Anda di halaman 1dari 79

uji syukur kehadirat Allah SWT berkat Rahmat-Nya Laporan Survey Pendahuluan

paket pekerjaan Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus Daerah Rawan Longsor
Provinsi Papua Barat yang dikerjakan oleh konsultan perencana PT. Genta Prima
Pertiwi Jo. PT. Astakona Dutasarana Dimensi dapat selesai pada waktunya. Paket
pekerjaan ini adalah salah satu paket perencanaan teknis yang dilaksanakan Satuan Kerja
Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XVII
Manokwari. Hasil akhir dari perencanaan ini yang diharapkan adalah tersedianya data
geoteknik dan desain penanganan untuk daerah rawan longsor Provinsi Papua Barat yang
memenuhi syarat dari segi teknis peraturan perencanaan yang berlaku dan sesuai dengan
Kerangka Acuan Kerja sebagaimana diatur dalam kontrak.

Dalam laporan ini akan diuraikan mengenai hasil pelaksanaan survey pendahuluan
dan rencana survey detail selanjutnya sebagaimana dimaksudkan dalam kontrak kerja No.
09/HK.0203/P2JN-PB/PPK.PRCN/SOILIN/APBN/2017 Tanggal 19 April 2017 antara
Pejabat Pebuat Komitmen Perencanaan Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan
Nasional Provinsi Papua Barat dengan PT. Genta Prima Pertiwi jo PT. Astakona
Dutasarana Dimensi sebagai konsultan perencana.

Kami sangat berterima kasih kepada pemberi pekerjaan yang telah memberi
kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan kegiatan Soil Investigasi dan Perencanaan
Khusus Daerah Rawan Longsor Provinsi Papua Barat. Akhir kata semoga laporan ini
dapat memberi gambaran umum rencana pelaksanaan pekerjaan perencanaan.

Manokwari, 18 April 2017


Konsultan Perencana
PT. Genta Prima Pertiwi jo
PT. Astakona Dutasarana Dimensi

IR. LUCKY CAROLES


Team Leader

i
........................................................................................................................ i
.......................................................................................................................................ii

................................................................................................................. 1
...................................................................................................... 1
........................................................................................................ 1
............................................................................................... 1
.................................................................. 2

......................................................................................... 3
................................................................................... 3

............................................................................................. 3
................................................................................................................ 11

..................................................................... 12

................................................ 13
................................................................................................. 13
....................................................................................... 14

......................................................................... 72
...................................... 72

................................................................................... 72
.......................................................................................... 72

.............................................................. 73
................................................................. 73

............................................................................... 74
.................................................................................... 74

ii
Maksud dari kegiatan survey pendahuluan paket pekerjaan Soil Investigasi dan
Perencanaan Khusus Daerah Rawan Longsor Provinsi Papua Barat adalah mendapatkan
deskripsi umum gerakan tanah pada daerah longsor.

Tujuan dari kegiatan ini adalah memperoleh data awal sebagai bahan untuk kegiatan tahap
berikutnya. Survey ini diharapkan mampu memberikan saran dan arahan pertimbangan
terhadap survey teknik, terutama survey geoteknik dalam rangka menentukan
penyelidikan terhadap tanah yang perlu dilakukan melalui pengamatan visual dan rencana
investigasi dengan data-data pendukung yang ada, serta menentukan jenis, lokasi dan
jumlah sampel penyelidikan terinci yang akan dilaksanakan, sehingga diperoleh suatu
perencanaan teknis yang akurat.

Lingkup pekerjaan kegiatan survey pendahuluan Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus
Daerah Rawan Longsor Provinsi Papua Barat antara lain pemetaan topografi, pemetaan
geologi gerakan tanah, dan melakukan pengamatan visual (lokasi, ciri, jenis, penyebab
longsoran), yang diinventarisir dalam standar formulir yang telah ditentukan, dilengkapi
dengan foto dokumentasi.

Adapun sistematika penulisan laporan survey pendahuluan paket Soil investigasi dan
perencanaan khusus daerah rawan longsor Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut ini :

1
I. Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang kegiatan, maksud dan tujuan, sasaran,
ruang lingkup dan sistematika penulisan laporan.
II. Dekripsi Lokasi Proyek
Bab ini menguraikan tentang lokasi proyek, aksebilitas pencapaian ke lokasi dan
gambaran umum lokasi..
III. Hasil Pelaksanaan Survey Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang hasil survey pendahuluan dan rencana penanganan.
IV. Rencana Kerja Survey Detail
Bab ini menguraikan tentang rencana kerja survey detail tim konsultan perencana
meliputi survey topografi dan geologi, penyelidikan geohidrologi, penyelidikan
tanaha dengan geolistrik, bor mesin, sondir dan analisa hasil penyelidikan.

Susunan tim pelaksana survey pendahuluan paket Soil investigasi dan perencanaan khusus
daerah rawan longsor Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut ini :

Ketua Tim : Lucky Caroles, ST (Team Leader)


Anggota : Ir. Muh. Idris Razak (Ahli Jalan Raya)
Ir. Ruslan (Ahli Geologi / Geoteknik)
Ir. Nurlah (Ahli Hidrologi)
Yunus Manating, ST (Teknisi Material)
Godlif L. Tomasui (Surveyor)
Tim pengawas : Rifal Waroy,ST
Lapangan

2
Nama Paket : Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus Daerah Rawan
Longsor Provinsi Papua Barat
Pengguna Jasa : Pejabat Pembuat Komitmen Perencanaan Satuan Kerja
Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Papua
Barat, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional wilayah XVII
Manokwari.
Penyedia Jasa : PT. Genta Prima Pertiwi jo PT. Astakona Dutasarana Dimensi
No. Kontrak : 09/HK.0203/P2JN-PB/PPK.PRCN/SOILIN/APBN/2017
Tanggal Kontrak : 19 April 2017
No. SPMK :-
Tanggal SPMK : 19 April 2017
Masa Layanan : 6 (Enam) Bulan
Rencana PHO : 15 Oktober 2017

2.2.1 Letak Geografis Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Papua selain Provinsi
Papua. Provinsi Papua Barat terletak antara 00 - 04° Lintang Selatan dan antara 124°-132°
Bujur Timur.

Berdasarkan posisi geografisnya, Provinsi Papua Barat memiliki batas-batas:


• Sebelah utara adalah Samudera Pasifik
• Sebelah Selatan adalah Laut Banda, Provinsi Maluku
• Sebelah Timur adalah Provinsi Papua

3
• Sebelah Barat adalah Laut Seram, Provinsi Maluku

Sampal akhir 2015, Provinsi Papua Barat terbagi menjadl 12 kabupaten dan 1 kota. Luas
daratan masing-masing kabupaten/kota, yaitu: Fakfak (11.036,48 km2), Kaimana
(16.241,84 km2), Teluk Wondama (3.959,53 km2), Teluk Bintuni (20.840,83 km2),
Manokwari (3.186,28 km2), Sorong Selatan (6.594,31 km2), Sorong (6.544,23 km2), Raja
Ampat (8.034,44 km2), Tambrauw (11.529,18 km2), Maybrat (5.461,69 km2), Manokwari
Selatan (2.812,44 km2), Pegunungan Arfak (2.773,74 km2) serta Kota Sorong (656,64
km2).

Gambar 2.1. Peta Administrasi Provinsi Papua Barat

2.2.2 Kondisi Iklim dan Curah Hujan

Provinsi Papua Barat termasuk daerah yang beriklim tropis, temperatur suhu rata-rata
berkisar antara 26° c - 28° c dengan kelembaban udara antara 78 - 85 %, curah hujan rata-
rata 176,20 mm/thn sampai lebih dari 537,60 mm/tahun.

4
Daerah Provinsi Papua Barat pada dasarnya beriklim tropis dengan dua musim,
berdasarkan curah hujan yakni :
1) Musim hujan pada periode bulan Desember sampai Juni
2) Musim kemarau pada periode bulan Juli sampai November

2.2.3 Fisiografi

Pada umumnya fisiografi wilayah Provinsi Papua Barat terdiri atas wilayah pesisir dan
pulau, dataran rendah dan rawa, dataran tinggi dan pegunungan, serta cekungan dan
pelembahan. Menurut Dow et al. (2005), wilayah Kepala Burung (Bird’s Head) merupakan
pegunungan masif kasar di sebelah tenggara yang terdiri atas batuan metamorfik dan
granitik.

Di sebelah selatan dan barat yang berangsur menurun ketinggiannya terdiri atas dataran
tinggi batu gamping (limestone), dataran aluvial dan rawa. Dataran rendah ini terbagi dua
oleh teluk yang terbentang mengikuti arah Timur-Barat, dan diapit oleh daerah rawa dan
dataran dari bahan aluvium barusan (recent) dan tersier akhir yang disebut Teluk Bintuni
(menyerupai mulut burung). Di wilayah barat daya, terdapat suatu busur (arch) luas dari
batu gamping (limestone) menjorok keluar dari dataran dan membentuk jazirah Onin dan
Kumawa, sedangkan di sebelah selatan Teluk Bintuni, dijumpai dataran Bomberai yang
menghubungi jazirah Onin-Kumawa dengan Leher Burung (Bird’s Neck), terdiri atas
dataran rendah dari bahan aluvium barusan dan Tersier Akhir. Di wilayah barat dijumpai
kepulauan Raja Ampat. Pada umumnya pulau-pulau di wilayah ini bergunung atau
berbukit. Dataran rendah di jumpai di utara pulau Misool dan di selatan pulau Salawati.
Pulau kecil Numfor di utara Manokwari memiliki dua daerah perbukitan dengan elevasi
lebih dari 110 m dpl.

5
2.2.4 Stratigrafi

Interpretasi kondisi geologi umum yang dimaksud merupakan tatanan litologi/batuan


penyusun lokasi pekerjaan yang ditinjau secara regional. Lokasi pekerjaan menurut Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi terdapat pada 3 (tiga) lembar yaitu ;

1. Peta Geologi Bersistem Lembar Mar


2. Peta Geologi Bersistem Lembar Ransiki
3. Peta Geologi Bersistem Lembar Manokwari

Merujuk pada data tersebut maka lokasi pekejaan dapat disederhanakan berdasarkan
lintasan trase jalan pekerjaan yang terbagi menjadi 2 (dua) ruas pengamatan yaitu :

1. Ruas Manokwari –Kebar


2. Ruas Manokwari –Bintuni

Berdasarkan penyederhanaan tersebut maka tatanan startigrafi lokasi pekerjaan terdiri dari
20 (dua puluh) kelompok formasi/satuan batuan yang diuraikan sebagai berikut;

1. Endapan Alluvium dan Litoral (Qa) terdiri dari kerikil, pasir lanau dan lumpur
2. Endapan Undak Alluvium (Qt) terdiri dari kerikil pasir dan lumpur
3. Terumbu Koral (Qhc) terdiri dari terumbu muda
4. Alluvium terangkat dan Fanglomerat (Qf) terdiri dari konglomerat, lapisan bongkah
dan lempung
5. Formasi Manokwari (Qpm) terdiri dari biomikrit ganggang-foraminifera, kalsidurit
dan kalkarenit
6. Formasi Kais (Tpb) terdiri dari biomikrit ganggang –foraminifera
7. Formasi Berangan (Tpba) terdiri dari aglomerat bersusun andesit dan basalt
8. Granodiorit Wariki (Tmld) terdii dari granodiorit, tonalit, retas dan lempeng
pegmatite
9. Formasi Befoor (Tqb) terdiri dari batupasir aneka bahan, batupasir kerakalan,
konglomerat, batulempung, batunappal, dan batuan gunungapi
10. Formaai Klasafet (Tmk) terdiri dari batunapal, batulempung gampingan, serpih,
sedikit batupasir gampingan, kalkarenit, anglomerat gampingan

6
11. Formasi Wai (Tqw) terdiri dari batugamping terumbu, konglomerat, batupasir,
napal, batu lumpur gampingan
12. Batuan Gunungapi Arfak (Tema) terdiri dari tufa, anglomerat, dan sedikit lava, lava
bantal bersusun andesit, dan basal
13. Granit Anggi (Ra) terdiri dari granit pluton mengandung biotit dan muskovit, retas,
sill, urat dari granudiorit, granit, diorite, pegmatite
14. Diorit Lembai (Pwg) terdiri dari diorite dan zaitun setempat gabro
15. Kompleks Mawi (Pkm) rdiri dari serpih, argilik, batupasir, batupasir aneka bahan
16. Formasi Kemum (SDk) terdiri dari batuan sedimen malih tingkat rendah berupa
kuarsit, argilit, batusabak, sekis, filis dan metamikro monzonit
17. Bancuh tak terpisahkan dari system sesar ransiki (Rfx) terdiri dari batugamping
terstrukrut kuat, bercampur dengan batuan gunungapi
18. Bancuh takterpisahkan dari sistem sesar sorong (Sfx) terdiri dari batulumlur
gamping, serpih, batupasir, dan konglomerat
19. Formasi Tambarau (Jkt) terdiri dari serpih, batulanau, batupasir, kuarsit, sekis dan
geneis
20. Kompleks terobosan netoni (Rn) terdir dari granit, syenit, kuarsa, monzonit, dan
kuarsa

7
Gambar 2.2 Geologi regional ruas jalan nasional Manokwari –Bintuni

8
Gambar 2.3 Geologi regional ruas jalan nasional Manokwari -Kebar

9
2.2.5 Stuktur Geologi

Struktur geologi lokasi pekerjaan berhubungan dengan zona lemah yang menjadi salah satu
penyebab kejadian longsor. Sesar mayor yang terdapat pada lokasi pekerjaan berupa :

1) Sesar Sorong
Sesar sorong memanjang dari arah timur barat terletak pada bagian utara dari pulau
papua, sesar ini merupakan retakan besar dalam kerak bumi berupa sesar geser.
Sesar ini relatif searah dengan ruas jalan nasional yang menghubungkan Kota
Manokwari –Kota Sorong.
2) Sesar Ransiki
Sesar sorong memanjang dari arah utara-selatan berupa sesar geser , relatif
mengikuti jalan nasional ruas Kota Manokwari-kota Bintuni.

Selain sesar mayor tersebut terdapat pula sesar mikro yang dapat menyebabkan zona lemah
sehingga berpotensi terhadap kejadian longsor.

Sesar sorong

Sesar Ransiki

Gambar 2.4 Struktut mayor pada lokasi pekerjaan

10
Paket pekerjaaan Soil Investigasi dan Perencanaan Khusus Daerah Rawan Longsor
Provinsi Papua Barat terdiri dari dua lingkup pekerjaan yaitu soil investigasi dan
perencanaan penanganan longsor. Dari hasil yang telah disetujui pihak Satuan Kerja P2JN
Provinsi Papua Barat dan PPK Perencanaa, diperoleh lokasi longsoran sebagai berikut :

Tabel 2.1 Lokasi Pekerjaan Perencanaan

Koordinat

No. Ruas No. Link KM / Sta. Lokasi Lokasi Item Perencanaan

Latitude Longitude

Ruas Manokwari - Sorong

1 Arfu - Prafi - Marmare - Maruni 009 KM. 33+400 Warmare 0°59'27.36"S 133°59'30.30"E Soil Investigasi

Soil Investigasi dan


2 Arfu - Prafi - Marmare - Maruni 009 KM. 117+400 Bukit Doa 0°45'8.06"S 133°29'43.45"E Perencanaan Penanganan
Longsor

3 Kebar - Arfu 008 KM 140+000 Gunung Pasir 0°47'28.77"S 133°20'57.70"E Soil Investigasi

Ruas Manokwari - Bintuni

1 Maruni - Oransbari 011 KM. 54+000 Bukit Acemo 01° 5'27.83"S 134° 4'49.65"E Soil Investigasi

2 Maruni - Oransbari 011 KM. 58+000 Bukit Sayori 01° 7'27.76"S 134° 5'59.17"E Soil Investigasi

3 Maruni - Oransbari 011 KM. 63+400 Warkapi 01° 8'15.51"S 134° 6'38.53"E Soil Investigasi

Soil Investigasi dan


4 Oransbari - Ransiki 012 KM. 96+775 Membab 01°24'9.50"S 134°12'33.02"E Perencanaan Penanganan
Longsor

5 Ransiki - Mameh 013 KM.160+000 Gunung Botak, Segmen I 01°40'39.83"S 134° 4'22.58"E Soil Investigasi

6 Ransiki - Mameh 013 KM.162+300 Gunung Botak, Segmen II 01°41'29.72"S 134° 4'35.06"E Soil Investigasi

7 Ransiki - Mameh 013 KM. 163+700 Gunung Botak, Segmen III 01°41'56.64"S 134° 4'44.17"E Soil Investigasi

Pekerjaan soil insvestigasi dilakukan di dua ruas jalan nasional, yaitu Ruas Manokwari –
Sorong dan Ruas Manokwari – Bintuni. Panjang komulatif penanganan yaitu 15,00 km.
Pekerjaan perencanaan penanganan longsor dan Detail Engineer Desain dilakukan di dua
titik/lokasi, yaitu Bukit Doa KM. 117+400 No.Link 009 Ruas Arfu – Prafi – Warmare dan
Membab KM. 96+775 No. Link 012 Ruas Oransbari – Ransiki.

11
Gambar 2.2 Peta Lokasi Pekerjaan

Aksebilitas menuju lokasi pekerjaan dari Kota Manokwari yang merupakan Ibu Kota
Provinsi Papua Barat dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun
roda empat dengan kondisi jalan baik hingga rusak ringan dengan membutuhkan waktu
tempuh ± 6 jam dengan jarak tempuh ±140 km ke Warmare, Bukit Doa, dan Gunung Pasir
yang ada pada Ruas Jalan Manokwari - Sorong dan waktu tempuh ± 8 jam dengan jarak
tempuh 167 km ke lokasi Bukit Acemo, Bukit Sayori, Warkapi, Bembab, dan Gunung
Botak yang ada pada ruas Jalan Manokwari – Bintuni.

12
Survei Pendahuluan dilakukan sebagai tahap awal untuk mendapatkan data lapangan guna
menentukan perkiraan dan saran dalam proses perencanaan. Survey pendahuluan
dimaksudkan untuk mendapatkan deskripsi umum daerah longsor. Data tersebut mencakup
luas daerah yang terlibat, jenis gerakan tanah/batuan, kedalaman bidang longsor, penyebab
longsoran dan bila mungkin keaktifannya. Perlu pula dipelajari bila ada metode
penanggulangan yang telah dilakukan, apakah berhasil atau tidak. Hal ini penting sebagai
bahan pertimbangan untuk menentukan langkah penanggulangannya. Bila konstruksi yang
dibuat tidak berhasil perlu diteliti kembali, apakah ada faktor-faktor yang belum
diperhitungkan dalam perencanaannya.

Untuk dapat mencapai maksud tersebut dalam tahap survey pendahuluan dilakukan
pekerjaan-pekerjaan yang meliputi pemetaan (topografi), pemetaan geologi gerakan tanah,
pendugaan geofisika, penggalian sumur dan parit uji, dan pengamatan visual (ciri, jenis
longsoran dan penyebabnya).

Dalam pelaksanaan survey pendahuluan dilakukan beberapa jenis survey sebagai berikut:
1. Survey dan pemetaan topografi
Diperlukan sebagai peta dasar untuk penyelidikan selanjutnya. Oleh sebab
itu peta topografi harus dapat memberikan gambaran keadaan lapangan di daerah
gerakan tanah dengan baik. Disamping itu peta topografi tersebut dipakai pula
dalam pekerjaan desain. Sebagai kelengkapan dalam pemetaan topografi ini
dilakukan pula pengukuran penampang/profil di tempat-tempat yang dipandang
perlu.

2. Survey dan pemetaan geologi gerakan tanah

13
Dimaksudkan tidak saja untuk mengetahui jenis dan sebaran batuan dan
struktur geologi, tetapi juga mencakup proses geologi yang berkaitan dengan
gerakan tanah, dan prakiraan tata air tanah di daerah penyelidikan.

3. Pendugaan geofisika
Didasarkan pada prinsip pengukuran sifat fisika batuan. Pekerjaan ini dilakukan
dengan metoda seismik dan geolistrik. Dari kedua cara tersebut dapat diperoleh
data bawah permukaan.

4. Sumur dan parit uji


Dilakukan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan, terutama tanah, dengan
jalan membuat galian baik secara manual maupun masinal. Dari penggalian sumur
dan parit uji ini dilakukan pengambilan contoh tanah atau batu untuk pengujian
laboratorium.

5. Pengamatan visual ciri dan jenis longsoran, dan Penyebabnya


Berdasarkan data awal yang diperoleh diharapkan dapat diambil putusan untuk
tahap pekerjaan berikutnya. Untuk kasus-kasus tertentu dengan dasar data awal
dapat dibuat perencanaan untuk penanggulangan gerakan tanah. Perian umum
ini juga merupakan titik tolak untuk menentukan tahap pekerjaan berikutnya
yaitu survey detail.

1. Ruas Manokwari – Bintuni

Pengamatan pada ruas Manokwari-Bintuni dilakukan pada 6 lokasi pekerjaan yaitu ;

1. Gunung Acemo
2. Warkapi
3. Membab

14
4. Gunung Botak I
5. Gunung Botak II
6. Gunung Botak III

3.1.1 Gunung Acemo


3.1.1.1 Gambaran Umum Ruas Acemo
A. Kondisi Geologi
Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar
tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh :
a) Batuan Gunungapi Arfak (Tema) yang disusun oleh Tufa, aglomerat dan sedikit
lava, breksi lava, lava bantal bersusun andesite sampai basal, batuan gunungapi
klastika, batuan terobosan basal sampai andesit porfiri dan gabbro sampai diorite
setempat batugamping. Umur fomasi Eosen Atas sampai Miosen Tengah.
b) Endapan alluvium dan litoral (Qa) terdiri dari lumpur, pasir, kerikil, gambut. Umur
formasi kwarter-resen.
Strukur geologi berupa sesar geser yang berarah timur - barat, terletak pada sisi barat daya
lokasi pekerjaan. Peta geologi regional Gunung Acemo dan sekitarnya dapat dilihat pada
Gambar berikut.

Lokasi Penyelidikan Longsor

Batas Formasi Batuan


Qa Sesar Geser

Gambar 3. 1 Geologi Regional Gunung Acemo dan sekitarnya

15
Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil
observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ;

a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari
vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material ± 3 m.
b) Lempung pasiran bercampur fragmen kerikil hingga kerakal merupakan endapan
talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar yang diperkirakan ketebalan lapisan
± 15-20m merujuk pada kemiringan batuan dasar dan elevasi permukaan.
c) Breksi vulkanik, tersusun atas material berukuran lempung hingga pasir sebagai
material pengikat (semen) dan fragmen berupa batuan beku yaitu basal yang
berukuran berangkal-bongkah dengan ketebalan lapisan ± 5 m.
d) Tufa (batuan dasar) merupakan batuan vulkanik disusun oleh partikel berukuran
pasir halus yang tersemenkan oleh debu vulkanik.

16
Gambar 3. 2 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan

Struktur geologi berupa kemiringan batuan dengan arah sebaran relatif barat laut –
tenggara (N295ºE) dengan kemiringan batuan relative ke timur laut (39º) (Gambar 4.3).

Gambar 3.3 Singkapan batuan vulkanik berupa tufa pada tebing yang memperlihatkan
arah perlapisan dan kemiringan batuan dengan kedudukan N 2950E / 390 pada koordinat
397824/ 9879419

17
B. Kondisi Jalan

Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan penetrasi dan butas dan sebagian merupakan jalan
perkerasan (dalam tahap pengerjaan) dengan kondisi terjal turun dimana letak tebing
berada pada sisi kanan jalan dan jurang pada sisi kiri (dari arah Manokwari). Pada
beberapa titik dijumpai beberapa kerusakan pada badan jalan diantaranya amblas, lubang-
lubang dan retak (Gambar 4) .

Gambar 3.4 Kerusakan badan jalan pada lokasi pekerjaan

C. Drainase

Tipikal drainase adalah drainase permukaan dengan kondisi kurang berfungsi, hasil
observasi lapangan menunjukkan bahwa drainase sebagian telah tertutup oleh material
hasil longsoran dan sebagian dalam tahap konstruksi (Gambar 4.5).

Gambar 3.5 Drainase dalam tahap konstruksi

18
Pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air mengikuti kemiringan
lereng. Pada lokasi pekerjaan dijumpai pula aliran air yang keluar dari badan jalan yang
diidentifikasikan bersumber dari gully erosion yang berasal dari lereng yang kemudian
mengalin dibawah badan jalan dan keluar pada sisi bahu jalan (Gambar 4.6)

A B

Gambar 3.6 Aliran air yang keluar dari bawah badan jalan pada koordinat
397654/9879376 (A) dan Gully Erosion (B)

3.1.1.2 Identifikasi Penyebab Kerusakan Jalan Ruas Acemo

Penyebab kerusakan jalan pada lokasi pekerjaan disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu ;

1) Pegaturan sistem drainase permukaan yang tidak berfungsi menyebabkan limpasan


air permukaan mengalir diatas badan jalan yang bersumber dari sisi hulu dengan
suplai utama berasal dari gully dimana box culvert yang berfungsi mengalirkan
aliran air memotong badan jalan tidak mampu menampung debit maksimum saat
terjadi hujan deras sehingga suplay air mengalir mengikuti badan jalan.
2) Pada sisi gully tidak tidak dipasang lapisan impermeable sehingga terjadi inviltrasi
yang kemudian mengalir mengikuti lapisan timbunan jalan yang berifat poros
(pasir) dan akhirnya pada kondisi jenuh membentuk mata air pada bahu jalan.
3) Kondisi jalan yang mengikuti lereng yang sangat terjal/curam >450 tidak
memenuhi prasarat geometri jalan.

19
3.1.1.3 Karakteristik Kerusakan Jalan Ruas Acemo

Identifikasi kerusakan jalan yaitu dengan melakukan observasi secara visual dilapangan,
pengujian resistivity dan pengamatan citra. Berdasarkan tanjauan tersebut maka diketahui
bahwa karakteriksi potensi kerusakan jalan pada luas acemo berupa:

1) Potensi longsoran tersebut dapat terjadi pada sisi lereng yang telah mengalami
penimbunan, merujuk pada pengujian resistivity lintasan 1 diinterpretasikan bahwa
ketebalan timbunan pada sisi lereng maksimum 25m, hal ini berpotensi longsor
karena timbunan berada pada sisi lereng yang terjal dan tidak adanya bangunan
penahan timbunan disertai pengaturan sistem drainase dan berada pada batuan
dasar tufa/breksi vulaknik yang bersifat impermeable (nilai resistivitas >100Ωm) ,
lapisan timbunan tersebut diduga mengandung airtanah hal ini diindikasikan
dengan nilai resistivitas 0-100Ωm (Gambar 4.7).
2) Kerusakan jalan akibat aliran air, disebabkan dari 2 sumber yaitu aliran air
permukaan dan aliran air bawah permukaan. Kerusakan akibat aliran permukaaan
berupa amblasan setempat yang membentuk cekungan pada permukaan aspal
sedangkan kerusakan akibat aliran air bawah permukaan berupa ablasan jalan
(settlemen). Berdasarkan pengujian resistivity lintasan 2 diketahui bahwa aliran air
bawah pemukaan berasal dari gully (anak sungai) yang mengalami infintasi pada
lapisan timbunan (resisitivitas 0-100Ωm) kemudian mengalir dibawah badan jalan
mengikuti lapisan timbunan dengan ketebalan diduga ±3m. Aliran air tersingkap
dipermukaan berupa aquifer(mata air) di elektroda no 4-5, hal ini disebabkan
karena lapisan timbunan tidak menerus pada bagian bawah jalan namun dibatasi
oleh lapisan batuan dasar (resisitivitas >100Ωm) yang bersifat impermabel
(elektoda 8-16).

3.1.2 Ruas Warkapi


3.1.2.1 Gambaran Umum Ruas Warkapi

A. Kondisi Geologi

Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merusuk pada lembar
tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh :

20
a) Batuan Gunungapi Arfak (Tema) yang disusun oleh Tufa, aglomerat dan sedikit
lava, breksi lava, lava bantal bersusun andesite sampai basal, batuan gunungapi
klastika, batuan terobosan basal sampai andesit porfiri dan gabbro sampai diorite
setempat batugamping. Umur fomasi Eosen Atas sampai Miosen Tengah.
b) Endapan alluvium dan litoral (Qa) terdiri dari lumpur, pasir, kerikil, gambut. Umur
Formasi Kwarter - Resen.
c) Endapan undak alluvium (Qt) terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur. Umur Formasi
Kwarter – Resen

Lokasi Penyelidikan Longsor


Batas Formasi Batuan
Sesar / kekar

Gambar 3.7 Geologi regional Sayori (warkapi) dan sekitarnya

Strukur geologi berupa kelurusan (sesar atau kekar) yang berarah Barat - Timur, terletak
pada sisi Barat laut lokasi pekerjaan. Peta geologi regional Sayori (warkapi) dan
sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil
observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut (Gambar 4.10) ;

a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari
vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material ±1 m.
b) Lempung pasiran bercampur fragmen berukuran pasir halus – kerikil dan
merupakan endapan talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar

21
c) Breksi Vulkanik merupakan batuan dasar pada lokasi pekerjaan yang disusun oleh
partikel berukuran pasir halus yang tersemenkan oleh debu vulkanik dan memiliki
fragmen yang berukuran kerikil - bongkah. Batuan dasar terbagi menjadi dua yaitu
breksi vulkanik dengan susunan matriks, semen dan fragmen dan breksi vulkanik
dengan fragmen bongkah.

Gambar 3.8 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan

Struktur geologi yang berkembang dilokasi pekerjaan yaitu struktur kekar, struktur ini
dijumpai pada lapisan batuan breksi vulkanik utamanya pada fragmen batuan (Gambar
3.9).

22
Gambar 3.9 Struktur kekar pada fragmen breksi vulkanik

B. Kondisi Jalan

Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan perkerasan lentur (butas) dengan kondisi badan
jalan secara umum baik dan tingkat kemiringan secara umum landai/datar mengingat
lokasi merupakan daerah dengan morfologi pantai (Gambar 3.10) .

Gambar 3.10 Kondisi badan jalan secara umum

Berdasarkan lapisan bidang longsor yang tersingkap, diketahui 3 jenis lapisan perkerasan
pada lokasi pekerjaan yang dapat dilihat pada gambar 3.11.

23
Gambar 3.11 Lapisan perkerasan badan jalan

C. Drainase

Tipikal drainase adalah drainase permukaan dengan kondisi tidak berfungsi, hasil
observasi lapangan menunjukkan bahwa sebagian drainase tertutup oleh material longsoran
dan tanaman rambat. Pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air
mengikuti kemiringan lereng (Gambar 3.12).

Gambar 3.12 Kondisi eksisting darinase di lokasi pekerjaan

24
3.1.2.2 Identifikasi Penyebab Kerusakan Jalan Ruas Warkapi

Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan,


kondisi drainase, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia berdasarkan identifikasi
tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut :

1) Jenis materal pada pada permukaan lapisan taah asli berupa pasir lempungan
bercampung bongkah batuan yang belum terkompasksi sehingga pada saat
terjadinya hujan mengalami kenaikan muka airtanah yang menyebabkan
pergerakan material tersebut pada sisi lereng
2) Akitivitas pasang surut dan gelombang menyebabkan abrasi pada lokasi pekerjaan
sehingga fondasi dari talud eksisting tersingkap dipermukaan.
3) Terdapat talud eksisting dan breakwater namun tidak mampu meredam energy
gelombang
4) Kurang berfungsinya drainase aliran air permukaan sehingga laju infiltrasi besar
menyebabkan kenaikan muka airtanah terutama sehingga beban bertambah dan
tidak dapat ditanggung oleh talut eksisting.

3.1.2.3 Karakteristik Longsoran Ruas Warkapi

Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berdasarkan letak kejadian terbagi menjadi dua
bagian yaitu;

a) Longsor Sisi Lereng


Jenis longsor pada sisi lereng berupa tipe aliran longsor debris dengan jenis
material longsor berupa tanah bercambur bongkah batuan, berdasarkan jumlah
volume material longsor masih dikategorikan longsoran mikro. Arah aliran longsor
mengarah ke utara dengan dampak kerusakan yang dihasilkan berupa rusaknya
talud pasangan batu pada sisi lereng (Gambar 3.13).

25
Gambar 3.13 Runtuhan batuan dan tanah pada koordinat 400872 / 9874395

b) Longsor Sisi Pesisir

Longsor pada daerah ini di sebabkan oleh aktivitas pasang surut dan gelombang
yang pada sisi timur lokasi pekerjaan. Observasi lapangan menunjukkan bahwa
telah dilakukan penanggulangan abrasi berupa pembuatan breakwater dan talud
pasangan batu namun tidak bekerja secara maksimal, tinggi muka air pada saat
kondisi pasangan tertinggi berada diatas breakwater eksisting sehingga runup
gelombang langsung melepaskan energi pada dinding pasangan batu, selain itu
tidak adanya pelindung kaki pada kaki talud menyebabkan penggerusan pada kaki
fondasi sehingga menyebabkan kegagalan konstruksi. Jika ditinjau dari pengujian
resisitivity baik pada lintasan 1 maupun lintasan 2 diketahui bahwa struktur tanah
lapisan bawah jalan berupa lempung pasiran bercampur kerakal yang merupakan
bahan material insitu yang digunakan sebagai bahan timbunan dengan nilai
resisitivitas (0-100Ωm) hal ini dibuktikan dengan penampang melintang jalan yang
telah mengalami kerusakan, sebagian dari material tersebut telah terintrusi oleh air
laut, perlu diketahui bahwa sifat airlaut menyebabkan hilangnya ikatan partikel
pada material lempung hal ini menyebabkan erosi pada bagian bawah timbunan
jalan.

26
3.1.3 Ruas Membab KM 96+775
3.1.3.1 Gambaran Umum Ruas Bembab

A. Kondisi Geologi

Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar
tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh :

a) Batuan Gunungapi Arfak (Tema) yang disusun oleh Tufa, aglomerat dan sedikit
lava, breksi lava, lava bantal bersusun andesite sampai basal, batuan gunungapi
klastika, batuan terobosan basal sampai andesit porfiri dan gabbro sampai diorite
setempat batugamping. Umur fomasi Eosen Atas sampai Miosen Tengah.
b) Endapan alluvium dan litoral (Qa) terdiri dari lumpur, pasir, kerikil, gambut. Umur
formasi kwarter-resen.

Strukur geologi berupa sesar geser yang berarah timur laut - barat daya, terletak pada sisi
barat daya lokasi pekerjaan. Peta geologi regional Bemba dan sekitarnya dapat dilihat
pada Gambar 4.18.

Qa

Tema
Lokasi Penyelidikan Longsor
Batas Foemasi Batuan
Sesar Geser

Qa
Gambar 3.14 Geologi regional bembab dan sekitarnya

Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil
observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ;

27
a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari
vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material >50cm.
b) Lempung pasiran bercampung fragmen kerikil hingga kerakal merupakan endapan
talus terbentuk hasil dari lapukan batuan dasar yang kemudian tertransportasi pada
sisi lereng diperkirakan ketebalan lapisan 15-20m merujuk pada kemiringan batuan
dasar dan elevasi permukaan.
c) Tufa (batuan dasar) merupakan batuan vulkanik disusun oleh partikel berukuran
pasir halus yang tersemenkan oleh debu vulkanik. Batuan dasar terbagi menjadi dua
yaitu lapisan blok tufa yang terkekarkan kuat dan lapisan tufa degan struktur yang
lebih kecil.

<0.5m Lapisan organik

Lapisan lempung pasiran


15-20m
bercampur fragmen
kerikil-kerakal

Tufa dengan struktur kekar kuat


3-5m membentuk blok berukuran
kerakal-bongkah

Tufa dengan struktur kekar yang


?m
lebih kecil

Gambar 3.15 Model perlapisan tanah/batuan pada ruas bembab


Struktur geologi berupa kemiringan batuan dengan arah sebaran relatif barat laut –tenggara
(N305º-310ºE) dengan kemiringan batuan ke timur laut (25º-30º) dan kekar pada batuan
juga dijumpai pada batuan dasar (Gambar 4.20).

28
Gambar 3.16 Singkapan batuan vulkanik berupa tufa pada tebing yang memperlihatkan
arah perlapisan dan kemiringan batuan dengan kedudukan N 3050–3100E / 250-300 pada
koordinat 412001/ 9844942.

B. Kondisi Jalan

Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan perkerasan lentur dengan tingkat kemiringan
secara umum landai - miring. Pada beberapa tempat menukik tajam mengikut model relief
tanah asli.

Historikal jalan berdasarkan lapisan yang tersingkap pada bidang longsor diketahui bahwa
telah dilakukan regenerasi pengaspalan sebanyak 3 kali, model perlapisanan jalan dapat
dilihat pada Gambar 3.17.

C. Drainase

Tipikal drainase adalah drainase permukaan dengan kondisi tidak berfungsi, hasil
observasi lapangan menunjukkan bahwa drainase sebagian telah mengalami alif fungsi
sebagai bahu jalan. Pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran air
mengikuti kemiringan lereng (Gambar 3.18).

29
1

Profil Timbunan Badan Jalan :

1. Lapisan aspal dengan ketebalan 0.04


2
m
2. Material timbunan berukuran pasir
hingga berangkal dengan ketebalan 1 3
m 4
3. Lapisan aspal dengan ketebalan 0.04 5
m
4. Material timbunan berukuran pasir
6
hingga kerikil dengan ketebalan 0.1 m
5. Lapisan aspal dengan ketebalan 0.04
m
6. Material timbunan berukran pasir
hingga berangkal dengan ketebalan
0.5 m
7
7. Material campuran tanah dan kerikil >
1.5 m

Gambar 3.17 Strata perlapisan tanah pada badan jalan

30
Gambar 3.18 Drainase yang telah beralih fungsi menjadi bahu jalan

3.1.3.2 Identifikasi Penyebab Longsor Bembab

Penyebab kerusakan jalan pada ruas bembab disebaban oleh kejadian longsor pada ruas
tersebut. Identifikasi langsor dapat dilakukan dengan melihat kondisi permukaan
tanah/batuan, kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas
manusia berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:

1) Kondisi lereng yang sangat terjal >450


2) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran yang memiliki porositas
yang baik namun memiliki permeabilitas yang buruk sehingga bersifat jenuh pada
saat kondisi kenaikan muka air tanah sehingga daya dukung tanah menjadi lemah
3) Batuan dasar berupa tufa terkekarkan sehingga dapat menjadi bidang gelincir
terutama pada saat infiltrasi air permukaan pada fraktur batuan
4) Drainase aliran air permukaan yang telah beralih fungsi menjadi bahu jalan
sehingga aliran air mengikuti geometri permukaan lereng
5) Geometrik jalan pada tikungan menyebabkan kendaraan mengurangi kecepatan
dan relatif diam sehingga beban vertikal pada jalan menjadi maksimum
6) Arah kemeringan lereng yang relatif mengikuti kemiringan batuan

31
3.1.3.3 Karakteristik Longsoran Ruas Bembab

Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berupa rotasi multiple dengan arah longsoran relatif
mengarah ketimur. Kedalaman bidang longsoran diinterpretaskan bervariasi 15-20m
dengan panjang skap 88-141m. Telah dilakukan penangulangan sementara berupa
pembuatan bronjong namun tidak efektif mencegah terjadinya longsor hal ini disebabkan
karena bronjong berada diatas bidang gelincir sehingga tidak berfungsi sebagai bangunan
pengendali longsor justru menambah beban mati tanah eksisiting.

3.1.4 Ruas Gunung Botak Segmen 1


3.1.4.1 Gambaran Umum Ruas Gunung Botak Segmen 1
A. Kondisi Geologi
Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar
tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh :
a) Komplek Mawi (PKm) yang disusun oleh serpih, argilit, batulanau dan batupasir.
Umur fomasi Permian hingga Kapur Atas.
b) Kelompok Kembelangan (JKk) terdiri dari serpih, batulanau, batupasir gampingan,
setempat biokalkarenit dan konglomerat.. Umur formasi Jura Tengah hingga Kapur
Atas.
c) Batugamping Imskin (KTi) terdiri dari kalsilutit, batunapal dan kalkarenit. Umur
formasi Kapur Atas hingga Miosen Tengah.

Struktur geologi berupa gawir (escarpment) yang terletak di sebelah Barat lokasi pekerjaan
dengan arah relative Barat Laut – Tenggara.

32
PKm

JKk

KTi

Lokasi Pekerjaan
Batas Formasi Batuan
Gawir

Gambar 3.19 Geologi Regional Gunung Botak Segmen 1 dan sekitarnya

Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil
observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ;

a) Lempung pasiran bercampur fragmen kerikil merupakan endapan talus terbentuk


hasil dari lapukan batuan dasar yang diperkirakan ketebalan lapisan ± 3-5m
merujuk pada kemiringan batuan dasar dan elevasi permukaan.
b) Lapisan batuan dasar berupa batuan sedimen tua yaitu serpih. Batuan dasar ini
terbagi dua yaitu batuan serpih yang telah mengalami struktur geologi yang kuat
yang membentuk blokblok batuan berukuran kerakal hingga bongka dan batuan
serpih yang mengalami struktur geologi yang lebih kecil dan berada pada bagian
bawah susunan stratigrafi daerah ini

33
Gambar 3.20 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan

Struktur geologi berupa kemiringan batuan dengan arah sebaran relatif barat daya – timur
laut (N210ºE) dengan kemiringan batuan relative ke barat laut (29º) (Gambar 4.28).

Gambar 3.21 Singkapan batuan serpih dengan arah sebaran perlapisan N210ºE/29º

34
B. Kondisi Jalan

Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan timbunan material campuran batu dan tanah
dimana material berasal dari cutting tebing yang berada disisi jalan dan disebagian tempat
lapisan permukaan jalan sudah berupa lapisan batu pecah (cipping). Secara umum kondisi
permukaan badan jalan dalam kondisi rata namun dibeberapa titik masih dijumpai
permukaan jalan yang bergelombang. Lebar badan jalan sekitar 4-6m.

C. Drainase

Tipikal drainase adalah drainase permukaan, pola drainase menggunakan prinsip gravitasi
dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng. Kondisi eksisting drainase pada lokasi
pekerjaan terbagi tiga bagian yaitu dalam tahap konstruksi, kurang berfungsi dan tidak ada
drainase.

A B

Gambar 3.22 Lapisan permukaan badan jalan pada lokasi pekerjaan, lapisan campuran
tanah dan batu (A) dan lapisan batu pecah (B)

35
Gambar 3.23 Kondisi eksisting drainase pada lokasi pekerjaan

3.1.4.2 Identifikasi Penyebab Longsor Gunung Botak Segmen 1

Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan,


kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia
berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:

1) Kondisi lereng yang sangat terjal/curam >450


2) Jenis batuan pada lokasi disusun oleh jenis sedimen tua yang terbentuk akibat
proses struktur geologi, hal ini menyebabkan lokasi sangat rentan terhadap
kejadian longsor yang diakibatkan karena struktur kekar yang dominan dan massif
pada batuan serpih.

36
3) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran yang memiliki porositas
yang baik namun memiliki permeabilitas yang buruk sehingga bersifat jenuh pada
saat kondisi kenaikan muka air tanah sehingga daya dukung tanah menjadi lemah
4) Drainase aliran air permukaan yang kurang berfungsi hingga tidak berfungsi.

3.1.4.3 Karakteristik Longsoran Ruas Gunung Botak Segmen 1

Pada lokasi pekerjaan di Gunung Botak Segmen 1 yang memiliki panjang ruas jalan ± 2.2
km telah dilakukan inventarisasi terhadap titik longsoran yang terjadi di beberapa tempat.
Berdasarkan letak kejadiannya maka longsoran pada segmen ini terbagi menjadi dua
bagian yaitu;

A. Longsor Sisi Lereng

Tipikal longsor pada sisi lereng lokasi pekerjaan berupa translasi (tanah) dan
runtuhan batu (rockfall) dengan arah longsoran relatif mengarah ketimur,
longsoran dominan disebabkan karena struktur batuan dasar berupa serpih yang
terkekarkan kuat sehingga menyebabkan ketidakstabilan lereng didukung oleh
kondisi surface runoff yang melewati kekar pada saat terjadinya hujan. Selain hal
tersebut jika merujuk pada bentuk struktur geologi dapat dilihat bahwa sisi lereng
yang bersifat lebih stabil berada pads sisi dengan arah cutting lereng yang searah
dengan strike batuan, sedangkan arah cutting yang tegak lurus terhadap strike
bersifat labil.

A B

Gambar 3.24 Runtuhan batuan dan tanah pada Koordinat 396924 / 9813563 (A),runtuhan
batuan pada koordinat 396917 / 9814503 (B)

37
B. Potensi Longsor Sisi Jurang

Tipikal longsor pada sisi jurang masih dalam level potensi jika merujuk
berdasarkan hasil resisitivity pada tiga lintasan diketahui bahwa pada sisi jurang
ketebalan timbunan yang dijadikan lapisan subbase (timbunan) jalan berupa
material insitu yaitu lapukan batuan serpih berupa lempungpasiran bercampur
kerikil dan bongkahan serpih dengan nilai resisitivity 0-500Ωm, ketebalan lapisan
timbunan maksimum ±10m. Faktor utama penyebab potensi penyebab longsor pada
sisi jurang selain kemiringan lereng yang relatif terjal yaitu faktor aliran airtanah
yang dominan mengalir melalui kekar pada batuan serpih dengan nilai resistivitas
0-100 Ωm. Lapisan batuan yang cukup stabil berupa serpih terkekaran lemah
dengan nilai resistivity >500 Ωm.Selain longsoran erosi pada sisi jurang tergolong
kuat ditandai dengan terbentuknya real erotion sepanjang sisi jurang yang
merepukan salah satu tahapan terbentuknya gully, erosi tersebut jika tidak ditangani
akan menyebabkan hilangnya lapisan timbunan jalan yang berdampak pada
terjadinya settlemen pada badan jalan.

3.1.5 Ruas Gunung Botak Segmen 2


3.1.5.1 Gambaran Umum Ruas Gunung Botak Segmen 2
A. Kondisi Geologi
Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar
tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh :
a) Komplek Mawi (PKm) yang disusun oleh serpih, argilit, batulanau dan batupasir.
Umur fomasi Permian hingga Kapur Atas.
b) Kelompok Kembelangan (JKk) terdiri dari serpih, batulanau, batupasir gampingan,
setempat biokalkarenit dan konglomerat.. Umur formasi Jura Tengah hingga Kapur
Atas.
c) Batugamping Imskin (KTi) terdiri dari kalsilutit, batunapal dan kalkarenit. Umur
formasi Kapur Atas hingga Miosen Tengah.

Struktur geologi berupa gawir (escarpment) yang terletak di sebelah Barat lokasi pekerjaan
dengan arah relative Barat Laut – Tenggara.

38
PKm

JKk

KTi

Lokasi Pekerjaan
Batas Formasi Batuan
Gawir

Gambar 3.25 Geologi Regional Gunung Botak Segmen 2 dan sekitarnya

Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil
observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut :

a) Lempung pasiran bercampur fragmen kerikil merupakan endapan talus terbentuk


hasil dari lapukan batuan dasar yang diperkirakan ketebalan lapisan ± 1.5m
merujuk pada kemiringan batuan dasar dan elevasi permukaan.
b) Lapisan batuan dasar berupa batuan sedimen tua yaitu serpih. Batuan ini telah
mengalami struktur geologi yang ditandai dengan banyaknya struktur kekar yang
terbentuk pada permukaan lapisan .

39
Gambar 3.26 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan

Struktur geologi berupa kemiringan batuan dengan arah sebaran relatif tenggara – barat
laut (N168ºE) dengan kemiringan batuan relative ke barat daya (24º). Struktur geologi
yang dijumpai di lokasi ini berupa struktur kekar.

A B

Gambar 3.27 Singkapan batuan serpih yang memperlihatkan arah perlapisan (A) dan
struktur kekar yang berkembang (B).

40
B. Kondisi Jalan

Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan perkerasan lentur dengan kondisi penampang
badan jalan terjal naik (dari arah Manokwari – Bintuni). Kondisi badan jalan secara umum
dalam kondisi baik namun setempat masih dijumpai retak.

A B
B

Gambar 3.28 Jalan perkerasan lentur pada lokasi pekerjaan (A) dan kondisi badan jalan
yang retak (B).

C. Drainase

Tipikal drainase adalah drainase permukaan, pola drainase menggunakan prinsip gravitasi
dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng. Kondisi eksisting drainase pada lokasi
pekerjaan kurang berfungsi hingga tidak berfungsi yang disebabkan oleh material
longsoran masuk kedalam drainase.

A B

Gambar 3.29 Kondisi eksisting drainase pada lokasi pekerjaan

41
3.1.5.2 Identifikasi Penyebab Longsor Gunung Botak Segmen 1

Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan,


kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia
berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:

1) Kondisi lereng yang sangat terjal/curam >450


2) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran yang memiliki porositas
yang baik namun memiliki permeabilitas yang buruk sehingga bersifat jenuh pada
saat kondisi kenaikan muka air tanah sehingga daya dukung tanah menjadi lemah
3) Drainase aliran air permukaan yang kurang berfungsi hingga tidak berfungsi.

3.1.5.3 Karakteristik Longsoran Ruas Gunung Botak Segmen 2

Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berupa translasi dan aliran dengan arah longsoran
relatif pada sisi lereng mengarah Barat Laut – Utara. Pada lokasi pekerjaan di Gunung
Botak Segmen 2 yang memiliki panjang ruas jalan ± 600m telah dilakukan inventarisasi
terhadap titik longsoran yang terjadi di beberapa tempat.

Berdasarkan skala volume material longsorang jenis longsoran masih dikategorikan


longsoran mikro hanya setempat dan cukup ditanggulangai dengan pembersihan material
longsor. Kusus pada longsor aliran perlu adanya penanganan kusus karena tipikal longsor
ini lebih didominasi oleh aliran material yang secara menerus mengalir mengikuti aliran
airpermukaan membentuk aliran debris dan dapat membahayakan pengguna jalan saat
kondisi hujan.

Gambar 3.30 Longsor translasi pada Koordinat 397401 / 9813020

42
Gambar 3.31 Longsor aliran pada Koordinat 397335 / 9813053

Gambar 3.32 Longsor aliran pada koordinat 397318 / 9813080

Selain observasi permukaan dilakukan pula identifikasi bawah permukaan dengan


melakukan pengujian resistivity. Berdasarkan pengujian tersebut diketahui bahwa lapisan
batuan dasar pada lokasi pekerjaan berupa serpih sangat dekat dengan permukaan badan
jalan sehingga dapat dijastifikasi bahwa kondisi badan jalan dapat dikategorikan aman.
Berdasarkan letak kejadian penanggulangan lebih difokuskan pada material longsoran dan
aliran material yang berasal dari sisi lereng.

