Anda di halaman 1dari 47

RENCANA TEKNIK AKHIR

JALAN TOL PANDAAN - MALANG

KRITERIA DESAIN

DESEMBER 2016
Kriteria Desain

KATA PENGANTAR

Dalam rangka pelaksanaan Proyek Jalan Tol Pandaan-Malang, PT PP (Persero) Tbk yang
mendapatkan Kontrak Jasa Pemborongan (Design and Build) pekerjaan pembangunan Jalan
Tol Pandaan Malang nomor 01/Kontrak-JPM/XI/2016 tanggal 8 November 2016 dari PT Jasa
Marga Pandaan Malang, memberikan tugas kepada PT Wiranusantara Bumi untuk
melaksanakan Perencanaan Teknik Akhir Proyek Jalan Tol Pandaan-Malang melalui Surat
Perjanjian Pemborongan nomor 004/SPB-311610/III-Cab.V/XI/2016 tanggal 9 November 2016.

Sebagai Konsultan Perencana, kami menyiapkan dan menyusun Kriteria Desain berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam dokumen Kerangka Acuan Kerja (Terms of Reference).

Dokumen Kriteria Desain ini berisikan standar dan kriteria perencanaan yang lebih rinci sebagai
dasar penyusunan ROW plan dan Rencana Teknik Akhir Jalan Tol Pandaan-Malang, meliputi:
Kriteria Desain Geometrik; Kriteria Desain Drainase; Kriteria Desain Struktur; Kriteria Desain
Perkerasan; Kriteria Desain Tempat Istirahat dan Pelayanan; Kriteria Desain Bangunan Fasilitas
Tol; Kriteria Desain Mekanikal dan Elektrikal; Kriteria Desain Rambu, Marka dan Alat Pemberi
Isyarat; Kriteria Desain Lansekap; dan Pemeliharaan Jalan Tol.

Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada PT Jasa Marga Pandaan Malang dan
PT PP (Persero) Tbk yang telah memberi kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan
pekerjaan Perencanaan Teknik Akhir Jalan Tol Pandaan-Malang ini, dan juga kepada semua
pihak yang telah membantu kelancaran proses penyusunan laporan ini.

Jakarta, Desember 2016


Mengetahui,

Ir. Yusdiantoro Ir. Bhudjono


General Manager Team Leader

i
Kriteria Desain

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………..……………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………..……………………………… iI

KRITERIA DESAIN
1. KRITERIA DESAIN GEOMETRIK
1.1 Standar Acuan………………………………………………………….………………… 1
1.2 Kriteria Desain ………………………………………………………………….………… 2
2. KRITERIA DESAIN DRAINASE
2.1. Standar Desain…………………………………………………………….……………… 7
2.2. Analisa Data Hujan………………………………………………………….……………. 8
2.2.1. Analisis Hidrologi………………………………………………………….……………… 9
2.2.2. Analisis Hidrolika………………………………………………………….……………… 10
2.2.3. Perhitungan Debit Rencana…………………………………………….………………. 11
2.2.4. Penentuan Dimensi Struktur yang DIgunakan………………………….…………….. 13
2.2.5. Tinggi Jagaan………………………………………………………….…………………. 13
3. KRITERIA DESAIN STRUKTUR
3.1. Standar Desain…………………………………………………………….…………….. 14
3.2. Spesifikasi Pembebanan………………………………………………….…………….. 14
3.2.1. Beban Primer…………………………………………………………….……………….. 15
3.2.2. Beban Sekunder………………………………………………………….……………… 20
3.2.3. Beban Khusus…………………………………………………………….……………… 23
4. KRITERIA PERKERASAN
4.1. Standar Acuan…………………………………………………………….……………… 26
4.2. Umur Rencana…………………………………………………………….………………. 26
5. KRITERIA DESAIN TEMPAT ISTIRAHAT & PELAYANAN
5.1. Standar Acuan…………………………………………………………….……………… 27
5.2. Tipe Tempat Istirahat dan Pelayanan…………………………………………………… 27
5.3. Kriteria Desain……………………………………………………………………………… 27
5.4. Kapasitas Parkir…………………………………………………………………………… 28

ii
Kriteria Desain

5.5. Elemen Geometri………………………………………………………………………… 28


6. KRITERIA DESAIN BANGUNAN FASILITAS TOL
6.1. Standar Acuan…………………………………………………………….……………… 28
6.2. Kriteria Desain Kantor Cabang………..………………………………………………… 29
6.3. Kriteria Desain Pelataran dan Gerbang Tol…………………………………………… 29
6.4. Kriteria Desain Kantor Gerbang Tol…..………………………………………………… 30
6.5. Kriteria Desain Bangunan Pelengkap Lainnya………..……………………………..… 31
7. KRITERIA DESAIN MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL
7.1. Standar Acuan…………………………………………………………….……………… 31
7.1.1. Elektrikal………………………………………………………………..…….………….. 31
7.1.2. Mekanikal……………………………………………………………………..….………. 31
7.2. Kriteria Desain…………………………………………………………….……………… 32
7.2.1. Instalasi Listrik……………………………………………………………..….………….. 32
7.2.2. Penerangan Jalan Umum……………………………………………………….………. 32
7.2.3. Instalasi Telekomunikasi…………………………………………………….………….. 32
7.2.4. Instalasi Sistem Ventilasi & Tata Udara……………………………………….………. 33
7.2.5. Sistem Instalasi Plumbing………………………………………………………………... 33
8. KRITERIA DESAIN RAMBU, MARKA DAN ALAT PEMBERI ISYARAT
8.1. Standar Acuan…………………………………………………………….……………… 33
8.2. Kriteria Desain Pekerjaan Rambu……………………………………….……………… 33
8.2.1. Jenis Rambu……………………………………………………………..…….………….. 34
8.2.2. Ukuran Rambu di Jalan Tol…………………………………………………..….………. 34
8.2.3. Ukuran dan Tipe Hurup……..………………………………………………..….………. 34
8.2.4. Material Rambu………………………………………………………………..….………. 34
8.2.5. Penempatan Rambu……..…………………………………………………..….………. 35
8.3. Kriteria Desain Pekerjaan Marka……………………………………….……………… 35
8.3.1. Jenis Marka Jalan.……………………………………………………..…….………….. 35
8.3.2. Pembuatan dan Pemasangan Marka Jalan………………………………..….………. 35
8.3.3. Ukuran Marka Jalan…..……..………………………………………………..….………. 36
8.4. Kriteria Desain Pekerjaan Lampu Isyarat……………………………….……………… 36
9. KRITERIA DESAIN LANSEKAP
9.1. Umum………..…………………………………………………………….……………… 36
9.2. Standar Acuan…………………………………………………………….……………… 36
9.3. Tema Desain……………………..……………………………………….……………… 37

iii
Kriteria Desain

9.4. Kriteria Desain……………………..……………………………………….…………….. 37


10. PEMELIHARAAN JALAN TOL
10.1. Standar Acuan…………………………………………………………….……………… 39
10.2. Lingkup Pemeliharaan Jalan..…..……………………………………….……………… 39
10.3. Unsur-Unsur Pemeliharaan……………………………………………………………… 39
10.4. Standar Pelayanan Minimal (SPM)..…………………………………….……………… 40

iv
Kriteria Desain

KRITERIA DESAIN

1. KRITERIA DESAIN GEOMETRIK

1.1. Standar Acuan


Standar yang dipergunakan sebagai acuan desain geometrik adalah :
1. Spesifikasi Standar Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kata, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Desember 1990.
2. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Maret 1992, Direktorat Jenderal
Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
3. Petunjuk Perencanaan Geometrik untuk Jalan Antar Kota, September 1997 Direktorat
Jenderal Bina Marga.
4. Ketentuan Teknik, Tata Cara Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Tol: Keputusan
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 353/KPTS/M/2001, 22 Juni 2001,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2014 tanggal 17 Oktober 2014, tentang
Standar Pelayanan Minimum.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan
Tol dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
7. DitJen. Bina Marga No. 007/BM/2009, tentang Standar Geometri Jalan Bebas Hambatan
Untuk Jalan Tol.
8. KPTS DirJen. Bina Marga No. 22.2/KPTS/Db/2012, tentang Manual Desain Perkerasan
Jalan.
9. A Policy on Geometric Design of Highway and Streets, AASHTO, Tahun 2004. 5th edition.
10. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 74 tahun 1990 tentang Angkutan Peti Kemas di
Jalan.
11. Keputusan Menteri Perhubungan No.52 Tahun 2000 tentang Jalur Kereta Api.
12. Keputusan Menteri Perhubungan No.53 Tahun 2000 tentang Perpotongan dan I atau
Persinggungan antara Jalan Kereta Api dengan Bagian Lain.
13. Peraturan Menteri Perhubungan No. 14/2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
di Jalan.

1
Kriteria Desain

14. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor: 01.P/47/MPE/1992, tentang Ruang
Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik.
15. Undang-undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan.
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 dan perubahannya
tentang Jalan Tol
17. Nihon Douro Koudan, Jepang.
18. A Policy on Geometric Design of Highway and Streets, AASHTO, Tahun 2001.
19. A Policy on Geometric Design of Highway and Streets, AASHTO, Tahun 2004-5th edition.
20. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997, tentang
Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak Dan Gas Bumi
21. Road Side Design Guide, AASHTO, 3rd edition.

1.2. Kriteria Desain


Kriteria desain geometrik secara ringkas disajikan seperti pada Tabel 1.1 s.d. Tabel 1.4.

Tabel 1.1 Kriteria Desain Geometrik Jalan Tol – Jalur Utama

Usulan Kriteria
No Parameter Geometrik Satuan Desain

1 Kecepatan Rencana Km/jam 80

2 Potongan Melintang
- Lebar Lajur Lalu Lintas m 3.60
- Lebar Bahu Jalan Bagian Luar m 3.00
- Lebar Bahu Jalan Bagian Dalam m 1.50
- Lebar Median Minimum (termasuk bahu jalan dalam) m 3.80

2
Kriteria Desain

Tabel 1.1 Kriteria Desain Geometrik Jalan Tol – Jalur Utama (lajutan)

Usulan Kriteria
No Parameter Geometrik Satuan Desain
- Kemiringan Melintang Normal Jalur Lalu lintas % 2.00 – 3.00
- Kemiringan Melintang Normal Bahu Jalan Luar % 3.00 – 5.00
- Superelevasi Maksimum % 8.00
- Tinggi Ruang Bebas Minimum m 5.10
- Tinggi Ruang Bebas di Atas Jalan Kereta Api m 6.50
- Tinggi Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan m
Tinggi/Ekstra Tinggi – PLN
- SUTT 66 kV m 8.00
- SUTT 150 kV m 9.00
- SUTET 500 kV m 15.00
3 Jarak Pandang
- Jarak Pandang Henti Minimum m 130

4 Parameter Alinyemen Horizontal


- Jari-jari Tikungan Minimum m 230
- Jari-jari Tikungan Minimum dengan kemiringan normal m 2500
- Panjang Minimum Lengkung m 140
- Jari-jari Tikungan Minimum Tanpa Lengkung Peralihan m 1000
- Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum - 1/200

5 Parameter Alinyemen Vertikal


- Landai Maksimum % 5
- Panjang Landai Kritis Dengan Landai 5 % m 600
- Panjang Landai Kritis Dengan Landai 6 % m 400
- Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal
- Cembung m 4.500
- Cekung m 3.000
- Panjang Minimum Lengkung Vertikal Cembung m 85
- Panjang Minimum Lengkung Vertikal Cembung m 70
- Panjang Minimum Cengkung Vertikal Cengkung m 50
Keterangan :  = Sudut Perpotongan ( Derajat )

3
Kriteria Desain

Tabel 1.2. Kriteria Desain Geometrik Jalan Akses

Usulan Kriteria
No Parameter Geometrik Satuan Desain

1 Kecepatan Rencana Km/jam 60


2 Parameter Potongan Melintang
- Lebar Lajur Lalu Lintas m 3.50
- Lebar Bahu Jalan Bagian Luar m 2.50
- Lebar Bahu Jalan Bagian Dalam m 0.50
- Lebar Marka Pemisah Jalur m 0.45
- Kemiringan Melintang Normal Jalur Lalu lintas % 2.00
- Kemiringan Melintang Normal Bahu Jalan Luar % 4.00
- Superelevasi Maksimum m 8.00
- Tinggi Ruang Bebas Vertikal Minimum m 5.10
3 Jarak Pandang
- Jarak Pandang Henti Minimum m 75
- Jarak Pandang Menyiap Minimum (undivided) m 250
4 Parameter Alinemen Horizontal
- Jari-jari Tikungan Minimum m 200
- Jari-jari Tikungan Minimum Dengan Kemiringan Normal m 2000
- Panjang Minimum Lengkung m 700/ dan atau 100
- Panjang Lengkung Peralihan Minimum m 50
- Jari-jari Tikungan Minimum Tanpa Lengkung Peralihan m 600
- Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum - 1/175
5 Parameter Alinemen Vertikal
- Landai Maksimum % 5.00
- Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal
- Cembung m 2000
- Cekung m 1500
- Panjang Minimum Lengkung Vertikal m 50
Keterangan :  = Sudut Perpotongan ( Derajat )

4
Kriteria Desain

Tabel 1.3 Kriteria Desain Geometrik Ramp Simpang Susun

Usulan Kriteria
No Parameter Geometrik Satuan Desain

1 Kecepatan Rencana Km/jam 40


2 Parameter Potongan Melintang
- Lebar Lajur + Pelebaran Tikungan m 4.50
- Lebar Bahu Jalan Bagian Luar m 2.00
- Lebar Bahu Jalan Bagian Dalam m 1.00
- Kemiringan Melintang Jalur Lalu lintas Normal % 2.00
- Kemiringan Melintang Bahu Jalan Diperkeras % 4.00
- Super Elevasi Maksimum % 8.00
- Tinggi Ruang Bebas Minimum m 5.10
- Kebebasan Samping pada Terowongan / Jembatan m 0.50
3 Jarak Pandang
- Jarak Pandang Henti Minimum m 40
4 Parameter Alinemen Horizontal
- Jari-jari Tikungan Minimum dengan Super Elevasi m 50
Maks
- Jari-jari Tikungan Minimum untuk bagian jalan dengan m 800
kemiringan normal.
- Jari-jari Tikungan Minimum Tanpa Lengkung Peralihan m 250
- Panjang Minimum Bagian Peralihan m 35
- Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum m 1/125
5 Parameter Alinemen Vertikal
- Landai Maksimum % 5
- Panjang Minimum Lengkung Vertikal m 35
- Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal
- Cembung m 450
- Cekung m 450
Keterangan :  = Sudut Perpotongan ( Derajat )

5
Kriteria Desain

Tabel 1.4 Kriteria Desain Geometrik Interchange untuk Ramp terminal

Usulan Kriteria
No Parameter Geometrik Satuan Desain

1 Kecepatan Rencana Jalan Tol km/jam 80


2 Ketentuan untuk Jalan Tol
- Jari-jari tikungan minimum m 1100 / 700
- Jari-jari lengkung vertikal minimum
Standar / khusus
 Cembung ( standar / khusus ) m 12.000 / 6.000
 Cekung m 8.000 / 4.000
- Landai maksimum % 4.00
3 Jalur Perlambatan, Normal
- Panjang Jalur Perlambatan m 80
- Panjang Taper m 50
4 Jalur Percepatan, Normal
- Panjang Jalur Percepatan m 160
- Panjang Taper m 60
Catatan:
1) Pada jalur perlambatan yang menurun >2%, dan jalur percepatan yang mendaki > 2% harus
memperhatikan perkalian koefisien berikut:

Tabel 1.5 Koefisien Perkalian

Grade Perkalian Perkalian


Perlambatan Percepatan
0<i<2 1.00 1.00
2<i<3 1.10 1.20
3<i<4 1.20 1.30
4<i 1.30 1.40

6
Kriteria Desain

2. KRITERIA DESAIN DRAINASE

2.1. Standar Desain


Kriteria desain untuk pekerjaan drainase pada proyek ini mengacu pada:
1. MSHTO: "A Policyon Geometric Design of Highway and Street", Published in the USA, 1984.
2. AASHTO: "Highway Drainage Guidelines", Published in the USA, 1979.
3. Badan Standardisasi Nasional: "Metode Perhitungan Debit Banjir", Yayasan LPMB,
Bandung, 1989.
4. Badan Standardisasi Nasional: "Tata Cara Perencanaan Hidrologi dan Hidraulik untuk
Bangunan di Sungai", YBPPU, Jakarta, 1987.
5. Dewan Standarisasi Nasional: "Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan",
YBPPU, Jakarta, 1994.
6. Ditjen Pengairan, Dep PU: "Cara Perhitungan Design Flood", YBPPU, Jakarta, 1992.
7. Ditjen Pengairan, Dep PU: "Stander Perencanaan lrigasi", CV Galang Persada, Bandung, 1986.
8. Transportation Technology for Developing Countries: "Copendum 5 - Roadside Drainage",
USAID, Washington DC, 1978.
9. Transportation Technology for Developing Countries: "Copendum 3 - Small Drainage
Structure", USAID, Washington DC, 1978.
10. USDI: "Design of Small Dams", Oxford & IBH Publising Co., New Delhi, 1974.
11. Ven Te Chow : "Hidrolika Saluran Terbuka", Erlangga, Jakarta, 1992.
12. Sri Harto: “Analisis Hidrologi”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
13. Suyono Sosrodarsono: “Hidrologi untuk Pengairan”, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.
14. Joesroen Loebis: “Banjir Rencana untuk Bangunan Air”, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan
Umum, Jakarta, 1992.
15. Soewarno: “Hidrologi – Aplikasi Metode Statistik untuk Analisis Data Jilid I dan II”, Nova,
Bandung, 1995.
16. Linsley Ray K Jr.: “Hidrologi untuk Insinyur”, Erlangga, Jakarta, 1986.
17. Dewan Standarisasi Nasional: Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan”,
Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1994.
18. Centre for Civil Engineering Research and Codes: ”Guideline Road Construction over Peat
and Organic Soil”, draft version 4, Jakarta, November 2000.
19. NN: “Drainage of Asphalt Pavement Stuctures (Manual Series-15)”, The Asphalt Institute,
Maryland, 1981.

7
Kriteria Desain

2.2. Analisa Data Hujan


Data hujan yang dianalisa untuk mendapatkan Debit Rencana adalah data hujan harian
maksimum pada lokasi rencana. Data hujan ini didapat dari Badan Meteorologi dan Geofisika
dengan sepanjang data ± 18 tahun.

Intensitas Curah Hujan dapat ditentukan dengan analisa statistik dan rumus Dr. Mononobe.
Adapun langkah perhitungan intesitas ini adalah sebagai berikut :
Sx
Xr  X  (Yr  Yn ) …………………………. (1)
Sn
2/3
R24  24 
I   …………………………. (2)
24  T 
L
T …………………………. (3)
V

V  72 (i) 0.6 …………………………. (4)

H
i …………………………. (5)
L

Keterangan :
R24 = XT = Besar curah hujan untuk periode ulang T tahun (mm) / 24 jam
X = Nilai rata-rata aritmatik hujan kumulatif
SX = Standar deviasi
YT = Variasi yang merupakan fungsi periode ulang (lihat tabel analisa statistik)
Yn = Nilai yang tergantung pada n (lihat tabel analisa statistik)
Sn = Standar deviasi merupakan fungsi dari n (lihat tabel analisa statistik)
I = Intensitas curah hujan mm/jam
T = Waktu konsentrasi / perambatan banjir (jam)
L = Jarak sungai terpanjang (km)
i = Kemiringan dasar sungai
H = Beda ketinggian antara elevasi paling hulu dan elevasi paling hilir dari
sungai terpanjang pada catchment area yang ditinjau.

8
Kriteria Desain

Pada perencanaan bangunan air dan saluran drainase, permasalahan umum yang dihadapi
adalah:
– Berapakah besar debit air yang harus disalurkan melalui bangunannya.
– Bentuk dan dimensi struktur atau konstruksi bangunannya.

Air (air hujan) yang jatuh di suatu daerah harus dapat segera dibuang. Maka, diperlukan adanya
saluran-saluran guna menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah atau jalan dan
mengalirkannya kedalam saluran pembuangan. Saluran pembuangan ini kemudian mengalirkan
air tersebut ke sungai atau tempat pembuangan air lainnya.

2.2.1. Analisis Hidrologi


Berikut ini adalah langkah-langkah dalam analisis Hidrologi
a. Hitung koefisien pengaliran (C).
b. Dari data pengukuran, hitung:
- Beda tinggi (H),
- Panjang daerah pengaliran (L),
- Kemiringan rata-rata dasar pengaliran (s): s = H/L
c. Lama waktu konsentrasi (tc):
Pada daerah aliran kecil dengan pola drainase sederhana, lama waktu konsentrasi bisa sama
dengan lama waktu pengaliran dari tempat yang terjauh.

0 , 77
 L  …………………………. (6)
t c  0,0195 .   menit
 s
dimana L dalam satuan meter.
d. Intensitas curah hujan (I):
Digunakan Rumus Mononobe, sbb:
2/3
R  24 
I  24 .   mm/jam …………………………. (7)
24  t 
dimana:
R24 = curah hujan maksimum setempat dalam mm
t = lama waktu konsentrasi dalam jam
e. Hitung luas daerah aliran (A)
Dari peta topografi yang tersedia dihitung luasan area tangkapan (catchment area) pada
lokasi studi dari sungai atau aliran air yang berada di dalam daerah studi.

9
Kriteria Desain

Hitung debit rencana (Q) :

Q = 0,278.C.I.A m3/det …………………………. (8)

dimana:
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan dalam mm/jam
A = luas daerah aliran dalam km2

2.2.2. Analisis Hidrolika


Berikut ini adalah langkah-langkah dalam analisis Hidrolika

a. Tentukan bentuk penampang basah dan type dinding saluran.


b. Coba penampang basah : b, h, Luas penampang basah (F), Keliling penampang basah (O).
c. Hitung Radius hidrolik (R) :

F
R meter …………………………. (8)
O
d. Hitung/tentukan kemiringan dasar saluran (S).
e. Tentukan koefisien kekasaran (n).
f. Kecepatan air rata-rata (V) :

R 2/3 . S1/2 …………………………. (9)


V m/det
n
dimana :
R = radius hidrolik dalam m
S = kemiringan dasar saluran
N = koefisien kekasaran

g. Hitung debit kapasitas saluran (Q) :

Q = V.F m3/det. …………………………. (10)

Kapasitas saluran ini harus lebih besar dari pada debit rencana / maksimum, yaitu:

Q = V.F  Q = 0,278.C.I.A …………………………. (11)

10
Kriteria Desain

Tabel 1.6 Koefisien kekasaran Manning

Jenis Saluran Koefisien


Kekasaran (n)
1. Saluran Buatan
- Saluran tanah, lurus teratur 0,017 – 0,025
- Saluran pada dinding lurus teratur 0,023 – 0,035
2. Saluran Alam
- Bersih, lurus, tidak berpasir,tidak berlubang. 0,025 – 0,033
- Seperti yang diatas ada tumbuhan atau kerikil 0,030 – 0,040
- Aliran pelan banyak tumbuhan dan berlubang. 0,050 – 0.080
3. Saluran pasangan batu tanpa finishing. 0,025 – 0,035
4. Saluran beton 0,014 – 0,021
5. Saluran beton pra cetak dengan acuan baja 0,013 – 0,015
Sumber : SNI 03-3424-1994

2.2.3. Perhitungan Debit Rencana


Perhitungan Debit Rencana dihitung dengan menggunakan Rational Formula (SNI 08–3424–
1994), sebagai berikut :

1
Q C .I . A …………………………. (12)
36
dimana:
Q = Debit Rencana (m3/detik)
C = Koefisien Pengaliran (lihat Tabel 1.7)
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
A = Luas Catchment Area (km2)

11
Kriteria Desain

Tabel 1.7 Hubungan Kondisi Permukaan Tanah dengan Koefisien Pengaliran (C)

Kondisi Permukaan Koefisien


No
Tanah Pengaliran (C) *
1. Jalan beton dan jalan aspal 0,70 - 0,95
2. Jalan kerikil dan jalan tanah 0,40 - 0,70
3. Bahu Jalan
- Tanah berbutir halus 0,40 - 0,65
- Tanah berbutir kasar 0,10 - 0,20
- Batuan masif keras 0,70 - 0,85
- Batuan masif lunak 0,60 - 0,75
4. Daerah perkotaan 0,70 - 0,95
5. Daerah pinggir kota 0,60 - 0,70
6. Daerah industri 0,60 - 0,90
7. Pemukiman padat 0,40 - 0,60
8. Pemukiman tidak padat 0,40 - 0,60
9. Taman dan kebun 0,20 - 0,40
10. Persawahan 0,45 - 0,60
11. Perbukitan 0,70 - 0,80
12. Pegunungan 0,75 - 0,90
Sumber : SNI 03–3424–1994

Keterangan :
*) untuk daerah datar diambil nilai C yang terkecil dan untuk daerah lereng diambil nilai
C yang terbesar bila daerah pengaliran terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan
yang mempunyai nilai C yang berbeda, harga C rata - rata ditentukan dengan
persamaan :

C1 . A1  C 2 . A2  C 3 . A3  .........C n . An
C ……………. (13)
A1  A2  A3  .......... An
dimana:
C1,C2,C3 = koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi permukaan
A1,A2,A3 = luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai dengan
kondisi permukaan

12
Kriteria Desain

2.2.4. Penentuan Dimensi Struktur yang Digunakan


Setelah harga debit rencana masing-masing saluran didapat maka dimensi dari masing-masing
struktur (jembatan atau gorong-gorong) dapat diketahui. Dengan prinsip, apabila debit rencana
masing-masing lokasi dilewatkan pada masing-masing titik perpotongan, maka debit tersebut
akan mengakibatkan suatu ketinggian maksimum yang akan dipakai sebagai acuan untuk
menempatkan ketinggian lantai jembatan atau pada lokasi lain. Apabila debit rencana dilewatkan
pada titik yang ditinjau, maka akan dapat diketahui luas yang diperlukan untuk melewatkan aliran
tersebut dan luasan ini adalah merupakan dimensi struktur atau gorong-gorong yang diperlukan
setelah mempertimbangkan tinggi jagaan (freeboard).

2.2.5. Tinggi Jagaan


Periode ulang curah hujan maksimum dan clearance untuk perencanaan struktur drainase
ditentukan seperti dalam Tabel 1.8.

Tabel 1.8 Periode Ulang dan Tinggi Jagaan untuk Desain Saluran

Periode Tinggi
No. Saluran Drainase
Ulang (tahun) Jagaan (m)
1. Sungai besar (Qp  200 m3/dt) 100 2.0
2. Sungai kecil (Qp  200 m3/dt) 50 1.0
Saluran drainase jalan dan saluran
3. 5 0.3
drainase samping
Gorong – gorong :
- Jalan tol 25 0.5
4.
- Jalan arteri 10 0.5
- Jalan lokal 5 0.5
Sumber: SNI 03-3424-1994

13
Kriteria Desain

3. KRITERIA DESAIN STRUKTUR

3.1. Standar Desain


Kriteria desain untuk pekerjaan struktur proyek ini mengacu pada:
1. Struktur Bina Marga Bridge Management System (BMS) 1992, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Departemen Pekerjaan Umum.
2. Spesifikasi Jembatan Jalan Raya AASHTO.
3. Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan jalan raya SNI 0.3.28.33·1992.
4. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002.
5. Keputusan Menteri No. 53 Tahun 2000 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan
antara Jalur Kereta Api dan Bangunan Lain.
6. Pedoman Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan 2004, DepartemennPekerjaan
Umum.
7. Standar Pembebanan untuk Jembatan RSNI-T-02-2005.
8. Bridge Design Manual Volume 1 dan 2 - Bridge Management System 1992 (BMS-1992),
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
9. Standard Spesification For Highway Bridge 17th Edition 2002 (AASHTO).
10. Standar Pembebanan untuk Jembatan, RSNI-T-02-2005, Badan Standarisasi Nasional
(BSN)
11. Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan, SNI T-12-2004 Badan Standarisasi Nasional
(BSN)
12. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan, RSNI – 2833 – 2013 Badan
Standarisasi Nasional (BSN)
13. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor: 01.P/47/MPE/1992, tentang Ruang
Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik.
14. Keputusan Menteri No.52 Tahun 2000 tentang Jalur Kereta Api.
15. Keputusan Menteri No.36 Tahun 2011 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan antara
Jalan Kereta Api dengan Bagian Lain.
16. Notes on ACI 318-11 and Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-11)
17. AASHTO LRFD Bridge Design Specifications Third Edition, 2004.

14
Kriteria Desain

3.2. Spesifikasi Pembebanan


Sesuai dengan spesifikasi pada SNI 1725:2016 dan Bridge Design Code BMS 1992, aksi dan
beban yang diperhitungkan dalam desain jembatan terdiri atas: beban primer, beban sekunder
dan beban khusus.

3.2.1. Beban Primer


A. Beban Mati (Dead Load)
A.1 Berat Sendiri (Self Weight)
Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang
dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang dianggap
tetap.

Tabel 1.9 Berat Sendiri

Sumber: SNI 1725:2016

A.2. Beban Mati Tambahan (Superimposed Dead Load)


Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada
jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama
umur jembatan.

15
Kriteria Desain

B. Beban Hidup (Live Load)


Beban Hidup dalam perencanaan jembatan adalah beban lalu lintas, yang terdiri atas
beban lajur “D” dan beban truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur
kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu
iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja
tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Lebar satu lajur rencana adalah
sebesar 2750 mm.

Beban truk “T” adalah satu kendaran berat dengan 3 gandar yang ditempatkan pada
beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri atas dua bidang
kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat.
Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana.

Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan
yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan
untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Dalam keadaan tertentu beban "D" yang
nilainya telah diturunkan atau dinaikkan dapat digunakan.

B.1. Beban Lajur “D”


Beban lajur “D” terdiri atas beban terbagi rata BTR (uniformly distributed load UDL)
yang digabung dengan beban garis BGT (knife edge load KEL).

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung
pada panjang total yang dibebani L sebagai berikut:
Jika L < 30 m, maka q = 9,0 kPa
Jika L > 30 m, maka q = 9,0 (0,5 + 15/L) kPa
dimana:
q intensitas beban terbagi rata (BTR) arah memanjang jembatan (kPa)
L panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus
terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. Untuk
mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua

16
Kriteria Desain

yang identik ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang
lainnya.

Sumber: SNI 1725:2016

Gambar 1.1 Beban Lajur “D”

Beban "D" disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan
momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D"
secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.1.

B.2. Beban Truk “T”


Selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk "T". Beban truk "T"
tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban truk dapat digunakan
untuk perhitungan struktur lantai.

Pembebanan truk “T” terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan
dan berat gandar seperti terlihat pada Gambar 1.2. Berat dari tiap-tiap gandar
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak
antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-
ubah dari 4,0 m sampai dengan 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada
arah memanjang jembatan.

17
Kriteria Desain

Sumber: SNI 1725:2016

Gambar 1.2 Pembebanan Truk “T”

C. Faktor Beban Dinamis (Dynamic Load Allowance)


Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang
bergerak dan jembatan. Besarnya FDB tergantung pada frekuensi dasar dar suspense
kendaraan, biasanya antara 2 Hz sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi
dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, FDB dinyatakan sebagai beban
statis equivalen.

Besarnya BGT dari pembebanan lajur “D” dan beban roda dari pembebanan truk “T”
harus cukup agar terjadi interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan
dengan dikali FBD. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis.

 Untuk pembebanan “D”: FBD merupakan fungsi panjang bentang ekuivalen seperti
tercantum dalam Gambar 4.3. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen
diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus
panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus:

LE  Lav . Lmax
…………………………. (14)

18
Kriteria Desain

dimana:
Lav = panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang
disambungkan secara menerus.
Lmax = panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang
disambungkan secara menerus.

 Untuk pembebanan truk “T”, FBD diambil 30%. Nilai FBD digunakan pada seluruh
bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah. Untuk bagian bangunan
bawah dan pondasi yang berada di bawah garis permukaan, Nilai FBD harus
diambil sebagai peralihan linier dari nilai pada garis permukaan tanah sampai nol
pada kedalaman 2m. Untuk bangunan yang terkubur, seperti gorong-gorong dan
struktur baja-tanah, nilai FBD diambil tidak kurang dari 40% untuk kedalaman nol
dan tidak kurang dari 10% untuk kedalaman 2m. Untuk kedalaman antara bisa
diinterpolasi linier. Nilai FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus
diterapkan untuk bangunan seutuhnya.

Sumber: SNI 1725:2016


Gambar 1.3 Faktor Beban Dinamis untuk KEL pada Beban Lajur “D”

D. Beban Tekanan Tanah (Earth Pressure)


- Tekanan tanah lateral tergantung pada besaran parameter tanah.
- Pengaruh air tanah harus diperhitungkan.
- Pada bagian dibelakang dinding penahan tanah harus diperhitungkan adanya
beban tambahan yang bekerja apabila beban lalu lintas kemungkinan akan
bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis. Besarnya beban tambahan
ini adalah setara dengan beban tanah setebal 0,6 m (untuk menghitung tekanan
tanah lateral).

19
Kriteria Desain

3.2.2. Beban Sekunder


A. Beban Angin (Wind Load)
Beban angin dihitung menurut acuan SNI 1725:2016, mencakup beberapa tinjauan
sebagai berikut:
- Tekanan Angin Horizontal, yaitu beban angin pada struktur dan gaya angin pada
kendaraan
- Tekanan Angin Vertikal, dan
- Instabilitas Aerolastik.

B. Beban Akibat Perbedaan Suhu (Temperature Load)


Pengaruh temperatur dibagi menjadi:
- Variasi pada temperatur jembatan rata - rata, dan
- Variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan (perbedaan temperatur)

Variasi temperatur jembatan rata - rata digunakan dalam menghitung pergerakan pada
perletakan dan sambungan pelat lantai dan untuk menghitung beban akibat terjadinya
pengekangan dari pergerakan tersebut. Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe
bangunan jembatan diberikan dalam Tabel 1.10.

Tabel 1.10 Temperatur Jembatan Rata - Rata Nominal

Sumber: SNI 1725:2016


Harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang digunakan untuk
menghitung besarnya pergerakan dan daya yang terjadi diberikan dalam Tabel 1.11.

20
Kriteria Desain

Tabel 1.11 Sifat Bahan Rata-Rata akibat Pengaruh Temperatur

Sumber: SNI 1725:2016

C. Gaya Akibat Penyusutan dan Rangkak


Pengaruh penyusutan dan rangkak harus diperhitungkan dalam perencanaan
jembatan beton. Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari
jembatan. Apabila pengaruh rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh
muatan lainnya, maka nilai dari rangkak dan penyusutan tersebut diambil yang
minimum.

D. Gaya Rem (Braking Force)


Gaya rem diambil yang terbesar dari :
- 25% dari berat gandar truk desain atau,
- 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR.

Gaya rem tersebut ditempatkan di semua lajur rencana yang dimuati dan yang berisi
lalu lintas dengan arah yang sama. Gaya ini diasumsikan bekerja secara horizontal
pada jarak 1800 mm diatas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal
dan dipilih yang paling menentukan. Untuk jembatan yang dimasa depan akan
dirubah menjadi satu arah, maka semua lajur rencana dibebani secara simultan pada
saat menghitung besarnya gaya rem.

E. Beban Akibat Gempa Bumi (Earthquake Load)


Jembatan direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh namun dapat
mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan akibat
gempa. Penggantian secara parsial atau lengkap pada struktur diperlukan untuk
beberapa kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti kinerja operasional dapat ditetapkan
oleh pihak yang berwenang.

21
Kriteria Desain

Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian
antara koefisien respons elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian
dimodifikasi dengan faktor modifikasi respons (Rd) dengan formulasi sebagai berikut:

Csm
EQ   Wt
Rd …………………………. (15)

dimana
EQ gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm koefisien respons gempa elastis
Rd faktor modifikasi respons
Wt berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup (kN)

Tahapan Perencanaan Beban Gempa dalam perencanaan struktur jembatan mengacu


pada Standar Nasional Indonesia, Nomor SNI 03-1726-2012 tentang Tata Cara
Perhitungan Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan
Non Gedung.

Beban gempa yang direncanakan adalah gempa dengan periode ulang gempa 2500
tahun. Periode ulang gempa dapat direduksi menjadi 2/3 untuk bangunan yang tidak
krusial.

Berikut adalah tahapan perhitungan beban gempa untuk struktur jembatan :


- Faktor keutamaan dan kategori risiko struktur
- Klasifikasi situs
- Paramater percepatan gempa (SS dan S1)
- Faktor koefisien situs (Fa dan Fv)
- Parameter spektrum respons (SMS dan SM1)
- Parameter percepatan spektral desain (SDS dan SD1)
- Spektrum respon desain

F. Gaya Gesekan Pada Tumpuan Bergerak


Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan
elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan menggunakan
hanya beban tetap.

22
Kriteria Desain

3.2.3. Beban Khusus


A. Gaya Sentrifugal (Centrifugal Forces)
Untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari beban roda, pengaruh gaya
sentrifugal pada beban hidup diambil sebagai hasil kali dari berat gandar truk rencana
dengan faktor C sebagai berikut :
v2
C f
gRi …………………………. (16)
dimana:
v kecepatan rencana jalan raya (m/detik)
f faktor dengan nilai 4/3 untuk kombinasi beban selain keadaan batas fatik
dan 1,0 untuk keadaan batas fatik
g percepatan gravitasi: 9.8 (m/detik2)
Ri adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)

Gaya sentrifugal diberlakukan secara horizontal pada jarak ketinggian 1800 mm


diatas permukaan jalan.

B. Beban akibat Tumbukan Kendaraan (Impact Load)


Semua kepala jembatan dan pilar dengan dalam jarak 9000 mm dari tepi jalan, atau
dalam jarak 15000 mm dari sumbu rel direncanakan untuk mampu memikul beban
statik ekivalen sebesar 1800 kN, yang diasumsikan mempunyai arah sembarang dalam
bidang horizontal, bekerja pada ketinggian1200 mm diatas permukaan tanah.

Ketentuan tersebut tidak perlu ditinaju jika struktur jembatan sudah dilindungi dengan
salah satu pelindung sebagai berikut:
- Tanggul;
- Palang independen setinggi 1370 yang tahan tumbukan dipasang pada
permukaan tanah dalam jarak 3000 mm dari bagian jembatan yang ingin
dilindungi; atau
- Parapet dengan tinggi 1070 mm dipasang minimal 3000 mm dari bagian jematan
yang ingin dilindungi.

23
Kriteria Desain

C. Gaya dan Beban Selama Pelaksanaan


Beban pelaksanaan terdiri atas:
- Beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri; dan
- Aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan.

D. Aliran Air, Benda Hanyutan dan Tumbukan dengan Batang Kayu


Gaya seret nominal ultimit pada pilar akibat aliran air tergantung pada kecepatan air
rata-rata, sebagai berikut:

TEF = 0,5 CD (VS)2 AD (kN) …………………………. (17)

dimana:
VS = kecepatan air rata-rata (m/s)
CD = koefisien seret (lihat Tabel 1.12)
AD = luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran dengan tinggi sama
dengan kedalaman aliran (lihat Gambar 1.4) (m2)

Tabel 1.12 Koefisien Seret (CD) dan Angkat (CL)untuk Berbagai Bentuk Pilar

Sumber: SNI 1725:2016

24
Kriteria Desain

Sumber: SNI 1725:2016


Gambar 1.4 Luas Proyeksi pilar untuk gaya akibat aliran air

Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa
batang dengan massa minimum 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus
bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan pada lendutan elastis ekivalen dari
pilar dengan rumus:
M (Va ) 2
TEF 
d …………………………. (18)
dimana:
M = massa batang kayu sebesar + 2 ton
Va = kecepatan aliran permukaan (m/det).
Dalam hal tidak ada penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram
kecepatan di lokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata - rata.
d = lendutan elastis ekuivalen (lihat Tabel 1.13) (m).

Tabel 1.13 Lendutan Ekivalen Untuk Tumbukan Batang Kayu


Tipe Pilar d (m)
Pilar Beton Masif 0,075
Tiang Beton Perancah 0,150
Tiang Kayu Perancah 0,300
Sumber: SNI 1725:2016

Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara
bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya
angkat dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus
ditinjau sebagai aksi transient.

25
Kriteria Desain

4. KRITERIA DESAIN PERKERASAN

4.1. Standar Acuan


Perencanaan tebal perkerasan akan menggunakan acuan, sebagai berikut:
1. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Kementerian Pekerjaan Umum;
2. Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, Pd T-14-2003, Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah;
3. Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur, Pt T-01-20028, Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah.
4. AASHTO Guide for Design of Pavement Structure, 1993, American Association of State
Highway and Transportation Officials;
5. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa
Komponen, SNI No. 1732-1989-F, Departemen Pekerjaan Umum;
6. Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku, Departemen PU Ditjen Bina Marga
Direktorat Pembinaan Jalan Kota (Rancanagan Final, Januari 1988).
7. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku No. 009/T/BNKT/1990, Ditjen Bina Marga
Direktorat Pembinaan Jalan Kota.

4.2. Umur Rencana


Umur rencana (UR) yang akan digunakan dalam desain disesuaikan dengan jenis atau fungsi
jalan sebagai berikut:

1. Perkerasan jalan tol utama, jalan tol akses dan ramp adalah dengan:

- Perkerasan kaku, umur rencana UR: 20 tahun


- Perkerasan lentur, umur rencana UR: 10 tahun

2. Perkerasan Gerbang tol adalah dengan:

- Perkerasan kaku umur rencana UR: 20 tahun

26
Kriteria Desain

5. KRITERIA DESAIN TEMPAT ISTIRAHAT & PELAYANAN

5.1. Standar Acuan


Perencanaan tempat istirahat dan pelayanan pada Jalan Tol Pandaan - Malang akan
menggunakan acuan:
1. Perencanaan Tempat lstirahat dan Tempat Pelayanan di Jalan Bebas Hambatan Direktorat
Bina Teknik, Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, 1995;
2. Keputusan Direksi PT. Jasa Marga (Persero) No.51/KPTS/2000 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Tempat lstirahat & Tempat Pelayanan;
3. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.353/KPTS/M/2001 tentang
Ketentuan Teknik, Tata Cara Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Tol;
4. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.354/KPTS/M/2001 tentang
Kegiatan Operasi Jalan Tol;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.15 tahun 2005 tentang Jalan Tol;
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.392/ PRT I M/2005 tentang Standar Pelayanan
Minimal Jalan Tol.

5.2. Tipe Tempat Istirahat dan Pelayanan


Tempat istirahat dan Pelayanan adalah fasilitas tol yang berfungsi sebagai tempat berhenti
sementara atau tempat istirahat bagi para pengguna jalan tol telah atau akan melakukan
perjalanan menggunakan jalan tol.
Terdapat 2 tipe tempat istirahat, yaitu:
1. Tipe A : Tempat Pelayanan (Service Rest Area)
2. Tipe B : Tempat Parkir (Parking Rest Area)

5.3. Kriteria Desain


Faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi tempat istirahat, antara lain:
1. Jarak antar tempat istirahat
2. Jenis pelayanan yang akan diberikan
3. Keadaan lokasi tersebut secara menyeluruh dan sistematis

27
Kriteria Desain

5.4. Kapasitas Parkir


Kapasitas kendaraan pada tiap-tiap tempat istirahat disesuaikan dengan komposisi lalu lintas
yang merupakan karakter pada masing-masing ruas jalan tol mengikuti standar kapasitas parkir
seperti yang terdapat pada Tabel 1.14.

Tabel 1.14 Standar Kapasitas Parkir

5.5. Elemen Geometri


Penempatan lokasi tempat istirahat harus mempertimbangkan kondisi geometri jalur utama
untuk kepentingan keamanan dan kenyamanan pergerakan kendaraan dari jalur utama menuju
tempat istirahat.

Elemen geometri dalam perencanaan tempat istirahat pada jalan tol adalah:
1. Kecepatan rencana
2. Deselerasi dan akselerasi
3. Taper atau pelebaran jalur pada pelataran jalan tol

6. KRITERIA DESAIN BANGUNAN FASILITAS TOL

6.1. Standar Acuan


Desain bangunan fasilitas tol mengacu pada:
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.392/PRT/M/2005 tentang Standar Pelayanan
Minimal Jalan tol;
2. Pedoman Perencanaan Bangunan Fasilitas Tol, Divisi Perencanaan, PT. Jasa Marga
(Persero), November 1999.
3. Konsep Gardu Tol Ideal, Divisi Perencanaan, PT. Jasa Marga (Persero).

28
Kriteria Desain

6.2. Kriteria Desain Kantor Cabang


Kantor cabang adalah bangunan yang berfunsi sebagai tempat operasional sehari-hari pada
suatu ruas jalan tol.

Luas area kantor cabang ± 3000 m2, dimana bangunan-bangunan dan fasilitas yang berada pada
komplek kantor cabang, antara lain:
1. Kantor cabang (bangunan 2 lantai, luas total 400 m2)
2. Rumah dinas (2 buah, luas satu rumah 54,4 m2)
3. Kantin
4. Mesjid
5. Bengkel
6. Pos Polisi
7. Lapangan tenis
8. Lapangan Voli
9. Tempat parkir kapasitas 25 kendaraan (minimal)

6.3. Kriteria Desain Pelataran dan Gerbang Tol


Pelataran (plasa) tol dan gerbang tol adalah fasilitas yang dibangun di jalan tol, dimana
pengguna jalan tol harus menghentikan kendaraanya untuk melakukan transaksi, yaitu
mengambil tiket atau membayar tiket.

Bangunan yang terdapat pada gerbang tol adalah:


1. Pulau Toll (toll island)
2. Gardu Tol (toll booth)

Faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan pelataran dan gerbang tol, antara lain:
1. Jarak minimum gerbang tol kearah persimpangan jalan non tol adalah 200 meter.
2. Jarak minimum gerbang tol dengan overpass adalah 250 meter.
3. Kemiringan alinyemen horizontal pada pelataran tol, tidak boleh kurang dari 2% untuk
drainase.
4. Kemiringan melintang permukaan perkerasan pada pelataran tol adalah 1% - 2%.
5. Lebar lajur lalu lintas pada gerbang tol adalah 2,90 meter, sedangkan lebar lajur khusus
(lajur kiri) adalah 3, 50 meter.

29
Kriteria Desain

6. Lebar pulau tol (toll island) adalah 2,10 meter dengan panjang minimum 25 meter untuk lajur
searah dan 33 meter untuk lajur bolak batik.
7. Ketingian lantai pulau tol terdapat perkerasan lajur lalu lintas, minimum 25 cm.
8. Tinggi ruang bebas pada lajur lalu lintas (minimum) adalah 5,10 meter.
9. Lebar ruang bebas pada lajur lalu lintas (minimum) adalah 3,50 meter.
10. Ukuran gardu tol minimum:
- Lebar = 1,25 meter
- Panjang = 2,00 meter
- Tinggi = 2,50 meter
11. Kemiringan taper maksimum pada pelebaran lajur
- Pelataran tol barrier = 1:8
- Pelataran tol ramp = 1:5
- Jalan akses = 1:5
- Wilayah perkotaan = 1:3
12. Jumlah Kebutuhan Gardu Tol
Jumlah lajur atau jumlah gardu tol yang direncanakan akan ditentukan oleh 3 faktor, yaitu:
- Volume Lalu Lintas
- Waktu Pelayanan di Gardu Tol
- Standar pelayanan (jumlah antrian kendaraan yang diperkenankan)

6.4. Kriteria Desain Kantor Gerbang Tol


Kantor gerbang tol adalah bangunan yang berfungsi untuk melakukan kegiatan admisistrasi
pengumpul tol.

Tipe kantor gerbang tol berkesesuaian dengan jumlah gardu yang tersedia dan dioperasikan
pada setiap gerbang tol. Berdasarkan jumlah gardu dan sistem pengumpulan tol, tipe kantor
gerbang tol dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) tipe dengan dimensi (luas bangunan) yang
berbeda.
Tabel 1.15 Klasifikasi Kantor Gerbang SIstem Tertutup

30
Kriteria Desain

6.5. Kriteria Desain Bangunan Pelengkap Lainnya


Bangunan pelengkap lainya yang terdapat pada jalan tol Pandaan-Malang adalah:

Tabel 1.15 Klasifikasi Kantor Gerbang Sistem Tertutup

7. KRITERIA DESAIN MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL

7.1. Standar Acuan


7.1.1. Elektrikal
Perencanaan elektrikal pada Jalan Tol Pandaan - Malang mengacu pada:
1. Peraturan Umum lnstalasi Listrik (PUIL) 1997.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik No.23/PRT/1979 tentang
Peraturan lnstalasi Listrik (PIL 1978).
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik No.24/PRT /1979 tentang Syarat-
syarat Penyambungan Listrik (SPL).
4. Peraturan Umum lnstalasi Penangkal Petir (PUIPP) untuk pembangunan di Indonesia,
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya.
5. Standard dan peraturan-peraturan yang berlaku di PLN wilayah Jawa Tengah.

7.1.2. Mekanikal
Perencanaan Mekanikal pada Jalan Tol Pandaan-Malang mengacu pada:
1. Pedoman Plambing Indonesia 1979;
2. Kepmen PU No.2/KPTS/1985, tentang Ketentuan Pencegahan Penanggulangan Kebakaran
pada Bangunan Gedung
3. Peraturan Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran dari Departemen
Pekerjaan Umum atau Perda setempat;
4. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Kualitas Air Minum di Indonesia,
No.01 /BIRHUKMAS/1/1975;
5. American Society of Heating, Ventilation and Air Conditioning Engineer (ASHRAE)

31
Kriteria Desain

7.2. Kriteria Desain


7.2.1. Instalasi Listrik
Kriteria desain Instalasi Listrik mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Sumber Daya Listrik
2. Standar Tegangan
3. Standar Frekuensi
4. Beban Prioritas
5. Sistem Diesel Generating Set
6. Sistem Penerangan

7.2.2. Penerangan Jalan Umum


Tujuan dari penggunaan penerangan jalan umum (PJU) adalah untuk mengurangi kecelakaan
lalu lintas yang terjadi akibat kegelapan serta untuk membuat jalan tampak lebih menarik bagi
pengguna jalan. Penerangan jalan akan dipasang pada jarak per 40 meter, pada lokasi-lokasi
berikut:
1. Jalan Utama
2. Ramp
3. Jalan Akses
4. Underpass dan daerah transisi dengan jalan non tol.
5. Gerbang tol
6. Tempat isirahat
7. Persimpangan sebidang

7.2.3. Instalasi Telekomunikasi


Sistem instalasi komunikasi dimaksudkan untuk dapat menyelenggarakan hubungan intern
(dalam lingkungan gedung kantor) maupun hubungan ekstern (pihak luar). Secara garis besar,
instalasi telekomunikasi dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
1. Telepon untuk kantor/pengelola digunakan untuk sentral PABX/ key telepon.
2. Telepon langsung.
3. Telepon umum (public telephone) dan telepon darurat.

32
Kriteria Desain

7.2.4. Instalasi Sistem Ventilasi & Tata Udara


Instalasi sistem ventilasi dan tata udara harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Kondisi udara dan kondisi perencanaan dalam ruangan adalah sebagai berikut:
2. Kebutuhan minimum udara segar (fresh air)
3. Pertukaran udara rata-rata per jam

7.2.5. Sistem Instalasi Plumbing


Perencanaan system instalasi plumbing meliputi:
1. Air Bersih
2. Pengolahan dan Pembuangan Air Kotor
3. Pengeringan Air Bilas
4. Pengeringan Air Hujan
5. Penanggulangan Bahaya Kebakaran

8. KRITERIA DESAIN RAMBU, MARKA DAN ALAT PEMBERI ISYARAT

8.1. Standar Acuan


Desain rambu, marka, dan lampu isyarat mengacu pada:
1. Tata Cara Pemasangan Rambu dan Marka Jalan Perkotaan No.01/P/BNKT/1991
2. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. AJ.401/2/3/DRPD/92 tanggal 14 Maret
1992 tentang Persyaratan Teknis Rambu Lalu Lintas di Jalan.
3. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 60 Tahun 1993 tentang Marka;
4. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 61 Tahun 1993 Rambu-rambu Lalu Lintas di Jalan
5. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi lsyarat Lalu
Lintas;
6. Ketentuan Rambu di Jalan Tol, PT. Jasa Marga Persero, 1995;
7. Ketentuan Sarana Pengaman Lalin, PT. Jasa Marga Persero, 1996
8. Keputusan Direksi PT. Jasa Marga(Persero) No. 21 /KPTS/2001, tentang Pedoman Standar
Perlengkapan Jalan Tol.
9. Roadway Lighting Design Guide, AASHTO 2005
10. NAASRA, Road Lighting

33
Kriteria Desain

8.2. Kriteria Desain Pekerjaan Rambu


8.2.1. Jenis Rambu
Sesuai dengan fungsinya, rambu lalu lintas dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1. Rambu Peringatan
2. Rambu Larangan dan Perintah
3. Rambu Petunjuk

8.2.2. Ukuran Rambu di Jalan Tol


Ukuran rambu lalu lintas di jalan tol dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Rambu Ukuran Standar
2. Rambu Ukuran Bsar

8.2.3. Ukuran dan Tipe Hurup


Ukuran rambu berupa kata-kata digunakan jenis dan ukuran hurup sebagai berikut:

Tabel 1.16 Ukuran dan Tipe Hurup pada Rambu

8.2.4. Material Rambu


Material rambu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Panel
2. Reflecting Sheet: Engineering Grade (EG), High Intensity (HI), Diamond Grade (DG)
3. Konstruksi Tiang
4. Pondasi

34
Kriteria Desain

8.2.5. Penempatan Rambu


Ukuran rambu lalu lintas di jalan tol dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Lajur dengan (kecepatan rencana kecil)
2. Jalur Utama (kecepatan rencana tertinggi)

8.3. Kriteria Desain Pekerjaan Marka


8.3.1. Jenis Marka Jalan
Marka jalan sesuai fungsi dikelompokkan menjadi 5 (lima), yaitu:
1. Marka Membujur
2. Marka Melintang
3. Marka Serong
4. Marka Lambing
5. Marka Laiinya

8.3.2. Pembuatan dan Pemasangan Marka Jalan


Marka jalan harus terbuat dari bahan yang tidak licin dan tidak boleh menonjol lebih dari 6 mm
diatas permukaan jalan. Pembuatan marka jalan dapat menggunakan bahan-bahan sebagai
berikut:
1. Cat
2. Thermoplastic
3. Reflectorization
4. Prefabricated marking
5. Cold applied resin based markings

Jenis material marka dijalan tol adalah material thermoplastic bercampur glassbeads dan
memenuhi persyaratan AASHTO m 249 - 79 (1990) atau yang setaraf. Sedangkan glassbeads
yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan AASHTOM247 atau yang setaraf.

Paku jalan sebagai tanda dari permukaan jalan tidak boleh menonjol lebih dari 15 mm diatas
permukaan jalan dan aplikasi paku jalan tersebut dilengkapi dengan reflector tidak boleh menonjol
lebih dari 40 mm diatas permukaaan jalan.

35
Kriteria Desain

8.3.3. Ukuran Marka Jalan


Ukuran marka jalan meliputi, sebagai berikut:
1. Ukuran Garis Membujur
2. Ukuran Tanda Melintang
3. Ukuran Tanda Pengaruh Lajur
4. Ukuran Marka Lambang berupa Tulisan

8.4. Kriteria Desain Pekerjaan Lampu Isyarat


Alat pemberi isyarat lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat
lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan dipersimpangan atau pada ruas
jalan. Alat pemberi isyarat lalu lintas terdiri dari:
1. Lampu 3 wama (merah, kuning dan hijau), untuk mengatur kendaraan.
2. Lampu 2 wama (merah dan hijau), untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki.
3. Lampu 1 warna (merah atau kuning), untuk memberikan peringatan bahaya kepada
pemakai jalan.
4. Lampu pada alat pemberi isyarat lalu lintas berbentuk bulat dengan garis tengah antara 20-
30 cm. Sedangkan daya lampu adalah sebesar 60-100 watt

9. KRITERIA DESAIN LANSEKAP

9.1. Umum
Pengembangan perencanaan lansekap dikawasan Jalan Tol Pandaan-Malang merupakan
tuntutan yang sudah tidak dapat dihindari lagi karena pembangunan jalan tol tersebut akan
mengakibatkan adanya perubahan ekosistem pada kaswasan sekitar jalan tol. Oleh Karena itu,
perlu adanya suatu penanganan dan pengelolaan lingkungan yang baik (Environmental
Management), sehingga perencanaan yang dibuat akan memberikan kontribusi utama dalam
menciptakan kawasan jalan tol yang berwawasan lingkungan.

9.2. Standar Acuan


Adapun standar acuan yang akan dipergunakan pada perencanaan lansekap Jalan Tol
Pandaan - Malang adalah:
1. Pedoman Pemilihan Tanaman untuk Mereduksi Polusi Udara (Nox, CO dan 502),
No.011/T/BM/1999, Departemen Pekerjaan Umum.

36
Kriteria Desain

2. Time - Saver Standards for Landscape Architects, Joseph De Chiara & John Hancock
Callender, Mc Graw - Hill Book Company, 1973.
3. Landscape Date, Ernst Neufert, Granada - Halsted Press, New York.

9.3. Tema Desain


Tema yang digunakan dalam melakukan perencanaan lansekap disini adalah "Lansekap
Produktif”, dengan tujuan dapat mengantisipasi timbulnya lahan - lahan tidak produktif pada
daerah hijau jalan tol. Perwujudan dan pengembangan dari tema diatas pada dasarnya
mengacu pada aspek fungsi, yaitu:
1. Fungsi Produksi/Teknis
2. Fungsi Ekologis
3. Fungsi Estetika

Didalam upaya untuk mendapatkan satu perencanaan, maka kawasan perencanaan dibagi
menjadi 3 bagian, berdasarkan pembagian jenis tingkat kecepatan, yaitu:
1. Zona Throughway (Kecepatan Tinggi)
2. Zona Ramp, SImpang Susun (Kecepatan Sedang)
3. Zona Gate (Kecepatan Rendah) / Rest Area

9.4. Kriteria Desain


Untuk mendapatkan perencanaan lansekap yang optimal, maka diperlukan beberapa kriteria
perencanaan yang berdasarkan pertimbangan pemilihan jenis tanaman dan pembagian zona
jalan tol.

Tabel 1.17 Pembagian Zona Penanaman dan Jenis Tanaman pada Zona Troughway
(Kecepatan Tinggi)

37
Kriteria Desain

Tabel 1.18 Pembagian Zona Penanaman dan Jenis Tanaman pada Zona Gate & Rest Area
(Kecepatan Rendah)

Tabel 1.19 Pembagian Zona Penanaman dan Jenis Tanaman pada Zona Ramp & Interchange
(Kecepatan Sedang)

38
Kriteria Desain

10. PEMELIHARAAN JALAN TOL

10.1. Standar Acuan


Pemeliharaan dan Perbaikan mengacu pada:
1. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005, tentang Jalan Tol.
2. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985, tentang Jalan.
3. Peraturan Menteri PU Nomor: 13/PRT/M/2011, tentang Tata Cara Pemeliharaan dan
Penilikan Jalan.
4. Peraturan Menteri PU Nomor: 392/PRT/M/2005, tentang Pelayanan Minimal Jalan Tol.
5. Tata Cara Pemeliharaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), No. 10/T/BNKT/1991, Dirjen
Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
6. Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota, No. 18/T/BNKT/1990, Dirjen
Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
7. Pedoman Konstruksi dan Bangunan No.028/BM/2011, tentang Pemeliharaan Jalan Tol.
8. Pedoman Konstruksi dan Bangunan No.029/BM/2011, tentang Manual Pemeliharaan Jalan Tol.

10.2. Lingkup Pemeliharaan Jalan


Pemeliharaan jalan tol adalah upaya yang dilakukan terhadap sebagian atau seluruh unsur jalan,
dengan tujuan untuk mempertahankan, memulihkan atau meningkatkan kondisi jalan agar
memenuhi ketentuan standar pelayanan minimal jalan tol dan umur rencana yang ditetapkan
dapat tercapai. Pemeliharaan jalan tol meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala,
peningkatan dan penanganan darurat.
1. Pemeliharaan Rutin
2. Pemeliharaan Berkala
3. Peningkatan
4. Penangan Darurat

10.3. Unsur-Unsur Pemeliharaan


Unsur-unsur jalan tol, jalan penghubung, jalan layang, jembatan dan terowongan jalan tol yang
harus dipelihara meliputi:
1. Pemeliharaan Jalan Aspal (Jalan Utama, ramp, akses, bahu dan Talud)
2. Pemeliharaan Jalan Beton (Jalan Utama, ramp, akses, bahu dan Talud)
3. Pemeliharaan Untuk Penanganan Geoteknik Jalan Tol

39
Kriteria Desain

4. Pemeliharaan Jembatan:
- Bangunan Atas
- Bangunan Bawah
5. Pemeliharaan Bangunan Pelengkap
6. Pemeliharaan Sarana Pelengkap Jalan
7. Pemeliharaan Gedung
8. Pemeliharaan Lingkungan

10.4. Standar Pelayanan Minimal (SPM)


Standar pelayanan minimal (SPM) adalah ukuran yang harus dicapai dalam pelaksanaan
penyelenggaraan jalan tol untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai
pengguna jalan tol. Standar pelayanan minimal jalan tol mencakup kondisi jalan tol, kecepatan
tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas dan keselamatan. Standar pelayanan minimal
dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat.

Tabel 1.20 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol

40
Kriteria Desain

Tabel 1.20 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol (lajutan)

41
Kriteria Desain

Tabel 1.20 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol (lajutan)

42

Anda mungkin juga menyukai