MODUL PERKULIAHAN
Rekayasa Pondasi II
Abstract Kompetensi
Secara umum sebelum merancang dan Mahasiswa mengerti teori mekanika
mengevaluasi turap perlu mempelajari tanah dan mampu menerapkannya
untuk merancang dan mengevaluasi
distribusi tekanan tanah lateral dengan
desain turap secara runtut dengan
berbagai variasi kondisi tanah
berbagai variasi kondisi tanah
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
05
Fakultas Teknik Perencanaan Teknik Sipil W112100034 Wimpie Agoeng
Dan Desain W111700013W111700013Fakultas Teknik Perencanaan esain Noegroho Aspar
II. KONSTRUKSI TIANG TURAP
6. DAYA DUKUNG ANGKER
6.1 Angker Dalam Pasir
6.1.1 Metoda Teng
Teng (1962) mengusulkan suatu metoda penentuan daya dukung ultimit pelat angker atau
dinding dalam tanah berbutir yang terletak di atau dekat permukaan tanah (H/h < 1,5 sampai
2 pada Gambar 2.36):
Pu = B (Pp – Pa) (untuk pelat atau balok menerus – yaitu, B/h ) (2.86)
dimana Pu = daya dukung ultimit angker
B = panjang angker di sebelah sudut kanan terhadap penampang
melintang yang ditunjukkan
Pp dan Pa = gaya aktif dan pasif Rankine per satuan panjang angker
K p = tg 2 (45 0 + /2)
K a = tg 2 (45 0 - /2)
Pasir
Pu
h
H Kp H Ka
Gambar 2.36: Hambatan Ultimit Angker Pelat dan Balok Dalam Pasir
Jika diperhatikan bahwa Pp bekerja di depan angker, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.36.
Begitu juga,
Pp = 12 H2 tg2 (45 + /2) (2.87)
dan
Pa = 12 H2 tg2 (45 – /2) (2.88)
Persamaan (2.86) berlaku untuk kondisi bidang-regangan (plane-strain). Untuk maksud
praktis, B/h > 5 bisa dipertimbangkan sebagai kondisi bidang-regangan. Untuk B/h < kira-kira
5, dengan mempertimbangkan permukaan runtuh tiga dimensi (yaitu, memperhitungkan
hambatan gesek yang terjadi di kedua ujung angker), Teng (1962) memberikan rumus berikut
ini untuk daya dukung ultimit angker:
Pu = B (Pp – Pa) + 13 K0 ( K p + K a ) H3 tg (untuk H/h < 1,5 sampai 2) (2.89)
dimana K0 = koefisien tekanan tanah saat diam 0,4.
45 0 + /2 45 0 - /2
Pa
H P' u
Pasir
Pp
Gambar 2.37: Kasus Dasar: Angker Vertikal Menerus Dalam Tanah Granular
Langkah 2. Kasus Lajur. Tentukan ketinggian aktual angker, h, yang akan dibangun.
Jika angker menerus (yaitu, B = ) berketinggian h diletakkan dalam
tanah sehingga kedalaman yang masuk tanah adalah H, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.39, hambatan ultimit per satuan panjang
adalah
C +1
Pus' = ov Pu' (2.92)
H
Cov + h
dimana Pus' = hambatan ultimit untuk kasus lajur
Pasir
H
P' us
h
Langkah 3. Kasus Aktual. Dalam praktek, pelat angker ditempatkan dalam satu baris
dengan jarak dari pusat ke pusat, S’, seperti ditunjukkan pada Gambar
2.40a. Hambatan ultimit setiap angker, Pu, adalah
Pu = Pus' Be (2.93)
dimana Be = panjang ekivalen
Panjang ekivalen merupakan fungsi S’, B, H, dan h. Gambar 2.40b
menunjukkan grafik (Be – B)/(H + h) terhadap (S’ – B)/(H + h) untuk
kasus pasir lepas dan padat. Dengan harga-harga S’, B, H, dan h yang
telah diketahui, maka harga Be dapat dihitung dan digunakan dalam
Persamaan (2.93) untuk mendapatkan Pu.
Pasir
B
H
h
S' S'
(a)
(Be - B )/(H + h )
0,3 Pasir lepas
0,2
0,1
0,0
0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25
(S ' - B )/(H + h )
(b)
Gambar 2.40: Kasus Aktual Untuk Baris Angker Dengan
Variasi Harga (Be – B)/(H + h) Dan (S’ – B)/(H + h)
(Ovesen dan Stromann, 1972)
Hubungan yang diberikan oleh Persamaan (2.94) dan (2.95) adalah untuk angker tunggal
(yaitu, S’/B = ). Untuk semua maksud praktis, bila S’/B 2, maka semuanya berperilaku
seperti angker tunggal.
Penyelesaian
Bagian a
Dari Gambar 2.38a untuk = 350, besarnya Ka kira-kira 0,26.
Pasir
H B
S' S'
Gambar 2.43
15
W = H t beton = (1) (23,58) = 3,537 kN/m’
100
Dari Persamaan (2.91)
W + 12 H 2 K a sin
Kp sin = 1
2
H2
Dari Gambar 2.38b dengan = 350 dan Kp sin = 0,606, besarnya Kp cos kira-kira 4,5.
Bagian b
Dari Persamaan (2.94)
0, 28 0, 28
5,4 H 2 5,4 1,02
Pu = AH= (16,51) (0,375 x 0,375) (1,0)
tg A tg 35 0,375 x 0,375
0
= 31,02 kN
Pu 31,02
Pijin = = = 10,34 kN.
FS 3
Dalam Persamaan (2.96) dan (2.97), satuan kohesi takteralirkan adalah lb/ft2.
Hambatan ultimit pelat angker bisa dituliskan dalam bentuk tanpa dimensi sebagai berikut
Pu
Fc = (2.98)
Bhc
dimana Fc = faktor putus
Pu = daya dukung ultimit
Gambar 2.45 menunjukkan keadaan variasi Fc terhadap H/h untuk suatu pelat angker yang
tertanam dalam lempung. Jika diperhatikan bahwa, untuk H/h > (H/h)cr, besarnya harga Fc
sama dengan Fc(max) yang konstan. Untuk angker bujur sangkar (B = h), maka Fc(max) = 9. Jadi
dengan H/h > (H/h)cr-S,
Pu = 9 h2 c (untuk angker bujur sangkar) (2.99)
Untuk angker empat persegi panjang dengan H/h > (H/h)cr-R, maka hambatan ultimit bisa
diberikan sebagai berikut
Pu = 9 B h c [0,825 + 0,175 ( Bh )]
atau
Pu = B h c [7,425 + 1,575 ( Bh )] (2.100)
Jadi untuk angker bujur sangkar dan empat persegi panjang dengan H/h > (H/h)cr hambatan
ultimit bisa dihitung dari hubungan empiris sebagai berikut:
H /h
( H / h)cr H /h
= 0,41 + 0,59 (2.101)
Pu / c B h ( H / h)cr
7,425 + 1,575 (h / B )
F c = P u /B h c
F c (max )
(H /h )cr H /h
Gambar 2.45: Variasi Fc Dengan H/h Untuk Angker Vertikal Dalam Lempung
Penyelesaian
Dari Persamaan (2.96)
(H/h)cr-S = 4,7 + 2,9 x 10-3 c
= 4,7 + (2,9 x 10-3) (24) = 4,77
dari Persamaan (2.97),
H H B
= 0,9 + 0,1 = (6,15) [0,9 + (0,1) 5
] = 7,07
h cr − R h cr -S h
2
1,8
Untuk H/h = = 3 kurang dari (H/h)cr, digunakan Persamaan (2.101) untuk mendapatkan
0,6
Pu dari
H /h 3
7,07
( H / h)cr 3
= = 0,41 + (0,59)
Pu / c B h Pu / c B h 7,07
7,425 + 1,575 (h / B ) 7,425 + 1,575 (0,6 / 1,5)
Jadi
0,424
= 0,66
Pu / c B h
8,055
Pu 0,424
= (8,055) = 5,175
cB h 0,66
Pu = (5,175) (24) (1,5) (0,6) = 111,78 kN.