43
3.1.6 Ruas Gunung Botak Segmen 3
3.1.6.1 Gambaran Umum Ruas Gunung Botak Segmen 3

A. Kondisi Geologi

Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Ransiki, merujuk pada lembar
tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh :

a) Komplek Mawi (PKm) yang disusun oleh serpih, argilit, batulanau dan batupasir.
Umur fomasi Permian hingga Kapur Atas.
b) Kelompok Kembelangan (JKk) terdiri dari serpih, batulanau, batupasir gampingan,
setempat biokalkarenit dan konglomerat.. Umur formasi Jura Tengah hingga Kapur
Atas.
c) Batugamping Imskin (KTi) terdiri dari kalsilutit, batunapal dan kalkarenit. Umur
formasi Kapur Atas hingga Miosen Tengah.

Struktur geologi berupa gawir (escarpment) yang terletak di sebelah Barat lokasi pekerjaan
dengan arah relative Barat Laut – Tenggara

PKm

JKk

KTi

Lokasi Pekerjaan
Batas Formasi Batuan
Gawir
Sesar

Gambar 3.33 Geologi Regional Gunung Botak Segmen 3 dan sekitarnya

44
Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil
observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ;

a) Lempung pasiran bercampur fragmen kerikil merupakan endapan talus terbentuk


hasil dari lapukan batuan dasar yang diperkirakan ketebalan lapisan ± 1 m.
b) Lapisan batuan dasar berupa batuan sedimen tua yaitu serpih. Batuan ini telah
mengalami struktur geologi yang ditandai dengan banyaknya struktur kekar yang
terbentuk pada permukaan lapisan.

Skematik model stratigrafi pada lokasi pekerjaan segmen 3 Gunung Botak dapat dilihat
pada Gambar berikut :

Gambar 3.34 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi pekerjaan


Struktur geologi berupa kemiringan batuan dengan arah sebaran relatif Barat daya – Timur
laut (N245ºE) dengan kemiringan batuan relative ke Barat laut (32º). Struktur geologi
yang dijumpai di lokasi ini berupa struktur kekar.

45
Gambar 3.35 Singkapan batuan serpih dengan struktur kekar

B. Kondisi Jalan

Kondisi fisik ruas jalan sebagian merupakan jalan perkerasan lentur dengan kondisi baik
cukup baik dan sebagian merupakan jalan dengan lapisan permukaan berupa tanah dengan
kondisi bergelombang. Penampang tegak badan jalan memperlihatkan sisi kanan jalan
merupakan tebing dan sisi kiri merupakan jurang.

A B

Gambar 3.36 Jalan perkerasan lentur (A) dan Jalan lapisan permukaan tanah (B)

C. Drainase

46
Tipikal drainase adalah drainase permukaan, pola drainase menggunakan prinsip gravitasi
dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng. Hasil observasi dilapangan menunjukkan
bahwa ruas jalan gunung botak segmen 3 sepanjang ± 900 m tidak memiliki drainase.

Gambar 3.37 Ruas jalan tanpa drainase

3.1.6.2 Identifikasi Penyebab Longsor Gunung Botak Segmen 1

Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan,


kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia
berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:

1) Kondisi lereng yang sangat terjal/curam >450


2) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran bercampur fragmen batuan
berukuran kerikil higga kerakal yang memiliki porositas yang baik namun
memiliki permeabilitas yang buruk pada saat terjadi kenaikan muka air tanah
bersifat jenuh sehingga daya dukung tanah menjadi lemah dan rawan terhadap
kejadian longsor
3) Batuan dasar berupa serpih yang terkekarkan sehingga dapat menjadi bidang
gelincir terutama pada saat infiltrasi air permukaan pada fraktur batuan.
4) Tidak adanya drainase aliran air permukaan

3.1.6.3 Karakteristik Longsoran Ruas Gunung Botak Segmen 3

Pada lokasi pekerjaan di Gunung Botak Segmen 3 memiliki panjang ruas jalan ± 900 m
diketahui zona panjang jalan yang berpotensi terjadinnya longsor yaitu sepanjang 360m

47
dengan jenis longsoran yang terjadi berdasarkan letak kejadiannya yaitu longsoran lereng
dengan tipe longsor yaitu translasi.

Selain pada sisi lereng dilakukan indentifikasi pula pada sisi badan jalan untuk mengetahui
ada tidaknya potensi longsoran. Jenis pendekatan yang digunakan berupa pengujian
geolistrik sebanyak 2 lintasan. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui bahwa jenis
lapisan timbunan yang digunakan sebagai subbase jalan merupakan material tanah insitu
hal ini diidikasikan dengan tidak adanya corak nilai resistivty yang signifikan antara
lapisan tanah asli dan timbunan memiliki kisaran nilai resistivity yang relatif sama 0-
100Ωm, selain hal tersebut diketahui pula bahwa telah terbentuk kantung air pada lapisan
bawah jalan yang dapat menyebakan penurunan jalan (settlement) atau kejadian longsor
apa bila arah aliran tanah searah dengan kemiringan lereng (Gambar 4.53-4.54), hal ini
perlu segera direduksi dengan membuat drainase permukaan untuk mencegah infiltrasi
yang kelapisan bawah jalan.

Gambar 3.38 Translasi pada Koordinat 397642 /9812011

48
Gambar 3.39 Translasi pada Koordinat 397548 / 9812081

Gambar 3.40 Translasi pada Koordinat 397413 / 9812339

3.2 Ruas Manokwari - Kebar

Pengamatan pada ruas Manokwari-Kebar dilakukan pada 3 lokasi pekerjaan yaitu ;

1) Ruas Warmare
2) Ruas Bukit Doa
3) Ruas G.Pasir

49
3.2.1 Ruas Warmare KM 33+400
3.2.1.1 Gambaran Umum Ruas Warmare

A. Kondisi Geologi

Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Manokwari, merujuk pada
lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh formasi batuan yaitu:

a) Endapan alluvium dan Fanglomerat (Qf) terdiri dari Konglomerat, lapisan-lapisan


bongkah dan lempung. Umur formasi kwarter-resen.
b) Formasi Arfak (Toa) terdiri dari lava bersusunan andesit sampai basal, breksi lava,
batuan sedimen gunungapi, tufa dan peperit. Umur fomasi Oligosen bawah hingga
Oligosen atas

Strukur geologi berupa sesar normal yang relatif berarah barat laut - tenggara terletak
pada sisi timur laut lokasi pekerjaan. Peta geologi regional Ruas Warmare Km
33+400 dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar berikut.

Lokasi Pekerjaan
Sesar Normal
Batas Formasi Batuan

Qf

Gambar 3.41 Geologi regional KM 33 (Warmare) dan sekitarnya

B. Kondisi Jalan

Secara umum kondisi fisik ruas jalan lokasi pekerjaan merupakan merupakan jalan
perkerasan lentur dengan tingkat kemiringan secara umum landai turun hingga datar.
Kusus lokasi pengambilan data geolistrik kondisi badan jalan telah rusak akibat terobosan
dari air yang naik ke permukaan badan jalan dan pada beberapa titik disekitarnya juga
terdapat retakan dan lubang pada badan jalan.

50
C. Drainase

Tipikal drainase pada lokasi pekerjaan adalah drainase permukaan dengan kondisi kurang
berfungsi, hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa drainase sebagian telah tertutup
oleh material-material organik dan semak belukar. Pola drainase menggunakan prinsip
gravitasi dengan aliran air mengikuti kemiringan lereng.

A B
Gambar 3.42Aliran air yang keluar pada badan jalan (A) pada koordinat 387814 / 9890454
, retakan dan lubang pada badan jalan (B) pada koordinat 387887 / 9890444

Gambar 3.43 Kondisi drainase pada bagian kiri dan kanan jalan Km 33+400

3.2.1.2 Identifikasi Penyebab Kerusakan Jalan Ruas Warmare

51
Penyebab kerusakan badan jalan dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan
tanah/batuan, kondisi drainase, kondisi muka air tanah yang tinggi dan aktivitas manusia
berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:

1) Kondisi drainase aliran permukaan yang kurang berfungsi dan tidak adanya
perawatan drainase.
2) Bentuk morfologi jalan pada sebagian ruas merupakan hasil galian punggungan
bukit membentuk geometri “U” sehingga jalan menjadi cukungan aliran air
permukaan dan membentuk chatchment area buatan pada punggungan bukit
tersebut (Gambar 4.58).
3) Lapisan tanah permukaan merupakan pasir lempungan yang bersifat poros
sehingga dapat menjadi reservoir dibawan badan jalan.

Gambar 3.44 Bentuk geometri penampang jalan yang membentuk “U” pada punggungan
bukit

3.2.1.3 Karakteristik Kerusakan Jalan Ruas Warmare

Identifikasi karakterisitik kerusakan jalan yaitu dengan melakukan observasi secara visual
dilapangan, pengujian resistivity dan pengamatan citra. Berdasarkan tinjauan tersebut
maka diketahui bahwa karakteristiki kerusakan jalan pada luas acemo berupa jalan
berlubang akibat intrusi airtanah, karakteristik kerusakan tersebut diuraikan sebagai
berikut;

52
1) Kerusakan jalan disebabkan adanya intrusi airtanah pada permukaan badan jalan,
intrusi tersebut diduga akibat adanya lapisan aquiver dibawah badan jalan,
berdasarkan hasil pengujian resisitivity lapisan akuiver disusun oleh pasir
lempungan yang membentuk lapisan akuiver bebas terbuka dengan nilai resisitivity
0-100Ωm dengan lapisan impermibel dibawahnya berupa batuan vulkanik >100
Ωm. Penampang resistivity dapat dilihat pada Gambar 4.59-4.60.
2) Kemiringan akuifer mengikuti kemiringan lereng, pada areal puncak bukit yang
merupakan hulu dari zona incharge aliran air permukaan dan bentuk penampang
jalan yang berbentuk “u” menyebabkan akumulasi aliran airtanah terjadi dibawah
badan jalan, pada saat kondisi muka airtanah naik berbanding lurus dengan
bertambahnya tekanan hidrostatik sehingga airtanah mampu untuk mengintrusi
badan jalan.

3.2.2 Ruas Bukit Doa


3.2.2.1 Gambaran Umum Ruas Bukit Doa

A. Kondisi Geologi

Lokasi penyelidikan longsor secara regional termasuk dalam Lembar Mar, merujuk pada
lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh :

a) Formasi Tambrau (Jkt) yang disusun oleh Serpih sampai batusabak, batulanau,
batupasir dan setempat konglomerat dan kalsilutit ; setempat gampingan dan
fosilan. Setempat batusabak berbintik–bintik, filit, kuarsit, sekis, geneis, granitoid
malih ; setempat batutanduk kalsilikat. Umur fomasi Jura Tengah sampai Kapur
Atas.
b) Endapan alluvium dan litoral (Qa) terdiri dari lumpur, pasir, kerikil, gambut. Umur
formasi kwarter-resen.

Strukur geologi berupa kekar dan sesar geser yang berarah barat laut - tenggara, terletak
pada sisi barat daya lokasi pekerjaan. Peta geologi regional daerah Bukit Doa dan
sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 3.45.

53
Lokasi Penyelidikan Longsor

Batas Formasi Batuan

Kelurusan ( sesar atau kekar )

JKt

Gambar 3.45 Geologi regional daerah Bukit Doa dan sekitarnya

Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil
observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ;

a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari
vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material >30cm.
b) Batupasir terkekarkan kuat disusun oleh material berukuran pasir dan semen
lempung sebagian belum terkompaksi secara sempurna.
c) Serpih merupakan batuan sedimen yang disusun oleh material berukuran lempung
tebentuk akibat adanya gejala geologi dinamik.

Struktur geologi yang dijumpai pada lokasi pekerjaan berupa lipatan, kekar dan sesar geser
minor. Struktur lipatan dan kekar dijumpai pada batuan sepih sedangkan sesar geser minor
dijumpai pada batupasir dan serpih dengan arah pergeseran relatif timur timur laut –
selatan barat daya. Arah sebaran jurus perlapisan batuan relatif timur laut – barat daya
(N25ºE) dengan kemiringan batuan ke relatif berarah tenggara (51º). Struktur geologi pada
daerah Bukit Doa dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar berikut

54
<0.3m Lapisan Organik

Lapisan batu pasir terkekarkan


3-5m
sebagian belum terkompaksi secara sempurna

>30m
Serpih dengan struktur geologi kompleks

Gambar 3.46 Model perlapisan tanah/batuan pada ruas bukit doa

55
A B

C D

Gambar 3.47 Struktur geologi pada batuan serpih berupa lipatan (A) dan kekar (B). Sesar
minor (C) dan bidang perlapisan batuan N250E/510 yang terletak pada koordinat
X=332571 Y=9916826

B. Kondisi Jalan

Kondisi fisik ruas jalan merupakan jalan perkerasan lentur dengan tingkat kemiringan
secara umum landai - miring pada trase jalan tambahan pada sisi kiri jalan berupa jalan
perkerasan kaku.

Historikal jalan berdasarkan lapisan yang tersingkap pada bidang longsor diketahui bahwa
telah dilakukan regenerasi pengaspalan sebanyak 2 kali, model perlapisanan jalan dapat
dilihat pada Gambar 3.48

56
1

Profil Timbunan Badan Jalan :

1. Lapisan aspal dengan


ketebalan 7
Cm 3
2. Campuran tanah dan material
berukuran pasir hingga berangkal
dengan ketebalan 50-60 cm
3. Lapisan aspal dengan ketebalan 10
cm
4. Campuran tanah dan material
berukuran pasir hingga berangkal 4
dengan ketebalan > 2 m

Gambar 3.48 Strata perlapisan tanah pada badan jalan

C. Drainase

Tipikal drainase adalah drainase permukaan dengan kondisi kurang berfungsi, hasil
observasi lapangan menunjukkan bahwa drainase pada beberapa tempat telah rusak dan
berlubang pada bagian dasar. Pola drainase menggunakan prinsip gravitasi dengan aliran
air mengikuti kemiringan lereng.

57
Gambar 3.49 Drainase yang kurang berfungsi karena telah berlubang dan pada beberapa
tempat telah rusak

4.2.2.2 Identifikasi Penyebab Longsor Ruas Bukit Doa

Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan,


kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia
berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:

1) Kondisi lereng yang sangat terjal >450


2) Jenis material timbunan yang menggunakan material hasil cutting pada sisi lereng
yang kemudian digunakan sebagai material timbunan pada badan yang didominasi
oleh pasir sehingga bersifat poros. Sifat infintrasi yang tidak didukung oleh ikatan
partikel yang kuat sehingga rawan terhadap longsor.
3) Batuan dasar berupa serpih yang terkekarkan kuat sehingga dapat menjadi bidang
gelincir terutama pada saat infiltrasi air permukaan pada fraktur batuan dan
didukung oleh sifat imperbeable pada lapisan yang massive.
4) Drainase pada sisi selatan (lereng) sebagaian besar tidak berfungsi akibat dari
kerusakan pada sisi dasar saluran dan sebagian pada sisi dinding akibat diterjang
material longsor . Drainase pada sisi utara belum ada sehingga aliran air
permukaan membentuk real erotion dan membentuk bidang gelincir pada timbunan
jalan.

58
4.2.2.3 Karakteristik Longsoran Ruas Bukit Doa

Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berdasarkan letak kejadian terbagi menjadi dua
bagian yaitu:

A. Longsor Sisi Lereng


Jenis longsor pada sisi lereng berupa;
 Longsoran rotasi yang terjdi pada jenis batuan yaitu batu pasir arah dengan
ketebalan longsor berdasarakan visualisasi dilapangan maksimum 3m,
bergerak mengikuti kemiringan lereng dengan ukuran partikel material
longsor dominan berukuran pasir dengan campuran sedikit lempung.
 Longsoran aliran, jenis longsor ini terjadi akibat dari aktivitas air
permukaan yang diawali dengan pembentukan splash erotion yang secara
terus menerus membentuk gully erotion dan mengangkut berbagai jenis
material yang dilalui oleh aliran air, dominan berupa material berukuran
kerikil (pecahan serpih) dan campuran sedikit pasir (lapukan batupasir)

B. Longsor Sisi Jurang


Jenis longsor pada sisi jurang berupa longsoran rotasi dengan terjadi pada bidang
kontak antar batuan dasar (serpih) dan lapisan tanah timbunan (pasir lempungan
bercampur kerikil setempat berupa bongkah batuan serpih), kedalaman longsoran
maksimum hingga 30 m.

59
Gambar 3.50 Longsoran rotasi pada batu pasir pada sisi lerengbukit doa

Gambar 3.51 Longsoran aliran rotasi pada batuan serpih terjadi pada sisi lereng bukit doa

60
3.2.3 Ruas Gunung Pasir

3.2.3.1 Gambaran Umum Ruas Gunung Pasir

A. Kondisi Geologi

Lokasi pekerjaan secara regional termasuk dalam Lembar Mar (Gambar 4.72), merujuk
pada lembar tersebut lokasi pekerjaan disusun oleh :

a) Formasi Kemum (Sdk) terdiri dari Serpih, batusabak, argillite, batulanau malihan,
setempat filit yang bersisipan dengan batupasir malihan, konglomerat,
batugamping, batuan gunungapi dan aliran turbidit. Umur fomasi Silur hingga
Devon.
b) Komplek Terobosan Netoni (Rn), terdiri dari granit, sient kuarsa, monzonit kuarsa,
setempat diorite kuarsa, gabbro, diorite (retas dan urat pegmatite), setempat
amfibolit dan sekis hornblende. Umur formasi Trias
c) Formasi Tamrau (JKt), terdiri dari serpih sampai batusabak,batulanau,
batupasir,setempat konglomerat dan kalsilutit, setempat gamping fosilan. Setempat
batusabak berbintik filit, kuarsit, sekis, geneis, granitoid malih, setempat
batutanduk kalsilikat. Umur formasi Jura Tengah hingga Kapur Atas
d) Bancuh tak terpisahkan di dalam Sistem Sesar Sorong (Sfx), terdiri dari
batulumpur, serpih, batupasir, konglomerat, batugamping, setempat serpentinit,
granitoid, batuan gunungapi, batuan terobosan bersifat mafik, rijang dan batuan
malihan dan fragmen berasal dari Formasi Kemum, Kelompok Aifam, Formasi
Tipoma, Formasi Tamrau, Batupasir Amiri, Komplek Terobosan Natoai, Formasi
Sirga dan Batugamping Kais. Umur formasi Miosen Atas hingga Resen.
e) Batugamping di dalam Sistem Sesar Sorong (SFi), terdiri dari biokalkarenit,
bioklasilutit, setempat breksi gampingan dan konglomerat batugamping. Umur
formasi Miosen Atas hingga Resen.

Struktur geologi yang berkembang di lokasi pekerjaan yaitu Sesar Geser yang berarah
relative Barat – Timur yang terletak pada bagian tengah lokasi, Sesar Normal (Sesar
Turun) yang berarah relative Barat -Timur yang terletak pada bagian Selatan lokasi,
struktur kekar dan shear zone.

61
SDk

Lokasi Pekerjaan

Batas Formasi Batuan

Sesar Geser
U
Sesar Turun
D

Gambar 3.52 Geologi regional Gunung Pasir dan sekitarnya

Jika disusun strata stratigrafi dari batuan dasar hingga permukaan merujuk pada hasil
observasi geologi permukaan dapat diurut sebagai berikut ;

a) Lapisan material organik berupa berukuran lempung terbentuk hasil lapukan dari
vegetasi pada lokasi pekerjaan, ketebalan material >1 m.

62
b) Lempung pasiran bercampur fragmen berukuran kerikil endapan talus terbentuk
hasil dari lapukan batuan dasar yang kemudian tertransportasi pada sisi lereng
diperkirakan ketebalan lapisan 3-4 m.
c) Lapisan batulempung dengan struktur massive akibat pengaruh intrusi batuan beku
granit, diperkirakan tebal lapisan sekitar 7 m.
d) Intrusi batuan beku granit yang bersifat sill (sejajar perlapisan batuan), batuan beku
ini umumnya dijumpai dalam kondisi lapuk yang didominasi oleh mineral kuarsa
dan mineral kelompok plagioklas yang berukuran pasir halus hingga pasir kasar,
diperkirakan ketebalan lapisan 9-10 m.
e) Lapisan batulempung dengan struktur massive akibat pengaruh intrusi batuan beku
granit.

Lokasi pekerjaan jika diteliti berdasarkan peta geologi regional merupakan lokasi yang
sangat dipengaruhi oleh Sesar Sorong, oleh karena itu lokasi merupakan daerah kompleks
struktur geologi berupa lipatan, kekar dan sesar.

63
Gambar 3.53 Model perlapisan tanah/batuan pada lokasi gunung pasir

Gambar 3.54 Struktur kekar pada batuan granit dan batulempung

64
B. Kondisi Jalan

Kondisi fisik ruas jalan sepanjang 5.8 km merupakan jalan pelaburan dengan tingkat
kemiringan bervariasi yaitu landai – miring, Pada beberapa tempat menukik tajam
mengikut model relief tanah asli. Penampang badan jalan secara umum datar,
bergelombang hingga terjal turun.

C. Drainase

Tipikal drainase adalah drainase permukaan, secara umum ruas jalan gunung pasir tidak
memiliki drainase sehingga aliran air mengikuti kemiringan lereng dan menyebabkan
erosi pada bagian bawah tebing. Pada beberapa titik aliran air bahkan membentuk jalur
pada badan jalan (Gambar 4.76).

Gambar 3.55 Kondisi badan jalan pada lokasi pekerjaan

65
Gambar 3.56 Kondisi Ruas jalan Gunung Pasir tanpa drainase

3.2.3.2 Identifikasi Penyebab Longsor Ruas Gunung pasir

Penyebab langsor dapat diidentifikasi dengan melihat kondisi permukaan tanah/batuan,


kondisi drainase, geometri lereng, dan gejala struktur geologi dan aktivitas manusia
berdasarkan identifikasi tersebut dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:

1) Kondisi lereng yang sangat terjal >450


2) Jenis material tanah permukaan berupa lempung pasiran yang memiliki porositas
yang baik namun memiliki permeabilitas yang buruk sehingga bersifat jenuh pada
saat kondisi kenaikan muka air tanah sehingga daya dukung tanah menjadi lemah
3) Tingkat pelapukan yang kuat pada batuan dasar
4) Struktur kekar yang dominan pada batuan dasar
5) Tidak adanya drainase sehingga aliran air menggerus dinding bawah jurang dan
laju infitrasi pada badan jalan

3.2.3.3 Karakteristik Longsoran Ruas Gunung Pasir

Tipikal longsor pada lokasi pekerjaan berdasarkan letak kejadian terbagi menjadi dua
bagian yaitu:

A. Longsor Sisi Lereng


Jenis longsor pada sisi lereng berupa longsoran translasi pada jenis tanah lempung
pasiran ketebalan longsor berdasarakan visualisasi dilapangan maksimum 3m,

66
bergerak mengikuti kemiringan lereng. Bidang geliscir berupa intrusi granit sill
dengan tingkat pelapukan batuan sedang –kuat.

Gambar 3.57 Longsoran translasi pada sisi lereng koordinat 318472 / 9912890 intrusi sill
batuan granit (A) menjadi bidang gelincir lempung pasiran (B)

Gambar 3.58 Longsoran translasi pada sisi lereng berupa lempung pasiran pada koordinat
318304 / 9912790

67
Gambar 3.59 Longsoran translasi pada sisi lereng berupa lempung pasiran bercampur
lapukan granit berukuran kerikil-kerakal pada koordinat 316984 / 9913102

Gambar 3.60 Longsoran translasi pada sisi lereng koordinat 316880 / 9913088 intrusi sill
batuan granit (A) menjadi bidang gelincir lempung pasiran (B)

68
Gambar 3.61 Longsoran translasi pada sisi lereng koordinat 316974 / 9913079 materiaal
longsor berupa lapukan serpih yang terkekarkan dan terlepas dari batuan induk

B. Longsor Sisi Jurang


Jenis longsoran pada sisi jurang berupa;
 Longsoran translasi pada jenis tanah lempung pasiran ketebalan longsor
berdasarkan identifikasi geolistrik dengan kedalaman maksimum ±20m
(lintasan 3 elektroda 10-11), observasi visual dilapangan menunjukkan
bahwa arah longsoran relatif tegak lurus terhadap badan jalan hal ini
mencirikan bahwa pergerakan longsoran masih dapat terjadi karena belum
mencapai titik stabil.
 Longsoran aliran, jenis longsor ini terjadi akibat dari aktivitas air
permukaan yang diawali dengan pembentukan splash erotion yang secara
terus menerus membentuk gully erotion dan mengangkut berbagai jenis
material yang dilalui oleh aliran air, dominan berupa material berukuran
lempung pasiran bercampur kerikil –kerkal (pecahan serpih dan lapukan
granit).

69
Gambar 3.62 Longsoran Translasi pada koordinat 319280 / 9913642, jenis material
berupa lempung pasiran dengan bidang gelincir intrusi granit

Gambar 3.63 Longsoran Translasi pada koordinat 316939 / 9912532 jenis material
berupa lempung pasiran dengan bidang gelincir intrusi granit

70
Gambar 3.64 Longsoran Translasi pada koordinat 318466 / 9912870 dengan material
longsor lempungpasiran

71
Alat yang digunakan untuk survey topografi adalah alat theodolite lengkap tipe TS (total
station) dan GPS untuk masing-masing lokasi. Pemetaan topografi skala 1: 1000 dan
penampang skala 1:100.

Bersamaan dengan pekerjaan ini akan dilakukan juga pemetaan geologi permukaan, guna
mengetahui sebaran stratigrafi, macam batuan dan struktur geologi, (pelapisan, sesar dan
kekar). Pemetaan geologi permukaan dengan menggunakan peta topografi skala 1:1000
dan alat yang digunakan adalah kompas geologi (kompas brunton), palu geologi, kamera
dan lainnya.

Faktor penyebab terjadinya longsor pada umumnya air, baik air permukaan maupun air
tanah. Oleh sebab itu diperlukan penyelidikan geohidrologi (hydrogeology) untuk
mengetahui kondisi dan pengaruh air dalam hubungannya dengan gerakan tanah.

Penyelidikan geolistrik metode Vertical Electrical Sounding (VES) cara Wenner dengan
alat S-Field lengkap. Gunanya untuk mengetahui urutan stratigrafi, pendugaan bidang
gelincir dan muka air tanah berdasarkan nilai tahanan jenis kelistrikan, titik-titik geolistrik
akan diikat koordinat dengan pengukuran topografi atau bias juga dengan GPS.

72
Tahap penyelidikan tanah dan material di lapangan menggunakan bor mesin, tipe bor
putar, dengan mesin bor TOHO lengkap, kapasitas 45 m, lubang bor yang dihasilkan dapat
digunakan untuk pemasangan unting-unting, inclinometer dan piezometer sesuai
kebutuhan tiap lokasi. Untuk contoh tanah yang terambil baik dari tabung contoh (UDS)
akan dilakukan pengujian sifat teknis dan engineering di laboratorium mekanika tanah dan
batuan.

Maksud pemboran inti adalah untuk mengetahui kondisi bawah permukaan yang
jangkauannya relatif lebih dalam. Dengan pemboran inti diharapkan akan diperoleh data
tentang litologi dan struktur. Pendugaan bidang longsor dilakukan dengan pengamatan
pada tanda bekas geseran pada inti bor maupun sifat lainnya (hancur, jenuh air dan lain
sebagainva). Pemboran dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, tetapi yang umum
adalah dengan cara putaran (rotary drilling), mempergunakan sistim hidrolis dan air
pembilas atau lurnpur pemboran untuk batuan , sedangkan untuk tanah pemboran
dilakukan secara kering.

Peralatan ini dipergunakan untuk mengukur tahanan penetrasi dengan cara menembus
lapisan tanah dengan konus yang ujungnya berbentuk kerucut dengan kemiringan 600 dan
luasnya 10 cm2, dengan kecepatan konstan 1.5 - 2 cm/detik. Dengan menggunakan jenis
konus ganda didapat besarnya lekatan (skin friction). Pembacaan pada setiap kedalaman
(interval) 20 cm dan hasil pengujiannya diplot dalam grafik dimana tekanan sebagai absis
dan kedalaman sebagai ordinatnya. Hasil sondir dapat dipergunakan untuk memperkirakan
konsistensi dan kepadatan tanah.

73
Kebutuhan survey lapangan pada rencana kegiatan selanjutnya dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 4.1 Rencana Survey Detail


Penyelidikan Detail
No.
Ruas KM / Sta. Lokasi
No. Link Topografi Geologi Geohidrologi Bor Mesin Geolistrik Sondir Test pit Laboratorium

Ruas Manokwari - Sorong

1 Arfu - Prafi - Marmare - Maruni 009 KM. 33+400 Warmare 0,80 KM 1 1 - 2 2

2 Arfu - Prafi - Marmare - Maruni 009 KM. 117+400 Bukit Doa 1,40 KM 1 1 3 4 3

3 Kebar - Arfu 008 KM 140+000 Gunung Pasir 3,50 KM 1 1 6 6

Ruas Manokwari - Bintuni

1 Maruni - Oransbari 011 KM. 54+000 Bukit Acemo 1,50 KM 1 1 2

2 Maruni - Oransbari 011 KM. 58+000 Bukit Sayori 1,50 KM 1 1 2

3 Maruni - Oransbari 011 KM. 63+400 Warkapi 1,70 KM 1 1 4 6

4 Oransbari - Ransiki 012 KM. 96+775 Bembab 1,20 KM 1 1 3 3 3

5 Ransiki - Mameh 013 KM.160+000 Gunung Botak, Segmen I 2,40 KM 1 1 4

6 Ransiki - Mameh 013 KM.162+300 Gunung Botak, Segmen II 0,80 KM 1 1 2

7 Ransiki - Mameh 013 KM. 163+700 Gunung Botak, Segmen III 1,10 KM 1 1 2

Selanjutnya bila pekerjaan lapangan telah selesai serta pekerjaan laboratorium sedang
berlangsung maka akan dilakukan analisa dan evaluasi data. Analisis dan evaluasi data
akan menghasilkan Penampang geoteknik, Kondisi geohidrologi, Bidang gelincir longsor,
dan analisa penanganan longsoran.

74
PETA LOKASI
SOIL INVESTIGASI DAN PERENCANAAN
KHUSUS DAERAH RAWAN LONGSOR
PROVINSI PAPUA BARAT
-2-

Anda mungkin juga menyukai