbb. :
SMS = Fa x Ss dan SM1 = Fv x S1
dimana :
Ss

= Nilai respon spektra percepatan untuk perioda pendek 0.2 detik di batuan dasar,

S1

= Nilai respon spektra percepatan untuk peroda 1.0 detik di batuan dasar,

Fa

= Koefisien perioda pendek 0.2 detik, lihat Tabel 5.

F1

= Koefisien perioda 1.0 detik, lihat Tabel 5.

10

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

Tabel 5. Koefisien periode pendek (0.2 detik) dan perioda 1.0 detik.
Ss

Klasifikasi site

S1

0.25

0.5

0.75

1.0

1.25

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

Tanah keras

1.2

1.2

1.1

1.0

1.0

1.7

1.6

1.5

1.4

1.3

Tanah sedang

1.6

1.4

1.2

1.1

1.0

2.4

2.0

1.8

1.6

1.5

Tanah lunak

2.5

1.7

1.2

0.9

0.9

3.5

3.2

2.8

2.4

2.4

Tanah khusus

Memerlukan investigasi geoteknik dan analisia respon site spesifik

Setelah diperoleh nilai SMS dan SM1, selanjutnya dapat dihasilkan kurva respon spektra desain
dipermukaan tanah, untuk masing-masing jenis tanah. Gambar 11 berikut ini menyajikan perbandingan
antara respon spektra percepatan pada permukaan tanah, berdasarkan SNI 2002 (terdahulu) dan
berdasarkan peta zonasi gempa terbaru (2010), mengingat berdasarkan nilai rataan SPT hingga
kedalaman 30 m, diperoleh informasi kondisi lapisan tanah setempat termasuk dalam kategori tanah
sedang.

Design Response Spectrum di Permukaan Tanah


Spectral Acceleration, (g)

0.8
Tanah Sedang (2002)

0.7

Tanah Sedang (2010)

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

0.5

1.5

2.5

3.5

4.5

5.5

6.5

7.5

8.5

9.5 10

Time Period, (second)


Gambar 11. Perbandingan respon spektra di permukaan tanah.
Untuk kondisi aman didalam perencanaan dan perancangan infrastruktur tahan gempa, lebih
disarankan menggunakan nilai yang lebih besar antara respon spektra berdasarkan peta gempa
terdahulu dan zonasi gempa terakhir.

IV.4. Distribusi beban gempa pada dinding basement.

Mengingat terdapat perencanaan basement untuk proyek ybs., sebaiknya didalam design
perancangan konstruksi basement juga memperhatikan distribusi tekanan lateral yang ditimbulkan oleh
beban gempa, sesuai klasifikasi site/ kondisi tanah yang telah disajikan sebelumnya.

11

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

V. KAJIAN TEKNIS
V.1. Perkiraan kapasitas dukung pondasi.

Berdasarkan hasil-hasil pemboran dan pengujian di laboratorium dapat disimpulkan bahwa


lapisan tanah permukaan hingga kedalaman yang cukup dalam didominasi lapisan pasir berlanau lepas
s/d sangat padat hingga maksimum -30 m. Dengan melihat keberadaan lapisan tanah berbutir yang
sangat tebal di permukaan ini, maka untuk praktis pelaksanaannya dikemukakan pemakaian pilihan
pondasi tiang tiang bor. Pilihan ini lebih dipertimbangkan a.l. karena tersedianya kapasitas-kapasitas
dukung yang besar dengan penampang dan kedalaman tiang yang dapat dipilih disesuaikan dengan
kebutuhan beban yang menghasilkan konfigurasi tiang minimum sehingga biaya poer diminimumkan
(ekonomis). Pilihan tiang pracetak kurang disarankan mengingat lapisan berpasir sangat mendominasi,
lapisan ini akan cenderung memampat pada saat pelaksanaan pemancangan ataupun penekanan. Hal
ini diperkirakan dapat menghambat penetrasi tiang hingga lapisan tanah pendukung yang cukup dalam.

Disamping itu dengan adanya rencana konstruksi basement hingga 2 m terhitung dari muka
tanah saat pelaksanaan pemboran, maka lebih mudah diakomodir dalam pelaksanaan tiang bor
meskipun galian dikerjakan setelah pelaksanaan pondasi tiang selesai, yaitu dengan pengecoran tiang
hingga kedalaman cut off level rencana.

Perkiraan kapasitas dukung ijin tiang tekan maupun tarik terhadap beban statik (belum
memperhitungkan adanya effek dinamis), diperkirakan dengan metode Reese (1977), berdasarkan
data masing-masing bor, dengan angka keamanan 3. Output perhitungan diberikan dalam lampiran A.6,
hasil-hasilnya disimpulkan dalam Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Kapasitas dukung tekan dan tarik pondasi tiang bor.


