Anda di halaman 1dari 30

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)


FAKULTAS ILMU SOSIAL (FIS)
JURUSAN GEOGRAFI
Gedung C-7 Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229
Website: fis.unnes.ac.is, E-mail: fis@unnes.ac.id, Telp,/Fax. (024)8508006

PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Bagus Mulia Sektyambodo

NIM : 3211413031

Prodi : Geografi

Jurusan : Geografi

JUDUL
HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN KERAPATAN VEGETASI
DENGAN MORFODINAMIKA DELTA PADA DAS COMAL

1.1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Daerah aliran sungai merupakan suatu megasistem kompleks yang


dibangun atas sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological
systems) dan sistem manusia (human systems). DAS sering didefinisikan
sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU.
No. 7 Tahun 2004).

Daerah Aliran Sungai merupakan daerah yang dibatasi oleh pemisah


air topografik yang terkering oleh sungai atau sistem yang saling berhubungan
atau sistem yang salig berhubungan sedemikian rupa sehingga semua aliran
sungai yang jatuh di dalamnya akan keluar dari saluran lepas dari saluran lepas
wilayah itu. Akhir-akhir ini daerah aliran sungai menjadi sorotan karena
berbagai sebab antara lain daerah sungai dipandangnya tidak hanya sebagai
unit hidrologi , tetapi dapat diusulkan sebagai unit pembangunan, daerah aliran
sungai di Indonesia banyak, sekitar tiga puluh lima yang mengalami gejala
kerusakan parah di sebabkan oleh penggunaan hutan anah dan air yang kurang
mendukung pembangunan yang berkesinambungan (Martopo dalam
Setyowati, 2010).

Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh


merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan
sumberdaya hutan, tanah dan air. Dalam upaya menciptakan pendekatan
pengelolaan DAS secara terpadu, diperlukan perencanaan secara terpadu,
menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan
mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan dari hulu sampai
hilir.

Selain merupakan wilayah tata air,DAS juga merupakan suatu


ekosistem, disebut sebagai ekosistm DAS. Unsur-unsur yang terdapat di dalam
DAS meliputi sumberdaya alam dan manusia. Sumberdaya alam bertindak
sebagai obyek terdiri dari tanah, vegetasi, dan air, sedangkan unsur manusia
sebagai subyek atau pelaku pendayagunaan dari unsur-unsur sumberdaya
alamm. Antara unsur-unsur tersebut terjadi proses hubungan timbal balik dan
saling mempengaruhi, dalam sumberdaya alam antara tanah, air, dan vegetasi
saling terkait sehingga menghasilkan suatu roduk tertentu dan kondisi air
tertentu yang pada akhirnya berpengaruh pada kehidupan manusia. Di pihak
lain manusia sebagai pelaku pendayagunaan sumberdaya alam banyak
melakukan aksi atau pegubahan-pegubahan pada tanah dan vegetasi sehingga
bereaksi pada hasil produk, perilaku maupun hasil air.

Peran DAS Comal sangat vital dalam menyangga kehidupan


masyarakat di Jawa Tengah bagian tengah. DAS Comal merupakan DAS
strategis sebagai penyedia air baku untuk berbagai kebutuhan seperti irigasi,
industri dan lain-lain. DAS Comal memiliki luas 81.435,58 ha,meliputi 3
wilayah administrasi yaitu Kabupaten Tegal, Pemalang dan Pekalongan.
Interaksi antara manusia dengan sumberdaya alam menciptakan karakteristik
pada wilayah DAS dimana interaksi itu berlangsung. Karakteristik yang
terbangun pada suatu DAS merupakan hasil perpaduan yang saling
mempengaruhi antara sifat biofisik DAS dengan kultur sosial masyarakat.
(BPDAS Pemali Jratun, 2013)

Ekosistem delta memiliki peranan besar terhadap keseimbangan


lingkungan. Ekosistem ini mempunyai manfaat sangat besar karena sifat
fisiknya yang sangat subur sebagai hasil proses sedimentasi alluvial yang
membawa unsur hara tinggi sehingga merupakan kawasan yang sangat sesuai
untuk berbagai aktifitas mulai dari konservasi lahan (mangrove), pertambakan,
dan eksploitasi lainnya seperti untuk permukiman dan kawasan industri. Hal
inilah yang menyebabkan hampir keseluruhan permasalahan delta di seluruh
dunia mengalami gangguan lingkungan karena tekanan aktivitas manusia yang
sampai saat ini masih bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya alam (Habib
Subagio, 2007).

Perkembangan morfodinamika delta sungai di Indonesia sudah sangat


mendesak untuk dipantau dan dianalisa secara kontinyu, apalagi jika dikaitkan
dengan isuisu yang berkembang hingga pada saat ini seperti pemanasan
global, illegal loging, kebakaran hutan, reboisasi, krisis energi, musim
kemarau panjang, kelangkaan sumber-sumber energi, kerusakan lingkungan
akibat penambangan dan lain sebagainya.
Perubahan Kerapatan Vegetasi Daerah Aliran Sungai Comal perlu
dilakukan dengan menggunakan teknik penginderaan jauh. Salah satunya
adalah dengan melakukan pengolahan citra. Citra yang digunakan yaitu Citra
Landsat Multi Spektral dan Multi Temporal.

