Anda di halaman 1dari 57

5.

Pendekatan Perencanaan

5.1. Muka Air Laut Rencana

Muka air laut rencana (design water level - DWL) adalah muka air laut
pada kondisi tinggi, dimana elevasi ini dipergunakan sebagai referensi untuk
menentukan elevasi mercu bangunan, apakah akan direncanakan sebagai
bangunan non-overtopping, overtopping, atau submerged. Disamping itu muka
air laut rencana ini juga dipergunakan untuk menentukan tinggi gelombang
pecah, terutama dilokasi bangunan. Muka air laut rencana diperhitungkan
terhadap pasang surut - high water spring (HWS), wind set up, storm surge dan
sea level rise (SLR) akibat efek rumah kaca (green house effect). Muka air laut
rencana dapat ditentukan dengan formula (Yuwono, 1992):

DWL = HWS + SS atau WS + SLR (1)


Keterangan :
DWL = Design water level (m)

HWS = High Water Spring (m)

SS = Storm Surge (m)

WS = Wind Set-up (m)

SLR = Sea Level Rise (m)

Berdasarkan IPCC (1990), kenaikan muka air laut akibat efek rumah
kaca (SLR) diperkirakan sebesar 60 cm tiap seratus tahunnya (lihat Gambar
22). Sedangkan besar Wind Set-up dan Storm Surge dapat dihitung dengan
formula:
SS = 0,01 (po – pa) (2)
Keterangan:
SS = tinggi storm surge (m)
pa = tinggi tekanan atmosfer pada muka air laut (mbar)
po = tinggi tekanan pada MSL = 10,13 mbar
ρ uρ a

U g
2 h
C
w

d
a
r
a

WS = Iw F/2 ; Iw = ( )( ) (3)
i
r
l
a
u
t

Keterangan:
WS = tinggi wind set up (m)
Iw = gradien muka air laut
F = panjang fetch (m)

1
U = kecepatan angin (m/det)
g = percepatan gravitasi bumi (m/det2)
Cw = koef. gesek udara-air = 0,8 10-3 sd 3,0 10-3
h = kedalaman air laut rerata (m)
 airlaut,udara = rapat masa air laut dan udara
= 1030 kg/m3; 1,21 kg/m3

Gambar 22. Prediksi kenaikan muka air laut akibat efek rumah kaca Gambar
(IPCC,1990)

5.2. Wave Run-up

Gelombang pada saat menghantam tembok/tanggul laut akan


menimbulkan luncuran air permukaan dinding tembok/tanggul laut tersebut, dan
luncuran air tersebut dinamakan rayapan gelombang atau wave run up. Puncak
tertinggi yang dicapai oleh rayapan tersebut dinamakan tinggi rayapan
gelombang (Ru). Tinggi rayapan gelombang merupakan fungsi kekasaran
permukaan dinding tembok/laut, kemiringan dinding tembok laut (  ), tinggi
gelombang (H), periode gelombang (T) atau panjang gelombang (L), dan dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Ru
 f .I r (4)
H

tg ( )
Ir  (5)
( H / L0 ) 0 , 5

Keterangan:

Ru = tinggi rayapan gelombang (m)

2
H = tinggi gelombang datang (m)
Lo = panjang gelombang = 1,56 T2 (m)
T = periode gelombang (detik)
Ir = angka Irribaren
f = koefisien rayapan gelombang (Gambar 23 dan 24)
 = kemiringan dinding tembok laut

Dari Gambar 23 terlihat bahwa tinggi rayapan gelombang acak yang


dihitung dengan menggunakan tinggi gelombang signifikan (Hs), dan dihitung
dengan gelombang H0,02 memberikan nilai yang berbeda. Hal ini memberikan
gambaran bahwa penentuan tinggi rayapan gelombang acak dengan
menggunakan tinggi gelombang signifikan, pada saat-saat tertentu akan
terlampaui. Sedangkan tinggi gelombang rayapan dari berbagai lapis lindung
dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 23. Tinggi rayapan gelombang (wave run-up)


pada Gelombang Acak

Gambar 24. Tinggi rayapan gelombang regular, pada berbagai jenis lapis lindung

3
5.3. Gelombang Rencana
5.3.1. Gelombang Representatif
5.3.2. Kala Ulang Gelombang Rencana
5.3.3. Tinggi Gelombang Rencana
5.4. Perencanaan Dimensi Struktur
5.4.1. Elevasi Mercu Bangunan
5.4.2. Stabilitas Lapis Lindung
5.4.3. Konstruksi Pelindung Kaki
5.4.4. Pondasi
5.5. Gaya Gelombang
5.5.1. Tekanan gelombang berdiri (Clapotis, standing wave)
5.5.2. Tekanan Gelombang Pecah (breaking wave)
5.5.3. Gaya Lateral Akibat Tekanan Tanah Pada Tembok Laut
5.6. Sistem drainase tembok laut

