02 / M / BM / 2021
BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin-Nya Panduan
Praktis Perencanaan Teknis Jembatan dapat diselesaikan.
Penyusunan Panduan Praktis Perencanaan Teknis Jembatan ini didasari oleh kebutuhan akan
suatu acuan yang mudah dipahami dalam merencanakan jembatan standar mulai dari tahapan
awal hingga akhir yang mengakomodir standar rujukan teknologi terbaru yang dikeluarkan
berlaku/digunakan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Panduan ini terdiri dari 5 (lima) volume yang saling berkaitan yang disusun berdasarkan
tahapan perencanaan jembatan. Volume 1 tentang Perencanaan Umum dan Survei
Jembatan. Pada Volume 1 ini dijelaskan cara menganalisis suatu jembatan mulai dari struktur
atas, struktur bawah dan fondasi. Selain itu, diberikan penjelasan mengenai tahapan dalam
melakukan penyelidikan untuk perencanaan jembatan. Volume 2 tentang Perencanaan Teknis
Struktur Bangunan Atas Jembatan. Pada Volume 2 ini dijelaskan ketentuan dalam pemilihan
tipe struktur, analisis pembebanan, perilaku dan perencanaan jembatan terhadap beban
gempa, serta langkah dalam merencanakan struktur atas jembatan. Volume 3 tentang
Perencanaan Teknis Struktur Bangunan Bawah dan Fondasi. Volume 3 menjelaskan
perencanaan teknis struktur bawah yang meliputi perencanaan teknis pilar tunggal, pilar portal,
dan pilar dinding serta perencaan teknis abutment tipe dinding, abutment jenis gravitasi, dan
abutment jenis penopang (counterfort). Selain itu, dijelaskan pula tentang perencanaan teknis
fondasi meliputi fondasi dangkal, fondasi sumuran, fondasi tiang beserta pile cap (kepala
tiang). Volume 4 tentang Perletakan dan Sambungan Siar Muai, Bangunan Pengaman dan
Tanah Timbunan, Lereng dan Likuifaksi. Pada Volume 4 ini dijelaskan ketentuan dalam
pemilihan tipe dan perencanaan perletakan dan sambungan (siar muai). Selain itu, Volume 4
juga memaparkan penjelasan yang berhubungan dengan perkiraan stabilitas lereng buatan
meliputi lereng galian dan lereng timbunan, perencanaan bangunan pengaman dan tanah
timbunan (oprit), serta pertimbangan perencanaan terhadap potensi likuifaksi. Volume 5
tentang Contoh Perhitungan. Pada volume terakhir ini berisi tentang perhitungan perencanaan
teknis jembatan mulai dari struktur atas, struktur bawah dan fondasi. Rumusan yang telah
diberikan pada Volume 2, 3, 4 dihimpun menjadi satu pada Volume 5, namun diberikan juga
tambahan contoh perhitungan jembatan standar lainnya yang tidak ada pada volume
sebelumnya, seperti perencanaan box culvert, gelagar beton pratekan segmental 40 m dan
60 m, gelagar beton pratekan nonsegmental 40 m, serta pilar portal dengan balok transversal.
Panduan ini merujuk kepada perkembangan terbaru teknologi perencanaan jembatan yang
juga sudah diakomodir pada Bridge Management System (BMS) Peraturan Teknik Jembatan
dan BMS Panduan Perencanaan Jembatan terbaru. Rujukan utama BMS Peraturan Teknik
Jembatan terbaru adalah AASTHO LRFD Bridge Design Specifications 8th Edition (2017).
Penjelasan dalam panduan ini juga merujuk kepada dokumen terbaru dari Federal Highway
Administration (FHWA) dan National Highway Institue (NHI). Pembahasan tentang kriteria
perencanaan dan penyelidikan lapangan merujuk kepada dokumen terbaru yang dikeluarkan
oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau yang lebih khusus
adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR.
Contoh perhitungan diambil dari berbagai proyek pembangunan jembatan yang telah
dilaksanakan di Indonesia.
ii
PANDUAN NO. 02 / M / BM / 2021
BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
ii
Daftar Isi
v
Daftar Gambar
vii
Daftar Tabel
viii
1 Pendahuluan
Panduan ini digunakan sebagai acuan dalam tahapan perencanaan jembatan yang berisi
tentang metodologi perencanaan dan penyelidikan lapangan. Objek utama dalam panduan
ini adalah jembatan standar, sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Ditjen Bina Marga
No. 05/SE/Db/2017, sedangkan untuk jembatan pejalan kaki, jembatan kereta api, dan
jembatan utilitas tidak termasuk dalam lingkup panduan ini.
Panduan ini merujuk kepada perkembangan terbaru teknologi perencanaan jembatan yang
juga sudah diakomodir pada BMS Peraturan Teknik Jembatan dan BMS Panduan
Perencanaan Jembatan terbaru. Rujukan utama BMS Peraturan Teknik Jembatan terbaru
adalah AASTHO LRFD Bridge Design Specifications 8th Edition (2017). Penjelasan dalam
panduan ini juga merujuk kepada dokumen terbaru dari Federal Highway Administration
(FHWA) dan National Highway Institue (NHI).
Pembahasan tentang kriteria perencanaan dan penyelidikan lapangan merujuk kepada
dokumen terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) atau yang lebih khusus adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR. Daftar lengkap rujukan terdapat pada Daftar
Pustaka pada setiap bab.
Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk
melaksanakan panduan ini.
SNI 1727:2013, Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain.
SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan.
SNI 2833:2016, Perencanaan jembatan terhadap beban gempa.
SNI 8460:2017, Persyaratan Perancangan Geoteknik.
SNI 03-2487:1991, Metode pengujian lapangan kekuatan geser baling tanah berkohesi.
SNI 03-4148.1:2000, Tata cara pengambilan contoh tanah dengan tabung dinding tipis.
SNI 03-6787:2002, Metode pengujian PH Tanah dengan alat PH meter.
SNI 13-6793:2002, Metode pengujian kadar air, kadar abu dan bahan organik dari tanah
gambut dan tanah organik lainnya.
SNI 03-6797:2002, Tata cara klasifikasi tanah dan campuran tanah agregat untuk konstruksi
jalan.
SNI 03-6870:2002, Cara uji kelulusan air di laboratorium untuk tanah berbutir halus dengan
tinggi tekan menurun.
SNI 03-6871:2002, Cara uji kelulusan air untuk tanah berbutir kasar dengan tinggi tekan tetap.
SNI 1742:2008, Cara uji kepadatan ringan untuk tanah.
SNI 1965:2008, Cara uji penentuan kadar air untuk tanah dan batuan.
SNI 1966:2008, Cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah.
1
SNI 1976:2008, Cara koreksi kepadatan tanah yang mengandung butiran kasar.
SNI 1967:2008, Cara uji penentuan batas cair tanah.
SNI 2813:2008, Cara uji kuat geser langsung tanah terkonsolidasi dan terdrainase.
SNI 2827:2008, Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir.
SNI 3422:2008, Cara uji penentuan batas susut tanah.
SNI 3423:2008, Cara uji analisis ukuran butir tanah.
SNI 4153:2008, Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT.
SNI 2812:2011, Cara uji konsolidasi tanah satu dimensi.
SNI 1744:2012, Metode uji CBR laboratorium.
SNI 2455:2012, Cara uji triaksial untuk tanah dalam keadaan terkondolidasi tidak terdrainase
(CU) dan terkonsolidasi terdrainase (CD).
SNI 3638:2012, Metode uji kuat tekan bebas tanah kohesif.
SNI 6874:2012, Cara uji sifat dispersif tanah lempung dengan hidrometer ganda.
SNI 4813:2015, Cara uji triaksial untuk tanah kohesif dalam keadaan tidak terkonsolidasi dan
tidak terdrainase (UU).
SNI 6371:2015, Tata cara pengklasifikasian tanah untuk keperluan teknik dengan sistem
klasifikasi unifikasi tanah.
SNI 8072:2016, Cara uji pengukuran potensi keruntuhan tanah di laboratorium.
AASHTO:2017, AASHTO LRFD bridge design specification, 8th Edition.
FHWA-NHI-15-047:2015, LRFD for highway bridge superstructures-reference manual.
British Standart 812:1989, Testing aggregates methods for determination of particle shape.
ASTM C128-15:2015, Standard test method for relative density (specific gravity) and
absorption of fine aggregate.
ASTM D422-63(2007)e2:2007, Standard test method for particle-size analysis of soils
(withdrawn 2016).
ASTM D512-12:2012, Standard test methods for chloride ion in water.
ASTM D516-11:2011, Standard test method for sulfate ion in water.
ASTM D854-14:2014, Standard test methods for specific gravity of soil solids by water
pycnometer.
ASTM D1195 / D1195M-09(2015):2015, Standard test method for repetitive static plate load
tests of soils and flexible pavement components, for use in evaluation and design of airport
and highway pavements.
ASTM D2435 / D2435M-11:2020, Standard test methods for one-dimensional consolidation
properties of soils using incremental loading.
ASTM D2664-04:2004, Standard test method for triaxial compressive strength of undrained
rock core specimens without pore pressure measurements (withdrawn 2005).
2
ASTM D2850-15:2015, Standard test method for unconsolidated-undrained triaxial
compression test on cohesive soils.
ASTM D4318-17:2017, Standard test methods for liquid limit, plastic limit, and plasticity index
of soils.
ASTM D4373-14:2014, Standard test method for rapid determination of carbonate content of
soils.
ASTM D4718-87(2007):2007, Standard practice for correction of unit weight and water content
for soils containing oversize particles.
ASTM D4719-00:2000, Standard test method for prebored pressuremeter testing in soils.
ASTM D6635-01(2007):2007, Standard test method for performing the flat plate dilatometer.
ASTM D6683-14:2014, Standard test method for measuring bulk density values of powders
and other bulk solids as function of compressive stress.
ASTM D6913-04(2009) e1:2009, Standard test methods for particle-size distribution
(gradation) of soils using sieve analysis.
ASTM D7172-14:2014, Standard test method for determining the relative density (specific
gravity) and absorption of fine aggregates using infrared.
EN ISO 22476-2:2005, Geotechnical investigation and testing - Field testing - Part 2.
EN ISO 22476-4:2012, Geotechnical investigation and testing - Field testing - Part 4.
EN ISO 22476-5:2012, Geotechnical investigation and testing Field testing - Part 5.
EN ISO 22476-6:2018, Geotechnical investigation and testing. Field testing.
EN ISO 22476-8:2018, Geotechnical investigation and testing - field testing.
Tujuan panduan praktis perencanaan teknis jembatan ini adalah sebagai acuan dalam
perencanaan jembatan dan pedoman pelatihan tentang tahapan perencanaan jembatan.
Panduan ini diharapkan menjadi referensi bagi praktisi jembatan dalam menerjemahkan
peraturan, norma, standar, pedoman, kriteria dan manual ke dalam praktik perencanaan.
Selain itu, panduan ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi akademisi.
Untuk mencapai pokok tujuan panduan perencanaan di atas, urutan pembahasan pada
Volume 1 disusun sebagai berikut:
1) Bab 1 : Pendahuluan
2) Bab 2 : Metodologi perencanaan
3) Bab 3 : Penyelidikan untuk perencanaan jembatan
Panduan ini disusun berdasarkan alur tahapan perencanaan jembatan yang dibagi menjadi
lima volume. Pembaca disarankan untuk memahami terlebih dahulu Bab 2 pada Volume 1
mengenai filosofi perencanaan dan pemilihan analisis struktur. Kemudian untuk penyelidikan
3
lapangan seperti penyelidikan geologi, geoteknik, hidrologi dan hidrolika akan dijelaskan
dalam Bab 3 pada Volume 1.
Panduan ini menyajikan tahapan perencanaan jembatan standar dari awal hingga akhir, yang
dapat digunakan bagi perencana, praktisi maupun akademisi. Semoga panduan ini
bermanfaat dan dapat digunakan hingga masa yang akan datang. Meskipun kelak terdapat
pembaruan peraturan atau code yang menjadi referensi di panduan saat ini, namun hakikatnya
dasar-dasar perencanaan jembatan yang ada dalam panduan masih dapat digunakan sampai
kapanpun.
4
2 Metodologi perencanaan
2.1 Pendahuluan
Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Kementerian PUPR telah
menerbitkan berbagai dokumen Norma, Standar, Pedoman, Manual dan Kriteria (NSPMK)
sebagai acuan pekerjaan perencanaan struktur jembatan yang diharapkan memenuhi pokok-
pokok perencanaan di atas.
Tahapan perencanaan teknis jembatan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Faktor utama dalam
tahapan tersebut adalah:
1) Pengumpulan data,
2) Filosofi perencanaan,
3) Beban rencana,
4) Metode analisis struktur,
5) Metode perhitungan kekuatan elemen struktur,
6) Penyajian hasil perencanaan.
Bab ini memberikan penjelasan mengenai poin 2) dan 4), yaitu dasar-dasar perencanaan
jembatan seperti filosofi perencanaan, serta teori dasar analisis struktur dan pemilihan metode
analisis struktur yang tepat untuk digunakan pada bangunan atas, bangunan bawah, dan
fondasi.
5
Pendahuluan Survey pendahuluan Tahap survey detail Tahap perencanaan Tahap penyelesaian akhir
Survey topografi
1. Pengukuran titik kontrol
horizontal dan vertikal
2. Pengukuran penampang dan
Pengumpulan peta dasar
situasi dokumen tender
1. Peta topografi
3. Pengukuran 200 m kiri dan
2. Peta geologi
kanan sungai sepanjang jalan
3. Peta tata guna lahan
4. Pengukuran 100 m kiri dan
4. Peta curah hujan
kanan as jalan
5. Pengukuran 50 m kiri dan kanan
Perencanaan teknis
tepi sungai
1. Kriteria desain
6. Perhitungan dan penggambaran
2. Analisis data lapangan
3. Konsep detail
4. Perhitungan teknis
- Bangunan atas
- Bangunan bawah (termasuk fondasi)
Konsep pendahuluan
- Hidrologi
1. Penentuan tipe bangunan Suvey geoteknik
- Bangunan pelengkap
atas 1. Cone Penetration Test (CPT)
5. Penggambaran
2. Penentuan tipe bangunan 2. Standard Penetration Test
Umum - Gambaran umum, elevasi dan potongan
bawah (SPT)
melintang
3. Elevasi muka jembatan 3. Pengambilan sampel
- Layout lokasi perencanaan
4. Lokasi penyelidikan tanah 4. Pengujian laboratorium 1. Penyiapan draft
- Plan dan profil jembatan
5. Foto dokumentasi laporan akhir
- Detail bagian yang dipotong atau dibuang
- Detail abutment, pilar dan penulangan 2. Penyiapan draft
- Detail gelagar atau lantai, potongan dan laporan teknis
penulangan
- Detail bangunan pelengkap (railing, expansion
Pengujian hidrologi joint, bearing, oprit, dan lain-lain)
1. Karakteristik daerah aliran 1. Penyerahan
6. Perhitungan volume dan biaya konstruksi
sungai dokumen tender
Pengumpulan data 2. Karakteristik sungai 2. Penyerahan laporan
pendukung 3. MAB dan MAN visual dan akhir
1. Data jaringan jalan keterangan masyarakat sekitar 3. Penyerahan gambar
2. Data kondisi lalu lintas 4. Analisis penampang sungai desain
3. Data lokasi material 4. Penyerahan
4. Harga satuan bahan, softcopy
material dan upah
5. Data survey terdahulu Survey lingkungan
1. Survey aspek lingkungan
2. Pengumpulan Dok. AMDAL
(RKL dan RPL, UKL dan UPL)
6
2.2 Daftar istilah dan notasi
2.2.1.1
aspek rasio
rasio antara panjang dan lebar persegi panjang
2.2.1.2
berat
gaya gravitasi yang bekerja pada massa benda tersebut
2.2.1.3
deformasi (deformation)
suatu perubahan geometri struktural akibat pengaruh gaya, terdiri dari perpindahan aksial,
perpindahan geser dan rotasi
2.2.1.4
derajat kebebasan (degree-of-freedom)
satu dari sejumlah gerakan translasi atau rotasi yang diperlukan untuk mendefinisikan
gerakan dari titik kumpul. Bentuk perpindahan dari komponen dan atau dari keseluruhan
struktur dapat ditentukan oleh sejumlah derajat kebebasan
2.2.1.5
elastik (elastic)
suatu perilaku material struktur dimana rasio antara tegangan terhadap regangan adalah
konstan, material akan kembali ke posisi semula sebelum dibebani dan saat beban dilepaskan
2.2.1.6
elemen (element)
satu bagian dari komponen struktur yang terdiri dari satu material
2.2.1.7
faktor beban
pengali numerik yang digunakan pada aksi nominal untuk menghitung aksi rencana
2.2.1.8
faktor beban terkurangi
faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana akan menambah keamanan
2.2.1.9
faktor reduksi
suatu faktor yang dipakai untuk mengalikan kuat nominal untuk mendapatkan kuat rencana
2.2.1.10
fondasi
bagian jembatan yang meneruskan beban langsung ke tanah atau batuan
7
2.2.1.11
fondasi tiang
fondasi dalam yang relatif ramping, sepenuhnya atau sebagian tertanam di dalam tanah,
diletakkan dengan pemancangan atau pemukulan, pengeboran, pengeboran dengan tangan,
penyemprotan atau lainnya dimana mendapat kapasitasnya dari tanah sekitarnya dan atau
dari lapisan batuan yang berada di bawah ujungnya
2.2.1.12
gaya dalam (internal forces)
gaya yang melawan gaya luar yang timbul akibat interaksi antar partikel dalam suatu benda,
terdiri dari gaya aksial, gaya geser, momen lentur atau momen torsi
2.2.1.13
gempa
getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba
yang menciptakan gelombang seismik
2.2.1.14
inelastic
perilaku struktural dimana rasio tegangan terhadap regangan adalah tidak konstan dan
sebagian deformasi tetap terjadi saat beban dilepaskan
2.2.1.15
kekakuan (stiffness)
gaya dalam yang dihasilkan dari satu satuan deformasi
2.2.1.16
keseimbangan (equilibrium)
sebuah kondisi dimana jumlah gaya dan momen terhadap sembarang titik pada ruang adalah
nol
2.2.1.17
kompatibilitas
persamaan geometris dari gerakan pada titik antarmuka dari komponen-komponen
2.2.1.18
komponen
unit struktural yang membutuhkan pertimbangan desain terpisah
2.2.1.19
kondisi batas
karakteristik kekangan struktur mengenai kondisi perletakan dan atau kontinuitas antar model-
model struktur
2.2.1.20
lantai jembatan
sebuah komponen, dengan atau tanpa permukaan lapisan aus yang secara langsung
mendukung beban roda
8
2.2.1.21
metode analisis (method of analysis)
suatu proses matematis dimana deformasi struktur, gaya dalam dan tegangan ditentukan
2.2.1.22
metode analisis rinci (refined methods of analysis)
metode-metode analisis struktur yang memperhitungkan keseluruhan struktur atas sebagai
suatu satuan integral dan memberikan hasil berupa lendutan dan gaya dalam yang diperlukan
2.2.1.23
metode analisis struktur yang dapat diterima (accepted method of analysis)
metode analisis yang tidak memerlukan verifikasi lanjut dan telah menjadi ketetapan dalam
praktik teknik struktur
2.2.1.24
metode beda hingga (finite difference method)
sebuah metode analisis dimana persamaan diferensial yang menentukan akan terpenuhi
pada titik-titik diskrit pada struktur
2.2.1.25
metode elemen hingga (finite element method)
sebuah metode analisis dimana struktur didiskritisasi ke dalam elemen-elemen pada titik-titik
kumpul, bentuk dari perpindahan elemen diasumsikan, kompatibilitas sebagian atau penuh
dijaga di antara bidang antar muka elemen-elemen dan perpindahan titik kumpul ditentukan
dengan menggunakan prinsip energi variasional atau metode-metode keseimbangan
2.2.1.26
metode garis leleh (yield line method)
suatu metode analisis pelat dimana sejumlah pola garis leleh yang mungkin terjadi diperiksa
dengan maksud untuk menentukan kapasitasnya untuk memikul beban
2.2.1.27
metode grid atau gelagar bersilangan
metode grid atau gelagar bersilangan dari jembatan tipe gelagar dimana gelagar memanjang
dimodelkan secara individu dengan elemen gelagar dan gelagar melintang dimodelkan
dengan elemen gelagar ekivalen. Untuk gelagar komposit, lebar tributari pelat diperhitungkan
pada perhitungan properti penampang dari gelagar individu
2.2.1.28
metode pelat lipat (folded plate method)
sebuah metode analisis dimana struktur dibagi-bagi ke dalam komponen pelat dan kedua
persyaratan keseimbangan dan kompatibilitas dipenuhi pada bidang antarmuka komponen
9
2.2.1.29
metode seri atau harmonik (series or harmonic method)
suatu metode analisis dimana model beban dibagi menjadi beberapa bagian beban yang
sesuai, yang mengizinkan tiap bagian beban tersebut untuk menyerupai satu batasan seri tak
hingga konvergen yang mana deformasi struktur dideskripsikan
2.2.1.30
metode strip hingga (finite strip method)
sebuah metode analisis dimana struktur didiskritisasi ke dalam strip-strip sejajar. Bentuk dari
perpindahan strip diasumsikan dan kompatibilitas sebagian dijaga di antara bidang antar
muka elemen-elemen. Parameter perpindahan model ditentukan dengan menggunakan
prinsip energi variasional atau metode-metode keseimbangan
2.2.1.31
model
suatu idealisasi matematis atau fisik dari struktur atau komponen yang digunakan untuk
analisis
2.2.1.32
momen negatif (negative moment)
momen yang menyebabkan tarik pada sisi atas komponen lentur
2.2.1.33
momen positif (positive moment)
momen yang menghasilkan tarik pada sisi bawah elemen lentur
2.2.1.34
regangan (strain)
perpanjangan persatuan panjang
2.2.1.35
rentang tegangan (stress range)
selisih aljabar antara tegangan-tegangan ekstrem
2.2.1.36
sudut serong (skew angle)
sudut antara garis tengah tumpuan dengan garis yang tegak lurus garis tengah jalan raya
2.2.1.37
titik nodal (node)
suatu titik dimana elemen hingga atau komponen grid bertemu; berkaitan dengan beda
hingga, suatu titik dimana persamaan-persamaan diferensial yang menentukan dipenuhi
10
2.2.2 Notasi
Berikut adalah semua notasi yang digunakan dalam panduan ini untuk bagian metodologi
perencanaan:
Notasi Defenisi
Panjang roda (mm); lebar gelagar (mm); lebar elemen pelat (mm); lebar pelat sayap di
b
masing-masing sisi pelat badan (mm)
Csm Koefisien respon gempa elastis
d Tinggi dari gelagar atau stringer (mm); tinggi dari komponen (mm)
Jarak horizontal dari garis tengah pelat badan terluar dari gelagar eksterior pada level
de pelat lantai ke tepi interior dari kerb atau barrier (mm)
I Momen inersia (mm4)
J Inersia torsi st. venant (mm4)
Kg Parameter pengaku longitudinal (mm 4)
Panjang total jembatan yang dibebani (m); panjang komponen jembatan (mm) pada gaya
L akibat temperatur seragam
Nb Jumlah gelagar atau stringer
Q1 Pengaruh gaya
Rn Tahanan nominal
Rr Tahanan terfaktor
Spasi antar komponen penumpu (mm); spasi antar gelagar atau pelat badan (mm);
sg bentang bersih (mm); keserongan tumpuan yang diukur dari garis yang tegak lurus
terhadap bentang (derajat)
ts Tinggi dari pelat lantai beton (mm)
We Separuh dari spasi antara pelat badan ditambah overhang total (m)
Faktor reduksi
i Faktor beban ke-i
11
2.3 Filosofi perencanaan
2.3.1 Umum
Perencanaan teknik jembatan di Indonesia sudah mengikuti metode LRFD (Load Resistance
Factored Design) sejak diberlakukannya BMS Peraturan Teknik Jembatan pada tahun 1992.
BMS 1992 menamakannya dengan ‘Cara Rencana Keadaan Batas’ atau Limit-states Design
Method. Metode LRFD menggunakan beberapa kombinasi beban yang dinamakan keadaan
batas (limit states), sehingga nama lain dari metode LRFD adalah Metode Limit-states Design.
Metode Rencana Keadaan Batas sudah memperhitungkan variasi dan ketidakpastian pada
baik beban maupun kekuatan elemen struktur. Level keamanan yang relatif merata atau
seragam bisa dicapai pada struktur atas dan struktur bawah berdasarkan analisis risiko yang
didapat dari teori reliabilitas. AASHTO mulai memberlakukan metode LRFD kepada semua
jembatan baru di Amerika Serikat sejak tahun 2007 (FHWA-NHI, 2015).
Dalam perencanaan setiap elemen dan sambungan pada struktur jembatan harus memenuhi
Persamaan 1 untuk setiap keadaan batas.
Q R
i i i n Rr (1)
1
i 1, 0 (3)
D R I
Keterangan:
i adalah faktor beban ke-i
Faktor beban adalah faktor pengali beban yang didasarkan dari hasil analisis statistik, dan
biasanya lebih besar dari 1,0. Nilai faktor beban memperhitungkan kemungkinan variasi
12
beban, akurasi analisis, dan probabilitas terjadinya beban yang berbeda secara bersamaan.
Nilai faktor beban juga terkait dengan nilai statistik ketahanan melalui proses kalibrasi.
Faktor reduksi juga faktor pengali yang didasarkan pada hasil analisis statistik, tetapi dikalikan
dengan reduksi nominal. Nilai faktor reduksi umumnya lebih kecil atau sama dengan 1,0. Nilai
faktor reduksi ini memperhitungkan variasi karakteristik material, dimensi penampang elemen
struktur dan kualitas pengerjaan. Nilai faktor reduksi juga terkait dengan nilai statistik beban
melalui proses kalibrasi.
Keadaan batas adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan
perencanaan dimana jembatan atau elemen yang melebihi keadaan ini tidak lagi memenuhi
persyaratan perencanaan. Dalam konteks Metode Rencana Keadaan Batas, tercapainya
keadaan batas yang bisa dinyatakan secara matematis dengan Rr Q 1,0 tidaklah
i i i
selalu berarti kegagalan pada jembatan ataupun elemen tersebut. Kondisi ini lebih
menunjukkan bahwa jembatan atau elemen tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan.
Persyaratan untuk setiap keadaan batas juga bersifat unik dan tidak semua keadaan batas
atau kombinasi bisa diterapkan pada semua jembatan. Perencana harus menetapkan
keadaan batas mana saja yang relevan dengan jembatan yang direncanakannya.
Keadaan batas yang dikenal pada BMS 1992 adalah keadaan batas ultimit atau runtuh dan
keadaan batas kelayanan. Keadaan batas pada AASHTO 2017 yang juga digunakan oleh SNI
1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan dan BMS terbaru adalah:
1) Keadaan batas layan (service limit state)
2) Keadaan batas fatik dan fraktur (fatigue and fracture limit state)
3) Keadaan batas ultimit (strength limit state)
4) Keadaan batas kejadian ekstrem (extreme event limit state)
Setiap keadaan batas terdiri atas beberapa kombinasi beban. Setiap kombinasi beban
menggambarkan tipe beban dan nilai faktor beban yang berbeda. Perbedaan ini didasarkan
pada kondisi pembebanan yang diinginkan dan probabilitas terjadinya beberapa beban
secara bersamaan.
13
2.3.2.1 Keadaan batas daya layan
Keadaan batas daya layan adalah kondisi yang berkaitan dengan lendutan, retakan,
keawetan, dan getaran. Keadaan ini memberlakukan persyaratan desain yang akan
memastikan dan mempertahankan kemampuan fungsional struktur selama masa layannya.
Kombinasi beban yang digunakan pada keadaan batas layan ini meliputi beban-beban yang
diperkirakan akan terjadi beberapa kali pada masa layan jembatan. Pada keadaan ini, jika
nilai batas terlampaui maka berarti tegangan, deformasi, lebar retak telah melebihi
persyaratan dan akan mengganggu tingkat kelayanan jembatan. Kondisi ini tidak berarti
kegagalan elemen dan struktur.
Fatik dapat secara luas didefinisikan sebagai berkurangnya ketahanan material di bawah
fluktuasi tegangan, dimana hal ini terkait dengan kehilangan kekuatan komponen akibat
beban yang berulang. Agar jembatan tidak mengalami kegagalan akibat fatik selama umur
rencana, maka perlu adanya syarat keadaan batas fatik. Untuk tujuan ini, perencana harus
membatasi rentang tegangan akibat satu beban truk rencana pada jumlah siklus pembebanan
yang dianggap dapat terjadi selama umur rencana jembatan.
Keadaan batas ekstrem diperhitungkan untuk memastikan struktur jembatan dapat bertahan
akibat kejadian yang dikategorikan ekstrem. Keadaan batas ekstrem merupakan kejadian
dengan frekuensi kemunculan periode ulang yang lebih besar secara signifikan dibandingkan
dengan umur rencana jembatan. Terdapat 2 keadaan ekstrem yang diperhitungkan pada
jembatan: akibat gempa dan tumbukan kapal serta kendaraan. Terjadinya tegangan pada
area inelastic dan kerusakan pada elemen struktur akan terjadi jika nilai batas keadaan ini
tercapai.
Faktor modifikasi beban adalah kombinasi beberapa faktor akibat pengaruh daktilitas,
redundansi dan kepentingan operasional. Ketiga faktor ini diberi notasi ηD, ηR dan ηI.
Perkalian faktor beban dengan faktor daktilitas dan redundansi mungkin akan sedikit
14
membingungkan karena 2 hal ini terkait dengan tahanan atau kapasitas elemen dan struktur.
Faktor ini ditempatkan sebagai pengali beban, bukan reduksi, karena penggunaannya terkait
dengan kondisi beban.
Faktor daktilitas bisa dimodifikasi untuk kombinasi pada keadaan batas ultimit untuk
menggambarkan karakteristik daktilitas struktur. Nilai 1,05 digunakan pada struktur dengan
sambungan dan elemen tidak daktail. Nilai yang lebih rendah yaitu 0,95 bisa digunakan pada
struktur dengan sambungan dan elemen yang sudah teruji melebihi persyaratan daktilitas
sesuai spesifikasi. Untuk kombinasi selain keadaan batas ultimit, nilai faktor daktilitas yang
digunakan adalah 1,0.
Faktor redundansi digunakan untuk menggambarkan tingkat redundansi elemen dan struktur.
Pada kombinasi keadaan batas ultimit, nilai 1,05 digunakan jika elemen atau struktur tidak
memiliki redundansi yang cukup. Nilai 0,95 bisa digunakan pada elemen atau struktur dengan
kondisi redundansi yang telah terbukti melebihi kondisi umum. Nilai yang biasa digunakan
pada elemen dan struktur konvensional adalah 1,0. Nilai faktor redundansi pada kombinasi
selain keadaan batas ultimit diambil 1,0. Besaran nilai faktor redundansi dapat bervariasi
karena ditentukan berdasarkan engineering judgement perencana sehingga bersifat subjektif.
Nilai faktor kepentingan operasional harus disesuaikan dengan keputusan pemilik jembatan:
apakah jembatan tersebut termasuk klasifikasi sangat penting, penting atau lainnya. Besarnya
nilai faktor kepentingan operasional juga berkisar antara 1,05 untuk jembatan sangat penting
dan 0,95 untuk jembatan yang termasuk klasifikasi jembatan lainnya. Nilai faktor kepentingan
operasional sebesar 1,0 digunakan pada kombinasi selain keadaan batas ultimit.
2.4.1 Umum
Pada bagian ini membahas tata cara pemodelan dan analisis struktur jembatan. Terdapat dua
metode yang digunakan dalam analisis struktur, yaitu metode pendekatan dan metode
analisis rinci. Metode pendekatan merupakan suatu metode analisis struktur dengan cara
membagi struktur jembatan ke dalam bentuk strip yang mewakili struktur global untuk
perhitungan pengaruh (gaya dalam dan deformasi) akibat pembebanan pada struktur
jembatan. Elemen struktur dimodelkan dan dianalisis sebagai gelagar 1 dimensi, sedangkan
analisis struktur rinci merupakan metode analisis struktur dengan memodelkan struktur
jembatan ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi dengan menggunakan metode elemen
hingga.
2.4.2 Analisis struktur bangunan atas
2.4.2.1 Pelat lantai
Pelat merupakan komponen struktur jembatan yang memikul langsung beban kendaraan
pada sistem struktur jembatan. Beban yang bekerja pada pelat terdiri dari beban mati dan
beban hidup kendaraan. Analisis struktur pelat dilakukan dengan memodelkan pelat sebagai
15
elemen balok satu dimensi di atas banyak tumpuan pada arah transversal jembatan. Panjang
bentang pelat ditetapkan berdasarkan spasi antar gelagar dengan tumpuan terletak berada di
garis as gelagar.
rip
St
l at
Pe
Pelat dek Gelagar
sg sg sg sg
(a)
Pelat strip
m
1
sg sg sg sg
(b)
sg sg sg sg
Pemodelan struktur
(c)
Gambar 2.2 - Pelat strip untuk analisis struktur beban mati pelat
Pengaruh beban mati yang terdiri dari momen dan geser (MA dan MS) pada pelat dihitung
berdasarkan lebar pelat strip selebar 1000 mm. Beban mati yang bekerja pada pelat terdiri
dari berat sendiri pelat, beban barrier dan lapisan permukaan jembatan (perkerasan jalan).
Beban mati ini diasumsikan sebagai beban merata yang bekerja pada pelat yang dihitung
berdasarkan berat isi material yang digunakan. Nilai berat isi material dapat dilihat pada Tabel
2 SNI 1725:2016. Pemodelan struktur pelat untuk perhitungan pengaruh beban mati
diperlihatkan pada Gambar 2.2.
Pengaruh beban hidup truk (momen dan geser) pada pelat ditentukan berdasarkan lebar strip
ekivalen. Lebar strip ekivalen pelat bernilai berbeda yang mana nilai lebar ekivalen tergantung
kepada jenis pelat yang digunakan, arah strip utama yang ditinjau dan lokasi pelat yang
ditinjau (kantilever, momen positif dan momen negatif). Penentuan lebar pelat strip ekivalen
untuk perhitungan pengaruh beban hidup kendaraan pada pelat diperlihatkan pada Tabel 2.1.
16
Lebar pelat kantilever
Lebar pelat momen negatif
r
ba n
Le vale
i
sg sg sg sg ek
(a)
P P P P
sg sg sg sg
(b)
Gambar 2.3 - Pemodelan struktur pelat untuk analisis pengaruh beban truk
Untuk kasus dimana jarak antar gelagar lebih besar dari jarak antar diafragma, sehingga pelat
melentur pada arah memanjang jembatan. Untuk kasus seperti ini, pelat dimodelkan sebagai
elemen gelagar di atas banyak tumpuan dengan tumpuannya adalah diafragma. Lebar efektif
pelat yang digunakan berdasarkan lebar strip seperti yang ditetapkan pada Tabel 2.1. Beban
truk yang bekerja pada pelat adalah beban truk pada arah memanjang jembatan dengan
konfigurasi sumbu seperti yang diatur dalam SNI 1725:2016.
17
Tabel 2.1 Lebar pelat lantai ekivalen
Beton:
Cor di tempat Kantilever 1140 0,833X
Pemodelan struktur pelat untuk perhitungan pengaruh beban hidup diperlihatkan pada
Gambar 2.3. Ketentuan-ketentuan pemodelan dan perhitungan pengaruh beban truk terhadap
pelat adalah sebagai berikut:
1) Beban roda terluar ditempatkan sejauh 300 mm dari sisi dalam barrier.
2) Jarak antar roda pada satu kendaraan adalah sebesar 1750 mm.
3) Jarak antar roda pada dua kendaraan yang berdekatan minimal sebesar 1000 mm.
4) Beban roda kendaraan ditempatkan sedemikian rupa pada pelat sehingga mewakili
semua kemungkinan posisi roda yang mungkin bekerja pada pelat, nilai pengaruh dari
beban kendaraan terhadap pelat ditentukan dari nilai envelope maksimum.
18
5) Nilai pengaruh akibat beban truk harus dibagi dengan lebar efektif pada lokasi yang
ditinjau (di kantilever, daerah momen positif atau momen negatif) untuk mendapatkan nilai
pengaruh per meter lebar pelat.
6) Nilai pengaruh kendaraan dikalikan dengan faktor pembesaran dinamis (FBD) sebesar
30% seperti yang ditetapkan dalam SNI 1725:2016 pada Bagian 8.6 untuk semua
keadaan batas kecuali fatik. Untuk fatik, faktor FBD diambil sebesar 15%.
Jembatan tipe gelagar-pelat merupakan tipe jembatan dengan sistem struktur atas utama
terdiri dari pelat dan gelagar. Fungsi utama pelat adalah sebagai lantai kendaraan dan
meneruskan beban ke gelagar. Yang termasuk ke dalam kategori tipe jembatan gelagar-pelat
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Contoh jembatan tipe gelagar-pelat
Distribusi beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat ditentukan berdasarkan lebar tributari.
Lebar tributari diambil sebesar setengah spasi gelagar kanan dan kiri pada gelagar yang
ditinjau. Beban mati yang diperhitungkan terdiri dari:
1) Berat sendiri gelagar,
2) Pelat,
3) Trotoar,
4) Barrier,
5) Diafragma,
6) RC pelat (pada beton pratekan).
Khusus untuk barrier yang dicor atau dipasang setelah pelat mengeras, berat total barrier
diasumsikan terbagi rata di semua gelagar. Untuk simplifikasi dan mempermudah
perhitungan, diafragma dapat diasumsikan sebagai beban merata pada gelagar yang dihitung
dengan cara membagi berat total diafragma dengan panjang gelagar dan dibagi secara
merata ke semua gelagar.
Perhitungan pengaruh (momen dan geser) beban mati pada gelagar dilakukan dengan
memodelkan gelagar dan pelat dengan lebar tributari sebagai elemen balok satu dimensi yang
dibebani dengan beban merata. Jika jembatan adalah jembatan bentang sederhana, maka
19
struktur dimodelkan sebagai elemen balok di atas dua tumpuan sederhana. Gambar detail
simplifikasi pemodelan analisis struktur terhadap beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat
diperlihatkan pada Gambar 2.4.
sg sg sg sg
(a)
sg sg sg sg
(b)
bef = sg bef = sg
(c)
QMS dan QMA
(d)
Gambar 2.4 - Pemodelan struktur akibat beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat
2.4.2.2.3 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur “D”)
Untuk tinjauan efek beban lalu lintas terhadap struktur atas jembatan, maka perlu disesuaikan
dengan jenis beban yang bekerja. Berdasarkan SNI 1725:2016, beban lalu lintas terdiri dari
beban “T” (truk) dan beban “D” (beban merata). Intensitas beban “T” dan beban “D” diatur
dalam SNI 1725:2016 Pasal 8.
Untuk analisis pengaruh beban “D”, beban lalu lintas dimodelkan sebagai beban merata (BTR)
dan beban terpusat (BGT) di atas balok satu dimensi. Beban BTR dan BGT diterapkan pada
jembatan dengan area penerapan beban adalah sepanjang jembatan dan selebar jalan raya
pada jembatan. Besarnya beban BTR dan BGT dihitung berdasarkan lebar tributari pelat
dimana lebar tributari yang digunakan sama dengan lebar tributari pelat untuk menghitung
pengaruh beban mati seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.4 (c). Besar beban BTR
diperoleh dari perkalian antara beban BTR (kN/m2) dengan lebar efektif pelat sehingga
diperoleh beban merata per meter panjang (kN/m). Beban garis BGT (kN/m) dikalikan dengan
lebar efektif sehingga diperoleh beban terpusat dengan satuan kN. Pemodelan struktur
20
jembatan terhadap beban “D” untuk kasus jembatan bentang sederhana diperlihatkan seperti
pada Gambar 2.5. Untuk jembatan bentang menerus, pembebanan harus diatur sedemikian
rupa sehingga memberikan pengaruh geser dan momen maksimum sesuai dengan SNI
1725:2016.
bef = sg bef = sg
BTR BGT
b
L
(a) (b)
BGT
BTR
(c)
Lb Lb
Gambar 2.5 - Pemodelan struktur jembatan dengan pembebanan beban lalu lintas “D”
2.4.2.2.4 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban truk “T”)
Untuk analisis pengaruh beban truk (“T”) terhadap gelagar, analisis struktur dapat dilakukan
dengan menggunakan metode pendekatan. Prosedur analisis struktur terhadap beban “T”
dengan metode pendekatan adalah sebagai berikut:
1) Memodelkan sistem dek sebagai balok satu dimensi, jika jembatan yang ditinjau adalah
jembatan dengan bentang sederhana, maka pemodelan struktur berupa balok di atas dua
tumpuan sederhana. Pengaruh dari beban truk ditentukan dengan metode garis
pengaruh dengan beban berasal dari berat gandar truk. Konfigurasi beban (jarak antar
beban) untuk menentukan pengaruh beban truk pada keadaan batas ultimit dan layan
serta fatik ditentukan berdasarkan spesifikasi truk yang ditetapkan SNI 1725:2016 Pasal
8.4.1.
Secara umum, konfigurasi sumbu roda truk memiliki jarak bervariasi 4000 mm sampai
dengan 9000 mm untuk roda tengah dan roda belakang dan jarak konstan sebesar 5000
mm untuk roda tengah dan roda depan. Namun, agar diperoleh pengaruh beban yang
besar, untuk keadaan batas ultimit dan layan, jarak antara roda depan dan roda tengah
adalah sebesar 5000 mm, sedangkan jarak antara roda tengah dan roda belakang adalah
sebesar 4000 mm. Untuk kasus beban fatik, konfigurasi gandar truk ditentukan
berdasarkan Pasal 8.11.1 pada standar pembebanan jembatan (SNI 1725:2016) yaitu
21
jarak gandar tengah dan gandar belakang merupakan jarak konstan sebesar 5000 mm.
Detail konfigurasi truk secara umum diperlihatkan pada Gambar 2.6(a) dan untuk
keadaan batas ultimit dan layan diperlihatkan pada Gambar 2.6(b) sedangkan untuk
keadaan batas fatik diperlihatkan pada Gambar 2.6(c).
4000-9000 5000
225 kN 225 kN 50 kN
Lb
(a)
4000 5000
225 kN 225 kN 50 kN
Lb
(b)
5000 5000
225 kN 225 kN 50 kN
Lb
(c)
Gambar 2.6 - (a) Konfigurasi truk (b) keadaan batas ultimit dan layan (c) keadaan
batas fatik
Pada kasus beban truk, momen maksimum pada jembatan bentang sederhana selalu
terjadi tepat di bawah sumbu tengah P2, dengan resultan gaya berat sumbu truk PR
berada antara sumbu tengah dan belakang dengan konfigurasi gaya seperti pada gambar
di bawah ini:
P1 = 225 kN P2 = 225 kN
PR P3 = 50 kN
x2
x1
22
Keterangan:
P1 adalah beban roda gandar belakang (kN)
P2 adalah beban roda gandar tengah (kN)
P3 adalah beban roda gandar depan (kN)
d1 adalah jarak antara roda tengah ke roda belakang (m)
d2 adalah jarak antara roda tengah ke roda depan (m)
L adalah panjang bentang jembatan (m)
x1 adalah jarak antara tengah bentang jembatan ke roda tengah (m)
x2 adalah jarak antara resultan gaya dengan roda tengah truk (m)
Pengaruh beban maksimum (momen) akibat beban truk pada keadaan batas ultimit dan
layan dihitung dengan persamaan-persamaan berikut:
P3 d 2 P.1d1
x2 (4)
PR
x2 (5)
x1
2
Lb Lb L
P.1 d1 d2 x1 d2 P2 d2 x1 d2 P3 b x1 d2 (6)
2 2 2
RA
Lb
Lb
M Truk _ max RA x1 Pd
1 1
(7)
2
Gaya geser maksimum yang bekerja pada jembatan akibat beban truk terjadi di dekat
tumpuan. Perhitungan gaya geser maksimum akibat beban truk pada keadaan batas
ultimit dan layan ditentukan dengan persamaan berikut:
1350kN
VTruk _ max 500kN (8)
L
Untuk keadaan batas fatik, gaya dalam momen dan geser ditentukan dengan persamaan
di bawah ini:
Lb Lb L
P.1 d1 d2 x1 d2 P2 d2 x1 d2 P3 b x1 d2
2 2 2 (9)
RA
Lb
Lb
M Truk _ fatig _ max RA _ fatig x1 Pd
1 1 (10)
2
865kN
Vmax_ fatig 50kN (11)
2
2) Pengaruh beban kendaraan ditentukan dengan mengalikan pengaruh beban yang
ditentukan pada tahap 1 dengan faktor distribusi yang terdiri dari:
23
a) Faktor distribusi momen untuk gelagar interior (gmi); nilai gmi ditentukan pada kondisi
satu lajur terbebani dan pada kondisi dua atau lebih lajur terbebani dengan persamaan
sebagai berikut:
0,4 0,3 K 0,1
S S g
g 0,06 (12)
mi(1_ lajur _ terbebani) 4300 L Lt 3
s
b) Faktor distribusi geser untuk gelagar interior (gvi); nilai gvi ditentukan pada kondisi satu
lajur terbebani dan pada kondisi dua atau lebih lajur terbebani dengan persamaan
sebagai berikut:
S
g 0,36 (14)
vi(1_ lajur _ terbebani) 7600
2,0
S S
g 0, 2 (15)
vi(2_ lajur _ terbebani) 3600 10700
c) Faktor distribusi momen untuk gelagar eksterior (gme); nilai gme pada kondisi satu lajur
terbebani ditentukan dengan aturan tuas. Aturan tuas adalah analogi prosedur
perhitungan untuk menentukan reaksi pada tumpuan struktur bentang sederhana
dengan atau tanpa bagian kantilever dibebani.
Re Ri Re Ri
sg sg
24
Tata cara penggunaan aturan tuas adalah dengan menempatkan roda kendaraan
terluar sejauh 600 mm dari sisi dalam kerb. Jarak antar roda kendaraan diambil
sebesar 1750 mm (berdasarkan konfigurasi roda truk SNI 1725:2016). Resultan gaya
R ditempatkan tepat di tengah-tengah antara beban roda kiri dan roda kanan (lihat
Gambar 2.8). Perlu diperhatikan bahwa penempatan beban P yang mewakili beban
roda truk di atas trotoar seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.8 (bagian kanan)
tidak mewakili kondisi sebenarnya, namun hanya digunakan untuk menghitung faktor
distribusi beban saja. Dengan menggunakan prinsip kesetimbangan momen di gelagar
interior, M Ri 0 maka:
x
Re R (16)
S
Faktor distribusi momen akibat beban hidup pada gelagar eksterior diambil sebesar
𝑥⁄ dimana x adalah jarak antara resultan gaya berat roda truk dengan as gelagar
𝑠
interior, sedangkan S adalah jarak antara gelagar eksterior dan gelagar interior. Jika
aturan tuas digunakan, maka faktor distribusi beban yang diperoleh harus dikalikan
dengan faktor kepadatan lajur m seperti yang ditetapkan dalam Pasal 8.4.3 pada SNI
1725:2016 dimana m bernilai 1,2 untuk satu lajur terbebani dan bernilai 1 jika dua atau
lebih lajur terbebani. Dengan demikian, faktor distribusi momen pada gelagar eksterior
untuk satu lajur terbebani adalah:
x
g me(1_lajur_terbebani) = 1,2 (17)
S
Untuk perhitungan faktor distribusi momen akibat beban hidup pada kasus dua lajur
atau lebih terbebani, faktor distribusi momen pada gelagar eksterior diperoleh dengan
d
cara mangalikan suatu faktor e (0,77 e ) dengan faktor distribusi momen terbesar
2775
( g mi (1_ lajur _ terbebani ) atau g mi (2 _ lajur _ terbebani ) ) pada gelagar interior, sehingga faktor
distribusi momen akibat beban hidup pada gelagar eksterior ditentukan dengan
persamaan berikut:
de
g (0, 77 )g (18)
me(1_ lajur _ terbebani) 2775 m _ int erior
Nilai de merupakan jarak antara kerb terhadap as badan (web) gelagar eksterior. de
bernilai positif jika badan dari gelagar eksterior terletak di sebelah kanan sisi dalam
pembatas jalan (kerb) dan bernilai negatif jika badan dari gelagar terletak di sebelah
kiri kerb.
25
de de
d) Faktor distribusi geser untuk gelagar eksterior (gve); nilai faktor distribusi geser akibat
beban truk pada gelagar eksterior gve pada kondisi satu lajur lalu lintas terbebani
ditentukan berdasarkan aturan tuas, sehingga nilai faktor distribusi geser satu lajur
terbebani pada gelagar eksterior bernilai sama dengan faktor distribusi momen satu
lajur terbebani pada gelagar eksterior gme. Untuk dua lajur terbebani, faktor distribusi
geser ditentukan dengan persamaan:
de
gve(2_ lajur _ terbebani) 0,6 g (19)
3000 int erior
dimana gint erior adalah faktor distribusi geser terbesar gelagar interior.
3) Faktor distribusi yang dihitung pada tahap 2 hanya berlaku untuk jembatan dengan
struktur tegak lurus terhadap tumpuannya (abutment atau pilar), yaitu jembatan tanpa
sudut serong (skew) pada tumpuannya. Untuk jembatan dengan sudut serong pada
perletakannya, maka hitung faktor koreksi distribusi beban hidup dan digunakan untuk
memodifikasi faktor distribusi yang telah dihitung pada tahap 2. Faktor koreksi kekuatan
sudut serong dihitung dengan persamaan:
0,25
Kg S
0,5
c 0,25 (21)
1 Lt 3 L
s
Dimana θ adalah sudut serong tumpuan jembatan, c1 bernilai 0 jika θ < dari 300 dan
bernilai 0. Untuk θ > 60o, gunakan nilai θ = 600 untuk menghitung c1.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode faktor distribusi
momen pada jembatan tipe gelagar-pelat adalah sebagai berikut:
a) Faktor distribusi beban hanya bisa diterapkan jika persyaratan geometris jembatan
yang dianalisis terpenuhi. Adapun persyaratan geometris yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Jarak antar gelagar tidak boleh kurang dari 1100 mm dan tidak boleh lebih besar
dari 4900 mm,
Tebal pelat tidak boleh kurang dari 110 mm dan tidak boleh lebih dari 300 mm,
26
Panjang bentang jembatan tidak boleh kurang dari 6 m dan tidak boleh lebih dari
73 m,
Jumlah gelagar minimal adalah 4,
Nilai parameter longitudinal Kg tidak boleh kurang dari 4x109 mm4 dan tidak boleh
lebih besar dari 3x1012 mm4.
b) Faktor distribusi hanya diterapkan untuk beban truk (“T”) tidak berlaku untuk beban
lajur “D” (BTR dan BGT).
c) Pengaruh beban truk dikalikan dengan faktor pembesaran dinamis (FBD) sebesar
30% untuk keadaan batas ultimit dan layan, untuk keadaan batas fatik nilai FBD yang
digunakan sebesar 15%.
Perlu diperhatikan bahwa gaya dalam akibat beban lalu lintas yang digunakan dalam
perencanaan ditentukan berdasarkan nilai pengaruh beban yang terbesar antara beban
lajur “D” atau beban truk “T”.
Jembatan tipe pelat merupakan jembatan dengan struktur utamanya berupa pelat tanpa
gelagar pada arah longitudinalnya. Pelat secara langsung menerima beban hidup kendaraan
dan meneruskannya ke tumpuan. Jembatan tipe pelat berperilaku sebagai pelat satu arah
pada arah longitudinal jembatan sehingga tulangan utamanya searah dengan arah
longitudinal jembatan. Jembatan tipe pelat terdiri dari tiga jenis seperti yang dirangkum pada
tabel di bawah ini:
Analisis pengaruh beban mati terhadap jembatan tipe pelat dapat dilakukan dengan membagi
pelat menjadi permeter lebar dan dimodelkan sebagai balok satu dimensi. Jika dalam
perencanaannya jembatan ini tidak dibuat monolit dengan struktur penumpunya, maka
jembatan bisa dimodelkan sebagai balok di atas dua tumpuan sederhana (lihat Gambar 2.10).
Namun jika direncanakan sebagai jembatan monolit dengan struktur penumpunya dan terdiri
dari banyak bentang, maka jembatan dimodelkan sebagai balok menerus. Beban mati (MS
dan MA) yang bekerja pada jembatan ini berupa berat sendiri pelat, berat perkerasan jalan
dan beban kerb yang nilainya ditentukan berdasarkan berat isi material yang digunakan.
27
Lb
1000
(a)
Lb
(b)
Gambar 2.10 - Pemodelan struktur jembatan tipe pelat yang dibebani beban mati
Pengaruh beban lajur “D” juga harus ditentukan pada jembatan tipe pelat dengan cara
membagi jembatan ini ke dalam bentuk strip dengan lebar 1000 mm. Beban “D” yang terdiri
dari beban terbagi rata BTR dijadikan sebagai beban merata garis persatuan panjang (kN/m)
dan beban garis terpusat BGT dikonversikan menjadi beban terpusat ditempatkan di tengah-
tengah bentang. Pemodelan struktur jembatan tipe pelat yang dibebani beban BTR dan BGT
diperlihatkan pada Gambar 2.11.
28
BTR BGT
Lb
1000 1000
(a)
BTR
(b)
Lb/2 Lb/2
Gambar 2.11 - Jembatan pelat yang dibebani beban BTR dan BGT
Untuk analisis pengaruh jembatan tipe pelat terhadap beban truk, pelat dibagi ke dalam dua
kategori yaitu pelat strip internal dan pelat strip eksternal sehingga yang menjadi poin utama
dalam analisis pengaruh beban truk terhadap jembatan tipe pelat adalah penentuan lebar strip
ekivalen. Lebar pelat ekivalen (yang membentang sejajar dengan tumpuan) diasumsikan
untuk memikul beban truk pada satu lajur rencana.
Jika dua lajur atau lebih yang terbebani, lebar pelat ekivalen ditentukan berdasarkan
persamaan:
E 2100 0,12 LW W
i iN (23)
L
Untuk jembatan dengan tumpuan serong, pengaruh beban kendaraan direduksi dengan
faktor r yang ditentukan dengan persamaan:
29
r 1,05 0,25tan 1,00 (24)
Keterangan:
E adalah lebar ekivalen (mm)
L1 adalah panjang bentang termodifikasi yang diambil sama dengan yang terkecil
antara bentang aktual atau 18000 (mm)
W1 adalah lebar jembatan tepi-ke-tepi termodifikasi yang diambil sama dengan
yang terkecil dari lebar aktual atau 18000 untuk pembebanan multi lajur, atau
9000 untuk pembebanan satu lajur (mm)
W adalah lebar tepi-tepi fisik jembatan (mm)
NL adalah jumlah lajur rencana yang ditentukan sesuai Pasal 8.2 SNI 1725:2016
adalah sudut serong
Lb
Strip Strip
eskterior interior
Lebar ekivalen pelat strip eksterior ditentukan sebagai penjumlahan dari nilai jarak berikut
(lihat Gambar 2.12 dan Gambar 2.13):
a) Jarak antara sisi tepi jembatan dengan sisi dalam kerb,
b) 300 mm,
c) Seperempat dari lebar strip interior.
30
Lebar ekivalen pelat strip eksterior
300 mm
Setelah lebar pelat ekivalen ditentukan, analisis struktur jembatan pelat yang dibebani
dengan beban truk dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a) Jembatan dimodelkan sebagai gelagar satu dimensi yang dibebani oleh beban truk
dengan konfigurasi beban truk sama seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6(b)
dan 6(c) untuk keadaan batas ultimit, layan dan fatik,
b) Pengaruh maksimum beban truk untuk keadaan batas layan dan ultimit dapat
dihitung dengan metode garis pengaruh dengan bantuan komputer. Untuk jembatan
di atas dua tumpuan sederhana, pengaruh maksimum (momen dan geser) dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan (7) dan (8), sedangkan pada keadaan
batas fatik ditentukan berdasarkan Persamaan (10) dan (11),
c) Pengaruh dari beban truk (momen dan geser) pada masing-masing strip yang ditinjau
(eksterior dan interior) harus dibagi dengan lebar pelat ekivalen untuk mendapatkan
pengaruh beban per meter lebar,
d) Pengaruh dari beban truk pada strip interior dan strip eksterior harus dikalikan
dengan faktor pembesaran dinamis (FBD) yang diatur dalam SNI 1725:2016 untuk
keadaan batas ultimit dan layan dan 15% untuk keadaan batas fatik.
Jembatan baja U komposit sering juga disebut dengan istilah composite steel tub girder atau
open steel box. Jika mengacu ke AASHTO LRFD 2017 dan Peraturan Perencanaan Teknik
Jembatan Bagian 3 (2017), gelagar tipe U dikategorikan sebagai komponen pendukung tipe
c (lihat Tabel 4.6.2.2.1-1 pada AASHTO LRFD atau Tabel 3.6.2.2.1-1 berdasarkan Peraturan
Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3 (2017)). Gelagar tipe U dibentuk dari pelat yang
dipotong kemudian dirangkai menggunakan las. Komponen-komponen penyusun gelagar tipe
U terdiri dari pelat sayap bawah, pelat badan dan pelat sayap atas serta angkur baja (shear
connector). Biasanya pelat badan diposisikan miring untuk mereduksi luas penampang sayap
bawah yang berpengaruh terhadap jumlah penggunaan material dan mengurangi berat
sendiri struktur. Bentuk dan komponen-komponen penampang gelagar U diperlihatkan pada
Gambar 2.14.
31
Gambar 2.14 - Penampang gelagar tipe U dan komponen-komponennya
Gambar 2.15 - Lebar pelat kantilever (wovh), lebar pelat antar sayap pada satu gelagar
(w1) dan lebar pelat antar gelagar yang berdekatan (a)
32
bef bef _ eks bef _ int (27)
2.4.2.4.3 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur “D”)
Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur “D”) dilakukan dengan cara yang sama
seperti yang diuraikan pada Sub bab 2.4.2.2.3 dengan besar beban BTR dan BGT ditentukan
berdasarkan lebar efektif yang ditentukan pada Sub bab 2.4.2.4.2.
2.4.2.4.4 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur “T”)
Untuk gelagar tipe U, analisis struktur terhadap beban truk dapat dilakukan dengan metode
pendekatan dengan menggunakan faktor distribusi seperti yang dibahas pada BMS Pasal
3.6.2 jika memenuhi persyaratan di bawah ini:
1) Posisi perletakan (bearing) tidak serong (skewed),
2) Jarak pusat ke pusat sayap atas antar gelagar yang berdekatan tidak boleh kurang dari 0,8
jarak antar sayap atas pada satu gelagar dan tidak boleh lebih dari 1,2 jarak antar sayap
atas pada satu gelagar seperti yang diperlihatkan pada Gambar 16,
3) Jarak tengah ke tengah sayap tekan w pada setiap gelagar adalah sama,
4) Rasio kemiringan pelat badan tidak boleh melebihi 1 (horizontal) banding 4 (vertikal) pada
suatu bidang normal terhadap sayap bawah,
5) Lebar pelat kantilever termasuk kerb dan barrier tidak boleh melebihi 60 persen jarak
antara tengah ke tengah sayap atas pada gelagar yang berdekatan atau 1800 mm,
6) Rasio jumlah lajur rencana (NL) terhadap jumlah gelagar (Nb) memenuhi:
NL
0,5 1,5
Nb (28)
Faktor distribusi pada Persamaan (29) digunakan untuk menghitung pengaruh truk (momen
dan geser) terhadap gelagar U. Pemodelan gelagar yang dibebani beban truk dapat dilihat
pada Gambar 6.
33
Dalam penggunaan faktor distribusi pada Persamaan (29), perlu diperhatikan bahwa untuk
perhitungan faktor distribusi pada keadaan batas ultimit dan layan, jumlah lajur yang
digunakan (NL) adalah sama dengan jumlah lajur rencana. Namun, untuk keadaan batas fatik,
jumlah lajur (NL) yang digunakan adalah 1. Faktor multiple present (kepadatan lajur) pada
Tabel 14 SNI 1725:2016 tidak perlu digunakan pada persamaan ini.
Jembatan gelagar U komposit sering juga disebut dengan istilah precast concrete box. Jika
mengacu ke AASHTO LRFD 2017 dan BMS terbaru, gelagar tipe U dikategorikan sebagai
komponen pendukung tipe c (lihat Tabel 4.6.2.2.1-1 pada AASHTO LRFD atau Tabel
3.6.2.2.1-1 berdasarkan pada Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3 (2017)).
Gelagar tipe U dibentuk dari beton pracetak dengan pelat badan miring sama seperti gelagar
baja U komposit. Contoh posisi melintang jembatan yang menggunakan gelagar U pratekan
diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Lebar jembatan
RC plate
Untuk menganalisis pengaruh beban mati terhadap gelagar U pratekan, struktur dapat
dimodelkan sebagai elemen garis dengan besar pembebanan ditentukan berdasarkan berat
sendiri gelagar dan lebar tributari pelat. Jika menggunakan analisis pendekatan, maka lebar
tributari pelat yang digunakan sama dengan lebar efektif pelat yang ditentukan sama dengan
lebar efektif pelat pada gelagar baja U komposit yang dibahas pada Sub bab 2.4.2.4.2. Tata
cara pemodelan dan analisis struktur terhadap beban mati dilakukan dengan cara yang sama
seperti pada kasus gelagar baja U komposit seperti yang dibahas pada Sub bab 2.4.2.4.2.
2.4.2.5.3 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur “D”)
Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur “D”) dilakukan dengan cara yang sama
seperti yang diuraikan pada Sub bab 2.4.2.2.3 dengan besar beban BTR dan BGT ditentukan
berdasarkan lebar efektif yang ditentukan pada Sub bab 2.4.2.4.2.
34
2.4.2.5.4 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur “T”)
Untuk gelagar U pratekan, analisis struktur terhadap beban truk dapat dilakukan dengan
metode pendekatan dengan menggunakan faktor distribusi seperti yang dibahas pada BMS
Pasal 3.6.2 jika memenuhi persyaratan yang sama seperti pada persyaratan gelagar baja U
komposit yang dibahas pada Sub bab 2.4.2.4.4.
Faktor distribusi beban hidup yang digunakan mengacu kepada Peraturan Perencanaan
Teknik Jembatan Bagian 3 (2017), yang dirangkum sebagai berikut:
1) Faktor distribusi momen untuk gelagar interior
0,35 0,25
S Sd
gmi 2 (untuk satu lajur terbebani) (30)
910 L
0,6 0,125
S Sd
gmi 2 (untuk dua lajur terbebani) (31)
1900 L
g me eg mi
de (32)
e 0,97
8700
0,6 0,1
S d
gvi (untuk kasus satu lajur terbebani) (33)
3050 L
0,8 0,1
S d
gvi (untuk kasus dua lajur atau lebih terbebani) (34)
2250 L
g ve egint erior
de (35)
e 0,8
3050
35
Keterangan:
2.4.2.6.1 Penyaluran gaya pada jembatan tipe rangka batang (rangka batang standar)
Jembatan rangka batang merupakan jembatan yang dibangun dengan konfigurasi komponen
struktur berbentuk segitiga yang dihubungkan pada titik pertemuan elemen (sambungan) dan
memikul beban melalui aksi tarik tekan pada struktur utamanya. Sistem struktur utama
jembatan rangka batang terdiri dari dari dua sistem utama, yaitu sistem dek dan sistem
rangka. Sistem dek terdiri dari pelat, gelagar stringer dan gelagar lantai (floor beam). Sistem
rangka terdiri batang rangka diagonal samping, rangka batang samping bawah (lower chord),
rangka batang samping atas (upper chord) dan ikatan angin. Gambar detail komponen
struktur jembatan rangka batang standar diperlihatkan pada Gambar 2.18.
Pada sistem dek, semua beban yang berada di pelat, termasuk beban lalu lintas dan berat
sendiri pelat dipikul oleh gelagar stringer. Semua beban mati termasuk berat stringer dan
beban lalu lintas diteruskan ke gelagar lantai dan semua beban (beban mati dan beban lalu
lintas) termasuk berat gelagar lantai akan diteruskan ke rangka utama sebagai beban terpusat
di sambungan (joint), karena beban yang diteruskan dari sistem dek ke rangka utama adalah
beban terpusat, maka pada sistem rangka jembatan rangka batang hanya bekerja gaya aksial
berupa tarik dan tekan.
36
Gambar 2.18 - Komponen-komponen struktur jembatan rangka batang standar
Analisis pengaruh pembebanan beban mati pada sistem dek jembatan rangka batang standar
dapat dilakukan dengan metode analisis gelagar di atas tumpuan sederhana. Jika ditinjau dari
konfigurasi sistem dek, pelat bertumpu pada gelagar stringer dan gelagar stringer bertumpu
kepada gelagar lantai. Secara umum, pada jembatan standar, pelat pada jembatan rangka
standar berperilaku sebagai pelat satu arah dengan arah tulangan utama pada arah tegak
lurus jalan, sehingga berat pelat yang bekerja pada gelagar stringer dapat dihitung
berdasarkan lebar tributari, karena gelagar stringer disambung ke gelagar lantai sebagai
sambungan geser, tidak terjadi transfer momen, maka perhitungan pengaruh beban mati pada
gelagar stringer dapat dilakukan dengan memodelkan stringer sebagai gelagar dengan
tumpuan sederhana (bukan gelagar menerus) dengan panjang bentang diambil sama dengan
jarak antar gelagar lantai. Gelagar stringer ini dibebani oleh beban merata berat pelat dan
lapisan perkerasan jalan. Sebagai contoh, pada Gambar 19 diperlihatkan contoh denah
sistem dek jembatan rangka batang dengan jarak antar gelagar lantai sebesar 5000 mm dan
jarak antara gelagar stringer sebesar 1700 mm. Jumlah gelagar lantai adalah 13 gelagar,
sehingga jumlah panel antara gelagar lantai berjumlah 12 panel. Karena sistem pelat adalah
pelat satu arah dengan arah lentur pada arah transversal jembatan, maka lebar tributari pelat
pada gelagar stringer adalah sebesar 1700 m (lihat Gambar 2.19 dan Gambar 2.20). Untuk
menghitung pengaruh beban mati terhadap stringer, maka stringer dimodelkan sebagai
37
gelagar di atas dua tumpuan sederhana dengan panjang bentang 5000 mm seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.21.
BL7 BL13
BL1
Gambar 2.19 - Contoh posisi sistem dek jembatan rangka
Stringer
5000
Untuk menghitung pengaruh beban lalu lintas rencana (beban lajur “D”) pada stringer, besar
beban lajur yang bekerja pada stringer juga ditentukan berdasarkan lebar tributari yang sama
dengan lebar tributari yang digunakan untuk penentuan pengaruh beban mati. Beban BTR
dikonversikan menjadi beban merata persatuan panjang. Khusus untuk beban garis terbagi
rata (BGT), beban ini hanya ditempatkan pada tengah bentang jembatan, sehingga tidak
semua stringer memikul beban ini. Pada kasus ini, karena jumlah panel antar gelagar lantai
berjumlah genap, maka posisi beban BGT akan berada tepat di atas gelagar lantai BL7,
sehingga tidak ada pengaruh beban BGT yang masuk ke stringer. Untuk stringer yang
memikul beban BGT, maka beban BGT dimodelkan sebagai beban terpusat. Pemodelan
38
struktur stringer yang memikul beban lalu lintas BTR pada kasus ini diperlihatkan pada
Gambar 2.22.
BTR
5000
Untuk perhitungan pengaruh beban truk (“T”) pada stringer, maka pengaruh beban truk
ditentukan dengan menggunakan konsep garis pengaruh seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.23. Gambar tersebut memperlihatkan empat bagian panel yang terletak di antara
5 gelagar lantai. Lebar panel tersebut adalah masing-masing 5000 mm.
Karena stringer disambung ke gelagar lantai dengan sambungan geser (tidak terjadi transfer
momen), maka untuk keperluan analisis struktur, stringer dimodelkan sebagai gelagar
bentang banyak dengan sambungan pin di atas tumpuan seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.23. Sehingga gaya dalam berupa momen dan geser yang terjadi pada stringer
diperlihatkan seperti pada Gambar 2.23 (c) dan Gambar 2.23 (d). Selanjutnya metode
distribusi dapat digunakan sesuai Sub bab 2.4.2.2.4 jika semua persyaratan untuk metode
distribusi terpenuhi, jika tidak maka analisis dapat dilakukan dengan menempatkan beban
roda 112,5 kN tepat di atas stringer.
39
2.4.2.6.3 Analisis struktur pada gelagar lantai
Beban-beban gravitasi yang bekerja pada stringer (beban mati) diteruskan ke gelagar lantai.
Reaksi tumpuan pada stringer yang dibahas pada Sub bab 2.4.2.6.2 menjadi beban di gelagar
lantai sebagai beban terpusat. Karena gelagar lantai bertumpu pada sambungan rangka
batang utama, sehingga untuk keperluan analisis struktur, gelagar lantai dapat dimodelkan
sebagai gelagar dua tumpuan sederhana yang memikul beban terpusat. Untuk panel tengah,
beban terpusat tersebut adalah sebesar dua kali reaksi perletakan pada stringer (asumsi jarak
antara gelagar lantai seragam). Sebagai contoh, pemodelan struktur untuk analisis pengaruh
beban gravitasi (MS, MA, BGT dan BTR) pada gelagar lantai Gambar 2.24 adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.24 memperlihatkan gelagar lantai yang dibebani beban terpusat P berasal dari
reaksi perletakan pada gelagar stringer. Reaksi tumpuan pada gelagar lantai yang
diperlihatkan pada Gambar 2.24 menjadi beban terpusat pada sambungan sistem rangka
utama (sistem rangka batang samping).
Untuk analisis pengaruh beban truk pada gelagar lantai dapat dilakukan dengan memodelkan
truk sebagai beban terpusat tepat di atas gelagar seperti yang diperlihatkan pada Gambar
2.25. Beban roda truk dimodelkan sebagai beban terpusat sebesar 112,5 kN dengan jarak
antar roda pada satu gandar 1750 mm. Jumlah beban truk yang diperhitungkan adalah sesuai
dengan jumlah lajur rencana. Sebagai contoh, jika lajur rencana terdiri dari dua lajur, maka
terdapat dua truk dengan empat roda di atas gelagar lantai. Jarak antar roda pada truk yang
berdekatan adalah sebesar 1000 mm. Pengaruh beban roda truk pada gelagar lantai dapat
ditentukan dengan metode garis pengaruh.
1750 1000 1750
P P P P
Lb
Gambar 2.25 - Pemodelan beban truk pada gelagar lantai (transverse beam)
Beban lalu lintas yang menjadi beban terpusat pada rangka samping ditentukan berdasarkan
nilai terbesar dari reaksi perletakan dengan beban BTR dan BGT pada Gambar 2.24 atau dari
reaksi perletakan akibat beban truk pada Gambar 2.25.
40
2.4.2.6.4 Analisis struktur dua dimensi rangka batang
Pada Sub bab 2.4.2.6.1 telah dibahas terkait pembebanan dan tata cara pemodelan dan
analisis struktur pada sistem dek. Beban-beban tersebut diteruskan ke sistem rangka utama
sebagai beban terpusat melalui gelagar lantai yang dibahas pada Sub bab 2.4.2.6.4. Tampak
samping rangka utama pada contoh ini diperlihatkan seperti pada Gambar 2.26.
Untuk analisis pengaruh beban yang bekerja pada sistem rangka utama, sistem struktur
dimodelkan sebagai elemen garis seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.27. Sistem
struktur rangka ini dibebani oleh beban P dimana beban P merupakan beban-beban yang
bekerja pada sistem dek. Banyak metode analisis struktur untuk menghitung pengaruh beban
pada rangka batang, diantaranya adalah metode potong dan metode titik kumpul seperti yang
lazim dijumpai dalam buku analisis struktur. Pada rangka batang yang diperlihatkan pada
Gambar 2.27, rangka batang samping bawah akan memikul beban tarik sehingga didesain
sebagai elemen tarik. Rangka batang atas memikul beban tekan sehingga didesain sebagai
batang tekan. Rangka batang diagonal akan berperilaku sebagai batang tarik dan batang
tekan tergantung kepada letak elemen tersebut.
Gorong-gorong merupakan saluran berbentuk bulat ataupun persegi yang ditanam di dalam
tanah yang berfungsi untuk saluran air, lalu lintas kendaraan, utilitas lainnya dan untuk fasilitas
pejalan kaki. Gorong-gorong persegi bisa terbuat dari satu sel ataupun multi sel beton
bertulang. Contoh penggunaan gorong-gorong dua sel sebagai jembatan diperlihatkan pada
Gambar 2.28.
41
Gambar 2.28 - Gorong-gorong sebagai jembatan
Box culvert merupakan salah satu tipe jembatan sederhana yang secara pembebanan
berbeda dengan jembatan sederhana lainnya karena posisinya yang berada di dalam tanah.
Dalam perencanaan box culvert, adapun beban-beban yang perlu dipertimbangkan adalah
sebagai berikut:
1) Berat sendiri (MS)
Berat sendiri merupakan berat yang berasal dari berat isi material gorong-gorong yang
ditentukan berdasarkan lebar strip ekivalen.
2) Beban vertikal
Tinggi beban vertikal diukur dari muka pelat atas box culvert ke atas permukaan
perkerasan. Beban vertikal berkenaan dengan beban tanah dan perkerasan serta daerah
sekitar box culvert berdasarkan faktor interaksi struktur tanah. Dinding box culvert
dianggap tidak ada gesekan, sehingga tidak ada beban vertikal dari beban resultan
horizontal yang dipertimbangkan.
3) Beban horizontal
Dalam perencanaan, beban tekanan tanah horizontal sebesar 9,5 kN/m3 diterapkan pada
dinding gorong-gorong. Untuk memperoleh pengaruh gaya maksimum, gunakan faktor
beban 1,35 untuk keadaan batas ultimit dan 1 untuk keadaan batas fatik.
42
4) Beban tekanan air
Untuk menganalisis beban air pada gorong-gorong, perencana harus
mempertimbangkan dua kondisi yaitu kondisi gorong-gorong terisi penuh oleh air dan
saat gorong-gorong tidak terisi oleh air.
Untuk menghitung pengaruh beban yang bekerja pada gorong-gorong, struktur gorong-
gorong dibagi ke dalam bentuk strip dengan lebar strip ekivalen (lihat Gambar 2.29). Strip ini
dimodelkan sebagai elemen portal bidang dua dimensi. Karena pelat bawah gorong-gorong
langsung bersentuhan dengan tanah, maka dalam analisis struktur, tumpuan gorong-gorong
dimodelkan sebagai pegas dimana konstanta kekakuan pegas ini ditentukan berdasarkan nilai
modulus of subgrade tanah yang berada di bawah gorong-gorong.
Lebar strip ekivalen merupakan lebar pengaruh beban truk pada gorong-gorong yang
ditentukan berdasarkan kondisi tanah timbunan di atas gorong-gorong dan posisi arah lalu
lintas terhadap bentang utama. Jika tanah timbunan di atas gorong-gorong kurang dari 600
mm, maka lebar strip ekivalen ditentukan dengan persamaan berikut:
E span
43
en
ekival
ip
la t str
a r pe
Leb
Untuk gorong-gorong dengan tanah timbunan di atasnya melebihi 600 mm, maka lebar strip
ekivalen gorong-gorong dihitung dengan persamaan-persamaan berikut:
Keterangan:
E adalah lebar distribusi ekivalen yang tegak lurus bentang (mm)
S adalah bentang bersih (mm)
E span adalah panjang distribusi ekivalen yang sejajar bentang (mm)
Kekakuan tanah atau disebut dengan modulus of subgrade reaction (ks) adalah hubungan
antara tekanan tanah dan defleksi, nilai ini sering digunakan di dalam analisis struktur fondasi,
seperti digunakan pada fondasi lajur, fondasi mats, dan beberapa fondasi tiang pancang. Nilai
ks ditentukan berdasarkan kondisi daya dukung tanah yang berada di bawah gorong-gorong.
44
Dalam menentukan nilai perkiraan ks dapat menggunakan nilai pada tabel di bawah, dimana
ditentukan berdasarkan jenis tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah:
Nilai kekakuan pada tabel di atas hanya digunakan sebagai panduan, untuk mendapatkan
nilai kekakuan tanah sebenarnya disarankan untuk melakukan pengujian point bearing dan
plate bearing.
Misalkan suatu gorong-gorong yang diketahui lebar strip ekivalen, panjang bentang dan
tingginya, dalam menganalisis pengaruh pembebanan terhadap gorong-gorong, struktur
gorong-gorong dimodelkan sebagai portal dua dimensi. Dimensi gorong-gorong diukur
berdasarkan garis tengah (as) penampang dinding, pelat atas dan bawah gorong-gorong.
Dalam pemodelannya, pada bagian haunch dimodelkan sebagai rigid link. Tumpuan gorong-
gorong dimodelkan sebagai elemen pegas (kN/m) dengan konstanta pegas diperoleh dari
hasil perkalian modulus of subgrade dengan luas pelat strip bawah. Jika menggunakan
program komputer, tipe elemen pegas yang digunakan adalah compression only. Luas pelat
strip bawah diperoleh dari perkalian antara lebar efektif gorong-gorong (E) dengan panjang
bentang gorong-gorong. Diagram gaya dalam momen pada gorong-gorong akibat
pembebanan yang bekerja diperlihatkan pada Gambar 2.30. Pada Gambar 2.30 terlihat
bahwa diagram momen pada pelat atas berlawanan arah dengan diagram momen pada pelat
bawah, sehingga konfigurasi tulangan lentur pelat atas berbeda dengan konfigurasi tulangan
lentur bawah. Untuk pelat atas, tulangan lentur berada di sisi bawah sedangkan pada pelat
bawah, tulangan lentur utama berada di sisi atas. Hal ini disebabkan karena pada pelat bawah
terdapat tekanan tanah pada sisi bawah pelat yang berarah ke atas, sehingga momen negatif
berada di tengah bentang menyebabkan sisi atas pada pelat bawah mengalami tarik. Detail
pemodelan struktur gorong-gorong diperlihatkan pada Gambar 2.30.
45
HBC
HBC
E
E
LBC LBC LBC
(a)
Rigid link
HBC
HBC
(c)
Struktur abutment berfungsi sebagai dinding penahan tanah dan memikul beban dari struktur
atas dan meneruskan beban-beban tersebut ke fondasi. Sehingga beban-beban yang bekerja
pada abutment adalah beban horizontal yang berasal dari tekanan tanah dan beban gempa
serta beban vertikal yang berasal dari beban mati dan beban hidup kendaraan. Dalam
menganalisis struktur abutment, struktur bawah diasumsikan sebagai struktur kantilever
dengan posisi jepit pada top pile cap. Berikut adalah beberapa tahapan analisis struktur
abutment:
1) Abutment dimodelkan sebagai elemen garis, berat sendiri abutment dimodelkan sebagai
beban terpusat di ujung kantilever dengan arah beban ke bawah. Besar beban mati yang
berasal dari berat sendiri abutment ditentukan berdasarkan perkalian antara volume
46
abutment (luas penampang abutment dikalikan dengan panjang abutment) dengan berat
isi material abutment (berat isi beton),
2) Beban mati (MA dan MS) dan beban hidup kendaraan yang berasal dari struktur atas
ditentukan berdasarkan reaksi tumpuan (jumah total reaksi tumpuan) dan dimodelkan
sebagai beban terpusat berarah ke bawah pada ujung kantilever,
3) Efek tekanan lateral ditimbulkan dari timbunan yang berada di belakang abutment dan
tekanan tanah lateral meningkat akibat adanya pengaruh beban hidup kendaraan
dijadikan sebagai beban merata pada abutment yang bekerja tegak lurus terhadap struktur
kantilever abutment,
4) Beban gempa EQ yang bekerja pada abutment ditentukan berdasarkan massa dari
struktur atas yang dimodelkan sebagai beban terpusat horizontal di puncak abutment. Jika
tumpuan gelagar yang digunakan di atas abutment adalah tipe move pada arah yang
ditinjau, maka beban gempa pada arah tersebut tidak perlu diperhitungkan,
5) Pengaruh beban (momen) yang digunakan dalam perencanaan tulangan lentur diperoleh
dari kombinasi pembebanan yang dibagi dengan panjang abutment sehingga diperoleh
pengaruh beban (momen) persatuan panjang (kN.m/m).
Pemodelan analisis struktur abutment diperlihatkan pada Gambar 2.31 dengan simplifikasi
struktur diperlihatkan pada Gambar 2.31(c).
Struktur pilar terdiri dari kepala pilar (pier head) dan kaki pilar (pier leg). Kepala pilar
merupakan komponen struktur pilar yang berfungsi sebagai tempat perletakan (bearing)
penumpu gelagar. Pilar terdiri dari beberapa jenis, yaitu pilar tunggal (Gambar 2.32) dan pilar
majemuk (Gambar 2.34). Pilar tunggal merupakan pilar dengan satu kaki sedangkan pilar
majemuk adalah pilar dengan banyak kaki, karena fungsinya meneruskan beban dari struktur
atas ke kaki pilar, maka pengaruh beban pada pilar harus diperhitungkan pada arah
longitudinal dan pada arah transversal jembatan.
47
Gelagar
Kepala pilar
Kaki pilar
Gambar 2.32 - Tampak pilar tunggal arah transversal jembatan (kiri) dan tampak pilar
arah longitudinal jembatan (kanan)
Pada arah longitudinal, kepala pilar (pilar majemuk dan pilar tunggal) didesain sebagai korbel
sehingga dalam perhitungan pengaruh beban, kepala pilar dapat dimodelkan sebagai korbel
dua dimensi dengan panjang lengan gaya diambil dari as perletakan sampai ke muka
pembatas antar gelagar di kepala pilar. Beban-beban yang bekerja pada kepala pilar ini
merupakan rekasi perletakan dari struktur atas (gelagar) jembatan, karena dimodelkan
sebagai korbel, maka bekerja gaya dalam berupa momen, geser dan gaya aksial (tarik atau
tekan) pada tumpuan (di muka pembatas gelagar). Pemodelan analisis struktur kepala pilar
pada arah transversal diperlihatkan pada Gambar 2.35.
As perletakan
48
Pada arah transversal, kepala pilar dapat dianggap sebagai gelagar dengan ujung kantilever.
Untuk kasus pilar majemuk, kepala pilar dapat dianalogikan seperti gelagar di atas banyak
tumpuan dengan ujung kantilever dimana kaki pilar dianggap sebagai tumpuannya. Beban
yang dipikul oleh kepala pilar terdiri dari berat sendiri dan beban yang berasal (beban merata)
dari reaksi tumpuan gelagar (beban terpusat). Pemodelan struktur kepala pilar diperlihatkan
pada Gambar 2.35.
Kepala pilar
Kaki pilar
Gambar 2.34 - Tampak pilar majemuk arah transversal jembatan (kiri) dan tampak pilar
arah longitudinal jembatan (kanan)
49
2.4.4.3 Pemodelan analisis kaki pilar
Struktur pilar dapat dimodelkan sebagai struktur portal satu tingkat dengan asumsi jepit pada
top pile cap. Gambar 2.36 merupakan idealisasi pemodelan struktur pilar. Pada umunya pier
head mempunyai tinggi penampang yang relatif besar, sehingga dalam pemodelan struktur
ketebalan pier head tidak bisa diabaikan. Untuk memodelkan struktur pilar pada bagian
pertemuan gelagar dan kaki pilar perlu dimodelkan sebagai suatu elemen rigid yang sangat
kaku (rigid body) sehingga pada bagian sambungan akan berdeformasi secara keseluruhan.
Beban hidup yang dihasilkan dari reaksi maksimum gelagar pada struktur bawah bervariasi
untuk setiap gelagarnya, sehingga untuk menentukan pengaruh beban hidup pada pilar
secara keseluruhan membutuhkan pemodelan tiga dimensi.
Rg Rg
RH RH
Rg Rg
Rigid link Rigid link RH RH
Rigid link
50
2.4.4.4 Pemodelan analisis pile cap
Penampang pile cap harus direncanakan terhadap lentur dan geser. Lentur pile cap didesain
berdasarkan penampang kritis pile cap sedangkan perencanaan geser didasarkan pada
bidang kritis pile cap.
Abutment
Penampang
kritis pile cap
(a)
Abutment
Penampang
kritis pile cap
(b)
Gambar 2.38 - Penampang kritis pile cap
51
beresiko mengalami kegagalan terhadap punching shear. Oleh sebab itu ketebalan
penampang pile cap harus diperiksa terhadap gaya terpusat yang terjadi.
0.5dv 0.5dv
dp dp
Tiang Tiang
Kemungkinan
penampang kritis, bo
Gambar 2.39 - Keliling geser kritis fondasi tiang pada pile cap
Reaksi tiang tunggal pada jenis fondasi tiang kelompok akan menimbulkan efek punching
shear pada pile cap. Kapasitas pile cap terhadap geser sangat bergantung pada ketebalan
pile cap dan keliling geser kritis. Keliling geser kritis fondasi tiang tunggal sangat bervarisi, hal
ini dipengaruhi oleh susunan dan spasi fondasi tiang pada pile cap. Untuk konfigurasi fondasi
tiang yang relatif rapat, keliling geser akan mengalami overlap (tumpang tindih) sehingga
keliling geser kritis yang digunakan untuk analisis punching shear adalah keliling geser
terkecil.
52
2.4.5 Analisis struktur fondasi
2.4.5.1 Umum
Dalam analisis struktur, struktur yang ada di dalam tanah, seperti fondasi, dinding penahan
tanah, ataupun struktur geoteknik lainnya, ditentukan dengan menggunakan metode ASD
(Allowable Stress Design), kombinasi beban yang digunakan dianggap bekerja dalam kondisi
yang menghasilkan efek yang paling tidak baik di dalam fondasi atau komponen struktural
yang diperhitungkan, kombinasi pembebanan yang digunakan berdasarkan SNI 1727:2013
adalah:
1) D
2) D+L
3) D + (0,6W atau 0,7E)
4) D + 0,75L + 0,75(0,6W)
5) D + 0,75L + 0,75(0,7E)
Keterangan:
D adalah beban mati
L adalah beban hidup
W adalah beban angin
E adalah beban gempa
Fondasi dangkal dan sumuran digunakan untuk mendukung struktur bangunan jika tanah
keras berada dekat dari permukaan tanah dan beban struktur yang dipikul tidak terlalu berat,
selain itu juga dapat ditentukan jika perbandingan kedalaman tertanam ( D ) fondasi terhadap
diameter ( d ) kurang dari 4 (𝐷⁄𝑑<4).
Adapun beban-beban yang bekerja pada fondasi dangkal dan sumuran adalah:
1) Gaya lateral yang terdiri dari tekanan tanah aktif, tekanan tanah pasif, tekanan hidrostatik,
dan beban lainnya yang bersifat lateral,
2) Gaya aksial yang terdiri dari gaya yang berasal dari struktur atas jembatan, dan gaya yang
berasal dari berat sendiri fondasi.
Pada pedoman ini fondasi dangkal dan sumuran direncanakan agar memenuhi kriteria yang
telah ditentukan, adapun perhitungan yang digunakan adalah perhitungan dengan metode
statik sederhana dimana menggunakan perhitungan manual (hand-calculation), dengan
terlebih dahulu menentukan gaya-gaya yang bekerja pada fondasi, di bawah ini diberikan
salah satu contoh gaya-gaya yang bekerja pada fondasi sumuran dengan kasus tanah
nonkohesif.
53
Gambar 2.40 - Fondasi sumuran yang berada pada tanah nonkohesif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 9, 2017
Pada pengecekan stabilitas terhadap geser, guling dan daya dukung, masing-masing memiliki
faktor keamanan yang harus dipenuhi untuk memastikan bahwa fondasi yang digunakan
mempunyai kekuatan yang memadai dan cukup aman untuk mendukung beban yang bekerja,
hal ini akan di bahas lebih lanjut pada Volume 3.
2.4.5.3 Pemodelan dan analisis fondasi tiang
Fondasi tiang digunakan untuk mendukung struktur bangunan jika tanah keras terletak sangat
dalam dari permukaan tanah dasar, penggunaan fondasi dalam juga dapat ditentukan jika
D
perbandingan kedalaman tertanam ( D ) fondasi terhadap diameter ( d ) lebih dari 4 ( 4 ).
d
Beban-beban yang bekerja pada fondasi dalam adalah berupa gaya aksial, gaya lateral, dan
momen yang bekerja pada struktur atas yang ditahan oleh fondasi itu sendiri.
Pada pedoman ini metode yang digunakan dalam perencanaan fondasi tiang adalah metode
analisis statik. Metode analisis statik dikategorikan sebagai metode analitik yang
menggunakan sifat-sifat kompresibilitas dan kekuatan tanah untuk penentuan kinerja dan
kapasitas tiang. Jika tiang mengalami pembebanan tekan, maka terdapat tiga cara mendasar
bagaimana fondasi tiang menahan beban, yaitu:
1) Tahanan gesek dinding tiang (Rs), dimana beban ditahan oleh gesekan dalam tanah
nonkohesif atau adhesi dalam tanah kohesif,
2) Tahanan ujung tiang (Rt), dimana beban ditahan pada dasar tiang,
54
3) Kombinasi dari tahanan gesek dinding tiang dan tahanan ujung tiang (Qu = RS + Rt).
Qu Qu Qu
Tanah
Tanah lunak
Rs Tanah D D Rs
D lunak
lunak
Lapisan
Tanah DBb
keras
Batuan Rt Rt
Kapasitas aksial tiang statik didapatkan dari penjumlahan tahanan tanah atau batuan di
sepanjang sisi tiang dan pada ujung tiang, sedangkan untuk menentukan kapasitas lateral
tiang, fondasi tiang dipertimbangkan sebagai suatu gelagar di atas fondasi elastis, dimana
metode yang digunakan adalah metode pendekatan analitik yaitu metode Broms, dimana
metode ini relatif lebih mudah dengan prosedur perhitungan tangan (hand-calculation).
Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi tiang ujung bebas dan tiang ujung jepit pada
profil tanah kohesif murni dan tanah nonkohesif murni. Cara perhitungan pada metode ini
menganggap bahwa besaran-besaran tanah dan tiang adalah sama sepanjang tiang,
perbedaan kecil dalam besaran tanah dapat diakomodasi dengan besaran rata-rata dari
tanah. Kekurangan metode ini adalah tidak kondusif untuk analisis beban lateral tiang pada
profil campuran tanah kohesif dan nonkohesif. Kapasitas lateral tiang dibahas lengkap pada
Volume 3.
Untuk analisis kelompok tiang metode yang digunakan adalah metode statik sederhana,
beban yang bekerja pada fondasi adalah berupa beban vertikal dan beban horizontal, beban
tersebut dapat diilustrasikan pada gambar di bawah:
55
Q
H M
(-)
(+)
P1
Gambar 2.43 - Tegangan yang timbul akibat momen
Sumber: Manual Perencanaan Fondasi Pada Jembatan – Ditjen Bina Marga, 2011
Pada Gambar 2.43, nilai P1 adalah gaya tekan jika tanda (+) dan gaya tarik jika tanda (-).
Apabila momen terjadi dalam dua arah, untuk beban yang bekerja pada fondasi group berupa
gaya aksial dan momen-momen yang terjadi pada titik berat, maka beban yang diterima
masing-masing tiang dapat ditentukan dengan membaginya sama rata kepada setiap tiang
yang sebanding dengan jaraknya, dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Q Mxyi Myxi
Qi
N
N
yi xi
N 2 2
(40)
i 1 i 1
Keterangan:
Qi adalah beban tiap tiang ke-i
Mx adalah momen yang bekerja memutar sumbu x (di bidang sejajar sumbu y)
yi adalah koordinat y tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau –)
My adalah momen yang bekerja memutar sumbu y (di bidang sejajar sumbu x)
xi adalah koordinat x tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau –)
56
Titik berat group
57
Struktur atas
Kaki pilar
Zona potensi
Segmen Parsial
sendi plastis
Tiang Pancang Beton
Mudline
1,44 m Diameter
Pada gambar di atas, Lam dkk (2000) menampilkan dua buah model, yaitu complete model
yang seluruh fondasinya dimodelkan dan condensed matrix model yang hanya pile cap saja
yang dimodelkan sedangkan fondasi tiangnya diganti dengan condensed matrix.
Model numerik yang mensimulasikan tahanan tanah arah lateral sebagai nonlinier spring
adalah p-y curve, dimana p adalah reaksi tanah per unit panjang dan y adalah defleksi arah
lateral tiang. Tanah direpresentasikan sebagai kumpulan nonlinear spring yang nilainya
bervariasi untuk kedalaman dan jenis tanah.
Gambar 2.46 menunjukkan dimana sebuah fondasi tiang diberi beban lateral sedangkan
tanahnya digantikan oleh kumpulan p-y curve per kedalaman tertentu sepanjang fondasi.
Faktor yang mempengaruhi nilai p-y curve antara lain: jenis tanah, jenis pembebanan, bentuk
dan diameter fondasi, kedalaman fondasi dan efek group tiang.
58
P
Beban lateral
Tiang
Dalam penggunaan p-y curve untuk analisis interaksi tanah struktur dapat menggunakan hasil
studi dari Mohti dkk (2014) mengenai penggunaan p-y curve untuk analisis interaksi tanah
struktur. Pada studi tersebut dilakukan analisis tiang tunggal yang diberi beban lateral dengan
menggunakan software finite difference. Program ini bisa mengeluarkan p-y curve per
kedalaman tanah. Pada studi tersebut juga dibuatkan model yang sama dengan bantuan
software finite element dimana p-y curve yang dihasilkan dari software finite difference
tersebut dimasukkan sebagai nonlinear spring di software finite element dan membandingkan
bending momen dan defleksinya. Hasil analisis menggunakan p-y curve spring mendekati
hasil dari penggunaan software finite difference dan software finite element, akan tetapi
penggunaan non-linier spring tidak praktis untuk keperluan desain yang sering menggunakan
metode coba-coba (trial and error) apalagi untuk model yang kompleks, sehingga waktu yang
diperlukan untuk analisis akan menjadi cukup lama. Linierisasi p-y curve dapat menggunakan
referensi yang relevan dan sudah diterima oleh ahli, misalnya mengacu kepada teori Reese.
Jarak antar tiang pada group fondasi akan mempengaruhi nilai p-y curve, semakin dekat jarak
antar tiang, maka nilai p-y curve akan berkurang. Hal ini disebabkan karena jika tiang diberi
beban, maka beban akan diteruskan ke tanah dalam radius tertentu. Jika antara dua tiang
yang cukup dekat, maka radius pengaruhnya akan berhimpit.
Jadi untuk memperhitungkan efek group dalam analisis, maka nilai p-y curve harus dikurangi.
Lam dkk (2000) menyarankan untuk jarak antar tiang sekitar 3D (3 kali diameter) maka nilai
p-y curve dikurangi setengahnya. Untuk jarak antar tiang besar dari 5D maka nilai p-y curve
tidak perlu dikurangi.
Penggunaan teknik SSI pada desain jembatan dilakukan dengan memodelkan tanah dengan
element spring. Nilai spring tanah didapat dari linearisasi p-y curve. Karena p-y curve
didapatkan dengan cara iterasi maka untuk kemudahan software finite difference digunakan
untuk mendapatkan p-y curve dari interaksi fondasi dan tanah.
CATATAN: Analisis SSI (Soil Structure Interaction) merupakan analisis yang kompleks sehingga tidak
diperlukan untuk jembatan standar yang sederhana.
59
struktur yang dimodelkan hanya gabungan dari fondasi dan struktur bawah saja (pile cap dan
pilar). Elemen spring dimodelkan sebagai tumpuan pada tiang yang berfungsi sebagai
tumpuan yang mewakili efek kekangan tanah terhadap struktur fondasi. Pemodelan SSI untuk
analisis pilar dan fondasi diperlihatkan pada Gambar 2.48. Perlu diperhatikan bahwa
penentuan nilai kekakuan pegas tanah (spring) ditentukan berdasarkan kondisi tanah dan
konfigurasi pilar yang ditinjau apakah pilar tunggal atau pilar majemuk. Gambar 2.47
memperlihatkan contoh kurva p-y yang merupakan nilai kekakuan pegas tanah untuk kasus
pilar tunggal.
1200 D
1200
Depth = 12.30 m
Depth = 13.30 m
Depth = 14.30 m
1000
1000 Depth = 15.30 m
Depth = 21.30 m
7 5328.75Depth = 22.30 m
Pp (kN/m)
Tabel 2.5 Nilai linier spring tanah untuk pemodelan pilar tunggal
Untuk kasus dimana struktur atas monolit dengan struktur bawah, maka dalam melakukan
analisis struktur dengan metode SSI, sistem struktur atas, bawah dan fondasi harus
dimodelkan bersamaan (model 3 dimensi). Contoh pemodelan struktur atas, pilar dan fondasi
untuk analisis struktur SSI diperlihatkan pada Gambar 2.50.
61
900
900
Depth = 15.10 m
Depth = 16.10 m
800
800
Depth = 17.10 m
Depth = 18.10 m
700
700 Depth = 19.10 m
Depth = 20.10 m
Depth = 21.10 m
600
600
Depth Stiffness
Depth = 22.10 m
Depth = 23.10 m
(m ) (Kn/m)
Depth = 24.10 m
P (kN/m)
500
500 Depth = 15.10 m 5 2846.652
p (kN/m)
Depth = 25.10 m
200
200 Depth = 20.10 m 11 16211.25
Depth = 32.10 m
Depth Stiffness Depth Stiffness Depth Stiffness Depth Stiffness Depth Stiffness
(m) (kN/m) (m) (kN/m) (m) (kN/m) (m) (kN/m) (m) (kN/m)
5 2846,652 10 13230,13 15 131795,7 20 175727,7 25 232211,5
6 4320,402 11 16211,25 16 140582,1 21 503083,2 26 241500
7 6095,625 12 19493,84 17 149368,5 22 972025 27 250788,5
8 8172,321 13 22203,88 18 158154,9 23 557594,6 28 383086,3
9 10550,49 14 86405,29 19 166941,3 24 222923,1 29 524170,5
63
2.5 Daftar pustaka
AASHTO. 2017. AASHTO LRFD Bridge Design Specification, 8th Edition. American
Association of State and Highway Transportation Officials, Washington, DC.
Badan Standar Nasional. 2013. SNI 1727:2013 Beban Minimum Untuk Perancangan
Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Jakarta: Badan Standardisasi .
Badan Standar Nasional. 2016. SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan. Jakarta:
Badan Standardisasi.
Badan Standar Nasional. 2017. SNI 8460:2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik. Badan
Standardisasi.
Bina Marga. 1992. Bridge Management System (BMS) : Bridge Design Manual, Bina Marga.
Bina Marga. 2011. Manual Perencanaan Fondasi Pada Jembatan – Ditjen Bina Marga.
Bina Marga. 2017. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3, Bina Marga.
Bina Marga. 2017. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, Bina Marga.
Bina Marga. 2017. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 9, Bina Marga.
Bowles, J.E. 1997. Foundation Analysis And Design Fifth Edition, McGraw-Hill Companies,
Inc. Singapura.
Coduto, Donald P. 2001. Foundation Design Principles and Practices. Pearson Prentice Hall.
Khodair, Y. and Abdel-Mohti, A. 2014. Numerical Analysis of Pile-Soil Interaction under Axial
and Lateral Loads. International Journal of Concrete Structures and Materials.
Lam, I. P. and Law, H. 2000. Soil Structure Interaction of Bridges for Seismic Analysis.
Technical Report MCEER-00-0008, Multidisciplinary Center for Earthquake Engineering
Research.
Reese, Lymon C and Impe, William Van. 2011. Single Piles and Pile Groups Under Lateral
Loading. CRC Press.
64
3 Penyelidikan untuk perencanaan jembatan
3.1 Pendahuluan
Untuk membangun sebuah jembatan di lokasi baru atau lokasi lama perlu dilakukan
penyelidikan ke lokasi jembatan. Panduan ini berisi tentang tahapan untuk melakukan
penyelidikan di lokasi jembatan. Tujuan dari penyelidikan lokasi jembatan adalah untuk
mendapatkan data yang diperlukan untuk merencanakan sebuah jembatan. Data yang
diperlukan seperti data topografi, keairan, parameter rencana tanah, dan data-data lain untuk
kebutuhan desain jembatan.
3.2 Daftar istilah
3.2.1
abutment
bangunan bawah jembatan yang terletak pada kedua ujung jembatan serta berfungsi untuk
meneruskan beban yang dipikul bangunan atas ke fondasi
3.2.2
batuan
benda padat atau solid yang terbuat secara alami dari mineral atau mineraloit
3.2.3
batimetri
ilmu tentang mengukur kedalaman di bawah air, baik danau maupun laut
3.2.4
deformasi (deformation)
suatu perubahan geometri struktural akibat pengaruh gaya, terdiri dari perpindahan aksial,
perpindahan geser dan rotasi
3.2.5
fondasi
bagian jembatan yang meneruskan beban langsung ke tanah atau batuan
3.2.6
hidrolika
ilmu yang mempelajari sifat-sifat mekanis fluida
3.2.7
hidrologi
ilmu yang mempelajari suatu pola pergerakan, distribusi serta kualitas air
3.2.8
korosi
rusaknya suatu material atau logam karena berinteraksi dengan lingkungan
3.2.9
lereng
permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horizontal
3.2.10
pabrikasi
proses pembuatan suatu produk jadi dengan menggabungkan atau merakit barang-barang
tertentu yang sifatnya beraneka ragam
65
3.2.11
salinitas
tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air
3.2.12
sondir
alat yang berfungsi untuk mengetahui kekuatan tanah tiap kedalaman
3.2.13
tanah
bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik
3.2.14
test pit
penggalian dangkal untuk menentukan keberadaan, penyebaran atau kondisi lapisan tanah
3.2.15
topografi
ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi
3.3 Maksud dan tahapan penyelidikan untuk perencanaan jembatan
3.3.1 Maksud
Maksud dari adanya penyelidikan untuk perencanaan jembatan adalah:
1) Kesesuaian
Tujuan sebagai kesesuaian dimaksudkan agar konsep jembatan yang akan direncanakan
sesuai dengan keadaan lokasi di lapangan.
2) Rencana
Tujuan sebagai rencana dimaksudkan agar bisa dibuat perencanaan jembatan yang
memadai dan ekonomis.
3) Pelaksanaan konstruksi
Tujuan sebagai pelaksanaan konstruksi dimaksudkan untuk merencanakan alternatif
metode konstruksi yang bisa digunakan di lokasi jembatan yang akan dibangun, agar
mengurangi permasalahan yang akan muncul akibat metode pelaksanaan di lapangan.
4) Pemilihan lokasi
Agar dapat dipilih lokasi yang paling tepat untuk merencanakan jembatan.
3.3.2 Tahapan penyelidikan
Tahapan penyelidikan jembatan merupakan tahapan yang akan menentukan konsep
perencanaan jembatan. Dari penyelidikan dapat diketahui jenis struktur yang cocok untuk
jembatan, penanganan masalah yang berkaitan dengan tanah, serta permasalahan keairan
di lapangan.
Tahapan-tahapan survei atau penyelidikan jembatan adalah:
1) Survei atau penyelidikan pendahuluan,
2) Survei atau penyelidikan keairan,
3) Survei atau penyelidikan topografi dan batimetri,
4) Survei atau penyelidikan tanah,
5) Penyelidikan lain yang diperlukan.
66
3.4 Penyelidikan pendahuluan
3.4.1 Umum
Maksud dari survei pendahuluan adalah sebagai tahap awal untuk mendapatkan data
lapangan yang diperlukan dalam proses perencanaan jembatan guna menentukan perkiraan
dan saran yang diusulkan sebagai bagian penting bahan kajian kelayakan teknis perencanaan
jembatan.
3.4.2 Hal-hal pokok yang harus dilakukan pada penyelidikan pendahuluan
Hal-hal yang dilakukan pada penyelidikan pendahuluan adalah:
1) Survei geometrik
Kegiatan yang dilakukan pada survei pendahuluan adalah:
a) Mengidentifikasi atau memperkirakan secara tepat penerapan desain geometrik
(alinyemen horizontal dan vertikal) berdasarkan pengalaman dan keahlian yang harus
dikuasai sepenuhnya oleh highway engineer yang melaksanakan pekerjaan ini
dengan melakukan pengukuran-pengukuran secara sederhana dan benar (jarak,
azimut dan kemiringan dengan helling meter) dan membuat sketsa desain alinyemen
horizontal maupun vertikal secara khusus untuk lokasi-lokasi yang dianggap sulit,
untuk memastikan trase yang dipilih akan dapat memenuhi persyaratan geometrik
yang dibuktikan dengan sketsa horizontal dan penampang memanjang rencana trase
jalan.
b) Di dalam penarikan perkiraan desain alinyemen horizontal dan vertikal harus sudah
diperhitungkan dengan cermat sesuai dengan kebutuhan perencanaan untuk lokasi-
lokasi: galian dan timbunan.
c) Semua kegiatan ini harus sudah dikonfirmasikan sewaktu mengambil keputusan
dalam pemilihan lokasi jembatan dengan anggota team yang saling terkait dalam
pekerjaan ini.
d) Di lapangan harus diberi atau dibuat tanda-tanda berupa patok dan tanda banjir,
dengan diberi tanda bendera sepanjang daerah rencana dengan interval 50 m untuk
memudahkan tim pengukuran, serta pembuatan foto-foto penting untuk pelaporan dan
panduan dalam melakukan survei detail selanjutnya.
e) Dari hasil survei ini, secara kasar harus sudah bisa dihitung perkirakan volume
pekerjaan yang akan timbul serta bisa dibuatkan perkiraan rencana biaya.
2) Survei topografi
Kegiatan yang dilakukan pada survei topografi adalah:
a) Menentukan awal dan akhir pengukuran serta pemasangan patok beton bench mark
di awal dan akhir pelaksanaan,
b) Mengamati kondisi topografi,
c) Mencatat daerah-daerah yang akan dilakukan pengukuran khusus serta morfologi
dan lokasi yang perlu dilakukan perpanjangan koridor,
d) Membuat rencana kerja untuk survei detail pengukuran,
e) Menyarankan posisi patok bench mark pada lokasi atau titik yang akan dijadikan
referensi.
3) Survei rencana jembatan
Kegiatan yang dilakukan pada survei rencana jembatan adalah:
a) Menentukan dan memperkirakan total panjang, lebar, kelas pembebanan jembatan,
tipe konstruksi, dengan pertimbangan terkait dengan LHR, estetika, lebar sungai,
kedalaman dasar sungai, profil sungai atau ada tidaknya palung, kondisi arus dan arah
67
aliran, sifat-sifat sungai, gerusan vertikal atau horizontal, jenis material bangunan atas
yang tersedia dan paling efisien.
b) Menentukan dan memperkirakan ukuran dan bahan tipe abutment, pilar, fondasi,
bangunan pengaman (bila diperlukan) dengan mempertimbangkan lebar dan
kedalaman sungai, sifat tebing, sifat aliran, endapan atau sedimentasi material, benda
hanyutan, gerusan yang pernah terjadi.
c) Memperkirakan elevasi muka jembatan dengan mempertimbangkan MAB (banjir),
MAN (normal), MAR (rendah) dan banjir terbesar yang perah terjadi.
d) Menentukan dan memperkirakan posisi atau letak lokasi jembatan dengan
mempertimbangan situasi dan kondisi sekitar lokasi, profil sungai, arah arus atau aliran
sungai, gerusan, segi ekonomi, sosial, estetika yang terkait dengan alinyemen jalan,
kecepatan lalu lintas rencana, jembatan darurat, pembebanan tanah timbunan dan
quarry.
e) Dari hasil survei rencana ini secara kasar harus sudah bisa dihitung perkiraan volume
pekerjaan yang akan timbul serta bisa dibuatkan perkiraan rencana biaya secara
sederhana dan diharapkan dapat mendekati desain final.
4) Survei geologi dan geoteknik
Kegiatan yang dilakukan pada survei pendahuluan geologi dan geoteknik adalah:
a) Mengamati secara visual kondisi lapangan yang berkaitan dengan karakteristik tanah
dan batuan,
b) Mengamati perkiraan lokasi sumber material (quarry) sepanjang lokasi pekerjaan,
c) Memberikan rekomendasi pada higway engineer dan bridge engineer berkaitan
dengan rencana trase jalan dan rencana jembatan yang akan dipilih,
d) Melakukan pemotretan pada lokasi-lokasi khusus (rawan longsor, dll),
e) Mencatat lokasi yang akan dilakukan pengeboran maupun lokasi untuk test pit,
f) Membuat rencana kerja untuk tim survei detail.
5) Survei hidrologi atau hidrolika
Kegiatan yang dilakukan pada survei hidrologi atau hidrolika adalah:
a) Melakukan pemeriksaan data-data morfologi sungai yang telah ada dan
membandingkannya dengan kondisi lapangan saat ini,
b) Mengumpulkan data yang dapat digunakan langsung untuk perencanaan dan
mencatat keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi rencana tata letak saluran dan
bangunan,
c) Memperkirakan kondisi hidrologi dan hidrolika serta sifat-sifat morfologi sungai,
d) Perlu juga diketahui kapan banjir terbesar yang pernah terjadi dan perkiraan periode
banjir yang didapat dari data curah hujan yang ada,
e) Untuk mengetahui kondisi banjir secara umum dapat dinyatakan lebih lanjut kepada
Dinas Kimpraswil atau Dinas Pekerjaan Umum setempat.
6) Survei lingkungan
Kegiatan yang dilakukan pada survei dampak lingkungan adalah:
a) Inventarisasi terhadap zona lingkungan awal yang bertujuan untuk mengidentifikasi
komponen lingkungan yang sensitif, yang meliputi:
Aspek fisik, kimia dan biologi,
Aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
b) Pencatatan lokasi bangunan bersejarah, kuburan, fasilitas umum dsb,
c) Pengambilan contoh air,
68
d) Pengamatan kondisi,
e) Foto dokumentasi yang diperlukan sehubungan dengan analisis,
f) Membuat rencana kerja untuk survei detail.
3.4.3 Laporan penyelidikan pendahuluan
Setelah dilakukan penyelidikan pendahuluan, harus dibuat laporan lengkap dan jelas yang
berkaitan dengan konsep desain yang akan diterapkan dengan mempertimbangkan faktor-
faktor berdasarkan seluruh hasil survei pendahuluan. Tujuan dibuatnya laporan penyelidikan
pendahuluan adalah untuk menyampaikan hasil dari penyelidikan awal ke lokasi jembatan.
3.5 Penyelidikan hidrologi dan hidrolika
3.5.1 Hidrologi
1) Siklus Hidrologi
Gerakan air dari permukaan laut dan daratan ke udara disusul oleh jatuhnya hujan atau
bentuk presipitasi lain di atas bumi yang kemudian terkumpul dalam aliran di atas atau di
bawah permukaan tanah yang mengalir kembali ke laut atau cekungan lain di daratan
dinamakan siklus hidrologi atau daur hidrologi.
Air menguap (evaporasi) ke udara dari permukaan laut dan daratan karena adanya
radiasi matahari, uap-uap air berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses,
awan yang terjadi bergerak di atas daratan karena desakan angin. Presipitasi dalam
bentuk hujan, embun atau salju jatuh ke daratan membentuk aliran yahg mengalir kembali
ke laut.
Beberapa di antara air yang jatuh ke daratan akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan
bergerak terus ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) di bawah
muka air tanah atau permukaan phreatik. Air dalam daerah ini bergerak perlahan-lahan
melewati akuifer masuk ke sungai atau kadang-kadang langsung mengalir ke laut.
69
Air yang berinfiltrasi memberi hidup bagi tumbuh-tumbuhan dan beberapa diantaranya
naik ke atas lewat tumbuh-tumbuhan dan terjadilah transpirasi, yaitu evaporasi lewat
tumbuh-tumbuhan melalui permukaan bawah dari daun.
Air yang tinggal di permukaan sebagian diuapkan (evaporasi) dan sebagian besar
mengalir sebagai limpasan permukaan (surface run off) masuk ke dalam alur-alur sungai
atau cekungan lainnya. Permukaan sungai dan danau juga mengalami penguapan
sehingga masih ada lagi air yang dipindahkan menjadi uap (evaporasi). Air yang tidak
mengalami infiltrasi dan evaporasi akan kembali ke laut melalui alur-alur sungai.
Aliran air tanah yang menuju ke alur sungai ataupun yang menuju ke pantai dan
merembes ke laut, mengalir lebih lambat dibandingkan limpasan permukaan.
Demikianlah akhirnya siklus hidrologi atau daur hidrologi tersebut di atas akan senantiasa
berulang kembali.
Seorang ahli hidrologi (hydrologist), akan selalu berkepentingan dengan empat macam
proses dalam siklus hidrologi tersebut, yaitu: presipitasi, evaporasi atau evapotranspirasi,
limpasan permukaan atau aliran permukaan, serta aliran air tanah.
Seorang ahli hidrologi harus dapat melakukan interpretasi data-data yang dibutuhkan
bagi analisis proses tersebut, dan dalam studinya harus dapat meramalkan suatu besaran
ekstrim yaitu suatu debit maksimum (banjir) atau debit minimum (debit-debit kecil).
Seorang ahli hidrologi harus dapat memilih frekuensi mana yang paling mungkin terjadi
agar dapat dipakai sebagai suatu banjir perencanaan untuk mendesain suatu bangunan
air.
70
3) Karakteristik meteorologi
Elemen-elemen meteorologi yang erat kaitannya dengan siklus hidrologi adalah meliputi
beberapa elemen sebagai berikut: presipitasi (hujan), evaporasi (penguapan), temperatur
(suhu), kelembaban, angin, tekanan atmosfir, penyinaran matahari.
4) Data hidrologi
Data-data hidrologi yang sangat diperlukan dalam suatu studi hidrologi untuk pekerjaan
jalan dan jembatan, meliputi: data curah hujan, data debit dan tinggi muka air, data daerah
pengaliran air hujan (catchment area).
a) Data curah hujan. Analisis hidrologi untuk pekerjaan jalan dan jembatan umumnya
paling membutuhkan data intensitas curah hujan. Data ini didapat dari hasil
pengamatan, bila tidak tersedia data hasil pengamatan, data intensitas curah hujan
pada daerah pengaliran yang sesuai atau berdekatan yang merupakan hasil
pengamatan atau pengolahan data yang dilakukan oleh pihak lain, dapat
dipertimbangkan untuk dipakai dalam analisis.
b) Data debit dan tinggi muka air. Data pengamatan debit dan tinggi muka air sungai
merupakan data dasar yang sangat dibutuhkan untuk perencanaan bangunan air,
tetapi di Indonesia umumnya tidak tersedia dengan lengkap. Verifikasi lapangan
untuk mencocokkan hasil hitungan debit rencana dari analisis hidrologi dan hasil
hitungan tinggi muka air sungai dari analisis hidrolika, umumnya diperlukan dalam
perencanaan. Beberapa metode yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut:
Wawancara dengan penduduk setempat mengenai tinggi muka air banjir
maksimum yang pernah terjadi di lokasi tempat rencana bangunan air, elevasi ini
harus ditandai pada pohon atau tempat-tempat lainnya untuk kemudian
elevasinya diukur oleh surveyor topografi,
Untuk menghitung debit aliran sesaat, dapat dilakukan dengan mengukur
penampang melintang sungai atau alur alam di daerah yang lurus dan cukup
panjang serta yang kira-kira memiliki penampang melintang seragam. Kemudian
dilakukan pengukuran tinggi muka air dan kecepatan arus air di lokasi tersebut,
dan debit sesaat dapat dihitung dengan "persamaan kontinuitas".
c) Data daerah pengaliran air hujan (catchment area)
Kondisi topografi (luas, corak, elevasi dan kemiringan lahan), kondisi permukaan
tanah, kondisi geologi dan kondisi tata guna lahan di suatu daerah pengaliran sangat
besar pengaruhnya terhadap besarnya limpasan permukaan. Kondisi topografi
daerah pengaliran dapat diperkirakan dengan melakukan pengukuran di atas peta
topografi (skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000) menggunakan planimeter dan alat-alat ukur
lainnya. Kondisi permukaan tanah dan kondisi geologi dapat diketahui dari peta
tanah, peta kesesuaian lahan dan peta geologi serta survei lapangan secara acak,
sedangkan kondisi tata guna lahan dapat diketahui dengan melakukan survei
lapangan secara acak dengan referensi peta tata guna lahan dan rencana tata ruang
wilayah (RT dan RW) daerah setempat, dan untuk meramalkan kondisi tata guna
lahan dimasa mendatang dapat digunakan RT dan RW tersebut.
5) Limpasan
Limpasan (run off) adalah semua aliran air yang keluar dari catchment area menuju ke
aliran permukaan atau sungai (surface stream) atau tampungan permukaan atau
cekungan atau danau (surface detention), yang mana dapat melewati permukaan tanah
atau bawah permukaan tanah sebelum mencapai aliran permukaan.
71
Untuk melakukan analisis limpasan (misalnya debit puncak banjir, debit air rendah, debit
rata-rata, debit dominan), diperlukan penyelidikan yang cukup memadai dan perkiraan
faktor-faktor atau elemen yang mempengaruhi limpasan, yaitu:
a) Elemen-elemen meteorology, meliputi: jenis presipitasi, intensitas curah hujan,
lamanya curah hujan, distribusi curah hujan di dalam daerah pengaliran, arah
pergerakan curah hujan, serta curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, kondisi-
kondisi meteorologi yang lain selain curah hujan, seperti suhu, kecepatan angin,
kelembaban relatif, tekanan udara rata-rata dan sebagainya yang saling
berhubungan satu sama lain, secara tidak langsung juga turut mempengaruhi iklim
di suatu daerah dan berpengaruh terhadap limpasan,
b) Elemen-elemen daerah pengaliran, meliputi: kondisi penggunaan tanah (land use),
luas daerah pengaliran, kondisi topografi daerah pengaliran, jenis tanah serta
geologi, dan faktor-faktor lainnya dalam daerah pengaliran seperti karakteristik
jaringan sungai, drainase buatan dan lain sebagainya.
6) Banjir
Keamanan bangunan-bangunan air terhadap banjir, harus ditentukan dengan
pengolahan data debit secara statistik dan penentuan periode ulangnya harus
disesuaikan dengan tingkat kepentingan bangunan tersebut.
a) Probabilitas dan frekuensi banjir. Periode ulang (interval) banjir adalah interval waktu
rata-rata dimana kejadian banjir yang direncanakan akan terjadi, dengan besar debit
yang terjadi adalah sama dengan yang direncanakan atau lebih besar atau
terlampaui. Kebalikan periode ulang adalah kemungkinan terlampauinya besar banjir
yang direncanakan dalam tiap tahun. Periode ulang banjir 100 tahun adalah banjir
yang diperkirakan akan terjadi sekali dalam 100 tahun, atau dengan kata lain
memiliki kemungkinan (probabilitas) kejadian sebesar 0,01 atau 1 persen.
b) Perkiraan debit banjir rencana. Pemilihan suatu teknik analisis penentuan debit banjir
rencana tergantung dari data-data yang tersedia dan jenis dari bangunan hidrolika
yang akan direncanakan. Perkiraan debit banjir rencana untuk perencanaan sistem
drainase jalan biasanya didasarkan pada rekaman curah hujan, sedangkan perkiraan
debit banjir rencana untuk perencanaan alur sungai di lokasi jembatan dapat
didasarkan pada rekaman debit 'banjir di sungai yang bersangkutan atau rekaman
curah hujan.
c) Tinggi jagaan (free board) banjir rencana. Tinggi jagaan adalah ruang bebas vertikal
antara titik terendah dari tepi jalan dan muka air banjir rencana. Untuk saluran
drainase jalan, tinggi jagaan biasanya diambil 0,30 – 0,50 m. Sedangkan untuk
jembatan, tinggi jagaan adalah ruang bebas vertikal antara titik terendah dari tepi
bawah plat jembatan dan muka air banjir rencana. Tinggi jagaan untuk jembatan,
biasanya direncanakan minimal 1,0 meter dan harus dipertimbangkan untuk
ditambah bilamana ada kemungkinan sungai membawa benda-benda hanyutan
yang berukuran besar saat terjadi banjir rencana.
3.5.2 Hidrolika
Terdapat dua jenis aliran air dalam suatu saluran alam maupun buatan, yaitu aliran bebas
atau aliran saluran terbuka (free flow atau open channel flow) dan aliran tekan atau aliran
pipa (pressure flow atau pipe flow), dengan deskripsi masing-masing jenis aliran adalah
sebagaimana dijelaskan berikut ini:
72
1) Aliran bebas
Aliran bebas atau aliran saluran terbuka adalah tipe aliran yang memiliki permukaan
bebas (free surface), dimana permukaan bebas tersebut dipengaruhi oleh tekanan udara.
Keadaan atau sifat aliran bebas atau aliran saluran terbuka pada dasarnya ditentukan
oleh pengaruh kekentalan (viscosity) dan gravitasi sehubungan dengan adanya gaya-
gaya inersia aliran. Aliran bisa dapat bersifat laminer, turbulen, atau peralihan tergantung
pada pengaruh kekentalan terhadap kelembamannya (inersia), yang dapat dinyatakan
dengan bilangan Reynolds (R).
2) Aliran tekan atau aliran pipa
Aliran tekan atau aliran pipa (pressure flow atau pipe flow) adalah tipe aliran yang tidak
memiliki permukaan bebas, karena air harus mengisi seluruh ruang pada saluran. Aliran
tekan atau aliran pipa, yang terkurung dalam saluran tertutup, tidak terpengaruh langsung
oleh tekanan udara, kecuali oleh tekanan hidrolik.
3.5.3 Prinsip umum perencanaan hidrolika untuk pekerjaan jembatan
1) Kepentingan hidrolika untuk perencanaan jembatan
Kepentingan analisis hidrologi dan hidrolika yang akurat dalam suatu pekerjaan jembatan
terutama adalah untuk menentukan:
a) lokasi jembatan yang paling layak dan menguntungkan ditinjau dari aspek teknik dan
ekonomis,
b) debit banjir rencana sungai di lokasi jembatan,
c) lengkung debit sungai di lokasi jembatan, yaitu suatu lengkung yang
menggambarkan hubungan antara kedalaman air sungai (H) dan debit (Q),
d) kedalaman air rencana berdasarkan debit banjir rencana dan lengkung debit,
kecepatan aliran maksimum di sungai pada lokasi jembatan serta kecepatan aliran
rata-rata maksimum yang melalui bukaan jembatan,
e) panjang bukaan jembatan (b) yang diperlukan untuk melewatkan debit banjir rencana
secara aman,
f) ketinggian arus balik air banjir (back water) akibat adanya bukaan jembatan dan
pengaruh pilar jembatan; serta,
g) ketinggian lantai jembatan dan puncak tanggul sungai di hulu jembatan, setelah
ditambahkan tinggi ruang bebas atau jagaan (free board).
2) Morfologi sungai
Pemahaman yang baik terhadap perilaku morfologi sungai dengan memeriksa batas-
batas aliran sungai (aliran rendah dan aliran tinggi atau banjir) akan sangat berguna
untuk memperkirakan perilaku sungai akibat perubahan keadaan yang terdapat
sekarang dan masa sebelumnya serta identifikasi karakteristik hidrolik sungai lainnya
yang akan mempunyai pengaruh pada pilihan rencana umum jembatan serta pekerjaan
pengendalian sungai dan perlindungan tebing sungai yang diperlukan. Pemahaman
yang diperlukan itu, paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) jenis material dasar sungai dan kelandaian dasar sungai,
b) bahan pembentuk tebing dan bantaran sungai,
c) vegetasi yang tumbuh di tebing dan bantaran sungai,
d) kemiringan tebing sungai dan gejala erosi tebing,
e) gejala-gejala erosi dan sedimentasi sungai,
f) terdapatnya batuan masif yang tidak mungkin tererosi,
73
g) tanda-tanda bekas hanyutan pada semak-semak, pohon atau tebing yang dapat
menunjukkan ketinggian air banjir yang baru terjadi,
h) tanda bekas air pada tembok, dermaga dan pilar yang menunjukkan ketinggian air
banjir yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya,
Bila pendekatan dengan cara pengenalan dan pemahaman kondisi morfologi sungai yang
baik itu telah selesai dilaksanakan, maka tahap berikutnya dapat dipilih beberapa lokasi yang
cukup memadai dan lokasi yang paling memadai untuk perlintasan jembatan ditinjau dari
aspek morfologi sungai.
1. Karakteristik aliran
a) Lengkung debit sungai (H-Q curve) adalah suatu metode untuk menggambarkan
hubungan antara berbagai nilai debit (Q) dan kedalaman aliran (H) yang dapat
terjadi pada suatu penampang sungai. Lengkung debit pada penampang sungai
direncana lokasi jembatan sangat diperlukan dalam tahap awal suatu perencanaan
jembatan, karena dengan menggunakan lengkung ini maka tinggi muka air rencana
untuk berbagai debit rencana dapat diketahui dengan mudah, cepat dan akurat
sesuai dengan karakteristik hidrolik penampang sungai tersebut.
b) Kedalaman aliran rencana adalah yang terjadi saat debit banjir rencana mengalir
di sungai pada lokasi jembatan, dengan diketahuinya debit banjir rencana dan
lengkung debit sungai di lokasi rencana jembatan, maka estimasi kedalaman aliran
rencana dapat dilakukan. Nilai debit banjir rencana diplot pada bagian absis
lengkung debit, dan selanjutnya ditarik ke arah ordinat sehingga diperoleh
kedalaman aliran rencana, dengan demikian maka akurasi pembuatan lengkung
debit sangat berpengaruh terhadap penentuan kedalaman aliran rencana di sungai
pada lokasi rencana jembatan. Dalam perencanaan hidrolika alur sungai untuk
pekerjaan jembatan, kedalaman aliran rencana diperlukan untuk menentukan
panjang bukaan jembatan (panjang bentang) dan elevasi lantai jembatan serta
elevasi puncak tanggul banjir di sebelah hulu jembatan.
c) Kecepatan aliran rencana, pada suatu perencanaan hidrolika alur sungai untuk
pekerjaan jembatan, penentuan parameter kecepatan aliran rencana yang dapat
ditolerir umumnya didasarkan pada pertimbangan untuk membatasi terjadinya
gerusan atau mengizinkan gerusan sesuai batasan yang dikehendaki. Dengan
anggapan bahwa pergerakan dasar sungai (gerusan) disebabkan oleh kecepatan
aliran yang besar, maka pembatasan besarnya kecepatan aliran untuk suatu debit
rencana dan ketinggian muka air banjir tertentu yang melewati suatu luas
penampang basah perlu dilaksanakan. Penentuan kecepatan aliran rencana
tersebut membutuhkan pengetahuan mengenai kecepatan-kecepatan aliran yang
akan menyebabkan mulai bergeraknya berbagai macam jenis material butiran dasar
sungai. Bersama-sama dengan nilai debit banjir rencana dan kedalaman air
rencana, maka kecepatan aliran rencana ini akan digunakan untuk membuat
estimasi awal panjang bukaan rencana jembatan (panjang bentang) yang diperlukan.
2. Panjang bukaan jembatan
Panjang bukaan adalah jarak total antara satu pangkal ke pangkal lainnya dari suatu
bangunan perlintasan sungai atau jembatan, selain oleh aspek geologi, ekonomis dan
ketersediaan tipe struktur, maka ditinjau dari aspek hidrolika, panjang bukaan
jembatan ditentukan oleh debit banjir rencana, kedalaman aliran rencana dan
kecepatan aliran rencana. Namun pada kasus jembatan dengan bentang banyak, pilar
atau abutment dapat berada di dalam sungai. Akibat adanya pilar ataupun abutment di
74
dalam sungai, hal ini dapat mempersempit aliran sungai yang memicu terjadinya
peningkatan kecepatan aliran air. Hal ini dapat berdampak buruk pada struktur jembatan
akibat meningkatnya potensi gerusan di sekitar struktur jembatan, sehingga pada
perencanaan jembatan, lokasi abutment atau pilar di dalam sungai sebaiknya dihindari.
3. Arus balik (backwater)
Kadangkala, lebar bentang sungai yang ada, dipertimbangkan untuk diperpendek
dengan membuat oprit yang diperpanjang sampai pada dataran banjir (bantaran
sungai). Hal itu mungkin akan mengurangi biaya, tetapi permasalahan lain akan timbul,
yaitu timbunan tersebut akan mempersempit aliran sungai pada waktu banjir. Bila tidak
dipertimbangkan secara hati-hati dan dilaksanakan sampai melewati batas, maka
penyempitan aliran dapat menyebabkan kerusakan jembatan dan dapat menimbulkan
biaya pemeliharaan yang mahal.
4. Jenis aliran yang terjadi
Pada perencanaan hidrolika sungai di lokasi jembatan, terdapat 3 (tiga) jenis aliran yang
mungkin terjadi, yaitu biasa disebut aliran jenis I, II, dan III, jenis aliran I menunjukkan
bahwa muka air normal dimanapun berada di atas kedalaman kritis. Jenis aliran II
terdapat jenis aliran IIA dan IIB, dimana IIA muka air normal saat belum memasuki
penyempitan berada di atas kedalaman kritis, dan akan berada di bawah kedalaman
kritis pada penyempitan, sekali kedalaman kritis dicapai, maka muka air di sebelah hulu
penyempitan dan juga muka air akibat arus balik menjadi tidak tergantung pada kondisi
aliran di sebelah hilir walaupun muka air kembali ke tingkat normal pada ruas sungai di
hilir jembatan. Aliran jenis IIB, muka air normal di atas kedalaman kritis terjadi di sebelah
hulu, mencapai kedalaman kritis pada penyempitan, kemudian turun di bawah
kedalaman kritis di sebelah hilir dari penyempitan dan kemudian kembali ke normal.
Kembalinya muka air ke kedalaman normal akan membentuk loncatan hidrolik yang
berdampak kurang baik terhadap kestabilan dasar dan tebing sungai. Pada aliran jenis
III dibagian manapun muka air normal selalu berada di bawah kedalaman kritis, artinya
aliran adalah berada pada keadaan super kritis. Kasus ini umumnya terjadi di daerah
pegunungan yang terjal. Secara teoretis, pengaruh arus balik (backwater effect) tidak
akan terjadi pada jenis aliran super kritis ini, yang lebih mungkin terjadi adalah adanya
ketidakrataan muka air di sekitar bagian penyempitan.
3) Analisis gerusan lokal pada jembatan
Secara umum tahapan dalam analisis gerusan lokal pada jembatan adalah sebagai
berikut:
a) Pengumpulan atau pengukuran data topografi sungai di sekitar lokasi jembatan yang
meliputi pengukuran penampang sungai yang dilengkapi dengan penggambaran
kontur sungai,
b) Pengumpulan data gradasi butir material dasar sungai di sekitar lokasi jembatan,
c) Pengumpulan data aktivitas yang ada dan yang akan dilakukan di sekitar lokasi
jembatan, antara lain adanya aktivitas galian C, adanya rencana sudetan sungai,
adanya rencana pembangunan bendung, dan lain sebagainya,
d) Analisis morfologi sungai terkait perubahan dasar sungai arah vertikal,
e) Identifikasi perilaku sungai berliku (meandering) yang berpotensi terhadap bahaya
tebing sungai di sekitar lokasi jembatan (perubahan arah horizontal),
f) Jika ditemui kecenderungan pada point e), diperlukan analisis perubahan morfologi
sungai arah horizontal,
g) Analisis gerusan lokal akibat pilar jembatan,
h) Perhitungan besar potensi gerusan lokal yang terjadi di sekitar jembatan,
75
i) Penentuan alternatif antisipasi atau penanggulangan terhadap bahaya gerusan lokal
yang dapat terjadi.
Untuk detail dalam tahapan analisis gerusan lokal pada jembatan dapat mengacu pada
manual analisis gerusan lokal pada jembatan dan tipikal penanganannya no
004/M/BM/2013.
3.5.4 Laporan analisis penyelidikan hidrologi dan hidrolika
Laporan analisis penyelidikan keairan meliputi:
1) Data identifikasi semua aliran air yang ada dan lintasan-lintasan air,
2) Informasi hidrologi yang ada, mencakup permasalahan yang ada,
3) Data curah hujan yang digunakan dalam analisis muka air banjir,
4) Potensi gerusan, dimensi penampang basah sungai, dan potensi erosi baik erosi tebing
maupun erosi dasar sungai,
5) Rekomendasi teknis dari pihak terkait,
Tahapan kegiatan jembatan pada dasarnya sama seperti dengan tahapan pengukuran jalan,
yang terdiri dari:
1) Persiapan dan survei pendahuluan,
2) Pemasangan patok BM, CP dan patok kayu,
3) Titik kontrol pengukuran,
4) Pengukuran kerangka kontrol horizontal,
5) Pengukuran kerangka kontrol vertikal,
6) Pengukuran detail situasi,
7) Pengukuran penampang memanjang jalan,
8) Pengukuran penampang melintang sungai,
76
Gambar 3.2 - Pengukuran jembatan
Pembuatan titik kontrol BM (Bench Mark) dipasang di sekitar rencana jembatan, pada masing-
masing tepi sungai yang berseberangan minimum 4 buah BM. BM harus dipasang pada posisi
aman dari gangguan binatang dan mudah ditemukan kembali.
77
3.6.2.2 Pemasangan patok kayu
Patok kayu dipasang dengan interval jarak meter sepanjang 100 m dari masing-masing sungai
ke arah rencana as rencana jalan. Patok kayu juga dipasang di tepi sungai dengan interval
jarak setiap 25 meter sepanjang 125 meter ke arah hulu dan ke arah hilir sungai (lihat Gambar
3.2). Patok kayu dibuat sepanjang 40 cm dari kayu ukuran 3 cm x 4 cm, pada bagian atasnya
dipasang paku, diberi nomor sesuai urutannya dan diberi wama.
3.6.2.3 Titik kontrol pengukuran
Pengukuran titik kontrol BM dilakukan pada 4 (empat) buah BM yang telah dipasang pada
dua pasang sisi tepi jembatan yang berseberangan, pengukuran ini dilakukan dengan
menggunakan alat GPS geodetik yang mempunyai akurasi kesalahan sampai 0,1 mm pada
setiap pengamatan, hasil pengamatan GPS geodetik dipakai sebagai referensi atau acuan
spasial untuk keperluan rekonstruksi maupun pembangunan yang akan datang.
78
3.6.2.6 Pengukuran detail situasi
Pengukuran situasi dilakukan dengan menggunakan total station, dimana setiap alat berdiri
sudah terkoneksi terhadap acuan titik kontrol pengukuran atau BM, dalam mengambil data
harus diperhatikan kerapatan detail yang diambil sehingga cukup mewakili kondisi
sebenarnya Gambar 3.5.
79
2) Lebar eksisting bentang panjang dengan kedalaman ≥ 5 m, hanya bisa diukur dengan
menggunakan alat echosounder, prinsip pengukuran dengan echosounding adalah
dengan memancarkan gelombang suara ke arah dasar sungai atau laut. Alat
echosounder akan mencatat waktu pada saat gelombang dipancarkan ke dalam dasar
sungai atau laut dan kedatangan pantulan gelombang suara tersebut. Peta yang
dihasilkan dalam pengukuran ini disebut peta batimetri yang menggambarkan informasi
kedalaman sungai, danau dan laut dapat diketahui.
Teknologi RTK (Real Time Kinematic) bisa diaplikasikan ke pekerjaan batimetri. Bagian
peralatan utama pada pengukuran batimetri dengan RTK terdiri dari 3 bagian utama yaitu:
base, rover dan echosounder.
80
1) Base
GPS MAP yang difungsikan sebagai base diset di BM atau titik polygon yang sudah
ditentukan, base juga dilengkapi dengan radio yang selalu memancarkan sinyal yang
membawa informasi posisi koordinat base yang dapat ditangkap oleh rover. Dengan
kemajuan teknologi sekarang ini fungsi radio sudah bisa diganti dengan menggunakan
sinyal GSM.
2) Rover
GPS MAP yang difungsikan sebagai rover diset di kapal, antena dipasang tepat di atas
tranduser (echosounder). Rover menghasilkan posisi (X,Y,Z) dari satelit yang langsung
dikoreksikan dengan koordinat base yang dipancarkan melalui gelombang radio.
3) Echosounder
Echosounder adalah alat untuk mengukur kedalaman. Echosounder memancarkan
gelombang akustik terus menerus, dengan memperhitungkan waktu dan panjang
gelombang tersebut maka jarak antara transduser dan dasar danau bisa diketahui, jarak
tersebut biasanya disebut depth.
Berdasarkan fungsi dari masing-masing bagian utama tersebut, kita akan dapat menentukan
elevasi dasar danau.
3.6.4 Laporan survei batimetri
Laporan survei batimetri adalah hasil dari kegiatan survei batimetri. Isi dari laporan hasil survei
batimetri adalah:
1) Dokumentasi kegiatan survei,
2) Data hasil pengukuran,
3) Posisi peta batimetri,
Namun survei menggunakan penginderaan jauh ini merupakan pengujian yang bersifat
opsional.
3.6.5.2 Jenis-jenis penginderaan jauh
1) Penginderaan jauh menggunakan pesawat
Penginderaan jauh jenis ini memanfaatkan pesawat berawak atau juga pesawat tanpa
awak atau drone untuk digunakan membawa sensor (kamera) guna merekam informasi
objek. Penginderaan jauh menggunakan pesawat ini memiliki keunggulan memberikan
resolusi spasial yang lebih detail dibanding penginderaan jauh menggunakan satelit.
Selain itu penginderaan jauh jenis ini juga memiliki resolusi temporal yang fleksibel, artinya
kapan saja ingin mengambil data selama cuaca mendukung maka kita dapat
mengambilnya.
2) Penginderaan jauh menggunakan satelit
Penginderaan jauh jenis ini memanfaatkan satelit sebagai wahana terbang yang
mengangkut sensor guna menekan informasi objek. Penginderaan jauh jenis ini
81
memanfaatkan gelombang elektromagnetik matahari yang dipantulkan oleh objek.
Keunggulan penginderaan jauh jenis ini dapat merekam area yang sangat luas, selain itu
sensor yang digunakan pada penginderaan jauh jenis ini relatif lebih banyak dibanding
penginderaan jauh menggunakan wahana pesawat, sehingga informasi terkait objek akan
menjadi lebih banyak pula.
3.6.5.3 Perbedaan penginderaan jauh dengan wahana pesawat dan satelit dari sisi
resolusi spasial
Tabel berikut ini merupakan perbandingan antar citra satelit terkait resolusi spasialnya.
Resolusi citra satelit paling besar 0,5 m atau 50 cm.
Tabel 3.1 Perbandingan resolusi spasial antara citra
Data yang diperoleh dari pengolahan foto udara secara fotogrametri dan Geografhic
Information System (GIS) yang dapat dihasilkan drone tersebut yaitu:
1) Peta foto,
2) Visualisasi 3 dimensi,
3) Digital surface model,
4) Digital terainn model,
5) Peta kontur,
82
Gambar 3.9 - Contoh hasil penginderaan jauh menggunakan drone
Untuk menunjang pembangunan tersebut, diperlukan berbagai data dan informasi, salah
satunya adalah data geologi teknik. Data geologi teknik memberikan informasi mengenai
kekuatan serta karakteristik lapisan tanah atau batuan yang berguna di dalam perencanaan
dan penataan ruang, selain itu akan sangat membantu pemerintah daerah dalam mengontrol
pembangunan fisik di daerahnya. Data dan informasi geologi teknik tersebut dapat diperoleh
dengan cara melakukan pemetaan maupun penyelidikan geologi teknik. Dengan tersedianya
data geologi teknik pada suatu daerah yang akan dikembangkan, diharapkan terjadinya
kesalahan-kesalahan dalam pengembangan wilayah maupun perencanaan konstruksi
bangunan teknik dapat dihindarkan atau diperkecil.
3.7.2 Maksud dan tujuan
Pemetaan dan penyelidikan geologi teknik ini dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai
data dan informasi geologi teknik permukaan dan bawah permukaan yang mencakup:
sebaran serta sifat fisik tanah atau batuan, kondisi air tanah, morfologi dan bahaya beraspek
geologi. Hasil pemetaan dan penyelidikan diharapkan dapat berguna sebagai data dasar
dalam menunjang perencanaan pembangunan maupun penataan ruang di daerah.
3.7.3 Metodologi
Metode yang digunakan dalam melakukan pemetaan dan penyelidikan geologi teknik adalah
metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif yaitu melaksanakan pengamatan lapangan,
pengukuran struktur, diskripsi sifat fisik dan keteknikan tanah atau batuan, kondisi keairan,
dan menginventarisasi kebencanaan geologi yang ada. Metode kuantitatif yaitu melakukan
83
perhitungan dan analisis seperti daya dukung, kemantapan lereng, kompresibilitas dan
perosokan tanah.
3.7.4 Lingkup pekerjaan pemetaan atau penyelidikan geologi teknik
Lingkup pekerjaan ini dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu:
1) Perencanaan
Kelancaran suatu kegiatan, sebagian besar ditentukan selama tahap perencanaan. Tahap
perencanaan ini merupakan perencanaan sebelum ke lapangan dan perencanaan selama
di lapangan.
a) Perencanaan sebelum ke lapangan
Perencanaan ini meliputi hal-hal yang sangat mendasar sebelum tim berangkat ke
lapangan, yang menyangkut:
Masalah administrasi, konsolidasi personalian tim, kesiapan transportasi dan
peralatan lapangan, serta keperluan-keperluan lain untuk pekerjaan pengujian di
lapangan,
Pengumpulan data lapangan yang telah ada atau laporan dari penyelidik
terdahulu,
Penyiapan peta dasar baik peta topografi maupun foto udara dengan skala yang
disesuaikan dengan maksud dan tujuan pemetaan atau penyelidikan.
b) Perencanaan selama di lapangan
Merupakan perencanaan yang dilakukan di base camp sebelum melakukan pemetaan
atau penyelidikan geologi teknik. Sebaiknya sebelum kegiatan dilakukan, terlebih
dahulu dilakukan penyelidikan pendahuluan (reconnaise) dengan maksud untuk
mengenal medan, situasi daerah dan kebiasaan-kebiasaan penduduk yang berada di
daerah pemetaan atau penyelidikan. Dari hasil penyelidikan pendahuluan baru
direncanakan kegiatan selanjutnya secara lebih terarah, yaitu dengan membuat
rencana lintasan.
2) Pekerjaan lapangan
a) Pemetaan geologi teknik
Morfologi dan kemiringan lereng
Meliputi kondisi bentang alam beserta unsur-unsur geomorfologi lainnya,
penafsiran genesa morfologi dan perkembangan geomorfologi yang mungkin
akan terjadi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan bentuk lembah, pola
aliran sungai, sudut lereng, pola gawir dan bentuk-bentuk bukit. Morfologi atau
bentang alam seperti tampak pada saat sekarang ini merupakan hasil kerja dari
sistem alam, yaitu proses-proses dalam bumi (geologi, volkanisme) dan proses-
proses luar (air permukaan, gelombang, longsoran, tanaman, binatang termasuk
manusia).
Morfologi sangat penting dalam hubungannya dengan pelaksanaan
pembangunan, yaitu untuk mengetahui karakteristik bentang alamnya seperti
kemiringan lereng dalam kaitannya dengan jangkauan optimum sudut lereng
untuk keperluan kesampaian lokasi dan operasional kendaraan pengangkut
bahan bangunan, sampah dan tataguna lahan pada saat ini.
Satuan tanah dan batuan
Satuan tanah dan batuan memberikan informasi mengenai susunan atau urutan
stratigrafi dari tanah dan batuan secara vertikal maupun horizontal. Untuk itu perlu
dilakukan pemberian sifat fisik dan keteknikan tanah atau batuan yang dapat
84
diamati langsung di lapangan secara megaskopis. Penyusunan satuan geologi
teknik dilakukan dengan cara pengelompokan tanah dan batuan yang mempunyai
sifat fisik dan keteknikan yang sama atau mendekati sama.
Struktur geologi
Meliputi pemberian jurus dan kemiringan lapisan batuan, kekar, rekahan, sesar,
lipatan dan ketidakselarasan. Data ini sangat penting dalam pekerjaan
pembangunan infrastruktur guna menghindari atau memecahkan permasalahan
yang dapat terjadi. Intensitas kekar atau retakan, tingkat kehancuran batuan yang
diakibatkan oleh adanya sesar terutama bila dijumpai sesar aktif maupun
perselingan lapisan batuan yang miring adalah merupakan zona lemah yang
dapat menimbulkan permasalahan, misalnya longsoran.
Keairan
Pengamatan yang perlu dilakukan meliputi kedalaman muka air tanah bebas, sifat
korosifitas air tanah dan munculnya mata air atau rembesan yang dapat
mempengaruhi perencanaan konstruksi fondasi bangunan. Apabila dianggap
perlu diambil contoh air tanahnya untuk diuji di laboratorium, guna mengetahui
tingkat korosifitasnya.
Bahaya geologi
Meliputi pengamatan dan penilaian tentang ada tidaknya bahaya yang mungkin
dapat terjadi sebagai akibat dari faktor geologi. Identifikasi bahaya geologi sangat
erat kaitannya dengan pembangunan infrastruktur, karena dikhawatirkan akan
menjadi kendala atau hambatan selama pembangunan maupun pasca
pembangunan, antara lain struktur sesar aktif, gerakan tanah atau batuan, banjir
bandang, amblesan tanah atau batuan, bahaya kegunung apian, erosi dan abrasi,
kegempaan, tsunami, dan lempung mengembang.
b) Penyelidikan geofisika
Metode geofisika dimaksudkan untuk mengetahui secara garis besar gambaran
keadaan geologi bawah permukaan, yaitu: satuan-satuan tanah atau batuan; batas-
batas satuan tanah atau batuan baik secara horizontal maupun vertikal, dan gejala-
gejala geologi seperti patahan, daerah rekahan, kandungan air tanah dan lain-lain.
Penggunaan penyelidikan geofisika ini banyak mengandung keuntungan-keuntungan,
antara lain:
Mendapatkan gambaran keadaan bawah permukaan di daerah yang luas dalam
waktu yang pendek,
Memudahkan membuat intrepetasi penampang geologi,
Memperkecil jumlah titik-titik pengeboran, karena akan mempermudah korelasi
antara titik-titik pengeboran,
Lebih effisien dan memperkecil biaya penyelidikan.
Metode geofisika yang telah dikembangkan untuk maksud keteknikan, antara lain:
Metode seismik
Metode ini umumnya dilakukan mulai dari studi pendahuluan hingga studi
kelayakan. Pada studi pendahuluan metode ini dilakukan untuk mengetahui
kondisi perlapisan tanah dan batuan serta struktur geologi yang akan dibangun
secara makro, sehingga dalam studi kelayakan akan dapat dilakukan dengan baik
orientasi pekerjaan yang akan dilakukan, seperti:
- Penentuan lokasi dan jumlah bor inti yang akan dilaksanakan,
- Penentuan jumlah contoh yang akan diambil,
85
- Pembuatan penampang geologi teknik atau geoteknik khususnya dalam
pembuatan korelasi stratigrafi antar titik bor,
- Penentuan ketelitian penyelidikan terutama pada daerah-daerah yang
diperkirakan mempunyai potensi struktur geologi yang membahayakan,
- Penentuan lokasi-lokasi struktur bangunan.
Metode geolistrik
Dalam metode ini arus listrik dialirkan di tanah melalui elektroda-elektroda dan
perbedaan potensial diukur di antara dua buah elektroda. Perbedaan dalam
tahanan jenis kemudian dapat diukur baik vertikal maupun lateral dengan
menukar susunan elektroda. Metode ini memberikan data stratigrafi, cadangan
kuari, kedalaman muka air tanah maupun kedudukan lapisan pembawa air tanah,
pola retakan dan indikasi bidang longsor.
Metode electromagnetic subsurface profiling atau radar (Radio detecting and
ranging) sounding.
Metode ini merupakan cara yang paling cepat untuk membuat penampang bawah
permukaan. Metode ini akan mendeteksi kondisi bawah permukaan dengan cara
memancarkan spectrum atau gelombang elektromagnetik ke formasi tanah atau
batuan yang kemudian akan diterima oleh alat receiver yang diseret di belakang
alat pemancarnya (transmitter). Dari hasil pengujian diperoleh profil lintasan dan
dapat langsung diinterpretasikan di lapangan. Kenampakan yang dapat dengan
mudah dideteksi, antara lain: jenis dan perlapisan tanah atau batuan, adanya
ruang kosong (lubang) di bawah tanah, sisa-sisa fondasi, ketebalan lapisan aspal.
c) Pengujian keteknikan tanah dan batuan
Pengujian lapangan terhadap sifat fisik dan mekanik tanah maupun batuan seperti
konsistensi, kepadatan dan plastisitas tanah, kekerasan dan kekompakan batuan
dicatat pada kolom deskripsi tanah dan batuan pada setiap penampang pengeboran
inti (teknik) dan pengeboran tangan.
d) Pemetaan sebaran bahan bangunan
Untuk identifikasi lokasi-lokasi yang berpotensi sebagai sumber bahan bangunan.
Secara kasar (megaskopis) harus dilakukan deskripsi terhadap sifat fisik dan
keteknikan bahan bangunan guna mengetahui perkiraan kualitas bahan bangunan
serta taksiran besarnya cadangan. Apabila memungkinkan, dilakukan pengukuran dan
pembuatan beberapa penampang guna memperkirakan volume (kuantitas) cadangan.
e) Pengujian langsung di lapangan (in situ test)
Pengujian langsung di lapangan antara lain: pocket penetrometer test, uji geser baling,
permeabilitas. Sedangkan pada batu dapat dilakukan pengujian beban titik (Point Load
Test), kekerasan batuan dengan (Schmidt Hammer Test) atau menggunakan palu
geologi.
Pocket penetrometer test
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan tanah, yaitu dengan cara
menekan atau menusukkan alat penetrometer kedalam tanah, maka akan didapat
besaran kekuatan tanah dalam satuan kg/cm2.
Uji geser baling
Pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan geser tanah lempung,
umumnya pada tanah lempung lunak dengan hasil yang diperoleh merupakan nilai
kekuatan geser dalam kondisi tidak terdrainase.
86
Uji permeabilitas tanah
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui koefisien permeabilitas tanah (k)
langsung di lapangan dengan media lubang bor. Metode pengujian ada beberapa
cara, antara lain:
- Pengujian constan head,
- Pengujian falling head,
- Pengujian packer,
- Pengujian lugeon.
Point load test
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui atau mengukur kekuatan batuan
dengan dengan bentuk tidak beraturan atau beraturan.
Schmidt hammer test
Pengujian untuk mengukur kekerasan batuan di lapangan. Hasil dari pengujian
tersebut, dimasukkan dalam grafik kurva akan memberikan nilai kuat tekan batuan.
3) Pekerjaan laboratorium
Pekerjaan laboratorium merupakan kelanjutan dari pekerjaan lapangan. Pekerjaan ini
dimaksudkan untuk memperoleh parameter sifat keteknikan tanah dan batuan guna
menunjang dalam melakukan analisis geologi teknik berdasarkan standard ASTM.
Jenis pengujian untuk contoh tanah meliputi:
a) Pengujian basic properties terdiri dari:
Kadar air (Wn), ASTM. D.2217-71
Berat jenis (Gs), ASTM.D.854-72
Berat isi atau density (γ). ASTM.D.4718
b) Pengujian index properties terdiri dari:
Atterberg limit (LL, PL, PI), ASTM. D.4318
Analisis besar butiran. ASTM.D 422-72
c) Pengujian engineering properties terdiri dari:
Triaxial test (UU & CU), ASTM.D 2850
Konsolidasi. ASTM D2435-70
Jenis pengujian untuk contoh batuan:
d) Pengujian mekanika batuan
Untuk menentukan kepadatan, kekerasan, kekuatannya dengan cara:
Supersoni waves,
Triaxial compressive strength, ASTM. D.2664-67
Density, Poison’s ratio, Modulus of elasticity, ASTM 19 D.2845 – 69
Unconfined compressive strength.
87
e) Pengujian untuk bahan agregat:
Relative density dan water absorption, ASTM C.128
Analisis petrografi,
Particle size distribution, ASTM D.6913-04
Flakiness index, British Standart 812
Elongation index, British Standart 812
Relative density and absorption, ASTM D.7172-14
Bulk density. ASTM D.6683-14
4) Analisis dan evaluasi data
Analisis dan evaluasi data dimaksudkan untuk mempelajari dan mencari hubungan dari
pengaruh faktor morfologi, geologi, struktur geologi, keairan, tata lahan dan aktivitas
manusia terhadap pengelompokkan geologi teknik serta pembuatan penilaian geologi
teknik, mencakup:
a) Mengklasifikasikan kemiringan lereng berdasarkan bentuk topografi daerah pemetaan
atau penyelidikan,
b) Mencari hubungan sudut lereng atau morfologi terhadap masalah geologi teknik
daerah pemetaan atau penyelidikan,
c) Mencari hubungan dan pengaruh sifat fisik dan mekanik tanah atau batuan terhadap
masalah geologi teknik,
d) Mencari hubungan kejadian bahaya geologi dengan kondisi geologi teknik daerah
pemetaan atau penyelidikan,
e) Menganalisis pengaruh struktur geologi terhadap masalah geologi teknik,
f) Analisis daya dukung dan perosokan tanah,
g) Analisis kemantapan lereng terhadap sifat fisik dan mekanik tanah atau batuan,
h) Penentuan satuan geologi teknik:
Penyusunan satuan geologi teknik dilakukan dengan cara pengelompokan tanah
atau batuan yang mempunyai jenis yang sama atau mendekati sama dari formasi
batuan,
Tanah pelapukan berketebalan lebih dari 1 (satu) meter dipetakan sebagai tanah
sedangkan kurang dari 1 (satu) meter dipetakan sebagai batuan,
Hasil dari pengamatan lapangan baik berupa pengamatan tanah batuan,
penyondiran, pengeboran tangan, masalah geodinamika (bahaya beraspek
geologi) ditambah dengan data sekunder yang didapat perlu dituangkan dalam
peta geologi teknik.
i) Penggambaran peta dan penampang geologi teknik.
88
3.8 Penyelidikan tanah
3.8.1 Umum
Penyelidikan tanah di lapangan dibutuhkan untuk data perencanaan struktur fondasi. Adapun
tujuan penyelidikan tanah yaitu:
1) Mengetahui karakteristik tanah,
2) Menentukan stratifikasi tanah,
3) Mengetahui posisi muka air tanah,
4) Mengetahui kedalaman tanah keras,
5) Menentukan tipe, dimensi dan kedalaman fondasi,
6) Mengetahui daya dukung tanah,
7) Memperkirakan besarnya penurunan yang akan terjadi,
8) Menentukan besarnya tekanan tanah terhadap dinding penahan tanah atau abutment
jembatan,
9) Untuk struktur eksisting, diperlukan penyelidikan keamanan suatu struktur tersebut.
Penyelidikan tanah yang dibahas dalam panduan ini mengacu pada SNI 8460:2017,
Persyaratan Perancangan Geoteknik.
Penanganan geoteknik pada masing-masing struktur harus disesuaikan dari hasil investigasi
tanah lapangan dan pengujian laboratorium. Sehingga, untuk beberapa parameter tanah
tertentu diperoleh bukan hanya dari korelasi investigasi lapangan saja tetapi diwajibkan
menggunakan parameter hasil pengujian dari laboratorium.
CATATAN: Alat-alat yang digunakan pada penyelidikan tanah dan pengujian pada fondasi harus
menggunakan alat yang sudah dikalibrasi.
3.8.2 Pemilihan penyelidikan tanah yang diperlukan
Penyelidikan tanah harus memberikan deskripsi kondisi tanah yang relevan dengan pekerjaan
yang akan dilaksanakan dan menetapkan dasar untuk penilaian parameter geoteknik yang
relevan untuk semua tahap konstruksi.
Apabila tersedia waktu dan dana yang cukup, penyelidikan tanah harus dilakukan secara
bertahap untuk memperoleh informasi yang komprehensif sepanjang perencanaan awal,
perencanaan, dan pembangunan proyek, seperti di bawah berikut:
1) Penyelidikan awal
Penyelidikan awal harus direncanakan sedemikian rupa sehingga data yang diperoleh
memadai untuk hal-hal yang relevan di bawah ini:
a) Menilai stabilitas global dan kesesuaian umum lapangan,
b) Menilai kesesuaian lokasi proyek dibandingkan dengan lokasi alternatif lainnya,
c) Menilai kesesuaian posisi bangunan,
d) Mengevaluasi efek yang mungkin ditimbulkan dari pembangunan terhadap
lingkungan, seperti bangunan tetangga, struktur dan lokasi bangunan,
e) Mengidentifikasi daerah quarry konstruksi,
f) Mempertimbangkan kemungkinan metode fondasi dan perbaikan tanah,
g) Merencanakan penyelidikan utama tahap perencanaan dan penyelidikan tambahan,
termasuk identifikasi zona tanah yang mungkin dapat memberi pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku struktur.
89
Penyelidikan tanah awal harus menyediakan perkiraan data tanah, bila relevan,
mengenai:
a) Jenis tanah atau batuan dan stratifikasinya,
b) Muka air tanah atau profil tekanan air pori,
c) Informasi awal tentang kekuatan dan sifat deformasi tanah dan batuan,
d) Potensi terjadinya kontaminasi pada tanah atau air tanah yang mungkin dapat
merusak daya tahan bahan konstruksi,
2) Penyelidikan tahap perencanaan
Jika penyelidikan awal tidak memberikan informasi yang diperlukan untuk menilai aspek
yang disebutkan di bagian 1) Penyelidikan awal, penyelidikan tambahan harus dilakukan
pada tahap perencanaan.
Apabila relevan, penyelidikan lapangan dalam tahap perencanaan harus terdiri atas:
a) Pengeboran dan atau galian untuk pengambilan contoh tanah,
b) Pengukuran muka air tanah,
c) Uji lapangan,
d) Penutupan kembali lubang bor diwajibkan untuk dilakukan oleh kontraktor dengan
metode grouting.
Pengambilan contoh tanah
Kategori pengambilan contoh dan jumlah contoh yang akan diambil harus didasarkan
pada:
a) Tujuan penyelidikan tanah,
b) Geologi lapangan,
c) Kompleksitas struktur geoteknik.
Untuk identifikasi dan klasifikasi tanah, setidaknya satu lubang bor atau galian uji (test pit)
dengan pengambilan contoh tanah harus tersedia. Contoh tanah harus diperoleh dari
setiap lapisan tanah yang dapat mempengaruhi perilaku struktur.
Pengambilan contoh tanah dapat diganti dengan uji lapangan jika terdapat pengalaman
setempat yang cukup tentang korelasi uji lapangan dengan kondisi tanah untuk
memastikan interpretasi yang tidak ambigu terhadap hasilnya.
Sebelum menyiapkan program uji laboratorium, stratigrafi setempat yang diantisipasi
harus ditetapkan dan lapisan yang relevan untuk desain dipilih untuk menentukan
spesifikasi dari pada jenis dan jumlah uji pada setiap lapisan. Identifikasi lapisan harus
berdasarkan pada masalah geoteknik, kompleksitas, geologi setempat, dan parameter
yang diperlukan untuk perencanaan.
3) Pemeriksaan kesesuaian hasil penyelidikan selama konstruksi
Sejumlah pemeriksaan dan uji tambahan perlu dilakukan selama konstruksi untuk
memeriksa apakah kondisi tanah sesuai dengan hasil penyelidikan tahap perencanaan,
dan sifat-sifat material konstruksi serta pekerjaan konstruksi sesuai dengan yang
diantisipasi berdasarkan hasil penyelidikan sebelumnya.
Pemeriksaan kesusuaian hasil penyelidikan sebelumnya dapat dilakukan melalui langkah-
langkah di bawah ini:
a) Periksa profil tanah pada saat menggali,
b) Inspeksi dasar galian,
c) Pengukuran tinggi muka air tanah atau tekanan air pori dan fluktuasinya,
d) Pengukuran perilaku bangunan atau fasilitas sipil sekitar pembangunan,
e) Pengukuran perilaku kegiatan konstruksi yang sedang dilakukan.
90
Hasil pemeriksaan di atas harus diperiksa terhadap perencanaan yang telah disusun
berdasarkan penyelidikan sebelumnya.
3.8.3 Pelaksanaan penyelidikan tanah di lapangan
Pelaksanaan penyelidikan tanah di lapangan terdiri dari penyelidikan tanah yang biasa
dilakukan dan penyelidikan tanah yang menjadi opsional untuk dilakukan, adapun untuk
penyelidikan tanah yang biasa dilakukan antara lain:
1) Uji penetrasi standar (Standard Penetration Test, SPT)
Uji penetrasi standar, selanjutnya disebut sebagai uji SPT bertujuan untuk menentukan
tahanan tanah pada dasar lubang bor terhadap penetrasi dinamis dari split barrel sampler
(atau konus padat) dan memperoleh contoh tanah terganggu untuk tujuan identifikasi
tanah.
Uji SPT digunakan terutama untuk penentuan kekuatan dan sifat deformasi tanah berbutir
kasar. Uji SPT juga dapat digunakan memperoleh informasi bernilai untuk jenis tanah
lainnya. Pengujian ini harus dilakukan dengan mengikuti persyaratan yang diberikan di
dalam SNI 4153:2008.
2) Uji sondir (Cone Penetration Test, CPT)
Uji penetrasi konus (CPT) atau umumnya dikenal sebagai uji sondir banyak digunakan di
Indonesia, disamping pengujian SPT, pengujian ini sangat berguna untuk memperoleh
nilai variasi kepadatan tanah pasir yang tidak padat. Pada tanah pasir yang padat dan
tanah-tanah berkerikil dan berbatu, penggunaan alat sondir menjadi tidak efektif, karena
akan banyak mengalami kesulitan dalam menembus tanah. Nilai-nilai tahanan kerucut
statik (qc) yang diperoleh dari pengujiannya dapat dikorelasikan secara langsung dengan
nilai daya dukung tanah dan penurunan pada fondasi. Pengujian ini harus dilakukan
dengan mengikuti persyaratan yang diberikan di dalam SNI 2827:2008.
Untuk jumlah minimum penyelidikan tanah khususnya uji penetrasi standar dan uji sondir
adalah:
a) Struktur memanjang (jalan raya, rel kereta, kanal, tanggul, runway dan taxiway):
Satu titik per 50 sampai 200 meter, kecuali runway atau taxiway jarak maximum
dibatasi 100 m. Jarak yang besar dapat dipakai pada investigasi awal,
Tambah titik diantaranya apabila hasil investigasi awal menunjukkan adanya
variasi tanah yang perlu diinvestigasi lebih detail.
b) Jembatan
Untuk jembatan konvensional dengan bentang < 50 meter, minimum 1 titik pada
tiap abutment dan pilar per 2 jalur lalu lintas,
Untuk jembatan khusus dengan bentang ≥ 50 meter atau jembatan di laut,
ditentukan oleh tenaga ahli geoteknik.
CATATAN: untuk jumlah titik bor, konsultan perencana diwajibkan menjamin jumlah
ketercukupan dan keakuratan data tanah yang digunakan dalam perencanaan.
91
4) Uji pembebanan pelat (Plate Loading Test, PLT)
Uji pembebanan pelat dilakukan untuk menentukan deformasi vertikal dan kekuatan dari
suatu massa tanah dan batuan di lapangan melalui pencatatan beban dan penurunan
saat pelat kaku yang dimodelkan sebagai fondasi membebani tanah. Pengujian ini harus
dilakukan dengan mengikuti persyaratan yang diberikan di dalam EN ISO 22476-13
(ASTM D1195/D1196 dan AASHTO T221/T222).
Sedangkan penyelidikan tanah yang menjadi opsional untuk dilakukan antara lain:
1) Uji Pressuremeter, PMT, berupa silinder karet yang dimasukkan ke dalam lubang bor
hingga kedalaman uji dan kemudian dikembangkan pada arah radial. Sistem ini sering
disebut juga dengan istilah preboring pressuremeter. Keuntungan dari uji ini adalah
karena modulus geser tanah dapat diperoleh di lapangan (in-situ). Demikian pula
besarnya koefisien tekanan tanah lateral at rest atau Ko. Besaran-besaran lain seperti
kuat geser tanah juga dapat diperoleh dari uji ini.
Uji Pressuremeter (PMT) harus dilakukan dengan mengikuti persyaratan-persyaratan
yang diberikan di dalam EN-ISO 22476 (ASTM D4719-00).
Ada empat jenis alat umumnya tersedia, dengan mengacu pada EN-ISO 22476:
a) Pre-bored pressuremeter (PBP), misalnya Tes Dilatometer Fleksibel (FDT),
mengacu pada EN ISO 22476-5,
b) Ménard pressuremeter (MPM), bentuk spesifik dari PBP, mengacu pada EN ISO
22476-4,
c) Self-boring pressuremeter (SBP), mengacu pada EN ISO 22476-6,
d) Full-displacement pressuremeter (FDP), mengacu pada EN ISO 22476-8.
2) Uji dilatometer datar (Flat dilatometer test, DMT)
Uji dilatometer merupakan uji yang relatif sederhana untuk mengukur perlawanan tanah
dalam arah horizontal. Alat ini berupa suatu pisau atau blade khusus dengan lebar 95
mm, panjang 240 mm dan tebal 15 mm. Di satu sisi blade terdapat sebuah membran
logam berbentuk lingkaran dengan diameter 60 mm yang dapat dikembangkan ke arah
luar. Pengujian ini harus dilakukan dengan mengikuti persyaratan yang diberikan di dalam
ASTM D6635-01.
3) Uji pendugaan dinamis (Dynamic probing test, DP)
Uji pendugaan dinamis dilakukan untuk menentukan tahanan tanah dan batuan lunak di
lapangan akibat penetrasi dinamis konus. Pengujian ini harus dilakukan dengan
mengikuti persyaratan yang diberikan di dalam EN ISO 22476-2.
Hasil uji harus digunakan terutama untuk penentuan profil tanah bersama-sama dengan
hasil dari pengambilan contoh menggunakan pengeboran dan penggalian atau sebagai
perbandingan relatif pengujian lapangan lainnya. Hasil uji ini juga dapat digunakan untuk
penentuan kekuatan dan deformasi sifat tanah, umumnya dari jenis tanah berbutir kasar
tetapi juga mungkin di tanah berbutir halus, melalui korelasi yang sesuai.
Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan kedalaman lapisan tanah yang sangat
padat yang menunjukkan, misalnya panjang tahanan ujung tiang.
3.8.4 Laporan penyelidikan tanah di lapangan
Hasil penyelidikan tanah di lapangan disampaikan dan disajikan dalam bentuk laporan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan dalam standar SNI atau standar-standar lainnya yang
digunakan dalam penyelidikan, dimana hasil dari penyelidikan tanah yang dilakukan harus
92
menjamin diperolehnya informasi yang cukup mengenai kondisi lapisan tanah pada lokasi dan
di sekitar lokasi pekerjaan.
Laporan penyelidikan tanah terdiri atas:
1) Penyampaian semua informasi mengenai hasil penyelidikan lapangan,
2) Evaluasi geoteknik terhadap informasi yang disampaikan termasuk penjelasan mengenai
asumsi-asumsi yang digunakan di dalam interpretasi hasil pengujian.
Laporan penyelidikan tanah dapat juga menyampaikan nilai dari parameter-parameter tanah
yang diturunkan dari data hasil pengujian dan laporan penyelidikan tanah harus menyatakan
keterbatasan dari hasil-hasil yang diperoleh dari pengujian.
3.8.5 Pemilihan pengujian sampel tanah di laboratorium
Sifat-sifat fisik tanah dapat dipelajari dari hasil-hasil pengujian laboratorium pada contoh-
contoh tanah yang diambil dari pengeboran. Hasil-hasil pengujian yang diperolah dapat
digunakan untuk menghitung daya dukung dan penurunan, selain itu data laboratorium dapat
pula memberikan informasi mengenai besarnya debit air yang mengalir ke dalam lubang
galian fondasi, perilaku tanah dalam menerima tekanan, dan kemungkinan penanggulangan
air pada penggalian tanah fondasi.
Perlu diingat bahwa kondisi lapisan tanah di lapangan bervariasi, karena itu jumlah contoh
tanah yang terlalu sedikit akan memberikan analisis data yang hasilnya meragukan.
Secara umum, pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk perencanaan fondasi, adalah:
1) Inspeksi visual dan profil tanah awal
Contoh tanah dan galian uji (test pit) harus diinspeksi secara visual dan dibandingkan
dengan data bor sehingga profil tanah awal dapat diperoleh. Untuk contoh tanah, inspeksi
visual harus didukung oleh uji manual sederhana untuk identifikasi tanah dan memberi
informasi awal tentang konsistensi dan sifat mekanik. Jika terdapat perbedaan yang jelas
dan signifikan pada sifat antara bagian yang berbeda dari satu strata, profil tanah awal
harus dibagi lagi menjadi dua lapisan.
2) Program pengujian sampel tanah di laboratorium
Program uji laboratorium tergantung pada ada tidaknya dan cakupan serta kualitas
pengalaman yang lalu. Pengamatan lapangan pada struktur yang berdekatan perlu
dipertimbangkan. Pengujian harus dilakukan terhadap benda uji yang mewakili tiap
lapisan tanah. Uji klasifikasi pada contoh tanah atau benda uji harus dilakukan untuk
memastikan keterwakilannya.
3) Jumlah pengujian sampel tanah di laboratorium
Jumlah pengujian laboratorium harus mengikuti persyaratan berikut:
a) Jumlah benda uji harus ditetapkan berdasarkan homogenitas tanah, kualitas dan
jumlah pengalaman pada tanah tersebut dan kategori permasalahan geoteknik,
b) Benda uji tambahan harus disediakan, bila memungkinkan, untuk mengakomodir
tanah bermasalah, benda uji yang rusak dan faktor-faktor lain,
c) Jumlah minimum benda uji harus diselidiki tergantung pada jenis ujinya,
d) Jumlah minimum uji laboratorium dapat dikurangi jika perencanaan geoteknik tidak
butuh optimisasi dan menggunakan parameter tanah yang konservatif, atau jika sudah
memiliki pengalaman atau informasi setempat yang cukup.
4) Uji pada contoh tanah
Persyaratan uji pada contoh tanah adalah sebagai berikut:
a) Contoh tanah untuk pengujian harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat
mencakup rentang sifat indeks setiap lapisan yang relevan,
93
b) Untuk timbunan atau lapisan pasir atau kerikil, dapat menggunakan benda uji yang
dibentuk ulang (reconstituted specimens). Benda uji yang dibentuk harus memiliki
komposisi, kepadatan dan kadar air yang kurang lebih sama dengan material asli di
lapangan.
3.8.6 Pelaksanaan pengujian sampel tanah di laboratorium
1) Persiapan contoh uji tanah
Persiapan contoh uji tanah harus mengikuti persyaratan-persyaratan berikut:
a) Persiapan tanah untuk pengujian laboratorium dilakukan untuk memperoleh benda
uji yang paling mewakili tanah tempat contoh tersebut diambil. Untuk kebutuhan
persiapan, dapat dibedakan lima tipe benda uji, yaitu:
Terganggu,
Tidak terganggu,
Dipadatkan kembali (recompacted),
Remasan (remoulded),
Dibentuk ulang (reconstituted),
b) Benda uji tanah yang digunakan untuk pengujian harus cukup banyak jumlahnya
dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
Ukuran terbesar butiran ada dalam jumlah yang signifikan,
Fitur alami seperti struktur dan fabrikasi (misalnya diskontinuitas).
c) Penanganan dan pengolahan contoh uji tanah harus mengikuti persyaratan di dalam
SNI 03-4148.12000 (EN-ISO 22475-1).
