MODUL PERKULIAHAN
Rekayasa Pondasi II
Abstract Kompetensi
Secara umum sebelum merancang dan Mahasiswa mengerti teori mekanika
mengevaluasi turap perlu mempelajari tanah dan mampu menerapkannya
untuk merancang dan mengevaluasi
distribusi tekanan tanah lateral dengan
desain turap secara runtut dengan
berbagai variasi kondisi tanah
berbagai variasi kondisi tanah
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
04
Fakultas Teknik Perencanaan Teknik Sipil W112100034 Wimpie Agoeng
Dan Desain W111700013W111700013Fakultas Teknik Perencanaan esain Noegroho Aspar
II. KONSTRUKSI TIANG TURAP
5. TIANG TURAP BERANGKER
Bila ketinggian urugan di belakang dinding tiang turap konsul kira-kira melebihi 6 m, maka
pengikatan tiang turap dekat bagian atas dengan pelat angker, dinding, atau tiang angker
menjadi lebih ekonomis. Tipe konstruksi tersebut disebut sebagai dinding tiang turap
berangker atau suatu turap berangker. Angker meminimalkan kedalaman penetrasi yang
diperlukan oleh tiang turap dan juga mengurangi luas penampang melintang dan berat tiang
turap yang diperlukan untuk konstruksi. Akan tetapi, batang pengikat dan angker harus
dirancang dengan hati-hati.
Angker tiang turap dapat dilakukan dengan membuat blok beton besar dicor ditempat atau
blok beton pracetak yang ditanam dalam tanah dengan kedalaman tertentu (Gambar 2.15a).
Angker bisa juga diikatkan pada tiang yang ditanam dalam tanah seperti Gambar 2.15 b dan
c. Variasi tipe pengangkeran dapat dilihat pada Gambar 2.15.
(a)
Muka tanah urug Batang angker
Beton groting
Muka tanah asli
Batang angker
Tiang
(c) (d)
Dua metoda dasar untuk merancang dinding tiang turap berangker yaitu (a) metode tumpuan
tanah bebas dan (b) metode tumpuan tanah jepit. Gambar 2.16 menunjukkan anggapan
kondisi lendutan tiang turap menurut dua metode tersebut. Metode tumpuen tanah bebas
mencakup kedalaman penetrasi minimum. Di bawah garis pengerukan, tidak ada titik poros
yang terjadi untuk sistem statis. Kondisi variasi momen lentur dengan kedalaman untuk
kedua metode tersebut juga ditunjukkan pada Gambar 2.16. perhatiakan bahwa Dtanah bebas <
Dtanah jepit.
Muka airtanah
Momen
M max
Lendutan Momen Lendutan
M max
Garis keruk Garis keruk
(a) Metode Tumpuan Tanah Bebas (b) Metoda Tumpuan Tanah Jepit
Gambar 2.16: Kondisi Macam Lendutan dan Momen Tiang Turap Berangker
L L2 P
Pasir
sat
z
Garis pengerukan p2
L3 1D Pasir
E sat
D
L4 ' (K p - K a )
F p8 B
Diagram distribusi tekanan neto di ats garis pengerukan serupa dengan yang ditunjukkan
pada Gambar 2.17 pada kedalaman z = L1, maka p1 = L1Ka; dan di z = L1 + L2, maka p2 = (
L1 + ’ L2) Ka. Di bawah garis pengerukan pada kedalaman z = L1 + L2 + L3 tekanan neto akan
sama dengan nol. Rumus untuk menentukan L3 diberikan pada Persamaan (2.6), atau
Kp
2
= 300
1
0
0 5 10 15 20 25
(derajat)
(a) (b)
Gambar 2.18: Dinding Tiang Turap Berangker Dengan Garis Pengerukan Miring
Penyelesaian
Bagian a
Dalam menyelesaikan permasalahan dihadapi dilakukan langkah-langkah sebagai berikut .
Langkah 1. Hitung Ka dan Kp.
Ka = tg2 (450 – /2) = tg2 (450 – 300/2) = 1
3
= (48,8 + 59,109) 1
3
= 35,97 kN/m2.
Langkah 4. Hitung L3
p2 35,97
L3 = = = 1,39 m.
' (K p − Ka ) (9,69) ( 2,667)
Langkah 5. Hitung P.
P = 12 p1 L1 + p1 L2 + 12 (p2 – p1) L2 + 12 p2 L3
= 12 (16,27) (3,05) + (16,27) (6,1) + 12 (35,97 – 16,27) (6,1)
+ 12 (35,97) (1,39)
= 24,81 + 99,247 + 60,08 + 25 = 209,14 kN/m1.
Langkah 6. Hitung z
Diagram tekanan dapat digambar sesuai dengan hasil perhitungan seperti pada Gambar 2.19.
A
1,53 m
3,05 m F = 115 kN/m
Muka airtanah O' C 1,52 m
16,27 kPa
z
9,15 m P = 209,14 kN/m
6,1 m
z = 4,21 m
Garis pengerukan 35,97 kPa
1,39 m D
4,09 m (teori) E
2,7 m
F
B
Gambar 2.19
Bagian b
F =P– 1
2
’ (Kp – Ka) L24
= 209,07 – 1
2
(9,69) (2,667) (2,7)2 = 114,87 kN/m 115 kN/m.
GD = faktor kedalaman
D
= (untuk L1 = 0 dan L2 = L1 + L2)
L1 + L2
GF = faktor gaya angker
F
= (untuk L1 = 0 dan L2 = L1 + L2)
rata ( L1 + L2 ) 2
GM = faktor momen
M max
= (untuk L1 = 0 dan L2 = L1 + L2)
rata ( L1 + L2 )3
0,4 = 24 0
26 0
GD
0,3
28 0
30 0
0,2 32 0
34 0
36 0
38 0
0,1
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
l 1 /(L 1 + L 2 )
Gambar 2.20: Variasi Harga GD Berdasarkan l1/(L1 + L2) dan (Hagerty dan Nofal, 1992)
0,14
0,12 = 24 0
26 0
GF
0,10 28 0
30 0
0,08 32 0 0
34
36 0
0,06 38 0
0,04
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
l 1/(L 1 + L 2)
Gambar 2.21: Variasi Harga GF Berdasarkan l1/(L1 + L2) dan (Hagerty dan Nofal, 1992)
0,04
0,03
GM
= 24 0
0,02 26 0
28 0
38 0 30 0
0,01 36 0 34 0 32 0
0,00
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
l 1/(L 1 + L 2)
Gambar 2.22: Variasi Harga GM Berdasarkan l1/(L1 + L2) dan (Hagerty dan Nofal, 1992)
1,12 0,3
CDL 1 1,10
1,08 0,2
1,06
1,04
0,1
1,02
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
l 1/(L 1 + L 2)
Gambar 2.23: Variasi Harga CDL1 Berdasarkan L1/(L1 + L2) dan l1/(L1 + L2) (Hagerty dan
Nofal, 1992)
Penyelesaian
Bagian a
Dari Persamaan (2.70) didapat
D
= (GD) (CDL1)
L1 + L 2
1,08
L1
1,07 = 0,4
L1 + L2
1,06 0,3
CFL 1
0,2
1,05
1,04
0,1
1,03
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
l 1/(L 1 + L 2)
Gambar 2.24: Variasi Harga CFL1 Berdasarkan L1/(L1 + L2) dan l1/(L1 + L2) (Hagerty dan
Nofal, 1992)
1,04
1,02
L1
CML 1 = 0,4
1,00 L1 + L2
0,98
0,3
0,96 0,1
0,2
0,94
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
l 1/(L 1 + L 2)
Gambar 2.25: Variasi Harga CML1 Berdasarkan L1/(L1 + L2) dan l1/(L1 + L2) (Hagerty dan
Nofal, 1992)
l1 1
= = 0,2
L1 + L 2 2+3
Dari Gambar 2.20 untuk l1/(L1 + L2) = 0,2 dan = 320, GD = 0,22; dari Gambar 2.23, untuk
L1/(L1 + L2) = 0,4; dan l1/(L1 + L2) = 0,2.
CDL1 1,172. Jadi
Dteori = (L1 + L2) (GD) (CDL1) = (5) (0,22) (1,172) 1,3 m.
Daktual (1,4) (1,3) 2 m.
Bagian b
Dari Gambar 2.21 untuk l1/(L1 + L2) = 0,2 dan = 320, GF = 0,074;dari Gambar 2.24 untuk
l1/(L1 + L2) = 0,4; l1/(L1 + L2) = 0,2 dan = 320
CFL1 = 1,073. Dari Persamaan (2.73)
l 2 + ' L2 2 + 2 L1 L2 (15,9) (2) 2 + (19,33 − 9,81) (3)3 + (2) (15,9 (2) (3)
rata = 1 =
( L1 + L2 ) 2
(2 + 3)
2
3
= 13,6 kN/m
Menggunakan Persamaan (2.71) menghasilkan
F = rata (L1 + L2)2 (GF) (CFL1) = (13,6) (5)2 (0,074) (1,073) 27 kN/m.
Bagian c
Dari Gambar 2.32, untuk l1(L1 + L2) = 0,2 dan = 320, GM = 0,021; dari Gambar 2.25 untuk
L1(L1 + L2) = 0,4; l1(L1 + L2) = 0,2 dan = 32o, maka CML1 = 1,036. Dari Persamaan (2.72),
Mmax = a (L1 + L2)3 (GM) (CML1) = (13,6) (5)3 (0,021) (1,036) 36,99 kN/m.
Pasir padat
dan kerikil
0,4
Daerah
tidak aman
H'
0,2 H' = L 1 + L 2 + D aktual
Tiang Tiang
kaku lentur
0,0
-4,0 -3,5 -3,0 -2,5 -2,0
Log
Gambar:2.26: Plot log Terhadap Md/Mmax Untuk Dinding Tiang Turap
Dalam Pasir (Rowe, 1952)
1,0
0,8
= 32 0
0,6 25 0
M max
20 0
Md
10 0
0,4
0,2
0,0
-3,5 -3,0 -2,5 -2,0 -1,5
Log
Gambar 2.27: Plot Terhadap Md/Mmax Untuk Dinding Tiang Turap Dalam Pasir
Dengan Garis Pengerukan Miring (Schroeder dan Roumillac, 1983)
Penyelesaian
Bagian a
Dari Persamaan (2.69), untuk geser sama dengan nol,
1
p L – F + p1 (z – L1) + 12 Ka ’ (z – L1)2 = 0
2 1 1
Misal z – L1 = x, maka
1
p l – F + p1 x + 12 Ka ’x2 = 0
2 1 1
atau
Bagian b
H’ = L1 + L2 + Daktual = 3,05 + 6,1 + 5,33 = 14,48 m
= 10,91
4
Penampang l (m /m) H’ H '4 S Md = ijin S
x 10-7 log Md/Mmax
(misal) X 10-6 (m) (m3/m) (kNm/m)
EI
PZ–22 115,2 14,48 20,11x10-4 -2,7 97 167,33 0,485
PZ–27 251,5 14,48 9,21x10-4 -3,04 162,3 284,84 0,826
Gambar 2.28 menunjukkan grafik Md/Mmax versus . Hal ini dapat dilihat bahwa PZ–27 akan
cukup aman untuk digunakan.
1,0
Daerah
PZ-27
aman
0,8 Pasir
lepas
0,6
M max
Md
Pasir padat
dan kerikil PZ-22
0,4
Daerah
tidak aman
0,2
0,0
-4,0 -3,5 -3,0 -2,5 -2,0
Log
Gambar 2.28
L2 Pasir sat
Pasir sat
pa = C Ka av L (2.75)
p p = R C Ka rata L = R pa (2.76)
dimana rata = berat volume efektif rata-rata pasir
L1 + ' L2
(2.77)
L1 + L2
C = koefisien
L ( L1 − 2 l1 )
R = koefisien = (2.78)
D ( 2 L + D − 2 l1 )
Kisaran harga C dan R diberikan pada Tabel 2.2.
Kedalaman penetrasi, D, gaya angker per satuan panjang dinding, F, dan momen
maksimum pada dinding, Mmax, diperoleh dari rumus-rumus berikut ini.
Kedalaman Penetrasi
l1 L2 l1
D2 + 2 D L 1 − – 1 − 2 = 0 (2.79)
L1 R L1
Gaya Angker
F = pa (L – R D) (2.80)
l 1 = 1,5 m F Pasir
L1 = 3 m
l 2 = 1,5 m = 17,292 kN/m3
Muka airtanah = 350 c =0
Pasir
L2 = 6 m sat = 19,24 kN/m3
= 350 c =0
D Pasir
sat = 19,24 kN/m3
= 350 c =0
Gambar 2.30
Penyelesaian
Bagian a
’ = sat – a = 19,24 – 9,81 = 9,43 kN/m3
Dari Persamaan (2.77),
L1 + ' L2 (17,292) (3) + (9,43) (6) 51,876 + 56,58
rata = = = = 12,05 kN/m3
L1 + L2 3+6 9
Ka = tg2 (450 – /2) = tg2 (450 – 350/2) = 0,271
pa = C Ka rata L = (0,68) (0,271) (12,05) (30) = 19,98 kN/m2
p p = R pa = (0,6) (19,98) = 11,988 kN/m2
L R L
atau
1,5 92 1,5
D + 2 D (9) 1 − – 1 − 2 = 0
2
9 0,6 9
D + 15 D – 90 = 0
2
Bagian b
Dari Persamaan (2.80),
F = pa (L – R D) = 19,98 [9 – (0,6) (4,6)] = 124,67 kN/m.
Bagian c
Dari Persamaan (2.81),
RD 2 2 l RD
Mmax = 0,5 pa L 1 −
2
− 1 1 −
L L L
RD (0,6) (4,6)
1– =1– = 0,693
L 9
Jadi
( 2) (1,5) (0,693)
Mmax = 0,5 (19,98) (9)2 (0,693) 2 − = 201,69 kN-m/m.
9
Garis
p2 D
pengerukan I L5
L3
J P'
E
D Pasir
F H
B G sat c =0
(a) (b)
Gambar 2.31: Metoda Tumpuan Tanah Terjepit untuk Penetrasi Dalam Tanah Berpasir
Untuk dapat memahami metoda tersebut, bandingkan tiang turap terhadap balok konsol
RSTU yang terbebani, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.32. Jika diperhatikan tumpuan pada
T untuk balok merupakan ekivalen dengan reaksi beban angker (F) pada tiang turap (Gambar
2.31). Hal ini dapat dilihat bahwa titik S dari balok RSTU adalah titik lentur balik garis elastik
balok, yang ekivalen terhadap titik I di Gambar 2.31. Jika balok dipotong di titik S dan suatu
tumpuan bebas (reaksi Ps) disiapkan di titik tersebut, maka diagram momen lentur untuk
bagian STU dari balok RSTU tidak akan berubah. Balok STU akan ekivalen dengan
penampang STU balok RSTU. Gaya P’ yang ditunjukkan pada Gambar 2.31a di I akan
ekivalen dengan reaksi Ps pada balok (Gambar 2.32).
Berikut ini adalah prosedur perkiraan untuk rancangan suatu dinding tiang turap berangker
(Cornfield, 1975). Mengacu pada Gambar 2.31
1. Tentukan L5, yang merupakan fungsi sudut geser tanah di bawah garis pengerukan,
dari nilai berikut ini:
L5
(derajat) L1 + L2
30 0,08
35 0,03
40 0
R S T
U
Ps Balok
Diagram momen
Gambar 2.32: Konsep Ekivalen Balok Konsul
Penyelesaian
Bagian a
Penentuan L5: Untuk = 300,
L5 L5
= = 0,08
L1 + L2 3,05 + 6,1
L5 = 0,73 m
Diagram tekanan neto: Dari Latihan Soal 2.6 Ka = 13 , Kp = 3, = 16 kN/m3, ’ = 9,69 kN/m3,
p1 = 16,27 kN/m2, p2 = 35,97 kN/m2. Tekanan aktif neto di kedalaman L5 di bawah garis
pengerukan dapat dihitung sebagai berikut
p2 – ’ (Kp – Ka) L5 = 35,97 – (9,69) (3 – 0,333) (0,73) = 17,1 kN/m2
Diagram tekanan neto dari z = 0 sampai z = L1 + L2 + L5 ditunjukkan pada Gambar 2.33.
A
l 1 = 1,53 m
O' F
8,16 kPa l 2 = 1,52 m
16,27 kPa C
L 2 = 6,1 m
35,97 kPa D
L 5 = 0,73 m
17,1 kPa
P'
I J
Gambar 2.33
+ 1
2
(6,10) (35,97 – 16,27) (1,52 + 2
3
x 6,1)
0 , 73
+ 12 (35,97 + 17,1) (0,73) (1,52 + 6,1 + 2
)]
= 114,48 kN/m’
6 P1 6 (114,48)
D = L5 + 1,2 = 0,73 + 1,2 = 6,92 m.
( K p − K a ) ' (3 − 0,333) (9,69)
Bagian c
Ambil momen di I dari Gambar 2.33
1 3, 05 6 ,1
F= [ 1 (16,27) (3,05) (0,73 + 6,1 + ) + (16,27) (6,1) (0,73 + )
8,35 2 3 2
+ 1
2
(6,10) (35,97 – 16,27) (0,73 + 6 ,1
3
)+ 1
2
(35,97 + 17,1) (0,73) ( 0,273 )]
= 88,95 kN/m’
F B
Gambar 2.34: Dinding Tiang Turap Berangker Masuk Dalam Lempung
Penyelesaian
Bagian a
Langkah 1. Hitung Ka
Ka = tg2 (450 – /2) = tg2 (450 – 350/2) = 0,271
Langkah 2. Hitung ’
’ = sat – a
= 16,98 – 9,81 = 7,17 kN/m3.
Langkah 3. Hitung p1 dan p2
p1 = L1 Ka = (16,98) (3,25) (0,271) = 14,96 kN/m2.
p2 = ( L1 + L2) Ka
= [(16,98) (3,25) + (7,17) (6,5)] 0,271 = 27,585 kN/m2.
1,0
Log = - 3,1
0,8
M max
= 0,8
Md
0,6
0,7
0,6
0,4
0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75
1,0
Log = - 2,6
= 0,8
0,8
M max
Md
0,7
0,6
0,6
0,4
0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75
M max
Md
0,7
= 0,8
0,6
0,6
0,4
0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75
Angka Stabilitas, S n
Gambar 2.35: Plot Md/ Mmax Dengan Angka Stabilitas Untuk Dinding Tiang Turap
Masuk Dalam Lempung (Rowe, 1957)
Langkah 4. Hitung P1
P1 = 12 p1 L1 + p1 L2 + 12 (p2 – p1) L2
= 12 (14,96) (3,25) + (14,96) (6,5) + 12 (27,585 – 1496) 6,5
= 24,31 + 97,24 + 41,03 = 162,58 kN/m1.
Langkah 5. Hitung z1
M1(soris keruk) = P1 z1 = (24,31) (6,5 + 3, 25
3
) + (97,24) ( 62,5 ) + 41,03 ( 63,5 )
184,35 + 316,03 + 88,9
z1 = = 3,625 m.
162,58
Langkah 6. Hitung p6
p6 = 4 c – ( L1 + ' L2)
= 4 (40,70) – (16,98 x 3,25 + 7,17 x 6,5)
= 162,8 – 101,79 = 61,01 kN/m2.
Langkah 7. Hitung D
p6 D2 + 2 p6 D (L1 + L2 – l1) – 2 P1 (L1 + L2 – l1 – z1 ) = 0
61,01 D2 + 2 (61,01) D (3,25 + 6,5 – 16) – 2 (162,58) (3,25 + 6,5 – 1,6 –3,625) =
0
D2 + 16,3 D – 24,12 = 0
Dengan penyelesaian persamaan kuadrat didapat D = 1,4 m.
Dari Persamaan (2.82)
F = P1 – p6 D = 16,58 – (61,01) (1,4) = 77,166 kN/m1