Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi lautnya yang luas,
dengan kondisi lautan yang luas ini menjadikan Indonesia memiliki kawasan pesisir yang
luas pula. Ekosistem pesisir merupakan pertemuan antara ekosistem daratan dengan
ekosistem perairan (laut). Adanya perpaduan antara ekosistem daratan dengan perairan tawar
dan air laut menghasilkan keunikan tersendiri dalam hal vegetasi, habitat dan kondisi
ekologisnya. Kawasan daerah pesisir tidak lepas dari konektivitas dengan ekosistem yang
berada pada bagian hulu melalui jaringan daerah sungai dan siklus hidrologi. Aktivitas yang
dilakukan masyarakat di hulu akan memberikan dampak pada masyrakat bagian hilir,
sehingga perlu adanya tata kelola kawasan pesisir yang terintegrasi dari hulu hingga bagian
hilir untuk dapat menciptakan keseimbangan ekosistem.
Kawasan daerah pesisir memiliki potensi sumber daya alam yang besar dengan
keanekaragaman hayati yang dimiliki, namun demikian potensi ini masih belum sepenuhnya
dipahami pemerintah, pengusaha, maupun masyarakat (Riniwati, 2011). Seperti halnya
kebijakan pemerintah yang daerahnya berada disepanjang kawasan aliran sungai bengkulu
masih bergerak masing-masing, sehingga potensi sumber daya alam pesisir masih belum
dapat dimanfaatkan secara optimal. Hasil penelitian yang dilakukan Barchia, et al (2020)
menunjukan bahwa penggunaan lahan untuk perkebunan sawit sebanyak 60% dan
perkebunan kopi sebanyak 17% dibagian hulu membentuk kualitas lahan yang mudah
terdegradasi akibat dari adanya aktivitas pertanian secara monokultur. Tingginya persentase
lahan pertanian yang menerapkan sistem monokultur dan kurangnya lahan tutupan, diikuti
dengan kapasitas tampung sungai yang terbatas menyebabkan air pada bagian hulu akan
dengan cepat turun ke sungai pada saat musim hujan sehingga berdampak pada kebanjiran
dibagian hilir, meskipun dibagian hilir tidak terjadi hujan.
Wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber
pangan, tambang mineral dan energi, media komunikasi ataupun sebagai kawasan wisata.
Pembangunan kawasan pesisir adalah salah satu upaya dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat, semakin tinggi laju pembangunan maka akan semkain tinggi pula pemanfaatan
sumber daya alam sehingga perlu memperhatikan aspek ekologis, fisik, dan
geomorfologisnya agar terbentuknya keseimbangan ekosistem (Bengen et al. 2000). Untuk
mengetahui sejauh mana pemanfaatan sumberdya alam pesisir dan bagaimana pengelolaanya
perlu dilakukan identifikasi sehingga dilakukanlah praktikum pengelolaan sumberdaya alam
kawasan daerah pesisir di kota bengkulu.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi ekosistem pesisir di kawasan
kota bengkulu dan konektivitas antara kondisi lanskap daerah aliran sungai bengkulu pada
bagian hulu dan hilir.

Manfaat

Manfaat praktikum pengelolaan sumberdaya alam kawasan daerah pesisir di kota


bengkulu adalah sebagai sarana informasi terkait aspek ekologis, fisik, geomorfologi,
ekosistem pesisir, dan konektivitas lanskep daerah aliran sungai bengkulu dari hulu hingga
bagian hilir.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai didefenisikan sebagai suatu kawasan yang menampung air hujan,
sedimen, serta unsur hara yang dialirkan melalui anak sungai kemudian menuju sungai utama
hingga bermuara ke laut atau danau (Susetyaningsih, 2012). Daerah aliran sungai (DAS)
terbagi atas tiga bagian yaitu bagian hulu ditekankan pada fungsi konservasi guna
mempertahankan kualitas lingkungan DAS agar tidak terjadinya degradasi, bagian tengah
yang ditekankan pada pengelolaan air sungai untuk dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
ekonomi dan sosial yang dapat diindikasikan dari kualitas dan kuantitas air, penyaluran air
menuju waduk, danau atau lahan pertanian, bagian hilir ditekankan pada pemanfaatan air
sungai sebagai sumber air bersih, pertanian serta pengelolaan air limbah (Dinas Lingkungan
Hidup, 2019). Komponen DAS meliputi vegetasi, lahan dan air, dimana air merupakan
komponen pengikat keterkaitan dan ketergantungan antar komponen-komponen utama DAS
atau sub DAS (Kadir, 2016)

Siklus Hidrologi (Kodoatie dan Sjarief, 2010: 7)

Daerah aliran sungai memiliki keterkaitan terhadap sistem hidrologi, pada bagian hulu
DAS memiliki karakteristik spesifik yang berkaitan dengan unsur utama seperti, jenis tanah,
topografi, tata guna lahan, kemiringan dan panjang lereng (Asdak, 2007). Dalam siklus
hidrologi air hujan yang masuk kedalam tanah disebut dengan infiltration, sedangkan air
yang tidak terserap oleh tanah akan tertampung sementara pada cekungan permukaan tanah
(surface detention) untuk kemudian dialirkan menuju tempat yang lebih rendah (run off)
hingga kemudian masuk ke sungai (Triatmodjo, 2008).
2.2 Ekosistem Pesisir

Indonesia merupakan daerah maritim yang besar dengan potensi sumberdaya alam
melimpah, namun demikian sumberdaya alam yang dimiliki mempunyai ancaman yang
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan ekosistem (Rangkuti, 2018). Ekosistem
pesisir tersusun atas beberapa ekosistem yang berbeda seperti esturia, hutan magrove, padang
lamun dan terumbu karang dimana antara masing-masing ekosistem memiliki keterkaitan
(Utina et. al, 2018). Ekosistem ini menyimpan sumberdaya alam dan jasa lingkungan bagi
keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan hidup secara umum (Katili et al., 2017).
Pemanfaatan sumberdaya alam ekosistem pesisir telah dikelola oleh masyarakat sejak dahulu
dengan berbagaimacam cara, namun eksploitasi yang secara terus menerus tanpa penjagaan
ekosistem menyebabkan berkurangnya kapasitas sumberdaya alam hayati untuk dapat
dipulihkan (Utina et al., 2018). Pemanfaatan sumberdaya alam yang ada dipesisir secara
masif tanpa mempertimbangkan aspek peran dan fungsi akan mengakibatkan terjadinya
bencana seperti banjir, erosi, sedimentasi, kekeringan dan lain sebagainya (Emirhadi, 2009)

Beberapa sumber daya alam yang sering kita jumpai pada kawasan pesisir dapat
berupa esturia yang merupakan bagian wilayah pesisir semi tertutup yang memiliki hubungan
bebas terhadap laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan (Nurafif et al.,
2016), dalam pengertian lainya esturia adalah sebagai tempat pertemuan antara perairan tawar
dan perairan laut (Nurafif et a.l, 2016). Selanjutnya hutan yang tumbuh di muara sungai,
daerah pasang surut maupun tepi laut dengan sistem akar pernafasan disebut dengan hutan
mangrove (Mulyadi et al., 2009). Selain itu ada pula kawasan hutan pantai sebagai tempat
tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan dan menjadi potensi sumber daya alam (Waryono,
2000), yang juga berfungsi sebagai pemecah angin laut, pencegah abrasi dan peredam
gelombang laut ketika tsunami (Tuheteru dan Mahfudz, 2012).

2.3 Koneksi Lanskap Hulu dan Hilir

Lanskap dianggap sebagai salah satu sistem penentu yang penting bagi keberlanjutan
fungsional kawasan DAS, terkait dengan tujuan lingkungan ekonomi dan sosial (Gravrilidis
et al., 2016). Fragmentasi bentang alam dianggap sebagai fenomena yang sebagian besar
disebabkan oleh adanya interaksi manusia dengan alam (Bogaert et al., 2005). Perubahan tata
kelola lahan pada bagian hulu DAS seperti pemanfaatan lahan untuk perkebunan kelapa sawit
secara masif berdampak pada ekosistem yang berada pada bagian hilir (Abdulkadir et
al.,2019).

Keterkaitan antara lanskap hulu dan hilir bukan hanya terbatas pada aspek lingkungan
saja, melainkan juga meliputi aspek ekologis, ekonomis dan sosial budaya sehingga
pengelolaan sumber daya alam disepanjang kawasan DAS perlu dilakukan dengan
berorientasi pada ekosistem secara keseluruhan (Junaidi et al., 2013). Besarnya keterkaitan
antara lanskap hulu dan hilir menjadi penting untuk dikelola dengan baik, sehingga kunci
pengelolaan DAS adalah kajian daya dukung (carriying capacity) dan daya tampung
(Asimilatif capasity) untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan DAS (Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2019).

2.4 Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkung

Daya dukung lingkungan adalah batas teratas dari pertumbuhan suatu populasi
dimana jumlah populasi tidak dapat didukung lagi oleh sarana, sumber daya dan lingkungan
yang ada (Puspitasari, 2011), sedangkan daya tampung adalah kemampuan lingkungan untuk
menyerap zat, energi atau komponen lainya yang dimasukkan kedalamnya (Soerjani et al.,
1987). Kurnia 2005 membagi daya dukung lingkungan menjadi empat tipe antara lain yaitu:
1. Daya dukung fisik “adalah batasan yang ditata oleh ruang fisik dan kondisi-kondisi
yang diperlukan kawasan pantai/laut” (ukuran, situasi, kedalaman air, dll.).
2. Daya dukung produksi “kelimpahan stok lestari pada tingkat produksi maksimum”.
3. Ekologi “Tingkatan dimana pengembangan kawasan menyebabkan perubahan-
perubahan nyata dalam ekosistem”.
4. Daya dukung sosial “Tingkatan dimana pengembangan kawasan berbenturan atau
menimbulkan konflik dengan penggunaan lainnya”.
BAB III

METODOLOGI

Alat

Peralatan yang digunakan adalah kamera, alat tulis dan modul.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktikum mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Alam dilakukan pada hari Sabtu, 23
Oktober 2021 dikawasan pesisir kota bengkulu.

Metode

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah survey lapangan dan studi
literatur.
3. Dalam kaitanya dengan koneksi lansekap hulu dan hilir, bagaimana anda melihat posisi
ekositem pesisir,dalam konteks misalnya beban daya dukung lingkungan yang ditanggung
serta konsekuensi dampaknya secara ekologi dan sosial.
Koneksi lansekap hulu dan hilir
Koneksi lanskap dianggap sebagai salah satu sistem penentu yang penting bagi
keberlanjutan fungsional kawasan DAS, terkait dengan tujuan lingkungan ekonomi dan sosial
(Gravrilidis et al., 2016). Besarnya keterkaitan antara lanskap hulu dan hilir menjadi penting
untuk dikelola dengan baik, sehingga kunci pengelolaan DAS adalah kajian daya dukung
(carriying capacity) dan daya tampung (Asimilatif capasity) untuk menjamin keberlanjutan
pengelolaan DAS (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2019). Perubahan tata
kelola lahan pada bagian hulu DAS seperti pemanfaatan lahan untuk perkebunan kelapa sawit
secara masif berdampak negatif pada ekosistem yang berada pada bagian hilir (Abdulkadir
et al.,2019). Dengan adanya keterkaitan antara lanskape bagian hulu dan hilir memberikan
beban pada daya dukung lingkungan misalnya batas kemampuan suatu ekosistem pesisir
mampu menerima pencemaran dan bangunan. Daya dukung kawasan pesisir dalam
penyedian lahan untuk kawasan permukiman misalnya, juga dipengaruhi oleh kawasan DAS.
Akibat sering terjadinya banjir maka mengakibatkan degradasi lahan sehingga dapat
berkurangnya luas lahan untuk kawasan permukiman, pertanian dan sebagainya. Hal ini
menunjukan bahwa besarnya keterkaitan antara ekosistem yang berada di hulu dan hilir.
Dampaknya secara ekologi dan sosial
Kawasan pesisir yang berada pada bagian hilir akan menerima dampak secara
langsung akibat dari perubahan ekosistem yang ada di hulu seperti terjadinya kebanjiran,
meskipun pada bagian hilir tidak terjadi hujan. Hal ini juga terjadi akibat kecilnya daya
tampung kawasan DAS pada bagian hilir yang tidak mampu memuat debit air yang dikirim
dari bagian hulu. Terjadinya kebanjiran pada bagian hilir akan berdampak secara ekologi
seperti rusaknya kawasan pertanian yang terdampak dengan adanya banjir. Selain itu
berdampak juga pada sosial masyarakat, seperti terhambatnya aktivitas masyarakat,
menurunnya perekonomian, terjadinya sebaran penyakit dan lain sebagainya. Meskipun pada
masyarakat yang tinggal dibagian hulu merubah fungsi lahan menjadi kawasan perkebunan
sawit mendapatkan keuntungan akan tetapi keuntungan tersebut hanya bersifat absolut bila
kita lihat secara global, hal itu terjadi karena keuntungan yang didapat masyarakat tidak
sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan
demi menjaga keseimbangan ekosistem.
4. Bagaimana desain atau aspek-aspek apa yang perlu diperhatikan jika kita ingin melihat
daya dukung ekosistem pesisir.
Daya dukung lingkungan (ekosistem pesisir) adalah batas teratas dari pertumbuhan
suatu populasi dimana jumlah populasi tidak dapat didukung lagi oleh sarana, sumber daya
dan lingkungan yang ada (Puspitasari, 2011). Dengan kata lain, daya dukung kawasan pesisir
adalah sebuah analisa tentang daya dukung lingkungan yang berada di kawasan pesisir. Pada
kawasan pesisir memilki batasan dalam kegiatanya maka dari itu perlunya zonasi penataan
kawasan pesisir untuk menjaga keseimbangan kawasan pesisir. Untuk dapat melihat daya
dukung ekosistem pesisir dapat dilihat dari 4 aspek yaitu:

1. Daya dukung fisik. “batasan yang ditata oleh ruang fisik dan kondisi-kondisi yang
diperlukan kawasan pantai/laut” (ukuran, situasi, kedalaman air, dll.).
2. Daya dukung produksi “kelimpahan stok lestari pada tingkat produksi maksimum”.
3. Daya Ekologi “Tingkatan dimana pengembangan kawasan menyebabkan perubahan-
perubahan nyata dalam ekosistem”.
4. Daya dukung sosial “Tingkatan dimana pengembangan kawasan berbenturan atau
menimbulkan konflik dengan penggunaan lainnya”.
Berdasarkan uraian di atas maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan untuk melihat daya
dukung kawasan pesisir yaitu aspek daya dukung fisik, produksi, ekologi dan juga sosial.
Daftar Pustaka

Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University
Press

Puspitasari A. 2016. Analisis Daya Dukung Lingkungan di Wilayah Pesisir Kabupaten


Kendal. Semarang. Universitas Semarang

Kurnia R. 2005. Penentuan Daya Dukung Lingkungan Pesisir. Bogor. Institut Pertanian
Bogor

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2019. Pengelolaan DAS Berkelanjutan


Perlu Pertimbangkan Daya Dukung dan Daya Tampung. Palangkaraya. Seminar
Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Lahan Gambut Berkelanjutan.

Barchia MF, B. Sulistyo, K. S. Hindrianto, H. Suhartoyo. 2020. Penilaian DAS Air Bengkulu
(Indonesia) Berdasarkan Kualitas Lanskap Agroekosistem dan Rencana Penggunaan
Lahan yang Berkelanjutan. Bengkulu. Biodiversitas: 21 (5422-5430)

Begen, D. G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Bogor. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB

Dinas Lingkungan Hidup. 2019. Apa Itu Daerah Aliran Sungai. Pemerintah Kabupaten
Buleleng.

Emirhadi S. 2009. Pengelolaan Lingkungan dan Kondisi Masyarakat pada Hilir Sungai.
Jurnal Sosial Humaniora: 13 (2)

Kadir S. 2016. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Kalimantan. Kementerian


Lingkungan Hidup dan Kehutan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan
Lindung Barito.

Katali A.S., R. Utina, E. Nusantari, Y, Tamu. 2017. Potensi Ekosistem Pesisir Sebagai Bahan
Pembelajaran Biologi di Sekolah Wilayah Pesisir. Seminar Nasional dan Kongres PBI
XXI. Manado 25 Agustus 2017.

Mulyadi E, O. Hendriyanto, N. Fitriani. 2010. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai


Ekowisata. Surabaya. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan: 1 (52-58)

Nurafif. R. A, A. D. Prakoso, K. F. Hamidah, O. Lea, D Febry, C. Olivia. 2016. Karakteristik


Ekosistem Estuari. Jawa Barat. Academia
Rangkuti. A.M, M. R. Cordova, A. Rahmawati, Yulma, H. E. Adimu. 2018. Ekosistem
Pesisir dan Laut Indonesia. Idonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Riniwati H. 2011. Keragaman Hayati Pesisir dan Laut: Kajian Potensi, Masalah dan Solusi.
Malang. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 7 (1-6)

Susetyaningsih A. 2012. Pengaturan Penggunaan Lahan di Daerah Hulu Das Cimanuk


Sebagai Upaya Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Air. Jawa Barat. Jurnal
Konstruksi: 10 (1-8)

Triatmodjo, B., 2008, Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta.

Tuheteru, F. D dan Mahfudz. 2012. Ekologi, Manfaat & Rehabilitasi, Hutan Pantai Indonesia.
Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Utina. R, E. Nusantari, A.S. Katili, Y. Tamu. 2018. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir
Penerapan Pendidikan Karakter Konservasi. Yogyakarta. Cv. Budi Utama.

Waryono, T. 2000. Reklamasi Pantai Ditinjau Dari Segi Ekologi Lansekap Dan
Restorasi .Kumpulan Makalah Periode 1987-2008, Diskusi Penataan Ruang Wilayah
Pantai dan Laut

Anda mungkin juga menyukai