Anda di halaman 1dari 144

USULAN TEKNIS

PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

PENDEKATAN, METODOLOGI
DAN PROGRAM KERJA

B.2.1 PENDEKATAN TEKNIS, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA

2.1.1 Umum

Bendungan direncanakan dan dibangun untuk mendapatkan tampungan air, yang


secara umum dimanfaatkan untuk beberapa kegunaan antara lain untuk: irigasi,
air baku air minum & industri, pembangkit tenaga listrik, pengendalian banjir,
pariwisata dan manfaat lain. Disamping manfaat tersebut terkandung suatu
bahaya besar jika terjadi suatu kegagalan bangunan bendungan, sehingga
keandalan dan keselamatan bendungan adalah hal yang sangat penting.
Inspeksi besar, pada dasarnya adalah merupakan kegiatan Pemerikasaan
bendungan secara menyeluruh terhadap aspek teknis dalam rangka evaluasi
keamanan suatu bendungan (safety evaluations of exiting dam) dari kegiatan ini
diharapkan akan teridentifikasi problem-problem yang sedang berkembang,
kemudian diketahui kondisi keamanan/kekokohan struktur dan keamanan
operasional bendungan, kekurangan pada sistem keamanan bendungan serta
tindak lanjut yang diperlukan untuk mernpertahankan meningkatkan
keamanannya. Pengertian tentang kegagalan bendungan dijelaskan sebagai
berikut:

1. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 Tentang


Jasa Konstruksi, Bab I Pasal 1 Ayat 6 :
Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserah
terimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi
sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang
menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.

B.2 - 1
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

2. Menurut Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan


Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Bab V Pasal 34 :
Kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi,
baik secara keseluruhan maupun sebagian dari dari segi teknis, manfaat,
keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai akibat
kesalahan Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi.

3. Tolak Ukur Kegagalan Bangunan


1. Tolak ukur yang dipakai adalah bahwa semua bangunan harus
direncanakan, dibangun dan dipelihara mengikuti Peraturan Nasional
dan Peraturan Daerah.

2. Segala ketentuan yang tidak tercakup dalam Peraturan Nasional dan


Peraturan Daerah, selanjutnya dapat mengacu pada berbagai ketentuan
atau standar yang diajukan oleh asosiasi-asosiasi profesi jasa konstruksi.

3. Untuk kondisi dimana dipergunakan secara bersamaan antara Peraturan


Nasional, Peraturan Daerah dan Ketentuan atau Standar yang diajukan
oleh Asosiasi-Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi baik sebagian atau secara
keseluruhan, maka yang dipakai sebagai tolak ukurnya adalah yang
memiliki ketentuan lebih baru.

4. Dalam berkas perencanaan, perencana perlu mencantumkan peraturan-


peraturan dan standar-standar yang dipergunakan.

Pada dasarnya, bendungan tidak boleh runtuh bahkan pada keadaan yang paling
kritis sekalipun, terutama karena bendungan memiliki potensi resiko yang tidak
diinginkan dan setiap keruntuhan bendungan tidak akan dapat diterima oleh
masyarakat yang tinggal di sebelah hilir bendungan tersebut.

Untuk menghindari potensi korban jiwa, kerusakan bangunan, dan kerugian


lainnya akibat bobolnya bendungan, diperlukan data yang cukup. Data tersebut
antara lain diperoleh melalui aktivitas yang disebut pemantauan bendungan.
Pemantauan secara berkala, metode observasi berulang serta pencatatan mengenai
perilaku bendungan dengan bantuan instrumentasi atau peralatan lain, adalah
suatu hal yang perlu dilakukan, agar bendungan dapat beroperasi secara efisien
dan aman serta berkelanjutan. Data hasil pemantauan dapat menggambarkan

B.2 - 2
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

perilaku suatu bendungan, sehingga gejala-gejala yang akan terjadi dapat


diketahui secara dini.

2.1.2 Pendekatan Operasional

Untuk pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan “Pemeriksaan Besar Bendungan Klego”


ini, PT. SUPRAHARMONIA CONSULTINDO akan melibatkan tenaga ahli dari

berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan ruang lingkup pekerjaan dan sesuai
dengan ketetapan personil pada Kerangka Acuan Kerja. Untuk memperlancar
tugas, pelaksanaan pekerjaan akan didukung oleh fasilitas penunjang berupa
peralatan yang memadai dan sistem kerja yang seefisien mungkin.

2.1.3 Pendekatan Umum

Untuk memenuhi maksud dan tujuan seperti yang tercantum dalam Kerangka
Acuan Kerja serta dapat mendukung proses studi sehingga didapatkan suatu hasil
yang optimal maka konsultan mencoba menguraikan pendekatan umum tentang
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pekerjaan ini, antara lain :

a. Dalam melaksanakan pekerjaan “ Pemeriksaan Besar Bendungan Klego di


Kabupaten Boyolali” ini akan didasari dengan pola berpikir teknologi
pengairan yang yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pengairan,
Departemen Pekerjaan Umum dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar
yang digunakan untuk penggambaran peta mengacu pada KP.07 Standar
Penggambaran.

b. Agar memperoleh hasil yang sebaik-baiknya mutlak diperlukan tenaga-tenaga


ahli yang berpengalaman di bidangnya. Tenaga-tenaga ahli tersebut harus
terkoordinasi dalam satu tim kerja yang baik, sehingga masing-masing dapat
memberikan masukan-masukan yang diperlukan sesuai dengan analisanya.
Oleh karena itu Konsultan akan mengerahkan tenaga-tenaga ahli yang
berpengalaman serta berdedikasi tinggi.

c. Pemahaman terhadap pekerjaan secara mendetail


Pemahaman pekerjaan yang akan dilakukan dengan sedetail-detailnya sangat
diperlukan untuk memperoleh hasil pekerjaan yang teliti dan dapat

B.2 - 3
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

mendukung kelancaran pekerjaan. Oleh karena itu tenaga-tenaga pelaksana


pekerjaan harus benar-benar memahami situasi, kondisi dan lokasi pekerjaan.

d. Konsultan akan mengikuti standar perencanaan yang dikeluarkan oleh


Direktorat Jendral Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum dan Standar
Nasional Indonesia (SNI). Setiap penyimpangan dari standar tersebut akan
dibicarakan dan dibahas terlebih dahulu sebelum disetujui secara tertulis oleh
Direksi.

e. Perlu adanya organisasi pelaksanaan yang sederhana dan efisien agar dapat
memudahkan koordinasi masukan-masukan dari setiap disiplin ilmu dan
hubungan kerja personil.

f. Sistem Pelaksanaan
Dalam rangka melaksanakan pekerjaan ini diperlukan suatu program kerja
yang sistematis dan terarah agar kelancaran pelaksanaan pekerjaan dapat
terjamin.

2.1.4 Pendekatan Teknis

Selain dengan menggunakan pendekatan umum dilakukan pula pendekatan


secara teknis yang meliputi :
a). Standard dan Peraturan Teknis
Pedoman, kriteria dan standar yang dipakai dalam menyelesaikan pekerjaan
ini adalah yang berlaku di Indonesia pada umumnya. Untuk pekerjaan yang
dimaksud ini dipakai kriteria dan standar Perencanaan Bangunan Pengairan
yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

b). Sistematika Pelaksanaan pekerjaan (5 buku)


Sistematika pelaksanaan pekerjaan meliputi beberapa tahapan secara umum,
yaitu :
Tahap 1 : Kegiatan Persiapan
Tahap 2 : Kegiatan Pemeriksaan Bendungan
Tahap 3 : Kegiatan Survey Sedimentasi Bendungan
Tahap 4 : Pemeriksaan Bawah Air Terhadap Obyek
Tahap 5 : Indetifikasi dan Pencatatan Masalah
Tahap 6 : Pemeriksaan dan Uji Operasi

B.2 - 4
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Tahap 7 : Instrumentasi
Tahap 8 : Hidrologi, Kualitas Air, dan Banjir Desain
Tahap 9 : Sistem OP dan RTD
Tahap 10 : Kajian Evaluasi Keamanan Bendungan

B.2 - 5
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 1 Diagram Alir Pekerjaan

B.2 - 6
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 2 Diagram Alir Pekerjaan (Lanjutan)

B.2 - 7
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 3 Diagram Alir Pekerjaan (Lanjutan)

B.2 - 8
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 4 Diagram Alir Pekerjaan (Lanjutan)

B.2 - 9
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

2.1.5 Metode Pelaksanaan Pekerjaan

Dalam melaksanakan pekerjaan ini mulai dari pekerjaan Persiapan, Survey,


Perencanaan sampai dengan Penyusunan Laporan diperlukan metoda
pelaksanaan yang baik dan terarah.

2.1.5.1 Pekerjaan Persiapan


Sebelum tim konsultan memulai kegiatannya, akan dilakukan beberapa
kegiatan yang berupa inventarisasi kelengkapan kerja, sebagai bahan
persiapan tim dalam melakukan aktivitasnya.
Kegiatan tersebut antara lain :
I. Pengumpulan Data
Yang mencakup data:
a. Data Hidrologi Terbaru,
Data hujan dan klimatologi akan digunakan untuk analisa debit
banjir dan debit aliran rendah untuk memperkirakan transportasi
sedimen selama kurun waktu tertentu. Data klimatologi dan data
hujan bisa diperoleh dari Dinas Pengairan Setempat atau Badan
Meteorologi dan Geofisika.
b. Dokumen Desain,
Data teknik bendungan yang diperlukan antara lain dimensi
bendungan, dimensi pelimpah, dimensi intake, lengkung kapasitas
Bendungan, dan lain-lain.
c. Dokumen Pelaksanaan Konstruksi,
d. Dokumen Operasi dan Pemiliharaan (OP) termasuk data
Pemantauan,
e. Laporan Inspeksi Sebelumnya, System OP, RTD, dan Lain-lain.
II. Kajian Data
Setiap inspeksi harus didahului dengan mempelari data yang ada,
laporan-laporan inspeksi/kajian sebelumnya. Bila belum pernah
dilakukan inspeksi, pelajari dokumen desain, konstruksi dan riwayat
OP.

B.2 - 10
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

III. Daftar Simak Inspeksi

Harus disiapkan secara rinci sesuai bendungan yang diinspeksi dan


dipahami setiap anggota tim.
IV. Pekerjaan Pengumpulan Data

Perlengkapan inspeksi yang harus dibawa saat inspeksi antara lain:

 Ringkasan data bendungan,


 Ringkasan laporan inspeksi sebelumnya,
 Gambar-gambar,
 Daftar simak,
 Kamera,
 Alat bantu inspeksi seperti: pica AM, teropong, lampu senter,
waterpas kecil, pale geologi, kompas, alat baca instrumen, dan
lain - lain.
V. Dokumentasi
Foto lokasi dan video menggunakan drone.

2.1.5.2 Pemeriksaan Bendungan


Pemeriksaan yang harus dilakukan oleh konsultan dalam pekerjaan
inspeksi besar ini adalah pemeriksaan menyeluruh terhadap komponen
bendungan dan bangunan pelengkapnya dan pemeriksaan secara khusus
terhadap komponen bendungan yang mengalami perubahan dan atau
gejala kerusakan.

1. Pemeriksaan Visual
Inspeksi Visual, yaitu inspeksi yang dilakukan secara visual pada obyek
inpeksi yang berada di permukaan tanah dan air, seperti permukaan
bendungan, bangunan pelengkap, tebing tumpuan dan tebing
Bendungan, peralatan hidromekanikal dan lain sebagainya yang
mencakup hal-hal sebagai berikut :
(a) Bendungan Urugan, harus diperiksa terhadap: retakan, bocoran,
basahan, mats air, lubang benam, kejadian erosi buluh, gerusan,
abrasi, tumbuhnya tanaman yang berlebihan, kelurusan puncak,
tonjolan atau amblesan lereng dan berem, Hang binatang,
kemerosotan mute riprap maupun bahan pelindung lereng lainnya
dan lain sebagainya.

B.2 - 11
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

2. Pelaksanaan Inspeksi Bendungan


I. Bagian dan Aspek Yang Diperiksa
(i).Bendungan dan Tanggul Tambahan
Semua kejadian atau peristiwa yang mengganggu kegiatan rutin,
atau perubahan berkaitan dengan bendungan dan bangunan
pelengkapnya yang tercatat dan diamati harus diperiksa
karakteristiknya, lokasinya, serta kedekatannya dengan waktu
inspeksi. Banyak permasalahan sifatnya umum yang dapat dijumpai
pada setiap tipe bangunan ataupun pondasi.

Bendungan Urugan (Tanah dan Batu)

Permukaan luar dari bendungan urugan sering memberikan


pertanda akan perilaku didalam tubuh bendungan. Oleh
karenanya, harus dilakukan pemeriksaan teliti atas permukaan-
permukaan yang nampak. Bila memungkinkan, pemeriksaan
lapangan dilakukan dalam keadaan Bendungan penuh dan
bendungan rnenerima beban maksimum.
Badan bendungan harus diperiksa dengan teliti apakah terdapat
tanda-tanda terjadinya pergerakan, retakan, lubang benam
(sinkhole), mata air, bagianbagian yang basah, gerusan permukaan,
lubang-lubang binatang, tumbuhan, lain-lain. Setiap kejadian
ini, bila tidak diperbaiki, dapat menyebabkan keruntuhan
bendungan.

Pergerakan pada permukaan bendungan sering dapat dideteksi


dengan pemeriksaan visual. Dengan memandang kelurusan as
jalan dipuncak bendungan, dinding parapet, pagar pengaman,
atau garis lurus baik yang parallel maupun yang konsentris
dengan bendungan, dapat memberikan tanda adanya
perubahan/pergerakan pada permukaan. Puncak bendungan
harus diperiksa apakah telah terjadi penurunan yang dapat
mengurangi tinggi jagaan. Permukaan lereng hulu dan hilir serta
daerah di hilir bendungan harus diperiksa apakah ada tanda-tanda
penonjolan (bulging) ataupun tanda-tanda penyimpangan dari
permukaan yang seharusnya rata dan seragam (uniform). Setiap

B.2 - 12
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

petunjuk terjadinya pergerakan harus diverifikasi dengan


pengukuran/survai.

Retakan-retakan pada permukaan timbunan dapat memberi


petunjuk adanya kondisi yang tidak aman. Retak permukaan
sering disebabkan oleh pelepasan kandungan air dan
mengkerutnya material dekat permukaan timbunan; namun,
dalam dan orientasi retakan harus diketahui untuk dapat
memahami penyebabnya. Terjadinya retakan (crack) besar pada
puncak atau lereng timbunan dapat menunjukkan adanya
longsor atau penurunan yang tidak merata, dan untuk itu perlu
diperiksa lebih teliti untuk mengetahui secara pasti lokasi serta
sampai sejauh mana proses tadi terjadi. Retak permukaan dekat
hubungan antara timbunan dengan bukit tumpuan dapat
menjadi petunjuk adanya penurunan pada timbunan, dan bila
parah, dapat terjadi jalur bocoran sepanjang bidang kontak
tersebut. Oleh karenanya, lokasi-lokasi ini perlu diperiksa
dengan teliti. Retakan dapat pula mengindikasikan terjadinya
penurunan yang berbeda antar zona-zona timbunan.

Lereng hilir dan kaki belakang bendungan serta daerah


dibelakang bendungan harus diperiksa apakah terdapat bagian-
bagian yang basah, sembulan (boils), depressi/penurunan, lubang
benam, atau mata air yang rrenunjukkan terjadinya rembesan besar
lewat bendungan. Petunjuk lain adanya rembesan adalah
bagian-bagian yang basah, endapan yang terjadi karena
penguapan, tanaman yang tumbuh subur secara tidak normal,
dan lain-lain. Air rembesan harus diperiksa kemungkinan
adanya kandungan material yang terangkut, dan apabila terdapat
kecurigaan melarutnya bahan timbunan, harus dilakukan
analisa kimiawi terhadap air rembesan dan air Bendungan. Air
rembesan harus diperiksa rasa dan suhunya untuk membantu
menunjukkan asal rembesan. Apabila ditemukan adanya bagian
yang jenuh air, harus dipelajari untuk menentukan apakah bagian
yang basah tersebut merupakan akibat air permukaan,
rembesan melalui tubuh bendungan, atau dari sumber-sumber

B.2 - 13
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

lain. Daerahdaerah yang basah, mata air, dan sembulan harus


ditentukan lokasinya dengan akurat dan dipetakan untuk dapat
dibandingkan dengan pemeriksaan yang akan datang. Rembesan
harus diukur dan dipantau secara berkala untuk mengetahui pola
rembesan atau tren yang terjadi.

Sistim drainase harus diperiksa terhadap terjadinya endapan


kimia, pertumbuhan bakteri, kerusakan, korosi, dan lain-lain
hambatan yang dapat menyumbat lubang-lubang drainase, dan
lain-lain. Instrumentasi disamping dapat memberi indikasi
perilaku dari timbunan dan pondasi, dapat pula memberikan
peringatan akan terjadinya kondisi yang tidak aman yang harus
diantisipasi. Instrumentasi yang biasa dipasang pada
bendungan urugan teridiri dari patok-patok penurunan
permukaan dan patokpatok geser horizontal, instrumen
pergerakan horizontal dan vertikal internal (inklinometer),
pisometer, dan alat pengukur rembesan. Patok-patok pengukuran
permukaan dan instalasi pergerakan internal harus diperiksa
terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan yang diakibatkan
oleh vandalisme, kegiatan alat berat, dan erosi. Keamanan
struktur bangunan terminal pisometer, perpipaan, dan alat ukur
(gauges) harus diperiksa untuk meyakinkan bahwa sistimnya
dipelihara dengan baik sehingga akan didapatkan pembacaan
yang menerus dan dapat diandalkan. Kerusakan yang
disebabkan oleh vandalisme, kegiatan alat-alat mesin,
penimbunan kembali yang tidak baik, atau tidak adanya tutup
dapat mempengaruhi perilaku pisometer pipa tegak. Pipa-pipa
atau bendung untuk mengukur rembesan harus diperiksa akan
terdapatnya hambatan, korosi, kerusakan, dan erosi. Disamping
pencatatan kekurangankekurangan pada instrumentasi yang ada,
perlu ditentukan daerah atau bagian mana yang masih
memerlukan dipasangnya instrumentasi.

Sebagai tambahan pada pemeriksaan timbunan yang dilakukan saat


elevasi air Bendungan tinggi, lereng depan bendungan dan
daerah genangan Bendungan harus diperiksa selama elevasi air

B.2 - 14
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Bendungan rendah bila kondisi memungkinkan. Seluruh


permukaan lereng hulu bendungan harus diperiksa apakah
terdapat tandatanda longsoran, lubang benam, atau kerusakan
pada pelindung lereng. Bila elevasi Bendungan tidak
memungkinkan dilakukannya pemeriksaan, kemungkinan akan
diperlukan pemeriksaan bawah air. Bila terjadi keadaan yang
serius, elevasi air Bendungan mungkin harus diturunkan
untuk dapat dilaksanakannya pemeriksaan didaerah hulu.

Seluruh permukaan timbunan harus diperiksa apakah terdapat


tanda-tanda erosi yang berlebihan. Sebab-sebab terjadinya erosi
seperti perlindungan lereng yang tidak memadai, hujan yang
turun berlebihan, limpasan permukaan (surface runoff) yang
terkonsentrasi, atau terdapatnya material tanah silt yang sangat
mudah tererosi ataupun tanah lempung yang sangat mudah
terurai harus diidentifikasi. Daerah yang berdekatan dengan
bangunan-bangunan yang terletak ditimbunan harus diperiksa
apakah terjadi erosi yang dapat menyebabkan terjadinya erosi
buluh melalui tubuh bendungan.

Permukaan timbunan, terutama bendungan urugan yang kecil,


harus diperiksa adanya liang-liang binatang dan tumbuh
tumbuhan. Setiap tumbuhan yang mempunyai sistim
perakaran yang meluas atau menghambat pandangan ke
bendungan atau daerah bukit tumpuan harus dicabut.
Tetumbuhan baru dan jenis tumbuhan yang memerlukan air
banyak harus diperiksa, karena ini dapat mengindikasikan
daerah-daerah yang basah pada timbunan. Beda warns dari
tumbuhan yang sama dalam satu daerah timbunan merupakan
petunjuk baik akan adanya daerah yang basah. Fotografi dengan
rnenggunakan sinar merah infra dapat mendeteksi bagian
timbunan yang basah.
(ii). Bukit Tumpuan dan Pondasi
Daerah-daerah yang kritis pada bukit tumpuan (abutment) dan
pondasi biasanya tertutup dan tidak dapat diperiksa secara langsung.
Untuk itu, pemeriksaan akan sangat banyak bergantung pada kajian

B.2 - 15
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

atas catatan-catatan dan dokumen-dokumen selama tahap persiapan


desain. Saat mengkaji data instrumentasi, air tanah, dan rembesan,
karakeristik ash material pondasi dan bukit tumpuan serta catatan
semua perubahan yang terjadi selama pelaksanaan konstruksi
dan pengoperasian harus dievaluasi. Pengkajian harus
mengidentifikasikan kondisi umum dan daerah spesifik yang harus
diperiksa. Pemeriksaaan pada bagian depan bukit tumpuan dan
pondasi biasanya tidak mungkin dilakukan karena adanya air
Bendungan. Karenanya, pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada
bagian belakang bukit tumpuan, lembah, dan kaki bendungan.
Terowong-terowong grouting dan drainase, khususnya pada
bendungan beton, kemungkinan dapat diperiksa pula. Bagian-
bagian dari daerah pondasi bangunan pelengkap yang terbuka
juga dapat diperiksa. Karakteristik pelapukan material pondasi
dan bukit tumpuan kemungkinan dapat ditentukan dari galian
jalan didekat lokasi ini ataupun galian lainnya. Efek dari
kejenuhan material pondasi kadang-kadang dapat dilihat pada
tempat-tempat dimana elevasi Bendungan berfluktuasi. Reaksi dari
struktur bendungan seringkali mencerminkan perubahan-
perubahan pada pondasi. Depressi atau penurunan pada puncak
atau lereng bendungan urugan kemungkinan mencerminkan:
konsolidasi bendungan atau pondasi, terjadinya pelarutan
(solutioning), atau erosi buluh.

Sambungan bendungan beton yang tidak rata kemungkinan


mencerminkan perubahan atau ketidak mampuan pondasi.
Bangunan-bangunan pelengkap yang sudah mengalami
penurunan atau berada di luar garis lot menunjukkan adanya
keruntuhan atau pemampatan pondasi. Indikasi adanya rembesan
yang membahayakan mungkin sangat jelas, atau sangat samar-
samar. Perubahan aliran yang mencolok pada drainase yang
dipantau, merupakan pertanda langsung yang harus dicurigai.
Indikasi perubahan lain mungkin adalah meningkatnya frekuensi
operasi pompa bak penampung bocoran (sump pump) dan
berkembangnya tumbuh-tumbuhan baru maupun bertambah

B.2 - 16
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

rimbunnya tanaman. Grafik pengeplotan elevasi air di sumur


observasi atau pisometer harus dicek dengan hati-hati dan harus
dibandingkan dengan tingkat elevasi Bendungan dan hujan lokal.

Rembesan harus dikendalikan dengan filter yang efektif. Adanya


muatan layang dalam air rembesan merupakan bukti terjadinya
erosi buluh dan harus mendapat perhatian penuh. Keruntuhan
akibat erosi buluh akan dengan cepat mengakibatkan keruntuhan
bendungan.
Bila terdapat kemungkinan terjadinya proses pelarutan, sampel
air Bendungan dan air rembesan harus diambil dan dianalisis
apabila datanya belum ada untuk mengidentifikasi material yang
melarut. Apabila debit rembesan dapat diketahui, laju pelarutan
dapat diperkirakan pula.

(iii). Bendungan
Cekungan Bendungan, walaupun tidak secara langsung
mempengaruhi kestabilan bendungan, harus diperiksa berkaitan
dengan pengoperasian bendungan dan Bendungan yang aman.
Daerah sekitar Bendungan harus diperiksa apakah terdapat
indikasi persoalan yang akan berpengaruh pada pada keamanan
bendungan dan Bendungan. Bentuk-bentuk permukaan tanah dan
struktur geologi regional harus dinilai. Daerah-daerah yang
mengandung mineral, batubara, gas, minyak, dan pengambilan air
tanah harus diperiksa. Daerah tersebut harus diperiksa apakah
terdapat indikasi terjadinya amblesan (subsidence), seperti lubang
benam, parit-parit, dan penurunan badan jalan dan bangunan.
Reaksi dari bangunan-bangunan lain dengan formasi sama dapat
memberikan informasi akan perilaku yang mungkin terjadi pada
bendungan dan bangunan-bangunan pelengkapnya.

Pada waktu dilakukan pemeriksaan, elevasi Bendungan harus


dicatat. Demikian pula informasi atau data pada kondisi muka air
Bendungan tinggi atau rendah, dan setiap ada perluasan daerah
genangan di saat banjir. Bila kondisi memungkinkan, daerah
Bendungan harus diperiksa pada saat elevasi Bendungan rendah.

B.2 - 17
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Bila tidak mungkin, pemeriksaan bawah air mungkin diperlukan


untuk meneliti lokasi yang dianggap mencurigakan.

Permukaan daerah genangan Bendungan harus diperiksa apakah


terdapat penurunan/depresi, lubang benam, atau erosi pada
permukaan alami ataupun perkuatan Bendungan. Daerah
genangan juga harus diperiksa adanya pengendapan yang
berlebihan yang akan mempengaruhi pembebanan pada
bendungan dan mengganggu saluran muka kearah bangunan
pelimpah ataupun fasilitas pengeluaran air.

(iv). Tanah Longsor


Tanah longsor dimaksud disini adalah pergerakan tanah skala
besar yang akan mempengaruhi bendungan, bangunan-bangunan
pelengkap, Bendungan, atau jalan masuk. Termasuk disini: daerah-
daerah yang aktif, tidak aktif serta berpotensi longsor mulai dari
longsoran kecil di lereng sampai pergerakan dalam volume besar.
Anggota Tim Inspeksi harus mampu menganalisis tentang sebab-
sebab tanah longsor, mekanismenya, karakteristiknya, gejala-
gejalanya, dan cara perbaikannya. Daerah longsoran sering dapat
diidentifikasi dan mungkin digambarkan dari beberapa tanda-tanda
kerusakan atau pergerakan. Ini termasuk pergerakan perlahan-lahan,
pohon-pohon yang terangkat, daerah yang tumbuh-tumbuhannya
mati atau merana, retakan-retakan karena gaya tarik, distorsi
daerah perbukitan, bangunan-bangunan yang lurus menjadi
bengkok, tumbuh-tumbuhan dipinggiran Bendungan yang masuk
kedalam Bendungan, mata air-mata air. Pendokumentasian hal-hal ini
dengan menggunakan fotografi sangat dianjurkan. Bila diperlukan,
survai stabilitas lereng dan pemasangan patok-patok monumen sangat
dianjurkan.
1. Longsoran Tanah
Longsoran yang masuk kedalam Bendungan dapat
menimbulkan gelombang yang dapat meluap diatas puncak
bendungan, merusak bang unan-bangunan, atau menimbulkan
erosi pada tempat-tempat yang kritis sepanjang tepi
Bendungan. Karakteristik tanah longsor yang perlu diketahui

B.2 - 18
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

antara lain adalah ukuran/besarannya; orientasinya berkaitan


dengan konfigurasi Bendungan; jaraknya dari bendungan,
bangunan pelengkap, tanggul-tanggul, atau bagian pinggiran
Bendungan yang kritis; kecepatan terjadinya longsoran; jenis
material; dan mekanisme terjadinya longsoran.

Penyebab atau mekanisme pemicu tanah longsor adalah gempa,


penurunan elevasi Bendungan, tingkat elevasi Bendungan yang
sangat tinggi, kerusakan bagian bawah oleh kekuatan ombak,
atau terjadinya kejenuhan yang disebabkan oleh curah hujan
yang sangat tinggi. Perkembangan disekitar Bendungan dapat
mengakibatkan perubahan-perubahan keseimbangan alam
dengan berubahnya lereng, perubahan pola drainase, dan
perubahan air bawah tanah. Perkembangan dimaksud termasuk
adanya jalan masuk, perataan tanah untuk tempat rekreasi,
pemotongan pohon-pohon besar, tempat pembuangan, lapangan
untuk membersihkan dengan aliran air, dan fasilitas drainase.

Waktu yang tersedia untuk inspeksi bendungan tidak cukup


untuk melaksanakan pemeriksaan mendalam atas setiap daerah
di Bendungan yang berpotensi longsor. Untuk itu perlu lebih
dahulu dikaji daerah mana yang perlu untuk diperiksa. Bila
sudan diidentifikasikan daerah-daerah yang dicurigai, segera
diberikan rekomendasi untuk dapat diperiksa oleh Tim Inspeksi
dengan teliti.
2. Tanah longsor didekat lokasi bendungan dan jalan jalan
masuk

Penggalian pada bendungan, bangunan-bangunan pelengkap,


dan jalan-jalan masuk akan mengganggu kestabilan lereng-
lereng dan drainase alami yang telah terbentuk selama umur
geologisnya dan hampir semuanya akan mengakibatkan
ketidakstabilan daerah tersebut. Terbentuknya genangan
Bendungan akan mempengaruhi regim air tanah, yang akan
mempengaruhi setabilitas lereng. Petugas-petugas yang
mengoperasikan Bendungan lebih mengenal keadaan sekitar

B.2 - 19
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Bendungan dan jalan masuk, sedangkan bagi orang-orang yang


tidak mengenal daerah tersebut, gejala-gejala ketidaksetabilan
lereng yang telah berlangsung secara lambat mungkin akan
luput dari pengamatan atau tidak diteliti dengan sungguh-
sungguh.

Longsoran-longsoran kecil pada lereng akan menyumbat


selokan drainase yang akan membentuk genangan dan
mengakibatkan lereng rnenjadi jenuh air. Baut-baut batuan
(rockbolts) dan perkuatan anyaman kawat (wire mesh) yang
tidak dipelihara dengan benar akan menyebabkan longgar, yang
dapat menyebabkan terjadinya longsor.

Efek dari curah hujan yang tinggi pada longsoran yang sudah
ada maupun yang potensial sepanjang jalan masuk harus
dievaiuasi, demikian juga pada lerenglereng sepanjang saluran
intake dan saluran air buri (tailwater) untuk menentukan
apakah berpengaruh buruk pada karakateristik kapasitas aliran
pada bangunan pelimpah maupun bangunan-bangunan
pengeluaran atau tidak. Lereng-lereng diatas jalan masuk dan
bangunan-bangunan pengendali yang apabila iongsor akan
menyebabkan terhalangnya jalan masuk ketempat
pengoperasian maupun menghalangi pengoperasian fasilitas
tersebut harus diperiksa.

(v). Bangunan-bangunan Pelengkap


Semua bangunan pelengkap yang akan berpengaruh pada kearnanan
pengoperasian bendungan harus diperiksa. Bangunan tersebut
termasuk bangunan pelimpah, bangunan dan peralatan
pengeluaran, bangunan keluaran untuk PLTA, dan bangunan
keluaran untuk saluran. Setiap bangunan akan meliputi sebagian
atau keseluruhan komponen berikut:
Saluran masuk dan saluran keluar
Hampir semua bangunan-bangunan air mempunyai saluran
masuk (saluran muka) dan saluran keluar yang terbentuk pada
lereng galian maupun timbunan tanah atau batu. Beberapa

B.2 - 20
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

bangunan pelimpah dan pelimpah darurat dibangun diatas


galian ataupun timbunan tanah maupun batu. Kebanyakan
bangunan pelimpah pada tanah maupun yang dilapisi dengan
batu mempunyai bangunan pengendali dari beton atupun batuan
masif yang akan mengurangi kemungkinan rembesan maupun
potensi erosi. Saluran-saluran masuk pada bangunan keluaran
umumnya berada dibawah air dan perlu pemeriksaan bawah
air.
Saluran-saluran tersebut harus mempunyai lereng yang stabil
dan bebas dari bagian-bagian lunak, longsoran, ataupun
kotoran sampah. Saluran-saluran dan lerengnya harus bersih
dari tanaman yang akan mengganggu aliran air. Saluran harus
diperiksa apakah ada lubang benam, sembulan (boils), atau
erosi buluh. Saluran harus punya ruang bebas yang cukup
sebagai jagaan disekitar intake dan ujung/akhir bangunan
sehingga secara hidrolis akan dapat beroperasi dengan baik
sesuai desain. Saluran-saluran tersebut harus diperiksa apakah
terjadi arus olakan (eddy) yang bersifat merusak. Saluran
akhir harus diperiksa apakah terjadi degradasi yang
berlebihan yang akan berpengaruh buruk pada karakteristik
hidrolis dari bangunan akhir (terminal structure). Saluran
muka (approach channel), khususnya pada bangunan
pelimpah, harus dilengkapi dengan semacam pelampung
pengaman untuk menjaga agar jangan ada orang atau barang-
barang yang mengapung sampai masuk kedalam bangunan
intake. Pelampung tersebut harus diangker secara kuat dan
tidak menunjukkan adanya kerusakan pada rantai maupun
pengikatnya, dan harus bisa melendut untuk dapat beroperasi
dengan baik pada elevasi Bendungan dalam keadaan rendah
atau tinggi. Perlengkapan ini harus diperiksa apakah bisa
dilakukan pemeliharaan, dan diperiksa terhadap barang-
barang yang terbawa arus dan sampah lainnya.

3. Pemeriksaan Khusus
Meliputi:

B.2 - 21
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

1) Melaksanakan pemeriksaan detail (investigasi) terhadap komponen


bendungan batu lapis lindung lereng hilir (Dam Rip–Rap) yang
menunjukkan adanya perubahan geometric lereng dan atau gejala
kerusakan.
2) Melaksanakan pemeriksaan detail (investigasi) di tubuh bendungan
(terjadi sliding di bagian hilir tengah bendungan).
3) Melaksanakan pemeriksaan detail (investigasi) terhadap adanya
pompanisasi di tubuh bendungan (pompanisasi di hulu bendungan).
4) Melaksanakan pemeriksaan detail (investigasi) terhadap bangunan
rumah tinggal yang berada di area tubuh bendungan (depan mushola).

4. Pemeriksaan Bawah Air


Inspeksi Bawah Air, yaitu inspeksi terhadap obyek yang berada dibawah
air, yang dilakukan dengan cara pemeruman, penyelaman, dan atau
dengan kamera televisi bawah air. Obyek yang diperiksa antara lain.
 Permukaan lereng hulu bendungan, untuk mengetahui kemungkinan
adanya : lubang benam, longsoran, kemerosotan mutu lapis
pelindung lereng dan lain sebagainya.
 Kolam peredam energi dan kolam loncat air, ditekankan pada erosi
dan gerusan.
 Muka hulu bendungan beton, untuk mengetahui kemungkinan
adanya: retakan, kemerosotan mutu bahan, atau bukaan
sambungan yang berakibat pada peningkatan rembesan dan
bocoran.
Apabila dari inspeksi nampak terjadi kemerosotan mutu bahan, atau
timbul Kekhawatiran pada perilaku struktural, atau kesangsian
terhadap keamanan struktural, maka harus segera dilakukan
penyelidikan lebih lanjut.
Cakupan inspeksi antara lain meliputi :
- Inspeksi visual atas komponen struktur bendungan baik yang
berada di atas maupun di bawah permukaan air, pondasi dan tebing
tumpuan, peralatan listrik dan mekanik, air hilir, Bendungan dan
daerah sekitarnya.
- Pemeriksaan dan uji coba peralatan listrik dan mekanik dengan skala
penuh, untuk mengetahui kesiapan operasinya.

B.2 - 22
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

- Pengamatan hasil pembacaan instrumentasi yang ada.


- Sistem O&P, yang mencakup kecukupan tenaga O&P ditinjau dari
jumlah dan kemampuannya, ketersediaan panduan O&P yang
memadai, ketersediaan gambar-gambar dan dokumen penting
lainnya termasuk Rencana Tindak Darurat, demikian pula
peralatan yang diperlukan.
- Kajian hasil inspeksi, berdasarkan hasil inspeksi lapangan dan
kajian atas informasi desain, pelaksanaan konstruksi dan operasi,
yang antara lain meliputi riwayat operasi termasuk data hasil
pembacaan instrumen
- Dan apabila perlu, analisis teknik yang lebih rinci sebai kelanjutan
dari kesimpulan hasil evaluasi dan kajian keamanan bendungan.

2.1.5.3 Pekerjaan Survei


2.1.5.3.1 Survey Sedimentasi
1) Peralatan Survey Teristris dan Bathimetri
a) Semua peralatan survei yang digunakan dalam keadaan baik dan
sebelum digunakan dikalibrasi lebih dulu. Peralatan yang
digunakan untuk melakukan survei sedimentasi waduk antara
lain:
(1) Laptop sesuai spesifikasi software
(2) Alat pengukur sudut (Total Stasion)
(3) Alat Pengukur Elevasi (water pass)
(4) Patok Pembantu (CP)
(5) BM /Patok tetap (SDM) untuk Jalur Pemeruman (sounding)
(6) Alat bantu lainnya seperti bendera
(7) Perangkat lunak yang digunakan untuk penggambaran seperti
Autocad, Map info atau Surfer.
2.1.5.3.2 Analisa Survey Topografi
A. Peninjauan Lapangan
1. Maksud peninjauan lapangan adalah untuk mempelajari kondisi
dan situasi daerah kerja, mendapatkan masukan-masukan dalam
rangka menyusun program kerja.

B.2 - 23
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

2. Mencari dan menetapkan jalan masuk dan jalan kerja yang


paling baik serta melakukan observasi visual lokasi studi.
3. Membuat perencanaan lokasi titik referensi pengukuran (BM),
sebagai titik dasar untuk koordinat dan elevasi.

B. Pemasangan Bench Mark (BM) dan Control Point (CP)


Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat
Bench Mark (BM) dibantu dengan Control Point (CP) yang di
pasang secara teratur dan mewakili kawasan secara merata. Kedua
jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk
menyimpan data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi
(Z).

Setelah posisi pemasangan BM ditentukan berdasarkan hasil


orientasi dan konsultasi dengan direksi lapangan, selanjutnya akan
dilakukan pemasangan BM sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati.
Pemasangan BM di lapangan sebagai titik-titik tetap yang diketahui
koordinatnya dalam sistem koordinat peta yang telah dibuat
dengan referensi dari BM yang telah ada dan terpasang dilapangan,
maksudnya sebagai data yang dapat digunakan sebagai dasar
dalam pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan terkait.

Pemasangan BM dan CP akan dilakukan secara bersamaan pada


waktu pemasangan patok-patok untuk pengukuran poligon,
sehingga BM tersebut langsung terukur pada waktu pengukuran
sudut dan waterpass. BM akan dibuat dan bahan campuran beton
dengan ukuran 20 x 20 x 100 cm (memakai tulangan), bagian yang
di atas tanah setinggi 25 cm sedangkan yang tertanam sedalam 75
cm.

Mengingat fungsinya tersebut maka patok-patok beton ini


diusahakan ditanam pada kondisi tanah yang stabil dan aman.
Kedua jenis titik ikat ini akan diberi nomenklatur atau kode, untuk
memudahkan pembacaan peta yang dihasilkan. Disamping itu

B.2 - 24
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

perlu pula dibuat deskripsi dari kedua jenis titik ikat yang memuat
sketsa lokasi dimana titik ikat tersebut dipasang dan dilengkapi
dengan nilai koordinat maupun elevasinya.
 Ukuran BM, CP dan Patok Kayu yang dipasang adàlah :
 Benchmark (BM) ukuran 20x20x100 cm.
 Control Point (CP) ukuran 10x10x80 cm.
 Tiap BM dipasang baut di atasnya dan diberi tanda silang
sebagai titik X, Y, Z nya Sedangkan identifikasi nomor dibuat
pada permukaan salah satu sisinya.
 BM dipasang sedemikian rupa sehingga bagian yang muncul di
atas tanah setinggi ± 25 cm.
 Patok kayu dibuat dari bahan yang kuat ditanam sedalam 30
cm, dicat merah dan dipasang paku di atasnya serta diberi kode
dan nomor yang teratur sesuai petunjuk Direksi.
 CP dipasang agar kelihatan satu sama lainnya dengan BM
karena akan digunakan untuk titik target pengamatan azimuth
matahari dan untuk memudahkan pengecekan sudut jurusan
pada titik tersebut.
 Setiap BM dan CP, harus di beri nomor kode yang teratur
sesuai petunjuk Direksi.

Pen kuningan
Ø6 cm
20

Pelat marmer 12 x 12 Pipa pralon PVC Ø 6 cm


25

Nomor titik

Tulangan tiang Ø10


Dicor beton
Sengkang Ø5-15
10
100

65

Dicor beton
75
20

Beton 1:2:3
15

10

20

Pasir dipadatkan
20

40

Bench Mark Control Point


(BM) (CP)

Gambar B.2 - 5 Deskripsi BM Dan CP


Spesifikasi pemasangan BM dan CP :

B.2 - 25
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

4. Ditempatkan pada tempat yang aman dan stabil serta posisinya


ditentukan melalui pengukuran dari titik-titik poligon atau
dipasang pada titik-titik poligon.
5. Konstruksi BM dan CP yang sudah dipasang dilengkapi dengan
bukti photo berwarna dan sketsa lokasi lengkap dengan jarak titik-
titik detail tetap yang ada sekitar pilar tersebut, ini guna
memudahkan pencarian lokasi BM di kemudian hari
6. Sistem penomoran BM harus seragam dan berurutan dengan
nomor yang sudah ada dan harus mendapat persetujuan Direksi
Pekerjaan.
7. Titik Referensi dan proyeksi yang dipakai harus sama dengan titik
referensi pengukuran standard (maximum 5 km adalah panjang
pengikatan). Jika tidak ada titik referensi, maka dapat dipakai titik
referensi lokal dengan persetujuan Direksi Pekerjaan.
C. Pengukuran Poligon Utama
Sebelum digunakan semua alat dan perlengkapan pengukuran harus
dicek dan diperiksa oleh direksi untuk mendapatkan persetujuan.
Pengukuran poligon terdiri dari pengukuran poligon utama dan
cabang (jika ada), sedangkan untuk detail lapangan biasanya
dilakukan pengukuran poligon raai. Poligon utama adalah suatu
jaringan titik-titik dilapangan yang ditentukan melalui pengukuran
dengan tingkat ketelitian yang tinggi dan digunakan sebagai
kerangka dasar pengukuran situasi areal secara keseluruhan, untuk
itu pelaksanaan pengukurannya harus dilakukan secara cermat dan
teliti.
1. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survey ini adalah :
 1 unit Theodolite T2
 1 buah pita ukur baja 50 m
 1 set bak ukur.
2. Metode Pelaksanaan
Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal
ini kerangka dasar horisontal / posisi horisontal (X,Y) digunakan
metode poligon. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur

B.2 - 26
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan


yang akan diuraikan dalam penjelasan di bawah ini.
Dalam pembuatan titik dalam jaringan pengukuran poligon,
titik-titik poligon tersebut berjarak sekitar 50 meter.
a. Pengukuran Jarak
Pada pelaksanaan pekerjaan, pengukuran jarak dilakukan
dengan menggunakan pita ukur 100 m. Tingkat ketelitian
hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur,
sangat bergantung kepada :
 Cara pengukuran itu sendiri.
 Keadaan permukaan tanah.
Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring
dilakukan dengan cara seperti yang digambarkan pada
gambar di bawah ini.

d1 d2

A 1 d3

jarak AB = d1 + d2 + d3
2 B

Gambar B.2 - 6 Pengukuran Jarak pada Daerah Miring


Untuk meningkatkan ketelitian pengukuran jarak, juga
dilakukan pengukuran jarak optis hasil pembacaan rambu
ukur sebagai koreksi.
b. Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi poligon yaitu besarnya bacaan
lingkaran horisontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan
ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan ditentukan
berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di samping
titik poligon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.

B.2 - 27
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

AB
β B

AC

Gambar B.2 - 7 Pengukuran Sudut Jurusan


Berdasarkan gambar di atas, besarnya sudut β :
  AC  AB

dimana :
β = sudut mendatar
AC = bacaan skala horisontal ke target kiri
AB = bacaan skala horisontal ke target kanan.
Pembacaan sudut jurusan dilakukan dalam posisi teropong
biasa dan luar biasa. Spesifikasi teknis pengukuran poligon
adalah sebagai berikut:
 jarak antara titik-titik poligon adalah  50 meter
 alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2
 alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter
 jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2)
 selisih sudut antara dua pembacaan  5” (lima detik)
 ketelitian jarak linear (K1)
c. Pengamatan Azimuth Astronomis

B.2 - 28
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Disamping untuk mengetahui arah / azimuth awal,


pengamatan matahari dilakukan untuk tujuan sebagai
berikut :
 Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan
akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan
poligon.
 Untuk menentukan arah / azimuth titik-titik kontrol /
poligon yang tidak terlihat satu dengan yang lainnya.
 Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada
pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal / koordinat
lokal.
Metodologi pengamatan azimuth astronomis diilustrasikan
pada gambar di bawah ini.
Dengan memperhatikan metoda pengamatan azimuth
astronomis pada gambar tersebut, maka azimuth target (T)
adalah :
T  M  

atau
   M   T   M 

dimana :
T = azimuth ke target
M = azimuth pusat matahari
T = bacaan jurusan mendatar ke target
M = bacaan jurusan mendatar ke matahari
β = sudut mendatar antara jurusan ke matahari
dengan jurusan ke target.
Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada jalur poligon
utama terhadap patok terdekat dengan titik pengamatan
pada salah satu patok yang lain.

Matahari
T M
M

T
B.2 - 29
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 8 Pengamatan Azimuth Astronomis


d. Pengukuran Sipat Datar
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan
pengukuran sipat datar pada titik-titik jalur poligon. Jalur
pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran
dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda
tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang. Seluruh
ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran)
telah diikatkan terhadap BM.
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan
dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik
terhadap bidang referensi seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 3.8.
Spesifikasi teknis pengukuran sipat datar adalah sebagai
berikut :
 Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi
 Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap
 Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang
dan rambu belakang menjadi rambu muka.

Slag 2

Slag 1
m2

m1

Bidang referensi

D D

Gambar B.2 - 9 Pengukuran Sipat Datar

B.2 - 30
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

 Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang


pembacaan rambu lengkap benang atas, benang tengah
dan benang bawah.
 Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau
sama dengan 2 mm.
 Jarak rambu ke alat maksimum 75 mm.
 Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan
garis bidik.
 Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan
dengan rumus berikut :

T  8 D mm

Dimana D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal


dalam satuan km. Hasil pengukuran lapangan terhadap
kerangka dasar vertikal diolah dengan menggunakan
spreadsheet sebagaimana kerangka horisontalnya. Dari hasil
pengelolaan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada
titik-titik patok terhadap bench mark acuan.

e. Pengukuran Levelling
Pengukuran levelling dimaksudkan untuk menentukan
ketinggian titik-titik poligon dan ketinggian patok poligon,
BM, dan patok poligon cabang, sehingga dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
 Levelling Poligon Utama
 Levelling Poligon Cabang.
Levelling Poligon Utama
Pengukuran levelling poligon utama harus dilaksanakan
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Pengukuran levelling poligon harus dilakukan dengan
menggunakan alat Waterpass automatis seperti Wild
NAK.2 atau Ni.2 atau yang sederajat ketelitiannya.
b. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan sistem
pengukuran “double-stand” atau sistem “pulang pergi”.

B.2 - 31
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

c. Pembacaan rambu ukur selalu dilakukan bacaan tiga


benang teropong (benang atas, benang tengah, dan
benang bawah), dengan rambu yang dipasang tegak
lurus dilengkapi dengan nivo rambu.
d. Bacaan skala rambu harus dilakukan pada interval skala
antara 0,5 meter sampai dengan 2,5 meter untuk rambu
panjang 3,0 meter.
e. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan jarak ke
depan sama dengan jarak ke belakang pada setiap slag,
atau jumlah jarak ke depan sama dengan jumlah jarak ke
belakang pada setiap seksi pengukuran.
f. Selama pelaksanaan pengukuran tempat berdiri rambu
ukur harus digunakan rambu yang terbuat dari plat besi.
g. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan jarak
antara alat dan rambu maksimal 50,0 m.
h. Pengukuran levelling poligon utama, disamping harus
melewati semua titik poligon, tapi juga harus melewati
semua BM yang dipasang, maupun BM lainnya yang ada.
i. Ketelitian pengukuran levelling ditentukan < 6D mm
dimana D adalah jumlah jarak sisi-sisi poligon dalam km.
Levelling Poligon Cabang
Pengukuran levelling poligon cabang adalah pengukuran
levelling pada jalur titik-titik poligon cabang, harus
dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Pengukuran levelling poligon harus dilakukan dengan


menggunakan alat Waterpass semi automatis atau
waterpass biasa seperti Shokisa B.2 Wild NAK.1 atau
yang sedejat ketelitiannya.

b. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan sistem


pengukuran “double-stand” atau sistem “pulang pergi”.

c. Pembacaan rambu ukur harus selalu dilakukan bacaan


tiga benang teropong (benang atas, benang tengah,
benang bawah), dengan rambu yang dipasang tegak
lurus dilengkapi dengan nivo rambu.

B.2 - 32
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

d. Bacaan skala rambu harus dilakukan pada interval skala


antara 0,5 meter sampai dengan 2,5 meter untuk rambu
panjang 3,0 meter.

e. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan jarak ke


depan sama dengan jarak ke belakang pada setiap slag,
atau jumlah jarak ke depan sama dengan jumlah jarak ke
belakang pada setiap seksi pengukuran.

f. Pengukuran levelling harus dilakukan dengan jarak


antara alat dan rambu maksimal 50,0 m.

g. Pengukuran levelling poligon sekunder harus melewati


semua titik poligon cabang dan harus diikatkan kepada
titik-titik poligon utama yang ada.

h. Ketelitian pengukuran levelling ditentukan < 10D mm


dimana D adalah jumlah jarak sisi-sisi poligon dalam Km.
f. Pengukuran Situasi Detail
Pengukuran detail situasi dimaksudkan untuk mendapatkan
data posisi planimetris maupun ketinggian dari semua titik-
titik di lapangan, baik itu titik-titik yang mewakili keadaan
topografi kemiringan tanah maupun detail alam maupun
detail bangunan eksisting yang ada.
Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci
lapangan, baik obyek alam maupun bangunan-bangunan,
jembatan, jalan dan sebagainya. Obyek-obyek yang diukur
kemudian dihitung harga koordinatnya (X,Y,Z). untuk
selanjutnya garis kontur untuk masing-masing ketinggian
dapat ditentukan dengan cara interpolasi.
Situasi diukur berdasarkan jaringan kerangka horisontal dan
vertikal yang dipasang dengan melakukan pengukuran
keliling serta pengukuran di dalam daerah survei. Bila perlu
jalur poligon dapat ditarik lagi dari kerangka utama dan
cabang untuk mengisi detail planimetris berikut spot height
yang cukup, sehingga diperoleh penggambaran kontur yang
lebih menghasilkan informasi ketinggian yang memadai.

B.2 - 33
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Dalam pelaksanaan pengukuran situasi detail dilakukan


dengan kriteria sebagai berikut :
1. Peralatan yang digunakan :
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survey ini
adalah :
 Theodolite T0
 Pita baja 50 meter
 Bak ukur.
2. Metoda Pelaksanaan
Pengukuran situasi rinci dilakukan dengan cara
tachimetri dengan menggunakan alat ukur Theodolith
Kompas (T0). Dengan cara ini diperoleh data-data
sebagai berikut :
 Azimuth magnetis.
 Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).
 Sudut zenith atau sudut miring.
 Tinggi alat ukur.
 Pengukuran situasi detail dilakukan menggunakan
sistem raai atau lajur-lajur arah utara-selatan atau
arah barat-timur, dimana jarak antara lajur adalah
maksimal 30,0 m.
 Pengukuran situasi dilakukan dengan menggunakan
Theodolit T0 atau lebih tinggi derajat ketelitiannya
dengan sistem tachimetri, dan harus selalu diikatkan
kepada titik-titik poligon utama atau sekunder yang
terdekat.
 Pengukuran situasi detail meliputi semua tinggi
rendah tanah pada areal coverage lengkap semua
detail bangunan eksisting yang ada, maupun titik-
titik poligon utama atau sekunder yang terdekat.
g. Pengolahan Data.
Pengolahan data survey topografi meliputi beberapa jenis
hitungan, antara lain adalah :
 Hitungan azimuth matahari

B.2 - 34
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

 Hitungan poligon (koordinat)


 Waterpass (tinggi)
 Hitungan situasi (tinggi titik detail).
Pehitungan pendahuluan poligon dan sipat datar dilakukan
di lapangan secara konvensional dan perhitungan definitif
dilakukan di kantor. Perhitungan pendahuluan tersebut
dilakukan di lapangan dengan maksud apabila terjadi
kesalahan pengukuran bisa langsung diatasi dan diukur
kembali.
1. Hitungan Azimuth Matahari
Azimuth pengamatan matahari dihitung dengan metode
tinggi matahari. Hitungan pengamatan matahari
dilakukan secara konvensional menggunakan formulir
hitungan matahari dan deklinasi didapatkan dari tabel
deklinasi matahari tahun terakhir. Lintang tempat
pengamatan berdasarkan interpolasi dari peta rupa bumi
skala 1 : 50.000
Azimuth ke matahari dapat dihitung dengan rumus
persamaan segitiga astronomi. Dengan segi tiga bola
dapat dihitung besarnya azimuth, yaitu dengan rumus
trigonometri sebagai berikut :
Sin   Sin Q . Sin h
Cos A 
Cos  . Cos h

dimana :
A = azimuth matahari
Q = lintang pengamatan (dari peta topografi)
 = deklinasi matahari (dari almanak matahari)
h = sudut miring ke matahari (dari hasil
pengukuran).
 Perhitungan sudut tegak (sudut miring / zenith)
Sudut tegak yang digunakan dalam hitungan diberi
koreksi sebagai berikut, salah indeks (i) dari alat ukur,
koreksi ini diperoleh melalui pengecekan alat ukur
atau kalibrasi alat

B.2 - 35
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

 Koreksi refraksi (r)


Rumus menghitung besarnya koreksi refraksi
digunakan:
R  rm . cp . ct

dimana :
rm = sudut refraksi normal pada tekanan
udara 760 mm.Hg, temperatur 0OC dan
kelembaban nisbi 60%. Harga rm dapat
dicari dari Tabel VI pada Buku Almanak
Matahari
p
cp = , dengan p adalah tekanan udara
760
dalam mm.Hg. Bila tekanan udara tidak
diukur, tetapi tinggi tempat pengamatan
diketahui dari dari peta topografi, maka
harga cp dapat dicari dari Tabel VIIa
Almanak Matahari
283
ct = , dengan t adalah temperatur
273  t 
udara dalam 0OC. (harga ct dapat dicari dari
Tabel VIII pada Buku Almanak Matahari)

p  pH . Cos hn atau
p  pH . Sin Z n

 Koreksi paralaks (p), besarnya kareksi paralaks


adalah :
 pH adalah koreksi paralaks terbesar, berkisar
antara 8,66” – 8,95”, rata-ratanya 8,8”
 Koreksi terhadap pusat matahari (1/2 d)
 Dicari berdasarkan letak posisi kwadran yang
diamati.
2. Hitungan Poligon
Pelaksanaan perhitungan poligon pendahuluan
dilaksanakan di lapangan, supaya bila terjadi kesalahan
pengukuran bisa langsung diperbaiki dan perhitungan

B.2 - 36
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

definitif dengan menggunakan komputer dilakukan di


kantor
Syarat-syarat supaya poligon dapat dihitung, maka data
yang harus diketahui adalah :
 Sudut jurusan awal / azimuth awal dapat dihitung
dari koordinat 2 (dua) buah titik tetap atau dari
pengamatan matahari.
 Sudut mendatar antara 2 sisi pada tiap titik poligon
(β).

P
12
β1
A1 23
βA B
P dPA d12 d23
dA1

A 2

Gambar B.2-7 Pengukuran Gambar Poligon


 Perhitungan sudut horisontal didapat dari bacaan
sudut biasa (β) ke belakang dikurangi sudut (β) ke
muka dan bacaan sudut luar biasa (Lβ) ke muka.
Sudut yang didapat adalah harga sudut rata-rata dari
pembacaan (β) dan (Lβ).
 Jarak mendatar antara titik-titik poligon (d).
 Menentukan titik awal.
 Yang akan dijadikan titik awal adalah titik referensi
yang telah diketahui koordinatnya dan kondisi dinilai
cukup stabil. Bila tidak terdapat, akan dibuat referensi
lokal UTM berdasarkan peta rupa bumi berpedoman
kepada bangunan yang ada dengan persetujuan
Direksi.
Tahapan hitungan polygon tertutup setelah data yang
diperlukan diperoleh adalah sebagai berikut :

B.2 - 37
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

1. Bila yang dihitung sudut dalam (β), maka syarat


geometrisnya adalah seperti berikut :
U
1 sudut ukuran = (N-2).180
dimana :
N = banyak titik poligon
Azimuth
5 2 sudut ukuran = jumlah sudut
Awal

3 Gambar B.2 - 10
4
Bentuk Geometris Poligon Tertutup Dengan Sudut Dalam

U Sudut luar (β), maka syarat


1
geometrisnya
Azimuth
sudut ukuran = (N-2).180
Awal
2 N = banyak titik poligon
5
sudut ukuran = jumlah sudut

4 3
Gambar B.2 - 11
Bentuk Geometris Poligon Tertutup Dengan Sudut Luar

1. Jika jumlah sudut tidak sama dengan (N-2).180


atau tidak sama dengan (N+2).180, maka ada
kesalahan penutup sudut sebesar f dan hitungan
harus dikoreksi
2. Batasan salah penutup sudut maksimum adalah
10N
3. Sudut mendatar yang benar dihitung dengan
rumus :
f
  ukuran 
N
4. Menghitung sudut jurusan yang benar dengan
rumus :
N   aw al    180 O

B.2 - 38
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

5. Menghitung selisih absis dan ordinat tiap sisi


dengan rumus :
Selisih absis, ∆X = d . Sin 
Selisih ordinat, ∆Y = d . Cos 
6. Syarat geometris selisih absis dan ordinat adalah :
Jumlah d . Sin  = 0 atau ∆X = 0
Jumlah d . Cos  = 0 atau ∆Y = 0
7. Bila tidak sama dengan nol, berarti ada kesalahan
penutup absis (fx) dan ordinat (fy), sehingga
hitungan selisih absis dan ordinat yang benar :

 d   d 
x  x    . fx y  y    . fy
 d   d 
8. Menghitung koordinat yang benar :
X  X   X'
Y  Y   Y'

9. Untuk mengetahui kesalahan linear poligon


didapat dengan rumus :

fx 2  fy 2
SL 
d

Dengan batasan ketelitian linier untuk poligon


utama  1/5.000.
3. Hitungan Sipat Datar
Perhitungan pendahuluan untuk memperoleh unsur
beda tinggi pada jalur-jalur yang menghubungkan titik-
titik simpul dilaksanakan di lapangan, sehingga bila
terjadi kesalahan pengukuran bisa diulang kembali, dan
perhitungan definitif dilakukan di kantor.
Syarat-syarat supaya sipat datar kring tertutup dapat
dihitung adalah :
 Ada beda tinggi (∆h)
 Ada jarak
 Ada referensi awal (elevasi titik tetap terdahulu).
Tahapan hitungan sipat datar sebagai berikut :

B.2 - 39
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

a) Beda tinggi antara dua titik didapat dari bacaan


benag tengah belakang (BTb) dikurangi bacaan
benang muka (BTm) atau beda tinggi.
h  BTb  BTm

b) Untuk mengontrol pembacaan benang tengah (BT)


dan untuk memperoleh jarak optis, dibaca dengan
benang atas (BA), benang bawah (BB), dengan kontrol
ukuran : BT = ½ (BA – BB), sedangkan jarak optis
dihitung dengan rumus :
d  c . BA  BB 

atau
d  100 . BA  BB 

sehingga jarak tiap slag didapat yaitu jarak muka


ditambah jarak ke belakang atau D = Dm + Db
c) Dari hasil perhitungan beda tinggi tersebut pada
masing-masing kring tertutup dilakukan perhitungan
jumlah beda tinggi,  ∆hi = 0, dengan I = 1 sampai n,
sehingga diperoleh kesalahan penutup beda tinggi di
tiap-tiap kring.
d) Untuk mengetahui apakah salah penutup sudah
memenuhi toleransi yang diinginkan, dipakai rumus :

T   10 d

dimana :
T = toleransi
10 = angka yang menyatakan tingkat
ketelitian (mm)
d = jarak total pengukuran (Km).
e) Dari salah penutup beda tinggi tiap kring, koreksi
dapat dibagikan ke beda tinggi tiap seksi dengan cara
konvensional, tanda koreksi (+ atau -) adalah
kebalikan dari tanda salah penutup.
f) Elevasi titik-titik pada tiap-tiap seksi diantara titik-
titik simpul tersebut diperoleh dari perhitungan

B.2 - 40
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

secara konvensional atau perataan sederhana dengan


acuan pada elevasi titik-titik simpul.
4. Hitungan Titik Detail
Perhitungan titik detail menggunakan metode tachimetri.
Sebagaimana telah diterangkan di atas pada pengukuran
tachimetri unsur yang didapat dari pengukuran situasi
detail yaitu :
 Tinggi alat ukur terhadap patok diukur (TA)

 Tinggi patok diukur (TP)

 Pembacaan sudut vertikal (h) atau sudut zenit (z)

 Pembacaan benang lengkap (BA, BT, BB)

Dari unsur data-data tersebut di atas dapat dihitung :


 Jarak optis atau jarak miring, yaitu DM = C (BB – BB)

atau DM = 100 (BB - BA)


 Jarak mendatar, yaitu D = DM . Cos 2Z atau D = DM .

Sin 2h
Hitungan beda tinggi (∆H) dari tempat berdiri alat ke
titik detail dihitung dengan rumus :

1) Bila bacaan benang tengah (BT) pada rambu setinggi


alat maka, beda tinggi (∆H) = 0,5 . DM . Sin 2Z

2) Bila bacaan benang tengah (BT) pada rambu tidak


setinggi alat maka, beda tinggi (∆H) = 0,5 . DM . Sin
2Z + TA - BT
Hitungan elevasi titik-titik detail selanjutnya dapat
dihitung berdasarkan elevasi acuan awal dan akhir yang
diketahui dari tinggi tiap patok poligon / waterpass
5. Penggambaran (Plotting Data)
Untuk proses penggambaran pada hasil pengukuran,
terlebih dahulu disiapkan data-data berupa :
- Koordinat dan ketinggian seluruh titik CP/BM
- Koordinat dan ketinggian seluruh titik poligon
- Koordinat dan ketinggian seluruh titik cross dan
detail beserta keterangannya.

B.2 - 41
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Dari data hasil hitungan sementara di lapangan disusun


dan dipilah menurut jenis pengukuran dan nomor
patoknya, kemudian dimasukkan ke dalam komputer
seperti susunan data ukur aslinya. Setelah dihitung untuk
masing-masing pengukuran dengan metoda hitungan
sesuai jenis pengukurannya (misalnya ; poligon dengan
metoda Leastquares/Bowditch, cross section dengan
metoda Tachimetri) dengan program sederhana dari
Excel atau program Autodesk Land Development atau
program pemetaan lain seperti Surfer, maka data tersebut
digabungkan menjadi satu file sehingga titik-titik
pengukuran lapangan mempunyai koordinat ( x , Y ) dan
ketinggian ( Z ), yang diberi deskripsi (keterangan) dan
nomor baris. File ini masih dalam program Excel, tetapi
susunannya sudah PENZD (Point, East (X), North (Y), Z
(Height), dan Description). Kemudian dari data Excel ini
(*.xls) dirubah menjadi data dengan ekstension *.csv atau
*.prn atan ekstension *.dat lainnya, untuk dibaca dalam
program Softdesk. Memasuki program Softdesk data tadi
dibaca dan diimpor menjadi file gambar *.dwg.
Selanjutnya diproses sesuai prosedur kerja dari software
tersebut, diantaranya pembuatan surface (project) data
base dari gambar yang dikerjakan dengan membuat garis
triangulasi antar titik-titik yang ada. Grading atau create
kontur yaitu pembuatan atau pemunculan garis kontur
sesuai dengan spesifikasi yang diminta. Untuk
memunculkan kontur terlebih dahulu dilakukan
pengisian permukaan (surface pada menu COGO 
surface) setelah dilakukan maka regen (memunculkan)
garis-garis triangulasi, garis tersebut menunjukan adanya
hubungan untuk menginterpolasi garis kontur dari titik
ke titik.
Untuk memunculkan kontur dikerjakan melalui menu
Countur dan memilih garis kontur mayor (setiap 10

B.2 - 42
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

meter) dan minor (setiap 2,5 meter). Sedangkan intensitas


kehalusan garis kontur dapat dipilih antara 0 s/d 10,
setelah dipilih angka yang cocok, kontur dimunculkan
melalui menu Regen.
Setelah terbentuk garis-garis kontur selanjutnya adalah
pekerjaan pengeditan antara lain:
- Memisah masing-masing obyek / tema dalam gambar
menjadi layar layer
- Mengedit garis-garis yang akan membedakan bentuk
garis kontur, seperti
 Garis Pinggir Jalan
 Garis Pinggir Sungai
- Membuat label grid angka genap
- Membuat notasi grid pada label grid tersebut
- Membuat text untuk nama kampung, nama sungai,
arah jalan
- Merubah ukuran font (mis : font elevasi, nama
kampung, angka grid, dll)
- Membuat arah utara
- Memperbaiki kontur yang tidak sesuai dengan
keadaan dengan cara :
 Menghapus garis triangulasi antara titik ke titik
 Menghapus angka ketinggian yang tidak sesuai
 Mengubah angka ketinggian sehingga menjadi
angka yang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya
- Membuat format skala yang sesuai untuk dicetak
- Meletakkan simbol-simbol (buatan manusia maupun
alam) sesuai keadaan sebenarnya.
Karena adanya pengeditan tersebut maka untuk memunculkan
kembali kontur dalam format yang telah diedit dilakukan pengisian
kembali permukaan (surface) dan kembali dilakukan regen/create
kontur, hal tersebut dapat dilakukan berkali-kali sehingga tampilan

B.2 - 43
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

gambar layak untuk dicetak dan disetujui pihak direksi dan siap
untuk dilakukan pekerjaan selanjutnya oleh tim perencana.

Gambar B.2 - 12 Bagan Alir Pekerjaan Pengukuran Dan Pemetaan

2) Pemetaan Situasi Daerah Genangan Waduk dan sekitarnya


daerah yang dipetakan meliputi:
- Daerah genangan waduk
- Daerah sekeliling genangan waduk sampai sejauh 100 m diukur dari
elevasi puncak mercu pelimpah

B.2 - 44
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

- Tubuh bendungan dan bangunan pelengkap serta daerah sekitarnya


Pengukuran Daerah Genangan Waduk dan sekitarnya dilakukan
dengan metode terestris dan bathimetri. Metode terestris dilakukan
untuk daerah di luar genangan dan di daerah genangan yang tidak
dapat diukur dengan metode bathimetri. Metode bathimetri dilakukan
pada daerah genangan waduk yang kedalamannya memenuhi syarat
untuk pengukuran bathimetri.
Patok – patok tetap (SDM) dan patok rencana jalur-jalur pemeruman
daerah genangan waduk harus digunakan sebagai patok-patok pengikat
dalam pengukuran darat di sekitar daerah genangan. Apabila referensi
elevasi yang ada di lokasi masih
bersifat lokal maka harus dilakukan transformasi datum ke Titik Tinggi
Geodesi Nasional yang dibuat oleh Bakosurtanal. Pengukuran topografi
teristris/tachimetri ini dilakukan denganlangkah-langkah sebagai
berikut:
a) Pada saat mengukur tepi waduk (muka air) dicatat waktunya (jam).
b) Jika tepi waduk terjal maka tachimetri dilakukan dari tepi waduk
sampai pada perubahan ketinggian dan ditambah dengan satu titik
tachimetri di atas bukit. Jarak antara titik tachimetri bisa kurang dari
50 meter.
c) Jika tepi waduk landai maka tachimetri dilakukan, jarak antara titik
tachimetri sekurang-kurangnya per 50 meter.
d) Setiap dijumpai adanya teluk dan tanjung harus dilakukan
pengukuran darat dengan metode tachimetri dimulai dari muka air
saat itu sampai pada tepi waduk pada elevasi genangan tertinggi atau
sebaliknya. Jarak antara titik-titik tachimetri sekurang-kurangnya 25
m, disesuaikan dengan bentuk topografi dan kemiringan lerengnya.
e) Surveyor akan membuat gambar sket lapangan untuk menghindari
kesalahan interpretasi.
f) Setiap patok pemeruman dan patok tetap (patok SDM) yang dijumpai
diukur.
g) Perhitungan elevasi dan koordinat tidak dilakukan secara manual
tetapi dengan perangkat lunak komputer.

B.2 - 45
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

h) Peralatan utama yang digunakan dalam pengukuran topografi


teristris adalah alat pengukur sudut (T0/T2/Total Station) lengkap
dengan peralatan penunjuang lainnya (bak ukur, reflektor, statif,
tribach), alat pengukur jarak (water pass/EDM) dan GPS.
3) Pemeruman/Bathimetri
a) Pemeruman dilakukan untuk mendapatkan peta topografi dasar
waduk menggunakan GPS dan echo sounder. Pemeruman
dilakukan pada sepanjang jalur-jalur pemeruman (range lines)
yang telah ditentukan sebelumnya (biasanya dilakukan sebelum
penggenangan waduk) mendapatkan data kedalaman waduk. Bila
jalur pemeruman belum ada, sebelum pelaksanaan pemeruman
lebih dulu akan ditetapkan jalur-jalur pemeruman.
b) Jalur pemeruman diusahakan sedapat mungkin tegak lurus
terhadap arah aliran sungai yang dikemudian hari dapat
digunakan untuk memonitor dan permodelan numerik dari
perubahan dasar waduk. Jarak antara titik tachimetri bisa kurang
dari 50 meter.
c) Kerapatan atau jarak antara jalur-jalur pemeruman, ditetapkan
sebagai berikut:
(1) Pada bagian diatas lereng hulu bendungan: jarak jalur
pemeruman berkisar 15 sampai 30 m, dengan jumlah jalur
minimal 3 (tiga) jalur. Pemeruman pada daerah ini terutama
ditujukan untuk mendapatkan gambaran kondisi/geometri
lereng hulu bendungan guna mendukung kegiatan pemeriksaan
bawah air
(2) Pada daerah genangan sampai dengan jarak 1 km dari puncak
bendungan jarak jalur pemeruman berkisar 30 sampai 60 m,
dengan jarak yang lebih rapat pada daerah tampungan mati
(dead storage)
(3) Pada daerah genangan diatas jarak 1 km dari puncak
bendungan, jarak jalur pemeruman berkisar 100 sampai 200 m.

 Pengukuran Bathimetri

B.2 - 46
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Survei batimetri atau sering juga disebut sounding/pemeruman


dilakukan untuk mengukur dan mengamati kedalaman air dengan
menggunakan alat ukur GPS dan Echosounder. Alat ini dilengkapi
dengan suatu autolog dan curvimetri untuk pencatat jarak secara
otomatis, secara transducer untuk mengetahui kedalaman dasar
Bendungan.

Echosunding akan beroperasi dengan baik pada kecepatan dalam air


konstan, akan tetapi karena kecepatan suara dalam air berubah-ubah
akibat suhu dan tekanan air, untuk itu apabila melakukan
pengukuran pemeruman (echosounding) pada kedalaman yang
cukup dalam perlu dilakukan penyesuaian yaitu dengan barchek
method.

Pelaksanaan pengukuran didasarkan pada patok-patok yang telah


ditetapkan sebelumnya seperti sketsa sebagai berikut :

Gambar B.2 - 13 Sketsa Jalur Pengukuran Echosounding


Keterangan :
L : lebar standar tiap penampang
d : jarak tiap patok ke dam
kn : patok sebelah kanan dari arah pengukuran
kr : patok sebelah kiri dari arah pengukuran
1,2,3..dst : patok tetap pengukuran
Pengukuran dilakukan disetiap penampang secara bolak balik
dengan menggunakan perahu bermotor yang didalamnya terpasang
alat echosounding.
Pada lokasi belokan arah pengukuran dilakukan mengikuti garis
putus-putus. Faktor yang penting dalam pengukuran sedimen di
Bendungan adalah jarak penampang yang terukur.

B.2 - 47
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Perhitungan luas penampang melintang didasarkan pada hasil


recording (pencatatan) echosounding, dengan menggunakan
perhitungan skala, seperti gambar sketsa berikut :

Gambar B.2 - 14 Penampang melintang hasil pengukuran

Lebar penampang melintang di lapangan : L (m)


Lebar penampang melintang di pita recording : 1 (cm)
Dengan menggunakan skala perhitungan ditentukan tempat
kedudukan titik-titik 1,2,3,4,5 dan seterusnya.
Dengan demikian didapat pada pita recording :
Titik 1, dengan jarak X1, kedalaman Y1
Titik 2, dengan jarak X2, kedalaman Y2
Titik 3, dengan jarak X3, kedalaman Y3
Titik 4, dengan jarak X4, kedalaman Y4
Titik 5, dengan jarak X5, kedalaman Y5 dan seterusnya
Jarak X1, X2, X3, X4, X5 dan seterusnya diukur secara otomatis pada
recording oleh autolog.
Setelah didapatkan koordinat-koordinat titik tersebut diatas, maka
dapat dibuat gambar penampang melintangnya.
Prosedur pelaksanaan pemeruman hingga penggambaran hasil,
dapat dilakukan mengikuti bagan alir Gambar 3.17.
Perhitungan volume genangan :
Perhitungan volume endapan sedimen di Bendungan dilakukan
berdasarkan pada elevasi muka air yang tetap. Jarak antara dua
penampang diambil dari panjang garis aliran sungai antara dua
penampang tersebut pada gambar peta seperti gambar sketsa berikut
:

B.2 - 48
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 15 Sketsa jarak antara dua penampang pengukuran

d1 dan d2 adalah jarak antara dua penampang. Gambar sketsa


potongan melintang penampang 1-1 dan 2-2 adalah sebagai berikut K

Gambar B.2 - 16 Sketsa potongan melintang penampang

Luas penampang 1-1 = A1


Luas penampang 2-2 = A2
Jarak antara penampang 1-1 dengan penampang 2-2 = d1
Volume endapan sedimen = ½ (A1+A2) x d1 x koefisien
Dimana koefisien (faktor koreksi) adalah perbandingan antara jarak
test sounding (L) dengan jarak hasil dari pita recording (Ls)

B.2 - 49
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Mulai

Persiapan Alat
Echo sounder + kelengkapannya
Transducer + kelengkapannya
Perahu survei + GPS
Peralatan barcheck

Pemasangan Paillschaal

Penetapan BM

Barcheck

Pengamatan muka air Sounding (Pembacaan echo sounder & GPS)

Perhitungan

Tidak Kontrol
Perhitungan

Ya

Penggambaran Peta Batimetri

Selesai

Gambar B.2 - 17 Prosedur pelaksanaan echosounding

B.2 - 50
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

4) Hasil Survey Sedimentasi Waduk


Akan dibuat laporan tersendiri yang isinya mencakup hal-hal
sebagaimana dijelaskan pada Pedoman Survei dan Monitoring
Sedimentasi Waduk.
 Analisa Sedimentasi
Untuk memperkirakan laju sedimentasi pada DPS Sungai digunakan
metode Wischmeier dan Smith. Metode ini akan menghasilkan
perkiraan besarnya erosi gross. Untuk menetapkan besarnya sedimen
yang sampai di lokasi Bendungan, erosi gross akan dikalikan dengan
ratio pelepasan sedimen (sediment delivery ratio). Metoda Wischmeier
dan Smith atau yang lebih dikenal dengan metode USLE (Universal
Soil Losses Equation) telah diteliti lebih lanjut jenis tanah dan kondisi
di Indonesia oleh Balai Penelitian Tanah Bogor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju sedimentasi adalah sebagai
berikut:
1. Erosivitas hujan
2. Erodibilitas tanah
3. Panjang dan kemiringan lereng
4. Konservasi tanah dan pengelolaan tanaman
5. Laju erosi potensial
Untuk analisis laju sedimentasi menggunakan metode dari
Weischmeier dan Smith seperti uraian berikut :

i) Erosivitas Hujan
Erosi lempeng sangat tergantung dari sifat hujan yang jatuh dan
ketahanan tanah terhadap pukulan butir-butir hujan serta sifat
gerakan aliran air di atas permukaan tanah sebagai limpasan
permukaan. Untuk menghitung besarnya indeks erosivitas hujan
digunakan rumus empiris sebagai berikut :
E I 30 = E x I 30 x 10 -2
E = 14,374 R 1,075
R
I 30 
77,178  1,010 R
dengan :

B.2 - 51
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

E I 30 = Indeks erosivitas hujan ( ton cm/ Ha.jam )


E = Energi kinetik curah hujan ( ton m/Ha.cm )
R = Curah hujan bulanan
I 30 = Intensitas hujan maksimum selama 30 menit

ii) Erodibilitas Tanah


Erodibilitas merupakan ketidaksanggupan tanah untuk menahan
pukulan butir-butir hujan. Tanah yang mudah tererosi pada saat
dipukul oleh butir-butir hujan mempunyai erodibilitas yang
tinggi. Erodibilitas dapat dipelajari hanya kalau terjadi erosi.
Erodibilitas dari berbagai macam tanah hanya dapat diukur dan
dibandingkan pada saat terjadi hujan.
Tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih
cepat, bila dibandingkan dengan tanah yang mempunyai
erodibilitas rendah. Erodibilitas tanah merupakan ukuran
kepekaan tanah terhadap erosi, dan hal ini sangat ditentukan
oleh sifat tanah itu sendiri, khususnya sifat fisik dan kandungan
mineral liatnya.
Faktor kepekaan tanah juga dipengaruhi oleh struktur dan
teksturnya, dan semakin kuat bentuk agregasi tanah dan semakin
halus butir tanah, maka tanahnya tidak mudah lepas satu sama
lain sehingga menjadi lebih tahan terhadap pukulan air hujan.
Erodibilitas tanah dapat dinilai berdasarkan sifat-sifat fisik tanah
sebagai berikut :
a. Tekstur tanah yang meliputi :
- fraksi debu ( ukuran 2 - 50  m )
- fraksi pasir sangat halus ( 50 - 100  m )
- fraksi pasir ( 100 - 2000  m )
b. Kadar bahan organik yang dinyatakan dalam %
c. Permeabilitas yang dinyatakan sebagai berikut :
- sangat lambat ( < 0,12 cm/jam )
- lambat ( 0,125 - 0,5 cm/jam )
- agak lambat ( 0,5 - 2,0 cm/jam )
- sedang ( 2,0 - 6,25 cm/jam )

B.2 - 52
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

- agak cepat ( 6,25 - 12,25 cm/jam )


- cepat ( > 12,5 cm/jam )
d. Struktur dinyatakan sebagai berikut :
- granular sangat halus : tanah liat berdebu
- granular halus : tanah liat berpasir
- granular sedang : lempung berdebu
- granular kasar : lempung berpasir

iii) Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)


Dari penelitian-penelitian yang telah ada, dapat diketahui bahwa
proses erosi dapat terjadi pada lahan dengan kemiringan lebih
besar dari 2%. Derajat kemiringan lereng sangat penting, karena
kecepatan air dan kemampuan untuk memecah/melepas dan
mengangkut partikel-partikel tanah tersebut akan bertambah
besar secara eksponensial dari sudut kemiringan lereng.
Secara matematis dapat ditulis :
Kehilangan tanah = c . Sk
dengan :
c = konstanta
k = konstanta
S = kemiringan lereng (%)
Pada kondisi tanah yang sudah dibajak tetapi tidak ditanami,
eksponen K berkisar antara 1,1 sampai dengan 1,2.
Menurut Weischmeier dengan kawan-kawan di Universitas
Purdue (Hudson 1976) menyatakan bahwa nilai faktor LS
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
 Untuk kemiringan lereng lebih kecil 20% :
LS = L / 100 ( 0,76 + 0,53 + 0,076 S2 )
Dalam sistem metrik rumus tersebut berbentuk :
LS = L / 100 ( 1.38 + 0,965 S + 0,138 S2 )
 Untuk kemiringan lereng lebih besar dari 20% :
0.6 1.4
 L  S
LS    X 
 22.1  9
dimana :

B.2 - 53
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

L = panjang lereng (m)


S = kemiringan lereng (%)
Nilai faktor LS sama dengan 1 jika panjang lereng 22 meter dan
kemiringan lereng 9 %. Panjang lereng dapat diukur pada peta
topografi, tetapi untuk menentukan batas awal dan ujung dari
lereng tersebut mengalami kesukaran. Atas dasar pengertian
bahwa erosi dapat terjadi dengan adanya run off (overland flow)
maka panjang lereng dapat diartikan sebagai panjang lereng
overland flow.

iv) Faktor Konservasi Tanah dan Pengelolaan Tanaman


a) Faktor Indeks Konservasi Tanah (Faktor P)
Nilai indeks konservsi tanah dapat diperoleh dengan
membagi kehilangan tanah dari lahan yang dibri perlakuan
pengawetan, terhadap tanah tanpa pengawetan.
b) Faktor indeks pengelolaan tanaman (C), merupakan angka
perbandingan antara erosi dari lahan yang ditanami sesuatu
jenis tanaman dan pengelolaan tertentu dengan lahan serupa
dalam kondisi dibajak tetapi tidak ditanami.
c) Faktor Indeks Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah
(Faktor CP). Jika faktor C dan P tidak bisa dicari tersendiri,
maka faktor indeks C dan P digabung menjadi faktor CP.

v) Pendugaan Laju Erosi Potensial ( E-Pot )


Erosi potensial adalah erosi maksimum yang mungkin terjadi di
suatu tempat dengan keadaan permukaan tanah gundul
sempurna, sehingga terjadinya proses erosi hanya disebabkan oleh
faktor alam ( tanpa adanya keterlibatan manusia maupun faktor
penutup permukaan tanah, seperti tumbuhan dan sebagainya),
yaitu iklim, khususnya curah hujan, sifat-sifat internal tanah dan
keadaan topografi tanah.
Dengan demikian, maka erosi potensial dapat dinyatakan sebagai
hasil ganda antara faktor-faktor curah hujan, erodibilitas tanah
dan topografi (kemiringan dan panjang lereng). Pendugaan erosi
potensial dapat dihitung dengan pendekatan rumus berikut :

B.2 - 54
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

E - pot = R x K x LS x A
dengan :
E-pot = Erosi potensial ( ton/tahun )
R = Indeks erosivitas hujan
K = Erodibilitas tanah
LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng
A = Luas daerah aliran sungai (Ha)

vi) Pendugaan Laju Erosi Aktual (E-Akt)


Erosi aktual terjadi karena adanya campur tangan manusia
dalam kegiatannya sehari-hari, misalnya pengolahan tanah
untuk pertanian dan adanya unsur-unsur penutup tanah, baik
yang tumbuh secara alamiah maupun yang dibudidayakan oleh
manusia.
Penutupan permukaan tanah gundul dengan tanaman, akan
memperkecil terjadinya erosi, sehingga dapat dikatakan bahwa
laju erosi aktual selalu lebih kecil dari pada laju erosi potensial.
Ini berarti bahwa adanya keterlibatan manusia, misalnya dengan
usaha pertanian, akan selalu memperkecil laju erosi potensial.
Dapat dikatakan bahwa erosi aktual adalah hasil ganda antara
erosi potensial dengan pola penggunaan lahan tertentu, sehingga
dapat dihitung dengan rumus (Weischmeier dan Smith, 1958 )
berikut :
E-Akt = E-pot x CP
dimana:
E-Akt = Erosi aktual di DAS ( ton/ha/th )
E-pot = Erosi potensial ( ton/ha/th)
CP = Faktor tanaman dan pengawetan tanah

vii) Pendugaan Laju Sedimentasi Potensial


Sedimentasi potensial adalah proses pengangkutan sedimen hasil
dari proses erosi potensial untuk diendapkan di jaringan irigasi
dan lahan persawahan atau tempat-tempat tertentu.
Tidak semua sedimen yang dihasilkan erosi aktual menjadi
sedimen, dan ini tergantung dari nisbah antara volume sedimen

B.2 - 55
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

hasil erosi aktual yang mampu mencapai aliran sungai dengan


volume sedimen yang bisa diendapkan dari lahan di atasnya (
SDR = Sedimen Delivery Ratio ).
Nilai SDR ini tergantung dari luas DPS, yang erat hubungannya
dengan pola penggunaan lahan. Dan dapat dirumuskan dalam
suatu hubungan fungsional, sebagai berikut :

S1 - 0.8683xA -0.2018 


SDR   0.08683xA0.2018
2S  50n 
dimana
SDR = Nisbah Pelepasan Sedimen, nilainya 0 < SDR < 1
A = Luas DPS ( Ha )
S = Kemiringan lereng rataan permukaan DAS (%)
n = koefisien kekasaran manning
Pendugaan laju sedimen potensial yang terjadi di suatu DPS
dihitung dengan persamaan Weischmeier dan Smith, 1958
sebagai berikut :
S-pot = E-Akt x SDR
dimana :
SDR = Sedimen Delivery Ratio
S-pot = Sedimentasi potensial
E-Akt = Erosi aktual

viii) Trap Efisiensi Bendungan Metode Brune


Tidak semua produktivitas sedimen tersebut akan masuk
kedalam tampungan mati Bendungan. Secara teoritis, bila muka
air Bendungan tinggi maka sebagian besar sedimen akan
mengendap pada daerah tampungan efektif dan bila muka air
Bendungan rendah maka cenderung akan mengendap di
bawah tampungan mati. Suatu nilai reduksi yang dapat
digunakan untuk menetapkan besarnya sedimen yang masuk
ke dalam tampungan mati biasa didefinisikan sebagai Trap
Efisiensi (%).
Menurut Brune, besarnya trap efisiensi akan sangat
dipengaruhi oleh angka perbandingan kapasitas aliran yang
masuk untuk tiap-tiap aliran masuk tahunan (C/l).

B.2 - 56
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

ix) Berat Jenis Sedimen


Umumnya sedimen-sedimen yang masuk ke dalam Bendungan
di estimasi dalam satuan berat per waktu, sehingga untuk
merubah satuan berat ke dalam satuan volume harus
diasumsikan hubungan pasti antara berat dan volume. Berat jenis
sedimen di Bendungan terutama tergantung pada :
Tabel B.2 - 1 Klasifikasi Operasi Bendungan

Tipe Operasi Embung


I Sedimen selalu terendam atau hampir selalu terendam
II Normalnya moderat sampai kemungkinan surut cepat
III Embung sering kosong
IV Embung berfungsi seperti sungai (riverbed sediment)
Tekstur dan ukuran partikel sedimen dibedakan menjadi :
 Lempung  butiran (<0,004 mm)
 Lanau  butiran (0,004 - 0,062 mm)
 Pasir  butiran (0,062 - 2,0 mm)
Berat volume (density), sedimentasi tergantung kepada
kepadatan sedimen. Kepadatan sedimen akan bertambah sejalan
dengan pertambahan waktu, demikian pula berat volumenya
akan bertambah sesuai dengan pertambahan waktu. Oleh karena
itu berat volume sedimen perlu di hitung dalam dua keadaan,
yaitu:
 Berat volume awal pada saat sedimen diendapkan
 Berat volume pada waktu dihitung
Berat volume sedimen terendap, dapat digunakan rumus:
W = Wc. Pc + Wm. Pm + Ws. Ps
dimana :
W = berat jenis awal (kg/m3)
Wc, Wm, Ws = koefisien lempung, lanau dan pasir
Pc, Pm, Ps = prosentase dari lempung, lanau dan pasir
 Operasi Bendungan
 Tekstur dan ukuran partikel sedimen
 Tingkat konsolidasi atau kepadatan

B.2 - 57
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Operasi Bendungan diklasifikasikan menjadi beberapa tipe


seperti yang disajikan tabel berikut :

Tabel B.2 - 2 Koefisien Lempung (Wc), lanau (Wm) dan pasir (Wp)
Tipe operasi Berat Jenis Awal (kg/m3)
Wc Wm Wp
I 416 1120 1150
II 561 1140 1150
III 641 1150 1150
IV 961 1170 1150
Untuk mengetahui berat jenis sedimen terendap setelah T tahun,
dapat dihitung dengan menggunakan rumus Miller (1953),
sebagai berikut:

WT  W1  0.4343.K .
T
ln T   1
T 1

dimana :
WT = berat volume rata-rata setelah operasi Bendungan T
tahun
W1 = berat volume awal
K = konstanta berdasarkan tipe operasi Bendungan dan
ukuran sedimen

Tabel B.2 - 3 Konstanta K


Tipe Operasi Material Sedimen
Bendungan Pasir (ks) Lanau (km) Lempung (kc)
I 0 91 256
II 0 29 135
III 0 0 0

x) Distribusi Sedimen Metode Mody’s Modification – Area


Reduction
Untuk mendapatkan umur layanan Bendungan, terlebih dahulu
harus diketahui pola sedimentasi di Bendungan. Sedimen yang
terbawa aliran masuk ke dalam Bendungan, kenyataannya tidak
akan langsung diendapkan di tampungan mati Bendungan,

B.2 - 58
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

namun akan diendapkan tersebar melalui dari bagian hulu di


mulut Bendungan sampai bagian hilir di tampungan mati.
Material kasar akan diendapkan di bagian hulu membentuk delta
sedang material yang lebih halus akan terbawa aliran dan
diendapkan semakin jauh ke bagian hilir Bendungan. Untuk
memperkirakan umur layanan Bendungan, bagi Bendungan kecil
sedimen yang masuk ke dalam Bendungan dapat dianggap
langsung diendapkan secara merata di bagian tampungan mati.
Metode yang dikembangkan oleh Borland dan Muller adalah
Metode Area – Reduction. Metode ini merupakan pendekatan
matematis yang didasarkan atas penyelidikan sebaran sedimen
pada beberapa Bendungan yang ada di Amerika. Dari beberapa
contoh hasil penyelidikan maka Bendungan diklasifikasikan
menjadi 4 (empat) jenis standar, yaitu George, Hill, Flood plain –
Food hill dan Lake.
Tabel B.2 - 4 Klasifikasi Standar Jenis Embung

m Jenis Embung Klasifikasi Standar

1,0 – 1,5 George IV

1,5 – 2,5 Hill III

2,5 – 3,5 Flood – plain – foot - hill II

3,5 – 4,5 Lake I

dimana : m adalah Cotg kemiringan garis hubung antara


kedalaman (feet) sebagai ordinat dan tampungan (Acre-feet)
sebagai absis, yang diplot pada kertas logaritmis.
Tahapan secara umum penggunaan Metode Area Reduction
dalam memperkirakan pola sebaran sedimen di Bendungan
adalah sebagai berikut:
 Klasifikasi Bendungan ditentukan ke dalam salah satu jenis
standar yang ada.
 Luas areal ditentukan dengan cara coba-coba hingga
didapatkan volume hasil perhitungan (Vs’) sama volume hasil
pengukuran (Vs).

B.2 - 59
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Berdasarkan 4 jenis standar Bendungan diatas dibuat kurva


rencana luasan sedimen, yang merupakan hubungan antara
luasan sedimen relatif dan kedalaman Bendungan relatif.
Konversi dari kurva jenis standar terhadap kurva rencana
luasan sedimen diberikan oleh Moody dengan persamaan
(Priyantoro, 1987 : 89) ;
ap = C . Pm . ( 1 – P )n
dimana :
ap= luasan relatif
P= kedalaman relatif
C, m & n = konstanta karakteristik yang ditentukan
berdasarkan 4 jenis standar Embung, yang disajikan pada
tabel berikut.
Tabel B.2 - 5 Konstanta Karakteristik Kurva Jenis Standar
Type C M N Sedimen Storage Near
I 5,047 1,85 0,36 Top
II 2,487 0,57 0,41 Upper Middle
III 16,967 - 1,15 2,32 Lower Middle
IV 1,486 - 0,25 1,34 Bottom

Prosedur perhitungan pola sebaran sedimen metode Area


Reduction, adalah sebagai berikut :
1. Menentukan jenis standar Bendungan dengan memplot
kedalaman sebagai ordinat dan tampungan sebagai absis
pada kertas logaritmis.
2. Menentukan kedalaman relatif pada tiap ketinggian
Bendungan terhadap kedalaman Bendungan saat muka air
normal.
3. Menentukan nilai luasan sedimen relatif (ap) sesuai jenis
standar Bendungan dengan menggunakan persamaan atau
dengan gambar .
4. Menentukan elevasi dasar Bendungan baru yang
memungkinkan setelah terjadinya sedimentasi dengan cara
coba-coba. Luasan sedimen di bawah elevasi dasar asumsi

B.2 - 60
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

dapat dilihat sesuai pada lengkung luasan Bendungan.


Sedangkan luasan sedimen di atas elevasi dasar asumsi
diperoleh dengan mengalikan (K) dengan (ap), yang mana
(K) didapatkan dari :
K = As / ap
dimana :
K = Faktor koresi luasan
As = Luasan Embung pada elevasi asumsi
Ap = Luasan relatif pada elevasi asumsi
5. Volume sedimen di atas elevasi dasar asumsi pada tiap
pertambahan elevasi dihitung dengan menggunakan
metode volume trapesium. Sedangkan di bawah elevasi
dasar asumsi dapat dilihat pada lengkung kapasitas.
6. Prosedur ini dilakukan berulang-ulang sampai didapatkan
volume sedimen komulatif sama dengan volume hasil
pengukuran.
7. Moody (1962) mengembangkan metode yang mana
menghilangkan cara coba-coba dalam upaya mendapatkan
elevasi dasar Bendungan baru. Cara ini akan
mempermudah dan mempercepat dalam mendapatkan

S   Ady   K.apdy
y0 H

0 y0

kurva rencana luasan sedimen berdasarkan data jumlah


sedimen yang ada.
8. Persamaan dasar yang digunakan Moody (1962) dalam
memperkirakan elevasi dasar Bendungan baru adalah:
dimana :
S = Jumlah total sedimen di Bendungan
O = Elevasi dasar Bendungan mula-mula
yo = Elevasi dasar Bendungan baru setelah adanya
sedimentasi
A = Luas permukaan Bendungan pada elevasi dasar baru
H = Elevasi muka air normal
K = Konstanta koreksi luasan relatif dan luasan nyata

B.2 - 61
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

ap = Luasan relatif
dy = pertambahan kedalaman
Modifikasi dan pengembangan Metode Area Reduction dengan
Metode Moody disebut dengan Moody’s Modification – Area
Reduction Method, atau biasa disebut dengan metode
Modification – Area Reduction.
Dengan mengintegralkan persamaan dasar diatas, dan
menyederhanakannya maka didapatkan persamaan :
dimana :

1  v0 S  V0

a0 H . A0

vo = Volume relatif Bendungan pada elevasi dasar


Bendungan baru
ao = Luasan relatif Bendungan pada elevasi dasar
Bendungan baru
Ao = Luasan Bendungan mula-mula pada elevasi dasar
Bendungan baru
Vo = Volume Bendungan mula-mula pada elevasi dasar
Bendungan baru
H = Total kedalaman Bendungan
Suatu keadaan elevasi dimana memenuhi persamaan di atas,
maka elevasi tersebut merupakan elevasi dasar Bendungan
baru. Untuk lebih mudah mendapatkan elevasi tersebut
digunakan metode titik potong kedua persamaan. Dengan

S  V ( pH )
h1 ( p) 
H . A( pH )
menguraikan persamaan tersebut untuk berbagai kondisi
elevasi, yaitu :

l  v( p )
h( p ) 
a( p)
dimana :
V(pH) = Volume Bendungan mula-mula pada kondisi
elevasi

B.2 - 62
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

A(pH) = Luasan Bendungan mula-mula pada kondisi elevasi


a(p) = Luasan relatif Bendungan pada kondisi elevasi
v(p) = Volume relatif Bendungan pada kondisi elevasi,
yang dinyatakan dengan persamaan.
P
 C. P m .(1  p) n
0
dimana :
C,m&n = konstanta karakteristik jenis standar
P = kedalaman relatif

Untuk mempermudah, harga h(p) untuk masing-masing jenis


Bendungan dapat diplot pada gambar. Sedangkan titik potong
h(p) dan h’(p) didapatkan dengan cara memplot nilai h’(p)
pada gambar diatas.

Potongan kedua kurva tersebut akan didapatkan nilai absis


sebesar (Po), sehingga :
P0 . H = h 0
Elevasi dasar Bendungan baru = Elevasi dasar mula-mula + h0
Tahapan perhitungan dalam memperkirakan pola seberan
sedimen Metode Modification – Area Reduction, adalah
sebagai berikut :
1. Baca data elevasi (pH), luasan A(pH) dan tampungan
V(pH)
2. Tentukan kedalaman relatif (P)
3. Tentukan sisa sedimentasi pada tiap ketinggian elevasi,
dengan rumus :
(S – V(pH))
4. Tentukan nilai H . A(pH) pada tiap-tiap ketinggian elevasi
5. Tentukan h’(p)
6. Plot harga (p) dan h’(p) pada kertas semi-logaritmis.
Buat garis atau kurva yang menghubungkan titik-titik
tersebut, kemudian tentukan titik potong dengan kurva
h(p) sesuai dengan jenis standar Bendungan. Absis titik

B.2 - 63
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

potong tersebut merupakan kedalaman relatif dasar


Bendungan baru.

2.1.5.3.3 Penyelidikan Geoteknik


Pemboran dilakukan dengan metode kering dengan pengambilan
sample diusahakan dengan cara menekan tabung penginti tanpa
diputar. Jumlah titik pemboran sebanyak 4 titik. Setelah selesai
pemboran, bekas lubang dipasang observation well dengan tutup dop
dan blok penutup beton.
a) Lapangan
- Pemboran Inti 15 meter
- Pemboran Inti 10 meter
- Pengambilan sampel undisturbed:
Pemboran inti 15 m
Pemboran inti 10 m
b) Laboratorium
- Gradasi tanah
- Liquid – limit
- Plastic – limit
- Plasticity index
- Shrinkage limit
- Dry density
- Coefficient of permeability
- Natural state:
• Water content
• Wet density
• Void ratio
• Porosity
- Triaxial test BP untuk mencari parameter kuat geser pada
kondisi CU:
- Coefficient of consilidation
- Compression index

B.2 - 64
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

2.1.5.3.4 Penyelidikan Georadar


Georadar dilakukan dengan frekuensi 10-120 MHZ menghasilkan
panjang gelombang-panjang, radar energi yang dapat menembus
hingga 50 meter atau lebih dalam kondisi tertentu dan mampu
menyelesaikan fitur bawah permukaan yang sangat besar. Oleh
karena itu, trade-off ada antara kedalaman penetrasi dan resolusi
bawah permukaan.

2.1.5.4 Identifikasi Dan Pencatatan Masalah


Semua informasi, laporan dan catatan yang berkaitan dengan masalah
yang timbul harus dikumpulkan dan dipelajari, dan bendungan perlu
diperiksa atas:
a. Unjuk kerja/performance yang tidak sesuai dengan yang
direncanakan
b. Terjadinya kerusakan konstruksi
c. Penyimpangan yang terkait dengan deformasi, tekanan pori,
rembesan
d. Timbulnya bahaya dari kondisi geologi
e. Tidak berfungsinya peralatan hidromekanik-elektrik
f. Indikasi terjadinya kemerosotan mutu, melemahnya bangunan dan
atau fondasi.
g. Penyimpangan terhadap NSPM (norma, standar, pedoman, dan
manual)
h. Dan lain sebagainya yang dampaknya berpotensi mengganggu
fungsi dan keamanan bendungan.

2.1.5.5 Pemeriksaan dan Uji operasi

Harus dilakukan terhadap peralatan yang terkait dengan keamanan


bendungan seperti: 'peralatan hidromekanik, tenaga listrik utama dan
cadangan untuk operasi pintu dan katup, sistem dan prosedur
peringatan banjir termasuk kehandalan peralatan yang digunakan, dan
lain - lain.

B.2 - 65
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

2.1.5.6 Instrumentasi
Periksa kondisi dan fungsi instrumentasi dengan melakukan pembacaan
secara langsung dan/atau lakukan kajian/evaluasi terhadap serf data
pemantauan yang ada. Periksa dan pastikan alat-alat hidrologi, system
pemantau jarak jauh Berta peralatan komunikasinya semua berfungsi
baik. Dokumentasi dan evaluasi terhadap data hasil pemantauannya.

2.1.5.7 Hidrologi dan Banjir Desain

Kaji laporan analisis hujan dan banjir desain yang ada dan kreteria
desain yang digunakan, lakukan analisis hujan dan banjir desain dan
penelusuran banjir berdasar data mutakhir, periksa kecukupan
pelimpah, tinggi jagaan, pola operasi, potensi bencana didaerah hilir
bila terjadi keruntuhan bendungan, dan lain - lain. Disamping aspek
diatas diperlukan pengujian terhadap kondisi kualitas air waduk /
bendungan melalui uji laboratorium.
2.1.5.7.1 Analisa Hidrologi

A. Identifikasi Kondisi Hidrologi


Identifikasi kondisi hidrologi yang dimaksud disini mencakup
seluruh aspek hidrologi untuk keperluan study antara lain kondisi
karakteristik daerah aliran sungai (DAS), karakteristik hujan
wilayah, kondisi klimatologi daerah dan lain-lain. Karena
parameter hidrologi banyak berhubungan dengan alam sehingga
banyak sekali perkiraan atau asumsi teknis yang digunakan dalam
proses analisis. Untuk ini, angka-angka hasil perhitungan hidrologi
perlu diuji dengan menggunakan data-data banjir-banjir besar dari
pencatatan-pencatatan atau pengamatan-pengamatan setempat.

Data-data debit banjir besar yang pernah terjadi, dapat diperoleh


dari tanda-tanda adanya genangan-genangan tertinggi yang pernah
terjadi, yang terdapat;antara lain pada jembatan-jembatan, pada
bangunan-bangunan di tepi sungai yang biasanya ditandai oleh
petugas-petugas penjagaan banjir setempat. Survey data-data banjir
besar ini disarankan pula untuk dilakukan di sungai-sungai yang
berdekatan.

B.2 - 66
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka mendapatkan data


hidrologi khususnya data-data banjir besar yang pernah terjadi
antara lain :
(1) Analisis kondisi meteorologi
Apabila data-data hidrologi dan meteorologi daerah
pengaliran daerah studi sangat terbatas, sedang data-data di
daerah pengaliran sungai di sekitarnya cukup banyak, maka
dengan memperbandingkan kondisi meteorologi, geologi
dan topografinya, akan dapat diperkirakan tingkat
persamaan debit banjir yang mungkin terjadi pada daerah-
daerah pengaliran tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya
masih banyak faktor-faktor lain yang kondisinya mungkin
tidak sama, sehingga akan menghasilkan estimasi yang
kurang teliti, karenanya hasil-hasil perhitungan yang
bagaimanapun kasarnya, sangat diperlukan sebagai bahan
pertimbangan.
(2) Identifikasi Kondisi Daerah Pengaliran Sungai
Biasanya pada sungai-sungai yang kecil atau anak-anak
sungai jarang sekali dilakukan pengukuran dan pencatatan-
pencatatan data, baik untuk memperoleh data meteorologi
maupun untuk memperoleh data-data hidrologi. Dalam
kondisi yang demikian maka cara yang dapat dilakukan
untuk menetapkan debit banjir-rencana biasanya dengan
menggunakan tanda-tanda banjir yang pernah terjadi.

B. Kriteria Desain Data Hidrologi


Dalam proses analisa hidrologi khususnya untuk perencanaan
bangunan air mutlak diperlukan data hidrologi sebagai parameter
desain. Data hidrologi yang tersedia juga harus memenuhi syarat
desain artinya sudah memenuhi standar yang disyaratkan untuk
setiap analisa yang akan dilakukan. Syarat desain yang digunakan
yaitu mengacu pada Buku Panduan Perencanaan Bendungan
Urugan dari Direktorat Jenderal Pengairan/Direktorat Jenderal
Pengembangan Perdesaan/Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

B.2 - 67
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Secara detail desain kriteria untuk ketersediaan data hidrologi


adalah sebagai berikut :
Tabel B.2 - 6 Penentuan Banjir Desain dan Kapasitas Pelimpah untuk
Bendungan
Parameter Desain Jenis Dan Panjang Data Metoda Yang Digunakan
1. Ketersediaan Air - Debit bulanan atau Langsung simulasi neraca air
harian > 10 th Bendungan
- Debit bulanan atau Model hubungan hujan dan
harian < 10 th debit
- Debit bulan atau harian Analisis Wilayah
tidak ada
2. Banjir Desain 2 ~ 1000 - Debit banjir > 20 th Analisis frekuensi (Debit
banjir puncak untuk desain
bangunan pengelak)
3. Banjir Maksimum Boleh - Curah hujan harian - Analisis frekuensi curah
Jadi (BMB/PMF) maksimum > 20 th hujan
- Karakteristik DPS - Unit hidrograf sintetik
- Curah hujan harian - Analisis regional
maksimum 10 ~ 20 th
4. Curah Hujan Maksimum - Curah hujan (harian - Storm maximization
Boleh Jadi (CMB/PMP) maksimum tahunan) > - Storm transposition
20 tahun - Metode Statistik
- Curah hujan harian - Analisis Regional
maksimum < 20 tahun

Sumber : Panduan Perencanaan SID Bendungan Urugan, Volume II – Analisis Hidrologi

C. Kalibrasi Data Hidrologi


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam
mendeskripsikan karakteristik hidrologi suatu wilayah lebih
didominasi oleh faktor alam sehingga banyak sekali asumsi teknis
yang digunakan untuk justifikasi hasil analisa. Oleh sebab itu
kebenaran dari data-data tersebut harus terlebih dahulu dikalibrasi,
baik dengan cara membanding-bandingkan dengan data-data
lainnya, ataupun dengan mengadakan analisa-analisa perhitungan
empiris dan jika perlu dengan melakukan peninjauan setempat.

D. Analisa Curah Hujan Rencana

B.2 - 68
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Proses perhitungan dan analisa curah hujan rencana dilakukan


melalui beberapa tahapan yang dijelaskan pada sub bab di bawah
ini.
(1) Uji Konsistensi Data
Sebelum data hujan dipakai terlebih dahulu harus melewati
pengujian untuk kekonsistenan data tersebut. Metode yang
digunakan adalah metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)
(Buishand,1982). Pengujian konsistensi dengan menggunakan
data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian dengan komulatif
penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar
komulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai
reratanya, lebih jelas lagi bisa dilihat pada rumus dibawah:

S 0  0
k
S   Yi Y

k
dengan k = 1,2,3,...,n
i 1
n

 Y  Y
2

S i
S
k 
k
D 2y 
i 1
Dy n
nilai statistik Q dan R

Q= maks  S k  ; 0 k  n

R= maks S 
k - min S k
0kn 0kn
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai
Q/n dan R/n. Hasil yang di dapat dibandingkan dengan
nilai Q/n syarat dan R/n syarat, jika lebih kecil maka data
masih dalam batasan konsisten.
Tabel B.2 - 7 Nilai Q/n0.5 dan R/n0.5
Q/n0.5 R/n0.5
n 90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38
20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
30 1.12 1.24 1.48 1.40 1.50 1.70
40 1.31 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78

B.2 - 69
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.85

Sumber: Sri Harto, 18; 1983


(2) Pemilihan Metode Perhitungan Curah Hujan Rencana
Pada daerah studi, pemilihan metode perhitungan hujan
rancangan ditetapkan berdasarkan parameter dasar
statistiknya. Berikut perhitungan parameter dasar statistik,
sebagai berikut :

Nilai Rata-Rata
n

X
i =1
i

X=
n
dengan :

X = nilai rata-rata
Xi = nilai varian ke i
n = banyaknya data

Standar Deviasi

 X 
n
2
i -X
i=l
Sd =
n -1
dengan:
Sd = standar deviasi
X = nilai rata-rata
Xi = nilai varian ke i
n = banyaknya data

Koefisien Skewness
n
n
 (Xi - X) 3
(n - 1) (n - 2) i = l
Cs =
Sd 3
dengan :
Cs = Koefisien Skewness
Sd = Standar Deviasi
X = Nilai Rata-Rata
Xi = Nilai Varian ke i

B.2 - 70
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

n = Banyaknya Data

Koefisien Kurtosis
n
  Xi - X
4
n2
i=l
Ck =
(n - 1) (n - 2) (n - 3) Sd 4
dengan :
Ck = Koeffisien Kortusis
Sd = Standar Deviasi
X = Nilai Rata-Rata
Xi = Nilai Varian ke i
n = Banyaknya Data
Untuk menentukan metode yang sesuai, maka terlebih dahulu
harus dihitung besarnya parameter statistik yaitu koefisien
kemencengan (skewness) atau Cs, dan koefisien kepuncakan
(kurtosis) atau Ck.

Persyaratan statistik dari beberapa distribusi, sebagai berikut :

Distribusi Normal
Memiliki sifat khas yaitu nilai asimetrisnya (skewness)
hampir sama dengan nol (Cs  0 atau -0.05 < Cs < 0.05)
dengan nilai kurtosis (Ck) = 2.7 < Cs < 3.0.

Distribusi Gumbel
Memiliki sifat khas yaitu nilai asimetisnya (skewness) Cs 
1,1396 dan nilai kurtosisnya Ck  5,4002.

Distribusi Log Pearson Tipe III


Tidak mempunyai sifat khas yang dapat dipergunakan
untuk memperkirakan jenis distribusi ini.
Tabel B.2 - 8 Syarat Pengujian Agihan Data
Untuk Menggunakan Distribusi Frekuensi

B.2 - 71
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Distribusi Normal Distribusi Gumbel


- 0.05 < Cs < 0.05 Cs > 1.1395 Distribusi Log Pearson
2.7 < Ck < 3.3 Ck > 5.4

- 0.05 < Cs < 0.05 0.998 < 1.1395 tidak ada batasan
tidak memenuhi tidak memenuhi memenuhi

2.7 < Ck < 3.3 3.701 < 5.4 tidak ada batasan
tidak memenuhi tidak memenuhi memenuhi
Sumber : Harto, 1993:245

(3) Metode Log Pearson Type III


Persamaan distribusi Log Pearson Tipe III, adalah sebagai
berikut (C.D. Soemarto, 1987 : 243) :
Mengubah data hujan sebanyak n buah X1, X2, .... Xi menjadi
log X1, X2, ..... log Xi.

Nilai Rata – rata :


n

 Log X
i=l
i

Log X =
n

Standar Deviasi :

 log X 
n
2
i  log X
Sd  i 1

n 1

Koefisien Skewness :
n
n  ( log X - log X i )3
i = l
Cs =
(n - 1) (n - 2) . ( Sd ') 3
dengan :
Log X = nilai rata-rata
Log Xi = nilai varian ke i
n = banyaknya data
Sd = standar deviasi
Cs = koefisien Skewness

B.2 - 72
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Sehingga nilai X bagi setiap tingkat probabilitas dapat dihitung


dari persamaan:

Log Xt = log X + G . Sd

Distribusi frekuensi kumulatip akan tergambar sebagai garis


lurus pada kertas log-normal jika koefisien asimetri Cs = 0.
Harga-harga G dapat diambil dari tabel hubungan antara
koefisien skewness dengan kala ulang. Nilai Xt didapat dari
anti log dari log Xt.

(4) Pemeriksaan Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi


Pemeriksaan uji kesesuaian distribusi ini dimaksudkan untuk
mengetahui suatu kebenaran hipotesa distribusi frekwensi.
Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui:
1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi
yang diharapkan atau yang diperoleh secara teoritis.
2. Kebenaran hipotesa (diterima/ditolak).
Uji Horisontal Smirnov – Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji
kecocokan non parametrik (non parametrik test), karena
pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi
tertentu, maka uji ini digunakan pada daerah studi.
Prosedurnya adalah :
a) Data curah hujan maksimum harian rerata tiap tahun
disusun dari besar ke kecil
b) Probabilitas dihitung dengan persamaan Weibull
sebagai berikut :
100 m
P =  (%)
n+1

dengan :
P = Probabilitas (%)
m = nomor urut data dari seri yang telah disusun
n = banyaknya data

B.2 - 73
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

c) Plot distribusi empiris maupun distribusi teoritis pada


kertas grafik probabilitas yang sesuai
d) Kemudian cari harga mutlak perbedaan maksimum
antara distribusi empiris P empiris) dengan distribusi
teoritis (P teoritis)
= maksimum I P teoritis – P empiris I
e) Apabila nilai ≤ kritis sesuai harga kritis
Smirnov - Kolmogorof maka distribusi teoritisnya
dapat diterima dan bila terjadi sebaliknya maka
distribusi teoritisnya tidak dapat diterima.
Uji Vertikal dengan Chi Square
Uji chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan
secara vertikal apakah distribusi pengamatan dapat
diterima oleh distribusi teoritis.

Perhitungannya dengan menggunakan persamaan (Shahin,


1976 : 186) :
K
(EF  OF)2
(X 2 ) Hit  
i 1 EF
n
EF 
K

Jumlah kelas distribusi dihitung dengan rumus (Harto, 181


: 80) :

K = 1 + 3,22 log n
dengan :
OF = nilai yang diamati (observed frequency)
EF = nilai yang diharapkan (expected frequency)
k = jumlah kelas distribusi
n = banyaknya data
Urutan pemeriksaan kesesuaian distribusi ini adalah
sebagai berikut :
a) Data diurutkan dari nilai terbesar ke nilai terkecil atau
sebaliknya
b) Data pengamatan dikelompokkan menjadi beberapa
kelas interval ”k”

B.2 - 74
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

c) Mencatat setiap frekuensi data pengamatan pada


setiap kelas interval
d) Menghitung frekuensi kejadian yang diharapkan
e) Menghitung nilai X2
f) Menetapkan nilai derajad kebebasan Dk
g) Menetapkan besar tingkat kepercayaan Mencari X2
kritis dari tabel harga kritis Chi – Square
h) Membandingkan X2 hitungan dengan X2 kritis, bila X2
hitungan < X2 kritis, berarti metode distribusi yang
diperiksa dapat diterima.

Tabel B.2 - 9 Nilai Kritis  untuk uji Smirnov Kolmogorof



N
0.2 0.1 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.2 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
N>50 1,07/(N0,5) 1,22/(N0,5) 1,36/(N0,5) 1,63/(N0,5)

Sumber : Bonnier dalam Soewarno, 1995:199

Tabel B.2 - 10 Nilai Kritis untuk Uji Chi Square

B.2 - 75
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO
dk  derajat kepercayaan
0.995 0.99 0.975 0.95 0.05 0.025 0.01 0.005
1 0.0000393 0.000157 0.000982 0.00393 3.841 5.024 6.635 7.879
2 0.0100 0.0201 0.0506 0.103 5.991 7.378 9.210 10.597
3 0.0717 0.115 0.216 0.352 7.815 9.348 11.345 12.838
4 0.207 0.297 0.484 0.711 9.488 11.143 13.277 14.860
5 0.412 0.554 0.831 1.145 11.070 12.832 15.086 16.750

6 0.676 0.872 1.237 1.635 12.592 14.449 16.812 18.548


7 0.989 1.239 1.690 2.167 14.067 16.013 18.475 20.278
8 1.344 1.646 2.180 2.733 15.507 17.535 20.090 21.955
9 1.735 2.088 2.700 3.325 16.919 19.023 21.666 23.589
10 2.156 2.558 3.247 3.940 18.307 20.483 23.209 25.188

11 2.603 3.053 3.816 4.575 19.675 21.920 24.725 26.757


12 3.074 3.571 4.404 5.226 21.026 23.337 26.217 28.300
13 3.565 4.107 5.009 5.892 22.362 24.736 27.688 29.819
14 4.075 4.660 5.629 6.571 23.685 26.119 29.141 31.319
15 4.601 5.229 6.262 7.261 24.996 27.488 30.578 32.801

16 5.142 5.812 6.908 7.962 26.296 28.845 32.000 34.267


17 5.697 6.408 7.564 8.672 27.587 30.191 33.409 35.718
18 6.265 7.015 8.231 9.390 28.869 31.526 34.805 37.156
19 6.844 7.633 8.907 10.117 30.144 32.852 36.191 38.582
20 7.434 8.260 9.591 10.851 31.410 34.170 37.566 39.997

21 8.034 8.897 10.283 11.591 32.671 35.479 38.932 41.401


22 8.643 9.542 10.982 12.338 33.924 36.781 40.289 42.796
23 9.260 10.196 11.689 13.091 36.172 38.076 41.638 44.181
24 9.886 10.856 12.401 13.848 36.415 39.364 42.980 45.558
25 10.520 11.524 13.120 14.611 37.652 40.646 44.314 46.928

26 11.160 12.198 13.844 15.379 38.885 41.923 45.642 48.290


27 11.808 12.879 14.573 16.151 40.113 43.194 46.963 49.645
28 12.461 13.565 15.308 16.928 41.337 44.461 48.278 50.993
29 13.121 14.256 16.047 17.708 42.557 45.722 49.588 52.336
30 13.787 14.953 16.791 18.493 43.773 46.979 50.892 53.672

E. Analisa PMP (Probable Maximum Precipitation)


Curah hujan rancangan yang akan digunakan ditentukan
berdasarkan curah hujan maksimum boleh jadi (PMP) dihitung
dengan menggunakan metode Hersfield (Guide Line for Design
Floods, Bina Program Guide Line No : 5). Dimana curah hujan
maksimum boleh jadi dihitung dari penjumlahan curah hujan rata-
rata ditambah koefisien Hershfield dikalikan dengan simpangan
baku, dengan persamaan
XPMP .= X + Km . S sebagai berikut :
dimana:
XPMP = curah hujan maximum boleh jadi

X = nilai rata-rata curah hujan


Km = faktor koefisien Hersfield (berdasarkan durasi hujan dan

hujan maksimum rata-rata tahunan X


S = standard deviasi

B.2 - 76
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Urutan perhitungan PMP dijelaskan sebagai berikut :


a) Sesuaikan nilai Xn dan Sn berdasarkan grafik terlampir.
b) Mencari nilai Km dari grafik terlampir dan berdasarkan nilai
Xn yang sudah disesuaikan.
c) Menghitung besar CMB atau Xm berdasarkan rumus Hersfield.
d) Menyesuaikan nilai Xm (hasil hitungan pada butir c) dimana
untuk periode pengamatan atau pencatatan setiap 24 jam besar
faktor penyesuaian adalah = 1.01
e) Menghitung PMP-DPS dengan cara mengalikan PMP hasil
hitungan dengan faktor reduksi.
Tabel B.2 - 11 Faktor Reduksi Luas
Luas DPS 10 30 100 200 300 400 500 600
Faktor Reduksi Luas 1.000 0.980 0.935 0.890 0.858 0.832 0.819 0.789
Luas DPS (km2) 700 800 900 1000 2000 3000 4000 5000
Faktor Reduksi Luas 0.770 0.752 0.735 0.720 0.610 0.515 0.435 0.370

.
Catatan : Xn-m dan Sn-m adalah mean atau nilai rata-rata dan simpangan
baku yang dihitung dengan membuang data, sementara Xn dan
Sn dihitung tanpa membuang data hujan maksimum.

F. Perhitungan Debit Banjir (Run Off)


Aliran permukaan (surface run off) adalah bagian dari hujan yang
mengalir dipermukaan tanah selama dan setelah hujan. Air hujan
yang jatuh ke bumi sebagian akan meresap ke dalam tanah dan
sebagian lagi mengalir dipermukaan tanah, aliran inilah yang
disebut dengan aliran permukaan itu.

(1) Unit Hidrograf Banjir


Proses perhitungan dan analisa hidrograf banjir dilakukan
melalui beberapa tahapan yang dijelaskan pada sub bab di
bawah ini.

(i) Distribusi Hujan Jam-jaman

Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan


dengan cara pengamatan langsung terhadap data
pencatatan hujan jam-jaman pada stasiun yang paling

B.2 - 77
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka bisa


menirukan perilaku hujan jam-jaman yang mirip dengan
daerah setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi
tersebut diperoleh dengan pengelompokan tinggi hujan
ke dalam range dengan tinggi tertentu. Dari data yang
telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih
distribusi tinggi hujan rancangan dengan berdasarkan
analisis frekuensi dan frekuensi kemunculan tertinggi
pada distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya
prosentase hujan tiap jam terhadap tinggi hujan total
pada distribusi hujan yang ditetapkan.
Hubungan antara tinggi-durasi hujan untuk durasi
1 hingga 24 jam pada curah hujan CMB/PMP disajikan
pada Tabel B-2.12. Sedangkan distribusi hujan untuk
durasi 1 hingga 12 jam dan 1 hingga 24 jam ditabelkan
pada PSA-007. Kutipan kedua tabel tersebut ditunjukkan
pada Tabel B-2.13 dan Tabel B-2.14. Bentuk hubungan
tinggi-durasi hujan yang dihasilkan adalah intensitas
hujan yang tinggi pada awal hujan dan berangsur-angsur
mengecil selama berlangsungnya hujan. Di Inggris,
agihan hujannya merupakan pola agihan yang lebih rata
dan kurang ekstrim di bagian awal hujannya. Secara
normal profil hujan yang digunakan di Inggris adalah
profil yang simetris “berbentuk genta (bell shaped)”.
Tabel B.2 - 12 Hubungan antara durasi dan kedalaman
curah hujan maksimum boleh jadi (CMB/PMP)
Durasi hujan
1 2 3 4 5 6 8 12 16 20 24
(jam)
Persentase
curah hujan 34 45 52 60 65 68 75 88 92 96 100
(%)

Tabel B.2 - 13 Distribusi hujan untuk durasi 24 jam


Durasi hujan
1 2 3 4 5 6 8 12 16 20 24
(jam)

B.2 - 78
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Durasi hujan
4 8 13 17 21 25 33 50 67 83 100
(%)
Persentase
curah hujan 32 44 52 60 65 68 75 87 92 96 100
(%)

Tabel B.2 - 14 Distribusi hujan untuk durasi 12 jam


Durasi hujan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
(jam)
Durasi hujan
8 16 25 33 41 50 58 66 75 83 91 100
(%)
Persentase
curah hujan 44 60 68 75 82 88 90 92 94 96 98 100
(%)

(ii) Penentuan Profil Curah Hujan


Profil curah hujan ditinjau berdasarkan metode pada
PSA-007 dan metode inggris. Diperkirakan hubungan
yang ada dalam PSA-007 lebih sesuai untuk Indonesia,
dimana curah hujan paling lebat terjadi di awal hujan.
Akan tetapi agihan Inggris, jika intensitas puncaknya
ditempatkan di tengah-tengah periode hujan dengan
profil simetris, akan sedikit memperbesar kenaikan muka
air Bendungan.

(iii) Agihan PSA-007


(Intensitas tertinggi di awal)
Profil curah hujan menurut PSA-007 ditunjukkan pada
Tabel B-2.13, Tabel B-2.14 dan Tabel B-2.15. Untuk
memformulasikan agihan menurut PSA-007 untuk curah
hujan 12 jam dengan interval waktu satu jam, maka setiap
jam akan setara dengan 8,33% durasi hujannya. Dengan
menggunakan tabel hubungan (Tabel B-2.15) maka dapat
dijelaskan sebagai berikut :

B.2 - 79
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Setelah satu jam (8,33% durasi), jumlah curah hujan 44%


dari totalnya jadi selama jam ke 1 curah hujan yang
terdistribusi adalah 44%. Setelah dua jam (16,67% durasi),
jumlah curah hujan 60% dari totalnya, jadi selama jam ke
2 curah hujan yang terdistribusi adalah 16%. Setelah tiga
jam (25% durasi), jumlah curah hujan 68% dari totalnya
jadi pada jam ke 3 curah hujan yang terdistribusi adalah
8% dan seterusnya seperti yang disajikan pada Tabel B-
2.15. Profil curah hujan ini ditunjukkan pada Gambar B-
2.14
Pemilihan durasi hujan kritis (Critical Storm Duration),
pada prinsipnya tergantung pada luas DPS dan
pengaruh-pengaruh lain seperti luas genangan
Bendungan dan konfigurasi bangunan pelimpah,
sehingga untuk setiap bendungan walaupun memiliki
luas DPS yang sama belum pasti durasi hujan kritisnya
sama.
Pemilihan durasi hujan dengan pola distribusinya sangat
berpengaruh pada hasil banjir desain yang
diperhitungkan. Curah hujan yang sama yang
terdistribusi dengan dengan curah hujan yang panjang
akan menghasilkan puncak banjir yang lebih rendah
dibanding dengan yang terdistribusi dengan durasi yang
pendek.
Bila data hidrograf banjir dari pos duga air otomatis dan
data distribusi hujan jam-jaman dari stasiun hujan
otomatis tidak tersedia, pola distribusi hujan dapat
ditetapkan dengan mengacu pada Tabel B-2.16 yang
diambil dari PSA 007.

B.2 - 80
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Persentase Tinggi Curah Hujan (%)


40

30

20

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Durasi (jam)

Gambar B.2 - 18 Distribusi Hujan 12 Jam

Tabel B.2 - 15 Intensitas hujan dalam % yang disarankan PSA 007


Kala
Durasi Hujan
Ulang
Tahun ½ jam ¾ jam 1 jam 2 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam
5 32 41 48 59 66 78 88 100
10 30 38 45 57 64 76 88 100
25 28 36 43 55 63 75 88 100
50 27 35 42 53 61 73 88 100
100 26 34 41 52 60 72 88 100
1000 25 32 39 49 57 69 88 100
CMB 20 27 34 45 52 64 88 100

Untuk mendapatkan curah hujan kritis selanjutnya sesuai


dengan PSA 005, distribusi hujan disusun dalam bentuk
genta, dimana hujan tertinggi ditempatkan di tengah,
tertinggi kedua di sebelah kiri, tertinggi ketiga di sebelah
kanan dan seterusnya.

Gambar B.2-19 memperlihatkan distribusi hujan dengan


durasi 12 jam yang telah disusun dalam bentuk genta.
Tabel 4.10 memperlihatkan total CMB dalam % untuk
durasi 24, 48 dan 72 jam.

B.2 - 81
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

44
Curah hujan dalam (%)

40

30

20 16

6 7 8 7
10 2 2 2 2 2 2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Distribusi hujan dalam jam

Gambar B.2 - 19 Distribusi Hujan dengan Durasi 12 Jam dalam Bentuk Genta

Tabel B.2 - 16 Total Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi


Dalam % Untuk Durasi 24, 48 dan 72 Jam
Durasi hujan (jam) 24 48 72
Curah hujan % 100 150 175

(iv) Pemakaian Agihan


Dalam perhitungan selanjutnya agihan yang dipakai
menurut PSA-007, dan dicoba dengan berbagai interval
agar diketahui perbedaan yang terjadi untuk masing-
masing debit puncak.

(v) Faktor Kehilangan Horton


Selama hujan turun, sebagian dari hujan akan meresap ke
dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir ke
permukaan. Besarnya kehilangan hujan sesuai
didistribusikan sukar untuk diperkirakan dengan teliti,
sebagai pendekatan digunakan Metode Horton atau
persamaan Horton.
Menurut Horton, kehilangan hujan akan berupa kurve
eksponensial. Sebagian besar jumlah hujan yang meresap
akan mengakibatkan kawasan unsaturated sub-surface
menjadi cepat penuh. Akibatnya besarnya resapan
berkurang sesuai dengan rumus sebagai berikut:
Fp = fc + ( fo-fc) e –kt

B.2 - 82
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

dimana :
fo = kapasitas infiltrasi permulaan yang
tergantung dari hujan sebelumnya, dapat diperkirakan
50 – 80% dari curah hujan total
fc = harga akhir dari infiltrasi
fp = kapasitas infiltrasi pada waktu t ( mm )
k = konstanta yang tergantung tekstur tanah
t = waktu sejak hujan mulai

Gambar B.2 - 20 Grafik Metode Horton

Tabel B.2 - 17 Nilai fc

No. Group Tanah fc ( in/hr ) Fc ( mm/hr )

1 High ( sandy soil ) 0.50 – 1.00 12.50 – 25.00


2 Intermediate ( loam, clay, silt ) 0.10 – 0.50 2.50 – 12.50
3 Low ( clay, clay loam ) 0.01 – 0.10 0.25 – 2.50

Sumber: Hydrology ( forth edition ), warren viessman, Jr.

Tabel B.2 - 18 Cover Faktor ( k )


No. Cover Cover faktor
1 Permanent Forest Good ( 1 in. humus ) 3.0-7.5
and grass Medium ( ¼ - 1 in. humus ) 2.0-3.0
Poor ( < ¼ in. humus ) 1.2-1.4
Good 2.5-3.0
2
Medium 1.6-2.0
Close-growing
Poor 1.1-1.3
crops
Good 1.3-1.5

B.2 - 83
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

No. Cover Cover faktor


3 Medium 1.1-1.3
Row crops Poor 1.0-1.1

Sumber: Hydrology ( forth edition ), warren viessman, Jr.


Tabel B.2 - 19 Nilai Nilai yang Mewakili Harga K, fc dan fo
Untuk Jenis Tanah yang Berbeda
Type tanah Fo fc k
Pertanian gundul 280 6 - 22 1,6
Standar berumput 900 20 - 29 0,8
Tanah gemuk/gambut 325 2 - 20 1,8
Lempung gundul berpasir 210 2 - 25 2,0
Halus berumput 670 10 - 30 1,4

(2) Hidrograf Satuan Sintetik


Ada beberapa jenis hidrograf satuan yang lazim digunakan
antara lain metode SCS, Gama, Nakayasu, Snyder dan Clark.
Didalam SK-SNI-18-1989-F disarankan untuk menggunakan
metode SCS dan Gama I. Untuk analisa ini pihak Konsultan
melakukannya dengan menggunakan 3 (tiga) metode yaitu
Metode HSS Nakayasu, HSS SCS dan HSS Gamma I. Dari
beberapa alternatif metode tersebut nantinya metode yang
menghasilkan debit puncak terbesar yang digunakan sebagai
debit banjir desain.

(i) Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu


Untuk menentukan hidrograf satuan daerah pengaliran
sungai yang tidak terpasang stasiun AWLR (Automatik
Water Level Recorder), dapat digunakan hidrograf sintetis
“Nakayasu” (buku hidrologi untuk pengairan).
Parameter yang mempengaruhi unit hidrograf adalah :
1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak
hidrograf (time to peak magnitude).
2. Tenggang waktu dari titik berat sampai titik berat
hidrograf (time lag).
3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)

B.2 - 84
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

4. Luas daerah pengaliran


5. Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the
longest channel).
Nakayasu dari Jepang telah menyelidiki hidrograf satuan
pada beberapa sungai di Jepang. Ia membuat rumus
satuan sintetis dari hasil penyelidikannya. Rumus yang
dihasilkannya adalah sebagai berikut (Soemarto, 1999:
100):
A.R0
Qp 
3,6.(0,3.Tp  T0,3 )

dengan :
Qp = Debit puncak banjir (m3/det)
Ro = Hujan satuan (mm)
Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan
sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan
debit, dari puncak sampai 30% dari debit
puncak
A = Luas daerah pengaliran sampai outlet
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan
rumus sebagai berikut :
Tp = tg + 0,8 tr
T0,3 =  tg
tr = 0,5 tg sampai tg
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit
puncak banjir (jam). tg dihitung dengan ketentuan
sebagai berikut :
- Sungai dengan panjang alur L  15 km :
tg = 0,4 + 0,058 L
- Sungai dengan panjang alur L  15 km :
tg =0,21 L0,7

dengan :
tr = Satuan Waktu hujan (jam)

B.2 - 85
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

 = Parameter hidrograf, untuk


 = 2 (Pada daerah pengaliran biasa)
 = 1,5 (Pada bagian naik hydrograf lambat,
dan turun cepat)
 = 3(Pada bagian naik hydrograf cepat, turun
lambat)

i
tr t

0.8 tr tg
(m3/dt/mm
Q

Lengkung Naik Lengkung Turun


Qp

0,32Q
0,3.Qp p
t
(jam)
Tp T0,3 1,5T0,3

Tabel B.2 - 20 Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu

1. Pada waktu naik : 0 < t < Tp


t 2 ,4
Qp  ( ) Qp
Tp

dengan,
Q(t) = Limpasan sebelum mencari
debit puncak (m3)
T= Waktu (jam)
2. Pada kurva turun (decreasing limb)
a. Selang nilai : 0  t  (Tp+T0,3)
( t  Tp)
T 0 ,3
Q( t )  Qp . 0,3

b. Selang nilai :
(Tp+T0,3)  t  (Tp+T0,3+1,5T0,3)

B.2 - 86
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

( t  T p  0,5 T 0 ,3 )
1,5T0 ,3
Q(t )  Qp  0,3
c. Selang nilai : t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
 t Tp 1,5T0 , 3 
 
 2, 0.T 
 
Q(t) = Qp . 0,3 0,3

Hidrograf banjir dihitung dengan persamaan sebagai


berikut :
n
Qk  U
i 1
i . Pn  (i 1)

dengan :
Qk = Debit Banjir pada jam ke - k
Ui = Ordinat hidrograf satuan
(I = 1, 2, 3 ...... .n)
Pn = Hujan netto dalam waktu yang berurutan (n
= 1,2,..n)
Bf = Aliran dasar (base flow)
Sebagai kontrol untuk hidrograf satuan sintetis
Nakayasu, nilai total volume tampungan hidrograf
dibanding luas daerah pengaliran yang menghasilkan
hujan netto dengan nilai sama dengan 1 (satu). Persamaan
control hidrograf adalah sebagai berikut:
n
 Qn1  Qn 
 V   
n 1  2
.t

Ro 
 V 1
A
dengan :
∑∆V = total volume tampungan hidrograf satuan
(m3)
Qn, Qn+1 = unit hidrograf satuan (n = 1,2,..n) (m3/dt)
∆t = interval waktu unit hidrograf (dt)
Ro = hujan netto (mm)
A = luas daerah pengaliran (km2)

(ii) Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I

B.2 - 87
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Metode ini dikembangkan oleh DR. Ir. Sri Harto,


berdasarkan penelitian 30 DPS di pulau Jawa. HSS ini
dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu naik
(TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB) dimana :

1. Waktu Naik, TR
3
 L 
TR = 0,43   + 1,0665 SIM + 1,2775
 100 SF 
2. Debit puncak, QP
QP = 0,1836 x A0,5886 x JN0,2381 / TR0,4008
3. Waktu dasar, TB
TB = 27,4132 x TR0,4157 x SN0,7344 x RUA0,2574 / S0,0986
4. Koefisien Tampung, K
K = 0,5617 x A0,1798 x D0,0452 / S0,1446 / SF1,0897

Qp

TR TB
Gambar B.2 - 21 Hidrograf Satuan Sintetik Gamma - 1

dimana :
TR = waktu naik hidrograf (jam)
L = panjang sungai utama (km)
SF = faktor sumber
SIM = faktor simetri
QP = debit puncak hidrograf (m3/jam)
A = luas DAS (km2)
JN = jumlah pertemuan sungai semua pangsa
TB = waktu dasar hidrograf (jam)
SN = frekuensi sumber
RUA = faktor luas DAS hulu

B.2 - 88
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

S = landai sungai rerata


K = koefisien tampung (jam)
D = kerapatan jaringan kuras

Sisi naik hidrograf satuan mengikuti persamaan garis


lurus, sedangkan sisi resesi merupakan eksponensial
dengan persamaan sebagai berikut :
1
( )
Qt = Qp . e K

Hujan efektif didapat dengan cara metode  indeks yang


dipengaruhi fungsi luas DPS dan frekuensi sumber SN,
dirumuskan sebagai berikut :

 = 10,4903 – 3,859 . 10-6 . A2 = 1,6985 . 10-13 . (A/SN)4

dimana :
 = indeks infiltrasi, dalam mm/jam
A = luas DPS dalam km2
SN = frekuensi sumber, tidak berdimensi

Aliran Dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DPS dan


kerapatan jaringan sungai yang dirumuskan sebagai
berikut :

QB = 0,4751 . A0,6444A D0,9430

dimana :
QB = aliran dasar (m3/dt)
A = luas DPS (km2)
D = kerapatan jaringan sungai (km/km2)

(3) Hidrograf Banjir


Unit hidrograf dari hasil analisa dapat dialihragamkan
menjadi hidrograf banjir melalui cara penyelesaian persamaan
polinomial atau cara collins. Pada studi ini metode analisis
yang digunakan adalah dengan menggunakan persamaan
polinomial.

Persamaan poliinomial (konvulasi diskrete) untuk anaisa


hidrograf banjir berbagai kala ulang dijelaskan sebagai

B.2 - 89
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

berikut:

Qk = q1Ri + q2Ri-1 + q3Ri-2 +..+ qnRi-n+1 + Bf


dengan :
Qk = debit aliran keluar pada jam ke k
qn = ordinat hidrograf satuan pada waktu ke n
Ri = hujan netto (efektif) pada jam ke I
Bf = aliran dasar (base flow)
Untuk mempermudah penyelesaian persamaan diatas bisa
diselesaikan dalam bentuk tabel seperti Tabel B-2.21 di bawah
ini.
Tabel B.2 - 21 Rumus Hidograf Banjir untuk Banjir Berbagai
Kala Ulang
Hidrograf Satuan Aliran Debit
R1 R2 Rm
(m3/dt/mm) Rn Dasar (m3/dt)
(mm) (mm) (mm)
(m3/dt)

q1 q1.R1 - - - B Q1
q2 q2.R1 q1.R2 - - B Q2
q3 q3.R1 q2.R2 … - B Q3
q4 q4.R1 q3.R2 … q1.Rm B Q4
q5 q5.R1 q4.R2 … q2.Rm B Q5
…. …. q5.R2 … q3.Rm B Qn
qn qn.R1 … … q4.Rm B Qn + 1
qn.R2 … q5.Rm B Qn + 2
… … B Qn +3
… qn.Rm B Qn + m -1

G. Pendekatan Perhitungan Banjir Rancangan Metode Creager

Metode Creager digunakan untuk memperkirakan besarnya debit


banjir rancangan baik untuk bendungan maupun bendung. Metode
ini banyak digunakan sebagai kontrol besarnya debit banjir
rancangan pada Bendungan/bangunan pengairan yang sudah
dibangun maupun untuk Bendungan/bangunan pengairan yang
masih dalam tahap perencanaan. Selain itu metode ini digunakan

B.2 - 90
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

untuk mengetahui kewajaran besarnya debit banjir rancangan


metode-metode lain yang dikembangkan secara matematis.

Formulasi empirik Creager untuk debit banjir maksimum yang


dimaksud adalah sebagai berikut :

Qm = 1.3 C (0,39 A)(0,936 A^-0,048)

dengan :

Qm = Debit banjir maksimum (m3/dt)

C = Konstanta yang bervariasi antara 20 - 130

A = Luas Daerah Pengaliran Sungai (km2)

B.2 - 91
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 22 Diagram Alir Analisa Hidrologi

B.2 - 92
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

2.1.5.8 Sistem OP dan RTD


Pemeriksaan harus dilakukan pule terhadap pelaksanaan kegiatan
pengelolaan operasi dan pemeliharaan bendungan, meliputi:
1. Sistem OP mencakup : pemeriksaan ketersediaan panduan OP
dilapangan, waktu penyusunan; kecukupan instruksi/petunjuk
dalam panduan ketersediaan dokumen penting, gambargambar,
grafik, format laporan; dipahamikah panduan oleh petugas;
kecukupan tenaga dari aspek jumlah dan kemampuan, perlukah
penyempurnaan, dan lain - lain.
2. RTD dan kesiapannya: periksa keandalan sistem komunikasi,
prosudur operasi, tenaga listrik cadangan, sistim gawar banjir,
peralatan/ instrumentasi telemetering hidrologi, dipahamikah RTD
oleh petugas, perlukah penyempurnaan.

2.1.5.9 Evaluasi Keamanan Bendungan


Evaluasi keamanan bendungan berdasarkan hasil pemeriksaan/inspeksi
pada rnasing masing bidang aspek kajian sesuai obyek inspeksi, dilakukan
dalam 2 tahap sebagai berikut:
a. Evaluasi tahap pertama;
1. Kaji semua data yang ada yang terkait dengan desain, konstruksi. OP
bendungan dan bangunan pelengkapnya, sehingga benar-benar men-
lahami penuh bendungan dan riwayat operasi serta
pemeliharaannya.
2. Identifikasi semua potensi masalah yang dampaknya merugikan
terhadap keamanan hulu dan hilir bendungan Berta periksa
kecukupan bendungan dan bangunan pelengkapnya untuk
memenuhi fungsinya, dengan didukung: data yang relevan,
pertimbangan dan analisis teknis diantaranya dengan
membandingkan perilaku bendungan dengan perilaku yang
direncanakan dalam desain.
b. Evaluasi tahap kedua;
Melakukan analisis teknik untuk menilai status/tingkat keamanan
bendungan ditinjau dari:

B.2 - 93
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

1. Aspek struktur; periksa stabilitas tubuh bendungan termasuk


stabilitas terhadap gempa pada kondisi normal dan luar biasa,
minimal pada potongan: bagian tertinggi, bagian yang perilakunya
menyimpang dan bagian yang geometrinya berubah cukup besar
dan bagian kritis lainnya.
2. Aspek hidrolik (kecukupan pelimpah, tinggi jagaan, erosi eksternal,
dan lain - lain)
3. Aspek rembesan (erosi internal, piping, boiling, uplift, pelarutan
materil bendungan dan pondasi, dan lain - lain), berdasar data-data
yang tersedia, kemudian membuat kesimpulan dan saran.
 AVSWAT 2000
SWAT adalah suatu model DAS sebar keruangan yang
beroperasi pada suatu tahap waktu harian (Arnold et al. 1993).
SWAT memberi beberapa perluasan pada model SWRRB
(Arnold et al. 1990). Penggunaan utamanya adalah dalam
membantu manajer sumber air menaksir penyediaan air dan
polusi sumber nonpoint pada DAS-DAS dan pasu-pasu yang
besar. SWAT memberi fleksibilitas pertimbangan dalam
konfigurasi dan diskritisasi DAS, mengijinkan DAS untuk
dibagi-bagi dalam sel-sel dan/atau subDAS. SWAT dapat
mensimulasikan limpasan permukaan, sedimen, nutrien, dan
gerakan pestisida melalui lahan dalam DAS.
Berikut ini adalah langkah methode analisa menggunakan
model AVSWAT 2000.
1. Pengumpulan Data-data
a. Peta Topografi lokasi Studi
b. Peta Jenis Tanah lokasi Studi
c. Peta Tataguna Lahan lokasi Studi
d. Peta Stasiun Hujan dan koordinat lokasi Stasiun
e. Peta Stasiun Klimatologi dan koordinat lokasi
Stasiun
f. Peta lokasi AWLR dan data pengukuran AWLR
2. Pembangunan Data Input Pemodelan
a. Pembuatan Peta DEM wilayah studi

B.2 - 94
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

b. Pembuatan Peta format Shp Jenis Tanah dan data


atribut propertis tanah wilayah Studi
c. Pembuatan peta format Shp Tataguna Lahan dan
data atribut properties Tataguna lahan, termasuk
nilai initial kondisi parameter pencemaran tiap
satuan unit lahan (default AVSWAT 2000 : karena
tidak dilakukan pengambilan sample kandungan
bahan pencemar untuk setiap unit lahan)
d. Pembuatan data base hujan harian masing-masing
Stasiun hujan
e. Pembuatan data base temperatur masing masing
Stasiun klimatologi
f. Pembuatan data data base AVSWAT 2000 untuk
sesuai dengan format tabel pada pemodelan
AVSWATR 2000 : tabel look up data hujan, tabel
look up data temperature, tabel look up data
tataguna lahan dan tabel look up data jenis tanah
3. Menjalankan AVSWAT 2000
a. Pembuatan Batas area pemodelan : Batas DAS
wilayah studi
b. Pemanggilan Peta Tataguna lahan dan Jenis tanah
beserta tabel look up masing-masing peta tersebut
c. Overlay batas DAS dan tataguna lahan dan jenis
tanah
d. Pencatatan HRU, hasil overlay tiap satuan unit
lahan dan batas Sub DAS
e. Pemasukan Data hujan dan data temperatur beserta
lokasi koordinat stasiun
f. Pemasukan data input pemodelan parameter
lainnya : tataguna lahan, jenis tanah karakteristik
Ground water, intial kondisi parameter beban
pencemar dll : .sol, .fig, .wgn, . hru,.Sub, .rte, .gw,
.wus, .mgt, .chm, .pnd, .swq
4. Run Simulasi Model AVSWAT 2000

B.2 - 95
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

a. Pengaturan methode evapotranspirasi


menggunakan methode Penman
b. Pengaturan option perhitungan kualitas air on
c. Pengaturan waktu periode simulasi : harian
d. Simulasi Run
5. Kalibrasi Pemodelan AVSWAT 2000
a. Pembacaan hasil debit Outlet AVSWAT 2000
lokasi AWLR
b. Uji perbandingan data dan kepencengan hasil
model menggunakan methode kurva R2 dan Uji T
c. Penyesuaian hasil model terhadap nilai lapangan
menggunakan tools Edit Input untuk merubah
parameter parameter pemodelan AVSWAT 2000 :
CN, GW, HRU, MGT, dan lain lain
d. Simulasi Runing AVSWAT 2000
e. Pembacaan hasil
f. Perbandingan data simulasi terbaru
g. Penyusunan hasil berupa tabel grafik dan peta hasil
pemodelan sudah terkalibrasi

 Pembuatan Peta Sebaran Kualitas Air pada

Program ArcGIS
Peta sebaran kualitas air dibuat dengan programArcGIS
9.3. dengan menggunakan tool Kriging.
Langkah-langkah pembuatan peta indeks kekeringan
pada program ArcGIS 9.3 dengan metode Kriging adalah
sebagai berikut :
a. Buka program ArcMap, kemudian pilih lembar

kerja baru.

B.2 - 96
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

b. Tambahkan file batas genangan Klego dan titik

sample pada layer.

c. Aktifkan extensions Geostatistical Analyst dengan

cara pilih Tools pada Menu Bar →Extensions →beri

tanda pada Geostatistical Analyst →Close.

B.2 - 97
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

d. Aktifkan Start Editing pada Editor Toolbars yang

terdapat pada Tools

e. Masukkan nilai hasil uji kualitas airdengan cara :

- Klik kanan pada layer pos hujan dan pilih Open


Attribute Table

B.2 - 98
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

- Pilih Add Field pada Options

- Beri nama pada Field baru sesuai nama hasil uji tes
kualitas air, dan masukkan nilai hasil uji test sesuai

titik sample.

f. Untuk membuat peta sebaran kualitas air pada

genangan Klego dilakukan sebagi berikut :

- Klik Geostatistical Analyst lalu pilih Geostatistical


Wizard

B.2 - 99
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

- Klik Geostatistical Wizard, kemudian pada Methods


pilih Kriging, pada Input data titik sample dan pada

Attribute pilih sesuai nama field yang telah

dimasukkan nilai kualitas air.

- Klik Finish, lalu OK


- Untuk melakukan Overlay peta hasil indeks

kekeringan sesuai gambar DAS adalah dengan klik

kanan pada Layers lalu pilih Properties

B.2 - 100
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

- Klik Data Frame lalu pilih Enable pada Clip to shape

- Setelah memilih Enable lalu klik specify Shape → pilih


Outline of Features → pada Layers pilih ”batas Air

Klego” → OK → Apply →OK

B.2 - 101
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

- Langkah selanjutnya untuk melakukan overlay peta


hasil indeks kekeringan adalah dengan klik kanan

pada Ordinary Kriging lalu pilih Properties

- Klik Extent lalu pada Set the Extent to pilih ”the


rectangular extent of batas Air Klego”

- Klik Apply →OK

B.2 - 102
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

 Analisa Struktur

A. Kontrol Stabilitas Konstruksi

i) Stabilitas Geser
Keamanan terhadap gaya geser diformulasikan sebagai
berikut :
f * V  U   c * A
SF   SF
H
dimana :
SF = Faktor keamanan
f = Koefisien gesekan, disajikan pada Tabel VI-2
V = Resultan gaya vertikal yang ditinjau terhadap
bidang geser (ton)
U = Resultan gaya uplift yang ditinjau terhadap
bidang geser (ton)
H = Resultan gaya horisontal yang ditinjau
terhadap bidang geser (ton)
c = Kekuatan geser bahan (ton/m2); untuk beton
dapat diambil 1100 kN/m2 = 110 ton/m2
A = Luas dasar yang ditinjau (m2)

SF = Faktor keamanan yang diijinkan

B.2 - 103
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Tabel B.2 - 22 Harga-harga Perkiraan untuk Koefisien


Gesekan
Bahan f
Pasangan batu pada pasangan batu 0,60 - 0,75
Batu keras berkualitas baik 0,75
Kerikil 0,50
Pasir 0,40
Lempung 0,30

Sumber: KP-02, halaman 121

ii) Stabilitas Guling


Persamaan yang digunakan :
MV
SF   SF
MH
dengan :
SF = Faktor keamanan
MV = Momen yang bekerja akibat resultan gaya
vertikal terhadap titik yang ditinjau (tonm)
MH = Momen yang bekerja akibat resultan gaya
horisontal terhadap titik yang ditinjau (tonm)

SF = Faktor keamanan yang diijinkan


iii) Stabilitas Daya Dukung
Daya dukung tanah yang diijinkan dihitung dengan
rumus Terzaghi sebagai berikut :
 * c * N c   * D * N q   *  * B * N
qall 
SF
dengan :
qall = Daya dukung tanah yang diijinkan (ton/m2)
SF = Faktor keamanan (diambil SF = 3)
 = Diambil 1,00 (asumsi pondasi menerus)
 = Diambil 0,50 (asumsi pondasi menerus)
c = Kohesi tanah (ton/m2)
 = Berat isi tanah (ton/m3)

B.2 - 104
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

D = Kedalaman dasar pondasi (m)


B = Lebar dasar pondasi (m)
Nc, Nq, N = Faktor daya dukung

Tegangan yang terjadi akibat eksentrisitas resultan


gaya yang bekerja tidak boleh melebihi daya dukung
tanah yang diijinkan. Tegangan yang terjadi dihitung
dengan rumus :
B
ed
2
Apabila :
1. Daya dukung pada keadaan tidak terjadi tegangan
tarik pada dasar pondasi atau harga :

B V 6* Me
e , maka : qmaks,min    qall
6 L * B L * B2
2. Daya dukung pada keadaan terjadi tegangan tarik
pada dasar pondasi atau harga :
B 2 *V
e , maka : q maks   q all
6 L* X
dengan :
e = Eksentrisitas resultan gaya yang bekerja dari
as bidang bangunan (m)
d = Jarak resultan gaya terhadap titik yang
ditinjau (m)
B = Lebar dasar bangunan (m)
V = Resultan gaya vertikal yang bekerja (ton)
L = Panjang bangunan (m)
Me = V*e (m)
X = 3*d
q = Daya dukung tanah yang terjadi (ton/m2)
qall = Daya dukung tanah yang diijinkan (ton/m2)

iv) Stabilitas terhadap Erosi Bawah Tanah (Piping)


Bangunan-bangunan utama seperti bendung harus
dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan
bahaya runtuh akibat naiknya dasar galian (heave) atau

B.2 - 105
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

rekahnya pangkal hilir bangunan. Metode yang


dipakai untuk mengetahui terjadinya bahaya erosi
bawah tanah adalah metode Lane, yang juga disebut
metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio
method).

Metode Lane membandingkan panjang jalur rembesan


di bawah bangunan di sepanjang bidang kontak
bangunan/pondasi dengan beda tinggi muka air
antara kedua sisi bangunan, yang dirumuskan sebagai
berikut :
1
L V  *  LH
3
CL 
H
dimana :
CL = Angka rembesan Lane
 LV = Jumlah panjang vertikal (m)
 LH = Jumlah panjang horisontal (m)
H = Beda tinggi muka air (m)
Metode Lane diilustrasikan pada Gambar 3.26 dan
harga-hargam minimum angka rembesan Lane (CL)
disajikan pada Tabel 6.3.

Gambar B.2 - 23 Metode Angka Rembesan Lane


Sumber: KP-02, halaman 125

Tabel B.2 - 23 Harga-harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL)

B.2 - 106
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Jenis Tanah Dasar CL


Pasir sangat halus atau lanau 8,5
Pasir halus 7,0
Pasir sedang 6,0
Pasir kasar 5,0
Kerikil halus 4,0
Kerikil sedang 3,5
Kerikil kasar termasuk berangkal 3,0
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2,5
Lempung lunak 3,0
Lempung sedang 2,0
Lempung keras 1,8
Lempung sangat keras 1,6
Sumber: KP-02, halaman 126

Angka-angka rembesan pada Tabel B.2-23 di atas


dipakai :
- 100%, jika tidak dipakai pembuang, tidak dibuat
jaringan aliran dan tidak dilakukan penyelidikan
dengan model;
- 80%, kalau ada pembuangan air, tapi tidak ada
penyelidikan maupun jaringan aliran;
- 70%, bila semua bagian tercakup.

B. Uji Kualitas Beton


Pengujian kualitas beton ini dilakukan untuk
mengetahui kekuatan beton terpasang pada pekerjaan
pembangunan Bendungan Klego. Struktur yang akan
diuji adalah struktur dinding dan pelat beton bangunan
intake dan pelimpah.

C. Metode Pengujian
Dalam pelaksanaannya, sejumlah prosedur
pengujianlapangan telah dilaksanakan untuk dapat
menarik sebuah kesimpulan mengenai nilai kuat tekan
dan kualitas beton pada bangunan tersebut. Metode
pengujian yang digunakan adalah Non-Destrutive Test
(NDT) dengan menggunakan peralatan hammer.

B.2 - 107
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Tipe hammer test yang digunakan adalah


SilverSchmidtHammer test, yang merupakan alat uji
beton terpadu pertama yang memiliki nilai pantulan
yang tepat dan kemampu- ulangan yang
mempermudah pelaksanaan di lapangan.
Dua faktor yang menambah peningkatan kinerja alat uji
beton ini dibandingkan dengan yang sebelumnya:
 Pendeteksian hasil-bagi pantulan berbasis kecepatan.
 Desain hibrid berbobot ringan pada plunger tumbukan
yang terbuat dari logam paduan untuk industri
penerbangan, yang disesuaikan dengan sifat-sifat elastis
beton dan dilengkapi tudung baja kekerasan

Pengujian validasi independen yang dilakukan oleh


BAM (Lembaga Federal untuk Penelitian dan Pengujian
Material, Jerman) telah menunjukkan bahwa ST/PC
Silver Schmidt memiliki tingkat penyebaran yang lebih
sedikit dibandingkan dengan alat uji beton klasik secara
keseluruhan.
Desain yang unik dan konstruksi yang berkualitas tinggi
pada alat uji beton ST/PC Silver Schmidt membuat
pengujian pantulan menjadi lebih cepat dan lebih akurat
dari yang pernah ada sebelumnya.
Beberapa fitur yang dimiliki oleh Silver Schmidt Type
NHammer test adalah :
- Alat uji beton ST/PC SilverSchmidt mengombinasikan
keakuratan pengujian yang tinggi dengan kemampu-
ulangan yang mempermudah pelaksanaan di lapangan
- Nilai pantulannya tidak memerlukan koreksi sudut
karena intsrumen ini menggunakan accelerometer yang
akan menyesuaikan sudut penembakan.
- Alat uji beton ini menawarkan kurva konversi yang
bisa disesuaikan untuk berbagai macam kekuatan
beton tekan, termasuk fc yang rendah (<10 N/mm2,

B.2 - 108
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

1.450 psi) dan beton mutu tinggi (hingga 100 N/mm2,


14.500 psi)
- Sejumlah besar titik pengujian bisa dikumpulkan
dengan mudah oleh alat uji beton dan dievaluasi secara
otomatis menurut data statistik
- Alat uji beton ini menawarkan konversi otomatis ke
satuan pengujian yang dibutuhkan (MPa, N/mm2,
kg/cm2, psi)

Berikut ini adalah standar-standar yang dapat


dipergunakan pada alat uji beton, termasuk pada
Silver Schmidt Hammer test:
- EN12504-2 (Standar Eropa)
- ASTM C 805 (Standar Amerika Utara)
- JGJ/T 23-2001 (Standar Cina)

Gambar B.2 - 24 Silver SchimdtHammer test

Kurva hubungan nilai lentingan dan kuat tekan yang


digunakan untuk mendapatkan nilai kuat tekan pada
pengujian didapatkan dari penelitian dan uji coba yang
menghasilkan lebih dari 2300 data kuat tekan beton
sampel. Diharapkan dengan menggunakan kurva
tersebut, nilai kuat tekan beton eksisting dapat
diperkirakan mendekati nilai kuat tekan yang
sebenarnya.

D. Rembesan Tubuh Bendungan

B.2 - 109
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Dalam merencanakan sebuah bendungan perlu


diperhatikan stabilitasnya terhadap bahaya longsoran,
erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang
melalui tubuh bendungan. Baik tubuh bendungan
maupun pondasinya diharuskan mampu
mempertahankan diri terhadap gaya – gaya yang di
timbulkan oleh adanya air filtrasi yang mengalir melalui
celah – celah antara butiran – butiran tanah pembentuk
tubuh bendungan dan pondasi tersebut.

Gambar B.2 - 25 Pola Kegagalan Pada Tubuh Bendungan


Urugan Akibat Rembesan

Kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas rembesan air


yang mengalir ke hilir melalui tubuh bendungan dan
pondasi bendungan. Kapasitas aliran filtrasi suatu
bendungan mempunyai batas – batas tertentu yang
mana apabila kapasitas aliran filtrasi tersebut

B.2 - 110
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

melampaui batas tersebut, maka kehilangan air yang


terjadi akan cukup besar dan dapat mengakibatkan
gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling).
Apabila material pembentuk tubuh bendungan dan
pondasi bendungan memiliki harga kv dank kh yang
berbeda, maka untuk menghitung kapasitas aliran
filtrasi dilakukan dengan harga k yang telah
dimodifikasi (k),

k = ....................
Dimana :
k = koefisien filtrasi yang telah dimodifisir
(m³/dt)
kv = koefisien filtrasi vertikal (m³/dt)
kh = koefisien filtrasi horizontal (m³/dt)
Sedangkan untuk memperkirakan besarnya kapasitas
filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan pondasi
bendungan yang didasarkan pada jaringan trayektori
aliran filtrasi, dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

Gambar B.2 - 26 Jaringan Trayektori Pada Sebuah Bendungan


Urugan

Qf = ..... x k x H x L

Dimana :
Qf = Kapasitas rembesan (m³/dt)
Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran

B.2 - 111
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

filtrasi
Np = angka pembagi dari garis equi-potensial
k = koefisien filtrasi (m³/dt)
H = tinggi tekanan air total (m)
L = panjang profil melintang tubuh bendungan
(m)
Sebuah bendungan urugan dapat disebut aman
terhadap rembesan yang terjadi pada bagian tubuh
bendungannya apabila kecepatan rembesan kritis (Vc) >
kecepatan rembesan yang terjadi (Vs).
Untuk mengetahui kecepatan rembesan yang terdapat
dalam tanah jenuh (saturated soil) Darcy pada tahun
1856 memperkenalkan suatu persamaan sederhana,
yaitu :
v=kxi
Dimana :
v = Kecepatan pada bidang aliran keluarnya filtrasi
(m/dt)
k = Koefisien filtrasi (cm/dt)
i = Gradient hidrolik (m)
Erosi buluh (piping) terjadi bila air Bendungan
mengalir atau merembes melalui pori-pori tanah
timbunan atau pondasi menghasilkan suatu gaya tarik
yang cukup kuat membawa butiran tanah keluar
melalui titik keluaran. Penggerusan atau erosi tersebut
berlangsung terus dan membentuk pipa di dalam
timbunan atau pondasi. Pipa tersebut terus membesar
sebagai hasil dari gerusan dan mengakibatkan
runtuhnya bendungan.
Lima kondisi yang memicu terjadinya piping, adalah :
- Terbentuknya alur aliran air
- Gradien hidraulis pada tempat keluaran telah melebihi
dari nilai batas yang tergantung dari jenis tanahnya

B.2 - 112
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

- Tempat keluaran dalam kondisi bebas dan tidak


dilindungi filter secara memadai
- Terdapat tanah yang rawan piping pada alur aliran
rembesan
- Telah terbentuk ”pipa” atau tanah di atasnya telah
membentuk seperti ”atap” untuk menjaga terbukanya
”pipa”
Piping sangat berbahaya terhadap stabilitas tubuh
bendungan, karena dapat menyebabkan keruntuhan.,
sehingga untuk mengetahui bendungan urugan aman
terhadap gejala piping dapat diketahui dengan rumus
sebagai berikut,

F=
Dimana :
Icr = Gradien hidraulik kritis (tanpa dimensi)
ical = Gradien keluaran dari hasil analisa rembesan
(tanpa dimensi)
F = Faktor keamanan terhadap gejala piping >4
(tanpa dimensi)

 ANALISA REMBESAN PADA TUBUH BENDUNGAN

Besarnya rembesan yang keluar dari tubuh Bendungan


Klego dihitung dengan software (GeoStudio Seep/W) yang
berbasis finite element. Hasil perhitungan adalah berupa Flux,
yaitu debit (Q) rembesan yang melewati inti Bendungan
Klego.

Analisa rembesan yang dianalis menggunakan program


SEEP/W 2007, adalah pada muka air Bendungan kondisi
maksimum, kondisi normal dan kondisi minimum.

B.2 - 113
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 27 Rembesan Tubuh Bendungan pada Kondisi


FWL

Gambar B.2 - 28 Rembesan Tubuh Bendungan pada Kondisi


NWL

Gambar B.2 - 29 Rembesan Tubuh Bendungan pada Kondisi


LWL

Mengacu batasan yang berlaku di Jepang (Japanese


Institute of Irrigation and Drainage), besarnya angka
kebocoran yang melewati pondasi dan tubuh
bendungan tidak boleh lebih dari 1 % rata – rata debit
sungai yang masuk ke Bendungan.(Anonim, 2005: 21).

ANALISA REMBESAN PADA PONDASI PELIMPAH

B.2 - 114
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Besarnya rembesan yang keluar dari pondasi pelimpah


dihitung dengan software (GeoStudio Seep/W) yang
berbasis finite element. Hasil perhitungan adalah berupa
Flux, yaitu debit (Q) rembesan yang melewati pondasi
pelimpah.

Gambar B.2 - 30 Rembesan pada Pondasi Pelimpah

1. Keamanan Terhadap Piping


Menurut Harza (1935) faktor keamanan terhadap piping
harus > 3 (FS > 3), sehingga :

icr
FS  3
iexit
icr = gradien hidrolik kritis (m)
iexit = gradien hidrolik keluaran (m)
FS = factor safety
Perhitungan keamanan terhadap piping sebagai berikut:

 ' Gs  1 (2,622  1)
icr     0,901
 w 1 e 1  0,80
h
iE 
l
H 5,45
h   0.605 m
Nd 9

h 0,605
iE    0,208
l 3
i 0,901
FS  cr   4,464  3
iexit 0,208

B.2 - 115
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Jadi menurut Harza aman terhadap piping dikarenakan


FS > 3

E. Stabilitas Tubuh Bendungan

Untuk mengetahui kemantapan lereng tertama lereng


bagian hilir dan bagian hulu dari timbunan tubuh
embung perlu dilakukan analisis kestabilan lereng.
Analisa stabilitas lereng perlu dilakukan terhadap
kondisi lereng bendungan setelah beberapa tahun pasca
pembangunan fisik. Hal ini dikarenakan Perubahan
parameter sifat fisik tanah tubuh bendungan bisa
berubah akibat perubahan iklim daerah tropis seperti
panas dan hujan secara berulang. Perubahan tersebut
akan mempengaruhi kadar air, angka pori, kepadatan
tanah maupun sifat kohesi tanah. Perubahan parameter
sifat fisik tanah tersebut akan mempengaruhi kondisi
kestabilan lereng bendungan.

 Prosedur Massa (Mass Procedure)


Pada cara analisis ini massa tanah yang berada di atas
bidang gelincir diambil sebagai satu kesatuan. Prosedur
ini berguna bila tanah yang membentuk lereng
dianggap homogen (Braja M. Das, 2002).
 Metoda Irisan (Method of Slice)
Pada cara analisis ini tanah yang ada di atas bidang
gelincir dibagi menjadi beberapa irisan-irisan parallel
tegak. Stabilitas dari tiap-tiap irisan dihitung secara
terpisah. Metode ini lebih teliti karena tanah yang tidak
homogen dapat juga dimasukkan dalam perhitungan
(Braja M. Das, 2002).

F. Prosedur Massa (Mass Procedure)

B.2 - 116
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Stabilitas Lereng pada Tanah Lempung Homogen


dengan φ = 0

Pada cara analisis ini kekuatan geser dalam keadaan air


pori dijaga tidak mengalir keluar (undrained) dari tanah
dianggap tetap yaitu τf = cu. Untuk membuat analisis
stabilitas dapat memilih suatu bidang gelincir percobaan
AED yang merupakan busur lingkaran berjari-jari =r.
Pusat lingkaran terletak pada O.

Dengan memperhatikan satu satuan tebal yang tegak


lurus pada bagian yang ditinjau, maka berat tanah yang
berada di atas lengkung (kurva) AED dapat diketahui
melalui W = W1 + W2, dengan (Braja M. Das, 2002) :
W1 = (luasan FCDEF) × (γ), atau
W2 = (luasan ABFEA) × (γ)

Momen gaya terhadap titik O yang menyebabkan


ketidakstabilan lereng adalah :
Md = W1l1 – W2l2
dengan l1 dan l2 adalah lengan momen

Gambar B.2 - 31 Analisis stabilitas lereng pada tanah


lempung yang homogen φ = 0

Perlawanan terhadap kelongsoran berasal dari kohesi


yang bekerja sepanjang bidang gelincir. Momen gaya
perlawanan terhadap titik O adalah :

B.2 - 117
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

MR = cd ( busur AED)(l)(r) = cdr-2θ


Untuk keseimbangan, MR = Md jadi,
cdr-2θ = W1l1 – W2l2
atau

Angka keamanan terhadap kelongsoran didapatkan


sebagai :

Potensi bidang gelincir AED dipilih secara acak. Bidang


longsor kritis terjadi jika bidang longsor yang
mempunyai rasio cu terhadap cd adalah minimum atau
harga cd maksimum. Untuk mendapatkan bidang
gelincir yang kritis dapat dibuat sejumlah percobaan
dengan bidang gelincir yang berbeda-beda. Untuk kasus
lingkaran kritis besar kohesi yang dibutuhkan dapat
dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut :
cd = γHm
atau

Besaran m adalah bilangan tak berdimensi dan disebut


sebagai angka stabilitas (Stability Number). Selanjutnya
tinggi kritis lereng dapat dievaluasi dengan
menggantikan H =Hcr dan cd = cd pada persamaan di
atas. Jadi,

Hal-hal yang harus diperhatikan jika mengacu pada


tabel hubungan antara β dan m adalah sebagai berikut :

1. Untuk sudut kemiringan β > 53° lingkaran kritis selalu


berupa lingkaran ujung dasar lereng.

B.2 - 118
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

2. Untuk β < 53°, lingkaran kritis mungkin berupa


lingkaran ujung lereng, lingkaran lereng, atau lingkaran
titik tengah tergantung letak lapisan tanah keras yang
berada di bawah lereng. Hal ini disebut sebagai fungsi
kedalaman (Dept Function) yang dijelaskan sebagai
berikut :

3. Jika lengkung kritis adalah lingkaran titik tengah yaitu


permukaan bidang longsor merupakan bidang singgung
dari lapisan keras maka letak titik pusat longsor.
4. Harga maksimumangka stabilitas (Stability Number)
yang mungkin terjadi pada kelongsoran lingkaran titik
tengah adalah 0,181 (Braja M. Das, 2002).
3. Stabilitas Lereng pada Tanah Homogen c’-φ’
Kekuatan geser untuk tanah yang homogen diberikan
dengan persamaan :
τf = c + σ tan φ
Tekanan air pori dianggap sama dengan nol. Busur AC
adalah lengkung lingkaran percobaan melalui ujung
dasar lereng, dan O adalah pusat lingkaran. Dengan
meninjau satu satuan tebal tegak lurus pada lereng,
maka (Braja M. Das, 2002) :

Berat blok tanah ABC = W = (luasan ABC)(γ)

Untuk keseimbangan maka gaya lain yang bekerja pada


blok adalah sebagai berikut :
 Cd - resultan gaya kohesi yang besarnya sama dengan
satuan kohesi yang diperlukan dikalikan dengan
panjang tali busur AC. Besaran Cd yang diperoleh dari
Gambar 2.4 adalah :
Cd(a) = cd (busur AC)
 Cd bekerja dalam arah sejajar dengan tali busur AC dan
pada jarak a dari pusat lingkaran O sehingga :
Cd(a) = cd (busur AC)r atau

B.2 - 119
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2.26.

Gambar B.2 - 32 (a) Analisis stabilitas lereng pada tanah homogen φ' - c’, (b) Besaran
Cd, (c) Poligon gaya antara W, F dan Cd

 F – resultan gaya normal dan gaya geser yang bekerja


sepanjang permukaan bidang longsor. Untuk
keseimbangan garis kerja gaya F akan melalui titik
perpotongan garis kerja W dan Cd. Jika menganggap
bahwa geseran seluruhnya termobolisir yaitu φd = φ
atau Fφ = 1 maka garis kerja dari F akan membentuk
sudut φ dengan suatu garis normal terhadap
lengkungan dan gaya F tadi akan menyinggung
lingkaran yang berpusat di O dan berjari-jari r.sinφ.
Lingkaran inilah yang dinamakan lingkaran geser
dengan jari-jari sedikit lebih besar daripada r.sinφ (Braja
M. Das, 2002).

Karena arah W, Cd dan F diketahui maka poligon


gayanya dapat dibuat. Besaran Cd dapat ditentukan
dari polygon gaya. Sehingga satuan kohesi yang
diperlukan dapat dicari dengan (Braja M. Das, 2002) :

Penentuan besarnya harga cd yang dijelaskan di atas


didasarkan pada bidang longsor percobaan. Beberapa
percobaan harus dibuat untuk mendapatkan bidang
longsor yang paling kritis untuk kohesi yang

B.2 - 120
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

dibutuhkan adalah maksimum. Oleh karena itu kohesi


maksimum yang yang terbentuk sepanjang bidang
longsor yang kritis dapat dituliskan sebagai (Braja M.
Das, 2002) :

c d = γH[f (α ,β ,θ ,φ )]

Untuk keseimbangan kritis yaitu untuk Fc = Fφ = FK = 1


dapat menggantikan H = Hcr dan cd = c

cr = c γH [f (α ,β ,θ ,φ )]
atau

dengan
m = angka stabilitas

Dari hasil perhitungan terlihat bahwa untuk φ > 3°


semua lingkaran lingkaran kritis adalah lingkaran ujung
dasar (Toe Circle) (Braja M. Das, 2002).
4. Metode Irisan (Method of Slice)

Analisis stabilitas dengan menggunakan metode irisan


dapat dijelaskan, dimana busur AC adalah sebuah
lengkungan dari lingkaran yang menunjukkan
permukaan bidang longsor. Tanah yang berada di atas
bidang longsor dibagi menjadi beberapa irisan tegak.
Lebar dari setiap irisan tidak harus sama. Dengan
meninjau satu satuan tebal tegak lurus irisan melintang
lereng, gaya-gaya yang bekerja pada irisan tertentu
(irisan no. n). Wn adalah berat irisan. Gaya-gaya Nr dan
Tr adalah komponen tegak dan sejajar dari reaksi R. Pn
dan Pn+1 adalah gaya normal yang bekerja pada sisi-sisi
irisan. Demikian pula, gaya geser yang bekerja pada sisi
irisan adalah Tn dan Tn+1. Secara sederhana, tegangan
air pori diasumsikan nol. Gaya Pn, Pn+1, Tn dan Tn+1
sulit untuk ditentukan. Akan tetapi kita dapat membuat
suatu asumsi pendekatan bahwa besarnya resultan dari

B.2 - 121
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Pn dan Tn adalah sama besar dengan resultan dari Pn+1


dan Tn+1 dan juga garis-garis kerjanya segaris (Braja M.
Das, 2002).
Untuk pengamatan kesetimbangan
Nr = Wn cos αn
Gaya geser perlawanan dapat ditunjukkan dengan

Tegangan normal,

Untuk keseimbangan blok percobaan ABC, momen gaya


dorong terhadap titik O adalah sama dengan momen
gaya perlawanan terhadap titik O, atau

atau

Catatan : ΔLn dalam Persamaan (2.20) diperkirakan sama


dengan , dengan bn = lebar potongan
nomor n.

Gambar B.2 - 33 Permukaan Bidang yang Dicoba

B.2 - 122
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 34 Gaya yang Bekerja pada Irisan Nomor n


Harga αn adalah positif jika lereng bidang longsor yang
merupakan sisi bawah dari irisan, berada pada kwadran
yang sama dengan lereng muka tanah yang merupakan
sisi atas dari irisan. Untuk mendapatkan angka
keamanan yang minimum yaitu angka keamanan untuk
lingkaran kritis, beberapa percobaan dibuat dengan cara
mengubah letak pusat lingkaran yang dicoba. Metode
ini umumnya dikenal sebagai Metode Irisan Sederhana
(Ordinary Method of Slice) (Braja M. Das, 2002).
Untuk mudahnya, suatu lereng dalam tanah yang
homogen ditunjukkan pada Gambar (6.3) dan (6.4).
Akan tetapi metode irisan dapat dikembangkan untuk
lereng yang berlapis-lapis seperti pada Gambar (6.5).
Prosedur umum dari analisis stabilitas tanah adalah
sama. Tetapi ada beberapa hal yang perlu diingat.
Selama menggunakan persamaan untuk menghitung
angka keamanan, harga-harga φ dan c tidak akan sama
untuk semua potongan. Sebagai contoh, untuk potongan
no. 3 (Gambar 6.5) kita harus menggunakan sudut geser
φ = φ 3 dan kohesi c = c3; serupa untuk potongan no. 2,
φ = φ2 dan c = c2 (Braja M. Das,2002).

B.2 - 123
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 35 Analisis Stabilitas dengan Metode Irisan


untuk Tanah yang Berlapis

5. Metode Fellenius

Cara ini dapat dipakai pada lereng-lereng dengan


kondisi isotropis, non isotropis dan berlapis-lapis.
Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri atas
beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil
tidak sama dan sedemikian sehingga lengkung busur di
dasar elemen dapat dianggap garis lurus (SKBI- 2.3.06,
1987).

Berat ”total” tanah/batuan pada suatu elemen (Wt)


temasuk beban luar yang bekerja pada permukaan
lereng. Wt diuraikan dalam komponen tegak lurus dan
tangensial pada dasar elemen. Dengan cara ini pengaruh
gaya T dan E yang bekeja di samping elemen diabaikan.
Faktor keamanan adalah perbandingan momen penahan
longsoran dengan penyebab longsor. Momen tahanan
geser pada bidang longsoran adalah (SKBI-2.3.06, 1987) :

Mpenahan = R . r

dimana R adalah gaya geser dan r adalah jari-jari bidang


longsoran. Tahanan geser

pada dasar tiap elemen adalah :

Momen penahan yang ada sebesar :

B.2 - 124
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Mpenahan = r ( c’ l + Wt cos σ tan φ’)


Komponen tangensial Wt bekerja sebagai penyebab
longsoran menimbulkan momen penyebab :
Mpenyebab = ( Wt sin α ) . r

Faktor keamanan dari lereng menjadi :

Gambar B.2 - 36 Sistem Gaya pada Cara Fellenius

Gambar B.2 - 37 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Potongan


Tunggal

 Menentukan lokasi pusat bidang longsor

Untuk memudahkan cara trial and error terhadap


stabilitas lereng maka titik-titik pusat bidang longsor
yang berupa busur lingkaran harus ditentukan dahulu
melalui suatu pendekatan Fellinius memberikan
petunjuk untuk menentukan lokasi titik pusat busur
longsor kritis yang melalui tumit suatu lereng pada
tanah kohesif (c-soil).

B.2 - 125
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 38 Lokasi Pusat Busur Longsor Kritis Pada


Tanah Kohesif

Tabel B.2 - 24 Sudut - Sudut Petunjuk Menurut Fellenius

G. Analisa Stabilitas Lereng Bendungan Dengan


Geostudio SLOPE/W 2007

SLOPE/W adalah suatu program yang di desain dan


dikembangkan secara umum sebagai alat untuk
menganalisa stabilitas tanah atau lereng (earth
structures). SLOPE/W salah satu aplikasi yang
terintegrasi dengan baik dan dapat menyelesaikan
berbagai macam tipe analisa di bidang geoteknik yang
lebih kompleks, meliputi analisa dalam hal lereng
terbatas (finite element), tekanan air pori, dan tegangan
dalam stabilitas.
Program geostudio memiliki keistimewaan, yaitu anda
dapat menggunakan 1 gambar yang telah anda buat
untuk digunakan pada analisis yang berbeda. Jadi,
gambar bendungan pada analisa SEEP/W dapat

B.2 - 126
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

digunakan untuk analisa stabilitas lereng dalam kondisi


terdapat rembesan.
Langkah analisis stabilitas menggunakan Geostudio
SLOPE/W 2007 adalah sebagai berikut :
 Buka file “rembesan bendungan ” yang telah anda
simpan.
Klik “File”, klik “Save As”, ganti file name menjadi
“stabilitas bendungan ”, klik “Save” (simpan di satu
folder dengan file “rembesan bendungan ”).

Gambar B.2 - 39 Setting Save pada Contoh Analisa Stabilitas


Bendungan

 Kolom “analysis type” ganti dengan “ordinary,


bishop, and janbu”
 Klik option “slip surface” pada pop-up “KeyIn
analysis”, kemudian:
 Ganti option “left to right/analisa stabilitas pada
bagian hilir” ke “right to left/analisa stabilitas pada
bagian hulu” (hal ini dilakukan karena analisa
dilakukan pada bagian hulu terlebih dahulu)
 Kolom “no. of critical slip surface” isi dengan angka
100 (dilakukan untuk dapat mengetahui 100 bidang
luncur dan gaya² yang bekerja didalamnya – dapat
diganti sesuai kebutuhan).
 Beri keterangan masing – masing untuk timbunan
dan lapisan tanah lewat “tool Keyin – Materials”.

B.2 - 127
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

 Pada kolom pertama isi dengan angka, kolom kedua


isi dengan “Mohr Coloumb”, beri warna untuk setiap
jenis material.
 Pada keterangan “Basic” isikan data sudut geser (o),
kohesi (kN/m2), dan berat jenis material (kN/m3)
pada masing – masing timbunan.
 Dengan cara yang sama dilanjutkan dengan input
data material yang lain

.
Gambar B.2 - 40 Setting Keyin Materials pada SLOPE/W
 Untuk memulai analisa longsoran. Langkah – langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Klik “draw” pada toolbar, geser kursor ke “slip surface”
dan klik “radius”
- Buat persegi panjang pada bagian bawah bendungan,
dengan cara klik as bendungan bagian bawah, tarik
garis vertikal ke atas sampai beberapa elevasi, tarik garis
horizontal ke arah kanan sampai bagian ujung
bendungan, tarik vertikal ke arah bawah sampai elevasi
dasar bendungan, tarik kembali secara horizontal ke
arah kiri sampai bagian as bendungan bagian bawah.
- Klik “draw” pada toolbar, geser kursor ke “slip surface”
dan klik “grid”
- Arahkan kursor pada bagian atas lereng bendungan
bagian hilir, klik kursor pada lembar kerja, tarik dari kiri

B.2 - 128
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

ke kanan dan gambar sebuah trapezium bisa juga


persegi.
 Setelah semua selesai, saatnya menyelesaikan
analisanya. Langkah-langkah adalah sebagai berikut :
- Klik “tools” pada toolbar, klik “solve analyses”, seperti
gambar dibawah ini,
- Klik “yes”, untuk menyimpan data – data yang telah
dimasukkan tadi.
- Dan akan muncul pop-up seperti gambar dibawah ini,
kemudian klik “start”. Dan tunggu proses analisa
berlangsung. Kemudian klik “close” pada pop-up
tersebut setelah selesai proses tersebut.

Gambar B.2 - 41 Pop-up solve analyses pada SLOPE/W

- Untuk melihat hasil analisa longsoran, klik pada icon


seperti gambar di bawah ini,
-

Gambar B.2 - 42 Icon pada Toolbar untuk Merubah Tampilan


Sesudah Proses Solve
 Untuk memunculkan kontur aman pada tiap metode.
Langkah-langkah adalah sebagai berikut :
- Klik “draw” pada toolbar, klik “contours”
- Dan akan muncul pop-up “draw contours”
- Nilai-nilai pada contours range dapat dirubah agar
didapat kontur aman yang baik, setelah selesai klik

B.2 - 129
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

“ok/apply”. Dan hasilnya akan seperti gambar dibawah


ini,

Gambar B.2 - 43 Bidang Longsor pada Tubuh Bendungan


dengan Kontur Angka Keamanan Kritis

Gambar B.2 - 44 Stabilitas Lereng Hulu Kondisi LWL Tanpa


Beban Gempa FK = 1,420 (aman)

B.2 - 130
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Gambar B.2 - 45 Stabilitas Lereng Hilir Kondisi NWL Tanpa


Beban Gempa FK = 1,345 (aman)

Berdasarkan hasil perhitungan analisa stabilitas lereng


yang telah dilakukan maka didapatkan nilai faktor
keamanan dimana FK hitung > FK min, sehingga dapat
dikatakan Bendungan Klego aman terhadap keruntuhan
lereng pada berbagai kondisi.

1) Beban Seismik (Seismic Force)


Beban seismik akan timbul pada saat terjadinya gempa
bumi, akan tetapi berhubung banyaknya faktor-faktor
yang berpengaruh pada beban seismik tersebut, maka
sangatlah sukar memperoleh kapasitas beban seismik
secara tepat pada saat timbulnya gempa bumi.
Faktor-faktor terpenting yang menentukan besarnya
beban seismik pada sebuah bendungan urugan adalah :
 Karakteristik, lamanya dan kekuatan gempa yang
terjadi
 Karakteristik pondasi bendungan
 Karakteristik bahan pembentuk tubuh bendungan
 Tipe bendungan
 Dan lain-lain
Sebagai contoh, gempa bumi mempunyai gelombang
longitudinal dan gelombang transversal dengan
intensitas getaran, periode getaran dan panjang
gelombang yang berbeda-beda. Dengan demikian
gambaran gaya-gaya seismik di dalam tubuh
bendungan yang ditimbulkan oleh gempa tersebut
menjadi sangat rumit dan sangat sukar membedakan
satu dengan lainnya.
Pengujian-pengukian dengan model biasanya
merupakan cara yang sering digunakan untuk
memperoleh gambaran gaya-gaya yang timbul dalam

B.2 - 131
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

tubuh bendungan, akan tetapi pengujian ini mempunyai


kelemahan-kelemahan, dimana beberapa faktor yang
cukup menentukan, antara lain karakteristik gerakan air
dalam lapisan pondasi maupun dalam tubuh
bendungannya tidak dapat diikutsertakan dalam
pengujian-pengujian tersebut.
Selanjutnya hanya dari data-data pengamatan serta dari
pengukuran dengan seismograf saja pada hakekatnya
belum cukup, apabila tanpa didukung oleh data-data
lainnya, seperti hasil pengujian fisik dan mekanis bahan
tubuh bendungan, data-data tegangan air pori, data-
data tekanan tanah dan data-data lainnya. Walaupun
demikian, secara empiris dengan mengambil nilai
koefisen yang layak bervariasi antara 0,10 sampai
dengan 0,25 (diambil pengamatan), maka komponen
horisontal beban dinamik dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
M.a=e.G
G=M.g
Dimana :
M = massa tubuh bendungan
A = percepatan horisontal
g = gravitasi
e = intensitas seismik horisontal (0,10 – 0,20)
Tabel B.2 - 25 Percepatan Horisontal Gempa Bumi
Jenis Pondasi
Intensitas Seismik Gal
Batuan Tanah
Luar biasa 7 400 0,20 g 0,25 g
Sangat kuat 6 400 - 200 0,15 g 0,20 g
Kuat 5 200 - 100 0,12 g 0,15 g
Sedang 4 100 0,10 g 0,12 g
Catatan : 1 Gal = 1 cm/detik2 g = percepatan gravitasi
Sumber : C.D. Soemarto (V-12)

B.2 - 132
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Dalam perhitungan stabilitas suatu bendungan urugan


dalam kondisi secara sesudah selesai dibangun atau
dalam keadaan terjadinya penurunan mendadak
permukaan air Bendungan, maka seperdua dari nilai
intensitas seismik horisontal pada tubuh bendungan
yang bersangkutan.

H. Koefisien Gempa Termodifikasi


 Penetapan Besaran Parameter Gempa Desain
Penentuan besaran gempa desain bendungan mengikuti
pedoman pada “Pedoman Pd-T- 14-2004 A”Analisa
Stabilitas Bendungan Urugan akibat Gempa dimulai
dengan menentukan faktor risiko keamanan
bendungan.
Tabel B.2 - 26 Kriteria Faktor Risiko untuk Evaluasi
Keamanan Bendungan

Sumber : Pedoman Pd-T- 14-2004 A

Tabel B.2 - 27 Kelas Risiko Bendungan dan Bangunan Air


Faktor Risiko
Kelas Risiko
Total
(0-6) I (Rendah)
(7-18) II (Moderat)
(19-30) III (Tinggi)
(> 31) IV (Ekstrem)
Sumber : Pedoman Pd-T- 14-2004 A

Berdasarkan kelas risiko bendungan dan bangunan air


tersebut, maka kriteria beban gempa untuk desain

B.2 - 133
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

bendungan dalam OBE dan MDE dapat ditentukan


melalui tabel B dibawah ini :

Tabel B.2 - 28 Kriteria Beban Gempa Untuk Desain


Bendungan

Sumber : Pedoman Pd-T- 14-2004 A

Maka dengan kelas risiko yang didapat dari


perhitungan sebelumnya, dimana Bendungan Klego
termasuk kelas risiko III (Tinggi) maka dalam metode
analisisnya dengan T = 100 tahun (untuk “persyaratan
tanpa kerusakan” [OBE , Operating Basic Earthquake])
dan T = 5.000 tahun (“persyaratan diperkenankan ada
kerusakan tanpa keruntuhan” [MDE, Maximum Design
Earthquake]).

 Analisis Koefisien Gempa

Maka dengan melihat Peta Zona Gempa Indonesia,


Bendungan Klego terletak pada Zona D, dengan Z =
0.90 – 1.20 karena untuk perencanaan desain, diambil
angka terbesar, yaitu Z = 1.20.
Analisis dilakukan pada T = 100 tahun, dengan tabel C
maka didapatkan ac sebesar 0.227 g

Tabel B.2 - 29 Periode Ulang dan Percepatan Gempa Dasar

B.2 - 134
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

Periode
ac
Ulang T
(g)
(tahun)
10 0.127
20 0.155
50 0.196
100 0.227
200 0.255
500 0.289
1,000 0.313
5,000 0.364
10,000 0.385
Sumber : Pedoman Pd-T- 14-2004 A
Batuan pondasi bendungan Klego berupa clay stone dan
sandstone sehingga nilai Modification Coefficient (V)
berdasarkan Tabel D diambil sebesar 1,0 (kondisi tanah
kaku dillluvium).

 Analisa Geoteknik
Analisa Geoteknik memiliki tujuan untuk mendapatkan
parameter geoteknik untuk analisis dan evaluasi
stabilitas keamanan bendungan, baik stabilitas
rembesan maupun stabilitas lereng bendungan.
Maksud dari analisa geotrknik adalah :
 Kondisi geologi permukaan dan tektonik regional
disekitar bendungan
 Kondisi geoteknik material tubuh bendungan dan
material pondasi bendungan eksisting
 Lingkup Pekerjaan :
- Survei pengamatan geologi permukaan disekitar
bendungan.
- Pemboran inti dengan mesin bor putar hidrolik
ukuran core barrel normal (NX size).

B.2 - 135
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

- Uji Penetrasi Standar interval kedalaman uji 2 m


(Standard Penetration Test/SPT).
- Uji permeabilitas dilubang bor interval kedalaman
uji maksimum 5 m.
- Pengambilan contoh tabung tanah tak terganggu
interval kedalaman sekitar 5 m.
- Penempatan contoh inti bor dalam kotak kayu (core
box) bertutup.
- Penutupan kembali lubang bor.
- Pengambilan foto dokumentasi inti bor dalam kotak
kayu dan kegiatan bor setiap titik lokasi:
pengeboran inti, in-situ test, pengambilan Ud
sampel, dan penutupan bekas lubang bor
- Survei pengukuran posisi koordinat dan elevasi
titik bor
- Uji laboratorium mekanika tanah.
- Laporan faktual dan analisis geoteknik.

 Program laboratorium :

B.2 - 136
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

 Kerangka Laporan Faktual/Pendukung Investigasi


Geoteknik :
 Penjelasan lokasi disertai dengan peta lokasi proyek
dan aksesibilitas
 Latar belakang, maksud & tujuan penyelidikan
geoteknik
 Lingkup pekerjaan penyelidikan geoteknik
 Penjelasan singkat mengenai keadaan/kondisi
morfologi dan geologi daerah sekitar bendungan
 Surveiposisi/koordinat dan elevasi titik lubang bor
 Metode pelaksanaan penyelidikan lapangan dan
acuan standar:
- Proses pemboran inti (ASTM D 420-87, ASTM D
1452-80, ASTM D 2113-83, ASTM D 2488-90)
- Pengambilan contoh tanah tak terganggu tabung
tipis besi, (ASTM D 1587-83 )
- Uji penetrasi standar/SPT, ( ASTM D 1586-
84/SNI 03-4153-1996 )
- Uji permeabilitas, ( ASTM D-2434 & BS 1377-5
.1990/SNI 03-6870-2002 )
- Deskripsi contoh tanah inti bor( ASTM D 2488 )
- Metode dan prosedur penutupan bekas lubang
bor
 Metode uji laboratorium disertakan standar uji:

B.2 - 137
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

 index properties test (kadarair asli, berat isi tanah,


berat jenis tanah, batas-batas Atterberg, dan distribusi
ukuran butir)
 mechanical properties test (triaxial-CU, konsolidasi,
dispersive, permeabilitas)
 Diskripsi penjelasan kondisi lapisan tanah/timbunan
material tubuh bendungan dan batuan pondasi yang
menopang tubuh bendungan berikut dengan kondisi air
tanahnya berdasarkan data pengeboran inti, N-SPT,
tingkat permeabilitas (k), kuat geser (kohesi c’, sudut
geser dalam ɸ’), serta hasil uji laboratorium indeks
properties.
 Rangkuman hasil penyelidikan geoteknik: pemboran
inti, undisturbed sampling, uji SPT , uji permeabilitas,
dan hasil uji laboratorium, rangkuman parameter
geoteknik untuk tubuh bendungan dan pondasinya
 Lampiran laporan faktual investigasi geoteknik:
- Peta lokasi titik penyelidikan lapangan/titik bor dari
hasil survei pengukuran
- Penampang geoteknik bawah permukaan tubuh
bendungan berdasarkan boring log, N-SPT , k dan uji
laboratorium (ɣt, Ccu, ɸcu), serta plot muka air tanah
- Foto kegiatan lapangan dan uji laboratorium
- Foto core box
- Boring log
- Lembar data uji lapangan/uji lubang bor (uji
permeabilitas)
- Lembar data uji laboratorium disertai rangkuman
hasil uji

B.2 - 138
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

2.1.6 Penyusunan Laporan

Dalam penyusunan laporan pada kegiatan ini, ada beberapa bentuk laporan yang
harus diserahkan kepada pemilik proyek/pengguna jasa. Selengkapnya dokumen
yang harus diserahkan kepada Pengguna Jasa antara lain sebagai berikut :
1) Rencana Mutu Kontrak : 5 (Lima) buku
2) Laporan Pendahuluan : 5 (Lima) buku
3) Laporan Bulanan : 5 (Lima buku masing-masing
tiap Laporan bulanan dengan
jumlah total 35 (Tiga Puluh Lima)
buku
4) Laporan Antara : 5 (Lima) buku
5) Laporan Akhir Sementara : 5 (Lima) buku
6) Laporan Akhir : 5 (Lima) buku
7) Laporan Ringkas (Executive Summary) : 5 (Lima) buku
8) Laporan Penunjang
a. Laporan Survey Topografi dan Sedimentasi : 5 buku
b. Laporan Pemeriksaan Visual : 5 buku
c. Laporan Evaluasi Analisis Hidrologi dan Kualitas Air : 5 buku
d. Laporan Evaluasi dan Analisis Instrumentasi : 5 buku
e. Laporan Evaluasi Sistem OP dan RTD : 5 buku
f. Laporan Evaluasi Keamanan Bendungan : 5 buku
g. Laporan Khusus (Inspeksi di Atas dan Bawah Permukaan Air) : 5 buku
h. Laporan Usulan dan Biaya Rehabilitasi : 5 buku
i. Album Gambar : 5 buku
9) Dokumentasi :

2.1.7 Program Kerja

Berdasarkan pengalaman Konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan sejenis, secara


umum pelaksanaan pekerjaan proyek ini adalah melalui beberapa tahapan
pekerjaan yang berurutan. Tahapan-tahapan pekerjaan yang dimaksud dapat
dijelaskan sebagai berikut

B.2 - 139
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

I. Kegiatan Persiapan

A1. Kegiatan tersebut antara lain :


a. Pengumpulan data, yang mencakup antara lain: data hidrologi terbaru,
dokumen desain, dokumen pelaksanaan konstruksi, dokumen Operasi
dan Pemeliharaan (OP) termasuk data pemantauan, laporan inspeksi
sebelumnya, system OP, RTD, dan lain - lain. Dokumen atau data
desain dan konstruksi yang ada di proyek kemungkinan sangat
terbatas, dalam kondisi demikian konsultan harus mengumpulkan
data dari berbagai sumber lain yang dapat dipercaya.
b. Kajian data: setiap inspeksi harus didahului dengan mempelari data
yang ada, laporan-laporan inspeksi/kajian sebelumnya. Bila belum
pernah dilakukan inspeksi, pelajari dokumen desain, konstruksi dan
riwayat OP.
c. Daftar simak inspeksi: harus disiapkan secara rinci sesuai bendungan
yang diinspeksi dan dipahami setiap anggota tim.
d. Perlengkapan inspeksi yang harus dibawa saat inspeksi antara lain:
ringkasan data bendungan, ringkasan laporan inspeksi sebelumnya,
gambar-gambar, daftar simak, kamera, alat bantu inspeksi seperti: pica
AM, teropong, lampu senter, waterpas kecil, pale geologi, kompas, alat
baca instrumen, dan lain - lain.
e. Dokumentasi (foto lokasi dan video) menggunakan drone.

II. Kegiatan Pemeriksaan Bendungan


A1. Pemeriksaan yang harus dilakukan oleh konsultan dalam pekerjaan
inspeksi besar ini adalah pemeriksaan menyeluruh terhadap komponen
bendungan dan bangunan pelengkapnya dan pemeriksaan secara khusus
terhadap komponen bendungan yang mengalami perubahan dan atau
gejala kerusakan.

III. Kegiatan Survey Sedimentasi Bendungan


A1. Kegiatan survey pengukuran yang dilakukan pada tahap ini antara lain
sedimentasi waduk.

B.2 - 140
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

IV. Kegiatan Pemeriksaan Bawah Air Terhadap Obyek


A1. Pemeriksaan visual pada obyek meliputi permukaan tubuh bendungan,
bangunan pelengkap, bukit tumpuan, peralatan hidromekanik, dan lain -
lain, bangunan pelengkap, waduk dan sekitarnya.

V. Identifikasi dan Pencacatan Masalah


A1. Semua informasi, laporan dan catatan yang berkaitan dengan masalah
yang timbul harus dikumpulkan dan dipelajari, dan bendungan perlu
diperiksa atas :
1. Unjuk kerja/performance yang tidak sesuai dengan yang direncanakan
2. Terjadinya kerusakan konstruksi
3. Penyimpangan yang terkait dengan deformasi, tekanan pori, rembesan
4. Timbulnya bahaya dari kondisi geologi
5. Tidak berfungsinya peralatan hidromekanik-elektrik
6. Indikasi terjadinya kemerosotan mutu, melemahnya bangunan dan atau
fondasi.
7. Penyimpangan terhadap NSPM (norma, standar, pedoman, dan manual)
8. Dan lain sebagainya yang dampaknya berpotensi mengganggu fungsi dan
keamanan bendungan.

VI Pemeriksaan dan Uji Operasi


A1. Harus dilakukan terhadap peralatan yang terkait dengan keamanan
bendungan seperti: 'peralatan hidromekanik, tenaga listrik utama dan
cadangan untuk operasi pintu dan katup, sistem dan prosedur peringatan
banjir termasuk kehandalan peralatan yang digunakan, dan lain - lain.

VII Instrumentasi
A1. Periksa kondisi dan fungsi instrumentasi dengan melakukan pembacaan
secara langsung dan/atau lakukan kajian/evaluasi terhadap serf data
pemantauan yang ada.
Periksa dan pastikan alat-alat hidrologi, system pemantau jarak jauh Berta
peralatan komunikasinya semua berfungsi baik. Dokumentasi dan evaluasi
terhadap data hasil pemantauannya.

B.2 - 141
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

VIII Hidrologi, Kualitas Air, dan Banjir Desain


A1. Kaji laporan analisis hujan dan banjir desain yang ada dan kreteria desain
yang digunakan, lakukan analisis hujan dan banjir desain dan penelusuran
banjir berdasar data mutakhir, periksa kecukupan pelimpah, tinggi jagaan,
pole operasi, potensi bencana didaerah hilir bila terjadi keruntuhan
bendungan, dan lain - lain.
Disamping aspek diatas diperlukan pengujian terhadap kondisi kualitas air
waduk / bendungan melalui uji laboratorium.

VIII Sistem OP dan RTD


A1. Pemeriksaan harus dilakukan pule terhadap pelaksanaan kegiatan
pengelolaan operasi dan pemeliharaan bendungan, meliputi :
1. Sistem OP mencakup : pemeriksaan ketersediaan panduan OP
dilapangan, waktu penyusunan; kecukupan instruksi/petunjuk dalam
panduan ketersediaan dokumen penting, gambar-gambar, grafik, format
laporan; dipahamikah panduan oleh petugas; kecukupan tenaga dari
aspek jumlah dan kemampuan, perlukah penyempurnaan, dan lain -
lain.
2. RTD dan kesiapannya: periksa keandalan sistem komunikasi, prosudur
operasi, tenaga listrik cadangan, sistim gawar banjir, peralatan/
instrumentasi telemetering hidrologi, dipahamikah RTD oleh petugas,
perlukah penyempurnaan.

IX Kajian Evaluasi Keamanan Bendungan


Evaluasi keamanan bendungan berdasarkan hasil pemeriksaan/inspeksi pada
rnasing masing bidang aspek kajian sesuai obyek inspeksi, dilakukan dalam 2
tahap sebagai berikut :
A1. Evaluasi tahap pertama;
1. Kaji semua data yang ada yang terkait dengan desain, konstruksi. OP
bendungan dan bangunan pelengkapnya, sehingga benar-benar men-
lahami penuh bendungan dan riwayat operasi serta pemeliharaannya.
2. Identifikasi semua potensi masalah yang dampaknya merugikan terhadap
keamanan hulu dan hilir bendungan Berta periksa kecukupan bendungan

B.2 - 142
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

dan bangunan pelengkapnya untuk memenuhi fungsinya, dengan


didukung: data yang relevan, pertimbangan dan analisis teknis
diantaranya dengan membandingkan perilaku bendungan dengan
perilaku yang direncanakan dalam desain.
A2. Evaluasi tahap kedua;
Melakukan analisis teknik untuk menilai status/tingkat keamanan
bendungan ditinjau dari :
1. Aspek struktur; periksa stabilitas tubuh bendungan termasuk stabilitas
terhadap gempa pada kondisi normal dan luar biasa, minimal pada
potongan: bagian tertinggi, bagian yang perilakunya menyimpang dan
bagian yang geometrinya berubah cukup besar dan bagian kritis lainnya.
2. Aspek hidrolik (kecukupan pelimpah, tinggi jagaan, erosi eksternal, dan
lain - lain)
3. Aspek rembesan (erosi internal, piping, boiling, uplift, pelarutan materil
bendungan dan pondasi, dan lain - lain), berdasar data-data yang
tersedia, kemudian membuat kesimpulan dan saran.

X Penyusunan Laporan
Dalam penyusunan laporan pada kegiatan ini, ada beberapa bentuk laporan
yang harus diserahkan kepada pemilik proyek/pengguna jasa. Selengkapnya
dokumen yang harus diserahkan kepada Pengguna Jasa antara lain sebagai
berikut :
1) Rencana Mutu Kontrak
2) Laporan Pendahuluan
3) Laporan Antara
4) Laporan Akhir Sementara
5) Laporan Akhir
6) Laporan Ringkas (Executive Summary)
7) Laporan Penunjang
a) Laporan Survey Topografi dan Sedimentasi
b) Laporan Pemeriksaan Visual
c) Laporan Evaluasi Analisis Hidrologi dan Kualitas Air
d) Laporan Evaluasi dan Analisis Instrumental
e) Laporan Evaluasi Sistem OP dan RTD

B.2 - 143
USULAN TEKNIS
PEMERIKSAAN BESAR BENDUNGAN KLEGO

f) Laporan Khusus (Inspeki di Atas dan Bawah Permukaan Air)


g) Laporan Usulan dan Biaya Rehabilitasi
h) Album Gambar
i) Dokumentasi

Selain laporan juga didukung dengan kegiatan diskusi dan presentasi untuk
mendukung kegiatan dengan pihak pengguna jasa, antara lain :
i) Diskusi Konsep Rencana Mutu Kontrak
Pembahasan Laporan Pendahuluan mengenai dokumen Rencana Mutu
Pelaksanaan Kegiatan yang disusun oleh penyedia jasa merupakan Jaminan
Mutu terhadap proses kegiatan dan hasil kegiatan sebagaimanan yang
dipersyaratkan dalam Kerangka Acuan Kerja.
ii) Diskusi Konsep Pendahuluan
Pembahasan Laporan Pendahuluan mengenai landasan teori, metode
pelaksanaan pekerjaan, analisis yang dibutuhkan, kegiatan-kegiatan yang
telah dilakukan dan hasil peninjauan Lapangan. Diskusi dilakukan 1 (satu)
bulan setalah SPMK diterbitkan.
iii) Diskusi Konsep Interim/Antara
Konsultan harus melakukan presentasi terhadap pekerjaan yang telah
dilaksanakan terutama pekerjaan hasil kegiatan survey dan investigasi,
kegiatan bathymetri, kegiatan samplimg sedimen dan kegiatan inspeksi besar
bendungan di lapangan.
iv) Diskusi Konsep Laporan Akhir
Diskusi Akhir dilaksanakan untuk membahas Laporan Akhir (Draft).
Konsultan harus melakukan presentasi terhadap isi dari draft laporan akhir
kepada Pengguna Jasa, Direksi Pekerjaan/Pengawas serta Tim Teknis Balai
Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo. Komentar dan usulan usulan akan
dimasukkan dalam Laporan Akhir (Final).
v) Diskusi Dengan Direktorat Bina OPSDA di Jakarta
Diskusi ini dilaksanakan untuk membahas semua pelaksanaan kegiatan baik
kegiatan survey dan investigasi, hasil kegiatan inspeksi besar waduk serta
kajian desain teknis bendungan kepada pembina bidang Operasi dan
Pemeliharaan Bendungan.

B.2 - 144

Anda mungkin juga menyukai