Anda di halaman 1dari 13

TUGAS BESAR

DESAIN GEOMETRIK DAN PERLENGKAPAN JALAN RAYA

OLEH:
NAMA : MELIAWATI BASUKI
NIM : 5111418025

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga laporan ini bisa selesai
pada waktunya
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman – teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide – idenya sehingga laporan ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga laporan ini dapat diterima pembaca. Namun terlepas dari itu,
kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya laporan selanjutnya
yang lebih baik.

Semarang, 6 Desember 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
KETENTUAN – KETENTUAN DESAIN
2.1. KLASIFIKASI JALAN
A. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsi Jalan
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas:
1. Jalan Arteri
2. Jalan Kolektor
3. Jalan Lokal

Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utarna dengan ciri-ciri pedalanan jarak jauh
kecepatan rata-rata tinggi, dan jurnlah jalan masuk dibatasi secara efisien,
Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengurnpul/pernbagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang. kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi,
Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

B. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelas Jalan


Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima
beban Ialu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton.
Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi
menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel Il. 1 (Pasal 11, PP. No.43/1993).

Tabel II.1: Klasifikasi menurut kelas jalan

C. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Medan Jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebaglan besar kemiringan medan
yang diukur tegak lurus garis kontur.
Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam

Tabel II.2: Klasifikasi menurut medan jalan

D. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Wewenang Pembinaan Jalan


Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP.NO.26\1985 adalah jalan
Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa, dan Jalan Khusus.

2.2. VOLUME LALU LINTAS RENCANA


Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume Ialu lintas harian
pada akhir tahun rencana Ialu lintas dinyatakan dalam SMP/hari.
Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume Ialu lintas pada jam sibuk tahu
rencana Ialu lintas, dinyatakan dalam. SMP/jam, dihitung dengan rumus:

di mana :
K (disebut faktor K) adalah faktor volume Ialu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat Ialu lintas per seperempat jam
dalam satu jam.

VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajurjalan dan fasilitas Ialu lintas lainnya yang
diperlukan.

Tabel II.3 : jumlah VLHR (smp/hari) berdasarkan data counting

Tabel II.4 : faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-nya.


Diketahui data :
VLHR = 36.918,4
K = 6%
F = 0,8%
Jadi,
0,06
VJR = 36.918,4 x
0,008

= 276.888
2.3. KECEPATAN RENCANA
Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak
dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, Ialu lintas yang lengang,
dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
VR untuk masing masing ftmgsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 11.6.
Untuk kondisi medan yang sulit, Vr suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat
bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
Tabel II.5 : Kecepatan rencana (Vr), sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan
Kecepatan Rencana yang diambil adalah 60 km/jam
2.4. LEBAR JALAN
A. LAJUR
1) Lajur adalah bagian jalur Ialu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur
jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai
kendaraan rencana.
2) Lebar lajur tergantung pada kecepatan clan kendaraart rencana, vang dalam hal ini
dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam Tabel II.7.
3) Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan tingkat
kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai
rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80.
4) Untuk kelancaran drainase perrnukaan, lajur Ialu lintas pada alinemen lurus
memerlukan kemiringan melintang normal sebagai berikut (lihat Gambar II. 1):
(1) 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
(2) 4-5% untuk perkerasan kerikil
Tabel II.6 : Lebar jalur jalan ideal
Gambar II.1 : Kemiringan melintang jalan normal

B. LEBAR JALUR
Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya. Tabel II.6
menunjukkan lebar Jalur dan bahu Jalan sesuai VLHR-nya.
Lebar jalur minimum adalah 4.5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling
berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadl sewaktu-waktu dapat
menggunakan bahu jalan.
Tabel II.7 : Penentuan lebar jalur dan bahu jalan:

Lebar Jalur Ideal :


= 2n x 3,5
= 2(2) x 3,5
= 14 meter
Lebar Bahu Ideal :
= 2 meter

C. BAHU JALAN
1) Bahu Jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur Ialu lintas dan harus
diperkeras (lihat Gambar Il.2).
2) Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut:
a. lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir
darurat;
b. ruang bebas samping bagi lalu lintas, dan
c. penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
3) Kemiringan bahujalan normal antara 3 - 5%.
4) Lebar bahu jalan dapat dilihat dalam Tabel II.7.

Gambar II.2 : Bahu Jalan

D . MEDIAN
1) Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu
lintas yang berlawanan arah.
2) Fungsi median adalah untuk:
a. memisahkan dua aliran Ialu lintas yang berlawanan arah;
b. ruang lapak tunggu penyeberang jalan;
c. penempatan fasilitas jalan;
d. tempat prasarana kerja sementara;
e. penghijauan;
f. tempat berhenti darurat (jika cukup luas);
g. cadangan lajur (jika cukup luas); dan
h. mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan.
3) Jalan 2 arah dengan 4 laJur atau lebih perlu dilengkapi median.
E. LEBAR JALAN
Lebar Jalan = lebar jalur + lebar bahu + lebar median
= 14 + 2(2) + 0
= 18 meter
BAB III
PERHITUNGAN AWAL

3.1. PENENTUAN KOORDINAT AWAL

Tabel : Rekapitulasi koordinat – koordinat


3.2. PERHITUNGAN JARAK LURUS (d)
Setelah diketahui koordinat antar titiknya, maka dapat dihitung jarak amtar titik sebagai
berikut:

Rumus:
2 2

d= ( x 2−x 1 ) + ( y 2− y 1 )

Jarak A-B
2 2
d AB= √ ( 150−0 ) + ( 100−0 )

¿ √ 22500+ 10000
¿ 180,278 m eter

Jarak B-C
2 2
d BC = √ ( 250−150 ) + ( 55−10 0 )

¿ √10000+ 2025
¿ 109,659 m eter

Jarak C-D
2 2
d CD =√ ( 120−250 ) + ( 0−55 )

¿ √16900+ 3025
¿ 141,156 m eter

3.3. PERHITUNGAN SUDUT AZIMUTH (α)


Sudut azimuth dihitung berdasarkan arah utara

Azimuth Titik A (Kuadran I)


(150−0)
α A=arc tan
(100−0)

α A=56,31 °

Azimuth Titik B (Kuadran II)


(250−15 0)
α B=180−arc tan
(55−10 0)

α B=114,2 28 °

Azimuth Titik C (Kuadran III)


(120−2 50)
α C =180+arc tan
( 0−55)

α C =247,068 °

3.4. PERHITUNGAN SUDUT TIKUNGAN ( Δ)


Sudut tikungan adalah selisih antara sudut azimuth dari titik sebelum dan sudut azimuth
titik sesudah.

Rumus:
Δ=¿ α 1−α 2∨¿

Sudut tikungan AB:


Δ 1=¿ 56,31−114,228∨¿

¿ 57,918°

Sudut tikungan BC:


Δ 2=¿ 114,228−247,068∨¿

¿ 132,84 °

Tabel : Rekapitulasi Perhitungan

BAB IV
ALINYEMEN HORIZONTAL
BAB V
ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal merupakan perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang
ditinjau, berupa profil memanjang. Pada perencanaan alinyemen vertikan akan ditemukan
kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negative (turunan), sehingga kombinasinya berupa
lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut ditemui pula
permukaan jalan yang datar. Jenis kelandaian yang digunakan dipengaruhi oleh keadaan
topografi yang dilalui oleh rute jalan rencana. Kondisi topografi tidak hanya berpengaruh pada
perencanaan alinyemen horizontal, tetapi juga mempengaruhi perencanaan alinyemen vertikal.

Anda mungkin juga menyukai