USTEK
Bendungan Ciawi (Cipayung)
BAGIAN E
URAIAN PENDEKATAN,
METODOLOGI
DAN PROGRAM KERJA
E.1. PENDEKATAN
E.1.1 Latar Belakang
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta memiliki luas kurang lebih 661,52 km2.
Permasalahan Jakarta pada saat musim penghujan adalah banjir di beberapa tempat
pada daerah aliran sungai Ciliwung. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dikembangkan
rekayasa sumber daya air di Wilayah Sungai Ciliwung melalui optimasi pengendalian
banjir antara lain dengan pembuatan tampungan berupa bendungan dengan luas
genangan sesuai scenario yang direncanakan.
Bendungan Ciawi (Cipayung) yang bermanfaat sebagai pengendalian banjir
terletak di bagian hulu sungai Ciliwung di Kecamatan Megamendung mencakup Desa
Cipayung, Desa Gadog, Desa Sukakarya, dan Kecamatan Cisarua mencakup Desa
Kopo, secara administratif berada di Wilayah Kab. Bogor Kabupaten Bogor, ± 1,4 km
dari jalan raya Puncak Pass dan terletak 106º52’20” Bujur Timur, 06º39’28” Lintang
Selatan. Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Ciawi (Cipayung) selesai pada tahun
2022.
Sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR No. 27/PRT/M/2015tentang Bendungan
yaitu pada masa transisi dari tahap konstruksi ke tahap Operasi dan Pemeliharaan
bendungan diperllukan adanya kegiatan Persiapan Operasi dan Pemeliharaan (POP)
sebelum serah terima dari pihak pembangun ke pihak pengelola operasi dan
pemeliharaan bendungan.
E.1.3 Sasaran
Melakukan kegiatan untuk mengumpulkan ataupun membuat dokumen –
dokumen yang harus disiapkan untuk keperluan sertifikasi operasi dan pemeliharaan
bendungan yaitu :
1. Izin Penggunaan SDA
2. Persetujuan Prinsip Pembangunan Bendungan
3. Persetujuan Desain Bendungan
4. Dokumen Studi Pengadaan Tanah dan Studi Pemukiman Kembali
5. Izin Pelaksanaan Konstruksi Bendungan
6. Rencana Pengelolaan Bendungan
7. Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Bendungan Beserta Waduknya
8. Pola Operasi Waduk
9. Rencana Tindak Darurat
10. Izin Pengisian Awal Waduk
11. As Built Drawing
12. Dokumen Laporan Hasil Akhir Pelaksanaan Konstruksi
13. Izin Operasi
14. Penetapan Status Penggunaan (PSP)
Kaji laporan analisis hujan dan banjir desain yang ada dan kriteria
desain yang digunakan, lakukan analisis hujan dan banjir desain dan
penelusuran banjir berdasar data mutahir, periksa kecukupan
pelimpah, tinggi jagaan, pola operasi waduk, potensi bencana di
daerah hilir bila terjadi keruntuhan bendungan, dan lain-lain.
g) Pedoman OP dan RTD
Pedoman OP mencakup :
Manual OP (tata cara pengoperasian fasilitas bendungan)
SDM (Kualitas dan Kuantitas)
Peralatan Hidromekanikal
Sarana kerja (Kendaraan Roda empat/ dua, alat komunikasi, alat
keselamatan kerja, perahu motor)
Pemeliharaan bendungan beserta waduk
Kecukupan biaya OP
RTD dan kesiapannya mencakup :
Sosialisasi dan simulasi RTD.
Memeriksa keandalan, sistem komunikasi peringatan dini, prosedur
operasi, tenaga listrik cadangan, sistem gawar banjir, pemahaman
RTD oleh petugas, dan lain-lain.
h) Evaluasi perilaku bendungan
a. Evaluasi tahap pertama :
o Mengkaji semua data yang ada dari pencatatan instrumentasi,
OP bendungan dan bangunan pelengkapnya, sehingga benar-
benar memahami perilaku bendungan dan riwayat operasi serta
pemeliharaannya.
o Melakukan Identifikasi semua potensi masalah yang dampaknya
merugikan terhadap keamanan hulu dan hilir bendungan serta
periksa kecukupan bendungan dan bangunan pelengkapnya
untuk memenuhi fungsinya, dengan didukung: data yang
relevan, pertimbangan dan analisis teknis diantaranya dengan
membandingkan perilaku bendungan dengan perilaku yang
direncanakan dalam desain.
b. Evaluasi tahap kedua ;
Sistematika rencana kerja tersebut di atas secara rinci masing – masing telah
diberi bobot dengan jadwal pelaksanaan yang cukup terinci seperti yang ditunjukkan
oleh Tabel Jadwal Kegiatan Bagian F (Kurva – S). Sedangkan pola pikir pelaksanaan
kegiatan “Persiapan Operasi dan Pemeliharaan Dry Dam Bendungan Ciawi
(Cipayung)”, dapat dilihat pada bagan alir berikut di bawah ini.
