Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

PERENCANAAN TEKNIS BENDUNGAN

4.1. Penetapan Tinggi Bendungan

Yang dimaksud tinggi bendungan adalah beda tinggi tegak antara puncak
bendungan dengan bagian terbawah dari pondasi bendungan. Untuk menentukan
tinggi bendungan secara optimal, harus memperhatikan tinggi air untuk operasi
bendungan dan tinggi ruang bebas (free board). Perencanaan tinggi air untuk operasi
bendungan dapat ditentukan dari lengkung kapasitas.

A. Lengkung Kapasitas (Capacity Curve)

Yang dimaksud lengkung kapasitas (capacity curve) adalah grafik yang


menggambarkan hubungan antara tinggi (elevasi) waduk/bendungan dengan luas
genangan dan volume tampungan yang akan didapatkan.
Sungai

50
40

35
45

Rencana lokasi
waduk/bendungan

Gambar 4.1. Rencana lokasi waduk/bendungan

Pada Gambar 1 ditampilkan contoh peta situasi lokasi waduk/bendungan. Dari


contoh tersebut akan dibuat lengkung kapasitas waduk/bendungan rencana.

Langkah-langkah pembuatan lengkung kapasitas.


a. Dihitung luasan yang dibatasi oleh garis rencana lokasi waduk/bendungan dan
masing-masing garis kontur. Dari langkah ini diperoleh hasil sebagai berikut :

IV-1
Tabel 4.1. Luas daerah untuk tiap-tiap kontur.

Elevasi Luas (km2)


35 0,5

40 1,8

45 3,9

50 7,2
b. Dihitung volume tampungan diantara dua garis kontur dengan rumusan
A kontur 1 + A kontur 2 + √ ( A kontur 1 ) x ( A kontur 2 )
Volume = x selisih kontur
3
dengan A adalah luas.
Penerapan rumusan tersebut untuk contoh diatas adalah sebagai berikut :
V0 = 0
( 0,5 + 1,8 + √0,5 x 1,8 ) x 106 m2
V1 = x ( 40 − 35 ) = 5 750 000 m3
3
( 1,8 + 3,9 + √ 1,8 x 3,9 ) x 106 m2
V2 = x ( 45 − 40 ) = 14 250 000 m 3
3
( 3,9 + 7,2 + √ 3,9 x 7,2 ) x 10 6 m2
V3 = x (50 − 45 ) = 27 750 000 m3
3
c. Dari masing-masing volume tersebut kemudian dikumulatifkan, didapatkan tabel
berikut :
Tabel 4.2. Volume tampungan komulatif.

Elevasi Volume Komulatif (m3)


35 0
40 5 750 000
45 20 000 000
50 47 750 000

d. Dari langkah a dan c kemudian dibuat grafik antara elevasi vs luas genangan dan
volume tampungan sebagaimana ditampilkan berikut ini

IV-2
Volume genangan (m3)

8.juta 6.juta 4.juta 2.juta 0


55

50
Volume genangan
Luas genangan
Elevasi
45

40

35
0 2 4 6 8
Gambar 4.2. Lengkung
Luas genangan (km2) kapasitas

B. Penentuan Tinggi Air di atas Pelimpah (Spillway) dengan Penelusuran


Banjir (Flood Routing)

Penelusuran banjir dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik hidrograf


outflow/keluaran, yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. Perubahan
hidrograf banjir antara inflow (I) dan outflow (O) karena adanya faktor tampungan
atau adanya penampang sungai yang tidak seragam atau akibat adanya meander
sungai. Jadi penelusuran banjir ada dua, untuk mengetahui perubahan inflow dan
outflow pada waduk dan inflow pada satu titik dengan suatu titik di tempat lain pada
sungai (C.D. Soemarto, 1999).

Perubahan inflow dan outflow akibat adanya faktor tampungan, menyebabkan


pada suatu waduk terdapat inflow banjir (I) akibat adanya banjir dan outflow (O)
apabila muka air waduk naik dan melimpas di atas spillway. (Soemarto, 1999).

I > O, berarti tampungan waduk naik. Elevasi muka air pada waduk naik.

I < O, berarti tampungan waduk turun. Elevasi muka air pada waduk turun.

Pada penelusuran banjir berlaku persamaan kontinuitas (Sosrodarsono &


Takeda, 1993) :
IV-3
I – O = ΔS

Dimana :

ΔS = Perubahan tampungan air di waduk

Persamaan kontinuitas pada periode Δt = t1 – t2 adalah :

Jika :

Maka,

dengan :
I1 : debit masuk pd awal periode penelusuran
I2 : debit masuk pd akhir periode penelusuran
Q1 : debit keluar pd awal periode penelusuran
Q2 : debit keluar pd akhir periode penelusuran
S1 : tampungan pd awal periode penelusuran
S2 : tampungan pd akhir periode penelusuran
∆t : periode penelusuran

Dalam penelusuran banjir pada waduk, maka langkah yang diperlukan adalah :
1. Menentukan hidrograf inflow sesuai skala perencanaan.
2. Menyiapkan data hubungan antara volume dan area waduk dengan elevasi waduk
(lengkung kapasitas).
3. Menentukan atau menghitung debit limpasan spillway waduk pada setiap ketinggian
air di atas spillway dengan menggunakan rumus
Q = C.B.H3/2
dengan :
C = koefisien debit
B = lebar spillway (m)
H = tinggi air di atas spillway (m)
4. Ditentukan kondisi awal waduk (muka air waduk) pada saat dimulai routing. Hal ini
diperhitungkan terhadap kondisi yang paling bahaya dalam rangka pengendalian
IV-4
banjir.
5. Menentukan periode waktu peninjauan t1, t2, …, dst, periode waktu (t2-t1) semakin
kecil bertambah baik.
Contoh perhitungan routing banjir lewat waduk :

Pada sebuah waduk terdapat data-data, sebagai berikut :

Tabel 4.3 Lengkung Kapasitas Waduk dihitung dari Puncak Pelimpah

Elevasi Tampungan, S
(m) (m3)
272,7 0
272,9 526200
273,1 1066300
273,3 1620300
273,5 2174300
273,7 2728300
273,9 3282300
274,1 3843700
274,3 4412500
274,5 4981300
274,7 5550100
274,9 6118900
275,1 6708300
275,3 7318300

Tabel 4.4 Hidrograf Banjir pada Waduk

Waktu (t) Debit, Q Waktu (t) Debit, Q


3 3
Jam (m /d) Jam (m /d)
0,0 6,0 9,0 114,0
0,5 7,0 9,5 99,0
1,0 11,0 10,0 87,0
1,5 25,0 10,5 76,0
2,0 77,0 11,0 68,0
2,5 182,0 11,5 59,0
3,0 299,0 12,0 51,0
3,5 420,0 12,5 44,0
4,0 441,0 13,0 38,0
4,5 432,0 13,5 33,0
5,0 402,0 14,0 28,0
5,5 362,0 14,5 24,0
6,0 313,0 15,0 20,0
6,5 261,0 15,5 16,0
7,0 215,0 16,0 13,0
7,5 181,0 16,5 10,0
8,0 155,0 17,0 7,0
8,5 132,0

Diasumsikan lebar spillway ( B ) = 32 m, dan koefisien debit ( C ) = 2, maka dari data-


data tersebut di atas dapat dibuat tabel sebagai berikut :

IV-5
Prosedur perhitungan :

1) Buat lengkung kapasitas waduk, dimulai dari elevasi puncak mercu ambang
pelimpah (spillway) bukan dari dasar bendungan/embung

2) Tetapkan besarnya pias waktu (∆t)

3) Hitung besaran-besaran berikut :

a. S/∆t dalam (m3/dt)

b. Q = C B H3/2

c. ψ dan ϕ

Tabel 4.5 Hubungan antara Elevasi di Waduk, Tampungan dan Debit


Elevasi mercu = 272,7 KoefCD = 2,0
Lebar mercu, B = 32,0 m Dt = 0,5 jam

S Q S Q
Elevasi H S S/Dt Q  
t 2 t 2
6 3 3 3 3 3
(m) (m) (10 m ) (m /dt) (m /dt) (m /dt) (m /dt)

272,7 0,0 0 0 0 0 0
272,9 0,2 0,53 292 6 295 289
273,1 0,4 1,07 592 16 600 584
273,3 0,6 1,62 900 30 915 885
273,5 0,8 2,17 1208 46 1231 1185
273,7 1,0 2,73 1516 64 1548 1484
273,9 1,2 3,28 1824 84 1866 1781
274,1 1,4 3,84 2135 106 2188 2082
274,3 1,6 4,41 2451 130 2516 2387
274,5 1,8 4,98 2767 155 2845 2690
274,7 2,0 5,55 3083 181 3174 2993
274,9 2,2 6,12 3399 209 3504 3295
275,1 2,4 6,71 3727 238 3846 3608
275,3 2,6 7,32 4066 268 4200 3932

Berdasarkan tabel tersebut di atas kemudian dapat dihitung tinggi air dan debit yang
keluar melalui pelimpah, sebagai berikut :

Tabel 4.6 Analisis Tinggi Air dan Debit yang keluar Melalui Spillway

IV-6
Waktu (t) Inflow, I (I1 +I2 )/2 S1 y1 j2 S2 H Outflow,Q
3 3 6 3 3 3 6 3 3
Jam (m /d) (m /d) (10 m ) (m /d) (m /d) (10 m ) (m) (m /d)

0,0 6,0 0,21 6


0,5 7 7 0,54 299 305 0,54 0,21 6
1,0 11 9 0,54 299 308 0,55 0,21 6
1,5 25 18 0,55 302 320 0,57 0,22 6
2,0 77 51 0,57 314 365 0,65 0,25 8
2,5 182 130 0,65 358 487 0,87 0,33 12
3,0 299 241 0,87 477 718 1,28 0,48 21
3,5 420 360 1,28 701 1061 1,89 0,70 37
4,0 441 431 1,89 1032 1462 2,60 0,95 60
4,5 432 437 2,60 1414 1850 3,28 1,20 84
5,0 402 417 3,28 1779 2196 3,88 1,41 107
5,5 362 382 3,88 2100 2482 4,37 1,59 128
6,0 313 338 4,37 2364 2702 4,75 1,72 144
6,5 261 287 4,75 2566 2853 5,01 1,81 156
7,0 215 238 5,01 2703 2941 5,15 1,86 162
7,5 181 198 5,15 2782 2980 5,22 1,88 165
8,0 155 168 5,22 2816 2984 5,22 1,88 166
8,5 132 144 5,22 2819 2962 5,18 1,87 164
9,0 114 123 5,18 2797 2920 5,11 1,85 160
9,5 99 107 5,11 2758 2865 5,01 1,81 156
10,0 87 93 5,01 2707 2800 4,90 1,77 151
10,5 76 82 4,90 2646 2728 4,77 1,73 145
11,0 68 72 4,77 2580 2652 4,64 1,68 139
11,5 59 64 4,64 2509 2573 4,51 1,63 134
12,0 51 55 4,51 2436 2491 4,36 1,58 127
12,5 44 48 4,36 2361 2408 4,22 1,53 121
13,0 38 41 4,22 2284 2325 4,08 1,48 115
13,5 33 36 4,08 2206 2242 3,93 1,43 110
14,0 28 31 3,93 2129 2160 3,79 1,38 104
14,5 24 26 3,79 2053 2079 3,65 1,33 98
15,0 20 22 3,65 1978 2000 3,51 1,28 93
15,5 16 18 3,51 1905 1923 3,38 1,23 88
16,0 13 15 3,38 1832 1847 3,25 1,19 83
16,5 10 12 3,25 1762 1773 3,12 1,14 78
17,0 7 9 3,12 1693 1701 2,99 1,10 73

Keterangan :
a. Inflow (I) adalah hidrograf debit masuk ke waduk
e. Kolom St = interpolasi H & S (Tabel 4.5), dg nilai Ht-1
f. Kolom ψ1 = interpolasi H dan ψ1(Tabel 4.5), dengan Nilai Ht-1
g. Kolom ϕ2 = kolom ((I1+I2)/2) + ψ1
h. Kolom S2 = S1 + ((I1+I2)/2)-Qt-1
i. Kolom H = interpolasi H dan S Tabel 1 dengan nilai S 2
j. Kolom Q = C B H3/2

IV-7
Dari tabel 4.6 tersebut, kita dapatkan tinggi air maksimum di waduk pada saat debit
banjir rencana.

C. Tinggi Jagaan (Free Board))

Tinggi ruang bebas adalah jarak vertikal antara puncak bendungan dengan
permukaan air di bendungan pada waktu air pada elevasi full supply level, yaitu pada
waktu air mulai melimpah melewati ambang bangunan pelimpah.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan tinggi ruang bebas
adalah sebagai berikut :
1. untuk bendungan tipe urugan, besarnya tinggi ruang bebas harus diambil 1 meter
lebih tinggi dibandingkan dengan bendungan tipe beton karena air sama sekali
tidak boleh melimpah melewati puncak bendungan,
2. peninggian puncak bendungan tipe urugan selama pembangunan (camber) tidak
boleh dihitung sebagai bagian dari tinggi ruang bebas,
3. apabila di sebelah hilirnya terdapat banguan yang sangat vital atau daerah padat
penduduk maka tinggi ruang bebas harus diambil lebih besar,
4. tinggi ruang bebas harus diambil lebih besar jika terdapat hal-hal berikut
 terdapat resiko macetnya pembukaan pintu air bangunan pelimpah,
 terdapat resiko longsornya tebing bendungan dan masuk ke dalam
bendungan,
 data hidrologi yang tersedia kurang lengkap.

Ada tiga cara untuk menentukan tinggi ruang bebas, dari ketiga cara tersebut
tinggi ruang bebas yang dipakai adalah yang paling besar.
1. Permukaan air tertinggi pada waktu banjir (Top Water Level, TWL).
Tinggi ruang bebas adalah selisih antara TWL dengan FSL ditambah dengan
tinggi tambahan sebagai angka keamanan.

t r = H1 + Ha

dengan notasi :

tr : tinggi ruang bebas,


H1 : selisih antara TWL dengan FSL,
Ha : angka keamanan.

2. Permukaan air tertinggi akibat tinggi gelombang angin dan lain-lain.

IV-8
a. Tinggi gelombang angin (hw1)
2
V .F
hw1 = cos A
k.d
dengan notasi :
hw1 : tinggi gelombang angin (m),
V : kecepatan angin di atas air (km/jam),
F : fetch yaitu jarak dari tepi genangan di depan bendungan dengan
bendungannya sendiri (km),
d : kedalaman bendungan rata-rata (m),
A : sudut antara arah angin dengan fetch (derajad),
k : koefisien (biasanya diambil 62).

b. Tinggi gelombang diatas gelombang angin (hw2)


4
hw 2 = 0 ,34 √ F + 0 , 76 √ F
dengan notasi :
hw2 : tinggi gelombang diatas gelombang angin (m),
F : fetch yaitu jarak dari tepi genangan di depan bendungan dengan
bendungannya sendiri (km),

c. Tinggi gelombang yang merambat ke sebelah hulu bendungan (hw3)


2
V
hw 3 =
2g
dengan notasi :
hw3 : tinggi gelombang yang merambat (m),
V : kecepatan angin (km/jam),
g : percepatan gravitasi (=9,81 m/d2),

d. Tinggi gelombang akibat gempa bumi (he)


k.t
he = √g .d

dengan notasi :
he : tinggi gelombang akibat gempa bumi (m),
k : koefisien gempa bumi (0,10 - 0,30),
t : waktu terjadinya gempa bumi (detik),

IV-9
d : kedalaman bendungan rata-rata (m),

e. Tinggi keamanan sebagai akibat tipe bendungan (hi)


untuk tipe beton hi = 0, untuk tipe urugan hi = 1

f. Tinggi keamanan sebagai akibat macetnya pembukaan pintu air bangunan


pelimpah (ha)
besarnya ha = 0,5 m

g. Tinggi keamanan sebagai akibat resiko longsornya tebing ke dalam bendungan


(hs)
V
hs =
A

dengan notasi :
V : volume tanah yang tidak stabil (m3),
A : luas bendungan (m2),

Dari beberapa besaran tersebut, tinggi ruang bebas dihitung dengan rumusan :

Hw = hw1 + hw2 + hw3 + he + hi + ha + hs

3. Standar minimum tinggi ruang bebas


The Japanese National Committee on Large Dam (JANCOLD) memberikan
standar sebagai berikut :

Tabel 4,7. Tinggi ruang bebas minimum

Tinggi waduk
No Tipe beton Tipe urugan
(m)
1. < 50 1m 2m
2. 50 - 100 2m 3m
3. > 100 2,5 m 3,5 m

Dari ketiga cara yang disampaikan, dipilih nilai yang paling besar sebagai
tinggi ruang bebas.

Contoh perhitungan menentukan tinggi ruang bebas.

Data-data yang diperlukan :

IV-10
Elv. top water level (TWL) = 113,5
Elv. full service level (FSL) = 111,0
Kecepatan angin = 35 km/jam
Kedalaman rata-rata bendungan = 5,0 m
Panjang fetch = 3,0 km
Sudut arah angin dengan fetch = 150
Koefisien gempa = 0,2
Lama gempa = 7,0 detik
Spillway dibuat tanpa pintu dan tidak ada bahaya longsor tebing ke
bendungan.

1. Ruang bebas akibat muka air banjir (Hitungan I).


H1 = TWL - FSL
= 113,5 - 111,0 = 2,50 m
angka keamanan, Ha diambil 1,00 m.
tr = H1 + Ha
= 2,50 + 1,00
= 3,50 m

4.2. Penetapan Lebar Puncak Bendungan

Lebar mercu bendungan yang memadai diperlukan agar puncak bendungan


dapat tahan terhadap hempasan ombak dan dapat tahan terhadap aliran filtrasi yang
melalui puncak tubuh bendungan. Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu
diperhatikan kegunaannya sebagai jalan inspeksi dan pemeliharaan bendungan.

Penentuan lebar mercu dirumuskan sebagai berikut (Sosrodarsono, Bendungan Type

Urugan, 1984) :

b = 3,6.H1/3 – 3
dengan :

b = lebar mercu
H = tinggi bendungan

Lebar puncak dari bendungan tipe urugan ditentukan berdasarkan pertimbangan


sebagai berikut ini :

IV-11
 Bahan timbunan asli (alam) dan jarak minimum garis rembesan melalui timbunan
pada elevasi muka air normal.
 Pengaruh tekanan gelombang di bagian permukaan lereng hulu.
 Tinggi dan tingkat kepentingan dari konstruksi bendungan.
 Kemungkinan puncak bendungan untuk jalan penghubung.
 Pertimbangan praktis dalam pelaksanaan konstruksi.

Formula yang digunakan untuk menentukan lebar puncak pada bendungan


urugan sebagai berikut (USBR, 1987, p.253) :

Penentuan lebar puncak bendungan


z
w = + 3,34
5
dengan :
w : lebar puncak bendungan (m),
z : tinggi bendungan (m).

Untuk bendungan kecil yang diatasnya akan dimanfaatkan untuk jalan raya,
lebar minimumnya adalah 4 meter. Sementara untuk jalan biasa cukup 2,5 meter.

Lebar bendungan juga dapat ditentukan dengan menggunakan pedoman Tabel 4.8 :

Tabel 4.8. Lebar Puncak Bendungan yang Dianjurkan

4. 3. Panjang Bendungan

Panjang bendungan adalah seluruh panjang mercu bendungan yang bersangkutan


termasuk bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di kedua ujung mercu tersebut.
Apabila bangunan pelimpah atau bangunan penyadap terdapat pada ujung-ujung
mercu, maka lebar bangunan-bangunan pelimpah tersebut diperhitungkan pula dalam
menentukan panjang bendungan (Sosrodarsono, Bendungan Type Urugan, 1984).

IV-12
4. 4. Volume Bendungan

Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh
bendungan termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume
bendungan (Sosrodarsono, Bendungan Type Urugan, 1984).

4.5. Kemiringan Lereng (Slope Gradient) Tubuh Bendungan


Kemiringan rata-rata lereng bendungan (lereng hulu dan lereng hilir) adalah
perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui tumit masing-masing lereng
tersebut. Berm lawan dan drainase prisma biasanya dimasukkan dalam perhitungan
penentuan kemiringan lereng, akan tetapi alas kedap air biasanya diabaikan
(Soedibyo, Teknik Bendungan, 1993).

Kemiringan lereng urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil


terhadap longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang dipakai,
Tabel 4.9. Kestabilan urugan harus diperhitungkan terhadap frekuensi naik turunnya
muka air, rembesan, dan harus tahan terhadap gempa (Sosrodarsono, Bendungan Type
Urugan, 1984).

Perencanaan kemiringan tubuh bendungan


m − kτ
FShulu = tg φ
1+k m τ
n−k
FShilir = tg φ
1+k m
Besarnya nilai  dihitung dengan rumusan berikut :
γ sat
τ=
γ sat − γ w
(G s + e) γw
γ sat =
1+e
dengan :
FShulu : faktor keamanan untuk lereng hulu,
FShilir : faktor keamanan untuk lereng hilir,
m : kemiringan lereng sebelah hulu,
n : kemiringan lereng sebelah hilir,
 : sudut geser dalam tanah,
k : intensitas gempa arah horizontal (0,15),
sat : berat jenis tanah terendam,
IV-13
w : berat jenis air,
e : angka pori,
Gs : berat spesifik tanah.

Tabel 4.9. Kemiringan Lereng Urugan

4.6. Penimbunan Ekstra (Extra Banking)

Penimbunan ekstra pada bendungan dilaksanakan untuk mengimbangi


penurunan mercu bendungan yang disebkan oleh adanya proses konsolidasi baik pada
tubuh maupun pondasi bendungan. Sesudah tubuh bendungan selesai dibangun, proses
konsolidasi masih terus berlangsung untuk beberapa waktu lamanya, sehingga
penimbunan ekstra diperlukan agar sesudah proses konsolidasi berakhir mercu
bendungan dapat mencapai elevasi yang telah direncanakan.

IV-14

Anda mungkin juga menyukai