Anda di halaman 1dari 22

MODUL PERKULIAHAN

Perancangan
Geometrik Jalan
Alinyemen & Dasar-Dasar
Perencanaannya

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

03
Fakultas Teknik Teknik Sipil W111700008 Reni Karno Kinasih, ST.,MT

Abstract Kompetensi
Modul ini merupakan pengenalan CPMK 3
terhadap alinyemen dan landasan (W111700008-3)
pemahaman mengenai dasar-dasar Mampu mendesain alinyemen vertical dan
perencanaan alinyemen horizontal, khususnya memahami mengenai
alinyemen dan dasar-dasar perencanaan
alinyemen
Alinyemen Jalan
Layout atau posisi garis tengah (center line) pada permukaan jalan disebut sebagai
alinyemen (alignment). Terdapat dua tipe alinyemen yaitu alinyemen horizontal dan
alinyemen vertikal.

Sekalinya suatu jalan sudah terbangun, sulit untuk merubah alinyemen, maka dari itu pada
saat memfinalisasi alinyemen memerlukan perhatian ekstra.

Syarat-syarat dasar alinyemen yang ideal diantaranya adalah:

 Merupakan track (path) terpendek


 Alinyemen harus mudah dibangun dan dipelihara, dan juga harus memudahkan
operasi kendaraan
 Alinyemen baik vertical maupun horizontal harus aman untuk dilintasi
 Alinyemen harus dipilih sehingga biaya konstruksinya ekonomis

Hal-hal yang menjadi dasar-dasar perencanaan alinyemen adalah:

1. Gaya sentrifugal
2. Gaya gesekan melintang
3. Lengkung peralihan
4. Diagram superelevasi

Gaya Sentrifugal
 Apabila suatu kendaraan bergerak
dengan kecepatan tetap V pada
bidang datar atau miring dengan
lintasan berbentuk suatu lengkung
seperti lingkaran, maka pada
kendaraan tersebut bekerja gaya
kecepatan V dan gaya sentrifugal F.
Gambar 3.1. Gaya sentrifugal pada lengkung
horizontal

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Anda
wajib
ingat ini!
 Gaya sentrifugal mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya, berarah
tegak lurus terhadap gaya kecepatan V.
 Gaya ini menimbulkan rasa tidak nyaman pada si pengemudi.
 Gaya sentrifugal (F) yang terjadi: F = m.a
Di mana:
m=massa=G/g
G =berat kerdaraan
g = gaya gravitasi bumi
a = percepatan sentrifugal = V²/R
V = kecepatan kendaraan
R = jari-jari lengkung lintasan
Dengan demikian besarnya gaya sentrifugal dapat ditulis sebagai berikut:

………………………………………………………(3.1.)

 Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap pada sumbu lajur jalannya,
maka perlu adanya gaya yang dapat mengimbangi gaya tersebut sehingga terjadi suatu
keseimbangan, yang berasal dari:
a. Gaya gesekan melintang antara ban kendaraan dengan permukaan jalan
b. Komponen berat kendaraan akibat kemiringan melintang permukaan jalan

Gaya Gesekan Melintang


Gaya gesekan melintang antara ban kendaraan dengan permukaan jalan
Anda
wajib
paham Gaya gesekan melintang (Fs) adalah besarnya gesekan yang timbul antara ban dan
dan ingat
ini!
permukaan jalan dalam arah melintang jalan yang berfungsi untuk mengimbangi gaya
sentrifugal.

Perbandingan antara gaya gesekan melintang dan gaya normal yang bekerja disebut
koefisien gesekan melintang. Besarnya koefisien gesekan melintang dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis dan kondisi ban, tekanan ban, kekasaran permukaan
perkerasan, kecepatan kendaraan, dan keadaan cuaca.

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Pada gambar 3.2. diambil dari buku Traffic Engineering Handbook, 1992, 4th Edition,
Institute of Transportation Engineers, Prenctice Hall, Inc. dapat dilihat besarnya koefisien
gegekan melintang jalan yang diperoleh oleh beberapa peneliti. Perbedaan nilai yang
diperoleh untuk satu nilai kecepatan dapat disebabkan oleh perbedaan kekasaran
permukaan jalan, cuaca, dan kondisi serta jenis ban. Nlai koefisien gesekan melintang yang
dipergunakan untuk perencanaan haruslah merupakan nilai yang telah mempertimbangkan
faktor keamanan pengemudi, sehingga bukanlah merupakan nilai maksimum yang terjadi.
Untuk kecepatan rendah diperoleh koefisien gesekan melintang yang tinggi dan untuk
kecepatan tinggi diperoleh koefisien gesekan melintang yang rendah.

Gambar 3.2. Korelasi antara koefisien gesekan melintang maksimum dan kecepatan rencana
(TEH'92)

Untuk perencanaan disarankan mempergunakan nilai koefisien gesekan melintang


maksimum seperti garis lurus pada gambar di atas. Gambar 3.3. memberikan besarnya
koefisien gesekan melintang maksimum perencanaan untuk satuan SI.

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 3.3. Koefisien gesekan melintang maksimum untuk desain
(berdasarkan TEH'92 dalam satuan SI)

Untuk kecepatan rencana < 80 km/jam berlaku f : - 0,00065 V + 0,192 dan untuk kecepatan
rencana antara 80 - 112 km/jam berlaku f : - 0,00125 V + 0,24.

a. Kemiringan melintang pada lengkung horizontal (superelevasi)


Anda  Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya sentrifugal diperoleh dengan
wajib
membuat kemiringan melintang jalan.
paham
dan ingat  Kemiringan melintang jalan pada lengkung horizontal yang bertujuan untuk
ini! memperoleh komponen berat kendaraan guna mengimbangi gaya sentrifugal

biasanya disebut superelevasi.

 Semakin besar superelevasi semakin besar pula komponen berat kendaraan yang
diperoleh.
 Superelevasi maksimum yang dapat digunakan pada suatu jalan raya dibatasi oleh
beberapa keadaan seperti:

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
a. keadaan cuaca, seperti sering turun hujan, berkabut. Di daerah yang memiliki 4
musim, superelevasi maksimum yang dipilih dipengaruhi juga oleh sering dan
banyaknya salju yang turun.
b. Jalan yang berada di daerah yang sering turun hujan, berkabut, atau sering turun
salju, superelevasi maksimum lebih rendah daripada jalan yang berada di daerah
yang selalu bercuaca baik.
c. keadaan medan, seperti datar, berbukit-bukit atau pergunungan. Di daerah
datar superelevasi maksimum dapat dipilih lebih tinggi daripada di daerah
berbukit-bukit, atau di daerah pergunungan.
d. keadaan lingkungan, perkotaan (urban) atau luar kota (rural). Di dalam kota
kendaraan bergerak lebih perlahan-lahan, banyak terdapat persimpangan-
persimpangan, rambu-rambu lalu lintas yang harus diperhatikan, arus pejalan
kaki, arus lalu lintas yang lebih padat, sehingga sebaiknya superelevasi
maksimum di perkotaan dipilih lebih kecil daripada di luar kota.
e. Komposisi jenis kendaraan dari arus lalu lintas. Banyaknya kendaraan berat yang
bergerak lebih lambat serta adanya kendaraan yang ditarik oleh hewan atau
kendaraan tak bermesin mengakibatkan gerak arus lalu lintas menjadi tidak
menentu. Pada kondisi ini sebaiknya dipilih superelevasi maksimum yang lebih
rendah.
 Berikut ini adalah alternatif superelevasi maksimum:
- Jalan licin, sering hujan, kabut: emaks 8%
- Jalan di perkotaan, sering macet: e maks 4 – 6%
- AASHTO e maks: 0,04; 0,06; 0,08; 0,10; 0,12
- Bina Marga: jalan luar kota emaks 10%; jalan dalam kota emaks 6%

Rumus Umum Lengkung Horizontal


Gesekan melintang antara ban kendaraan dengan permukaan jalan bersama-sama dengan
komponen berat kendaraan akibat adanya kemiringan melintang lengkung horizontal
digunakan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang timbul. Gaya-gaya yang bekerja
digambarkan seperti pada gambar 3.4, yaitu gaya sentrifugal F, berat kendaraan G, dan gaya
gesekan antara ban dan permukaan jalan Fs.

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 3.4. Gaya-gaya yang bekerja pada lengkung horizontal

Rumus umum untuk lengkung horizontal:

Anda
wajib Ketajaman lengkung horizontal dinyatakan dengan besarnya radius dari lengkung tersebut
paham
atau dengan besarnya derajat lengkung.
dan ingat
ini! Derajat lengkung adalah besarnya sudut lengkung yang menghasilkan panjang busur 25 m
(Gambar 3.5). Semakin besar R semakin kecil D dan semakin tumpul lengkung horizontal
rencana. Sebaliknya semakin kecil R, semakin besar D dan semakin tajam lengkung
Apa iya?
Buktikan horizontal yang direncanakan.
dengan • Semakin besar R, semakin kecil D  semakin tumpul lengkung horizontal rencana.
menggam
• Semakin kecil R, semakin besar D  semakin tajam lengkung horizontal yang
barnya di
milimeter direncanakan
block, Rumus korelasi derajat lengkung (D) dan radius lengkung (R) ada pada persamaan 3.1
menggu-
nakan berikut ini:
busur dan
jangka

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 3.5. Korelasi antara derajat lengkung (D) dan radius lengkung (R)

Radius Minimum atau Derajat Lengkung Maksimum

Dari persamaan e + f = V2/127 R terlihat bahwa besarnya radius lengkung horizontal


dipengaruhi oleh nilai e dan f serta nilai kecepatan rencana yang ditetapkan. Ini berarti
terdapat nilai radius minimum (R min) atau derajat lengkung maksimum (D maks) untuk nilai
superelevasi maksimum (e maks) dan koefisien gesekan melintang maksimum (f maks).
Lengkung tersebut dinamakan lengkung tertajam yang dapat direncanakan untuk satu nilai
kecepatan rencana yang dipilih pada satu nilai superelevasi maksimum.

Berdasarkan pertimbangan peningkatan jalan dikemudian hari sebaiknya dihindarkan


merencanakan alinyemen horizontal jalan dengan mempergunakan radius minimum yang
menghasilkan lengkung tertajam tersebut. Di samping sukar menyesuaikan diri dengan
peningkatan jalan juga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pengemudi yang bergerak
dengan kecepatan lebih tinggi dari kecepatan rencana. Harga radius minimum ini sebaiknya
hanya merupakan harga batas sebagai petunjuk dalam memilih radius untuk perencanaan
saja.

R minimum dan D maks dapat ditentukan dengan mempergunakan rumus di bawah ini :

………………………….…(3.2)

………………(3.3)

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Tabel 3.1. memberikan nilai R minimum yang dapat dipergunakan untuk superelevasi
maksimum 8% dan 10% serta untuk koefisien gesekan melintang maksimum sehubungan
dengan nilai kecepatan rencana yang dipilih. Koefisien gesekan melintang maksimum
diperoleh dari gambar 3.3

Tabel 3.1. Besarnya R minimum dan D maksimum untuk beberapa kecepatan rencana
dengan mempergunakan persamaan 11 dan 12

Gambar 3.6 menggambarkan hubungan antara nilai (e + f), kecepatan rencana. radius
lengkung, dan derajat lengkung. Untuk satu kecepatan rencana hubungan antara (e+f) dan
radius lengkung berupa garis lurus. Garis putus-putus menunjukan batasan untuk sebuah
superelevasi maksimum, tidak terdapat lagi lengkung horizontal dengan radius lebih kecil
dari batasan tersebut.

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 3.6. Hubungan antara (e+f) dan R atau D untuk beberapa kecepatan rencana pada
superelevasi maksimum 8 % dan l0%.

Sementara itu, R minimum menurut TPGJAK 1997 adalah sebagai berikut:

Kemiringan Melintang Jalan Lurus (en)


Pada jalan lurus kendaraan bergerak tanpa membutuhkan kemiringan melintang jalan,
tetapi agar air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan cepat mengalir ke samping dan
masuk ke selokan samping, maka dibuatkan kemiringan melintang jalan yang umum disebut
sebagai kemiringan melintang normal.

Besarnya kemiringan melintang normal ini sangat tergantung dari jenis lapis permukaan
yang dipergunakan. Semakin kedap air muka jalan tersebut semakin landai kemiringan
melintang jalan yang dibutuhkan, sebaliknya lapis permukaan yang mudah dirembesi oleh

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
air harus mempunyai kemiringan melintang jalan yang cukup besar, sehingga kerusakan
konstruksi perkerasan dapat dihindari. Besarnya kemiringan melintang (en) berkisar antara
2 - 4%.

Lengkung Peralihan
Secara teoritis perubahan jurusan yang dilakukan pengemudi dari jalan lurus (R = ∞) ke
tikungan berbentuk busur lingkaran (R = R) harus dilakukan dengan mendadak Tetapi hal ini
tak perlu karena:
a. pada pertama kali membelok yang dibelokan adalah roda depan, sehingga jejak roda
akan melintasi lintasan peralihan dari jalan lurus ke tikungan berbentuk busur
lingkaran.
b. Akibat keadann di atas, gaya sentrifugal yang timbulpun berangsur-angsur dari R tak
berhingga di jalan lurus sampai R = Rc pada tikungan berbentuk busur lingkaran.

Pada lengkung horizontal yang tumpul dengan jari-jari yang besar lintasan kendaraan masih
dapat tetap berada pada lajur jalannya, tetapi pada tikungan tajam kendaraan akan
menyimpang dari lajur yang disediakan, mengambil lajur lain disampingnya. Guna
menghindari hal tersebut, sebaiknya dibuatkan lengkung dimana lengkung tersebut
merupakan peralihan dari R = tak berhingga ke R = Rc. Lengkung ini disebut lengkung
peralihan. Lengkung peralihan dikenal juga sebagai lengkung transisi atau lengkung spiral.
Bentuk lengkung peralihan yang memberikan bentuk yang sama dengan jejak kendaraan
ketika beralih dari jalan lurus ke tikungan berbentuk busur lingkaran dan sebaliknya,
dipengaruhi oleh sifat pengemudi, kecepatan kendaraan, radius lengkung, dan kemiringan
melintang jalan.
Bentuk lengkung spiral atau clothoid adalah bentuk yang banyak dipergunakan saat ini.
Keuntungan dari penggunaan lengkung peralihan pada alinyemen horizontal:
1. Pengemudi dapat dengan mudah mengikuti lajur yang telah disediakan untuknya,
tanpa melintasi lajur lain yang berdampingan.
2. Memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke kemiringan
sebesar superelevasi secara berangsur-angsur sesuai dengan gaya sentrifugal yang
timbul.

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
3. Memungkinkan mengadakan peralihan pelebaran perkerasan yang diperlukan dari
jalan lurus ke kebutuhan lebar perkerasan pada tikungan-tikungan yang tajam.
4. Menambah keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi, karena sedikit
kemungkinan pengemudi keluar dari lajur.
5. Menambah keindahan bentuk dari jalan tersebut, menghindari kesan patahnya jalan
pada batasan bagian lurus dan lengkung busur lingkaran.

Pencapaian kemiringan melintang jalan dari kemiringan jalan normal pada jalan lurus ke
kemiringan melintang sebesar superelevasi dan sebaliknya ditakukan pada awal dan akhir
lengkung.
Panjang lengkung peralihan menurut Bina Marga diperhitungkan sepanjang mulai dari
penampang melintang berbentuk crown sampai penampang melintang
dengan kemiringan sebesar superelevasi.
Sedangkan AASHTO'9O memperhitungkan panjang lengkung peralihan dari penampang
melintang berbentuk sampai penampang melintang dengan kemiringan
sebesar superelevasi.

Gambar 3.7. Panjang lengkung peralihan menurut Bina Marga dan AASHTO’90

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


12 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Ingat!

Kemiringan
melintang
jalan pada
lengkung
Landai relatif
horizontal
yang Proses pencapaian kemiringan melintang sebesar superelevasi dari kemiringan melintang
bertujuan
untuk normal pada jalan lurus sampai kemiringan melintang sebesar superelevasi pada lengkung
memperoleh
komponen berbentuk busur lingkaran, menyebabkan peralihan tinggi perkerasan sebelah luar dari
berat
elevasi kemiringan normal pada jalan lurus ke elevasi sesuai kemiringan superelevasi pada
kendaraan
guna busur lingkaran.
mengimbangi
gaya Landai relatif (1/m) adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan elevasi tepi perkerasan
sentrifugal
biasanya sebelah luar sepanjang lengkung peralihan. Perbedaan elevasi dalam hal ini hanya
disebut
berdasarkan tinjauan perubahan bentuk penampang melintang jalan, belum merupakan
superelevasi
gabungan dari perbedaan elevasi akibat kelandaian vertikal jalan.
Menurut Bina Marga:

Menurut AASHTO:

Di mana:
1/m = landai relatif
Ls = panjang lengkung peralihan
B = lebar jalur 1 arah, m
e = superelevasi, m/m'
en = kemiringan melintang normal, m/m'

Besarnya landai relatif maksimum dipengaruhi oleh kecepatan dan tingkah laku pengemudi.
Tabel 3.2. dan gambar 3.8 dan 3.9 memberikan beberapa nilai kelandaian relatif maksimum
berdasarkan empiris, sesuai yang diberikan oleh AASHTO'90 dan Bina Marga (luar kota).

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Pada jalan berlajur banyak maka pencapaian kemiringan tidak dapat mempergunakan data
di atas dengan begitu saja. Dari pengamatan secara empiris diperoleh bahwa pencapaian
kemiringan untuk jalan 3 lajur adalah 1,2 kali dari Panjang pencapaian kemiringan untuk
jalan 2 lajur, jalan dengan 4 lajur memerlukan panjang pencapaian 1,5 kali panjang
pencapaian untuk jalan 2 lajur, dan untuk jalan 6 lajur panjang pencapaian yang diperlukan
adalah 2 kali panjang pencapaian untuk jalan 2 lajur.

Tabel 3.2.

Dari batasan landai relatif maksimum dapat ditentukan panjang lengkung peralihan
minimum yang dibutuhkan:
Menurut Bina Marga:

m ≥ mmaks

Ls ≥ (e + en)B x mmaks

Menurut Bina Marga:

m ≥ mmaks

Ls ≥ (e)B x mmaks

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


14 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 3.8. Landai relatif maksimum berdasarkan Bina Marga

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


15 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 3.9. Landai relatif maksimum berdasarkan AASHTO'9O

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


16 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Bentuk lengkung peralihan
Bentuk lengkung peralihan yang terbaik adalah lengkung clothoid atau spiral.

Gambar 3.10. Lengkung peralihan berbentuk spiral pada lengkung horizontal

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


17 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Panjang lengkung pralihan (Ls)
Berdasarkan rumus SHORTT

Untuk mengimbangi gaya sentrifugal sebenarnya telah dibuatkan superelevasi, oleh karena
itu gaya yang bekerja adalah gaya sentrifugal dan komponen berat kendaraan akibat
dibuatkannya kemiringan melintang sebesar superelevasi. Dengan demikian rumus SHORTT
menjadi:

Rumus ini terkenal dengan nama rumus MODIFIKASI SHORTT

Panjang lengkung peralihan (Ls) perencanaan


Panjang lengkung peralihan Ls yang dipilih untuk perencanaan merupakan panjang
terpanjang dari pemenuhan persyaratan untuk :
a. kelandaian relatif maksimum yang diperkenankan.
b. panjang lengkung peralihan berdasarkan modifikasi SHORTT.
c. lama perjalanan yang dilakukan pengemudi selama 2 detik menurut AASHTO dan 3
detik menurut Bina Marga (luar kota) yang berguna untuk menghindari kesan
patahnya tepi perkerasan.
d. bentuk lengkung spiral Panjang lengkung spiral berdasarkan persamaan LS atau ϴs
merupakan fungsi dalam sudut spiral ϴs.
Ls ditentukan dari 3 rumus di bawah ini dan diambil nilai yang terbesar :
(1) Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan,
(2) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
(3) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian,
untuk VR ≤ 70 km/jam,re-max =0.35 m/m/detik,
untuk VR ≥ 80 km/jam, re-max.=0.025 m/m/detik.

Selain menggunakan rumus-rumus, untuk tujuan praktis Ls dapat ditetapkan dengan


menggunakan Tabel berikut ini

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


18 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Tabel 3.3 Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan panjang pencapaian
superelevasi (Le) untuk jalan 1 jalur-2Lajur-2arah.

Lengkung dengan R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan pada Tabel 3….. di
bawah ini, tidak memerlukan lengkung peralihan.
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

Pada kasus-kasus lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan bergeser dari
bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam (lihat Gambar 11.20) sebesar p. Nilai p (m)
dihitung berdasarkan rumus berikut:

di mana:
Ls = panjang lengkung peralihan (m),
R = jari-jari lengkung (m).

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


19 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar.3.11. Pergeseran Lengkung Peralihan

Apabila nilai p kurang dari 0,25 meter, maka lengkung peralihan tidak diperlukan sehingga
tipe tikungan menjadi full circle.

Diagram Superelevasi
Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng normal ke
superelevasi penuh sehingga dengan mempergunakan diagram superelevasi dapat
ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik di suatu lengkung horizontal yang
direncanakan. Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai
garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi tanda positip atau negatip ditinjau dari ketinggian
sumbu jalan. Tanda positif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih tinggi dari
sumbu jalan dan tanda negatip untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih rendah dari
sumbu jalan.

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


20 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 3.12. Perubahan kemiringan melintang

Gambar 3.13. Diagram superelevasi dengan sumbu jalan sebagai sumbu putar

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


21 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. (1997). Direktur Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum.

MODUL RDE - 10: PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN. (2005). PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN
PELATIHAN KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM .

Sukirman, S. (1999). Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung: NOVA.

2015 Perancangan Geometrik Jalan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


22 Reni Karno Kinasih, ST.,MT http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai