Anda di halaman 1dari 16

JURNAL SIMETRIK

ISSN : 2302-9579
VOLUME 6, NOMOR 2, Desember 2016

Penanggung Jawab
Dr. Sammy Saptenno, SE., M.Si

Ketua Penyunting
Vicky Salamena, SST., MT

Redaktur
Aleksander A Patty, ST., MT

Penyunting Pelaksana
Luwis H. Laisina, ST., MT
Paulus F. Picauly, ST., M.Eng
Graciadiana I. Huka, ST., MT
Reynold P. J. V. Nikijuluw, S.Pd., M.Ed

Desain Grafis
Ridolf Kermite, ST

Tata Usaha
Wa Hauli

Alamat Penyunting dan Tata Usaha :


Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Politeknik Negeri Ambon
Jln. Ir. M. Puttuhena Wailela Rumah Tiga Kota Ambon 97234.
Website: www.uppm.polnam.ac.id. e-mail: jurnalsimetrik@gmail.com
i
DAFTAR ISI

STUDI PENILAIAN KONDISI DAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP FLUKTUASI 1 - 13


DEBIT SUNGAI (STUDI KASUS PADA SUB DAS JANGKOK PULAU LOMBOK)
(RUDI SERANG)

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DASAR BAGI KOMUNITAS ANAK


14 - 23
BERBASIS MEDIA DIGITAL MENINGKATKAN KOSA- KATA LISTENING DAN
SPEAKING.
(MEITI LEATEMIA)

ANALISA FAKTOR AMAN LERENG TIMBUNAN JALAN TOL SEMARANG – SOLO


24 - 30
MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSTUDIO
(NUSYE LEWAHERILLA)

RANCANG BANGUN TIRAI OTOMATIS MIKROKONTROLER ATMEGA 328 DENGAN


31 - 44
SENSOR LDR DAN LM35
(ARI PERMANA L, RINA LATUCONSINA, KHABIB MIZAIR, RAMLI MANAHAJI)

OPTIMUM TRAIN SET FOR CONTINUOUS SPEAKER DEPENDENT INDONESIAN


45 - 48
DIGIT RECOGNIZER
(ZULKARNAEN HATALA)

STUDY EXPERIMEN KOMPOSIT POLYESTER SERAT AMPAS EMPULUR SAGU


49 - 51
TERHADAP KEKUATAN IMPAK
(ARTHUR YANNY LEIWAKABESSY)

IMPLEMENTASI TQM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN,


52 – 60
YANG DIDUKUNG OLEH KEPUASAN KERJA KARYAWAN (REKAN SEKERJA YANG
MENDUKUNG) SEBAGAI VARIABEL MODERATOR
(STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA)
(DADY MAIRUHU)

IBM KELOMPOK USAHA MAKANAN NON TEPUNG DI DESA PASSO KOTA AMBON
61 - 65
(JEFFRIE Y MALAKAUSEYA, GRACIADIANA I HUKA)

ii
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 DESEMBER 2016, ISSN : 2302-9579

STUDI PENILAIAN KONDISI DAS


DAN IMPLIKASINYA TERHADAP FLUKTUASI DEBIT SUNGAI
(STUDI KASUS PADA SUB DAS JANGKOK PULAU LOMBOK)

Rudi Serang1)
1)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon
E - mail : rudiserang@ymail.com

Abstrak

Dua dekade terakhir telah terjadi perubahan sebagian kawasan hutan menjadi kebun di bagian hulu sub DAS
Jangkok. Perubahan tataguna lahan yang terjadi di kawasan tersebut akan berpengaruh terhadap koefesien limpasan,
erosi, dan fluktuasi debit sungai.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi bagian hulu sub DAS Jangkok
ditinjau dari perubahan tataguna lahan, erosi, dan limpasan permukaan serta pengaruhnya terhadap fluktuasi debit
sungai.Metodelogi yang digunakan adalah model digital AVSWAT 2000 dan analisis statistik pengukuran dispersi
deviasi rata-rata (MD). Model AVSWAT 2000 digunakan untuk menganalisis erosi dan limpasan permukaan yang
terjadi di daerah tersebut. Sedangkan analisis terhadap fluktuasi debit menggunakan rumus statistik deviasai rata-
rata (MD) dan nilai KRS (Qmaks/Qmin). Kondisi hulu sub DAS Jangkok akibat perubahan kawasan hutan menjadi
kebun dari tahun 1995-2010 seluas 17.32 % masih dalam kualitas baik. Peniliain ini berdasarkan parameter yaitu;
(1) Angka koefisien C = 0.16. Artinya 16% curah hujan menjadi limpasan permukaan dan sebesar 84% akan
terinfiltrasi mengisi air tanah. Dan (2) Laju erosi potensial rata-rata rendah sekitar 5.75 ton/ha/tahun. Dengan batas
toleransi erosi yang diperbolehkan sebesar 9.6 ton/ha/tahun, maka diperoleh indeks bahaya erosinya = 0.59 < 1
(kategori rendah).
Perubahan tataguna lahan bagian hulu sub DAS Jangkok, secara umum tidak berimplikasi signifikan
terhadap fluktuasi debit sungai. Hal ini dapat diketahui dari nilai koefisien regim sungai (KRS) dan deviasi rata-rata
(MD) debit sungai tahunan. Pada periode tahun 1992-1996 diperoleh nilai KRS (1.67) dan MD (0.21 m3/det). Pada
periode tahun 1997-2003 menujukkan nilai KRS (2.47) dan MD (0.35 m3/det). Sedangkan tahun 2004-2010
diperoleh nilai KRS (2.0) dan MD (0.25) m3/det. Namun demikian, dari data yang ada menunjukkan terjadi
penurunan debit sungai sebesar 0.03 m3/det pertahunnya, curah hujan sebesar 14.64 mm/tahun dan hari hujan
sebanyak 10 hari dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Kata kunci: Perubahan tataguna lahan, DAS, Limpasan Permukaan, erosi dan fluktuasi debit sungai

1. PENDAHULUAN Hasil interpretasi landsat tahun 2006 luas Sub


Latar Belakang DAS Jangkok Pulau Lombok adalah 18.684,27 ha yang
Kerusakan lingkungan yang semakin luas akibat terdiri bagian hulu luas 13.170,51 ha dan hilir 5.513,76
kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan ha. Dalam jangka waktu tujuh tahun (tahun 1999 s/d
penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) 2006) telah terjadi degradasi hutan primer sebesar
dalam menahan dan menyimpan air. Hal yang 1.751,13 ha (13,30%) atau 250,16 ha (1,90%) per tahun
memprihatinkan adalah indikasi terjadinya proses dan sisa hutan lahan kering primer pada tahun 2006
percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air. Hal adalah 11.419,30 ha (86,70%). Konversi hutan primer
tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya laju terbanyak adalah menjadi hutan lahan kering sekunder
deforestasi sebesar 1,6 juta ha per tahun pada periode sebesar 1.267,56 ha (72,39%) atau 181,08 ha (10,34%)
1985-1997 menjadi 2,1 ha per tahun pada periode 1997- per tahun (WWF, 2008).
2001. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh laju
peningkatan jumlah DAS kritis yaitu 22 DAS pada Identifikasi Masalah
tahun 1984, 39 DAS pada tahun 1992 dan 62 DAS pada Sub DAS Jangkok berada dalam DAS Dodokan
tahun 1998. Kecenderungan meluas dan bertambahnya Pulau Lombok. DAS Dodokan termasuk DAS super
jumlah DAS kritis telah mengarah pada tingkat prioritas Tahun 2000. Bagian hulu sub DAS Jangkok
kelangkaan dan peningkatan daya rusak air yang merupakan kawasan Hutan Sesaot yang berfungsi
semakin serius (Bisri, 2009). sebagai daerah resepan air. Pada 2 dekade terakhir telah

1
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 DESEMBER 2016, ISSN : 2302-9579

terjadi perubahan sebagian kawasan hutan menjadi Rumusan Masalah


kebun campuran di bagian hulu sub DAS Jangkok. Berdasarkan permasalahan yang terjadi di
Perubahan tataguna lahan ini telah menyebabkan bagian hulu sub DAS Jangkok, maka dapat dirumuskan
terjadinya peningkatan koefesien limpasan dan erosi di masalah sebagai berikut:
kawasan tersebut. Erosi lahan yang terjadi dapat dilihat 1. Bagaimana kondisi DAS ditinjau dari
dari sedimentasi yang terjadi dibendung Jangkok. perubahan tata guna lahan, erosi dan limpasan?
Bendung Jangkok merupakan bendung pertama yang 2. Bagaimana pengaruh kondisi DAS terhadap
terdapat di hulu sub DAS Jangkok. fluktuasi debit sungai?

Tujuan dan Manfaat Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi bagian hulu sub DAS
Jangkok ditinjau dari perubahan tataguna lahan,
erosi dan limpasan.
2. Mengetahui pengaruh kondisi DAS terhadap
fluktuasi debit sungai.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah
Gambar 1 Sedimentasi di Bendung Jangkok 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa
dijadikan bahan rujukan instansi pemerintah
Dalam penelitian ini akan dikaji perubahan (Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kehutanan,
tataguna lahan, erosi, limpasan permukaan dan fluktuasi Dinas Pertanian) dalam pengambilan kebijakan
debit sungai yang terjadi dibagian hulu sub DAS tentang pengendalian, pemulihan dan
Jangkok. Perhitungan potensi laju erosi akan dianalisa pengelolaan sub DAS Jangkok yang
dengan menggunakan AVSWAT 2000. berkelanjutan.
2. Masyarakat semakin menyadari tindakan
Batasan Masalah perusakan hutan akan membahayakan
1. Lokasi penelitian adalah Bagian hulu Sub DAS ekosistem DAS sehingga mengancam sumber
Jangkok. air di daerah tersebut.
2. Permasalahan yang dikaji adalah perubahan
tataguna lahan, erosi, limpasan dan fluktuasi debit
sungai. 2. TINJAUAN PUSTAKA
3. Fluktuasi debit sungai yang dikaji adalah debit Daerah Aliran Sungai (DAS)
sungai yang tercatat pada AWLR Aiknyet. Asdak (2004) mendefinisikan DAS sebagai salah
4. Perhitungan besaran erosi dengan menggunakan satu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh
MUSLE (Modified Unerversal Soil Loss Equation) punggung-punggung gunung yang menampung dan
AVSWAT 2000. menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya
5. Analisa debit limpasan dengan menggunakan ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut
metode Rasional Modifikasi AVSWAT 2000. dinamakan daerah tangkapan air yang merupakan
6. Analisa spasial sebaran erosi dengan menggunakan ekosistem denganunsur utamanya terdiri atas sumber
teknologi Sistem Informasi Geografis dengan daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya
perangkat lunak AVSWAT 2000. manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam.
7. Interpretasi data digital citra landsat menggunakan Sedangkan menurut Suripin (2002) DAS sebagai
software Er Mapper 7.0. suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti
8. Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan punggung bukit-bukit atau gunung, maupun batas
dan analisa menggunakan program ArcView 3.3 buatan, seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang
dengan eksistensi AVSWAT 2000 dianggap turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke
universal dan sudah teruji kebenarannya. titik kontrol.
9. Tidak membahas penyebab terjadinya kerusakan
daerah studi. Ekosistem DAS
10. Tidak membahas dan merencanakan bangunan Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri
pengendali erosi. atas komponen-komponen yang saling berintegrasi
11. Tidak membahas dampak ekonomi, sosial dan sehingga membentuk suatu kesatuan. Daerah aliran
budaya akibat kerusakan DAS. sungai dapatlah dipandang sebagai suatu ekosistem
2
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 DESEMBER 2016, ISSN : 2302-9579

dimana terdapat keterkaitan baik secara langsung Program AVSWAT 2000 (Arc View Soil and Water
ataupun tidak langsung antara komponen-komponen Assessment Tool)
penyusun DAS. AVSWAT 2000 (Arc View Soil and Water
Assessment Tool) adalah sebuah software yang berbasis
Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView 3.1 atau 3.2
(ESRI) sebagai ekstensi (graphical user interface) di
dalamnya. Program ini di keluarkan oleh Texas Water
Resources Institute, College Station, Texas, USA.
ArcView sendiri adalah salah satu dari sekitar banyak
program yang berbasis Sistem Informasi Geografis
(SIG).
Program AVSWAT 2000 merupakan
perkembangan dari versi sebelumnya, SWAT (Soil and
Water Assessment Tool) yang tidak bekerja dalam
software ArcView. AVSWAT dirancang untuk
Gambar 2 Fungsi ekosistem DAS memprediksi pengaruh manajemen lahan pada aliran air,
sedimen, dan lahan pertanian dalam suatu hubungan
Indikator Keberhasilan Pengelolaan Daerah Aliran yang kompleks pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sungai (DAS) termasuk di dalamnya jenis tanah, tata guna lahan dan
Bisri (2009) mengemukakan beberapa indikator manajemen kondisi lahan secara periodik. Untuk tujuan
pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah pemodelan, program AVSWAT memudahkan pengguna
sebagai berikut: (user) dengan melakukan pembagian suatu wilayah
1) Limpasan Permukaan DAS yang luas menjadi beberapa bagian sub DAS-sub
2) Erosi DAS untuk memudahkan dalam perhitungan. Struktur
3) Produktivitas lahan data yang digunakan sebagai representasi dari kondisi
4) Kekeringan asli kenampakan objek yang ada di bumi. Di dalam
5) Rasio kawasan resepan air pengolahan database, AVSWAT 2000 dibagi dalam dua
6) Kedalaman airtanah kelompok database : jenis data spasial yaitu basis data
7) Perubahan Morfologi sungai dalam struktur vektor dan basis data dalam struktur
8) Kualitas air grid/raster. Berbagai aplikasi yang sering
9) Sedimentasi memanfaatkan struktur data dalam bentuk grid antara
10) Rasio debit maksimum dan minimum lain adalah representasi kondisi elevasi (DEM),
11) Luasan pelanggaran peruntukkan sempadan kemiringan (slope), atau juga sebaran dari distribusi
sungai curah hujan.
Indeks Bahaya Erosi
Indeks bahaya erosi merupakan petunjuk besarnya
bahaya erosi pada suatu lahan, yang didefinisikan
sebagai berikut ( Hammer 1981 dalam Arsyad, 2010) ;
Indeks Bahaya Erosi =
Erosi potensial (ton / ha / tahun)
T (ton / ha / tahun)
Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dibiarkan.
Indeks bahaya erosi dapat ditentukan sebagaimana
tertera pada tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi Menurut
Hammer
Nilai Indeks Bahaya Erosi Harkat
<1,0 Rendah
1,01 – 4,0 Sedang
4,01 – 10,0 Tinggi Gambar 3 Model struktur data dalam AVSWAT
>10,01 Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad, 2010

3
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 DESEMBER 2016, ISSN : 2302-9579

Pengukuran Parameter Statistik


Rata-rata Hitung
Dalam suatu distribusi besarnya nilai rata-rata
hitung (mean) dapat dihitung dari data yang tidak
dikelompokkan atau darai data yang dikelompokkan.
Rata-rata hitung dari hasil pengukuran variat
dengan nilai X1, X2, X3...... Xn ialah hasil penjumlahan
nilai-nilai tersebut dibagi dengan jumlah pengukuran
besar n. Bila rata-rata hitung dinyatakan sebagai (di
baca X bar), maka nilai yang diberikan adalah :

Keterangan: Gambar 4 Lokasi Studi


X = rata-rata hitung
n = jumlah data Alur Penelitian
Mulai
Deviasi rata-rata (MD)
Deviasi rata-rata (mean deviation, average
deviation) adalah nilai rata-rata penyimpangan (deviasi)
mutlak (absolute) dari rata-rata hitung (mean) untuk Peta Tataguna
Lahan
Peta Jenis Tanah
Digital
Data Hujan
Peta Topografi
Digital
Data Debit
Sungai
semau nilai variat. Karena semua nilai
pengamatan/pengukuran dilibatkan dalam perhitungan
maka hasil perhitungan lebih teliti jika dibandingkan
dengan range yang hanya menggunakan 2 nilai ekstrem
saja. Deviasi rata-rata dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

Running AVSWAT

Keterangan: Besaran Erosi, dan


Limpasan
MD = deviasi rata-rata
Xi = nilai variat ke i
X = rata-rata hitung semua variat
Kondisi DAS
n = jumlah data
| | = baca harga mutlak selisih Xi – X
Fluktuasi Debit

3. METODELOGI PENELITIAN
Lokasi Studi Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan di bagian hulu sub DAS
Jangkok. Sub DAS Jangkok merupakan salah satu sub
DAS di DAS Dodokan. Secara administratif sub DAS Selesai

Jangkok berada di 3 kabupaten/kota yakni Kabupaten


Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Barat dan Kota Gambar 3.3. Bagan Alir Penelitian
Gambar 5 Bagan Alir Penelitian
Mataram.

4
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579

Mulai hutan di wilayah studi nampak sekali terlihat pada tahun


2000. Hutan yang terletak di bagian hilir yang
Peta Tataguna Peta Jenis Tanah Peta Topografi
berdekatan dengan titik kontrol (AWLR Aiknyet) dan di
Data Hujan
Lahan Digital Digital sekitar pemukiman penduduk mengalami kerusakan
Klasifikasi Polygon Klasifikasi Polygon TIN yang cukup parah.
Tataguna Lahan Jenis Tanah
Menurut AVSWAT Menurut AVSWAT
Pembuatan Grid
Mendifinisikan Database Tabel
Mendifinisikan
Tataguna Lahan Stasiun Hujan
Tataguna Lahan
AVSWAT dengan beserta
AVSWAT dengan Analisa Spasial
Kategori Theme Koordinat dan
Kategori Theme dengan SWAT
Tataguna Lahan Tabel Curah
Jenis Tanah
Hujan Harian

Kalsifikasi Ulang Kalsifikasi Ulang Mendefinisikan


Tataguna Lahan Jenis Tanah Proyeksi Peta
menurut SWAT menurut AVSWAT

Memfokuskan
Peta Grid Peta Grid Watershed dengan
Tataguna Lahan Jenis Tanah Mendefinisikan membuatt mask grid
(AVSWAT (AVSWAT dan Import Tabel
Landuse Class) Soil Class) Stasiun Hujan dan
Curah Hujan Mendefinisikan Aliran
(Stream)

Overlay Jaringan Sungai


Sintetik (Synthetic
Drainage Network)

HRU
(Hydrologic Response Units) Mendefinisikan Outlet Gambar 7 Peta Tataguna Lahan Tahun1995
dan Inlet sub DAS dan
DAS

Delineasi sub DAS


dan DAS
Database Tabel Distrswat INPUT
(Distribusi HRU, Tataguna Lahan, SWAT
Jenis Tanah pada DAS)
- Peta Batas Das
- Peta Jaringan Sungai
Running AVSWAT Sintetik

Tidak
Parameter sub DAS

Kalibrasi
Qmodel dg QAWLR
0.6<R2<1
Ya

Ya

Erosi dan Limpasan

Gambar 8 Peta Tataguna Lahan Tahun2000


Selesai

Gambar 6 Bagan Alir Perhitungan Laju Erosi dan


Limpasan Permukaan dengan AVSWAT 2000.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi daerah
lokasi penelitian memiliki luas sekitar 6497.69 ha yang
terbagi menjadi 23 subbasin. Setiap subbasin memiliki
luas yang bervariasi mulai dari 3.75 ha sampai dengan
975.44 ha. Peneliti tidak melakukan analisa terhadap sub
Gambar 9 Peta Tataguna Lahan Tahun 2010
DAS Jangkok secara keseluruhan, tetapi sesuai dengan
batasan studi hanya menganalisis perubahan tataguna
Selama 18 tahun terakhir, alih fungsi lahan terjadi
lahan, erosi, limpasan permukaan dan fluktuasi debit
di subbasin 18, 19, 20, 21, 22 dan 23 dari hutan menjadi
sungai di bagian hulu sub DAS Jangkok.
kebun campuran. Laju perubahan luasan hutan menjadi
kebun campuran dari tahun 1995 - 2000 mencapai angka
Perubahan Tataguna Lahan
sekitar 16.69%. Sedangkan, perubahan luasan hutan dari
Perubahan tata guna lahan yang meliputi daerah
tahun 2000-2010 menjadi kebun campuran hanya
studi diperoleh dari data citra satelit landsat tahun 1995,
sebesar 0.63%. Dengan demikikan laju deforestasi
2000 dan 2010. Dari hasil analisa pada data citra
selama 16 tahun di daerah studi hanya 17.32 % dengan
tersebut menunjukkan telah terjadi perubahan tataguna
laju kerusakan hutan pertahunnya mencapai 1.08%.
lahan dari hutan menjadi kebun campuran. Kerusakan
5
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579

Kerusakan hutan di kawasan ini tidak terus


berlanjut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.3.
Luasan perubahan hutan dan kebun campuran sejak
tahun 2000 sampai dengan 2010 tidak mengalami
perkembangan yang signifikan yakni hanya 0,63%. Hal
ini dikarenakan keberadaan Kawasan Hutan Sesaot
sebagai daerah tampungan air alami yang sangat
strategis telah mendorong pemerintah dareah melakukan
sejumlah langkah konservasi untuk menyelamatkan
kerusakan hutan yang lebih parah.
Gambar 10 Perbandingan Luas Tataguna Lahan

Limpasan Permukaan Koefisien Limpasan (C) di Lahan


Limpasan permukaan dipengaruhi banyak faktor, Koefisien air larian (C) merupakan salah satu
secara umum faktor-faktor tersebut berhubungan dengan indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah
iklim terutama curah hujan dan karakteristik daerah mengalami gangguan. Nilai C yang besar menunjukkan
sungai. Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan bahwa lebih banyak air hujan yang melimpas atau
volume air larian. Pada hujan dengan intensitas tinggi, sedikit yang terinfiltrasi. Angka C berkisar antar 0
kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang hingga 1. Angka 0 menunjukkan bahwa bahwa semua
cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kuran air hujan terdistribusi menjadi intersepsi dan infiltrasi.
intensif. Sedangkan angka C=1 menunjukkan bahwa semua air
Selain itu pengaruh DAS terhadap terhadap air larian hujan mengalir sebagai air larian. (Asdak,2004)
adalah melalui bentuk, dan ukuran (morfometri) DAS,
topografi, geologi, dan tataguna lahan. Semakin besar
ukuran DAS, semakin besar air larian dan volume air
larian. (Asdak,2004).

. Tabel 2 Angka Koefesien C Bagian Hulu DAS Jangkok Tahun 1992 - 2010
Volume
Curah Hujan Luas DAS Volume Limpasan
Tahun 2 Curah Hujan 3 Koef. C
(m/Th) (m ) 3 (m )
(m )
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1992 3.3179 215586756.97 40440599.74 0.17


1993 2.7399 178030126.11 36227898.69 0.19
1994 2.498 162312221.26 33838007.54 0.17
1995 2.8267 183670118.43 46347983.31 0.14
1996 3.0743 199758391.44 22346943.09 0.11
1997 1.2866 83599240.94 13993826.4 0.12
1998 1.7104 111136438.45 14820693.64 0.12
1999 2.2068 143390956.72 44715456 0.26
2000 2.0325 132065488.28 25596000 0.33
64976870
2001 1.8463 119966795.08 19446480 0.16
2002 1.5578 101220968.09 15301685.98 0.12
2003 2.9973 194755172.45 27332208 0.19
2004 2.5973 168764424.45 16714512 0.07
2005 2.8273 183709104.55 16779744 0.09
2006 1.8472 120025274.26 24604992 0.19
2007 1.5201 98771340.09 13906512 0.13
2008 2.078 135021935.86 26125305.1 0.16
2009 1.94954 126675007.14 21045467.42 0.14
2010 3.418 222090941.66 32075308.31 0.16
Rata-rata 0.16

Sumber Hasil : Perhitungan

6
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579

Hasil perhitungan koefisien C menunjukkan angka C terjadi peningkatan angka koef C yang cukup ekstrim
bervariasi mulai dari 0.16 hingga 0.51. Pada Tahun 1999 mencapai 0.51. Angka ini mengindikasikan pada Tahun
1999 terjadi perluasan perubahan tataguna lahan dari mulai mengalami kerusakan atau penggundulan sekitar
hutan menjadi kebun campuran. Tahun 1997 hingga 2003 seperti yang terlihat pada citra
Namun dari data keseluruhan, rata-rata angka koef Satelit.
C sebesar 0.16 berarti sebesar 16% air hujan akan Namun, kerusakan tersebut tidak terus berlanjut,
dilimpaskan, sedangkan 84% dari curah hujan yang karena areal hutan yang telah ditebangi tersebut
jatuh di daerah tersebut akan terinfiltrasi ke tanah dijadikan kebun campuran oleh masyarakat serta
mengisi ground water. Dengan demikian kondisi DAS gerakan reboisasi yang dilakukan oleh pemerintah
Bendung Jangkok dalam kondisi baik, karena jumlah air daerah.
yang terinfiltrasi lebih besar dibandingkan dengan yang Selain faktor perubahan kawasan hutan menjadi
melimpas langsung pada saat musim hujan. kebun campuran yang berpengaruh pada nilai koef C.
Pada periode Tahun 1992-1996 angka koef C Faktor tingginya curah hujan juga memiliki pengaruh
sebesar 0.16 meningkat menjadi 0.19 pada periode yang cukup besar, karena dapat menyebabkan kejenuhan
Tahun 1997-2003, sedangkan pada periode Tahun 2004 pada tanah. Sehingga tanah yang jenuh air akan mudah
– 2010 menurun menjadi 0.13. mengalirkan airnya menjadi limpasan seperti yang
Perubahan angka koef C menggambarkan terlihat pada Tahun 1992-1996 dimana rata-rata curah
perubahan tataguna lahan yang terjadi di daerah hujannya mencapai 2891.36 mm/tahun dimana nilai C
tersebut. nya lebih tinggi dibandingkan Tahun 2004-2010 dengan
Pada periode Tahun 1992-1996,bagian hulu sub curah hujan rata-rata tahunan 2319.63 mm/tahun.
DAS Jangkok masih merupakan kawasan hutan dan

Grafik Perubahan Koef C Berdasarkan


Periodesasi Perubahan Tataguna Lahan
0.20
0.18
0.16
0.14
0.12
Koef C

0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
1992-1996 1997-2003 2004-2010
Koef C 0.16 0.19 0.13

Gambar 11 Perubahan Koef C Berdasarkan Periodesasi Perubahan Tataguna Lahan

Laju Erosi Lahan lereng, vegetasi dan aktivitas manusia yang dilakukan di
Laju erosi lahan yang terjadi daerah studi sangat DAS tersebut. Besarnya nilai erosi yang terjadi pada
bervarisasi. Perbedaan ini tentu dipengaruhi sejumlah setiap subbasin menggambarkan respon DAS terhadap
faktor seperti iklim, hujan, sifat tanah, kemiringan faktor-faktor tersebut.

7
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579

Dari hasil analisis menunjukkan laju erosi di erosi tahunan menggambarkan bahwa kondisi di bagian
bagian hulus sub DAS Jangkok masih rendah, karena hulu sub DAS Jangkok masih baik.
rata-rata laju erosi potensial dibawah 5.75 ton/ha/tahun
lebih rendah dari batas toleransi erosi yang
diperbolehkan sebesar 9.6 ton/ha/tahun. Rendahnya laju

Potensi Erosi Lahan (Ton/tahun)


Subbasin
1995 1999 2003 2005 2010
1 0.80 1.74 0.47 0.39 1.13
2 0.51 1.08 0.29 0.24 0.70
3 1.06 2.16 0.78 0.64 1.68
4 0.93 1.91 0.71 0.61 1.48
5 1.41 2.99 2.25 1.71 2.18
6 1.60 3.49 2.83 2.32 2.58
7 1.08 2.55 1.77 2.33 1.68
8 1.04 2.38 1.61 1.80 1.57
9 4.15 8.52 8.65 5.30 7.50
10 2.50 5.40 4.99 3.81 4.34
11 3.24 6.85 6.42 4.13 5.58
12 4.60 9.82 9.81 6.20 8.11
13 4.25 9.21 8.98 5.67 7.33
14 5.19 10.59 11.43 7.33 9.82
15 4.35 9.16 8.98 5.57 7.67
16 5.19 10.69 11.10 6.69 9.48
17 3.31 7.14 8.37 6.01 8.28
18 3.97 7.94 10.25 7.10 10.64
19 5.52 11.84 14.25 9.67 13.98
20 5.22 7.75 13.48 9.45 15.77
21 5.13 8.58 13.39 9.38 15.16
22 4.97 6.33 10.42 8.78 14.41
23 4.60 7.79 11.53 8.33 13.39
Rata-rata 3.24 6.34 7.08 4.93 7.15

Sumber: Hasil Perhitungan AVSWAT 2000

Gambar 12 Laju Erosi di Hulu Sub DAS Jangkok Tahun 2010

8
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579

Fluktuasi Debit Sungai Perubahan curah hujan dapat diketahui dengan


Curah Hujan Rata-Rata Tahunan melakukan analisis curah hujan rata-rata tahunan
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dengan interval waktu 10 tahunan. Interval waktu yang
dalam menganalisis fluktuasi debit sungai. Dalam relatif panjang ini dimaksudakn untuk mengurangi bias
ekosistem DAS, curah hujan adalah input, sedangkan akibat pengaruh faktor iklim seperti suhu, kelembaban,
output-nya adalah debit sungai. Berarti perubahan lama penyinaran, kecepatan angin dan penguapan.
input akan berpengaruh terhadap output-nya.
Komponen-komponen DAS yang berupa vegetasi,
tanah dan saluran/sungai dalam hal ini bertindak
sebagai prosessor.

Gambar 14 Penurunan Curah Hujan

Gambar 13 Perbandingan Hari Hujan dengan Curah Dari hasi perhitungan menunjukkan terjadinya
Hujan penurunan curah hujan rata-rata tahunan dari 2410.344
Tabel 4 Curah Hujan Tahunan Stasiun Curah Hujan mm/tahun pada Periode tahun 1992-2000 menjadi
Sesaot 2263.88 mm/tahun pada periode tahun 2001-2010.
Selama 10 tahun terakhir telah terjadi penurunan curah
Curah Rasio
Hari hujan rata-rata sebesar 14.64 mm/tahun. Begitu juga
Tahun Hujan Hari
Hujan dengan hari hujan mengalami penurunan dari 169
(mm/Tahun) Hujan
hari/tahun Periode tahun 1992-2000 menjadi 159
1992 184 3317.9 0.50 hari/tahun pada periode tahun 2001-2010.
1993 176 2739.9 0.48
1994 157 2498 0.43 Grafik Penurunan Hari Hujan
1995 194 2826.7 0.53 200
1996 176 3074.3 0.48
150
1997 129 1286.6 0.35
Hari Hujan

1998 151 1710.4 0.41 100


1999 174 2206.8 0.48
50
2000 176 2032.5 0.48
2001 155 1846.3 0.42 0

2002 128 1557.8 1992-2000 2001-2010


0.35
2003 166 2997.3 0.45
2004 149 2597.3 0.41 Gambar 15 Penurunan Hari Hujan
2005 168 2827.3 0.46
Debit Sungai Aiknyet
2006 176 1847.2 0.48 Perubahan kondisi DAS akan berimplikasi
2007 144 1520.1 0.39 terhadap fluktuasi debit sungai. Fluktuasi debit sungai
2008 193 2078 0.53 merupakan salah satu indikator penting untuk menilai
2009 142 1949.54 0.39 perubahan ekosistem DAS. Sungai secara alami akan
menunjukkan perubahan kemampuan hidrologi DAS
2010 178 3418 0.49 dalam meresepkan air hujan, yang ditandai dengan
Rata-rata 164 2336.26 0.44 perbedaan yang ekstrim antara debit sungai musim
Sumber: Hasil Perhitungan hujan dengan debit sungai pada musim kemarau.
9
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579

Fluktuasi debit Sungai Aiknyet terjadi rata-ratanya sekitar 1.37 m3/det. Perubahan debit
sepanjang tahun selama kurun waktu 18 tahun terakhir. dipengaruhi sejumlah faktor diantaranya; besarnya
Debit maksimum pernah mencapai 4.94 m3/det dan curah hujan, infiltrasi, limpasan permukaan dan
debit minimum 0.15 m3/det. Sedangkan, untuk debit evapotranspirasi di kawasan tersebut.

Tabel 5 Debit Sungai Aiknyet Debit Sungai Aiknyet selama periode analisis
Debit (m3/det) cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1992-
Tahun 2000 tercatat debit rata-rata sekitar 1.54 m3/det dan pada
Min Max Rata-rata
tahun 2001-2010 menurun menjadi 1.24 m3/det. Jadi,
1992 0.21 4.81 1.99 selama 10 tahun terakhir telah terjadi penurunan debit
1993 0.94 4.18 1.75 rata-rata sebesar 0.03 m3/det setiap tahunnya.
1994 0.59 4.94 1.61 Berdasarkan hasil analisis tersebut, menunjukkan
1995 0.62 2.85 1.48 bahwa penurunan debit sungai Aiknyet tidak mengikuti
perubahan tataguna lahan yang terjadi dikawasan
1996 0.41 2.08 1.19
tersebut.
1997 0.97 1.92 0.94 Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan debit
1998 0.77 2.17 1.00 yang terjadi dalam 2 dekade terakhir cenderung
1999 0.68 4.37 2.31 mengikuti penurunan curah hujan dan pergeseran musim
2000 0.94 2.74 1.44 hujan dan musim kemarau.
2001 0.57 2.47 1.28
2002 0.75 2.42 0.93
2003 0.53 2.88 1.49
2004 0.71 2.10 0.94
2005 0.83 1.68 0.92
2006 1.21 3.29 1.24
2007 0.23 2.49 0.98
2008 0.31 3.33 1.24
2009 0.15 3.82 1.40
2010 0.98 2.97 1.96
Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 17 Penurunan Debit Sungai

Gambar 16 Debit Sungai Aiknyet

10
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579

Tabel 6 Debit Bulanan Sungai Aiknyet

Tahun Jan Feb Mar April Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des
1992 3.36 3.32 2.21 4.81 0.80 0.49 0.40 0.21 0.36 2.88 3.51 1.48
1993 4.18 4.17 3.26 2.66 1.35 0.62 0.45 0.26 0.15 0.49 1.42 2.00
1994 2.22 4.30 4.94 2.10 1.87 0.61 0.41 0.33 0.23 0.28 0.50 1.48
1995 1.69 2.45 1.95 2.46 1.29 0.77 0.60 0.35 0.22 0.38 2.85 2.73
1996 1.17 2.08 1.45 1.20 0.98 0.71 0.46 0.46 0.40 1.26 2.07 2.05
1997 1.92 1.89 1.84 1.71 1.42 0.86 0.35 0.36 0.30 0.20 0.18 0.22
1998 0.68 0.65 0.60 0.64 0.39 0.49 0.94 1.07 1.06 2.17 2.14 1.22
1999 3.12 4.37 4.04 3.52 2.57 0.99 0.80 0.58 0.58 1.58 2.83 2.74
2000 1.45 1.08 1.64 2.74 1.97 1.32 1.06 0.92 0.69 0.89 2.19 1.34
2001 1.67 2.09 1.30 2.47 1.39 1.64 0.81 0.67 0.45 0.64 1.18 1.04
2002 1.30 2.42 1.52 1.25 1.04 0.66 0.42 0.23 0.23 0.25 0.55 1.35
2003 2.88 2.77 2.53 1.35 1.77 0.87 0.68 0.51 0.47 0.68 1.30 2.16
2004 1.34 1.86 1.53 1.05 0.95 0.57 0.35 0.21 0.22 0.21 0.94 2.10
2005 1.03 1.68 1.31 1.43 0.60 0.43 0.32 0.22 0.24 0.90 1.34 1.61
2006 2.76 3.29 2.24 1.68 1.32 0.88 0.60 0.47 0.23 0.18 0.31 0.87
2007 0.83 0.82 2.49 1.28 0.76 0.85 0.53 0.31 0.23 0.23 1.13 2.38
2008 1.29 3.33 2.44 1.70 1.00 0.56 0.39 0.31 0.35 0.85 1.92 0.77
2009 2.59 3.82 2.20 2.32 1.53 1.09 0.55 0.43 0.43 0.15 0.55 1.16
2010 1.70 1.70 1.75 1.61 2.26 2.13 1.39 0.98 2.33 2.10 2.65 2.97
Sumber: Sumber perhitungan

Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa


Deviasi Rata-Rata (MD) Debit Sungai fluktuasi debit rata-rata sungai Aiknyet cenderung
Deviasai rata-rata adalah nilai mengkikuti perubahan tataguna lahan di DAS. Pada
penyimpangan mutlak dari rata-rata hitung untuk tahun 1997-2003 fluktuasi debitnya (0.35) lebih tinggi
semua nilai variat. Analisis deviasi rata-rata ini dibandingan dengan fluktuasi debit yang terjadi pada
dilakukan untuk mengetahui kecenderungan tahun 1992-1996 (0.21) dan tahun 2004-2010 (0.25).
penyimpangan debit sungai yang terjadi dalam kurun Karena pada periode tahun 1997-2003 terjadi proses
waktu tertentu. pembalakan hutan di kawasan hutan menjadi kebun
campuran.

Koefisien Regim Sungai (KRS)


Koefisien regim sungai (KRS) adalah
bilangan yang menyatakan perbandingan antara debit
harian rata-rata maksimum dan debit harian rata-rata
minimum. Maka makin kecil harga KRS berarti makin
baik kondisi hidrologis suatu DAS (Suripin, 2002).

Gambar 5.18 Fluktusai Debit Sungai Aiknyet

11
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579

Tabel 7 Koefesien Regim Sungai (KRS) 5. PENUTUP


Debit (m3/det) Kesimpulan
Tahun KRS Berdasarkan hasil pembahasan terhadap data dan
Rata-
output model AVSWAT 2000, maka dapat
rata Max Min
disimpulkan sebagai berikut:
1992 1.99 1. Kondisi hulu sub DAS Jangkok akibat perubahan
1993 1.75 kawasan hutan menjadi kebun dari tahun 1995-
1.99 1.19 1.67 2010 seluas 17.32 % masih dalam kualitas baik.
1994 1.61
Peniliain ini berdasarkan parameter yaitu; (1)
1995 1.48 Angka koefisien C = 0.16. Artinya 16% curah
1996 1.19 hujan menjadi limpasan permukaan dan sebesar
84% akan terinfiltrasi mengisi air tanah. Dan (2)
1997 0.94
Laju erosi potensial rata-rata rendah sekitar 5.75
1998 1.00 ton/ha/tahun. Dengan batas toleransi erosi yang
1999 2.31 diperbolehkan sebesar 9.6 ton/ha/tahun, maka
2.31 0.93 2.47 diperoleh indeks bahaya erosinya = 0.59 < 1
2000 1.44 (kategori rendah).
2001 1.28 2. Perubahan tataguna lahan bagian hulu sub DAS
2002 0.93 Jangkok, secara umum tidak berimplikasi
signifikan terhadap fluktuasi debit sungai. Hal ini
2003 1.49 dapat diketahui dari nilai koefesien regim sungai
2004 0.94 (KRS) dan deviasi rata-rata (MD) debit sungai
2005 0.92 tahunan. Pada periode tahun 1992-1996 diperoleh
nilia KRS (1.67) dan MD (0.21 m3/det). Pada
2006 1.24 periode tahun 1997-2003 menujukkan nilai KRS
2007 0.98 1.96 0.92 2.00 (2.47) dan MD (0.35 m3/det). Sedangkan tahun
2008 1.24 2004-2010 diperoleh nilai KRS (2.0) dan MD
(0.25) m3/det. Namun demikian, dari data yang
2009 1.40 ada menunjukkan terjadi penurunan debit sungai
2010 1.96 sebesar 0.03 m3/det pertahunnya, curah hujan
Sumber : Hasil Perhitungan sebesar 14.64 mm/tahun dan hari hujan sebanyak
Gambar 5.19 Koefesien Regim Sungai 10 hari dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

5.2 Saran
Dari hasil pembahasan terhadap beberapa
parameter yang berpengaruh dalam penelitian ini dan
mempertimbangkan pengembangan hasil yang lebih
baik, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah dan masyarakat harus tetap
menjaga kelestarian kawasan hulu sub DAS
Jangkok agar tetap terjaga keseimbangan
hidrologisnya.
2. Perubahan tataguna lahan yang diperoleh dari
interpretasi citra satelit landsat sebaiknya
dilakukan perbandingan dengan data interpretasi
citra yang lebih baik khususnya untuk perubahan
Dari data tersebut menunjukkan bahwa perubahan tataguna lahan diatas tahun 2000.
kondisi DAS akibat perubahan tataguna lahan 3. Perlu dilakukan penelitian khusus tentang
berpengaruh terhadap nilai KRS. Perubahan nilai KRS karakteristik fisik dan kimia jenis tanah di bagian
mengikuti perubahan tataguna lahan tersebut. Pada hulu sub DAS Jangkok untuk memperbaiki input
periode tahun 1992-1996, nilai KRS sebesar 1.67, model.
meningkat menjadi 2.47 pada tahun 1997-2003 dan 4. Perubahan iklim mikro yang terjadi di bagian
kembali menurun menjadi 2.0 pada tahun 2004-2010. hulu sub DAS Jangkok perlu kajian lebih lanjut

12
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579

untuk menunjukkan pengaruhnya terhadap Water Assesment Tool Theoretical Documentation


penurunan debit sungai. version 2000. Grassland, Soil and Water
Research Laboratory. Agricultural Research
6. DAFTAR PUSTAKA Service. Temple, Texas. Blackland Reseach
Center. Texas Agricultural Experiment Station.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor.
Temple, Texas. Published 2002 by Texas Water
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
Resources Institute, College Station, Texas.
Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press.
ftp.brc.tamus.edu/pub/swat.http://www.brc.tamus.esu/s
Yogyakarta.
wat/.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Suhartanto, Ery. 2008. Panduan AVSWAT 2000 dan
2008. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Aplikasinya di Bidang Teknik Sumberdaya Air.
NTB. Mataram.
Malang: CV Asrori.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2008.
Suripin. (2002). Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan
Sumber Daya Alam Spasial Daerah 2007.
Air. Andi. Yogyakarta.
Mataram
Triatmodjo, Bambang. 2009. Hidrologi Terapan.
Bisri, Mohammad. 2009. Pengelolaan Daerah Aliran
Yogyakarta: Beta Offset.
Sungai. Malang: CV. Asrori.
Utomo, Hadi, Wani.1994. Erosi dan Konservasi Tanah.
Chow, V.T. 1964. Handbook of Applied Hydrology,
IKIP. Malang.
Prentice Hall Inc. USA.
WWF. 2008. World Wildlife Fund: Studi Analisis
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hidrologis dan Perubahan Tutupan Lahan (Land
Hardjowigeno, Sarwono. 1995. Ilmu Tanah.
use and Land Cover Change). Mataram
Akademika Pressindo. Jakarta.
M. Di Luzio, R. Srinivasan, J. G. Arnold, S. L.
Neitsch. 2002. Arc View Interface
for SWAT 2000 : User’s Guide. Grassland, Soil and
Water Research Laboratory. USDA Agricultural
Research Service. Temple, Texas. Blackland
Research and Extention Center. Texas
Agricultural Experiment Station. Temple, Texas.
Published 2002 by Texas Water Resources
Institute, Collage Station, Texas.
ftp.brc.tamus.edu/pub/swat.http://www.brc.tamus.edu/s
wat/.
Prahasta, Eddy. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem
Informasi Geografis. Informatika Bandung.
Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis.
Informatika Bandung.

Prahasta, Eddy.2008. Remote Sensing; Praktis


Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital
dengan Perangkat Lunak ER Mapper.Penerbit
Informatika. Bandung.
Purwadi, H.S.F. dan Sanjoto, B.T. 2008. Pengantar
Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional dan
Universitas Negeri Semarang.
Soemarto, CD. 1995. Hidrologi Teknik. Jakarta :
Erlangga.
Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 1987. Hidrologi
Untuk Pengairan. PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung.
S. L. Neitch, J. G. Arnold, J. R. Kiniry, J. R. William,
K. W. King. 2002. Soil and

13

Anda mungkin juga menyukai