Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan dunia konstruksi telah meningkat dengan pesat dalam jumlah


yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, sebagai akibatnya dunia bisnis konstruksi
sebagai salah satu bagiannya mengalami persaingan yang semakin tajam. Dengan
demikian, perusahaan konstruksi dituntut untuk meningkatkan efektifitas kerja dalam
segala tahapan konstruksi. Salah satu elemen penting dalam perencanaan dan
pelaksanaan suatu konstruksi adalah pengendalian dan pengawasan pada mutu struktur
beton.
Beton sebagai bahan bangunan telah lama dikenal di Indonesia. Disamping
mempunyai kelebihan dalam mendukung tegangan tekan, beton mudah dibentuk sesuai
dengan kebutuhan, dapat digunakan pada berbagai struktur teknik sipil serta mudah
dirawat. Dalam pembuatan beton, dapat dimanfaatkan bahan-bahan lokal oleh sebab itu
beton sangat populer digunakan.
Beton merupakan bahan campuran yang terdiri dari agregat halus dan agregat
kasar sebagai bahan pengisi, ditambah semen dan air yang digunakan sebagai bahan
pengikat dan atau menggunakan bahan tambahan. Sekarang ini penggunaan beton
banyak digunakan sebagai konstruksi, misalnya jalan, jembatan, lapangan terbang,
waduk, bendungan dan lainya. Dengan melakukan analisa bahan maka dalam hal
pembuatan beton harus lebih teliti dengan berbagai macam material-material yang
digunakan dalam pembuatan tersebut, dikrenakan apabila suatu material dalam beton itu
tidak bagus maka hasil dari beton tersebut tidak akan medapatkan hasil yang diinginkan.
Sehingga dengan diadakannya analisa bahan material yang akan digunakan untuk
pembuatan beton maka dapat diperoleh hasil yang baik.
Pada umumnya beton terdiri dari kurang lebih 15 % semen, 8 % air, 3 % udara,
selebihnya terdiri dari agregat. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat
yang berbeda-beda, tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan campuran, cara
mencampur, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, cara merawat, dan
sebagainya akan mempengaruhi sifat-sifat beton. Sifat-sifat beton yang akan diuraikan
tidak selalu semua harus dimiliki oleh setiap konstruksi beton, dan sifat-sifat tersebut
juga relatif ditinjau dari pemakaian beton itu sendiri. Beton harus memiliki sifat-sifat
yang sesuai dengan tujuan pemakaian beton tersebut. Misalnya pada suatu kolom
bangunan, beton yang digunakan harus memiliki kekuatan tekan yang tinggi yang cukup
kuat untuk menahan beban bangunan itu, sedang sifat kerapatan air tidak penting untuk
diperhatikan. Sebaliknya lantai suatu bak air harus memiliki sifat rapat air. Dengan kata
lain sifat-sifat penting dari beton yang harus ada dalam suatu konstruksi harus
disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga konstruksi lebih ekonomis.
Mutu beton dapat dilambangkan dengan fc` ataupun K. Mutu beton dengan K
dan fc sebenarnya sama-sama menggambarkan kuat tekan beton. Yang membedakan
adalah benda ujinya. Untuk benda uji kubus standar berukuran 150 mm (BS-1881), mutu
betonnya K; sedangkan untuk benda uji silinder standar dengan diameter 150 mm dan
tinggi 300 mm (ASTM C-39), mutu betonnya fc. Sebagai contoh penggunaan beton
dengan mutu fc` 20 MPa atau setara dengan K250 kg/cm². Dimana mutu beton yang
disebutkan K250 artinya kekuatan tekan beton pada saat umur 28 hari harus mencapai
minimum 250 kg/cm2. Sedangkan beton dengan fc 20 artinya beton tersebut mempunyai
kekuatan tekan 20 MPa jika diuji dengan benda uji silinder standar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Beton


Beton merupakan bahan campuran yang terdiri dari agregat halus dan agregat
kasar sebagai bahan pengisi, ditambah semen dan air yang digunakan sebagai bahan
pengikat dan atau menggunakan bahan tambahan.

2.2. Bahan Penyusun


Beton tersusun atas tiga komponen utama, yaitu agregat, semen dan air.
2.2.1. Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran beton atau mortar. Agregat menempati sebanyak kurang lebih 70 %
dari volume beton atau mortar. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat
mempengaruhi sifat-sifat beton yang dihasilkan.

2.2.1.1 Klasifikasi Agregat


Berdasarkan asalnya, agregat digolongkan menjadi :
a. Agregat alam
Agregat alam adalah agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau
penghancurannya. Jenis batuan yang baik digunakan untuk agregat harus keras,
kompak, kekal dan tidak pipih.
Agregat alam terdiri dari :
(1) Kerikil dan pasir alam, agregat yang berasal dari penghancuran oleh alam
dari batuan induknya. Biasanya ditemukan di sekitar sungai atau di daratan.
Agregat beton alami berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari batuan besar,
baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf. Bentukya bulat tetapi
biasanya banyak tercampur dengan kotoran dan tanah liat. Oleh karena itu
jika digunakan untuk beton harus dilakukan pencucian terlebih dahulu.
(2) Agregat batu pecah, yaitu agregat yang terbuat dari batu alam yang dipecah
dengan ukuran tertentu.

b. Agregat Buatan
Agregat buatan adalah agregrat yang dibuat dengan tujuan penggunaan
khusus (tertentu) karena kekurangan agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah
agregat ringan. Contoh agregat buatan adalah : Klinker dan breeze yang berasal dari
limbah pembangkit tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang dibakar, cook
breeze berasal dari limbah sisa pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat
yang dibakar pada tungku putar, lelite terbuat dari batu metamorphore atau shale
tanah liat yang mengandung karbon, kemudian dipecah dan dibakar pada tungku vertical
pada suhu tinggi.
Berdasarkan berat jenisnya, agregat digolongkan menjadi :
a. Agregat berat
Agregat berat adalah agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8.
Biasanya digunakan untuk beton yang terkena sinar radiasi sinar X. Contoh
agregat berat : Magnetit, butiran besi
b. Agregat Normal
Agregat normal adalah agregat yang mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70. Beton
engan agregat normal akan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan 15
MPa – 40 MPa. Agregat normal terdiri dari : kerikil, pasir, batu pecah (berasal dari
alam), klingker, terak dapur tinggi (agregat buatan).
c. Agregat ringan
Agregat ringan adalah agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0.
Biasanya digunakan untuk membuat beton ringan. Terdiri dari : batu apung,
asbes, berbagai serat alam (alam), terak dapur tinggi dg gelembung udara, perlit
yang dikembangkan dengan pembakaran, lempung bekah, dll (buatan).

Berdasarkan Ukuran Butirannya :


a. Batu → agregat yang mempunyai besar butiran > 40 mm
b. Kerikil → agregat yang mempunyai besar butiran 4,8 mm – 40 mm
c. Pasir → agregat yang mempunyai besar butiran 0,15 mm – 4,8 mm
d. Debu (silt) → agregat yang mempunyai besar butiran < 0,15 mm

2.2.1.2. Fungsi Agregrat


Fungsi agregat di dalam beton adalah untuk :
a. Menghemat penggunaan semen Portland
b. Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton
c. Mengurangi penyusustan pada beton
d. Menghasilkan beton yang padat bila gradasinya baik.

2.2.1.3. Sifat-Sifat Agregat


a. Agregat yang digunakan harus bersih, keras, kuat yang diperoleh dari pemecahan batu
atau koral, atau dari pengayakan dan pencucian (jika perlu) kerikil dan pasir sungai;
b. Agregat harus bebas dari bahan organic seperti yang ditunjukkan oleh pengujian SNI
03-2816-1992 dan harus memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel. 1
bila contoh diambil dan diuji sesuai dengan prosedur yang berhubungan.

Tabel. 1 Sifat-Sifat Agregat


2.2.1.4. Sifat Mekanik Agregrat
Sifat-sifat mekanik agregat adalah:
Daya Lekat (Bond)
Bentuk butir dan tekstur permukaan agregat akan mempengaruhi kekuatan beton
terutama beton mutu tinggi. Tekstur lebih kasar akan menyebabkan daya lekat lebih
besar antara partikel dengan pasta. Daya lekat baik ditandai dengan banyaknya partikel
agregat yang pecah dalam beton akibat pengujian kuat tekan. Tetapi terlalu
banyak partikel agregat yang pecah menandakan bahwa agregat terlalu lemah.
Kekuatan
Kekuatan yang dibutuhkan pada agregat lebih tinggi daripada kekuatan beton
karena tegangan sebenarnya yang terjadi pada masing-masing partikel lebih
tinggi daripada tegangan nominal yang diberikan. Pengijian kekuatan agregat dapat
dilakukan secara langsung yaitu dengan cara membentuk benda uji silinder dari
batuan induk, dengan cara pengeboran. Sampel yang telah dibor kemudian dipotong
sehingga terbentuk benda uji silinder dengan tinggi 2 kali diameter. Kemudian dilakukan
pengujian tekan dengan Compression Testing Machine. Kuat tekan agregat batu hitam
(andesite) biasanya berkisar antara 600-1800 kg/cm2 . Pada pembuatan beton mutu
tinggi, kuat tekan batu yang digunakan harus lebih besar dari kuat tekan beton yang
direncanakan.
Kekerasan
Kekerasan agregat sangat diperlukan khususnya pada beton untuk struktur jalan
atau pada lantai beton yang memikul beban lalu lintas yang berat. Kekerasan agregat
dapat diukur dengan Los Angeles Test.
Toughness (Keuletan)
Keuletan merupakan daya tahan agregat terhadap pecah akibat tumbukan,
pengukuran keuletan biasanya dilakukan dengan uji kejut. Benda uji merupakan
silinder tipis yang dijatuhi hammer.

2.2.1.5. Sifat-sifat Fisik Agregat


Sifat-sifat fisik agregat adalah :
Specific Gravity (Berat Jenis)
Berat jenis agregat adalah perbandingan berat agregat di udara dari suatu
unit volume terhadap berat air dengan volume yang sama.
Pengukuran berat jenis dapat dilakukan pada 3 kondisi :
1. Apparent Specific Gravity yaitu perbandingan berat agregat tanpa pori di udara
dengan volumenya
2. Bulk Specific Gravity yaitu perbandingan berat agregat, termasuk berat air
dalam pori dengan volumenya
3. Bulk Specific Gravity yaitu perbandingan berat agregat, termasuk pori di udara
dengan volumenya.
Bulk Density (Berat Volume)
Berat volume adalah berat aktual yang akan mengisi suatu penampung/wadah
dengan volume satuan. Berat volume diukur dalam kondisi padat dan gembur.
Porositas dan Absorpsi
Porositas dan absorpsi mempengaruhi daya lekat antara agregat dengan pasta,
daya tahan terhadap abrasi, dan mempengaruhi nilai specific gravity. Absorpsi
agregat ditentukan dengan pengurangan berat dari kondisi SSD ke kondisi kering oven.
Kadar Air
Berbeda dengan absorpsi yang nilainya tetap sedangkan kadar air nilainya
berubah ubah sesuai dengan kondisi cuaca. Kadar air ditentukan dengan
pengurangan berat agregat dari kondisi tertentu ke kondisi kering oven. Kadar
air adalah perbandingan antara pengurangan berat tersebut terhadap berat kering
dalam persen. Pengukuran kadar air sangat diperlukan pada pelaksanaan pencanpuran
beton sehingga kelecakan dan faktor air semen adukan beton tetap seperti yang
direncanakan semula.

2.2.2. Semen
Semen yang diaduk dengan air akan membentuk pasta semen. Jika pasta semen
ditambah dengan pasir akan menjadi mortar semen. Jika ditambah lagi dengan
kerikil/batu pecah disebut beton.
Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan
klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau
lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan, yang digiling bersama-sama bahan
utamanya. Bahan utama penyusun semen adalah kapur (CaO), silica (SiO3), dan
alumina (Al2O3).
Fungsi utama semen pada beton adalah mengikat butir-butir agregat sehingga
membentuk suatu massa padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga udara
diantara butir-butir agregat. Tipe semen ditinjau dari penggunaannya, menurut ASTM
semen portland dapat dibedakan menjadi lima, yaitu :

● Tipe I - semen portland jenis umum (normal portland cement)


Yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum
yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus.
● Tipe II - semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified portland cement)
Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dan keluarnya panas lebih
lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk bangunan-bangunan tebal,
seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding penahan tanah yang tebal.
Panas hidrasi yang agak rendah dapat mengurangi terjadinya retak-retak
pengerasan. Jenis ini juga digunakan untuk bangunan-bangunan drainase di tempat
yang memiliki konsentrasi sulfat agak tinggi.
 Tipe III - semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strength portland
cement)
Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat
digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan atau yang
acuannya perlu segera dilepas. Selain itu juga dapat dipergunakan pada daerah yang
memiliki temperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai musim dingin
 Tipe IV - semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low heat portland
cement)
Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas hidrasi
serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat. Jenis inidigunakan untuk
bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan gravitasi besar.
● Tipe V - semen portland tahan sulfat (sulfate resisting portland cement).
Jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk penggunaan pada
bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air yang tinggi kadar
alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen portland biasa.

2.2.3. Air
Fungsi air di dalam adukan beton adalah untuk memicu proses kimiawi
semen sebagai bahan perekat dan melumasi agregat agar mudah dikerjakan.
Kualitas air yang digunakan untuk mencampur beton sangat berpengaruh terhadap
kualitas beton itu sendiri. Air yang mengandung zat-zat kimia berbahaya,
mengandung garam, minyak, dll akan menyebabkan kekuatan beton turun. Pada
umumnya air yang dapat diminum dapat digunakan sebagai campuran beton.
Semen dapat berfungsi sebagai perekat apabila ada reaksi dengan air. Oleh
karena itu jumlah air yang dibutuhkan untuk proses hidrasi semen harus cukup.
Apabila terlalu banyak air yang ditambahkan pada beton maka akibat adanya
pengeringan maka air bebas yang terdapat di dalam gel akan cepat menguap
sehingga gel menjadi porous, gel menyusut banyak dan terjadi retakan. Selain itu
kekuatan gel juga rapuh yang mengakibatkan daya rekat semen rendah.
Sebaliknya apabila jumlah air pencampur pada beton kurang maka proses hidrasi semen
tidak dapat terjadi seluruhnya yang mengakibatkan kekuatan beton akan turun.
Pada umunya air yang dapat diminum dapat digunakan sebagai air
pengaduk pada beton. Adapun jenis-jenis air yang dapat digunakan untuk air
pengaduk beton adalah :
a. Air hujan, air hujan menyerap gas dan udara pada saat jatuh ke bumi.
Biasanya ir hujan mengandung untur oksigen, nitrogen dan karbondioksida.
b. Air Tanah. Biasanya mengandung unsur kation dan anion. Selain itu juga
kadang-kadang terdapat unsur CO2, H2S dan NH3.
c. Air permukaan, terdiri dari air sungai, air danau, air genangan dan air
reservoir. Air sungai atau danau dapat digunakan sebagai air pencampurbeton
asal tidak tercemar limbah industri. Sedangkan air rawa atau air genangan yang
mengandung zat-zat alkali tidak dapat digunakan.
d. Air laut. Air laut mengandung 30.000 – 36.000 mg/liter garam (3 % - 3,6 %) dapat
digunakan sebagai air pencampur beton tidak bertulang. Air laut yang mengandung
garam di atas 3 % tidak boleh digunakan untuk campuran beton. Untuk beton pra
tekan, air laut tidak diperbolehkan karena akan mempercepat korosi pada
tulangannya.

2.2.4. Bahan Tambahan Lain


Bahan tambahan, additive dan admixture, adalah bahan selain semen, agregat
dan air yang ditambahkan pada adukan beton, sebelum atau selama pengadukan beton
untuk mengubah sifat beton sesuai dengan keinginan perencana. Penambahan
additive atau admixture tersebut ke dalam campuran beton ternyata telah terbukti
meningkatkan kinerja beton hampir disemua aspeknya, yaitu kekuatan, kemudahan
pengerjaan, keawetan dan kinerja-kinerja lainnya dalam memenuhi tuntutan teknologi
konstruksi modern. Mengacu pada klasifikasi ASTM C494-82, dikenal 7 jenis
admixture sebagai berikut.
a. Tipe A : Water Reducer (WR) atau plasticizer.
Bahan kimia tambahan untuk mengurangi jumlah air yang digunakan.
Dengan pemakaian bahan ini diperoleh adukan dengan faktor air semen lebih rendah
pada nilai kekentalan adukan yang sama, atau diperoleh kekentalan adukan lebih encer
pada faktor air semen yang sama.
b. Tipe B : Retarder
Bahan kimia untuk memperlambat proses ikatan beton. Bahan ini
diperlukan apabila dibutuhkan waktiu yang cukup lama antara
pencampuran/pengadukan beton dengan penuangan adukan. Atau dimana jarak antara
tempat pengadukan betondan tempat penuangan adukan cukup jauh.
c. Tipe C : Accelerator
Bahan kimia untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton. Bahan
ini digunakan jika penuangan adukan dilakukan dibawah permukaan air, atau pada
struktur beton yang memerlukan pengerasan segera.
d. Tipe D : Water Reducer Retarder (WRR)
Bahan kimia tambahn berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi air dan
memperlambat proses ikatan.
e. Tipe E : Water Reducer Accelerator
Bahan kimia tambahan berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi air dan
mempercepat proses ikatan.
f. Tipe F : High Range Water Reducer (Superplasticizer)
Bahan kimia yang berfungsi mengurangi air sampai 12 % atau lebih.
g. Tipe G : High Range Water Reducer (HRWR)
Bahan kimia tambahan berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi air dan
mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton. Bahan kimia tambahan biasanya
dimasukkan dalam campuran beton dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan
dengan bahan-bahan utama, maka tingkatan kontrolnya harus lebih besar daripada
pekerjaan beton biasa. Hal ini untuk menjamin agar tidak terjadi kelebihan dosis, karena
dosis yang berlebihan akan bisa mengakibatkan menurunnya kinerja beton bahkan
lebih ekstrem lagi bisa menimbulkan kerusakan pada beton.

2.3. Sifat-Sifat Campuran


Sifat dan karakteristik campuran beton segar secara tidak langsung akan
mempengaruhi beton yang telah mengeras. Pasta semen tidak bersifat elastis
sempurna, tetapi merupakan viscoelastic-solid. Gaya gesek dalam, susut dan
tegangan yang terjadi biasanya tergantung dari energi pemadatan dan tindakan
preventif terhadap perhatiannya pada tegangan dalam beton. Hal ini tergantung dari
jumlah dan distribusi air, kekentalan aliran gel (pasta semen) dan penanganan pada
saat sebelum terjadi tegangan serta kristalin yang terjadi untuk pembentukan porinya.
Sifat-sifat campuran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pada beton segar dan
beton keras.

2.3.1. Beton Segar


Hal-hal penting yang berkaitan dengan sifat-sifat beton segar yaitu :
1. Kemudahan Pengerjaan (Workability).
Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan untuk diaduk,
diangkut, dituang dan dipadatkan.Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat kemudahan
pengerjaan beton segar:
a. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton. Makin banyak air yang
dipakai makin mudah beton segar dikerjakan.
b. Penambahan semen kedalam campuran karena pasti diikuti dengan bertambahnya air
campuran untuk memperoleh nilai fas tetap.
c. Gradasi campuran pasir dan kerikil.
d. Pemakaian butir maksimum kerikil yang dipakai.
e. Pemakaian butir-butir batuan yang bulat.
f. Cara pemadatan adukan beton menentukan sifat pengerjaan yang berbeda.
2. Pemisahan kerikil.
Kecenderungan butir-butir kerikil untuk memisahkan diri dari campuran adukan
beton disebut segregation.
Kecenderungan pemisahan kerikil ini diperbesar dengan:
a. Campuran yang kurus (kurang semen).
b. Terlalu banyak air.
c. Semakin besar butir kerikil.
d. Semakin kasar permukaan kerikil.
Pemisahan kerikil dari adukan beton berakibat kurang baik terhadap betonnya
setelah mengeras. Untuk mengurangi kecenderungan pemisahan kerikil tersebut maka
diusahakan hal-hal sebagai berikut :
a. Air yang diberikan sesedikit mungkin
b. Adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian terlalu besar.
c. Cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang
betul.
3. Pemisahan air
Kecenderungan air campuran untuk naik ke atas (memisahkan diri) pada beton
segar yang baru saja dipadatkan disebut bleeding.Pemisahan air dapat dikurangi dengan
cara-cara berikut :
a. Memberi lebih banyak semen.
b. Menggunakan air sesedikit mungkin.
c. Menggunakan pasir lebih banyak.

2.3.2. Beton Keras


Sifat mekanis beton keras diklasifikasikan sebagai berikut.
1.Sifat jangka pendek atau sesaat, yang terdiri dari:
a. Kekuatan Tekan
Kuat tekan beton dipengaruhi oleh:
1.Perbandingan air–semen dan tingkat pemadatannya.
2.Jenis semen dan kualitasnya (mempengaruhi kekuatan rata-rata dan kuat batas beton).
3.Jenis dan lekak-lekuk bidang permukaan agregat.
4.Umur (pada keadaan normal kekuatan bertambah sesuai dengan umurnya)
5.Suhu (kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu).
6.Efisiensi dan perawatan.

b. Kekuatan tarik
Kekuatan tarik beton berkisar seper-delapan belas kuat desak beton pada waktu
murnya masih muda dan berkisar seper-duapuluh sesudahnya.Biasanya tidak
diperhitungkan di dalam perencanaan bangunan beton.Kuat tarik merupakan bagian
penting di dalam menahan retak-retak akibat perubahan kadar air dan suhu.

c. Kekuatan geser
Di dalam praktek, geser dalam beton selalu diikuti oleh desak dan tarik oleh
lenturan dan bahkan di dalam pengujian tidak mungkin menghilangkan elemen lentur.

2. Sifat jangka panjang, yang terdiri dari:


a. Rangkak
Rangkak adalah penambahan terhadap waktu akibat beton yang bekerja.Faktor-
faktor yang mempengaruhi rangkak adalah: kekuatan (rangkak dikurangi bila kenaikan
kekuatan semakin besar), perbandingan campuran (bila fas dan volume pasta semen
berkurang maka rangkak berkurang), semen, agregat (rangkak bertambah bila agregat
makin halus), perawatan, umur (kecepatan rangkak berkurang sejalan dengan umur
beton).
b. Susut
Susut adalah berkurangnya volume elemen beton jika terjadi kehilangan uap air
karena penguapan.Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut adalah: agregat
(sebagai penahan susut pasta semen), faktor air semen (semakin besar fas semakin besar
pula efek susut), ukuran elemen beton (kelajuan dan besarnya susut akan berkurang bila
volume elemen betonnya semakin besar), kondisi lingkungan, banyaknya penulangan,
bahan tambahan

2.4 Evaluasi Tegangan Tekan Beton


Kekuatan adalah sifat utama yang harus dimiliki oleh beton, sebab beton yang
tidak cukup menurut kebutuhan menjadi tidak berguna. Sifat ini berguna untuk menahan
terjadinya kerusakan yang diakibatkan oleh pengaruh tegangan yang timbul akibat
adanya beban atau faktor lain.
Kekuatan dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menahan kekuatan
tertentu. Namun untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan beberapa pendapat
.menurut Nawy, (1990 : 41) bahwa : "Kekutan tekan fc ditentukan dengan silinder
standar ukuran 6 x 12 inci yang di rawat dibawah kondisi standar labolatorium pada
kecepatan penbebanan tertentu pada umur 28 hari".
Kekuatan tekan beton didefenisikan sebagai tegangan yang terjadi dalam benda
uji pada pemberian beban hingga benda uji tersebut hancur. Pengukuran kuat tekan
beton didasarkan pada SK SNI M 14 -1989 F (SNI 03-1974-1990). Beban yang bekerja
atau terdistribusi secara kontinyu melalui titik berat, kemudian dihitung dengan rumus :

𝑷
𝐟𝐜` = 𝑨 (1)

dimana : Fc = kuat tekan beton (kg/cm2)


P = beban (kg)
A = luas penampang (cm2)

Tabel 2. Perbandingan Kekuatan Tekan Beton Pada Berbagai Benda Uji

Benda Uji Perbandingan Kekuatan Tekan


Kubus 15 x15 x15 cm 1,00
Kubus 20 x20 x 20 cm 0,95
Slinder 15 x 30 cm 0,83

Sumber : (Peraturan Beton Bertulang 1971 NI -2)

Apabila tidak ditentukan dengan percobaan untuk keperluan perhitungan atau


pemeriksaan mutu beton maka perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Perbandingan Kekuatan Beton Pada Berbagai Umur


Umur (hari) 3 7 14 21 28 90
Semen portland 0,40 0,65 0,88 0,95 1,00 1,20
Semen portland dengan kekuatan awal
0,55 0,75 0,90 0,95 1,00 1,15
yang tinggi
Sumber : (PBI 1971: 34)

Kuat tekan beton merupakan faktor yang utama dan penting untuk diperhatikan
di dalam pelaksanaan pengecoran dilapangan. Yang kemudian akan kami garis bawahi
adalah terkait umur beton dan kuat tekan karakteristik yang dimilikinya pada umur
tersebut. Rata-rata, beton mencapai kekuatan tekan karakteristik rencananya pada umur
28 hari. Pada umur tersebut kuat tekan karakteristik beton mencapai kekuatan
rencananya.
Gambar 1. Diagram Tegangan-Regangan pada beberapa ukuran beton

Gambar 2. Diagram Tegangan-Regangan pada Beton

2.4.1 Macam – macam Mutu Beton


Beton adalah bagian dari konstruksi yang dibuat dari campuran beberapa
material sehingga mutunya akan banyak tergantung kondisi material pembentuk ataupun
pada proses pembuatannya. Mutu beton dibagi menjadi dua, yaitu :
 Mutu beton K adalah kuat tekan karakteristik beton kg/cm2 dengan benda uji
kubus sisi 15 cm.
 Mutu beton fc adalah kuat tekan beton dalam Mpa yang disyaratkan dengan benda
uji silinder 15 cm dengan tinggi 30 cm.

Contoh :
K – 250, kekuatan tekan beton = 250 kg/cm2, dengan benda uji kubus 15 x 15 x 15
F’c = 20 MPa = kekuatan tekan beton = 20 Mpa, dengan benda uji silinder diameter 15
cm tinggi 30 cm.

2.4.2 Uji Mutu Beton


Tabel di bawah ini merupakan contoh yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam
menentukan mutu beton dalam pelaksanaan terkait dengan pemahaman antara Kualitas
Beton dengan fc (Mpa) dan K (kg/cm2).

Tabel 4. Konversi Dari Mutu Beton Fc Ke Beton K

Untuk mengetahui kepastian komposisi campuran dan kualitas yang diinginkan


bisa dilakukan uji laboratorium Mix Design ( penyelidikan material ) serta melakukan
slump tes.

Berikut adalah mutu beton dan penggunaannya:


1. Beton mutu tinggi
Fc'35 – fc'65 MPa setara K400 – K800 kg/cm2.Umumnya digunakan untuk beton
prategang seperti tiang pancang beton prategang, gelagar beton prategang, pelat beton
prategang dan sejenisnya.
2. Beton mutu sedang
fc'20 – fc'35 MPa setara K250 – K400 ( kg/cm2 ). Umumnya digunakan untuk beton
bertulang seperti pelat lantai jembatan, gelagar beton bertulang, diafragma, kerb
beton pracetak, gorong-gorong beton bertulang, bangunan bawah jembatan.
3. Beton mutu rendah
fc'15 – fc'20 MPa setara K175 – K250 kg/cm2. Umumya digunakan untuk struktur
beton tanpa tulangan seperti beton siklop, trotoar dan pasangan batu kosong yang
diisi adukan, pasangan batu.
4. Beton mutu rendah
fc'10 – fc'15 MPa setara K125 – K175 kg/cm2. Di gunakan sebagai lantai kerja,
penimbunan kembali dengan beton

2.5 Umur beton


Kuat tekan beton akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton
tersebut. Berikut ini adalah perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur sesuai
dengan Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Kuat Tekan Beton Pada Berbagai Umur.


Umur (hari) 3 7 14 21 28 90 365
PC biasa 0.4 0.65 0.88 0.95 1 1.2 1.35
PC dengan kekuatan awal tinggi 0.55 0.75 0.9 0.95 1 1.15 1.2
(Sumber : PBI, 1971)

Kuat tekan beton merupakan faktor yang utama dan penting untuk diperhatikan
di dalam pelaksanaan pengecoran di lapangan. Rata-rata, beton mencapai kekuatan tekan
karakteristik rencananya pada umur 28 hari. Pada umur tersebut kuat tekan karakteristik
beton mencapai kekuatan rencananya.
Di bawah ini adalah grafik hubungan antara umur beton dengan faktor kuat
tekannya. Pada peraturan beton (PBI 1971), hanya dimunculkan faktor kekuatan pada
umur 3 hari, 7 hari, 14 hari dan 28 hari.
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Umur Beton Dengan Faktor Kuat Tekan

Mengetahui kekuatan tekan beton karakteristik ini penting, mengingat pada


proyek konstruksi, uji tekan sample beton di lapangan terkadang dites tidak tepat pada
umurnya (28 hari), sehingga perlu dilakukan pengkoreksian dengan menggunakan faktor
kekuatan untuk kemudian diketahui apakah pada umur tersebut kekuatan karakteristinya
memenuhi atau tidak.
Contohnya, terdapat 4 buah sample beton, dibuat dengan semen portland biasa
dengan mutu beton K-250 (ini ekivalen dengan kuat tekan karakteristik fc’ = 20 Mpa).
Sample beton tersebut akan mencapai kuat tekan karakteristik 20 Mpa pada umur 28
hari, akan tetapi pelaksanaan pengetesan pada sample-sample tersebut akan dilakukan
acak, yakni pada umur 3 hari, 7 hari, 10 hari dan 18 hari. Jadi perlu dilakukan
pengoreksian dengan menggunakan faktor kekuatan pada kuat tekan karakteristik beton
tersebut.
1. Pengujian pada umur 3 hari –> 20 Mpa x 0,4 = 8 Mpa
2. Pengujian pada umur 7 hari –> 20 Mpa x 0,65 = 13 Mpa
3. Pengujian pada umur 10 hari –> 20 Mpa x 0,77 = 15.4 Mpa
4. Pengujian pada umur 18 hari –> 20 Mpa x 0,91 = 18.2 Mpa

Jadi fungsi faktor kekuatan tersebut adalah mengetahui kesesuaian kekuatan


tekan karakteristik rencana dengan umur pada saat sample tersebut di tes. Ini pun juga
ada korelasinya dengan waktu dimana bekisting beton tersebut boleh dibongkar.
2.6 Benda Uji Tekan Beton
Dalam perancangan komponen struktur beton bertulang, beton diasumsikan
hanya menerima beban tekan saja. Dengan demikian, mutu beton selalu dikaitkan
dengan kemampuannya dalam memikul beban tekan (atau istilahnya kuat tekan).
Penentuan kuat tekan beton dapat diperoleh melalui pengujian tekan di
laboratorium. Benda uji yang digunakan biasanya adalah:
1. Benda uji silinder diameter 150 mm x tinggi 300 mm (ASTM C-39)
Satuan kuat tekan karakteristik : MPa atau N/mm2
Contoh notasi mutu beton : fc' = 20 MPa (kuat tekan karakteristik = 20 N/mm2)

Gambar 4. Bentuk Benda Uji Standar Silinder

2. Benda uji kubus ukuran 150 mm (BS-1881)


Satuan kuat tekan karakteristik : kg/cm2
Contoh Notasi mutu beton : K-250 (kuat tekan karakteristik = 250 kg/cm2)

Gambar 5. Bentuk benda uji standar kubus

Faktor konversi satuan dari kg/cm2 ke MPa :


- 1 Mpa = 1 N/mm2
- 1 kg = 9,81 N
- 1 N/mm2 = (1/9,81) kg/mm2 = (100/9,81) kg/cm2
- 1 Mpa = (100 / 9,81) kg/cm2
- 1 kg/cm2 = (9,81 / 100) MPa

Tabe 6. Nilai Praktis untuk Padanan Mutu Beton antara PBI dan SNI

Kuat beton yang diperoleh dari benda uji silinder berbeda dengan kuat beton
yang diperoleh dari benda uji kubus. Ada beberapa referensi yang memberikan
hubungan antara kuat tekan silinder dengan kuat tekan kubus.

a. Menurut A.M. Neville, “Properties of Concrete”, 3rd Edition, Pitman Publishing,


London, 1981.
Kuat tekan
silinder 7,00 15,50 20,00 24,50 27,00 34,50 37,00 41,50 45,00 51,50
(MPa)
Kuat tekan
kubus 9,21 20,13 24,69 28,16 29,67 37,10 39,36 43,68 46,88 53,65
(MPa)

Ratio
silinder / 0,76 0,77 0,81 0,87 0,91 0,93 0,94 0,95 0,96 0,96
kubus
Sumber:Bahan kuliah“Advance Reinforced Concrete”,Pasca Sarjana Teknik Struktur
UI
b. Menurut ISO Standard 3893–1977 (E)
Kuat
tekan
silind
er 2, 4, 6, 10, 12, 16, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50,
(MPa) 0 0 0 8,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kuat
tekan
kubus 2, 5, 7, 10, 12, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55,
(MPa) 5 0 5 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ratio
silind
er / 0, 0, 0, 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,9 0,9
kubus 8 8 8 0 0 0 0 0 3 6 8 9 0 1
Sumber:Bahan kuliah“Advance Reinforced Concrete”,Pasca Sarjana Teknik Struktur
UI

c. Menurut BS.1881
Rasio kubus / silinder = 1,25 untuk semua kelas mutu. Di samping itu, kadang-
kadang dipakai juga benda uji silinder yang memiliki diameter yang berbeda dengan
standar, namun perbandingan antara diameter dengan tingginya tetap diusahakan 1:2.
Benda uji dengan diameter lebih kecil seringkali digunakan untuk pengujian beton
dengan kuat tekan yang sangat tinggi (di atas 50 MPa) supaya kapasitas alat uji yang
dibutuhkan tidak terlalu besar. Korelasi kuat tekan untuk masing-masing dimensi
benda uji dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Ref “Concrete Manual”, United States
Bureau of Reclamation, 7th Edition, 1963).

Ukuran 50 x 75 x 150 x 200 x 300 x 450 x 600 x 900 x


silinder (mm) 100 150 300 400 600 900 1200 1800
Kuat tekan
1,09 1,06 1,00 0,96 0,91 0,86 0,84 0,82
relatif
Sumber:Bahan kuliah“Advance Reinforced Concrete”,Pasca Sarjana Teknik Struktur
UI

Untuk benda uji silinder dengan perbandingan tinggi terhadap diameter (L/D)
yang berbeda harus dikoreksi sesuai tabel di bawah ini (Ref ASTM C-42).

Ratio (L/D) 2 1,75 1,5 1,25 1,1 1 0,75 0,5


Faktor koreksi kekuatan 1,00 0,98 0,96 0,94 0,90 0,85 0,70 0,50
Kuat tekan relatif thd silinder standar 1,00 1,02 1,04 1,06 1,11 1,18 1,43 2,00
Sumber:Bahan kuliah“Advance Reinforced Concrete”,Pasca Sarjana Teknik Struktur

2.7 Perencanaan Campuran (Mix Design)


2.7.1 Uraian Umum
Campuran beton merupakan perpaduan dari koposit material penyusunannya.
Karakteristik dan sifat bahan akan mempengaruhi hasil rancangan. Perancangan
campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi atau proposisi bahan-bahan
penyusun beton.
2.7.2 Kriteria Perencanaan
Kriteria dasar perencanaan beton adalah kekuatan tekan dari hubungannnya
dengan faktor air semen yang digunakan.Menurut Abram untuk menghasilkan kekuatan
yang tinggi penggunaan air dalam campuran beton harus minimum. Jika air yang
digunakan sedikit akan timbul kesulitan dalam pengerjaan. Pemilihan agregat yang
digunakan juga akan mempengaruhi sifat pengerjaan. Butiran yang besar akan
menyebabkan kesulitan, terutama karena akan menimbulkan segregasi, jika ini terjadi
kemungkinan terbentuknya rongga-rongga pada saat beton mengeras akan semakin
besar.
2.7.3 Persyaratan Perencanaan Campuran (Mix Design) Beton Normal
Seperti kita ketahui bahan campuran beton terdiri dari semen, agregat, air dan
bahan tambahan (admixture). Bahan campuran ini sudah diteliti oleh para ahli teknik
terdahulu, begitu juga dilakukan pada sifat-sifat dan perbandingan bahan-bahan
campuran beton. Pada dasarnya perencanaan campuran beton harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Memenuhi ketentuan tekan karakteristik atau kekuatan tekan minimum yang
dikehendaki (Compressive strength).
2. Memenuhi keawetan terhadap pengaruh-pengaruh serangan agresif lingkungan
(durabilitas).
3. Memenuhi kemudahan pengerjaan di lapangan (workabilitas)
4. Harga adukan beton harus ekonomis.
Yang dimaksud kekuatan tekan beton adalah tegangan tekan karakteristik yang
dibutuhkan dan dapat diperkirakan dari tegangan rata-rata, yang dipengaruhi pula oleh
standar deviasi rencana. Besarnya standar deviasi rencana (Sr) ini tergantung
kemampuan mutu pelaksanaan dari kontraktor, yang mana mutu pelaksanaan ini sangat
dipengaruhi oleh manajemen pelaksanaan di lapangan, peralatan yang dipakai dan skil
labour (pengetahuan dari pelaksana).
Sedangkan untuk masalah durabilitas ini sulit diukur, sebab masalah keawetan
merupakan fungsi waktu. Dalam beton, hal keawetan ini dipertimbangkan terutama pada
beton yang dibuat pada lingkungan yang agresif atau pekerjaan khusus. Beberapa saran
yung perlu diperhatikan agar beton yang dihasilkan memenuhi syarat keawetan. Syarat-
syarat yang dimaksud antara lain:
1. Penggunaan semen sesuai dengan fungsi dari konstruksi yang akan dibangun dan
lingkungannya.
2. Rencanakan adukan beton sedapat mungkin dengan menggunakan gradasi sebaik
mungkin.
3. Batasi penggunaan diameter maksimum agregat kasar = 30 mm.
4. Batasi penggunaan FAS, harga FAS berkisar antara 0,4 - 0,6 atau maksimum 0,6.
5. Bila perlu diadakan tes permeabilitas untuk mengukur kekedapan beton.
6. Kekuatan minimal rata - rata 250 - 300 kg/m2
7. Penggunaan pasir zone 2.
8. Gunakan tambahan mineral yang dapat meningkatkan kekedapan/impermeabilitas
beton.
Untuk masalah workabilitas (kemudahan pengerjaan beton), sesuaikan dengan
fungsi struktur, karena bagian struktur kolom, balok dan pelat serta pondasi mempunyai
batasan slump masing - masing.
Untuk masalah ekonomis, berhubungan dengan pelaksanaan dan ruang pori
adukan minimum. Makin minimum ruang porinya, makin sedikit pasta yang
dipergunakan, sehingga kebutuhan semen juga makin berkurang. Masalah lain yang
perlu diperhatikan ialah bahwa adukan beton harus dikontrol sifat bleeding dan
segresinya secara visual. Perlu dipertimbangkan keadaan tertentu ponambahan
admixture dan pengurangan semen untuk mendapatkan beton yang ekonomis.
2.7.4 Jenis-jenis Perencanaan Campuran (Mix Design)
Seperti telah dijelaskan diatas, beton normal adalah beton kelas II yang
mempunyai mutu standar B KI25, K175 dan K. Untuk beton mutu B, dan KI25 harus
dipakai campuran nominal semen, pasir dan kerikil (batu pecah) dalam perbandingan isi
1 : 2 : 3 atau 1 : 1½ : 2 ½. Sedangkan untuk beton mutu K175 dan K225 serta mutu-
mutu lainnya yang lebih tinggi, harus dipakai campuran beton yang direncanakan.Yang
dimaksud dengan campuran beton yang direncanakan adalah campuran yang dapat
dibuktikan dengan data otentik dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan beton di
waktu yang lalu atau dengan data dari percobuan-percobaan pendahuluan, bahwa
kekuatan karakteristik yang disyaratkan dapat tercapai.
Dalam melaksanakan beton dengan campuran yang telah direncanakan, jumlah
semen minimum dan nilai fakor air semen maksimum yang dipakai harus disesuaikan
dengan keadaan sekelilingnya.Sehingga dapat dicapai beton yang kekuatannya optimum,
dengan semen yang minimum dan kemudahan pengerjaan yang dapat diterima Semakin
kecil faktor air semen, semakin tinggi kekuatan beton.Dengan demikian dapat
disimpulkan, jenis-jenis campuran pada beton normal ada dua, yaitu campuran nominal
dan campuran yang direncanakan.
2.7.4.1 Metode Standar Nasional Indonesia SK.SNI.T-15-1990-03
1. Kuat Tekan Rencana (Mpa)
Persyaratan kuat tekan didasarkan pada hasil uji kuat tekan silinder. Jika
menggunakan kuat tekan dengan hasil uji kutub yang berisi 150 mm, maka hasilnya
dikonversi dengan persamaan :
F ' c  0,76  0,2 log ( f * ck / 15)* f ' ck (2)

dimana : F’c = Kuat tekan beton yang disyaratkan, Mpa


F’ck = Kuat tekan beton, Mpa, dari uji kubus beton berisi 150

2. Nilai Tambah atau Margin


Nilai tambah atau margin dihitung menurut rumus m = k x s, dimana m adalah
nikai tambah, k adalah ketetapan statistik yang nilainya tergantung pada presentase hasil
uji yang lebih rendah f’c, dan s adalah standar deviasi. Rumus diatas dapat ditulis
kembali menjadi m = 1,64s. Jadi kuat tekan rencana yang ditargetkan :

F ' cr  f ' c  1,64s (3)

3. Slump
Slump ditetapkan sesuai dengan kondisi pelaksanaan pekerjaan agar diperoleh
beton yang mudah dituangkan dan dipadatkan atau dapat memenuhi syarat workability.
4. Besar Butir Agregat Maksimum
Besar butir agregat maksimum dihitung berdasarkan ketentuan :
 Seperlima jarak terkecil antar bidang-bidang samping cetakan.
 Seperlima dari tebal plat.
 Tiga per empat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang.
5. Adapun prosedur perencanaan campuran beton berdasarkan metode SNI adalah
sebagai berikut :
 Menetapkan kuat tekan karakteristik beton
 Menetapkan deviasi standar
 Margin atau Nilai Tambah
 Kekuatan rata-rata
 Jenis semen
 Jenis agregat
 Faktor Air Semen (FAS)
 Menetapkan nilai slump
 Menetapkan ukuran maksimum agregat kasar
 Kebutuhan air yang diperlukan tiap m3 beton
 Berat semen yang diperlukan
 Kebutuhan semen minimum
 Penyesuaian kebutuhan semen
 Penentuan daerah gradasi agregat halus
 Prosentase berat agregat halus terhadap campuran
 Berat Jenis agregat campuran
 Berat Jenis beton
 Kebutuhan agregat campuran
 Kebutuhan agregat halus
 Kebutuhan agregat kasar
 Koreksi Proporsi Campuran
6. Pelaksanaan Campuran Beton
Pelaksanaan campuran beton (trial mix) bertujuan untuk menyederhanakan
variasi komposisi campuran yang dilakukan dalam percobaan nanti dan menentukan
penggunaan kebutuhan air pencampur sehingga mudah untuk dikerjakan. Setelah
ditetapkan komposisi campuran berdasarkan hasil mix design, selanjutnya adalah
pelaksanaan pencampuran unsur-unsur beton.
Adapun langkah-langkah trial mix dan pengujian slump adalah sebagai berikut :
a. Peralatan
1. Cetakan kubus, 15 x 15 x 15 cm3
2. Tongkat pemadat, diameter 16 mm dan panjang 60 cm dengan ujung dibulatkan,
sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
3. Bak pengaduk beton kedap air.
4. Timbangan dengan ketelitian 0,3 % dari berat contoh.
5. Palu karet, sekop, sendok perata, talam, mistar perata dan alat lainnya.

Satu set alat uji slump yaitu :


 Cetakan berupa kerucut terpancung dengan diameter bawah 20 cm, bagian atas 10
cm dan tinggi 30 cm. Bagian atas dan bawah cetakan terbuka.
 Tongkat pemadat, diameter 16 mm dan panjang 60 cm dengan ujung dibulatkan,
sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
 Pelat logam dengan permukaan yang kokoh, rata dan kedap air.
 Sendok cekung.
 Mistar perata.
b. Benda Uji
Contoh beton muda sebanyak-banyaknya sama dengan kapasitas takaran cetakan
dan alat slump.
c. Tahapan Pelaksanaan
1. Masukkan semen dan agregat halus kedalam bak pengaduk, kemudian aduk
dengan sekop sampai rata dan homogen.
2. Campurkan agregat kasar ke dalam adukan semen dan agregat halus, aduk sampai
rata dan homogen.
3. Masukkan air sedikit demi sedikit kedalam campuran beton sambil diaduk. Dalam
penuangan air dilakukan secara bertahap yaitu 1/3 dari total air yang dibutuhkan
sampai adukan terlihat konsisten, kemudian tambahkan lagi 1/3 jumlah air
kedalam adukan sampai adukan terlihat konsisten.
4. Sebelum sisa air dimasukkan, ambil sebagian adukan lalu lakukan pengujian
slump. Jika dari hasil uji slump belum dicapai hasil yang direncanakan maka
tambahkan sisa air dan lakukan pengadukan kembali.
Adapun tahapan pengujian slump sebagai berikut :
 Cetakan dan pelat dibasahi dengan kain basah.
 Letakkan cetakan diatas pelat.
 Isikan cetakan sampai penuh dengan beton muda dalam 3 lapis; tiap lapis
berisi + 1/3 isi cetakan. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak
25 x tusukan secara merata. Pada pemadatan, tongkat harus tepat masuk sampai
lapisan bawah tiap lapisan. Pada lapisan pertama penusukkan bagian tepi tongkat
dimiringkan sesuai dengan kemiringan cetakan.
 Segera setelah selesai pemadatan, ratakan permukaan benda uji dengan tongkat;
tunggu selama ½ menit, dan dalam jangka waktu itu semua benda uji yang jatuh
disekitar cetakan harus disingkirkan.
 Kemudian cetakan diangkat perlahan-lahan tegak lurus keatas.
 Simpan cetakan disamping benda uji.
 Ukurlah penurunan benda uji yang terjadi dengan menentukan perbedaan tinggi
rata-rata benda uji.

5. Setelah campuran beton memenuhi syarat uji slump yang telah ditetapkan,
kemudian campuran beton tersebut dituangkan ke dalam cetakan.
6. Isilah takaran dengan benda uji dalam 3 lapis.
7. Tiap-tiap lapis dipadatkan dengan tongkat penumbuk sebanyak 25 kali tusukan
secara merata pada pemadatan lapis pertama, tongkat tidak boleh mengenai dasar
takaran pada pemadatan lapisan kedua dan ketiga, tongkat boleh masuk sampai
kira-kira 2,5 cm dibawah lapisan sebelumnya.
8. Setelah selesai pemadatan, ketuklah sisi takaran perlahan-lahan dengan
menggunakan palu karet sampai tidak tampak gelembung-galembung udara pada
permukaan serta rongga-rongga bekas tusukan tertutup.
9. Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata.
10. Untuk perbandingan buat beberapa buah benda uji agar dapat diketahui
perbandingan yang paling sesuai untuk pengujian kuat tekan beton pada umur 7,
14 dan 28 hari.
11. Diamkan adukan yang telah dicetak selama 24 jam.

2.7.5 Pelaksanaan Campuran di Laboratorium


Setelah didapatkan proporsi yang sesuai, secara otomatis maka hasil tersebut
dilakukan pencampuran di laboratorium dengan membuat silinder beton atau kubus
beton.
Langkah pelaksanaan sperti berikut.
a. Timbang proporsi dari bahan-bahan pencampur dalam satuan berat
b. Masukkan proporsi tersebut dalam mixer sesuai dengan tata cara pengadukan beton
segar
c. Uji kelecakannya dengan uji slump dan uji-uji lain untuk beton segar
d. Masukan adukan kedalam silinder sesuai SK.SNI.T-16-1991-03
e. Buka cetakan setelah 24 jam. Lakukan perawatan dengan merendam 28 hari
f. Lakukan uji tekan pada umur 28 hari. Jika ingin diketahui hasil yang cepat, uji kuat
tekan dapat dilakukan pada umur 3,7 dan 14 hari.
2.7.6 Perancangan Beton Alternatif
Perancangan beton alternatif diambil dari perencanaan beton normal, namun
beton alternatif adalah beton yang agregat kasarnya adalah campuran dari kerikil dengan
granit atau seluruhnya diganti dengan limbah granit. Dalam perencanaan 1 m 3 beton
normal dapat diketahui masing-masing bahan penyusun beton yang diperlukan.
Berikut adalah perancangan perbandingan agregat kasar dalam penelitian ini :
a. Beton Tipe I, 80 % kerikil dan 20 % limbah granit
b. Beton Tipe II, 50 % kerikil dan 50 % limbah granit
c. Beton Tipe III, 0 % kerikil dan 100 % limbah granit

Berikut adalah tabel perancangan campuran beton alternatif :

Table 7. Perancangan Beton Alternatif dan Jumlah Beton Uji

Keterangan : * = Persentase dari volume total semen pada beton normal


** = Persentase dari volume total air pada beton normal
*** = Persentase dari volume total agregat halus pada beton normal
**** = Persentase dari volume total agregat kasar pada beton normal

2.8 Klasifikasi Mutu Beton


Beton adalah bagian dari konstruksi yang dibuat dari campuran beberapa
material sehingga mutunya akan banyak tergantung kondisi material pembentuk ataupun
pada proses pembuatannya.Untuk itu kualitas bahan dan proses pelaksanaannya harus
dikendalikan agar dicapai hasil yang optimal.
2.8.1 Mutu Beton
Mutu beton sangat tergantung dari proses produksi dan perawatannya. Setiap
batch adukan beton, meskipun dibuat di dalam batching plant yang sama dengan desain
campuran yang sama, pasti akan mendapatkan hasil kekuatan yang berbeda-beda.
Mutu beton K adalah kuat tekan karakteristik beton kg/cm2 dengan benda uji
kubus sisi 15 cm. Mutu beton fc adalah kuat tekan beton dalam Mpa yang disyaratkan
dengan benda uji silinder 15 cm dengan tinggi 30 cm.
 Mutu beton dengan K dan fc sebenarnya sama-sama menggambarkan kuat tekan
beton. Yang membedakan adalah benda ujinya. Untuk benda uji kubus standar
berukuran 150 mm (BS-1881), mutu betonnya K; sedangkan untuk benda uji silinder
standar dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (ASTM C-39), mutu betonnya
fc.
 Mutu beton K untuk uji kuat tekan biasanya digunakan sample kubus. sedangkan
Mpa digunakan silinder. selain perbedaan pada satuan. Jika pada perhitungan
menggunakan Fc’ dalam Mpa tetapi pemesanan ready mix menggunakan mutu beton
K maka perlu dikonversi. karena perbedaan bentuk pada benda uji yaitu lingkaran ke
kotak sebesar 0,85. kemudian dikalikan dengan gravity. 0.083. Bukti nilai konversi
angka 0.85 dapat didapatkan dari mata kuliah beton. saya kita belajar diagram
tegangan beton Cc= 0.85 fc’ x a x b. 0,85 merupakan hasil konversi dari bentuk
parabolic ke kubus. hal ini merupakan hasil penelitian seorang pakar . Konversi
dilakukan karena sulitnya untuk menghitung luas parabolic sehingga dikonversi ke
kotak dan hasil pendekatannya adalah 0,85.

Contoh :
K – 400, kekuatan tekan beton = 400 kg/cm2, dengan benda uji kubus 15 x15x15.
F’c = 40 MPa = kekuatan tekan beton = 40 Mpa,
dengan benda uji silinder diameter 15 cm tinggi 30 cm

2.9 Mutu Beton Fc` 20


Beton dengan fc 20 artinya beton tersebut mempunyai kekuatan tekan 20 MPa
jika diuji dengan benda uji silinder standar. Namun untuk beton dengan adukan yang
sama persis, bila diuji dengan benda uji kubus standar hasilnya tidak sama, bahkan bisa
lebih besar daripada 20 MPa. Jika dikonversi MPa ke kg/cm² maka 1 kg/cm² = 0,083
MPa, maka didapatkan 20 MPa ≈ 250 kg/cm².

2.10 Tatacara Pencampuran Beton fc` 20


2.10.1 Proses Pencampuran
Pencampuran bahan-bahan penyusun beton dilakukan dengan langkah-langkah
berikut :
a. Pasir dan kerikil diangkut dengan menggunakan loader dan kemudian dituangkan
kedalam konvayer untuk ditimbang.
b. Semen cair dari tabung silo disalurkan melalui pipa dan ditimbang dengan timbangan
semen.
c. Dilakukan penimbangan air.
d. Setelah semua bahan ditimbang, air, kerikil, dan bahan tambah kimia dimasukkan ke
dalam concrete mixer truck untuk diaduk (ukuran campuran dapat dibuktikan dengan
data otentik dari percobaan-percobaan terdahulu)
e. Bahan lain seperti semen, pasir, dan sisa air adukan dimasukkan kedalam concrete
mixer truck untuk diaduk secara merata sampai benar-benar homogen.

2.10.2 Proses Pengadukan


Proses pengadukan beton di dalam concrete mixer truck harus selalu berputar
dengan kecepatan yang telah disesuaikan sebelumnya dan harus dicampur dengan batas
waktu 1 jam karena beton muai mengalami peningkatan awal. Setelah selesai
dilakukanlah uji slump dan pengambilan benda uji untuk dilakukan uji kuat tekan.

2.10.3 Proses Pengujian Slump dan Pengambilan Benda Uji


Pengujian slump ini bertujuan untuk mengetahui workability atau kemudahan
dalam pelaksanaan pekerjaan saat pengecoran beton, tingkat kemudahan pekerjaan beton
sangat berkaitan erat dengan keenceran adukan beton tersebut. Makin air kondisi beton
segar maka emakin mudah dalam pengerjaannya, jadi semakin besar slump nya maka
semakin mudah pengerjaannya. Namun terdapat syarat tertentu nilai slump sesuai
dengan RKS yaitu nilai slump 10 cm ± 2 cm. Selain untuk mengetahui workability
pengujian slump bertujuan untuk menghindari segregation yaitu pemisahan butir-butir
kerikil yang terjadi pada penuangan pengecoran kolom dimana tinggi jatuh yang terlalu
tinggi sehingga terjadi segregasi. Untuk pengecoran kolo dibatasi tinggi jatuh maksimal
adalah 1 m. segresi dapat menimbulkan dampak kekurangan mutu beton.
Tujuan dari pengujian slump terakhir adalah menghindari terjadinya bleeding
atau pemisahan air. Bleeding ini terjadi akibat air naik keatas sambil membawa semen
dan butir-butir halus pasir yang pada akhirnya setelah mengeras akan tampak sebagai
lapisan selaput. Pengujian slump menggunakan sebuah corong yang disebut corong
konus yang terbuat dari baja. Crong ini mempunyai dimensi diameter bawah 20 cm dan
mengerucut setinggi 30 cm dan lubang atasnya mempunyai diameter 10 cm. penggunaan
pegujian slump ini adalah dengan cara memasukkan sampel beton segar kedalam truk
molen. Setiap sepertiga bagian dari tinggi slump dilakukan penumbukan sebanyak 25
kali secara merata. Begitu selanjutnya sampai bagian sepertiga terakhir kemudian
diratakan menggunakan alat penumpuknya, setelah itu corong konus diangkat pelan-
pelan secara vertikal dan jangan sampai menyinggung adukan beton. Cara menghitung
nilai slump adalah meletakkan tongkat penumbuk secara horizontal diatas corong dan
adukan slump. Sehingga dapat diamati nilai slump dengan menggunakan alat ukur
seperti meteran atau penggaris.
Untuk pengambilan benda uji dapat diambil bersama sampel adukan dari truk
molen tersebut. Untuk satu truk molen diambil benda uji 4 buah. Cetakan untuk benda
uji tersebut dari besi yang berbentuk silinder dengan tinggi 30 cm dan diameter 15 cm.
bagian silinder ini mempunyai pengait pada bagian badannya yang digunakan untuk
membuka beton yang akan diuji di laboratorium. Penuangan oada benda uji dilakukan
dnegan menuangkan adukan beton segar kedalam benda uji dengan ktinggian awal
sepertiga bagian kemudian dilakukan penumbukan sebanyak 25 kali secara merata,
begitu seterusnya hingga sepertiga terakhir dan pada bagian atasnya diratakan dan diberi
nama dan tanggal pembuatan benda uji.
Benda uji ini akan dilakukan pengujian kuat tekan pada usia 7 hari, 14 hari, 21
hari, dan terakhir 28 hari setiap elemennya. Benda uji yang telah dibuat didiamkan
selama 24 jam kemudian direndam di dalam bak berisi air.

2.10.4 Pengecekan Begesting Dan Tulangan Sebelum Pengecoran


Sebelum dilakukan pelaksanaan penuangan pengecoran pada elemen-elemen
struktur terlebih dahulu dilakukan pengecekan terhadap begesting dimulai dari kerapatan
begesting, ketinggian begesting, pembersihan begesting, kekuatan begesting terutama
untuk kolom. Kerapatan begesting dilakukan pengecekan guna untuk menghindari
bleeding, terutama pada plat lantai yang dapat mengurangi kualitas beton tersebut.
Pengecekan ketinggian begesting berguna untuk mengetahui dimensi dan beton yang
dicetak, misalnya ketinggian begesting pada plat lantai harus sesuai dengan nilai tinggi
beton pada gambar kerja, pada kolom dimensi begesting harus disesuaikan juga dengan
tebal selimut beton yang diperlukan. Pengecekan terhadap kekuatan begesting tersebut
dapat menahan beban dan tekanan yang diakibatkan oelh kekuatan beton tersebut, dan
pembersihan begesting dilakukan dengan penyemprotan air pada begesting yang
berguna untuk mmbersihkan sisa-sisa kawat bendrat yang berserakan atau kotoran
lainnya yang dikhawatirkan apabila menyatu dengan beton maka akan megurangi
kualitas beton dalam jangka waktu yang lama.
Selain pengecekan begesting dilakukan pula pengecekan tulang yang meliputi
dimensi tulangan, jumlah tulangan, jarak antar tulangan, jarak sengkang, sambungan
lewatan antar tulangan, dimensi sengkang, dan ketebalan beton tahun yang nantinya
sebagai selimut beton. Jarak antar tulangan harus sesuai dengan gambar kerja, apabila
jarak antar tulangan terlalu sempit maka butir kerikil pada beton tidak dapat melewati
celah sempit antar tulangan yang mengakibatkan berkutangnya mut beton tersebut. Pada
sambungan pertemuan antar tulangan misalnya pada sambungan antar balok, dilakukan
pengecekan ulang karena pada darah tersebut sangat rawan terjadi tumpang tindih antara
tulangan yang bertemu. Pada balok harus dicek juga tulangan gesernya.

2.8.5 Proses Pelaksanaan Pengecoran dan Pemadatan


Pelaksanaan pengecoran beton dilakukan setelah dilakukan pengambilan nilai
slump dan benda uji. Untuk pengecoran footplat, sloof, kolom digunakan untuk
mengalirkan beton dari truk molen ke lokasi elemen yang akan dicor, pada pengecoran
inti beton yang telah dialirkan kemudian dituangkan pada elemen semisal footplat
dengan tenaga manusia, pemadatan beton segar menggunakan vibrator. Vibrator adalah
alat penggetar yang digunakan untuk memadatkan beton agar mengisi celah-celah
sempit pada begesting. Untuk pengecoran pada plat lantai dan balokyang mempunyai
elevasi lebih tinggi dapat menggunakan concrete pump. Concrete pump adalah truk
dengan selang-selang panjang yang digunakan untuk membantu mengalirkan beton
segar dari truk molen ke lokasi pengecoran yang lebih tinggi. Setiap selang mempunyai
panjang 4 meter yang dapat disambung sehingga menjadi panjang dan dapat
menjangkau lokasi pengecoran yang tinggi yang tidak mungkin dilakukan oleh tenaga
manusia. Penggunaan concrete pump biasanya pada proses pengecoran plat lantai,
balok, kolom lantai atas dan ring balk. Pada pengecoran ini dilakukan juga pemadatan
menggunakan vibrator. Pada pengecoran plat lantai dan balok dilakukan secara bersama
dan pengecoran tidak boleh berhenti ditengah jalan. Walaupun kondisi hujan namun
pengecoran harus tetap dilakukan untuk menghindari kualitas beton yang berkurang
akibat berhentinya proses pengecoran.

2.10.5 Perawatan Beton Muda


Setelah dilakukan proses pengecoran begesting pada setiap elemen terus
dilakukan pemantauan dan setelah berumur 3 x 24 jam pada elemen kolom begesting
dapat dilepas secara perlahan, beton segar masih melakukan pengikatan sampai umur 28
hari, disaat beton segar melakukan pengikatan harus dalam kondisi lembab, jadi beton
yang telah dilepas begesting nya harus ditutup dengan karung basah atau plastic yang
disemprot setiap pagidan sore. Untuk plat lantai dan balok begesting dilepas pada umur
28 hari. Perawatan plat lantai dan balok adalah dengan cara menyiram permukaannya
dan pada bagian pinggir plat lantai disetiap sisinya dibuatkan semacam penghalang
untuk menghindari air yang disemprotkan jatuh ke bawah.
Proses perawatan beton ini dilakukan selama 7 hari dari waktu dilepaskannya
begesting dari setiap elemen tersebut.

2.11 Contoh Soal


Rencanakanlah campuran untuk keperluan kolom beton dengan kuat tekan
karakteristik sebesar 25 MPa pada umur 28 hari. Slump rencana 10 cm. Jarak tulangan
kolom hanya memungkinkan penggunaan agregat maksimum sebesar 20 mm. Semen
yang digunakan type I, deviasi standar diambil sebesar 6,5 MPa, faktor air semen
maksimum 0,65 dan kebutuhan semen minimum 275 kg/m3.Dari hasil pemeriksaan
laboratorium, diperoleh :

Sifat agregat kasar (batu pecah):

Specific gravity (BJ) = 2,68 (kondisi SSD)

Peresapan = 1,5 %

Kadar air pada saat pengecoran 2,5 %

Berat volume gembur = 1400 kg/m3 (pada kondisi kadar air 2,5 %)

Sifat agregat halus :


Specific gravity (BJ) = 2,55 (kondisi SSD)

Peresapan = 0,9 %

Kadar air pada saat pengecoran = 2,8 %

Berat volume gembur = 1550 kg/m3 (pada kondisi kadar air 2,8 %)

Hasil pengujian analisis saringan agregat halus:

Ukuran Saringan Berat Pasir Tertahan (gr)


(mm)
5 0
2,36 60
1,18 116
0,6 148
0,3 180
0,15 60
Pan 36

Apabila tinggi kolom yang akan dicor 4,5 m, diameter 60 cm dan jumlah kolom 50
buah, maka tentukanlah jumlah semen dalam sak (1 sak=50 kg), pasir (m3), dan batu
pecah (m3) yang harus disiapkan.

Penyelesaian soal diatas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Kuat tekan yang disyaratkan, bk = 25 Mpa

2. Deviasi standar, s = 6,5 Mpa

3. Nilai tambah, m = 1,64 s = 1,64 x 6,5 = 10,66 MPa

4. Kuat tekan rata-rata rencana, bm = bk + m = 25 + 10,66 = 35,66 MPa

5. Jenis semen : Type I

6. Jenis agregat kasar : dipecah

7. Jenis pasir : alam

8. Menghitung faktor air semen, digunakan Tabel 3.2 dan Gambar 3.1.

Dari Tabel 3.3, diperoleh Kuat tekan beton sebesar 48 Mpa pada faktor air semen
0,5 untuk umur 28 hari; jenis semen type 1; dan jenis agregat kasar dipecah.
Tabel 8. Perkiraan Jumlah Air Bebas yang Diperlukan untuk Tingkat Workability

Ukuran Jenis Berat Air (kg/m3) untuk

Maksimum Agregat
Nilai Slump (mm)
Agregat Kasar

0-10 10-30 30-60 60-180

10 mm Tidak dipecah 150 180 205 225

Dipecah 180 205 230 250

20 mm Tidak dipecah 135 160 180 195

Dipecah 170 190 210 225

40 mm Tidak dipecah 115 140 160 175

Dipecah 155 175 190 205

Gambarkan garis lengkung melalui titik perpotongan faktor air semen 0,5 dengan
kuat tekan 48 Mpa. Garis lengkung inilah yang akan menjadi acuan untuk menentukan
faktor air semen berdasarkan kuat tekan rencana sebesar 35,66 Mpa. Sehingga diperoleh
faktor air semen sebesar 0,62

9. Faktor air semen maksimum = 0,65

10. Nilai slump rencana = 100 mm

11. Ukuran maksimum agregat = 20 mm

12. Kebutuhan air (Tabel 3.3) = 225 kg/m3

13. Kebutuhan semen = 225/0,62 = 362,9 kg/m3

14. Kebutuhan semen minimum = 275 kg/m3

15. Persentase agregat halus lolos saringan 0,6 mm dihitung dengan menggunakan Tabel
8.
Tabel 8. Analisis Saringan Agregat Halus

Ukuran
Berat Tertahan Kum Tertahan
Saringan Tertahan (%) Lolos (%)
(gr) (%)
(mm)

5 0 0 0 100

2,36 60 10 10 90

1,18 116 19,33 29,33 70,67

0,6 148 24,67 54 46

0,3 180 30 84 16

0,15 60 10 94 6

Pan 36 6 100 0

600

Dari Tabel 8. diatas diperoleh agregat halus lolos saringan 0,6 sebesar 46 %
80
slump 60-180 mm
70
Persentase Agregat Halus

60

50
15

40
40

30 60
80
100
20

10

0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Faktor Air Semen

15. Persentase berat pasir terhadap campuran diperoleh 45 %

2800
Berat Jenis Agregat Gabungan
Berat Jenis Adukan Beton (kg/m3)

2700 Kondisi SSD

2600

2500
2.9
2400 2.8
2.7
2300
2.6
2.5
2200
2.4
2100
100 120 140 160 180 200 220 240 260 280
Kebutuhan Air (kg/m3)

16. Berat jenis agregat gabungan = 0,55.2.68 + 0,45.2,55 = 2,62

17. Berat jenis adukan beton (Gambar 3.4) = 2330 kg/m3

18. Kebutuhan agregat = 2330 - 225- 363 = 1742 kg/m3


19. Kebutuhan pasir = 0,45. 1742 = 784 kg/m3

20. Kebutuhan agregat kasar = 1742 – 784 = 958 kg/m3

Sehingga dalam 1 m3 beton dibutuhkan material sebagai berikut :

1. Semen = 363 kg

2. Air = 225 kg

3. Pasir = 784 kg (kondisi SSD)

4. Split = 958 kg (kondisi SSD)

Pada kondisi lapangan, berat air, berat pasir, dan berat split harus dikoreksi dengan cara
sebagai berikut :

Kondisi Lapangan

Kebutuhan pasir = 784 + ((2,8-0,9)/100). 784 = 799 kg/m3

Kebutuhan split = 958 + ((2,5-1,5)/100).958 = 968 kg/m3

Kebutuhan air = 225- ((2,8-0,9)/100).784- ((2,5-1,5)/100).958 = 201 kg/m3

Kebutuhan semen (tetap) = 363 kg/m3

Kebutuhan Bahan untuk Pengecoran Kolom

Volume kolom = 0,25.3,14.0,62.4,5.50 = 63,585 m3

Pasir = (799. 63,585)/1550 = 32,78 m3

Split = (968. 63,585)/1400 = 43,96 m3

Semen = (363. 63,585)/50 = 462 sak


BAB IIII
PENUTUP

Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik lain, agregat
halus, agregat kasar,dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang
membentuk massa padat sebagai bahan pengisi. Pada beton, empat jenis bahan penyusun
tersebut dicampur dengan perbandingan tertentu sesuai dengan mutu beton, nilai slump,
kondisi lingkungan yang diinginkan pada suatu konstruksi bangunan.
Dalam kriteria perencanaan campuran (mix design) beton, pemilihan agregat
yang digunakan akan mempengaruhi sifat pengerjaan. Butiran yang besar akan
menyebabkan kesulitan, terutama karena akan menimbulkan segregasi, jika ini terjadi
kemungkinan terbentuknya rongga-rongga pada saat beton mengeras akan semakin
besar.
Mutu beton sangat tergantung dari proses produksi dan perawatannya. Setiap
batch adukan beton, meskipun dibuat di dalam batching plant yang sama dengan desain
campuran yang sama, pasti akan mendapatkan hasil kekuatan yang berbeda-beda. Untuk
dapat menghasilkan beton yang bermutu tinggi faktor kontrol terhadap kualitas proses
produksi beton pada saat pengambilan sample pengujian maupun proses penakaran
sampai perawatan mutlak menjadi perhatian penting. Pengawasan dan pengendalian
yang tepat dari keseluruhan prosedur dari pelaksanaan yang didukung oleh kordinasi
operasional akan lebih meningkatkan kualitas mutu beton yang dihasilkan.
Mutu beton di bedakan menjadi dua yaitu mutu beton K dan mutu beton fc’.
 Mutu beton K adalah kuat tekan karakteristik beton kg/cm2 dengan benda uji kubus
sisi 15 cm.
 Mutu beton fc adalah kuat tekan beton dalam Mpa yang disyaratkan dengan benda uji
silinder 15 cm dengan tinggi 30 cm
Kekuatan tekan beton didefenisikan sebagai tegangan yang terjadi dalam benda
uji pada pemberian beban hingga benda uji tersebut hancur. Kuat tekan beton akan
bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1990. Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Lapangan.
Anonim, 1991.Metode Pengujian Pengambilan Contoh Untuk Campuran Beton Segar.
Anonim, 1991.Tata Cara pembuatan Rencana Campuran beton Normal, SKSNI.T.15
1990-03. Bandung: Yayasan Penyelidikan Masalah Bangunan.
Anonim, 2005. Pelaksanaan Pekerjaan Beton untuk Jalan dan Jembatan, SKSNI.T.07
2005-B. Bandung: Yayasan Penyelidikan Masalah Bangunan.
Martadoch,L.1981. Bahan dan Praktek Beton Edisi 4. Jakarta: Erlangga.
Laintarawan, I Putu, dkk.2009. Buku ajar Konstruksi Beton 1. Denpasar: FT-UHI.
Samekto, Wuryati & Rahmadiyanto, Candra. 2001. Teknologi Beton. Yogyakarta :
Kanisius.
Segel, R.1993. Pedoman Pengerjaan Beton Berdasarkan SKSNI.T.15-1991-3 Seri 2.
Jakarta: Erlangga.
Tjokrodimuljo,K. 1998. Teknologi Beton. Yogyakarta: Nafiri.

Anda mungkin juga menyukai