Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENENTUAN KOORDINAT TITIK, MEDAN DAN KELAS JALAN

1.1 Maksud Pembuatan Prasarana Jalan


Maksud pembuatan jalan dikaitkan dengan kebutuhan suatu daerah antara lain:
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
b. Memenuhi kebutuhan akan lalu lintas.
Jalan raya sebagai penghubung dan pengembangan wilayah. Maka lalu lintas
yang melewati harus cepat, aman, nyaman dan efisien serta ekonomis. Oleh karena itu
jalan raya memerlukan persyaratan teknis yang ekonomis menurut fungsi, sifat, serta
volume lalu lintas.

1.2 Persyaratan yang Harus Dipenuhi


Perencanaan geometri jalan dan bagian harus disesuaikan dengan tuntutan dan
sifat-sifat lalu lintas.
a. Keamanan
Perencanaaan trase jalan, tikungan, tanjakan dan turunan dirancang berdasarkan
kecepataan rencana dengan sebaik-baiknya. Perlu dihindari tikungan yang tajam
dan tanjakan yang curam.
b. Kenyamanan
Jalan harus dapat memberikan kenyamanan bagi pemakai artinya jalan
menyajikan rancangan bentuk yang indah sehingga pemakai jalan tidak merasa
jenuh.
c. Ekonomis
Perencanaan biaya diusahakan seminimal mungkin tanpa mengurangi keamanan
dan estetika yang direncanakan. Oleh karena itu, volume pekerjaan tanah baik
penggalian dan penimbunan harus diusahakan seminimalnya.

1.3 Klasifikasi Jalan


Tabel 1.1 Beban Kendaraan Maksimal Berdasarkan Kelas Jalan

Kelas Jalan Beban Kendaraan Maksimal


I 7,00 ton f

1
II 5,00 ton f
III 3,50 ton f
III A 2,75 ton f
IV 2,00 ton f
V 1,50 ton f
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997.
1. Klasifikasi Jalan berdasarkan Fungsi Jalan
a. Menurut PKJI 2014
Volume lalu lintas dinyatakan dalam Skr (Satuan Kendaraan Ringan) rumus :

LHR =

Vi = Volume Lalu Lintas hari ke – i


LHR (Lalu Lintas Harian Rata-Rata) yaitu jumlah rata-rata lalu lintas
kendaraan bermotor beroda 4 (empat) atau lebih yang dicatat selama 24 jam
sehari. Untuk menghitung volume digunakan pada saat sedang sibuk. Untuk
perencanaan diambil 15% dari volume LHR. Volume tiap jalan untuk
perencanaan (VOR) adalah VJP = 15% LHR

Tabel 1.2 Klasifikasi Kelas Jalan Berdasarkan Nilai LHR dalam Skr
Klasifikasi Fungsi Kelas LHR dalam Skr
Utama I >20000
Sekunder IIA 6000-20000
Sekunder IIB 1500-8000
Sekunder IIC 2000
Penghubung -
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997.

b. Menurut UUD No. 13/1980


1. Jalan arteri: jalan yang melayani angkutan umum dari jarak jauh,
kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah kendaraan dibatasi.
2. Jalan kolektor: jalan yang melayani angkutan pengumpul dan atau
pembagian dengan jarak perjalanan sedang dan jumlah kendaraan yang
masuk dibatasi.
3. Jalan lokal: jalan yang melayani angkutan setempat dengan jarak
perjalanan pendek. Kegiatan rendah dari jumlah yang masuk dibatasi.

1.4 Keadaan Topografi

2
Dalam efisiensi biaya pembangunan suatu standar perlu disesuaikan dengan
keadaan topografi. Jenis medan dibagi menjadi 3 (tiga) golongan umum berdasarkan
besarnya lereng dengan arah tegak lurus as jalan raya.

Tabel 1.3 Klasifikasi Menurut Medan Jalan


Golongan Medan Kemiringan Medan (%)
Datar (D) <3
Perbukitan (B) 3-25
Pegunungan (G) >25

1.5 Bagian-Bagian Jalan


 RUMAJA (Ruas Manfaat Jalan) meliputi badan jalan, saluran tepi dan ambang
pengamanan.
 RUMIJA (Ruang Milik Jalan) meliputi RUMIJA dan saluran tanah tertentu diluar
RUMAJA.
 RUWASJA (Ruang Peangawasan Jalan) meliputi jalan diluar RUMIJA dibawah
pembinaan jalan.
 Daerah Pengawasan Jalan meliputi RUMIJA dan RUMAJA atau pengawasan
jalan dari road ke road.
 Menghitung koordinat titik penting, jarak antar titik, secara analitis dan grafis
serta dengan sudut tangent.

Sumber: Penjelasan PP 34/2006

Gambar 1.1 Rumaja, Rumija dan Ruwasja di Lingkungan Jalan Antar Kota

3
1.6 Perhitungan Lintas Harian Rata-Rata dan Kelas Jalan
Tabel 1.4 Koefisien (Ekr) Berdasarkan Volume Kendaraan Lalu L intas

Volume Lalu Lintas


Kendaraan Koefisien (Ekr)
(Kendaraan/hari)
Mobil Penumpang 700 1
Bus/Truk Ringan dan sejenis 540 2
Bus Besar 2 Sumbu 300 2,5
Truk 2 Sumbu 56 3
Truk Semi-trailer 3 Sumbu 24 5
Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Raya 2014
Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) tahun LHR :

Mobil Penumpang = 700 x 1 = 700 Skr


Bus/truk ringan dan sejenis = 540 x 2 = 1080 Skr
Bus besar 2 sumbu = 300 x 2,5 = 750 Skr
Truk 2 sumbu = 56 x 3
2,5222,52,5 = 168 Skr
Truk semi trailer 3 sumbu = 24 x 5 = 120 Skr
∑ = 2818 Skr
Jalan dibuka setelah 1,5 tahun, perkembangan lalu lintas selama pelaksanaan 2,2% per
tahun :
FP = (1 + i)tahun
= (1 + 2,2%)1,5
= (1+ 0,022)1,5
= 1, 033 Skr

LHR setelah 1,5 Tahun jalan dibuka = 1,033 x 2818 = 2910,994 Skr

Umur rencana 10 tahun perkembangan lalu lintas 2,2% per tahun:


FP = (1 + i)tahun
= (1 + 2,2%)10
= (1+ 0,022)10
= 1, 243 Skr

LHR Umur Rencana 10 tahun = 1,243 x 2910,994 = 3618,365 Skr


Jadi jalan tersebut diklasif ikasikan sebagai kelas jalan Sekunder IIB.

4
1.7 Menghitung Koordinat Titik
1. Titik C
X = 10000 – (1,3 x 27,777) = 9963,8899 m
Y = 10000 – (4,4 x 27,777) = 9877,7812 m
2. Titik N
X = 10000 + (7,2 x 27,777) = 10199,9944 m
Y = 10000 – (1,4 x 27,777) = 9961,1122 m
3. Titik K
X = 10000 + (25 x 27,777) = 10694,425 m
Y = 10000 – (8 x 27,777) = 9777,784 m

1.7.1 Menghitung Jarak


a. Secara Analitis
DCN =

= 250,378 m

dNK =

= 527,324 m
b. Secara Grafis
Jarak dari titik C ke titik N dan titik N ke titik K pada gambar dengan
menggunaka n penggaris adalah :
dCN= 9 x 27,777
= 249,993 m
dNK = 19 x 27,777
= 527,763 m
1.7.2 Menghitung Sudut Tangen

5
Azimuth CN =

=
= 70o33’35,87

Azimuth NK =

= -69o39’320,96”+180
= 110o20’39

Jadi, sudut ∆ = Azimuth NK – Azimut CN


= 110o20’39-70o33’35,87” -
= 39o33’3,13”

Tabel 1.5 Perhitungan Koordinat, Jarak dan Sudut

Koordinat Jarak (m)


Titik ∆
X Y Analitis Grafis
C
250,378 249,993
N 39o33’3,13”
527,324 527,76
K
∑ 777,702 777,753

1.8 Klasifikasi Medan Jalan


Elevasi muka jalan di titik awal rencana berada pada permukaan tanah asli.
Tabel 1.6 Klasifikasi Medan Jalan

6
Perbedaan Jarak
Titik Tinggi Antar
Titik Stationing Elevasi
Titik
( )
d (m)

7
C Sta 0+000 75,000
1,00 50 2,000
C1 Sta 0+50 76,000
1,20 50 2,400
C2 Sta 0+100 77,200
1,10 50 2,200
C3 Sta 0+150 78,300
1,30 50 2,600
C4 Sta 0+200 79,600
1,10 50 2,200
N Sta 0+292 80,700
1,00 50 2,000
N1 Sta 0+300 81,70
1,10 50 2,200
N2 Sta 0+350 82,800
1,40 50 2,800
N3 Sta 0+400 84,20
1,40 50 2,800
N4 Sta 0+450 85,600
1,20 50 2,400
N5 Sta 0+500 86,800
1,15 50 2,300
N6 Sta 0+550 87,950
1,8 50 3,600
N7 Sta 0+600 89,750
2,05 50 4,100
N8 Sta 0+650 91,800
1,35 50 2,700
N9 Sta 0+700 93,15
1,05 50 2,100
N10 Sta 0+750 94,20
0,8 22,2 3,600
K Sta 0+806 95,000
∑ 772,2 21,237

8
Kemiringan melintang rata-rata =

= = 1,180%

Diperoleh nilai kemiringan rata-rata 1,180%, maka medan jalur tersebut adalah datar
(<3%). Standar perencanaan geometrik jalan raya arteri kelas Sekunder II B dengan
klasifikasi medan jalan adalah datar.

Lalu lintas rata-rata : 3618,365 Skr

Kecepatan Rencana : 80 km/jam

Lebar daerah penguasaan minimum : 30 m

Lebar Perkerasan : 2 x 3,50 m

Lebar Bahu :3m

Lereng melintang perkerasan : 2%

Lereng melintang bahu jalan : 6%

Jari-jari lengkung minimum : 210 m

Miring Tikungan Maksimum : 10 %

Jenis lapisan permukaan jalan : Lapen mekanis

1.9 Kendaraan Rencana


1. Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
2. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori :
a. Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
b. Kendaraan sedang, diwakili oleh truck as tandem atau oleh bus besar 2 as;
c. Kendaraan besar, diwakili oleh truk semi trailer.

1.10 Kecepatan Rencana (VR)


a. VR untuk Kecepatan Rencana (VR), pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang
dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca

9
yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh hambatan samping jalan yang
tidak berarti.
b. VR untuk masing-masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel II.6
(Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Bina Marga).
c. Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan
syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

10
BAB II
ALINYEMEN HORIZONTAL

2.1 Pengertian Umum


2.1.1 Definisi
Alinyemen horizontal adalah garis proyek sumbu jalan pada bidang peta yang
dikenal dengan trase jalan. Trase jalan terdiri dari garis lengkung dan garis
lurus.
2.1.2 Tujuan
Menyelaraskan dengan keadaan topografi setempat, sehingga didapat nilai
keamanan, kenyamanan dan ekonomi yang baik.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Perencanaan Alinyemen
a. Kecepatan rencana (VR)
b. Jari-jari tikungan (R)
c. Kemiringan melintang muka perkerasan (E)
d. Koefisien gesek antara ban dan muka perkerasan (F)

2.2 Tikungan
a. Jenis-Jenis Tikungan
Bentuk bagian lengkung dapat berupa :
1. Full Circle (C – C)
Bentuk ini dipakai untuk tikungan yang berjari-jari besar, sudut tangen yang
relatif kecil dengan kecepatan rata-rata relatif tinggi.

2. Spiral – Circle – Spiral (S – C – S)


Bentuk ini dipakai apabila Lc ≥ 25 meter dan bentuk full circle tidak
memungkinkan untuk digunakan. Ada 2 (dua) pokok dalam lengkung ini,
yaitu bagian-bagian spiral dan bagian circle. Fungsi utama dari lengkung ini
adalah untuk mengadakan perubahan kemiringan melintang (e) dari
kemiringan normal (en) menjadi emaks sesuai dengan gaya sentrifugal yang
terjadi.

3. Spiral – Spiral (S – S)
Bentuk ini dipakai dengan syarat besarnya lengkung lingkaran dalam
memperhitungkan kurang dari Lc minimum yang dibutuhkan oleh kendaraan
untuk melintasi tikungan dengan aman Lc minimum = 25 m.
b. Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan

11
melalui tikungan pada kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan
10%.

2.3 Panjang Bagian Lurus


Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi
kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang harus ditempuh
dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).
Panjang bagian lurus maksimum dapat ditetapkan berdasarkan tabel berikut :
Tabel 2.1 Panjang Bagian Lurus Maksimum

Panjang Bagian Lurus Maksimum


Fungsi
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997.
Tabel II.15

2.4 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum


Jarak pandang henti (Jh) adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya
halangan di depan. Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.
Jh dalam satuan meter dapat dihitung dengan rumus :

Dimana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi 9,81 m/s2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal = 0,35-0,55

Jh yang sesuai dengan VR ditetapkan dari tabel berikut :


Tabel 2.2 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum

12
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh Minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997.
Tabel II.10

Dari tabel di atas maka didapat jarak pandang henti minimumnya adalah 120 m.

2.5 Jarak Pandang Mendahului (Jd)


Jarak pandang mendahului (Jd) adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan
mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut
kembali ke lajur semula. Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.
Jd dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut :

Dimana :
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur
semula (m)
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang
dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan,
yang besarnya diambil sama dengan 213d2 (m)

Jd yang sesuai dengan VR ditetapkan dari tabel berikut :


Tabel 2.3 Jarak Pandang Mendahului (Jd)

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jd (m) 800 670 550 350 250 200 150 100
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997.
Tabel II.11

2.6 Menentukan Kelandaian Jalan dan Kelandaian Jalan Maksimum


Tabel 2.4 Kelandaian Maksimum yang Diizinkan

VR (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40


Kelandaian 3 3 4 5 8 9 10
Maksimum (%) 10

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997.
Tabel II.10
Dengan VR = 80 km/jam di dapat untuk kelandaian jalan maksimum ialah 5%.

2.7 Menentukan Panjang Jari-Jari Minimum Lengkung Horizontal

13
Jari-jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut :

Dimana :
Rmin = jari-jari tikungan minimum (m)
VR = kecepatan rencana (km/jam)
emaks = superelevasi maksimum (%)
f = koefisien gesek untuk perkerasan aspal = 0,14 - 0,24
Tabel 2.5 Panjang Jari-Jari Minimum (dibulatkan)
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997.
Tabel II.16

2.8 Menentukan Jenis Tikungan yang Memenuhi Syarat


Didapatkan data-data sebagai berikut :

VR = 80 km/jam
Rmin (berdasarkan tabel 2.5) = 210 m
emaks = 10%
Lengkung spiral (Ls) ditentukan dari 3 (tiga) rumus di bawah ini dan diambil nilai
yang terbesar.
(1) Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan

Ls = = detik = 66,667 m.

(2) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

Ls = = = 10,607 m.

Dimana :
C = perubahan percepatan (m/det3) yang bernilai 1-3 m/det3
e = didapat dalam tabel 4.1 Silvia Sukirman. 1999. Dasar-Dasar
Perencanaan Geometrik Jalan. Hal 76.
(3) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian

14
Ls =

Dimana :
em = superelevasi maksimum
en = superelevasi normal
re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalan untuk VR ≤ 70
km/jam re-max = 0,035 m/m/det, untuk VR ≥ 80 km/jam re-max = 0,025
m/m/det.
Berdasarkan perhitungan Ls terbesar adalah 71,111 m.
Berdasarkan tabel II.17 (Binamarga. Halaman 30) untuk V R = 80 km/jam, maka
Ls = 90 m dan LE (panjang pencapaian superelevasi) = 120 m.

Untuk Ls digunakan dari tabel yaitu 90 m dan jari-jari tikungan rencana (Rc) = 210
m.

Mencari sudut-sudut tikungan dan panjang tikungan

θs = = = 12,278o = 12o16’39,6”
θc = ∆ - 2 θs = 39 o33’3,13”– 2 (12o16’39,6”) = 14o59’43,93”

Lc =

= 65,110 m > 25 m (S – C – S)
Karena yang digunakan adalah lengkung peralihan, maka posisi lintasan tikungan
bergeser dari bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam sebesar p. Nilai p (m)
dihitung berdasarkan rumus berikut:

p =

Nilai p > 0,25 m maka lengkung peralihan tidak diperlukan sehingga tipe
tikungan bukan Full Circle (F – C). Jadi jenis tikungan yang digunakan adalah
Spiral – Circle – Spiral (S – C – S).

15
2.9 Menghitung Elemen Tikungan
Perhitungan elemen-elemen pada tikungan :

Ltotal = Lc + 2Ls
= 65,110 + (2 x 90)
= 245,110 m
(Dilihat dari rumus buku Silvia Sukirman hal.130)

Rumus Derajat: θs = = = 12,278


 p = p* x Ls ; (p* diperoleh dari tabel 4.10 buku Silvia Sukirman hal.129
hasil interpolasi didapat p* = 0,0186933)
= 0,0186933 x 90
= 1,682 m
 k = k* x Ls ; (p* diperoleh dari tabel 4.10 buku Silvia Sukirman hal.129
hasil interpolasi didapat k* = 0,4991805)
= 0,4991805 x 90
= 44,926 m
 Es = (Rc + p) sec ½ ∆ - Rc
= (210 + 1,682) sec ½ 42o19’11,26” – 210
= 16,986 m
 Ts = (Rc + p) tan ½ ∆ + k
= (210 + 1,682) tan ½ 42o19’11,26” + 44,926
= 126,862 m

Data lengkung untuk lengkung spiral – circle – spiral tersebut di atas adalah :

VR = 80 km/jam LTotal = 245,110 m em = 10%


∆ = 42o19’11,26” E = 10% en = 2%
θs = 12o16’39,6” Ls = 90 m
Rc = 210 m Lc = 65,110 m
Es = 16,986 m P = 1,682 m
Ts = 126,862 m K = 44,926 m

Landai relatif jalan =

= 0,00467

= 0,467%

16
Gambar 2.1 Landai Relatif Jalan

2.10 Sistem Penomoran Jalan


STA B = 0 + 000 (awal proyek)
STA N = Sta B +
= (0 + 000) + 292,416 = 292,416 m
STA Ts = Sta N’
= 292,416 - 126,862 = 165,554 m
STA Sc = Sta Ts + Ls
= 165,554 + 90 = 255,554 m
STA Cs = Sta Sc + Lc
= 255,554 + 65,110 = 320,664 m
STA ST = Sta Cs + Ls
= 320,69 + 90 = 410,664 m
STA K = Sta ST – Ts +
= 410,664 - 126,836 + 513,779
= 797,607 m
Jadi, penampang jalan rencana B ke STA K yaitu : 797,607 m
Tabel 2.7 Penomoran Jalan

17
TITIK STATIONING

STA B 0+000

STA N 0+292,416

STA Ts 0+165,58

STA Sc 0+255,58

STA Cs 0+320,69

STA ST 0+410,69

STA K 0+797,607

Sumber: Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Silvia Sukirman. 1999. Hal. 126

Gambar 2.2 Lengkung Spiral-Circle-Spiral Simetris

2.11 Perhitungan Pelebaran Jalan di Tikungan


Diambil truk sebagai kendaraan standar :
- Jarak gandar (L) = 6,5 m
- Panjang tonjolan depan (A) = 1,2 m
- Kebebasan samping tikungan (C) = 1,5 m
- Lebar kendaraan (M) = 2,5 m
- Jumlah lajur (n) =2

18
- Kecepatan rencana (VR) = 80 km/jam
- Radius tikungan N rencana (R) = 210 m
- Lebar perkerasan di penampang normal (Wn) = 7 m
-
a. Jarak lintasan keluar sampai terdalam kendaraan (µ)

µ =M+R-

= 2,5 + 210 –

= 2,6006 m

b. Lebar tambahan akibat tonjolan depan (Fa)


Fa = -R

= - 210

= 0,0406 m

c. Lebar tambahan akibat kesukaran dalam mengemudi

Z =

= 0,5797 m
d. Lebar perkerasan yang perlu
Wc = n (µ + C) + (n – 1) Fa + Z
= 2 (2,6006 + 1,5) + (2 – 1) 0,0406 + 0,5797
= 8,8215m

e. Pelebaran
Pelebaran = Wc - Wn
= 8,8215 – 7
= 1,8215 m
Jadi, dari hasil perhitungan di atas, dapat dikatakan bahwa ditikungan
memerlukan pelebaran sebesar 1,8215 m

19
2.12 Diagram Superelevasi

796,5 = 90X + 180

X= = 6,85 %

20
BAB III
ALINYEMEN VERTIKAL

3.1 Pengertian Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau
melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median.
Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besarnya biaya pembangunan yang
tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muka tanah asli akan mengurangi
pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak
mempunyai tikungan. Tentu saja ini belum sesuai dengan persyaratan yang diberikan
sehubungan dengan fungsi jalannya. Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit diatas
muka tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan drainase jalannya, terutama
di daerah yang datar. Pada daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya
penampang memanjang jalan diletakkan di atas elevasi muka banjir.

3.2 Koordinasi Alinyemen


Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal dan potongan melintang jalan adalah
elemen-elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus dikoordinasikan sedemikian
sehingga menghasilkan sesuatu bentuk jalan yang baik dalam arti memudahkan
pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk kesatuan
ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan atau petunjuk
kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui didepannya sehingga
pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.
Koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Alinyemen horizontal sebaiknya berhimpit dengan alinyemen vertikal, dan secara
ideal alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal
b. Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau pada
bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan
c. Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan
d. Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan; dan
e. Tikungan yang tajam diantara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan

22
3.3 Panjang Minimum Lengkung Vertikal
Tabel 3.1 Panjang minimum lengkung vertikal (Bina Marga)
Perbedaan Kelandaian
Kecepatan Rencana Panjang Lengkung
Memanjang
(km/jam) (m)
(%)
< 40 1 20 – 30
40 – 60 0,6 40 – 80
> 60 0,4 80 – 150
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997.
Tabel II.24

Pada panjang minimal lengkung berdasarkan tabel di atas, maka untuk kecepatan
rencana 80 km/jam panjang lengkung diambil adalah 80 – 150 m.

3.4 Kelandaian Jalan Maksimum


Tabel 3.2 Kelandaian maksimum yang diizinkan (Bina Marga)
VR (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40
Kelandaian
3 3 4 5 6 9 10
maksimum (%)
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997. Tabel
II.21

Pada kelandaian jalan maksimum berdasarkan tabel diatas, kecepatan rencana 80


km/jam didapat kelandainnya 5%.

3.5 Panjang Kritis


Tabel 3.3 Panjang kritis yang diizinkan (Bina Marga)

Kecepatan pada
Kelandaian (%)
awal tanjakan
(km/jam) 4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 800
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat Binamarga. 1997. Tabel
II.2

3.6 Perhitungan Panjang Lengkung Vertikal


Untuk menentukan panjang lengkung vertikal (Lv) pada alinyemen vertikal, maka
harus dibuat terlebih dahulu rencana elevasi proyeknya (terlampir).
Berdasarkan hasil plot elevasi pada gambar rencana elevasi proyek, didapatkan
elevasi muka rencana tiap stasion sebagai berikut :

23
Tabel 3.4 Elevasi Rencana Proyek Tiap Stasion

Stationing Elevasi Tanah Asli Elevasi Tanah Rencana

Sta 0+000 87,000 87,000


Sta 0+050 87,800 87,1026
Sta 0+100 88,700 87,289
Sta 0+150 89,600 87,3862
Sta 0+165,554 89,818 87,4105
Sta 0+200 90,800 87,4543
Sta 0+250 91,800 87,4933
Sta 0+292 92,700 87,5036
Sta 0+300 92,700 87,5036
Sta 0+350 92,200 87,6812
Sta 0+400 91,550 87,0685
Sta 0+410,69 92,384 87,8251
Sta 0+450 90,800 87,8955
Sta 0+500 90,700 87,9589
Sta 0+550 89,700 87,9933
Sta 0+584 89,594 88,000

Sta 0+600 89,550 88,000


Sta 0+650 88,900 88,000
Sta 0+700 88,500 88,000
Sta 0+750 88,100 88,000
Sta 0+800 88,100 88,000
Sta 0+806 88,000 88,000

24
g1 = (+)

g2 =0
Keterangan : g1 = kemiringan rata - rata dari Sta.0+000 ke Sta.0+292, Naik (+)
g2 = Kemiringan rata – rata dari Sta.0+292 ke Sta. 0+806, Datar
A = g1 – g2
= 0,34 – 0
= 0,34% (cembung)

3.6.1 Perhitungan Menurut Jarak Pandang Henti (Jh)


Dari tabel 2.2, diketahui jarak pandang henti untuk VR = 80 km/jam adalah
120 m.
 Jh < L

L= = = 12,271 m

120 m < 12,271 m (TIDAK MEMENUHI)


 Jh > L

L= = = 109,180 m

120 m > -933,529 m. (MEMENUHI)

3.6.2 Perhitungan Menurut Jarak Pandang Mendahului (Jd)


Dari tabel 2.3, diketahui jarak pandang mendahului untuk VR = 80 km/jam
adalah 550 m.
 Jd < L

L= = = 122,440 m

550 m < 122,440 m. (TIDAK MEMENUHI)


 Jd > L

L= = = 824,590 m

550 m > -1370,588 m. (MEMENUHI)

25
Tabel 3.5 Perhitungan panjang lengkung vertikal
Elevasi Jarak Kelandaian
Titik Stationing Keterangan
(m.) (m) (%)
PLV 0+000 87,000
292 0,34
PPV 0+292 88,000 Cembung
292 0
PTV 0+548 88,000

3.7 Perhitungan Elevasi Landai Peralihan dan Stasioning pada Bagian Landai

y =

Perhitungan Nilai Y Tiap STA


Y 0 + 000 = 0

Y 0 + 050 = x (50)2 = 0,0146 m

Y 0 + 100 = x (100)2 = 0,0582 m

26
Y 0 + 150 = x (150)2 = 0,1310 m

Y 0 + 165,554 = x (165,554)2 = 0,1596 m

Y 0 + 200 = x (200)2 = 0,2329 m

Y 0 + 250 = x (250)2 = 0,3639 m

Y 0 + 292 = x (292)2 = 0,4964 m

Y 0 + 300 = x (584-300)2 = 0,4696 m

Y 0 + 350 = x (584-350)2 = 0,3188 m

Y 0 + 400 = x (584-400)2 = 0,1971 m

Y 0 + 410,69 = x (584-410,69)2 = 0,1749 m

Y 0 + 450 = x (584-450)2 = 0,1045 m

Y 0 + 500 = x (584-500)2 = 0,0411 m

Y 0 + 550 = x (584-550)2 = 0,0067 m

Y 0 + 584 =

Perhitungan Nilai Yg Tiap STA


Yg 0 + 000 = 0,34% x (292) =1m
Yg 0 + 050 = 0,34% x (292-50) = 0,8228 m

27
Yg 0 + 100 = 0,34% x (292-100) = 0,6528 m
Yg 0 + 150 = 0,34% x (292-150) = 0,4828 m
Yg 0 + 165,554 = 0,34% x (292-165,554) = 0,4299 m
Yg 0 + 200 = 0,34% x (292-200) = 0,3128 m
Yg 0 + 250 = 0,34% x (292-250) = 0,1428 m
Yg 0 + 292 = 0
Yg 0 + 300 = 0
Yg 0 + 350 = 0
Yg 0 + 400 = 0
Yg 0 + 410,69 = 0
Yg 0 + 450 = 0
Yg 0 + 500 = 0
Yg 0 + 550 = 0
Yg 0 + 584 = 0

Perhitungan Nilai Elevasi Rencana Tiap STA


Ev 0 + 000 = EPPV – Yg = 88,000 – 1
= 87,000 m
Ev 0 + 050 = EPPV – Yg – Y = 88,000 – 0,8228 – 0,0146
= 87,1026 m
Ev 0 + 100 = EPPV – Yg – Y = 88,000 – 0,6528 – 0,0582
=87,2890 m
Ev 0 + 150 = EPPV – Yg – Y = 88,000 – 0,4828 – 0,1310
= 87,3862 m
Ev 0 + 165,554 = EPPV – Yg – Y = 88,000 – 0,4299 – 0,1596
= 87,4105 m
Ev 0 + 200 = EPPV – Yg – Y = 88,000 – 0,3128 – 0,2329
= 87,4543 m
Ev 0 + 250 = EPPV – Yg – Y = 88,000 – 0,1428 – 0,3639
= 87,4933 m
Ev 0 + 292 = EPPV – Y = 88,000 – 0,4964
= 87,5036 m
Ev 0 + 300 = EPPV – Y = 88,000 – 0,4696
= 87,5036 m

28
Ev 0 + 350 = EPPV – Y = 88,000 – 0,3188
= 87,6812 m
Ev 0 + 400 = EPPV – Y = 88,000 – 0,1971
= 87,8029 m
Ev 0 + 410,69 = EPPV – Y = 88,000 – 0,1749
= 87,8251 m
Ev 0 + 450 = EPPV – Y = 88,000 - 0,1045
= 87,8955 m
Ev 0 + 500 = EPPV – Y = 88,000 – 0,0411
= 87,9589 m
Ev 0 + 550 = EPPV – Y = 88,000 – 0,0067
= 87,9933 m
Ev 0 + 584 = EPPV = 88,000 m

29
BAB IV
VOLUME PEKERJAAN TANAH

4.1 Perhitungan Galian Dan Timbunan


Perhitungan galian dan timbunan ini langsung menggunakan daerah galian dan
timbunan pada alinemen vertikal. Dimana luas daerah timbunan dan galian tersebut
setara grafis sesuai gambar (potongan melintang).
Adapun luas daerah galian dan timbunan itu sendiri dihitung secara grafis
perpotongan melintang (titik/stasioning), dengan menggunakan metode atau cara
luasan daerah segitiga, empat persegi, trapesium yang sebelumnya tiap-tiap gambar
potongan melintang tersebut telah dibagi – bagi dengan beberapa luasan / untuk
segmen untuk daerah galian dan timbunan.
Setelah luasan untuk semua daerah galian dan timbunan setiap titik-titik tersebut
sudah diperoleh, maka didapat total volume galian dan timbunan yang kita cari
dengan mengalikan tiap-tiap luas galian dan timbunan masing -masing titik dengan
jarak antar titik dan dibagi dua.
Perlu diperhatikan dalam penentuan volume pekerjaan tanah (galian dan
timbunan), daerah / volume galian harus lebih besar / banyak daripada volume
timbunan. Sehingga pada pelaksanaan dilapangan dapat menekan biaya dan hal
tersebut dapat dilaksanakan.
Perhitungan ini langsung menggunakan galian atau timbunan pada profil
memanjang (alinyemen vertikal) yaitu dengan membagi daerah galian atau timbunan
dengan beberapa bagian.
Rumus :
Jarak antar titik = stasioning akhir – stasioning awal.

Volume galian = x jarak

Volume timbunan = x jarak

30
4.2 Data Perencanaan Elevasi Proyek
ELEVASI LEBAR ELEVASI BAHU
ELEVASI ELEVASI PERKERASAN JALAN
STATIONING
MUKA ASLI RENCANA
KIRI KANAN KIRI KANAN

STA 0+000 87,000 86,930 86,930 86,750 86,750


87,000
STA 0+050 87,1026 87,0326 87,0326 86,8526 86,8526
87,800
STA 0+100 87,289 88,219 88,219 87,039 87,039
88,700
STA 0+150 87,3862 87,3162 87,3162 87,1362 87,1362
89,600
STA 0+165,554 87,4105 87,3405 87,3405 87,1605 87,1605
89,818
STA 0+200 87,4543 87,3843 87,5243 87,2043 87,3443
90,800
STA 0+250 87,4933 87,1433 87,8433 86,9633 87,6633
91,800
STA 0+292 87,5036 87,1536 87,8536 86,9736 87,6736
92,700
STA 0+300 87,5036 87,1536 87,8536 86,9736 87,6736
92,700
STA 0+350 87,6812 87,6112 87,7512 87,4312 87,5712
92,200
STA 0+400 87,8029 87,8029 87,8729 87,6229 87,6929
91,550
STA 0+410,69 87,7551 87,7551 87,5751 87,5751
92,384 87,8251
STA 0+450 87,8955 87,8255 87,8255 87,6455 87,6455
90,800
STA 0+500 87,9589 87,8889 87,8889 87,7089 87,7089
90,700
STA 0+550 87,9933 87,9233 87,9233 87,7433 87,7433
89,700
STA 0+600 87,930 87,930 87,750 87,750
89,550 88,000
STA 0+650 87,930 87,930 87,750 87,750
88,900 88,000
STA 0+700 87,930 87,930 87,750 87,750
88,500 88,000
STA 0+750 87,930 87,930 87,750 87,750
88,100 88,000
STA 0+800 87,930 87,930 87,750 87,750
88,100 88,000
STA 0+806 87,930 87,930 87,750 87,750
88,000 88,000

31
ELEVASI LEBAR PERKERASAN :

STA 0+000 KIRI = 87,000 - (2%x3,5) = 86,930 m

KANAN = 87,000 - (2%x3,5) = 86,930 m

STA 0+050 KIRI = 87,1026 - (2%x3,5) = 87,0326 m

KANAN = 87,1026 - (2%x3,5) = 87,0326 m

STA 0+100 KIRI = 87,289 - (2%x3,5) = 87,219 m

KANAN = 88,289 - (2%x3,5) = 88,219 m

STA 0+150 KIRI = 87,3862- (2%x3,5) = 87,3162 m

KANAN = 87,3862- (2%x3,5) = 87,3162 m

STA 0+165,554 KIRI = 87,4105 - (2%x3,5) = 87,3405 m

KANAN = 87,4105 - (2%x3,5) = 87,3405 m

STA 0+200 KIRI = 87,4543 - (2%x3,5) = 87,3843 m

KANAN = 87,4543 + (2%x3,5) = 87,5243 m

STA 0+250 KIRI = 87,4933 - (10%x3,5) = 87,1433 m

KANAN = 87,4933 + (10%x3,5) = 87,8433 m

STA 0+292 KIRI = 87,5036 - (10%x3,5) = 87,1536 m

KANAN = 87,5036 + (10%x3,5) = 87,8536 m

STA 0+300 KIRI = 87,5036 - (10%x3,5) = 87,1536 m

KANAN = 87,5036 + (10%x3,5) = 87,8536 m

STA 0+350 KIRI = 87,6812 - (2%x3,5) = 87,6112 m

KANAN = 87,6812 + (2%x3,5) = 87,7512 m

STA 0+400 KIRI = 87,8029 - (0%x3,5) = 87,8029 m

KANAN = 87,8029 + (2%x3,5) = 87,8729 m

STA 0+410,69 KIRI = 87,8251- (2%x3,5) = 87,7551 m

KANAN = 87,8251- (2%x3,5) = 87,7551 m

STA 0+450 KIRI = 87,8955 - (2%x3,5) = 87,8255 m

KANAN = 87,8955 - (2%x3,5) = 87,8255 m

32
STA 0+500 KIRI = 87,9589 - (2%x3,5) = 87,8889 m

KANAN = 87,9589 - (2%x3,5) = 87,8889 m

STA 0+550 KIRI = 87,9933 - (2%x3,5) = 87,9233 m

KANAN = 87,9933 - (2%x3,5) = 87,9233 m

STA 0+600 KIRI = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

KANAN = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

STA 0+650 KIRI = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

KANAN = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

STA 0+700 KIRI = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

KANAN = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

STA 0+750 KIRI = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

KANAN = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

STA 0+800 KIRI = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

KANAN = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

STA 0+806 KIRI = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

KANAN = 88,000 - (2%x3,5) = 87,930 m

ELEVASI BAHU JALAN :

STA 0+000 KIRI = 86,930 - (6%x3) = 86,750 m

KANAN = 86,930 - (6%x3) = 86,750 m

STA 0+050 KIRI = 87,0326 - (6%x3) = 86,8526 m

KANAN = 87,0326 - (6%x3) = 86,8526 m

STA 0+100 KIRI = 87,219 - (6%x3) = 87,039 m

KANAN = 87,219 - (6%x3) = 87,039 m

STA 0+150 KIRI = 87,3162 - (6%x3) = 87,1362 m

KANAN = 87,3162 - (6%x3) = 87,1362 m

STA 0+165,554 KIRI = 87,3405 - (6%x3) = 87,1605 m

KANAN = 87,3405 - (6%x3) = 87,1605 m

33
STA 0+200 KIRI = 87,3843 - (6%x3) = 87,2043 m

KANAN = 87,5243 - (6%x3) = 87,3443 m

STA 0+250 KIRI = 87,1433 - (6%x3) = 86,9643 m

KANAN = 87,8433 - (6%x3) = 87,6643 m

STA 0+292 KIRI = 87,1536 - (6%x3) = 86,9736 m

KANAN = 87,8536 - (6%x3) = 87,6736 m

STA 0+300 KIRI = 87,1536 - (6%x3) = 86,9736 m

KANAN = 87,8536 - (6%x3) = 87,6736 m

STA 0+350 KIRI = 87,6112 - (6%x3) = 87,4312 m

KANAN = 87,7512 - (6%x3) = 87,5712 m

STA 0+400 KIRI = 87,8029 - (6%x3) = 87,6229 m

KANAN = 87,8729 - (6%x3) = 87,6929 m

STA 0+410,69 KIRI = 87,8251 - (6%x3) = 87,6451 m

KANAN = 87,8251 - (6%x3) = 87,6451 m

STA 0+450 KIRI = 87,8255 - (6%x3) = 87,6455 m

KANAN = 87,8255 - (6%x3) = 87,6455 m

STA 0+500 KIRI = 87,8889 - (6%x3) = 87,7089 m

KANAN = 87,8889 - (6%x3) = 87,7089 m

STA 0+550 KIRI = 87,9233 - (6%x3) = 87,7433 m

KANAN = 87,9233 - (6%x3) = 87,7433 m

STA 0+600 KIRI = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

KANAN = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

STA 0+650 KIRI = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

KANAN = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

STA 0+700 KIRI = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

KANAN = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

34
STA 0+750 KIRI = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

KANAN = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

STA 0+800 KIRI = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

KANAN = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

STA 0+806 KIRI = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

KANAN = 87,930 - (6%x3) = 87,750 m

35
1. Sta 0+00 – Sta 0+050

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+000 =

= 0,1125 m2
Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+050 =
= 1,3423 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+00 – 0+050 = m

= 36,37 m3 (Galian)

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+000 – 0+050 = Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta
0+00 – 0+050 = 36,37 m3 (Galian)


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+000 =

= 0,375 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+050 =


= 1,4211 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+000 – 0+050 = m

= 44,9025 m3 (Timbunan)

Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+000 – 0+050 = Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta
0+000 – 0+050 = 44,9025 m3 (Timbunan)
JUMLAH = 162,545 m3 (Timbunan)

2. Sta 0+50 – Sta 0+100



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+050 = 1,3423 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+100 =


= 2,5918 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+100 – 0+050 = m

= 98,3525 m3 (Galian)

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+050 – 0+100 = Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta
0+050 – 0+100 = 98,3525 m3 (Galian)


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+050 = 1,4211 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+100 =


= 2,4915 m2

36
Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+050 – 0+100 = m

= 97,815 m3 (Galian)

Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+050 – 0+100 = Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta
0+050 – 0+100 = 97,815 m3 (Galian)
JUMLAH = 332,335 m3 (Galian)

37
3. Sta 0+100 – Sta 0+150

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+100 = 2,5918 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+150 =

= 3,9967 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+100 – 0+150 = m

= 164,7125 m3 (Galian)

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+100 – 0+150 = Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta
0+100 – 0+150 = 164,7125 m3 (Galian)


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+100 = 2,4915 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+150 =

= 3,6957 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+100 – 0+150 = m

= 154,68 m3 (Galian)

Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+100 – 0+050 = Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta
0+100 – 0+150 = 154,68 m3 (Galian)
JUMLAH = 638,785 m3 (Galian)

4. Sta 0+150 – Sta 0+165,554



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+150 = 3,9967 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+165,554 =

= 4,3356 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+100 – 0+165,554 = m

= 64,8 m3 (Galian)
Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+100 – 0+165,554 = Volume Perkerasan Jalan Kiri
Sta 0+100 – 0+165,554 = 64,8 m3 (Galian)


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+150 = 3,6957 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+165,554 =


= 3,9862 m2

38
Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+100 – 0+150 = m

= 59,7421 m3 (Galian)
Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+100 – 0+150 = Volume Bahu Jalan Kiri Sta
0+100 – 0+150 = 59,7421 m3 (Galian)
JUMLAH = 249,0842 m3 (Galian)

5. Sta 0+165,554 – Sta 0+200



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+165,554 = 4,3356 m 2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+200 =


= 5,9774 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+165,554– 0+200 = m

= 177,6208 m3 (Galian)

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+165,554 = 4,3356 m 2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+200 = =

5,7325 m2

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+165,554 - 0+200 = m

= 173,4029 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+165,554 = 3,9862 m 2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+200 =


= 5,3936 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+165,554 – 0+200 = m

= 161,5483 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+165,554 = 3,9862 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+200 =


= 5,18335 m2

Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+165,554 – 0+200 = m

= 157,928 m3 (Galian)
JUMLAH = 670,5 m3 (Galian )
6. Sta 0+200 – Sta 0+250

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+200 = 5,9774 m2

39
Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+250 =

= 8,1492 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+200 – 0+250= m

= 353,165 m3 (Galian)

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+200 = 5,7325 m 2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+250 =

= 6,9242 m2

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+200 – 0+250 = m

= 316,4175 m3 (Galian)

40

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+200 = 5,3936 m 2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+250 =

= 7,2551 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+200 – 0+250 = m

= 316,2175 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 200 = 5,18335 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+250 =

= 6,205 m2

Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+200 – 0+250 = m

= 336,5025 m3 (Galian)
JUMLAH = 1322,3025 m3 (Galian )

7. Sta 0+250 – Sta 0+292



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+250 = 8,1492 m 2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+292 =

= 9,7062 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+250 – 0+292 = m

= 374,8878 m3 (Galian)

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+250 = 6,9242 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+292 =

= 8,4812 m2

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+250 – 0+292 = m

= 323,5134 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+250 = 7,2551 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+292 =

= 8,5896 m2

41
Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+250 – 0+292 = m

= 332,7387 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+250 = 6,205 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+292 =

= 7,5396 m2

Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+250 – 0+292= m

= 289,5816 m3 (Galian)
JUMLAH = 1320,7215 m3 (Galian )
8. Sta 0+292 – Sta 0+300

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+292 = 9,7062 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+300 =

= 9,7062 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+292 – 0+300 = m

= 77,6496 m3 (Galian)

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+292 = 8,4812 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+300 =

= 8,4812 m2

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+292 – 0+300 = m

= 64,8496 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+292 = 8,5896 m 2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+300 =

= 8,5896 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+292 – 0+300 = m

= 68,7168 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+292 = 7,5396 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+300 =

= 7,5396 m2

42
Volume Bahu Jalan Kanan 0+292 – 0+300 = m

= 60,3168 m3 (Galian)
JUMLAH = 271,5328 m3 (Galian )

9. Sta 0+300 – Sta 0+350



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+300 = 9,7062 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+350 =

= 8,0304 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+300 – Sta 0+350 = m

= 443,415 m3 (Galian)

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan 0+300 = 8,4812 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+350 =


= 7,7854 m2

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+300 – Sta 0+350 = m

= 406,665 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+300 = 8,5896 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+350 =

= 7,1532 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+300 – Sta 0+350 = m

= 393,57 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan 0+300 = 7,5396 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+350 =

= 6,9432 m2

Volume Bahu Jalan Kanan 0+300 – Sta 0+350 = m

= 387,07 m3 (Galian)
3
JUMLAH = 1630,72 m (Galian)

10. Sta 0+350 – Sta 0+400



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+350 = 8,0304 m2

43
Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+400 =

= 7,52 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+350 – Sta 0+400=

= 388,76 m3 (Galian)

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan 0+350 = 7,7854 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+400 =


= 7,3974 m2

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+350 – Sta 0+400 = m

= 379,57 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+350 = 7,1532 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+400 =

= 6,7156 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+350 – Sta 0+400 = m

= 346,72 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan 0+350 = 6,9432 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+400 =

= 6,6106 m2

Volume Bahu Jalan Kanan 0+350 – Sta 0+400 = m

= 313,845 m3 (Galian)
JUMLAH = 1428,895 m3 (Galian )
11. Sta 0+400 – Sta 0+410,69

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+400 = 7,52 m2
Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+410,69 =

= 6,3506 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+400 – Sta 0+410,69 = m

44
= 74,1384 m3 (Galian)

 Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan 0+400 = 7,3974 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+410,69 =


= 6,3506 m2

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+400 – Sta 0+410,69 = m

= 73,4831m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+400 = 6,7156 m2
Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+410,69 =

= 5,7134 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+440 – Sta 0+410,69 = m

= 66,433 m3 (Galian)

 Luas Bidang Bahu Jalan Kanan 0+400 = 6,6106 m2


Luas Bidang Bahu Jalan Kanan Sta 0+410,69 =

= 5,7134 m2

Volume Bahu Jalan Kanan 0+400 – Sta 0+410,69 = m

= 65,8718 m3 (Galian)
JUMLAH = 279,9227 m3 (Galian)

12. Sta 0+410,69 – Sta 0+450



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+410,69 = 6,3506 m 2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+450 =

= 5,2062 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+450 – 0+467,993 = m

= 227,1489 m3 (Galian)

 Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+410,69 – 0+450 = Volume Perkerasan Jalan Kiri
Sta 0+450 – 0+467,993 = 227,1489 m3 (Galian)
 Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+410,69 = 5,7134 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+450 =

45
= 5,7318 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+410,69 – 0+450 = m

= 224,9554 m3 (Galian)
Volume Bahu Jalan Kanan 0+410,69 – 0+450 = Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+410,69 –
0+450 = 224,9554 m3 (Galian)
JUMLAH = 904,2086 m3 (Galian)

13. Sta 0+450 – Sta 0+500



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+450 = 5,2062 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+500 =

= 5,9194 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+450 – 0+500 = m

= 278,14 m3 (Galian)
 Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+450 – 0+500 = Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta
0+450 – 0+500 = 278,14 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta Sta 0+450 = 5,7318 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+500 =

= 4,4866 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+450 – 0+500 = m

= 255,46 m3 (Galian)
 Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+450 – 0+500 = Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+450 –
0+500 = 255,46 m3 (Galian)
JUMLAH = 1067,2 m3 (Galian)

14. Sta 0+500 – Sta 0+550



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+500 = 5,9194 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+550 =

= 3,1092 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+500 – Sta 0+550 =

= 225,715 m3 (Galian)

46
Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+500 – Sta 0+550 = Volume Perkerasan Jalan Kiri
Sta 0+500 – Sta 0+550 = 225,715 m3 (Galian)


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+500 = 4,4866 m 2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+550 =

= 2,9351 m2

47
Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+500 – Sta 0+550 = m

= 185,5425 m3 (Galian)
Volume Bahu Jalan Kanan 0+500 – Sta 0+550 = Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+500 –
Sta 0+550 = 185,5425 m3 (Galian)

JUMLAH = 822,515 m3 (Galian )

15. Sta 0+550 – Sta 0+600



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+550 = 3,1092 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+600 =

= 2,835 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+550 – Sta 0+600 =

= 148,605 m3 (Galian)

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+550 – Sta 0+600 = Volume Perkerasan Jalan Kiri
Sta 0+550 – Sta 0+600 = 148,605 m3 (Galian)


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+550 = 2,9351 m 2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+600 =

= 2,7 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+550 – Sta 0+600 = m

= 140,8775 m3 (Galian)

Volume Bahu Jalan Kanan 0+550 – Sta 0+600 = Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+550 –
Sta 0+600 = 140,8775 m3 (Galian)
JUMLAH = 578,965 m3 (Galian)

16. Sta 0+600 – Sta 0+650



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+600 = 2,835 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+650 =

= 1,6975 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+600 – Sta 0+650 =

= 113,3125 m3 (Galian)

48

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+600 – Sta 0+650 = Volume Perkerasan Jalan Kiri
Sta 0+600 – Sta 0+650 = 113,3125 m3 (Galian)


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+600 = 2,7 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+650 =

= 1,725 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+600 – Sta 0+650 = m

= 110,625 m3 (Galian)

Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+600 – Sta 0+650 = Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+600
– Sta 0+650 = 110,625 m3 (Galian)
JUMLAH = 447,875 m3 (Galian)

17. Sta 0+650 – Sta 0+700



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+650 = 1,6975 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+700 =

= 0,9975 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+650 – Sta 0+700 =

= 67,375 m3 (Galian)

Volume Perkerasan Jalan Kanan 0+650 – Sta 0+700 = Volume Perkerasan Jalan Kiri
0+650 – Sta 0+700 = 67,375 m3 (Galian


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+650 = 1,725 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+700 =

= 1,3125 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+650 – Sta 0+700 = m

= 75,9375 (Galian)

Volume Bahu Jalan Kanan 0+650 – Sta 0+700 = Volume Bahu Jalan Kiri 0+650 – Sta
0+700 = 75,9375 (Galian)
JUMLAH = 286,625 m3 (Galian)

18. Sta 0+700 – Sta 0+750



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+700 = 0,9975 m2

49
Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+750 =

= 0,2975 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+700 – Sta 0+750 =

= 32,375 m3 (Galian)

Volume Perkerasan Jalan Kanan 0+700 – Sta 0+750 = Volume Perkerasan Jalan Kiri
0+700 – Sta 0+750 = 32,375 m3 (Galian)


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+700 = 1,3125 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+750 =

= 0,525 m2

50
Volume Bahu Jalan Kiri 0+700 – Sta 0+750 = m

= 45,9375 m3 (Galian)

Volume Bahu Jalan Kanan 0+700 – Sta 0+750 = Volume Bahu Jalan Kiri 0+700 – Sta
0+750 = 45,9375 m3 (Galian)
JUMLAH = 156,625 m3 (Galian)

19. Sta 0+750 – Sta 0+800



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+750 = 0,2975 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+800 =

= 0,2975 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+750 – Sta 0+800 =

= 14,857 m3 (Galian)

Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+750 – Sta 0+800 = Volume Perkerasan Jalan Kiri
Sta 0+750 – Sta 0+800 = 14,857 m3 (Galian)


Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+750 = 0,525 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+800 =

= 0,525 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta Sta 0+750 – Sta 0+800 = m

= 26,25 m3 (Galian)

Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+750 – Sta 0+800 = Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+750
– Sta 0+800 = 26,25 m3 (Galian)
JUMLAH = 82,214 m3 (Galian)

20. Sta 0+800 – Sta 0+806



Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+800 = 0,2975 m2

Luas Bidang Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+806 =

= 0,1225 m2

Volume Perkerasan Jalan Kiri Sta 0+800 – Sta 0+806 =

51
= 1,26 m3 (Galian)
Volume Perkerasan Jalan Kanan Sta 0+800 – Sta 0+806 = Volume Perkerasan Jalan Kiri
Sta 0+800 – Sta 0+806 = 1,26 m3 (Galian)

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+800 = 0,525 m2

Luas Bidang Bahu Jalan Kiri Sta 0+806 =

= 0,105 m2

Volume Bahu Jalan Kiri Sta 0+800 – Sta 0+806 = m

= 1,89 m3 (Galian)

Volume Bahu Jalan Kanan Sta 0+800 – Sta 0+806 = Volume Bahu Jalan Kiri Sta
0+800 – Sta 0+847,266 = 1,89 m3 (Galian)
JUMLAH = 6,3 m3 (Galian)

52
BAB V
PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN

5.1 Data Perencanaan Tebal Perkerasan


Tebal perkerasan suatu jalan ditentukan oleh data lalu lintas yang ada pada suatu
jalan yang akan direncanakan dan dipengaruhi pula oleh umur rencana.
Berikut data perencanaan jalan rencana, meliputi:
 Kelas jalan : II B
 Klasifikasi jalan : Datar
 Lebar perkerasan : 2 x 3,5 m
 Jalur :2
 Pertumbuhan lalu lintas selama pelaksanaan (n) : 2,2% per tahun
 Data Lalu Lintas Tahun awal 2018:
- Mobil penumpang dan sejenisnya = 745 kendaraan / hari
- Bus / truck ringan dan sejenisnya = 570 kendaraan / hari
- Bus besar 2 sumbu = 300 kendaraan / hari
- Truck 2 sumbu = 56 kendaraan / hari
- Truck semi – trailer 3 sumbu = 24 kendaraan / hari +
LHR pada 2018 adalah = 1695 kendaraan / hari
 Jalan dibuka setelah 1,5 tahun.
 Umur rencana (UR) = 10 tahun
 Perkembangan lalu lintas = 2,2%
 CBR tanah dasar = 6%
 Bahan Perkerasan :
- Lapen mekanis (Lapisan Permukaan)
- Batu pecah CBR 80% (Pondasi Atas)
- Sirtu CBR 50% (Pondasi Bawah)
5.2 Evaluasi LHR
Jalan dibuka setelah 1,5 tahun (n = 1,5), yaitu pada tahun 2019. LHR tahun 2019
menggunakan rumus = LHR Tahun 2019 x (1+i)n
 Mobil penumpang = 745 x (1+2,2%)1,5 = 769,72 kendaraan / hari
 Bus / truck ringan = 570 x (1+2,2%)1,5 = 588,91 kendaraan / hari
 Bus besar 2 sumbu = 300 x (1+2,2%)1,5 = 309,95 kendaraan / hari
 Truck 2 sumbu = 56 x (1+2,2%)1,5 = 57,86 kendaraan / hari
 Truck semi trailer 3 sumbu = 24 x (1+2,2%)1,5 = 24,80 kendaraan / hari +
= 1751,24 kendaraan /hari
LHR pada tahun ke 10 (2029) akhir umur rencana LHR tahun 2029, perkembangan
lalu lintas 2,2% pertahun, i = 0,022 dan n = 10.
Rumus : LHR tahun 2019 x (1+i)n
 Mobil penumpang = 769,72 x (1+2,2%)10 = 956,85 kendaraan/hari
 Bus / Truck ringan = 588,91 x(1+2,2%)10 =732,08 kendaraan/hari

53
 Bus besar 2 sumbu = 309,95 x (1+2,2%)10 = 385,30 kendaraan/hari
 Truck 2 sumbu = 57,86 x (1+2,2%)10 = 71,93 kendaraan/hari
 Truck semi Trailer = 24,80 x (1+2,2%)10 = 30,83 kendaraan/hari +
= 2176,99 kendaraan/hari
5.3 Menentukan Angka Ekivalen (E)

Mobil penumpang dan sejenisnya, berat 2 ton
As depan = 1 ton = 1000 kg = 0,0002
As belakang = 1 ton = 1000 kg = 0,0002 +
∑ = 0,0004
 Bus besar 2 sumbu, berat total 8 ton
As depan = 3 ton = 3000 kg = 0,0183
As belakang = 5 ton = 5000 kg = 0,1410 +
∑ = 0,1593
 Bus besar 2 sumbu, berat total 9 ton
As depan = 4 ton = 4000 kg = 0,0577
As belakang = 5 ton = 5000 kg = 0,1410 +
∑ = 0,1987
 Truk 2 sumbu, berat 10 ton
As depan = 4 ton = 4000 kg = 0,0577
As belakang = 6 ton = 6000 kg = 0,2823 +
∑ = 0,3500
 Truck semi – trailer 3 sumbu 20 ton
As depan = 6 ton = 6000 kg = 0,2923
As belakang = 14 ton = 14000 kg = 0,7452 +
∑ = 1,0375
5.4 Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Koefisien distribusi kendaraan (c) untuk kendaraan ringan dan berat dengan
jumlah 2 lajur 2 arah adalah 0,5 dan 0,5.
Rumus : LEP = c x LHR Tahun 2019 x E
Mobil penumpang = 0,5 x 769,72x 0,0004 = 0,154
Bus / truk ringan = 0,5 x 588,91x 0,1593 = 46,906
Bus besar 2 sumbu = 0,5 x 309,95 x 0,1987 = 30,793
Truk 2 sumbu = 0,5 x 57,86 x 0,3500 = 10,125
Truk semi trailer 3 sumbu = 0,5 x 24,80 x 1,0375 = 12,865
∑ = 100,843

5.5 Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA)


Koefisien distribusi kendaraan (c) untuk kendaraan ringan dan berat dengan
jumlah 2 lajur 2 arah adalah 0,5 dan 0,5.
Rumus : LEA = C x LHR Tahun 2029 x E
Mobil penumpang = 0,5 x 956,85 x 0,0004 = 0,191
Bus / truk ringan = 0,5 x 732,08 x 0,1593 = 58,310
Bus besar 2 sumbu = 0,5 x 385,30 x 0,1987 = 38,279
Truk 2 sumbu = 0,5 x 71,93 x 0,3500 = 12,587
Truk semi trailer 3 sumbu = 0,5 x 30,83 x 1,0375 = 15,993

54
∑ = 125,36

5.6 Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET)

Rumus : LET = ( LEP + LEA )

LET5 = (100,843+ 125,36) = 113,101

5.7 Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER)

Rumus : LER = LET x

LER10 = 113,101 x = 113,101

55
5.8 Mencari ITP untuk Umur Rencana 10 Tahun
Untuk mencari parameter yang berguna untuk mencari ITP (Indeks Tebal
Perkerasan) adalah digunakan referensi dari Departemen Pekerjaan Umum, yaitu
Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen
(terlampir) adalah sebagai berikut :
CBR tanah dasar = 6%
DDT = 4,3.Log(CBR)+1,7
4,3.Log(6)+1,7 = 5,046
LER10 = 113,101
IP = 2,0

IPo = 3,4 – 3,0

56
5.9 Menentukan Tebal Perkerasan Umur Rencana 10 Tahun
FR =1
Iklim = < 900 mm/th
Kelandaian < 6%

% Kendaraan Berat =

= 56,04% > 30%

57
ITP = 6,4 (dari grafik nomogram 3)

58
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
6,4 = (0,25.5) + (0,13.15) + (0,12.D3)
6,4 = 1,25 + 2,6 + 0,12D3

D3 = = 21,25 cm

Jadi susunan perkerasannya adalah:


 Lapisan Permukaan (Lapen Mekanis) = 5 cm
 Lapisan Pondasi (Batu Pecah CBR 80%) = 15 cm
 Sirtu CBR 50% = 21,25 cm

59
BAB VI
ANALISA HIDROLOGI

6.1 Menghitung Hujan Rencana


Yang dimaksud dengan hujan rencana adalah curah hujan dengan periode ulang
tertentu (misal 5, 20, 50, 100 tahun dan seterusnya).
Untuk mendapatkan data curah hujan rencana dapat dilakukan dengan pendekatan
statistika analisa frekuensi dan probabilitas. Distribusi probabilitas yang dipergunakan
dalam menghitung curah hujan rencana tergantung dari sifat-sifat statistik data hujan
yang ada. Untuk merencanakan saluran samping dan gorong-gorong data curah hujan
diambil dari data stasiun setempat. Data curah hujan harian maksimum pada stasiun
setempat tersebut disajikan pada tabel 6.1 berikut :
Tabel 6.1 Data Curah Hujan Harian Maksimum Pada Stasiun Setempat
No Tahun Curah hujan ( mm )
1 2000 102,2
2 2001 91,3
3 2002 76,9
4 2003 73,2
5 2004 102,2
6 2005 92,6
7 2006 96,6
8 2007 118,4
9 2008 73,8
10 2009 75,5
11 2010 98,2
12 2011 102,2

6.1.1 Analisa Frekuensi

60
Analisa frekuensi dengan distribusi probabilitas gumbel dapat dilakukan
secara analitis dan grafis pada perhitungan ini hanya digunakan cara secara

analitis saja. Rumus umum XTR = + SK................(1)

Dimana :
XTR = Besarnya X untuk periode ulang.

= Nilai rata-rata variate.

S = Standar deviasi.
K = Faktor frekuensi untuk nilai ekstrim.
a) Menghitung Hujan Rencana (Metode Distribusi Probabilitas Normal)
Data stationing diurutkan dari yang terkecil.

Tabel 6.2 Perhitungan N, Dan S

No Xi (mm)
1 102,2 105,57
2 91,3 0,39
3 76,9 225,75
4 73,2 350,62
5 102,2 105,57
6 92,6 0,45
7 96,6 21,85
8 118,4 700,92
9 73,8 328,51
10 75,5 269,78
11 98,2 39,37
12 102,2 105,57
n=12 Ʃ Xi = 1103,1 Ʃ = 2254,35

61
S=

Untuk n = 12, dengan interpolasi linear data dari tabel nilai reduced
standar deviasi (Sn) dan tabel nilai reduced mean (Yn) didapat:
Sn = 0,97822
Yn = 0,50224
Nilai K dicari dengan rumus:
K = Yt –Yn / Sn...............(2)
Dimana:
Sn = reduced strandar deviasi.
Yn = reduced mean.
Yt = reduced variate, tergantung nilai Tr (tahun).

Tabel 6.3 Nilai Reduce Variate (Yt)

Periode Ulang T (tahun) Yt

2 0,3065

5 1,4999

10 2,2504

20 2,9702

25 3,1255

50 3,9019

100 4,6001

Dengan menggunakan rumus di atas didapat nilai K untuk berbagai Tr seperti pada
tabel di bawah ini:
Tabel 6.4 Nilai Tr dan K
Tr 2 5 10 20 25 50 100
K -0,20009 1,01987 1,78708 2,52291 2,68167 3,47535 4,18910

Perhitungan nilai curah hujan dengan berbagai periode ulang (Xtr) dengan cara
analitis yaitu dengan menentukan nilai X, K, dan S hasilnya seperti pada tabel di
bawah ini :

Tabel 6.5 Menentukan nilai XTr


TR = X + K.S

62
TR K S XTR
2 91,925 -0,200 14,31 89,063
5 91,925 1,020 14,31 106,521
10 91,925 1,787 14,31 117,5
20 91,925 2,523 14,31 128,029
25 91,925 2,682 14,31 130,304
50 91,925 3,475 14,31 141,652
100 91,925 4,189 14,31 151,870

6.2 Menghitung Intensitas Hujan Rencana (5 tahun)


Intensitas hujan rencana adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada satu
kurun waktu dimana air berkonsentrasi. Intensitas hujan dinotasikan dengan huruf (I)
dengan satuan mm/jam. Pada tugas ini tersedia data hujan harian, maka dipakai rumus
Van Breen untuk membuat :

I= ................(3)

Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
X24 = Hujan harian maksimum (mm)

Kurva intensitas hujan dapat dibuat dengan mengambil bentuk atau pada intensitas
kota Jakarta, selanjutnya sering disebut lengkung Jakarta. Diketahui hujan wilayah
dengan periode ulang (XTr) 5, 10, 20, 25, 50, dan 100. Tahun hujan berlangsung selama
4 jam.
Dihitung intensitas hujan rencanauntuk masing-masing periode tersebut dan kurva
dapat digambarkan dengan metode Van Breen dan dapat didekati dengan rumus Talbot
(Van Breen + Talbot).
Langkah-langkah penyelesaian:
a. Menghitung intensitas hujan rencana (akibat hujan 5, 10, 20, 25, 50, 100 tahun).
I5 = 90% x (106,521/4) = 20,378 mm/jam
I10 = 90% x (117,5/4) = 21,253 mm/jam
I20 = 90% x (128,029/4) = 22,092 mm/jam
I25 = 90% x (130,304/4) = 22,273 mm/jam
I50 = 90% x (141,652/4) = 23,178 mm/jam
I100 = 90% x (151,870/4) = 23,993 mm/jam

b. Asumsikan pada lengkung intensitas rencana sama dengan lengkung Jakarta.


c. Menentukan persamaan matematis yng paling mendekati lengkung Jakarta
dalam hal ini dicoba dengan rumus talbot.

63
Tetapan rumus talbot :

I = .............. (4)

Dimana :
a = 7416,49 (tetapan)
b = 35,46 (tetapan)
Sehingga didapat :

I = ........... (5)

Perhitungan intensitas rencana.


Perhitungan lengkung intensitas rencana didapat dengan cara
memodifikasikan persamaan (5) seperti uraian berikut:

I =K ........... (6)

K = Konstanta
Untuk Tr = 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun dengan durasi (t) = 4 jam = 240 menit
dengan mensubtitusikan nilai XTr pada persamaan (6) maka, angka untuk masing-
masing periode ulang tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6.6 Nilai ITr, t, dan K berdasarkan nilai Tr yang berbeda

Tr ITr (mm/jam) t (menit) K

5 20,378 240 0,757

10 21,253 240 0,789

20 22,092 240 0,821

25 22,273 240 0,827

50 23,178 240 0,861

100 23,993 240 0,891

64
Harga K kemudian disubstitusikan ke persamaan 6 sehingga didapat lengkung
intensitas hujan rencana , dengan mensubstitusikan nilai t (menit) kepersamaan 5
sehingga didapat lengkung jakarta seperti pada tabel berikut :

Tabel 6.7 Perhitungan Nilai Intensitas Hujan Recana Dan Lengkung Jakarta
Berdasarkan Nilai T Yang Berbeda

T Intensitas Hujan Rencana (mm/Jam)


(menit) I5(desain) I10 I20 I25 I50 I100

5 138,738 144,695 150,407 151,639 157,801 163,349

10 123,499 128,720 133,941 134,919 140,466 145,361

15 111,262 115,965 120,669 121,551 126,547 130,957

20 101,231 105,510 109,790 110,592 115,138 119,151

30 85,767 89,392 93,018 93,670 97,550 100,949

45 69,777 72,727 75,677 76,230 79,364 82,129

60 58,813 61,299 63,785 64,251 66,893 69,224

80 48,625 50,681 52,736 53,122 55,306 57,233

120 36,114 37,641 39,167 39,453 41,076 42,507

180 26,057 27,159 28,260 28,467 29,637 30,670

240 20,382 21,243 22,105 22,266 23,182 23,989

BAB VII
PERHITUNGAN PERENCANAAN SALURAN SAMPING

7.1 Manfaat Perencanaan Saluran Samping

65
Manfaat dari saluran samping yaitu mengatasi air yang mengalir supaya tidak
tergenang sehingga mengakibatkan kerusakan pada konstruksi perkerasan badan jalan
dan sekitarnya.
Prosedur perhitungan drainase meliputi antara lain :
a. Menghitung debit yang akan dilayani saluran (analisa hidrologi).
b. Menghitung drainase saluran/dimensi saluran berdasarkan debit yang ada (analisa
hidrolika).

7.2 Perhitungan Debit Rencana


Dalam menentukan debit rencana akan digunakan metode rasional.
Rumus : Q = 0,278 CIA
Dimana : Q = debit air (m3/dt)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan maksimum yang dicapai dengan waktu konsentrasi
(mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (km2)
Dalam perhitungan saluran, waktu konsentrasi dipengaruhi oleh waktu pengaliran
di permukaan dan di dalam saluran sendiri antara lain :
tc = tof + tdf
Dimana :
tc = time of consentration. Waktu yang diperlukan (total waktu) oleh air hujan dari
mulai jatuh sampai ke titik terjauh (pembuangan).
tof = time of consentration dari overland flow (aliran permukaan jalan). Waktu yang

diperlukan air hujan mulai jatuh sampai keselokan samping terdekat =

Keterangan :
L = panjang pengaliran (m)
So = kemiringan aliran
nd = koefisien hambatan

66
tdf = time of consentration dari dith flow. Waktu yang diperlukan air hujan mulai

jatuh sampai ke selokan samping pembuangan =

Keterangan :
L = panjang saluran (m)
2%
3% 3%

2%
6% 6%

ASPAL (A) BAHU JALAN (B) TANAH LADANG (T)

I II III

V = kecepatan (m/s)
L = 3,5 m L = 1,5 m L =2m
So = 0,02 So = -0,06 So = -0,06
ndA = 0,013 ndB = 0,1 ndT = 0,02
CA = 0,9 CB = 0,5 CT = 0,2

Mencari harga tc
tc = tof + tdf

tof =

tdf =

tofA=

= 0,943 menit

tofB =

= 1,086 menit

67
tofC =

= 0,871 menit
Total tof = 2,9 menit

tdf = (detik)

Dimana : L = Panjang saluran


V = Kecepatan
a. Untuk L = 50 m (sebelah kiri sungai)

tdf = = =

tc = tof + tdf

= 2,9 + (Menit).................................................(1)

b. Untuk L = 70 m (sebelah kanan sungai)

tdf = = =

tc = tof + tdf

= 2,9 + (Menit).................................................(2)

Debit rencana (Qr) :


Qr = 0,278 x C.I.A
= 0,278. I . (CA.AA + CB.AB + CT.AT)
= 0,278. I . (0,9(0,035.2) + 0,50(0,015.2) + 0,20(0,02.2))
= 0,278. I . 0,086
= 0,024I

68
7.3 Perhitungan Dimensi Saluran
Diasumsikan saluran menggunakan bentuk trapesium ½ hexagonal dengan lining
(memakai pasangan) sehingga Vmax diabaikan, tetapi Vmin harus diperhatikan untuk
mencegah pengendapan.

Sifat-sifat trapesium ½ hexagonal


Panjang sisi = h
h’ = 3/4h ; A = h2
R = A/P = h/2 (Jari-jari hidraulis)

69
Dari rumus kecepatan manning :
V = 1/n x R2/3 x S1/2
= 1/0,020 (1/2.h)2/3 x 0,00151/2
= 1,197 h2/3

h = 1/1,197 x V3/2
= 0,83542 x V3/2....................................................................(3)
Perhitungan daya tampung debit saluran (Qs) dengan menggunakan persamaan
Q = V.A
= V.h2 x ...............................................................(4)

Vawal = Vmin=0,5 m/dtk

Tabel 7.1 Perhitungan Qr, Qs, dan h untuk sebelah kiri sungai
V 0,5 0,6 0,7 0,8 0,82559 0,9 1,0 1,1
tc1 4,150 3,942 3,793 3,681 3,657 3,594 3,525 3,468
I1 168,090 168,975 169,615 170,099 170,302 170,472 170,778 171,027
Qr1 4,034 4,055 4,071 4,082 4,087 4,091 4,099 4,105
h1 0,295 0,388 0,598 0,598 0,627 0,713 0,835 0,964
Qs1 0,075 0,156 0,290 0,496 0,562 0,792 1,208 1,771

Kontrol : Qr1 = Qs1


jadi : h1 = 0,83542 x (0,82559)3/2
= 0,62669 m
Tabel 7.2 Perhitungan Qr, Qs, dan h untuk sebelah kanan sungai
V 0,5 0,6 0,7 0,8 0,81755 0,9 1,0 1,1
tc2 4,650 4,358 4,150 3,994 3,970 3,872 3,775 3,695
I2 165,910 167,210 168,010 168,753 168,855 169,275 169,692 170,034
Qr2 3,982 4,013 4,032 4,082 4,053 4,063 4,073 4,081
h2 0,295 0,388 0,598 0,598 0,627 0,713 0,835 0,964
Qs2 0,075 0,156 0,290 0,496 0,562 0,792 1,208 1,771

Kontrol : Qr2 = Qs2


jadi : h2 = 0,83542 x (0,81755 )3/2
= 0,61756 m

70
71
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Peraturan Perencanaan


Geometrik Jalan Raya No. 13/70.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Buku Perencanaan


Jalan Raya.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Perencanaan Tebal.


Perkerasan.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, September 1997, Tata
Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997.

Silvia Sukirman, Dasar – Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Bandung, Nova.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai