KAJIAN PUSTAKA
Pantai yang merupakan batas antara daratan dan lautan mengalami kondisi
yang sangat dinamis yang disebabkan faktor alam. Proses pembentukan kawasan
pantai sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya dinamis yang berada di sekitarnya.
Gaya-gaya dinamis utama dan dominan yang mempengaruhi kawasan pantai
adalah gaya gelombang. Menurut Bambang Triatmodjo (1999), pantai selalu
menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian rupa sehingga mampu
menghancurkan energi gelombang yang datang.
Apabila gelombang yang terjadi membentuk sudut dengan garis pantai,
maka terjadi dua proses angkutan sedimen yang bekerja secara bersamaan, yaitu
komponen tegak lurus dan sejajar garis pantai. Sedimen yang tererosi oleh
komponen tegak lurus pantai terangkut oleh arus sepanjang pantai sampai ke
lokasi yang cukup jauh. Akibatnya apabila ditinjau di suatu lokasi, pantai yang
mengalami erosi pada saat terjadi badai tidak dapat terbentuk kembali pada saat
gelombang normal, karena material yang tererosi telah terbawa ke tempat lain.
Dengan demikian, untuk suatu periode waktu yang panjang, gelombang datang
membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menyebabkan mundurnya (erosi)
garis pantai. Pada Gambar 2. 1 berikut menunjukkan proses pembentukan pada
pantai berpasir. Pada saat terjadi badai, terjadi erosi pada pantai yang
menyebabkan sedimen berupa pasir terangkut ke arah laut dan kemudian
mengendap. Saat badai berlalu, kondisi gelombang kembali normal. Gelombang
ini membawa kembali sedimen yang mengendap ke arah pantai yang membentuk
kembali profil pantai. Dengan membandingkan profil pantai sebelum dan sesudah
badai, dapat diketahui volume sedimen yang tererosi dan mundurnya garis pantai
(Triatmodjo, 1999).
Gambar 2. 1 Proses pembentukan pantai berpasir
Sumber : Triatmodjo (1999)
Dimana :
φ1 = Sudut datang gelombang di dekat pantai
φ0 = Sudut datang gelombang di laut dalam
C1 = Cepat rambat gelombang di dekat pantai
C0 = Cepat rambat gelombang di laut dalam
Gelombang yang menjalar dari laut dalam akan mengalami transformasi
berupa difraksi. Difraksi adalah perubahan tinggi dan arah gelombang yang
diakibatkan oleh adanya halangan berupa bangunan pantai ataupun akibat
terhalang pulau. Gelombang yang menjalar menuju suatu rintangan, sebagian atau
seluruh gelombang tersebut akan dipantulkan kembali. Dimana besaran
gelombang yang dipantulkan tergantung pada bentuk dan jenis rintangan
(Sorensen, 1993). Pada Gambar 2. 3 berikut digambarkan perubahan gelombang
akibat sebuah rintangan.
Gambar 2. 3. Difraksi gelombang
Sumber : Sorensen (1993)
2.2.2 Metode pembangkitan gelombang (hindcasting)
Dalam proses pembangkitan gelombang rencana (hindcasting), diperlukan
analisa terhadap daerah pembentukan gelombang (fetch) dan analisa terhadap data
angin hasil pengamatan jangka panjang. Berikut adalah masing-masing proses
analisa.
2.2.2.1 Perhitungan fetch efektif
Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki
kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin
bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur
dari titik pengamatan dengan interval 5o. Panjang fetch dihitung untuk 8 (delapan)
arah mata angin dan ditentukan berdasarkan rumus berikut:
∑ .
𝐹 = ∑
(2)
Dimana:
Feff = Fetch effektif diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch
xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke
ujung
akhir fetch.
α = Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan
pertambahan 5o sampai sudut sebesar 45o pada kedua sisi dari arah angin
2.2.2.2 Analisa data angin
Angin yang berhembus di atas permukaan perairan membangkitkan
gelombang laut, peristiwa tersebut merupakan transfer/perpindahan energi dari
udara yang bergerak ke permukaan air, karena itu data angin dapat dipakai untuk
memperkirakan tinggi dan arah gelombang yang terjadi di lokasi yang dikaji. Hal
ini menyebabkan data angin sangat diperlukan sebagai masukan dalam peramalan
gelombang.
Menurut Triatmodjo (1999), angin yang berhembus ke permukaan ini
memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin menimbulkan tegangan pada
permukaan laut sehingga permukaan air yang awalnya tenang terganggu dan
menimbulkan riak gelombang kecil pada permukaan air.
Dalam pembangkitan gelombang, faktor tekanan angin (wind stress factor)
merupakan parameter utama yang digunakan. Dalam proses merubah kecepatan
angin menjadi wind stress factor dilakukan beberapa tahap sebagai berikut:
Dimana:
U(10) = Kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/s)
U(z) = Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran (m/s)
z = Ketinggian pengukuran (m)
2.2.2.4 Koreksi stabilitas
Koreksi stabilitas ini berkaitan dengan perbedaan temperatur udara tempat
bertiupnya angin dan air tempat terbentuknya gelombang. Persamaan koreksi
stabilitas ini adalah sebagai berikut:
U = R T U(10) (4)
Dimana:
U = Kecepatan angin setelah dikoreksi (m/s)
U(10) = Kecepatan angin sebelum dikoreksi (m/s)
RT = Koefisien stabilitas (RT = 1.10)
2.2.2.5 Koreksi efek lokasi
Umumnya tidak terdapat data pengamatan angin pada lepas pantai sehingga
digunakan data pengamatan angin yang dilakukan didaratan. Data angin dari
daratan inii memungkinkan untuk dikonversi menjadi angin laut jika data tersebut
merupakan hasil dari gradient tekanan yang sama dengan perbedaan utama adalah
pada kekasaran permukaan (Resio DT dan Vincent,CL, 1977).. Untuk merubah
kecepatan angin yang bertiup di atas daratan menjadi kecepatan angin yang
bertiup di atas air, digunakan grafik yang ada pada SPM (Vol I, Figure 3-15),
3 atau
pada Gambar 2. 4 berikut ini.
= 0.243 (6)
= 8.134 (7)
= 7.15 𝑥 10 (8)
Dimana:
Hm0 = tinggi gelombang signifikan berdasarkan spektrum gelombang
Tp = periode puncak gelombang pada spektrum gelombang
UA = wind stress factor (m/s)
t = durasi angin bertiup (detik)
Gambar 2. 5 berikut menjelaskan tentang bagan alir peramalan gelombang
dengan mengidentifikasi kondisi batas gelombang:
Mulai
Ya
/
( Non Fully /
Tidak
𝑔𝐹 𝑈 Developed) 𝑔𝑡 𝑔𝐹 ( Fully Developed)
𝑡 = 6.88 . ≤𝑡 = 6.88 ≤ 7.15 𝑥 10
𝑈 𝑔 𝑈 𝑈
/
Tidak 𝑔𝑡 𝑈 𝐻 = 2.48 𝑥 10 𝑥 𝑈
( Duration Limited) 𝐹 = . 𝑇 = 8.3 𝑥 10 𝑥 𝑈
6.88 . 𝑈 𝑔
𝑡 = 7.296 𝑥 10 𝑥 𝑈
Ya 𝐻 = 5.112 𝑥 10 𝑥 𝑈 𝑥 𝐹 /
( Fetch Limited) 𝑇 = 6.238 𝑥 10 𝑥 (𝑈 𝐹) / F = Fmin
𝐹
𝑡 = 3.215 𝑥 10 𝑥 ( ) /
𝑈
Selesai Selesai
Dimana :
R = Koefisien korelasi
Xm = Hasil pengukuran
Xc = Hasil pemodelan
Tabel 2. 1 berikut adalah kualifikasi tingkat korelasi berdasarkan nilai R.
Tabel 2. 1 Kualifikasi tingkat korelasi hasil pemodelan berdasarkan nilai R
No Nilai Batas Korelasi
1 0.7 < R2<1 Korelasi kuat (strong correlation)
2 0.4 < R2<0.7 Korelasi sedang (medium correlation)
3 R2<0.2 Korelasi lemah (weak correlation)
Sumber : Demirbilek, Zeki and Rosati,Julie (2011)
2.3 Kerusakan Pantai
Proses kerusakan pantai berupa abrasi/erosi pantai dapat terjadi karena
sebab alami dan buatan. Pemahaman sebab abrasi/erosi merupakan dasar yang
penting dalam perencanaan perlindungan pantai. Perlindungan pantai yang baik
seharusnya bersifat komprehensif dan efektif untuk menanggulangi permasalahan
kerusakan yang ada. Hal itu dapat tercapai apabila penyebab kerusakan pantai
dapat diketahui, yaitu:
2.3.1 Kerusakan pantai secara alami
Perubahan kondisi alam dapat berdampak terhadap kondisi pantai. Dalam
CEM (Coastal Engineering Manual) kerusakan pantai secara alami terjadi akibat :
2.3.1.1 Kenaikan muka air laut
Terjadinya kenaikan muka air laut relatif terhadap daratan di muka bumi
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan erosi pantai dan kerusakan
properti di pantai.
2.3.1.2 Berubahnya suplai sedimen ke arah pantai
Perubahan pola cuaca dan musim di bumi mengakibatkan kekeringan pada
bulan-bulan tertentu sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya banjir dan
suplai sedimen dari sungai ke arah pantai berkurang, mengakibatkan terjadinya
erosi di pantai.
2.3.1.3 Gelombang badai
Akibat gelombang yang besar, maka pasir akan terdorong ke arah pantai
(onshore transport) dan berpindah tempat di daerah pantai, tetapi kemudian
setelah datang gelombang biasa datang, pasir tersebut akan kembali tertarik ke
bagian laut yang lebih dalam (offshore transport).
2.3.1.4 Gelombang dan ombak overwash
Ombak overwash terjadi saat ombak sangat besar dan badai sehingga
menghasilkan gelombang yang besar dan berputar-putar ketika sampai ke pantai
sehingga mengakibatkan berpindahnya sedimen pantai.
2.3.1.5 Deflasi
Deflasi yaitu berpindahnya material pantai (sedimen) akibat angin sehingga
mengakibatkan erosi. Sedimen yang terangkut oleh angin dapat membentuk
gundukan di sebelah pantai arah daratan yang disebut dune.
2.3.1.6 Transpor sedimensejajar garis pantai
Tranpor sedimen sejajar garis pantai terjadi akibat gelombang yang datang
membentuk sudut tertentu terhadap garis pantai. Sedimen yang dibawa gelombang
ini akan di endapkan di tempat lain sejajar garis pantai dan mengakibatkan erosi
pada daerah asal sedimen tersebut.
2.3.1.7 Faktor biologis
Jika manusia melakukan penggalian pada karang laut sehingga pada jangka
waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan pada karang.
2.3.2 Kerusakan pantai akibat campur tangan manusia
Dalam CEM (Coastal Engineering Manual) dijelaskan bahwa kerusakan
pantai juga dapat disebabkan akibat campur tangan manusia. Campur tangan yang
dimaksud adalah:
2.3.2.1 Pembangunan dam/bendungan
Pada beberapa wilayah pantai, supplai sedimen berasal dari aliran sungai.
Dam dan bendungan menghambat pengangkutan sedimen menuju pantai dengan
adanya bangunan penangkap sedimen pada Dam. Struktur ini juga membatasi arus
puncak, sehingga mengurangi laju angkutan sedimen menuju pantai. Jika hal ini
tidak diimbangun dengan penambahan pasokan ke pantai, akan menyebabkan
daerah pantai menyusut dan terjadi erosi.
2.3.2.2 Pembuatan bangunan pelindung pantai dan pengontrol erosi
Pembangunan struktur pantai seperti jetty, groin, seawall dan revetment
mungkin penyebab dramatis kerusakan pantai yang terjadi (Shore Protection
Manual, 1984). Setiap struktur pengaman pantai memiliki efek terhadap sedimen
disekitarnya bahkan ada yang berdampak sekian kilometer pada bagian hilir
(downdrift) bangunan.
2.3.2.3 Perusakan perlindungan alami pantai
Gangguan terhadap perlindungan alami pantai seperti perusakan bukit pasir
(sand dunes), perusakan vegetasi pantai, dan pembangunan daerah di belakang
pantai dapat menyebabkan terjadinya overwash selama badai.
2.3.2.4 Peremajaan pantai (beach renourishment)
Perbaikan pantai tanpa bangunan pelindung seperti pengisian pasir pantai
dengan alat berat dari offshore ke lokasi. Pekerjaan ini memerlukan perencanaan
dan desain yang matang dan memperhatikan prosedur geologi. Ini merupakan
konservasi pantai dengan menambah pasir kembali pada daerah pantai.
2.3.2.5 Penambangan
Penambangan material dari pantai secara langsung mengurangi ketersediaan
sedimen di daerah pantai. Hal ini juga terjadi pada beberapa pantai di daerah Bali,
terjadinya penambangan coral menyebabkan berkurangnya suplai sedimen di
daerah pantai yang menyebabkan terjadinya erosi.
2.3.2.6 Pengalihan aliran sungai
Perubahan aliran sungai, baik secara alami maupun akibat aktifitas manusia
dapat menyeabkan terganggunya suplai sedimen ke arah pantai. Hal ini terjadi
akibat perubahan kecepatan aliran sehingga memperlambat pergerakan sedimen
yang menuju pantai.
2.3.2.7 Aktifitas pertanian
Aktifitas perluasan lahan pertanian menyebabkan terjadinya peningkatan
laju erosi tanah. Tanah yang tererosi mudah terbawa oleh aliran sungai dan
akhirnya terjadi sedimentasi di muara sungai. Konsekuensi dari proses ini adalah
terjadinya pengendapan sehingga dapat mengganggu suplai sedimen kearah
pantai.
2.3.2.8 Penebangan hutan
Penebangan hutan merupakan masalah penting yang terjadi pada banyak
negara berkembang, dimana terjadi penggundulan hutan yang menyebabkan tidak
adanya penahan longsoran tanah dan menyebabkan erosi. Tanah ini kemudian
dibawa kelaut melalui aliran sungai dan menyebabkan terjadinya banjir bandang
dan mengganggu keseimbangan sedimen di pantai.
Tabel 2. 2 merupakan rangkuman dari faktor penyebab erosi, dampak yang
ditimbulkan serta jangka waktu terjadinya erosi/akresi.
Tabel 2. 2 Faktor alam dan aktifitas manusia yang memengaruhi garis pantai
Jangka Waktu
Faktor Dampak
Detik Jam Hari Bulan 1 Th 10 Th 50 Th 100 Th
Faktor Alam
Short Wave Period Erosi
Wave of Small Stepness Akresi
Large Wave Height Erosi
Storm Surge Erosi
Alongshore Current Erosi/Akresi
Rip Current Erosi
Underflow Erosi
Overwash Erosi
Wind Erosi
Sediment Supply Erosi/Akresi
Inlet Presence Net Erotion
Sea Level Raise Erosi
Land Subsidence Erosi/Akresi
Aktifitas Manusia
Pengerukan Erosi/Akresi
Pengaman Pantai Erosi/Akresi
Penebangan Vegetasi Erosi
Pengembangan Pelabuhan Erosi/Akresi
Bendung/Dam Erosi
Reklamasi Erosi
Sumber : NRC (1990) (NRC, 1990)
2.4 Bangunan Pengaman Pantai
Menurut (Pope, 1997) penanganan kerusakan pantai akibat erosi/abrasi
dilakukan dari membiarkan kondisi pantai tanpa pengamanan (do nothing) hingga
pembuatan berbagai struktur pengaman pantai untuk mengubah pola atau suplai
sediment pantai. Seluruh upaya pengamanan pantai dapat digolongkan kedalam 5
(lima) kelas yaitu perlindungan tebing pantai (armoring), pengurangan laju erosi
(moderation), restorasi pantai (restoration), dibiarkan (do nothing) dan
penyesuaian (adaptation). Tiga kelas pertama merupakan pendekatan teknis
(engineering approaches) dan sisanya merupakan pendekatan manajemen pantai
(management approaches).
Penanganan Pantai Kuta digolongkan kedalam upaya perlindungan tebing
melalui pembuatan revetment, pengurangan laju erosi dengan pembangunan
breakwater dan sand stopper, serta restorasi pantai melalui pengisian pasir.
Berikut adalah penjelasan dari masing
masing-masing jenis bangunan pengaman
gaman pantai
yang dibangun pada Pantai Kuta.
2.4.1 Revetment
Revetment adalah bangunan yang memisahkan daratan dan perairan pantai,
yang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan limpasan gelombang
(overtopping)) ke darat. Daerah yang dilindungi revetment adalah daerah tepat
dibelakangnya. Permukaan bangunan biasanya berbentuk miring dan tersusun dari
tumpukan batu, geobag, bronjong ((gabion) dan blok beton seperti pada Gambar 2.
7 berikut.
Gambar 2.17 Perubahan garis pantai dan profil dasar yang terkait
Sumber: Hanson (1989)
Asumsi berikutnya adalah bahwa pasir diangkut sejajar diantara dua titik
yang didefinisikan sebagai titik yang membentuk garis pantai (Gambar 2.18).
Sedangkan batas pergerakan pasir kearah darat berada pada posisi berm dan batas
kearah laut pada closure depth. Pembatasan tersebut merupakan cara yang
sederhana dalam menentukan daerah yang mengalami perubahan volume yang
menyebabkan terjadinya perubahan posisi garis pantai. Dengan demikian,
diasumsikan bahwa profil pantai bergerak kearah laut dan darat sepanjang pantai
tanpa berubah bentuk selama waktu tertentu (Δt). Perubahan garis pantai adalah
Δy (Gambar 2.18), panjang segmen pantai adalah Δx, dan profil pantai bergerak
kearah vertikal didefinisikan oleh ketinggian berm (Db) dan kedalaman arah laut
(Dc). Perubahan segmen pantai adalah ΔV = Δx.Δy (DB + DC) dan ditentukan oleh
sedimen yang masuk dan keluar pada kedua sisi profil tersebut. Perubahan volume
dihasilkan jika terjadi perbedaan laju angkutan sedimen sejajar pantai (Q) pada
cell tersebut. Perubahan volume tersebut didefinisikan dengan ΔV = ΔQΔt.
Penyusunan syarat batas tersebut menghasilkan persamaan untuk perubahan garis
pantai sebagai berikut:
∆ ∆
+ =0 (11)
∆ ( ) ∆
(12)
Dimana:
H : tinggi gelombang
Cg : kecepatan kelompok gelombang
b : tanda menunjukkan gelombang pecah
αbs : sudut gelombang pecah terhadap garis pantai
Sedangkan parameter α1 dan α2 dinyatakan dengan persamaan berikut:
∝ = ( )( )
(13)
∝ = ( )( )
(14)
Dimana :
K1, K2 : koefisien empiris
s : perbandingan masa jenis pasir dan air laut
W : faktor numeris
tan β : kemiringan dasar laut rerata
Gambar berikut menunjukkan perubahan garis pantai pada beberapa profil
pantai yang diakibatkan oleh sebuah groin pendek.
Gambar 2.19 Perubahan garis pantai pada beberapa cell akibat groin
Sumber: Hanson (1989)
Permodelan dengan GENESIS memiliki beberapa kemampuan dalam
melakukan pendekatan untuk kondisi yang terjadi di pantai. Pendekatan pada
GENESIS juga mampu mempresentasikan kontour lepas pantai, koefisien
transmisi dari pemecah gelombang dan pembentukan tombolo. Berikut ini adalah
ketiga pendekatan tersebut:
a. Representasi kontour lepas pantai (offshore contour)
Pada GENESIS, gelombang datang dibiaskan akibat adanya perubahan
kontour dasar laut dan sudut datang gelombang tersebut disesuaikan dengan garis
pantai. Hal ini memastikan bahwa kejadian gelombang mendekati kondisi riil
dilapangan ketika terjadi perubahan profil pantai yang disebabkan perubahan
gelombang tersebut.
Metode ini memiliki 2 (dua) keterbatasan yaitu, bentuk bathimetri yang
dominan tidak terwakili dengan baik dan garis pantai menjadi lurus jika
dijalankan dalam waktu yang lama jika tidak terdapat bangunan pantai ataupun
suplai sedimen dari luar. Gambar 2.20 menunjukkan bahwa keterbatasan ini dapat
diatasi dengan menetapkan kontour yang mewakili kondisi dominan di lokasi
penelitian. Kondisi ini menyebabkan model mengikuti bentuk kontour yang
dipilih seperti kelengkungannya sehingga model dapat mempertahankan bentuk
kelengkungan garis pantai jika dijalankan pada waktu yang lama (Hanson, H., dan
Kraus, N. C, 1989).
Gambar 2.20 Pengaruh dari garis kontour lepas pantai yang telah ditentukan
Sumber: Hanson (1989)
b. Representasi dari variabel koefisien transmisi pemecah gelombang
Koefisien transmisi (Kt) dari sebuah pemecah gelombang merupakan
parameter utama dalam mengendalikan respon pantai terhadap kebedaraan
breakwater. Dalam GENESIS, pengguna dapat menentukan keofisien transmisi
gelombang dari bangunan tersebut berdasarkan bentuk pemecah gelombang
(tinggi jagaan, lebar dan slope) berdasarkan metode perhitungan yang telah
dilakukan dalam tahapan desain struktur.
Dimana :
D = perpindahan relatif
nd = jumlah unit yang berpindah
n = jumlah unit keseluruhan
b. Perpindahan segmen (strip
( displacement) (Van der Meer, 1988):
𝑁 = (16)
Dimana :
Nod = perpindahan segmen
nd = Jumlah unit yang berpindah
B = panjang struktur (m)
Dn = diameter lapis lindung rerata (m)
c. Area terkikis
kis relatif (relative eroded area) (Broderick, 1982) :
𝑆= (17)
Dimana :
S = area terkisis relatif
Ae = luas area yang tererosi (m2)
D2n = diameter lapis lindung rerata kuadrat (m2)
Definisi area tererosi (Eroded
Eroded Area
Area) diilustrasikan dalam Gambar 2. 24 berikut
ini.