2. Materi Pembelajaran
a. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan DAS didefinisikan sebagai proses perumusan dan pelaksanaan
serangkaian tindakan yang melibatkan manipulasi dan sistem alam dan suatu DAS
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu ke arah pembangunan yang berkesinambungan
(lestari).
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau
program yang bersifat menipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di
daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan
terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. (Asdak, 2010).
Wilayah DAS tidak selalu dan bahkan tidak pernah berhimpitan dengan batas wilayah
administrasi pemerintahan, akan tetapi sistem perencanaan pengelolaan DAS harus
memiliki kompatibilitas atau keselarasan dengan sistem pemerintahan daerah otonomi,
sistem perencanaan pembangunan nasional, dan sistem tata ruang wilayah yang
menggunakan satuan wilayah administrasi. Dengan penselarasan ini akan bisa dicapai
2 (dua) tujuan pengelolaan DAS, dari aspek ekonomi (produksi) dan aspek lingkungan
(perlindungan) secara terintegrasi (Brooks, et al., 1990).
- Tipologi Lahan
Lahan merupakan prosesor utama dari setiap masukan hujan yang jatuh dalam DAS
yang terangkai dalam suatu siklus air (hidrologi), serta merupakan sumberdaya bagi
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Untuk lebih mudah memahami peran
daerah tangkapan air sebagai prosesor terhadap hujan yang jatuh di atasnya maka
karakteristik lahan dapat dipilah antara karakter alami, yang relatif statis, dan karakter
dinamis yang bisa dikelola sebagai bentuk intervensi manusia terhadap sumberdaya
alam. Karakteristik lahan pada skala tinjau (1 : 250.000) tersusun dari parameter alami
bentuk lahan, geologi, lereng, dan iklim yang tersusun dalam satuan/unit sistem lahan;
sedangkan parameter terkelola/manajemen berupa penutupan/penggunaan lahan.
Parameter alami ini relatif sedikit perubahannya sehingga data sistem lahan yang
terbangun dalam Regional Physical Planning Programme for Transmigration
(RePPProT) dapat dimanfaatkan.
Tabel 2. Skala kerentanan/sensitivitas lahan terhadap erosi
Daerah yang rentan terkena banjir (kebanjiran) disifatkan oleh sistem lahannya.
Klasifikasi bentuk/sistem lahan pada Tabel 7. dapat digunakan untuk menyatakan
kerentanan daerah kebanjiran. Nilai interaksi daerah rentan kebanjiran dengan
pasokan air banjir akan memberikan nilai tingkat kerentanan banjir (tipologi banjir)
suatu daerah tangkapan air atau DAS.
Tabel 5 Sistem lahan rentan kebanjiran
- Tipologi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi yang mengancam kelestarian sumberdaya alam, hutan,
tanah, dan air adalah besarnya tekanan penduduk terhadap lahan serta kemampuan
ekonomi masyarakat yang sangat terbatas atau rendah. Tekanan penduduk
terhadap lahan dicerminkan oleh parameter kepadatan penduduk dan struktur
ekonomi daerah (Tabel 6.), sedangkan kemampuan ekonomi wilayahnya
ditunjukkan oleh pendapatan dan tingkat pertumbuhan ekonomi (Tabel 7.).
Tabel 6. Formula tipologi/kerentanan penduduk terhadap lahan
- Tipologi DAS
Tipologi DAS mencerminkan kondisi suatu DAS baik dari kondisi daerah
tangkapan airnya maupun kondisi banjirnya. Tipologi DAS diperoleh dari hasil
interaksi antara tipologi DTA dan tipologi banjir. Nilai kerentanan DAS
merupakan nilai rata-rata tipologi DTA dan nilai tipologi banjir, yang
klasifikasinya seperti Tabel 3.
- Tipologi Kewilayahan
Secara kewilayahan, wilayah DAS dipandang dalam hubungannya dengan
wilayah administrasi sebagai wilayah pemerintahan otonomi untuk memperoleh
peluang sistem pengelolaan yang lebih rasional. Sementara itu luas DAS di
Indonesia sangat beragam, seperti luas DAS Serayu sekitar 367.000 ha, DAS
Solo 1,6 juta ha, dan DAS Batanghari 4,5 juta ha, sehingga memerlukan
pendekatan pengelolaan kewilayahan yang beragam juga. Mengingat
keberagaman luas DAS, maka peristilahan dalam pembagian DAS menjadi
wilayah yang lebih kecil (Sub DAS, Sub-sub DAS) menjadi nisbi menurut
cakupan luasannya. Pembagian wilayah demikian perlu dilakukan untuk
memudahkan sistem pengelolaannya, baik secara teknis maupun kelembagaan.
Dalam praktek pengelolaan, wilayah yang luas akan lebih sulit pengelolaannya
dibandingkan yang lebih sempit; demikian juga satuan wilayah DAS yang
berada dalam satu wilayah otonomi kabupaten akan lebih mudah pengelolaannya
dibandingkan wilayah yang lintas kabupaten, apalagi lintas provinsi. Hubungan
luas wilayah DAS dengan letak DAS dalam wilayah administrasi terhadap
kerentanan pengelolaan DAS dijabarkan seperti pada Tabel 10., dan klasifikasi
Tipologinya seperti Tabel 3
DAS memiliki aspek sosial yang kompleks. Sebagian penduduk yang memiliki tanah
di DAS atau yang bergantung pada sumber DAS tidak tinggal di dalam DAS tersebut.
Dengan kata lain ada petani yang tinggal di luar DAS, yang merupakan pemilik lahan
pertanian yang terletak dalam suatu DAS atau penduduk yang memanfaatkan sumber
daya alam ini. Ada petani yang tidak memiliki lahan garapan, dan ada petani yang
memiliki lahan di beberapa DAS. Aspek sosial ini sangat berperan dalam pembentukan
sebuah lembaga yang mengelola program DAS. Oleh karena itu, kompleksitas ini
sangat penting untuk dipahami sebelum sebuah lembaga terbentuk.
Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan DAS selain harus
mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran perlu pula disesuaikan dengan
permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan adanya pergeseran
paradigma dalam pengelolaan DAS, karakteristik biogeofisik dan sosekbud DAS,
peraturan dan perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS.
Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu, khususnya
kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan
terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS
ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang
sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional arrangement ).
Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya adanya
ketidakterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan
sendirisendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang. Sulitnya koordinasi
dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi daerah dalam
pemerintahan dan pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.
Permasalahan ego-sektoral dan ego-kedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada
DAS yang lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu, dalam rangka
memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan pengelolaan
DAS secara terpadu.
Kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai meliputi empat aspek yang penanganannya
harus dilakukan secara terpadu, dengan memakai daerah aliran sungai yang
bersangkutan sebagai satu kesatuan wilayah pengembangan.
Pengelolaan Vegetasi Dalam pengelolaan daerah aliran sungai, maka kegiatan
pengelolaan vegetasi diarahkan untuk mencapai sasaran sebagai berikut : 1)
Kawasan lindung dengan vegetasi yang rapat, dalam hal ini vegetasi hutan atau
vegetasi lainnya yang berfungsi lindung 2) Terpeliharanya kondisi vegetasi di luar
kawasan lindung, sehingga dapat berfungsi secara optimal untuk perlindungan
terhadap tanah dan air.
Pengelolaan Lahan Kegiatan pengelolaan lahan diarahkan untuk tercapainya
produktifitas tanah yang tinggi, serta terkendalinya erosi lahan. Unsur-unsur yang
menjadi pertimbangan, antara lain : 1) Lahan harus dimanfaatkan/digunakan sesuai
kemampuannya 2) Tanah harus dilindungi dari ancaman erosi dengan
mempertahankan penutupan tanah 3) Metode guludan dan terasering atau
perlakuan lainnya dapat diterapkan untuk meningkatkan penggunaan tanah yang
lebih baik. Sebagai tolok ukur dampak pengelolaan tanah adalah jumlah tanah
yang hilang per satuan waktu, atau tingkat pengendapan di waduk, pendangkalan
di sungai/saluran irigasi atau rendahnya mutu air,
Pengelolaan Air Pengelolaan air mencakup berbagai usaha untuk mendapatkan,
membagi, menggunakan, mengatur, serta mengelola dan membuang air, mulai
dari sumbernya sampai ke tempat pembuangan, sesuai dengan kebutuhan dan
persyaratan, yang antara lain meliputi : 1) Kuantitas air/jumlah air yang
dimanfaatkan 2) Kualitas air/mutu air yang dipergunakan 3) Ketersediaan
air/kontinuitas air
Pembinaan Aktifitas Masyarakat Pembinaan aktifitas masyarakat mencakup
berbagai usaha penyuluhan dan pelatihan bagi masyarakat setempat yang
memanfaatkan sumber daya alam untuk kehidupan sehari-hari, agar mereka dapat
menyadari dan melakukan kegiatan pengelolaan vegetasi, tanah dan air secara baik
dan benar.
Diantara pengelolaan lahan dan pengelolaan air terdapat keterkaitan yang sangat erat,
dengan demikian konservasi lahan yang merupakan unsur utama dalam pengelolaan
daerah aliran sungai di bagian hulu, akan berpengaruh terhadap kondisi daerah aliran
sungai di bagian hilir, terutama dalam pemanfaatan air yang optimal untuk berbagai
kegunaan, serta untuk pengendalian banjir.
Pengelolaan DAS bukan hanya hubungan antar biofisik, tetapi juga merupakan
pertalian dengan faktor ekonomi dan kelembagaan. Dengan demikian perencanaan
pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan faktorfaktor biofisik, sosial ekonomi dan
kelembagaan untuk mencapai kelestarian berbagai macam penggunaan lahan di dalam
DAS yang secara teknis aman dan tepat, secara lingkungan sehat, secara ekonomi
layak, dan secara sosial dapat diterima masyarakat (Brooks, et al., 1990). Selain itu
pengelolaan DAS juga bertujuan untuk mencegah kerusakan (mempertahankan daya
dukung) dan memperbaiki yang rusak (pemulihan daya dukung).
Kerangka dasar pengelolaan DAS secara skematis dapat digambarkan seperti diagram
Gambar 1