Adanya variasi tanggapan spektral pada setiap saluran merupakan


salah satu kelebihan dari citra satelit landsat, sebab dengan memadukan
berbagai saluran tersebut dapat diperoleh citra baru dengan informasi baru
pula. Berdasarkan citra satelit landsat saluran hijau dan inframerah tengah
(TM2 dan TM5), dapat diturunkan informasi kerapatan vegetasi (Suharyadi,
2000).

Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang diterapkan citra


multisaluran, untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun aspek
lainnya yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa konsentrasi
klorofil (Danoedoro, 2012). Secara praktis indeks vegetasi ini merupakan
suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus, dan
menghasilkan citra baru yang representatif dalam menyajikan fenomena
vegetasi.(Sanjoto, 2013:125)

Adanya perubahan kerapatan vegetasi tersebut nantinya dapat


mengubah kemampuan Daerah Aliran Sungai dalam proses erosi tanah yang
nantinya akan terbawa arus menuju ke muara sungai. Demikian itu akan
menyebabkan limpasan aliran permukaan akan meningkat dan dapat
menimbulkan beberapa kerugian, diantaranya adalah bencana banjir dan
cadangan air tanah berkurang. Fenomena tersebut menjadi pertimbangan yang
sangat menarik dalam kajian ekosistem morfodinamika delta sungai.

Salah satu tujuan pembuatan indeks vegetasi adalah memperjelas


perbedaan antara berbagai tipe tutupan lahan maupun tipe vegetasi yang
berbeda. Perbaikan spektral dengan penentuan indeks vegetasi menghasilkan
tampilan citra yang bervariasi serta dapat memperjelas objekobjek tertentu
yang akan dianalisis. Nilai indeks vegetasi yang tersebar di wilayah penelitian
mempunyai tingkat kerapatan yang bervariasi mulai dari kerapatan sangat
rapat, kerapatan rapat sampai dengan kerapatan vegetasi tidak rapat.(Iskandar
dkk, 2012: 95)

Informasi indeks vegetasi sangat diperlukan dalam mengenali tingkat


kerapatan vegetasi terhadap daerah aliran sungai yang luas. Informasi
perubahan kerapatan vegetasi dapat diketahui dari informasi yang ditampilkan
oleh dua atau lebih data citra satelit dengan perbedaan tahun perekamannya
tertentu, yaitu data citra satelit tahun perekaman tahun 1990,tahun 1995,tahun
2000,tahun 2010,dan tahun 2016. Perubahan kerapatan vegetasi yang terjadi
pastinya akan berpengaruh terhadap besarnya erosi yang terbawa arus sungai
yang kemudian berpengaruh pada perkembangan morfodinamika delta di
muara sungai sungai DAS Comal. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti
mengangkat judul Hubungan Antara Morfodinamika Delta Dengan
Perubahan Kerapatan Vegetasi Pada DAS Comal.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti mengambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perubahan kerapatan vegetasi pada DAS Comal tahun
1990 ,1995, 2000, 2010, 2016 ?
2. Bagaimana morfodinamika delta sungai comal tahun 1990 ,1995,
2000, 2010, 2016 ?
3. Bagaimana hubungan perubahan kerapatan vegetasi dengan
morfodinamika delta sungai di DAS Comal ?

3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui perubahan kerapatan vegetasi pada DAS Comal tahun
1990 ,1995, 2000, 2010, 2016
2. Mengetahui morfodinamika delta sungai comal tahun 1990 ,1995,
2000, 2010, 2016
3. Menganalisis hubungan perubahan kerapatan vegetasi dengan
morfodinamika delta sungai di DAS Comal

4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1. Manfaat Teoritis
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya terkait
dengan hubungan morfodinamika delta dengan perubahan
kerapatan vegetasi pada DAS Comal tahun 1990, 1995, 2000,
2010, 2016

2. Manfaat Secara Praktis


a) Bagi peneliti, diharapkan dengan penelitian ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman.
b) Bagi masyarakat, penelitian ini memberikan pengetahuan
tentang morfodinamika delta dengan perubahan kerapatan
vegetasi pada DAS Comal tahun 1990,1995,2000,2010,2016
c) Bagi Universitas, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
sebagai bahan bacaan dan masukan atau sebagai bahan
referensi penelitian selanjutnya.

5. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas permasalahan yang akan dikaji serta
meminimalisir kesalahfahaman pembaca dalam menafsirkan hasil
penelitian, sehingga pembaca tidak keluar dari konteks dasar permasalahan
yang dikaji dalam penelitian maka diperlukan batasan istilah terkait judul
penelitian adalah sebagai berikut:
a) Morfodinamika yaitu Perubahan morfologi . Pada penelitian ini
yang dimaksud morfodinamika yaitu perubahan morfologi pada
delta DAS Comal.
b) Delta yaitu tanah datar hasil pengendapan yang dibentuk oleh
sungai, muara sungai, dimana timbunan sediment tersebut
mengakibatkan propagradasi yang tidak teratur pada garis pantai
(Coleman, 1968; Scott & Fischer, 1969) . Pada penelitian ini, yang
dimaksudkan delta yaitu endapan sedimen yag berada dimuara
sungai DAS Comal.
c) Perubahan adalah suatu proses yang terjadi pada suatu kondisi ke
kondisi yang lain (yang tidak stagnan). Dalam penelitian ini yang
dimaksud perubahan yaitu mengenai multi waktu perekaman citra
satelit guna mengetahui kerapatan vegetasi tahun 1990, 1995,
2000, 2010, 2016.
d) Kerapatan vegetasi adalah satu aspek yang mempengaruhi
karakteristik vegetasi dalam citra. Kerapatan vegetasi umumnya
diwujudkan dalam bentuk persentase untuk mengetahui tingkat
suatu kerapatan vegetasi (Fadhly, 2010). Pada penelitian ini
kerapatan vegetasi berarti kerapatan vegetasi secara horizontal
(tajuk pohon) tanpa mengidentifikasi keanekaragaman spesies
vegetasi dalam wilayah yang dikaji, dengan alasan keterbatasan
pengetahuan peneliti dalam membedakan spesies vegetasi yang
terdapat di DAS Comal
e) Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai
suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas
topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air
hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-
anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu,
pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah
yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada
dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam
disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi
pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari),
disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum
mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun
(Marwah, 2001). DAS yang dimaksut yaitu bernama DAS Comal

1.2. TINJAUAN PUSTAKA

A.Deskripsi Teoritis

1.Pengertian Delta dan Bentuk-Bentuk Delta

Delta adalah timbunan lumpur, pasir atau kerikil oleh suatu sungai
kedalam danu atau laut yang tenang(Suharini dan Abraham:2014) sedangkan
menurut Setiyono (1996) dalam dalam Sanjoto (2012:17) Delta merupakan
endapan sedimen yang berasal dari daratan yang terbentuk di muara sungai
berbatasan dengan laut maupun danau.

Wright (1978) dalam Sanjoto (2012:19) membagi delta menjadi enam


tipe. Tipe pertama berkembang pada lingkungan yang mempunyai julat pasang
surut rendah, arus sepanjang pesisir rendah, serta material halus sebagai
suspended load lebih dominan, akan cenderung membentuk delta tipe kaki
burung. Tipe kedua berkembang pada tempat yang terpengaruh energi
gelombang rendah, dasar pesisir dangkal, tetapi mempunyai julat pasang-surut
tinggi, sehingga meninggalkan bentuk yang lebar. Tipe ketiga di bawah
pengaruh energi gelombang sedang, julat pasang-surut tinggi, serta arus
sepanjang pesisir rendah, sehingga akan meninggalkan bentuk kenampakan
beach sands pada saluran sungai dan menyebabkan saluran sungai tidak
berkembang. Tipe keempat di bawah pengaruh pengaruh energi gelombang
yang sedang, dasar pesisir sangat datar, julat pasang-suurut rendah, sehingga
meninggalkan bentuk barriers sands dan membentuk semacam lagoon sebagai
wadah perkembangan delta lebih lanjut. Tipe kelima berkembang pada tempat
yang terpengaruh oleh energi gelombang yang besar, topografi dasar pesisir
miring. Tipe keenam di bawah pengaruh energi gelombang yang sangat besar
dengan arus pesisir yang cukup kuat, sehingga meninggalkan bentuk
memanjang sejajar garis pesisir. Untuk lebih jelasnya gambaran bentuk
masing-masing delta tersaji dalam Gambar 2 sebagai berikut.

Tipe 1. Energi gelombang Rendah, Tipe 3. Energi gelombang sedang,


Tipe 2. Energi gelombang Rendah,
Arus pantai kecil, material Arus pantai kecil, Julat pasang
Arus pantai kecil, Julat Pasang surut
suspensi tinggi surut tinggi
tinggi

Tipe 2. Energi gelombang


Rendah, Arus pantai kecil, Tipe 6. Energi gelombang Tinggi,
Tipe 4. Energi gelombang Sedang, Tipe 5. Energi gelombang Tinggi,
Julat Pasang surut tinggi Arus pantai besar, dasar pantai
Arus pantai kecil, Julat Pasang Arus pantai kecil, Julat Pasang miring
surut rendah surut tinggi

Gambar 2.1. Tipe-tipe Delta Menurut Wright (1978)

Berdasarkan bentuknya delta dapat dibedakan menjadi empat jenis. (1)


Delta cembung(kipas). Delta ini mempunyai ujung yang runcing menghadap ke
hulu dan yang cembung menghadap ke laut (arcuate delta) seperti delta sungai
Mahakam , delta sungai Rhine. (2) Delta kaki burung (bird foot delta) adalah
delta yang menyerupai kaki burung dan terbentuk demikian karena sungai yang
membawa banyak bahan yang berupa lautan kapur. (3) Delta runcing (Cuspate
delta), terdapat pada pantai yang lurus, dimana terjadi pemecahan gelombang
yang di bawa arus sungai disebarkan. (4) Delta ertuaria, yang terjadi pada muara
yang sempit dan sepanjang pembentuk delta mengikuti muara tersebut
contohnya delta pada Sungai Sumatera Timur (Suharini dan Abraham
2014:163)

Summerfield (1991) dalam Sanjoto (2012:20) telah membuat suatu


diagram yang memberikan gambaran pengaruh proses fluvial, proses
gelombang dan pengaruh pasang surut terhadap berbagai tipe delta yang
terbentuk di dunia. Bila pengaruh proses fluvial dominan maka delta akan
cenderung berbentuk Delta Kaki Burung. Bila pengaruh fluvial dan gelombang
hampir seimbang maka akan membentuk Delta Cuspate. Tetapi bila pengaruh
fluvial dan pasang surut hampir seimbang maka akan membentuk Delta Kipas.

Gambar 2.2. Tipe Delta dalam Hubungannya dengan Tenaga Fluvial, Gelombang dan
Pasang surut (Sumber: Summerfield, 1991)

Faktor yang paling penting terjadinya perkembangan delta adalah


pemasokan material dan aktivitas pada wilayah pengendapan. Kenampakan
delta terkontrol oleh morfologi pesisir, arah dan intensitas
gelombang, tingkat pengangkutan sedimen pesisir, serta julat pasang surut.
Faktor-faktor tersebut di atas ternyata mempunyai pengaruh yang berbeda-
beda, sehingga membentuk berbagai macam tipe delta yang berlainan
(Reineck dan Singh:1975 dalam Sanjoto, 2012:22).

Pembentukan suatu delta memerlukan beberapa persyaratan seperti:


(1) cukup bahan yang diangkut, (2) gelombang dan arus tidak besar , (3)
pantai stabil, artinya pantai tempat bermuara sungai tersebut tidak
mengalami pemerosotan yang lebih cepat dari kecepatan proses
pengendapan, dan (4) bentuk pantai yang memengaruhi bentuk delta yang
terjadi (Suharini dan Abraham, 2014:163)

2. Perubahan Spasial Delta

Faktor yang paling penting terjadinya perkembangan delta adalah


pemasokan material dan aktivitas pada wilayah pengendapan(Sanjoto,
2012:31). Perkembangan delta akan terjadi ketika sungai memasuki laut atau
danau dan jarang memasuki sungai lain, maka cenderung mengendapkan
muatannya. Apabila gelombang dan arus tidak mampu memindahkannya maka
terbentuklah endapan aluvial dimuara sungai. Adanya perkembangan endapan
menyebabkan sungai menjadi bercabang dan daya angkutnya berkurang.
Anak-anak sungai semakin banyak terbentuk, diikuti pula dengan
pengendapan material yang lebih banyak.

Struktur pengendapan delta umumnya terdiri dari lapisan bagian puncak


(top set bed), lapisan bagian depan (fore-set bed). Adanya pertumbuhan ke
atas pada top set bed mengakibatkan terjadinya peninggian aliran sungai.
Seperti halnya pada kipas alluvial, aliran sungai kemudian berpindah-pindah
dari suatu sisi ke sisi lain dan dari suatu tempat yang lain. Aliran memecah
pada bagian atas delta, dan mengikuti aliran yang silang untuk akhirnya
melepaskan anak-anak sungai di seluruh permukaan delta. Melalui peninggian
pada top-set bed oleh endapan sungai, maka daerah semula terletak di bawah
permukaan air kemudian menjadi daerah yang kering di atas permukaan air.
Penghimpunan endapan keatas secara terus menerus mengakibatkan pada
suatu saat kemiringan permukaan delta menjadi landau dan luas sekali. Pada
akhirnya terbentuklah dataran delta yang rata (Suharini dan
Abraham,2014:134)

3. Penutup Lahan (land cover) dan Pemanfaatan Lahan (land use)


Menurut Badan Standarisasi Nasional tahun 2013 mendefinisikan
penutup lahan merupakan tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat
diamati merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan manusia
yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan
produksi, perubahan, ataupun perwatan pada penutup lahan tersebut.

Pemanfaatan lahan (land use) adalah semua jenis penggunaan atas lahan
oleh manusia, mencakup penggunaan untuk pertanian hingga lapangan olah
raga, rumah mukim, hingga rumah makan, rumah sakit hingga kuburan
Hardoyo (2002) dalam Sanjoto (2012).

Perubahan pemanfaatan lahan akan selalu terjadi seiring dengan semakin


banyaknya jumlah penduduk. Namun perubahan pemanfaatan lahan tidak
menjadi masalah apabila mempertimbangkan tingkat kesesuaian lahannya.
Pemanfataan lahan yang mempertimbangkan tingkat kesesuaian lahannya
akan mengurangi resiko kerusakan lingkungan (Sanjoto:2012).

4. Kerapatan Vegetasi

Kerapatan vegetasi adalah satu aspek yang mempengaruhi karakteristik


vegetasi dalam citra. Kerapatan vegetasi umumnya diwujudkan dalam bentuk
persentase untuk mengetahui tingkat suatu kerapatan vegetasi. Indeks vegetasi
merupakan suatu algoritma yang ditetapkan terhadap citra (biasanya pada citra
multisaluran) untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun aspek
lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa, Leaf Area Index
(LAI), konsentrasi klorofil, dan sebagainya. Secara praktis, indeks vegetasi
ini merupakan suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa
saluran sekaligus, dan menghasilkan citra baru yang lebih representative
dalam menyajikan fenomena vegetasi (Danoedoro, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lintang (2016) menyatakan hasil


analisis indeks vegetasi NDVI, SAVI, ARVI, DVI dan RVI dengan
menggunakan citra landsat-8, didapat bahwa NDVI dengan klasifikasi metode
interval teratur mempunyai akurasi terbaik dalam pendugaan kelas kerapatan
vegetasi dengan nilai keseluruhan 75,61%.

Nilai indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil
dari pengolahan citra menggunakan transformasi Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI). Nilai indeks vegetasi ini dihitung sebagai rasio
antara pantulan yang terukur dari band merah (R) dan band infra-merah
(didekati oleh band NIR). Penggunaan kedua band ini banyak dipilih
sebagai parameter indeks vegetasi karena hasil ukuran dari band ini
dipengaruhi oleh penyerapan klorofil, peka terhadap biomassa vegetasi,
serta memudahkan dalam pembedaan antara lahan bervegetasi, lahan terbuka,
dan air.

Hasil penisbahan antara band merah dan infa-merah menghasilkan


perbedaan yang maksimum antara vegetasi dan tanah. Nilai-nilai asli yang
dihasilkan NDVI selalu berkisar antara -1 hingga +1 (Danoedoro, 2012). Nilai-
nilai asli antara -1 hingga +1 hasil dari transformasi NDVI ini mempunyai
presentasi yang berbeda pada penggunaan lahanya. Nilai-nilai NDVI disekitar
0.0 biasanya mempresentasikan penggunaan lahan yang mengandung unsur
vegetasi sedikit sampai tidak mempunyai vegetasi sama sekali. NDVI ini
merupakan nilai yang diperoleh dari gabungan beberapa spektral band spesifik
dari citra pengindraan jauh. Gelombang indeks vegetasi diperoleh dari energi
yang dipancarkan oleh vegetasi pada citra penginderaan jauh untuk
menunjukkan ukuran kehidupan dan jumlah dari suatu tanaman (Peraturan
Menteri Kehutanan, 2012)
Rumus dari NDVI ini adalah

: NDVI = (NIR-Red) / (NIR+Red)

Tabel 2.3 Klasifikasi hasil transformasi NDVI


Ke Nilai NDVI Tingkat Kerapatan Vegetasi
las1 (-0,8093) (-0,4349) Tanpa atau sedikit vegetasi
2 (-0,4349) (-0,1654) Vegetasi Jarang
3 (-0,1654) 0,1090 Vegetasi Sedang
4 0,1090 0,3835 Vegetasi Rapat
5 0,3835 0,6579 Vegetasi Sangat Rapat
Sumber : Klasifikasi NDVI hasil proses Citra Landsat 7 ETM+
B. Hasil Penelitian Yang Relevan

No Nama/Tahun Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian


1 Tjaturahono Budi Kajian Mengkaji Model metode overlay - delta kabupaten Kendal tahun 1910
Sanjoto/2010 Morfodinamika Perubahan spasial time series data Bagian hilir sungai Bodri ini juga
Pesisir Kabupaten Pantai Delta dengan software becabang ke arah utara timur laut.
Kendal Kabupaten Kendal ER Mapper7.0 Secara keseluruhan pantai Delta
Menggunakan Secara multiwaktu (Agus Hartoko, kabupaten Kendal saat itu masih
Teknologi (1910-2009) 2009). berbentuk Cuspate.
Penginderaan Jauh dengan teknik Digunakannya - Delta Bodri pada tahun 1972 sudah
Multi Spektral Dan penginderaan jauh metode ini karena berkembang gemuk cenderung
Multi Waktu pengolahan datanya membentuk Lobate.
relative sederhana - delta kabupaten Kendal tahun 1992
dan dapat di didasarkan pada hasil interpretasi
melibatkan citra Landsat tahun 1992 proses
seluruh data sedimentasi masih dominan di bagian
sekaligus, timur pantai Delta, Namun Proses
sehingga abrasi juga dominan di bagian timur
perubahan garis dekat Muara sungai Bodri dan
pantai antar waktu wilayah pantai Mororejo
dapat di amati - delta kabupaten Kendal tahun 2002
secara interface Endapan di muara sungai Blorong
terus meluas membentuk
bentuklahan cups.
- Berdasarkan hasil interpretasi citra
tahun 2009, dapat diketahui bahwa
sedimen melayang bagiantimur
pantai Delta berkurang dan semakin
menyebar hampir merata di
sepanjang pantai
2 Mukhlis Iskandar, Analisis Kerapatan Mengetahui tingkat -Teknik Interpretasi -Dari hasil penilaian kerapatan
Tjaturahono Budi Vegetasi kerapatan vegetasi Citra Satelit vegetasi dan masingmasing kelas
Sanjoto, Sutardji./ menggunakan di Taman Nasional -Teknik kerusakan vegetasi mempunyai
2012 Teknik Penginderaan Gunung Gede Klasisfikasi NDVI interval dengan standart kelas
Jauh Sebagai Basis Pangrango tahun (Normalized kerusakan hutan, nilai kerusakan
Evaluasi Kerusakan 1999, tahun 2005 Difference berat mempunyai nilai kerapatan
Hutan Di Taman dan tahun 2010 Vegetation Index) vegetasi antara -1 s/d 0.32, kerusakan
Nasional Gunung dengan teknik sedang mempunyai nilai Kerapatan
Gede Pangrango interpretasi citra Vegetasi antara > 0.32 s/d 0.42 dan
dan mengetahui kerusakan tidak rusak mempunya
persebaran dan nilai Kerapatan Vegetasi antara > 0.42
luasan kerusakan s/d 1. Hasil penelitian ini
hutan di Taman menunjukkan bahwa perubahan
Nasional dengan Kawasan Taman Nasional Gunung
memanfaatkan Gede Pangrango mengalami
penginderaan jauh penurunan kerapatan vegetasi yang
disebabkan oleh penebangan liar di
daerah Ciambar Kabupaten
Sukabumi, penambangan pasir yang
semakin mengan- cam daerah
penyangga taman nasional di daerah
Cugenang Kabupaten Cianjur dan
Illegal Loging yang semakin tinggi
intensitasnya di Nagrak Kabupaten
Sukabumi
3 Tjaturahono Budi Perubahan Mengkaji Analisis kerapatan Hasil penelitian menunjukkan
Sanjoto/2013 Kerapatan Vegetasi Perubahan vegetasi kerapatan vegetasi DAS Bodri mulai
Daerah Aliran Kerapatan Vegetasi menggunakan tahun 1992, 2002, dan tahun 2009
Sungai Bodri Pada DAS Bodri formula NDVI mengalami perubahan yang cukup
Berdasarkan Secara Multi (Normalized dinamis dan masing-masing kategori
Interpretasi Citra Temporal (1992 Difference berbeda-beda. Kategori sangat rapat
Penginderaan Jauh 2009) Dengan Vegetation Indexs) semakin bertambah luas, sebaliknya
Citra Satelit kategori rapat semakin sempit. Hal
Penginderaan Jauh ini mengindikasikan reboisasi yang
dilakukan di hulu DAS Bodri
berlangsung dengan baik.
C. Kerangka berpikir

Batas administrasi dari hulu hingga hilir DAS Comal adalah sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Purbalingga, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tegal serta sebelah
timur berbatasan dengan Kabupaten Batang.

Hal ini menjadikan masing-masing kabupaten mempunyai kebijakan yang


berbeda beda dalam melakukan pengelolaan penggunaan lahan yang berbeda
beda dalam lingkup DAS tersebut dan tentunya berbanding lurus dengan
kerapatan vegetasinya, oleh karena itu maka akan berpengaruh pula terhadap
Keberlangsungan sistem aliran air yang membawa material yang ada di
dalamnya. Dengan adanya perbedaan tersebut yang berlangsung dari dulu hingga
sekarang telah banyak material yang terbawa oleh air yang terbawa hingga
muara sungai sehingga wilayah muara tersebut seringkali muncul tanah timbul.
Disisi lain juga pengaruh aktivitas laut yang sering mengakibatkan adanya abrasi
dan akresi di muara sungai DAS comal, hal hal tersebut mengakibatkan adanya
morfodinamika delta yang terjadi DAS Comal.

Data perubahan kerapatan vegetasi diperoleh dari pengoahan citra dengan


teknik penginndreaan jauh. Metode tersebut dengan melakukan koreksi
geometrik-radiometrik Setelah melakukan koreksi lanjut dengan memasukan
rumus NDVI dengan cara band inframerah dekat dikurangi band merah
kemudian dibagi dengan band inframerah dekat ditambah band merah
NDVI=(NIR-RED)/(NIR+RED) pada citra Landsat. Setelah memasukan
mengolah NDVI , tahap selanjutnya adalah dibuat peta kerapatan vegetasi dan
dapat di tentukan daerah sampelnya. Data untuk memperoleh perubahan
morfodinamika delta yaitu dengan melakukan wawancara terhadap warga
sekitar delta yang mengetahui kondisi dari tanah yang timbul maupun yang
hilang. Selanjutnya hasil dari data di lapangan dan olah citra perubahan
kerapatan vegetasi maka perlu di hubungankan dengan morfodinamika delta
DAS Comal.
Kerangka Berpikir

Morfodinamika Bentuk Delta di DAS Comal

Morfodinamika Delta Perubahan Kerapatan


Vegetasi

Data Sekunder : Citra


Landsat tahun perekaman
1990,1995,2000,2010,2016

Pengolahan citra : visualisai


koreksi Geometrik dan
Radiometrik

Cropping Area of
Peta Delta Tahun Interes,penajaman kontras,
1990,1995,2000,2010,2016

transformasi NDVI Klasifikasi


Kerapatan Vegetasi tidak terbimbing
(Unsupervised), Overlay

Proses Perubahan Spasial Delta


seperti abrasi,akresi,panjang Uji kebenaran di lapangan dengan
pantai dan luas delta GPS

Peta Perubahan
Kerapatan Vegetasi

Analisis Statistik pada Perubahan Kerapatan Vegetasi Kaitannya


terhadap Morfodinamika Delta DAS Comal

Hasil dan Rekomendasi


1.3. METODE PENELITIAN

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang


mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 215).
Populasi dalam penelitian ini adalah lokasi penelitian yang bersifat area yaitu
di wilayah DAS Comal.Lokasi penelitian ini dibatasi pada Daerah Aliran
Sungai Comal merupakan suatu wilayah daratan di bagian utara Jawa
Tengah yang dipisahkan oleh pemisah topografi berupa punggung bukit yang
mengalirkan air hujan yang turun melalui sungai utama menuju Laut Jawa.

DAS Comal terletak antara 1091129 - 1093827 BT dan 064609


- 071441 LS. Batas administrasi DAS Comal adalah sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Purbalingga, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tegal serta sebelah
timur berbatasan dengan Kabupaten Batang. Sedangkan batas DAS nya adalah
sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan
DAS Serayu, sebelah barat berbatasan dengan DAS Rambut serta sebelah
timur berbatasan dengan DAS Sengkarang

2. Sampel dan teknik sampling

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2014:62). Dalam suatu penelitian geografi, sebelum
menentukan sampel, terlebih dahulu perlu diketahui luas dan sifat-sifat atau
ciri-ciri populasi geografi. Hal ini diperlukan agar sampel yang diambil dapat
mewakili suatu populasi (Tika, 2005:24). Sampel pada penelitian ini adalah
Nilai NDVI Seluruh luas DAS Comal pada tahun 1990, 1995, 2000, 2010,
2016 diambil nilai rata-rata sebagai nilai NDVI tunggal yang akan
dikorelasikan dengan morfologi delta untuk menganalisis hubungan antara
kedua variabel tersebut.
3. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2015: 60).Variabel penelitian
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

a.Morfodinamika Delta

1. Morfologi delta pada tahun 1990,1995, 2000, 2010, 2016


2. Luas delta yang mengalami abrasi
3. Luas delta yang mengalami akresi
4. Panjang garis pantai delta Comal

b.Perubahan Kerapatan Vegetasi

Penutup Lahan (land cover) penutup lahan berkaitan dengan jenis


kenampaka yang ada di permukaan bumi, contohnya vegetasi,lahan kosong
dan lahan terbangun. Nilai NDVI Seluruh luas DAS Comal pada tahun
1990, 1995, 2000, 2010, 2016 diambil nilai rata-rata sebagai nilai NDVI
tunggal yang akan dikorelasikan dengan morfologi delta untuk
menganalisis hubungan antara kedua variabel tersebut

4. Alat dan Teknik Pengumpulan Data


Alat dan bahan yang digunakan dalam interpretasi dan proses
pemetaan citra satelit kedalam peta peta tematik antara lain sebagai
berikut:

1. Alat penelitian

Seperangkat komputer yang digunakan untuk mengoperasikan perangkat


lunak, pengolahan dan keluaran data (Er Mapper 7.1 dan ArcGIS 10.1).

a. Kamera, alat tulis, GPS (Global Positioning System) dan peta


lokasi survey.

b. Seperangkat alat tulis kantor.


2. Bahan Penelitian

a. Citra Landsat yang diperoleh dari United States Geological Survey


(USGS) dan juga LAPAN.

b. Peta Administrasi DAS Comal

2 .Teknik Pengumpulan Data

a. Pengumpulan Data Sekunder


Metode Pengumpulan data dari beberapa sumber yang nantinya
berguna untuk pengolahan data dan merupakan data sekunder,
digunakan sebagai data penunjang di lapangan. Dalam pengumpulan
data pada penelitian ini, peneliti men-download langsung citra satelit
Landsat multi-temporal tahun perekaman 1990,1995,2000,2010,2016
melalui situs www.glovis.usgs.gov

b. Metode Interpretasi Citra


Metode interpretasi citra dilakukan secara digital pada citra Landsat
tahun 1990,1995,2000,2010,2016. Metode secara digital ini digunakan
pada citra Landsat untuk mengetahui kerapatan vegetasi dengan nilai
NDVI. Karena pada citra Landsat mempunyai saluran band near
infrared dan band red yang digunakan untuk membedakan jenis
kerapatan vegetasi dan pembedaan antara lahan terbuka terhadap lahan
bervegetasi.

Teknik interpretasi citra dapat dilakukan secara manual maupun


secara digital. Hasil dari interpretasi citra secara manual atau secara
digital yang telah dilakukan tidak semuanya sesuai dengan kondisi di
lapangan. Oleh karena itu harus dilakukan cek lapangan untuk
mendapatkan informasi data yang lebih akurat. Teknik interpretasi
yang akan digunakan adalah teknik interpretasi citra secara digital.
Langkah-langkah untuk interpretasi ini diawali dari pengolahan/ pra-
pengolahan (1) Import citra (2) Koreksi atmosferik (3) Koreksi geometrik
(4) Cropping citra (5) Penajaman citra hingga klasifikasi citra.

Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokkan atau membuat


segmentasi mengenai kenampakan-kenampakan yang homogen.
Klasifikasi hasil interpretasi ini menggunakan klasifikasi tak
terbimbing (Unsupervised). Klasifikasi tak-terbimbing menggunakan
algoritma untuk mengkaji atau menganalisis sejumlah besar pixel yang
tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas berdasarkan
pengelompokan nilai digital citra. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi
tak terbimbing adalah kelas spektral (Purwadhi dan Tjaturahono,
2008).

5. Teknik Analisis Data

Adapun metode analisis data yang dipergunakan untuk mendapatkan


hasil kesimpulan penelitian antara lain:

a. Metode Overlay (Tumpang Susun Peta)

Metode overlay atau tumpang susun peta merupakan sistem


penanganan data dalam perubahan kerapatan vegetasi dengan cara
menghubungkan peta kerapatan vegetasi tahun 1990, 1995, 2000, 2010,
2016. Metode tumpang susun peta digunakan untuk mengetahui
perubahan kerapatan vegetasi yang terjadi. Dimana perubahan
kerapatan vegetasi ini meliputi perubahan sebaran dan luasan
kerapatan vegetasi. Perolehan data sebaran dan luasan kerapatan vegetasi
didapat kan dari hasil overlay citra klasifikasi dengan software Er-
Mapper. Data peta yang memuat informasi perubahan kerapatan vegetasi
kemudian diolah menggunakan program ArcGIS 10.1 untuk
memperoleh hasil peta kerapatan vegetasi DAS Comal.
b.Metode Analisis Statistik

Metode ini untuk menjelaskan dan menggambarkan lebih lanjut


tentang hubungan variable morfodinamika delta dengan variable
kerapatan vegetasi. Dengan metode analisis statistik dengan
menggunakan SPSS untuk mengetahui seberapa besar hubungan data
perubahan kerapatan vegetasi dengan perubahan morfodinamika delta
tersebut yakni dengan analisis korelasi.
DAFTAR PUSTAKA

Aftriana,Careca Firma.2013. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi Kota


Semarang Menggunakan Bantuan Teknologi Penginderaan Jauh.
Skripsi: Universitas Negeri semarang
Danoedoro,projo.2012. Pengantar Penginderaan Jauh digital. Yogyakarta: Penerbit
Andi

Fadhly, Ahmad. 2010. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh Untuk Identifikasi


Kerapatan Vegetasi Daerah Tangkapan Air Rawa Pening. Skripsi: Universitas
Negeri Semarang

Iskandar,Muklis et al.2012. Analisis Kerapatan Vegetasi menggunakan Teknik


Penginderaan Jauh Sebagai Basis Evaluasi Kerusakan Hutan Di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango.Semarang.Universitas Negeri Semarang

Kusumowidagdo, Mulyadi dan Tjaturahono B.S, Eva Banowati, Dewi L.S. 2007.
Penginderaan Jauh dan Interpretasi. Semarang: LAPAN-UNNES.

Lintang,Nuansa Candra.2016. Kajian Kerapatan Vegetasi Hutan Lindung


Gunung Ungaran Jawa Tengah Tahun 2016 Menggunakan Metode
Indeks Vegetasi.Skripsi:Universitas Negeri Semarang
Putra,erwin hardika. 2011. Penginderaan Jauh dengan ERMapper. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Purwadhi, Sri H. dan Tjaturrahono B.S. 2008. Pengantar Interpretasi Citra


Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
dan UNNES.
Setyowati,Dewi liesnoor.2010. Buku Ajar pengelolaan DAS. Semarang: CV Sanggar
Krida Aditama.

Setyowati,Dewi liesnoor et al. 2016. Panduan Penulisan skripsi. Semarang: Fakultas


Ilmu sosial , Universitas Negeri Semarang
Sanjoto,Tjaturahono Budi.2010.Kajian Morfodinamika Pesisir Kabupaten Kendal
Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh Multi Spektral Dan Multi
Waktu.Semarang.Undip

Sanjoto,Tjaturahono Budi.2013. Perubahan Kerapatan Vegetasi Daerah Aliran


Sungai Bodri Berdasarkan Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Semarang .
Universitas Negeri Semarang.

Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I dan 2.Gajah Mada Press: Yogyakarta.

http://www.citrasatelit.com/2012/03/16/satelit-Landsat

Anda mungkin juga menyukai