ISSN : 2302-9579
VOLUME 6, NOMOR 2, Desember 2016
Penanggung Jawab
Dr. Sammy Saptenno, SE., M.Si
Ketua Penyunting
Vicky Salamena, SST., MT
Redaktur
Aleksander A Patty, ST., MT
Penyunting Pelaksana
Luwis H. Laisina, ST., MT
Paulus F. Picauly, ST., M.Eng
Graciadiana I. Huka, ST., MT
Reynold P. J. V. Nikijuluw, S.Pd., M.Ed
Desain Grafis
Ridolf Kermite, ST
Tata Usaha
Wa Hauli
IBM KELOMPOK USAHA MAKANAN NON TEPUNG DI DESA PASSO KOTA AMBON
61 - 65
(JEFFRIE Y MALAKAUSEYA, GRACIADIANA I HUKA)
ii
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 DESEMBER 2016, ISSN : 2302-9579
Rudi Serang1)
1)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon
E - mail : rudiserang@ymail.com
Abstrak
Dua dekade terakhir telah terjadi perubahan sebagian kawasan hutan menjadi kebun di bagian hulu sub DAS
Jangkok. Perubahan tataguna lahan yang terjadi di kawasan tersebut akan berpengaruh terhadap koefesien limpasan,
erosi, dan fluktuasi debit sungai.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi bagian hulu sub DAS Jangkok
ditinjau dari perubahan tataguna lahan, erosi, dan limpasan permukaan serta pengaruhnya terhadap fluktuasi debit
sungai.Metodelogi yang digunakan adalah model digital AVSWAT 2000 dan analisis statistik pengukuran dispersi
deviasi rata-rata (MD). Model AVSWAT 2000 digunakan untuk menganalisis erosi dan limpasan permukaan yang
terjadi di daerah tersebut. Sedangkan analisis terhadap fluktuasi debit menggunakan rumus statistik deviasai rata-
rata (MD) dan nilai KRS (Qmaks/Qmin). Kondisi hulu sub DAS Jangkok akibat perubahan kawasan hutan menjadi
kebun dari tahun 1995-2010 seluas 17.32 % masih dalam kualitas baik. Peniliain ini berdasarkan parameter yaitu;
(1) Angka koefisien C = 0.16. Artinya 16% curah hujan menjadi limpasan permukaan dan sebesar 84% akan
terinfiltrasi mengisi air tanah. Dan (2) Laju erosi potensial rata-rata rendah sekitar 5.75 ton/ha/tahun. Dengan batas
toleransi erosi yang diperbolehkan sebesar 9.6 ton/ha/tahun, maka diperoleh indeks bahaya erosinya = 0.59 < 1
(kategori rendah).
Perubahan tataguna lahan bagian hulu sub DAS Jangkok, secara umum tidak berimplikasi signifikan
terhadap fluktuasi debit sungai. Hal ini dapat diketahui dari nilai koefisien regim sungai (KRS) dan deviasi rata-rata
(MD) debit sungai tahunan. Pada periode tahun 1992-1996 diperoleh nilai KRS (1.67) dan MD (0.21 m3/det). Pada
periode tahun 1997-2003 menujukkan nilai KRS (2.47) dan MD (0.35 m3/det). Sedangkan tahun 2004-2010
diperoleh nilai KRS (2.0) dan MD (0.25) m3/det. Namun demikian, dari data yang ada menunjukkan terjadi
penurunan debit sungai sebesar 0.03 m3/det pertahunnya, curah hujan sebesar 14.64 mm/tahun dan hari hujan
sebanyak 10 hari dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Kata kunci: Perubahan tataguna lahan, DAS, Limpasan Permukaan, erosi dan fluktuasi debit sungai
1
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 DESEMBER 2016, ISSN : 2302-9579
dimana terdapat keterkaitan baik secara langsung Program AVSWAT 2000 (Arc View Soil and Water
ataupun tidak langsung antara komponen-komponen Assessment Tool)
penyusun DAS. AVSWAT 2000 (Arc View Soil and Water
Assessment Tool) adalah sebuah software yang berbasis
Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView 3.1 atau 3.2
(ESRI) sebagai ekstensi (graphical user interface) di
dalamnya. Program ini di keluarkan oleh Texas Water
Resources Institute, College Station, Texas, USA.
ArcView sendiri adalah salah satu dari sekitar banyak
program yang berbasis Sistem Informasi Geografis
(SIG).
Program AVSWAT 2000 merupakan
perkembangan dari versi sebelumnya, SWAT (Soil and
Water Assessment Tool) yang tidak bekerja dalam
software ArcView. AVSWAT dirancang untuk
Gambar 2 Fungsi ekosistem DAS memprediksi pengaruh manajemen lahan pada aliran air,
sedimen, dan lahan pertanian dalam suatu hubungan
Indikator Keberhasilan Pengelolaan Daerah Aliran yang kompleks pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sungai (DAS) termasuk di dalamnya jenis tanah, tata guna lahan dan
Bisri (2009) mengemukakan beberapa indikator manajemen kondisi lahan secara periodik. Untuk tujuan
pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah pemodelan, program AVSWAT memudahkan pengguna
sebagai berikut: (user) dengan melakukan pembagian suatu wilayah
1) Limpasan Permukaan DAS yang luas menjadi beberapa bagian sub DAS-sub
2) Erosi DAS untuk memudahkan dalam perhitungan. Struktur
3) Produktivitas lahan data yang digunakan sebagai representasi dari kondisi
4) Kekeringan asli kenampakan objek yang ada di bumi. Di dalam
5) Rasio kawasan resepan air pengolahan database, AVSWAT 2000 dibagi dalam dua
6) Kedalaman airtanah kelompok database : jenis data spasial yaitu basis data
7) Perubahan Morfologi sungai dalam struktur vektor dan basis data dalam struktur
8) Kualitas air grid/raster. Berbagai aplikasi yang sering
9) Sedimentasi memanfaatkan struktur data dalam bentuk grid antara
10) Rasio debit maksimum dan minimum lain adalah representasi kondisi elevasi (DEM),
11) Luasan pelanggaran peruntukkan sempadan kemiringan (slope), atau juga sebaran dari distribusi
sungai curah hujan.
Indeks Bahaya Erosi
Indeks bahaya erosi merupakan petunjuk besarnya
bahaya erosi pada suatu lahan, yang didefinisikan
sebagai berikut ( Hammer 1981 dalam Arsyad, 2010) ;
Indeks Bahaya Erosi =
Erosi potensial (ton / ha / tahun)
T (ton / ha / tahun)
Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dibiarkan.
Indeks bahaya erosi dapat ditentukan sebagaimana
tertera pada tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi Menurut
Hammer
Nilai Indeks Bahaya Erosi Harkat
<1,0 Rendah
1,01 – 4,0 Sedang
4,01 – 10,0 Tinggi Gambar 3 Model struktur data dalam AVSWAT
>10,01 Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad, 2010
3
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 DESEMBER 2016, ISSN : 2302-9579
Running AVSWAT
3. METODELOGI PENELITIAN
Lokasi Studi Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan di bagian hulu sub DAS
Jangkok. Sub DAS Jangkok merupakan salah satu sub
DAS di DAS Dodokan. Secara administratif sub DAS Selesai
4
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579
Memfokuskan
Peta Grid Peta Grid Watershed dengan
Tataguna Lahan Jenis Tanah Mendefinisikan membuatt mask grid
(AVSWAT (AVSWAT dan Import Tabel
Landuse Class) Soil Class) Stasiun Hujan dan
Curah Hujan Mendefinisikan Aliran
(Stream)
HRU
(Hydrologic Response Units) Mendefinisikan Outlet Gambar 7 Peta Tataguna Lahan Tahun1995
dan Inlet sub DAS dan
DAS
Tidak
Parameter sub DAS
Kalibrasi
Qmodel dg QAWLR
0.6<R2<1
Ya
Ya
. Tabel 2 Angka Koefesien C Bagian Hulu DAS Jangkok Tahun 1992 - 2010
Volume
Curah Hujan Luas DAS Volume Limpasan
Tahun 2 Curah Hujan 3 Koef. C
(m/Th) (m ) 3 (m )
(m )
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
6
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579
Hasil perhitungan koefisien C menunjukkan angka C terjadi peningkatan angka koef C yang cukup ekstrim
bervariasi mulai dari 0.16 hingga 0.51. Pada Tahun 1999 mencapai 0.51. Angka ini mengindikasikan pada Tahun
1999 terjadi perluasan perubahan tataguna lahan dari mulai mengalami kerusakan atau penggundulan sekitar
hutan menjadi kebun campuran. Tahun 1997 hingga 2003 seperti yang terlihat pada citra
Namun dari data keseluruhan, rata-rata angka koef Satelit.
C sebesar 0.16 berarti sebesar 16% air hujan akan Namun, kerusakan tersebut tidak terus berlanjut,
dilimpaskan, sedangkan 84% dari curah hujan yang karena areal hutan yang telah ditebangi tersebut
jatuh di daerah tersebut akan terinfiltrasi ke tanah dijadikan kebun campuran oleh masyarakat serta
mengisi ground water. Dengan demikian kondisi DAS gerakan reboisasi yang dilakukan oleh pemerintah
Bendung Jangkok dalam kondisi baik, karena jumlah air daerah.
yang terinfiltrasi lebih besar dibandingkan dengan yang Selain faktor perubahan kawasan hutan menjadi
melimpas langsung pada saat musim hujan. kebun campuran yang berpengaruh pada nilai koef C.
Pada periode Tahun 1992-1996 angka koef C Faktor tingginya curah hujan juga memiliki pengaruh
sebesar 0.16 meningkat menjadi 0.19 pada periode yang cukup besar, karena dapat menyebabkan kejenuhan
Tahun 1997-2003, sedangkan pada periode Tahun 2004 pada tanah. Sehingga tanah yang jenuh air akan mudah
– 2010 menurun menjadi 0.13. mengalirkan airnya menjadi limpasan seperti yang
Perubahan angka koef C menggambarkan terlihat pada Tahun 1992-1996 dimana rata-rata curah
perubahan tataguna lahan yang terjadi di daerah hujannya mencapai 2891.36 mm/tahun dimana nilai C
tersebut. nya lebih tinggi dibandingkan Tahun 2004-2010 dengan
Pada periode Tahun 1992-1996,bagian hulu sub curah hujan rata-rata tahunan 2319.63 mm/tahun.
DAS Jangkok masih merupakan kawasan hutan dan
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
1992-1996 1997-2003 2004-2010
Koef C 0.16 0.19 0.13
Laju Erosi Lahan lereng, vegetasi dan aktivitas manusia yang dilakukan di
Laju erosi lahan yang terjadi daerah studi sangat DAS tersebut. Besarnya nilai erosi yang terjadi pada
bervarisasi. Perbedaan ini tentu dipengaruhi sejumlah setiap subbasin menggambarkan respon DAS terhadap
faktor seperti iklim, hujan, sifat tanah, kemiringan faktor-faktor tersebut.
7
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579
Dari hasil analisis menunjukkan laju erosi di erosi tahunan menggambarkan bahwa kondisi di bagian
bagian hulus sub DAS Jangkok masih rendah, karena hulu sub DAS Jangkok masih baik.
rata-rata laju erosi potensial dibawah 5.75 ton/ha/tahun
lebih rendah dari batas toleransi erosi yang
diperbolehkan sebesar 9.6 ton/ha/tahun. Rendahnya laju
8
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579
Gambar 13 Perbandingan Hari Hujan dengan Curah Dari hasi perhitungan menunjukkan terjadinya
Hujan penurunan curah hujan rata-rata tahunan dari 2410.344
Tabel 4 Curah Hujan Tahunan Stasiun Curah Hujan mm/tahun pada Periode tahun 1992-2000 menjadi
Sesaot 2263.88 mm/tahun pada periode tahun 2001-2010.
Selama 10 tahun terakhir telah terjadi penurunan curah
Curah Rasio
Hari hujan rata-rata sebesar 14.64 mm/tahun. Begitu juga
Tahun Hujan Hari
Hujan dengan hari hujan mengalami penurunan dari 169
(mm/Tahun) Hujan
hari/tahun Periode tahun 1992-2000 menjadi 159
1992 184 3317.9 0.50 hari/tahun pada periode tahun 2001-2010.
1993 176 2739.9 0.48
1994 157 2498 0.43 Grafik Penurunan Hari Hujan
1995 194 2826.7 0.53 200
1996 176 3074.3 0.48
150
1997 129 1286.6 0.35
Hari Hujan
Fluktuasi debit Sungai Aiknyet terjadi rata-ratanya sekitar 1.37 m3/det. Perubahan debit
sepanjang tahun selama kurun waktu 18 tahun terakhir. dipengaruhi sejumlah faktor diantaranya; besarnya
Debit maksimum pernah mencapai 4.94 m3/det dan curah hujan, infiltrasi, limpasan permukaan dan
debit minimum 0.15 m3/det. Sedangkan, untuk debit evapotranspirasi di kawasan tersebut.
Tabel 5 Debit Sungai Aiknyet Debit Sungai Aiknyet selama periode analisis
Debit (m3/det) cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1992-
Tahun 2000 tercatat debit rata-rata sekitar 1.54 m3/det dan pada
Min Max Rata-rata
tahun 2001-2010 menurun menjadi 1.24 m3/det. Jadi,
1992 0.21 4.81 1.99 selama 10 tahun terakhir telah terjadi penurunan debit
1993 0.94 4.18 1.75 rata-rata sebesar 0.03 m3/det setiap tahunnya.
1994 0.59 4.94 1.61 Berdasarkan hasil analisis tersebut, menunjukkan
1995 0.62 2.85 1.48 bahwa penurunan debit sungai Aiknyet tidak mengikuti
perubahan tataguna lahan yang terjadi dikawasan
1996 0.41 2.08 1.19
tersebut.
1997 0.97 1.92 0.94 Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan debit
1998 0.77 2.17 1.00 yang terjadi dalam 2 dekade terakhir cenderung
1999 0.68 4.37 2.31 mengikuti penurunan curah hujan dan pergeseran musim
2000 0.94 2.74 1.44 hujan dan musim kemarau.
2001 0.57 2.47 1.28
2002 0.75 2.42 0.93
2003 0.53 2.88 1.49
2004 0.71 2.10 0.94
2005 0.83 1.68 0.92
2006 1.21 3.29 1.24
2007 0.23 2.49 0.98
2008 0.31 3.33 1.24
2009 0.15 3.82 1.40
2010 0.98 2.97 1.96
Sumber: Hasil Perhitungan
10
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579
Tahun Jan Feb Mar April Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des
1992 3.36 3.32 2.21 4.81 0.80 0.49 0.40 0.21 0.36 2.88 3.51 1.48
1993 4.18 4.17 3.26 2.66 1.35 0.62 0.45 0.26 0.15 0.49 1.42 2.00
1994 2.22 4.30 4.94 2.10 1.87 0.61 0.41 0.33 0.23 0.28 0.50 1.48
1995 1.69 2.45 1.95 2.46 1.29 0.77 0.60 0.35 0.22 0.38 2.85 2.73
1996 1.17 2.08 1.45 1.20 0.98 0.71 0.46 0.46 0.40 1.26 2.07 2.05
1997 1.92 1.89 1.84 1.71 1.42 0.86 0.35 0.36 0.30 0.20 0.18 0.22
1998 0.68 0.65 0.60 0.64 0.39 0.49 0.94 1.07 1.06 2.17 2.14 1.22
1999 3.12 4.37 4.04 3.52 2.57 0.99 0.80 0.58 0.58 1.58 2.83 2.74
2000 1.45 1.08 1.64 2.74 1.97 1.32 1.06 0.92 0.69 0.89 2.19 1.34
2001 1.67 2.09 1.30 2.47 1.39 1.64 0.81 0.67 0.45 0.64 1.18 1.04
2002 1.30 2.42 1.52 1.25 1.04 0.66 0.42 0.23 0.23 0.25 0.55 1.35
2003 2.88 2.77 2.53 1.35 1.77 0.87 0.68 0.51 0.47 0.68 1.30 2.16
2004 1.34 1.86 1.53 1.05 0.95 0.57 0.35 0.21 0.22 0.21 0.94 2.10
2005 1.03 1.68 1.31 1.43 0.60 0.43 0.32 0.22 0.24 0.90 1.34 1.61
2006 2.76 3.29 2.24 1.68 1.32 0.88 0.60 0.47 0.23 0.18 0.31 0.87
2007 0.83 0.82 2.49 1.28 0.76 0.85 0.53 0.31 0.23 0.23 1.13 2.38
2008 1.29 3.33 2.44 1.70 1.00 0.56 0.39 0.31 0.35 0.85 1.92 0.77
2009 2.59 3.82 2.20 2.32 1.53 1.09 0.55 0.43 0.43 0.15 0.55 1.16
2010 1.70 1.70 1.75 1.61 2.26 2.13 1.39 0.98 2.33 2.10 2.65 2.97
Sumber: Sumber perhitungan
11
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579
5.2 Saran
Dari hasil pembahasan terhadap beberapa
parameter yang berpengaruh dalam penelitian ini dan
mempertimbangkan pengembangan hasil yang lebih
baik, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah dan masyarakat harus tetap
menjaga kelestarian kawasan hulu sub DAS
Jangkok agar tetap terjaga keseimbangan
hidrologisnya.
2. Perubahan tataguna lahan yang diperoleh dari
interpretasi citra satelit landsat sebaiknya
dilakukan perbandingan dengan data interpretasi
citra yang lebih baik khususnya untuk perubahan
Dari data tersebut menunjukkan bahwa perubahan tataguna lahan diatas tahun 2000.
kondisi DAS akibat perubahan tataguna lahan 3. Perlu dilakukan penelitian khusus tentang
berpengaruh terhadap nilai KRS. Perubahan nilai KRS karakteristik fisik dan kimia jenis tanah di bagian
mengikuti perubahan tataguna lahan tersebut. Pada hulu sub DAS Jangkok untuk memperbaiki input
periode tahun 1992-1996, nilai KRS sebesar 1.67, model.
meningkat menjadi 2.47 pada tahun 1997-2003 dan 4. Perubahan iklim mikro yang terjadi di bagian
kembali menurun menjadi 2.0 pada tahun 2004-2010. hulu sub DAS Jangkok perlu kajian lebih lanjut
12
JURNAL SIMETRIK VOL 6, NO. 2 JUNI 2016, ISSN : 2302-9579
13