Gambar E. 1 Pola Pikir Alur Kegiatan Persiapan Operasi dan Pemeliharaan Dry Dam
Bendungan Ciawi (Cipayung)
a. Menteri untuk penggunaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
b. Gibernur untuk penggunaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/ kota; dan
c. Bupati/ walikota untuk penggunaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/ kota.
Izin penggunaan sumberdaya air diberikan berdasarkan permohonan dari
pembangun bendungan. Permohonan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Persyaratan Administratif
Persyaratan administrative meliputi dokumen:
Permohonan izin penggunaan sumber daya air;
Identitas Pembangunan bendungan; dan
Izin atau persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-perundangan.
b. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis berupa rekomendasi teknis dari unit pelaksana teknis
yang membidangi sumber daya air pada wilayah sungai yang
bersangkutan.
Berdasarkan permohonan izin penggunaan sumber daya air yang memenuhi
kelengkapan persyaratan, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan
diterima, Menteri, Gubernur, atau Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangannya
dalam pengelolaan sumber daya air harus mengeluarkan keputusan untuk memberikan
izin atau menolak ermohonan izin. Menteri, Gubernur, atau Bupati/ Walikota harus
menyampaikan alasan penolakan secara tertulis jika keputusan yang diberikan adalah
ditolak.
Izin paling sedikit memuat:
a. Identitas Pembangun bendungan;
b. Lokasi penggunaan sumber daya air;
c. Maksud dan tujuan pembangunan dan pengelolaan bendungan;
d. Jenis dan tipe bendungan yang akan dibangun;
e. Volume air dan/ atau jumlah daya air;
f. Rencana penggunaan sumber daya air;
g. Ketentuan hak dan kewajiban; dan
Rencana pembiayaan.
Dalam hal pembangunan bendungan memerlukan lahan pada Kawasan
permukiman, perencanaan pembangunan bendungan perlu dilengkapi
dengan studi pemukiman kembali penduduk. Studi pemukiman kembali
penduduk paling sedikit memuat:
Data jumlah penduduk yang akan dimukimkan kembali;
Kondisi social, ekonomi, dan budaya penduduk yang akan dimukimkan
kembali;
Kondisi lokasi rencana pemukiman kembali penduduk;
Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk sekitar lokasi rencana
pemukiman kembali;
Rencana tindak;
Rencana pembiayaan; dan
Pemberian ganti rugi berupa uang dan/ atau tanah pengganti.
Dalam hal perencanaan pembangunan bendungan berada dalam
kawasan hutan, ketentuan mengenai studi kelayakan, penyusunan
desain, dan studi pengadaan tanah dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan bidang kehutanan.
d) Dokumen Studi Pengadaan Tanah dan Studi Permukiman Kembali
Dokumen perencanaan pengadaan tanah mencakup administratif,
ketentuan teknis, dan tahapan penyusunan dokumen perencanaan
pengadaan tanah yang diperuntukkan bagi tim yang ditunjuk/dibentuk oleh
instansi yang memerlukan tanah untuk keperluan infrastruktur PUPR.
Persyaratan dokumen perencana pengadaan tanah memuat:
a. Maksud dan tujuan rencana pembangunan
Dimaksudkan untuk menguraikan gambaran secara umum yang ingin
dicapai dari rencana pembangunan untuk kepentingan umum, dan
memiliki tujuan untuk menguraikan hal-hal spesifik yang akan dicapai
untuk dapat mewujudkan maksud rencana pembangunan untuk
kepentingan umum.
Manfaatnya ialah dapat menguraikan kegunaan yang akan diperoleh
masyarakat umum dari rencana pembangunan untuk kepentingan
umum, dan memiliki dasar uraian maksud, tujuan, dan manfaat yang
berdasarkan pada analis; rencana pembangunan jangka mengengah
Operasi darurat, untuk penurunan muka air waduk secara cepat pada
kondisi darurat.
Dalam hal terjadi keadaan darurat atau situasi luar biasa, operasi
bendungan beserta waduknya diutamakan untuk tujuan keamanan
bendungan dan keselamatan lingkungan hidup.
Pemeliharaan meliputi:
Pemeliharaan pencegahan, ditujukan untuk mencegah terjadinya
kerusakan dan kemunduran mutu bendungan dan bangunan
pelengkapnya, serta memperpanjang umur manfaat. Pemeliharaan
pencegahan dilakukan:
Secara rutin (pemeliharaan rutin); dan
Secara berkala atau terjadwal (pemeliharaan berkala).
Pemeliharaan luar biasa, dilakukan berdasarkan kebutuhan diluar
jadwal pemeliharaan yang telah ditetapkan, ditujukan untuk perbaikan
kerusakan yang disebabkan oleh kemunduran mutu, banjir, gempa
bumi, kemacetan peralatan, kegagalan (structural, hidrolis, rembesan,
operasi, dll), vandalism, dan lain sebagainya. Pemeliharaan luar biasa
meliputi:
Pemeliharaan perbaikan (repair, remedial work);
Pekerjaan perkuatan; dan
Rehabilitasi.
b. Pemeliharaan waduk; dan
Pemeliharaan waduk dimaksudkan untuk:
Mempertahankan fungsi waduk sesuai dengan umur layan;
Menjaga kuantitas dan kualitas air waduk; dan
Menjaga keamanan bendungan.
c. Pemantauan bendungan;
Pemantauan bendungan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
gejala permasalahan pada bendungan secara dini guna pengambilan
tindakan oleh pengelola bendungan secara cepat dan tepat.
Dokumen laporan akhir pelaksanaan konstruksi yang dibuat oleh
pembangun bendungan dipergunakan sebagai salah satu acuan dalam
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan bendungan. Izin operasi
Kondui
Konduit Pengendali
Apabila pada satu daerah aliran sungai dibangun lebih dari satu
bendungan dalam waktu bersamaan, penyusunan rencana tindak darurat
dilakukan secara terkoordnasi antarpara Pembangun bendungan
sehingga rencana tindak darurat setiap bendungan menjadi satu
kesatuan rencana tindak darurat.
Tindakan pengamanan bendungan dilakukan dengan cara:
a. Memberitahukan kepada pihak terkait dengan bendungan;
b. Mengoperasikan peralatan hidro-elektro mekanikan bendungan; dan
c. Melakukan upaya mencegahan keruntuhan bendungan.
Tindakan pengamanan bendungan dilakukan oleh Pengelola bendungan.
Tindakan penyelamatan masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan. Rencana tindak darurat yang telah ditetapkan
harus disosialisasikan oleh Pembangun bendungan kepada unsur
masyarakat yang terpengaruh potensi kegagalan bendungan serta
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota
yang wilayahnya terpengaruh potensi kegagalan bendungan.
Pengelola bendungan harus meninjau kembali rencana tindak darurat
apabila terjadi perkembangan kondisi sumber daya air, lingkungan, dan
perkembangan keadaan social di hilir bendungan. Berdasarkan hasil
peninjauan kembali rencana tindak darurat diajukan oleh Pengelola
bendungan kepada Pemilik bendungan untuk ditetapkan. Tata cara
penyusunan rencana tindak darurat dilakukan sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri.
j) Izin Pengisian Awal Waduk
Dalam pengajuan izin pengisian awal waduk, pemohon harus melengkapi
dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis seperti:
a. Dokumen administratif
1) Permohonan izin pengisian awal waduk
2) Identitas pemilik/pembangun bendungan
3) Rencana pembentukan unit pengelola bendungan
4) Izin lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5) Kesanggupan untuk penyediaan dana amanah dan rencana realisasi
penyedianya, bagi bendungan yang dibangun atau dimiliki oelh badan
usaha.
b. Dokumen teknis
Dokumen teknis yang disiapkan meliputi:
1) Laporan akhir pelaksanaan konstruksi beserta evaluasinya
2) Laporan pelaksanaan penyiapan daerah genangan waduk
3) Rencana pengisian awal waduk, meliputi: rencana pelaksanaan
pengisian awal, rencana pemantauan selama pengisian awal, rencana
pengawasan dan pengendalian, serta kesiapan sumber daya manusia
dalam melaksanakan pengisian awal dan pemantauan bendungan.
4) Rencana pengelolaan bendungan
5) Rencana tindak darurat
k) As Built Drawing
As built drawing meruakan gambar yang sesuai dengan kondisi lapangan
yang telah selesai pengerjaannya. Proses pekerjaannya biasanya
Pembangun laksanakan pada akhir proyek konstruksi. Dalam
pelaksanaannya, ada kondisi bangunan yang harus berubah dan berbeda
dari gambar untuk menyesuaikan kondisi lapangan saat itu. Hal ini menjadi
salah satu alas an mengapa As built drawing perlu. As built drawing dapat
digunakan untuk operasi dan pemeliharaan dikemudian hari, sehingga
pihak yang melaksanakannya bisa mengetahui kondisi nyata bangunan dari
As built drawing. Dengan demikian, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan tepat.
l) Dokumen Laporan Hasil Akhir Pelaksanaan Konstruksi
Laporan akhir pelaksanaan konstruksi bendungan setidaknya memuat:
Uraian mengenai maksud dan tujuan pembangunan bendungan.
Lembar Informasi Bendungan (LIB) yang memuat informasi tentang
data pokok bendungan beserta waduknya.
Pelaksanaan perbaikan pondasi dan evaluasinya.
Pemasangan instrumentasi bendungan dan evaluasi data instrumentasi.
Hasil uji mutu konstruksi dan evaluasinya.
Evaluasi keamanan bendungan berdasar kondisi terbangun.
Metode pelaksanaan yang paling sedikit meliputi cara pengelakan aliran
sungai dan penimbunan tubuh bendungan.
Pelaksanaan pemasangan peralatan hidromekanikal dan elektrikal,
beserta laporan dan berita acara/sertifikat ujinya.
Puncak :
Lereng Hilir
Permukaan Tanah :
Tanda-tanda gerakan ?
Tonjolan ? Lubang benam (sinkholes) ?
Retakan ? Erosi ? Penurunan ?
Terkelupas dimana ? Kedalaman, lerbar
dan panjang retakan ?
Longsor di bawah muka air buri ?
Slump ? Liang hewan ?
Alur lintasan binatang ternak ?
Tangga, Trap ?
Kontak dengan tebing kanan ?
Kontak dengan tebing kiri ?
Drainase sirip ? Parit drainase ?
Berm ?
Tanda-Tanda Rembesan ?
Dimana ? Kuantitas ?
Warna ? Butiran dalam ?
Kondisi Tumbuh-tumbuhan ?
Instrumentasi
Piezometers
Dimana ?
Jumlah ?
Jenis ?
Kondisi ?
Alat Ukur Penurunan
Dimana ?
Jumlah ?
Jenis ?
Kondisi
Pengukuran Rembesan / Kebocoran
Dimana ?
Jumlah ?
Jenis ?
Kondisi ?
Inklinometer
Dimana ?
Jumlah ?
Jenis ?
Kondisi ?
Saluran Pengeluaran
Ada endapan ? Ada penggerusan ?
Kondisi lereng ? Elevasi muka air ?
Lereng
Terlihat lubang benam atau penurunan ?
Ada longsoran ?
Terlihat tanda-tanda bobol ?
Ada retakan ?
Bangunan Pelimpah
Saluran Penghantar
Kondisi ?
Lantai dasar ?
Lereng / Tebing ?
Dinding
Kondisi ?
Pengelupasan ? Erosi ? Kavitasi
Daerah basah ? Dimana ?
Kondisi sambungan ?
Kondisi saluran drainase ? Terhalang ?
Kolam Olak
Jenis ? Kondisi ?
Pengelupasan ? Erosi ?
Kavitasi ? Retakan ?
Daerah basah ? Dimana ?
Dinding ?
Sambungan dinding ?
Pelat lantai ?
Sambungan pelat lantai ?
Peredam enersi ?
Lereng di atas kolam ?
Kondisi ?
Pengeluaran
Lokasi ?
Jenis ?
Akses / Jalan Masuk ?
Kondisi ?
Pengelupasan ? Erosi ? Kavitasi ?
Daerah Basah ? Dimana ?
Kondisi sambungan ?
Kondisi drainase ? Terhalang ?
Endapan ?
Konduit (Culvert)
Ukuran ? Kondisi ?
Pengelupasan ? Erosi ? Kavitasi ?
Lapisan basah ? Dimana ?
Kondisi sambungan ?
Kondisi drainase ? Terhalang ?
Endapan ?
b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan yang dilakukan secara khusus terhadap masalah yang timbul
pada suatu bendungan, seperti adanya longsoran, bocoran, penurunan yang
berlebihan retakan – retakan besar dan lain sebagainya.
Melaksanakan Pemeriksaan detail (investigasi) terhadap komponen
bendungan batu lapis lindung lereng hilir (Dam Rip – Rap) yang menunjukka
adanya perubahan geometric lereng dan atau gejala kerusakan.
Melaksanakan pemeriksaan detail (investigasi) di tubuh bendungan terjadi
sliding di bagian hilir tengah bendungan).
Melaksanakan pemeriksaan detail (investigasi) terhadap adanya pompanisasi
di tubuh bendungan (pompanisasi di hulu bendungan).
c. Survei Topografi
Untuk mendukung pekerjaan ini maka dilakukan survei pengambilan data
primer/lapangan melalui kegiatan survei topografi. Survei topografi yang
d. Survei Geologi
Dalam menjajagi kemungkinan pelaksanaan, investigasi geologi dilakukan
melalui survei geologi permukaan dan bawah permukaan.
1. survei geologi permukaan
data yang diperoleh dari survei geologi permukaan memberikan informasi
tentang stratigrafi, jenis, dan sifat-sifat batuan, struktur geologi, hidrologi,
orientasi bidang-bidang diskontinyuitas seperti struktur sesar, struktur
kekar, daerah longsoran, serta lokasi-lokasi sumber material atau bahan
konstruksi.
2. Survey geologi bawah permukaan
Tahap ini dimaksudkan untuk mengklasifikasikan batuan pondasi
berdasarkan sifat-sifat teknisnya, antara lain kondisi geologi yang
mencakup jenis dan sifat-sifat batuan, baik fisik maupun mekanik, serta
sifat hidraulik dan data yang lengkap guna menentukan jenis bendungan
serta perbaikan pondasinya. Survei geologi bawah permukaan dapat
dilakukan dengan pemboran inti, seismik, dan pembuatan terowong uji.
e. Pemeriksaan Instrumentasi
Jadwal pemeriksaan dan pembacaan instrumen bendungan adalah seperti
tabel berikut:
Tabel E. 3. Jadwal Pemantauan Instrumentasi dan Inspeksi
Jenis Tahap
Instrumen
Pengu- Konstruks Pengisian Tahun-i Operasi
(Pengukuran)
kuran i Awal Operasi Selanjutnya
Harian
selama
pengisian
1x 1x
Pendulum atau 1x perbulan
seminggu perbulan
Defleksi / Deformasi
elevasi-
elevasi
tertentu
2x setahun
1x 1x 1x
Patok geser saat waduk
seminggu seminggu perbulan
penuh
1x 1x 1x 1x per 3
Deformasi
seminggu seminggu perbulan bulan
Ekstensometer 1x 1x 1x 1x per 3
(multi titik) seminggu seminggu perbulan bulan
Jenis Tahap
Instrumen
Pengu- Pengisian Tahun-i Operasi
(Pengukuran) Konstruksi
kuran Awal Operasi Selanjutnya
1x 1x 1x 1x per 3
Regangan / Suhu
Stressmeter
Tegangan / seminggu seminggu perbulan bulan
1x 1x 1x 1x per 3
Strainmeter
seminggu seminggu perbulan bulan
1x 1x 1x 1x per 3
Termometer
seminggu seminggu perbulan bulan
1x 1x
Gaya angkat 1x perhari 2x perbulan
seminggu seminggu
Rembesan /
Pisometrik
1x 1x
Rembesan 1x perhari 2x perbulan
seminggu seminggu
1x 1x
Pisometer 1x perhari 2x perbulan
seminggu seminggu
Inspeksi
1x 1x 1 - 2x
Visual 1x perhari
perbulan seminggu perbulan
S0 0
k
S k =∑ ( Y i−Y )
¿
i=1 dg k = 1,2,3,...,n
¿
Sk
S **
k =
Dy
n
∑ ( Y i −Y )2
i=1
D 2y =
n
nilai statistik Q dan R
**
Q= maks
Sk
0 k n
**
R=
S
maks k - min
S **
k
0kn 0kn
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/√n dan
R/√n. Hasil yang di dapat dibandingkan dengan nilai Q/√n syarat dan
R/√n syarat, jika lebih kecil maka data masih dalam batasan
konsisten.
c. Hujan Rerata Daerah
Apabila suatu DPS terwakili oleh beberapa stasiun hujan, maka akan
dicari hujan rerata daerah. Hujan rerata daerah akan dihitung dengan
beberpa metode yang ada yaitu : metode polygon thiessen, rerata
aritmatik atau dengan metode isyhiet. Apabila hanya diwakili oleh
satu stasiun maka harus diadakan koreksi dengan factor reduksi
daerah.
d. Analisis Frekuensi
Kala ulang (return period) didefinisikan sebagai waktu hipotetik di
mana hujan atau debit dengan suatu besaran tertentu akan disamai
atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Analisis
frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data yang tersedia
untuk memperoleh probabilitas besaran hujan (debit) di masa
yang akan datang.
1) Pemilihan Distribusi
Untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan kala ulang
tertentu, terlebih dahulu data-data hujan didekatkan dengan
suatu sebaran distribusi, agar dalam memperkiraan besarnya
debit banjir tidak sampai jauh melenceng dari kenyataan banjir
yang terjadi .
Sebaran teoritis yang biasa dipakai meliputi Sebaran Normal, Log
Normal, Gumbell dan Log Pearson Type III.
Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam penentuan distribusi
tersebut antara lain :
S1 =
√ (X- X )2
n−1 = Standar Deviasi
Cv =S/X = Koefisien Keragaman
= Koefisien Kepencengan
= Koefisien Kurtosis
dengan:
X cal = nilai kritis hasil perhitungan
k = jumlah data
Ef = nilai yang diharapkan (Expected Frequency)
Of = nilai yang diamati (Observed Frequency)
Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan *. Untuk
kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang di dapat dari
perhitungan sebagai berikut
DK = JK - ( P + 1)
dengan
DK = Derajat Kebebasan
JK = Jumlah Kelas
P = Faktor Keterikatan (untuk pengujian chi kuadrat
mempunyai keterikatan 2)
e. Distribusi Hujan Jam-Jaman
Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan cara
pengamatan langsung terhadap data pencatatan hujan jam-jaman
pada stasiun yang paling berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka
bisa menirukan perilaku hujan jam-jaman yang mirip dengan daerah
setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi tersebut diperoleh
dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi
tertentu. Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan
tersebut dipilih distribusi tinggi hujan rancangan dengan berdasarkan
analisis frekuensi dan frekuensi kemunculan tertinggi pada distribusi
hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap jam
terhadap tinggi hujan total pada distribusi hujan yang ditetapkan.
Hubungan tinggi-durasi hujan untuk durasi 4 hingga 24 jam dan juga
untuk durasi 1 hingga 6 jam ditabelkan pada PSA-007. Kutipan kedua
tabel ditunjukkan pada Tabel 3.6 dan 3.7 Informasi tersebut
digabungkan menjadi suatu hubungan dan disajikan pada Tabel 3.8.
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Durasi (jam)
- Debit Banjir
a) Metode Nakayasu
Persamaan umum hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah
sebagai berikut (Soemarto, 1987) :
12∗A∗Ro
Qp=
3.68∗(0.3∗Tp+T 0.3 )
dengan:
Qp = debit puncak banjir (m3 /dt)
R0 = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai
puncak banjir (jam)
T0.3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari
debit puncak
sampai menjadi 30 %dari debit puncak
Tp = Tg + 0.8 Tr
Tg = 0.21 * L 0.7 ** L * 15 km
Tg = 0.4 + 0.058 * L ** L * 15 km
T0.3 = α X Tg
dengan :
L = panjang alur sungai (km)
Tg = waktu konsentrasi (jam)
Tr = satuan waktu hujan diambil 1 jam
α = untuk daerah pengaliran biasa diambil nilai 2
Persamaan hidrograf satuannya adalah:
1. Pada kurva naik
0*t*T Qt = ( t / Tp )2.4 x Qp
2. Pada kurva turun
- Tp < t * Tp + T0.3
( )¿
t-T p+0 .5 T 0. 3
1.5T0. 3
- Tp +T , < t * T +2,5T
Qt =¿ Q p×0 .3
b) Methode Snyder
Dalam permulaan tahun 1938, F.F. Snyder dari Amerika Serikat
telah membuat persamaan empiris dengan koefisien-koefisien
empiris yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan
karakteristik daerah pengaliran. Hidrograf satuan tersebut
ditentukan secara cukup baik dengan hubungan ketiga unsur yang
lain yaitu Qp ( m3/dt ), Tb serta Tr ( jam ).
i tr
T t
tp
Qp
Tp t
Tb
- Curah Hujan
Curah hujan q diambil sebagai intensitas rata-rata curah hujan
sampai waktu terjadinya debit puncak. Ini adalah periode T
(waktu konsentrasi) setelah memulainya turun hujan. Curah
hujan q ditentukan sebagai daerah hujan terpusat (point
reainfall) dan dikonversi menjadi luas daerah hujan bq.
Dimana :
Tc = waktu konsentrasi, jam
L = panjang sungai, km
Q = debit puncak, m³/dt
I = kemiringan rata-rata sungai
Untuk penentuan kemiringan sungai, 10% bagian hulu dari
panjang sungai tidak dihitung. Beda tinggi dan panjang diambil
dari suatu titik 0,1 L dari batas hulu daerah aliran sungai.
e) Metode Weduwen
Metode perhitungan banjir Der Weduwen diterbitkan pertama kali
pada tahun 1937. Metode tersebut sahih untuk daerah seluas 100
km2.
Rumus banjir Der Weduwen didasarkan pada rumus-rumus berikut:
Dimana:
Dimana :
Qn = debit banjir (m3/dt) dengan kemungkinan tidak
terpenuhi
n% Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan
kemungkinan tidak terpenuhi n%
a = Koefisien limpasan air hujan
b = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan
daerah aliran sungai
q = curah hujan (m3/dt.km²)
A = Luas daerah aliran (km²) sampai 100 km²
t = lamanya curah hujan (jam)
L = Panjang sungai (km)
I = gradien (Melchior) sungai atau medan
Kemiringan rata-rata sungai I ditentukan dengan cara yang
sama seperti pada metode Melchior. 10% hulu (bagian tercuram)
dari panjang sungai dan beda tinggi tidak dihitung.
Perlu diingat bahwa waktu t dalam metode Der Weduwen adalah
saat-saat kritis curah hujan yang mengacu pada terjadinya debit
puncak. Ini tidak sama dengan waktu konsentrasi dalam metode
Melchior.
Dalam persamaan qn curah hujan sehari rencana (Rn) harus diisi
untuk memperoleh harga curah hujan qn. Perlu dicatat pula
bahwa rumus-rumus Der Weduwen dibuat untuk curah hujan
sehari sebesar 240 mm.
f) Metode Hasper
Perhitungan Banjir Hasper melalui cara sebagai berikut:
- Koefisen aliran ()
- Waktu Konsentrasi
- Hujan Maksimum
Keterangan:
t = waktu curah hujan (jam)
q = hujan maksimum (m3/km2/detik)
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)
Sx = simpangan baku
U = variabel simpangan untuk kala ulang T tahun
Rt = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)
Keterangan:
t = waktu curah hujan (hari)
R3 = curah hujan dalam 24 jam (mm)
R1 = curah hujan dalam t jam (mm)
- Penelusuran Banjir
Prosedur penelusuran banjir pada prinsipnya berdasar pada perhitungan
persamaan kontinuitas massa aliran sederhana sebagai berikut :
Inflow - outflow = perubahan kapasitas
dS
I - O = dt
Bila dinyatakan dalam finite interval waktu:
1 1
S t+1 −S t = 2 (I t +I t+1 ) Δt − 2 (Ot +Ot+1 ) Δt
Atau
[ I t + I t +1
2 ][
+
St
Δt
−
Ot
2 ][
=
S t+1 O t +1
Δt
+
2 ]
[ I t + I t +1
2 ] +ψ =φ
Dengan :
sungai. Oleh karena itu, hal yang paling penting diperhatikan dari
karakteristik fisik embung adalah berapa besar kapasitas
tampungannya.
Luas yang tertandai di peta kontur berikut ini adalah lokasi Embung .
Elevasi kontur dan area yang direncanakan di masing-masing elevasi
dapat diplot dari kurva hasil hubungan antara Kapasitas Waduk dan
Elevasi pada peta kontur, hubungan kapasitas waduk dan elevasi
disebut kurva Kapasitas Tampungan Waduk, untuk lebih jelasnya seperti
pada gambar E.7.
Volume air yang dapat tertampung di waduk dapat dihitung setelah
menentukan peningkatan tampungan diantara dua elevasi permukaan
air (∆s). Kenaikan jumlah tampungan diantara dua elevasi (∆s) biasanya
dihitung dengan mengalikan luas rata-rata pada dua elevasi dengan
beda elevasinya (∆h).
Untuk menghitung volume antar interval kontur dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Santosh Kumar, 2001:882):
A1 + A 2
ΔS= ( Δh )
2
Dimana
A 1 , A2 , A3 , A 4 ...... menunjukkan luasan diantara garis elevasi berurutan
yang mempunyai interval tingginya adalah h. Dari kapasitas tampungan berbagai
tinggi permukaan air yang diplot dan dianalisis, akan diperoleh kurva kapasitas
tampungan waduk.
Keterangan:
∆ St : Perubahan tampungan atau tampungan akhir pada
periode ke t (m3)
St : Tampungan awal pada periode ke t (m3)
It : Masukkan air atau inflow pada periode ke t (m3)
Ot : Keluaran air atau outflow termasuk lepasan air untuk kebutuhan
(irigasi, air baku dan pemeliharaan air sungai) dan kehilangan air pada
periode ke t (m3).
Dalam metode ini muka air pada permukaan embung disimulasikan
dengan berbagai kondisi tipe masukan air ( inflow). Simulasi
tampungn embung berguna untuk mengetahui perilaku embung pada
tampungan efektip, jika lepasan air diberikan sesuai dengan
kebutuhannya. Simulasi tampungan embung ini digunakan sebagai
identifikasi awal untuk mengetahui potensi peningkatan pelayanan
kebutuhan (air baku) di embung.
Setelah melakukan simulasi tampungan embung, dihitung kinerja
embung dengan parameter keandalan ( α). Parameter ini didasari
dengan kondisi tampungan, jika tampungan < 0 maka terjadi
kegagalan. Keandalan minimum untuk kebutuhan air irigasi adalah 80%
dan kebutuhan air baku adalah 100%.
f
α =1−
T
Keterangan:
α : Keandalan waduk (%)
f : Jumlah periode gagal atau tampungan < 0
T : Jumlah periode
Jika keandalan tampungan embung tidak memenuhi keandalan
minimum maka dibutuhkan optimasi untuk dapat memenuhi keandalan
tampungan embung tersebut, dengan cara mengatur lepasan air untuk
pelayanan kebutuhan air di hilir embung. Metode optimasi yang
digunakan adalah program linier, dengan fungsi tujuan
memaksimumkan nilai intensitas pertanaman (IP) hingga 300% per
tahun. Dengan memaksimumkan IP, nilai ekonomis terhadap panen
dari komoditas tanaman menjadi meningkat.
b. Analisis Geologi
- Mengintepretasikan hasil pengukuran dan pembacaan alat instrumentasi
di lapangan.
- Analisis data hasil pengukuran dan pembacaan alat instrumen.
D.5 Evaluasi Perilaku Bendungan
E.2.5.1. Evaluasi Tahap Pertama
Mengkaji semua data yang ada dari pencatatan instrumentasi, OP
Bendungan dan bangunan pelengkapnya, sehingga benear – benar
memahami perilaku bendungan dan riwayat operasi serta
pemeliharaannya.
Melakuakan identifikasi semua potensi masalah yang dampaknya
merugikan terhadap keamanan hulu dan hilir bendungan serta periksa
kecukupan bendungan dan bangunan pelengkapnya untuk memenuhi
fungsinya, dengan didukung data yang relevan, pertimbangan dan
analisis teknis diantaranya dengan membandingkan perilaku bendungan
dengan perilaku yang direncanakan dalam desain.
E.2.5.2. Evaluasi Tahap Kedua
Melakukan analisis teknik untuk menilai status/ tingkat keamanan bendungan
ditinjau dari:
a) Aspek Struktur: Stabilitas tubuh bendungan termasuk stabilitas terhadap gempa
pada kondisi normal dan luar biasa, minimal pada potongan : bagian tertinggi,
bagian yang perilakunya menyimpang dan bagian yang geometrinya berubah
cukup besar dan bagian kritis.
b) Aspek hidrolik (kecukupan pelimpah, tinggi jagaan, erosi eksternal dan lain –
lain).
c) Aspek rembesan (erosi internal, piping, boiling, uplift, pelarutan materil
bendungan dan pondasi, dan lain – lain).
d) Sistem operasi bendungan.
E.2.5.3. Evaluasi Tahap Ketiga
Catatan kejadian khusus seperti: gempa bumi, banjir besar dan kekeringan.
D.6 Pelaporan
Produk dari kegiatan ini berupa laporan dengan perincian sebagai berikut: