BAB I
PENDAHULUAN
pada umumnya. Pembangunan merupakan suatu kenyataan yang harus kita terima
kondisi ini juga seringkali berdampak sebaliknya terhadap sumberdaya alam dan
DAS Unda merupakan salah satu DAS yang besar dan memiliki fungsi
strategis baik secara ekologis maupun ekonomi di Pulau Bali. Wilayah DAS Unda
Karangasem hingga Klungkung sebagai hilirnya. Air sungai dari DAS Unda
merupakan sumber air minum, sumber air bagi irigasi pertanian dan perikanan
yang ada di wilayah Bali, termasuk wilayah DAS Unda. Berbagai tekanan
terhadap sumberdaya alam DAS tidak hanya terjadi di hilir tetapi juga di hulu
DAS Unda. Di hulu DAS, tekanan tidak hanya terjadi di luar kawasan hutan tetapi
Kawasan hutan yang berada di bagian hulu DAS Unda merupakan kawasan
hutan lindung. Saat ini, pada sebagian kawasan tersebut dirambah masyarakat
2
untuk hijauan tanaman pakan ternak terutama yang berbatasan langsung dengan
lahan milik masyarakat. Di luar kawasan hutan, penambangan batu dan pasir
lahan berbukit dengan kemiringan yang terjal untuk lahan budidaya tanaman
Sub DAS Telagawaja merupakan salah satu DAS yang berada di bagian
hulu DAS Unda. Sebagai hulu DAS, Sub DAS Telagawaja berfungsi sebagai
daerah konservasi, daerah tangkapan hujan dan daerah yang dikelola untuk
pengelolaan Sub DAS Telagawaja adalah tetap terjaga dan terkendalinya erosi
tanah, hasil air yang optimal, serta produktivitas dan daya dukung lahannya.
tujuan tersebut diperlukan data dan informasi kondisi karakteristik Sub DAS
Telagawaja dimana salah satunya adalah dari aspek lahan. Penelitian berupa
“Arahan Penggunaan Lahan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Telagawaja” ini
bahaya erosi yang terjadi, arahan klasifikasi fungsi kawasan serta alternatif
tindakan konservasi tanah yang baik sebagai bentuk arahan penggunaan lahan
Telagawaja?
Secara umum tujuan yang ingin dicapai adalah memperoleh bentuk arahan
2. Diperolehnya data dan sebaran tingkat bahaya erosi di wilayah Sub DAS
DAS Telagawaja,
khususnya bidang rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah sehingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah aliran sungai (DAS) memiliki 3 komponen utama yang menjadi ciri
khas atau penciri utamanya, yaitu: (1) suatu wilayah yang dibatasi oleh puncak
disimpan, dan dialirkan oleh sistem sungai; dan (3) sistem sungai itu keluar
melalui satu outlet tunggal. Selanjutnya beberapa ahli DAS membuat suatu
kesimpulan bahwa DAS merupakan: (1) suatu wilayah bentang lahan dengan
batas topografi; (2) suatu wilayah kesatuan hidrologi; dan (3) suatu wilayah
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan (Peraturan Pemerintah Nomor 37, 2012). Sub DAS
adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak
sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis di dalam Sub-sub DAS
timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala
kegiatan program atau proyek; (2) alat implementasi untuk menempatkan usaha-
proyek dilaksanakan.
DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk
lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,
kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah
didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat
diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan
ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti
pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada
fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat
7
bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan
kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait
satu kesatuan yang utuh menyeluruh yang terdiri dari sumber-sumber air, badan
air, sungai, danau, dan waduk yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-
Arsyad (2010) menyatakan bahwa kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1)
kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, (2)
terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tumbuhan, (3)
Erosi yang terjadi dalam keadaan alami (yaitu ketika permukaan tanah dan
penutup vegetasi asli belum terganggu oleh kegiatan manusia) disebut erosi alami
atau erosi geologi. Sebaliknya, bila lahan hutan ditebang atau padang rumput
dirusak, proses erosi dipercepat, dan kita mendapatkan erosi tanah. Bilamana erosi
sebagian tanah atas, proses tersebut disebut erosi tanah (Foth, 1994).
Erosi tanah terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal
dari masa tanah dan tahap pengankutan oleh media yang erosif seperti aliran air
dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk
8
mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan
(Suripin, 2002).
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk
menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk sumber air yang
dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, di atas tanah pertanian dan
erosi terjadi di dua tempat, yaitu (1) pada tanah tempat erosi terjadi, dan (2) pada
Tabel 2.1
Dampak Erosi Tanah
Bentuk Dampak Dampak di Tempat Kejadian Erosi Dampak di Luar Tempat Kejadian Erosi
- Langsung - Kehilangan lapisan tanah yang relatif - Pelumpuran atau sedimentasi dan
kaya unsur hara dan bahan organik, dan pendangkalan waduk, sungai, saluran
memiliki sifat-sifat fisik yang baik bagi irigasi, muara sungai, pelabuhan dan
tempat akar tanaman berjangkar badan air lainnya.
- Meningkatnya penggunaan energi untuk - Tertimbunnya lahan pertanian, jalan dan
berproduksi rumah atau bangunan lainnya
- Kemrosotan produktivitas tanah atau - Mnghilangnya mata air dan
bahkan menjadi tidak dapat digunakan memburuknya kualitas air
untuk berproduksi
- Kerusakan bangunan konservasi dan - Kerusakan ekosistem perairan (tempat
bangunan lainnya bertelur ikan, terumbu karang dan
sebaginya)
- Pemiskinan petani penggarap dan/atau - Kehilangan nyawa oleh banjir di musim
pemilik tanah hujan dan meningkatnya ancaman
kekeringan pada musim kemarau
- Tidak Langsung - Berkurangnya altermatif penggunaan - Kerugian sebagai akibat memendeknya
lahan umur guna waduk dan saluran irigasi dan
tidak berfungsinya badan air lainnya
- Timbulnya dorongan atau tekanan untuk
membuka lahan baru dengan membabat
hutan
- Timbulnya keperluan penyediaan dana
untuk perbaikan bangunan konservasi
yang rusak
Sumber: Arsyad, 2010
9
singkat, tanah lapisan atas yang subur hilang. Sebagai contoh, tanah Latosol
setebal 2,50 cm tahun-1 dan penurunan produktivitas lahan setelah dua tahun. Jika
tanah yang hilang setebal 10 cm, maka produksi dapat menurun lebih dari 50%
Rahim, 2006).
tanah longsor. Lebih lanjut disebutkan bahwa kegiatan tata guna lahan yang
bersifat mengubah bentang alam dalam suatu daerah aliran sungai (DAS)
seringkali dapat mempengaruhi hasil air (water yield). Pada batas tertentu,
kegiatan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air termasuk air
1,7052 mg liter-1 melebihi baku mutu air kelas III yaitu > 1 mg liter-1. Konsentrasi
fosfat yang tinggi mengindikasikan banyaknya masukan ke dalam badan air yang
bisa bersumber dari pupuk yang terbawa limpasan dari daerah pertanian yang
limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan tanah baik oleh
vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya tindakan konservasi tanah. Faktor-
yang mempengaruhi besarnya erosi adalah: (1) curah hujan, (2) sifat-sifat tanah,
paling penting dalam erosi tanah. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh
terhadap erosi tanah meliputi: (1) jumlah hujan, yang menunjukan banyaknya air
hujan selama terjadinya hujan dalam kurun waktu satu bulan atau satu tahun, (2)
intensitas hujan, yang menunjukkan banyaknya curah hujan persatuan waktu dan
dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam, (3) distribusi hujan, yang menunjukan
penyebaran waktu terjadinya hujan. Dari ketiga karakteristik hujan tersebut yang
Erosi air timbul apabila aksi dispersi dan tenaga pengangkut oleh air hujan
mengalir ada di permukaan dan atau di dalam tanah. Erosi dapat terjadi melalui
dengan tanah, percikan tanah oleh butir hujan ke semua arah, penghancuran
dan pegangkutan partikel terpercik dan/atau massa tanah yang terdispersi oleh air
tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, daya infiltrasi atau
permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik. Tanah dengan tekstur kasar
seperti pasir tahan terhadap erosi karena untuk mengangkut butir-butir yang besar
diperlukan energi yang besar pula. Demikian pula terhadap tanah dengan tekstur
halus seperti liat tahan terhadap erosi karena daya kohesinya yang kuat sehingga
dalam tanah dan aliran permukaan menjadi kecil sehingga erosi menjadi kecil.
Pada struktur tanah yang mantap tidak akan mudah hancur oleh pukulan air hujan,
yang pada akhirnya membuat tanah tahan terhadap erosi. Sebaliknya pada struktur
tanah yang tidak mantap, sangat mudah hancur menjadi butiran halus jika terkena
pukulan air hujan yang akhirnya menyumbat pori-pori tanah yang berakibat aliran
Daya infiltrasi tanah yang besar, menunjukan air mudah meresap ke dalam
tanah sehingga aliran permukaan kecil yang berakibat pada mengecilnya jumlah
erosi. Daya infiltrasi tanah dipengaruhi oleh porositas dan kemantapan struktur
tanah. Kandungan bahan organik dalam tanah akan menentukan kepekaan tanah
tanah yang mantap sehingga tahan terhadap erosi. Tanah dengan kandungan
bahan organik kurang dari 2 % umumnya peka terhadap erosi (Morgan, 1979
erosi. Jika lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat
sehingga kapasitas daya angkut meningkat. Lereng yang semakin panjang, berarti
volume air yang mengalir semakin besar dan aliran juga semakin besar sehingga
Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalagi air hujan agar tidak
ke dalam tanah.
Untuk mengetahui besarnya erosi pada satuan unit lahan perlu dilakukan
meramalkan besarnya erosi yang telah, sedang dan/atau akan terjadi pada suatu
satuan unit lahan dengan atau tanpa pengelolaan tertentu serta memilih praktek
13
penggunaan lahan dalam arti luas yang mempunyai produktivitas tinggi dan
berkelanjutan.
oleh Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan persamaan Universal
matematika sudah banyak dilakukan, antara lain: Mario (2004) melaporkan bahwa
sangat berat (699,20 ha atau 19,6%), berat (432,92 ha atau 12,2%), sedang
(1.166,22 ha atau 32,8%), ringan (1.261,93 ha atau 35,4%). Faktor panjang dan
kemiringan lereng (LS) dan erosivitas hujan memberikan kontribusi paling tinggi
Otan Kabupaten Tabanan menunjukkan (TBE) yang bervariasi dari sangat ringan
sampai sangat berat. TBE sangat berat mencapai 326,08 ha. Faktor pemberat yang
menjadikan sebagian DAS tersebut masuk dalam kategori sangat berat adalah
gejala alam yang wajar bahkan dalam suatu ekosistem yang utuhpun erosi tanah
tanah.
alami. Erosi alami terjadi dengan laju yang lambat yang memungkinkan
secara normal. Laju erosi yang dinyatakan dalam mm tahun-1 atau ton hektar-1
tahun-1 yang terbesar dan masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar
disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan yang bisa dinyatakan
agar lahan dapat berfungsi optimal sebagai media pengatur tata air dan produksi.
Bentuk pengelolaan lahan yang baik adalah dapat menciptakan suatu keadaan
penduduk juga tidak lepas dari resiko terjadinya kerusakan lahan pada lahan itu
sendiri. Kerusakan ini terjadi salah satu penyebabnya adalah erosi yang
15
disebabkan karena pengelolaan lahan belum menerapkan konservasi tanah dan air
yang baik.
lapangan, jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi serta intensitas hujan
ruang berdasarkan fungsi utama terdiri atas kawasan lindung dan kawasan
dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga
bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Rencana Tata Ruang
ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang
16
fungsional. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan Hutan Lindung
adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan
berdasarkan kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi
a. kemiringan lereng
dalam satu atau lebih dari katagori dari peruntukan berikut: (1) kawasan lindung;
(2) kawasan penyangga; (3) kawasan budidaya tanaman tahunan; (4) kawasan
Arsyad (2010) menyatakan bahwa konservasi tanah dalam arti luas adalah
yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi
tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan
Konservasi tanah adalah masalah menjaga agar tanah tidak terdispersi, dan
mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan agar tidak terjadi
golongan utama, yaitu (1) metode vegetatif, (2) metode mekanik dan (3) metode
kimia (Arsyad, 2010). Asdak (2010) menyebutkan bahwa langkah pertama yang
klasifikasi tanah untuk pemanfaatan tanah yang paling optimal. Dalam konteks
program konservasi tanah perlu menentukan tingkat bahaya erosi (TBE), suatu
tingkat bahaya erosi suatu bentang lahan diperlukan kajian terhadap empat faktor
sebagai berikut:
d. Kemiringan lereng.
18
Anyar (2009) menjelaskan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk
bahwa rehabilitasi merupakan salah satu aspek konservasi tanah yang bertujuan
berfungsi sebagai media produksi dan mengatur tata air yang baik sedangkan
sampai pada tingkat yang lebih kecil dari laju erosi yang dapat diperkenankan.
Untuk menjaga agar tanah yang hilang melalui erosi tetap berada di bawah laju
erosi yang masih dapat diperkenankan, maka jenis tanaman dan sistem
pertanaman serta penerapan teknik konservasi tanah harus sedemikian rupa, agar
nilai factor penutupan vegetasi dan pengelolaan tanaman (CP) tidak melebihi rasio
BAB III
alam untuk tetap bertahan hidup. Mengingat adanya keterbatasan daya dukung
sumber daya lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dapat memicu
sungai (DAS). Salah satu penyebab penurunan kualitas lingkungan DAS adalah
erosi.
daya lahan DAS Unda bisa bermanfaat secara lestari dan berkesinambungan baik
Wilayah Sub DAS Telagawaja merupakan bagian dari wilayah DAS Unda
yang berada di hulu. Sebagai hulu DAS, Sub DAS Telagawaja merupakan daerah
konservasi yang dilakukan di daerah hulu DAS tidak hanya memberikan dampak
penting dilakukan.
lahan. Kondisi karakteristik Sub DAS Telagawaja meliputi: iklim, jenis tanah dan
karakteristik fisik lahan menggambarkan kondisi lahan Sub DAS Telagawaja saat
ini. Diketahuinya kondisi fisik lahan digunakan sebagai input di dalam analisis
Erosi tanah terjadi sebagai dampak dari pemanfaatan lahan yang telah
dilakukan pada berbagai penggunaan lahan saat ini. Prediksi laju dan besaran
erosi dihitung dengan menggunakan Rumus Universal Soil Loss Equation (USLE)
dari Wischmeier dan Smith (1978). Tingkat bahaya erosi (TBE) mengacu pada
membandingkan tingkat erosi di suatu lahan (land unit) dengan kedalaman tanah
dan tingkat erosi yang telah terjadi di wilayah Sub DAS Telagawaja. Bentuk
skor jenis tanah, intensitas hujan dan kelerengan kawasan. Analisis ini
lahan saat ini, tingkat erosi yang terjadi dan kesesuaian klasifikasi fungsi
menerapkan pola pertanaman yang sesuai dan mampu menekan erosi serta
kelestarian dan berkelanjutan. Agar erosi dapat ditekan dan tanah tetap lestari,
maka nilai prediksi erosi aktual (A) harus diturunkan menjadi sama atau dibawah
Hasil akhir dari penelitian ini dapat disajikannya data dan informasi baik
angka maupun spasial meliputi: kondisi biofisik lahan, tingkat bahaya erosi,
tanah sebagai bentuk arahan penggunaan lahan pada Sub DAS Telagawaja. Untuk
lebih jelasnya diagram kerangka alur pikir penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
karakter fisik yang dimiliki oleh Sub DAS Telagawaja. Setiap DAS/Sub DAS
penutupan lahan, serta tindakan pengelolaan lahan. Perhitungan perkiraan laju dan
sebaran erosi dilakukan agar diketahui tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi.
23
dapat berfungsi optimal sebagai media pengatur tata air dan produksi. Penggunaan
lahan memberikan manfaat yang optimal secara ekologis maupun ekonomis jika
saat ini, erosi yang terjadi dan disesuaikan dengan tingkat bahayanya, serta
upaya tersebut, tingkat bahaya erosi lahan dapat ditekan dan dikendalikan
sehingga sumberdaya lahan Sub DAS Telagawaja menjadi optimal dan lestari.
1. Wilayah Sub DAS Telagawaja merupakan wilayah dengan lahan yang rentan
2. Pada Sub DAS Telagawaja telah terjadi erosi berat sampai sangat berat.
erosi sampai pada erosi yang tidak membahayakan pada wilayah Sub DAS
Telagawaja.
24
Tujuan
Penggunaan lahan pada Sub DAS Telagawaja yang
berkelanjutan
Arahan/
Rekomendasi
Penggunaan Lahan
Hasil
Penggunaan lahan
pada Sub DAS
Telagawaja yang
berkelanjutan dan
lestari
BAB IV
METODE PENELITIAN
Klungkung dengan luas 11.115,59 Ha. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar
4.1.
a b
c d
Gambar 4.1
Lokasi Penelitian
a) Pulau Bali; b) Kabupaten Karangasem; c) DAS Unda; d) Sub DAS Telagawaja
26
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan April 2014.
meliputi antara lain: iklim, jenis tanah, bentuk lahan, kelerengan dan
penutupan lahan.
di suatu lahan (land unit) dengan kedalaman tanah efektif pada satuan lahan
tentang kriteria penetapan fungsi kawasan lindung dan fungsi produksi dinilai
berdasarkan klasifikasi skor jenis tanah, intensitas hujan harian rata-rata dan
kelerengan lahan.
penggunaan lahan Sub DAS Telagawaja didasarkan pada keadaan fisik lahan
saat ini, kesesuaian peruntukan fungsi lahan, dan tingkat erosi yang terjadi.
27
digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder .
3. Peta-peta yang berhubungan dengan lokasi dan topik penelitian, seperti peta
rupa bumi, peta tanah, peta penutupan lahan, peta topografi, peta geologi,
28
peta bentuk lahan, peta kelerengan lahan, peta iklim dan peta-peta lain yang
meliputi antara lain: iklim, jenis tanah, bentuk lahan, kelerengan dan penutupan
lahan.
penggunaan lahan berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan teridi atas: jenis
Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Data curah hujan bulanan rata-rata selama 10 tahun terakhir (tahun 2004 s/d
3. Rol meter/meteran
4. Bor tanah
29
5. Pisau tanah, plastik, ring sampel, dan peralatan laboratorium untuk analisis
tanah.
Bahan lain yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta tematik Sub
Dalam penelitian ini juga digunakan beberapa jenis alat pendukung berupa
Pembuatan peta unit lahan didasarkan atas peta kelerengan tanah, peta
geomorfologi (bentuk lahan), dan peta liputan lahan Sub DAS Telagawaja. Unit
lahan adalah merupakan gambaran unsur lahan yang kurang lebih sama, yaitu
dilakukan dengan cara tumpang susun. Satuan unit lahan ini merupakan tempat
2. Survey pendahuluan
mengidentifikasi para pihak yang terkait dalam pengelolaan Sub DAS Telagawaja.
3. Survey utama
faktor CP/VM dilakukan pada setiap satuan unit lahan untuk mengetahui tingkat
kerapatan vegetasi penutup lahan serta pengelolaan lahan yang telah dilakukan
Pengambilan sampel tanah didasarkan pada jumlah jenis tanah yang ada di
tingkatan kelompok yang disebut strata. Sampel tanah dari lapangan di analisis di
sifat fisik tanah berupa tekstur, struktur, persentase pasir halus, permeabilitas dan
persentase bahan organik tanah yang selanjutnya diolah untuk menentukan nilai
memperhatikan faktor fisik kawasan Sub DAS Telagawaja. Output analisis akan
dijadikan sebagai indikator input untuk analisis arahan penggunaan lahan Sub
DAS Telagawaja. Secara lengkap kerangka analisis penelitian dapat dilihat pada
Gambar 4.2.
dengan menganalisis peta-peta tematik dalam format digital dengan aplikasi GIS
antara lain peta jenis dan kedalaman tanah, topografi, geomorfologi serta
Analisis Kesesuaian
fungsi lahan Sub
DAS Telagawaja Arahan
- Jenis tanah,
Kriteria Kesesuaian Arahan Kalasifikasi penggunaan lahan Penggunaan lahan Sub
- Kelerengan berdasarkan SK (alternatif tindakan
fungsi kawasan Sub DAS Telagawaja yang
- Data curah Menteri Pertanian konservasi tanah) berkelanjutan dan lestari
hujan DAS Telagawaja
No.837/KPTS/Um/1
1/1980 dan
6383/KPTS/Um/8/1
981
- Erosivitas Hujan
(R),
Analisis tingkat dan
- Erodibilitas tanah
sebaran erosi dengan
(K)
persamaan USLE
- Panjang dan
(universal Soil loss Tingkat Bahaya erosi:
Kemiringan
Equation) SR (Sangat Ringan), R
lereng (LS)
A=RKLSCP (Ringan), S (Sedang), B
- Indeks Penutupan
dan Keputusan (Berat), SB ( Sangat
lahan dan
Dirjen RRL berat)
pengeolaan lahan
Departeman
(CP/VM)
Kehutanan No:
041/Kpts/V/1998
tanggal 21 April
1998
Gambar 4.2
Kerangka analisis
4.7.2 Analisis Kelas dan Tingkat Bahaya Erosi
sesuai dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan
USLE yang disempurnakan oleh Snyder (1980) dalam Asdak (2010) yaitu :
dimana :
Besarnya erosi yang terjadi diperoleh dari hasil perkalian dari masing-
parameter tersebut.
4.7.2.1.1 Indeks Erosivitas Hujan (R)
dimana :
(MAX P) = curah hujan maksimum rata-rata dalam 24 jam per bulan untuk
erosi, yaitu retensi partikel terhadap pengikisan dan perpindahan tanah oleh energi
kinetik air hujan. Tekstur tanah yang sangat halus akan lebih mudah hanyut
dibandingkan dengan tekstur tanah yang kasar. Kandungan bahan organik yang
tinggi akan menyebabkan nilai erodibilitas tinggi. Sifat fisik tanah dalam
kaitannya dengan konservasi tanah dan air adalah tekstur, struktur, infiltrasi dan
Smith (1978). Parameter yang dipakai untuk menentukan nilai K ini adalah
K = erodibilitas tanah
c = Permeabilitas tanah
data persentase debu, dan pasir sangat halus, pasir, bahan organik, struktur dan
Gambar 4.3.
Nomograf untuk menentukan erodibilitas tanah K (Wischmeir dan Smith, 1978)
Adapun cara penggunaan nomograf tersebut adalah sebagai berikut:
a. persentase debu dan pasir sangat halus ditetapkan pada titik yang bersesuaian
c. dari titik perpotongan ini ditarik garis vertikal hingga memotong persentase
bahan organik
tanah
e. dari titik perpotongan ini ditarik garis vertikal hingga memotong kelas
permeabilitas tanah
f. dari titik perpotongan ini ditarik horizontal ke kiri hingga memotong skala
0,05 mm), persentase debu (0,05-0,002 mm), persentase liat (lebih kecil dari 0,002
mm), persentase bahan organik tanah, struktur tanah dan permeabilitas profil
tanah. Kode struktur tanah disajikan pada Tabel 4.1 sedangkan kode permeabilitas
Tabel 4.1
Kode Struktur Tanah
Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter) Kode
Granuler sangat halus (< 1 mm) 1
Granuler halus (1 sampai 2 mm) 2
Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm) 3
Berbentuk blok, blocky, plat, massif 4
Sumber: Arsyad, 2010
Tabel 4.2
Kode Permeabilitas Profil Tanah
Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode
Sangat lambat < 0,5 6
Lambat 0,5 sampai 2,0 5
Lambat sampai sedang 2,0 sampai 6,3 4
Sedang 6,3 sampai 12,7 3
Sedang sampai cepat 12,7 sampai 25,4 2
Cepat >25,4 1
Sumber: Arsyad, 2010
panjang dan kemiringan lereng terhadap erosi. Panjang lereng mengacu pada
menjadi faktor LS. Departemen Kehutanan (1998) telah menyusun penilaian kelas
Tabel 4.3
Penilaian Kelas Lereng dan faktor LS
Kelas lereng Kemiringan lereng (%) LS
I 0–8 0,4
II 0 – 15 1,4
III 15 – 25 3,1
IV 25 – 40 6,8
V >40 9,5
Sumber : Departemen Kehutanan, 1998
indeks nilai pengelolaan tanaman sebagaimana disajikan pada Tabel 4.4 untuk
pertanaman tunggal dan Tabel 4.5 untuk pertanaman tumpangsari dan pergiliran
tanaman.
Tabel 4.4
Indeks Pengelolaan Tanaman (C) untuk Pertanaman Tunggal
No. Jenis Tanaman Nilai C
1. Padi sawah 0,01
2. Tebu 0,20 – 0,30 *)
3. Padi gogo (lahan kering) 0,53
4. Jagung 0,64
5. Sorgum 0,35
6. Kedelai 0,40
7. Kacang tanah 0,40
8. Kacang hijau 0,35
9. Kacang tunggak 0,30
10. Kacang gude 0,30
11. Ubu kayu 0,70
12. Talas 0,70
13. Kentang ditanam searah lereng 0,90
14. Kentang ditanam menurut kontur 0,35
15. Ubi jalar 0,40
16. Kapas 0,70
17. Tembakau 0,40 – 0,60 *)
18. Jahe dan sejenisnya 0,80
19. Cabe, bawang, sayuran lain 0,70
20. Nanas 0,40
21. Pisang 0,40
22. Teh 0,35
23. Jambu mete 0,50
24. Kopi 0,60
25. Coklat 0,80
26. Kelapa 0,70
27. Kelapa sawit 0,50
28. Cengkeh 0,50
29. Karet 0,60 – 0,75 *)
30. Serai wangi 0,45
31. Rumput, Brachiaria decumbens tahun 1 0,29
32. Rumput, Brachiaria decumbens tahun 2 0,02
33. Rumput gajah tahun 1 0,50
34. Rumput gajah tahun 2 0,10
35. Padang rumput (permanen) bagus 0,04
36. Padang rumput (permanen) jelek 0,40
37. Alang-alang permanen 0,02
38. Alang-alang dibakar sekali setiap tahun 0,10
39. Tanah kosong tak diolah 0,95
No. Jenis Tanaman Nilai C
41. Tanah kosong diolah 1,00
42. Ladang berpindah 0,40
43. Pohon reboisasi tahun 1 0,32
44. Pohon reboisasi tahun 2 0,10
45. Tanaman perkebunan, tanah berpenutupan 0,10
bagus
46. Tanaman perkebunan, tanah berpenutupan jelek 0,50
47. Semak tak terganggu 0,01
48. Hutan tak terganggu, sedikit serasah 0,005
49. Hutan tak terganggu, banyak serasah 0,001
Keterangan : *) nilai lebih rendah untuk produksi perkebunan
Sumber : Departemen Kehutanan, 1998
Tabel 4.5
Indeks Pengelolaan Tanaman (C) untuk Pertanaman Tumpangsari dan Pergiliran
Tanaman
No. Pengelolaan Tanaman Nilai C
1. Ubi kayu + Kedelai 0,30
2. Ubi kayu + kacang tanah 0,26
3. Ubi kayu + jagung – kacang tanah 0,45
4. Padi gogo + jagung 0,50
5. Padi gogo + sorgum 0,30
6. Padi gogo – kedelai 0,55
7. Padi gogo – kacang gude 0,45
8. Padi gogo – kacang tunggak 0,50
9. Kacang tanah – kacang hijau 0,45
10. Kacang tanah – kacang hijau 0,40
11. Jagung + kacang-kacangan/kacang tanah 0,40
12. Jagung + ubi jalar 0,40
13. Jagung + padi gogo + ubi kayu – 0,35
kedelai/kacang tanah
14. Padi gogo – jagung – kacang tanah 0,45
15. Sorgum – sorgum 0,45
16. Kebun campuran rapat 0,10
17. Kebun campuran, ubi kayu + kedelai (sedang) 0,20
18. Kebun campuran, kacang gude + kacang tanah 0,40
(jarang)
Keterangan tanda (+) = tumpangsari, dan (–) pergiliran tanaman
Sumber : Departemen Kehutanan, 1998
4.7.2.1.5 Indeks Upaya Konservasi Tanah (P)
Jumlah tanah yang hilang akibat erosi pada dasarnya dapat dikurangi
dengan adopsi pengelolaan lahan yang baik dan upaya konservasi tanah. Nilai
Tabel 4.6
Indeks Konservasi Tanah (nilai P)
No. Teknik Konservasi Tanah Nilai P
1. Teras bangku baik 0,04
2. Teras bangku sedang 0,15
3. Teras bangku jelek 0,40
4. Teras tradisional 0,35
5. Teras gulud baik 0,15
6. Hillside ditch atau field pits 0,30
7. Kontur cropping kemiringan 1-3% 0,40
8. Kontur cropping kemiringan 3-8% 0,50
9. Kontur cropping kemiringan 8-15% 0,60
10. Kontur cropping kemiringan 15-25% 0,80
11. Kontur cropping kemiringan >25% 0,90
12. Strip rumput permanen, baik, rapat dan 0,04
berjalur
13. Strip rumput permanen, jelek 0,40
14. Strip crotolaria 0,50
15. Mulsa jerami sebanyak 6 ton/ha/th 0,15
16. Mulsa jerami sebanyak 3 ton/ha/th 0,25
17. Mulsa jerami sebanyak 1 ton/ha/th 0,60
18. Mulsa jagung 3ton/ha/th 0,35
19. Mulsa crotolaria 3 ton/ha/th 0,50
20. Mulsa kacang tanah 0,75
21. Bedengan untuk sayuran 0,15
Sumber : Departemen Kehutanan, 1998
terutama di daerah non pertanian untuk berbagai tata guna lahan sebagaimana
Keterangan
1 Bila luas tajuk efektif kurang dari 20 % daerah tersebut dapat dianggap sebagai
padang rumput/ tanah kosong/ tidak produktif
2 Seresah hutan diasumsikan mempunyai ketebalan 2,5 cm pada daerah naungan
3 Nilai VM berkaitan dengan daerah naungan, tajuk yang rendah efektif dalam
mengurangi dampak negatif air hujan terhadap permukaan tanah dengan menurunkan
nilai VM , Tajuk tinggi lebih dari 13 m, kurang efektif dalam mengurangi dampak
negatif air hujan, dan dengan demikian tidak berpengaruh terhadap besarnya nilai
VM
Tabel 4.8
Faktor VM untuk beberapa tipe vegetasi penutup tanah
(U.S. Soil Conservation Service, 1977 dalam Arsyad, 2010)
Kelas dan Tingkat bahaya erosi (TBE) dihitung mengacu pada Keputusan
erosi di suatu lahan (land unit) dengan kedalaman tanah efektif pada satuan lahan
tersebut. Kelas dan tingkat bahaya erosi didapatkan dengan menggunakan matrik
sederhana sebagaimana disajikan pada Tabel 4.9. Peta TBE dibuat berdasarkan
hasil tumpang susun antara peta erosi hasil perhitungan dengan persamaan (1) dan
Tabel 4.9
Kombinasi Solum Tanah dan Erosi dalam Penentuan TBE
Kelas erosi
Kedalaman tanah (cm) I II III IV V
Erosi (ton ha-1 tahun-1)
<15 15-60 60-180 180-480 >480
Dalam SR R S B SB
>90 0 I II III IV
Sedang R S B SB SB
60 – 90 I II III IV IV
Dangkal S B SB SB SB
30 – 60 II III IV IV IV
Sangat dangkal B SB SB SB SB
<30 III IV IV IV IV
Sumber : Departemen Kehutanan, 1998
Keterangan : SR : Sangat Ringan, R : Ringan, S : Sedang, B : Berat, SB : Sangat Berat
4.7.2.3 Erosi yang Diperkenankan
Laju erosi yang dinyatakan dalam mm tahun-1 atau ton hektar-1 tahun-1 yang
terbesar dan masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu
tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat
membuat penetapan besarnya penilaian erosi yang masih dapat ditoleransi pada
Tabel 4.10
Penetapan Erosi yang Diperbolehkan (Edp) untuk Tanah-Tanah di Indonesia
No Sifat Tanah dan Substratum Nilai T
(mm th-1)
1. Tanah sangat dangkal (<25 cm) di atas batuan 0,0
2. Tanah sangat dangkal (<25 cm) di atas tanah sudah melapuk 0,4
(tidak terkonsolidasi)
3. Tanah dangkal (25 – 50 cm) di atas bahan telah melapuk 0,8
4 Tanah dengan kedalaman sedang (50 – 90 cm) di atas bahan 1,2
telah melapuk
5. Tanah yang dalam (>90 cm) dengan lapisan bawah yang kedap 1,4
air di atas substrata yang telah melapuk
6. Tanah yang dalam (>90 cm) dengan lapisan bawah 1,6
berpermiabelitas lambat di atas substrata yang telah melapuk
7. Tanah yang dalam (>90 cm) dengan lapisan bawahnya 2,0
berpermiabilitas sedang di atas substrata yang telah melapuk
8. Tanah yang dalam(>90 cm) dengan lapisan bawah 2,5
berpermeabilitas tinggi di atas substrata yang telah melapuk
Sumber : Arsyad, 2010
4.7.3 Analisis Arahan Klasifikasi Fungsi Kawasan
intensitas hujan harian rata-rata dan kelerengan lahan. Ketiga faktor tersebut
dinilai dengan sistem skoring berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
Areal yang mempunyai jumlah skor untuk kemampuan lahan sama dengan
atau lebih dari 175, atau memenuhi salah satu atau beberapa syarat berikut:
b. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah Regosol, Litosol,
hanya sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut dan 1.000 meter di atas
yang tinggi.
kawasan lindung.
4.7.3.2 Kawasan Penyangga
Areal dengan skor untuk kemampuan lahan antara 124 – 174 dan atau
ekonomis.
Yang termasuk dalam kawasan ini adalah areal dengan jumlah skor untuk
industri). Di samping itu, areal tersebut harus memenuhi kriteria umum untuk
kawasan penyangga.
Yang termasuk dalam katagori kawasan ini adalah areal dengan kriteria
seperti dalam penetapan kawasan budidaya tanaman tahunan, tetapi areal tersebut
semusim/setahun.
yang sama dengan kawasan budidaya, hanya saja lahan tersebut mempunyai
berdasarkan data keadaan lahan saat ini, kesesuaian peruntukan lahan dan tingkat
bahaya erosi yang terjadi. Data tersebut diolah untuk menentukan alternatif arahan
lebih kecil atau sama dan perbandingan antara nilai batas erosi yang
Dari perhitungan indeks pengelolaan tanaman (C) dan pengelolaan tanah (P)
sesuai persamaan diatas maka alternatif usaha konservasi tanah dapat ditentukan
HASIL PENELITIAN
Sub DAS Telagawaja memiliki luas total seluas 11.115,59 hektar yang
9.897,71 hektar (89,04%) dan Klungkung seluas 92,60 hektar (0,83 %). Sebaran
wilayah administrasi Sub DAS Telagawaja secara lengkap disajikan ada Tabel
5.1. Peta Administrasi Sub DAS Telagawaja dapat dilihat pada Lampiran Peta 1.
Tabel 5.1
Letak Wilayah Administrasi Sub DAS Telagawaja
bulanan selama 10 tahun terahir (2004-2013) yang diperoleh dari Stasiun Penakar
Curah Hujan di wilayah Sub DAS Telagawaja. Jumlah curah hujan dan hari hujan
Tabel 5.2
Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Tahunan pada Masing-masing Stasiun
Pengamat Curah Hujan Sub DAS Telagawaja
No Tahun Lokasi Stasiun Pengamat Curah Hujan
Pengamatan BPP Kec Rendang RPH Rendang BPP Kec Selat
CH (mm) HH (hari) CH (mm) HH (hari) CH (mm) HH (hari)
1 2 3 4 5 6 7 8
1 2004 2.496 125 2.887 88 3.514 113
2 2005 2.601 148 2.796 78 3.403 95
3 2006 2.892 138 1.816 82 3.125 84
4 2007 2.903 129 2.611 87 3.485 74
5 2008 5.118 168 3.273 110 3.875 110
6 2009 3.422 145 2.278 81 3.692 81
7 2010 3.927 252 3.582 130 4.429 108
8 2011 2.926 187 2.359 98 3.044 248
9 2012 2.716 139 2.981 98 4.170 142
10 2013 2.223 172 3.326 105 3.543 170
Jumlah 31.224 1.603 27.909 957 36.279 1.225
Jumlah rata-rata 3.122 160 2.791 96 3.628 123
Keterangan:
CH : Jumlah curah hujan
HH : Jumlah hari hujan
curah hujan pada BPP Kecamatan Rendang sebesar 3.122 mm tahun-1 dengan
160 hari hujan. Curah hujan terendah pada bulan Juli sebesar 85 mm bulan-1
dengan 9 hari hujan dan tertinggi pada bulan Desember sebesar 437 mm bulan-1
dengan 21 hari hujan. Curah hujan ini mempengaruhi wilayah di Desa Muncan,
curah hujan pada RPH Rendang sebesar 2.791 mm tahun-1 dengan 96 hari hujan.
Curah hujan terendah pada bulan Agustus sebesar 49 mm bulan-1 dengan 2 hari
hujan dan tertinggi pada bulan Desember sebesar 463 mm bulan-1 dengan 16 hari
hujan. Curah hujan ini mempengaruhi wilayah di Desa Abang Batu Dinding,
Abang Songan, Suter, Pempatan, Besakih dan sebagian wilayah Desa Sebudi
Selat.
Curah hujan rata-rata tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah
hujan pada BPP Kecamatan Selat sebesar 3.628 mm tahun-1 dengan 123 hari hujan.
Curah hujan terendah pada bulan Agustus sebesar 160 mm bulan-1 dengan 6 hari
hujan dan tertinggi pada bulan Desember sebesar 419 mm bulan-1 dengan 12 hari
hujan. Curah hujan ini mempengaruhi daerah penelitian pada sebagian wilayah di
Desa Sebudi.
Jumlah hujan bulanan dan hari hujan rata-rata selama 10 tahun (2004-2013)
> 100 mm) pada BPP Rendang berjumlah 10 bulan, RPH Rendang 8 bulan dan
BPP Selat 12 bulan. Jumlah bulan lengas (jumlah curah hujan satu bulan 60 mm -
100 mm) pada BPP Rendang berjumlah 2 bulan, RPH Rendang 3 bulan. Bulan
kering (jumlah curah hujan satu bulan < 60 mm) BPP Rendang tidak terdapat
bulan kering, RPH Rendang 1 bulan dan BPP Selat tidak terdapat bulan lengas
Tipe iklim diperoleh dengan ratio antara jumlah rerata bulan kering dengan
jumlah rerata bulan basah dari masing-masing stasiun penakar curah hujan. Hasil
analisi diperoleh nilai Q untuk RPH Rendang dengan nilai Q = 0,125 dan nilai
Q=0 untuk stasiun pada BPP Selat dan Rendang. Nilai tersebut berada diantara 0
< Q < 0,143 artinya tipe iklim menurut klasifikasi iklim Schmidht Ferguson pada
Skala 1 : 250.000 terdiri atas jenis tanah Regosol berhumus seluas 2.612,51
hektar (23,50 %), Regosol kelabu seluas 6.783,77 hektar (61,03 %) dan Regosol
coklat kekuningan seluas 1.719,31 hektar (15,47 %). Sebaran luas masing-
masing jenis tanah Sub DAS Telagawaja dapat dilihat pada Tabel 5.4. Peta Jenis
wilayah, maka bentuk topografinya semakin datar dan apabila semakin terjal
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dibedakan atas 5 (lima) kelas lereng, yaitu:
kelas lereng I / datar (0 – 8 %), kelas II / landai (8 – 15 %), kelas lereng III agak
curam atau bergelombang (15 – 25 %), kelas lereng IV / curam atau berbukit (25
Sub DAS Telagawaja tersusun atas wilayah landai (kelas lereng II) hingga kelas
lereng V atau bergunung. Sub DAS Telagawaja tidak terdapat wilayah pada kelas
lereng I dengan topografi datar. Sehingga bentuk topografi Sub DAS Telagawaja
bergunung.
wilayah landai seluas 3.414,01 hektar (30,71 %), agak curam seluas 4.364,63
hektar (39,27 %), curam seluas 3.179,02 hektar (28,60 %) dan sangat curam
seluas 157, 93 hektar (1,42 %). Sebaran kemiringan lahan Sub DAS Telagawaja
disajikan sebagaimana Tabel 5.5. Peta Kemiringan Lereng Sub DAS Telagawaja
Bentuk lahan adalah bentang permukan lahan yang mempunyai relief yang
khas sebagai akibat/pengaruh yang kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari
proses alam yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu.
DAS Telagawaja meliputi bentuk lahan asal proses vulkanik seluas 10.431,86
hektar (93,85 %) dan denudasional seluas 683,73 hektar (6,15 %). Sebaran
bentuk lahan di wilayah Sub DAS Telagawaja disajikan pada Tabel 5.6. Peta
Bentuk Lahan Sub DAS Telagawaja dapat dilihat pada Lampiran Peta 4.
Tabel 5.6
Sebaran Bentuk Lahan Sub DAS Telagawaja
No Kabupaten Kecamatan Desa Bentuk Lahan (ha)
Vulkanik Denudasional Jumlah
1 2 3 4 5 6 7
1 Bangli Kintamani Abang Batu Dinding 1.125,28 - 1.125,28
2 Karangasem Rendang Besakih 2.807,33 - 2.807,33
Menanga 1.242,29 - 1.242,29
Nongan 332,84 - 332,84
Pempatan 2.881,59 683,73 3.565,32
Pesaban 79,34 - 79,34
Rendang 384,48 - 384,48
Selat Muncan 243,26 - 243,26
Sebudi 551,14 - 551,14
Sidemen Sangkan Gunung 477,03 - 477,03
Tangkup 214,68 - 214,68
3 Klungkung Klungkung Selat 92,60 - 92,60
Jumlah 10.431,86 683,73 11.115,59
Hasil analisis Peta Bentuk Lahan, 2014
5.1.6 Penutupan Lahan
kawasan hutan, namun juga telah merambah ke dalam kawasan hutan. Besar
diperoleh 8 (delapan) kelas penutupan lahan. Jenis penutupan dan luas masing-
masing penutupan lahan sebagaimana disajikan pada Tabel 5.7. Sebaran jenis
penutupan lahan per masing-masing wilayah disajikan Tabel 5.8. Peta Penutupan
Tabel 5.7
Jenis dan Luas Penutupan Lahan Sub DAS Telagawaja
terdiri dari atas hutan, kebun campuran, tegalan, permukiman dan sawah.
Penutupan vegetasi di dalam kawasan hutan terdiri atas hutan dengan vegetasi
penutupan sedang seluas 956,85 hektar (8,61%), semak belukar 577,22 hektar
(5,19%) dan tanah terbuka seluas 157,93 hektar atau 1,42 % dari total DASnya.
Penutupan lahan di luar kawasan hutan terdiri atas kebun campuran rapat
hektar (11,02%), permukiman 55,75 hektar (0,5%) dan sawah seluas 352,07
purpureum).
semusim. Jenis tanaman kayu terdiri atas Sengon (Albizia chinensis, Kejimas
heterophyllus), Sawo manila (Achras zapota var depressa) dan Alpokat (Persea
americana). Untuk tanaman semusimnya didominasi oleh salak, umbi dan
didominasi oleh tanaman semusim berupa tanaman bunga kenikir dan tanaman
dilakukan berupa teras gulud. Penutupan vegetasi pada penggunaan lahan sawah
Satuan unit lahan Sub DAS Telagawaja dibuat dari hasil tumpang susun
peta penutupan lahan, peta kemiringan lereng, peta bentuk lahan. kemudian peta
unit lahan yang dihasilkan ditumpangsusunkan dengan peta jenis tanah serta peta
mengetahui posisi atau letak administrasi dari satuan unit lahan tersebut.
Satuan unit lahan mencerminkan adanya pengaruh sifat batuan, relief dan
lereng, jenis tanah serta penutupan lahan pada suatu wilayah di Sub DAS
satuan unit lahan yang telah dihasilkan. Sebaran satuan unit Sub DAS
Telagawaja dapat dilihat pada Lampiran 2. Peta Satuan Unit Lahan pada Sub
panjang dan kemiringan lereng, tutupan vegetasi dan tindakan pengelolaan lahan
saat ini. Untuk menghitung nilai erosivitas curah hujan diperlukan data curah
hujan, jumlah hari hujan, dan curah hujan maksimum per bulan pada kurun
waktu satu tahun. Hasil perhitungan nilai erosivitas curah hujan pada Sub DAS
Kecamatan Selat sebesar 4.758,86; RPH Rendang sebesar 3.082,39 dan BPP
debu + pasir halus, persentase pasir, persentase bahan organik, struktur tanah
diperoleh dengan melakukan analisis tanah pada laboratorium, yang dalam hal
ini dilakukan pada Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Udayana. Hasil analisis
Tabel 5.10
Nilai Erodibilitas Tanah (K) Sub DAS Telagawaja
No Debu + Pasir (%) Bahan Kelas Permeabilitas Nilai K
Pasir halus Organik struktur tanah
(%) (%) tanah
1 2 3 4 5 6 7
1 33,29 66,00 1,23 3 1 0,22
2 19,80 76,12 2,81 3 1 0,09
3 30,43 67,50 1,22 3 1 0,20
4 58,51 34,35 1,33 3 1 0,42
5 22,63 69,06 1,21 3 1 0,14
6 25,15 63,62 1,62 3 1 0,15
7 10,71 85,47 1,59 3 1 0,06
8 21,95 73,76 3,23 3 1 0,10
9 27,29 61,77 2,46 3 2 0,16
10 60,03 30,59 1,68 4 3 0,48
Data hasil pengolahan
laju dan besarnya erosi. Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) sebagaimana
Tabel 5.11
Nilai Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Sub DAS Telagawaja
No Kemiringan Klasifikasi Luas (Ha) Nilai LS
Lereng (%)
1 2 3 4 5
1 0-8 Datar - -
2 8 - 15 Landai 3.414,01 1,40
3 15 -25 Agak Curam 4.364,63 3,10
4 25 - 40 Curam 3.179,02 6,80
5 > 40 Sangat Curam 157,93 9,50
Jumlah 11.115,59
Data hasil pengolahan
Faktor pengelolaan tanaman dan tanah (CP/VM) Sub DAS Telagawaja saat ini
prediksi besarnya laju dan sebaran erosi total (erosi aktual) yang terjadi per
Tabel 5.12.
Tabel 5.12
Besarnya Prediksi Erosi Per Masing-masing Wilayah Desa
Sub DAS Telagawaja
No. Kabupaten Kecamatan Desa Luas (Ha) Besarnya
Erosi
(Ton/Ha/Th)
1 2 3 4 5 6
1 Bangli Kintamani Abang Batu Dinding 150,10 81,04
Abang Songan 240,15 68,61
Suter 735,03 54,30
2 Karangasem Rendang Pempatan 3.565,32 238,53
Besakih 2.807,33 726,32
Menanga 1.242,29 516,22
Rendang 384,48 120,86
Nongan 332,84 110,54
Pesaban 79,34 50,11
Selat Sebudi 551,14 267,89
Muncan 243,26 141,62
Sidemen Sangkan Gunung 477,03 292,70
Tangkup 214,68 54,17
3 Klungkung Klungkung Selat 92,60 54,17
Jumlah Sub DAS 11.115,59 2.777,07
Data hasil pengolahan
65
kelas, yaitu kelas I apabila erosi yang terjadi < 15 ton hektar-1 tahun-1, kelas II
jika erosi yang terjadi diantara 15 – 60 ton hektar-1 tahun-1, kelas III jika erosi
yang terjadi berada diantara nilai 60 – 180 ton hektar-1 tahun-1, kelas IV jika erosi
yang terjadi berada diantara nilai 180 – 480 ton hektar-1 tahun-1 dan kelas V jika
Berdasarkan kriteria tersebut, kelas erosi yang terjadi pada Sub DAS
Telagawaja terdiri atas kelas erosi tingkat I sebanyak 45 unit lahan yaitu nomor:
1, 3, 4, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33,
35, 36, 37, 39, 40, 41, 43, 46, 47, 48, 53, 56, 61, 64, 67, 68, 81, 82, 85, 86, 89
dan 94. Unit lahan tersebut tersebar di sebagian wilayah Desa Abang Batu
dan Muncan.
9, 17, 18, 19, 22, 27, 34, 38, 42, 44, 45, 50, 51, 52, 54, 57, 58, 59, 60, 63, 65, 66,
70, 71 72, 73, 74, 75, 78, 80, 87, 88, 92 dan 95. Unit lahan tersebut tersebar di
Desa Tangkup, Selat serta sebagian wilayah Desa Abang Batu Dinding, Abang
Gunung. Sedangkan kelas erosi tingkat III sebanyak 12 unit lahan, yaitu nomor:
66
49, 55, 62, 69, 76, 77, 79, 83, 84, 90, 91, dan 93. Unit lahan tersebut tersebar di
Gunung dan wilayah Desa Pesaban. Luas kelas tingkat erosi pada Sub DAS
Mengacu pada Keputusan Dirjen RRL di atas, tingkat bahaya erosi (TBE)
diklasifikasikan kedalam kelas sangat ringan (SR), ringan (R), sedang (S), berat
(B) dan sangat berat (SB). Klasifikasi ini diperoleh dengan membandingkan
besarnya erosi yang terjadi dengan kedalam tanah efektif pada unit lahan yang
bersangkutan.
TBE Pada tanah dalam (kedalaman > 90 cm) tingkat sangat ringan
apabila erosi yang terjadi < 15 ton hektar-1 tahun-1, tingkat ringan apabila erosi
yang terjadi diantara 15 – 60 ton hektar-1 tahun-1, tingkat sedang jika erosi yang
terjadi berada diantara nilai 60 – 180 ton hektar-1 tahun-1, tingkat berat jika erosi
yang terjadi berada diantara nilai 180 – 480 ton hektar-1 tahun-1 dan tingkat
sangat berat jika erosi yang terjadi berada > 480 ton hektar-1 tahun-1.
erosi yang terjadi < 15 ton hektar-1 tahun-1, tingkat sedang apabila erosi yang
terjadi diantara 15 – 60 ton hektar-1 tahun-1, tingkat berat jika erosi yang terjadi
berada diantara nilai 60 – 180 ton hektar-1 tahun-1 dan tingkat sangat berat jika
erosi yang terjadi < 15 ton hektar-1 tahun-1, tingkat berat apabila erosi yang
terjadi diantara 15 – 60 ton hektar-1 tahun-1, tingkat sangat berat jika erosi yang
67
terjadi berada diantara nilai > 60 ton hektar-1 tahun-1. TBE pada tanah sangat
dangkal (kedalaman < 30 cm) tingkat berat apabila erosi yang terjadi < 15 ton
hektar-1 tahun-1, tingkat sangat berat apabila erosinya diantara >15 ton hektar-1
tahun-1. Berdasarkan kriteria tersebut, tingkat bahaya erosi yang terjadi pada Sub
DAS Telagawaja pada tingkat sangat ringan (SR) sebanyak 15 unit lahan yaitu
nomor: 3, 4, 7, 33, 36, 37, 39, 40, 41, 43, 81, 82, 85, 86 dan 89. Unit lahan
tersebut tersebar di sebagian wilayah Desa Abang Batu Dinding, Abang Songan,
TBE pada tingkat ringan (R) sebanyak 24 unit lahan yaitu: 5, 6, 8, 9, 34,
38, 42, 44, 66, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 78, 80, 87, 88, 92, 93, 94 dan 95. Unit
lahan tersebut tersebar di sebagian wilayah Desa Abang Batu Dinding, Abang
TBE pada tingkat sedang (S) sebanyak 34 unit lahan, yaitu: 1, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 16, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 35, 46, 47, 48, 53, 56, 61,
67, 68, 77, 79, 83, 84, 90 dan 91. Unit lahan tersebut tersebar di sebagian
Sangkan Gunung.
TBE tingkat berat sebanyak 17 unit lahan yaitu: 2, 17, 18, 19, 22, 27, 50,
51, 52, 54, 57, 58, 59, 60 dan 64. Unit lahan tersebut tersebar di sebagian
wilayah Desa Suter, Pempatan, Besakih dan Sebudi. Sedangkan TBE pada
tingkat sangat berat sebayak 7 unit lahan yaitu nomor 45, 49, 55, 62, 63, 65 dan
69. Unit lahan tersebut tersebar di sebagian wilayah Desa Besakih dan Sebudi.
68
Sebaran tingkat bahaya erosi dan sebaran per masing-masing wilayah desa
disajikan pada Tabel 5.14. Peta tingkat bahaya erosi disajikan pada Lampiran
Peta 7.
69
Tabel 5.13
Sebaran Kelas Erosi Per Masing-Masing Wilayah pada Sub DAS Telagawaja
Tabel 5.14
Sebaran Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Per masing-masing Wilayah pada Sub DAS Telagawaja
No. Kabupaten Kecamatan Desa Tingkat Bahaya Erosi (Ha) Jumlah (Ha)
SR R S B SB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Bangli Kintamani Abang Batu Dinding 42,18 107,92 - - - 150,10
Abang Songan 73,75 166,40 - - - 240,15
Suter 449,70 73,40 170,09 41,84 - 735,03
2 Karangasem Rendang Pempatan 505,57 131,74 2.472,13 455,88 - 3.565,32
Besakih - - 1.737,59 634,56 435,18 2.807,33
Menanga - 1.014,93 227,36 - - 1.242,29
Rendang 284,29 - 100,19 - - 384,48
Nongan 208,61 124,23 - - - 332,84
Pesaban 79,34 - 79,34
Selat Sebudi - 46,63 - 300,67 203,84 551,14
Muncan 84,21 - 159,05 - - 243,26
Sidemen Sangkan Gunung - 279,42 197,61 - - 477,03
Tangkup - 214,68 - - - 214,68
3 Klungkung Klungkung Selat 92,60 - 92,60
Jumlah Sub DAS 1.648,31 2.331,29 5.064,02 1.432,95 639,02 11.115,59
Keterangan:
SR: Sangat Ringan; R: Ringan; S: Sedang; B: Berat; SB: Sangat Berat.
71
terdiri atas kedalam tanah < 30 cm, kedalaman 30 – 60 cm dan kedalaman > 90
cm. Dengan menggunakan Kriteria yang digunakan oleh Thomson (1957) dalam
Arsyad (2010) sebagaimana Tabel 4.10 maka secara teoritis erosi yang
diperkenankan tidak boleh lebih dari 0,8 mm tahun-1 atau 9,6 ton hektar-1tahun-1,
nilai Edp untuk tanah dengan kedalaman 30 – 60 cm sebesar 1,2 mm tahun-1 atau
14,4 ton hektar-1tahun-1 sementara untuk tanah dalam dengan kedalaman > 90 cm
erosi yang diperkenankan sebanyak 35 unit lahan, yaitu: 2, 17, 18, 19, 22, 27, 45,
49, 50, 51, 52, 54, 55, 57, 58, 59, 60, 62, 63, 65, 69, 70, 74, 76, 77, 78, 79, 83,
84, 87, 88, 90, 91, 94 dan 95. Unit lahan tersebut berada di sebagian wilayah
Sebaran dan besaran erosi yang diperkenankan per wilayah desa pada
analisis, prediksi erosi aktual, erosi yang diperkenankan (Edp), kelas erosi dan
tingkat bahaya erosi per masing-masing satuan unit lahan pada wilayah Sub DAS
Tabel 5.15
Sebaran Erosi yang Diperkenankan Per Masing-masing Desa
pada Sub DAS Telagawaja
No. Kabupaten Kecamatan Desa Luas (Ha) Prediksi Erosi Erosi yang
Aktual Ditoleransi
(Ton/ha/tahun) (Ton/Ha/Tahun)
1 2 3 4 5 6 7
1 Bangli Kintamani Abang Batu Dinding 150,10 81,04 120,00
Abang Songan 240,15 68,61 120,00
Suter 735,03 54,30 118,80
2 Karangasem Rendang Pempatan 3.565,32 238,53 555,60
Besakih 2.807,33 726,32 254,40
Menanga 1.242,29 516,22 330,00
Rendang 384,48 120,86 90,00
Nongan 332,84 110,54 90,00
Pesaban 79,34 50,11 30,00
Selat Sebudi 551,14 267,89 102,00
Muncan 243,26 141,62 90,00
Sidemen Sangkan Gunung 477,03 292,70 90,00
Tangkup 214,68 54,17 30,00
3 Klungkung Klungkung Selat 92,60 54,17 30,00
Jumlah Sub DAS 11.115,59 2.777,08 2.050,80
Sumber: Hasil pengolahan data
kemiringan lahan, kepekaan tanah terhadap erosi serta jumlah intensitas curah
hujan harian. Skor dari ketiga faktor tersebut dijumlahkan untuk memperoleh
4.11.
Kemiringan lahan pada Sub DAS Telagawaja terdiri dari kelas 2 (8,1 –
15%) sampai dengan kelas 5 (> 45%). Secara berurutan kemiringan lahan pada
Kemiringan lahan pada kelas 3 (15,1 – 25%) seluas 4.364,63 hektar (39,27%)
katagori agak curam dengan skor 60. Kelas kemiringan 4 (25,1 – 45%) katagori
73
curam skor 80 seluas 3.179,02 hektar (28,60%). Kelas kemiringan lahan yang
masuk pada kelas 5 kemiringan lahan > 45% dengan skor 100 seluas 157,93
hektar (1,42%).
Jenis tanah pada Sub DAS Telagawaja jenis tanah Regosol kelabu,
tanah teradap erosi jenis tanah regosol termasuk dalam kelas 5 artinya jenis tanah
Jumlah intensitas curah hujan yang diperoleh dari Stasiun Pengamat Curah
Hujan di BPP Selat sebesar 29,62 mm hari-1 dan RPH Rendang sebesar 29,16
mm hari-1 termasuk dalam kelas 4 katagori tinggi dengan skor 40. Sementara
jumlah intensitas curah hujan BPP Rendang sebesar 19,48 mm hari-1 termasuk
Hasil analisis dari ketiga faktor di atas, diperoleh hasil arahan klasifikasi
hasil analisis tersebut, unit lahan yang menunjukkan kawasan dengan fungsi
lindung sejumlah 65 unit lahan. Dari 65 unit lahan tersebut terdiri atas kawasan
lindung dalam kawasan hutan sebanyak 40 unit lahan dan 25 unit lahan
merupakan kawasan lindung di luar kawasan hutan. Unit lahan yang termasuk
dalam kawasan hutan yaitu unit lahan nomor: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 14,
15, 17, 20, 21, 23, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 37, 41, 43, 45, 46, 47, 48, 53,
56, 61, 63, 64, 65, 67 dan 68. Sebaran unit lahan tersebut berada di Kecamatan
Kintamani (Desa Abang Batu Dinding, Abang Songan dan, Suter) Kecamatan
Rendang (Desa Pempatan dan Besakih) serta Kecamatan Selat (Desa Sebudi).
74
Sedangkan unit lahan yang termasuk dalam kawasan dengan fungsi lindung di
luar kawasan hutan yaitu nomor: 8, 9, 27, 34, 36, 38, 39, 40, 42, 44, 49, 54, 55,
57, 58, 59, 60, 62, 69, 81, 84, 87, 88, 90 dan 93. Sebaran unit lahan tersebut
Nongan), Kecamatan Selat (Desa Sebudi dan Muncan) serta Kecamatan Sidemen
30 unit lahan. Satuan unit lahan tersebut yaitu: 6, 16, 18, 19, 22, 24, 50, 51, 52,
66, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 82, 83, 85, 86, 89, 91, 92, 94 dan 95.
Sebaran unit lahan tersebut tersebar pada wilayah Sub DAS Telagawaja kecuali
Tabel 5.16 dan Tabel 5.17. Peta Arahan Klasifikasi Fungsi Kawasan Sub DAS
Tabel 5.16
Luas Kawasan Sub DAS Telagawaja Berdasarkan Arahan Fungsi Kawasan Per
Masing-masing Wilayah Desa
Tabel 5.17
Arahan Klasifikasi Fungsi Kawasan Lindung dan Penyangga Sub DAS Telagawaja
No. Kabupaten Kecamatan Desa Arahan Klasifikasi Fungsi Kawasan (Ha) Jumlah (Ha)
Kawasan Lindung Kawasan Kawasan Budidaya Permuki
Dalam Luar Penyangga Kawasan Kawasan man
Kawasan Kawasan Budidaya Budidaya
Hutan Hutan Tanaman Tanaman
1 2 3 4 5 (Budidaya)
6 7 Tahunan
8 Semusim/Setah
9 10 11
1 Bangli Kintamani
Abang Batu Dinding 42,18 52,32 55,60 - - - 150,10
Abang Songan 73,75 166,40 - - - - 240,15
Suter 661,63 73,40 - - - - 735,03
2 Karangasem Rendang Pempatan 2.544,27 578,76 442,29 - - - 3.565,32
Besakih 1.765,02 427,25 615,06 - - - 2.807,33
Menanga - - 1.242,29 - - - 1.242,29
Rendang - 100,19 284,29 - - - 384,48
Nongan - 124,23 208,61 - - - 332,84
Pesaban - - 79,34 - - - 79,34
Selat Sebudi 459,19 45,32 46,63 - - - 551,14
Muncan - 54,04 189,22 - - - 243,26
Sidemen Sangkan Gunung - 169,33 307,70 - - - 477,03
Tangkup - - 214,68 - - - 214,68
3 Klungkung Klungkung Selat - - 92,60 - - - 92,60
Jumlah Sub DAS 5.546,04 1.791,24 3.778,31 - - - 11.115,59
Prosentase (%) 49,89 16,12 33,99 100
Data hasil pengolahan
77
hanya terjadi di kawasan penyangga tetapi terjadi juga di kawasan lindung baik
Besarnya erosi dan sebaran per masing-masing fungsi kawasan disajikan pada
Tabel 5.18.
Tabel 5.18
Besarnya Erosi pada Masing-Masing Fungsi Kawasan
Sub DAS Telagawaja
dalam rangka mengurangi laju erosi tanah yang terjadi dengan menerapkan
pada kodisi fisik lahan saat ini, prediksi erosi dan tingkat bahaya erosi yang terjadi
penutupan vegetasi (C), faktor pengelolaan lahan (P) dan faktor konservasi tanah
dan sistem pertanaman (VM) sebagaimana Tabel 4.4, Tabel 4.5, Tabel 4.7, Tabel
4.8 dan Tabel 4.9. Alternatif tindakan konservasi tanah yang dilakukan adalah
pengelolaan lahan atau kombinasi dari kedua alternatif tersebut pada masing-
hutan lindung, antara lain: 1) hutan dengan penutupan tajuk efektif 75 - 100 %
dengan nilai VM sebesar 0,002; 2) hutan dengan persen penutupan tanah semak
dan sejenisnya sebesar 95-100 % dan persen tajuk penutupan tanah sebesar 25%
dengan nilai VM sebesar 0,003; 3) hutan dengan penutupan tajuk efektif 75 - 100
naungan dengan nilai VM sebesar 0,001; 4) hutan dengan persen penutupan tanah
semak dan sejenisnya sebesar 95-100 % dan persen tajuk penutupan tanah
campuran dan tegalan, antara lain: 1) kebun campuran dengan penutupan rapat
lengkap dengan teras bangku dengan konstruksi baik dengan nilai CP sebesar
0,004; 2) kebun campuran dengan penutupan rapat lengkap dengan teras bangku
dengan penutupan sedang lengkap teras bangku dengan konstruksi baik dengan
nilai CP sebesar 0,008; 4) kebun campuran dengan penutupan sedang dan teras
cara memperbaiki teras dengan teras bangku dengan konstruksi baik dengan nilai
di atas, mampu menekan erosi total sebesar 2.166,07 ton hektar-1 tahun-1 atau
78,00 % dari total erosi yang terjadi sebesar 2.777,07 ton hektar-1 tahun-1.
lahan sebagaimana disajikan pada Tabel 5.19. Kelas dan tingkat bahaya erosi
setelah dilakukan perencanaan penggunaan lahan disajikan pada Tabel 5.20 dan
5.21. Peta arahan penggunaan lahan Sub DAS Telagawaja disajikan Lampiran
Peta 9.
Tabel 5.19
Prediksi Erosi setelah Dilakukan Perencanaan Penggunaan Lahan
Sub DAS Telagawaja
No. Kabupaten Kecamatan Desa Luas (Ha) Besarnya Erosi Aktual (Ton/ha/Th
KHL KLR KP Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Bangli Kintamani Abang Batu Dinding 150,10 1,91 28,67 6,47 37,05
Abang Songan 240,15 3,63 28,67 - 32,30
Suter 735,03 7,33 14,33 - 21,66
2 Karangasem Rendang Pempatan 3.565,32 22,22 34,67 38,84 95,73
Besakih 2.807,33 21,51 51,87 22,96 96,34
Menanga 1.242,29 - - 148,77 148,77
Rendang 384,48 - 13,37 5,50 18,87
Nongan 332,84 - 26,73 2,75 29,48
Pesaban 79,34 - 13,36 - 13,36
Selat Sebudi 551,14 16,96 11,65 8,41 37,02
Muncan 243,26 - 1,67 7,57 9,24
Sidemen Sangkan Gunung 477,03 - 35,08 21,67 56,75
Tangkup 214,68 - - 7,22 7,22
3 Klungkung Klungkung Selat 92,60 - - 7,22 7,22
Jumlah Total 11.115,59 73,56 260,06 277,38 611,00
Keterangan:
KHL: Kawasan Hutan Lindung; KLR: Kawasan Lindung di luar kawasan hutan;
KP: Kawasan Penyangga
81
Tabel 5.20
Kelas dan Tingkat Bahaya Erosi
setelah Dilakukan Perencanaan Penggunaan Lahan Sub DAS Telagawaja
No. Kabupaten Kecamatan Desa Luas (Ha) Kelas Erosi (ha) TBE (ha)
I II III IV V SR R S B SB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 Bangli Kintamani Abang Batu Dinding 150,10 150,10 - - - - 150,10 - - - -
Abang Songan 240,15 240,15 - - - - 240,15 - - - -
Suter 735,03 735,03 - - - - 523,10 - 211,93 - -
2 Karangasem Rendang Pempatan 3.565,32 3.565,32 - - - - 637,31 - 2.928,01 - -
Besakih 2.807,33 2.807,33 - - - - - - 2.779,90 27,43 -
Menanga 1.242,29 695,36 546,93 695,36 546,93 - - -
Rendang 384,48 384,48 - - - - 384,48 - - - -
Nongan 332,84 332,84 - - - - 332,84 - - - -
Pesaban 79,34 79,34 - - - - 79,34 - - - -
Selat Sebudi 551,14 551,14 - - - - 46,63 - 131,12 373,39 -
Muncan 243,26 243,26 - - - - 243,26 - - - -
Sidemen Sangkan Gunung 477,03 307,70 169,33 - - - 307,70 169,33 - - -
Tangkup 214,68 214,68 - - - - 214,68 - - - -
3 Klungkung Klungkung Selat 92,60 92,60 - - - - 92,60 - - - -
Jumlah Sub DAS 11.115,59 10.399,33 716,26 - - - 3.947,55 716,26 6.050,96 400,82 -
Keterangan:
I;II;II….dst : kelas erosi
SR;R;S….dst : Tingkat bahaya erosi
82
Tabel 5.21
Perbandingan Prediksi Laju dan Besarnya Erosi
sebelum dan setelah Dilakukan Perencanaan Penggunaan Lahan Sub DAS Telagawaja
No. Kabupaten Kecamatan Desa Luas (Ha) Prediksi Erosi (ton/ha/th) Laju Penurunan Erosi
Saat ini Setelah Penurunan Persentase
Perencanaan Erosi (%)
(ton/ha/th)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Bangli Kintamani Abang Batu Dinding 150,10 81,04 37,05 43,99 54,28
Abang Songan 240,15 68,61 32,30 36,31 52,92
Suter 735,03 54,30 21,66 32,64 60,11
2 Karangasem Rendang Pempatan 3.565,32 238,53 95,73 142,80 59,87
Besakih 2.807,33 726,32 96,34 629,98 86,74
Menanga 1.242,29 516,22 148,77 367,45 71,18
Rendang 384,48 120,86 18,87 101,99 84,39
Nongan 332,84 110,54 29,48 81,06 73,33
Pesaban 79,34 50,11 13,36 36,75 73,33
Selat Sebudi 551,14 267,89 37,02 230,88 86,18
Muncan 243,26 141,62 9,24 132,38 93,48
Sidemen Sangkan Gunung 477,03 292,70 56,75 235,95 80,61
Tangkup 214,68 54,17 7,22 46,95 86,67
3 Klungkung Klungkung Selat 92,60 54,17 7,22 46,95 86,67
Jumlah Sub DAS 11.115,59 2.777,07 611,00 2.166,07 78,00
Data hasil pengolahan
83
BAB VI
PEMBAHASAN
Wilayah Sub DAS Telagawaja termasuk daerah dengan tipe iklim sangat
basah dan mendapatkan cukup banyak air hujan sepanjang tahun dengan jumlah
rata-rata curah hujan tahunan berkisar antara 2.791 mm sampai dengan 3.628
mm. Besarnya curah hujan ini perlu diwaspadai mengingat semakin banyaknya
air hujan yang jatuh ke atas tanah bisa memicu terjadinya erosi tanah. Makin
besar diameter titik hujan, daya kinetiknya makin besar (Kartasapoertra, dkk.,
1985).
Erosi tanah terjadi apabila aksi dispersi dan tenaga pengangkut air hujan
yang mengalir ada di permukaan dan atau di dalam tanah (Rahim, 2006).
Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan dispersi hujan
terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan
Jenis tanah berdasarkan hasil analisis terdiri atas tanah Regosol berhumus,
Regosol kelabu dan Regosol coklat kekuningan. Jenis tanah di wilayah Sub DAS
84
Telagawaja terjadi akibat pelapukan abu vulkanik yang berasal dari material
erupsi Gunung Api Agung dan material batuan Gunung Api Buyan, Beratan, dan
Batur Purba. Tanah regosol merupakan tanah dengan kandungan bahan organik
yang rendah, selain itu tanah ini juga peka terhadap erosi. Dari penelitian Coster
1938 dalam Arsyad (2010) menunjukkan bahwa tanah Regosol dari bahan
vulkan merupakan tanah yang memiliki sifat sangat rentan terhadap erosi.
Kemiringan lahan pada Sub DAS Telagawaja sebagian besar adalah agak
lahan vukanik merupakan bentuk lahan yang terjadi akibat terjadinya aktivitas
gunung api. Bentuk lahan vulkanik pada wilayah Sub DAS Telagawaja
merupakan bentuk lahan yang dihasilkan dari hasil aktivitas Gunung Api Agung
dan Gunung Api Batur. Karakteristik bentuk lahan asal vulkanik pada satuan
lahan terdiri atas kerucut gunung, lereng gunung, kaki gunung dan dataran kaki
Bentuk lahan denudasional terbentuk dari adanya proses degradasi lahan seperti
Denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga
Denudasi meliputi dua proses utama yaitu pelapukan dan perpindahan material
dari bagian lereng atas ke lereng bawah oleh proses erosi dan gerak massa batuan
(masswashting). Ini menunjukan proses erosi telah terjadi di wilayah Sub DAS
Telagawaja.
kawasan hutan, namun juga telah merambah ke dalam kawasan hutan. Besar
mendukung infiltrasi air hujan yang jatuh di kawasan tersebut, namun tidak
dengan lahan milik. Kawasan hutan telah dirambah sehingga penutupan tajuk
hutan sudah berubah. Hal ini mengakibatkan kemampuan vegetasi hutan dalam
tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat dapat
hujan jatuh ke permukaan tanah dan pada kondisi tertentu menjadi aliran
permukaan.
DAS Telagawaja dilihat dari aspek iklim, jenis tanah, kemiringan lahan, bentuk
rentan terjadinya erosi tanah. Kondisi tersebut apabila lahan tidak dikelola dan
direncanakan dengan baik bisa berdampak buruk terhadap lahan Sub DAS
Telagawaja.
Penggunaan lahan secara tepat guna dan berhasil guna hanya akan terjadi
bila dilakukan berdasarkan kemampuan alami yang dimiliki oleh lahan itu sendiri.
kawasan lindung maupun kawasan dengan fungsi penyangga di wilayah Sub DAS
pakan ternak. Sementara kawasan lindung di luar kawasan hutan dan wilayah
Desa Sebudi dan Besakih. Aktivitas ini tentunya memicu dan mempercepat
terjadinya erosi tanah di wilayah Sub DAS Telagawaja yang secara karakteristik
menunjukan erosi yang terjadi di Sub DAS Telagawaja sebesar 275.361,49 ton
tahun-1 atau 2.777,07 ton hektar-1 tahun-1. Besarnya nilai erosi yang terjadi
selanjutnya digunakan untuk menentukan kelas erosi dan tingkat bahaya erosi di
wilayah Sub DAS Telagawaja. Kelas erosi yang terjadi di Sub DAS Telagawaja
bervariasi dari kelas I sampai dengan kelas III. Secara umum erosi pada kelas III
sangkan Gunung. Penggunaan lahan pada kelas ini merupakan lahan kebun
campuran dan tegalan. Erosi pada pada kelas II hampir terjadi di seluruh wilayah
kecuali Desa Rendang, Pesaban dan Muncan. Luas per masing-masing kelas erosi
dari tingkat I sampai dengan kelas III secara berurut adalah kelas I seluas
6.328,79 hektar atau 56,94%, erosi kelas II seluas 3.540,47 hektar atau 31,85%
efektif tanah pada satuan unit lahan di wilayah bersangkutan. Hasil analisis TBE
pada Sub DAS Telagawaja bervariasi dari tingkat sangat ringan sampai dengan
tingkat sangat berat. TBE pada Sub DAS Telagawaja secara berturut disajikan
sebagai berikut: tingkat sangat ringan (SR) seluas 1.648,31 hektar atau 14,83 %,
ringan (R) seluas 2.331,29 hektar atau 20,97 %, sedang (S) seluas 5.064,02
hektar atau 45,56 %, berat (B) seluas 1.432,95 hektar atau 12,89 % dan sangat
Secara umum erosi tanah dengan tingkat bahaya erosi berat sampai sangat
berat, terjadi pada lahan: 1) lahan dengan tutupan lahan berupa vegetasi tetap
dengan persen penutupan penutupan tanah adalah semak belukar rendah dengan
tajuk daun lebar atau seresah belum membusuk sebesar 80% dan tajuk tanaman
bawah sebesar 25%; 2) hutan lindung dengan luas penutupan tajuk kurang dari
tanah regosol serta kemiringan lereng antara 15% sampai lebih dari > 40% dengan
pengolahan lahan berupa teras tradisional sampai teras bangku dengan konstruksi
sedang. Erosi tanah dengan tingkat bahaya erosi sangat ringan terjadi pada
vegetasi tetap rapat dan kebun campuran rapat dengan pengolahan lahan berupa
Upaya untuk menekan dan mengendalikan erosi tanah di wilayah Sub DAS
Penyelamatan lahan secara makro dilakukan dengan cara penataan lahan pada
wilayah Sub DAS Telagawaja sesuai dengan arahan fungsi utamanya yaitu
sebagai fungsi lindung dan produksi. Upaya ini untuk menjaga keseimbangan
Telagawaja terdiri atas fungsi lindung dan fungsi penyangga. Luas wilayah
lindung mencapai 7.337,28 hektar atau 66,01% dari luas total DAS. Sedangkan
wilayah penyangga di Sub DAS Telagawaja seluas 3.778,31 hektar atau 33,99% dari
luas DASnya. Arahan fungsi lindung Sub DAS Telagawaja terdiri dari kawasan
lindung dalam kawasan hutan (hutan lindung) dan kawasan lindung di luar
pada Sub DAS Telagawaja sebesar 16,12% atau seluas 1.791,24 hektar.
Sedangkan fungsi lindung di dalam kawasan hutan seluas 5.546,04 hektar atau
hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
90
perlindungan bagi daerah sekitarnya, sehingga kawasan ini tidak sesuai untuk
pengolahan lahan dengan tanpa pengolahan tanah (zero tillage) dan dilarang
yang berfungsi membatasi aktifitas manusia di dalam kawasan lindung agar tidak
penyangga pada wilayah Sub DAS Telagawaja sebesar 33,99% dari luas DAS
atau 3.778,31 hektar. Kawasan penyangga ini merupakan batas antara kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Pemanfaatan lahan pada wilayah ini berpengaruh
terhadap kelestarian kawasan lindung yang ada di wilayah Sub DAS Telagawaja.
fungsi kawasan Sub DAS Telagawaja diketahui bahwa erosi tidak hanya terjadi di
Prediksi erosi pada kawasan lindung sebesar 1.611,99 ton hektar-1 tahun-1
(41,95%). Hal yang menarik dari penelitian ini adalah jumlah erosi yang terjadi
91
dalam kawasan lindung sebesar 1.386,79 ton hektar-1 tahun-1 terjadi pada kawasan
lindung di luar kawasan hutan atau menyumbang 49,94% dari total erosi yang
terjadi sementara luasnya hanya 1.791,24 atau 16,12% dari total luas DAS.
yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta
Besarnya erosi aktual yang terjadi pada Sub DAS Telagawaja secara umum
telah melebihi batas erosi yang ditoleransi. Wilayah desa dimana erosi aktualnya
telah melebihi erosi yang ditoleransi meliputi Desa Besakih, Menangan, Rendang,
Nongan, Pesaban, Sebudi, Muncan, Sangkan Gunung, Tangkup dan Desa selat.
Ini memberikan pesan bahwa penutupan vegetasi, pola tanam dan tindakan
konservasi tanah yang ada di wilayah tersebut belum mampu untuk mencegah
atau menekan terjadinya erosi sampai pada tingkat yang tidak membahayakan.
Atas kondisi tersebut diperlukan upaya penyelamatan lahan secara mikro dengan
didasarkan pada kodisi fisik lahan saat ini, erosi dan tingkat bahaya erosi yang
cara mengoreksi faktor penutupan vegetasi (C), faktor pengelolaan lahan (P) serta
konservasi tanah dilakukan dengan cara menambah vegetasi penutupan lahan dan
hanya menekan laju erosi yang terjadi tetapi mampu mengurangi tingkat bahaya
erosi yang terjadi di Sub DAS Telagawaja. Besarnya laju erosi yang berhasil
ditekan sebesar 2.166,07 ton hektar-1tahun-1 (78,00%) dari erosi yang terjadi
sebesar 2.777,07 ton hektar-1 tahun-1 menjadi 611,00 ton hektar-1 tahun-1.
Kelas erosi yang terjadi sebelum dilakukan arahan penggunaan lahan berada
pada kisaran kelas I sampai dengan kelas III dengan tingkat bahaya erosi sangat
lahan maka kelas erosi yang terjadi hanya pada kelas I dan II bahkan sebesar
93,56 % dari luas DAS berada pada kelas I. Tingkat bahaya erosi berhasil ditekan
dan teras gulud pada hakekatnya adalah untuk mengurangi kemiringan lahan
penutupan tanah dengan tujuan untuk melindungi tanah terhadap daya rusak butir-
butir air hujan yang jatuh, melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air
Manfaat dari pengkayaan tanaman antara lain dapat menjaga dan memperbaiki
93
kawasan hutan. Kegiatan pengkayaan tanaman di dalam kawasan hutan atau yang
disebut reboisasi dilakukan dengan jenis tanaman yang sudah tumbuh di kawasan
dalam kawasan hutan Sub DAS Telagawaja meliputi tanaman Pinus (Pinus
Pengkayaan tanaman pada kebun campuran dan tegalan atau lahan milik
dilakukan dengan hutan rakyat atau agroforestry. Pemilihan jenis tanaman yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta cepat memiliki menghasilkan. Jenis
mahagoni).
dan sempadan sungai atau mata air disarankan untuk ditanami dengan tanaman
serbaguna memiliki fungsi ganda selain kayu hasil yang bisa dimanfaatkan adalah
buah atau bagian lain yang dihasilkannya. Tingginya nilai ekonomi buah yang
94
dengan tanaman perkebunan seperti kopi, cengkeh dan kelapa serta tanaman
haematocephala).
95
BAB VII
7.1 Simpulan
2. Tingkat bahaya erosi (TBE) pada tingkat berat hingga sangat berat telah
7.2 Saran
menjaga agar kondisi Sub Daerah Aliran Sungai Telagawaja tetap terjaga dengan
2. Pada lahan dengan tingkat bahaya erosi berat sampai sangat berat perlu
CP/VM) untuk mengurangi laju erosi yang terjadi. Upaya yang dapat
96
lahan dengan erosi sangat ringan hingga ringan dimana tingkat erosinya masih
kesadaran masyarakat akan manfaat dan fungsi kawasan lindung baik kawasan
hutan maupun di luar kawasan hutan seperti sempadan jurang maupun sungai
atau perlindungan mata air, serta perlunya diberlakukan aturan yang jelas
5. Selain Pemerintah dan masyarakat, pihak Swasta juga perlu dilibatkan dalam
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I.W.S. 2000. Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air.
Jurusan Tanah. Denpasar: Universitas Udayana.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah & Air. Edisi Kedua. Bogor : IPB Press.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi kelima.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Balai Pengelolaan DAS unda Anyar, 2009. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan
dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk-RHL DAS) Wilayah Kerja BPDAS
Unda Anyar. Denpasar: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Unda
Anyar.
Departemen Kehutanan. 1998. Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan
Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan Nomor: 041/Kpts/V/1998
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi
lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Departemen
Kehutanan RI.
Departemen Kehutanan. 2001. Keputusan Menteri Kehutanan No:52/Kpts-II/2001
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Jakarta: Departemen Kehutanan RI.
Departemen Kehutanan. 2009a. Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.
328/Menhut-II/2009 tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Prioritas dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
tahun 2010 – 2014. Jakarta: Departemen Kehutanan RI.
Departemen Kehutanan. 2009b. Peraturan Menteri Kehutanan RI No:P.
39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Terpadu. Jakarta: Departemen Kehutanan RI.
Departemen Pertanian. 1980. Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara penetapan Hutan
Lindung. (cited 2013 Des.20).
Available from: http://www.docstoc.com/docs/20556251
Departemen Pertanian. 1981. Keputusan Menteri Pertanian No
683/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan
Produksi. (cited 2013 Des.20).
Available from: http://www.docstoc.com/docs/2055625
Dradjad, M dan Notohadiprawiro. 1982. Prosedur Standar Pengawetan Tanah dan
Air. Yogyakarta: Departemen Ilmu Tanah fakultas Pertanian Universitas
Gajah Mada.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
98
Suwardjo, H. 1981. “Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air
pada Usaha Tani Tanaman Semusim” (disertasi). Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. 30 September 1999. Jakarta, Indonesia: Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167.
Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. 26 April 2007. Jakarta, Indonesia: Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68.
Wischmeier, W. H., Smith, D. D. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses – A
Guide to Conservation Planning. Washington DC: US Gov. US Dep. of
Agriculture, Agric. Print Off. Handbook No. 537.