Bore

Top pile
elevation
m

Tip pile
elevation
m

Pile length
m

DB-1

-2

-13

11

DB-2

-2

-13

11

12

Diameter
tiang, cm

Qall Tekan
(ton/ tiang)
(Qtip+Qskin)/ 3

Qall Tarik
(ton/ tiang)
(0.7Qskin/3

40
50
60
80
100
120
40
50
60
80
100
120

43
56
71
103
130
167
35
47
60.5
90.5
110
143

24
30
35.5
47
59
71
18
22.5
27
36
45
54

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian tersendiri adalah pengecoran material beton.
Pengecoran beton tanpa menggunakan pipa tremmie hasilnya kurang dapat dipertanggung jawabkan,
terutama dikhawatirkan terjadi seggregassi (jatuhnya material kerikil berbutir besar dalam pasta beton
terlebih dulu dan mengumpul dibawah), kemungkinan necking ataupun keropos pada tiang yang
meningkatkan potensi kegagalan pondasi.

Disamping itu

mengingat kondisi lapisan tanah pasir

berkerikil, maka dalam pelaksanaan pondasi tiang bor di lapangan hendaknya dilakukan oleh jasa
pemboran yang handal dan memiliki peralatan yang memadai untuk dapat menembus lapisan tanah tsb
hingga ke kedalaman yang direncanakan.

V.2. Uji pembebanan.

Sebagai pemeriksaan terhadap mutu dan kwalitas pekerjaan pondasi tiang agar memenuhi
kriteria perencanaan, serta terutama untuk mengusahakan effisiensi dan terjaminnya keamanan
konstruksi terutama karena adanya variasi kekuatan lapisan tanah, maka pada pelaksanaan pondasi
tiang disarankan dilakukan program pengendalian kwalitas (QA/ QC, quality assurance/ quality control),
berupa pemeriksaan keutuhannya (dilakukan dengan SIT,sonic integrity test), dan kapasitas dukungnya
diverifikasikan berdasarkan hasil uji pembebanan yang dapat dilakukan dengan uji pembebanan
dinamis (DLT, dynamic load test ataupun PDA, pile driving analyzer) yang akhir-akhir ini populer karena
ekonomis dan lebih cepat pelaksanaannya. Sedangkan untuk mengetahui kualitas dan konsistensi
beton pada pondasi tiang bor dapat dilaksanakan CSL (Crosshole sonic logging). Dengan cara ini dapat
dideteksi kerusakan pada beberapa kedalaman sekaligus keparahannya bahkan dapat mendeteksi
adanya soft bottom bilamana instalasi pipa uji tertanam hingga ujung bawah pondasi tiang bor.

Pengujian dilakukan dapat secara random sampling, ataupun dipilih pada tiang-tiang yang
dicurigai kurang sempurna pelaksanaannya. Untuk tiang-tiang bor berpenampang ramping hingga
sedang, lebih dimungkinkan pengujian dinamis atas sejumlah tiang yang lebih banyak (karena murah
dan juga cepat). Dengan makin kerapnya data pengujian pembebanan ini akan lebih memungkinkan
pemakaian angka keamanan lebih rendah, sehingga effisien.

V.3. Konstruksi basement.

Adanya pekerjaan galian basement dalam proyek ini sangat riskan terhadap bahaya
kelongsoran, oleh karena itu diperlukan pengendalian mutu pada pekerjaan galian. Pengendalian mutu
dapat dilakukan melalui penggunaan alat berat yang sesuai, pelaksanaan tahap penggalian sesuai yang
disyaratkan, pengawasan yang dilakukan secara terus menerus, monitoring melalui intrumentasi yang
dipasang di lapangan, pergerakan tanah, penurunan dsb. nya.

13

TESTANA ENGINEERING, INC.


Soil Testings & Research Administration

Sehubungan dengan hal tsb. sangat perlu dilakukan proteksi galian untuk meninjau baik
stabilitas kondisi eksisting yang ada maupun stabilitas lereng pada saat galian mencapai dasar galian.
Alternatif proteksi terhadap galian lereng secara umum dapat dilakukan dengan cara sbb. :
o

Melakukan proteksi permukaan galian terbuka dengan material yang diijinkan dan menutup semua
permukaan galian dengan menggunakan shotcrete atau concrete lining tidak lebih dari 1 hari
setelah pekerjaan galian dilakukan, dan harus segera dilakukan jika muka air tinggi, tanah lunak
dsb.,

Menutup lereng galian terbuka yang belum diproteksi dengan plastik dalam kondisi hujan.

Memberi perkuatan dengan soil nailing untuk galian terbuka (open cut) di beberapa lokasi.
Pekerjaan harus dilakukan sesuai syarat dan ketentuan yang ada serta harus dikontrol oleh
Pengawas,

Menggunakan soldier pile di beberapa lokasi yang tidak memungkinkan dilakukan galian terbuka.
Pekerjaan harus dilakukan sesuai persyaratan serta ketentuan yang ada dan harus dikontrol oleh
pengawas,

Menggunakan diaphragm wall, ataupun secant pile,

Membuat horizontal drain dan weephole pada lereng lereng galian untuk mengalirkan air (bila
ada) dengan ketentuan sesuai perencanaan,

Membuat saluran air/ trench untuk mengalirkan air permukaan,

Menghindari pemberian beban yang berlebihan di atas lereng galian seperti timbunan material,
peralatan berat atau beban-beban lain yang membahayakan stabilitas lereng galian, kecuali
mendapat persetujuan dari pengawas.

------ akhir laporan -----

14

Anda mungkin juga menyukai