Anda di halaman 1dari 77

DOKUMEN USULAN TEKNIK

Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

BAB

5
METODOLOGI DAN PENDEKATAN TEKNIS

5.1. UMUM

Sesuai dengan tugas yang tercantum dalam “ Kerangka Acuan Kerja (TOR)” ,
Konsultan berkewajiban untuk dapat menganalisa semua data yang ada dan
selanjutnya merencanakan secara detail perencanaan tersebut.

Dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab Konsultan, maka


disamping diperlukannya beberapa data / laporan dan sarana penunjang lainnya agar
tecapai hasil studi dengan baik, juga suatu konsep / metode pelaksanaan yang tepat
agar dapat dicapai suatu hasil yang optimal.

5.2. PENDEKATAN UMUM

Untuk dapat mendukung pekerjaan Detail Desain ini agar didapatkan suatu hasil studi
yang optimal, diperlukan suatu prosedur pelaksanaan yang baik. Untuk
merealisasikan hal tersebut perlu disusun organisasi proyek, yang menggambarkan
suatu pola hubungan / interaksi kerja antara pihak Pemberi Kerja dengan Tim
Pelaksana Pekerjaan, serta konsep pelaksanaan pekerjaan tersebut.Untuk itu dalam
hal ini konsultan (PT. Wahana Adya) menggunakan format kerja sebagai berikut :

a) Susunan organisasi pelaksana pekerjaan


Dalam pelaksanaan pekerjaan Detail Desain ini Konsultan yang akan
menurunkan tim pelaksana pekerjaan yang terdiri dari para tenaga ahli
(Professional Staff) PT. Wahana Adya yang telah berpengalaman di bidangnya
masing-masing dan dibantu oleh beberapa tenaga penunjang (Sub Professional
Staff) dan tenaga pendukung ( Supporting Staff ) yang berkompeten.

b) Konsep pelaksanaan pekerjaan


Dengan mempertimbangkan sifat dan jenis studi yang akan dilaksanakan, maka
tim konsultan menerapkan konsep pelaksanaan pekerjaan secara koordinatif,
dimana setiap tenaga ahli akan melakukan koordinasi baik secara intern (di
lingkungan konsultan) maupun ekstern (dengan pihak Pemberi Kerja dan instansi
terkait).

5.3. PENDEKATAN TEKNIS

a) Standard dan Peraturan Teknis

PT. WAHANA ADYA Hal : V-1


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Standar dan peraturan teknis yang dipergunakan tim konsultan dalam


pelaksanaan pekerjaan studi ini pada dasarnya menggunakan standar yang
berlaku di Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut :

 Perencanaan Banjir untuk Spillway Bendungan ; SNI – 03 – 3432 - 1994

 Tata Keamanan Bendungan ; SNI – 1731 – 1989 – F

 Design Flood/Perhitungan Banjir ; SNI – 03 – 2415 – 1991

 Peraturan Beton Bertulang ; PBI – 2, Th 1971

 Peraturan Pembebanan Indonesia ; SNI – 1727 – 1989 F

 American Society of Testing Materials ; ASTM

 Standard Nasional Indonesia ; SNI – 03 – 3432 – 1994, 05 – 2919 - 1991

 Standard Industri Indonesia ; SII – 0078 – 75 , 0136 – 89, 0013 - 81

b) Rencana Pelaksanaan Studi

Kegiatan pelaksanaan studi direncanakan terdiri dari 9 (sembilan) tahapan yaitu :

 Tahap I, Pekerjaan Pendahuluan

Kegiatan persiapan adalah kegiatan awal sebelum tim memulai kegiatan, yaitu
meliputi :

 Penyusunan Tim dan Membuat Jadwal Rencana Pelaksanaan


Pekerjaan
Penyusunan tim didasarkan pada persyaratan dalam Kerangka Acuan
Kerja (KAK), yaitu meliputi kualifikasi dan jumlah tenaga setelah tim
terbentuk, maka langkah selanjutnya adalah menyusun jadwal
pelaksanaan pekerjaan berdasarkan pada alokasi waktu yang telah
ditentukan dalam TOR, baik global maupun masing-masing tenaga ahli
sesuai dengan sistimatika keterpaduan dalam pelaksanaan pekerjaan studi
ini.

 Pengumpulan data
Pengumpulan data-data yang diperlukan, antara lain data statistik wilayah
studi, data hidrologi (yang meliputi data hujan, data debit dan data
klimatologi, data yang berkaitan dengan bendungan dan tampungannya),
data geologi wilayah, data topografi wilayah, data-data administratif dan
juga yang tidak kalah penting adalah data laporan atau kajian yang pernah
dilaksanakan (studi terdahulu) pada lokasi proyek, serta data-data lain
yang dapat dipakai sebagai acuan untuk ketelitian studi ini.

 Tahap II, Pre-Desain / Perencanaan

PT. WAHANA ADYA Hal : V-2


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Pada tahap ini, tim konsultan akan melakukan peninjauan lapangan. Survey
lapangan ini termasuk Survey Topografi yang berupa pemetaan situasi
bendungan / reservoir dan pengukuran situasi tubuh bendungan, Investigasi
Geoteknik berupa bor inti, uji lapangan dan tes laboratorium. Dari hasil kegiatan
ini akan dipergunakan sebagai bahan kajian pada tahapan berikutnya, yaitu
pekerjaan perencanaan detail untuk masing-masing bidang.

 Tahap III, Analisa Hidrologi dan Evaluasi Neraca Air

Analisa hidrologi dalam perencanaan bendungan meliputi beberapa analisa


pokok antara lain;

o Analisa aliran masuk ( inflow ) bendungan


o Analisa kebutuhan air ( air baku, irigasi, dll )
o Analisa tampungan waduk dan simulasi pola operasi waduk
o Analisa penelusuran banjir desain ( flood routing ) lewat waduk dan
pelimpah.

Agar mampu menyajikan analisa hidrologi dan evaluasi neraca air yang sesuai
standar teknis maka diperlukan kondisi pemetaan daerah dari hasil survey dan
investigasi. Parameter dan konstanta lapangan yang diperlukan akan
mendekati kondisi sesungguhnya saat diperoleh hasil survey dan investigasi
maksimal. Parameter tersebut antara lain berkait dengan analisa evaporasi,
analisa hujan, lengkung kapasitas waduk, elevasi dasar sungai, dan banjir
desain.

 Tahap IV, Analisa Hidrolika

Setelah dilakukan analisa hidrologi dan evaluasi neraca air, tahap selanjutnya
ialah dilakukannya analisa hidrolika. Analisa hidrolika dilakukan berdasarkan
data awal, data studi terdahulu dan data dari pencatatan lapangan yang
dilakukan. Metode, prinsip dasar dan tahapan pelaksanaan pekerjaan dilakukan
berdasarkan pengalaman konsultan dalam melaksanakan pekerjaan sejenis
sebelumnya. Pengalaman PT. Wahana Adya dalam melaksanakan laporan
sebelumnya sangat membantu dalam menentukan keakuratan hasil analisa.

 Tahap V, Perencanaan dan Detail Desain

Sebagai acuan evaluasi secara teknis, maka tahapan ini akan membahas
system planning dan pekerjaan pelaksanaan detail konstruksi. Seluruh analisa
yang dilakukan akan didasarkan dengan kriteria perencanaan yang berlaku dan
telah dibakukan di Indonesia. Analisa ini akan menekankan pembahasan pada
penentuan type bendungan sampai tahap analisa stabilitas bangunan.

 Tahap VI, Pedoman Operasi dan Pemeliharaan

Analisa mengenai operasi waduk didasarkan pada konsep kontinuitas atau


keseimbangan air dimana selisih inflow dan outflow merupakan kondisi
tampungan tiap periode.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-3


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Metode yang digunakan adalah simulasi neraca air waduk dimana didalamnya
terdapat kondisi inflow, kehilangan (evaporasi), kebutuhan (air baku, air irigasi).
Hasil dari kegiatan ini ialah suatu pola operasi waduk optimal yang ada di
waduk dalam kondisi normal.

Aspek pemeliharaan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menjaga
kondisi operasi waduk agar dapat terus beroperasi normal. Tujuan dari tahap ini
ialah diperolehnya acuan dasar yang harus dilakukan sehubungan dengan
desain waduk untuk menjaga waduk mampu beroperasi sesuai usia guna yang
direncanakan.

 Tahap VII, Penyusunan BOQ, RAB, Metode dan Tahapan Pelaksanaan

Prakiraan biaya financial proyek dibuat dengan menggunakan kriterian dan


anggapan sebagai berikut :

1. Biaya proyek terdiri dari :


a. Bendungan dan bangunan pelengkapnya
b. Pekerjaan bangunan fasilitas penyaluran air baku
c. Pekerjaan bangunan fasilitas kelistrikan

2. Unit biaya konstruksi hanya terdiri dari komponen rupiah murni dan
didasarkan pada harga cipta karya dan pengairan periode terbaru. Apabila
diperlukan maka dapat digunakan harga dari SK Gubernur Bali sebagai
pembanding.

3. Jadwal pelaksanaan pembangunan bendungan yang direncanakan dalam


beberapa kesepakatan antara konsultan dan direksi pekerjaan.

4. Pembebasan tanah dihitung berdasarkan luas areal yang tergenang


dikalikan dengan harga pasar yang berlaku dilokasi pekerjaan. Kenaikan
manfaat dihitung berdasarkan kenaikan produksi hasil pertaniaan dihitung
dengan kondisi tanpa dan dengan proyek. Dalam penyusunan RAB dan
metode pelaksanaan ini dihitung berdasarkan harga yang sesuai acuan
yang berlaku di pasaran. Biaya bunga dalam analisa ekonomi juga
diperhitungkan karena biaya bunga tersebut telah diperhitungkan saat
investasi dikeluarkan.

5. Untuk barang dan jasa yang bersifat non perdagangan dihitung


berdasarkan nilai “ social opportunity of cost capital “ karena harga dari
faktor produksi tersebut tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Hal ini
disebabkan penyimpangan yang sering terjadi misalnya kebijakan
pemerintah berupa pajak tidak langsung, subsidi pengaturan harga dan
sebagainya.

Berikut ini beberapa hal yang berpengaruh pada penyusunan RAB :


a. Biaya Ekonomi Investasi Proyek
b. Biaya Operasi dan Pemeliharaan
c. Manfaat Ekonomi

PT. WAHANA ADYA Hal : V-4


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Tahap VIII, Kajian Lingkungan

Ruang lingkup pekerjaan pada kajian lingkungan ini meliputi :

1. Pengumpulan data ( primer / sekunder ) yang digunakan dalam


menentukan rona lingkungan awal.

2. Mengidentifikasi rencana kegiatan dalam beberapa tahap pelaksanaan


pekerjaan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting dalam
beberapa tahap :
a. Tahap Pra Konstruksi
b. Tahap Konstruksi
c. Tahap Pasca Konstruksi

3. Mengidentifikasikan komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak


kegiatan proyek, komponen yang perlu ditelaah :
a. Komponen Biogeofisik – kimia
b. Komponen social ekonomi dan budaya
c. Sarana dan Prasarana Umum
d. Keterkaitan dengan kegiatan lain

 Tahap IX, Penyusunan Laporan Hasil Studi (Komprehensip)


Setelah proses pelaksanaan studi dan telah dipresentasikan kepada pihak
Pemberi Kerja, maka tim konsultan akan menyusun laporan hasil studi dan
menyampaikan kepada pihak Pemberi Kerja.

Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang pentahapan pelaksanaan


pekerjaan sebagaimana diuraikan di atas, maka konsultan menyusunnya dalam
bentuk diagram alir sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.1.

5.4. METODE PELAKSANAAN

5.4.1. Umum
Guna mendapatkan hasil pekerjaan perencanaan yang maksimal untuk pekerjaan
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng, diperlukan metode pelaksanaan
pekerjaan dan koordinasi yang baik dengan pihak / instansi terkait.

5.4.2. Metode Pelaksanaan Pekerjaan


Dalam melaksanakan pekerjaan perencanaan diperlukan metode pelaksanaan yang
baik dan terarah. Langkah-langkah yang akan diterapkan Konsultan untuk
pelaksanaan pekerjaan tersebut adalah sebagai berikut :

a) Kegiatan Pelaksanaan Pekerjaan Pendahuluan

 Mengadakan identifikasi di lapangan, untuk menentukan lokasi calon


waduk, as bendungan serta bangunan penunjang lainnya, menentukan
daerah layanan studi, menentukan skala prioritas peruntukan proyek,
menghitung laju pertumbuhan penduduk. Disamping itu juga diadakan
analisa mengenai tingkat kebutuhan masyarakat terhadap air bersih,

PT. WAHANA ADYA Hal : V-5


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

serta potensi daerah sawah yang dapat dikembangkan ke program


intensifikasi dan ektensifikasi.

 Dengan mempergunakan peta topografi 1 : 50.000 atau peta garis


dengan skala yang lebih besar serta peta geologi regional yang
dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Bandung , dibuat rencana tata letak
bendung beserta sarana bangunan penunjangnya sesuai dengan
peruntukannya.

Informasi yang perlu ditampilkan antara lain adalah batas Daerah


Pengaliran Sungai (DPS), batas genangan waduk, basic design tentang
tata letak tubuh bendungan, bangunan pelimpah, bangunan
pengambilan, pipa distribusi dan lain-lain sesuai dengan rencana
peruntukannya.

 Membuat program rencana pelaksanaan survey investigasi serta langkah


–langkah detail pelaksanaan studi yang akan dilaksanakan sesuai lokasi
rencana bangunan yang telah ditentukan. Pada akhir bab ini akan
ditampilkan program kerja survey pemetaan maupun survey investigasi
geologi yang terdiri dari jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan, daftar
personel dan daftar peralatan.

 Segala kegiatan tersebut diatas akan didiskusikan dengan pihak Direksi


Pekerjaan dan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak Direksi akan
dituangkan dalam laporan pendahuluan (Inception Report), sebagai
dasar untuk pelaksanaan pekerjaan selanjutnya.

b) Kegiatan Pra-Desain / Perencanaan.

Kegiatan pra-desain / perencanaan ini terdiri dari :

I. Pekerjaan Pengukuran ( Survey Topografi )


Pekerjaan pengukuran mempunyai maksud dan tujuan untuk
mendapatkan gambaran topografi yang lengkap, jelas dan memenuhi
syarat-syarat untuk Detail Desain pembangunan bendungan.

Pekerjaan ini meliputi tahapan pekerjaan sebagai berikut :


1) Menentukan titik referensi (Bench Mark).
Titik referensi yang dipergunakan adalah titik Bench Mark (BM) yang
ada disekitar lokasi pengukuran (peta dasar), misalnya titik
triangulasi, titik NWP atau titik referensi lainnya atas persetujuan
fihak Direksi Pekerjaan. Bila tidak ditemukan titik-titik referensi
tersebut di atas, maka akan dipakai Global Positioning System
(GPS) untuk menentukan koordinat yang direncanakan.

2) Pemasangan Patok BM baru dan Titik kontrol (Controle Point)

PT. WAHANA ADYA Hal : V-6


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Patok BM dan CP yang merupakan kerangka dasar pemetaan


harus dipasang pada daerah – daerah tertentu di sekitar lokasi
waduk.

 Patok BM dan CP tersebut dibuat dari pilar beton dengan


ketentuan ukuran yang ada pada Kriteria Perencanaan Dirjen
Pengairan 1986 (KP-02) dengan ukuran sebagai berikut :

a. Bench Mark (BM) : 20 x 20 x 100 cm

b. Controle Point (CP) : 10 x 10 x 80 cm

 Untuk mempermudah pemeriksaan pada setiap pengukuran


poligon, maka perlu dipasang sedikitnya 4 (empat) buah patok
tetap / BM, sedangkan CP dipasang dengan jarak 250,00 m dari
BM dan kelihatan antara satu dengan yang lainnya.

 Setiap patok BM harus diberikan tanda pengenal dan (dipasang


baut diatasnya dan diberi tanda silang, sedangkan untuk
indentifikasi nomor dan elevasi terbuat dari tegel dipahat dan
dipasang pada salah satu sisi) dan dipasang permanen agar
tidak mudah dicabut serta aman guna pelaksanaan konstruksi.
(ket : bagian yang muncul di atas permukaan tanah adalah
setinggi 0,20 m ).

 Setelah dilakukan pemasangan patok-patok BM dan CP tersebut,


maka dibuatkan sketsa lokasinya dan difoto 2 (dua) kali untuk
masing-masing titik yaitu close-up dan jauh.

 Pemasangan patok-patok BM tersebut dilakukan pada lokasi


rencana as tubuh bendungan dan di sekitar rencana bangunan,
serta pada. Lokasi rencana Borrow Area dan Quarry, namun
untuk pemasangan patok BM dan CP tersebut sebelumnya harus
mendapat persetujuan pihak Direksi Pekerjaan.

3) Jenis-jenis Pengukuran

Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan peta situasi, yang


meliputi :

 Pengukuran poligon yang terdiri dari poligon utama dan poligon


cabang.

 Pengukuran waterpass / sipat datar.

 Pengukuran melintang (cross section).

(a) Pengukuran Poligon Utama

Maksud pengukuran poligon utama adalah untuk membuat titik


tetap yang mempunyai koordinat posisi bidang horisontal (X,Y)
sebagai kerangka dasar dari pemetaan. Pengukuran poligon ini

PT. WAHANA ADYA Hal : V-7


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

sejauh mungkin diikatkan pada titik triangulasi atau titik tetap


yang ada, dalam hal ini harus atas persetujuan Direksi
Pekerjaan.

Pengukuran poligon utama dilaksanakan dengan pertimbangan


sebagai berikut :

 Poligon merupakan daerah yang dipetakan dan


merupakan ring tertutup.

 Jika poligon terlalu besar akan dibagi-bagi menjadi


beberapa ring tertutup.

 Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap yang sudah


ada ( titik triangulasi, titik BM), yang sudah mendapat
persetujuan Direksi Pekerjaan .

 Pengukuran poligon dibagi menjadi beberapa seksi


dengan panjang maksimum 2,50 km , pengukuran sudut
poligon dilakukan dengan 2 (dua) seri dengan ketelitian
sudut 5”(empat bacaan sudut).

 Sudut vertikal dibaca dalam satu seri dengan ketelitian


sudut 10” (dua kali bacaan).

 Pengukuran jarak dengan EDM dilakukan pulang pergi


masing-masing 2 (dua) kali bacaan untuk muka dan
belakang.

 Pengamatan matahari dilakukan setiap titik, sepanjang


jalur poligon utama, cabang dan titik siput. Pengamatan ini
dilakukan pada pagi dan sore dan diusahakan
pengamatan pada ketinggian matahari yang sama.
Pengamatan ini dilakukan dengan ketelitian azimut 15”
dengan menggunakan alat prisma reolof.

 Alat ukur sudut yang digunakan adalah Theodolit T2 Wild


atau yang sejenis dengan titik nol yang berada pada 0 ,
45 , 90  dan seterusnya.

 Semua patok BM yang dipasang maupun yang telah ada


harus dilalui poligon.

 Kesalahan penutup sudut maksimum 10”< N, dimana N


banyaknya titik poligon dan ketelitian linear poligon 1 :
10.000.

(b) Pengukuran Poligon Cabang.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-8


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Pengukuran Poligon cabang harus diikatkan pada poligon


utama. Untuk pengukuran detail dibuat poligon cabang dengan
ketentuan :

 Poligon cabang terikat kedua ujung pada BM poligon


utama.

 Poligon cabang dibagi menjadi seksi – seksi dengan


panjang maksimum 2,50 km.

 Pengukuran sudut menggunakan Theodolit T2 wild.

 Jarak poligon diukur dengan menggunakan pita ukur baja,


dilakukan pulang-pergi masing-masing 2 (dua) kali bacaan.

 Sudut diukur satu seri dengan ketelitian sudut 20”.

 Sisi poligon diusahakan sama panjang.

 Semua patok BM yang dipasang maupun yang telah ada


harus dilalui poligon.

 Kesalahan penutup sudut maksimum 20” N, dimana N


banyaknya titik poligon dan ketelitian linear poligon 1 :
5.000.

(c) Pengukuran Sipat Datar (water pass).

Pengukuran Sipat Datar yang dimaksud adalah membuat titik


tetap yang mempunyai posisi vertikal / tinggi, sebagai kerangka
dasar vertikal. Pengukuran sipat datar ini harus diikatkan pada
titik referensi tinggi yang kondisinya masih baik dan dengan
persetujuan Direksi. Untuk detail pengukuran water pass
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut ini :

 Alat yang digunakan adalah alat ukur sipat datar automatic


level Ni2, Nak1, Nak2, atau sejenisnya.

 Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sampai


longgar, rambu ukur harus lurus dan menggunakan nivo.

 Alat sipat datar dikalibrasi terlebih dulu untuk memastikan


alat dalam kondisi baik. Data pengecekan dicatat dalam
buku ukur.

 Pada saat pembidikan, rambu diletakkan di atas alas besi.

 Bidikan rambu harus diantara interval 0,50 m dan 2,75 m.

 Jarak bidikan alat ke rambu maksimum 50,00 m.

 Diusahakan pada saat pembidikan , jarak rambu muka =


jarak rambu belakang atau jumlah jarak muka = jumlah jarak
belakang, jumlah jarak (slaag) per seksi selalu genap.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-9


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Data yang dicatat adalah pembacaan ketiga benang yakni


benang atas, benang bawah dan benang tengah.

 Pengukuran sipat datar dilakukan setelah patok BM


terpasang.

 Semua BM yang ada maupun yang akan dipasang harus


melalui jalur sipat datar apabila berada maupun dekat
dengan jalur sipat datar.

 Pada jalur yang terikat / tertutup, maka pengukuran


dilakukan dengan cara pulang pergi, sedang pada jalur
terbuka diukur dengan cara stan ganda dan pulang pergi.

 Batas tolenransi untuk kesalahan penutup maksimum 10<<


D mm, dimana D = jumlah jarak dalam km.

(d) Pengukuran Melintang (Cross Sections).

Pengukuran cross section dilakukan dengan penjelasan


sebagai berikut :

 Interval jarak pada setiap cross sebesar 50,00 m untuk


sungai dan 100,00 m untuk daerah genangan.

 Pekerjaan meliputi pengukuran memanjang dan melintang


sungai.

 Alat yang digunakan adalah Theodolit T0 atau yang


sejenis.

 Pengukuran penampang melintang sampai dengan elevasi


puncak Dam.

 Pengukuran lebar sungai di tambah dengan 50,00 m dari


tebing sungai kanan kiri.

 Setiap cross section dipasang patok – patok kayu ukuran 3


x 5 x 40 cm dan diatas patok diberi paku sebagai titik
acuan pengukuran.

 Setiap titik cross section dipakai juga sebagai pengukuran


long section.

(e) Pengukuran detail situasi dan kerapatan titik detail disesuaikan


dengan kondisi topografi lokasi pengukuran.

4) Perhitungan hasil pengukuran.

Perhitungan hasil pekerjaan pengukuran ini meliputi :

PT. WAHANA ADYA Hal : V-10


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Semua pekerjaan dihitung sementara dan harus selesai di lapangan


sehingga kalau ada kesalahan dapat segera diulang untuk dapat
diperbaiki pada saat itu juga.

 Hitungan data poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan


dengan metode yang ditentukan oleh Direksi.

 Stasiun pengamat matahari harus tercantum dalam sketsa.

 Pada gambar sketsa, kerangka utama dicantumkan hasil perhitungan


salah penutup sudut poligon dan jumlah titiknya, perhitungan salah linear
poligon beserta harga toleransinya dan jumlah jarak.

 Perhitungan dilakukan dalam proyeksi polyeder.

5) Hasil Pengukuran dan Penggambaran.

Hasil Pengukuran dimaksudkan untuk bisa memberikan suatu gambaran


pemetaan mengenai :

 Peta Situasi rencana calon bendungan lengkap dengan bangunan


fasilitas lainnya.

 Peta Lokasi Borrow Area + Quarry Area

 Peta penampang As bendungan dan daerah sekitarnya untuk


pengeplotan kondisi geologi setempat.

Sedangkan pekerjaan penggambaran dilaksanakan dengan ketentuan


sebagai berikut :

 Garis silang untuk grid dibuat setiap 10,00 cm.

 Gambar konsep dilakukan diatas kertas putih yang telah disetujui oleh
Direksi.

 Semua BM, CP dan titik Triangulasi yang ada di lapangan digambar


dengan legenda yang telah ditentukan dan dilengkapi dengan elevasi
dan koordinat.

 Pada tiap interval 5 (lima) garis kontur dibuat tebal dan ditulis angka
elevasinya.

 Pencantuman legenda pada gambar disesuaikan dengan apa yang ada


di lapangan.

 Penarikan kontur lembah / alur atau sadel bukit dilengkapi dengan


elevasinya.

 Detail penggambaran sungai secara lengkap terutama disekitar lokasi


rencana bendungan.

 Garis sambungan (overlap) peta sebesar 5,00 cm.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-11


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Titik pengikat / reference peta tercantum pada peta dan ditulis dibawah
legenda.

 Pada peta 1 : 500 untuk pemetaan di lokasi rencana bendungan dengan


interval kontur 0,50 m.

 Gambar kampung, sungai, sawah dan rawa diberi nama yang jelas dan
diberi batas.

 Peta ikhitisar 1 : 10.000 digambar pada peta transparan stabil, dimana


tercantum nama kampung, nama sungai, BM, jalan, jembatan, rencana
bendungan dan lain-lain tampakan yang ada di daerah pengukuran.

 Pada daerah datar digunakan interval kontur 2,50 m dan di daerah


berbukit digunakan interval kontur 5,00 m.

 Grid pada peta ikhtisar 1 : 10.000 tiap cm.

 Titik poligon utama, poligon cabang dan poligon raai digambar dengan
sistem koordinat dan pada lembar peta diberi nomor urut.

 Format gambar peta disesuaikan dengan ketentuan yang telah


ditetapkan oleh Direksi.

 Pelaksanaan penggambaran dilakukan setelah disetujui olek Direksi.

Pekerjaan ini juga mencakup pemetaan sebagai berikut :

1. Daerah calon waduk yang akan tergenangi air.

2. Jalur calon jalan masuk (access road) / jalan inspeksi untuk menuju
bendungan

3. Daerah calon Quarry Area

4. Daerah calon kedudukan tubuh bendungan

5. Daerah calon kedudukan bangunan pelengkap

6) Hasil Pekerjaan

Semua hasil pengukuran diserahkan pada Direksi dengan lengkap dan sudah
diperbaiki dari beberapa kesalahan-kesalahan sebelumnya guna diadakan
pengecekan oleh Direksi

Untuk menunjang hal tersebut, maka segala kegiatan pemetaan dan


pengukuran harus sepengetahuan pengawas (Direksi), untuk monitor segala
kebenaran data yang dikerjakan. Pengecekan di lapangan akan dilakukan
oleh Direksi mencakup semua pekerjaan pengukuran dan oleh sebab itu
semua catatan dan hasil-hasil pengukuran harus setiap saat ada guna
mempermudah pengecekan.

Adapun hasil data yang akan diserahkan adalah :

PT. WAHANA ADYA Hal : V-12


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Pemetaan Situasi :
 Access road ( 1 : 1.000 )
 Lokasi rencana bangunan inlet ( 1 : 500 )
 Lokasi Rencana bangunan outlet ( 1 : 500 )
 Terowongan Pengelak ( diversion canal ) ( 1 : 1.000 )
 Lokasi Spillway ( 1 : 1.000 )
 Intake ( 1 : 500 )
 Quarry Area ( 1 : 2.000 )
 Rincian batas pemilikan lahan ( land use )
 Potongan Memanjang dan Melintang :
 Access road ( 1 : 1.000 / 1 : 200 )
 Terowongan Pengelak ( diversion canal ) ( 1 : 1.000 / 1 : 200)
 Lokasi Spillway ( 1 : 1.000 / 1 : 200)
 Penyerahan gambar sesui dengan BOQ

 Data-data ukur asli dan perhitungan semua hasil pengukuran di


lapangan.

 Daftar koordinat dan ketinggian dari semua patok BM dan CP yang


dipasang di lapangan berikut data-data triangulasi yang dipakai sebagai
titik ikat pengukuran. Diskripsi BM dan CP dilengkapi dengan foto jauh
dan dekat pada masing-masing patok beton yang terpasang.

 Diskripsi dari semua patok-patok beton dan titik triangulasi atau NWP
yang dipakai sebagai titik awal pengukuran.

II. Pekerjaan Investigasi Geologi

Pekerjaan penyelidikan geologi dilaksanakan dengan maksud untuk menghasilkan


data tanah, guna perencanaan pondasi dan konstruksi bendungan.

1) Umum

Penyelidikan geologi teknik dimaksudkan untuk mengetahui jenis kualitas tanah


yang nantinya merupakan bahan pertimbangan didalam menentukan desain
bendungan secara keseluruhan.

2) Macam dan Volume Pekerjaan

Macam dan volume penyelidikan yang akan dikerjakan meliputi :


A. Pekerjaan Lapangan
a. Pemetaan Geologi 20 Ha
b. Pemboran inti sebanyak 14 titik dan total kedalaman 750 m
c. Pengujian Penetrasi Standard 233 kali
d. Permeability test 233 kali
e. Test pit 4 titik
f. Analisa laboratorium ( Soil & Rock Properties ) 20 buah

PT. WAHANA ADYA Hal : V-13


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

B. Pengujian di Laboratorium
a. Soil Properties.
b. Rock Properties

3) Metode Pelaksanaan

a. Pemetaan Geologi ( Geological Mapping )

 Maksud pekerjaan
Pekerjaan pemetaan geologi akan dilaksanakan di rencana lokasi as
bendungan dan daerah tampungan dengan maksud untuk mengetahui
jenis, penyebaran dan sifat fisik dari batuan permukaan untuk keperluan
perencanaan bendungan.

Dengan melakukan pengamatan dan diskripsi batuan maka akan


didapatkan gambaran secara visual pola penyebaran dan penyusun
batuan yang ada pada lokasi mapping. Hasil dari pemetaan ini akan
diperoleh urutan per-lapisan batuan (stratigrafi) di setiap titik pengamatan
tersebut dan dengan jalan mengkorelasi terhadap titik pengamatan lain
akan diperoleh penampang geologi permukaan yang mewakili keadaan
geologi di daerah tersebut.

 Prosedur pelaksanaan
Pemetaan geologi berdasarkan acuan dari Peta Geologi skala 1 : 100.000
yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Bandung, 1991 dan Peta
Topografi skala 1 : 50.000 sebagai acuan didalam melakukan pelaksanaan
pekerjaan di lapangan. .

Seorang geologist akan melakukan jalur lintasan pengamatan dari daerah


yang akan dipetakan dan membentuk suatu jalur pengamatan yang akan
dimulai dari Stasiun Pengamatan (SP). Jalur pengamatan ini akan
dicantumkan dalam peta kerja yang selanjutnya setiap titik jalur
pengamatan akan diberi simbol litologi sesuai dengan hasil pengamatan
dan diskripsi batuan di lapangan.Didalam melakukan diskripsinya geologist
akan menggunakan bantuan Palu Geologi (Hammer Schitmid)

Hasil dari pemetaan geologi ini akan digambarkan didalam peta geologi
daerah telitian sesuai dengan hasil pemetaan di lapangan dan hasil dari
korelasi batuan , penyebaran di lapangan .

b. Pemboran inti

 Maksud pekerjaan
Pekerjaan core boring akan dilaksanakan di rencana lokasi as bendungan
dengan maksud untuk mengetahui jenis, penyebaran dan sifat fisik

PT. WAHANA ADYA Hal : V-14


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

mekanik dari batuan di bawah permukaan untuk keperluan perencanaan


bendungan.

Dengan membuat log dari inti (core) hasil boring akan diperoleh urutan
per-lapisan batuan (stratigrafi) di titik tersebut dan dengan jalan
mengkorelasi terhadap log bor titik lain akan diperoleh penampang geologi
yang mewakili keadaan geologi di daerah tersebut.

 Prosedur pelaksanaan
Pengambilan core inti (core sampling) akan dilakukan pada seluruh
kedalaman dengan inklinasi lubang vertikal.

Penggunaan mesin bor putar dan “non wire line” menyebabkan core
sampling akan dilakukan secara bertahap dan terus menerus sesuai
dengan kemajuan (“run”) dari pemboran. Tekanan pemboran akan diatur
dengan hidrolis dan disesuaikan dengan kondisi batuan. Pemboran akan
dilakukan dengan tabung penginti rangkap (double core barrel)
berdiameter 76,00 mm dengan sirkulasi air pembilas atau “wet drilling”
pada formasi batuan. Bila ternyata “wet drilling” tidak memberikan core
recovery mendekati 100 %, maka pemboran akan dilakukan dengan “dry
drilling”, yaitu tanpa air pembilasan (sludge water) dan mempergunakan
tabung penginti tunggal (single core barrel).

Contoh inti yang terambil dimasukkan ke dalam kotak kayu (core box),
dilengkapi pula dengan tutup. Setiap kotak kayu terbagi dalam 5 (lima)
lajur, panjang setiap lajur 1 (satu) meter dan lebarnya disesuaikan dengan
diameter contoh inti tanah, setiap kotak kayu dilengkapi pula dengan lebel
Nama proyek, Lokasi , Nomor lobang bor dan pada setiap lajur akan
dicantumkan pula angka kedalaman dari kiri ke kanan pada sekat
pembatas.

Pada lokasi yang tidak terambil inti tanah, diberi tanda kayu dan
keterangan singkat. Selama pemboran berlangsung akan dilakukan
pengukuran kedalaman air tanah yaitu pada pagi hari sebelum pekerjaan
pemboran dimulai dan sore hari setelah pemboran selesai.

Geotechnical Investigation
Waduk Titab Project
Location :
Hole No :
Total Depth :
Depth :

40 cm
PT. WAHANA ADYA Hal : V-15
Cab. Denpasar

110 cm
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

c. Pengujian daya dukung (Standard Penetration test)


Sesuai dengan spesifikasi JIS A-1219, standard penetration test (SPT)
akan dilakukan pada batuan yang lapuk, batuan lunak dan unconsolidated
deposit. Pengujian akan dilakukan pada setiap lobang bor dengan interval
3 (tiga) meter dan dilaksanakan setelah lubang dibersihkan dari jatuhan
(slime). Standard Penetration Test akan dilakukan dalam rangka untuk
memperoleh harga "N" dari contoh tak terganggu (Undisturbed) yang
mewakili dari lapisan tanah. Harga "N" akan dipakai untuk membuat
perkiraan kondisi lapisan tanah bawah permukaan sehubungan dengan
daya dukung untuk perencanaan pondasi bendungan.

Harga "N" didefinisikan sebagai jumlah pukulan dengan palu seberat 63,5
kg yang jatuh bebas dari ketinggian 75 cm, untuk memasukkan alat
pengambil contoh sedalam 30 cm kedalam tanah.

 Peralatan yang digunakan


Peralatan yang digunakan akan meliputi : drive hammer assembly dengan
palu seberat 63,5 kg, setang bor dengan diameter 40,5 mm, alat
pengambil contoh (split spoon sampler) dengan diameter luar 2" dan
diameter dalam 1 3/8" serta panjangnya 50 cm, dan kantung plastik untuk
pembungkus contoh tanah.

 Prosedur pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan akan mengikuti prosedur yang dibakukan dalam
ASTM D 1586-84 ;

 Alat pengambil contoh (split spoon sampler) akan dipasang pada


setang bor. Alat pengambil contoh diturunkan sampai kedalaman
yang akan diuji dan topi lindung, pipa pemandu dipasang pada bagian
atas setang bor.
 Palu dijatuhkan pada topi pelindung sampai alat pengambil contoh
masuk sedalam 15 cm kedalam tanah sebagai pancangan posisi awal
(seating drive). Tinggi jatuh palu akan dibuat 75 cm.
 Setelah itu pancangan uji (testing drive) dimulai. Jumlah pukulan
(tinggi jatuh 75 cm dan berat palu 63,5 kg) dan kedalaman penetrasi
untuk tiap pukulan akan diukur dan dicatat. Pengujian akan diteruskan
sampai alat pengambil contoh masuk sedalam 30 cm, atau sampai

PT. WAHANA ADYA Hal : V-16


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

jumlah pukulan mencapai 50 kali, jika kedalaman penetrasi masih


belum belum mencapai 30 cm.
 Pada pancangan posisi awal, jika jumlah pukulan yang dijatuhkan
lebih dari 8 kali untuk penetrasi 5 cm pertama, maka pancangan
posisi awal ini akan diteruskan sampai jumlah pukulan mencapai 50
kali.
 Setelah pengujian selesai, alat pengambil contoh akan dikeluarkan
dari lubang dan dibuka, dan contoh akan segera dibungkus plastik
dengan diberi label mengenai:
 Nomor pengujian
 Kedalaman pengujian
 Tanggal pengujian
 Klasifikasi tanah
 Jumlah pukulan/kedalaman penetrasi.

d. Permeability test

Permebaility test di lapangan yang akan dikerjakan adalah :


 “Water Pressure test” (Lugeon Test) untuk formasi batuan keras yang
tidak mudah runtuh.
 “Open End Test” dengan “Constant Head” untuk formasi yang lunak
atau mudah runtuh.

Detail pelaksanaan aktivitas kegiatan akan diuraikan sebagai berikut;

 Water Pressure Test


Water pressure test akan dilaksanakan pada setiap interval 2,50 m
sesuai dengan kemajuan pemboran inti, kecuali pada tahap pertama
akan disesuaikan dengan ketebalan top soil. Pengujian pada setiap
interval akan mempergunakan “packer’ tipe pneumatic air packer.
Pengujian dilakukan dengan menambah tekanan bertahap dengan
kenaikan tekanan 1 – 2 – 3 – 2 – 1 kg/cm2.

Untuk setiap variabel tekanan akan dicatat debit air yang masuk
kedalam lobang bor setiap menit selama 10 menit. Perhitungan
koefisien kelulusan air dan harga Lugeon akan dikerjakan dengan
rumus :

Q
Lu  10 6
HxL

Dengan:
Lu = Lugeon ( unit )
Q = Debit ( Lt/menit )
L = Panjang yang ditest ( m )

PT. WAHANA ADYA Hal : V-17


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

H = Tekanan ( Kg/cm2 )

Sementara untuk menghitung Koefisien permebility adalah dengan rumus ;

Q.103 L
K Ln  jika : L  10r
2. .L.H .60 R

atau :

Q.103 L
K sinh 1 .  jika : 10r  L  r
2. .L.H .60 R

Dengan :
K = Koefisien kelulusan air (cm/det3)
Q = Debit air yang masuk (lt/menit)
L = Panjang bagian yang diuji (cm)
H = Defferential hand of water + H (Grafity + pressure)
R = Jari-jari lobang bor (cm).
A = Tekanan pompa pada injeksi air yang masuk (cm)
B = Kedalaman bagian tengah interval pengujian dari
permukaan tanah . Jika ada air dari tanah, maka B adalah
kedalaman air tanah diukur dari permukaan tanah (cm).
C = Ketinggian “pressure gauge” dari muka air (cm).

P P

^ ^
h
v
^ p
1
hp2 casing

m.a.t v 1/2 L

packer
^
< > v
L
< <
v < <
PT. WAHANA ADYA
2r Hal : V-18
m.a.t
Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

(a) Open End Test dengan Constant Head


Pengujian ini dilakukan pada formasi batuan yang mudah runtuh
(collapse). Pengujian ini dilakukan dengan menurunkan pipa pelindung
(casing pipe) akan dibersihkan dengan mempergunakan sirkulasi air.
Selanjutnya air bersih dimasukkan ke dalam lubang bor sampai mencapai
puncak pipa pelindung.
Debit air yang masuk ke dalam pipa pelindung dijaga terus agar air tetap
stabil berada di dekat puncak pipa pelindung. Air yang masuk dicatat
kuantitasnya setiap menit, serta selama tidak kurang dari 20 menit.

Q
K 
5,5.r .H .60

Dengan :
k = Koefisien kelulusan air (cm/det)
Q = Kuantitas air yang masuk pipa pelindung (cm3/mnt)
R = Jari-jari “casing pipe” (cm)

H = Tinggi air mulai dasar lobang pemboran sampai dengan muka air
yang berada di dekat puncak pelindung. Bila ada air tanah, maka
muka air akan dihitung mulai muka air tanah sampai dengan muka
air yang berada di dekat puncak pipa pelindung (casing)

^ A

v B m.a.t

C
^

D v
2r

PT. WAHANA ADYA Hal : V-19


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

e. Test Pit
 Maksud

Test pit atau sumur uji akan dengan maksud untuk memperoleh gambaran
yang lebih jelas mengenai jenis dan tebalnya lapisan, hingga dapat untuk
menghitung volume bahan yang tersedia. Pembuatan sumur uji akan
dilaksanakan di lokasi “Borrow area” disertai dengan pengambilan contoh
tanah terganggu (disturbed) untuk keperluan pengujian laboratorium.
Dimensi sumur uji yang dibuat di lokasi “ Borrow area” adalah 1,50 m x 1,50
m dan dalam 4,00 m. Pengambilan contoh tanah terganggu diambil pada
setiap lobang sumur uji dengan interval kedalaman 1,00 m, 2,00 m dan
3,00 m.

 Peralatan yang digunakan

Peralatan utama yang akan digunakan adalah peralatan untuk penggalian


seperti cangkul, sekop, ganco dan linggis; pita ukur dan peralatan geologi
seperti kompas dan palu geologi; serta peralatan untuk pengambilan contoh
tanah.

 Prosedur pelaksanaan

Galian test pit (sumur uji) akan dilaksanakan untuk menentukan pembagian
lapisan tanah dan mengambil contoh tanah untuk pengujian laboratorium.

 Penggalian sumuran uji akan dibuat dengan ukuran 1.50 m x 1.50 m


dan dengan kedalaman 3 m.
 Bahan yang dikeluarkan dari galian akan dikumpulkan disekitar
sumuran uji untuk mengetahui jenis bahan pada kedalaman tertentu.
 Agar pengambilan contoh dan klasifikasi tanah dapat dilakukan dengan
baik, maka dasar dari sumuran uji akan dibuat horisontal.
 Bila dinding galian mudah runtuh hingga menyulitkan dalam pekerjaan
penggalian, maka akan dipasang dinding penahan dari papan.
 Jika kedalaman spesifikasi tidak tercapai, maka penggalian akan
dihentikan bila telah dijumpai lapisan keras dan diperkirakan benar-
benar keras disekeliling lokasi tersebut, atau bila dijumpai rembesan air
tanah yang cukup besar yang sulit diatasi dengan peralatan pompa
sederhana di lapangan.
 Setelah penggalian sumuran selesai, pemerian dari lapisan tanah yang
ada dan pengambilan foto akan dilaksanakan.
 Contoh tanah terganggu minimal sebanyak 40,00 Kg akan dimasukkan
pada kantong plastik yang relatif kuat, ditali pada ujungnya dan diberi
nama sumur uji, tanggal dan kedalamannya.
 Pada setiap sumur uji dicatat pula tanggal pelaksanaan, nomor sumur
uji, litologi mulai dasar sampai bagian atas sumur uji, elevasi,
kedalaman dan diskripsi batuan.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-20


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Contoh gambar bentuk test pit di lapangan

3m

1.0 m

f. Pengujian laboratorium

Pengujian di laboratorium dimaksudkan untuk pengujian tanah dan batuan guna


mendapatkan harga-harga parameter sifat fisik maupun sifat mekanis dari
material yang ada. Contoh tanah yang akan diuji merupakan contoh tanah
terganggu (disturbed sample) yang diambil dari sumuran uji (test pit).
Sedangkan contoh batuan yang diuji diambil dari sample core inti pengeboran

Pekerjaan pengujian laboratorium akan meliputi pengujian bahan tanah,


pengujian pasir dan kerikil dan pengujian kualitas fisik air dan juga pengujian
kuat tekan batuan dan sifat fisiknya. Jenis dan metoda atau prosedur
pelaksanaan dari masing-masing pengujian laboratorium tersebut adalah
sebagai berikut :

 Pengujian bahan tanah :


 Specific Gravity : ASTM D 854-83
 Moisture Content : ASTM D 2216-80
 Atterberg Limits : ASTM D 4318-84
 Pin Hole : ASTM D 4647-87
 Pemadatan Standard : ASTM D 698-78
 Permeabilitas (soil) : ASTM D 2434-68 -74
 Konsolidasi (compacted soil) : ASTM D 2435-80

 Pengujian Batuan :
 Unconfined Rock : ASTM D 2938-71
 Modulus elastisitas : ASTM D 2938-71
 Diametrial Strain : ASTM D 2938-71
 Axial Strain : ASTM D 2938-71

4) Perhitungan Analisis Waktu Pemboran (Time Duration Analysis) dan Test Pit
 Lokasi proyek : Titab, Kab. Buleleng, Bali.
 Jumlah mesin/unit : 3 unit mesin bor
 Estimate drilling speed : 10,00 m / hari / unit.
 Moving equipment : 2 hari

(a) Dam site, (Estimate 290,00 m, 4 titik).

PT. WAHANA ADYA Hal : V-21


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Mobilization dan setting alat pada titik awal : 5 hari


 Drilling (290,00 m) : 29 hari
 Moving equipment : 2 hari
Jumlah : 36 hari

(b) Spillway area , (Estimate 230,00 m, 3 titik).


 Mobilisation dan setting alat pada titik awal : 3 hari
 Drilling (230,00 m) : 23 hari
 Moving equipment : 2 hari
Jumlah : 28 hari

(c) Terowongan pengelak, (Estimate 190,00 m, 3 titik).


 Mobilisation dan setting alat pada titik awal : 2 hari
 Drilling (190,00 m) : 20 hari
 Moving equipment : 2 hari
Jumlah : 24 hari

(d) Quarry, (Estimate 40,00 m, 4 titik).


 Mobilisation dan setting alat pada titik awal : 6 hari
 Drilling (40,00 m) : 5 hari
 Moving equipment : 5 hari
Jumlah : 16 hari

(e) Test Pit, (Dimensi 1,5 x 1,5 x 3,00 m, 4 titik).


 Mobilization dan setting alat pada titik awal : 0,5 hari
 Gali (20,00 m) : 5 hari
 Moving sampel : 3 hari
Jumlah : 9 hari

Network Planning untuk pelaksanaan pekerjaan pemboran :

36 Terowongan 60
2 4
38 24 62
Dam site
Analisa & Evaluasi
36 19,5

0 60 Lab. test 72 Reporting 92


1 6 7 8
0
62 12 74 20 94

Evaluasi & Analisa


Spillway
Test pit & 7
28 Transport
28 37
PT. WAHANA ADYA 3 5 Hal : V-22
Cab. Denpasar 30 9 39
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Network Planning untuk pelaksanaan pekerjaan pemboran Quarry

Quarry 3
4 8
2 4
6 4 10
Quarry 1
4

0 8 Lab Test. 15 Reporting 29


1 6 7 8
0 test
10 7 17 14 31

Quarry 2
4 Quarry 4
4 8
3 5
6 4 10

5) Analisis geoteknik
Dari hasil pengeboran dan tes pit kemudian dibuat peta geologi yang gunanya untuk
penentuan letak / lokasi tubuh bendungan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
geologi dan hasil analisis laboratorium. Disamping itu hasil pekerjaan tes
laboratorium terhadap contoh tanah yang diambil akan merupakan parameter-
parameter desain yang akan diambil.

5.4.3 Penyusunan System Planning


System Planning berisi hasil pengumpulan data pendukung sebagai bahan untuk
analisis hidrologi, geoteknik dan pokok-pokok pikiran serta usulan pekerjaan Detail
Desain yang akan dilaksanakan sesuai dengan yang disyaratkan. Pekerjaan ini
meliputi beberapa pokok pikiran seperti dalam penjelasan di bawah.

a. Lay out
Tata letak pendahuluan akan mencakup :

PT. WAHANA ADYA Hal : V-23


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

- Penentuan as bendungan, bangunan-bangunan pelengkap dan daerah


genangannya.
- Menentukan lokasi borrow area / quarry site.
- Serta menentukan bangunan atau fasilitas lain yang terkait.

b. Pengecekan lapangan
Demikian juga halnya dengan bendungan dan bangunan pelengkapnya akan
ditelusuri di lapangan serta diukur dan diberi tanda patok yang permanen.

5.4.4 Analisa Hidrologi dan Evaluasi Neraca Air

Analisa hidrologi dalam perencanaan bendungan meliputi beberapa analisa pokok


antara lain :

1. Analisa aliran masuk ( inflow ) masuk bendungan.


2. Analisa tampungan bendungan.
3. Analisa banjir desain untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan utama.

Untuk menentukan semua besaran tersebut di atas maka dalam melakukan analisa
hidrologi diperlukan bantuan gambar-gambar dan peta-peta pengukuran. Hal ini
dilakukan supaya dalam menentukan parameter-parameter yang berkaitan dengan
analisa hidrologi dapat lebih mendekati kondisi yang ada.

Parameter tersebut antara lain berkaitan dengan perhitungan evaporasi, hujan


daerah aliran sungai, tampungan waduk (lengkung kapasitas waduk), elevasi dasar
sungai dan juga perhitungan banjir desain.

Adapun tahapan dalam analisa hidrologi dalam perencanaan bendungan adalah


sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

Untuk perhitungan hidrologi sebagai penunjang pekerjaan desain bendungan,


dibutuhkan data meteorologi dan hidrometri. Data tersebut dapat berupa data
primer maupun data sekunder. Data primer biasanya didapat dari pengukuran
langsung, sedangkan data sekunder didapat dari menyalin atau menggumpulkan
dari laporan atau studi yang berkaitan dengan studi perencanaan bendungan
nantinya. Sebagian data – data yang diperlukan untuk analisis hidrologi
dijelaskan dibawah ini :

 Data Meteorologi
Data meteorologi biasanya lebih banyak didapat dari hasil pencatatat dan
data yang dibutuhkan antara lain data curah hujan, data kelembaban udara,
lama penyinaran matahari, kecepatan angin dan juga data suhu udara.

Selain itu bila diperlukan adanya data pembanding seperti data hujan di
daerah sekitar daerah tangkapan waduk.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-24


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Data Hidrometri
Data hidrometri seperti tinggi muka air sungai dan pengukuran debit, hal ini
penting untuk penetapan debit time series yang akan digunakan sebagai
dasar perhitungan hirdologi pada perencanaan bendungan. Bila data
pengukuran debit tidak didapat maka diperlukan adanya pengukuran debit
secara langsung. Untuk penyelidikan hydrometri konsultan harus
melaksanakan beberapa penyelidikan yaitu :
 Pengukuran debit air dan pemasangan papan duga ( peil schale ).
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemasangan stasiun hujan otomatis dilokasi lengkap dengan pagar
pengaman sesuai dengan petunjuk direksi

 Pengukuran Debit
Pengukuran debit akan dilaksanakan selama periode penyelidikan lapangan
dan akan dilanjutkan pengamatan sampai akhir studi. Adapun metode
pengukuran adalah dengan menggunakan current meter, tetapi bila kondisi
tidak memungkinkan dipergunakan dengan metode apung dan dianalisis
dengan pendekatan Manning.

 Pengukuran Sedimen
Pelaksanaan pengukuran sedimentasi dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan survey hidrometri dengan tujuan memperoleh gambaran laju
sedimentasi waduk. Analisa data lapangan yang diperoleh digunakan
memperkirakan kondisi tampungan mati ( dead storage ) yang berkaitan
dengan perencanaan usia guna waduk. Tingkat keakuratan dalam survey
lapangan dan dipadu dengan penentuan parameter empiris diharapkan
mampu menghasilkan desain usia guna yang mendekati kondisi normal.

 Rating Curve
Rating curve adalah hubungan antara tinggi muka air dengan debit. Setiap
stasiun pengukuran debit akan dibuat rating curve dan persamaannya. Fungsi
dari rating curve ini ialah memperoleh gambaran fluktuasi debit di
downstream.

2. Analisa data

 Analisis debit andalan (Dependeble flow)

Ketersediaan air dapat diperkirakan dengan tepat bila tersedia data debit
amatan yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Akan tetapi
bila data debit yang tersedia belum cukup, maka dapat diekstrapolasi dengan
cara mentransformasikan data hujan.

Dalam kajian ini, akan digunakan dua metode transformasi yang selanjutnya
akan dipilih salah satu yang terbaik. Metode transformasi yang akan
digunakan nantinya adalah metode dari FJ Mock dan Model Tangki (Tank

PT. WAHANA ADYA Hal : V-25


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Model). Besaran probabilitas debit andalan yang dianalisis adalah 50 %, 80%


dan debit minimum. Urutan analisisnya diuraikan sebagai berikut;

 Dikumpulkan data curah hujan bulanan rerata daerah


 Dikumpulkan data debit amatan yang tersedia
 Transformasi data hujan menjadi data debit dengan Metode FJ Mock dan
Model Tangki yang sebelumnya perlu dilakukan verifikasi parameternya.
 Dipilih salah satu data debit hasil transformasi yang terbaik. Pemilihan
dilakukan dengan membandingkan data debit amatan yang tersedia.
 Dihitung besaran debit andalan dengan menggunakan bulan dasar
rencana atau tahun dasar rencana.

Setelah data debit time series dihitung, selanjutnya akan dianalisis


mengenai :

 Debit bulanan rerata

Debit andalan yang mewakili peluang kejadian untuk tahun basah, kering
dan normal. Analisa tersebut sangat penting untuk menentukan kapasitas
waduk dan rencana operasinya. Untuk keperluan studi, data debit sungai
dengan jangka waktu yang panjang sangat diperlukan di lokasi rencana
bendungan.

Apabila data pengamatan debit dirasa kurang, maka diperlukan estimasi


debit dengan menggunakan data hujan harian dengan metode Nreca.
Metode ini dianjurkan dalam menghitung debit andalan, untuk daerah
dengan curah hujan yang relatif kecil, dan juga sesuai untuk daerah
cekungan yang setelah hujan berhenti masih ada aliran air di sungai
selama beberapa hari.

Kondisi ini bisa terjadi bila tangkapan hujan cukup luas, sehingga sangat
cocok untuk bendungan dengan kriteria:

 Kapasitas tampung bendungan  100.000 m3.


 Luas daerah tangkapan air > 100 ha = 1 km 2.

Adapun hasil perhitungan debit akan diperhitungkan dengan


menggunakan berbagai peluang keandalan yang diperlukan, seperti
untuk keperluan irigasi digunakan andalan 80 %, untuk keperluan air
baku dapat dipilih keandalan yang lebih besar dari 90% dan juga untuk
keperluan yang lainnya.

 Lengkung debit (Discharge Rating Curve)

Apabila tidak terdapat pengukuran debit di lokasi bendungan, maka Lengkung


Debit dibuat dengan jalan menggunakan pendekatan rumus hidrolika aliran
seragam (Uniform Flow) dari Manning, yaitu :

PT. WAHANA ADYA Hal : V-26


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Q = A . V = A/n R 2/3 S 1/2

dengan :
V = Kecepatan aliran (m/det)
Q = Debit aliran (m3/det)
n = Koefisien kekasaran dinding
S = Slope permukaan air
A = Luas penampang melintang aliran
R = A/P = Jari-jari hidrolis (m)
P = Keliling basah (m)

 Debit banjir rancangan (Design Flood)


Demikian juga apabila data pengamatan mengenai debit banjir di lokasi
bendungan tidak tersedia, maka perkiraan banjir akan didekati berdasarkan
data hujan yang ada. Sesuai dengan ketersediaan data dan karakteristik
daerah studi, maka analisis debit banjir rancangan menggunakan tahapan
sebagai berikut :
 Dikumpulkan data hujan harian dari stasiun-stasiun terkait selama
minimal 20 tahun terakhir.
 Dikumpulkan data AWLR dari beberapa kejadian banjir yang pernah
terjadi.
 Uji konsistensi data hujan yang dilakukan dengan menggunakan
kurva massa ganda.
 Perhitungan curah hujan rerata daerah, yang dilakukan dengan
menggunakan weighting factor dari Poligon Thiesen.
 Memilih hujan rerata daerah harian maksimum untuk setiap
tahunnya.
 Melakukan analisis distribusi frekuensi untuk memperoleh curah hujan
rancangan dengan kala ulang tertentu sesuai patokan perancangan
yang digunakan. Metode analisis distribusi frekuensi yang digunakan
adalah Distribusi frekuensi dari EJ Gumbell, Log Pearson Type III dan
Iwai Kadoya.
 Uji kesesuaian distribusi frekuensi yang dimaksudkan untuk memilih
salah satu dari 3 (tiga) metode yang digunakan. Metode yang
memiliki simpangan terkecil selanjutnya akan digunakan sebagai
dasar analisis lebih lanjut. Uji ini mencakup dua hal, yaitu Uji
Smirnov-Kolmogorov dan Uji Chi-Square. Pengujian tersebut secara
teknis dilakukan dengan cara membandingkan antara sebaran teoritis
dan sebaran data amatan (empiris).
 Perhitungan besaran curah hujan maksimum yang mungkin terjadi
(PMP)
 Perhitungan hujan efektif dan pola distribusi hujan jam-jaman. Pola
distribusi hujan jam-jaman dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu ;
dengan pendekatan persamaan empirik dari Dr. Mononobe yang

PT. WAHANA ADYA Hal : V-27


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

secara umum telah banyak diterapkan pada seluruh daerah di


Indonesia atau bila tersedia dapat dilakukan dengan menggunakan
data amatan curah hujan dari stasiun pengamatan otomatis
(Automatic Raingauge Record).
 Dalam perhitungan Hidrograf Satuan Sintetik (HSS), mengingat
tersedianya data AWLR pada rencana proyek, maka hidrograf satuan
akan dihitung berdasarkan data banjir amatan yang selanjutnya
dibandingkan dengan cara sintetis yang dihitung dengan
menggunakan Metode Nakayasu dan Gama I
 Perhitungan debit banjir rancangan yang dilakukan dengan cara
superposisi dari curah hujan rancangan terhadap hidrograf satuan.
Dalam analisis ini akan mencakup perhitungan untuk debit banjir
dengan kala ulang 5, 10, 20, 25, 50, 100, 1000 Tahun dan debit banjir
maksimum yang mungkin terjadi (PMF).

 Curah hujan rancangan


Perhitungan hujan rancangan didekati dengan metode Gumbel Type, Log
Pearson Type III dan Iwai Kadoya. Adapun perhitungan kemungkinan curah
Hujan Harian maximum (Probable Maximum Precipitation/ PMP) didekati
dengan cara statistik, yaitu dengan menggunakan rumus HERSFIELD.

 Hidrograph satuan
Untuk menentukan hidrograph satuan daerah aliran Sungai rencana
bendungan, dipergunakan metode NAKAYASU, SNYDER MODIFIKASI .
Hasil perhitungan ini akan dikontrol dengan metoda GAMA, seperti yang
disarankan dalam standar nasional (SNI).

 Koefisien pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu variable yang didasarkan pada kondisi
daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut,
kondisi yang mempengaruhi besaran variabel tersebut diantaranya :
1. Keadaan hujan
2. Luas dan bentuk daerah aliran
3. Kemiringan Daerah Pengaliran Sungai dan Dasar sungai
4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
5. Kebasahan tanah
6. Tataguna tanah dan
7. Suhu udara, angin serta evaporasi.

 Hidrograf banjir rancangan


Dari hasil perhitungan hidrograf satuan akan didapat suatu bentuk satuan
hidrograf yang mendekati dengan sifat aliran banjir sungai yang ada, yang
selanjutnya hidrograf banjir untuk berbagai kala ulang dapat dihitung dengan
mempergunakan persamaan-persamaan yang ada pada salah satu metode
yang sesuai tersebut diatas.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-28


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Analisis kapasitas tampungan waduk


Kapasitas tampungan waduk akan ditentukan berdasarkan berbagai hal,
antara lain :

- Volume air yang dibutuhkan (irigasi, peternakan, air baku dan lain-lain)
- Kehilangan air akibat penguapan, resapan baik melalui dasar, tubuh,
maupun dinding waduk.
- Volume tampungan mati dalam hal ini diperuntukkan untuk tampungan
sedimen
- Kondisi topografi daerah lokasi proyek

Sehingga bila dijabarkan dalam rumus umum adalah sebagai berikut:

VE = Vu +Ve +Vi +Vs


Dengan :
V E = Volume Waduk ( m3 )
Vu = Volume air untuk keperluan irigasi, ternak, air baku ( m 3 )
Ve = Volume untuk proses evaporasi ( m3 )
Vi = Volume untuk berbagai resapan ( m3 )
Vs = Volume endapan sedimen ( m3 )

Volume air untuk keperluan irigasi, ternak dan air baku didapat dari
perhitungan kebutuhan air irigasi, sedangkan keperluan air untuk ternak
diperhitungkan dengan memperkirakan populasi ternak yang ada di
sepanjang saluran yang direncanakan sedangkan untuk keperluan air baku
dihitung berdasarkan kebutuhan air masyarakat sekitar.

Evaporasi juga mempengaruhi berkurangnya air di waduk hal ini karena air di
waduk akan menguap terutama pada musim kemarau. Besar
penguapan/evaporasi ini dapat diperhitungkan dengan rumus empiris seperti
metode Penman atau metode yang lain.

Resapan melalui tubuh bendungan maupun dasar bendungan akan


mengurangi volume air waduk, perhitungan untuk resapan air ini dapat
dihitung dengan flow net yaitu metode yang paling umum digunakan dalam
menghitung rembesan melalui tubuh bendungan. Sedang volume tampungan
mati digunakan untuk menyediakan tampungan sedimen sesuai dengan umur
efektif bendungan.

Secara garis besarnya terdapat 3 hal yang mempengaruhi kapasitas


tampungan waduk, seperti dijelaskan berikut ini :

1. Analisis Tampungan Mati (Dead Storage)

Tampungan mati merupakan bagian dari waduk yang disediakan untuk


menampung sedimen. Kapasitas tampungan mati ini akan sangat
ditentukan oleh kadar sedimen dalam aliran sungai dan usia guna

PT. WAHANA ADYA Hal : V-29


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

waduk yang telah ditetapkan.

Suatu waduk dikatakan telah habis usia gunanya bila sedimen yang
tertangkap sudah melebihi kapasitas tampungan mati yang telah
ditetapkan. Dalam struktur waduk, tampungan mati ini terletak pada
bagian paling bawah dan dibatasi oleh dasar waduk dengan muka air
rendah dalam waduk (low water level), dimana pada elevasi tersebut
merupakan kedudukan dari dasar intake.

Dalam perancangan suatu bendungan, usia guna yang biasa ditetapkan


adalah sebesar 50 tahun, sedangkan kadar sedimen dalam aliran
sungai dapat diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan atau
dengan menggunakan persamaan empirik yang relevan bila data primer
tidak tersedia.

2. Analisis Kapasitas Tampungan Efektif

Komponen utama yang menjadi sumber daya dalam perancangan


proyek bendungan adalah ketersediaan air dan ketersediaan sarana
tampungan (waduk). Terjadinya kesenjangan nilai masing-masing
komponen tersebut terhadap rencana alokasi air akan menjadi kendala
dalam perancangan maupun pengelolaannya.

Jika sumber daya tersebut terpenuhi untuk kebutuhan air yang


direncanakan berarti tidak terdapat kendala, maka perancangannya
dapat langsung dilakukan, sehingga dapat diperoleh hasil yang
maksimal tanpa melalui proses optimasi. Jika salah satu ataupun
kedua sumber daya tersebut tidak terpenuhi, maka diperlukan teknik
optimasi untuk mendapatkan keluaran yang optimum.

Dalam analisis tampungan waduk, yang berkaitan dengan penentuan


kapasitas tampungan efektif dapat dilakukan dengan menggunakan
metode kurva masa jika kedua sumber daya yang ada terpenuhi. Dan
jika tidak terpenuhi, maka analisisnya harus dilakukan melalui teknik
optimasi.

Optimasi adalah suatu cara dalam menentukan suatu pola yang


optimum dengan mempertimbangkan berbagai kendala (keterbatasan)
yang ada. Fungsi sasaran yang dapat diharapkan dari analisis ini
bisa berupa minimize atau maximize. Metode ini akan diterapkan,
bila terjadi konflik kepentingan dalam pemakaian air yang berarti
kuantitas ketersediaan air lebih kecil dibandingkan dengan kuantitas
kebutuhannya dalam waktu yang sama. Sejauh ini telah banyak
dikemukakan teknis penyelesaiaannya, diantaranya liniar programing,
dinamic programing, analisis masukan-keluaran (simulasi) dan
sebagainya.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-30


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Dari metode yang telah ada tersebut, masing-masing memiliki


kelebihan maupun kekurangan. Untuk keperluan studi ini, metode yang
digunakan adalah analisis masukan keluaran atau metode simulasi.

Secara teknis, perhitungan dalam studi ini dilakukan dengan data


masukan:
 Debit inflow ke waduk
 Kebutuhan air irigasi
 Kebutuhan air baku
 Evaporasi di waduk
 Curah hujan di waduk
 Lengkung kapasitas waduk.

Persamaan dasar keseimbangan air untuk simulasi ini diuraikan sebagai


berikut :

St = St-1 + It - Et - Oabt – Oirt - Ost

dengan ;
St = Tampungan waduk pada periode t
St-1 = Tampungan waduk pada periode t-1
Et = Kehilangan air akibat evaporasi di waduk pada periode t
Oabt = Suplai untuk air baku pada periode t
Oirt = Suplai untuk air irigasi pada periode t
Ost = Outflow melalui pelimpah banjir
t = Periode operasi waduk

3. Tampungan Banjir (Flood Storage)

Tampungan banjir merupakan bagian dari waduk yang dapat berfungsi


untuk mereduksi banjir yang terjadi. Dalam struktur waduk tampungan
banjir ini terletak paling atas dan dibatasi oleh muka air normal (normal
water level) dengan muka air tinggi (high water level).

Dalam perancangan suatu bendungan, besarnya tampungan banjir ini


akan sangat dipengaruhi oleh dimensi outlet dari waduk untuk
pembuangan kelebihan air. Sehingga secara teknis, dimensinya harus
ditentukan secara bersama-sama dengan penentuan dimensi outlet.

Penentuan besarnya tampungan banjir ini biasa dikaitkan dengan aspek


ekonomi, selain keamanan konstruksi. Secara teknis penetapannya
dilakukan melalui teknis optimasi dengan fungsi sasaran biaya
konstruksi pelimpah dan tubuh bendungan minimum.

Urutan analisis dalam hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :


 Tentukan tipe dan dimensi pelimpah dengan lebar tertentu (B 1)

PT. WAHANA ADYA Hal : V-31


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Lakukan penelusuran banjir pada waduk melalui pelimpah


tersebut
 Tentukan tinggi elevasi muka air banjir di waduk
 Tentukan tinggi tubuh bendungan
 Perkirakan biaya konstruksi pelimpah
 Perkirakan biaya konstruksi tubuh bendungan
 plot hasilnya pada grafik
 Lakukan analisis kembali (mulai butir 2) dengan lebar pelimpah
yang lain (B2).

5.4.5 Analisa Hidrolika

Setelah melakukan analisa hidrologi maka dalam perencanaan bendungan


selanjutnya dilakukan analisa hidrolika. Sama halnya dengan analisa hidrologi
analisa hidrolika juga memerlukan data baik itu data yang telah dianalisa (data awal)
maupun data dari hasil pengamatan dan pencatatan dari hasil studi yang telah ada.

Dalam analisa hidrolika jenis data yang ke dua yaitu pengamatan dan pencatatan
yang diperlukan antara lain data topografi, data luas genangan dan volume
tampungan waduk, dan bila diperlukan peta sistem sungai yang terkait dengan
lokasi rencana bendungan.

Sedangkan data hasil analisa hidrologi yang diperlukan antara lain adalah data debit
banjir rencana, data volume waduk efektif (hasil simulasi) dan juga data kapsitas air
yang akan dialirkan melalui pintu pengambilan. Adapun analisa hidrolika yang akan
dilakukan dalam perencanaan bendungan antara lain :

1. Analisa tinggi bendungan


2. Dimensi bangunan pelimpah
3. Dimensi saluran transisi dan peluncur
4. Dimensi kolam peredam energi dan saluran pembuang
5. Dimensi pintu pengambilan
6. Dimensi saluran drainase di kaki bendungan
7. Dimensi saluran irigasi, air baku dan juga tempat mandi ternak bila diperlukan
8. Perhitungan rembesan melalui tubuh bendungan dan juga dimensi bangunan
pelengkap yang lain.

Namun demikian tidak semua analisa hidrolika tersebut dilakukan, hal ini tergantung
juga dari tingkat kepentingan dan juga memperhatikan standar perencanaan yang
ada dan telah ditetapkan dan umum digunakan dalam perencanaan bangunan air.

1. Perhitungan tinggi bendungan rencana

Tinggi bendungan rencana merupakan fungsi dari tinggi air kondisi banjir (hasil
penelusuran banjir) ditambah dengan jagaan, yang mana tinggi jagaan ini

PT. WAHANA ADYA Hal : V-32


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah kenaikan muka air akhibat
gempa, kenaikan muka air akhibat gelombang disamping itu perlu
dipertimbangkan adanya penambahan tinggi bendungan rencana untuk
mengantisipasi adanya penurunan tubuh bendungan (settlement).

Dari hasil simulasi dapat ditentukan tinggi elevasi muka air untuk mencukupi
berbagai kebutuhan air, hal ini berarti elevasi pelimpah bendungan dapat
direncanakan. Setelah elevasi pelimpah ditentukan kemudian direncanakan
lebar pelimpah, dan langkah selanjutnya dilakukan penelusuran banjir lewat
pelimpah berdasarkan hidrograf banjir rencana masuk waduk. Dari hasil
penelusuran banjir rencana 1000 tahunan lewat pelimpah akan didapat elevasi
muka air banjir di atas pelimpah.

Hasil perhitungan tinggi jagaan ini harus diadakan cheking terhadap banjir ab-
normal (PMF) dengan tinggi jagaan minimum 75 Cm. Dasar kajian penelusuran
banjir digunakan rumus umum kontinuitas sebagai berikut :

dS
I-Q = 
dt

Dengan :
I = Debit masuk ke waduk
Q = Debit keluar waduk
dS = Perubahan besar tampungan waduk
dt = Periode penelusuran banjir

Kalau periode penelusuran diubah dari dt menjadi perubahan persatuan waktu


adalah sebagai berikut :

I1 + I 2
I = 
2

Q1 + Q 2
Q = 
2

dS = S2 - S1

Sehingga rumus kontinuitas di atas dapat dirubah sebagai berikut :

I1 + I 2 Q1 + Q 2

PT. WAHANA ADYA Hal : V-33


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 +  = S2 - S1
2 2

dengan :
I1 dan I2 = Debit banjir masuk waduk yang dapat diketahui dari
hasil perhitungan hidrologi yaitu hidrograf banjir masuk
waduk
Q1 dan Q2 = Debit banjir keluar waduk periode waktu ke 1 dan ke 2
S1 dan S2 = Volume waduk periode waktu ke 1 dan ke 2

Debit melewati pelimpah

Q = C x L x H3/2

dengan :
Q = Debit lewat pelimpah
C = Koefisien debit pelimpah
L = Lebar efektif pelimpah
H = Tinggi air di atas pelimpah

2. Dimensi saluran transisi dan peluncur

Saluran transisi direncanakan untuk mengalirkan debit banjir rencana yang


keluar dari pelimpah. Perencanaan saluran transisi ini harus benar-benar efektif
dan juga efisien. Dengan dimensi yang baik akan mengurangi akibat yang tidak
menguntungkan dari perubahan aliran seperti air balik ataupun kavitasi di dasar
saluran.

Pada umumnya saluran transisi direncanakan dengan hilir menyempit, hal ini
selain konstruksinya akan lebih murah juga untuk mengurangi kecepatan air
yang mengalir di akhir saluran transisi.

Perencanaan teknis hidrolika khususnya aliran yang melalui saluran perpias


mengunakan hukum Bernouli, dimana hukum Bernouli ini didasarkan pada
hukum kekekalan energi seperti berikut :

Z1 + d1 + hv1 + = Z2 + d2 + hv2 + hL

Dengan :
Z = Elevasi dasar saluran pada suatu bidang vertikal
d = Kedalaman air pada bidang tersebut
hv = Tinggi tekan kecepatan pada bidang tersebut
hL = Kehilangan tinggi tekanan yang terjadi diantara dua bidang
vertikal yang ditentukan.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-34


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Berdasarkan rumus tersebut di atas maka dengan cara membagi panjang


saluran menjadi pias-pias saluran dan melakukan cara coba-coba tinggi
kedalaman air maka akan didapat dimensi saluran transisi sampai dengan
saluran peluncur.

3. Perencanaan peredam energi

Peredam energi merupakan bangunan setelah saluran peluncur. Fungsi


bangunan peredam energi ini adalah untuk mengurangi energi akhibat
kecepatan air mengalir di saluran peluncur sebelum air dari pelimpah masuk ke
sungai lagi. Prinsip kerja dari peredam energi ini adalah dengan memperlambat
aliran air yang sebelumnya aliran tersebut telah dipecah oleh gigi pemencar,
sehingga diharapkan aliran air yang keluar dari bangunan peredam energi
tersebut kembali menjadi aliran normal sehingga tidak merusak alur sungai
yang ada.

Peredam energi sendiri ada beberapa bentuk antara lain :

1. Peredam energi berbentuk loncatan

2. Peredam energi berbentuk kolam olakan

3. Peredam energi berbentuk bak pusaran

Pemilihan bentuk yang sesuai dengan tipe pelimpah yang direncanakan perlu
dipertimbangkan beberapa hal berikut ini :

 Lokasi peredam energi dengan tubuh bendungan

 Karakteristik hidrolis bangunan pelimpah

 Karakteristik hidrolis aliran di saluran transisi maupun peluncur yang terjadi

 Kondisi topografi, geologi dan hidrolika rencana bangunan peredam energi

 Karakteristik sungai sebagai tempat akhir pelepasan debit dari peredam


energi

Perencanaan hidrolis bangunan peredam energi seperti halnya perencanaan


bangunan sebelumnya juga menggunakan hukum persamaan energi.

Salah satu rumus umum yang digunakan untuk bangunan peredam energi type
olakan adalah :

D2
 = 0,5 (( 1 + 8 F12 )0,5- 1 )
D1

V1
F1 = 
( g x D1 )0,5

PT. WAHANA ADYA Hal : V-35


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

dengan :
D1 = Kedalaman air masuk kolam peredam energi ( kedalaman di
akhir saluran peluncur )
D2 = Kedalaman air di dalam kolam olakan (kedalam konjungasi)
F1 = Bilangan froude

4. Perencanaan bangunan pelengkap / saluran.

Untuk merencanakan bangunan pelengkap khususnya saluran baik itu saluran


untuk pembuang air setelah dari kolam olakan, saluran irigasi, saluran air baku
maupun saluran lain yang sifatnya saluran terbuka digunakan rumus umum
saluran terbuka yaitu rumus Manning :

Q = A . V = A/n R 2/3 S 1/2

dengan :
V = Kecepatan aliran (m/det)
Q = Debit aliran (m3/det)
n = Koefisien kekasaran dinding
S = Slope permukaan air
A = Luas penampang melintang aliran
R = A/P = Jari-jari hidrolis (m)
P = Keliling basah (m)

Sedangkan untuk perencanaan saluran yang bersifat saluran tertutup (pipa)


dan aliran yang lewat merupakan aliran tekan, seperti saluran air keluar untuk
irigasi dari bendungan perlu diperhatikan adanya kehilangan tekan dalam pipa.
Kehilangan tinggi tekan tersebut di akhibatkan adanya perubahan kecepatan,
gesekan, perubahan tampang dan lain-lain.

Sedangkan kecepatan aliran akibat perbedaan tinggi antara elevasi air di


waduk dengan di bak pembagi setelah saluran pembawa dapat dirumuskan
sebagai berikut :

2 x g x H 0,5
V2 = 
f

Q = AxV

dengan :
Q = Debit yang melalui pipa / saluran tertutup

PT. WAHANA ADYA Hal : V-36


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

V = Kecepatan aliran
H = Tinggi tekan air antara air waduk sampai dengan air di bak
pembagi
g = Gravitasi
f = Koefisien gesekan

5. Perhitungan Rembesan air melalui tubuh bendungan

Baik tubuh bendungan maupun pondasi harus mampu untuk menahan gaya
yang ditimbulkan oleh adanya aliran filtrasi yang mengalir melalui celah-celah
butiran tanah timbunan tubuh bendungan dan tanah pondasi bendungan.

Tidak ada kriteria yang pasti untuk menentukan jumlah seepage yang diijinkan
yang mengalir melalui tubuh bendungan dan pondasi. Tetapi untuk itu ada
standar yang tidak ditetapkan yaitu :

1. Jumlah rembesan dalam 1 hari (24 jam) adalah kurang atau lebih dari 0,05%
dari Gross storage waduk.

2. Jumlah rembesan dalam setahun adalah 1% dari jumlah aliran air sungai ke
waduk.

Dalam perencanaan timbunan tubuh bendungan harus diperhatikan benar-


benar tentang material timbunan. Material timbunan khususnya untuk
bendungan dengan tipe urugan tanah nilai laju infiltrasi dari material timbunan
harus cukup kecil (biasanya lebih kecil dari 10-7 m/dt).

Apabila nilai laju infiltrasi ini melebihi nilai yang disyaratkan dikawatirkan akan
terjadi piping serta gejala sembulan yang dapat membahayakan kesetabilan
tubuh bendungan. Khusus untuk aliran melalui tubuh bendungan dihitung
dengan cara pembuatan jaringan trayektori aliran filtrasi melalui tubuh
bendungan, yang selanjutnya dari gambar trayektori tersebut dihitung masing-
masing jumlah angka pembagi garis trayektori dan garis equi-potensial.

Rumus umum untuk menghitung rembesan melalui tubuh bendungan adalah


sebagai berikut :

Nf
Qf =  K x H x L
Np

dengan :
Qf = Debit aliran filtrasi ( m3/dt )
Nf = Angka pembagi garis trayektori aliran filtrasi
Np = Angka pembagi dari garis equi potensial

PT. WAHANA ADYA Hal : V-37


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

K = Koefisien infiltrasi ( m/dt )


H = Tinggi tekan air total ( m )
L = Panjang profil melintang tubuh bendungan ( m )

Untuk keamanan konstruksi tubuh bendungan terhadap aliran filtrasi (seepage)


selain dipakai rumus diatas dapat juga digunakan rumus dibawah ini dengan
peninjauan terhadap :

o Kapasitas aliran filtrasi.


Kapasitas atau debit aliran filtrasi dapat dihitung dan diperkirakan
berdasarkan jaringan trayektori (flow net) aliran filtrasi dengan rumus :

Nf
Qr = KHB
Np
dengan :
Qr = Kapasitas aliran filtrasi (m3/dt)
Nf = Jumlah Trayektori aliran filtrasi
Np = Jumlah garis equipotensial
K = Koefisien permeabilitas (cm/dt)
H = Tinggi tekanan air total
B = Panjang dasar tubuh bendungan.

o Gejala sufosi (Piping) dan Sembulan (boiling)


Agar tidak terjadi sufosi dan sembulan yang membahayakan tubuh
bendungan maupun pondasi, maka kecepatan aliran filtrasi didalam tubuh
bendungan dan pondasi perlu dibatasi.

Kecepatan aliran filtrasi dihitung dengan rumus :

V = KI = h2/l
Vs = V/n

dengan :
V = Kecepatan supercritical (m/dt)
Vs = Kecepatan aliran filtrasi (m/dt)
K = Koefisien filtrasi (m/dt)
I = Gradien debit
h2 = Tinggi tekanan air rata-rata (m)
l = Panjang rata-rata berkas elemen aliran filtrasi pada
bidang keluarnya iltrasi (m)
n = Porositas......... n = e/1+e
e = Void ratio

PT. WAHANA ADYA Hal : V-38


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

5.4.6 Perencanaan dan Detail Desain

Sebagai acuan Untuk evaluasi secara teknis, maka selanjutnya akan diteruskan
pada system planning serta diteruskan dengan pekerjaan perencanaan detail,
seluruh perhitungan yang dilakukan akan disesuaikan dengan kriteria perencanaan
yang berlaku dan telah dibakukan di Indonesia. Sedangkan Gambar-gambar akan
dibuat sesuai dengan Standar Penggambaran Bagian BI - 01 dan BI - 02 yang
dikeluarkan oleh Dirjen Pengairan.

Pekerjaan perencanaan detail ini antara lain meliputi :

 Menentukan dimensi dan elevasi hidrolis spillway, intake, pembilas, kantong


lumpur, saluran bilas, pengambilan, saluran primer dan alat ukur.

 Memastikan efek terhadap morfologi sungai dan muka banjir di sebelah hulu
dan hilir bendungan, serta merencanakan fasilitas yang baik guna mengurangi
efek negatif yang timbul terhadap lingkungan termasuk bangunan-bangunan
yang sudah ada.

 Memastikan dimensi bangunan tersebut di atas lengkap dengan perhitungan


pembesian untuk masing-masing bentuk konstruksinya.

 Melakukan pengecekan stabilitas lereng bendungan, lendutan, bocoran, erosi


bawah tanah, penggerusan, degradasi dan agradasi.

 Membuat tabel-tabel debit untuk spillway, intake, pembilas dan pengambilan di


saluran primer.

 Membuat gambaran pembebasan tanah di daerah genangan.

Beberapa contoh kriteria desain yang akan digunakan oleh konsultan untuk
melaksanakan perencanaan detail dari beberapa macam bangunan/konstruksi
sepintas akan di gambarkan disini, antara lain :

a. Rencana Teknis Tubuh Bendungan

1. Tinggi Bendungan

Yang dimaksud tinggi bendungan adalah perbedaan antara elevasi


permukaan pondasi dan elevasi mercu bendungan. Permukaan pondasi
adalah dasar dinding kedap air atau dasar dari zone kedap air.
Sedangkan mercu bendungan adalah bidang teratas dari suatu
bendungan yang tidak dilalui oleh luapan air waduk.

Akan tetapi bila pada mercu bendungan terdapat parapet untuk


melindungi mercu bendungan terhadap limpasan ombak, maka tinggi
jagaan waduk bertambah setinggi parapet dan puncak parapet dapat
dianggap sebagai mercu bendungan yang bersangkutan.

Dalam perancangan suatu bendungan, mercu bendungan merupakan


penjumlahan dari tinggi muka air banjir rencana (Q-1000th) ditambah

PT. WAHANA ADYA Hal : V-39


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

dengan tinggi jagaan. Disamping itu tinggi mercu tersebut harus lebih
tinggi setidak-tidaknya 0,50 meter bila terjadi debit banjir Q PMF.

Tinggi jagaan yang diperhitungkan menurut David & Sorensen adalah


penjumlahan dari :
 Tinggi kenaikan rambatan akibat gelombang, yaitu 0,50 hw untuk
dumping rock rip-rap, dan 0,20 hw untuk hand pitching rip-rap (hw
dalam meter).
 Tinggi gelombang di atas muka air waduk hw dalam meter
 Tinggi kenaikan muka air karena tiupan angin S (dalam meter).

Menurut persamaan praktis, tinggi jagaan adalah ½ percent dari tinggi


bendungan.
 Tinggi akibat gelombang
i. Menurut Stevenson dan dimodifikasi oleh Moltor ;
hw = 0,032 . (V.F)0,5 + 0,76 - 0,27 * F1/4 untuk F < 32 km
hw = 0,032 . (V.F)0,5 untuk F > 32 km

dengan ;
hw = Tinggi gelombang (m)
V = Kecepatan angin maksimum (km/jam)
F = Panjang tegak lurus genangan waduk dari as
bendungan

ii. Menurut Creager

F 0,37V 0,5
hw  ( dalam _ ft )
3,41

 Tinggi muka air karena tiupan angin

Menurut Znider Zee ;

V .2.F .Cos
S 
6,300.D

dengan :

S = Kenaikan tinggi muka air waduk karena tiupan


angin (m)

V = Kecepatan angin dalam km/jam

F = Panjang genangan regak lurus as bendungan (km)

 = Sudut antara arah angin dengan panjang genangan,


jika tidak ada informasi  = 0

PT. WAHANA ADYA Hal : V-40


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

D = Keadaan rata-rata muka air sepanjang garis F.

Sehingga didapatkan Tinggi jagaan menurut Stevenson maupun menurut


Creager sebagai berikut :

S = 0,20 hw + hw + 0,10

Menurut rumus praktis, tinggi jagaan adalah 1/2 % dari tinggi bendungan.

 Penurunan tubuh bendungan

Penurunan untuk embung jenis urugan tanah homogen atau jenis


urugan yang lain, nilainya bervariasi yang tergantung dari :
 Metode pelaksanaan
 Karakteristik material timbunan, terutama untuk bendungan
urugan batu, yaitu kekuatan, bentuk bendungan, ukuran batu,
bila batunya keras serta timbunannya lapis demi lapis, maka
penurunan yang akan lebih kecil
 Karakteristik tanah pondasi, pondasi yang kuat (jenis batuan
kuat), maka penurunan yang akan terjadi kecil dan sebaliknya
akan besar bila pondasinya lunak atau kurang kuat.

Secara praktis rumus yang dapat digunakan adalah :


 Penurunan (S) = 1% * tinggi bendungan

atau menurut FL Howton MD Lester :


 Penurunan (S) = 0,001 * H3/2

2. Lebar Mercu Bendungan

Lebar mercu bendungan yang memadai diperlukan agar puncaknya


dapat bertahan terhadap hempasan ombak di atas permukaan lereng
yang berdekatan dengan mercu tersebut dan dapat bertahan terhadap
aliran filtrasi yang melalui bagian puncak tubuh bendungan yang
bersangkutan.

Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu pula diperhatikan


kegunaannya sebagai jalan eksploitasi dan pemeliharaan, namun tidak
menutup kemungkinan dalam penentuannya didasarkan pada
kegunaannya sebagai jalur lalu lintas umum.

Guna mendapatkan lebar minimum mercu bendungan (b), dapat


ditentukan dengan menggunakan persamaan empirik berikut ini
(Suyono Sosrodarsono, 1977) :

b = 3,6 * H1/3 - 3,0

PT. WAHANA ADYA Hal : V-41


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

dengan :

b = lebar mercu (m)


H = tinggi bendungan (m)

Menurut USBR :

W = 8 * H1/3

dengan :
W = lebar puncak dalam feet
H = tinggi bendungan dalam feet

3. Lapisan filter dibawah rip-rap

Rip-rap di lereng hulu harus diberi lapisan dasar dari filter untuk
bendungan tipe urugan. Kegunaan lapisan filter tersebut untuk
melindungi tererosinya material tanah sebagai timbunan tubuh
bendungan yang diakibatkan oleh gerakan gelombang air waduk yang
mengalir melalui celah-celah batu rip-rap.

Lebih mantap lagi apabila setelah lapisan filter tersebut dipasang dengan
lembaran Geo-textile, yang sangat berguna sekali menahan erosi
terhadap material dan menyebarkan tekanan ke seluruh permukaan
tanah. Pemilihan type geotextile berdasarkan estimasi dan analisa lebih
lanjut di lapangan.

4. Inti (Core)

Material inti timbunan bendungan harus dipertimbangkan dengan


tersedianya dan pemakaian material di daerah sekitar bendungan yang
mempunyai kualitas tertentu.

Perencanaan tebal lapisan kedap air dipertimbangkan pada :


 Koefisian permeabilitas dari material
 Resistivity terhadap piping, misalnya gradasi dan plastisitas material
asal dengan gradasi dari material yang dicampurkan
 Ketahanan terhadap gempa

5. Lapisan semi kedap air (filter dalam)

Perencanaan tebal minimum lapisan ini ditentukan berdasarkan :


 Perbedaan gradasi material yang dipakai
 Permeabilitas material
 Perbedaan tebal minimum untuk kebutuhan pemadatan

6. Lapisan porous (filter luar)

PT. WAHANA ADYA Hal : V-42


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Lapisan porous ini terdiri dari campuran batu kerikil dan batu besar
dengan tegangan geser yang tinggi. Lapisan ini digunakan untuk
mengalirkan air rembesan (seepage) dari lapisan kedap air.

7. Lapisan permukaan puncak bendungan

Untuk mencegah masuknya air dari permukaan urugan serta guna


melindungi kerusakan-kerusakan dari luar maka permukaan sebaiknya
ditutup dengan aspal jalan diatasnya dan diberi saluran dikanan dan kiri.

8. Keamanan terhadap geser ( Shear )

Cara menghitung keamanan material terhadap gaya tekanan horisontal


sebagai berikut :

a. Menghitung gaya geser horisontal (S) dibawah lereng bendungan


dengan rumus :

(h1)2 - (h2)2 f1
2
S = t tan (45° )
2 2
dengan :
h1 = Jarak vertikal atau tinggi bendungan dari puncak sampai
dari lapisan yang keras atau batu, yang kekuatan lapisan
tersebut jauh lebih tinggi dibanding dengan material yang
berada diatasnya. (meter)
h2 = Jarak material dari dasar bendungan sampai dari lapisan
keras. (meter)
t = Berat isi effektif material timbunan (t/m3)
1 = Sudut kesamaan dari sudut geser dalam material timbunan
yang diperoleh dengan cara :

C + h1 tan 
tan  =
t h1

c = Kondisi material timbunan


f = Sudut geser dalam material timbunan

Gaya geser maksimum : Smaks = 1,40 Sa

b. Faktor keamanan terhadap gaya geser pondasi

Untuk mencari faktor keamanan pada pondasi karena gaya geser


harus dicari dulu satuan untuk gaya geser kritis S maks yang biasanya
terjadi pada jarak 0,40 b dari lebar puncak bendungan.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-43


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Tegangan geser pada titik kritis yaitu pada geser maksimum yaitu

tmaks = t h tan f1

(Material soil keadaan saturated)

Faktor keamanan pondasi terhadap gaya geser pada titik kritis (pada
lokasi gaya geser maksimum) :

tmaks
FS = > 4,00 (USBR)
Smaks

9. Analisis rembesan (seepage) pada tubuh dan dasar bendungan

Baik tubuh bendungan maupun pondasinya diharuskan mampu


mempertahankan diri terhadap gaya-gaya yang ditimbulkan oleh adanya
air filtrasi yang mengalir melalui celah-celah antara butiran-butiran tanah
pembentuk tubuh bendungan dan pondasi tersebut.

Untuk mengetahui kemampuan daya tahan tubuh bendungan serta


pondasinya terhadap gaya-gaya tersebut di atas, maka diperlukan
analisis pada parameter-parameter sebagai berikut :
 Formasi garis depresi (seepage line formation) dalam tubuh embung
dengan elevasi muka air waduk tertentu (diambil kondisi HWL)
 Kapasitas aliran filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan pondasi
embung.
 Kemungkinan terjadinya gejala sufosi (piping) yang disebabkan oleh
adanya gaya-gaya hidro dinamis dalam aliran filtrasi.

(a) Formasi garis depresi.


Formasi garis depresi akan ditentukan dengan menggunakan
metode Casagrande yang secara teknis dilakukan dengan cara
menggambar flownet yang menunjukkan hubungan antara garis
aliran filtrasi dengan garis equipotential.

(b) Kapasitas Aliran Filtrasi


Kapasitas atau debit aliran filtrasi dapat ditentukan berdasarkan
jaringan trayektori (flow-net) yang terjadi di dalam tubuh
bendungan dan pondasinya.

Sedangkan persamaan kapasitas aliran filtrasinya dirumuskan


sebagai berikut :

Qr = (Nf/Np) * K * H * B

PT. WAHANA ADYA Hal : V-44


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

dengan ,
Qr = Kapasitas aliran filtrasi (m3/det)
Nf = Jumlah trayektori aliran filtrasi
Np = Jumlah garis equipotensial
K = Koefisien permeabilitas (m/det)
H = Tinggi tekan air total (m)
B = Panjang dasar tubuh embung (m)

Dalam kaitan ini, kapasitas aliran filtrasi tidak boleh melebihi :


 0,05% dari “Gross storage capacity”, atau
 1% dari limpasan tahunan rata-rata.

(c) Gejala Sufosi (piping), sembulan (boilling)


Aliran filtrasi tidak akan menyebabkan sufosi (piping) bila terjadi
keseimbangan antara gaya rembesan (seepage force) dengan
berat isi tanah zone kedap air. Agar aman terhadap gejala sufosi,
maka :
 Seepage force (F) < berat isi tanah (sub)
 Seepage force (F) per satuan isi tanah

F = -dP/dA * dA/dL = -dP/dL


dengan :
P = w * h  tekanan air
F = -dP/dL = w (- dh/dL) = - i * w

Tanda (-) menunjukkan kehilangan tekanan dalam arah aliran.

Agar terjadi kondisi seimbang ;

i * w = sub
i = sub / w
i = (Gs - 1)/(1 + e)  merupakan gradien hidrolis kritis

Sehingga syarat stabil terhadap sufosi adalah ;

i < (Gs - 1)/(1+e) , dengan i = h2/L

dengan;

h2 = tekanan air rata-rata (m)


Gs = berat jenis material timbunan
e = void ratio

10. Analisis kestabilan lereng terhadap kelongsoran

Jebolnya suatu bendungan urugan biasanya dimulai dengan terjadinya

PT. WAHANA ADYA Hal : V-45


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

suatu gejala longsoran baik pada lereng hulu maupun lereng hilir
bendungan tersebut akibat ketidak stabilan kedua lereng tersebut. Oleh
karenanya dalam pembangunan suatu bendungan urugan, stabilitas
lereng-lerengnya merupakan kunci stabilitas bendungan secara
keseluruhan.

Biasanya konstruksi tubuh bendungan urugan direncanakan pada tingkat


stabilitas dengan faktor keamanan 1,20 atau lebih, dengan ditinjau
berbagai kondisi yang dianggap kritis.

Beberapa kondisi yang dianggap paling tidak menguntungkan pada


sebuah bendungan urugan adalah :

(a) Kondisi lembab segera setelah tubuh bendungan selesai dibangun,


dengan keadan air dalam waduk kosong.

(b) Pada kondisi elevasi muka air waduk penuh, dimana bagian
bendungan yang terletak di atas garis depresi dalam kondisi
lembab, sedangkan bagian yang terletak di bawah garis depresi
dalam kondisi jenuh.

(c) Pada kondisi dimana terjadi gejala penurunan mendadak (rapid


draw down) elevasi muka air waduk, sehingga semua bagian yang
terletak di bagian yang terletak di bagian bawah garis depresi
dianggap jenuh.

Angka keamanan yang didapatkan dari analisa stabilitas, harus lebih


besar atau sama dengan angka keamanan yang disarankan menurut
beberapa standar berikut ini :

Sommer -
Kondisi JIS Davis U.S Army Corp Engineer
Sorensen

A. Kondisi Waduk Kosong


1. Kondisi Normal 1.30 1.25 1.30 1.50
2. Kondisi Gempa 1.20 1.00 1.00 1.00
B. Kondisi Waduk Penuh
1. Kondisi Normal 1.30 1.50 1.50 1.50
2. Kondisi Gempa 1.20 1.50 1.00 1.25
C. Kondisi Penurunan Muka air Tiba-tiba( Rapid Drawndown )
1. Kondisi Normal 1.30 1.25 1.00 1.10
2. Kondisi Gempa 1.20 1.00 1.00 0.90

Faktor beban akibat gempa yang digunakan dalam perencanaan


didasarkan pada Pedoman Penentuan Beban Gempa Pada Bangunan
Pengairan (tahun 1999/2000). Dari gambar peta zona gempa diketahui
bahwa pulau-pulau di Indonesia dibagi menjadi 6 daerah dengan

PT. WAHANA ADYA Hal : V-46


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

parameter gempa yang berbeda-beda.

Koefisien gempa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai


berikut :

ad = z * a c * v ; k = ad /g

dengan :
k = Koefisien gempa
z = Koefisien zona gempa
ac = Percepatan gempa dasar (gal)
g = Percepatan gravitasi(cm /det2)
v = Faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat
ad = Percepatan gempa terkoreksi (gal)

Faktor Koreksi Pengaruh Jenis Tanah/Batuan

Jenis Periode Predominan Faktor Koreksi


Batuan Dasar Ts (V)

Batuan Ts < 0,25 0,80


Diluvium 0,25 < Ts < 0,50 1,00
Aluvium 0,50 < Ts < 0,75 1,10
Aluvium Lunak Ts > 0,75 1,20

Periode Ulang dan Percepatan Dasar Gempa

Periode Ulang ac
(Tahun) (gal = cm/det2)

10 90
20 120
50 160
100 190
200 220
500 250
1000 280
5000 330
10000 350

Berdasarkan kondisi geologi dan lokasi dari bendungan, maka koefisien


gempa dihitung sebagai berikut :

ad = z * a c * v

PT. WAHANA ADYA Hal : V-47


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

k = ad /g

Koefisien Gempa untuk Stabilitas Bendungan

Koefisien gempa untuk analisa stabilitas bendungan dilakukan dengan


pedoman yang diberikan oleh Dr.Hb Seed yang menyarankan penggunaan
koefisien gempa yang berubah menurut ketinggian (makin tinggi elevasinya
koefisien gempanya bertambah besar)

Koefisien gempa horisontal untuk perencanaan sebagai berikut :

k h =  1  2  3 ko

dengan :
kh = koefisien gempa horisontal untuk desain
1 = faktor lokasi bendungan
2 = faktor pondasi bendungan
3 = faktor konstruksi
ko = koefisien gempa horisontal dasar

 Faktor Lokasi bendungan

Lokasi Koefisien
Lokasi resiko tinggi 1,00
Lokasi resiko sedang 0,85
Lokasi resiko rendah 0,70

 Faktor Pondasi

Kategori Kondisi Pondasi Koefisien

1 (1) Formasi Pra Tertier


(2) Diluvium diatas batu < 10m 0,9
2 (1) Diluvium di atas batu > 10m
(2) Diluvium di atas batu < 10m 1,0
3 Aluvium di atas batu < 25 m
Dan lapisan lembek < 5 m 1,1
4 Lain-lain 1,2

 Faktor Konstruksi
Konstruksi Koefisien
Konstruksi baja 1,0

PT. WAHANA ADYA Hal : V-48


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Konstruksi beton 1,0


Konstruksi Beton Bertulang 1,0
Konstruksi masif dan kaku 0,5
Konstruksi timbunan 0,5

Selanjutnya koefisien gempa horisontal kh harus diubah dalam setiap


perhitungan stabilitas dengan mengalikan dengan faktor gaya gempa .
Koefisien gempa yang sebenarnya untuk perhitungan stabilitas "k" diperoleh
dengan mengalikannya kh dengan  atau :

k = kh
Faktor gaya gempa  suatu fungsi dua garis seperti terlihat pada gambar
berikut :

Atau secara numerik faktor gaya gempa tersebut dirumuskan sebagai


berikut:

k = kh (2,5 - 1,85 y/h) jika y/h <= 0,4


k = kh (2,0 - 0,6 y/h) jika y/h > 0,4

Analisa Stabilitas Lereng


Analisa stabilitas dilakukan dengan menggunakan metode irisan bidang
luncur dengan rumus sebagai berikut :

PT. WAHANA ADYA Hal : V-49


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Fs =
 {c.l  ( N  U  Ne) tg  }
 (T  Te)

dengan :

Fs = Faktor keamanan
N = Beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan
bidang luncur (=  . A . cos )
T = Beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan
bidang luncur (=  . A . sin )
U = Tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne = Komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap
irisan bidang luncur (= e .  . A . sin )
Te = Komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap
irisan bidang luncur (= e .  . A . cos )
l = panjang busur (m)
 = Sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap
irisan bidang luncur ()
C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur.
 = Berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur (t/m 3)

Karakteristik dari rumus diatas dapat dilihat gambar dibawah ini :

b N
e e
T
w
H1 e U

e
P w= N
H2 w
P w .A

N = W cos  + P sin 

PT. WAHANA ADYA Hal : V-50


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

T = W sin  - P cos 
Ne = WT sin  . K
Te = WT cos  . K

dengan :

W = Total berat irisan vertikal material timbunan dan air


WT = Berat irisan vertikal material timbunan
P = Tekanan air yang bekerja pada lengkung bidang luncur
(t/m2)
P = (H2 + H1) . b. tg  . w
w =  air
K = Intensitas gempa horisontal
 = Sudut kemiringan rata-rata setiap irisan bidang luncur.

Stabilitas lereng tubuh bendungan ini ditinjau dari beberapa kondisi yaitu :

 Bagian Hulu
- Pada saat bendungan baru selesai (immediately after completion)
untuk kondisi normal (Fs  1,5) dan kondisi gempa k = 0,124 (Fs 
1,2).
- Pada saat elevasi air banjir (FWL) untuk kondisi normal k=0 (Fs  1,5)

- Pada saat waduk penuh (NWL) untuk kondisi normal (Fs1,5) dan
kondisi gempa k= 0,124 (Fs  1,2)
- Pada saat air waduk mengalami penurunan secara tiba-tiba (Rapid
Draw Down) untuk kondisi normal (Fs  1,5) dan kondisi gempa k =
0,124 (Fs  1,2).

 Bagian Hilir
- Pada saat bendungan baru selesai (immediately after completion)
untuk kondisi normal (Fs  1,5) dan kondisi gempa k = 0,124 (Fs 
1,2).
- Pada saat elevasi air banjir (FWL) untuk kondisi normal k=0 (Fs  1,5)
- Pada saat waduk penuh (NWL) untuk kondisi normal (Fs1,5) dan
kondisi gempa k= 0,124 (Fs  1,2)
- Pada saat air waduk mengalami penurunan secara tiba-tiba (rapid
draw down) untuk kondisi normal (Fs  1,5) dan kondisi gempa k =
0,124 (Fs  1,2).

Dalam studi ini, secara teknis analisis stabilitas lereng ini dilakukan dengan
menggunakan sistem program “P-SLOPE”.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-51


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

11. Kemiringan Lereng Tubuh Embung

Kemiringan lereng embung / bendungan urugan yang efisien dapat


ditentukan menurut persamaan sebagai berikut :

 Lereng hulu

m  k . y"
Fs  tan 
1  k .m. y '
dengan :

Fs = Faktor keamanan, yang biasa diambil 1,1


k = Koefisien gempa , yang bisa diambil 0,15.
’’ = sat / sub
m = Kemiringan lereng hulu

PT. WAHANA ADYA Hal : V-52


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Lereng hilir

nk
Fs  tan 
1  k .n

dengan :
n = Kemiringan lereng hilir

Dalam analisis selanjutnya, hasil yang diperoleh dari perhitungan di atas


harus dikontrol kestabilannya terhadap bahaya longsor dan rembesan
(seepage).

12. Perkuatan Lereng


1. Perkuatan lereng hulu

Pengamanan lereng hulu biasanya digunakan rip-rap yang


sebelumnya diberi lapisan pasir atau geotextile.

Besarnya ukuran batu dihitung dengan rumus :


i. RS Varskhney
tw (1 + s2)
dm = 2,23 x C hw x x
t - tw s(s+2)
dengan :
dm = Diameter batu dalam meter
tw = Berat isi air dalam t/m3
t = Berat isi batu dalam t/m3
s = Kemiringan lereng bendungan,
hw = Tinggi gelombang dalam meter,
C = Koefisien yang tergantung pada cara pemasangan rip-
rap, dengan ketentuan;
 C = 0,54 untuk hand placed rip-rap
 C = 0,80 untuk dumped rip-rap

ii. Rumus US Army Corps of Engineer

100 (hw)2
Wa = --------------
Cotg µ
dengan :
Wa = berat batu dalam kg
µ = kemiringan lereng hulu.

2. Perkuatan lereng hilir

PT. WAHANA ADYA Hal : V-53


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Lereng hilir bendungan cukup diperkuat dengan gebalan rumput,


tetapi pada bagian pertemuan kaki lereng hilir dengan bagian datar
(berm) harus diberi saluran untuk mengalirkan air hujan yang dibuang
kearah hilir sungai.

b. Rencana Teknis Bangunan Pelimpah

1. Lebar Pelimpah Ekonomis

Bangunan pelimpah yang sesuai untuk waduk yang berfungsi untuk


penyediaan air adalah berupa ambang overflow atau pelimpah bebas.
Kelebihan mendasar dari tipe pelimpah tersebut adalah murahnya biaya
konstruksi, mudahnya biaya operasional dan ringannya biaya
pemeliharaan karena tidak dilengkapi sarana mekanis.

Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa dalam


menentukan dimensi pelimpah banjir berdasarkan pertimbangan
ekonomis harus dilakukan dengan cara optimasi, sedemikian hingga
diperoleh total biaya konstruksi bendungan dan spillway minimum. Untuk
keperluan ini, maka alur perhitungannya diuraikan sebagai berikut :

 Tentukan lebar pelimpah tertentu (B1)


 Lakukan penelusuran banjir pada waduk melalui pelimpah tersebut
dengan data inflow berupa debit banjir rancangan kala ulang 1000
tahun.
 Hitung tinggi bendungan yang diperlukan sesuai dimensi pelimpah
tersebut.
 Perkirakan biaya konstruksi pelimpah.
 Perkirakan biaya konstruksi tubuh embung.
 Perkirakan biaya totalnya.
 Plot hasil perhitungan tersebut pada grafik hubungan antara lebar
pelimpah dan biaya konstruksi
 Ulangi butir 1 dengan masukan data lebar pelimpah yang lain (B2)
 Hentikan perhitungan bila data sudah dianggap cukup
 Tentukan lebar pelimpah pelimpah optimum yang dIperoleh dari grafik
dan merupakan fungsi total biaya konstruksi total.

Namun demikian hasil analisis di atas perlu dikontrol dengan kondisi debit
banjir abnormal (QPMF) yang mungkin terjadi. Bila terjadi Q PMF tidak
diperkenankan terjadi over topping, namun bila ini terjadi, maka perlu
dipertimbangkan dimensi pelimpah yang lebih memadai.

2. Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah


Hidrograf banjir dapat diketahui lewat suatu bagian panjang sungai atau
lewat sebuah waduk. Penelusuran banjir lewat waduk dipergunakan untuk
mendapatkan hubungan antara outflow dari pelimpah dengan elevasi muka

PT. WAHANA ADYA Hal : V-54


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

air waduk. Pada prinsipnya penelusuran banjir pada waduk berdasarkan


persamaan kontinuitas (Soemarto, 1987: 176) :

ds
I–Q=
dt
Apabila periode penelusurannya diubah dari dt menjadi t maka :

I1  I 2 Q1  Q2
I ;Q  ; dS = S2 – S1
2 2
 I1  I 2   Q1  Q2 
    S 2  S1
 2   2 

 I1  I 2   Q   Q 
 .t   S1  1 .t    S 2  2 .t 
 2   2   2 
 I1  I 2   S1 Q1   S 2 Q2 
       
 2   t 2   t 2 
 S1 Q1  S Q 
Jika      dan  2  2   
 I t  I 2   t t 
 
1
Maka :
2
dengan :
I1 = Inflow pada awal t
I2 = Inflow pada akhir t
Q1 = Outflow pada awal t
Q2 = Outflow pada akhir t
S1 = Tampungan pada awal t
S2 = Tampungan pada akhir t
t = Periode penelusuran banjir (3600 dt)

Penelusuran banjir dilakukan dengan menganggap bahwa muka air waduk


pada waktu banjir tiba (original level) berada setinggi mercu pelimpah.

Persamaan debit :

Q = C . L . H3/2

dengan :
Q = debit m3/dt
C = koefisien debit
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (= 9,81)
H = total tinggi tekanan air di atas mercu bendung

PT. WAHANA ADYA Hal : V-55


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Koefisien debit C pada bendung berkisar antara 2,0 sampai dengan 2,1,
dicari dengan cara coba-coba. Koefisien debit (C) dari tipe standart suatu
pelimpah diperoleh dengan rumus Iwasaki (Sosrodarsono, 1989, 182) :

Cd = 2,20 – 0,0416 (Hd/W)0,990

1  2a (h / Hd )
C = 1,6
1  a ( h / Hd )
Dalam hal ini :
C = Koefisien debit
Cd = Koefisien debit pada saat h = Hd
h = Tinggi air di atas mercu pelimpah (m)
Hd = Tinggi tekanan rencana diatas mercu pelimpah (m)
W = Tinggi pelimpah (m)

3. Profil Permukaan Ambang Pelimpah


Ambang ini berfungsi sebagai pengatur debit yang melintasi bangunan
pelimpah, dalam hal ini direncanakan bangunan berupa ambang. Secara
hidrolis bentuk ambang ini dapat melimpaskan air dengan lancar dan aman
serta dapat meningkatkan debit sesuai yang telah direncanakan. Tipe
ambang yang direncanakan adalah tipe Ogee tanpa pintu.

 Penentuan Lebar Ambang Pelimpah


Untuk menentukan lebar ambang pelimpah dengan memperhatikan
faktor teknis dan ekonomis proyek serta resiko yang diakibatkannya di
daerah hilir waduk.

Lebar efektif mercu (Le) dihubungkan dengan lebar mercu sebenarnya


(L), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung atau tinggi pancang,
dengan persamaan berikut :

Le = L - 2 (nKp + Ka) H1
dengan :
n = jumlah pilar
Kp = koefisien konstraksi pilar
Ka = koefisien konstraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)

PT. WAHANA ADYA Hal : V-56


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Harga-harga Koefisien Konstraksi Kp


1. Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang 0,02
dibulatkan pada jari-jari yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal
pilar
2. Untuk pilar berujung bulat 0,01
3. Untuk pilar berujung runcing 0
Ka
1. Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90o ke 0,20
arah aliran
2. Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90o ke arah 0,10
aliran dengan 0,5H1 > r > 0,15 H1
3. Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0,15H1 dan tembok hulu 0
o
tidak lebih dari 45 ke arah aliran
Sumber: KP-02, 1986:40
 Perencanaan Mercu
Metode yang digunakan untuk menentukan tipe profil di hilir puncak
ambang adalah dengan lengkung Harrold sebagai berikut :

0,85
X 1,85  2.H d Y
dengan :
Hd = tinggi tekanan rencana
X = Jarak horizontal dari titik tertinggi mercu bendung ke titik di
permukaan mercu di sebelah hilirnya.
Y = Jarak vertikal dari titik tertinggi mercu bendung ke titik di
permukaan mercu di sebelah hilirnya.
Profil di bagian hulu dapat diperoleh dengan persamaan :
X1 = 0,282 Hd
X2 = 0,175 Hd
R1 = 0,5 Hd
R2 = 0,2 Hd

X1 X1,85  2. H d 0,85 Y
Hd

X2

R2

Y = Poros Bendung R1

PT. WAHANA ADYA Hal : V-57


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Penentuan Tinggi Muka Air Pada Ambang Pelimpah


Untuk menentukan tinggi muka air pada ambang pelimpah
dipergunakan rumus (Chow, 1985 :378) :

Vz  2 g  z  Hd  Yz 

Q
 Vz  Yz
L Vz
Fz 
g  Yz Q
2 g  Z  Hd  Yz   0
Yz  L
dengan :
Q = Debit banjir rencana (m3/det)
L = Lebar pelimpah (m)
Vz = Kecepatan pada titik sejauh z (m3/det)
Yz = Kedalaman air pada titik sejauh z (m)
Z = Tinggi pelimpah dihitung dari mercu pelimpah sampai dengan
lereng hilir pelimpah
Fz = Bilangan Froude pada titik sejauh z
Hd = Tinggi kecepatan di sebelah hulu (m)

Adapun langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :


1. Dengan mengambil harga z
2. Dengan metode coba banding.
3. Dicari harga Yz dan Vz
4. Elevasi lereng pelimpah = Elevasi puncak pelimpah - Yz
5. Elevasi muka air = Elevasi lereng pelimpah + Yz

c. Perencanaan Saluran Transisi


Saluran Transisi
Saluran transisi direncanakan agar debit banjir rencana yang akan disalurkan
tidak menimbulkan air terhenti (back water) di bagian hilir saluran dan
memberikan kondisi yang paling menguntungkan.

Untuk mendapatkan kondisi aliran yang baik pada saluran peluncur maka di
bagian bawah dari saluran transisi ditempatkan suatu konstruksi pelimpah
untuk kontrol hidrolis seperti pada gambar di bawah ini.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-58


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Potongan Memanjang Saluran Transisi


Di antara titik 1 dan 2 terjadi kehilangan tinggi tekan yang diakibatkan
oleh kontraksi, sehingga rumus Bernoulli yang berlaku adalah :
2 2
V2 Vc
Z2 + Y2 Cos  +  = Zc + Yc Cos  +  + he
2g 2g

Sedangkan pada potongan 3 dapat dihitung ketinggian air kritis dengan


rumus :

Q2
Yc = 3 
gB 2
he adalah kehilangan tinggi tekan akibat kontraksi vertikal
2
he = f 
Vc
2g
f adalah koefisien akibat kontraksi vertikal (0,15).

Untuk mendapatkan kedalaman air pada saluran transisi yang merupakan


saluran terbuka maka dalam hal ini berlaku rumus-rumus aliran tak seragam
(non uniform flow). Kemiringan dasar saluran transisi adalah kecil sekali 1/100
(mendekati harga 0) sehingga harga Cos 0  1, sehingga rumus Bernoulli yang
dipergunakan adalah sebagai berikut :
2 2
V2 V
Z2 + Y2 Cos  +  = Z2 + Y2 +  2 + he
2g 2g
Dimana:
2
L  n 2 V
he = 4
3
R

Saluran Peluncur
Dalam merencanakan saluran peluncur (flood way) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

1. Agar air yang melimpah dari saluran pengatur mengalir dengan lancar
tanpa hambatan-hambatan hidrolis.
2. Agar konstruksi saluran peluncur cukup kukuh dan stabil dalam
menampung semua beban yang timbul
3. Agar biaya konstruksinya seekonomis mungkin.

Untuk mendapatkan garis permukaan aliran digunakan rumus kekekalan energi


dalam aliran (Rumus Bernoulli) dengan sistem coba banding.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-59


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

1 L 2

hL
V2
2g V2
V1 2g
V2
d2
z1
L1 
datum z2

V12 V22
El.1  d1 cos   El.2  d 2 cos    hf
2g 2g

dengan :
d1,2 = Kedalaman air di bidang 1 dan 2 (m)
V1,2 = Kecepatan aliran di bidang 1 dan 2 (m/det)
g = Percepatan gravitasi (= 9,81 m/det2)
L = Jarak horisontal antara kedua bidang (m)
hf = Kehilangan tekanan karena gesekan (m)
2 2
n V
=  L
4
R 3
n = Koefisien kekasaran manning (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)

4. Rencana Kolam Olak ( Stilling Basin )

Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan lagi ke


dalam sungai, maka aliran dengan kecepatan tinggi dalam kondisi aliran
super-kritis tersebut harus diperlambat dan diubah pada kondisi aliran sub-
kritis. Dengan demikian aliran air akan kembali ke sungai tanpa
membahayakan kestabilan alur sungai yang bersangkutan.

Agar diperoleh tipe peredam energi yang sesuai untuk suatu calon
bangunan pelimpah, maka perlu dipertimbangkan hal sebagai berikut :
 Gambaran karakteristik hidrolis pada peredam energi yang
direncanakan.
 Hubungan lokasi antara peredam energi dengan tubuh bendungan
 Karakteristik konstruktif dari bangunan pelimpah
 Kondisi topografi, geologi dan hidrolis di daerah tempat kedudukan
calon bangunan peredam energi
 Situasi serta tingkat perkembangan dari sungai di sebelahnya.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-60


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Beberapa tipe peredam energi dapat diaplikasikan untuk mendapatkan


aliran sub kritis setelah melalui saluran peluncur. Pada studi ini akan
ditinjau jenis peredam energi ekspansi tiba-tiba dan peredam energi yang
dikembangkan oleh USBR.

Tipe Ekspansi Tiba-tiba.

Berdasarkan keadaan topografi dan geologi, peredam energi disesuaikan


dengan kondisi hilirnya, yaitu tidak akan membahayakan kondisi sungai.
Sehingga, direncanakan peredam energi dengan membuat ekspansi yang
tiba-tiba di ujung saluran peluncur. Yaitu dengan perubahan kedalaman di
hilir yang bertambah lebar dan drastis akan kedalaman di hilirnya.
Pendekatan hidrolis ini akan mempengaruhi keadaan bilangan Froude
cenderung kecil dalam pengertian kondisi sub kritis terjadi. Dengan
demikian keadaan di hilir akan aman.

Pendekatan secara hidrolis ini menggunakan prinsip-prinsip persamaan


momentum dan kontinuitas, yaitu :
P1  P3  P2    QV2  V1 

  g  h12   g  h12   g  h22  Q Q 


b    B  b   B    Q  
2 2 2  Bh2 bh1 
 V 2  b 2  h 2 V 2  b 2  h12 
h1
2

 h22  2   1 2 1  1 
g  b  h1  B 
 g  B  h2
 h22   b2 h b
 2  1  2    F12 2 1  F12 
 h1   B h2 B

h2 b
Dengan h1 sebagai B dan B sebagai , Harbrand
mengembangkan hubungan empiris dengan memuaskan meramalkan
kedalaman konjugasi dalam suatu saluran yang mengekspansi, dalam
bentuk grafik hubungan Froude dan kedalaman.

20

PT. WAHANA ADYA Hal : V-61


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

19
 = 0.8
 = 10
17 Saluran Prisma
 = 0.6
15 b B

h2 13  = 0.4
h1 h2

11 h1

 = 0.2
9

1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 20

F1
Hubungan Kedalaman Konjugasi untuk Ekspansi Tiba-tiba Tipe USBR

Kolam olakan tipe USBR yang dikembangkan untuk kolam olakan pada
bendungan tinggi, bendungan tipe urugan dan struktur kanal besar adalah
Kolam olakan USBR II. Pada kolam jenis ini terdapat blok-blok saluran tajam
pada ujung hulu dan ambang bergerigi di dekat ujung hilir. Tidak terdapat
dinding penahan arus yang digunakan, karena kecepatan masuk loncatan yang
tinggi dapat mengakibatkan kavitasi pada dinding. Rancangan kurva dan
perbandingan untuk kolam USBR II disajikan berikut ini.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-62


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

d. Rencana Teknis Bangunan Pengelak

Bangunan pengelak berfungsi untuk mengalihkan aliran sungai selama


pelaksanaan pekerjaan pembangunan bendungan. Untuk mengalirkan air
sungai direncanakan pembuatan terowongan pengelak dan bendungan
pengelak yang akan dilaksanakan pada awal pelaksanaan bendungan.

1. Terowongan Pengelak
Umum
Terowongan pengelak difungsikan sebagai pengalih aliran sementara
aliran sungai Tukad Titab dengan tujuan mengeringkan areal pekerjaan
untuk konstruksi Bendungan. Setelah pembangunan terowongan pengelak
selesai dilaksanakan, maka aliran sungai dialihkan melalui terowongan
dengan menutup aliran sungai di bagian hulu.
Dengan dialihkannya aliran sungai, maka pembangunan bangunan
pelimpah dan bendungan utama dapat dilaksanakan. Apabila pelaksanaan
bendungan sudah selesai seluruhnya, maka dilakukan penutupan
terowongan pengelak dengan stoplog dan concrete plug. Terowongan
pengelak tersebut selanjutnya akan dimanfaatkan sebagai bangunan
pengambilan.

Kapasitas Debit Terowongan Pengelak


Aliran pada terowongan pengelak dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
a. Kondisi Aliran Bebas (free flow)
Aliran bebas yaitu berupa aliran pada saluran terbuka, ini terjadi bila
terowongan tidak penuh, ujung hulu terowongan tidak tenggelam,
dimana H/D < 1,2 (Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda,
1989:262).
Untuk menentukan besarnya aliran bebas dapat digunakan rumus
aliran seragam Manning (N.B.Webber, 1978:154) :

1 2/3 1/2
V
R S
n
Q =A. V
dengan:
Q = Debit yang mengalir pada kedalaman tertentu (m3/det)
R = Jari-jari hidrolis = A/P (m)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah (m)
D = Diameter terowongan (m)
S = Kemiringan terowongan
n = Koefisien kekasaran Manning

PT. WAHANA ADYA Hal : V-63


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Koefisien Kekasaran Manning


Bahan Saluran Koefisien kekasaran

Logam 0.010 - 0,024

Termoplastik,kaca,semen 0,009 - 0,013

Beton 0,011 - 0,017

Kayu 0,012 - 0,017

Lempung 0,013 - 0,016

Saluran dengan dasar kerikil 0,020 - 0,033

Lapisan pasangan batu 0,025 - 0,032

Aspal 0,013 - 0,016

Lapisan dengan tumbuh-tumbuhan 0,030 - 0,500


Sumber: J M K Dake, 1985 : 101

H
D

Ilustrasi untuk kondisi aliran bebas

D
D

h

h

D D

Untuk kondisi I, air dibawah setengah diameter :

A=D.h
P = D + 2. h
B  2.Rsin

R h
  arc.cos 
 R 
PT. WAHANA ADYA Hal : V-64
Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Untuk kondisi II, air diatas setengah diameter :

1   . 
A=D.R+ .  .R 2 - R 2  - sin  . cos  
2  180 
  
P = D + 2.R +  .R 1 - 
 180 
B  2h  R .sin

hR
  arc.cos  
 R 
dengan :

P = keliling basah (m)


A = luas penampang basah (m2)
B = lebar permukaan air (m)
R = jari-jari lingkaran (m)
 = sudut yang dibentuk oleh garis tengah lingkaran
dengan muka air

b. Kondisi Aliran Tertekan

Aliran tekan terjadi apabila terowongan terisi penuh atau ujung hulu
terowongan tenggelam, dimana H/D > 1,2 (Suyono Sosrodarsono dan
Kensaku Takeda, 1989:262).

V2
2g

H
D

Hidrolika aliran pada kondisi tekan digunakan rumus (Soemarto,


1995:193) :
2. g . h
V
f
2. g . h
Q  A.
f
dengan :

PT. WAHANA ADYA Hal : V-65


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Q = Debit yang lewat terowongan (m3/det)


A = Luas penampang terowongan (m2)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
H = Tinggi air di inlet terowongan (m)
L = Panjang terowongan (m)
D = Diameter terowongan (m)
f = Jumlah koefisien kehilangan energi

Kehilangan-kehilangan energi yang terjadi di dalam terowongan


adalah sebagai berikut :

a. Kehilangan energi pada pemasukan (he)

V2
he  f e
2g
dengan :

fe = Koefisien kehilangan pemasukan


V = Kecepatan setelah pemasukan (m/det)

Fe = 0,01 - 0,05 Fe = 1 Fe = 0,5

Fe = 0,25
Fe = 0,1

b. Kehilangan energi akibat gesekan (hf)

L V2
hf  f
D 2g

dengan :

L = Panjang terowongan (m)


D = Diameter terowongan (m)
V = Kecepatan rerata (m/det)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
f = Faktor gesekan

PT. WAHANA ADYA Hal : V-66


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

c. Kehilangan energi pada pengeluaran (ho)

V2
ho 
2g

dengan :

V = kecepatan dalam terowongan (m/det)


g = percepatan gravitasi (m/det2)

2. Bendungan Pengelak
Analisa Flood Routing
Penelusuran banjir lewat waduk ini guna mendapatkan hubungan antara
pengeluaran (outflow) dan elevasi muka air waduk yang dimulai dari datum
fasilitas pengeluaran. Pada dasarnya penelusuran pada waduk
berdasarkan persamaan kontinuitas sebagai berikut (Soemarto, 1995:176):

ds
I–Q=
dt

dengan :

I = Aliran yang masuk ke waduk (m3/det)


O = Aliran yang keluar dari waduk (m3/det)
ds
= Perubahan tampungan tiap periode (m3/det)
dt

Penjabaran rumus diatas adalah sebagai berikut :

 I dt   O dt  S 2  S1

 I1  I 2   O  O2 
 .t  S2  S1   1 .t
 2   2 
I1  I 2 S1 O1 S 2 O 2
   
2 t 2 t 2
jika,

 S1 O1 
  .  
 t 2 
 S2 O 2 
  .  
 t 2 
maka,

I1
  
I2
PT. WAHANA ADYA Hal : V-67
Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

dengan :

I1 = Inflow pada awal t


I2 = Inflow pada akhir t
O1 = Outflow pada awal t
O2 = Outflow pada akhir t
S1 = Tampungan pada awal t
S2 = Tampungan pada akhir t
t = Periode penelusuran banjir (3600 dt)

Dalam perhitungan penelusuran banjir harus ditentukan terlebih dahulu


hubungan tinggi muka air, kapasitas tampungan dan debit yang
lewat (H – S – Q).

Tinggi Jagaan
Untuk menjaga agar tidak terjadi limpasan di atas bendungan pengelak,
maka perlu adanya tinggi jagaan, yang dapat dihitung dengan rumus
(Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda, 1989:171) :

he
Hf  hw   hi
2
dengan :
Hf = Tinggi jagaan (m)
Hw = Tinggi ombak akibat tiupan angin (m)
he = Tinggi ombak akibat gempa (m)
hi = Tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi dari
bendungan (m)

Tinggi jangkauan hempasan ombak yang naik ke atas permukaan lereng


hulu bendungan (hw) dapat dihitung dengan metode SMB (Suyono
Sosrodarsono dan Kensaku Takeda, 1989:172), yang didasarkan pada
panjangnya lintasan ombak (F), kecepatan angin di atas permukaan waduk
(V), kemiringan lereng (m) dan kekasaran permukaan lereng yang diselidiki
oleh Seville. Grafik tinggi jangkauan ombak akibat tiupan angin dapat
dilihat pada lampiran.

Tinggi ombak akibat gempa (he) dihitung dengan rumus empiris yang
dikembangkan oleh Seiishi Sato (Suyono Sosrodarsono dan Kensaku
Takeda, 1989:173) :

k.
he  g.Ho

PT. WAHANA ADYA Hal : V-68


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

dengan :

k = Intensitas seismis horisontal


 = Siklus seismis ( = 1 detik)
Ho = Kedalaman air waduk (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)

Mengingat limpasan melalui mercu bendungan pengelak akan sangat


berbahaya maka masih perlu tambahan tinggi jagaan (hi) yang biasanya
diambil 1,00 m (Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda, 1989:173).

e. Perencanaan Tenaga Air


Umum
Bangunan pembangkit listrik direncanakan terletak di hilir sebelah kiri atau
kanan bendungan. Bangunan penunjang untuk PLTA terdiri dari :

 Bangunan pengambilan
 Pipa pesat dan Surge tank
 Rumah PLTA / power-house
 Turbin dan generator
 Tail race
 Switch yard
 Pintu dan fasilitas mekanikal lainnya.

Bangunan Pengambilan
Bangunan pengambilan terdiri dari bangunan inlet, menara pengambilan dan
terowongan pengambilan, dimana berfungsi sebagai pengambilan air untuk
kebutuhan irigasi, air baku dan PLTA. Menara pengambilan direncanakan di
hulu bendungan, dengan elevasi dasar pengambilan tertentu. Bangunan
pengambilan direncanakan dengan konstruksi beton bertulang, dilengkapi
dengan fasilitas pintu, saringan/trash-rack dan stoplog. Terowongan pengelak
akan difungsikan sebagai terowongan pengambilan, dengan menutup /
plugging bagian hulu terowongan pengelak.

Dimensi Terowongan dan Pipa Pesat


Perhitungan dimensi Terowongan Pengambilan dan Pipa Pesat

Q=VxA
Dimana :
Q = Debit aliran, m3/det.
V = Kecepatan aliran, m/det.
A = Luas penampang, m2

A=Q:V

PT. WAHANA ADYA Hal : V-69


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Perhitungan Hidrolika Surge Tank


Kehilangan tinggi tekan :
 Kehilangan Akibat Gesekan
hg = f x (L/D) x (V/2g)
dengan ;
hg = Kehilangan tinggi tekan karena gesekan
f = Factor getaran = 0,02
L = Panjang terowongan, m
D = Diameter trowongan, m
V = Kecepatan aliran, m/det
G = Gravitasi = 9,8 m/det2.

 Kehilangan Akibat Trash-rack (ht)


ht = Kr x (T/B)^4/3 x (v2/2g) x sin 
dengan ;
Kr = Faktor bentuk menurut Kirscmers = 1,67
T = Tebal batang saringan, mm x mm
B = Jarak batang saringan, mm
V = Kecepatan aliran
A = Sudut saringan, derajat

 Kehilangan Akibat Konstraksi (hk)


hk (asumsi) = 0,150 m

 Kehilangan Akibat Belokan (hb)


hb = [{(0,131+0,163(r/R)^3,5}x(O/90)^0,5]
dimana ;
r = jari-jari belokan profil, m
R = jari-jari belokan di terowongan, m
O = sudut belokan, derajat

Diameter Surge Tank


Diameter surge tank minimum dihitung dengan rumus sebagai berikut

As = (V^2/2g)x{(L x At)/(hf x (Hg-hf))}

dengan ;
V = Kecepatan aliran, m/dt
L = Panjang terowongan, m
At = Luasan trowongan, m2
hf = Kehilangan tinggi tekan, m
Hg = Tinggi jatuh, m

PT. WAHANA ADYA Hal : V-70


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Bangunan Rumah PLTA/Power House


Rumah PLTA direncanakan terletak di sekitar bendungan dan memiliki akses
mudah dari dan menuju bendungan. Dengan dimensi cukup besar, misalnya
sekitar 30 m lebar x 40 m panjang, bangunan meliputi :
 Ruang kontrol dan ruang assembling
 Ruang generator
 Ruang Basement, terdiri dari ruang tangki oli, kompresor
 Overhead traveling crane / OHTC.

Turbin
Turbin direncanakan dengan pertimbangan debit yang mengalir, kapasitas
terpasang dan daya yang diingikan. Dengan acuan tersebut dapat ditentukan
jumlah dan tipe dari turbin.

f. Tinjauan Stabilitas Konstruksi

Bangunan bangunan yang direncanakan harus mampu menahan segala


kemungkinan resiko kerusakan yang terjadi. Dalam kaitan tersebut, konstruksi
pelimpah harus diuji kestabilannya terhadap segala macam gaya yang akan
bekerja kepadanya.

Tinjauan stabilitas konstruksi ini paling tidak harus mencakup hal-hal sebagai
berikut :

 stabilitas terhadap daya dukung tanah


 stabilitas terhadap kemungkinan geser
 stabilitas terhadap kemungkinan guling
 stabilitas terhadap kemungkinan terjadinya boilling akibat sembulan air dari
dasar pondasinya.

Sedangkan dalam analisis selanjutnya akan ditinjau untuk berbagai kondisi,


antara lain :

 kondisi muka air normal, pada kondisi tidak ada gempa


 kondisi muka air banjir, pada kondisi tidak ada gempa
 kondisi muka air normal, pada kondisi ada gempa
 kondisi muka air banjir, pada kondisi ada gempa

Berikut ini beberapa hal yang berhubungan dengan analisis stabilitas konstruksi
antara lain :

1. Tekanan tanah
Perhitungan tekanan tanah akan dipakai untuk desain konstruksi dinding
penahan tanah khususnya pada saluran peluncur dengan mempergunakan
Rankine's Formula sebagai berikut :

PT. WAHANA ADYA Hal : V-71


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Tekanan tanah aktif :

Ea = 1/2 Ka. .h12 - 2cH1 VKa

Tekanan tanah pasif :

Ep = 1/2 Kp. .H22 - 2cH2 VKp

dengan :
Ea = Tekanan tanah aktif (KN/m)
Ep = Tekanan tanah pasif (Kn/m)
Ka = Koefisien tekanan tanah aktif
Kp = Koefisien tekanan tanah pasif
H1 = Tinggi tekanan tanah aktif (m)
H2 = Tinggi tekanan tanah pasif (m)
c = Kohesi (t/m2)

2. Tekanan air
Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatis dihitung berdasarkan rumus :

p = 1/2  w.h2

dengan :
p = Tekanan hidrostatis (t/m2)
w = Berta jenis air (t/m3)
h = Tinggi air (m)

Tekanan Air Dinamis


Penambahan tekanan air yang diakibatkan oleh adanya gempa akan
diperhitungkan dengan rumus pendekatan sebagai berikut :

Pd = 7/12 x w x K x Yi3 x Pi

dengan :
Pd = Tekanan air dinamis (ton)
w = Berat jenis air (t/m3)
K = Koefisien gempa (=0.12)
Yi = Kedalaman air pada titik tertentu (m)
pi = Kedalaman air dari dasar ke Permukaan (m)

5.4.7 Pedoman operasi dan pemeliharaan (O/P)

PT. WAHANA ADYA Hal : V-72


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Analisis mengenai operasi waduk didasarkan atas konsep kontinuitas atau


keseimbangan air dimana selisih air yang masuk (in-flow) dan yang keluar (out-flow)
merupakan selisih tampungan tiap periode.

Metode yang digunakan adalah simulasi neraca air di waduk. Data masukan inflow
berupa debit yang masuk ke waduk dan curah hujan yang masuk ke permukaan
waduk sedangkan keluaran (outflow) berupa supley air baku dan air irigasi serta
kehilangan-kehilangan lain. Fungsi kendala berupa kapasitas tampungan waduk.

Hasil dari simulasi operasi berupa rule curve yang merupakan aturan operasi untuk
setiap keadaan tampungan.

Aspek pemeliharaan mencakup pemeliharaan bendungan dan bangunan pelengkap


serta sarana irigasi. Pemeliharaan berfungsi untuk mengurangi kehilangan air yang
diakibatkan oleh kebocoran-kebocoran, mempertahankan umur ekonomis dan
menjaga agar bangunan tetap berfungsi sebagaimana yang direncanakan.

5.4.8 Penyusunan BOQ, RAB (Cost Estimate), Metode & Rencana Tahapan
Pelaksanaan
Prakiraan biaya finansial proyek dibuat dengan menggunakan kriteria dan anggapan
sebagai berikut :

1. Biaya proyek diri dari :

a. Bendungan dan bangunan pelengkapnya terdiri dari :


- Bangunan tubuh bendungan
- Bangunan pelimpah
- Sistim pengelak
- Bangunan pengambilan
- Rumah jaga
- Jalan masuk

b. Pekerjaan bangunan fasilitas penyaluran air baku terdiri dari :


- Pipa penyalur dari bangunan pengambilan menuju ke bak penampung.
- Bak penampung dan perlengkapannya.

c. Pekerjaan bangunan fasilitas Kelistrikan terdiri dari :


- Bangunan Power House beserta instrumen penunjangnya.
- Bangunan Swith Yard.
2. Unit Biaya Kontruksi hanya terdiri dari komponen rupiah murni dan didasarkan
pada harga Cipta Karya dan Pengairan pada periode terbaru.
3. Jadwal pelaksanaan pembangunan bendungan direncanakan dalam beberapa
tahap sesuai kesepakatan dengan pihak direksi atau pihak pemilik pekerjaan.
4. Pembebasan tanah dihitung berdasarkan luas areal yang tergenang dikalikan
dengan harga pasar yang berlaku di lokasi yang bersangkutan.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-73


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

Berdasarkan asumsi tersebut diatas serta rencana jadwal pelaksanaan


pembangunan kontruksi, maka dapat dihitung prakiraan biaya proyek secara
keseluruhan.

Dalam kaitannya dengan rencana pelaksanaan pembangunan Waduk tersebut,


maka sebelum Waduk dibangun, perlu dilakukan penyusunan rencana anggaran
biaya dan metode pelaksanaan. Analisis dari segi teknik diperlukan dalam rangka
ditail disain secara keseluruhan dan menentukan kebutuhan total biaya proyek,
sedangkan analisis ekonomi diperlukan dalam rangka untuk menyusun RAB yang
diperlukan dalam pelaksanaan. Kenaikan manfaat dihitung berdasarkan kenaikan
produksi hasil pertanian dihitung berdasarkan kondisi tanpa proyek dan dengan
proyek.

Dalam penyusunan RAB dan metode pelaksanaan ini dihitung berdasarkan harga
yang sesuai acuan yang berlaku di pasaran. Biaya bunga dalam analisis ekonomi,
juga diperhitungkan karena biaya bunga tersebut telah diperhitungkan pada saat
investasi dikeluarkan.

Untuk barang dan jasa yang bersifat non perdagangan dihitung berdasarkan nilai
“Social Opportunity Cost of Capital”, karena harga dari faktor produksi tersebut tidak
mencerminkan nilai sosial yang sebenarnya. Hal ini disebabkan penyimpangan-
penyimpangan yang seringkali terjadi, seperti kebijakan Pemerintah berupa pajak
tidak langsung, subsidi pengaturan harga dan sebagainya.

Nilai tenaga kerja yang ada di pasar tenaga kerja masih belum mencerminkan
keadaan yang sebenarnya, karena banyaknya tenaga kerja yang tak terdidik. Oleh
karena itu dalam penyusunan harga tenaga kerja perlu dinilai kembali sehingga
dapat mencerminkan nilai yang sebenarnya. Sesuai dengan kebiasaan perbankan
yang berlaku di Indonesia, nilai tenaga kerja ditetapkan sebesar 50 % dari harga
yang berlaku di pasar tenaga kerja.

Dalam nilai pembebasan tanah dihitung berdasarkan nilai produksi yang hilang
(production for gone), sedang dalam analisis finansial dihitung berdasarkan luas
tanah yang dibebaskan dikalikan dengan harga tanah persatuan luas. Dimana
dalam pembebasan tanah seluruh biaya diupayakan ditanggung oleh Pemerintah
Daerah setempat.

Berikut ini beberapa hal yang berpengaruh di dalam Penyusunan RAB :


a. Biaya ekonomi investasi proyek
Dalam perhitungan biaya ekonomi dari biaya finansial diperlukan faktor
konversi. Faktor konversi yang digunakan dalam analisis ekonomi berpedoman
pada peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen PU dan Bank Dunia.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-74


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

b. Biaya operasi dan pemeliharaan


Biaya ekonomi operasi dan pemeliharaan untuk operasional Bendungan Titab,
diperhitungkan berdasarkan kebutuhan biaya personil dan untuk biaya
pemeliharaan rutin tahunan.

c. Manfaat ekonomi
Analisis RAB ini dibuat dalam rangka mengetahui dari rencana pembangunan
Waduk ditinjau secara makro. Benefit dari proyek ini berasal dari pemanfaatan
air waduk untuk keperluan irigasi dan air baku domestik di Kotamadya
Denpasar dan Kabupaten Buleleng bagian selatan.

Selain adanya manfaat utama seperti tersebut diatas, pembangunan proyek ini juga
mempunyai manfaat tambahan (secondary benefit) seperti pengendalian banjir,
pariwisata dan sebagainya.

Rencana pembangunan waduk ini mempunyai dampak langsung terhadap


pembangunan regional khususnya di Kabupaten Buleleng. Dampak ini terutama
sekali tampak pada kontinuitas dan kualitas ketersediaan air baku, yang tadinya
tidak merata terutama dimusim kemarau.

5.4.9 Tinjauan Lingkungan

Ruang lingkup pekerjaan tinjauan lingkungan pada garis besarnya meliputi antara
lain :
a. Pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder, untuk menentukan
rona lingkungan awal yang ada.
b. Mengidentifikasi rencana kegiatan dalam beberapa tahap proyek yang
diperkirakan menimbulkan dampak penting. Kegiatan-kegiatan tersebut antara
lain :

1. Tahap Pra-Konstruksi :
 Pembebasan lahan / pembayaran ganti rugi lahan dan tanaman
2. Tahap Konstruksi :
 Mobilisasi material, alat berat dan tenaga kerja.
 Pembukaan dan pembersihan lahan
 Pembuatan jalan hantar (acces road)
 Pembuatan / pengoperasian base camp, bengkel, gudang
 Penggunaan Quarry (yang dikelola proyek) meliputi penggalian material
didaratan dan di badan sungai
 Pekerjaan tanah (galian dan timbunan)
 Pembuatan tubuh bendungan (urugan batu dengan inti kedap air)
termasuk bangunan pelengkap (spillway dan intake)
 Pengangkutan tanah dan material bangunan.
3. Tahap Pasca-Konstruksi :
 Pengisian air di waduk.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-75


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

 Pengoperasian tampungan waduk


 Pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai
c. Mengidentifikasikan komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak
kegiatan proyek, komponen lingkungan yang perlu ditelaah adalah :.

1. Komponen Biogeofisik-kimia :
 Iklim : Pengenalan karakteristik curah hujan dalam kaitannya dengan
debit banjir, proses erosi dan kelongsoran di daerah proyek, type iklim,
suhu, keadaan angin, kualitas udara dan tingkat kebisingan
 Hidrologi : Pola aliran air pernukaan, kualitas dan kuantitas air sungai
serta sumber-sumber air di permukaan lainnya yang ada di sekitar
proyek
 Biologi : Inventarisasi jenis flora dan fauna terutama yang dilingdungi
baik didarat maupun di air (akustik)
 Fisiografi, morfologi, topografi, dan struktur geologi permukaan
2. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya:
 Kependudukan : Jumlah dan komposisi penduduk.
 Faktor ekonomi : kegiatan perekonomian yang menonjol dalam
masyarakat dalam kaitannya dengan ekonomi setempat maupun
regional. Lapangan usaha dan pekerjaan-pekerjaan yang utama /
dominan di masyarakat sekitar lokasi studi.
 Sosial budaya :
o Kondisi kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan di lokasi
studi, termasuk jenis penyakit yang sering terjadi serta vektor
penyakit yang ada.
o Sikap dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan proyek.
o Perubahan sosial yang terjadi akibat kehadiran proyek.
o Kegiatan masyarakat setempat yang berkaitan dengan keberadaan
proyek seperti adat istiadat masyarakat, kegiatan upacara agama
dan aktifitas subak.

3. Sarana dan Prasarana Umum


Mencakup inventarisasi dan analisis data jumlah dan lokasi prasarana
umum di sekitar lokasi proyek, antara lain : transportasi dan irigasi.

4. Keterkaitan dengan Kegiatan Lain


Kegiatan pembangunan Waduk Titab pada dasarnya tidak terlepas dengan
beberapa kegiatan /program yang dikelola oleh instansi terkait, antara lain :
 Pengelolaan daerah tangkapan (cathment area) di sebelah hulu sungai
oleh Departemen Kehutanan.
 Pengembangan dan Pembinaan wilayah oleh Departemen Dalam
Negeri

5. Merumuskan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan


Lingkungan untuk Waduk Titab.

PT. WAHANA ADYA Hal : V-76


Cab. Denpasar
DOKUMEN USULAN TEKNIK
Detail Desain Waduk Titab di Kabupaten Buleleng

PT. WAHANA ADYA Hal : V-77


Cab. Denpasar

Anda mungkin juga menyukai