MEKANIKA GELOMBANG
TEORI GELOMBANG AIRY
MATERI – A
Eko BD
Jurusan Teknik Kelautan
Fakultas Teknologi kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya - 2018
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
1. PENDAHULUAN
● Gelombang yang dipelajari:
o Gelombang Reguler: gelombang yang berpropagasi dengan bentuk tetap dan dapat didefinisikan dengan parameter
deterministik;
o Gelombang Reguler: belum dapat secara langsung merepresentasikan kondisi gelombang laut riil yang bersifat acak
o Gelombang yang terjadi pada perairan dengan dasar rata → bukan pada dasar perairan yang miring seperti gelombang
pantai (bentuk gelombang propagasi berubah)
o Gelombang yang sesuai untuk memodelkan beban pada bangunan laut terpancang (jacket, jack-up)
● Kajian mengenai gelombang laut (reguler) secara scientific, dengan memperhitungkan formulasi matematik
yang seksama, telah dimulai pada abad ke-17 (Craik, 2004):
o Sebelum 1800: Newton (1687), Laplace (1776), Lagrange (1781, 1786)
o Tahun 1800 – 1830: Gerstner (1802), Cauchy (1815, 1827), Poisson (1818), Webers (1825): Ernst Heinrich Weber &
Wilhelm Eduard Weber
o Tahun 1830 – 1850: : Russell (1837, 1844), Green (1838, 1839), Kelland (1840), Airy (1841, 1845), Earnshaw (1847), Stokes
(1847)
o Tahun 1850 – 1900: Korteweg & de Vries (1895)
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
z0 Kecepatan gelombang, c
x
H
z
lw
d
Dasar laut
● Definisi dan Asumsi Gelombang Reguler yang Berpropagasi (lihat Gambar 1):
o Gelombang dalam koordinat Cartesius (x,y,z)
o Gelombang diasumsikan 2-dimensi berada pada bidang x-z,
o Gelombang berpropagasi pada arah sumbu-x,
o Elevasi gelombang positip ke arah sumbu-z di atas datum,
o Sumbu-y tegak lurus bidang x-z,
o Gelombang berpropagasi di atas dasar laut yang diasumsikan datar, pada kedalaman tetap d dari permukaan air,
o Bentuk gelombang diasumsikan tetap, tidak ada arus, dan permukaan gelombang tidak terganggu ataupun terkontaminasi
o Fluida (air laut) diasumsikan incompressible, inviscid, irrotational
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Definisi dan Asumsi Gelombang Reguler yang Berpropagasi (lihat Gambar 1):
o H adalah tinggi gelombang, yi jarak vertikal dari lembah ke puncak gelombang,
o z0 adalah amplitudo gelombang, yi jarak vertikal dari lembah atau puncak gelombang ke datum, atau sama dengan ½H
o z adalah elevasi gelombang, yi jarak vertikal permukaan gelombang ke datum, positip bila di atas datum dan negatip bila di
bawah datum,
o lw adalah panjang gelombang, yi jarak antara dua puncak/lembah gelombang yang berturutan,
o T adalah periode gelombang, yi interval waktu antara dua puncak/lembah gelombang yang berturutan,
o c = lw /T adalah kecepatan gelombang atau wave celerity,
o w = 2p /T adalah frekuensi (sudut) gelombang,
o kw =2p /lw adalah angka gelombang atau jumlah gelombang per satuan panjang → jadi c = w/kw
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Definisi dan Asumsi Gelombang Reguler yang Berpropagasi (lihat Gambar 1):
o Suatu gelombang yang bergerak akan didefinisikan dalam besaran H, lw dan d, atau H, T dan d
o Tujuan dari pengembangan teori gelombang secara umum adalah untuk menentukan nilai c, dan selanjutnya T dan lw ,
serta selanjutnya menjelaskan gerakan partikel gelombang dalam medan aliran (gelombang)
o Pergerakan gelombang lazim pula dijelaskan dalam bentuk parameter non-dimensi.
o Tinggi gelombang sering diekspresikan dalam bentuk H/gT2 , ketajaman gelombang H/lw atau tinggi relatif H/d
o Kedalaman perairan sering diekspresikan dalam bentuk d/gT2 atau kwd , atau pun kedalaman relatif d/lw dsb
o Untuk gelombang yang lebih tajam di perairan dangkal, sering pula dipakai angka Ursell 𝑈 = 𝐻𝜆2𝑤 /𝑑 3
o Kombinasi parameter H/gT2 dan d/gT2 kemudian banyak dipakai dalam hal komparasi daerah validitas penerapan teori
gelombang, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.
▪ Gelombang Linier-Airy
▪ Gelombang Stokes: Orde-2, -3, -4 dan -5
▪ Gelombang Cnoidal
▪ Gelombang Stream Function
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
Gambar 2. Daerah validitas pemakaian sejumlah teori gelombang [Le Méhauté, 1976; USACE, 2008]
d: kedalaman laut; H: tinggi gelombang; T: periode gelombang; g: percepatan gravitasi
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
o Untuk menyederhanakan perumusan matematis gelombang, yang dalam kondisi riilnya adalah sangat kompleks, maka
telah ditetapkan asumsi-asumsi.
● Perumusan gelombang laut yang paling sederhana → bentuk osilasi sinusoidal → diperkenalkan oleh Airy
(1845).
o Teori ini didasarkan pada asumsi → tinggi gelombang adalah relatif kecil bila dibandingkan dengan panjangnya,
ataupun kedalaman perairan di mana gelombang berpropagasi.
o Seperti disampaikan oleh Chakrabarti (1987) asumsi ini memberikan keleluasaan syarat batas permukaan bebas
untuk dilinierisasi dengan mengabaikan besaran tinggi gelombang yang secara matematis mempunyai orde di atas
satu.
o Asumsi ini juga memberikan keleluasaan syarat permukaan bebas untuk dapat dipenuhi oleh permukaan air rata-rata,
sehingga tidak perlu memperhitungkan osilasinya.
o Di samping terkait dengan permukaan bebas masih ada sejumlah syarat batas, serta hukum dan persamaan lain yang
harus dipenuhi, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
𝐕 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡 = 𝑢 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡 𝐢 + 𝑣 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡 𝐣 + 𝑤 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡 𝐤 ...... (1)
dengan
V = vektor kecepatan total,
x = sumbu ke arah memanjang, dan posisi pada arah ini diukur dari titik awalnya (origin = O),
y = sumbu ke arah melintang, dan posisi pada arah ini diukur dari titik awalnya (origin = O),
z = sumbu ke arah vertikal, dan posisi pada arah ini diukur dari titik awalnya (origin = O), yang dalam hal
ini terletak di permukaan air,
t = waktu,
u = komponen kecepatan pada arah sumbu-x,
v = komponen kecepatan pada arah sumbu-y,
w = komponen kecepatan pada arah sumbu-z,
i = vektor kecepatan pada arah sumbu-x,
j = vektor kecepatan pada arah sumbu-y,
k = vektor kecepatan pada arah sumbu-z.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
𝜕𝜙
𝑤 𝑥, 𝑧 = −𝑑, 𝑡 = 𝑥, 𝑧 = −𝑑, 𝑡 = 0 ...... (5)
𝜕𝑧
● Syarat Batas II: Partikel air pada permukaan gelombang.
o Di sini dipersyaratkan bahwa partikel yang berada di permukaan harus terus menerus berada di permukaan.
o Disebut juga sebagai syarat batas kinematik, yang dapat diberikan dalam bentuk:
𝜕𝜁 𝜕𝜁
+𝑢 =𝑤 ...... (6)
𝜕𝑡 𝜕𝑥
dengan z sebagai elevasi permukaan gelombang → naik turunnya permukaan gelombang relatif
terhadap garis air rata-rata pada sembarang waktu atau sembarang posisi pada sumbu-x.
z → bukan merupakan amplitudo, karena amplitudo adalah elevasi maksimum di atas atau di bawah
garis air rata-rata.
Amplitudo adalah elevasi dari puncak atau lembah gelombang diukur dari garis datum, yang
selanjutnya akan diberi notasi z0.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
𝜁0 𝜆𝑤 𝑔𝑇 2
𝜋1 = ; 𝜋2 = dan 𝜋3 = ...... (9)
𝜆𝑤 𝑑 𝜆𝑤
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
𝜕𝜁 𝜁0 𝜁0 𝜁0 𝜁0
𝑢 =O =O ×O ...... (10)
𝜕𝑥 𝑇 𝜆𝑤 𝑇 𝜆𝑤
● Karena z0/lw semestinya adalah jauh lebih kecil dari 1 (satu), maka suku kedua di ruas kiri pers. (6) dapatlah
diabaikan → Sehingga syarat kinematik dapat disimplifikasi menjadi:
𝜕𝜁
=𝑤 ...... (11)
𝜕𝑡
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Besarnya f adalah dalam orde O(𝜁0 𝜆𝑤 Τ𝑇) karena 𝜕𝜙Τ𝜕𝑥 = 𝑂(𝜁0 Τ𝑇)
● Jadi suku pertama akan mempunyai orde O 𝜁0 𝜆𝑤 Τ𝑇 2
● Suku kedua akan mempunyai orde O 𝜁0 Τ𝑇 2 = O 𝜁0 𝜆𝑤 Τ𝑇 2 × O 𝜁0 Τ𝜆𝑤
● Memperhatikan ini maka dapat dikatakan bahwa suku kedua sangat kecil bila dibandingkan dengan suku
yang pertama, sehingga dapat diabaikan.
● Kemudian suku yang terakhir mempunyai orde 𝑔𝜁 = O 𝜁0 𝜆𝑤 Τ𝑇 2 karena telah dipertimbangkan bahwa
𝜋3 = 𝑔𝑇 2 Τ𝜆𝑤 = O(1)
● Dengan begitu suku pertama ternyata mempunyai orde yang sama dengan suku terakhir → oleh karena itu
syarat dinamis dapat disederhanakan menjadi:
𝜕𝜙
+ 𝑔𝜁 = 0 ...... (13)
𝜕𝑡
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Sesuai dengan aproksimasi yang telah dilakukan, maka suku 𝜕𝑤Τ𝜕𝑧 𝜁 dapat diabaikan → dapat
menggunakan syarat kinematik yang dilinierisasikan → dan dependensi terhadap z dapat dihilangkan.
● Jadi:
𝜕𝜁(𝑥, 𝑡)
= 𝑤 𝑥, 0, 𝑡 ...... (15)
𝜕𝑡
● Dengan argumentasi yang sama maka syarat dinamis dapat dilinierisasikan menjadi:
𝜕𝜙(𝑥, 0, 𝑡)
= 𝑔𝜁 𝑥, 𝑡 ...... (16)
𝜕𝑡
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
𝜕 2 𝜙(𝑥, 𝑧, 𝑡) 𝜕 2 𝜙(𝑥, 𝑧, 𝑡)
+ = 0 ; −𝑑 ≤ 𝑧 ≤ 𝜁 ...... (17)
𝜕𝑥 2 𝜕𝑧 2
b) Syarat batas pada dasar perairan:
𝜕𝜙
(𝑥, 𝑧 = −𝑑, 𝑡) = 0 ...... (18)
𝜕𝑧
c) Permukaan selalu terbentuk oleh partikel fluida yang sama:
𝜕𝜁
(𝑥, 𝑡) = 𝑤 𝑥, 0, 𝑡 ...... (19)
𝜕𝑡
d) Tekanan fluida di permukaan adalah sama dengan tekanan atmosfer:
𝜕𝜙
𝑥, 0, 𝑡 = −𝑔𝜁 𝑥, 𝑡 ...... (20)
𝜕𝑡
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
1 𝜕 𝜔
𝜁 𝑥, 𝑡 = 𝜙 𝑥, 𝑧 = 0, 𝑡 = − 𝐶1 cosh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑) cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 + 𝜀0 ) ...... (26)
𝑔 𝜕𝑡 𝑔
● tetapi pers. (19) juga menyaratkan bahwa:
𝜕𝜁 𝜔2
(𝑥, 𝑡) = 𝐶 cosh(𝑘𝑤 𝑑) sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 + 𝜀0 ) ...... (27)
𝜕𝑡 𝑔 1
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
𝜁0 𝑔 cosh 𝑘𝑤 𝑧 + 𝑑
𝜙 𝑥, 𝑧, 𝑡 = cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥) ...... (33)
𝜔 cosh(𝑘𝑤 𝑑)
● Persamaan untuk z, f dan hubungan dispersi adalah merupakan inti dari teori gelombang linier.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
3. HUBUNGAN DISPERSI
● Hubungan dispersi menyatakan bahwa gelombang dengan frekuensi tertentu harus mempunyai panjang
gelombang yang tertentu pula.
● Untuk gelombang yang berbentuk 𝜁 𝑥, 𝑡 = 𝜁0 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥) maka angka gelombang kw dan frekuensi w
nya harus terangkai dalam suatu hubungan dispersi 𝜔2 = 𝑔𝑘𝑤 tanh(𝑘𝑤 𝑑)
● Perhatikan bahwa untuk suatu harga kw maka akan ada dua frekuensi yang memungkinkan, yakni:
𝜔 = +(𝑔𝑘𝑤 tanh(𝑘𝑤 𝑑))1/2 dan 𝜔 = −(𝑔𝑘𝑤 tanh(𝑘𝑤 𝑑))1/2
● Masing-masing harga tersebut secara esensi adalah menunjukkan bahwa ada gelombang yang bergerak ke
arah sumbu-x positip dan ke arah sumbu-x negatip, atau ke kiri dan ke kanan.
.● Dalam hal besaran mempunyai harga yang kecil maka tanh dapat didekati dengan:
𝑒 𝑥 − 𝑒 −𝑥 1 + 𝑥 + O(𝑥 2 ) − 1 − 𝑥 + O(𝑥 2 )
tanh(𝑥) = 𝑥 −𝑥 = 2 2 = 𝑥 + O(𝑥 2 ) ...... (34)
𝑒 +𝑒 1 + 𝑥 + O(𝑥 ) + 1 − 𝑥 + O(𝑥 )
selanjutnya:
𝑒 𝑥 − 𝑒 −𝑥
tanh(𝑥) = 𝑥 1 ...... (35)
𝑒 + 𝑒 −𝑥 𝑥⟶∞
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Dengan memperhatikan bahwa d adalah kedalaman air dan kw =2p /lw adalah angka gelombang, serta lw
sebagai panjang gelombang, maka kw d = 2p d /lw d
● Jika kwd mempunyai nilai kecil, maka d<< lw , yaitu kedalaman air adalah jauh lebih kecil daripada panjang
gelombang → Karena karakteristik ini maka diklasifikasikan sebagai perairan dangkal.
● Sebaliknya bila kwd relatif besar maka diklasifikasikan sebagai perairan dalam.
● Sebenarnya tidak ada patokan yang pasti mengenai ukuran perairan dangkal dan dalam. Tetapi sebagai
perkiraan dapat dipakai ukuran:
.
o Bila d > lw/2 maka dapat dikatakan sebagai perairan dalam,
o Bila d < lw/20 maka dikatakan sebagai perairan dangkal.
o Di antara kedua rentang tersebut, di mana 1/20 < d/lw < 1/2 kemudian diklasifikasikan sebagai perairan
menengah.
➢ Catatan: Klasifikasi perairan dapat juga ditentukan berdasarkan parameter H/gT2 dan d/gT2 , serta Gambar 2.
➢ Catatan: Di beberapa bagian dari bab ini, untuk keperluan formulasi matematis, perairan menengah seringkali juga
disebut dengan perairan sembarang.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Dengan memperhatikan besaran-besaran terkait, maka kecepatan gelombang di perairan dangkal adalah:
𝜔 𝑘𝑤 𝑔𝑑
𝑐= = = 𝑔𝑑 ...... (40)
𝑘𝑤 𝑘𝑤
dan di perairan dalam adalah:
𝜔 𝜔 𝑔 𝑔𝑘𝑤 𝑔
𝑐= = 2 = = = ...... (41)
𝑘𝑤 𝜔 /𝑔 𝜔 𝑘𝑤 𝑘𝑤
● Dalam buku teks yang ditulis Bowden (1983) ditunjukkan grafik yang menggambarkan perbedaan antara
kecepatan gelombang di perairan dangkal dan perairan dalam untuk berbagai harga panjang gelombang.
● Kesimpulan penting dari grafik tersebut adalah bahwa kecepatan gelombang di perairan dalam akan
meningkat bersamaan dengan kenaikan periode dan panjang gelombang.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
4. MEDAN KECEPATAN
● Sebagaimana dijelaskan dalam sub-bab sebelumnya kecepatan air yang membentuk gelombang dalam
analisis 2-dimensi adalah V(x,z,t), yang terdiri dari dua komponen yaitu V=(u,w). Bila dituliskan dengan
memperhitungkan potensial kecepatan menjadi:
𝜕𝜙 𝜕𝜙
𝑢(𝑥, 𝑧, 𝑡) = 𝑥, 𝑧, 𝑡 ; 𝑤(𝑥, 𝑧, 𝑡) = 𝑥, 𝑧, 𝑡 ...... (42)
𝜕𝑥 𝜕𝑧
● Potensial kecepatan f yang diperhitungkan mempunyai bentuk umum, untuk perairan dangkal, seperti ditu-
liskan dalam pers. (33).
● Dalam hal perairan dalam, dimana harga kwd adalah besar maka faktor cosh dapat dituliskan sebagai:
...... (45)
● Jadi, untuk kedalaman z tertentu, u dan w akan merepresentasikan gelombang yang bergerak dengan
amplitudo yang sama, namun mempunyai beda fase e sebesar p/2.
● Amplitudo akan mengecil dari harga 𝜔𝜁0 di permukan menjadi 𝜔𝜁0 × 𝑒 𝑘𝑤 𝑧 pada kedalaman z
● Pengecilan tersebut akan semakin cepat setelah harga z = -lw/2, sbb:
2𝜋 𝜆𝑤
−
𝑒 𝑘𝑤 𝑧 = 𝑒 𝜆𝑤 2 = 𝑒 −𝜋 = 0.043 ...... (46)
● Artinya, pada kedalaman setengah panjang gelombang, amplitudo dari kecepatan hanya sekitar 4% dari
harganya di permukaan.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Untuk perairan dengan sembarang kedalaman (menengah), bila digunakan simplifikasi hubungan dispersi
maka akan diperoleh komponen kecepatan berikut:
cosh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑)
𝑢 𝑥, 𝑧, 𝑡 = 𝜁0 𝜔 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
sinh(𝑘𝑤 𝑑)
sinh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑) ...... (47)
𝑤 𝑥, 𝑧, 𝑡 = 𝜁0 𝜔 cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
sinh(𝑘𝑤 𝑑)
● Dari pers. (47) tersebut selanjutnya dapat diturunkan persamaan komponen kecepatan di perairan dangkal,
sebagai berikut:
𝜁0 𝜔
𝑢 𝑥, 𝑧, 𝑡 = sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
𝑘𝑤 𝑑
...... (48)
𝜁0 𝜔
𝑤 𝑥, 𝑧, 𝑡 = cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
𝑘𝑤 𝑑
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
4. MEDAN KECEPATAN ..... lanjut
d = 2.0m d = 10m d = 100m
1.00 1.00 1.00
0.90 0.90 0.90
0.80 0.80 0.80
u u u=w
0.70 0.70 0.70
w w
0.60 0.60 0.60
x d (m)
x d (m)
x d (m)
0.50 0.50 0.50
0.40 0.40 0.40
0.30 0.30 0.30
0.20 0.20 0.20
0.10 0.10 0.10
0.00 0.00 0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Komponen Kec (m/det) Komponen Kec (m/det) Komponen Kec (m/det)
● Dalam Gambar 4 ditunjukkan perubahan harga komponen kecepatan gelombang di perairan dangkal (d =
2.0m), menengah (d = 10m) dan dalam (d = 100m).
● Pada semua kategori kedalaman, panjang gelombang diambil sama, yakni lw = 100m, dan
● Perbandingan amplitudo gelombang terhadap kedalaman adalah tetap, yakni z 0/d = 1/10 → sehingga
amplitudo gelombang pada masing-masing kedalaman adalah 0.2m, 1.0m dan 10m.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
4. MEDAN KECEPATAN ..... lanjut
5. MEDAN PERCEPATAN
● Dengan melakukan operasi penurunan parsial persamaan kecepatan (47) terhadap waktu → akan diperoleh
persamaan percepatan partikel gelombang di perairan menengah, sebagai berikut:
𝜕𝑢 cosh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑)
𝑢ሶ = 𝑥, 𝑧, 𝑡 = 𝜁0 𝜔2 cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
𝜕𝑡 cosh(𝑘𝑤 𝑑)
...... (49)
𝜕𝑤 2
sinh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑)
𝑤ሶ = 𝑥, 𝑧, 𝑡 = −𝜁0 𝜔 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
𝜕𝑡 sinh(𝑘𝑤 𝑑)
● Persamaan percepatan partikel gelombang di perairan dangkal dan dalam dapat diperoleh secara analogi
dengan menurunkan pers. (45) dan (48) terhadap waktu.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
REFERENSI
Airy, G.B. (1841), “On Tides and Waves”, Encyclopedia Metropilitania, Vol. 5, Article 192, pp. 241 – 396, London
Airy, G.B. (1845), “On the Laws of Tides on the Coast of Ireland, as Inferred from an Extensive Series of Observations made in Connexion with
the Ordnance Survey of Ireland [1844]”, Philos. Trans. Royal Soc. London, pp. 1 - 124
Bowden, K.F. (1983), Physical Oceanography of Coastal Waters, Ellis Horwood Ltd., New York
Chakrabarti, S.K. (1987), Hydrodynamics of Offshore Structures, Computational Mechanics Publications Southampton Boston, Springer-Verlag,
Berlin
Cauchy, A-L. (1827), “Mémoire Sur la Théorie de la Propagatiom des Ondes à la Surface d’un Fluide Pesant d’une Profondeur Indéfinie”, Mém.
Présentés Divers Savans Acad. R. Sci. Inst. France (Prix Acad Sci., concours de 1815 et de 1816) I:3 – 312
Alex D.D. Craik, A.D.D. (2004), “The Origins of Water Wave Theory”, Annu. Rev. Fluid Mech. 36: 1 – 28
Earnshaw, S. (1847), “The Mathematical Theory of the Two Great Solitary Waves of the First Order”, Trans. Camb. Philos. Soc. 8:326–41
Gerstner, F.J. von. (1802). “Theorie der Wellen”, Abhand. Kön. Böhmischen Gesel. Wiss., Prague
Green, G. (1838), “On the Motion of Waves in a Variable Canal of Small Depth and Width”, Trans. Camb. Philos. Soc. 6: 457 – 62
Green, G. (1839), “Note on the Motion of Waves in Canals”, Trans. Camb. Philos. Soc. 7: 87 – 96
Kelland P. (1840a), “On the Theory of Waves, Part I”, Trans. Royal Soc. Edinburgh 14: 497 - 545
Kelland P. (1840b), “On the Theory of Waves, Part II”, Rep. Br. Assoc. Adv. Sci., pp. 50 – 52
Korteweg, D.J. And de Vries, G. (1895), “On the Change of Form of Long Waves Advancing in a Rectangular Canal, and on a New type of Long
Stationary Waves”, Philos. Mag. 39 (5): 422 – 443
Krogstad, H.E. and Arntsen, Ø.A (2000), Linear Wave Theory Part A, NTNU, Trondheim, Norway
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
Lagrange, J-L. (1781), “Mémoire Sur la Théorie du Mouvement des Fluides”, Nouv. Mém. Acad. Berlin, p. 196
Lagrange, J-L. (1786), “Sur la Manière de Rectifier Deux Entroits des principes de Newton Relatifs à la Propagation du Son et au
Mouvements des Ondes”, Nouv. Mém. Acad. Berlin, 1889
Laplace, P-S Marquis de. (1776), “Suite des Récherches Sur Plusieurs Points du Système du Monde (XXV–XXVII). Mém. Présentés
Divers Savans Acad. R. Sci. Inst. France, pp. 525–52. (Sur les Ondes, pp. 542–52)
Lé Méhauté, B. (1976), An Introduction to Hydrodynamics and Water Waves, Springer Verlag, Berlin
McCormick, M.E. (1973), Ocean Engineering Wave Mechanics, Wiley-Interscience, New York
Newton, I. (1687), Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, London: Jussu Societatis Regiae ac Typis J. Streater Engl. Trans. N.
Motte
Poisson, S.D. (1818), “Mémoire Sur la Théorie des Ondes”, Mém. Acad. R. Sci. Inst. France, 1816, 2nd Ser. I:70–186
Russell, J.S. and Robison Sir John, (1837), “Report on Waves”, Rep. Br. Assoc. Adv. Sci., pp. 417 – 96
Russell, J.S. (1844), “Report on Waves”, Rep. Br. Assoc. Adv. Sci., pp. 311 – 90
Sarpkaya, T. and Isaacson, M. (1981), Mechanics of Wave Forces on Offshore Structures, van Nostrand Reinhold Coy, New York
Stokes, G.G. (1847), “On the Theory of Oscillatory Waves”, Transactions of Cambridge Philosophical Society, Vol. 8, pp. 441 – 455
Valentine, H.R. (1969), Applied Hydrodynamics, Butterworth, London
Weber, E.H. and Weber, W.E. (1825), Wellenlehre auf Experimente Gegründet, Leipzig: Gerhardt Fleischer
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Dalam matematika seringkali penting untuk memperoleh patokan sebagai perkiraan untuk menentukan
tingkat kesalahan. Sebagai contoh adalah seperti berikut:
𝑒 𝑥 = 1 + 𝑥 + 𝑥 2 /2 + O 𝑥 3 untuk 𝑥 → 0
adalah untuk menyatakan fakta bahwa kesalahan tersebut lebih kecil dalam nilai absolut dari konstanta
tertentu dikalikan dengan x3, bila x adalah mendekati harga 0.
● Sebagai definisi formal, di sini dianggap bahwa f(x) dan g(x) adalah dua fungsi yang didefinisikan dalam
bentuk beberapa bagian himpunan (subset) bilangan riil. Kemudian dituliskan:
𝑓(𝑥) = O(𝑔 𝑥 )
(atau lebih tepatnya 𝑓 𝑥 = O 𝑔 𝑥 untuk 𝑥 → ∞ ) bila dan hanya bila ada konstanta N dan C yang
sedemikian rupa, sehingga:
𝑓(𝑥) ≤ C 𝑔 𝑥 untuk semua 𝑥 > 𝑁
Secara intuitif, hal ini berarti bahwa f tidak akan bertambah lebih cepat daripada g .
● Bila a adalah sembarang bilangan riil, dan dituliskan bahwa:
𝑓 𝑥 =O 𝑔 𝑥 untuk 𝑥 → 𝑎
hanya dan bila hanya ada konstanta a > 0 and C sedemikian rupa:
𝑓(𝑥) ≤ C 𝑔 𝑥 untuk semua 𝑥 dengan 𝑥 − 𝑎 < 𝑑
NOTASI “O” BESAR ..... lanjut JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Definisi yang pertama adalah satu-satunya yang dipakai dalam ilmu komputer (di mana umumnya hanya fungsi
positip dengan sebuah bilangan natural n adalah merupakan argumen yang dipertimbangkan; harga-harga
absolut kemudian dapat diabaikan). Namun kedua definisi dapat diterapkan dalam persoalan matematika.
● Berikut ini adalah daftar klasifikasi fungsi-fungsi yang biasanya dijumpai dalam melakukan analisis algoritma.
Fungsi dengan pertumbuhan lebih lambat diletakkan pada bagian awal daftar, dan c adalah konstanta
sembarang.
Notation Keterangan
O(1) Konstanta
O(log(n)) Logaritmik
O((log(n))c) Polilogaritmik
O(n) Linear
O(n2) Kuadratik
O(nc) Polinomial
O(cn) Eksponensial
● Perlu dicatat, bahwa O(nc) dan O(cn) adalah sangat berbeda. Besaran yang kedua akan membesar dengan
sangat lebih cepat daripada besaran yang pertama, tidak peduli seberapapun besarnya nilai konstanta c.
● Suatu fungsi yang membesar lebih cepat daripada sembarang pangkat n adalah disebut sebagai
superpolinomial. Sedangkan fungsi yang membesar lebih lambat daripada fungsi eksponensial, seperti cn
adalah disebut sebagai subeksponensial.
NOTASI “O” BESAR ..... lanjut JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Sebuah algoritma dapat memerlukan perkalian, baik dengan superpolinomial ataupun subeksponensial; contoh
dari hal ini termasuk algoritma dengan pembesaran tercepat yang dikenal sebagai faktorisasi integer.
● Selanjutnya agar diperhatikan, bahwa O(log(n)) pada dasarnya adalah sama dengan O((log(n))c). Kedua
logaritma tersebut berbeda hanya pada faktor konstantanya, dan notasi O besar akan mengabaikan hal tersebut.
Demikian juga, logaritma dengan dasar nilai konstanta adalah ekuivalen.
● Daftar di atas akan bermanfaat karena fakta berikut: bila suatu fungsi f(n) adalah merupakan penjumlahan
sejumlah fungsi, di mana yang satu akan membesar lebih cepat daripada yang lain-lain, maka fungsi yang
pembesarannya lebih cepat akan menentukan orde dari f(n). Contoh:
Bila 𝑓 𝑛 = 10 log 𝑛 + 5 log(𝑛) 3 + 7𝑛 + 3𝑛2 + 6𝑛3 , maka 𝑓 𝑛 = O(𝑛3 )
● Suatu pengecualian di sini adalah: bilangan penambah harus konstan dan bisa saja tidak tergantung pada n.
Notasi ini dapat juga digunakan dengan variabel jamak dan dengan ekspresi lain pada sisi kanan tanda sama
dengan. Notasinya adalah:
𝑓 𝑛, 𝑚 = 𝑛2 + 𝑚3 + O(𝑛 + 𝑚)
mewakili pernyataan:
∃ 𝐶 ∃ 𝑁 ∀ 𝑛, 𝑚 > 𝑁: 𝑓 𝑛, 𝑚 ≤ 𝑛2 + 𝑚3 + 𝐶(𝑛 + 𝑚)
NOTASI “O” BESAR ..... lanjut JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
● Jelas di sini bahwa simbol ‘O’ besar telah menyalahi simbol kesamaan, karena simbol ‘O’ besar melanggar
aksioma kesamaan: “hal-hal yang sama dengan sesuatu yang sama adalah sama antara satu dengan yang
lainnya”.
● Agar lebih benar secara formal, beberapa orang (kebanyakan para ahli matematika, bila dibandingkan dengan
ilmuwan komputer) akan cenderung untuk mendefinisikan O(g(x)) sebagai suatu fungsi himpunan bernilai, yang
nilainya adalah kesemua fungsi yang tidak membesar lebih cepat daripada g(x), dan memakai notasi anggota
himpunan untuk mengindikasikan bahwa suatu fungsi yang spesifik adalah merupakan anggota dari himpunan
yang telah didefinisikan. Kedua bentuk tersebut umum digunakan, namun yang bentuk yang kurang akurat lebih
banyak dijumpai.
● Permasalahan lain yang terkait dengan ketidak akuratan adalah karena parameter yang perilaku asimptotiknya
sedang dikaji adalah tidak jelas. Suatu pernyataan seperti 𝑓(𝑥, 𝑦) = O(𝑔 𝑥, 𝑦 ) memerlukan beberapa
penjelasan tambahan, agar dapat lebih jelas lagi apa maksudnya. Namun tetap saja, permasalahan seperti ini
jarang dijumpai dalam kenyataan praktis.
● KEMBALI