PENDAHULUAN
Air sebagai sumber kehidupan telah mengalami pergeseran paradigma yang
sangat signifikan di jaman globalisasi ini. Dua puluh tiga puluh tahun lalu kita
masih spesifik memandang air sebagai salah satu jenis kebutuhan pertanian dan
biologis untuk proses metabolisme dalam tubuh mahluk hidup. Tetapi saat ini
berbagai fungsi dan stereotipe telah melekat seperti untuk fungsi ekonomi-
industri, kesehatan, estetika serta sarana dasar berbagai aktivitas transportasi,
hiburan, dan sebagainya. Disamping bersifat positif, perubahan paradigma itu
sering disertai sifat antagonis (berlawanan). Perubahan paradigma ini mempunyai
konsekuensi yang sangat besar terhadap kompleksitas tatanan pendayagunaan dan
penatagunaan potensi sumber-sumber air yang tersedia, dan berujung kepada
apresiasi nilai instrinsink sumber daya kehidupan yang dikategorikan terbatas ini.
Sesuai dengan konsepsi yang tertuang dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2004,
pengertian pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air
secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna. Pendayagunaan sumber daya
air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan,
dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya
air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.
Undang-undang juga mensyaratkan keterlibatan peran masyarakat dan dunia
usaha seluas-luasnya dalam penyusunan dan pengelolaan sumber daya air .
Pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik
antarsektor, antarwilayah maupun antarkelompok masyarakat dengan mendorong
pola kerja sama.
Dengan demikian, ketiga komponen, pemerintah, masyarakat dan dunia usaha
telah diakui masing-masing memiliki kontribusi yang sangat penting dalam
keberhasilan menyediakan pasokan air baku untuk berbagai kepentingan yang ada
dalam masyarakat.
Disampaikan pada :
Rapat Kerja Konsolidasi Program dan Kegiatan
Satuan Kerja Penyediaan Air Baku, Kuta-Bali, 23-25 Februari 2006
1
FAKTA-FAKTA KEKINIAN
Kebutuhan Air dan Potensi Sumber Daya Air menurut Kabupaten/Kota
Hasil kajian Tim JICA pada tahun 2005 menemukan bahwa potensi dan pemanfaatan
air di seluruh wilayah Provinsi Bali saat ini dan proyeksinya di tahun 2025 adalah
sebagaimana gambaran berikut:
Kebutuhan air untuk pengadaan air umum dan potensi air menurut kabupaten/kota
ditunjukkan oleh Tabel-1 dan Tabel-2 yang mengindikasikan fakta-fakta berikut:
Untuk Denpasar, tidak ada potensi yang tertinggal didalam daerah territorial
kota untuk memenuhi kebutuhan air mendatang yang semakin bertambah.
Ada defisit antara permintaan (demand) dan potensi.
Untuk Badung dan Gianyar, ada potensi yang tertinggal pada kedua wilayah
untuk memenuhi kebutuhan air mendatang yang semakin meningkat. Tetapi
penelitian yang seksama diperlukan untuk pengembangan sumber-sumber air
baru.
Untuk kabupaten lain, masih ada banyak potensi air untuk memenuhi
kebutuhan air mendatang yang semakin meningkat.
Untuk daerah Metropolitan Denpasar (termasuk Denpasar, Badung dan
Gianyar), sistem pengadaan air umum secara terpadu dianjurkan sebagai
konsekuensi besarnya jumlah kebutuhan, lintas kawasan ekonomi terkait dan
keterbatasan potensi sumber daya air setempat.`
Tabel-1 Kebutuhan dan Potensi Air menurut Kabupaten/Kota
Kebutuhan Kapasitas Sisa Kebutuhan Kapasitas Potensi Angka
Kabupaten/Kota Sekarang Sekarang Sekarang Th 2025 Diperlukan Tersisa Kapasitas
(lit/det.) (lit/det) (lit/det) (lit/det) (lit/det) (lit/det) Diperlukan
Jembrana 152 139 -13 395 256 4.699 5%
Tabanan 345 544 +199 858 314 11.313 3%
Badung 744 965 +221 2.189 1.224 3.611 34 %
Gianyar 461 562 +101 1.112 550 3.886 14 %
Klungkung 151 235 +84 282 47 1.496 3%
Bangli 89 120 +31 287 167 10.229 2%
Karangasem 166 224 +58 526 302 10.485 3%
Buleleng 245 394 +149 859 465 17.760 3%
Denpasar 1.180 1.115 -65 2.805 1.690 1.260 134 %
<Total> 3.533 4.298 +765 9.259 4.961 64.739 8%
Denpasar + Badung
2.385 2.642 +257 6.106 3.464 8.757 40 %
+ Gianyar
Sumber: Hasil Study JICA 2005
Angka Kapasitas Diperlukan yang dimaksud pada tabel di atas adalah persentase
rencana pengembangan terhadap kapasitas yang tersisa. Nilai kecil menunjukkan
bahwa ada banyak potensi yang dapat dikembangkan, nilai besar menunjukkan
bahwa ada sedikit potensi yang akan dikembangkan di daerah itu. Nilai-nilai yang
melebihi angka 100% menunjukkan bahwa ada defisit di daerah itu.
Disampaikan pada :
Rapat Kerja Konsolidasi Program dan Kegiatan
Satuan Kerja Penyediaan Air Baku, Kuta-Bali, 23-25 Februari 2006
2
Tabel-2. Neraca Potensi, Pemanfaatan dan Sisa
Potensi SDA PenggunaanSekarang
Kabupaten Tersisa
Air permuk Air tanah Irigasi Non-irigasi
/Kota
(lit/det) (lit/det) (lit/det) (lit/det) (lit/det)
Jembrana 6.238 1.132 2.514 152 4.699
Tabanan 24.223 2.334 14.899 345 11.313
Badung 12.160 1.100 8.905 744 3.611
Gianyar 11.554 1.191 8.398 461 3.886
Klungkung 4.008 569 1.792 151 1.496
Bangli 10.668 1.405 1.755 89 10.229
Karangasem 11.186 2.077 2.612 166 10.485
Buleleng 24.085 2.045 8.125 245 17.760
Denpasar 3.552 335 1.447 1.180 1.260
107.674 12.189 50.448 3.533 64.739
<Total>
Bagi komunitas asli Bali, prinsip-prinsip dalam penatagunaan air telah sejak jaman
dahulu terimplementasi secara melembaga dalam beberapa aktivitas dan struktur
sosial, yaitu melalui eksistensi subak dan desa adat. Selain itu mekanisme
penyelesaian konflik juga telah melembaga berupa dirujuknya kekuasaan pemerintah
(dahulu direpresentasikan oleh punggawa, pasedahan atau raja) sebagai pemegang
otoritas. Belajar dari kondisi masa lampau ini, maka kita dapat memetik esensi yang
perlu dipertahankan dari masing-masing struktur dan tatanan sosial tersebut.
Subak
Subak sebagaimana telah banyak dikenal dunia internasional adalah sebuah sistem
pendayagunaan dan penatagunaan air baku untuk kepentingan irigasi dengan prinsip-
prinsip egalitarian (persamaan kedudukan), menjunjung tinggi rasa keadilan, dan
persamaan nasib yang mempunyai kaitan erat dengan manajemen distribusi. Setiap
anggota subak dipersamakan kedudukannya dalam mengambil keputusan organisasi
melalui ’sangkep’ atau ’paruman’. Antara hak dan kewajiban anggota dibuatkan
keseimbangan yang dibuat dalam bentuk sistem pembagian ’numbak’, ’tektek’,
’oncoran’ dan sebagainya yang semuanya merefers kepada takaran kewajiban dalam
aktivitas persubakan. Sedangkan persamaan nasib diwujudkan dalam bentuk
bangunan bagi tanpa pintu yang sejalan dengan konsep ’saguluk sagilik salunglung
sabayantaka’.
Salah satu kunci keberhasilan subak pada kenyataannya adalah terciptanya sistem
penyediaan dan pendistribusian air secara berkeadilan bagi seluruh anggota.
Disampaikan pada :
Rapat Kerja Konsolidasi Program dan Kegiatan
Satuan Kerja Penyediaan Air Baku, Kuta-Bali, 23-25 Februari 2006
3
Keberhasilan yang didasari prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam organisasi
sosial ini tentu saja pantas untuk ditumbuh-kembangkan bagi sistem pendayagunaan
air yang ingin di wujudkan di masa yang akan datang.
Desa Adat
Desa Adat adalah sistem tatanan komunitas masyarakat tradisional dengan prinsip-
prinsip kesatuan wilayah, ketertiban, kepentingan umum dan solidaritas sosial yang
mempunyai kaitan erat dengan manajemen konservasi. Sebuah desa adat meliputi
satuan wilayah otoritas dan penduduk yang diorganisasikan oleh dasar kesepakatan
materiil dan spiritual (awig-awig) dimana semua orang yang terwadahi di dalam
wilayah bersangkutan harus tunduk dan berada di bawah subordinasi desa adat. Desa
adat menempatkan kepentingan bersama sebagai prioritas yang oleh karenanya
kepentingan individu atau kelompok di bawahnya tidak diperkenankan melanggar.
Solidaritas sosial dikreasikan sedemikian sehingga sinergis dengan keutuhan adat
dan kepentingan mendasar seluruh individu secara umum.
Berkenaan dengan keterkaitan dengan manajemen konservasi, dapat disebutkan
bahwa prinsip-prinsip konservasi dalam desa adat selain yang langsung
memunculkan ketentuan berkenaan dengan konservasi lingkungan itu sendiri, secara
tidak langsung prinsip-prinsip yang berkembang di dalam desa adat memberi
dampak berupa terkendalinya perubahan tata guna wilayah. Dalam hal ini dapat
disebutkan bahwa di Bali banyak ditemukan ketentuan adat (perarem- kesepakatan
tidak tertulis) yang mengatur mengenai tata-cara dan waktu penebangan pohon
(bambu), jenis-jenis pohon yang dikeramatkan, dan sebagainya.
Salah satu contoh keberhasilan desa adat dalam mengendalikan fungsi konservasi
adalah hutan di Desa Tenganan. Desa Tenganan, sebuah desa tradisional di
Kabupaten Karangasem hingga saat ini berhasil mempertahankan vegetasi dan luasan
hutan di hulu kawasan pemukimannya dengan awig-awig yang telah
diimplementasikan selama ratusan tahun silam.
Keberhasilan desa adat dalam mengendalikan kepatuhan dan kepentingan umum bagi
komunitasnya ini tentu saja pantas untuk ditumbuh-kembangkan bagi sistem
penatagunaan air yang ingin di wujudkan di masa yang akan datang.
Penanganan Konflik
Contoh-contoh kearifan lokal sebagai unsur local indigenous masih terlihat dapat
diimplementasikan hingga saat ini antara lain pada beberapa kasus perselisihan
kepentingan dalam memanfaatkan sumber-sumber air baku antara sektor irigasi dan
sektor domestik di Kabupaten Bangli dan Kabupaten Gianyar.
Subak Basang Ambu sebagai pemakai air yang sudah lama dari air anak sungai
Tukad Pakerisan memiliki bangunan pengambilan berupa sebuah bendung sederhana
yang berkedudukan di hulu sungai, termasuk wilayah Desa Susut Kabupaten Bangli.
Lahan yang diairi meliputi sawah seluas 26 ha terletak di wilayah Desa Manukaya
Disampaikan pada :
Rapat Kerja Konsolidasi Program dan Kegiatan
Satuan Kerja Penyediaan Air Baku, Kuta-Bali, 23-25 Februari 2006
4
Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar. Dengan jumlah anggota mencapai 50-
an orang. Bagi anggota subak, ketersediaan air untuk pertanaman mereka dari
pasokan yang diperoleh dari jaringan mereka dianggap masih belum memenuhi
kecukupan yang diharapkan.
Tetapi untuk alasan memenuhi kebutuhan dasar penduduk dan memanfaatkan
sumber daya yang ada pada wilayah desa adatnya sendiri, masyarakat desa adat
Temen Kecamatan Susut Kabupaten Bangli memohon kesempatan memanfaatkan
mata air Soka yang debitnya mencapai 8 lt/ det. Diketahui bahwa outflow mata air
Soka jatuh ke Tukad Pakerisan dimana empelan Subak Basang Ambu berkedudukan
paling dekat dengan mata air Soka.
Lebih dari satu tahun terjadi ketegangan antara dua kelompok pemakai air ini,
dimana masing-masing mempunyai argumen kesejarahan (subak Basang Ambu) dan
kewilayahan (Desa Adat temen) yang sangat logis.
Pemerintah dalam hal ini menjembatani komunikasi antara sektor-sektor yang dalam
undang-undang keduanya disyaratkan untuk diberikan prioritas. Untuk maksud
tersebut maka perwakilan pemerintah, subak dan masyarakat melakukan
pemeriksaan terhadap potensi air di bangunan pengambilan dan pada bangunan bagi
pertama. Ternyata, ditemukan kondisi kehilangan air pada saluran utama yang sangat
besar dari debit 36,6 lt/det pada intake menjadi 16,00 lt pada bangunan bagi pertama
atau mencapai lebih dari 54 persen. Volume ini jauh melebihi debit yang diminta
oleh masyarakat Desa Adat Temen sebesar 2 lt/det. Oleh karena itu permasalahan
dalam hal ini dengan cepat dapat diidentifikasi yaitu terdapatnya banyak kebocoran
atau kehilangan pada saluran yang mula-mula harus diatasi. Setelah efisiensi, barulah
kesempatan diberikan kepada masyarakat untuk mengambil air pada mata air yang
dimaksud.
Pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum Provinsi dalam hal ini berhasil
mendorong terjadinya kesepakatan antara kedua pihak, dimana disepakati: pertama,
pemerintah kabupaten Gianyar akan melakukan perbaikan terhadap kondisi jaringan
irigasi. Kedua, setelah perbaikan terwujud Desa Adat Temen diperkenankan
mengambil alokasi air sejumlah 2 lt/ det selama dua jam setiap hari pada sore hari.
Kesimpulan dalam menyikapi konflik kepentingan dalam hal ini pada tahap pra-
kesepakatan adalah perlunya saling memahami persoalan pihak-pihak yang bertikai.
Setelah kesepakatan terjadi, masing-masing pihak perlu bersikan konsekwen dan
konsisten dengan kesepakatan yang telah dibuat sehingga tidak menimbulkan
keributan di belakang hari.
Dari resultante kedua komponen dunia usaha dan partisipasi masyarakat ini
diharapkan akan menuju keselarasan dan harmoni yang bersama-sama membentuk
peningkatan kualitas penyediaan air baku.
Perspektif Bali
1) Tantangan oleh aktivitas pariwisata di Bali sangat signifikan dampaknya
terhadap upaya menyediakan pasokan air baku. Menteri Pariwisata bahkan
telah menetapkan target kunjungan wisata domestik dan manca negara pada
jumlah 6 juta setiap tahun untuk dapat dicapai pada dasa warsa ini. Daya
dukung potensi sumber air di Bali akan sangat terfokus untuk menopang
kebutuhan akomodasi wisata dan berbagai obyeknya selain pertumbuhan
berbagai sektor kehidupan lainnya.
INDIKASI PROGRAM
Sumber-sumber air untuk Penyediaan Air
Dengan mempertimbangkan situasi ini dan rencana-rencana yang teliti oleh setiap
kabupaten/kota, Tim Studi JICA mengusulkan pemanfaatan beberapa sumber air
untuk sistem penyediaan terpadu masing-masing kabupaten/kota di masa datang
yaitu:
Disampaikan pada :
Rapat Kerja Konsolidasi Program dan Kegiatan
Satuan Kerja Penyediaan Air Baku, Kuta-Bali, 23-25 Februari 2006
7
Klungkung 55% 40% 5% Sumber air utama adalah sungai dan mata air
Bangli - 100% - Semua sumber air adalah mata air
Karangasem 33% 37% 30% Tiga macam sumber air akan digunakan.
Buleleng - 79% 21% Dua macam sumber air (mata air & sumur
dalam) akan digunakan.
Sumber air andalan adalah mata air
Denpasar 72% - 28% Dua macam sumber air (sungai & sumur
dalam) akan digunakan.
Sumber air andalan adalah sungai.
<Total> 40% 32% 28% Tiga macam sumber air akan digunakan.
Sumber air skala besar adalah sungai
Sumber: Hasil Study JICA 2005
2,500
2,000
1,500
Elevation (m)
1,000
500
-500
0.0 5.0 10.0 15.0
Distance (km)
Disampaikan pada :
Rapat Kerja Konsolidasi Program dan Kegiatan
Satuan Kerja Penyediaan Air Baku, Kuta-Bali, 23-25 Februari 2006
8
Service Areas
Well Point
Existing Road
(Pipe Line)
Disampaikan pada :
Rapat Kerja Konsolidasi Program dan Kegiatan
Satuan Kerja Penyediaan Air Baku, Kuta-Bali, 23-25 Februari 2006
9