4
5. Pendekatan Perencanaan

5.1. Muka Air Laut Rencana

5.2. Wave Run-up

5.3. Gelombang Rencana


5.3.1. Gelombang Representatif
Untuk keperluan perencanaan bangunan pantai, maka data
gelombang yang diperoleh dari peramalan melalui data angin harus
dipilih suatu tinggi yang dapat mewakili dan disebut tinggi gelombang
representatif. Oleh karena itu data gelombang yang ada dipilih salah
satu tinggi gelombang yang paling besar nilai setiap tahunya, kemudian
dihitung tinggi gelombang yang dapat mewakili dengan suatu tingkat
keyakinan tertentu. Ada dua metode yang akan disajikan dalam studi ini
untuk menentukan suatu tinggi gelombang yang representatif dengan
kala ulang tertentu. Metode yang dimaksud adalah distribusi Fisher-
Tippet tipe I dan distribusi Weibull. Secara matetis kedua distribusi
tersebut ditulis seperti berikut :
1. distribusi Fisher-Tippet tipe I :

  H s*  B 

P Hs  Hs
*
  exp( exp  
 A


(6)
  

2. distribusi Weibull :
  H *  B k 

P Hs  Hs
*
  1  exp   s
 
 
A  
(7)
  

Dengan :


P Hs  Hs
*
 = probabiolitas bahwa Hs* tidak terlampaui

H = tinggi gelombang representsi


H* = tinggi gelombang dengan kriteria tertentu
A = parameter skulli
B = parameter lokasi
k = parameter bentuk (kolom pertama Tabel 4.1)

1
Langkah-langkah perhitungan tinggi gelombang dengan periode
ulang tertentu adalah sebagai berikut :
 data dibuat dalam data tahunan dengan cara mengambil satu
data maksimum setiap tahunnya (untuk studi ini terdapat 4
tahun data),
 data tahunan diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil,
selanjutnya probabilitas ditetapkan untuk setiap tinggi
gelombang sebagai berkut :
a. Distribusi Fisher-Tippet tipe I:
m  0,44
P H s  H sm   1  (8)
NT  0,12
b. Distribusi Weibull :
0,23
m  0,2 
P H s  H sm   1 
k
(9)
0,23
NT  0,2 
k

Dimana :

PH s  H sm  = probabiolitas dari tinggi gelombang ke m


yang tidak terlampaui

m = nomor urut tinggi gelombang signifikan =


1,2...,N

NT = jumlah kejadian gelombang selama pencatatan


(bisa lebih besar dari gelombang representatif)

 menghitung nilai A dan B dengan metode kuadrat terkecil untuk


setiap tipe distribusi yang digunakan. Hitungan didasarkan pada
analisis regresi linier dari hubungan berikut :
H m  A * ym  B *
Dimana nilai ym diberikan untuk :

a. Distribusi Fisher-Tippet tipe I: y m   ln ln F H s  H sm 

2
y m   ln1  F H s  H sm 
1/ k
b. Distribusi Weibull :

Dengan A* dan B* adalah perkiraan dari parameter skala dan


local yang diperoleh dari analisis regresi linier.

 tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang


dihitung dari fungsi distribusi probabilitas dengan rumus berikut
ini :
H sr  A * y r  B *
Dimana yr diberikan oleh rumus berikut :

  1 
a. Distribusi Fisher-Tippet tipe I: y r   ln  ln1  
  LTr 

y r  ln LTr 
1/ k
b. Distribusi Weibull :

Dengan :
Hsr= tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr
Tr = periode ulang (tahun)
K = panjang data (tahun)
L = rerata jumlah kejadian per tahun (K = NT/K)

 menghitung interval keyakinan bahwa gelombang rancangan


berada pada suatu rentang nilai tertentu dengan tingkat
keyakinan tertentu pula. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
1. Menghitung deviasi standar yang dinormalkan dengan
persamaan berikut :

 nr 
1
N
1    y r  c   ln v  
2 1/ 2


   1 exp  2 N 1,3    ln v 
α1, α2, c,ε dan  diberikan pada Tabel 1. Sedangkan
N
v .
NT

3
2. Menghitung besaran absolut dari deviasi standar tinggi
gelombang signifikan dengan rumus :
 r   nr  s

Dimana :
σnr = standar deviasi yang dinormalkan dari tinggi
gelombang signifikan dengan periode ulang Tr
N = jumlah data tinggi gelombang signifikan
σr= kesalahan standar dari tinggi gelombang
signifikan dengan periode ulang Tr
σrs = deviasi standar tinggi gelombang signifikan

Tabel 1. Koefisien untuk menhitung deviasi standar

Distribusi α1 α2  c Ε
FT-1 0,64 9,0 0,93 0,00 1,33
Weibull (k = 0,75) 1,65 11,4 -0,63 0,00 1,15
Weibull (k = 1,00) 1,92 11,4 0,00 0,3 0,90
Weibull (k = 1,40) 2,05 11,4 0,69 0,4 0,72
Weibull (k = 2,00) 2,24 11,4 1,34 0,5 0,54

 Mengitung inetrval batas keyakinan tinggi gelombang rencana


dengan periode ulang tertentu dengan rumus :
batas bawah = Hs-Hsr dan batas atas = Hs +Hsr

Tabel 2. Batas interval keyakinan tinggi gelombang signifikan ekstrim

Tingkat keyakinan Batas Interval Keyakinan Probabilitas batas


(%) Terhadap Hsr atas terlampauiα2
80 1,28 σr 10,0
85 1,44 σr 7,5
90 1,65 σr 5,0
95 1,96 σr 2,5
99 2,58 σr 0,5

5.3.2. Kala Ulang Gelombang Rencana

4
Penentuan kala ulang gelombang rencana biasanya didasarkan
pada jenis konstruksi yang akan dibangun dan nilai daerah yang akan
dilindungi. Makin tinggi nilai daerah diamankan, makin besar pula nilai
kala ulang gelombang rencana yang dipergunakan. Sebagai pedoman
penentuan nilai kala ulang gelombang rencana dapat menggunakan
Tabel 3.

Tabel 3. Pedoman pemilihan jenis dan kala ulang gelombang

Jenis Struktur Gelombang Rencana


No
Bangunan Jenis Gelombang Kala ulang (tahun)
1 Struktur Fleksibel Hs, (H33)
a. Resiko rendah 5 – 10
b. Resiko sedang 10 – 100
c. Resiko tinggi 100 – 1000
2 Struktur Semi Kaku H10 – H1
a. Resiko rendah 5 – 10
b. Resiko sedang 10 – 100
c. Resiko tinggi 100 – 1000
3 Struktur Kaku H1 - Hmaks
a. Resiko rendah 5 – 10
b. Resiko sedang 10 – 100
c. Resiko tinggi 100 – 1000

5.3.3. Tinggi Gelombang Rencana


Gelombang biasanya diukur atau diramalkan pada perairan
dalam (deep water). Pada saat gelombang menjalar dari perairan dalam
ke pantai dimana bangunan pantai akan dibangun, maka gelombang
tersebut mengalami proses perubahan tinggi dan arah gelombang.
Perubahan ini antara lain disebabkan karena proses: refraksi, difraksi,
pendangkalan dan pecahnya gelombang. Keempat proses perubahan
(deformasi) gelombang tersebut dapat menyebabkan tinggi gelombang
bertambah atau berkurang. Oleh karena itu tinggi gelombang rencana
yang akan dipergunakan di lokasi pekerjaan harus ditinjau terhadap
proses ini. Tinggi gelombang rencana terpilih adalah tinggi gelombang
maksimum yang mungkin terjadi di lokasi pekerjaan. Apabila
gelombang telah pecah sebelum mencapai lokasi pekerjaan, maka

5
gelombang rencana yang dipakai adalah tinggi gelombang pecah (Hb)
di lokasi pekerjaan. Tinggi gelombang pecah ini biasanya dikaitkan
dengan kedalaman perairan (ds) dan landai dasar pantai (m). Untuk
menentukan tinggi gelombang pecah dapat dipergunakan grafik yang
disajikan pada Gambar 4.25. Apabila pantai relatip datar (CERC, 1984)
maka tinggi gelombang pecah dapat ditentukan dengan formula:
Hb = 0,78 ds (10)
Keterangan: Hb = Tinggi gelombang pecah (m)
ds = Kedalaman air di lokasi bangunan (m)

Dengan demikian tinggi gelombang rencana (HD) dapat ditentukan


dengan rumus:
a. Untuk gelombang pecah di lokasi bangunan tembok laut:
HD = Hb (11)
b. Untuk gelombang tidak pecah dilokasi bangunan laut
HD = Ho KD KR KS (12)
Keterangan: HD = tinggi gelombang rencana (m)
Hb = tinggi gelombang pecah di lokasi bangunan
(m)
Ho = tinggi gelombang di laut dalam (m)
KD = koefisien difraksi (jika mengalami proses ini)
KR = koefisien refraksi
KS = koefisien shoaling

Gambar 25. Hubungan antara (Hb/ds) versus (ds/gT2)

6
5.4. Perencanaan Dimensi Struktur
5.4.1. Elevasi Mercu Bangunan
5.4.2. Stabilitas Lapis Lindung
5.4.3. Konstruksi Pelindung Kaki
5.4.4. Pondasi
5.5. Gaya Gelombang
5.5.1. Tekanan gelombang berdiri (Clapotis, standing wave)
5.5.2. Tekanan Gelombang Pecah (breaking wave)
5.5.3. Gaya Lateral Akibat Tekanan Tanah Pada Tembok Laut

5.6. Sistem drainase tembok laut

7
5. Pendekatan Perencanaan

5.1. Muka Air Laut Rencana

5.2. Wave Run-up

5.3. Gelombang Rencana


5.3.1. Gelombang Representatif
5.3.2. Kala Ulang Gelombang Rencana
5.3.3. Tinggi Gelombang Rencana

5.4. Perencanaan Dimensi Struktur


5.4.1. Elevasi Mercu Bangunan

Persyaratan tanggul/tembok laut, terutama untuk pelindung lahan


reklamasi, adalah tidak boleh terjadi limpasan (overtopping). Oleh karena itu
tinggi mercu tembok laut harus tidak terlimpasi pada saat terjadi badai yang
bersamaan dengan muka air laut tinggi. Berdasarkan pertimbangan tersebut
maka elevasi mercu tembok laut atau tanggul laut harus diperhitungkan
terhadap:
a. Muka air tinggi akibat pasang surut (HWS),
b. Kenaikan muka air akibat Wind Set-up (WS), ataupun Storm Surge (SS),
c. Kenaikan muka air laut akibat pemanasan global (SLR),
d. Tinggi rayapan gelombang pada struktur tanggul laut (Ru),
e. Tinggi jagaan (tinggi tambahan, free board) (Fb)

Apabila diformulasikan maka elevasi mercu tembok/tanggul laut dapat


dituliskan sebagai berikut:
Elmercu = DWL + Ru + Fb (13)

Keterangan:

Elmercu = Elevasi mercu tembok/tanggul laut (m)

Ru = Run – up gelombang (Gambar 4.22 & 4.23) (m)

Fb = Tinggi jagaan ( 1,0 sd 1,5 m)

DWL = Design Water Level

1
4.5.4.2. Stabilitas Lapis Lindung
Agar supaya tanggul/tembok laut dapat bertahan dan tidak
rusak dari gempuran gelombang laut maka sisi yang menghadap ke
laut diberi lapisan pelindung (armor layer), dari batu (alam atau buatan)
dengan ukuran yang cukup besar (lihat Gambar 4.26). Untuk
menentukan ukuran batu ini disarankan mempergunakan rumus
Hudson (CERC, 1984), karena rumus tersebut telah didukung penelitian
yang cukup banyak, dan menyediakan koefisien stabilitas lapis lindung
untuk berbagai jenis batu alam maupun buatan (lihat Tabel 4).
 bH 3
W  (14)
K D 3Cot ( )
Keterangan:
W = Berat minimum batu (tf)
H = Tinggi gelombang rencana (m)
KD = Koefisien stabilitas batu lindung
(tabel 4.4)
 = Sudut lereng tanggul laut
b = Berat satuan batu lapis lindung (tf/m3)

a = Berat satuan air laut (tf/m3)

 = (  b -  a )/  a

El = DWL + Ru + F W/10

Concrete cap
F
DWL Ru
Geotekstil
Toe protection W

W/2 Material pengisi

3H – 4H

Gambar 26. Tipikal Tembok Laut

Tebal lapis lindung (t) ditentukan minimum setebal dua diameter


equivalen butiran armor. Sedangkan diameter equivalen butiran nilainya
diperkirakan sama dengan sisi kubus.

2
1/ 3
W 
t = 2 de = 2   (15)
b 

Keterangan:
t = tebal lapis armor (m)
de = diameter equivalen (m)
W = berat armor (tf)
b = berat unit armor (tf/m3)

Untuk mengetahui jumlah batu yang dipergunakan untuk


keperluan lapis lindung dapat ditentukan dengan rumus:
2/3
 
N = A m (1-n)  b  (16)
W 
Keterangan:
N = jumlah batu lindung (biji)
A = luas daerah yang ditinjau (m2)
n = porositas tumpukan batu
m = jumlah tumpukan batu dalam lapis lindung (min 2)
W = berat batu (tf)
b = berat unit batu (tf/m3)

Untuk menentukan besarnya nilai porositas (n) tumpukan batu


dapat dipergunakan perkiraan dibawah ini:

- Batu alam (quarry stone) n = 0,37 – 0,40


- Dolos n = 0,63
- Kubus beton n = 0,47
- Akmon n = 0,55 – 0,60
- Tetrapod n = 0,50
- Quadripod n = 0,50
- Tribar n = 0,47

Lebar mercu tembok laut paling tidak dibuat tiga kali diameter
equivalen batu lapis lindung. Mengingat tembok laut pelindung lahan
reklamasi biasanya dipergunakan untuk duduk-duduk atau dapat pula
digunakan untuk jalan-jalan maka mercu tembok laut dapat ditambah
konstruksi berupa penutup beton (concrete cap). Dan lebar puncak
tembok laut pun biasanya juga disesuaikan dengan pemanfaatan mercu

3
tersebut. Bila mercu dipergunakan untuk jalan, maka lebar mercu dapat
diambil antara 3,0 s.d 6,0 m

Tabel 4. Koefisien Stabilitas Lapis Lindung (KD) (untuk tanggul/tembok laut tidak
melimpas)

Lengan Ujung
Jenis Cara Sudut
Bangunan Bangunan
Material m Penem (m)
No Gelombang Gelombang
Lapis -patan
Tidak Tidak
Lindung Armor Pecah Pecah 1:m
Pecah pecah
Batu quarry, 2 Acak 1,2 2,4 1,1 1,9 1,5 3,0
1
Bulat >3 Acak 1,6 3,2 1,4 2,3
Batu quarry, 2 Acak 2,0 4,0 1,9 3,2 1,5
2 Kasar dan 1,6 2,8 2,0
bersudut 1,3 2,3 3,0
Tetrapod, 2 Acak 7,0 8,0 5,0 6,0 1,5
3 Quadripod 4,5 5,5 2,0
3,5 4,4 3,0
Tribar 2 Acak 9,0 10,0 8,3 9,0 1,5
4 7,8 8,5 2,0
6,0 6,5 3,0
Dolos 2 Acak 15,8 31,8 8,0 16,0 2,0
5
7,0 14,0 3,0
Kubus 2 Acak 6,5 7,5 - 5,0 2
6
dimodifikasi

Keterangan: Koefisien KD diambil dari SPM (CERC, 1984)


Koefisien KD diluar table tersebut diatas harus ditentukan
berdasarkan uji model hidraulik di laboratorium.

5.4.3. Konstruksi Pelindung Kaki


Gerusan yang terjadi di depan konstruksi tembok laut dapat
dibedakan menjadi dua hal yaitu:
1. Gerusan yang disebabkan oleh arus, dan
2. Gerusan yang disebabkan oleh gelombang.
Pada kenyataannya, kedua gerusan ini terjadi bersama-sama.
Apabila gerusan yang terjadi cukup dalam maka dapat membahayakan
konstruksi dan keadaan ini perlu dicegah dengan membuat konstruksi
pelindung kaki (toe protection). Konstruksi pelindung kaki ini pada
bangunan monolit dapat pula berfungsi sebagai fondasi atau berm.
Ukuran konstruksi pelindung kaki dapat ditentukan dengan rumus berikut
ini (pilih yang besar).
B=2H (17)

4
B = 0,4 ds (18)
B = 3/8 L ,untuk tanah depan tembok laut sangat lunak
Keterangan:
B = lebar konstruksi pelindung kaki (m)
H = tinggi gelombang rencana (m)
ds = kedalaman air didepan tembok laut (m)
L = panjang gelombang (m)

Sedangkan berat batu pelindung minimum dapat ditentukan


dengan rumus Hudson yang dimodifikasi:
 r .H 3
W (19)
Ns 3 .( Sr  1) 3
Keterangan:
W = berat batu lindung minimum (tf)
H = tinggi gelombang rencana (m)
Sr = (  r /  w )

 r = berat satuan batu pelindung (tf/m3)


Ns = stability number, ditentukan dari grafi Gambar 27.

Gambar 27. Stability Number, konstruksi pelindung kaki

5.4.4. Pondasi
Tanggul atau tembok laut biasanya dibangun di tanah yang
lunak. Oleh karena itu pemilihan tipe tumpukan batu dengan ukuran
tapak yang luas, untuk kondisi tanah dasar yang lunak adalah sangat

5
tepat. Konsep perancangan ukuran luas tapak fondasi terutama
ditujukan untuk mendapatkan tekanan struktur pada tanah dasar agar
tidak melebihi daya dukung tanah dasar. Apabila tanah dasarnya
relatip lunak (lumpur) maka perbaikan tanah dasar perlu dilakukan.
Perbaikan tanah dasar dapat dilakukan dengan mengganti tanah dasar
dengan lapisan pasir dengan ketebalan tertentu, atau menggunakan
fondasi bambu yang dirakit (matras) menjadi landasan tembok laut
tersebut. Apabila tanahnya sangat lunak, maka dibawah matras bambu
tersebut masih diperlukan tiang bambu penyangga.

5.5. Gaya Gelombang


5.5.1. Tekanan gelombang berdiri (Clapotis, standing wave)
5.5.2. Tekanan Gelombang Pecah (breaking wave)
5.5.3. Gaya Lateral Akibat Tekanan Tanah Pada Tembok Laut
5.6. Sistem drainase tembok laut

6
5. Pendekatan Perencanaan

5.1. Muka Air Laut Rencana

5.2. Wave Run-up

5.3. Gelombang Rencana


5.3.1. Gelombang Representatif
5.3.2. Kala Ulang Gelombang Rencana
5.3.3. Tinggi Gelombang Rencana

5.4. Perencanaan Dimensi Struktur


5.4.1. Elevasi Mercu Bangunan
5.4.2. Stabilitas Lapis Lindung
5.4.3. Konstruksi Pelindung Kaki
5.4.4. Pondasi

5.5. Gaya Gelombang


Bilamana gelombang tidak pecah menghantam tembok laut vertikal
secara tegak lurus, maka gelombang tersebut akan dipantulkan kembali dan
gelombang pantulan ini akan menimbulkan gelombang berdiri (gelombang
Clapotis, standing wave). Sedangkan apabila gelombang tersebut merupakan
gelombang pecah yang menghantam dinding tembok laut, maka akan timbul
gaya tambahan yang disebut gaya kejut (impact forces).

5.5.1. Tekanan gelombang berdiri (Clapotis, standing wave)

Bilamana kedalaman air di depan tembok laut cukup dalam,


maka gelombang akan dipantulkan secara sempurna dan membentuk
gelombang clapotis. Besarnya tekanan gelombang tersebut dapat
dihitung berdasarkan formula Sainflou.

Cosh.k ( z  d )
p   .z   .H Cosh( .t ) (20)
Cosh.kh
Keterangan:
p = tekanan gelombang (tf/m2)
H = tinggi gelombang (m)
d = kedalaman (m)
z = koordinat vertikal titik yang ditinjau (dari mean level)
k = angka gelombang = 2  /L
L = panjang gelombang (m)

1
T = periode gelombang (detik)
t = waktu (rad)
 = berat unit air (tf/m3)
 = frequensi gelombang = 2  /T

Untuk menghitung stabilitas tembok laut disarankan untuk

menggunakan rumus yang berikut ini (lihat Gambar 428).

Ru
P

h
h’
d

P3

P2
Gambar 28. Distribusi tekanan gelombang pada dinding tegak

Ru = 0,75 (1 + Cos  ) HD (21)

P1 = 0,50 (1 + Cos  ) (  1   2 Cos2  )  HD (22)

p1
P2 = (23)
Cosh(2d / L)

P3 =  3 P1 (24)

Pu = 0,50 (1 + Cos  )  1 . 3. HD (25)

2
 4d / L 
 1 = 0,60 + 0,5   (26)
 Sinh(4d / L) 

2
hb  h  H D  2.h
 2 = min   ; (27)
3.hb  h  H D

h'  1 
3 1  1 (4.28)
d  Cosh(2d / L) 

Keterangan:
Ru = tinggi rayapan gelombang di atas SWL (m)
HD = tinggi gelombang rencana = 1,8 Hs (m)

2
L = panjang gelombang (m)
P1= tekanan gelombang pada SWL (tf/m2)
P2 = tekanan gelombang pada dasar fondasi (tf/m2)
Pu = tekanan uplift gelombang pd dsr dinding (tf/m2)
d = kedalaman air didepan konstruksi (m)
Hb = kedalaman air didepan dinding vertikal sejauh
5 kali tinggi gelombang (m)
h’ = kedalaman air dasar dinding vertikal (m)
h = kedalaman air permukaan pelindung kaki (m)
= berat unit air laut (tf/m3)
 =  - 150
 = sudut datangnya gelombang

5.5.2. Tekanan Gelombang Pecah (breaking wave)


Gelombang pecah yang menghantam bangunan dapat
menimbulkan tekanan lokal yang sangat tinggi dalam waktu yang
singkat, yang biasa disebut tekanan kejut (impact forces). Untuk
menghitung tekanan ini dapat didekati dengan dua pendekatan yaitu
teori pancaran air kontinyu (continues water jet) atau teori water
hammer. Besarnya tekanan ini tidak begitu berpengaruh terhadap
stabilitas bangunan, karena waktu bekerjanya sangat singkat. Namun
tekanan gelombang pecah ini menyebabkan kerusakan pada dinding
tembok laut, seperti proses kavitasi. Oleh karena itu agar supaya
tembok laut tidak rusak harus dibuat dengan mutu beton yang tinggi,
diatas K- 350. Apabila bangunan dibuat dari pasangan batu, bagian
depan tembok laut ini harus diberi lapisan batu candi (batu muka), atau
concrete block dengan mutu beton diatas K – 350.
Tekanan gelombang pecah, selain menimbulkan tekanan kejut
juga menimbulkan tekanan hidrostatik yang cukup besar, karena
sebagian besar energi gelombang diserahkan ke tembok laut. Untuk
menghitung tekanan gelombang pecah pada bangunan yang relatip
dangkal (d/Hs < 2) dapat dipergunakan formula Hiroi, yaitu
menganggap tekanan merata sama besar untuk diseluruh permukaan
tembok laut.

Pb = 1,5  w HD (29)

3
Pu = 1,25  w HD (30)

Ru = 1,25 HD (31)

Pb
Ru

Pu

Gambar 29. Distribusi tekanan gelombang pecah (Hiroi, )


Keterangan:
Pb = tekanan gelombang pecah (tf/m2)
Pu = tekanan up lift gelombang (tf/m2)
Ru = tinggi rayapan gelombang (m)
HD = Tinggi gelombang rencana = Hmaks
w = berat satuan air laut (tf/m3)

5.5.3. Gaya Lateral Akibat Tekanan Tanah Pada Tembok Laut


1. Tekanan Tanah Aktif
Besar gaya yang bekerja pada tembok laut akibat tekanan
tanah aktif (timbunan tanah reklamasi) tergantung pada karakter
fisik partikel. Untuk menghitung gaya akibat tekanan tanah aktif
dapat dihitung dengan formula (lihat Gambar 30):

1
Pa  . .H 2 Ka  2.c.H . Ka (32)
2

1  Sin 
Ka   Tan 2 (45  ) (33)
1  Sin 2

Keterangan:
Pa = gaya akibat tekanan tanah aktif (tf/m’)
Ka = koefisien tekanan tanah aktif

4
H = tinggi struktur (m)
C = Kohesi tanah (tf/m2)
 = berat volum tanah (tf/m3)
 = sudut geser dalam tanah

H
Pa

1/3. H
Pp

Gambar 30. Gaya akibat tekanan tanah aktif

2. Tekanan Tanah Pasif


Gaya yang bekerja pada tembok laut dalam menahan
gerakan tembok laut disebut gaya tanah pasif (Pp), yang besarnya
dapat dihitung dengan formula (lihat Gambar 30):
1
Pp  . .H 2 Kp  2.c.H . Kp (34)
2
1  sin  
Kp   Tan 2 (45  ) (35)
1  sin  2

3. Gaya Gempa
Gaya gempa bekerja pada bangunan pantai, terdiri dari gaya
gempa statik yang bekerja pada titik berat bangunan tembok laut,
gaya gempa hidrodinamik yang disebabkan bertambahnya tekanan
air akibat adanya gempa, dan gaya gempa yang disebabkan
bertambahnya tekanan tanah aktif akibat gempa.
a. Gaya statik pada tembok laut akibat Gempa
Besarnya gaya gempa ini dapat dihitung dengan rumus:

FG = kh . W (36)

kh = ad/g (37)

ad = z . ac . v (38)

5
Keterangan:
FG = gaya gempa
W = berat tembok laut (tf/m’)
kh = koefisien gempa horizontal
g = percepatan grafitasi bumi (981 gal)
ac = percepatan gempa dasar (gal)

Kala ulang 20 tahun ac = 85 gal


Kala ulang 100 tahun ac = 160 gal
Kala ulang 500 tahun ac = 225 gal
Kala ulang 1000 tahun ac = 275 gal
ad = percepatan gempa rencana (gal)
z = Koefisien zona (lihat Gambar 4.18)
v = faktor koreksi jenis tanah setempat:
Batuan v = 0,8
Diluvium v = 1,0
Alluvium v = 1,1
Alluvium lunak v = 1,2

b. Gaya hidrodinamik akibat gempa


Besarnya gaya hidrodinamik akibat gempa dapat dihitung
dengan rumus:

PG = kh.  w . D (39)

Keterangan:
PG = gaya hidro dinamik (tf/m2)
kh = koefisien gempa horizontal
d = kedalaman air didepan tempok laut (m)
w = Berat volum air laut (tf/m3)

c. Gaya tekanan tanah akibat gempa


Gaya tekan tanah pada saat terjadi gempa dapat dihitung
dengan formula (Direktorat Jendral Sumber Daya Air,2004):

PD = ½ . Ke.  . H2 (40)

6
Cos 2 (     )
Ke  2
(41)
 Sin(   ).Sin(     ) 
Cos .Cos 2 .Cos(     ) 1  
 Cos(     ).Cos(    ) 

0.00
6
0.56
5
1.00
4
1.56
3
2.11
2
2.78
1
Nilai Z
Zona

Gambar 31. Peta Wilayah Gempa di Indonesia


kh
  arc. tan (42)
(1  k v )

Keterangan:
PD = tekanan tanah total (dinamik + statik) (tf/m’)
Ke = koefisien tekanan tanah pada saat gempa
H = tinggi tanah (m)
 = berat satuan volum tanah (tf/m3)

7
 = kemiringan bidang tembok terhadap vertikal
 = kemiringan muka tanah
= sudut gesek dalam tanah
 = sudut geser tanah dan tembok

Beberapa ahli menyatakan, koefisien Ke dapat didekati


dengan nilai f, dimana nilai f berkisar antara 1,2 sd 1,3.

Gambar 32. Sket penentuan sudut  ,  , 

5.6. Sistem drainase tembok laut


Saluran drainasi perlu dibuat di sisi darat tembok laut agar supaya aliran
air dapat dikontrol, dan tidak mengalir menyusur tembok laut ke bawah dan
melalui fondasi lalu mengalir ke laut. Apabila aliran ini membawa butiran maka
akan menyebabkan rusaknya tembok laut. Saluran drainasi disesuaikan
dengan kebutuhan, dan pada umumnya saluran drainasi hanya untuk melayani
areal disekitar tembok laut sehingga tidak perlu besar (lihat Gambar 4.33).
Saluran drainase ini dibuang ke laut dengan konstruksi khusus sehingga tidak
merusak tembok laut.

Filter H
Sal. Drainasi

Pipa Drainasi

Gambar 33. Saluran drainase pada dinding tembok laut

Anda mungkin juga menyukai