Pendekatan Perencanaan
Muka air laut rencana (design water level - DWL) adalah muka air laut
pada kondisi tinggi, dimana elevasi ini dipergunakan sebagai referensi untuk
menentukan elevasi mercu bangunan, apakah akan direncanakan sebagai
bangunan non-overtopping, overtopping, atau submerged. Disamping itu muka
air laut rencana ini juga dipergunakan untuk menentukan tinggi gelombang
pecah, terutama dilokasi bangunan. Muka air laut rencana diperhitungkan
terhadap pasang surut - high water spring (HWS), wind set up, storm surge dan
sea level rise (SLR) akibat efek rumah kaca (green house effect). Muka air laut
rencana dapat ditentukan dengan formula (Yuwono, 1992):
Berdasarkan IPCC (1990), kenaikan muka air laut akibat efek rumah
kaca (SLR) diperkirakan sebesar 60 cm tiap seratus tahunnya (lihat Gambar
22). Sedangkan besar Wind Set-up dan Storm Surge dapat dihitung dengan
formula:
SS = 0,01 (po – pa) (2)
Keterangan:
SS = tinggi storm surge (m)
pa = tinggi tekanan atmosfer pada muka air laut (mbar)
po = tinggi tekanan pada MSL = 10,13 mbar
ρ uρ a
U g
2 h
C
w
d
a
r
a
WS = Iw F/2 ; Iw = ( )( ) (3)
i
r
l
a
u
t
Keterangan:
WS = tinggi wind set up (m)
Iw = gradien muka air laut
F = panjang fetch (m)
1
U = kecepatan angin (m/det)
g = percepatan gravitasi bumi (m/det2)
Cw = koef. gesek udara-air = 0,8 10-3 sd 3,0 10-3
h = kedalaman air laut rerata (m)
airlaut,udara = rapat masa air laut dan udara
= 1030 kg/m3; 1,21 kg/m3
Gambar 22. Prediksi kenaikan muka air laut akibat efek rumah kaca Gambar
(IPCC,1990)
tg ( )
Ir (5)
( H / L0 ) 0 , 5
Keterangan:
2
H = tinggi gelombang datang (m)
Lo = panjang gelombang = 1,56 T2 (m)
T = periode gelombang (detik)
Ir = angka Irribaren
f = koefisien rayapan gelombang (Gambar 23 dan 24)
= kemiringan dinding tembok laut
Gambar 24. Tinggi rayapan gelombang regular, pada berbagai jenis lapis lindung
3
5.3. Gelombang Rencana
5.3.1. Gelombang Representatif
5.3.2. Kala Ulang Gelombang Rencana
5.3.3. Tinggi Gelombang Rencana
5.4. Perencanaan Dimensi Struktur
5.4.1. Elevasi Mercu Bangunan
5.4.2. Stabilitas Lapis Lindung
5.4.3. Konstruksi Pelindung Kaki
5.4.4. Pondasi
5.5. Gaya Gelombang
5.5.1. Tekanan gelombang berdiri (Clapotis, standing wave)
5.5.2. Tekanan Gelombang Pecah (breaking wave)
5.5.3. Gaya Lateral Akibat Tekanan Tanah Pada Tembok Laut
5.6. Sistem drainase tembok laut
4
5. Pendekatan Perencanaan
H s* B
P Hs Hs
*
exp( exp
A
(6)
2. distribusi Weibull :
H * B k
P Hs Hs
*
1 exp s
A
(7)
Dengan :
P Hs Hs
*
= probabiolitas bahwa Hs* tidak terlampaui
1
Langkah-langkah perhitungan tinggi gelombang dengan periode
ulang tertentu adalah sebagai berikut :
data dibuat dalam data tahunan dengan cara mengambil satu
data maksimum setiap tahunnya (untuk studi ini terdapat 4
tahun data),
data tahunan diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil,
selanjutnya probabilitas ditetapkan untuk setiap tinggi
gelombang sebagai berkut :
a. Distribusi Fisher-Tippet tipe I:
m 0,44
P H s H sm 1 (8)
NT 0,12
b. Distribusi Weibull :
0,23
m 0,2
P H s H sm 1
k
(9)
0,23
NT 0,2
k
Dimana :
2
y m ln1 F H s H sm
1/ k
b. Distribusi Weibull :
1
a. Distribusi Fisher-Tippet tipe I: y r ln ln1
LTr
y r ln LTr
1/ k
b. Distribusi Weibull :
Dengan :
Hsr= tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr
Tr = periode ulang (tahun)
K = panjang data (tahun)
L = rerata jumlah kejadian per tahun (K = NT/K)
nr
1
N
1 y r c ln v
2 1/ 2
1 exp 2 N 1,3 ln v
α1, α2, c,ε dan diberikan pada Tabel 1. Sedangkan
N
v .
NT
3
2. Menghitung besaran absolut dari deviasi standar tinggi
gelombang signifikan dengan rumus :
r nr s
Dimana :
σnr = standar deviasi yang dinormalkan dari tinggi
gelombang signifikan dengan periode ulang Tr
N = jumlah data tinggi gelombang signifikan
σr= kesalahan standar dari tinggi gelombang
signifikan dengan periode ulang Tr
σrs = deviasi standar tinggi gelombang signifikan
Distribusi α1 α2 c Ε
FT-1 0,64 9,0 0,93 0,00 1,33
Weibull (k = 0,75) 1,65 11,4 -0,63 0,00 1,15
Weibull (k = 1,00) 1,92 11,4 0,00 0,3 0,90
Weibull (k = 1,40) 2,05 11,4 0,69 0,4 0,72
Weibull (k = 2,00) 2,24 11,4 1,34 0,5 0,54
4
Penentuan kala ulang gelombang rencana biasanya didasarkan
pada jenis konstruksi yang akan dibangun dan nilai daerah yang akan
dilindungi. Makin tinggi nilai daerah diamankan, makin besar pula nilai
kala ulang gelombang rencana yang dipergunakan. Sebagai pedoman
penentuan nilai kala ulang gelombang rencana dapat menggunakan
Tabel 3.
5
gelombang rencana yang dipakai adalah tinggi gelombang pecah (Hb)
di lokasi pekerjaan. Tinggi gelombang pecah ini biasanya dikaitkan
dengan kedalaman perairan (ds) dan landai dasar pantai (m). Untuk
menentukan tinggi gelombang pecah dapat dipergunakan grafik yang
disajikan pada Gambar 4.25. Apabila pantai relatip datar (CERC, 1984)
maka tinggi gelombang pecah dapat ditentukan dengan formula:
Hb = 0,78 ds (10)
Keterangan: Hb = Tinggi gelombang pecah (m)
ds = Kedalaman air di lokasi bangunan (m)
6
5.4. Perencanaan Dimensi Struktur
5.4.1. Elevasi Mercu Bangunan
5.4.2. Stabilitas Lapis Lindung
5.4.3. Konstruksi Pelindung Kaki
5.4.4. Pondasi
5.5. Gaya Gelombang
5.5.1. Tekanan gelombang berdiri (Clapotis, standing wave)
5.5.2. Tekanan Gelombang Pecah (breaking wave)
5.5.3. Gaya Lateral Akibat Tekanan Tanah Pada Tembok Laut
7
5. Pendekatan Perencanaan
Keterangan:
1
4.5.4.2. Stabilitas Lapis Lindung
Agar supaya tanggul/tembok laut dapat bertahan dan tidak
rusak dari gempuran gelombang laut maka sisi yang menghadap ke
laut diberi lapisan pelindung (armor layer), dari batu (alam atau buatan)
dengan ukuran yang cukup besar (lihat Gambar 4.26). Untuk
menentukan ukuran batu ini disarankan mempergunakan rumus
Hudson (CERC, 1984), karena rumus tersebut telah didukung penelitian
yang cukup banyak, dan menyediakan koefisien stabilitas lapis lindung
untuk berbagai jenis batu alam maupun buatan (lihat Tabel 4).
bH 3
W (14)
K D 3Cot ( )
Keterangan:
W = Berat minimum batu (tf)
H = Tinggi gelombang rencana (m)
KD = Koefisien stabilitas batu lindung
(tabel 4.4)
= Sudut lereng tanggul laut
b = Berat satuan batu lapis lindung (tf/m3)
= ( b - a )/ a
El = DWL + Ru + F W/10
Concrete cap
F
DWL Ru
Geotekstil
Toe protection W
3H – 4H
2
1/ 3
W
t = 2 de = 2 (15)
b
Keterangan:
t = tebal lapis armor (m)
de = diameter equivalen (m)
W = berat armor (tf)
b = berat unit armor (tf/m3)
Lebar mercu tembok laut paling tidak dibuat tiga kali diameter
equivalen batu lapis lindung. Mengingat tembok laut pelindung lahan
reklamasi biasanya dipergunakan untuk duduk-duduk atau dapat pula
digunakan untuk jalan-jalan maka mercu tembok laut dapat ditambah
konstruksi berupa penutup beton (concrete cap). Dan lebar puncak
tembok laut pun biasanya juga disesuaikan dengan pemanfaatan mercu
3
tersebut. Bila mercu dipergunakan untuk jalan, maka lebar mercu dapat
diambil antara 3,0 s.d 6,0 m
Tabel 4. Koefisien Stabilitas Lapis Lindung (KD) (untuk tanggul/tembok laut tidak
melimpas)
Lengan Ujung
Jenis Cara Sudut
Bangunan Bangunan
Material m Penem (m)
No Gelombang Gelombang
Lapis -patan
Tidak Tidak
Lindung Armor Pecah Pecah 1:m
Pecah pecah
Batu quarry, 2 Acak 1,2 2,4 1,1 1,9 1,5 3,0
1
Bulat >3 Acak 1,6 3,2 1,4 2,3
Batu quarry, 2 Acak 2,0 4,0 1,9 3,2 1,5
2 Kasar dan 1,6 2,8 2,0
bersudut 1,3 2,3 3,0
Tetrapod, 2 Acak 7,0 8,0 5,0 6,0 1,5
3 Quadripod 4,5 5,5 2,0
3,5 4,4 3,0
Tribar 2 Acak 9,0 10,0 8,3 9,0 1,5
4 7,8 8,5 2,0
6,0 6,5 3,0
Dolos 2 Acak 15,8 31,8 8,0 16,0 2,0
5
7,0 14,0 3,0
Kubus 2 Acak 6,5 7,5 - 5,0 2
6
dimodifikasi
4
B = 0,4 ds (18)
B = 3/8 L ,untuk tanah depan tembok laut sangat lunak
Keterangan:
B = lebar konstruksi pelindung kaki (m)
H = tinggi gelombang rencana (m)
ds = kedalaman air didepan tembok laut (m)
L = panjang gelombang (m)
5.4.4. Pondasi
Tanggul atau tembok laut biasanya dibangun di tanah yang
lunak. Oleh karena itu pemilihan tipe tumpukan batu dengan ukuran
tapak yang luas, untuk kondisi tanah dasar yang lunak adalah sangat
5
tepat. Konsep perancangan ukuran luas tapak fondasi terutama
ditujukan untuk mendapatkan tekanan struktur pada tanah dasar agar
tidak melebihi daya dukung tanah dasar. Apabila tanah dasarnya
relatip lunak (lumpur) maka perbaikan tanah dasar perlu dilakukan.
Perbaikan tanah dasar dapat dilakukan dengan mengganti tanah dasar
dengan lapisan pasir dengan ketebalan tertentu, atau menggunakan
fondasi bambu yang dirakit (matras) menjadi landasan tembok laut
tersebut. Apabila tanahnya sangat lunak, maka dibawah matras bambu
tersebut masih diperlukan tiang bambu penyangga.
6
5. Pendekatan Perencanaan
Cosh.k ( z d )
p .z .H Cosh( .t ) (20)
Cosh.kh
Keterangan:
p = tekanan gelombang (tf/m2)
H = tinggi gelombang (m)
d = kedalaman (m)
z = koordinat vertikal titik yang ditinjau (dari mean level)
k = angka gelombang = 2 /L
L = panjang gelombang (m)
1
T = periode gelombang (detik)
t = waktu (rad)
= berat unit air (tf/m3)
= frequensi gelombang = 2 /T
Ru
P
h
h’
d
P3
P2
Gambar 28. Distribusi tekanan gelombang pada dinding tegak
p1
P2 = (23)
Cosh(2d / L)
P3 = 3 P1 (24)
2
4d / L
1 = 0,60 + 0,5 (26)
Sinh(4d / L)
2
hb h H D 2.h
2 = min ; (27)
3.hb h H D
h' 1
3 1 1 (4.28)
d Cosh(2d / L)
Keterangan:
Ru = tinggi rayapan gelombang di atas SWL (m)
HD = tinggi gelombang rencana = 1,8 Hs (m)
2
L = panjang gelombang (m)
P1= tekanan gelombang pada SWL (tf/m2)
P2 = tekanan gelombang pada dasar fondasi (tf/m2)
Pu = tekanan uplift gelombang pd dsr dinding (tf/m2)
d = kedalaman air didepan konstruksi (m)
Hb = kedalaman air didepan dinding vertikal sejauh
5 kali tinggi gelombang (m)
h’ = kedalaman air dasar dinding vertikal (m)
h = kedalaman air permukaan pelindung kaki (m)
= berat unit air laut (tf/m3)
= - 150
= sudut datangnya gelombang
Pb = 1,5 w HD (29)
3
Pu = 1,25 w HD (30)
Ru = 1,25 HD (31)
Pb
Ru
Pu
1
Pa . .H 2 Ka 2.c.H . Ka (32)
2
1 Sin
Ka Tan 2 (45 ) (33)
1 Sin 2
Keterangan:
Pa = gaya akibat tekanan tanah aktif (tf/m’)
Ka = koefisien tekanan tanah aktif
4
H = tinggi struktur (m)
C = Kohesi tanah (tf/m2)
= berat volum tanah (tf/m3)
= sudut geser dalam tanah
H
Pa
1/3. H
Pp
3. Gaya Gempa
Gaya gempa bekerja pada bangunan pantai, terdiri dari gaya
gempa statik yang bekerja pada titik berat bangunan tembok laut,
gaya gempa hidrodinamik yang disebabkan bertambahnya tekanan
air akibat adanya gempa, dan gaya gempa yang disebabkan
bertambahnya tekanan tanah aktif akibat gempa.
a. Gaya statik pada tembok laut akibat Gempa
Besarnya gaya gempa ini dapat dihitung dengan rumus:
FG = kh . W (36)
kh = ad/g (37)
ad = z . ac . v (38)
5
Keterangan:
FG = gaya gempa
W = berat tembok laut (tf/m’)
kh = koefisien gempa horizontal
g = percepatan grafitasi bumi (981 gal)
ac = percepatan gempa dasar (gal)
PG = kh. w . D (39)
Keterangan:
PG = gaya hidro dinamik (tf/m2)
kh = koefisien gempa horizontal
d = kedalaman air didepan tempok laut (m)
w = Berat volum air laut (tf/m3)
PD = ½ . Ke. . H2 (40)
6
Cos 2 ( )
Ke 2
(41)
Sin( ).Sin( )
Cos .Cos 2 .Cos( ) 1
Cos( ).Cos( )
0.00
6
0.56
5
1.00
4
1.56
3
2.11
2
2.78
1
Nilai Z
Zona
Keterangan:
PD = tekanan tanah total (dinamik + statik) (tf/m’)
Ke = koefisien tekanan tanah pada saat gempa
H = tinggi tanah (m)
= berat satuan volum tanah (tf/m3)
7
= kemiringan bidang tembok terhadap vertikal
= kemiringan muka tanah
= sudut gesek dalam tanah
= sudut geser tanah dan tembok
Filter H
Sal. Drainasi
Pipa Drainasi