Anda di halaman 1dari 40

JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

MEKANIKA GELOMBANG
TEORI GELOMBANG AIRY
MATERI – A
Eko BD
Jurusan Teknik Kelautan
Fakultas Teknologi kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya - 2018
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

1. PENDAHULUAN
● Gelombang yang dipelajari:
o Gelombang Reguler: gelombang yang berpropagasi dengan bentuk tetap dan dapat didefinisikan dengan parameter
deterministik;
o Gelombang Reguler: belum dapat secara langsung merepresentasikan kondisi gelombang laut riil yang bersifat acak
o Gelombang yang terjadi pada perairan dengan dasar rata → bukan pada dasar perairan yang miring seperti gelombang
pantai (bentuk gelombang propagasi berubah)
o Gelombang yang sesuai untuk memodelkan beban pada bangunan laut terpancang (jacket, jack-up)

● Kajian mengenai gelombang laut (reguler) secara scientific, dengan memperhitungkan formulasi matematik
yang seksama, telah dimulai pada abad ke-17 (Craik, 2004):
o Sebelum 1800: Newton (1687), Laplace (1776), Lagrange (1781, 1786)
o Tahun 1800 – 1830: Gerstner (1802), Cauchy (1815, 1827), Poisson (1818), Webers (1825): Ernst Heinrich Weber &
Wilhelm Eduard Weber
o Tahun 1830 – 1850: : Russell (1837, 1844), Green (1838, 1839), Kelland (1840), Airy (1841, 1845), Earnshaw (1847), Stokes
(1847)
o Tahun 1850 – 1900: Korteweg & de Vries (1895)
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

1. PENDAHULUAN ..... lanjut

Teori Gelombang Penting:


● Teori Gelombang Airy (1841, 1845) → Gelombang Linier Sinusoidal sederhana → menjadi dasar analisis
gelombang acak
● Teori Gelombang Stokes (1847) → Gelombang Non-Linier orde-2 s/d orde-5, yang merupakan superposisi
dua s/d lima gelombang sinusoidal
● Teori Gelombang Korteweg & de Vries (1895) → Gelombang Non-Linier Cnoidal
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

1. PENDAHULUAN ..... lanjut


z

z0 Kecepatan gelombang, c
x

H
z
lw

Periode gelombang, T = lw/c

d
Dasar laut

Gambar 1. Definisi gelombang yang berpropagasi

● Definisi dan Asumsi Gelombang Reguler yang Berpropagasi (lihat Gambar 1):
o Gelombang dalam koordinat Cartesius (x,y,z)
o Gelombang diasumsikan 2-dimensi berada pada bidang x-z,
o Gelombang berpropagasi pada arah sumbu-x,
o Elevasi gelombang positip ke arah sumbu-z di atas datum,
o Sumbu-y tegak lurus bidang x-z,
o Gelombang berpropagasi di atas dasar laut yang diasumsikan datar, pada kedalaman tetap d dari permukaan air,
o Bentuk gelombang diasumsikan tetap, tidak ada arus, dan permukaan gelombang tidak terganggu ataupun terkontaminasi
o Fluida (air laut) diasumsikan incompressible, inviscid, irrotational
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

1. PENDAHULUAN ..... lanjut

Gambar 1. Definisi gelombang yang berpropagasi

● Definisi dan Asumsi Gelombang Reguler yang Berpropagasi (lihat Gambar 1):
o H adalah tinggi gelombang, yi jarak vertikal dari lembah ke puncak gelombang,
o z0 adalah amplitudo gelombang, yi jarak vertikal dari lembah atau puncak gelombang ke datum, atau sama dengan ½H
o z adalah elevasi gelombang, yi jarak vertikal permukaan gelombang ke datum, positip bila di atas datum dan negatip bila di
bawah datum,
o lw adalah panjang gelombang, yi jarak antara dua puncak/lembah gelombang yang berturutan,
o T adalah periode gelombang, yi interval waktu antara dua puncak/lembah gelombang yang berturutan,
o c = lw /T adalah kecepatan gelombang atau wave celerity,
o w = 2p /T adalah frekuensi (sudut) gelombang,
o kw =2p /lw adalah angka gelombang atau jumlah gelombang per satuan panjang → jadi c = w/kw
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

1. PENDAHULUAN ..... lanjut

● Definisi dan Asumsi Gelombang Reguler yang Berpropagasi (lihat Gambar 1):
o Suatu gelombang yang bergerak akan didefinisikan dalam besaran H, lw dan d, atau H, T dan d
o Tujuan dari pengembangan teori gelombang secara umum adalah untuk menentukan nilai c, dan selanjutnya T dan lw ,
serta selanjutnya menjelaskan gerakan partikel gelombang dalam medan aliran (gelombang)
o Pergerakan gelombang lazim pula dijelaskan dalam bentuk parameter non-dimensi.
o Tinggi gelombang sering diekspresikan dalam bentuk H/gT2 , ketajaman gelombang H/lw atau tinggi relatif H/d
o Kedalaman perairan sering diekspresikan dalam bentuk d/gT2 atau kwd , atau pun kedalaman relatif d/lw dsb
o Untuk gelombang yang lebih tajam di perairan dangkal, sering pula dipakai angka Ursell 𝑈 = 𝐻𝜆2𝑤 /𝑑 3
o Kombinasi parameter H/gT2 dan d/gT2 kemudian banyak dipakai dalam hal komparasi daerah validitas penerapan teori
gelombang, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.

▪ Gelombang Linier-Airy
▪ Gelombang Stokes: Orde-2, -3, -4 dan -5
▪ Gelombang Cnoidal
▪ Gelombang Stream Function
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

Gambar 2. Daerah validitas pemakaian sejumlah teori gelombang [Le Méhauté, 1976; USACE, 2008]
d: kedalaman laut; H: tinggi gelombang; T: periode gelombang; g: percepatan gravitasi
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG REGULER DARI AIRY


● Gelombang
o Fenomena fluida dinamis
o Dipandang sebagai aliran fluida cair yang mempunyai pola khas
o Dapat diformulasikan secara matematis dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah dan hukum-hukum fluida tertentu

o Untuk menyederhanakan perumusan matematis gelombang, yang dalam kondisi riilnya adalah sangat kompleks, maka
telah ditetapkan asumsi-asumsi.

● Perumusan gelombang laut yang paling sederhana → bentuk osilasi sinusoidal → diperkenalkan oleh Airy
(1845).
o Teori ini didasarkan pada asumsi → tinggi gelombang adalah relatif kecil bila dibandingkan dengan panjangnya,
ataupun kedalaman perairan di mana gelombang berpropagasi.
o Seperti disampaikan oleh Chakrabarti (1987) asumsi ini memberikan keleluasaan syarat batas permukaan bebas
untuk dilinierisasi dengan mengabaikan besaran tinggi gelombang yang secara matematis mempunyai orde di atas
satu.
o Asumsi ini juga memberikan keleluasaan syarat permukaan bebas untuk dapat dipenuhi oleh permukaan air rata-rata,
sehingga tidak perlu memperhitungkan osilasinya.
o Di samping terkait dengan permukaan bebas masih ada sejumlah syarat batas, serta hukum dan persamaan lain yang
harus dipenuhi, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Gelombang → Gerakan air → ditentukan oleh hukum-hukum mekanika fluida, yang salah satunya adalah
hukum kekekalan massa dari medianya.
o Hal yang paling mudah dipahami adalah kekekalan massa, di mana massa tidak dapat diciptakan maupun dihilangkan.
o Bila digambarkan suatu kanal dengan dinding-dinding paralel dan dasar horisontal, dengan gelombang bergerak
sepanjang kanal namun tanpa variasi gerakan pada arah melintangnya, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.
o Permasalahan yang kemudian perlu diselesaikan adalah bagaimana mengekspresikan besaran-besaran gelombang,
seperti panjang dan periodenya, dalam properti yang telah diketahui, misalnya kedalaman air, gravitasi dan seba-
gainya.

Gambar 3. Gelombang bergerak sepanjang kanal


tanpa variasi aliran pada arah melintangnya
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Propagasi gelombang → sebagaimana aliran fluida umumnya, dapat diidentifikasikan oleh kecepatan
partikelnya pada sembarang titik (x,y,z) di suatu saat tertentu t, dalam bentuk persamaan:

𝐕 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡 = 𝑢 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡 𝐢 + 𝑣 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡 𝐣 + 𝑤 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡 𝐤 ...... (1)
dengan
V = vektor kecepatan total,
x = sumbu ke arah memanjang, dan posisi pada arah ini diukur dari titik awalnya (origin = O),
y = sumbu ke arah melintang, dan posisi pada arah ini diukur dari titik awalnya (origin = O),
z = sumbu ke arah vertikal, dan posisi pada arah ini diukur dari titik awalnya (origin = O), yang dalam hal
ini terletak di permukaan air,
t = waktu,
u = komponen kecepatan pada arah sumbu-x,
v = komponen kecepatan pada arah sumbu-y,
w = komponen kecepatan pada arah sumbu-z,
i = vektor kecepatan pada arah sumbu-x,
j = vektor kecepatan pada arah sumbu-y,
k = vektor kecepatan pada arah sumbu-z.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG REGULER ..... lanjut


● Air adalah fluida incompressible → maka kecepatan pada sembarang titik di medan alirannya V=(u,v,w)
harus memenuhi persamaan kontinyuitas, yang dapat dituliskan dalam bentuk:
𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤
+ + =0 ...... (2)
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
● Bila selanjutnya diasumsikan partikel fluida irrotational → maka komponen kecepatan dapat dituliskan
dalam bentuk fungsi potensial kecepatan f, sebagai berikut:
𝜕𝜙 𝜕𝜙 𝜕𝜙
𝑢= ; 𝑣= ; 𝑤= ...... (3)
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
● Substitusi pers. (3) ke pers (2) menunjukkan bahwa fluida yang incompressible dan irrotational akan
memenuhi persamaan Laplace, yakni:
𝜕2𝜙 𝜕2𝜙 𝜕2𝜙
2
+ 2 + 2 = 𝛻2𝜙 = 0 ...... (4)
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
● Dalam permasalahan gelombang yang dibahas, diasumsikan bahwa → tidak ada variasi aliran pada arah
melintang atau sumbu-y, atau merupakan aliran 2-dimensi, maka komponen kecepatan v adalah sama
dengan nol.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Persamaan gelombang → diturunkan dengan memenuhi 3 (tiga) syarat batas.
● Syarat Batas I: dasar dari kanal/laut adalah sangat padat sehingga tidak dapat tertembus oleh air.
o Oleh karena itu kecepatan vertikal air di dasar kanal berkedalaman d pada sembarang waktu harus sama dengan nol.
o Hal ini secara matematis dituliskan sebagai:

𝜕𝜙
𝑤 𝑥, 𝑧 = −𝑑, 𝑡 = 𝑥, 𝑧 = −𝑑, 𝑡 = 0 ...... (5)
𝜕𝑧
● Syarat Batas II: Partikel air pada permukaan gelombang.
o Di sini dipersyaratkan bahwa partikel yang berada di permukaan harus terus menerus berada di permukaan.
o Disebut juga sebagai syarat batas kinematik, yang dapat diberikan dalam bentuk:

𝜕𝜁 𝜕𝜁
+𝑢 =𝑤 ...... (6)
𝜕𝑡 𝜕𝑥

dengan z sebagai elevasi permukaan gelombang → naik turunnya permukaan gelombang relatif
terhadap garis air rata-rata pada sembarang waktu atau sembarang posisi pada sumbu-x.
z → bukan merupakan amplitudo, karena amplitudo adalah elevasi maksimum di atas atau di bawah
garis air rata-rata.
Amplitudo adalah elevasi dari puncak atau lembah gelombang diukur dari garis datum, yang
selanjutnya akan diberi notasi z0.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Syarat Batas III: Tekanan di permukaan harus sama dengan tekanan atmosfer, yang diasumsikan konstan.
o Persyaratan ini dapat diturunkan dari persamaan Bernoulli.
o Perlu ditekankan lagi → persamaan Bernoulli → persamaan yang mengkorelasikan antara kecepatan dan tekanan
aliran.
o Jadi bila suatu aliran telah diketahui karakteristik kecepatannya maka tekanannya akan dapat diperoleh, dan bila
tekanan diintegralkan akan didapat gaya yang ditimbulkan oleh fluida.
o Jadi ini adalah merupakan prinsip dasar dari hidrodinamika, yakni mencari besarnya beban atau gaya fluida dari
integrasi tekanan yang pada awalnya diperoleh dengan mengidentifikasikan pola dan kecepatan aliran.
𝑝 𝜕𝜙 1 2
+ + 𝑢 + 𝑤 2 + 𝑔𝑧 = 𝐶(𝑡) ...... (7)
𝜌 𝜕𝑡 2
dengan
p = tekanan,
 = massa jenis fluida (air laut),
g = percepatan gravitasi,
C(t) = konstanta, yang bilamana harganya diberikan sama dengan rasio antara tekanan atmosfer
dan massa jenis, patm/, maka pers. (7) akan menjadi:
𝑝 𝜕𝜙 1 2
+ + 𝑢 + 𝑤 2 + 𝑔𝜁 = 0 ...... (8) → Gaya yang ditimbulkan oleh permukaan gelombang
𝜌 𝜕𝑡 2 → Syarat Batas Dinamis
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Persamaan-persamaan syarat batas untuk memformulasikan suatu gelombang seperti yang telah
disampaikan di atas, dalam pers. (4), (5), (6) dan (8) → terlalu rumit untuk diselesaikan secara umum
sepenuhnya.
● Oleh karena itu akan dilakukan linierisasinya → dengan teknik analisis dimensi dan skala (Krogstad &
Arntsen, 2000).
● Asumsikan bahwa skala panjang untuk variasi ke arah sumbu-x adalah lw , di mana untuk gelombang laut
besarnya dapat direpresentasikan dengan 100m, yang kemudian dituliskan O(100m) → lihat Notasi “O”
Besar.
● Asumsikan lebih lanjut bahwa skala waktu adalah T, yang dapat saja merepresentasikan harga periode
gelombang, dengan harga tipikal sebesar 8.0det.
● Amplitudo gelombang mempunyai harga z0, sehingga dapat dituliskan z = O(z0).
● Sedangkan dua parameter fisik yang telah diketahui adalah d, yakni kedalaman air, dan g, yakni percepatan
gravitasi.
● Dari kelima besaran tersebut, lw, T, z0, d, dan g, kemudian dapat dibentuk tiga kombinasi besaran non-
dimensi, yaitu:

𝜁0 𝜆𝑤 𝑔𝑇 2
𝜋1 = ; 𝜋2 = dan 𝜋3 = ...... (9)
𝜆𝑤 𝑑 𝜆𝑤
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


𝜁0 𝜆𝑤 𝑔𝑇 2
𝜋1 = ; 𝜋2 = dan 𝜋3 = ...... (9)
𝜆𝑤 𝑑 𝜆𝑤
● Gelombang gravitasi dikatakan mempunyai amplitudo kecil adalah bilamana p1 << 1, yaitu bila z0 << lw dan
gravitasi dianggap esensial bila p3 = O(1).
● Skala kecepatan air akan bersesuaian dengan gerakan vertikal dari permukaan, jadi skala untuk ǀwǀ adalah
z0/T.
● Jika kembali dipertimbangkan syarat kinematik, seperti dalam pers. (6), maka suku pertama di ruas kiri akan
mempunyai orde O(z0/T), yakni sama dengan orde di ruas kanan.
● Sedangkan suku kedua di ruas kiri akan mempunyai orde:

𝜕𝜁 𝜁0 𝜁0 𝜁0 𝜁0
𝑢 =O =O ×O ...... (10)
𝜕𝑥 𝑇 𝜆𝑤 𝑇 𝜆𝑤

● Karena z0/lw semestinya adalah jauh lebih kecil dari 1 (satu), maka suku kedua di ruas kiri pers. (6) dapatlah
diabaikan → Sehingga syarat kinematik dapat disimplifikasi menjadi:
𝜕𝜁
=𝑤 ...... (11)
𝜕𝑡
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Bilamana kemudian syarat dinamis dievaluasi dengan menghilangkan faktor tekanan p, maka akan
diperoleh:
𝜕𝜙 1 2
+ 𝑢 + 𝑤 2 + 𝑔𝜁 = 0 ...... (12)
𝜕𝑡 2

● Besarnya f adalah dalam orde O(𝜁0 𝜆𝑤 Τ𝑇) karena 𝜕𝜙Τ𝜕𝑥 = 𝑂(𝜁0 Τ𝑇)
● Jadi suku pertama akan mempunyai orde O 𝜁0 𝜆𝑤 Τ𝑇 2
● Suku kedua akan mempunyai orde O 𝜁0 Τ𝑇 2 = O 𝜁0 𝜆𝑤 Τ𝑇 2 × O 𝜁0 Τ𝜆𝑤
● Memperhatikan ini maka dapat dikatakan bahwa suku kedua sangat kecil bila dibandingkan dengan suku
yang pertama, sehingga dapat diabaikan.
● Kemudian suku yang terakhir mempunyai orde 𝑔𝜁 = O 𝜁0 𝜆𝑤 Τ𝑇 2 karena telah dipertimbangkan bahwa
𝜋3 = 𝑔𝑇 2 Τ𝜆𝑤 = O(1)
● Dengan begitu suku pertama ternyata mempunyai orde yang sama dengan suku terakhir → oleh karena itu
syarat dinamis dapat disederhanakan menjadi:
𝜕𝜙
+ 𝑔𝜁 = 0 ...... (13)
𝜕𝑡
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Meskipun simplifikasi telah dilakukan → namun penyelesaian persamaan ini masih sangat sulit karena
kecepatan dan potensialnya harus diperhitungkan pada permukaan → yang kenyataannya belum juga
diketahui.
● Namun demikian dapat didekati bahwa:
𝜕𝑤
𝑤 𝑥, 𝜁, 𝑡 = 𝑤 𝑥, 0, 𝑡 + 𝑥, 𝑧 = 0, 𝑡 ∙ 𝜁 + 𝑂 𝜁 2 ...... (14)
𝜕𝑧
𝜕𝑤 𝜁0 Τ𝑇 𝜁0 𝜁0
karena 𝑥, 𝑧 = 0, 𝑡 = O 𝜁 =O
𝜕𝑧 𝜆𝑤 0 𝑇 𝜆𝑤

● Sesuai dengan aproksimasi yang telah dilakukan, maka suku 𝜕𝑤Τ𝜕𝑧 𝜁 dapat diabaikan → dapat
menggunakan syarat kinematik yang dilinierisasikan → dan dependensi terhadap z dapat dihilangkan.
● Jadi:
𝜕𝜁(𝑥, 𝑡)
= 𝑤 𝑥, 0, 𝑡 ...... (15)
𝜕𝑡
● Dengan argumentasi yang sama maka syarat dinamis dapat dilinierisasikan menjadi:

𝜕𝜙(𝑥, 0, 𝑡)
= 𝑔𝜁 𝑥, 𝑡 ...... (16)
𝜕𝑡
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Akhirnya linierisasi persamaan syarat batas dapat dirangkum sebagai berikut:
a) Persamaan Laplace yang harus dipenuhi:

𝜕 2 𝜙(𝑥, 𝑧, 𝑡) 𝜕 2 𝜙(𝑥, 𝑧, 𝑡)
+ = 0 ; −𝑑 ≤ 𝑧 ≤ 𝜁 ...... (17)
𝜕𝑥 2 𝜕𝑧 2
b) Syarat batas pada dasar perairan:
𝜕𝜙
(𝑥, 𝑧 = −𝑑, 𝑡) = 0 ...... (18)
𝜕𝑧
c) Permukaan selalu terbentuk oleh partikel fluida yang sama:

𝜕𝜁
(𝑥, 𝑡) = 𝑤 𝑥, 0, 𝑡 ...... (19)
𝜕𝑡
d) Tekanan fluida di permukaan adalah sama dengan tekanan atmosfer:

𝜕𝜙
𝑥, 0, 𝑡 = −𝑔𝜁 𝑥, 𝑡 ...... (20)
𝜕𝑡
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Mengingat tujuan utama formulasi ini adalah untuk mendapatkan persamaan gelombang reguler, maka
pertama akan dikaji apakah pers. (17) mempunyai penyelesaian yang sesuai.
● Dalam hal ini diasumsikan bahwa f pada sembarang posisi z mempunyai bentuk:

𝜙 𝑥, 𝑧, 𝑡 = 𝐴 𝑧 sin 𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 + 𝜀0 ...... (21)


di mana besaran angka gelombang kw, frekuensi w dan sudut fase e0 belum diketahui, dan A adalah
amplitudo yang dependen terhadap z.
● Bila fungsi dalam pers. (21) dimasukkan ke dalam pers. (17) maka akan didapat:
2
−𝑘𝑤 𝐴 𝑧 + 𝐴"(𝑧) sin 𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 + 𝜀0 = 0 ...... (22)
● Agar supaya pers. (22) bisa terpenuhi untuk semua harga x dan t, maka suku dalam tanda kurung harus dihilangkan
semuanya.
● Hal ini membawa ke persamaan diferensial linier biasa dalam orde dua untuk A, yang mempunyai penyelesaian
umum:

𝐴 𝑧 = 𝐶1 cosh 𝑘𝑤 𝑧 + 𝐶2 ...... (23)


JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Selanjutnya pers. (18) menyaratkan:
𝜕𝜙 𝑑𝐴
𝑥, 𝑧 = −𝑑, 𝑡 = 𝑧 = −𝑑 sin 𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 + 𝜀0 = 0 ...... (24)
𝜕𝑧 𝑑𝑧
yang artinya bahwa 𝐴′(𝑧 = −𝑑) = 0.
● Tetapi 𝐴′ 𝑧 = 𝑘𝐶1 sinh(𝑘𝑤 𝑧 + 𝐶2 ) akan hilang pada 𝑧 = −𝑑 bila 𝐶2 = 𝑘𝑤 𝑑.
● Jadi penyelesaian yang memungkinkan untuk memenuhi pers. (17) dan (18) adalah:

𝜙 𝑥, 𝑧, 𝑡 = 𝐶1 cosh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑) sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 + 𝜀0 ) ...... (25)


● Kemudian tinggal akan dilihat apakah pers. (19) dan (20) juga bisa terpenuhi.
● Persamaan (2.20) sebenarnya memberikan ekspresi untuk z karena:

1 𝜕 𝜔
𝜁 𝑥, 𝑡 = 𝜙 𝑥, 𝑧 = 0, 𝑡 = − 𝐶1 cosh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑) cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 + 𝜀0 ) ...... (26)
𝑔 𝜕𝑡 𝑔
● tetapi pers. (19) juga menyaratkan bahwa:
𝜕𝜁 𝜔2
(𝑥, 𝑡) = 𝐶 cosh(𝑘𝑤 𝑑) sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 + 𝜀0 ) ...... (27)
𝜕𝑡 𝑔 1
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Pers. (27) harus ekuivalen dengan:
𝜕𝜙
𝑤 𝑥, 𝑧 = 0, 𝑡 = 𝑥, 𝑧 = 0, 𝑡 = 𝑘𝑤 𝐶1 sinh 𝑘𝑤 𝑑 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 + 𝜀0 ) ...... (28)
𝜕𝑧
● Supaya syarat yang terakhir ini terpenuhi untuk semua x dan t, maka harus ada korelasi
𝜔2
cosh(𝑘𝑤 𝑑) = 𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 sinh(𝑘𝑤 𝑑) ...... (29)
𝑔
atau
𝜔2 = 𝑔𝑘𝑤 tanh(𝑘𝑤 𝑑) ...... (30)
● Persamaan (29) dan (30) ini menunjukkan bahwa w dan kw tidaklah dapat ditentukan sembarang.
● Untuk harga kw ≠ 0, hanya ada dua frekuensi yang akan sesuai untuk persamaan tersebut, yaitu w dan –w.
● Persamaan itu disebut sebagai hubungan dispersi, yakni menyatakan bagaimana frekuensi dan angka
gelombang saling terkait.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

2. TEORI GELOMBANG AIRY ..... lanjut


● Bila kemudian harga fase diberikan e0= -p/2 dan menetapkan bahwa
𝜔
𝐶 cosh 𝑘𝑤 𝑑 = 𝜁0 ...... (31)
𝑔 1
maka akan diperoleh elevasi gelombang reguler yang bergerak, sebagai berikut:
𝜁 𝑥, 𝑡 = 𝜁0 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥) ...... (32)

● Dengan demikian potensial kecepatan f yang diperoleh adalah:

𝜙 𝑥, 𝑧, 𝑡 = 𝐶1 cosh 𝑘𝑤 𝑧 + 𝑑 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥 − 𝜋/2)


𝜁0 𝑔 1
𝜙 𝑥, 𝑧, 𝑡 = − cosh 𝑘𝑤 𝑧 + 𝑑 − cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
𝜔 cosh(𝑘𝑤 𝑑)

𝜁0 𝑔 cosh 𝑘𝑤 𝑧 + 𝑑
𝜙 𝑥, 𝑧, 𝑡 = cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥) ...... (33)
𝜔 cosh(𝑘𝑤 𝑑)

● Persamaan untuk z, f dan hubungan dispersi adalah merupakan inti dari teori gelombang linier.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

3. HUBUNGAN DISPERSI
● Hubungan dispersi menyatakan bahwa gelombang dengan frekuensi tertentu harus mempunyai panjang
gelombang yang tertentu pula.
● Untuk gelombang yang berbentuk 𝜁 𝑥, 𝑡 = 𝜁0 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥) maka angka gelombang kw dan frekuensi w
nya harus terangkai dalam suatu hubungan dispersi 𝜔2 = 𝑔𝑘𝑤 tanh(𝑘𝑤 𝑑)
● Perhatikan bahwa untuk suatu harga kw maka akan ada dua frekuensi yang memungkinkan, yakni:
𝜔 = +(𝑔𝑘𝑤 tanh(𝑘𝑤 𝑑))1/2 dan 𝜔 = −(𝑔𝑘𝑤 tanh(𝑘𝑤 𝑑))1/2
● Masing-masing harga tersebut secara esensi adalah menunjukkan bahwa ada gelombang yang bergerak ke
arah sumbu-x positip dan ke arah sumbu-x negatip, atau ke kiri dan ke kanan.
.● Dalam hal besaran mempunyai harga yang kecil maka tanh dapat didekati dengan:
𝑒 𝑥 − 𝑒 −𝑥 1 + 𝑥 + O(𝑥 2 ) − 1 − 𝑥 + O(𝑥 2 )
tanh(𝑥) = 𝑥 −𝑥 = 2 2 = 𝑥 + O(𝑥 2 ) ...... (34)
𝑒 +𝑒 1 + 𝑥 + O(𝑥 ) + 1 − 𝑥 + O(𝑥 )
selanjutnya:
𝑒 𝑥 − 𝑒 −𝑥
tanh(𝑥) = 𝑥 1 ...... (35)
𝑒 + 𝑒 −𝑥 𝑥⟶∞
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

3. HUBUNGAN DISPERSI ..... lanjut

● Dengan memperhatikan bahwa d adalah kedalaman air dan kw =2p /lw adalah angka gelombang, serta lw
sebagai panjang gelombang, maka kw d = 2p d /lw d
● Jika kwd mempunyai nilai kecil, maka d<< lw , yaitu kedalaman air adalah jauh lebih kecil daripada panjang
gelombang → Karena karakteristik ini maka diklasifikasikan sebagai perairan dangkal.
● Sebaliknya bila kwd relatif besar maka diklasifikasikan sebagai perairan dalam.
● Sebenarnya tidak ada patokan yang pasti mengenai ukuran perairan dangkal dan dalam. Tetapi sebagai
perkiraan dapat dipakai ukuran:

.
o Bila d > lw/2 maka dapat dikatakan sebagai perairan dalam,
o Bila d < lw/20 maka dikatakan sebagai perairan dangkal.
o Di antara kedua rentang tersebut, di mana 1/20 < d/lw < 1/2 kemudian diklasifikasikan sebagai perairan
menengah.

➢ Catatan: Klasifikasi perairan dapat juga ditentukan berdasarkan parameter H/gT2 dan d/gT2 , serta Gambar 2.
➢ Catatan: Di beberapa bagian dari bab ini, untuk keperluan formulasi matematis, perairan menengah seringkali juga
disebut dengan perairan sembarang.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

3.1. Frekuensi Gelombang


● Dengan memperhatikan uraian di atas, di mana d<< lw , dan tanh(kwd) dapat digantikan oleh kwd, maka
𝜔2 = 𝑔𝑘𝑤 ∙ 𝑘𝑤 𝑑 .
● Jadi frekuensi gelombang linier untuk perairan dangkal adalah:
ω = ±𝑘𝑤 𝑔𝑑 ...... (36)
● Sedangkan frekuensi gelombang linier untuk perairan dalam, di mana harga tanh (kwd) = 1 maka akan
mempunyai persamaan:

ω = ± 𝑔𝑘𝑤 ...... (37)


JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

3.2. Kecepatan Gelombang


● Kecepatan gelombang, dengan notasi c, yang istilah bakunya adalah wave celerity atau juga sering dikatakan
sebagai phase velocity, dapat didefinisikan sebagai jarak puncak gelombang berpropagasi dibagi dengan
waktu untuk untuk propagasi.
● Jadi bila propagasi gelombang sinusoidal dilakukan dalam satu siklus, maka kecepatan gelombang dapat
dihitung sebagai fraksi antara panjang gelombang lw terhadap periode gelombang T, yang dapat dituliskan
dalam bentuk:
𝜆𝑤 𝜔
𝑐= = ...... (38)
𝑇 𝑘𝑤
● Dari hubungan dispersi, pers. (38) dapat dituliskan juga dalam bentuk:
𝑔
𝑐 = tanh( 𝑘𝑤 𝑑) ...... (39)
𝜔
● Seperti halnya dengan frekuensi, kecepatan gelombang di perairan dangkal dan dalam akan berbeda karena
adanya korelasi sebagaimana telah dijabarkan di atas.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

3.2. Kecepatan Gelombang ..... lanjut

● Dengan memperhatikan besaran-besaran terkait, maka kecepatan gelombang di perairan dangkal adalah:

𝜔 𝑘𝑤 𝑔𝑑
𝑐= = = 𝑔𝑑 ...... (40)
𝑘𝑤 𝑘𝑤
dan di perairan dalam adalah:

𝜔 𝜔 𝑔 𝑔𝑘𝑤 𝑔
𝑐= = 2 = = = ...... (41)
𝑘𝑤 𝜔 /𝑔 𝜔 𝑘𝑤 𝑘𝑤

● Dalam buku teks yang ditulis Bowden (1983) ditunjukkan grafik yang menggambarkan perbedaan antara
kecepatan gelombang di perairan dangkal dan perairan dalam untuk berbagai harga panjang gelombang.
● Kesimpulan penting dari grafik tersebut adalah bahwa kecepatan gelombang di perairan dalam akan
meningkat bersamaan dengan kenaikan periode dan panjang gelombang.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

4. MEDAN KECEPATAN
● Sebagaimana dijelaskan dalam sub-bab sebelumnya kecepatan air yang membentuk gelombang dalam
analisis 2-dimensi adalah V(x,z,t), yang terdiri dari dua komponen yaitu V=(u,w). Bila dituliskan dengan
memperhitungkan potensial kecepatan menjadi:
𝜕𝜙 𝜕𝜙
𝑢(𝑥, 𝑧, 𝑡) = 𝑥, 𝑧, 𝑡 ; 𝑤(𝑥, 𝑧, 𝑡) = 𝑥, 𝑧, 𝑡 ...... (42)
𝜕𝑥 𝜕𝑧
● Potensial kecepatan f yang diperhitungkan mempunyai bentuk umum, untuk perairan dangkal, seperti ditu-
liskan dalam pers. (33).
● Dalam hal perairan dalam, dimana harga kwd adalah besar maka faktor cosh dapat dituliskan sebagai:

cosh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑) 𝑒 𝑘𝑤 𝑧 𝑒 𝑘𝑤 𝑑 + 𝑒 −𝑘𝑤 𝑧 𝑒 −𝑘𝑤 𝑑 1 + 𝑒 −2𝑘𝑤 (𝑧+𝑑)


