Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TOPIK BAHASAN

A. Latar Belakang Penulisan Topik

PT Kuansing Inti Makmur Job Site Tanjung Belit adalah Perseroan

Terbatas dalam negeri murni dimiliki oleh pihak swasta yang didirikan pada tahun

2008. Luas area kuasa pertambangan yaitu 200 H.

Sistem penambangan yang diterapkan oleh PT. Kuansing Inti Makmur

adalah sistem tambang terbuka (surface mining) dengan metode open pit mining.

Salah satu kegiatan penambangan di PT. Kuansing Inti Makmur adalah proses

pengangkutan material dengan menggunakan Dump Truck HD465-7. Kegiatan

pengangkutan ini harus diiringi dengan kondisi jalan yang layak digunakan

sebagai jalan produksi. Harus sesuai dengan teori geometri jalan standar agar

tidak terjadi kecelakaan kerja. Dengan permasalahan tersebut, maka perlunya

mengontrol keadaan jalan yang akan dilalui agar target produksi dan keselamatan

operator di area penambangan dapat dijalankan.

Dari data lapangan yang diambil, ternyata target produksi alat gali

muat dan angkut dalam kegiatan pengupasan overburden belum tercapai.

Penyebabnya antara lain adalah kondisi jalan yang kurang baik, jalan kecil dan

alat yang breakdown saat beroperasi. Berdasarkan keadaan lapangan ternyata

masih terdapat kendala yang menghambat produktivitas diantaranya jalan yang

kurang efesien, baik pada lebar jalan dalam keadaan lurus maupun lebar jalan

pada tikungan.

44
45

Dengan kasus yang telah disebutkan, maka penulis tertarik untuk

mengambil topik bahasan tentang “Evaluasi Geometri Jalan Angkut HD465

untuk Produksi Penambangan dari Front Barat ke Inpit Barat

PT. Kuansing Inti Makmur”

B. Kajian Teoritis

1. Fungsi Jalan Angkut

Pemindahan tanah mekanis merupakan suatu proses penggalian dan

pemindahan tanah dengan menggunakan alat-alat mekanis dari front menuju

Inpit. Dalam proses penambangan, proses ini mutlak dilakukan sebagaimana

yang diketahui bahwa cadangan tambang terdapat di bawah permukaan bumi

sehingga kita harus melakukan proses penggalian terlebih dahulu untuk

mendapatkan cadangan tambang tersebut. Volume tanah yang akan

dipindahkan biasanya dinyatakann dalam beberapa satuan volume yaitu BCM

(bank cubic meter), LCM (loose cubic meter) dan CCM (compacted cubic

meter).

Pemindahan tanah mekanis ini berkaitan erat dengan kondisi jalan

produksi. Seperti yang diketahui, akses jalan merupakan salah satu faktor

penting dalam ketercapaian volume tanah yang dipindahkan. Sebelum

menentukan geometri jalan yang akan dibuat maka kita harus mengetahui

volume tanah dan produktifitas alat angkut sehingga akan mendukung

tercapainya target produksi yang diinginkan dan produktivitas per alat angkut

juga akan baik. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
46

alat yang akan digunakan out put yang diinginkan, material yang akan digali

dan kondisi tempat kerja.

Fungsi utama jalan angkut tambang secara umum adalah untuk

menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan

pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat di sepanjang rute jalan

tambang harus diatasi dengan merubah rancangan jalan untuk meningkatkan

aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan

(tunnel) atau jembatan, maka cara pembuatan dan kontruksinya harus

mengikuti aturan-aturan teknik sipil yang berlaku. Jalur jalan di dalam

terowongan atau jembatan umumnya cukup satu dan alat angkut atau

kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian (Awang

Suwandhi, 2004: 1).

Jalan angkut tambang mempunyai karakteristik khusus yang

membedakan perlakuan terhadap penanganannya dari pada jalan transportasi

umum. Karakteristik tersebut yaitu:

a. Jalan tambang selalu dilewati oleh alat berat yang mempunyai crawler

track (roda rantai) sehingga tidak memungkinkan adanya pengaspalan.

b. Jalan tambang yang berada di area seam umumnya selalu mengalami

perubahan elevasi karena adanya aktifitas pengalian jejang.

c. Lebar jalan tambang harus diperhatikan sesuai dengan fungsi jalurnya,

khususnya untuk jalur ganda atau lebih. Hal ini agar tidak terjadinya

gangguan oleh karena sempitnya permukaan jalan.


47

Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam

alat diantaranya:

a. Bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan

pembabatan, perintisan badan jalan, potong-timbun, perataan dan lain

sebagainya.

b. Alat garuk (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan

mengatasi batuan yang agak keras.

c. Alat muat untuk memuat hasil galian tanah yang tidak baik diperlukan dan

membuangnya di lokasi penimbunan.

d. Motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut.

e. Alat gilas (compactor) untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung

jalan.

2. Geometri Jalan Tambang

Geometri jalan yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada

umumnya, yaitu lebar jalan angkut dan kemiringan jalan. Alat angkut atau

truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih besar, panjang dan lebih berat

dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu,

geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar

alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman.

Geometri jalan angkut selalu didasarkan pada dimensi kendaraan angkut yang

digunakan. Dalam proses penambangan terbuka, alat angkut yang digunakan

adalah Dump Truck (Awang suwandhi, 2004: 4).


48

Dari pendapat Awang Suwandhi di atas dapat disimpulkan bahwa

geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan.

a. Lebar Jalan

Lebar jalan angkut pada tambang pada umumnya dibuat untuk

pemakaian jalur ganda dengan lalu lintas satu arah atau dua arah. Dalam

kenyataanya, semakin lebar jalan angkut maka akan semakin baik proses

pengangkutan dan lalu lintas pengangkutan semakin aman dan lancar.

Akan tetapi semakin lebar jalan angkut, biaya yang dibutuhkan untuk

pembuatan dan perawatan juga akan semakin besar. Untuk itu perlu

dilakukan evaluasi agar keduanya bisa optimal.

1) Lebar Jalan Angkut pada Kondisi Lurus.

Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan jalur ganda atau

lebih, menurut AASHTO manual rular hing way design, lebar jalan

dikali jumlah jalur dan ditambah dengan setengah lebar alat angkut

pada bagian tepi kiri dan kanan jalan.

Lmin=n. Wt +(n+1)( 0 ,5 . Wt)

Sumber: Awang Suwandhi, (2004: 2)

Lebar jalan angkut dalam keadaan lurus terlihat pada gambar

47 berikut:
49

Sumber: Awang Suwandhi, 2004: 3


Gambar 47. Lebar Jalan Angkut dalam Keadaan Lurus

Keterangan:

Lmin= lebar jalan angkut minimum (m)

n = jumlah jalur

Wt = lebar alat angkut unit terbesar (m)

2) Lebar Jalan Angkut pada Tikungan

Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari

pada jalan lurus. Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan

dihitung berdasarkan pada:

a) Lebar jejak roda.

b) Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan

belakang pada saat membelok.

c) Jarak antar alat angkut saat bersimpangan.

d) Jarak jalan angkut terhadap tepi jalan.


50

Rumus yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut

minimum pada belokan adalah:

Wmin = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C

C = Z = ½ (U + Fa + Fb)

Sumber: Awang Suwandhi, 2004

Fa = Ad x sin α

Fb = Ab x sin α

Lebar jalan angkut pada tikungan untuk dua jalur dapat dilihat

pada gambar berikut ini:

Sumber: Awang Suwandhi, (2004)


Gambar 48. Lebar Jalan Angkut pada Tikungan

Keterangan:

Wmin = lebar jalan pada belokan (m)

n = jumlah jalur

U = lebar jejak roda (centre to centre tyre) (m)

Fa = lebar juntai (overhang) depan (m)


51

Fb = lebar juntai belakang (m)

Z = lebar bagian tepi jalan (m)

C = jarak antar kendaraan (m)

Ad = jarak as roda depan dengan bagian depan Dump Truck

(m)

Ab =ijarak as roda belakang dengan bagian belakang Dump

Truck (m)

α = sudut penyimpangan (belok) roda depan (o)

Pada gambar berikut adalah bentuk sudut penyimpangan

kendaraan.

Sumber: Awang Suwandhi (2004: 5)


Gambar 49. Sudut Penyimpangan Kendaraan

b. Jari–jari dan Superelevasi

Kemampuan alat angkut Dump Truck untuk melewati tikungan

terbatas, maka dalam pembuatan tikungan harus memperhatikan besarnya

jari-jari tikungan jalan.


52

Masing-masing jenis Dump Truck mempunyai jari-jari lintasan

jalan yang berbeda. Perbedaan ini dikarenakan sudut penyimpangan roda

depan pada setiap Dump Truck belum tentu sama. Semakin kecil sudut

penyimpangan roda depan maka jari-jari lintasan akan terbentuk semakin

besar. Dengan semakin besarnya jari-jari lintasan maka kemampuan Dump

Truck untuk melintasi tikungan tajam berkurang. Selain itu, jari-jari

tikungan sangat tergantung dari kecepatan kendaraan karena semakin tinggi

kecepatan maka jari-jari tikungan yang dibuat juga harus besar. Untuk

menentukan nilai Jari-jari tikungan minimum dengan mempertimbangkan

kecepatan (V), gesekan roda (f) dan superelevasi, maka rumus yang

digunakan adalah:
2
V R2 VR
R=  Rmax =
127 ( e +f ) 127 ( e max + f max )

Sumber: Silvia Sukirman, (1999)

Keterangan:

R = Jari-jari belokan (m)

VR = Kecepatan (km/jam)

e = Angka superelevasi

f = gesekan roda (friction factor)

Hubungan jari-jari tikungan dengan kecepatan untuk e.max = 10%

yang direncanakan dalam keadaan jalan datar terlihat pada tabel berikut:
53

Tabel 4. Jari-jari Tikungan Minimum


VR
120 100 90 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
Rmin (m) 600 370 280 210 113 77 48 27 13
Sumber : Awang Suwandhi, 2004

Dalam pembuatan jalan menikung, jari-jari tikungan harus dibuat

lebih besar dari jari-jari lintasan alat angkut atau minimal sama. Jari-jari

tikungan jalan angkut juga harus memenuhi keselamatan kerja di tambang

atau memenuhi faktor keamanan yang dimaksud adalah jarak pandang bagi

pengemudi di tikungan, baik horizontal maupun vertikal terhadap kedudukan

suatu penghalang pada jalan tersebut yang diukur dari mata pengemudi. Hal

lain yang tidak bisa diabaikan dalam pembuatan tikungan adalah

superelevasi, yaitu merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang

terbentuk oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam

karena perbedaan ketinggian. Hal ini bertujuan untuk memperoleh

komponen berat kendaraan guna mengimbangi gaya sentrifugal dan untuk

mencegah atau menghindari kendaraan tergelincir keluar jalur atau terguling.

Semakin besar superelevasi semakin besar pula komponen berat kendaraan

yang diperoleh.

Besarnya angka superelevasi dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

2
V
e+f =
127 R
54

Sumber: Awang Suwandhi,2004

Keterangan:

e = angka superelevasi

f = friction factor

V = kecepatan (km/jam)

R = jari-jari tikungan (m)

Sumber: Silvia Sukirman (1999)


Gambar 50. Gaya Sentrifugal Pada Tikungan

Bina marga menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk

kecepatan rencana >30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana

30 km/jam, sedangkan untuk jalan kota dapat dipergunakan superelevasi

maksimum 6%. Untuk kecepatan rencana <80 km/jam berlaku f = -0,00065

V + 0,192 dan untuk kecepatan rencana yaitu senilai antara 80–112 km/jam

berlaku f = -0,00125 V + 0,24.


55

Angka superelevasi yang direkomendasikan oleh Bina Marga dapat

dilihat pada (Tabel 5) dibawah ini.

Tabel 5. Angka Superelevasi yang direkomendasikan


Jari-jari Kecepata, mph
Tikungan, feet 10 15 20 25 30 >35
50 0,04 0,04
100 0,04 0,04 0,04
150 0,04 0,04 0,04 0,05
250 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05
300 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05 0,06
600 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05
1000 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
Sumber: Bina Marga, 1990

c. Kemiringan Jalan Angkut (Grade)

Kemiringan jalan angkut dapat berupa jalan menanjak ataupun jalan

menurun, yang disebabkan perbedaan ketinggian pada jalur jalan.

Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut,

baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan seperti pada

gambar dibawah ini:

∆h

∆x A
(Construction planning, equipment and methods, 1985: 82)
56

Kemampuan dalam mengatasi tanjakan untuk setiap alat angkut

tidak sama, tergantung pada jenis alat angkut itu sendiri. Sudut kemiringan

jalan biasanya dinyatakan dalam persen, yaitu beda tinggi setiap seratus

satuan panjang jarak mendatar. Kemiringan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Δh
Grade (%)= x 100 %
Δx

Sumber: Construction planning, equipment,and methods,( 1985)

Keterangan:

h : Beda tinggi antara dua titik segmen yang diukur (meter).

x : Jarak datar antara dua titik segmen jalan diukur (meter).

d. Kemiringan Melintang (Cross Slope)

Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan

jalan terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut tambang

mempunyai bentuk penampang melintang cembung. Dibuat demikian,

dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau

sebab lain, maka air yang ada pada permukaan jalan akan segera

mengalir ke tepi jalan, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan

jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang pada permukaan jalan

angkut tambang akan membahayakan kendaraan yang lewat dan

mempercepat kerusakan jalan.


57

Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal

dan horizontal dengan satuan mm/m atau m/m. Nilai yang umum dari

kemiringan melintang (crossislope) yang direkomendasikan adalah sebesar

20-40 mm/m, dan jarak bagian tepi jalan ke bagian tengah atau pusat jalan

disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Sumber: Awang Suwandhi,2004


Gambar 51. Penampang Melintang Jalan Angkut

C. Proses Pelaksaan Kegiatan

Fokus PLI ini mengarah pada geometri jalan tambang pada proses kegiatan

aktifitas produksi over burden material Clay. Proses kegiatan produksi material

dikerjakan menggunakan 1 unit excavator PC 1250 dengan kapasitas bucket 6.75

m3 dengan 5 unit Dump Truck Komatsu HD 465 dengan kapasitas bak 65 ton/rit

Pengambilan data di ambil selama 4 minggu, pengambilan data berupa

mengukur geometri jalan aktual penulis menggunakan alat meteran. Data yang
58

diambil dalam analisis geometri jalan ini terdiri dari geometri jalan lurus, tikungan

dan lain-lain.

D. Pembahasan/ Analisis

Produksi alat mekanis pada tambang juga berdasarkan kepada jalan

tambang yang baik. Jalan angkut tambang yang baik adalah ketika jalan tersebut

memberikan rasa aman dan nyaman bagi operator alat angkut ketika melewati

jalan tersebut. Untuk mengetahui suatu jalan angkut tambang itu baik, maka perlu

dilakukan pengamatan dan analisis terhadap geometri jalan tersebut (Agung

Prihandana, 2013: 26).

1. Data

Dalam pemecahan masalah ini penulis dibantu oleh beberapa data

sumber. Data yang digunakan penulis adalah sebagai beikut:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang penulis peroleh langsung dari

lapangan yaitu data pengukuran lebar jalan angkut tambang pada jalan

lurus, lebar jalan angkut pada tikungan, jari-jari tikungan dan

superelevasi, grade dan cross slope

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari dari sumber-sumber lain seperti studi

literature dan data perusahaan. Terdiri dari peralatan tambang, data


59

spesifikasi alat angkut, data pendukung geometri jalan, sejarah

perusahaan dan data pendukung lainnya.

Penentuan lebar jalan angkut didasarkan pada unit terbesar yang

beroperasi pada jalan angkut tersebut, yaitu jumlah jalur dikali dengan

lebar Dump Truck ditambah setengah lebar Dump Truck untuk masing-

masing tepi kiri, kanan, dan jarak antara dua Dump Truck yang sedang

berselisihan. Lebar jalan angkut ( dalam keadaan lurus dan tikungan).

Pada daerah PT. Kuansing Inti Makmur pada jalur bermuatan dan kosong

dibagi menjadi beberapa segmen.

Data pada jalan dengan menggunakan alat manual yaitu meteran adalah:

a. Jumlah jalur (n) :2

b. Jarak jejak roda : 6,8 m

c. Lebar juntai depan : 1,24 m

d. Lebar juntai belakang : 1,93 m

e. Lebar alat angkut : 5,4 m

f. Panjang alat angkut : 9,4 m

g. Radius : 39°

2. Pengolahan Data

a. Lebar Jalan Pada Kondisi Lurus

Lebar jalan menurut spesifikasi alat Hitachi 1700 bedasarkan


spesifikasi handbook ialah : 5.49 m
 maka perhitungan lebar jalan lurus bedasarkan spesifikasi alat adalah :
60

L = n. Wt + (n + 1)(1/2.Wt),m
= 2 x 5.49 + (2+1) (1/2 x 5.49)m
= 10.98 + 8.23 m
= 19.21 m

Maka perbandingan lebar jalan lurus aktual dengan perhitungan lebar jalan
minimum adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Lebar Jalan Angkut dalam Keadaan Lurus


Segmen Jarak persegmen) Lebar Jalan (m)
1 166.69 22.18
2 263.82 24.68
3 395.88 24.56
4 114.21 23.49
5 92.68 23.82

Berdasarkan sampel segmen jalan diatas, maka didapatkan lebar

jalan angkut pada keadaan lurus di PT. Kuansing Inti Makmur dari Front

Barat menuju Inpit Area,segmen 1 dengan jarak 166.69 memiliki lebar

jalan 22.18 m, segmen 2 dengan jarak 263.82 m memiliki lebar jalan

24.68 m, untuk segmen 3 dengan jarak 295.88 m memiliki lebar jalan

24.56 m, untuk segmen 4 dengan jarak 114.21 m memiliki lebar jalan

23.49 m, daan segmen 5 dengan jarak 92.68 m memiliki lebarjalan 23.82

m, maka untuk keseluruhan segmen sudah memenuhi standar geometri

lebar jalan lurus. Kondisi ini akan berdampak baik terhadap safety dan

cycle time pengangkutan menjadi efesian. Karena dengan lebar jalan yang
61

telah mencukupi, alat angkut bisa leluasa apabila berpapasan dengan alat

angkut lainnya.

b. Kemiringan Jalan Angkut (Grade)

Kemiringan jalan angkut tambang berhubungan langsung dengan

kemampuan alat angkut baik dalam mengatasi tanjakan maupun

melakukan pengereman. Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui

dengan baik oleh alat angkut/truk berkisar antara 10% sampai 15% atau

60 sampai 8,50, akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit

lebih aman bila kemiringan jalan maksimum 8%. Kemampuan dalam

mengatasi tanjakan untuk setiap alat angkut tidak sama, tergantung pada

jenis alat angkut itu sendiri. Sudut kemiringan jalan biasanya dinyatakan

dalam persen, yaitu beda tinggi setiap seratus satuan panjang jarak

mendatar. (Awang Suwandhi 2004)

Kemiringan jalan di PT. Kuansing Inti Makmur sangat bervariasi

salah satunya yang terbesar terdapat pada segmen jalan S18-S19 yang

akan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Perhitungan :
62

15
Grade ( % )= ×100 %=15 %
100

Keterangan:

∆h : Beda tinggi antara dua titik segmen yang diukur (m)

∆x : Jarak datar antara dua titik yang diukur (m)

Adapun data kemiringan jalan tambang dan kemiringan Grade

minimum, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7. Kemiringan Jalan (Grade)


Elevasi Panjang Jalan Grade
Segmen Titik
(dpl) (m) (%)
101.129
1 a-b 166.69 3.09%
106.28
106.28
2 b-c 263.82 -0.23%
105.674
105.674
3 c-d 395.88 1.13%
110.154
110.154
4 d-e 114.21 8.04%
119.365
119.365
5 e-f 92.68 5.69%
124.649

Berdasarkan table tersebut dapat dilihat bahwasanya pada segmen 1

memiliki grade 3.09%, untuk segmen 2 memiliki grade -0.23%, untuk

segmen 3 memiliki grade 1.13%, untuk segmen 4 memiliki grade 8.04%,

untuk segmen 5 memiliki grade 5.69%, maka dari data diatas dapat

disimpulkan, bahwa kemiringan jalan tambang di PT. Kuansing Inti

Makmur telah memenuhi standar kemiringan jalan angkut yang telah

dianjurkan berdasarkan teori yaitu 8%.


63

c. Cross Slope

Cross slope dibuat dengan tujuan untuk mengatasi masalah

drainase diatas permukaan jalan. Apabila turun hujan atau sebab lain,

maka air yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi

jalan, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini

penting karena air yang menggenang pada permukaan jalan angkut

tambang akan membahayakan kendaraan yang lewat dan mempercepat

kerusakan jalan. Jalan tambang yang baik memiliki kemiringan melintang

maksimum 40 mm/m, artinya setiap satu meter lebar jalan angkut ideal

dibuat kemiringan melintang sebesar 20 mm atau 2%. Nilai cross slope

yang di rekomendasikan adalah sebesar 20-40 mm/m jarak dari bagian

tepi ke bagian tengah jalan.

Sedangkan untuk masing–masing segmen jalan pada PT. Kuansing

Inti Makmur belum terdapat adanya cross slope, maka dari itu perlu

dibuat cross slope dengan ukuran sebagai berikut:

Tabel 10. Data Cross Slope pada Tiap Segmen


Crosslope
Segmen
Kiri Kanan
1 2% 1%
2 2% 1%
3 2% 3%
4 2% 0%
5 -4% 4%
64

Berdasarkan tabel tersebut tampak pada segmen 1, 2, 4 crosslope

sebelah kanan telah memenuhi standar sementara kiri belum. Sementara

untuk segmen 3 crosslope kanan dan kiri telah memenuhi standar, dan

untuk segmen 5 crosslope sebelah kiri belum memenuhi standar

sementara sebelah kanan sudah memenuhi standar.

Anda mungkin juga menyukai