Pantai
Pantai merupakan tempat pertemuan daratan dan lautan dimana terjadi
proses-proses dinamis seperti gelombang, pasang surut, angin, dan lainnya yang
berlangsung secara terus-menerus sehingga secara konstan memungkinkan
terjadinya perubahan (Bird, 1984). Perubahan yang terjadi tergantung pada
gelombang individu, perbedaan pasang surut, waktu, dan juga parameter utama
gelombang terhadap morfologi pantai. Menurut Bird (1984), pantai masih
dipengaruhi oleh laut dan darat, dimana pengaruh laut terhadap pantai dapat
berupa gelombang, arus, pasang, angin, bathimetri dan adanya karang, pasokan
dan jenis sedimen dari sungai dan vegetasi. Sedangkan pengaruh darat terhadap
pantai berupa morfologi (kemiringan atau topografi) dan litologi (batuan
penyusun).
Morfologi pantai dan dasar laut dekat pantai (CHL, 2008; Komar, 1998)
diklasifikasikan dalam empat kelompok berikut:
1. Backshore, merupakan bagian dari pantai yang tidak terendam air laut kecuali
bila terjadi gelombang badai.
2. Foreshore, yaitu bagian pantai yang dibatasi oleh muka pantai (beach face)
hingga pasang terendah.
3. Inshore merupakan daerah yang lebih luas sebagai daerah subtidal yang
memanjang ke daerah gelombang pecah sampai batas kemiringan tertentu.
4. Offshore yaitu bagian laut yang terjauh dari pantai (lepas pantai).
Triatmodjo (1999) secara garis besar membagi pantai menjadi dua, yaitu:
1. Pantai berpasir
Pantai jenis ini mempunyai karakteristik berupa kemiringan 1: 20 sampai
dengan 1: 50, pada umumnya menghadap ke samudra Indonesia (seperti pantai
selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan pantai barat Sumatera). Pada kondisi
gelombang biasa (tidak ada badai), pantai ada dalam keadaan kesimbangan
dinamis dimana sejumlah besar pasir bergerak pada profil pantai tetapi angkutan
netto pada lokasi yang ditinjau sangat kecil. Pada kondisi badai dimana
gelombang besar dan elevasi muka air diam lebih tinggi karena adanya set-up
gelombang dan angin, pantai dapat mengalami erosi.
2. Pantai berlumpur
Parameter Hidro-Oseanografi
permukaan laut diukur dari paras tertentu (biasanya pada tingkat air rendah pada
pasang bulan penuh atau purnama biasa) dinamakan datum (Ali dkk, 1994).
Proses naik turunnya paras laut (sea level) secara berkala diakibatkan gaya
tarik benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap massa air bumi.
Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari matahari, tetapi karena jarak bulan ke
bumi lebih dekat dari pada jarak matahari ke bumi, maka pengaruh gaya tarik
bulan terhadap bumi lebih besar dari pada pengaruh gaya tarik matahari.
Akibatnya, kondisi fisik perairan laut berbeda-beda karena kekhasan fenomena ini
(Ali dkk, 1994).
Beberapa teori pasang surut, antara lain teori keseimbangan pasang surut
oleh Goerge H. Darwin pada tahun 1898 (Dean dan Dalrymple, 2002) dan teori
pasang surut modern pertama diberikan oleh Newton (Dean dan Dalrymple,
F=
G m1 m2
r
, dimana r
adalah jarak antara titik pusat dari massa m1 dan m2, dan G adalah konstanta
11 2
2
gravitasi ( 6.6 x 10 m N /kg ) .
Diurnal
Longer
Simbol
Periode
Amplitudo
(jam matahari)
relatif
M2
S2
N2
K2
K1
O1
P1
Mf
12.42
12.00
12.66
11.97
23.93
25.82
24.07
327.86
100.0
46.6
19.1
12.7
58.4
41.5
19.3
17.2
Deskripsi
Pasang surut dipengaruhi bulan
Pasang surut dipengaruhi matahari
Variasi bulanan jarak bulan
Perubahan deklinasi matahari dan bulan
Unsur matahari-bulan
Unsur harian bulan
Unsur harian matahari
Unsur bulan, dua minggu sekali
2.4.2. Gelombang
2.4.2.1.Pembangkit Gelombang
Gerakan berombak permukaan air akibat tiupan angin diatasnya (Bascom,
1959 dalam Bird, 1984) maupun tenaga tektonik dan gaya gravitasi (Carter, 1993)
dinamakan gelombang. Gerakan massa air ke atas membawa sedimen dasar dan
8
Teori gelombang amplitudo kecil pertama kali ditemukan oleh Airy (1894)
(CHL, 2008). Teori ini digunakan untuk menurunkan persamaan gelombang
dengan mengasumsikan bahwa :
a. Zat cair homogen dan tidak termampatkan, sehinggga rapat massa konstan
b. Tegangan permukaan diabaikan
c. Gaya Coriolis diabaikan
d. Tekanan pada permukaan air seragam dan konstan
e. Zat cair adalah ideal, sehingga berlaku aliran rotasi
f. Dasar laut horisontal, tetap dan impermeabel sehingga kecepatan vertikal di
dasar = 0
g. Amplitudo gelombang kecil terhadap panjang gelombang dan kedalaman air
h. Gerakan gelombang berbentuk silinder dan tegak lurus arah penjalaran
gelombang sehingga gelombang adalah dua dimensi.
2.4.2.3.Transformasi Gelombang
Gelombang yang menjalar menuju perairan pantai akan mengalami
perubahan ketinggian gelombang akibat pendangkalan (wave shoaling), refraksi,
difraksi, atau proses refleksi/pantulan sebelum akhirnya gelombang tersebut pecah
(wave breaking) (Pratikto et al 1997, Triatmodjo 1999). Jika suatu muka barisan
gelombang datang membentuk sudut kemiringan terhadap pantai yang
mempunyai kemiringan dasar landai dengan kontur kedalaman sejajar pantai,
maka muka gelombang akan berubah arah dan cenderung menjadi sejajar dengan
garis pantai atau mengalami pembiasan (refraksi) (Carter, 1993). Arah perambatan
perlahan berubah dengan berkurangnya kedalaman (shoaling), sehingga muka
gelombang cenderung sejajar dengan kedalaman disebabkan perubahan bilangan
gelombang akibat perubahan kecepatan fasa gelombang. Bila pantai landai,
kemungkinan gelombang tidak pecah tetapi mengalami pemantulan gelombang
(refleksi). Arah perambatan dapat berubah dan mengalami pelentuan (difraksi),
ketika gelombang melewati perairan dengan kedalaman air yang konstan, seperti
saat gelombang menuju pulau atau pemecah gelombang. Refraksi dan
pendangkalan gelombang (wave shoaling) menentukan ketinggian gelombang
10
(2.24)
Pada laut dangkal, energi fluks gelombang untuk tiap unit lebar crest ditulis:
P=E C g=nEC
(2.25)
P0=P
, maka:
1
E C =nEC
2 0 0
Dimana
(2.26)
g H 02
E 0=
8
dan
E=
g H2
8 , maka:
2
1 C 0 g H 0 nCg H 2
H 2 1
=
=
2
8
8
H0
2
4 d
1
L
n= 1+
Dengan
2
4 d
sinh
L
dan
C
2 d
=tanh
C0
L
( )
( )
C0
C0
H
=
C
H0
2 nC
( ) ( )( )( ) ( )
1
n
(2.27)
(2.28)
(2.29)
11
1
4 d
2 d
L
tanh
1+
L
4 d
sinh
L
( )
( )
(2.30)
C1
sin 0
C0
(2.31)
cos 0
cos 1
(2.32)
(2.33)
dengan:
d = kedalaman air (m)
L = panjang gelombang (m)
12
( HH )
0
Kr = koefisien refraksi.
Tiga bentuk gelombang pecah pada kemiringan pantai (Sorensen, 1991),
yaitu spilling, plunging, dan surging. Pluging terjadi karena seluruh puncak
gelombang melewati kecepatan gelombang. Gelombang pecah dalam bentuk
pluging umumnya gelombang panjang (swell). Spilling merupakan bentuk pecah
gelombang dengan muka gelombang (front wave) sudah pecah sebelum sampai ke
pantai, sedangkan gelombang yang belum pecah dan mendekati garis pantai serta
sempat mendaki kaki pantai disebut surging. Tipe lain gelombang pecah antara
pluging dan surfing adalah collapsing. Selain kemiringan pantai dan kecuraman
gelombang, gelombang pecah juga dipengaruhi arah dan kecepatan angin lokal.
Angin kearah pantai akan menyebabkan gelombang memecah pada kedalaman
yang lebih besar dan berbentuk spilling; sebaliknya, angin lepas pantai
mengakibatkan gelombang pecah pada kedalaman yang lebih kecil dan berbentuk
pluging.
13
1
H
3.3 0
L0
( )
1
3
(2.34)
Hb
aHb
b
2
gT
( )
(2.35)
Dengan
a=43.75 ( 1e19 m )
(2.36)
1.56
( 1+ e19.5 m )
(2.37)
b=
14
dimana,
Hb = tinggi gelombang pecah (m),
H0
15
terhadap garis pantai (b > 5), akan menimbulkan arus sejajar pantai di sepanjang
pantai. Pada umumnya berupa kombinasi dua kondisi tersebut (Triatmodjo, 1999).
2.2.
log 2 d
(mm), tanda negatif digunakan agar partikel dengan diameter <1 mm memiliki
nilai phi positif). Konversi unit phi menjadi milimeter (mm) menggunakan
persamaan
D 2
(CHL, 2008).
16
17
searah pergerakan arus. Sedimen yang terbawa arus merupakan tipe bed load
(menggelinding, menggeser di laut), sedangkan sedimen berupa lempung dan
lumpur merupakan tipe suspended load (bercampur membentuk suspensi karena
ukuran partikel yang sangat kecil).
Ada dua tipe transpor sedimen di perairan pantai (CHL, 2008) yaitu
transpor tegak lurus pantai (cross-shore transport) dan transpor menyusur pantai
(longshore transport) yang mempunyai arah rata-rata sejajar garis pantai.
Ada tiga faktor utama yang mengontrol sebaran sedimen di daerah pantai,
yaitu sumber sedimen, tingkat energi gelombang dan kemiringan pantai. Sebaran
sedimen sepanjang profil pantai dihasilkan oleh variasi tegak lurus pantai terhadap
ukuran sedimen. Gelombang datang pertama mengalami pecah pada daerah
offshore bar, tanpa banyak energi disipasi akibat turbulen. Gelombang kemudian
terbentuk kembali dan pecah untuk kali kedua, plunging pada muka pantai dimana
banyak energi yang hilang.
Awal pergerakan sedimen akibat pengaruh gelombang direpresentasikan
oleh paramater Shield, dimana sedimen mulai bergerak jika lebih besar dari
parameter
kritis
Shield,
yang
dinyatakan
dengan
persamaan
u*
s 1 g d s 1 g d
2
2
h A x 3
A 0.41 d 50
klasifikasi profil mengikuti ketentuan: 1)
A 0.23 d 50
A 0.23 d 50
0.32
A 0.46 d 50
0.94
0.11
untuk 40 d50 (Moore (1982) dan Kraus (1992) dalam Liu, 2001).
Profil dalam periode panjang (profil translasional) diteliti lebih intensif,
diantaranya Krumbein (1944) dalam Liu (2001) yang meneliti hubungan energi
gelombang dengan kemiringan dan ukuran sedimen pantai Half Moon, California.
Persamaan matematis sebagai kesimpulan bahwa gelombang soliter yang
19
h A xm
dimana h
m2 .
5
(Qlt )
atau kiri
berdiri ke arah laut. Untuk penyajian laju transportasi sedimen menyusuri pantai,
Qn (Qrt Qlt )
dengan gross
Q g (Qrt Qlt )
transport rate
segala arah sehingga diperkirakan sedimen yang terangkut setiap arah dengan
Qg
Qn
untuk
20
(Qrt )
dan
(Qlt )
21
2.3.
statistika untuk memetakan data observasi menjadi suatu bentuk fungsi yang
diekstraksi dari data itu sendiri. Metode EOF dapat mencari sejumlah kecil
variabel independen yang dapat memberikan sebanyak mungkin informasi tetapi
tidak berlebihan. Analisis EOF dapat digunakan untuk eksplorasi variabilitas data
secara objektif dan untuk menganalisa hubungan antara variabel (Ritphring dan
Tanaka, 2007).
2.3.1. Konsep Dasar EOF
Tujuan aplikasi metode EOF untuk analisa perubahan morfologi pantai
pada dasarnya adalah untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi antara
beberapa profil atau garis pantai yang berbeda melalui suatu fungsi terkecil, yang
biasa disebut dengan eigenfunction. Keuntungan utama dari penggunaan metode
EOF adalah eigenfunction pertama terpilih sebagai kemungkinan terbesar varians
data. Urutan eigenfunction berikutnya dipilih dari salah satunya, yang
mereprentasikan kemungkinan jumlah terbesar dari perbedaan tersebut (Dean dan
Dalrymple, 2002).
Selanjutnya Dean dan Dalrymple (2002) juga menyatakan bahwa untuk kondisi
suatu profil yang stabil, dimana profil dimulai dari suatu ketinggian di pantai
melintas batas air laut, kemudian menuju suatu kedalaman tertentu di dasar laut,
merupakan hasil suatu survey k, dimana pada pada setiap survey, pengukuran
dilakukan pada lokasi i yang sama sepanjang profil tersebut. Elevasi yang terjadi
pada pengukuran tersebut dilambangkan dengan
hi
didasarkan pada asumsi bahwa elevasi ini merupakan jumlah dari hasil kali antara
eigenfunction dan konstanta.
N
hi = Cn e n
k
n=1
(2.1)
22
en
dimana
Cn
eigenfunction ke-n. (pada posisi ini analogi persamaan tersebut mendekati analogi
analisis Fourier, dimana eigenfunction adalah berbentuk sinus dan kosinus).
Salah satu karakter dari eigenfunction adalah masing-masing berdiri
sendiri dan tidak saling bergantung satu dengan yang lainnya (orthogonal),
dimana :
I
e n em =nm
i
i=1
(2.2)
nm=1
Dimana
jika n = m, dan
nm=0
jika n m.
Cn
hi
kesalahan (error)
didefenisikan sebagai:
i =hi Cn e n
k
n=1
(2.3)
2i
Meminimalkan
I
i=1
dengan memperhatikan
Cm
2 h i C n e n e m =0
i=1
n=1
, atau :
(2.4)
C m = hi e m
k
i=1
(2.5)
23
Cm
1
1
h2i =
IK k=1 i=1
IK k=1 i=1
k
)(
C n e n C m em
n=1
m=1
(2.6)
1
C2
IK k=1 n=1 n
(2.7)
Dimana jumlah pangkat dari koefisien C sama dengan jumlah pangkat dari
perubahan (varian) h, atau dengan kata lain varian terdiri dari jumlah pangkat dari
seluruh koefisien dari seluruh survey yang dilakukan. Untuk menemukan
eigenfunction lain, maka kontribusinya terhadap varian harus ditingkatkan.
Dalam hal ini digunakan pendekatan pengali Lagrange, fungsi yang
diperbesar adalah
1
IK
C 2n
k
k=1
(
i=1
e 2n 1
i
Dengan mempertimbangkan
(2.8)
en
, dimana
en
i=1
1
IK
hi hm
k
k=1
= e n
(2.9)
1
IK
hi hm
k=1
(2.10)
e n ai = en
i=1
(2.11)
Persamaan ini adalah persamaan matriks nilai eigen dari matrik simetris koefisien
real. Dimana seperti kebanyakan eigenfunction lainnya, terdapat titik I di profil,
oleh karena itu, N = I , dan setiap eigenfunction dihubungkan dengan nilai eigen
n
yang berbeda-beda. Hal ini dapat ditunjukkan dengan relatif lebih mudah
bahwa nilai-nilai eigen tersebut berhubungan dengan total varian sebagai berikut :
I
2= n
(2.12)
n=1
dimana
ek ( y )
e k (x)
(2.13)
c k (t )
adalah
e m ( x ) e n ( x ) =mn
x
dimana
mn
(2.14)
tegak lurus pantai dari data profil pantai, dibentuk matriks A dengan elemen a ij
didefenisikan sebagai
Nt
Ny
1
aij =
h ( i , y , t ) h( j , y , t)
Nx N y N t
t =1 y=1
(2.15)
25
dimana
Nx
Nt
Ny
eigenvalue
dan eigenfunction
e k (x)
matriks sebagai
A e k ( x )= kx ek (x )
(2.16)
bij =
Nx
1
h (i , x , t ) h( j , x , t)
N x N y N t t =1 x=1
eigenvalue
ky
(2.17)
B ek ( y )= ky ek ( y)
Perkalian
dari e m ( y )
(2.18)
em ( x ) e n ( y ) h ( x , y ,t )
dan
(2.19)
26
ck ( t )
c k ( t )
c k ( t )=
=
c k ( t )2 ak
(2.20)
(2.21)
(2.22)
(2.23)
27
28