Anda di halaman 1dari 30

Laporan Detail Desain

PERENCANAAN
TEKNIS
5.1. PERENCANAAN GEOMETRIC JALAN
5.1.1. Dasar-dasar Perhitungan
Dalam

perencanaan,

suatu

prasarana

jalan

diarahkan

untuk

dapat

memberikan pelayanan yang seoptimal mungkin kepada pemakai jalan


tersebut atau dengan kata lain dapat memfasilitasi kegiatan lalu lintas yang
sesuai dengan fungsinya.
Standar yang digunakan dalam perencanaan adalah peraturan perencanaan
geometrik jalan raya No. 13/1970, Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifikasi
standar.
Untuk perencanaan geometrik jalan luar kota, Maret 1997 Sub Direktorat
Perencanaan Teknik Jalan Bipran Bina Marga. Ketentuan-ketentuan ini adalah
merupakan syarat dasar yang penggunaannya harus sesuai dengan syaratsyarat tersebut, sehingga menghasilkan rencana jalan yang memuaskan.
Khusus untuk konstruksi Japat (jalan agregat padat tahan cuaca), perlu
diadakan modifikasi/penyesuaian seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.1
berikut ini.
Tabel 5.1 Spesifikasi Perencanaan Jalan
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

URAIAN
Kecepatan Rencana
Jari-jari Lengkung
Landai Maksimum
Miring Tikungan Maksimum
Lebar DMJ Minimum
Perkerasan: - Lebar
- Konstruksi
- Lereng melintang
Bahu: - Lebar
- Konstruksi
- Lereng melintang

SATUAN
Km/jam
m
%
%
m
m
%
m
%

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

DAERAH
Perbukitan
Pegunungan
40
30
min 50
min 30
8
10
10
Akan ditentukan kemudian
6,00
AC
2
2 x 1,5
Diperkeras
4

Dataran
60
min 115
6

Hal 5-1

Laporan Detail Desain


Sumber: Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan luar kota, Departemen PU, Ditjen
Bina Marga, 1997

Di

dalam

perencanaan

geometrik

jalan

langkah-langkah

yang

harus

diperhatikan adalah sebagai berikut:


1.

Penentuan trase jalan,

2.

Penentuan koordinator PI,

3.

Kriteria perencanaan, meliputi :

4.

5.

Perencanaan alinyemen horizontal

Perencanaan alinyemen vertikal

Perencanaan pelebaran kekerasan pada tikungan

Perencanaan kebebasan samping.

Perencanaan tipe tikungan :

Full circle (FC)

Spiral Circle Spiral (SCS)

Spiral-spiral (SS).

Penggambaran

Plan (alinyemen horizontal)

Profil memanjang (alinyemen vertikal)

Penampang melintang (cross section).

Adapun bagan alir proses perencanaan geometrik jalan dapat dilihat pada
Gambar 5.1 berikut ini.

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-2

Laporan Detail Desain

Gambar 5.1 Bagan Alir Perencanaan Geometrik Jalan


GAMBAR S ITUAS I

PENENTUAN TRAS E JALAN

PENENTUAN KOORDINAT P1

KRITERIA
PERENCANAAN

PERENCANAAN
ALINEMEN
VERTIKAL

PERENCANAAN ALINEMEN
HORIZONTAL

PERENCANAAN
S UPER ELEVAS I

KRITERIA
PERENCANAAN

PERENCAAAN
PERENCANAAN
PELEB ARAN
PERKERAS AN PADA KEBEB AS AN S AMPING
TIKUNGAN

TIDAK
DIS AIN
PENAMPANG MELINTANG
YA
PENGEMBANGAN :
- PLAN
- PROFIL MEMANJANG
- PENAMPANG MELINTANG

Perencanaan geometrik jalan meliputi : perencanaan alinyemen horisontal


dan vertikal, perhitungan pelebaran pada tikungan, dan perencanaan
penampang melintang.
Kriteria perencanaan geometrik yang digunakan mengacu kepada :
1.

Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970, dikeluarkan


oleh Ditjen Bina Marga.

2.

Tatacara Perencanaan Geometrik Jalan luar kota, Direktorat Jenderal


Bina Marga, September 1997.

3.

A Policy on Geometric of Highway and Streets, AASHTO, 1994.

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-3

Laporan Detail Desain

Komponen perencanaan gemetrik jalan adalah sebagai berikut :

5.1.1.1. Alinyemen Horisontal


Alinyemen horisontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal,
yang terdiri dari trase lurus dan trase lengkung, yang biasa dinamakan
tikungan. Dalam proyek ini, penarikan as jalan dibatasi oleh batas-batas
pemilikan

tanah atau kapling

yang telah ada di daerah sekitar

perencanaan. Jenis tikungan yang terdapat pada standar perencanaan


geometrik adalah lingkaran penuh (full circle), spiral-lingkaran-spiral
(spiral-circle-spiral) dan spiral-spiral. Besarnya jari-jari dan panjangnya
lingkaran sangat bergantung kepada kecepatan rencana yang digunakan
serta kondisi topografis medan.
Penentuan jari-jari minimum dimana tidak diperlukan superelevasi atau
kondisi NC (normal crown) didasarkan atas en = 2% dan faktor gesekan
samping, f = 0.035. Desain dengan mengunakan jari-jari yang lebih rendah
dari harga tersebut memerlukan pemberian superelevasi yang lebih besar
dari superelevasi normal.
Untuk menentukan jari-jari minimum dimana tidak dibutuhkan lengkung
peralihan atau transisi didasarkan keadaan jika lengkung tersebut dipasang
maka alinyemen mendatar akan bergeser dari garis singgung. Rumus yang
digunakan adalah :
S

1
24

L2
R

Dimana :
S

= Nilai pergeseran, diambil 0.20 m

= Panjang lengkung peralihan minimum (m)

= Jari-jari lengkung (m)

Panjang lengkung peralihan yang disarankan oleh standar ini adalah harga
dari 3 detik dari kecepatan atau :

L V t
Dimana :
L

Panjang peralihan minimum (m)

Kecepatan rencana (km/jam)

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-4

Laporan Detail Desain

Waktu tempuh, yaitu 3 detik

Panjang lengkung transisi dapat juga ditentukan dengan panjang yang


dibutuhkan untuk mencapai kemiringan. Harga kemiringan tepi jalur lalu
lintas atau kelandaian relatif dapat digunakan untuk hal tersebut.
Dalam perancangan geometrik juga harus diperhitungkan jarak pandang
henti

minimum,

yaitu

jarak

yang

harus

tersedia

bagi

pengguna

jalan/pengemudi untuk memberhentikan kendaraannya ketika menemukan


suatu penghalang. Selain itu jarak pandang menyiap total, yaitu jarak yang
diperlukan untuk melakukan menyiapan secara utuh. Sedangkan jarak
pandang menyiap minimum adalah pada waktu kendaraan yang menyusul
mulai bergerak ke jalur lawan sampai segera kembali setelah melakukan
penyusulan. Jarak menyusul minimum diterapkan pada kondisi tertentu
seperti terbatasnya biaya konstruksi. Standar perencanaan alinyemen
horizontal dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini.
Tabel 5.2 Standar Perencanaan untuk Alinyemen Horizontal
VR (km/jam)

120

Jari-jari Minimum Rmin


600
(m)
Jari-jari Minimum Tanpa 250
Lengkung Peralihan (m)
0
Jari-jari Minimum Tanpa 500
Superelevasi (m)
0
Jarak Pandangan Henti
250
Minimum (m)
Jarak Pandangan
800
Menyiap Minimum min.
(m)
Sumber: Peraturan Perencanaan
PU, Ditjen Bina Marga, 1997

10
0

80

60

50

40

30

20

370

210

110

80

50

30

15

900

500

350

25
0

13
0

60

700

75

55

40

27

16

350

250

20
0

15
0

10
0

150
0
200
0
175
670

125
0
120
550

Geometrik Jalan luar kota, Departemen

Selain itu, dihitung pula pelebaran yang diperlukan pada tikungan


dengan menggunakan formula atau kurva yang ada dalam buku standar
perencanaan geometrik jalan (BM, 1997). Selanjutnya, dilakukan
perhitungan

stationing

terhadap

semua

titik-titik

penting

pada

alinyemen horisontal, dimulai dari titik asal proyek (sta 0+000) dan
berakhir pada titik akhir proyek.
Pada perencanaan alinyemen horizontal, umumnya akan ditemui dua
jenis bagian jalan yaitu bagian lurus dan bagian lengkung/tikungan.
Ada 3 (tiga) jenis tikungan yang digunakan yaitu :
1.

Lingkaran (Full Circle = FC),

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-5

Laporan Detail Desain

2.

Spiral Lingkaran Spiral (Spiral Circle Spiral = S-C-S),

3.

Spiral Spiral (S-S)

a)

Bagian Lurus
Panjang maksimum bagian lurus dibuat panjangnya tidak melebihi
panjang waktu tempuh kendaraan dalam waktu 2,5 menit sesuai
dengan kecepatan rencana (Vr). Hal ini berkaitan dengan
pertimbangan

kenyamanan,

mengurangi

faktor

kelelahan

pengemudi dan meningkatkan keselamatan.


Panjang maksimum bagian lurus dibuat panjangnya tidak melebihi
panjang waktu tempuh kendaraan dalam waktu 2,5 menit sesuai
dengan kecepatan rencana (Vr). Hal ini berkaitan dengan
pertimbangan

kenyamanan,

mengurangi

faktor

kelelahan

pengemudi dan meningkatkan keselamatan.


Tabel 5.3 Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)
Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)

Fungsi

Datar

Bukit

Pegunungan

Arteri

3000

2500

2000

Kolektor

2000

1750

1500

Ditetapkan berdasar waktu tempuh kendaraan tidak lebih dari 2,5 menit
b)

Lengkung/Tikungan
Jari-Jari Minimum
Jari-jari minimum lengkungan untuk kecepatan rencana (Vr)
didasarkan pada superelevasi maksimum dan gesekan sisi dengan
rumus :
R

= V2 / 127 ( f + i )

Dimana :
R

Jari-jari minimum (m)

Kecepatan rencana (Km/Jam)

Koefisien gesekan sisi (antara ban dan permukaan jalan)

Super-elevasi

Menurut penelitian, nilai koefisien gesekan (f) maksimum adalah


0,4-0,8 untuk perkerasan aspal. Tetapi demi kenyamanan dan
keamanan pengemudi, direkomendasikan berkisar antara 0,14
0,17. Nilai superelevasi yang diperkirakan untuk jari-jari minimum

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-6

Laporan Detail Desain

adalah 10% untuk kecepatan antara

40 80 Km/Jam dan 8 %

untuk kecepatan rencana 30 20 Km/Jam.


Bentuk Busur Lingkaran
Lengkung busur lingkaran (FC=Full Circle) adalah jenis tikungan
yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran saja. Perubahan jarijari lengkung dari bagian lurus (R tak terhingga) sampai masuk
tikungan (R=R lengkung) tanpa melalui suatu lengkung peralihan
dan perubahan jari-jari lengkung yang kontinyu.
Pemilihan lengkung FC hanya digunakan untuk R (jari-jari tikungan)
yang besar agar tidak terjadi patahan (perubahan R= menjadi
R=Rlengkung yang drastis), selain itu karena untuk nilai R kecil
nilai maka superelevasi pada bagian tersebut adalah besar.
Tabel 5.4 Jari-Jari Minimum
Vr (km/jam)
Rmin Yang diijinkan (m)
Rmin Tanpa lengkung peralihan

120
600
2500

100
370
1500

80
210
900

70
160
700

60
110
500

50
80
350

40
50
250

30
30
130

1. Elemen-elemen lengkung FC :
Tc

= Rc tan

Ec

= Tc tan

Lc

2 Rc
360 o

Gambar 5.2. Busur Lingkaran Full Circle (FC)

PI

Tc

Ec
TC

Tc

= TITIK PUSAT LINGKARAN


= PANJANG TANGEN
JARAK DARI TC-PI ATAU PI-CT

Rc

= JARI-JARI LINGKARAN

Lc

= PANJANG BUSUR LINGKARAN

Ec

= JARAK LUAR KE BUSUR LINGKARAN

CT

Lc

Rc

= SUDUT DALAM

Rc

1/2

1/2

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-7

20
15
60

Laporan Detail Desain

2. Lengkung Peralihan S-C-S


Lengkung peralihan S-C-S dibuat untuk menghindari terjadinya
perubahan alinemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke
bentuk lingkaran, jadi lengkung peralihan ini diletakkan antara
bagian lurus dan bagian lingkaran (circle), yaitu pada sebelum
dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran.
Panjang

lengkung

peralihan

(Ls),

menurut

Tata

Cara

Perencanaan geometrik jalan antar kota 1997, diambil nilai


yang terbesar dari tiga persamaan dibawah ini :
3. Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik), untuk
melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung :

Ls

Vr
T
3.6

4. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus


Modifikasi Short, sebagai berikut :
3

Ls

V
V e
0.022 r 2.727 r
Rc C
C

5. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian.

Ls

em en
3.6 re

V r

dimana :
T

Waktu tempuh = 3 detik

Rc =

Jari-jari busur lingkaran (m)

Perubahan percepatan 0,3 1,0 ;

disarankan 0,4 m/det


em =

Superelevasi maksimum pada bagian


lengkung

en

Superlevasi normal

re

tingkat pencapaian perubahan kelandaian


melintang jalan, sebagai berikut :
untuk Vr 70 km/jam , re

mak

= 0,035 m/det

untuk Vr 80 km/jam , re

mak

= 0,025 m/det

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-8

Laporan Detail Desain

Gambar 5.3 Busur Lengkung Spiral Circle - Spral (SCS)

Ts

PI

Xs

Ys Es
CS
SC

k
TS

ST

p
Rc
s

Rc
c

Keterangan:
Xs =
Absis titik SC pada garis tangen, jarak
dari titik TS ke SC (jarak lurus lengkung
peralihan)
Ys =
Ordinat titik SC pada garis tegak lurus
garis tangen, jarak tegak lurus ke titik
SC pada lengkung.
Ls =
Panjang lengkung peralihan (panjang
dari titik TS ke SC atau CS ke ST)
Lc =
Panjang busur lingkaran (panjang dari
titik SC ke CS)
Ts =
Titik dari tangen tangen ke spiral
SC =
Titik dari spiral ke lingkaran
Es =
Jarak dari PI ke busur lingkaran.
s =
Sudut lengkung spiral
c =
Sudut lengkung lingkaran
Rc =
Jari-jari lingkaran
P =
Pergeseran tangen terhadap spiral
k =
Absis dari p pada garis tangen spiral
Rumus untuk menentukan geometrik Spiral
Circle Spiral :

Ls

Xs Ls 1
2
40
R
c

Ys

L
s
6 Rc

L
s R c 1 cos s
6 Rc

90 Ls
Rc
2

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-9

Laporan Detail Desain

Ls

Ls

40 Rc

Rc sin s

Ts R c P tan 1 2 K
E s R c P sec 1 2 R c
2s
Lc
x x Rc
180
Ltotal

Lc 2 L s

6. Lengkung Peralihan S - S
Jika diperoleh Lc < 25 m, maka sebaiknya tidak digunakan S-CS, tetapi lengkung spiral-spiral S-S, yaitu lengkung yang terdiri
dari dua lengkung peralihan.
Jika p yang dihitung dengan rumus berikut, maka ketentuan
tikungan yang digunakan bentuk FC.
2

Ls
0.25 m
24 R c

Untuk bentuk spiral-spiral ini berlaku rumus sebagai


berikut :
Lc =
Ltot =

0 dan s =
2 Ls

Gambar 5.4. Lengkung Spiral Spiral


Ts
PI

k
TS

Es
SC=CS

Rc

ST

Rc

Untuk menentukan s dapat menggunakan rumus seperti S-CS

Ls

s Rc
90

Satu hal mengenai lengkung spiral-spiral ini, terutama untul Ls


yang panjang pemakaian lengkung spiral-spiral sebaiknya

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-10

Laporan Detail Desain

dihindari karena kurang nyaman bagi pemakai kendaraan. Hal


ini dikarenakan geometrik dari spiral-spiral ini membuat
pengemudi selalu berada dalam kondisi transisi R yang cukup
melelahkan pengendaraan dan bisa menyebabkan kecelakaan.

5.1.1.2. Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang vertikal.
Perencanaan alinyemen vertikal juga terdiri dari bagian lurus dan bagian
lengkung, yang merupakan peralihan antara kedua macam kelandaian.
Batas kriteria yang digunakan disini adalan kelandaian maksimum dan jarak
kristis landai yang diijinkan untuk suatu kelandaian tertentu, yang dalam
hal ini digunakan kriteria dari Peraturan Bina Marga (BM, 1997), yang juga
ditentukan oleh fungsi jalan, kecepatan rencana serta kondisi topografis,
dengan arahan mengoptimasi volume galian timbunan yang diperlukan.
Kelandaian harus dibuat sesuai dengan kelandaian maksimum. Patokan
kelandaian standar maksimum didasarkan pada truk bermuatan penuh
dengan kecepatan lebih besar dari setengah kecepatan rencana dan tanpa
menggunakan gigi rendah dengan kecepatan pada awal tanjakan yang
digunakan adalah 60 dan 80 km/jam. Kelandaian maksimum disesuaikan
dengan standar perencanaan seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 5.5 Kelandaian Maksimum untuk Perencanaan Alinyemen Vertikal
VR (km/jam)
Kelandaian
Maksimum (%)

120

100

80

60

50

40

30

20

10

10

Sumber: Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan luar kota, Deptemen PU,


Ditjen Bina Marga, 1997

Tabel 5.6 Panjang Kritis untuk Masing-masing Kelandaian


Kecepatan
Tanjakan
(km/jam)
80
60

Kelandaian (%)
4

10

63
0
32
0

460

360

270

230

230

200

210

160

120

110

90

80

Sumber: Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan luar kota, Departemen PU,


Ditjen Bina Marga, 1997

5.1.1.3. Potongan Melintang Jalan


Yaitu penampang melintang geometrik jalan, yang menggambarkan lebar
jalan (berdasarkan jumlah lajur yang telah ditentukan) beserta kemiringan

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-11

Laporan Detail Desain

melintang jalan, baik pada segmen lurus maupun pada segmen tikungan
horisontal. Pada desain potongan melintang, juga akan ditentukan lebarnya
median/pembatas jalur, bahu, damija (ROW) dan dawasja.

5.1.2. Hasil Perhitungan


Contoh perhitungan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
1. Dipilih type lingkaran Spiral Cirle Spiral (S C S) dengan data-data
sebagai berikut :
Gambar 5.5 Gambar Type Spiral-Circel-Spiral

Tabel 5.7 Data-data Type Spiral-Circel-Spiral

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-12

Laporan Detail Desain

Gambar 5.6 Diagram Superelevasi Type Spiral-Circel-Spiral

5.1.3. Perkerasan Jalan


5.1.3.1. Dasar-Dasar

Perhitungan Perkerasan Jalan

Untuk perencanaan perkerasan jalan ada dua type, yaitu untuk jalan
at grade direncanakan menggunakan perkerasan lentur (flexible
pavement), dimana tebal perkerasan Jalan didasarkan pada buku
Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan
metode analisa komponen SKBI-2.3.26.1987 Departemen Pekerjaan
Umum. Sedangkan untuk jalan elevated beban lalu lintas akan dipikul
oleh struktur plat beton, yang dilapisi oleh aspal (wearing course).
Perencanaan tebal perkerasan untuk jalan at grade dengan metoda
analisa komponen dengan tahapan sebagai berikut :
A. Umur Rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas dasar pertimbanganpertimbangan klasifikasi fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai
ekonomis jalan yang bersangkutan yang tidak terlepas dari pola
pengembangan wilayah..
Untuk perencanaan ruas jalan Buluh Seuma Kuala Baro - Singkil ini,
telah ditetapkan bahwa umur rencana yang digunakan adalah 10 tahun.
B. Konstruksi Jalan
Konstruksi jalan baru/pelebaran yang direncanakan terdiri dari 4 lapis
yaitu lapis permukaan atas (HRS WC), lapis permukaan bawah (HRS
Base), lapis pondasi atas (batu pecah klas A, CBR > 100%) dan lapis
pondasi bawah (sirtu/pitrun klas A, CBR > 70%).
C. Analisa CBR Dan Daya Dukung Tanah Dasar

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-13

Laporan Detail Desain

Dari hasil pengukuran CBR lapangan diketahui nilainya sangat bervariasi


dan umumnya diatas 6,0%, dengan sebaran yang tidak merata. Bila
dipecah menjadi beberapa segmen, maka akan menjadi segmen yang
pendek-pendek. Sementara itu, bila dicari wakil CBR dari seluruh nilai
CBR yang ada, akan diperoleh nilai CBR 8,0%.
D. Beban Lalu Lintas
Analisa lalu lintas dilakukan dengan menganalisa data lalu lintas yang
didapatkan dari survei perhitungan kendaraan pada jalan eksisting. Hal
ini

bertujuan

untuk

menentukan

beban

lalu

lintas

yang

akan

menggunakan jalan tersebut selama masa layan. Jumlah beban lalu


lintas dinyatakan dengan lintas ekuivalen rata-rata (LER) kendaraan
yang ditentukan dari data lalu lintas masa konstruksi (lintas ekuivalen
permulaan/LEP)

dan

umur

rencana

berakhir

(lintas

ekuivalen

akhir/LEA).
Penentuan lintas ekuivalen kendaraan yang akan dilayani dilakukan
dengan menggunakan angka ekuivalen kendaraan sebesar 8,16 ton.
Konversi dilakukan dengan menggunakan faktor ekivalen atau angka
ekivalen yang dihitung berdasarkan pendekatan yang diturunkan oleh
Liddle,

8,16

AE L k

Dimana :
L=

Beban sumbu kendaraan (ton)

K=

; untuk sumbu tunggal

0,086 ; untuk sumbu tandem

0,021 ; untuk sumbu triple

Angka ekivalen untuk setiap kendaraan adalah jumlah angka ekivalen


masing-masing sumbunya. Terminologi berat kendaraan penumpang
dalam MAK dapat menunjukkan jumlah beban sumbunya. Salah satu
komposisi sumbu yang sering digunakan adalah seperti yang tersaji pada
gambar.
Nilai LEP diasumsikan sama dengan nilai lintas kendaraan pada saat
perencanaan dan nilai LEA didapatkan dengan mengasumsikan tingkat
pertumbuhan lalu lintas (i) rata-rata sebesar 4% dan umur rencana (n) 10
tahun.
Dengan menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut :

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-14

Laporan Detail Desain

LEP j 1 LHR j C j E j
n

LEA j 1 LHR j 1 i
n

LET

UR

Cj Ej

LEP LEA
2

LER LET

UR
10

Gambar 5.7 Komposisi Sumbu Kendaraan dan Nilai Angka Ekivalennya

Sumber : Bina Marga (1983)

Dimana :
LEP

Lintas Ekivalen Rencana

LEA

Lintas Ekivalen Akhir

LET

Lintas Ekivalen Tengah

LER

Lintas Ekivalen Rencana

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-15

Laporan Detail Desain

LHR

Lalu lintas harian rata-rata pada awal umur rencana

pada jalan dua arah tanpa median atau masing-masing arah pada jalan
dengan median
j =

Jenis kendaraan

i =

Faktor pertumbuhan lalu lintas

Cj

Koefisien distribusi kendaraan

Ej

Angka Ekivalen beban sumbu kendaraan

Tabel 5.8 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)


Kend. Ringan
Kend. Berat **)
*)
Jumlah
Lebar Perkerasan (L)
Jalur
1
2
1 arah
2 arah
arah
arah
1 jalur
1,00
1,00
1,00
1,00
L 5,50 m
2 jalur
0,60
0,50
0,70
0,50
5,50 m L 8,25 m
3 jalur
0,40
0,40
0,50
0,475
8,25 m L 11,25
m
4 jalur
0,30
0,45
11,25 m L 15,00
m
5 jalur
0,25
0,425
15,00 m L 18,75
m
6 jalur
0,20
0,40
18,75 m L 22,00
m
*)
kendaraan ringan : berat total 5 ton, misalnya : mobil
penumpang, pick up, mobil hantaran.
**) kendaraan berat : berat total 5 ton, misalnya : bus, truk,
traktor, semi trailler, trailler.

Catatan :

Maka dapat ditentukan nilai-nilai ekuivalen lalu lintas seperti dibawah


ini :
LHR

= 94 kendaraan

Angka Pertumbuhan Lalu Lintas (r)


LEP

= 14.4682

LEA

= 37.5269

LET

= 25.9976

LER

= 26.00

= 4%

E. Faktor Regional
Faktor regional merupakan suatu nilai koefisian penyesuaian terhadap
perbedaan kondisi lapangan dari percobaan empiris. Besarnya nilai

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-16

Laporan Detail Desain

faktor

regional

dipengaruhi

oleh

kondisi

geometrik,

persentase

kendaraan berat dan kondisi hidrologi setempat. Penentuan nilai faktor


regional ditentukan dari tabel faktor regional berdasarkan data
kelandaian lokasi, persentase kendaraan berat dan iklim. Dari hasil
perhitungan maka diperoleh nilai faktor regional sebesar FR = 2,5.
F. Indeks Permukaan
Indeks Permukaan (IP) menunjukkan performance lapis perkerasan
selama masa layan. Indeks Permukaan Awal (IPo) menunjukkan
performace pada awal masa selesainya konstruksi. Sedangkan Indeks
Permukaan Akhir (IPt) menunjukkan performance yang menjadi batas
pada akhir umur rencana .
Untuk ruas jalan Takengon - Batas Bireuen lapis permukaan yang
digunakan yaitu LASTON (roughness < 1000 mm/km), maka nilai indeks
permukaan awal (IPo) sebesar 4 dan indeks permukaan akhir (IPt)
sebesar 2 (sesuai dengan LER yang besarnya 10 100).

G. Koefisien Kekuatan Relatif Bahan dan Tebal Minimum


Koefisien kekuatan material relatif untuk masing-masing lapisan yang
ditentukan dari tabel kekuatan relatif bahan. Berdasarkan jenis bahan
setiap lapisan, maka dapat ditentukan koefisien kekuatan bahan
perkerasan sebagai berikut :
Tabel 5.9 Koefisien Relatif Bahan Perkerasan

Lapisan

Bahan

Lapis permukaan
Lapis pondasi
Lapis pondasi bawah

Koef. Relatif

LASTON
Batu pecah klas A CBR
>100%
Sirtu/Pitrun klas A CBR
>70%

0,35
0,13
0,11

Tebal minimum yang disyaratkan dalam standar yang digunakan untuk


masing-masing lapisan berdasarkan jenis bahan perkerasan ditabelkan
sebagai berikut:
Tabel 5.10 Tebal Minimum Lapis Perkerasan

Lapisan

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Bahan

Tebal
Minimum
(cm)

Hal 5-17

Laporan Detail Desain

Lapis permukaan
Lapis pondasi
Lapis pondasi
bawah

LASTON
Batu pecah klas A CBR >100%
Sirtu/Pitrun klas A CBR >70%

7,5
20
45

H. Indeks Tebal Perkerasan


Indeks tebal perkerasan didapatkan dari hasil pembacaan nomogram
dimana nilai parameter-parameter perencanaan sebelumnya menjadi
input dalam pembacaan nomogram tersebut. Parameter-parameter
input antara lain data CBR, DDT, besar LER, dan faktor Regional.
Pemilihan jenis nomogram yang digunakan didasarkan pada indeks
permukaan awal (IPo) dan akhir (IPt).

Gambar 5.8 Grafik CBR Rata-rata

Data untuk penentuan indeks tebal perkerasan jalan untuk ruas jalan
Balohan Teluk Sabang antara lain :
CBR

= 6,49 %

LER

= 10.52 sumbu satuan (ss)

FR

=2

IPo

= 3.4

IPt

= 2.5

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-18

Laporan Detail Desain

Dengan berdasar data diatas maka digunakan nomogram 3 dari buku


Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan
Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26 1987 UDC: 625.73(02).
Dari nomogram tersebut diperoleh nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
sebesar 7.60 cm
Setelah didapatkannya nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) maka langkah
berikutnya adalah penentuan tebal tiap lapis perkerasan yang terdiri
dari lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah.
Penentuan tebal perkerasan ditentukan dengan rumus:
ITP = a1 d1 + a2 d2 + a3 d3 ,
Dengan mengambil nilai tebal minimum untuk lapis permukaan dan lapis
pondasi, maka diperoleh tebal perkerasan sebagai berikut:

Gambar 5.9 Rencana Tebal Perkerasan

5.2. PERENCANAAN DRANASE JALAN


5.2.1.

Fungsi Drainase Permukaan

Sistem drainase permukaan pada konstruksi jalan raya pada umumnya


berfungsi sebagai berikut:
a. Mengalirkan air hujan/air secepat mungkin keluar dari permukaan jalan
dan selanjutnya

dialirkan

lewat

saluran samping;

menuju

saluran

pembuang akhir.
b. Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran disekitar jalan
masuk ke daerah perkerasan jalan.
c. Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air.

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-19

Laporan Detail Desain

5.2.2. Sistem Drainase Permukaan


Sistem drainase permukaan pada prinsipnya terdiri dari:
a.
b.
c.
d.

Kemiringan melintang pada perkerasan jalan dan bahu jalan.


Selokan samping.
Gorong-gorong.
Saluran penangkap (Catch-drain)

5.2.3. Prinsip-prinsip Umum Perencanaan Drainase


a. Daya Guna dan Hasil Guna (Efektif dan Efisien)
Perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas
drainase

sebagai

penampung,

pembagi

dan

pembuang

air

dapat

sepenuhnya berdaya guna dan berhasil guna.


b. Ekonomis dan Aman.
Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan
factor ekonomis dan faktor keamanan.
c. Pemeliharnan.
Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan
dan nilai ekonomis dari pemeliharaan sistem drainase tersebut.

5.2.4. Kemiringan Melintang Perkerasan dan Bahu Jalan


a. Pada daerah jalan yang datar dan lurus.
Penanganan pengendalian air untuk daerah ini biasanya dengan membuat
kemiringan perkerasan dan bahu jalan mulai dari tengah perkerasan
menurun/ melandai kearah selokan samping.
Besarnya kemiringan balm jalan biasanya diambil 2% lebih besar daripada
kemiringan permukaan jalan. Besarnya kemiringan melintang normal pada
perkerasan jalan dapat dilihat ceperti tercantum pada Tabel (1) dibawah
ini.
Tabel 5.11 Kemiringan melintang normal perkerasan jalan

b. Daerah.Jalan yang lurus pada tanjakan/penurunan.

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-20

Laporan Detail Desain

Penanganan pengendalian air pada daerah ini perlu mempertimbangkan


pula besarnya kemiringan alinyemen vertikal jalan yangberupa tanjakan
dan turunan; agar supaya aliran air secepatnya bisa mengalir ke selokan
samping.

Untuk

itu

maka

kemiringan

melintang

perkerasan

jalan

disarankan agar menggunakan nilai-nilai maksimum dari Tabel I diatas.


c. Pada Daerah Tikungan.
Kemiringan melintang perkerasan jalan pada daerah ini biasanya harus
mempertimbangkan pula kebutuhan kemiringan jalan menurut persyaratan
alinyemen horizontal jalan (lihat buku Geometrik); karena itu kemiringan
perkerasan, jalan harus dimulai dari sisi luar tikungan menurun/melandai
ke sisi dalam tikungan. Besarnya kemiringan pada daerah ini ditentukan
oleh nilai maksimum dari kebutuhan kemiringan alinyemen horizontal atau
kebutuhan kemiringan menurut keperluan drainase. Besarnya kemiringan
bahu jalan ditentukan dengan kaidah-kaidah seperti pada butir 2.4.1.
gambar

kemiringan

melintang

perkerasan/bahu

jalan

pada

daerah

tingkungan bisa dilihat pada lampiran 3 buku ini.

5.2.5. Selokan Samping.


Selokan, samping adalah selokan yang dibuat disisi kiri dan kanan badan
jalan.
a. Fungsi Selokan Samping.
a. Menampung dan membuang air yang berasal dari permukaan jalan.
b. Menampung dan membuang air yang berasal dari daerah pengaliran
sekitar jalan.
c. Dalam hal daerah pengaliran luas sekali atau terdapat air limbah maka
untuk itu harus dibuat sistem drainase terpisah/tersendiri.
b. Bahan Rangunan Selokan Samping
Pemilihan jenis materal untuk selokan samping umumnya ditentukan oleh
besarnya
kecepatan rencana aliran air yang akan melewati selokan samping
sedemikian sehingga material dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-21

Laporan Detail Desain

Tabel 5.12 Kecepatan aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis


material

Kecepatan aliran air ditentukan oleh sifat hidrolis penampang saluran,


salah satunya
adalah kemiringan saluran. Pada Tabel 3 dapat dilihat hubungan antara
kemiringan
selokan samping dan tipe material yang digunakan.

Tabel 5.13 Hubungan kemiringan selokan samping (i) dan jenis material

c. Pematah Arus/Check Dam.


Pada suatu selokan samping yang relatif panjang dan mempunyai
kemiringan cukup
besar, kadang-kadang diperlukan pematah arus (check dam) untuk
mengurangi kecepatan aliran.
Pemasangan jarak check dam (L) biasanya ditentukan sebagai berikut:

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-22

Laporan Detail Desain

d. Penampang Melintang Selokan Samping


Pemilihan tipe penampang melintang selokan samping didasarkan atas :
a. Kondisi tanah dasar
b. Kedudukan muka air tanah
c. Kecepatan aliran air.
e. Perhitungan Dimensi Selokan Samping,
Dalam garis besar, perencanaan selokan samping mencakup 3 (tiga) tahap
proses
sebagai berikut:
a. Analisis hidrologi
b. Perhitungan hidrolika
c. Gambar Rencana
Analisis hidrologis dilakukan atas dasar data curah hujan, topografi daerah,
karakteristik daerah pengaliran serta frekuensi banjir rencana.
Hasil analisis hidrologi adalah
Besarnya debit air yang h arus ditampung oleh selokan samping.
Selanjutnya atas dasar debit yang kita peroleh maka dimensi selokan
samping dapat kita rencanakan berdasarkan analisa/perhitungan hidrolika.
f. Rumus untuk menghitung Debit (Q)
Biasanya rumus yang digunakan adalah Rational Formula sebagai berikut:

dimana:

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-23

Laporan Detail Desain

Q = Debit (m3/met)
C = Koefisien pengaliran, seperti pada Tabel 4 dibawah ini.
I = Intensitas hujan (mm/jam) dihitung selama waktu konsentrasi
(Tc) untuk periode banjir rencana.
A = Luas daerah pengaliran (km2).
Koefisien Pengaliran (C):
Kocfisien pengaliran adalah kocfisicn yang besarnya tergantung pada
kondisi
permukaan tanah, kemiringan medan, jenis tanah, lamanya hujan di
daerah pengaliran.

Tabel 5.14 Koefisien Pengaliran (c)

Frekuensi Banjir Rencana:


Frekuensi

banjir

rencana

ditetapkan

berdasarkan

pertimbangan

kemungkinankemungkinan kerusakan terhadap bangunan-bangunan di


sekitar jalan akibat banjir.
Dengan asumsi "tingkat kerusakan sedang" masih dianggap wajar, maka
frekuensi banjir rencana untuk selokan samping dipilih 5 tahun.
Luas Daerah Pengaliran (A)

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-24

Laporan Detail Desain

Batas-batas daerah pengaliran ditetapkan berdasarkan peta topografi, pada


umumnya dalam skala 1 : 50.000 - 1 : 25.000. Jika luas daerah pengaliran
relatip kecil diperlukan peta dalam skala yang lebih besar.
Dalam praktek sehari-hari, sering terjadi, tidak tersedia peta topography
ataupun
peta pengukuran lainnya yang memadai sehingga menetapkan batas daerah
pengaliran merupakan suatu pekejaan yang sulit.
Jika tidak memungkinkan memperoleh peta topography yang memadai,
asumsi
berikut dapat dipakai sebagai bahan pembanding.

L = Batasdaerah pengaliran yang diperhitungkan


g. Rumus untuk menghitung dimensi
Rumus umum yang dipakai untuk menghitung dimensi adalah sebagai
berikut:

Dimana :
F = Luas penampang basah (m2)
Q = Debit (m3/dt)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
Kecepatan aliran (V) dapat dihitung dengan menggunakan Rumus Manning:

Dimana :
V = Kecepatan aliran
n = Koefisien kekasaran dinding menurut Manning
R=

= jari jari hidraulis (m)


F = luas penampang basah (m2)
p = keliling penampang basah (m)

i = Kemiringan selokan samping

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-25

Laporan Detail Desain

Harga koefisien kekasaran dinding (n) menurut Manning bisa dilihat dari
tabel
di bawah ini.

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-26

Laporan Detail Desain

Tabel 5.15 Harga n untuk rumus manning

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-27

Laporan Detail Desain

5.2.6. Hasil Perhitungan


Contoh perhitungan Saluran Samping :

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-28

Laporan Detail Desain

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-29

Laporan Detail Desain

DED Jalan Poros, Under Pass dan Clover Balohan- Teluk Sabang

Hal 5-30

Anda mungkin juga menyukai