LANDASAN TEORI
3.1. Umum
Analisa Harga Satuan Pekerjaan(AHSP) Sumber Daya Air (SDA) sangat
tergantung dari kebutuhan mutu yang disesuaikan dengan spesifikasi teknis
pekerjaan dan berbagai aspek lainnya seperti dampak lingkungan yang harus
dicapai. Spesifikasi teknis kegiatan SDA telah disusun jenis-jenis bangunan air
serta kerangka acuan untuk kegiatan studi.
AHSP-SDA digunakan untuk menghitung harga satuan pekerjaan (HSP)
yang menganalisis biaya upah tenaga kerja dan harga bahan-bahan bangunan
ataupun peralatan sebagai koefisien kebutuhan penggunaan tenaga kerja,bahan
dan peralatan untuk satu satuan volume pekerjaan. AHSP-SDA telah
mempertimbangkan berbagai karakteristik pekerjaan SDA yang umumnya
berhubungan dengan air, keterbatasan aksesibilitas ke lokasi pekerjaan, waktu
pelaksanaan pekerjaan terkait dengan musim ataupun kondisi air di sungai, di laut
serta ketersediaan bahan yang kurang berkualitas dan juga penggunaan jenis
material khusus atau bahan aditif.
Seperti halnya Spesifikasi Teknis, AHSP pun merupakan bagian dari
dokumen kontrak pekerjaan yang digunakan sebagai acuan teknis untuk mencapai
suatu tingkat mutu pekerjaan tertentu mulai dari proses persiapan, metode
pelaksanaan, bahan, peralatan dan pengendalian mutu.
AHSP-SDA berpedoman pada Peraturan Menteri PU No. 11/PRT/2013
tentang Pedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.
Peraturan Menteri ini menggunakan berbagai referensi yang diacu diantaranya
beberapa pedoman AHSP di SDA, SNI-ABK, analisis upah dan bahan BOW
(Burgerlijke Openbare Werken), panduan harga satuan pekerjaan Bappenas, dan
pengalaman pelaksanaan pekerjaan di lapangan baik yang secara manual ataupun
dengan penggunaan peralatan mekanis.
11
12
jas hujan, topi, sarung tangan, kaca mata pelindung dan lain-lain sesuai
dengan harga yang berlaku untuk setiap jenis tenaga kerja yang digunakan.
g. Jumlahkan biaya K3 dalam satuan rupiah, dan hitung biaya pemakaian
peralatan K3 per hari, dengan membagi biaya K3 dengan lama periode
konstruksi atau lama (hari) pemakaian, sebagai biaya K3 per hari atau juga
biaya K3 per-jam.
h. Biaya upah tenaga per hari atau per jam adalah upah (e) di tambah dengan
biaya K3 (g).
3.2.2.2.Langkah Perhitungan HSD Bahan/Material
Kegiatan SDA, pada umumnya bahan atau material dihitung berdasarkan
harga pasar bahan per satuan ukuran baku (misal volume dalam m³). Analisis
HSD bahan memerlukan data harga bahan baku (dari toko material atau quarry)
serta biaya transportasi dan biaya produksi bahan baku menjadi bahan olahan atau
bahan jadi.
Pelaksanaan kegiatan pekerjaan SDA pada umumnya menggunakan
material/bahan jadi, tetapi untuk volume yang besar seperti pada pembangunan
bendungan diperlukan proses bahan olahan. Untuk bahan olahan, produksi bahan
memerlukan peralatan yang mungkin lebih dari satu peralatan yang dihitung
berdasarkan kapasitas produksinya dalam satuan pengukuran per jam atau per
hari, dengan cara memasukkan data kapasitas peralatan, faktor efisiensi peralatan,
faktor lain dan waktu siklus masing-masing.
HSD bahan sesuai kebutuhannya dapat berupa HSD bahan baku, HSD
bahan olahan, dan HSD bahan jadi. HSD bahan yang diambil dari quarry antara
lain berupa:
a. Bahan jadi (batu kali/gunung, pasir sungai/gunung dll).
b. Bahan olahan (misalnya agregat kasar dan halus hasil produksi mesin
pemecah batu dan lain sebagainya)
Harga bahan di quarry berbeda dengan harga bahan jadi yang dikirim
sampai ke lokasi pekerjaan, karena perlu biaya tambahan berupa biaya
pengangkutan material dari quarry ke lokasi pekerjaan dan biaya-biaya lainnya
seperti retribusi penambangan Galian C dan biaya angkutan dan biaya operasional
peralatan.
14
Biaya operasi alat atau penggunaan alat dapat dihitung dengan rental basis
(umumnya sewa-jam) ataupun hitungan berbasis kinerja (performance based).
Dalam buku pedoman ini untuk perhitungan biaya operasi atau penggunaan alat
diberikan 2 pilihan cara perhitungan yaitu: cara P.5 (SDA) dan cara pada Bagian1:
butir 5.2.2. Adapun formulasi perhitungan biaya operasi peralatan seperti pada
Tabel 3.1. Berbagai rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut:
a. Cara pada Bagian 1 sub pasal 5.2.2
1. Langkah menghitung biaya pasti per jam:
a. Hitung biaya pengembalian modal (E) dengan Rumus (4)
b. Hitung biaya asuransi (F) dengan Rumus (5)
c. Hitung biaya pasti (G=E+F) dengan Rumus (4)+(5)
2. Langkah menghitung biaya operasi alat per jam:
a. Hitung biaya BBM(H) dengan Rumus (7)
b. Hitung biaya pelumas mesin (I) dengan Rumus (8)
c. Hitung biaya bengkel (J) dengan Rumus (9)
d. Hitung biaya pemeliharaan peralatan (K) dengan Rumus (10)
e. Hitung biaya operator (L+M) dengan Rumus (11 dan 12)
f. Hitung biaya operasi per jam (P=H+I +J+K+L+M) dengan Rumus
(13)
g. Hitung total biaya operasi alat (S = E + F + P + K) dengan Rumus
(14)
b. Cara P.5 (SDA)
1. Langkah menghitung biaya pemilikan per jam :
a. Hitung harga sisa (Hs) dan penyusutan (Hp) dengan Rumus (2a
dan 2b)
b. Hitung biaya pengembalian modal (E) dengan Rumus (3a dan 4a)
c. Hitung biaya asuransi (F) dengan Rumus (5a)
d. Hitung biaya pemilikan (G = Ebm + FBa) dengan Rumus (4a+5a))
2. Langkah menghitung biaya operasi alat per jam :
a. Hitung biaya BBM (H) dengan Rumus (7a)
18
Selain biaya operasi alat atau penggunaan alat harus dihitung juga
produktivitas alat yang dipengaruhi oleh kapasitas alat dan efisiensinya. Berbagai
faktor efisiensi yang mempengaruhi kinerja suatu alat diantaranya:
1. Kesesuaian alat dengan topografi lokasi tempat alat digunakan
2. Kondisi dan pengaruh lingkungan seperti areal medan, cuaca dan tingkat
penerangannya
3. Kemampuan operator
4. Kondisi alat dan tingkat pemeliharaannya.
Dalam kenyataannya sulit untuk menentukan besarnya efisiensi kerja,
tetapi dengan berdasarkan pengalaman, dapat ditentukan efisiensi kerja yang
mendekati kenyataan.
Selanjutnya kapasitas produksi berbagai jenis alat untuk pelaksanaan
pekerjaan Bidang Ke-PU-an diperlukan juga tenaga kerja pembantu.
Untuk pelaksanaan pekerjaan secara mekanis di Bidang SDA, pedoman
yang terdapat pada Peraturan Menteri PU No. 11/PRT/2013 tentang Pedoman
Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum dapat digunakan
sepenuhnya yang disesuaikan dengan kondisi lapangan aktualnya, namun ada pula
yang lain dengan beberapa pengecualian diantaranya:
1. Faktor efisiensi semua alat berat.
2. Faktor bucket untuk Excavator dan Loader secara umum menggunakan
Tabel 3.2 di bawah ini.
21
𝑉 𝑥 𝐹𝑏 𝑥 𝐹𝑎 𝑥 60
Q=
𝑇𝑠 𝑥 𝐹𝑘
Keterangan:
V : kapasitas Bucket; m³
Fb : faktor Bucket
Fa : faktor efisiensi alat
22
tahun 2006 Pasal 1). Jaringan irigasi primer merupakan jaringan irigasi utama
yang membawa air masuk kedalam jaringan sekunder. Air yang sudah masuk
kedalam irigasi sekunder akan diteruskan ke jaringan irigasi tersier. Bangunan
pada jaringan irigasi primer umumnya bersifat permanen yang sudah dibangun
oleh pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum atau daerah setempat.
3.6.2. Jaringan Irigasi Sekunder
Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri
dari, saluran pembuangannya, saluran bagi, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap
dan bangunan pelengkapnya (Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 Pasal 1).
Jaringan yang membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang
dilayani oleh jaringan sekunder tersebut. Batas ujung jaringan ini adalah pada
bangunan sadap terakhir. Fungsi dari jaringan irigasi sekunder ini adalah
membawa air yang berasal dari jaringan irigasi primer dan diteruskan ke jaringan
irigasi tersier.
3.6.3. Jaringan Irigasi Tersier
.Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai
prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier,
saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan
pelengkapnya (Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 Pasal 1). Jaringan irigasi
tersier terdiri dari beberapa petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8
sampai dengan 15 hektar.