Anda di halaman 1dari 49

BAB 3

KONSEP DESAIN PERENCANAAN


JALAN

3.1 PERENCANAAN TEKNIK JALAN


Perencanaan teknik yang dimaksud adalah perencanaan teknik jalan atau
jembatan, perencanan teknik jalan mengacu kepada:

No. Peraturan yang digunakan Tentang

1. Undang-Undang RI No.38 Tahun Jalan


2004
2. Perencanaan Teknis Jalan Persyaratan Teknis Jalan dan
PERMEN No.19/Prt/M/2011 Kriteria Perencanaan Teknis
Jalan
3. Perencanaan Perkerasan Jalan Manual Desain Perkerasan
No.02/M/BM/2013 Juli 2013 Jalan
4. Perencanaan Geometrik Jalan No. Tata Cara Perencanaan
031/T/BM/1999/SK.No.76/KPTS/ Geometrik Jalan
Db/1999
5. Standar Perhitungan Struktur Guide for Design of Pavement
Pavement Jalan AASHTO 1993 Structures
6. Standar Perhitungan Geometrik A Policy on Geometric Design
Jalan AASHTO 2001 of Highways and Streets.

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH


1
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

3.2 PERTIMBANGAN – PERTIMBANGAN KONSTRUKSI DALAM DESAIN


Desain yang dibuat akan mempertimbangkan metode-metode konstruksi dan
resiko-resiko yang berkaitan dengan metode dan proses konstruksi yang akan
diterapkan. Faktor-faktor resiko yang menjadi pertimbangan Desainer dalam tim
konsultan antara lain : resiko-resiko terhadap pekerja konstruksi dan langkah-
langkah untuk mengurangi/menghilangkan bahaya-bahaya, mengurangi resiko
atau menyarankan langkah-langkah kontrol dengan memodifikasi Desain dan
memberikan informasi kepada kontraktor pelaksana berkaitan dengan hal-hal
tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan konstruksi yang menjadi pertimbangan
dalam menentukan suatu solusi Desain atau proses konstruksi adalah :
a. Akses/jalan masuk;
b. Batasan-batasan (bangunan, vegetasi, ROW dan sebagainya);
c. Proses penggalian dan penimbunan;
d. Layanan-layanan dan utilitas publik (pipa gas, kabel PLN dan sebagainya);
e. Ketersediaan material;

f. Komposisi dan kapasitas peralatan berat;


g. Biaya Pelaksanaan dan perawatan.
3.3 IMPLEMENTASI DESAIN
Untuk implementasi Desain sehingga bisa secara efektif diterapkan di lapangan
maka konsultan akan menyiapkan :
a. Gambar rencana (ukuran A-3);
b. Spesifikasi;
c. Jika dipandang perlu, catatan-catatan berupa petunjuk untuk mendukung
spesifikasi dan membantu memahami Desain;
d. Perhitungan biaya dan volume pelaksanaan fisik pembuatan jalan;
e. Ketentuan-ketentuan umum dan metode kerja;
Sebagian dari hal-hal yang disebutkan di atas akan masuk ke dalam Dokumen
Kontrak/Tender yang disiapkan oleh Konsultan.

2
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
2
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

3.4 PERENCANAAN TEKNIK PEKERJAAN PERKERASAN BERASPAL


Perkerasan lentur yang direncanakan mempunyai umur pelayanan selama 10
tahun. Perhitungan tebal perkerasan lentur dapat dihitung dengan beberapa
metode, antara lain :
a. Metode Bina Marga
b. Metode AASHTO.
Metode-metode tersebut pada dasarnya mempunyai prinsip yang sama, yaitu
memasukkan pengaruh tegangan (beban lalu-lintas), kekuatan bahan (modulus)
tanah dasar, modulus subbase, modulus base dan modulus lapisan beraspal dan
faktor lingkungan (drainase).
Pada metodologi ini disajikan dua metode perhitungan, yaitu metode perhitungan
tebal lapis tambah (overlay) dan perhitungan konstruksi perkerasan baru. Adapun
metoda yang digunakan adalah Metoda Bina Marga 1989 (SNI 03-1732-1989).
Bagan alir perencanaan perkerasan sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar
3.15. Sedangkan struktur perkerasan lentur pada umumnya sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 3.16.

3
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
3
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Gambar 3.1 Bagan alir perencanaan perkerasan


a. Standar Perencanaan Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013
b. Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd T-01-202-B
c. Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan
Pd T-05-2005
d. Austroads, Pavement Design, A Guide to the Structural Design of Pavements,
2008 Astho Guide for Design of Pavement Structure,1993
3.5 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN
Desain perkerasan berpedoman kepada Manual Desain Perkerasan Jalan No.
02/M/BM/2013 dengan penajaman pada aspek - aspek sebagai berikut:
 Penentuan umur rencana;
 Penerapan minimalisasi discounted lifecycle cost;

4
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
4
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

 Pertimbangan kepraktisan pelaksanaan konstruksi;


 Penggunaan material yang efisien.

a. Umur Rencana
Umur rencana perkerasan baru seperti yang ditulis di dalam Tabel 3 .1.

Tabel 3.1 Umur Perencanaan Perkerasan Jalan Baru

b. Pemilihan Stuktur Perkerasan


Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur
rencana, dan kondisi pondasi jalan. Batasan di dalam Tabel 3 .2 tidak absolut.
Dengan mempertimbangkan biaya selama umur pelayanan terendah,
batasan dan kepraktisan konstruksi. Solusi alternatif diluar solusi Desain
awal berdasarkan pada manual Desain perkerasan jalan No. 02/M/BM/2013,
harus didasarkan pada biaya biaya umur pelayanan discounted terendah.

Tabel 3.2 Pemilihan Jenis Perkerasan

5
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
5
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

c. Sumber Daya Lokal dan Nilai Pekerjaan


Sumber daya setempat dan nilai pekerjaan akan menentukan pilihan jenis
perkerasan. Kontraktor lokal tidak akan mempunyai sumber daya untuk semua
kelas pekerjaan. Pekerjaan kecil tidak akan menarik bagi kontraktor besar
untuk menawar, sehingga solusi yang kurang rumit mungkin dibutuhkan. Solusi
perkerasan yang kompleks dapat dipertimbangkan untuk pekerjaan yang lebih
besar. Lebih banyak pilihan dapat dipertimbangkan pada pekerjaan yang
ramah lingkungan daripada pekerjaan pelebaran.

d. AC dengan Cement Treated Base (CTB)


CTB menawarkan penghematan yang signifikan dibanding perkerasan lapis
pondasi berbutir untuk jalan yang dilewati lalu lintas sedang dan berat. Biaya
perkerasan berbasis CTB secara tipikal lebih murah daripada perkerasan kaku
atau perkerasan beraspal tebal konvensional untuk kisaran beban sumbu 4

6
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
6
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

sampai 30 juta CESA, tergantung pada harga setempat dan kemampuan


kontraktor (catatan 3). CTB juga menghemat penggunaan aspal dan material
berbutir, dan kurang sensitif terhadap air dibandingkan dengan lapis pondasi
berbutir. LMC (Lean Mix Concrete) dapat digunakan sebagai pengganti CTB,
dan akan memberikan kemudahan pelaksanaan di area kerja yang sempit
misalnya pekerjaan pelebaran perkerasan atau pekerjaan pada area perkotaan.
Muatan berlebih yang merupakan kondisi tipikal di Indonesia,
menyebabkan keretakan sangat dini pada lapisan CTB. Maka dari itu
Desain CTB hanya didasarkan pada tahap Desain post fatigue cracking tanpa
mempertimbangkan umur pre fatigue cracking. Struktur perkerasan dalam
Desain 3 solusi perkerasan dengan CTB ditentukan menggunakan CIRCLY dan
metode Desain perkerasan Austroad Guide 2004 dengan nilai reliabilitas 95%
(mengacu Austroads Guide 2004, Section 2.2.1.2). Konstruksi CTB membutuhkan
kontraktor yang kompeten dengan sumber daya peralatan yang
memadai.Perkerasan CTB hanya bisa dipilih jika sumber daya yang dibutuhkan
tersedia.

e. AC dengan Lapis Pondasi Berbutir


AC dengan CTB cenderung lebih murah dari pada lapis AC yang tebal dengan
lapis pondasi berbutir untuk kisaran beban sumbu 4-10 juta CESA, namun
sangat sedikit kontraktor yang memliliki sumber daya untuk konstruksi CTB.

f. AC dengan Aspal Modifikasi


Aspal modifikasi direkomendasikan digunakan untuk lapis aus (wearing course)
untuk jalan dengan repetisilalu lintas selama 20 tahun melebihi 10 juta CESA.
Tujuan dari penggunaan bahan pengikat aspal modifikasi adalah untuk
memperpanjang umur pelayanan dan umur fatigue dan ketahanan deformasi
lapis permukaan akibat lalu lintas berat.

g. Lapis Aus Tipe SMA


Lapis aus (wearing course) tipe SMA dengan aspal modifikasi hanya bisa
dipertimbangkan jika agregat kubikal dengan gradasi dan kualitas memadai
tersedia yang memenuhi persyaratan campuran SMA.

7
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
7
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

h. Lapis Pondasi dengan Aspal Modifikasi


Prosedur Desain mekanistik dapat digunakan untuk menilai sifat (property) dari
lapis pondasi dengan aspal modifikasi.

i. Pelebaran Jalan dan Penambalan (Heavy Patching)


Untuk penanganan perkerasan eksisting umumnya dipilih struktur perkerasan
yang sama dengan struktur eksisting. Kehati-hatian harus dilakukan untuk
menjamin drainase mengalir dari struktur eksisting dan lapisan berbutir baru.
Jika perkerasan kaku digunakan untuk pelebaran perkerasan lentur, terutama
untuk jalan diatas tanah lunak, maka rekonstruksi dengan lebar penuh harus
dipertimbangkan, karena jika tidak maka serangkaian pemeliharaan lanjutan
pada perkerasan lentur akan menjadi lebih sulit.

j. Gambut
Perkerasan kaku tidak boleh digunakan diatas tanah gambut, dan perkerasan
lentur harus digunakan.Konstruksi bertahap harus dipertimbangkan untuk
membatasi dampak penurunan yang tak seragam.
k. Pelaburan (Surface Dressing) diatas Lapis Pondasi
Surface dressing (Burda atau Burtu) sangat tepat biaya jika dilaksanakan dengan
benar.Sangat sedikit kontraktor yang memiliki sumber daya peralatan dan
kemampuan untuk melaksanakan pelaburan permukaan perkerasan dengan
benar. Dibutuhkan peningkatan dalam kapasitas dan kompetensi kontraktor
dalam teknologi ini.

l. AC-WC HRS-WC tebal ≤50 mm diatas Lapis Pondasi Berbutir


AC-WC HRS-WC tebal ≤50 mm diatas Lapis Pondasi Berbutir merupakan solusi
yang paling tepat biaya untuk rekonstruksi jalan dengan volume lalu lintas
sedang (mencapai 5 juta ESA atau lebih tinggi tergantung kemampuan
kontraktor namun membutuhkan kualitas pelaksanaan terbaik khususnya untuk
LPA Kelas A. Solusi ini akan kurang tepat biayanamun harus dengan kompetensi
kontraktor yang lebih baik.

m. Lapis Pondasi Soil Cement


Digunakan di daerah dengan keterbatasan material berbutir atau jika stabilisasi
8
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
8
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

tanah dasar akan memberikan harga yang lebih murah.

n. Desain Pondasi Jalan


1. Pendahuluan
Desain pondasi jalan adalah Desain perbaikan tanah dasar dan lapis
penopang (capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan
bahan strip (wick drain) atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk
memberikan landasan pendukung struktur perkerasan lentur dan
perkerasan kaku dan sebagai akses untuk lalu lintas konstruksi pada
kondisi musim hujan.
Tiga faktor yang paling berpengaruh pada Desain perkerasan adalah
analisis lalu lintas, evaluasi tanah dasar dan penilaian efek kelembaban.
Daya dukung tanah dasar dan toleransi terhadap efek kelembaban akan
dibahas dalam sub bab ini. Pada perkerasan berbutir dengan lapisan
permukaan aspal tipis (≤ 100 mm), kesalahan dalam evaluasi tanah dasar
dapat menyebabkan perbedaan daya dukung lalu lintas sampai 10 kali
lipat (contoh: perkiraan CBR 6% namun kenyataan hanya 4%). Masalah
tersebut tidak akan memberikan perbedaan yang begitu besar pada
perkerasan dengan lapisan aspal yang tebal (≥ 100 mm), tetapi perbedaan
tersebut masih tetap signifikan. Artinya penetapan nilai kekuatan tanah
dasar yang akurat dan solusi Desain pondasi jalan yang tepat merupakan
persyaratan utama untuk mendapatkan kinerja perkerasan yang baik.
Persiapan tanah dasar yang baik sangatlah penting terutama pada daerah
tanah dasar lunak.
Kerusakan perkerasan banyak terjadi selama musim penghujan. Kecuali
jika tanah dasar tidak dapat dipadatkan seperti tanah asli pada daerah
tanah lunak, maka daya dukung tanah dasar Desain hendaknya didapat
dengan perendaman selama 4 hari, dengan nilai CBR pada 95% kepadatan
kering maksimum atau menggunakan Tabel 3 .4.
Berdasarkan kriteria tersebut, CBR untuk timbunan biasa dan tanah dasar
dari tanah asli di Indonesia umumnya 4% atau berkisar antara 2,5% -7%.
Desain ersering berasumsi bahwa dengan material setempat dapat
9
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
9
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

dicapai CBR untuk lapisan tanah dasar sebesar 6%, yang seringkali hal ini
tidak tercapai. Karena itu perlu dilakukan pengambilan sampel dan
pengujian yang memadai. Perkerasan membutuhkan tanah dasar yang:

a) Memiliki setidaknya CBR rendaman minimum Desain


b) Dibentuk dengan baik
c) Terpadatkan dengan benar
d) Tidak sensitif terhadap hujan
e) Mampu mendukung lalu lintas konstruksi.
Pada kegiatan konstruksi, untuk dapat melaksanakan pemadatan yang
benar pada setiap lapis pekerasan, maka sangat penting untuk
mengendalikan kadar air tanah dasar menggunakan sistem drainase,
pelapisan bahu jalan, dan geometri jalan.
Musim hujan yang cukup panjang serta curah hujan yang tinggi membuat
pekerjaan pemadatan tanah dasar relatif lebih sulit. Oleh sebab itu, Tabel
3 .4 dan memberikan solusi konservatif yang sesuai, Untuk semua kasus
kecuali yang membutuhkan lapis penopang, maka tingkat pemadatan
yang disyaratkan harus dapat dicapai baik untuk tanah dasar atau pada
timbunan. Pemadatan tanah dasar sering kali diabaikan di Indonesia.
Kontraktor dan Supervisi harus memberikan perhatian lebih pada
masalah ini.

2. Umur Rencana Pondasi jalan


Umur rencana pondasi jalan untuk semua perkerasan baru maupun
pelebaran digunakan minimum 40 tahun karena:

a) Pondasi jalan tidak dapat ditingkatkan selama umur pelayanannya


kecuali dengan rekonstruksi total;
b) Keretakan dini akan terjadi pada perkerasan kaku pada tanah lunak
yang pondasi-nya diDesain lemah (under design);
c) Perkerasan lentur dengan Desain pondasi lemah (under design),
umumnya selama umur rencana akan membutuhkan perkuatan
dengan lapisan aspal struktural, yang berarti biayanya menjadi

10
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
10
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

kurang efektif bila dibandingkan dengan pondasi jalan yang diDesain


dengan umur rencana lebih panjang.
3. Outline Prosedur Desain Pondasi jalan
Empat kondisi lapangan yang mungkin terjadi dan harus dipertimbangkan
dalam prosedur Desain pondasi jalan adalah:

a) Kondisi tanah dasar normal, dengan ciri - ciri nilai CBR lebih dari 3%
dan dapat dipadatkan secara mekanis. Desain ini meliputi
perkerasan diatas timbunan, galian atau tanah asli.
b) Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan rendah (kurang dari 3
m) diatas tanah lunak aluvial jenuh. Prosedur laboratorium untuk
penentuan CBR tidak dapat digunakan untuk kasus ini, karena
optimasi kadar air dan pemadatan secara mekanis tidak mungkin
dilakukan di lapangan. Lebih lanjutnya, tanah asli akan menunjukkan
kepadatan rendah dan daya dukung yang rendah sampai kedalaman
yang signifikan yang membutuhkan prosedur stabilisasi khusus.
c) Kasus yang sama dengan kondisi B namun tanah lunak aluvial dalam
kondisi kering. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR
memiliki validitas yang terbatas karena tanah dengan kepadatan
rendah dapat muncul pada kedalaman pada batas yang tidak dapat
dipadatkan dengan peralatan konvensional. Kondisi ini
membutuhkan prosedur stabilisasi khusus.
d) Tanah dasar diatas timbunan diatas tanah gambut.
Gambar 3 .2 menggambarkan proses Desain untuk Desain pondasi
jalan untuk tanah selain gambut, dan menyajikan solusi pondasi jalan
minimum selain kasus khusus untuk perkerasan kaku diatas tanah
lunak.

4. Metode A untuk Tanah Normal


Kondisi A1 : Apabila tanah tanah dasar bersifat plastis atau berupa
lanau, tentukan nilai batas-batas Atterberg (PI), gradasi, nilai Potensi
Pengembangan (Potential Swell), letak muka air tanah, zona iklim, galian

11
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
11
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

atau timbunan dan tetapkan nilai CBR dari Bagan Desain1 atau dari uji
laboratorium perendaman 4 hari.
Kondisi A2 : Apabila tanah dasar bersifat berbutir atau tanah residual
tropis (tanah merah, laterit), nilai Desain daya dukung tanah dasar
harus dalam kondisi 4 hari rendaman, pada nilai 95% kepadatan
kering modifikasi.

5. Metode B untuk Tanah Aluvial Jenuh


Lakukan Survei DCP atau Survei resistivitas dan karakterisasi tanah
untuk mengidentifikasi sifat dan kedalaman tanah lunak dan daerah
yang
membutuhkan perbaikan tambahan (sebagai contoh daerah yang
membutuhkan lapis penopang, konstruksi perkerasan khusus,
pondasi
cakar ayam atau pancang mikro). Jika tanah lunak terdapat dalam
kedalaman kurang dari 1 m, maka opsi pengangkatan semua tanah
lunak perlu ditinjau keefektivitas biayanya.Jika tidak, tetapkan tebal
lapisan penopang (capping layer) dan perbaikan tanah dasar dari .
Tetapkan waktu perkiraan awal pra-pembebanan dari Tabel 3 .3.

Tabel 3.3 Estimasi Waktu Pra-Pembebanan Timbunan diatas Tanah Lunak

Sesuaikan waktu perkiraan awal tersebut (umumnya primary


settlement time) jika dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan jadwal
pelaksanaan melalui analisis geoteknik dan pengukuran seperti beban
tambahan (surcharge) atau vertikal drain.
Jika tidak ada contoh atau pengalaman yang mendukung kecukupan
Desain lapis penopang atau Desain lainnya untuk kondisi sejenis,
maka perlu dilakukan uji timbunan percobaan dan pengujian

12
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
12
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

pembebanan untuk verifikasi.

6. Metode C untuk tanah aluvial kering


Tanah alluvial kering pada umumnya memiliki kekuatan sangat
rendah (misal CBR < 2%) di bawah lapis permukaan kering yang relatif
keras. Kedalaman lapisan permukaan tersebut berkisar antara 400 –
600 mm. Identifikasi termudah untuk kondisi ini adalah menggunakan
uji DCP. Kondisi ini umumnya terdapat pada dataran banjir kering dan
area sawah kering.
Masalah terbesar dari kondisi tanah seperti ini adalah daya dukung
yang memuaskan dapat hilang akibat pengaruh dari lalu lintas
konstruksi dan musim hujan. Karenanya penanganan pondasi harus
sama dengan penanganan kasus tanah aluvial jenuh, kecuali jika
perbaikan lanjutan dilakukan setelah pelaksananpondasi jalan selesai
pada musim kering, jika tidak perbaikan metode B harus dilakukan.
Metode perbaikan lanjutan tersebut adalah:

a) Jika lapis atas dapat dipadatkan menggunakan pemadat pad foot


roller, maka tebal lapis penopang dari dapat dikurangi sebesar 200
mm.
b) Digunakan metode pemadatan dalam terbaru misal High energy
Impact Compaction (HEIC) atau pencampuran tanah dalam yang
dapat mengurangi kebutuhan lapis penopang.

13
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
13
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Gambar 3.2 Bagan Alir Desain Pemilihan Metode Desain Pondasi Jalan

Tabel 3.4 Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH


14
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Tabel 3.5 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum3

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH


15
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

7. Pondasi Jalan untuk Tanah Ekspansif


Tanah ekspansif didefinisikan sebagai tanah dengan Potensi
Pengembangan (Potential Swell) melebihi 5%. Persyaratan tambahan
untuk Desain pondasi jalan diatas tanah ekspansif (prosedur AE pada )
adalah sebagai berikut:

1. Lapis penopang diatas lapisan ekspansif yang mempunyai Potensi


Pengembangan (Potential Swell) melebihi 5% harus diberi lapisan
penopang dengan tebal minimum seperti dalam . Potensi
Pengembangan (Potential Swell) didefinisikan sebagai
pengembangan yang diukur dalam metode uji CBR (SNI No 03-1774-
1989 pada kadar air optimum dan 100% Kepadatan Kering
Maksimum). Bagian atas dari lapis penopang atau lapis timbunan
pilihan harus memiliki
2. Variasi kadar air tanah dasar harus diminimasi. Pilihannya termasuk
pemberian lapis penutup (seal) untuk bahu jalan, drainase
permukaan yang diberi pasangan, pemasangan saluran penangkap
(cut off drains), penghalang aliran. Drainase bawah permukaan
digunakan jika penggunaannya menghasilkan penurunan variasi
kadar air.
8. Penanganan Tanah Gambut
Penyelidikan geoteknik dibutuhkan untuk semua daerah tanah gambut.
Analisis geoteknik harus sudah termasuk penentuan pembebanan awal
(preload) dan waktu penurunan dan CBR efektif dari bagian atas lapis
penopang. Pondasi harus memenuhi ketentuan minimum , namun
ketentuan tersebut umumnya tidak mencukupi. Konstruksi harus
dilaksanakan bertahap untuk mengakomodasi terjadinya Konsolidasi
sebelum penghamparan lapis perkerasan beraspal.Konsolidasi harus
dipantau dengan menggunakan pelat penurunan (settlement plate).
Tinggi timbunan harus diminimasi tapi harus memenuhi ketentuan,
termasuk akomodasi Konsolidasi setelah konstruksi. Jika dibutuhkan
16

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH 16


LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

timbunan tinggi, contohnya untuk oprit jembatan, struktur jembatan


harus diperpanjang atau timbunan harus dipancang untuk mengurangi
beban lateral pada tiang pancang jembatan. Kemiringan timbunan tidak
boleh lebih curam dari 1 banding 3 kecuali terdapat bordes (berm).
Drainase lateral harus diletakkan pada jarak yang memadai dari kaki
timbunan untuk menjamin stabilitas. Bordes (berm) harus disediakan jika
dibutuhkan untuk meningkatkan stabilitas timbunan. Jika pengalaman
terdahulu dari kinerja jalan akibat lalu lintas diatas tanah gambut
terbatas, maka timbunan percobaan harus dilaksanakan. Timbunan
percobaan harus di monitor untuk memverifikasi stabilitas timbunan,
waktu pembebanan, dan data lainnya. Tidak boleh ada pelaksanaan
pekerjaan sebelum percobaan selesai.

Setiap lokasi memiliki waktu pembebanan awal yang berbeda.


Dibutuhkan penyelidikan geoteknik untuk menentukan waktu
pembebanan awal tanah gambut.

o. Perkerasan kaku tidak boleh dibangun diatas tanah gambut.


1. CBR Karakteristik
Prosedur dalam penentuan daya dukung untuk tanah normal adalah
sebagai berikut:

a) Tentukan CBR rendaman 4 hari dari permukaan tanah asli pada


elevasi tanah dasar untuk semua area diatas permukaan tanah,
untuk daerah galian yang mewakili jika memungkinkan, dan untuk
material timbunan biasa, timbunan pilihan dan material dari sumber
bahan (borrow material) atau tentukan dengan . Identifikasi awal seksi
seragam (homogen) secara visual dapat mengurangi jumlah sampel yang
dibutuhkan. Daerah terburuk secara visual harus dimasukkan dalam
serangkaian pengujian. Perlu dicatat apakah daerah terburuk tersebut
diisolasi dan dapat dibuang maka harus dicatat
b) Identifikasi segmen tanah dasar yang mempunyai daya dukung
seragam berdasarkan data CBR, titik perubahan timbunan/galian,
PAKET REN – 05, REVIEW DESIGN PENANGANAN KHUSUS RUAS JALAN TOMATA-
BETELEME
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
17
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

titik perubahan topografi lainnya dan penilaian visual. Variasi


segmen seringkali terjadi pada lokasi perubahan topografi.
c) Identifikasi segmen tanah dasar yang mempunyai daya dukung
seragam berdasarkan data CBR, titik perubahan timbunan/galian,
titik perubahan topografi lainnya dan penilaian visual. Variasi
segmen seringkali terjadi pada lokasi perubahan topografi)
Mengidentifikasi kondisi-kondisi yang memerlukan perhatian khusus
seperti: lokasi dengan muka air tanah tinggi; lokasi banjir (tinggi banjir
10 tahunan harus ditentukan) daerah yang sulit mengalirkan
air/drainase yang membutuhkan faktor koreksi m; daerah yang
terdapat aliran bawah permukan/rembesan (seepage); daerah dengan
tanah bermasalah seperti tanah alluvial lunak/tanah ekspansif/tanah
gambut.

2. Penentuan Segmen Tanah Dasar Seragam


Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen - segmen yang
seragam (homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama:

a) Apabila data yang cukup valid tersedia (minimal 16 3 data pengujian


persegmen yang dianggap seragam), formula berikut dapat
digunakan:
CBR karakteristik= CBR rata2 - 1.3 x standar deviasi

Data CBR dari segmen tersebut harus mempunyai koefisien variasi 25%
- 30% (standar deviasi/nilai rata-rata).

b) Bila set data kurang dari 16 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat
digunakan sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah
yang tidak umum dapat menunjukkan daerah tersebut membutuhkan
penanganan khusus, sehingga dapat dikeluarkan, dan penanganan
yang sesuai harus disiapkan.

Nilai CBR karakteristik untukPAKET


Desain
REN –adalah nilai
05, REVIEW minimum
DESIGN sebagaimana
PENANGANAN KHUSUS RUAS JALAN TOMATA-
BETELEME
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
18
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

ditentukan diatas untuk data valid dari:


a) Data CBR laboratorium rendaman 4 hari, atau
b) data DCP yang disesuaikan dengan musim, atau
c) Nilai CBR yang ditentukan dari batas atterberg (Tabel 3 .4).
3. Alternatif Pengukuran Daya Dukung
Hasil-hasil pengujian DCP hanya dapat digunakan secara langsung
untuk memperkirakan nilai CBR bila saat pengujian kadar air tanah
mendekati kadar air maksimum. Tidaklah selalu dimungkinkan untuk
merencanakan program pengujian selama musim hujan, maka untuk
menentukan nilai CBR sebaiknya digunakan hasil uji CBR laboratorium
rendaman dari contoh lapangan. Kecuali untuk tanah dengan kondisi
berikut:

a) Tanah rawa jenuh mempunyai sifat sulit untuk dipadatkan di


lapangan. Untuk kasus tanah rawa jenuh, CBR hasil laboratorium
tidak relevan. Pengukuran CBR dengan DCP akan menghasilkan
estimasi yang lebih handal.
b) Lapisan lunak atau kepadatan rendah (umumnya 1200 - 1500
kg/m3) yang terletak di bawah lapisan keras yang terletak di bawah
muka tanah dasar Desain. Kondisi ini sering terjadi pada daerah
alluvial kering terKonsolidasi. Kondisi ini harus diidentifikasi dengan
pengujian DCP dan harus diperhitungkan dalam penentuan Desain.
Data lendutan dapat juga digunakan untuk menentukan modulus tanah
dasar dari tanah dasar yang dipadatkan sebelumnya. misalnya dengan
menggunakan data LWD (light weight deflectometer), yang dikalibrasi baik
dengan metode AASHTO atau metode mekanistik dengan perhitungan
mundur. Tapi metode ini harus digunakan dengan hati-hati dan harus
didukung dengan pengujian CBR langsung Jika modulus tanah dasar
diestimasi dengan DCP atau data lendutan maka sangat penting untuk
menyesuaikan modulus yang didapat dengan variasi musiman.Perbedaan
antara modulus musim kering dan musim hujan dapat bervariasi sebesar
PAKET REN – 05, REVIEW DESIGN PENANGANAN KHUSUS RUAS JALAN TOMATA-
tiga kali lipat atau lebih. Faktor penyesuaian harus diestimasi dengan data
BETELEME
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
19
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

lendutan musim kemarau dan musim hujan. Faktor penyesuaian dari Tabel
3 .6 dapat digunakan sebagai nilai minimum. Penyelidikan sangat
diutamakan untuk dilaksanakan setelah musim hujan yang panjang untuk
mengurangi ketidakpastian terkait dengan penentuan pada musim
kemarau.

Tabel 3.6 Faktor Penyesuaian Modulus Tanah Dasar Akibat Variasi Musiman

Nilai Desain (CBR/lendutan) = (hasil bacaan DCP atau data lendutan) x


faktor penyesuaian

Pendekatan umum untuk Desain pondasi harus diambil konservatif, yang


mengasumsikan kondisi terendam pada tingkat pemadatan yang
disyaratkan.

4. CBR Ekivalen untuk Tanah Dasar Normal untuk Perkerasan Kaku


Termasuk dalam perbaikan tanah dasar adalah penggunaan material
timbunan pilihan, stabilisasi kapur, atau stabilisasi semen. Pekerjaan
pelebaran perkerasan pada area galian sering terjadi pada daerah yang
sempit atau tanah dasar yang dibentuk tak teratur, yang sulit untuk
distabilisasi.Dalam kasus ini maka timbunan pilihan lebih diutamakan.
Jika stabilisasi kapur atau semen digunakan daya dukung dari material
stabilisasi yang digunakan untuk Desain harus diambil konservatif dan tidak
lebih dari nilai terendah dari:

a) Nilai yang ditentukan dari uji laboratorium rendaman 4 hari;


b) Tidak lebih dari empat kali lipat daya dukung material asli yang
digunakan untuk stabilisasi;

c) Tidak lebih besar dari nilaiPAKET


yangREN
diperoleh dariDESIGN
– 05, REVIEW formula:
PENANGANAN KHUSUS RUAS JALAN TOMATA-
BETELEME
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
20
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

CBRlapis atas tanah dasar distabilisasi= CBRtanah aslix 2^(tebal tanah dasar stabilisasi/150)

5. Formasi Tanah Dasar diatas Muka Air Tanah dan Muka Air Banjir

Tinggi minimum tanah dasar diatas muka air tanah dan muka air banjir
ditentukan dalam Tabel 3 .7.
Tabel 3.7 Tinggi Minimum Tanah Dasar Diatas Muka Air Tanah dan Muka Air Banjir

p. Desain Perkerasan
1. Struktur Perkerasan

Solusi pekerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan


dan pertimbangan biaya terkecil diberikan dalam Tabel 3 .8 Perkerasan
Lentur, Pelaburan, Tabel 3 .10 Perkerasan Tanah Semen, dan Tabel 3 .11
Perkerasan Berbutir dan Perkerasan Kerikil. Solusi lain dapat diadopsi
untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat tetapi disarankan untuk
tetap menggunakan bagan sebagai langkah awal untuk semua Desain.
Proses Desain untuk perkerasan kaku menurut Pd T-14-2003 atau metode
10 Austroad 2004 membutuhkan jumlah kelompok sumbu dan spektrum
beban dan tidak membutuhkan nilai CESA. Jumlah kelompok sumbu
selama umur rencana digunakan sepagai input Tabel 3 .9.

PAKET REN – 05, REVIEW DESIGN PENANGANAN KHUSUS RUAS JALAN TOMATA-
BETELEME
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH
21
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Tabel 3.8 Desain Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB 1

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH


22
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Tabel 3.9 Desain Perkerasan Lentur- Aspal dengan Pondasi Berputir

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH


23
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Tabel 3.10 Perkerasan Berbutir dengan Lapis Aspal Tipis

Tabel 3.11 Perkerasan Tanah Semen (Soil Cement)

catatan:
1. Desain 6 digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR > 3%. Ketentuan Desain 2 tetap
berlaku untuk tanah dasar yang lebih lemah.
2. Stabilisasi satu lapis lebih 200 mm sampai 300 mm diperbolehkan jika disediakan
peralatan stabilisasi yang memadai dan untuk pemadatan digunakan pad-foot roller berat
statis minimum 18 ton.
3. Bila catatan 2 diterapkan, lapisan distabilisasi pada Desain 5 atau Desain 6 boleh dipasang
dalam satu lintasan dengan persyaratan lapisan distabilisasi dalam Desain 2 sampai
maksimum 300 mm.
4. Gradasi Lapis Pondasi Agregat Kelas A harus dengan ukuran nominal maksimum 30 mm
jika dihamparkan dengan lapisan kurang dari 150 mm.
5. Hanya kontraktor berkualitas dan mempunyai peralatan diperbolehkan melaksanakan
pekerjaan Burda atau pekerjaan Stabilisasi.
6. Solusi yang tidak menyelesaikan kendala menurut Desain 6 dapat ditentukan
menggunakan grafik yang diberikan LAMPIRAN C.

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016), PROVINSI ACEH


24
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

3.6 PERENCANAAN TEKNIK PEKERJAAN DRAINASE


Setiap daerah pengaliran sungai mempunyai sifat-sifat khusus yang berbeda, hal
ini menyebabkan ketidaktentuannya suatu teori yang akan cocok diterapkan pada
daerah pengaliran. Karena itulah sebelum memulai perencanaan drainase akan
disajikan kajian pustaka yang akan digunakan dalam perencanaan. Dengan kajian
pustaka ini dapat ditentukan spesifikasi-spesifikasi yang akan menjadi acuan dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut.
a. Analisa Hidrologi
Hidrologi adalah bidang pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian
serta penyebab air alamiah di bumi. Faktor hidrologi yang sangat berpengaruh
adalah curah hujan (presipitasi). Curah hujan pada suatu daerah merupakan
salah satu faktor yang menentukan besarnya debit banjir yang terjadi pada
daerah yang menerimanya.
b. Perhitungan Curah Hujan Wilayah
Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam
perencanaan/penelitian. Analisa data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan
besaran curah hujan dan analisa statistik yang diperhitungkan dalam
perhitungan debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipakai untuk
perhitungan dalam debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran
sungai pada waktu yang sama.
Adapun metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan ada tiga
macam cara :
1. Cara Tinggi Rata-Rata
Tinggi rata-rata curah hujan yang didapatkan dengan mengambil nilai
rata-rata hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar-
penakar hujan didalam areal tersebut. Jadi cara ini akan memberikan hasil
yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan secara
merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar
tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal.

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


25
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Dengan :
d = tinggi curah hujan rata-rata
d1, d2 … …dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, …n
n = banyaknya pos penakar
(Sumber : C.D. Soemartono, Hidrologi Teknik)

2. Cara Poligon Thiessen


Menurut Kiyotaka Mori dkk (977), metode ini sering digunakan pada
analisa hidrologi karena metode ini lebih teliti dan obyektif dibanding
metode lainnya dan metode ini digunakan pada daerah yang memiliki titik
pengamatan yang tidak merata. Cara ini adalah dengan memasukkan
faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun hujan yang disebut
faktor pembobotan atau koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun
hujan yang dipilih harus meliputi daerah aliran sungai yang akan
dibangun. Besarnya koefisien Thiessen tergantung dari luas daerah
pengaruh stasiun hujan yang dibatasi oleh poligon-poligon yang
memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung stasiun.
(Gambar 3.27)
Setelah luas pengaruh tiap-tiap stasiun didapat, maka koefisien Thiessen
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :
C = Koefisien Thiessen
Ai= Luas pada daerah pengamatan
A = Luas total dari DAS
R = Curah hujan rata-rata
RI, R2 = Curah hujan ditiap titik pengukuran (stasiun)

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


26
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Gambar 3.3 Metode Thiessen

3. Cara Isohyet
Dengan cara ini, kita menggambar dulu kontur tinggi hujan yang sama
(isohyet), seperti terlihat pada Gambar 3.28. kemudian luas bagian diantara
isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai rata-ratanya dihitung
sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur, sebagai berikut :

Gambar 3.4 Metode Isohnyet

Dimana :
A (A1+A2+….An ) = luas area total

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


27
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

d = tinggi curah hujan rata-rata areal


do, d1, …dn = curah hujan pada isohyet 0, 1, 2, ….n
c. Perhitungan Curah Hujan Rencana
1. Metode Gumbel

Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan curah hujan


rencana dengan metode Gumbel adalah metode Gumbel adalah sebagai
berikut :

Dimana :

Tabel 3.12 Reduced Mean (Yn)

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),
28
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
52 96 70 00 28 57 81 02 20
0.52 0.52 0.52 0.52 0.52 0.53 0.58 0.58 0.53 0.53
2
36 52 68 83 96 00 20 82 43 53
30 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54
63 71 80 88 96 00 10 18 24 30
0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54
40
63 42 48 53 58 68 68 73 77 81
0.54 0.54 0.54 0.54 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
50
85 89 93 97 01 04 08 11 15 18
0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
60
21 24 27 30 33 35 38 40 43 45
0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
70
48 50 52 55 57 59 61 63 65 67
0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
80
69 70 72 74 76 78 80 81 83 85
0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
90
86 87 89 91 92 93 95 96 98 99
100

Tabel 3.13 Reduced Standard Deviation (Sn)

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0.94 0.96 0.98 0.99 1.00 1.02 1.03 1.04 1.04 1.05
10
96 .76 33 71 95 06 16 11 93 65
1.06 1.06 1.07 1.08 1.08 1.09 1.09 1.10 1.10 1.10
20
28 96 54 11 64 15 61 04 47 80
1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.12 1.13 1.13 1.13 1.13
30
24 59 93 26 55 85 13 39 63 88
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),
29
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15
40
13 36 58 80 99 19 38 57 74 90
1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.17 1.17 1.17
50
07 23 38 58 67 81 96 08 21 34
1.17 1.17 1.17 1.17 1.17 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18
60
47 59 70 82 93 03 14 24 34 44
1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.19 1.19 1.19 1.19
70
54 63 73 81 90 98 06 15 23 30
1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.20
80
38 45 53 59 67 73 80 87 94 01
1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20
90
07 13 26 32 38 44 46 49 55 60
1.20
100
65

Tabel 3.14 Return Period A Function of Reduced Variete (Yt)

Periode Ulang Reduced Variate


2 0.3665
5 1.4999
10 2.2502
20 2.9606
25 3.1985
50 3.9019
100 4.6001
200 5.2960
500 6.2140
1000 6.9190
5000 8.5390
10000 9.9210

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


30
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

2. Metode Log Normal

Rumus yang digunakan dalam perhitungan metode ini adalah sebagaii


berikut :
Rt = X + Kt * S
Dimana :
Rt = besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T
tahun
S = standar deviasi
X = curah hujan rata-rata
Kt = standar variable untuk periode ulang T tahun
(Sumber : Sri Harto, Dipl, H, Hidrologi Terapan)
Tabel 3.15 Standard Variable (KT)
T Kt T Kt T Kt
1 -186 20 1.89 96 3.34
2 0.22 25 2.10 100 3.45
3 0.17 30 2.27 110 3.53
4 0.44 35 2.41 120 3.62
5 0.64 40 2.54 130 3.70
6 0.81 45 2.65 140 3.77
7 0.95 50 2.75 150 3.84
8 1.06 55 2.86 160 3.91
9 1.17 60 2.93 170 3.97
10 1.26 65 3.02 180 4.03
11 1.35 70 3.08 190 2.09
12 1.43 75 3.60 200 4.14
13 1.50 80 3.21 221 4.24
14 1.57 85 3.28 240 4.33
15 1.63 90 3.33 260 4.42

3. Metode Distribusi Log Person III


Rumus yang digunakan dalam perhitungan metode ini adalah sebagai
berikut :

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


31
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Dimana :

d. Uji Keselarasan
Untuk menentukan pola distribusi data curah hujan rata-rata yang paling
sesuai dari beberapa perhitungan metode distribusi statistik yang telah
dilakukan , digunakan uji keselarasan. Ada dua jenis uji keselarasan (Godnes
of fit test), yaitu uji keselarasan Chi square dan Smirniv Kolmogorof. Pada test
ini biasanya yang diminati adalah nilai hasil perhitungan yang diharapkan.

e. Uji keselarasan Chi Square


Rumus : f2 =  (Ei – Oi)2 / Ei
Dimana :
f2 = harga Chi Square
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1
Dari hasil pengamatan yang didapat, dicari yang penyimpangannya dengan
Chi kuadrat kritis (didapat dari Tabel 3.29) paling kecil. Untuk suatu nilai nyata
tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5%.
Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Dk = n-3
Dimana :
Dk = derajat kebebasan
n = banyaknya data

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


32
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Tabel 3.16 Nilai Chi Kuadrat Kritis dengan significant 5%


Ok Oist.f 2 Ok OistJ 2 Ok Oist.f 2
1 3.841 11 19.575 21 32.671
2 5.991 12 21.026 22 33.924
3 7.815 13 22.362 23 35.172
4 9.451 14 23.605 24 36.415
5 11.070 15 24.996 25 37.652
6 12.592 16 26.296 26 40.005
7 14.067 17 27.587 27 40.113
8 15.507 18 28.869 28 41.007.
9 16.919 19 30.144 29 . 42.557
10 18.307 20 31.410 30 43.773

f. Uji keselarasan Smirnov Kolmogorof


Dengan membandingkan probabilitas untuk tiap variabel dari distribusi
empiris dan teoritis didapat perbedaan (A) tertentu. Rumus :  = P max / P(x) -
P(xi) / Cr
Tabel 3.17 Nilai Delta Kritis untuk Uji Keselarasan Kolmogorov Smirnov

n
0.20 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
n > 50 1.07/n 1.22/n 1.36/n 1.63/n

g. Lengkung Massa Ganda


Jika data curah hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan
lingkungan di sekitar tempat penakar hujan dipasang, misalnya penakar hujan
terlindung oleh pohon, terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan
cara penakaran dan pencatatan, pemindahan letak penakar dan sebagainya,

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


33
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

memungkinkan terjadi penyimpangan terhadap trend semula. Hal tersebut


dapat diselidiki dengan menggunakan lengkung massa ganda deperti terlihat
pada Gambar 3.29.
Kalau tidak ada perubahan terhadap lingkungan maka akan diperoleh garis
ABC. Tetapi karena pada tahun tertentu terjadi perubahan lingkungan,
didapat garis patah ABC’. Penyimpangan tiba-tiba dari garis semula
menunjukkan adanya perubahan tersebut, yang bukan disebabkan oleh
perubahan iklim atau keadaan hidrologis yang dapat menyebabkan adanya
perubahan trend

Gambar 3.5 Lengkung Massa Ganda

3.7 PERHITUNGAN INTENSITAS CURAH HUJAN


Perhitungan intensitas curah hujan ini menggunakan Metode Dr. Monobe dengan
rumus sebagai berikut :

Dimana :
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = lamanya curah hujan
3.8 PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA
Untuk mencari debit banjir dari sungai yang akan dianalisa menggunakan metode
sebagai berikut :

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


34
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

a. Hubungan empiris antara curah hujan limpasan


Metode ini paling banyak dikembangkan, sehingga terdapat rumus-rumus
antara lain rumus Rasional, Weduwen, Haspers.
1. Rumus Rasional

Rumus : Qr = C.L.A / 3,6 = 0,278C.L.A


Dimana :
Qr = debit maksimum rencana (m3/det)
I = intensitas curah hujan selama konsentrasi (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km2)
C = koefisien run off
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dimana air berkonsentrasi. Intensitas curah hujan
dilambangkan dengan botasi I (mm/jam).
2. Menurut Dr. Mononobe

Rumus : I = (R24/24)(24/t)0,667
Dimana :
I = intensitas curah hujan
t = lamanya curah hujan
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
3. Menurut Tolbat (1881)
Rumus : I = a / (t+b)
Dimana :
I = intensitas curah hujan
T = lamanya hujan
A,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan di daerah aliran

4. Menurut Ishiguro

Rumus : I = a / (t+b)
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),
35
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Dimana :
`I = intensitas hujan
t = lama hujan
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan di daerah
aliran

Koefisien run off


Koefisien run off dipengaruhi oleh jenis lapis permukaan tanah. Setelah
melalui berbagai penelitian, didapatkan koefisien run off seperti yang
tertulis dalam Tabel 3.31.

Tabel 3.18 Harga koefisien Run off dari Dr. Mononobe


Kondisi daerah pengaliran dan sungai Harga C
Daerah pegunungan yang curam 0.75-0.90
Daerah pegunungan tersier 0.70-0.80
Tanah bergelombang dan hutan 0.50-0.75
Tanah dataran yang ditanami 0.45-0.60
Persawahan yang dialiri 0.70-0.80
Sungai di daerah pegunungan 0.75-0.85
Sungai keeil di dataran 0.45-0.75
Sungai besar yang lebih dari setengah daerah
0.45-0.75
pengalirannya terdiri dari dataran

5. Rumus Melchior, Weduwen, Haspers

Rumus Q = ..q.f

Dimana :
 = koefisien run off
 = koefisien reduksi
q = hujan maksimum (m3/km2/dt)
f = luas daerah aliran (km2)

a) Koefisien run off ()


Koefisien ini merupakan perbandingan antara run off dengan hujan
Melchior : 0,42 ≤  ≤ 0,62 (diambil 0,52)
Weduwen :  = 1 – (4,1/(q+7)
Harpers :  = (1+0,0127 f2)/(1+0,075 f0,7)
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),
36
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

b) Koefisien reduksi ()


Koefisien ini diperlukan untuk mendapatkan hujan rata-rata dari
hujan maksimum.

Melchior : t = 1000L / 3600V


Dimana :
L = panjang saluran
V = kecepatan rata-rata = 1.3 (Q/i2)
i = kemiringan saluran = H / 0.9L
H = beda elevasi

3.9 DESAIN DRAINASE


a. Penampang Tunggal

Keterangan :
Q = debit saluran drainase
w = lebar jagaan
L = lebar tanggul

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


37
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

m = kemiringan talud
H = tinggi muka saluran drainase
B = lebar saluran
A = luas penampang basah
P = keliling penampang basah
n = koefisien manning
I = kemiringan saluran
Rumus Desain :
Q = A.V

A = (B + m.H)H

P = B + 2H

R =

V =

b. Penampang Ganda

Keterangan :
Q = debit saluran drainase
w = lebar jagaan
L = lebar tanggul
m = kemiringan talud
H = tinggi muka saluran drainase
B = lebar saluran
A = luas penampang basah
P = keliling penampang basah

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


38
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

n = koefisien manning
I = kemiringan saluran

Rumus Desain :

3.10 PERAMBUAN
a. Standar Perencanaan
Standar perencanaan perangkat pengendali lalu lintas atau perambuan yang
digunakan sebagai acuan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
1. Keputusan Menteri Perhubungan No.60 tahun 1993 tentang Marka Jalan
2. Keputusan Menteri Perhubungan No.61 tahun 1993 tentang Rambu–
rambu Lalu Lintas di Jalan.
b. Jenis Rambu
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),
39
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Secara umum jenis rambu di jalan tol dibagi menjadi 3, yaitu:


1. Rambu Peringatan
2. Rambu peringatan standar (sesuai Tabel I pada Keputusan Menteri
Perhbungan No. KM 61 thun 1993).
3. Rambu peringatan berupa kata-kata.

c. Rambu Larangan
1. Rambu larangan standar (sesuai Tabel II A pada Keputusan Menteri
Perhbungan No. KM 61 thun 1993)
2. Rambu larangan berupa kata-kata.

d. Rambu Petunjuk
1. Rambu Petunjuk Jurusan (RPJ) untuk menyatakan arah agar dapat
mencapai suatu tujun antara lain kota, daerah/wilayah.
2. Rambu Petunjuk bukan Jurusan untuk menyatakan fasilitas umum, batas
wilayah suatu daerah, situasi jalan dan sebagainya.

e. Ukuran Rambu
Rambu lalu lintas terbagi atas dua ukuran, yaitu:
1. Rambu Ukuran Standar
Rambu ukuran standar adalah rambu-rambu yang sesuai tabel I, IIA, IIB dan
III dari Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 dengan
ukuran sebagai berikut :
a) Tipe A : diameter 90 cm dan 90 x 90 cm, untuk kecepatan lebih dari 60
km/jam.
b) Tipe B : diameter 75 cm dan 75 x 75 cm, untuk kecepatan < 60 km/jam
2. Rambu Ukuran Besar (berupa kata – kata)
Ukuran rambu berupa kata – kata ditentukan berdasarkan ukuran huruf,
jarak antara huruf serta jarak ke tepi panel (bukan dengan ukuran standar
tertentu).

Ukuran huruf yang digunakan mengacu pada Standard Alphabets for


Highway Sign and Pavement Marking dari Federal Highway Administration
(FHWA 1977).

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


40
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

a) Rambu Petunjuk selain Jurusan (warna dasar biru) Menggunakan jenis


huruf kapital seri D atau E.
b) Rambu Petunjuk Jurusan (warna dasar hijau) Menggunakan jenis huruf
kapital seri E (m) untuk huruf awal dan selanjutnya huruf kecil seri Lc
(lower case).
c) Rambu larangan (warna dasar putih) Menggunakan jenis huruf kapital
seri D atau E.
d) Rambu peringatan (warna dasar kuning) Menggunakan jenis huruf
kapital seri D atau E.
f. Warna Rambu
Warna yang digunakan dalam panel rambu sesuai dengan ketentuan yang ada
dalam Kepmenhub No. 61 tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas di Jalan.
Warna-warna tersebut adalah :

1. Rambu Peringatan
Warna dasar yang digunakan adalah kuning (reflektif) dengan tulisan,
gambar lambang dan garis tepi berwarna hitam.
2. Rambu Larangan
Warna dasar yang digunakan adalah putih (reflektif) dengan tepi
berwarna merah (reflektif) dan gambar lambang dan tulisan huruf
berwarna hitam (reflektif).
Untuk rambu larangan berupa kata-kata warna dasar yang digunakan
putih (reflektif) dan garis tepi berwarna merah (reflektif) tebal 8 cm yang
dimulai dari tepi panel.
3. Rambu Perintah
Warna dasar yang digunakan adalah biru (reflektif) dan lambang atau
tulisan putih (reflektif) dan garis tepi berwarna putih (relflektif) dengan
ketebalan 3 cm untuk panel ukuran 2,0 x 3,0 m dan 5 cm untuk panel
ukuran lebih besar. Garis tepi dimulai dari tepi panel.
4. Rambu Petunjuk
Rambu petunjuk terdapat beberapa macam warna yang digunakan yaitu :
a) Rambu petunjuk bukan jurusan

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


41
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Warna dasar yang digunakan adalah biru (reflektif), simbol berwarna


hitam dan tulisan berwarna putih (reflektif)
Pada rambu petunjuk bukan jurusan berupa kata-kata warna dasar
yang digunakan adalah biru (reflektif) serta tulisan dan garis tepi
berwarna putih (reflektif) dari tepi panel.
b) Rambu petunjuk jurusan
Warna dasar yang digunakan hijau (reflektif), simbol, tulisan dan garis
tepi berwarna putih (reflektif) dimulai dari tepi panel.
g. Jenis Lapisan Reflektif (Reflektive Sheeting)
Lapisan Reflektif yang digunakan sebagai salah satu jenis material rambu di
jalan tol terdiri dari:
1. Engineering Grade (EG), digunakan pada :
a) Rambu-rambu di jalan non tol
b) Rambu-rambu darurat
c) Dasar panel rambu-rambu di jalan tol.

2. High Intensity (HI), digunakan pada tulisan, panah, garis tepi dan logo
pengelola jalan tol yaitu pada :
a) Rambu-rambu di road side, rambu bentuk standar dan rambu berupa
kata-kata.
b) Semua rambu–rambu di overhead (portal, kupu-kupu dan cantilever)
c) Semua rambu pada jalan dengan lajur lalu lintas lebih dari 2 lajur tiap
arah.

h. Jenis Konstruksi Tiang


Jenis konstruksi tiang yang digunakan sebagai berikut :
1. Kantilever
Digunakan untuk Rambu Petunjuk Jurusan (RPJ) jalan tol luar kota 2 lajur.

2. Kupu – kupu

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


42
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Digunakan untuk rambu petunjuk jurusan (RPJ) di gore atau pada titik
diverging.

3. Dua Tiang Pipa Galvanis


Digunakan untuk rambu-rambu road side seperti rambu larangan atau
rambu petunjuk berupa kata – kata.

4. Satu Tiang Pipa Galvanis


Digunakan untuk rambu ukuran standar

3.11 PENEMPATAN RAMBU


Agar tidak saling menutupi maka penempatan dan jarak antar rambu dengan
rambu lainnya diatur sebagai berikut :
a. Pada jalur dengan kecepatan rencana rendah ( ≤ 60 km/jam)
1. Untuk rambu ukuran standar : 25 m
2. Untuk rambu ukuran besar : 25 m

b. Pada jalur utama dengan kecepatan rencana tinggi ( > 60 km/jam)


1. Untuk rambu ukuran standar:100 m
2. Untuk rambu ukuran besar : 200 m

Untuk keamanan ruang bebas maka pemasangan rambu di atur sebagai berikut :

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


43
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

a. Rambu dengan kecepatan rendah (Ukuran rambu tipe B :  75 cm dan 75 cm x


75 cm) jarak ke tepi perkerasan adalah : 60 cm.
b. Rambu tipe 2 tiang pipa galvanis, jarak dari tepi bawah panel ke permukaan
perkerasan diukur dari garis marka menerus paling kiri : 210 cm.
c. Kemiringan horizontal sebesar 3o keluar dari garis tegak lurus sumbu jalan.
d. Rambu dengan konstruksi tiang portal, kupu-kupu dan cantilever jarak dari
tepi bawah panel ke permukaan perkerasan minimum 510 cm.

3.12 UKURAN DAN TIPE HURUF


Untuk rambu berupa kata-kata digunakan jenis dan ukuran huruf sebagai berikut :

Tabel 3.19 Penggunaan Ukuran dan Type Huruf


Jalur Utama 2
Jenis Rambu Jalan Masuk/Ramp
Lajur
1. Peringatan D 200 D 200
2. Larangan D 200 D 200
D 150 D 150
3. Perintah D 200 D 200
D 150 D 150
4. Petunjuk Jurusan E (M) 265/200 E (M) 330
Lc 200/150 Lc 250
5. Angka Mengikuti seri huruf yang digunakan
Sumber : Penempatan Marka Jalan Pd T-12-2004-B

3.13 PENERANGAN JALAN UMUM (PJU)


Maksud dan tujuan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) adalah untuk
mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas pada saat cuaca gelap dan untuk
membuat lebih nyaman dan menarik para pemakai jalan.
Perencanaan Desain Penerangan Jalan Umum (PJU) dibuat berdasarkan “ Standard
Penerangan Jalan Kota “ dari Dit Jend. Bina Marga 1985 dengan rekomendasi dari
“Japan Road Standard “ dan dari “ Commission International Del Enclairge ( CIE ).
a. Konsep dan Kriteria Dasar
Dalam perencanaan Penerangan Jalan Umum (PJU), kami mendasarkan pada
beberapa konsep dan kriteria dasar sebagai berikut :
1. Penghematan Biaya Beban Listrik
Untuk mendapatkan penghematan biaya beban listrik maka disini ada 2
(dua) alternatif yaitu sebagai berikut :

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


44
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

a) Sistim 50% hidup dan 50% padam/mati


Pada saat Volume Traffic relatif rendah, yaitu antara jam 23.00
malam sampai dengan 6.00 pagi maka secara otomatic timer system
akan mematikan 50% dari lampu penerangan yang ada dan yang
hidup hanya 50% saja secara selang-seling, sehingga kebutuhan daya
listrik juga hanya 50%.

b) Sistim Dimming
Pada saat Volume Traffic relatif rendah, yaitu antara jam 23.00
malam sampai dengan 6.00 pagi maka secara otomatic timer system
pada masing-masing ballast lampu akan mengurangi daya pemakaian
lampu hingga 50%, sehingga seluruh lampu akan menyala lebih redup
(tidak secara selang-seling), sehingga ada penghematan daya listrik
50%.

2. Daerah gelap / black spot


Untuk menghindari terjadinya daerah gelap / black spot pada sepanjang
jalan maka perlu dicapai besaran-besaran sebagai berikut :
Emin 0.50 Emin 0.30
Eav Emax

Dimana : E min = Flux minimum


E av = Flux rata-rata
E max = Flux maximum
Flux = Intensitas illuminasi

3. Illuminasi maximum
Untuk mendapatkan illuminasi/kuat penerangan yang maximum, maka
perencanaan penerangan didasarkan pada factor perkerasan
flexible/asphalt, mengingat warna perkerasan flexible lebih gelap dari
pada warna perkerasan rigid, sehingga lebih banyak cahaya yang diserap.
4. Sistem Timer

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


45
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Penerangan lampu jalan secara otomatis akan hidup dan padam dengan
memakai systim timer (jam 18.00 – 6.00 hidup dan am 6.00 – 18.00
padam).
b. Perlengkapan Penerangan
1. Luminaire/Lampu
Lampu untuk penerangan jalan diperlukan persyaratan : umur panjang /
awet, efficiensi tinggi, warna yang bagus / tidak silau, fluktuasi
temperture yang aman dan mempunyai kapasitas lumen per lampu yang
tinggi.

Untuk keperluan diatas dapat dipakai lampu “high pressure Sodium”


dengan alasan sebagai berikut :

a) Effisiensi luminasi yang tinggi


b) Tidak silau / minimum glare
c) Biaya pemakaian dan pemeliharaan yang rendah.

Besar lumen adalah sebagai berikut :

a) High pressure SONT 150 W 15000 lumen


b) High pressure SONT 250 W 32000 lumen
c) High pressure SONT 400 W 55000 lumen.
2. Lampu Penerangan Area Luasan
Untuk penerangan area/luasan seperti parkir dan lain-lain, dipakai lampu
Sodium plus 1000 W high mast dengan tiang lampu tinggi 20 – 25 m.

3. Tiang Lampu
Tiang lampu adalah hot dip galvanis tiang baja berdasarkan Standard
pada ”Perencanaan Jalan Kota”. Warna cat adalah warna netral alami
sesuai dengan “Peraturan cat Indonesia”.

Secara umum hubungan antara tinggi tiang dan jarak tiang Sesuai dengan
panduan dari Dirjen Bina Marga dapat digambarkan sebagai berikut :
Susunan Tiang Jarak Over long
Tinggi Tiang
Tiang Panjang (B)
Patern H (M) S (M)
A Satu Sisi > 1,0 W < 3,0 W B = 0,8
PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),
46
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Susunan Tiang Jarak Over long


Tinggi Tiang
Tiang Panjang (B)
> 1,5 W < 3,5 W
Dua Sisi > 0,7 W
B < 3,0 W 1,8
Zig-zag
Dua Sisi > 0,5 W < 3,0 W
C 2,1
Berhadapan > 0,7 W < 3,5 W
Keterangan :
W = Lebar jalan
S = Jarak Tiang
H = Tinggi Tiang
4. Kabel listrik
Kabel tanah adalah kabel yang memakai perlindungan metal (dipakai jenis
NYFGBY) yang ditanam di dalam tanah sedalam 80 cm dan dilindungi
dengan batu bata diatasnya.
Pada lokasi memotong jalan maka kabel diberi pelindung ducting pipa
besi galvanis.
a) Tipe Kabel
 NYY (3x2,5) mm2 : Didalam tiang
 NYY + BCC 6 mm2 : Didalam parapet
 NYFGBY :
- Tiang ke tiang dan ke panel Distribusi
- Main Distribution panel ke Distribution panel
- PLN ke Main Distribution panel.

b) Maximum drop voltage / penurunan voltage yang terjadi pada kabel


maximum = 5%.
c) Grounding
Kabel grounding terdiri dari kawat tembaga telanjang dengan cross
area yang sama dengan kabel jaringan pada sistem, dengan
minimum cross area = 6 mm2, (BCC).
Batang tembaga dipakai ukuran : 10 mm 3 x 1,5 M dibenam sedalam
minimum 1,20 M dibawah finished grade. Tahanan grounding
maximum 5 ohm.

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


47
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Contents
3.....................................................................................................................................................3-1
3.1 PERENCANAAN TEKNIK JALAN........................................................................................3-1
3.2 Pertimbangan – Pertimbangan Konstruksi Dalam Desain..............................................3-1
3.3 Implementasi Desain......................................................................................................3-2
3.4 Perencanaan Teknik Pekerjaan Perkerasan Beraspal.....................................................3-2
3.5 Perencanaan Tebal Perkerasan......................................................................................3-4
3.6 Perencanaan Teknik Pekerjaan Drainase......................................................................3-25
3.7 Perhitungan Intensitas Curah Hujan.............................................................................3-35
3.8 Perhitungan debit banjir rencana.................................................................................3-35
3.9 Desain Drainase............................................................................................................3-38
3.10 Perambuan...................................................................................................................3-40
3.11 Penempatan Rambu.....................................................................................................3-44
3.12 Ukuran dan Tipe Huruf.................................................................................................3-45
3.13 Penerangan Jalan Umum (PJU).....................................................................................3-45

Gambar 3.1 Bagan alir perencanaan perkerasan...........................................................................3-3


Gambar 3.2 Bagan Alir Desain Pemilihan Metode Desain Pondasi Jalan.....................................3-13
Gambar 3.3 Metode Thiessen......................................................................................................3-27
Gambar 3.4 Metode Isohnyet......................................................................................................3-27
Gambar 3.5 Lengkung Massa Ganda............................................................................................3-35

Tabel 3.1 Umur Perencanaan Perkerasan Jalan Baru.....................................................................3-4


Tabel 3.2 Pemilihan Jenis Perkerasan............................................................................................3-5
Tabel 3.3 Estimasi Waktu Pra-Pembebanan Timbunan diatas Tanah Lunak................................3-11
Tabel 3.4 Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar..................................................................................3-14
Tabel 3.5 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum3........................................................................3-15
Tabel 3.6 Faktor Penyesuaian Modulus Tanah Dasar Akibat Variasi Musiman............................3-20
Tabel 3.7 Tinggi Minimum Tanah Dasar Diatas Muka Air Tanah dan Muka Air Banjir...................3-21

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


48
PROVINSI ACEH
LAPORAN ANTARA

PT. MARATAMA CIPTA MANDIRI

Tabel 3.8 Desain Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB 1..................................3-22
Tabel 3.9 Desain Perkerasan Lentur- Aspal dengan Pondasi Berputir..........................................3-23
Tabel 3.10 Perkerasan Berbutir dengan Lapis Aspal Tipis...........................................................3-24
Tabel 3.11 Perkerasan Tanah Semen (Soil Cement).....................................................................3-24
Tabel 3.12 Reduced Mean (Yn)....................................................................................................3-29
Tabel 3.13 Reduced Standard Deviation (Sn)...............................................................................3-30
Tabel 3.14 Return Period A Function of Reduced Variete (Yt).......................................................3-31
Tabel 3.15 Standard Variable (KT)................................................................................................3-31
Tabel 3.16 Nilai Chi Kuadrat Kritis dengan significant 5%............................................................3-33
Tabel 3.17 Nilai Delta Kritis untuk Uji Keselarasan Kolmogorov Smirnov.....................................3-34
Tabel 3.18 Harga koefisien Run off dari Dr. Mononobe...............................................................3-37
Tabel 3.19 Penggunaan Ukuran dan Type Huruf.........................................................................3-45

PERENCANAAN TEKNIK (DED) JALAN LINTAS TIMUR (PAKET-01/2016),


49
PROVINSI ACEH

Anda mungkin juga menyukai