= = 𝑒 𝑘𝑤 𝑧 ...... (43)
cosh(𝑘𝑤 𝑑) 𝑒 𝑘𝑤 𝑧 + 𝑒 −𝑘𝑤 𝑧 1 + 𝑒 −2𝑘𝑤 𝑧
● Pada saat z dekat dengan permukaan dan 𝑑 → ∞, pers. (43) ini di ruas kanannya akan mendekati 𝑒 𝑘𝑤 𝑧 .
● Mengingat z akan mempunyai harga negatif bila observasi dilakukan ke arah bawah dari permukaan, maka
semakin dalam observasi harga 𝑒 𝑘𝑤 𝑧 pun akan semakin mengecil.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

4. MEDAN KECEPATAN ..... lanjut


● Oleh karena itu untuk perairan dalam → potensial kecepatan dapat dituliskan dalam bentuk:
𝜁0 𝑔 𝑘 𝑧
𝜙(𝑥, 𝑧, 𝑡) = 𝑒 𝑤 cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥) ...... (44)
𝜔
yang bila diturunkan secara parsial terhadap sumbu-sumbu terkait akan dihasilkan:

...... (45)

● Jadi, untuk kedalaman z tertentu, u dan w akan merepresentasikan gelombang yang bergerak dengan
amplitudo yang sama, namun mempunyai beda fase e sebesar p/2.
● Amplitudo akan mengecil dari harga 𝜔𝜁0 di permukan menjadi 𝜔𝜁0 × 𝑒 𝑘𝑤 𝑧 pada kedalaman z
● Pengecilan tersebut akan semakin cepat setelah harga z = -lw/2, sbb:
2𝜋 𝜆𝑤

𝑒 𝑘𝑤 𝑧 = 𝑒 𝜆𝑤 2 = 𝑒 −𝜋 = 0.043 ...... (46)
● Artinya, pada kedalaman setengah panjang gelombang, amplitudo dari kecepatan hanya sekitar 4% dari
harganya di permukaan.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

4. MEDAN KECEPATAN ..... lanjut

● Untuk perairan dengan sembarang kedalaman (menengah), bila digunakan simplifikasi hubungan dispersi
maka akan diperoleh komponen kecepatan berikut:
cosh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑)
𝑢 𝑥, 𝑧, 𝑡 = 𝜁0 𝜔 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
sinh(𝑘𝑤 𝑑)
sinh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑) ...... (47)
𝑤 𝑥, 𝑧, 𝑡 = 𝜁0 𝜔 cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
sinh(𝑘𝑤 𝑑)
● Dari pers. (47) tersebut selanjutnya dapat diturunkan persamaan komponen kecepatan di perairan dangkal,
sebagai berikut:
𝜁0 𝜔
𝑢 𝑥, 𝑧, 𝑡 = sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
𝑘𝑤 𝑑
...... (48)
𝜁0 𝜔
𝑤 𝑥, 𝑧, 𝑡 = cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
𝑘𝑤 𝑑
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
4. MEDAN KECEPATAN ..... lanjut
d = 2.0m d = 10m d = 100m
1.00 1.00 1.00
0.90 0.90 0.90
0.80 0.80 0.80
u u u=w
0.70 0.70 0.70
w w
0.60 0.60 0.60

x d (m)

x d (m)

x d (m)
0.50 0.50 0.50
0.40 0.40 0.40
0.30 0.30 0.30
0.20 0.20 0.20
0.10 0.10 0.10
0.00 0.00 0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Komponen Kec (m/det) Komponen Kec (m/det) Komponen Kec (m/det)

Gambar 4. Komponen kecepatan partikel gelombang dengan panjang lw = 100m


di perairan dangkal (d = 2.0m), menengah (d = 10m) dan dalam (d = 100m)

● Dalam Gambar 4 ditunjukkan perubahan harga komponen kecepatan gelombang di perairan dangkal (d =
2.0m), menengah (d = 10m) dan dalam (d = 100m).
● Pada semua kategori kedalaman, panjang gelombang diambil sama, yakni lw = 100m, dan
● Perbandingan amplitudo gelombang terhadap kedalaman adalah tetap, yakni z 0/d = 1/10 → sehingga
amplitudo gelombang pada masing-masing kedalaman adalah 0.2m, 1.0m dan 10m.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS
4. MEDAN KECEPATAN ..... lanjut

● Pola perubahan kecepatan partikel di perairan dangkal:


o Komponen kecepatan vertikal di dasar laut akan selalu sama dengan nol, dan kecepatan partikel hanya pada arah
horisontal.
o Kecepatan horisontal ini berubah kecil saja dari kondisi di permukaan sampai dengan pada dasar laut.
o Kecepatan vertikal di permukaan hanya sekitar 11% dari besarnya kecepatan horisontalnya.

● Pola perubahan kecepatan partikel di perairan menengah:


o Komponen kecepatan adalah sama dengan di perairan dangkal, yakni kecepatan vertikal sama dengan nol, dan partikel
hanya bergerak dengan kecepatan pada arah horisontal saja.
o Kecepatan horisontal berubah secara gradual dari permukaan ke dasar laut, namun perubahan ini relatif kecil, yakni sekitar
82%.
o Kecepatan vertikal di permukaan mempunyai intensitas sekitar 55% dari kecepatan horisontalnya.
● Pola perubahan kecepatan partikel di perairan dalam:
o Baik komponen kecepatan vertikal maupun horisontal di dasar laut dalah sama dengan nol.
o Komponen kecepatan (vertikal dan horisontal) pada berbagai kedalaman mempunyai harga yang sama.
o Penurunan kecepatan sangat drastis, yakni penurunan eksponensial sebagaimana ditunjukkan dalam pers. (45).
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

5. MEDAN PERCEPATAN
● Dengan melakukan operasi penurunan parsial persamaan kecepatan (47) terhadap waktu → akan diperoleh
persamaan percepatan partikel gelombang di perairan menengah, sebagai berikut:

𝜕𝑢 cosh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑)
𝑢ሶ = 𝑥, 𝑧, 𝑡 = 𝜁0 𝜔2 cos(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
𝜕𝑡 cosh(𝑘𝑤 𝑑)
...... (49)
𝜕𝑤 2
sinh 𝑘𝑤 (𝑧 + 𝑑)
𝑤ሶ = 𝑥, 𝑧, 𝑡 = −𝜁0 𝜔 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑤 𝑥)
𝜕𝑡 sinh(𝑘𝑤 𝑑)

● Persamaan percepatan partikel gelombang di perairan dangkal dan dalam dapat diperoleh secara analogi
dengan menurunkan pers. (45) dan (48) terhadap waktu.
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

REFERENSI
Airy, G.B. (1841), “On Tides and Waves”, Encyclopedia Metropilitania, Vol. 5, Article 192, pp. 241 – 396, London
Airy, G.B. (1845), “On the Laws of Tides on the Coast of Ireland, as Inferred from an Extensive Series of Observations made in Connexion with
the Ordnance Survey of Ireland [1844]”, Philos. Trans. Royal Soc. London, pp. 1 - 124
Bowden, K.F. (1983), Physical Oceanography of Coastal Waters, Ellis Horwood Ltd., New York
Chakrabarti, S.K. (1987), Hydrodynamics of Offshore Structures, Computational Mechanics Publications Southampton Boston, Springer-Verlag,
Berlin
Cauchy, A-L. (1827), “Mémoire Sur la Théorie de la Propagatiom des Ondes à la Surface d’un Fluide Pesant d’une Profondeur Indéfinie”, Mém.
Présentés Divers Savans Acad. R. Sci. Inst. France (Prix Acad Sci., concours de 1815 et de 1816) I:3 – 312
Alex D.D. Craik, A.D.D. (2004), “The Origins of Water Wave Theory”, Annu. Rev. Fluid Mech. 36: 1 – 28
Earnshaw, S. (1847), “The Mathematical Theory of the Two Great Solitary Waves of the First Order”, Trans. Camb. Philos. Soc. 8:326–41
Gerstner, F.J. von. (1802). “Theorie der Wellen”, Abhand. Kön. Böhmischen Gesel. Wiss., Prague
Green, G. (1838), “On the Motion of Waves in a Variable Canal of Small Depth and Width”, Trans. Camb. Philos. Soc. 6: 457 – 62
Green, G. (1839), “Note on the Motion of Waves in Canals”, Trans. Camb. Philos. Soc. 7: 87 – 96
Kelland P. (1840a), “On the Theory of Waves, Part I”, Trans. Royal Soc. Edinburgh 14: 497 - 545
Kelland P. (1840b), “On the Theory of Waves, Part II”, Rep. Br. Assoc. Adv. Sci., pp. 50 – 52
Korteweg, D.J. And de Vries, G. (1895), “On the Change of Form of Long Waves Advancing in a Rectangular Canal, and on a New type of Long
Stationary Waves”, Philos. Mag. 39 (5): 422 – 443
Krogstad, H.E. and Arntsen, Ø.A (2000), Linear Wave Theory Part A, NTNU, Trondheim, Norway
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

REFERENSI ..... lanjut

Lagrange, J-L. (1781), “Mémoire Sur la Théorie du Mouvement des Fluides”, Nouv. Mém. Acad. Berlin, p. 196
Lagrange, J-L. (1786), “Sur la Manière de Rectifier Deux Entroits des principes de Newton Relatifs à la Propagation du Son et au
Mouvements des Ondes”, Nouv. Mém. Acad. Berlin, 1889
Laplace, P-S Marquis de. (1776), “Suite des Récherches Sur Plusieurs Points du Système du Monde (XXV–XXVII). Mém. Présentés
Divers Savans Acad. R. Sci. Inst. France, pp. 525–52. (Sur les Ondes, pp. 542–52)
Lé Méhauté, B. (1976), An Introduction to Hydrodynamics and Water Waves, Springer Verlag, Berlin
McCormick, M.E. (1973), Ocean Engineering Wave Mechanics, Wiley-Interscience, New York
Newton, I. (1687), Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, London: Jussu Societatis Regiae ac Typis J. Streater Engl. Trans. N.
Motte
Poisson, S.D. (1818), “Mémoire Sur la Théorie des Ondes”, Mém. Acad. R. Sci. Inst. France, 1816, 2nd Ser. I:70–186
Russell, J.S. and Robison Sir John, (1837), “Report on Waves”, Rep. Br. Assoc. Adv. Sci., pp. 417 – 96
Russell, J.S. (1844), “Report on Waves”, Rep. Br. Assoc. Adv. Sci., pp. 311 – 90
Sarpkaya, T. and Isaacson, M. (1981), Mechanics of Wave Forces on Offshore Structures, van Nostrand Reinhold Coy, New York
Stokes, G.G. (1847), “On the Theory of Oscillatory Waves”, Transactions of Cambridge Philosophical Society, Vol. 8, pp. 441 – 455
Valentine, H.R. (1969), Applied Hydrodynamics, Butterworth, London
Weber, E.H. and Weber, W.E. (1825), Wellenlehre auf Experimente Gegründet, Leipzig: Gerhardt Fleischer
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

NOTASI “O” BESAR


● Notasi O besar (dengan huruf kapital O, bukan angka nol), juga disebut simbol Landau, adalah simbolisme
yang dipakai dalam teori kompleks, ilmu komputer, dan matematika, untuk menjelaskan perilaku asimptotik
suatu fungsi. Pada dasarnya hal ini menyatakan seberapa cepat suatu fungsi akan membesar ataupun
mengecil.
● Simbol Landau berasal dari nama ahli teori bilangan dari Jerman, Edmund Landau, yang menemukan notasi O
besar. Huruf O dipakai karena laju (rate) pertumbuhan dari suatu fungsi akan disebut sesuai dengan
‘Orde’nya.
● Sebagai contoh, bila melakukan analisis pada sejumlah algoritma, akan dijumpai bahwa waktu (atau jumlah
langkah) yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam ukuran n dapat diberikan dalam bentuk:
𝑇 𝑛 = 4𝑛2 − 2𝑛 + 2
● Jika konstanta dan suku yang tingkat pertumbuhannya rendah dapat diabaikan, maka dapatlah dinyatakan
bahwa "T(n) akan membesar dalam orde n2“, dan dituliskan sebagai:
𝑇 𝑛 = O(𝑛2 )
NOTASI “O” BESAR ..... lanjut JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

● Dalam matematika seringkali penting untuk memperoleh patokan sebagai perkiraan untuk menentukan
tingkat kesalahan. Sebagai contoh adalah seperti berikut:
𝑒 𝑥 = 1 + 𝑥 + 𝑥 2 /2 + O 𝑥 3 untuk 𝑥 → 0
adalah untuk menyatakan fakta bahwa kesalahan tersebut lebih kecil dalam nilai absolut dari konstanta
tertentu dikalikan dengan x3, bila x adalah mendekati harga 0.
● Sebagai definisi formal, di sini dianggap bahwa f(x) dan g(x) adalah dua fungsi yang didefinisikan dalam
bentuk beberapa bagian himpunan (subset) bilangan riil. Kemudian dituliskan:
𝑓(𝑥) = O(𝑔 𝑥 )
(atau lebih tepatnya 𝑓 𝑥 = O 𝑔 𝑥 untuk 𝑥 → ∞ ) bila dan hanya bila ada konstanta N dan C yang
sedemikian rupa, sehingga:
𝑓(𝑥) ≤ C 𝑔 𝑥 untuk semua 𝑥 > 𝑁
Secara intuitif, hal ini berarti bahwa f tidak akan bertambah lebih cepat daripada g .
● Bila a adalah sembarang bilangan riil, dan dituliskan bahwa:
𝑓 𝑥 =O 𝑔 𝑥 untuk 𝑥 → 𝑎
hanya dan bila hanya ada konstanta a > 0 and C sedemikian rupa:
𝑓(𝑥) ≤ C 𝑔 𝑥 untuk semua 𝑥 dengan 𝑥 − 𝑎 < 𝑑
NOTASI “O” BESAR ..... lanjut JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

● Definisi yang pertama adalah satu-satunya yang dipakai dalam ilmu komputer (di mana umumnya hanya fungsi
positip dengan sebuah bilangan natural n adalah merupakan argumen yang dipertimbangkan; harga-harga
absolut kemudian dapat diabaikan). Namun kedua definisi dapat diterapkan dalam persoalan matematika.
● Berikut ini adalah daftar klasifikasi fungsi-fungsi yang biasanya dijumpai dalam melakukan analisis algoritma.
Fungsi dengan pertumbuhan lebih lambat diletakkan pada bagian awal daftar, dan c adalah konstanta
sembarang.
Notation Keterangan
O(1) Konstanta
O(log(n)) Logaritmik
O((log(n))c) Polilogaritmik
O(n) Linear
O(n2) Kuadratik
O(nc) Polinomial
O(cn) Eksponensial

● Perlu dicatat, bahwa O(nc) dan O(cn) adalah sangat berbeda. Besaran yang kedua akan membesar dengan
sangat lebih cepat daripada besaran yang pertama, tidak peduli seberapapun besarnya nilai konstanta c.
● Suatu fungsi yang membesar lebih cepat daripada sembarang pangkat n adalah disebut sebagai
superpolinomial. Sedangkan fungsi yang membesar lebih lambat daripada fungsi eksponensial, seperti cn
adalah disebut sebagai subeksponensial.
NOTASI “O” BESAR ..... lanjut JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

● Sebuah algoritma dapat memerlukan perkalian, baik dengan superpolinomial ataupun subeksponensial; contoh
dari hal ini termasuk algoritma dengan pembesaran tercepat yang dikenal sebagai faktorisasi integer.
● Selanjutnya agar diperhatikan, bahwa O(log(n)) pada dasarnya adalah sama dengan O((log(n))c). Kedua
logaritma tersebut berbeda hanya pada faktor konstantanya, dan notasi O besar akan mengabaikan hal tersebut.
Demikian juga, logaritma dengan dasar nilai konstanta adalah ekuivalen.
● Daftar di atas akan bermanfaat karena fakta berikut: bila suatu fungsi f(n) adalah merupakan penjumlahan
sejumlah fungsi, di mana yang satu akan membesar lebih cepat daripada yang lain-lain, maka fungsi yang
pembesarannya lebih cepat akan menentukan orde dari f(n). Contoh:
Bila 𝑓 𝑛 = 10 log 𝑛 + 5 log(𝑛) 3 + 7𝑛 + 3𝑛2 + 6𝑛3 , maka 𝑓 𝑛 = O(𝑛3 )
● Suatu pengecualian di sini adalah: bilangan penambah harus konstan dan bisa saja tidak tergantung pada n.
Notasi ini dapat juga digunakan dengan variabel jamak dan dengan ekspresi lain pada sisi kanan tanda sama
dengan. Notasinya adalah:
𝑓 𝑛, 𝑚 = 𝑛2 + 𝑚3 + O(𝑛 + 𝑚)
mewakili pernyataan:
∃ 𝐶 ∃ 𝑁 ∀ 𝑛, 𝑚 > 𝑁: 𝑓 𝑛, 𝑚 ≤ 𝑛2 + 𝑚3 + 𝐶(𝑛 + 𝑚)
NOTASI “O” BESAR ..... lanjut JURUSAN TEKNIK KELAUTAN - ITS

● Jelas di sini bahwa simbol ‘O’ besar telah menyalahi simbol kesamaan, karena simbol ‘O’ besar melanggar
aksioma kesamaan: “hal-hal yang sama dengan sesuatu yang sama adalah sama antara satu dengan yang
lainnya”.
● Agar lebih benar secara formal, beberapa orang (kebanyakan para ahli matematika, bila dibandingkan dengan
ilmuwan komputer) akan cenderung untuk mendefinisikan O(g(x)) sebagai suatu fungsi himpunan bernilai, yang
nilainya adalah kesemua fungsi yang tidak membesar lebih cepat daripada g(x), dan memakai notasi anggota
himpunan untuk mengindikasikan bahwa suatu fungsi yang spesifik adalah merupakan anggota dari himpunan
yang telah didefinisikan. Kedua bentuk tersebut umum digunakan, namun yang bentuk yang kurang akurat lebih
banyak dijumpai.
● Permasalahan lain yang terkait dengan ketidak akuratan adalah karena parameter yang perilaku asimptotiknya
sedang dikaji adalah tidak jelas. Suatu pernyataan seperti 𝑓(𝑥, 𝑦) = O(𝑔 𝑥, 𝑦 ) memerlukan beberapa
penjelasan tambahan, agar dapat lebih jelas lagi apa maksudnya. Namun tetap saja, permasalahan seperti ini
jarang dijumpai dalam kenyataan praktis.

● KEMBALI

Anda mungkin juga menyukai