Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN AKHIR

BAB 5 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

5.1 UMUM

Perencanaan Geometrik Jalan adalah perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara lengkap,
meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data dasar yang ada
atau dari hasil survei lapangan dan telah dianalisis, serta mengacu pada ketentuan yang
berlaku.

Perencanaan Geometrik pada Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan aKses Keluar Jatibening Caman adalah
perencanaan untuk menentukan jumlah jalur dan lajur bagi kendaraan yang melintas,
merencanakan jari-jari pada alinyemen horisontal, serta kebutuhan kelandaian pada
alinyemen vertikal sesuai dengan ketentuan atau standar perencanaan yang berlaku.

5.2 KRITERIA DESAIN

Kriteria desain geometrik secara ringkas disajikan seperti pada Tabel 5.1, untuk itu
Kecepatan Rencana pada Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur Transportasi
– Perencanaan Teknis Jalan aKses Keluar Jatibening Caman ditetapkan dengan Kecepatan
Rencana sebesar VR = 30 km.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 1
LAPORAN AKHIR

Tabel 5.1 Kriteria Desain Geometrik

NO PARAMETER GEOMETRIK SATUAN KRITERA


DESAIN
1 Kecepatan Rencana km/jam 30
2 Parameter Potongan Melintang :
- Lebar Lajur Lalu Lintas ( STA 0 +000 – STA 0 + 125 ) m 4,7
- Lebar Lajur Lalu Lintas ( STA 0 +150 - STA 0 + 534 ) m 6,5
- Lebar Bahu Jalan Bagian Luar m 0,5
- Kemiringan Melintang Normal Jalur Lalu lintas % 3
- Kemiringan Melintang Normal Bahu Jalan Luar % 5
- Tinggi Ruang Bebas Minimum
a) Jalan m 5,2
3 Jarak Pandang :
- Jarak Pandang Henti Minimum m 30
- Jarak Pandang Mendahului m 100
4 Parameter Alinyemen Horizontal :
- Panjang Jari-jari Minimum m 30
- Jari-jari Tikungan yang Disarankan m 65
- Jari-jari Tikungan yang Tidak Memerlukan Peralihan m 500
- Panjang Minimum Lengkung Peralihan m 25
5 Parameter Alinyemen Vertikal :
- Landai Maksimum % 8
- Jarak Pandang Henti
a) Cembung m 250
b) Cekung m 250

5.3 STANDAR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PERKOTAAN

5.3.1 Ketentuan Teknis


Bagi Lalu Lintas, Klasifikasi menurut kelas jalan fungsi jalan, dan dimensi kendaraan sesuai
Standar Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan adalah sebagai berikut :

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 2
LAPORAN AKHIR

a. Lalu Lintas
Satuan Mobil Penumpang (SMP) : Nilai perbandingan untuk berbagai jenis kendaraan
pada kondisi jalan pada daerah datar adalah sebagai berikut :

1. Sepeda Motor : 0.5


2. Kendaraan Penumpang : 1.0
3. Truck Kecil (berat < 5 ton)/ Bus Mikro : 2.5
4. Truck Sedang (berat > 5 ton) : 2.5
5. Bus : 3.0
6. Truck Berat (Berat < 10 ton) : 3.0

b. Volume Rencana
1. Klasifikasi perencanaan jalan-jalan kota ditentukan oleh volume lalu lintas. Volume
lalu lintas rencana (DTV) dinyatakan dalam SMP (Satuan Mobil Penumpang), yang
menyatakan volume harian lalu lintas kedua arah.
2. Beberapa elemen perencanaan jalan tertentu sangat tergantung pada volume lalu
lintas pada jam puncak, yang dinyatakan dalam Volume Perjam Perencanaan
(DHV). Volume per jam dihitung sebagai berikut :

Untuk jalan-jalan 2 jalur :

(DHV) = DTV x (K/100)

Dimana :
DHV = Volume per Jam Perencanaan
= (PCU/ 2 arah/ jam)  untuk jalan 2 jalur
= (PCU/ arah/ jam)  untuk jalan berjalur banyak
DTV = Volume Lalu Lintas Rencana (PCU/ 2 arah/ hari)
K = Koefisien Puncak (%)

 K adalah perbandingan volume LL pada jam ke 13 dibagi dengan AADT


(LHR tahunan), namun bila data tersebut di atas tidak tersedia, dapat
dipergunakan nilai koefisien K = 10%

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 3
LAPORAN AKHIR

D = Koefisien Arah (%)


 D adalah koefisien arah hasil dari pengamatan lapangan, bila data
lapangan tidak ada dapat dipergunakan D = 60%

Tabel 5.2 Kelas Perencanaan

Fungsi Jalan Volume Lalu Lintas – DTV Kelas


(SMP)

Arteri - 1
PRIMER Kolektor > 10.000 1
< 10.000 2
Arteri > 20.000 1
< 20.000 2
SEKUNDER Kolektor > 6.000 2
< 6.000 3

Jalan pada pekerjaan ini masuk didalam klasifikasi Perencanaan Tipe II Kelas 1, yaitu
: Standard tertinggi bagi jalan-jalan dengan 4 lane atau lebih, memberikan
pelayanan angkutan cepat bagi angkutan antar kota atau dalam kota, dengan
kontrol.

Tabel 5.3 Kecepatan Rencana

Tipe Kelas Kecepatan Rencana


(km/jam)

Tipe I Kelas 1 100, 80


Kelas 2 80, 60*
Kelas 1 60
Tipe II Kelas 2 60, 50
Kelas 3 40, 30
* pada kondisi khusus

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 4
LAPORAN AKHIR

Tabel 5.4 Kendaraan Rencana (m)


Jenis Panjang Lebar Tinggi Depan Jarak Belakang Radius Putar
Kendaraan Total Total tergantung Gandar tergantung min.

Kendaraan
Penumpang 4.7 1.7 2.0 0.8 2.7 1.2 6.0

Truck/ Bus
Tanpa gandengan 12 2.5 4.5 1.5 6.5 4.0 12.0

Kombinasi 16.5 2.5 4.0 1.3 4 (depan) 2.2 12.0


9 (belakang)

Tabel 5.5 Dimensi Kendaraan Rencana (Meter) - RSNI T-14-2004


Dimensi Kendaraan Dimensi Tonjolan Radius Putar Radius Tonjolan
Jenis Kendaraan Rencana Simbol
Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Minimum
Mobil Penumpang P 1.3 2.1 5.8 0.9 1.5 7.3 4.4
Truk As – Tunggal SU 4.1 2.4 9.0 1.1 1.7 12.8 8.6
Bus Gandengan A-BUS 3.4 2.5 18.0 2.5 2.9 12.1 6.5
Truk Semitraler, kombinasi WB-12 4.1 2.4 13.9 0.9 0.8 12.2 5.9
Sedang
Truk Semitraler, kombinasi WB-15 4.1 2.5 16.8 0.9 0.6 13.7 5.2
besar
Convensional School Bus SB 3.2 2.4 10.9 0.8 3.7 11.9 7.3
City transit Bus CB 3.2 2.5 12.0 2.0 2.3 12.8 7.5

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 5
LAPORAN AKHIR

c. Jumlah Jalur
1. Jumlah jalur jalan di mana volume lalu lintas rencana (DTV) yang lebih kecil dari
nilai pada tabel di bawah ini (standar perencanaan lalu lintas harian) sebaiknya 2
jalur kecuali jumlah jalur belok dan jalur percepatan/ perlambatan.

Tabel 5.6 Lalu Lintas Harian Berdasarkan Klasifikasi Jalan

Klasifikasi Perencanaan Standard Perencanaan Lalu Lintas


Harian (dalam SMP)

Kelas 1 20.000
Tipe 1
Kelas 2 20.000
Kelas 1 18.000
Tipe 2 Kelas 2 17.000
Kelas 3 15.000
Catatan : Bila pada jalan tipe II banyak terdapat persimpangan maka nilai pada
tabel di atas harus dikalikan 80%

2. Jumlah jalur pada jalan-jalan lainnya yang tidak termasuk didalam paragraf di atas
sebaiknya 4 jalur atau lebih, dengan standard volume lalu lintas seperti pada tabel
di bawah ini.

Tabel 5.7 Lalu Lintas Harian Berdasarkan Klasifikasi Jalan

Klasifikasi Perencanaan Standard Perencanaan Lalu Lintas


Harian (dalam SMP)

Kelas 1 20.000
Tipe 1
Kelas 2 20.000
Kelas 1 18.000
Tipe 2 Kelas 2 17.000
Kelas 3 15.000
Catatan : Bila pada jalan tipe II banyak terdapat persimpangan maka nilai pada
tabel di atas harus dikalikan 60%

d. Lebar Jalur
Lebar jalur untuk berbagai klasifikasi perencanaan sebaiknya sesuai dengan Error:
Reference source not found bawah ini.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 6
LAPORAN AKHIR

Tabel 5.8 Lebar Jalur Lalu Lintas

Kelas Perencanaan Lebar Jalur LL (m)


Tipe I Kelas I 3.5
Kelas II 3.5
Tipe II Kelas I 3.5
Kelas II 3.25
Kelas III 3.25 , 3.0
e. Median
1. Pemisah Arah
 Untuk jalan tipe 1 dengan 4 jalur atau lebih, jalur-jalur ini sebaiknya dipisahkan
menurut arah lalu lintasnya.
 Pada umumnya untuk jalan tipe II dengan 4 jalur atau lebih, jalur-jalur ini
sebaiknya dipisahkan menurut arahnya.

2. Lebar Minimum Median


 Lebar minimum median sesuai dengan kelas perencanaan jalannya seperti
tercantum pada Tabel 5.9.
 Bila fasilitas jalan terpasang pada median, maka penetapan lebar median
haruslah diperhitungkan lebar bebas jalan per arah.

Tabel 5.9 Lebar Minimum Median

Kelas Perencanaan Lebar Min. Standar (m) Lebar Min. Khusus


Kelas 1 2.5 2.5
Tipe I
Kelas 2 2.0 2.0
Kelas 1 2.0 1.0
Tipe II Kelas 2 2.0 1.0
Kelas 3 1.5 1.0
Catatan : Lebar Minimum khusus ini digunakan pada terowongan dengan ROW sangat terbatas.

3. Komposisi Median
 Pada umumnya median terdiri dari jalur tepian dan pemisah tengah
 Pemisah dengan lebar sampai 5.0 m sebaiknya ditinggikan dengan kereb atau
dilengkapi dengan pembatas fisik agar tidak dilanggar kendaraan.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 7
LAPORAN AKHIR

4. Lebar Jalur Tepian Median


Lebar jalur tepian median sesuai dengan kelas jalannya tercantum dalam Error:
Reference source not found di bawah ini.
Tabel 5.10 Lebar Garis Tepi Median

Kelas Perencanaan Lebar Garis Tepi Median (m)


Kelas 1 0.75
Tipe I
Kelas 2 0.5
Kelas 1 0.25
Tipe II Kelas 2 0.25
Kelas 3 0.25

f. Bahu Jalan
1. Ketentuan Bahu Jalan
Jalur lalu lintas hendaknya dilengkapi dengan bahu jalan. Hanya bila jalur lalu lintas
telah dilengkapi dengan median, jalur pemisah atau jalur parkir maka bahu jalan
tidak diperlukan lagi.

Bahu jalan sebaiknya diperkeras. Bahu yang tidak diperkeras dipertimbangkan


apabila ada pertimbangan ekonomi.

2. Lebar Minimum Bahu Jalan Sebelah Luar/ Kiri


Lebar minimum bahu jalan sebelah luar/ kiri dicantumkan pada Error: Reference
source not found kolom kedua bila tidak memiliki jalur pejalan kaki/ sepeda atau
seperti kolom ketiga bila memiliki jalur pejalan kaki/ sepeda pada sebelah luar
bahu jalan.

Tabel 5.11 Lebar Minimum Bahu Jalan


Lebar Bahu Kiri/Luar (m)
Klasifikasi Tidak Ada Trotoar
Ada
Perencanaan Standar Pengecualian Lebar yang
Trotoar
Minimum Minimum Diinginkan
Tipe I Kelas 1 2.0 1.75 3.25
Kelas 2 2.0 1.75 2.5
Tipe II Kelas 1 2.0 1.50 2.5 0.5
Kelas 2 2.0 1.50 2.5 0.5

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 8
LAPORAN AKHIR

Kelas 3 2.0 1.50 2.5 0.5


Kelas 4 0.5 0.50 0.5 0.5
Catatan : Pengecualian minimum sebaiknya hanya dipakai pada terowongan atau pada
daerah dengan ROW terbatas
3. Lebar Minimum Jalan Sebelah Dalam/ Kanan
Lebar minimum bahu jalan sebelah dalam sesuai dengan Tabel 5.12 di bawah ini:
Tabel 5.12 Lebar Bahu Dalam/ Kanan

Kelas Perencanaan Lebar Bahu Jalan Dalam (m)


Tipe I Kelas 1 1.00
Kelas 2 0.75
Tipe II Kelas 1 0.5
Kelas 2 0.5
Kelas 3 0.5
Kelas 4 0.5

g. Jalur Parkir

1. Ketentuan Jalur Parkir


Jalur parkir pada umumnya disediakan di sisi kiri dari jalur lalu lintas untuk jalan-
jalan tipe II, kecuali jalan tipe II kelas IV bila kebutuhan akan parkir atau berhenti di
sepanjang jalan cukup tinggi sehingga kendaraan yang berhenti dikhawatirkan akan
mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalan tersebut

2. Lebar Jalur Kendaraan


Lebar standar dari jalur parkir adalah 2,5 m. Kecuali bila perbandingan jumlah
kendaraan berat terhadap jumlah total kendaraan yang lewat cukup rendah, maka
lebar jalur parkir boleh dikurangi sampai lebar minimumnya yaitu 2 m.

h. Jalur Tanaman/ Jalur Hijau

1. Ketentuan Jalur Tanaman/ Jalur Hijau


Jalan tipe II sebaiknya dilengkapi dengan jalur tanaman, tergantung dari kebutuhan
untuk melestarikan nilai estetis lingkungan sekitar jalan tersebut.

2. Lebar Jalur Tanaman/ Jalur Hijau


Lebar standar jalur hijau/ tanaman adalah 2 m.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 9
LAPORAN AKHIR

i. Jalur Samping (Frontage Road)

1. Ketentuan Jalur Samping


Untuk jalan 4 jalur atau lebih jalur samping hendaknya disediakan, bila akses
langsungnya dibatasi atau terhalang oleh sifat dari jalan utamanya.

2. Perencanaan Jalur Samping


Pada umumnya standar perencanaan jalan tipe II, kelas IV berlaku juga untuk
perencanaan jalan samping satu arah. Untuk jalur samping dua arah maka standar
jalan kelas II atau kelas III dapat dipergunakan.

3. Lebar Jalur Samping


Lebar standar jalur samping adalah sebesar 4,0 m. Lebar minimum bahu yang
berdampingan dengan jalur samping (antara jalur samping dengan trotoar) sebesar
0,5 m.

j. Jalur Pemisah Luar (Outter Separation)

1. Ketentuan Jalur Pemisah Luar


Jalur pemisah sebaiknya diberikan bila diperlukan untuk memisahkan kendaraan
lambat dari kendaraan cepat atau untuk memisahkan lalu lintas yang masuk/ keluar
ke jalur utama/ menerus.

2. Komposisi Jalur Pemisah


Jalur pemisah terdiri dari pemisah dan garis tepi.

3. Lebar Minimum Jalur Pemisah


Lebar standar minimum jalur pemisah adalah 1.5 m.

4. Batasan Perencanaan Jalur Pemisah Luar


 Lebar garis tepi di kanan, kiri, serta jalur pemisah luar adalah 0.25 m.
 Jalur pemisah luar haruslah ditinggikan dari muka jalan dan dibentuk dengan
kerb.

k. Trotoar (Side Walk)

1. Ketentuan Trotoar (Side Walk)

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 10
LAPORAN AKHIR

 Pada umumnya jalan tipe kelas I, kelas II dan kelas III dilengkapi dengan trotoar
kecuali jalan kelas seperti misalnya jalan pintas (bypass) di mana memang tidak
disediakan akses samping.
 Pada daerah pinggiran kota di mana volume pejalan kaki lebih dari 300 orang
per 12 jam dan volume kendaraan melebihi 1000 kendaraan per 12 jam maka
perlu disediakan trotoar.

2. Lebar Minimum Trotoar


 Lebar minimum trotoar sebaiknya seperti yang tercantum dalam Error:
Reference source not found sesuai dengan klasifikasi jalan.
Tabel 5.13 Lebar Minimum Trotoar
Lebar Minimum
Klasifikasi Rencana Standar minimum (m)
Pengecualian (m)
Tipe II Kelas 1 3.0 1.5
Kelas 2 3.0 1.5
Kelas 3 1.5 1.0
Catatan : Lebar Minimum digunakan hanya pada daerah terowongan di mana
volume lalu lintas pejalan kaki (300-500 orang per 12 jam)

3. Potongan Melintang Trotoar


 Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi kiri bahu jalan atau di sisi kiri dari
jalur lalu lintas (bila telah tersedia jalur parkir). Namun bila jalur tanaman dan
terletak di sebelah bahu kiri jalan atau jalur parkir, trotoar harus dibuat
bersebelahan dengan jalan tanaman.
 Perlengkapan jalan pada prinsipnya harus diletakkan pada sisi dalam dari
trotoar.
 Bila trotoar bersebelahan langsung dengan tanah milik perorangan, maka
pohon haruslah ditanam di sisi dalam dari trotoar. Namun bila terdapat ruang
cukup antara trotoar dan tanah milik maka pohon boleh ditanam pada sisi luar.
 Selokan terbuka untuk drainase jalan harus terletak pada bagian luar dari
trotoar.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 11
LAPORAN AKHIR

 Selokan tertutup dapat dianggap sebagai bagian dari trotoar bila tertutup baik
dengan slab beton.
 Trotoar harus ditinggikan setinggi kereb
4. Ruang Bebas Kendaraan
a) Ketentuan Ruang Bebas
 Ruang bebas dalam bab ini hendakknya dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perencanaan mengenai potongan melintang jalan.

 Bangunan, fasilitas utilitas, pohon dan benda-benda yang tidak bergerak tidak
diperkenankan berada dalam ruang bebas ini.

b) Dimensi Ruang Bebas


Kasus 1 : Ruang bebas untuk Jalur lalu lintas dengan bahu jalan.

Gambar 5.1 Ruang Bebas untuk Jalur Lalu Lintas dengan Bahu Jalan.

Kasus 2 : Ruang bebas untuk jalur lalu lintas pada jalan tidak ada bahunya

Gambar 5.2 Ruang Bebas untuk Jalur Lalu Lintas pada Jalan tidak Ada Bahunya

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 12
LAPORAN AKHIR

H= 5,1 m pada jalan tipe I, kelas I dan tipe II kelas I,kelas II, dan kelas III. Untuk
jalan tipe II kelas III di mana bus tingkat tidak boleh lewat, H dapat diperkecil
menjadi 4.6 m.
a = 1.0 m atau lebih kecil dari lebar diambil = 4.1 m
b= 4.6 m, bila H 4.6 m maka dapat diambil = 4.1 m.
d= 0.75 m untuk jalan-jalan tipe I
0.50 m untuk jalan-jalan tipe II.
c) Pengukuran Garis bebas
 Tinggi ruang bebas diukur antara garis sejajar permukaan jalan dan permukaan
itu sendiri.
 Lebar ruang bebas diukur di antara garis tegak lurus permukaan kemiringan
normal jalan. Pada bagian dengan superelevasi, garis batas vertikal harus
diukur tegak lurus terhadap permukaan jalur lalu lintas.

Gambar 5.3 Pengukuran Garis Bebas

Gambar 5.4 Ruang Bebas

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 13
LAPORAN AKHIR

l. Jarak Pandang
1. Jarak Pandang Henti
Jarak pandang henti minimum harus selalu diberikan pada setiap bagian jenis. Jarak
pandang henti ini dinyatakan pada Error: Reference source not found.

Tabel 5.14 Jarak Pandang Henti Minimum


Kecepatan Rencana Jarak Pandang Henti
(km/jam) (m)
100 165
80 110
60 75
50 55
40 40
30 30
20 20
2. Jarak Pandang Menyiap
Jarak pandang menyiap harus ditentukan pada bagian jalan yang dipilih, pada jalan
dua jalur dua arah. Jarak pandang menyiap standar dan minimum dinyatakan
dalam Tabel 5.15.

Tabel 5.15 Jarak Pandang Menyiap


Kecepatan Rencana JPM standar JPM Minimum
(km/jam) (m) (m)
80 550 350
60 350 250
50 250 200
40 200 150
30 150 100
20 100 70

3. Penerapan
Disarankan untuk senantiasa menyediakan jarak pandang menyiap yang cukup
dalam merencanakan jalan dua jalur. Tetapi oleh karena adanya kendala-kendala
dalam memenuhi kondisi tersebut, menimbang besar biaya pembangunannya,
hanya bagian-bagian jalan tertentu, yang disebut berikut ini, harus mempunyai
jarak pandang yang cukup.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 14
LAPORAN AKHIR

 Untuk jalan tipe I kelas II, persentasi panjang dengan jarak pandang lebih
besar daripada jarak pandang menyiap standar sebaiknya lebih besar dari
30%.
 Untuk jalan tipe II kelas II, persentasi panjang dengan jarak pandang lebih
besar daripada jarak pandang menyiap minimum sebaiknya lebih besar dari
30%.
 Untuk jalan tipe II kelas III, persentasi panjang dengan jarak pandang lebih
besar daripada jarak menyiap minimum sebaiknya lebih besar dari 10%.

4. Metode Pengukuran Jarak Pandang


Jarak pandang diukur dari tinggi pandangan mata ke puncak sebuah objek. Untuk
jarak pandang henti, tinggi mata 100 cm dan tinggi objek 10 cm, untuk jarak
pandang menyiap, tinggi mata 100 cm dan tinggi objek 100 cm.

5.4 ALINYEMEN HORIZONTAL

Alinyemen Horisontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horisontal. Alinyemen
horisontal dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”.

Pada perencanaan Alinyemen horisontal, umumnya akan ditemui dua jenis bagian jalan,
yaitu bagian lurus, dan bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang terdiri dari :

a. Lingkaran (Full Circle = FC)


b. Spiral – Lingkaran – Spiral (Spiral – Circle – Spiral = S – C – S)
c. Spiral – Spiral (S – S)

Pada Review Desain Fly Over Permata Hijau yang mana menggunakan Spiral – Lingkaran –
Spiral (Spiral – Circle – Spiral = S – C – S).

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 15
LAPORAN AKHIR

Gambar 5.5 Komponen FC (Full Circle)

Keterangan :
∆ = Sudut tikungan
O = Titik pusat lingkaran
Tc = Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rc = Jari-jari lingkaran
Lc = Panjang busur lingkaran
Ec = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran

Gambar 5.6 Komponen S – C – S (Spiral – Circle – Spiral)

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 16
LAPORAN AKHIR

Keterangan :

Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus
lengkung peralihan).
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak luruske titik
SC pada lengkung.
Ls = Panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST).
Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS)
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS = Titik dari tangen ke sepiral
SC = Titik dari spiral ke lingkaran
Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran
s = Sudut lengkung spiral
Rc = Jari-jari lingkaran
p = Pergeseran tangen terhadap spiral
k = Absis dari ”p” pada garis tangen

Gambar 5.7 Komponen S – S

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 17
LAPORAN AKHIR

5.4.1 Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana adalah kecepatan untuk menentukan elemen-elemen geometrik jalan
raya. Hal-hal yang bersangkutan dengan kecepatan adalah jari-jari lengkungan, superelevasi
dan jarak pandangan.

Kecepatan rencana pada Perencanaan teknis dan DED Prasarana Infrastruktur Transportasi –
Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening - Caman ditetapkan kecepatan rencana VR
= 30 km/jam.

Tabel 5.16 Kecepatan Rencana


TIPE KELAS KECEPATAN RENCANA
Tipe I Kelas 1 100, 80
Kelas 2 80, 60*
Tipe II Kelas 1 60
Kelas 2 60, 50
Kelas 3 40,30
Kelas 4 30,20
* pada kondisi khusus

5.4.2 Jari – Jari Minimum


Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan kecepatan (V) akan menerima gaya
sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal
tersebut, perlu dibuat suatu kemiringan melintang jalan pada tikungan yang disebut
superelevasi (e).

Untuk kecepatan tertentu dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum
dan koefisien gesekan maksimum.

V
R2
R min=
127( e mak + f mak )

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 18
LAPORAN AKHIR

Gambar 5.8 Grafik nilai Koefisien Gesekan Melintang (f)

Maka diperoleh jari-jari minimum :

V
R2
R min=
127( e mak + f mak )

402
= =56 . 750 m
127 (0 .06 +0 .162 )

Rmin dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.17 Panjang Jari-jari Minimum, untuk VR= 30 km/jam


VR (km/jam) 100 90 80 70 60 50 40 30
fmak 0.12 0.13 0.14 0.14 0.15 0.16 0.17 0.17
Rmin (m) 435 335 250 195 135 90 55 30

Berdasarkan tabel di atas didapatkan Rmin = 30 m, maka yang diambil R min = 30 m.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 19
LAPORAN AKHIR

Pertimbangan yang tepat hendaknya diberikan kepada hal-hal berikut di dalam


merencanakan jalan perkotaan.

1. Disesuaikan dengan keadaan topografi dan geografi daerah di sekitarnya.


2. Kemantapan Alinyemen
3. Koordinasi antara Alinyemen horizontal dan vertikal
4. Perspektif yang dapat disetujui
5. Keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi, penumpang dan pejalan kaki
6. Keterbatasan-keterbatasan pada pelaksanaan pembangunannya
7. Keterbatasan anggaran pembangunan dan pemeliharaannya

Kemungkinan tahapan pembangunannya harus dipertimbangkan; peningkatan perkerasan,


perbaikan Alinyemen, vertikal atau horisontal yang mungkin diperlukan pada masa
mendatang, hendaknya dapat dilaksanakan dengan penambahan biaya yang seminimum
mungkin.

a. Jari-jari Tikungan Minimum


1. Jari-jari minimum dengan superelevasi maksimum :
Jari-jari tikungan minimum pada jalan perkotaan sebaiknya seperti yang tercantum
dalam Error: Reference source not found kolom yang ditengah menunjukkan jari-jari
minimum yang diizinkan untuk jalan tipe I, dan kolom paling kanan menunjukkan
jari-jari minimum yang dapat dipakai untuk jalan tipe II.

Tabel 5.18 Jari-jari minimum


Kecepatan Rencana Jari-jari Minimum (m)
(km/jam) Jalan Type I Jalan Type II
100 380 460
80 230 280
60 120 150
50 80 100
40 - 60
30 - 30
20 - 15

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 20
LAPORAN AKHIR

2. Jari-jari tikungan yang disarankan :


 Jari-jari tikungan minimum sebaiknya disesuaikan dengan harga-harga yang
tercantum dalam Tabel 5.19.

 Penggunaan jari-jari minimum yang tercantum dalam Error: Reference source


not found dibatasi pada perencanaan Alinyemen yang mempunyai
keterbatasan yang ekstrim. Dalam banyak hal, jari-jari minimum yang
disarankan sebaiknya diterapkan untuk keamanan dan kenyamanan.

Tabel 5.19 Jari-jari Tikungan yang Disarankan


Kecepatan Rencana Jari-jari Minimum yang Disarankan
(km/jam) (m)
100 700
80 400
60 200
50 150
40 100
30 65
20 30

3. Jari-jari untuk jalan dengan kemiringan normal


Di daerah perkotaan yang sudah mantap dimana dianggap kurang tepat diadakan
superelevasi yang disebabkan oleh kondisi geografis dan topografi. Hal ini
dikarenakan perlunya memberikan kemudahan-kemudahan untuk jalan masuk
pada kegiatan-kegiatan di sepanjang jalan dan menyediakan sistem drainase yang
mantap. Jari-jari minimum untuk jalan tersebut sebaiknya seperti yang tercantum
dalam Tabel 5.20.

Tabel 5.20 Jari-jari Minimum untuk Jalan dengan Kemiringan Normal


Kecepatan Rencana Jari-jari Minimum
(km/jam) (m)
60 220
50 150
40 100
30 55
20 25

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 21
LAPORAN AKHIR

4. Jari-jari Minimum Bagian Jalan dengan Kemiringan Normal


Sebuah tikungan dengan jari-jari yang panjang tidak memerlukan superelevasi
sampai dicapai suatu nilai jari-jari tertentu. Jari-jari minimum untuk bagian jalan
dengan kemiringan normal kecuali pada jalan-jalan yang disebutkan pada paragraf
sebaiknya seperti yang dicantumkan pada Tabel 5.21 sesuai dengan angka
kemiringannya.

Tabel 5.21 Jari-jari Minimum untuk Bagian-bagian Jalan dengan Kemiringan Normal
Kecepatan Rencana Jari-jari Minimum pada Kemiringan Normal
(km/jam) (m)
i = 2.0%
100 5000
80 3500
60 2000
50 1300
40 800
30 500
20 200

5. Panjang Tikungan Minimum


a) Panjang as sebuah jalur pada tikungan sebaiknya dua kali panjang bagian
transisi/peralihan yang disebutkan dalam paragraf (pelebaran pada tikungan)
untuk sudut = 7 derajat.

b) Untuk sudut = 7 derajat, panjang as jalur jalan minimum sebaiknya seperti yang
dinyatakan pada Tabel 5.22 kolom ketiga sesuai dengan kecepatan rencananya.
Tabel 5.22 Panjang Tikungan Minimum
Kecepatan Rencana Panjang Tikungan Minimum (m)
(km/jam) Standar Keadaan terpaksa
100 1200/a 170
80 1000/a 140
60 700/a 100
50 600/a 80
40 500/a 70
30 350/a 50
20 280/a 40
Catatan : a = sudut potongan (derajat), dimana jika = 2 derajat, untuk perhitungan pada kolom
kedua diambil a = 2

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 22
LAPORAN AKHIR

6. Superelevasi
a) Superelevasi Maximum
Jalan-jalan tikungan yang ramai dilalui, bahu-bahu jalan yang ditepinya dan
garis batas tepi jalan, di mana jari-jari lengkungnya lebih kecil sebaiknya diberi
superelevasi.
Superelevasi maksimum sebaiknya seperti yang dinyatakan sebagai berikut :
1) Jalan type I superelevasi 10%
2) Jalan type II superelevasi 6%

b) Pengecualian pada Jalan-jalan Perkotaan


Mengabaikan ketentuan sebelumnya, jalan type II di daerah perkotaan yang
sudah mapan, bisa tidak diberikan superelevasi dalam hal kemiringan normal
memang diperlukan untuk memberikan kemudahan dan hubungannya dengan
jalan-jalan yang lain.

c) Superelevasi pada Tikungan


1) Harga superelevasi sebaiknya sesuai dengan kecepatan rencana dan jari-jari
tikungannya.
2) Untuk jalan-jalan type II, ada kalanya superelevasi tidak diterapkan untuk
kondisi-kondisi yang diterangkan dalam paragraf (panjang minimum bagian
peralihan)
3) Lepas dari harga-harga yang tercantum untuk jalan-jalan dengan kecepatan
rencana 30 km/jam atau 20 km/jam, superelevasi dapat diterapkan
berdasarkan karakteristik kendaraan yang melewati, dan kondisi geografi di
daerah tersebut.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 23
LAPORAN AKHIR

Tabel 5.23 Kemiringan Standar 2.0%


Super Jari-jari lengkungan (m)
elevasi 100 km/j 80 km/j 60 km/j 50 km/j 40 km/j 30 20
(%) km/j km/j
380 R 230 R 120 R 80 R 50 R
10 - -
430 280 150 100 65
430 280 150 100 65
9 - -
480 330 190 130 80
480 330 190 130 80 30 15
8
550 380 230 160 100 40 20
550 380 230 160 100 40 20
7
640 450 270 200 130 60 30
640 450 270 200 130 60 30
6
760 540 330 240 160 80 40
760 540 330 240 160 80 40
5
930 670 420 310 120
110 50
930 670 420 310 120 110 50
4
1200 870 560 410 300 150 70
1210 1240560 410 300 150 70
3
1700 800 590 400 220 100
1700 1240 800 590 400 220 100
2
5000 3500 2000 1300 800 500 200

7. Bagian Peralihan
a) Ketentuan Bagian Peralihan
Bagian peralihan pada prinsipnya harus disediakan antara bagian lurus dan kurva
lingkungan.

b) Panjang Minimum Bagian Peralihan


Panjang minimum bagian peralihan harus seperti yang tertera dalam Tabel 5.24
sesuai dengan kecepatan rencana jalan tersebut.

Tabel 5.24 Panjang Minimum Bagian Peralihan


Kecepatan Rencana
Panjang Minimum Bagian Peralihan (m)
(km/j)
100 85
80 70
60 50
50 40
40 35
30 25
20 20

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 24
LAPORAN AKHIR

c) Aliran Superelevasi dan Pelebaran pada Bagian Peralihan


Superelevasi dan pelebaran pada jalan sering dilewati sebaiknya dialirkan dalam
bagian peralihan. Apabila panjang yang diperlukan untuk aliran superelevasi
atau pelebaran lebih besar daripada harga-harga yang disebutkan pada paragraf
sebelumnya akan dianggap sebagai bagian minimum.

5.5 ALINYEMEN VERTIKAL

5.5.1 Perencanaan Tikungan


Nilai kelandaian suatu jalan ditentukan oleh kemampuan menanjak sebuah truk bermuatan
dan biaya konstruksi yang tersedia. Oleh karena itu ada dua kelandaian maksimum yaitu
kelandaian maksimum standar dan kelandaian maksimum mutlak.

Bila kelandaian melebihi maksimum kendaraan, maka panjang kelandaiannya harus dibatasi.
Dalam hal ini yang dibatasi adalah waktu tempuh pada kelandaian yang melebihi maksimum
standar hingga 1 menit.

Kelandaian yang digunakan pada Review Desain Fly Over Permata Hijau adalah kelandaian
maksimum 5 % dengan kecepatan rencana 40 km/jam.

5.5.2 Kelandaian
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian berikutnya, dilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal direncanakan sedemikian rupa
sehingga dapat memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.

Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan kedua bagian yang lurus (tangens),
adalah :

a. Lengkung vertikal cekung, adalah suatu lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
b. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 25
LAPORAN AKHIR

Gambar 5.9 Lengkung Vertikal Cekung

Gambar 5.10 Lengkung Vertikal Cembung

Tabel 5.25 Landai Maksimum


Kecepatan Rencana Landai Maksimum
(Km/jam) (%)
100 3
80 4
60 5
50 6
40 7
30 8
20 9

c. Panjang Landai Kritis


Dari kemiringan maksimum yang disebutkan dalam paragraf di atas dapat digunakan,
Kelandaian yang lebih besar dabila panjang kelandaian lebih kecil dari pada panjang
kritis yang ditetapkan dalam Error: Reference source not found sesuai dengan kecepatan
rencana.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 26
LAPORAN AKHIR

Tabel 5.26 Panjang Kritis pada Kelandaian


Kecepatan Rencana Kelandaian
Panjang Kritis dari Kelandaian (m)
(Km/jam (%)
4 700
100 5 500
6 400
5 600
80 6 500
7 400
6 500
60
7 400
8 300
7 500
50 8 400
9 300
8 400
40 9 300
10 200
Catatan : Apabila disediakan jalur tanjakan panjang kelandaian dapat melebihi panjang
kelandaian kritis di atas

d. Jalur Pendakian
1. Persyaratan dari jalur Pendakian
Pada bagian tanjakan dengan landai 5% atau lebih (3% atau lebih untuk jalan yang
kecepatan rencana) 100 km/jam atau lebih, jalur pendakian untuk kendaraan
berat hendaknya disediakan, tergantung pada panjang landai dan karakteristik
lalu lintas.

2. Lebar Jalur Pendakian


Lebar jalur tanjakan pada umumnya 3,0 m.

e. Lengkung Vertikal
1. Syarat-syarat Lengkung Vertikal
Pada setiap perubahan kelandaian dapat diberikan lengkung vertikal. Lengkung
vertikal hendaknya merupakan lengkung parabola yang sederhana.

2. Standar Minimum Jari-jari Lengkung Vertikal


Standar minimum jari-jari lengkung vertikal pada lengkung cembung dan lengkung
cekung yang ditetapkan dalam Error: Reference source not found sesuai dengan
kecepatan rencana.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 27
LAPORAN AKHIR

f. Standar Panjang Minimum Lengkung Vertikal


Standar panjang minimum lengkung vertikal seperti yang tertera pada Tabel 3-32
sesuai dengan kecepatan rencana, dan Error: Reference source not found dan Error:
Reference source not found berhubungan dengan perbedaan aljabar landai.

Panjang minimum standar lengkung vertikal ditentukan dari kebutuhan visual.


Apabila perbedaan aljabar landai kecil, maka panjang lengkungan vertikal akan
tampak melengkung.

Guna menghindari hal ini, batas minimum panjang lengkung vertikal harus
ditentukan juga berdasarkan kecepatan rencana.

Tabel 5.27 Standar Panjang Minimum Lengkung Vertikal


Standar Panjang
Kecepatan Rencana
Minimum Lengkung
(km/jam)
Vertikal (m)
100 85
80 70
60 50
50 40
40 35
30 25
20 20

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 28
LAPORAN AKHIR

Gambar 5.11 Panjang Minimum Lengkung Vertikal Cembung dan Cekung

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 29
LAPORAN AKHIR

Tabel 5.28 Nilai Minimum/ Maximum dari Faktor Desain Alinyemen


Jarak Lengkung3) Minimum Minimum Panjang6 Jari-jari Lengkung8)
Jarak1) Jarak2)
Kecepata Minimum (m) jari4) jari5) jari minimum Landai6) Vertikal Minimum
Pandangan Pandang-
n Disain e=10% e=6% e=-2% Jari Lengkung lengkung bagian max.
Henti an Siap
(KM/J) Superelevasi Tanpa bagian Peralihan (%) Crest Sag
(m) (m)
(m) Peralihan (m) (m)
100 160 - 380 460 - 5.000 1.500 85 3 6.500 3.000

80 110 550 230 280 - 3.500 1.000 70 4 3.000 2.000

60 75 350 120 150 220 2.000 600 50 5 1.400 1.000

50 55 250 80 100 150 1.300 400 40 6 800 700

40 40 200 - 60 100 800 250 35 7 450 450

30 30 150 - 30 55 500 150 25 8 250 250

20 2 100 - 15 25 200 60 20 9 100 100

Catatan : 1/ Text : Jarak Pandang Henti


2/ Jarak Pandang Menyiap
3/ Jari-jari Minimum dengan Super elevasi Maksimum, dan dengan Kemiringan Normal
4/ Panjang Tikungan Minimum
5/ Pelebaran Pada Tikungan Tajam
6/ Jalan Berlajur Banyak
7/ Landai Maksimum
8/ Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 30
LAPORAN AKHIR

5.6 GAMBAR PERENCANAAN GEOMETRIK

5.6.1 Alinyemen Horizontal

Gambar 5.12 Alinyemen Horizontal

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 31
LAPORAN AKHIR

5.6.2 Alinyemen Vertikal

Gambar 5.13 Alinyemen Vertikal (STA 0 + 000 – STA 0 +150)

Gambar 5.14 Alinyemen Vertikal (STA 0 + 150 – STA 0 +300)

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 32
LAPORAN AKHIR

Gambar 5.15 Alinyemen Vertikal (STA 0 + 300 – STA 0 +450)

Gambar 5.16 Alinyemen Vertikal (STA 0 + 450 – STA 0 + 529)

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 33
LAPORAN AKHIR

5.7 PERAMBUAN

1. Standar Perencanaan
Standar perencanaan perangkat pengendali lalu lintas atau perambuan yang digunakan
sebagai acuan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
a. Keputusan Menteri Perhubungan No.60 tahun 1993 tentang Marka Jalan
b. Keputusan Menteri Perhubungan No.61 tahun 1993 tentang Rambu–rambu Lalu
Lintas di Jalan.
2. Jenis Rambu
Secara umum jenis rambu di jalan tol dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Rambu Peringatan
b. Rambu peringatan standar (sesuai Tabel I pada Keputusan Menteri Perhbungan No.
KM 61 thun 1993).
c. Rambu peringatan berupa kata-kata.
3. Rambu Larangan
a. Rambu larangan standar (sesuai Tabel II A pada Keputusan Menteri Perhbungan
No. KM 61 thun 1993)
b. Rambu larangan berupa kata-kata.
4. Rambu Petunjuk
a. Rambu Petunjuk Jurusan (RPJ) untuk menyatakan arah agar dapat mencapai suatu
tujun antara lain kota, daerah/wilayah.
b. Rambu Petunjuk bukan Jurusan untuk menyatakan fasilitas umum, batas wilayah
suatu daerah, situasi jalan dan sebagainya.
5. Ukuran Rambu
Rambu lalu lintas terbagi atas dua ukuran, yaitu:

a. Rambu Ukuran Standar


Rambu ukuran standar adalah rambu-rambu yang sesuai tabel I, IIA, IIB dan III dari
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 dengan ukuran sebagai
berikut :

 Tipe A : diameter 90 cm dan 90 x 90 cm, untuk kecepatan lebih dari 60 km/jam.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 34
LAPORAN AKHIR

 Tipe B : diameter 75 cm dan 75 x 75 cm, untuk kecepatan < 60 km/jam


b. Rambu Ukuran Besar (berupa kata – kata)
Ukuran rambu berupa kata – kata ditentukan berdasarkan ukuran huruf, jarak
antara huruf serta jarak ke tepi panel (bukan dengan ukuran standar tertentu).

Ukuran huruf yang digunakan mengacu pada Standard Alphabets for Highway Sign
and Pavement Marking dari Federal Highway Administration (FHWA 1977).

 Rambu Petunjuk selain Jurusan (warna dasar biru) Menggunakan jenis huruf
kapital seri D atau E.
 Rambu Petunjuk Jurusan (warna dasar hijau) Menggunakan jenis huruf kapital
seri E (m) untuk huruf awal dan selanjutnya huruf kecil seri Lc (lower case).
 Rambu larangan (warna dasar putih) Menggunakan jenis huruf kapital seri D
atau E.
 Rambu peringatan (warna dasar kuning) Menggunakan jenis huruf kapital seri
D atau E.
6. Warna Rambu
Warna yang digunakan dalam panel rambu sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
Kepmenhub No. 61 tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas di Jalan. Warna-warna
tersebut adalah :

a. Rambu Peringatan
Warna dasar yang digunakan adalah kuning (reflektif) dengan tulisan, gambar
lambang dan garis tepi berwarna hitam.

b. Rambu Larangan
Warna dasar yang digunakan adalah putih (reflektif) dengan tepi berwarna merah
(reflektif) dan gambar lambang dan tulisan huruf berwarna hitam (reflektif).

Untuk rambu larangan berupa kata-kata warna dasar yang digunakan putih
(reflektif) dan garis tepi berwarna merah (reflektif) tebal 8 cm yang dimulai dari tepi
panel.

c. Rambu Perintah

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 35
LAPORAN AKHIR

Warna dasar yang digunakan adalah biru (reflektif) dan lambang atau tulisan putih
(reflektif) dan garis tepi berwarna putih (relflektif) dengan ketebalan 3 cm untuk
panel ukuran 2,0 x 3,0 m dan 5 cm untuk panel ukuran lebih besar. Garis tepi
dimulai dari tepi panel.

d. Rambu Petunjuk
Rambu petunjuk terdapat beberapa macam warna yang digunakan yaitu :

 Rambu petunjuk bukan jurusan


Warna dasar yang digunakan adalah biru (reflektif), simbol berwarna hitam dan
tulisan berwarna putih (reflektif)
Pada rambu petunjuk bukan jurusan berupa kata-kata warna dasar yang
digunakan adalah biru (reflektif) serta tulisan dan garis tepi berwarna putih
(reflektif) dari tepi panel.

 Rambu petunjuk jurusan


Warna dasar yang digunakan hijau (reflektif), simbol, tulisan dan garis tepi
berwarna putih (reflektif) dimulai dari tepi panel.
7. Jenis Lapisan Reflektif (Reflektive Sheeting)
Lapisan Reflektif yang digunakan sebagai salah satu jenis material rambu di jalan tol
terdiri dari:

a. Engineering Grade (EG), digunakan pada :


 Rambu-rambu di jalan non tol
 Rambu-rambu darurat
 Dasar panel rambu-rambu di jalan tol.

b. High Intensity (HI), digunakan pada tulisan, panah, garis tepi dan logo pengelola
jalan tol yaitu pada :
 Rambu-rambu di road side, rambu bentuk standar dan rambu berupa kata-
kata.
 Semua rambu–rambu di overhead (portal, kupu-kupu dan cantilever)
 Semua rambu pada jalan dengan lajur lalu lintas lebih dari 2 lajur tiap arah.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 36
LAPORAN AKHIR

8. Jenis Konstruksi Tiang


Jenis konstruksi tiang yang digunakan sebagai berikut :

a. Kantilever
Digunakan untuk Rambu Petunjuk Jurusan (RPJ) jalan tol luar kota 2 lajur.

b. Kupu – kupu
Digunakan untuk rambu petunjuk jurusan (RPJ) di gore atau pada titik diverging.

c. Dua Tiang Pipa Galvanis


Digunakan untuk rambu-rambu road side seperti rambu larangan atau rambu
petunjuk berupa kata – kata.

d. Satu Tiang Pipa Galvanis


Digunakan untuk rambu ukuran standar

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 37
LAPORAN AKHIR

9. Penempatan Rambu
Agar tidak saling menutupi maka penempatan dan jarak antar rambu dengan rambu
lainnya diatur sebagai berikut :

a. Pada jalur dengan kecepatan rencana rendah ( ≤ 60 km/jam)


 Untuk rambu ukuran standar : 25 m
 Untuk rambu ukuran besar : 25 m

b. Pada jalur utama dengan kecepatan rencana tinggi ( > 60 km/jam)


 Untuk rambu ukuran standar :100 m
 Untuk rambu ukuran besar : 200 m
Untuk keamanan ruang bebas maka pemasangan rambu di atur sebagai berikut :
a. Rambu dengan kecepatan rendah (Ukuran rambu tipe B :  75 cm dan 75 cm x 75
cm) jarak ke tepi perkerasan adalah : 60 cm.
b. Rambu tipe 2 tiang pipa galvanis, jarak dari tepi bawah panel ke permukaan
perkerasan diukur dari garis marka menerus paling kiri : 210 cm.
c. Kemiringan horizontal sebesar 3o keluar dari garis tegak lurus sumbu jalan.
d. Rambu dengan konstruksi tiang portal, kupu-kupu dan cantilever jarak dari tepi
bawah panel ke permukaan perkerasan minimum 510 cm.
5.7.1 Ukuran dan Tipe Huruf
Untuk rambu berupa kata-kata digunakan jenis dan ukuran huruf sebagai berikut :

Tabel 5.29 Penggunaan Ukuran dan Tipe Huruf


Jalur Utama 2
Jenis Rambu Jalan Masuk/Ramp
Lajur
1. Peringatan D 200 D 200
2. Larangan D 200 D 200
D 150 D 150
3. Perintah D 200 D 200
D 150 D 150
4. Petunjuk Jurusan E (M) 265/200 E (M) 330
Lc 200/150 Lc 250
5. Angka Mengikuti seri huruf yang digunakan
Sumber : Penempatan Marka Jalan Pd T-12-2004-B

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 38
LAPORAN AKHIR

5.7.2 Penerangan Jalan Umum


Maksud dan tujuan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) adalah untuk mengurangi
terjadinya kecelakaan lalu lintas pada saat cuaca gelap dan untuk membuat lebih nyaman
dan menarik para pemakai jalan.

Perencanaan Desain Penerangan Jalan Umum (PJU) dibuat berdasarkan “ Standard


Penerangan Jalan Kota “ dari Dit Jend. Bina Marga 1985 dengan rekomendasi dari “Japan
Road Standard “ dan dari “ Commission International Del Enclairge ( CIE ).

1. Konsep dan Kriteria Dasar


Dalam perencanaan Penerangan Jalan Umum (PJU), kami mendasarkan pada beberapa
konsep dan kriteria dasar sebagai berikut :

a. Penghematan Biaya Beban Listrik


Untuk mendapatkan penghematan biaya beban listrik maka disini ada 2 (dua)
alternatif yaitu sebagai berikut :

 Sistem 50% hidup dan 50% padam/mati


Pada saat Volume Traffic relatif rendah, yaitu antara jam 23.00 malam sampai
dengan 6.00 pagi maka secara otomatic timer system akan mematikan 50%
dari lampu penerangan yang ada dan yang hidup hanya 50% saja secara selang-
seling, sehingga kebutuhan daya listrik juga hanya 50%.

 Sistem Dimming
Pada saat Volume Traffic relatif rendah, yaitu antara jam 23.00 malam sampai
dengan 6.00 pagi maka secara otomatic timer system pada masing-masing
ballast lampu akan mengurangi daya pemakaian lampu hingga 50%, sehingga
seluruh lampu akan menyala lebih redup (tidak secara selang-seling), sehingga
ada penghematan daya listrik 50%.

2. Daerah gelap / black spot


Untuk menghindari terjadinya daerah gelap / black spot pada sepanjang jalan maka
perlu dicapai besaran-besaran sebagai berikut :

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 39
LAPORAN AKHIR

Emin 0.50 Emin 0.30

Eav Emax

Dimana : E min = Flux minimum

E av = Flux rata-rata

E max = Flux maximum

Flux = Intensitas illuminasi


a. Illuminasi maximum
Untuk mendapatkan illuminasi/kuat penerangan yang maximum, maka
perencanaan penerangan didasarkan pada factor perkerasan flexible/asphalt,
mengingat warna perkerasan flexible lebih gelap dari pada warna perkerasan rigid,
sehingga lebih banyak cahaya yang diserap.

b. Sistem Timer
Penerangan lampu jalan secara otomatis akan hidup dan padam dengan memakai
systim timer (jam 18.00 – 6.00 hidup dan am 6.00 – 18.00 padam).

3. Perlengkapan Penerangan
a. Luminaire/Lampu
Lampu untuk penerangan jalan diperlukan persyaratan : umur panjang / awet,
efficiensi tinggi, warna yang bagus / tidak silau, fluktuasi temperture yang aman dan
mempunyai kapasitas lumen per lampu yang tinggi.

Untuk keperluan diatas dapat dipakai lampu “high pressure Sodium” dengan alasan
sebagai berikut :

 Effisiensi luminasi yang tinggi


 Tidak silau / minimum glare
 Biaya pemakaian dan pemeliharaan yang rendah.

Besar lumen adalah sebagai berikut :

 High pressure SONT 150 W 15000 lumen


 High pressure SONT 250 W 32000 lumen
 High pressure SONT 400 W 55000 lumen.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 40
LAPORAN AKHIR

b. Lampu Penerangan Area Luasan


Untuk penerangan area/luasan seperti parkir dan lain-lain, dipakai lampu Sodium
plus 1000 W high mast dengan tiang lampu tinggi 20 – 25 m.

c. Tiang Lampu
Tiang lampu adalah hot dip galvanis tiang baja berdasarkan Standard pada
”Perencanaan Jalan Kota”. Warna cat adalah warna netral alami sesuai dengan
“Peraturan cat Indonesia”.

Secara umum hubungan antara tinggi tiang dan jarak tiang Sesuai dengan panduan
dari Dirjen Bina Marga dapat digambarkan sebagai berikut :

Susunan Tiang Jarak Over long


Tinggi Tiang
Tiang Panjang (B)
Patern H (M) S (M)
> 1,0 W < 3,0 W
A Satu Sisi B = 0,8
> 1,5 W < 3,5 W
Dua Sisi > 0,7 W
B < 3,0 W 1,8
Zig-zag
Dua Sisi > 0,5 W < 3,0 W
C 2,1
Berhadapan > 0,7 W < 3,5 W
Keterangan :
W = Lebar jalan
S = Jarak Tiang
H = Tinggi Tiang
d. Kabel listrik
Kabel tanah adalah kabel yang memakai perlindungan metal (dipakai jenis NYFGBY)
yang ditanam di dalam tanah sedalam 80 cm dan dilindungi dengan batu bata
diatasnya.

Pada lokasi memotong jalan maka kabel diberi pelindung ducting pipa besi
galvanis.

 Tipe Kabel
1. NYY (3x2,5) mm2 : Didalam tiang
2. NYY + BCC 6 mm2 : Didalam parapet
3. NYFGBY : - Tiang ke tiang dan ke panel Distribusi

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 41
LAPORAN AKHIR

- Main Distribution panel ke Distribution panel

- PLN ke Main Distribution panel.

 Maximum drop voltage / penurunan voltage yang terjadi pada kabel maximum
= 5%.
 Grounding
Kabel grounding terdiri dari kawat tembaga telanjang dengan cross area yang
sama dengan kabel jaringan pada sistem, dengan minimum cross area = 6 mm2,
(BCC).
Batang tembaga dipakai ukuran : 10 mm 3 x 1,5 M dibenam sedalam minimum
1,20 M dibawah finished grade. Tahanan grounding maximum 5 ohm.

5.7.3 Rambu, Marka dan Penerangan Jalan


Perencanaan perambuan pada Pekerjaan Perencanaan Teknis dan DED Prasarana
Infrastruktur Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan aKses Keluar Jatibening Caman
adalah bagian dari perlengkapan jalan yang memuat lambang, huruf dan angka, kalimat dan
atau perpaduan diantaranya yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan,
perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan.

Adapun lokasi pemasangan rambu – rambu pada trase jalan rencana dapat dilihat pada
Gambar di bawah ini.

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 42
LAPORAN AKHIR

Gambar 5.17 Rencana Rambu dan Marka pada STA 0+000 – STA 0+300

Gambar 5.18 Rencana Rambu dan Marka pada STA 0+300 – STA 0+529

Perencanaan Teknis dan DED Prasarana Infrastruktur


Transportasi – Perencanaan Teknis Jalan Akses Keluar Jatibening Caman 43

Anda mungkin juga menyukai