Anda di halaman 1dari 30

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat perencanaan dari pembangunan bangunan pantai (pelabuhan) diperlukan data
pasang surut, data gelombang, data angin dan data kenaikan muka air laut karena pemanasaan
global. Data-data tersebut diolah untuk mendapatkan elevasi tinggi dermaga, dimana tinggi
dermaga harus tidak banjir ketika terjai pasang tertinggi dan kapal masih bisa bersandar ketika
terjadi surut terendah hingga kurun waktu yang dtentukan. Pasang surut laut merupakan suatu
fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh
kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya
lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pengolahan data pasang surut dari BMKG maritim
Semarang bertujuan untuk mengetahui tipe pasang surut di perairan tanjung mas Semarang.
Untuk mengetahuinya, data pengamatan pasang surut dievaluasi dengan pendekatan harmonik
air laut untuk mendapatkan konstanta harmonik barupa amplitudo (A) dan beda fase (g 0).
Kemudian dianalisa untuk mendapatkan tipe pasang surut, kedudukan air laut terendah dan
tertinggi yang mungkin terjadi, besar mean sea level (S0), umur pasang surut air laut, besar
amplitudo dan beda fase setiap konstanta harmonik pasang surut yang merupakan sifat-sifat dari
suatu perairan. Termasuk juga komponen pasang surut yang terbesar dan terkecil, tunggang air
rata-rata dan waktu pasang surut purnama yang kemudian akan digunakan untuk menentukan
muka air rencana untuk perencanaan pembangunan pelabuhan.

1.2 Tujuan
Mengetahui muka air rencana dari data pasang surut untuk perencanaan pembangunan
pelabuhan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pasang Surut


Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik menarik bendabenda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut dibumi. Gaya tarik bulan
yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2, kali lebih besar dari pada gaya tarik matahari
(Triatmodjo, 1999).
Pasang surut merupakan fenomena naik turunnya muka air laut yang disertai gerakan
horisontal air lauut secara periodik. Gerakan horisontal air laut yng diakibatkan pasut yaitu
dikenal dengan arus pasang surut atau arus pasut. Pasut laut terjadi diakibatkan adanya gaya tarik
benda benda luar angkasa, terutama bulan dan matahari (Nining, 2002).
Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan periode
tertentu dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk kearah hulu dari muara sungai.
Pasang surut terjadi karena adanya gerakan dari benda benda angkasa yaitu rotasi bumi pada
sumbunya, peredaran bulan mengelilingi bumi dan peredaran bulan mengelilingi matahari.
Gerakan tersebut berlangsung dengan teratur mengikuti suatu garis edar dan periode yang
tertentu. Pengaruh dari benda angkasa yang lainnya sangat kecil dan tidak perlu
diperhitungkan.Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.
Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari
matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke
bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan
oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari
(Triatmodjo, 1999).
Pasang laut adalah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau samudera yang
disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari. Ada tiga sumber gaya yang saling
berinteraksi: laut, matahari, dan bulan. Pasang laut menyebabkan terjadinya perubahan
kedalaman perairan dan mengakibatkan arus pusaran yang dikenal sebagai arus pasang, sehingga
perkiraan kejadian pasang sangat diperlukan dalam navigasi pantai. Wilayah pantai yang
terbenam sewaktu pasang naik dan terpapar sewaktu pasang surut, disebut mintakat pasang,
dikenal sebagai wilayah ekologi laut yang khas. Periode pasang laut adalah waktu antara puncak

dan lembah gelombang berikutnya. Panjang periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25
menit hingga 24 jam 50 menit (Nontji, 2007).
2.2 Gaya-Gaya Pembangkit Pasang Surut
Gaya gaya pembangkit pasang surut ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara bumi,
bulan dan matahari. Penjelasan terjadinya pasang surut dilakukan hanya dengan memandang
suatu sistem bumi-bulan, sedang untuk sistem bumi-matahari penjelasannya adalah identik.
Dalam penjelasan ini dianggap bahwa permukaan bumi yang apabila tanpa pengaruh gaya tarik
bulan, tertutup secara merata oleh laut (bentuk permukaan air adalah bundar) (Triatmodjo, 1999).
Rotasi bumi menyebabkan elevasi muka air laut di khatulistiwa lebih tinggi dari pada di
garis lintang yang lebih tinggi. Tetapi karena pengaruhnya yang seragam disepanjang garis
lintang yang sama, sehingga tidak bisa diamati sebagai suatu variasi pasang surut. Oleh karena
itu, rotasi bumi tidak menimbulkan pasang surut. Di dalam pasang surut ini bahwa bumi tidak
berrotasi (Triatmodjo, 1999).
2.3 Tipe Pasang Surut
Tipe pasut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya. Hal ini
disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut. Jika
suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, maka kawasan
tersebut dikatakan bertipe pasut harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal
tides). Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe
campuran (mixed tides) dan tipe pasut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe campuran
dominasi ganda dan tipe campuran dominasi tunggal.

Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari dapat
terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat
dibedakan dalam 4 tipe yaitu :
1. Pasang Surut Harian Ganda (Semi Diurnal Tide)

Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang
hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut
rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut jenis ini terdapat diselat Malaka sampai
laut Andaman.
2. pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut
adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat Karimata.
3. Pasang surut campuran condong keharian ganda (Mixed Tide Prevalling Semidiurnal)
Dalam satu hari terjad dua kali pasang san dua kali surut tetapi tinggi dan periodanya
berbeda. Pasang surut jenis ini terdapat diperairan indonesia timur.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (Mixed Tide Prevalling

Diurnal)

Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi
kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi dan perioda yang berbeda.pasang surut ini terdapat di selat Kalimantan
dan pantai utara Jawa Barat (Triatmodjo, 1999).
Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya,
yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal) dan campuran (mixed tides).
Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus
bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai
samudera. Dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang-surut di Indonesia dapat dibagi
menjadi empat jenis yakni pasang-surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal
tide) dan dua jenis campuran. Jenis harian tunggal misalnya terdapat di perairan sekitar selat
Karimata, antara Sumatra dan Kalimantan. Pada jenis harian ganda misalnya terdapat di perairan
Selat Malaka sampai ke Laut Andaman. Di samping itu dikenal pula campuran antara keduanya,
meskipun jenis tunggal maupun gandanya masih menonjol. Pada pasang-surut campuran
condong ke harian ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal) misalnya terjadi di sebagian besar
perairan Indonesia bagian timur. Sedangkan jenis campuran condong ke harian tunggal (mixed
tide, prevailing diurnal) contohnya terdapat di pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa
Barat. Pola gerak muka air pada keempat jenis pasang-surut yang terdapat di Indonesia diberikan
pada gambar 1 (Nontji, 2002).

Seperti telah disebutkan di atas, komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari
komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk
(morfologi) pantai, superposisi antar komponen pasang surut utama, dan faktor-faktor lainnya
akan mengakibatkan terbentuknya komponen-komponen pasang surut yang baru.
2.4 Definisi Elevasi Muka Air

Mean Sea Level (MSL) atau Duduk Tengah adalah muka laut rata-rata pada suatu
periode pengamatan yang panjang, sebaiknya selama 18,6 tahun.

Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah pada suatu
periode waktu.

Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang tinggi.

Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua surut rendah.

Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang tertinggi dari
dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air
tinggi terjadi pada satu hari, maka air tinggi tersebut diambil sebagai air tinggi
terttinggi.

Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air
tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terjadi untuk
pasut harian (diurnal).

Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari dua air
rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terdapat
pada pasut diurnal.

Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air
rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air rendah
terjadi pada satu hari, maka harga air rendah tersebut diambil sebagai air rendah

terendah.

Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi
berturut-turut selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang (range) pasut itu
tertinggi.

Mean Low Water Springs (MLWS) adalah tinggi rata-rata yang diperoleh dari dua
air rendah berturut-turut selama periode pasang purnama.

Mean High Water Neaps (MHWN) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi
berturut-turut selama periode pasut perbani (neap tides), yaitu jika tunggang (range)
pasut paling kecil.

Mean Low Water Neaps (MLWN) adalah tinggi rata-rata yang dihitung dari dua air
berturut-turut selama periode pasut perbani.

Highest Astronomical Tide (HAT)/Lowest Astronomical Tide (LAT) adalah


permukaan laut tertinggi/terendah yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh
keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi. Permukaan ini
tidak akan dicapai pada setiap tahun. HAT dan LAT bukan permukaan laut yang
ekstrim yang dapat terjadi, storm surges mungkin saja dapat menyebabkan muka laut
yang lebih tinggi dan lebih rendah. Secara umum permukaan (level) di atas dapat
dihitung dari peramalan satu tahun. Harga HAT dan LAT dihitung dari data beberapa
tahun.

Mean Range (Tunggang Rata-rata) adalah perbedaan tinggi rata-rata antara MHW
dan MLW.

Mean Spring Range adalah perbedaan tinggi antara MHWS dan MLWS.

Mean Neap Range adalah perbedaan tinggi antara MHWN dan MLWN.

2.5 Formzahl

Pada umumnya sifat pasang surut di perairan ditentukan dengan menggunakan


rumus Formzahl yang berbentuk :

F=

K 1+O 1
M 2+S 2

Dimana nilai Formzahl :


F = 0 0,25

; untuk pasang surut bertipe ganda

F = 0,26 1,5

; untuk pasang surut campuran condong ke harian ganda

F = 1,6 3

; untuk pasang surut campuran condong ke harian tunggal

F=>3

; untuk pasang surut harian tunggal

Sedangkan ,
K1 & O1 = Konstanta pasut harian tunggal utama
M2 & S2 = Konstanta pasut harian ganda utama
Penentuan tinggi rendahnya pasut ditentukan dengan rumus rumus berikut :
MSL

= Z0 + 1,1 (M2 + S2)

HHWL

= Z0 + (M2 + S2) + (K1 + O1)

MHWL

= MSL + Z0

MLWL

= MSL Z0

LLWL

= Z0 (M2 + S2) (K1 + O1)

HAT

= Z0 + (M2 + S2 + N2 + P1 + O1 + K1)

LAT

= Z0 (M2 + S2 + N2 + P1 + O1 + K1)
Metode Admiralty yang berdasarkan pada data pengamatan selama 15 hari atau

29 hari. Pada metoda ini dilakukan perhitungan yang dibantu dengan tabel, akan
menghasilkan tetapan pasang surut untuk 9 komponen. Dengan adanya kemajuan teknologi
di bidang elektronika yang sangat pesat, penggunaan komputer mikro untuk menghitung
tetapan pasang surut serta peramalannya akan sangat memungkinkan. Sehubungan dengan
itu akan dicari suatu cara untuk memproses data pengamatan pasang surut sehingga dapat
dicari tetapan pasang surut serta peramalannya dengan cara kerja yang mudah (Triatmodjo,
1999).

Proses perhitungan dari komputer didasarkan pada penyesuaian lengkung dari


data pengamatan dengan metoda kuadrat terkecil, dengan menggunakan beberapa
komponen yang dianggap mempunyai faktor yang paling menentukan. Untuk ini dibahas
penurunan matematiknya serta pembuatan program untuk kamputernya. Program komputer
dibuat sedemikian rupa sehingga untuk proses perhitungan tersebut diatas hanya tinggal
memesukkan data,sedang seluruh proses selanjutnya akan dikerjakan oleh komputer.
Program untuk komputer dibahas secara terperinci mulai dari dasar perhitungan, isi
program serta bagan alirnya. Kebenaran dan ketelitian hasil perhitungan dibuktikan dengan
memberikan contoh perhitungan dan penyajian berupa grafik. Perhitungan dilakukan untuk
beberapa lokasi pengamatan pasang surut serta waktu pengamatan yang berlainan.
Analisa harmonik metode Admiralty adalah analisa pasang surut yang digunakan
untuk menghitung dua konstanta harmonik yaitu amplitudo dan keterlambatan phasa.
Proses perhitungan metode Admiralty dihitung dengan bantuan tabel, dimana untuk waktu
pengamatan yang tidak ditabelkan harus dilakukan pendekatan dan interpolasi, serta tabel
yang tersedia hanya sampai tahun 2000. Untuk memudahkan proses perhitungan analisa
harmonik metode Admiralty dilakukan pengembangan perhitungan sistem formula dengan
bantuan perangkat lunak Lotus / Excel, yang akan menghasilkan harga beberapa parameter
yang ditabelkan sehingga perhitungan pada metode ini akan menjadi efisien dan memiliki
keakuratan yang tinggi serta fleksibel untuk waktu kapanpun.
Metode perhitungan pasang surut laut dengan menggunakan metode admiralty
adalah perhitungan untuk menentukan Muka Laut Rata-rata (MLR). Tahap-Tahap
Perhitungan untuk menentukan MLR, Pada tahap ini akan diperoleh nilai bacaan tertinggi
yang menunjukkan kedudukan air tertinggi dan nilai bacaan terendah yang menunjukkan
kedudukan air terendah yang disusun pada Tabel 1 yang disusun berdasarkan tanggal
pengamatan dan tanggal standar GMT.

2.6 Kenaikan Muka Air Laut Karena Pemanasan Global


Peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan kenaikan
suhu bumi sehingga menyebabkan kenaikan muka air laut karena mencairanya es di kutub.

Kenaikan permukaan laut akan menyebabkan mumdurnya garis patai. Dalam perencanaan
pembangunan bangunan pantai (dalam hal ini pelabuhan) kenaikan muka air aut karena
pemanasan global harus diperhitugkan. Pada gambar 4.2 dalam buku Tehnik Pantai halaman
115 diberikan besar perkiraan batas atas dan batas bawah kenaikan muka air aut denan
asumsi kenaikan muka air laut berlangsung secara terus menerus. Dalam perkiraan selama
25 tahun didapatkan nilai kenaikan muka air laut sebesar 23.75 cm.
2.7 Penentuan Elevasi Muka Air Rencana
Elevasi muka air rencana merupakan salah satu aspek yag sangat penting dalam
perencanaan pembangunan pelabuhan. Elevasi tersebut merupakan penjumlahan dari
parameter seperti pasang surut, tsunami, wave set up, wind set up dan kenaikan muka air laut
karena pemanasan global yang terjadi secara bersamaan. Namun alam kenyataannya
parameter wave set up, wind set up kemungkinan kecil untuk terjadi secara bersamaan.
Sementara itu parameter pasang surut mempunyai periode 12 atau 24 jam, yang bearti dalam
satu hari bisa terjadi satu atau dua kali air pasang. Dengan demikian pasang surut merupakan
parameter terpenting dalam menentukan elevasi muka air rencana yang berdasar pada
MHWL atau HHWL (Triadmodjo, 1999).
2.8 Gelombang
Secara umum gelombang yang terjadi di laut dapat terbentuk dari beberapa faktor
pnyebab seperti : angin, pasang surut, badai laut, dan seiche.
1. Gelombang yang disebabkan oleh angin
Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama
gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak menentu dan bergantung
pada beberapa sifat gelombang periode dan tinggi dimana gelombang dibentuk.
Gelombang seperti ini disebut Sea. Bentuk gelombang lain yang disebabkan oleh angin
adalah gelombang yang bergerak dengan jarak yang sangat jauh sehingga semakin jauh
meninggalkan daerah pembangkitnya gelombang ini tidak lagi dipengaruhi oleh angin.
Gelombang ini akan lebih teratur dan jarak yang ditempuh selama pergerakannya dapat
mencapai ribuan mil. Jenis gelombang ini disebut Swell. Tinggi gelombang rata-rata yang
dihasilkan oleh angin merupakan fungsi dari kecepatan angin, waktu dimana angin

bertiup, dan jarak dimana angin bertiup tanpa rintangan.Umumnya semakin kencang
angin bertiup semakin besar gelombang yang terbentuk dan pergerakan gelombang
mempunyai kecepatan yang tinggi sesuai dengan panjang gelombang yang besar.
Gelombang yang terbentuk dengan cara ini umumnya mempunyai puncak yang kurang
curam jika dibandingkan dengan tipe gelombang yang dibangkitkan dengan angin yang
berkecepan kecil atau lemah. Saat angin mulai bertiup, tinggi gelombang, kecepatan,
panjang gelombang seluruhnya cenderung berkembang dan meningkat sesuai dengan
meningkatnya waktu peniupan berlangsung (Hutabarat dan Evans, 1984).
Jarak tanpa rintangan dimana angin bertiup merupakan fetch yang sangat penting
untuk digambarkan dengan membandingkan gelombang yang terbentuk pada kolom air
yang relatif lebih kecil seperti danau (di darat) dengan yang terbentuk di lautan bebas,
(Pond and Picard, 1978). Gelombang yang terbentuk di danau dengan fetch yang relatif
kecil dengan hanya mempunyai beberapa centimeter sedangkan yang terbentuk di laut
bebas dimana dengan fetch yang lebih sering mempunyai panjang gelombang sampai
ratusan meter. Kompleksnya gelombang-gelombang ini sangat sulit untuk dijelaskan
tanpa membuat pengukuran-pengukuran yang lebih akurat dan kurang berguna bagi
nelayan atau pelaut. Sebagai gantinya mereka membuat suatu cara yang lebih sederhana
untuk mengetahui gelombang yaitu dengan menggunakan suatu daftar skala gelombang
yang dikenal dengan Skala Beaufort untuk memberikan keterangan tentang kondisi
gelombang yang terjadi di laut dalam hubungannya dengan kecepatan angin yang
sementara berhembus (Hutabarat dan Evans, 1984).

2. Gelombang yang disebabkan oleh pasang surut


Gelombang pasang surut yang terjadi di suatu perairan yang diamati adalah
merupakan penjumlahan dari komponen-komponen pasang yang disebabkan oleh

gravitasi bulan, matahari, dan benda-benda angkasa lainnya yang mempunyai periode
sendiri. Tipe pasang berbeda-beda dan sangat tergantung dari tempat dimana pasang itu
terjadi. Tipe pasang surut yang terjadi di Indonesia terbagi atas dua bagian yaitu tipe
diurnal dimana terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari misalnya yang
terjadi di Kalimantan dan Jawa Barat. Tipe pasang surut yang kedua yaitu semi diurnal,
dimana pada jenis yang kedua ini terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu
hari, misalnya yang terjadi di wilayah Indonesia Timur. Pasang surut atau pasang naik
mempunyai bentuk yang sangat kompleks sebab dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
hubungan pergerakan bulan dengan katulistiwa bumi, pergantian tempat antara bulan dan
matahari dalam kedudukannya terhadap bumi, distribusi air yang tidak merata pada
permukaan bumi dan ketidak teraturan konfigurasi kolom samudera. (Ceppenberg,1992).
3. Gelombang yang disebabkan oleh badai atau puting beliung
Bentuk gelombang yang dihasilkan oleh badai yang terjadi di laut merupakan
hasil dari cuaca yang tiba-tiba berubah menjadi buruk terhadap kondisi perairan.
Kecepatan gelombang tinggi dengan puncak gelombang dapat mencapai 7 10 meter.
Bentuk gelombang ini dapat menghancurkan pantai dengan vegetasinya maupun wilayah
pantai secara keseluruhan (Pond and Picard, 1978).
4. Gelombang yang disebabkan oleh tsunami
Gelombang tsunami merupakan bentuk gelombang yang dibangkitkan dari dalam
laut yang disebabkan oleh adanya aktivitas vulkanis seperti letusan gunung api bawah
laut, maupun adanya peristiwa patahan atau pergeseran lempengan samudera (aktivitas
tektonik). Panjang gelombang tipe ini dapat mencapai 160 Km dengan kecepatan 600700 Km/jam. Pada laut terbuka dapat mencapai 10-12 meter dan saat menjelang atau
mendekati pantai tingginya dapat bertambah bahkan dapat mencapai 20 meter serta dapat
menghancurkan wilayah pantai dan membahayakan kehidupan manusia, seperti yang
terjadi di Kupang tahun 1993 dan di Biak tahun 1995 yang menewaskan banyak orang
serta menghancurkan ekosistem laut (Dahuri,1996)
5. Gelombang yang disebabkan oleh seiche

Gelombang seiche merupakan standing wave yang sering juga disebut sebagai
gelombang diam atau lebih dikenal dengan jenis gelombang stasioner. Gelombang ini
merupakan standing wave dari periode yang relatif panjang dan umumnya dapat terjadi di
kanal, danau dan sepanjang pantai laut terbuka. Seiche merupakan hasil perubahan secara
mendadak atau seri periode yang berlangsung secara berkala dalam tekanan atmosfir dan
kecepatan angin (Pond and Picard, 1978).
2.9 Angin
Data angin digunakan untuk menentukan arah gelombang dan tinggi gelombang secara
empiris. Data yang diperlukan adalah data arah dan kecepatan angin. Beberapa koreksi terhadap
data angin yang harus dilakukan sebelum melakukan peramalan gelombang antara lain :
1. Elevasi
Elevasi pencatat angin untuk perhitungan adalah elevasi 10 m dpl. Untuk elevasi yang
tidak pada ketinggian 10 m dikoreksi dengan formula sebagai berikut :
U (10) =U (z)

10
Z

( )

1
7

dimana :
U(10) : kecepatan pada ketinggian 10 dpl.
U (z) : kecepatan pada ketinggian Z m dpl.
2. Konversi kecepatan angin
Data angin diperoleh dari pencatatan di permukaan laut dengan menggunakan kapal yang
sedang berlayar atau pengukuran di darat yang biasanya di bandara. Pengukuran data angin di
permukaan laut adalah yang paling sesuai dengan peramalan gelombang. Data angin dari
pengukuran dengan kapal perlu dikoreksi dengan menggunakan persamaan berikut ini :
U=2.16 x U

7
9
s

dengan :
Us = kecepatan angin yang diukur oleh kapal (knot)
U = kecepatan angin terkoreksi (knot)

Biasanya pengukuran angin dilakukan di daratan, padahal di dalam rumus-rumus pembangkitan


gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada di atas permukaan air laut. Oleh karena
itu diperlukan transformasi dari data angin di atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke
data angin di atas permukaan air laut. Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas
daratan terdekat diberikan oleh RL= UW / UL
3. Tegangan Angin
Kecepatan angin harus dikonversikan menjadi faktor tegangan angin (UA), faktor tegangan angin
berdasarkan kecepatan angin di laut (UW), yang telah dikoreksi terhadap data kecepatan angin di
darat (UL). Rumus faktor tegangan angin adalah sebagai berikut :
U A =0.71 x U 1.23
w

(Furqon, 2008)

III. METODE

3.1 Metode
3.1.1 Perhitungan (Penjelasan Skema)
Pengolahan data pasang surut dengan metode Admiralty terdiri dari:
1. Skema I
Sebelum dilakukan pengolahan data pasut dilakukan terlebih dahulu smoothing pada data
lapangan yang diperoleh dari pengukuran alat, hal ini dilakukan untuk menghilangkan noise,
kemudian data tersebut dimasukkan kedalam kolom di skema 1, ke kanan menunjukkan
waktu pengamatan dari pukul 00.00 sampai 23.00 dan ke bawah adalah tanggal sama selama
29 piantan, yaitu pada bulan November.
Tabel 1. Data Pengamatan

2. Skema II
Isi tiap kolom-kolom pada skema II ini dengan bantuan Tabel 2 yaitu dengan
mengalikan nilai pengamatan dengan harga pengali pada tabel 2 untuk setiap hari
pengamatan . Karena pengali dalam daftar hanya berisi bilangan 1 dan -1 kecuali untuk X4
ada bilangan 0(nol) yang tidak dimasukkan dalam perkalian,maka lakukan perhitungan
dengan menjumlahkan bilangan yang harus dikalikan dengan 1 dan diisikan pada kolom
yang bertanda(+) dibawah kolom X1,Y1,X2,Y2,X4, dan Y4 . Lakukan hal yang sama untuk
pengali -1 dan isikan kedalam kolom dibawah tanda (-) .

3. Skema III
Untuk mengisi kolom kolom pada skema-III, setiap kolom pada kolom-kolom
skema-III merupakan penjumlahan dari perhitungan pada kolom kolom pada skema-II

Untuk Xo (+) merupakan penjumlahan antara X1 (+) dengan X1 (-) tanpa

melihat tanda (+) dan (-) mulai tanggal 1 agustus sampai 31 agustus 2012
Untuk X1, Y1, X2, Y2, X4 dan Y4 merupakan penjumlahan tanda (+) dan (-),
untuk mengatasi hasilnya tidak ada negative makan ditambahkan dengan 2000.
Hal ini dilakukan juga untuk kolom X1, Y1, X2, Y2, X4 dan Y4.

Tabel 4. Skema III

4. Skema IV
Mengisi seluruh kolom kolom pada skema IV, disi dengan data setelah penylesaian
skema-III dibantu dengan daftar 2 (table 5).
Arti indeks pada skema-IV
Indeks 00 untuk X berarti Xoo, Xo pada skema-III dan indeks 0pada daftar 2
Indeks 00 untuk y,berarti Yoo,Yo pada skema-III dan indeks 0 pada daftar 2
Contoh:
Harga Xoo yang disikan untuk kolom x (tambahan) adalah penjumlahan harga Xo dari
skema-III yang telah dikalikan dengan faktor pengali dari daftar 2 kolom 0, perkalian
dilakukan baris per baris. Untuk baris ke 2 ke kolom 0 dari daftar 2, factor 29 menunjukan
beberapa kali harus dikurangi dengan factor bilangan tambahan dalam hal ini 2000 begitu
pengisian diskema-IV.
5. Skema V dan Skema VI
Mengisi kolom-kolom pada skema V dan kolom pada skema VI dengan bantuan daftar 3a
skema V mempunyai 10 kolom, kolom kedua diisi pertama kali sesuai dengan perintah
pada kolom satu dan angka-angkanya dilihat pada skema V. Untuk kolom 3,4,5,6,7,8,9,
dan 10 dengan melihat angka pada kolom 2 dikalikan dengan factor pengali sesuai
dengan kolom yang ada pada daftar 3a.
6. Skema VII

Baris 1 untuk V:PR cos r yaitu hasil penjumlahan semua bilangan pada kolom kolom

Skema V (Tabel 8) untuk masing masing kolom.


Baris 2 untuk VI : PR sin r, merupakan penjumlahan semua bilangan pada kolom kolom

Skema VI untuk masing masing kolom.


Baris 3 untuk PR dicari dengan rumus :

Baris 4 untuk P didapat dari daftar 3a untuk masing masing So, M2, S2, N2, K1, 01,

M4, dan MS4.


Baris 5 untuk nilai f didapatkan dari table konstanta
Baris 6 untuk (1+W) ditunggu dulu karena pengisiannya merupakan hasil dari kolom

kolom pada skema-VIII.


Baris 10 untuk V diperoleh dari penjumlahan V, V, dan V (baris 7-9) yang nilainya

didapatkan dari table konstanta.


Baris 11-13 untuk nilai u,w, dan p diperoleh dari table konstanta
Baris ke 14, nilai r diperoleh dari r arctan PR sin rPR cos r, sedangkan untuk harga nya

dilihat dari tanda pada masing masing kuadran.


Baris 15 untuk g ditentukan dari : g = V + u + w + p + r
Baris 16 untuk nx360 ditentukan tiap komponen adalah 360.
Baris 17 untuk A ditentukan dengan rumus : A =PR/pf (1+w)

Tabel Skema VII

Tabel VIII dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:


Untuk menghitung (1+W) dan w untuk S2 dan MS4
Untuk menghitung (1+W) dan w untuk K1

Untuk menghitung (1+W) dan w untuk N2


Tabel 4. Skema VII

7. Akhirnya dari perhitungan ini akan menentukan harga w dan (1+W), besaran g,kelipatan
dari 3600 serta amplitudo (A) dan beda fase (g0).
Tabel 6. Hasil

3.1.2

Analisa
a) Tipe Pasang Surut melalui F
Nilai F dapat dihitung dengan rumus Formzahl

F = (K1+O1)/(M2+S2)
=(19.153+7.587)/( 9.694+1.94)
= 2.30
b) Hitungan Kedudukan Air Tertinggi dan Terendah
LLWL dapat dihitung dengan rumus :
So-(M2+S2+N2+K2+K1+O1)
=60-(9.007+8.23+2.389+163.123+8.44+1.89)
=1.540
HHWL dapat dihitung dengan rumus :
So+( M2+S2+N2+K2+K1+O1)
=60-(9.007+8.23+2.389+163.123+8.44+1.89)
=118.45

c) Pasut Rata-Rata (MSL)


Di dapatkan dari nilai So yaitu 60
d) Nilai MHWL
MHWL

= Jumlah Nilai Pasut Maksimum(per 24 jam) dalam 1 bulan


Jumlah hari dalam 1 bulan
= 93

e) SLR

= Interpolasi dari perhitungan tabel fluktuasi muka air laut, tabel terlampir

Panjang
0
1.04
2

Tahun
2025
2038
2050

Panjang
0
0.9
1.85

SLR
0
SLR
50

Diketahui SLR (Sea Level Rise) pada tahun 2038 = 24.32432 cm

f) Muka air rencana dengan rumus :


DWL=MHWL+SLR
DWL=93,3333+24,324

DWL=117,6576 cm

Elevasi Dermaga=DWL+tinggi jagaan


Elevasi Dermaga=117,6576 +150

Elevasi Dermaga=267,6576 cm

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Perhitungan
Tabel 7. Hasil Perhitungan Komponen Pasut

Tabel 7. Hasil Perhitungan F, HHWL,LLWL, MSL, MHWL

4.1.2 Grafik

Gambar 1.Grafik Pengamatan Pasang Surut

4.1.3

Wave Set Up

H = 0.358256 m
T = 99.59824 s
d

=6m

m = 0.05
Data di atas digunakan untuk menghitung setup gelombang terhadap muka air diam
(SWL), menggunakan perhitungan sebagai berikut :
L0 = 1.56 (T)2
= 1.56 (99.59824)2 = 15474.9 m
d
6
=
=0.000388
L0 15474.9

Nilai

H
H0

'

diperoleh dari Tabel SPM

d/l0
0.000382
0.000387
72

h/ho'
3.197
3.1847
33

0.000391
8

3.176

H
=3.184733
H0
'

HO =
'

HO
gT

'

0.358256
=1.14095
3.184733

1.14095
1.14095
=
=0.00001172
2
9.81 x 99.59825 97313.34

Hb dan db diperoleh dari grafik penentuan tinggi gelombang pecah dan grafik
penentuan kedalaman gelombang pecah
Ho/gt2
0
0.000011
72
0.0004

hb/ho
2.5
2.514
65
3

Hb
=2.51465
HO
'

H b=2.51465 x 1.14095=2.86909 m
Hb
gT

2.86909
2.86909
=
=0.00002948
2
97313.34
9.81 x 99.59825

hb/gt2
0
0.000029
48
0.002

db/hb
0.8
0.8029
48
1

db
=0.802948
Hb
d b=0.802948 x 2.86909=2.30373 m

S w =0.19 1 2.82

0.19 12.82

]
Hb

gT 2

Hb

2.86909
2.86909
9.81 x 99.598252

0.19 [12.82 ( 0.00543 ) ] 2.86909


0.19 [ 0.984688 ] 2.86909=0.53678 m
Wave Set-up = 0.53678
g) DWL setelah wave set up
DWL = MHWL + SLR + Sw
= 0.9322 + 0.25 + 0.53678
= 1.71898 m
h) Elevasi Dermaga Setelah Wave Set up
Elevasi Dermaga = DWL + Tinggi Jagaan
= 1.71898 + 1.5
= 3.21898 m

4.1.4 Wind Set Up

Perhitungan h
D

=6m

= 45 (barat laut)

= 200 m

V max = 6.168 m/s


Panjang Fetch dalam arah tegak lurus pantai :

F y =F sin
200 sin 45
= 200 x 0.850904 = 170.1807 m
Kecepatan angin dalam arah tegak lurus pantai :
V y =V cos
6.168 cos 45

= 6.168 x 0.850904 = 3.240186 m/s


Kenaikan elevasi muka air karena badai
V2
h=F c
2 gd
200 x 3.5 x 106 x

6.168
2 x 9.81 x 6

= 0.000223 m

Elevasi muka air karena badai = 0.000223 m


Elevasi Dermaga = DWL + Tinggi Jagaan
= 1.71898 + 1.5
= 3.21898 m

Karena Pemanasan Global


DWL = MHWL + SLR + Sw +h
= 0.9322 + 0.25 + 0.53678 + 0.000223
= 1.719203 m

4.2 Pembahasan
Dari hasil pengolahan data pasang surut dengan metode admiralty pada bulan
November tahun 2013 , didapatkan hasil akhir berupa nilai amplitudo dan nilai sudut fase
untuk S0, dan nilai dari 9 komponen utama pembangkit pasang surut yaitu M2, S2, N2,
K2, K1, O1, P1, M4. dan MS4. Sementara untuk hasil perhitungan dari MSL didapatkan
nilai 60cm. Dan nilai HHWL adalah 249 cm. Kemudian untuk nilai LLWL adalah -129
cm. Dapat dilihat dari grafik pasang surut bahwa pantai Tanjung Semarang terjadi satu

kali pasang dan satu kali surut namun kadang-kadang terjadi dua kali pasang satu kali
surut atau satu kali pasang dua kali surut. Hasil perhitungan komponen pasut, dapat
dihitung dari nilai bilangan formzal dari pasang surut periode ini.Nilai bilangan Formzahl
yang didapat sebesar 9.95 yang berarti bahwa nilainya berada pada range <3,00. Dengan
demikian dapat diketahui tipe pasut yang di perairan tersebut adalah pasang surut
campuran condong harian tunggal (diurnal tide).

267,6576 cm

Gambar 2. Perencanaan Tinggi Pelabuhan Dari Tinggi Muka Air Rencana


Perencanaan dermaga ini menggunakan data pasang surut dan data angin di
perairan Semarang pada bulan november 2013. Dalam perhitungan menggunakan data
pasang surut menggunakan komponen pasang surut yang diperoleh dari pengolahan
dengan metode admiralty. Nilai DWL dan Elevasi dermaga dengan data pasang surut dan
gelombang berbeda dengan data angin. Nilai DWL dan Elevasi dermaga lebih tinggi
dibanding dengan nilai dari data pasang surut dan gelombang. Hal ini disebabkan pada
data angin merupakan hasil pengolahan data pasang surut dengan data gelombang. Dalam
perencanaan pembangunan pelabuhan, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya
adalah kedalaman dimana kapal dapat bersandar. Dimana pada pelabuhan saat terjadi
surut kapal masih bisa bersandar, dan pelabuhan tidak banjir saat pasang tinggi. Dari hasil
pengolahan dan analisa data pasang surut tinggi pelabuhan yang sesuai yaitu sebesar
267,6576 cm . Pada ketinggian ini, pelabuhan dianggap cukup aman karena

berdasarkan pada HHWL yang mencapai 249 m serta prediksi kenaikan muka air laut
pada tahun 2038 yang mencapai

267,6576 cm

. Pada perencanaan pembangunan

pelabuhan wave set up diperhatikan. Didapat kan nilai DWL setelah wave set up sebesar
1.71898 m dan elevasi muka air setelah wave set up sebesar 3.21898 m , tinggi bangunan

yang di prediksikan akan aman pada ketinggian tersebut. Dari pengolahan data angin
nilai DWL dan Elevasi Dermaga yang diperoleh sebesar

adalah 3.21898 m dan

1.719203 m. Dengan menggunakan tinggi tersebut, dermaga seharusnya dapat tetap

aman dari luapan air pantai meskipun terjadi badai besar yang menyebabkan angin
bertiup cepat dan mempengaruhi tinggi gelombang perairan.

V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengolahan dan analisa data dapat diketahui bahwa tinggi perencanaan
pembangunan pelabuhan adalah

117,6576 cm

di mana pada ketinggian ini,

pelabuhan dianggap cukup aman karena berdasarkan pada HHWL yang mencapai 249
m serta prediksi kenaikan muka air laut pada tahun 2038
117,6576 cm

yang mencapai

. Pada perencanaan pembangunan pelabuhan wave set up

diperhatikan. Didapat kan nilai DWL setelah wave set up sebesar 1.71 m dan elevasi
muka air setelah wave set up sebesar 3.21 m. Dari pengolahan data angin nilai DWL
dan Elevasi Dermaga yang diperoleh sebesar adalah 3.21898 m dan 1.719203 m.

DAFTAR PUSTAKA

M. Furqon Azis.2006. Gerak Air Di Laut. ISSN 0216-1877.Vol I (4): 9-21


Nining, Sari Ningsih.2002.Oseanografi Fisis.Semarang : Undip
Nontji, Anugerah, Dr. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta
Pond Stephent dan George L. Pickard, 1978, Introductory to Dynamic Oceanography.
Pergamon Press: Oxford.
Surinati Sewi.2007.Gaya Pasang Surut Dan Energinya. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 12-22
Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset: Yogyakarta.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai