Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH PERKERASAN JALAN

CAMPURAN ASPAL PANAS DAN DINGIN SERTA


PENCAMPURAN AGREGAT (BLENDING)

Oleh :

Kelompok 1

1. I Putu Nando Aditya Permana (1805511101)


2. I Wayan Bagus Dwipayana Putra (1805511103)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nyalah
Tugas Makalah Perkerasan Jalan yang berjudul “Campuran Aspal Panas dan
Dingin serta Pencampuran Agregat (Blending)” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas semester 4 mata kuliah
Perkerasan Jalan pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Udayana 2019.

Dalam pembuatan makalah ini, kami memperoleh banyak pelajaran,


bimbingan, serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. I Nyoman Widana Negara, M.Sc sebagai dosen pengajar


mata kuliah Perkerasan Jalan kami.
2. Semua pihak yang telah memberikan informasi, bantuan moral,
dan dorongan kepada kami sehingga tugas makalah ini dapat
terselesaikan.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu sangat diharapkan saran maupun kritik yang sifatnya membangun
sebagai bahan pertimbangan dan penyempurnaan makalah ini di masa mendatang.

Denpasar, 06 Februari 2020

Penyusun

i
ii
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................6
2.1 Pengertian Konstruksi Perkerasan Jalan....................................................6
2.2 Sejarah Perkerasan Jalan...........................................................................7
2.3 Komponen Perkerasan Jalan...................................................................10
2.3.1 Aspal................................................................................................10
2.3.1 Agregat.............................................................................................12
2.3.3 Bahan Pengisi...................................................................................15
2.4 Campuran Aspal......................................................................................16
2.4.1 Jenis dan Pengertian Campuran Panas (Hot Mix)...........................16
2.4.2 Jenis dan Pengertian Campuran Dingin (Cold Mix)........................16
2.5 Standar Sesifikasi Agregat dan Bahan Pengisi sesuai Spesifikasi Teknis
PU 2010 dan 2010 Rev-3........................................................................17
2.5 Standar atau Metode Pengujian Agregat dan Bahan Pengisi.................20
2.6 Pencampuran Agregat (Blending)...........................................................21
BAB III..................................................................................................................28
PENUTUP.............................................................................................................28
3.1 KESIMPULAN..........................................................................................28
3.2 SARAN.....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................1

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan merupakan prasarana yang sangat penting bagi kebutuhan hidup
masyarakat, kerusakan jalan dapat berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi
terutama pada sarana transportasi darat. Dampak pada konstruksi jalan yaitu
perubahan bentuk lapisan permukaan jalan berupa lubang (potholes),
bergelombang (rutting), retak-retak dan pelepasan butiran (ravelling) serta gerusan
tepi yang menyebabkan kinerja jalan menjadi menurun. Komperhensifitas
perencanaan prasarana jalan di suatu wilayah mulai dari tahapan prasurvey,
perencanaan dan perancangan teknis, pelaksanaan pembangunan fisiknya hingga
pemeliharaan harus integral dan tidak terpisahkan sesuai kebutuhan saat ini dan
prediksi umur pelayanannya di masa mendatang agar tetap terjaga ketahanan
fungsionalnya.
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara
lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan
kepada sarana transportasi dimana diharapkan selama masa pelayanan tidak
terjadi kerusakan yang berarti. Maka dari itu sudah kewajiban kita untuk
mengetahui mulai dari penyebab kerusakan dan cara pemeliharaan jalan tersebut.
Agar tercipta jalan yang aman, nyaman dan memberikan manfaat yang signifikan
bagi keberlangsungan hidup masyarakat luas dan menjadi salah satu faktor
peningkatan kehidupan masyarakat dari beberapa aspek – aspek kehidupan. Maka
dari itu pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang campuran aspal
panas dan dingin serta pencampuran agregat

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa definisi dan persyaratan agregat dan bahan pengisi ?


2. Bagaimana metode pengujian agregat kasar, halus dan filler ?
3. Bagaimana jenis dan pengertian campuran aspal panas dan dingin ?

1
4. Bagaimana karakteristik aspal panas dan campuran aspal dingin sesuai
spec PU2010 rev ?
5. Bagaimana metode pencampuran 3 atau lebih agregat dengan pendekatan
sistematis ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dan persyaratan agregat dan bahan pengisi
2. Untuk mengetahui metode pengujian agregat kasar, halus, dan filler
3. Untuk mengetahui pengertian dan jenis campuran aspal panas dan dingin
4. Untuk mengetahui karakteristik campuran aspal panas dan dingin sesuai
spec PU2010 rev
5. Untuk mengetahui metode pencampuran 3 atau lebih agregat dengan
pendekatan sistematis

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konstruksi Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan adalah suatu lapisan dari campuran agregat dan bahan
ikat yang terletak diatas permukaan tanah yang telah dipadatkan. Lapisan ini
berfungsi untuk memikul beban lalu lintas kemudian menyebarkannya kearah
horizontal dan vertikal sehingga beban yang diterima tanah dasar tidak melampaui
daya dukung tanah yang diizinkan. Menurut Sukirman (2003) supaya perkerasan
ini mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi juga ekonomis,
maka perkerasan dibuat secara berlapis-lapis.
Menurut Sukirman (1992) berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi
perkerasan jalan dapat dibedakan 3 jenis perkerasan, antara lain:
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement)
Konstruksi perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan
menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement)
Konstruksi perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen
(Portland Cement) sebagai bahan ikat, Plat beton dengan atau tanpa
tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi
bawah. Beban lalu lintas sebagian dipikul oleh pelat beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement)
Konstruksi perkerasan komposit adalah perkerasan kaku yang dikombinasikan
dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas
perkerasan kaku, atau kaku di atas permukaan lentur.

2.2 Sejarah Perkerasan Jalan


Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak manusia yang
mencari kebutuhan hidup ataupun sumber air. Setelah manusia
mulai hidup berkelompok jejak-jejak itu berubah menjadi jalan
setapak. Dengan mulai dipergunakannya hewan-hewan sebagai
alat transportasi, jalan mulai dibuat  rata. Jalan yang diperkeras

3
pertama kali ditemukan di Mesopothamia berkaitan dengan
ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum Masehi.

Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman keemasan


Romawi. Pada saat itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang trediri dari beberapa
lapis perkerasan. Perkembangan kontruksi perkerasan jalan seakan terhenti
dengan mundurnya kekuasaan Romawi sampai awal abad ke 18. Pada saat itu
beberapa ahli dari Perancis, Skotlandia menemukan sistem-sistem konstruksi
perkerasan jalan yang sebagian sampai saat ini masih umum digunakan di
Indonesia maupun dinegara-negara lain di dunia.
John Louden Mac Adam (1756-1836), orang Skotlandia memperkenalkan
konstruksi perkerasan yang terdiri dari batu pecah atau batu kali, pori-pori
diatasnya ditutup dengan batu yang lebih kecil/halus. Jenis perkerasan ini
terkenal dengan nama Perkerasan Makadam. Untuk memberikan lapisan yang
kedap air, maka diatas lapisan makadam diberi lapisan aus yang menggunakan
aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar.

Gambar Perkerasan Macadam

Pierre Marie Jerome Tresaguet (1716-1796) dari Perancis


mengembangkan sistem lapisan batu pecah yang dilengkapi dengan drainase,
kemiringan melintang serta mulai menggunakan pondasi dari batu. Thomas
Telford (1757-1834) dari Skotlandia membangun jalan mirip dengan apa yang
dilakukan Tresaguet. Konstruksi perkerasannya terdiri dari batu pecah berukuran

4
15/20 sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu-batu kecil diletakkan diatasnya
untuk menutup pori-pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata. Sistim

Batu-batu kecil diletakkan diatasnya untuk menutup pori-pori yang ada dan
memberikan permukaan yang rata. Sistim ini terkenal dengan
sistem Telford. Jalan-jalan di Indonesia yang dibuat pada jaman
dahulu sebagian besar merupakan sistem jalan Telford, walaupun
diatasnya telah diberikan lapisan aus dengan pengikat aspal.

Gambar Perkerasan Telford

Perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat telah


ditemukan pertama kali di Babylon pada 625 tahun sebelum Masehi, tertapi
perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai ditemukannya kedaraan bermotor
bensin oleh Gottlieb Daimler dan Karl Benz pada tahun 1880. Mulai tahun 1920
sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat maju pesat. Konstruksi perkerasan menggunakan semen
sebagai bahan pengikat telah ditemukan pada tahun 1828 di London, tetapi sama
halnya dengan perkerasan menggunakan aspal, perkerasan ini mulai berkembang
pesat sejak awal tahun 1900 an.
Catatan tentang jalan di Indonesia tak banyak dapat ditemukan.
Pembangunan jalan yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia adalah
pembangunan jalan yang pos pada jaman pemerintahan Daendels, yang dibangun
dari Anyer di Banten sampai di Banten Jawa Timur, membentang sepanjang
pulau Jawa. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa pada akhir
abad ke 18. Tujuan pembangunan pada saat itu terutama untuk kepentingan
strategi. Dimana “tanaman paksa” untuk memudahkan pengangkutan hasil
5
tanaman, dibangun juga jalan-jalan yang merupakan cabang dari jalan pos
terdahulu.
Diluar Pulau Jawa pembangunan jalan hampir tidak berarti, kecuali
disekitar daerah tanaman paksa di Sumatera Tengah dan Utara. Awal tahun 1970
Indonesia mulai membangun jalan-jalan dengan klasifikasi yang lebih baik, hal
ini ditandai dengan diresmikannya jaln tol pertama pada tanggal 9 Maret 1978
sepanjang 53 km, yang menghubungkan kota Jakarta – Bogor -  Ciawi dan
terkenal dengan nama Jalan Tol Jagorawi.

2.3 Komponen Perkerasan Jalan

2.3.1 Aspal
Menurut Sukirman (2003), aspal didefinisikan sebagai material perekat
(comentitious), berwarna hitam atau cokelat tua, dengan unsur utama bitumen.
Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak
padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan
sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun.
Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran
perkerasan jalan. Menurut Sukirman (2003) banyaknya aspal dalam campuran
perkerasan berkisar antara 4 % - 10% berdasarkan volume campuran.
Menurut Sukirman (2003) aspal yang digunakan sebagai material
perkerasan jalan berfungsi sebagai:
a. bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat
dan antar sesama aspal,
b. bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada
di dalam butir agregat itu sendiri,
Menurut Totomihardjo (2004) ada beberapa persyaratan aspal sebagai
bahan perkerasan jalan, yaitu:
a. kekakuan/kekerasan (stiffness),
b. sifat mudah dikerjakan (workability),
c. kuat tarik (tensile strength) dan adhesi,
d. tahan terhadap cuaca.

6
Menurut Sulaksono (2001) aspal adalah sejenis mineral yang umumnya
digunakan untuk konstruksi jalan, khususnya perkerasan lentur. Aspal
merupakan material organik (hydrocarbon) yang komplek, yang diperoleh
langsung dari alam atau dengan proses tertentu. Aspal berbentuk cair,
semipampat dan pampat pada suhu ruang (250 C). Penggunaan aspal sebagai
material perkerasan cukup luas, mulai dari lapis permukaan, lapis fondasi, lapis
aus, maupun lapis penutup. Aspal dibedakan menjadi lima.

a. Aspal alam
Aspal alam ditemukan di pulau Buton, Perancis, Swiss, dan Amerika Selatan.
Menurut sifat kekerasannya aspal alam dapat dibagi menjadi dua, yaitu
rock asphalt dan lake asphalt.
b. Aspal buatan
Jenis aspal ini dibuat dari minyak bumi sehingga dikenal sebagai aspal minyak,
selain itu aspal ini harus dipanaskan terlebih dulu sebelum digunakan,
sehingga juga sering disebut sebagai aspal panas. Bahan baku minyak
bumi yang baik untuk pembuatan aspal adalah minyak bumi yang
mengandung parafin. Untuk bahan aspal parafin kurang disukai karena
akan mengakibatkan aspal bersifat getas, mudah terbakar dan memiliki
daya lekat yang buruk dengan agregat
c. Aspal cair
Aspal cair adalah aspal keras yang diencerkan dengan 10 – 20% kerosin, white
spirit atau gas oil untuk mencapai viskositas tertentu dan memenuhi fraksi
destilasi tertentu. Viskositas ini dibutuhkan agar aspal tersebut dapat
menutupi agregat dalam waktu singkat dan akan meningkat terus sampai
perkerjaan pemadatan dilaksanakan.
d. Aspal emulsi
Aspal emulsi adalah aspal yang lebih cair daripada aspal cair dan mempunyai sifat
dapat menembus pori-pori halus dalam batuan yang tidak dapat
dilaluioleh aspal cair biasa karena sifat pelarut yang membawa aspal
dalam emulsi mempunyai daya tarik terhadap batuan yang lebih baik
daripada pelarut dalam aspal cair, terutama apabila batuan tersebut agak
lembab.
7
e. Tar
Tar adalah sejenis cairan yang diperoleh dari material organis seperti kayu atau
batubara melalui proses destilasi dengan suhu tinggi tanpa zat asam.
Menurut Departemen Pekerjaan Umum pada Petunjuk Pelaksanaan Lapis
Aspal Beton (Laston) Untuk Jalan Raya, SKBI-2.4.26.1987, aspal dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu:
a. Aspal keras, adalah suatu jenis aspal minyak yang merupakan residu hasil
destilasi minyak bumi pada keadaan hampa udara, yang pada suhu normal
dan tekanan atmosfir berbentuk pampat.
b. Aspal cair, adalah aspal minyak yang pada suhu normal dan tekanan
atmosfir berbentuk cair, terdiri dari aspal keras yang diencerkan dengan
bahan pelarut.
c. Aspal emulsi, adalah suatu jenis aspal yang terdiri dari aspal keras, air, dan
bahan pengemulsi dimana pada suhu normal dan tekanan normal
berbentuk cair.

2.3.1 Agregat

Agregat adalah matrial perkerasan berbutir yang digunakan untuk


perkerasan jalan. ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang
terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-
fragmen. Sedangkan menurut Departemen Pekerjaan Umum didefinisikan
agregat merupakan sekumpulan butir – butir batu pecah, kerikil, pasir atau
mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun hasil buatan.

Klasifikasi agregat berdasarkan terjadinya :

a Agregat beku, adalah agregat yang berasal dari magma yang mendingin
dan membeku tedapat dua macam agregat beku yaitu agregat beku luar
dan dalam. Agregat beku luar umumnya berbutir halus seperti batu apung,
andesit, basalt, dll. Sedangkan agregat beku dalam umumnya bertektur
kasar seperti gabbro, diorit, syenit.
b Agregat sendimen, adalah agregat yang berasal dari campuran mineral,
sisa – sisa hewan dan tanaman yang mengalami pengendapan dan

8
pembekuan. Berdasar proses pembentukanya dapat dibedakan atas agregat
sendimen yang dibentuk dengan proses mekanik, prosese organis dan
proses kimiawi.
c Agregat metamorfik, adalah agregat yang mengalimi perubahan bentuk
akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur kulit bumi.

Klasifikasi agregat berdasarkan proses :

a Agregat siap pakai, adalah agregat yang terbentuk melalui proses erosi dan
degradasi sehingga sangat menentukan bentuk partikelnya,agregat yang
terbentuk karena proses erosi umumnya bulat dantekstur permukaanya
licin. Sedangkan agregat yang terbentuk akibat degradasi umumnya
membentuk sudut tajam dan kasar. Agregat ini sering digunakan untuk
matrial perkerasan jalan.
b Agregat yang diolah, adalah agregat yang diperoleh dari sungai – sungai
atau gunung – gunung yang berbentuk masif dan besar – besar sehingga
perlu diolah terlebih dahulu, umumnya mempunyai bidang pecahan,
bertekstur kasar dan ukuran agregat sesuai yang diinginkan. Agreagat ini
umumnya baik untuk matrial perkerasan jalan.

Klasifikasi agregat berdasarkan ukuran :

Berikut merupakan defenisi agregat berdasarkan ukuran dan persyaratannya.


a. Agregat Kasar
Agregat kasar (Coarse Aggregate) biasa juga disebut kerikil sebagai hasil
desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari
industri pemecah batu, dengan butirannya berukuran antara 4,76 mm — 
150 mm.
Ketentuan agregat kasar antara lain:
 Agregat kasar harus terdiri dari butiran yang keras dan tidak berpori.
Aggregat kasar yang butirannya pipih hanya dapat dipakai jika jumlah
butir-butir pipihnya tidak melampaui 20% berat agregat seluruhnya.
 Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dalam
berat keringnya. Bila melampaui harus dicuci.

9
 Agregat kasar tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak beton,
seperti zat yang relatif alkali.
 Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam dari batu pecah.
 Agregat kasar harus lewat tes kekerasan dengan bejana penguji
Rudeloff dengan beban uji 20 ton.
 Kadar bagian yang lemah jika diuji dengan goresan batang tembaga
maksimum 5%.
 Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Coarse Aggregate antara
6–7,5.
 Jenis agregat kasar yang umum adalah:
 Batu pecah alami: Bahan ini didapat dari cadas atau batu pecah alami
yang digali.
 Kerikil alami: Kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan
tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir.
 Agregat kasar buatan: Terutama berupa slag atau shale yang biasa
digunakan untuk beton berbobot ringan.
 Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat: Agregat kasar yang
diklasifikasi disini misalnya baja pecah, barit, magnatit dan limonit.
b. Agregat Halus
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami
dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat
pemecah batu. Agregat ini berukuran 0,063 mm — 4,76 mm yang meliputi
pasir kasar (Coarse Sand) dan pasir halus (Fine Sand). Untuk beton
penahan radiasi, serbuk baja halus dan serbuk besi pecah digunakan
sebagai agregat halus.
Menurut PBI, agregat halus memenuhi syarat:
 Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras, dan
bersifat kekal artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan temperatur,
seperti terik matahari hujan, dan lain-lain.
 Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % berat
kering, apabila kadar lumpur lebih besar dari 5%, maka agregat halus

10
harus dicuci bila ingin dipakai untuk campuran beton atau bisa juga
digunakan langsung tetapi kekuatan beton berkurang 5 %.
 Agregat halus tidak boleh mengandung bahan organik (zat hidup)
terlalu banyak dan harus dibuktikan dengan percobaan warna dari
ABRAMS-HARDER dengan larutan NaOH 3%.
 Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Fine Sand antara 2,2–3,2.
 Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Coarse Sand antara 3,2–
4,5.
 Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam besarnya.
Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan tersebut juga dapat
dipakai, asal saja kekuatan tekan adukan agregat pada umur 7 dan 28 hari
tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan agregat yang sama, tetapi
dicuci terlebih dahulu dalam larutan NaOH 3% yang kemudian dicuci
bersih dengan air pada umur yang sama.
Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam dan
apabila diayak dengan ayakan susunan harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
 Sisa diatas ayakan 4 mm minimum beratnya 2%
 Sisa diatas ayakan 1mm minimum beratnya 10%
 Sisa diatas ayakan 0,025 beratnya berkisar antara 80% sampai 95%.

2.3.3 Bahan Pengisi

Bahan Pengisi (Filler) Menurut Departemen Pekerjaan Umum pada


Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) Untuk Jalan Raya, SKBI-
2.4.26.1987, bahan pengisi (filler) adalah bahan berbutir halus yang lolos ayakan
No.30 dimana persentase berat butir yang lolos ayakan No.200 minimal 65%.
Menurut Totomihardjo (1994), bahan pengisi dapat berupa abu batu, kapur,
semen portland, atau bahan lainnya. Campuran agregat-agregat akan membentuk
gradasi tertentu sesuai dengan yang ketentuannya.

Penggunaan filler dalam campuran beton aspal akan sangat mempengaruhi


karakteristik beton aspal tersebut. Pengaruh penggunaan filler terhadap

11
campuran beton aspal antara lain meningkatkan kekuatan dan kepadatan
campuran. Adapun syarat-syarat filler sebagai berikut :
 Bahan  filler  terdiri dari abu batu, semen Portland, abu terbang, debu
dolomite, kapur,dan lain-lain.
 Harus kering dan bebas dari pengumpulan dan bila diuji dengan pengayakan
basah harus mengandung bahan yang lolos saringan No. 200 tidak kurang
dari 70 % beratnya.
 Penggunaan kapur sebagai bahan pengisi dapat memperbaiki daya tahan
campuran, membantu  penyelimutan dari partikel agregat.

2.4 Campuran Aspal

2.4.1 Jenis dan Pengertian Campuran Panas ( Hot Mix)

Aspal Hotmix atau juga di kenal dengan Aspal Beton, merupakan


campuran Agregat kasar (batu screening / batu split), Agregat halus (abu batu),
Filler, dengan mengunakan bahan pengikat Aspal dalam kondisi suhu panas
tinggi dengan komposisi yang teliti dan diatur oleh Spesifikasi teknis.

Jenis Aspal Hotmix (Beton)

Berdasakan bahan yang digunakan dan kebutuhan Desain Konstruksi jalan


Aspal Hotmix mempunyai beberapa jenis antara lain :
 Jenis ATB (Asphalt Treated Base) dengan tebal minimum 5cm
digunakan sebagai lapis permukaan konstruksi jalan dengan lalu lintas
berat atau tinggi.
 Jenis AC BC (Asphalt Concrete Binder Course) dengan ketebalan
minimum 4cm biasanya digunakan lapisan kedua sebelum Wearing Course
atau Laston 3.
 Jenis AC WC (Asphalt Concrete Wearing Course) dengan ketebalan
minimum 4cm digunakan sebagai lapis permukaan jalan dengan lalu lintas
berat.
 Jenis HRS (Hot Roller Sheet) atau Laston 3 dengan ketebalan minimum
3cm digunakan sebagai lapisan permukaan konstruksi jalan dengan lalu
lintas sedang.
12
 Sand Sheet dengan ketebalan minimum 2cm biasanya digunakan untuk
jalan perumahan, parkiran.

2.4.2 Jenis dan Pengertian Campuran Dingin ( Cold Mix)

Campuran aspal dingin adalah campuran bahan perkerasan jalan lentur


yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengikat aspal
dengan perbandingan tertentu dan dicampur dalam keadaan dingin. Untuk
melunakkan aspal pada laston bekas agar menjadi cair dan didapatkan
viskositas yang rendah untuk memudahkan pencampuran pada batuan
diperlukan bahan peremaja (modifier).

Jenis Campuran Aspal Dingin


1. Campuran Aspal Dingin Cair ( Cut Back Asphalt )
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair
dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian cut back asphalt /
aspal cair berbentuk cair dalam temperature ruang. Berdasarkan bahan
pencairnya dan kemudahan bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan
atas :
a) Rapid Curing Cut Back Asphal (RC – Asphal )
b) Medium Curing Cut Back Asphalt ( MC Asphalt )
c) Slow Curing Cut Back Asphalt ( SCA )

2. Campuran Aspal Emulsi ( Emulsified Asphalt )


Merupakan salah satu bentuk aspal cair ( pada suhu ruangan )
dimana pengencernya adalah air, bukan minyak. Digunakan untuk
mendapatkan aspal encer agar mudah diaduk.
Ada 3 macam aspal emulsi / Emulsified Asphalt, yaitu :

a. Anionic Emulsified Asphalt


b. Cationic Emulsified Asphalt
c. Non Lonic Emulsified Asphalt
Dalam perdagangan atau dalam pembuatan emulsi aspal dikenal beberapa tipe,
yaitu :
1. Tipe QS artinya Quick Setting

13
2. Tipe RS artinya Rapid Setting
3. Tipe MS artinya Medium Setting
4. Tipe SS artinya Slow Setting

2.5 Standar Sesifikasi Agregat dan Bahan Pengisi sesuai Spesifikasi


Teknis PU 2010 dan 2010 Rev-3

Pencampuran Agregat (Blending)

1. Agregat Kasar
a Fraksi agregat kasar untuk campuran adalah yang tertahan ayakan
no. 4 (4,75mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih,
keras, awet, dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak
dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan di
dalam Tabel 6.3.2.(1a)
b Fraksi agregat kasar dari bat pecah mesin dan disiapkan dalam
ukuran nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan
seperti yang ditunjukan pada Tabel 6.3.2(1b).
c Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang
disyaratkan dalam Tabel 6.3.2.(1a). Angularitas agregat
didefenisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih
besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu atau lebih
berdasarkan uji SNI 7619: 2012 dalam lampiran 6.3.C.
d Agregat kasar untuk Latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang
bersih.
e Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke
instalasi pencampur aspal dengan menggunakan pemasok
penampung dingin (cold bin feeds) sedemikian rupa sehingga
gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan

14
2. Agregat Halus
a Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir
atau penayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan
No.4 (4,75mm).
b Fraksis agregat haluspecah mesin dan pasir ditempatkan terpisah dari
agregat kasar.
c Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus
dipasok ke instalasi pencampur aspal dengan menggunakan pemasok
penampung dingin (cold bin feeds) yang terpisah sehingga gradasi

15
gabungan dan persentase pasir didalam campuran dapat dikendalikan
dengan baik.
d Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu batas
yang tudak melampaui 15% terhadap berat total campuran.
Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung,
atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus
diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu dalam Pasal 6.3.2
(1).

Untuk memperoleh agregat halus yang memenuhi


ketentuan diatas :

i Bahan baku untuk agregat halus dicuci terlebih dahulu secara


mekanis sebelum dimasukkan kedalam mesin pemecah batu.
ii Digunakan scalping screen dengan proses berikut ini:
 Fraksi agregat halus yang diperoleh dari hasil pemecah batu
tahap pertama (primary crusher) tidak boleh langsung
digunakan.
 Agregat yang diperoleh dari hasil pemecah batu tahap
pertama (primary crusher) harus dipisahkan dengan vibro
scalping screen yang dipasang diantara primary crusher dan
secondary crusher.
 Material tertahan vibro scalping screen akan dipecah oleh
secondary crusher, hasil pengayakannya dapat digunakan
agregat halus.
 Material lolos vibro scalping screen hanya boleh digunakam
sebagai komponen material Lapis Podasi Agregat.
3. Bahan Pengisi
a Bahan pengidi ysng ditsmbshksn (filler added) terdiri atas debu batu
kapur (limestone dust, Calsium Carbonat, CaCO3), atau debu kapur
padam yang sesuai dangan AASHTO M303-89 (2006), emen atau
mineral yang berasal dari Asbuton yang sumbernya disetujui Direksi
Pekerjaan. Jika digunakan aspal modifikasi dari jenis Asbuton yang

16
diproses maka bahan pengisi yang ditambahkan (filler added) sudah
memperhitungkan kadar filler yang terkandung dalam Asbuton
tersebut.
b Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari
gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI
ASTM C 136:2012 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.
200 (75micron) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya kecuali
mineral Asbuton. Mineral Asbuton harus mengandung bahan yang
lolos ayakan No. 100(150 micron) tidak kurang dari 95% terhadap
beratnya
c Bilamana kapur tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian, tidak
digunakan sebagai bahan pengisi. Kapur yang seluruhnya terhidrasi
yang dihasilkan dari pabrik yang disetujui dan semen yang
mememnuhi persyaratan yang disebutkan Pasal 6.3.2 (2b) diatas,
dapat digunakan maksimum 2% terhadap berat total agregat.
d Semua campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi
ditambahkan (filler added) min. 1% dari berat total agregat.

2.5 Standar atau Metode Pengujian Agregat dan Bahan Pengisi


Pengujian Agregat Kasar

Menurut SNI (1990, 1991), ketentuan pengujian agregat kasar dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Pengujian Agregat Halus

17
Menurut SNI, ketentuan pengujian agregat halus dapat dilihat pada tabel berikut :

Pengujian Bahan Pengisi (Filler)

Menurut SNI (1994), ketentuan pengujian bahan pengisi dapat dilihat pada tabel
berikut :

3.6 Pencampuran Agregat (Blending)

Suatu jenis agregat mungkin saja tersedia dalam beberapa


gundukan (stock pile). Masingmasing gundukan agregat bisa
terdiri dari komposisi ukuran partikel (gradasi) tertentu. Kegiatan
mencampur agregat diperlukan dalam upaya untuk memperoleh
gradasi agregat yang didinginkan sesuai dengan spesifikasi
campuran untuk suatu jenis perkerasan jalan. Secara umum ada
tiga cara blending yaitu: grafis, analitis, dan cara coba-coba, atau
kombinasi.
Mencampur Secara Grafis
Dari kajian terhadap beberapa metode yang tersedia, pada
dasarnya metode mencampur agregat bersifat sangat empiris yang
pada prinsipnya didasarkan atas metode coba-coba. Pada awalnya

18
pencampuran bisa didasarkan dengan metode tertentu yang umum
dipakai yang dilanjutkan dengan cara coba-coba (trial and error).
1. Mencampur 2 Jenis Gradasi Agregat
Misalnya mencampur agregat A dan B yang memiliki gradasi seperti pada
Tabel 5.1 ,supaya memenuhi spec C (Krebs and Walker, 1971). Tabel 5.1 Data
dua jenis gradasi agregat dan spesifikasi yang ditargetkan.
Tabel 5.1
No Saringan % Lolos Berdasarkan Berat
Ag. A Ag.B Ag.C
“2” 100 100 100
“1,5” 100 95 90-100
‘’0,75’’ 63 85 65-85
No 4 (4,75mm) 25 50 30-40
No 10 (2,0 mm) 15 36 20-35
No 200 (0,075 mm) 3 7 0-5
Kombinasi 60 % A 40% B

Prosedur blending dilaksanakan sbb:


a. Buat grafik dengan absis dan oordinat seperti Gambar 5.1, Lihat data
agregat yang lolos masing-masing ayakan, dan perhatikan sb.x di bagian
atas dan bawah, dan sb. y di sebelah kiri dan kanan.
b. Untuk ayakan 2”, kedua jenis agregat lolos 100 %. Hubungkan titik 100 %
di sb.y kiri dan kanan (berimpit dengan sb.x di bag. atas).
c. Untuk ayakan 1½ “, hubungkan titik 100 % di sb.y kiri dengan titik 95 %
di sb.y kanan.
d. Untuk ayakan ¾ “, hubungkan titik 63 % di sb.y kiri dengan titik 85 % di
sb.y kanan. Demikian seterusnya untuk ayakan yang lain.
e. Beri tanda (tebalkan ) garis penghubung (garis ayakan) yang telah dibuat
pada bagian yang memenuhi spec. Misalnya untuk ayakan ¾ “, tebalkan
garis yang berada diantara prosentase spec (65-85) % pada sb.y. Untuk
ayakan No. 4, tebalkan garis yang berada diantara prosentase spec. (30-40)
% pada sb. y. Demikian seterusnya untuk garis ayakan yang lain.

19
f. Tarik garis vertikal melalui ujung paling dalam (sebelah kiri dan kanan)
dari garis-garis ayakan yang ditebalkan, kemudian arsir bidang yang ada
diantaranya dan baca skala pada sb.x di bagian bawah dan atas. Untuk
contoh ini, kombinasi (50-72) % thd. gradasi A, dan (28-50) % thd.
gradasi B yang memenuhi syarat. Diantara rentang tsb. Dapat dipilih
kombinasi 60 % thd. gradasi A dan 40 % thd. gradasi B, untuk memenuhu
spesifikasi C, seperti disajikan pada Tabel 5.1

Gambar 5.1. Grafik blending secara grafis 2 jenis gradasi


agregat
2. Mencampur 3 Jenis Gradasi Agregat
Sebagai contoh agregat A, B, dan C dicampur secara secara grafis, supaya
memenihi spec. seperti terlihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Data tiga jenis gradasi agregat dan target
spesifikasinya
Ayakan Ag.A Ag.B Ag.C Spec Kombinasi
1” 100 100 100 95-100 100
0,5” 63 100 100 70-85 77
No 4 19 100 100 40-55 50
No 10 8 93 100 30-42 41
No 40 5 55 100 20-30 27
No 80 3 36 97 12-22 19
20
No 200 2 3 88 2-10 7
Catatan:
Ag. A lebih kasar dari ag. B, ag. B lebih kasar dari ag. C. Pada penyelesaian blending ag.
diatas, dilaksanakan penyederhanaan dengan memakai data ayakan No. 4, No.
40 dan No. 200 saja, karena sudah dianggap mewakili. Data dari ayakan lain
bisa ditambahkan bila dipandang perlu.
Prosedur blending dilaksanakan sbb:
a. Buat dua buah grafik dengan absis dan oordinat seperti Gambar 1.10.
Lihat data agregat yang lolos masing-masing ayakan, dan perhatikan sb.x
di bag. atas dan bawah, dan sb. y di sebelah kiri dan kanan pada tiap
grafik.
b. Buatlah untuk data gradasi ag. A dan B pada grafik disebelah kanan seperti
prosedur pada Gambar 7, dimana diperoleh garis kombinasivertical ,
dengan65 % ag. A dan 35 % ag. B.
c. Tarik garis horizontal ke kiri mulai dari perpotongan garis kombinasi
vertical dengan garis ayakan, sampai memotong sb. y sebelah kanan (dari
grafik yang di sebelah kiri), kemudian hubungkan dengan titik lolos
saringan gradasi ag. C pada sb. y sebelah kiri (dari grafik di sebelah kiri).
Buat hal yang sama untuk garis ayakan yang lain.
d. Kemudian beri tanda (tebalkan) bagian garis ayakan (pada grafik yg di
sebelah kiri) yang berada diantara rentang spec.
e. Tarik garis kombinasi vertical yang mewakili. Pada contoh ini diperoleh
kombinasi 95 % thd. ( ag. A + B) dan 5 % thd. ag. C. Selanjutnya dibuat
perhitungan seperti yang sudah diberikan di depan.

21
Hasil blending disajikan pada Gambar 5.2

Dari hasil blending diperoleh porporsi kombinasi agregat sbb:


Ag. A = 0,95 x 65 % = 62 %
Ag. B = 0,95 x 35 % = 33 %
Ag. C = 5%
---------- +
100 %

Mencampur Agregat Secara Analitis


1. Cara Asphalt Institute
Penggabungan dua jenis agregat dapat dilaksanakan dengan menggunakan
persamaan(Asphalt Institute,1995): P = Aa + Bb ……………………….(1.7)
P = persen agregat campuran yang diinginkan, yang melalui ayakan tertentu
A = persen lolos agregat pertama (biasanya yang lebih kasar), yang melalui
ayakan tertentu

22
B = persen lolos agregat kedua (biasanya yang lebih halus), yang melalui
ayakan tertentu.
a = proporsi (%) agregat pertama , dan b = proporsi (%) agregat kedua.
Diketahui: a + b = 1, sehingga : a = 1 – b. Kemudian didapat: b = (P-A)/(B-A)
, selanjutnya lihat Tabel 1.6 dst.
Tabel 1.6 Spesifikasi dan gradasi masing-masing agregat
Ayakan 19 12,5 9,5 4,75 2,36 0,600 0,300 0,150 0,075
mm mm mm mm mm mm mm mm mm
0,75 0,5 “ 0,375 No 4 No 8 No 30 No 50 No 100 No 200
” “
Spec 100 80-100 79-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
Ag Ix0,50 100 90 59 16 3,2 1,1 0 0 0
Ag IIx0,50 100 100 100 96 82 51 36 21 9,2

Lihat persentase lolos ayakan yang diperkirakan berpengaruh besar. Misal diambil
data pada ayakan 2.36 mm (No.8).
b = (P-A)/(B-A)
b = (42,5-3,2)/(82-3,2)
b = 0,50 ; a = 1-0,50 , a = 0,50
Tabel 1.7 Kombinasi pertama
Ayakan 19mm 12,5 9,5 4,75 2,36 0,600 0,300 0,0150 0,075
mm mm mm mm mm mm mm mm
0,75” 0,5” 0,375 No No No No No No
” 4 8 30 50 100 200
Spec 100 80- 79-90 50- 35- 18- 13- 8-16 4-10
100 70 50 29 23
Ag 50 45 29,5 8 1,6 0,55 0 0 0
Ix0,50
Ag 50 50 50 48 41 25,5 18 10,5 4,6
IIx0,50
Total 100 95 79,5 56 42,6 25,6 18 10,5 4,6

Hasil kombinasi (total) pada ayakan 0.075mm (No.200), perlu ditambahkan. Coba
nilai a = 0,45 dan b = 0,55
Tabel 1.8 Kombinasi kedua

23
Ayakan 19mm 12,5 9,5 4,75 2,36 0,600 0,300 0,0150 0,075
mm mm mm mm mm mm mm mm
0,75” 0,5” 0,375 No No No No No No
” 4 8 30 50 100 200
Spec 100 80- 79-90 50- 35- 18- 13- 8-16 4-10
100 70 50 29 23
Ag 45 40,5 26,6 7,2 1,4 0,5 0 0 0
Ix0,50
Ag 55 55 55 52,8 45,1 28 19,8 11,5 5,1
IIx0,50
Total 100 95,5 81,6 60 46,5 28,5 19,8 11,5 5,1
Hasil kombinasi (total) pada ayakan 0.600mm (No.30) terlalu mendekati batas
atas spec.
Coba nilai = a = 0,48 dan b = 0,52.
Tabel 1.9 Kombinasi ketiga
Ayakan 19mm 12,5 9,5 4,75 2,36 0,600 0,300 0,0150 0,075
mm mm mm mm mm mm mm mm
0,75” 0,5” 0,375 No No No No No No
” 4 8 30 50 100 200
Spec 100 80- 79-90 50- 35- 18- 13- 8-16 4-10
100 70 50 29 23
Ag 48 43,2 28,3 7,7 1,5 0,53 0 0 0
Ix0,50
Ag 52 52 52 49,9 42,6 26,5 18,7 10,9 5,1
IIx0,50
Total 100 95,2 80.3 57,6 44,1 27,3 18,7 10,9 5,1
Kombinasi ini relative sudah lebih mendekati yang
diharapkan. Untuk mengkombinasi tiga jenis agregat, dapat
dilakukan dengan mengkombinasi dua agregat terlebih dahulu,
hasilnya dikombinasikan dengan agregat yang ketiga. Bila
mengkombinasi empat jenis agregat, bisa dicoba dengan
mengkombinasi masing masing dua agregat terlebih dahulu,
kemudian hasilnya dikombinasi lagi.

3. Metode Analitis 3 Campuran Agregat


24
Ayakan Spec Ag.A Ag.B Ag.C Kombinasi
1” 95-100 100 100 100 100
0,5” 70-85 63 100 100 77
No 4 40-55 19 100 100 50
No 10 30-42 8 93 100 41
No 40 20-30 5 55 100 27
No 80 12-22 3 36 97 19
No 200 2-10 2 3 88 7

 Pada Blending digunakan ayakan No. 4 dan No. 200


Ayakan No. 4
P = Aa + Bb (nb : P adalah nilai tengah spec)
(P− A) (47,5−19) 28,5
b= = = 81 = 0,35
(B− A) (100−19)
a=1–b
= 1 – 0,35 = 0,65
Didapat, a = 65% dan b = 35%
Ayakan No. 200
2 x 65 3 x 35
100
+ 100
= 2,35

 Spec yang diinginkan pada ayakan No. 200


2+ 10
=6
2
 6 – 2,35 = 3,65% (presentase agregat C / filler)
 Jadi % Agregat A : 65 %
Agregat B : 35% - 3,65% = 31,35%
Agregat C : 3,65%

Tabel baru campuran 3 agregat


25
Ayakan Spec Ag.A Ag.B Ag.C Kombinasi
1” 95-100 100 100 100 100
0,5” 70-85 63 100 100 75.95
No 4 40-55 19 100 100 47.35
No 10 30-42 8 93 100 38
No 40 20-30 5 55 100 24.14
No 80 12-22 3 36 97 16.78
No 200 2-10 2 3 88 5.45

Grafik 3 Campuran Agregat


120

100

80

60

40

20

0
1 ; No. 4 No. 10 No. 40 No. 80 No. 200

Batas Atas Batas Bawah Kombinasi

BAB III
26
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Agregat adalah matrial perkerasan berbutir yang digunakan untuk
perkerasan jalan. ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang
terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa
fragmen-fragmen sedangkan bahan pengisi (filler) adalah bahan berbutir
halus yang lolos ayakan No.30 dimana persentase berat butir yang lolos
ayakan No.200 minimal 65%.
2. Aspal Hotmix merupakan campuran Agregat kasar (batu screening / batu
split), Agregat halus (abu batu), Filler, dengan mengunakan bahan pengikat
Aspal dalam kondisi suhu panas tinggi dengan komposisi yang teliti dan
diatur oleh Spesifikasi teknis.
3. Campuran aspal dingin adalah campuran bahan perkerasan jalan lentur yang
terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengikat aspal
dengan perbandingan tertentu dan dicampur dalam keadaan dingin.
4. Kegiatan pencampuran agregat diperlukan dalam upaya untuk memperoleh
gradasi agregat yang didinginkan sesuai dengan spesifikasi campuran untuk
suatu jenis perkerasan jalan. Secara umum ada tiga cara blending yaitu:
grafis, analitis, dan cara coba-coba, atau kombinasi.

3.2 SARAN
Adapun saran yang penulis dapat sampaikan, antara lain:
1. Perlu adanya tambahan materi atau tinjauan pustaka untuk
melengkapi pembahasan yang telah disampaikan.
2. Perlu adanya proses bimbingan untuk menyempurnakan isi tulisan ini.

27
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unila.ac.id/8780/16/BAB%20II.pdf

https://medium.com/@hizrian/pengertian-agregat-dan-klasifikasinya-342a92049a98

Direktorat Jenderal PU. 2010. Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Tentang


Perkerasan Jalan.
sphaltnesia.wordpress.com/2017/08/07/apa-perbedaan-antara-hot-warm-and-
cold-mix-asphalt/
cribd.com/document/345039314/PENCAMPURAN-AGREGAT
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23438/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai