Bab 2
DASAR TEORI
Anjungan lepas pantai atau biasa disebut platform adalah struktur yang khusus
didesain untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di lepas pantai.
Struktur ini menjadi subjek terhadap berbagai macam pembebanan, oleh karena itu
diperlukan data-data mengenai struktur anjungan tersebut, data peralatan yang akan
digunakan, serta data lingkungan yang diperoleh dari data oseanografi dan meteorologi
Data-data yang diperoleh digunakan dalam penghitungan beban-beban yang terjadi
pada struktur yang direncanakan
1. Beban Mati
Beban mati struktur adalah berat struktur itu sendiri, semua perlengkapan yang
permanen dan perlengkapan struktur yang tidak berubah selama beroperasinya
struktur. Beban mati terdiri dari :
a. Beban platform di udara.
b. Beban perlengkapan yang permanen.
c. Gaya hidrostatik di bawah permukaan garis air, termasuk tekanan dan gaya
angkat.
2. Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang mengenai struktur dan berubah selama operasi
platform berlangsung. Beban hidup terdiri dari :
a. Beban perlengkapan pengeboran dan perlengkapan produksi yang bisa dipasang
dan dipindahkan dari platform.
b. Berat dari tempat tinggal (living quarters), heliport, dan perlengkapan penunjang
lainnya yang bisa dipasang dan dipindahkan dari platform.
c. Berat dari suplai kebutuhan dan benda cair lainnya yang mengisi tangki
penyimpanan.
d. Gaya yang mengenai struktur selama operasi seperti pengeboran, penambatan
kapal, dan beban helikopter.
e. Gaya yang mengenai struktur dari penggunaan crane di atas deck.
3. Beban Lingkungan
II - 1
Bab 2 Dasar Teori
pada setiap elemen karena perubahan tinggi air yang disebabkan oleh perubahan
gelombang dan pasang surut.
4. Beban Konstruksi
Beban dinamik ini disebabkan karena adanya gaya yang berulang-ulang seperti
gelombang, angin, gempa bumi, atau getaran mesin, juga gaya akibat benturan
kapal pada struktur dan pengeboran.
Gambar 2.1 Beban beban yang bekerja pada struktur anjungan lepas pantai
(Sumber : SI-7173 Perencanaan Bangunan lepas Pantai)
Dari Gambar 2.1 diatas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa beban lingkungan
laut yang dapat mempengaruhi kestabilan struktur. Perhitungan beban-beban
lingkungan yang bekerja pada struktur mengacu pada rekomendasi yang diberikan API
RP2A dan dilakukan berdasarkan data oseanografi dan meteorologi seperti tinggi
gelombang, perioda gelombang, kecepatan angin, arus, pasang surut, gempa bumi,
kondisi tanah dan lain sebagainya.
II - 2
Bab 2 Dasar Teori
dirangkum dan dikumpulkan, yang biasanya diberi nama metocean data. Kumpulan data
tersebut merupakan hasil pengurkuran dan dikembangkan dengan menggunakan
statically analyzed untuk mendeskripsikan keadaan lingkungan untuk kondisi normal dan
kondisi extreme atau biasa disebut kondisi oprasional dan storm.
2.2.1. Gelombang
Gelombang terjadi akibat gangguan pada fluida. Gangguan tersebut dapat berupa
gangguan pada permukaan air seperti hembusan angin, atau dapat juga berupa
gangguan pada dasar laut seperti pergerakan tanah atau gempa bumi.
z L
C
MWL A (x,t) x
H
Mudline
II - 3
Bab 2 Dasar Teori
Adapun parameter lain, seperti kecepatan serta percepatan partikel air, kecepatan
dan panjang gelombang dapat diturunkan dari teori gelombang.
gH cosh k ( z + d )
= sin( kx t ) ..................................(2.1)
2 sinh( kd )
H cosh k ( z + d )
u= cos(kx t ) .................................(2.2)
T sinh(kd )
u 2 2 H cosh k ( z + d )
= sin(kx t ) .............................(2.3)
t T2 sinh(kd )
H
= cos( kx t ) ..............................................(2.4)
2
Dimana:
H = tinggi geombang = 2A
A = amplitudo
k = bilangan gelombang = 2 / L
L = panjang gelombang
= frekuensi gelombang = 2 / T
T = perioda gelombang
z = tinggi elevasi muka air dari MWL
Pada persamaan Stokes 5th perubahan muka air laut dapat dituliskan sebagai
berikut:
5
c
= '
n cosh nk ( z + d ) sin( n ) ................................ (2.5)
k n =1
5
u=c n '
n cosh nk ( z + d ) cos( n ) ................................ (2.6)
n =1
II - 4
Bab 2 Dasar Teori
5
u
= c n2 '
n cosh nk ( z + d ) sin( n ) .......................... (2.7)
t n =1
5
1
= '
n cos n(kx t) ............................................ (2.8)
k n =1
1
'
= A11 + 3
A13 + 5
A15
'
2 = 2
A22 + 4
A24
'
3 = 3
A33 + 5
A35 ........................................ ......... (2.9)
'
4 = 4
A44
'
5 = 5
A55
'
1 =
'
2 = 2
B22 + 4
B24
'
3 = 3
B33 + 5
B35 .................................................. (2.10)
'
4 = 4
B44
'
5 = 5
B55
Dimana:
= potensial kecepatan
u = kecepatan partikel arah horizontal
u/ t = percepatan partikel arah horizontal
B22,B24. = parameter profil gelombang
' = panjang gelombang
1
kd
[ + B33 3
+ (B35 + B55 ) 5
] = 2Hd .............................. (2.11)
kd tanh (kd ) 1 + C1 [ 2
+ C2 4
]= 4 2 d
gT 2
......................... (2.12)
Bentuk linier dari stream function untuk gelombang dapat ditulis sebagai berikut:
H g sinh k (d + z )
( x, z , t ) = cos( kx t) .............. ............ (2.13)
2 cosh kd
II - 5
Bab 2 Dasar Teori
H g sinh k ( d + z )
( x, z ) = Cz cos( kx ) .............................. (2.14)
2 cosh kd
2 2
+ =0 ............................................................. (2.15)
x2 z2
2 2
1
+ + g = Qb pada z = @ (x)
2 x z
= pada z = @ (x)
x z x
=0 pada z = -d
x
N
( x, z ) = Cz + X ( n) sinh{nk ( d + z )} cos nkx ................ (2.16)
n =1
dengan u= w=
z x
2.2.1.4 Pemilihan Teori Gelombang
Dalam perencanaan desain gelombang suatu struktur anjungan lepas pantai perlu
ditentukan teori gelombang yang sesuai. Barltrop et al (1990) menawarkan suatu
diagram yang diperoleh dari hasil membandingkan kecepatan partikel air, percepatan,
tinggi gelombang, dan panjang gelombang yang dihitung dari teori gelombang yang
sering digunakan. Gambar di bawah ini adalah diagram daerah aplikasi dari Stream
Function, Stokes 5th order, dan teori gelombang linier yang telah dimodifikasi API RP2A
untuk keperluan desain.
II - 6
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.3 Daerah aplikasi teori Stream function, Stokes 5th dan Airy
(Sumber : American Petroleum Institute (December 2000)
Gaya hidrodinamika akibat gelombang pada tiang silinder bergantung pada pola
aliran disekitar tiang. Pola aliran ini sangat dipengaruhi oleh derajat ketergangguan
aliran oleh adanya tiang. Derajat keterganguan ini ditentukan oleh perbandingan antara
diameter tiang dengan panjang gelombang yaitu D/L. Bila D/L kecil (D/LB 0.2) maka
pola aliran fluida tidak akan terganggu dan besarnya gaya dapat dihitung dengan
persamaan Morison (OBrien dan Morison, 1952). Tapi bila D/L besar (D/L > 0.2) maka
pola aliran akan terdifraksi sehingga harus digunakan teori difraksi.
Persamaan Morison :
II - 7
Bab 2 Dasar Teori
dimana :
dF = gaya/unit panjang (N/m)
= massa jenis air (kg/m3)
Cd = koefisien drag
Cm = koefisien inersia
D = Diameter/lebar proyeksi bidang muka yang menghadap arah gelombang(m)
U = kecepatan pertikel air, tegak lurus terhadap sumbu struktur (m/dt)
A = luas penampang elemen struktur (m2)
Z
silinder kecil
(x,t)
dF dz
z(t)
Pada struktur yang berbentuk silinder persamaan Morison dapat dituliskan kembali
menjadi :
1 D2
dF = Cd D U Udz + C m U dz .............................(2.19)
2 4
1 D2
F= C d D U Udz + Cm U dz .................(2.20)
h 2 h 4
Gaya F bekerja tegak lurus terhadap sumbu tiang. Hal lain yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan persamaan Morison adalah pemilihan koefisien seret (Cd) dan
koefisien inersia (Cm).
II - 8
Bab 2 Dasar Teori
U max D
Re =
! .................................................(
.(2.21)
U max T
K=
D
dimana:
Re = bilangan
gan Reynold
K = bilangan
gan Keulegan
Keulegan-Carpenter
Umax = kecepatan
patan maksimum
D = diameter
meter
T = perioda
oda
II - 9
Bab 2 Dasar Teori
Penerapan persamaan Morison pada tiang silinder miring dilakukan pada saat
menghitung gaya gelombang pada cross bracing struktur atau pada kaki jaket yang
tigak tegak (battered). Chakrabakti dkk (1975) mengembangkan metoda penerapan
persamaan Morison untuk menentukan gaya gelombang pada tiang miring dengan
menguraikan kecepatan dan percepatan partikel ke dalam komponen tegak lurus dan
sejajar/tangensial sumbu tiang silinder. Kemudian, hanya komponen kecepatan dan
percepatan partikel tegak lurus tiang silinder yang digunakan untuk menentukan gaya
per-satuan panjang pada tiang silinder.
Arah gaya yang bekerja adalah tegak lurus terhadap sumbu tiang dan sesuai
dengan arah komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus sumbu tiang
silinder miring. Untuk keperluan analisa struktur, gaya tersebut dapat disesuaikan lagi
kedalam komponen gaya vertikal dan gaya horisontal.
z
Gambar 2.7 Tiang Silinder Miring
[
Vn = u + v 2 (c x u + c y v ) 2 ]
1/ 2
................................(2.22)
u n = u c x (c x u + c y v )
v n = u c y (c x u + c y v) ........................................(2.23)
wn = c z (c x u + c y v)
dimana :
II - 10
Bab 2 Dasar Teori
Percepatan partikel arah normal sumbu sumbu tiang silinder dapat diuraikan
kedalam komponen dalam arah x, y, dan z adalah :
a nx = a x c x (c x a x + c y a y )
a ny = a y c y (c x a x + c y a y ) ...................................(2.25)
a nz = c z (c x a x + c y a y )
1 D2
fx = .C D .D.Vn u n + .C I .a nx
2 4
1 D2
fy = .C D .D.Vn v n + .C I .a ny .......................(2.26)
2 4
1 D2
fz = .C D .D.Vn wn + .C I .a nz
2 4
Maka gaya per-satuan panjang dalam arah tegak lurus sumbu tiang adalah :
2 2 2
f = ( f x + f y + f z )1 / 2 .....................................(2.27)
Komponen total gaya yang bekerja pada tiang silinder miring harus dihitung
dengan cara integrasi numerik berdasarkan persamaan berikut :
Fx = f x ds
s
Fy = f y ds .....................................................(2.28)
s
Fz = f z ds
s
P=
t ......................................................(2.29)
F = PdA
A
dengan:
P = tekanan akibat gelombang
A = luas penampang
F = gaya
= potensial kecepatan gelombang
II - 11
Bab 2 Dasar Teori
Gaya angin yang mengenai struktur adalah fungsi dari kecepatan angin, orientasi
struktur dan karakteristik aerodinamik dari struktur dan setiap elemennya.
Dimana:
F = gaya angin
Cs = koefisien bentuk
V = kecepaan angin pada ketinggian 10meter diatas permukaan air
A = luas tegak lurus arah angin
Menurut API RP 2A, koefisien bentuknya seperti pada Tabel 2.1 berikut:
Bentuk Cs
Beams 1,5
Sides of building 1,5
Cylindrical section 0,5
Overall platform projected area 1
Koreksi kecepatan angin apabila tidak sama dengan ketinggian referensi dalam meter
II - 12
Bab 2 Dasar Teori
x
y
VZ = V10
1 .................................................((2.30)
10
Dimana:
V10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 meter
y = ketinggian yang diinginkan (m)
10 = ketinggian refernsi (m)
x = eksponensial
al biasanya 1/7 atau 1/13 tergantung durasi
si hembusan angin
Gambar 2.9
9 Faktor ketinggian menurut API RP 2A
(Sumber : Applied Offshore Structural Engineering)
2.2.4. Arus
Arus di laut biasanyaa terjadi akibat pasang surut dan gesekan sekan angin pada
permukaan laut. Arah kecepatan
epatan arus dianggap horizontal. Besarnya ya kecepatan arus
bervariasi pada tiap kedalaman.
aman. Besar dan arah arus pasang surut rut di permu
permukaan
biasanya ditentukan berdasarkan
arkan pengukuran di lokasi. Wind drift current
rent di permukaan
biasanya diasumsikan sekitar
ar 1 % dari kecepatan angin pada ketinggian gian 30 ft di atas
permukaan air. Untuk kebutuhan
butuhan rekayasa, variasi arus pasang g surut terhadap
kedalaman biasanya diasumsikan
sikan mengikuti profil pangkat 1/7 (one
( seventh
eventh power law)
law
dan variasi arus akibat gesekan
ekan angin diasumsikan linier terhadap kedalaman. Variasi
arus ditunjukan pada Gambarar 2.10.
II - 13
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.10 Distribusi Vertikal Tidal Current dan Wind Drift Current
(Sumber : SI-7173 Perencanaan Bangunan lepas Pantai)
Dalam kondisi badai, arus terjadi bersamaan dengan gerakan air akibat
gelombang. Arah arus pasang surut bisa tidak sama dengan arah rambat gelombang,
tetapi wind-drift current biasanya diasumsikan searah dengan gerakan gelombang.
Struktur yang terbenam di dalam air akan mengalami pertambahan luas area
melintang akibat adanya marine growth. Marine growth ditimbulkan oleh organisme laut
yang menempel pada struktur. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.11 dibawah ini:
Dc
Dc + 2t
Gambar 2.11 Marine Growth
II - 14
Bab 2 Dasar Teori
Tekanan air pada struktur yang terendam terjadi akibat berat air diatasnya, dan
akibat gerakan air karena gelombang di sekitar struktur. Tekanan air pada bagian
struktur yang terendam dapat menimbulkan tambahan tegangan pada bagian tersebut.
Gaya yang timbul akibat gerakan air karena gelombang sudah diperhitungkan dalam
persamaan Morison.
h = kedalaman perairan
Tekanan tersebut menimbulkan gaya apung yang akan tetap ada meskipun kondisi
tidak ada gelombang di permukaan. Besar gaya apung yang bekerja pada struktur
terendam dalam fluida, baik itu sebagian atau seluruhnya adalah :
Fh = $ f V ............................................................... (2.37)
Dimana :
Dimana :
Dalam menerapkan gaya apung pada komponen struktur, maka perlu diperhatikan
beberapa hal yang berkaitan dengan analisa tegangan yang terjadi. Sebagai gambaran
lihat Gambar 2.12 berikut :
II - 15
Bab 2 Dasar Teori
3
3
W2
h W2
h
Sea Floor
2
2
d W1
F = w2
1
F = w1 + w2 = Pf A (h+d)
Pada gambar diatas, tiang pancang vertikal dibagi menjadi elemen 1-2 dan elemen
2-3. Berat elemen 2-3 di udara adalah w1 dan elemen 1-2 adalah w2. Dasar perairan
biasanya dianggap tembus air (porous), sehingga akan terjadi tegangan hidrostatik.
Fh = $ f A( h + d ) ............................................. (2.39)
dimana :
h = kedalaman perairan
Besar gaya apung sama dengan berat air yang dipindahkan, sehingga berat efektif
tiang adalah berat tiang di udara dikurangi berat air yang dipindahkan. Karena gaya
apung bekerja pada ujung dasar tiang pancang, maka berat efektif elemen 2-3 akan
terlihat sama dengan berat di udara.
Sejak tahun 1890, baja telah mengganti kedudukan besi tempa sebagai bahan
utama bangunan logam. Hingga tahun 1960-an, baja yang dipergunakan dalam
konstruksi, menurut klasifikasi ASTM (American Society for Testing and Materials),
tergolong sebagai baja karbon A7 dengan spesifikasi tegangan leleh minimum sebesar
33 ksi. Pada saat itu, baja struktur lainnya seperti baja paduan rendah yang khusus
tahan korosi (A242) dan baja yang lebih siap di las (A373), memang sudah tersedia
namun masih jarang digunakan pada bangunan.
Lain halnya dengan saat ini. Kini telah tersedia baja dengan berbagai pilihan,
sehingga bahan tersebut sudah mungkin digunakan dengan kekuatan lebih besar
maupun pada tempat-tempat yang tegangannya sangat tinggi tanpa mamperbesar
ukuran batangnya. Dewasa ini baja telah memiliki tegangan leleh dari 24000 sampai
dengan 100000 pounds per square inch, psi (165 sampai 690 megapaskal, Mpa) dan
telah tersedia untuk berbagai keperluan struktural.
II - 16
Bab 2 Dasar Teori
Dalam dunia offshore, baja juga memiliki peranan penting karena baja saat ini
merupakan material utama yang digunakan untuk membuat platform. Apalagi bagi tipe
platform di Indonesia yang didominasi oleh tipe platform jacket. Pengetahuan yang
cukup bagi seorang engineer mengenai bahan atau material ini akan sangat bermanfaat,
terutama untuk mengoptimalkan antara kekuatan struktur dengan biaya konstruksi
maupun perawatan.
Isotropi
Baja mempunyai kekuatan yang sama terhadap tarik maupun tekan. Hal ini akan
sangat menguntungkan bila struktur mengalami beban siklis seperti beban
gelombang.
Daktilitas
Baja dapat difabrikasi lebih mudah sesuai bentuk yang diinginkan, baik bentuk
penampangnya maupun bentuk rangkanya.
Hal ini menguntungkan karena dapat menghasilkan desain yang efisien. Bangunan
struktur baja mempunyai keunggulan dalam hal rasio cukup kecil antara berat
sendiri dengan daya dukung beban yang dapat dipikulnya jika dibandingkan
dengan bangunan struktur beton. Dari sisi lain hal ini juga memiliki kekurangan,
yaitu struktur menjadi langsing, sehingga perilaku responsnya kurang
menguntungkan ketika menerima beban-beban dinamik yang umumnya bekerja
horisontal.
Analisis struktur baja pada prinsipnya didasarkan atas perilaku baja yang bersifat
elastis atau plastis. Baja dikatakan berperilaku elastis apabila ketika beban yang
diberlakukan padanya berhenti maka deformasi yang terjadi akan cepat lenyap,
sedangkan baja yang berperilaku plastis jika beban yang diberlakukan padanya berhenti
bekerja akan memperlihatkan deformasi yang permanen.
Material baja akan tetap elastis selama tegangan yang terjadi tidak melampaui
tegangan leleh. Tujuan utama dari desain adalah memiliki ukuran komponen yang sesuai
sehingga kondisi elastis tetap dipenuhi selama dibebani beban rencana (design-level
loading). Faktor keamanan (safety factor) biasanya diterapkan untuk mendapatkan
tegangan ijin (allowable stress = yield stress/safety factor) yang kemudian dijadikan
kriteria tegangan yang tidak boleh dilewati selama struktur dibebani gaya rencana.
II - 17
Bab 2 Dasar Teori
WSD (Working Stress Design) juga dikenal sebagai ASD (Allowable Stress Design)
adalah pendekatan tradisional yang menjamin kecukupan dari suatu desain dengan
menghitung tegangan elastis dibawah beban maksimum yang diharapkan dan
membandingkannya dengan tegangan yang diijinkan. Ciri-ciri dari WSD adalah sebagai
berikut :
1. Desain yang secara normal dibentuk untuk beban layan yang sudah
dispesifikasikan.
2. Keselamatan dari struktur dijamin dengan jaminan untuk tiap-tiap elemen
struktur, tegangan yang dihitung secara elastis tidak melebihi tegangan yang
diijinkan.
Dalam metode ini, semua bahan diasumsikan memiliki variabilitas rata-rata yang
sama. Apabila semua variabilitas beban dan kekuatan ditempatkan pada ruas kekuatan,
maka persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :
Rn
% Qi ............................................................................... (2.40)
$
yang menyatakan bahwa kekuatan desain Rn yang dibagi dengan suatu faktor $
untuk kelebihan beban harus melebihi jumlah beban-beban layanan.
Untuk suatu struktur balok persamaan diatas dapat kita tuliskan lagi menjadi :
Mn
%M .............................................................................. (2.41)
FS
dimana ruas kiri mewakili kekuatan nominal balok Mn dibagi suatu faktor
keamanan FS (=Q/P). Sedangkan ruas kanan mewakili momen lentur M akibat semua
tipe beban layanan. Kekuatan nominal dapat diasumsikan tercapai pada saat tegangan
terbesar mencapai tegangan leleh Fy, sehingga :
Fy.I
Mn = ........................................................................... (2.42)
c
dimana : I adalah momen inersia dan c adalah jarak serat terluar dari sumbu netral.
I
Fy
c %M
FS
I
Fy
c % M = fb
I I
FS
c c
Fy
% fb
Fs
II - 18
Bab 2 Dasar Teori
Dimana Fy/Fs menjadi tegangan yang diijinkan untuk bending Fb dan fb menjadi
tegangan akibat beban layan penuh. Tegangan ijin dalam WSD diturunkan dari kekuatan
yang mungkin dicapai oleh struktur jika s ruktur tersebut mengalami kelebihan beban.
Format dari LRFD (Load and Resistance Factor Design) adalah filosofi desain
berdasarkan kehandalan yang berlawanan dengan format standar berdasarkan WSD.
Dalam WSD ketidakpastian yang terjadi secara alami dalam penentuan beban
diperhitungkan dan kekuatan struktur secara eksplisit diperhitungkan.
Terdapat faktor beban dalam LRFD untuk tiap-tiap pembebanan. Faktor-faktor ini
diambil untuk perhitungan ketidakpastian dari pembebanan tertentu yang dijumpai
dalam desain, derajat ketidakpastian dari setiap jenis beban digunakan untuk
menentukan nilai dari desainnya.
Format umum dari metoda LRFD adalah kekuatan ( Rn ) yang disediakan dalam
desain paling tidak harus sama dengan beban-beban terfaktor yang bekerja ( $ iQi ).
Subskrip i menunjukkan bahwa harus ada faktor beban $i untuk setiap tipe beban Qi
yang bekerja, seperti beban mati (D), beban hidup (L), beban lingkunagn (W), dan
beban gempa (E). Faktor $ i untukmasing-masing tipe beban dapat berlainan.
API RP2A LRFD memberikan kombinasi beban terfaktor untuk kondisi operating
(1-year return period) sebagai berikut :
II - 19
Bab 2 Dasar Teori
dimana :
D1= Dead Load 1, merupakan berat sendiri struktur meliputi berat struktur di udara,
berat peralatan dan objek lain yang ditempatkan secara permanen dan tidak akan
berubah selama kondisi operasional, gaya hidrostatik.
D2 = Dead Load 2, merupakan beban pada anjungan akibat peralatam dan objek lain
yang dapat berubah sesuai kondisi operasional, namun bernilai konstan untuk
jangka waktu cukup lama. Beaban mati 2 meliputi berat peralatan pengeboran
dan produksi yang dapat diletakkan atau dipindahkan dari anjungan, berat
tempat tinggal, landasan helikopter dan peralatan pendukung untuk hidup,
peralatan menyelam, dan perlengkapan lainyang dapat diletakkan atau
dipindahkan dari anjungan.
L1 =Live Load 1. Beban hidup 1 meliputi berat makanan dan berat fluida di dalam pipa
dan tangki. Harga nominal beban hidup diperoleh dari beban material terberat
dan kapasitas terbesar pada saat pada saat kondisi operasional.
L2 =Live Load 2. Beban hidup 2 merupakan beban hidup yang diterima struktur dalam
periode waktu yang sangat singkat pada kondisi operasional seperti
pengangkatan dengan crane, operasi mesin, penambaran vessel dan pendaratan
helikopter.
We = merupakan gaya pada struktur yang terjadi akibat beban lingkungan, yaitu
kombinasi gelombang ekstrim, arus dan angin (periode ulang 100 tahun)
Dalam desain plastis, suatu struktur tidak hanya ditinjau secara lokal tetapi
ditinjau juga sebagai suatu sistem yang kompleks, yaitu sistem yang tersusun dari
elemen-elemen dengan karakteristik individual yang berbeda-beda. Perencanaan plastis
ini dapat memberikan suatu pemikiran mengenai pola keruntuhan dan kekuatan
struktur. Perencanaan plastis ini menggunakan konsep kekuatan plastis berdasarkan
beban maksimum yang dapat diterima struktur atau perencanaan struktur dengan
memperhitungkan daktilitas material baja. Yang dimaksud dengan daktilitas adalah
mampu mengalami deformasi yang besar sebelum struktur mencapai keruntuhan.
Sifat daktilitas dapat dilihat dari hubungan tegangan-regangan pada saat suatu
benda uji material baja mengalami uji tarik.
Pada benda uji yang memiliki luas A dan panjang yang ditarik dengan gaya P maka
akan terjadi suatu perpanjangan SL. Jalannya uji tarik dapat digambarkan sebagai
II - 20
Bab 2 Dasar Teori
D
A
B
Fy
O Up
Uy
elastis
plastis
Adanya tegangan leleh yang diikuti dengan regangan plastis yang besar
merupakan suatu karakteristik penting dari baja yang kerap kali dipergunakan dalam
II - 21
Bab 2 Dasar Teori
desain plastis. Bahan-bahan yang mengalami regangan yang besar sebelum keruntuhan
diklasifikasikan sebagai bahan dengan sifat daktail.
Keadaan ini sering dikatakan sebagai hubungan plastis ideal (ideal plastic relation).
Konsekueni dari idealisasi tersebut akan menghasilkan nilai kekuatan komponen yang
terjadi lebih kecil dari nilai sebenarnya.
fy
O Uy Uy
Pada Gambar 2.15 akan ditinjau suatu sistem balok dengan tumpuan sederhana
pada dua ujungnya dan diberi suatu beban terpusat.
PL/4
Gambar 2.15 Balok diatas 2 tumpuan dengan beban terpusat dan bidang momennya
Gambar 2.16 Penampang berbentuk I dengan distribusi tegangan dari kondisi elastis
sampai kondisi full plastic
II - 22
Bab 2 Dasar Teori
C = T..................................................................................... (2.45)
Besarnya momen dalam adalah sama dengan hasil kali antara resultan gaya tekan
(C) terhadap jarak dari titik tangkap gaya tekan ke titik tangkap gaya tarik (T).
II - 23
Bab 2 Dasar Teori
Dibawah ini akan disajikan beberapa contoh perhitungan kapasitas momen plastis
dari penampang :
1. Penampang segi empat
Sumbu netral untuk penampang ini berjarak D/2 dari serat atas atau
bawah. Selanjutnya melalui persamaan 2.45 dapat diperoleh :
............................................................................. (2.46)
Mp = C x lengan momen
Mp = C x = ................................................................ (2.47)
2. Penampang lingkaran
........................................................................... (2.48)
Sehingga didapat :
..................................................................... (2.49)
Dari persamaan 2.47 dan persamaan 2.49 terlihat bahwa besarnya
kapasitas momen plastis dari penampang merupakan hasil kali antara tegangan
leleh fy, dengan suatu bilangan koefisien dari ukuran dan bentuk penampang.
Bilangan tersebut dikenal sebagai modulus plastis, Zp. Modulus plastis
didefinisikan sebagai jumlah momen dari luas penampag di atas dan di bawah
sumbu netral. Sehingga kapasitas momen plastis penampang dapat ditulis
menjadi :
Mp = Zp x fy .................................................................................................................. (2.50)
II - 24
Bab 2 Dasar Teori
3. Penampang I
Penampang I merupakan penampang yang sering digunakan dalam salah satu
komponen bangunan.
Daerah sayap :
Daerah badan :
H
Luas daerah tekan =
H
Modulus plastis =
Mp = ....................................................... (2.52)
Jika suatu struktur dibebani secara bertahap hingga ada penampangnya yang
mencapai kondisi full plastic, dimana seluruh seratnya mengalami tegangan leleh, maka
pada penampang tersebut akan terjadi rotasi terus menerus dengan momen yang
besarnya tetap. Jadi penampang tersebut tidak mampu lagi untuk memikul tambahan
momen. Hal ini berarti bahwa pada penampang tersebut telah terbentuk suatu sendi
plastis.
Adanya sendi plastis akan menyebabkan momen terdistribusi ulang dalam kondisi
struktur statis taktentu pada balok dan rangka kaku. Jadi, peningkatan beban lebih
lanjut akan diterima oleh elemen struktur yang menerima tegangan lebih kecil sampai
terbentuk sendi plastis yang cukup untuk suatu mekanisme keruntuhan. Pada tahap ini
II - 25
Bab 2 Dasar Teori
defleksi akan terus bertambah dengan penambahan beban yang relatif konstan, dengan
kata lain plastic limit load telah tercapai.
(a)
(b)
Setelah beban P bekerja maka titik A, B dan C akan meregang. Dari Gambar 2.21
terlihat bahwa perpanjangan garis A1-A, B1-B dan C1-C akan bertemu di suatu titik yan
gdalam gambar dinyatakan sebagai titik O. menyatakan besarnya sudut yang
terbentuk akibat terjadinya perubahan kelengkungan di titik A dan B atau B dan C. Jika
bernilai cukup kecil maka :
.............................................................................. (2.53)
II - 26
Bab 2 Dasar Teori
Besarnya regangan di suatu serat sejauh y dari sumbu netral dapat dihitung
sebagai berikut.
D0 E DE
C .......................................................................... (2.54)
E DE
Pada penampang segi empat di atas terlihat bahwa regangan pada batas terluar
telah melampaui regangan leleh, sedangkan regangan pada jarak hingga sejauh z dari
garis netral belum mencapai regangan leleh. Dengan demikian, dalam daerah setinggi
2z material masih bersifat elastis. Besarnya momen dalam yang terjadi pada penampang
dapat dihitung dengan cara menghitung nilai resultan dari bagian elastis dan bagian
yang telah mencapai kondisi plastis.
' H IJ 6 5 KL $I
J G
6 ; KL ; I 6 $ KL H IM N KL
! O!
' $ H 5 ............................................................... (2.56)
" *
P
= .................................................................................. (2.57)
O
Jika K J 6 maka hanya serat terluar yang mencapai kondisi leleh. Keadaan ini,
momen-dalam yang terjadi akan mencapai harga momen leleh, My. Harga dari My ini
II - 27
Bab 2 Dasar Teori
......................................................................... (2.58)
................................................................. (2.59)
Dari Persamaan 2.56 dan 2.58 dapat dihitung besarnya perbandingan antara
momen dalam yang terjadi pada penampang, M, dengan momen leleh, My yaitu :
..................................................................... (2.60)
................................................................ (2.61)
Dari Persamaan 2.61 dapat dibuat sebuah kurva momen kelengkungan seperti
digambarkan berikut ini.
Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa nilai (M/My) akan mencapai harga 1.5
untuk nilai (Q/Qy) tak terhingga. Harga (Q/Qy) akan mencapai tak terhingga jika nilai Z
= 0 atau ketika semua serat penampang telah mencapai kondisi plastis, sehingga
momen plastisnya dapat dihitung sebagai :
............................................................ (2.62)
II - 28
Bab 2 Dasar Teori
................................................................................ (2.63)
maka dapat dilihat bahwa perbandingan Mp/My adalah merupakan fungsi dari bentuk
penampang yang disebut sebagai faktor bentuk ,.
............................................................................ (2.64)
Segiempat 1.5
Lingkaran 1.7
Profil-W 1.12
Diamond 2.0
Keruntuhan struktur dapat terjadi jika terdapat sejumlah sendi plastis yang cukup
untuk membuat struktur tidak dapat lagi menerima tambahan beban dan menjadi tidak
stabil.Dalam analisis plastis, peninjauan hanya dilakukan pada saat struktur mengalami
keruntuhan. Karena deformasi sebenarnya yang terjadi ketika struktur runtuh tidak
dapat ditentukan secara pasti, maka keadaan runtuh hanya dapat digambarkan sebagai
suatu mekanisme.
II - 29
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.24 Mekanisme runtuh struktur portal (Sumber : American Society of Civil
Engineer (1971), Plastic Design in Steel)
Bentuk keruntuhan plastis di atas hanya merupakan suatu pemodelan dan tidak
menggambarkan kondisi sesungguhnya. Untuk memberikan gambaran metoda ini,
berikut diberikan contoh kasus untuk portal sederhana.
Tinjau suatu portal sederhana pada Gambar 2.25. Portal tersebut dikenai beban
horisontal beban vertikal P. Kapasitas plastis terhadap lentur untuk seluruh elemen
adalah M p .
Langkah awal dari metoda mekanisme keruntuhan adalah menentukan lokasi yang
memungkinkan terbentuknya sendi plastis. Lokasi tersebut adalah lokasi dengan momen
maksimum dan gaya geser bernilai nol, misalnya lokasi pada beban terpusat,
sambungan, dan lain-lain. Sehingga pada Gambar 2.25a dapat ditentukan lokasi yang
memungkinkan terbentuknya sendi plastis, yaitu lokasi 1, 2, 3, 4 dan 5. Letak
pembentukan sendi plastis pada portal tersebut juga memperlihatkan mekanisme
keruntuhan yang terjadi.
II - 30
Bab 2 Dasar Teori
2 P 4
P
3
(a)
0.5L
1 5
0.5L 0.5L
P
(b)
&
2
(c)
Mekanisme Panel
P
&2
2 3 4
P
&1
2
(d)
Mekanisme Kombinasi
1 5
II - 31
Bab 2 Dasar Teori
WE = WI .................................................................................... (2.65)
L
WE = P & = P ........................................................................ (2.66)
2
WI = M P + M P 2 + M P = 4 M P ................................................ (2.67)
L
P = 4M P
2
8M P
P1 = .................................................................................. (2.68)
L
L
P = MP ( + + + )
2
8M P
P2 = ................................................................................ (2.69)
L
P &1 + P & 2 = M p ( + 2 + 2 + )
L L
P +P = 6M p
2 2
6M p
Sehingga P3 = ' Pp .................................................. (2.70)
L
II - 32
Bab 2 Dasar Teori
Dari persamaan (2.68), persamaan (2.69), dan persamaan (2.70), maka dapat
disimpulkan bahwa P3 beban batas sebenarnya karena P3 memberikan nilai terkecil.
0.84
0.03
Mp
0.65
Mp
Mp Mp Mp=My
0.46 0.89
Gambar 2.26 Diagram momen untuk mekanisme kombinasi (Sumber : American Society
of Civil Engineer (1971), Plastic Design in Steel).
Pada Gambar 2.26 terlihat bahwa momen pada semua lokasi bernilai lebih kecil
( )
daripada momen plastis M ( M p , sehingga dapat disimpulkan mekanisme keruntuhan
pada rangka portal akan sebabkan oleh mekanisme kombinasi dengan beban batas
6M p
1qaplastis P3 = ' Pp .
L
II - 33
Bab 2 Dasar Teori
1. Metode statis
Metode statis berdasarkan pada teorema batas bawah dimana momen yang
dihasilkan pada setiap penampangnya tidak ada yang melampaui kapasitas
momen plastisnya. Pada metode ini, keseimbangan harus terpenuhi pada setiap
tahap pembebanan dari beban yang kecil sampai mekanisme runtuh tercapai.
Dalam metode statis, besarnya beban terkecil yang menyebabkan struktur runtuh
harus ditentukan dari diagram momen yang sesuai. Karena itu metode ini umum
dipakai untuk menganalisis balok sederhana atau menerus, serta struktur portal
yang hanya memiliki satu atau dua derajat statis tak tentu. Meskipun metode ini
dapat pula diterapkan pada struktur yang lebih kompleks, tetapi akan kurang
praktis bila dibandingkan dengan metode lainnya. Berikut ini adalah contoh
aplikasi metoda statika pada struktur balok.
II - 34
Bab 2 Dasar Teori
(a)
(b))
(c))
(d))
(e
e)
Berdasarkan analisis
s statika, momen maksimum ditengah bentang adalah
w p L2
. Momen tersebut
sebut akan memberikan kondisi tercapainya
nya beban plastis,
8
sehingga dengan menyamakan
nyamakan ekspresi momen maksimum dan an kondisi momen
plastis pada Gambarr 2.27d,
2.2 diperoleh persamaan berikut ini.
wp L2
= Mp + Mp ....................................................
............(2.71)
8
1 Mp
16
dan wp = .....................................................
............(2.72)
L2
II - 35
Bab 2 Dasar Teori
2. Metode energy
Untuk struktur yang memiliki derajat statis tak tentu yang besar,
penyelesaian analisis plastis akan lebih cepat jika dilakukan dengan metode
energi. Dalam metode ini dilakukan peninjauan persamaan energi dari struktur
tersebut ketika mengalami mekanisme runtuh. Pada saat runtuh, struktur akan
mengalami deformasi, X, sehingga beban luar, P, akan melakukan kerja luar
sebesar XP. kerja luar total dari seluruh beban adalah YXP yang akan diserap oleh
setiap sendi plastis melalui perubahan sudut, Z. Energi dari masing-masing sendi
plastis yang disebut sebagai kerja dalam adalah sebesar Mp Z. Dengan demikian,
kerja dalam untuk seluruh sendi plastis menjadi Y Mp Z. Persamaan energi
menghendaki kerja luar harus sama dengan kerja dalam, sehingga
menghasilkan:
YXP = YMp Z ....................................................................... (2.73)
Pada persamaan energi diatas, deformasi dari struktur hanya ditinjau dalam
kondisi plastisnya saja. Dalam kenyataannya, sebelum struktur mengalami
kondisi plastis harus terlebih dahulu melewati daerah elastisnya yang memiliki
deformasi elastis. Namun demikian karena kecilnya deformasi elastisnya, yaitu
sebesar 0.12% dari deformasi keseluruhan, maka pengaruh dari deformasi
elastisnya dapat diabaikan.
Dalam tugas akhir ini analisis plastis yang dilakukan oleh software SACS
menggunakan metode statis yang berdasarkan diagram momen yang dialami
struktur menurut kapasitas tiap-tiap elemennya.
Tegangan tarik ijin (Ft) untuk batang tubular yang dikenai beban tarik aksial adalah
sebagai berikut :
Dengan:
Fy = tegangan leleh
Kolom Buckling
Tegangan tekan aksial ijin (Fa) seperti formula pada AISC untuk batang tubular
dengan rasio D/t B 60
II - 36
Bab 2 Dasar Teori
( Kl / r ) 2
1 Fy
2Cc2 Kl
Fa = 3
untuk )Cc ............... .................. (2.75)
3( Kl / r ) ( Kl / r ) r
5/3+
8Cc 8Cc3
12 2 E Kl
Fa = 2
untuk % Cc
23( Kl / r ) r .............................. ................... (2.76)
1/ 2
12 2 E
Cc = ............................................... .................... (2.77)
Fv
dengan:
Fa = tekan aksial ijin
E = modulus elastisitas , ksi (MPa)
K = factor panjang efektif
L = panjang, in (m)
r = radius girasi, in (m)
Untuk D/t > 60, maka Fy diganti dengan Fxe atau Fxc
Lokal Buckling
Untuk batang tubular dengan perbandingan 60 B D/t B 300 dan ketebalan t [ 0.25
in, maka persamaan dibawah ini yang dipakai.
a. Elastic Local Buckling Stress
t
Fxe = 2CE ................................................... .......... (2.78)
D
dengan:
Fxe = Elastic Local Buckling Stress
C = koefisien elastic buckling kritis (C=0.3)
D = diameter terluar
t = ketebalan
[
Fxc = F y 1.64 0.23( D / t )1 / 4 ( Fxe] .............................. ............... (2.79)
Fxc = F y * untuk ( D / t ) ( 60
dengan:
D = diameter terluar
II - 37
Bab 2 Dasar Teori
t = ketebalan
2.3.9.3 Bending
D 1500
Fb = 0.75 Fy * untuk (
t Fy
.................................... ....................... (2.80)
D 10340
( , SIunit
t Fy
Fy D 1500 D 3000
Fb = 0.84 1.74 Fy * untuk ) )
Et Fy t Fy
.......... ........................ (2.81)
10340 D 20680
) ) , SIunit
Fy t Fy
Fy D 3000 D
Fb = 0.72 0.58 Fy * untuk ) )300
Et Fy t
........... ......................... (2.82)
20680 D
) )300, SIunit
Fy t
2.3.9.4 Geser
Tegangan geser maksimum fv untuk batang tubular adalah seperti dibawah ini:
V
fv = ...............................................................(2.83)
0 .5 A
dengan:
V = gaya geser
II - 38
Bab 2 Dasar Teori
Geser Torsional
M t (D / 2 )
f vt =
IP .................................................................... (2.85)
Fvt = 0.4 Fy
dengan:
2 2
fa f bx + f by
+ ( 1 .0 .................................................... (2.86)
0 .6 F y Fb
dengan:
2 2
ft f bx + f by
+ ( 1.0 ......................................................... (2.87)
Fa Fb
dengan:
ft = tegangan aksial layan = P/Ag
fby = tegangan lentur sumbu y
fbx = tegangan lentur sumbu z
Fb = tegangan lentur yang diijinkan
Fa = tegangan aksial beban layan yang diijinkan
II - 39
Bab 2 Dasar Teori
T
( 0.6 Fy ..................................................................... (2.88)
A
dengan :
dengan :
Fa = tegangan ijin beban layan, disyaratkan sama dengan syarat pada batang
tubular
2.3.10.3 Balok
M
( Fb ........................................................ ..................... (2.90)
S
dengan :
M = momen lentur beban layan
S = I/C
I = momen inersia
C = jarak serat penampang terjauh dari pusat gravitasi
Fb = tegangan lentur ijin
Penampang Kompak
Fb = 0.6 Fy
II - 40
Bab 2 Dasar Teori
Analisa inplace merupakan analisis statik dari struktur anjungan lepas pantai.
Analisis ini dapat dibagi menjadi dua kondisi, yaitu :
1. Kondisi Operating
Kondisi ini merupakan kondisi terjadinya badai pada lokasi struktur. Pada
kondisi ini tidak akan ada beban work over rig live, sedangkan beban hidup pada tiap
level deck dianggap tereduksi sebesar 25%. Selain itu dianggap crane tidak bekerja,
akibatnya hanya ada nilai beban crane vertikal saja. Allowable stress dari tiap batang
dinaikkan harganya sebesar 133% menurut peraturan dari AISC.
II - 41
Bab 2 Dasar Teori
Persamaan diatas menyatakan kekuatan pushover struktur (Lloyd and Clawson, 1985).
Dalam desain konvensional, format pengecekan ultimate strength dapat dituliskan
sebagai berikut:
Rult
% $ D D + $ E D .............................................................................. (2.92)
$m
dimana:
$m = koefisen material
$ D ,$ E = koefisen beban
II - 42
Bab 2 Dasar Teori
Pembebanan utama yang bekerja pada anjungan lepas pantai tipe tetap dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu beban fungsional dan beban lingkungan. Definisi beban
fungsional adalah beban permanen yang bekerja selama masa layan anjungan dan
beban hidup. Beban lingkungan umumnya didominasi oleh beban gelombang meskipun
beban arus dan angin juga cukup memberikan kontribusi yang besar.
Definisi pushover dalam SACS adalah analisis tiga dimensi, non-linear, large-
displacement, dan static finite element. Konsep dasar dari analisis plastic collapse dalam
software SACS adalah sebagai berikut:
Beberapa fitur dan kemampuan modul collapse dalam software SACS adalah
sebagai berikut:
1. Modul collapse dapat memperhitungkan prilaku non linier geometris dari struktur
dan materialnya.
2. Dapat memperhitungkan prilaku non linier elastoplastis dari pile dan tanah
pondasi.
3. Dapat memperhitungkan tekuk lokal dan global pada tiap elemen batang.
4. Dapat memperhitungkan fleksibilitas sambungan, plastisitas sambungan, dan
kegagalan sambungan.
5. Dapat memperhitungkan efek strain hardening yang besarnya ditentukan oleh
user.
6. Dapat memperhitungkan tegangan residual akibat penghilangan beban
(unloading).
7. Dapat memperhitungkan elemen pegas non linier yang didefinisikan oleh user.
II - 43
Bab 2 Dasar Teori
8 (delapan) sub-segmen
z
y
x 12 (dua belas) sub-elemen
emen
.= 2
x + 2
y x y + 3- xy2 f y2 = 0 .................................................
............(2.87)
II - 44
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.29 Kriteria leleh Von Mises-Hencky (Sumber : Engineering Dynamic, Inc.
(1999), Collapse Users Manual
Pada sub-elemen beam, jika level tegangan melebihi permukaan leleh Von Mises-
Hencky maka seluruh bagian sub-elemen tersebut diasumsikan dalam kondisi plastis.
Modul collapse pada SACS dapat memperhitungkan efek non-linier pada tanah
pondasi dan pondasi tiang. Pondasi tiang direpresentasikan secara sebagai elemen
yang terdiri dari beberapa segmen dengan menggunakan pendekatan metoda
elemen hingga 3 dimensi. Dengan menggunakan analisis 3 dimensi, tiang pancang
dapat mengalami deflesi pada setiap titik diseluruh panjang tiang pancang.
Representasi dari pondasi tiang dapat dilihat pada gambar berikut.
II - 45
Bab 2 Dasar Teori
D. Hubungan Tegangan
an Regangan
F. Peningkatan Beban
n
II - 46
Bab 2 Dasar Teori
G. Indikasi Kegagalan
n Struktur
Gambar 2.33 Global Limit Point (Sumber : Engineering Dynamic, Inc. (1999), Collapse
Users Manual
II - 47
Bab 2 Dasar Teori
Global Buckling
II - 48
Bab 2 Dasar Teori
Lokal Buckling
Local buckling pada
a modul collapse diperhitungkan dengan memasukkan suatu
momen sendi bebas pada da lokasi titik lokal buckling (ditahannya
a kapasitas aksial
elemen batang).
API LRFD
Fxc = Fy untuk D ( 60
t
1
D 4
Fxc = 1.64 0.23 untuk D > 60 ................................
............ (2.95)
t t
Marshall, Gates et el
II - 49
Bab 2 Dasar Teori
Gambar 2.37 Data dan kriteria untuk kurvatur kritis saat buckling (Sumber :
Engineering Dynamic, Inc. (1999), Collapse Users Manual
API Bulletin 2U
Metoda API Bulletin 2U mensyaratkan lokal buckling akan terjadi pada elemen
tubular jika D < 134 . Tegangan buckling pada metoda API Bulletin 2U ditentukan
t
berdasarkan persamaan berikut:
t
Elastik buckling stress : FxeL = 2 xL C x 1.21E ............................. (2.97)
D
169
2 xL =
dimana:
195 + 0.5 D ( t)
In-elastik buckling stress :
I. Fleksibilitas Sambungan
II - 50
Bab 2 Dasar Teori
yang bekerja pada brace e atau chord itu sendiri ((Gambar 2.38). Pada platform lama
umumnya sambungan tidak dak dipertebal atau tidak menggunakan joint
oint can,
can sehingga
dibutuhkan analisis fleksibiltas
ibiltas pada sambungan
s tersebut.
LJFaxial =
EDc
DC DB
dimana : $= "=
2TC DC
DC dan TC adalah
h diameter dan ketebalan chord, DB adalah
ah diameter brace,
dan adalah sudut antara brace dan chord, sedangkan E adalah modulus
elastisitas chord.
II - 51
Bab 2 Dasar Teori
1
2 2 2
PD MD MD
1 cos + + ( 1 .0 ..................... (2.103)
2 j Puj j M uj j M uj
ipb opb
Dimana subskrip ipb dan opb untuk in-plane bending dan out-plane bending, PD
adalah beban aksial pada brace, Puj adalah kapasitas aksial ultimate, M D adalah
bending momen pada brace, M uj adalah kapasitas bending momen ultimate, dan j
adalah resistan kekuatan ultimate untuk sambungan tubular. Untuk standar Norsok,
rasio kapasitas sambungan ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini:
1
2 2 2
PD MD MD
+ + ( 1 .0 .......................... (2.104)
j Puj j M uj ipb j M uj opb
Jika nilai rasio kapasitas sambungan yang ditentukan dari persamaan 2.103
dan 2.104 melebihi 1.0, maka sambungan tersebut dinyatakan gagal dan selanjutnya
kekakuan brace akan dihilangkan dalam analisis.
II - 52