2) Uji klasifikasi, identifikasi dan deskripsi tanah
Klasifikasi, identifikasi dan deskripsi tanah harus dilakukan sesuai dengan SNI 03-6797-
2002 dan SNI 6371: 2015 (EN ISO 14688-1 dan EN ISO 14688-2). Jumlah benda uji yang
akan diuji tergantung pada variabilitas tanah dan jumlah pengalaman dengan tanah
tersebut.
a) Pengujian kadar air
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kadar air material tanah. Kadar air
didefinisikan sebagai perbandingan massa air bebas dengan massa tanah kering.
Tata cara pengujian kadar air harus mengacu pada SNI 1965:2008. Jika contoh terdiri
atas lebih dari satu jenis tanah, kadar air harus ditentukan dari benda uji yang mewakili
jenis tanah yang berbeda.
b) Penentuan berat volume atau berat isi (bulk density)
Penentuan berat volume dilakukan untuk menentukan berat volume total massa tanah,
termasuk kandungan cairan atau gas di dalamnya.
Evaluasi hasil penentuan berat volume harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
Kemungkinan adanya gangguan contoh tanah,
Kecuali dalam kasus pengambilan contoh tanah dengan metode khusus, uji
laboratorium untuk berat volume tanah berbutir kasar umumnya hanya berupa
perkiraan,
Berat volume dapat digunakan dalam menentukan gaya-gaya desain yang
diperoleh dari tanah dan hasil pengolahan dari uji laboratorium lainnya,
Berat volume juga dapat digunakan untuk mengevaluasi karakteristik tanah
lainnya. Misalnya, dalam hubungannya dengan kadar air dan perhitungan
kepadatan tanah kering.
c) Penentuan kepadatan butiran
94
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kepadatan butiran tanah padat dengan
menggunakan metode konvensional. Pemilihan metode pengujian yang akan
digunakan harus mempertimbangkan jenis tanah. Tata cara pengujian kepadatan
butiran harus mengikuti persyaratan di dalam SNI 1976:2008.
d) Analisis ukuran butiran
Analisis ukuran butiran dilakukan untuk menentukan persentase massa rentang
ukuran butiran yang terpisah yang ditemukan di dalam tanah. Tata cara analisis ukuran
butiran harus mengacu pada SNI 3423:2008.
e) Penentuan batas konsistensi (Batas Atterberg)
Pengujian batas-batas Atterberg bertujuan untuk mencari nilai perbandingan berat air
yang mengisi ruang pori dengan berat tanah kering pada kondisi batas cair atau
plastis. Penentuan batas-batas Atterberg meliputi batas susut (shrinkage limit), batas
plastis (plastic limit), dan batas cair (liquid limit) serta indeks plastisitas (plasticity
index). Batas susut (shrinkage limit) adalah batas kadar air dimana tanah dengan
kadar air di bawah nilai tersebut tidak menyusut lagi (tidak berubah volume). Batas
plastis (plastic limit) adalah kadar air terendah dimana tanah mulai bersifat plastis.
Dalam hal ini sifat plastis ditentukan berdasarkan kondisi dimana tanah yang digulung
dengan telapak tangan, di atas kaca mulai retak setelah mencapai diameter 3,0 mm.
Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tertentu dimana perilaku berubah dari kondisi
plastis ke cair. Pada kadar air tersebut tanah mempunyai kuat geser yang terendah.
Tata cara pengujiannya harus mengacu pada:
SNI 1967:2008 untuk batas cair,
SNI 1966:2008 untuk batas plastis dan indeks plastisitas tanah,
SNI 3422:2008 untuk batas susut.
f) Penentuan indeks kepadatan tanah berbutir
Tata cara penentuan indeks kepadatan tanah berbutir harus merujuk pada SNI 1976-
2008.
Kondisi-kondisi berikut harus ditentukan atau diperiksa:
Kuantitas dan kualitas contoh,
Jenis prosedur pengujian yang akan diterapkan,
Metode persiapan masing-masing benda uji.
Tanah yang diuji harus mengandung kurang dari 10% dari tanah berbutir halus (butiran
lolos saringan 0,063 mm) dan lebih kecil 10% dari pada kerikil (butiran tertahan
saringan 2 mm).
Evaluasi dan penggunaan hasil penentuan indeks kepadatan tanah berbutir harus
mengikuti persyaratan-persyaratan berikut:
Harus diperhitungkan bahwa kepadatan maksimum dan minimum yang diperoleh
di laboratorium tidak selamanya mewakili kepadatan yang dibatasi. Selain itu
diketahui pula bahwa pengujian ini memberikan kepadatan dengan keberagaman
yang tinggi,
Indeks kepadatan dapat digunakan untuk mengkarakterisasi kekuatan geser dan
kompresibilitas tanah berbutir kasar.
g) Penentuan penghancuran tanah (Dispersibility)
Penentuan penghancuran tanah dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik
dispersive tanah lempung. Pengujian standar untuk mengklasifikasikan tanah guna
tujuan rekayasa tidak mengidentifikasi karakteristik dispersif tanah.
95
Pengujian penghancuran tanah dilakukan pada tanah lempung, terutama yang terkait
dengan timbunan, mineral sealings dan struktur geoteknik lainnya yang kontak dengan
air. Penentuan penghancuran tanah dengan pengujian hidrometer ganda harus
mengacu pada SNI 6874:2012. Hasil pengujian dispersibilitas harus terkait dengan
distribusi ukuran butir dan batas-batas konsistensi contoh tanah.
3) Uji kimia dan kandungan organik tanah dan air tanah
Pengujian kimia rutin di laboratorium tanah umumnya terbatas pada kadar organik
(kehilangan pemijaran atau loss of ignition, kadar organik total, bahan organik), kadar
karbonat, kadar sulfat, nilai pH (keasaman atau alkalinitas) dan kadar klorida.
a) Penentuan kadar organik
Uji kadar organik digunakan untuk mengklasifikasikan tanah. Pada tanah dengan
butiran lempung dan kandungan karbonat sedikit atau tidak ada, kadar organik
seringkali ditentukan dari kehilangan pemijaran pada suhu terkontrol. Pengujian lain
yang sesuai juga dapat digunakan. Misalnya, kadar organik dari hilangnya massa
pada perlakuan dengan hidrogen peroksida (H2O2), yang memberikan pengukuran
organik yang lebih spesifik. Penentuan kadar organik mengacu pada SNI 13-6793-
2002.
b) Penentuan kadar karbonat
Uji kadar karbonat digunakan sebagai penunjuk untuk mengklasifikasikan kandungan
karbonat alami dari tanah dan batuan atau sebagai penunjuk untuk menunjukkan
tingkat sementasi. Penentuan kadar karbonat mengacu pada ASTM D4373-14. Kadar
karbonat harus dilaporkan sebagai persentase dari material kering asli.
c) Penentuan kadar sulfat
Pengujian ini digunakan untuk menentukan kadar sulfat sebagai penunjuk adanya
efek merugikan tanah yang mungkin terjadi terhadap baja dan beton. Semua sulfat
alami, dengan sedikit pengecualian, larut di dalam asam klorida, dan ada pula yang
larut di dalam air.
Penentuan kadar sulfat mengacu pada ASTM D516-11. Di dalam evaluasi hasil
pengujian, kandungan-sulfat harus dilaporkan sebagai persentase bahan kering atau
dalam gram per liter, yang berkaitan dengan (asam-) atau sulfat yang larut dalam air.
d) Penentuan nilai pH (keasaman dan alkalinitas)
Nilai pH tanah atau larutan tanah dalam air digunakan untuk menilai kemungkinan
keasaman berlebihan atau alkalinitas. Penentuan nilai pH mengacu pada SNI 03-
6787-2002. Evaluasi hasil penentuan nilai pH harus mempertimbangkan bahwa dalam
beberapa tanah, nilai yang terukur dapat dipengaruhi oleh oksidasi.
e) Penentuan kadar klorida
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kadar klorida yang larut dalam air atau
asam sehingga salinitas air pori atau tanah dapat dinilai. Hasil yang diperoleh
menunjukkan kemungkinan efek air tanah terhadap beton, baja, material lain dan
tanah. Penentuan kadar klorida mengacu pada ASTM D512-12. Kadar klorida dalam
gram per liter atau sebagai persentase massa kering tanah harus dilaporkan. Prosedur
pengujian yang digunakan harus menyatakan apakah klorida yang larut dalam air atau
asam telah ditentukan.
4) Uji indeks kekuatan tanah
96
Uji indeks kekuatan tanah bertujuan untuk menentukan parameter kuat geser terdrainase
dan atau tak terdrainase.
Uji kekuatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test, UCS test)
Uji kuat tekan bebas harus dilakukan terhadap benda uji tanah dengan permeabilitas
yang cukup rendah untuk mempertahankan kondisi tak terdrainase selama pengujian.
Pengujian kuat tekan bebas harus mengacu pada SNI 3638:2012.
b) Uji triaksial tak terkonsolidasi-tak terdrainase, Triaksial UU (Unconsolidated-
undrained triaxial compression test)
Pengujian triaksial UU harus merujuk pada SNI 4813:2015.
c) Uji triaksial terkonsolidasi
Pengujian triaksial terkonsolidasi harus merujuk pada SNI 2455:2015. Pengujian harus
dilakukan pada benda uji terganggu dari kelas kualitas 1.
Evaluasi dan penggunaan hasil pengujian harus memperhitungkan hal-hal berikut:
Kuat geser tak terdrainase, parameter tekanan air pori dan hubungan tegangan-
regangan dipengaruhi oleh gangguan contoh tanah yang lebih besar daripada
parameter kekuatan terdrainase,
Tergantung pada jenis pengujiannya, dapat diperoleh kuat geser terdrainase atau
tak terdrainase dari tanah.
d) Uji geser langsung terkonsolidasi (consolidated direct shear box test)
Pengujian geser langsung terkonsolidasi harus merujuk pada SNI 2813:2008.
Pengujian harus dilakukan pada benda uji terganggu dari Kelas Kualitas 1. Hasil uji
geser langsung dapat merepresentasikan kekuatan tanah dalam kondisi terdrainase.
Nilai yang diperoleh dari hasil pengujian sudut geser dalam efektif dan kohesi efektif
dan nilai-nilai tersebut dapat digunakan di dalam analisis stabilitas.
5) Uji kompresibilitas dan deformasi tanah
a) Uji kompresibilitas oedometer (uji konsolidasi)
Pengujian ini mencakup uji oedometer (uji konsolidasi) dan pengembangan serta
evaluasi potensi keruntuhan (collapse potential). Selain itu dapat dilakukan pula
pengujian dengan pembebanan continue (laju regangan konstan, constant rate of
strain).
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kompresi, konsolidasi dan karakteristik
pengembangan tanah, sedangkan pengujian potensi keruntuhan dilakukan untuk
menetapkan parameter kompresibilitas tanah dalam keadaan jenuh, serta
mengevaluasi penambahan tekanan selama penggenangan (pemberian air) akibat
runtuhnya struktur tanah.
Pengujian kompresibilitas oedometer (uji konsolidasi) harus merujuk pada SNI
2812:2011. Untuk penentuan kompresibilitas lapisan tanah lempung, lanau atau tanah
organik, harus digunakan pengujian tanah terganggu (kelas kualitas 1).
Cara uji pengukuran potensi keruntuhan tanah di laboratorium mengacu pada SNI
8072:2016.
b) Uji sifat deformasi triaksial
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan modulus deformasi (parameter kekakuan).
Berbagai variasi kekakuan dapat diukur tergantung dari lintasan pembebanannya
(loading path), demikian halnya modulus E atau Eu terdrainase atau tak terdrainase.
97
Persyaratan-persyaratan berikut harus diikuti untuk uji sifat deformasi triaksial:
Untuk penentuan kekakuan lapisan tanah, contoh tidak terganggu (Kelas Kualitas
1) harus digunakan,
Ketika menentukan karakteristik kekakuan lapisan tanah, hal-hal berikut harus
dipertimbangkan:
- Kualitas contoh,
- Sensitivitas, kejenuhan, keadaan konsolidasi dan sementasi tanah,
- Persiapan benda uji,
- Arah (orientasi) benda uji.
Evaluasi dan penggunaan hasil pengujian sifat deformasi triaksial harus
memperhatikan hal-hal berikut ini:
- Kekakuan dapat diperoleh dari kurva lengkap, atau dari nilai-nilai
konvensional, misalnya modulus elastisitas Young awal (E0), atau oleh E50
pada kondisi 50% tegangan geser maksimum,
- Modulus Young dan kurva tegangan-regangan tanah lunak, tanah
terkonsolidasi normal mungkin pada beberapa kasus ditentukan dari uji
kekuatan triaksial standar.
6) Uji pemadatan tanah
a) Uji pemadatan tanah (uji proctor)
Pengujian pemadatan tanah (uji proctor) digunakan untuk menentukan hubungan
antara kepadatan kering dan kadar air ketika sejumlah upaya pemadatan diberikan
serta harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diberikan di dalam SNI
1742:2008 untuk cara uji kepadatan ringan tanah dan SNI 1743:2008 untuk cara uji
kepadatan berat tanah.
b) Uji California Bearing Ratio (CBR)
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan nilai CBR contoh tanah yang dipadatkan
atau contoh tanah terganggu. Pengujian CBR harus merujuk pada SNI 1744:2012.
c) Uji permeabilitas tanah
Pengujian ini dilakukan untuk menetapkan koefisien permeabilitas (konduktivitas
hidrolik) untuk aliran air melalui tanah jenuh air. Pengujian permeabilitas harus merujuk
pada SNI 03- 6870-2002 dan SNI 03-6871-2002.
Untuk pengujian permeabilitas di tanah lempung, lanau atau tanah organik, hanya
benda uji tanah dengan kelas kualitas 1 atau 2 yang sebaiknya digunakan. Untuk
material pasir dan kerikil, benda uji dengan kelas kualitas 3 dan remasan atau contoh
tanah dipadatkan kembali dapat digunakan.
3.8.7 Laporan pengujian sampel tanah di laboratorium
Hasil dari pengujian sampel tanah di laboratorium harus disampaikan dan dilaporkan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan dalam standar SNI atau standar-standar lainnya yang
digunakan dalam pengujian.
Laporan pengujian sampel tanah di laboratorium terdiri atas:
1) Penyampaian hasil
Pengujian harus dilakukan dan dilaporkan sesuai dengan standar yang berlaku
secara nasional (SNI, ASTM, EN ISO atau lainnya),
98
Metode uji dan prosedur yang digunakan harus dilaporkan bersama-sama dengan
hasil pengujian. Setiap penyimpangan dari prosedur uji standar harus dilaporkan dan
dijustifikasi,
Jika sesuai, hasil pengujian klasifikasi tanah di laboratorium harus disampaikan
bersama-sama dengan profil tanah diringkasan deskripsi tanah dan semua hasil
klasifikasi.
2) Evaluasi hasil uji laboratorium
Hasil pengujian tersendiri harus dibandingkan dengan hasil pengujian lainnya untuk
memeriksa tidak terdapatnya kontradiksi di antara data yang tersedia. Hasil pengujian
harus diperiksa dengan nilai-nilai yang diperoleh dari literatur, korelasi dengan sifat indeks
dan pengalaman yang sebanding. Hasil pengujian tersendiri harus dibandingkan dengan
hasil pengujian lainnya untuk memeriksa tidak terdapatnya kontradiksi di antara data yang
tersedia. Hasil pengujian harus diperiksa dengan nilai-nilai yang diperoleh dari literatur,
korelasi dengan sifat indeks dan pengalaman yang sebanding.
3.9 Penyelidikan lain yang diperlukan
3.9.1 Umum
Selain beberapa penyelidikan yang dijelaskan di atas, untuk beberapa lokasi khusus
diperlukan penyelidikan lainnya yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat.
Penyelidikan tersebut di antaranya adalah data lalu lintas pelayaran kapal, penyelidikan
sampel tanah dasar, data kecepatan angin, penyelidikan salinitas air, data kondisi geologi,
dan data perubahan temperatur.
3.9.2 Data lalu lintas pelayaran kapal
Pada lokasi pembangunan jembatan yang melewati jalur lintasan kapal, perlu dilakukan
penyelidikan untuk menentukan pembentangan jembatan, menentukan ruang bebas vertikal
dan horizontal, dan untuk menentukan bangunan pelindung atau pengaman struktur pilar
berupa fender. Kebutuhan data tersebut didapatkan melalui instansi-instansi terkait seperti;
pemerintah kota atau kabupaten, dinas perhubungan, pihak swasta, dan instansi lainnya.
Data-data lalu lintas pelayaran kapal yang diperlukan dalam perencanaan jembatan adalah:
1) Klasifikasi alur pelayaran,
2) Peta jalur navigasi kapal pada lokasi rencana jembatan,
3) Data lalu lintas kapal setiap bulan dalam 1 tahun terakhir,
4) Dimensi kapal yang melintasi lokasi rencana jembatan (tinggi, lebar, dan panjang kapal),
5) Data kapasitas muatan,
6) Draf kapal,
7) Jenis kapal.
Alat SPT diletakkan di atas alat bantu yang bisa mengapung di atas sungai dengan syarat
alat tersebut statik, contohnya rakit, kapal kecil dan ponton kecil.
99
Gambar 3.10 - Pengujian SPT di permukaan sungai
Pengujian SPT bertujuan untuk menentukan tahanan tanah pada dasar lubang bor terhadap
penetrasi dinamis dari split barrel sampler (atau konus padat) dan memperoleh contoh tanah
terganggu untuk tujuan identifikasi tanah.
Uji SPT digunakan terutama untuk penentuan kekuatan dan sifat deformasi tanah berbutir
kasar. Uji SPT juga dapat digunakan memperoleh informasi bernilai untuk jenis tanah lainnya.
Uji SPT harus dilakukan sesuai dengan SNI 4153-2008.
3.9.4 Data kecepatan angin
Angin merupakan udara yang bergerak akibat rotasi bumi dan perbedaan tekanan udara di
sekitarnya. Angin bergerak dari tempat yang memiliki tekanan udara tinggi menuju ke tempat
yang memiliki tekanan udara rendah. Kecepatan angin ditentukan dari perbedaan tekanan
udara antara tempat asal, tujuan angin dan ketahanan medan yang dilaluinya. Untuk
mengukur kecepatan angin digunakan alat yang disebut anemometer.
Anemometer merupakan alat untuk mengukur kecepatan angin. Alat pengukur kecepatan
angin tersebut merupakan sebuah perangkat yang digunakan untuk mengukur kecepatan
angin dan juga untuk mengukur arah angin. Anemometer merupakan salah satu alat yang
sering digunakan oleh balai cuaca seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG).
Secara umum, anemometer terbagi menjadi dua jenis yaitu, anemometer yang mengukur
tekanan angin (anemometer tekanan) dan anemometer untuk mengukur kecepatan angin
(velocity anemometer).
Untuk tujuan perencanaan ketahanan angin terhadap jembatan, maka perlu disediakan
informasi data kecepatan angin sebagai yang dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.
100
Tabel 3.2 Data kecepatan angin yang diperlukan untuk perencanaan ketahanan
angin terhadap jembatan
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa
danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut
umumnya. Sebagai contoh, laut mati memiliki kadar garam sekitar 30%.
Salinitas air berhubungan dengan konsep perencanaan jembatan. Sebagai contoh untuk
merencanakan jembatan di lokasi dengan salinitas air tinggi, apabila jembatan dengan
struktur baja harus direncanakan jenis pelindung karat yang akan digunakan, sedangkan
untuk jembatan dengan struktur beton harus diperhatikan jenis semen yang akan digunakan.
3.9.6 Data perubahan temperatur
Perubahan temperatur berpengaruh terhadap perilaku struktur secara terus-menerus.
Temperatur setiap harinya dapat diukur dengan menggunakan alat termometer. Ada
beberapa jenis termometer, yaitu termometer biasa, termometer maksimum dan termometer
minimum. Termometer biasa digunakan untuk mengukur suhu udara dan suhu tanah sesuai
dengan turun naiknya cairan atau perubahan sensor logam yang dapat dibaca. Termometer
maksimum bekerja berdasarkan prinsip pemuaian zat-zat seperti termometer biasa.
Termometer minimum biasanya menggunakan alkohol. Satuan suhu yang biasa digunakan
adalah derajat celcius (0C).
Suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Pada umumnya suhu maksimum
terjadi sesudah tengah hari. Biasanya antara jam 12:00 dan jam 14:00, dan suhu minimum
terjadi pada jam 06:00 waktu lokal atau sekitar matahari terbit. Suhu udara harian rata-rata
didefinisikan sebagai rata-rata pengamatan selama 24 jam (satu hari) yang dilakukan tiap jam.
101
Pengamatan perubahan temperatur dilakukan setiap jam selama 24 jam dengan langkah
kerja untuk mengidentifikasi perubahan suhu udara, yaitu:
1) Meletakkan thermometer di sekitar lokasi rencana jembatan,
2) Mendiamkan thermometer beberapa saat (±10 menit),
3) Mencatat hasil pengukuran.
Dalam perencanaan jembatan, untuk beban temperatur diperlukan data suhu udara
maksimum dan suhu udara minimum di lokasi jembatan. Nilai rata-rata dari suhu tersebut
akan digunakan sebagai beban temperatur.
102
3.10 Daftar Pustaka
ASTM C128-15. 2015. Standard Test Method for Relative Density (Specific Gravity) and
Absorption of Fine Aggregate, ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM D422-63(2007)e2. 2007. Standard Test Method for Particle-Size Analysis of Soils
(Withdrawn 2016), ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM D512-12. 2012. Standard Test Methods for Chloride Ion In Water, ASTM International,
West Conshohocken, PA.
ASTM D516-11. 2011. Standard Test Method for Sulfate Ion in Water, ASTM International,
West Conshohocken, PA.
ASTM D854-14. 2014. Standard Test Methods for Specific Gravity of Soil Solids by Water
Pycnometer, ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM D1195 / D1195M-09(2015). 2015. Standard Test Method for Repetitive Static Plate
Load Tests of Soils and Flexible Pavement Components, for Use in Evaluation and
Design of Airport and Highway Pavements, ASTM International, West Conshohocken,
PA.
ASTM D2435 / D2435M-11. 2020. Standard Test Methods for One-Dimensional Consolidation
Properties of Soils Using Incremental Loading, ASTM International, West Conshohocken,
PA.
ASTM D2664-04. 2004. Standard Test Method for Triaxial Compressive Strength of
Undrained Rock Core Specimens Without Pore Pressure Measurements (Withdrawn
2005), ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM D4318-17. 2017. Standard Test Methods for Liquid Limit, Plastic Limit, and Plasticity
Index of Soils, ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM D4373-14. 2014. Standard Test Method for Rapid Determination of Carbonate Content
of Soils, ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM D4718-87(2007). 2007. Standard Practice for Correction of Unit Weight and Water
Content for Soils Containing Oversize Particles, ASTM International, West
Conshohocken, PA.
ASTM D4719-00. 2000. Standard Test Method for Prebored Pressuremeter Testing in Soils,
ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM D6635-01(2007). 2007. Standard Test Method for Performing the Flat Plate
Dilatometer, ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM D6683-14. 2014. Standard Test Method for Measuring Bulk Density Values of Powders
and Other Bulk Solids as Function of Compressive Stress, ASTM International, West
Conshohocken, PA.
103
ASTM D6913-04(2009)e1. 2009. Standard Test Methods for Particle-Size Distribution
(Gradation) of Soils Using Sieve Analysis, ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM D7172-14. 2014. Standard Test Method for Determining the Relative Density (Specific
Gravity) and Absorption of Fine Aggregates Using Infrared, ASTM International, West
Conshohocken, PA.
Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 03-4148.1-2000 Tata cara pengambilan contoh
tanah dengan tabung dinding tipis: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 03-6787-2002 Metode pengujian PH Tanah dengan
alat PH meter: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 13-6793-2002 Metode pengujian kadar air, kadar
abu dan bahan organik dari tanah gambut dan tanah organik lainnya: Badan
Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 03-6797-2002 Tata cara klasifikasi tanah dan
campuran tanah agregat untuk konstruksi jalan: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 03-6870-2002 Cara uji kelulusan air di laboratorium
untuk tanah berbutir halus dengan tinggi tekan menurun: Badan Standardisasi Nasional
(BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 03-6871-2002 Cara uji kelulusan air untuk tanah
berbutir kasar dengan tinggi tekan tetap: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 1742:2008 Cara uji kepadatan ringan untuk tanah:
Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 1965:2008 Cara uji penentuan kadar air untuk tanah
dan batuan: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 1966:2008 Cara uji penentuan batas plastis dan
indeks plastisitas tanah: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 1976:2008 Cara koreksi kepadatan tanah yang
mengandung butiran kasar: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 1967:2008 Cara uji penentuan batas cair tanah:
Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 2813:2008 Cara uji kuat geser langsung tanah
terkonsolidasi dan terdrainase: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 2827:2008 Cara uji penetrasi lapangan dengan alat
sondir: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 3422:2008 Cara uji penentuan batas susut tanah:
Badan Standardisasi Nasional (BSN).
104
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 3423:2008 Cara uji analisis ukuran butir tanah:
Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 4153:2008 Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan
SPT: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 2812:2011 Cara uji konsolidasi tanah satu dimensi:
Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 1744:2012 Metode uji CBR laboratorium: Badan
Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 2455:2012 Cara uji triaksial untuk tanah dalam
keadaan terkondolidasi tidak terdrainase (CU) dan terkonsolidasi terdrainase (CD):
Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 3638:2012 Metode uji kuat tekan bebas tanah
kohesif: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 6874:2012 Cara uji sifat dispersif tanah lempung
dengan hidrometer ganda: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2015. SNI 4813:2015 Cara uji triaksial untuk tanah kohesif
dalam keadaan tidak terkonsolidasi dan tidak terdrainase (UU): Badan Standardisasi
Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional. 2015. SNI 6371:2015 Tata cara pengklasifikasian tanah untuk
keperluan teknik dengan sistem klasifikasi unifikasi tanah. Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. 2016. SNI 8072:2016 Cara uji pengukuran potensi keruntuhan
tanah di laboratorium: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Bina Marga. 1992. Bridge Management System (BMS) : Bridge Design Manual, Bina Marga.
Bina Marga. 2009. Prosedur Operasi Standar dan Ketentuan Terkait Dalam Perwujudan
Konstruksi Jembatan, Bina Marga.
British Standart 812. 1989. Testing aggregates. Methods for determination of particle shape.
Flakiness index. British Standart.
Christady Hardyatmo, Hary. 1996. Teknik Fondasi 1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Departemen Pekerjaan Umum. 1980. Pedoman Penyelidikan Geologi Teknik dan Mekanika
Tanah. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
EN ISO 22476-2:2005. Geotechnical investigation and testing - Field testing - Part 2: Dynamic
probing.
EN ISO 22476-4:2012. Geotechnical investigation and testing - Field testing - Part 4: Ménard
pressuremeter test.
105
EN ISO 22476-5:2012. Geotechnical investigation and testing Field testing - Part 5: Flexible
dilatometer test.
EN ISO 22476-8:2018. Geotechnical investigation and testing - field testing. Full displacement
pressuremeter test.
106
PANDUAN NO. 02 / M / BM / 2021
BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
iii
2.1 Pendahuluan ......................................................................................................... 32
2.2 Daftar istilah dan notasi ......................................................................................... 32
2.2.1 Daftar istilah........................................................................................................... 32
2.2.2 Notasi .................................................................................................................... 33
2.3 Beban rencana ...................................................................................................... 35
2.3.1 Umum .................................................................................................................... 35
2.3.2 Beban permanen ................................................................................................... 35
2.3.3 Beban transien ...................................................................................................... 62
2.4 Kombinasi beban rencana ..................................................................................... 94
2.5 Daftar pustaka ....................................................................................................... 98
3 Perilaku dan perencanaan jembatan terhadap beban gempa ................................ 99
3.1 Pendahuluan ......................................................................................................... 99
3.2 Daftar istilah dan notasi ......................................................................................... 99
3.2.1 Daftar istilah........................................................................................................... 99
3.2.2 Notasi .................................................................................................................. 100
3.3 Metodologi perencanaan ..................................................................................... 100
3.3.1 Umum .................................................................................................................. 100
3.3.2 Konsep perencanaan jembatan terhadap beban gempa ...................................... 101
3.3.3 Tahapan perencanaan jembatan terhadap beban gempa .................................... 101
3.4 Perencanaan konseptual dengan memperhitungkan pengaruh gempa................ 118
3.4.1 Umum .................................................................................................................. 118
3.4.2 Jalur beban (load path) ........................................................................................ 118
3.4.3 Integritas dan simetri struktur ............................................................................... 125
3.4.4 Sistem dan elemen penahan gempa pada jembatan ........................................... 126
3.5 Analisis struktur terhadap beban gempa .............................................................. 131
3.5.1 Umum .................................................................................................................. 131
3.5.2 Metode analisis struktur ....................................................................................... 131
3.5.3 Jembatan bentang tunggal .................................................................................. 135
3.5.4 Jembatan bentang majemuk ................................................................................ 136
3.6 Persyaratan detail ................................................................................................ 160
3.6.1 Umum .................................................................................................................. 160
3.6.2 Zona gempa 1 ..................................................................................................... 161
3.6.3 Zona gempa 2 ..................................................................................................... 161
3.6.4 Zona gempa 3 dan 4............................................................................................ 162
3.7 Daftar pustaka ..................................................................................................... 167
4 Perencanaan struktur bangunan atas .................................................................. 168
4.1 Preliminary design ............................................................................................... 168
4.2 Perencanaan struktur beton................................................................................. 169
4.2.1 Pendahuluan ....................................................................................................... 169
iv
4.2.2 Daftar istilah dan notasi ....................................................................................... 169
4.2.3 Ketentuan umum perencanaan struktur beton ..................................................... 173
4.2.4 Sifat dan karakteristik material ............................................................................. 175
4.2.5 Anggapan umum dalam analisis struktur beton ................................................... 176
4.2.6 Perencanaan gelagar beton bertulang ................................................................. 177
4.2.7 Perencanaan pelat lantai ..................................................................................... 212
4.2.8 Perencanaan gelagar beton pratekan .................................................................. 220
4.2.9 Panjang penyaluran dan penyambungan tulangan dan tendon............................ 260
4.2.10 Penghubung antar segmen.................................................................................. 263
4.2.11 Daftar pustaka ..................................................................................................... 267
4.3 Perencanaan struktur baja ................................................................................... 268
4.3.1 Daftar istilah dan notasi ....................................................................................... 268
4.3.2 Perencanaan gelagar baja I komposit .................................................................. 287
4.3.3 Perencanaan gelagar tipe U komposit ................................................................. 345
4.3.4 Perencanaan jembatan rangka baja .................................................................... 374
4.4 Daftar pustaka ..................................................................................................... 408
v
Daftar Gambar
vii
Gambar 4.25 - Perencanaan lentur gelagar beton pratekan kondisi batas ultimit .............. 227
Gambar 4.26 - Perencanaan lentur gelagar beton pratekan kondisi batas ultimit (lanjutan)
.......................................................................................................................................... 228
Gambar 4.27 - Perencanaan geser gelagar beton pratekan............................................... 234
Gambar 4.28 - Perencanaan geser gelagar beton pratekan (lanjutan) ............................... 235
Gambar 4.29 - Perencanaan torsi gelagar beton pratekan ................................................. 239
Gambar 4.30 – a.Tampak samping, b. tampak atas gelagar I beton pratekan ................... 264
Gambar 4.31 - Tampak samping detail shear key .............................................................. 264
Gambar 4.32 - Tampak atas detail shear key .................................................................... 264
Gambar 4.33 - Posisi pin connector ................................................................................... 265
Gambar 4.34 - Detail pin connector ................................................................................... 265
Gambar 4.35 - Penampang melintang jembatan voided slab ............................................. 266
Gambar 4.36 - Kegagalan geser pada sambungan konstruksi voided slab ........................ 266
Gambar 4.37 - Strand transversal pada voided slab .......................................................... 266
Gambar 4.38 - Pengaku transversal dan longitudinal ......................................................... 289
Gambar 4.39 - Klasifikasi penampang pada lentur positif .................................................. 296
Gambar 4.40 - Kasus-kasus pada perhitungan MP pada lentur positif ................................ 296
Gambar 4.41 - Klasifikasi penampang pada lentur negatif ................................................. 303
Gambar 4.42 - Kasus-kasus pada perhitungan Mp pada momen negatif ............................ 303
Gambar 4.43 - Persyaratan keadaan batas kekuatan ........................................................ 306
Gambar 4.44 - Bagan alir kekuatan lentur.......................................................................... 308
Gambar 4.45 - Bagan alir perencanaan kekuatan lentur pada penampang kompak yang
menahan momen lentur positif ........................................................................................... 309
Gambar 4.46 - Bagan alir perencanaan kekuatan lentur pada penampang tak kompak yang
menahan momen lentur positif ........................................................................................... 310
Gambar 4.47 - Bagan alir perencanaan kekuatan lentur terhadap momen negatif ............. 312
Gambar 4.48 - Bagan alir perencanaan kekuatan lentur terhadap momen negatif lampiran A6
.......................................................................................................................................... 317
Gambar 4.49 - Perencanaan geser pada keadaan batas kekuatan.................................... 321
Gambar 4.50 - Prosedur perencanaan gelagar baja I komposit keadaan batas layan ........ 324
Gambar 4.51 - Perencanaan lentur kemudahan pelaksanaan (constructability) ................. 329
Gambar 4.52 - Prosedur perencanaan gelagar baja I komposit keadaan batas fatik .......... 334
Gambar 4.53 - Sistem pengaku pada gelagar U komposit ................................................. 346
Gambar 4.54 - Panjang sayap atas tak terkekang ............................................................. 347
Gambar 4.55 - Bagan alir kekuatan lentur.......................................................................... 351
Gambar 4.56 - Bagan alir perencanaan gelagar U baja untuk penampang kompak pada lentur
positif ................................................................................................................................. 352
Gambar 4.57 - Bagan alir perencanaan gelagar U baja untuk penampang tak kompak pada
lentur positif ....................................................................................................................... 353
Gambar 4.58 - Prosedur perencanaan U boks baja pada lentur negatif ............................. 354
Gambar 4.59 - Ketahanan lentur sayap tekan pada lentur negatif...................................... 355
Gambar 4.60 - Ketahanan lentur sayap tarik pada lentur negatif ....................................... 356
Gambar 4.61 - Bagan alir perencanaan gelagar U komposit terhadap geser pada keadaan
batas kekuatan .................................................................................................................. 359
Gambar 4.62 - Bagan alir perencanaan gelagar U komposit terhadap geser pada keadaan
batas layan ........................................................................................................................ 362
viii
Gambar 4.63 - Bagan alir perencanaan gelagar boks komposit terhadap lentur pada keadaan
batas kekuatan .................................................................................................................. 364
Gambar 4.64 - Prosedur perencanaan komponen tarik...................................................... 376
Gambar 4.65 - Prosedur perencanaan komponen kombinasi tarik dan lentur .................... 380
Gambar 4.66 - Prosedur perencanaan komponen kombinasi tarik dan lentur (lanjutan) .... 381
Gambar 4.67 - Pola baut staggered ................................................................................... 382
Gambar 4.68 - Penentuan nilai faktor s dan g pada penampang siku, kanal dan I ............. 383
Gambar 4.69 - Prosedur perencanaan komponen tekan.................................................... 386
Gambar 4.70 - Prosedur perencanaan komponen tekan (lanjutan) .................................... 387
Gambar 4.71 - Prosedur perencanaan komponen kombinasi tekan dan lentur .................. 393
Gambar 4.72 - Prosedur perencanaan komponen kombinasi tekan dan lentur (lanjutan) .. 394
Gambar 4.73 - Contoh gambar spasi baut ........................................................................ 398
ix
Daftar Tabel
Tabel 2.19
V Z
Nilai o dan o untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu ..................... 83
Tabel 2.20 Tekanan angin dasar ...................................................................................... 84
Tabel 2.21
P
Tekanan angin dasar B untuk berbagai sudut serang ................................... 84
Tabel 2.22 Tekanan Komponen beban angin yang bekerja pada kendaraan .................... 87
Tabel 2.23
C C
Koefisien seret D dan angkat L untuk berbagai bentuk pilar ......................... 89
Tabel 2.24 Faktor beban akibat beban arus, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang
kayu ............................................................................................................... 90
Tabel 2.25 Periode ulang banjir untuk kecepatan rencana air ........................................... 90
Tabel 2.26 Lendutan ekivalen untuk tumbukan batang kayu ............................................. 91
Tabel 2.27 Kombinasi beban dan faktor beban ................................................................. 96
Tabel 3.1 Kelas situs..................................................................................................... 103
Tabel 3.2 Faktor amplifikasi untuk PGA dan 0,2 detik (FPGA/Fa) ................................. 108
Tabel 3.3 Besarnya nilai faktor amplifikasi untuk periode 1 detik (FV) ........................... 108
Tabel 3.4 Zona gempa .................................................................................................. 113
Tabel 3.5 Faktor modifikasi respon (R) untuk bangunan bawah .................................... 115
Tabel 3.6 Faktor modifikasi respon (R) untuk hubungan antar elemen struktur ............. 115
Tabel 3.7 Persyaratan jembatan beraturan ................................................................... 118
Tabel 3.8 Persyaratan analisis minimum untuk beban gempa ...................................... 131
Tabel 3.9 Persyaratan analisis minimum untuk pengaruh gempa ................................. 136
x
Tabel 4.1 Tinggi minimum struktur atas ........................................................................ 168
Tabel 2 Faktor reduksi ( ) untuk struktur beton bertulang berdasarkan RSNI T-12-2004
dan SNI 2847:2013....................................................................................... 174
Tabel 3 Faktor reduksi ( ) untuk struktur beton bertulang berdasarkan AASHTO .... 174
Tabel 4.4 Batas regangan untuk tulangan nonprategang .............................................. 185
Tabel 4.5 Batas tegangan beton pada saat layan ......................................................... 222
Tabel 4.6 Estimasi nilai kehilangan prategang .............................................................. 223
Tabel 7 Jenis sambungan lewatan tarik ..................................................................... 263
Tabel 4.8 Faktor reduksi (Ø) untuk struktur baja berdasarkan RSNI T-03-2005 dan SNI
1729:2015 .................................................................................................... 288
Tabel 4.9 Faktor reduksi (Ø) untuk struktur baja berdasarkan AASHTO ....................... 288
Tabel 4.10 Tahapan konstruksi pada penampang baja komposit .................................... 290
Tabel 4.11 Kasus-kasus perhitungan Mp lentur positif ..................................................... 297
Tabel 4.12 Perhitungan PNA dan Mp untuk penampang komposit pada lentur negatif .... 304
Tabel 4.13 Perhitungan Fnc ( FLB ) ................................................................................. 313
Tabel 4.14 Perhitungan Fnc ( LTB ) ....................................................................................... 314
xi
1 Tipe dan pemilihan struktur jembatan
1.1 Pendahuluan
Tahap awal perencanaan suatu struktur jembatan adalah penentuan tipe struktur, bentang,
dan lokasi jembatan. Lokasi dan alinyemen jembatan yang dipilih harus memenuhi
persyaratan perencanaan dan kondisi rintangan di bawah jembatan (sungai, rel kereta api,
lembah, jalan raya, dan lain-lain). Penentuan lokasi jembatan harus ditentukan setelah
melakukan survei dengan cermat dan didukung oleh analisis alternatif dengan memperhatikan
pertimbangan aspek ekonomi, teknis, sosial, dan lingkungan. Pada bagian ini dijelaskan
konsep geometrik, perencanaan oprit, tipe bangunan atas dan bawah jembatan, bangunan
pelengkap, tipe fondasi, dan penentuan alternatif konsep jembatan.
1.2.1
abutment
bangunan bawah jembatan yang terletak pada kedua ujung jembatan serta berfungsi untuk
meneruskan beban yang dipikul bangunan atas ke fondasi
1.2.2
aksi komposit
aksi struktur yang terbuat dari dua material berbeda untuk memikul beban yang bekerja
1.2.3
alinyemen vertikal
perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan
untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan
dengan median
1.2.4
alinyemen horizontal
proyeksi sumbu jalan untuk jalan tanpa median, atau proyeksi tepi perkerasan sebelah dalam
untuk jalan dengan median
1.2.5
beton
campuran agregat kasar dan halus, semen sebagai pengikat serta additif dan unsur lain
sebagai bahan tambahan
1.2.6
box culvert
saluran air berbentuk kotak yang terbuat dari struktur beton bertulang
1.2.7
kecepatan rencana
kecepatan kendaraan yang dapat dicapai bila berjalan tanpa gangguan dan aman tinggi muka
air sungai adalah elevasi permukaan air (water level) pada suatu penampang melintang sungai
terhadap suatu titik tetap yang elevasinya telah diketahui
1
1.2.8
kompresibilitas
kemampuan granul untuk tetap kompak dengan adanya tekanan, rasio housner dapat
dihubungkan dengan kerapatan, rasio housner adalah kerapatan serbuk (porositas)
dinyatakan dalam persen yaitu perbandingan antar volume dengan volume total suatu serbuk
1.2.9
mutu beton
proses pengujian terhadap kuat tekan beton dengan mengikuti standar yang sudah baku
1.2.10
oprit jembatan
timbunan tanah atau urugan di belakang abutment yang dibuat sepadat mungkin untuk
menghindari penurunan
1.2.11
perkerasan jalan
campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu
lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan
lainnya
1.2.12
kepala pilar
bagian atas pilar yang berfungsi mendukung bangunan atas dan menyalurkan ke fondasi
1.2.13
pilar
bangunan yang berada di tengah bentang yang mendukung bangunan atas jembatan
1.2.14
voided slab
tipe struktur atas jembatan dengan pelat beton berongga
Meskipun pada dokumen ini lebih fokus kepada aspek teknis perencanaan jembatan seperti
tata cara perhitungan kekuatan struktur jembatan, namun pada sub bab ini juga dibahas terkait
jenis-jenis struktur jembatan dan pertimbangan dalam pemilihan tipe struktur secara singkat.
Secara umum pemilihan alternatif konsep jembatan dapat ditentukan berdasarkan beberapa
kategori. Kategori untuk pemilihan alternatif jembatan adalah:
1) Bentang jembatan
Penentuan bentang jembatan berhubungan dengan kondisi eksisting di lapangan, seperti
sungai, rel kereta api, lembah, jalan raya, dan lain-lain.
2) Struktur jembatan
Struktur sebuah jembatan dapat dipilih setelah menentukan bentang jembatan yang akan
di bangun. Jenis struktur jembatan yang akan dipilih dapat dilihat lebih lengkap pada Sub
bab 4.5.
2
3) Kemudahan pelaksanaan
Kemudahan pelaksanaan merupakan salah satu aspek penentu dalam pemilihan
alternatif konsep jembatan. Faktor yang menentukan kemudahan pelaksanaan di
antaranya:
a) Tipe struktur jembatan,
b) Waktu pelaksanaan konstruksi yang tersedia,
c) Ketersediaan lahan di sekitar jembatan,
d) Kondisi eksisting di bawah jembatan (sungai, lembah, jalan raya, dan lain-lain),
e) Ketersedian jalan akses untuk mobilisasi alat berat dan material menuju lokasi
pembangunan jembatan.
4) Kekuatan dan stabilitas struktur (structural safety)
Jembatan yang dibangun harus kuat dan stabil dalam menerima beban-beban yang akan
bekerja terhadap jembatan.
5) Keamanan dan kenyamanan
Lantai jembatan harus dirancang untuk menghasilkan pergerakan lalu lintas yang mulus.
Ketidaknyamanan bagi pengguna jalan sering terjadi akibat banyaknya sambungan yang
menimbulkan goncangan dan bunyi akibat kurangnya pemeliharaan sambungan.
Sehingga pada jembatan bentang banyak, link slab bisa digunakan untuk menghindari
ketidaknyamanan pengguna jalan. Link slab merupakan sistem lantai menerus pada
jembatan sederhana dengan menerapkan debonding area sebesar kurang lebih dari 5%
dari panjang bentang yang difungsikan hanya untuk memikul beban lalu lintas.
Perencanaan link slab ini diatur dalam Surat Penyampaian Direktorat Bina Teknik Nomor
JB.06.02-Bt/97. Selain itu, sudut pada sambungan lantai beton yang dilewati oleh lalu
lintas harus dilindungi dari kemungkinan tergerus atau tergompal. Apabila lantai beton
tanpa lapis permukaan aspal yang digunakan, pertimbangan harus diberikan untuk
menyediakan ketebalan tambahan 10 mm untuk keperluan penyesuaian profil lantai
dengan cara penggerindaan (grinding) dan sebagai kompensasi berkurangnya ketebalan
akibat tergerus.
6) Keawetan
Jembatan harus dirancang untuk dapat meminimalkan pengaruh yang dapat
mempercepat kerusakan oleh karena itu harus dilakukan perlindungan untuk material
yang mudah rusak pelapukan akibat cuaca. Pertimbangan lebih harus diberikan terkait
dengan keawetan struktur. Beberapa hal yang berpengaruh terhadap keawetan struktur
jembatan beton adalah pemilihan material dan sistem struktur yang sesuai dengan kondisi
lingkungan. Pada struktur jembatan yang berada di daerah lembab atau di dalam air maka
digunakan material beton mutu tinggi untuk mencegah permeabilitas pada beton sehingga
korosi pada baja tulangan bisa dihindari. Contoh pemilihan sistem struktur yang
berdampak terhadap durabilitas adalah penggunaan link slab pada jembatan beton
pracetak segmental pada lingkungan yang agresif dimana hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya kerusakan pada sambungan siar muai dan tumpuan. Contoh lainnya
adalah jika yang menjadi isu utama adalah korosi pada baja tulangan di gelagar, maka
sistem gelagar pratekan lebih diutamakan dari pada gelagar beton bertulang.
7) Aspek lingkungan
Kondisi lingkungan dalam pemilihan tipe jembatan sangat bergantung pada alinyemen
horizontal dan vertikal, serta ruang bebas dari jalan raya. Sebagai contoh untuk jalan
dengan tikungan, maka gelagar U menerus sangat tepat untuk digunakan. Selain alasan
3
estetika, gelagar U memiliki kemampuan ketahanan terhadap torsi yang relatif tinggi. Hal
lain yang perlu dipertimbangkan pada aspek lingkungan adalah penanganan atau
pengendalian lalu lintas untuk menjamin keselamatan selama masa konstruksi.
8) Estetika
Pada saat perencanaan jembatan, pertimbangan estetika dapat dipilih untuk menentukan
bentuk visual yang diinginkan. Keberadaan jembatan pada suatu wilayah sangat
mempengaruhi landscape suatu perkotaan.
9) Biaya
Biaya konstruksi tergantung dari tipe struktur jembatan, metode konstruksi yang
digunakan, dan waktu pengerjaan.
10) Waktu
Pengerjaan suatu proyek akan lebih baik jika semakin cepat pengerjaannya, namun tetap
memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan.
Dari semua pemilihan dalam penentuan alternatif konsep jembatan, panduan ini lebih fokus
membahas terhadap aspek perencanaan teknis jembatan untuk batas kekuatan dan
kelayanan.
1.4 Penentuan lokasi jembatan dan pembentangan jembatan
Perencanaan biasanya tidak dibatasi oleh desain geometris jembatan yang dibangun di atas
aliran sungai dan lembah. Perencanaan jembatan di atas jalan raya yang saling berpotongan,
desain geometrik akan menentukan panjang bentang dan pemilihan jenis struktur jembatan.
Dalam hal ini, perlu kerja sama antara perencana jalan raya dan perencana jembatan untuk
menentukan skema struktur jembatan. Para perencana harus memperhatikan kondisi lalu
lintas, kecepatan rencana, lengkung horizontal dan vertikal, superelevasi, kemiringan
melintang, dan lebar jalan. Standar perencanaan geometrik mengacu pada dokumen RSNI-
T14-2004 tentang Geometrik Jalan Perkotaan.
4
3) Ruang bebas
Ruang bebas adalah jarak jagaan yang diberikan untuk menghindari rusaknya struktur atas
jembatan karena adanya tumbukan dari benda-benda hanyutan atau kendaraan berat
yang lewat di bawah jembatan.
a) Ruang bebas vertikal (vertical clearances)
Besarnya ruang bebas vertikal bervariasi, tergantung kondisi di bawah jembatan.
Untuk jembatan yang dibangun di atas jalan raya ruang bebas yang harus disediakan
sebesar 5,1 meter diukur dari puncak perkerasan jembatan ke elevasi terendah dari
bagian atas jembatan. Sedangkan untuk jembatan yang melintas di atas lintasan
kereta api atau di atas sungai yang digunakan untuk alur pelayaran ruang bebas yang
harus disediakan sebesar 15 meter.
b) Ruang bebas horizontal (horizontal clearances)
Ruang bebas horizontal ditentukan berdasarkan kemudahan alur pelayaran. Besar
ruang bebas yang harus disediakan adalah 3 kali panjang kapal rencana.
1.4.2 Aspek hidrologi dan hidraulika jembatan
Dalam penetuan posisi jembatan pada daerah sungai ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, di antaranya sebagai berikut:
1) Posisi pilar dan abutment harus searah dengan aliran sungai, hal ini bertujuan untuk
menghindari tumbukan akibat beban hanyutan terhadap kaki pilar dan abutment,
2) Posisi jembatan sedapat mungkin menghindari arus yang dapat menimbulkan gerusan
Jika struktur dibangun pada daerah sungai berjalin (braided) yang cukup lebar, akan dapat
menyebabkan terjadinya gerusan pada struktur abutment. Sehingga, diperlukan pengaman
berupa perbaikan dinding sungai dan perbaikan dasar sungai pada bagian yang mengalami
gerusan. Selain itu, dapat juga dibangun pengarah aliran berupa susunan krib dari hulu ke
bukaan jembatan sehingga air dapat merata mengalir ke bentang sungai yang terdapat
bangunan jembatan.
Kendaraan yang akan melewati jembatan otomatis harus melewati oprit jembatan. Dengan
demikian perencanaan oprit jembatan harus mempertimbangkan segi keamanan dan
5
kenyamanan bagi pengguna jalan, artinya ditinjau dari segi geometrik, maka perencanaan
oprit jembatan harus memenuhi standar perencanaan alinyemen horizontal dan alinyemen
vertikal. Berikut referensi utama yang dapat dijadikan acuan dalam perencanaan geometrik
oprit jembatan yaitu:
1) Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, Direktorat
Jenderal Bina Marga-September 1997,
2) Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga
pada bulan Maret 1997,
3) Desain Geometrik Jalan-Strategic Roads Rehabilitation Project (SRRP) Konsep
Perencanaan Jalan, Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, Departemen Permukiman
dan Prasarana wilayah, 2002.
Timbunan jalan pendekat (oprit) harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat
mendukung kekuatan dan kestabilan konstruksi kepala jembatan. Oprit harus dipadatkan lapis
demi lapis sesuai dengan ketentuan kepadatan lapisan (SNI 03-2832-1992 dan SNI 03-1738-
1989 dan penentuan tebal timbunan nilai CBR dapat dikorelasikan terhadap daya dukung
tanah (DDT).Tinggi timbunan harus dipertimbangkan terhadap adanya bahaya longsor,
sebaiknya pada lahan yang mencukupi dibuat kelandaian lereng alami dan apabila tidak
mencukupi harus dibuat konstruksi penahan tanah.
Pertimbangan perencanaan oprit terhadap alinyemen horizontal harus direncanakan sesuai
dengan keamanan lalu lintas dan perpanjangan jembatan terhadap sungainya. Pertimbangan
oprit terhadap alinyemen vertikal tergantung pada muka air tertinggi, muka air banjir dan
kelandaian memanjang yang sebaiknya tidak melebihi 5%.
1.5 Pemilihan tipe bangunan atas jembatan standar
1.5.1 Umum
Pemilihan tipe jembatan perlu mempertimbangkan beberapa faktor. Secara umum faktor-
faktor tersebut terkait dengan fungsi, biaya, dan estetika. Terkadang pemilihan tipe jembatan
sulit dilakukan karena adanya pertimbangan lain seperti batasan defleksi, manajemen lalu
lintas selama masa konstruksi, metode konstruksi, penjadwalan konstruksi, aspek
keselamatan, posisi jembatan, dan aspek kegempaan. Selain itu, pemilihan struktur atas perlu
mempertimbangkan kemungkinan pelaksanaan terutama jembatan yang akan dibangun pada
sungai yang dalam, kondisi alur pelayaran, dan jembatan dibangun di atas lalu lintas yang
padat. Gambar 1.1 memberikan rekomendasi penentuan jenis struktur atas jembatan, di suatu
wilayah perkotaan keberadaan jembatan akan sangat mempengaruhi landscape kota tersebut.
Tipe-tipe struktur atas jembatan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
6
Gambar 1.1- Bentang ekonomis jembatan
Sumber: Perencanaan Teknik Jembatan, 2010.
Pada Surat Edaran Bina Marga No 05/SE/Db/2017 tipe struktur atas jembatan apabila tidak
direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan atas jembatan standar Bina
marga (gambar standar) sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu lintas air di bawahnya
seperti:
1) Box culvert (single, double, triple) bentang 6 s/d 10 meter,
2) Corrugated steel plate bentang 6 s/d 12 meter,
3) Voided slab sampai dengan bentang 6 s/d 16 meter,
4) Gelagar beton bertulang tipe T bentang 6 s/d 20 meter,
5) Gelagar beton pratekan tipe I bentang 16 s/d 60 meter, tipe tee bentang 16 s/d 60 meter
dan tipe boks bentang 30 s/d 60 meter,
6) Gelagar komposit tipe I bentang 20 s/d 60 meter dan tipe boks bentang 20 s/d 60 meter,
7) Rangka baja bentang 40 s/d 100 meter.
7
1.5.2 Pelat sederhana
Jembatan pelat sederhana diperkuat pada arah longitudinal menggunakan baja tulangan dan
memiliki konfigurasi struktur sederhana dan tampilan paling rapi. Tipe struktur ini
membutuhkan lebih banyak baja tulangan dibandingkan jembatan gelagar beton bertulang
pada bentang yang sama, tetapi lebih mudah dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
Bentang ekonomis jembatan pelat sederhana berkisar antara sembilan meter untuk bentang
tunggal dan dua belas meter untuk bentang menerus.
1.5.3 Pelat berongga (voided slab)
Lubang pada pelat berongga berfungsi untuk mereduksi berat sendiri struktur. Tipe struktur ini
dapat menjadi pilihan untuk konstruksi yang dibangun dalam waktu yang singkat dan pada
kondisi tanah yang buruk. Struktur pelat berongga pada umumnya digunakan pada bentang
sederhana dengan interval berkisar antara 6 hingga 15 meter. Jembatan pelat berongga
dengan bentang sederhana dan menerus memiliki rasio tinggi struktur dengan bentang
sebesar 0,03.
1.5.4 Box culvert
Box culvert merupakan jenis jembatan bentang pendek yang sering digunakan untuk melewati
saluran air atau sungai dengan aliran kecil. Pada umumnya box culvert dapat terbuat dari
beton cor atau bertulang pracetak. Jenis struktur ini memilki kemudahan pelaksanaan
sehingga menjadi solusi ekonomis untuk jembatan bentang pendek.
1.5.5 Gelagar T beton bertulang
Gelagar T beton bertulang dapat dibangun di atas bentang 10-20 meter. Tinggi bersih vertikal
dari muka air tertinggi diharuskan minimal 2 meter, untuk menghindari benda hanyutan aliran
sungai yang dapat merusak bagian bawah struktur. Tipe struktur ini membutuhkan sistem
bekisting yang rumit terutama untuk posisi jembatan miring. Jembatan gelagar T dapat
dibangun dalam dua tahap: tahap pertama pengecoran gelagar dan tahap kedua pengecoran
lantai kendaraan. Tampak samping jembatan memliki tampilan yang rapi dan sederhana, akan
tetapi tidak pada bagian bawah strukturnya.
1.5.6 Gelagar I baja komposit
Gelagar I baja komposit terbuat dari pelat baja yang dilas membentuk profil I dan dihubungkan
dengan penghubung geser untuk menjamin terjadinya aksi komposit antara baja dan pelat
beton bertulang. Tipe struktur ini dapat dibangun di atas bentang 25-50 meter.
1.5.7 Gelagar I beton pratekan
Gelagar I beton pratekan mempunyai interval bentang berkisar antara 16-50 meter. Pada
kondisi awal gelagar I beton pratekan didesain untuk memikul beban mati dan beban selama
konstruksi. Kombinasi beban mati dan hidup akan dipikul saat terbentuknya aksi komposit
antara gelagar dan lantai kendaraan. Jenis struktur atas ini tidak membutuhkan pemeliharaan
khusus, kecuali pada sambungan lantai kendaraan. Gelagar I beton pratekan terdiri dari dua
jenis yaitu gelagar I segmental dan nonsegmental. Perbedaan utama pada kedua gelagar ini
yaitu pada gelagar I beton pratekan segmental kapasitas lentur berasal dari tendon,
sedangkan pada gelagar I beton pratekan nonsegmental kekuatan lenturnya berasal dari
kombinasi antara baja tulangan dan tendon. Terkait dengan aspek kemudahan pelaksanaan,
kedua gelagar ini memiliki keunggulan masing-masing misalnya gelagar I beton pratekan
segmental lebih mudah saat transportasi ke lokasi proyek karena gelagar I segmental lebih
8
pendek. Namun, jika ditinjau dari jumlah tendon yang digunakan dalam menahan beban,
gelagar I nonsegmental hanya memerlukan jumlah tendon yang lebih sedikit dari gelagar I
segmental.
1.5.8 Gelagar U beton pratekan
Gelagar U beton pratekan merupakan bentuk boks gelagar dalam bentuk dan ukuran yang
lebih kecil. Tidak seperti gelagar I yang berpenampang cukup langsing pada bagian tengah
bentangnya. Gelagar U memiliki bentuk badan yang lebih lebar namun pada bagian tengah
bentang penampangnya cukup langsing. Bentuk gelagar U yang mirip dengan gelagar boks
cukup memenuhi nilai estetika jika dibandingkan dengan gelagar I yang kaku dan terlalu tegas.
Gelagar U beton pratekan mempunyai interval bentang yang sama dengan gelagar I beton
pratekan yaitu berkisar 16-50 meter.
1.5.9 Rangka baja
Elemen-elemen berbentuk batang disusun dengan pola dasar menerus dalam struktur segi
tiga kaku. Elemen-elemen tersebut dihubungkan dengan sambungan pada ujungnya. Setiap
bagian menahan beban axial berupa tekan dan tarik.
9
Tabel 1.1 Tipe-tipe struktur atas jembatan
11
Gambar 1.2 - Bentuk tipikal penampang pilar
Sumber: Bridge Engineering Handbook, 2003
Gambar berikut menunjukkan beberapa tipikal penampang pilar jembatan yang berada di
darat.
Pilar jembatan sebaiknya tidak di tempatkan di tengah aliran sungai. Jika pilar ditempatkan
pada aliran sungai, maka sebaiknya pilar dibuat sepipih mungkin dan sejajar dengan arah
aliran air agar mengurangi efek lokal gerusan. Gambar 1.4 menunjukkan beberapa tipikal
penampang pilar pada daerah aliran sungai.
Gambar 1.4 - Bentuk tipikal penampang melintang pilar pada aliran sungai
Sumber: Bridge Engineering Handbook, 2003
Kepala pilar merupakan bagian struktur atas pilar yang menerima langsung beban dari gelagar
jembatan, kemudian disalurkan ke kaki pilar dan diteruskan ke fondasi. Pemilihan tipe kepala
jembatan sangat bergantung pada jenis struktur atas dan jenis kaki pilar yang digunakan.
1.6.1.3 Pilar gelagar cap tiang sederhana
Pilar tipe ini sangat ekonomis dan sederhana, akan tetapi pada pilar yang tinggi sulit untuk
menentukan posisi dan kemiringan tiang dengan benar. Stabilitas pilar tergantung sepenuhnya
12
terhadap panjang tiang yang terletak dipermukaan tanah dan jepitan tiang di dalam tanah.
Pilar tipe ini tidak cocok digunakan pada daerah perlintasan sungai dengan beban hanyutan
berukuran besar, sehingga dapat tertahan di antara tiang-tiang yang merupakan halangan
aliran sungai.
1.6.1.4 Pilar tunggal
Pilar tunggal umumnya terbuat dari beton bertulang dan dapat mencapai ketinggian 10 meter.
Pilar tunggal memerlukan dimensi yang besar untuk mengurangi efek kelangsingan pilar. Pada
daerah aliran sungai, pilar dibuat searah dengan aliran untuk menghindari tertahannya beban
hanyutan.
1.6.1.5 Pilar portal
Dimensi kepala pilar (pier head) pada pilar bentuk portal akan lebih kecil dibandingkan pilar
tipe tunggal, sehingga dapat mengurangi tinggi gelagar yang disyaratkan.
1.6.1.6 Pilar dinding
Pada kondisi arah aliran sungai tidak menentu, pilar tipe dinding dapat menimbulkan halangan
yang besar terhadap sungai, karena dapat menimbulkan gangguan terhadap jalannya aliran
air dan menghambat benda yang hanyut.
13
Tipe-tipe pilar jembatan berdasarkan tinggi pilar dapat dilihat pada Tabel 1.2.
5 15
Pilar portal satu tingkat
(pilar majemuk).
15 25
Pilar portal dua tingkat.
14
1.6.2 Tipe abutment jembatan
1.6.2.1 Umum
Abutment merupakan salah satu struktur bawah jembatan yang terletak di ujung dan pangkal
jembatan. Abutment berfungsi untuk mendukung struktur atas dan sebagai transisi dari oprit
ke lantai jembatan. Timbunan dari oprit dan badan jalan ditahan oleh dinding belakang
sedangkan timbunan samping ditahan oleh dinding sayap.
Dalam pemilihan tipe abutment perlu diketahui kelebihan dan kekurangan dari berbagai jenis
abutment, hal ini sangat bermanfaat bagi perencana untuk menentukan jenis abutment yang
tepat untuk digunakan pada struktur jembatan. Ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penentuan jenis abutment di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Persyaratan desain jembatan,
2) Geometri jembatan,
3) Persyaratan jalan,
4) Kondisi sungai,
5) Kondisi geoteknik,
6) Aspek estetika,
7) Aspek biaya.
Pada umumnya material yang digunakan merupakan pasangan batu kali atau beton. Abutment
jenis gravitasi biasanya digunakan pada jembatan bentang pendek. Abutment jenis gravitasi
harus direncanakan terhadap guling, geser, dan tegangan tanah yang terjadi. Gambar
abutment jenis gravitasi dapat dilihat pada Gambar 1.5.
15
1.6.2.3 Abutment tembok penahan kantilever atau jenis T
Abutment jenis T merupakan tembok penahan dengan gelagar kantilever tersusun dari suatu
tembok memanjang dan sebagai suatu pelat kekuatan dari tembok. Ketahanan dari gaya-gaya
yang bekerja diperoleh dari berat sendiri serta berat tanah di atas pelat tumpuan. Abutment
jenis T juga bisa digunakan sebagai abutment tembok penahan kantilver dengan
menambahkan tie back di belakang abutment.
Pada umumnya abutment tipe T terbalik lebih cocok digunakan pada konstruksi yang memiliki
tinggi abutment berkisar 6-12 m. Untuk material yang digunakan adalah beton bertulang.
Gambar abutment jenis T dapat dilihat pada Gambar 1.6.
Abutment tipe ini hampir mirip dengan abutment tipe T terbalik. Abutment tipe ini adalah
abutment tipe kantilever dimana untuk menjaga stabilitas guling dan gesernya diberi penopang
pada sisi belakangnya (counterfort) yang berfungsi untuk memperkecil gaya yang bekerja
pada tembok memanjang dan tumpuannya. Pada umumnya abutment tipe penopang
digunakan pada keadaan struktur dengan tinggi abutment berkisar antara 9-20 m. Struktur dari
abutment jenis penopang ini menggunakan material beton bertulang. Gambar abutment jenis
penopang seperti pada Gambar 1.7.
16
Gambar 1.7 - Abutment jenis penopang (counterfort)
Sumber: Teknik pelaksanaan jembatan, 2019
17
Tipe-tipe abutment jembatan berdasarkan tinggi abutment dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Tipe-tipe abutment jembatan
Tinggi Abutment
Tipe Abutment
0 10 20 30
Abutment
3-4
tembok penahan
gravitasi
Abutment
tembok penahan 8
kantilever atau Optional
jenis T tie-back
Abutment
tembok penahan 6-8
counterfort atau
jenis penopang
Abutment kolom
“spill through”
Abutment balok
cap tiang
sederhana
Abutment tanah 5 15
bertulang
18
1.7 Tipe fondasi
1.7.1 Umum
Fondasi terbagi menjadi dua kategori besar yaitu fondasi dangkal dan fondasi dalam. Dimana
fondasi dangkal mentransmisikan beban struktural ke tanah dekat dengan permukaan, fondasi
dalam mendistribusikan sebagian atau semua beban ke tanah yang lebih dalam.
Pada tabel di bawah ini dijelaskan tipe fondasi yang umum digunakan dan tipikal
pemakaiannya.
Tabel 1.4 Tipe-tipe fondasi dan tipikal penggunaannya
19
Permukaan lunak dan Tanah lempung lunak
Beban pilar lebih dekat dengan permukaan dan pasir lepas yang
besar dari pada tanah, mengandung air,
beban yang Untuk menahan beban, Kondisi artesis,
Fondasi tiang bor tanah dan atau batuan Jenis tanah berupa
digunakan untuk
terletak pada kedalaman boulder.
fondasi tiang 8 sampai 90 m di bawah
pancang, permukaan tanah.
Sumber : FHWA NHI-05-042 Design and Construction of Driven Pile Foundation, Page 7-4
Pada gambar di bawah bisa dijadikan panduan untuk penentuan pemilihan tipe fondasi,
namun jika terdapat kondisi lain yang tidak terdapat pada gambar di bawah, maka dapat
diputuskan oleh ahli geoteknik.
Fondasi
ya Pondasi Dangkal
dangkal
Lapisan tanah
Data
DataTanah
tanah keras terdapat di
permukaan
Fondasi
tidak
Pondasi Dalam
dalam
Data
Data Preliminary
preliminary
Fondasi
ya Pondasi Dangkal
dangkal
Jenis atau Strukturjembatan
Struktur Jembatan
Jenis / Panjang
panjang struktur sederhana
sederhana dan
dan
Struktur Jembatan
jembatan bentangpendek
bentang pendek Fondasi
tidak Pondasi Dalam
dalam
Pondasi
Fondasi
Fondasi
ya Pondasi Dangkal
dangkal
Jembatan Terletak
Kondisi Gempa di Zona Gempa
Kecil Fondasi
tidak Pondasi Dalam
dalam
Data
Data Teknis
teknis
Fondasi
ya Pondasi Dangkal
dangkal
Tidak terdapat
Scouring/ Gerusan
Gerusan gerusan atau
Scouring Fondasi
tidak
Pondasi Dalam
dalam
20
Tiang pancang baja bisa
Tiang digunakan jika beban lateral
Beban lateral pancang relative besar
(gempa) atau beban
Pembebanan
impact yang relative
kecil Tiang bor Tiang bor digunakan jika beban
lateral yang relative sangat besar
Tiang
Peningkatan Peningkatan kekuatan
pancang
kekuatan tanah tanah beraturan
(dilihat dari data berdasarkan
SPT atau Borlog) kedalaman tanah
Tiang bor
Tiang
Kondisi lensa dilihat pancang
Terdapat lensa
dari data investigasi
Pemilihan tipe dengan ketebalan
lapangan
fondasi dalam <3m
Tiang bor
Tiang
Terdapat muka air pancang
tanah tinggi dan
Muka air tanah
lapisan aquifer aktif
Tiang bor
Tiang
Jenis lapisan tanah Lapisan tanah pancang
dilihat dari data didominasi oleh tanah
tanah investigasi lempung lunak-medium
lapangan atau pasir loose-medium Tiang bor
b.a. Diagram
Diagram pemilihan tipefondasi
pemilihan tipe fondasidalam
dalam
Gambar 1.8 - Diagram pemilihan tipe fondasi dalam
Tujuan bab ini adalah untuk memberikan gambaran pemilihan jenis fondasi dan tentang
karakteristik penggunaan fondasi dangkal dan fondasi dalam. Bagian ini berkaitan dengan
pemilihan jenis fondasi, kelebihan dan kekurangan dari tiap-tiap jenis fondasi. Pemilihan jenis
fondasi tertentu yang seringkali didasarkan pada sejumlah faktor, seperti:
1) Kedalaman yang memadai. Kedalaman fondasi harus cukup untuk mencegah kerusakan
oleh gerusan.
2) Kegagalan kapasitas daya dukung. Fondasi harus aman terhadap kegagalan daya
dukung.
3) Kualitas. Fondasi harus memiliki kualitas yang memadai sehingga tidak mengalami
kerusakan.
4) Kekuatan yang memadai.
5) Perubahan tanah yang merugikan. Fondasi harus mampu menahan perubahan tanah
yang merugikan dalam jangka panjang. Seperti tanah ekspansif yang bisa mengembang
atau menyusut sehingga menyebabkan gerakan fondasi dan kerusakan pada struktur.
Berdasarkan analisis dari semua faktor yang tercantum di atas, berikut dibahas berbagai jenis
fondasi dangkal dan dalam.
1.7.2 Fondasi dangkal
Fondasi dangkal didefinisikan sebagai fondasi yang mendukung bebannya secara langsung,
seperti fondasi telapak, fondasi memanjang, dan fondasi rakit.
Fondasi telapak adalah fondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung pilar. Fondasi
memanjang adalah fondasi yang digunakan untuk mendukung dinding abutment atau pilar
memanjang atau digunakan untuk mendukung sederetan pilar yang berjarak dekat, sehingga
21
bila dipakai fondasi telapak sisi-sisinya akan berhimpit satu sama lain, fondasi rakit (raft
foundation atau mat foundation), adalah fondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan
yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan pilar-pilar jaraknya sedemikian
dekat di semua arahnya, sehingga bila dipakai fondasi telapak, sisi-sisinya akan berhimpit satu
sama lain.
Kedalaman fondasi dangkal ditentukan dengan mempertimbangkan:
1) Daya dukung dan sifat kompresibilitas tanah atau batuan,
2) Perkiraan kedalaman gerusan,
3) Kemungkinan pergerakan tanah dasar,
4) Kemungkinan penggalian dimasa yang akan datang yang berdekatan dengan fondasi,
5) Muka air tanah,
6) Besarnya perubahan volume tanah kohesif akibat iklim atau musim,
7) Jarak dan kedalaman fondasi yang berdekatan dengan struktur,
8) Stabilitas lereng secara keseluruhan.
Fondasi sumuran yang merupakan bentuk peralihan antara fondasi dangkal dan fondasi
dalam, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam.
Fondasi sumuran dapat didefinisikan sebagai fondasi yang mempunyai kedalaman efektif ( D)
kurang dari empat kali diameter ( d ) fondasi sumuran tersebut, dimana kedalaman efektif
harus diukur dari level terendah dari gerusan yang mungkin terjadi atau kemungkinan
penggalian dikemudian hari. Jika fondasi sumuran dengan perbandingan kedalaman tertanam
𝐷
( D) terhadap diameter ( d ) yang melebihi 4 ( >4), diperlakukan sebagai fondasi tiang, dan
𝑑
direncanakan berdasarkan cara-cara yang diuraikan dalam bagian fondasi tiang.
Kapasitas rencana fondasi sumuran dapat ditentukan dari kondisi berikut:
1) Keseimbangan dalam arah vertikal, horizontal dan rotasi harus dipenuhi di bawah beban
yang bekerja dan reaksi tanah,
2) Di bawah pembebanan eksentris atau miring, fondasi dapat dianggap berputar secara
kaku terhadap suatu titik pada dasar fondasi,
3) Tahanan horizontal tanah dapat dianggap terdiri dari tekanan tanah neto (pasif dikurangi
aktif) yang bekerja pada kedalaman efektif dari sumuran,
4) Reaksi tanah vertikal dapat dianggap bekerja secara sistematis terhadap sumbu atau as
sumuran, yang mana penting untuk mendapatkan keseimbangan. Gaya dukung vertikal
kemudian didistribusikan secara merata pada daerah dasar sumuran dimana pusatnya
pada eksentrisitas yang sama ada reaksi tadi,
5) Suatu gaya horizontal dapat dianggap bekerja pada dasar sumuran dan dibatasi pada
nilai tahanan geser gelincir. Gaya ini dapat bekerja dalam arah yang dikehendaki untuk
mendapatkan keseimbangan horizontal,
6) Daya dukung tahanan sisi (friksi) tidak diperhitungkan pada perencanaan fondasi
sumuran.
1.7.4 Fondasi dalam
Fondasi dalam atau fondasi tiang (pile foundation) digunakan bila tanah fondasi pada
kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah keras terletak pada
22
kedalaman yang sangat dalam. Selain itu, fondasi dalam juga digunakan pada kondisi
bangunan yang terletak pada tanah timbunan yang cukup tinggi sehingga bila bangunan
diletakkan pada timbunan akan dipengaruhi oleh penurunan yang besar.
Perbedaan dengan fondasi sumuran adalah fondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil
dan lebih panjang. Secara umum fondasi dalam terdiri dari:
1) Fondasi tiang pancang
Gangguan tanah pada fondasi tiang pancang sangat sulit untuk dihindari. Berikut ini
adalah tiga kategori dari fondasi tiang:
a) Tiang dengan perpindahan besar, yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung
tertutup yang dipancangkan ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume
tanah yang relatif besar. Contoh: tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton pratekan
(pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya),
b) Tiang perpindahan kecil (Small displacement pile), sama dengan tiang pada tipe
pertama cuma volume tanah yang dipindahkan pemancangan relatif kecil. Contoh:
(tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton pratekan dengan ujung
terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir,
c) Tiang tanpa perpindahan (Non displacement pile), terdiri dari tiang yang dipasang di
dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Contoh: tiang bor yaitu
tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah
(pipa baja diletakkan dalam lubang dan dicor beton).
Keuntungan dan kerugian fondasi tiang pancang di antaranya adalah sebagai berikut:
a) Tiang pancang beton pracetak
Keuntungan:
Bahan tiang dapat diperiksa sebelum dipancangkan,
Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah,
Dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam,
Dapat menambah kepadatan tanah granular.
Kerugian:
Kenaikan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat
menimbulkan masalah,
Tiang mungkin rusak pada waktu pemancangan,
Jika diameter tiang terlalu besar maka saat pemancangan akan menimbulkan
gangguan suara, getaran dan deformasi tanah yang dapat menimbulkan
kerusakan bangunan di sekitarnya,
Penulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu pengangkutan
dan pemancangan tiang.
b) Tiang pancang beton cetak di tempat
Keuntungan:
Panjang tiang dapat disesuaikan dengan kondisi tanah,
Pembesaran ujung tiang dapat menambah daya dukung,
Penulangan tidak dipengaruhi oleh masalah pengangkatan atau tegangan yang
timbul akibat pemancangan,
Tiang dapat dipancang dengan ujung yang tertutup hingga tidak dipengaruhi air
tanah,
23
Gangguan suara dan getaran dapat direduksi dengan menggunakan cara
tertentu.
Kerugian:
Kenaikan permukaan tanah akibat pemancangan dapat merugikan bangunan di
sekitarnya,
Gangguan tanah dapat menyebabkan rekonsolidasi dan berkembangnya gaya
gesekan dinding negatif pada tiang sehingga mengurangi daya dukungnya,
Pemancangan dapat menyebabkan terangkatnya tiang yang terlebih dahulu
terpasang,
Mutu beton tidak dapat diketahui setelah selesai pemasangan,
Mutu beton dapat berkurang akibat pengaruh air pada penarikan pipa selubung,
Panjang tiang terbatas oleh gaya tarik maksimum yang dapat dilakukan pada
waktu menarik pipa selubung,
Tiang tidak dapat dipancang dengan diameter yang besar,
Pemancangan dapat menimbulkan suara yang keras. Getaran yang timbul dan
deformasi tanah akibat pemancangan dapat membahayakan bangunan di
sekitarnya.
2) Fondasi tiang bor
Keuntungan dan kerugian fondasi tiang bor di antaranya adalah sebagai berikut:
Keuntungan:
a) Tidak ada resiko kenaikan muka tanah,
b) Kedalaman tiang dapat divariasikan,
c) Tanah dapat diperiksa dan dicocokkan dengan data laboratorium,
d) Tiang dapat dipasang sampai kedalaman yang dalam dengan diameter besar dan
dapat dilakukan pembesaran ujung bawah jika tanah dasar berupa lempung atau batu
lunak,
e) Penulangan tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan
pemancangan.
Kerugian:
a) Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan bila tanah berupa pasir atau
tanah berkerikil,
b) Pengecoran beton sulit dilakukan bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak
dapat dikontrol dengan baik,
c) Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah
sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang,
d) Pembesaran ujung bawah tiang tidak dapat dilakukan jika tanah berupa pasir.
CATATAN: Pemilihan diameter fondasi harus mempertimbangkan cara pengujian pada fondasi
tersebut seperti ketersediaan terhadap kapasitas alat yang digunakan pada saat pengujian.
24
1.8 Contoh penentuan struktur jembatan
A. Kasus 1
1. Lokasi jembatan
Suatu jembatan yang ada di Provinsi Maluku Utara, yaitu pada Pulau Halmahera. Jembatan
ini melintasi sungai dengan lebar penampang basah ± 50 meter.
Jembatan ini dibangun di sebelah jembatan eksisting yang nantinya akan dibongkar setelah
jembatan baru selesai dikonstruksi.
Lokasi Proyek
25
Gambar potongan memanjang jembatan
2. Dasar pemilihan struktur jembatan
a) Jembatan ini adalah jembatan yang melintasi sungai dengan lebar penampang
basah ±50 meter. Maka dari itu dibutuhkan jembatan dengan bentang menengah
yang lebih besar dari penampang sungai,
b) Jembatan direncanakan dengan persyaratan tanpa ada pilar yang berada di tengah
sungai. Karena sungai tersebut memiliki arus yang cukup deras dan membawa
benda hanyutan. Alasan lainnya adalah agar tidak mengurangi penampang basah
dari sungai tersebut,
c) Lokasi jembatan berada pada daerah yang jauh dari kota-kota besar, sehingga
pemilihan tipe struktur atas yang membutuhkan banyak alat berat (seperti crane,
launching gentry, dll) tidak bisa digunakan,
d) Jalan akses menuju lokasi jembatan sangat sempit dan berupa jalan curam atau
terjal dan memiliki banyak tikungan tajam, sehingga untuk memobilisasi material
struktur pracetak dengan dimensi besar dan berat sulit untuk dilaksanakan,
Berdasarkan faktor-faktor di atas maka dipilih struktur atas jembatan rangka baja untuk
dikonstruksi di lokasi tersebut. Adapun alasan pemilihan tipe struktur tersebut, yaitu:
Jembatan rangka baja tersedia dari bentang 40 m – 100 m,
Dengan ketersediaan bentang tersebut, maka ini dapat dibangun tanpa
menggunakan pilar di tengah sungai,
Jembatan rangka baja dapat dibangun dengan menggunakan metode temporari
shoring dan sistem kantilever, dimana pekerjaannya lebih mudah dan tidak
membutuhkan alat besar dengan kapasitas besar.
Jembatan rangka baja terdiri dari profil-profil baja dengan bentang pendek (panjang 5 meter)
sehingga dapat dimobilisasi dengan mudah pada lokasi-lokasi yang sulit dijangkau jika
menggunakan tipe struktur lainnya.
26
B. Kasus 2
1. Lokasi jembatan
Suatu jembatan akan direncanakan untuk dibangun di Provinsi Jawa Timur dengan denah
seperti gambar di bawah ini:
27
2. Dasar pemilihan struktur jembatan
a) Jembatan ini adalah jembatan yang akan melintasi sungai dengan penampang tidak
terlalu lebar tetapi memiliki debit yang besar
b) Terjadi luapan air yang melebihi tinggi saluran alami sungai saat terjadinya banjir,
sehingga tidak direkomendasikan untuk menggunakan box culvert dan jembatan
dengan bentang pendek.
c) Posisi sungai tercatat pernah mengalami perpindahan dan berpotensi untuk
mengalami perubahan jalur sungai secara alami.
EG PF 1
WS PF 1
Crit PF 1
60 Ground
Bank Sta
Elevation (m)
59
58
57
56
0 20 40 60 80 100
Station (m)
EG PF 1
WS PF 1
62 Crit PF 1
Ground
Ineff
61 Bank Sta
Elevation (m)
60
59
58
57
56
0 20 40 60 80 100
Station (m)
29
Dari gambar di atas berdasarkan SE Ditjen Bina Marga No. 05/SE/Db/2017, dapat dilihat
dengan bentang 25 m ruang bebas vertikal dan horizontal di bawah jembatan untuk aliran
sungai yang membawa hanyutan memenuhi dari syarat minimal yaitu 1,5 m.
Dengan pertimbangan di atas, maka struktur atas jembatan yang efektif digunakan adalah
beton pratekan tipe I dengan bentang 25 m. Selain itu, karena sungai memiliki debit yang
besar dan MAB yang tinggi, jembatan didesain dengan menggunakan bronjong untuk
pengaman jembatan disisi hulu dan hilir jembatan.
Bronjong
Hilir
Hulu
30
1.9 Daftar pustaka
Badan Standardisasi Nasional. 2016. SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan. Badan
Standardisasi Nasional (BSN): Jakarta.
Bina Marga. 2017. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3, Bina Marga.
BMS. 2017. Bridge Management System, Panduan Perencanaan Jembatan Volume 2 (Bridge
Design Manual Section 8 dan 9).
Chen, W. & Duan, L. 2000. Bridge Engineering Handbook. Boca Raton, CRC Press.
Das, Braja M. 2011. Principles of Foundation Engineering 7th Edition. Stamford: Cengage
Learning.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1992. Bridge Management System (BMS): Bridge Design
Manual, Bina Marga.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2010. Manajemen Aset Perencanaan dan Pelaksanaan
Jembatan, Bina Marga.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2017. Surat Edaran No. 05/SE/Db/2017. Ketentuan Desain
Dan Revisi Desain Jalan dan Jembatan, serta Kerangka Acuan Kerja Pengawasan
Teknis Untuk Dijadikan Acuan di Lingkungan Ditjen Bina Marga.
Republik Indonesia. 2015. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.
485/KPTS/M/2015 tentang Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan.
Republik Indonesia. 2017. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Richard M, Barker and Jay A, Puckett, 2013, Design Of Highway Bridges: Based on AASHTO-
LRFD Bridge Design Spesifications, John Willey and Son, Inc.
31
2 Analisis pembebanan jembatan
2.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan membahas mengenai pembebanan pada jembatan yang terdiri dari
beban permanen dan beban transien beserta faktor beban dan kombinasi
pembebananya. Masing-masing pembebanan yang bekerja pada jembatan akan
diberikan contoh perhitungannya.
2.2 Daftar istilah dan notasi
2.2.1 Daftar istilah
2.2.1.1
aksi lingkungan
pengaruh yang timbul akibat temperatur, angin, aliran air, gempa, dan penyebab-penyebab
alamiah lainnya
2.2.1.2
beban hidup
semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak dan lalu lintas dan atau
pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan
2.2.1.3
beban lalu lintas
seluruh beban hidup, arah vertikal dan horizontal, akibat aksi kendaraan pada jembatan
termasuk hubungannya dengan pengaruh dinamis, tetapi tidak termasuk akibat tumbukan
2.2.1.4
beban mati
semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang
ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap
dengannya
2.2.1.5
beban pelaksanaan
beban sementara yang dapat bekerja pada bangunan secara menyeluruh atau sebagian
pelaksanaan
2.2.1.6
beban roda (wheel load)
beban gandar dari truk yang sudah ditentukan
2.2.1.7
beban tetap
beban dengan besaran yang diasumsikan konstan selama konstruksi dalam jangka waktu
yang panjang
2.2.1.8
bidang kontak
bidang kontak antara roda dan permukaan jalan raya yang dispesifikasikan
32
2.2.1.9
downdrag
fenomena penurunan tanah relatif terhadap tiang pancang sehingga menyebabkan tanah yang
terdeformasi di sekitar tiang pancang cenderung menarik tiang pancang ke bawah sehingga
mengurangi daya dukung tiang
2.2.1.10
lajur lalu lintas
bagian dari lantai kendaraan yang digunakan oleh suatu rangkaian kendaraan
2.2.2 Notasi
Notasi Defenisi
Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran
Ad
(m2) dalam perhitungan gaya seret nominal ultimit akibat beban arus
AL Luas proyeksi pilar sejajar arah aliran dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran(m 2)
CD Koefisien seret
CL Koefisien angkat
d Tinggi dari gelagar atau stringer (mm); tinggi dari komponen (mm)
Jarak horizontal dari garis tengah pelat badan terluar dari gelagar eksterior pada level pelat
de lantai ke tepi interior dari kerb atau barrier (mm)
dev Lendutan elastis ekuivalen (m)
EQ Gaya gempa
ES Beban akibat penurunan
EU Beban arus dan hanyutan
EU n Gaya akibat temperatur seragam
EWL Gaya angin pada kendaraan
EWS Gaya angin pada struktur
Faktor dengan nilai 4⁄3 untuk kombinasi beban selain keadaan batas fatik dan 1,0 untuk
f
keadaan batas fatik
g Percepatan gravitasi 9,8 (m/detik2)
I Momen inersia (mm4)
J Inersia torsi st.venant (mm 4)
33
Panjang total jembatan yang dibebani (m); panjang komponen jembatan (mm) pada gaya
L akibat temperatur seragam
M Massa batang kayu sebesar ± 2 ton
MA Beban mati tambahan atau utilitas
MM Metode spektra multimoda
MS Beban mati komponen struktur dan nonstruktur
PR Gaya prategang
Q1 Pengaruh gaya
q Intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa)
Rd Faktor modifikasi respon
RI Jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)
Rn Tahanan nominal
Rr Tahanan terfaktor
Spasi antar komponen penumpu (mm); spasi antar gelagar atau pelat badan (mm);
q bentang bersih (mm); keserongan tumpuan yang diukur dari garis yang tegak lurus
terhadap bentang (derajat)
SH Gaya akibat susut dan rangkak
SM Metode spektra mode tunggal
TA Gaya horizontal akibat tekanan tanah
TB Gaya akibat rem
TC Gaya akibat tumbukan kendaraan
TEF Gaya seret (kN)
TG Gaya akibat temperatur gradient
TH Metode riwayat waktu
TP Beban pejalan kaki
TR Gaya sentrifugal
TV Gaya akibat tumbukan kapal
UL Metode beban merata elastik
ts Tinggi dari pelat lantai beton (mm)
Va Kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau
VB Kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi 10000 mm
VDZ Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
34
Kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah atau di atas permukaan
V10
air rencana (km/jam)
Vo Kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik meteorologi (km/jam)
Kecepatan air rata-rata berdasarkan pengukuran di lapangan (m/s) dalam perhitungan
Vs gaya seret nominal ultimit akibat beban arus; kecepatan air (m/s) dalam perhitungan gaya
angkat dalam arah tegak lurus gaya seret
We Separuh dari spasi antara pelat badan ditambah overhang total (m)
Berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai
Wt
Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air dimana beban angin
Z dihitung ( Z >10000mm)
Zo Panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan karakteristik meteorologi (mm)
T Simpangan akibat beban temperatur
EF Faktor beban akibat gaya friksi
EU Faktor beban akibat beban arus, benda hanyutan dan tumbukan batang kayu
ES Faktor beban akibat penurunan
EQ Faktor beban hidup kondisi gempa
MA Faktor beban untuk beban mati tambahan
MS Faktor beban untuk berat sendiri
PL Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan
PR Faktor beban akibat pengaruh prategang
SH Faktor beban akibat susut dan rangkak
TA Faktor beban akibat tekanan tanah
TD Faktor beban untuk beban lajur “D”
TG Faktor beban akibat temperatur seragam
TT Faktor beban untuk beban “T”
Faktor pengubah respon berkaitan dengan daktilitas, redundansi, dan klasifikasi
operasional
D Faktor pengubah respon berkaitan dengan daktilitas
R Pengubah respon berkaitan dengan redundansi
I Faktor pengubah respon berkaitan dengan klasifikasi operasional
Faktor reduksi
2.3.1 Umum
Pada bagian ini dibahas aturan-aturan terkait pembebanan dan aksi umum yang
mempengaruhi jembatan yang meliputi persyaratan minimum untuk pembebanan, faktor
beban dan kombinasi pembebanan yang digunakan untuk perencanaan jembatan.
Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam
gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut
35
adalah massa dikalikan dengan percepatan gravitasi (𝑔). Percepatan gravitasi yang
digunakan dalam panduan ini adalah 9,81 m/detik2. Besarnya kerapatan massa dan berat isi
untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 2.1.
36
Tabel 2.1 Berat isi untuk beban mati
Pengambilan kerapatan massa yang besar, aman untuk suatu keadaan batas akan tetapi tidak
untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan faktor beban
terkurangi. Akan tetapi, apabila kerapatan massa diambil dari suatu jajaran nilai, dan nilai yang
sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan tepat, perencana harus memilih di antara nilai
tersebut yang memberikan keadaan yang paling kritis.
Beban yang dimaksud adalah berat bagian dari elemen-elemen struktural lain yang dipikul,
termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen
struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban
yang digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Faktor beban ( MS )
Keadaan batas layan ( MS ) ( MS
Tipe bahan S U
Keadaan batas ultimit )
Bahan Biasa Terkurangi
Baja 1,00 1,10 0,90
Aluminium 1,00 1,10 0,90
Tetap Beton pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton dicor di tempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
37
Contoh perhitungan 2.1: Perhitungan beban mati struktur dan nonstruktur
Gambar di bawah adalah potongan melintang struktur atas jembatan dengan bentang
jembatan 16,60 m dan jarak antar gelagar 2100 mm. Sistem struktur atas terdiri dari gelagar
beton pratekan tipe I dengan ketebalan lantai kendaraan 250 mm. Hitung berat sendiri yang
bekerja pada gelagar!
Posisi diafragma
38
Solusi:
Dari potongan melintang jembatan di atas dapat diketahui bahwa beban mati komponen
struktur yang bekerja pada gelagar jembatan adalah berat sendiri gelagar, berat diafragma,
berat RC plate dan pelat jembatan. Untuk berat sendiri yang bekerja pada gelagar jembatan
dihitung berdasarkan lebar tributari pembebanan. Lebar tributari dapat diambil sebesar jarak
antar gelagar.
Untuk menghitung berat beban mati yang bekerja pada gelagar, data yang diperlukan
adalah dimensi penampang jembatan dan berat jenis material.
Jarak
Jarak antar
antar gelagar
gelagar sg := 2100mm
:= 2100mm
Jarak antar gelagar ssg g := 2100mm
Tebal
Tebal pelat
pelat dek
dek t := 250mm
:= 250mm
Tebal pelat dek ttsss := 250mm
Panjang
Panjang jembatan
jembatan L := 16.6m
:= 16.6m
Panjang jembatan LLb
bb := 16.6m
kN
kN
γγ c :=:= 25 kN
Berat jenis
Berat jenis
Berat
beton
jenis beton
beton γ cc := 25 33
25
m
m3
m
A. Beban mati yang bekerja pada gelagar beton pratekan adalah :
1. Beban pelat jembatan (dek)
2
Add :=
:= ssgtttss == 525000mm
Luas 2
Luas pelat
Luas pelat dek
pelat dek
dek AA
d := sgg
= 525000
s 525000 mm
mm2
kN
kN
Beban
Beban pelat
Beban pelat
pelat WWss :=
W := γγγccAA
:= Add == 13.13 kN
= 13.13
13.13
s c d m
m
m
2. Beban RC Plate
Lebar RC Plate wrcp := 1680 mm
2
Luas penampang diafragma tepi Adp_end := 1236000 mm
4. Beban gelagar
4. Beban gelagar
2
Ag := 257250 mm
Luas gelagar
kN
Beban gelagar W g := γ c Ag = 6.43
m
39 kN
Total beban mati W MS1 := W s + W rcp + W g = 22.5
m
W MS2 := W dp_mid = 5.36 kN
4. Beban gelagar
2
Ag := 257250 mm
Luas gelagar
kN
Beban gelagar W g := γ c Ag = 6.43
m
kN
Total beban mati W MS1 := W s + W rcp + W g = 22.5
m
W MS2 := W dp_mid = 5.36 kN
Mmax1 :=
W MS1 Lb( ) 2 = 774.88 kN m
8
2. Momen maksimum akibat beban diafragma
L.b
W .MS2
2
( )
+ W .MS3 L.b
R.dp := = 18.13 kN
L.b
L.b L.b
M.max2 := R.dp - W .MS3 = 22.23 kN m
2 2
Mmax := Mmax1 + Mmax2 = 797.12 kN m
Karena sistem struktur gelagar adalah gelagar di atas dua tumpuan sederhana dengan
beban merata, momen terbesar berada di tengah bentang dan gaya geser terbesar berada
di tumpuan. Diagram momen dan gaya geser akibat beban mati W MS diperlihatkan pada
gambar di bawah ini:
40
Gambar diagram gaya dalam akibat beban mati struktur dan nonstruktur
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada
jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama umur
jembatan. Dalam hal tertentu nilai faktor beban mati tambahan yang berbeda dengan
ketentuan pada Tabel 2.3 boleh digunakan dengan persetujuan instansi yang berwenang jika
melakukan pengawasan terhadap beban mati tambahan pada jembatan, sehingga tidak
dilampaui selama umur jembatan.
Faktor Beban ( MA )
Keadaan batas layan ( MA ) ( MA
Tipe Bahan S U
Keadaan batas ultimit )
Keadaan Biasa Terkurangi
Umum 1,00(1) 2,00 0,70
Tetap
Khusus (Terawasi) 1,00 1,40 0,80
CATATAN(1) Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat ultilitas
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Bagian ini memberikan persyaratan terhadap ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan
kembali permukaan dan sarana lain di jembatan, dimana semua jembatan harus direncanakan
untuk dapat memikul beban tambahan berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan
kembali dikemudian hari kecuali ditentukan lain oleh instansi berwenang.
41
Contoh perhitungan 2.2:
Bedasarkan data struktur jembatan pada contoh perhihtungan 5.1 Hitunglah beban mati
tambahan yang bekerja pada gelagar!
Solusi:
Beban mati tambahan terdiri dari komponen nonstruktur yang ada pada jembatan. Dari
gambar potongan melintang jembatan di atas yang termasuk beban mati tambahan adalah
beton barrier, trotoar, dan lapisan perkerasan.
Untuk menghitung beban mati tambahan pada gelagar, data yang diperlukan adalah
dimensi penampang jembatan, dimensi trotoar, dimensi barrier, lebar jalan, dan berat jenis
material.
Untuk menentukan besarnya beban mati tambahan diperlukan data sebagai berikut:
Lebar jalan W r := 7000 mm
Jumlah gelagar ng := 5
Tebal perkerasan ta := 50 mm
kN
Berat jenis beton γ c := 25
3
m
kN
Berat jenis aspal γ a := 22
3
m
a. Beban mati tambahan yang bekerja yaitu:
1. Beban barrier
nb := 2
Jumlah barrier
2
Ab := 370000 mm
Luas barrier
kN
Beban barrier W br := γ c Ab nb = 18.5
m
42
2. Beban trotoar
ntr := 2
Jumlah trotoar
2
Luas trotoar Atr := 415200 mm
kN
Beban trotoar W tr := γ c Atr ntr = 20.76
m
3. Beban aspal
2
Luas aspal Aa := ta W r = 350000 mm
kN
Beban aspal W a := γ a Aa = 7.7
m
Total beban mati tambahan adalah:
Wtr + Wbr + Wa kN
WMA := = 9.39
ng m
43
2.3.2.3 Gaya horizontal akibat tekanan tanah (TA)
Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung berdasarkan sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah
(kepadatan, kadar kelembaban, kohesi, sudut geser dalam dan lain sebagainya) harus
diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tanah baik di lapangan ataupun di
laboratorium. Bila tidak diperoleh data yang cukup maka karakteristik tanah dapat ditentukan
sesuai dengan ketentuan pada pasal ini. Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang
tidak linier dengan sifat-sifat bahan tanah. Tekanan tanah lateral pada keadaan batas daya
layan dihitung berdasarkan nilai nominal dari s , c dan f .
Tekanan tanah lateral pada keadaan batas kekuatan dihitung dengan menggunakan nilai
nominal dari s dan c serta f . Nilai-nilai rencana dari c serta f diperoleh dari nilai nominal
dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan. Kemudian tekanan tanah lateral yang
diperoleh masih berupa nilai nominal dan selanjutnya harus dikalikan dengan faktor beban
yang sesuai seperti yang tercantum pada Tabel 2.4.
Faktor Beban ( TA )
Tipe bahan
Keadaan batas layan ( TAS ) Keadaan batas ultimit ( TAU )
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
Tekanan tanah vertikal 1,00 1,25 0,80
Tekanan tanah lateral
Tetap - Aktif 1,00 1,20 0,80
- Pasif 1,00 1,40 0,70
- Diam 1,00
CATATAN (1) Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan
pada keadaan batas ultimit
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Tanah di belakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang bekerja
apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoretis. Besarnya
beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,7 m yang bekerja secara merata
pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas tersebut. Beban tambahan ini hanya
diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja, dan faktor beban yang
digunakan harus sama seperti yang telah ditentukan dalam menghitung tekanan tanah arah
lateral. Faktor pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini tidak perlu diperhitungkan.
Pada keadaan batas kekuatan tekanan tanah lateral dalam keadaan diam umumnya tidak
diperhitungkan. Apabila keadaan demikian timbul, maka faktor beban untuk keadaan batas
kekuatan yang digunakan untuk menghitung nilai rencana dari tekanan tanah dalam keadaan
diam harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor beban pada
keadaan batas daya layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0 tetapi harus
hati-hati dalam pemilihan nilai nominal yang memadai pada waktu menghitung tekanan tanah.
44
Gaya horizontal akibat tekanan tanah harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pemadatan
Pengaruh tekanan tanah tambahan akibat pemadatan harus diperhitungkan jika
menggunakan peralatan pemadatan mekanik pada jarak setengah tinggi dinding penahan
tanah.
2) Keberadaan air
Jika air tidak diperbolehkan keluar dari dinding penahan tanah, maka pengaruh tekanan
air hidrostatik harus ditambahkan terhadap tekanan tanah. Jika air dapat tergenang di
belakang dinding penahan tanah, maka dinding harus direncanakan untuk memikul gaya
hidrostatik akibat tekanan air ditambah dengan tekanan tanah. Berat jenis terendam tanah
harus digunakan untuk perhitungan tekanan tanah yang berada di bawah muka air. Jika
level muka air berbeda antara muka dinding, maka pengaruh rembesan terhadap
kestabilan dinding dan potensi piping harus diperhitungkan. Tekanan air pori harus
ditambahkan terhadap tekanan tanah efektif dalam penentuan tekanan tanah lateral total.
3) Pengaruh gempa
Pengaruh inersia dinding dan kemungkinan amplifikasi tekanan tanah aktif dan atau
mobilisasi massa tanah pasif akibat gaya gempa harus diperhitungkan.
4) Jenis-jenis tekanan tanah
a) Tekanan tanah lateral aktif ( Pa )
Tekanan tanah lateral harus diasumsikan linier dengan kedalaman tanah sebagai
berikut:
Pa = ka s H (1)
Keterangan:
Pa adalah tekanan tanah lateral aktif (kPa)
k0 adalah koefisien tekanan tanah kondisi diam
ka adalah koefisien tekanan tanah kondisi aktif
kp adalah koefisien tekanan tanah kondisi pasif
Resultan beban tanah lateral akibat timbunan diasumsikan bekerja pada ketinggian
𝐻⁄ dari dasar dinding, dimana H adalah ketinggian dinding diukur dari permukaan
3
tanah di belakang dinding bagian bawah fondasi atau puncak pada telapak.
Suatu dinding penahan tanah memiliki kedalaman diukur dari permukaan tanah H =
4,6 m, koefisien tekanan tanah lateral aktif ka = 0,49, berat jenis tanah = 16,5 kN/m3,
Hitunglah tekanan tanah lateral aktif.
Diketahui:
kN
Berat jenis tanah 45 γ s := 16.50
3
m
Kedalaman diukur dari permukaan tanah H := 4.60 m
kN
Berat jenis tanah γ s := 16.50
3
m
Solusi:
Keterangan:
' f adalah sudut geser efektif tanah
k0 adalah koefisien tekanan tanah lateral kondisi diam
Untuk tanah overkonsolidasi, koefisien tanah lateral kondisi diam dapat diasumsikan
bervariasi sebagai fungsi rasio overkonsolidasi atau riwayat tegangan, dan dapat
diambil sebagai:
(
k0 = 1 - sin 'f ) (OCR ) sin f
(3)
Keterangan:
OCR adalah rasio overkonsolidasi
Diketahui:
Sudut geser efektif tanah ϕ 'f := 30 °
Solusi:
( )
k0 := 1 - sin ϕ 'f = 0.5
Jadi, koefisien tekanan tanah lateral dalam keadaan diam adalah 0,5.
Tanah lanau dan lempung tidak boleh digunakan untuk urugan kecuali mengikuti
prosedur desain yang sesuai dan langkah-langkah pengendalian konstruksi
dimasukkan dalam dokumen konstruksi dan memperhitungkan penggunaan tanah
46
tersebut. Perlu diperhitungkan juga peningkatan tekanan air pori dalam massa tanah.
Ketentuan drainase yang sesuai harus disediakan untuk mencegah gaya hidrostatik
dan rembesan dari belakang dinding fondasi. Dalam keadaan apapun, tanah lempung
plastis tidak boleh digunakan untuk urugan.
dinding
kaku
H p
H/3
P0
Nilai-nilai koefisien tekanan tanah lateral aktif dapat diambil sebagai berikut:
ka =
(
sin 2 + 'f ) (4)
sin 2 sin ( - )
Dimana:
2
sin ( 'f + ) sin ( 'f - )
:= 1 + (5)
sin ( - ) sin ( + )
Keterangan:
adalah sudut geser antara urugan dan dinding (˚), nilai diambil melalui
pengujian laboratorium atau bila tidak memiliki data yang akurat dapat
mengacu pada Tabel 2.5
adalah sudut pada urugan terhadap garis horizontal (˚)
adalah sudut pada dinding belakang terhadap garis horizontal (˚)
'f adalah sudut geser efektif tanah (˚) (lihat Tabel 2.5)
Untuk kondisi yang tidak sesuai dengan yang dijelaskan pada Gambar 2.1 tekanan
aktif dapat dihitung dengan menggunakan prosedur yang didasarkan pada teori irisan
dengan menggunakan Metode Culmann.
47
Tabel 2.5 Sudut geser berbagai material*
Sudut geser
Material
(˚)
Beton pada material fondasi sebagai berikut:
Batuan, 35
Kerikil, campuran kerikil-pasir, pasir kasar, 29-31
Pasir halus hingga medium, pasir kelanauan
medium hingga kasar, kerikil kelanauan atau 24-29
berlempung,
Pasir halus, pasir kelanauan atau berlempung
19-24
halus hingga medium,
Lanau kepasiran halus, lanau non plastis, 17-19
Lempung prakonsolidasi atau residual yang
22-26
sangat teguh dan keras,
Lempung agak teguh hingga lempung teguh,
17-19
dan lempung kelanauan,
Pasangan bata pada material fondasi memiliki faktor
geser yang sama
Turap baja terhadap tanah berikut:
Kerikil, campuran kerikil-pasir, batuan
22
bergradasi baik yang diisi pecahan
Pasir, campuran pasir-kerikil berlanau, batuan
17
keras berukuran tunggal
Pasir berlanau, kerikil atau pasir bercampur
14
lanau atau lempung
Lanau kepasiran halus, lanau nonplastis 11
Beton pracetak atau turap beton terhadap tanah berikut:
Kerikil, campuran kerikil-pasir, batuan
22-26
bergradasi baik yang diisi pecahan
Pasir, campuran pasir-kerikil berlanau, batuan
17-22
keras berukuran tunggal
Pasir berlanau, kerikil atau pasir bercampur
17
lanau atau lempung
Lanau kepasiran halus, lanau nonplastis 14
Berbagai material struktural:
Batu bata pada batu bata, batuan dan
metamorf:
- Batuan lunak pada batuan lunak 35
- Batuan keras pada batuan lunak 33
- Batuan keras pada batuan keras 29
Batu bata pada kayu dengan arah kembang
26
kayu menyilang
Baja pada baja pada hubungan turap 17
*: Sudut geser hanya dapat digunakan bila tidak diperoleh
data karakteristik tanah untuk mendukung analisis geoteknik
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Suatu dinding penahan tanah seperti gambar di bawah ini dengan tinggi H = 4,6 m,
berat jenis tanah = 16,5 kN/m3, ϕ'f = 30o, sudut geser antara urugan dan dinding ()
= 20o, c = 0 kN/m3, β = 0o, θ = 90o. Hitunglah koefisien tekanan tanah lateral aktif.
48
dinding
kaku
H p
H/3
P0
Diketahui:
Tinggi dinding penahan tanah H := 4.60 m
Tinggi dinding penahan tanah H := 4.6 m
Sudut pada urukan terhadap garis horizontal β := 0 °
Sudut pada urukan terhadap garis horizontal := 0 °
Sudut pada dinding belakang terhadap garis horizontal θ := 90 °
Sudut pada dinding belakang terhadap garis horizontal := 90 °
Sudut geser antara urukan dan dinding δ := 20 °
Sudut geser antara urukan dan dinding, := 20 °
kN
Berat jenis tanah γ := 16.50kN
Berat satuan tanah := 16.5 m
3
3
kN
m
Kohesi
Kohesi c := 0 0
c :=
2
m
Sudut geser efektif tanah 'f := 30 °
Sudut geser efektif tanah ϕ 'f := 30 °
Solusi:
Dengan,
Γ := 1 +
( sin ( ϕ 'f + δ) sin ( ϕ 'f - β ) ) = 1.64
( sin ( θ - δ) sin ( θ + β ) )
Maka,
Maka,
ka :=
(
sin θ + ϕ 'f )2 = 0.49
( )
(koefisien tekanan tanah kondisi aktif)
2
Γ sin ( θ) sin ( θ - δ)
Pp = k p s H + 2c k p (6)
Keterangan:
Pp adalah tekanan tanah lateral pasif (kPa)
Gambar 2.2 - Prosedur perhitungan tekanan tanah pasif untuk dinding vertikal dengan
ukuran horizontal
50
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Gambar 2.3 - Prosedur perhitungan tekanan tanah pasif untuk dinding vertikal dengan
ukuran membentuk sudut
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Diketahui:
51
Kedalaman diukur dari permukaan tanah H := 4.60 m
kN
Berat jenis tanah γ s := 16.50
3
m
kN
Kohesi c := 0 kN
Kohesi c := 0 m2
2
m
Sudut geser efektif tanah ϕ 'f := 30 °
Sudut geser efektif tanah ϕ 'f := 30 °
Solusi:
Nilai koefisien tekanan tanah lateral pasif diambil dari gambar prosedur perhitungan
tekanan tanah pasif untuk dinding vertikal dengan ukuran horizontal berdasarkan
o o
nilai sudut geser ('f) = 30 dan nilai= 90 , sehingga diperoleh nilai koefisien
tekanan tanah aktif (kp) = 6,50.
kN
Pp := kp γ s H + 2 c kp = 493.35
2
m
p = eq H (7)
Keterangan:
eq adalah berat jenis tanah fluida dan tidak kurang dari 4,8 (kN/m 3)
H adalah kedalaman diukur dari permukaan tanah (m)
Resultan beban tanah lateral akibat beban urugan harus diasumsikan pada
ketinggian 𝐻⁄3 diukur dari dasar dinding, dimana H adalah ketinggian dinding, diukur
dari permukaan tanah ke bagian bawah fondasi. Nilai berat satuan fluida ekivalen
untuk desain dinding dengan ketinggian tidak melebihi 6 m dapat diambil dari Tabel
2.6 dengan:
52
adalah perpindahan puncak dinding yang diperlukan untuk mencapai tekanan
aktif minimum atau tekanan pasif maksimum dengan translasi lateral (m)
H adalah tinggi dinding (m)
B adalah sudut timbunan terhadap garis horizontal (°)
Besarnya komponen tekanan tanah vertikal yang dihasilkan untuk kasus timbunan
miring dapat ditetapkan sebagai:
p p = ph tan
(8)
Dengan:
1
ph = eq H
2
(9)
2
Keterangan:
eq adalah berat jenis tanah fluida dan tidak kurang dari 4,8 (kN/m 3)
H adalah tinggi dinding (m)
Tabel 2.6 Tipikal nilai berat satuan fluida ekivalen untuk tanah
Aktif Aktif
Tipe tanah Diam Diam
∆⁄ = 1⁄ ∆⁄ = 1⁄
𝛾𝑒𝑞 (kN/m3) 𝐻 240 𝛾𝑒𝑞 𝛾𝑒𝑞 (kN/m3) 𝐻 240 𝛾𝑒𝑞
(kN/m3) (kN/m3)
Diketahui:
kN
Berat jenis tanah fluida γ eq := 8.80
3
m
53
Solusi:
kN
p := γ eq H = 40.48
2
m
Jadi nilai tekanan tanah lateral Rankine adalah 40,48 kN/m2.
5) Beban timbunan
Peningkatan tegangan tanah terfaktor di belakang dinding oleh karena beban timbunan
harus lebih besar dari beban timbunan tidak terfaktor atau tegangan yang dikalikan
dengan faktor beban atau beban terfaktor yang bekerja pada elemen struktur yang
menyebabkan beban timbunan dengan faktor beban sebesar 1. Beban yang bekerja pada
dinding karena adanya elemen struktur di atas dinding tidak boleh diberi faktor dua kali.
a) Beban timbunan merata
Jika beban timbunan yang bekerja berupa beban merata, maka tekanan tanah dasar
harus dikalikan dengan tekanan tanah horizontal dengan nilai dirumuskan sebagai
berikut:
p = ks qs (10)
Keterangan:
k s adalah koefisien tekanan tanah karena timbunan
b) Beban titik, beban garis, dan beban: dinding ditahan dari pergerakan
Tekanan horizontal ( ph ) bekerja pada dinding akibat beban strip merata dapat
diambil sebagai:
2p
ph = - sin cos ( + 2 ) (11)
Keterangan:
p adalah intensitas beban merata yang bekerja pada dinding (kPa)
adalah sudut sesuai dengan Gambar 2.4 (rad)
adalah sudut sesuai dengan Gambar 2.4 (rad)
54
Gambar 2.4 - Tekanan horizontal pada dinding akibat beban strip merata
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
P 3Z X 2 R (1 - 2v )
ph = - (12)
R 2 R3 R+Z
Dimana:
R = x2 + y 2 + z 2 (13)
Keterangan:
P adalah beban titik (kN)
R adalah jarak antara beban titik terhadap titik yang ditinjau pada dinding
sesuai dengan Gambar 2.5
X adalah jarak horizontal diukur dari belakang dinding terhadap beban titik (m)
Y adalah jarak horizontal diukur dari titik pada dinding dengan posisi tegak
lurus dinding dan diukur hingga titik dimana beban bekerja (m)
Z adalah kedalaman diukur dari permukaan tanah hingga titik pada dinding
yang ditinjau (m)
v adalah rasio Poisson
55
Tekanan horizontal ( ph ) yang bekerja pada dinding akibat beban garis tak
berhingga (Gambar 2.6) yang paralel terhadap dinding dapat diambil sebagai:
4Q X 2 Z
ph = (14)
R4
Keterangan:
Q adalah intensitas beban (kN/m)
X adalah jarak horizontal diukur dari belakang dinding terhadap beban titik (m)
Z adalah kedalaman diukur dari permukaan tanah hingga titik pada dinding
yang ditinjau (m)
R adalah jarak antara beban titik terhadap titik yang ditinjau pada dinding
sesuai dengan Gambar 2.6
Gaya/panjang
Q
x
ph z
Gambar 2.6 - Tekanan horizontal pada dinding akibat beban garis tak
berhingga yang bekerja paralel terhadap dinding
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
c) Beban strip: dinding fleksibel
Beban mati terpusat harus diperhitungkan pada perencanaan stabilitas internal dan
eksternal dengan menggunakan distribusi vertikal merata 2 vertikal terhadap 1
horizontal untuk menentukan komponen vertikal tegangan terhadap kedalaman pada
tanah bertulang sesuai dengan Gambar 2.7. Beban horizontal terpusat pada puncak
dinding harus didistribusikan pada tanah bertulang sesuai dengan Gambar 2.8.
56
Gambar 2.7 - Distribusi tegangan akibat beban vertikal terpusat untuk perhitungan
stabilitas internal dan eksternal
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Keterangan:
D1 adalah lebar efektif beban pada kedalaman tertentu (m)
bf adalah lebar beban (m), untuk telapak dengan beban eksentris (misalnya pada telapak
pada kepala jembatan)
L adalah panjang telapak (m)
Pv adalah beban per meter panjang telapak (kN/m)
P 'v adalah beban pada telapak persegi atau beban titik (m)
Z2 adalah kedalaman dimana lebar efektif memotong muka dinding = 2dv-bf (m)
dv adalah jarak antara beban vertikal terpusat dan bagian belakang dinding (m)
57
Distribusi tegangan untuk perhitungan stabilitas internal
Bila beban mati terpusat terletak di belakang tanah bertulang, beban tersebut harus
didistribusi dengan cara yang sama seperti pada tanah bertulang. Tegangan vertikal
yang didistribusi di belakang daerah penulangan harus dikalikan dengan ka saat
menentukan pengaruh beban timbunan terhadap stabilitas eksternal. Tegangan
horizontal yang didistribusi di belakang dinding sesuai dengan Gambar 2.8 tidak boleh
dikalikan dengan ka .
58
Peningkatan tekanan horizontal akibat beban hidup dapat diestimasi dengan rumus
sebagai berikut:
p = k s heq (15)
Keterangan:
p adalah tekanan tanah horizontal akibat tambahan beban hidup (kPa
s adalah berat jenis tanah (kN/m3)
k adalah koefisien tekanan tanah
heq adalah tinggi tanah ekivalen untuk beban kendaraan (m)
Tinggi tanah ekivalen ( heq ) untuk pembebanan jalan raya pada kepala jembatan dan
dinding penahan tanah dapat diambil sesuai dengan Tabel 2.7 dan Tabel 2.8.
Interpolasi linier dapat dilakukan untuk tinggi dinding lainnya. Tinggi dinding diambil
sebagai jarak diukur dari permukaan timbunan dan dasar telapak sepanjang
permukaan tekanan yang ditinjau.
Tabel 2.7 Tinggi ekivalen tanah untuk beban kendaraan pada kepala
jembatan tegak lurus terhadap lalu lintas
7) Downdrag
Kemungkinan peningkatan downdrag pada tiang pancang atau fondasi pipa harus
dievaluasi jika:
a) Tanah berupa material kompresibel seperti lempung, lanau, atau tanah organik,
b) Timbunan akan terletak dekat dengan tiang pancang atau fondasi pipa, seperti pada
timbunan pada timbunan oprit,
c) Muka air tanah rendah,
d) Likuifaksi dapat terjadi.
59
Jika potensi downdrag pada tiang pancang atau pipa ada akibat penurunan tanah
relatif terhadap tiang pancang, kemudian potensi downdrag tidak dihilangkan dengan
preloading tanah untuk mengurangi penurunan tanah atau mitigasi lainnya, maka tiang
pancang harus direncanakan untuk menahan downdrag. Perlu diperhitungkan potensi
beban akibat downdrag dengan menggunakan beban timbunan, teknik perbaikan
tanah, dan atau drainase vertikal dan pengukuran untuk memonitor penurunan.
Untuk keadaan batas kuat I, downdrag akibat penurunan likuifaksi harus dikerjakan
pada tiang pancang atau pipa dikombinasi dengan beban lain pada group beban.
Downdrag akibat likuifaksi tidak boleh dikombinasikan dengan downdrag akibat
penurunan konsolidasi. Untuk beban downdrag yang bekerja pada kelompok tiang maka
pengaruh kelompok tiang harus diperhitungkan.
Jika beban transien bekerja untuk mengurangi besarnya downdrag dan reduksi ini
diperhitungkan dalam perencanaan tiang pancang atau pipa, reduksi tersebut tidak
melebihi porsi beban transien sama dengan pengaruh gaya downdrag. Gaya akibat
downdrag pada tiang pancang dan tiang bor dapat ditentukan sebagai berikut:
a) Tetapkan profil tanah dan properti tanah untuk perhitungan penurunan,
b) Lakukan perhitungan penurunan tanah sepanjang tiang pancang,
c) Tentukan panjang tiang yang akan terkena downdrag. Jika penurunan tanah
sebesar 1 cm atau lebih besar relatif terhadap tiang pancang, maka downdrag
diasumsikan dapat terjadi.
Beban yang disebabkan oleh metode dan urutan pelaksanaan pekerjaan jembatan disebut
sebagai beban akibat pelaksanaan. Beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi
lainnya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap
harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai.
Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya, maka
pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit
menggunakan faktor beban sesuai dengan tabel berikut ini:
60
Tabel 2.9 Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan
Faktor beban ( PL )
Tipe beban
Keadaan Batas Layan ( PL
S
) Keadaan Batas Ultimit ( PL
S
)
Biasa Terkurangi
Tetap 1,00 1,00 1,00
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Perencana harus membuat toleransi untuk berat perancah atau yang mungkin akan dipikul
oleh bangunan sebagai hasil dari metode atau urutan pelaksanaan. Perencana harus
memperhitungkan adanya gaya yang timbul selama pelaksanaan dan stabilitas serta daya
tahan dari bagian-bagian komponen. Apabila rencana tergantung pada metode pelaksanaan,
struktur harus mampu menahan semua beban pelaksanaan secara aman. Perencana harus
menjamin bahwa tercantum cukup detail ikatan dalam gambar untuk menjamin stabilitas
struktur pada semua tahap pelaksanaan. Cara dan urutan pelaksanaan, dan tiap tahanan yang
terdapat dalam rencana, harus diperinci dengan jelas dalam gambar dan spesifikasi. Selama
waktu pelaksanaan jembatan, tiap aksi lingkungan dapat terjadi bersamaan dengan beban
pelaksanaan. Perencana harus menentukan tingkat kemungkinan kejadian demikian dan
menggunakan faktor beban sesuai untuk aksi lingkungan yang bersangkutan. Tidak perlu
untuk mempertimbangkan pengaruh gempa selama pelaksanaan konstruksi.
Faktor beban ( PR )
Tipe beban
Keadaan batas layan ( PR
S
) Keadaan batas ultimit ( PR
U
)
Tetap 1,00 1,00
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
61
2.3.3 Beban transien
Pengaruh akibat rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatan
beton. Pengaruh gaya ini dihitung menggunakan beban mati jembatan. Apabila rangkak dan
penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka nilai dari rangkak dan
penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer dari beton
pratekan). Faktor beban akibat rangkak susut dapat dilihat pada Tabel 2.11
Faktor beban ( SH )
Tipe beban
Keadaan batas layan ( SH
S
) Keadaan batas ultimit ( SH
U
)
Tetap 1,00 1,00
CATATAN: Walaupun susut dan rangkak bertambah lambat menurut waktu,
tetapi pada akhirnya akan mencapai nilai yang konstan
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Hitung beban rem yang terjadi pada jembatan dengan 2 lajur dan terdiri dari 5 gelagar.
62
Solusi:
Jumlah gelagar ng := 5 kN
Beban terbagi rata qBTR := 9
2
m
Lebar jalan raya W r := 7000mm Beban BTR yang bekerja disemua lajur
Beban rem yang bekerja pada jembatan untuk setiap gelagar diambil dari nilai terbesar dari
2 ketentuan berikut:
1. 25% dari berat gandar truk desain
Untuk mendapatkan pengaruh maksimum gunakan nilai berat gandar terbesar, pada
perhitungan ini digunakan gandar belakang:
Berat gandar truk desain wT := 225kN
nL wT
TB1 := 25% = 22.50 kN
ng
2. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata (BTR)
Beban satu truk rencana PT := 500kN
PT nL + PBTR
TB2 := 5% = 20.46 kN
n g
Jadi beban rem yang menentukan adalah akibat kondisi 1 yaitu sebesar 22,50 kN. Dalam
perhitungan pengaruh gaya rem terhadap struktur, gaya rem diaplikasikan untuk bekerja
secara horizontal pada jarak 1800 mm di atas permukaan jalan pada arah longitudinal
jembatan.
Untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari beban roda, menurut SNI 1725-
2016 pengaruh gaya sentrifugal pada beban hidup harus diambil sebagai hasil kali dari berat
gandar truk rencana dengan faktor C sebagai berikut:
v2
C= f (16)
gRl
Keterangan:
v adalah kecepatan rencana jalan raya (m/detik)
f adalah faktor dengan nilai 4⁄3 untuk kombinasi beban selain keadaan batas
fatik dan 1,0 untuk keadaan batas fatik
g adalah percepatan gravitasi 9,8 (m/detik2)
Rl adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)
Kecepatan rencana jalan raya harus diambil tidak kurang dari nilai yang ditentukan dalam
Perencanaan Geometrik Jalan Bina Marga. Faktor kepadatan lajur ditentukan dalam Pasal
63
8.4.3 SNI 1725-2016 tentang pembebanan untuk jembatan dalam waktu menghitung gaya
sentrifugal. Gaya sentrifugal harus diberlakukan secara horizontal pada jarak ketinggian 1800
mm di atas permukaan jalan. Dalam hal ini, perencana harus menyediakan mekanisme untuk
meneruskan gaya sentrifugal dari permukaan jembatan menuju struktur bawah jembatan.
Pengaruh superelevasi yang mengurangi momen guling akibat gaya sentrifugal akibat beban
roda dapat dipertimbangkan dalam perencanaan.
64
Solusi:
Untuk menghitung beban sentrifugal data yang diperlukan adalah radius jembatan dan
kecepatan rencana pada tikungan.
m
Kecepatan rencana v := 11.11
s
Beban 1 gandar truk W tb := 225 kN
tengah dan belakang
Beban 1 gandar truk W d := 50 kN
depan
m
Percepatan gravitasi g = 9.81
2
s
4
Faktor untuk kombinasi beban f :=
3
Struktur atas jembatan merupakan jembatan boks baja yang terdiri lima gelagar boks dengan
empat lajur. Beban sentrifugal pada truk tepat berada pada titik berat truk, sehingga radius
garis bekerjanya beban truk dihitung sebagai berikut:
Titik berat truk (PT4) terletak 575 mm dari gelagar G5 dengan radius gelagar 101,40 m.
sehinga Radius garis bekerjanya beban truk yaitu:
RPT4 := R5 +
1.75 m - 0.3 m = 101.98 m
Radius garis beban truk PT4
2
Titik berat truk (PT3) terletak 2.75 m dari dari titik berat truk (PT1). sehinga radius yang
digunakan yaitu:
Radius garis beban truk PT3
RPT3 := 101.98 m +
1.75 m + 1 m + 1.75 m = 104.73 m
2 2
Titik berat truk (PT2) terletak 2.75 m dari dari titik berat truk (PT2). sehinga radius yang
digunakan yaitu:
Radius garis beban truk PT2
RPT2 := 104.73 m +
1.75 m + 1 m + 1.75 m = 107.48 m
2 2
Titik berat truk (PT1) terletak 2.75 m dari dari titik berat truk (PT3). sehinga radius yang
digunakan yaitu:
Radius garis beban truk PT1
RPT1 := 107.48 m +
1.75 m + 1 m + 1.75 m = 110.23 m
2 2
Sehingga diperoleh nilai koefesien C sebagai berikut:
2
v
CPT1 := f = 0.152
g RPT1
2
v
CPT2 := f = 0.156
g RPT2
2
v
CPT3 := f = 0.160
g RPT3
65
2
v
CPT4 := f = 0.165
g RPT4
Untuk menghitung beban sentrifugal adalah koefisien C dikalikan dengan beban gandar
truk. Beban gandar truk tengah dan belakang, didapat gaya sentrifugal sebagai berikut:
TRPT1_tb := CPT1 Wtb = 34.26 kN
Sedangkan untuk gandar depan truk, didapat gaya sentrifugal sebagai berikut:
TRPT1_d := CPT1 Wd = 7.61 kN
Dari hasil total gaya sentrifugal masing-masing truk menunjukkan bahwa semakin kecil
radius gelagar jembatan maka gaya sentrifugal yang bekerja akan semakin besar. Total
gaya sentrifugal tersebut bekerja pada radius beban truk. Untuk memudahkan dalam
analisis, gaya sentrifugal harus didistribusikan ke gelagar terdekat, dengan simplifikasi
sebagai berikut:
66
a := 575 mm d := 1280 mm g := 1870 mm
c := 1020 mm f := 860 mm
Gaya
Gaya sentrifugal
Gaya sentrifugalTRTR
sentrifugal TRPT4 terdistribusi
terdistribusi pada
pada gelagar
gelagarGG
G5
PT4terdistribusi
PT4 pada gelagar
5
TR aa
PT4 a= 20.571 kN
TR
TRPT4
PT4
TR :=
G5 := aaa+
TRG5
++b
bb
= 20.57 kN
Gaya sentrifugal TR
TRPT3 terdistribusi pada gelagar G 44
Gaya sentrifugalTRPT3 terdistribusi pada gelagar G
4
c
PT3 c c=
TR
TRPT3
TR
:= PT3
G4 :=
TRG4
G4 35.53 kN
:= c + d ==35.532
cc++dd
Gaya
Gaya sentrifugal
sentrifugalTRTR terdistribusi
PT2terdistribusi pada
pada gelagar G
gelagar G 22
PT2 2
TR
TRPT2
TR PT2 ff f
PT2
TRG2
TR G2 :=
:=
:= = 29.19kN
== 29.192
29.192 kN
kN
G2 ++ eee
fff +
Gaya
Gaya sentrifugal
sentrifugal TR
TRPT1 terdistribusi
terdistribusi pada
pada gelagar
gelagar G
G
PT1terdistribusi
Gaya sentrifugalTRPT1 pada gelagar G 11
1
h
PT1 h h
TR
TRPT1
TR
:= PT1 =
TR
TRG1 :=
G1 := 14.23 kN
==14.232
14.232 kN
G1 gg+
g ++h
hh
67
3) Tumbukan kendaraan dengan barrier
Semua sistem pengaman lalu lintas, barrier, dan kombinasi barrier secara struktur dan
geometrik harus tahan terhadap benturan kendaraan. Beberapa hal yang perlu
diperhitungkan antara lain adalah:
a) Perlindungan terhadap penumpang kendaraan saat berbenturan dengan barrier,
b) Perlindungan terhadap kendaraan lain yang berada dekat lokasi benturan,
c) Perlindungan terhadap manusia dan properti jalan dan area lain di bawah struktur
jembatan,
d) Kemungkinan peningkatan kinerja barrier,
e) Efektivitas biaya,
f) Tampak dan kebebasan pandang terhadap kendaraan yang lewat.
Dalam perencanaan metode desain yang digunakan untuk merencanakan barrier adalah
dengan metode analisis garis leleh. Metode ini mengasumsikan bahwa kendaraan
menghantam barrier pada sudut 90 derajat (tegak lurus terhadap barrier), seperti yang
diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
m 68
Kecepatan aliran V := 0.7
s
33
Berat total kapal DWT := wgross + wmuatan = 5.802
5.802 10
10 ton
ton
m
Kecepatan aliran V = 0.7
s
0.5
Beban tumbukan kapal TV := DWT 12.5 V = 666.50 ton
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh namun dapat
mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan akibat gempa.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara
koefisien respon elastik (𝐶𝑠𝑚 ) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi
dengan faktor modifikasi respon (𝑅𝑑 ) yang secara umum dihitung sebagai berikut:
Csm
EQ = Wt (17)
Rd
Keterangan:
EQ adalah gaya gempa horizontal statik (kN)
Wt adalah berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang
sesuai
Koefisien respon elastik 𝐶𝑠𝑚 diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan spektra
percepatan sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang gempa rencana. Koefisien
percepatan yang diperoleh berdasarkan peta gempa dikalikan dengan suatu faktor amplifikasi
sesuai dengan keadaan tanah sampai kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan.
Ketentuan pada panduan ini berlaku untuk jembatan konvensional. Pemilik pekerjaan harus
menentukan dan menyetujui ketentuan yang sesuai untuk jembatan nonkonvensional.
Ketentuan ini tidak perlu digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali ditentukan lain oleh
pemilik pekerjaan. Pengaruh gempa terhadap gorong-gorong persegi dan bangunan bawah
tanah tidak perlu diperhitungkan kecuali struktur tersebut melewati patahan aktif. Pengaruh
ketidakstabilan keadaan tanah (seperti: likuifaksi, longsor, dan perpindahan patahan) terhadap
fungsi jembatan harus diperhitungkan. Perhitungan pengaruh gempa terhadap jembatan
termasuk beban gempa, cara analisis, peta gempa, dan detail struktur lebih rinci dijelaskan
pada Bab 6.
2.3.3.7 Gaya friksi ( BF )
Gaya friksi ( BF ) atau gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari
elastomer. Gaya ini dihitung menggunakan hanya beban tetap, dan nilai rata-rata dari koefisien
gesekan (atau kekakuan geser apabila menggunakan perletakan elastomer). Untuk beberapa
69
perletakan, seperti perletakan geser dan rol, gesekan akan tergantung pada kondisi
pemeliharaan jembatan. Faktor beban akibat gaya friksi dapat dilihat pada di bawah ini.
Faktor beban
( BF
Jangka U
)
waktu
( )
S
BF
Biasa Terkurangi
CATATAN (1) Gaya akibat gaya friksi (BF) terjadi selama adanya pergerakkan pada bangunan atas,
tetapi gaya sisa mungkin terjadi setelah pergerakkan berhenti. Dalam hal ini gaya friksi harus
memperhitungkan adanya pengaruh tetap yang cukup besar.
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Intensitas
BGT BGT=p kPa/m
90°
arah lalu lintas
Intensitas
BTR=q kPa
BTR
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung pada
panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut:
15
Jika L 30 m : q = 9, 0 0, 5 + kPa (19)
L
70
Keterangan:
q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa)
L adalah panjang total jembatan yang dibebani (m)
Beban garis terpusat (BGT) dengan intesitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap
arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49 kN/m. Untuk mendapatkan
momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus di
tempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan
momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban “D” secara
umum dapat dilihat pada Gambar 2.10. Untuk alternatif penempatan dalam arah memanjang
dapat dilihat pada Gambar 2.11.
71
S1 S2 S3 S4 S5
S1 S2 S3 S4 S5
S1 S2 S3 S4 S5
Luas dari BTR Posisi dari BGT Posisi Alternatif dari BGT
72
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser
dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan
beban lajur “D” tersebar pada seluruh lebar gelagar (tidak termasuk barrier atau railing, kerb
dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai.
Hitung beban lajur "D" yang bekerja pada struktur jembatan pada contoh perhitungan 5.1!
Solusi:
Untuk menghitung beban lajur “D” pada jembatan diperlukan data bentang jembatan
(panjang lajur terbebani) dan sapasi antar gelagar.
Intensitas
BGT BGT=p kPa/m
90°
arah lalu lintas
Intensitas
BTR=q kPa
BTR
Dari gambar di atas, yang termasuk beban lajur "D" adalah BGT dan BTR.
Beban terbagi rata (BTR) ditentukan berdasarkan lebar tributari pembebanan dengan lebar
tributari diambil berdasarkan jarak antar gelagar. Nilai beban BTR bergantung pada panjang
bentang jembatan. Persamaan di bawah ini untuk menentukan nilai beban BTR yang
digunakan:
73
a. Jika Lb 30 m : maka q := 9kPa
15
b. Jika Lb 30 m : maka q := 9 0.5 + kPa
Lb
Karenabentang
Karena bentangjembatan
jembatan 16,6
16.6 m maka
m maka nilainilai
FBDFBD 40%.
adalah 40%.
Faktor beban
Faktor bebandinamis
dinamis := 10.4
FBD :=
FBD + 0.4
kN
Beban garis terpusat BGT := 49
m
Beban BGT yang bekerja pada gelagar tengah PBGT := ( 1 +kNFBD) BGT sg
qBGT := FBD BGT = 68.6
m
PBGT = 144.06 kN
Bebandalam
Gaya BGT yang bekerja
akibat bebanpada
"D"gelagar adalah
a. Momen maksimum di tengah bentang PBGT := qBGT s = 144.06 kN
2
WBTR Lb PBGT Lb
Mmax := + = 1248.86 kN m
8 4
B. Gaya dalam akibat beban "D"
b. Geser pada daerah tumpuan
1. Momen makasimum di tengah bentang
WBTR L2b PBGT
Vmax := qBTR L + PBGT L= 228.90 kN 3
Mmax := 2 + 2 = 1.249 10 kN m
8 4
qBTR L PBGT
Vmax := + = 228.9 kN
2 2
Karena beban BTR adalah beban garis merata dan BGT adalah beban garis terpusat di
tengah bentang dengan gelagar di atas dua tumpuan sederhana, maka momen terbesar
berada di tengah bentang dan gaya geser terbesar berada di tumpuan.
Selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk “T”. Beban truk “T” tidak
dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban truk dapat digunakan untuk
perhitungan struktur lantai. Adapun faktor beban “T” seperti terlihat pada berikut.
75
Tabel 2.14 Faktor beban untuk beban "T"
Faktor beban ( TT )
Jembatan
Tipe
beban Keadaan batas layan ( TTS ) Keadaan batas ultimit ( TTU )
Besarnya pembebanan truk “T” dapat dilihat pada Gambar 2.12 dimana terdiri dari truk semi-
trailer yang tiap berat gandarnya disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar, yang
demikian merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai.
0,5 m 0,5 m
1,75 m
5m (4-9) m
2,75 m
50 kN 225 kN 225 kN
250 mm
250 mm 250 mm
250 mm 250 mm 2,75 m
250 mm
Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai dengan 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Untuk posisi dan
penyebaran beban truk “T” yang menyebabkan timbulnya momen maksimum secara rinci
dijelaskan dalam SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan.
76
Contoh perhitungan 2.12: Beban truk “T”
Hitung beban truk yang bekerja di pelat jembatan pada Contoh perhitungan 5.1.
Solusi:
Untuk menghitung beban truk “T” pada jembatan diperlukan berat gandar truk desain.
0,5 m 0,5 m
1,75 m
5m (4-9) m
2,75 m
50 kN 225 kN 225 kN
250 mm
250 mm 250 mm
250 mm 250 mm 2,75 m
250 mm
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat berat total truk adalah 500 kN. Pada gambar
dijelaskan bahwa berat gandar depan truk adalah 50 kN, sehingga berat masing-masing
roda depan truk adalah 25 kN. Untuk berat gandar tengah dan belakang truk adalah 225
kN, sehingga berat masing-masing roda truk tengah dan belakang adalah 112.5 kN. Untuk
menghitung beban roda truk dikalikan dengan faktor pembesaran beban dinamis sebesar
1+FBD, dimana FBD untuk beban truk adalah 30%.
77
Faktor beban dinamis FBD := 0.3
Beban roda truk:
1. Roda depan
2. Roda belakang
Setelah didapatkan beban masing-masing roda di atas, perencana harus memposisikan truk
pada berbagai kondisi agar di dapatkan posisi yang memberikan pengaruh terbesar pada
jembatan.
2.3.3.10 Beban pejalan kaki (TP)
Beban pejalan kaki harus direncanakan dengan kapasitas 5 kPa apabila semua komponen
trotoar lebarnya lebih dari 600 mm dan dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban
kendaraan pada masing-masing lajur kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban
pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika
ada kemungkinan trotoar berubah fungsi pada masa depan menjadi lajur kendaraan, maka
beban hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam barrier untuk
perencanaan komponen jembatan lainnya. Dalam hal ini, faktor beban dinamis tidak perlu
dipertimbangkan.
78
Contoh perhitungan 2.12 Beban pejalan kaki
Hitunglah beban pejalan kaki yang bekerja pada struktur jembatan pada contoh 5.1.
Solusi:
Untuk menghitung beban pejalan kaki pada jembatan, data yang diperlukan adalah lebar
trotoar dan panjang bentang jembatan.
Untuk trotoar yang memiliki lebar lebih dari 600mm, maka beban pejalan kaki sebesar 5 kPa
harus diterapkan di sepanjang trotoar. Data yang diperlukan untuk menentukan beban
pejalan kaki adalah sebagai berikut:
Jumlah trotoar ntr := 2
kN
Beban pejalan kaki W TP := 5
2
m
Lebar trotoar btr := 1000 mm
Jumlah gelagar ng := 5
kN
Maka, beban pejalan kaki TP := W TP btr ntr = 10
m
Beban pejalan kaki sebesar 10 kN/m diterapkan di sepanjang bentang jembatan sebagai
beban merata pada lokasi trotoar jembatan. Jika digunakan metode analisis pendekatan,
maka beban pejalan kaki yang bekerja pada suatu gelagar harus dibagi dengan jumlah
gelagar.
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan,
termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh penurunan dapat
dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah. Faktor beban untuk
penurunan dapat digunakan sesuai dengan Tabel 2.15.
79
Penurunan dapat diperkirakan dari pegujian yang dilakukan terhadap lapisan tanah. Apabila
perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian, tetapi besarnya penurunan diambil
sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut merupakan batas atas dari penurunan
yang bakal terjadi. Apabila nilai penurunan ini besar, perencanaan bangunan bawah dan
bangunan atas jembatan harus memuat ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan
tersebut.
2.3.3.12 Gaya akibat temperatur gradien (TG)
Temperatur gradien pada bangunan atas jembatan disebabkan oleh pemanasan langsung dari
sinar matahari pada waktu siang pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali
radiasi dari seluruh permukaan jembatan di waktu malam. Temperatur gradien nominal arah
vertikal untuk bangunan atas beton dan baja diberikan pada gambar berikut.
Gambar 2.13 - Gradien temperatur vertikal pada bangunan atas beton dan baja
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Parameter yang digunakan adalah T1, T2, dan T3 dengan nilai sesuai pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.16 Parameter T1 dan T2
Lokasi T1 (˚C) T2 (˚C) T3 (˚C)
<500 m di atas permukaan laut 12 8
>500 m di atas permukaan laut 17 11
0 T3 5
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Nilai T3 dapat diambil sebesar 0 kecuali bila dilakukan kajian spesifik situs, tetapi nilai T3
diambil tidak melebihi 5oC.
Deformasi akibat perubahan temperatur yang seragam dapat dihitung dengan menggunakan
prosedur seperti yang dijelaskan pada panduan ini. Prosedur ini dapat digunakan untuk
perencanaan jembatan yang menggunakan gelagar terbuat dari beton atau baja. Rentang
temperatur harus seperti yang ditentukan dalam
Tabel 2.17. Perbedaan antara temperatur minimum atau temperatur maksimum dengan
temperatur nominal yang diasumsikan dalam perencanaan harus digunakan untuk menghitung
pengaruh akibat deformasi yang terjadi akibat perbedaan suhu tersebut. Temperatur minimum
dan maksimum yang ditentukan dalam
80
Tabel 2.17 harus digunakan sebagai Tmindesign dan Tmaxdesign pada Persamaan 60.
Simpangan akibat beban temperatur (T ) harus berdasarkan temperatur maksimum dan
minimum yang didefenisikan dalam desain sebagai berikut:
Keterangan:
L adalah panjang komponen jembatan (mm)
adalah koefisien muai temperatur (mm/mm/˚C) (Merujuk pada Tabel 19 SNI 1725-
2016 Pembebanan terhadap jembatan)
Solusi:
Untuk menghitung beban temperatur dan besaran rentang deformasi maksimum akibat
beban temperatur, data yang diperlukan adalah temperatur maksimum dan minimum di
lokasi jembatan sebagai berikut :
T maxdesign := 40 . °C
T mindesign := 15 . °C
-5 mm
Koefisien muai panjang beton α := 1 10
mm
C
Bentang jembatan L = 16.6 m
s
Akibat beban temperatur akan timbul deformasi pada struktur, untuk batasan nilai deformasi
yang terjadi dapat dihitung seperti di bawah ini:
81
( )
Δ L := α L Tmaxdesign - Tmindesign = 4.15 mm
Jadi deformasi yang terjadi pada struktur akibat beban temperatur adalah 4,15 mm.
s
Untuk menentukan gaya dalam struktur akibat beban temperatur, maka digunakan nilai T
yang diperoleh dari nilai terbesar di antara dua kondisi berikut:
Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan digunakan
untuk menghitung tekanan hidrostatik, kemungkinan adanya gradient hidrolis yang melintang
bangunan harus diperhitungkan. Faktor beban akibat tekanan hidrostatik dan gaya apung
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.18 Faktor beban akibat tekanan hidrostatik dan gaya apung (EF)
Faktor beban ( EF )
Keadaan batas layan ( EF ) ( EF
Tipe beban S U
Keadaan batas ultimit )
Biasa Terkurangi
Transien 1,00 1,00 (1,10)(1) 1,00 (0,90)(1)
CATATAN (1)Angka yang ditunjukan dalam tanda kurung digunakan untuk bangunan
penahan air atau bangunan lainnya dengan gaya apung dan hidrostatik sangat dominan
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Bangunan penahan tanah harus direncanakan mampu menahan pengaruh total air tanah
kecuali jika timbunan bisa mengalirkan air. Sistem drainase demikian bisa merupakan irisan
dari timbunan yang masih mudah mengalirkan air di belakang dinding, dengan bagian
belakang dari irisan naik dari dasar dinding pada sudut maksium 60o arah horizontal.
Pengaruh daya apung harus ditinjau untuk bangunan atas yang mempunyai rongga atau
lobang yang memungkinkan udara terjebak, kecuali jika ada ventilasi udara kering. Daya
apung harus ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran. Dalam memperkirakan pengaruh
daya apung, harus ditinjau beberapa ketentuan berikut ini:
1) Pengaruh gaya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati bangunan
atas,
2) Syarat-syarat sistem ikatan dari bangunan atas,
82
3) Syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam supaya air bisa
keluar pada waktu surut.
Untuk jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000 mm di atas permukaan tanah atau
permukaan air, kecepatan angin rencana (VDZ) harus dihitung dengan persamaan berikut:
V Z
VDZ = 2,5Vo 10 ln (21)
VB Z o
Keterangan:
V10 adalah kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah
atau di atas permukaan air rencana (km/jam)
VB adalah kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi
10000 mm, yang akan menghasilkan tekanan
Z adalah elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air
dimana beban angin dihitung ( Z >10000mm)
Vo adalah kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik meteorologi,
sebagaimana ditentukan dalam Tabel 2.19, untuk berbagai macam tipe
permukaan di hulu jembatan (km/jam)
Zo adalah panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan karakteristik
meteorologi, ditentukan pada Tabel 2.19(mm)
Nilai Vo dan Zo untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu dapat dilihat pada di
bawah ini.
Tabel 2.19 Nilai Vo dan Zo untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu
Perencana dapat menggunakan kecepatan angin rencana dasar yang berbeda untuk
kombinasi pembebanan yang tidak melibatkan kondisi beban angin yang bekerja pada
kendaraan. Arah angin rencana harus diasumsikan horizontal, kecuali yang ditentukan
dalam Pasal 9.6.3 SNI 1725:2016.
Tekanan angin rencana dalam satuan MPa dapat ditetapkan dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
2
V
PD = PB DZ (22)
VB
Keterangan:
PB adalah tekanan angin dasar
Total beban gaya angin tidak boleh kurang dari 4,40 N/mm pada bidang tekan dan 2,20
N/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan pelengkung, serta tidak kurang dari
4,40 N/mm pada gelagar.
Untuk beban dari struktur atas, jika angin yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka
tekanan angin dasar PB untuk berbagai sudut dapat diambil seperti yang ditentukan
dalam tabel di bawah ini dan dikerja kan pada titik berat dari area yang terkena beban
angin.
84
Arah sudut angin yang bekerja ditentukan tegak lurus terhadap arah longitudinal serta
tekanan angin melintang dan memanjang harus diterapkan bersamaan dalam
perencanaan.
Untuk gaya angin yang langsung bekerja pada struktur bawah, harus dihitung
berdasarkan tekanan angin dasar sebesar 0,0019 MPa. Pada angin yang bekerja tidak
tegak lurus terhadap bangunan bawah maka harus diuraikan menjadi komponen yang
bekerja tegak lurus terhadap bidang tepi dan bidang muka dari bangunan bawah.
Perencana harus menerapkan gaya gaya tersebut bersamaan dengan beban angin yang
bekerja pada struktur atas.
Hitunglah beban angin struktur yang bekerja pada jembatan dengan tinggi pilar dari
permukaan tanah ke bagian bawah bangunan atas jembatan adalah 15,5 m. Tinggi
struktur jembatan adalah 2 m dan tinggi barrier adalah 1,5 m.
Solusi:
Untuk menghitung beban angin struktur suatu jembatan, data yang diperlukan
adalah elevasi jembatan dari permukaan tanah dan kecepatan angin pada elevasi
tersebut.
85
V Z
VDZ = 2,5Vo 10 ln
VB Z o
Nilai kecepatan gesekan angin (V0) dan panjang gesekan di hulu jembatan (Z0)
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
V10 Z
VDZ := 2.5 V0 ln = 120.60 kph
VB Z0
2. Hitung beban tekanan angin (Pb)
2
V
PD = PB DZ
VB
Nilai tekanan angin dasar (Pb) dapat diambil dari tabel di bawah ini:
Komponen bangunan atas Angin tekan Angin hisap
(MPa) (MPa)
Rangka, pilar, dan pelengkung 0,0024 0,0012
Gelagar 0,0024 N/A
Permukaan datar 0,0019 N/A
Struktur
Struktur jembatan
jembatan adalah
adalah gelagar
steel boxbaja tipesehingga
girder U sehingga
nilai nilai Pb diambil
Pb diambil 0,0024
0.0024 MPa.Mpa.
Tekanan angin dasar Pb := 0.0024MPa
Jadi, beban angin struktur (EWs) pada jembatan di atas adalah 389,37 kN.
Total beban angin tidak boleh kurang dari 4,4 N/mm, sehingga:
Total beban angin tidak boleh kurang dari 4,4 N/mm, sehingga:
h := 3500 mm
Tinggi struktur h := 3.5m
Tinggi struktur
N
Beban angin minimum EW smin := 4.4 N h = 15.4 kN
Beban angin minimum EW smin := 4.4 mm h = 15.4 kN
mm
EW smin EWs
15.4 kN 389.37 kN Ok
Beban angin bekerja secara transversal pada struktur atas jembatan harus
disalurkan pada setiap tumpuan gelagar dan selanjutnya diteruskan pada fondasi.
Gaya angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun pada kendaraan
yang melintasi jembatan. Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin
pada kendaraan, dimana gaya tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar
1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm di atas permukaan jalan. Kecuali jika ditentukan
di dalam pasal ini, jika angin yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka komponen yang
bekerja tegak lurus maupun paralel terhadap kendaraan untuk berbagai sudut dapat diambil
seperti yang ditentukan dalam Tabel 2.22 dimana arah sudut gaya yang bekerja ditentukan
tegak lurus terhadap arah sudut serang tegak lurus terhadap arah permukaan kendaraan.
Tabel 2.22 Tekanan Komponen beban angin yang bekerja pada kendaraan
Komponen tegak Komponen
Sudut
lurus sejajar
derajat N/mm N/mm
0 1,46 0,00
15 1,28 0,18
30 1,20 0,35
45 0,96 0,47
60 0,50 0,55
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
87
Contoh perhitungan 2.15: Gaya angin pada kendaraan
Hitunglah beban angin pada kendaraan yang bekerja pada struktur jembatan pada Contoh
perhitungan 5.1.
Solusi:
Beban angin kendaraan diaplikasikan tegak lurus dengan arah beban kendaraan dan bekerja
1800 mm di atas permukaan jalan. Beban angin diaplikasikan sebagai beban merata yaitu
sebesar 1,46 kN/mm.
4m 4,5 m 4m
1,5 m 5m 4m 2m
88
Beban angin yang bekerja pada kendaraan :
Gandar depan TEW1 := EW LT1 = 5.84 kN
T EW3 h
Gandar belakang PEW3 := = 6.01 kN
x
Beban angin yang terjadi pada kendaraan dapat berupa angin yang mengakibatkan tekan
dan hisap (angkat) pada kendaraan.
2.3.3.17 Beban arus dan hanyutan ( EU )
Gaya seret (hanyutan) nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat beban arus tergantung
pada kecepatan air rata-rata sesuai persamaan di bawah ini:
TEF = 0,5CDVs2 Ad (23)
Keterangan:
TEF adalah gaya seret (kN)
V adalah kecepatan air rata-rata berdasarkan pengukuran di lapangan (m/s)
CD adalah koefisien seret
Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran dengan tinggi sama dengan
kedalaman aliran (Lihat Gambar 2.14) (m2)
Tabel 2.23 Koefisien seret CD dan angkat CL untuk berbagai bentuk pilar
0,8 CL
0˚ 0
5˚ 0,5
1,4 10˚ 0,9
20˚ 0,9
≥30 ˚ 1,0
0,7
Faktor beban ( EU )
Tipe beban
Keadaan batas layan ( EU
S
) Keadaan batas ultimit ( EU
U
)
Transien 1,00 Lihat Tabel 2.21
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
Apabila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan
semakin meningkat. Nilai nominal dari gaya angkat dalam arah tegak lurus gaya seret, adalah:
Keterangan:
Vs adalah kecepatan air (m/s)
AL adalah luas proyeksi pilar sejajar arah aliran dengan tinggi sama dengan
kedalaman aliran (Gambar 2.14) (m2)
CL adalah koefisien angkat
Gambar 2.14 - Luas proyeksi pilar untuk gaya akibat aliran air
Sumber: SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan, 2016
90
Apabila bangunan atas jembatan terendam, koefisien seret ( CD ) yang bekerja di sekeliling
bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar 2,2 kecuali
apabila data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam, gaya angkat akan
meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding. Perhitungan untuk gaya-
gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya AL diambil sebagai luas dari daerah
lantai jembatan.
( CD ) = 1,04
Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti berikut:
1) Untuk jembatan yang permukaan airnya terletak di bawah bangunan atas, luas benda
hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman
minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m di bawah muka air banjir. Panjang hamparan
dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang berdekatan atau 20
m, diambil yang terkecil dari kedua nilai ini,
2) Untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan diambil
sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau penghalang lalu lintas
ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m
kecuali apabila menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa hamparan dari benda
hanyutan dapat terakumulasi. Panjang hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar
diambil setengah dari jumlah bentang yang berdekatan.
Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang
dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa
ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan
rumus sebagai berikut:
M (Va )
2
TEF = (25)
d ev
Keterangan:
91
Gaya yang ditimbulkan oleh tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya tidak boleh diambil
secara bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya
angkat dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus ditinjau
sebagai aksi transien.
Hitunglah beban arus dan hanyutan pada jembatan yang memiliki kedalaman aliran 8 m.
Bentuk struktur pilar jembatan adalah dinding dengan lebar dinding pilar 2 meter.
Untuk menghitung beban arus dan hanyutan pada jembatan, data yang diperlukan adalah
kedalaman aliran, kecepatan air, dimensi pilar, dan dimensi benda hanyutan.
1. Hitung gaya seret (gaya akibat aliran air)
TEF = 0.5CDVs2 Ad
92
Nilai koefisien seret (C D) dapat dilihat berdasarkan tabel di
bawah ini:
m
Kecepatan air rata-rata Vs := 2 (Asumsi)
s
Kedalaman aliran h1 := 8 m
M (Va )
2
TEF =
dev
Nilai lendutan elastis ekivalen (dev) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
93
Struktur pilar jembatan adalah beton, sehingga dev diambil 0.075.
Jadi, gaya tumbukan dan gaya seret yang terjadi pada pilar jembatan ini adalah 231,47 kN
dan gaya seret dengan gaya akibat benda hanyutan 72.32 kN.
Gaya total terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
Q = i i Qi Rn = Rr (26)
Keterangan:
i adalah faktor pengubah respon sesuai Persamaan 2 atau 3 pada SNI 1725:2016
Komponen dan sambungan pada jembatan harus memenuhi Persamaan 26 untuk kombinasi
beban-beban ekstrem seperti yang ditentukan pada setiap keadaan batas sebagai berikut:
94
Kuat II : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan jembatan untuk
memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik tanpa
memperhitungkan beban angin.
Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin berkecepatan
90 km/jam hingga 126 km/jam.
LayanIII : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada arah memanjang
jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak dan
tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan beton segmental.
LayanIV : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada pilar beton
pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.
Fatik : Kombinasi beban fatik dan fraktur sehubungan dengan umur fatik akibat induksi
beban yang waktunya tak terbatas.
Faktor beban untuk setiap beban pada setiap kombinasi pembebanan harus diambil seperti
yang ditentukan pada tabel di bawah ini. Faktor beban harus dipilih sedemikian rupa untuk
menghasilkan kondisi ekstrim akibat beban yang bekerja. Dalam kombinasi pembebanan
dimana efek salah satu gaya mengurangi efek gaya yang lain, maka harus menggunakan
faktor beban terkurangi untuk gaya yang mengurangi tersebut.
95
Tabel 2.27 Kombinasi beban dan faktor beban
p
Kuat I 1,8 1,00 - - 1,00 0,50/1,20
TG ES - - -
p
Kuat II 1,4 1,00 - - 1,00 0,50/1,20
TG ES - - -
p
Kuat III - 1,00 1,40 - 1,00 0,50/1,20
TG ES - - -
p
Kuat V - 1,00 0,40 1,00 1,00 0,50/1,20
TG ES - - -
96
Faktor beban 𝛾𝐸𝑄 untuk beban hidup pada keadaan batas ekstrem I harus ditentukan
berdasarkan kondisi spesifik jembatan. Sebagai pedoman dapat digunakan faktor EQ
sebagai berikut:
EQ = 0,5 (jembatan sangat penting)
EQ = 0,3 (jembatan penting)
EQ = 0 (jembatan standar)
Untuk beban akibat temperatur seragam (EUn), terdapat dua faktor beban dimana nilai
terbesar digunakan untuk menghitung deformasi sedangkan nilai terkecil digunakan untuk
menghitung efek lainnya. Perencana dapat menggunakan 𝛾𝐸𝑈𝑛 = 0,50 untuk keadaan batas
dengan menggunakan momen inersia bruto dalam menghitung kekakuan pilar atau pilar,
sedangkan jika ingin melakukan analisis yang lebih rinci perhitungan dapat dilakukan dengan
memakai momen inersia penampang retak dengan nilai 𝛾𝐸𝑈𝑛 = 1,00 untuk keadaan batas
kekuatan. Dalam menghitung pengaruh gaya pada jembatan nonsegmental, jika perencana
menggunakan momen inersia bruto pada waktu menghitung kekakuan pilar yang
menggunakan struktur beton, faktor beban 𝛾𝑃𝑅 dan 𝛾𝑆𝐻 adalah 0,50 untuk keadaan batas
kekuatan. Jika pilar menggunakan struktur baja, maka faktor beban 𝛾𝐸𝑈𝑛 , 𝛾𝑃𝑅 , dan 𝛾𝑆𝐻 = 1,00.
Faktor beban untuk gradien temperatur (𝛾𝑇𝐺 ) ditentukan berdasarkan kondisi pekerjaan. Jika
tidak ada hal yang bisa menyebabkan perubahan nilai, maka 𝛾𝑇𝐺 dapat diambil sebagai
berikut:
0,00: untuk keadaan batas kekuatan dan keadaan batas ekstrim,
1,00: untuk keadaan batas daya layan dimana beban hidup tidak ada, dan
0,50: untuk keadaan batas daya layan dimana beban hidup bekerja.
Analisis faktor beban akibat penurunan 𝛾𝑆𝐸 ditentukan berdasarkan kondisi proyek, bila tidak
ada hal yang menyebabkan perubahan nilai, maka nilainya dapat diambil sebesar 1,00. Untuk
jembatan yang dibangun dengan secara segmental, maka kombinasi pembebanan seperti
kombinasi beban mati (MS), beban mati tambahan (MA), tekanan tanah (TA), beban arus dan
hanyutan (EU), susut (SH), gaya akibat pelaksanaan (PL), dan prategang (PR) harus diselidiki
untuk keadaan batas daya layan.
Dalam analisis struktur, struktur yang ada di dalam tanah, seperti fondasi, dinding penahan
tanah, maupun struktur geoteknik lainnya, ditentukan dengan menggunakan metode ASD
(Allowable Stress Design), kombinasi beban yang digunakan dianggap bekerja dalam kondisi
yang menghasilkan efek yang paling tidak baik di dalam fondasi atau komponen struktural
yang diperhitungkan, kombinasi pembebanan yang digunakan berdasarkan SNI 1727:2013
adalah:
1) D
2) D+L
3) D + (0,6W atau 0,7E)
4) D + 0,75L + 0,75(0,6W)
5) D + 0,75L + 0,75(0,7E)
Keterangan:
D adalah beban mati
L adalah beban hidup
W adalah beban angin
E adalah beban gempa
97
2.5 Daftar pustaka
AASHTO. 2017. AASHTO LRFD Bridge Design Specifications. Washington D.C: IHS Markit.
Badan Standar Nasional. 2013. SNI 1727:2013 Beban Minimum Untuk Perancangan
Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Badan Standardisasi: Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2016. SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan. Badan
Standardisasi: Jakarta.
Richard M, Barker and Jay A, Puckett, 2013, Design Of Highway Bridges: Based on AASHTO-
LRFD Bridge Design Spesifications, John Willey and Son, Inc.
98
3 Perilaku dan perencanaan jembatan terhadap beban gempa
3.1 Pendahuluan
Gempa merupakan salah satu beban yang berpotensi untuk dipikul struktur jembatan selama
usia layannya. Sehingga dalam perencanaan jembatan, beban gempa beserta efeknya
terhadap struktur harus diperhitungkan dengan teliti. Pada bagian ini dibahas mengenai tata
cara penentuan dan perhitungan beban gempa struktur jembatan agar memenuhi kriteria
kinerja struktur jembatan terhadap beban gempa.
3.2.1.1
analisis ragam spektra respon
cara analisis dengan respon dinamik total struktur jembatan didapat sebagai superposisi dari
respon dinamik maksimum masing-masing ragamnya yang didapat melalui spektra respon
gempa rencana
3.2.1.2
cara analisis dinamis
cara perencanaan gempa melalui analisis perilaku dinamis struktur selama terjadi gempa
3.2.1.3
elemen pemikul beban gempa
komponen struktur jembatan seperti pilar, sambungan, perletakan, fondasi, dan kepala
jembatan, yang berperan dalam sistem pemikul beban gempa.
3.2.1.4
faktor kuat lebih (overstrength)
perbandingan antara kekuatan lentur maksimum yang mungkin terjadi dari suatu komponen
dengan kekuatan lentur nominalnya
3.2.1.5
faktor modifikasi respon (R)
faktor yang digunakan untuk menghitung kuat butuh atau kuat rencana elemen struktur
berdasarkan analisis elastis akibat perilaku daktail
3.2.1.6
kuat lentur rencana
kuat lentur nominal komponen dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan
3.2.1.6.1
kuat lentur nominal
kuat lentur ultimit komponen
3.2.1.7
kuat lebih
kuat lentur nominal dikalikan faktor kuat lebih
99
3.2.1.8
kombinasi kuadrat lengkap
formulasi statistik untuk mengkombinasikan respon modal pada struktur akibat gempa pada
satu arah tertentu
3.2.1.9
sendi plastis
daerah pada komponen struktur, biasanya pada pilar yang mengalami leleh lentur dan rotasi
plastis namun tetap memiliki kekuatan lentur yang cukup
3.2.2 Notasi
Notasi Definisi
Ae luas efektif penampang untuk perhitungan tahanan geser (mm 2)
Ag luas bruto penampang beton (mm2)
Asp luas baja tulangan spiral atau sengkang melingkar (mm 2)
Av luas tulangan geser (mm2)
Avf gaya aksial terfaktor minimum pada pilar (kN)
faktor yang menunjukkan kemampuan beton retak secara diagonal
bv lebar efektif penampang (mm)
Csm koefisien respon elastik
tinggi efektif penampang dalam arah pembebanan diukur dari permukaan tekan elemen ke
d
pusat berat dari tulangan tarik (mm)
D’ diameter inti pilar yang diukur dari pusat spiral atau sengkang melingkar (mm)
dv lebar efektif penampang (mm)
EQ gaya gempa horizontal statik (kN)
f’c kuat tekan beton pada umur 28 hari, kecuali kalau umur lain ditentukan (MPa)
fyh tegangan leleh tulangan spiral atau sengkang melingkar (MPa)
Pu gaya aksial terfaktor minimum pada pilar (kN)
R faktor modifikasi respon
s jarak tulangan spiral atau sengkang melingkar (mm)
Wt berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)
3.3.1 Umum
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh namun dapat
mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan akibat gempa
dengan kemungkinan terlampaui 7% dalam 75 tahun. Penggantian secara parsial atau
lengkap pada struktur diperlukan untuk beberapa kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti
kinerja operasional dapat ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara
koefisien respon elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi
dengan faktor modifikasi respon (R) dengan formulasi sebagai berikut:
100
Csm
EQ = Wt (27)
R
Keterangan:
Csm adalah gaya gempa horizontal statik (kN)
Konsep dasar yang digunakan untuk perencanaan jembatan terhadap beban gempa adalah
sebagai berikut:
1) Intensitas dan gaya gempa yang realistis harus digunakan dalam prosedur perencanaan,
2) Struktur jembatan dapat menahan gaya gempa kecil dan sedang, tanpa mengalami
kerusakan yang signifikan,
3) Struktur jembatan tidak runtuh akibat gaya gempa besar,
4) Jika memungkinkan, kerusakan yang terjadi harus mudah dideteksi dan diperbaiki.
Secara umum, tahapan perencanaan jembatan terhadap beban gempa diperlihatkan pada
Gambar 3.1. Perhitungan beban gempa yang bekerja pada struktur dimulai dari penentuan
kelas situs berdasarkan kondisi tanah pada lokasi rencana jembatan. Kelas situs dijadikan
sebagai acuan dalam penentuan bentuk respon spektra di permukaan tanah di lokasi rencana
jembatan. Dari respon spektra, diperoleh nilai spektra permukaan tanah pada periode 1,0
detik SD1 yang digunakan untuk menentukan klasifikasi zona gempa jembatan yang
direncanakan. Metode analisis struktur untuk memperhitungkan pengaruh gempa terhadap
jembatan ditetapkan berdasarkan zona gempa, keberaturan jembatan dan klasifikasi
operasional jembatan.
101
Gambar 3.1 - Tahapan perencanaan jembatan terhadap beban gempa
Sumber: SNI 2833:2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa, 2016
Beban gempa yang bekerja pada struktur jembatan dihitung berdasarkan persamaan
Csm
EQ = Wt . Dari persamaan tersebut terlihat bahwa variabel-variabel yang terkait besar
R
beban gempa yang bekerja terdiri dari koefisien percepatan Csm, berat total struktur Wt, dan
102
faktor modifikasi respon R. Tahapan perhitungan koefisien percepatan Csm adalah sebagai
berikut:
1) Penentuan kelas situs di lokasi rencana jembatan,
2) Penentuan percepatan puncak batuan dasar (PGA), respon spektra percepatan 0,2 detik
(Ss) dan respon spektra batuan dasar periode 1,0 detik (S1) di batuan dasar berdasarkan
peta gempa Indonesia,
3) Penentuan faktor situs yang merupakan faktor amplifikasi percepatan dari batuan dasar
ke permukaan yang terdiri dari faktor amplifikasi PGA (FPGA), faktor amplifikasi respon
spektra periode 0,2 detik (Fa) dan faktor amplifikasi respon spektra periode 1,0 detik (Fv).
Faktor situs ini ditentukan berdasarkan kelas situs yang ditentukan pada tahap 1, dan juga
ditentukan berdasarkan nilai PGA dan Ss yang ditentukan pada tahap 2,
4) Pembuatan respon spektra permukaan yang ditentukan berdasarkan nilai PGA, Ss, S1,
FPGA, Fa dan Fv yang diperoleh pada tahap 2 dan 3,
5) Respon spektra permukaan yang diperoleh pada tahap 4 digunakan untuk menentukan
nilai koefisien percepatan struktur Csm berdasarkan periode alami struktur.
Uraian lengkap tahapan perhitungan koefisien beban gempa diuraikan pada sub bab berikut
ini.
3.3.3.1.1 Penentuan kelas situs
Kelas situs merupakan klasifikasi jenis tanah di lokasi rencana jembatan yang ditentukan
berdasarkan kondisi lapisan tanah setebal 30 m yang didasarkan pada korelasi dengan hasil
penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium. Variabel-variabel yang dijadikan sebagai
acuan dalam penentuan kelas situs terdiri dari kecepatan rambat gelombang geser melalui
lapisan tanah ke-i Vsi, nilai hasil uji penetrasi standar lapisan tanah ke-i Ni, kuat geser tak
terdrainase lapisan tanah ke-i Sui, dan jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar.
Tata cara penentuan kelas situ yang lebih lengkap diatur dalam SNI 2833:2016 pada Bagian
5.3.1. Klasifikasi kelas situs dapat lihat dari Tabel 3.1.
103
Setiap profil tanah yang memiliki salah satu atau lebih
dari karakteristik seperti:
- Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban gempa
F. Lokasi yang seperti likuifaksi, tanah lempung sangat sensitif,
membutuhkan tanah tersegmentasi lemah,
penyelidikan geoteknik - Lempung organik tinggi dan atau gambut (dengan
dan analisis respon ketebalan > 3m),
dinamik spesifik - Plastisitas tinggi (ketebalan H > 7,5m dengan PI >
75),
- Lapisan lempung lunak atau medium kaku dengan
ketebalan H > 35 m.
Sumber: SNI 2833:2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa, 2016
CATATAN: N/A = tidak dapat digunakan
Contoh perhitungan 3.1: Penentuan kelas situs
Solusi
1) Tahap 1. Menentukan apakah situs tanah termasuk dalam kelas situs F, jika salah satu atau
beberapa dari kondisi pada poin-poin dalam Tabel 3.1 berikut ditemui, maka tanah harus
diklasifikasikan ke dalam situs kelas F:
a) Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban gempa seperti tanah berpotensi terjadinya
likuifaksi, tanah lempung sangan sensitif, dan tanah yang tersegmentasi lemah,
b) Lempung dengan kadar organik tinggi dan atau terdapat gambut dengan ketebalan > 3
meter,
c) Tanah bersifat plastisitas tinggi (kedalaman H>7,5 meter dengan PI>75%,
d) Lapisan lempung lunak atau medium kaku dengan ketebalan H>35 meter
104
Dari data tanah tidak terdapat salah satu dari kondisi ini, sehingga dilakukan pengecekan
untuk kelas situs E, (Tahap 2).
2) Tahap 2. Menentukan apakah situs tanah termasuk dalam kelas situs E, jika pada situs
ditemui setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih dari 3 m yang memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a) Vs < 175 m/s; N <15, Su < 50 kPa,
b) Setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih dari 3 m dengan karakteristik:
Indeks Plastisitas , PI >20,
Kadar air, w ≥ 40%, dan
Kuat geser tak terdrainase Su <25 kPa.
15,25 %
Lapisan 0,45 m
(tidak 41,16% 8,35 kPa
(1,55 – 2 m) (tidak terpenuhi)
terpenuhi)
Dari data di atas, tidak satupun di antara kedua lapisan tanah yang memenuhi semua kriteria
untuk kelas situs tanah lunak, maka situs tidak bisa langsung diklasifikasikan ke dalam situs
kelas E.
3) Tahap 3. Menentukan apakah situs tanah termasuk dalam kelas situs A, B, C, atau D.
Kelas situs A dan B tidak terpenuhi dari pemeriksaan karena hanya dapat diperiksa dengan
memakai data cepat rambat gelombang geser rata-rata Vs. Untuk kelas A, B, E , dan F
sudah tidak terpenuhi, tahap selanjutnya menentukan situs tanah termasuk ke dalam kelas
situs C atau D, yaitu dengan cara menentukan nilai 𝑁.
∑𝑛𝑗=1 𝑑𝑖
̅=
N
𝑑𝑖
∑𝑛𝑗=1
𝑁𝑖
105
N = 30 / 1,04
= 28,96
Berdasarkan nilai ini, situs di lokasi pembangunan jembatan dapat dikategorikan ke dalam situs kelas
D. Tanah di lokasi pembangunan jembatan tergolong tanah sedang (SD).
Gambar 3.2 - Peta percepatan puncak di batuan dasar (PGA) untuk probabilitas
terlampui 7% dalam 75 tahun
Sumber: Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun, 2017
106
Gambar 3.3 - Peta respon spektra percepatan 0,2 detik di batuan dasar untuk
probabilitas terlampui 7% dalam 75 tahun
Sumber: Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun, 2017
Gambar 3.4 - Peta respon spektra percepatan 1,0 detik di batuan dasar untuk
probabilitas terlampui 7% dalam 75 tahun
Sumber: Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun, 2017
Setelah faktor situs dan parameter PGA, Ss dan S1 diketahui, maka tahapan penentuan
koefisien percepatan selanjutnya adalah penentuan faktor situs. Faktor situs merupakan
faktor amplifikasi percepatan puncak di batuan dasar PGA dan faktor amplifikasi respon
spektra percepatan 0,2 dan 1,0 detik di batuan dasar untuk menentukan respon spektra di
107
permukaan tanah. Faktor amplifikasi ini terdiri dari faktor amplifikasi FPGA, faktor amplifikasi
terkait percepatan yang mewakili periode getaran 0,2 detik Fa dan faktor amplifikasi terkait
percepatan yang mewakili periode getar 1,0 detik Fv. Penentuan nilai faktor situs diatur dalam
SNI 2833:2016 pada Bagian 5.3.2. Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 memberikan nilai-nilai FPGA, Fa,
dan Fv untuk berbagai klasifikasi jenis tanah.
Tabel 3.2 Faktor amplifikasi untuk PGA dan 0,2 detik (FPGA/Fa)
PGA ≤ 0,1
Kelas situs Ss ≤ 0,25 PGA = 0,2 PGA= 0,3 PGA = 0,4 PGA > 0,5
Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 1,25
Keterangan:
PGA adalah percepatan puncak batuan dasar sesuai peta percepatan puncak di batuan dasar
(PGA) untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
Ss adalah parameter respons spektra percepatan gempa untuk periode pendek (T=0,2 detik)
dengan probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
SS adalah lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respons dinamik spesifik
Tabel 3.3 Besarnya nilai faktor amplifikasi untuk periode 1 detik (FV)
108
Contoh perhitungan 3.2: Penentuan faktor situs
Tentukanlah faktor situs pada lokasi rencana jembatan berdasarkan kelas situs yang diperoleh ada
contoh 6.1 dan paramater di batuan dasar sebagai berikut:
Solusi:
Berdasarkan kelas situs dan nilai PGA, SS, serta S1 di atas, maka nilai FPGA, FA, dan FV dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Nilai FPGA, Fa dan Fv diperoleh dari hasil interpolasi nilai pada Tabel di atas.
Nilai koefisien perepatan Csm ditentukan berdasarkan kurva respon spektra rencana di
permukaan tanah. Respon spektra rencana adalah nilai yang menggambarkan respon
maksimum sistem berderajat kebebasan tunggal pada berbagai periode alami teredam akibat
suatu goyangan tanah. Respon spektra di permukaan tanah ditentukan berdasarkan dari 3
nilai percepatan puncak di batuan dasar (PGA, Ss dan S1), serta nilai faktor amplifikasi FPGA,
Fa dan Fv. Respon spektra ditentukan dengan persamaan berikut:
109
As = FPGA PGA
S DS = Fa Ss (28)
S D1 = Fv S1
Keterangan:
FPGA adalah faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada batuan
dasar PGA adalah percepatan puncak di batuan dasar SB untuk
probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
Fa adalah faktor amplifikasi getaran periode 0,2 detik
Model tipikal respon spektra yang sudah disederhanakan di permukaan tanah diperlihatkan
pada gambar berikut ini.
Solusi:
110
Faktor amplifikasi percepatan di batuan dasar FPGA := 1.26
Berdasarkan parameter di atas maka didapatkan besaran nilai respon spektra sebagai berikut:
Koefisien percepatan puncak muka tanah (g) As := FPGA PGA = 0.34 g
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 0,2 detik SDS := Fa Ss = 0.75 g
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 1,0 detik SD1 := Fv S1 = 0.50 g
SD1
Ts := = 0.67
SDS
To := 0.2Ts = 0.134
111
3.3.3.1.5 Penentuan periode alami struktur
Periode getar alami struktur digunakan untuk menentukan koefisien percepatan gempa
berdasarkan kurva respon spektrum yang dihitung pada Sub bab 6.3.3.1.4. Metode
penentuan periode getar alami struktur banyak dibahas dalam buku dinamika struktur dan
rekayasa gempa. Untuk sistem struktur berderajat kebebasan tunggal (single degree of
freedom) periode getar alami struktur dapat ditentukan dengan persamaan:
W
T = 2 (29)
gK
Jika sistem struktur adalah sistem struktur berderajat kebebasan banyak (multi degree of
freedom system), maka periode getar alami struktur dapat ditentukan dengan menggunakan
bantuan komputer dengan menggunakan metode modal analysis. Selain itu, pada pedoman
ini, penentuan beban gempa yang bekerja pada struktur dilakukan dengan metode spektra
moda tunggal. Metode ini juga memberikan persaman untuk memprediksi periode getar alami
struktur yaitu:
T = 2 (30)
o g
Keterangan:
W adalah beban mati struktur atas dan struktur bawah (kN/m)
g adalah percepatan gravitasi (m/detik 2)
K adalah kekakuan struktur (kN/m)
dan adalah hasil perhitungan dengan satuan m 2 dan kN.mm2 (lihat SNI
2833:2016)
Dalam perhitungan periode struktur, momen inersia penampang yang digunakan merupakan
momen penampang inersia efektif. Momen inersia efektif adalah momen inersia yang
memperhitungkan pengaruh retak pada penampang. Penentuan momen inersia efektif ini
dapat mengacu ke dokumen AASHTO Guide Specifications for LRFD Seismic Bridge Design
pada Pasal 5.6.2 yang mana momen inersia efektif ditentukan berdasarkan gambar di bawah
ini.
112
Gambar 3.6 - Momen inersia efektif pada penampang retak beton bertulang
Sumber: AASHTO Guide Specifications for LRFD Seismic Bridge Design, 2011
Namun, untuk simplifikasi, nilai momen inersia efektif penampang retak untuk pilar dapat
diambil sebesar I ef = 0,7I g .
Setelah nilai periode getar alami struktur diperoleh, maka plotkan nilai tersebut (sumbu x) ke
dalam kurva respon spektrum rencana. Nilai Csm adalah nilai percepatan yang bersesuaian
dengan nilai T pada kurva respon spektrum rencana.
Dalam perhitungan beban gempa, lokasi jembatan harus dikelompokkan berdasarkan zona
gempa. Zona gempa yang digunakan terdiri dari zona gempa 1 sampai dengan zona gempa
4 yang dikelompokkan berdasarkan nilai respon spektra permukaan rencana pada periode
1,0 detik (SD1). Batasan nilai SD1 untuk masing-masing zona gempa diperlihatkan pada Tabel
3.4.
Tabel 3.4 Zona gempa
Zona gempa ini digunakan untuk menentukan kategori kinerja seismik struktur jembatan.
Kategori kinerja seismik merupakan gambaran variasi risiko seismik dan digunakan untuk
penentuan metode analisis struktur, panjang tumpuan minimum, detail perencanaan pilar
serta prosedur desain fondasi dan kepala jembatan.
113
Contoh perhitungan 3.4: Penentuan zona gempa
Tentukanlah zona gempa pada lokasi rencana jembatan berdasarkan nilai SD1 yang diperoleh pada
Contoh perhitungan 6.3.
Solusi:
Berdasarkan contoh 6.3, nilai spektra permukaan tanah pada periode 1,0 detik
SD1 := Fv S1 = 0.502 g. Sehingga berdasarkan Tabel 3.4, lokasi rencana jembatan ini berada
dalam zona gempa 4.
Mengingat kondisi di sebagian besar wilayah pesisir pantai Indonesia rawan terhadap
bencana tsunami, maka jembatan-jembatan yang direncanakan di daerah rawan tsunami
harus dikategorikan sebagai jembatan sangat penting. Hal ini bertujuan untuk memastikan
bahwa jembatan-jembatan tersebut bisa difungsikan saat mitigasi untuk menghindari dari
tsunami berlangsung.
Jika jembatan yang direncanakan merupakan satu-satunya jembatan untuk mengakses suatu
daerah, maka jembatan tersebut harus didesain dengan kriteria operasional penting.
Nilai faktor modifikasi respon R merupakan suatu faktor modifikasi gaya gempa elastis yang
diterima oleh struktur. Penerapan faktor R pada struktur jembatan dilakukan dengan membagi
gaya gempa elastis yang bekerja pada struktur dengan faktor modifikasi respon R sehingga
diperoleh gaya gempa rencana yang menyebabkan struktur berperilaku inelastic. Dengan
artian bahwa dengan diterapkannya nilai R dalam perencanaan struktur jembatan terhadap
beban gempa, maka struktur jembatan diizinkan untuk mengalami kerusakan namun tidak
boleh mengalami keruntuhan. Kerusakan pada struktur jembatan akibat beban gempa hanya
diizinkan terjadi pada ujung-ujung pilar.
Besar nilai faktor modifikasi respon R dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor jenis bangunan
bawah pada jembatan yang ditinjau (Gambar 3.7 sampai dengan Gambar 3.11) dan kategori
kepentingan jembatan seperti yang dibahas pada Sub bab 6.3.3.3.1. Nilai faktor modifikasi
respon R dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan Tabel 3.6. Dari Tabel 3.5 terlihat bahwa nilai R
114
untuk jembatan sangat penting bernilai lebih kecil (1,5) jika dibandingkan dengan tipe
jembatan penting dan lainnya. Hal ini bertujuan agar jembatan-jembatan yang dikategorikan
sebagai jembatan penting berperilaku elastis ketika gempa kuat terjadi (gempa periode ulang
1000 tahun dengan kemungkinan terlampaui 7% dalam waktu 75 tahun). Namun, jika terjadi
kerusakan, kerusakan hanya bersifat nonstruktural sehingga jembatan dapat dilalui setelah
gempa kuat terjadi.
Kategori kepentingan
Bangunan bawah
Sangat penting Penting Lainnya
CATATAN:
Pilar tipe dinding dapat direncanakan sebagai pilar tunggal dalam arah sumbu lemah pilar.
Sumber: SNI 2833:2016. Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa
Tabel 3.6 Faktor modifikasi respon (R) untuk hubungan antar elemen struktur
Semua kategori
Hubungan antar elemen struktur
kepentingan
115
Gambar 3.7 - Pilar tipe dinding
116
Gambar 3.10 - Tiang vertikal
Pada Tabel 3.6 terlihat bahwa faktor modifikasi respon R untuk hubungan struktur atas
dengan kepala jembatan dan sambungan siar mulai bernilai 0,8 dan untuk sambungan antara
struktur bawah (pilar dan tiang) dengan struktur atas serta sambungan struktur bawah dengan
fondasi bernilai 1,0. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa komponen sambungan
berperilaku elastis saat gempa terjadi sehingga beban gempa bisa disalurkan dengan baik
dari struktur atas ke struktur bawah dan diteruskan ke fondasi. Pembahasan hubungan
struktur atas dengan kepala pilar di bahas pada bagian 6.4.
Perhitungan gaya gempa rencana pada struktur jembatan dilakukan dengan beberapa
metode analisis struktur yaitu:
1) Metode beban elastis (UL),
2) Metode spektra mode tunggal,
3) Metode respon spektrum multimoda,
4) Metode analisis riwayat waktu.
Pemilihan metode analisis struktur yang digunakan ditentukan berdasarkan zona gempa (lihat
Sub bab 6.3.3.2), berdasarkan jumlah bentang jembatan dan kriteria keberaturan jembatan.
Suatu jembatan dikatakan sebagai jembatan beraturan jika memenuhi persyaratan seperti
yang dirangkum pada Tabel 3.7.
117
Tabel 3.7 Persyaratan jembatan beraturan
Parameter Nilai
Jumlah bentang 2 3 4 5 6
Pembahasan detail terkait metode analisis struktur dibahas pada Sub bab 6.5.
3.4.1 Umum
Konsep perencanaan gempa di Indonesia pada saat ini mengizinkan kerusakan pada sistem
struktur dengan beban gempa yang diperhitungkan adalah beban gempa periode ulang 1000
tahun. Karena besarnya beban gempa rencana, perilaku struktur yang diharapkan dalam
merespon beban gempa berbeda dengan perilaku struktur memikul beban lainnya (beban
operasional selain beban gempa). Sehingga agar perilaku struktur yang diharapan sesuai
dengan perencanaan, maka diperlukan perencanaan konseptual struktur jembatan yang
memperhitungkan pengaruh beban gempa yang sesuai pada sistem struktur.
Dalam perencanaan struktur terhadap beban gempa, perencana harus memahami konsep
transfer beban dari satu komponen struktur ke komponen struktur lainnya. Beban gempa
bekerja pada struktur jembatan diakibatkan oleh pergerakan tanah. Sistem struktur jembatan
yang mengalami beban gempa dapat dimodelkan sebagai struktur di atas tumpuan rol seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 3.12.
118
Sumbu acuan
Struktur atas
Bentuk terdeformasi
Pilar
Fondasi
Sistem tumpuan rol di dasar struktur pada Gambar 3.12 mewakili pergerakkan tanah relatif
terhadap suatu titik referensi. Akibat pergerakkan tanah saat gempa terjadi, struktur akan
merespon dengan membentuk sistem kesetimbangan dinamis. Ketika gempa terjadi, akan
bekerja gaya inersia pada sistem struktur akibat massa dari struktur atas yang diimbangi oleh
gaya pegas dan gaya redaman struktur. Model kesetimbangan dinamis ini diperlihatkan pada
Gambar 3.13. Pada panduan ini tidak membahas tentang konsep kesetimbangan dinamis,
untuk lebih lanjut dapat dilihat pada buku-buku dinamika struktur.
Finersia
F awal
Struktur
Struktur atas
atas
Pilar
Pilar
FFpegas
spring++ Fredaman
Fdamping
Secara prinsip, beban gempa yang bekerja pada struktur berasal dari gaya inersia struktur.
Dalam perencanaan struktur jembatan terhadap beban gempa, yang perlu diperhatikan
adalah bagaimana gaya gempa tersebut diteruskan dari struktur atas ke tumpuan, dari
tumpuan ke struktur bawah (pilar atau abutment) dan dari struktur bawah ke fondasi. Karena
hal ini berkaitan dengan perencanaan mekanisme sendi plastis pada struktur bawah.
Mekanisme pembentukan sendi plastis pada struktur bawah berkaitan dengan jalur beban
gempa pada sistem struktur jembatan baik pada arah longitudinal maupun arah transversal.
119
3.4.2.1 Jalur beban arah longitudinal (longitudinal load path)
Pada pembahasan terkait jalur beban dalam proses transfer beban dari struktur atas ke
struktur bawah, yang menjadi perhatian utama adalah sistem tumpuan yang digunakan,
karena sistem tumpuan yang digunakan berdampak terhadap perhitungan pengaruh beban
gempa pada struktur bawah. Pada sub bab ini dibahas terkait konsep tumpuan yang
digunakan untuk menumpu sistem struktur atas jembatan.
Pada struktur jembatan, struktur atas dan struktur bawah dihubungkan oleh tumpuan yang
berfungsi untuk meneruskan beban vertikal dan horizontal dari struktur atas ke struktur bawah.
Terdapat dua jenis tumpuan yang digunakan dalam perencanaan jembatan yaitu tumpuan
tipe fix dan tumpuan tipe move. Kedua tumpuan ini dibedakan berdasarkan derajat kebebasan
tumpuan saat merespon gaya-gaya yang bekerja pada struktur atas dan bawah jembatan.
Tumpuan tipe move bebas untuk bergerak pada arah tertentu (longitudinal dan atau
transversal) sedangkan tumpuan tipe fix terkekang pada arah tertentu (longitudinal atau
transversal atau pada keduanya). Salah satu contoh detail tumpuan fix dan move pada sistem
struktur atas gelagar beton pratekan adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar Gambar
3.14 sampai Gambar 3.16.
120
Gambar 3.16 - Detail tumpuan move
Sebagai contoh, jembatan beton pratekan tiga bentang seperti yang diperlihatkan pada
Contoh 6.5 yang kembali diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.17 - Konfigurasi tumpuan arah longitudinal, fix (F) dan move (M)
Tipe perletakan (bearing) yang digunakan pada arah longitudinal adalah sebagai berikut:
1) Untuk bentang A1-P1 digunakan perletakan tipe fix (F) di atas abutment A1 dan tipe
move (M) di atas pilar P1,
2) Untuk bentang P1-P2 digunakan perletakan tipe fix (F) di atas abutment P1 dan tipe move
(M) di atas pilar P2,
3) Untuk bentang P2-A2 digunakan perletakan tipe fix (F) di atas abutment P2 dan tipe move
(M) di atas abutment A2.
Dengan konfigurasi tumpuan seperti ini, maka pengaruh gempa pada arah longitudinal
adalah:
1) Abutment A1 direncanakan untuk memikul beban gempa yang dipengaruhi oleh massa
struktur atas pada bentang A1-P1,
2) Pilar P1 direncanakan untuk memikul beban gempa yang dipengaruhi oleh massa struktur
atas pada bentang A1-P1 dan P1-P2,
3) Pilar P2 direncanakan untuk memikul beban gempa yang dipengaruhi oleh massa struktur
atas pada bentang P1-P2 dan P2-A2,
4) Abutment A2 direncanakan untuk memikul beban gempa yang dipengaruhi oleh massa
struktur atas pada bentang P2-A2.
Perlu diperhatikan bahwa meskipun perletakan gelagar di atas abutment atau pilar yang
direncanakan adalah tipe move, pengaruh beban gempa terhadap abutment atau pilar
121
tersebut akibat gaya inersia dari gelagar yang bertumpu di atasnya tetap diperhitungkan.
Tumpuan tipe move hanya direncanakan bebas bertranslasi untuk beban lateral seperti beban
suhu, rangkak dan gaya lateral lainnya selain dari gempa. Gaya inersia ini muncul akibat
adanya gesekan di tumpuan dan ditentukan berdasarkan koefisien gesek perletakan.
Berdasarkan SNI 2833:2008, nilai koefisien gesek pada tumpuan adalah sebagai berikut:
1) Koefisien gesek perletakan rol adalah 0,05,
2) Koefisien gesek perletakan geser (sliding) adalah 0,10 - 0,25,
3) Koefisien gesek perletakan elastomer adalah 0,15 - 0,18.
Dari Gambar 3.15 terlihat bahwa pada tumpuan fix, baja pin yang diteruskan ke diafragma
dibungkus oleh pipa selongsong berbentuk lingkaran dengan ukuran sedikit lebih besar dari
ukuran pin. Sehingga ketika struktur atas bergerak pada arah longitudinal atau pada arah
transversal, pin akan menahan pergerakan yang terjadi. Sedangkan pada tumpuan move
pada Gambar 3.16, tulangan pin yang diangkurkan di kepala pilar dan diteruskan ke kepala
pilar dibungkus dengan pipa selongsong yang berbentuk slot yang tertanam di dalam
diafragma. Sehingga jika ada gaya horizontal yang bekerja searah slot, maka struktur atas
akan bebas bergerak dengan deformasi maksimum yang terjadi sama dengan dimensi slot.
Jika deformasi yang terjadi lebih besar dari panjang slot yang tersedia, maka deformasi akan
tertahan oleh pin.
Jika gempa kuat terjadi, kemungkinan deformasi yang akan terjadi bisa melebihi dimensi slot
yang tersedia. Sehingga pada saat tertentu, deformasi horizontal pada gelagar akan tertahan
dan gaya gempa yang berasal dari gaya inersia gelagar akan diteruskan ke pilar. Selain dari
pertimbangan adanya mekanisme friksi pada tumpuan seperti yang di jelaskan sebelumnya
pada sub bab ini, oleh karena itu, efek gempa pada tumpuan tipe move seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 3.16 tetap diperhitungkan.
Selain untuk menahan beban gempa, baja pin ini juga dirancang untuk menahan gaya lateral
akibat rangkak, susut dan deformasi horizontal akibat beban operasional selain beban gempa.
Beban-beban tersebut lebih kecil dari beban gempa rencana. Material pin yang digunakan
pada tumpuan haruslah terbuat dari yang anti karat.
Pada kasus jembatan tipe struktur atas baja komposit, penggunaan jenis tumpuan juga harus
memperhatikan jalur distribusi gaya antar komponen. Misalkan struktur baja bentang
sederhana pada Gambar 3.18 yang ditumpu dengan penumpu elastomer. Pada tumpuan kiri,
A1, tipe tumpuan yang digunakan adalah tumpuan move, dan tumpuan pada abutment kanan,
A2, adalah tumpuan tipe fix. Dengan demikian, karena terdapat friksi pada tumpuan seperti
yang dijelaskan pada sub bab ini, pengaruh gempa arah longitudinal akibat kontribusi massa
struktur atas sebagian besar ditahan oleh abutment A2.
122
Gambar 3.19 - Elastomeric bearing
123
Gambar 3.21 - Detail tumpuan move
Contoh gambar detail tumpuan fix dan move pada sambungan struktur atas baja dengan
kepala pilar diperlihatkan pada Gambar 3.19, Gambar 3.20, dan Gambar 3.21. Pada gambar
detail tersebut diperlihatkan potongan melintang dudukan jembatan dengan tumpuan
menggunakan elastomeric bearing dan antara gelagar dan elastomeric bearing dihubungkan
oleh pelat bantalan. Agar terhubung, sayap gelagar dilaskan ke pelat bantalan yang mana
pelat bantalan tersebut sudah dipabrikasi menyatu dengan perletakan. Untuk menjadikan
tumpuan ini fix atau move, maka perlu pendetailan lubang baut pada pelat bantalan seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 3.20 dan Gambar 3.21.
Pada Gambar 3.20 terlihat bahwa gelagar dan perletakan diangkurkan ke kepala pilar dengan
lubang baut pada pelat bantalan dibuat sesuai dengan diameter baut angkur. Tumpuan seperti
ini adalah tipe fix pada arah longitudinal dan transversal karena pergerakan lateral gelagar
ditahan oleh baut angkur. Pada Gambar 3.21, lubang baut yang digunakan adalah tipe slot
pada arah longitudinal jembatan. Maka tumpuan seperti ini adalah move pada arah
longitudinal dan fix pada arah transversal. Namun, yang menjadi catatan utama dalam
perencanaan jembatan terhadap beban gempa, jika tumpuan tipe elastomer ini digunakan,
pengaruh gempa dari struktur atas terhadap abutment atau pilar tetap diperhitungkan karena
adanya mekanisme friksi pada tumpuan seperti yang di bahas pada SNI 2833:2008 pada
Pasal 4.7.1.
Untuk memperkecil gaya inersia struktur atas yang diteruskan sebagai beban pada struktur
bawah, maka dapat digunakan tumpuan yang mampu mengakomodasi perpindahan besar
124
dengan koefisien gesek yang kecil. Untuk zona gempa yang tinggi, dapat digunakan tumpuan
tipe pot bearing dan lead rubber bearing.
Pada arah transversal jembatan, idealnya tipe tumpuan yang digunakan adalah tipe fix agar
gelagar tidak jatuh dari dudukannya saat gempa terjadi. Dengan demikian, gaya gempa
diteruskan ke struktur bawah melalui tumpuan dengan konstribusi massa 50% dari reaksi
tumpuan pada bentang kiri dan kanan dari abutment atau pilar yang ditinjau.
Pengaruh beban gempa terhadap struktur jembatan harus dirancang sedemikian rupa
sehingga kinerja seismik struktur yang dirancang pada tahap perencanaan dapat tercapai.
Ketercapaian kinerja seismik ini bisa diperoleh jika persyaratan kesetimbangan kekakuan
(balanced stiffness) dan massa (balanced mass) terpenuhi. Struktur dengan kesetimbangan
kekakuan dan massa merespon beban gempa yang bekerja dengan ragam getar pertama
(fundamental mode) sehingga distribusi pembentukan sendi plastis dapat terjadi pada sistem
pilar. Pada perencanaan jembatan sederhana, persyaratan kesetimbangan kekakuan antar
kaki pilar pada suatu portal harus terpenuhi yang ditulis dalam bentuk persamaan:
kie
0,5 (untuk portal dengan lebar jembatan konstan)
k ej
(31)
kie mi
1,33 0, 75 (untuk portal dengan lebar jembatan bervariasi)
k ej m j
Untuk portal yang bersebelahan, persyaratan kesetimbangan kekakuan antar portal yang
ditulis pada persamaan di bawah ini harus terpenuhi.
kie
0, 75 (untuk portal dengan lebar jembatan konstan)
k ej
(32)
kie mi
2 e 0, 75 (untuk portal dengan lebar jembatan bervariasi)
k j mj
Keterangan:
kie adalah kekakuan pilar yang lebih kecil (kN/m)
125
terjadinya benturan antara dua portal yang bersebelahan pada sambungan siar muai
(expansion joint). Persyaratan geometri tersebut berupa periode fundamental getar portal
yang berdekatan pada arah longitudinal dan transversal harus memenuhi persyaratan berikut
ini:
Ti
0,7 (33)
Tj
Keterangan:
Ti adalah periode getar alami portal yang lebih kecil (detik)
Pada Sub bab 6.4.2 dibahas terkait beberapa contoh tumpuan yang digunakan pada sistem
struktur atas jembatan. Penggunaan sistem tumpuan ini berdampak terhadap besarnya gaya
gempa yang diteruskan dari struktur atas ke pilar atau abutment yang digunakan untuk
menentukan strategi perencanaan gempa. Berdasarkan SNI 2833:2016 pada Pasal 8.2
terdapat tiga opsi untuk sistem penahan gempa pada jembatan yaitu:
1) Tipe 1: desain bangunan bawah daktail dengan bangunan atas elastis. Kategori desain
ini mempertimbangkan pembentukan sendi plastis secara konvensional di pilar dan
abutment,
2) Tipe 2: desain bangunan bawah elastis dengan bangunan atas daktail. Kategori desain
ini hanya untuk struktur jembatan dengan struktur atas baja. Sendi plastis direncanakan
di cross frame di atas pilar,
3) Tipe 3: desain bangunan atas elastis dan bangunan bawah dengan mekanisme fusi pada
permukaan antara bangunan atas dan bangunan bawah. Kategori desain ini mencakup
penggunaan isolasi seismik atau peredam gempa yang difungsikan untuk mendisipasi
gaya gempa yang masuk ke struktur bawah.
Dari ketiga tipe sistem penahan gempa di atas, tipe 2 harus mendapatkan persetujuan dari
pemilik jembatan (owner). Model-model sistem penahan gempa yang diizinkan pada jembatan
untuk tipe 1 dan 3 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
126
Respon Longitudinal Respon Longitudinal
1 2
3 4
5 6
Abutment disyaratkan berprilaku elastis saat menahan gaya
gempa Bentang majemuk dengan tumpuan sederhana
Tekanan tanah pasif pada arah longitudinal harus kecil dari 0.7 dengan panjang tumpuan yang memadai
dari nilai yang diberikan pada prosedur Artikel 5.2.3 pada Sendi plastis pada lokasi yang dapat diperiksa
Guide Specification for LRFD Seismic Bridge Design
Gambar 3.22 memperlihatkan beberapa pilihan sistem penahan gempa pada struktur
jembatan yang bisa digunakan perencana untuk merencanakan sistem penahan gempa pada
jembatan yang dilengkapi dengan keterangan-keterangan seperti lokasi pembentukan sendi
plastis dan penjelasan apakah abutment difungsikan sebagai elemen pendisipasi beban
gempa atau tidak. Pada konstruksi jembatan di Indonesia banyak digunakan sistem nomor 6.
Jika tipe ini digunakan sebagai pemikul gempa, maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah
harus disediakan panjang dudukan yang cukup agar gelagar tidak terjatuh dari dudukannya
seperti yang dibahas pada Sub bab 6.5.3 serta pilar harus direncanakan untuk mengalami
sendi plastis.
Sendi plastis pada pilar ditinjau berdasarkan arah gaya gempa yang bekerja di pilar dan
sistem pilar yang digunakan. Jika sistem pilar yang digunakan adalah pilar tipe tunggal, maka
pembentukan sendi plastis terjadi di kaki pilar akibat gaya gempa longitudinal dan gaya gempa
transversal (Gambar 3.23). Pada sistem portal dengan kaki pilar majemuk, akibat gempa pada
arah longitudinal jembatan, sendi plastis direncanakan terjadi di bagian bawah pilar. Namun,
akibat gempa transversal, sendi plastis direncanakan terbentuk di atas dan bawah pilar
(Gambar 3.24).
127
Arah transversal Arah longitudinal
Namun, pada beberapa kondisi untuk pilar tunggal, sendi plastis bisa terjadi di ujung atas pilar
sehingga tulangan geser dan confinement harus direncanakan untuk mengakomodasi
pembentukan sendi plastis tersebut. Kondisi-kondisi tersebut diperlihatkan pada Gambar
3.25. Pada Gambar 3.25 (a) diperlihatkan gelagar boks yang bertumpu pada bearing tunggal.
Agar gelagar stabil, maka di atas pilar gelagar diberi kekangan terhadap rotasi. Akibat
kekangan ini maka di ujung atas pilar akan terdapat momen seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 3.25 (a). Namun, momen ini tidak lebih besar dari momen di dasar pilar. Tetapi, untuk
keamanan, bagian atas pilar tetap dianggap sebagai zona sendi plastis. Pada kasus Gambar
3.25 (b), gelagar boks yang dibuat monolit dengan pilar, karena gelagar memiliki kekakuan
yang besar terhadap torsi, maka diagram momen akibat beban gempa arah transversal
diperlihatkan pada gambar tersebut. Dengan alasan ini, pada atas pilar diasumsikan sebagai
zona sendi plastis. Pada Gambar 3.25 (c), merupakan sistem gelagar boks yang bertumpu
pada dua bearing. Ketika gempa arah transversal terjadi, maka pada tumpuan akan terjadi
reaksi tarik dan tekan dimana akibat reaksi ini menyebabkan terjadinya momen di ujung atas
pilar. Sehingga dalam perencanaannya, bagian atas pilar dianggap sebagai zona terjadi sendi
plastis.
128
F M1
F
M M2
W ss
F M1
M2
Selain pada pilar, beberapa elemen yang diizinkan untuk difungsikan sebagai elemen pemikul
beban gempa yang dapat dipilih oleh perencana adalah seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 3.26. Dari tersebut, pada poin 12 dan 14 terdapat keterangan bahwa pada abutment,
terdapat dua pilihan perencanaan abutment yang bisa dipilih oleh perencana yaitu pada poin
12 abutment difungsikan sebagai elemen penahan gempa dengan cara mengizinkan
terjadinya sendi plastis pada backwall abutment. Saat gempa terjadi, gelagar menghantam
backwall abutment. Akibat hantaman tersebut, backwall merespon dengan pembentukan
sendi plastis sehingga terjadi disipasi gaya gempa. Pada poin 14, bakcwall direncanakan
untuk menahan gaya hantaman gelagar akibat beban gempa longitudinal. Namun, backwall
direncanakan untuk tetap berperilaku elastis. Untuk penjelasan lebih detail terkait elemen
penahan gempa dapat dilihat di Guide Specification for LRFD Seismic Bridge Design (2011).
129
Sendi plastis di atas atau di
bawah permukaan tanah
Sendi plastis berada di ujung
tiang tepat di bawah balok cap 2
1
4
Leleh tarik dan
Bantalan isolasi seismik atau
tekuk tekan
bantalan yang di desain untuk
inelastis pada
3 mengakomodasi perpindahan
rangka breising
seismik yang diharapkan tanpa
konsentris
kerusakan
berprilaku daktail
5
Pondasi tiang dengan 6
sambungan pin ke pile cap
Pilar dengan
pengurangan momen
atau dengan
Sendi plastis terjadi di pangkal
pendetailan sendi
pilar, pile cap dan fondasi tiang
7 (termasuk tiang miring) 8
berprilaku elastis
Sendi plastis pada
dasar pilar dinding pada
arah sumbu lemah
12
130
3.5 Analisis struktur terhadap beban gempa
3.5.1 Umum
Untuk menentukan respon suatu struktur terhadap pembebanan yang bekerja, maka
diperlukan suatu metode analisis struktur yang sesuai. Pada struktur jembatan, terdapat
empat metode analisis struktur yang diizinkan untuk menghitung pengaruh beban gempa,
yaitu metode beban elastis, metode respon spektra mode tunggal, metode spektra multimoda
dan analisis riwayat waktu. Metode analisis struktur yang digunakan dalam perhitungan
pengaruh gempa harus menyesuaikan dengan kondisi tanah dan geometrik jembatan yang
dirangkum pada Tabel 3.8. Pembahasan rinci terkait metode-metode tersebut diuraikan pada
Sub Bab 3.5.2.
Keterangan:
* : Tidak diperlukan analisis dinamik
UL : Metode beban elastis (Uniform load)
SM : Metode spektra moda tunggal (Single Mode Elastic)
MM : Metode spektra multimoda (Multimode Mode Elastic)
TH : Metode riwayat waktu (Time History)
Metode analisis mode tunggal menggunakan asumsi bahwa gaya gempa desain untuk
menghitung pengaruh beban gempa berdasarkan mode pertama. Metode ini cocok untuk
menghitung gaya dalam dan deformasi pada jembatan yang beraturan dan tidak cocok untuk
jembatan yang tidak beraturan karena pada jembatan yang tidak beraturan, mode-mode tinggi
mempengaruhi distribusi gaya dan perpindahan secara signifikan. Metode ini bisa digunakan
baik pada jembatan menerus maupun jembatan bentang tak menerus baik pada arah
transversal maupun longitudinal.
Metode analisis mode tunggal didasarkan pada konsep energi Rayleigh yang mengasumsikan
bentuk getaran untuk suatu struktur. Periode getar alami struktur dihitung dengan
menyamakan energi potensial maksimum dan energi kinetik yang bersesuaian dengan bentuk
getaran yang diasumsikan. Gaya inersia pe(x) dihitung menggunakan periode alami dan gaya
131
gempa desain serta perpindahan dihitung dengan metode analisis statik. Prosedur detail
metode analisis mode tunggal adalah sebagai berikut:
1) Terapkan beban merata po di sepanjang bentang struktur dan hitung perpindahan statik
yang bersesuaian vs (x). Defleksi struktur akibat beban gempa, vs (x,t) selanjutnya dihitung
dengan fungsi bentuk, vs (x), dikalikan dengan fungsi bentuk yang digeneralisasi, v(t) yang
memenuhi kondisi batas geometri sistem struktur yang ditinjau.
= vs ( x)dx
= w( x)vs ( x)dx (34)
= w( x)vs 2 ( x)dx
Keterangan:
po adalah beban merata sama dengan 1 kN/mm
vs ( x) adalah deformasi akibat po (mm)
w( x) adalah beban mati tidka terfaktor pada bangunan atas dan bangunan
bawah (kN/mm)
, dan hasil perhitungan memiliki unit m2, kN.mm dan kN.mm2.
3) Hitung periode getar alami jembatan dengan Persamaan T = 2
o g
4) Dengan menggunakan periode alami jembatan dan spektrum yang sesuai, tentukan
koefisien respon gempa elastis.
5) Hitung gaya gempa statik ekivalen pe ( x) .
Metode beban elastis merupakan suatu metode perhitungan beban gempa yang didasarkan
pada mode-mode dasar getaran baik pada arah longitudinal maupun pada arah transversal.
132
Periode getar alami struktur dihitung sebagai osilator pegas dengan massa tunggal ekivalen
(equivalent single mass-spring oscillator). Massa yang diperhitungkan merupakan berat total
struktur dan kekakuan K ditentukan berdasarkan perpindahan v yang terjadi saat beban
seragam Po diterapkan pada jembatan dengan panjang bentang L.
Metode ini bisa diterapkan pada jembatan dengan alinyemen yeng relatif lurus, sudut serong
tumpuan yang kecil, kekakuan seimbang, struktur bawah yang relatif ringan dan jembatan
tanpa pin. Metode ini tidak cocok untuk jembatan dengan dengan struktur bawah yang kaku
seperti pilar tipe dinding. Tahapan perhitungan beban gempa dengan metode beban elastis
adalah sebagai berikut:
1) Hitung perpindahan statik akibat beban merata,
2) Hitung kekakuan lateral jembatan dan total berat dengan persamaan berikut:
Po L
K= (35)
vs
W
3) Periode getar alami struktur dapat dihitung dengan persamaan T = 2 ,
gK
4) Beban gempa statik ekivalen pada arah yang ditinjau dihitung dengan persamaan:
CsmW
Pe = (36)
L
Keterangan:
Csm merupakan koefisien percepatan gempa
Jika jembatan berada di zona gempa 3 dan 4 atau jika jembatan bersifat tidak beraturan,
metode analisis mode tunggal dan metode beban elastis tidak bisa digunakan untuk
menghitung pengaruh beban gempa pada struktur jembatan. Metode multimode
memperhitungkan efek kopel lebih dari satu dari tiga arah koordinat pada tiap-tiap mode getar.
Jembatan harus dimodelkan sebagai struktur elastis tiga dimensi, jumlah mode yang
diperhitungkan dalam analisis paling sedikit 3 kali jumlah bentang jembatan pada pemodelan
struktur.
Gaya gempa dan perpindahan yang bekerja pada struktur dihitung pada tiap-tiap mode getar
sama seperti perhitungan gaya gempa pada analisis mode tunggal. Gaya gempa desain dan
perpindahan dihitung dengan cara mengkombinasikan respon struktur (gaya dan
perpindahan) tiap-tiap mode dengan menggunakan aturan complete quadratic combination
(CQC). Di bawah ini dirangkum tahapan dan persamaan-persamaan yang digunakan untuk
menghitung respon struktur dengan metode spektra multimode:
1) Hitung ragam getar struktur i dan frekuensi yang bersesuaian i dengan:
133
Keterangan:
K adalah matriks kekakuan struktur (kN/m)
M adalah matriks massa struktur (kN-s /m) 2
2) Tentukan amplitudo ragam getar absolut maksimum untuk keseluruhan riwayat waktu
dengan persamaan:
..
Yi (t ) max =
4 2 i M i
T
(38)
2
Ti = (i=1,2,3.........,n)
i
Keterangan:
Sa adalah nilai respon spektra percepatan (g)
Keterangan:
Ai adalah fungsi matriks ragam getar ( ) dan hubungan gaya-perpindahan
Untuk mempermudah perhitungan, metode ini dapat dilakukan dengan bantuan program
komputer yang berbasis elemen hingga.
Metode ini digunakan untuk menganalisis pengaruh gempa pada jembatan yang berlokasi di
zona gempa aktif dengan tipe jembatan yang tidak beraturan. Metode ini digunakan untuk
jembatan bentang tunggal maupun bentang banyak dengan kompleksitas struktur yang tinggi.
Metode analisis riwayat waktu mencakup memasukkan data percepatan tanah ke dalam
pemodelan struktur (berbasis komputer). Data percepatan yang digunakan harus disetujui
oleh pemilik jembatan dan juga harus mewakili karakteristik kegempaan situs di lokasi
rencana jembatan. Riwayat waktu yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Bila digunakan rekaman riwayat waktu, maka data tersebut diskalakan dengan level
perkiraan dan respons spektra rencana pada rentang periode yang signifikan. Masing-
masing riwayat waktu harus dimodifikasi agar menghasilkan respons spektra kompatibel
menggunakan prosedur domain waktu,
134
2) Setidaknya tiga buah respons spektra yang kompatibel dengan riwayat waktu harus
digunakan untuk tiap komponen gempa yang mewakili gempa rencana, tiga komponen
ortogonal (x, y dan z) gempa rencana harus dimasukkan secara bersamaan saat
melakukan analisis nonlinier riwayat-waktu. Perencanaan didasarkan pada pengaruh
respons maksimum dan tiga gempa masukan pada tiap arah utama. Bila terdapat 7
rekaman percepatan maka perencanaan didasarkan pada respons rata-ratanya,
3) Untuk situs yang berjarak kurang dari 10 km dari patahan aktif, maka komponen
horizontal gerakan tanah yang diambil harus mewakili kondisi harus diubah menjadi
komponen utama sebelum kompatibel dengan respon spektra. Komponen utama yang
digunakan untuk mewakili gerak tanah dalam arah normal terhadap patahan dan
komponen minor digunakan untuk mewakili gerak tanah arah sejajar terhadap patahan.
Jembatan yang terletak di zona gempa 1 dengan nilai SD1 kurang dari 0,1 semua komponen
struktur (selain komponen penghubung struktur atas dan struktur bawah) yang direncanakan
tidak perlu memperhitungkan pengaruh gempa. Namun demikian, hubungan struktur atas
jembatan dan kepala jembatan harus direncanakan dengan gaya rencana yaitu untuk
jembatan yang berada pada zona gempa 1 dimana koefisien percepatan puncak muka tanah
(As) kurang dan 0,05, gaya horizontal rencana pada hubungan struktur pada arah yang
terkekang diambil tidak kurang dan 0,15 kali reaksi vertikal akibat beban permanen dari beban
hidup yang diasumsikan bekerja saat terjadi gempa.
Untuk kondisi tanah selain tanah keras pada zona gempa 1, maka gaya horizontal rencana
pada hubungan struktur pada arah yang terkekang diambil tidak kurang dan 0,25 kali reaksi
vertikal akibat beban permanen dan beban hidup.
Persyaratan minimum lebar dudukan harus dipenuhi pada tiap kepala jembatan. Lebar
minimum dihitung dengan persamaan berikut ini:
Keterangan:
N adalah panjang perletakan minimum diukur normal terhadap centerline tumpuan
(mm)
L adalah panjang lantai jembatan diukur dari siar muainya (mm)
H adalah rata-rata tinggi pilar atau abutment yang mendukung lantai jembatan
pada jembatan bentang tunggal atau tiap bentang jembatan untuk kepala
jembatan (m)
S adalah kemiringan perletakan diukur dari garis normal terhadap bentangnya ( o)
Persamaan panjang perletakan minimum di atas dapat digunakan untuk jembatan bentang
tunggal maupun bentang majemuk dengan tumpuan sederhana.
135
Gambar 3.29 - Panjang perletakan
Sumber: SNI 2833:2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa, 2016
Untuk jembatan dengan bentang lebih dari satu, maka perlu dilakukan analisis gempa sesuai
dengan metode analisis yang diuraikan pada Sub bab 6.5.2.1. Pemilihan metode analisis
struktur yang digunakan didasarkan pada zona gempa, jumlah bentang dan kategori
keberaturan jembatan seperti yang dirangkum pada Tabel 3.9.
1 * * * * * *
Tidak
2 SM/UL SM SM/UL MM MM MM
dibutuhkan
3 analisis SM/UL MM MM MM MM TH
gempa
4 SM/UL MM MM MM TH TH
Sumber: SNI 2833:2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa, 2016
Keterangan:
* adalah tidak diperlukan analisis dinamik
UL adalah metode beban elastis (Uniform Load)
SM adalah metode spektra moda tunggal (Single Mode Elastic)
MM adalah metode spektra multimoda (Multimode Mode Elastic)
TH adalah metode riwayat waktu (Time History)
136
Contoh perhitungan 3.5: beban gempa pada abutment tipe dinding
Suatu jembatan gelagar beton pratekan tipe I tiga bentang dengan konfigurasi bentang
seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
137
Tentukanlah beban gempa yang bekerja pada abutment tersebut:
Solusi:
1. Perhitungan berat struktur yang berkonstribusi terhadap beban gempa
Dengan memperhatikan pola tumpuan jembatan yang digunakan, yaitu tumpuan fix pada
abutment kiri (A1) dan move pada abutment kanan (A2), sehingga dalam perencanaan
gempa, abutment yang didesain terhadap beban gempa akibat pengaruh massa struktur
atas hanya abutment kiri saja. Karena gelagar di bentang kiri memiliki tumpuan fix di
abutment dan move di atas pilar (P1), sehingga ketika terjadi gempa pada arah longitudinal,
gelagar bebas bergerak di atas pilar dan gaya gempa hanya dipikul oleh abutment. Karena
kriteria operasional jembatan adalah jembatan lainnya, maka kontribusi beban hidup
diabaikan ketika beban gempa bekerja.
Data-data bentang tepi
2
Luas penampang gelagar Ag := 257250 mm
Jumlah gelagar ng := 5
2
Luas penampang pelat dek Ad := 2450000 mm
2
Luas penampang RC plate Arcp := 117600 mm
Jumlah barrier nb := 2
Berat barrier
Berat diafragma tepi
( A γ c tdp1 ndp1
W br := Ab γdp
W dp1 := c nb = 18.5 m
kN )
Lb
W dp1 :=
( AdpkN γ c tdp1 ndp1 )
Berat diafragma tepi = 1.84
m Lb
Berat abutment
Berat abutment ( )
W abt := Aabt Pabt γ c = 1864 kN
139
Dengan demikian, berdasarkan Tabel 3.9 (yang ditampilkan kembali di bawah ini) diketahui
bahwa untuk menganalisis pengaruh gempa terhadap abutment dapat dilakukan dengan
metode SM/UL. Pada contoh ini hanya membahas metode spektra mode tunggal.
Jembatan dengan bentang > 1
Jembatan Jembatan sangat
Zona Jembatan lainnya Jembatan penting
bentang penting
gempa
tunggal Tidak Tidak Tidak
Beraturan Beraturan Beraturan
beraturan beraturan beraturan
1 * * * * * *
2 Tidak SM/UL SM SM/UL MM MM MM
dibutuhkan
3 analisis SM/UL MM MM MM MM TH
gempa
4 SM/UL MM MM MM TH TH
Keterangan:
* adalah tidak diperlukan analisis dinamik
UL adalah metode beban elastis (Uniform Load)
SM adalah metode spectra moda tunggal (Single Mode Elastic)
MM adalah metode spektra multimoda (Multimode Mode Elastic)
TH adalah metode riwayat waktu (Time History)
3. Perhitungan kekakuan abutment (K) dan perpindahan statik vs
Perhitungan kekakuan abutment dan perpindahan statis
Kuat tekan beton f`c := 30 MPa
140
4. Perhitungan faktor α, β dan γ dan periode getar alami struktur
Berat total struktur atas
Berat total struktur atas dan setengah abutment
WD kN
Berat total struktur atas W total_long := = 172.57
Lb m
2
α long := vslong Lb = 0.00062m
2
γ long := β long vslong = 0.000004 kN m 2
γ long := β long vslong = 0.000004 kN m
γ long
T long1 := 2 π γ long = 0.16 s
Tlong1 := 2 π Po g α long = 0.16 s
Po g α long
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 0.2 detik SDS := 0.748
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 1.0 detik SD1 := 0.502
SD1
Periode pada 0.2 detik T s := = 0.671
SDS
Periode pada 0 detik
T o := 0.2Ts = 0.134
141
b. Gaya gempa akibat berat sendiri abutment dan tekanan tanah belakang abutment di atas
pile cap
Berat tekanan tanah di atas pile cap wtim := Atim Pabt γ s = 2288.7 kN
Gaya gempa akibat berat tekanan tanah Htim := 0.5As wtim = 389.079 kN
belakang abutment di atas pile cap
PIR := Habt + Htim = 705.96 kN
c. Gaya gempa akibat tekanan tanah aktif gempa
Berikut diberikan parameter untuk menghitung koefisien tekanan aktif seismik ( KAE):
Sudut geser internal tanah ϕ := 30
Kh := 0.5 As = 0.17
Koefisien percepatan horizontal
Sudut geser diantara tanah dan δ := 0 (Tidak ada gesekan antara tanah dan abutment )
abutment
Sudut kemiringan timbunan i := 0 (Tidak ada kemiringan pada timbunan)
142
2
sin ( + ) sin( - - i)
:= 1 + = 2.017
cos ( + + ) cos(i - )
cos2 ( - - )
K AE = = 0.45
cos cos2 cos ( + + )
Berdasarkan persamaan Mononobe-Okabe, tekanan tanah aktif gempa dihitung sebagai
berikut:
( )
1 2
PAE := γ s H 1 - Kv KAE Pabt = 2126.59 kN
2
Gaya bekerja pada ketinggian 0.6H dari atas pile cap.
Total beban gempa yang bekerja pada abutment:
Σ H := Hlong1 + PIR + PAE = 4278.3 kN
Jika pada kasus ini tumpuan move yang digunakan adalah tipe elastomer, maka
berdasarkan SNI 2833:2008, koefisien gesek elastomer adalah:
Koefisien gesek elastomer μ := 0.18
Karena bentang kiri ditumpu oleh tumpuan fix dan move, maka beban gempa arah
longitudinal terhadap tumpuan move dihitung dengan pengaruh friksi.
Berat total struktur atas, dan setengah tinggi abutment adalah:
Berat struktur W 1 := W D = 2899.23 kN
WD
Reaksi vertikal pada abutment RW1 :=
= 1449.62 kN
2
Panjang total gelagar berat yang berkontribusi menjadi gaya inersia:
143
Panjang total gelagar berat yang berkontribusi menjadi gaya inersia:
Lg := Lb = 16.8 m
W1 kN
W total := = 172.57
Lg m
Perhitungan perioda struktur:
2
α_long := vslong Lg = 0.00062m
γ _long
T long2 := 2 π = 0.16 s
Po g α_long
Karena To < Tlong <Ts berdasarkan SNI 2833:2016 Perencanaan jembatan terhadap
beban gempa Pasal 5.4.2 nomor 2, koefisien respon gempa elastik adalah sebagai berikut:
Koefisien respon gempa elastik: CsmA := SDS = 0.748
Gaya inersia bangunan atas pada abutment dengan adanya pengaruh friksi ( HA)
HA := CsmA W 1 - μ RW1 = 1907.70 kN
144
Contoh perhitungan 3.6: Beban gempa pada pilar kolom tunggal
Hitunglah besar gaya gempa pilar P1 pada Contoh perhitungan 6.5 pada arah longitudinal dan
transversal jembatan!
145
(a) (b)
Gambar (a) potongan memanjang dan (b) potongan melintang jembatan
Jika diketahui data-data jembatan sebagai berikut:
Kelas situs: D (Contoh perhitungan 6.1),
Respon spektrum elastis ditentukan berdasarkan Contoh perhitungan 6.3,
Kriteria operasional: Jembatan lainnya,
Tinggi pilar adalah 8,70 m, lebar pilar 4 m dan tebal pilar adalah 1,50 m.
Solusi:
1) Perhitungan berat struktur yang berkontribusi terhadap beban gempa
Dengan memperhatikan pola tumpuan jembatan yang digunakan, yaitu:
Untuk bentang A1-P1, pada arah longitudinal digunakan perletakan tipe fix (F) di atas
abutment A1 dan tipe move (M) di atas pilar P1,
Untuk bentang P1-P2, pada arah longitudinal digunakan perletakan tipe fix (F) di atas
pilar P1 dan tipe move (M) di atas pilar P2,
Untuk bentang P2-A2, pada arah longitudinal digunakan perletakan tipe fix (F) di atas
pilar P2 dan tipe move (M) di atas abutment A2,
Pada arah transversal jembatan, di semua tumpuan digunakan tumpuan tipe fix.
Pada tahapan 1-8 digunakan tumpuan move yang mampu mengakomodir perpindahan besar
dan memiliki koefisien gesek yang sangat kecil sehingga gaya gempa pada pilar P1 pada arah
longitudinal dihitung berdasarkan berat total sistem dek bentang tengah saja dan berat kepala
pilar serta setengah berat kaki pilar. Pada arah transversal, karena semua tumpuan yang
digunakan adalah tipe fix, maka beban gempa yang bekerja dipengaruhi oleh massa struktur
atas bentang A1-P1 dan massa dari struktur atas bentang P1-P2 serta massa dari pilar dan
kepala pilar.
Pada poin 9 dibahas perhitungan beban gempa pada arah longitudinal jika memperhitungkan
friksi pada tumpuan.
Kriteria operasional jembatan adalah jembatan lainnya, maka kontribusi beban hidup terhadap
beban gempa diabaikan. Dalam melakukan analisis struktur terhadap beban gempa, karena
pilar adalah pilar tunggal, sehingga pilar dimodelkan sebagai gelagar kantilever. Jika pilar
146
yang digunakan adalah pilar majemuk, maka pada arah longitudinal pilar dimodelkan sebagai
kantilever sedangkan pada arah transversal pilar dimodelkan sebagai portal.
Data-data bentang tepi
2
Luas penampang gelagar 1 A1 := 257250 mm
Jumlah gelagar ng1 := 5
2
Luas penampang pelat dek 1 Ap1 := 2450000 mm
2
Luas penampang RC plate Arcp1 := 117600 mm
kN
Berat volume beton γ c := 25
3
m
kN
Berat volume aspal γ a := 22
3
m
Data-data bentang tengah
Data-data bentang tengah 2
Luas penampang gelagar 2 Ag2 := 775200 mm
2
Ag2 := 775200 mm
Jumlah gelagar ng2 := 5
2
Luas penampang pelat dek 2 Ad2 := 2450000 mm
2
Luas penampang RC plate Arcp2 := 100000 mm
147
2
Atr2 := 780000 mm
2
Luas penampang barrier Ab2 := 370000 mm
2
Luas penampang perkerasan jalan Aa2 := 350000 mm
( )
W D1 := W g1 + W br1 + W s1 + W rcp1 + W tr1 + W dp1 + W dp2 + W a1 Lb1 = 2899.23 kN
148
Berat struktur atas bentang tengah
kN
Berat gelagar 2 W g2 := ng2 Ag2 γ c = 96.9
m
kN
Berat pelat dek W s2 := Ad2 γ c = 61.25
m
kN
Berat RC Plate W rcp2 := Arcp2 γ c nrcp2 = 10.00
m
kN
Berat trotoar W tr2 := Atr2 γ c 2 = 39
m
kN
Berat barrier W br2 := Ab2 γ c nb2 = 18.5
m
( )
W D2 := W g2 + W br2 + W s2 + W rcp2 + W tr2 + W dp1. + W dp2. + W a2 Lb2 = 9862.36 kN
149
16800 41750 16800
P0 P0 P0
Vs
Dengan demikian, berdasarkan Tabel 8 (yang ditampilkan kembali di bawah ini) diketahui
bahwa untuk menganalisis pengaruh gempa terhadap pilar dapat dilakukan dengan metode
SM/UL. Pada contoh ini hanya membahas metode spektra mode tunggal.
Jembatan dengan bentang > 1
Jembatan Jembatan sangat
Zona Jembatan lainnya Jembatan penting
bentang penting
gempa
tunggal Tidak Tidak Tidak
Beraturan Beraturan Beraturan
beraturan beraturan beraturan
1 Tidak * * * * * *
2 dibutuhkan SM/UL SM SM/UL MM MM MM
3 analisis SM/UL MM MM MM MM TH
4 gempa SM/UL MM MM MM TH TH
Keterangan:
* adalah tidak diperlukan analisis dinamik
UL adalah metode beban elastis (Uniform Load)
SM adalah metode spectra moda tunggal (Single Mode Elastic)
MM adalah metode spektra multimoda (Multimode Mode Elastic)
TH adalah metode riwayat waktu (Time History)
150
3) Perhitungan kekakuan pilar (K) dan perpindahan statik vs arah longitudinal dan transversal
Momen inersia yang diperhitungkan dalam perencanaan beban gempa adalah momen inersia
penampang
Momen inersiaefektif
yang yang pada perhitungan
diperhitungkan ini bernilai 0,7
dalam perencanaan Ilonggempa
beban dan 0,7 Itrans.
adalah momen inersia penampang
efektif yang pada perhitungan ini bernilai 0,7 I long dan 0,7 I trans.
1 3 4
Momen inersia arah longitudinal Ilong := p b 0.7 = 787500000000 mm
12
1 3 4
Momen inersia arah transversal Itrans := p b 0.7 = 5600000000000 mm
12
Gayasatu
Gaya satusatuan
satuan P := 1 P := 1
3
P Hp m
Perpindahan struktur akibat beban 1 satuan arah long δlong := = 0.0000108
3Ec Ilong kN
3
P Hp m
Perpindahan struktur akibat beban 1 satuan arah trans δtrans := = 0.0000015
3Ec Itrans kN
1 kN
Kekakuan pilar arah longitudinal Klong := = 92357.58
δlong m
1 kN
Kekakuan pilar arah transversal Ktrans := = 656765.01
δtrans m
kN
Beban merata 1 satuan Po := 1
m
Po Lb2
Perpindahan statis arah longitudinal vslong := = 0.45 mm
Klong
L.b1 + L.b2
P.o
Perpindahan statis arah transversal
v.strans :=
2 = 0.04 mm
K.trans
4) Perhitungan periode getar alami arah longitudinal
Berat total struktur atas bentang P1-P2, kepala pilar dan setengah tinggi pilar P1.
W total_long :=
( W D2 + W ph + W p) = 286.10
kN
Lb2 m
2
α long := vslong Lb2 = 0.02 m
γ long
Tlong1 := 2 π = 0.72 s
Po g α long
W .total_trans :=
(W.D1 + W.D2) + W .ph + W .p = 8463.05 kN
2
W .total_trans kN
W .total_trans2 := = 289.09
L.b1 L.b2 m
+
2 2
L.b1 + L.b2
α .trans := v.strans = 0.001 m2
2
β trans := α trans W total_trans2 = 0.38 kN m
2
γ trans := β trans vstrans = 0.00002 kN m
γ trans
Ttrans := 2 π = 0.23 s
Po g α trans
Dari perhitungan diperiode alami struktur terlihat bahwa struktur pada arah transversal lebih
kaku, karena inersia penampang pilar terbesar adalah pada arah transversal.
6) Parameter untuk menghitung koefisien respon elastik (Csm)
Berdasarkan Contoh perhitungan 6.3 didapatkan data sebagai berikut:
Koefesien percepatan puncak muka tanah As := 0.34
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 0.2 detik SDS := 0.748
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 1.0 detik SD1 := 0.502
SD1
Ts := = 0.671
Periode pada 0.2 detik SDS
Periode pada 0 detik
To := 0.2T s = 0.134
7) Perhitungan gaya gempa arah longitudinal
Karena Tlong > Ts berdasarkan SNI 2833:2016 Perencanaan jembatan terhadap beban
gempa Pasal 5.4.2 nomor 3, koefisien respon gempa elastik adalah sebagai berikut:
152
SD1
Koefisien respon gempa elastik Csm_long1. :=
Tlong1
Csm_long1 = 0.7
β long Csm_long1 kN
Gaya gempa statik ekivalen pelong := W total_long vslong = 200.27
γ long m
Faktor modifikasi respon R=3
pelong Lb2
Gaya gempa yang dipikul pilar Vlong1 := = 2787.08 kN
R
8) Perhitungan gaya gempa arah transversal
Karena T berdasarkan SNI 2833:2016 Perencanaan jembatan terhadap beban gempa Pasal
5.4.2 nomor 2, koefisien respon gempa elastik adalah sebagai berikut:
Koefisien respon gempa elastik Csm_trans := SDS = 0.748
Gaya gempa yang bekerja pada pilar pada arah longitudinal dan transversal ditentukan
dengan membagi gempa elastis dengan faktor modifikasi respon. Berdasarkan Tabel 5 pada
Sub bab 6.5.1.2, karena pilar yang digunakan adalah pilar tunggal, maka nilai faktor modifikasi
respon yang digunakan adalah R=3 untuk jembatan kategori fungsional lainnya. Dari
perhitungan yang dilakukan diperoleh beban gempa sebesar 2787,08 kN pada arah
longitudinal dan 2110,12 kN pada arah transversal.
9) Perhitungan gaya gempa arah longitudinal dengan mempertimbangkan pengaruh friksi di
tumpuan
153
P1 adalah Pilar 1
W 1 adalah berat dari struktur atas bentang A1-P1 dan setengah tinggi abutment
W 2 adalah berat dari struktur atas bentang P1-P2, kepala pilar dan setengah tinggi pilar
CsmA adalah koefisien gempa lateral pada abutment pada arah longitudinal
CsmP adalah koefisien gempa lateral pada pilar pada arah longitudinal
m adalah koefisien gesek bila perletakan bergerak
RW1 adalah reaksi vertikal pada abutment akibat W 1
RW2 adalah reaksi vertikal pada pilar akibat W 2
Jika pada kasus ini tumpuan move yang digunakan adalah tipe elastomer, maka berdasarkan
SNI 2833:2008 koefisien gesek elastomer adalah:
Koefisien gesek elastomer μ := 0.18
Karena adanya pengaruh friksi pada tumpuan move, bentang yang berkontribusi terhadap
gaya inersia pilar saat gempa terjadi adalah bentang P1-P2.
Berat total struktur atas bentang P1-P2, kepala pilar dan setengah tinggi pilar adalah:
W 2 := W D2 + W ph + W p = 11944.61 kN
W D1
Reaksi vertikal bentang A1-P1 pada pilar RW1 := = 1449.62 kN
2
W D2
Reaksi vertikal bentang P1-P2 pada pilar RW2 := = 4931.18 kN
2
Panjang total gelagar berat yang berkontribusi menjadi gaya inersia:
Lg := Lb2 = 41.75 m
W2 kN
W total := = 286.1
Lg m
Perhitungan perioda struktur:
2
α_long := v
α_long := vslong L = 0.02
Lg = m2
0.02 m
slong g
:= α_long
β_long := α_long W = 5.4 kN m
W total =
β_long total 5.4 kN m
2
γ _long
γ := v
_long := vslong β_long = 0.002
β_long = 0.002 kN
kN m
m2
slong
:= 2
T long2 := 2 π
π γγ _long
_long
= 0.72 s
T long2 Po g
P α_long = 0.72 s
g α_long
o
Karena Tlong > Ts berdasarkan SNI 2833:2016 Perencanaan jembatan terhadap beban
gempa Pasal 5.4.2 nomor 3, koefisien respon gempa elastik adalah sebagai berikut:
SD1
Koefisien respon gempa elastik CsmP. :=
Tlong2
CsmP = 0.7
Gaya inersia bangunan atas pada pilar akibat pengaruh friksi (HP):
154
Contoh perhitungan 3.7: Beban gempa pada pilar kolom majemuk
Hitunglah besar gaya gempa pada pilar P1 pada Contoh perhitungan 6.5 pada arah longitudinal
dan transversal jembatan jika diketahui data-data jembatan sebagai berikut:
Kelas situs: C dengan zona gempa 2,
Kriteria operasional: Jembatan penting,
Tinggi pilar adalah 8,7 m, lebar pilar 2 m dan tebal pilar adalah 1,5 m,.
Dimensi pilar dan kurva respon spektra elastis diperlihatkan pada gambar berikut ini:
(a) (b)
Gambar (a) potongan memanjang dan (b) potongan melintang jembatan
Solusi:
1) Perhitungan berat struktur yang berkontribusi terhadap beban gempa
Karena struktur yang ditinjau sama dengan Contoh perhitungan 6.6, maka berat struktur atas
(bentang kiri dan tengah) yang berpengaruh terhadap besar beban gempa rencana bernilai
sama dengan perhitungan ini. Pada kepala pilar digunakan dimensi yang sama dengan Contoh
perhitungan 6.6, luas penampang pilar 2 kaki adalah 6 m2 (sama dengan luas penampang pilar
1 kaki pada Contoh perhitungan 6.6) sehingga pada perhitungan berikut tidak dimunculkan
kembali. Kriteria operasional jembatan adalah jembatan penting, maka pengaruh beban hidup
pada bentang kiri (A1-P1) dan bentang tengah (P1-P2) harus diperhitungkan. Kontribusi beban
hidup yang diperhitungkan adalah 30%, dengan perhitungan beban hidup pada bentang
samping dan tengah adalah sebagai berikut:
155
Pada tahapan 1-7 digunakan tumpuan move yang mampu mengakomodir perpindahan besar
dan memiliki koefisien gesek yang sangat kecil sehingga gaya gempa pada pilar P1 pada arah
longitudinal dihitung berdasarkan berat total sistem dek bentang tengah saja dan berat kepala
pilar serta setengah berat kaki pilar. Pada arah transversal, karena semua tumpuan yang
digunakan adalah tipe fix, maka beban gempa yang bekerja dipengaruhi oleh massa struktur
atas bentang A1-P1 dan massa dari struktur atas bentang P1-P2 serta massa dari pilar dan
kepala pilar.
Pada poin 8 dibahas perhitungan beban gempa pada arah longitudinal jika memperhitungkan
friksi pada tumpuan.
Beban lalu lintas pada bentang samping
Faktor pembesaran dinamis FBD := 0.4
Faktor pembesaran dinamis FBD := 0.4
Lebar jalan W r := 7 m
Lebar jalan W r := 7 m
kN
Beban terbagi rata BTR1 := 9 kN
Beban terbagi rata 2 := 9
BTR1
m 2
m
kN
Beban garis terpusat BGT1 := 49 kN
Beban garis terpusat m := 49
BGT1
m
W BTR1 := BTR1 W r Lb1 = 1058.40 kN
Beban BTR
Beban BTR W BTR1 := BTR1 W r Lb1 = 1058.40 kN
W BGT1 := BGT1 W r = 343 kN
Beban BGT
Beban BGT W BGT1 := BGT1 W r = 343 kN
γ EQ := 0.30
Faktor kontribusi massa
Faktor kontribusi massa γ EQ := 0.30
Beban total lalu lintas W LL1 := W BTR1 + W BGT1 ( 1 + FBD) γ EQ = 461.58 kN
Beban total lalu lintas W LL1 := W BTR1 + W BGT1 ( 1 + FBD) γ EQ = 461.58 kN
Beban lalu lintas pada bentang tengah
0.5 +
kN 15 m kN
Beban terbagi rata BTR2 := 9 = 7.73
m
2
L.b2
m
2
kN kN
Beban garisBeban garis terpusat
terpusat BGT2 := 49 BGT2 := 49
m m
Perhitungan kekakuan pilar (K) dan perpindahan statik vs arah longitudinal dan transversal
ekan beton Kuat tekan beton f'c := 30 MPa f'c := 30 MPa
Momen inersia yang diperhitungkan dalam perencanaan beban gempa adalah momen inersia
penampang efektif yang pada perhitungan ini bernilai 0,7 Ilong dan 0,7 Itrans.
156
Momen inersia yang diperhitungkan dalam perencanaan beban gempa adalah momen inersia penampang
Momen inersia yang diperhitungkan dalam perencanaan beban gempa adalah momen inersia penampang
efektif yang pada perhitungan ini bernilai 0,7 I long dan 0,7 I trans.
efektif yang pada perhitungan ini bernilai 0,7 I long dan 0,7 I trans.
1 3 4
Momen inersia arah long Ilong := 1 p b 3 0.7 = 393750000000 mm 4
Momen inersia arah long Ilong := 12 p b 0.7 = 393750000000 mm
12
1 3 4
Momen inersia arah transversal Itrans := 1 p 3 b 0.7 = 700000000000 mm 4
Momen inersia arah transversal Itrans := 12 p b 0.7 = 700000000000 mm
12
Jumlah pilar np := 2
Jumlah pilar np := 2
Perpindahan struktur akibat beban 1 satuan arah long
3
P H.p m
δ.long := = 0.0000108
3 E.c I.long n.p kN
Perpindahan struktur akibat beban 1 satuan arah trans
3
P H.p m
δ.trans := = 0.0000015
12 E.c I.trans n.p kN
1 kN
Kekakuan pilar arah longitudinal Klong := = 92357.58
δlong m
1
1 kN
kN
Kekakuan pilar arah transversal K
Ktrans :=
:= =
= 656765.01
656765.01
trans δ
δtrans m
m
trans
kN
Beban merata 1 satuan Po := 1
m
Po Lb2
Perpindahan statis arah longitudinal vslong := = 0.45 mm
Klong
L +L
Po b1 b2
2
Perpindahan statik arah transversal V = = 0.04 mm
strans K
trans
2) Perhitungan periode getar alami arah longitudinal
Berat total struktur atas bentang P1-P2, kepala pilar dan setengah tinggi pilar P1.
W total_long2 :=
( W D2 + W ph + W p) = 286.1
kN
Lb2 m
2
α long := vslong Lb2 = 0.02 m
γ long
T long1 := 2 π = 0.72 s
Po g α long
157
W total_trans :=
( WD1 + WD2) + W ph + W p = 8463.05 kN
2
W total_trans kN
W total_trans2 := W .total_trans = 289.09 kN
W .total_trans2 := Lb1 Lb2 = 289.09m
L.b1 + L.b2
m
2 + 2
2 2
L.b1 + L.b2
α .trans := v.strans = 0.001 m2
2
γ trans
Ttrans := 2 π = 0.23 s
Po g α trans
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 0.2 detik SDS := 0.748
Nilai spektra permukaan tanah pada periode 1.0 detik SD1 := 0.502
SD1
Ts := = 0.671
Periode pada 0.2 detik SDS
Periode pada 0 detik
To := 0.2Ts = 0.134
SD1
Koefisien respon gempa Csm_long1. :=
elastik T long1
Csm_long1 = 0.7
β long Csm_long1 kN
Gaya gempa statik ekivalen pelong := W total_long2 vslong = 200.27
γ long m
Faktor modifikasi respon R=2
pelong Lb2
Gaya gempa yang dipikul pilar Vlong1 := = 4180.61 kN
R
6) Perhitungan gaya gempa arah transversal
Karena To < Tlong < Ts berdasarkan SNI 2833:2016 Perencanaan jembatan terhadap beban
gempa Pasal 5.4.2 nomor 2, koefisien respon gempa elastik adalah sebagai berikut:
158
Koefisien respon gempa elastik Csm_trans := SDS = 0.748
L.b1 + L.b2
p.etrans
V.trans :=
2 = 1808.67 kN
Gaya gempa yang dipikul pilar
R
Gaya gempa yang bekerja pada pilar pada arah longitudinal dan transversal ditentukan dengan
membagi gempa elastis dengan faktor modifikasi respon. Berdasarkan Tabel 5 pada Sub bab
6.5.1.2, karena pilar yang digunakan adalah kolom majemuk, maka nilai faktor modifikasi respon
yang digunakan adalah R=2 untuk gempa pada arah longitudinal dan R=3,5 untuk arah
transversal untuk kriteria operasional jembatan penting. Dari perhitungan yang dilakukan
diperoleh beban gempa sebesar 4180,61 kN pada arah longitudinal dan 1808,67 kN pada arah
transversal.
7) Perhitungan beban gempa arah longitudinal dengan memperhitungkan friksi tumpuan
Jika pada kasus ini tumpuan move yang digunakan adalah tipe elastomer, maka berdasarkan
SNI 2833:2008, koefisien gesek elastomer adalah:
159
Karena adanya pengaruh friksi pada tumpuan move, bentang yang berkontribusi terhadap gaya
inersia pilar saat gempa terjadi adalah bentang P1-P2.
Berat total struktur atas bentang pilar P1-P2, kepala pilar dan setengah tinggi pilar adalah:
W 2 := W D2 + W ph + W p = 11944.61 kN
W D1 W LL1
Reaksi vertikal bentang A1-P1 pada pilar RW1 := + = 1680.41 kN
2 2
W D2 W LL2
Reaksi vertikal bentang P1-P2 pada pilar RW2 := + = 5342.23 kN
2 2
Karena jembatan diklasifikasikan sebagai jembatan penting, maka pengaruh beban hidup
dipertimbangkan dengan nilai EQ=0,3 seperti perhitungan pada Poin 1.
Panjang total gelagar berat yang berkontribusi menjadi gaya inersia:
Lg := Lb2 = 41.75 m
Lg := Lb2 = 41.75 m
W2 kN
W total := W 2 = 286.1 kN
W total := Lg = 286.1 m
Lg m
Perhitungan perioda struktur:
Perhitungan perioda struktur:
2
α_long := vslong Lg = 0.02 m2
α_long := vslong Lg = 0.02 m
β_long := α_long W total = 5.4 kN m
β_long := α_long W total = 5.4 kN m
2
γ _long := vslong β_long = 0.002 kN m2
γ _long := vslong β_long = 0.002 kN m
γ _long
T long2 := 2 π γ _long = 0.72 s
T long2 := 2 π Po g α_long = 0.72 s
Po g α_long
Karena Tlong > Ts berdasarkan SNI 2833:2016 Perencanaan jembatan terhadap beban gempa
Pasal 5.4.2 nomor 3, koefisien respon gempa elastik adalah sebagai berikut:
SD1
Koefisien respon gempa elastik: CsmP. :=
Tlong2
CsmP := 0.7
Gaya inersia bangunan atas pada pilardengan
Gaya inersia bangunan atas pada pilar denganadanya pengaruh
adanya friksi
pengaruh ( HP
friksi ) P)
(H
HP := CsmP W 2 + μ RW1 - μ RW2 = 7702.10 kN
3.6.1 Umum
Secara umum, pilar merupakan elemen struktur yang diizinkan terjadinya kerusakan dalam
rangka disipasi energi gempa ketika gempa kuat terjadi. Sendi plastis diizinkan terjadi pada
ujung-ujung kaki pilar. Agar fungsinya sebagai disipator tercapai, maka diperlukan
160
perencanaan dan detail yang tepat agar perilaku inelastic yang terjadi sesuai dengan yang
direncanakan. Prosedur perencanaan pilar dibahas pada bab 8 pada dokumen ini.
Persyaratan detail lengkap dapat dilihat pada SNI 2833:2016 dan dirangkum pada sub bab di
bawah ini.
Untuk jembatan pada zona gempa 1 dengan nilai SD1 besar dari 0,1 namun kurang dari 0,15
pengaruh gempa terhadap struktur atas dan bawah dapat diabaikan kecuali untuk hubungan
struktur atas dengan struktur bawah.
Berdasarkan persyaratan SNI 2833:2016, jembatan pada zona gempa 1 harus direncanakan
dengan ketentuan bahwa untuk situs dengan SD1 kecil dari 0,05 gaya horizontal rencana pada
hubungan struktur atas dan bawah ditentukan berdasarkan 15% dari berat struktur, dimana
berat struktur berasal dari beban mati (MS dan MA) serta beban hidup jembatan. Untuk zona
1 gempa dengan dengan kelas situs D dan E (selain tanah keras), hubungan struktur atas
dan bawah harus direncanakan berdasarkan gaya horizontal sebesar 25% dari reaksi vertikal
yang berasal dari beban mati (MA dan MS) dan beban hidup.
Jembatan pada zona gempa 2 harus memenuhi persyaratan pendetailan sebagai berikut:
1) Pada zona gempa 1 dan 2, baja tulangan mutu 420A boleh digunakan,
2) Luas tulangan lentur komponen struktur pilar tidak boleh kurang dari 1% dan tidak boleh
lebih besar dari 6% penampang bruto pilar (Ag),
3) Untuk pilar dengan penampang bundar, rasio volumetrik tulangan spiral atau tulangan
kait gempa (seismic hoop reinforcement), s, tidak boleh kurang dari:
f c' (41)
s = 0,12
fy
Untuk pilar dengan penampang persegi, luas tulangan sengkang tidak boleh kurang dari
nilai yang terbesar di antara dua persamaan berikut:
f c' Ag (42)
Ash = 0,3shc - 1
f y Ac
f c'
Ash = 0,12shc
fy
Keterangan:
161
4) Tulangan sengkang yang berfungsi sebagai pengekang inti beton harus:
a) Terpasang pada bagian ujung atas (di bawah kepala pilar) dan di ujung bawah pilar
(di atas pile cap) sepanjang tidak kurang dari nilai terbesar dari dimensi penampang
pilar, seperenam tinggi pilar atau 450 mm (Gambar 3.30 (a)),
b) Diperpanjang hingga ke zona sambungan pilar-kepala pilar dan pilar-pile cap dengan
panjang tidak kurang dari nilai terbesar antara setengah dimensi maksimum pilar,
setengah tinggi pile cap, atau 450 mm (Gambar 3.30 (b)),
c) Terpasang pada bagian sambungan tiang-kepala tiang (pile cap) tidak kurang dari nilai
terbesar antara setengah dimensi tiang terbesar atau 450 mm (Gambar 3.31),
d) Terpasang pada fondasi tiang sepanjang tiga kali dimensi penampang terbesar di
bawah level jepit momen (fixity level) atau 450 mm di atas mudline (Gambar 3.31).
Untuk mempertimbangkan periode natural dari sistem struktur jembatan, fixity level
harus diterapkan dengan mempertimbangkan karakteristik tanah dan nilai in-situ SPT
dimana terget zero rotation dapat tercapai,
e) Memiliki spasi tidak melampaui seperempat dimensi penampang atau 100 mm pusat
ke pusat.
Jembatan pada zona gempa 3 dan 4 harus memenuhi persyaratan pendetailan sebagai
berikut:
1) Mutu tulangan yang digunakan pada jembatan yang terletak di zona gempa 3 dan 4 adalah
mutu 420B,
2) Luas tulangan lentur komponen struktur pilar tidak boleh kurang dari 1% dan tidak boleh
lebih besar dari 4% penampang bruto pilar (Ag),
3) Persyaratan tulangan sengkang sama dengan persyaratan tulangan sengkang pada poin
4 Sub bab 3.6.3,
4) Tulangan transversal yang berfungsi sebagai tulangan pengekang (lihat Gambar 3.33
sampai Gambar 3.36) inti beton harus:
a) Batang menerus dengan bengkokan kait tidak kurang dari 135o dengan perpanjangan
tidak kurang dari 6 kali diameter tulangan pengekang tetapi tidak kurang dari 75 mm
pada ujung satu dan kait tidak kurang dari 90o dengan perpanjangan tidak kurang dari
enam kali diameter pada ujungnya,
b) Kait harus mengelilingi tulangan utama,
c) Kait 90o pada dua kait silang berurutan di lokasi tulangan longitudinal yang sama harus
dibuat selang-seling.
162
1
- 2nilai terbesar
dari C1 dan C2
- Dimensi terbesar - 450 mm
(C1 atau C2)
penampang pilar C1
- 1 /6 tinggi pilar
- 450 mm
C2
- Dimensi terbesar
1
(C1 atau C2) - 2 nilai terbesar
penampang pilar dari C1 dan C2
- 1 /6 tinggi pilar 1
- 2 tinggi pile cap
- 450 mm - 450 mm
Gambar 3.30 - Persyaratan detail tulangan sengkang pada pilar dan sambungan pilar-
pile cap dan pilar-kepala pilar
163
1
- 2nilai dimensi
pile terbesar
- 450 mm
- Dimensi terbesar
(C1 atau C2)
penampang pile
- 1/ 6 Tinggi pile
- 450 mm
Fixty level
untuk analisis
fondasi
3 kali
dimensi
tiang
1
- nilai dimensi pile
2
terbesar
- 450 mm
Gambar 3.31 - Persyaratan detail tulangan sengkang pada tiang dan sambungan
tiang-pile cap untuk fondasi tiang bor
164
Diambil dari nilai
terbesar antara:
1
- diameter pile
2
1
- tinggi pile
6
- 450 mm
Gambar 3.32 - Detail tulangan sengkang pada tiang dan sambungan tiang-pile cap
untuk fondasi tiang pancang (CSP)
Keterangan lebih lanjut terkait panjang sendi plastis pada pilar dapat dilihat pada lampiran.
maks 200 mm
tulangan spiral
165
h
kait silang pada tulangan
hc longitudinal kolom
MAX
D
d
Maks
350 mm
Maks Maks
150 mm 350 mm
166
3.7 Daftar pustaka
AASHTO. 2017. AASHTO LRFD Bridge Design Specifications. Washington D.C: IHS Markit.
ASHTO. 2011. Guide Specifications for LRFD Seismic Bridge Design. Washington D.C: IHS
Markit.
Badan Stadar Nasional. 2016. SNI 2833:2016 Perancangan Jembatan Terhadap Beban
Gempa: Badan Standardisasi Nasional.
Chen, W.F dan Duan, L. 2000. Bridge Engeneering Handbook. New York: CRC Press LLC.
M.J.N Priestley, G.M Calvi dan M.J Kowalsky. 2007. Displacement Based Seismic Design of
Structures. Pavia: IUSS Press.
Pusat Studi Gempa Nasional Pusat Litbang Perumahan dan Permukiaman. 2017. Peta
Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kementerian PUPR.
167
4 Perencanaan struktur bangunan atas
Untuk menentukan tinggi penampang total sistem dek pada perencanaan awal jembatan,
tinggi total sistem dek untuk struktur atas beton bertulang, beton pratekan dan baja, dapat
mengacu ke Tabel 4.1. Tinggi total penampang ditentukan berdasarkan perkalian antara
suatu faktor dengan panjang bentang jembatan (L) dan jarak antar gelagar.
168
4.2 Perencanaan struktur beton
4.2.1 Pendahuluan
Beton merupakan material komposit yang terdiri dari agregat yang berupa pasir dan kerikil
serta semen sebagai pengikat. Dengan susunan material tersebut menjadikan beton kuat
dalam menahan tekan akan tetapi lemah dalam menahan tarik. Kekurangan material beton
yang lemah terhadap tarik dapat diatasi dengan menggunakan tulangan baja. Karena sifat
material baja yang kuat terhadap tarik, menjadikan beton dan baja tulangan sebagai
kombinasi material yang tepat dalam mengatasi kelemahan beton dalam menahan tarik.
4.2.2 Daftar istilah dan notasi
4.2.2.1 Daftar istilah
4.2.2.1.1
angkur
suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan tendon kepada komponen struktur beton
dalam sistem pasca tarik atau suatu alat yang digunakan untuk menjangkarkan tendon selama
proses pengerasan beton dalam sistem pratarik.
4.2.2.1.2
beton
suatu campuran semen, agregat dan air, dengan atau tanpa menambah dengan bahan
tambahan kimiawi
4.2.2.1.3
beton ringan
beton yang dibuat dari agregat kasar yang ringan dan agregat halus yang mempunyai berat
normal dan mempunyai kepadatan kering jenuh permukaan antara 1800 kg/m 3 sampai 2100
kg/m3.
4.2.2.1.4
baja prategang
elemen baja mutu tinggi seperti kawat, batang, atau strand yang digunakan untuk
menyalurkan gaya prategang ke beton.
4.2.2.1.5
beton pratekan
beton ke dalam mana tegangan diberikan sengaja oleh tendon, dan mencakup beton yang
umumnya disebut sebagai prategang parsial.
4.2.2.1.6
beton bertulang
beton yang diberi baja tulangan dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari nilai minimum
yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa
kedua material tersebut bekerja sama dalam menahan gaya yang bekerja.
4.2.2.1.7
beton normal
beton yang memepunyai massa jenis 2200-2500 kg/m3 dan dibuat menggunakan agregat
alam yang dipecah atau tanpa pecah.
169
4.2.2.1.8
beban mati
berat semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban
tambahan yang tidak terpisahkan dari struktur jembatan
4.2.2.1.9
beban hidup
semua beban yang terjadi akibat penggunaan jembatan berupa beban lalu lintas kendaraan
sesuai dengan standar pembebanan untuk jembatan.
4.2.2.1.10
beban terfaktor
beban kerja yang telah dikalikan dengan faktor beban yang sesuai.
4.2.2.1.11
kuat rencana
kuat nominal dikalikan dengan suatu faktor reduksi (ɸ).
4.2.2.1.12
kuat tekan beton yang disyaratkan (f`c)
kuat tekan beton yang ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji berbentuk silinder
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm) untuk dipakai dalam perencanaan struktur beton.
4.2.2.1.13
kekuatan
kekuatan komponen struktur atau penampang yang dihitung sesuai dengan ketentuan dan
metode desain kekuatan.
4.2.2.1.14
Kekuatan leleh (fy)
kekuatan leleh atau titik leleh minimum tulangan harus ditetapkan dalam kondisi tarik.
4.2.2.1.15
lebar efektif
lebar muka serat tertekan atau sayap dari bagian komponen beton
4.2.2.1.16
modulus elastisitas
rasio tegangan normal atau tekan terhadap yang timbul akibat tegangan tersebut. Nilai
tegangan ini berlaku untuk tegangan di bawah batas proporsional material.
4.2.2.1.17
pasca tarik
cara pemberian tarikan, dalam sistem prategang dimana tendon ditarik sesudah beton
mengeras.
4.2.2.1.18
pratarik
pemberian gaya prategang dengan menarik tendon sebelum dicor
170
4.2.2.1.19
panjang penyaluran
panjang tulangan tertanam, termasuk strand pratarik, yang dibutuhkan untuk
mengembangkan kuat tarik secara maksimum.
4.2.2.1.20
selimut beton
jarak antara tulangan atau tendon paling tepi dengan permukaan beton terdekat dengan tidak
memperhitungkan ketebalan plesteran.
4.2.2.1.21
tulangan
batang baja berbentuk polos atau ulir atau pipa yang berfungsi untuk menahan gaya tarik
pada komponen struktur, tidak termasuk tendon prategang, kecuali secara khusus diikut
sertakan.
4.2.2.1.22
tinggi efektif penampang
jarak yang diukur dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik longitudinal.
4.2.2.1.23
tegangan
intensitas gaya persatuan luas
4.2.2.1.24
tendon
dalam penarapan pratarik, tendon merupakan baja prategang. Dalam penerapan pasca tarik,
tendon merupaka gabungan lengkap yang terdiri dari angkur, baja prategang, dan selubung
dengan pelapis (coating)
4.2.2.1.25
transfer
panjang strand pratarik tertanam yang disyaratkan untuk menyalurkan prategang efektif ke
beton
4.2.2.1.26
tulangan spiral
tulangan yang dililitkan secara menerus membentuk suatu ulir lingkar silindris.
4.2.2.1.27
tulangan ulir
batang baja yang permukaan sisi luarnya tidak rata, yang berbentuk sirip atau berukir
171
4.2.2.2 Notasi
Berikut ini notasi-notasi yang ada di dalam perencanaan struktur beton:
Ab Luas penampang melintang dari tulangan (mm 2)
Acp Total area yang yang dibatasi oleh sisi luar keliling penampang beton (mm 2)
Acv Luas bidang beton yang digunakan dalam transfer geser interface (mm2)
Ag Luas penampang melintang penuh bagian komponen beton(mm 2) luas bruto
penampang
Ah Luas total tulangan pengontrol retak horizontal dengan spasi sh (mm2)
Al Tulangan longitudinal tambahan minimum torsi (mm 2)
Aps Luas penampang baja prategang (mm 2)
As Luas penampang melintang dari tulangan memanjang; Luas penampang baja
tulangan tarik; luas baja nonprategang pada bagian tarik lentur batang pada
penampang yang dihitung (mm2)
Av Luas total tulangan pengontrol retak vertikal dengan spasi sv; Luas penampang
tulangan transversal dalam jarak s (mm2)
a Jarak tegak lurus dari tumpuan terdekat ke penampang yang diperhitungkan
(mm); Dimensi dari keliling geser kritis yang sejajar arah lenturan yang ditinjau
a* Jarak tegak lurus dari tumpuan terdekat ke penampang yang diperhitungkan
(mm)
bv Lebar badan, apabila terdapat selongsong; lebar badan efektif, diambil
sebagai lebar badan minimum, diukur paralel terhadap garis netral, diantara
resultan gaya tarik dan tekan akibat lentur. Untuk penampang lingkaran,
diambil sebagai diameter penampang. Modifikasi harus dilakukan jika terdapat
selongsong (mm).
bw Lebar badan (mm); atau ketebalan minimum dinding dari penampang yang
berongga.
c Jarak dari serat tekan terluar ke garis netral (mm)
d Tinggi efektif penampang melintang (mm)
Es Modulus elastisitas tulangan (MPa)
fcp Kuat tekan beton pada waktu transfer (MPa)
Ec Modulus elastisitas beton pada umur 28 hari (MPa)
fss Tegangan tarik dalam baja tulangan pada kondisi batas layan (MPa)
fy Kuat leleh tulangan (MPa)
fc' Kuat tekan karakteristik silinder beton pada umur 28 hari (MPa)
hw Tinggi badan penampang (mm).
hc Dimensi inti pilar terkekang pada arah yang di tinjau(mm).
hf Tebal sayap tekan (mm).
Ie Momen inersia efektif (mm4)
lg Momen inersia gross (mm4)
Ma Momen maksimum dalam komponen pada tahap mana deformasi dihitung
(kN.m)
Mn Tahanan nominal (kNm)
Mu Momen lentur ultimit pada penampang melintang dihitung dengan
menggunakan beban rencana ultimit (kNm)
Mcr Momen lentur yang menyebabkan retak dari penampang dengan
memperhitungkan prategang, regangan susut dan tegangan akibat suhu
(kNm)
Mr Tahanan lentur terfaktor (kNm)
Mmaks Momen terfaktor maksimum akibat beban luar (kN.m)
172
Nuc Gaya tarik horizontal (kN)
Pu Gaya aksial terfaktor (kN)
Pn Kuat nominal serat tekan; nominal tahanan aksial, dengan atau tanpa lentur
(kN)
Pr Faktor reduksi aksial, dengan atau tanpa lentur (kN)
Snc Modulus penampang untuk serat terluar dari penampang monolit atau
nonkomposit dimana terdapat tegangan tarik akibat beban luar (mm3)
s Spasi tulangan transversal, diukur dalam arah paralel terhadap tulangan
longitudinal (mm)
Tcr Momen retak torsi (kN.m)
Tn Tahanan torsi nominal (kN.m)
Tr Tahanan torsi terfaktor (kN.m)
Tu Momen torsi terfaktor (kN.m)
4.2.3.1 Umum
Struktur beton harus direncanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar dapat memberikan
keamanan pada struktur. Seperti struktur atas dan struktur bawah pada jembatan yang
merupakan komponen struktur yang harus direncanakan terhadap lentur, geser, aksial, dan
torsi. Dalam perencanaan struktur beton dan besarnya beban rencana harus mengikuti
ketentuan sebagai berikut:
1) Struktur beton direncanakan agar dapat menahan semua beban rencana yang bekerja
pada struktur,
2) Beban yang bekerja pada struktur harus dihitung berdasarkan standar pembebanan
jembatan,
3) Seluruh komponen struktur yang membentuk satu kesatuan harus direncanakan untuk
dapat menahan beban lateral.
Setiap komponen struktur harus direncanakan sesuai dengan persyaratan, sehingga beban
yang bekerja tidak melewati kapasitas dari struktur. Persyaratan kekuatan yang direncanakan
adalah daya layan, fatik, kuat, dan ekstrim. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa
kapasitas yang sudah terfaktor harus lebih besar daripada kombinasi beban terfaktor yang
bekerja. Untuk mendapatkan kapasitas terfaktor maka diperlukan faktor reduksi seperti tabel
berikut ini.
173
Tabel 2 Faktor reduksi ( ) untuk struktur beton bertulang berdasarkan RSNI T-12-
2004 dan SNI 2847:2013
174
4.2.3.4 Persyaratan keadaan batas fatik
Perencana harus membatasi rentang tegangan yang terjadi akibat satu beban truk rencana
pada jumlah siklus pembebanan yang diperkirakan dapat terjadi selama umur rencana
jembatan agar tidak terjadi kegagalan fatik. Pada lantai jembatan dengan banyak gelagar
sebagai tumpuannya dan pada struktur box culvert beton bertulang, persyaratan dapat
diabaikan.
Kegagalan fatik pada beton adalah sebagai berikut:
1) Fatik pada beton polos,
2) Fatik pada tulangan,
3) Fatik pada tendon prategang,
4) Fatik pada las atau sambungan tulangan.
175
beton pratekan mengalami deformasi karena rangkak dan susut. Susut dipengaruhi oleh
banyak faktor, terutama disebabkan oleh:
a) Karakteristik dan proporsi agregat
b) Kelembaban rata-rata pada lokasi jembatan
c) Perbandingan rasio air dan semen
d) Durasi periode beton mengalami pengeringan.
Nilai-nilai susut dan rangkak yang diberikan dalam panduan ini harus digunakan untuk
menentukan pengaruh susut dan rangkak pada kehilangan gaya prategang di jembatan
selain konstruksi segmental.
4) Modulus elastisitas
Nilai modulus elastisitas beton, (Ec), tergantung pada mutu beton, yang dipengaruhi oleh
material dan proporsi campuran beton. Untuk beton dengan desain kuat tekan hingga
105 MPa dan berat jenis beton antara 1440 kg/m3 dan 2500 kg/m3 maka modulus
elastisitas diambil sebagai berikut:
Keterangan:
Ec adalah modulus elastisitas beton (MPa)
f'c adalah kuat tekan beton (MPa)
5) Rasio Poisson
Jika tidak ditentukan dari uji fisik, rasio Poisson boleh diasumsikan 0,2 untuk beton
ringan dengan desain kuat tekan hingga 70 MPa dan untuk beton normal dengan desain
kuat tekan hingga 105 MPa. Untuk komponen yang diperkirakan akan mengalami retak,
efek rasio Poisson boleh diabaikan.
176
3) Beton tidak diperhitungkan dalam menahan tegangan tarik,
4) Regangan batas beton tertekan diambil sebesar 0,003.
4.2.6.1 Umum
Perencanaan gelagar beton bertulang terdiri dari perencanaan terhadap kuat lentur,
perencanaan geser dan torsi, perencanaan deformasi, dan perencanaan pengendalian retak.
Struktur atas adalah struktur beton bertulang yang terdiri dari pelat (sayap) beton bertulang
yang dicor monolit dengan gelagar persegi beton bertulang.
Pelat (sayap)
Badan (web)
Perencanaan kuat lentur gelagar beton bertulang tergantung dengan posisi sumbu netral.
Untuk perencanaan pada panduan ini, ada dua kondisi posisi sumbu netral:
Pelat (sayap)
Badan (web)
177
2) Kuat lentur kondisi 2
Peralihan daerah tekan dengan daerah tarik (sumbu netral) berada di web atau badan
gelagar, maka gelagar direncanakan sebagai gelagar T.
Pelat (sayap)
Badan (web)
178
Preliminary design gelagar
Mulai
Tidak hg 0.07Lb
Ya
t s 200mm
Tidak Tebal
t s (100 + 40 s g )mm pelat sayap
Ya
1
bef < Lb
4
bef - bw Lebar sayap efektif
8t s diambil nilai yang
Tidak 2
terkecil dari persamaan
bef - bw s g - bw
tersebut.
2 2
Ya
selesai
Dalam perencanaan komponen struktur beton perlu dilakukan preliminary untuk penentuan
dimensi awal komponen agar memudahkan perencanannya. Berikut uraian dari bagan alir di
atas:
179
Tebal pelat (sayap) minimal yaitu:
ts 200mm
(
ts 100 + 40S g mm ) (44)
Keterangan:
ts adalah tebal pelat (sayap) (mm)
bw adalah lebar badan gelagar (web) (mm)
bw adalah jarak antar gelagar (m)
Selanjutnya, tentukan lebar efektif pelat (sayap) diambil nilai terkecil dari persyaratan sebagai
berikut:
1
bef < Lb
4
bef - bw
8t s (45)
2
bef - bw s g - bw
2 2
Keterangan:
b adalah lebar efektif pelat (mm)
ef
sg adalah jarak antar gelagar (mm)
180
4.2.6.2.1 Kuat lentur kondisi 1
Perencanaan kuat lentur pada gelagar pada kondisi 1 dimana sumbu netral berada pada pelat
(sayap) lebih rinci dijelaskan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 di bawah ini:
Mulai
1
de = hg - dc - Ds - D Tinggi efektif
2
Mu
As-req = Luas tulangan yang
f f y (0,85d e ) diperlukan B
As-req f y
a= Tinggi tegangan blok
0,85f'c bw persegi ekivalen
a Momen nominal
M n = As-req f y (d e - )
2 penampang
181
A
d -c
s = e c Regangan baja
c
0,15( t - cl )
f = 0, 75 +
( tl - cl )
Ya
Mr = f Mn
M r = 0,9M n
Ig
M cr = γ3 γ1 f r
yt
Momen retak (M cr)
Yang mana : fr = 0, 63 f'c
Persyaratan tulangan
minimum, diambil nilai M r 1,33M u
Tidak
terkecil diantara 1,33M u
M r 1,2M cr
dan 1,2M cr
Ya
selesai
Gambar 4.6 - Bagan alir perencanaan gelagar persegi terhadap lentur (lanjutan)
182
Dalam perencanaan komponen struktur beton, langkah awal yang dilakukan adalah pemilihan
dimensi penampang yang cocok termasuk mutu tulangan, mutu baja, mutu beton, dan lainya.
Hal tersebut berguna untuk menahan pengaruh momen terfaktor yang bekerja pada struktur
gelagar ( Mu ).
Karena sifat beton yang lemah terhadap tarik, pada beton dipasang tulangan tarik untuk
menahan lentur yang terjadi. Tulangan tarik diletakkan pada posisi paling dekat dengan
penampang yang mengalami tarik.
Tahanan lentur nominal dihitung berdasarkan asumsi distribusi tegangan persegi ekivalen
yang diasumsikan bahwa tegangan beton sebesar 0,85f'c terdistribusi merata pada daerah
tekan ekivalen yang dibatasi oleh serat tekan terluar penampang dan suatu garis yang sejajar
dengan sumbu netral pada jarak a = β1c dari tepi serat tekan terluar. Hubungan tersebut
digunakan dalam perhitungan lentur untuk menentukan nilai c , dan dapat dinyatakan dalam
persamaan di bawah ini:
a = β1 c (46)
a
c= (47)
β1
Nilai faktor β1 diambil 0,85 untuk kuat tekan beton yang tidak melebihi 30 MPa. Sedangkan
untuk beton yang melebihi 30 MPa, β1 harus direduksi 0,05 untuk setiap 7 MPa, Sehingga
persamaanya menjadi: β1
β1 tidak boleh kurang dari 0,65. Ditribusi tegangan persegi dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Karena blok tegangan tekan berbentuk persegi, maka titik beratnya berada pada a dari serat
2
tekan terluar gelagar, dimana posisi resultan tegangan tekan C bekerja. Kapasitas momen
183
nominal ( M n ), dapat diperoleh dari prinsip keseimbangan statik. Nilai dari resultan tegangan
tekan C , dapat dinyatakan sebagai berikut:
Keterangan:
C adalah tegangan beton x luas area zona tekan
a adalah tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen (mm)
b adalah lebar komponen tekan (mm)
Diasumsikan tulangan leleh saat regangan beton mencapai nilai 0,003. Sehingga tegangan
tulangan baja sama dengan tegangan lelehnya ( fs = f y ), nilai resultan tegangan tarik T
dapat dinyatakan sebagai berikut:
T = As f y (50)
Keterangan:
T adalah resultan tegangan tarik (kN)
As adalah luas tulangan tarik (mm 2)
C=T
(51)
0,85f'c abw = As f y
Tinggi a dari blok tekan ekivalen beton didapat dari persamaan (51), sehingga menjadi:
As f y
a= (52)
0,85f'c bw
Keterangan:
a adalah tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen (mm)
As adalah luas tulangan tarik (mm 2)
184
Kekuatan nominal gelagar ( M n ), besarnya dapat ditentukan dengan mengambil momen dari
garis kerja resultan tegangan tekan C dan garis kerja T . Sehingga persamaan kekuatan
nominal gelagar menjadi:
a (53)
M n = As f y de -
2
Keterangan:
de adalah tinggi efektif penampang (mm)
Faktor reduksi lentur ( f ) dikalikan dengan persamaan kekuatan nominal gelagar sehingga
menjadi:
a
f M n = f As f y de - (54)
2
Nilai regangan baja juga digunakan untuk menentukan faktor reduksi, untuk menentukan
pengendalian penampang terhadap tarik dan tekan. Untuk komponen yang dipengaruhi tinggi
de dan mempunyai sumbu netral yang terletak pada jarak c dari serat tekan terluar. Sehingga
persamaan regangan baja menjadi:
d -c
εs = e εc (55)
c
Keterangan:
εs adalah regangan baja
Periksa regangan baja yang didapat terhadap regangan batas. Batas regangan baja
berdasarkan kuat leleh tulangan baja dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Bagan alir yang telah dijabarkan (Gambar 4.5 dan Gambar 4.6) untuk kuat leleh minimum
tulangan 420 MPa. Untuk kuat leleh minimum yang lebih dari tersebut, dapat dilihat pada
Tabel 4.4 sesuai dengan kuat leleh tulangan yang digunakan. Grafik batas regangan baja
dapat dilihat pada Gambar 4.8.
185
Gambar 4.8 - Variasi nilai faktor reduksi dengan batas regangan tarik untuk tulangan
nonprategang
Regangan tarik bersih pada baja tulangan tarik terluar saat tahanan nominal berada di antara
batas regangan kontrol tekan ( εcl ) dan batas regangan kontrol tarik ( εtl ), maka nilai faktor
reduksi lentur ( f ) untuk tulangan nonprategang dan prategang dapat dinyatakan pada
persamaan berikut:
0,15(εt - ε )
f = 0,75 + cl
(56)
(ε - ε )
tl cl
Keterangan:
εt adalah regangan tarik bersih pada baja tulangan tarik terluar saat tahanan
nominal
εcl adalah regangan batas kontrol tekan pada baja tulangan tarik terluar
εtl adalah batas regangan kontrol tarik pada baja tulangan terluar
Tahanan lentur terfaktor gelagar dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
Mr = Mn (57)
f
Keterangan:
M r adalah tahanan lentur terfaktor (kNm)
186
Periksa terhadap persyaratan tulangan minimum yang harus dipenuhi untuk tahanan lentur
terfaktor ( M r ), yang mana M r lebih besar atau sama dengan nilai yang terkecil dari dua
persamaan berikut:
M r 1,33M u (58)
M r 1,2M cr (59)
( ) Sc
M cr = γ3 γ1 f r + γ2 f cpe Sc - M dnc
Snc
- 1
(60)
Ig
M cr = 31 f r
y
t (61)
f r = 0,63 f'c
Keterangan:
fr adalah modulus retak beton (MPa)
187
4.2.6.2.2 Kuat lentur kondisi 2
Perencanaan kuat lentur pada gelagar apabila sumbu netral yang berada pada web atau
badan gelagar lebih rinci dijelaskan di bawah ini:
Mulai
'
Karakteristik material: mutu beton ( f c ),
mutu baja ( f y ), regangan beton ( c )
Karakteristik penampang: lebar (bw),
tinggi (hg ), selimut beton ( dc ),
tebal pelat sayap ( t s )
Momen ultimit (M u)
Diameter tulangan ulir ( D ), diameter
tulangan geser ( Ds ),
1 Tinggi efektif
de = hg - dc - Ds - D penampang
2
Mu
As -req =
0,9 f y (0,85de )
Resultan
C = 0,85 f'cts (b - bw ) tegangan
Luas tulangan Asw = As -req - A
f badan balok sf
tekan sayap
C Luas Asw f y
A =
f tulangan
Tinggi tegangan a=
sf fy sayap
persegi ekivalen 0,85 fc' bw
Kapasitas
t Kapasitas
Momen nominal a
M = A f y de - s momen nominal M nw = Asw f y de -
nf sf 2 Penampang sayap
penampang 2
badan balok
Mn = M + M nw
nf
188
C
d -c
ε s = e εc Regangan baja
c
0,15( t - cl )
f = 0, 75 +
( tl - cl )
Ya
Mr = f Mn
M r = 0,9M n
Ig
M cr = γ3 γ1 f r
yt
Momen retak (M cr)
Yang mana : fr = 0, 63 f'c
Persyaratan tulangan
minimum, diambil nilai M r 1,33M u
Tidak
terkecil diantara 1,33M u
M r 1,2M cr
dan 1,2M cr
Ya
selesai
Langkah awal perencanaan struktur beton adalah pemilihan dimensi penampang yang cocok,
mutu tulangan, mutu baja, mutu beton, dan lainnya. Hal tersebut berguna untuk menahan
189
pengaruh beban terfaktor seperti ( M u ) yang muncul akibat beban yang bekerja pada struktur
gelagar. Mutu beton yang digunakan dalam perencanaan berhubungan dengan penentuan
faktor 1 untuk mendapatkan jarak dari serat tekan terluar ke sumbu netral ( c ). Berikut ini
1 (63)
d e = hg - d c - Ds - D
2
Keterangan:
de adalah tinggi efektif penampang (mm)
Setelah mendapatkan tinggi efektif selanjutnya menentukan luas tulangan yang dibutuhkan
untuk menahan beban terfaktor, berikut ini persamaan yang digunakan:
Mu
As -req = (64)
0, 9 f y (0, 85d e )
Keterangan:
Gelagar T dalam perencanaanya dipisahkan menjadi badan dan pelat gelagar. Gambar untuk
penampang gelagar T dapat dilihat di bawah ini:
190
Tahap pertama adalah perencanaan pelat (sayap). Resultan tegangan tekan yang terjadi
pada pelat (sayap) dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:
C f = 0,85f'cts (b - bw ) (65)
Keterangan:
Cf adalah resultan tegangan tekan pada pelat (MPa)
f'c adalah mutu beton yang digunakan (MPa)
ts adalah tebal pelat sayap (mm)
bw adalah lebar badan gelagar (mm)
b adalah lebar pelat sayap (mm)
Setelah itu, untuk menghitung luas tulangan pada pelat (sayap) dapat digunakan persamaan
sebagai berikut ini:
T = Cf (66)
Asf f y = C f (67)
Cf
Asf = (68)
fy
Keterangan:
Asf adalah luas tulangan pelat (mm 2)
Setelah diperoleh luas tulangan pada pelat, maka dapat dihitung kapasitas momen nominal
dengan persamaan berikut:
t
M = A f y de - s (69)
nf sf 2
Keterangan:
M nf adalah momen nominal pada pelat (kNm)
Selanjutnya, dilakukan perencanaan pada bagian badan gelagar. Untuk menghitung luas
tulangan pada badan gelagar digunakan persamaan berikut ini:
Keterangan:
Asw adalah luas tulangan di badan gelagar (mm 2)
191
Setelah luas tulangan untuk badan gelagar didapatkan, maka hitung tinggi tegangan ekivalen
( a ) dengan persamaan berikut ini:
Asw f y
a= (71)
0,85 f'c bw
Keterangan:
a adalah tinggi tegangan ekivalen (mm)
Asw adalah luas tulangan pada badan web (mm2)
Kemudian tentukan kapasitas momen nominal pada badan gelagar, dengan persamaan
berikut ini:
a
M nw = Asw f y de - (72)
2
Keterangan:
M nw adalah kapasitas momen nominal pada badan gelagar (kN.m)
Setelah itu, untuk kapasitas momen nominal pada gelagar adalah penjumlahan momen
nominal pada pelat dan badan gelagar seperti pada persamaan di bawah ini:
M n = M nf + M nw (73)
Langkah selanjutnya, untuk menentukan faktor reduksi, batas regangan baja, faktor reduksi
lentur dan persyaratan tulangan minimum dapat mengacu pada gelagar persegi.
Contoh perhitungan 4.1: Gelagar beton bertulang
Desainlah jembatan beton bertulang gelagar T dengan tumpuan sederhana yang memiliki
panjang bentang 20 m. Jembatan ini terdiri dari dua lajur jalan raya dengan tebal
perkerasan aspal 5 cm serta memiliki pembatas pada kedua sisi dengan berat 7,56 kN/m.
Mutu beton dan baja yang digunakan adalah f'c = 30 MPa dan fy = 420 MPa.
Solusi:
Desain struktur atas jembatan pada kasus ini meninjau dua kasus desain, yaitu desain
pelat lantai jembatan dan desain gelagar beton bertulang tipe T.
1. Pemilihan dimensi penampang komponen struktur atas
Tipe struktur yang akan didesain adalah tipe struktur jembatan beton bertulang. Tinggi
gelagar minimum ditentukan berdasarkan tabel pada Sub bab 7.1 pada dokumen ini, tipe
struktur atas jembatan bertulang dikategorikan sebagai tipe (e).
Pe ne ntuan dimensi ge lagar T
Tinggi
Tinggigelagar minimumditentukan
balok minimum ditentukan berdasarkan
berdasarkan Tabel
tabel 14.1.
berikut ini:
Panjang rencana jembatan Lb := 20 m
192
Tinggi gelagar T minimum hmin := 0.07 L = 1400 mm
Konfigurasi gelagarpada
Konfigurasi gelagar pada arah
arah tegak
tegak luruslurus jembatan
jembatan dipengaruhi
dipengaruhi oleh analisis
oleh metode metode analisis
beban hidup yang
beban yangdigunakan.
digunakan. Pada
Pada standar
kasusBMS terdapatanalisis
ini, metode dua metode analisis
struktur yang
akibat beban hidup
digunakan yaitu metode analisis pendekatan (Pasal 3.5.3.2.2) dan
yang digunakan adalah metode pendekatan, sehingga berdasarkan metode pendekatan metode analisis rinci
(Pasal 3.5.3.2.3). Pada kasus ini, metode analisis struktur akibat beban hidup yang
pada Peraturan perencanaan teknik jembatan bagian 3 untuk tipe struktur (e), spasi antar
digunakan adalah metode pendekatan, sehingga berdasarkan metode pendekatan pada
gelagar adalah besar
Tabel 3.6.2.2b-1, untuksama dengan
tipe struktur 1100
(e), mm
spasi tetapi
antar tidakadalah
gelagar boleh besar
lebih besar dari 4900 mm.
sama dengan
1100 mm tetapi tidak boleh lebih besar1100 dari 4900
sg mm.4900
Oleh
Oleh karena
karenaitu,
itu,pada
padakasus
kasusiniinidicoba
dicobaspasi
spasiantar
antargelagar
gelagar sebesar
sebesar 1200
1200 mm.mm.Jalan yanglebar
Karena di
desain terdiri dari dua lajur, maka diperlukan 1100 8 gelagar
S 4900 (2 gelagar ekstererior dan 6 gelagar
jalan minimal adalah 3500 mm dan jalan yang didesain terdiri dari dua lajur, maka
interior). Panjang pelat kantilever pada sisi luar gelagar eksterior ditentukan berdasarkan
diperlukan
Tabel 8 gelagar
3.6.2.2.2d-1 (2 gelagar eksterior dan 6 gelagar interior). Panjang pelat kantilever
yaitu:
Oleh karena
pada itu,gelagar
sisi luar pada kasus ini dicoba
eksterior spasi antar
ditentukan gelagar sebesar
berdasarkan 1200 mm.
Peraturan Karena lebar
perencanaan teknik
jalan minimal adalah
jembatan bagian 3 yaitu: 3500 mm dan jalan yang di desain terdiri dari dua lajur, maka
diperlukan 8 gelagar (2 gelagar eksetrerior dan 6 gelagar interior). Panjang plat kantilever
pada sisi luar gelagar eksterior ditentukan -300berdasarkan
de 1700 Tabel 3.6.2.2.2d-1 yaitu:
dimana de adalah jarak antara as gelagar eksterior ke sisi dalam kerb, de bernilai positif
jika gelagar eksterior berada di sisi dalam-300 kerb
de dan bernilai negatif jika gelagar eksterior
1700
berada di sisi luar kerb. Oleh karena itu, pada kasus ini digunakan panjang katilever 300
mm. Detail dimensi melintang jembatan adalah seperti pada gambar di bawah ini:
dimana d e adalah jarak antara as gelagar eksterior ke sisi dalam kerb atau pembatas jalan,
de bernilai positif jika gelagar eksterior berada di sisi dalam kerb atau pembatas jalan dan
bernilai negatif jika gelagar eksterior berada di sisi luar kerb atau pembatas jalan. Oleh
karena itu, pada kasus ini digunakan panjang katilever 500 mm. Detail dimensi melintang
jembatan adalah seperti pada gambar di bawah ini:
193
Desain tulangan lentur
Momen ultimit Mu := 3267.89kN m
194
4.2.6.3 Kuat geser dan torsi
1) Perencanaan gelagar terhadap kuat geser dijelaskan lebih rinci pada bagan alir di bawah
ini:
Mulai
1 Nilai geser
Vc = f'c bwde beton
6
Periksa nilai
Tidak Vu > 0,5vVc geser beton
Ya Tidak
b s
Tulangan Geser Av 0,083λ f'c w Av f y de (cotθ + cotα)sinα Untuk beton
Minimum fy
Vs = bertulang θ = 45
s = 90
Geser nominal
lebih besar dari vVn Vu
geser terfaktor
Ya
Vu Tegangan
vu =
vbwde geser
vu < 0,125f'c
Periksa jarak smax = 0,8de 600mm
tulangan geser vu 0,125f'c
smax = 0,4de 300mm
Ya
Selesai
Gambar 4.12 - Bagan alir perencanaan gelagar beton bertulang terhadap geser
195
Tulangan transversal diperlukan untuk menahan gaya geser terfaktor yang terjadi pada
gelagar. Menghitung tahanan geser yang disumbangkan beton pada penampang kritis
digunakan persamaan sebagai berikut:
1
Vc = f'c bwd e (74)
6
Keterangan:
Vc adalah kuat geser yang disumbangkan oleh beton (kN)
Gaya geser yang disumbangkan oleh beton diperiksa terhadap gaya geser terfaktor pada
gelagar sesuai dengan beberapa zona geser berikut ini:
1. Tulangan geser minimum dipasang jika gaya geser terfaktor kecil dari 0,5vVc .
Vu <0,5vVc (75)
Vu >0,5vVc (77)
Av f y de
Vs = (78)
s
Keterangan:
Vs adalah kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser (kN)
196
Vu
Jarak tulangan
sengkang
Av f y de
Zona 3 s= smax = 0,4d e 300mm
Vs
v 0,125f'cbwde
Jarak tulangan
sengkang
Zona 2
Av f y de
s= smax = 0,8d e 600mm
Vs
0,5vVc
Tulangan sengkang
minimum
Zona 1
Av f y
s=
0,083λ f'c bw
Vn = Vc +Vs
(79)
Vn = 0,25f'cbwde
Tahanan geser nominal gelagar harus lebih besar dari gaya geser terfaktor:
vVn Vu (80)
Vr = vVn (81)
Keterangan:
Vr adalah tahanan geser terfakor (kN)
Perencanaan tulangan geser gelagar, spasi maksimum tulangan harus memenuhi persamaan
di bawah ini.
197
vu < 0,125f'c (82)
vu 0,125f'c (84)
Vu
vu = (86)
v bwde
Keterangan:
Vn adalah tahanan nominal geser gelagar (kN)
198
2) Perencanaan gelagar persegi terhadap torsi diijelaskan lebih rinci pada di bawah ini:
Mulai
2
Acp
Tc = 0,328 f'c Momen retak torsi
Pcp
Ya 2Ao At f y cotθ
Tu > 0,25Tc (Butuh tulangan Tn =
Torsi) s
Tidak Tn Tu
Tu < 0,25Tc )
(fdffdffassADS (Tn < Tu )
Tidak hhhhhhhnn
= 0,75
Selesai Ya
Torsi dapat menimbulkan tegangan geser yang menyebabkan keretakan pada penampang
yang tidak diberikan tulangan secara khusus. Untuk beton normal, pengaruh torsi harus
diperiksa apabila memenuhi persamaan berikut:
Tu >0,25Tc (87)
dimana:
2
Acp
Tc = 0,328 f'c (88)
Pcp
Keterangan:
Tu adalah momen torsi terfaktor (kNm)
199
Apabila torsi yang terjadi pada beton ( Tu 0, 25Tc ), maka harus dihitung tahanan torsi dari
penampang yang didesain. Persamaan yang digunakan untuk menghitung tahanan torsi
adalah sebagai berikut:
2Ao At f y cotθ
Tn = (89)
s
Keterangan:
Tn adalah tahanan torsi rencana (Nmm)
Selanjutnya, periksa tahanan torsi rencana terhadap torsi terfaktor menggunakan persamaan
berikut:
Tn Tu (90)
Keterangan:
adalah faktor reduksi torsi
200
3) Kombinasi kuat geser dan torsi dapat dijabarkan pada pada bagan alir di bawah ini:
Mulai
2
Acp
Tc = 0,328 f'c
Pcp
1
Vc = f'c bwde
6
Jika salah satu syarat
diantara tiga persamaan
tersebut tidak terpenuhi,
maka perlu desain
tulangan torsi.
Tu
< 0,25 Tulangan torsi
Tc
atau
T
Tu V Ts = u - Tc
+ u < 0,5 Ts s
Tc Vc Tidak Asw =
(desain tulangan) V 2f y Act cotθ
atau Vs = u -Vc
T V
hg = 250mm u + u 1
Tc Vc
Tn = Tc +Ts
Vn = Vc +Vs
Tidak
Ya Tu V
+ u 1
(tidak perlu tulangan) Tn Vn
= 0,75
Selesai Ya
Kuat torsi dan kuat geser yang disumbangkan beton dihitung dengan persamaan berikut ini:
2
Acp
Tc = 0,328 f'c (91)
Pcp
1
Vc = f'c bwde (92)
6
Keterangan:
Tc adalah kuat torsi yang disumbangkan oleh beton (kNm)
201
Berikut ini diberikan persyaratan tulangan torsi, dimana jika persyaratan dipenuhi maka tidak
perlu dipasang tulangan torsi:
Tu
< 0,25 atau (93)
Tc
Tu V
+ u < 0,5 ; atau (94)
Tc Vc
Untuk gelagar dengan tinggi total tidak melampui 250 mm atau setengah dari
lebar badan gelagar, maka:
(95)
Tu V
+ u 1
Tc Vc
Jika persyaratan di atas tidak terpenuhi maka harus didesain tulangan torsi dengan
persamaan berikut:
Ts s
Asw = (96)
2f y Act cotθ
Keterangan:
Tu adalah momen torsi terfaktor (kNm)
202
adalah faktor reduksi geser dan torsi
ϕ v := 0.75
Faktor reduksi
1
Kuat geser beton Vc := f'c MPa bw de = 601.58 kN
6
0.5 ϕ v Vc = 225.59 kN
Tulangan transversal harus disediakan ketika Vu > 0.5 v(Vc+Vp). Karena gelagar pada
kasus ini adalah nonprategang, maka Vp = 0.
Periksa := "Perlu Tulangan Geser" if Vu 0.5 v Vc = "Perlu Tulangan Geser"
0.8 de = 1054.40 mm
Dapat
Dapatdisimpulkan, bahwa
disimpulkan, tulangan
bahwa gesergeser
tulangan yang yang
digunakan
D16 -200 mm
digunakan D16-200 mm memenuhi spasi
memenuhi spasi maksimum yang diizinkan.
maksimum yang diizinkan.
Khasus jembatan pada contoh perhitungan perencanaan ini merupakan jembatan gelagar
T lurus. Sehingga tidak ada gaya torsi yang bekerja maka tidak diperlukan desain tulangan
torsi.
4.2.6.4 Deformasi
Perencanaan gelagar persegi terhadap deformasi diijelaskan lebih rinci pada Gambar 4.16 di
bawah ini:
204
mulai
1 3 2
I cr = bwc + nAs ( d e - c ) Inersia penampang retak
3
M cr
3 M
3
I g + 1 - I cr I g
Ie = cr
Ma Ma
Ig Momen inersia efektif
M cr = f r
yt
f r = 0,63 f'c
2 Deformasi seketika
5M a Lb akibat beban mati
ΔDL-I = berdasarkan inersia
e 48Ec I e
efektif
Deformasi seketika
I akibat beban mati
ΔDL-I = ΔDL-I e
g e Ig berdasarkan inersia
gross
ΔDLT -I
e Nilai camber
dan diambil dari nilai
ΔDLT -I yang terbesar
g
selesai
205
Dengan tidak adanya analisis yang lebih rinci, deformasi seketika dapat dihitung
menggunakan modulus elastisitas beton (𝐸𝑐 ), momen inersia gross penampang (𝐼𝑔 ) dan
momen inersia efektif penampang (𝐼𝑒 ). Momen inersia efektif (𝐼𝑒 ) untuk menghitung deformasi
akibat beban mati hanya dipengaruhi oleh momen karena berat sendiri struktur dan momen
karena beban mati tambahan. Berbeda dengan deformasi akibat beban hidup, momen inersia
efektif (𝐼𝑒 ) dipengaruhi oleh momen karena berat sendiri struktur, momen beban mati
tambahan, dan momen beban hidup. Dengan demikian inersia efektif dapat ditentukan dari
persamaan berikut:
M cr
3 3
M cr
Ie = Ig + 1- I I
Ma M a cr g (100)
I e I cr
dimana:
1 3 2
I cr = bwc + nAs (d e - c ) (101)
3
Ig
M cr = f r (102)
yt
Keterangan:
I cr adalah inersia penampang retak (mm4)
Deformasi seketika akibat beban mati yang dihitung berdasarkan inersia efektif yaitu:
2
5M a Lb
ΔDL-I = (104)
e 48Ec I e
Keterangan:
Ec adalah modulus elastisitas beton (MPa)
206
Ie adalah inersia efektif (mm 4)
Deformasi seketika akibat beban mati yang dihitung berdasarkan inersia gross didapatkan
dengan mengalikan nilai dari deformasi seketika akibat beban mati berdasarkan inersia
efektif, yaitu:
I
ΔDL-I = ΔDL-I e (105)
g e Ig
Keterangan:
ΔDL-I adalah deformasi seketika akibat beban mati berdasarkan inersia
g
gross
ΔDL-I adalah deformasi seketika akibat beban mati berdasarkan inersia
e
efektif
Deformasi jangka panjang pada komponen beton dipengaruhi oleh rangkak yang mana
defleksi akibat beban mati akan meningkat seiring berjalannya waktu.
Deformasi jangka panjang dapat dihitung dengan mengalikan deformasi seketika dengan
faktor yang telah ditentukan. Untuk deformasi seketika berdasarkan inersia efektif dikalikan
dengan faktor sebagai berikut:
A'
FΔLT -Ie = 3 - 1,2 s 1,6 (106)
As
Keterangan:
A' s adalah luas tulangan tekan (mm 2)
Deformasi jangka panjang berdasarkan inersia efektif dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
ΔDLT -I = FΔLT -I .ΔDL-I (107)
e e e
Keterangan:
FΔLT -I adalah faktor deformasi jangka panjang berdasarkan inersia efektif
e
(MPa)
ΔDLT -I adalah deformasi jangka panjang berdasarkan inersia efektif
e
Deformasi jangka panjang berdasarkan inersia gross dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
ΔDLT -I = FΔLT -I .ΔDL-I (108)
g g g
Keterangan:
FΔLT -I adalah faktor deformasi jangka panjang berdasarkan inersia gross,
g
(diambil faktor deformasi sebesar 4)
207
ΔDLT -I adalah deformasi jangka panjang berdasarkan inersia gross
g
Solusi:
Pemeriksaan deformasi akibat beban mati
Momen inersiapenampang
Momen inersia penampangretak:
retak:
( ) ( )
1 3 2 4
Icr := bw ctrial_2 + n As_total de - ctrial_2 = 88569692104.38 mm
3
3
Mcr 3 M 33
cr 4
Ie := Mcr Ig + 1 - Mcr Icr = 111309705351.38 mm 4
Inersia efektif Ie = Ma Ig + 1 - Ma Icr = 111309705351.38 mm
M Ma
a
4
Inersia gross Ig = 161532291666.67 mm
Periksa: Ie Ig ...Oke
Ie Icr ...Oke
Deformasi
Deformasi seketika
seketika akibat beban
bebanmati
matiberdasarkan
berdasarkaninersia
inersiaefektif:
efektif:
2 k
5Ma Lbakibat beban mati berdasarkan inersia efektif:
Deformasi seketika
Δ DL_Ie := = 17.6 mm
48 Ec Ie
Deformasi seketika akibat beban mati berdasarkan inersia gross dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu dari dua persamaan berikut:
I
:= e = 12.13 mm atau
DL_Ig DL_Ie I
g
2
5Ma Lb
Δ DL_Ig. := = 12.13 mm
48 Ec Ig
208
Selanjutnya, setelah deformasi seketika dihitung, maka dapat ditentukan deformasi jangka
panjang dengan mengalikan deformasi seketika akibat beban mati dengan faktor pengali
sebagai berikut:
Faktor perbesaran deformasi sebesar 3-1.2(As'/A.s) 1.6 jika deformasi seketika
ditentukan dengan menggunakan inersia efektif (Ie).
Faktor perbesaran deformasi sebesar 4, jika deformasi seketika berdasarkan inersia
gross Ig
Faktor deformasi berdasarkan inersia efektif:
A
F := 3 - 1.2 s' = 2.52 2.52 1.60 ...Oke
LT_Ie A
s_total
209
4.2.6.5 Pengendalian retak
Pengendalian retak gelagar persegi diijelaskan lebih rinci pada Gambar 4.17 berikut ini:
Mulai
f 0,8f r Ya
b
Tidak
(Desain tulangan pengendali retak)
123000γe
s= - 2dc
βs f ss
Ms
f ss =
As jd
dc
s = 1 +
0, 7( hg - dc )
Spasi yang
terpasang
Tidak
batas spasi
maksimum
Ya
Selesai
210
Pemeriksaan retak pada beton digunakan kontrol tegangan yang diizinkan dengan
persamaan berikut ini.
Sedangkan tegangan yang terjadi pada beton didapatkan dari persamaan berikut ini:
M s yb
fb = (110)
Ig
Keterangan:
fb adalah tegangan tarik pada serat bawah penampang (MPa)
Oleh karena itu, untuk mengendalikan retak pada beton dapat dilakukan dengan cara
menambahkan tulangan tarik pada penampang beton yang mengalami gaya tarik
maksimum.Tulangan diletakkan pada bagian paling dekat dengan serat tarik penampang.
Jarak maksimum tulangan tarik yang digunakan dihitung dengan persamaan berikut ini:
123000 e
s= - 2d c
s f ss
dc
s = 1 + (111)
0,7(h - d c )
Ms
f ss =
As jd
Untuk f y = 400 MPa atau lebih, maka batas tegangan tarik tulangan sebagai berikut:
Keterangan:
e adalah faktor paparan.
211
de adalah tinggi efektif penampang (mm)
Spasi yang terpasang pada beton harus lebih kecil dari batas spasi maksimum yang telah
ditentukan. Selain itu, syarat spasi tulangan terpasang juga harus memenuhi persyaratan
tidak boleh kurang dari dimensi agregat terbesar atau 25 mm.
4.2.7.1 Umum
Pelat lantai jembatan merupakan salah satu komponen dari struktur jembatan yang secara
langsung menerima dan menahan beban hidup kendaraan. Kemudian beban kendaraan
tersebut didistribusikan secara transversal dan longitudinal di sepanjang bentang jembatan.
Bagan alir perencanaan pelat lantai terhadap lentur lebih rinci dijelaskan pada Gambar 4.18
dan Gambar 4.19 berikut ini:
212
Mulai
Mu
As = Luas tulangan yang F
f f y (0,85d e ) diperlukan
As f y
a= Tinggi tegangan blok
0,85f'c b persegi ekivalen
a Momen nominal
M n = As f y (d e - )
2 penampang
d -c
ε s = e εc Regangan baja
c
213
E
0,15( t - cl )
f = 0, 75 +
( tl - cl )
Ya
Mr = f Mn
M r = 0,9M n
Ig
M cr = γ3 γ1 f r
yt
Momen retak (M cr)
Yang mana : fr = 0, 63 f'c
Persyaratan tulangan
minimum, diambil nilai M r 1,33M u
Tidak
terkecil diantara 1,33M u
M r 1,2M cr
dan 1,2M cr
Ya
selesai
Ketentuan pada Sub bab 7.2.6.2 dapat diterapkan untuk perencanaan pelat lantai terhadap
lentur dengan lebar pelat yang yang menahan lentur dianalisis berdasarkan lebar strip
ekivalen yang dijelaskan pada Volume 1 Sub bab 2.4.2.1.
Tulangan pembagi dipasang tegak lurus terhadap tulangan utama. Jumlah tulangan diambil
sebagai persentase dari tulangan utama dengan ketentuan sebagai berikut:
Tulangan pokok sejajar arah lalu lintas:
214
Persentase = 55
l
(113)
Max. 50%, min. 30%)
Persentase = 110
l
(114)
Max. 67%, min. 30%)
Keterangan:
l adalah jarak antar gelagar.
Jarak tulangan tidak boleh lebih dari 1,5 kali tebal pelat dan 450 mm.
Kekuatan pelat lantai terhadap geser harus ditentukan berdasarkan bidang kritis pelat, bidang
kritis merupakan bidang kontak beban (roda truk) dengan pelat. Bidang kritis geser berada
pada jarak d/2 dari muka beban. Penjelasan bidang kritis pelat dapat dilihat pada Gambar
4.20.
Beban yang
bekerja pada pelat d+L
L
Bidang pelat
P d+P
d/2
d/2
Kekuatan pelat lantai terhadap geser dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
0,33
Vn = 0,17 + f'c bo d v (115)
βc
Tahanan geser nominal harus lebih kecil dari tahanan geser maksimum ( Vn Vn-maks ).
215
Vn-maks = 0,33 f'c bo dv (116)
Syarat:
Vu vVn (117)
Keterangan:
bo adalah keliling penampang kritis geser (mm)
dv adalah tinggi geser efektif (mm)
f'c adalahk tekan beton untuk keperluan desain (MPa)
Vn adalah tahanan geser nominal (kN)
Vu adalah gaya geser terfaktor (kN)
Pada pelat, perencanaan tulangan geser tidak perlu dilakukan. Ketahanan pelat hanya
direncanakan berdasarkan kekuatan geser pelat saja.
Solusi:
1) Desain lentur
Lebar efektif pelat b = 1000 mm
Tebal pelat ts := 250 mm
3
b tts3
b 4
:= s
= 1302083333.33 mm4
1302083333.33mm
Inersia penampang IIg
g := 12 =
12
ttss
Titik berat penampang :=
ytt :=
y == 125
125mm
mm
22
216
Mutu beton f'c := 30 MPa
Luas tulangan b 1 2 2
Asuse := π D = 2010.62 mm
yang digunakan s 4
Asuse fy
Tinggi blok tekan ekivalen a := = 33.12 mm
0.85f'c b
Momen nominal a
Mn := Asuse fy de - = 171.80 kN m
2
a
Jarak dari serat tekan c := = 38.96 mm
terluar ke sumbu netral β1
d -c
Cek regangan baja s := e c = 0.14
c
Karena regangan baja yang terjadi adalah 0.14 dan lebih besar dari 0.005, maka
penggunaan nilai faktor reduksi kekuatan lentur sebesar 0.9 sudah tepat.
Momen tahanan Mr := ϕ f Mn = 154.62 kN m
Tulangan yang digunakan harus memenuhi salah satu syarat dibawah ini:
Ig
Momen retak penampang Mcr := = 43.13 kN m
3 1 y
t
217
Dengan demikian, persyaratan tulangan minimum:
Cek_Tulangan_Minimum := (
"Oke" if Mr min 1.2Mcr ,1.33 Mu ) = "Oke"
Sehingga untuk tulagan lentur pelat digunakan D16-100 (T3 dan T4)Maka luas tulangan
minimum ditentukan berdasarkan nilai terkecil dari 1.33 Mu atau 1.2 Mcr Karena 1.2 Mcr
lebih kecil dari 1.33 Mu, maka yang menentukan luas tulangan minimum adalah 1.2 Mcr.
Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh tahanan lentur terfaktor (Mr) sebesar
154.62kN.m. Nilai ini lebih besar dari nilai momen tulangan minimum 1.2 Mcr, sehingga
persyaratan tulangan minimum sudah terpenuhi.
1) Tulangan Pembagi
Tulangan pembagi adalah tulangan searah lajur lalu lintas yang berfungsi sebagai
tulangan susut.
110 110
67 % = 75.91 %
S 2.1
Luas tulangan b 1 2 2
Asused := π Ds = 1327.32 mm
yang digunakan s 4
Periksa: Asused As ...Oke
50mm
250mm
218
d/2 750mm d/2
d/2
250mm d0
d/2
b0
Vu Vr
219
Gambar detai tulangan pelat lantai
4.2.8.1 Umum
1) Kapasitas lentur
Rn yiQi (118)
220
Pada sisi kiri mewakili kekuatan rencana dari penampang komponen struktur jembatan,
yang bisa dihitung dari Rn (besaran ketahanan atau kekuatan nominal dari penampang
komponen struktur) dikalikan dengan suatu faktor reduksi (ɸ) dan sisi kanan mewakilli
dampak batas ultimit atau yang paling membahayakan dari beban-beban, yang bisa
dihitung berdasarkan penjumlahan terkombinasi dari jenis-jenis beban yang berbeda
(Qi), yang masing-masing diberikan suatu faktor beban γi.
a) Terjadi keruntuhan lokal pada suatu atau sebagian komponen struktur jembatan,
b) Kehilangan keseimbangan statik karena terjadi keruntuhan atau kegagalan pada lebih
komponen struktur atau keselurahan struktur jembatan,
c) Keadaan elastis atau tekuk dimana suatu bagian komponen jembatan atau lebih
mencapai kondisi runtuh,
d) Kerusakan akibat fatik dan korosi sehingga terjadi kehancuran,
e) Kegagalan dari fondasi yang menyebabkan pergeseran yang berlebihan atau
keruntuhan utama dari jembatan.
221
layan, atau hal-hal yang menyebabkan kekhawatiran umum terhadap keamanan jembatan
pada kondisi layan akibat beban kerja,
3) Bahaya permanen termasuk korosi, retak, dan fatik yang mengurangi kekuatan struktur
dan umur layan jembatan,
4) Bahaya banjir di daerah sekitar jembatan.
Sumbu netral
222
Tabel 4.6 Estimasi nilai kehilangan prategang
Kasus I II III
Untuk perhitungan kelihangan tegangan yang lebih rinci dapat mengacu pada dokumen
AASTHO LRFD 2017 yang terdiri dari:
Beton pratekan pratarik yang mana tendon pertama-tama ditarik dan diangkur pada abutment
tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi tendon yang
sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai kekuatan yang sudah
disyaratkan maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik
223
berusaha untuk berkonstraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan selongsong
tendon.
Dengan cetakan yang sudah disediakan, beton dicor disekeliling selongsong (ducts). Posisi
selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur. Biasanya baja tendon tetap
berada dalam selongsong selama pengecoran. Jika beton sudah mencapai kekuatan tekan
tertentu, tendon ditarik. Tendon ditarik di satu sisi dan di sisi yang lain diangkur.
224
4.2.8.6 Perencanaan gelagar beton pratekan
Perencanaan gelagar beton pratekan dijabarkan pada bagan alir di bawah ini:
Mulai
Asumsikan
ft = 0,5 f'c tegangan izin
tarik beton
izin kondisi
layan
f pb
Ppe = gaya prategang
1 ec
+ yang dibutuhkan
A Sb kondisi layan
gaya prategang
Gaya prategang akhir = Luas strand
akhir untuk setiap
. 0,75 fpu . (1-%kehilangan) strand
Ppe Jumlah
nstrand -req = strand yang
Gaya prategang akhir satu strand diperlukan
Gambar 4.23 - Perencanaan lentur gelagar beton pratekan kondisi batas layan
225
G
f pi = f pF + f pA + f pES Hitung
f pT = f pi + f pLT kehilangan
yang terjadi
f pi = 0, 75 f pu - f pi Hitung gaya
prategang
Pi = Aps f pi kondisi awal
Kondisi stressing
Pi M D Pe
fi = i
Ag S S
Kondisi pelakasanaan
Pi M D Pe
H f cons = i
Ag S S
Perhitungan
Kondisi layan tegangan
Pe MS Pe e MA + M LL penampang
fs =
Ag S S Sc
Tidak
Tegangan yang
terjadi < tegangan
izin
Ya
Selesai
Gambar 4.24 - Perencanaan lentur gelagar beton pratekan kondisi batas layan
(lanjutan)
226
Mulai
1
d e = h - d c - Ds - D Tinggi efektif
2
penampang
dp = h - e
f
k = 2 1, 04 - py Nilai blok tegangan
f pu
beton
c
f ps = f pu 1 - k Tegangan rata baja
d
p prategang
Gambar 4.25 - Perencanaan lentur gelagar beton pratekan kondisi batas ultimit
227
I
a a
M n = Aps f ps d p - + As f y d s -
2 2 Kapasitas lentur
a a h penampang
- As' f y' d s' - + 0,85 f c' ( b - bw ) 1h f - f
2 2 2
S
M cr = 3 ( 1 f r + 2 f cpe ) Sc - M dnc c - 1 Momen retak J
Snc
M r 1,33M u
Tidak
M r 1,2M cr
Ya
Selesai
Gambar 4.26 - Perencanaan lentur gelagar beton pratekan kondisi batas ultimit
(lanjutan)
228
2) Menentukan tegangan izin tarik beton kondisi layan
Selanjutnya, menghitung tegangan izin tarik beton pada kondisi layan untuk membatasi
tegangan yang terjadi pada gelagar digunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan:
ft adalah kuat tarik beton (MPa)
fb
Ppe =
1 ec (121)
+
A Sb
Selanjutnya, asumsikan kehilangan gaya prategang jangka panjang sebasar 25% hingga
30%. Setelah diasumsikan kehilangan gaya prategang, maka hitung gaya prategang
akhir untuk setaip strand dengan persamaan sebagai berikut:
Gaya prategang akhir = Luas strand . 0,75 fpu . (1- %kehilangan) (122)
Setelah gaya prategang akhir didapatkan maka jumlah strand yang diperlukan serta luas
tulangan baja prategang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
Ppe
nstrand -req =
Gaya prategang akhir satu strand (123)
A ps = nstrand Astrand
Keterangan:
Aps adalah luas baja prategang (mm2)
229
Sb adalah modulus penampang gelagar (mm3)
Kemudian, hitung kehilangan total yang terjadi dengan persamaan berikut ini:
f pi = f pF + f pA + f pES (124)
f pT = f pi + f pLT (125)
Keterangan:
f pi adalah kehilangan saat inisial atau awal (MPa)
f pLT adalah kehilangan jangka panjang akibat rangkak dan susut pada beton
(MPa)
f pT adalah total kehilangan prategang (MPa)
Hitung gaya prategang pada kondisi inisial atau awal dengan persamaan berikut ini:
f pi = 0,75 f pu - f pi
(126)
Pi = Aps f pi
Keterangan:
f pi adalah tegangan baja prategang pada kondisi awal (MPa)
Tegangan pada kondisi akhir dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
f pe = 0,75 f pu - f pT
(127)
Pe = Aps f pe
Keterangan:
A ps adalah luas tendon prategang (mm 2)
Pe adalah gaya prategang kondisi akhir (kN)
230
f pe adalah gaya prategang efektif (MPa)
P P e MS
fi = i i
Ag S S
Dimana, (128)
Ig Ig
S= atau S=
yt yb
Keterangan:
fi adalah tegangan pada saat stressing (MPa)
c) Kondisi layan
Pe Pe e MS MA + M LL
fs =
Ag S S Sc (130)
Dimana,
231
I
I
Sc = c atau Sc = c
ytc ybc
Keterangan:
fs adalah tegangan kondisi awal layan (MPa)
ytc adalah titik berat penampang komposit terhadap sisi atas (mm 4)
Tegangan yang terjadi harus di bawah tegangan izin material beton, sesuai dengan ketentuan
pada Sub bab 7.2.8.2.2.
6) Menentukan kapasitas lentur penampang
Selajutnya, tegangan yang terjadi pada penampang harus lebih kecil dari tegangan yang
diizinkan. Kemudian menentukan kapasitas lentur penampang dengan persamaan
berikut ini:
a a
M n = Aps f ps d p - + As f s d s - (131)
2 2
Keterangan:
dp adalah jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan prategang (mm)
ds adalah jarak dari serat tekan terlular ke pusat tulangan tarik nonprategang
(mm)
As adalah luas tulangan nonprategang (mm 2)
232
S
M cr = 3 ( 1 f r + 2 f cpe ) Sc - M dnc c - 1 (132)
Snc
Keterangan:
fr adalah modulus retak (MPa), fcpe adalah tegangan tekan di dalam beton
akibat gaya prategang efektif saja (setelah memperhitungkan semua
kehilangan gaya prategang) pada serat terjauh dari penampang dimana
tegangan tarik disebabkan oleh beban eksternal (MPa)
M cr adalah momen retak (kNm)
3 adalah rasio kuat leleh minimum tulangan untuk kuat tarik ultimit tulangan.
Periksa terhadap persyaratan tulangan minimum yang harus memenuhi untuk faktor reduksi
lentur ( M r ), yang mana M r lebih besar atau sama dengan nilai yang terkecil dari dua
persamaan berikut:
M r 1,33Mu (133)
M r 1,2Mcr (134)
Keterangan:
M r adalah tahanan lentur terfaktor (kNm)
233
Mulai
M
Mu
+0.5 Nu + Vu -V p - Aps 0.7 f pu Regangan
dv longitudinal di
s =
E ps A ps + As Es baja tulangan
Nilai geser
Vc = 0.083 f `c bv dv
beton
Ya
b s Av f y dv (cotθ + cotα)sinα
Tulangan Geser Av 0,083λ f'c v Vs = Nilai geser
Minimum fy s tulangan
θ = 29 + 3500 s
234
K
Geser nominal
lebih besar dari vVn Vu Tidak M
L geser terfaktor
Ya
Vu - vV p Tegangan
vu = geser
v bv d v
Tidak
vu < 0,125f'c
Periksa jarak smax = 0,8dv 600mm
tulangan geser vu 0,125f'c
smax = 0,4dv 300mm
Ya
Selesai
Tulangan transversal diperlukan untuk menahan gaya geser terfaktor yang terjadi pada
gelagar. Untuk menghitung gaya geser maksimum yang dapat ditahan oleh beton pada
penampang kritis yaitu:
Keterangan:
Vc adalah tahanan geser yang disumbangkan oleh beton (kN)
adalah faktor indikasi kemampuan retak diagonal beton
f'
c adalah kekuatan tekan beton yang direncanakan (MPa)
bv adalah lebar efektif (web) badan gelagar (mm)
Yang mana untuk menentukan nilai dapat dilakukan langkah sebagai berikut:
235
1. y -y
V p = pef end mid (136)
rtendon
2.
Mu
+0.5Nu + Vu -V p - A ps 0.7f pu
dv (137
εs =
E ps A ps
1.38
s xe = s x (139
a g + 0.63
300mm s xe 2000mm
Keterangan:
adalah regangan longitudinal di baja tulangan (140)
εs
sx adalah parameter spasi retak, diambil nilai terkecil salah satu dari
d v atau jarak maksimum antar lapisan-lapisan tulangan
pengendali retak (mm)
f pu adalah kuat tarik putus baja prategang (MPa)
Gaya geser yang disumbangkan oleh beton dan gaya prategang diperiksa terhadap gaya
geser terfaktor pada gelagar dengan persamaan berikut ini:
Apabila syarat tersebut terpenuhi maka dibutuhkan tulangan geser untuk menahan gaya
geser terfaktor. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka digunakan tulangan geser minimum.
236
Untuk tahanan geser yang disumbangkan oleh tulangan geser dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini:
Av f y dv (cotθ + cotα)sinα
Vs =
s
Av f y dv cotθ
Vs =
s
= 29 + 3500 s (143)
b s
Av 0, 083 f'c v (144)
fy
Keterangan:
Vs adalah tahanan geser yang disumbangkan oleh tulangan geser (kN)
Tahanan geser yang disumbangkan oleh beton dan tulangan geser menjadi tahanan nominal
geser ( Vn ) yang merupakan kapasitas geser penampang dari gelagar. Tahanan geser nominal
sebagai berikut:
Vn = Vc + Vs + V p (145)
Keterangan:
Vn adalah tahanan nominal geser gelagar (kN)
Tahanan geser nominal gelagar harus lebih besar dari gaya geser terfaktor:
vVn Vu (146)
Jarak tulangan geser tidak boleh melebihi batas jarak maksimum tulangan. Jarak tulangan
geser ditentukan berdasarkan tegangan geser berikut ini:
Vu - vV p
vu = (147)
vbv dv
Persamaan berikut ini, digunakan untuk menentukan jarak maksimum tulangan geser:
237
Jika vu 0,125 f'c , maka smax = 0,8dv 600mm
(148)
Jika vu 0,125 f'c , maka smax = 0, 4dv 300mm
Keterangan:
vu adalah tegangan geser (MPa)
Perlu diperhatikan bahwa perencanaan geser gelagar beton pratekan yang dibahas pada sub
bab ini merupakan perencanaan geser untuk gelagar pratekan nonsegmental dan segmental.
Namun, pada kasus gelagar segmental, prosedur ini tidak berlaku untuk perencanaan geser
di daerah sambungan antar gelagar dimana pada daerah antar sambungan harus
direncanakan dengan memperhitungkan kekuatan shear key yang digunakan (jika
menggunakan shear key) atau kekuatan geser pada sambungan pin (jika menggunakan
penghubung tipe pin). Detail shear key dan pin dapat dilihat pada Sub Bab 4.2.10.1.
Perencanaan torsi pada gelagar beton pratekan dapat dilihat pada bagan alir berikut:
238
Mulai
2
Acp
Tc = 0,328 f'c Momen retak torsi
Pcp
Ya 2Ao At f y cotθ
Tu > 0,25Tc (Butuh tulangan Tn =
Torsi) s
Tidak Tn Tu
Tu < 0,25Tc )
(fdffdffassADS (Tn < Tu )
Tidak hhhhhhhnn
= 0,75
Selesai Ya
Torsi dapat menimbulkan tegangan geser yang dapat menyebabkan keretakan pada
penampang yang tidak diberikan tulangan secara khusus. Untuk beton dengan kepadatan
normal, pengaruh torsi harus diperiksa dengan persamaan berikut:
Dimana,
2
' Acp f pc
Tc = 0, 328 fc 1+ (150)
Pc '
0, 328 fc
Keterangan:
Tu adalah momen torsi terfaktor (kNm)
Tc adalah momen retak torsi (kNm)
Acp adalah luas total yang dikelilingi oleh batas luar penampang beton (mm)
239
Pc adalah panjang batas luar dari penampang beton (mm)
2 Ao At f y cot (151)
Tn =
s
Keterangan:
Tn adalah tahanan torsi rencana (kNm)
Periksa tahanan torsi rencana dengan torsi terfaktor dengan menggunakan persamaan berikut:
Tn Tu (152)
Keterangan:
adalah faktor reduksi torsi
240
Contoh perhitungan 4.5:
Desainlah struktur atas jembatan gelagar I pratekan bentang sederhana dengan panjang
bentang 16,6 m. Jembatan ini terdiri dari dua lajur jalan raya dengan tebal perkerasan aspal 5
cm serta memiliki pembatas pada kedua sisi dengan berat 7,56 kN/m.
Data-data yang diperlukan untuk perencanaan kapasitas penampang gelagar I pratekan adalah
sebagai berikut
1. Data-data Perencanaan
1.1 Gelagar beton
Kuat tekan beton umur 28 hari f`cg := 50 MPa
Kuat tekan beton awal saat stressing f`cig := 0.8 f`cg = 40 MPa
Modulus elastisitas gelagar saat umur Ecg := 4700 f`cg MPa = 33234.02 MPa
28 hari
Modulus elastisitas gelagar saat transfer Ecig := 4700 f`cig MPa = 29725.41 MPa
kN
Berat jenis beton γ c := 25
3
m
1.2 Pelat beton
Kuat tekan beton umur 28 hari f`cd := 35 MPa
241
Diameter strand Dps := 12.70 mm
2
Luas penampang strand Astrand := 98.71 mm
Perkiraan tinggi total sistem dek mengacu kepada tabel pada Sub bab 7.1. Berdasarkan Tabel
tersebut, tinggi awal sistem dek untuk jembatan gelagar beton I pratekan bentang sederhana
adalah 0,045L, dimana L adalah panjang bentang jembatan, dengan demikian:
Panjang jembatan Lb := 16.6 m
Penentuan tebal pelat, spasi antar gelagar dan jumlah gelagar yang digunakan mengacu kepada
Tabel 3.6.2.2.2b-1 pada Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3 (2017). Karena
jembatan ini tergolong kepada tipe k (Lihat Tabel 3.6.2.2.1-1), sehingga:
Penentuan spasi antar gelagar yang disyaratkan adalah tidak boleh kurang dari 1100 mm
dan tidak boleh lebih besar dari 4900 mm, sehingga pada kasus ini, spasi gelagar yang
digunakan adalah 2100 mm,
Tebal pelat yang digunakan tidak boleh kurang dari 110 mm dan tidak boleh besar dari
300 mm, dan pada kasus ini, tebal pelat yang digunakan adalah 250 mm.
Panjang pelat kantilever pada sisi luar gelagar eksterior ditentukan berdasarkan Tabel
3.6.2.2.2d-1 yaitu -300 de 1700 sehingga digunakan 1200 mm.
Sehingga, dari persyaratan-persyaratan di atas, maka ditentukan dimensi awal gelagar dan
dimensi potongan melintang jembatan sebagai berikut:
242
Gambar potongan melintang jembatan
Tinggi gelagar
Tinggi gelagar nonkomposit
nonkomposit
h := 900
hg := 900 mm
mm
g
Jarak sumbu
Jarak sumbu netral
netral ke
ke serat
serat bawah
bawah
yyb := 363
b := 363 mm
mm
gelagar nonkomposit
gelagar nonkomposit
Jarak sumbu
Jarak sumbu netral
netral ke
ke serat
serat atas
atas := h
yytt := hg - - yb =
= 537
537 mm
mm
gelagar nonkomposit g yb
gelagar nonkomposit
IIg
g 3
Modulus penampang
Modulus penampang serat
serat S :=
Sb := y =
b = 62440963.31
62440963.31 mm
mm3
bawah gelagar nonkomposit
bawah gelagar nonkomposit yb b
IIg 3
Modulus penampang
Modulus penampang serat
serat SSt := := g = = 42208695.87
42208695.87 mm
mm3
atas gelagar nonkomposit t yytt
atas gelagar nonkomposit
243
sg
Lebar penampang sayap transformasi be := = 1756.99 mm
n
244
3. Perhitungan beban
3.1 Perhitungan beban tak terfaktor akibat beban mati struktural dan nonstruktural
kN
Berat pelat W s := ws ts γ c = 13.13
m
Lebar RC Plate wrcp := 1680 mm
kN
qBTR := 9
2
m
kN
Beban merata per meter BTR W BTR := qBTR ws = 18.90
m
Beban BGT
Beban BGT
Beban BTR merupakan beban merata di sepanjang bentang jembatan, sedangkan beban BGT
adalah beban terpusat yang diletakkan sedemikian rupa sehingga memberikan efek terbesar.
Untuk jembatan bentang sederhana, beban BGT diletakkan di tengah bentang. Berdasarkan SNI
1725:2016 Pasal 8.3.1, beban BGT bernilai 49 kN/m. Dengan demikian beban BGT pada gelagar
adalah sebesar:
kN
Beban terpusat BGT PBGT := 49 w = 102.90 kN
m s
Berdasarkan SNI Pembebanan Jembatan 2016 Pasal 8.6, beban BGT harus dikalikan
dengan faktor beban dinamis (FBD) sebesar 1.4.
246
Berdasarkan SNI 1725:2016 Pasal 8.6, beban BGT harus dikalikan dengan faktor beban dinamis
(FBD) sebesar 0.4.
FBD := 0.4
1 2
MBTR := W BTR Lb = 651.01 kN m
8
1
MBGT := PBGT Lb ( 1 + FBD) = 597.85 kN m
4
MLL := MBTR + MBGT = 1248.86 kN m
Batasan tegangan yang terjadi pada saat beban layan ditentukan pada Sub bab 7.2.8.2.2, yaitu:
Tegangan izin saat kondisi beban servis ftallowservis := 0.5 f`cg MPa = 3.54 MPa
Dengandemikian,
Dengan demikian, besar tegangan
teganganpratekan
pratekanyang
yangdibutuhkan , f pbf,pb
dibutuhkan, pada bagian
, pada bawah
bagian gelagar
bawah gelagar
adalah:
adalah:
fpb := fbserv - ftallowservis = 18.60 MPa
Lokasi pusat gaya prategang diasumsikan sekitar 5-15 persen dari tinggi gelagar yang diukur
dari sisi bawah gelagar. Dan pada kasus ini, dipilih sebesar 10 persen.
Pusat gaya prategang ybs := 0.1 hg = 90 mm
247
Tegangan pada dasar gelagar akibat gaya prategang efektif, P e, bisa ditentukan dengan
persamaan berikut:
Pe Pe ec
fpb = +
A Sb
fpb Ag Sb
Gaya prategang efektif Pe := = 2251.88 kN
Sb + ec Ag
Gaya prategang akhir per strand adalah: Ppe_strand = Astrand fpi ( 1 - losses)
Catatan:
CATATAN: losses adalah
losses kehilangan
adalah gaya gaya
kehilangan prategang dalamdalam
prategang persenpersen
Catatan: losses adalah kehilangan gaya prategang dalam persen
Diasumsikan kehilangan prategang sebesar 20% dan tegangan awal prategang adalah 0.75fpu
sehingga prategang efektif adalah 55%.
losses := 20%
Untuk
Untuk perhitungan awal, nilai
perhitungan awal, nilai f fpiyang
yangdigunakan adalahf fpi.:=:=f fpbtnamun
digunakanadalah namun setelah
setelah jumlah
jumlah strand
strand
pi pi. pbt
diketahui,
diketahui, gunakan ffpi sebenarnyauntuk
pi sebenarnya untukperhitungan
perhitungan selanjutnya.
selanjutnya.
Gaya prategang akhir di tiap strand Pe_strand := Astrand fpbt ( 1 - losses) = 110.16 kN
Pe
Jumlah strand yang diperlukan nstrand_req := = 20
Pe_strand
Jumlah strand yang digunakan nstrand := 16 + 16
Perlu diperhatikan bahwa penentuan jumlah strand awal bisa berbeda dengan jumlah strand
akhir yang digunakan, misalnya pada contoh ini, jumlah strand awal yang diperlukan adalah 20,
namun pada kondisi akhir digunakan 32 strand. Hal ini disebabkan oleh penentuan strand awal
pada contoh ini ditentukan berdasarkan kondisi di tengah bentang. Namun, pada jembatan
gelagar pratekan segmental, sering kali perencanaan ditentukan oleh kondisi di sambungan di
mana gelagar tidak boleh terjadi tegangan tarik sehingga jumlah strand akhir lebih banyak dari
estimasi awal.
2
Luas baja prategang yang digunakan Aps := nstrand Astrand = 3158.72 mm
248
4.2.1 Posisi tendon tengah bentang
Jarak pusat penampang tendon 1 ke serat c1 := 225 mm
bawah gelagar di tengah bentang
Jarak pusat penampang tendon 2 ke serat bawah c2 := 125 mm
gelagar di tengah bentang
Eksentrisitas tengah tendon 1 di tengah bentang ec1 := yb - c1 = 138 mm
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke sisi c1 Aps1 + c2 Aps2
bawah gelagar di tengah bentang ymid := = 175 mm
Aps_tot
4.2.2 Posisi tendon tumpuan
penampang tendon
Jarak pusat penampang tendon 11ke
ke serat
serat e1:=:=550
cce1 mm
550 mm
gelagar di
terbawah gelagar di tumpuan
tumpuan
penampang tendon
Jarak pusat penampang tendon 22ke ke cce2
e2 :=:=250 mm
250 mm
Jarak pusat
Jarakpenampang
serat pusat penampang
terbawah
terbawah tendondi
gelagar
gelagar ditendon
1tumpuan
ke serat
tumpuan 1 ke serat ce1 := 550
ce1 mm
:= 550 mm
terbawah terbawah
gelagargelagar
di tumpuan di tumpuan
Jarak vertikal pusatpusat penampang
penampang tendon tendon11 eep1
p1 :=:=cce1
e1-mm
-cc11==325
325 mm
mm
Jarak pusat
Jarak
di penampang
pusatke
tumpuan kepenampang
tendon
pusat
pusat tendon
2 ke 2tendon
penampang
penampang ke
tendon ce2 := 250
ce2 mm
:= 250
serat terbawah
serat terbawah
gelagar
yang sama di tengah gelagar
di tumpuandi
tengah bentang tumpuan
bentang gelagar
gelagar
Jarak vertikal
Jarak vertikal
pusat penampang
pusat penampang
tendon 1tendon
tendon212 ep1 := ceeee1 -:=c ce1= 325
- c mm
= 325 mm
mm
p2:=:=c1ce2
e2--cc212==125 mm
Jarak vertikal pusatpusat penampang
penampang tendon p1
p2 125
di tumpuan
di tumpuan
ke pusat
di tumpuan ke kepenampang
pusat
ke pusat penampang
pusat penampang tendon
penampang tendon tendon
tendon
yang samayang di
sama
tengahdi
yang sama di tengah tengah
bentang bentang
gelagar
tengah bentang gelagar
bentang gelagar
gelagar
Jarak vertikal
Jarak vertikal
pusat penampang
Eksentrisitas pusat penampang
tendon
tendon 11 di tendon 2tendon 2
di tumpuan
tumpuan ep2 := ceeee2
pe1-:=:=
pe1
p2 c:=
2ce2
- c mm
b--cce1
y=yb 125 ===
2e1
--
125 mm
mm
187
187 mm
di tumpuan
di tumpuan
ke pusatkepenampang
pusat penampang tendon tendon
eepe2 :=:=yyb --cce2 ==113 mm
yang samayang di
sama
tengah
Eksentrisitas di
Eksentrisitas tendon
tengah
bentang
tendon 22 di
bentang
gelagar
di tumpuan
tumpuan
gelagar pe2 b e2 113 mm
Eksentrisitas
Eksentrisitas
tendon 1tendon
di tumpuan
1 di tumpuan epe1 :=eype1b - :=
c y
e1b = --c187
e1 = -
mm 187 mm
AAps1 e epe1 ++AA ee
Eksentrisitas := ps1 pe1 ps2 ps2 pe2pe2= -37 mm
Eksentrisitas rata-rata tendon
rata-rata tendondi di epe2 :=eeeyend- :=
c:= y = -113
c =
mm 113 mm = -37 mm
Eksentrisitas
Eksentrisitas
tendon 2tendon
di tumpuan
2 di tumpuan pe2
b
end e2b Ae2 + Aps2
tumpuan
tumpuan A ps1 + A
ps1 ps2
Aps1 epe1Aps1+ e ps2+epe2
Ape1 Aps2 epe2
Eksentrisitas
Eksentrisitas
rata-ratarata-rata
tendon di
tendon di eend :=eend := = -37 mm
= -37 mm
tumpuantumpuan Aps1 + Aps1 ps2 + Aps2
Tanda (-) pada eksentrisitas tendon rata-rata di tumpuan menunjukkan bahwa eksentrisitas
tendon berada di atas titik berat penampang di tumpuan
Aps1 ce1 + Aps2 ce2
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke yend := = 400 mm
sisi terbawah gelagar di tumpuan Aps1 + Aps2
249
4. Pemeriksaan tegangan
4.1 Tegangan izin
Pemeriksaan tegangan dilakukan pada pengaruh beban maksimum dan pada posisi
eksentrisitas tendon maksimum.
Tegangan izin beton kondisi transfer
Tarik σti := 0.25 f`cig MPa = 1.58 MPa
Tegangan
o izin beton kondisi layan
Tarik σtserv := 0.5 f`cg MPa = 3.54 MPa
o
Tegangan pada serat atas penampang:
-Ptransfer Ptransfer emid -MMS_G
ft_i := + + = -3.00 MPa
Ag St St
Resume tegangan pada kondisi jacking ditampilkan pada gambar di bawah ini:
250
Resume tegangan pada kondisi jacking ditampilkan pada gambar berikut ini:
f.b_kons :=
-P.transfer
+
-P.transfer e.mid
+
(M.MS_S) + (M.MS_G) + (M.MS_D) + (M.MS_RCP)
A.g S.b S.b
251
Gambar resume tegangan pada saat konstruksi
o
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Layan_I := "Oke" if f.t_dek σc.serv_dek = "Oke"
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan :=
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan := "Oke"
"Oke" ifif ff.b_serv_III_bot σt
b_serv_III_bot σt.serv
serv == "Oke"
"Oke"
252
terjadi pada penampang transformasi dengan nilai transformasi n. Dengan demikian, perhitungan
tegangan pada pelat adalah sebagai berikut:
f.t_s :=
(-M.MA_B - M.MA_A) - M.LL
= -4.26 MPa
S.tcd n
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Layan_I := "Oke" if f.t_s σc.serv_s = "Oke"
Diagram tegangan pada penampang akibat beban layan III adalah sebagai berikut:
Pef f /Ag Pef f emid/St MS/St MA/S MLL/S Total
Kondisi Lokasi
MPa MPa MPa MPa MPa MPa
Sisi atas gelagar -12.46 14.28 -18.66 -0.19 -1.03 -18.32
Sisi bawah gelagar -12.46 -9.65 12.62 1.48 8.04 0.02
Layan
Sisi atas pelat -0.55 -3.71 -4.26
Sisi bawah pelat -0.16 -1.07 -1.23
Pada perencanaan jembatan beton pratekan segmental, salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi adalah bahwa tidak boleh terjadi tegangan tarik di sekitar sambungan antar gelagar.
Pada kasus ini, sambungan antar gelagar yang diperiksa terletak di titik 5,3 m dan 11,3 m dari
ujung gelagar kiri. Nilai momen akibat beban yang bekerja pada gelagar pada titik yang ditinjau
adalah sebagai berikut:
253
Lokasi dan Momen di sambungan (kN.m)
No Beban
5.3 m 11.3 m
1 Gelagar 192.60 192.67
2 Pelat 392.96 392.71
3 RC Plate 88.03 88.02
4 Diafragma 11.18 11.29
5 Aspal 69.16 69.14
6 Barrier 90.61 90.82
7 BTR 565.96 565.96
8 BGT*FBD 272.69 272.68
Gaya prategang efektif yang digunakan ditentukan berdasarkan perhitungan yang dilakukan
pada bagian 4.3.2 dengan kehilangan prategang ditentukan berdasarkan posisi sambungan.
Perhitungan kehilangan prategang pada titik-titik sambungan yang ditinjau adalah sebagai
berikut:
2
Aps 3158.72 mm
2
Ag 257250 mm
3
Sb 62440963.31 mm
3
St 42208695.87 mm
3
Sbcg 124252353.30 mm
3
Stcg 972091940.52 mm
Lokasi Eksentrisitas Momen (kN.m) Tegangan (MPa)
Lokasi Cek
(m) (mm) MMS MMA MLL Pef /Ag Pef e/S MMS/S MMA/Scg MLL/Scg Total
128.30 684.77 159.8 838.6 Top -12.24 9.57 -16.22 -0.16 -0.86 -19.92 OK
5.30
128.30 684.77 159.8 670.9 Bottom -12.24 -6.47 10.97 1.29 5.40 -1.06 OK
128.30 684.70 160.0 838.6 Top -12.70 9.93 -16.22 -0.16 -0.86 -20.02 OK
11.30
128.30 684.70 160.0 670.9 Bottom -12.70 -6.71 10.97 1.29 5.40 -1.76 OK
Dari tabel di atas terlihat bahwa tegangan di sisi bawah gelagar (bottom) memiliki tanda negatif
sehingga tidak ada gaya tarik yang bekerja di sambungan. Dengan demikian, persyaratan batas
tegangan di sambungan terpenuhi.
254
5. Kapasitas lentur penampang
Tahanan lentur dihitung pada kondisi momen maksimum, momen maksimum terjadi pada tengah
bentang. Data-data yang diperlukan untuk menghitung kapasitas lentur penampang adalah
sebagai berikut:
Tebal pelat ts = 250 mm
2
Luas strand Aps_tot = 3158.72 mm
Karena pada kasus ini tidak menggunakan baja tulangan untuk tulangan tarik dan tekan, maka
persamaan di atas tereduksi menjadi:
A.ps f.pu
c=
f.pu
0.85 f`.cg β .1 b + k A.ps
d.p
Aps_tot fpu
c := = 75.76 mm
fpu
α 1 f`cg β 1 b + k Aps_tot
dp
255
f.ps := f.pu 1 - k
Tegangan rata-rata tendon prategang c
= 1819.53 MPa
d.p
u
Kapasitas lentur penampang diperiksa terhadap momen ultimit akibat kombinasi pembebanan
Kapasitas
kuat I yanglentur penampang
dihitung sebagai diperiksa
berikut: terhadap momen ultimit akibat kombinasi pembebanan kuat I yang
dihitung sebagai berikut:
( ) ( )
Mu := 1.2 MMS_G + MMS_D + 1.3 MMS_S + MMS_RCP + 1.4 MMA_B + MMA_A + 1.8 MLL( ) d
Mu := (
= 3505.75 kN m
1.2 MMS_G ) ( ) ( )
+ MMS_D + 1.3 MMS_S + 1.4 MMA_B + MMA_A + 1.8 MLL = 3374.10 kN m
1.33Mu = 4518.22 kN m
Variabel
s faktor retak lentur γ 1 := 1.6
Variabel faktor prategang γ 2 := 1.1
Mr = 4876.79 kN m
s S.bcg
( ) Sbcg S.b - 1 = 2228.97 kN m
M.cr := γ .3 γ .1 f.r + γ .2 f.cpe S.bcg - M.dnc
( )
Mcr := γ 3 γ 1 fr + γ 2 fcpe Sbcg - Mdnc - 1 = 2228.97
kN m
1.2 Mcr = 2674.77 kN m bS
s
256
Persyaratan_tulangan_minimum:=:=min
Persyaratan_tulangan_minimum min1.33M (( ,1.2
u ,u1.2
1.33M Mcr ) )
= 2674.77
Mcr= 2674.77 kNkN
m m
Cek_syarat_tulangan_minimum:=:= "Oke"
Cek_syarat_tulangan_minimum "Oke" if ifPersyaratan_tulangan_minimum
Persyaratan_tulangan_minimum Mr M=r "Oke"
= "Oke"
"Tidak Oke"
"Tidak Oke"otherwise
otherwise
sebaliknya
6. Kapasitas geser penampang
ss Gaya geser ultimit
6.1
Kapasitas geser penampang di analisis pada lokasi geser maksimum. Geser maksimum terjadi
pada daerah dekat tumpuan.
c C
bv
sumbu
de dv
h netral
Aps
As T
Vp = 86.89 kN
6.3
7.4Gaya Dalam Ketahanan Geser Beton
Perhitungan
Gaya geser ultimit di muka
geser kritis Vucr = 715.11 kN
6.4 Perhitungan
l Ketahanan Geser Beton
M
Mucr
.ucr + 0.5 N + V - Vp- V
- Aps- 0.7 fpu
+ 0.5uN.u + ucr
V.ucr .p A.ps 0.7 f.pu
ddv
Regangan longitudinal εεs. := .v
di baja tulangan .s. := EpsE Aps A
.ps .ps
ε s. = -0.005
ε s := 0 if ε s. 0 =0
ε s. otherwise
sebaliknya
4.8
Faktor β (diasumsikan β := = 4.8
meggunakan tulangan 1 + 750ε s
minimum)
Sudut tegangan utama θ := 29 + 3500 ε s = 29
Vc = 436.096 kN
s
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser
f := (
"Ya" if Vucr 0.5 ϕ v Vc + Vp )
"Tidak" otherwise
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser = "Ya"
Vucr
Gaya geser yang ditahan Vs_req := 258 - Vc - Vp
baja tulangan ϕv
Vs_req = 295.08 kN
Vucr
Gaya geser yang ditahan Vs_req := - Vc - Vp
baja tulangan ϕv
Vs_req = 430.49 kN
Digunakan tulangan
tulangan geser:
geser: := 13 mm
Dv :=
Digunakan Dv 13 mm
Jumlah kaki nv := 2
1 2 2
Luas tulangan Av := π Dv nv = 265.46 mm
4
Kuat leleh tulangan fyv := 420 MPa
Vs = 572.22 kN
:=
Cek_tegangan_geser := 0.125 f`cg
"Ya" ifif vvu = "Ya"
u 0.125 f`cg =
Cek_tegangan_geser "Ya" "Ya"
"Tidak sebaliknya
"Tidak "" otherwise
otherwise
Karena, vuvu0.125
Karena, 0.125 f'cg
f'cg maka
makasyarat
syaratspasi
spasimaksimum: smax:=:=0.8
maksimum: smax d vd 600
0.8 mm
v 600 mm
d vd = =728.48 mm
v 728.48 mm
0.8
0.8
Cek_spasi_maksimum:=:= 0.8
Cek_spasi_maksimum 0.8 ddvv ifif 0.8
0.8 ddvv 600
600 mm
mm == "600
"600mm
mm""
"600 sebaliknya
"600mm mm"" otherwise
otherwise
Dapat disimpulkan, bahwa tulangan geser yang digunakan D13 -200 mm memenuhi spasi
Dapat disimpulkan, bahwa tulangan geser yang digunakan
D13 -200 mm
maksimum
memenuhi yang
spasi diizinkan.
maksimum yang diizinkan.
259
4.2.9 Panjang penyaluran dan penyambungan tulangan dan tendon
Panjang penyaluran tulangan terdiri dari panjang penyaluran tarik dan panjang penyaluran
tekan. Sedangkan sambungan tulangan terdiri dari sambungan lewatan tulangan tarik dan
sambungan lewatan tulangan tekan.
1) Panjang penyaluran
Panjang penyaluran ld , adalah panjang penanaman terpendek dimana baja tulangan
dapat menyalurkan tegangannya dari nol sampai leleh , f y , tanpa mengalami cabut pada
saat baja tulangan mengalami tarik. Panjang penyaluran terdiri dari dua kondisi yaitu
panjang penyaluran tarik dan panjang penyaluran tekan.
a) Panjang penyaluran tarik
Panjang penyaluran tarik tidak boleh kurang dari 300 mm.
fy t e s
l =
C + Ktr b
d
1.1 f `c b
d
d
b
(153)
Dimana:
C + Ktr
b 2.5
d
b
40 Atr
Ktr =
sn
Keterangan:
ld adalah panjang penyaluran (mm)
260
f c' adalah kuat tekan beton (MPa)
adalah 1 (untuk beton berat normal)
C adalah nilai terkecil dari dua ketentuan berikut:
b
jarak terkecil dari permukaan beton ke pusat tulangan yang ditinjau
panjang penyalurannya,
setengah spasi antar tulangan yang ditinjau panjang penyalurannya.
261
0,75 = 7,5wc 1,0 (155)
2) Penyambungan tulangan
Penyambungan tulangan tendon terdiri dua yaitu sambungan lewatan tarik dan
sambungan lewatan tekan.
a) Sambungan lewatan tulangan tarik
Panjang minimum sambungan lewatan tarik ditentukan berdasarkan kelas:
Sambungan lewatan tarik kelas A = 1,0 ld(≥300mm)
Sambungan lewatan tarik kelas B = 1,3 ld(≥300mm)
262
Tabel 7 Jenis sambungan lewatan tarik
As (terpasang )
%As Yang Disambung Panjang
Kelas
As ( perlu )
Didalam Daerah Sambungan Ket
Sambungan
Panjang Lewatan Perlu Lewatan
≤ 50 Kelas A ld Ideal
≥2
> 50 Kelas B 1,3 l d Oke
≤ 50 Kelas B 1,3ld Oke
<2
> 50 Kelas B 1,3ld Hindari
Sumber: Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang, 2014
Penghubung antar segmen (connector) merupakan suatu elemen penghubung antar gelagar
pracetak pada konstruksi jembatan segmental. Terdapat dua jenis penghubung yang
digunakan pada konstruksi gelagar pratekan segmetal, yaitu:
1) Shear key
Shear key merupakan salah satu tipe elemen penghubung antar segmen pada gelagar
pratekan dimana kekuatan geser shear key tergantung kepada mutu material dan tinggi
(d) shear key. Gambar web shear key diperlihatkan pada Gambar 4.30 sampai Gambar
4.32.
263
Sambungan
antar segmen
Sambungan
antar segmen
Dalam pelaksanaan konstruksi segmental di lapangan, shear key ini berfungsi sebagai
guide untuk mengatur kesejajaran antar segmen gelagar. Namun, dalam tahapan
pabrikasi, pembuatan shear key seperti ini relatif sulit karena bentuknya yang tidak lurus
(bergerigi) dan saling mengunci antar ujung segmen sehingga agar sesuai antar segmen,
proses pabrikasi dilakukan secara bertahap antar segmen.
264
2) Pin connector
Shear key tipe pin merupakan jenis shear key yang juga sering digunakan pada
konstruksi gelagar pratekan. Untuk menghubungkan antar segmen digunakan pin dengan
contoh posisi dan detailnya diperlihatkan pada Gambar 4.33 dan Gambar 4.34.
Pin Connector
Pin Connector
Pin Connector
Pin Connector
1
3 2
4
Tipe connector seperti ini sering digunakan karena kemudahan pabrikasi. Namun, jika
dalam tahapan pabrikasi terdapat ketidaksesuaian letak pin pada suatu ujung segmen
gelagar dengan selongsong pin pada ujung dari gelagar yang berdekatan, maka hal
seperti ini bisa mempersulit saat konstruksi dan gelagar yang terpasang tidak sejajar rapi.
265
4.2.10.2 Penghubung antar segmen pada jembatan voided slab
Jembatan voided slab merupakan jembatan pelat berongga dimana jembatan tersebut
dibentuk dengan menyusun dan merangkai beberapa elemen pelat berongga. Contoh
penampang melintang jembatan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Lebar jembatan
Lebar jalan raya
`
Gambar 4.35 - Penampang melintang jembatan voided slab
Karena jembatan ini dibangun dengan menggabungkan beberapa elemen pelat yang disusun
searah memanjang jembatan, maka yang menjadi masalah utama pada jembatan voided slab
adalah kegagalan geser pada sisi bidang geser antar pelat seperti yang diperlihatkan pada
gambar di bawah ini.
P
Bidang Geser Kegagalan pada bidang Geser P
(a) (b)
Untuk mengatasi masalah ini, dapat dilakukan dengan pemberian gaya pratekan pada arah
transversal jembatan. Pemberian gaya prategang pada arah transversal jembatan bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas geser voided slab. AASHTO LRFD 2017 Pasal 5.12.2.3.3c
mensyaratkan bahwa untuk gaya prategang pada arah transversal pada jembatan pelat
(termasuk voided slab) tidak boleh kurang dari 1,7 MPa setelah semua kehilangan gaya
prategang terjadi. Posisi pemasangan tendon pada arah transversal diperlihatkan pada
gambar di bawah ini.
Strand
266
4.2.11 Daftar pustaka
AASHTO. 2017. AASHTO LRFD Bridge Design Specifications. Washington D.C: IHS Markit.
Badan Stadar Nasional. 2004. RSNI T-12-2004 Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan:
Badan Standardisasi.
Badan Stadar Nasional. 2016. SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan. Jakarta: Badan
Standardisasi.
Chen, W.F dan Duan, L. 2000. Bridge Engeneering Handbook. New York: CRC Press LLC.
Imran, I dan Hendrik, F. 2014. Perencanaan Lanjut Struktur Beton Bertulang. Bandung: ITB.
Wight, J.K dan MacGregor, J.G. 2016. Reinfoced Concrete Mechanics and Design, Seventh
edition. Pearson Education, Inc, Hoboken,New Jersey 07030.
267
4.3 Perencanaan struktur baja
4.3.1.1.1
aksi prying
aksi tuas yang muncul pada sambungan dimana garis pembebanan adalah eksentris
terhadap sumbu baut sehingga menyebabkan deformasi dan pembesaran gaya aksial pada
baut
4.3.1.1.2
analisis elastik
penentuan pengaruh pembebanan pada komponen dan sambungan berdasarkan pada
asumsi bahwa tegangan-regangan material adalah linier dan deformasi langsung hilang pada
saat beban yang menyebabkan deformasi tersebut dihilangkan
4.3.1.1.3
gelagar komposit
profil baja yang tersambung dengan pelat sehingga berespon dalam satu kesatuan terhadap
pengaruh gaya
4.3.1.1.4
beban terfaktor
perkalian antara pengaruh gaya dengan faktor beban
4.3.1.1.5
bracing lateral
rangka batang yang ditempatkan pada bidang horizontal antara dua buah gelagar penampang
I atau dua buah pelat sayap gelagar penampang U untuk menjaga geometri penampang dan
memberikan kekakuan tambahan dan stabilitas pada sistem jembatan
4.3.1.1.6
pelat ortotropik
dek yang terbuat dari pelat baja yang diberi pengaku yang berbentuk rusuk terbuka atau
tertutup yang dilas di bawah pelat baja
4.3.1.1.7
dek rangka batang
sistem rangka batang dimana jalur jalan berada pada atau di atas batang chord atas dari
rangka batang
4.3.1.1.8
distorsi penampang
perubahan bentuk dari profil penampang akibat beban torsi
4.3.1.1.9
eyebar
komponen tarik dengan penampang persegi panjang dan pembesaran ujung untuk
sambungan pin
268
4.3.1.1.10
faktor bentuk
rasio antara momen plastis terhadap momen leleh atau rasio antara modulus plastis
penampang terhadap modulus elastis penampang
4.3.1.1.11
fatik akibat induksi distorsi
pengaruh fatik akibat tegangan sekunder yang biasanya tidak dihitung saat analisis dan
perencanaan jembatan
4.3.1.1.12
kategori detail
pengelompokan komponen dan detail yang secara esensial memiliki tahanan terhadap fatik
yang sama
4.3.1.1.13
kekakuan
tahanan komponen atau struktur terhadap deformasi yang diukur sebagai rasio antara gaya
yang bekerja terhadap perpindahan yang disebabkannya
4.3.1.1.14
kekokohan fraktur
ukuran dari kemampuan bahan atau elemen struktural untuk menyerap energi tanpa
mengalami fraktur. Hal ini umumnya ditentukan dengan pengujian charpy v-notch
4.3.1.1.15
komponen bracing
komponen yang diperuntukan untuk menahan komponen utama atau bagiannya terhadap
pergerakan lateral
4.3.1.1.16
komponen bracing lateral
komponen yang dimanfaatkan sendiri atau sebagai bagian dari sistem bracing lateral untuk
mencegah tekuk pada komponen dan atau memikul gaya lateral
4.3.1.1.17
komponen tersusun
komponen yang dibuat dari elemen-elemen baja dengan cara dilas atau dibaut bersama
4.3.1.1.18
komponen utama
komponen yang dirancang untuk memikul pengaruh gaya yang diperoleh dari hasil analisis
struktur
4.3.1.1.19
lentur lateral sayap
lentur pada pelat sayap terhadap sumbu yang tegak lurus pelat sayap akibat beban lateral
yang bekerja pada pelat sayap dan atau momen torsi yang tidak seragam pada komponen
269
4.3.1.1.20
momen leleh
pada komponen lentur, momen dimana serat terluar mengalami pelelehan pertama pada
kondisi elastis
4.3.1.1.21
momen plastis
momen tahanan dari penampang yang mengalami pelelehan menyeluruh
4.3.1.1.22
pelat badan kompak
untuk penampang komposit pada daerah lentur negatif atau penampang nonkomposit, pelat
badan dengan kelangsingan yang sama atau kurang dimana penampang dapat mencapai
tahanan lentur maksimum yang sama dengan momen plastis sebelum tekuk lentur pelat
badan akan berpengaruh secara statistik terhadap respon, asalkan persyaratan mutu baja,
daktilitas, kelangsingan pelat sayap dan bracing lateral dipenuhi
4.3.1.1.23
pelat badan langsing
untuk penampang komposit pada daerah momen negatif atau penampang nonkomposit, pelat
badan dengan kelangsingan yang sama atau lebih dari dimana tegangan tekuk lentur elastik
teoretis dicapai pada pelat badan sebelum pelat sayap tekan mencapai kuat lelehnya
4.3.1.1.24
pelat badan nonkompak
untuk penampang komposit pada daerah momen negatif atau penampang nonkomposit, pelat
badan yang memenuhi persyaratan mutu dan dengan suatu nilai kelangsingan yang sama
atau kurang dari batasan dimana tekuk lentur elastik pelat badan teoretis tidak terjadi untuk
nilai tegangan elastik, dihitung berdasarkan teori gelagar, lebih kecil dari batas tahanan lentur
nominal
4.3.1.1.25
pelat sayap bracing menerus
pelat sayap yang dibungkus beton atau di angkur dengan angkur baja (shear connector)
sedemikian sehingga pengaruh lentur lateral sayap tidak perlu diperhitungkan. pelat sayap
tekan yang ditahan menerus juga dapat diasumsikan tidak mengalami tekuk lokal dan tekuk
torsi lateral.
4.3.1.1.26
pelat sayap kompak
untuk penampang komposit pada daerah lentur negatif atau penampang nonkomposit, pelat
sayap tekan dengan bracing tidak menerus yang memiliki kelangsingan yang sama atau
kurang dimana pelat sayap dapat memikul regangan yang cukup sedemikian sehingga
potensi tahanan lentur maksimum dapat tercapai sebelum tekuk lokal pelat sayap akan
berpengaruh secara statistik terhadap respon, asalkan persyaratan bracing lateral dipenuhi
untuk dapat mengembangkan potensi tahanan lentur maksimum
4.3.1.1.27
pelat sayap langsing
untuk penampang komposit didaerah momen negatif atau penampang nonkomposit
270
4.3.1.1.28
pelat sayap nonkompak
untuk penampang komposit pada daerah momen negatif atau penampang nonkomposit, pelat
sayap tekan dengan bracing tidak menerus dengan suatu nilai kelangsingan yang sama atau
kurang dari batasan dimana fatik lokal di dalam penampang yang berhubungan dengan pelat
badan hibrid, tegangan sisa dan atau penampang dengan satu sumbu simetri secara statisitik
memiliki pengaruh signifikan terhadap tahanan lentur nominal
4.3.1.1.29
pelat sayap yang dibracing tidak menerus
pelat sayap yang ditahan secara interval pada jarak tertentu oleh bracing lateral yang cukup
untuk mengekang lendutan lateral dari pelat sayap dan puntir dari seluruh penampang pada
titik bracing
4.3.1.1.30
penampang elemen langsing
penampang dari komponen tekan yang terdiri dari komponen-komponen pelat dengan
kelangsingan yang cukup sedemikian sehingga tekuk lokal tidak terjadi pada rentang elastik
4.3.1.1.31
penampang elemen tidak langsing
penampang dari komponen tekan yang terdiri dari komponen pelat dengan kelangsingan yang
cukup sedemikian sehingga komponen pelat tersebut mampu mengembangkan kuat leleh
nominal penuhnya sebelum terjadi tekuk lokal
4.3.1.1.32
penampang kompak
penampang komposit pada daerah momen positif yang memenuhi mutu baja khusus,
kelangsingan pelat badan dan persyaratan daktilitas sehingga mampu mengembangkan
tahanan lentur nominal melampaui momen pada pelelehan pertama namun tidak melampaui
momen plastisnya
4.3.1.1.33
penampang nonkompak
penampang komposit pada daerah momen positif dimana tahanan lentur nominal tidak
diizinkan melebihi kapasitas momen saat leleh pertama
4.3.1.1.34
penampang nonkomposit
gelagar baja dimana pelat tidak terhubung dengan profil baja menggunakan angkur baja
(shear connector)
4.3.1.1.35
pengujian charpy-v-notch
uji tumbukan yang harus memenuhi persyaratan dari ASTM A673/A673M
4.3.1.1.36
persyaratan charpy-v-notch
energi minimum yang diperlukan untuk diserap pada pengujian charpy-v-notch yang dilakukan
pada temperatur yang spesifik
271
4.3.1.1.37
pitch
jarak antara pusat lubang baut atau angkur baja (shear connector) pada garis yang sejajar
dengan arah gaya
4.3.1.1.38
rasio kelangsingan pelat badan
ketinggian pelat badan antara pelat sayap dibagi dengan tebal pelat badan
4.3.1.1.39
rasio kelangsingan
rasio dari panjang efektif komponen terhadap jari-jari girasi dari penampang komponen untuk
sumbu lentur yang sama atau ketinggian penuh atau sebagian dari komponen dibagi dengan
ketebalannya
4.3.1.1.40
runtuh blok geser
kegagalan sambungan baut pada pelat badan dari gelagar yang dicoak (coped beam) atau
sambungan tarik yang mengalami penyobekan pada sebagian porsi dari pelat sepanjang
keliling dari baut yang terkoneksi
4.3.1.1.41
shear lag
distribusi nonlinier dari tegangan normal pada komponen akibat distorsi geser
4.3.1.1.42
splice
sekelompok sambungan baut atau sambungan las yang cukup untuk mentransfer momen,
geser, gaya aksial atau torsi antara dua elemen struktur yang dipertemukan pada ujungnya
untuk membentuk satu kesatuan elemen yang lebih panjang
4.3.1.1.43
sumbu kuat
sumbu pusat dimana momen inersia adalah maksimum
4.3.1.1.44
sumbu mayor
sumbu pusat yang mana memberikan nilai momen inersia maksimum; juga dimaksud dengan
sumbu prinsip utama
4.3.1.1.45
tahanan fatik
rentang (range) tegangan maksimum yang dapat dipikul tanpa menyebabkan kegagalan pada
detail komponen untuk jumlah siklus yang digunakan
4.3.1.1.46
tahanan tekuk lentur
beban maksimum yang dapat dipikul oleh pelat badan tanpa secara teoretis mengalami tekuk
lokal elastik akibat lentur
272
4.3.1.1.47
tegangan lentur lateral
tegangan normal yang disebabkan oleh lentur lateral sayap
4.3.1.1.48
tekuk lentur
mode tekuk dimana komponen tekan melendut secara lateral tanpa mengalami puntir atau
perubahan bentuk pada penampang
4.3.1.1.49
tekuk lokal
tekuk pada elemen pelat karena tekan
4.3.1.1.50
tekuk torsi lateral
mode tekuk dimana komponen tekan melentur dan memuntir secara simultan tanpa
perubahan bentuk penampang
4.3.1.1.51
tekuk torsional
mode tekuk dimana komponen tekan mengalami puntir pada pusat gesernya
4.3.1.2 Notasi
Notasi Definisi
𝐴 Luas total penampang bruto komponen (mm 2)
𝐴𝑏 Luas proyeksi tumpu dari pelat pin (mm2); luas penampang baut (mm 2)
𝐴𝑏𝑜𝑡 Luas pelat sayap bawah (mm 2)
𝐴𝑐 Luas penampang beton (mm2); luas pelat beton (mm2)
𝐴𝑒𝑓𝑓 Penjumlahan luas efektif masing-masing elemen pembentuk penampang berdasarkan
pada lebar efektif tereduksi yang diberikan oleh
=𝐴 − ∑(𝑏 − 𝑏𝑒 )𝑡(mm2)
𝐴𝐷𝑇𝑇 Lalu lintas truk harian rata-rata pada satu arah selama umur rencana
𝐴𝐷𝑇𝑇𝑆𝐿 𝐴𝐷𝑇𝑇 satu lajur sesuai dengan Sub bab 8.11.2 dari SNI 1725:2016
𝐴𝑒 Luas neto efektif (mm2); luas pelat sayap efektif (mm2)
𝐴𝑓 Luas pelat sayap bawah miring (mm 2); jumlah luas pelat pengisi pada kedua sisi pelat
penyambung (mm 2); luas pelat sayap yang menyalurkan beban terpusat (mm 2)
𝐴𝑓𝑛 Jumlah dari luas pelat sayap dan luas dari setiap pelat penutup pada sisi sumbu netral
yang berhubungan dengan 𝐷𝑛 pada penampang hibrid (mm 2)
𝐴𝑔 Luas bruto komponen (mm2); luas bruto penampang dari komponen (mm2); luas bruto
dari pelat sayap tarik (mm 2); luas bruto dari penampang berdasarkan ketebalan dinding
rencana (mm 2); luas bruto penampang dari penampang efektif Whitmore yang
ditentukan berdasarkan sudut dispersi 30 derajat (mm 2); luas seluruh area pelat pada
penampang yang memotong bidang splice
𝐴𝑛 Luas neto penampang komponen tarik (mm 2); luas neto pelat sayap tarik (mm2); luas
neto pelat buhul dan pelat splice (mm2)
𝐴𝑝 Terkecil diantara luas pelat tersambung atau jumlah luas pelat splice pada kedua sisi
pelat tersambung (mm 2)
𝐴𝑝𝑛 Luas elemen pengaku yang diproyeksikan diluar las sudut antara pelat badan ke pelat
saya tapi tidak sampai ke tepi pelat sayap (mm2)
273
𝐴𝑟 luas total penampang tulangan longitudinal (mm2)
𝐴𝑟𝑏 Luas tulangan longitudinal lapisan bawah dalam lebar efektif pelat beton (mm2)
𝐴𝑟𝑠 Luas total tulangan longitudinal dalam lebar efektif pelat beton (mm 2)
𝐴𝑟𝑡 Luas tulangan longitudinal lapisan atas dalam lebar efektif pelat beton (mm2)
𝐴𝑠 Luas profil baja struktural (mm 2); luas total tulangan longitudinal dalam lebar efektif
pelat beton di atas tumpuan interior (mm 2); luas bruto pelat splice(mm2); luas pelat
beton (mm2)
Asb Luas total tulangan pada penampang tabung baja komposit terisi beton (mm 2)
𝐴𝑠𝑐 Luas penampang angkur baja tipe stud (stud shear connector)(mm2)
Ast Luas total penampang tabung baja pada tabung baja komposit terisi beton (mm 2)
𝐴𝑡 Luas pelat sayap tarik (mm2)
𝐴𝑡𝑛 Luas neto di sepanjang potongan bidang yang menahan tegangan tarik pada blok
geser (mm2)
𝐴𝑣𝑔 Luas bruto di sepanjang potongan bidang yang menahan tegangan geser pada blok
geser (mm2); luas bruto elemen penyambung yang memikul geser (mm 2)
𝐴𝑣𝑛 Luas neto di sepanjang bidang yang menahan tegangan geser pada blok geser (mm2);
luas neto elemen penyambung yang memikul geser (mm 2)
𝑎 Jarak antara angkur baja (shear connector) (mm); spasi longitudinal antar pengaku
transversal pelat sayap (mm); jarak dari pusat baut ke tepi pelat yang memikul gaya
tarik akibat aksi prying (mm)
𝑎𝑤𝑐 Rasio dua kali luas pelat badan dalam tekan terhadap luas pelat sayap tekan
𝐵 Lebar luar dari penampang struktur berongga persegi panjang yang tegak lurus
terhadap bidang pelat buhul (mm)
𝑏 Lebar elemen pelat persegi panjang (mm); lebar badan dari eyebar (mm); lebar pelat
sayap terlebar (mm); jarak dari tepi pelat atau tepi perforasi ke titik tumpuan atau jarak
antar tumpuan (mm); jarak bersih antar pelat (mm); terkecil antara 𝑑𝑜 dan 𝐷 (mm); jarak
antar baut ke ujung dari las sudut pada bagian tersambung; lebar komponen yang
tegak lurus terhadap bidang lentur (mm)
𝑏1 , 𝑏2 Lebar sayap individu (mm)
𝑏𝑐 Lebar penuh pelat sayap tekan (mm)
be Lebar efektif dari elemen langsing (mm)
𝑏𝑓 Lebar penuh pelat sayap (mm); untuk penampang-I lebar penuh pelat sayap tekan
terlebar dari penampang lapangan yang ditinjau (mm)
𝑏𝑓𝑐 Lebar penuh pelat sayap tekan; (mm)
𝑏𝑓𝑡 Lebar penuh pelat sayap tarik (mm)
𝑏ℓ Lebar proyeksi dari pengaku longitudinal; dimensi kaki terpanjang dari profil siku tidak
sama kaki (mm)
𝑏𝑠 Lebar efektif pelat beton (mm)
𝑏s Dimensi kaki terpendek dari profil siku tidak sama kaki (mm)
𝑏𝑡 Lebar proyeksi dari pengaku transversal (mm); lebar penuh pelat sayap tarik (mm)
𝐶 Rasio antara tahanan tekuk geser terhadap tahanan leleh geser minimum yang
dispesifikasikan
𝐶𝑏 Faktor modifikasi pengaruh momen gradien
Cbs Faktor modifikasi pengaruh momen gradien sistem untuk tahanan tekuk torsi lateral
global elastik dari sistem
𝐶𝑤 Konstanta torsi warping (mm6)
𝐶1 , 𝐶2 , 𝐶3 Konstanta pilar komposit
c1 Faktor penyesuaian ketidaksempurnaan lebar efektif
c2 Faktor penyesuaian ketidaksempurnaan lebar efektif
274
CFST Tabung baja terisi beton
𝑐𝑟𝑏 Jarak dari sisi atas pelat beton ke garis tengah lapisan bawah tulangan longitudinal dari
pelat beton (mm)
𝑐𝑟𝑡 Jarak dari sisi atas pelat beton ke garis tengah lapisan tulangan longitudinal pelat beton
atas dari pelat beton (mm)
𝐷 Diameter pin (mm); jarak bersih antar pelat sayap (mm)
𝐷’ Kedalaman dimana penampang komposit mencapai kapasitas momen plastis
teoretisnya yaitu saat regangan maksimum pelat beton berada pada titik regangan
ultimit teoretisnya (mm)
𝐷𝑐 Ketinggian pelat badan dalam tekan pada rentang elastis (mm)
𝑀𝑆1 Beban permanen yang bekerja pada penampang nonkomposit
𝑀𝑆2 Beban permanen yang bekerja pada penampang komposit jangka panjang
𝐷𝑐𝑝 Kedalaman pelat badan dalam tekan pada momen plastis (mm)
𝐷𝑛 Jarak terbesar dari sumbu netral elastis pada penampang ke sisi dalam dari kedua
pelat sayap pada penampang hibrid, atau jarak dari sumbu netral ke sisi dalam dari
pelat sayap dimana terjadi leleh terlebih dahulu saat sumbu netral berada pada pelat
badan (mm)
𝐷𝑝 Jarak dari sisi atas pelat beton ke sumbu netral penampang komposit pada momen
plastis (mm)
𝐷𝑡 Ketinggian total penampang komposit (mm)
𝑀𝐴 Beban lapisan aus
𝑑 Total ketinggian penampang baja (mm); diameter angkur baja tipe stud (stud shear
connector) (mm); ketinggian komponen pada bidang lentur (mm); ketinggian komponen
pada bidang geser (mm); diameter nominal baut (mm); ketinggian total penampang
(mm)
𝑑𝑏 Tinggi penampang gelagar pada rangka kaku (mm)
𝑑𝑐 Tinggai penampang pilar pada rangka kaku (mm); jarak dari sumbu netral plastis ke
garis tengah tebal pelat sayap tekan yang digunakan untuk menghitung momen plastis
(mm)
𝑑𝑜 Spasi antar pengaku transversal (mm); yang terkecil antara lebar panel pelat badan
yang bersebelahan (mm)
𝑑𝑟𝑏 Jarak dari sumbu netral plastis ke garis tengah lapisan bawah tulangan longitudinal dari
pelat beton yang digunakan untuk menghitung momen plastis (mm)
𝑑𝑟𝑡 Jarak dari sumbu netral plastis ke garis tengah lapisan atas tulangan longitudinal pelat
beton yang digunakan untuk menghitung momen plastis (mm)
𝑑𝑠 Jarak dari garis tengah pelat pengaku longitudinal terdekat atau jarak antara garis gage
pengaku siku longitudinal terdekat ke sisi dalam atau kaki dari elemen pelat sayap
tekan (mm); jarak dari sumbu netral plastis ke tengah tebal pelat beton yang digunakan
untuk menghitung momen plastis (mm)
𝑑𝑡 Jarak dari sumbu netral plastis ke tengah tebal pelat sayap tarik yang digunakan
menghitung momen plastis (mm)
𝑑𝑤 Jarak dari sumbu netral plastis ke tengah tinggi pelat badan yang digunakan untuk
menghitung momen plastis (mm)
𝐸 Modulus elastisitas baja (MPa)
𝐸𝑐 Modulus elastisitas beton (MPa)
𝐸𝑒 Modulus elastisitas baja termodifikasi untuk pilar komposit (MPa)
EIeff Kekakuan efektif penampang lentur komposit dari tabung baja komposit terisi beton (N-
mm2)
𝐸𝑋𝑋 Nomor klasifikasi untuk metal las
𝐹𝑐𝑓 Tegangan rencana untuk pelat sayap pengontrol pada titik splice (MPa)
275
𝐹𝐶𝑀 Komponen kritis fraktur (Fracture Critical Member)
𝐹𝑐𝑟 Tegangan tekuk kritis untuk pelat (MPa); tegangan tekuk torsi lateral elastik (MPa);
tahanan tekuk geser (MPa); tegangan tekuk lokal elastik (MPa); tegangan pada
penampang yang displice pada batas tahanan yang digunakan
𝐹𝑐𝑟𝑠 Tegangan tekuk lokal untuk pengaku (MPa)
𝐹𝑐𝑟𝑤 Tahanan tekuk lentur pelat badan (MPa)
𝐹𝑒 Tahanan tekan nominal dari komponen komposit (MPa)
Fel Tegangan tekuk lokal elastis (MPa) (7.6.9.4.2.2a)
𝐹𝑒𝑥𝑥 Kuat klasifikasi dari metal las (MPa)
𝐹𝑓𝑎𝑡 Rentang (range) geser fatik radial per satuan panjang, diambil yang lebih besar antara
𝐹𝑓𝑎𝑡1 atau 𝐹𝑓𝑎𝑡2 (N/mm)
𝐹𝑓𝑎𝑡1 Rentang (range) geser fatik radial per satuan panjang akibat pengaruh tiap kurvatur
antara titik bracing (N/mm)
𝐹𝑓𝑎𝑡2 Rentang (range) geser fatik radial per satuan panjang akibat torsi yang disebabkan
oleh pengaruh selain dari kurvatur, seperti kemiringan (N/mm)
𝐹ℓ Beban lateral terdistribusi merata statik ekivalen akibat beban terfaktor overhang
bracket untuk pelat beton (N/mm)
𝐹𝐿𝐵 Tekuk lokal pelat sayap
𝐹𝑚𝑎𝑥 Tahanan lentur potensial pelat sayap tekan (MPa)
𝐹𝑛 Tahanan lentur nominal pelat sayap (MPa)
𝐹𝑛𝑐 Tahanan lentur nominal pelat sayap tekan (MPa)
𝐹𝑛𝑐(𝐹𝐿𝐵) Tahanan lentur tekuk lokal dari pelat sayap tekan (MPa)
𝐹𝑛𝑡 Tahanan lentur nominal pelat sayap tarik (MPa)
𝐹𝑝 Gaya radial total pada pelat beton di titik momen positif maksimum akibat beban hidup
ditambah faktor kejut dinamik untuk perencanaan angkur baja (shear connector) pada
kondisi batas kekuatan, diambil sama dengan nol untuk bentang atau segmen lurus (N)
𝐹𝑟𝑐 Rentang bersih gaya pada rangka silang (cross frame) atau diafragma pada pelat
sayap atas (N)
𝐹𝑠 Gaya vertikal pada sambungan antara pengaku pelat sayap longitudinal dan
transversal (N); tegangan rencana Daya Layan II pada pelat sayap yang ditinjau di titik
splice (MPa)
𝐹𝑇 Gaya radial total pada pelat beton diantara titik momen positif maksimum akibat beban
hidup ditambah faktor kejut dan garis tengah tumpuan interior yang berdekatan untuk
perencanaan angkur baja (shear connector) pada kondisi batas kekuatan, diambil
sama dengan nol untuk bentang atau segmen lurus (N)
𝐹𝑢 Kuat tarik minimum baja yang dispesifikasikan (MPa); kuat tarik minimum angkur baja
(shear connector) tipe stud yang dispesifikasikan (MPa); kuat tarik minimum bagian-
bagian tersambung yang dispesifikasikan (MPa); kuat tarik minimum elemen
tersambung (MPa); kuat tarik minimum dari pelat buhul yang dispesifikasikan (MPa)
𝐹𝑢𝑏 Kuat tarik minimum baut yang dispesifikasikan (MPa)
𝐹𝑤 Gaya vertikal pada sambungan antara pengaku sayap transversal dan pelat badan
penampang U (N)
𝐹𝑦 Kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari baja (MPa); kuat leleh minimum yang
dispesifikasikan dari pin (MPa); kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat pin
(MPa); kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari bagian-bagian tersambung
(MPa); kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat splice (MPa); kuat leleh
minimum yang dispesifikasikan (MPa); kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari
pelat buhul (MPa)
𝐹𝑦𝑐 Kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap tekan (MPa)
276
𝐹𝑦𝑓 Kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap (MPa)
𝐹𝑦𝑟 Tegangan pelat sayap tekan pada saat mencapai leleh nominal pada penampang,
termasuk pengaruh tegangan sisa namun tidak termasuk lentur lateral sayap tekan,
diambil yang terkecil dari 0,7𝐹𝑦𝑐 dan 𝐹𝑦𝑤 , tetapi tidak kurang dari 0,5𝐹𝑦𝑐 ; terkecil antara
tegangan pelat sayap tekan pada saat mencapai leleh nominal, dengan meninjau
pengaruh tegangan sisa, atau kuat leleh minimum pelat badan yang dispesifikasikan
(MPa)
𝐹𝑦𝑟𝑏 Kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari lapisan bawah tulangan longitudinal
pelat beton (MPa)
𝐹𝑦𝑟𝑠 Kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari tulangan longitudinal pelat beton (MPa)
𝐹𝑦𝑟𝑡 Kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari lapisan atas tulangan longitudinal pelat
beton (MPa)
𝐹𝑦𝑠 Kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari pengaku (MPa)
𝐹𝑦𝑡 Kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang memikul tarik (MPa)
𝐹𝑦𝑤 Kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat badan (MPa)
𝑓 Rentang (range) tegangan aksial atau interaksi diberbagai komponen pelat ortotropik
(MPa)
𝑓𝑜 Tegangan akibat beban terfaktor tanpa meninjau lentur lateral sayap pada titik bracing
berlawanan terhadap 𝑓2 , yang dihitung dari nilai momen envelope yang menghasilkan
tekan terbesar pada titik tersebut pada pelat sayap yang ditinjau, atau tarik terkecil jika
titik ini tidak pernah mengalami tekan; positif untuk tekan dan negatif untuk tarik (MPa)
𝑓1 Rentang (range) tegangan aksial diberbagai komponen pelat ortotropik (MPa);
tegangan pada ujung berlawanan dari panjang tanpa bracing dari 𝑓2 yang mewakili
perpotongan dari tegangan kritis yang diasumsikan linier, baik melalui 𝑓2 dan 𝑓𝑚𝑖𝑑 atau
melalui 𝑓2 dan 𝑓0 , diambil sebagai 2𝑓𝑚𝑖𝑑 − 𝑓2 ≥ 𝑓0 (MPa)
𝑓2 Rentang (range) tegangan lentur lokal diberbagai komponen pelat ortotropik yang
disebabkan oleh interaksi rusuk (rib) dan gelagar lantai (MPa); tegangan tekan terbesar
akibat beban terfaktor tanpa meninjau lentur lateral pada ujung dari panjang tanpa
bracing yang dihitung dari nilai momen envelope kritis; selalu diambil positif kecuali
tegangan adalah nol atau tarik pada kedua ujung panjang tanpa bracing dimana untuk
kasus ini 𝑓2 diambil sama dengan nol (MPa)
𝑓𝑏𝑢 Tegangan tekan maksimum diseluruh panjang tanpa bracing pada pelat sayap yang
ditinjau dan dihitung tanpa memperhitungkan lentur lateral sayap, yang dihitung tanpa
memperhitungkan lentur lateral sayap (MPa)
𝑓𝑏𝑦 Tegangan pada pelat sayap penampang boks di lokasi pilar interior akibat beban
terfaktor yang diakibatkan oleh lentur sumbu mayor dari diafragma dalam di atas
bearing sole plate (MPa)
𝑓𝑐 Tegangan pada pelat sayap tekan akibat beban Daya Layan II yang dihitung tanpa
memperhitungkan lentur lateral sayap (MPa); jumlah dari berbagai tegangan lentur
pada pelat sayap tekan yang disebabkan oleh beban-beban berbeda, sebagai contoh,
𝑀𝑆1, 𝑀𝑆2, 𝑀𝐴 dan 𝑇𝐷⁄𝑇𝑇 + 𝐹𝐵𝐷 yang bekerja pada masing-masing penampang
(MPa); tegangan pada pelat sayap tekan pada penampang yang ditinjau
𝑓′𝑐 Kuat tekan minimum beton pada umur 28 hari (MPa)
𝑓𝑐𝑓 Tegangan lentur maksimum akibat beban terfaktor pada tengah tebal pelat sayap
pengontrol di titik splice (MPa)
𝑓𝑑 Tegangan geser pada pelat sayap penampang boks di lokasi pilar interior yang
disebabkan oleh geser vertikal dari diafragma dalam akibat beban terfaktor (MPa)
277
𝑓𝑀𝑆1 Tegangan pada pelat sayap tekan yang disebabkan oleh beban tetap terfaktor yang
bekerja sebelum pelat beton mengeras atau menjadi komposit, yang dihitung tanpa
memperhitungkan lentur lateral sayap (MPa)
𝑓𝑀𝑆2 Tegangan pada pelat sayap tekan yang disebabkan oleh beban tetap terfaktor yang
bekerja pada penampang komposit jangka panjang, yang dihitung tanpa
memperhitungkan lentur lateral sayap
𝑓𝑓 Tegangan pelat sayap pada penampang yang ditinjau akibat kombinasi Daya Layan II
yang dihitung tanpa mempertimbangkan lentur lateral sayap (MPa)
𝑓ℓ Tegangan lentur lateral sayap (MPa); tegangan lentur lateral sayap tekan orde dua
(MPa); tegangan lentur lateral sayap pada penampang yang ditinjau akibat beban Daya
Layan II (MPa); tegangan lentur lateral pada pelat sayap yang ditinjau di penampang
pilar-interior (MPa)
𝑓ℓ1 Tegangan lentur lateral sayap tekan orde satu pada penampang, atau tegangan lentur
lateral maksimum orde satu pada pelat sayap tekan diseluruh panjang tanpa bracing,
yang mana dianggap relevan (MPa)
𝑓𝐿𝐿+𝐼𝑀 Tegangan pada sayap tekan yang disebabkan oleh beban hidup kendaraan ditambah
faktor kejut terfaktor yang bekerja pada penampang komposit jangka pendek, yang
dihitung tanpa memperhitungkan lentur lateral sayap (MPa)
𝑓𝑚𝑖𝑑 Tegangan akibat beban terfaktor tanpa memperhitungkan lentur lateral sayap di tengah
panjang tanpa bracing pada pelat sayap yang ditinjau, yang dihitung dari nilai momen
envelope yang menghasilkan tekan terbesar pada titik tersebut, atau tarik terkecil jika
titik ini tidak pernah mengalami tekan; positif untuk tekan dan negatif untuk tarik (MPa)
𝑓𝑛 Tegangan normal pada pelat sayap bawah miring dari komponen dengan ketinggian
pelat badan bervariasi (MPa); kuat leleh minimum terbesar yang dispesifikasikan dari
tiap komponen yang dimasukkan dalam perhitungan 𝐴𝑓𝑛 untuk penampang hibrid saat
terjadi leleh pertama disalah satu komponen, atau tegangan elastis terbesar dari tiap
komponen pada sisi sumbu netral yang berhubungan dengan 𝐷𝑛 pada leleh pertama
disisi yang berlawanan sumbu netral (MPa)
𝑓𝑟 Modulus rupture beton (MPa)
𝑓𝑠 Tegangan lentur akibat beban terfaktor pada pengaku longitudinal pelat badan (MPa);
tegangan lentur maksimum akibat beban Daya Layan II ditengah tebal pelat sayap
yang ditinjau pada titik splice (MPa)
𝑓𝑠𝑟 Rentang (range) tegangan lentur pada tulangan longitudinal di atas tumpuan interior
akibat kombinasi beban Fatik (MPa)
𝑓𝑡 Tegangan akibat beban terfaktor pada pelat sayap tarik dihitung tanpa
memperhitungkan lentur lateral pelat sayap (MPa); jumlah dari berbagai tegangan
lentur pada pelat sayap tarik yang disebabkan oleh beban-beban yang berbeda,
sebagai contoh, 𝑀𝑆1, 𝑀𝑆2, 𝑀𝐴 dan 𝑇𝐷⁄𝑇𝑇 + 𝐹𝐵𝐷, yang bekerja pada masing-masing
penampang (MPa)
𝑓𝑥𝑥 Berbagai tegangan lentur pada pelat sayap tekan yang diakibatkan oleh beban
terfaktor, yaitu antara lain, 𝑀𝑆1, 𝑀𝑆2, 𝑀𝐴dan 𝑇𝐷⁄𝑇𝑇 + 𝐹𝐵𝐷 yang bekerja pada masing
masing penampang (MPa)
𝐺 Modulus geser baja (MPa); modulus elastisitas geser untuk baja = 77000(MPa)
𝑔 Jarak antar garis baut (mm); pitch horisontal antar baut pada splice pelat badan (mm)
𝐻 Throat efektif dari las sudut (mm); lebar sisi luar dari penampang struktur berongga
persegi panjang yang sejajar dengan bidang dari pelat buhul akhir(mm)
ℎ Jarak antara pusat titik berat komponen individu yang tegak lurus terhadap sumbu
tekuk komponen (mm); ketinggian antara garis tengah pelat sayap (mm); jarak antara
pusat titik berat pelat sayap (mm)
𝐼 Momen inersia penampang komposit jangka pendek, atau sebagai plihan di daerah
lentur negatif pada gelagar yang lurus saja, yaitu momen inersia penampang baja
278
ditambah tulangan longitudinal jika beton tidak dianggap efektif untuk memikul tarik
saat menghitung rentang (range) tegangan longitudinal (mm4)
Ic Momen inersia beton tidak retak terhadap sumbu pusat dari tabung baja komposit terisi
beton (mm4)
Ieff Momen inersia nonkomposit efektif terhadap sumbu vertikal dari gelagar tunggal pada
bentang yang ditinjau yang digunakan untuk menghitung tahanan tekuk lateral global
elastis pada bentang (mm 4)
𝐼ℓ Momen inersia dari pengaku pelat badan longitudinal termasuk lebar efektif pelat badan
yang diambil terhadap sumbu netral dari penampang gabungan (mm 4)
Isi Momen inersia dari tulangan dalam terhadap sumbu pusat pada tabung baja komposit
terisi beton (mm4)
Ist Momen inersia dari tabung baja terhadap sumbu pusat pada tabung baja komposit
terisi beton (mm4)
𝐼𝑡 Momen inersia pengaku transversal pelat badan yang diambil terhadap bidang kontak
antara pengaku dengan pelat badan untuk pengaku hanya pada satu sisi dan terhadap
tengah tebal pelat badan untuk pengaku pada dua sisi (mm4); momen inersia pengaku
transversal pelat sayap diambil terhadap sumbu yang melalui titik beratnya dan sejajar
dengan tepi bawahnya (mm 4)
It1 Momen inersia minimum dari pelat pengaku transversal yang dibutuhkan untuk
mendapatkan tahanan tekuk geser pelat badan (mm 4)
It2 Momen inersia minimum dari pelat pengaku transversal yang dibutuhkan untuk
mendapatkan tahanan tekuk geser pelat badan (mm 4)
𝐼𝑥 Momen inersia terhadap sumbu mayor utama dari penampang (mm 4)
𝐼𝑦 Momen inersia terhadap sumbu minor utama dari penampang (mm 4); momen inersia
terhadap sumbu-y (mm4)
𝐼𝑦𝑐 Momen inersia dari pelat sayap tekan penampang baja terhadap sumbu vertikal pada
bidang pelat badan (mm 4)
𝐼𝑦𝑡 Momen inersia dari pelat sayap tarik penampang baja terhadap sumbu vertikal pada
bidang pelat badan (mm 4
𝐽 Konstanta torsi St.Venant (mm4); pengaku lentur parameter kekakuan
𝐾 Faktor panjang efektif pada bidang; faktor panjang pilar efektif diambil sama dengan
0,5 untuk splice batang chord
𝐾ℎ Faktor ukuran lubang untuk sambungan baut
𝐾𝑠 Faktor kondisi permukaan untuk sambungan baut
𝐾 𝑥 ℓ𝑥 Panjang efektif untuk tekuk lentur terhadap sumbu x (mm)
𝐾 𝑦 ℓ𝑦 Panjang efektif untuk tekuk lentur terhadap sumbu y (mm)
𝐾 𝑧 ℓ𝑧 Panjang efektif untuk tekuk torsi (mm)
𝐾ℓ/𝑟 Rasio kelangsingan
𝑘 Koefisien tekuk pelat; koefisien tekuk-lentur elastik pelat badan; koefisien tekuk-geser
untuk pelat badan; jarak dari muka terluar pelat sayap ke ujung dari fillet pelat badan
pada komponen rangka kaku yang akan diperkaku (mm); koefisien tekuk-pelat untuk
tegangan normal seragam; jarak dari muka terluar pelat sayap yang memikul beban
terpusat atau reaksi tumpuan ke ujung dari fillet pelat badan (mm)
𝑘𝑐 Koefisien tekuk lokal pelat sayap
𝑘𝑠 Koefisien tekuk pelat untuk tegangan geser
𝑘𝑠𝑓 Koefisien tekuk lentur elastik pelat badan untuk kondisi jepit sempurna pada tepi
longitudinal
𝑘𝑠𝑠 Koefisien tekuk lentur elastik pelat badan untuk kondisi tumpuan sederhana pada tepi
longitudinal
279
𝐿 Panjang bentang efektif untuk menentukan penambahan camber untuk
mengkompensasi kemungkinan kehilangan camber pada gelagar yang dilengkung
dengan cara dipanaskan (mm); panjang maksimum sambungan las longitudinal atau
jarak luar ke luar antar baut dalam sambungan yang sejajar dengan arah garis gaya
(mm); panjang gelagar terkirim (mm); jarak dari satu baut ke tepi bebas dari komponen
yang diukur sejajar terhadap garis gaya yang bekerja (mm)
𝐿𝑏 Panjang tanpa bracing (mm); panjang tanpa bracing untuk perpindahan lateral atau
puntir, yang mana dianggap relevan (mm)
𝐿𝑐 Panjang angkur baja (shear connector) tipe profil kanal (mm); jarak bersih antar lubang
baut atau antara lubang baut dengan ujung komponen pada arah gaya tumpuan yang
bekerja (mm)
𝐿𝑐𝑝 Panjang dari pelat penutup (mm)
𝐿𝐿 Beban hidup kendaraan
𝐿𝑚𝑖𝑑 Pada sambungan pelat buhul, jarak antara baris terakhir dari alat sambung pada
komponen tekan yang ditinjau ke baris pertama dari alat sambung pada komponen
tersambung yang terdekat, yang diukur pada sepanjang sumbu gaya aksial tekan yang
bekerja
𝐿𝑠𝑝𝑙𝑖𝑐𝑒 Pada sambungan pelat buhul, jarak pusat ke pusat dari baris pertama alat sambung
pada batang chord tersambung pada sambungan splice batang chord
𝐿𝑝 Batas panjang tanpa bracing untuk mencapai nilai tahanan lentur nominal 𝑅𝑏 𝑅ℎ 𝐹𝑦𝑐
akibat tekuk seragam (mm); batas panjang tanpa bracing untuk mencapai tahanan
lentur nominal 𝑀𝑝 akibat tekuk seragam (mm)
𝐿𝑟 Batas panjang tanpa bracing untuk mencapai leleh nominal pada salah satu pelat
sayap akibat tekuk seragam dengan memperhitungkan pengaruh tegangan sisa pada
pelat sayap tekan (mm)
ℓ Panjang komponen tanpa bracing (mm); jarak antar titik kerja sambungan diukur di
sepanjang panjang profil siku (mm); panjang tanpa bracing pada bidang tekuk (mm)
𝑀 Momen lentur pada sumbu utama penampang
Mgs Tahanan tekuk torsi lateral global elastik dari bentang (N-mm)
𝑀0 Momen lentur akibat beban terfaktor pada titik bracing berlawanan dengan bracing
yang berhubungan dengan 𝑀2 , dihitung dari nilai momen envelope yang
menghasilkan tekan terbesar pada titik ini pada pelat sayap yang ditinjau, atau tarik
terkecil jika titik ini tidak pernah mengalami tekan; positif saat menyebabkan tekan dan
negatif saat menyebabkan tarik pada pelat sayap yang ditinjau (N.mm)
𝑀1 Momen lentur pada ujung berlawanan dari panjang tanpa bracing 𝑀2 yang
menampilkan perpotongan dari asumsi distribusi tegangan linier paling kritis melalui
baik 𝑀2 dan 𝑀𝑚𝑖𝑑 atau melalui 𝑀2 dan𝑀0 yang diambil sebagai2𝑀𝑚𝑖𝑑 − 𝑀2 ≥
𝑀0 (N.mm); momen lentur terhadap sumbu mayor dari penampang pada titik bracing
dengan momen yang lebh kecil akibat beban terfaktor yang berdekatan dengan
penampang pada lokasi pilar interior dimana momen diredistribusikan yang diambil
baik sebagai nilai momen envelope maksimum atau minimum yang mana yang
memberikan panjang tanpa bracing terkecil yang diizinkan (N.mm)
𝑀2 Momen lentur terbesar terhadap sumbu mayor akibat beban terfaktor pada salah satu
dari kedua ujung panjang tanpa bracing yang menyebabkan tekan pada pelat sayap
yang ditinjau, yang dihitung dari nilai momen envelope kritis; selalu diambil sebagai
angka positif kecuali momen adalah nol atau mengakibatkan tarik pada pelat sayap
yang ditinjau pada kedua ujung panjang tanpa bracing dimana 𝑀2 diambil sama
dengan nol (N.mm); momen lentur terhadap sumbu mayor dari penampang pada titik
bracing dengan momen terbesar akibat beban terfaktor yang berdekatan dengan
280
penampang pada lokasi pilar interior dimana momen diredistribusikan yang diambil
sebagai nilai momen envelope kritis (N.mm)
𝑀𝐴𝐷 Momen lentur tambahan yang harus digunakan pada penampang komposit jangka
pendek untuk mengakibatkan leleh nominal pada pelat sayap baja (N.mm)
𝑀𝑐 Momen pada pilar akibat beban terfaktor pada rangka kaku (N.mm)
𝑀𝑐𝑟 Momen tekuk torsi lateral kritis (N.mm)
𝑀𝐷1 Momen lentur akibat bebantetap terfaktor yang digunakan sebelum beton mengeras
atau menjadi komposit (N.mm)
𝑀𝐷2 Momen lentur akibat beban tetap terfaktor yang digunakan pada penampang komposit
jangka panjang (N.mm)
𝑀𝑒 Nilai momen envelope kritis elastis akibat beban terfaktor dari penampang pada lokasi
pilar interior dimana momen diredistribusikan (N.mm)
𝑀𝑓𝑏 Momen yang bekerja akibat beban terfaktor pada gelagar transversal yang memikul
pelat ortotropik (N.mm)
𝑀𝑓𝑡 Momen transversal yang bekerja akibat beban terfaktor pada pelat ortotropik sebagai
akibat dari pelat yang memikul beban roda dekat dengan rusuk (rib) longitudinal
(N.mm)
𝑀ℓ Momen lentur lateral pada pelat sayap akibat beban eksentrik overhang bracket untuk
pelat beton (N.mm)
𝑀𝑚𝑎𝑥 Tahanan lentur potensial maksimum berdasarkan pelat sayap tekan (N.mm)
𝑀𝑚𝑖𝑑 Momen lentur sumbu mayor akibat beban faktor di tengah panjang tanpa bracing, yang
dihitung dari nilai momen envelope yang menghasilkan tekan terbesar pada titik ini
pada pelat sayap yang ditinjau, atau tarik terkecil jika titik ini tidak pernah mengalami
tekan; positif jika menyebabkan tekan dan negatif jika menyebabkan tarik pada pelat
sayap yang ditinjau (N.mm)
𝑀𝑛 Tahanan lentur nominal penampang (N.mm)
𝑀𝑛𝑐 Tahanan lentur nominal berdasarkan pelat sayap tekan (N.mm)
𝑀𝑛𝑐(𝐹𝐿𝐵) Tahanan lentur nominal berdasarkan tekuk pada pelat sayap tekan (N.mm)
𝑀𝑛𝑡 Tahanan lentur nominal berdasarkan pada pelat sayap tarik (N.mm) (AASHTO
C6.8.2.3)
𝑀𝑝 Momen plastis (N.mm)
𝑀𝑝𝑒 Momen plastis lentur negatif efektif dari penampang pada lokasi pilar interior dimana
momen diredistribusikan (N.mm)
𝑀𝑟𝑑 Momen redistribusi (N-mm)
𝑀𝑟𝑡 Tahanan lentur terfaktor dari pelat ortotropik yang memikul beban roda pada rusuk (rib)
terdekat (N.mm)
𝑀𝑟𝑥 Tahanan lentur terfaktor terhadap sumbu-x yang diambil sebagai ∅𝑓 dikalikan tahanan
lentur nominal terhadap sumbu-x
𝑀𝑟𝑦 Tahanan lentur terfaktor terhadap sumbu-y yang diambil sebagai∅𝑓 dikalikan tahanan
lentur nominal terhadap sumbu-y
𝑀𝑟𝑥 , 𝑀𝑟𝑦 Tahanan lentur terfaktor bertutut-turut terhadap sumbu x dan sumbu y (N.mm)
𝑀𝑢 Momen akibat beban terfaktor (N.mm); momen lentur sumbu mayor maksimum
diseluruh panjang tanpa bracing yang menyebabkan tekan pada pelat sayap yang
ditinjau(N.mm)
𝑀𝑢𝑤 Momen rencana ditengah ketinggian pelat badan pada titik sambungan splice (N.mm)
𝑀𝑢𝑥 , 𝑀𝑢𝑦 Momen lentur akibat beban terfaktor berturut-turut terhadap sumbu-x dan sumbu-y
(N.mm)
𝑀𝑢𝑥 Momen lentur terhadap sumbu-x yang diperoleh dari beban terfaktor (N.mm)
𝑀𝑢𝑦 Momen lentur terhadap sumbu-y yang diperoleh dari beban terfaktor (N.mm)
281
𝑀𝑦 Momen leleh (N.mm); momen leleh berdasarkan jarak ke ujung stem (N.mm)
𝑀𝑦𝑐 Momen leleh terhadap pelat sayap tekan (N.mm); momen leleh penampang komposit
dari profil baja terbungkus beton (N.mm)
𝑀𝑦𝑡 Momen leleh berdasarkan pada pelat sayap tarik (N.mm)
m Jumlah dari baris baut vertikal pada sambungan splice pelat badan
𝑁 Jumlah siklus rentang (range) tegangan; panjang perletakan, diambil sebagai nilai
terbesar atau sama dengan 𝑘 pada ujung lokasi perletakan (mm)
𝑁𝑆 Jumlah bidang geser per baut; jumlah bidang slip per baut
𝑛 Jumlah siklus perlintasan truk; rasio modular; jumlah angkur baja (shear connector)
pada penampang; jumlah minimum angkur baja (shear connector) pada area yang
ditinjau; jumlah pelat pengaku longitudinal dengan spasi yang seragam; jumlah baut
dalam satu baris vertikal dari sambungan splice pelat badan
𝑛𝑎𝑐 Jumlah angkur baja (shear connector) tambahan yang dibutuhkan di daerah titik belok
lentur akibat beban tetap untuk penampang yang tidak komposit pada daerah lentur
𝑃 Gaya geser total nominal pada pelat beton untuk perencanaan angkur baja (shear
connector) pada kondisi batas kekuatan (N)
𝑃1𝑛 Gaya longitudinal pada gelagar diatas tumpuaninterioruntuk perencanaan angkur baja
(shear connector) pada kondisi batas kekuatan (N)
𝑃1𝑝 Gaya longitudinal pada pelat beton pada titik momen positif maksimum akibat beban
hidup positif ditambah faktor beban dinamis untuk perencanaan angkur baja (shear
connector) pada kondisi batas kekuatan (N)
𝑃2𝑛 Gaya longitudinal pada pelat beton diatas tumpuan interior untuk perencanaan angkur
baja (shear connector) pada kondisi batas kekuatan (N)
𝑃2𝑝 Gaya longitudinal pada gelagar pada titik momen positif maksimum akibat beban hidup
ditambah faktor beban dinamis untuk perencanaan angkur baja (shear connector) pada
kondisi batas kekuatan (N)
Gaya plastis pada pelat sayap tekan yang digunakan untuk menghitung momen plastis
𝑃𝑐
(N)
Pcr Tahanan tekanan nominal dari komponen
Tahanan tekuk kritis elastis, untuk tekuk torsi atau tekuk lentur torsi, yang mana
𝑃𝑒
dianggap relevan; untuk tekuk pada pelat buhul (N)
Pfy Tahanan leleh rencana dari pelat sayap pada titik splice (N)
Komponen horizontal dari gaya pelat sayap pada pelat sayap bawah yang miring pada
𝑃ℎ
komponen dengan tinggi pelat badan bervariasi (N)
Gaya lateral statik ekivalen terkonsentrasi akibat overhang bracket penumpu pelat
𝑃ℓ
beton (N)
Tahanan tumpu nominal dari pelat pin (N); tahanan aksial tekan nominal (N); total gaya
longitudinal pada pelat beton pada tumpuan interior untuk perencanaan angkur baja
𝑃𝑛
(shear connector) pada kondisi batas kekuatan, diambil sebagai nilai terkecil dari 𝑃1𝑛
atau 𝑃2𝑛 (N)
𝑃𝑛𝑢 Tahanan aksial tarik nominal untuk fraktur pada penampang neto efektif (N)
𝑃𝑛𝑦 Tahanan aksial tarik nominal untuk pelelehan pada penampang bruto (N)
𝑃𝑜 Tahanan leleh nominal ekivalen = 𝐹𝑦 𝐴𝑔 (N)
Total gaya longitudinal di pelat beton pada titik momen maksimum positif akibat beban
hidup ditambah faktor pembesaran dinamik untuk perencanaan angkur baja (shear
𝑃𝑝
connector) pada kondisi batas kekuatan, diambil sebagai nilai terkecil dari𝑃1𝑝 atau 𝑃2𝑝
(N)
Tahanan aksial tarik atau tekan (N); tahanan tumpu terfaktor dari pelat pin (N); tahanan
𝑃𝑟
aksial terfaktor pada pengaku tumpu (N); tahanan tekan terfaktor dari pelat buhul (N)
282
Gaya plastis di lapisan bawah tulangan pelat longitudinal yang digunakan untuk
𝑃𝑟𝑏
menghitung momen plastis (N)
Gaya plastis di lapisan atas tulangan pelat longitudinal yang digunakan untuk
𝑃𝑟𝑡
menghitung momen plastis (N)
𝑃𝑠 Gaya tekan plastis di pelat beton yang digunakan untuk menghitung momen plastis (N)
Total gaya longitudinal di pelat beton antara titik momen maksimum positif akibat beban
hidup ditambah faktor pembesaran dinamik dengan garis tengah dari tumpuan interior
𝑃𝑇 terdekat untuk perencanaan angkur baja (shear connector) pada kondisi batas
kekuatan, diambil sebagai jumlah dari 𝑃𝑝 dan 𝑃𝑛 (N)
Gaya pratarik minimum baut yang diperlukan (N); gaya plastis pada pelat sayap tarik
𝑃𝑡
yang digunakan untuk menghitung momen plastis (N)
Gaya aksial yang bekerja akibat beban terfaktor (N); gaya tarik atau geser langsung
𝑃𝑢 pada baut akibat beban faktor (N); gaya tarik global akibat beban terfaktor pada pelat
ortotropik (N); gaya aksial tekan akibat beban terfaktor (N)
Komponen vertikal dari gaya pada pelat sayap bawah yang miring pada komponen
𝑃𝑣
dengan ketinggian pelat badan bervariasi (N)
𝑃𝑤 Gaya plastis dipelat badan yang digunakan untuk menghitung momen plastis (N)
Pitch angkur baja (shear connector) sepanjang sumbu longitudinal (mm); pitch zig-zag
𝑝
antar dua garis lubang baut zig-zag yang berdekatan (mm)
𝑄𝑎 Faktor untuk elemen yang diperkaku
𝑄𝑛 Tahanan geser nominal dari angkur baja (shear connector) tunggal (N)
𝑄𝑟 Tahanan geser terfaktor dari angkur baja (shear connector) tunggal (N)
𝑄𝑠 Faktor untuk elemen yang tidak diperkaku
𝑄𝑢 Gaya akibat aksi prying per baut akibat beban faktor (N)
Jari-jari transisi dari elemen yang dilas (mm); jari-jari gelagar minimum pada seluruh
𝑅 Panjang 𝐿𝑝 (mm); jari-jari kurvatur (mm); faktor reduksi yang diberikan pada tahanan
geser terfaktor dari baut yang melalui pelat pengisi
𝑅𝑏 Faktor pelepasan beban pelat badan (web load shedding factor)
𝑅𝑐𝑓 Nilai absolut dari rasio 𝐹𝑐𝑓 terhadap 𝑓𝑐𝑓 dititik sambungan splice
𝑅ℎ Faktor hibrid
Tahanan nominal baut, sambungan atau material terhubung (N) atau (MPa); tahanan
𝑅𝑛
nominal terhadap beban terpusat (N)
Faktor reduksi untuk lubang diambil sama dengan 0,90 untuk lubang baut yang
ditumbuk (punched) ukuran penuh dan 1,0 untuk lubang baut yang dibor (drilled)
𝑅𝑝
ukuran penuh atau dengan cara ditumbuk (subpunched) lalu diputar dengan alat ream
(reamed) sampai mencapai ukuran tertentu
(𝑅𝑝𝐵 )𝑛 Tahanan tumpu nominal dari pin (N)
(𝑅𝑝𝐵 )𝑟 Tahanan tumpu terfaktor dari pin (N)
𝑅𝑝𝑐 Faktor plastifikasi pelat badan untuk pelat sayap tekan
𝑅𝑝𝑡 Faktor plastifikasi pelat badan untuk pelat sayap tarik
Tahanan terfaktor dari baut, sambungan atau material tersambung (N) atau (MPa);
𝑅𝑟 tahanan tarik terfaktor dari elemen penyambung (N); tahanan tarik terfaktor dari pelat
buhul (N)
Tahanan tumpu nominal untuk pengaku tumpu yang menempel penuh pada pelat
(𝑅𝑠𝑏 )𝑛
sayap atas dan bawah (N)
Tahanan tumpu terfaktor untuk pengaku tumpu yang menempel penuh pada pelat
(𝑅𝑠𝑏 )𝑟
sayap atas dan bawah (N)
𝑅𝑢 Beban terpusat atau reaksi tumpuan terfaktor (N)
283
Jari-jari girasi minimum dari komponen tarik atau tekan (mm); jari-jari girasi dari
komponen tersusun terhadap sumbu yang tegak lurus pelat berlubang (mm); jari-jari
𝑟
girasi dari pengaku pelat badan longitudinal termasuk lebar pelat badan efektif yang
diambil terhadap sumbu netral dari penampang gabungan (mm)
rb Radius ke pusat tulangan dalam pada tabung baja komposit terisi beton (mm)
𝑟𝑖 Jari-jari minimum girasi dari profil komponen individu (mm)
Jari-jari girasi dari profil komponen individu relatif terhadap sumbu titik beratnya yang
𝑟𝑖𝑏
sejajar dengan untuk sumbu tekuk komponen (mm)
𝑟𝑛 Tekanan tumpu nominal pada lubang baut (MPa)
Jari-jari girasi dari profil baja struktural, pipa atau PBS terhadap bidang tekuk (mm);
𝑟𝑠
jari-jari girasi terhadap sumbu yang normal terhadap bidang tekuk (mm)
𝑟𝑡 Jari-jari girasi efektif untuk tekuk torsi lateral (mm)
Jari-jari girasi terhadap sumbu geometri dari profil siku yang sejajar dengan kaki yang
𝑟𝑥
tersambung (di); jari-jari girasi terhadap sumbu-x (mm)
Jari-jari girasi dari penampang baja terhadap sumbu vertikal pada bidang pelat badan
𝑟𝑦
(mm); jari-jari girasi terhadap sumbu-y (mm)
Jari-jari girasi dari pelat sayap tekan terhadap sumbu vertikal pada bidang pelat badan
𝑟𝑦𝑐
(mm)
𝑟𝑧 Jari-jari girasi terhadap sumbu minor utama dari profil siku (mm)
𝑟̅𝑜 Jari-jari girasi polar terhadap pusat geser (mm)
Modulus elastis penampang (mm 3); modulus elastis penampang terhadap sumbu
S
lentur (mm3)
𝑆𝐿𝑇 Modulus elastis penampang komposit jangka panjang (mm 3)
𝑆𝑁𝐶 Modulus elastis penampang nonkomposit (mm 3)
𝑆𝑠 Modulus elastis penampang dari pengaku transversal pelat sayap (mm 3)
𝑆𝑆𝑇 Modulus elastis penampang komposit jangka pendek (mm 3)
Modulus elastis penampang terhadap pelat sayap bawah miring dari komponen
𝑆𝑥 dengan ketinggan pelat badan bervariasi (mm 3); modulus elastis penampang terhadap
sumbu x (mm 3); modulus elastis penampang terhadap sumbu mayor (mm 3)
Modulus elastis penampang terhadap sumbu mayor penampang terhadap pelat sayap
𝑆𝑥𝑐 tekan yang diambil sama dengan𝑀𝑦𝑐 ⁄𝐹𝑦𝑐 (mm3); modulus elastis penampang terhadap
pelat sayap tekan (mm3)
Modulus elastis penampang terhadap sumbu mayor penampang terhadap pelat sayap
𝑆𝑥𝑡
tarik yang diambil sama dengan𝑀𝑦𝑡 ⁄𝐹𝑦𝑡 (mm3)
𝑆𝑦 Modulus elastis penampang terhadap sumbu yang sejajar dengan pelat badan (mm 3)
Pitch dari dua baut berurutan dalam rangkaian zig-zag (mm); spasi longitudinal dari
tulangan transversal pada profil baja terbungkus beton (mm); spasi antara baut dalam
𝑠
satu baris atau dalam pola zig-zag yang berdekatan dengan tepi bebas pelat terluar
atau profil (mm); pitch vertikal dari baut pada splice pelat badan (mm)
Pengaruh gaya torsi pada penampang boks akibat beban terfaktor (N.mm); pengaruh
𝑇 gaya torsi akibat beban terfaktor (N.mm); tebal metal dasar dari bagian yang lebih tebal
yang digabung dengan sambungan las sudut
𝑇𝑢 Gaya tarik per baut akibat kombinasi beban Daya Layan II (N)
Tebal pelat (mm); tebal tabung atau dinding (mm); ketebalan pelat atau profil terluar
yang lebih tipis (mm); ketebalan dari bagian tersambung yang lebih tipis (mm);
𝑡
ketebalan bagian tersambung yang lebih tipis (mm); lebar batang persegi panjang yang
sejajar dengan sumbu lentur (mm)
Tebal pelat sayap yang menyalurkan gaya terpusat dalam sambungan rangka kaku
𝑡𝑏
(mm)
284
𝑡𝑐 Tebal pelat sayap dari komponen yang diperkaku pada sambungan rangka kaku (mm)
Tebal pelat sayap (mm); tebal pelat sayap dari angkur baja (shear connector) tipe kanal
𝑡𝑓
(mm); tebal dari pelat sayap yang memikul beban terpusat atau reaksi tumpuan (mm)
𝑡𝑓𝑐 Tebal pelat sayap tekan (mm)
𝑡𝑓𝑡 Tebal pelat sayap tarik (mm)
Tebal pelat yang dibebani pada arah transversal (mm); tebal proyeksi elemen pengaku
𝑡𝑝
(mm)
Tebal pelat beton (mm); tebal pengaku longitudinal pelat sayap atau pelat badan (mm);
𝑡𝑠
tebal pengaku dari arch rib (mm)
Tebal pelat badan (mm); tebal pelat badan atau tabung (mm); tebal pelat badan dari
angkur baja (shear connector) tipe kanal (mm); tebal pelat badan yang diperkaku dalam
sambungan rangka kaku (mm); tebal pelat badan dari dari arch rib (mm); tebal dinding
𝑡𝑤
rencana dari pelat badan diambil sama dengan 0,93 kali tebal dinding nominal untuk
profil struktur berongga bundar yang dilas tahan elektris dan diambil sama dengan tebal
dinding nominal untuk lainnya (mm)
Faktor reduksi untuk memperhitungkan pengaruh shear lag dalam sambungan yang
𝑈
memikul gaya tarik
Faktor reduksi untuk tahanan runtuh blok geser yang diambil sama dengan 0,5 saat
𝑈𝑏𝑠
tegangan tarik tidak seragam dan 1,0 saat tegangan tarik seragam
𝑉 Gaya geser tambahan untuk komponen tersusun dengan pelat berlubang (N)
𝑉𝑐𝑟 Tahanan tekuk geser (N)
𝑉𝑓 Rentang gaya geser vertikal bawah kombinasi beban fatik (N)
𝑉𝑓𝑎𝑡 Rentang (range) geser fatik longitudinal per satuan panjang (N/mm)
𝑉𝑛 Tahanan geser nominal (N)
𝑉𝑝 Gaya geser plastis (N)
𝑉𝑠𝑟 Rentang (range) geser fatik horisontal per satuan panjang (N/mm)
𝑉𝑢 Geser akibat beban terfaktor (N)
Lebar pelat (mm); panjang efektif pelat yang diasumsikan bekerja radial terhadap
𝑤
gelagar (mm)
Spasi gelagar untuk sistem dua gelagar atau jarak antara dua gelagar eksterior dari
wg
suatu sistem tiga gelagar (mm)
𝑥𝑜 Jarak pada sumbu-x antara pusat geser dan titik berat penampang (mm)
Jarak dari titik berat komponen ke permukaan pelat buhul atau pelat penyambung
(mm); jarak tegak lurus dari bidang sambungan ke titik berat penampang komponen
̅
𝑥
tarik atau bagian dari tributari penampang ke sambungan (mm); parameter dimensi
yang digunakan untuk menghitung faktor reduksi akibat shear lag 𝑈 (mm)
𝑌𝑜 Jarak dari sumbu netral ke serat terluar ekstrim dari penampang (mm)
𝑦𝑜 Jarak pada sumbu-y antara pusat geser dan titik berat penampang (mm)
Jarak dari sumbu netral plastis ke sisi atas elemen dimana sumbu netral plastis berada
̅
𝑦
(mm)
Parameter kurvatur untuk menentukan kebutuhan kekakuan pengaku longitudinal pelat
𝑍 badan; modulus plastis penampang (mm 3); modulus plastis penampang terhadap
sumbu lentur (mm 3)
𝑍𝑟 Tahanan geser fatik dari angkur baja (shear connector) individu (N)
𝑍𝑥 Modulus plastis penampang terhadap sumbu x (mm 3)
𝑍𝑦 Modulus plastis penampang terhadap sumbu yang sejajar pelat badan (mm 3)
Rasio pemisah = ℎ⁄2𝑟𝑖𝑏 ; faktor yang mendefinisikan kemiringan garis lurus yang
𝛼
mewakili porsi umur terbatas untuk tahanan geser fatik dari angkur baja (shear
285
connector) individu; faktor untuk perencanaan splice pelat sayap yang umumnya
diambil sama dengan 1,0, akan tetapi nilai yang lebih rendah sama dengan 𝐹𝑛 ⁄𝐹𝑦𝑓
dapat digunakan untuk pelat sayap jika 𝐹𝑛 kurang dari 𝐹𝑦𝑓
𝛼𝑇 Koefisien pemuaian termal
Faktor yang sama dengan dua kali luas pelat badan berdasarkan pada 𝐷𝑛 dibagi oleh
𝐴𝑓𝑛 yang digunakan untuk menghitung faktor hibrid; faktor yang mendefinisikan rasio
𝛽
pendekatan 𝐷𝑝 terhadap 𝐷𝑡 ⁄7,5 dimana penampang komposit dalam lentur positif
mencapai 𝑀𝑝 ; faktor koreksi kurvatur untuk kekakuan pengaku longitudinal pelat badan
Faktor modifikasi beban yang berhubungan dengan daktilitas, redundansi dan
𝜂
kepentingan operasional
Faktor beban yang ditentukan sesuai Tabel 1 SNI 1725:2106; rasio dari 𝐴𝑓 terhadap
𝛾
𝐴𝑝 untuk perencanaan pelat pengisi
(∆𝑓 ) Rentang (range) tegangan beban hidup akibat beban fatik (MPa)
𝑐
(∆𝐹) 𝑛 Tahanan fatik nominal untuk Kategori Detail C (MPa)
(∆𝐹)𝑛 Tahanan fatik nominal (N)
(∆𝐹𝑇𝐻 ) Konstanta ambang batas ampitudo fatik (MPa)
𝜆 Faktor kelangsingan pilar yang dinormalisasi
Rasio kelangsingan pelat sayap tekan; rasio kelangsingan untuk pelat sayap;
𝜆𝑓 kelangsingan pelat sayap tekan = 𝑏𝑓𝑐 ⁄𝑡𝑓𝑐 ; kelangsingan pelat sayap = 𝑏𝑓𝑐 ⁄2𝑡𝑓 ;
kelangsingan pelat sayap profil kanal = 𝑏𝑓 ⁄𝑡𝑓
Rasio kelangsingan untuk pelat sayap kompak; batas kelangsingan untuk pelat sayap
𝜆𝑝𝑓
kompak
𝜆𝑝𝑤 Batas rasio kelangsingan untuk pelat badan kompak
Batas rasio kelangsingan untuk pelat badan kompak yang berhubungan dengan
𝜆𝑝𝑤(𝐷𝑐 )
2𝐷𝑐 ⁄𝑡𝑤
Batas rasio kelangsingan untuk pelat badan kompak yang berhubungan
𝜆𝑝𝑤(𝐷𝑐𝑝 )
dengan 2𝐷𝑐𝑝 ⁄𝑡𝑤
286
𝜙𝑏𝑠 Faktor reduksi untuk blok geser
𝜙𝑐 Faktor reduksi untuk aksial tekan
𝜙𝑐𝑔 Faktor reduksi untuk tekan pada pelat buhul rangka batang
𝜙𝑐𝑠 Faktor reduksi untuk splice batang chord pada pelat buhul rangka batang
Faktor reduksi untuk geser pada luas penampang efektif dari metal elektroda pada las
𝜙𝑒1 tumpul penetrasi penuh; faktor reduksi untuk tarik yang normal terhadap luas
penampang efektif dari metal elektroda pada las tumpul penetrasi sebagian
Faktor reduksi untuk geser yang sejajar dengan sumbu dari metal elektroda pada las
𝜙𝑒2 tumpul penetrasi sebagian; faktor reduksi untuk geser pada throat dari metal elektroda
pada las sudut
𝜙𝑓 Faktor reduksi untuk lentur
𝜙𝑠 Faktor reduksi untuk geser pada baut
𝜙𝑠𝑐 Faktor reduksi untuk angkur baja (shear connector)
𝜙𝑠𝑑 Faktor reduksi untuks hakedown
𝜙𝑠𝑡 Faktor reduksi pada angkur baja (shear connector) yang mengalami tarik
𝜙𝑡 Faktor reduksi untuk tarik pada baut
𝜙𝑢 Faktor reduksi untuk fraktur pada penampang neto dari komponen tarik
𝜙𝑣 Faktor reduksi untuk geser
𝜙𝑣𝑢 Faktor reduksi untuk runtuh geser (shear rupture) pada elemen penyambung
𝜙𝑣𝑦 Faktor reduksi untuk pelelehan geser pada pelat buhul rangka batang
𝜙𝑤 Faktor reduksi untuk lipat pada pelat badan
𝜙𝑦 Faktor reduksi untuk pelelehan pada penampang bruto dari komponen tarik
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah bahwa kapasitas yang sudah terfaktor harus lebih
besar daripada kombinasi beban terfaktor yang bekerja. Untuk mendapatkan kapasitas
terfaktor maka diperlukan faktor reduksi.
Faktor reduksi untuk struktur baja yang harus digunakan adalah sesuai dengan RSNI T-03-
2005 Perencanaan struktur baja untuk jembatan atau SNI 1729:2015 Spesifikasi untuk
bangunan gedung baja struktural yang diberikan pada Tabel 4.8.
287
Tabel 4.8 Faktor reduksi (Ø) untuk struktur baja berdasarkan RSNI T-03-2005 dan
SNI 1729:2015
Faktor reduksi lainnya untuk struktur baja yang tidak tercantum dalam tabel di atas dapat
merujuk pada AASHTO LRFD Bridge design specification, sebagaimana yang diberikan pada
Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Faktor reduksi (Ø) untuk struktur baja berdasarkan AASHTO
Situasi rencana Faktor reduksi
untuk aksial tekan dan kombinasi aksial tekan dan lentur c = 0, 90
pada CFST komposit
untuk aksial tekan, kolom komposit c = 0, 90
untuk tumpuan pada pin dalam lubang yang dibor lalu di b = 1, 00
putar dengan alat ream (reamed) pada milled surfaces
untuk tumpuan baut pada material bb = 0, 80
untuk blok geser bs = 0, 80
untuk runtuh geser (shear rupture) pada elemen vu = 0, 80
sambungan
untuk tekan pada pelat buhul rangka batang cg = 0, 75
untuk splice batang chord pada pelat buhul rangka batang cs = 0, 65
untuk leleh geser pada pelat buhul rangka batang vy = 0, 80
untuk lipat pada pelat badan w = 0, 80
untuk metal elektroda pada las sudut
- tarik dan tekan yang sejajar terhadap sumbu las e1 = 0, 85
- geser pada throat metal elektroda e 2 = 0, 80
Sumber: AASHTO LRFD Bridge design specification, 2017
288
4.3.2.2 Klasifikasi penampang
Penampang gelagar I komposit dapat dikelompokkan menjadi tiga ketegori yaitu:
1) Penampang kompak; merupakan suatu penampang komposit pada lentur positif yang
memenuhi persyaratan mutu baja, kelangsingan pelat badan, dan persyaratan daktilitas
sehingga kapasitas lentur penampang tersebut bisa melebihi kapasitas lentur leleh tetapi
tidak melampaui momen plastis.
2) Penampang tidak kompak; merupakan penampang komposit pada lentur positif yang
mana kekuatan lenturnya tidak diizinkan melebihi dari kuat lentur lelehnya.
3) Penampang langsing; merupakan penampang dari suatu elemen tekan yang terbentuk
dari komponen pelat yang langsing sehingga berpotensi terjadi tekuk lokal elastis.
Penentuan klasifikasi penampang ini dapat mengacu kepada peraturan BMS (Bridge
Management System) terbaru atau AASHTO LRFD 2017.
Dalam perencanaan gelagar baja I komposit, terdapat dua jenis pengaku yaitu pengaku arah
longitudinal (longitudinal stiffener) dan pengaku arah transversal (transverse stiffener).
Pengaku longitudinal dipasang pada pelat badan gelagar bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas lentur gelagar dengan cara mencegah terjadinya tekuk lokal di pelat badan.
Pengaku transversal dipasang pada pelat badan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
geser dengan cara mencegah terjadinya tekuk geser pada pelat badan.
Pengaku longitudinal
Pengaku transversal
Selama dalam proses konstruksi, gelagar baja I diletakkan pada dudukannya terlebih dahulu
sebelum dilakukan pengecoran pelat beton. Penampang gelagar baja komposit dibagi
menjadi tiga tahapan utama seperti yang dirangkum pada tabel berikut ini.
289
Tabel 4.10 Tahapan konstruksi pada penampang baja komposit
Tahapan konstruksi Penjelasan
Untuk beban transien, beban yang diterapkan diasumsikan sebagai aksi komposit jangka
pendek, untuk perhitungan tegangan elastis pada penampang digunakan data penampang
komposit (titik berat penampang, momen inersia dan modulus penampang elastis) dengan
luas penampang pelat ditransformasikan dengan menggunakan rasio modular, n.
290
Untuk beban permanen, beban-beban ini diasumsikan diterapkan pada struktur sebagai aksi
jagka panjang, untuk perhitungan tegangan elastis pada penampang digunakan data
penampang dengan luas pelat beton transformasi dengan menggunakan rasio modular
jangka panjang, 3n. Rasio modular n ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
E gelagar
n= (157)
E pelat
Keterangan:
E gelagar adalah modulus elastisitas gelagar (MPa)
291
2. Perhitungan properti penampang aksi komposit jangka pendek (n)
CATATAN:
Karena aksi komposit yang ditinjau adalah aksi komposit jangka pendek, maka lebar pelat
yang diperhitungkan adalah beff/n = 250 mm seperti yang diperlihatkan pada gambar di atas.
Titik berat pelat dipengaruhi oleh tebal haunch yang pada contoh ini adalah 25 mm.
292
3. Perhitungan properti penampang aksi komposit jangka panjang (3n)
Dimensi Luas (A i) Titik berat (y i) Inersia (Ixi) A iy i Titik berat d = y-y Aidi2
i i
No Penampang Lebar Tinggi (y = A iy i/Atotal)
(mm) (mm) (mm2) (mm) (mm4) (mm3) (mm) (mm) (mm4)
1 Sayap bawah 300 24 7200 12 345600 86400 348.02 872070842
2 Web 13 652 8476 350 300265125 2966600 10.02 851733
360.02
3 Sayap atas 300 24 7200 688 345600 4953600 -327.98 774489780
4 Pelat 83.3 8 666.667 704 3555.55556 469333 -343.98 78879497
Total 23542.7 300959881 8475933 1726291853
Momen inersia penampang Ix = Total A idi2 + Total Ixi 2027251734 mm4
Jarak tititk berat penampang ke sisi atas sayap y c = Hg-y 339.98 mm
Jarak titik berat penampang ke sisi bawah sayap y t = Y 360.02 mm
3
Modulus penampang elatis atas S c = Ix /y c 5962932.2 mm
3
Modulus penampang elatis bawah S t = Ix /y t 5630873.9 mm
CATATAN:
Karena aksi komposit yang ditinjau adalah aksi komposit angka pendek, maka lebar pelat
yang diperhitungkan adalah beff/3n = 83 mm seperti yang diperlihatkan pada gambar di atas.
Titik berat pelat dipengaruhi oleh tebal haunch yang pada contoh ini adalah 25 mm.
293
1) Batasan penampang pelat badan
Dalam perencanaan gelagar baja I komposit, terdapat dua persyaratan batas l dasar pelat
badan yaitu pelat badan dengan pengaku longitudinal dan pelat badan tanpa pengaku
longitudinal. Pelat badan tanpa pengaku longitudinal harus memenuhi persyaratan:
D
150 (158)
tw
Keterangan:
D adalah tinggi pelat web, jarak bersih antar sayap atas dan bawah (mm)
tw adalah tebal pelat web (mm)
bf
12 (160)
2t f
D (161)
bf
6
t f 1,1t w (162)
I yc
0,1 10 (163)
I yt
Keterangan:
b f adalah lebar penampang sayap (mm)
D adalah tinggi pelat web, jarak bersih antar sayap atas dan bawah (mm)
I yc adalah momen inersia penampang sayap tekan penampang baja terhadap
sumbu vertikal pada bidang pelat badan (mm4)
I yt adalah momen inersia penampang sayap tarik penampang baja terhadap
sumbu vertikal pada bidang pelat badan (mm4)
t w adalah tebal pelat web (mm)
t f adalah tebal penampang sayap (mm)
294
3) Persyaratan penampang kompak
Selain harus memenuhi proporsi penampang pada sayap dan pelat badan, kapasitas
lentur gelagar baja I komposit bisa mencapai Mp jika penampang baja dikategorikan
sebagai penampang kompak. Suatu penampang dikatakan kompak jika:
Keterangan:
D adalah tinggi pelat badan (mm)
t w adalah tebal pelat badan (mm)
Dcp adalah tinggi pelat badan yang mengalami tekan pada penampang plastis
(mm)
E s adalah modulus elastisitas baja (MPa)
Fyc adalah tegangan leleh sayap tekan (MPa)
295
Klasifikasi penampang momen lentur positif
Jembatan
Ya
lurus?
( )
min Fyc , Fyt 480 MPa Tidak:
Jembatan lengkung
D
150
tw
Tidak
2Dcp Es
3,76
tw Fyc
Ya
Selesai
Momen plastis pada penampang kompak dihitung dengan menggunakan tabel di bawah ini.
296
Tabel 4.11 Kasus-kasus perhitungan Mp lentur positif
-
Kasus PNA Kondisi dan Mp
𝐷 𝑃 −𝑃 − 𝑃𝑠 − 𝑃𝑟𝑡 − 𝑃𝑟𝑏
̅ = ( )[ 𝑡 𝑐
𝑌 + 1]
Pelat 2 𝑃𝑤
I 𝑃𝑡 + 𝑃𝑤 ≥ 𝑃𝑐 + 𝑃𝑠 + 𝑃𝑟𝑏 + 𝑃𝑟𝑡 𝑃𝑤 2
badan 𝑀𝑝 =
2𝐷
[𝑌̅ + (𝐷 − 𝑌̅ )2 ] + [𝑃𝑠 𝑑𝑠 +
𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑟𝑡 + 𝑃𝑟𝑏 𝑑𝑟𝑏 + 𝑃𝑐 𝑑𝑐 + 𝑃𝑡 𝑑𝑡 ]
𝑡 𝑃 +𝑃 − 𝑃𝑠 − 𝑃𝑟𝑡 − 𝑃𝑟𝑏
̅ = ( 𝑐) [ 𝑤 𝑡
𝑌 + 1]
Pelat 2 𝑃𝑐
II sayap 𝑃𝑡 + 𝑃𝑤 + 𝑃𝑐 ≥ 𝑃𝑠 + 𝑃𝑟𝑏 + 𝑃𝑟𝑡 𝑃𝑐 2
𝑀𝑝 =
2𝑡𝑐
[𝑌̅ + (𝑡𝑐 − 𝑌̅ )2 ] + [𝑃𝑠 𝑑𝑠 +
Atas
𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑟𝑡 + 𝑃𝑟𝑏 𝑑𝑟𝑏 + 𝑃𝑤 𝑑𝑤 + 𝑃𝑡 𝑑𝑡 ]
Pelat 𝑃𝑐 +𝑃𝑤 + 𝑃𝑡 − 𝑃𝑟𝑡 − 𝑃𝑟𝑏
lantai ̅ = (𝑡𝑠 ) [
𝑌 ]
𝑃𝑠
beton, di 𝐶𝑟𝑏 2
III 𝑃𝑡 + 𝑃𝑤 + 𝑃𝑐 ≥ ( ) 𝑃𝑠 + 𝑃𝑟𝑏 + 𝑃𝑟𝑡 ̅ 𝑃𝑠
𝑌
bawah 𝑡𝑠 𝑀𝑝 = ( ) + [𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑟𝑡 + 𝑃𝑟𝑏 𝑑𝑟𝑏 + 𝑃𝑐 𝑑𝑐
Prb 2𝑡𝑠
+ 𝑃𝑤 𝑑𝑤 + 𝑃𝑡 𝑑𝑡 ]
Pelat ̅ = 𝐶𝑟𝑏
𝑌
2
lantai 𝐶𝑟𝑏 ̅ 𝑃𝑠
𝑌
IV beton, di 𝑃𝑡 + 𝑃𝑤 + 𝑃𝑐 + 𝑃𝑟𝑏 ≥ ( ) 𝑃𝑠 + 𝑃𝑟𝑡 𝑀𝑝 = ( ) + [𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑟𝑡 + 𝑃𝑐 𝑑𝑐 + 𝑃𝑤 𝑑𝑤
𝑡𝑠 2𝑡𝑠
Prb
+ 𝑃𝑡 𝑑𝑡 ]
Pelat 𝑃𝑟𝑏 +𝑃𝑐 + 𝑃𝑤 + 𝑃𝑡 − 𝑃𝑟𝑡
̅ = (𝑡𝑠 ) [
𝑌 ]
lantai 𝑃𝑠
beton, di 𝐶𝑟𝑡
V atas Prb 𝑃𝑡 + 𝑃𝑤 + 𝑃𝑐 + 𝑃𝑟𝑏 ≥ ( ) 𝑃𝑠 + 𝑃𝑟𝑡 2
𝑡𝑠 ̅ 𝑃𝑠
𝑌
di bawah
𝑀𝑝 = ( ) + [𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑟𝑡 + 𝑃𝑟𝑏 𝑑𝑟𝑏 + 𝑃𝑐 𝑑𝑐
2𝑡𝑠
Prt + 𝑃𝑤 𝑑𝑤 + 𝑃𝑡 𝑑𝑡 ]
Pelat ̅ = 𝐶𝑟𝑡
𝑌
2
lantai 𝐶𝑟𝑡 ̅ 𝑃𝑠
𝑌
VI beton, di 𝑃𝑡 + 𝑃𝑤 + 𝑃𝑐 + 𝑃𝑟𝑏 + 𝑃𝑟𝑡 ≥ ( ) 𝑃𝑠 𝑀𝑝 = ( ) + [𝑃𝑟𝑏 𝑑𝑟𝑏 + 𝑃𝑐 𝑑𝑐 + 𝑃𝑤 𝑑𝑤
𝑡𝑠 2𝑡𝑠
Prt
+ 𝑃𝑡 𝑑𝑡 ]
𝑃𝑟𝑏 +𝑃𝑐 + 𝑃𝑤 + 𝑃𝑡 + 𝑃𝑟𝑡
Pelat ̅ = (𝑡𝑠 ) [
𝑌 ]
𝑃𝑠
lantai 𝐶𝑟𝑡 2
VII 𝑃𝑡 + 𝑃𝑤 + 𝑃𝑐 + 𝑃𝑟𝑏 + 𝑃𝑟𝑡 ≤ ( ) 𝑃𝑠 ̅ 𝑃𝑠
𝑌
beton, di 𝑡𝑠 𝑀𝑝 = ( ) + [𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑟𝑡 + 𝑃𝑟𝑏 𝑑𝑟𝑏 + 𝑃𝑐 𝑑𝑐
atas Prt 2𝑡𝑠
+ 𝑃𝑤 𝑑𝑤 + 𝑃𝑡 𝑑𝑡 ]
Dalam perencanaan gelagar baja I komposit, jika dari persyaratan batasan penampang pelat
badan, penampang sayap dan persyaratan panampang kompak tidak terpenuhi, maka
kapasitas lentur penampang ditentukan berdasarkan momen leleh penampang My. Momen
leleh penampang komposit didefinisikan sebagai momen yang menyebabkan leleh pertama
pada salah satu sayap atau momen yang mana sisi terluar sayap mencapai tegangan leleh.
My merupakan penjumlahan dari momen yang bekerja pada penampang sebelum komposit,
pada penampang komposit jangka pendek (short term composite section) dan pada
penampang komposit jangka panjang (long term composite section).
297
M y = min( M yTop , M yBot )
M D1 M D2 M AD
Fy = + +
STop ( nonkomposit ) STop ( komposit:3n ) STop ( komposit:n )
M yTop = M D1 + M D 2 + M AD (165)
M D1 M D2 M AD
Fy = + +
S Bot ( nonkomposit ) S Bot ( komposit:3n ) S Bot ( komposit:n )
M yTop = M D1 + M D 2 + M AD
Keterangan:
S adalah modulus penampang elastis nonkomposit (mm 3)
S 3n adalah modulus penampang komposit jangka panjang (mm 3)
Contoh perhitungan 4.7: Momen plastis dan momen leleh penampang komposit
lentur positif
Suatu penampang baja I komposit dengan detail seperti yang diperlihatkan pada gambar di
bawah ini:
Tentukanlah nilai momen plastis dan momen leleh penampang komposit tersebut jika
diketahui mutu pelat beton adalah 30 MPa dan modulus elastisitas gelagar 200000 MPa.
Penampang difungsikan untuk memikul momen lentur positif.
Solusi:
1. Penentuan properti penampang nonkomposit, penampang aksi komposit jangka pendek
dan aksi komposit jangka panjang. Lebar penampang efektif pelat ditentukan
berdasarkan jarak antar gelagar, yang mana pada kasus ini jarak antar gelagar adalah
2000 mm. Perhitungan properti penampang nonkomposit, komposit (n) dan komposit
(3n) diperlihatkan ada tabel berikut ini.
298
Poperti penampang nonkomposit
Dimensi Titik berat Titik berat
Luas (A i) Inersia (Ixi) A iy i di = y-y i Aidi2
No Penampang Lebar Tinggi (yi) (y = A iy i/Atotal)
(mm) (mm) (mm2) (mm) (mm4) (mm3) (mm) (mm) (mm4)
1 Sayap bawah 400 30 12000 15 900000 180000 443.75 2362968750
2 Web 16 1000 16000 530 1333333333 8480000 458.75 -71.25 81225000
3 Sayap atas 360 20 7200 1040 240000 7488000 -581.25 2432531250
Total 35200 1334473333 16148000 4876725000
Momen inersia penampang Ix = Total A idi2 + Total Ixi 6211198333 mm4
Jarak tititk berat penampang ke sisi atas sayap y c = Hg-y 591.25 mm
Jarak titik berat penampang ke sisi bawah sayap y t = Y 458.75 mm
3
Modulus penampang elatis atas S c = Ix /y c 10505198 mm
3
Modulus penampang elatis bawah S t = Ix /y t 13539396.9 mm
Dimensi Luas (A i) Titik berat (y i) Inersia (Ixi) A iy i Titik berat di = y-y i Aidi2
No Penampang Lebar Tinggi (y = A iy i/Atotal)
(mm) (mm) (mm2) (mm) (mm4) (mm3) (mm) (mm) (mm4)
1 Sayap bawah 400 30 12000 15 900000 180000 901.94 9762051525
2 Web 16 1000 16000 530 1333333333.33 8480000 386.94 2395619570
916.94
3 Sayap atas 360 20 7200 1040 240000 7488000 -123.06 109026718.4
4 Pelat dek 250 250 62500 1175 325520833.3 73437500 258.06 4162032688
Total 97700 1659994167 89585500 16428730502
Momen inersia penampang Ix = Total A idi2 + Total Ixi 18088724668 mm4
Jarak tititk berat penampang ke sisi atas sayap y c = Hg-y 668.06 mm
Jarak titik berat penampang ke sisi bawah sayap y t = Y 916.94 mm
3
Modulus penampang elatis atas S c = Ix /y c 27076688.78 mm
3
Modulus penampang elatis bawah S t = Ix /y t 19727170.13 mm
299
Poperti penampang komposit (3n)
Tinggi total sistem dek (H) =1300 mm
Lebar efektif penampang (bef ) =2000 mm
Modulus elastisitas baja (E s ) = 200000 MPa
Kuat tekan beton (fc ') = 30 MPa
Modulus elastisitas pelat, Ec = 4700(fc')0.5 25742.9602
= MPa
Rasio modulus elastisitas (n) = E gelagar/Epelat = 24
Lebar transformasi = bef /n =83.33
Dimensi Luas (A i) Titik berat (y i) Inersia (Ixi) Aiy i Titik berat di = y-y i Aidi2
No Penampang Lebar Tinggi (y = A iy i/Atotal)
(mm) (mm) (mm2) (mm) (mm4) (mm3) (mm) (mm) (mm4)
1 Sayap bawah 400 30 12000 15 900000 180000 710.05 6050112348.5
2 Web 16 1000 16000 530 1333333333 8480000 195.05 608734132.7
725.05
3 Sayap atas 360 20 7200 1040 240000 7488000 -314.95 714177165.2
4 Pelat dek 83.3 250 20833.3 1175 108506944.4 24479167 449.95 4217746193.0
Total 56033.3 1442980278 40627167 11590769839.4
Momen inersia penampang Ix = Total A idi2 + Total Ixi 13033750117 mm4
Jarak tititk berat penampang ke sisi atas sayap y c = Hg-y 859.95 mm
Jarak titik berat penampang ke sisi bawah sayap y t = Y 725.05 mm
3
Modulus penampang elatis atas S c = Ix /y c 15156466.96 mm
3
Modulus penampang elatis bawah S t = Ix /y t 17976258.86 mm
300
Ps := 0.85 fc bs ts = 12750 kN
Gaya plastis di pelat
KASUS I
Pt + Pw Pc + Ps
Pt + Pw = 9660 kN
Pc + Ps = 15234 kN
p
4140 kN + 5520 kN 2484 kN + 12750 kN
9660 kN 15234 kN
Oleh karena itu, PNA tidak di pelat badan
KASUS II
Pt + Pw + Pc Ps
Pt + Pw + Pc = 12144 kN
Ps = 12750 kN
l
4140 kN + 5520 kN + 2484 kN 12750 kN
12144 kN 12750 kN
Oleh karena itu, PNA tidak di sayap atas
Dengan demikian, PNA terletak di pelat.
301
diperlukan gaya dalam terfaktor akibat masing-masing pembebanan (MA, MS dan beban
tambahan lainnya) yang pada perhitungan ini nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:
Momen penampang nonkomposit MD1 := 1250.74 kN m
Momen penampang komposit (3n) MD2 := 249.13 kN m
3
Modulus penampang nonkomposit SSnc := 13539396.91
nc := 13539396.91mm
mm3
33
Modulus penampang komposit (n) SSst := 19727170.13
st := 19727170.13mm
19727170.13 mm3
mm
3
3
Modulus penampang komposit (3n) Slt := 17976258.86
17976258.86mm
mm
M.D1 M.D2
M.AD := F.yt - + S = 4710.13 kN m
S.nc S.lt .st
M.y := M.D1 + M.D2 + M.AD = 6210 kN m
CATATAN:
Momen leleh harus ditentukan berdasarkan modulus penampang sayap atas dan bawah.
Nilai My terkecil dari perhitungan menggunakan modulus penampang sayap atas dan bawah
merupakan momen leleh yang digunakan dalam perencanaan.
4.3.2.5.2 Momen plastis dan momen leleh lentur negatif
Kapasitas lentur penampang komposit pada lentur negatif bisa dicapai jika persyaratan berikut
ini terpenuhi:
1) Batasan penampang pelat badan dengan persyaratan yang sama seperti pada lentur
positif.
2) Batasan penampang sayap dengan persyaratan yang sama seperti pada lentur positif.
3) Persyaratan penampang kompak
Selain harus memenuhi batasan penampang pada sayap dan pelat badan, kapasitas lentur
gelagar baja I komposit bisa mencapai Mp jika penampang baja dikategorikan sebagai
penampang kompak. Suatu pe nampang dikatakan kompak jika:
min( Fyc, Fyt ) 480 MPa
2 Dcp Es
5, 7
tw Fyc (166)
I yc
0, 3
I yt
Keterangan:
Dcp adalah tinggi pelat badan yang mengalami tekan pada penampang plastis
(mm)
Es adalah modulus elastisitas baja (MPa)
I yc adalah momen inersia dari pelat sayap tekan penampang baja terhadap
sumbu vertikal bidang pelat badan (mm 4)
302
I yt adalah momen inersia dari pelat sayap tarik penampang baja terhadap
sumbu vertikal bidang pelat badan (mm 4)
t w adalah tebal pelat badan (mm)
Jembatan
Ya
lurus? Tidak:
Jembatan lengkung
( )
min Fyc , Fyt 480 MPa
2Dcp Es
5,7
tw Fyc Tidak
I yc
0,3 Penampang tak kompak
I yt
Penampang langsing
Ya
Penampang kompak
Selesai
303
Tabel 4.12 Perhitungan PNA dan Mp untuk penampang komposit pada lentur negatif
-
Kasus PNA Kondisi dan Mp
𝐷 𝑃 −𝑃 − 𝑃𝑟𝑡 − 𝑃𝑟𝑏
̅ = ( )[ 𝑐 𝑡
𝑌 + 1]
Pelat 2 𝑃𝑤
I 𝑃𝑐 + 𝑃𝑤 ≥ 𝑃𝑡 + 𝑃𝑟𝑏 + 𝑃𝑟𝑡 𝑃𝑤 2
Badan 𝑀𝑝 =
2𝐷
[𝑌̅ + (𝐷 − 𝑌̅ )2 ] + [𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑟𝑡 + 𝑃𝑟𝑏 𝑑𝑟𝑏 +
𝑃𝑡 𝑑𝑡 + 𝑃𝑐 𝑑𝑐 ]
𝑡 𝑃 +𝑃 − 𝑃𝑟𝑡 − 𝑃𝑟𝑏
̅ = ( 𝑡) [ 𝑤 𝑐
𝑌 + 1]
Pelat 2 𝑃𝑡
II Sayap 𝑃𝑐 + 𝑃𝑤 + 𝑃𝑡 ≥ 𝑃𝑟𝑏 + 𝑃𝑟𝑡 𝑃𝑡 2
𝑀𝑝 =
2𝑡𝑡
[𝑌̅ + (𝑡𝑡 − 𝑌̅ )2 ] + [𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑟𝑡 + 𝑃𝑟𝑏 𝑑𝑟𝑏 +
Atas
𝑃𝑤 𝑑𝑤 + 𝑃𝑐 𝑑𝑐 ]
Dalam perencanaan gelagar baja I komposit, jika dari persyaratan batasan penampang pelat
badan, penampang sayap dan persyaratan panampang kompak tidak terpenuhi, maka
kapasitas lentur penampang ditentukan berdasarkan momen leleh penampang My. Momen
leleh penampang komposit didefinisikan sebagai momen yang menyebabkan leleh pertama
pada salah satu sayap atau momen yang mana sisi terluar sayap mencapai tegangan leleh.
My merupakan penjumlahan dari momen yang bekerja pada penampang sebelum komposit,
pada penampang komposit jangka pendek (short term composite section) dan pada
penampang komposit jangka panjang (long term composite section).
M y = min( M yTop , M yBot )
M D1 M D2 M AD
Fy = + +
STop ( nonkomposit ) STopR ( komposit:3n ) STopR ( komposit:n )
M yTop = M D1 + M D 2 + M AD (167)
M D1 M D2 M AD
Fy = + +
S Bot ( nonkomposit ) S BotR ( komposit:3n ) S BotR ( komposit:n )
M yTop = M D1 + M D 2 + M AD
Keterangan:
S adalah modulus penampang elastis nonkomposit (mm3)
SR adalah modulus penampang komposit jangka panjang dengan tulangan
(mm3)
M D1 adalah momen pada penampang nonkomposit (N.m)
M D2 adalah momen pada penampang komposit jangka panjang (N.m)
M D3 adalah momen tambahan pada penampang komposit jangka pendek
(N.m)
M y adalah momen leleh (N.m)
304
Contoh perhitungan 4.8: Momen plastis dan momen leleh penampang komposit
lentur negatif
Tentukanlah nilai momen plastis negatif menggunakan data-data pada Contoh
perhitungan 7.7.
Solusi:
Pada tumpuan menerus, luasan tulangan longitudinal diambil minimal 1% dari total luas
penampang pelat. Hal ini bertujuan untuk mengontrol keretakan pelat beton akibat tarik
karena beban konstruksi terfaktor ataupun beban layan II yang melebihi φfr. Diameter
tulangan longitudinal yang digunakan tidak boleh lebih dari 19 mm. Pada contoh ini, luas
penampang tulangan longitudinal dihitung sebagai berikut:
2
Luas penampang pelat Ad := bs ts = 500000 mm
2
Luas tulangan longitudinal minimum As_req := 0.01 Ad = 5000 mm
Tulangan dibuat 2 lapis pada arah longitudinal dengan 1/3 (9 batang tulangan) di lapis
i
ns :=
bawah dan 2/3 (16 batang tulangan) di lapis atas.
25
2
AArt := 16 A = 3216.99 mm 2
rt := 16 Ass = 3216.99 mm
Luas tulangan atas
22
AArb :=:= 99AAs == 1809.56
1809.56mm
mm
Luas tulangan bawah rb s
Jika digunakan tulangan dengan tegangan leleh 420 MPa, maka perhitungan momen
plastis pada lentur negatif adalah sebagai berikut:
Pt := Fyt bt tt = 2484 kN
Gaya plastis di sayap atas
Pw := Fyw D tw = 5520 kN
Gaya plastis di pelat badan
Pc := Fyc bc tc = 4140 kN
Gaya plastis di sayap bawah
Pc + Pw Pt + Prb + Prt
9660 kN 4595.15 kN
305
Oleh karena itu, PNA di pelat badan, sehingga letak PNA adalah:
D Pc - Pt - Prt - Prb
Y := + 1 = 458.77 mm
2 Pw
(dari sisi bawah sayap atas)
Momen plastis Mp :=
Pw 2 ( 2 ) (
Y + D m - Y + Prt drt + Prb drb + Pt dt + Pc dc
)
2 D
Mp = 7546.2 kN m
Secara umum, perencanaan gelagar baja I komposit terdiri dari beberapa tahapan seperti
yang diperlihatkan pada gambar berikut ini:
Pemeriksaan daktilitas
Pembahasan lanjut terkait persyaratan perencanaan gelagar I komposit pada syarat keadaan
batas kekuatan dibahas pada sub bab berikut ini.
306
4.3.2.6.1 Pemeriksaan daktilitas
Persyaratan daktilitas pada gelagar harus terpenuhi untuk mencegah terjadinya kerusakan
prematur pada pelat beton. Untuk memverifikasi suatu penampang pelat badan yang
mengalami lentur positif, daktilitas diperiksa dengan persamaan berikut:
D p 0, 42 Dt (168)
Keterangan:
D p adalah jarak dari sisi atas pelat ke sumbu netral penampang komposit pada
momen plastis (mm)
Dt adalah tinggi total penampang komposit (mm)
Nilai D p ditentukan berdasarkan letak sumbu netral plastis yang ditentukan berdasarkan
Tabel 4.11 dan Tabel 4.12 yang dibahas pada Sub bab 4.3.2.5.
307
4.3.2.6.2 Kekuatan lentur
Perencanaan ketahanan gelagar komposit terhadap lentur pada keadaan batas kekuatan
diperlihatkan pada Gambar 4.44.
Ya Momen positif? Ya
Penentuan
daktilitas Jembatan
Ya
D p 0, 42dt lurus?
Jembatan Penampang
Ya Ya
Lurus? langsing?
Tidak:
Jembatan lengkung Tidak: Kompak atau
Penampang
Tidak tidak kompak
Kompak? Tidak: Jembatan
lengkung
Gunakan opsi
Kasus 1: Lampiran 6
Periksa Tidak
Kasus 2: AASHTO LRFD
ketahanan Periksa 2017?
lentur dari ketahanan
momen lentur lentur dari
positif pada momen lentur
penampang positif pada Ya
kompak penampang
Kasus 3: Kasus 4:
tak kompak
Periksa ketahanan Periksa ketahanan
lentur dari momen lentur dari momen
lentur negatif pada lentur negatif dengan
penampang lampiran A6 AASHTO
kompak LRFD 2017
Selesai
Dari Gambar 4.44 di atas terlihat bahwa dalam perencanaan gelagar baja I komposit terhadap
lentur dipengaruhi oleh kondisi momen yang ditinjau (momen positif atau momen negatif) dan
klasifikasi penampang (kompak tak kompak) yang dibagi menjadi 4 kasus yang akan diuraikan
pada sub bab berikut ini.
308
4.3.2.6.3 Kasus 1: Ketahanan lentur positif pada penampang kompak
Jika gelagar baja I komposit yang dirancang merupakan gelagar penampang kompak dan
memikul momen positif, maka prosedur perencanaannya mengikuti bagan alir sebagai
berikut:
Ya D p 0,1Dt Tidak
Hitung Mn Hitung Mn
Dp Mn = M p
M n = M p 1,07 - 0,7
Dt
Bentang
menerus?
Ya
Periksa maksimum Mn
M n = 1,3Rh M y Tidak
Periksa maksimum Mn
1
Mu + f S xt f M n
3 l
ft 0,6 Fyt
Selesai
Gambar 4.45 - Bagan alir perencanaan kekuatan lentur pada penampang kompak yang
menahan momen lentur positif
Jika penampang kompak dan memikul momen lentur positif, gelagar baja I komposit harus
direncanakan untuk memenuhi persyaratan berikut:
1
Mu + fl S xt f M n (169)
3
Keterangan:
D p adalah jarak dari sisi atas pelat ke sumbu netral penampang komposit pada
momen plastis (mm)
Dt adalah tinggi total penampang komposit (mm)
309
fl adalah tegangan lentur lateral (MPa)
ft adalah tegangan akibat beban terfaktor pada sayap tarik dihitung tanpa
memperhitungkan tegangan lentur pelat sayap (MPa)
Fyt adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap
Pada penampang tak kompak yang memikul momen lentur positif, gelagar baja I komposit
harus dirancang berdasarkan tegangan pada sayap tarik dan tekan dengan alur desain
dirangkum pada bagan alir di bawah ini:
Selesai
Gambar 4.46 - Bagan alir perencanaan kekuatan lentur pada penampang tak kompak
yang menahan momen lentur positif
310
Keterangan:
fbu adalah tegangan pada sayap dihitung tanpa pengaruh lentur lateral sayap
(MPa)
Fnc adalah ketahanan lentur nominal pelat sayap tekan (MPa)
Fyt adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang
4.3.2.6.5 Kasus 3: Ketahanan lentur negatif pada penampang komposit dan tak
kompak
Pada kasus lentur negatif, gelagar baja I komposit dirancang berdasarkan tipe kekangan
sayap tekan apakah terkekang penuh (continuous braced flange) atau terkekang sebagian
(discretely braced flange). Prosedur perencanaan gelagar baja I komposit yang memikul
momen negatif diperlihatkan pada Gambar 4.47.
311
Kasus 3: Pemeriksaan ketahanan
lentur pada momen lentur negatif
Ya f pf Tidak
Lb L p tidak L p Lb Lr Tidak
Ya Ya
Panjang tak terkekang Panjang tak terkekang tak kompak Panjang tak terkekang
kompak Hitung Fnc(LTB)
nc(LTB) langsing
Fnc( FLB) = Rb Rh Fyc Fyt Lb - L p Fnc( FLB ) = Fcr Rb Rh Fyc
Fnc( FLB) = Cb 1 - 1 - Rb Rh Fyc Rb Rh Fyc
Rh Fyc Lr - L p
Selesai
Gambar 4.47 - Bagan alir perencanaan kekuatan lentur terhadap momen negatif
Berdasarkan bagan alir Gambar 4.47, perencanaan I komposit pada lentur negatif dengan
kondisi sayap tekan terkekang sebagian (discretely braced compression flange) harus
memenuhi persyaratan berikut:
1
fbu + fl f Fnc (170)
3
Keterangan:
Fnc = min( Fnc ( FLB ) , Fnc ( LTB ) )
312
Fnc ( FLB ) adalah ketahanan nominal terhadap tekuk lokal berdasarkan sayap
tekan terkekang sebagian (MPa)
Fnc ( LTB ) adalah ketahanan nominal terhadap tekuk torsi lateral berdasarkan
sayap tekan terkekang sebagian (MPa)
fbu adalah tegangan tekan maksimum diseluruh panjang tanpa bracing
pada pelat sayap yang ditinjau dan dihitung tanpa memperhitungkan
tegangan lentur lateral sayap (MPa)
fl adalah tegangan lateral sayap, fl = 0, 6 f yf (MPa)
Ketahanan tekuk lokal sayap Fnc ( FLB ) pada penampang sayap tekan terkekang sebagian
direncanakan berdasarkan faktor rasio kelangsingan sayap tekan yang dirangkum sebagai
berikut:
Tabel 4.13 Perhitungan Fnc ( FLB )
Kasus Fnc ( FLB )
pf Fnc ( FLB ) = Rb Rh Fyc
Fyt f - pf
pf Fnc ( FLB ) = 1 - 1 -
rf - pf b h yc
RRF
Rh Fyc
313
Faktor rasio kelangsingan sayap dihitung dengan persamaan berikut:
bc
f =
2t fc
Es
pf = 0, 38
Fyr (171)
Es
rf = 0, 56
Fyc
Fnc ( LTB ) = Rb Rh Fyc
Keterangan:
f adalah rasio kelangsingan untuk penampang sayap tekan
rf adalah batasan rasio kelangsingan untuk penampang sayap tak kompak
314
Lb Lr Fnc ( LTB) = Fcr Rb Rh Fyc
Dimana:
Es
L p = 1, 0rt
Fyc
Es
Lr = rt
Fyc
Cb Rb 2 Es
Fcr = 2
(172)
Lb
rt
bc
rt =
1 Dc tw
12 1 +
3 bc tc
Keterangan:
bc adalah lebar penuh pelat sayap tekan (mm)
Dc adalah ketinggian pelat badan dalam tekan pada rentang elastis (mm)
Rb adalah faktor pelepasan beban pelat badan (web load shedding factor)
315
Variabel Cb merupakan faktor pembesaran momen yang ditentukan berdasarkan ketentuan
berikut:
Keterangan:
Cb adalah faktor modifikasi pengaruh momen gradien
f0 adalah tegangan akibat beban terfaktor tanpa tegangan lentur lateral sayap pada titik kekangan
berlawanan terhadap 𝑓2 , yang dihitung dari nilai momen envelope yang menghasilkan tekan
terbesar pada titik tersebut pada pelat sayap yang ditinjau, atau tarik terkecil jika titik ini tidak
pernah mengalami tekan; positif untuk tekan dan negatif untuk tarik (MPa)
f1 adalah tegangan pada ujung berlawanan dari panjang tak terkekang dari 𝑓2 yang mewakili
perpotongan dari tegangan kritis yang diasumsikan linier, baik melalui 𝑓2 dan 𝑓𝑚𝑖𝑑 atau melalui
𝑓2 dan 𝑓0 , diambil sebagai 2𝑓𝑚𝑖𝑑 − 𝑓2 ≥ 𝑓0 (MPa)
f2 adalah tegangan tekan terbesar akibat beban terfaktor tanpa meninjau tegangan lentur lateral pada
ujung dari panjang tak terkekang yang dihitung dari nilai momen envelope kritis; selalu diambil
positif kecuali tegangan adalah nol atau tarik pada kedua ujung panjang tak terkekang dimana
untuk kasus ini 𝑓2 diambil sama dengan nol (MPa)
316
Periksa ketahanan lentur dari
momen kelenturan negatif dengan
menggunakan lampiran A6
Rh M yc w - pw( Dc ) M p Mp
Mp R pc = 1 - 1 -
R pc = M p rw - pw( D ) M yc
M yc c
M yc
Mp w - pw( Dc ) M p M p
Rh M yt
R pt = R pt = 1 - 1 -
M p rw - pw( D ) M yt
M yt c
M yt
Terkekang sebagian
Pelat sayap tekan?
Fyr S xc f - pf
M nc ( FLB ) = R pc M yc M nc ( FLB ) = 1 - 1 - R pc M yc
R pc M yc rf - pf
Ya Lb L p Tidak Lp Lb Lr Tidak
Ya
Fyr S xc Lb - L p
M nc ( LTB ) = R pc M yc M nc ( LTB ) = Cb 1 - 1 - R pc M yc R pc M yc M nc ( LTB ) = Fcr`S xc Rpc M yc
R pc M yc Lr - Lp
Tahanan tekuk
M nc = min M nc ( FLB ), M nc ( LTB )
Torsi lateral
Selesai
Gambar 4.48 - Bagan alir perencanaan kekuatan lentur terhadap momen negatif
lampiran A6
317
Keterangan:
M nc = min( M nc( FLB) , M nc( LTB) )
Fyr adalah tegangan pelat sayap tekan pada saat mencapai leleh nominal terjadi dalam
M nc( FLB) adalah tahanan lentur nominal berdasarkan tekuk lokal pada pelat sayap tekan (N.m)
M nc ( LTB) adalah tahanan lentur nominal terhadap tekuk torsi lateral berdasarkan sayap tekan (N.m)
Lp adalah batas panjang tak terkekang untuk mencapai ketahanan lentur nominal Rb Rb Fyc pada
rf adalah batasan rasio kelangsingan untuk penampang sayap tak kompak
Rb adalah faktor pelepasan beban pelat badan (web load shedding factor)
S xc adalah modulus elastis penampang terhadap sumbu mayor dari penampang ke pelat sayap
tekan yang diambil sama dengan 𝑀𝑦𝑐 /𝐹𝑦𝑐 (mm3)
318
R pc adalah faktor plastifikasi pelat badan untuk pelat sayap tekan
Dp := Y = 238.12 mm
0.42 d = 546 mm
467.879 mm 546 mm ...Oke
PEMERIKSAAN KLASIFIKASI PENAMPANG
( )
Fyd := min Fyc ,Fyt = 345 MPa
Dcp Es
2 3.76
tw F yc
Untuk semua penampang komposit dalam lentur positif dimana garis netral tidak berada di
pelat badan, maka Dcp := 0 sehingga
Es
0 3.76
F yc
319
Karena ketiga persyaratan di atas terpenuhi, maka penampang dikategorikan sebagai
penampang kompak dan perhitungan kapasitas lentur penampang ditentukan berdasarkan
kasus 1 pada Gambar 4.44.
PERHITUNGAN MOMEN PLASTIS
Dari bagan alir pada Gambar 4.45, kapasitas lentur penampang ditentukan berdasarkan
batasan nilai letak sumbu PNA yaitu:
Dp 0.1Dt
Dp = 238.12 mm
Dt := d = 1300 mm
0.1 Dt = 130 mm
d
238.118 mm 130 mm
Karena persyaratan Dp ≤ 0.1Dt tidak terpenuhi, maka nilai Mn adalah
Dp
Mn := Mp 1.07 - 0.7 = 8688.6kN m
D
t
Prosedur perencanaan geser gelagar baja I komposit pada keadaan batas kekuatan
diperlihatkan pada bagan alir pada Gambar 4.49. Nilai rasio ketahanan tekuk geser terhadap
kuat leleh geser C ditentukan berdasarkan tabel di bawah ini:
Tabel 4.16 Penentuan nilai C
Kasus C
D Ek
1,12 C = 1,0
tw Fyw
1,12 Ek
Ek D Ek C=
1,12 1,40 D Fyw
Fyw tw Fyw
tw
1,57 Ek
D Ek C=
1,40 2
D Fyw
tw Fyw
tw
Keterangan:
C adalah rasio antara tahanan tekuk geser terhadap tahanan leleh geser
D adalah tinggi pelat badan (web) (mm)
E adalah modulus elastisitas baja (MPa)
Fyw adalah tahanan leleh nominal pelat badan (web) (MPa)
320
tw adalah tebal pelat badan (web) (mm)
Perancangan ketahanan
geser
Hitung Vn Hitung Vn
Vn = Vcr = CV p Vn = Vcr = CV p
V p = 0,58Fyw Dtw V p = 0,58Fyw Dtw 2 Dtw
Tidak 2,5
( bc tc + bt tt )
Ya
Hitung Vn Hitung Vn
0,87(1 - C ) 0,87(1 - C )
Vn = V p C + Vn = V p C +
2
d0
2
d d +
1+ 0 + 0 1 D
D D
Periksa Vn
Vu V Vn
Selesai
321
tc adalah tebal pelat sayap tekan (mm)
5
Koefisien tekuk geser k := 5 + = 5.56
2
do
D
Modulus elastisitas baja E := 200000 MPa q
Berdasarkan bagan alir pada Gambar 4.49, kekuatan geser adalah
Vn = CVp = C 0,58Fyw Dtw , nilai C ditentukan berdasarkan Tabel 4.16.
D
= 62.5
tw
E k
1.12 = 63.56
Fyw
D E k
Karena 1.12 maka C=1
tw Fyw
E k
1.4 = 79.45
F yw
CC:=:=11
Dengan demikian, maka kuat lentur nominal penampang adalah:
ϕ := 1
ϕ Vn = 3201.6 kN
Untuk memastikan bahwa penampang aman atau tidak, maka nilai ΦVn dibandingkan
dengan nilai Vu akibat kombinasi pembebanan yang bersesuaian, yang pada kasus ini
adalah kombinasi pembebanan kuat I.
4.3.2.8 Perencanaan gelagar baja I Komposit: keadaan batas layan
4.3.2.8.1 Lentur
Dalam perencanaan gelagar baja I komposit pada keadaan batas layan, tegangan sayap pada
deformasi permanen dan tekuk lentur pelat badan (web) diverifikasi dan harus memenuhi
kriteria desain sebagai berikut:
1) Sayap atas
Sayap atas baja penampang komposit harus memenuhi persyaratan di bawah ini:
322
f f 0,95Rh Fyf (173)
2) Sayap bawah
Sayap bawah baja pada penampang baja I komposit harus memenuhi persyaratan
berikut ini:
f
f f + l 0,95Rh Fyf (174)
2
Keterangan:
f f adalah tegangan sayap pada penampang yang ditinjau karena beban layan
II dihitung tanpa mempertimbangkan lentur lateral sayap (MPa)
fl adalah tegangan lentur lateral sayap pada penampang yang ditinjau
323
Periksa kelelehan lentur di
sayap
Periksa ketahanan
tekuk lentur web
Ya
f c Fcrw
Selesai
Gambar 4.50 - Prosedur perencanaan gelagar baja I komposit keadaan batas layan
324
fc Fcrw
0,9 Es k
Fcrw = min Rh Fyc , Fyw
D
2
0,7
(175)
w
t
9
k= 2
Dc
D
Keterangan:
D adalah tinggi pelat web, jarak bersih antar sayap atas dan bawah (mm)
Dc adalah ketinggian pelat badan dalam tekan pada rentang elastis (mm)
325
3
Sc_st := 27076688.78 mm
3
Modulus penampang bawah nonkomposit (n) St_st := 19727170.13 mm 3 s
St_st := 19727170.13 mm
3
Sc_lt := 27076688.78 mm33
Modulus penampang atas komposit (3n) SSc_lt := 27076688.78
c_lt := 27076688.78mm
mm s
3
:= 19727170.13
t_lt :=
Modulus penampang bawah nonkomposit (3n) SSt_lt mm3
19727170.13mm s
326
Tabel 4.17 Klasifikasi penampang
Kasus Penampang
2 Dc Es
5, 7 Pelat badan kompak atau tidak kompak
tw Fyc
2 Dc Es
5, 7 Pelat badan langsing
tw Fyc
Penampang tekan dengan pengaku sebagian harus dirancang dengan tiga persyaratan
berikut ini:
1) Pemeriksaan leleh lentur nominal sayap
Untuk tahapan kritis konstruksi, persyaratan di bawah ini harus terpenuhi. Akan tetapi,
persyaratan ini bisa diabaikan jika penampang pelat badan adalah penampang langsing
sehingga fl = 0
f f + f l f Rh Fyc (176)
fl
ff + f Fnc F (177)
3
Keterangan:
fbu adalah tegangan tekan maksimum diseluruh panjang tak terkekang pada pelat sayap yang
ditinjau dan dihitung tanpa memperhitungkan tegangan lentur lateral sayap (MPa)
Fcrw adalah tegangan ketahanan tekuk lentur nominal pelat badan dengan atau tanpa pengaku
longitudinal (MPa)
ff adalah tegangan sayap pada penampang yang ditinjau karena beban layan II dihitung
II, fl = 0, 6 f yf (MPa)
Fnc ( FLB ) adalah ketahanan nominal terhadap tekuk lokal berdasarkan sayap tekan terkekang
sebagian (MPa)
327
Fnc ( LTB ) adalah ketahanan nominal terhadap tekuk torsi lateral berdasarkan sayap tekan
terkekang sebagian (MPa)
Fyc adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang memikul
tekan (MPa)
Rh adalah faktor penampang hibrid
Pada kasus sayap tarik dengan yang kekangan sebagian, maka persyaratan berikut harus
terpenuhi.
f f + f l f Rh Fyt (179)
Keterangan:
ff adalah tegangan sayap pada penampang yang ditinjau karena
Fyt adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap
yang memikul tekan (MPa)
Jika tegangan tarik longitudinal di pelat beton melebihi f f r maka diperlukan tulangan dengan
luas minimum 1%. Diameter tulangan yang digunakan tidak boleh lebih besar dari 19 mm
dengan spasi tidak boleh lebih dari 30 cm. Gaya tarik total pada pelat beton diteruskan dari
pelat melalui angkur baja ke sayap atas. Agar tidak terjadi kerusakan pada pelat, maka
persyaratan berikut harus terpenuhi:
Fdek fr
(180)
f r = 0, 24 fc`
Keterangan:
= 0,9
My
Fdek =
E adalah tegangan tarik longitudinal pada pelat beton (Mpa)
I s
Ec
328
Pemeriksaan ketahanan
lentur
Ya: Tidak:
Sayap tekan?
Sayap tekan Sayap tarik
Periksa
Periksa leleh
ketahanan lentur
nominal sayap
1
f bu + fl f Fnc fbu + fl f Rh Fyt
3
Periksa tekuk
lentur web
Ya: fbu f Fcrw
Web kompak atau
Web tidak kompak
Periksa kelelehan
nominal sayap
Tidak fl = 0
f bu + f l f Rh Fyc
Selesai
fbu adalah tegangan tekan maksimum diseluruh panjang tak terkekang pada pelat sayap yang
ditinjau dan dihitung tanpa memperhitungkan tegangan lentur lateral sayap (MPa)
Fcrw adalah tegangan ketahanan tekuk lentur nominal pelat badan dengan atau tanpa
pengaku longitudinal (MPa)
329
fl adalah tegangan lateral sayap, fl = 0, 6 f yf (MPa)
Fyc adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang memikul tekan (MPa)
Fyt adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang memikul tarik (MPa)
Solusi:
1. Perhitungan tegangan lentur akibat urutan pengecoran
Pada daerah lentur positif, momen sementara pada penampang nonkomposit ketika
pengecoran beton mungkin saja lebih besar dari momen pada kondisi akhir. Momen
tersebut harus diperhitungkan berdasarkan urutan pengecoran beton jika beton tidak
dicor pada satu tahapan. Akan tetapi pada kasus ini, beton diasumsikan dicor dalam
satu tahapan pengecoran sehingga dalam analisis dapat diasumsikan sebagai beban
merata di atas gelagar komposit. Momen yang diperhitungkan dalam pemeriksaan
terhadap persyaratan kemudahan pelaksanaan berasal dari momen total yang berasal
dari momen akibat beton basah dan berat sendiri gelagar yang pada contoh ini
diasumsikan sebesar 1000 kN.m. Tegangan tekan terbesar di sepanjang bentang tak
terkekang pada sayap yang ditinjau, dihitung tanpa mempertimbangkan lentur lateral
sayap adalah:
1000 kN m
fbu := = 95.19 MPa
Sc_nc
Dimana St-nc adalah modulus penampang atas nonkomposit yang ditentukan pada
Contoh Perhitungan 7.11.
330
2. Beban pelat kantilever
Pada gelagar tepi, pengaruh beban pada kantilever juga harus diperhitungkan karena
memicu terjadinya torsi yang mengakibatkan terjadinya tegangan lentur lateral fl.
Tegangan ini berasal dari beban yang bekerja pada penyangga kantilever (overhange
bracket) seperti yang diperlihatkan pada gambar di contoh ini. Beban-beban tersebut
adalah berat beton basah dek, berat dari peralatan dan kelengkapan konstruksi seperti
berat pembatas (railing), screed rail, walkway dan mesin untuk keperluan finishing.
Lebar pelat kantilever bdk := 1200 mm
bc
r = = 88.77 mm
t
1 D t
12 1+ c w
3 b t
c c
Tegangan leleh sayap tekan (sayap atas) Fyt = 345 MPa
E
Batas panjang tak terkekang Lp := 1 rt = 2125.29 mm
Fyt
Karena Lp lebih besar dari Lb, maka tegangan lentur lateral sayap tekan elastis second
order harus digunakan, yang mana tegangan lentur lateral sayap tekan elastis second
order tersebut ditentukan berdasarkan pembesaran dari orde pertama, dengan
perhitungan sebagai berikut:
331
fl AF fl1
( )
kN
PDL := 1.3 W s + 1.5 W b + W r + W sr = 12.64
m
Beban mati dari mesin: Pm := 1.5 W m = 16.50 kN
kN
Gaya horizontal F DL := PDL tan( 45deg) = 12.64
m
F m := Pm tan( 45deg) = 16.50 kN
2
FDL Lb
Momen lentur lateral akibat beban mati MlDL := = 26.34 kN m
12
F m Lb
Momen lentur lateral akibat beban mesin Mlm := = 10.31 kN m
8
Momen total Ml := MlDL + Mlm = 36.65 kN m
Ml
Tegangan lentur lateral sayap atas flt := AF = 85.32 MPa
t b 2
c c
6
Ml
Tegangan lentur sayap bawah flb := AF = 46.07 MPa
t b 2
t t
6
332
E
λ pft := 0.38 = 9.15
Fyt
Karena λ ft λ pft maka Fnc_LB := Rb Rh Fyt = 345 MPa
1 s
Periksa ketahanan lentur sayap tekan: fbu + f ϕ f Fnc_LB
3 l
1
fbu + f = 123.63 MPa
3 lt
7
Periksa ketahanan lentur sayap tekan: fbu + fl ϕ f Fnc_LB
E
5.7 = 137.24
Fyt
65.16 137.24
maka penampang adalah kompak atau tak kompak dan tidak langsing. Kekuatan leleh
nominal sayap tekan (sayap atas) adalah:
e
0.9 Rh Fyt = 310.5 MPa
ka penampang kuat memikul beban yang bekerja dan
Karena 0.9 Rh Fyc fbu + flt maka penampang kuat memikul beban yang bekerja dan memenuhi
n pelaksanaan.
persyaratan kemudahan pelaksanaan.
4.3.2.9.6 Geser
Pelat badan harus memenuhi persyaratan berikut ini selama tahapan kritis konstruksi.
Vu vVcr (181)
333
Keterangan:
Vcr = C 0, 85 Fyw D tw
Prosedur perencanaan gelagar baja I komposit berdasarkan persyaratan kemudahan
pelaksanaan dapat dilihat pada Gambar 4.51.
Jika mengacu ke standar AASHTO LRFD 2017, maka perencanaan gelagar baja I komposit
untuk keadaan batas fatik harus memenuhi kriteria berdasarkan dua kondisi pembebanan
dengan prosedur perencanaan diperlihatkan pada bagan alir di bawah ini.
( LHR) SL = p ( LHR) Ya
Ya
( F )n = ( F )TH Gunakan kombinasi fatik
II untuk umur rencana tak
hingga (f )
N = (365)(75)n( LHR) SL
( f ) ( F )n 1
( F )n =
A 3
N
Selesai
Gambar 4.52 - Prosedur perencanaan gelagar baja I komposit keadaan batas fatik
334
Keterangan:
adalah faktor beban untuk kombinasi beban fatik
f adalah pengaruh gaya, tegangan beban hidup akibat beban fatik (MPa)
LHR
SL adalah lalu lintas truk harian rata-rata pada satu lajur harus dihitung sesuai sesuai dengan
pasal 8.11.2 dari SNI 1725:2016
4.3.2.10.1 Keadaan batas fatik
Untuk sayap tekan, tegangan tekan akibat beban mati tak terfaktor dibandingkan dengan
tegangan tarik karena beban hidup terfaktor sebelum pemeriksaan terhadap persyaratan fatik.
Jika dua kali tegangan tarik akibat beban hidup terfaktor lebih besar dari tegangan tekan
akibat beban mati tak terfaktor, maka pemeriksaan terhadap fatik harus dilakukan. Sedangkan
untuk sayap tarik, pemeriksaan terhadap fatik harus dilakukan.
4.3.2.10.2 Ketahanan fatik nominal
Jika mengacu ke AASHTO LRFD 2017, persyaratan fatik harus diperiksa pada dua kombinasi
pembebanan yaitu kombinasi fatik I dan II. Namun, jika mengacu ke SNI 1725:2016,
kombinasi pembebanan hanya terdapat 1 kombinasi, yaitu kombinasi fatik I. Pada panduan
ini, untuk mengakomodasi perubahan peraturan pembebanan di masa yang akan datang,
prosedur perencanaan gelagar terhadap fatik ditinjau pada kombinasi fatik I dan II dengan
pembebanan tetap mengacu pada SNI 1725:2016 . Untuk kombinasi fatik I, ketahanan
fatik nominal dihitung berdasarkan kategori detail untuk beban induksi fatik yang diberikan
pada Tabel 6.6.1.2.3-1 AASHTO LRFD 2017 dan nilai ambang batas tegangan ( F )TH
(threshold) yang dirangkum pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.18 Konstanta amplitudo ambang batas tegangan fatik
Untuk kombinasi fatik II, ketahanan nominal fatik ditentukan berdasarkan suatu konstanta A
dan jumlah siklus rentang tegangan per truk seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.52.
Nilai konstanta A ditentukan berdasarkan tabel di bawah ini.
335
Kategori detail Ambang batas tegangan (x1011MPa3)
A 82,0
B 39,3
B’ 20,0
C 14,4
C’ 14,4
D 7,21
E 3,61
E’ 1,28
Jarak sumbu netral ke sisi bawah sayap atas ycn := dnc - Ync - tc = 571.25 mm
Jarak sumbu netral ke sisi atas sayap bawah ytn := Ync - tt = 428.75 mm
4
Momen inersia penampang komposit (n) Icn := 18088724668 mm
Jarak sumbu netral ke sisi bawah sayap atas yc_n := dcn - Ycn - ts - tc = 113.06 mm
336
c_n := dcn - Ycn - ts - tc = 113.06 mm
Jarak sumbu netral ke sisi bawah sayap atas y
Jarak sumbu netral ke sisi atas sayap bawah yt_n := Ycn - tt = 886.94 mm
Jarak sumbu netral ke sisi atas sayap bawah yt_n := Ycn - tt = 886.94 mm
4
Momen inersia penampang komposit (3n) Ic3n := 13033750117 mm
Jarak
Tebalsumbu
pelat netral ke sisi bawah sayap atas ts = 250 mm
yt_c3n := dc3n - Yc3n - ts - tc = 304.95 mm f
337
Karena 2 kali tegangan akibat beban truk terfaktor lebih kecil dari tegangan akibat beban
mati tak terfaktor pada sayap atas dan sayap bawah, maka persyaratan fatik tidak perlu
diperiksa.
Agar aksi komposit terbentuk, maka diperlukan perencanaan angkur baja antara gelagar dan
pelat beton. Penggunaan angkur baja pada penampang gelagar baja I komposit harus
memenuhi persyaratan batasan penampang sebagai berikut:
h (182)
4, 0
d
Keterangan:
h adalah panjang angkur baja (mm)
d adalah diameter angkur baja mm)
Spasi maksimum antar angkur baja pada arah memanjang gelagar adalah yang terkecil dari:
nZ r
p
Vsr
(183)
p 6d
p 600mm
Keterangan:
p adalah pitch angkur baja sepanjang sumbu longitudinal
(V ) + ( F )
2 2
Vsr = fat fat
Vf Q
V fat =
I
Abot f lg l (184)
F fat =
wR
atau
Frc
F fat =
w
338
Keterangan:
f lg adalah rentang tegangan fatik longitudinal pada sayap bawah tanpa
memperhitungkan pengaruh lentur lateral sayap (MPa)
Abot adalah luas penampang sayap bawah (mm 2)
V fat adalah rentang (range) geser fatik longitudinal per satuan panjang
(N/mm)
F fat adalah rentang (range) geser fatik radial per satuan panjang (N/mm)
Frc adalah rentang bersih diafragma cross frame pada sayap atas (MPa)
l adalah jarak antar kekangan (brace point)
R adalah radius girasi minimum di dalam panel
w adalah panjang efektif pelat yang diambil sebesar 1200 mm, kecuali di
tumpuan diambil sebesar 600 mm
4.3.2.11.3 Spasi transversal
Persyaratan spasi transversal angkur baja yang digunakan pada gelagar baja komposit
adalah:
1) Spasi transversal angkur baja harus lebih besar dari 4 kali diameter stud.
2) Jarak minimal angkur baja ke tepi pelat adalah 25 mm.
339
P
n= (185)
Qr
Keterangan:
P adalah gaya geser nominal total
P = Pp2 + Fp2
(
Pp = min P1 p , P2 p ) (187)
P1 p = 0,85 fc`bs ts
P2 p = Fyw Dtw + Fyt b ft t ft + Fyc b fc t fc
Keterangan:
Pp adalah gaya longitudinal total di pelat beton
P= PT2 + FT2
PT = Pp + Pn
Pn = min ( P1n , P2 n )
P1n = Fyw Dt w + Fyt b ft t ft + Fyc b fc t fc (188)
P2 n = 0, 45 fc`bs t s
Ln
FT = PT
R
Keterangan:
PT adalah gaya longitudinal total pada pelat beton antara titik momen positif
maksimum beban hidup plus momen impak dan garis tengah dari tumpuan
dalam yang berdekatan
Pn adalah gaya longitudinal total pada pelat beton di atas tumpuan dalam
340
FT adalah gaya radial total pada pelat antara poin momen positif beban hidup
plus momen impak dan garis tengah dari tumpuan dalam yang berdekatan
Ln adalah panjang lengkung antara poin dari momen positif beban hidup plus
momen impak dan garis tengah dari tumpuan dalam yang berdekatan
341
4) Ketahanan geser nominal
Ketahanan geser nominal angkur baja dihitung sebagai berikut:
Keterangan:
Asc adalah luas penampang stud angkur baja (mm)
4.3.2.12 Pengaku
Pengaku menghitung pengaku transversal atau longitudinal yang menempel di pelat badan
dan pengaku longitudinal yang ditempelkan pada sayap tekan.
4.3.2.12.1 Pemeriksaan pengaku transversal
1) Lebar proyeksi
Lebar proyeksi pengaku transversal yang dipasang di panel pelat badan harus memenuhi
dua kondisi berikut ini:
Keterangan:
tp adalah tebal proyeksi elemen pengaku (mm)
342
I t min( I t1 , I t 2 )
bt3
It = t p untuk pengaku vertikal satu sisi
3
b3 2
I t = 2 t p t + bt t p ( 0,5bt + 0,5tw ) untuk pengaku vertikal dua sisi
12
I t1 = btw J
3
1,5
D 4 t1,3 Fyw
It 2 =
40 E
(190)
2,5
J= 2
0,5
dv
D
F
t = max yw ,1
Fcrs
0,31E
Fcrs = 2
Fys
Vu Vn , maka: bt
tp
Keterangan:
J adalah parameter kekakuan lentur pengaku
It adalah momen inersia pengaku transversal diambil terhadap bidang
kontak antara tepi pengaku yang menempel pada pelat badan untuk
pengaku pada satu sisi dan terhadap tengah tebal pelat badan untuk
pengaku pada dua sisi (mm 4)
Fcrs adalah tegangan tekuk lokal untuk pengaku (MPa)
Fys adalah kekuatan leleh minimum pengaku (MPa)
a) Vu Vn , maka
Tabel 4.21 Pemeriksaan pengaku transversal jika Vu Vn
Kondisi Penampang I
V - vVvr
Vn Vcr I t I t1 + ( I t 2 - I t1 ) u
I t1 I t 2 vVn - vVcr
Jika tidak It It 2
Jika tidak It It 2
b) Jika pengaku transversal dan pengaku longitudinal dipasang pada pelat badan secara
bersamaan, maka:
343
bt D
It Il (191)
bl 3, 0 do
Keterangan:
bt adalah lebar proyeksi pengaku transversal (mm)
f s f Rh Fys (192)
Keterangan:
fs adalah tegangan lentur di pengaku longitudinal (MPa)
2) Lebar proyeksi
Lebar proyeksi pengaku longitudinal dibatasi per persamaan berikut ini. Untuk tee
struktural, bl diambil sebesar setengah lebar sayap.
Es
bl 0, 48 t s (193)
Fys
Keterangan:
ts adalah tebal pengaku (mm)
do 2
I l Dt 2, 4 - 0,13
3
w
D
Fys (194)
0,16d o
r E
Fyc
1 - 0, 6
Rh Fys
344
Keterangan:
d o adalah spasi antar pengaku transversal (mm)
R adalah radius gelagar minimum pada panel (mm)
r adalah radius girasi pengaku longitudinal termasuk lebar efektif pelat badan
sama dengan 18tw yang diambil dari sumbu netral penampang terkombinasi
(mm)
Il adalah momen inersia pengaku longitudinal termasuk lebar efektif pelat
badan sama dengan 18tw yang diambil dari sumbu netral penampang
terkombinasi (mm4)
adalah faktor koreksi kelengkungan untuk kekakuan pengaku longitudinal
Nilai dihitung menggunakan persyaratan berikut:
Kondisi
Untuk kasus dimana pengaku longitudinal hanya
Z
pada satu sisi pelat badan saja jauh dari pusat = +1
6
kelengkungan
Z
Untuk kasus dimana pengaku longitudinal hanya = +1
12
pada satu sisi pelat badan saja jauh ke arah 2
0, 95 d o
pusat kelengkungan Z = 10
Rt
Keterangan:
Z adalah parameter kelengkungan
345
Gambar 4.53 - Sistem pengaku pada gelagar U komposit
Angkur baja merupakan elemen penghubung antara sayap atas gelagar dengan pelat beton
yang berfungsi sebagai penghubung untuk memastikan terjadinya aksi komposit pada sistem
dek-gelagar. Dalam perencanaan gelagar, angkur baja dianggap sebagai elemen pengaku
pada sayap atas. Setelah beton mengeras, pelat sayap atas dianggap sebagai pelat sayap
terkekang menerus karena pengaruh angkur baja.
Diafragma dalam berfungsi untuk menjaga stabilitas penampang terutama pada saat
konstruksi.
Pengaku transversal pelat badan berfungsi untuk meningkatkan kapasitas geser pelat badan
dengan cara mencegah terjadinya tekuk lentur geser pada pelat badan.
Sistem cross frame luar berfungsi untuk menjaga kestabilan gelagar pada saat konstruksi,
elemen ini sangat diperlukan terutama pada jembatan lengkung horizontal.
Sistem pengaku lateral atas ini berfungsi untuk pengaku pada pelat sayap atas. Pangak u ini
berfungsi untuk menjaga kestabilan penampang sayap dan mencegah terjadinya tekuk lateral
torsi pada sayap atas. Dalam perencanaan gelagar U komposit, panjang tak terkekang sayap
didefinisikan sebagai jarak antara sistem pengaku lateral atas seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 4.54.
346
Sistem pengaku lateral
atas
Perhitungan momen plastis Mp dihitung berdasarkan klasifikais penampang (kompak dan tak
kompak). Agar nilai Mp bisa tercapai, maka persyaratan batasan penampang gelagar harus
terpenuhi. Persyaratan batasan penampang pada gelagar U adalah sebagai berikut:
1) Batasan penampang pelat badan
Persyaratan batasan penampang pelat badan pada gelagar U baja komposit sama
dengan persyaratan pada gelagar baja I komposit seperti yang diuraikan pada poin 1 Sub
bab 4.3.2.5.1.
2) Batasan penampang sayap
Agar kapasitas penampang lentur gelagar boks baja komposit bisa mencapai Mp, maka
sayap gelagar harus memenuhi persyaratan yang sama dengan gelagar baja I komposit.
3) Persyaratan penampang kompak
Persyaratan klasifikasi penampang kompak tak kompak pada gelagar U baja komposit
sama dengan persyaratan gelagar baja I komposit yang dibahas pada poin 3 sub bab
4.3.2.5.1.
347
Perhitungan momen plastis pada gelagar U baja komposit dengan penampang kompak dan
memikul beban lentur positif juga sama dengan perhitungan momen plastis pada Tabel 4.11.
Semua perhitungan terkait dengan perhitungan batasan penampang, momen plastis dan
momen leleh pada jembatan U boks baja komposit pada lentur negatif mengacu ke Sub bab
4.3.2.5.2.
Tentukanlah nilai momen plastis penampang komposit tersebut jika diketahui mutu beton
adalah 30 MPa dan modulus elastisitas gelagar 200000 MPa. Penampang difungsikan
untuk memikul momen lentur positif.
Solusi:
1. Penentuan properti penampang nonkomposit, penampang aksi komposit jangka pendek
dan aksi komposit jangka panjang. Lebar penampang efektif pelat ditentukan
berdasarkan jarak antar gelagar, yang mana pada kasus ini jarak antar gelagar adalah
2000 mm. Perhitungan properti penampang nonkomposit, komposit (n) dan komposit
(3n) diperlihatkan ada tabel di bawah ini.
348
Poperti penampang nonkomposit
Untuk menghitung properti penampang komposit, diperlukan lebar penampang efektif pelat
dengan uraian perhitungan lebar efektif. Lebar efektif diambil sebagai penjumlahan antara
lebar efektif pelat pada pelat badan eksterior dan lebar efektif pelat pada pelat badan interior
sebagai berikut:
349
Tinggi web 2500 mm
Rasio modulus elastisitas (3n) 24
Lebar efektif pelat 4700 mm
Poperti penampang komposit (3n)
Dimensi Titik Titik berat (y) d = y-y
Luas (Ai) Inersia (Ixi) Aiy i i i Aidi2
No Penampang Lebar Tinggi berat (yi) Aiy i/Atotal
(mm) (mm) (mm2) (mm) (mm4) (mm3) (mm) (mm) (mm4)
1 Sayap bawah 1747 35 61145 17.5 6241885.417 1070037.5 1413.13 122102681083.59
2 2 Web 2534 20 101360 1285 3179921.569 130247600 1430.63 145.63 2149653572.21
3 2 Sayap atas 500 35 35000 2552.5 3572916.667 89337500 -1121.87 44050728076.11
4 Dek 195.83 250 48958.3 2695 254991319.4 131942708.3 1264.37 78266330052.22
Total 246463 267986043.1 352597845.8 246569392784.13
4
Momen inersia penampang Ix = Total A idi2 + Total Ixi 246837378827.23 mm
Jarak tititk berat penampang ke sisi atas sayap y c = Hg-y 1139.37 mm
Jarak titik berat penampang ke sisi bawah sayap y t = Y 1430.63 mm
3
Modulus penampang elatis atas S c = Ix /y c 216643746.29 mm
3
Modulus penampang elatis bawah S t = Ix /y t 172537535.03 mm
Pt + Pw = 53050.65 kN
D w Pt - Pc + Ps
Y= + 1 = 399.03 mm (dari sisi bawah sayap atas)
2 Pw
tt
Jarak pusat sayap bawah ke PNA d t := + Dw + tc - Y = 2184.97 mm
2
tc
Jarak pusat sayap atas ke PNA dc := + Y = 416.53 mm
2
ts
Jarak pusat dek ke PNA ds := Y + tc + = 559.03 mm
2
Pw
Y + Dw - Y + Ps ds + Pc dc + Pt dt
( ) ( )
2 2
Momen plastis Mp :=
2 Dw
Mp = 93836.48 kN m
350
4.3.3.4 Perencanaan gelagar baja U komposit: keadaan batas kekuatan
Agar pelat beton tidak mengalami kegagalan prematur, gelagar U baja harus memenuhi
persyaratan daktilitas. Persyaratan daktilitas pada gelagar U baja komposit adalah sama
dengan persyaratan daktilitas pada gelagar baja I komposit.
Prosedur umum perencanaan gelagar U baja pada keadaan batas kekuatan baja
diperlihatkan pada Gambar 4.55.
Periksa kekuatan
lentur
Ya
Tidak :
Jembatan lengkung Ya Tidak: sayap tarik
Penampang
kompak ?
Ya
Kasus 1 : Kasus 2 :
Kasus 3 : Kasus 4 :
Periksa tahanan lentur Periksa tahanan lentur
Periksa tahanan lentur Periksa tahanan lentur
dari momen lentur dari momen lentur
dari momen lentur dari momen lentur
positif pada positif pada penampang
negatif dan sayap tekan negatif dan sayap tarik
penampang kompak tidak kompak
Selesai
Pelat badan pada gelagar U baja komposit dianggap sebagai penampang kompak jika
memenuhi persyaratan berikut ini:
1) Tegangan leleh sayap dan pelat badan tidak melebihi 480 Mpa.
2) Persyaratan batasan penampang pelat badan dengan dan tanpa pengaku longitudinal
memenuhi persyaratan pada Sub Bab 7.3.2.5.1.
3) Batas kelangsingan pelat badan memenuhi persyaratan pada Sub Bab 7.3.2.5.1.
Jika semua persyaratan di atas tidak terpenuhi, maka penampang dianggap dirancang
sebagai penampang tidak kompak.
351
4.3.3.4.3 Kasus 1: Ketahanan lentur positif pada penampang kompak
Kasus 1 : Pemeriksaan
tahanan lentur di momen
lentur positif pada penampang
kompak
Ya D p 0,1Dt Tidak
Hitung Mn
Dp
M n = M p 1, 07 - 0, 7 Hitung Mn
Dt
Mn = M p
Selesai
Gambar 4.56 - Bagan alir perencanaan gelagar U baja untuk penampang kompak pada
lentur positif
Keterangan:
Dp adalah jarak dari sisi atas pelat beton ke sumbu netral penampang komposit pada momen plastis
(mm)
Dt adalah ketinggian total penampang komposit (mm)
352
4.3.3.4.4 Kasus 2: Ketahanan lentur positif pada penampang tak kompak
Pada penampang tidak kompak, kekuatan lentur gelagar U baja komposit yang memikul
momen lentur positif dan untuk keadaan batas kekuatan, prosedur perencanaannya adalah
seperti bagan alir pada Gambar 4.57. Faktor reduksi kekuatan lentur f dalam perencanaan
komponen lentur diambil sebesar 0,9.
Ya Sayap Tekan
Tidak: Sayap tarik
Penampang Tidak:
Ya tub? Penampang U
Selesai
Gambar 4.57 - Bagan alir perencanaan gelagar U baja untuk penampang tak kompak
pada lentur positif
Keterangan:
fbu adalah tegangan pada sayap dihitung tanpa pengaruh lentur lateral sayap (MPa)
Fyc adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang memikul tekan (MPa)
Fyt adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang memikul tarik (MPa)
353
Rb adalah faktor pelepasan beban pelat badan (web load shedding factor)
Prosedur perencanaan gelagar U baja terhadap momen lentur negatif diperlihatkan pada
Gambar 4.58. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dalam perencanaan penampang U baja
komposit terhadap momen negatif terdapat dua kasus yang ditinjau yaitu perencanaan sayap
tekan terhadap lentur (kasus 3) dan perencanaan sayap tarik terhadap momen lentur (kasus
4).
Sayap Tidak:
Ya
Tekan Sayap tarik
Selesai
354
Kasus 3 : Periksa tahanan lentur
dari momen negatif lentur dan
sayap tekan
Tidak:
Ya Sayap diperkaku?
Sayap tanpa pengaku
Ya n2 Tidak k = 4, 0
1
8I 3
1
1, 0 k = 23 4, 0
0,894 I 2 3
wtc
1, 0 k = 3 4, 0
wtc
ks = 5,34
1
I 3
5,34 + 2,84 2 3
k2 = wtc 5,34
( n + 1)
2
b Es k Es k
f = p = 0,57 r = 0,95
tc Fyc Fyr
f p Tidak f p Tidak
Ya Ya
- 0, 2 f - p
0,9 Es Rb k Fcb = Rb Rh Fyc - -
Fcb = Rb Rh Fyc Fcb =
Rh y - p
f 2
Ek2 Es k 2
f 1,12 Tidak f 1, 40 Tidak
Fyc Fyc
Ya Ya
0, 65 Fyc Es K s
0,9 Es k2 Fcv =
Fcv = 0,85Fyc Fcv = f 2
f 2
2
f
Fnc = f Fcb 1 - v
v Fcv
Selesai
355
Keterangan:
k adalah koefisien tekuk pelat utnuk tegangan normal seragam
k s adalah koefisien tekuk pelat untuk tegangan geser
f adalah rasio kelangsingan untuk penampang sayap tekan
Fbu adalah tegangan pada sayap dihitung tanpa pengaruh lentur lateral sayap (MPa)
Fcb adalah tahanan tekuk tekan aksial nominal pada pelat sayap (MPa)
Fyc adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang memikul tekan (MPa)
n adalah jumlah pelat pengaku longitudinal pelat sayap dengan spasi yang seragam
Rb adalah faktor pelepasan beban pelat badan (web load shedding factor)
Ya Penampang tub?
Tidak:
Penampang
boks
Fnt = Rh Fyt Fnt = Rh Fyt
Selesai
Keterangan:
fbu adalah tegangan pada sayap dihitung tanpa pengaruh lentur lateral sayap (MPa)
356
Fnc adalah ketahanan lentur nominal pelat sayap tekan (MPa)
Fyt adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang memikul tarik (MPa)
Dw
= 126.7
tw
1
1/5 panjang bentang jembatan L = 12m
5 b
Pemeriksaan batas kelangsingan
Penampang memenuhi sayap
batasan kelangsingan sayap
Tinggi tekan pelat badan pada penampang plastis harus memenuhi persyaratan:
357
Dcp Es
2 3.76
tw F yt
Batasan kelangsingan Es
3.76 = 90.53
Fyt
Karena 39,9 < 90,53, maka persyaratan daktilitas terpenuhi. Karena semua
Karena 39 ,37 < 90 ,53 maka persyaratan daktilitas terpenuhi.
persyaratan tersebut terpenuhi, maka penampang dikategorikan sebagai
penampang kompak.
2. Pemeriksaan daktilitas penampang
Persyaratan daktilitas penampang harus memenuhi persyaratan berikut:
Dp ≤ 0,42Dt
Karena 678,67
Karena 678.673mm
mm<> 1182,30
1182.3 mm, maka persyaratan
mm,maka persyaratandaktilitas penampang
daktilitas terpenuhi.terpenui.
3. Pemeriksaan kuat lentur
Penentuan nilai kuat lentur ditentukan berdasarkan persyaratan berikut berikut:
Jika Dp ≤ 0.1Dt maka Mn = Mp , jika tidak, maka
Dp
Mn := Mp 1.07 - 0.7
Dt
Pemeriksaan kuat lentur gelagar adalah sebagai berikut:
0.1 Dt = 281.50 mm
Dp = 678.67 mm
Mn = 83505.55 kN m
Karena persyaratan
Kombinasi pembebanan ≤ 0.1Dt
Dpkuat I tidak terpenuhi, maka nilai momen plastis dihitung
dengan persamaan:
Dp
Mn := Mp 1.07 - 0.7
Dt
ϕ Mn := 0.9 Mn = 75999.48 kN m w
a
358
Karena M n > Mu maka persyaratan kuat lentur terpenuh dengan rasio beban terhadap
kekuatan:
Mu
= 0.75 a
Mn
a rasio pembebanan terhadap kekuatan kecil dari 1, maka penampang dapat
Karena
memikul beban yang bekerja.
4.3.3.4.6 Geser
Pelat badan
Tidak Ya
dengan pengaku?
Panel web
Tidak : interior? Ya :
Hitung Vn Panel Ujung Panel Web
diperkaku interiordiperkaku
Vn = Vcr = CV p
V p = 0,58Fyw Dt w
Hitung Vn
2 Dtw
Vn = Vcr = CV p 2,5
( c tc + bt tt )
b
V p = 0,58Fyw Dt w Tidak Ya
Hitung Vn Hitung Vn
0,87(1 - C ) 0,87(1 - C )
Vn = V p C + Vn = V p C +
2 2
d0 d0 d0
1 + + +
D D 1 D
Periksa Vn
Vu vVn
Selesai
Gambar 4.61 - Bagan alir perencanaan gelagar U komposit terhadap geser pada
keadaan batas kekuatan
359
Keterangan:
bc adalah lebar pelat sayap tekan (mm)
Dalam perencanaan gelagar U baja komposit terhadap gaya geser pada keadaan batas
kekuatan, gelagar dirancang berdasarkan kondisi pelat badan diperkaku atau tidka diperkaku.
Prosedur perencanaan gelgar terhadap geser diperlihatkan pada Gambar 4.61. Untuk semua
kasus perencanaan terhadap beban geser, faktor reduksi v yang digunakan adalah 1,0.
Contoh perhitungan 4.16: Persyaratan geser
Periksalah kekuatan lentur penampang pada Contoh Perhitungan 7.14 apakah mampu
memikul beban geser yang bekerja pada kombinasi pembebanan kuat I jika diketahui:
Beban geser terfaktor pada kombinasi beban 1 pada satu pelat badan adalah
sebesar 1848.13 kN
Tegangan leleh di pelat badan adalah 345 MPa.
Rasio kemiringan pelat badan adalah 1/6.
Solusi:
Pemeriksaan dan perencanaan kekuatan geser pada pelat badan dilakukan berdasarkan
bagan alir pada Gambar 4.61 dengan mengasumsikan bahwa pelat badan pada panel tepi
tidak diperkaku. Kekuatan geser pada penampang tanpa pengaku dibatasi pada kekuatan
tekuk geser Vcr sebagai berikut:
Vcr = C 0.58 Fyw Dw tw c
C merupakan rasio ketahanan tekuk geser terhadap kekuatan leleh geser yang ditentukan
sebagai berikut:
Dw
= 126.7
tw
Es k
1.12 = 60.3
F yw
Es k
1.4 = 75.37
F yw
1.57 E.s k
C=
.w
D
2 F .yw
t.w
1.57 E.s k
Nilai k diambil sebesar 5. Sehingga variabel C bernilai C. := = 0.28
.w
D
2 F.yw
t.w
Sehingga kekuatan geser pelat badan tanpa pengaku adalah adalah:
Faktor
Faktorreduksi kekuatan
reduksi geser
kekuatan geser adalah v = 1 sehingga kuat geser nominal pelat badan
adalah:
ϕ Vn := ϕ v Vcr = 2874.82 kN
lKarena kuat geser nominal terfaktor pelat badan lebih besar dari beban yang bekerja
(2874,82 kN > 1848,13 kN), maka pelat badan mampu memikul beban yang bekerja dan
tidak diperlukan pengaku transversal pada panel ujung.
Untuk penampang boks dan U (tub), lentur dan tekuk lentur pelat badan pada keadaan batas
layan dirancang sesuai dengan bagan di bawah ini. Pada keadaan batas fatik, terdapat dua
persyaratan desain yang harus dipenuhi yaitu kelelehan lenur di sayap dan dan ketahanan
tekuk lentur di pelat badan. Prosedur perencanaan penampang U gelagar baja komposit pada
keadaan batas layan adalah sebagai berikut:
361
Keadaan batas layan
Periksa kelelehan
lentur di sayap
Periksa ketahanan
tekuk lentur nominal
web
0,9Esk Fyw 9
fcrw = 2
min RhFyc , dan k = 2
D 0,7 Dc
D
tw
Selesai
Gambar 4.62 - Bagan alir perencanaan gelagar U komposit terhadap geser pada
keadaan batas layan
Keterangan:
D adalah ketinggian pelat badan (mm)
Dc adalah ketinggian pelat badan dalam tekan pada rentang elastis (mm)
ff adalah tegangan sayap pada penampang yang ditinjau karena beban layan II dihitung tanpa
fl = 0, 6 f yf (MPa)
362
Fcrw adalah tahanan tekuk lentur pelat badan (MPa)
Fyc adalah tegangan leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat sayap yang memikul tekan (MPa)
( )
MD1_S := 1. Md + Mg + Mf + Mdp = 21239.82 kN m
( )
MD2_S := 1 Mpr + Ma = 6006.15 kN m
( )
MLL := 1.3 MBGT + MBTR = 21944.89 kN m
Tegangan
p leleh di pelat sayap atas (Fyt) dan bawah (Fy) adalah 345 MPa.
Solusi:
Dalam perencanaan gelagar baja U komposit pada keadaan batas layan, ketentuan
tegangan pada sayap harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
f
Pada sayap bawah penampang komposit f + l 0,95R F
f 2 h yt
Variabel ff adalah tegangan di sayap akibat kombinasi beban layan II yang dihitung tanpa
memperhatikan pengaruh dari tegangan lentur lateral sayap. Untuk penampang U, nilai fl
(tegangan lateral sayap) diambil sama dengan 0. Dengan demikian, tegangan lentur yang
terjadi pada sayap atas dan bawah pada kondis layan II adalah:
Sedangkan ketahanan
sayaplentur
atas pada sayap atas dan bawah adalah sebagai berikut:
Ketahanan lentur 0.95 Rh F yc = 327.75 MPa
Ketahanan lentur sayap bawah 0.95 Rh F yt = 327.75 MPa
363
Ketahanan lentur sayap atas 0.95 Rh Fyc = 327.75 MPa
Ketahanan lentur sayap bawah 0.95 Rh Fyt = 327.75 MPa
Karena tegangan akibat beban layan II pada sayap atas dan sayap bawah lebih kecil dari
i
ketahanan sayap atas dan bawah, maka penampang gelagar U ini mampu memikul beban
layan yang bekerja. p
CATATAN:
St_nc merupakan modulus penampang atas penampang nonkomposit
St_n merupakan modulus penampang atas penampang aksi komposit jangka pendek
St_3n merupakan modulus penampang atas penampang aksi komposit jangka panjang
Sb_nc merupakan modulus penampang bawah penampang nonkomposit
Sb_n merupakan modulus penampang bawah penampang aksi komposit jangka panjang
St_3n merupakan modulus penampang bawah penampang aksi komposit jangka panjang
Properti penampang di atas dihitung pada Contoh Perhitungan 7.14.
4.3.3.5.1 Lentur
Periksa kemudahan
pelaksanaan
Tidak:
Sayap
Ya Penampang
tekan?
tarik
Tidak:
Penampang U? Penampang
Ya boks tertutup
Periksa tegangan sayap tekan Periksa tegangan sayap tekan Periksa tegangan sayap tarik
penampang U penampang boks tertutup penampang boks tertutup
Selesai
Gambar 4.63 - Bagan alir perencanaan gelagar boks komposit terhadap lentur pada
keadaan batas kekuatan
4.3.3.5.2 Geser
Untuk pemeriksaan kekuatan geser, gelagar harus dirancang agar mampu menahan tekuk
geser di pelat badan dan harus memenuhi persyaratan berikut:
364
Vu vVcr
Vcr = CV p (195)
V p = 0, 58 Fyw Dt w
Keterangan:
C adalah rasio antara tahanan tekuk geser terhadap tahanan leleh geser
D adalah ketinggian pelat badan (mm)
Fyw adalah kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari pelat badan (MPa)
Vu adalah geser pada pelat badan pada penampang yang ditinjau akibat
beban terfaktor (N)
Vcr adalah tahanan tekuk geser (N)
Persyaratan perencanaan gelagar boks dan U baja komposit sama dengan persyaratan
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.52.
365
Untuk menghitung tegangan yang terjadi pada sayap atas dan bawah akibat beban pada
saat pelaksanaan, maka diperlukan properti penampang dimana properti penampang ini
sudah dihitung pada Contoh Perhitungan 7.14 yang kembali dirangkum di bawah ini:
3
Modulus penampang atas nonkomposit Sc_nc := 102503034.93 mm
3
Modulus penampang bawah nonkomposit St_nc := 133291588.79 mm
3
Modulus penampang atas komposit (n) Sc_n := 460809128.30 mm
3
Modulus penampang bawah komposit (n) St_n := 200753293.80 mm
3
Modulus penampang atas komposit (3n) Sc_3n := 216643746.30 mm
3
Modulus penampang bawah komposit (3n) St_3n := 172537535 mm
3
Tegangan pada penampang sayap atas dan sayap bawah := 172537535
St_3n adalah mm
Msebagai
D1
berikut:
fbu_c := MD1 = 256.19 MPa
Tegangan akibat kombinasi kuat I pada sayap atas fbu_c := Sc_nc = 256.19 MPa
Sc_nc
MD1
Tegangan akibat kmbinasi kuat I pada sayap bawah fbu_t := = 197.02 MPa
St_nc
2. Perhitungan tegangan lateral sayap
Tegangan lateral sayap terjadi akibat beban-beban saat konstruksi pada pelat kantilever
serta akibat komponen horizontal gaya geser pada pelat badan. Detail perhitungan
tegangan lateral pelat sayap adalah sebagai berikut:
a) Tegangan lateral akibat beban konstruksi
Sketsa sistem perancah pada pelat kantilever adalah seperti pada gambar di bawah ini:
Sehingga gaya lateral akibat beban konstruksi dihitung dengan persamaan berikut:
1507
Flat = P
2500
Data-data beban konstruksi yang digunakan pada kasus ini adalah:
366
kN
Berat pelat (beton basah) W db := 0.5 Lovh ts γ c = 3.60
m
kN
Berat bekisting di kantilever W form := 0.584
m
kN
kN
Berat screed
screedrail
rail scr :=
Wscr := 1.24
1.24
m
m
kN
Berat railing W r := 0.36
m
kN
Berat walkway W wlky := 1.82
m
Berat mesin finishing W m := 13 kN
Faktor beban untuk beban konstruksi pada contoh ini diambil sebesar 1 yang mengacu
ke SNI 1725:2016 Sehingga kombinasi beban kuat I adalah:
(
PDL := 1.3 Wdb + 1 Wform + Wscr + Wr + Wwlky )
kN
PDL = 8.69
m
1507 kN
Gaya lateral Fl_DL := PDL = 5.23
2500 m
2
Fl_DL Sts
Momen lateral sayap Ml_DL := = 10.91 kN m
12
Ml_DL
Tegangan lateral sayap atas fl_DL := = 7.48 MPa
1 2
t b
6 c c
1507
Gaya lateral dari mesin finishing Pm := W m = 7.84 kN
2500
Pm Sts
Momen lateral mesin Ml_m := = 4.90 kN m
8
Ml_m
Tegangan lateral sayap atas fl_m := = 3.36 MPa
1 2
t b
6 c c
Total tegangan lateral sayap akibat beban kantilever fl := fl_DL + fl_m = 10.84 MPa
v
b) Tegangan lateral akibat komponen horizontal geser di pelat badan
Gaya geser yang bekerja pada gelagar akibat kombinasi kuat I (beban mati)
367
tan web := 0.167
Es
5.7 = 137.24
F yt
Karena 109,71 < 137,24 maka galagar adalah penampang kompak.
b) Ketahanan terhadap tekuk lokal
btf
Tentukan rasio kelangsingan sayap atas: ft := = 7.14
2ttf
369
Es
Batas rasio kelangsingan sayap pf := 0.38 = 9.15
F yt
Karena 7,14 < 9,15 < 13,48 maka kekuatan sayap dihitung dengan persamaan:
F nc_FLB := Rb Rh Fyt = 345 MPa
s
Faktor penampang hibrid Rh := 1
s Es
Batasan panjang tak terkekang langsingE Lr := rt = 12.97 m
s F yr
Lr := π rt = 12.97 m
Fyr
Panjang tak terkekang Lb = 5 m
Karena 2.92 m < 5 m < 12.966 m, maka ketahanan terhadap tekuk torsi lateral sayap
adalah
0.9 E.s k
Tegangan kritis web F.crw := = 538.34 MPa
2
D.w
t.w
370
Batasan 1 kekuatan web Rh Fyt = 345 MPa
Fyw
Batasan 2 kekuatan web = 492.86 MPa
0.7
Fyw
F .yw
Kekuatanweb F.crw. :=
:= min
min RR
F F , , = 345
= 345 MPa
MPa
Kekuatan web
crw.
h.h yt.yt 0.70.7
Pemeriksaan pesyaratan kemudahan pelaksanaan di sayap atas
Untuk leleh:
ϕ f := 0.9
flat
fbu_c + = 261.88 MPa
3
fbu ϕ f F crw
371
fl
fbu_c + = 259.80 MPa
3
fbu ϕ f F crw
2
f.v
Δ = 1-3
F .yt
dimana fv merupakan tegangan torsi Saint Venant di sayap karena beban terfaktor pada
penampang yang ditinjau. Namun, gaya geser karena torsi Saint Venant ini bisa
diabaikan jika lebar penampang sayap gelagar U tidak melebihi 1/5 panjang bentang
efektif. Karena panjang bentang adalah 60 m, maka 1/5 dari panjang bentang adalah 12
m, maka nilai fv = 0. Sehingga Δ = 1 dan kekuatan sayap tarik adalah:
ϕ f Rh Fyt = 310.5 MPa
Berdasarkan perhitungan
f sebelumnya, nilai fbu pada sayap bawah adalah:
fbu_t = 197.02 MPa
Karena 310,5 MPa > 197,02 MPa, maka penampang sayap tarik mampu memikul beban
x
saat konstruksi.
Prosedur perencanaan angkur baja pada penampang boks dan U sama seperti yang dibahas
pada Sub bab 4.3.2.11.
4.3.3.8 Pengaku
Pengaku menghitung pengaku transversal atau longitudinal yang menempel di pelat badan
dan pengaku longitudinal yang ditempelkan pada sayap tekan.
1) Lebar proyeksi
Lebar proyeksi pengaku transversal yang dipasang di panel pelat badan harus memenuhi
dua kondisi berikut ini:
372
Tabel 4.23 Lebar proyeksi kondisi pengaku web transversal
Kondisi Penampang U Penampang Boks tertutup
16t p bt
bf
Kondisi 1 16t p bt
4
D
Kondisi 2 bt 50 +
30
Keterangan:
tp adalah tebal proyeksi elemen pengaku (mm)
Persyaratan pengaku longitudinal pelat badan penampang boks dan U sama seperti yang
dibahas pada Sub bab 4.3.2.12.2.
Kekuatan pengaku harus dirancang lebih besar dari kekuatan leleh sayap tekan dan lebar
proyeksi pengaku sayap tekan longitudinal harus memenuhi kriteria berikut:
E
bt 0, 48t s (196)
Fyc
Keterangan:
bt adalah lebar proyeksi dari pengaku longitudinal (mm)
Momen inersia tiap-tiap pengaku sayap tekan longitudinal dihitung dengan persamaan
berikut:
Il wt 3fc
(197)
Keterangan:
w adalah nilai terbesar dari lebar sayap antara pengaku sayap lateral atau
jarak dari pelat badan ke pengaku sayap longitudinal terdekat (mm)
adalah konstanta yang digunakan dalam menentukan momen inersia yang
diperlukan untuk pengaku longitudinal pada pelat sayap penampang U
t fc adalah tebal pelat sayap tekan (mm)
373
Nilai ditentukan berdasarkan jumlah pengaku yang dipasang di sayap tekan seperti yang
dirangkum pada tabel di bawah ini.
4.3.4.1 Umum
Jembatan rangka baja merupakan suatu jembatan dengan sistem struktur utama berupa
sistem rangka yang memikul beban dengan aksi tarik dan tekan. Beban-beban ini berasal dari
sistem dek.
4.3.4.2 Tahanan tarik
Tahanan tarik merupakan tahanan pada komponen struktur yang memikul beban tarik.
Tahanan tarik ditinjau berdasarkan dua kondisi yaitu pada kondisi leleh dan kondisi fraktur
(lihat prosedur perencanaan komponen tarik pada Gambar 4.64). Perhitungan tahanan tarik
suatu komponen struktur dihitung dengan persamaan berikut:
Pr = y Pny = y Fy Ag
(198)
Pr = y Pnu = u Fu AnU
Keterangan:
𝑃𝑛𝑦 adalah tahanan aksial tarik nominal untuk pelelehan pada penampang bruto
(N)
𝐹𝑦 adalah kuat leleh minimum yang dispesifikasikan (MPa)
Ag adalah luas bruto penampang dari komponen (mm 2)
Pnu adalah tahanan aksial tarik nominal untuk fraktur pada penampang neto
efektif (N)
Fu adalah kuat tarik minimum yang dispesfikasikan (MPa)
An adalah luas neto penampang komponen tarik (mm 2)
R p adalah aktor reduksi untuk lubang diambil sama dengan 0,90 untuk
lubang baut yang ditumbuk (punched) ukuran penuh dan 1,0 untuk
lubang baut yang dibor (drilled) ukuran penuh atau dengan cara
ditumbuk (subpunched) lalu diputar dengan alat ream (reamed)
sampai mencapai ukuran tertentu
𝑈 adalah faktor reduksi untuk memperhitungkan pengaruh shear lag dalam
sambungan yang memikul gaya tarik; 1,0 untuk komponen dimana
pengaruh gaya disalurkan ke semua elemen dan sebagaimana ditentukan
dalam Tabel 4.25 untuk kasus yang lain
ϕy adalah faktor reduksi untuk pelelehan pada penampang bruto
ϕu adalah faktor reduksi untuk fraktur pada penampang neto
374
4.3.4.2.1 Batas rasio kelangsingan
Komponen tarik selain dari batang pejal (rod), eyebar, kabel, dan pelat harus memenuhi syarat
kelangsingan yang ditentukan dibawah ini:
1) Komponen utama
l
200 (199)
r
2) Komponen sekunder
l
240 (200)
r
Keterangan:
l adalah panjang komponen tak terkekang (mm)
r adalah jari-jari girasi minimum dari komponen tarik atau tekan (mm)
375
Diagram Alir Perencanaan Komponen Tarik
Mulai
240
r
Kondisi leleh dari luas penampang kotor Kondisi fraktur dari luas penampang bersih
Ag = b t An = Ag - n.d .t
b= Lebar pelat mm
s 2t
t= tebal pelat mm An = Ag - n.d .t +
4g
b= lebar pelat mm
t= tebal pelat mm
s=pitch dari dua baut berurutan mm
Pr = y Pny = y Fy Ag g=gage antar dua lubang yang sama mm
Luas
penampang Ae = An .U
efektif
Faktor reduksi
untuk lubang
Pr = y Pnu = u Fu An R pU
Pilih nilai terkecil antara
Pr = y Pny = y Fy Ag
Pr = y Pnu = u Fu An R pU
Selesai
376
4.3.4.2.2 Faktor reduksi kekuatan akibat shear lag (U)
Shear lag merupakan suatu fenomena konsentrasi tegangan yang terjadi di sekitar
sambungan akibat beberapa elemen dari suatu penampang tidak tersambung misalnya
seperti penyambungan dari profil siku hanya pada satu sisi saja. Untuk komponen yang terdiri
dari lebih dari satu elemen, nilai 𝑈 yang dihitung tidak boleh diambil lebih kecil dari rasio luas
bruto dari elemen tersambung atau elemen terhadap luas bruto komponen.
Tabel 4.25 Faktor reduksi shear lag untuk sambungan pada komponen tarik
𝐿 ≥ 1,3𝑑 …𝑈 = 1,0
Profil struktur berongga bundar
𝐷 ≤ 𝐿 < 1,3 …𝑈 =
5 dengan sebuah pelat buhul konsentris
1 − 𝑥̅ /𝐿
tunggal
̅ = 𝐷/𝜋
𝑥
377
𝐿 ≥ 𝐻 …𝑈 = 1 − 𝑥̅ /𝐿
Dengan dua sisi
𝐵2
pelat buhul ̅=
𝑥
4(𝐵 + 𝐻)
Dengan pelat
sayap
disambungkan
Profil bentuk I dengan 3 atau 𝑏𝑓 ≥ 2/3 …𝑈 = 0,90
atau T lebih alat 𝑏𝑓 < 2/3𝑑 …𝑈 = 0,85
memotong dari sambung perbaris
bentuk-bentuk di arah
ini (Jika pembebanan
7
𝑈 dihitung dalam Dengan pelat
Kasus 2, nilai badan
yang lebih besar disambungkan
diizinkan dengan 4 atau
𝑈 = 0,70
untukdigunakan) lebih alat
sambung perbaris
di arah
pembebanan
Dengan 4 atau
Siku tunggal lebih alat
(Jika 𝑈 dihitung sambung per 𝑈 = 0,80
dalam Kasus 2, baris di arah
8 nilai yang lebih pembebanan
besar diizinkan Dengan 2 atau 3
untuk alat sambung
𝑈 = 0,60
digunakan). perbaris di arah
pembebanan
dimana:
𝐿 = panjang maksimum sambungan las longitudinal atau jarak luar ke luar antar baut dalam
sambungan yang sejajar dengan arah garis gaya (mm)
𝑤 = lebar pelat (mm)
𝑥̅ = eksentrisitas sambungan (mm)
𝐵 = lebar ssluar dari Penampang Struktur Beronggga Persegi Panjang, yang diukur 90 derajat
terhadap bidang sambungan (mm)
𝐻 = tinggi keseluruhan dari komponen struktur Profil Struktur Berongga Persegi Panjang, diukur pada
bidang sambungan (mm)
𝑑 = tinggi nominal penuh dari penampang (mm)
𝑏𝑓 = lebar pelat sayap (mm)
Pu
Jika 0.2 maka:
Pr
Pu M M uy
+ ux + 1.0
2.0 Pr M rx M ry (201)
378
Pu
Jika 0.2 maka:
Pr
Pu 8.0 M ux M uy
+ + 1.0 (202)
Pr 9.0 M rx M ry
Keterangan:
𝑃𝑟 adalah tahanan tarik terfaktor (N)
𝑀𝑟𝑥 adalah tahanan lentur terfaktor terhadap sumbu-x yang diambil
sebagai 𝜙𝑓 kali tahanan lentur nominal terhadap sumbu-x (N.mm)
𝑀𝑟𝑦 adalah tahanan lentur terfaktor terhadap sumbu-y yang diambil
sebagai 𝜙𝑓 kali tahanan lentur nominal terhadap sumbu-y (N.mm)
𝑀𝑢𝑥 , 𝑀𝑢𝑦 adalah momen lentur akibat beban terfaktor berturut-turut terhadap
sumbu-x dan sumbu y yang diperoleh (N.mm)
𝑃𝑢 adalah pengaruh gaya aksial akibat beban terfaktor (N)
𝜙𝑓 adalah faktor tahanan untuk lentur
Stabilitas pelat sayap yang mengenai tegangan tekan akibat tarik dan lentur
harus diselidiki untuk tekuk setempat.
379
Mulai
240
r
Kondisi leleh dari luas penampang kotor Kondisi fraktur dari luas penampang bersih
Ag = b t An = Ag - n.d .t
b= Lebar pelat mm
s 2t
t= tebal pelat mm An = Ag - n.d .t +
4g
b= lebar pelat mm
t= tebal pelat mm
s=pitch dari dua baut berurutan mm
Pr = y Pny = y Fy Ag g=gage antar dua lubang yang sama mm
Luas
penampang Ae = An .U
efektif
Faktor reduksi
untuk lubang
Pr = y Pnu = u Fu An R pU
380
A
Syarat
komponen tarik
Apakah dan kombinasi
B Ya Pu Tidak B
0.2 ?
Pr
Ya Ya
Selesai
Gambar 4.66 - Prosedur perencanaan komponen kombinasi tarik dan lentur (lanjutan)
An = Ag - Ahole (203)
Keterangan:
Ag adalah luas bruto penampang (mm2)
Lebar dari setiap lubang baut standar dapat diambil sebagai diameter nominal lubang. Lebar
dari lubang baut ukuran lebih dan berslot, bila diizinkan untuk digunakan dapat diambil
sebagai diameter nominal atau lebar lubang, yang mana dianggap relevan. Lebar bersih harus
ditentukan untuk setiap rangkaian lubang-lubang yang memotong elemen para arah
transversal, diagonal ataupun garis zig-zag.
Dalam perencanaan elemen struktur tarik dengan menggunakan sambungan baut, kadang-
kadang di sekitar zona sambungan, luasan yang tersedia untuk penempatan baut tidak cukup
jika baut disusun dengan pola satu garis lurus sehingga susunan baut dibuat dengan pola zig-
zag (staggered) seperti pada Gambar 4.67.
381
(a)
a
b
g
c
d
s
(b)
Gambar 4.67 - Pola baut staggered
Untuk kasus sambungan batang tarik seperti pada Gambar 4.67, jika jarak antar baut cukup
dekat, maka akan mengakibatkan kegagalan fraktur pada bidang a-b-c-d. Kegagalan seperti
ini disebabkan oleh konsentrasi tegangan akibat kombinasi antara tegangan geser dan
tegangan aksial. Untuk menentukan luas penampang neto pada elemen tarik dengan
staggered fastener seperti ini dapat dilakukan dengan metode pendekatan yaitu;
An = wn t
s2 (204)
wn = wg - d +
4g
Keterangan:
wn adalah lebar neto penampang
t adalah tebal penampang (mm)
d adalah diameter lubang baut (mm)
wg adalah luas bruto penampang (mm)
s adalah jarak antar baut dalam arah sejajar beban tarik (mm)
g adalah pitch, jarak antar baut dengan posisi tegak lurus terhadap beban
(mm)
Jika pola sambungan baut dibuat secara zig-zag pada penampang siku, kanal dan I,
penentuan nilai s dan g pada persamaan di atas ditentukan dengan mengasumsikan
penampang sebagai pelat datar (lihat Gambar 4.68).
382
Gambar 4.68 - Penentuan nilai faktor s dan g pada penampang siku, kanal dan I
Jika tegangan leleh dan ultimit baja yang digunakan adalah 240 MPa dan 370 MPa,
periksalah apakah elemen tarik pelat tersebut mampu memikul beban yang bekerja?
Solusi
Untuk tipe keruntuhan leleh, penampang yang menentukan adalah penampang gros, yaitu
2
Ag := t w = 1200 mm
Dengan demikian, kuat tarik nominal pelat pada syarat batas leleh adalah
ϕ := 0.9
ϕ Tn := 0.9 Fy Ag = 259.20 kN
383
Syarat batas fraktur
Untuk tipe keruntuhan fraktur, luas penampang efektif ditentukan berdasarkan pola
keruntuhan. Pada kasus ini, dua pola yang mungkin terjadi adalah pola a-c dan a-b-c.
Karena baut yang digunakan adalah baut diameter 20, diameter lubang yang digunakan
adalah 22 mm dan jumlah baut pada bidang fraktur a-c adalah 2, dengan demikian:
( )
An = t w - n d = 10 (120 - 2 22 ) = 760mm2
h
s2
An = t w - d +
h
4g
2 602
An = 10 120 - 3 22 + = 1140mm
2
4 30
Dari kedua nilai efektif tersebut, nilai yang menentukan adalah nilai yang terkecil. Faktor
shear lag U ditentukan berdasarkan Tabel 4.25 pada kasus 1. Dari tabel tersebut
ditentukan bahwa U untuk pelat dengan sambungan baut bernilai 1. Sehingga luas
penampang neto efektif adalah:
2
Ae := An U = 760 mm
ϕ Tn Tu
210.90 kN 100 kN
maka pelat mampu memikul beban tarik yang bekerja.
Pr = c Pn (205)
Keterangan:
𝑃𝑛 adalah tahanan aksial tekan nominal (N)
𝜙𝑐 adalah faktor reduksi untuk aksial tekan
384
𝑃𝑛 harus ditentukan sebagai berikut:
Pe
1) Jika 0, 44 maka,
Pn
Po
Pn = 0, 658 e Po
P
(206)
Keterangan:
Po adalah tahanan nominal ekivalen (N)
Pe
2) Jika 0, 44 maka,
Pn
Pn = 0,877 Pe (207)
385
Prosedur perencanaan tahanan tekan diperlihatkan pada gambar berikut ini:
Mulai
Periksa:
Apakah komponen luas penampang baja ≥ 4%
Ya (komposit)
adalah komposit? penampang total?
20.5MPa f c ' 55MPa
Fy 413MPa
Ya
Tidak
Tahanan
lentur
P0 = Fy Ag
nominal
ekivalen
Penentuan
nilai Pn Hitung nilai Pe
Apakah
sesuai potensi mode
Pe Tidak Pn = 0.877Pe tekuk (FB, TB, FTB)
0.44 tiap penampang
Po
Ya
Hitung nilai Pe
Po
sesuai potensi mode
Pn = 0.658 e Po
P
Aeff = Ag - (b - be )t
Pcr = Pn min Pn - FB , Pn -TB , Pn - FTB
Apakah komponen
Ya Pcr
adalah elemen langsing? Fcr =
b Ag
r
t Pn = Fcr Aeff
Tidak
386
A B
A A
Fe = Fy + C1 Fyr r + C2 f 'c c
As As
C Ac
E e = E 1 + 3 A
n s
2
K Fe
=
rs E e
Apakah 0.88 Fe As
Tidak Pn =
2.25 ?
Ya
Pn = 0.66 Fe As
Pr = c Pn
Tidak Tidak
Apakah
Pr Pu ?
Ya
Selesai
387
Tabel berikut dapat digunakan sebagai panduan dalam memilih mode tekuk yang tepat untuk
dipertimbangkan saat menentukan 𝑃𝑛 .
dan 𝐾𝑧 𝜆𝑧 > 𝐾𝑦 𝜆𝑦
TB
FB
dan FTB
FB
FB
FB
dan FTB
FB
FB
dan FTB
FB
388
4.3.4.4 Tahanan tekuk elastis
Tahanan tekuk elastik kristis, 𝑃𝑒 berdasarkan pada tekuk lentur dapat diambil sebagai:
2E
Pe = 2 Ag
Kl (208)
rs
Keterangan:
E adalah modulus elastisitas baja (MPa)
Ag adalah luas penampang bruto (mm2)
K adalah faktor panjang tekuk
ℓ adalah panjang elemen tekan (mm)
rs adalah jari-jari girasi terhadap sumbu yang normal terhadap bidang tekuk
(mm)
4.3.4.4.2 Tahanan tekuk torsi (TB) dan tekuk lentur torsi (FTB)
Untuk penampang terbuka simetrik ganda, tahanan tekuk elastik kristis, Pe , berdasarkan
pada tekuk torsi dapat diambil sebagai:
2 EC Ag
Pe = w
+ GJ
( K z lz ) I x + I y
2
(209)
2
tf H b13b23
Cw =
12 +
b13 b23
Keterangan:
Cw adalah konstanta warping
G adalah modulus elastisitas geser baja (MPa)
389
Untuk penampang terbuka simetrik tunggal dimana y adalah sumbu simetris penampang,
tahanan tekuk elastik kritis, 𝑃𝑒 , berdasarkan pada tekuk lentur torsi dapat diambil sebagai:
Untuk penampang terbuka komponen tidak simetrik, tahanan tekuk elastik kritis, 𝑃𝑒 ,
berdasarkan pada tekuk lentur torsi dapat diambil sebagai nilai akar paling kecil dari
persamaan sebagai berikut:
2 2
x y
( Pe - Pex )( Pe - Pey )( Pe - Pez ) - P ( Pe - Pey ) 0 - Pe2 ( Pe - Pex ) 0 = 0
e
2
r0 r0
2E
Pex = Ag
2 (211)
Kx x
rx
2 Ix + I y
r 0 = x02 + y02 +
Ag
Keterangan:
Ag adalah luas penampang bruto (mm 2)
390
Ix adalah momen inersia sumbu mayor (mm 4)
x0 adalah jarakpada sumbu-x antara pusat geser dan titik berat dari
penampang (mm)
Keterangan:
K adalah faktor panjang efektif
l adalah panjang komponen tak terkekang (mm)
r adalah jari-jari girasi minimum dari komponen tarik atau tekan (mm)
Jari-jari girasi r dapat dihitung pada penampang yang mengabaikan sebagian luas komponen,
asalkan memenuhi sebagai berikut:
1) Kapasitas dari komponen berdasarkan pada luas aktual dan jari-jari girasi melebihi beban
terfaktor, dan
2) Kapasitas dari komponen nasional berdasarkan pada area yang tereduksi dan jari-jari
girasi yang sesuai yang juga melebihi beban terfaktor.
391
sebagai 𝜙𝑓 kali tahanan lentur nominal terhadap sumbu-y (N.mm)
𝑀𝑢𝑥 , 𝑀𝑢𝑦 adalah momen lentur akibat beban terfaktor berturut-turut terhadap
sumbu-x dan sumbu y yang diperoleh (N.mm)
𝑃𝑢 adalah pengaruh gaya aksial akibat beban terfaktor (N)
𝜙𝑓 adalah faktor tahanan untuk lentur
Stabilitas pelat sayap yang mengenai tegangan tekan akibat tarik dan lentur
harus diselidiki untuk tekuk setempat.
Prosedur perencanaan tahanan kombinasi tekan dan lentur diperlihatkan pada gambar berikut
ini:
392
Mulai
Penentuan
nilai Pn
Apakah Hitung nilai Pe
Pn = 0.877Pe sesuai potensi mode
Pe Tidak
0.44 tekuk (FB, TB, FTB)
Po tiap penampang
Hitung nilai Pe
Po
sesuai potensi mode
Pn = 0.658 e Po
P
Aeff = Ag - (b - be )t
Pcr = Pn min Pn - FB , Pn -TB , Pn - FTB
Apakah komponen
Ya Pcr
adalah elemen langsing? Fcr =
b Ag
r
t Pn = Fcr Aeff
Tidak
393
A
Pr = c Pn
Periksa syarat
komponen
terhadap tekan
dan kombinasi
Apakah Pu 8.0 M ux M uy
Tidak + + 1.0 Tidak
Pu
0.2 ? Pr 9.0 M rx M ry
Pr
Ya
Ya
Selesai Ya
Untuk komponen struktur dengan elemen langsing, tahanan tekan nominal 𝑃𝑛 , harus diambil
nilai terkecil berdasarkan tekuk lentur, tekuk torsi, dan tekuk lentur torsi, dan dihitung sebagai
berikut:
Pn = Fcr Aeff (217)
Pcr
Fcr = (218)
Ag
394
Keterangan:
Aeff adalah luas efektif area penampang (mm2)
Pcr adalah tahanan nominal tekan berdasarkan tekuk lentur, tekuk torsi, dan
tekuk lentur torsi (N)
Pn = 0.66 Fe As (219)
C A
Ee = E 1 + 3 c (223)
n As
Keterangan:
𝐴𝑠 adalah luas penampang dari baja struktural (mm2)
𝐴𝑐 adalah luas penampang beton (mm2)
𝐴𝑟 adalah luas total penampang tulangan longitudinal (mm2)
Fe adalah tahanan tekan nominal dari komponen komposit (MPa)
Fy adalah kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari profil baja (MPa)
Fyr adalah kuat leleh minimum yang dispesifikasikan dari tulangan longitudinal
(MPa)
f′c adalah kuat tekan minimum beton pada umur 28 hari (MPa)
E adalah modulus elastisitas baja (MPa)
ℓ adalah panjang tanpa bracing dari kolom (mm)
𝐾 adalah faktor panjang efektif
n adalah rasio modular beton
rs adalah jari-jari girasi penampang baja pada bidang lentur namun tidak
boleh kurang dari 0.3 kali lebar komponen komposit pada bidang lentur
untuk komponen profil baja yang terbungkus beton (mm)
𝐶1 , 𝐶2, 𝐶3 adalah konstanta kolom komposit (tabel berikut)
Tabel 4.27
395
Tabel 4.27 Tabel konstanta kolom komposit
Untuk sambungan slip kritis baut, tahanan terfaktor, 𝑅𝑟 , dari baut pada kombinasi beban Daya
Layan II sesuai dengan Tabel 38 dapat diambil sebagai:
Rr = Rn (224)
Keterangan:
Rr adalah beban terfaktor yang ditahan oleh sambungan (N)
Rn adalah tahanan nominal sambungan (N)
adalah faktor reduksi kekuatan sambungan
396
Ring yang diperkeras harus dipasang diluar lubang ukuran lebih dan berslot pendek pada
lapis terluar.
Ring berupa pelat struktural atau batang menerus dengan lubang standar dengan diameter
tidak kurang dari 8 mm disyaratkan untuk menutup sepenuhnya lubang berslot panjang. Ring
yang diperkeras untuk digunakan dengan baut mutu tinggi harus ditempatkan di atas
permukaan terluar ring pelat atau batang.
Alat indikator beban (Load Indicator Device) tidak boleh dipasang di atas lubang ukuran lebih
atau berslot pada lapis terluar, kecuali ring yang diperkeras atau ring berupa pelat struktural
juga disediakan.
4.3.4.9.3 Lubang baut
1) Tipe
a) Umum
Kecuali ditentukan lain, lubang standar harus digunakan pada sambungan baut mutu
tinggi.
b) Lubang ukuran lebih
Lubang ukuran lebih dapat digunakan pada tiap lapis dari sambungan slip kritis baut.
Lubang tersebut tidak boleh digunakan pada sambungan tipe tumpu.
c) Lubang berslot pendek
Lubang berslot pendek dapat digunakan pada semua lapis baik pada sambungan slip
kritis baut ataupun sambungan tipe tumpu. Slot dapat digunakan tanpa
memperhatikan arah pembebanan pada sambungan slip kritis baut, namun pada
sambungan tipe tumpu arah slot harus tegak lurus terhadap arah beban.
d) Lubang berslot panjang
Lubang berslot panjang dapat digunakan hanya pada satu lapis baik pada sambungan
slip kritis baut ataupun sambungan tipe tumpu. Lubang berslot panjang dapat
digunakan tanpa memperhatikan arah pembebanan pada sambungan slip kritis baut,
namun pada sambungan tipe tumpu arah slot harus tegak lurus arah pembebanan.
2) Ukuran
Dimensi luang baut tidak boleh melebihi nilai yang diberikan dalam Tabel 4.28.
Tabel 4.28 Ukuran maksimum lubang baut (mm)
Dimensi Lubang
Diameter
Ukuran Slot Pendek Slot Panjang
Baut Standar
Lebih Lebar x Panjang Lebar x Panjang
M16 18 20 18 x 22 18 x 40
M20 22 24 22 x 26 22 x 50
M22 24 28 24 x 30 24 x 55
M24 27 30 27 x 32 27 x 60
M27 30 35 30 x 37 30 x 67
M30 33 38 33 x 40 33 x 75
≥ M36 d+3 d+8 d+3 x d+10 d+3 x 2,5d
Baut tidak boleh memiliki diamater lebih kecil dari 5/8” atau 16 mm. Baut dengan diameter
5/8” atau 16 mm jangan digunakan pada komponen utama kecuali pada siku dengan panjang
397
kaki tidak lebih dari 62.5 mm dan pada pelat sayap dari penampang yang dimensinya
memerlukan baut dengan diameter 5/8” atau 16 mm agar memenuhi ketentuan detail lainnya
yang diberikan disini. Penggunaan profil baja yang tidak mengizinkan penggunaan baut
dengan dimeter 5/8” atau 16 mm dibatasi hanya untuk handrail.
Siku yang ukurannnya tidak ditentukan dengan perhitungan kebutuhan dapat menggunakan:
1) Baut dengan diameter 5/8” atau 16 mm pada siku dengan panjang kaki 50 mm,
2) Baut dengan diameter 3/4” atau 20 mm pada siku dengan panjang kaki 64 mm,
3) Baut dengan diameter 7/8” atau 24 mm pada siku dengan panjang kaki 75 mm, dan
4) Baut dengan diameter 1” atau 27 mm pada siku dengan panjang kaki 90 mm.
Diameter baut pada siku dari komponen utama tidak boleh lebih dari seperempat lebar kaki
dimana mereka ditempatkan.
Gage-antar
kelompok Baut
Gage-Baut
Jarak tepi
398
Jika terdapat garis kedua dari baut yang dibuat zig-zag seragam dengan baut pada garis
yang bersebelahan ke tepi bebas, dengan gage yang kurang dari 37,5 + 4,0𝑡, spasi zig-
zag, 𝑠, pada dua garis tersebut yang diperhitungkan bersama harus memenuhi:
3, 0 g
s 100 + 4, 0t - 175 (226)
4, 0
Keterangan:
t adalahketebalan pelat atau profil terluar yang lebih tipis (mm)
g adalah gage antar baut (mm)
3) Jarak maksimum untuk baut jahit searah gaya
Baut jahit dapat digunakan untuk mengencangkan secara mekanis komponen tersusun
dimana dua atau lebih pelat atau profil berada dalam kontak.
Pitch baut jahit searah gaya pada komponen tekan tidak boleh lebih dari 120𝑡. Gage, 𝑔,
antara garis baut yang bersebelahan tidak boleh lebih dari 24,0𝑡. Pitch antara dua garis
yang berdekatan dari lubang baut yang dibuat zig-zag searah gaya harus memenuhi:
3, 0 g
p 15, 0t - 12, 0t (227)
8, 0
Pitch baut jahit searah gaya untuk komponen tarik tidak boleh lebih dari dua kali yang
dispesifikasikan disini utuk komponen tekan. Gage untuk komponen tarik tidak boleh lebih
dari 24,0𝑡. Pitch maksimum dari alat sambungpada komponen tersusun yang
dikencangkan secara mekanis tidak boleh lebih dari yang terkecil diantara kebutuhan
untuk baut dengan lapisan kedap.
4) Pitch maksimum untuk baut jahit searah gaya pada ujung komponen tekan
Pitch baut yang menghubungkan bagian-bagian komponen dari komponen tekan tidak
boleh lebih dari empat kali diameter baut untuk jarak yang sama dengan 1,5 kali lebar
maksimum dari komponen. Di luar jarak ini, pitch baut dapat diperbesar secara sedikit
demi sedikit untuk jarak yang sama dengan 1,5 kali lebar maksimum dari komponen
sampai pitch maksimum yang diberikan dalam point 2 tercapai.
5) Jarak ujung
Jarak ujung untuk semua tipe lubang yang diukur dari pusat baut tidak boleh kurang dari
jarak tepi yang diberikan dalam Tabel 4.29. Ketika lubang ukuran lebih atau berslot
digunakan, jarak ujung bersih minimum tidak boleh kurang dari diameter baut. Jarak ujung
maksimum harus merupakan jarak tepi maksimum seperti diberikan dalam poin 6.
6) Jarak tepi
Jarak tepi minimum harus sesuai dengan yang diberikan pada Tabel 4.29 untuk satuan
mm. Jarak tepi maksimum tidak boleh lebih dari delapan kali ketebalan pelat luar tertipis
atau 125 mm.
Tabel 4.29 Jarak tepi minimum (mm)
Tepi dari pelat/profil giling
Diameter Tepi yang dipotong dengan
panas atau dipotong
Baut cara ditekan
dengan cara panas gas
M16 28 22
399
M20 34 26
M22 38 28
M24 42 30
M27 48 34
M30 52 38
M36 64 46
Rn = 0, 48 Ab Fub Ns (228)
Keterangan:
Ab adalah luas penampang baut (mm2)
Pada saat menentukan apakah ulir pada baut tidak berada pada bidang geser dari permukaan
kontak, panjang bagian berulir dari baut harus ditentukan sebagai panjang ulir yang
dispesifikasikan ditambah dua pitch ulir. Jika ulir pada baut berada pada bidang geser di
sambungan, tahanan geser dari baut pada semua bidang geser di sambungan adalah
merupakan nilai untuk ulir pada bidang geser.
Jika baut yang digunakan adalah baut A325 dengan diameter 16 mm, tentukanlah besar
tahanan geser baut pada sistem sambungan tersebut. Asumsikan ulir berada di bidang
geser.
Solusi
400
Diameter baut yang digunakan adalah 16 mm. Berdasarkan peraturan, dimensi lubang baut
standar adalah 18 mm. Pada sambungan ini, baut mengalami gaya geser tunggal sehingga
tahanan geser per baut adalah:
d := 16mm
1 2 2
Ab := π d = 201.06 mm
4
Fub := 372MPa
Tahanan slip nominal dari baut pada sambungan dapat diambil sebagai:
Rn = Kh K s N s Pt (230)
Keterangan:
Ns adalah jumlah bidang slip per baut
401
Deskripsi berikut dari kondisi permukaan berlaku untuk Tabel 4.32:
1) Permukaan Kelas A: unpainted clean mill scale, and blast-cleaned surfaces with Class A
coatings,
2) Pemukaan Kelas B: unpainted blast-cleaned surfaces and blast-cleaned surfaces with
Class B coatings, dan
3) Permukaan Kelas C: hot-dip galvanized surfaces roughened by wire brushing after
galvanizing.
Dokumen kontrak harus menetapkan bahwa pada sambungan tanpa pelapis, cat, termasuk
semprotan lebih yang tidak disengaja harus ditiadakan pada area yang berada pada jarak
satu kali diameter baut namun tidak kurang dari 25 mm dari tepi lubang dan semua area yang
masuk dalam pola baut.
Dokumen kontrak harus dispesifikasikan agar sambungan yang memiliki permukaan faying
yang dicat di blast-cleaned dan dilapisi dengan cat yang sudah memenuhi kualifikasi
pengujian sebagai lapisan Kelas A atau Kelas B.
Dengan persetujuan perencana, pelapisan yang menyediakan faktor kondisi permukaan
kurang dari 0,33 dapat digunakan, asalkan faktor kondisi permukaan rata-rata diperoleh dari
pengujian. Tahanan slip nominal harus ditentukan sebagai tahanan slip nominal untuk kondisi
permukaan Kelas A, yang sesuai untuk tipe lubang dan baut, dikali faktor kondisi permukaan
yang diperoleh dari hasil pengujian dibagi dengan 0,33.
Dokumen kontrak harus menetapkan bahwa:
1) sambungan dengan pelapis harus disusun sebelum pelapisan telah mengering untuk
waktu minimum yang digunakan saat pengujian kualifikasi, dan
2) Pemukaan faying yang dispesifikasikan untuk menggunakan hotdip galvanized yang
setara dengan ASTM A123. Permukaannya harus kemudian dikasarkan dengan sikat
kawat tangan. Sikat kawat elektrik tidak diizinkan untuk digunakan.
Untuk lubang standar, lubang ukuran lebih, lubang berslot pendek yang dibebani pada arah
manapun dan lubang berslot panjang yang sejajar dengan gaya tumpu yang bekerja, tahanan
nominal dari baut interior dan baut ujung pada kondisi batas kekuatan, 𝑅𝑛 , harus diambil:
Dengan baut yang memiliki spasi dengan jarak bersih antar lubang tidak kurang dari 2,0𝑑
dan dengan jarak bersih ujung tidak kurang dari 2,0𝑑:
Rn = 2, 4dtFu (231)
Jika salah satu dari, jarak bersih antar lubang kurang dari 2,0𝑑 atau jarak bersih ujung
kurang dari 2,0𝑑:
Rn = 1, 2LctFu (232)
402
Untuk lubang berslot panjang yang tegak lurus arah beban tumpu:
Dengan baut yang memiliki spasi dengan jarak bersih antar lubang tidak kurang dari 2,0𝑑
dan dengan jarak bersih ujung tidak kurang dari 2,0𝑑:
Rn = 2, 0dtFu (233)
Jika salah satu dari, jarak bersih antar lubang kura1ng dari 2,0𝑑 atau jarak bersih ujung
kurang dari 2,0𝑑:
Rn = LctFu (234)
Keterangan:
d adalah diameter nominal baut (mm)
t adalah ketebalan bagian tersambung yang tipis (mm)
Jika baut yang digunakan adalah baut diameter 16 mm, tentukanlah kuat tumpu
sambungan tersebut jika tebal pelat buhul sama dengan ketebalan elemen tarik tersebut,
yaitu 9 mm.
Solusi
Dari Tabel 7.1, jika diameter baut yang digunakan adalah 16 mm, maka lubang baut yang
digunakan adalah 18 mm. Jarak spasi antar baut minimum adalah:
S = 3d = 3 16mm = 48mm
Dengan jarak tepi minimum diberikan pada Tabel 4.29 yaitu 22 mm. Dari persyaratan spasi
dan jarak tepi, sambungan tersebut memenuhi persyaratan. Besar kuat tumpu elemen
pada bagian baut tepi elemen yang disambung (profil L 130 x 130) adalah:
48
Lc = 41 - = 32mm
2
Rn = 1.2Fu Lc t = 190.08kN
403
2.4 d t Fu = 190.08kN
Pada baut tengah, kuat tumpu elemen yang disambung (profil L 130 x 130) adalah:
Lc = 50 - 18 = 32mm
Rn = 1.2Fu Lc t = 190.08kN
Perlu diperhatikan bahwa pada kasus ini, tebal pelat buhul dan material baja yang
digunakan sama dengan elemen yang disambung sehingga pemeriksaan kuat tumpu pada
pelat buhul tidak perlu diperiksa karena bernilai sama dengan kuat tumpu pada elemen
yang disambung (profil L 130 x 130).
Baut mutu tinggi yang mengalami aksial tarik sampai mencapai gaya yang diberikan Tabel
4.30. Gaya tarik yang dikerjakan harus diambil sebagai gaya akibat pembebanan luar terfaktor
ditambah gaya tarik lain yang diakibatkan oleh aksi prying yang dihasikan oleh deformasi dari
bagian material tersambung.
1) Tahanan tarik nominal
Tahanan tarik nominal dari baut, 𝑇𝑛 , yang tidak bergantung pada gaya pratarik awal dapat
diambil sebagai:
Keterangan:
Ab adalah luas baut yang berhubungan dengan diameter nominalnya (mm 2)
2) Tahanan fatik
Apabila baut mutu tinggi yang memikul aksial tarik mengalami fatik, rentang (range)
tegangan, ∆𝑓 , pada baut, akibat beban hidup fatik rencana ditambah faktor beban
dinamik untuk beban fatik sesuai dengan SNI 1725:2016, ditambah aksi prying yang
diperoleh dari aplikasi siklik dari beban fatik. Diameter nominal baut harus digunakan
untuk menghitung rentang (range) tegangan baut. Dalam kasus apapun, aksi prying tidak
boleh lebih dari 30 persen dari beban luar yang dikerjakan. Baut yang setara ASTM A307
dengan kandungan rendah karbon tidak boleh digunakan pada sambungan yang
mengalami fatik.
3) Aksi prying
Gaya tarik akibat aksi prying dapat diambil sebagai:
404
3b t3
Pe = - Pu (236)
8 a 328000
Keterangan:
𝑄𝑢 adalah gaya akibat aksi prying per baut akibat beban faktor diambil sama
dengan nol apabila negatif (N)
Pu adalah gaya tarik atau geser langsung pada baut akibat beban terfaktor (N)
a adalah jarak dari pusat baut ke tepi pelat yang memikul gaya tarik akibat
aksi prying (mm)
b adalah jarak antara baut ke ujung dari las sudut pada bagian tersambung
(mm)
t adalah ketebalan bagian tersambung yang lebih tipis (mm)
Tahanan tarik nominal dari baut yang memikul kombinasi geser dan aksial tarik, 𝑇𝑛 , dapat
diambil sebagai:
Pu
Jika 0, 33 , maka:
Rn
Tn = 0, 76 Ab Fub (237)
Jika tidak:
2
P
Tn = 0, 76 Ab Fub 1- u (238)
s Rn
Keterangan:
Ab adalah luas baut yang berhubungan dengan diameter nominalnya (mm 2)
Tahanan geser nominal dari baut pada sambungan slip kritis baut akibat kombinasi beban
Daya Layan II sesuai dengan Tabel 38 yang memikul kombinasi geser dan aksial tarik, tidak
boleh melebihi tahanan slip nominal sesuai yang diberikan pada Sub bab 7.2.8.2.8 dikalikan
dengan:
Tu
1- (239)
Pt
Keterangan:
Tu adalah gaya tarik per baut akibat kombinasi beban Daya Layan II (N)
Pt adalah gaya pratarik minimum baut yang diperlukan
405
Tahanan geser nominal baut angkur yang setara dengan ASTM F1554 pada kondisi batas
kekuatan dapat diambil sebagai:
Keterangan:
Ab adalah luas baut angkur yang berhubungan dengan diameter nominal (mm 2)
Fub adalah kuat tarik minimum baut MPa)
N s adalahjumlah bidang geser per baut
Tahanan geser nominal dari baut pada sambungan slip kritis baut akibat kombinasi beban
Layan II sesuai dengan Tabel 1 dari SNI 1725:2016, yang memikul kombinasi geser dan aksial
tarik, tidak boleh melebihi tahanan slip nominal sesuai yang diberikan pada Sub bab 4.3.4.9.7
dikalikan dengan:
Tu
1- (241)
Pt
Keterangan:
Tu adalah gaya tarik akibat beban terfaktor akibat kombinasi beban Layan II (N)
Rn = 0, 48 Ab Fub Ns (242)
Keterangan:
Ab adalah luas baut angkur yang berhubungan dengan diameter nominal (mm 2)
Fub adalah kuat tarik minimum baut MPa)
N s adalahjumlah bidang geser per baut
Selain perhitungan geser pada baut angkur, pada angkur harus diperhitungkan tahanan cabut
(pullout), ambrol (breakout), tahanan jebol samping pada beton (side face blowout) dan faktor
tahanan angkur lainnya. Tahanan-tahanan pada baut angkur dan prosedur perhitungannya
dapat dilihat pada AASHTO LRFD 2017 Pasal 5.13.
4.3.4.9.12 Tahanan runtuh blok geser
Sambungan harus diperiksa dengan mempertimbangkan semua kemungkinan bidang
kegagalan pada komponen dan pelat penyambung. Bidang tersebut termasuk yang paralel
dan tegak lurus terhadap gaya yang bekerja. Bidang yang paralel terhadap gaya yang bekerja
406
harus dianggap untuk memikul tegangan geser saja. Bidang yang tegak lurus terhadap gaya
yang bekerja harus dianggap untuk memikul tegangan tarik saja.
(243)
Rr = bs Rp (0,58Fu Avn + Ubs Fu Atn ) bs Rp (0,58Fy Avg + Ubs Fu Atn )
Keterangan:
Rp adalah faktor reduksi untuk lubang diambil sama dengan 0,90 untuk lubang
baut yang ditumbuk ukuran penuh dan 1,0 untuk lubang baut yang dibor
ukuran penuh atau dengan cara ditumbuk lalu diputar sampai mencapai
ukuran tertentu.
Avg adalah kuat tarik minimum yang dispesifikasikan dari baut angkur (MPa)
Avn adalah luas neto di sepanjang bidang yang menahan tegangan geser pada
blok geser (mm2)
Ubs adalah faktor reduksi untuk tahanan runtuh blok geser yang diambil sama
dengan 0,50 saat tegangan tarik tidak seragam dan 1,0 saat tegangan
tarik seragam
Atn adalah luas neto di sepanjang bidang yang menahan tegangan tarik (mm 2)
407
4.4 Daftar pustaka
AASHTO. 2014. LRFD Bridge Design Specifications 7th Edition. American Association of
State Highway and Transportation Officials. Washington. DC.
Badan Standar Nasional. 2005. RSNI T-03-2005 Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan.
Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standar Nasional. 2016. SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan. Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standar Nasional. 2016. SNI 2833:2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban
Gempa. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standar Nasional. 2017. SNI 2052:2017 Baja Tulangan Beton. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional (BSN).
Chen, W.F dan Duan, L. 2000. Bridge Engeneering Handbook. New York: CRC Press LLC.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2018. Surat Edaran No. 02/SE/Db/2018 tentang Spesifikasi
Umum Bina Marga 2018 untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan.
408
PANDUAN NO. 02 / M / BM / 2021
BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
ii
Daftar Isi
iv
Daftar Gambar
vi
Gambar 3.54 - Hubungan defleksi beban menggunakan beban kerja maksimum Broms ... 264
Gambar 3.55 - Defleksi lateral pada permukaan tanah dari tiang pada tanah kohesif ........ 265
Gambar 3.56 - Defleksi lateral pada permukaan tanah dari tiang pada tanah nonkohesif .. 265
Gambar 3.57 - Faktor reduksi kelompok tiang.................................................................... 272
Gambar 3.58 - Konsep fondasi ekivalen ............................................................................ 275
Gambar 3.59 - Distribusi tekanan di bawah fondasi ekivalen untuk kelompok tiang ........... 277
Gambar 3.60 - Nilai indeks kapasitas dukung (C’) untuk tanah berbutir ............................. 281
Gambar 3.61 - Reaksi tanah dan momen tekuk pada tiang (a) ujung bebas (b) ujung jepit, tiang
pada tanah kohesif (c) ujung bebas (d) ujung jepit pada tanah non kehesif (e) ujung bebas (f)
ujung jepit .......................................................................................................................... 289
Gambar 3.62 - Reaksi tanah dan momen tekuk pada tiang panjang pada tanah kohesif (a)
ujung bebas (b) ujung jepit, dalam tanah non kehesif (c ) ujung bebas (d) ujung jepit ........ 290
Gambar 3.63 - Beban terpusat dan momen-momen .......................................................... 291
Gambar 3.64 - Perencanaan lentur pile cap....................................................................... 292
Gambar 3.65 - Perencanaan lentur pile cap (lanjutan) ....................................................... 293
Gambar 3.66 - Variasi nilai faktor reduksi dengan batas regangan tarik untuk tulangan
nonprategang dan prategang ............................................................................................. 296
Gambar 3.67 - Perencanaan geser pile cap....................................................................... 298
vii
Daftar Tabel
viii
1 Pendahuluan
Panduan ini digunakan sebagai acuan dalam tahapan perencanaan jembatan yang berisi
tentang perencanaan struktur bangunan bawah dan fondasi pada jembatan. Objek utama
dalam panduan ini adalah jembatan standar, sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran
Ditjen Bina Marga No. 05/SE/Db/2017, sedangkan untuk jembatan pejalan kaki, jembatan
kereta api, dan jembatan utilitas tidak termasuk dalam lingkup panduan ini.
Panduan ini merujuk kepada perkembangan terbaru teknologi perencanaan jembatan yang
juga sudah diakomodir pada BMS Peraturan Teknik Jembatan dan BMS Panduan
Perencanaan Jembatan terbaru. Rujukan utama BMS Peraturan Teknik Jembatan terbaru
adalah AASTHO LRFD Bridge Design Specifications 8th Edition (2017). Penjelasan dalam
panduan ini juga merujuk kepada dokumen terbaru dari Federal Highway Administration
(FHWA) dan National Highway Institue (NHI).
Pembahasan tentang kriteria perencanaan merujuk kepada dokumen terbaru yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau yang
lebih khusus adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga
Kementerian PUPR. Daftar lengkap rujukan terdapat pada Daftar Pustaka pada setiap bab.
Tujuan panduan praktis perencanaan teknis jembatan ini adalah sebagai acuan dalam
perencanaan jembatan dan pedoman pelatihan tentang tahapan perencanaan jembatan.
Panduan ini diharapkan menjadi referensi bagi praktisi jembatan dalam menerjemahkan
peraturan, norma, standar, pedoman, kriteria dan manual ke dalam praktik perencanaan.
Selain itu, panduan ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi akademisi.
Untuk mencapai pokok tujuan panduan perencanaan di atas, urutan pembahasan pada
Volume 3 disusun sebagai berikut:
1) Bab 1 : Pendahuluan
2) Bab 2 : Perencanaan struktur bangunan bawah
3) Bab 3 : Perencanaan fondasi dan kepala tiang (pile cap)
1
1.5 Penggunaan panduan
Panduan ini disusun berdasarkan alur tahapan perencanaan jembatan yang dibagi menjadi
lima volume. Sebelum masuk ketahap perencanaan bangunan bawah, pembaca disarankan
untuk memahami tipe-tipe bangunan bawah yang akan direncanakan dan langkah yang akan
dilakukan dengan mengacu pada bagan alir yang telah disediakan pada masing-masing tipe-
tipe bangunan bawah dan fondasi.
Panduan ini menyajikan tahapan perencanaan jembatan standar dari awal hingga akhir,
yang dapat digunakan bagi perencana, praktisi maupun akademisi. Semoga panduan ini
bermanfaat dan dapat digunakan hingga masa yang akan datang. Meskipun kelak terdapat
pembaruan peraturan atau code yang menjadi referensi di panduan saat ini, namun
hakikatnya dasar-dasar perencanaan jembatan yang ada dalam panduan masih dapat
digunakan sampai kapanpun.
2
2 Perencanaan struktur bangunan bawah
2.1 Pendahuluan
Pada bagian ini membahas perencanaan struktur bawah yang mencakup pilar dan abutment.
Perencanaan pilar meliputi pilar tunggal, pilar portal, dan pilar dinding. Sedangkan
perencanaan abutment meliputi abutment tipe dinding, abutment jenis gravitasi, dan
abutment jenis penopang (counterfort).
2.2 Daftar istilah dan notasi
2.2.1 Daftar istilah
2.2.1.1
beton
suatu campuran semen, agregat dan air, dengan atau tanpa menambah dengan bahan
tambahan kimiawi
2.2.1.2
selimut beton
jarak antara tulangan atau tendon paling tepi dengan permukaan beton terdekat dengan
tidak memperhitungkan ketebalan plesteran
2.2.1.3
tinggi efektif
jarak antara serat paling tertekan dari beton dengan resultan gaya tarik tulangan dan tendon
pada daerah tarik pada kondisi kekuatan ultimit akibat momen lentur
2.2.1.4
beton ringan
beton yang dibuat dari agregat kasar yang ringan dan agregat halus yang mempunyai berat
normal dan mempunyai kepadatan kering jenuh permukaan antara 1800 kg/m3 sampai 2100
kg/m3
2.2.1.5
beton pratekan
beton ke dalam mana tegangan diberikan sengaja oleh tendon, dan mencakup beton yang
umumnya disebut sebagai prategang parsial
2.2.1.6
beton bertulang
Beton yang diberi baja tulangan dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari nilai
minimum yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang dan direncanakan berdasarkan
asumsi bahwa kedua material tersebut bekerja sama dalam menahan gaya yang bekerja
2.2.1.7
beton normal
Beton yang mempunyai massa jenis 2200-2500 kg/m3 dan dibuat menggunakan agregat
alam yang dipecah atau tanpa pecah
3
2.2.1.8
beban mati
berat semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban
tambahan yang tidak terpisahkan dari struktur jembatan
2.2.1.9
beban terfaktor
beban kerja yang telah dikalikan dengan faktor beban yang sesuai
2.2.1.10
kuat rencana
kuat nominal dikalikan dengan suatu faktor reduksi ɸ
2.2.1.11
kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’)
kuat tekan beton yang ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji berbentuk silinder
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm) untuk dipakai dalam perencanaan struktur beton
2.2.1.12
modulus elastisitas
rasio tegangan normal atau tekan terhadap yang timbul akibat tegangan tersebut. Nilai
tegangan ini berlaku untuk tegangan di bawah batas proporsional material
2.2.1.13
pasca tarik
cara pemberian tarikan, dalam sistem prategang dimana tendon ditarik sesudah beton
mengeras
2.2.1.14
pratarik
pemberian gaya prategang dengan menarik tendon sebelum dicor
2.2.1.15
tulangan
batang baja berbentuk polos atau ulir atau pipa yang berfungsi untuk menahan gaya tarik
pada komponen struktur, tidak termasuk tendon prategang, kecuali secara khusus
diikutsertakan
2.2.1.16
tulangan spiral
tulangan yang dililitkan secara menerus membentuk suatu ulir lingkar silindris
2.2.1.17
tulangan ulir
batang baja yang permukaan sisi luarnya tidak rata, yang berbentuk sirip atau berukir
4
2.2.1.18
tinggi efektif
jarak antara serat paling tertekan dari beton dengan resultan gaya tarik tulangan dan tendon
pada daerah tarik pada kondisi kekuatan ultimit akibat momen lentur
2.2.2 Notasi
Berikut ini notasi-notasi yang ada di dalam perencanaan struktur bangunan bawah.
Av Luas total tulangan pengontrol retak vertikal dengan spasi sv; Luas penampang
tulangan transversal dalam jarak s (mm2)
An Luas tulangan yang menahan gaya tarik (mm 2)
av Jarak beban ke muka pilar (mm)
Avf Luas tulangan geser friksi (mm2)
B Lebar badan, apabila terdapat selongsong; lebar badan efektif, diambil
sebagai lebar badan minimum, diukur paralel terhadap garis netral, di antara
resultan gaya tarik dan tekan akibat lentur. Untuk penampang lingkaran,
diambil sebagai diameter penampang. Modifikasi harus dilakukan jika terdapat
selongsong (mm)
bw Lebar badan (mm); atau ketebalan minimum dinding dari penampang yang
berongga
bo Perimeter bagian kritis untuk geser yang menutupi bearing pad (mm)
c Jarak dari tengah perletakan ke gelagar tepi ujung (mm)
d Tinggi efektif penampang melintang (mm)
dc Diameter inti pilar, diukur ke diameter luar spiral atau sengkang tertutup (mm)
df Jarak dari tepi atas ke tulangan longitudinal bawah (mm)
D Diameter bearing pad bundar (mm)
Es Modulus elastisitas tulangan (MPa)
Ec Modulus elastisitas beton pada umur 28 hari (MPa)
fy Kuat leleh tulangan (MPa)
f yh Kuat leleh minimum tulangan spiral yang dispesifikasikan (MPa)
fc' Kuat tekan karakteristik beton
h Tinggi penampang (mm)
5
K Faktor panjang efektif komponen struktur tekan
L Panjang bearing pad (mm)
Panjang tanpa bracing (mm)
u
Mn Tahanan lentur nominal (N.mm)
M1 Momen ujung terkecil pada kondisi batas kekuatan akibat beban terfaktor yang
bekerja pada komponen tekan
M2 Momen ujung terbesar pada kondisi batas kekuatan akibat beban terfaktor
yang bekerja pada komponen tekan
Mb Tahanan lentur kondisi seimbang (N.mm)
6
2.3 Perencanaan pilar
2.3.1 Umum
Pilar memberikan dukungan dan menahan beban struktur atas, kemudian beban-beban
struktur atas tersebut diteruskan ke fondasi serta pilar menahan gaya horizontal yang bekerja
pada jembatan.
Dalam perencanaan pilar, dimensi awal pilar (pilar penampang segi empat berongga, pilar
dinding, pilar lingkaran berongga dan pilar segi empat) dapat ditentukan berdasarkan
keterangan pada Gambar 2.1.
Kepala pilar harus direncanakan untuk menahan beban-beban yang bekerja yaitu beban
mati, beban hidup akibat lalu lintas, beban pelaksanaan, beban angin pada struktur atas,
pengaruh suhu dan susut, serta beban gempa.
Korbel disebut juga konsol pendek yang berguna untuk memikul beban terpusat atau reaksi
dari gelagar. Biasanya korbel memikul beban dari gelagar pracetak yang berada di dekat
muka pilar pemikulnya. Korbel berperilaku sebagai komponen lentur (gelagar) yang sangat
pendek dan tinggi. Perencanaan kepala pilar meliputi perencanaan tulangan tarik dan
sengkang horizontal, punching shear, perencanaan tulangan hanger, dan perencanaan kuat
tumpu.
7
L/18
Min. 1'-3' (380mm) Tinggi 50' (15m)
Kemiringan 1:16
Wc
Monolit
Wc/3
Wc
Monolit
(a)
L/18
Min. 2'-0'
(500mm)
L= (10m - 30m)
8
Kepala pilar
L hingga (10m)
Wc
Wc/3
Jepit atau bebas
L/18
Min. 2'-0'
(500mm)
L/18
Min. 1'-3' (380mm)
Monolit Jepit atau bebas
Wc Wc
L/9
L/9
L= (15m - 25m)
Kepala pilar
(c) Pilar bundar tunggal
L/18
L/18
Pilar majemuk
(d) Pilar persegi panjang majemuk
9
Monolit Jepit atau bebas
Wc Wc
L/10 L/10
Min. 3'-0' Min. 3'-0'
L= 10m - 25m
(1m) (1m)
Pilar majemuk
(e) Pilar bundar majemuk
Wc
Min. 3'-0' (1m)
L= 10m - 25m
L/12
Wc/2
10
Monolit Jepit atau bebas
Wc Wc
L=36 m - 90m)
2'-6' 2'-6'
L/18
L/20 L/20
Bagan alir perencanaan kepala pilar tipe korbel untuk tulangan tarik dan sengkang horizontal
dijelaskan lebih rinci pada Gambar 2.2.
11
Mulai
0, 05Acv
Avf
fy
Tulangan geser friksi
Acv bd e
2 Avf
As An Luas penulangan tarik
3
Ah 0, 5( As An ) Sengkang horizontal
Selesai
Penampang dari korbel harus didesain untuk menahan secara bersamaan menahan geser
terfaktor (Vu), momen terfaktor (Mu), dan gaya tarik horizontal terfaktor (Nuc).
M u Vu av Nuc (h de ) (1)
12
Nuc 0, 2Vu (2)
Keterangan:
av adalah jarak dari muka pilar ke titk tengah tumpuan gelagar (mm)
h adalah tinggi korbel (mm)
d e adalah tinggi efektif korbel (mm)
Gaya tarik horizontal terfaktor dapat disebabkan oleh rangkak, susut dan suhu. Tulangan
geser friksi (Avf) digunakan untuk memikul gaya geser langsung (Vu), menggunakan
persamaan berikut ini:
0, 05Acv
Avf (3)
fy
Keterangan:
Avf adalah luas tulangan geser friksi (mm 2)
Selanjutnya, luas tulangan yang memikul gaya tarik (Nuc), dapat menggunakan persamaan
berikut:
Nuc
An (4)
fy
Keterangan:
An adalah luas tulangan yang menahan gaya tarik (mm2)
Luas tulangan lentur untuk memikul momen terfaktor (Mu), yaitu menggunakan persamaan
berikut ini:
2 Avf
As An (5)
3
Untuk tulangan sengkang horizontal harus disebarkan di 2⁄3 dari tinggi efektif,dengan
menggunakan persamaan berikut ini:
Ah 0,5( As An ) (6)
Keterangan:
Ah adalah luas tulangan sengkang horizontal (mm 2)
13
Bagan alir punching shear pada korbel dapa dilihat pada gambar berikut ini.
Mulai
Mencegah overlap:
1) Antara tumpuan
1) S 2d f W yang berdekatan
Tidak dengan balok tepi.
2) bw 2av L 2d f 2) antara tumpuan
pada tepi yang
berlawanan
Ya
1) bo W 2 L 2d f
Keliling penampang kritis ( b ),jika:
bo 0, 5W L d f c W 2 L 2d f
o
2) 1) Pada pad persegi interior
2) Pada pad persegi eksterior
3) bo D d f D
2
3) Pada pad bundar interior
4) Pada pad bundar eksterior
bo D d f c D d f D
D
4)
4 2 2
Vn = 0,125λ f'c bo d f
Tidak sdsfdfsfdsfdf
V Vu
v n vVn Vu
Ya
Selesai
Untuk mencegah overlap kegagalan permukaan atau punching shear, maka harus
memenuhi persyaratan berikut ini:
14
1) Antara perletakan (bearing) yang berdekatan pada gelagar tepi,
S 2d f W (7)
2) Antara perletakan (bearing) pada tepi yang berlawanan pada badan gelagar T terbalik,
bw 2 av L 2d f (8)
Keterangan:
W adalah lebar bearing pad (mm)
df adalah jarak dari tepi atas ke tulangan longitudinal bawah (mm)
S adalah spasi dari tengah ke tengah di sepanjang perletakan dari gelagar tepi
(mm)
bw adalah lebar gelagar T terbalik (mm)
Keterangan:
𝑑𝑓 adalah jarak dari tepi atas ke tulangan longitudinal bawah (mm)
bo adalah perimeter bagian kritis untuk geser yang menutupi pad (mm)
Menghitung bo untuk bearing pad persegi atau bundar dengan kegagalan permukaan yang
tidak overlap, harus diambil sebagai berikut:
bo W 2 L 2d f (10)
bo 0, 5W L d f c W 2 L 2d f (11)
bo
2
D d f D (12)
15
d) Pada bearing pad eksterior
bo
4
D d f c D d f D
D
2
2
(13)
Keterangan:
𝑐 adalah jarak dari tengah perletakan ke gelagar tepi ujung (mm)
D adalah diameter bearing pad bundar (mm)
Syarat:
vVn Vu (14)
Keterangan:
v adalah faktor reduksi geser
Bagan alir perencanaan tulangan hanger dapat dilihat pada berikut ini:
16
mulai
A V - 0,063λ f'c b d A2
Ambil nilai minimum 1) hr = u v f f
Tcr = 0.328 f `c Vc =
1
f'c bv de
diantara keduanya atau s f y (W + 2d ) pcp 6
f Gunakan
jika didapatkan kecil
hr = Vu v
A
dari nol, maka ambil nol 2) tulangan
s f yS minimum
Tu 0, 25Tcr
b s
tidak perlu
Tu 0, 25Tcr Vu > 0,5vVc Tidak Av 0,083λ f'c v
Jika tulangan ada dua 2(At A ) tulangan fy
hr torsi
sisi (kiri dan kanan) s
Ya
Ya Perlu tulagan geser
Subtitusi At/s Perlu tulangan torsi
V
2(At + Ahr ) At Tn Vs = u -Vc
Luas tulangan hanger v
yang di butuhkan s =
s s 2Ao f y cotθ
Subtitusi At/s Av Vs Av bv
= = 0.083 f `c
s f y de s f y de
A f yt
A = t p cotθ
s f yl
l h
Substitusi nilai Av/s
yang diperoleh
Selesai
Gambar 2.4 - Perencanaan tulangan hanger, tulangan torsi, dan tulangan geser
Tulangan hanger sebagai tulangan tambahan untuk tulangan geser. Berikut ini bagan alir
menghitung tulangan hanger pada korbel sesuai dengan Gambar 2.4.
A fy
Vn hr S (15)
s
A
Vn (0,063λ f'c b f d f ) hr f y (W + 2d f ) (16)
s
17
Keterangan:
Ahr adalah luas satu kaki tulangan hanger (mm2)
𝑠 adalah spasi tulangan hanger (mm)
𝑆 adalah spasi dari tengah ke tengah perletakan di sepanjang gelagar tepi (mm)
𝜆 adalah faktor modifikasi kepadatan beton
bf adalah lebar gelagar T terbalik (mm)
W adalah lebar bearing pad (mm)
df adalah jarak dari tepi atas ke tulangan longitudinal bawah (mm)
Ahr Vu
= (18)
s fyS
Ambil nilai minimal di antara dua persamaan tersebut, namun nilai 𝐴 ℎ𝑟⁄ tidak boleh
𝑠
kecil dari nol.
2) Penampang beton perlu diperiksa untuk mengetahui kebutuhan tulangan torsi. Berikut
ini persamaan untuk tulangan torsi yaitu:
A2
Tcr = 0.33 fc' (19)
pcp
Menghitung tulangan torsi per jarak yaitu dengan menggunakan persamaan berikut ini:
At Tu
= (21)
s 2Ao f y cotθ
18
A f yt
A = t p cotθ (22)
s
l h f
yl
Keterangan:
At adalah luas tulangan torsi (mm2)
3) Gunakan 𝐴𝑡⁄𝑠 untuk menghitung total tulangan sengkang dan asumsikan spasi yang
digunakan.
2(At + Ahr )
s (23)
s
Keterangan:
At adalah luas tulangan torsi (mm 2)
1
Vc = f'c bv de (24)
6
Keterangan:
Vc adalah kuat geser yang disumbangkan oleh beton (kN)
Gaya geser yang disumbangkan oleh beton diperiksa terhadap gaya geser terfaktor
pada gelagar dengan persamaan berikut ini:
Apabila syarat tersebut terpenuhi maka dibutuhkan tulangan geser untuk menahan gaya
geser terfaktor. Namun, Jika tidak terpenuhi maka digunakan tulangan geser minimum
dengan persamaan berikut ini:
b s
Av 0,083λ f'c v (26)
fy
19
Untuk tahanan geser yang disumbangkan oleh tulangan geser dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini:
V
Vs = u -Vc (27)
v
Untuk luas tulangan geser yang dibutuhkan dihitung dengan persamaan berikut:
Av Vs
= (28)
s f y de
Keterangan:
Vs adalah tahanan geser yang disumbangkan oleh tulangan geser (kN)
Av adalah luas tulangan geser (mm 2)
s adalah jarak tulangan geser (mm)
A
Av_req = v s (29)
s
Keterangan:
Av adalah luas tulangan geser (mm 2)
At adalah luas tulangan torsi (mm 2)
Bagan alir korbel perlu direncanakan kekuatan tumpu seperti pada bagan alir berikut ini:
20
Mulai
A2 Penentuan (m )
1) m 2
A1 1) apabila beban mengalami
tegangan tumpuan yang
A2 didistribusikan secara merata
2) m 0, 75 1,5 2) apabila beban mengalami
A1 tegangan tumpuan yang
didistribusikan secara tidak merata
Pr Pn
Pr Pu )
Tidak (ghbcgdgf Pr Pu
Ya
Selesai
Jika muka tumpuan lebih lebar dari luasan yang dibebani di semua sisi, faktor modifikasi ( m
) dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini:
1) Jika luasan yang dibebani mengalami tegangan yang terdistribusi secara merata,
A2
m 2 (30)
A1
2) Jika luasan yang dibebani mengalami tegangan yang terdistribusi secara tidak merata,
A2
m 0, 75 1,5 (31)
A1
21
Keterangan:
m adalah faktor modifikasi confinement
A2 adalah luas fiktif distribusi beban dari bearing pad (mm2)
Pr Pn (33)
Tahanan perletakan terfaktor harus lebih besar dari gaya geser terfaktor dengan persamaan
sebagai berikut:
Pr Pu (34)
Keterangan:
Pr adalah tahanan perletakan terfaktor (kN)
22
Gambar potongan melintang
Momen positif
23
Gambar momen akibat kombinasi ekstrim
Momen negatif
Mutu beton yang digunakan = 30 MPa dan Mutu baja tulangan = 420 MPa
Mnegatif : 7426.47kN m
Tulangan atas :
Tulangan
Tulangan atas
atas :
Mutu betonatas :
Tulangan
Mutu beton f' : 30MPa
fcc: 30MPa
Mutu baja
Mutu baja
beton :
fffyyc : 400MPa
: 420MPa
30MPa
Mutu
Lebarbaja
bawah pier fy : 420MPa : 2100mm
Lebar
Lebar bawah
bawah pier bb bawah : 2100mm
kepala pilar bawah : 2100mm
bbawah
Lebar bawah pier
hb : : 2100mm
Tinggi
Tinggi pier head
kepala pilar hbawah
: 2854mm
2854mm
Tinggi efektif
pier head dh :
: 2804mm
2854mm
Tinggi efektif de : 2804mm
Tinggi efektif βd1: 2804mm
0.85
4
A
3 s.req
2
Luas_Tul_dibutuhkan 10990.88 mm
Tulangan atas yang digunakan:
Tulangan atas yang digunakan:
Diamater tulangan D : 32mm
Diamater tulangan D : 32mm 1 2 2
Luas satu tulangan As.tul : π D 804.25 mm
1
4 2 2
Luas satu tulangan As.tul : π D 804.25 mm
Jumlah tulangan ntul : 184
Jumlah tulangan ntul : 18 2
Luas tulangan yang digunakan As.used : As.tul ntul 14476.46 mm
2
Luas tulangan yang digunakan As.used : As.tul ntul 14476.46 mm
Periksa As.used As.req ...Oke
Periksa As.used As.req ...Oke
Resume digunakan tulangan 18D32
Resume
Resume digunakan tulangan
digunakan tulangan18D32
18D32(H1)
25
Pemeriksaan kepala pilar terhadap kapasitas lentur
Jika tulangan tarik adalah tulangan atas:
As.used fy
Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a : 113.54 mm
0.85 f'c bbawah
a
Jarak dari serat tekan terluar c : a 133.58 mm
Jarak dari netral
ke sumbu serat tekan terluar c : β 1 133.58 mm
ke sumbu netral β1
dde-c c
Regangan baja
Regangan Baja : dee c eε c = 0.06
εss:= 0.06
Regangan baja ε s : cc εcc 0.06
c
Batas regangan tarik ε tl : 0.005
Batas regangan tarik ε tl : 0.005
Karena regangan
Karena baja yang
regangan baja didapatkan besar dari
yang didapatkan batas
besar regangan
dari tarik maka tarik
batas regangan faktormaka faktor
reduksi yang telah digunakan sebesar 0.9 sudah tepat.
reduksi yang telah digunakan sebesar 0,9 sudah tepat.
ε s ε tl maka ϕ f : 0.9
Tahanan lentur terfaktor M : ϕ Mn 15033.12 kN m
Tahanan
Momen lentur terfaktor
tahanan nominal penampang Mrr : ϕ ff Mn 15033.12 kN m
M : ϕ f Mn 15033.119 kN m
Modulus rupture r fr : 0.63 f'c MPa 3.45 MPa
1N Ig
Modulus rupture fr : 0.63 fc 3.451 MPa
Momen retak 1mm Mcr : γ 3 γ 1 fr 15314.04 kN m
yt
Ig
Persyaratan
Momen retak Mcr : γminimum
tulangan
3 γ 1 fr y 15314.037 kN m
t
1.33 Mu 9877.21 kN m
Maka luas tulangan minimum ditentukan berdasarkan nilai terkecil dari 1,33 Mu atau 1,2
Mcr Karena 1,33 Mu lebih kecil dari 1,2 Mcr , maka yang menentukan luas tulangan
minimum adalah 1,33 Mu.
Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan tulangan lentur 18D32
diperoleh momen tahanan nominal penampang sebesar 15033,12kN.m. Nilai ini lebih
besar dari nilai momen tulangan minimum 1,33 Mu, sehingga pesyaratan tulangan
minimum sudah terpenuhi.
26
Tulangan bawah
Mutu betonbawah
Tulangan f'c 30MPa
Tulangan
Mutu betonbawah fc : 30MPa
Mutu baja fy 420 MPa
Mutu beton fc : 30MPa
Mutu baja fy : 420MPa
Lebar atas pier batas : 1000 mm
fby : 420MPa
atas : 1000mm
Mutu
Lebarbaja
atas pier
Tinggi kepala pilar
Lebar atas pier h 2854
batas mm
: 1000mm
Tinggi pier head h : 2854mm
Tinggi efektif d 2854mm
2804 mm
Tinggi pier head
efektif d e:
h : 2804mm
Tinggi efektif ββ11::
d 2804mm
0.85
β 1 : 0.85
Faktor reduksi lentur f 0.9: 0.9
ϕϕ lentur
ϕ lentur : 0.9
Faktor reduksi Mu : 105.29kN m
Momen ultimit
Mu : 105.29kN m
Momen ultimit ε c : 0.003
c : 0.003
ε0.003
Regangan beton εεc :
c : 0.003 12
Regangan
Regangan betonbeton 4
Regangan beton Ig : 3.4 10 mm
Inersia gross penampang 4 4
Inersia gross penampang IIg. ::I3.4
g. :
103400000000000mm
12
3400000000000mm
mm
4
Inersia gross
Inersia penampang
gross penampang g
Jarak dari serat tarik ke sumbu netral yt : 1100mm
Jarak dari serat tarik ke sumbu netral yt : 1100mm
Faktor variabilitas retak lentur γ 1 : 1.6
Faktor variabilitas retak lentur γ 1 : 1.6
Rasio kuat leleh minimum γ 3 : 0.75
dengan kuatleleh
Rasio kuat tarikminimum
ultimit γ 3 : 0.75
dengan kuat tarik ultimit Mu 2
As.req : MM 116.869 mm
ϕ lenturu
fyu 0.85 d 2 2
Luas tulangan yang diperlukan s.req.:: ϕϕ f 0.85
As.req 116.869
116.87 mm mm
f y fy 0.85
lentur de d
f'c MPa 2
Luas tulangan minimum 1 As_min1. : batas de 9141.75mm
4 fy
Resume
Resume digunakan 21D19 (H10)
digunakan 21D19
Pemeriksaan balok terhadap kapasitas lentur
Jika tulangan tarik adalah tulangan atas:
As.used fy
Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a : 98.07 mm
0.85 f'c batas
a
As.used fyf dde a = 6889.41
: A 6870.06kN
Momen nominal penampang Mn :=
M kN m
m
n s.used y e 22
ϕ f Mn 5910.21 kN m
Karena
Karena regangan baja yang
regangan baja yangdidapatkan
didapatkanbesar
besardari
daribatas
batas regangan
regangan tarik
tarik maka
maka faktor
faktor
reduksi
reduksi yang
yang telah digunakansebesar
telah digunakan sebesar0.9
0,9sudah
sudahtepat.
tepat.
ε s ε tl maka ϕ f 0.9
28
Maka luas tulangan minimum ditentukan berdasarkan nilai terkecil dari 1,33 Mu atau 1,2
Mcr Karena 1,33 Mu lebih kecil dari 1,2 Mcr , maka yang menentukan luas tulangan
minimum adalah 1,33 Mu.
Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan tulangan lentur 21D19
diperoleh momen tahanan nominal penampang sebesar 6200,47 kN.m. Nilai ini lebih
besar dari nilai momen tulangan minimum1,33 Mu, sehingga pesyaratan tulangan
minimum sudah terpenuhi.
b) Desain tulangan geser kepala pilar
Gaya
Gaya geser
geserultimit
ultimit Vu::6424.07kN
Vu 6424.07kN
θ θ::45deg
45deg
Faktor
Faktor reduksi
reduksikuat
kuatgeser
geser v v::0.75
ϕϕ 0.75
Lebar
Lebar
Lebar bbbawah
batas
bawah1000 mm
2100
2100 mm
mm
tinggi efektif de 2804 mm
tinggi efektif de 2804 mm
0.5 ϕ v Vc 959.88 kN
Cek: Vu 0.5 ϕ v Vc perlu tulangan geser
Kuat
Kuatgeser
geser yang disumbangkanoleh
yang disumbangkan olehtulangan
tulangangeser
geser( V(sV
) s),
Vu
Vs : Vc 3190.08 kN
ϕv
Av Vs mm2
Luas tulangan/jarak 5.10
s fy de mm
A b mm2
v_min
Luas tulangan geser minimum/jarak =0.083 f`c bawah =5.10
s fy mm
29
c) Desain korbel
Desain terhadap geser
af
av Keterangan retak akibat:
Vu 1. Lentur, geser, dan tarik langsung
2 Nuc 2. Gaya tarik
3. Punching shear
4. Bearing force
3 4
de h
1
av S c
vu vu
de
W
W + 4av 2c
Desain geser pada korbel
Sumber: AASHTO LFRD 2017
sehingga
b : min S , 2.c , W 4 av 1600 mm
30
sehingga b : 1600mm
h : 1567mm
d : h 50mm 1.517 m
de. : h 50mm 1517 mm
6 2
Acv : b d 2.427 10 mm2
Acv : b de. 2427200 mm
Perencanaan geser
Perencanaan geser friksi
friksi
reaksi perletakan girder:
Reaksi tumpuan:
PCI girder
Gelagar PCI MS 1 : 70.56kN
Diafragma MS 3 : 11.44kN
Cek_Vn :
"Oke" if Vn min Vn1 , Vn2 "Oke"
31
Desain terhadap lentur dan tarik
af S c
vu vu
Nuc
As de h W
aff :
a : 450mm
450mm
Lebar
Lebar penampang
penampang untuk
untuk pemasangan
pemasangan tulangan
tulangan diambil
diambil yang
yangterkecil
terkecildari
dari
Lebar
berikutpenampang
berikut ini:
ini: untuk pemasangan tulangan diambil yang terkecil dari berikut ini:
2c = 1600mm
2c = 1600mm 3
W 5 af 2.75 10 mm
W 5 af 2750 mm
W 5penampang
Lebar untuk pemasangan tulangan b : 1600mm
af 2750 mm
Lebar penampang untuk pemasangan tulangan
Lebar penampang untuk pemasangan tulangan b 1600 mm
b : min S , 2.c , W 5 af 1600 mm
Menghitung gaya
Menghitung gaya dalam
dalamkorbel
korbel
Vu 847.87 kN
h 1567 mm
de. 1517 mm
Mu. : Vu av Nuc h de. 347.63 kN m
2Avf 2
As : An 769.41 mm
3
Digunakan D : 19mm
s : 150mm
b
A s. := 0.25 π D2 = 3024.31mm2
used s
32
2 b 2
As.used. : 0.25 π D 3024.31 mm
s
Periksa:
As.used As ...Oke
Resume
ResumeD19
D19 -- 150
150 mm
mm ( H14)
Tulangan sengkang horizontal:
Ah_req : 0.5 As An 96.32 mm
2
Digunakan D : 13mm
s : 300mm
n : 3
2 b 2
A := 0.25 π D n = 2831.62mm
n b
h.used 2 b 22
Ah.used:
A
s 0.25
: 0.25 π
π D
D2 n 2831.62mm
2123.72 mm
Periksa:
h.used s
s
Periksa:
A
h.used Ah
A
Ah.used ...Oke
...Oke
h_req
Resume D13 - 150 mm
Resume D13 - k300 mm (H15 dan H16)
d) Desain punching shear
bw
df
df vu df
vu
df
df /2
df /2 W df /2 df /2 W/2 c
av : 400mm df : 1517mm
W : 500mm c : 800mm
L : 430mm Faktor tahanan ϕ c 0.7
Menghitung lebar
Menghitung lebar efektif bo
3
Untuk pad persegi interior bo.1 : W 2 L 2 df 4394
4.394 mm
10 mm
Untuk pad persegi eksterior
:
: : W
W
LLLddf c W 2L L
222Ld dff 2 df
eksterior b f dcf cWW
2
Untukpad
Untuk padpersegi
persegieksterior bo.2
bo.2 0.5
0.50.5 W
o.2
3
bo.2. : 0.5 W L df c 2.997 10 mm
bo.2. : 0.5 W L df c 2997.00 mm
1N 3
Vni : 0.125 1 fc bo.1 df 4.564 10 kN
1mm
33
Gaya geser nominal interior Vni : 0.125 1 f'c MPa bo.1 df 4563.69 kN
Gaya geser nominal eksterior Vne : 0.125 1 f'c MPa bo.2 df 3112.74 kN
Periksa:
ϕ c.V.n.i : ϕ c Vni 3194.58 kN ϕ cV.ni Vu ...Oke
df W
bf W+2df
Lebar pad W 500 mm
A Vn 2 A A
Ahr.used mmdiantara mm2
hr.3 yaitu diambil nilai minimal
Min hr.1 , hr.2 0.25
3.39 s
s 0.5 fy W 3 av mm s mm
s
34
f) Desain tulangan puntir
Keliling
Keliling dalam
dalam tulangan
tulangan Ph :
: 10830.70 mm
10830.70mm
sengkang
Faktor reduksitorsi
faktor reduksi torsi ϕ : 0.75
ϕ tt : 0.75
Mutu tulangan fyl : f 420 MPa
Mutu tulangan fyl : fyy 420 MPa
A2
Momen retak torsi Tcr : 0.33 f`c MPa 5122.15 kN m
Pcp
i
Cek_tulangan_torsi : "Perlu tulangan torsi" if Tu 0.25 ϕ t Tcr
sebaliknya
"Tidak" otherwise
y Tu
Tn : 2809.60kN m
Torsi nominal ϕt
2
Luas beton dalam sengkang Ao : 4319955mm
At Tn 2 H
mm
= 0.77
s 1 mm2
mm
2 Ao fy
tan( 45deg) mm
H
A
t : Tn mm2
0.77
s 2Ao fy cot mm
A f
yt
A : t
l s Ph cot 45 8385.76 mm2
f
yl
35
Digunakan tulangan torsi sebagai berikut:
Dt : 19mm
n : 30
2 2
Al.used : 0.25 π Dt n 8505.86 mm
:
Periksa : "Oke" ifif A A "Oke"
Al.used
Periksa "Oke" l.used All "Oke"
"Tidak oke"
"Tidak sebaliknya
oke" otherwise
otherwise
Spasi digunakan = 150 mm
At Ahr req A t Ahr
262.20mm mm2
2
A A s 307.81
tA hr
t Ahr
reqreq s 262.200mm2 mm
AAv.req
vreq mm2 mm2
Luas
Luas tulangan sengkang yang
tulangan sengkang yangdibutuhkan
dibutuhkanper
perspasi
spasi 5.10
3.409
ss mm mm
Digunakan spasi s 150 mm
Digunakan spasi s 150 mm Av.req
Jadi, luas tulangan yang digunakan s 511.350mm
s
A vreq
s 764.95mm2
Luas
2 A tulangan
A t hr
Asengkang yang
773.550
v.req mm
2
digunakan
s
A )kait
Av 2
Sengkang
2(A
t hr req 1072.75mm
tertutup
Dtulangan : 25mm
Sengkang kait tertutup
ntulangan : 2
Dtulangan : 25mm
At Ahr used
ntulangan : 2
981.748 mm
2
Periksa :
At Ahr used 981.75
used A
t Ahr req
2
mmOK
Periksa :
Resume = 2 kaki D25-150
At Ahr used At Ahr req ...Oke
Resume digunakan
Resume = 2 kaki D25-150 (H11)
2 kaki D25-150
36
Tulangan geser dalam penampang
Ds : 16mm
n4
1 2 2
Luas tulangan Av.used : π Ds n 804.25 mm
4
Av.used Av.req ...Oke
h
Resume digunakan 4 kaki D16-150 (H12 dan H18)
2(A A ) Av 1786mm2
t hr used
37
Gambar penulangan kepala pilar
38
Korbel
Back wall dudukan
penggantian
bearing
Pada perencanaan kepala pilar pada jembatan tertentu, sering juga dibuat korbel tambahan
di kepala pilar yang difungsikan sebagai tumpuan untuk keperluan penggantian perletakan
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6. Korbel ini direncanakan dengan cara yang
sama dengan korbel untuk dudukan gelagar. Dan yang harus diperhatikan dalam
perencanaan kepala pilar adalah pada kepala pilar harus disediakan back wall yang
berfungsi untuk mencegah terjadinya benturan antar gelagar yang berdekatan saat gempa
terjadi.
Bagan alir perencanaan pilar pendek terhadap lentur dan aksial lebih rinci dijelaskan di
bawah ini:
Kekuatan pilar pendek yang dibebani secara konsentrik terdiri atas komponen beton dan
sumbangan baja, dapat ditentukan dari persamaan berikut:
39
Keterangan:
Perencanaan pilar pendek biasanya dilakukan secara langsung dari hasil analisis struktur,
dengan memperhitungkan pengaruh interaksi antara beban aksial terfaktor dengan momen
lentur terfaktor.
40
Mulai
L KLu Periksa
r kelangsingan
KLu KLu M
22 34 12 1
r r M2
Ya Ya
M c b M 2b s M 2 s
Cm
Tidak b 1, 0 Tidak
P
1 u
k Pe
Pembesaran
1 EI
s ; Pe momen
Pu K u
2
1
k Pe
M 1b
Cm 0, 6 0, 4
M 2b
41
K
A
· Tekan murni
Po 0,85 f'c Ag As As f y
Pengikat spiral : Pr 0,85 Po
· Lentur murni
a Ast f y
f M n Ast f y d ; a gambarkan diagram
2 0, 85bf'c interaksi Pilar
· Kondisi seimbang
'' a
f M b f [0, 85 f'c bab d e d
2
' '
' ''
''
A f s d d d As f y d ]
s
Pb 0,85 f c'bab As' f s' As f y
Mr
Tidak 1
Mu
Ya
Selesai
Gambar 2.7 - Bagan alir perencanaan aksial dan lentur pilar (lanjutan)
Prosedur perencanaan kapasitas pilar terhadap kombinasi aksial dan lentur adalah sebagai
berikut:
1) Tentukan karakteristik material (mutu beton dan mutu tulangan) dan karakteristik
penampang (lebar dan tinggi penampang) yang digunakan,
2) Hitung gaya-gaya dalam momen, geser, dan aksial akibat kombinasi beban yang
bekerja,
42
3) Tentukan kategori struktur pilar, suatu sistem struktur dikatakan tidak bergoyang jika
pada struktur terdapat pengaku lateral serta periksa rasio kelangsingan pada kedua arah
sumbu penampang (sumbu kuat dan sumbu lemah penampang),
4) Hitung kapasitas lentur dan aksial pada kondisi seimbang dengan persamaan berikut:
a
M n As f y d (40)
2
As f y
a (41)
0.85bf c'
Keterangan:
As' adalah luas tulangan tarik (mm 2)
6) Gambarkan bagan interaksi, plot nilai-nilai yang sudah dihitung. Kemudian periksa
kombinasi beban terfaktor apakah berada dalam bagan interaksi.
43
Pn
Po
cil
Zona keruntuhan tekan
isitas ke
Garis radial e = Mn / Pn konstan
Eksentr
e=0
eb :Keruntuhan seimbang
as besar
Eksentrisit Zona keruntuhan tarik
Mn
e=8
44
2.3.4.1.2 Perencanaan geser pilar
Perencanaan pilar terhadap geser lebih rinci dijabarkan pada gambar di bawah ini:
Mulai
1 Nilai geser
Vc = f'c bv d e
6 beton
Periksa nilai
Gunakan tulangan Tidak Vu > 0,5vVc geser beton
Geser minimum
Ya
bv s
Av 0,083λ f'c Av f y d e
Nilai geser
fy Vs = tulangan
s
Kekuatan Geser
Vn = Vc +Vs
nominal balok
Tahanan geser
Vr = vVn
terfaktor
Periksa kapasitas
Geser nominal
terhada gaya geser
terfaktor
Ya
Selesai
Penjelasan pada Volume 2 dapat diterapkan untuk perencanaan kuat geser pilar. Struktur
pilar harus direncanakan berperilaku daktail, terutama pada daerah gempa. Daktilitas
merupakan kemampuan struktur untuk berdeformasi di luar batas elastis tanpa pengurangan
kekuatan yang signifikan. Dalam istilah matematis, daktilitas didefinisikan rasio perpindahan
45
maksimum dengan perpindahan pada pelelehan pertama struktur. Daktilitas struktur dapat
disediakan oleh tulangan confinement. Kebutuhan tulangan confinement dapat ditentukan
sebagai berikut:
Keterangan:
Asp adalah luas penampang sengkang tertutup (hoop) atau spiral (mm2)
dc adalah diameter inti pilar, diukur ke diameter luar spiral atau sengkang tertutup
(mm)
f c' adalah kuat tekan beton untuk keperluan desain (MPa)
Ac adalah luas inti pilar yang diukur hingga diameter luar dari spiral (mm2)
Di dalam zona sendi plastik, sambungan dalam tulangan spiral harus dibuat dengan
sambungan las penuh atau sambungan mekanis penuh.
Luas penampang bruto, ( Ash ), tulangan kait persegi harus memenuhi kedua hal berikut:
f c' Ag
Ash 0.30shc 1 (44)
f yh Ac
fc'
Ash 0.12shc (45)
f yh
Keterangan:
s adalah spasi vertikal sengkang, tidak melebihi 100 mm
Ac adalah luas inti pilar yang diukur dari luar sengkang (mm 2)
Ash adalah luas total penampang tulangan kait (tie reinforcement) (mm2)
f yh adalah kuat leleh tulangan sengkang atau spiral (MPa) ≤ 517 MPa
46
hc adalah dimensi inti pilar dengan sengkang dalam arah yang ditinjau, diukur
dari luar sengkang (mm). Lihat gambar Gambar 2.10.
maks
350 mm
maks
350 mm
6d
maks 150 mm
45
d
D
47
Contoh perhitungan 2.2: Perhitungan pilar tunggal
1) Data stuktur pilar
Berikut gambar sebuah pilar jembatan.
48
Gambar potongan melintang
2) Data penampang dan material
Data penampang
Tinggi penampang pilar h : 4000 mm
Lebar penampang pilar b : 1500 mm
Tinggi kaki pilar H 7600 mm
2
Luas penampang pilar Ag : b h 6000000 mm
Momen inersia:
Ix : 0.7 b h 5600000000000 mm
1 3 4
arah trans (sumbu x) 12
Iy : 0.7
1 3 4
arah long (sumbu y) b h 787500000000 mm
12
49
Radius girasi penampang:
Ix
arah trans (sumbu x) rx : 966.09 mm
Ag
Iy
arah long (sumbu y) ry : 362.28 mm
Ag
Data material
Defleksi lateral:
Arah longitudinal Δ o1 : 15.6 mm
50
4) Periksa kelangsingan dan pembesaran momen
Faktor panjang efektif pilar:
Arah transversal kx : 2.1
Cm
C
Cm
Faktor pembesaran
Faktor pembesaran momen
Faktor pembesaran momen ns.long :
ns.long :
m 1.10
1.10
arah long
arah long
momen ns.long : Pu
P
P
1.10
arah long 1 u
u
1 0.75 P
1
0.75 P
0.75 e
Pe
e
Momen terfaktor
terfaktor yang : ns.long M
M2 : 2495.56
M2long 2495.56 kN
kN m
m
Momen
Momen terfaktor yang
yang M2 : ns.long
M2
ns.long M2long
2long 2495.56 kN m
diperbesar
diperbesar 51
diperbesar
ky L
Cm
Faktor pembesaran momen ns.long : 1.10
arah long Pu
1
0.75 Pe
P M2 M3
Kombinasi
KN KNm KNm
Kuat 1 18072.919 2495.56 7195.46
Kuat 3 10880.239 3420.25 0
Ekstrim 1A 13343.55 9324.25 16419.15
Ekstrim 1B 13412.44 22692.12 5765.21
Kapasitas suatu penampang pilar dapat dinyatakan dalam bentuk diagram interaksi (Mn
Vs Pn). Diagram interaksi menunjukkan hubungan beban aksial vs momen lentur pada
elemen struktur tekan. Setiap titik pada diagram interaksi menunjukkan satu kombinasi
Pn dan Mn untuk penampang dengan kondisi/lokasi sumbu netral yang tertentu.
P ( kN)
200000
160000
120000 (Pmax)
80000
40000
M (30°) ( k N m)
(Pmin)
-40000
Setiap kombinasi beban Pu dan Mu yang berada dalam diagram interaksi menandakan
penampang pilar dapat memikul beban yang terjadi. Diagram interaksi di atas merupakan
diagram interaksi penampang pier leg menggunakan tulangan utama 106D32 (P1 dan
P2)
52
6) Desain tulangan geser kaki pilar
Gaya rencana diambil dari dua nilai terkecil dari dua kondisi yaitu geser elastis dan geser
kapasitas, yaitu sebagai berikut ini:
· Arah longitudinal
Mp.long 41273.69 m kN
Mp.long
Gaya geser kapasitas Vkap.long : 4203.02 kN
Hlong
(gaya sendi inelastik)
Vlong : min Vkap.long , Vmod.long 3908.58 kN
· Arah transversal
Mp.trans 88213.77 m kN
Mp.trans
Gaya geser kapasitas Vkap.trans : 8983.07 kN
(gaya sendi inelastik) Htrans
Vtrans : min Vkap.trans , Vmod.trans 2997.63 kN
53
Perhitungan kapasitas geser pada daerah sendi plastis
Perhitungan geser penampang pada daerah sendi plastis didasarkan pada dua kondisi :
1. Kuat geser beton
jika Pu > 0.1A gf'c maka V := 0.083 f'c b de
c1
Pu
jika Pu < 0.1A gf'c maka V := V
c2 (0.1A f' ) c1
g c
2. Confinement
Luas penampang total tulangan pengikat diambil dari nilai terbesar dua persamaan
berikut:
f' A g
A := 0.3 s hc c -1
sh.1 f'y Ac
f'
A := 0.12 s hc c
sh.2 f'y
Tulangan pada daerah sendi plastis harus disediakan sepanjang nilai terbesar diantara 3
ketentuan Tulangan
berikut: pada daerah sendi plastis harus disediakan sepanjang tiga ketentuan berikut:
· Dimensi penampang terbesar
· 1/6 dari tinggi bersih kaki pilar
· Besar atau sama dengan 450mm
Pada arah vertikal spasi tulangan tidak melampui seperempat dimensi penampang
Dengan spasi tulangan kecil atau sama dari 1/4 dari penampang terkecil atau kecil
terkecil atau150mm
atau sama 100 mm pusat ke pusat tulangan.
de.trans : h dc 3950 mm
Arah longitudinal:
0.1Ag f'c 18000 kN
Vc.long 5273.47 kN
Vlong 3908.58 kN
54
Karena Vlong > 0.5 ϕ v Vc.long maka perlu tulangan geser.
Vlong 3908.58 kN
Vlong
Kuat geser tulangan Vs.long : Vc.long 62.03 kN
ϕv
Vs.long s 2
Luas tulangan geser Av.long1 : 10.19 mm
fy de.long
h s 2
Luas tulangan minimum Av.min1 : 0.083 f'c MPa 432.96 mm
fy
Karena Av.long1 < Av.min1 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum
2
Luas tulangan yang digunakan Av.1 432.962 mm
Arah transversal
0.1Ag f'c 18000 kN
Vc.trans 5387.13 kN
Vtrans 2997.63 kN
Vs.trans s 2
Luas tulangan geser Av.trans1 : 83.8 mm
fy de.trans
b s 2
Luas tulangan minimum Av.min2 : 0.083 f'c MPa 162.36 mm
fy
Karena A < Av.min2 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas
Karena Av.trans1
v.trans1 < Av.min2 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
tulangan minimum
minimum
2
Luas tulangan yang digunakan Av.2 : Av.min2 162.361 mm
2
Luas tulangan yang digunakan Av.2 : Av.min2 162.36 mm
2. Confinement
2.2.Confinement
Confinement
Dimensi inti pilar hc.long : h 2 dc 3900 mm
hc.trans : b 2 dc 1400 mm
2
Luas penampang kotor Ag 6000000 mm
55
Luas inti pilar Ac : hc.long hc.trans
2
Ac 5460000 mm
2
Luas penampang bruto Ag 6000000 mm
2
Ac 5460000 mm
Luas penampang total tulangan pengikat diambil dari nilai terbesar dua persamaan
p
berikut:
Arah longitudinal
f'c Ag 2
Ash.1long : 0.3 s hc.long 1 826.53 mm
fy Ac
f'c 2
Ash.2long : 0.12 s hc.long 3342.86 mm
fy
Ash.long : max Ash.1long , Ash.2long 3342.86 mm
2
Arah transversal
f'c Ag 2
Ash.1trans : 0.3 s hc.trans 1 296.7 mm
fy Ac
f'c 2
Ash.2trans : 0.12 s hc.trans 1200 mm
fy
Ash.trans : max Ash.1trans , Ash.2trans 1200 mm
2
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari dua kondisi di atas
sehingga:
Av long : max Av.1 , Ash.long 3342.86 mm
2
Av trans : max Av.2 , Ash.trans 1200 mm
2
nlong1 : 14 kaki
ntrans1 : 6 kaki
2 2
Arah longitudinal Av.use.long1 : nlong1 0.25 π Ds 3969.4 mm
2 2
Arah transversal Av.use.trans1 : ntrans1 0.25 π Ds2 1701.17 mm2
Arah transversal Av.use.trans1 : ntrans1 0.25 π Ds 1701.17 mm
Maka gunakan tulangan geser yang digunakan untuk daerah sendi plastis yaitu:
Jarak antar
Jarak antar tulangan
tulangansengkang
sengkangpada
padaarah horizontal
arah di daerah
horizontal sendisendi
di daerah plastis tidak tidak lebih
plastis
lebih dari 350 mm (SNI 2833:2016 pasal 7.4.1.4 Gambar
dari 350 mm (SNI 2833:2016 pasal 7.4.1.4 Gambar 9). 9)
Periksa jarak tulangan
Periksa spasi tulangan pengikat arah long:
b
350 mm
ntrans1
Arah longitudinal
Vlong 3908.58 kN
Gaya geser terfaktor
57
Karena Av.long2 < Av.min3 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum
2
Luas tulangan yang digunakan Av.3 : Av.min3 865.923 mm
Av.use.long2 Av.3
...Oke
Arah transversal
Vtrans 2997.63 kN
Gaya geser terfaktor
b s 2
Luas tulangan geser minimum Av.min4 : 0.083 f'c MPa 324.72 mm
fy
Karena Av.trans2 < Av.min4 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum
2
Luas tulangan yang digunakan Av.4 : Av.min4 324.72 mm
58
Penulangan geser kaki pilar arah longitudinal
59
Penulangan geser kaki pilar arah transversal
60
Detail penulangan geser kaki pilar di daerah sendi plastis
61
2.3.4.2 Perencanaan pilar tunggal langsing
Bagan alir perencanaan pilar kuat lentur dan aksial pada pilar langsing dapat dilihat pada
Gambar 2.11 dan Gambar 2.12.
Mulai
L KLu Periksa
r kelangsingan
KLu KLu M
22 34 12 1
r r M2
Ya Ya
M c b M 2b s M 2 s
Cm
Tidak b 1, 0 Tidak
P
1 u
k Pe
Pembesaran
1 EI
s ; Pe momen
Pu K u
2
1
k Pe
M 1b
Cm 0, 6 0, 4
M 2b
62
K
A
· Tekan murni
Po 0,85 f'c Ag As As f y
Pengikat spiral : Pr 0,85 Po
· Lentur murni
a Ast f y
f M n Ast f y d ; a gambarkan diagram
2 0, 85bf'c interaksi Pilar
· Kondisi seimbang
'' a
f M b f [0, 85 f'c bab d e d
2
' '
' ''
''
A f s d d d As f y d ]
s
Pb 0,85 f c'bab As' f s' As f y
Mr
Tidak 1
Mu
Ya
Selesai
Prosedur perencanaan kapasitas pilar langsing terhadap kombinasi aksial dan lentur adalah
sebagai berikut:
1) Tentukan karakteristik material (mutu beton dan mutu tulangan) dan karakteristik
penampang (lebar dan tinggi penampang) yang digunakan,
2) Hitung gaya-gaya dalam momen, geser, dan aksial akibat kombinasi beban yang
bekerja,
63
3) Tentukan kategori struktur pilar, suatu sistem struktur dikatakan tidak bergoyang jika
pada struktur terdapat pengaku lateral,
4) Periksa syarat kelangsingan struktur pilar dengan menggunakan persamaan berikut:
KLu
22 (46)
r
KLu M
34 12 1 (47)
r M2
Keterangan:
K adalah faktor panjang efektif komponen struktur tekan
u adalah panjang tanpa bracing (mm)
M1 adalah momen ujung terkecil pada kondisi batas kekuatan akibat beban
terfaktor yang bekerja pada komponen tekan
M2 adalah momen ujung terbesar pada kondisi batas kekuatan akibat beban
terfaktor yang bekerja pada komponen tekan
r adalah radius girasi penampang bruto (mm)
5) Untuk struktur langsing momen terfaktor pada ujung-ujung pilar harus diperbesar
dengan peramaan berikut:
M c b M 2b s M 2 s (48)
Cm
b 1.0
Pu (49)
1
k Pe
1
s
P (50)
1 u
k Pe
EI
Pe (51)
K u
2
M
Cm = 0.6 0.4𝑀1𝑏1b
0,6+0,4 (52)
𝑀
M2𝑏2b
6) Kapasitas nominal penampang pilar ditentukan berdasarkan diagram interaksi.
a) Hitung kapasitas beban aksial (Po)dan tentukan nilai (Pn) untuk kondisi tekan
dengan persamaan berikut:
Kapasitas aksial pilar:
𝑃𝑜 = 0,85 𝑓 ′ 𝑐 (𝐴𝑔 − 𝐴𝑠 ) + 𝐴𝑠 𝑓𝑠 (53)
64
Tahanan nominal terfaktor pengikat spiral:
Pr 0.85
0,85P𝑃𝑜
o (54)
Pr 0.85
0,80P𝑃𝑜
o (55)
Keterangan:
As adalah luas tulangan tarik non prategang (mm 2)
𝐴𝑔 adalah luas bruto penampang (mm 2)
𝑓𝑐 ′ adalah kuat tekan beton untuk keperluan desain (MPa)
𝑓𝑦 adalah kuat tarik minimum tulangan yang dispesifikasikan (MPa)
𝑃𝑟 adalah tahanan aksial terfaktor (kN)
𝑃𝑜 adalah tahanan aksial nominal (kN)
adalah faktor reduksi
7) Hitung kapasitas lentur dan aksial pada kondisi seimbang dengan persamaan berikut:
Keterangan:
As' adalah luas tulangan tarik (mm 2)
65
Pb adalah tahanan aksial kondisi seimbang (kN)
adalah faktor reduksi
9) Gambarkan diagram interaksi, plot nilai-nilai yang sudah dihitung. Kemudian periksa
kombinasi beban terfaktor apakah berada dalam diagram interaksi.
Pn
Po
cil
eb :Keruntuhan seimbang
s besar
Eksentrisita Zona keruntuhan tarik
Mn
e=8
66
2.3.4.2.2 Perencanaan geser
Bagan alir perencanaan geser pilar dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Mulai
1 Nilai geser
Vc = f'c bv d e
6 beton
Periksa nilai
Gunakan tulangan Tidak Vu > 0,5vVc geser beton
Geser minimum
Ya
bs
Av 0,083λ f'c v Av f y d e
Nilai geser
fy tulangan
Vs =
s
Kekuatan Geser
Vn = Vc +Vs
nominal balok
Tahanan geser
Vr = vVn
terfaktor
Periksa kapasitas
Geser nominal
terhada gaya geser
terfaktor
Ya
Selesai
Penjelasan pada Volume 2 dapat diterapkan untuk perencanaan kuat geser pilar. Struktur
pilar harus direncanakan berperilaku daktail, terutama pada daerah gempa. Daktilitas
merupakan kemampuan struktur untuk berdeformasi di luar batas elastis tanpa pengurangan
kekuatan yang signifikan. Dalam istilah matematis, daktilitas didefinisikan rasio perpindahan
maksimum dengan perpindahan pada pelelehan pertama struktur. Daktilitas struktur dapat
67
disediakan oleh tulangan confinement. Kebutuhan tulangan confinement dapat merujuk
pada penjelasan di Sub bab 2.3.4.1.2
Perencanaan pilar portal pendek portal mengacu pada Sub bab 2.3.4.1
1) Perencanaan kuat lentur dan aksial
Ketentuan pada Sub bab 2.3.4.1.1 dapat diterapkan pada perencanaan kuat lentur dan
aksial pilar portal pendek.
2) Perencanaan geser pilar
Ketentuan pada Sub bab 2.3.4.1.2 dapat diterapkan pada perencanaan kuat geser pilar
portal pendek.
68
Contoh perhitungan 2.3: Perencanaan pilar portal pendek
Gambar di bawah ini adalah struktur pilar tipe portal, hitunglah kapasitas penampang pilar
dengan resume gaya-gaya yang bekerja pada pilar adalah sebagai berikut:
69
`
Gambar potongan memanjang jembatan
1) Data penampang dan material
Data penampang
TinggiTinggi
pilar pilar H : 5200mm
H : 5200mm
Tinggi penampang h : 2000mm
2
Luas penampang Ag : b h 3200000 mm
Momen
Momen inersia:
inersia:
0.7 1 b 3
1 3 4
x : 0.7 12 h
arah
arah trans
trans (sumbu
(sumbu x)
x) IIx : b h 477866666667 mm
477866666667 mm
4
12
h
1
1 3 4
y : 0.7 12
arah
arah long
long (sumbu
(sumbu y)
y) IIy : 0.7 b
b h
3 746666666667 mm
746666666667 mm
4
12
Modulus
Modulus girasi
girasi penampang
penampang arah
arah X
X
IIx
rrx : x 386.44 mm
arah
arah trans
trans (sumbu
(sumbu x)
x) x : A
Ag
386.44 mm
g
arah IIy
arah long
long (sumbu
(sumbu y)
y) rry : y 483.05 mm
y : A
Ag
483.05 mm
g
70
Data material
Mutu beton f'c : 30MPa
Modulus elastisitas beton Ec : 4700 f'c MPa 25742.96 MPa
Defleksi lateral:
Arah longitudinal Δ o1 : 4 mm
PPu2 Δ
Δo2
Arah
Arahtransversal
transversal QQtrans :: u2 o20.002 0.002
trans VVu2 IcI
u2 c
struktur
strukturkategori
kategori
QQlong 0.05
0.05 tidak
long tidakbergoyang
bergoyang
3) Periksa
4) Periksa kelangsingan
kelangsingan
Momen ujung
ujung terkecil
Momen ujung terkecil M
M1long : 3570.47 kN
: 3570.47 kN m
m
Momen terkecil M 1long :
1long 3570.47 kN m
M
M1trans : 2124.49 kN
: 2124.49 kN m
m
M 1trans :
1trans 2124.49 kN m
Momen
Momen ujung
ujung terbesar
terbesar M
M2long : 11812.42 kN
: 11812.42 kN m
m
Momen ujung terbesar M 2long :
2long 11812.42 kN m
M
M2trans : 4506.24 kN
: 4506.24 kN m
m
M 2trans :
2trans 4506.24 kN m
Faktor
Faktor panjang
panjang efektif:
efektif:
Faktor panjang efektif:
Arah
Arah long
long kky :
: 2.1
2.1
Arah long kyy : 2.1
Arah
Arah trans
trans kkx :
: 1.2
1.2
Arah trans kxx : 1.2
Tinggi
Tinggi kolom
Tinggi kolom tak
kolom tak terkekang
tak terkekang
terkekang L :
L
L : H
: H
H 5200 mm
5200
5200 mm
mm
71
Periksa syarat kelangsingan pilar:
Arah longitudinal
ky L M1long
34 12
ry
M2long
28.251 30.37 Kelangsingan dapat diabaikan
Arah transversal
kx L M1trans
34 12
rx
M2trans
12.89 28.34 Kelangsingan dapat diabaikan
Pilar portal disebut pendek karena kelangsingan pilar dapat diabaikan sehingga tidak
menyebabkan terjadinya pembesaran momen.
Kombinasi P M2 M3
pembebanan KN KNm KNm
Kuat 1 18664.63 1294.75 1495.24
Kuat 1 18300.63 377.47 2654.99
Ekstrem 1A 9744.58 467.76 1864.05
Ekstrem 1B 10429.59 2681.01 976.38
Ekstrem 1B 10088.44 3055.34 976.38
72
P ( kN)
100000
80000
(Pmax)
60000
40000
20000
4
M (8°) ( k N m)
(Pmin)
-20000
Setiap kombinasi beban Pu dan Mu yang berada dalam diagram interaksi menandakan
penampang pilar dapat memikul beban yang terjadi. Diagram interaksi di atas merupakan
diagram interaksi penampang pilar menggunakan tulangan utama 44D32.
5) Analisis kapasitas geser
a) Menentukan gaya geser rencana
Gaya geser rencana diambil dari dua nilai terkecil dari dua kondisi yaitu berdasarkan gaya
geser modifikasi atau gaya geser kapasitas pada arah yang ditinjau.
· arah transversal
· Arah transversal
Kapasitas lentur Mn.trans : 20140 kN m
Vkap.trans 7427.52 kN
Tulangan pada daerah sendi plastis harus disediakan sepanjang tiga ketentuan
berikut :
· Dimensi penampang terbesar
· 1/6 dari tinggi bersih kaki pilar
· Besar atau sama dengan 450mm
Pada arah vertikal spasi tulangan tidak melampui seperempat dimensi penampang terkecil
atau 100 mm pusat ke pusat tulangan.
74
1.Faktor
Kuatindikasi
geser beton : 2
Faktor indikasi : 2
Faktor indikasi : 2
Gaya aksial Pu : 18329.11 kN
Gaya aksial Pu : 18329.11 kN
Gaya aksial Pu : 18329.11 kN2
Ag 3200000 mm2
Luas penampang
Ag 3200000 mm2
Luas penampang
Luas penampang Ag 3200000 mm
Dimensi penampang b 1600 mm
Dimensi penampang b 1600 mm
Dimensi penampang b 1600 mm
h 2000 mm
h 2000 mm
h 2000 mm
de.long : h dc 1950 mm
Tinggi efektif penampang
de.long : h dc 1950 mm
Tinggi efektif penampang
Tinggi efektif penampang de.long : h dc 1950 mm
de.trans : b dc 1550 mm
de.trans : b dc 1550 mm
de.trans : b dc 1550 mm
Arah longitudinal:
Arah longitudinal:
Arah f'c 9600 kN
0.1Aglongitudinal:
0.1Ag f'c 9600 kN
0.1Ag f'c 9600 kN
Pu 0.1Ag f'c maka Vc.long : 0.083 f'c MPa b de.long
Pu 0.1Ag f'c maka Vc.long : 0.083 f'c MPa b de.long
Pu 0.1Ag f'c maka Vc.long : 0.083 f'c MPa b de.long
Vc.long 2836.76 kN
Vc.long 2836.76 kN
Vc.long 2836.76 kN
0.5 v Vc.long 1063.79 kN
0.5 v Vc.long 1063.79 kN
0.5 v Vc.long 1063.79 kN
Vlong 2917 kN
Vlong 2917 kN
Vlong V2917> kN
Karena 0.5ϕϕ vV
Vc.long maka perlu
perlu tulangan
tulangan geser.
geser.
Karena Vlong
long > 0.5 v c.long maka
Vlong
Kuat geser tulangan Vs.long : Vc.long 1052.57 kN
ϕv
Vs.long s
2
Luas tulangan geser Av.long1 : 128.52 mm
fy de.long
b s 2
Luas tulangan minimum Av.min1 : 0.083 f'c MPa b173.18 mm
: 0.083
0.083 f'f'c MPa
fy b ss 2
Luastulangan
Luas tulanganminimum
minimum v.min1:
AAv.min1 c
MPa
f 173.18
173.18 mm
mm2
fyy
Karena Av.long1 < Av.min1 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
Karena
Karena AAAv.long1 < Av.min1 maka
maka luas
luas tulangan
tulangan yang
yang digunakan
digunakanadalahadalahluas luastulangan
tulanganminimum.
minimum.
Karena
minimum v.long1<<AAv.min1
v.long1 v.min1maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum 22 2
Luas tulangan
tulangan yang
Luas tulangan yang digunakan
yang digunakan
digunakan : Av.min1 173.18
:
Av.1 :
A 173.185
173.18 mm
mm
mm
v.1 Av.min1 2
Luas tulangan yang digunakan Av.1 : Av.min1 173.185 mm
Arah transversal
Vc.trans 2818.58 kN
Vtrans 1716.00 kN
75
Vtrans
Kuat geser tulangan ( Vs ) Vs.trans : Vc.trans 530.58 kN
v
V s
Karena
KarenaVtrans > 0.5
V > 0.5 ϕ v V
trans V
ϕc.trans makamaka
perlu perlu
v
tulangan
c.trans
geser. geser.
tulangan
Vtrans
Kuat geser tulangan Vs.trans : Vc.trans 530.58 kN
ϕv
Vs.trans s
2
Luas tulangan geser Av.trans1 : 81.5 mm
fy de.trans
h s 2
Luas tulangan minimum Av.min2 : 0.083 f'c MPa 216.48 mm
fy
Karena Av.trans < Av.min2 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum.
2
Luas tulangan yang digunakan Av.2 : Av.min2 216.48 mm
2. Confinement
Dimensi inti pilar:
hc.long : b 2 dc 1500 mm
Arah longitudinal
Ash.long : max Ash.1long , Ash.2long 1285.71 mm2
Ash.long : max Ash.1long , Ash.2long 1285.71 mm 2
Arah transversal
Arah transversal
f'c Ag
Ash.1trans : 0.3 s hc.trans c 1 500 mm2
f' Ag 2
Ash.1trans : 0.3 s hc.trans f 1 500 mm
fyy
Ac
Ac
f'c
f' 2
Ash.2trans : 0.12 s hc.trans c 1628.57 mm2
Ash.2trans : 0.12 s hc.trans f 1628.57 mm
fyy
Ash.trans : max Ash.1trans , Ash.2trans 1628.57 mm2
Ash.trans : max Ash.1trans , Ash.2trans 1628.57 mm 2
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari dua kondisi di atas sehingga:
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari tiga kondisi di atas
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari tiga kondisi di atas
sehingga:
sehingga: 76
Av long : max Av.1 , Ash.long 1285.71 mm2
Av long : max Av.1 , Ash.long 1285.71 mm
2
2
Av trans : max Av.2 , Ash.trans 1628.57 mm2
Av : max A , A 1628.57 mm
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari tiga kondisi di atas
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari tiga kondisi di atas
sehingga:
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari tiga kondisi di atas
sehingga:
sehingga:
Av long : max Av.1 , Ash.long 1285.71 mm2
2
Av long : max Av.1 , Ash.long 1285.71 mm2
Av long : max Av.1 , Ash.long 1285.71 mm 22
long :: max
Av trans max A
v.2 ,,A
Av.1 Ash.long
sh.trans 1285.71
1628.57 mm
mm2
Av trans
long :: max
max A
Av.1
v.2 ,,A
Ash.long
sh.trans
Av trans : max Av.2 , Ash.trans 1628.57 mm
1285.71
1628.57 mm
Avtrans : max Av.2 , Ash.trans 1628.57 mm
22
mm 2
Gunakan
Avtrans :
Gunakan
tulangan
max A , A Ds : 19mm
tulangan v.2 sh.trans
D :
1628.57 mm
19mm
2
Gunakan tulangan Dss : 19mm
Gunakan tulangan s : 19
nDlong1 : mm
5 kaki
n : 5 kaki
Gunakan tulangan long1 : mm
s : 19
nDlong1 5 kaki
::
long1 56 kaki
ntrans1 kaki
ntrans1 : 6 kaki
ntrans1 :: 56 kaki
kaki
nlong1
trans1 : 6 kaki
Jarak antar tulangan sn 100 :mm 6 kaki
Jarak antar tulangan s
trans1
100 mm
Jarak antar tulangan s 100 mm
2 2
Arah longitudinal Av.use.long1 : nlong1 0.25 Ds2 1417.64 mm2
Arah longitudinal Av.use.long1 : nlong1 0.25 Ds2 1417.64 mm2
Arah longitudinal Av.use.long1 : nlong1 0.25 Ds 1417.64 mm
Av.use.long1 Av long ...Oke
Av.use.long1 Av long ...Oke
Av.use.long1 Av long ...Oke
2 2
Arah transversal Av.use.trans1 : ntrans1 0.25 Ds2 1701.17 mm2
Arah transversal Av.use.trans1 : ntrans1 0.25 Ds2 1701.17 mm2
Arah transversal Av.use.trans1 : ntrans1 0.25 Ds 1701.17 mm
Av.use.trans1 Av trans ...Oke
Av.use.trans1 Av trans ...Oke
Av.use.trans1 Av trans ...Oke
Maka gunakan tulangan geser yang digunakan untuk daerah sendi plastis yaitu:
Arah longitudinal 5 D19- 100mm
Arah longitudinal
Mutu beton f'c 30 MPa
Arah longitudinal
Arah longitudinal
Arah
Gaya longitudinal
geser terfaktor
Arah longitudinal Vlong 2917 kN
Gaya geser terfaktor Vlong 2917 kN
Gaya geser terfaktor Vlong 2917 kN
Gaya gesergeser
Kapasitas terfaktor
beton 2917 kN
kN kN
long 2917
Gaya geser terfaktor V
Vc.long
long 2836.76
Kapasitas geser beton Vc.long 2836.76 kN
Kapasitas geser beton Vc.long 2836.76 kN
Kapasitas geser beton
beton
tulangan 1052.57
2836.76 kN
2836.76
c.long 1052.57
Kapasitas geser V
Vs.long
c.long kN
Kapasitas geser tulangan Vs.long kN
Kapasitas geser tulangan Vs.long 1052.57 kN
Kapasitas geser tulangan
tulangan 1052.57 kN
0.5
Kapasitas geser V
Vs.long 1052.57 kN
Periksa nilai geser beton V s.long
long ϕ v Vc.long
Periksa nilai geser beton Vlong 0.5 ϕ v Vc.long
Periksa nilai geser beton Vlong 0.5 ϕ v Vc.long
Periksa nilai geser
Periksa nilai geser beton
beton V
Vlong 0.5
0.5 ϕ vV
2917
long kN 1063.79 v Vc.long
c.long2 kN Perlu tulangan geser
2917 kN 1063.79 kN Perlu tulangan geser
2917
2917 kN
2917 kN
kN
Vs.longkN
1063.79
1063.79 s
kN
kN
Perlu
Perlu
tulangan
Perlu tulangan
tulangan
2
geser
geser
geser
Luas tulangan geser Av.long2 : 1063.79
Vs.long
s 257.04 mm 2
Luas tulangan geser ( A ) Av.long2 : fys.long
V de.long s 257.04 mm
Luas tulangan geser ( Avv) Av.long2 : fV de.long
s.long s 257.04 mm22
Luas tulangan geser ( Av) Vy
Av.long2 : fys.long
V s
de.long 257.04 mm 22
s
: s.long
Luas
Luas tulangan geser (( AAv))
tulangan geser A
Av.long2 : fy de.long 257.04 b s mm
257.04 mm 2
v v.long2
Luas tulangan geser minimum Av.min3 : 0.083 ffyd de.longf'c MPa b s 346.37 mm2
y e.long
Luas tulangan geser minimum Av.min3 : 0.083 f'c MPa bfys 346.37 mm2
Luas tulangan geser minimum Av.min3 : 0.083 f'c MPa bfys 346.37 mm 2
Luas tulangan geser minimum Av.min3 : 0.083 f'c MPa b bf s 346.37 mm22
Karena
Luas
Luas Av.long2
tulangan
tulangan < Av.min3
geser
geser minimum
minimum maka A
A v.min3 :
luas tulangan
: 0.083
0.083 c MPa
yangf'f'digunakanMPa fyy sadalah
346.37
luasmm
346.37 tulangan
mm
Karena Av.long2 < Av.min3 maka luas tulangan yang cdigunakan
v.min3 fy adalah luas tulangan
f
Karena
minimumA < Av.min3 maka luas tulangan yang digunakan y adalah luas tulangan
minimumAv.long2
Karena v.long2 < Av.min3 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
Karena
Karena A
minimum Av.long2 <
<A maka luas
Av.min3 maka luas tulangan
tulangan yang yangdigunakan
digunakanadalah adalahluas
luastulangan
tulangan
minimum v.long2 v.min3
minimum
77
2
Luas tulangan yang digunakan Av.5 : Av.min3 346.369 mm
Gunakan tulangan Ds 19 mm
Karena Av.long2 < Av.min3 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum
2
Luas
Luas tulangan
tulangan yang
yang digunakan A : A 346.37 mm2
digunakan v.3 : Av.min3
Av.3 v.min3 346.37 mm
Gunakan
Gunakan tulangan D 19 mm
tulangan s 19 mm
Ds
n : 2 kaki
long2 : 2 kaki
nlong2
Luas
Luas total
total tulangan
tulangan geser
geser digunakan:
digunakan:
2 2
A : n 0.25 π D 2 567.06 mm2
v.use.long2 : nlong2
Av.use.long2 long2 0.25 π Ds
s 567.06 mm
A
v.use.long2 Av.3
A
Av.use.long2 ...Oke
...Oke
v.3
Arah transversal
Vtrans 1716 kN
Gaya geser terfaktor
Gunakan tulangan
Gunakan tulangan 19
DsDs 19 mm mm
ntrans2 : 2:kaki
ntrans2 2 kaki
Total
Luasluas
Total uas tulangan
l total tulangan
tulangan geser digunakan:
geserdigunakan:
geser digunakan
22 22
AAv.use.trans2::ntrans2
v.use.trans2 ntrans2 0.25
0.25 πDsDs 567.06
567.06 mm
mm
AAv.use.trans2 Av.4
v.use.trans2 Av.6
...Oke
...Oke
79
Gambar potongan 1-1 (daerah selain sendi plastis)
80
Gambar potongan 3-3 detail tulangan arah transversal jembatan
81
2.3.5.2 Perencanaan pilar portal langsing
Ketentuan pada Sub bab 2.3.4.2.1 dapat diterapkan pada perencanaan kuat lentur dan aksial
pilar langsing pada portal.
2.3.5.2.2 Perencanaan geser pilar
Ketentuan pada Sub bab 2.3.4.2.2 dapat diterapkan pada perencanaan kuat lentur dan aksial
pilar pendek pada portal.
2.3.6 Perencanaan pilar tipe dinding
Untuk perencanaan lentur pilar tipe dinding sama dengan perencanaan lentur pilar tipe
pendek yang terdapat pada Sub bab 2.3.4.1.1. Perbedaan antara pilar tipe dinding dengan
pilar pendek pada tulangan gesernya. Perencanaan geser pilar tipe dinding lebih rinci
dijabarkan di bawah ini:
Mulai
· Karakteristik penampang:
lebar (b), tinggi efektif (d e)
· Karakteristik material : mutu
beton ( f'c), mutu tulangan ( f y )
Nilai gaya geser terfaktor (Vu )
Vr vVn
Ya
Selesai
82
Perencanaan geser dinding didasarkan pada 2 kondisi:
1) Arah longitudinal jembatan
Ketentuan pada Sub bab 2.3.4.1.2 dapat diterapkan untuk perencanaan geser struktur
dinding.
2) Arah transversal jembatan
Tahanan geser nominal terfaktor dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Vr = vVn (61)
Dimana:
ρh adalah rasio luas tulangan geser horizontal terhadap luas beton bruto dari suatu area
83
Contoh perhitungan 2.4 Perhtiungan pilar tipe dinding
Data struktur pilar
Gambar di bawah ini adalah struktur pilar tipe dinding, hitunglah kapasitas penampang
pilar dengan resume gaya-gaya yang bekerja pada pilar adalah sebagai berikut:
84
Gambar potongan melintang jembatan
Data penampang dan material
Data penampang:
Tinggi
Tinggi penampang
penampang h :
h : 5000mm
5000mm
Lebar
Lebar penampang
penampang pilar
pilar b :
b : 1000mm
1000mm
Tinggi
Tinggi kaki
kaki pilar
pilar H
H 5500 mm
5500 mm
Luas
Luas penampang
penampang 2
: b h 5000000 mm 2
g : b h 5000000 mm
A
Ag
Data
Momen
Momenmaterial:
inersia:
inersia:
: 0.7 11 b h33 7291666666666.67 mm44
30 MPa
Mutu beton f'IIxc :
: 0.7 b h 7291666666666.67 mm
arah
arah trans
trans (sumbu
(sumbu x)
x) x
12
12
Modulus elastisitas beton Ec : 4700 f'c MPa 25742.96 MPa
1 33 h 291666666666.67 mm44
1 b
IIy :
: 0.7
0.7 b h 291666666666.67 mm
fyy : 420MPa
arah
arah long
Mutu baja(sumbu
long tulangany)
(sumbu y) 12
12
IIy
rry : y
y : A 241.52 mm
241.52 mm
Ag
g
85
Menentukan kategori struktur (bergoyang atau tidak bergoyang)
Gaya aksial maksimum kaki pilar:
Defleksi lateral:
Arah longitudinal Δ o1 : 9.50 mm
Pu2 Δ o2
Arah transversal Qtrans : 0.00033
Vu2 lc
struktur kategori
Qlong 0.05 tidak bergoyang
Periksa kelangsingan dan pembesaran momen
4) Periksa kelangsingan dan pembesaran momen
Faktor panjang efektif pilar:
Arah transversal kx : 2.1
Momen arah
arah longitudinal:
longitudinal:
Momen minimum
minimum :1long
M1long M 1065.37 kN m kN m
: 1065.37
Momen maksimum
maksimum :2long
M2long M 2087.53 kN m kN m
: 2087.53
Momen arah
arah transversal:
transversal:
Momen minimum
minimum M1transM:1trans
0 kN:
m 0 kN m
Momen maksimum
maksimum M2transM:2trans
0 kN:
m 0 kN m
Cm
ns.long : 1.07
Faktor pembesaran momen arah long Pu
1
0.75 Pe
Momen terfaktor yang diperbesar Mc.long : ns.long M2long 2224.46 kN m
Pembesaran dihitung pada setiap kombinasi pembebanan pada struktur yang mengalami
kelangsingan. Berikut ini
b) Analisa pembesaran padadiberikan tabel
kombinasi resume
Ekstrim 1A gaya dalam yang terjadi pada kaki pilar
yang sudah dikali dengan faktor pembesaran pada arah long:
Gaya aksial terfaktor akibat P u : 6343.93 kN
beban total (Beban matiKombinasi
dan P M2 M3
beban hidup) kN kNm kNm
Gaya aksial akibat beban Kuat
mati 1 10693.5 2224.46
Pu : 6343.93 kN 0
Ekstrem 1A 6343.93 4525.74 12123.74
Momen arah longitudinal:Ekstrem 1B 6343.93 13672.73 3890
Momen minimum M : 581.39 kN m
Analisis kapasitas lentur kaki pilar 1long
Kapasitas suatu penampang pilar dapat
Momen maksimum dinyatakan
M2long : 4181.17dalam
kNbentuk
m diagram interaksi (Mn
dan Pn). Diagram interaksi menunjukkan hubungan beban aksial dan momen lentur pada
Momenstruktur
elemen arah transversal:
tekan. Setiap titik pada diagram interaksi menunjukkan satu kombinasi Pn
dan Mn untuk
Momen penampang dengan kondisi
minimum atau:lokasi
M1trans kN m
sumbu
5352.35 netral yang tertentu.
120000
(Pmax)
80000
40000
M (74°) ( k N m)
(Pmin)
-40000
Setiap kombinasi beban Pu dan Mu yang berada dalam diagram interaksi menandakan
penampang pilar dapat memikul beban yang terjadi. Diagram interaksi di atas merupakan
diagram interaksi penampang pilar menggunakan tulangan utama 76D32.
88
Analisis kapasitas geser
Menentukan gaya geser rencana
Gaya geser rencana diambil dari dua nilai terkecil dari dua kondisi berikut:
Arah longitudinal
Kapasitas lentur Mn.long : 15335.19 kN m
Vkap.long 3624.68 kN
Nilai gaya gempa rencana yang digunakan merupakan yang terkecil dari gaya geser
kapasitas dan gaya geser modifikasi, sehingga:
Vlong : min Vmod.long , Vkap.long 3624.68 kN
Arah transversal
Kapasitas lentur Mn.trans : 44195.25 kN m
Mp.trans
Gaya geser kapasitas Vkap.trans : 10446.15 kN
(gaya sendi inelastik) H
Nilai gaya gempa rencana yang digunakan merupakan yang terkecil dari gaya geser
kapasitas dan gaya geser modifikasi, sehingga:
Vtrans : min Vmod.trans , Vkap.trans 3531.58 kN
89
Perhitungan kapasitas geser pada daerah sendi plastis
1. Kuat geser beton
jika Pu > 0.1A gf'c maka V := 0.083 f'c b de
c1
Pu
jika Pu < 0.1A gf'c maka V := V
c2 (0.1A f' ) c1
g c
2. Confinement
Luas penampang total tulangan pengikat diambil dari nilai terbesar dua persamaan
berikut:
f' A g
A := 0.3 s hc c -1
sh.1 f'y Ac
f'
A := 0.12 s hc c
sh.2 f'y
Tulangan pada daerah sendi plastis harus disediakan sepanjang tiga ketentuan
berikut :
· Dimensi penampang terbesar
· 1/6 dari tinggi bersih kaki pilar
· Besar atau sama dengan 450mm
Pada arah vertikal spasi tulangan tidak melampui seperempat dimensi penampang terkecil
atau 100 mm pusat ke pusat tulangan.
Jarak antar tulangan s 100 mm
Faktor reduksi geser v : 0.75
Selimut beton dc : 50 mm
b 1000 mm
de.trans : h dc 4950 mm
Arah longitudinal:
0.1Ag f'c 15000 kN
Vc1.long 4318.79 kN
Pu
Vc2.long : Vc1.long 3078.86 kN
0.1 Ag f'90
c
Arah Arah
longitudinal:
longitudinal:
f'c g15000
0.1Ag0.1A kN kN
f'c 15000
Pu P
0.1A f'c gmaka
u g0.1A f'maka
Vc1.long
c maka : 0.083β
Vc1.long f'cMPa
: 0.083β f'c h de.long
MPa h de.long
a
Vc1.long 4318.79
Vc1.long kN kN
4318.79
Pu Pu
: : Vc1.long 3078.86
Vc1.long 3078.86
Vc2.long
Vc2.long kN kN
0.1 Ag f' A
0.1 c g f'c
Vlong 3624.68 kN
Vlong
Kuat geser tulangan Vs.long : Vc2.long 1754.04 kN
ϕv
Vs.long s
2
Luas tulangan geser Av.long1 : 439.61 mm
fy de.long
h s 2
Luas tulangan minimum Av.min1 : 0.083 f'c MPa 541.2 mm
fy
Karena Av.long1 < Av.min1 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum.
2
Luas tulangan yang digunakan Av.1 : Av.min1 541.20 mm
transversal
ArahArah transversal
0.1Ag f'c g f'15000
0.1A kN
c 15000
kN kN
Vs.trans s 2
Luas tulangan geser ( Av) Av.trans1 : 10.01 mm
fy de.trans
b s 2
Luas tulangan minimum Av.min2 : 0.083 f'c MPa 108.24 mm
fy
91
2
Luas tulangan yang digunakan Av.2 : Av.min2 108.24 mm
0.5 ϕ
0.5 ϕ v V 1203.19
Vc2.trans 1203.19 kN
kN
v c2.trans
3531.58 kN
Vtrans
Vtrans 3531.58 kN
Karena V > 0.5 ϕ Vc2.trans maka
Vlong > maka perlu
perlu tulangan
tulangan geser.
geser.
Karena long 0.5 ϕ vv Vc2.trans
Vtrans
V
Kuat geser
geser tulangan
tulangan :
Vs.trans : trans V 1500.27
1500.27 kN
kN
ϕ v Vc2.trans
c2.trans
Kuat Vs.trans ϕ v
Vs.trans ss
V s.trans 2
Luas tulangan
Luas tulangan geser
geser A :
v.trans1 : f d
Av.trans1 72.16
72.16 mm
mm2
fyy de.trans
e.trans
b s
MPa b s
2
Luas tulangan
Luas tulangan minimum
minimum : 0.083
Av.min2 :
A 0.083 f'f'c MPa 108.24
108.24 mm
mm2
v.min2 c ffy
y
2
Luas tulangan
Luas tulangan yang
yang digunakan
digunakan : Av.min2
Av.2 :
A 108.24
108.24 mm
mm2
v.2 Av.min2
2. Confinement
2. Confinement
hc.long : h 2 dc 4900 mm
Dimensi inti pilar
hc.trans : b 2 dc 900 mm
2
Luas
Luas penampang
penampang bruto A 5000000 mm2
kotor g 5000000 mm
Ag
Luas inti pilar Ac : hc.long hc.trans
2
Ac 4410000 mm
Luas penampang total tulangan pengikat diambil dari nilai terbesar dua persamaan
p
berikut:
Arah longitudinal
f' A g
A := 0.3 h c -1 = 1404.76mm2
sh.long c.long f A
y c
f'c
2
Ash.2long : 0.12 s hc.long 4200 mm
fy
Ash.long : max Ash.1long , Ash.2long 4200 mm
2
Arah transversal
f'c Ag 2
Ash.1trans : 0.3 s hc.trans 1 258.02 mm
fy Ac
f'c 2
Ash.2trans : 0.12 s hc.trans 771.43 mm
fy
Ash.trans : max Ash.1trans , Ash.2trans 771.43 mm
2
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari dua kondisi di atas
sehingga:
92
Av long : max Av.1 , Ash.long 4200 mm2
2
Av trans : max Av.2 , Ash.trans 771.43 mm2
2
Gunakan tulangan Ds : 16 mm
nlong1 : 22 kaki
ntrans1 : 6 kaki
2 2
Arah longitudinal Av.use.long1 : nlong1 0.25 Ds2 4423.36 mm2
2 2
Arah transversal Av.use.trans1 : ntrans1 0.25 Ds2 1206.37 mm2
Maka gunakan tulangan geser yang digunakan untuk daerah sendi plastis yaitu:
Arah longitudinal 22 D16 - 100mm
b
350 mm
ntrans1
93
Arah longitudinal
Vs.long s
2
Luas tulangan geser Av.long2 : 1318.83 mm
fy de.long
h s 2
Luas tulangan minimum Av.min3 : 0.083 f'c MPa 1623.61 mm
fy
Karena
KarenaAA
Karena Av.long2<<
v.long2 <AA v.min3 maka
Av.min3 luastulangan
maka luas
maka luas tulangan
tulangan yang
yang
yang digunakan
digunakan
digunakan adalahadalah
adalah luas tulangan
luas tulangan
luas tulangan
v.long2 v.min3
Karena A
minimum.v.long2 < Av.min3 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum.
minimum.
minimum. 2
Luas tulangan
tulangan yang
yang digunakan
digunakan : A
: 1623.61 mm2
Av.min3
v.min3 1623.61 mm2
Luas Av.3
Av.3
Luas tulangan yang
Gunakan tulangan
tulangan digunakan Av.3 : Av.min3 1623.61 mm
Gunakan
Gunakan tulangan diameter tulangan
Ds 16 mm
diameter tulangan D s 16 mm
diameter tulangan Ds 16 mm
jumlah kaki
jumlah kaki nlong2 :
n : 22
22 kaki
kaki
long2
jumlah kaki nlong2 : 22 kaki
Luas tulangan
Luas tulangan yang
yang digunakan
digunakan
Luas tulangan yang digunakan 2 2
: n
Av use.long2 : nlong2 0.25
0.25 D 4423.36 mm2
Ds2
Av use.long2 long2 s2 4423.36 mm2
Av use.long2 : nlong2 0.25 Ds 4423.36 mm
Av use.long2 Av.3 ...Oke
94
Tinggi
Tinggi efektif
efektif penampang
penampang dinding d : h d 4950 mm
dinding dee : h dcc 4950 mm
Jumlah
Jumlah tulangan
tulangan total n : 42
total tot : 42
ntot
2
Luas
Luas tulangan
tulangan horizontal
horizontal Ah :
Ah : n 0.25 π D 2
tot 0.25 π Dss
ntot
2
Ag : H b
b 5500000 mm
Luas 2
Luas penampang
penampang vertikal
vertikal Ag : H 5500000 mm
Ah
Ah 0.002
Rasio
Rasio tulangan
tulangan horizontal
horizontal ρh :
ρh : Ag
0.002
Ag
1.57
1.57 0.0157
Rasio
Rasio tulangan
tulangan vertikal
vertikal ρv :
ρv : 100 0.0157
100
Tahanan geser terfaktor pada pilar diambil nilai terkecil dari 2 ketentuan berikut:
Vr1 : 0.665 f'c MPa b de 18029.66 kN
Vn : 0.165 f'c MPa h fy b de 7665.58 kN
Vr2 : v Vn 5749.19 kN
95
Gambar penulangan arah transversal jembatan
96
Gambar potongan C-C
97
2.4 Perencanaan abutment
2.4.1 Umum
Abutment atau kepala jembatan merupakan struktur bawah dari jembatan yang terletak pada
ujung jembatan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga penahan tanah.
Jenis-jenis abutment yang direncanakan yaitu perencanaan abutment jenis gravitasi,
abutment jenis T, dan abutment jenis penopang (Counterfort).
2.4.2 Perencanaan abutment tipe dinding
Bagan alir perencanaan abutment tipe dinding dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Mulai
Perencanaan
Perencanaan
tulangan geser
tulangan utama
1
Plot (Pu, Mu) ke Vc f `c bv d e
dalam diagram 6
Tulangan Geser
interaksi Minimum
Tidak
bs
Av 0, 083 f `c Tidak Vu 0,5V Vc Tidak
fy
Mr
1,33
Mu
Ya
Ya AYa
v f y de
Vs
s
Vn Vc Vs
Geser nominal
lebih besar dari V Vn Vu Tidak ( V V )
dscx
Vn u
geser terfaktor
Ya
Selesai
98
Perencanaan tulangan utama abutment menggunakan diagram interaksi dengan
memplotkan nilai aksial dan momen terfaktor pada abutment.
Contoh perhitungan 2.5 Abutment tipe dinding
Rencanakanlah abutment tipe dinding berikut ini, dimana beban struktur atas yang dipikul oleh
abutment sama dengan Contoh perhitungan pada Volume 2.
1) Data struktur abutment
Gambar di bawah ini adalah struktur abutment tipe dinding:
99
2) Perhitungan beban dan gaya dalam
Jumlah gelagar ng : 5
Panjang bentang Lb : 16.6m
a) Berat sendiri
Berat sendiri struktur abutment dihitung sebagai berikut:
2
Luas penampang abutment Aabt : 7456000 mm
2
Luas penampang badan Atot : 16506000 mm
abutmen dan pile cap
kN
Berat jenis beton γ c : 25
3
m
Panjang abutment Pabt : 10000 mm
100
Berat akibat pembebanan gelagar, pelat, diafragma, dan RC plate berdasarkan contoh
perhitungan pada Volume 2 adalah:
Berat total W MS : 1803.87kN
Reaksi
Reaksi tumpuan strukturatas
tumpuan struktur atasyang
yangbekerja
bekerjapada
padaabutment:
abutment:
W MS
Rv_MS : 901.93 kN
2
Gaya dalam akibat beban mati pada pangkal badan abutment
Gaya vertikal VMS1 : W abt Rv_MS 2765.93 kN
1
Momen MTA2 : htot HTA2 6654.99 kN m
3
d) Beban tanah di belakang abutment di atas pile cap (TA')
101
d) Beban tanah
d) Beban di belakang
tanah abutment
di belakang di atas
abutment pile cap
di atas pile (TA')
cap (TA')
2
Atim : 12715000mm
Luas timbunan dibelakang abutment
etim : 1600mm
Eksentrisitas timbunan dibelakang abutment
PTA'.pc 2288.7 kN
1
Momen MTA'2 : PTA'.pc etim 1830.96 kN m
2
e)e ) Beban
Beban Tekanan
Tekanan surcharge
surcharge (PS) (PS)
kN
Beban merata pada oprit qoprit : 12.6
2
m
kN
Tekanan surcharge PS : qoprit Pabt Ka 41.58
m
Gaya dalam akibat surcharge pada pangkal badan abutment:
102
kN
PS : qoprit Pabt Ka 41.58
m
Gaya dalam akibat surcharge pada pangkal badan abutment:
Gaya horizontal Hps1 : PS habt 228.69 kN
1
Momen Mps1 : habt Hps1 628.9 m kN
2
Gaya dalam akibat surcharge pada bottom pile cap :
Gaya horizontal Hps2 : PS htot 364.24 kN
Momen 1
Mps2 : htot Hps2 1595.37 kN m
2
f) Beban lalulalu
f) Beban lintas
lintas
Berdasarkan Contoh perhitungan pada Volume 2, didapatkan beban TD sebagai berikut:
kN
Beban BTR W BTR : 18.9
m
Beban PBGT PBGT : 144.06kN
Beban TD yang bekerja pada abutment adalah setengah dari panjang bentang, sehingga:
Berat akibat beban TD W .BTR L.b P.BGT
W .TD : W BTR Lb PBGT n.g 1144.5 kN
W TD : 2 2 ng 1144.5 kN
2 2
Gaya dalam akibat beban TD pada pangkal badan abutment:
Gaya vertikal VTD1 : W TD 1144.5 kN
Gaya dalam akibat beban TD pada bottom pile cap :
103
h) Beban Gempa
Berdasarkan Contoh Perhitungan pada Volume 2, beban gempa yang terjadi pada abutment
tipe dinding yaitu:
· Gaya gempa akibat struktur atas
Gaya gempa akibat struktur atas yang Hlong1 : 1445.75 kN
bekerja pada abutment dan bottom pile
cap
Berat tekanan tanah di atas pile cap wtim : Atim Ppc γ s 2288.7 kN
Gaya gempa akibat berat tekanan tanah Htim : 0.5As wtim 389.08 kN
belakang abutment di atas pile cap
Gaya gempa di bottom pile cap PIRtot : Htot Htim 1090.58 kN
104
Gambar tinggi titik massa timbunan
105
Tekanan tanah aktif
Tekanan tanahgempa pada pada
aktif gempa PAE1 : 2126.59kN
PAE1 : 2126.59kN
pangkal abutment
pangkal abutment
Koefisien tekanan aktif seismik KAE :K0.45: 0.45
Koefisien tekanan aktif seismik AE
Koefisien percepatan vertikal Kv : 0K : 0
Koefisien percepatan vertikal v
Tekanan tanah aktif 1
tanahgempa pada pada 2
Tekanan
bottombottom
pile cap
aktif gempa
pile cap
PAE2 : γ h 1 γ 1h K2v 1
2 s: tot
PAE2
2 s tot
KAE
Kv Pabt
KAE P
3107.87
abt
kN
3107.87 kN
Gaya gempa tekanan tanah aktif bekerja pada ketinggian 0.6H, sehingga:
i ) Kombinasi Pembebanan
106
j) Summary Gaya Dalam
Summary gaya dalam pada pangkal badan abutment:
V H M
kN kN kN.m
MS: 2765.9 0.0 0.0
MA: 547.7 0.0 0.0
TA: 0.0 1565.4 2869.9
TA': 0.0 0.0 0.0
PS: 0.0 228.7 628.9
TD: 1144.5 0.0 0.0
TB 0.0 56.3 1257.8
EQ 0.0 4278.3 19118.5 gempa elastik
Maka summary gaya dalam ultimit akibat kombinasi pada pangkal badan abutment:
V H M
kN kN kN.m
Kuat I 6751.2 2343.9 6637.6
Kuat II 6293.4 2321.4 6134.5
Kuat III 4691.1 2242.6 4373.5
Ekstrem I 4691.1 6520.9 23492.1
Ekstrem II 5263.3 2270.8 5002.4
Summary gaya dalam service akibat kombinasi pada bottom pile cap:
V H M
kN kN kN.m
Daya layan I 9009.8 2699.6 8134.6
Daya layan II 9353.2 2716.5 8649.1
Daya layan III 8780.9 2688.4 7791.5
Daya layan IV 7865.3 2643.4 6419.4
Ekstrem I 7865.3 8287.6 39159.5
Service Gempa 9009.8 6650.5 31052.6
107
3) Desain tulangan vertikal abutment
V H M
kN kN kN.m
Kuat I 6751.2 2343.9 6637.6
Kuat II 6293.4 2321.4 6134.5
Kuat III 4691.1 2242.6 4373.5
Ekstrem I 4691.1 6520.9 23492.1
Ekstrem II 5263.3 2270.8 5002.4
Tulangan vertikal abutment dihitung dengan diagram interaksi berikut:
Setiap kombinasi beban Pu dan Mu yang berada dalam diagram interaksi menandakan
penampang pilar dapat memikul beban yang terjadi. Diagram interaksi di atas merupakan
diagram interaksi penampang abutment menggunakan tulangan utama D32-150mm (A8 dan
A9).
4) Desain tulangan geser abutment
Arah longitudinal
Mutu beton f'c 30 MPa
Mutu baja fy 420 MPa
Vs s 2
Av : 3646.98 mm
Luas tulangan yang diperlukan f y d e
b s 2
Luas tulangan minimum Av.min1 : 0.083 f'c MPa 10824.04 mm
fy
Karena A < Av.min1 maka digunakanAv.min1.
Karena Avv< Av.min1 maka digunakanAv.min1.
A.v_use : π D.s
1 2 b s 2
11170.11 mm
4 s.h s.v
Periksa : Av_use Av.min1
109
Gambar penulangan abutment arah longitudinal
110
c) Desain tulangan transversal abutment
Gaya gempa akibat berat Hsw : 0.5As W tot 701.5 kN
sendiri abutment dan pile cap
Berat struktur atas W D : 2899.23kN (Contoh perhitungan 6.5)
Vu 0.5 ϕ v Vc2
111
Gambar tulangan transversal abutment
112
2.4.3 Perencanaan abutment jenis gravitasi
Bagan alir perencanaan abutment jenis gravitasi dapat mengacu pada Sub bab 3.4.2.
Diketahui:
kN
Berat jenis tanah timbunan γ tim : 19
3
m
kN
Berat jenis tanah γ tanah : 19
3
m
kN
Berat jenis batu γ batu : 22
3
m
Lebar Abutment L : 4500mm
113
Tinggi abutment + pilecap h1 : 6800mm
Solusi:
Tahap 1. Tentukan total berat vertikal yang terjadi pada abutment tipe gravitasi.
Luas2 p2 : 6300mm
l2 : 750mm
2
A2 : p2 l2 4725000 mm
Luas3
Luas3 : 2900mm
pp33 :
: 2900mm
Luas3 p 3 2900mm
: 500mm
l3 : 500mm
3 : 500mm
ll3
2
A : p l 1450000 mm2 2
A33 : p33 l33 1450000 mm
W : A L γ batu 143.55 kN
W 33 : A33 L γ batu 143.55 kN
- Berat tanah di belakang abutment yang menahan abutment ke arah vertikal (no 4 dari
gambar contoh perhitungan).
Luas4 a2 : 1950mm
Luas4
Luas4 a2a2::1950mm
1950mm
t2 : 6300mm
t2t2::6300mm
6300mm
a 2 t2
A4 : a2a2t2 t2 6142500 mm 2
2
A4A4:: 22 6142500 mm
6142500 2
mm
2
W 4 : A4 L γ tanah 525.18 kN
WW : A L γ tanah 525.18
525.18 kN
4 4: A44L γ tanah kN
114
- Total berat vertikal yang merupakan berat abutment tipe gravitasi berupa pasangan
batu, berat tanah di belakang abutment yang menahan secara vertikal dan gaya aksial
dari struktur jembatan.
Σ V : Q W 1 W 2 W 3 W 4 11682.25 kN
kN
kN
p'
p'a2 :
: γγtanahhh1kka 28.09
20.67
a2 tanah 1 a 22
m
m
Pa2 :
p'a2 h1 L 429.83 kN
2
2
ϕ 22
k : tan 45 ° 2 4.60
kpp : tan45 ° 2 4.60
2
kN
p'p : γ tanah h2 kp 174.76
2
m
115
Tekanan
Tekananlateral
lateraltanah
tanahpasif
pasif
pp h h
p'p' 22 L L
PPp :: 786.41
786.41 kN
kN
p 22
FK :
Σ V tan ϕ 2 Pp 20.43
Σ Pa
Solusi:
Tahap 1. Tentukan lengan momen dari gaya-gaya penahan dan hitung momen penahan
guling.
Lengan momen
Gaya menahan Berat (kN) Momen (kNm)
(m)
1. Q (gaya aksial
dari struktur 10000 0.4 4000
jembatan)
2. Berat sendiri
abutment:
W1 545.74 1.53 834.98
W2 467.77 0.58 271.31
W3 143.55 1.45 208.15
3. Berat tanah di
belakang 525.18 2.25 1181.66
abutment (W 4)
4. Pp (tekanan 786.41 1.33 1045.93
tanah pasif)
ΣMR = 7542.03
116
Tahap 3. Hitung faktor keamanan terhadap guling
Σ MR : 7542.03kN m
Σ M0 : 1276.58 kN m
Σ M0 : 2415.89 kN m
Σ MR
FK : 5.91
ΣΣM
M0
R
c. FK :
Pemeriksaan 3.12
stabilitas terhadap daya dukung
Tahap 1.ΣHitung
M0 rencana daya dukung ultimit dengan rumus sederhana
Karena resultan reaksi tanah eksentris, maka digunakan luas daya dukung ekuivalen
persegi.
Dari Tabel faktor daya dukung rumus yang sesuai adalah:
qu : c Nc γ s Df Nq 0.5 B γ ' Nγ
Karena, c : 0
ϕ f : 40
Untuk ϕ f : 40 ° dapat diperoleh nilai Nq dan N g dari tabel faktor daya dukung:
kN
Nq : 64.2 γ s : 19 Df : 2000mm
3
m
kN
Nγ : 79.54 γ ' : 19 B : 2900mm
3
m
N : 75.31
Ncc : 75.31
Maka,
kN
qu : c Nc γ s Df Nq 0.5 B γ ' Nγ 4630.93
2
m
Tahap 2. Hitung faktor keamanan terhadap daya dukung
Tegangan vertikal yang bekerja di bawah fondasi adalah:
Total beban vertikal yang terjadi Σ V 11682.25 kN
2
Luas total fondasi
Luas total Atotal : B L 13050000 mm
2
A5 : B L 13050000 mm
ΣV kN
σv : 895.19
Atotal 2
m
qu
FKdayadukung : 5.17
σv
Jadi, faktor keamanan abutment terhadap daya dukung yang diperoleh yaitu 5,17 dimana
nilai ini lebih besar dari faktor keamanan yang disyaratkan 3, sehingga dapat disimpulkan
bahwa abutment aman terhadap daya dukung.
Perencanaan tulangan lentur dan tulangan geser abutment jenis counterfort dapat dilihat
pada Sub bab 2.4.2. Sedangkan bagan alir perencanaan tulangan counterfort dapat dilihat
pada Gambar 2.17.
117
Mulai
Tulangan Tulangan
vertikal horizontal
2
Fx
2 Av = 0,003bw s
Ftotal = + Fy
F A
As-req = total n= V
fy At
As-req
n= Selesai
At
Abutment tipe counterfort mirip dengan abutment tipe T terbalik. Abutment tipe ini adalah
abutment tipe kantilever dimana untuk menjaga stabilitas guling dan gesernya diberi
penopang pada sisi belakangnya (counterfort) yang berfungsi untuk memperkecil gaya yang
bekerja pada tembok memanjang dan tumpuannya. Pada umumnya abutment tipe
penopang digunakan pada keadaan struktur dengan tinggi abutment berkisar antara 9-20 m.
Struktur dari abutment jenis penopang (counterfort) ini menggunakan material beton
bertulang.
118
1) Tulangan tarik counterfort
2
Fx
2
Ftotal = + Fy (63)
Keterangan:
Fy adalah gaya aksial pada arah vertikal (kN)
Selanjutnya, menghitung luas tulangan yang diperlukan dengan persamaan berikut ini:
F
As-req = total (64)
fy
Keterangan:
As-req adalah luas tulangan yang diperlukan (mm 2)
119
Keterangan:
𝐴 𝑣 adalah luas tulangan geser (mm 2)
𝑏𝑤 adalah lebar badan abutment (mm)
𝑠 adalah jarak antar tulangan (mm)
120
Contoh perhitungan 2.7: Perhitungan abutment counterfort
Sebuah jembatan rangka baja kelas B bentang 70 m, ditopang oleh 2 abutment. Berikut ini
data gambar abutment:
121
Gambar potongan melintang abutment
: 6519 kN
Vu :
u 6519 kN
Geser abutment V
Gaya aksial
Gaya aksial pada
pada conterfort
conterfort
Arah horizontal
horizontal : 170kN
Fx :
Arah F x 170kN
Arah vertikal
vertikal : 900kN
Fy :
Arah F y 900kN
123
Desain tulangan
Desain tulangan abutment
abutment
Desain tulangan
1) Tulangan abutment
Vertikal
1) Tulangan Vertikal
1) Tulangan
Mutu beton Vertikal : 30MPa
30MPa
Mutu beton ff'cc :
Mutu beton fc : 30MPa
Mutu baja fy : 420MPa
Mutu baja fy : 420MPa
Lebar penampang b : 1000mm
Lebar penampang b : 1000mm
Tinggi penampang h : 1000mm
Tinggi penampang h : 1000mm
Diameter tulangan lentur D : 19mm
Diameter tulangan lentur D : 19mm
Selimut beton dc : 50mm
Selimut beton dc : 50mm
11
Tinggi
Tinggi efektif
efektif dde::h h dcdc 1 D D 0.94 m mm
940.50
Tinggi efektif d : h dc 2 2 D 0.94 m
β : 2
Faktor
Faktor indikasi
indikasi β1 1 : 0.85
0.85
Faktor indikasi β 1 : 0.85
Momen ultimit Mu1 400 kN m
Momen ultimit Mu1 400 kNMu1 m 2
Luas tulangan yang dibutuhkan As req : 1323.7 mm
As req : 0.9Mu1 fy 0.85d 1323.7 mm22
Mu1
Luas tulangan yang dibutuhkan
Luas tulangan yang dibutuhkan Asreq : 0.9 f 0.85d 1323.70 mm
0.9 f y 0.85d
Diameter tulangan lentur D 19 mm y
1 2 2
Diameter
Luas tulangan
tulangan
Diameter lentur
lentur
tulangan lentur Dt
D
A :19
19 mm
π D 283.53 mm
4 mm
Jarak antar tulangan digunakan s 150 mm
As req
Jumlah tulangan yang diperlukan n : 4.669
At 2 2
Luas satu tulangan At : 0.25 π D 283.53 mm
b
Jarak antar tulangan diperlukan sreq : b214.19 mm 2
Luas tulangan lentur total digunakan Asused n: At 1890.19 mm
s
Jarak antar tulangan
Digunakan tulangandigunakan
D19-150 sused : 150mm
Digunakan tulangan D19-150
Asused fy
Tinggi blok tegangan tekan a : 31.13 mm
0.85 f'c b
a
Momen nominal M := As fy de - = 734.29 kN m
n1 used 2
124
2) Tulangan Horizontal
Mutu beton f'fcc 30 MPa
30MPa
dc 50 mm
Selimut beton
d 940.5 mm
Tinggi efektif
Faktor indikasi β 1 0.85
b b 2 2
Luas tulangan lentur total Asused. : A A 1890.19
1890.19
t mm mm
used. t
ssused
Asused. fy
atrial. : 31.13 mm
Tinggi blok tegangan tekan 0.85 fc b
a
Momen nominal M := As fy de - = 734.29 kN m
n1 used 2
Kapasitas momen nominal ϕ f Mn2 660.86 kN m
c) Perhitungan geser
c) Perhitungan geser
c) Perhitungan geser ϕ v : 0.75
Faktor reduksi geser ϕ v : 0.75
Faktor reduksi geser
fy 420 MPa
Mutu baja tulangan
Mutu baja tulangan fy 420 MPa
f'c 30 MPa
Mutu beton
Mutu beton f'c 30 MPa
b : 10000 mm
Lebar penampang
Lebar penampang b : 10000 mm
Tinggi penampang h 1000 mm
Tinggi penampang h 1000 mm
125
Faktor reduksi geser
1
Kapasitas geser beton Vc : f'c MPa b de 8585.55 kN
6
Vu
Kapasitas geser tulangan Vs : Vc 106.45 kN
ϕv
0.5 ϕ v Vc 3219.58 kN
stul1 : 600 mm
stul2 : 600 mm
stul2 : 600s mm b
2 2
Av.used : 0.25 π Ds s b 368.7 mm
2 stul1 stul2 2
Luas tulangan geser yang Av.used : 0.25 π Ds 3687.01 mm
digunakan stul1 stul2
Av.used Av.req
...Oke
126
Titik tinjau (Fx = 170 kN)
127
Gaya aksial arah x Fx 170 kN
Gaya maksimum pada titik tinjau diasumsikan bekerja dengan lebar 1000 mm, sehingga
gaya resultan bisa dihitung sebagai berikut:
2 2
Resultan gaya F total : F x F y 915.91 kN
fy 420 MPa
Mutu tulangan
F
Ftotal
total 22
Luas total tulangan
tulangan dibutuhkan
dibutuhkan As_req : 2180.75
2180.75mm
mm
ffy
y
1 2 2
Luas satu tulangan As : π D 380.13 mm
4
As_req
Jumlah tulangan n. : 5.74
As
1
1 π D22 283.529 mm 22
A
As. :
: π D 283.53 mm
Luas
Luas satu
satu tulangan
tulangan s. 4
4
128
Gambar penulangan abutment counterfort (tampak memanjang jembatan)
129
Gambar penulangan abutment counterfort (tampak atas)
130
2.5 Daftar pustaka
AASHTO. 2017. AASHTO LRFD Bridge Design Specifications. Washington D.C: AASHTO.
ACI 343R-95. Reapproved 2004. Analysis and Design of Reinforced Bridge Structure.
American Concrete Institute.
Badan Standardisasi Nasional. 2004. RSNI T-12-2004 Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Chen, W.F dan Duan, L. 2000. Bridge Engeneering Handbook. New York: CRC Press LLC.
Imran, I dan Hendrik, F. 2014. Perencanaan Lanjut Struktur Beton Bertulang. Bandung: ITB.
Imran, I dan Zulkifli, E. 2014. Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang. Bandung: ITB.
Wight, J.K dan MacGregor, J.G. 2016. Reinfoced Concrete Mechanics and Design, Seventh
Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
131
3 Perencanaan fondasi dan kepala tiang (pile cap)
3.1 Pendahuluan
Pada bagian ini membahas perencanaan fondasi dangkal, fondasi sumuran, fondasi tiang
beserta pile cap (kepala tiang).
3.2.1.1
cofferdam
jenis konstruksi kedap air yang dirancang untuk memfasilitasi proyek konstruksi di daerah
yang biasanya terendam, seperti jembatan dan dermaga
3.2.1.2
defleksi
perubahan bentuk pada gelagar dalam arah y akibat adanya pembebanan vertikal yang
diberikan pada gelagar atau batang
3.2.1.3
deformasi
transformasi sebuah benda dari kondisi semula ke kondisi terkini. Makna dari “kondisi” dapat
diartikan sebagai rangkaian posisi dari semua partikel yang ada di dalam benda tersebut
3.2.1.4
fondasi
bagian dari struktur bangunan yang berfungsi untuk menahan berat bangunan ke permukaan
3.2.1.5
konsolidasi
proses pemampatan tanah akibat adanya beban tetap dalam jangka waktu tertentu
3.2.1.6
lateral
gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah di belakang struktur penahan tanah
3.2.1.7
konstruksi
suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan atau konstruksi yang menyatu dengan
lahan tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan
lainnya
132
3.2.2 Notasi
Notasi Definisi
As Luas selimut tiang (m2)
At Luas ujung tiang (m2)
B Lebar atau diameter fondasi (m)
bc , bq , bg , bws Faktor kemiringan dasar
c Kohesi tanah (kN/m 2)
ca Adhesi (kN/m2)
133
S c , S q , Sg Faktor bentuk
Si Penurunan segera
Ss Konsolidasi sekunder
Vn Gaya geser nominal
z Kedalaman bawah muka tanah pada lapisan bagian tengah dari kedalaman (m)
Faktor adhesi
c Regangan beton
s Batas regangan baja
'
No Nilai N’-SPT koreksi rata-rata dari lapisan di atas lapisan pendukung
'
NB Nilai N’-SPT koreksi rata-rata dari lapisan pendukung
Faktor reduksi (o)
gs Berat jenis tanah (kN/m3)
gw Berat jenis air (kN/m3)
g' Berat jenis tanah efektif (kN/m3)
3.3.1 Umum
Fondasi dangkal umumnya terbuat dari beton bertulang dan terletak di atas lapisan batuan
atau lapisan tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup pada kedalaman yang
dangkal dari permukaan tanah. Keuntungan dari penggunaan fondasi dangkal adalah
ekonomis dalam desain, konstruksi dan pengendalian kontrol, pelaksanaan pekerjaan
fondasi dangkal relatif mudah dan cepat, serta tidak memerlukan peralatan khusus.
Gambar 3.1 - Contoh gambar fondasi dangkal yang digunakan pada jembatan
3.3.2 Metodologi perencanaan
1) Pokok perencanaan fondasi dangkal
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam perencanaan fondasi dangkal adalah:
a) Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung harus dipenuhi.
Berdasarkan SNI 8460-2017- Persyaratan Perancangan Geoteknik, berikut faktor
aman yang harus dipenuhi:
a. Dalam perhitungan daya dukung, umumnya faktor keamanan yang digunakan
minimum 3,
b. Ketahanan terhadap geser, faktor keamanan yang digunakan minimum 1,5
(statik) dan 1,1 (seismik atau gempa),
c. Ketahanan terhadap guling, faktor keamanan digunakan minimum 2.
134
b) Penurunan fondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan.
Khususnya penurunan yang tak seragam (differential settlement) harus tidak
mengakibatkan kerusakan pada struktur,
c) Fondasi dangkal, fondasi telapak atau fondasi langsung (dihindarkan untuk daerah
potensi scouring besar), bebas dari pengaruh scouring, kedalaman maksimum 3
meter (Surat Edaran Ditjen Bina Marga Nomor 05/SE/Db/2017),
d) Fondasi dangkal tidak disarankan digunakan pada daerah dengan morfologi sungai
yang berubah-ubah,
e) Berdasarkan Surat Edaran Menteri PUPR No 07/SE/M/2015 tentang Pedoman
Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan dijelaskan bahwa sebisa mungkin
fondasi telapak diletakkan di atas batuan atau material yang tidak mudah tererosi,
apabila fondasi telapak diletakkan di atas pasir atau tanah yang mudah tererosi,
dasar sungai harus diperkuat dengan beton bertulang, atau fondasi telapak dilindungi
dengan turap atau semacamnya.
2) Tahap perencanaan
Langkah-langkah perencanaan fondasi dangkal secara umum dapat dilakukan dengan
cara berikut:
135
Berikut diberikan bagan alir perencanaan fondasi dangkal.
Mulai
FK memenuhi
Tidak A
persyaratan
Ya
Prinsip perhitungan
stabilitas terhadap guling
Pengecekan stabilitas terhadap guling
sama dengan perhitungan
fondasi sumuran
FK memenuhi
Tidak A
persyaratan
D f B 1
qu cN c g s D f N q B g ' Ng s
qu g s D f 5c 1 0, 2 1 0, 2 qu 1,3cN c g s D f N q 0, 4 B g ' Ng
B L 2
qu Df
Hitung daya dukung qa Untuk tipe persegi panjang > 2,5 di atas
FK B
ijin fondasi
tanah kohesif atau untuk semua tipe persegi
Df
Hitung penurunan panjang (tiap ) di atas tanah nonkohesif
S Si S c S s B
fondasi
Lakukan perancangan
struktural fondasi
Selesai
136
Keterangan:
Dalam menganalisis daya dukung fondasi dangkal dilakukan dengan cara pendekatan agar
mempermudah dalam perhitungannya. Persamaan umum untuk daya dukung ultimit pada
fondasi memanjang menurut Terzaghi adalah sebagai berikut:
Df
Untuk tipe persegi panjang dengan > 2,5 di atas tanah kohesif atau untuk semua tipe
B
Df
persegi panjang (tiap ) di atas tanah nonkohesif:
B
1
qu cNc g s D f N q B g ' Ng s (68)
2
Df
Untuk tipe persegi panjang dengan < 2,5 di atas tanah kohesif:
B
Df B
(69)
qu g s D f 5c 1 0, 2 1 0, 2
B L
Untuk tipe bujur sangkar di atas tanah kohesif atau tanah nonkohesif:
Keterangan:
qu adalah daya dukung ultimit (kN/m2)
c adalah kohesi rencana (kN/m2)
gs adalah satuan berat tanah (kN/m 3)
137
Df adalah kedalaman fondasi (m)
N c , N q , Ng merupakan fungsi dari besarnya sudut geser dalam () yang diberikan Terzaghi
yang nilainya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
a) Jika muka air tanah sangat dalam dibandingkan dengan lebar fondasinya atau z >
B, dengan z adalah jarak muka air tanah di bawah dasar fondasi (Gambar 3.3a),
nilai g dalam suku ke-2 dari persamaan daya dukung dipakai gb atau gd, demikian
pula dalam suku persamaan ke-3 dipakai nilai berat volume basah (gb) atau kering
gd. Untuk kondisi ini, nilai parameter kuat geser yang digunakan dalam hitungan
adalah parameter kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif (c' dan ').
138
b) Bila muka air tanah terletak di atas atau sama dengan dasar fondasinya (Gambar
3.3b), nilai berat volume yang dipakai dalam suku persamaan ke-3 harus berat
volume efektifnya (g'), karena zona geser yang terletak di bawah fondasi
sepenuhnya terendam air. Pada kondisi ini, nilai p0 pada suku persamaan ke-2,
menjadi:
(71)
g ' D f dw g s dw
Keterangan:
dw adalah kedalaman muka air tanah dari permukaan (m)
c) Jika muka air tanah di permukaan atau dw = 0 maka g pada suku persamaan ke-2,
digantikan dengan g', sedang g pada suku persamaan ke-3 dipakai berat volume
tanah efektif (g').
d) Jika muka air tanah terletak pada kedalaman z di bawah dasar fondasi (z<B)
(Gambar 3.3), nilai g pada suku persamaan ke-2 digantikan dengan gb jika tanahnya
basah, dan diganti dengan gd bila tanahnya kering. Karena massa tanah dalam
zona geser sebagian terendam air, berat volume tanah yang diterapkan dalam suku
ke-3 dari persamaan daya dukung suku ke-2, dapat didekati dengan:
z
g rt g ' g b g '
B (72)
Keterangan:
g rt adalah berat volume tanah rata-rata (kN/m3)
m.a.t
dw m.a.t
Df Df dw Df
B dw B B B
z<B
z>B m.a.t
m.a.t
a b c d
139
3.3.4 Kapasitas daya dukung yang diizinkan
Besar daya dukung yang diizinkan ditentukan dengan membagi daya dukung ultimit dengan
faktor keamanan tertentu yang sesuai, nilai faktor keamanan minimum untuk fondasi dangkal
berdasarkan SNI 8460:2017 adalah 3. Setelah kapasitas izin daya dukung didapat, masih
harus dikontrol terhadap penurunan yang terjadi yang dihitung berdasarkan nilai daya
dukung yang telah dihitung sebelumnya. Jika penurunan yang dihitung lebih besar dari
syarat penurunan yang ditoleransikan, nilai daya dukung harus dihitung kembali, sampai
syarat besarnya penurunan terpenuhi.
Contoh perhitungan 3.1: Daya dukung ultimit fondasi tipe persegi panjang (Muka air
tanah sangat dalam)
Fondasi tipe persegi panjang terletak pada tanah seperti yang ditunjukkan pada gambar
di bawah ini. Beban terbagi rata di atas permukaan (q0) sebesar 2000 kN/m2. Berapakah
daya dukung ultimit jika letak muka air tanah sangat dalam dan berapakah daya dukung
ultimit jika tidak terdapat beban terbagi rata serta daya dukung izin fondasi?
Lapisan Tanah 1
1 = 25o
g1 = 19 kN/m3
c1 = 20 kN/m2
Lapisan Tanah 2
2 = 30o
g2 = 20 kN/m3
c2 = 30 kN/m2
Diketahui:
Tanah 1: Tanah
Tanah 2: 2:
Solusi:
Solusi:
1
qu : c2 Nc Df γ 1 q0 Nq γ 2 B Nγ
2
Maka daya
Maka daya dukung
dukungultimate terdapat beban
ultimit terdapat beban rata
rata qq00 yaitu:
yaitu:
kN
qu : c2 Nc p0 q0 Nq 0.5 1γ 2 B Nγ 46898.1 kN
qu : c2 Nc Df γ 1 q0 Nq γ 2 B Nγ 46898.10 2
2 m 2
m
Bila tidak terdapat beban terbagi rata:
kN kN
qu :
q u
: cc2 N
2 c
p
Nc Df γ N
0 1 q
N
0.5
0.5
q γ 2
γB2 N
B N
γ γ 1898.10
1898.1
2 2
m m
Tahap
Tahap 3.
4. Hitung
Hitung daya dukungijin
daya dukung izin fondasi
fondasi jikajika tidak
tidak adaada beban
beban terbagi
terbagi ratarata
qu
q :
q u 632.70 kN
kN
qaa : 3 632.7 2
3 mm2
Jadi, nilai daya dukung fondasi jika terdapat beban terbagi rata yaitu 46898,10 kN/m 2,
sedangkan jika tidak terdapat beban terbagi rata yaitu 1898,10 kN/m 2 dan nilai daya
dukung izin fondasi jika tidak terdapat beban merata adalah 632,70 kN/m2.
141
Contoh perhitungan 3.2: Daya dukung ultimit fondasi tipe persegi panjang (Muka air
tanah di atas fondasi)
Fondasi tipe persegi panjang terletak pada tanah seperti yang ditunjukkan pada gambar
di bawah ini. Beban terbagi rata di atas permukaan (q0) sebesar 2000 kN/m2. Berapakah
daya dukung ultimit jika letak muka air tanah di atas fondasi dan berapakah daya dukung
ultimit jika tidak terdapat beban terbagi rata serta daya dukung izin fondasi?
Lapisan Tanah 1
1 = 25o
g1 = 19 kN/m3
c1 = 20 kN/m2
Lapisan Tanah 2
2 = 30o
g2 = 18 kN/m3
c2 = 30 kN/m2
Diketahui:
Data kondisi fondasi:
Lebar fondasi B : 1.80 m
Kedalaman fondasi Df : 1 m
kN
Beban yang bekerja q0 : 2000
2
Tanah 1: Tanah 2: m
Parameter tanah:
Parameter tanah:
Tanahgeser
Sudut
Tanah 1:
1: 1 ϕ 1 : 25 ° Tanahgeser
Sudut
Tanah 2:
2: 2 ϕ 2 : 30 °
Tanah 1: Tanah 2:
Sudut geser
Sudut geser 11 ϕϕ 1 :: 25
25 °°kN Sudut geser
Sudut geser 22 ϕϕ 2 :: 30
30 °°kN
Berat jenis
gesertanah 1 γ 11 : 19 Berat jenis
gesertanah 2 γ 22 : 18
Sudut 1 ϕ 1 : 25 ° 3 Sudut 2 ϕ 2 : 30 ° 3
m
kN mkN
Berat jenis
Berat jenis tanah 1 γγ 1 :
tanah 1 19 kN
: 19 kN Berat jenis
Berat jenis tanah
tanah 2
2 γγ 22 : 18 kN
: 18 kN
1
Berat jenis tanah 1 γ 1 : 19 kN 3 Berat jenis tanah 2 γ 2 : 18 kN 3
Kohesi 1 c1 : 20 m m33 Kohesi 2 c2 : 30 m m3 3
m2 m2
mkN mkN
Kohesi 1
Kohesi 1 1 :
cc1 20 kN
: 20 kN Kohesi 2
Kohesi 2 2 :
cc2 30 kN
: 30 kN
Kohesi 1 c1 : 20 m2 2 Kohesi 2 c2 : 30 m2 2
m2 m2
m m
kN kN
Berat jenis air γ w : 9.8 Berat jenis efektif tanah γ '2 : γ 2 γ w 8.2
3 3
m
kN
kN m
kN
kN
Berat jenis
Berat jenis air
air γγ w
w :: 9.8
9.8 kN Berat jenis
Berat jenis efektif
efektif tanah
tanah γγ ''2 : γγ 2
2 : γγ w
8.2
γ w : 9.8 m3 γ '2 : γ 2 w 8.2 kN3
Solusi: 2 γ w 8.2 m
Berat jenis air 3 Berat jenis efektif tanah 3
m3 m3
m m
Tahap 1. Menentukan nilai faktor daya dukung
ο
Dari nilai = 30 , berdasarkan Tabel faktor daya dukung Terzaghi dapat diperoleh nilai:
142
Nγ : 19.70
Nγ : 19.70
Nc : 37.20
Nc : 37.20
Nq : 22.50
Nq : 22.50
1 kN
qu. : c2 Nc γ 1 dw γ '2 Df dw q0 Nq γ '2 B Nγ 46518.79
2 2
m
Bila tidak terdapat beban terbagi rata:
1 kN
qu : c2 Nc γ 1 dw γ '2 Df dw Nq γ '2 B Nγ 1518.79
2 2
m
Tahap 3. Hitung daya dukung izin fondasi jika tidak ada beban terbagi rata
qu kN
qa : 506.26
3 2
m
Jadi, nilai daya dukung fondasi jika terdapat beban terbagi rata yaitu 46518,79 kN/m 2,
sedangkan jika tidak terdapat beban terbagi rata yaitu 1518,79 kN/m 2 dan nilai daya
dukung izin fondasi jika tidak terdapat beban merata adalah 506,26 kN/m2.
Penurunan (settlement) fondasi yang terletak pada tanah yang jenuh dapat dibagi menjadi 3
komponen, yaitu:
1) Penurunan segera (immediate settlement) adalah penurunan yang terjadi segera
sesudah penerapan bebannya,
2) Penurunan konsolidasi primer adalah penurunan yang terjadi sebagai hasil dari
pengurangan volume tanah akibat aliran air meninggalkan zona tertekan yang diikuti
oleh pengurangan kelebihan tekanan air pori,
3) Penurunan konsolidasi sekunder adalah penurunan yang tergantung waktu, namun
berlangsung pada waktu setelah konsolidasi primer selesai, yang tegangan efektif akibat
bebannya telah konstan.
Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen penurunan tersebut, atau bila
dinyatakan dalam persamaan:
S S S Si c s
(73)
Keterangan:
S adalah penurunan total
Si adalah penurunan segera
143
Menurut SNI 8460 : 2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik, besarnya penurunan total
dan beda penurunan yang diizinkan ditentukan berdasarkan toleransi struktur atas dan
bangunan sekitar yang harus ditinjau berdasarkan masing-masing kasus tersendiri dengan
mengacu pada integritas, stabilitas dan fungsi dari struktur di atasnya.
Penurunan izin < 15 cm + 𝑏⁄600 (dimana: b adalah diameter atau lebar fondasi dalam satuan
cm), untuk bangunan tinggi dan bisa dibuktikan struktur atas masih aman.
Perbedaan penurunan (Differential settlement) adalah penurunan bangunan yang tidak
merata dan dapat terjadi bila sifat tanah di bawah bangunan tidak homogen. Beda penurunan
(differential settlement) yang diperkirakan akan terjadi harus ditentukan secara saksama dan
konservatif, serta pengaruhnya terhadap bangunan di atasnya harus dicek untuk menjamin
bahwa beda penurunan tersebut masih memenuhi kriteria kekuatan dan kemampulayanan
sebesar 1/300.
Besarnya penurunan bergantung pada karakteristik tanah dan penyebaran tekanan fondasi
ke tanah di bawahnya. Penurunan fondasi bangunan dapat diestimasi dari hasil-hasil
pengujian laboratorium pada contoh-contoh tanah tak terganggu yang diambil dari
pengeboran, atau dari persamaan-persamaan empiris yang dihubungkan dengan hasil
pengujian di lapangan secara langsung.
1) Penurunan segera
a) Tanah homogen dengan tebal tak terhingga
Persamaan penurunan segera dari fondasi yang terletak di permukaan tanah yang
homogen, elastis, isotropis dinyatakan sebagai berikut:
Si
qB
E
1 l
2
p
(74)
Keterangan:
S i adalah penurunan segera
q adalah tekanan pada dasar fondasi (kN/m2)
B adalah lebar fondasi (m)
E adalah modulus elastisitas (Tabel 3.4)
adalah angka Poisson (Tabel 3.3)
144
Tabel 3.2 Faktor pengaruh lm dan lp untuk fondasi kaku dan fondasi fleksibel
145
b) Lapisan tanah pendukung fondasi dibatasi lapisan keras
Jika tebal lapisan terbatas (H) dan lapisan yang mendasari lapisan tersebut berupa
lapisan keras tak terhingga, maka penurunan segera pada sudut luasan beban
terbagi rata empat persegi panjang fleksibel yang terletak di permukaan, dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
qB
Si lp (75)
E
dengan, l p 1 2 F1 1 2 2 F2 (76)
146
Gambar 3.5 - Faktor koreksi kedalaman untuk penurunan segera
pada fondasi empat persegi panjang
Sumber: Fox dan Bowles, 1977
qB
Si 1 0 (untuk 0, 5 ) (77)
E
Keterangan:
Si adalah penurunan segera (m)
B adalah lebar fondasi empat persegi panjang atau diameter lingkaran (m)
q adalah tekanan fondasi (kN/m2)
E adalah modulus elastis tanah
147
Gambar 3.6 - Grafik faktor koreksi 1 dan 0
Sumber: Janbu, Bjerrum, & Kjaernsli, 1956
148
q B
Si , (untuk pasir dan kerikil)
2N (79)
6 B
Si , (untuk pasir berlanau)
N
Keterangan: (80)
q adalah intensitas beban (kN/m2)
B adalah lebar fondasi (m)
S i adalah penurunan (m)
N adalah jumlah pukulan pada pengujian SPT
e e e
Sc H 1 0 H (81)
1 e0 1 e0
H P ' P '
Sc Cc log 0 (83)
1 e0 P0 '
c) Terkonsolidasi berlebihan II (Over consolidated II), jika P0' Pc' P0' P '
Keterangan:
e0 adalah angka pori awal
149
Pc ' adalah tekanan tanah vertikal efektif akibat beban tanah (kN/m2)
e
Ca
t (86)
log 2
t1
Keterangan:
Ss adalah penurunan konsolidasi sekunder (m)
Hingga sekarang, belum ada cara yang tepat untuk menghitung besarnya penurunan
konsolidasi sekunder. Pada waktu terjadinya konsolidasi sekunder, dua faktor dapat
mempengaruhi prosesnya. Pertama, pengurangan volume tanah pada tegangan efektif
konstan, dan yang kedua, regangan vertikal akibat gerakan tanah secara lateral di
bawah strukturnya. Terzaghi (1948) menyatakan bahwa kedua faktor tersebut dapat
menghasilkan tipe penurunan yang sangat berbeda dari struktur yang satu ke struktur
lainnya, dan besarnya penurunan masih tergantung, antara lain, dari tingkat tegangan
dan macam tanah lempungnya.
150
Berat jenis tanah γ sat : 20 kN/m3, C = 0,50, C = 0,03, tekanan prakonsolidasi P ' = 75 kN/m2, C =
= 20 c r c v
2
0,45 m /tahun, w = 40%, dan Gs = 2,67. Di bawah lapisan lempung terdapat lapisan
batu yang kedap air. Muka air tanah pada kedalaman 4 m dan fondasi pada
kedalaman 3 m. Hitung besarnya penurunan akhir total dan penurunan setelah 3
tahun, bila tekanan pada dasar fondasi q = 182 kN/m2.
Diketahui:
Lebar fondasi B : 2 m
kN
Tekanan prakonsolidasi Pc' : 75
2
m
kN
Tekanan pada dasar fondasi q : 182
2
m
2
Koefisien konsolidasi pada m
Cv : 0.45
interval tekanan tertentu tahun
Parameter tanah:
kN kN
Elastisitas E1 : 36000 Elastisitas E2 : 16000
2 2
m m
kN kN
Berat jenis tanah γ b : 18 kN Berat jenis tanah γ sat : 20 kN
γ b : 18 3 γ sat : 20 3
m3 m3
m m
μ 1 : 0.30 μ 2 : 0.50
Angka Poisson μ 1 : 0.30 μ2 : 0.50
Solusi:
kN
kN
Tekanan fondasi
Tekanan fondasi netto
netto q
qn :
: q
q
1
1 γmb γ 164
164
n b 2
mm2
Tahap 1. Menentukan Penurunan pada lapisan pasir
Tahap 1. Menentukan penurunan pada lapisan pasir
Penurunan pada lapisan pasir akan berupa penurunan segera. Penurunan pada pusat
fondasi dihitung dengan cara Steinbrener. Untuk itu luasan fondasi dibagi menjadi 4
bagian yang sama dengan:
2
2
lp : 1 2 F 1 1 2 2 F 2
lp : 1 F 1 1 2 F 2
lp : 0.91 F 1 0.52 F 2
lp : 0.91 F 1 0.52 F 2
HH L1 L
:
: 2 B , : L11 : 1
22, 1 1
BBH1 : 1 1 B1 : 1
,
,
,
B11 1 B1 1
dari gambar di bawah ini (gambar grafik dalam menentukan nilai F1 dan F2) diperoleh
nilai F1 dan F2 yaitu:
F : 0.28
F 1 : 0.28
1
F : 0.07
F 2 : 0.07
2
152
Gambar menentukan nilai F1 dan F2 (Steinbrenner, 1934)
Jadi,
1 qn
1 qn
Si :
Si : E H1
E1
H1 lp 0.005 m
lp 0.053 m
1
a. Penurunan segera
Bila dianggap lapisan lempung tebal H = 6 m (di bawah dasar fondasi), dengan 2 =
0,50 dan E2 = 1600 kN/m2, maka:
H : 6 m
lp : 0.75F1
H L1
: 6 , : 1
B1 B1
dari gambar grafik untuk menentukan nilai F1 dan F2, diperoleh nilai F1 yaitu:
F1 : 0.46
Maka,
lp : 0.75F1 0.35
153
1 qn
Si1 :
E2
H1 lp 0.014 m
Penurunan lapisan lempung tebal H1 = 3 m (di bawah dasar fondasi) dengan m = 0,50
dan E = 1600 kN/m2.
HH1
1 L1
:
: 33 , : 1
BB11 B1
dari gambar grafik untuk menentukan nilai F1 dan F2, diperoleh nilai F1 yaitu:
F1 : 0.36
maka,
lp : 0.75F1 0.27
1 q
1 164
n
Si2 : 44
m lp lp 0.111
0.011m
mm
E
E22
Penurunan segera
Penurunan segera lapisan
lapisanlempung
lempungdengan tebal
(Si1 - Si2). (Si1 - Si2) adalah:
SI : Si1 Si2 0.003
0.031 m m
b. Penurunan konsolidasi
Tekanan overburden efektif di tengah-tengah lapisan lempung
Tekanan
yaitu: overburden efektif di tengah-tengah lapisan lempung yaitu:
kN
γ w : 9.8
10
3
m
154
Gambar Faktor pengaruh l untuk tegangan vertikal di bawah
sudut luasan beban terbagi rata berbentuk persegi panjang yang
fleksibel (U.S. Navy, 1971)
Sehingga nilai,
kN kN
Δ p : 14.43
karena, Pc' 75 > P0' 69
2 2
m m
p'c p'o Δ p
Δ e : tanah
maka Ctanah
Cr logtermasuk c log lempung terkonsolidasi berlebihan. Untuk itu, dipakai:
p'o p'c
Pc' P0' P
e : Cr log C log 0.02
Δ e : 0.48 c
P0' Pc'
Untuk lempung jenuh berlaku persamaan angka pori:
e0 : w
wG
Gss 1.07
1.068
0
Penurunan konsolidasi:
155
Δe
Sc : H 0.696 m
1 e0 2
Δ e : 0.48
e0 : w Gs 1.068
Penurunan konsolidasi:
Δ
Δee
Scc :
S : 1 e HH22 0.03 m m
0.696
1 e00
c.c.Penurunan
Penurunan total
total dan
dan penurunan setelah 33 tahun
penurunan setelah tahun.
Penurunan total:
Penurunan total adalah jumlah penurunan segera pada lapisan pasir dan penurunan
segera pada lapisan lempung ditambah penurunan konsolidasi pada lapisan lempung,
maka penurunan total yaitu:
S : Si SI Sc 0.04 m
Dianggap lapisan batu kedap air, jadi lapisan lempung hanya terdrainase ke arah atas.
Untuk drainase tunggal, H = H2 = 3 m.
t : 3 tahun
Cv t
Tv : Cv t 0.15
Tv : 2 0.15
H22
H2
Jika dianggap U < 60%, berlaku persamaan berikut:
Jika dianggap U < 60%, berlaku persamaan berikut:
1
11
2
4 Tv 2 2
U : 44T T
v v 0.437 < 0.6
UU:: π 0.4370.44 <
< 0.6
0.6
π
Jadi anggapan U < 60% benar.
Derajat
Jadi konsolidasi
anggapan rata-rata:
U < 60% benar.
Derajat konsolidasi rata-rata:
SSt
t
U :
U : SSt
U : c Sc
Sc
Penurunan konsolidasi pada t = 3 tahun:
Penurunan konsolidasi pada t = 3 tahun:
Stt :
S : UU S
Scc
0.015
0.304 mm
St : U Sc 0.304 m
Penurunan konsolidasi setelah 3 tahun: Σ Si St
Penurunan konsolidasi setelah 3 tahun:
Penurunan
Σ Si St I
S : Si Skonsolidasi setelah
St 0.02 m 3 tahun:
Σ Si St
S :
S S mm
: 20 St 1.05 m
S : S St 1.05 m
Jadi
S : besar
1050 penurunan
mm setelah 3 tahun adalah sebesar 20 mm.
S : 1050 mm
156
3.3.6 Perencanaan struktural
Perencanaan struktur fondasi didasarkan pada momen-momen dan tegangan geser yang
terjadi akibat tekanan-sentuh antara dasar fondasi dan tanah. Oleh karena itu, besar
distribusi tekanan-sentuh pada dasar fondasi harus diketahui. Dalam analisis, dianggap
bahwa fondasi sangat kaku dan tekanan fondasi didistribusikan secara linier pada dasar
fondasi.
Jika resultan beban berimpit dengan pusat berat luasan fondasi, tekanan pada dasar fondasi
dapat dianggap disebarkan sama ke seluruh luasan fondasi. Pada kondisi ini, tekanan yang
terjadi pada dasar fondasi adalah:
P (88)
q
A
Keterangan:
q adalah tekanan sentuh (tekanan pada dasar fondasi) (kN/m2).
P adalah beban vertikal (kN)
A adalah Iuas dasar fondasi (m 2)
Jika resultan beban-beban eksentris dan terdapat momen lentur yang harus didukung
fondasi, momen-momen tersebut dapat digantikan dengan beban vertikal yang titik tangkap
gayanya pada jarak e dari pusat berat fondasi (Gambar 3.7), dengan:
Momen M
e (89)
Bebanvertikal P
Jika beban eksentris 2 arah, tekanan pada dasar fondasi dihitung dengan persamaan:
P Mxyo Myxo
q (90)
A Ix Iy
Keterangan:
q adalah tekanan sentuh, yaitu tekanan yang terjadi pada kontak antara
157
y y
L
ex
B x x
My P P ex
P Mxyo Myxo
Pada Persamaan, q , titik perpotongan sumbu-x dan y, dibuat berimpit
A Ix Iy
dengan pusat berat luasan fondasinya. Untuk fondasi yang berbentuk empat persegi
panjang, persamaan tersebut dapat diubah menjadi:
P 6e 6e
q (1 l b ) (91)
A L B
P 6e 6e
q (1 l b ) menjadi: (92)
A L B
P 6e L
q (1 x ), untuk ( ex ) (93)
A L 6
Dengan ex adalah eksentrisitas searah sumbu-x (lihat Gambar 3.7). Jika resultan beban P
dan momen M terletak pada ex L , q dari persamaan P 6e
q
(1 x ) menjadi negatif,
6 A L
atau gaya tarik terjadi pada dasar fondasinya. Tetapi pada kenyataannya, tegangan tarik
tidak dapat berkembang dan tekanan tanah yang terjadi akan seperti pada Gambar 3.9.
158
qmax
L 1 2 R 3R 2
qmax D
4 1 R R 2
P e
qmax 1 6 eL / L 6 b
BL B
N
R
M
6P
qmax
L M 1 R R 2
qmax
qmax
KP
qmax qmax
3P
BL BGH
x dan y dari grafik
Gambar 3.8 - Hitungan tekanan maksimum pada dasar fondasi un tuk fondasi empat
persegi panjang
Sumber: Teng, 1962
159
L
y
Resultan beban
qmaks
R
Gambar 3.9 - Distribusi tekanan pada dasar fondasi bila ex > 𝐋⁄𝟔,
Sumber: Teknik Fondasi 1 Hary Christady Hardiyatmo, 1996
qmax Bx
q , (94)
2
2P
Atau, q , (95)
Bx
x L
Dan,
3 2 ex
(96)
L
x 3
2 ex
4P
qmaks (97)
3 B ( L 2ex )
Dengan qmax tekanan dasar fondasi maksimum pada tanah di salah satu sisi fondasinya.
Besar penurunan sangat penting dipertimbangkan bila fondasi terletak pada tanah pasir dan
mengalami pembebanan eksentris. Jika kemiringan fondasi berlebihan, dapat menyebabkan
eksentrisitas menjadi bertambah, dengan demikian menambah qmax yang diikuti oleh
luluhnya tanah di tepi fondasi, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan bangunan. Oleh
karena itu, sering disyaratkan q qa .
160
L
Untuk beban eksentris yang diakibatkan oleh momen lentur, pilar-pilar dapat diletakkan
seperti pada Gambar 3.10. Dengan cara ini resultan dari gaya aksial dan momen lentur akan
berada pada pusat fondasinya.
Meyerhof (1957) memberikan persamaan daya dukung untuk fondasi memanjang yang
terletak pada lereng (Gambar 3.11), sebagai berikut:
qu c N cq 0,5 g B Ng q (98)
Keterangan:
qu adalah daya dukung ultimit (kN/m2)
c adalah kohesi tanah (kN/m 2)
g adalah berat volume tanah (kN/m3)
B adalah lebar fondasi (m)
Ncq , Ng q adalah faktor daya dukung
161
CATATAN: Posisi fondasi yang terletak pada lereng harus berada di luar daerah keruntuhan
longsor.
162
Gambar 3.11 - Daya dukung ultimit untuk fondasi memanjang yang
terletak pada tanah miring
Sumber: Meyerhof, 1957; dari Teng, 1962
CATATAN: Untuk fondasi pada lereng, posisi fondasi harus ditempatkan pada posisi
di luar bidang longsor
163
Contoh Perhitungan 3.4: Fondasi pada lereng
Fondasi persegi panjang dengan lebar B = 1,50 m terletak di atas lereng seperti gambar
di bawah ini. Tinggi lereng H = 5,50 m, kemiringan = 30° dan jarak tepi fondasi dan tepi
atas lereng b = 2 m. Berat volume tanah 18 kN/m3, c = 20 kN/m2, dan = 30°. Jika fondasi
di permukaan, berapakah daya dukung ultimit fondasi tersebut?
Diketahui:
Diketahui:
Data kondisi fondasi:
Data kondisi fondasi:
Lebar fondasi
fondasi B : 1.50 m
Lebar B : 1.5 m
Lebar fondasi B : 1.5 m
Jarak tepi fondasi dan tepi lereng b : 2 m
Parameter tanah:
164
Tahap 2. Menentukan nilai Ncq dan Ngq
Ncq : 3.10
3.1
Nγ q : 5
Gambar daya dukung ultimit untuk fondasi memanjang yang terletak pada tanah
miring (Meyerhof, 1957; dari Teng, 1962)
Jadi, nilai daya dukung fondasi pada lereng yaitu 129,50 kN/m2.
3.4.1 Umum
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan fondasi dangkal dan fondasi
sumuran yaitu:
1) Daya dukung tanah atau batuan pada kemampuan pelayanannya dan keadaan batas
ultimit,
2) Penurunan total, diferensial dan pergerakan lainnya yang dapat diterima,
165
3) Lamanya dan sifat pembebanan,
4) Tipe struktur dan kedalaman fondasi.
Jika merencanakan fondasi baru dimana lokasinya dekat dengan bangunan yang sudah ada,
maka pengaruh bangunan baru terhadap bangunan yang ada harus dipertimbangkan baik
pada waktu pelaksanaan maupun sesudahnya.
Material dinding fondasi sumuran dibuat dari beton bertulang dan bahan pengisi sumuran
adalah beton siklop.
1) Pendahuluan
Bagian ini menjelaskan tentang perencanaan fondasi, dimensi fondasi serta pedoman
analisis untuk memeriksa fondasi terhadap keawetan, stabilitas, kelayanan, dan
kekuatan ultimit.
Jika perbandingan kedalaman tertanam ( D f ) fondasi sumuran terhadap diameter ( d )
Df
melebihi 4 ( >4), maka fondasi tersebut diperlakukan sebagai tiang dan
d
direncanakan berdasarkan cara-cara pada perencanaan fondasi tiang.
3) Tahap perencanaan
Tahap perencanaan fondasi diuraikan pada Tabel 3.5 di bawah ini, jika salah satu tahap
menyatakan bahwa dimensi fondasi kurang memadai (terlalu kecil atau terlalu besar),
166
maka dimensi fondasi harus disesuaikan kembali, analisis struktur diulang kemudian
diperiksa kembali agar memenuhi persyaratan yang ada.
Tahap perencanaan fondasi sumuran dapat dilihat pada tabel berikut.
167
Berikut diberikan bagan alir perencanaan fondasi sumuran.
Mulai
FR V tan
Hitung Jumlah gaya
Pp
2 yang menahan geser
Tidak
Hitung Jumlah gaya
Fd Pa yang menayebabkan
geser
FR FKgeser
FR 1,1
FKgeser
Fd
1, 5
Fd
Ya
168
B
Kondisi Layan
FKguling
MR 2 Tidak A
M0
Ya
P ' W
v
A Hitung nilai tegangan
Dimana, vertikal maksimum
W Berat sendiri fondasi yang bekerja di bawah
A Luas penampang fondasi dasar fondasi
Ya
Selesai
169
3.4.3 Pemeriksaan stabilitas terhadap geser
Stabilitas terhadap geser adalah akibat kombinasi ketahanan geser di bawah fondasi
dangkal dan ketahanan pasif pada sisi fondasi dangkal. Pemeriksaan stabilitas terhadap
geser pada bangunan bawah fondasi dangkal dilakukan untuk memastikan bahwa fondasi
dangkal harus mempunyai faktor keamanan terhadap geser paling sedikit 1,5 untuk kondisi
layan dan paling sedikit 1,1 untuk kondisi gempa. Faktor keamanan (FK) terhadap geser
dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
FR
FK ( geser ) (100)
Fd
Keterangan:
∑𝐹𝑅 adalah jumlah gaya yang menahan geser (kN)
∑𝐹𝑑 adalah jumlah gaya yang cenderung menyebabkan geser (kN)
a) Tanah nonkohesif
Gaya penahan maksimum di bawah dasar fondasi persatuan panjang dinding dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan TR V tan '
2f Bc2 ,dimana untuk
tanah nonkohesif (c = 0) sehingga persamaan dapat disederhanakan menjadi:
Keterangan:
V adalah jumlah dari gaya-gaya vertikal dan variabel lain (kN)
'2 f adalah sudut geser dalam yang bekerja pada alas fondasi, untuk fondasi
beton cor di tempat nilai '2 f tetap digunakan sedangkan untuk fondasi beton
pracetak yang halus nilai '2 f harus direduksi sebesar 2⁄3 '2 f .
170
Berikut gambar tahanan geser pada dasar fondasi di atas tanah nonkohesif.
Lapisan 1
Lapisan 2 Lapisan 2
g2, c2’=0, 2’ g2, c2’=0, 2’
H2
𝝓′𝟐
gsat, c2’=0, 2’
45 +
𝟐
Dari Gambar 3.13. dapat dihitung tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif:
Pada titik D, Pa ' ka 2 . pv ' ka 2 . q g 1 H1 g 2 H 2 H w
Pada titik E, Pa ' ka 2 . pv ' ka 2 . q g 1 H1 g 2 H 2 H w g sat g w H w
Tekanan hidrostatik (u) diabaikan
171
Pada titik I, Pp ' k p 2 pv ' k p 2 g 1 H1 H 3 g 2 H 2 H w
Tanah kohesif:
TR' 0, 4 A f cu (102)
Keterangan:
cu adalah nilai rencana (dengan faktor) dari kuat geser tak ter-alirkan (kN/m2)
Af adalah luas efektif yaitu luas yang konsentrik terhadap beban rencana yang
bekerja pada fondasi (m 2)
Berikut gambar Tekanan tanah lateral ultimit rencana dan tahanan geser pada dasar
fondasi di atas tanah kohesif yang berlapis.
Lempung
H1 g1, cu1, 1’=0
Lempung
g1, cu1, 1’=0
Lempung Lempung
g2, cu2, g2, cu2, 2’=0
H2
2’=0
Lempung
gsat, cu2, 2’=0
CATATAN:
1. Dalam jangka waktu pendek (segera setelah pelaksanaan konstruksi) dimana c’ = c u dan ’
= 0, tekanan-tekanan tanah adalah sesuai dengan di atas (muka air tanah diabaikan),
2. Dalam jangka waktu yang panjang dimana c’ = c’(drained) 0 (berarti kecil) dan ’ = ’(drained),
tekanan-tekanan tanah mirip dengan kasus tanah nonkohesif,
3. Nilai rencana dari parameter c’ dan ’ pada keadaan batas ultimit adalah nilai dengan faktor
reduksi,
4. Bila gerakan yang diperlukan untuk menghasilkan tekanan pasif penuh tidak dapat diperoleh
tanpa terjadi keruntuhan bangunan atas, harus digunakan tekanan pemulihan yang lebih
rendah (dikurangi sampai tekanan “at rest – diam”),
Gambar 3.14 - Tekanan tanah lateral ultimit rencana dan tahanan
geser pada dasar fondasi di atas tanah kohesif yang berlapis
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 9, 2017
172
Dari Gambar 3.14 di atas dapat dihitung tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif:
Tekanan tanah aktif
Pada titik A,
Pada titik B,
Pada titik C,
PaC ' ka1 pv ' 2c ka1 q g b Hb ka1 2cu1 ka1 0,6 g b g b Hb 2cu1
Pada titik E,
p 'aE ka1 p 'v 2c ka1 q g b H b g 1 H1 H b ka1 2cu1 ka1
0,6 g b g b H b g 1 H1 H b 2cu1
Pada titik F,
Pada titik G,
Pada titik F,
Pada titik G,
Pada titik J,
p ' pJ k p 2 p 'v 2c k p 2 g 1 H1 H b g 2 H 2 k p 2 2cu 2 k p 2
g 1 H1 H b g 2 H 2 2cu 2
173
2) Rencana tahanan pasif ultimit yang dihasilkan pada sisi fondasi dan bangunan bawah
Tekanan tanah pasif harus diabaikan bila tanah pendukung dapat hilang oleh pengaruh
gerusan (scouring). Nilai tekanan tanah pasif sangat tergantung pada translasi besar
dalam tanah. Translasi umumnya tidak dapat terjadi tanpa penekanan pada pangkal oleh
bangunan atas. Bila penekanan ini dapat mengakibatkan keruntuhan tekuk bangunan
atas, harus digunakan suatu nilai tahanan yang direduksi. Distribusi tegangan tanah
lateral pada fondasi sebagai dinding penahan tanah dapat dilihat pada Gambar 3.13
untuk tanah nonkohesif dan Gambar 3.14 untuk tanah kohesif.
3) Cara-cara untuk meningkatkan tahanan geser ultimit rencana
Bila beban-beban rencana melebihi rencana tahanan geser horizontal ultimit maka dapat
digunakan baji atau keystone pada dasar fondasi langsung untuk meningkatkan tahanan
geser tanah. Bila baji atau keystone tidak dapat memberikan tahanan yang cukup,
jangkar dengan gelagar penahan yang dibahas dalam Peraturan Jembatan dapat
merupakan penanganan ekonomis. Kedua cara tersebut diuraikan dalam Gambar 3.15
di bawah ini:
Tahanan pasif
Tekanan aktif diabaikan bila
akan terjadi
penggerusan
b. Jangkar Penahan
Gambar 3.15 - Baji atau keystone dan jangkar penahan
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 9, 2017
174
Dapat ditentukan kapasitas lateral ultimit dari gelagar penahan, Q 'd dengan panjang
L adalah:
Untuk H h dan L H ,
Q d' K R Pp Pa (103)
Untuk H h dan L H ,
CATATAN:
2c
· Untuk kondisi jangka pendek pada tanah kohesif Pa dapat diabaikan pada tinggi
g
· Untuk jangka panjang Qd berdasarkan c 0
175
Diketahui:
Berat sendiri bangunan P' : 2500 kN
Panjang balok L : 7 m
Diketahui:
Diketahui:
Berat
Berat sendiri
Berat bangunan
sendiri bangunan
bawah
bangunan P'
P'W:
:: 2400 kN
2500
2500 kN
kN
Panjang balok LL h:
: 77 m
1 : 0.70 m
Panjang balok ekuivalen
Tinggi urugan m
Berat
Berat bangunan bawah
Tinggibangunan bawah
tanah urug dengan
WW :: 2400
2400 kN
kN
beban drainase H1 : 2 m
hh1 : 0.7 m
1 : 0.7 m
Tinggi fondasi sumuran H2 : 6 m
HH11 :
: 22 m
m
Tinggi tanah di depan H : 6 m
fondasi sumuran 2 3::6 4 m m
H2H
Lapisan
Lapisan lempung:
lempung:
kN
Berat jenis tanah lempung g 2 : 18 kN kNkN
Berat
Berat jenis
jenistanah
tanahlempung
lempung g2γ 2::1818 m33
33
mmm
Sudut geser tanah lempung 2 : 20 °
Sudut
Sudut geser
gesertanah
tanahlempung
lempung ϕ2 ::2020
2
° °
kN
Kohesi undrained cu : 50 kNkN
Kohesi
Kohesi undrained
undrained cuc ::5050 2
u m2
2
mm
Lapisan kerikil padat:
Lapisan kerikil padat:
kN
kN
Berat jenis kerikil padat g sat : 20 kNkN
Berat jenis
Berat jenis kerikil
kerikilpadat
padat γ
g sat :
sat: 20 m333
20
m3 m
m
Sudut
Sudut geser
geserkerikil
kerikilpadat ϕ : 40 ° °
Sudut geser kerikil padat
padat 33 3::4040
°
kN
Kohesi kerikil padat c : 0 kN kN
Kohesi kerikil
Kohesi kerikilpadat
padat c :
c : 0 0 2
2 m
m m2
Solusi:
Solusi:
Solusi:
Tahap 1. Rencanakan
Tahap 1. Langkah pertama
dimensiyang dilakukan
fondasi, B : 3 untuk pemeriksaan stabilitas fondasi
Tahap 1. Rencanakan dimensi fondasi, B : 3
terhadap geser adalah merencanakan dimensi fondasi, untuk contoh perhitungan
Tahap
ini 2. Menentukan
dimensi faktor-faktor
fondasi yang beban pada
direncanakan yaitu,keadaan batas . Lihat Tabel
B = 3 m.
Tahap
3.dan 2. Menentukan
Tabel faktor-faktor
5. SNI 1725-2016 beban pada keadaan batas . Lihat Tabel
3.dan Tabel 5. SNI 1725-2016
176
Tahap 2. Pada tahap ini hitung gaya-gaya tekanan tanah yang terjadi akibat beban
yang ada
1. Gaya aktif akibat urugan ekivalen beban kendaraan pada tanah urug (Pa1)
Pada kedalaman H = 0
Untuk menghitung nilai koefisien tekanan tanah aktif maka nilai harus dikalikan
dengan faktor reduksi kekuatan untuk kondisi biasa atau maksimum (lihat Tabel
di bawah ini):
Tabel Nilai-nilai Rencana dari besaran-besaran tanah
Besaran bahan Keadaan batas ultimit
untuk
perhitungan Biasa Terkurangi
tekanan tanah
Aktif :
g*s (1) g*s g*s
* tan-1(KR tan ) tan-1(tan /KR)
c* KRc c c/KRc
* tan-1(KR tan ) tan-1(tan /KR)
Pasif :
g*s (1) g*s g*s
*
tan ((tan )/ KR)
-1
tan (KR tan )
-1
c* c/KRc KRc c
* tan (tan /KR)
-1
tan (KR tan )
-1
CATATAN: Nilai rencana berat volume tanah (g*s) adalah sama dengan
nilai nominal untuk semua perhitungan tekanan tanah
Sumber: Tabel 4.3.5-3 Nilai-nilai Rencana dari besaran-besaran tanah (Peraturan
Perencanaan Teknik Jembatan Volume 1 : Bagian 4-Fondasi)
sehingga:
Nilai sudut
sudut geser dalam( )
geserdalam ()yang
yangdireduksi
direduksi tan1
= =tan
1
[00.8
.8 (tan
tan30
0
30°)24
o
] .=8 24.80
, o
ka1 : 0.41
Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,7 m yang
bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas
tersebut (SNI 1725-2016).
177
kN
kN
p'a1 : 0.7 γm1 γ1ka1
ka1 5.45
5.453
2
m2
m
76.34 kN kN
Pa1 : H1 p'a1 L 76.342
2. Tekanan tanah aktif di belakang tembok penutup akibat tanah urug nonkohesif,
diperhitungkan berdasarkan teori tekanan aktif Rankine:
Pada
Padakedalaman
kedalamanHH==22m
m (sedikit
(sedikit di
diatas):
atas):
Tekanan
Tekananlateral
lateraltanah
tanahurug:
urug:
kN
kN
a2:
p'p'a2 a1 γγ11 HH11 15.58
: kka1 15.58
22
m 2
m
Gaya
Gayatekan
tekantanah
tanahlateral
lateralrencana
rencana dari
daritanah
tanahurug:
urug:
1
Pa2 : p'a2 H1 L 109.06 kN
2
Pada
Pada kedalaman
kedalaman H1 (sedikit
Huntuk di bawah):
3. Tekanan tanah aktif 1 (sedikit
tanah di bawah)
lempung:
Pada kedalaman
Dalam H1 pendek,
jangka waktu (sedikit cc::ccu dan
pendek,di bawah): ϕ : 0 sehingga nilai,
Dalam jangka waktu u dan ϕ : 0 sehingga nilai,
1 nilai,
Dalam jangka
Sehingga 0.8 ϕ )pendek,
sin (waktu c : cu dan ϕ : 0 sehingga nilai,
k :
a2 1
1 sin ( 0.8 ϕ )
1 sin ( 0.8 ϕ )
ka2 : 1
γ b : 19
1 sin ( 0.8 ϕ )
kN kN
γ ba3::
p'
p'a3
:190.7
0.7γ m
b γ
γ 1 1 γH1 H 20.7
1 1 2
c0.7
u c18.7
u 18.70
2
m m2
kN
p'a3 : 0.7γ b γ 1 H1 2 0.7cu 18.7
Pada kedalaman H2 : 2
Pada kedalaman H2: m
kN
p'a4 :kedalaman
0.7γ 1 γH2
1 H: 1 γ 2 H2 2 0.7cu 89.3
Pada kN
p'a4 : 0.7 m γ 1 γ 1 H1 γ 2 H2 2 0.7cu 89.30 m 2
2
kN m
p'a4 : 0.7γ 1 γ 1 H1 γ 2 H2 2 0.7cu 89.3
2
m
Berdasarkan tekanan-tekanan tersebut diperhitungkan panjang retak tarik di
belakang tembok. Kedalaman retak tarik pada tanah lempung berdasarkan
gambar distribusi tegangan dapat dihitung sebagai berikut:
6
x :
p' a4
1
p' a3
178
6
x :
p'a4
1
p'a3
xx :
: 1.03 m
1.03 m
Jadi,
1
1 3
: p' (( 6
6mx) xB)2B21.331 10 kN
a3 : 2 1331.46kN
P
Pa3 p'a4 (untuk
(untuk 22 sumuran)
sumuran)
2 a4
Jika kedalaman
Jika kedalamanretak
retaktarik
tarikdianggap
dianggapterisi air,air,
terisi maka:
maka:
1 kN
γ w : 9.81
P x( 9.81 x) B 2 31.222
(Berat jenis air)kN (untuk 2 sumuran)
2 3
m
1 2
Pw : x γ w B 2 31.22 kN (untuk 2 sumuran)
2
k0 : 1 sin ϕ 2
Nilai sudut geser dalam () yang direduksi = tan 1[ 0.8 ( tan 20 °) ] = 16.23 o, sehingga:
p1 : k0 pv'
kN
p1 : k0 γ 0 0
2
m
kN
p2' : k0 γ 2 H3 51.88
2
m
1
Po : p2' H3 B 2 622.52 kN
2
Berikut ini adalah gambar distribusi tekanan tanah lateral yang bekerja pada
fondasi sumuran:
179
O
Tahap 3. Hitung jumlah gaya-gaya tekanan vertikal dan jumlah momen dari gaya-
gaya yang menahan guling di titik O:
Beban yang bekerja adalah:
Deskripsi gaya Simbol Besar gaya (kN)
Berat bangunan atas P’ 2500
Berat bangunan bawah W 2400
Gaya-gaya tekanan tanah aktif: Pa1 76,34
Pa2 109,06
Pa3 1331,40
Pw 31,22
Σ Vtanϕ f Pp
FK geser :
Σ Pa
Nilai sudut geser dalam ( ) yang direduksi = tan 1[ 0.8 ( tan 40 °) ] = 33.80 o, Sehingga:
Sehingga:
FK ( geser) : 2.52
Karena FK adalah 2,52 dan lebih besar dari FK yang disyaratkan yaitu 1,5 (statik),
maka fondasi mempunyai ketahanan cukup terhadap geser.
180
3.4.4 Pemeriksaan stabilitas terhadap guling
Bangunan bawah pada suatu fondasi dangkal harus mempunyai faktor keamanan terhadap
guling yang besarnya paling sedikit 2, seperti yang dijelaskan pada persamaan di bawah ini:
M R
FK ( guling ) (105)
M 0
Keterangan:
M o adalah jumlah momen yang cenderung menyebabkan guling (kNm)
M R adalah jumlah momen yang menahan guling (kNm)
Berikut adalah gambar gaya-gaya pada keadaan batas ultimit yang harus digunakan untuk
perhitungan momen-momen.
Momen penahan
Momen guling
Momen penahan
Momen guling
181
Contoh perhitungan 3.6: Pemeriksaan stabilitas terhadap guling
Hitunglah Faktor Keamanan terhadap guling dari bangunan bawah fondasi sumuran
berdasarkan contoh perhitungan sebelumnya.
Solusi:
Tahap 1. Untuk menentukan faktor keamanan terhadap guling, langkah pertama tentukan
lengan momen dari gaya-gaya menahan terhadap O dan hitung momen penahan guling.
Tahap 2.
Tahap 2.Hitung momen
Setelah penyebab
momen penahanguling
guling diperoleh, selanjutnya hitung momen penyebab
guling
Σ MR
FK ( guling) :
Σ Mo
9430.03
FK ( guling) :7780.5
FKguling : 3627.68 1.952
3985.3
FK ( guling) : 2.60
Jadi faktor kemanan fondasi terhadap guling yang diperoleh yaitu 2,60 dimana nilai ini
lebih besar dari faktor keamanan yang disyaratkan 2, sehingga dapat disimpulkan bahwa
fondasi aman terhadap guling.
182
3.4.5 Pemeriksaan stabilitas terhadap daya dukung ultimit
Rencana kapasitas daya dukung ultimit pada fondasi dangkal dan fondasi sumuran harus
sama atau melebihi jumlah beban yang bekerja. Faktor keamanan terhadap daya dukung
paling sedikit adalah 3.
qu
FK daya dukung (106)
v max
Keterangan:
qu adalah kapasitas dukung ultimit rencana (kN/m2)
v max adalah tegangan vertikal maksimum yang bekerja di bawah dasar fondasi
(kN/m2)
Kapasitas dukung ultimit rencana diperoleh dari rumus kapasitas daya dukung yang akan
dibahas berikut ini:
Untuk faktor bentuk, kedalaman, dan inklinasi bisa dilihat di bawah ini:
a) Faktor Bentuk
B Nq
Sc 1
L Nc
183
B
Sq 1 tan '
L
B
Sg 1 0.4
L
b) Faktor kedalaman
Df
· Jika, 1
B
Untuk = 0
Df
d g 1 0.4 tan 1
B
dq 1
dc 1
Untuk > 0
1 dq
d g dq
Nc tan
Df
dq 1 2 tan (1 sin ) 2
B
dc 1
Df
· Jika, 1
B
Untuk = 0
Df
d g 1 0.4 tan 1
B
dq 1
dc 1
Untuk > 0
1 dq
d g dq
Nc tan
Df
dq 1 2 tan 1 sin tan 1
2
B
dc 1
184
c) Faktor kemiringan-inklinasi beban
2
o
ig iq 1 o
90
2
o
ic 1
d) Kemiringan dasar
o
bc 1 o
satuan disini dalam radian (bukan derajat (o))
147
e) Muka tanah
o
gc 1 o
147
Keterangan:
c adalah kohesi rencana (kPa)
adalah sudut geser dalam rencana (o)
N q , Nc , Ng , adalah faktor daya dukung yang ditentukan dari tabel berikut ini:
185
Tabel 3.6 Faktor daya dukung ultimit
ɸ Nc Nq Ng ɸ Nc Nq Ng
Rumus-rumus ini diturunkan untuk beban vertikal konsentrik pada fondasi dengan
dasar horisontal dan permukaan tanah sekitarnya horizontal. Bila keadaan ini tidak
diwakili maka dibuat modifikasi berikut:
Beban miring.
Bila beban pada gelagar fondasi adalah bersudut terhadap vertikal, yang umum pada
tembok pangkal penahan, mekanisme keruntuhan di bawah gelagar fondasi tidak
simetrik lagi tetapi menjadi miring terhadap 1 sisi seperti dijelaskan dalam Gambar 7,
akibatnya adalah suatu reduksi kapasitas yang diperkirakan dengan penggunaan
faktor reduksi dalam Gambar 3.18.
186
Bidang kontak efektif Af
= panjang efektif
b. Luas dukung ekuivalen untuk bentuk tidak persegi boleh digunakan dalam
rumus daya dukung
187
c. Grafik tanpa dimensi dari luas ekuivalen A dan dimensi B’ dan L’ dari fondasi
sumuran, untuk penggunaan dalam rumus daya dukung
Gambar 3.17 - Ketentuan istilah yang digunakan dalam rumus daya
dukung
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 9, 2017
188
Tanah kohesif
dan batuan
189
Gambar 3.20 - Fondasi dangkal berdekatan dengan puncak lereng
Sumber: BMS Code Bagian 4 Fondasi, 2017
Gambar 3.21 - Modifikasi faktor kapasitas dukung fondasi dangkal pada tanah
kohesif dan pada permukaan lereng
Sumber: BMS Code Bagian 4 Fondasi, 2017
190
Gambar 3.22 - Modifikasi faktor kapasitas dukung fondasi dangkal pada tanah
nonkohesif dan pada permukaan lereng
Sumber: BMS Code Bagian 4 Fondasi, 2017
191
Gambar 3.24 - Modifikasi faktor kapasitas dukung fondasi dangkal pada tanah
nonkohesif dan berdekatan dengan puncak lereng
Sumber: BMS Code Bagian 4 Fondasi, 2017
Pada tanah kohesif. Untuk tanah lempung kondisi kritis berada pada keadaan tak
teralirkan (undrained). Nilai-nilai Nc , Nq dan Ng untuk kasus ini diperoleh dari Tabel
Faktor Daya Dukung Fondasi c cu dan 0 .
Pada tanah nonkohesif. Satuan berat efektif digunakan dalam rumus kapasitas daya
dukung. Muka air tinggi menyebabkan kapasitas daya dukung lebih rendah, karena
persyaratan penggunaan reduksi berat tanah (terendam) efektif.
Bila muka air tanah tertinggi diharapkan berada di bawah daerah ‘segitiga’, yang kurang
lebih adalah lebar gelagar fondasi, B di bawah dasar fondasi, maka pengaruh muka air
dapat diabaikan. Bila muka air berada dalam daerah segitiga, maka umumnya tidak
terlalu konservatif untuk mengabaikan besaran 0,5 g B Ng secara keseluruhan sebagai
alternatif, nilai tengah dapat diinterpolasi antara nilai-nilai untuk muka air pada elevasi
gelagar fondasi dan di bawah ‘segitiga’.
192
c1 H1 c2 H 2 c3 H 3 ... cn H n
crata rata (110)
Hi
H1 tan 1 H 2 tan 2 H 3 tan 3 ... H n tan n
rata rata tan 1 (111)
H i
Solusi:
Karena resultan reaksi tanah eksentris, maka digunakan luas daya dukung ekuivalen
persegi.
Karena, c = 0.
Nilai sudut geser dalam pada keadaan ultimit kondisi terkurangi dikalikan dengan
faktor reduksi dimana untuk ketentuan faktor reduksi dapat dilihat pada tabel berikut:
Pasif :
g*s (1) g*s g*s
* tan ((tan )/ KR)
-1
tan (KR tan )
-1
c* c/KRc KRc c
* tan (tan /KR)
-1
tan (KR tan )
-1
CATATAN: Nilai rencana berat volume tanah (g*s) adalah sama dengan
nilai nominal untuk semua perhitungan tekanan tanah
Sumber: Tabel 4.3.5-3 Nilai-nilai Rencana dari besaran-besaran tanah (Peraturan
Perencanaan Teknik Jembatan Volume 1 : Bagian 4-Fondasi)
193
Nilai sudut geser dalam ( ) yang direduksi = tan 1[ 0.8 ( tan 40 °) ] = 33.87 o
ϕ : 33.87 °
Untuk = 33.87 o, dapat diperoleh nilai Nq dan N g dari tabel faktor daya dukung.
kN
Nq : 29 γ s : 18
3
m
N : 29
γ :
Nγ
Nq 2
2 γ s : 18
kN
Nγ : 2 m
3
Nγ : 2 kN
Df : 4 m γ ' : 10
kN
3
D : 4 γ ' : 10 m
3
m
maka:
: 18.4
qu :
qu 18.40 290.5
29 10 10
0.50 B28
B 28
Tahap 2. Pada tahap ini hitung faktor reduksi akibat kemiringan beban yang bekerja
Beban vertikal
α : 10.70 °
Df
Df : 1.33
B : 1.33
B
Df
Dari gambar faktor reduksi (Ri), untuk : 1.33 dan : 10.70 ° Ri : 0.74
B
maka:
Maka:
qu : 1545.12 103.60 B
194
Tahap 3. Hitung eksentrisitas e dari reaksi tanah sebagai jarak reaksi terhadap titik O
Jumlah
jumlah momen
momen terhadap
terhadap OO
ee ==
Jumlah
Jumlah gaya vertikal
gaya vertikal
( 2500 2) ( 2400 1.50 ) 622.52
4
3627.68
e :
3
( 2500 ) ( 2400 )
e : 1.18 m
Tahap 4. Hitung luas daya dukung ekuivalen persegi. Sebagai alternatif, dimensi ini
e
dapat dimana: : 0.295
diperoleh langsung daridalam
dari grafik gambar dibawah
gambar didapatkan
di bawah ini: nilai:
D
Qu
FK ( dayadukung)
P
FK ( dayadukung) : 2.33
Jadi, faktor keamanan fondasi terhadap daya dukung yang diperoleh yaitu 2,33
dimana nilai ini kecil dari faktor keamanan yang disyaratkan 3, sehingga dapat
disimpulkan bahwa fondasi tidak aman terhadap stabilitas daya dukung.
195
Contoh perhitungan 3.8: Pemeriksaan stabilitas terhadap daya dukung untuk
fondasi dekat lereng (Tanah kohesif atau lempung)
Gambar di bawah ini menunjukan fondasi menerus pada puncak lereng lempung
jenuh. Perkirakan kapasitas dukung ultimit dengan metode Meyerhof.
Diketahui:
kN
γγ::18
18 kN
Berat jenis
volumetanah
tanah kN 3
γ : 18 3m
m3
ϕ : 0 m
°
Sudut geser
geser tanah
tanah ϕ : 0 °
Sudut geser tanah ϕ : 0 ° kN
Kohesi tanah
tanah c : 50kN 2
Kohesi c : 50 m
2
m
Tinggi tanah ke dasar fondasi Df : 1.6
Tinggi tanah ke dasar fondasi Df : 1.60 m
Lebar fondasi B : 1.6
Lebar fondasi B : 1.60 m
Tinggi lereng H : 8
Tinggi lereng H : 8 m
Jarak dari puncak lereng ke fondasi b : 0 m
Jarak dari puncak lereng ke fondasi b : 0 m
Solusi:
Karena fondasi berada pada puncak lereng tanah lempung maka persamaan
kapasitas dukung ultimit adalah:
qu : c Ncq
Df b Df
Diberikan: 1, 0 , karena 1 , maka gunakan Ns : 0
B B B
Dari Gambar 3.23 Modifikasi faktor kapasitas dukung fondasi dangkal pada tanah
Dari Gambar
nonkohesif 4.4.7-2 (BMS
berdekatan Code Bagian
dengan puncak4 lereng
Pondasi)
didapatkan nilai Ngq = 120.
196
Diperoleh:
Df b
1, 0 , sudut lereng, i : 30 °
B B
kN
qu : c Ncq 292.50
2
m
o
Dengan lebar fondasi 1,60 m, tinggi lereng 30 diperoleh kapasitas dukung ultimit
dengan metode Meyerhof sebesar 292,50 kN/m2.
197
Contoh perhitungan 3.9: Pemeriksaan stabilitas terhadap daya dukung untuk
fondasi dekat lereng (Tanah nonkohesif atau pasir)
Gambar di bawah ini menunjukkan fondasi sumuran pada puncak lereng tanah
nonkohesif. Perkirakan kapasitas dukung ultimit dengan metode Meyerhof.
g = 17 kN/m3
= 40o
c = 0 kN/m2
Diketahui:
kN
Berat jenis
volume tanah 17 kN
: 17
γγ :
Berat tanah 33
mm
Sudut geser
geser tanah
tanah ϕ : 40 °
Sudut ϕ : 40 °
kN
c : 0 kN 2kN
Kohesi tanah
Kohesi tanah c : 0 m2
2m
Tinggi tanah ke dasar fondasi m m
Df : 1.6
B f::1.6
1.6m
Tinggi tanah ke dasar fondasi
Lebar fondasi D m
Tinggi fondasi
Lebar lereng H : 1.6
B 8 mm
Jarak dari
Tinggi puncak lereng ke fondasi
lereng b :
H : 1.6
8 m m
Solusi:
Karena fondasi berada pada puncak lereng tanah nonkohesif maka persamaan
kapasitas dukung ultimit adalah:
qu : 0.5 γ B Nγ q
198
Df b
Diberikan: 1, 1 , sudut lereng, i : 30 ° dan ϕ : 40 °
B B
Dari Gambar 3.24 yaitu gambar modifikasi faktor kapasitas dukung fondasi dangkal
pada tanah nonkohesif berdekatan dengan puncak lereng didapatkan nilai Ngq = 120.
kN
qu : 0.5 γ B Nγ q 1632
2
m
Sehingga kapasitas dukung ultimate yaitu:
o
Dengan lebar fondasi 1,60 m, tinggi lereng 30 diperoleh kapasitas dukung ultimit
2
dengan metode Meyerhof sebesar 1632
kN kN/m .
3
qu : 0.5 γ B Nγ q 1.632 10
2
m
199
3.4.6 Pemeriksaan daya layan
Pemeriksaan daya layan pada fondasi diperlukan karena beban keadaan batas layan dapat
menyebabkan penurunan, pergeseran atau gulingnya fondasi sumuran seperti yang dilihat
pada gambar di bawah ini:
qu
qa untuk tanah nonkohesif (112)
2
qu
qa untuk tanah kohesif
3 (113)
Daya dukung rencana pada tiap titik di bawah fondasi akibat beban S.L.S dihitung sesuai
rumus dalam gambar berikut.
200
𝑷∗𝒎𝒂𝒙 𝑫𝟐
𝑷∗
𝑷𝒐∗ 𝑷𝒂∗
Dari grafik (a) diperoleh: dan dari Grafik (b) diperoleh:
𝑷∗𝒎𝒂𝒙 𝑫𝟐 𝑷∗𝒎𝒂𝒙 𝑫𝟐
Gambar 3.26 - Grafik untuk perhitungan tekanan maksimum dasar dan luas tekanan di bawah
fondasi sumuran bundar yang dibebani eksentris
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 9, 2017
201
𝑷∗𝒎𝒂𝒙 𝑩𝑳𝟐
𝑷∗
𝑷𝒆∗ 𝑷𝒂∗
Dari grafik (a) diperoleh: dan dari Grafik (b) diperoleh:
𝑷∗𝒎𝒂𝒙 𝑩𝑳𝟐 𝑷∗𝒎𝒂𝒙 𝑩𝒍𝟐
Gambar 3.27 - Grafik untuk perhitungan tekanan maksimum dasar dan luas tekanan di bawah fondasi sumuran
oval yang dibebani eksentris
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 9, 2017
202
Perbedaan Penurunan (Differential Settlement)
Perbedaan penurunan (Differential settlement) adalah penurunan bangunan yang tidak
merata dan dapat terjadi bila sifat tanah di bawah bangunan tidak homogen. Menurut SNI
8460 : 2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik, beda penurunan (differential settlement)
yang diperkirakan akan terjadi harus ditentukan secara saksama dan konservatif, serta
pengaruhnya terhadap bangunan di atasnya harus dicek untuk menjamin bahwa beda
penurunan tersebut masih memenuhi kriteria kekuatan dan kemampulayanan sebesar 1/300.
2) Pergeseran
Perpindahan lateral fondasi akibat gaya geser tergantung pada karakteristik tegangan-
regangan tanah. Besaran tersebut diukur dan digunakan pada perkiraan perpindahan
lateral.
Perpindahan lateral akibat geseran dianggap mencapai fondasi yang layan jika tahanan
lateral efektif dihasilkan oleh gesekan di bawah fondasi. Lihat gambar di bawah ini.
Tahanan lateral dihasilkan oleh kombinasi geser di bawah fondasi dan tekanan tanah
diam ‘at rest’.
Berikut gambar rencana kelayanan tekanan tanah lateral dan ketahanan geser dasar
dalam tanah kohesif berlapis.
Gambar 3.28 - Rencana kelayanan tekanan tanah lateral dan ketahanan geser dasar
dalam tanah kohesif berlapis
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 9, 2017
203
3) Rotasi terangkat
a) Fondasi pelat
Guling atau rotasi terangkat pada fondasi pelat dangkal jarang menjadi kriteria
perencanaan karena jika daya dukung maksimum rencana tidak melebihi daya
dukung izin maka umumnya gerakan yang terjadi hanya kecil.
b) Sumuran
Perbandingan lebar dengan kedalaman fondasi yang rendah dapat menyebabkan
terjadinya guling pada fondasi sumuran.
Fondasi sumuran dianggap berada pada keadaan batas layan yang cenderung
menyebabkan guling jika momen terhadap pertengahan dasar fondasi dapat ditahan
oleh bahan urug tanah nonkohesif.
Contoh perhitungan 3.10: Pemeriksaan kelayanan fondasi sumuran akibat
pergeseran lateral
Tahap 1.Solusi:
Hitung Gaya "Diam-at rest" pada fondasi
Tahap 1. Langkah pertama adalah menghitung gaya “Diam-at rest” pada fondasi
S’01
Hb = 2 m
P’01
2400 kN
S’02 P’02
h = 6m
P’03
P’04
Rs ’
Untuk tekanan tanah dalam keadaan diam maka faktor reduksi tidak diperlukan.
204
Sehingga:
1 2
P'o1 : k γ H B
2 0 b b
1 2
P'o1 : ( 1 sin ( 30 °) ) 19 2 7 133 kN
2
1 2
P'o3 : k0 γ s h D 2
2
1 2
P'o3 : ( 1 sin ( 20 °) ) 18 6 3 2 1279.11 kN
2
1 2
P'o4 : k γ h D 2
2 0 s
1 2
P'o4 : ( 1 sin ( 20 °) ) 18 6 3 2 1279.11 kN
2
Tahap 2. Hitung resultan gaya lateral yang cenderung menyebabkan pergeseran pada
dasar sumuran
Resultan : 79.8 133 900 1279 270 1279 1382.80 kN
205
Contoh perhitungan 3.11: Pemeriksaan kelayanan fondasi sumuran akibat gaya
yang cenderung menyebabkan guling atau rotasi terangkat.
Periksa kelayanan fondasi sumuran akibat gaya yang cenderung menyebabkan guling
atau rotasi terangkat. Tentukan apakah fondasi sumuran dalam contoh sebelumnya
dapat menahan gaya rem 400 kN dan beban hidup vertikal eksentris 1000 kN.
Solusi:
Reaksi tanah urug maksimum berkaitan dengan perubahan neto dalam tegangan dari
diam (at rest) sampai pasif dengan kp = 2.
2
H
R : kp k0 γ s b2
R k p k o γs 2H
b 2 0.5 17.2
2.4 2
7 520 kN
2.42 2
2
R : ( 2 0.5) 17.2 7 520.13 kN
2
Reaksi tersebut bekerja pada tinggi 6.67 m di atas dasar.
Reaksi tersebut bekerja pada tinggi 6.67 m di atas dasar.
1000 kN
Reaksi
tanah urug 400 kN
maksimum
0,15 m
Tanah urug
padat tidak
kohesif 0,5 m
6,67 m
Tahap 2. Karena tembok berputar terhadap dasar, maka hitung reaksi tanah urug yang
diperlukan untuk menahan semua gaya layan:
Tahap 3. Karena reaksi yang diperlukan adalah lebih kecil dari reaksi kelayanan izin
dalam tanah urug, sumuran dianggap layan.
206
Contoh perhitungan 3.12: Pemeriksaan kelayanan fondasi sumuran akibat
penurunan
Periksa kelayanan fondasi sumuran akibat penurunan. Tentukan apakah fondasi
sumuran yang dijelaskan pada contoh perhitungan sebelumnya adalah layan dengan
meninjau penurunan, bila beban hidup total yang bekerja adalah 1000 kN.
Solusi:
Tahap 1. Hitung resultan reaksi vertikal S.L.S pada fondasi.
Tahap1.
Tahap 1. Langkah
Hitung resultan
pertamareaksi vertikal
hitung S.L.Sreaksi
resultan pada vertikal
fondasi.S.L.S pada fondasi
( 2400 2500 1000)
Daya dukung rencana S.L.S fondasi = kN/sumuran
( 2400 2500
2 1000) kN/sumuran
Daya dukung rencana S.L.S fondasi =
2
2950
Tekanan daya dukung rencana = 417.34 kPa
2
π 1.5
Tahap 3. Hitung daya dukung izin qa, menggunakan rumus untuk bentuk sirkular yang
diberikan dalam Tabel faktor daya dukung dan faktor reduksi kekuatan modifikasi
berikut ini:
Sub tahap 4. Jelas bahwa konsep utama dari layanan adalah dengan meninjau
penurunan
207
3.4.7 Rencanakan fondasi untuk keawetan dan syarat struktural
Segi-segi perencanaan khas berikut untuk gelagar fondasi dan sumuran dibahas dalam
Bagian:
1) Keawetan beton bertulang.
2) Potongan kritikal untuk geser dan momen pada gelagar fondasi langsung dan gelagar
cap sumuran.
3) Rencana kapasitas geser dan momen ultimit dari dinding sumuran.
4) Rencana kapasitas geser dan momen ultimit pada hubungan antara sumuran dan gelagar
cap.
2) Potongan kritikal untuk geser dan momen pada gelagar fondasi langsung dan gelagar
cap sumuran
Rencana gaya geser dan momen lentur pada gelagar fondasi dan gelagar cap sumuran
akan mencapai nilai maksimum pada potongan kritikal yang dijelaskan dalam gambar di
bawah ini.
208
Potongan kritikal untuk ujung gelagar Potongan kritikal untuk tumit gelagar
a) Gelagar fondasi langsung-potongan kritikal untuk geser dan momen
209
3) Kapasitas geser dan momen dari fondasi sumuran
Dalam praktek, dimensi sumuran umumnya ditentukan oleh keperluan konstruksi.
Umumnya persyaratan konstruksi adalah 3 m untuk diameter luar dengan tebal dinding
300 mm. Tulangan nominal untuk sumuran dengan dimensi tersebut, umumnya akan
mempunyai kekuatan lebih.
Gaya geser dan momen lentur sepanjang sumuran dapat ditentukan dengan statika
sederhana, dengan meninjau tekanan tanah lateral yang dijelaskan dalam materi
sebelumnya. Tulangan spiral geser yang diperlukan, Av dapat diperkirakan sebagai
berikut:
vus* s
Av (114)
0,6 f sy f y
Keterangan:
vus * adalah rencana gaya geser yang dikurangi dengan kekuatan geser beton
(kekuatan geser beton umumnya secara konservatif dianggap nol terhadap
ketahanan geser)
s adalah jarak antar spiral
f sy , f y adalah kuat leleh dari tulangan spiral
0, 6 adalah faktor reduksi kapasitas dari peraturan jembatan
R adalah jari-jari spiral
S L 0, 6 u f sy A (115)
f
Keterangan:
Af adalah tulangan geser-gesek yang diperlukan
f sy adalah kuat leleh dari tulangan tegak-vertikal yang disediakan untuk menahan SL
u adalah faktor gesek (0,4 untuk beton diperkasar)
Kapasitas Momen
Untuk mengembangkan kapasitas momen penuh dari dinding sumuran pada gelagar cap,
tulangan dinding sumuran harus dijangkar ke dalam gelagar cap, panjang jangkar minimal
ditentukan dalam peraturan jembatan.
210
3.5 Perencanaan fondasi tiang
3.5.1 Umum
Fungsi utama dari fondasi tiang adalah untuk mentransfer beban ke lapisan tanah yang lebih
dalam yang dapat memikul beban kerja dengan faktor keamanan yang cukup agar tidak terjadi
keruntuhan dan tanpa menyebabkan penurunan yang dapat mengurangi fungsi struktur yang
dipikulnya.
Pada pedoman ini metode yang digunakan dalam perencanaan fondasi tiang adalah metode
analisis statik. Metode analisis statik dikategorikan sebagai metode analitik yang
menggunakan sifat-sifat kompresibilitas dan kekuatan tanah untuk penentuan kinerja dan
kapasitas tiang. Kapasitas tiang statik didapatkan dari penjumlahan tahanan tanah atau
batuan di sepanjang sisi tiang dan pada ujung tiang yang dapat menggunakan data sebagai
berikut:
1) Data uji laboratorium untuk menentukan parameter kuat geser tanah dan batuan di sekitar
tiang,
2) Data uji in-situ (Cone Penetration Test atau CPT atau sondir) dan uji penetrasi standar
(Standard Penetration Test atau SPT data),
Jika pengujian laboratorium tidak dilakukan dan data yang ada hanya data N-SPT maka untuk
memperkirakan nilai parameter tanah menurut Bowless, 1977 dapat digunakan tabel korelasi
seperti Tabel 3.7 (untuk tanah nonkohesif) dan Tabel 3.8 (untuk tanah kohesif).
Tabel 3.7 Nilai empiris untuk , Dr dan berat volume dari tanah nonkohesif atau
berbutir berdasarkan nilai N koreksi (N’)
Sangat Sangat
Deskripsi Lepas Sedang Padat
lepas Padat
Relatif density (Dr) 0-0,15 0,15-0,35 0,35-0,65 0,65-0,85 0,85-1
Nilai N’-SPT koreksi 0-4 4-10 10-30 30-50 > 50
Perkiraan sudut
25-30 27-32 30-35 35-40 38-43
geser dalam, (o)
Perkiraan berat
volume tanah, g 11-15,70 14,10-18,10 17,30-20,40 17,30-22 20,40-23,60
(kN/m3)
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
Cheney dan Chassie (1993), menganjurkan tahanan gesek ultimit dengan mengabaikan
gaya-gaya pengunci partikel. Untuk perhitungan tahanan gesek dinding tiang pada endapan
kerikil:
1) Sudut geser dalam () maksimum 32o untuk kerikil yang terdiri dari partikel bulat yang
lunak.
211
2) Sudut geser dalam () maksimum 36o untuk kerikil yang terdiri dari partikel bersudut yang
keras.
Tabel 3.8 Nilai empiris untuk kuat tekan bebas (qu) dan konsistensi dari tanah
kohesif berdasarkan N koreksi (N’)
Sangat
Konsistensi Sangat lunak Lunak Sedang Kaku Keras
kaku
qu (kPa) 0-24 24-48 48-96 96-192 192-384 >384
Nilai N-SPT
0-2 2-4 4-8 8-16 16-32 >32
koreksi (N’)
CATATAN - Nilai korelasi tidak dapat diandalkan. Penggunaan hanya untuk perkiraan awal.
Analisis statik menghasilkan kapasitas tiang ultimit.
Untuk memperoleh kapasitas izin tiang (beban rencana tiang atau beban kerja) maka
kapasitas ultimit tiang dibagi dengan faktor aman tertentu. Tujuan memberikan faktor aman
adalah:
1) Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan,
2) Memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas dari tanah,
3) Meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman untuk mendukung beban yang bekerja,
4) Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok
tiang masih dalam batas-batas toleransi,
5) Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam di antara tiang-tiang yang masih
dalam batas-batas toleransi.
Besar daya dukung yang diizinkan ditentukan dengan membagi daya dukung ultimit dengan
faktor keamanan tertentu yang sesuai, nilai faktor keamanan minimum untuk fondasi dalam
berdasarkan SNI 8460:2017 adalah 2,5.
212
· Tidak boleh banyak mengurangi umur layanan jembatan.
2) Tahapan perencanaan
Tahap perencanaan fondasi tiang dapat dilihat Tabel 3.9, dimana pada tabel tersebut
akan memberikan suatu pendekatan sistematik untuk mencapai perencanaan tersebut.
Cara perhitungan bertahap di bawah ini menggunakan dimensi tersebut dan hasil
analisis untuk memeriksa bahwa fondasi tiang akan menjadi awet, stabil, layak dan
mempunyai kekuatan memadai. Bila salah satu tahap dalam perhitungan
mengungkapkan bahwa dimensi fondasi kurang memadai, maka dimensi tersebut harus
diperbaiki dan struktur dianalisis kembali.
Periksa apakah rencana kapasitas beban lateral ultimit melebihi rencana pembebanan
Tahap 2
lateral ultimit.
Periksa apakah lendutan lateral tidak menyebabkan keruntuhan dalam struktur tipe
monolitik bersatu, akibat pembebanan keadaan ultimit dan tidak melebihi nilai-nilai
yang wajar untuk semua tipe struktur pada keadaan beban layan. Umumnya
Tahap 4 pemeriksaan lendutan lateral hanya diperlukan pada tipe jembatan yang monolitik tidak
bersatu, bila dikhawatirkan akan terjadi perpindahan lateral besar akibat tanah lemah
atau lepas sekitar bagian atas tiang.
Periksa stabilitas keseluruhan untuk fondasi tiang bila kelompok tiang berada pada
Tahap 5
lereng tinggi dan terjal.
Tahap 6 Rencanakan tiang dan kepala tiang (pile cap) untuk keawetan dan syarat struktural.
213
3.5.3 Kapasitas aksial fondasi tiang pancang
Bagan alir perencanaan fondasi tiang pancang dapat dilihat pada Gambar 3.31
Mulai
Tahanan ujung
Untuk tiang dengan tiang persatuan
perpindahan dasar tiang berada dekat luas Metode
f s 2 N ' 100 kPa dengan antarmuka (interface) Meyerhof
dari dua lapisan dengan
Untuk tiang tanpa perpindahan lapisan tanah lunak berada di
f s N ' 100 kPa atas lapisan pendukung
Hitung Daya Hitung Daya
Dukung Sisi Dukung Ujung
Tiang, Tanah Tiang, Tanah
Lempung Lempung
Metode Metode
Meyerhof Meyerhof
Hitung Daya
Hitung Daya
Rs fs. As Dukung Ujung Rt qt. At
Dukung Sisi Tiang, Rt qt. At Tiang, Tanah Rs fs. As
fs.Cd .d Tanah Pasir
Pasir Metode fs.Cd .d
Metode Meyerhof
Meyerhof
Qu
Qa Hitung Daya Dukung Izin
FK
Selesai
Gambar 3.31 - Bagan alir perencanaan fondasi tiang pancang metode Meyerhof
214
Keterangan:
Qu adalah kapasitas ultimit tiang (kN)
pemancangan tiang, untuk fondasi dalam berbentuk lingkaran nilai Nc biasanya diambil 9.
Pokok perencanaan untuk keadaan beban batas ultimit adalah bahwa kapasitas aksial ultimit
tiang ( Qu ) harus melebihi beban aksial batas ultimit yang bekerja ( S ) yaitu:
Qu S (116)
Jika tiang mengalami pembebanan tekan, maka ada tiga cara untuk menahan beban tersebut
Gambar 3.32 yaitu dengan mengerahkan:
1) Tahanan gesek dinding tiang ( Rs ), dimana beban ditahan oleh gesekan dalam tanah
nonkohesif atau adhesi dalam tanah kohesif,
2) Tahanan ujung tiang ( Rt ) dimana beban ditahan pada dasar tiang,
3) Kombinasi dari tahanan gesek dinding tiang dan tahanan ujung tiang ( Qu ).
215
Qu Qu Qu
Tanah
Tanah lunak
Rs Tanah D D Rs
D lunak
lunak
Lapisan
Tanah DBb
keras
Batuan Rt Rt
Qu Rs Rt (117)
Atau
Qu f s As qt At (118)
Keterangan:
Qu adalah kapasitas ultimit tiang (kN)
Dalam analisis statik, suatu kedalaman pemancangan tiang coba-coba dipilih dan kapasitas
ultimit tiang ( Qu ) dihitung. Kapasitas ultimit meliputi perhitungan tahanan tanah dari seluruh
lapisan Gambar 3.33 yang meliputi tahanan gesek dinding tiang pada lapisan yang rentan
terhadap gerusan ( Rs1 ), tahanan gesek dinding tiang pada lapisan lempung lunak yang tidak
sesuai ( Rs 2 ) dan tahanan gesek dinding tiang pada material pendukung yang sesuai ( Rs 3 )
216
Qu Rs1 Rs 2 Rs3 Rt (119)
Beban rencana atau beban izin ( Qa ), adalah jumlah dari tahanan gesek dari material
pendukung yang sesuai dibagi dengan faktor aman. Qa dapat dihitung dalam bentuk
persamaan sebagai berikut:
Qu R Rt
Qa s (120)
FK FK
3.5.3.1 Kapasitas aksial tiang pancang dalam tanah nonkohesif (metode Meyerhof
berdasarkan data SPT)
1) Tahanan gesek rata-rata persatuan luas dari dinding tiang, fs (kPa) untuk tiang yang
dipancangkan pada tanah nonkohesif menurut Meyerhof (1976) dapat diambil sebagai
berikut:
a) Untuk tiang dengan perpindahan (tiang pipa ujung tertutup dan tiang beton pracetak)
dalam kPa:
'
f s 2 N 100 kPa (121)
217
2) Tahanan ujung persatuan luas dari tiang, qt (kPa) untuk tiang yang dipancangkan di
DB
kedalaman pada tanah nonkohesif (pasir dan kerikil) berdasarkan metode Meyerhof
dapat diambil sebagai berikut:
qt 400 N
'
o
' '
40 N B 40 N o DB 400 N
'
B
(123)
b
Keterangan:
b adalah lebar tiang atau diameter tiang (m)
DB adalah kedalaman penanaman tiang pada lapisan pendukung (m)
'
No adalah nilai N’-SPT koreksi rata-rata dari lapisan di atas lapisan pendukung
'
NB adalah nilai N’-SPT koreksi rata-rata dari lapisan pendukung
'
Nilai batas dari 400 N B dicapai ketika kedalaman tiang pada lapisan pendukung 10x
diameter tiang. Persamaan di atas diterapkan ketika dasar tiang berada dekat dengan
antarmuka (interface) dari dua lapisan dengan lapisan tanah lunak yang mana berada di
atas lapisan pendukung.
Untuk tiang pancang yang berada pada tanah nonkohesif seragam, maka tahanan ujung
tiang dapat dihitung sebagai berikut:
'
40 N B DB ' (124)
qt 400 N B
b
Nilai N-SPT koreksi (N’) berdasarkan pengaruh tegangan vertikal efektif akibat berat
sendiri dapat dihitung sebagai berikut:
N ' CN N (125)
Yang mana:
40
CN 0,77 log10 dan CN 2 (126)
0,021 p0
Keterangan:
p0 adalah tegangan overburden efektif
'
Nilai N B dihitung dengan meratakan nilai N ' pada zona 3x diameter di bawah dasar
tiang. Faktor koreksi ( CN ) dapat juga ditentukan dari grafik berikut ini:
218
Faktor koreksi, CN
Tekanan overburden
vertikal efektif (kPa)
Gambar 3.34 - Grafik untuk nilai N koreksi pada pasir akibat pengaruh
tegangan overburden efektif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
Contoh perhitungan 3.13: Kapasitas aksial tiang pancang dalam tanah nonkohesif
(metode Meyerhof berdasarkan data SPT)
Suatu fondasi tiang pancang memikul beban aksial struktur sebesar 600 kN. Tentukan
kapasitas aksial dengan metode meyerhof, hasil investigasi tanah diberikan pada gambar
di bawah ini (tanah nonkohesif):
1m
1m
DD
Pasir Pasir
Pasir
N’-SPT
N’-SPT
N’-SPT rata-rata
rata-arata = 25
rata-rata= =2525
g=18 kN/m
g g = 18 kN/m3
9 3
kN/m 3
Diketahui:
Diketahui:
Parameter Tanah:
kN
Berat jenis tanah jenuh γ sat : 20
3
m
219
kN
Berat jenis tanah γ : 18
3
m
Data fondasi:
2
Luas selimut tiang As : π b D 16m
1 2 2
Luas ujung tiang At : π b 0.07 m
4
Solusi
Untuk profil tanah seperti yang diperlihatkan pada gambar di atas, panjang tiang yang
dicoba yaitu, D = 17 m, diameter tiang beton berukuran 0,3 m.
Pada z : 0 p0 : γ 0 m 0 kPa
g 17 m 1 m 99.52 kPa
Pada z : 9 p0 : 18 kPa dry
2
Pada z : 17 p0 : 18 kPa γ dry 16 m 181.04 kPa
Tahap 2. Hitung nilai N'-SPT rata-rata N untuk setiap lapisan tanah pada soal ini nilai N'-
SPT rata-rata di sepanjang tiang yang tertanam ke dalam tanah adalah:
N : 25
Tahap 3. Hitung tahanan gesek dinding tiang persatuan luas, fs (kPa) untuk setiap lapisan
tanah menggunakan persamaan untuk tiang pancang dengan perpindahan sebagai berikut:
fs : 2 N 100 kPa
fs : 2 25 50
50 100 kPa
220
Tahap 4. Hitung tahanan gesek ultimit, Rs (kN)
Rs : fs As
Rs : fs As 801.106 kN
Tanah dekat ujung tiang adalah tanah pasir homogen, maka nilai N'-SPT rata-rata pada
lapisan pendukung adalah N = 25.
40 N kPa D
qt. : 56666.67 kPa
b
Rt : qt At 706.86 kN
Qu : Rs Rt 1508 kN
CATATAN:
Faktor aman harus dipilih berdasarkan metode kontrol konstruksi yang diperlukan. Untuk analisis
statik dianjurkan menggunakan FK pada rentang 2-4.
FK : 2.5
Qu
Qa : 603.19 kN > 600 kN
FK
Nilai daya dukung ijin tiang lebih besar daripada beban yang dipikul fondasi, sehingga
dimensi tiang yang direncanakan mencukupi.
221
3.5.3.2 Kapasitas aksial tiang pancang dalam tanah kohesif menggunakan metode
alpha
1) Tahanan gesek dinding tiang persatuan luas, fs (kPa) dapat dihitung dengan metode
tegangan total ( ) sebagai berikut:
fs ca cu (127)
Keterangan:
ca adalah adhesi (kPa) (Gambar 3.35)
qt cu Nc 9 cu (128)
Keterangan:
Nc adalah faktor kapasitas dukung tak berdimensi tergantung pada diameter dan
222
Kerikil
berpasir
atau pasir
Lempung
kaku
(a)
Lempung
lunak
Lempung
kaku
(b)
Lempung
(c )
Gambar 3.36 - Kurva hubungan antara faktor adhesi dan kohesi untuk
tiang pancang pada tanah lempung
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
223
Contoh perhitungan 3.14: Kapasitas aksial tiang pancang dalam tanah kohesif
menggunakan metode alpha
Suatu fondasi tiang pancang memikul beban aksial struktur sebesar 600 kN. Tentukan
kapasitas aksial, hasil investigasi tanah diberikan pada gambar di bawah ini (tanah kohesif):
Lempung
Lem pung kenyal
cu = 53 kPa
c u = 80 kPa
g = 18 kN/m3
g sat = 17 kN/m 3
gsat = 20 kN/m3
25 m
Diketahui:
Parameter tanah:
kN
Berat jenis tanah γ sat : 20
3
m
Data fondasi:
1 2 2
Luas ujung tiang At : π b 0.07 m
4
Solusi:
Untuk profil tanah seperti yang diperlihatkan pada gambar di atas, panjang tiang yang
dicoba yaitu D = 17 m, diameter tiang beton pracetak berukuran 0,30 m.
224
Dengan memasukkan nilai cu ke dalam gambar di bawah ini untuk diameter tiang pancang
beton pracetak berukuran 0,30 m, maka didapatkan nilai adhesi yaitu:
ca : 55.8 kPa
Rs : fs As 894.03 kN
qt : 9 cu 477 kPa
Rt : qt At 33.72 kN
Qu : Rt Rs 927.75 kN
FK : 2.5
Qu
Qa : 371.10 kN < 600
FK
Jadi, beban aksial ultimit struktur yang dipukul sebesar 600 kN jika dibandingkan dengan
kapasitas yang ada sebesar 371,10 kN, maka dapat disimpulkan bahwa fondasi TIDAK
mampu memikul beban tersebut.
225
Fondasi tiang pancang pipa baja
Ada 2 jenis pipa pancang baja yang bisa digunakan, yakni fondasi tiang dengan ujung tertutup
(Closed-section foundation) dan Fondasi tiang dengan ujung terbuka (Open-section
foundation)
a) Fondasi tiang dengan ujung tertutup (Closed-section foundation)
Semua jenis fondasi termasuk fondasi tiang dengan ujung tertutup kecuali tiang baja profil
H. Karena geometri fondasi tiang dengan ujung tertutup yang sederhana, maka mudah
untuk menganalisis area daya dukung ujung tiang ( Rt ) dan area daya dukung sisi ( Rs ).
Untuk jenis fondasi ini, desain untuk nilai daya dukung ujung tiang ( Rt ) adalah area
potongan melintang (the solid-cross sectional) tiang yang menyentuh tanah dan desain
untuk nilai daya dukung sisi tiang ( Rs ) adalah area permukaan tiang yang menyentuh
tanah.
Pipa dengan ujung terbuka dibedakan atas 2 kondisi, yaitu unplugged open – section
foundation dan plugged open – section foundation.
Keterangan:
Qu adalah daya dukung ultimit tiang tunggal (kN)
CATATAN: Dalam penggunaan tiang pancang baja jenis ujung terbuka kondisi unplugged, tidak
dapat dipastikan besarnya daya dukung friksi bagian dalam tiang karena tidak diketahui kedalaman
tanah yang masuk ke dalam tiang, jika tanah benar-benar naik dan masuk ke dalam tiang maka
daya dukung friksi dalam dapat digunakan. Kondisi unpulged dapat digunakan jika dapat dibuktikan
melalui uji dinamik.
226
laju penetrasi tiang, dan sebagainya (Paikowsky and Whitman, 1990; Miller and
Latenegger, 1997).
Saat dipancangkan, pada titik tertentu tanah di dalam fondasi mulai kaku, dan tanah mulai
bergerak bersamaan dengan fondasi tiang, ini dinamakan dengan suatu kondisi ujung
fondasi tertutup tanah (plugged). Pada kondisi ini fondasi menjadi fondasi dengan ujung
tertutup (closed-end pipe).
Ketika tiang pancang pipa ujung terbuka menjadi tertahan (plugged), tiang pancang ini
memiliki area kontak sisi yang sama dengan tiang pancang pipa ujung tertutup (closed-end
pile), hanya menggunakan tahanan sisi keliling luar dari fondasi ketika menghitung daya
dukung sisi tiang, tidak termasuk friksi antara ujung tanah tertahan dan sisi di dalam
fondasi.
Keterangan:
Qu adalah daya dukung ultimit tiang tunggal (kN)
227
3.5.4 Kapasitas aksial fondasi tiang bor
Bagan alir perencanaan fondasi tiang bor dapat dilihat pada Gambar 3.37.
Mulai
Perhitungan Daya
Dukung Tiang Tunggal
Fondasi Tiang Bor
Untuk
cu Menentukan
Untuk No 15
Menentukan 1,5
nilai Pa nilai D 9
Nc 6 1 0, 2
Untuk N 60 15 b
Untuk No 15 Pasir berkerikil
Tanah berpasir dan kerikil
Untuk N 60 15 0,55 cu 1, 5
0, 55 0,1.
Pa qt Nc.Cu
N 60
.(1, 5 0,135 z ) 2 0, 06 z fs 2 N ' 100kPa
0,75
1, 5 0,135 z
15
cu
Untuk 1, 5 2, 5
Pa
fs .cu
fs .Po
Hitung daya
dukung sisi tiang Rs fs. As Rt qt. At
Hitung daya Rs fs. As
dukung sisi tiang
Qu
qt 1, 2 N 60 Po Po
0,8
Qa Hitung daya
qt 0, 59 N 60 dukung izin
FK
P
Selesai
Hitung daya dukung
ujung tiang
Rt qt. At
Gambar 3.37 - Bagan alir perencanaan fondasi tiang bor metode O’Neill dan Reese
228
Keterangan:
cu adalah kuat geser tak teralirkan (kPa)
adalah faktor adhesi
Pa adalah tekanan atmosfir
b adalah diameter dari tiang bor (m)
D adalah kedalaman pemancangan tiang (m)
p0 adalah tegangan overburden efektif pada lapisan tanah bagian tengah (kPa)
adalah koefisien transfer beban
z adalah kedalaman bawah muka tanah, pada lapisan tanah bagian tengah dari kedalaman (m)
N60 adalah nilai N rata-rata dari uji SPT (Koreksi hanya untuk efisiensi hammer) harus dibatasi
𝑝𝑢𝑘𝑢𝑙𝑎𝑛⁄
hingga 100 ( 𝑚)
Untuk fondasi tiang bor cetak di tempat dalam tanah nonkohesif harus direncanakan dengan
metode tegangan efektif untuk kondisi pembebanan terdrainase atau dengan metode empiris
didasarkan pada hasil uji in-situ.
1) Tahanan gesek dinding tiang persatuan luas, fs (kPa) dari tiang bor pada tanah
nonkohesif dengan metode harus dihitung sebagai berikut:
Untuk N60 15
Untuk N60 15
(133)
N 60
15
1, 5 0,135 z
Keterangan:
po adalah tegangan overburden efektif pada lapisan tanah bagian tengah (kPa)
229
N60 adalah Nilai N rata-rata dari uji SPT (Koreksi hanya untuk efisiensi hammer)
𝑝𝑢𝑘𝑢𝑙𝑎⁄
( 𝑚)
Untuk N60 15
2 0, 06 z (134)
0.75
2) Tahanan ujung tiang, qt (kPa) untuk tiang bor pada tanah nonkohesif menurut metode
O’Neil and Reese (1999) adalah:
Untuk N60 50 ,
Untuk N60 50 ,
Maka harus diperlakukan sebagai Intermediate Geo-Material (IGM). IGM adalah tanah
dengan sifat-sifat kekuatan yang berada antara tanah dan batuan. Untuk tanah
nonkohesif IGM didefinisikan oleh O’Neill dkk sebagai geomaterial atau berbutir sangat
padat dengan nilai SPT N60 antara 50–100. Sedangkan untuk tanah kohesif IGM
didefinisikan sebagai material yang memiliki kuat tekan bebas 478,8 kPa < qu < 4788
kPa.
0,8
Pa
qt 0,59 N 60 (137)
p0
Keterangan:
Pa adalah tekanan atmosfir
p0 adalah tegangan overburden efektif pada bagian ujung tiang (kPa)
230
N60 adalah Nilai N rata-rata dari uji SPT (Koreksi hanya untuk efisiensi hammer)
𝑝𝑢𝑘𝑢𝑙𝑎⁄
harus dibatasi hingga 100 ( 𝑚)
Nilai N-SPT harus juga dikoreksi terhadap efisiensi hammer ( N60 ) dengan persamaan
sebagai berikut:
ER (138)
N 60 N
60%
Keterangan:
ER adalah efisiensi hammer dalam persen (%), ER = 60% untuk convensional drop
1m
Muka Air Tanah
Pasir
17 m Pasir
N’-SPT rata-rata = 25
N’-SPTg rata-rata
= 18 kN/m3= 25
g = 9 kN/m 3
gsat = 20 kN/m3
gsat = 19 kN/m3
Diketahui:
kN
Berat jenis tanah γ : 18
3
m
kN
Berat jenis tanah jenuh γ sat : 20
3
m
Diameter fondasi b : 1 m
231
Kedalaman fondasi D : 17 m
2
Luas selimut tiang As : π b D 53.41 m
1 2 2
Luas ujung tiang At : π b 0.79 m
4
1 2 2
At : π b 0.79 m
Kedalaman bawah muka 4
tanah, padabawah
Kedalaman lapisanmuka
bagian
tengah dari kedalaman
tanah, pada lapisan bagian z : 8.5 m
tengah dari kedalaman
Solusi:
Solusi:
a. Hitung Daya dukung sisi tiang (Rs)
Solusi:
a. Hitung Daya dukung sisi tiang
Tahap 1. Tentukan nilai
Rs
a. Hitung Daya dukung sisi tiang
Tahap 1. Tentukan nilai β Rs
Nilai ditentukan berdasarkan jenis tanah fondasi (Lihat penjelasan pada bab ini untuk
Tahap 1. Tentukan nilai β
ER :bor
tiang 80% 0.8
pada (automatic
tanah trip hammer)
nonkohesif).
ER : 80% 0.8 (automatic trip hammer)
N60 : ER N 33.333
ER
N60 :60% N 33.33
ER
N60 : 60%
N 33.333
Karena jenis
60%tanah adalah pasir, maka untuk menghitung nilai β
menggunakan persamaan
Karena jenis tanah adalah berikut
pasir,ini.
maka nilai dihitung dengan persamaan berikut,
Karena jenis tanah adalah pasir, maka untuk menghitung nilai β
menggunakan persamaan berikut ini.
Untuk, N60 15 (Pada bagian ini, Lihat penjelasan pada bab
untuk tiang bor pada tanah non kohesif
Untuk, N60 15
Maka, β : 1.5 0.135 untuk z tiang
metoda
(Pada tegangan
bagian efektif
ini, Lihat atau β) pada bab
penjelasan
1.11 bor pada tanah non kohesif
metoda tegangan efektif atau β)
Maka, β : 1.5 0.135 z 1.156
Tahap 2. Hitung nilai tahanan gesek dinding tiang persatuan luas (f ) s
Maka, β : 1.5 0.135 z 1.156
fs : β p0
po merupakan tegangan overburden efektif pada lapisan tanah bagian tengah, berikut
perhitungan untuk nilai p0.
Pada z = 0 m, p0 : γ 0 m 0
232
p0 : 18 kPa g sat 9.81
kN
( 7.5 m) 94.42 kPa
3
Pada z = 8.5 m,
m
zz :
Maka: 6.5 mmpo : 59.545 kPa
nilai,
8.5
ppo :
0 tahanan kPa
Maka
Maka nilai,
nilai,besar
Sehingga 59.545
94.42 kPa dinding yaitu:
gesek
Sehingga
fs : 1.156besar tahanan
59.545 gesekkPa
68.834 dinding yaitu:
: 1.156
ffss : β p0 59.545
104.47 kPa
68.834 kPa
Tahap 3. Hitung daya dukung sisi tiang Rs
kN Rs
Tahap 3. Tahap
Hitung 3. Hitung daya
sisidukung
3 sisi tiang (Rs)
Rs : fdaya dukung
s As 3.579 10
tiang
R : f A 5579.59 kN 3
Rss : fss Ass 3.579 10 kN
b. Hitung Daya dukung ujung tiang Rt
b. Hitung Daya dukung ujung tiang (Rt)
b. Hitung Daya dukung ujung tiang Rt
Tahap 1. Hitung daya dukung ujung tiang
qt (q )
Tahap 1. Hitung tahanan ujung tiang t
Tahap 1. Hitung
Karena,daya
N60dukung
50 ujung tiang q t
Karena,
Maka, N
Maka, : 1.2
qqt60 50 N 40 kPa
60 kPa
R : qqdaya
Tahap 2. Hitung
Rt :
t
A dukung
31.42kN
tt Att 40
ujung
kN tiang Rt
: qt Atdaya
RtHitung
c. 40dukung
kN ultimit tiang (Q ) dan daya dukung ijin tiang (Q )
c. Hitung kapasitas aksial tiang u a
c. Hitung Tahap 1. aksial
Hitung daya dukung ultimit tiang (Qu)
Tahap 1. kapasitas tiang
Hitung daya dukung ultimit tiang Qu
Tahap 1. Qu : daya
Hitung Rs Rt 5611
dukung ultimit
Q : R R 3.619 10
3 u
kN tiang Q
kN
u s t
Tahap 2. Hitung daya dukung
3 ijin (Qa)
Qu : Rs Rt 3.619 10 kN
Tahap 2. Hitung daya dukung ijin Qa
(Nilai FK merupakan nilai faktor
FK : 2.5
Tahap 2. Hitung
keamanan,
FK : 3daya dukung ijin Qa digunaka FK
untuk contoh
(Nilai FK merupakan
= 2.5)
nilaisoal ini
faktor
keamanan, untuk contoh soal ini
digunaka
(Nilai FK = 3)
FK merupakan nilai faktor
FK : 3Qu keamanan, untuk contoh soal ini
Qa : Q 2244.4 kN
FKu 3 digunaka FK = 3)
Qa : 1.206 10 kN
FK
Qu 3
Qa : 1.206 10 kN
FK 233
Qu
Qa : 2244.40 kN
FK
Dari soal diketahui bahwa fondasi tiang bor memikul beban aksial ultimit struktur sebesar
700 kN, berdasarkan perhitungan kapasitas aksial tiang yang telah dilakukan bahwa daya
dukung tiang yang diijinkan yaitu sebesar 2244,40 kN. Dapat disimpulkan bahwa dimensi
fondasi tiang bor cukup kuat untuk memikul beban struktur yang ada.
1) Tahanan gesek dinding tiang persatuan luas, fs (kPa), untuk tiang bor pada tanah
kohesif dibebani terhadap kondisi pembebanan tak teralirkan dengan metode harus
diambil:
fs cu (139)
c (140)
0,55 untuk u 1,5
Pa
cu c (141)
0,55 0,1 1,5 untuk 1,5 u 2,5
Pa Pa
Keterangan:
cu adalah kuat geser tak teralirkan (kPa)
adalah faktor adhesi
Pa adalah tekanan atmosfir
Menurut (O’Neil dan Reese, 1999), ada bagian-bagian dari fondasi tiang bor yang tidak
memberikan konstribusi terhadap tahanan gesek dinding pada tiang, bagian-bagian
tersebut adalah dapat dilihat pada gambar Gambar 3.38.
234
1,5 m dari atas tiang
nonkonstribusi
Sekeliling selimut
beli non konstribusi
Ujung tiang
Gambar 3.38 - Bagian dari fondasi tiang bor yang diabaikan dalam
perhitungan tahanan gesek dinding tiang
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
2) Tahanan ujung tiang persatuan luas, qt (kPa) dengan metode tegangan total diberikan
oleh O’Neill dan Reese (1999) sbb:
D
N c 6 1 0, 2 9
b (143)
Keterangan:
b adalah diameter dari tiang bor (m)
D adalah kedalaman pemancangan tiang (m)
cu adalah kuat geser tak teralirkan (kPa)
Nilai cu seharusnya ditentukan dari hasil uji laboratorium atau in-situ dari contoh tanah tak
terganggu yang diperoleh pada kedalaman 2x diameter di bawah ujung tiang. Jika tanah pada
kedalaman 2x diameter dari ujung tiang memiliki cu < 0,5 x 47,88 kPa, maka nilai dari Nc
harus dikalikan dengan 0,67.
Suatu fondasi tiang bor memikul beban aksial ultimit struktur sebesar 700 kN. Hitunglah
kapasitas aksial tiang bor, dimana hasil investigasi tanah diberikan pada gambar di bawah
ini:
235
0m
Muka Air Tanah
1m
Lempung kenyal
Lempung Kenyal
cu = 53 kPa
g = 53
Cu = 18kPa
kN/m3
ggsat
sat= =17
20kN/m
kN/m3
3
g’ = 7 kN/m3
17 m
Diketahui:
kN
Berat jenis tanah jenuh γ sat : 20
3
m
kN
Berat jenis tanah γ : 18
3
m
Tekanan atmosfir Pa : 2.12 47.88 kPa 101.51 kPa
Diameter fondasi b : 1 m
2
Luas selimut tiang As : π b D 53.41 m
1 2 2
Luas ujung tiang At : π b 0.79m
4
Solusi:
236
Maka nilai, α : 0.55
fs : α cu 29.15 kPa
D
Nc : 6 1 0.2 26.40
b
Rt : qt At 1098.93 kN
c. Hitung daya dukung ultimit tiang (Qu) dan daya dukung ijin tiang (Qa)
Qu : Rs Rt 2655.75 kN
FK : 2.5
Dari soal diketahui bahwa fondasi tiang bor memikul beban aksial ultimit struktur sebesar
700 kN, berdasarkan perhitungan kapasitas aksial tiang yang telah dilakukan bahwa daya
dukung tiang yang diizinkan yaitu sebesar 1062,30 kN. Dapat disimpulkan bahwa dimensi
fondasi tiang bor cukup kuat untuk memikul beban struktur yang ada.
237
3.5.5 Kapasitas aksial tiang berdasarkan data CPT atau sondir
Diagram alir kapasitas aksial tiang berdasarkan data CPT atau sondir menggunakan Metode
Nottingham dan Schmertmann dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Mulai
Jika tahanan Daya Dukung Daya Dukung Daya Dukung Daya Dukung
Jika tahanan
gesek dinding Sisi Tiang ( Rs ) Ujung Tiang ( Rt) Sisi Tiang ( Rs ) Ujung Tiang (Rt )
gesek dinding Hitung
diketahui
tidak tersedia tahanan
Hitung tahanan ujung tiang
ujung tiang
1 qc1 qc 2 Rs .' f s . As qc1 qc 2
Rs K ( ( f s . As )0 8b ( f s . As )8b D
2
Rs C f qc. As qt
2
qt
2
Hitung daya
ujung tiang Hitung daya
Rt qt . At Rt qt . At ujung tiang
Hitung daya Qu Rs Rt
dukung ultimit
Hitung daya Qu
Qa
dukung ijin FK
Selesai
Gambar 3.39 - Kapasitas aksial tiang berdasarkan data CPT atau sondir menggunakan
metode Nottingham dan Schmertmann
Metode ini adalah salah satu metode empiris yang digunakan untuk menghitung kapasitas
ultimit tiang berdasarkan data sondir (CPT).
1) Tahanan ujung tiang persatuan luas untuk Metode Nottingham dan Schmertmann dapat
ditentukan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.40.
qc1 qc 2
qt (144)
2
Keterangan:
qc1 adalah nilai qc rata-rata dari ujung tiang sampai 0,7D-4D di bawah ujung tiang (kPa)
qc 2 adalah nilai qc rata-rata dari ujung tiang sampai 8D di atas ujung tiang (kPa)
238
Selubung dari nilai
qc minimum
Kedalaman
2) Tahanan gesek dinding tiang, Rs (kN) untuk tiang yang dipancangkan pada tanah
nonkohesif dapat diambil sbb:
1
(145)
Rs K f s As f s As
8b D
2 0 8 b
Keterangan:
K adalah rasio tahanan gesek dinding tiang persatuan luas terhadap gesekan
konus (Gambar 3.41) sebagai suatu fungsi dari kedalaman penetrasi penuh ( D
)
fs̅ f adalah tahanan gesek dinding tiang rata-rata persatuan luas (kPa)
239
K untuk tiang beton
K untuk tiang pipa baja bujur sangkar
D/b
Gambar 3.41 - Kurva rencana penetrometer untuk gesekan dinding tiang pada tanah
nonkohesif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
Jika data gesekan konus tidak tersedia, maka Rs dapat ditentukan dari tahanan ujung
konus sebagai berikut:
Rs C f q A c s
(146)
Keterangan:
C f adalah koefisien sisi tiang yang diperoleh dari Tabel 3.10
Tipe tiang Cf
240
Tahanan gesek dinding tiang, Rs (kN) pada tanah kohesif dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
Rs ' f s As (147)
Keterangan:
' adalah rasio tahanan batang tiang terhadap gesekan ujung konus (Gambar 3.42)
Ratio gesek
tiang pada
Penetrometer,
’
Contoh perhitungan 3.17: Kapasitas ultimit tiang dengan data CPT atau Sondir
Hitunglah kapasitas ijin tiang dengan menggunakan data CPT atau sondir, jenis tanah
berupa tanah kepasiran (nonkohesif).
Diketahui:
Rata-rata tahanan gesek dinding pada kedalaman 0-8b fs1 : 20 kPa
Rata-rata tahanan gesek dinding pada kedalaman 8b-D fs2 : 30 kPa
Rasio tahanan batang tiang terhadap gesekan ujung konus α' : 0.60
qc rata-rata dari ujung tiang sampai 0.7D-4D di bawah ujung tiang qc1 : 200 kPa
qc rata-rata dari ujung tiang sampai 8D di atas ujung tiang qc2 : 300 kPa
241
Solusi:
Tahap 1. Hitung luas selimut fondasi yang direncanakan untuk masing-masingn rentang
kedalaman
2
As1 : Cd 8 b 16.08 m (Kedalaman 0-8b)
2
As2 : Cd ( D 8 b) 59.31 m (Kedalaman 8b-D)
1
Rs K 1 fs As 08b fs As 8bD
Rs K 2 fs A s 08b fs A s 8bD
2
qc1
Tahap 1. Hitung
qt :
qc2 ujung tiang persatuan luas
tahanan
250 kPa q t
2
qc1 qc2
Tahap
qt : 2. Hitung daya
250dukung
kPa ujung tiang (Rt)
2
1 2 2
At : π b 0.5 m (Luas dasar tiang)
4
Tahap 2. Hitung daya dukung ujung tiang Rt
Rt : qt At 125.66 kN
2
π b
t : 4 daya
c. AHitung 0.503 (Luas dasar
dukung ultimit tiangtiang)
(Qu)
Qu : Rs Rt 1677.86 kN
t : qt Adaya
d.RHitung t 125.664 kN tiang (Qa)
dukung ijin
Daya dukung izin tiang (Qa) diperoleh dengan cara membagi daya dukung ultimit tiang
terhadap faktor keamanan.
c. Hitung daya dukung ultimit tiang Qu
Qu 3
Qu : Rs Q aR: 10 kN
671.14
1.678
t 2.5 kN (2.5 merupakan faktor keamanan yang diambil)
Jadi daya dukung izin fondasi yang diperoleh untuk diameter 0,80 m dengan kedalaman
d. Hitung daya dukung ijin tiang Qa
fondasi tertanam 30 m adalah
671,14 kN.
Qu 242
Qa : 559.287 kN (3 merupakan faktor keamanan yang diambil)
3
3.5.6 Kapasitas tiang pada tanah berlapis
Kapasitas ultimit dari tiang pada tanah berlapis dapat dihitung dengan kombinasi metode-
metode yang dijelaskan sebelumnya untuk tanah nonkohesif dan tanah kohesif.
Bagaimanapun tanah sering terjadi dalam lapisan berbagai tipe tanah dan tahanan total
tergantung pada:
1) Letak dasar tiang
Pada umumnya tiang dalam tanah kohesif mempunyai tahanan permukaan relatif tinggi
dan tahanan dasar yang rendah dan dalam tanah nonkohesif, berlaku sebaliknya.
Dengan demikian dalam tanah berlapis letak dasar tiang adalah sangat penting.
Gesekan permukaan total dari perpaduan lapisan nonkohesif dan lapisan kohesif adalah
jumlah gesekan permukaan dari lapisan-lapisan penyumbang. Dalam kasus lapis-lapis
nonkohesif, tegangan vertikal efektif diambil sebesar nilai terkecil dari tegangan efektif aktual
dan tegangan efektif batas dihitung dengan anggapan bahwa semua lapis tanah mempunyai
besaran-besaran sama seperti lapis yang ditinjau.
Jika diperhatikan (Gambar 3.43) dimana lapisan tanah yang mengalami penurunan (tanah
lempung lunak) dengan muka air di atas permukaan tanah lempung, kemudian di atas
lapisan tanah lempung tersebut diletakkan tanah timbunan baru (pasir). Akibat berat
timbunan, tekanan air pori akan bertambah.
Kondisi ini merupakan kondisi yang serius, karena penempatan tanah timbunan di atas
tanah lunak biasanya diikuti oleh penurunan yang besar. Sedangkan tanah timbunan
sering terdiri dari tanah granular dengan kuat geser yang tinggi yang menghasilkan gesek
dinding negatif yang berkapasitas tinggi (Gambar 3.43).
243
Gambar 3.43 - Penurunan di sekitar tiang yang mendukung kepala jembatan yang
menyebabkan gaya gesek dinding negatif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
Jika gesek dinding negatif terjadi pada tanah lempung, maka kecepatan pembebanan
harus dipertimbangkan.
Briaud dan Tucker (1993) memberikan beberapa kriteria untuk mengidentifikasi kapan
gaya gesek dinding negatif terjadi. Jika salah satu dari kriteria ini ditemui maka gaya gesek
dinding negatif harus dipertimbangkan dalam perencanaan. Kriteria tersebut adalah:
a) Penurunan total dari permukaan tanah akan lebih besar dari 100 mm,
b) Penurunan total dari permukaan tanah sesudah pemancangan tiang lebih besar dari
10 mm (0,4 in),
c) Tinggi timbunan yang diletakkan di atas permukaan tanah lebih dari 2 m,
d) Ketebalan lapisan lempung lunak lebih besar dari 10 m (33 ft),
e) Muka air tanah terendah lebih dari 4 m (13 ft),
f) Panjang tiang lebih dari 25 m (82 ft).
Qs ca As (148)
Untuk tanah nonkohesif yang berada di atas lapisan tanah yang terkonsolidasi dihitung
dari tahanan gesek dinding tiang pada tanah nonkohesif.
244
Tahap-tahap untuk menganalisis gaya gesek dinding negatif:
Tahap 1. Tentukan sifat-sifat tanah dan profil tanah untuk menghitung penurunan.
Tahap 2. Tentukan kenaikan tegangan ( p ) terhadap kedalaman akibat beban
timbunan.
q B B B
p 1 2 1 2 1 2 (149)
B2 B2
q g H (150)
Keterangan:
g adalah berat volume tanah timbunan (kN/m 3)
H adalah tinggi timbunan (m)
B1 B2 1 B1
1 radian tan 1 tan z (151)
z
B1
2 tan 1 (152)
z
Sub tahap 3. Hitung penurunan tanah untuk lapisan tanah di sepanjang tiang yang
tertanam.
a) Tentukan parameter uji konsolidasi untuk setiap lapisan tanah dari hasil uji konsolidasi
di laboratorium,
b) Hitung penurunan dari setiap lapisan tanah menggunakan persamaan penurunan,
c) Hitung penurunan total di sepanjang tiang yang tertanam dimana sama dengan jumlah
penurunan dari setiap lapisan tanah. Jangan memasukkan penurunan tanah di bawah
ujung tiang dalam perhitungan.
245
Sub tahap 4. Tentukan panjang tiang yang akan mengalami gaya gesek dinding negatif.
Gaya gesek dinding negatif terjadi akibat penurunan antara tanah dan tiang. Jumlah
penurunan antara tanah dan tiang perlu untuk mengerahkan gaya gesek dinding negatif
sekitar 10 mm. Namun gaya gesek dinding negatif akan terjadi pada sisi tiang di setiap
lapisan tanah dengan penurunan lebih besar dari 10 mm.
Sub tahap 5. Tentukan besarnya gaya gesek dinding negatif ( Qs ).
Metode yang digunakan untuk menghitung gaya gesek dinding negatif di sepanjang tiang
yang ditentukan pada Sub tahap 4 harus sama dengan metode yang digunakan untuk
menghitung tahanan gesek dinding ultimit (positif) kecuali gaya dalam arah yang
berlawanan.
Sub tahap 6. Hitung kapasitas tiang ultimit dari tahanan gesek dinding tiang positif dan
tahanan ujung tiang ( Qu ).
Tahanan ujung dan tahanan gesek positif akan terjadi pada kedalaman dimana
pergerakan tanah-tiang relatif kurang dari 10 mm.
net
Sub tahap 7. Hitung kapasitas tiang ultimit neto ( Qu )
Qunet Qu Qs (153)
Sub tahap 8. Pertimbangkan alternatif untuk memperoleh kapasitas tiang ultimit neto yang
lebih tinggi
Alternatif yang digunakan mencakup:
a) Penggunaan coating bitumen pada tiang untuk mengurangi tahanan gesek dinding
negatif,
b) Penggunaan tiang yang lebih panjang,
c) Dilakukan perbaikan tanah dengan metode pembebanan awal dan drainase vertikal
untuk mengurangi penurunan sebelum pemasangan tiang,
d) Penggunaan timbunan ringan untuk mengurangi gaya gesek dinding negatif dll.
3.5.8 Kapasitas gaya angkat aksial dari tiang
Kadang-kadang tiang harus dirancang untuk kuat menahan gaya angkat aksial. Tahanan
gaya angkat aksial yang merupakan tahanan gesek dari dinding tiang dengan tanah di
sekitarnya. Pada tiang bor, tambahan gaya angkat aksial dapat diberikan dengan pembesaran
pada ujungnya.
Bila fondasi tiang dirancang untuk menahan gaya angkat aksial, maka perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1) Kapasitas gaya angkat aksial dari tiang tunggal
Perencanaan dari tiang untuk kondisi pembebanan gaya angkat (uplift) sudah menjadi
semakin penting untuk struktur yang mengalami beban gempa (seismic loading). Dalam
beberapa kasus kapasitas gaya angkat tiang menentukan persyaratan pemancangan
tiang minimum,
2) Kapasitas gaya angkat aksial dari kelompok tiang
Kapasitas gaya angkat dari kelompok tiang sering menjadi faktor yang penting untuk
menentukan persyaratan kedalaman pemancangan tiang minimum dan dalam beberapa
246
kasus dapat mengontrol perencanaan fondasi. Beberapa kondisi umum dimana kapasitas
gaya angkat kelompok tiang secara signifikan dapat mempengaruhi perencanaan fondasi
mencakup cofferdam, konstruksi jembatan segmental kantilever, gempa, tumbukan kapal
atau beban benda hanyutan.
a) Kapasitas gaya angkat kelompok tiang menurut AASHTO
AASHTO specifications (2002) menggunakan nilai terendah dari tiga kriteria di bawah
ini untuk perhitungan kapasitas gaya angkat dari kelompok tiang. Tiga kriteria tersebut
adalah:
· Kapasitas gaya angkat dari kelompok tiang adalah kapasitas gaya angkat dari
tiang tunggal dikali dengan jumlah tiang dalam satu kelompok tiang. Kapasitas
gaya angkat tiang tunggal adalah 1/3 dari tahanan sisi tiang yang dihitung dengan
metode analisis statik, atau ½ dari beban runtuh yang ditentukan dari uji gaya
angkat tiang,
· 2/3 dari berat efektif dari kelompok tiang dan tanah dalam suatu blok yang
didefinisikan sebagai keliling dari kelompok tiang dan panjang tiang yang tertanam,
· ½ dari berat efektif dari kelompok tiang dan tanah dalam suatu blok yang
didefinisikan oleh keliling dari kelompok tiang dan panjang tiang yang tertanam
ditambah ½ total tahanan geser tanah pada keliling permukaan dari kelompok
tiang.
b) Metode Tomlinson, 1994 untuk menghitung kapasitas gaya angkat kelompok tiang.
· Kapasitas gaya angkat aksial dari kelompok tiang ( Qug ) adalah jumlah dari 3
komponen, yaitu:
- Berat pelat kepala tiang (pile cap) ditambah berat tanah di atasnya jika ada,
- Berat tanah di dalam blok,
- Tahanan gesek tanah disekitar area blok.
· Tiang dalam tanah nonkohesif
Berat tiang yang berada dalam area kelompok tiang dapat dianggap sama dengan
berat tanah yang dipindahkan. Untuk tanah nonkohesif, cara transfer tiang dari
tiang ke tanah sekitarnya merupakan masalah yang kompleks, yang bergantung
pada elastisitas tiang, lapisan tanah dan gangguan tanah waktu pemasangan
tiang.
Blok tanah
terangkat oleh tiang
247
- Tiang dalam tanah kohesif
Blok tanah
terangkat oleh tiang
Tahanan kelompok tiang dalam menahan gaya tarik ke atas ( Qug ) dinyatakan
dalam persamaan berikut:
Keterangan:
D adalah kedalaman blok (m)
B adalah lebar kelompok tiang (m)
Z adalah panjang dari kelompok tianh (m)
cu1 adalah kohesi undrained tanah rata-rata di sekitar kelompok tiang
(kN/m2)
Wg adalah berat total dari tanah dalam kelompok tiang + berat tiang + berat
pelat kepala tiang (pile cap) (kN)
3.5.9 Reduksi kapasitas aksial untuk beban miring atau tiang miring
Kapasitas aksial dari tiang panjang fleksibel biasa dikembangkan tanpa tergantung dari
kapasitas lateral. Dengan demikian, tiang vertikal yang memikul beban miring atau tiang
miring, boleh dipertimbangkan sebagai tiang vertikal ekivalen yang memikul beban yang
dihitung kembali untuk arah vertikal dan horizontal. Hal ini tidak benar untuk tiang pendek dan
fondasi sumuran.
Banyak cara untuk menganalisis kelompok tiang yang mendukung beban lateral dan momen,
salah satunya adalah hitungan cara analitis. Dalam cara ini besarnya gaya yang bekerja pada
masing-masing kelompok tiang di dalam kelompoknya dilakukan dengan asumsi dimana
kelompok tiang dianggap sabagai satu sistem statik tertentu dengan mengabaikan pengaruh
tanah, dan tiang-tiang hanya dianggap menahan gaya desak dan tarik. Langkah hitungannya
sebagai berikut:
248
1) Hitung resultan gaya-gaya yang bekerja pada tiang-tiang. Uraikan resultan gaya R
menurut sumbu vertikal dan horizontal.
2) Hitung gaya vertikal yang terjadi pada masing-masing tiang (tiang hanya dianggap
menahan gaya vertikal). Beban vertikal pada masing-masing tiang dihitung dengan
persamaan berikut:
Qv
V M x M y
y x
(155)
n x y 2 2
M x ey V (156)
M y ex V (157)
Keterangan:
Qv adalah beban vertikal pada masing-masing tiang (kN)
n adalah jumlah tiang
x, y adalah berturut-turut jarak-jarak tiang terhadap sumbu x dan y
V adalah jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang
ex , ey adalah berturut-turut eksentrisitas searah sumbu x dan y
Mx, My adalah berturut-turut momen terhadap sumbu x dan y
y
ex
S1 Mx
ey
x
S1
My
S2 S2
ex
249
Masing-masing tiang dianggap mendukung beban aksial Q1 , Q2 ,… Qn . Besarnya
beban aksial pada tiang miring adalah:
Qv
Qn (158)
cos
Keterangan:
adalah sudut antara tiang dengan sumbu vertikal
Gaya vertikal yang didukung oleh tiang miring dengan kemiringan ctg m (m
vertikal:1 horizontal) sehingga persamaan juga dapat ditulis sebagai berikut:
1 m
2
Qn Qv (159)
m
Untuk tiang-tiang yang dipancang tegak maka:
Qn Qv (160)
Qv Qn
Qh atau Qh
1 m
m 2 (161)
Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas tiang tunggal yang
berada dalam kelompoknya. Hal ini terjadi jika tiang dipancang dalam lapisan pendukung yang
mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah yang tidak mudah mampat namun di
bawahnya terdapat lapisan lunak.
Efisiensi kelompok tiang yang mendukung beban fondasi didefinisikan sebagai rasio dari
kapasitas ultimit dari kelompok tiang terhadap jumlah kapasitas ultimit dari tiang tunggal yang
berada dalam kelompoknya, dapat digambarkan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Qug
g (162)
n Qu
Keterangan:
g adalah efisiensi kelompok tiang
250
ultimit dari tiang tunggal. Hal ini disebabkan kerena adanya tumpang tindih (overlap)
dari zona pemadatan tanah disekitar tiang tunggal dimana tahanan gesek dinding
tiang bertambah. Tiang dalam kelompok dengan jarak dari pusat ke pusat lebih besar
dari 3x diameter tiang rata-rata umumnya berkelakuan sebagai tiang tunggal.
Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak dengan
artian perencanaan fondasi yang hanya mengandalkan friksi saja sebagai daya
dukungnya, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan terutama
untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar,
tanah di antara tiang tidak bergerak sama sekali ketika tiang bergerak ke bawah oleh
akibat beban yang bekerja. Tetapi jika jarak tiang terlalu dekat maka saat tiang turun
oleh akibat beban, maka tanah diantara tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi
ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama
dengan lebar kelompok tiang.
251
· Untuk tiang pada tanah lempung dengan kuat geser tak teralirkan kurang dari 95
kPa dan kepala tiang kontak dengan tanah, maka efisiensi kelompok tiang () = 1
dapat digunakan,
· Untuk kelompok tiang pada tanah lempung dengan kuat geser tak teralirkan lebih
dari 95 kPa, maka efisiensi kelompok tiang 1 dapat digunakan,
· Hitung kapasitas ultimit kelompok tiang terhadap keruntuhan blok menggunakan
prosedur yang telah ditentukan,
· Tiang pada tanah kohesif tidak harus dipasang pada jarak dari pusat ke pusat
tiang kurang dari 3x diameter tiang rata-rata dan tidak kurang dari 1 m.
D B (164)
N c 5 1 1 9
5 B 5z
252
Gambar 3.48 - Kelompok tiang dalam tanah lempung yang bekerja sebagai blok
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
253
Contoh perhitungan 3.18: Kapasitas ultimit untuk pengaruh kelompok tiang
Untuk profil tanah seperti gambar di bawah ini, hitunglah kapasitas kelompok tiang pada tanah
kohesif. Dimana jumlah tiang dalam kelompok tiang adalah 24 buah seperti pada gambar
rencana fondasi tiang di bawah ini dan kapasitas tiang ultimit sebesar 1830 kN.
Lempung berlanau
sedang
g = 19 kN/m3
g’ = 9.2 kN/m3
Lempung berlanau
kenyal
g = 19.5 kN/m3
g’ = 9.7 kN/m3
Lempung berlanau
sangat kenyal
g = 20.3 kN/m3
g’ = 10.5 kN/m3
254
Gambar rencana fondasi tiang
Diketahui:
cu1 adala kuat geser tak teralirkan rata-rata pada kedalaman dari tiang yang tertanam pada
tanah kohesif disepanjang keliling kelompok tiang, sesuai gambar profil tanah di atas terdapat
3 lapis tanah yaitu:
Lapisan 1 cu1 : 33 kPa
cu2 adalah kuat geser tak teralirkan rata-rata dari tanah kohesif pada dasar kelompok tiang
pada sampai kedalaman 2B di bawah ujung kelompok tiang:
255
Solusi:
Sub tahap 2. Tahap kedua yaitu mengitung kapasitas ultimit dari kelompok tiang, Qug (kN)
Tahanan gesek dinding dari kelompok tiang terhadap keruntuhan blok adalah:
Lapisan
Lapisan 2:
2: R : 2 ( 9.5) ( 3.36 10.86) ( 93) 25127 kN
sg2 : 2 ( 9.5) ( 3.36 10.86) ( 93) 25127
Rsg2 kN
Lapisan
Lapisan 3:
3: R : 2 ( 2.5) ( 3.36 10.86) ( 157) 11163 kN
sg3 : 2 ( 2.5) ( 3.36 10.86) ( 157) 11163
Rsg3 kN
Kapasitas ultimit dari kelompok tiang pada tanah kohesif harus diambil lebih rendah dari
kapasitas ultimit kelompok tiang yang dihitung terhadap keruntuhan blok. Kapasitas ultimit dari
kelompok tiang dihitung sebesar 24 x 1830 kN = 43920 kN dan nilai ini lebih rendah dari
kapasitas ultimit tiang terhadap keruntuhan blok 94554 kN, sehingga keruntuhan blok tidak
menjadi suatu masalah.
256
Gesekan antara
tiang dan tanah
Tahanan tanah akibat beban lateral adalah suatu kombinasi dari tekanan tanah dan
tahanan geser tanah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.49.
Tekanan lateral
neto terhadap
tanah
Gesekan antara
tiang dan tanah
Tanah, tiang dan parameter beban memiliki pengaruh yang penting terhadap kapasitas
beban lateral dari tiang. Faktor-faktor yang mempengaruhi parameter ini adalah:
· Parameter tanah
- Tipe tanah dan sifat-sifat fisik dari tanah seperti kuat geser, sudut geser,
kepadatan, level muka air, dan kadar air,
- Koefisien reaksi subgrade horizontal (kN/m3).
· Parameter tiang
- Sifat-sifat fisik seperti bentuk, material dan dimensi,
- Kondisi kepala tiang,
- Metode penempatan tiang seperti dipancang (driving), semprotan (jetting),
- Aksi kelompok tiang.
· Parameter beban lateral
- Statik atau dinamik,
- Eksentrisitas,
- Metode perencanaan kapasitas lateral.
Pendekatan perencanaan dasar untuk analisis kapasitas tiang lateral dari tiang vertikal
dapat ditentukan dengan dua metode yaitu:
· Metode uji beban lateral
· Metode Analitik
- Metode Broms (metode semi grafis),
- Metode Reese (metode beda hingga /finite difference).
257
CATATAN:
Pada bagian ini hanya membahas metode Broms untuk menentukan kapasitas lateral tiang,
namun metode ini hanya dipakai untuk perkiraan awal, untuk tahap lanjut bisa digunakan
metode lainnya, seperti Metode Evans dan Duncan, Metode Reese, dll
Adapun tahap-tahap prosedur metode Broms untuk kapasitas lateral tiang
tunggal adalah:
Tahap 1. Menentukan tipe tanah umum (yaitu tanah kohesif atau nonkohesif) pada
kedalaman kritis di bawah muka tanah kira-kira 4 – 5 kali diameter tiang).
Tahap 2. Menentukan koefisien reaksi subgrade horizontal ( K h ) pada kedalaman
kritis untuk tanah kohesif dan tanah nonkohesif.
a) Untuk tanah kohesif
n1 n2 80 qu (165)
Kh
b
Keterangan:
qu adalah kuat tekan bebas (kPa)
b adalah lebar atau diameter tiang (m)
n1 dan n2 adalah koefisien empiris Tabel 3.11
Kh (kN/m3)
Kerapatan tanah
di atas muka air di bawah muka air
Lepas 1,900 1,086
Medium 8,143 5,429
Padat 17,644 10,857
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
258
Tahap 3. Menyesuaikan Kh dengan pembebanan dan kondisi tanah
a) Beban siklik (untuk beban gempa) pada tanah nonkohesif
1
· K h K h dari langkah 2 untuk medium hingga tanah padat
2
1
· K h K h dari langkah 2 untuk tanah lepas
4
b) Beban statik mengakibatkan rangkak pada tanah (tanah kohesif)
· Lempung terkonsolidasi normal lunak dan sangat lunak
1 1
K h K h dari langkah 2
3 6
· Lempung kaku dan sangat kaku
1 1
K h K h dari langkah 2
4 2
Tahap 4. Penentuan parameter tiang
· Modulus elastisitas, E (MPa)
· Momen inersia, I (m4)
· Modulus penampang, S (m3)
· Tegangan leleh dari material tiang, f y (MPa) untuk baja atau kuat tekan
ultimit, fc ' (MPa) untuk beton
· Panjang tiang, D (m)
· Diameter atau lebar tiang, b (m)
· Eksentrisitas dari beban yang diterapkan, ec untuk tiang ujung bebas, yaitu
jarak vertikal antara permukaan tanah dan beban lateral (m)
· Faktor bentuk tak berdimensi, Cs hanya untuk tiang baja
· Gunakan 1,3 untuk tiang dengan penampang melintang lingkaran
· Gunakan 1,1 untuk penampang tiang H ketika beban lateral diterapkan
dalam arah dari momen penahan maksimum (normal terhadap sayap)
· Gunakan 1,5 untuk penampang tiang H ketika beban lateral diterapkan
dalam arah dari momen penahan minimum (paralel terhadap sayap)
· M y , momen penahan dari tiang
· M y Cs f y S , dalam kNm untuk tiang baja
M y f 'c S , dalam kNm untuk tiang beton
Kh b
· h 4 , untuk tanah kohesif
EI
259
Kh
· 5 , untuk tanah nonkohesif
EI
b) Tanah nonkohesif
· D 4 (tiang panjang)
· D 2 (tiang pendek)
· 2 D 4 (tiang menengah)
k p tan 2 45o (166)
2
Dimana adalah sudut geser dalam (o)
· Kohesi, cu (kPa)
qu
Dimana cu ( qu = kuat tekan bebas)
2
Tahap 9. Tentukan beban lateral ultimit untuk tiang tunggal ( Qu )
a) Tiang pendek ujung bebas atau ujung jepit pada tanah kohesif.
D ec
Gunakan ( untuk kasus ujung bebas), masukan nilai tersebut pada
b b
260
Qu
Gambar 3.50. pilihlah nilai yang sesuai dari , dapatkan nilai Qu dalam kN.
cu b 2
Gambar 3.50 - Kapasitas lateral ultimit dari tiang pendek pada tanah kohesif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
b) Tiang panjang ujung bebas atau ujung jepit pada tanah kohesif.
My
Gunakan 3
, ( ec untuk kasus ujung bebas), masukan nilai tersebut pada
cu b b
Qu
Gambar 3.51. pilihlah nilai yang sesuai dari , dapatkan nilai Qu dalam kN
cu b 2
261
Gambar 3.51 - Kapasitas lateral ultimit dari tiang panjang pada tanah kohesif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
c) Tiang pendek ujung bebas atau ujung jepit pada tanah nonkohesif.
D ec
Gunakan ( untuk kasus ujung bebas), masukan nilai tersebut pada
b b
Qu Qu
Gambar 3.52. pilihlah nilai yang sesuai dari , dapatkan nilai dalam
k p b3 g
kN.
d) Tiang panjang ujung bebas atau ujung jepit pada tanah nonkohesif.
M e
Gunakan 4 y , ( c untuk kasus ujung bebas), masukan nilai tersebut pada
b g kp b
Qu Qu
Gambar 3.53. pilihlah nilai yang sesuai dari , dapatkan nilai dalam
k p b3 g
kN.
e) Tiang menengah ujung bebas atau ujung jepit pada tanah nonkohesif.
Hitunglah Qu dalam kN untuk tiang pendek dan tiang panjang dan gunakan
nilai terkecil.
262
Gambar 3.52 - Kapasitas lateral ultimit dari tiang pendek pada
tanah nonkohesif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
Gambar 3.53 - Kapasitas lateral ultimit dari tiang panjang pada tanah nonkohesif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
Tahap 10. Hitung beban kerja izin maksimum untuk tiang tunggal ( Qm )
Hitung Qm dalam kN dari beban ultimit ( Qu ) dalam kN yang ditentukan dari sub
tahap 9 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.54.
263
Beban (runtuh) Ultimit
Beban, Q
(kN)
Beban kerja
izin maksimum
Qm
Qa
Qa
Adjusted 2.5
Qa
y ym
Defleksi, y (m)
Gambar 3.54 - Hubungan defleksi beban menggunakan beban kerja maksimum Broms
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
Hitung Qa sesuai dengan defleksi rencana yang diberikan pada permukaan tanah
(y) dalam meter atau hitung defleksi sesuai dengan beban rencana yang diberikan.
Jika Qa dan y tidak diberikan, subtitusi nilai Qm dalam kN dari sub tahap 10 untuk
264
Gambar 3.55 - Defleksi lateral pada permukaan tanah dari tiang pada tanah kohesif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
Gambar 3.56 - Defleksi lateral pada permukaan tanah dari tiang pada tanah
nonkohesif
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
265
Contoh perhitungan 3.19: Kapasitas lateral tiang tunggal metode Broms
Fondasi jembatan dengan panjang tiang 11,50 m menerima rentang beban lateral
kelompok tiang pada rentang 600 kN untuk tiang bagian dalam dan 900 kN untuk kepala
tiang (abutment). Jika beban lateral maksimum pertiang dibatasi hingga 40 kN dan defleksi
horizontal yang diizinkan hanya 10 mm akibat beban lateral. Hitunglah kapasitas lateral
tiang tunggal.
Kedalaman
3m
2m
Pasir halus
1m berlanau lepas 3.5 m
g = 16.5 kN/m3
5m
3m g’ = 6.7 kN/m3
6.5 m
8m
Pasir halus berlanau
9.5m
padat sedang
7m
g = 17.6 kN/m3
11 m
g’ = 7.8 kN/m3
12.5m
14 m
0.5 m
15.5m
Kerikil dan pasir
padat 17 m
g = 19.6 kN/m3
5.5 g’ = 9.8 kN/m3 18.5m
m
20 m
Solusi:
Tahap 1. Tentukan tipe tanah umum pada kedalaman kritis di bawah muka tanah kira-kira
4-5 kali diameter tiang.
Diketahui diameter tiang adalah 0,36 m sehingga kedalaman kritis di bawah permukaan
tanah adalah 4 x 0,36 = 1,44 m hingga 5 x 0,36 = 1,80 m. Umumnya tipe tanah yang berada
pada kedalaman kritis di bawah permukaan tanah adalah tanah non kehesif pasir halus
berlanau lepas.
Tahap 2. Tentukan koefisien reaksi subgrade horizontal (Kh) pada kedalaman kritis untuk
tanah nonkohesif.
Untuk tanah nonkohesif, nilai Kh dapat diambil dari tabel di bawah ini dimana untuk pasir
halus berlanau lepas memiliki nilai Kh antara 1086 kN/m3 di bawah muka air dan 1900
266
kN/m3 di atas muka air. Ketika muka air tanah berada di daerah kedalaman kristis, maka
interpolasi linier antara dua nilai ini harus digunakan untuk menghitung Kh.
Kerapatan Kh (kN/m3)
tanah di atas muka air di bawah muka air
Lepas 1900 1086
Medium 8143 5429
Padat 17644 10857
Dari Tahap 1 asumsikan kedalaman kritis 1,6 m di bawah dasar galian. Berdasarkan
Gambar di atas, muka air tanah berada pada kedalaman 1 m di bawah dasar galian.
Dengan demikian, maka interpolasi linier harus digunakan untuk menghitung nilai Kh yaitu:
kN 1 m kN kN kN
Kh : 1086 1900 1086 1594.75
3 1.6 m 3 3 3
m m m m
1 kN
Kh : Kh. 398.69
4 3
m
Tahap 4. elastisitas
Modulus Penentuan parameter tiang E : 27800 MPa
Momen penahan
Momen penahan dari
dari tiang
tiang : fc'1000
My :
M S 257.4 kN m kNm
S 257.37
y fc'
5
Kh 1
η : 0.405
E I m
267
Tahap 6. Tentukan faktor panjang tak berdimensi pada tanah nonkohesif
ηD : η D 4.65
Tahap 7. Tentukan apakah tiang panjang atau tiang pendek untuk kriteria tanah
nonkohesif
Karena D = 4,65 > 4 maka tiang adalah termasuk kriteria tiang panjang
Tahap 8. Tentukan parameter tanah lainnya yang berada di sepanjang tiang tertanam
2
kp : tan 45 °
2
Dimana adalah sudut geser dalam rata-rata di sepanjang tiang yang tertanam.
Sudut geser dalam pada setiap lapisan dihitung dengan menggunakan nilai N'-SPT koreksi
yaitu:
Karena kelompok tiang menggunakan kepala tiang (pile cap) maka kelompok tiang
termasuk tiang panjang ujung jepit pada tanah nonkohesif, maka:
268
My
x : 395
4
b γ kp
Gambar Kapasitas lateral ultimit dari tiang panjang pada tanah nonkohesif
3
Qu : 140 kp b γ 253.38 kN
Tahap 10. Hitung beban kerja izin maksimum untuk tiang tunggal (Qm)
Hitung (Qm) dalam kN dari beban ultimit (Qu) dalam kN yang ditentukan dari Langkah 9
seperti yang ditunjukkan pada gambar hubungan defleksi beban menggunakan beban
kerja maksimum Broms:
269
Beban (runtuh) Ultimit
Beban, Q
(kN)
Beban kerja
izin maksimum
Qm
Qa
Qa
Adjusted
2.5
Qa
y ym
Defleksi, y (m)
Qu
Qm : 101.35 kN
2.5
Tahap 11. Hitung beban kerja untuk tiang tunggal (Qa) dalam kN
Hitung Qa sesuai dengan defleksi rencana yang diberikan pada permukaan tanah (y)
dalam meter atau hitung defleksi sesuai dengan beban rencana yang diberikan. Jika Qa
dan y tidak diberikan, subtitusi nilai Qm dalam kN dari langkah 10 untuk Qa dalam kasus
berikut dan selesaikan untuk y dalam meter.
Gambar defleksi lateral pada permukaan tanah dari tiang pada tanah Nonkohesif
270
Defleksi (y) untuk Qa = 40 kN adalah:
0.21 Qa D
y : 0.016 m 16mm
3 2
5
5
( E I) Kh
Beban rencana 40 kN akan menyebabkan defleksi kepala tiang sebasar 0,016 m atau 16
mm pada permukaan tanah dan nilai ini melebihi dari defleksi izin sebasar 10 mm. Oleh
karena itu beban rencana maksimum yang tidak melebihi defleksi 10 mm harus ditentukan.
3 2
Qa. :
5
0.01 m ( E I) Kh 5 24.89 kN
0.21 D
Karena Qa < Qm atau 24,89 kN < 101,35 kN, maka nilai yang digunakan adalah nilai Qa
= 24,89 kN dengan defleksi (y) = 10 mm.
271
lateral dari kelompok tiang kurang dari jumlah kapasitas lateral dari tiang tunggal dalam
kelompoknya. Sehingga beban lateral kelompok tiang memiliki efisiensi kurang dari 1.
Deretan depan
z Faktor reduksi
z z
8b 1
6b 0,8
Beban lateral
4b 0,5
3b 0,4
Deretan pengikut
Tahap 14. Tentukan kapasitas lateral dari kelompok tiang kapasitas beban lateral total
dari kelompok tiang sesuai dengan beban izin per tiang dari tahap 13b kali jumlah tiang.
Lendutan dari kelompok tiang adalah nilai yang dipilih dalam sub tahap 1-12 pada
penjelasan sebelumnya.
Setelah mengikuti tahapan 1 s/d 12 untuk kapasitas lateral tiang tunggal, maka untuk
menghitung kapasitas lateral dari kelompok tiang dapat dilanjutkan dengan tahapan berikut
ini:
Tahap 13. Reduksi beban izin dari langkah 12 untuk pengaruh kelompok tiang dan metode
dari pemasangan tiang.
272
1. a. Beban izin maksimum reduksi akibat pengaruh kelompok tiang
Faktor reduksi kelompok tiang ditentukan oleh jarak dari pusat ke pusat tiang (z) = 1,50 m
ke arah beban dan diameter tiang (b) adalah 0,36 m.
z : 1.5 m
b : 0.36 m
z
4.17
b
maka z : 4.17 b
z Faktor reduksi
8b 1
6b 0,8
4b 0,5
3b 0,4
maka x : 0.53
Nilai beban izin maksimum reduksi akibat pengaruh kelompok tiang adalah:
Qm. : 101.35 kN (Nilai ini sudah dihitung di contoh perhitungan sebelumnya pada
Tahap 10)
Qm : x Qm. 53.72 kN
273
3.5.12 Perkiraan penurunan tiang
0,96 p f BIf
s (167)
N'
Untuk pasir berlanau:
1,92 p f BIf
s (168)
N'
Dimana:
D
I f 1 0,5 (169)
8B
Keterangan:
s adalah perkiraan penurunan total (mm)
pf adalah tekanan fondasi (kPa)
N' adalah nilai N’-SPT koreksi rata-rata pada kedalaman B di bawah ujung tiang
D adalah kedalaman pemancangan tiang (m)
If adalah faktor pengaruh dari kelompok tiang
42 p f B I f
s (170)
qc
Keterangan:
s adalah penurunan total (mm)
pf adalah tekanan fondasi (kPa)
274
2) Penurunan kelompok tiang pada tanah kohesif
Terzaghi dan Peck (1967), menyarankan bahwa penurunan kelompok tiang dapat
1
dievaluasi menggunakan situasi fondasi ekivalen pada kedalaman D di atas ujung
3
tiang atau ujung dasar tiang (Gambar 3.58).
Keterangan:
s adalah penurunan total (mm)
H adalah ketebalan lapisan tanah (mm)
Ccr adalah indeks pemuaian (pengembangan)
p0 adalah tegangan overburden efektif pada bagian tengah dari lapisan tanah (kPa)
275
C p C p p
s H cr log c H c log 0
1 e0 1 e0
p0 pc (171)
C p p
s H cr log 0 (172)
1 e0 p0
Untuk tanah kohesif terkonsolidasi normal, penurunan dapat dihitung sebagai berikut:
C p p
s H c log 0 (173)
1 e0 p0
Gambar 3.59 menunjukkan distribusi tekanan di bawah fondasi ekivalen untuk kelompok
tiang yang didukung oleh berbagai kondisi tanah.
Tiang yang didukung oleh tanah Tiang yang didukung oleh tanah lempung
lempung keras atau pasir di atas
lempung lunak
Tiang yang didukung oleh pasir di atas Tiang yang didukung oleh tanah berlapis
tanah lempung
276
Gambar 3.59 - Distribusi tekanan di bawah fondasi ekivalen untuk kelompok tiang
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
Hitunglah penurunan tiang yang terjadi pada kelompok tiang menggunakan metode fondasi
ekivalen untuk tiang dengan kedalaman 12 m. Dengan nilai parameter konsolidasi e0 = 0,8 dan
Cc = 0,2.
Diameter fondasi D : 1 m
m
1 5
2 6
3 7
4 8
278
Tanah Lempung
gsat = 19 kN/m3
Tanah Lempung
gsat = 19 kN/m3 Pe = 8000
Pe = 8000 L= 12000
L= 12000 Pondasi Ekivalen
Pondasi Ekivalen
4000
1/3L=
4000
1/3L=
10100
d=
10100
28000
d=
28000
20200
20200
H=
H= Z'=20.10 m
B'=15.10 m
Fondasi ekivalen berada pada kedalaman 2⁄3 L dari dasar kepala tiang (pile cap)
2
Pe : L 8 m
3
Tahap 2. Hitung dimensi dari fondasi ekivalen
Semua tiang dalam kelompok tiang memiliki dimensi pile cap 5 m x 10 m. Kedalaman
dasar dari fondasi ekivalen adalah 8 m, dengan penyebaran beban 2V:1V, maka:
Lebar fondasi ekivalen, (B’ = B + d)
d merupakan kedalaman tanah dari titik fondasi ekivalen ke titik tengah pada
kedalaman tanah yang mengalami konsolidasi.
H
d : 10.10 m
2
B' : 5 m d 15.10 m
Panjang fondasi ekivalen, (z’ = z + d)
z' : 10 m d 20.10 m
Tahap 3. Hitung kenaikan tegangan (Δp)
Beban yang dipikul pada pondasi P : 9000 kN
P kN
Kenaikan tegangan Δ p : 29.65
B' z' 2
m
Tahap 4. Hitung tegangan overburden pada lapisan tanah yang mengalami konsolidasi
Karena tanah yang mengalami konsolidasi berada di bawah muka air tanah, maka
yang digunakan adalah g’ (berat efektif tanah).
279
kN
Berat jenis air γ w : 10
3
m
kN
Berat jenis efektif tanah γ ' : γ sat γ w 9
3
m
kN
Tegangan overburden tanah p0 : γ ' ( Pe d) 162.90
2
m
Cc p0 p
s : d log 0.08 m
1 e0 p0
Cc p0 p
s : d log 0.08 m
1 e0 p 0
Kesimpulan:
Dari perhitungan penurunan tiang pada kelompok tiang didapatkan bahwa nilai penurunan
yang terjadi adalah 0,08 m atau 8 cm. Kapasitas izin penurunan tanah adalah 10 cm. Jadi
dengan beban yang dipikul oleh fondasi, penurunan yang terjadi kecil dari batas penurunan
yang diizinkan, dapat dikatakan fondasi pada daerah tersebut masih aman.
1 p0 p
sH log (174)
C ' p0
Nilai C ' dapat dilihat dari grafik pada gambar di bawah ini:
280
Gambar 3.60 - Nilai indeks kapasitas dukung (C’) untuk tanah berbutir
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, 2017
281
Contoh perhitungan 3.22: Penurunan kelompok tiang pada tanah berlapis
Hitunglah penurunan dari kelompok tiang menggunakan metode fondasi ekivalen untuk
tiang dengan kedalaman penanaman 17,50 m. Dari hasil uji konsolidasi di laboratorium
didapatkan nilai parameter konsolidasi sebagai berikut:
Diketahui:
Parameter konsolidasi
Lapisan tanah
pc e0 Cc Ccr
Solusi:
Fondasi ekivalen berada pada kedalaman 2⁄3 D dari dasar kepala tiang (pile cap), yaitu:
2
Di bawah dasar kepala tiang ( D) 11.67 m
3
Semua tiang dalam kelompok tiang adalah vertikal dan kelompok tiang memiliki dimensi
3,36 m x 10,86 m. Kedalaman dasar dari fondasi ekivalen adalah 11,67 m, dengan
penyebaran beban 4V : 1H, seperti gambar di bawah ini, sehingga:
3.36 m 2
11.67 m
Lebar pondasi ekivalen (B 1) 9.20 m
4
10.86 m 2
11.67 m
Panjang pondasi ekivalen (Z 1) 16.70 m
4
Tahap 3. Tentukan kenaikan tegangan (p) pada titik tengah lapisan tanah yang berada
di bawah fondasi ekivalen
282
Lapisan 2:
9.2 m 2
1.67 m
Lebar permukaan distribusi tegangan (B 2): 10.87 m
2
16.7 m 2
1.67 m 17.54 m
Panjang permukaan distribusi tegangan (Z2):
4
P : 12600 kN
B2 : 10.87 m
z2 : 17.54 m
P kN
Δ p : 66.09
B2 z2 2
m
Lapisan 3:
9.2 m 2
7.58 m 16.78 m
Lebar permukaan distribusi tegangan (B 3 ):
2
16.7 m 2
7.58 m 20.49 m
Panjang permukaan distribusi tegangan (z 3 ):
4
Maka kenaikan tegangan (Δp) pada lapisan 3 adalah:
B3 : 16.78 m
z3 : 20.49 m
P kN
Δ p : 36.65
B3 z3 2
m
283
P = 12,600 kN
0.5 m
1.5 m
Lempung
berlanau sedang
g = 19 kN/m3
g’ = 9.2 kN/m3 1H
5.5 m 4V
11.67 m
Lempung
berlanau 17.5 m
9.5 m kenyal
g = 19.5 kN/m3
g’ = 9.7 kN/m3
Fondasi ekivalen
0
1H
2V 1.67 m
2.5 m
10.33 m
Lempung berlanau
sangat kenyal
g = 20.3 kN/m3 Luas kelompok tiang 7.58 m
g’ = 10.5 kN/m3 3.36 m x 10.86 m
6m
4.25 m
0.57 m
10.86 m
12 m
1.5 m
1.5 m
0.57 m
4.5 m
Tahap 4. Tentukan tegangan overburden efektif pada titik tengah lapisan tanah yang
berada di bawah fondasi ekivalen
284
kN
γ 1 : 19 h1 : 0.5 m
3
m
kN
γ 2 : 19.5 h2 : 6.5 m
3
m
kN
γ 3 : 20.3 h3 : 9.5 m
3
m
kN
γ w : 9.8 h4 : 4.25 m
3
m
kN
Lapisan 2 : p0 : γ 1 h1 γ 1 γ w h2 γ 2 γ w h3 1.67 m 145.25
2
m
kN
Lapisan 3 : p0 : γ 1 h1 γ 1 γ w h2 γ 2 γ w h3 γ 3 γ w h4 206.07
2
m
Lapisan 2:
Adalah tanah kohesif terlalu terkonsolidasi dimana p0 + p > pc atau (145,25 + 66,09) =
211,34 kPa > 200 kPa, sehingga penurunan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Lapisan 3:
Adalah tanah kohesif terlalu terkonsolidasi dimana p0 + p < pc atau (206,07 + 36,65) =
242,72 kPa < 297 kPa, sehingga penurunan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
285
s2 : 0.02 m 20mm
s3 : 0.01 m 10mm
p p0 p0+p s
Lapisan
(kPa) (kPa) (kPa) (mm)
Tahap ini tidak lazim dilaksanakan untuk jembatan dengan bangunan atas terpisah dari
bangunan bawah, kecuali lendutan lateral pada beban keadaan batas layan diharapkan besar
akibat tanah kohesif lemah atau nonkohesif lepas sekitar tiang. Lendutan lateral diperbesar
bila lapis lemah atau lepas berada dekat permukaan. Ada kemungkinan untuk mengurangi
sebagian besar lendutan lateral pada gelagar fondasi cap oleh penggantian lapis-lapis lemah
dengan tanah lebih kuat yang dipadatkan penuh.
286
Tahap-tahap prosedur Metode Broms untuk penentuan tiang panjang atau tiang pendek
dengan ujung bebas atau terjepit pada tanah kohesif atau tanah nonkohesif sudah dijelaskan
di bawah ini mulai dari tahap 1 sampai dengan tahap 6 pada bagian ini.
Penentuan momen maksimum yang terjadi pada tiang panjang dan tiang pendek ujung bebas
dan ujung jepit pada tanah kohesif dan nonkehesif:
Untuk tiang panjang dan tiang pendek pada tanah kohesif maka letak momen
maksimum ( x0 ) dapat dihitung sebagai berikut:
Qu
x0 (175)
9 cu B
Dengan mengambil momen pada titik dimana momen pada tiang mencapai
maksimum, dapat diperoleh:
M max 2, 25 B cu L x0 (177)
Untuk tiang pendek ujung jepit pada tanah kohesif, kapasitas lateral ultimit tiang:
Qu 9 cu B L 1,5B (178)
Momen maksimum:
Untuk tiang panjang ujung jepit pada tanah kohesif, kapasitas lateral ultimit tiang:
Qu 9 cu B L 1,5B (180)
Momen maksimum:
M max 4,5 cu B L2 2, 25 B 2
(181)
287
2) Tiang dalam tanah nonkohesif
· Tiang ujung bebas
- Tiang pendek
Dengan mengambil momen terhadap ujung bawah tiang maka:
0,5 g ' L3 B k p
Qu
ec B (182)
Dan jarak x0 :
0,5
Qu
x0 0,82 (184)
g ' B kp
Momen maksimum:
M max Qu e 1,5 x0 (185)
- Tiang panjang
Momen maksimum:
M max Qu ec 0, 67 x0 (186)
288
Momen maksimum:
M max Qu ec 0, 67 x0 (191)
e Qu
L L
Pusat rotasi
(a) (b)
1.5B
1.5B
Mmax
x0
L
L-1.5B
Mmax 9cuB
9cuB
Momen lentur
Reaksi tanah Momen lentur Reaksi tanah
(c ) (d)
Mmax
x0
L
(L-x0)
P
3BgLKp Mmax 3Bg'LKp Momen lentur
Reaksi tanah Momen lentur Reaksi tanah
289
Qu
e 1.5B 1.5B Mu Mu
Qu
x0 x0
9cuB 9cuB
Qu
e Qu Mu Mu
x0 x0
x0
Mu
3g'Bx0Kp
3g'Bx0Kp
(c) (d)
Gambar 3.62 - Reaksi tanah dan momen tekuk pada tiang panjang pada
tanah kohesif (a) ujung bebas (b) ujung jepit, dalam tanah non kehesif (c )
ujung bebas (d) ujung jepit
Sumber : Shamser Prakash, Hari D. Sharma, Pile Foundation in Engineering Practice,
John Wiley & Sons, Inc., 1990
290
3.6 Perencanaan kepala tiang (pile cap)
3.6.1 Umum
Pile cap merupakan bagian struktur yang menghubungkan bangunan struktur atas dan
struktur bawah jembatan. Gaya- gaya yang bekerja pada bangunan atas akan diteruskan ke
abutment dan pilar, kemudian gaya-gaya tersebut disalurkan ke fondasi tiang melalui pile cap.
Untuk beban yang bekerja berupa beban luar terpusat, Q dan momen-momen di titik berat
grup, maka beban yang diterima masing-masing tiang dapat ditentukan dengan membaginya
sama rata kepada setiap tiang yang sebanding dengan jaraknya. Cara pembagian ini serupa
dengan cara sebelumnya sehingga menghasilkan beban-beban tiap tiang menjadi:
Q Mxyi Myxi
Qi
N N (193)
y x
N 2 2
i i
i 1 i 1
Keterangan:
Qi adalah beban tiap tiang ke-i (lihat Gambar 3.63)
M x adalah momen yang bekerja memutar sumbu x (dibidang sejajar sumbu y)
y i adalah koordinat y tiang ke-i terhadap titik berat grup (dapat bernilai + atau – )
M y adalah momen yang bekerja memutar sumbu y (dibidang sejajar sumbu x)
x i adalah koordinat x tiang ke-i terhadap titik berat grup (dapat bernilai + atau – )
Beban-beban yang terjadi pada tiap tiang ini dijadikan sebagai beban untuk merencanakan
pile cap.
291
3.6.3 Kuat lentur
Bagan alir perencanaan lentur pile cap sebagai berikut:
Mulai
1
de = h - d c - Ds - D Tinggi efektif
2
Mu
As-req = Luas tulangan yang
f f y (0,85d e ) diperlukan B
As-req f y
a= Tinggi tegangan blok
0,85f'c b persegi ekivalen
a Momen nominal
M n = As-req f y (d e - )
2 penampang
292
A
d -c
ε s = e εc Regangan baja
c
0,15( t cl )
f 0, 75
( tl cl )
Ya
Mr = f Mn
M r = 0,9M n
Ig
M cr = γ3 γ1 f r
yt
Momen retak (M cr)
Yang mana : fr 0, 63 f'c
Persyaratan tulangan
minimum, diambil nilai M r 1,33M u
Tidak
terkecil diantara 1,33M u
M r 1,2M cr
dan 1,2M cr
Ya
selesai
Perencanaan lentur pile cap memiliki langkah yang sama dengan gelagar beton bertulang.
Dalam perencanaan komponen struktur beton, langkah awal yang dilakukan adalah pemilihan
293
dimensi penampang yang cocok termasuk mutu tulangan, mutu baja, mutu beton, dan lainnya.
Hal tersebut berguna untuk menahan pengaruh momen terfaktor yang bekerja pada struktur
( Mu ).
Komponen beton yang mengalami lentur harus menggunakan tulangan tarik untuk mengatasi
komponen beton yang lemah dalam menahan tarik. Tulangan tarik diletakkan pada posisi
paling dekat dengan penampang yang mengalami lentur positif. Tahanan lentur nominal
gelagar dihitung berdasarkan asumsi distribusi tegangan persegi ekivalen yang diasumsikan
bahwa tegangan beton sebesar 0,85f'c terdistribusi merata pada daerah tekan ekivalen yang
dibatasi oleh serat tekan terluar penampang dan suatu garis yang sejajar dengan sumbu
netral pada jarak a 1c dari tepi serat tekan terluar. Hubungan tersebut digunakan dalam
perhitungan lentur untuk menentukan nilai c, dan dapat dinyatakan dalam persamaan di
bawah ini:
a 1c
(194)
a
c (195)
1
Nilai faktor 1 diambil 0,85 untuk kuat tekan beton yang tidak melebihi 30 Mpa. Sedangkan
untuk beton yang melebihi 30 MPa, 1 harus direduksi 0,05 untuk setiap 7 MPa, Sehingga
persamaanya menjadi:
Tinggi a dari blok tekan ekivalen beton digunakan persamaan berikut ini:
As f y
a=
0,85f'cb (197)
Keterangan:
a adalah tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen (mm)
As adalah luas tulangan tarik (mm 2)
294
Kekuatan nominal pile cap ( M n ), besarnya dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
a
M n = As f y de - (198)
2
Nilai regangan baja juga digunakan untuk menentukan faktor reduksi yaitu:
d -c
εs = e εc (199)
c
Keterangan:
𝜀𝑠 adalah batas regangan baja
𝑑 adalah tinggi efektif komponen (mm)
𝜀𝑐 adalah regangan beton
𝑐 adalah jarak dari serat tekan terluar ke sumbu netral (mm)
Periksa regangan baja yang didapat terhadap regangan batas. Batas regangan baja
berdasarkan kuat leleh tulangan baja dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut ini:
Bagan alir yang telah dijabarkan merupakan untuk kuat leleh minimum tulangan 420 MPa.
Untuk kuat leleh minimum yang lebih dari tersebut, dapat dilihat pada Gambar 3.66 tentang
grafik batas regangan baja.
295
Gambar 3.66 - Variasi nilai faktor reduksi dengan batas regangan tarik untuk tulangan
nonprategang dan prategang
untuk bagian dimana regangan tarik bersih pada baja tulangan tarik terluar saat tahanan
nominal berada di antara batas regangan kontrol tekan ( cl ) dan batas regangan kontrol
tarik ( tl ), maka nilai faktor reduksi ( ) untuk tulangan nonprategang dapat dinyatakan pada
persamaan berikut:
0,15(εt - ε )
f = 0,75 + cl (200)
(ε - ε )
tl cl
Keterangan:
εt adalah regangan tarik bersih pada baja tulangan tarik terluar saat tahanan
nominal
εcl adalah regangan batas kontrol tekan pada baja tulangan tarik terluar
εtl adalah batas regangan kontrol tarik pada baja tulangan terluar
Faktor reduksi lentur gelagar dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
Mr = Mn
f
(201)
Keterangan:
Mn adalah kekuatan lentur nominal (kNm)
f adalah faktor reduksi
Periksa terhadap persyaratan tulangan minimum yang mana Mr lebih besar atau sama
dengan nilai yang terkecil dari dua persamaan berikut:
296
M r 1,33M u (202)
M r 1,2M cr (203)
Untuk penampang pile cap dengan tulangan non prategang, f cpe = 0 dan Sc = Snc untuk
penampang komposit yang menahan semua beban, sehingga:
Ig
M cr g 3g1 f r
y
t (205)
f r 0,63 f'c
Keterangan:
fr adalah modulus retak (MPa)
297
3.6.4 Kuat geser
Mulai
1 Nilai geser
Vc = f'c bde beton
6
Periksa nilai
Tidak Vu > 0,5vVc geser beton
Ya
Tidak
bs
Tulangan Geser Av 0,083λ f'c Av f y de (cotθ +cotα)sinα
Minimum fy Untuk beton
Vs = bertulang θ = 45
s
Geser nominal
lebih besar dari vVn Vu
geser terfaktor
Ya
Vu Tegangan
vu =
vbde geser
vu < 0,125f'c
Periksa jarak smax = 0,8de 600mm
tulangan geser vu 0,125f'c
smax = 0,4de 300mm
Ya
Selesai
298
Tulangan transversal diperlukan untuk menahan gaya geser terfaktor yang terjadi pada
gelagar. Menghitung tahanan geser yang disumbangkan beton pada penampang kritis
digunakan persamaan sebagai berikut:
1
Vc = f'c bd e (206)
6
Keterangan:
Vc adalah kuat geser yang disumbangkan oleh beton (kN)
Gaya geser yang disumbangkan oleh beton diperiksa terhadap gaya geser terfaktor pada
gelagar sesuai dengan beberapa zona geser berikut ini:
1. Tulangan geser minimum dipasang jika gaya geser terfaktor kecil dari 0,5vVc .
299
Perencanaan tulangan geser gelagar, spasi maksimum tulangan harus memenuhi persamaan
di bawah ini.
vu < 0,125f'c (213)
vu 0,125f'c (215)
Vu (217)
vu =
v bde
Keterangan:
Vn adalah tahanan nominal geser gelagar (kN)
300
Contoh perhitungan 3.23: Perencanaan pilecap
kolom 1 Kolom 2
baris 1 208.78 2798.70
baris 2 208.78 2798.70
baris 3 208.78 2798.70
baris 4 208.78 2798.70
jumlah 835.12 11194.80
Mutu beton yang digunakan 30 MPa dan Mutu baja tulangan 400 MPa
301
Solusi:
Tulangan atas
Tulangan atas :
Mutu beton
Tulangan atas : f'c : 30MPa
Mutu betonatas :
Tulangan fc : 20MPa
Mutu beton fc : 20MPa
Mutu baja
beton fyc : 420 MPa
20MPa
Mutu baja fy : 420 MPa
Mutu baja f : 420 MPa
Lebar penampang by: 10000mm
Lebar penampang b : 10000mm
Lebar penampang b : 10000mm
Tinggi penampang h : 2000 mm
Tinggi penampang h : 2000 mm
Tinggi penampang h : 2000 mm
Diameter tulangan utama D : 25mm
Diameter tulangan utama D : 25mm
Diameter tulangan utama D : 25mm
Mu_atas
As.req : 0
Luas tulangan yang diperlukan ϕ f fy 0.85 de
1 2 2
Luas satu tulangan utama As.tul : π D 490.87 mm
4
Jarak tulangan digunakan sused : 150mm
b 2 dc 2
luas tulangan yang digunakan As.used : As.tul 32397.67 mm
sused
Tulangan bawah
Tulangan bawah
Tulangan bawah
Tulangan bawah
beton
Mutu beton f'c : 20MPa
30MPa
Mutu fc : 20MPa
Mutu
Mutu beton ffc :: 20MPa
Mutu beton
baja ffyc : 20MPa
Mutu baja : 420MPa
420MPa
Mutu baja
Mutu baja y :
ffy
y : 420MPa
420MPa
Lebar penampang b : 10000mm
Lebar penampang
Lebar penampang b :
b : 10000mm
10000mm
Tinggi penampang h : 2000mm
Tinggi penampang
Tinggi penampang h :
h : 2000mm
2000mm
Diameter tulangan utama D : 32mm
Diameter tulangan
Diameter tulangan utama
utama D :
D : 32mm
32mm
Diameter sengkang Ds : 13mm
Diameter sengkang
sengkang : 13mm
s : 13mm
Diameter D
Ds
303
β 1 : 0.85
1 3 4
Inersia gross penampang Ig : b h 6666666666666.67 mm
12
Mu_bawah 2
As.req : 16460.88 mm
Luas tulangan yang diperlukan ϕ f fy 0.85 de
1 2 2
Luas satu tulangan utama As.tul : π D 804.25 mm
4
Jarak tulangan digunakan sused : 150mm
b 2 dc
2
luas tulangan yang digunakan As.used : As.tul 53080.35 mm
sused
ϕ f Mn 37345.55 kN m
304
a
Jarak dari serat tekan terluar c : 102.85 mm
ke sumbu netral β1
a
c : d 154.28 mm
c
ε s :βd1 - c ε c 0.05
Regangan baja ε s := e c ε c = 0.05
d c
ε s : c ε c 0.03
Regangan baja c
Batas regangan tarik ε tl : 0.005
Karena regangan baja yang didapatkan besar dari batas regangan tarik maka faktor reduksi
Karena
yang regangan
telah bajasebesar
digunakan yang didapatkan besar
0.9 sudah dari batas regangan tarik maka faktor
tepat.
reduksi yang telah digunakan sebesar 0.9 sudah tepat.
ε s ε tl maka ϕ f : 0.9
Ig
Momen retak Mcr : γ 3 γ 1 fr Ig 27605.22 kN m
Momen retak Mcr : γ 3 γ 1 fr yt 27605.22 kN m
yt
Maka luas tulangan minimum ditentukan berdasarkan nilai terkecil dari 1.33 Mu atau 1.2 Mcr.
Karena 1.33 Mu lebih kecil dari 1.2 Mcr, maka yang menentukan luas tulangan minimum
adalah 1.33 Mu.
Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan diperoleh nilai tahanan lentur terfaktor sebesar
37345.55 kNm. Nilai ini lebih besar dari nilai momen tulangan minimum 1.33 Mu, sehingga
persyaratan tulangan minimum sudah terpenuhi.
Desain
Desain tulangan geser pile
tulangan geser pilecap cap
Desain tulangan geser pile cap
Desain tulangan geser pile cap
Gaya
Desaingeser Vu : 11194.80kN
ultimitgeser pile cap
tulangan
Gaya
Desaingeser Vu : 11194.80kN
ultimitgeser pile cap
tulangan
Gaya geser ultimit Vu : 11194.80kN
Mutu
Gaya beton
geser ultimit f'Vc : : 30MPa
11194.80kN
Mutu
Gaya beton
geser ultimit f'Vcu :: 30MPa
11194.80kN
Mutu beton f'cu : 30MPa
Mutu
Mutu baja
beton f :
f'fyc : 420MPa
: 30MPa
Mutu
Mutu baja
beton f'yc : 420MPa
30MPa
Mutu baja fy : 420MPa
Tinggi
Mutu penampang
baja h :
fhy : 2000mm
: 420MPa
Tinggi penampang
Mutu baja fy : 2000mm
420MPa
Tinggi penampang h : 2000mm
Lebar
Tinggi penampang
penampang b
h : 10000mm
: 2000mm
Lebar
Tinggi penampang
penampang h :
b : 10000mm
2000mm
Lebar penampang b : 10000mm
Lebar penampang b : 10000mm
Lebar penampang b : 10000mm
305
Faktor reduksi ϕ v : 0.75
1
Kuat geser beton Vc : f'c MPa b d 17390.19 kN
6
0.5 ϕ v Vc 6521.32 kN
Vs s 2
Luas tulangan Av : 3079.35 mm
fy d
Faktor moifikasi kepadatan beton λ : 1
306
Vu
Tegangan geser di beton vu : 0.784 MPa
ϕ v b de
Karena, vu 0.125 f'cg maka syarat spasi maksimum: smax : 0.8 de 600 mm
0.8 de 1524 mm
307
Gambar Potongan 1-1
308
3.7 Daftar pustaka
AASHTO. 2017. AASHTO LRFD Bridge Design Specifications. Washington D.C: AASHTO.
Badan Standardisasi Nasional. 2004. RSNI T-12-2004 Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Bina Marga. 2017. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 8, Bina Marga.
Bina Marga. 2017. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 9, Bina Marga.
BMS. 2017. Bridge Management System, Panduan Perencanaan Jembatan Volume 2 (Bridge
Design Manual Section 8).
BMS. 2017. Bridge Management System, Panduan Perencanaan Jembatan Volume 2 (Bridge
Design Manual Section 9).
Chen, W.F dan Duan, L. 2000. Bridge Engeneering Handbook. New York: CRC Press LLC.
309
PANDUAN NO. 02 / M / BM / 2021
BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
ii
Daftar Isi
iii
3.4 Identifikasi daerah keruntuhan potensial................................................................... 39
3.5 Macam-macam kondisi lereng .................................................................................. 40
3.6 Perhitungan faktor keamanan stabilitas lereng ......................................................... 44
3.7 Metode perkuatan lereng jika faktor keamanan kurang dari yang disyaratkan .......... 88
3.8 Daftar pustaka .......................................................................................................... 94
4 Perencanaan bangunan pengaman dan tanah timbunan (Oprit)............................... 95
4.1 Pendahuluan ............................................................................................................ 95
4.2 Daftar istilah dan notasi ............................................................................................ 95
4.2.1 Istilah ....................................................................................................................... 95
4.2.2 Notasi ....................................................................................................................... 96
4.3 Bangunan pengaman ............................................................................................... 96
4.3.1 Pendahuluan ............................................................................................................ 96
4.3.2 Bangunan pengaman tebing sungai ......................................................................... 96
4.3.3 Bangunan pengaman pilar jembatan (fender) ......................................................... 155
4.3.4 Bangunan pengaman dasar sungai ........................................................................ 156
4.4 Tanah timbunan ..................................................................................................... 157
4.4.1 Timbunan jalan pendekat (oprit) ............................................................................. 157
4.5 Daftar pustaka ........................................................................................................ 186
5 Pertimbangan perencanaan terhadap potensi likuifaksi .......................................... 187
5.1 Pendahuluan .......................................................................................................... 187
5.2 Daftar istilah dan notasi .......................................................................................... 187
5.2.1 Istilah ..................................................................................................................... 187
5.2.2 Notasi ..................................................................................................................... 188
5.3 Evaluasi terhadap potensi likuifaksi ........................................................................ 189
5.3.1 Analisis likuifaksi dari nilai SPT............................................................................... 189
5.3.2 Analisis likuifaksi dari nilai CPT .............................................................................. 192
5.4 Efek likuifaksi pada perencanaan fondasi ............................................................... 203
5.5 Alternatif perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh dari likuifaksi ...... 204
5.6 Daftar pustaka ........................................................................................................ 205
iv
Daftar Gambar
v
Gambar 3.21 - Diagram faktor-faktor penyesuaian retak tarik untuk tanah-tanah dengan = 0
dan > 0 menurut Janbu, 1968 ........................................................................................... 55
Gambar 3.22 - Bagan alir stabilitas lereng menggunakan diagram untuk tanah dengan > 0
............................................................................................................................................ 59
Gambar 3.23 - Diagram stabilitas lereng untuk untuk tanah-tanah dengan > 0 ................. 63
Gambar 3.24 - Faktor penyesuaian rembesan untuk tanah-tanah ....................................... 63
Gambar 3.25 - Bidang longsor berbentuk lingkaran ............................................................. 69
Gambar 3.26 - Bagan alir perencanaan stabilitas lereng menggunakan lembaran kerja
(spreadsheet) metode lingkaran Swedish (= 0) ................................................................. 70
Gambar 3.27 - Bagan alir perencanaan stabilitas lereng menggunakan lembaran kerja
(spreadsheet) metode Bishop disederhanakan .................................................................... 75
Gambar 3.28 - Contoh pengendalian air permukaan ........................................................... 88
Gambar 3.29 - Contoh drainase bawah permukaan ............................................................. 89
Gambar 3.30 - Sumur drainase (drain wells)........................................................................ 89
Gambar 3.31 - Galeri drainase ............................................................................................. 89
Gambar 3.32 - Drainase jari atau counterfort drains ............................................................ 90
Gambar 3.33 - Tipikal penanggulangan dengan cara merubah geometri lereng .................. 91
Gambar 3.34 - Pemotongan lereng ...................................................................................... 91
Gambar 3.35 - Penimbunan kaki lereng ............................................................................... 92
Gambar 4.1 - Dinding penahan gravitasi .............................................................................. 97
Gambar 4.2 - Dinding penahan kantilever ............................................................................ 97
Gambar 4.3 - Dinding penahan counterfort .......................................................................... 97
Gambar 4.4 - Tanah nonkohesif bertekanan air statik dan kondisi lempung jangka panjang
.......................................................................................................................................... 101
Gambar 4.5 - Tekanan lateral akibat kondisi lempung jangka pendek ............................... 101
Gambar 4.6 - Pengaruh tekanan air pori pada tanah yang tertahan ................................... 102
Gambar 4.7 - Kekasaran dinding ....................................................................................... 102
Gambar 4.8 - Tekanan tanah dalam keadaan diam ........................................................... 104
Gambar 4.9 - Bagan alir tekanan tanah aktif dan pasif menurut Rankine ........................... 106
Gambar 4.10 - Tekanan aktif Rankine ............................................................................... 107
Gambar 4.11 - Tekanan pasif Rankine .............................................................................. 111
Gambar 4.12 - Bagan alir tekanan tanah menurut Rankine untuk timbunan di belakang tembok
pada tanah nonkohesif ( c = 0 ) ............................................................................................ 112
Gambar 4.13 - Notasi tekanan aktif pada tanah nonkohesif dengan kemiringan ........... 113
Gambar 4.14 - Bagan alir tekanan tanah aktif menurut Coulomb ....................................... 117
Gambar 4.15 - Notasi untuk Perhitungan Tekanan Tanah Aktif Coulomb (untuk tanah non
kohesif) .............................................................................................................................. 118
Gambar 4.16 - Tekanan aktif Coulomb dengan beban merata di atas timbunan ............... 120
Gambar 4.17 - Notasi untuk perhitungan tekanan tanah aktif Coulomb (tanah kohesif) ..... 124
Gambar 4.18 - Bagan alir tekanan tanah aktif akibat gempa metode Mononobe-Okabe .... 131
Gambar 4.19 - Gaya tekan aktif akibat gempa ................................................................... 132
Gambar 4.20 - Metode irisan percobaan ............................................................................ 134
Gambar 4.21 - Bagan alir tekanan tanah akibat gempa ..................................................... 138
Gambar 4.22 - Komponen-komponen gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah
konvensional di atas fondasi tanah .................................................................................... 141
Gambar 4.23 - Komponen-komponen gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah
konvensional di atas fondasi batuan .................................................................................. 142
vi
Gambar 4.24 - Sistem drainase untuk dinding desain timbunan ........................................ 148
Gambar 4.25 - Permeabilitas bahan drainase .................................................................... 149
Gambar 4.26 - Tegangan-tegangan dalam dinding atau kepala jembatan sistem graviitasi 151
Gambar 4.27 - Rencana tekanan-tekanan pada dinding kantilever .................................... 152
Gambar 4.28 - Perencanaan pelat permukaan counterfort dengan metode strip ............... 153
Gambar 4.29 - Contoh struktur jembatan sebelum konstruksi oprit .................................... 173
Gambar 4.30 - Ilustrasi potensi masalah pada fondasi dan struktur atas jembatan akibat
konstruksi oprit ditanah lunak tanpa perbaikan tanah ........................................................ 174
Gambar 4.31 - Jenis-jenis metode perbaikan tanah ........................................................... 175
Gambar 4.32 - Beberapa aplikasi jet grouting .................................................................... 175
Gambar 4.33 - Skema perbaikan PVD ............................................................................... 176
Gambar 4.34 - Dinding soil nailing ..................................................................................... 179
Gambar 4.35 - Sistem pengangkuran dan kepala angkur .................................................. 179
Gambar 4.36 - Angkur untuk menstabilkan tanah longsor .................................................. 180
Gambar 4.37 - Dinding panel beton ................................................................................... 180
Gambar 4.38 - Tipe-tipe dinding penahan tanah ............................................................. 181
Gambar 4.39 - Penambatan tanah dengan tiang ............................................................. 182
Gambar 4.40 - Penambatan tanah dengan sumuran ...................................................... 183
Gambar 4.41 - Stabilisasi kelongsoran dengan injeksi cement grouting ........................ 183
Gambar 4.42 - Perawatan thermal (Thermal treatment) .................................................. 184
Gambar 4.43 - Penggantian material tanah lunak dengan material yang baik dan
memadatkannya ............................................................................................................... 185
Gambar 5.1 - Rentang nilai koefisien reduksi tegangan ( CD ) ....................................... 191
vii
Daftar Tabel
ix
1 Pendahuluan
Panduan ini digunakan sebagai acuan dalam penentuan pemilihan tipe perletakan dan
sambungan (siar muai), stabilitas lereng, bangunan pengaman, dan tanah timbunan, serta
juga pertimbangan perencanaan terhadap potensi likuifaksi. Objek utama dalam panduan ini
adalah jembatan standar, sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Ditjen Bina Marga
No. 05/SE/Db/2017, sedangkan untuk jembatan pejalan kaki, jembatan kereta api, dan
jembatan utilitas tidak termasuk dalam lingkup panduan ini.
Panduan ini merujuk kepada perkembangan terbaru teknologi perencanaan jembatan yang
juga sudah diakomodir pada BMS Peraturan Teknik Jembatan dan BMS Panduan
Perencanaan Jembatan terbaru. Rujukan utama BMS Peraturan Teknik Jembatan terbaru
adalah AASTHO LRFD Bridge Design Specifications 8th Edition (2017). Penjelasan dalam
panduan ini juga merujuk kepada dokumen terbaru dari Federal Highway Administration
(FHWA) dan National Highway Institue (NHI).
Pembahasan tentang kriteria perencanaan merujuk kepada dokumen terbaru yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau yang
lebih khusus adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga
Kementerian PUPR. Daftar lengkap rujukan terdapat pada Daftar Pustaka pada setiap bab.
Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk
melaksanakan panduan ini.
SNI 1727:2013, Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain.
SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan.
SNI 2833:2016, Perencanaan jembatan terhadap beban gempa.
SNI 8460:2017, Persyaratan Perancangan Geoteknik.
Surat Edaran No. 10/SE/M:2015, Pedoman perancangan bantalan elastomer untuk perletakan
jembatan.
Surat Edaran No. 11/SE/M:2015, Pedoman perencanaan bantalan sambungan siar muai pada
lantai jembatan.
Pedoman Pd T-09-2005-B:2005, Pedoman konstruksi dan bangunan, rekayasa penanganan
keruntuhan lereng pada tanah residual dan batuan.
Pusbin-KPK:2005, Perencanaan Geometrik Jalan.
AASHTO:2017, AASHTO LRFD bridge design specification, 8th Edition.
Tujuan panduan praktis perencanaan teknis jembatan ini adalah sebagai acuan dalam
perencanaan jembatan dan pedoman pelatihan tentang tahapan perencanaan jembatan.
Panduan ini diharapkan menjadi referensi bagi praktisi jembatan dalam menerjemahkan
peraturan, norma, standar, pedoman, kriteria dan manual ke dalam praktik perencanaan.
Selain itu, panduan ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi akademisi.
1
1.4 Susunan panduan
Untuk mencapai pokok tujuan panduan perencanaan di atas, urutan pembahasan pada
Volume 4 disusun sebagai berikut:
1) Bab 1 : Pendahuluan
2) Bab 2 : Perencaanaan perletakan dan sambungan (siar muai)
3) Bab 3 : Perencanaan stabilitas lereng
4) Bab 4 : Perencanaan bangunan pengaman dan tanah timbunan (oprit)
5) Bab 5 : Pertimbangan perencanaan terhadap potensi likuifaksi
Panduan ini disusun berdasarkan alur tahapan perencanaan jembatan yang dibagi menjadi
lima volume. Pada Volume 4, pembaca disarankan untuk memahami Bab 2 untuk
perencanaan perletakan dan sambungan (siar muai). Sedangkan, dalam perencanaan
stabilitas lereng, serta bangunan pengaman dan tanah timbunan (oprit) secara berurutan
terdapat pada Bab 3 dan Bab 4. Untuk pertimbangan perencanaan terhadap potensi likuifaksi
dapat dipahami pada Bab 5.
Panduan ini menyajikan tahapan perencanaan jembatan standar dari awal hingga akhir, yang
dapat digunakan bagi perencana, praktisi maupun akademisi. Semoga panduan ini
bermanfaat dan dapat digunakan hingga masa yang akan datang. Meskipun kelak terdapat
pembaruan peraturan atau code yang menjadi referensi di panduan saat ini, namun hakikatnya
dasar-dasar perencanaan jembatan yang ada dalam panduan masih dapat digunakan sampai
kapanpun.
2
2 Perencanaan perletakan dan sambungan (siar muai)
2.1 Pendahuluan
Bagian ini menjelaskan bagaimana ketentuan dalam pemilihan tipe serta perencanaan pada
perletakan dan hubungan lantai sebelum perencanaan pembangunan jembatan baru.
Perletakan jembatan harus mampu mendistribusikan beban dari struktur atas ke struktur
bawah dan akhirnya ke tanah. Untuk memenuhi fungsinya maka perletakan harus diantisipasi
untuk mampu mengakomodasi perpindahan atau gerakan yang disebabkan oleh beban
ekstrem. Karena adanya perpindahan yang diizinkan maka sambungan siar muai yang
berdekatan harus sesuai dengan pembatasan gerakan yang diakibatkan oleh perletakan.
Sehingga dalam perencanaannya, perletakan dan sambungan siar muai harus saling
berkaitan untuk mengantisipasi gerakan secara keseluruhan. Pada bab ini di batasi pada
informasi terkait pemilihan jenis tumpuan dan tidak membahas perencanaan seismic device.
2.2 Daftar istilah dan notasi
2.2.1 Daftar istilah
2.2.1.1
sambungan siar muai (expansion joint)
sambungan pada lantai jembatan yang berfungsi untuk mengakomodir pergerakan atau
deformasi lantai jembatan yang diakibatkan oleh pengembangan atau penyusutan akibat
panas, susut dan rangkak beton, ataupun oleh kondisi pembebanan
2.2.1.2
perletakan tipe elastromer
elemen yang terbuat dari karet alam (natural rubber) atau sintetis (neoprone) yang berfungsi
untuk meneruskan beban dari bangunan atas ke bangunan bawah
2.2.1.3
lead rubber bearing
merupakan elastomeric bearing yang dilengkapi dengan inti timbal yang memanjang ke
seluruh ketinggian bantalan
2.2.1.4
perletakan ayunan (rocker bearing)
merupakan jenis dari pinned bearing, yang digunakan untuk mengakomodasi defleksi beban
hidup yang besar.
2.2.1.5
compression seal
jenis siar muai yang umumnya berbahan dasar karet (rubber) dengan penggunaan penutup
baja pada permukaan atasnya
3
2.2.2 Notasi
Notasi Defenisi
Koefisien muai panas, dimana untuk gelagar beton dengan nilai 10х10 -6 (/˚C), dan
untuk gelagar baja dengan nilai 12х10-6 (/˚C)
A Luas keseluruhan (bounded surface area) (mm2)
b Lebar efektif keseluruhan elastomer (mm)
cr Koefisien rangkak
sh Nilai regangan susut
hri Ketebalan efektif karet pada lapisan antara (internal layer) (mm)
fy Batas tegangan leleh dari pelat baja yang digunakan (MPa)
FTH Batas fatik (constant amplitude fatique threshold) yang digunakan (MPa)
G Modulus geser elastomer (MPa)
hmax Ketebalan maksimum lapisan elastomer pada bantalan elastomer (mm)
hs Ketebalan lapisan plat pada elastomer berlapis plat (mm)
lp Keliling elastomer, termasuk lubang (bonded surface perimeter) (mm)
I Panjang efektif keseluruhan elastomer (mm)
Panjang dari bantalan elastomer (sejajar dengan sumbu memanjang jembatan)
L (mm); panjang struktur yang mengalami variasi pergerakan (panjang bentang) (m)
n Jumlah lapisan internal karet
PDL Beban mati rencana (kN)
PLL Beban hidup rencana (kN)
S Faktor bentuk
Tmax Desain Temperatur rata-rata tertinggi (˚C) ditentukan dari survei lapangan
Tmin Desain Temperatur rata-rata terendah (˚C) ditentukan dari survei lapangan
Lebar dari bantalan elastomer (tegak lurus terhadap sumbu memanjang jembatan)
W
(mm)
L Tegangan rata-rata akibat beban hidup (MPa)
s Tegangan rata-rata akibat beban total (MPa)
T Nilai rata-rata temperatur udara tertinggi dan temperatur udara terendah (˚C)
LTemp Perubahan panjang yang mungkin terjadi akibat perbedaan temperatur (mm)
4
2.3 Metodologi perencanaan
2.3.1 Pendahuluan
Pada bagian ini diberikan secara umum mengenai konsep dan ketentuan perencanaan dari
perletakan juga hubungan lantai sebagai dasar dalam perencanaan.
Perletakan adalah sistem mekanis yang mentransmisikan beban dari struktur atas ke struktur
bawah. Dalam pengerjaannya perletakan berada antara struktur atas dengan struktur bawah.
Fungsi dari perletakan adalah untuk mengadakan hubungan khusus dalam mengendalikan
interaksi pembebanan dari gerakan antara bagian struktur atas dengan struktur bawah.
Secara historis, sudah banyak jenis perletakan yang telah digunakan untuk jembatan. Masing-
masing perletakan ini memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal menahan pergerakan
vertikal dan horizontal, kekakuan arah vertikal dan horizontal, dan fleksibilitas rotasi.
Gaya yang diterapkan pada bantalan jembatan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Reaksi
2) Gaya longitudinal
3) Gaya transversal
4) Gaya angkat
Pentingnya perletakan tidak dapat diabaikan, karena perletakan dapat menjadi kaku akibat
korosi, tersumbat oleh puing-puing, atau gagal fungsi seperti yang dirancang sebelumnya,
atau juga kegagalan pada bentang jembatan atau keseluruhan struktur. Pentingnya perletakan
ini dalam perencanaan seringkali kurang menjadi perhatian oleh Perencana, karena banyak
dari Perencana hanya bergantung atau mengandalkan produsen untuk memproduksi setiap
unit dari masing-masing perletakan. Pada banyak kasus, Perencana hanya akan menentukan
kemampuan beban dan pergerakan atau perpindahan yang harus diterima oleh perletakan,
kemudian menyerahkan detail masing-masing unit perletakan pada produsen.
2.3.3 Konsep dan ketentuan perencanaan hubungan lantai (expansion joint)
Sambungan siar muai (expansion joint) adalah sambungan pada lantai jembatan yang
berfungsi untuk mengakomodir pergerakan atau deformasi lantai jembatan yang diakibatkan
oleh pengembangan atau penyusutan akibat panas, susut dan rangkak beton, ataupun oleh
kondisi pembebanan. Expansion joint terbuat dari logam, karet, aspal karet (rubbertic asphalt),
bahan pengisi (filler) atau bahan penutup (sealant) yang digunakan untuk sambungan antar
struktur dan sesuai dengan gambar rencana.
2.4 Pemilihan tipe perletakan
Perletakan jembatan atau sekarang lazim disebut bantalan jembatan adalah elemen jembatan
yang meneruskan beban dari bangunan atas ke bangunan bawah jembatan.
Perletakan jembatan terbuat dari baja (bisa berbentuk bantalan lapisan pelat baja atau
bantalan logam) atau elastomer (bantalan karet) untuk menopang gelagar, pelat atau rangka
baja. Perletakan harus mampu menahan:
1) Tekanan yang tinggi,
2) Susut dan muai akibat perubahan temperatur,
3) Pengaruh lendutan gelagar atau rangka jembatan,
4) Mengurangi efek getaran akibat beban hidup.
5
Umumnya salah satu ujung gelagar adalah perletakan tetap (sendi), dan ujung lainnya adalah
perletakan yang bebas bergerak dalam arah memanjang (rol). Akan tetapi pada perletakan
dari karet atau neoprene kedua ujung tersebut dapat bergerak ke segala arah dalam batas
tertentu. Jika perletakan tidak berfungsi, maka kerusakan akan timbul pada perletakan dan
juga pada bagian lain konstruksi. Oleh karena itu, perletakan harus:
1) Bersih dan drainasenya baik,
2) Diberi pelumas dengan cukup,
3) Tersedia cukup tempat untuk bergerak,
4) Terletak pada posisinya dengan baik dan tidak bergeser,
5) Tidak berubah bentuk secara berlebihan yang dapat mengakibatkan pecah/rusak (karet
atau neoprene),
6) Bidang geser tidak rusak atau berlubang akibat korosi,
7) Duduk dengan baik, dengan baut pengikat yang cukup bebas agar dapat bergerak,
8) Tempat kedudukannya tidak rusak,
9) Bagian logam tidak retak atau melengkung.
Perletakan elastomer (bantalan karet) merupakan elemen yang terbuat dari karet alam (natural
rubber) atau sintetis (neoprene) yang berfungsi untuk meneruskan beban dari bangunan atas
ke bangunan bawah. Elastomer merupakan material yang memiliki sifat karet asli, karet
vulkanisasi, atau karet sintetis yang meregang apabila diberi tegangan dan berdeformasi
secara cepat dan dapat kembali ke dimensi semula. Berikut diberikan karakteristik dari
perletakan elastomer adalah:
1) Terdiri dari dua atau lebih lapisan elastomer dan pelat baja yang bekerja secara
komposit, seperti ditunjukakan pada Gambar 2.1,
2) Tipikal beban maksimum pada arah vertikal sebesar 5000 kN,
3) Membutuhkan modifikasi untuk dapat menahan gaya memanjang jembatan,
4) Membutuhkan modifikasi untuk dapat menahan gaya melintang jembatan,
5) Tipikal perpindahan maksimum sebesar 50 mm,
6) Memungkinkan perputaran,
7) Baik untuk menahan beban gempa sebagai peredam (buffer),
8) Tanpa perawatan.
Sumber: Surat Edaran Pedoman perencanaan bantalan elastomer untuk perletakan jembatan No.
10/SE/M/2015
6
Bantalan elastomer yang telah selesai diproduksi harus diuji untuk mengetahui pemenuhan
kriteria terhadap spesifikasi sesuai yang diatur dalam SNI 3967:2008, meliputi pengujian fisik
(bahan) dan pengujian mekanik (pembebanan). Untuk karakteristik tipikal dari perletakan
elastomer dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
7
Tabel 2.1 Karakteristik tipikal perletakan elastomer
Beban maksimum (kN)1 Pergerakan maksimum1 Perputaran maksimum (rad)1 Angka tipikal2
Tipe Kinerja Keperluan
perletakan seismik pemeliharaan Bet
Vertikal Memanjang Melitang Memanjang Melitang Memanjang Melintang Plan Lurus Lengkung Baja
on
Elastomer
3 3 5 5
Polos 1500 12 12 Kecil Baik Tidak ada Ya Ya - Ya
3 3 5 5
Berlapis 1500 50 50 Kecil Baik Tidak ada Ya Ya Ya Ya
(1)
CATATAN Nilai maksimum yang diberi tanda berlaku untuk perletakan yang tersedia berdasarkan desain standar dari produsen. Akan tidak mungkin bagi suatu
perletakan untuk mencapai kapasitas maksimum pada semua model secara simultan
(2) Tidak tepat untuk yang bertanda “-“
(3) Pengaturan khusus diperlukan untuk mencegah pergerakan melintang dan untuk menerima beban horizontal
(5) Perputaran maksimum tergantung pada beban vertikal dan dimensi perletakan
Sumber: Surat Edaran Pedoman perancangan bantalan elastomer untuk perletakan jembatan No. 10/SE/M/2015
8
Secara umum perencanaan perletakan elastomer dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini:
Mulai
Tentukan luas
penampang elastomer
Asumsikan dimensi-
dimensi perletakan
Tidak
Periksa
faktor
bentuk
Ya
Periksa
Tidak
tegangan izin
Ya
Ya
Periksa
Tidak stabilitas
Ya
Tentukan tebal
pelat
Selesai
9
Perencanaan bantalan elastomer tipe berlapis dengan perkuatan pelat baja membutuhkan
keseimbangan kekuatan untuk menopang beban tekan yang besar juga untuk
mengakomodasi translasi dan rotasi. Untuk bantalan karet yang dirancang menggunakan
ketentuan bab ini, keseimbangan tersebut dijaga dengan menggunakan elastomer yang relatif
lentur dengan nilai modulus geser (G), di antara 0,6 MPa sampai 1,3 MPa dalam faktor bentuk
yang sesuai, dan kekerasan nominal karet harus berada di antara 50 sampai 60 dalam skala
Shore “A”.
Tebal bantalan tergantung pada besarnya pergerakan yang disyaratkan. Regangan geser
akibat translasi harus dibatasi kurang dari 0,5 mm untuk mencegah guling dan kelelahan yang
berlebihan. Ketebalan total elastomer, harus dirancang dua kali lebih besar dari translasi
rencana. Untuk memastikan kestabilannya, ketebalan total bantalan karet tidak boleh melebihi
L/3 dan atau W/3.
Lapisan elastomer tidak diperbolehkan untuk miring. Semua lapisan internal di dalam bantalan
karet harus memiliki ketebalan yang sama, dan lapisan karet penutup tidak boleh lebih dari
70% ketebalan lapisan internal. Perencana harus memutuskan beban apa saja yang harus
diterima oleh bantalan elastomer, salah satunya adalah beban lateral. Jika beban lateral pada
perletakan elastomer terlalu besar, terutama dibandingkan dengan beban vertikal, sebuah
sistem terpisah dapat digunakan untuk menahan beban lateral, yaitu dengan memasang baut,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Beban yang harus dihitung untuk diterima oleh bantalan adalah beban hidup ditambah beban
mati rencana. Di dalam perhitungan, beban-beban harus dikonversi menjadi tegangan rata-
rata berdasarkan luas area bantalan yang menerima beban seperti rumus berikut ini:
P P
s DL LL (1)
A
PLL
L (2)
A
Keterangan:
s adalah tegangan rata-rata akibat beban total (MPa)
L adalah tegangan rata-rata akibat beban hidup (MPa)
PDL adalah beban mati rencana (kN)
PLL adalah beban hidup rencana (kN)
A adalah luas keseluruhan (bounded surface area) (mm2)
10
Kekakuan dari perletakan karet ketika dalam kondisi terbebani pada permukaannya terkekang
terhadap gelincir, yang tergantung pada faktor bentuk (S) yang merupakan rasio dari daerah
yang tertekan (area under compression) terhadap area yang bebas untuk menjadi gembung
(area free to bulge). Faktor bentuk untuk lapisan-lapisan elastomer tanpa lubang harus
dihitung sebagai berikut:
A
S (3)
l p hri
l p 2 L W (4)
A L W (5)
Keterangan:
S adalah faktor bentuk
A adalah luas keseluruhan (bounded surface area) (mm2)
lp adalah keliling elastomer, termasuk lubang (bonded surface perimeter) (mm)
hri adalah ketebalan efektif karet pada lapisan antara (internal layer) (mm)
I adalah panjang efektif keseluruhan elastomer (mm)
b adalah lebar efektif keseluruhan elastomer (mm)
b
l
be
le
hri
l
b
11
Terlepasnya elastomer dari pelat penguatnya juga menjadi hal yang penting untuk
dipertimbangkan. Hal ini dapat dikendalikan dengan membatasi tegangan tekan maksimum
akibat kombinasi beban pada elastomer sebesar 7,0 MPa untuk bantalan yang mengalami
deformasi geser. Terlepasnya elastomer dari pelat penguatnya dicegah dengan
menggabungkan batasan tekan yang dipenuhi berdasarkan persamaan berikut ini:
s 7,0MPa (8)
s 1,0GS (9)
Keterangan:
G adalah modulus geser elastomer (MPa)
S adalah faktor bentuk
s adalah tegangan rata-rata akibat beban total (MPa)
Pada bantalan karet tipe berlapis yang dikekang terhadap deformasi geser, besarnya
tegangan dapat dinaikkan 10%.
Rotasi dapat terjadi pada bantalan karet dan harus dianggap jumlah maksimum dari pengaruh
berkurangnya kesejajaran dan subsekuen perputaran ujung gelagar akibat beban-beban
imposed dan pergerakan yang terjadi. Pemisahan (separation) antara ujung bantalan dengan
struktur yang menumpu harus dicegah pada saat terjadinya rotasi, karena pemisahan dapat
menyebabakan sobek (delaminasi). Pemisahan dapat dicegah dengan mengggabungkan
batasan tekan dan rotasi yang dipenuhi berdasarkan persamaan berikut:
2
L
s 0,5G.S s,x (10)
hri n
2
W
s 0,5G.S s,x (11)
hri n
Keterangan:
s,x adalah maksimum perputaran pada setiap sumbu (rad)
L adalah panjang dari bantalan elastomer (sejajar dengan sumbu memanjang
jembatan) (mm)
n adalah jumlah lapisan internal karet
G adalah modulus geser elastomer (MPa)
S adalah faktor bentuk
hri adalah ketebalan lapisan internal (mm)
W adalah lebar dari bantalan elastomer (tegak lurus terhadap sumbu memanjang
jembatan) (mm)
hri adalah ketebalan lapisan internal (mm)
Tegangan tarik akan terjadi pada pelat baja karena menahan pergerakan karet. Tegangan
tarik ini dapat menentukan tebal pelat yang dibutuhkan, sehingga tebal pelat harus ditentukan
berdasarkan:
12
3hr max s
hs (12)
fy
2hmax L
hs (13)
FTH
Keterangan:
hmax adalah ketebalan maksimum lapisan elastomer pada bantalan elastomer
(mm)
hs adalah ketebalan lapisan plat pada elastomer berlapis plat (mm)
fy adalah batas tegangan leleh dari pelat baja yang digunakan (MPa)
FTH adalah batas fatik (constant amplitude fatique threshold) yang digunakan
(MPa)
s adalah tegangan rata-rata akibat beban total (MPa)
L adalah tegangan rata-rata akibat beban hidup (MPa)
Apabila beban geser terfaktor ditahan oleh bantalan yang terdeformasi pada batas kekuatan
yang melebihi 1⁄5 beban vertikal minimum akibat beban gempa, bantalan tersebut harus
diamankan (secured) terhadap pergerakan horizontal.
Perletakan pot bearing terdiri dari piringan elastomer polos yang dibatasi dalam silinder baja
yang berorientasi vertikal atau pot, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Beban vertikal di transmisikan melalui piston baja yang berada di atas piringan elastomer.
Terdapat dinding pot yang membatasi piringan elastomer guna untuk menahan beban tekan
yang besar, tidak seperti perletakan konvensional lainnya yang tanpa material pembatas
elastomer. Mengenai rotasi diakomodasi oleh kemampuan piringan elastomer untuk
berdeformasi di bawah beban tekan dan induksi rotasi. Kapasitas rotasi dari perletakan pot
bearing, umumnya dibatasi oleh jarak bebas antara elemen dari pot, piston, pemukaan geser,
dan pengekangan.
Piston
External Seal
Hard Facing
Internal Seal
Confined Elastomer
Pressure Pad
Cylinder
13
2.7 Perencanaan perletakan tipe lead rubber bearing
Perletakan lead rubber bearing pada dasarnya adalah elastomeric bearing yang dilengkapi
dengan inti timbal yang memanjang ke seluruh ketinggian bantalan. Komponen dari lead
rubber bearing dapat dilihat pada Gambar 2.6. Perletakan tipe ini pada umumnya digunakan
pada struktur dengan kondisi seismik yang tinggi.
Material dari elastomer dan lapisan baja akan menumpu berat struktur serta memberikan
elastisitas pasca leleh. Sedangkan pada inti timbal direncanakan untuk berdeformasi plastis,
yang demikian akan memberikan redaman disipasi energi. Hal ini memiliki efek mengubah
kekakuan struktur dan juga karakteristik redaman. Tipe perletakan lead rubber bearing
digunakan untuk daerah seismik aktif karena kemampuannya terhadap beban gempa lebih
baik dari perletakan tradisional lainnya dalam mengurangi respon perpindahan dan jumlah
siklus pada respon maksimum.
Dalam kondisi beban layan, lead rubber bearing harus direncanakan untuk memiliki kekakuan
yang cukup dan dapat menahan beban horizontal servis. Sedangkan pada kondisi beban
gempa, lead rubber bearing diharapkan dapat memiliki kelenturan atau fleksibilitas yang tinggi
guna memberikan efek isolasi gempa (pemisahan karakteristik dinamis struktur atas dan
bawah) serta, pelelehan pada inti timbal akan memberikan efek redaman atau disipasi energi
yang tinggi. Kekakuan pasca leleh (post-yield stiffness) pada lead rubber bearing juga harus
direncanakan dengan seksama agar perletakan memiliki gaya pembalik (restoring force) yang
cukup untuk mengembalikan perletakan pada posisi semula pasca terjadi gempa.
Perletakan tipe friction pendulum bearing merupakan teknologi peredam gempa yang memiliki
sistem kemampuan untuk mengembalikan struktur pada posisi semula setelah gempa
berakhir. Hal ini dapat terjadi karena adanya bagian articulated slider yang bergerak pada
suatu permukaan stainless-steel yang berbentuk cekung dengan nilai kelengkungan tertentu.
Dengan adanya tahanan friksi pada kedua permukaan tersebut maka struktur di atas sistem
isolasi dasar akan tetap berperilaku layaknya sebuah struktur terjepit (fixed-base structure)
pada kondisi beban lateral yang ringan (lihat Gambar 2.7).
14
structure
slider
seal
retainer
concave stainless steel
sliding surface bearing material
15
Gambar 2.8 - Mekanisme metode kerja perletakan friction pendulum bearing
Sumber: Studi Komparasi Isolasi Dasar High-Damping Rubber Bearing dan Friction Pendulum System
pada Bangunan Beton Bertulang, 2014
16
dowel pin
Roker Pelat
silinder perletakan
terluar
bagian ini
mungkin rol baja Pelat
diabaikan perletakan
terluar
17
3) Sliding plate bearing (Perletakan geser)
Berikut adalah spesifikasi dari perletakan Sliding plate bearing:
a) Terdiri dari dua permukaan yang memiliki material yang sama aau berbeda di sisi
gesernya (lihat Gambar 2.11),
b) Beban maksimum pada arah vertikal sebesar 3000 kN,
c) Membutuhkan modifikasi untuk dapat menahan beban memanjang jembatan,
d) Membutuhkan modifikasi untuk dapat menahan beban melintang jembatan,
e) Beban maksimum pada arah melintang jembatan sebesar 400 kN,
f) Memungkinkan perpindahan ke segala arah,
g) Tidak memungkinkan perputaran,
h) Baik untuk menahan beban gempa,
i) Membutuhkan perawatan minimum.
Perletakan
geser datar
Perletakan
geser melengkung
4) Disc bearing
Berikut adalah spesifikasi dari perletakan disc bearing:
a) Berbahan polyether urethane disc yang menyediakan perputaran antara dua plat
baja, seperti ditunjukan pada (lihat Gambar 2.12),
b) Beban maksimum pada arah vertikal sebesar 45000 kN,
c) Beban maksimum pada arah memanjang jembatan sebesar 4500 kN,
d) Beban maksimum pada arah melintang jembatan sebesar 4500 kN,
e) Memungkinkan perputaran pada arah memanjang jembatan ± 0,04 rad,
f) Baik untuk menahan beban gempa,
g) Membutuhkan perawatan minimum.
Mekanisme
pembatasan geser
Piringan
elastomer
18
2.10 Pemilihan sambungan siar muai (expansion joint)
Jenis sambungan siar muai (expansion joint) bergantung pada jenis pergerakan struktur yang
disambungkan. Berikut persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih expansion joint:
1) Material yang digunakan harus awet dan tahan lama,
2) Mudah diperiksa dan dipelihara, bagian-bagian yang rentan terhadap aus harus mudah
untuk diganti,
3) Tidak menimbulkan bunyi yang keras atau getaran pada saat dilewati kendaraan,
4) Harus diberi sarana anti gelincir atau slip pada permukaannya jika lebar sambungan dalam
arah memanjang cukup besar,
5) Harus kedap air untuk menghindarkan tertampungnya air, tanah, pasir dan kotoran (hanya
untuk expansion joint tertutup).
Dalam pemilihan tipe sambungan siar muai, perlu diperhatikan besarnya pergerakan lantai
yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2 Tipikal sambungan siar muai, dan pergerakannya
Pergerakan total Pergerakan
Pergerakan arah
memanjang yang diizinkan vertikal
Jenis sambungan siar melintang yang Jenis
maksimum
muai Minimum Maksimum diizinkan pergerakkan
yang diizinkan
(mm) (mm) (mm)
(mm)
Sambungan tertanam 5 20 *- ±1 Kecil
Asphaltic plug 5 20 *- ± 1,5 Kecil
Sambungan tipe seal yang *- ±3
5 12 Kecil
dituang
Compression seal 5 40 *- ±3 Menengah
Finger plate joint 60 1200 ±5 ± 20* Besar
Modular 60 1200 ± 20 ± 20* Besar
Mat expansion joint 60 1000 ± 500 ± 40* Besar
Seismic Modular Joint 60 1200 ± 600 ± 25* Besar
*Tergantung pada spesifikasi setiap produk sambungan siar muai
Berikut jenis-jenis siar muai jembatan (expansion joint) dengan pertimbangan kelebihan dan
kekurangan dalam perencanaan:
1) Sambungan siar muai tipe seal silicone
Sambungan siar muai tipe ini adalah jenis siar muai yang berbahan dasar silicone sebagai
penutup (sealer). Di bawah ini Gambar 2.13 merupakan sketsa siar muai tipe seal silicone.
Perekat dasar Seal silicone
tuang di tempat
Polester atau elastomer
kepala beton (tipikal) Batang penyokong
(Backer rod)
Tabel 2.3 Kelebihan dan kekurangan siar muai tipe seal silicone
Kelebihan Kekurangan
LANTAI JEMBATAN DENGAN LAPISAN PENUTUP ASPAL LANTAI JEMBATAN TANPA LAPISAN PENUTUP ASPAL
Berikut Tabel 2.4 adalah kelebihan dan kekurangan penggunaan siar muai asphaltic plug:
Tabel 2.4 Kelebihan dan kekurangan siar muai asphaltic plug
Kelebihan Kekurangan
- Membutuhkan tenaga kerja yang ahli dalam
- Ekonomis pemasangannya
- Mudah dikerjakan - Kurang baik dalam menahan gerakan
- Cepat dan aman dilalui kendaraan horizontal
20
3) Sambungan siar muai tipe compression seal
Sambungan siar muai tipe compression seal adalah jenis siar muai yang umumnya
berbahan dasar karet (rubber) dengan penggunaan penutup baja pada permukaan
atasnya. Komponen ini dibuat menerus, yang dipasang di antara celah sambungan siar
muai sehingga secara efektif menutup celah sambungan siar muai terhadap air dan
kotoran. Jenis sambungan ini dapat diam di tempat dengan mengandalkan friksi di antara
dinding vertikal sambungan yang saling berhadapan. Di bawah ini Gambar 2.15
merupakan sketsa siar muai tipe compression seal.
BAUT
PERMUKAAN PELAT PENGIKAT
LANTAI PENUTUP
BAJA SIKU
TIANG ANGKUR DIPASANG PENAHAN
SELANG SELING
Berikut Tabel 2.5 adalah kelebihan dan kekurangan penggunaan siar muai compression seal:
Tabel 2.5 Kelebihan dan kekurangan siar muai compression seal
Kelebihan Kekurangan
- Sambungan ini perlu perawatan lebih
- Cocok digunakan untuk jembatan bersudut
- Umur rencananya pendek
(skew angle > 30˚)
- Digunakan pada yang beban lalu lintasnya
- Pengerjaannya mudah dan cepat
kecil
TIANG ANGKUR
DIBENGKOKKAN
PENGISI SAMBUNGAN
NEOPRENE
21
Berikut Tabel 2.6 adalah kelebihan dan kekurangan penggunaan siar muai strip seal:
Tabel 2.6 Kelebihan dan kekurangan siar muai strip seal
Kelebihan Kekurangan
Perlu perawatan lebih
Dapat ditingkatkan kemampuannya dengan
Sangat rentan pada bagian penutup (sealing)
menambahkan jangkar, fleksibel
atau sambungan karena tidak disambung secara
Memiliki drainase yang baik
mekanik
Berikut Tabel 2.7 adalah kelebihan dan kekurangan penggunaan siar muai open finger plate:
Tabel 2.7 Kelebihan dan kekurangan siar muai open finger plate
Kelebihan Kekurangan
Perlu perawatan lebih karena rentan
Memiliki drainase yang baik terhadap korosi dan vegetasi yang bisa
Ekonomis tumbuh di sekitarnya
Cukup bising akibat penggunaaan finger
Mudah dalam pelaksanaannya
plate – kadang penutup (finger plate) tidak
Dapat menahan beban vertikal yang cukup
bisa dipasang pas kembali apabila ada
besar
pergerakan bebas
Sambungan siar muai ini termasuk dalam kategori sambungan dengan kemampuan
pergerakan yang besar, karena memiliki kemampuan pergerakan besar dalam arah
memanjang dan melintang jembatan, serta memiliki kemampuan pergerakan vertikal yang
baik. Dengan karakteristik pergerakan ini, tipe sambungan mat expansion joint cocok bila
22
digunakan pada daerah gempa yang besar, terlebih apabila jembatan dilengkapi dengan
perletakan isolasi gempa seperti lead rubber bearing atau friction pendulum bearing.
Sambungan siar muai tipe mat ini umumnya terbentuk dari gabungan beberapa panel.
Seringkali tipe sambungan ini juga disebut mat panel joint. Dengan desain joint yang terdiri
dari panel-panel ini, umumnya akan banyak didapat kemudahan pada saat pemasangan,
dan handling.
Berikut Tabel 2.8 adalah kelebihan dan kekurangan penggunaan siar muai mat expansion
joint:
Tabel 2.8 Kelebihan dan kekurangan siar muai mat expansion joint
Kelebihan Kekurangan
- Ekonomis
- Memiliki kapasitas pergerakan yang besar - Membutuhkan tenaga kerja yang ahli dalam
- Nyaman dengan noise reduction yang baik pemasangannya
- Pemasangan relative mudah karena - Diperlukannya material-material pendukung
sambungan tersusun dari panel-panel seperti mortar grouting, epoxy, dll untuk
sehingga memudahkan handling di lapangan mendukung waterproofness dari sistem
- Tidak diperlukan blockout yang besar untuk sambungan mat joint
daerah pengangkuran sambungan - Perlu pekerjaan pengeboran lubang angkur
- Memungkinkan dilakukannya replacement atau presetting posisi angkur yang seksama
setempat tanpa perlu penutupan akses pada saat pemasangan
jembatan saat pergantian
Sambungan siar muai pada lantai jembatan harus sedapat mungkin direncanakan untuk umur
yang sama dengan jembatan, jika tidak mungkin untuk dilaksanakan maka Perencana harus
merencanakan agar jembatan mempunyai fasilitas yang memadai untuk kegiatan rehabilitasi
atau penggantian sambungan siar muai di kemudian hari.
23
Prosedur perencanaan sambungan siar muai dapat dilihat pada bagan alir berikut ini:
Mulai
Penentuan
lokasi
sambungan
siar muai
Perhitungan
pergerakan
maksimum
Pemilihan tipe
sambungan
siar muai
Detail
Pemasangan
Selesai
24
LTemp .L.T (15)
Keterangan:
T adalah nilai rata-rata temperatur udara tertinggi dan temperatur udara terendah
(˚C)
LTemp adalah perubahan panjang yang mungkin terjadi akibat perbedaan
temperatur (mm)
adalah koefisien muai panas, dimana untuk gelagar beton dengan nilai
10х10-6 (/˚C), dan untuk gelagar baja dengan nilai 12х10-6 (/˚C
Tmax Desain adalah temperatur rata-rata tertinggi (˚C) ditentukan dari survei lapangan
Tmin Desain adalah temperatur rata-rata terendah (˚C) ditentukan dari survei lapangan
L adalah panjang struktur yang mengalami variasi pergerakan
(panjang bentang) (m)
Selain harus mampu mengakomodasi pergerakan akibat panas, sambungan siar muai
juga harus mampu mengakomodasi pergerakan akibat rangkak (creep) dan susut beton
(shringkage) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
Lsh sh .L (16)
Lcr cr .L (17)
Keterangan:
Lsh adalah perubahan panjang yang mungkin terjadi akibat susut (mm)
Lcr adalah perubahan panjang yang mungkin terjadi akibat rangkak (mm)
Pada daerah rawan gempa, sambungan siar muai juga harus diperhitungkan terhadap
pergerakan yang timbul akibat pengaruh gempa. Umumnya pada kombinasi ultimit,
pergerakan akibat pengaruh gempa ini akan ditambahkan dengan efek lingkungan lain
yang disebutkan di atas (akibat temperatur dan susut rangkak).
Untuk diketahui juga pergerakan yang terjadi pada jembatan yang bersudut (skewed
angle), sudut yang perlu dihitung adalah sudut horizontal yang dibentuk antara sumbu
melintang jembatan terhadap sambungan siar muai. Kemiringan biasanya disebut
skewed angle (θ), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.19. Pergerakan akibat lantai yang
membentuk sudut (Mn atau Mp) harus dihitung pengaruhnya terhadap perubahan
temperatur, rangkak dan susut, dan pengaruh gempa.
25
Mn Sisi
Sisi A Abutmen
Jembatan
Mp
Gambar 2.19 - Tampak atas sambungan siar muai yang bersudut (skewed)
Sumber: Surat Edaran Pedoman perencanaan sambungan siar muai pada lantai jembatan No.
11/SE/M/2015
ΔL + ΔL + ΔL
cr sh Temp
ΔL = (18)
sambungan 2
Keterangan:
Lsambungan adalah pergerakan total yang harus di akomodasi siar muai (mm)
Lcr adalah pergerakan akibat rangkak (mm)
Lsh adalah pergerakan akibat susut (mm)
cr adalah koefisien rangkak
LTemp adalah pergerakan akibat temperatur (mm)
ΔLEQ adalah pergerakan akibat gempa (mm)
Kelebihan dan kekurangan dari penggunaan suatu sambungan siar muai berdasarkan
karakteristik dan spesifikasinya dapat merujuk pada Sub bab 2.10, namun tidak dibatasi
terhadap informasi lain yang mungkin didapatkan sebagai perbandingan tipe sambungan
siar muai yang akan dipilih.
4) Detail pemasangan
Setelah diketahui tipe sambungan apa yang akan digunakan, maka langkah selanjutnya
adalah detail pelaksanaan pemasangan sambungan siar muai.
26
Berikut diberikan beberapa contoh gambaran secara umum detail pemasangan
sambungan siar muai dari berbagai tipe yang dibahas dalam panduan ini:
Tabel 2.9 Deskripsi pemasangan sambungan siar muai tipe asphaltic plug
No Deskripsi Sketsa
1 Celah ditutupi dengan Lebar sambungan
bidang penutup
kayu lapis (hardboard
atau masking strip) sesuai
dengan yang akan
digunakan
Jarak Sambungan
Pelat
sambungan
WATERPROOFING
BIDANG
LANTAI
PENUTUP
BIDANG
PENUTUP
Sumber: Surat Edaran Pedoman perencanaan sambungan siar muai pada lantai jembatan No.
11/SE/M/2015
27
b) Pemasangan sambungan siar muai tipe strip seal
Tabel 2.10 Deskripsi pemasangan sambungan siar muai tipe strip seal
No Deskripsi Sketsa
1 Pelat beton dicetak
PEMBUATAN
dengan boxed out PLAT
untuk menempatkan
sambungan) kemudian
dipasang pemerkuat dek
mulai dipasangkan.
WATERPROOFING LANTAI
Sumber: Surat Edaran Pedoman perencanaan sambungan siar muai pada lantai jembatan No.
11/SE/M/2015
28
c) Pemasangan sambungan siar muai tipe compression joint
Tabel 2.11 Deskripsi pemasangan sambungan siar muai tipe compression joint
No Deskripsi Sketsa
1 Tentukan jenis
compression seal joint
yang digunakan, apakah
pada lantai beton tanpa
alpisan aus atau dengan
lapisan aus. Siapkan
sambungan yang tersedia
agar rapi, bersih dan
tegak lurus
Sumber: Surat Edaran Pedoman perencanaan sambungan siar muai pada lantai jembatan No.
11/SE/M/2015
29
d) Pemasangan sambungan siar muai tipe mat expansion joint
Tabel 2.12 Deskripsi pemasangan sambungan siar muai tipe mat expansion joint
No Deskripsi Sketsa
Lakukan persiapan lantai
jembatan dengan
1 menentukan elevasi finish
grade aspal sebagai
acuan elevasi.
Pasang tulangan
Sengkang di kedua sisi
sambungan siar muai
3 untuk mencegah retak
beton akibat adanya gaya
geser pada lokasi
sambungan siar muai
Lakukan pelapisan
grouting mortar untuk
4
mendapatkan elevasi
akhir yang diinginkan
Lakukan pengeboran
lubang angkur pada posisi
yang telah diukur,
5 masukan angkur pada
lubang yang sudah
dilengkapi oleh anchor
grouting
Tempatkan pipa-pipa
drainase pada kedua sisi
sambungan siar muai,
7 tutup kedua sisi dengan
mortar, dan tutup lubang
angkur dengan material
pengisi lubang joint
30
2.12 Daftar pustaka
AASHTO.2017. AASHTO LRFD Bridge Design Specification, 8th Edition, American Assiciation
of State and Highway Transportation Officials, Washing.
Budiono, Bambang., dan Andri Setiawan. 2014. Studi Komparasi Isolasi Dasar High-Damping
Rubber Bearing dan Friction Pendulum System pada Bangunan Beton Bertulang. Jurnal
Teknik Sipil. 21(3). 182.
Fasce, Jim J. Zhao, P.E., Demetrios E. Tonias, P.E. 2012. Bridge engineering. US: McGraw
Hill Companies.
Kumar. Shiv. 2006. Bridge Bearings. Pune: Indian Railways Institute of Civil Engineering.
No. 11/SE/M/2015. Pedoman Perencanaan Bantalan Sambungan Siar Muai pada Lantai
Jembatan.
Thomas. Tessy., Dr. Alice Mathai. 2016. Study of base isolation using friction pendulum
bearing system. IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering. 20.
31
3 Perencanaan stabilitas lereng
3.1 Pendahuluan
Bagian ini berhubungan dengan perkiraan stabilitas lereng buatan, dimana stabilitas lereng
buatan meliputi lereng galian dan lereng timbunan. Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah
untuk memberikan perencanaan lereng yang aman dan ekonomis. Metode analisis stabilitas
lereng tidak terlepas dari pengetahuan mengenai mekanisme keruntuhan lereng, jenis material
dan asal usulnya, topografi, dan kondisi geologi setempat.
3.2.1 Istilah
3.2.1.1
inklinometer
bagian kompas geologi berupa alat ukur untuk mengukur kemiringan suatu bidang
3.2.1.2
ekstrapolasi
perluasan data di luar data yang tersedia, tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data
yang tersedia itu
3.2.1.3
perencanaan
penggambaran, perencanaan dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen
yang terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi
3.2.1.4
pilar jembatan
merupakan struktur pendukung bangunan atas. Pilar biasa digunakan pada jembatan
bentang panjang, posisi pilar berada di antara kedua abutment
3.2.1.5
konstruksi
merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana
3.2.1.6
analisis
proses pemecahan suatu masalah kompleks menjadi bagian-bagian kecil sehingga bisa
lebih mudah dipahami
32
11.2.1 Notasi
Notasi Definisi
c Kohesi efektif
Sudut geser dalam efektif
Berat volume
W Berat tanah
Na Gaya normal yang bekerja
Lebar longsoran*
A
MW
INC
Bidang longsor
kaki lereng
A
lokasi pemboran
MW = sumur pantau
INC = inklinometer
*-longsoran kecil, lebar 100'-500'
Gambar 3.1 - Posisi titik bor untuk lereng dengan lebar daerah
runtuh yang kecil
Sumber: SNI 8460-2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik, 2017
SECTION A-A
Tanah asli
Endapan material
MW di kaki lereng
INC
34
Untuk titik pengeboran, satu titik pengeboran berada di bagian puncak lereng di
luar bidang runtuh, satu berada di puncak lereng, dan satu berada di kaki lereng.
Jika diperlukan pengamatan, satu lubang di bagian atas lereng di luar daerah
runtuh digunakan sebagai sumur pengamatan dan satu lagi di puncak lereng di
daerah runtuh digunakan sebagai tempat pemasangan inklinometer.
Jika panjang lereng yang runtuh lebih dari 150 meter, jumlah titik pengeboran
termasuk inklinometer dan sumur pengamatan harus ditambah.
Jika lebar bidang runtuh di kaki lereng lebih dari 150 meter, posisi dan jumlah titik
pengeboran dapat mengikuti seperti terlihat pada gambar di atas. Titik-titik
pengeboran tambahan ini dapat diletakkan setiap jarak interval sekitar 50 sampai
100 meter. Tujuan dari penempatan titik-titik pengeboran ini adalah untuk
mendapatkan gambaran kondisi tanah bawah permukaan yang akurat untuk
keperluan analisis stabilitas.
Lebar longsor*
Bidang longsor
Kaki lereng
Lokasi pemboran
36
Tabel 3.2 Faktor keamanan untuk lereng tanah
sangat kompleks, kondisi tanah bervariasi dan penyelidikan tanah tidak konsisten
dan tidak dapat diandalkan.
Sumber: SNI 8460-2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik, 2017
Tabel 3.3 Rekomendasi nilai faktor keamanan untuk lereng batuan
Kondisi lereng Rekomendasi nilai faktor
batuan kemanan
Kondisi permanen 1,50
Kondisi sementara 1,30
Sumber: SNI 8460-2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik, 2017
Tahap Perencanaan
Tahap 1 Menetapkan daerah keruntuhan potensial, lereng-lereng
Identifikasi daerah yang mengalami pembebanan dan lereng-lereng yang
keruntuhan potensial berdekatan dengan struktur jembatan harus diselidiki untuk
kemungkinan terjadinya keruntuhan gelincir lingkaran atau
slumping akibat gempa (Gambar 3.5),
Tahap 2
Penetapan nilai-nilai
Parameter kuat geser tanah (kohesi, c dan sudut geser
dalam, )
parameter yang
digunakan pada Tekanan air pori rencana ( u )
Geometri lereng
perhitungan stabilitas
Sifat-sifat tanah (index properties) seperti berat volume
tanah ( ) dan kemiringan lereng
lereng:
Tahap 3
Perhitungan faktor Perhitungan faktor keamanan menggunakan salah satu dari
keamanan stabilitas beberapa prosedur-prosedur analisis keseimbangan batas,
lereng
37
Tahap 4 Jika Faktor keamanan kurang dari persyaratan nilai Faktor
Cara-cara yang keamanan pada, maka dilakukan tindakan penstabilan
digunakan untuk lereng.
menstabilkan lereng
dimana faktor
keamanan kurang dari
yang disyaratkan
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
Bagan alir analisis stabilitas lereng secara umum dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Mulai
FK
Maka perlu tindakan kurang dari yang
Ya
penstabilan lereng diisyaratkan
Tidak
Selesai
Keterangan:
c adalah kohesi efektif (kN/m2)
adalah sudut geser dalam efektif (o)
adalah berat volume (kN/m 3)
38
3.4 Identifikasi daerah keruntuhan potensial
Penyelidikan harus dilakukan pada ketidakselarasan level disekitar struktur jembatan akibat
lereng atau dinding penahan, perhatian khusus harus diberikan pada situasi sebagai berikut:
1) Dinding penahan kepala jembatan dengan tinggi lebih dari 6 meter, lihat Gambar 3.5.
2) Lereng penyangga berat kepala jembatan atau beban pilar, lihat Gambar 3.6.
3) Lereng-lereng asli yang berdekatan dengan pilar jembatan, lihat Gambar 3.7.
4) Lereng-lereng yang mudah dipengaruhi oleh likuifaksi dan slumping gempa.
Berikut ini adalah gambar tipe potongan melintang dan ketidakstabilan potensial suatu struktur
pada lereng.
Bangunan atas
Kepala jembatan
penahan
Beban jembatan
Kepala jembatan
Bangunan atas
Bidang keruntuhan
Daerah keruntuhan
39
Bangunan atas
Kepala jembatan
Bangunan atas
Beban yang
digunakan
Bidang keruntuhan
potensial
Level air normal
Lereng asli
(dengan kohesi)
40
2) Lereng galian atau pemotongan pada akhir konstruksi
Kasus ini sama dengan penurunan muka air cepat dimana parameter yang dapat
digunakan pada analisis tegangan efektif adalah sebagai berikut:
u
B (20)
v
Keterangan:
hiw adalah tinggi dari garis phreatic ke bidang keruntuhan potensial (m)
Garis phreatic
Material yang
dipindahkan dengan
berat volume WS
Bidang keruntuhan
potensial
Level air normal
Keterangan:
u adalah tekanan air pori (kN/m 2)
41
ru adalah ratio tekanan air pori
hiw adalah tinggi dari garis phreatic ke bidang keruntuhan potensial (m)
Dimana ratio tekanan air pori ( ru ) ditentukan dari pengujian atau secara konservatif
diambil 1.
Material timbunan
yang ditambahkan
Garis phreatic
Timbunan batu
Bidang
keruntuhan
Level air normal potensial
Garis phreatic
Gambar 3.11 - Parameter- parameter tanah untuk kenaikan sungai setelah konstruksi
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
42
5) Aliran tetap
Analisis tegangan efektif dapat digunakan dengan parameter-parameter tanah, yaitu:
u w hi (24)
Keterangan:
u adalah tekanan air pori (kN/m 2)
hi adalah tinggi dari garis phreatic ke garis bidang keruntuhan potensial (m)
Garis phreatic
u w hiw (25)
Dan
Dimana:
- Tekanan air pori dipengaruhi oleh sungai
u
- B
v
Keterangan:
u adalah tekanan air pori (kN/m 2)
43
Level air tinggi
(untuk beberapa tahun)
Bidang longsor
Bidang longsor datar lingkaran
(a) (b)
Bidang longsor
Bidang longsor
komposit
bukan lingkaran
(c ) (d)
Gambar 3.14 - Tipe bidang keruntuhan
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
Pada panduan ini adapun metode yang digunakan untuk menganalisis stabilitas lereng, yaitu:
1) Analisis stabilitas lereng terbatas (Finite slope) dengan metode sederhana asumsi bidang
longsor datar.
2) Analisis stabilitas lereng terbatas (Finite slope) dengan menggunakan diagram (chart).
a) Menggunakan diagram stabilitas lereng untuk tanah dengan 0 ,
b) Menggunakan diagram stabilitas lereng untuk tanah dengan 0 .
44
3) Analisis stabilitas lereng dengan menggunakan lembar kerja (Spreadsheet).
a) Metode lingkaran Swedish,
b) Metode Bishop disederhanakan (Simplified Bishop method).
Pemilihan metode ini karena analisis dapat dilakukan dengan perhitungan tanpa bantuan
komputer (hand-calculation), dan dapat mewakili dalam analisis stabilitas lereng.
1) Analisis stabilitas lereng terbatas (Finite slope) dengan metode sederhana asumsi bidang
longsor datar
Berikut bagan stabilitas lereng terbatas metode asumsi bidang longsor datar.
Input data geometri
Mulai
lereng: , H ,
Input nilai-nilai
parameter tanah: , c,
Tentukan panjang
bidang longsor
L sinH
Hitung tahanan
geser yang bekerja
Ta W .sin
Hitung Faktor
Keamanan (FK)
FK Tr
Ta
FK
Lereng tidak stabil
> dari yang
Tidak dan perlu tindakan
disyaratkan
penstabilan lereng
Ya
Lereng stabil
Selesai
45
Keterangan:
W adalah Hitung berat tanah timbunan yang akan longsor
Berikut gambar analisis stabilitas lereng terbatas dengan metode asumsi bidang longsor
datar.
Na
H c, b, b
A cu, u, u
Gambar 3.16 - Analisis stabilitas lereng dengan asumsi bidang longsor datar
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
Keterangan:
H adalah tinggi lereng (m) b adalah berat volume (kN/m3)
adalah sudut kemiringan
lereng (o)
u adalah berat volume undrained (kN/m 3)
L adalah panjang bidang W adalah berat massa tanah yang akan
longsor yang dicoba (m) longsor per meter (kN)
adalah sudut longsor
Na adalah gaya normal pada bidang longsor
terhadap horizontal (o) (kN)
c adalah cohesi (kN/m 2)
Ta adalah gaya geser yang bekerja (kN)
Tahapan perhitungan stabilitas lereng terbatas dengan asumsi bidang longsor datar:
Tahap 1. Tentukan bidang longsor yang dicoba. Bidang AB pada Gambar 3.16. adalah bidang
longsor yang dicoba dengan sudut kemiringan α, panjang bidang AB dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
46
H
AB L (27)
sin
Tahap 2. Hitung berat tanah timbunan yang akan longsor. Segitiga ABC adalah masa tanah
yang tidak stabil (akan longsor), maka berat tanah timbunan yang akan longsor
adalah:
1 sin
W b Luas ADBC Luas ABC H 2 b (28)
2 sin sin
Tahap 3. Setelah berat tanah didapatkan, maka hitung gaya normal yang bekerja:
Na W cos (29)
Tahap 4. Dari berat tanah timbunan juga dapat dihitung gaya geser yang bekerja:
Ta W sin (30)
c tan (31)
Tr
c tan
AB.1
(32)
Tr AB.c AB. tan (33)
Tr Lc Na tan (34)
Tr
FK (35)
Ta
47
lereng yang lebih konservatif adalah rendah. Analisislah kestabilan lereng tersebut
dengan asumsi bidang longsor datar. Untuk data lereng diketahui sebagai berikut:
Na
H c, b, b
A cu, u, u
Diketahui:
α : 30 °
1 2 sin ( β α ) kN
W : H γ 865.16
2 sin ( β ) sin ( α ) m
48
Tahap 4. Hitung gaya normal yang bekerja
kN
Na : W cos ( α ) 749.25
m
kN
Ta : W sin ( α ) 432.58
m
kN
Tr : L c Na tan( ϕ ) 402.11
m
Tr
FK : 0.93
Ta
Nilai faktor keamanan terhadap longsor yaitu 0,93, nilai ini lebih kecil dari nilai faktor
keamanan yang disyaratkan yaitu FK < 1,25.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk lereng dengan bidang longsor yang
o o
dicoba = 30 , kemiringan 60 dan ketinggian 9 m adalah tidak stabil, sehingga perlu
dilakukan penstabilan lereng.
49
Diagram Alir Stabilitas Lereng Menggunakan Diagram,
Untuk tanah dengan ϕ = 0
Tentukan
Kuantitas Pd
Perkirakan Lokasi Lingkaran H q - H
P w w
1 Kritis yang mungkin untuk
diselidiki
d
q w t
Hitung faktor D
kedalaman (d)
d Tentukan nilai angka
H stabilitas ( No )
menggunakan diagram
Hitung Faktor
Dapatkan pusat lingkaran kritis Keamanan (FK)
untuk kedalaman yang dicoba No c
menggunakan diagram FK
Pd
1
Cav
Hitung nilai kohesi 1 .c 1 Ya
rata-rata
i
Lereng stabil
av
1h1
Hitung berat
volume rata-rata h i
Selesai
Keterangan:
D kedalaman dari kaki lereng terhadap titik terendah pada lingkaran (m)
H adalah tinggi lereng di atas kaki lereng (m)
i adalah sudut pusat busur
50
H adalah tinggi lereng di atas kaki lereng (m)
q adalah beban merata (kN/m 2)
Keterangan:
D adalah kedalaman dari kaki lereng terhadap titik terendah lingkaran (m)
H adalah tinggi lereng di atas kaki lereng (m)
51
i ci
cav , merupakan nilai kohesi rata-rata (37)
i
i hi
av , merupakan nilai berat volume rata-rata
hi (38)
Keterangan:
i adalah sudut pusat busur
H q w Hw
Pd (39)
q w t
Keterangan:
adalah berat volume rata-rata (kN/m3)
H adalah tinggi lereng di atas kaki lereng (m)
q adalah beban merata (kN/m 2)
CATATAN:
Jika tidak ada beban merata, maka q 1 , jika tidak ada muka air eksternal di atas
kaki lereng maka w 1, jika tidak ada retak tarik maka t 1 .
52
Tahap 8. Hitung faktor keamanan (FK):
N0 c
FK (40)
Pd
(a)
(b)
53
Gambar 3.19 - Diagram faktor-faktor penyesuaian beban merata
(surcharge) untuk tanah-tanah dengan = 0 dan > 0 menurut
Janbu, 1968
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
54
Gambar 3.21 - Diagram faktor-faktor penyesuaian retak tarik untuk tanah-
tanah dengan = 0 dan > 0 menurut Janbu, 1968
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
Gambar di bawah ini menunjukkan suatu lereng tanah dengan = 0. Terdiri dari 3
lapis tanah dengan parameter kuat geser yang berbeda-beda pada setiap lapisan.
55
Muka air tanah berada di luar lereng. Hitunglah faktor keamanan dengan asumsi
bidang runtuh yang dicoba adalah lingkaran lereng (slope circle) pada elevasi -2.40
m dari muka air.
x0=2,52 m
°
22
y0 = 10,08 m
62° = 19 kN/m3
= 19 kN/m3
3,6 m
3 2
c =c28
= 28 kN/m
kN/m
mat
==16
16kN/m
3
Hw = 2,4 m
10,8 m
kN/m3
3,6 m
32
cc==15
19kN/m
kN/m
==16,5 kN/m33
3,6 m
16,5kN/m
c = 24 kN/m23
c = 24 kN/m
Diketahui:
Data kondisi lereng:
Sudut pusat busur 1 δ1 : 22 °
Tinggi pusat
Sudut muka busur
air eksternal
2 di atas kaki lereng
δ2 : 62 ° Hw : 2.40 m
Parameter tanah:
kN
kN kN kN
γγ 1 :
: 19
19 γγ 2 : 16 kN
: 16 γγ 3
3 : 16.5 kN
: 16.5
1 33 2 33 3
mm mm m3
m
kN kN kN
c : 28
c1 : 28 2
kN cc2 : 19 kN cc3 : 24 kN
1
m 2
2 : 19 m2 2 3 : 24 m2 2
m m m
h1 : 3.60 m h2 : 3.60 m h3 : 3.60 m
h1 : 3.6 m h2 : 3.6 m h3 : 3.6 m
Solusi:
Tahap 1. Perkirakan lokasi kritis yang mungkin untuk diselidiki yaitu pada kedalaman
2.4 m dari level muka air.
56
Tahap 2. Hitung faktor kedalaman (d) dengan rumus berikut.
D
d : 0
H
Tahap 3. Dapatkan pusat dari lingkaran kritis untuk kedalaman yang dicoba.
o
Gunakan diagram pada Gambar 3.18 (a) dengan sudut kemiringan lereng, = 50 dan
d = 0.
Didapatkan:
Didapatkan:
xo : 0.35
yo : 1.40
1.4
Koordinat pusat lingkaran kritis:
H : 7.2 m
Xo : H xo 2.52 m
Yo : H yo 10.08 m
Dari hasil penggambaran koordinat pusat lingkaran kritis dengan skala pada
penampang melintang lereng, diperoleh nilai sudut pusat busur.
Dimana:
Σ δi : δ1 δ2
Sehingga:
kN
cav : 21.36
2
m
Hitung berat volume rata - rata.
57
Σ hi : h1 h2
kN
γ av : 17.5
3
m
Hw
0.33 Hw 2.40 m H 1.00 H
H
Lihat Gambar 3.20, dengan = 50 dan Hw⁄H = 0.33 maka didapatkan:
o
μ w : 0.93
kN
γ w : 9.81
3
m
kN
γ : 17.5
3
m
sehingga:
γ H q γ w Hw kN
Pd : 110.17
μ q μ w μ t 2
m
Tahap 6. Gunakan diagram pada Gambar 3.18 untuk menentukan nilai angka
o
stabilitas (No) dimana untuk sudut kemiringan lereng = 50 dan nilai d = 0 maka,
didapatkan nilai No:
No : 5.80
Nilai faktor keamanan terhadap longsoran adalah 1,12, nilai ini lebih kecil dari nilai
faktor keamanan yang disyaratkan yaitu FK < 1,25.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa lereng tidak stabil, sehingga perlu
dilakukan penstabilan lereng.
Input nilai-nilai
parameter tanah: , w, , c
Pe
av. H q - w H w '
c
Pe tan tentukan koordinat pusat dari
lingkaran, plotlah lingkaran kritis
c
1 1
C av
q w '
c dengan skala pada bagian i
melintang dari lereng
Tentukan Angka
Stabilitas ( Ncf )
Ya
( c) telah
c
Pe tan
av
1 1
Menggunakan
Diagram
konstan ? c i
Ncf .c FK
FK > dari yang Ya Lereng stabil Selesai
Pd disyaratkan
CATATAN:
Jika tidak ada beban merata, maka q 1 , jika tidak ada muka air eksternal di atas kaki
lereng maka w 1 , jika tidak ada retak tarik maka t 1 . Jika lingkaran yang dicoba
lewat di atas kaki lereng maka persimpangan dari muka lereng harus diambil dengan
60
Tahap 3. Hitung Pe ,
H q w H 'w
Pe (42)
q 'w
Keterangan:
H 'w adalah tinggi muka air di dalam lereng dari kaki lereng (m)
H 'w adalah nilai level rata-rata dari permukaan piezometrik di dalam lereng.
Untuk kondisi rembesan tetap yang terkait dengan posisi permukaan freatik di
bawah puncak dari lereng seperti ditunjukan pada Gambar 3.24. Jika lingkaran
yang sedang dipelajari lewat di atas kaki lereng, maka H 'w diukur relative
terhadap kaki lereng yang bersesuaian. Jika tidak ada rembesan maka 'w 1
dan jika tidak ada beban merata q 1 . Pada analisis tegangann total,
tekanan air pori internal tidak dipertimbangkan, sehingga H 'w 0 dan 'w 1
.
adalah nilai rata-rata dari dan c adalah nilai rata-rata dari c . Untuk c 0
maka , c , tak terhingga (infinite). Gunakan diagram untuk lereng tak
terhingga untuk kasus ini.
Tahap 4 dan Tahap 5 adalah tahap iterasi. Pada iterasi pertama, nilai rata-rata
dari tan dan c diperkirakan menggunakan penilaian rata-rata.
Tahap 5. Dengan menggunakan diagram pada Gambar 3.23 (a), tentukan koordinat
pusat dari lingkaran yang sedang diselidiki. Plot lah lingkaran kritis dengan
skala pada bagian penampang melintang dari lereng dan hitunglah nilai rata-
rata c dan menggunakan persamaan berikut:
cav
i ci (44)
i
av
i i (45)
i
Keterangan:
cav adalah nilai rata-rata kohesi (kN/m2)
av adalah nilai rata-rata sudut geser dalam (o)
c adalah nilai kohesi (kN/m 2)
61
adalah nilai sudut geser dalam (o)
Kembali ke tahap 4 dengan nilai rata-rata dari parameter kuat geser tanah dan
ulangi proses iterasi hingga nilai , c , menjadi konstan. Satu kali iterasi
biasanya cukup.
Tahap 6. Dengan menggunakan diagram pada Gambar 3.23 (b), Tentukan angka
stabilitas ( Ncf ) yang nilainya bergantung pada sudut kemiringan lereng ( )
N cf c
FK (46)
Pd
Berikut adalah gambar diagram stabilitas lereng untuk untuk tanah-tanah dengan 0
(Duncan dkk, 2014).
c
F N cf
Pd
Pe tan
c
c
H q w Hw
Pd
q w t
H q w H 'w
Pe
q 'w
(a)
62
(b)
Gambar 3.23 - Diagram stabilitas lereng untuk untuk tanah-
tanah dengan > 0
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
63
Contoh perhitungan 3.3: Menentukan faktor keamanan lereng menggunakan diagram
dengan > 0
Gambar di bawah ini menunjukkan lereng tanah yang terdiri dari 3 lapisan tanah, dimana
parameter tegangan efektif dapat dilihat pada gambar tersebut. Analisis dilakukan dengan
menggunakan tegangan efektif. Terdapat muka air di luar lereng dan merambes ke dalam
lereng. Hitunglah faktor keamanan lereng.
Koordinat pusat
lingkaran kritis
°
19
43°
m.a.t
== 18,1 3 3
6,1 m
kN/m
18,1 kN/m
c'c’==4,78
2
4,78 kN/m 2
kN/m
3,04
1,5
1 = 35oo
= 30
m.a.t
== 18,1 3 3
18,3 m
kN/m
18,1 kN/m
6,1 m
c'c’==7,18
2
kN/m2
6,1m 3,05 m
7,18 kN/m
= 30oo
= 30
6,1 m
c'c’==33,5
2
kN/m2
33,5 kN/m
=
o
10o
= 10
Diketahui:
Tinggi muka air di dalam lereng dari kaki lereng H'w : 9.14 m
kN
kN kN
kN kN
kN
1 : 18.1
γ1
33 2 : 18.1
γ2
33 3 : 18.9
γ3
33
m
m mm mm
kN
kN kN
kN kN
kN
c'1 :
c'1 : 4.78
4.78 c'2 :
c'2 : 7.18
7.18 c'3 :
c'3 : 33.5
33.5
2 22 22
m2
m mm mm
ϕ '1 : 35 ° ϕ '2 : 30 ° ϕ '3 : 10 °
ϕ '1 : 35 ° ϕ '2 : 30 ° ϕ '3 : 10 °
h1 : 6.1 m h2 : 6.1 m
h1 : 6.10 m h2 : 6.10 m
64
Solusi:
Tahap 1. Perkirakan lokasi lingkaran kritis, untuk kebanyakan kondisi lereng di tanah
homogen > 0.
Dimana:
Σ γ i hi : γ 1 h1 γ 2 h2
Σ hi : h1 h2
Sehingga:
kN
γ av : 18.1
3
m
H : 12.2 m
tanβ : 0.67
β : 33.70 °
Karena tidak ada beban merata, μq = 1. Gunakan diagram pada Gambar 3.20 untuk lingkaran
di kaki lereng dengan Hw⁄H = 0,25 dan = 33,70 sehingga didapatkan μw = 0,96. untuk
o
H′w⁄ = 0,75 dan = 33,70o didapatkan μ' = 0,95 Karena tidak ada retak tarik maka μ = 1.
H w t
μ q : 1
μ t : 1
65
μ w : 0.96
μ'w : 0.95
μ
μq :
: 1
q : 1
μ q 1
μ : 1
μ ttt :
μ : 11
μ
μ :
: 0.96
0.96
μww : 0.96
w
μ'
μ' :
: 0.95
0.95
μ'ww : 0.95
w
γ av H q γ w Hw
Pd :
μ q μ w μ t
kN
Pd : 198.80
2
m
γ av H q γ w H'w
Pe :
μ q μ'w
λ cϕ :
Pe tan ϕ av
cav
λ cϕ : 15.30
Tahap 6 dan tahap 7 merupakan langkah iterasi. Pada iterasi pertama, nilai rata-rata dari tan
dan c diperkirakan menggunakan nilai rata-rata lapisan.
Tahap 7. Dengan menggunakan diagram pada Gambar 3.21 (a), tentukan koordinat pusat
dari lingkaran yang sedang diselidiki.
b : 1.50
λ cϕ : 15.30
66
dari Gambar 3.23 (a) didapat nilai:
xo : 0
yo : 1.90
Xo : H xo 0 m
Yo : H yo 23.18 m
Plotlah lingkaran kritis dengan skala pada bagian penampang melintang dari lereng lalu
hitunglah nilai rata-rata c dan .
Σ δi : δ1 δ2
kN
cav : 6.45
2
m
Σ δi : δ1 δ2
tanϕ av : 0.62
Pe tanϕ av
λ cϕ :
cav
67
λ cϕ 13.17
xο : 0.02
yο : 1.84
Xο : H xο 0.24 m
Yο : H yο 22.45 m
λ cϕ 13.17
kN
cav 6.45
2
m
Tahap 9. Dengan menggunakan diagram pada Gambar 3.23 (b) tentukan angka stabilitas
(Ncf) yang tergantung pada sudut kemiringan lereng () dan nilai c.
Dari Gambar 3.23 (b) dengan b = 1,50 dan c= 13,20, maka didapatkan nilai:
Ncf : 34
Ncf cav
FK : 1.10
Pd
Nilai faktor keamanan terhadap longsoran adalah 1,10, nilai ini kecil dari nilai faktor keamanan
yang disyaratkan yaitu FK < 1,25.
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa lereng tidak stabil dan perlu dilakukan perbaikan
dengan melakukan penstabilan lereng.
68
Gambar 3.25 - Bidang longsor berbentuk lingkaran
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
Bagan alir analisis stabilitas lereng menggunakan lembaran kerja dengan metode Lingkaran
Swedish ()= 0 dapat dilihat pada gambar berikut.
69
Mulai
Input data
geometri lereng: b, h,
Input nilai-nilai
parameter tanah: ,c
Hitung nilai W ,
W bx( h1. 1 h 2. 2 h3. 3)
Hitung nilai l ,
b
l
cos
Periksa Faktor
Keamanan ( FK )
FK
c.l
W sin
FK
Lereng tidak stabil
> dari yang
Tidak dan perlu tindakan
disyaratkan
penstabilan lereng
Ya
Lereng stabil
Selesai
FK
c.l (47)
W sin
Tabel sederhana untuk menghitung faktor keamanan dengan menggunakan persamaan di
atas ditunjukan pada Tabel 3.6.
70
Contoh perhitungan 3.4: Analisis stabilitas lereng menggunakan Metode lingkaran
Swedish
Analisislah stabilitas suatu lereng pada timbunan oprit pada gambar di bawah ini. Tentukan
apakah lereng timbunan tersebut aman terhadap longsor.
3249
2970 3249
6219
8774
2556 2970
TIMBUNAN
17462 15632
Gambar di atas adalah salah satu gambar potongan melintang jalan, dimana terdapat tanah
timbunan untuk struktur jalan tersebut.
Tahap awal adalah menetukan bidang runtuh dari lereng tersebut:
1. Buat lingkaran dari ujung bawah Lereng ke ujung atas lereng (Lingkaran No 1),
2. Buat lingkaran dari ujung atas lereng ke ujung bawah lereng (Lingkaran No 2),
3. Dari titik pertemuan Lingkaran No 1 dan Lingkaran No 2 pada bagian atas, buat lingkaran
ke ujung atas lereng atau bawah lereng (Lingkaran No 3).
TIMBUNAN
71
8744
12555
Menentukan nilai lebar irisan (b), tinggi daerah irisan (h), sudut kemiringan (Untuk daerah
potongan pada lereng tergantung asumsi, misalkan pada analisis stabilitas lereng tanah
timbunan diasumsikan jumlah daerah potongan adalah 5 potongan.
1
h
2
h
3 a
h
h 4 4°
5 1,3
h h4 h
2555 2500 2500 2500 2500
12555
Diketahui:
kN
Kohesi pada tanah dasar c : 50
2
m
Sudut geser dalam ϕ : 0 °
h
h merupakan
merupakan tinggi
tinggi irisan
irisan (m)
(m) kN
Kohesi pada tanah dasar c : 50
2
b merupakan lebar irisan
b merupakan lebar irisan (m)(m) m
h merupakan
merupakan
merupakan berat
berat
tinggi volume
volume
irisan tanah
tanah (kN/m 333:))
(kN/m
Lapisan 1: Lapisan 2:pada material
Lapisan Lapisan 4: Lapisan 5:
merupakan
Lapisan 1:
merupakan
b merupakan sudut
sudut
lebar kemiringan
Lapisan 2:
kemiringan
horizontal lereng
Lapisan
lereng
dari
o
irisan((o))3: Lapisan 4: Lapisan 5:
kN kN kN kN kN
γ 1 : 17 γ 2 : 17 γ 3 : 17 γ 4 : 17 γ 5 : 17
kN kN kN kN kN317 kN
17didapat
Nilai 3
didapat
kN beratγdari pusat 3lingkaran 3 3
γγ merupakan
1 :
Nilai
: 17 m γ
dari:17
volume
:
2
kN
pdaa
pusat
17m lingkaran
tanah
γ γ:3ke
: setengah
ke
17
kN
17
m
setengah daerah
γ 17
daerah
γ : 4
potongan
: kN
17
potongan
m γ : γ 5 :
17 m
1 33 2 33 3 3 3 4 3 3 5 3 m3
m
m mm mm m m m
α 1 : 55.46 ° α 2 : 41.34 ° α 3 : 29.81 ° α 4 : 19.5 ° α 5 : 9.71 °
α 1 : 55.46 ° α 2 : 41.34 ° α 3 : 29.81 ° α 4 : 19.5 ° α 5 : 9.71 °
h1 : 1.816 m h2 : 2.15 m h3 : 2.65 m72 h4 : 1.83 m h5 : 1.83 m
h1 : 1.816 m h2 : 2.15 m h3 : 2.65 m h4 : 1.83 m h5 : 1.83 m
b1 : 2.5 m b2 : 2.5 m b3 : 2.5 m b4 : 2.5 m b5 : 2.555 m
b : 2.5 m b : 2.5 m b : 2.5 m b : 2.5 m b : 2.555 m
h1 : 1.82 m h2 : 2.15 m h3 : 2.65 m h4 : 1.83 m h5 : 1.83 m
Solusi:
Tahap 1. Hitung berat dari irisan (W)
kN
W 1 : b1 h1 γ 1 77.35
m
kN
W 2 : b2 h2 γ 2 91.38
m
kN
W 3 : b3 h3 γ 3 112.63
m
kN
W 4 : b4 h4 γ 4 77.78
m
kN
W 5 : b5 h5 γ 5 79.64
m
Tahap 2. Hitung nilai l untuk masing-masing irisan
b1
Δ l1 : 4.41 m
cos α 1
b2
Δ l2 : 3.33 m
cos α 2
b3
Δ l3 : 2.88 m
cos α 3
b4
Δ l4 : 2.65 m
cos α 4
b5
Δ l5 : 2.60 m
cos α 5
kN kN
c Δ l1 220.47 W 1 sin α 1 63.72
m m
Irisan 2:
kN kN
c Δ l2 166.49 W 2 sin α 2 60.36
m m
Irisan 3:
kN kN
c Δ l3 144.06 W 3 sin α 3 55.99
m m
Irisan 4:
kN kN
c Δ l4 132.61 W 4 sin α 4 25.96
m m
73
Irisan 5:
kN kN
c Δ l5 129.86 W 5 sin α 5 13.43
m m
kN
Σ cΔ l : c Δ l1 c Δ l2 c Δ l3 c Δ l4 c Δ l5 793.23
m
kN kN
Wsinα::W
ΣΣWsinα W 1 sin
sin αα 1 W
W 2sin W
sin αα 2 sin αα3 W sin αα4 W sin
αα5 219.29
1 1 2 2 W 3
3 sin 3 W 4
4 sin 4 W 55 sin 5 219.45m m v
Σ cΔ l
FK : 3.62
Σ Wsinα
FK : 3.62
Karena faktor keamanan lereng yang diperoleh adalah 3.62 dan lebih besar dari faktor
keamanan yang disyaratkan, maka dapat disimpulkan bahwa lereng tersebut aman.
Berikut diberikan Tabel perhitungan analisis stabilitas lereng dengan menggunakan metoda
lingkaran Swedish.
Tabel perhitungan analisis stabilitas lereng menggunakan metoda lingkaran
Swedish
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tinggi irisan pada material 1 diukur pada
W.sin α
No. Irisan
c.Δl
Δl
74
b) Metode Bishop disederhanakan (Simplified Bishop method).
Mulai
Hitung nilai W,
W bx(h1. 1 h 2. 2 h3. 3)
Hitung nilai u,
u w.hpizometer
Hitung nilai ma
untuk setiap nilai F 1
, F 2 , dan F 3 sin tan '
ma cos
Fi
Hitung Faktor
c ' b (W ub) tan '
Keamanan ( FK ) ma
FK
W sin
FK
Lereng tidak stabil
> dari yang
Tidak dan perlu tindakan
disyaratkan
penstabilan lereng
Ya
sin tan '
(a) detail ma cos
Lereng stabil Fi
(b) CATATAN : Lihat Tabel yang
disediakan untuk masing-masing
perhitungan nilai ma dan nilai faktor
Selesai keamanan yang dilakukan untuk
perhitungan Faktor Keamanan.
Gambar 3.27 - Bagan alir perencanaan stabilitas lereng menggunakan lembaran kerja
(spreadsheet) metode Bishop disederhanakan
Presentasi analisis stabilitas lereng harus menggunakan prosedur identifikasi yang jelas
untuk melakukan perhitungan stabilitas. Jika lembaran kerja diikutsertakan sebagai bagian
75
dari presentasi hasil, maka deskripsi lengkap tentang isi setiap item (baris dan kolom) dalam
lembaran kerja harus diikutsertakan
Tabel 3.5 dan Tabel 3.7 merupakan contoh prosedur dokumentasi dari lembaran kerja untuk
metode Bishop disederhanakan menurut Duncan et al., 2014.
Contoh perhitungan 3.5: Analisis stabilitas lereng dengan metode Bishop
Analisislah stabilitas lereng pada timbunan oprit pada gambar di bawah ini menggunakan
metode Bishop. Tentukan apakah lereng timbunan tersebut aman.
3249
2970 3249
6219
8774
2556 2970
TIMBUNAN
17462 15632
Gambar di atas adalah salah satu gambar potongan melintang jalan, dimana terdapat
tanah timbunan untuk struktur jalan tersebut, tentukan apakah lereng dari tanah timbunan
ini aman terhadap longsor.
Tahap awal adalah menentukan bidang runtuh dari lereng tersebut:
1. Buat lingkaran dari ujung bawah Lereng ke ujung atas lereng (Lingkaran No 1),
2. Buat lingkaran dari ujung atas lereng ke ujung bawah lereng (Lingkaran No 2),
3. Dari titik pertemuan lingkaran No 1 dan lingkaran No 2 pada bagian atas, buat lingkaran
ke ujung atas lereng atau bawah lereng (Lingkaran No 3).
TIMBUNAN
76
8744
12555
Menentukan nilai lebar irisan (b), tinggi daerah irisan (h), sudut kemiringan (Untuk
daerah potongan pada lereng tergantung asumsi, misalkan pada analisis stabilitas lereng
tanah timbunan diasumsikan jumlah daerah potongan adalah 5 potongan.
1
h
2
h
3 a
h
h 4 4°
5 1,3
h h4 h
2555 2500 2500 2500 2500
12555
Diketahui:
h merupakan
h merupakan tinggi
tinggi irisan
irisan (m)
(m)
h merupakan tinggi irisan (m)
b merupakan
b merupakan lebar
lebar irisan
irisan (m)
(m)
b merupakan lebar irisan (m)
merupakan
merupakan berat
berat volume
volume tanah (kN/m 33))
tanah (kN/m
merupakan berat volume tanah (kN/m 3)
77
Tinggi irisan pada material 1 diukur pada titik tengah irisan 1 h1 : 1.82 m
kN
Berat jenis tanah pada material 1 γ 1 : 17
3
m
kN
Nilai kohesi tanah pada dasar irisan c1 : 50
2
m
kN
Tekanan air pori pada pusat dari dasar irisan u1 : γ w hpiezometer1 0 m
2
m
Irisan 2
Tinggi irisan pada material 2 diukur pada titik tengah irisan 2 h2 : 2.15 m
kN
Berat jenis tanah pada material 2 γ 2 : 17
3
m
kN
Nilai kohesi tanah pada dasar irisan c2 : 50
2
m
kN
Tekanan air pori pada pusat dari dasar irisan u2 : γ w hpiezometer2 0
2
m
Irisan 3
Lebar horizontal dari irisan b3 : 2.5 m
Tinggi irisan pada material 3 diukur pada titik tengah irisan 3 h3 : 2.65 m
kN
Berat jenis total pada material 3 γ 3 : 17
3
m
78
kN
Nilai kohesi tanah pada dasar irisan c3 : 50
2
m
kN
Tekanan air pori pada pusat dari dasar irisan u3 : γ w hpiezometer3 0 m
2
m
Irisan 4
Tinggi irisan pada material 4 diukur pada titik tengah irisan 4 h4 : 1.83 m
kN
Berat volume total pada material 4 γ 4 : 17
3
m
kN
Nilai kohesi tanah pada dasar irisan c4 : 50
2
m
kN
Tekanan air pori pada pusat dari dasar irisan u4 : γ w hpiezometer3 0
m2
Irisan 5
Tinggi irisan pada material 5 diukur pada titik tengah irisan 5 h5 : 1.83 m
kN
Berat jenis total pada material 5 γ 5 : 17
3
m
kN
Nilai kohesi tanah pada dasar irisan c5 : 50
2
m
79
Tinggi garis piezometer di atas pusat dari dasar irisan hpiezometer5 : 0 m
kN
Tekanan air pori pada pusat dari dasar irisan u5 : γ w hpiezometer3 0
2
m
kN
Irisan 2 W 2 : b2 h2 γ 2 91.38
m
kN
Irisan 3 W 3 : b3 h3 γ 3 112.63
m
kN
Irisan 4 W 4 : b4 h4 γ 4 77.78
m
kN
Irisan 5 W 5 : b5 h5 γ 5 79.33
m
Tahap 3. Hitung hasil perkalian dari berat irisan (W) dengan sinus dari sudut
kN
Irisan 1 W 1 sin α 1 63.72
m
Irisan 2
W 2 sin α 2 60.36
kN
m
Irisan 3
W 3 sin α 3 55.99
kN
m
kN
Irisan 4 W 4 sin α 4 25.96
m
kN
Irisan 5 W 5 sin α 5 13.38
m
Tahap 4. Istilah yang digunakan untuk menghitung pembilang pada persamaan faktor
keamanan
kN
Irisan 1
c1 b1 W 1 u1 b1 tan ϕ 1 126.35 kN
126.35 kN
Irisan
Irisan 1
1 cc11 bb11 W W1 u b
1 u11 b1
tan ϕ
1 tan ϕ 11 126.35 m
m
m
kN
Irisan 2 c2 b2 W 2 u2 b2 tan ϕ 2 126.59 kN kN
Irisan 2
Irisan 2 c22 b22 W 22 u22 b22 tan ϕ 22 126.59 m m
m
kN
Irisan 3 c3 b3 W 3 u3 b3 tan ϕ 3 126.97 kN kN
Irisan 3
Irisan 3 c33 b33 W 33 u33 b33 tan ϕ 33 126.97 m m
m
kN
Irisan 4 c4 b4 W 4 u4 b4 tan ϕ 4 126.36 kN kN
Irisan 4
Irisan 4 c44 b44 W 44 u44 b44 tan ϕ 44 126.36 m
m
m
kN
Irisan 5 c5 b5 W 5 u5 b5 tan ϕ 5 128.88 kN
Irisan 5 c5 b5 W 5 u5 b5 tan ϕ 5 128.88 m m
80
Irisan 2 c2 b2 W 2 u2 b2 tan ϕ 2 126.59 m
kN
Irisan
Tahap 5.5Hitung cnilai
5 b5dari W m5α,untuk
u5 b5faktor ϕ 5 128.88
tan keamanan yang dicoba, nilai faktor keamanan
m
Tahap 5. Hitung nilai dari m αα, untuk faktor keamanan yang dicoba, nilai faktor keamanan
Tahap
yang dicoba 5. Hitung
yaitu:nilai dari m α, untuk faktor keamanan yang dicoba, nilai faktor keamanan
yang dicoba yaitu:
yang dicoba yaitu:
α
Tahap5.
Tahap 5.Hitung
Hitungnilai nilaidari
darimm , untuk
, untuk faktor
faktor keamanan
keamanan yangyang dicoba,
dicoba, nilai faktor
nilai faktor keamanan
keamanan
Trial 1, dicoba dengan F 1 = 1.1.
Trial
yang
yang 1, dicoba
dicoba
dicobayaitu:dengan F
yaitu: F1 = 1.1. = 1.1.
Trial 1, dicoba dengan 1
F 1 : 1.1
F : 1.1
F1
Trial 1, dicoba dengan F 1 = 1.1.
1 : 1.1
sin α 1 tan ϕ 1
F 1 :1 1.1 mα1 : cos α 1 sin α 1 tan ϕ 1 0.58
mα1 : cos α 1 sin α 1 F tan ϕ 1 0.58
Irisan
Irisan 1
Irisan 1 mα1 : cos α 1 1 0.58
F1
sin αF11 tan ϕ 1
Irisan 1
mα1 : cos α 1 sin α tan ϕ
0.58
sin α 2 2 tan
F1 ϕ 2
Irisan 2
Irisan 2 m : cos α
α2 : cos α 2 sin α 2 F tan ϕ 2 0.76 2 0.76
mα2
Irisan 2 mα2 : cos α 2 1 0.76
2 F1
sin αF21 tan ϕ 2
Irisan 2
mα2 : cos α 2 sin α tan ϕ
0.76
sin α 3 3 tan
F1 ϕ 3
Irisan
Irisan 3 3 m
mα3 : cos α
α3 : cos α 3 sin α 3 F tan ϕ 3 0.88 3 0.88
Irisan 3 mα3 : cos α 3 1 0.88
3 F1
sin αF31 tan ϕ 3
α 4 tan ϕ4
Irisan 3 : cos α sin sin α tan ϕ 0.88
m
mα4α3 : cos α 4 3 sin α 4 tan F 1 ϕ 4 0.95
Irisan 4
Irisan 4 m : cos α 4F 4 0.95
Irisan 4 mα4 α4 : cos α 4
4 F1 0.95
sin αF41 1 tan ϕ 4
Irisan 4
mα4 : cos α 4 sin
sin α 5 tan ϕ 5
0.95
: α α tan F1 ϕ 5 0.99
Irisan 5 m α5 cos sin α 5 tan ϕ
Tahap
Irisan
Tahap 6.
5 Hitung mfaktor : keamanan
cos
α5 :keamanan α 5 FK1 5F 5 0.99
Irisan6.5Hitungmfaktor cos α 5 FK1 1 0.99
α5
5 F1
Tahap 6.
Tahap Hitung faktor
6. Hitung keamanan FK1
faktor keamanan FK1sin αF 1 tan ϕ
5 5
Tahap 6. Hitung mα5 : cos α 5
faktor keamanan FK1 0.99
Irisan 5
Tahap 6. Hitung
:
c11 b1faktor
c b
W
W 1
u
keamanan
u 1
b
b 1
FK1
c b1 W1 u1 b1 tan 1 217.83
tan
tan
1 F1
kN
kN
Irisan :
Irisan 1 1 c1 b1 W1 m u11
1 b1 1 tan 1 1 217.83 m
kN
Irisan :
Irisan 1 :
c 1 b1 W1 m u1 b tan
217.83 m
kN
1 1 1
Irisan 1 : c1 b1 Wm
1 m
11
1 1
1u1 b1 tan 1
1
217.83
217.83m
217.83 mkN
kN
Irisan 1 :
cc22 bb22 W W 2
m
u
m
u
1
2
b
1 b
2 tan
tan
2
m
kN m
: c b W u b tan 166.29
2 2 2 2 kN
Irisan :
Irisan 2 2 c2 b2 W2 m 2 166.29
tan 2
u22
2 b2 tan 2 m
kN
Irisan 2 : : c2 b2 W2 m
u22 b2 m
166.29 kN
166.29
Irisan
Irisan 2 : 2 2
2 2
2 2
kN
2
c b W m
2 2
m u
2 2 2 b tan
2 166.29 m mkN
m
Irisan 2 :
cc33 bb33 W
u2 b tan
166.29 m
c b W u b tan 145.01
W 3 m
u 3
2 b 3 tan 3 kN m
: 3 3 3 3 kN
Irisan :
Irisan 3 3 c3 b3 W3 m u33
3 b3 tan 3 3 145.01
tan 3
m
kN
Irisan 3 : : c3 b3 W3 m
u33 b3 m
145.01 kN
145.01
Irisan 3 3
Irisan 3 : c3 b3 Wm 3 3
kN
3 m 3
3u3 b3 tan 3 145.01 m mkN
3
Irisan 3 : m 3 145.01 m m
cc44 bb44 W m
u 3b tan
c b W4 u4 b4 tan 4 133.30
W4 u 4 b 4 tan 4 kN
: kN
Irisan :
Irisan 4 4 c4 b4 W4 m 4 133.30
tan 4
u44
4 b4 tan 4 m
kN
Irisan 4 : : c4 b4 W4 m
u44 b4 m
133.30 kN
133.30
Irisan 4 4
Irisan 4 : c4 b4 Wm 4 4
kN
4
m
44
4u4 b4 tan 4
133.30 m mkN
Irisan 4 : m 4 133.30 m m
cc55 bb55 W m
u 4b tan
c b W5 u5 b5 tan 5 130.40
W5 u 5 b 5 tan 5 kN
: kN
Irisan :
Irisan 5 5 c5 b5 W5 m 5 130.40
tan 5
u55
5 b5 tan 5 m
kN
Irisan 5 : : c5 b5 W5 m
u55 b5 m
130.40 kN
130.40
Irisan 5 5
Irisan 5 : c5 b5 Wm 5 5
kN
5
m
55
5u5 b5 tan 5
130.40 m mkN
Irisan 5 : m 5 130.40 m m
m5
81
kN
792.83
Tahap m
FK1 7.
Tahap
Tahap 7. Hitung
:
7. Hitung nilai
Hitung nilai dari
nilai dari m
3.61
dari mα,,, untuk
m untuk faktor
untuk faktor keamanan
faktor keamanan yang
keamanan yang dicoba,
yang dicoba, nilai
dicoba,
dicoba, nilai faktor
nilai
nilai faktor keamanan
faktor
faktor keamanan
keamanan
keamanan
Tahap
yang 7.
dicoba Hitung
yaitu: kN dari m αααα, untuk faktor keamanan yang dicoba, nilai faktor keamanan
nilai
yang dicoba yaitu:
219.4
yang dicoba yaitu:
yang dicoba yaitu:m
Tahap 7. Hitung nilai dari m α, untuk faktor keamanan yang dicoba, nilai faktor keamanan
Trial
Tahap
Trial
Trial 2,
2, dicoba
2, 7. Hitung
dicoba
dicoba dengan
dengan
dengan FF
nilai dariF22m==
= α3.61.
, untuk faktor keamanan yang dicoba, nilai faktor keamanan
3.61.
3.61.
yang dicoba yaitu: 2=
Trial 2, dicoba
yang dicoba yaitu: dengan F 2 3.61.
F22 :
FF : 3.61
: 3.61
3.61
F2 2 :
Trial 2,3.61
dicoba dengan F2 = 3.61.
Trial 2, dicoba dengan F2 = 3.61.
sin αα
sin α11 tan
tan ϕϕ ϕ11
Irisan 1
F 2 :13.61 mα1.
Irisan 1 mm :
:
:
cos
cos
αα
α
sin
sin α 1 tantan
ϕ1 1 0.57
0.57
0.57
Irisan α1.
α1. cos 1
1 1 F
F 2 : 3.61 mα1. : cos α 1
Irisan 1 1 F22
F 0.57
F2
sin α 1 2 tan ϕ 1
Irisan 1
mα1. : cos α 1 sin
sinsinαα22α 1tan ϕϕ 2ϕ 1 0.57
tan
Irisan
Irisan
Irisan 2
2 1 mmα2.
m m :
:
:
cos
coscos αα
α1.: cos α222 1 α
sin α
F
tan
tan
2 ϕ2 2 0.75
0.75
0.57
Irisan 2 α2.
α2. 2F 0.75
Irisan 2 mα2. : cos α 2 F
F222 2 0.75
F
sin α 2 2 tan ϕ 2
Irisan 2
mα2. : cos α 2 sin
sinsinαα33α 2tan ϕϕ 3ϕ 2 0.75
tan
Irisan
Irisan
Irisan 3
3 2 mmα3.
m m :
:
:
cos
coscos αα
α2.: cos α333 2 α
sin α
F
tan
tan
2 ϕ3 3 0.87
0.87
0.75
Irisan 3 α3.
α3. 3F 0.87
Irisan 3 mα3. : cos α 3 F
F222 2 0.87
Irisan 2. : c b W um
2 m 2.
2 b1.2 tan 2
167.90 m m
2 2 kN
Irisan 2. : c2 b2 W2 u2 b2 tan 2 167.90 kN
2. m
Irisan 2. : c2 b2 W2 m u2.
b tan 2 167.90 kN m
Irisan 2. : c3cb23 b2 W 3W m 2.
2u23 ub223 b tan
2 tan
32 167.90 kN
167.90 m kN
Irisan
Irisan
2. :c3 b3 W3 m
3. : u2.
m
3 b3 tan 3 145.92 kN
m
Irisan 3. : c b W u3. b2. tan 145.92 m m
m
3 3 3 3 3 3 kN
Irisan 3. : c3 b3 W3 m u3. b3 tan 3 145.92 kN m
Irisan 3. : 3 3 c b W
m
3 3. u
3
b
tan 3 145.92 kN m
Irisan 3. : c cb3 b3 W
:4 4 W m
3 u
3 3
3.
ub3 b tan
3
tan
145.92 m kN
4 3 145.92
3. c4 b4 W4 um4 b4 tan 4 133.82 kN m
4m3. 4 4 kN
Irisan
Irisan 4. : m
Irisan 4. : c b W m 3.
133.82 m
u4. 4 b4 tan 4
4 4 4m kN
Irisan 4. : c4 b4 W4 u4. b4 tan 4 133.82 kN m
Irisan 4. : 4 4 c b W
m
4 4. u
4
b
tan 4 133.82 kN m
Irisan 4. : c cb4 b4 W
5 5 W m
4 u
4 4
4.
ub4 b tan
4
tan
133.82 m kN
5 4 133.82
Irisan 5. : c5 b5 W5 um5 b5 tan 5 130.65 kN m
: 5m4. 5 5 kN
Irisan 4. m
Irisan 5. : c b W m 4.
130.65 m
u5. 5 b5 tan 5
5 5 5m kN
Irisan 5. : c5 b5 W5 u5. b5 tan 5 130.65 kN m
Irisan 5. : 5 5 c b W
m
5 5. u
5
b
tan 5 130.65 kN m
Irisan 5. : c5 b5 W m55.
5 5
u5 b5 tan 5 130.65 m kN
82 130.65m
Irisan 5. : m5.
m5.
m
kN
799.58
m
FK2 : 3.64
Tahap
Tahap 9.
Tahap 9. Hitung
9. Hitung
9. Hitung nilai
Hitung kN dari
nilai dari
nilai m
mαααα,,,, untuk
dari m
dari m untuk faktor
untuk faktor
untuk keamanan
faktor keamanan
faktor yang
keamanan yang
keamanan yang dicoba,
yang dicoba,
dicoba, nilai
dicoba, nilai
nilai faktor
nilai faktor
faktor keamanan
faktor keamanan
keamanan
keamanan
Tahap 219.4 nilai α dicoba, nilai faktor keamanan
yang
yang dicoba
yang dicoba yaitu:
dicoba yaitu:
dicoba m
yaitu:
yaitu:
yang
Tahap 9. Hitung nilai dari m α, untuk faktor keamanan yang dicoba, nilai faktor keamanan
Tahap
Trial 3, 9. Hitung
dicoba nilai dari
dengan F = m3.64. α, untuk faktor keamanan yang dicoba, nilai faktor keamanan
Trial
Trial
yang
Trial 3,dicoba
3,
3, dicoba
dicoba
dicoba dengan
dengan
yaitu:
dengan FF3
F 3
3 == 3.64.
= 3.64.
3.64.
yang dicoba yaitu: 3
F :
F333 :
Trial
F 3.64
:3,3.64
: 3.64
dicoba dengan F3 = 3.64.
F 3 3,3.64
Trial dicoba dengan F3 = 3.64.
sin α
αα1111 tan tan ϕ
ϕϕ1111 0.57
sin α tan tan ϕ
Irisan
Irisan
Irisan
F3
1
F3 :
Irisan 11 3.64 m
:
1 mα1..
m
3.64 m
:
: cos
:
α1.. :
α1.. cos
cos
cos
αααα111 sin
sin
F
0.57
0.57
0.57
α1.. 1 FF3
sin α 13 tan ϕ 1
F 33
mα1.. : cos α 1 sinsinα α 1 tan tan
tan ϕ 1 0.57
mα 1.. : cos α 1 sin sin α ϕϕϕϕ2222 0.57
Irisan 1
Irisan 1
cos α sin
αα2 22 tan
tan
F
αα2222
:
: cos α 3
Irisan
Irisan 2
Irisan
Irisan
2
22 m
mα2..
m
m α2.. :
α2.. : cos
cos 2 F 3 0.75
0.75
0.75
0.75
α2.. F
FF 3
sin α 2 tan ϕ 2
F3 33
mα2.. : cos α 2 sinsinα α 2 tan tanϕ ϕ 2 0.75
mα2.. : cos α 2 sin sin α F3 ϕ 33 0.87
Irisan 2
Irisan 2
Irisan
Irisan
Irisan
Irisan 3
3
33 m
m
m α3..
α3..
mα3.. : cos
cos
cos
α3.. : cos α 3
:
: α αα3
33
sin
αα3
333 tan
tan
tan
F3
ϕϕ3
3
0.75
0.87
0.87
0.87
F
FF3
sin α 33 tan ϕ 3
F 33
αα4443tan
α tan
mα3.. : cos α 3 sin sin α tanϕ ϕϕ4443
sin ϕ
Irisan 3
Irisan
Irisan
Irisan
Irisan
Irisan 4 44
4 3 m
m
m
m : :
cos
cos
α4.. : cos α 4
α4..
α4..
mα4..
α3.. :
: cos
cos αα
α α
44
4 3
sin
sin α 4 F
tan
tan
F
F33 ϕ 4 0.94
0.87
0.94
0.94
0.94
0.87
F
F 33 3
sin α 43 tan ϕ 4
F
Irisan 4 mα4.. : cos α 4 sin
αααα5555α4tan
sinsin tan
tanϕϕ ϕ 4 0.94
ϕϕ 5555 0.94
Irisan
Irisan
Irisan
Irisan
Irisan 5
5
55 4 m
m
m
m
α5..
α5..
mα5..
α :
4..:
:
: cos
cos
cos
cos
α5.. : cos α 5
α αα5
55
α 4
sin
sin
F
tan
tan
F
F33
0.99
0.99
0.99
0.99
FF 3
Tahap 10. Hitung faktor keamanan FK3sin α 3 tan ϕ
Tahap 10. Hitung faktor keamanan FK3 F 33
Tahap 10. Hitung faktor keamanan FK3sin α 5 tan ϕ 5
cos α 5
cos α 5 FK3 5
Irisan 5 Hitung
Tahap
Irisan10.5
mα5.. :keamanan
faktor:
mα5.. F3
5 0.99
0.99
cc11 bb11 W b1 tan
tan 1
F3
c1 b1 W11 u11 b11 tan 11 221.31
W1 u u1 b kN
: kN
1.. : 1 1 m
u1 b1 tan 1 221.31 m
Irisan
Irisan 1.. : 221.31 kN
Irisan 1.. c b W m11..
221.31m kN
Irisan : m 1.. m
1.. 1..
m1.. m
cc22 bb22 W 2
u b2 tan
2 b 2 tan
22
: c b W2
W
u2
u b tan 2
kN
kN
2.. : 2 2 m
u2 b2 tan 2 167.90 m
Irisan 167.90
Irisan 2..
Irisan 2..
: 2 2
c b W
2 2 2 167.90 kN
m22..
m 167.90m kN
Irisan 2.. : 2.. m
2..
m2..
m
c33 b33 W33 u33 b33 tan 33
c b W u b tan
c3 b3 W3 u3 b3 tan 3 145.93
kN
: kN
3.. : 3 3 m
u3 b3 tan 3 145.93 m
Irisan
Irisan 3.. : 145.93 kN
Irisan 3.. c b W m33..
145.93m kN
Irisan 3.. : 3..
m3.. m
m3.. m
c b W u b tan
Irisan 2.. : m2..
167.90 m
m2..
m
kN
799.61
m
FK3 : 3.64
kN
219.4
m
Karena nilai FK = 3,64 dan lebih besar dari nilai FK yang disyaratkan, maka dapat
disimpulkan bahwa lereng stabil terhadap kelongsoran.
m.α
m.α
mα
h1
1
'
c'
u
α
[m] [m] [kN/m³] [kN/m] [°] [kN/m] [kN/m²] [°] [m] [kN/m²] [kN/m] [kN/m] [kN/m] [kN/m]
1 2.5 1.82 17 77.18 55.46 63.58 50 1 0 0 126.35 0.58 217.82 0.57 221.29 0.57 221.30
2 2.5 2.15 17 91.38 41.34 60.36 50 1 0 0 126.59 0.76 166.29 0.75 167.90 0.75 167.91
3 2.5 2.65 17 112.63 29.81 55.99 50 1 0 0 126.97 0.88 145.01 0.87 145.93 0.87 145.93
4 2.5 1.83 17 77.78 19.5 25.96 50 1 0 0 126.36 0.95 133.30 0.94 133.82 0.94 133.82
5 2.55 1.83 17 79.33 9.71 13.38 50 1 0 0 128.88 0.99 130.40 0.99 130.65 0.99 130.65
219.26 Σ 792.82 Σ 799.59 Σ 799.61
FK 3.616 FK 3.647 FK 3.647
84
Tabel 3.5 Deskripsi lembaran kerja dengan metode Bishop disederhanakan
85
Tabel 3.6 Tabel perhitungan manual dengan metode lingkaran Swedish (φ = 0)
No. irisan
b h1 1 h2 2 h3 3 W(1) l (2) c
c.l W.sin
Jumlah
Faktor keamanan: FK
c l
W sin
86
Tabel 3.7 Contoh tabel perhitungan manual dengan metode Bishop disederhanakan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
c’b+(W-ub) tan ’
Wsin
b h1 1 h2 2 h3 3 W c’ ’
u(2)
/m
/m
m m m
/m
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
F’ F’ F’
(1)
hpiezometer = kedalaman di bawah garis pizometer pada permukaan runtuh
u = w . hpiezometer
(2)
87
3.7 Metode perkuatan lereng jika faktor keamanan kurang dari yang disyaratkan
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk pemilihan metode stabilisasi lereng adalah:
1) Mengetahui maksud dari stabilitas lereng seperti halnya apakah hanya untuk mencegah
pergerakan yang besar atau untuk mengembalikan daya dukung tanah sehingga mampu
menahan beban struktur.
2) Lamanya waktu yang tersedia.
3) Aksesibilitas di lapangan dan tipe-tipe peralatan konstruksi yang dapat dimobilisasi
kesana.
4) Biaya perbaikan, jika biaya melebihi manfaatnya maka metode yang lebih murah dapat
digunakan. Tidak masuk akal jika biaya menstabilkan lereng lebih mahal daripada
manfaatnya.
Stabilitas lereng dapat dicapai dengan meminimalkan gaya-gaya pendorong dan atau
meningkatkan gaya-gaya penahan dari kuat geser tanah pada daerah longsoran potensial.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan stabilitas lereng, yaitu:
1) Drainase
a) Drainase permukaan
Perencanaan drainase lereng perlu dilakukan dengan baik agar kestabilan lereng bisa
terjaga. Karena air permukaan dapat meningkatkan tekanan air pori dan genangan air
yang terjadi dapat menimbulkan penjenuhan. Selain itu, aliran air permukaan dapat
menyebabkan erosi dan mengganggu kestabilan lereng.
Pengendalian aliran air permukaan dapat dilakukan dengan membuat saluran air untuk
mengalirkan air agar tidak masuk ke daerah longsor seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.28.
Retakan diisi
Lekukan dan tonjolan Air limpasan
diratakan
88
drain), drainase liput (blanket drain), dan elektro osmosis. Contoh drainase bawah
permukaan dapat dilihat pada Gambar 3.29.
u
Permukaan muka
u' air tanah
Bidang longsoran
d) Galeri drainase
Lubang Drainase
Galeri Drainase
89
e) Drainase jari atau drainase kontrafort (Finger or counterfort drains)
Bagian yang
dipotong habis
Bagian yang
dipotong
Gaya dorong r
dikurangi sa
da
an
tu
Ba
90
Bagian yang
Bagian yang dipotong
dipotong
Penimbunan Keterangan:
Bidang longsoran
a) Pemotongan lereng
Prinsip pemotongan lereng bertujuan untuk mengurangi gaya dorong dari massa
tanah, sehingga pemotongan harus dilakukan pada bagian yang banyak menimbulkan
gaya tangensial akibat massa tanah. Pemotongan geometri lereng ditunjukkan oleh
Gambar 3.34.
O
a
A
C
D B
WI
F
WL
E
S
O'
Gambar 3.34 - Pemotongan lereng
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
Pemotongan geometri lereng terdiri dari pemotongan kepala (bagian atas) lereng,
pelandaian, penanggaan, pemotongan habis, pengupasan tebing dan pengupasan
lereng. Faktor keamanan akan bertambah sesuai dengan besar dan letak pemotongan.
91
b) Penimbunan
Prinsip mengubah geometri lereng dengan penimbunan adalah menambah gaya
penahan tanah dengan penimbunan pada ujung kaki lereng seperti pada Gambar 3.35.
Penimbunan pada area kaki tanah berfungsi untuk memberikan momen perlawanan.
O A
W1
C
D
B S
O'
Gambar 3.35 - Penimbunan kaki lereng
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, 2017
92
d) Bronjong (Gabion)
Bronjong adalah bangunan berupa anyaman kawat yang diisi dengan batu belah.
Struktur bangunannya berbentuk persegi dan disusun bertangga. Dipasang di kaki
lereng yang berfungsi juga sebagai pencegah erosi. Diletakkan di bawah longsoran.
Efektif untuk longsoran dangkal, tetapi tidak efektif untuk longsoran berantai.
e) Vegetasi untuk mencegah kelongsoran dangkal
Dalam cara ini dibutuhkan penanaman vegetasi yang cukup guna penanggulangan
gerakan tanah yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan suatu lereng. Penanaman
vegetasi atau tumbuhan bertujuan untuk mengurangi berat massa tanah yang bergerak
dan menambah kekuatan material pembentuk lereng.
93
3.8 Daftar pustaka
BMS. 2017. Bridge Management System, Panduan Perencanaan Jembatan Volume 2 (Bridge
Design Manual Section 11.
Bina Marga. 2017. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 11, Bina Marga.
94
4 Perencanaan bangunan pengaman dan tanah timbunan (Oprit)
4.1 Pendahuluan
Bagian ini membahas bangunan pengaman dan tanah timbunan (oprit). Bangunan pengaman
mencakup bangunan pengaman tebing sungai, bangunan pengaman pilar jembatan, dan
bangunan pengaman dasar sungai
4.2 Daftar istilah dan notasi
4.2.1 Istilah
4.2.1.1
konstruksi
suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan/konstruksi yang menyatu dengan lahan
tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan lainnya
4.2.1.2
perencanaan
rangkaian urutan rasional di dalam penyusunan rencana
4.2.1.3
kantilever
tembok yang menganjur ke luar sebagai penahan balkon
4.2.1.4
tegangan
perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan luas penampang benda
4.2.1.5
plastis
perubahan bentuk yang terjadi pada benda secara permanen, walaupun beban yang berkerja
ditiadakan
4.2.1.6
rotasi
perputaran benda pada suatu sumbu yang tetap, misalnya perputaran gasing dan
perputaran bumi pada poros atau sumbunya
4.2.1.7
lempung
partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer
4.2.1.8
drainase
pembuangan massa air secara alami atau buatan dari permukaan atau bawah permukaan dari
suatu tempat
4.2.1.9
permeabilitas
merupakan salah satu parameter petrofisik yang berupa kemampuan batuan untuk dapat
meloloskan fluida
95
4.2.1.10
perencanaan
penggambaran, perencanaan dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen
yang terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi
4.2.2 Notasi
Notasi Definisi
ka Koefisien tekanan tanah aktif
H Tinggi dinding
c Kohesi tanah (kPa)
kp Koefisien tekanan tanah pasif
Sudut kemiringan
Sudut geser antara urugan dan dinding
Sudut kemiringan dinding
kv Gempa koefisien vertikal
kae Koefisien tekanan tanah aktif persatuan panjang dinding akibat beban gempa
Permukaan tanah
Permukaan tanah
b) Dinding penahan kantilever (cantilever wall) dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Permukaan tanah
Permukaan tanah
Perkuatan
Slab
c) Dinding penahan counterfort (counterfort wall) dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Permukaan tanah
Counterfort
Permukaan tanah
Perkuatan
Counterfort
Slab
97
Untuk merencanakan dinding penahan sebagaimana mestinya maka harus diketahui
parameter tanah dasar baik yang berada di belakang dinding maupun di bawah dasar
slab, seperti:
Berat satuan atau berat jenis ( s ),
Prosedur perencanaan dinding penahan tanah dapat dilihat pada Tabel 4.1. dimana untuk
merencanakan dinding penahan tanah diperlukan tahapan-tahapan prosedur sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Prosedur perencanaan untuk dinding penahan tanah
Tahap Prosedur
Tentukan nilai dari parameter-parameter yang mempengaruhi tekanan tanah
lateral yang bekerja pada dinding penahan tanah seperti:
- Pengaruh dari kekakuan dinding,
Tegangan lateral dalam tanah akan berubah jika tanah mengalami suatu perpindahan
lateral atau regangan dari posisi diam. Jika tiap-tiap titik dalam massa tanah menuju
proses kesuatu keadaan runtuh maka dapat dikatakan bahwa tanah berada dalam
keseimbangan plastis. Jika dinding bergerak menjauhi massa tanah secara perlahan-
lahan, maka tegangan utama arah horizontal akan berkurang secara terus menerus
dan akhirnya suatu kondisi keseimbangan plastis tercapai sehingga terjadi
kelonggaran dalam tanah, keadaan ini dinamakan sebagai kondisi aktif menurut
Rankine. Sebaliknya, jika dinding didorong secara perlahan-lahan mendekati massa
tanah, maka tegangan utama arah horizontal akan bertambah secara terus menerus
dan akhirnya keruntuhan tanah terjadi (suatu kondisi keseimbangan plastis tercapai)
sehingga terjadi kepadatan dalam tanah, keadaan ini dinamakan sebagai kondisi
pasif Rankine.
Pergerakan yang cukup dari dinding penahan tanah adalah penting untuk
menimbulkan suatu kondisi keseimbangan plastis. Distribusi tekanan tanah
kesamping yang bekerja pada dinding penahan tanah sangat dipengaruhi oleh
pergerakan dari dinding itu sendiri. Pada kebanyakan dinding penahan tanah,
pergerakan mungkin terjadi dengan cara menggeser (translasi) atau dengan cara
berputar (rotasi) terhadap dasar tembok Tabel 4.2 menunjukkan besaran dari rotasi
dinding penahan tanah yang dibutuhkan untuk mencapai keruntuhan.
Pengaruh kekakuan fondasi dan bangunan terhadap tekanan tanah aktif Tabel 4.2.
menunjukkan bahwa suatu pergeseran lateral kecil pada ujung atas dari dinding atau
fondasi diperlukan untuk mendapatkan tekanan tanah aktif yang penuh. Untuk
dinding atau fondasi yang terjepit terhadap geser pada dasarnya, pergeseran ini
dapat timbul sebagai hasil dari miringnya fondasi atau dari lendutan bangunan
dinding atau bagian fondasi. Peraturan jembatan menyarankan penggunaan suatu
koefisien tekanan tanah aktif yang dimodifikasi untuk menghitung variasi-variasi dari
kekakuan fondasi dan bangunan. Nilai-nilai ini diringkaskan dalam Tabel 4.3.
99
Tabel 4.3 Koefisien tekanan tanah untuk menghitung kekakuan
fondasi dan bangunan
Koefisien tekanan Koefisien tekanan
tanah statik tanah dinamis
Tipe bangunan
Desain Desain
Stabilitas Stabilitas
struktur struktur
Counterfort dan dinding
gravitasi yang didirikan pada
ka ko ka+ kaG ka+kaG
batuan atau tiang-tiang,
dinding kepala jembatan
Dinding kantilever dengan
½(ko+ka
tinggi 5 m atau kurang yang
ka ½(ko+ka) ka+kaG )+
didirikan di atas batuan atau
kaG
tiang-tiang
Setiap dinding pada fondasi
tanah, dinding kantilever yang
ka ka ka+kaG ka+kaG
lebih tinggi dari 5 m dari semua
tipe fondasi
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
100
h Berat jenis tanah total (s)
pa1
Gambar 4.4 - Tanah nonkohesif bertekanan air statik dan kondisi lempung
jangka panjang
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
Untuk kondisi jangka pendek dalam tanah lempung (misalnya segera setelah
pelaksanaan konstruksi atau untuk pembebanan tambahan yang seketika) maka
tekanan tanah lateral ditentukan oleh kohesi undrained dengan mengabaikan muka
air tanah seperti ditunjukan dalam Gambar 4.5. Dari Gambar 4.5 karena nilai ’f = 0
maka ka =1 sehingga tekanan tanah lateral dapat ditentukan sebagai berikut:
Pa s H 2 cu (51)
Menurut peraturan pembebanan untuk jembatan (SNI 1725:2016), jika level muka air
berada antara muka dinding, maka pengaruh rembesan terhadap kestabilan dinding
dan potensi piping harus diperhitungkan. Tekanan air pori harus ditambahkan
terhadap tekanan tanah efektif dalam penentuan tekanan tanah lateral total.
2cu
pa
Tekanan pori timbul dari peresapan teratur (steady seepage), maka tekanan tanah
lateral tergantung pada arah aliran air yang melalui tanah. Apabila terdapat drainase
vertikal dibelakang dinding, aliran diarahkan kelapisan tersebut dengan tekanan pori
resultan terhadap zona atau daerah keruntuhan seperti digambarkan dalam Gambar
4.6a. Sangat penting untuk dicatat bahwa tekanan lateral dari air pori tidak
dihilangkan oleh lapisan drainase vertikal terhadap bangunan.
101
Bagaimanapun juga kalau drainase terbentuk oleh drainase yang miring seperti
terlihat pada Gambar 4.6b. maka aliran peresapannya vertikal ke bawah dengan
tekanan lateral nol terhadap irisan keruntuhan atau bangunan.
Drainase Air Garis-garis aliran
Batas irisan
keruntuhan
Lapisan drainase
Peresapan
Tekanan terhadap
Tekanan air pori dinding dan irisan
yang bekerja pada keruntuhan adalah nol
irisan keruntuhan
Kondisi aktif Rankine berlaku dan gesekan dinding Kondisi aktif Coulomb berlaku dan gesekan
diabaikan dinding diambil:
dinding rata (beton) = 2⁄3’f
dinding kasar (pasangan batu) = ’f
a b
Gambar 4.7 - Kekasaran dinding
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
Paq ka q (52)
P k0 s z (53)
Keterangan:
P adalah tekanan tanah lateral (kPa)
k0 adalah koefisien tekanan tanah kondisi diam
Keterangan:
'f adalah sudut geser efektif tanah
Untuk tanah over consolidation, koefisien tekanan tanah lateral kondisi diam dapat
diasumsikan bervariasi sebagai fungsi rasio over consolidation atau riwayat
tegangan, dan dapat diambil sebagai:
103
k0 1 sin ' f OCR sin ' f
(55)
Tekanan prakonsolidasi
OCR (56)
Tekanan overburden efektif akibat lapisan tan ah diatasnya
k0q
sv z
1
sh s P1
H c
f P0
P2 H/2
z
2 H/3
1
(a) (b) H ka H
2
Gambar 4.8 - Tekanan tanah dalam keadaan diam
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
Tanah lanau dan lempung tidak boleh digunakan sebagai urugan kecuali mengikuti
prosedur desain yang sesuai dan langkah-langkah pengendalian konstruksi
dimasukkan dalam dokumen konstruksi memperhitungkan penggunaan tanah
tersebut. Perlu diperhitungkan juga peningkatan tekanan air pori dalam massa tanah.
Ketentuan drainase yang sesuai harus disediakan untuk mencegah gaya hidrostatik
dan rembesan dari belakang dinding fondasi. Dalam keadaan apapun, tanah lempung
plastis tidak boleh digunakan untuk urugan (SNI 1725:2016).
Gaya tekanan tanah lateral kondisi diam persatuan lebar dinding adalah:
1 1
P0 P1 P2 qko H pH qko H ko s H 2 (57)
2 2
Keterangan:
P1 adalah luas segiempat (1)
H H
P1 P2 (58)
z 3
2
Po
104
Contoh perhitungan 4.1: Tekanan tanah lateral kondisi diam
Gorong- H
gorong
Gorong-gorong H
Solusi:
Tekanan lateral terhadap dinding gorong-gorong sama dengan tekanan tanah dalam kondisi
diam, karena tidak ada pergeseran lateral pada ujung atas dan bawah dinding gorong-
gorong yang terjadi. Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak
diperhitungkan pada keadaan batas ultimit (Lihat Tabel 5 SNI 1725:2016), sehingga
koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam dapat dihitung sebagai berikut:
Faktor Beban ( TA )
Tipe bahan Keadaan batas layan ( TAS ) Keadaan batas ultimit ( TAU )
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
k0 : 1 sin ϕ 'f 0.5
Gaya tekanan tanah dalam keadaan diam persatuan panjang dinding dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan di bawah ini dimana q = 0 sehingga:
105
1 2 kN
P0. : γ s H k0 80
2 m
Gaya-gaya tekanan lateral rencana ini kemudian dikombinasikan dengan beban roda
vertikal dan berat sendiri sehingga menghasilkan kombinasi beban rencana untuk semua
bagian-bagian bangunan.
Mulai
'
f Menentukan koefisien tekanan
2
k a tan 45
2
tanah aktif
Menentukan tekanan
Pa s Hka - 2c ka
tanah aktif
'
f
2
k p tan 45 Menentukan koefisien tekanan
2
tanah pasif
Menentukan Tekanan
Pp s H k p 2 c k p
Pasif
Selesai
Gambar 4.9 - Bagan alir tekanan tanah aktif dan pasif menurut Rankine
106
Keterangan:
x
45+/2 45+/2 -2cv Ka
v
z z
s
c
h
H f
Pa
'f
ka tan 2 45 (59)
2
Pa s H ka 2 c ka (60)
Gambar distribusi tekanan tanah aktif dapat dilihat pada gambar di atas Dari
gambar tersebut terlihat bahwa tegangan pada z0 adalah 2 c ka
107
menunjukkan tegangan tarik (tensile stress). Tegangan tarik akan berkurang
terhadap kedalaman dan menjadi nol pada kedalaman z zc .
s zc ka 2c ka 0
2c (61)
zc
s ka
Gaya aktif persatuan panjang dinding sesudah retak tarik adalah distribusi tekanan
pada kedalaman z zc sampai z H , yaitu:
Pa
1
2
H zc s H ka 2c ka (63)
atau:
1
Pa H
2
2c
s ka
s Hka 2c ka (64)
Tentukan gaya aktif (Pa) persatuan panjang dinding untuk konstruksi dinding penahan tanah
di bawah ini sesudah retak tarik dan gambarkan distribusi tegangannya. (Perhitungan
dilakukan pada kondisi batas layan).
-24.05 -24.05
Diketahui:
kN
Berat jenis tanah lapisan 1 γ s1 : 17.3
3
m
108
kN
Berat jenis tanah lapisan 2 γ s2 : 22
3
m
kN
Kohesi tanah lapisan 1 c1 : 20
2
m
kN
Kohesi tanah lapisan 2 c2 : 10
2
m
Sudut geser tanah lapisan 1 ϕ 'f1 : 28 °
Solusi:
Untuk kondisi batas layan besaran-besaran tanah yang digunakan untuk perhitungan gaya
tekanan tanah lateral adalah berdasarkan nilai nominal dari γs , c dan 'f (SNI 1725:2016)
Tahap
Tahap 1.
1. Hitung
Hitung koefisien tekanantanah
koefisien tekanan tanahaktif
aktif(k(k)a)
a
2
ϕ 'f1
ka1 : tan45 ° 0.36
2
2
ϕ 'f2
ka2 : tan45 ° 0.41
2
Pa : γ s z ka 2 c ka
Pada z = 0 m
kN
Pv' : 0
2
m
kN
Pa'. : γ s z ka 2 c1 ka1 24.03
2
m
kN
Pv'. : γ s1 H1 41.52
2
m
109
kN
Pa' : ka1 Pv'. 2 c1 ka1 9.04
2
m
kN
Pv' : γ s1 H1 41.52
2
m
kN
Pa' : ka2 Pv' 2 c2 ka2 4.1
2
m
Pada z = 7,3 m
kN
Pv' : γ s1 H1 γ s2 γ w H2 101.25
2
m
kN
Pa' : ka2 Pv' 2 c2 ka2 28.35
2
m
kN
Pada z = 0 m, pw : 0
2
m
kN
Pada z = 2.4 m, pw : 0
2
m
kN
Pada z = 7.3 m, pw : γ w H2 48.07
2
m
Distribusi tekanan efektif, tekanan air pori dan tekanan total dapat dilihat pada gambar di
atas bagian b.
Pa : A1 A2
H2
kN
Pa : Pa'. H2 Pa' pw Pa'. 197.30
2 m
CATATAN:
Gaya hidrostatik akibat air yang berada di dalam retak harus ditambahkan ke nilai gaya tekanan tanah
aktif (Pa).
110
Tekanan tanah pasif menurut Rankine
Gambar di bawah ini menunjukkan suatu massa tanah yang dibatasi oleh dinding
dengan permukaan licin. Dari Gambar 4.11 apabila dinding didorong secara
perlahan-lahan ke arah masuk ke dalam tanah, maka tegangan utama akan
bertambah secara terus menerus. Koefisien tekanan tanah pasif Rankine ( k p )
adalah:
'f
k p tan 2 45 (65)
2
Pp s H k p 2 c k p (66)
x
45-f /2 45-f /2
v
z
s
c
h
H f
Tekanan tanah aktif dan pasif menurut Rankine untuk timbunan di belakang
tembok pada tanah nonkohesif ( c 0 ) dengan permukaan miring.
Bagan alir tekanan tanah menurut Rankine dapat dilihat pada Gambar 4.12.
111
Mulai
1 Menentukan tekanan
Pa s H ' 2 ka tanah aktif
2
1 2 Menentukan tekanan
Pp s H' kp tanah pasif
2
Selesai
Gambar 4.12 - Bagan alir tekanan tanah menurut Rankine untuk timbunan di
belakang tembok pada tanah nonkohesif ( c = 0 )
Keterangan:
ka adalah koefisien tekanan tanah aktif
adalah sudut kemiringan
'f adalah sudut geser dalam
112
Kondisi Aktif:
1
Pa s H ' 2 ka (69)
2
Kondisi Pasif:
1 2
Pp s H ' k p (71)
2
c=0
s
’f
Pa
H’
H
h/3
B
x3 x2 x1
113
Contoh perhitungan 4.3: Tekanan tanah aktif menurut Rankine untuk timbunan di
belakang tembok pada tanah nonkohesif
Hitunglah gaya tekanan tanah aktif menurut Rankine dan lokasi bidang keruntuhan untuk
tanah nonkohesif seperti pada gambar di bawah ini:
c =0
=10o s = 18 kN/m3
’f = 30o
Pa
h =10o
H=10m
B=4m
x3 x2 x1=2m
Dinding penahan mendukung timbunan bebas drainase (free draining backfill) dengan
kemiringan 10˚. Parameter tanah timbunan γs 18 kN/m3, 'f = 30o dan c = 0 kN/m2. Tinggi
dinding 10 m dan panjang tumit 4 m. Air tanah terletak di bawah fondasi. Hitung gaya
tekanan aktif persatuan lebar dinding (Pa ) dan jarak resultan gaya dari dasar dinding.
Diketahui:
kN
Berat jenis tanah γ s : 18
3
m3
kN
Kohesi c : 0
2
m
Sudut geser ϕ : 30 °
Solusi:
Tekanan tanah pada kondisi batas ultimit dihitung dengan menggunakan nilai nominal dari
s dan nilai recana dari c dan 'f. Parameter tanah rencana dapat dilihat dalam tabel berikut:
114
Kondisi batas Kondisi batas ultimit
Sifat tanah
layan Terkurangi atau minimum Biasa atau maksimum
’f 30o 1,25 x 30o = 37,5o 0,8 x 30o = 24o
s 18 kN/m3 18 kN/m3 18 kN/m3
c 0 0 0
ka 0,35 0,25 0,45
Hitung koefisien tekanan tanah aktif (ka) berdasarkan persamaan di bawah ini:
Kondisi batas layan:
2 2
cos ( 10 °) ( cos ( 10 °) ) cos ( 30 °)
ka1 : cos ( 10 °) 0.35
2 2
cos ( 10 °) ( cos ( 10 °) ) cos ( 30 °)
2 2
cos ( 10 °) ( cos ( 10 °) ) cos ( 37.5 °)
ka2 : cos ( 10 °) 0.25
2 2
cos ( 10 °) ( cos ( 10 °) ) cos ( 37.5 °)
Gaya aktif yang akan dihitung harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti
yang tercantum pada tabel berikut: (Lihat Tabel 5 SNI 1725:2016)
Faktor Beban ( TA )
Tipe bahan Keadaan batas layan ( TAS ) Keadaan batas ultimit ( TAU )
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
115
Gaya aktif persatuan panjang dinding pada kondisi batas layan:
1 2
Pa : γ s H' ka
2
1 2 kN
Pa1 : γ s H' ka1 337
2 m
Gaya aktif persatuan panjang dinding kondisi batas ultimit (terkurangi atau minimum):
1
P s H'2 k U
a2 2 a2 TA
Gaya aktif persatuan panjang dinding kondisi batas ultimit (biasa atau maksimum):
1
P γ s H' 2 k γU
a3 2 a3 TA
H' 10.35 m
H'
z : 3.45 m
3
116
c) Tekanan tanah menurut Coulomb
Tekanan tanah aktif menurut Coulomb
Bagan alir tekanan tanah aktif menurut Coulomb dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Mulai
2
sin 'f sin 'f Tekanan 1 U
1 Pa s H 2 k 9 Hkq cHkc TA
sin sin
tanah aktif
2
ka
sin 2 'f Menentukan
koefisien
sin 2 sin tekanan tanah
aktif
1
Pa ka s H 2 Tekanan tanah aktif
2
Selesai
Keterangan:
'f adalah sudut geser efektif tanah (o)
adalah sudut geser antara urugan dan dinding (o)
adalah sudut kemiringan dinding (o)
adalah sudut pada urugan terhadap garis horizontal (o)
ka adalah koefisien tekanan tanah aktif
TA
U
adalah faktor beban keadaan batas ultimit
117
Teori tekanan tanah aktif menurut Coulomb berdasarkan asumsi:
- Bidang longsor rata,
- Geseran antara tembok dengan tanah diperhitungkan,
- Permukaan tembok kasar,
- Tanah sering kali tidak berkohesi,
- Timbunan di belakang tembok mempunyai kemiringan terhadap horizontal.
-
-
H Dinding
kaku
H/3 p
Pa
=90o-
sin 2 ' f
ka (73)
sin sin
2
Dengan:
Untuk kondisi yang tidak sesuai maka perhitungan koefisien tekanan tanah aktif
dapat mengikuti SNI 1725:2016.
118
Tabel 4.4 Nilai ka untuk = 90o dan = 0o
(o)
’f (o) 0 5 10 15 20 25
Dalam disain dinding yang sebenarnya, nilai sudut geser dinding ()
diasumsikan antara (1⁄2)'f dan (2⁄3)'f. ka diberikan pada Tabel 4.5. untuk
variasi 'f, , dan = (2⁄3)'f.
(o)
(o) ’f (o)
90 85 80 75 70 65
0 28 0,3213 0,3588 0,4007 0,4481 0,5026 0,5662
30 0,2973 0,3449 0,3769 0,4245 0,4794 0,5435
32 0,2750 0,3125 0,3545 0,4023 0,4574 0,5220
24 0,2543 0,2916 0,3335 0,3813 0,4567 0,5017
26 0,2349 0,2719 0,3137 0,3615 0,4170 0,4825
28 0,2168 0,2535 0,2950 0,3428 0,3984 0,4642
40 0,1999 0,2361 0,2774 0,3250 0,3806 0,4468
42 0,1840 0,2197 0,2607 0,3081 0,3638 0,4303
5 28 0,3431 0,3845 0,4311 0,4843 0,5461 0,6191
30 0,3165 0,3578 0,4043 0,4575 0,5194 0,5926
32 0,2919 0,3329 0,3793 0,4324 0,4943 0,5678
24 0,2691 0,3097 0,3558 0,4088 0,4707 0,5443
26 0,2479 0,2881 0,3338 0,3866 0,4484 0,5222
28 0,2282 0,2679 0,3132 0,3656 0,4273 0,5012
40 0,2098 0,2489 0,2937 0,3458 0,4074 0,4814
42 0,1927 0,2311 0,2753 0,3271 0,3885 0,4626
10 28 0,3702 0,4164 0,4686 0,5287 0,5992 0,6834
30 0,3400 0,3857 0,4376 0,4974 0,5676 0,6516
32 0,3123 0,3575 0,4089 0,4683 0,5382 0,6220
24 0,2868 0,3314 0,3822 0,4412 0,5107 0,5942
26 0,2633 0,3072 0,3574 0,4158 0,4849 0,5682
28 0,2415 0,2846 0,3342 0,3921 0,4607 0,5438
40 0,2214 0,2637 0,3125 0,3697 0,4379 0,5208
42 0,2027 0,2441 0,2921 0,3487 0,4164 0,4990
15 28 0,4065 0,4585 0,5179 0,5869 0,6685 0,7671
119
30 0,3707 0,5219 0,4804 0,5484 0,6291 0,7266
32 0,3384 0,3387 0,4462 0,5134 0,5930 0,6895
24 0,3091 0,3584 0,4150 0,4811 0,5599 0,6554
26 0,2823 0,3306 0,3862 0,4514 0,5295 0,6239
28 0,2578 0,3050 0,3596 0,4238 0,5006 0,5949
40 0,2353 0,2813 0,3349 0,3981 0,4740 0,5672
42 0,2146 0,2595 0,3119 0,3740 0,4491 0,5416
20 28 0,4602 0,5205 0,5900 0,6715 0,7690 0,8810
30 0,4142 0,4728 0,5403 0,6196 0,7144 0,8303
32 0,3742 0,4311 0,4968 0,5741 0,6667 0,7800
24 0,3388 0,3941 0,4581 0,5336 0,6241 0,7352
26 0,3071 0,3609 0,4233 0,4970 0,5857 0,6948
28 0,2787 0,3308 0,3916 0,4637 0,5587 0,6580
40 0,2529 0,3035 0,3627 0,4331 0,5185 0,6243
42 0,2294 0,2784 0,3360 0,4050 0,4889 0,5931
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
Jika beban merata ( q ) berada di atas timbunan seperti Tabel 4.5. maka gaya
tekan aktif Coulomb persatuan panjang dinding dapat dihitung sebagai berikut:
1
Pa ka eq H 2 (75)
2
sin 2q
eq s (76)
sin H
p1 ka s H sin (77)
sin 2
p2 ka q (78)
sin
q
C
A
H
s Pa
’f
c=0
B
p2 p1
(a) (b)
Gambar 4.16 - Tekanan aktif Coulomb dengan beban merata di atas timbunan
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
120
Contoh perhitungan 4.4: Tekanan tanah aktif menurut Coulomb untuk tanah
nonkohesif
Hitung gaya tekanan aktif dan jarak resultan gaya dari dasar dinding untuk tanah
nonkohesif menggunakan metode Coulomb untuk dinding penahan tanah pada gambar di
bawah ini.
Dinding penahan mendukung suatu timbunan bebas drainase dengan kemiringan = +5˚.
Besaran perkiraan tanah timbunan γs= 17 kN/m3, 'f = 33˚, = (2⁄3)'f, c = 0. Tinggi
dinding H = 7 m dan kemiringan samping dinding, = 80˚. Air tanah tidak pernah naik
keatas bahan fondasi tanah. Hitung gaya tekanan aktif persatuan panjang dinding (P a)
dimana timbunan bebas drainase.
=5o
c=0
s = 17 kN/m3
’f = 33o
H=7 m Pa
=22o
90-=10o
H/3
=80o p
Diketahui:
Sudut kemiringan lereng β : 5 °
Sudut kemiringan lereng β : 5 °
kN
Berat jenis tanah γ s : 17 kN
Berat jenis
Berat jenis tanah
tanah γ : 17 m
γ s : kN3
s 17 m 3
3
m
kN
Kohesi c : 0
kN32
Kohesi c : 0 m
3
m
Sudut geser ϕ 'f : 33 °
Sudut geser ϕ 'f : 33 °
Kemiringan permukaan tanah θ : 80 °
Tinggi dinding H : 10
7 m m
Solusi:
Karena irisan keruntuhan tanah bergerak ke bawah ke belakang dinding, kondisi Coulomb
berlaku dengan Pa yang bekerja pada = (2⁄3)'f, terhadap normal dinding pada
ketinggian 𝐻⁄3.
121
Untuk kondisi batas layan, besaran-besaran tanah yang digunakan untuk perhitungan
gaya tekanan tanah lateral adalah berdasarkan nilai nominal dari γs , c dan 'f (SNI
Tekanan tanah pada kondisi batas kekuatan dihitung dengan menggunakan nilai nominal
dari γs dan nilai recana dari c dan 'f. Besaran-besaran tanah rencana dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Kondisi batas ultimit
Sifat tanah Kondisi batas layan
Terkurangi/minimum Biasa/Maksimum
’f 1 x 33o = 33o 1,25 x 33o = 41,25o 0,8 x 33o = 26,4o
s 17 kN/m3 17 kN/m3 17 kN/m3
c 0 0 0
2⁄ x (33o)=22o 2⁄ x (41,25o) =27,5o 2⁄ x (26,4o) = 17,6o
3 3 3
ka 0,367 0,282 0,454
Karena dinding didirikan pada tanah nonkohesif maka koefisien tekanan statik:
ka
sin2 ' f
2
sin ' sin '
sin2sin 1 f f
sin sinθ
Berdasarkan persamaan di atas koefisien tekanan tanah aktif pada kondisi batas layan
nominal adalah:
ka
sin2 80 o 33 o 0.37
2
o
sin 80 sin 80 22 1
2 o o
sin 33 o 22o sin 33 o 5 o
sin 80 o 22o sin 80 o 5 o
Koefisien tekanan tanah aktif pada kondisi batas ultimit (terkurangi atau minimum):
ka
sin2 80o 41.25o 0.28
2
sin 80 sin 80 27.5 1
2 o o o
sin 41.25o 27.5 o sin 41.25o 5 o
sin 80o 27.5 o sin 80o 5 o
Koefisien tekanan tanah aktif pada kondisi batas ultimit (biasa atau maksimum):
ka
sin2 80 o 26.4 o 0.45
2
sin 26.4 o 17.6 o sin 26.4 o 5 o
sin2 80 o sin 80o 17.6 o 1
sin 80o 17.6 o sin 80o 5 o
Tahap 2. Hitung gaya tekan tanah aktif persatuan lebar dinding (Pa):
Gaya aktif yang dihitung harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti yang
tercantum pada tabel berikut: (Lihat Tabel 5 SNI 1725:2016)
122
Faktor Beban ( TA )
Tipe bahan Keadaan batas layan ( TAS ) Keadaan batas ultimit ( TAU )
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
1
Pa s H 2 k a
2
1 kN
Pa 17 7 2 0.37 152.9
2 m
Gaya aktif persatuan anjang dinding pada kondisi batas ultimit (terkurang atau minimum):
γUTA = 0.8 (Faktor beban kondisi batas ultimit terkurangi atau minimum)
1 2 U
Pa s H k a TA
2
1 2 kN
Pa
2 17 7 0.28 0.8 93.96 m
Gaya aktif persatuan panjang dinding pada kondisi batas ultimit (biasa atau maksimum)
γUTA = 1.25 (Faktor beban kondisi batas ultimit Biasa atau maksimum)
1
Pa s H2 k a UTA
2
1 kN
Pa 17 7 2 0.45 1.25 234.28
2 m
123
Untuk tanah kohesif
Untuk tanah kohesif persamaan yang digunakan untuk menentukan tekanan tanah aktif
( Pa ) cukup rumit. metode irisan percobaan dapat digunakan untuk menentukan tekanan
tanah aktif ( Pa ).
ZC
A
-
Celah atau retak akibat tarik
c 0
Pa
H
dw
B
2cu q
Zc (80)
2
s tan 45 2 s tan 45 2
Keterangan:
Pa adalah tekanan tanah aktif (kN/m)
TA
U
adalah faktor beban kondisi ultimit
Zc adalah kedalaman retak tarik (m)
s adalah berat satuan atau berat jenist tanah (kN/m3)
adalah sudut geser dalam (o)
cu adalah kuat geser tak teralirkan (kN/m 2)
ku , kq , k adalah koefisien tekanan tanah aktif coulomb
-20 -1,172 -1,007 -0,937 -0,872 -0,809 0,437 0,332 0,290 0,253 0,220 0,384 0,292 0,254 0,222 0,194
+10 0 -1,462 -1,231 -1,133 -1,042 -0,957 0,514 0,377 0,323 0,277 0,237 0,514 0,376 0,324 0,278 0,238
20 -2,195 -1,633 -1,448 -1,294 -1,158 0,798 0,522 0,431 0,357 0,297 0,798 0,522 0,430 0,358 0,296
-20 -1,340 -1,137 -1,052 -0,974 -0,901 0,360 0,254 0,213 0,177 0,146 0,338 0,238 0,200 0,166 0,138
0 0 0 -1,628 -1,344 -1,227 -1,121 -1,023 0,438 0,297 0,244 0,200 0,162 0,438 0,298 0,244 0,200 0,162
20 -2,310 -1,704 -1,501 -1,332 -1,187 0,701 0,424 0,334 0,264 0,208 0,658 0,398 0,314 0,248 0,196
-20 -1,549 -1,293 -1,188 -1,093 -1,005 0,296 0,191 0,152 0,119 0,091 0,296 0,192 0,152 0,118 0,092
-10 0 -1,847 -1,490 -1,348 -1,221 -1,107 0,375 0,232 0,180 0,139 0,104 0,376 0,232 0,180 0,138 0,104
20 -2,513 -1,824 -1,593 -1,403 -1,241 0,625 0,342 0,255 0,189 0,138 0,550 0,300 0,224 0,166 0,122
-20 -1,174 -1,008 -0,937 -0,871 -0,808 0,437 0,332 0,290 0,253 0,220 0,320 0,244 0,214 0,188 0,164
+10 0 -1,462 -1,231 -1,133 -1,042 -0,957 0,514 0,377 0,323 0,277 0,237 0,450 0,330 0,284 0,242 0,208
20 -2,209 -1,637 -1,450 -1,295 -1,159 0,801 0,523 0,431 0,358 0,297 0,738 0,476 0,390 0,322 0,268
-20 -1,341 -1,137 -1,052 -0,973 -0,900 0,360 0,254 0,213 0,177 0,146 0,284 0,202 0,170 0,142 0,116
0,5 0 0 -1,628 -1,344 -1,227 -1,121 -1,023 0,438 0,297 0,244 0,200 0,162 0,384 0,260 0,214 0,174 0,142
20 -2,318 -1,706 -1,502 -1,333 -1,187 0,703 0,424 0,335 0,264 0,208 0,606 0,362 0,284 0,224 0,176
-20 -1,549 -1,292 -1,187 -1,092 -1,004 0,296 0,191 0,152 0,119 0,091 0,250 0,162 0,130 0,102 0,078
-10 0 -1,847 -1,490 -1,347 -1,221 -1,107 0,375 0,232 0,180 0,139 0,104 0,328 0,202 0,158 0,122 0,092
20 -2,516 -1,824 -1,592 -1,402 -1,241 0,625 0,342 0,255 0,189 0,138 0,504 0,272 0,202 0,148 0,108
-20 -1,189 -1,013 -0,939 -0,871 -0,805 0,440 0,333 0,290 0,253 0,219 0,132 0,104 0,094 0,084 0,074
+10 0 -1,462 -1,231 -1,133 -1,042 -0,956 0,514 0,377 0,323 0,277 0,237 0,256 0,188 0,162 0,138 0,118
20 -2,263 -1,652 -1,459 -1,300 -1,162 0,811 0,525 0,433 0,358 0,297 0,558 0,338 0,272 0,220 0,180
-20 -1,348 -1,137 -1,049 -0,969 -0,895 0,361 0,254 0,212 0,176 0,144 0,120 0,090 0,078 0,066 0,056
1,0 0 0 -1,628 -1,344 -1,227 -1,120 -1,023 0,438 0,297 0,244 0,200 0,162 0,218 0,148 0,122 0,100 0,080
20 -2,350 -1,712 -1,504 -1,333 -1,187 0,709 0,425 0,335 0,264 0,208 0,450 0,252 0,192 0,148 0,114
-20 -1,550 -1,287 -1,181 -1,085 -0,997 0,296 0,190 0,150 0,117 0,089 0,108 0,074 0,060 0,048 0,038
-10 0 -1,847 -1,490 -1,347 -1,221 -1,107 0,375 0,232 0,180 0,139 0,104 0,188 0,116 0,090 0,070 0,052
20 -2,527 -1,821 -1,589 -1,398 -1,238 0,628 0,314 0,254 0,188 0,137 0,364 0,184 0,134 0,096 0,068
125
𝒁𝒄⁄ 𝟐 𝒘
Tabel 4.7 Koefisien Tekanan Tanah Aktif Coulomb kc, kq dan kg untuk Tanah Kohesif 𝑯 = 0,25, , c x ⁄𝟑, dan ⁄𝒔 = 0,5
-20 -0,873 -0,746 -0,693 -0,645 -0,598 0,354 0,271 0,238 0,209 0,183 0,368 0,278 0,244 0,212 0,186
+10 0 -1,096 -0,923 -0,850 -0,782 -0,718 0,410 0,304 0,263 0,227 0,196 0,488 0,358 0,308 0,264 0,226
20 -1,754 -1,264 -1,116 -0,994 -0,888 0,644 0,422 0,350 0,292 0,245 0,776 0,502 0,414 0,342 0,286
-20 -1,013 -0,857 -0,793 -0,734 -0,678 0,271 0,191 0,160 0,133 0,110 0,318 0,224 0,188 0,156 0,130
0 0 0 -1,221 -1,008 -0,920 -0,841 -0,767 0,328 0,223 0,183 0,150 0,121 0,410 0,278 0,230 0,188 0,152
20 -1,806 -1,295 -1,135 -1,005 -0,893 0,540 0,321 0,253 0,199 0,156 0,634 0,376 0,296 0,234 0,184
-20 -1,190 -0,991 -0,910 -0,837 -0,770 0,206 0,130 0,102 0,078 0,059 0,276 0,178 0,140 0,110 0,084
-10 0 -1,385 -1,118 -1,011 -0,916 -0,830 0,260 0,157 0,120 0,091 0,067 0,346 0,212 0,166 0,126 0,094
20 -1,919 -1,356 -1,179 -1,035 -0,914 0,452 0,236 0,172 0,124 0,088 0,522 0,280 0,206 0,152 0,110
-20 -0,878 -0,748 -0,695 -0,645 -0,599 0,355 0,272 0,238 0,209 0,183 0,304 0,232 0,204 0,178 0,156
+10 0 -1,096 -0,923 -0,850 -0,782 -0,718 0,410 0,304 0,263 0,227 0,196 0,424 0,312 0,268 0,230 0,198
20 -1,774 -1,269 -1,118 -0,995 -0,889 0,647 0,422 0,350 0,293 0,245 0,716 0,456 0,374 0,308 0,256
-20 -1,016 -0,858 -1,793 -0,733 -0,678 0,272 0,191 0,160 0,133 0,110 0,264 0,188 0,158 0,132 0,108
0,5 0 0 -1,221 -1,008 -0,920 -0,840 -0,767 0,328 0,223 0,183 0,150 0,121 0,356 0,242 0,198 0,162 0,132
20 -1,820 -1,297 -1,136 -1,005 -0,894 0,542 0,321 0,253 0,199 0,157 0,582 0,340 0,266 0,210 0,164
-20 -1,190 -0,991 -0,909 -0,836 -0,769 0,206 0,130 0,102 0,078 0,059 0,228 0,148 0,118 0,092 0,070
-10 0 -1,385 -1,118 -1,011 -0,916 -0,830 0,260 0,157 0,120 0,091 0,067 0,300 0,184 0,142 0,110 0,082
20 -1,928 -1,357 -1,179 -1,035 -0,914 0,454 0,236 0,172 0,124 0,088 0,478 0,250 0,184 0,136 0,098
-20 -0,886 -0,753 -0,698 -0,647 -0,600 0,357 0,272 0,239 0,210 0,184 0,226 0,174 0,154 0,136 0,120
+10 0 -1,097 -0,923 -0,850 -0,782 -0,718 0,410 0,304 0,263 0,227 0,196 0,344 0,252 0,218 0,186 0,160
20 -1,803 -1,276 -1,122 -0,997 -0,891 0,651 0,423 0,351 0,293 0,245 0,644 0,398 0,324 0,266 0,218
-20 -1,020 -0,859 -0,793 -0,733 -0,677 0,272 0,192 0,160 0,133 0,110 0,198 0,142 0,120 0,100 0,084
0,75 0 0 -1,221 -1,008 -0,920 -0,840 -0,767 0,328 0,223 0,183 0,150 0,121 0,288 0,196 0,160 0,132 0,106
20 -1,840 -1,301 -1,138 -1,006 -0,894 0,545 0,322 0,253 0,199 0,157 0,520 0,294 0,228 0,178 0,138
-20 -1,191 -0,990 -0,908 -0,835 -0,767 0,206 0,130 0,102 0,078 0,058 0,170 0,112 0,090 0,070 0,054
-10 0 -1,385 -1,118 -1,011 -0,916 -0,830 0,260 0,157 0,120 0,091 0,067 0,240 0,148 0,114 0,088 0,066
20 -1,941 -1,359 -1,180 -1,035 -0,914 0,456 0,236 0,172 0,124 0,088 0,422 0,214 0,156 0,114 0,082
20 -1,941 -1,359 -1,180 -1,035 -0,914 0,456 0,236 0,172 0,124 0,088 0,422 0,214 0,156 0,114 0,082
126
𝒁𝒄⁄ 𝟐 𝒘
Tabel 4.8 Koefisien Tekanan Tanah Aktif Coulomb kc, kq dan k untuk Tanah Kohesif 𝑯 = 0,5, , c x ⁄𝟑, dan ⁄𝒔 = 0,5
-20 -0,574 -0,486 -0,450 -0,418 -0,387 0,275 0,213 0,188 0,167 0,149 0,312 0,238 0,208 0,184 0,160
+10 0 -0,732 -0,616 -0,567 -0,522 -0,480 0,309 0,233 0,204 0,179 0,156 0,410 0,304 0,264 0,228 0,196
20 -1,246 -0,876 -0,771 -0,686 -0,613 0,476 0,318 0,267 0,227 0,193 0,660 0,428 0,354 0,296 0,248
-20 -0,680 -0,574 -0,530 -0,490 -0,453 0,182 0,128 0,107 0,089 0,074 0,256 0,180 0,150 0,126 0,104
0 0 0 -0,814 -0,672 -0,613 -0,560 -0,512 0,219 0,149 0,122 0,100 0,081 0,328 0,222 0,184 0,150 0,122
20 -1,252 -0,872 -0,762 -0,673 -0,597 0,367 0,215 0,169 0,133 0,105 0,518 0,304 0,238 0,188 0,148
-20 -0,819 -0,683 -0,627 -0,577 -0,531 0,115 0,069 0,052 0,038 0,026 0,210 0,132 0,104 0,080 0,060
-10 0 -0,924 -0,745 -0,674 -0,610 -0,553 0,148 0,084 0,062 0,044 0,030 0,260 0,158 0,120 0,090 0,066
20 -1,291 -0,882 -0,762 -0,667 -0,587 0,273 0,130 0,090 0,061 0,040 0,402 0,206 0,150 0,108 0,076
-20 -0,576 -0,487 -0,451 -0,418 -0,388 0,276 0,213 0,189 0,168 0,149 0,296 0,226 0,198 0,174 0,154
+10 0 -0,732 -0,616 -0,567 -0,522 -0,480 0,309 0,234 0,204 0,179 0,156 0,394 0,294 0,254 0,220 0,190
20 -1,252 -0,877 -0,772 -0,687 -0,613 0,476 0,318 0,267 0,227 0,193 0,646 0,416 0,344 0,288 0,240
-20 -0,681 -0,574 -0,530 -0,490 -0,453 0,182 0,128 0,107 0,089 0,074 0,242 0,172 0,144 0,120 0,098
0,25 0 0 -0,814 -0,672 -0,613 -0,560 -0,512 0,219 0,149 0,122 0,100 0,081 0,314 0,214 0,176 0,144 0,116
20 -1,257 -0,873 -0,762 -0,673 -0,597 0,368 0,215 0,169 0,133 0,105 0,506 0,294 0,230 0,182 0,142
-20 -0,819 -0,683 -0,627 -0,577 -0,530 0,115 0,069 0,052 0,038 0,026 0,198 0,126 0,098 0,076 0,056
-10 0 -0,924 -0,745 -0,674 -0,610 -0,553 0,148 0,084 0,062 0,044 0,030 0,250 0,150 0,116 0,086 0,064
20 -1,295 -0,883 -0,763 -0,667 -0,588 0,274 0,130 0,090 0,061 0,040 0,392 0,198 0,144 0,104 0,074
-20 -0,584 -0,491 -0,454 -0,421 -0,390 0,278 0,214 0,190 0,168 0,149 0,250 0,192 0,170 0,150 0,132
+10 0 -0,732 -0,617 -0,567 -0,522 -0,480 0,309 0,234 0,204 0,179 0,156 0,346 0,258 0,224 0,194 0,166
20 -1,270 -0,880 -0,773 -0,687 -0,614 0,478 0,318 0,267 0,227 0,193 0,604 0,382 0,314 0,262 0,218
-20 -0,683 -0,575 -0,531 -0,491 -0,453 0,182 0,128 0,107 0,089 0,074 0,202 0,144 0,120 0,100 0,084
0,5 0 0 -0,814 -0,672 -0,613 -0,560 -0,512 0,219 0,149 0,122 0,100 0,081 0,274 0,186 0,152 0,124 0,102
20 -1,272 -0,876 -0,763 -0,673 -0,598 0,370 0,216 0,169 0,133 0,105 0,468 0,268 0,208 0,164 0,128
-20 -0,819 -0,682 -0,626 -0,576 -0,529 0,115 0,069 0,052 0,038 0,027 0,164 0,104 0,082 0,062 0,048
-10 0 -0,924 -0,745 -0,674 -0,610 -0,533 0,148 0,084 0,062 0,044 0,030 0,214 0,128 0,098 0,074 0,054
20 -1,308 -0,885 -0,764 -0,668 -0,588 0,276 0,131 0,091 0,062 0,040 0,360 0,178 0,128 0,090 0,064
127
Contoh perhitungan 4.5: Tekanan tanah aktif menurut Coulomb untuk tanah
kohesif
Suatu dinding penahan tanah seperti pada gambar di bawah ini mendukung suatu
o
timbunan tanah kohesif dengan sudut kemiringan lereng (b) = +20 . Perkiraan
o
besaran tanah timbunan yang dipakai adalah s = 20 kN/m3, c = 20 kPa, 'f = 28
dan = (2⁄3)'f. Tinggi timbunan adalah 7,50 m dan kemiringan permukaan dinding
penahan () = 80o. Air tanah stabil pada setengah tinggi dinding dan timbunan
mendukung suatu pembebanan (q) sebesar 10 kPa. Hitung gaya aktif jangka
panjang dari dinding.
Pae
Pae
H Pa
(2/3)H
z
H/3
Diketahui:
128
Kondisi Coulomb berlaku dengan Pa yang bekerja pada terhadap normal
permukaan samping dinding, pada suatu ketinggian 𝐻⁄3 = 7,5⁄3 = 2,50 m di atas
tumit.
Karena dinding terletak pada tanah maka koefisien tekanan tanah statik adalah k a.
Besaran-besaran tanah untuk kondisi batas layan dan batas kekuatan dari contoh
ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tahap 2. Hitung gaya tekanan tanah aktif Coulomb kondisi statik (Pa)
Untuk mendapatkan nilai kc, kq dan k dapat menggunakan tabel di atas dengan
menggunakan interpolasi linier. Contoh untuk menentukan nilai k c pada kondisi
o
batas layan dimana 'f = 28 adalah sebagai berikut:
30 28 1.637 k c 0.572 2
k c 1.637 1.751
30 20 1.637 2.209 10
Gaya aktif yang dihitung harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti
yang tercantum pada tabel berikut: (Lihat Tabel 5 SNI 1725:2016)
Faktor Beban ( TA )
Tipe bahan Keadaan batas layan ( TAS ) Keadaan batas ultimit ( TAU )
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
129
Tekanan tanah aktif pada kondisi batas layan:
11 22 U U
1γ H 2 k qHk q qcHk c cγTA
H2kkγkγγ cHk γUU
P
P
Paa 21 γγγsssH
qHk
qHk cHk ccγγTA
P a 2 s
a 22 H γ qHk q
q cHk TA
TA
11
2
2 0.528 10 7.5 0.579 20 7.5 1.751 1
10 0.57920 1 1
1 1 20 7.5
2 20
20 7.5
7.522 0.528 107.5 7.50.579 7.5 1.751
20 7.5
222 20 7.5 0.528 10 7.5 0.579 20 7.5 1.751 1
0.528 1.751
297 43.42 262.65 1
297
297
297 43.42
43.42
kN43.42 262.651
262.65
262.65 11
77.78 kN
77.78
77.78 m
mkN
m
Tekanan tanah aktif pada kondisi batas ultimit (biasa atau maksimum)
11 UU U
Pa 1 γγssHH222kkγγqHkqHk
qHk qqqcHk
cHk
cHkcccγU γ γ
Pa 22γ sH k γ qHk q cHk c γ TA TATA
2 TA
1 22 0.675 10 7.5 0.734 16 7.5 2.072 1 .25
1120 7.5 0.675
0.675 1010 7.5 7.5 0.734 16
0.734 16
7.5 2.072
7.5 1.25
2.072 1.25
22 20 7.5 0.67510 7.5 0.734 16 7.5 2.072 1 .25
20 7.5
2
2
379.69
379.69
379.6955.05
55.05
55.05
55.05
248.64
248.64
248.64
248.641.25
1.25
1.25
1.25
kN
kN
232.6
232.6kN
232.6 mm
m
Pp k p s z 2 c k p > (81)
Keterangan:
s adalah berat jenis tanah (kN/m 3)
z adalah kedalaman diukur dari permukaan tanah (m)
c adalah kohesi tanah (kPa)
kp adalah koefisien tekanan tanah lateral pasif
130
Mulai
k
' tan h
1 kv
k ae
sin 2 'f '
2
sin 'f sin 'f '
' 2
cos sin sin 1
'
sin ' sin
Selesai
Gambar 4.18 - Bagan alir tekanan tanah aktif akibat gempa metode Mononobe-Okabe
Keterangan notasi:
kv adalah koefisien gempa vertikal
kh adalah koefisien gempa horizontal
k ae adalah koefisien tekanan tanah aktif persatuan panjang dinding
Pae adalah persamaan Mononobe-Okabe (kN/m)
Ppe adalah gaya pasif persatuan panjang dinding akibat gempa (kN/m)
adalah sudut kemiringan dinding (o)
Teori tekanan tanah aktif Coulomb dapat diperluas dengan menjumlahkan gaya-
gaya yang disebabkan oleh gempa. Gambar 4.19 menunjukkan kondisi tekanan
aktif pada suatu timbunan tanah berbutir ( c 0 ) sebagai berikut:
131
komponen vertikal dari percepatan gempa
kv (82)
percepatan gravitasi (g)
Dimana:
kae
sin 2 'f '
sin 'f sin 'f '
2
(85)
cos sin sin 1
' 2 '
sin ' sin
kh
' tan (86)
1 kv
Keterangan:
kh adalah koefisien gempa horizontal
kv adalah koefisien gempa vertikal
Pae
Pae
H Pa
(2/3)H
z
H/3
90o-
Untuk memperoleh lokasi resultan gaya tekan tanah maka dilakukan prosedur
perhitungan sebagai berikut:
1
Tahap 1. Hitung Pae menggunakan persamaan: Pae s H 2 1 kv kae
2
132
Tahap 2. Hitung Pa menggunakan persamaan:
1 U
Pa s H 2 k 9 Hkq cHkc TA
2
Tahap 3. Hitung: Pae Pae Pa
Tahap 4. Asumsikan bahwa jarak Pa berada pada 𝐻⁄3 dari dasar dinding
Tahap 5. Asumsikan bahwa Pae berada pada jarak (2⁄3) H dari dasar dinding
2 H
H Pae Pa
Tahap 6. Hitunglah lokasi resultan gaya: z
3 3
Pae
CATATAN:
(1) Tekanan tanah lateral diperoleh dengan memilih beberapa bidang keruntuhan dan
menentukan harga-harga Pa yang sesuai. Dalam hal tekanan aktif harga minimum
Pa diperlukan. Harga batas didapat dengan menginterpolasi harga-harga irisan
yang dipilih.
(2) Tekanan tanah lateral dapat dihitung pada setiap permukaan atau bidang melalui
tanah. Contoh di atas untuk tanah kohesif dan untuk tekanan nonkohesif ditentukan
dengan cara yang sama.
(3) Adhesi dinding cw diambil 2⁄3 c.
(4) adalah sudut geser dalam tanah.
(5) diambil 2⁄3 .
(6) Pa bekerja pada 1⁄3 ketinggian distribusi tekanan.
(7) Arah Pa adalah seperti untuk kondisi Rankine atau Coulomb normal.
(8) Gaya tekanan tanah aktif akibat gempa Pae dapat dihitung dengan menambah
133
Gambar 4.20 - Metode irisan percobaan
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
1
Ppe s H 2 1 kv K pe (87)
2
Dimana:
k pe
sin 2 '
sin sin '
2
(88)
cos sin sin 90 1
' 2 '
sin ' sin
kh
' tan
1 kv (89)
Contoh perhitungan 4.6: Tekanan tanah aktif akibat gempa dengan metode
Mononobe-Okabe
Hitung gaya aktif akibat gempa dari dinding kantilever pada gambar di bawah ini
menggunakan persamaan Mononobe-Okabe. Jika koefisien gempa horizontal (kh)
adalah 0.05, hitung gaya aktif gempa Pae dan titik tangkap Pa dan Pae untuk
perencanaan stabilitas dan struktur dinding penahan tanah akibat gempa.
134
c=0
s=18 kN/m3
=10o ’f=30o
Pae
Pae
H’=10.35m
Pa
H=10m =10o
Z=3.45m
1m
B=4m
x3 x2 x1=2m
kN
kN
Berat
Berat jenis
jenis tanah
Diketahui: tanah γ
γs :
: 18 kN3
18
Berat jenis tanah γss : 18 m kN
m
3
kN3
Berat
Berat jenis
jenis tanah γ : 18 m3
18
tanah γss : kN 3
kNm
c : 0 kN2
Kohesi c m
Kohesi : 0
Kohesi c : 0 m kN 2
Kohesi c : 0 m
kN2
Kohesi c : 0 2 m
m 2
ϕ ''ff :
ϕ 30 °°
Sudut
Sudut geser m
geser : 30
Sudut geser ϕ 'f : 30 °
Sudut
Sudut geser
geser penahan tanah ϕ
ϕ ''f : 30 °°
: 30
Tinggi
Tinggi dinding
dinding penahan tanah H f:
H 10 m
: 10 m
Tinggi dinding penahan tanah H : 10 m
Tinggi
Tinggi dinding
Tinggi gaya
dinding
gaya
penahan
aktif
aktif pada tanah
pada dinding
penahan tanah
dinding H :
H
H'
H' :
: 10 m
10.35
: 10
10.35m m
m
Tinggi gaya aktif pada dinding H' : 10.35 m
Tinggi
Tinggi gaya
Solusi: gaya aktif
aktif pada
pada dinding
dinding H' :
H' 10.35 m
: 10.35 m
Karena tinggi dinding kantilever lebih dari 5 m maka tekanan tanah dinamis lateral
adalah ka + kae untuk perencanaan stabilitas struktur.
Karena kondisi dinding tipe Rankine berlaku dan gesekan dinding diabaikan sehingga
gaya resultan bekerja paralel dengan arah lereng timbunan ( = )
Besaran-besaran tanah untuk kondisi batas layan dan batas kekuatan dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tahap 2. Hitung gaya tekanan tanah aktif Coulomb kondisi statik (Pa)
Koefisien tekanan tanah aktif Coulomb untuk kondisi batas layan dan batas ultimit
sudah dihitung pada contoh soal sebelumnya. Dimana untuk kondisi batas layan
135
didapatkan nilai ka = 0,35 dan untuk kondisi batas ultimit (biasa atau maksimum)
didapatkan nilai ka = 0,45.
Gaya tekanan tanah aktif persatuan panjang dinding dimana Pa = 337,40 kN/m untuk
kondisi batas layan dan Pa = 542,30 kN/m untuk kondisi batas ultimit (biasa atau
maksimum).
kae :
2
sin ' f '
2
cos ( ' ) sin sin ( ' ) 1
sin ' f sin ' f '
2
sin ( ) sin ( )
0.05
' tan 2.86o
1 0
o
Sudut kemiringan dinding () = 90 (dinding tegak lurus terhadap horizontal)
Koefisien tekanan tanah aktif persatuan panjang dinding kondisi batas layan (nominal)
2
sin ( 30 90 2.86 )
kae :
sin ( 30 10) [ sin ( 30 2.86 10) ]
2
cos ( 2.86 ) sin 90 sin ( 90 2.86 10) 1
2
sin ( 90 10 2.86 ) sin ( 10 90)
kae : 0.39
Koefisien tekanan tanah aktif persatuan panjang dinding kondisi batas ultimit (biasa
atau maksimum)
2
sin ( 24 90 2.86 )
kae :
sin ( 24 10) [ sin ( 24 2.86 10) ]
2
cos ( 2.86 ) sin 90 sin ( 90 2.86 10) 1
2
sin ( 90 10 2.86 ) sin ( 10 90)
kae : 0.50
Gaya aktif yang dihitung harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti yang
tercantum pada tabel berikut: (Lihat Tabel 5 SNI 1725:2016).
136
Faktor Beban ( TA )
Tipe bahan Keadaan batas layan ( TAS ) Keadaan batas ultimit ( TAU )
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
Gaya tekanan tanah aktif persatuan panjang dinding akibat beban gempa pada kondisi
batas layan (nominal) adalah:
2
Pae : γ s H 1 kv kae
1 kN 2 kN
Pae : 18 ( 10.35 m) ( 1 0) 0.39 376
2 3 m
m
Gaya tekanan tanah aktif persatuan panjang dinding akibat beban gempa pada kondisi
ultimit (biasa atau maksimum) adalah:
2
Pae : γ s H 1 kv kae ( 1.25)
1 kN 2 kN
Pae : 18 ( 10.35 m) ( 1 0) 0.50 ( 1.25) 602.56
2 3 m
m
Δ Pae : Pae Pa
kN kN kN
Δ Pae. : 376 337 39
m m m
kN kN kN
Δ Pae : 602.56 542.3 60.26
m m m
Tahap 5. Lokasi titik tangkap Pa berada pada H′⁄3 dari dasar dinding = 3,45 m
Tahap 6. Lokasi titik tangkap Pae berada pada jarak (2⁄3)H' dari dasar dinding = 6,9
m
137
e) Analisis stabilitas dinding penahan tanah
Bagan alir tekanan tanah akibat gempa dapat dilihat pada Gambar 4.21.
Mulai A
Tidak
Ya
Asumsikan dimensi untuk dinding penahan
Tidak
tanah
Hitung faktor keamanan (FK)
untuk stabilitas daya dukung
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam merencanakan dinding penahan tanah
adalah:
Mengasumsikan suatu dimensi,
Cek stabilitas (guling, geser dan daya dukung) terhadap dimensi yang
direncanakan.
138
Cek stabilitas dilakukan dengan cara yaitu:
Tekanan tanah lateral, berat sendiri dinding penahan tanah dihitung
menggunakan nilai nominal dari s , c dan ' f yaitu tanpa mengalikan nilai-nilai
tersebut dengan faktor reduksi kekuatan,
Kemudian tekanan tanah lateral yang diperoleh tidak perlu dikalikan dengan faktor
reduksi,
Berat sendiri dinding penahan tanah dan beban vertikal atau berat tanah timbunan
di atas slab tidak perlu dikalikan dengan faktor reduksi,
Stabilitas dinding penahan tanah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- FK guling 2
- FK geser 1,5
- FK daya dukung 3
Jika dari hasil cek stabilitas tidak terpenuhi, maka dimensi penampang dapat dirubah
dan dicek lagi terhadap stabilitas.
5) Cek stabilitas
Untuk mengetahui apakah dimensi dinding penahan tanah yang direncanakan stabil,
maka perlu dilakukan cek stabilitas dari dinding penahan tanah tersebut. langkah-langkah
yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Cek terhadap guling (overturning)
Berdasarkan kondisi batas ultimit maka faktor keamanan terhadap guling pada titik
E adalah:
M R
FK( guling ) (90)
M 0
Dimana:
H ' (91)
M 0 Ph Pa cos
3
Keterangan:
M 0 adalah jumlah momen yang cendrung menyebabkan guling
139
X4
V2
X1 c1=0, s1,
’f1
Pv = Pa sin
W1 V1
Pa
H’
Ph=Pa cos
H
W2
h/3
D
E TR
c2=0, s2,
X2
’2f
X3
B
Penampang Luas Berat atau Lengan momen Momen
(1) penampang satuan terhadap titik E terhadap titik E
(2) panjang (4) (5) = (4) x (3)
dinding
(3) = x (2)
1 A1 W 1 = c x A1 X1 M1
2 A2 W 2 = c x A2 X2 M2
3 A3 V1 = s x A3 X3 M3
4 A4 V2 = s x A4 X4 M4
5 Pv = Pa sin B Mv
V M R
FK ( geser )
F ' R
(95)
F d
Keterangan:
FR ' adalah jumlah gaya yang menahan geser
Fd adalah Jumlah gaya yang cenderung menyebabkan geser
Dimana:
TR V tan '2 f B c2
(96)
140
Pp juga termasuk gaya penahan, sehingga:
FK( geser )
V tan ' 2f B c2 Pp
(99)
Pa cos
c) Cek terhadap keruntuhan daya dukung (bearing capacity failure)
Untuk kondisi batas ultimit, faktor keamanan terhadap daya dukung adalah:
qu
FK ( daya dukung ) (100)
v (max)
Distribusi tegangan di bawah dasar slab pada dinding penahan tanah di atas fondasi
tanah diperlihatkan pada Gambar 4.22.
(as fondasi)
XV2
XW1 V2
XV1
c1=0, s1,
W1 V1 Pa sin ’f1
Pa
h
Pa cos
H
V W 2
R
h/3
D
H
E C
v c2=0, s2,
e ’f2
B-2e R= resultan dari gaya-gaya
B vertikal dan horizontal
B/2 e = eksentrisitas dari resultan
h B
M Pa cos Pa sin V1 X V 1 V2 X V 2 W1 X W 1
e C
3 2 (101)
V V1 V2 W1 W2 Pa sin
141
Atau nilai eksentrisitas dapat juga dihitung dengan persamaan berikut:
B M R M0
e (102)
2 V
Distribusi tegangan vertikal ( v ) di bawah dasar slab adalah:
v
V (103)
B 2e
Keterangan:
V adalah Jumlah dari gaya-gaya vertikal dan variabel lain yang didefinisikan
pada Gambar 4.22
Distribusi tegangan di bawah dasar slab pada dinding penahan tanah di atas fondasi
batuan diperlihatkan pada Gambar 4.23.
(as fondasi)
XV2
XW1 V2
XV1
c1=0, s1,
’f1
W1 V1 Pv = Pa sin
Pa
h
Ph=Pa cos
H V R
W2
h/3
D
H
E C
c2=0, s2, ’f2
v(max)
e
B-2e R= resultan dari gaya-gaya
B vertikal dan horizontal
e = eksentrisitas dari resultan
B/2
B
Jika e maka tegangan vertikal ( v ) dapat dihitung sebagai berikut:
6
v (max) 1 6
V e
(104)
B B
142
v (min) 1 6
V e (105)
B B
B
Jika e maka tegangan vertikal ( v ) dapat dihitung sebagai berikut:
6
2 V
v (max)
B (106)
3 e
2
v (min) 0
(107)
V2 =10o
0.7m 0.5m c1=0
s1=18 kN/m3
1m
W2 V1 ’f1=30o
W1 P
Pa
V
H=6m
Ph
W3
Z=2.14 m
c2=0
1.6m
E B=4m s2=18 kN/m3
1.2m ’f2=30o
0.4m 2.4 m
Diketahui:
Diketahui:
kN
c : 0
Kohesi tanah lapisan 1 1 2
m
kN
Kohesi tanah lapisan 2 c : 0
2 2
m
kN
Berat jenis tanah lapisan 1 γ s1 : 18
3
m
143
kN
Berat jenis tanah lapisan 2 γ s2 : 18
2
m
Solusi:
Tahap 2. Tentukan komponen-komponen gaya yang bekerja pada dinding penahan kepala
jembatan dengan ketentuan sebagai berikut:
Beban luar diabaikan
Tekanan tanah pasif diabaikan
Kedalaman dinding (D) = 0
Panjang dinding (L) = 1 m
H' : 6.42 m
Hitung koefisien tekanan tanah aktif dengan menggunakan persamaan berikut ini:
k a cos10
o
cos10 o cos210 o cos2 0.8 30 o 0.45
cos10 cos 10
o 2 o
cos 0.8 30
2 o
Gaya aktif persatuan panjang dinding kondisi batas ultimit (biasa atau maksimum):
1
Pa = k a γ H'2 L γUTA = 208.66 kN
2 s1
o
Pa bekerja pada sudut 10 terhadap horizontal sehingga dapat diproyeksikan menjadi Pv
dan Ph, dimana:
H'
M0 : Ph 439.74 kNm
3
144
Jumlah momen dari gaya-gaya yang menahan guling adalah:
Lengan
Luas Berat atau satuan Momen terhadap
Penampang momen
Penampang panjang dinding titik C
(1) terhadap titik
(2) (3) = x (2) (5) = (3) x (4)
C (4)
1 2.38 57.12 0.75 42.84
2 2.2 52.8 1.35 71.28
3 6.4 153.6 2 307.2
4 10.56 190.08 2.8 532.224
5 0.84 15.12 3.2 48.384
6 Pv 36.23 4 144.92
V no min al = 504.95 M R =1146.848
Faktor keamanan terhadap guling adalah:
Jumlah
Jumlah momen
momen yang
yang menyebabkan guling Σ
menyebabkan guling ΣM 439.74 kNm
0 439.74 kNm
M0
Jmlah
Jmlah momen
momen penahan
penahan guling Σ
ΣM : 1146.89 kNm
guling R : 1146.89 kNm
MR
FK. ( geser) :
Σ V tan ϕ 'f2 B c2 Pp
Pa cos ( β )
Nilai eksentrisitas (e) dari resultan gaya (R) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan di bawah ini:
B MR M0
MR M0
ee 2
B
V
2 V
4 1146.89 439.74
e 4 1146.89 439.74
e 2 504.95
2 504.95
e 0.6 m
e 0.6 m
Untuk dinding penahan tanah berada di atas fondasi tanah, maka persamaan di bawah ini
dapat digunakan untuk menghitung tegangan tanah di bawah dasar slab:
ΣVΣV kN
σ.v :σ : 180.34
m
180.34
vB 2B e 2e m2
. m
Kapasitas dukung ultimit dari tanah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di
bawah ini:
145
Sifat tanah yang digunakan untuk menghitung kapasitas daya dukung diambil berdasarkan
nilai nominal seperti pada tabel berikut ini:
o
Untuk 'f2 = 30 didapat (Dari tabel faktor daya dukung fondasi):
Nc = 30.14
Nq = 18.4
Nγ : 15.07
q : γ 2 D 0
B' : B 2e 2.80 m
6) Analisis dan perencanaan bangunan penahan tanah untuk keawetan, kekuatan, dan
kemampuan pelayanan
Perencanaan beton bertulang telah diuraikan pada panduan ini. Aspek-aspek analisis
dan perencanaan bangunan penahan tanah yang akan diuraikan dalam bab ini:
a) Bahan timbunan
Bahan timbunan ideal adalah bahan berbutir kasar dan bebas drainase, yang
mempunyai kuat geser tinggi. Penggunaan timbunan kohesif tidak dianjurkan,
karena:
Kadar air lempung sangat dipengaruhi oleh variasi musim,
Lempung sukar dipadatkan tanpa meningkatkan tekanan tanah secara drastis,
146
Lempung mempunyai problema penurunan jangka panjang yang besar,
Penggunaan timbunan lempung adalah penyebab utama penurunan dibelakang
kepala jembatan yang menghasilkan keruntuhan pada oprit.
Lempung memerlukan regangan lateral empat kali atau lebih untuk mendapatkan
keadaan tegangan aktif. ini berarti bahwa tekanan-tekanan dari timbunan lempung
akan lebih tinggi dari pada untuk timbunan nonkohesif,
Lempung memerlukan suatu sistem drainase yang ekstensif,
Lempung menyebabkan gaya yang lebih besar akibat percepatan tanah karena
gempa.
b) Sistem Drainase Timbunan
Perencanaan sistem drainase yang benar seperti pada Gambar 4.24 penting karena
kegagalan-kegagalan yang terjadi akibat drainase yang tidak mencukupi.
Bahan drainase sebaiknya mempunyai permeabilitas sedikitnya 100 kali dari bahan
yang dimaksudkan untuk timbunan. Apabila ini tercapai, tekanan air pori akibat
peresapan seepage akan minimum pada batasnya dan massa tanah berdrainase
seolah-olah mempunyai batas bebas. Permeabilitas bahan berbutir kasar (untuk
drainase) diberikan dalam Gambar 4.24.
147
Gambar 4.24 - Sistem drainase untuk dinding desain timbunan
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
148
Gambar 4.25 - Permeabilitas bahan drainase
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
Prinsip saringan atau filter harus digunakan jika ada peresapan seepage dari bahan
berbutir halus ke material berbutir kasar, bahan yang lebih permeabel. Perbandingan
ukuran partikel sebaiknya sebagai berikut:
D15c D50 c D15c
5, 25 , 40 (109)
D85 f D50 f D15 f
Keterangan:
D15c adalah ukuran dimana 15% berat bahan kasar adalah lebih halus
D15 f adalah ukuran dimana 15% berat bahan halus adalah lebih halus
D50 c adalah ukuran dimana 50% berat bahan kasar adalah lebih halus
D50 f adalah ukuran dimana 50% berat bahan halus adalah lebih halus
D85 f adalah ukuran dimana 85% berat bahan halus adalah lebih halus
Untuk tanah lempung, ukuran D15 c sebaiknya tidak kurang dari 0,2 mm dan kriteria
D50 dapat diabaikan, tetapi filter (kasar) harus bergradasi baik, yaitu:
D60c
20 (110)
D10c
Bahan filter juga harus cukup permeabel, sehingga peresapan seepage dapat
melalui bahan drainase. Untuk menghindari kehilangan head (headloss) dalam filter,
persyaratan tambahan berikut harus dipenuhi:
149
D15c
5 (111)
D15c
Untuk menghindari pergerakan internal bagian halus, filter harus mempunyai 0-5 %
melalui saringan 0,075 dan untuk menghindari segregasi, harus tidak mengandung
ukuran lebih besar 75 mm.
Kriteria di atas berarti gradasi ditunjukan pada tabel di bawah ini. adalah yang paling
halus untuk tiap bahan filter dengan tidak mempertimbangkan bahan timbunannya
sendiri.
4,75 100
2,36 92
1,18 74
0,60 50
0,30 25
0,15 8
0,075 0
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
Dinding gravitasi dianalisis dengan cara statik yang sederhana. Tiap-tiap potongan
dinding horizontal menerima gaya-gaya berikut gaya lateral akibat tekanan tanah dan
gaya gempa inersia, dan gaya vertikal sama dengan berat dinding di atasnya dan
bangunan atas yang permanen dan beban transien. Proses perencanaan
digambarkan pada Gambar 4.26.
150
Gambar 4.26 - Tegangan-tegangan dalam dinding atau kepala
jembatan sistem graviitasi
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
151
a. Tipikal gaya-gaya yang bekerja pada dinding kantilever
b. Tipikal gaya rencana pada kaki dan tumit (mirip untuk badan)
Gambar 4.27 - Rencana tekanan-tekanan pada dinding kantilever
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
152
h) Kaki kontrafort
Kaki kontrafort diperlakukan seperti kantilever dengan cara yang sama untuk suatu
dinding kantilever pada Gambar 4.28.
i) Kontrafort
Kontrafort didesain sebagai bagian kantilever T yang dibebani dengan reaksi pelat
dinding dan pelat tumit. Kontrafort ujung juga bekerja sebagai dinding sayap yang
mendukung tekanan tanah lateral tambahan.
153
4.3.2.2 Talud
Talud pada dasarnya merupakan dinding penahan tanah yang terbuat dari pasangan batu
yang dipasang pada dinding atau tebing sungai. Tujuan dari pembuatan talud ini adalah untuk
melindungi tebing sungai dari erosi atau gerusan dan dari material yang terbawa oleh aliran
sungai. Untuk analisis stabilitas pada talud, cara perhitungannya sama dengan analisis
stabilitas pada dinding gravity, yaitu stabilitas terhadap geser, stabilitas terhadap guling dan
stabilitas daya dukung.
4.3.2.3 Rip-rap
Rip-rap yaitu susunan bongkahan batu alam atau blok-blok beton buatan dengan ukuran dan
volume tertentu yang digunakan antara lain sebagai pelindung tebing sungai di sekitar
jembatan dan berfungsi pula sebagai lapisan perisai untuk mengurangi kedalaman
penggerusan setempat. Untuk analisis stabilitas pada rip-rap, konsep perhitungannya sama
dengan analisis stabilitas pada talud, yaitu stabilitas terhadap geser, stabilitas terhadap guling
dan stabilitas daya dukung.
4.3.2.4 Turap
Turap adalah suatu jenis tiang pancang khusus yang digunakan untuk dinding penahan tanah
atau untuk pengamanan terhadap gerusan. Jenis dinding turap terdiri dari, turap kayu, turap
beton pracetak dan turap baja. Dinding pile yang direkomendasikan untuk penahan tanah
dengan ketinggian lebih dari 6 m. Analisis stabilitas pada turap mirip dengan analisis pada
fondasi tiang. Prinsip dasar analisis tiang ini adalah untuk memperkirakan distribusi tekanan
lateral dan gaya-gaya yang terjadi pada dinding tersebut. Dengan adanya gaya-gaya terjadi,
maka dimensi dari turap yang dibutuhkan bisa ditentukan.
4.3.2.5 Dinding Tiang Secant
Dinding tiang secant merupakan dinding yang terdiri dari barisan tiang yang dibor. Tiang
secant terdiri dari tiang primer dan tiang sekunder. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pengawasan pelaksanaan pekerjaan ini yaitu tiang primer merupakan tiang yang dikerjakan
terlebih dahulu dan bahan pengisi tiangnya hanya berupa beton. Sedangkan untuk tiang
sekunder, pengerjaannya dilakukan setelah pekerjaan tiang primer selesai dikerjakan dan
bahan pengisinya merupakan beton bertulang. Analisis stabilitas pada tiang secant sama
dengan perhitungan pada turap.
4.3.2.6 Bangunan pengarah aliran atau pelindung tebing tak langsung (Krib)
Krib adalah bangunan menyilang atau sejajar arah aliran sungai yang ditujukan sebagai
pelindung tebing atau sebagai pengarah untuk membelokan atau sebagai pengarah untuk
memperbaiki alinyemen sungai.
1) Pengelompokan jenis krib berdasarkan berbagai jenisnya meliputi:
a) Bahan pembuatan:
Krib tiang pancang dari kayu,
Krib tiang pancang dari beton bertulang,
Krib bronjong batu,
Krib blok beton,
Krib pasangan batu.
b) Sifat hidraulik
Krib lulus air (permeabel) seperti krib tiang pancang,
Krib kedap air (impermeabel) seperti krib pasangan batu, krib beton,
154
Krib semi lulus air (semi permeabel) seperti krib bronjong batu, susunan
geotekstil, susunan blok beton dan batu bongkah.
c) Formasi (arah pemasangan)
Krib melintang dipasang dengan arah melintang aliran dan dibedakan menjadi: krib
tajam atau condong ke hulu sering disebut ”repelling groyne”, krib tegak serta krib
tumpul atau condong ke hilir dan sering disebut “attracting groyne”,
Krib memanjang dipasang dengan arah sejajar aliran, sangat efektif untuk
melindungi tebing namun kurang efektif dalam meningkatkan intensitas
pengendapan, untuk itu digabung dengan krib melintang,
Gabungan krib melintang dengan krib memanjang dengan membentuk huruf t atau
l dan disebut krib t atau krib l, peningkatan intensitas pengendapan terjadi karena
sedimen yang terbawa dalam aliran sungai dapat terperangkap di antara krib
melintang.
d) Letak pemasangan terhadap muka air
Krib yang mercunya setinggi batas bantaran (krib tidak tenggelam),
Krib yang diletakkan di dasar sungai sebagai pengarah arus yang disebut panil
dasar (krib tenggelam) pada debit kecil dan pengendali gerusan.
e) Kelanggengan pemasangan
Krib permanen,
Krib semi permanen,
Krib darurat.
f) Jumlah jenis material penyusun
Satu macam bahan penyusun, misalnya krib tiang pancang beton, krib pasangan
batu, krib bronjong batu,
Kombinasi dari beberapa macam bahan penyusun, misalnya tiang pancang kayu
dikombinasikan dengan bronjong.
g) Tempat pembuatan
Dibuat di lapangan,
Dibuat di pabrik misalnya tiang pancang.
155
dengan pilar jembatan harus cukup sehingga tidak akan terjadi kontak apabila beban
tumbukan bekerja,
Fender harus direncanakan untuk bisa menahan tumbukan tanpa menimbulkan kerusakan
permanen (pada batas daya layan). Ujung kepala fender, dimana energi kinetik paling besar
yang terjadi akibat tumbukan diserap, harus diperhitungkan dalam keadaan batas ultimit.
4.3.4 Bangunan pengaman dasar sungai
Bangunan pengaman dasar sungai diperlukan untuk melindungi struktur bawah jembatan dari
gerusan. Terkadang gerusan setempat masih mungkin terjadi di hilir jembatan akibat dari:
3) Prediksi muka air hilir yang terlalu tinggi,
4) Degradasi dasar sungai tidak diperhitungkan dan tidak diantisipasi,
5) Degradasi yang terjadi melebihi prediksi yang dianalisis dalam perencanaan.
Untuk mengantisipasi gerusan yang terjadi di sungai maka terdapat beberapa pengaman
gerusan yang dapat diterapkan untuk melindungi konstruksi jembatan yang berada pada
daerah sungai.
4.3.4.1 Rip-rap Batu
Rip-rap batu (pasangan batu kosong) merupakan bongkahan batu alam dengan ukuran dan
volume tertentu yang digunakan untuk mengurangi kedalaman penggerusan setempat (local
scouring) serta untuk melindungi tanah dasar di hilir jembatan yang akan dibangun.
Pada umumnya dasar sungai di bagian hilir terjadi kecepatan aliran yang besarnya bervariasi.
Rip-rap yang terdiri dari susunan batu-batu lepas tersebut yang terkena aliran deras akan
menyebar, masuk dan mengisi lubang yang ada akibat penggerusan setempat, sehingga
dapat menjadi pelindung dasar sungai dari bahaya gerusan.
4.3.4.2 Rip Rap Beton
Apabila tidak tersedia material batu yang cukup besar, maka alternatif pengaman gerusan
dapat digunakan rip-rap beton dengan bentuk gelagar dengan ukuran 1 m x 1 m x 2 m ataupun
bentuk kubus dengan ukuran 1 m x 1 m x 1 m. Pemasangan rip-rap beton ini sama dengan
rip-rap pasangan batu dimana sebelum dihamparkan material betonnya, perlu dipasang
terlebih dahulu lapisan filter berupa geotekstile lalu kemudian rip-rap betonnya dihampar di
atas lapisan filternya.
4.3.4.3 Bronjong
Bronjong adalah struktur yang bersifat lentur terdiri dari anyaman kawat yang diisi dengan
batu dan berfungsi sebagai penahan tekanan yang besar (counter weight) pada penanganan
longsoran atau sebagai pelindung terhadap erosi (slope protection) pada tebing sungai, lereng
timbunan, lereng galian dan permukaan lain yang terdiri dari bahan yang mudah tererosi.
Penggunaan bronjong di hilir jembatan dimaksudkan untuk mengurangi bahaya penggerusan
setempat.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan baik untuk memastikan mutu dari
bronjongnya, seperti berikut ini:
1) Pastikan bahwa kawat yang digunakan telah sesuai mutunya dengan perencanaan dan
sudah tergalvanis sebelum dibentuk,
2) Jumlah lilitan kawat bronjong harus sesuai persyaratan,
3) Batu yang digunakan harus memiliki ukuran yang seragam baik di bagian sisi luar maupun
di bagian tengah dari komposisi bronjongnya.
156
4.3.4.4 Groundsill (Ambang Dasar Sungai)
Groundsill adalah bangunan melintang sungai yang terbuat dari konstruksi beton atau
pasangan batu. Bangunan ini berfungsi untuk mencegah kemungkinan penurunan elevasi
dasar palung sungai pada bagian hulu lokasi terpasangnya groundsill tersebut, serta dibangun
pada sungai-sungai yang menghadapi masalah degradasi atau agradasi dasar sungai
(SNI1724:2015). Groundsill ini juga diarahkan untuk melindungi dari degradasi dasar sungai
serta mengurangi kemiringan dasar sungai. Groundsill dapat terbuat dari pasangan batu atau
blok beton.
157
Tabel 4.11 Klasifikasi menurut medan jalan
1) Kendaraan rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai
acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan rencana dikelompokkan ke dalam 3
kategori:
a) Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,
b) Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as,
c) Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-traller.
2) Volume lalu lintas rencana
SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, dimana mobil
penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
SMP untuk jenis-jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini:
Tabel 4.12 Ekivalen mobil penumpang (EMP)
Datar atau
No. Jenis Kendaraan Pegunungan
Perbukitan
1. Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0
2. Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil 1,2-2,4 1,9-3,5
3. Bus dan Truck Besar 1,23,0 2,2-6,0
Sumber: Perencanaan Geometrik Jalan, Departemen Pekerjaan Umum Badan
Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi
dan Pelatihan Konstruksi (Pusbin-KPK), 2005
Volume Jam Rencana (VJR) adalah perkiraan volume Ialu lintas pada jam sibuk atau
rencana Ialu lintas yang dinyatakan dalam SMP atau jam dan dihitung dengan rumus:
K
WR VLHR. (112)
F
158
Keterangan:
K adalah faktor volume Ialu lintas jam sibuk
F adalah faktor variasi tingkat Ialu lintas per seperempat jam dalam satu jam
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas Ialu lintas lainnya yang
diperlukan.
Berikut tabel penentuan faktor-K dan faktor-F berdasarkan Volume Lalu Lintas Harian
Rata-rata.
4) Kecepatan rencana
Kecepatan Rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak
dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, Ialu lintas yang lengang, dan
pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat
bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
Berikut tabel Kecepatan rencana, VR, sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan
jalan.
Tabel 4.14 Kecepatan rencana, sesuai klasifikasi fungsi dan
klasifikasi medan jalan
Kecepatan Rencana, VR, km/jam
Fungsi Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70- 120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
159
b) Tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan,
c) Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.
2) Ruang milik jalan
Ruang Daerah Milik Jalan (Rumija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan Rumaja
ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1,5
meter.
3) Ruang pengawasan jalan
Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar
Rumaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai
berikut:
a) Jalan Arteri minimum 20 meter,
b) Jalan Kolektor minimum 15 meter,
c) Jalan Lokal minimum 10 meter.
Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak
pandang bebas.
4.4.1.1.4 Penampang melintang
Penampang melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:
1) Jalur Ialu lintas,
2) Median dan jalur tepian (kalau ada),
3) Bahu,
4) Jalur pejalan kaki,
5) Selokan,
6) Lereng.
Jalur Ialu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk Ialu lintas kendaraan yang
secara fisik berupa perkerasan jalan. Batas jalur Ialu lintas dapat berupa:
1) Median,
2) Bahu,
3) Trotoar,
4) Pulau jalan,
5) Separator.
Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya.
Lebar jalur minimum adalah 4,5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling berpapasan.
160
1) Lajur
Lajur adalah bagian jalur Ialu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan,
memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan
rencana.
Lebar lajur tergantung pada kecepatan kendaraan rencana, yang dalam hal ini dinyatakan
dengan fungsi dan kelas jalan. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MLKJI
berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, dimana untuk suatu ruas jalan dinyatakan
oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0,80.
Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur Ialu lintas pada alinyemen lurus memerlukan
kemiringan melintang normal sebagai:
a) 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton,
b) 4-5% untuk perkerasan kerikil.
Arteri I 3,75
II, III A 3,50
Kolektor III A, III B 3,00
Lokal Ill C 3,00
Sumber: Perencanaan Geometrik Jalan, Departemen Pekerjaan Umum Badan
Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi
dan Pelatihan Konstruksi (Pusbin-KPK), 2005
2) Bahu jalan
Merupakan bagian jalan yang terletak di tepi jalur Ialu lintas dan harus diperkeras.
Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut:
a) Lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir darurat,
b) Ruang bebas samping bagi lalu lintas,
c) Penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
Kemiringan bahu jalan normal antara 3 - 5%.
3) Median
Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu lintas
yang berlawanan arah. Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih perlu dilengkapi median.
Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25-0,50 meter dan bangunan
pemisah jalur.
Fungsi median adalah untuk:
a) Memisahkan dua aliran Ialu lintas yang berlawanan arah,
b) Ruang lapak tunggu penyeberang jalan,
c) Penempatan fasilitas jalan,
d) Tempat prasarana kerja sementara,
e) Penghijauan,
f) Tempat berhenti darurat (jika cukup luas),
g) Cadangan lajur (jika cukup luas),
161
h) Mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan.
Median dapat dibedakan atas:
a) Median direndahkan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang
direndahkan,
b) Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan permisah jalur yang
ditinggikan.
162
Tabel 4.17 Jarak pandang henti (Jh) minimum
e) Daerah mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum
dari panjang total ruas jalan tersebut.
3) Daerah bebas samping di tikungan
a) Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang
di tikungan sehingga Jh dipenuhi,
b) Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di
tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E (m), diukur dari
garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan sehingga persyaratan
Jh dipenuhi.
163
4.4.1.1.6 Alinyemen horizontal
1) Umum
a) Alinyemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan),
b) Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi gaya
sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan VR,
c) Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan
harus diperhitungkan.
2) Panjang bagian lurus
a) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi
kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus
ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR),
b) Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari tabel berikut.
Tabel 4.19 Panjang bagian lurus maksimum
3) Tikungan
a) Bentuk bagian lengkung dapat berupa:
Spiral-Circle-Spiral (SCS),
Full Circle (FC),
Spiral-Spiral (SS).
b) Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kerniringan melintang di tikungan yang berfungsi
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan
melalui tikungan pada kecepatan VR,
Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
c) Jari-Jari tikungan
Berikut diberikan tabel panjang jari-jari minimum (dibulatkan).
164
d) Lengkung peralihan
merupakan lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus jalan dan bagian
lengkung jalan berjari-jari tetap R, berfungsi mengantisipasi perubahan alinyemen
jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari-jari
tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di
tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati
tikungan maupun meninggalkan tikungan,
Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau spiral (clothoid),
Panjang lengkung peralihan (L,) ditetapkan atas pertimbangan bahwa:
- Lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk
menghindarkan kesan perubahan alinyemen yang mendadak, ditetapkan 3
detik (pada kecepatan VR),
- Gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi ber angsur-
angsur pada lengkung peralihan dengan aman,
- Tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari bentuk kelandaian
normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak boleh melampaui re-max
yang ditetapkan sebagai berikut:
untuk VR ≤ 70 km/jam,re-max =0,35 m/m/detik,
165
b) Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah putaran
yang berbeda.
Kelandaian Maksimal 3 3 4 5 8 9 10 10
Sumber: Perencanaan Geometrik Jalan, Departemen Pekerjaan Umum Badan
Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan
Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi (Pusbin-KPK), 2005
d) Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar kendaraan
dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan
tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu
menit,
e) Panjang kritis dapat ditetapkan dari tabel berikut ini.
Tabel 4.22 Panjang kritis (m)
Kecepatan pada awal Kelandaian (%)
tanjakan (km/jam)
4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Sumber: Perencanaan Geometrik Jalan, Departemen Pekerjaan Umum Badan
Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi dan
Pelatihan Konstruksi (Pusbin-KPK), 2005
3) Lengkung vertikal
a) Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan
kelandaian dengan tujuan:
Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian,
Menyediakan jarak pandang henti.
166
Tabel panjang minimum lengkung vertikal dapat dilihat di bawah ini.
Tabel 4.23 Panjang minimum lengkung vertikal
Kecepatan Rencana Perbedaan Panjang
(km/jam) Kelandaian Lengkung (m)
Memanjang (%)
< 40 1 20-30
40-60 0,6 40-80
> 60 OA 80-150
Sumber: Perencanaan Geometrik Jalan, Departemen Pekerjaan Umum
Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan
Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi (Pusbin-KPK), 2005
4) Lajur pendakian
a) Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bernuatan berat atau
kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan-kendaraan lain pada
umumnya, agar kendaraan-kendaraan lain dapat mendahului kendaraan lambat
tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan,
b) Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian yang
besar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat,
c) Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
Apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15,000 SMP/hari, dan
persentase truk > 15 %,
d) Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana,
e) Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongan
sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaian dengan
serongan sepanjang 45 meter,
f) Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km.
5) Koordinasi alinyemen
a) Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal, dan potongan melintang jalan adalah
elemen-elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus dikoordinasikan
sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti
memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman.
Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan
atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya
sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal,
b) Koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
Alinyemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinyemen vertikal, dan secara
ideal alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal,
Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau pada
bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan,
Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan,
Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan.
Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan.
167
4.4.1.2 Aspek geoteknik
4.4.1.2.1 Stabilitas lereng galian dan timbunan
1) Ruang lingkup stabilitas lereng galian dan timbunan
Ruang lingkup stabilitas lereng galian dan timbunan ini meliputi persyaratan-persyaratan
umum dan teknis perencanaan lereng buatan yang meliputi lereng galian dan timbunan.
Stabilitas lereng alam perlu ditinjau apabila terdapat pembangunan yang didirikan di atas
lereng, tubuh lereng, dan kaki lereng hal ini bertujuan untuk memberikan suatu tinjauan
dan perencanaan lereng yang aman dan ekonomis. Metode analisis untuk stabilitas
lereng tidak terlepas dari pengetahuan mengenai mekanisme keruntuhan lereng, jenis
material dan asal usulnya, topografi dan kondisi geologi setempat. Kondisi tersebut
menentukan batasan-batasan dari penerapan metode yang dipilih. (SNI 8460:2017).
Analisis stabilitas lereng ini di antaranya digunakan untuk:
a) Memberikan tinjauan kestabilan lereng buatan,
b) Memberikan evaluasi terhadap potensi kelongsoran dari lereng yang ada,
c) Menganalisis kelongsoran yang telah terjadi,
d) Memberikan kemungkinan perencanaan ulang terhadap lereng yang telah longsor
dan merencanakan langkah-langkah preventif jika diperlukan,
e) Mengkaji pengaruh beban yang tak terduga seperti gempa dan beban lalu lintas.
Pada perencanaan oprit jembatan, jenis analisis lereng yang perlu ditinjau adalah lereng
buatan manusia. Lereng buatan manusia terdiri dari:
a) Lereng galian
Lereng galian terbentuk akibat kegiatan penggalian atau pemotongan pada tanah
asli. Perencanaan pemotongan lereng galian yang dimaksud adalah usaha untuk
membuat suatu lereng dengan kemiringan tertentu yang cukup aman dan ekonomis.
Stabilitas pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat teknis tanah, tekanan air
akibat rembesan, dan cara pemotongan. (SNI 8460:2017)
Aspek penting dari stabilitas lereng galian, yaitu:
Kuat geser pada bagian galian,
Berat isi tanah,
Tinggi lereng,
Kemiringan lereng,
Tekanan air pori.
b) Lereng timbunan (embankment)
Lereng timbunan umumnya digunakan untuk badan jalan raya, jalan kereta api, dan
bendungan tanah. Sifat teknis lereng timbunan dipengaruhi oleh jenis tanah, cara
penimbunan dan derajat kepadatan tanah. Analisis secara terpisah harus dilakukan
pada lereng timbunan, yaitu pada kondisi jangka pendek (saat penimbunan selesai),
kondisi jangka panjang, kondisi penurunan muka air seketika (sudden draw-down),
dan gangguan gempa.
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan lereng timbunan, yaitu:
Terjadinya overstressing pada fondasi timbunan tanah kohesif setelah masa
konstruksi. Biasanya pada lereng timbunan, stabilitas jangka pendek pada tanah
kohesif lunak lebih penting daripada stabilitas jangka panjang, karena fondasi
timbunan mendapatkan kekuatan yang merupakan hasil disipasi air pori. Perlu
pemeriksaan stabilitas pada beberapa kondisi tekanan air pori,
168
Penurunan muka air cepat dan erosi buluh. Pada timbunan bendungan,
penurunan muka air cepat menyebabkan meningkatnya beban efektif timbunan
tanah yang dapat menyebabkan ketidakstabilan. Penyebab lain dari
ketidakstabilan lereng timbunan adalah erosi bawah permukaan atau erosi
buluh,
Gaya-gaya dinamis. Getaran dapat dipicu oleh gempa bumi, peledakan,
pemancangan tiang, dan lainnya.
2) Prosedur umum untuk analisis stabilitas lereng
Prosedur yang dapat diikuti untuk menganalisis stabilitas lereng adalah sebagai berikut:
a) Tentukan dimensi lereng termasuk lapisan tanah yang membentuknya,
b) Gambarkan dalam sketsa atau dengan skala yang baik,
c) Tentukan data-data yang diperlukan untuk analisis, meliputi parameter geser tanah,
berat isi, permukaan air tanah dan beban luar yang bekerja,
d) Tentukan (asumsikan) bidang runtuh yang mungkin terjadi dengan menggunakan
metode yang ada,
e) Hitung gaya-gaya yang diakibatkan oleh berat sendiri dari tanah dan gaya luar,
f) Tentukan gaya yang meruntuhkan dan gaya yang menahan sesuai dengan metode
yang dipilih,
g) Faktor keamanan ditentukan dengan perbandingan gaya yang menahan dan gaya
yang mengakibatkan keruntuhan,
h) Gambarkan bidang-bidang keruntuhan yang mempunyai faktor keamanan terkecil
pada sketsa.
3) Kriteria faktor keamanan
Faktor keamanan lereng yang disyaratkan untuk analisis kestabilan lereng tanah
diperlihatkan pada tabel di bawah ini dengan didasarkan pada pertimbangan biaya dan
konsekuensi kegagalan lereng terhadap tingkat ketidakpastian kondisi analisis.
Untuk tabel faktor keamanan lereng dapat dilihat pada bab sebelumnya yaitu Bab 11
Tentang perencanaan stabilitas lereng.
4) Analisis stabilitas lereng tanah
Untuk analisis stabilitas lereng tanah telah dijelaskan sebelumnya pada Bab 11
(Perencanaan Stabilitas Lereng)
4.4.1.2.2 Perencanaan timbunan jalan pendekat (oprit) jembatan
Oprit adalah merupakan segmen sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi tertentu
sesuai alinyemen horizontal dan vertikal dan besarnya kelandaian melintang berdasarkan
gambar rencana. Untuk tanah pada oprit harus dipadatkan lapis demi lapis sesuai dengan
kepadatan lapisan. Tinggi timbunan harus dipertimbangkan terhadap adanya bahaya
longsor, sebaiknya pada lahan mencukupi dibuat kelandaian lereng alami dan apabila
lahan tidak mencukupi harus dibuat konstruksi penahan tanah. Untuk material timbunan
tanah dapat mengacu pada standar yang berlaku.
Selain cara pemadatan tanah timbunan, pertimbangan tinggi timbunan terhadap longsor,
material timbunan, yang harus diperhatikan adalah seberapa mampu tanah asli
menerima beban timbunan sehingga kita dapat menentukan tinggi tanah timbunan yang
mampu didukung oleh tanah asli, tinggi tanah timbunan ini juga disebut dengan timbunan
kritis atau tinggi yang diizinkan dalam konstruksi.
169
Persamaan yang digunakan dalam menentukan daya dukung ultimit tanah untuk tanah
timbunan ini menggunakan teori daya dukung dari Terzaghi, yaitu:
1
qu cN c s DN q B ' N s (114)
2
Keterangan:
qu adalah daya dukung ultimit (kN/m2)
c adalah kohesi rencana (kN/m2)
Berikut diberikan contoh perhitungan dalam menentukan tinggi timbunan kritis atau tinggi
yang diizinkan dalam konstruksi.
Diketahui
Diketahui :::
Diketahui kN
γγ timbunan : : 16
16
kN
kN
kN
Berat
Berat jenis
Berat jenis tanah
jenis tanah timbunan
tanah timbunan
timbunan timbunan : 16 33
γ timbunan
m 3
kN m3
m
m
c : 5 kN kN
Kohesi tanah cc :
: 5
5 m
kN2
Kohesi tanah c : 5 22
m
m 2
ϕ : 5 °m
Sudut geser tanah ϕ : 5 °
Sudut
Sudut geser
geser tanah
tanah ϕ : 5 °
Nrata_rata : 1
Nilai N-SPT rata-rata N : 1
Nilai
Nilai N-SPT
N-SPT rata-rata
rata-rata rata_rata : 1
Nrata_rata
Solusi:
Konsep untuk hitungan daya dukung yang digunakan adalah hitungan daya dukung pada
fondasi dangkal yang dikemukakan oleh Terzaghi:
Nilai Nc, Nq, Nmerupakan faktor-faktor daya dukung fondasi yang didapatkan dari tabel
faktor daya dukung ultimit yang telah di bahas pada bab 9 fondasi dangkal, dimana
berdasarkan nilai sudut geser suatu tanah (ϕ)
Untuk nilai sudut geser didapat:
Nc : 5.14
Nq : 1
170
Nγ : 0
Karena tanah timbunan berada di atas permukaan, maka kedalaman tanah efektif (D) = 0.
Oleh karena itu persamaan daya dukung dapat disederhanakan menjadi:
qu. : c Nc 0 0
kN
kN
qu : c Nc 25.70
2 2
mm
Menghitung tinggi timbunan kritis (h)
Faktor keamanan yang digunakan (FK):
FK : 1.5
q
qu
: u 1.07
h
htimbunan.kritis : 1.07 mm
timbunan.kritis γγ timbunan FK
FK
timbunan
Jadi, tinggi timbunan kritis atau tinggi timbunan yang diizinkan untuk konstruksi yaitu1,07
m.
e
Sc H c (115)
1 e0
171
a) Terkonsolidasi normal (Normally consolidated), jika p0' pc'
Hc p p
Sc Cc log 0 (116)
1 e0 p0
p ,untuk tanah normal yang belum pernah tertekan, p0 adalah sama dengan
tekanan efektif akibat berat sendiri tanah (overburden)
e0 merupakan angka pori awal saat beban p0
172
ep adalah angka pori saat akhir konsolidasi primer
t2 adalah t1 t
Pada jenis tanah kohesif dengan konsistensi sangat lunak, pengaplikasian beban timbunan
sebagai konstruksi oprit akan mengakibatkan deformasi yang cukup besar sehingga
memberikan beban tambahan kepada fondasi jembatan. Sementara itu, jika oprit dikonstruksi
pada tanah dasar non-kohesif dengan kepadatan lepas juga harus mempertimbangkan
terhadap potensi likuifaksi yang akan terjadi.
173
Gambar 4.30 - Ilustrasi potensi masalah pada fondasi dan struktur atas jembatan
akibat konstruksi oprit ditanah lunak tanpa perbaikan tanah
Oleh karena itu, untuk mengatisipasi potensi-potensi masalah yang ditimbulkan baik saat
konstruksi atau setelah konstruksi oprit jembatan sangat perlu untuk memperhitungkan atau
melakukan suatu metoda perbaikan tanah yang efektif dan efesien.
Perbaikan tanah dilakukan sedemikian hingga karakteristik tanah setempat tersebut berubah
secara permanen dan memiliki karakteristik kompresibilitas, daya dukung, permeabilitas, dan
atau ketahanan likuifaksi yang memadai dan mencapai tingkat aman yang diharapkan.
Perencanaan perbaikan tanah diperlukan, apabila ditemui kondisi-kondisi berikut:
1) Tanah berpotensi likuifaksi yang dapat membahayakan keselamatan struktur dan fasilitas
di sekitar lokasi pekerjaan,
2) Tanah berpotensi mengalami penyebaran lateral (lateral spreading) yang membahayakan
keselamatan struktur dan fasilitas di sekitar lokasi pekerjaan,
3) Terdapat potensi perbedaan penurunan yang sangat besar antara struktur yang berdiri di
atas fondasi dalam dan tanah di sekitar lokasi pekerjaan,
4) Terdapat potensi penurunan total yang tidak dapat ditoleransi. Perbaikan tanah tidak
diperlukan apabila keselamatan struktur dapat diatasi dengan sistem struktur lain.
1) Kriteria penentuan jenis perbaikan tanah
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, secara garis besar jenis perbaikan tanah yang
tepat untuk bangunan atau infrastruktur yang akan didirikan dapat ditentukan
berdasarkan jenis tanah.
174
Gambar 4.31 - Jenis-jenis metode perbaikan tanah
Sumber: SNI 8460-2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik, 2017
175
b) Deep Mixing
Tujuan deep mixing adalah memperbaiki karakteristik tanah, yaitu: meningkatkan
kuat geser, menurunkan kompresibilitas, dan atau membuat penghalang kedap air.
Tujuan ini dicapai dengan mencampur tanah dengan bahan pengikat yang dapat
berupa: semen, kapur, serta bahan pengisi seperti gips (gypsum) dan abu terbang.
c) Pemadatan dalam (Deep compaction)
Jenis jenis pemadatan dalam adalah:
Deep vibratory compaction,
Stone columns,
Pemadatan dinamik (dynamic compaction),
Metode-metode pemadatan dalam yang dibahas di dalam standar ini meliputi:
- Metode pemadatan dengan menggunakan vibrator dengan arah getaran
horizontal, pada kondisi vibrator tersebut masuk ke dalam tanah. Teknik ini
dikenal dengan nama vibroflotation,
- Metode pemadatan dengan memasukkan batang penggetar ke dalam
tanah, dengan vibrator yang bergetar dalam arah vertikal dan vibrator
tersebut tetap berada di atas permukaan tanah. Teknik ini umumnya dikenal
dengan nama vibrocompaction,
- Metode pemadatan dengan menumbuk permukaan tanah dengan
menggunakan beban (umumnya berupa blok susunan pelat-pelat besi)
seberat 5 - 200 ton. Teknik ini dikenal dengan nama kompaksi dinamik.
d) Prefabricated vertical drain (PVD)
PVD dapat digunakan pada pembangunan atau pekerjaan di darat dan atau di laut
untuk tujuan sebagai berikut:
Mengurangi besaran penurunan setelah pembangunan,
Mempercepat proses konsolidasi dengan mengurangi panjang lintasan disipasi
tegangan air pori berlebih,
Meningkatkan stabilitas (dengan menaikkan tegangan efektif dalam tanah),
Mengurangi atau mitigasi efek likuifaksi.
Prapembebanan
Lapisan drainase
(drainage blanket)
Aliran tegangan air pori
Drainase vertikal
Lempung lunak
Lapisan tanah
permeabilitas tinggi
176
PVD dengan prapembebanan hampa udara dapat digunakan pada perbaikan tanah
dengan tujuan sebagai berikut:
Mengurangi besar penurunan (settlement) setelah pembangunan,
Mempercepat penurunan (konsolidasi) dan meningkatkan daya dukung tanah,
Mempercepat waktu penurunan (konsolidasi),
Mensubstitusi sebagian atau seluruh material tanah timbunan yang digunakan
dalam metode prapembebanan konvensional dengan tekanan atmosfir yang
timbul dari proses prapembebanan hampa udara,
Meniadakan material timbunan untuk beban kontra (penstabil terhadap
kelongsoran di tepi-tepi area perbaikan),
Menaikkan stabilitas timbunan.
f) Geotekstil untuk separator
Geotekstile meliputi woven (tenun) dan Nonwoven (tanpa tenun). Woven Geotextile
adalah lembaran geotextile terbuat dari bahan serat sintetis tenunan dengan
tambahan pelindung anti ultra violet yang mempunyai kekuatan tarik yang cukup
tinggi yang dibuat untuk mengatasi masalah untuk perbaikan tanah khususnya yang
terkait di bidang teknik sipil secara efisien dan efektif, antara lain untuk mengatasi
atau menanggulangi masalah pembuatan jalan dan timbunan pada dasar tanah
lunak, tanah rawa. Geotekstile Nonwoven, atau disebut Filter fabric (Pabrik) adalah
jenis Geotekstile yang tidak teranyam, berbentuk seperti karpet kain.
Fungsi Geotekstile woven (tenun) dan Nonwoven (tanpa tenun):
Filter atau Penyaring
Sebagai filter, Geotextile Nonwoven berfungsi untuk mencegah terbawanya
partikel-partikel tanah pada aliran air. Karena sifat Geotextile Nonwoven adalah
permeable (tembus air) maka air dapat melewati Geotekstile tetapi partikel tanah
tertahan. Aplikasi sebagai filter biasanya digunakan pada proyek-proyek
subdrain (drainase bawah tanah).
Separator atau Pemisah
Sebagai separator atau pemisah, Geotekstile Nonwoven berfungsi untuk
mencegah tercampurnya lapisan material yang satu dengan material yang
lainnya.
Contoh penggunaan Geotextile sebagai separator adalah pada proyek
pembangunan jalan di atas tanah dasar lunak (misalnya berlumpur). Pada
proyek ini, Geotextile mencegah naiknya lumpur ke sistem perkerasan, sehingga
tidak terjadi pumping effect yang akan mudah merusak perkerasan jalan. Selain
itu keberadaan Geotextile juga mempermudah proses pemadatan sistem
perkerasan.
Stabilization atau Stabilisator
Fungsi Geotextile ini sering disebut juga sebagai Reinforcement atau Perkuatan.
Misalnya dipakai pada proyek-proyek timbunan tanah, perkuatan lereng dll.
Fungsi ini sebenarnya masih menjadi perdebatan dikalangan ahli geoteknik,
sebab Geotextile bekerja menggunakan metode membrane effect yang hanya
mengandalkan tensile strength (kuat tarik) sehingga kemungkinan terjadinya
penurunan setempat pada timbunan, masih besar, karena kurangnya kekakuan
bahan. Apalagi sifat Geotekstil yang mudah mulur terutama jika terkena air
(terjadi reaksi hidrolisis) menjadikannya rawan sebagai bahan perkuatan lereng.
177
2) Jika perbaikan tanah atau perkuatan tanah telah dilakukan. Namun, masih belum cukup
memadai dan belum mencapai tingkat aman yang diharapkan maka perlu dilakukan:
a) MSE Wall
MSE Walls merupakan metode perbaikan tanah dengan menggunakan bronjong,
blok modul dan panel beton sebagai dinding penahan yang diberi perkuatan dari
bahan geosintetik (geogrid atau geotextile) atau dari bahan metalik (baja
batangan atau jaring baja) secara berlapis yang memiliki fungsi utama untuk
menghasilkan tegangan tarik untuk memperkecil pergerakan aktif tanah
timbunan dan menjaga kestabilan lereng. MSE walls memiliki kemiringan pada
sisi depan lebih besar dari 70 serta memiliki sistem drainase di belakang dinding.
Lapisan drainase dapat pula dipasang di belakang tanah timbunan untuk
mengurangi pertambahan tekanan air pori agar sehingga kestabilan eksternal
MSE walls tetap terjaga. Sebagai material tanah timbunan yakni tanah berbutir
kasar dengan nilai Index plastisitas (IP) < 6.
MSE walls merupakan alternatif untuk menggantikan dinding penahan
konvensional, seperti dinding penahan tanah tipe gravitasi dan dinding kantilever
yang banyak digunakan pada konstruksi jalan. MSE Walls diantaranya
digunakan pada dinding abutment jembatan dan dinding sayap (wing wall), dan
digunakan juga untuk menstabilkan lereng yang berpotensi longsor serta
menahan tanah pada lereng yang mendekati vertikal, hingga meminimalkan
lebar Daerah Milik Jalan (DMJ) timbunan jalan, khususnya timbunan tinggi. MSE
walls memiliki kelebihan utama dibanding dinding penahan konvensional yaitu
ekonomis, mudah dan cepat pelaksanaannya. Struktur ini fleksibel, dapat
menahan perbedaan penurunan yang lebih besar dari dinding penahan tanah
konvensional. Persyaratan teknis dan dasar perencanaan MSE Walls dapat
dilihat pada SNI 8460:2017 mengenai Persyaratan Perencanaan Geoteknik pada
halaman 232-246.
b) Soil nailing
Soil nailing adalah sistem perkuatan lereng yang bersifat pasif, artinya tanpa gaya
prategang. Sistem perkuatan ini utamanya terdiri atas sejumlah nail bar yang
dipasang di dalam tanah dengan cara dibor atau dipancang atau ditekan, dan dinding
muka berupa beton semprot yang diperkuat (reinforced shotcrete) sebagai
komponen dasar dinding muka nail bar tersebut dipasang dengan sudut kemiringan
mendekati horizontal. Kepala nail tersambung dengan dinding muka dengan
perantara bearing plate yang diletakkan di atas dinding muka dan baut pengikat,
sehingga tekanan tanah pada dinding muka dapat diteruskan ke nail bar. Potongan
tipikal dinding soil nailing dan detail di sekitar kepala nail dapat dilihat pada gambar
di bawah ini. Persyaratan teknis dan dasar perencanaan Soil Nailed Walls dapat
dilihat pada SNI 8460:2017 mengenai Persyaratan Perencanaan Geoteknik pada
halaman 215-303.
178
Lihat detail
Kepala angkur
casing
Dinding penahan
Tendon
Grout
Kepala angkur
179
Permukaan tanah
Permukaan geser
aktif
Permukaan
geser lama
Perkiraan dasar
tanah longsor
Angkur
Terowongan S-200
E Sedimen
Pagar pembatas
Bahu jalan Badan Jalan
#57 stone
Lagging boards
Finished grade
Footing to retain
Toes of soldier piles
0 10 ft
Grouted bars
180
d) Dinding Penahan Tanah (Retaining Walls)
Dinding penahan adalah konstruksi untuk menahan tanah dengan kemiringan atau
lereng yang kestabilannya tidak dapat terjamin. Digunakan untuk menahan tekanan
tanah lateral akibat tanah urugan atau tanah asli yang tidak stabil. Dinding penahan
tanah dapat berupa pasangan batu, beton, atau beton bertulang. Dinding penahan
tanah memiliki tipe-tipe sebagai berikut:
Permukaan tanah
Permukaan
tanah
Permukaan tanah
Counterfort
Permukaan
Perkuatan tanah
Counterfort
Slab
b. Diding penahan kontrafort (Counterfort)
Gambar 4.38 - Tipe-tipe dinding penahan tanah
Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, 2017
181
geser. metode ini hanya digunakan untuk penanggulangan tipe gelincir
(slide) dan jarang digunakan untuk tipe aliran (flow).
Penambatan tanah dengan tiang dapat digunakan baik untuk pencegahan
maupun penanggulangan longsoran. Cara ini cocok untuk longsoran yang
tidak terlalu dalam, tetapi penggunaan tiang ini terbatas oleh kemampuan
tiang untuk menembus lapisan yang keras atau material yang mengandung
bongkah-bongkah. Cara ini tidak cocok untuk longsoran tipe aliran, karena
sifat tanahnya sangat lembek yang dapat lolos melalui sela tiang.
Penambatan tanah dengan tiang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Tiang
Bidang gelincir
182
Bidang Longsoran
Sumuran
Metode-metode injeksi (Injection methods) dengan Lime Pile dan Lime Slurry
Pile, Cement Grout
Metode lime pile dan lime slurry pile merupakan metode yang digunakan
untuk memperbaiki tanah, yaitu meningkatkan kuat geser, menurunkan
kompresibilitas, dan/atau membuat penghalang kedap air. Tahapan metode
pekerjaan Cement Grouting ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Tujuan ini
dicapai dengan mencampur tanah dengan bahan pengikat berupa kapur.
Lempung
6100 mm
Grout
183
terbatas bahkan sempit sekalipun, serta waktu pelaksanaan yang relatif lebih
cepat. Grouting ini dapat merubah sifat tanah atau batuan yaitu dengan
meningkatnya nilai kohesi tanah. Pekerjaan grouting ini pun tidak
memerlukan alat-alat berat karena hanya membutuhkan bor, mixer dan
pompa. Jumlah pekerja yang dibutuhkan pun tidak terlalu banyak sehingga
aktifitas dari penduduk sekitar perumahan tidak terganggu dan geometri
lereng yang berada di atasnya tidak ada yang berubah sehingga luas bagian
atas tidak berubah pula.
Perawatan suhu (Thermal treatment)
Metode ini belum banyak digunakan untuk menstabilkan lereng. Gambar di
bawah ini menunjukan bagian bawah permukaan longsoran melewati lapisan
tanah lempung horizontal sedikit di atas kaki lereng. Saluran drainase
didorong melalui tanah lempung sejajar dengan puncak lereng, menjadi tidak
efektif karena permeabilitas tanah lempung rendah sehingga perlu
dikeringkan kedalam terowongan. Untuk mengeringkan tanah lempung,
tungku gas dibangun dan udara panas dihembuskan melalui jaringan yang
saling berhubungan dengan terowongan dan lubang bor, seperti yang
ditunjukan pada gambar di bawah ini.
Sebelum longsor
Setelah longsor
Lapisan lempung
Samudera
Jalan pantai Saluran untuk
15500 mm sirkulasi udara panas
184
cara penanggulangan ini jarang dilakukan, karena memerlukan biaya yang
cukup tinggi. Penggunaan jembatan sebagai penanggulangan harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
- Penanggulangan hanya efektif untuk longsoran kecil dan lereng yang lebih
curam dari 2 : 1
- Penggunaan bangunan silang harus mempertimbangkan kemungkinan
perlunya pilar di tengah yang harus aman terhadap pengaruh longsoran.
Batas penggalian
Drainase
185
4.5 Daftar pustaka
Bina Marga. 2017. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 10, Bina Marga.
BMS. 2017. Bridge Management System, Panduan Perencanaan Jembatan Volume 2 (Bridge
Design Manual Section 9).
Duncan J.M., Wright S.G, Brandon T.L. 2014. Soil Strength and Slope Stability 2nd Ed, John
Wiley and Sons:Canada.
186
5 Pertimbangan perencanaan terhadap potensi likuifaksi
5.1 Pendahuluan
Likuifaksi adalah kondisi tanah yang kehilangan kuat geser akibat gempa sehingga daya
dukung tanah turun secara mendadak. Likuifaksi atau goyangan tanah (ground motion), yaitu
berupa pengurangan kekuatan tanah pada lapisan tanah yang berpotensi likuifaksi (liquifable)
tanpa terjadinya perpindahan permanen arah lateral yang signifikan disertai dengan
pengurangan kekuatan penahan lateral secara signifikan (SNI 8460: 2017 Persyaratan
Perancangan Geoteknik).
Peristiwa likuifaksi terjadi pada tanah pasiran dengan kepadatan lepas dan dalam kondisi
jenuh. Ketika tegangan air pori meningkat pada saat terjadi goncangan gempa,
mengakibatkan tegangan efektif berkurang berdasarkan fungsi waktu.
Untuk mengetahui zona kerentanan likuifaksi di indonesia, dapat dilihat melalui Atlas Zona
Kerentanan Likuefaksi Indonesia ISBN 978-602-9105-78-0 Edisi Pertama Tahun 2019 yang
dikeluarkan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
5.2.1 Istilah
5.2.1.1
analisis
aktivitas yang terdiri dari serangkaian kegiatan seperti, mengurai, membedakan, memilah
sesuatu untuk dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu dan kemudian dicari kaitannya
lalu ditafsirkan maknanya
5.2.1.2
tegangan
perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan luas penampang benda
5.2.1.3
fleksibilitas
kelenturan atau mudah diatur atau mudah beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan dengan cepat
5.2.1.4
investigasi
penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan, dan
sebagainya
5.2.1.5
konversi
perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain
5.2.1.6
overburden
lapisan tanah penutup (lapisan yg menutupi bahan galian)
187
5.2.1.7
densifikasi
teknik konversi biomassa menjadi pellet atau briket
5.2.1.8
grouting
suatu proses, dimana suatu cairan campuran antara semen dan air diinjeksikan dengan
tekanan ke dalam rongga, pori, rekahan dan retakan batuan yang selanjutnya cairan tersebut
dalam waktu tertentu akan menjadi padat secara fisika maupun kimiawi
5.2.2 Notasi
Notasi Definisi
CN Faktor normalisasi N M
Pa Tekanan atmosphere
188
5.3 Evaluasi terhadap potensi likuifaksi
Tahapan-tahapan perhitungan analisis likuifaksi dari nilai SPT adalah sebagai berikut:
Tahap 1. Menentukan nilai cyclic resistance ratio (CRR), adapun langkah-langkah dalam
menentukan nilai ini adalah:
1) Menentukan nilai N-SPT yang didapat dari pengujian lapangan pada masing-masing
kedalaman, pada pengujian N-SPT juga didapat data level muka air tanah,
2) Menentukan nilai parameter tanah yang didapat berdasarkan hasil korelasi nilai N pada
pengujian N-SPT dengan parameter tanah lainnya, dalam analisis ini adalah nilai korelasi
N-SPT terhadap nilai berat volume tanah ( )
3) Menentukan nilai N1 60 dimana:
Keterangan:
NM adalah faktor nilai SPT terukur
N M C N NSPT (121)
0,5
Pa
C N (122)
'v 0
Keterangan:
CN adalah faktor normalisasi N M
Pa adalah tekanan atmosphere
0 ' adalah tegangan total tanah efektif (kN/m 2)
Nilai faktor koreksi terhadap N-SPT (Skempton 1986) yang disempurnakan oleh
Robertson dan Wride dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
189
Tabel 5.1 Koreksi terhadap nilai SPT disempurnakan oleh
Robertson dan Wride
Tahap 2. Menentukan nilai cyclic stress ratio ( CSR ) adapun langkah-langkah dalam
menentukan nilai CSR ini:
1) Menentukan nilai tegangan total tegangan efektif ' , dan tegangan air pori ( u ),
dimana:
.h (124)
u w .h (125)
' u (126)
Keterangan:
h adalah kedalaman titik tegangan tanah yang ditinjau
adalah nilai tegangan total tanah
' adalah nilai tegangan efektifl tanah
u adalah nilai tegangan air pori
190
2) Menentukan nilai koefisien reduksi tegangan ( rd )
Koefisien reduksi tegangan menunjukan fleksibelitas profil tanah. Untuk keperluan
praktis, persamaan berikut dapat digunakan untuk mengestimasi harga rerata dari nilai
rd menurut Whitmann, 1986:
Keterangan:
z adalah kedalaman dari muka tanah (m)
Koefisien reduksi tegangan, juga dijelaskan pada buku Braja M Das, Principles of
Geotechnical Engineering 8th-2013, pada buku ini koefisien reduksi tegangan
disimbolkan dengan CD , dimana untuk menentukan nilai koefisien reduksi tegangan
didapat dari grafik di bawah ini:
CD
Nilai rata-rata
Kedalaman (m)
Rentang perbedaan
profil tanah
Namun penentuan nilai koefisien reduksi tegangan pada panduan ini menggunakan
persamaan menurut Whitmann, 1986.
191
3) Menentukan nilai CSR dengan menggunakan persamaan:
amax o
CSR 0,65 rd (130)
g o '
Keterangan:
CSR adalah cyclic stress ratio
amax adalah percepatan gempa arah horizontal (kN/m 2)
g adalah percepatan gravitasi bumi (kN/m2)
0 adalah tegangan total tanah (kN/m 2)
0 ' adalah tegangan total tanah efektif (kN/m 2)
rd adalah koefisien reduksi tegangan
CRR
FK (131)
CSR
Apabila nilai FK 1 artinya tanah pada daerah yang ditinjau memiliki potensi likuifaksi. Nilai
FK 1 tanah rentan terhadap likuifaksi, dan nilai FK 1 maka tanah tidak terlikuifaksi.
Banyak kasus dalam investigasi tanah di lapangan, terutama pada pengujian CPT, dimana
nilai tahanan konus ( qc ) bervariasi berdasarkan kedalaman, sama dengan nilai N-SPT pada
pengujian N-SPT.
Tahapan perhitungan analisis likuifaksi dari nilai CPT sama dengan tahapan analisis likuifaksi
dari nilai N-SPT, bedanya hanya dalam penentuan nilai cyclic resistance ratio ( CRR ).
3) Menentukan nilai tegangan total, tegangan efektif, dan tegangan air pori ( ' , u )
Berikut ini cara menentukan nilai tegangan total ( ), tegangan efektif ( ' ), tegangan air
pori ( u ):
192
.h (132)
u w .h (133)
' u (134)
0,5
Pa (135)
C N
'v 0
qc
qc1N CN (136)
Pa
Keterangan:
CN adalah faktor koreksi untuk mengkonversikan nilai tegangan overburden (kPa)
qc adalah nilai qc pada pengujian CPT (kg/cm2)
Pa adalah 1 atm tekanan yang sama yang digunakan oleh 'vo
Untuk menentukan nilai CRR dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
Maka CRR7,5 2
(140)
193
Contoh perhitungan 5.1: Analisis likuifaksi dari nilai SPT dan CPT
a. Berdasarkan data tanah pengujian N-SPT
0
Depth SPT-N
1m
(m) (blows/30cm)
1.55 34
Lapisan 1 : Pasir, N av = 46.7
3.55 54
6m dry = 17.5 kN/m3sat = 22 kN/m3
5.55 52
Lapisan 2 : Pasir, N av = 49
7.55 48
10 m sat = 22 kN/m3
9.55 50
11.55 38
13.55 22
Lapisan 3 : Pasir, N av = 22
15.55 18
17.55 10
18 m sat = 19 kN/m3
19.55 8
21.55 8 Lapisan 4 : Pasir, N av = 9.3
Diketahui:
Parameter Tanah
Nilai N-SPT pada kedalaman 1.55 NSPT 1.55 : 34
kN
Berat jenis
tanahtanah
keringkering dry : 17.5
γ dry
3
m3
kN
kN
Berat jenis
tanahtanah
basahbasah γ sat : 22
33
m
m
kN
Berat jenis
air air γ w : 9.8
33
m
Titik tinjau tanah pada kedalaman 0 m h0 : 0 m
194
Titik tinjau tanah pada kedalaman 1.55 m h1.55 : 1.55 m
kN
Percepatan maksimum akibat gempa amax : 6
2
m
kN
Percepatan gravitasi g : 10
2
m
kN
Tekanan atmosfer Pa : 100
2
m
kN
u1.55 : u1 γ w h1.55 h1 5.39
2
m
u1.55 : u1 γ w hkN
1.55 h1 5.39 2
kN
Tegangan
0 0 u 0(σ'),
σ' : σ efektif0 m
2
m
kN
σ'0 : σ0 u0 0
2
m
kN
σ'11 : σ1 u1 17.50
2
m
kN
σ'1.55 : σ1.55 u1.55 24.21
2
m
- Menentukan nilai N1(60) pada h1.55
Menentukan nilai N1(60) pada h1.55
0.5
Pa
Nm : NSPT1.55 69.10
σ'1.55
195
Nilai faktor koreksi terhadap N-SPT diambil berdasarkan tabel (Skempton 1986) yang
disempurnakan oleh Robertson dan Wride:
C
CE : 0.9
: 0.9
0.9
C
CEE :
:
E 0.9
C
CB : 1.05
: 1.05
1.05
C
CBB :
:
B 1.05
C
CR : 0.85
: 0.85
0.85
C
CRR :
:
R 0.85
C
CS : 1.2
: 1.2
1.2
C
CSS :
:
S 1.2
N
N : N
160 : Nm CCE C
CB C
CR C
CS 66.606
66.61
N160
N 160 : N
: Nmm C
CE
ECCBBC
CRRC
CSS 66.606
66.606
160 : Nm
N160 m CEE CB B CRR CSS 66.606
Karena nilai N1(60) pada kedalaman 1.55 m ≥ 30, maka likuifaksi tidak terjadi pada derah
tersebut. Tetapi untuk kedalaman seterusnya perlu dicek kembali. Adapun nilai CRR
pada masing-masing kedalaman tanah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Menentukan nilai CRR per kedalaman berdasarkan data tanah pengujian N-SPT
- Menentukan nilai tegangan total (σ), tegangan efektif (σ'), tegangan air pori (u)
Tegangan total (σ),
196
kN
σ0 : γ dry h0 0
2
m
kN
σ1 : γ dry h1 17.50
2
m
kN
σ1.55 : σ1 γ sat h1.55 h1 29.60
2
m
kN
u0 : γ w h0 0
2
m
kN
u1 : 0 1 0 (karena pada kedalaman 1 m, air tidak ada)
2
m
kN
u1.55 : u1 γ w h1.55 h1 5.39
2
m
kN
: u u γw0 hkN
1.55 h1 5.39 2
0 : σ0 1efektif
u
σ'1.55
Tegangan 0 (σ'), 2
m m
kN
σ'0 : σ0 u0 0
2
m
kN
σ'1 : σ1 u1 17.50
2
m
kN
σ'1.55. : σ1.55 u1.55 24.21
2
m
Nilai CSR pada kedalaman 1.55 m didapatkan sebesar 0.47. Untuk kedalaman
seterusnya perlu dicek kembali. Adapun nilai CSR pada masing-masing kedalaman tanah
dapat dilihat pada tabel berikut.
197
Tabel Menentukan nilai CSR per kedalaman berdasarkan data tanah pengujian N-SPT
Kedalaman NF Tegangan total Tegangan air pori Tegangan efektif
amax/g rd CSR
(m) (blows/30cm) (kPa) (kPa) (kPa)
1.55 34 29.6 5.39 24.21 0.6 0.99 0.5
3.55 54 73.6 24.99 48.61 0.6 0.97 0.6
5.55 52 117.6 44.59 73.01 0.6 0.96 0.6
7.55 48 161.6 64.19 97.41 0.6 0.94 0.6
9.55 50 205.6 83.79 121.81 0.6 0.92 0.6
11.55 38 248.0 103.39 144.56 0.6 0.87 0.6
13.55 22 286.0 122.99 162.96 0.6 0.81 0.6
15.55 18 324.0 142.59 181.36 0.6 0.76 0.5
17.55 10 362.0 162.19 199.76 0.6 0.71 0.5
19.55 8 398.4 181.79 216.61 0.6 0.65 0.5
21.55 8 434.4 201.39 233.01 0.6 0.60 0.4
23.55 12 470.4 220.99 249.41 0.6 0.01 0.009
25.55 10 507.0 240.59 266.36 0.6 0.01 0.010
27.55 24 545.0 260.19 284.76 0.6 0.01 0.011
29.55 28 583.0 279.79 303.16 0.6 0.02 0.012
31.55 19 619.4 299.39 320.01 0.6 0.02 0.012
33.55 14 655.4 318.99 336.41 0.6 0.02 0.013
35.55 40 691.4 338.59 352.81 0.6 0.02 0.014
37.55 44 727.4 358.19 369.21 0.6 0.02 0.015
39.55 49 763.4 377.79 385.61 0.6 0.02 0.016
Potensi liquifaksi tiap-tiap kedalaman berdasarkan data tanah pengujian N-SPT dapat dilihat
pada tabel berikut.
198
Tabel Menentukan potensi liquifaksi per kedalaman berdasarkan data tanah pengujian
N-SPT
Kedalaman NF Potensi
CRR CSR FK
(m) (blows/30cm) likuifaksi
1.55 34 NOT Likuifaksi 0.5 - NOT Likuifaksi
3.55 54 NOT Likuifaksi 0.6 - NOT Likuifaksi
5.55 52 NOT Likuifaksi 0.6 - NOT Likuifaksi
7.55 48 NOT Likuifaksi 0.6 - NOT Likuifaksi
9.55 50 NOT Likuifaksi 0.6 - NOT Likuifaksi
11.55 38 NOT Likuifaksi 0.6 - NOT Likuifaksi
13.55 22 0.2 0.6 0.3 Likuifaksi
15.55 18 0.1 0.5 0.3 Likuifaksi
17.55 10 0.1 0.5 0.2 Likuifaksi
19.55 8 0.1 0.5 0.2 Likuifaksi
21.55 8 0.1 0.4 0.2 Likuifaksi
23.55 12 0.1 0.009 9.6 NOT Likuifaksi
25.55 10 0.1 0.010 7.9 NOT Likuifaksi
27.55 24 0.1 0.011 13.7 NOT Likuifaksi
29.55 28 0.2 0.012 14.3 NOT Likuifaksi
31.55 19 0.1 0.012 9.2 NOT Likuifaksi
33.55 14 0.1 0.013 6.8 NOT Likuifaksi
35.55 40 0.2 0.014 15.5 NOT Likuifaksi
37.55 44 0.2 0.015 15.8 NOT Likuifaksi
39.55 49 0.3 0.016 16.8 NOT Likuifaksi
199
Diketahui:
Parameter Tanah:
kN
Nilai qc pada kedalaman 1.55 qc1 : 200
2
m
kN
Berat jenis tanah γ : 15
3
m
kN
Berat jenis air γ w. : 9.8
3
m
Titik tinjau tanah pada kedalaman 0 m h0. : 0 m
kN
Percepatan maksimum akibat gempa amax. : 6
2
m
kN
Percepatan gravitasi g. : 10
2
m
kN
Tekanan Atmosfer Pa. : 100
2
m
Solusi:
kN
σ'1 : σ1 u1 15
2
m
200
- Menentukan nilai qc1N (qc terkoreksi)
kN
qc1. : 200
2
m
0.5
Pa
CN : 2.58
' 1
qc1.
qc1N : CN 5.16
Pa
qc1N
CRR : 0.833 0.05 0.05
1000
Nilai CRR pada kedalaman 1 m didapatkan sebesar 0,05. Untuk kedalaman berikutnya
perlu dicek kembali. Adapun nilai CRR pada masing-masing kedalaman tanah dapat dilihat
pada Tabel berikut.
Tabel Menentukan nilai CRR tiap-tiap kedalaman berdasarkan data tanah pengujian
CPT
Kedalaman qc Tegangan total Tegangan air pori Tegangan efektif
qc1N CRR
2
(m) (kg/cm ) (kPa) (kPa) (kPa)
1 2 15 0 15 5.16 0.05
2 6 30 0 30 10.95 0.05
3 7 45 0 45 10.43 0.06
4 7 60 0 60 9.04 0.06
5 5 75 0 75 5.77 0.05
6 8 90 10 80 8.94 0.06
7 17 105 20 85 18.44 0.06
8 25 120 30 90 26.35 0.07
9 50 135 40 95 51.30 0.06
10 80 150 50 100 80.00 0.10
11 100 165 60 105 97.59 0.14
12 185 180 70 110 176.39 0.64
13 185 195 80 115 172.51 0.64
14 200 210 90 120 182.57 0.79
15 200 225 100 125 178.89 0.79
kN
σ1 : γ h1 15
2
m
201
Tegangan air pori (u)
kN
u0 : γ w h0 0
2
m
kN
u1 : 0 1 0 (karena pada kedalaman 1 m, air tidak ada)
2
m
Nilai CSR pada kedalaman 1 m didapatkan sebesar 0,39. Untuk kedalaman seterusnya perlu
dicek kembali. Adapun nilai CSR pada masing-masing kedalaman tanah dapat dilihat pada
Tabel berikut:
Tabel Menentukan nilai CSR tiap kedalaman berdasarkan data tanah pengujian CPT
Kedalaman qc Tegangan total Tegangan air pori Tegangan efektif
amax/g rd CSR
(m) (kg/cm 2) (kPa) (kPa) (kPa)
1 2 15 0 15 0.6 0.992 0.387
2 6 30 0 30 0.6 0.985 0.384
3 7 45 0 45 0.6 0.977 0.381
4 7 60 0 60 0.6 0.969 0.378
5 5 75 0 75 0.6 0.962 0.375
6 8 90 10 80 0.6 0.954 0.419
7 17 105 20 85 0.6 0.946 0.456
8 25 120 30 90 0.6 0.939 0.488
9 50 135 40 95 0.6 0.931 0.516
10 80 150 50 100 0.6 0.914 0.535
11 100 165 60 105 0.6 0.888 0.544
12 185 180 70 110 0.6 0.862 0.550
13 185 195 80 115 0.6 0.836 0.553
14 200 210 90 120 0.6 0.810 0.553
15 200 225 100 125 0.6 0.784 0.550
202
Tahap 3. Menentukan angka keamanan potensi likuifaksi (FK)
Menentukan adanya potensi likuifaksi pada daerah yang ditinjau adalah membandingkan nilai
CRR
cyclic resistance ratio (CRR) dengan nilai cyclic stress ratio (CSR): FK=
CSR
Potensi liquifaksi tiap-tiap kedalaman berdasarkan data tanah pengujian CPT dapat dilihat
pada tabel berikut.
Kedalaman qc
CSR CRR FK Ket
(m) (kg/cm 2 )
1 2 0.387 0.05 0.13 Likuifaksi
2 6 0.384 0.05 0.14 Likuifaksi
3 7 0.381 0.06 0.15 Likuifaksi
4 7 0.378 0.06 0.15 Likuifaksi
5 5 0.375 0.05 0.14 Likuifaksi
6 8 0.419 0.06 0.14 Likuifaksi
7 17 0.456 0.06 0.14 Likuifaksi
8 25 0.488 0.07 0.15 Likuifaksi
9 50 0.516 0.06 0.12 Likuifaksi
10 80 0.535 0.10 0.18 Likuifaksi
11 100 0.544 0.14 0.26 Likuifaksi
12 185 0.550 0.64 1.16 NOT Likuifaksi
13 185 0.553 0.64 1.16 NOT Likuifaksi
14 200 0.553 0.79 1.44 NOT Likuifaksi
15 200 0.550 0.79 1.44 NOT Likuifaksi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan fondasi adalah sebagai berikut:
1) Penggunaan fondasi dangkal atau fondasi telapak tidak direkomendasikan pada tanah
dengan potensi likuifaksi tinggi, kecuali dilakukan metode perbaikan tanah untuk
menghilangkan kondisi likuifaksi tersebut,
2) Untuk fondasi tiang, tahanan friksi pada lapisan tanah dengan potensi likuifaksi harus
diabaikan atau tidak diperhitungkan dalam perhitungan daya dukung aksial ataupun uplift,
3) Penggunaan pengurangan kekuatan geser (kondisi residual) digunakan untuk
mengevaluasi kapasitas lateral fondasi menggunakan metode liquified p-y curve dengan
kriteria mengacu pada R Seed & L Harded (1990),
4) Gunakan modifikasi PL atau AE pada kurva T-Z dengan pertimbangan, bila zona likuifaksi
mereduksi tahanan friksi hingga kurang dari 50% daya dukung ultimitnya, maka gunakan
kondisi daya dukung ujung pada evaluasi perhitungan daya dukung tiang. Jika sebaliknya,
gunakan evaluasi daya dukung dengan memperhitungkan daya dukung friksi tiang,
203
5) Penggunaan tiang miring (battered piles) dan tiang beton pratekan tidak
direkomendasikan pada tanah dengan potensi likuifaksi tinggi. Penggunaan tiang baja
direkomendasikan dengan mempertimbangkan kelenturan dan daktiltas sistem fondasi.
Penurunan tanah akibat densifikasi tanah yang mengalami likuifaksi dapat mengakibatkan
down drag pada tiang, oleh karenanya maka penurunan fondasi harus dievaluasi dan analisis
down drag harus dilakukan. Faktor keamanan (FK > 1,1) harus dipenuhi daya dukung tiang
pada kondisi downdrag tersebut.
5.5 Alternatif perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh dari likuifaksi
Adapun beberapa tindakan perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh terjadinya
likuifaksi:
1) Melakukan penggantian tanah yang berpotensi terjadinya likuifaksi, jika lapisan tanah
yang berpotensi likuifaksi terdapat di bawah posisi struktur, maka tanah tersebut dapat
digali ulang dan dipadatkan kembali dengan atau tanpa bahan aditif, atau dengan
mengganti tanah dengan tanah yang tidak berpotensi likuifaksi (nonliquefiable soil),
2) Densifikasi atau pemadatan tanah in situ, dapat dilakukan dengan beberapa teknik seperti
vibroflotation, dynamic compaction, dan compaction piles,
3) Perbaikan tanah in situ dengan grouting dan stabilisasi kimia,
4) Menggunakan sumur bantuan (stone column) seperti saluran kerikil atau saluran batu
untuk mengendalikan tekanan air pori yang tidak diinginkan.
204
5.6 Daftar pustaka
Hatmoko John Tri, Dinamika Tanah dan Liquefaction, Cahaya Atma Pusaka, 2016, pp. 157-
169.
Das, Braja M., Principles of Geotechnical Engineering 8th Edition. 2016. Cengage Learning:
Baston.
205
PANDUAN NO. 02 / M / BM / 2021
BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
i
Daftar Isi
ii
1 Pendahuluan
Panduan ini digunakan sebagai acuan dalam tahapan perencanaan jembatan yang berisi
tentang contoh perhitungan jembatan dimulai dari struktur bangunan atas, struktur bangunan
bawah, dan fondasi pada jembatan. Objek utama dalam panduan ini adalah jembatan standar,
sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Ditjen Bina Marga No. 05/SE/Db/2017,
sedangkan untuk jembatan pejalan kaki, jembatan kereta api, dan jembatan utilitas tidak
termasuk dalam lingkup panduan ini.
Panduan ini merujuk kepada perkembangan terbaru teknologi perencanaan jembatan yang
juga sudah diakomodir pada BMS Peraturan Teknik Jembatan dan BMS Panduan
Perencanaan Jembatan terbaru. Rujukan utama BMS Peraturan Teknik Jembatan terbaru
adalah AASTHO LRFD Bridge Design Specifications 8th Edition (2017). Penjelasan dalam
panduan ini juga merujuk kepada dokumen terbaru dari Federal Highway Administration
(FHWA) dan National Highway Institue (NHI).
Pembahasan tentang kriteria perencanaan merujuk kepada dokumen terbaru yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau yang
lebih khusus adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga
Kementerian PUPR. Daftar lengkap rujukan terdapat pada Daftar Pustaka pada setiap bab.
Tujuan panduan praktis perencanaan teknis jembatan ini adalah sebagai acuan dalam
perencanaan jembatan dan pedoman pelatihan tentang tahapan perencanaan jembatan.
Panduan ini diharapkan menjadi referensi bagi praktisi jembatan dalam menerjemahkan
peraturan, norma, standar, pedoman, kriteria dan manual ke dalam praktik perencanaan.
Selain itu, panduan ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi akademisi.
Untuk mencapai pokok tujuan panduan perencanaan di atas, urutan pembahasan pada
Volume 5 terdiri dari:
1
1) Contoh perencanaan pelat lantai
2) Contoh perencanaan jembatan gelagar betob bertulang Tipe T
3) Contoh perencanaan box culvert
4) Contoh perencanaan jembatan gelagar beton pratekan segmental
5) Contoh perencanaan jembatan gelagar beton pratekan nonsegmental
6) Contoh perencanaan jembatan baja
7) Contoh perencanaan pilar tipe portal 1 tingkat
8) Contoh perencanaan pilar tipe portal 1 dengan balok transversal
9) Contoh perencanaan fondasi telapak
10) Contoh perencanaan fondasi dalam.
Panduan ini disusun berdasarkan alur tahapan perencanaan jembatan yang dibagi menjadi
lima volume. Pembaca disarankan untuk memahami terlebih dahulu Volume sebelumnya
mengenai langkah-langkah perencanaan struktur bangunan atas, perencanaan bangunan
bawah, dan fondasi yang telah ditampilkan dalam bentuk diagram alir guna untuk
mempermudah pembaca dalam memahami setiap alur perencanaan jembatan.
Panduan ini menyajikan tahapan perencanaan jembatan standar dari awal hingga akhir, yang
dapat digunakan bagi perencana, praktisi maupun akademisi. Semoga panduan ini
bermanfaat dan dapat digunakan hingga masa yang akan datang. Meskipun kelak terdapat
pembaruan peraturan atau code yang menjadi referensi di panduan saat ini, namun
hakikatnya dasar-dasar perencanaan jembatan yang ada dalam panduan masih dapat
digunakan sampai kapanpun.
2
2 Contoh perhitungan perencanaan jembatan
3
Gambar potongan melintang jembatan
4
2.1.2 Pembebanan pelat lantai
Pengaruh
Pengaruh beban matiyang
beban mati yangbekerja
bekerjapada
pada pelat
pelat deklantai dihitung
dihitung berdasarkan
berdasarkan lebar pelat strip
lebar pelat
selebar 10001000mm
strip selebar mm.
b := 1000 mm
b) Beban aspal
kN
Berat jenis aspal γ a := 22.4
3
m
Tebal aspal ta := 50 mm
c) Beban trotoar
kN
Berat jenis beton γ c = 25
3
m
tinggi trotoar htr := 435 mm
Untuk mendapatkan pengaruh beban mati (MS) dan beban mati tambahan (MA), struktur pelat
lantai dimodelkan sebagai balok menerus diatas banyak tumpuan.
Beban mati (MS) merupakan berat sendiri pelat lantai yang dihitung secara otomatis oleh
pogram. Besarnya momen akibat beban mati (berat sendiri pelat) dapat dilihat pada gambar
berikut:
5
Bidang momen akibat beban mati (berat sendiri)
Besarnya beban mati tambahan (MA) dapat dilihat pada gambar berikut:
kN m
Momen akibat berat sendiri per 1 m lebar strip ekivalen MMS := 1.13
m
kN m
Momen akibat beban mati tambahan per 1 m lebar strip ekivalen MMA := 4.97
m
6
3) Beban lalu lintas truk
0,5 m 0,5 m
1,75 m
5m (4-9) m
2,75 m
50 kN 225 kN 225 kN
250 mm
250 mm 250 mm
250 mm 250 mm 2,75 m
250 mm
Dalam perencanaan pelat lantai digunakan beban roda truk terbesar yaitu roda tengah atau
roda belakang.
Beban 1 roda
P1 := 112.5 kN
PT1 = 146.25 kN
7
Gambar posisi truk alternatif 3
Berdasarkan hasil analisis permodelan didapatkan momen lentur positif maksimum terdapat
pada posisi alternatif 3, yaitu:
MTruk := 54.69kN m
Untuk mendapatkan momen rencana akibat beban truk, momen envelop akibat beban truk
dibagi dengan lebar strip ekivalen:
MTruk kN m
MLL := = 30.13
w m
kN m
Mu := 1.3 MMS + 2 MMA + 1.8 MLL = 65.65
m
Momen ultimit ini adalah momen yang didapatkan berdasarkan lebar pelat strip ekivalen.
8
Mutu tulangan fy := 420 MPa
Luas tulangan b 1 2 2
Asuse := π D = 2010.62 mm
yang digunakan s 4
Asuse fy
Tinggi blok tekan ekivalen a := = 33.12 mm
0.85f'c b
a
Momen nominal: Mn :=Asuse fy de - =171.80 kN m
2
a
Jarak dari serat tekan c := = 38.96 mm
terluar ke sumbu netral β1
d c
Cek regangan baja: s := e c = 0.14
c
Karena regangan baja yang terjadi adalah 0.14 dan lebih besar dari 0.005, maka
penggunaan nilai faktor reduksi kekuatan lentur sebesar 0.9 sudah tepat.
Momen tahanan Mr := ϕ f Mn = 154.62 kN m
Tulangan yang digunakan harus memenuhi salah satu syarat dibawah ini:
Ig
Momen retak penampang Mcr := de - =43.13 kN m
3 1 y
t
Momen retak penampang
Dengan demikian, persyaratan tulangan minimum:
9
Cek_Tulangan_Minimum := (
"Oke" if Mr min 1.2Mcr 1.33 Mu ) = "Oke"
Sehingga untuk tulangan lentur pelat lantai digunakan D16-100 (T3 dan T4)Maka luas
tulangan minimum ditentukan berdasarkan nilai terkecil dari 1.33 Mu atau 1.2 Mcr Karena 1.2
Mcr lebih kecil dari 1.33 Mu, maka yang menentukan luas tulangan minimum adalah 1.2 Mcr.
Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh tahanan lentur terfaktor (Mr) sebesar
154.62kN.m. Nilai ini lebih besar dari nilai momen tulangan minimum 1.2 Mcr, sehingga
persyaratan tulangan minimum sudah terpenuhi.
2) Tulangan Pembagi
Tulangan pembagi adalah tulangan searah lajur lalu lintas yang berfungsi sebagai tulangan
susut.
110 110
67 % = 75.91 %
S 2.1
Luas tulangan b 1 2 2
Asused := π Ds = 1327.32 mm
yang digunakan s 4
Periksa: Asused > As ...Oke
750 mm
50mm
250mm
10
d/2 750mm d/2
d/2
250mm d0
d/2
b0
Tinggi efektif pelat d = 0.22 m
Gambar punching shear pelat lantai
Maka dimensi penampang bo := P + d = 0.97 m
Dimensi
kritis bidang kontak truk P := 750mm L := 250mm
do := L + d = 0.47 m
Tinggi bo mm
=0.22
Tinggi efektif
efektif pelat
pelat lantai d
d e=:= 220m= 2.06
Rasio panjang terhadap lebar β c
:= P
bo := d +d
P o+ d ==0.97 m
Maka dimensi
Maka dimensi penampang
penampang kritis b o e 970 mm
kritis
Keliling geser kritis Uo:=:=
d
d o
:=2L (
L b
+od
+ )
d+=d=0.47 m
e o470 mm
bo
Uc=:=2.88 m= 2.06
β
Rasio panjang terhadap lebar do
Faktor reduksi geser ϕ shear := 0.9
Keliling geser kritis
Beban truk
Keliling geser kritis
U
U := 2 bo((
TT := 112.5 kNo ))
:= 2 bo ++ ddo = 2880 mm
Vu Vr
11
Gambar detai tulangan pelat lantai
12
2.1.2 Contoh perencanaan jembatan gelagar beton bertulang tipe T
Desainlah jembatan beton bertulang gelagar T dengan tumpuan sederhana yang memiliki
panjang bentang 20 m. Jembatan ini terdiri dari dua lajur jalan raya dengan tebal perkerasan
aspal 5 cm serta memiliki pembatas pada kedua sisi dengan berat 7,56 kN/m. Mutu beton dan
baja yang digunakan adalah f'c = 30 MPa dan fy = 420 MPa.
Solusi:
Desain struktur atas jembatan pada kasus ini meninjau dua kasus desain, yaitu desain pelat
lantai jembatan dan desain gelagar beton bertulang tipe T.
Tipe struktur yang akan didesain adalah tipe struktur jembatan beton bertulang. Berdasarkan
Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3 (2017) Tabel 3.6.2.2.1-1, tipe struktur atas
jembatan bertulang dikategorikan sebagai tipe (e).
13
Panjang rencana jembatan Lb := 20 m
300 de 1700
Yang mana de adalah jarak antara as gelagar eksterior ke sisi dalam kerb atau pembatas
jalan, de bernilai positif jika gelagar eksterior berada di sisi dalam kerb atau pembatas jalan
dan bernilai negatif jika gelagar eksterior berada di sisi luar kerb atau pembatas jalan. Oleh
karena itu, pada kasus ini digunakan panjang katilever 300 mm. Detail dimensi melintang
jembatan adalah seperti pada gambar di bawah ini:
14
Jarak antar gelagar sg := 1200mm
Tebal minimum pelat lantai yaitu ts_1 200mm dan (
ts_2 100 + 40 sg )
ts_2 148mm
Maka digunakan tebal pelat lantai yaitu ts := 250mm
kN
Berat volume beton γ c := 24
3
m
kN
Berat volume aspal γ a := 22
3
m
Tebal aspal ta := 50 mm
Jumlah gelagar ng := 8
( )
Syarat lebar efektif bef , diambil nilai terkecil dari:
bef bw sg bw
1
bef < Lb bef bw
4 8 ts 2 2
2
bef < 5000 mm bef 1200mm
bef 4500mm
digunakan lebar
Maka digunakan lebar efektif
efektif bef := 1200 mm
2
Luas penampang gelagar T Ag := bw tw + ts bef = 875000 mm2
kN
Berat gelagar W g := Ag γ c = 21
m
nbr kN
Berat pembatas jalan W b := W br = 1.89
ng m
kN
Berat aspal W a := ta bef γ a = 1.32
m
kN
Beban mati komponen struktural MS := W g + W b = 22.89
m
kN
Beban mati perkerasan MA := W a = 1.32
m
16
b) Gaya dalam pada gelagar akibat beban lajur (BTR dan BGT)
Untuk jembatan bentang menengah dan panjang, gaya dalam yang terjadi akibat beban lajur
lebih dominan. Berdasarkan SNI pembebanan jembatan, faktor beban dinamis ditentukan
berdasarkan panjang bentang jembatan. Untuk panjang bentang jembatan 20 m maka beban
rencana harus diperbesar sebesar 40%.
Jarak antar gelagar sg = 1200 mm
kN
Beban Terbagi Rata W BTR := qBTR sg = 10.80
m
Gaya dalam maksimum akibat Beban Garis Terpusat (BGT) di tengah bentang
1
Momen MBGT :=P L = 411.60 kN m
4 BGT b
1
Geser VBGT := PBGT = 41.16 kN
2
Gaya dalam maksimum akibat beban terbagi rata (BTR) di tengah bentang
1 2
Momen MBTR := W BTR Lb = 540 kN m
8
1
Geser VBTR := W BTR Lb = 108 kN
2
Total gaya dalam akibat beban BTR dan BGT ditengah bentang
Momen Mtotal_BTR_BGT := MBTR + MBGT = 951.60 kN m
17
Truk bergerak dari kiri ke kanan
P1=225 kN P2=225 kN
P3=50 kN
RA RB
6 (m) 4 (m) 5 (m) 5 (m)
20 (m)
Untuk mendapatkan garis pengaruh momen maksimum, maka diasumsikan bahwa bekerja
beban sebesar satu satuan ditengah bentang.
P= satu satuan
RA RB
10 (m) 10 (m)
20 (m)
Reaksi tumpuan yang terjadi akibat beban satu satuan yang bekerja yaitu:
P LCB P LAC
RA := = 0.5 RB := = 0.5
LAB LAB
Selanjutnya, menghitung garis pengaruh momen maksimum akibat beban satu satuan di
tengah bentang yaitu dengan mengalikan reaksi tumpuan ke titik C yang ditinjau.
18
LAB
MC := RA = 5000 mm
2
Maka, diagram garis pengaruh momen maksimum di tengah bentang akibat beban satu
satuan yaitu:
P= satu satuan
RA RB
10 (m) 10 (m)
20 (m)
A C B
5 (m)
Kemudian untuk mendapatkan momen maksimum akibat beban truk yang bergerak yaitu
dengan menempatkan beban truk terbesar tepat di tengah bentang kemudian dikalikan
dengan nilai garis pengaruh akibat beban satu satuan.
4 (m) 5 (m)
P1=225 kN P2 = 225 kN P3 = 50 kN
A C B
Y1 Y2 = 5 (m) Y3
X1 = 6 (m) X3 = 5 (m)
X2 = 10 m X2 = 10 m
Gambar penempatan beban truk di tengah bentang pada diagram garis pengaruh
19
Beban gandar
gandar depan
depan truk
truk P3 := 50kN
Beban gandar
gandar tengah
tengah truk
truk P2 := 225kN
Beban gandar
gandar belakang
belakang truk
truk P1 := 225kN
Jarak dari A ke C
C dan
dan C
C ke
ke B
B X2 := 10m = 10000mm
10000mm
Mtruk_max := P1 Y1 + P2 Y2 + P3 Y3 = 1925 kN m
P1=225 kN P2=225 kN
P3=50 kN
RA RB
4 (m) 5 (m)
20 (m)
untuk mendapatkan garis pengaruh gaya geser, maka diasumsikan bahwa bekerja beban
sebesar satu satuan.
20
a) Jika beban satu satuan berada di tumpuan A
P= satu satuan
RA RB
20 (m)
RA RB
20 (m)
21
4 (m) 5 (m)
225 kN 225 kN 50 kN
RA Y1 Y2
11 (m)
16 (m)
20 (m)
Di
Di tumpuan
tumpuan A R =1
A A1 = 1
RA1
Panjang
Panjang segitiga
segitiga Y1 L := 16000 mm
Y1 Y1 := 16000 mm
LY1
Panjang
Panjang segitiga
segitiga Y2 L := 11000 mm
Y2 Y2 := 11000 mm
LY2
Panjang
Panjang segitiga
segitiga RA L := 20000 mm
RA RA := 20000 mm
LRA
Beban
Beban gandar
gandar belakang
belakang truk P = 225 kN
truk 1 = 225 kN
P1
Beban
Beban gandar
gandar tengah
tengah truk P = 225 kN
truk 2 = 225 kN
P2
Beban
Beban gandar
gandar depan
depan truk P = 50 kN
truk 3 = 50 kN
P3
22
Momen inersia gelagar
bef
ts A2
hg
tw A1
bw
Luas penampang 1 ( )
A1 := bw hg ts = 575000 mm
2
hg ts
Titik berat penampang 1 y1 := = 575 mm
2
( )
1 3 4
Momen inersia penampang 1 Ix1 := b h t = 63369791666.67 mm
12 w g s
2
Luas penampang 2 A2 := bef ts = 300000 mm
ts
Titik berat penampang 2 y2 := hg = 1275 mm
2
1 3 4
Momen inersia penampang 2 Ix2 := bef ts = 1562500000 mm
12
A1 y1 + A2 y2
Tititk berat penampang terhadap sumbu Y Y := = 815 mm
A1 + A2
Jarak titik
Jarak titikberat
beratpenampang
penampangtotal
totalke
kebagian
bagian dd11:=:= YYyy11==240
240 mm
mm
penampangyang
penampang yangditinjau
ditinjau
dd22:=:= YYyy22==460 mm
460 mm
2 2
Momen Inersia Ix := Ix1 + Ix2 + A1 d1 + A2 d2
4
Ix = 161532291666.67 mm
ts
Ekesentrisitas gelagar eg :=hg Y ts = 460 mm
Ekesentrisitas gelagar eg :=hg Y 2 = 460 mm
2 2
Ag = 875000 mm
2
Luas penampang gelagar Ag = 875000mm
2
2
Parameter kekakuan
kekakuan longitudinal K := nnIIxx ++ A
Kgg := Ab. eegg
Parameter longitudinal g
4
Kg = 346682291666.67 mm 4
Kg = 346682291666.667 mm
9 12
Catatan: Nilai Kg harus memenuhi syarat batas 4.10 kg 3.10
hj
b)b) Faktor
Faktor distribusi
distribusigeser
gesergelagar
gelagarInterior
Interior
Sg
gvi_1 := 0.36 + = 0.52
7600 mm
Faktor distribusi geser dua lajur terbebani:
Faktor distribusi geser dua lajur terbebani:
0.6 2
sg sg
g := 0.2 + . = 0.52
vi_2 3600.mm 10700
Gaya dalam tak terfaktor akibat kendaraan standar dengan jarak gandar depan ke gandar
tengah 5 m dan gandar tengah ke gandar belakang 4 m yaitu:
(
Mtruk_maxs := Mtruk_max max gmi_1 gmi_2 = 796.96 kN m )
(
Vtruk_maxs := Vtruk_max max gvi_1 gvi_2 = 225.23 kN )
Bandingkan gaya dalam akibat beban truk dan beban lajur. Momen yang menentukan untuk
analisis gelagar yaitu beban lajur (BTR dan BGT) karena menimbulkan momen lebih besar.
Sedangkan gaya geser ditentukan oleh beban truk.
Momen maksimum yang digunakan Mmax_standar := 915.60kN m
3. Kombinasi pembebanan
24
Kombinasi Pembebanan Ultimit
Momen
Momengelagar
gelagarInterior:
Interior:
( )
Multimit_1_I := 1.3 MS max + 2 MA max + 1.8 Mmax_standar = 3267.89 kN m
( )
Vultimit_1_I := 1.3 VMS + 2 VMA + ( 1 + FBD) 1.8 Vmax_standar = 851 kN
Z
Kombinasi pembebanan ekstrem 2
Momen gelagar interior:
( )
MEkstrem_1_I := 1.3 MS max + 2 MA max + 0.5 Mmax_standar = 2077.611 kN m
( )
MLayan_2_I := 1 MS max + 1 MA max + 1.3 Mmax_standar = 2400.75 kN m
4. Desain tulangan D
25
D
de := hg dc Ds = 1318 mm
2
Faktor reduksi kekuatan ϕ lentur := 0.9
f := 0.9
MM uu 2 2
Luas tulangan
tulangan perlu
perlu As_req := = 7716.87
= 7716.87 mm
mm
fy0.85
f fy 0.85
ϕ lentur de d
As_total fy
Tinggi blok tegangan tekan atrial_1 := = 110.39 mm
0.85 f'c bef
atrial_1
c := a = 129.87 mm
Letak sumbu netral ctrial_1 := trial_1
β1 = 129.87 mm
Letak sumbu netral trial_1 β1
f
Atrial_1<ts maka gelagar T dianalisis sebagai gelagar persegi karena sumbu netral terletak
pada sayap gelagar.
a
trial_1
Momen nominal penampang: Mn := A f d = 4265.56 kNm
s_total y e 2
ϕ f Mn = 3839 kN m
de atrial_1
Regangan pada baja ε s := ε cu = 0.028
ctrial_2
Karena regangan yang terjadi adalah 0.028 dan lebih besar dari 0.005, maka penggunaan
nilai faktor reduksi kekuan lentur sebesar 0.9 sudah tepat. Dimensi tulangan tekan ditentukan
berdasarkan luas tulangan minimum.
26
Pemeriksaan luas tulangan minimum
(
Tahanan lentur terfaktor Mr ) ditentukan berdasarkan nilai yang terkecil dari:
2
Luas pelat Acs_1 := bef ts = 300000 mm
Inersia pelat 1 3
Ix1_cs1 := b t
12 ef s
4
Ix1_cs1 = 1562500000 mm
(
Acs_2 := bw hg ts = 575000 mm ) 2
Luas badan (web)
Luas badan (web) (
Acs_2 := bw hb ts = 575000 mm ) 2
( ( ) )
hg ts
Titik berat Web ycs_2 :=hb ts = 575 mm
Titik berat Web ycs_2 := 2 = 575 mm
2
( ( ) )
Inersia Web 1 3
Inersia Web Ix2_cs2 :=1 b h 3t
Ix2_cs2 := bw whb gts s
12
12
4
Ix2_cs2 = 63369791666.67 mm 4
Ix2_cs2 = 63369791666.67 mm
Acs_1 y + A+ Acs_2
ycs1cs1
ycs_2
Titikberat
beratpenampang
penampanggelagar
gelagar
Acs_1
:= cs_2 ycs_2 = 815 mm
Titik TT Y
Yb :=
b A + A = 815 mm
Acs_1 + Acs_2
cs_1 cs_2
:= :=
dcs_1
dcs_1 YbY=b 460
ycs1
ycs1 = 460 mm
mm
:= :=
dcs_2
dcs_2 YbY=b =240
ycs_2
ycs_2 240 mm
mm
2 2 2 2
Inersiagelagar
gelagar Ix_g := Ix1_cs1
Ix_g+:=Ix2_cs2
Ix1_cs1++AIcs_1 dcs_1
x2_cs2 +A
+ Acs_1 cs_1 dcs_2
dcs_2 + Acs_2 dcs_2
Inersia
4
Ix_g = 161532291666.67 mm
27
bef =1200
250
Titik berat
1150
penampang
Yb
500
Untuk gelagar T beton bertulang, fcpe = 0 dan Sc = Snc. Oleh karena itu, persamaan untuk
menghitung momen retak menjadi:
Mcr = γ 3 γ 1 fr Snc
IgI
fr f g
r yty
M
Mcr == 0.75
0.75 1.6
1.6
cr
t
Momen inersia penampang gelagar T Ig := Ix_g
IgIg
Momen retak
retak Mcr
cr :=
= 0.75
0.75 1.6
1.6
f f 820.70 kN
r ryy == 820.70 kN
m m
t
t
Cek_Tulangan_Minimum :=
Cek_Tulangan_Minimum :=
"OK" if Mr min 1.2Mcr 1.33 Mu = "OK"
(
"Oke" if Mr min 1.2Mcr 1.33 Mu = "Oke"
( ))
"NOT OK" otherwise
sebaliknya
"Tidak Oke" otherwise
tulangan tekan ditentukan berdasarkan nilai terkecil dari 1.2Mcr atau 1.33 Mu .
LuasFGH
Sehingga, luas tulangan tekan yang diperlukan adalah:
(
min 1.2Mcr 1.33 Mu ) 2
As'_req := = 2325.62 mm
ϕ f fy 0.85de
28
As'_req :=
(
min 1.2Mcr 1.33 Mu )
= 2325.62 mm
2
ϕ lentur fy 0.85d
Momen inersiapenampang
Momen inersia penampangretak:
retak:
( ) ( )
1 3 2 4
Icr := b c + n As_total de ctrial_2 = 88569692104.38 mm
3 w trial_2
Mcr
3 3 M 3
cr 3 4
Ie := Ig
M+
1
IM = 111309705351.38
mm
cr + cr
cr = mm4
Inersia efektif Mae M gMa M cr
I = I 1 I 111309705351.38
a a
4
Inersia gross Ig = 161532291666.67 mm
Periksa: Ie Ig ...Oke
Deformasi
Deformasi seketika
seketika akibat beban
beban matiberdasarkan
k mati berdasarkaninersia
inersiaefektif:
efektif:
Deformasi seketika 2
5M akibat
L
a b
beban mati berdasarkan inersia efektif:
Δ DL_Ie := = 17.6 mm
48 Ec Ie
Deformasi seketika akibat beban mati berdasarkan inersia bruto dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu dari dua persamaan berikut:
I
:= e = 12.13 mm atau
DL_Ig DL_Ie I
g
2
5Ma Lb
Δ DL_Ig. := = 12.13 mm
48 Ec Ig
29
Selanjutnya, setelah deformasi seketika dihitung, maka dapat ditentukan deformasi jangka
panjang dengan mengalikan deformasi seketika akibat beban mati dengan faktor pengali
sebagai berikut:
Faktor perbesaran deformasi sebesar 3-1.2(As'/A.s) 1.6 jika deformasi seketika
ditentukan dengan menggunakan inersia efektif (Ie).
Faktor perbesaran deformasi sebesar 4, jika deformasi seketika berdasarkan inersia
bruto ( Ig)
Faktor deformasi berdasarkan inersia efektif:
A
F := 3 1.2 s' = 2.52
2.52 1.60 ...Oke
LT_Ie A
s_total
Deformasi jangka panjang berdasarkan inersia efektif:
Δ DLT_Ie := FΔ LT_Ie Δ DL_Ie = 50.70 mm
Δ DLT_Ie := F Δ LT_Ie Δ DL_Ie = 44.36 mm
Deformasi
Deformasi jangka panjangberdasarkan
jangka panjang berdasarkaninersia
inersia gross
bruto:
F Δ LT_Ig := 4
Solusi:
Solusi:
Lb
Deformasi izin akibat beban hidup Δ LL := = 25 mm
800
Karena adanya penambahan momen pada gelagar akibat beban hidup maka momen total
saat deformasi dihitung yaitu:
30
Momen saat deformasi dihitung Ma. := MD + MLL = 2959.03 kN m
f 3 3
M M 4
Momen inersia efektif Ie = cr g 1 cr
I + Icr = 89470557620.57 mm
M M
a a
P_1=225 kN P_2=225 kN
P_3=50 kN
a ) a) Gandar
Gandar depan
Depan
P_3 b x Lb b x
2 2 2
Maka deformasi yang terjadi
Δ truk_3 :=
= 2.49 mm
akibat truk 6Ec Ie. Lb
b ) Gandar tengah
Beban gandar tengah truk P_2 := 225 kN
31
b ) b) Gandar
Gandar tengah
tengah
Beban gandar tengah truk P_2 := 225 kN
3
P_2 Lb
Maka deformasi yang terjadi Δ truk_2 := = 16.28 mm
akibat truk 48 Ec Ie.
c) Gandar belakang
c ) Gandar belakang
Beban gandar tengah truk P_1 := 225 kN
Jarak P_1 dari titik B a := 14000 mm
Defleksi ditengah
ditengah bentang
bentang x = 10000mm
mm
akibat
akibat gandar
gandar depan
P_1bbxx LLb b b x x
22 22 22
P_1
Maka
Maka deformasi yang
yang terjadi Δ truk_1 :=
:= = =12.89
12.89 mm
mm
6EccIIe.
6E e.LLb
Jadi , total deformasi akibat beban truk yaitu:
Δ total_truk := Δ truk_1 + Δ truk_2 + Δ truk_3 = 31.66 mm
Jumlah lajur nL := 2
Jumlah gelagar ng = 8
nL
Distribusi beban hidup untuk deformasi gΔ := = 0.25
ng
Δ total_truk_used = 10.29 mm
Deformasi dari 25% beban truk digunakan bersamaan dengan beban lajur.
d
Momen akibat beban lajur M_lajur = 951.60 kN m
2
Deformasi maksimum yang terjadi 5 M_lajur Lb
Δ lajur_max := = 17.21 mm
akibat beban lajur 48 Ec Ie.
Deformasi diizinkan akibat beban hidup > Deformasi maksimum yang terjadi
25 mm > 12.22 mm ...Oke
32
Desain tulangan geser
Gaya geser ultimit Vu = 851 kN
ϕ v := 0.75
Faktor reduksi
1
Kuat geser beton Vc := f'c MPa bw de = 601.58 kN
6
0.5 ϕ v Vc = 225.59 kN
Tulangan transversal harus disediakan ketika Vu > 0.5 v(Vc+Vp). Karena gelagar pada
kasus ini adalah nonprategang, maka Vp = 0.
Periksa := "Perlu Tulangan Geser" if Vu > 0.5 v Vc = "Perlu Tulangan Geser"
33
Karena, vu < 0.125 f' c maka syarat spasi maksimum: smax := 0.8 d e 600 mm
0.8 de = 1054.40 mm
34
2.1.3 Contoh perencanaan box culvert
Struktur jembatan yang akan direncanakan yaitu struktur box culvert 2 cell. Berikut adalah
gambar detail mengenai box culvert 2 cell.
35
1) Lebar strip ekivalen
Pengaruh beban
Pengaruh bebanhidup
hidupditentukan
ditentukanberdasarkan lebarlebar
berdasarkan strip ekivalen . Sedangkan
strip ekivalen. Sedangkan pengaruh
pengaruh beban mati dan beban lainnya dihitung berdasarkan lebar strip
beban mati dan beban lainnya dihitung berdasarkan lebar strip selebar 1 meter. selebar 1
meter.
Lebar strip ekivalen ( E ) untuk beban hidup yaitu:
2) Pembebanan
a. Berat sendiri kN
Berat sendiri struktur secara otomatis dihitung oleh program, dengan γ c := 25
3
m
b. Beban mati
mati tambahan
tambahan (MA)
(MA)
Beban mati tambahan
tambahan pada
pada jembatan
jembatan ini terdiri
terdiri dari:
dari:
Beban trotoar
kN kN
γγc == 25
c 25.003 3
Berat jenis
jenis beton
m m
2 2
AAtr := 200000
trotoar := 200000 mm
Luas
Luas trotoar
trotoar mm
Lebar
Lebar strip bb:= 1000 mm
strip strip := 1000mm
Lebar
Lebar jembatan
jembatan b j:=:= 9m
W 9000 mm
Beban trotoar
trotoar untuk
untuk qtrotoar := γ A = 10 kN bstrip 2 = 10 kN
Beban
dikedua sisi
W tr := γ c Atrcb 2trotoar
kedua sisi q
Beban trotoar total qtrotoar_totalW tr:= trotoar kN = 1.11
kN
Beban trotoar total W tr_tot := = 1.11b m
Wj m
Bebanbarrier
Beban barrier
kNkN
Beratjenis
jenisbeton
beton γγc c==25.00
25.00
Berat 33
mm
22
bb:=:=210000
Luasbeton
Luas beton barrier
barrier AA mm
210000mm
Lebarefektif
Lebar efektif bb==1000
1000 mm
mm
Lebarjembatan
Lebar jembatan WWj j==9000
9000 mm
mm
Beban
Bebanbeton
betonrailing
railing WWbrbr:=:=γ cγcA b
Abbb2 2= =10.50 kN
10.50 kN
untuk
untuk kedua
keduasisi
sisi
WW
brbr kNkN
br_tot WW = =1.17
:=
:=
Beban
Bebantrotoar
trotoartotal
total WWbr_tot 1.17
j j m m
Beban
Bebanperkerasan
perkerasan
kN
kN
γγaγ :=:= 2222 kN
Berat
Beratjenis
jenisaspal
aspal aa := 22 3 33
mmm
Tebal
Tebalaspal tat t :=:=50 mm
Tebal aspal
aspal aa := 50 50 mm
mm
Lebar
Lebarefektif
efektif b b= =1000 mm
1000 mm
Lebar r :=
WW 7m
r := 7m
Lebarjalan
jalan
WW :=:=
γ aγ ta tb W r =r 7.70 kN
a a b W = 7.70 kN
Beban aa 36
Bebanaspal
aspal
Wa kN
Beban trotoar total W a_tot := W a= 1.10 kN
Beban trotoar total W a_tot :=W r = 1.10m
kN
γ a := 22
3
m
Tebal aspal ta := 50 mm
Lebar jalan W r := 7m
W a := γ a taW
ba W r = 7.70
kN kN
Beban
Bebanaspal
trotoar total W a_tot := = 1.10
Wr m
Wa kN
Beban trotoar total W a_tot := = 1.10 kN
Beban mati tambahan total W MA := W Wtr_tot
r + W br_tot
m + W a_tot = 3.38
per lebar strip 1 m m
c.Beban
Bebanmati
tekanan air (WP)
(WP) kN
c. Beban tekanan air
tambahan total W MA := W tr_tot + W br_tot + W a_tot = 3.38
kN m
per lebar strip 1 m γ γw :=:=1010 kN
Berat jenis
Berat air
jenis air w 3
mm3
Lebar efektif
Lebar efektif bb==10001000 mm
mm
Tinggi air
Tinggi air maksimum
maksimum ww:=:=2130mm
hh 2130mm
dalam box
dalam box kN
Tekanan air
air WP:=:=γγww
WP b bh w
hw==21.30
21.30 kN
Tekanan mm
37
Lebar strip b = 1000 mm
kN
Kekakuan spring tanah Kspring := Ks b sjoint = 14400
m
g. Beban Lalu lintas truk
Berdasarkan analisis program didapat gaya dalam akibat beban-beban yang bekerja adalah:
a. Akibat berat sendiri struktur
Pelat beton atas:
Momen positif MMS_atas_positif := 24.05kN m
38
Pelat beton bawah
39
d. Beban tekanan tanah lateral aktif
Pelat beton atas:
40
Dinding pelat beton:
Untuk mendapatkan momen rencana akibat beban truk, momen akibat beban truk dibagi
dengan leber strip ekivalen:
Pelat beton atas:
Pelat beton atas
MLL_atas_positif kN m
MLL_positif_1 := = 63.07
E m
MLL_atas_negatif kN m
MLL_negatif_1 := = 51.55
E m
4. Kombinasi pembebanan
Momen
Momen
= 63.07 kN m = 51.55 kN m
LL_positif_1 = 63.07 kN m LL_negatif_1 = 51.55 kN m
M
MLL_positif_1 M
MLL_negatif_1
:= 1.2 M + 2 M + 1.25 M
ultimit_atas1a := 1.2 MMS_atas_positif
MS_atas_positif + 2 MMA_atas_positif
MA_atas_positif + 1.25 MTA_atas_positif
M
Multimit_atas1a TA_atas_positif
:= 1 M + 1.8 M
ultimit_atas1b := 1 MEU_atas_positif
EU_atas_positif + 1.8 MLL_positif_1
M
Multimit_atas1b LL_positif_1
:= M +M = 155.36 kN m
ultimit_atas_1 := Multimit_atas1a
ultimit_atas1a + Multimit_atas1b
ultimit_atas1b = 155.36 kN m
M
Multimit_atas_1
:= 1.2 M + 2 M + 1.25 M
ultimit_atas2a := 1.2 MMS_atas_negatif
MS_atas_negatif + 2 MMA_atas_negatif
MA_atas_negatif + 1.25 MTA_atas_negatif
M
Multimit_atas2a TA_atas_negatif
:= 1 M + 1.8 M
ultimit_atas2b := 1 MEU_atas_negatif
EU_atas_negatif + 1.8 MLL_negatif_1
M
Multimit_atas2b LL_negatif_1
:= M +M = 181.36 kN m
ultimit_atas_2 := Multimit_atas2a
ultimit_atas2a + Multimit_atas2b
ultimit_atas2b = 181.36 kN m
M
Multimit_atas_2
Geser
Geser
:= 1.2 V + 2 V + 1.25 V
ultimit_atas1a := 1.2 VMS_atas_positif
MS_atas_positif + 2 VMA_atas_positif
MA_atas_positif + 1.25 VTA_atas_positif
V
Vultimit_atas1a TA_atas_positif
:= 1 V + 1.8 V
ultimit_atas1b := 1 VEU_atas_positif
EU_atas_positif + 1.8 VLL_atas_positif
V
Vultimit_atas1b LL_atas_positif
:= V +V = 417.24 kN
ultimit_atas1 := Vultimit_atas1a
ultimit_atas1a + Vultimit_atas1b
ultimit_atas1b = 417.24 kN
V
Vultimit_atas1
:= 1.2 V + 2 V + 1.25 V
ultimit_atas2a := 1.2 VMA_atas_negatif
MA_atas_negatif + 2 VMA_atas_negatif
MA_atas_negatif + 1.25 VTA_atas_negatif
V
Vultimit_atas2a TA_atas_negatif
:= 1 V + 1.8 V
ultimit_atas2b := 1 VEU_atas_negatif
EU_atas_negatif + 1.8 VLL_atas_negatif
V
Vultimit_atas2b LL_atas_negatif
:= V +V = 417.24 kN
ultimit_atas2 := Vultimit_atas1a
ultimit_atas1a + Vultimit_atas1b
ultimit_atas1b = 417.24 kN
V
Vultimit_atas2
42
4.2 Kombinasi ultimit pelat beton bawah
Momen
Momen
:= 43.06kN m := m
LL_positif_2:=:=43.06kN m m := 20.65kN
:= 20.65kN m m
M
MLL_positif_2 43.06kN M MLL_negatif_2
MLL_negatif_2 20.65kN
LL_negatif_2
:= 1.2M
:= 1.2 ++22 M
M ++1.25
1.25 M
+M
ultimit_bawah1a := 1.2MS_bawah_positif
M
Multimit_bawah1a
ultimit_bawah1a MMS_bawah_positif
MMS_bawah_positif +MA_bawah_positif
2 MMA_bawah_positif
MA_bawah_positif 1.25 MTA_bawah_positif
TA_bawah_positif
TA_bawah_positif
M :=
:= 11M ++ 1.8
1.8+ M
M
ultimit_bawah1b := 1 EU_bawah_positif MLL_positif_2
M
Multimit_bawah1b
ultimit_bawah1b MEU_bawah_positif
MEU_bawah_positif LL_positif_2
1.8
LL_positif_2
:= M ++ M ==170.85
170.85 kN
kN m
Multimit_bawah_1 :=:=Multimit_bawah1a m
M
Multimit_bawah_1 Multimit_bawah1b
ultimit_bawah_1
ultimit_bawah1a
M ultimit_bawah1a +
ultimit_bawah1b
M = 170.85
ultimit_bawah1b kN m
M
Multimit_bawah2a := 1.2M
:= 1.2 MMS_bawah_negatif ++22 M
MMA_bawah_negatif ++1.25
1.25 M
M
TA_bawah_negatif
Multimit_bawah2a := 1.2 MS_bawah_negatif
ultimit_bawah2a M MS_bawah_negatif + MA_bawah_negatif
2 M MA_bawah_negatif + 1.25 M
TA_bawah_negatif
TA_bawah_negatif
M
Multimit_bawah2b :=
:= 11M
MEU_bawah_negatif ++1.8
1.8 M
MLL_negatif_2
Multimit_bawah2b := 1 EU_bawah_negatif
ultimit_bawah2b M EU_bawah_negatif + 1.8 LL_negatif_2
M LL_negatif_2
M := M +M = 100.57 kN m
ultimit_bawah_2 := Multimit_bawah2a
Multimit_bawah_2 ultimit_bawah2a + Multimit_bawah2b
ultimit_bawah2b = 100.57 kN m
Multimit_bawah_2 := Multimit_bawah2a + Multimit_bawah2b = 100.57 kN m
Geser
Geser
Geser
V := 1.2 V + 2 V + 1.25 V
Vultimit_bawah1a := 1.2 VMS_bawah_positif
ultimit_bawah1a MS_bawah_positif + 2 VMA_bawah_positif
MA_bawah_positif + 1.25 VTA_bawah_positif
TA_bawah_positif
V
V ultimit_bawah1a := := 1.2
11V V ++ 1.8
MS_bawah_positif V + 2 VMA_bawah_positif + 1.25 VTA_bawah_positif
Vultimit_bawah1b
ultimit_bawah1b := V EU_bawah_positif
EU_bawah_positif 1.8 VLL_bawah_positif
LL_bawah_positif
V
Vultimit_bawah1 := 1 V
:= Vultimit_bawah1a
ultimit_bawah1b EU_bawah_positif + 1.8
+ Vultimit_bawah1b VLL_bawah_positif
= 450.21 kN
Vultimit_bawah1 := Vultimit_bawah1a + Vultimit_bawah1b = 450.21 kN
Vultimit_bawah1 :=
V := 1.2 + Vultimit_bawah1b
VMS_bawah_negatif
Vultimit_bawah1a = 450.21
+ 2 VMA_bawah_negatif kN VTA_bawah_negatif
+ 1.25
ultimit_bawah2a := 1.2 VMS_bawah_negatif + 2 VMA_bawah_negatif + 1.25 VTA_bawah_negatif
Vultimit_bawah2a
V
ultimit_bawah2a:=
Vultimit_bawah2b
Vultimit_bawah2b
1 V
:=:=1 V
1.2
EU_bawah_negatif
EU_bawah_negatif
+ 1.8 V+LL_bawah_negatif
VMS_bawah_negatif 2 VMA_bawah_negatif + 1.25 VTA_bawah_negatif
+ 1.8 VLL_bawah_negatif
V
Vultimit_bawah2 := V:= + Vultimit_bawah2b
1 VEU_bawah_negatif = 418.32 kN
+ 1.8 VLL_bawah_negatif
V := Vultimit_bawah2a
ultimit_bawah2b
ultimit_bawah2 ultimit_bawah2a + Vultimit_bawah2b = 418.32 kN
Vultimit_bawah2
4.3 := Vultimit_bawah2a
Kombinasi ultimit dinding pelat + Vultimit_bawah2b = 418.32 kN
Geser
Vultimit_dinding1a := 1.2 VMS_dinding_positif + 2 VMA_dinding_positif + 1.25 VTA_dinding_positif
43
Vultimit_dinding2a := 1.2 VMS_dinding_negatif + 2 VMA_dinding_negatif + 1.25 VTA_dinding_negatif
5. Desain tulangan
f'c 30 β 1 := 0.85
Asuse fy
Tinggi blok tekan ekivalen a := = 31.13 mm
0.85f'c b
a
Momen nominal Mn := As f d = 225.81 kN m
used y e 2
a
Tinggi blok tekan c := = 36.63 mm
β1
d -c
Cek regangan baja s := e ec = 0.22
c
ε s = 0.22 ε s > 0.05 ϕ f := 0.9
Tulangan yang digunakan harus memenuhi salah satu syarat dibawah ini:
Tegangan retak beton fr = 3.45 MPa
Tegangan retak beton fr. := 0.63 fc MPa = 3.45 MPa
Maka luas tulangan minimum ditentukan berdasarkan nilai terkecil dari 1.33 Mu atau 1.2 Mcr.
Karena 1.2 Mcr lebih kecil dari 1.33 Mu, maka yang menentukan luas tulangan minimum
adalah 1.2 Mcr .
Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai tahanan lentur terfaktor sebesar 203.23
kNm. Nilai ini lebih besar dari nilai momen tulangan minimum 1.2 Mcr, sehingga persyaratan
tulangan minimum sudah terpenuhi.
Penulangan pelat atas (tumpuan):
Penulangan pelat atas (tumpuan)
Lebar efektif pelat b = 1000 mm
f'c 30 β 1 := 0.85
Momen terfaktor
Momen terfaktor M
Mu := Multimit_atas_2 = 181.36
= 181.36 kN m kN m
ultimit_atas_2
Mu
Multimit_atas_2 2 2
Luas tulangan
tulangan yang
yang dibutuhkan
dibutuhkan := = 1881.49 mm
(( ))
As
Luas req2 :=0.90.9
Asreq fyf 0.85d = 1881.49 mm
y 0.85d
ee
Tulangan yang digunakan D := 16mm
Tulangan yang digunakan D = 19 mm
Jarak antar tulangan s := 100mm
Jarak antar tulangan s := 150mm
d -c
Cek regangan baja s := e ec = 0.22
c
ε s = 0.22 ε s > 0.05 ϕ f := 0.9
ε s = 0.22 ε s > 0.05 ϕ f := 0.9
Tulangan yang digunakan harus memenuhi salah satu syarat dibawah ini:
Tegangan retak beton fr := 0.63 f'c MPa = 3.45 MPa
Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai tahanan lentur terfaktor sebesar 203.23
kNm. Nilai ini lebih besar dari nilai momen tulangan minimum 1.2 Mcr, sehingga pesyaratan
tulangan minimum sudah terpenuhi.
46
Tulangan pembagi pelat atas
Untuk tulangan pokok yang dipasang sejajar arah lalu lintas, tulangan pembagi ditentukan
dengan persamaan berikut:
55
30% 50%
S
55
= 29.83 %
3.4
( )
b 2 2
As_terpasang := 0.25 π D = 884.88 mm
s
Periksa:
As_terpasang > As use. ...Oke
( )2 = 1340.41 mm2
b
As_terpasang := 0.25 π D
s
Periksa:
As_terpasang > Asuse. ...Oke
47
Penulangan pelat bawah (tumpuan)
f'c 30 β 1 = 0.85
Multimit_bawah_1
2
Luas tulangan dibutuhkan Asreq3 := = 1772.50 mm
(
0.9 fy 0.85de )
Tulangan yang digunakan D = 19 mm
Jarak antar tulangan s = 150 mm
a
Tinggi blok tekan c. := = 19.48 mm
β1
d -c
Cek regangan baja s := e ec = 0.22
c
48
γ 1 := 1.6 γ 3 := 0.75
Ig
Momen retak penampang Mcr := γ 3 γ 1 fr = 84.54 kN m
yt
Faktor modifikasi
Tebal pelat := 1350mm
λh :=
kepadatan beton normal
Faktor modifikasi
λ := 1 b h3 4
kepadatan beton normal Ig. := = 3572916666.67 mm
Inersia penampang 12 3
b h 4
Ig := = 32156250000.00 mm
h12
Titik berat penampang yt. := = 175 mm
2
f'c 30 β 1 = 0.85
MM
ultimit_bawah_2
ultimit_bawah_2 22
Luas tulangan dibutuhkan :=:= = =1043.41 mm
mm
(( ))
Asreq
req4 1043.41
0.9 f
0.9yfy 0.85d
0.85d ee
Tulangan yang digunakan D = 19 mm
49
a
Tinggi blok tekan c := = 36.63 mm
β1
d -c
Cek regangan baja s := e ec = 0.22
c
ε s = 0.22 ε s > 0.05 ϕ f = 0.90
( ) 250
b 2
As_terpasang := 0.25 π D = 884.88 mm
s
Periksa:
3.4
( )
b 2 2
As_terpasang := 0.25 π D = 884.88 mm
s
Periksa:
As_terpasang > As use. ...Oke
k
Tulangan pada dinding pelat
P ( kN)
25000
(Pmax)
15000
5000
1
4000 8000 12000
M (0°) ( k N m)
(Pmin)
-5000
Setiap kombinasi beban Pu dan Mu yang berada di dalam diagram interaksi menandakan
penampang dinding pelat box culvert dapat memikul beban yang terjadi. Berdasarkan
diagram interaksi diatas, didapatkan tulangan lentur pada dinding pelat yaitu D16-150 mm.
51
Gambar detail tulangan box culvert
52
2.1.4 Contoh perencanaan jembatan gelagar beton pratekan segmental
2.1.4.1 Contoh perencanaan jembatan gelagar beton pratekan tipe I segmental 16,6
m
Desainlah struktur atas jembatan gelagar I pratekan bentang sederhana dengan panjang
bentang 16,6 m. Jembatan ini terdiri dari dua lajur jalan raya dengan tebal perkerasan aspal
5 cm serta memiliki pembatas pada kedua sisi dengan berat 7,56 kN/m.
Kuat tekan beton awal saat stressing f`cig := 0.8 f`cg = 40 MPa
Modulus elastisitas gelagar saat umur Ecg := 4700 f`cg MPa = 33234.02 MPa
28 hari
Modulus elastisitas gelagar saat transfer Ecig := 4700 f`cig MPa = 29725.41 MPa
kN
Berat jenis beton γ c := 25
3
m
1.2 Pelat beton
53
1.3 Baja prategang
Perkiraan tinggi total sistem dek mengacu kepada tabel pada Volume 2 Berdasarkan Tabel
tersebut, tinggi awal sistem dek untuk jembatan gelagar beton I pratekan bentang sederhana
adalah 0,045L, dimana L adalah panjang bentang jembatan, dengan demikian:
Panjang jembatan Lb := 16.6 m
Penentuan tebal pelat, spasi antar gelagar dan jumlah gelagar yang digunakan mengacu
kepada Tabel 3.6.2.2.2b-1 pada Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3 (2017).
Karena jembatan ini tergolong kepada tipe k (Lihat Tabel 3.6.2.2.1-1), sehingga:
Penentuan spasi antar gelagar yang disyaratkan adalah tidak boleh kurang dari 1100
mm dan tidak boleh lebih besar dari 4900 mm, sehingga pada kasus ini, spasi gelagar
yang digunakan adalah 2100 mm,
Tebal pelat yang digunakan tidak boleh kurang dari 110 mm dan tidak boleh besar dari
300 mm, dan pada kasus ini, tebal pelat yang digunakan adalah 250 mm.
Panjang pelat kantilever pada sisi luar gelagar eksterior ditentukan berdasarkan Tabel
3.6.2.2.2d-1 yaitu -300 de 1700 sehingga digunakan 1200 mm.
54
Sehingga, dari persyaratan-persyaratan di atas, maka ditentukan dimensi awal gelagar dan
dimensi potongan melintang jembatan sebagai berikut:
Gelagar I yang digunakan Gelagar I pratekan 900 mm
Spasi antar gelagar sg := 2100 mm
55
Gambar dimensi penampang nonkomposit
sg
Lebar penampang sayap transformasi be := = 1756.99 mm
n
56
Jarak sumbu netral ke serat atas ytcg := hg ybcg = 102 mm
gelagar komposit
Jarak sumbu netral ke serat atas
pelat penampang komposit ytcd := hcg ybcg = 352 mm
kN
Berat pelat W s := ws ts γ c = 13.13
m
Lebar RC Plate wrcp := 1680 mm
57
Beban mati nonstruktural (MA)
Beban mati nonstruktural, pada contoh ini hanya berasal dari berat perkerasan aspal setebal
5 cm di atas jembatan.
kN
Berat volume aspal γ a := 22 kN
Berat volume aspal γ a := 22 3
m3
m
Tebal aspal ta := 50 mm
Tebal aspal ta := 50 mm
kN
Berat aspal W a := ws ta γ a = 2.31 kN
Berat aspal W a := ws ta γ a = 2.31 m
m
Beban barrier kN
Beban barrier W b := 7.56 kN
W b := 7.56 m
m
Jumlah barrier nb := 2
Jumlah barrier nb := 2
nb kN
Berat barrier W br := W b nb = 3.02 kN
Berat barrier W br := W b n = 3.02 m
ng g m
58
3.2 Perhitungan beban tak terfaktor akibat beban hidup kendaraan
Beban D terdiri dari beban terbagi rata (BTR) dan beban garis terpusat (BGT) yang besarnya
diatur dalam Pasal 8.3.1 SNI 1725:2016 tentang pembebanan jembatan. Dalam permodelan
analisis struktur, gelagar ditinjau sebagai elemen garis dengan lebar tributari pelat adalah
sama dengan setengah dari jarak gelagar kiri dan kanan dari gelagar yang ditinjau, dengan
demikian, lebar tributari untuk beban BTR dan BGT adalah 2100 mm.
Beban BTR
Karena panjang bentang jembatan 16.6 m, maka besar beban BTR adalah:
Lb = 16.60 m
kN
qBTR := 9
2
m
kN
Beban merata per meter BTR W BTR := qBTR ws = 18.90
m
Beban BGT
Beban BGT
Beban BTR merupakan beban merata di sepanjang bentang jembatan, sedangkan beban
BGT adalah beban terpusat yang diletakkan sedemikian rupa sehingga memberikan efek
terbesar. Untuk jembatan bentang sederhana, beban BGT diletakkan di tengah bentang.
Berdasarkan SNI 1725:2016 Pasal 8.3.1, beban BGT bernilai 49 kN/m. Dengan demikian
beban BGT pada gelagar adalah sebesar:
kN
Beban terpusat BGT PBGT := 49 w = 102.90 kN
m s
Berdasarkan SNI Pembebanan Jembatan 2016 Pasal 8.6, beban BGT harus dikalikan
Berdasarkan SNI 1725:2016 Pasal 8.6, beban BGT harus dikalikan dengan faktor beban
dengan faktor beban dinamis (FBD) sebesar 1.4.
dinamis (FBD) sebesar 0.4.
FBD := 0.4
1 2
MBTR := W BTR Lb = 651.01 kN m
8
1
MBGT := PBGT Lb ( 1 + FBD) = 597.85 kN m
4
MLL := MBTR + MBGT = 1248.86 kN m
W BTR Lb
VBTR := = 156.87 kN
2
PBGT ( 1 + FBD)
VBGT := = 72.03 kN
2
VLL := VBTR + VBGT = 228.90 kN
59
4. Penentuan jumlah tendon
4.1 Perkiraan gaya prategang dan luas tendon yang diperlukan
Jumlah strand prategang yang diperlukan biasanya ditentukan berdasarkan tegangan tarik
pada serat bawah gelagar akibat kombinasi pembebanan layan III dimana besarnya tegangan
tarik pada sisi bawah tersebut akibat kombinasi beban layan III adalah:
MMS_G + MMS_S + MMS_D + MMS_RCP MMA_B + MMA_A + 0.8 MLL
fbserv := +
Sb Sbcg
fpb Ag Sb
Gaya prategang efektif Pe := = 2251.88 kN
Sb + ec Ag
Gaya prategang akhir per strand adalah: Ppe_strand = Astrand fpbt ( 1 losses)
losses := 20%
Untuk
Untuk perhitungan awal,nilai
perhitungan awal, nilaif fyangyang digunakan
digunakan adalah
adalah fpi. :=fpi. := namun
fpbt fpbt namun
setelahsetelah
jumlah jumlah
strand
pi pi
strand diketahui,
diketahui, gunakan
gunakan fpi sebenarnya
fpi sebenarnya untuk perhitungan
untuk perhitungan selanjutnya.
selanjutnya.
Gaya prategang akhir di tiap strand Pe_strand := Astrand fpbt ( 1 losses) = 110.16 kN
Pe
Jumlah strand yang diperlukan nstrand_req := = 20
Pe_strand
Jumlah strand yang digunakan nstrand := 16 + 16
Perlu diperhatikan bahwa penentuan jumlah strand awal bisa berbeda dengan jumlah strand
akhir yang digunakan, misalnya pada contoh ini, jumlah strand awal yang diperlukan adalah
20, namun pada kondisi akhir digunakan 32 strand. Hal ini disebabkan oleh penentuan strand
60
awal pada contoh ini ditentukan berdasarkan kondisi di tengah bentang. Namun, pada
jembatan gelagar pratekan segmental, sering kali perencanaan ditentukan oleh kondisi di
sambungan di mana gelagar tidak boleh terjadi tegangan tarik sehingga jumlah strand akhir
lebih banyak dari estimasi awal.
2
Luas baja prategang yang digunakan Aps := nstrand Astrand = 3158.72 mm
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke sisi c1 Aps1 + c2 Aps2
bawah gelagar di tengah bentang ymid := = 175 mm
Aps_tot
Tanda (-) pada eksentrisitas tendon rata-rata di tumpuan menunjukkan bahwa eksentrisitas
tendon berada di atas titik berat penampang di tumpuan
Aps1 ce1 + Aps2 ce2
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke yend := = 400 mm
sisi terbawah gelagar di tumpuan Aps1 + Aps2
p
4.3 Perhitungan kehilangan prategang
Pada kasus ini, metode perhitungan kehilangan prategang jangka panjang ditentukan dengan
refined method. Jika metode refined method digunakan, maka karakteristik penampang yang
digunakan ditentukan berdasarkan transformasi penampang. Perhitungan karakteristik
penampang gelagar dengan menggunakan konsep penampang transformasi adalah sebagai
berikut:
4.3.1.1 Data-data gelagar saat transfer
62
2
Luas penampang transformasi gelagar Agti := 275025.15mm
nonkomposit saat transfer
Jarak sumbu netral ke serat terbawah ybti := 350.85mm
penampang gelagar nonkomposit
transformasi
Jarak sumbu netral ke serat teratas ytti := hg ybti = 549.15 mm
penampang gelagar nonkomposit
transformasi
4
Momen inersia penampang Iti := 23253710488mm
gelagar transformasi saat
transfer
3
Modulus elastis penampang bawah Sbti := 66278330.03mm
3
Modulus elastis penampang atas Stti := 42344867.36mm
g
Data penampang gelagar nonkomposit saat final
Penampang Luas, A i (mm2) y i(mm) Ai(y i)(mm3) Ycg (mm) A(y i-y cg)2 Io
Gelagar 257250 363 93381750 352.27 29596346.53 22666069682
Strands* 15565.1 175 2723893 352.27 489149452.67 0
Total 272815.1 96105643 518745799.20 22666069682
Catatan: Strand ditransformasi menggunakan (n f-1)
Tinggi gelagar (hg) 900 mm
nf = Eps /Ec 5.93
y btf = Ycg 352.27 mm
y ttf = hg-y btf 547.73 mm
2 4
Itf =SIo+SA(y i-y cg) 23184815481 mm
3
Sbtf = Itf /y btf 65814738.75 mm
3
Sttf = Itf /y ttf 42329215.25 mm
etf =Ycg-y mid 177.27 mm
2
Luas penampang saat final Af := 272815.1mm
3
Modulus elastis penampang bawah Sbtf := 65814738.75mm
3
Modulus elastis penampang atas Sttf := 42329215.25mm
3
Modulus elastis penampang bawah Sbtf := 65814738.75mm
3
Modulus elastis penampang atas Sttf := 42329215.25mm
4.3.1.3 Data-data
4.3.1.3 Data-data gelagar
gelagar komposit
komposittransformasi
transformasi
Ecg
Rasio modulus elastisitas gelagar nc := = 1.20
terhadap modulus elastisitas pelat Ecd
saat final
sg
Lebar penampang sayap efektif bec := = 1756.99 mm
penampang komposit saat final nc
Data penampang komposit transformasi saat final
2
Penampang
p Luas, A i (mm ) y i(mm) Ai(y i)(mm3) Ycg (mm) A(y i-y cg)2 Io
Gelagar 257250 363 93381750.00 767.26 42040552620 4237743750
Strands* 15565.1 175 2723892.50 767.26 5459726790 0
Pelat** 439247.5 1025 450228687.50 767.26 29180067707 2445699219
Total 712062.6 546334330.00 76680347116 6683442969
Catatan: *Strand ditransformasi menggunakan (n t-1)
** Pelat ditransformasi menggunakan nc = 1.20
Tinggi gelagar (hg) 900 mm
Tinggi gelagar komposit (hcg) 1150 mm
nt = Eps /Ec 5.93
y bct = Ycg 767.26 mm
y tct = hcg-y bct 382.74 mm
y tgt = hg-y bct 132.74 mm
2 4
Ict =SIo+SA(y i-y cg) 83363790085.19 mm
3
Sbct = Ict /y bct 108651852.6 mm
3
Stgct = Ict /y tgt 628004388.8 mm
ect =Ycg-y mid 592.26 mm
2
Luas penampang transformasi ge lagar Acgtf := 712062.6 mm
komposit saat final
Jarak sumbu
Jarak netral
sumbukenetral serat teratas ytct := 382.74
seratketeratas y tct := 382.74
mm mm
Jarak sumbugelagar
penampang netral ke
penampang
serat teratas penampang
komposit
gelagar komposit ytct := 132.74 mm
Jarak
gelagarsumbu netral
komposit ke serat teratas
transformasi saat penampang
final
transformasi
gelagar saat transformasi
transformasi
komposit final
saat final saat final
4
Momen inersia penampang gelagar komposit Ict := 83363790085.19
4
mm4
Momen inersia
MomenMomen
inersia
transformasi penampang
penampang
inersia
saat gelagar
final penampang komposit := 83363790085.19
gelagargelagar Ict := 83363790085.19
IIct
ct := mm mm
83363790085.19 mm 4
transformasi
komposit saattransformasi
final saat final
transformasi
komposit saat final
Eksentrisitas tendon rata-rata pada penampang ect := 592.26mm
gelagar komposit transformasi di tengah bentang
saat final
p
4.3.2 Perhitungan kehilangan gaya prategang
4.3.2 Perhitungan kehilangan gaya prategang
4.3.2.1 Kehilangan akibat gesekan
Kehilangan prategang akibat gesekan ditentukan dengan persamaan berikut ini:
64
2ep
α=
Lp
dimana fpi adalah prategang saat jacking, K adalah koefisien gesek wobble, μ adalah
koefisien gesek kelengkungan, x adalah panjang tendon yang diukur dari ujung jacking ke titik
yang ditinjau, dan α adalah penjumlahan dari nilai absolut perubahan sudut pada jalur baja
prategang dari jacking hingga ujung jacking. Perhitungan kehilangan prategang akibat
gesekan pada tendon dilakukan berdasarkan nilai rata-rata pada geometri tendon.
Jarak vertikal pusat penampang tendon rata-rata di ep := yend ymid = 225 mm
tumpuan dengan pusat penampang tendon rata-rata
di tengah bentang
s K 0.00000066
m 0.25
fpj 1395 MPa
Segmen ep(mm) Lp(mm) a(rad) Sa(rad) SLp(rad) Titik fpF (MPa) fpj-fpF (MPa)
A 225 0 0 0 0 A 0 1395
AB 225 8300 0.05 0.05 8300 B 26.30 1368.70
BC 225 8300 0.05 0.11 16600 C 52.10 1342.90
Grafik kehilangan prategang di sepanjang penampang akibat gesek diperlihatkan pada grafik
di bawah ini:
Δ f.pA = Δ f 1
x
L.pA
65
Es ( Δ L) LpF
LpA =
Δ fpF
2Δ fpF LpF
Δf =
LpF
diplotkan dalam grafik, maka model kehilangan prategang akibat anchorage set dan friksi
Jika
adalah sebagai berikut:
66
Tabel kehilangan prategang akibat pergeseran angkur
Model grafik kehilangan prategang akibat friksi dan pergeseran angkur diperoleh dengan
memplotkan nilai rata-rata f pF dan selisih rata-rata f pF dan f pA sebagai berikut:
TEGANGAN DI TENDON
1420
Tegangan di Pusat Tendon (MPa)
1400
y = -0.0031x + 1394.9
1380
1360 0 1395
1340 16600 1342.90
1320
y = 0.0063x + 1240.4
1300
1280
1260
1240
1220
0 4150 8300 12450 16600
Titik yang ditinjau (mm)
Tegangan di tendon setelah kehilangan prategang akibat friksi terjadi
67
4.3.2.3 Kehilangan akibat perpendekan elastis
Jumlah tendon Nps := 2
2 2
Pi Pi emid MMS_G emid
Tegangan di beton pada level baja fcgp := +
Ag Ig Ig
Nps 1 Eps
Kehilangan prategang Δ fpES := f = 33.77 MPa
2 Nps Ecig cgp
4.3.3 Kehilangan saat transfer hingga pengecoran pelat
4.3.3 Kehilangan
4.3.3.1 Kehilangansaat transferakibat
prategang hingga pengecoran
susut dek
pada gelagar
Keliling penampang gelagar tengah Kllg := 3566.8 mm
2
Luas permukaan total gelagar Asurfg := Kllg Lb + 2 Ag = 59.72 m
3
Volume gelagar Vg := Ag Lb = 4.27 m
Vg
Rasio volume terhadap luas permukaan rVS := = 71.5 mm
Asurfg
Faktor
Faktor pengaruhrasio
pengaruh rasiovolume
volumeterhadap
terhadap V.g
luas permukaan
luas permukaankomponen
komponenyang
yang ditinjau
ditinjau k.s := 1.45 mm 0.0051
(( ks
ks 1)
1) A.surfg
ks = 1
35 MPa
Faktor pengaruh kuat tekan beton kf := = 0.74
7 MPa + f`cig
Perpanjangan waktu antara transfer tdi := td ti = 113
dan pengecoran pelat
tdi
Sehingga faktor perpanjangan waktu ktddi := = 0.75
antara pengecoran pelat dan transfer f`cig
adalah: 61 0.58 MPa + tdi
68
Sehingga faktor perpanjangan waktu t.di
k.tddi := = 0.75
antara pengecoran pelat dan transfer f`.cig
61 0.58 MPa + t.di
adalah:
3
Regangan susut gelagar antara waktu ε bid := ks khs kf ktddi 0.48 10
transfer dan pengecoran pelat
ε bid = 0.000533
4.3.3.2
4.3.3.2 Kehilangan prategangakibat
Kehilangan prategang akibatrangkak
rangkakpada
padagelagar
gelagar
Kehilangan prategang akibat rangkak pada rentang waktu antara transfer dan pengecoran
pelat ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
E.p
Δ f.pCR = f ψ K
E.ci .cgp .tdti .id
Nilai fcgp ditentukan berdasarkan gaya prategang setelah transfer dan pengaruh momen
akibat berat sendiri gelagar dengan properti penampang gelagar yang digunakan adalah
properti penampang gelagar nonkomposit saat transfer yang ditransformasi.
Kehilangan tendon akibat relaksasi Δ fpR1 := 8 MPa
tendon rentang waktu transfer hingga
pengecoran pelat
Tegangan saat setelah transfer pada
strand
( )
fpi2 := fpbt Δ fpES + Δ fpF + Δ fpR1 = 1326.93 MPa
2
Pi.Pi. eti MMS_G eti
Tegangan di beton pada level tendon fcgpi := +
saat setelah transfer 69 A Iti Iti
gti
Tegangan di beton pada level tendon 2
PPi. Pi.P eti e 2MMS_GM eti e
saat setelah
Teganga transfer
di beton pada level tendon ffcgpi :=:= .i. .i. .ti + + .MS_G .ti
.cgpi
saat setelah transfer AAgti Iti I Iti I
.gti .ti .ti
Koefisien
Koefisien rangkak
rangkak gelagar
gelagar saat 0.118
saat waktu ψψ := 1.9 k k k kfk ktddi t 0.118= =0.36
waktu transfer dan penempatan
transfer dan penempatan dek
pelat karena tdti := 1.9skshc
tdti hc f ktddii ti 1.31
karena pembebanan saat
pembebanan saat transfer transfer
Dengan Eps
Eps
Dengan demikian,
demikian, kehilangan
kehilangan prategang
prategang
akibat fpCR :=E fcgpi
ΔΔfpCR := f ψ ψ
tdti K id
K = =37.05 MPa
132.47 MPa
akibat rangkak pada gelagar
rangkak pada gelagar Ecig cgpi tdti id
cig
4.3.3.3 Kehilangan prategang akibat relaksasi tendon
4.3.3.3 Kehilangan prategang akibat relaksasi tendon
Berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Pasal 5.9.3.4.2c mengizinkan penggunaan nilai ΔfpR1
sebesar 8 MPa untuk low relaxation strand.
Δ f.pR1 = 8 MPa
4.3.4 Kehilangan saat pengecoran pelat hingga final
4.3.4.1 Kehilangan prategang akibat susut pada gelagar
Perpanjangan waktu antara pengecoran tfd := tf td = 25430
pelat hingga final
Sehingga faktor perpanjangan waktu t.fd
antara final dan pengecoran pelat k.tdfd := tfd = 1.00
Sehingga faktor perpanjangan waktu ktdfd := f`.cig = 1.00
61 0.58 MPa
f`cig + t.fd
adalah:
antara final dan pengecoran pelat adalah:
61 0.58 + t
MPa fd3
Regangan susut gelagar antara waktu ε bif := ks khs kf ktdfd 0.48 10 = 0.00071
final dan transfer adalah
Koefisien
Koefisien penampang transformasiyang
penampang transformasi yang memperhitungkan interaksi pengaruh 1 waktu antara
Kdf := = 0.8
memperhitungkan interaksi pengaruh
beton dan baja terlekat dalam penampang yang ditinjau untuk
Eps Aps periode2 waktu antara
Acg ecg
( )
waktu antarapelat
pengecoran betondan
danfinal:
baja terlekat
dalam penampang yang ditinjau untuk 1+ 1 + 1 + 0.7 ψtfti
Ecig Acg
= 0.81
1 Icg
K.df :=pengecoran pelat
periode waktu antara
E.ps A.ps A.cg e.cg
dan final 2
1+
E.cig A.cg
1+ (
1 + 0.7 ψ.tfti )
I.cg
Dengan demikian, kehilangan prategang Δ fpSD := ε bdf Eps Kdf = 28.04 MPa
akibat susut pada gelagar
p
Perubahan tegangan pada beton antara transfer dan pengecoran pelat karena kehilangan
prategang, pengecoran pelat, dan beban mati tambahan.
70
Momen akibat berat pelat, RC plate MS := MMS_S + MMS_RCP + MMS_D = 566.18 kN m
dan diafragma yang bekerja pada
gelagar nonkomposit transformasi final
Momen akibat berat aspal dan barrier MA := MMA_A + MMA_B = 183.73 kN m
3
Volume pelat
dek Vd :=
V Asurfd L
:= A Lb = 1312.56 m
= 1312.56 m
Vd
Rasio volume terhadap luas permukaan rVSd := = 16600 mm
VSd Asurfd
Faktor pengaruh rasio volume terhadap
Faktor pengaruh rasio volume terhadap V.d
luaspermukaan
permukaankomponen
komponen yang ditinjau k.sd := 1.45 mm 0.0051
luas yang ditinjau
ks 11))
(( ks
A.surfd
ksd = 1
35 MPa
Faktor pengaruh kuat tekan beton kfd := = 0.95
7 MPa + f'cid
71
3
Regangan susut pelat antara ε ddf := ksd khsd kfd ktddf 0.48 10 = 0.0009
pengecoran pelat dan final
εεddf A d
A Ecd E 1 1 ecge e d e
.cg .d
Rangkak pada pelat beton
Rangkak pada pelat beton ΔΔffcfd :=:= .ddf .d .cd
.cfd 11+ +0.7 ψ ψ
0.7 tftdd
Acg
.tftdd
A.cg Icg I.cg
Δ fcfd = 0.46 MPa
( ) akhir
4.3.4.5 Perhitungan gaya prategang efektif
a) Total kehilangan prategang
Kehilangan seketika Δ fpA + Δ fpF + Δ fpES = 137.40 MPa
Total kehilangan prategang Δ fpT := Δ fpA + Δ fpF + Δ fpES + Δ fpLT = 379.95 MPa
Resume kehilangan
Resume kehilangan prategang
prategangdiditengah
tengahbentang
bentanggelagar
gelagaradalah sebagai
adalah berikut:
sebagai berikut:
(Periksa_Batas_Maksimum_Prategang_Efektif
) := "Oke" if f.pe Maxf.pe = "Oke"
72
c) Perhitungan gaya prategang efektif
Gaya prategang efektif Pef := Aps_tot fpe = 3206.27 kN
( )
5. Pemeriksaan tegangan
5.1 Tegangan izin
Pemeriksaan tegangan dilakukan pada pengaruh beban maksimum dan pada posisi
eksentrisitas tendon maksimum.
o
Tegangan izin beton kondisi layan
o
Tegangan pada serat atas penampang:
Ptransfer Ptransfer emid MMS_G
ft_i := + + = 3.00 MPa
Ag St St
73
Teganganpada
Tegangan padaserat
seratbawah
bawahpenampang:
penampang:
Ptransfer Ptransfer emid MMS_G
fb_i := + + = 23.85 MPa
Ag Sb Sb
Resumetegangan
Resume teganganpada
padakondisi
kondisijacking
jacking ditampilkan
ditampilkan pada
pada gambar
gambar berikutini:
di bawah ini:
Ptransf er/Ag Ptransf eremid/S MS/S MA/S MLL/S Total
Kondisi Lokasi
MPa MPa MPa MPa MPa MPa
Sisi atas gelagar -15.44 17.69 -5.25 - - -3.00
Jacking
Sisi bawah gelagar -15.44 -11.96 3.55 - - -23.85
f.b_kons :=
P.transfer
+
P.transfer e.mid
+
(M.MS_S) + (M.MS_G) + (M.MS_D) + (M.MS_RCP)
A.g S.b S.b
74
(
P.transfer e.mid
+
) ( ) ( ) (
M.MS_S + M.MS_G + M.MS_D + M.MS_RCP )
S.b S.b
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Layan
o := "Oke" if f.t_serv_I_top σc.serv = "Oke"
75
Tegangan pada serat bawah penampang
Peff Peff emid
fb_serv_III_ps := +
Ag Sb
f.t_s :=
(M.MA_B M.MA_A) M.LL
= 4.26 MPa
S.tcd n
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Layan_I := "Oke" if f.t_s σc.serv_s = "Oke"
f.b_s :=
(M.MA_B M.MA_A) M.LL
= 1.23 MPa
S.bcd n
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan_I := "Oke" if f.b_s σc.serv_s = "Oke"
76
5.5 Tegangan penampang di sambungan kondisi layan
Pada perencanaan jembatan beton pratekan segmental, salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi adalah bahwa tidak boleh terjadi tegangan tarik di sekitar sambungan antar gelagar.
Pada kasus ini, sambungan antar gelagar yang diperiksa terletak di titik 5,3 m dan 11,3 m dari
ujung gelagar kiri. Nilai momen akibat beban yang bekerja pada gelagar pada titik yang
ditinjau adalah sebagai berikut:
Gaya prategang efektif yang digunakan ditentukan berdasarkan perhitungan yang dilakukan
pada bagian 4.3.2 dengan kehilangan prategang ditentukan berdasarkan posisi sambungan.
Perhitungan kehilangan prategang pada titik-titik sambungan yang ditinjau adalah sebagai
berikut:
Dari tabel di atas terlihat bahwa tegangan di sisi bawah gelagar (bottom) memiliki tanda
negatif sehingga tidak ada gaya tarik yang bekerja di sambungan. Dengan demikian,
persyaratan batas tegangan di sambungan terpenuhi.
77
6. Kapasitas lentur penampang
Tahanan lentur dihitung pada kondisi momen maksimum, momen maksimum terjadi pada
tengah bentang. Data-data yang diperlukan untuk menghitung kapasitas lentur penampang
adalah sebagai berikut:
Tebal pelat ts = 250 mm
2
Luas strand Aps_tot = 3158.72 mm
Karena pada kasus ini tidak menggunakan baja tulangan untuk tulangan tarik dan tekan, maka
persamaan di atas tereduksi menjadi:
A.ps f.pu
c=
f.pu
0.85 f`.cg β .1 b + k A.ps
d.p
Aps_tot fpu
c := = 75.76 mm
fpu
α 1 f`cg β 1 b + k Aps_tot
dp
78
f.ps := f.pu 1 k
Tegangan rata-rata tendon prategang c
= 1819.53 MPa
d.p
u
Kapasitas lentur penampang diperiksa terhadap momen ultimit akibat kombinasi pembebanan
Kapasitas lentur penampang diperiksa terhadap momen ultimit akibat kombinasi pembebanan kuat I yang
kuat I yang
dihitung dihitung
sebagai sebagai berikut:
berikut:
( ) ( ) (
Mu := 1.2 MMS_G + MMS_D + 1.3 MMS_S + MMS_RCP + 1.4 MMA_B + MMA_A + 1.8 MLL d )
( ) ( ) (
Mu := 1.2 MMS_G + MMS_D + 1.3 MMS_S + 1.4 MMA_B + MMA_A + 1.8 MLL = 3374.10 kN m )
Mu = 3505.75 kN m
Cek_Kapasitas_Lentur_Penampang := "Oke" if Mr Mu = "Oke"
Cek_Kapasitas_Lentur_Penampang := "Oke" if Mr
"Tidak Oke" Mu
sebaliknya
otherwise = "Oke"
"Tidak
Karena nilai Mr lebih besar dari Mu, maka Oke" otherwise
penampang mampu memikul beban yang bekerja.
Karena nilai Mr lebih besar dari M u, maka penampang mampu memikul beban yang bekerja.
6.2 Pemeriksaan tulangan minimum
Jumlah tendon yang digunakan harus memenuhi persyaratan tendon, nilai Mr harus lebih
besar dari nilai terkecil 2 ketentuan berikut:
1.2 M cr
1.2 atau1.33M
Mcr atau 1.33Mu
u
s
Variabel faktor retak lentur γ 1 := 1.6
Mr = 4876.79 kN m
S.bcg
.cr (
sM := γ γ f + γ f
.3 .1 .r )
S
.2 .cpe .bcg M .dnc
Sbcg S.b
1 = 2228.97 kN m
( )
Mcr := γ 3 γ 1 fr + γ 2 fcpe Sbcg Mdnc
1.2 Mcr = 2674.77 kN m
1 = 2228.97 kN m
Sb
s
79
Persyaratan_tulangan_minimum:=:=min
Persyaratan_tulangan_minimum min1.33M
(( 1.2
1.33Mu1.2
u Mcr ) )
= 2674.77
Mcr= 2674.77 kNkN
m m
Cek_syarat_tulangan_minimum:=:= "Oke"
Cek_syarat_tulangan_minimum "Oke" if ifPersyaratan_tulangan_minimum
Persyaratan_tulangan_minimum< M<r M=r "Oke"
= "Oke"
"Tidak
"Tidak Oke" sebaliknya
Oke"otherwise
otherwise
7.
s Kapasitas geser penampang
7.1 Data-data penampang geser
c C
bv
sumbu
de dv
h netral
Aps
As T
Vp = 86.89 kN
7.3
7.4Gaya Dalam Ketahanan Geser Beton
Perhitungan
Gaya geser ultimit di muka
geser kritis Vucr = 715.11 kN
7.4 Perhitungan
l Ketahanan Geser Beton
Mucr
M .ucr
+ +0.5 N u
0.5 + +Vucr
N.u Vp V.pAps
V.ucr A
0.7 fpu
.ps 0.7 f.pu
ddv.v
Regangan longitudinal εε.s. :=
s. :=
di baja tulangan E.ps
Eps A.ps
Aps
ε s. = 0.005
ε s := 0 if ε s. 0 =0
ε s. otherwise
sebaliknya
4.8
Faktor β (diasumsikan β := = 4.8
meggunakan tulangan 1 + 4.8
750ε s
Faktor β (diasumsikan β := = 4.8
minimum)
meggunakan tulangan 1 + 750ε s
minimum)
Sudut tegangan utama θ := 29 + 3500 ε s = 29
Sudut tegangan utama θ := 29 + 3500 ε s = 29
Kuat geser beton Vc := 0.083 β f`cg MPa bv dv
Kuat geser beton Vc := 0.083 β f`cg MPa bv dv
Vc = 436.096 kN
Vc = 436.096 kN
f
s
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser := (
"Ya" if Vucr > 0.5 ϕ v Vc + Vp )
sebaliknya
"Tidak" otherwise
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser = "Ya"
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser = "Ya"
Vucr
Gaya geser yang ditahan Vs_req := 81 V V
c p
baja tulangan ϕ v
Vs_req = 295.08 kN
Digunakan tulangan geser: Dv := 13 mm
Jumlah kaki nv := 2
1 2 2
Luas tulangan Av := π Dv nv = 265.46 mm
4
Kuat leleh tulangan fyv := 420 MPa
Vs = 572.22 kN
Cek_tegangan_geser :=
:= "Ya"
"Ya" ifif vvu < 0.125 f` =
= "Ya"
Cek_tegangan_geser u < 0.125 f`cg
cg "Ya"
"Tidak sebaliknya
"Tidak "" otherwise
otherwise
Karena, vuvu<<0.125
Karena, 0.125 f' cg
f'cg maka
makasyarat
syaratspasi
spasimaksimum: smax:=:=0.8
maksimum: smax d vd 600
0.8 mm
v 600 mm
d vd ==728.48 mm
v 728.48 mm
0.8
0.8
Cek_spasi_maksimum:=:= 0.8
Cek_spasi_maksimum 0.8 ddvv ifif 0.8
0.8 ddvv 600
600 mm
mm == "600
"600mm
mm""
"600 sebaliknya
"600mm mm"" otherwise
otherwise
Dapat disimpulkan, bahwa tulangan geser yang digunakan D13 -200 mm memenuhi spasi
Dapat disimpulkan, bahwa tulangan geser yang digunakan
D13 -200 mm
maksimum
memenuhi yang
spasi diizinkan.
maksimum yang diizinkan.
82
2.1.4.2 Contoh perencanaan jembatan gelagar beton pratekan tipe I segmental 40,6
m
Desainlah struktur atas jembatan gelagar I pratekan segmental bentang sederhana dengan
panjang bentang 40,6 m. Jembatan ini terdiri dari dua lajur jalan raya dengan tebal perkerasan
aspal 5 cm serta memiliki pembatas pada kedua sisi dengan berat 7,56 kN/m.
1. Data-data perencanaan
1.1 Gelagar beton
Kuat tekan beton awal saat transfer f`cig := 0.8 f`cg = 40MPa
Modulus elastisitas gelagar saat transfer Ecig := 4700 f`cig MPa = 29725.41 MPa
Modulus elastisitas gelagar saat umur Ecg := 4700 f`cg MPa = 33234.02 MPa
28 hari
kN
Berat jenis beton γ c := 25
3
m
83
1.4 Baja tulangan
Tegangan leleh baja tulangan fy := 420 MPa
nonprategang
Modulus elastisitas baja tulangan Es := 200000 MPa
nonprategang
dengan gambar detail potongan melintang gelagar dan dimensi gelagar diperlihatkan pada
gambar berikut ini:
84
Gambar potongan melintang jembatan
85
Data-data penampang dasar gelagar adalah sebagai berikut:
2
Luas penampang gelagar nonkomposit Ag := 749500 mm
4
Momen inersia gelagar nonkomposit Ig := 410870326130 mm
Ig 3
Modulus penampang serat St := = 376254877.41 mm
atas gelagar nonkomposit yt
Rasio modulus elastisitas pelat terhadap gelagar untuk menentukan lebar penampang
transformasi adalah:
Ecg
n := = 1.20
Ecd
sg
Lebar penampang sayap transformasi be := = 1756.99 mm
n
be
250
86
Data-data penampang komposit gelagar adalah sebagai berikut:
Tinggi
Tinggi total
total sistem
sistem dek
dek komposit h := h + t = 2350 mm
komposit cg := hg
hcg g + tss = 2350 mm
2
Luas
Luas penampang
penampang gelagar
gelagar komposit A := 1188310 mm2
komposit Acgcg := 1188310 mm
4
Momen
Momen inersia
inersia gelagar
gelagar komposit IIcg := 823093100396 mm4
komposit cg := 823093100396 mm
Jarak
Jarak sumbu
sumbu netral
netral ke
ke serat
serat terbawah y := 1457 mm
gelagar komposit
terbawah bcg := 1457 mm
ybcg
gelagar komposit
Jarak sumbu netral ke serat teratas ytcg := hg ybcg = 643 mm
Jarak sumbu netral ke serat teratas ytcg := hg ybcg = 643 mm
gelagar komposit
gelagar komposit
Jarak sumbu netral ke serat teratas ytcd := hcg ybcg = 893 mm
Jarak sumbu netral ke serat teratas ytcd := hcg ybcg = 893 mm
pelat dek penampang komposit
pelat dek penampang komposit
Jarak sumbu netral ke serat terbawah
bawah ybcd := hcg ybcg ts = 643 mm
Jarak sumbu netral ke serat terbawah ybcd := hcg ybcg ts = 643 mm
pelat dek penampang
penampang komposit
komposit
pelat dek penampang komposit
Icg
I 3
Modulus penampang atas gelagar Stcg := cg = 1280082582.26 mm3
Stcg := y = 1280082582.26 mm
komposit ytcg
tcg
Icg
3
Modulus penampang bawah gelagar Sbcg := = 564923198.62 mm
komposit ybcg
Icg 3
Modulus penampang atas pelat Stcd := = 921716797.76 mm
komposit ytcd
Icg 3
Modulus penampang bawah Sbcd := = 1280082582.26 mm
pelat komposit ybcd
3. Perhitungan beban
3.1 Perhitungan beban tak terfaktor akibat beban mati struktural dan nonstruktural
Beban mati struktural
Lebar pelat tributari ws := sg = 2100 mm
kN
Berat pelat W s := ws ts γ c = 13.13
m
kN
Berat RC Plate W
Wrcp :=
:= w
w rcp ttrcp γγ c == 2.52
2.52 kN
rcp rcp rcp c m
m
kN
kN
:= A γγ c == 18.74
g := Agg c 18.74 m
Berat gelagar W
Wg
m
2
Luas penampang diafragma tengah Adp := 3036500 mm
Beban D terdiri dari beban terbagi rata (BTR) dan beban garis terpusat (BGT) yang besarnya
diatur dalam Pasal 8.3.1 SNI 1725:2016 tentang pembebanan jembatan. Dalam permodelan
analisis struktur, gelagar ditinjau sebagai elemen garis dengan lebar tributari pelat adalah
sama dengan setengah dari jarak gelagar kiri dan kanan dari gelagar yang ditinjau, dengan
demikian, lebar tributari untuk beban BTR dan BGT adalah 2100 mm.
Beban BTR
Karena panjang bentang jembatan 40,60 m, maka berdasarkan SNI Pembebanan Jembatan
Pasal 8.3.1, besar beban BTR adalah:
L = 40.6 m
Lbb = 40.6 m
0.5 + m15
qBTR := 9 0.5
m kN kN
15 mkN kN = 7.83
kN kN
:= = 7.83
BTR := 9 0.5L+ LLb 2 m22 = 7.832 m22
qqBTR
b m b m m m
kN
Beban merata per meter BTR W BTR := qBTR ws = 16.43 kN
Beban merata per meter BTR W BTR := qBTR ws = 16.43 m
m
Beban BGT
Beban BGT
Beban BGT
Beban BTR merupakan beban merata di sepanjang bentang jembatan, sedangkan beban
BGT adalah beban terpusat yang diletakkan sedemikian rupa sehingga memberikan efek
terbesar. Untuk jembatan bentang sederhana, beban BGT diletakkan di tengah bentang.
Berdasarkan SNI Pembebanan Jembatan Pasal 8.3.1, beban BGT bernilai 49 kN/m. Dengan
demikian beban BGT pada balok adalah sebesar:
kN
Beban terpusat BGT PBGT := 49 w = 102.90 kN
m s
Berdasarkan SNI
Berdasarkan SNI Pembebanan
PembebananJembatan 20162016
Jembatan PasalPasal
8.6, beban
8.6, BGT harus
beban BGTdikalikan
harus
dengan faktor beban dinamis (FBD) sebesar 0.4.
memperhitungkan pengaruh beban dinamis kendaraan sehingga beban BGT diperbesar
dengan suatu faktor beban dinamis (FBD) yang pada kasus ini BGT diperbesar 40% sehingga:
FBD := 0.4
1 2
MBTR := W BTR Lb = 3385.89 kN m
8
1
MBGT := PBGT Lb ( 1 + FBD) = 1462.21 kN m
4
W BTR Lb
VBTR := = 333.58 kN 89
2
PBGT ( 1 + FBD)
VBGT := = 72.03 kN
2
1
1 2
MBTR := W BTR Lb = 3385.89 kN m
8
1
1
MBGT := P L ( 1 + FBD) = 1462.21 kN m
4 BGT b
MLL := MBTR + M BGT = 4848.10 kN m
W BTR Lb
BTR :=
VBTR = 333.58 kN
2
PBGT ( 1 + FBD)
BGT :=
VBGT = 72.03 kN
2
2
LL := VBTR
VLL BTR + VBGT
BGT = 405.62 kN
fbserv :=
(MMS_G + MMS_S + MMS_D + MMS_RCP) yb + (MMA_B + MMA_A )
+ 0.8 MLL ybcg
Ig Icg
Batasan tegangan yang terjadi pada saat beban layan ditentukan pada bab 7, yaitu:
Tegangan izin saat kondisi beban servis ftallowservis := 0.5 f`cg MPa = 3.54 MPa
Dengan demikian, besar tegangan pratekan yang dibutuhkan, f pb, pada bagian bawah
angan pratekan yang dibutuhkan , f pb, pada bagian bawah gelagar
gelagar adalah:
fpb := fbserv ftallowservis = 23.22 MPa
Lokasi pusat gaya prategang diasumsikan sekitar 5-15 persen dari tinggi gelagar yang diukur
dari sisi bawah gelagar. Dan pada kasus ini, dipilih sebesar 10 persen.
fpb Ag Sb
Gaya prategang efektif Pe := = 7054.34 kN
Sb + ec Ag
H
90
Pe Pe ec
fpb = +
A Sb
fpb Ag Sb
Gaya prategang efektif Pe := = 7054.34 kN
Sb + ec Ag
H
Catatan: losses adalah kehilangan gaya prategang dalam persen
Diasumsikan kehilangan prategang sebesar 22% dan tegangan prategang awal adalah
0.75fpu sehingga prategang efektif adalah 53%.
losses := 22%
untuk perhitungan awal, nilai fpi yang digunakan adalah fpi = fpbt , namun setelah jumlah
strand diketahui, gunakan fpi sebenarnya untuk perhitungan selajutnya.
Perlu diperhatikan bahwa penentuan jumlah strand awal bisa berbeda dengan jumlah strand
akhir yang digunakan. Misalnya pada contoh ini, jumlah strand awal yang diperlukan adalah
64, namun pada kondisi akhir digunakan 73 strand. Hal ini disebabkan oleh penentuan strand
awal pada contoh ini ditentukan berdasarkan kondisi di tengah bentang. Namun, pada
jembatan gelagar pratekan segmental, sering kali perencanaan ditentukan oleh kondisi di
sambungan di mana di sambungan gelagar tidak boleh terjadi tegangan tarik sehingga jumlah
strand akhir lebih banyak dari estimasi awal.
2
Luas baja prategang yang digunakan Aps := nstrand Astrand = 7205.83 mm
4.2 Posisi tendon
91
4.2.1 Posisi tendon tengah bentang
Eksentrisitas
Eksentrisitas tengah
tengah tendon
tendon 1
1 di
di tengah
tengah := :=
ec1
ec1 yb yb c1 c=1 783
= 783 mm
mm
bentang
bentang
Eksentrisitas tengah tendon 2 di tengah ec2 := yb c2 = 908 mm
bentang
ec3 := yb c3 = 908 mm
Eksentrisitas tengah tendon 3 di tengah
bentang
Eksentrisitas ec4 := yb c4 = 908 mm
Eksentrisitas tengah
tengah tendon
tendon 4
4 di
di tengah
tengah
bentang
bentang
2
Aps1 := 16 Astrand = 1579.36 mm2
Luas tendon 1 Aps1 := 16 Astrand = 1579.36 mm
2
Luas tendon 2 Aps2 := 19 Astrand = 1875.49 mm
2
Luas tendon 3 Aps3 := 19 Astrand = 1875.49 mm
2
Aps4 := 19 Astrand = 1875.49 mm
Luas tendon 4
h
Luas total tendon:
2
Aps_tot := Aps1 + Aps2 + Aps3 + Aps4 = 7205.83 mm
mpuan
v
ndon 1 ke serat ce1 := 1200 mm
an
92
4.2.2 Posisi tendon tumpuan
Jarak pusat penampang tendon 1 ke serat ce1 := 1200 mm
terbawah gelagar di tumpuan
Jarak pusat penampang tendon 2 ke serat ce2 := 900 mm
terbawah gelagar di tumpuan
Jarak pusat penampang tendon 3 ke serat ce3 := 600 mm
terbawah gelagar di tumpuan
Tanda (-) pada eksentrisitas tendon rata-rata di tumpuan menunjukkan bahwa eksentrisitas
tendon berada di atas titik berat penampang di tumpuan.
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke sisi terbawah gelagar di tumpuan:
Aps1 ce1 + Aps2 ce2 + Aps3 ce3 + Aps4 ce4
yend := = 731.51 mm
Aps1 + Aps2 + Aps3 + Aps4
93
4.3.1.1 Datagelagar saat transfer
4.3.1.1 Data
4.3.1.1 Datagelagar
gelagarsaat
saattransfer
transfer
Eps
E
Rasio modulus elastisitas baja prategang ni := ps = 6.63
Rasio modulus elastisitas baja prategang ni := E = 6.63
terhadap modulus elastisitas beton gelagar Ecig
terhadap modulus elastisitas beton gelagar cig
saat transfer
saat transfer
Momen inersia
Momen inersia penampang
penampang gelagar
gelagar 4
IIti := 440700845168.33mm4
transformasi saat transfer
transformasi saat transfer ti := 440616239969.26mm
Eksentrisitas tendon
Eksentrisitas tendon rata-rata
rata-rata pada
pada etiti :=
e 835.40 mm
:= 835.40 mm
penampang gelagar nonkomposit
penampang gelagar nonkomposit
transformasi di
transformasi tengah bentang
di tengah bentang saat
saat
transfer
transfer
4.3.1.2 Data gelagar saat final k
4.3.1.2 Datagelagar
gelagarsaat
saatfinal
final
Rasio modulus elastisitas baja prategang Eps
nf := = 5.93
terhadap modulus elastisitas beton gelagar Ecg
nonkomposit saat final
94
Data penampang girder nonkomposit saat final
Penampang Luas, A i (mm2) y i(mm) Ai(y i)(mm3) Ycg (mm) A(y i-y cg)2 Io
Gelagar 749500 1008 755496000 968.17 1189133701 410870326130
Strands* 35507.89 127.40 4523705.19 968.17 25100216000 0
Total 785007.89 760019705.19 26289349701 410870326130
Catatan: Strand ditransformasi menggunakan (n f-1)
Tinggi gelagar (hg) 2100 mm
nf = Eps /Ec 5.93
y btf = Ycg 968.17 mm
y ttf = hg-y btf 1131.83 mm
2 4
Itf =SIo+SA(y i-y cg) 437159675831.24 mm
3
Sbtf = Itf /y btf 451532759.4 mm
3
Sttf = Itf /y ttf 386240862.2 mm
etf =Ycg-y mid 840.77 mm
95
Data penampang komposit transformasi saat final
Penampang Luas, A i (mm2) y i(mm) Ai(y i)(mm3) Ycg (mm) A(y i-y cg)2 Io
Gelagar 749500 1008 755496000 1419.10 126670205616.34 4.1087E+11
Strands* 35507.89 127.40 4523705.19 1419.10 59244862299 0
Pelat** 439247.50 2225 977325687.5 1419.10 285277544539.99 2287747396
Total 1224255.39 1737345393 471192612455.77 4.13158E+11
Catatan: *Strand ditransformasi menggunakan (n t-1)
** Pelat ditransformasi menggunakan nc = 1.20
Tinggi gelagar (hg) 2100 mm
Tinggi gelagar komposit (hcg) 2350 mm
nt = Eps /Ec 5.93
y bct = Ycg 1419.10 mm
y tct = hcg-y bct 930.90 mm
y tgt = hg-y bct 680.90 mm
2 4
Ict =SIo+SA(y i-y cg) 884350685981.60 mm
3
Sbct = Ict /y bct 623175505.9 mm
3
Stgt = Ict /y tgt 1298803837 mm
ect =Ybct -y mid 1291.70 mm
2
Luas penampang transformasi Acgtf := 1224255.39 mm
gelagar komposit saat final
Jarak sumbu netral ke serat teratas
ytct := 930.90 mm
penampang gelagar komposit
transformasisaat final
4
Momen inersia penampang gelagar Ict := 884350685981.60 mm
komposit transformasi saat final
Eksentrisitas tendon
rata-rata pada ect := 1291.70 mm
penampang gelagar komposit transformasi
di tengah bentang saat final
2ep
α=
Lp
j
dimana fpi adalah prategang saat jacking, K adalah koefisien gesek wobble dan μ adalah
koefisien gesek kelengkungan, x adalah panjang tendon yang diukur dari ujung jacking ke titik
yang ditinjau, α adalah penjumlahan dari nilai absolut perubahan sudut pada jalur baja
prategang dari jacking hingga ujung jacking. Perhitungan kehilangan prategang akibat
gesekan pada tendon dilakukan berdasarkan nilai rata-rata pada geometri.
Grafik kehilangan prategang di sepanjang penampang akibat gesek diperlihatkan pada grafik
di bawah ini:
TEGANGAN DI TENDON
Tegangan di Pusat Tendon (MPa)
1400
1390
1380
1370 y = -0.0019x + 1394.8
1360
1350
1340
1330
1320
1310
0 10150 20300 30450 40600
Titik yang ditinjau (mm)
Tegangan di tendon setelah kehilangan prategang akibat friksi
terjadi
Dari grafik di atas terlihat bahwa pada tengah bentang 20300 mm, grafik kehilangan rata-rata
akibat friksi berada pada angka 1356.11 MPa, dengan demikian kehilangan prategang di
tengah bentang adalah:
Δ fpF := 38.89 MPa
x
f = 1 x
pA = Δ ff 1 Lx
Δ fpA
Δ fpA = Δ f 1 LpA
pA
LpA
E ( Δ L) LpF
LpA = E ( Δ L) LpF
LpA = Δ fpF
Δ fpF
2Δ fpF LpF
Δ f = 2Δ fpF LpF
Δf = LpF
LpF
Jika diplotkan dalam grafik, maka model kehilangan prategang akibat anchorage set dan friksi
adalah sebagai berikut:
97
f pj
?∆ff x ? ∆f
f pF
pF
LpA
LpF
f pA
Nilai kehilangan prategang akibat anchorage set dihitung dan dirangkum pada tabel dan
Nilai kehilangan prategang akibat
anchorage setdihitung dan dirangkum pada tabel dan gambar di
gambar di bawah ini:
bawah ini:
Es = 200000 MPa
Modulus elastisitas angkur
98
Model grafik kehilangan prategang akibat friksi dan pergeseran angkur diperoleh dengan
memplotkan nilai rata-rata f pF dan selisih rata-rata f pF dan f pA sebagai berikut:
TEGANGAN DI TENDON
1420
Tegangan di Pusat Tendon (MPa)
1400
1380
1360
y = -0.0019x + 1394.8
1340
1320
1300
y = 0.0019x + 1275
1280
1260
0 10150 20300 30450 40600
Titik yang ditinjau (mm)
Dari grafik di atas terlihat bahwa grafik kehilangan prategang akibat anchorage set memotong
grafik kehilangan prategang akibat friksi di titik sejauh 31.76 m dari ujung gelagar, sehingga
pada kasus ini, kehilangan akibat anchorage set di tengah bentang adalah 43.28 MPa.
2
Pi Pi emid MMS_G emid
Tegangan di beton pada level baja fcgp := + = 22.20 MPa
Ag Ig Ig
Nps 1 Eps
Kehilangan prategang Δ fpES := f = 55.18 MPa
2 Nps Ecig cgp
99
4.3.3 Kehilangan saat transfer hingga pengecoran pelat
Vg
Rasio volume terhadap luas permukaan rVS := = 118.35 mm
Asurfg
Faktor pengaruh rasio volume terhadap luas permukaan komponen yang ditinjau ( ks 1):
me terhadap V
k s := 1.45 mm 0.0051
g
yang ditinjau
A
surfg
ks = 1
ks = 1
Hr := 85%
Kelembaban relatif Hr := 85%
35 MPa
Faktor pengaruh kuat tekan beton kf := = 0.74
7 MPa + f`cig
Perpanjangan waktu antara transfer tdi := td ti = 113
dan pengecoran pelat
Sehingga faktor perpanjangan waktu antara pengecoran pelat dan transfer adalah:
tdi
Sehingga faktor perpanjangan waktu ktddi := = 0.75
antara pengecoran pelat dan f`cig
+ tdi
transfer
t 61 0.58
= 0.75
k :=
tddi
di MPa
f`cig
61 0.58 +t
MPa di
100
3
Regangan susut gelagar antara waktu ε bid := ks khs kf ktddi 0.48 10
transfer dan pengecoran pelat
ε bid = 0.000533
Dengan demikian, kehilangan prategang Δ fpSR := ε bid Eps Kid = 78.19 MPa
akibat susut pada gelagar
4.3.3.2 Kehilangan prategang akibat rangkak pada gelagar
4.3.3.2 Kehilangan prategang akibat rangkak pada gelagar
Kehilangan prategang akibat rangkak pada rentang waktu antara transfer dan pengecoran
pelat ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
Ep
f pCR f K
Eci cgp tdti id
k
Nilai fcgp ditentukan berdasarkan gaya prategang setelah transfer dan pengaruh momen
akibat berat sendiri gelagar dengan properti penampang gelagar yang digunakan adalah
properti penampang gelagar nonkomposit saat transfer yang ditransformasi.
Kehilangan tendon akibat relaksasi Δ fpR1 := 8 MPa
tendon rentang waktu transfer hingga
pengecoran pelat
Tegangan saat
Tegangan
strand
saat setelah
setelah transfer
transferpada
pada strand: (
fpi2 := fpbt Δ fpES + Δ fpF + Δ fpR1 = 1292.93 MPa )
Gaya prategang
Tegangan saat setelah
fpi2
saat setelah transfer (
:= fpbttransfer
pada
Δ fpES + ΔPfi.pF:=+fpi2 )
Aps = 9316.66
Δ fpR1 1292.93 kN
MPa
strand
Gaya prategang saat := fpi2transfer
Pi.setelah Aps = 9316.658 Pi. kN
:= fpi2 Aps = 9316.66 kN
101
Tegangan di beton pada level tendon saat setelah transfer:
-P P e M e
i i ti MS_G ti
f := - + = 19.23MPa
cgpi A I I
gti ti ti
Koefisien rangkak gelagar saat waktu transfer dan penempatan pelat karena pembebanan
saat transfer:
0.118
ψtdti := 1.9 ks khc kf ktddi ti = 1.31
Berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Pasal 5.9.3.4.2c mengizinkan penggunaan nilai ΔfpR1
sebesar 8 MPa untuk low relaxation strand.
Δ fpR1 = 8 MPa
4.3.4
4.3.4 Kehilangan
Kehilangan saatsaat pengecoran
pengecoran pelat hingga
dek hingga final final
4.3.4.1 Kehilangan prategang akibat susut pada gelagar
Perpanjangan waktu antara pengecoran tfd := tf td = 25430
pelat hingga final
Sehingga faktor perpanjangan waktu antara final dan pengecoran pelat adalah:
tfd
Sehingga faktor perpanjangan waktu k tfd
tdfd := = 1.00
antara final dan pengecoran :=
pelat
ktdfd = 1.00
f`cig
adalah: MPa + tfd
f`cig61 0.58
61 0.58 + t fd
MPa
3
Regangan susut gelagar antara waktu ε bif := ks khs kf ktdfd 0.48 10 = 0.00071
final dan transfer adalah
102
Dengan demikian, kehilangan Δ fpSD := ε bdf Eps Kdf = 26.49 MPa
prategang akibat susut pada
gelagar adalah:
4.3.4.2
4.3.4.2 Kehilangan prategangAkibat
Kehilangan Prategang akibat Rangkak
rangkak pada
padaGelagar
gelagar
Koefisien rangkak gelagar waktu 0.118
antara pengecoran pelat dan final ψtftd := 1.9 ks khc kf ktdfd td = 1.25
Perubahan tegangan pada beton antara transfer dan pengecoran pelat karena kehilangan
prategang,
i pengecoran pelat, dan beban mati tambahan.
Momen akibat berat pelat lantai, RC plate dan diafragma yang bekerja pada gelagar
nonkomposit transformasi final:
c
A.ps
2
A.g e.mid M.S e.tf M.A e.ct
(
Δ f.cd := Δ f.pSR + Δ f.pCR + Δ f.pR1 ) 1 +
A.g + = 13.14 MPa
I.g I.tf I.ct
103
Faktor kelembaban untuk susut khsd := 2 0.014 Hr = 1.99
35 MPa
Faktor pengaruh kuat tekan beton kfd := = 0.95
7 MPa + f'cid
Sehingga pelat dd
t
Sehingga faktor perpanjanganwaktu
faktor perpanjangan waktu antarak pengecoran
tddf := dan final yaitu:
=1
antara pengecoran pelat dan final f'cid
61 0.58 MPa + tdd
t
dd
:= =1
tddf
k
61 0.58 f`cid + t
MPa dd
3
Regangan susut pelat antara ε ddf := ksd khsd kfd ktddf 0.48 10 = 0.0009
pengecoran pelat dan final
0.118
Koefisien rangkak pelat saat waktu ψtftdd := 1.9 ksd khc kfd ktddf ti = 2.22
final karena pembebanan saat awal
pembebanan
Eksentrisitas pelat terhadap titik ts
berat penampang komposit ed := ytcg + = 768 mm
2
Rangkak pada pelat beton
ε ddf Ad Ecd 1 ecg ed
Rangkak pada
pelat
A E 1 ecg e Δ fcfd :=
f
beton := ddf d cd + 0.7 ψtftdd Acg
d = 2.058 1 MPa Icg
cfd 1 + 0.7 A Icg
tftdd cg
Tanda (-) pada rangkak gelagar f cfd menandakan bahwa adanya prategang tambahan.
( )
Eps
f := f K 1 + 0.7 = 23.63MPa
pSS E cfd df tftdd
cg
Total kehilangan prategang Δ fpT := Δ fpA + Δ fpF + Δ fpES + Δ fpLT = 327.08 MPa
Resume kehilangan
Resume kehilangan prategang
prategangdiditengah
tengahbentang
bentanggelagar adalah
gelagar sebagai
adalah berikut:
sebagai berikut:
104
Kehilangan % Kehilangan % UTS
Kondisi
Prategang (MPa) Prategang Prategang Efektif
Jangka pendek DpST 137.35 7.38% 67.62%
Jangka panjang DpLT 189.73 10.20% 57.42%
b) Perhitungan
b) Perhitungangaya
gayaprategang
prategang final
final efektif
efektif
Periksa_Batas_Maksimum_Prategang_Efektif :=
Periksa_Batas_Maksimum_Prategang_Efektif := "Oke" pe Maxf
"Oke" ifif ffpe pe =="Oke"
Maxfpe "Oke"
"Tidak
"Tidak Oke" otherwise
Oke" sebaliknya
otherwise
c) c)
Perhitungan gaya
Perhitungan prategang
gaya efektif
prategang efektif
5.
5.Pemeriksaan tegangan
Pemeriksaan tegangan
5.1 Tegangan izin
Pemeriksaan tegangan dilakukan pada pengaruh beban maksimum dan pada posisi
eksentrisitas tendon maksimum.
f
5.2 Tegangan Penampang Pada Saat Transfer
105
5.2 Tegangan penampang pada saat transfer
Kondisi transfer adalah kondisi awal pemberian gaya prategang awal pada penampang. Pada
kondisi ini gaya prategang yang bekerja maksimum sedangkan beban yang bekerja minimum
(hanya berat sendiri gelagar).
Tegangan
Tegangan pada
pada serat
serat atas
atas penampang:
penampang:
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Transfer :=
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Transfer := "Oke"
"Oke" ifif ffb_i σc
ci i == "Oke"
"Oke"
b_i
"Tidak Oke" otherwise
"Tidak Oke" sebaliknya
otherwise
106
Gambar resume tegangan pada saat transfer
Pada masa konstruksi beban yang bekerja pada gelagar berupa beban pelaksanaan seperti
beban pengecoran pelat lantai, barrier, dan diafragma. Pada kondisi ini belum terjadi aksi
komposit antara gelagar dan pelat lantai jembatan, sehingga semua beban yang bekerja
dipikul oleh gelagar.
ft_kons :=
Ptransfer
+
(
Ptransfer emid
+
) ( )
MMS_S + MMS_G + MMS_D + MMS_RCP
( )
Ag St St
fb_kons :=
Ptransfer
+
Ptransfer emid (
+
) ( ) (
MMS_S + MMS_G + MMS_D + MMS_RCP ) ( )
Ag Sb Sb
107
Gambar resume tegangan pada saat konstruksi
5.4 Tegangan penampang kondisi layan
Pada kondisi layan semua beban rencana sudah bekerja, pada kondisi ini sudah terbentuk
aksi komposit antara gelagar dengan pelat lantai. Sehingga beban yang bekerja maksimum
sedangkan gaya prategang yang bekerja minimum (sudah terjadi kehilangan prategang
jangka panjang). Pemeriksaan tegangan dilakukan terhadap Kombinasi Layan I untuk
pengecekan tegangan tekan dan Kombinasi Layan III untuk pengecekan tegangan tarik.
Kehilangan prategang pada saat layan
108
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan := "Oke" if fb_serv_III_bot t serv = "Oke"
f.t_s :=
(M.MA_B M.MA_A) M.LL = 5.40 MPa
S.tcd n
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Layan_I := "Oke" if f.t_s σc.serv_s = "Oke"
f.b_s :=
(M.MA_B M.MA_A) M.LL = 3.89 MPa
S.bcd n
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan_I := "Oke" if f.b_s σc.serv_s = "Oke"
Pada perencanaan jembatan beton pratekan segmental, salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi adalah bahwa tidak boleh terjadi tegangan tarik di sekitar sambungan antar gelagar.
Pada kasus ini, sambungan antar gelagar yang diperiksa terletak di titik 5,30 m, 11,30 m,
109
17,30 m, 23,30 m, 29,30 m dan 35,30 m dari ujung gelagar kiri. Nilai momen akibat beban
yang bekerja pada gelagar pada titik-titik yang ditinjau adalah sebagai berikut:
Gaya prategang efektif yang digunakan ditentukan berdasarkan perhitungan yang dilakukan
pada sub 4.3.2 dengan kehilangan prategang ditentukan berdasarkan posisi sambungan.
Perhitungan kehilangan prategang pada titik-titik sambungan yang ditinjau adalah sebagai
berikut:
Dari tabel di atas terlihat bahwa tegangan di sisi bawah gelagar (bottom) memiliki tanda
negatif sehingga tidak ada gaya tarik yang bekerja di sambungan. Dengan demikian,
persyaratan batas tegangan di sambungan terpenuhi.
110
6. Kapasitas lentur penampang
Tahanan lentur dihitung pada kondisi momen maksimum, momen maksimum terjadi pada
tengah bentang. Data-data yang diperlukan untuk menghitung kapasitas lentur penampang
adalah sebagai berikut:
Tebal pelat ts = 250 mm
Tinggi efektif penampang dp := hcg ymid = 2222.60 mm
b := sg = 2100 mm
Lebar sayap tekan
Kuat tekan beton gelagar f`cg = 50 MPa
2
Luas strand
Luas strand Aps_tot == 7205.83
A 7205.83mm
mm2
ps_tot
Tegangan putus tendon fpu = 1860 MPa
Dalam perhitungan kekuatan lentur nominal penampang, hal yang dilakukan adalah
memastikan apakah penampang berperilaku sebagai penampang persegi atau sebagai
gelagar T. Untuk penampang segi empat, letak sumbu netral penampang adalah:
Aps fpu
c=
fpu
0.85 fc_aksen β 1 b + k Aps
dp
Aps_tot fpu A f
c := c := = ps_tot
172.83pu mm = 172.83 mm
fpu fpu
α 1 f`c β 1 b + k Aps_tot
α 1d
f`c β 1 b + k Aps_tot
p dp
Tinggi blok tekan ekivalen adalah:
Tinggi := β 1 c =
blok tekana ekivalen 146.90 mm
adalah: a := β 1 c = 146.90 mm
111
Karena tinggi blok tegangan tekan (a) lebih kecil dari tebal pelat sayap t s = 250 mm, maka
blok tegangan tekan terletak di sayap sehingga gelagar berperilaku sebagai penampang
persegi. Perhitungan kapasitas lentur penampang adalah sebagai berikut:
c
Tegangan rata-rata tendon prategang fps := fpu 1 k = 1819.50 MPa
dp
Kapasitas lentur nominal pada tengah penampang yaitu:
a
Mn := Aps fps dp = 28177.60 MPa
2
( ) ( ) (
Mu := 1.2 MMS_G + MMS_D + 1.3 MMS_S + MMS_RCP + 2 MMA_B + MMA_A + 1.8 MLL )
Mu = 20025.61 kN m
Karena nilai Mr lebih besar dari Mu, maka penampang mampu memikul beban yang bekerja.
6.2. Pemeriksaan tulangan minimum
Jumlah tendon yang digunakan harus memenuhi persyaratan tendon, nilai Mr harus lebih
besar dari nilai terkecil 2 ketentuan berikut:
112
Pe Pe emid
fcpe := + = 24.65 MPa
Ag Sb
Mr = 25359.84 kN m
Mr = 25359.84 kN m
SSbcg
Mcr := γ 3 γ 1 fr + γ 2 fcpe Sbcg Mdnc bcg S.bcg
M
Mcr (( (
.cr:=:=γγ3.3
γ 1γ.1
fr +f.rγ + )) )
2 γfcpe Sbcg
.2 f.cpe S.bcg M
Mdnc .dnc
Sb S.b
1 = 16522.55
Sb 1 = 16522.55
kN m
1 = 16522.55
kN m kN m
1.2 Mcr = 19827.055 kN m
Persyaratan_Tulangan_Minimum:=:=min
Persyaratan_Tulangan_Minimum min 1.33M ((
1.33Muu1.2
1.2 M ))
Mcrcr ==19827.06
19827.06 kN
kN m
m
Kapasitas geser penampang dianalisis pada lokasi geser maksimum. Geser maksimum
terjadi pada daerah dekat tumpuan.
c C
bv
sumbu
de dv
h netral
Aps
As T
ymid = 127.40 mm
Titik berat tendon di
tengah bentang
Lb
Panjang setengah bentang Lmid := = 20.3 m
2
Vp = 228.90 kN
Momen
Momen kombinasi I di muka
ultimit di muka geser geser kritisboleh
kritis tidak tidak boleh kurang dari:
kurang dari:
M.ucr > V.ucr V.p d.v Mucr > Vucr Vp dv
ε s. = 0.004
ε s := 0 if ε s. 0 =0
ε s. otherwise
sebaliknya
4.8
Faktor β (diasumsikan β := 114= 4.8
meggunakan tulangan 1 + 750ε s
minimum)
Sudut tegangan utama θ := 29 + 3500 ε s = 29
4.8
Faktor β (diasumsikan β := = 4.8
meggunakan tulangan 1 + 750ε s
minimum)
Sudut tegangan utama θ := 29 + 3500 ε s = 29
Vc = 1169.497 kN
Vc = 1169.497 kN
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser :=
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser := ( ( ) )
"Ya" if Vucr > 0.5 ϕ v Vc + Vp
"Ya" if Vucr > 0.5 Vc + Vp
sebaliknya
"Tidak" otherwise
sebaliknya
"Tidak" otherwise
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser =V"Ya"
ucr
Gaya geser yang ditahan Vs_req := Vc Vp
baja tulangan ϕv
Vs_req = 834.15 kN
Jumlah kaki nv := 2
1 2 2
Luas tulangan Av := π Dv nv = 265.465 mm
4
Coba jarak antar Sv := 200 mm
tulangan geser
Av fy dv cot ( θ)
Vs := AvA fvyv dv d (vcot
fyv ( cot
( θ()θ) ) )
Kekuatan geser tulangan
Kekuatan geser
Kekuatan tulangan
geser tulangan VsV:=
s := S
SvvSv
= 1304.36
VsV=s 1304.36
1304.36 kN
kN
kN
115
VVucr ϕ V
.ucr vϕ .vp V.p
Tegangan geser di beton vu :=:= = 4.83 MPa
= 4.83 MPa
.u ϕϕv bvb dv d
.v .v .v
0.125 f`cg = 6.25 MPa
Cek_tegangan_geser :=
Cek_tegangan_geser := "Ya"
"Ya" ifif vvu < 0.125 f`
u < 0.125 f`cg
cg
=
= "Ya"
"Ya"
"Tidak
"Tidak "" otherwise
sebaliknya
otherwise
Karena, vu < 0.125 f'cg maka syarat spasi maksimum: smax := 0.8 dv 600 mm
f
0.8 dv = 1660.56 mm
sebaliknya
"600 mm " otherwise
Dapat disimpulkan, bahwa tulangan geser yang digunakan D13 -200 mm memenuhi spasi
Dapat disimpulkan,
maksimum bahwa tulangan geser yang digunakan
yang diizinkan. D13 -200 mm
memenuhi spasi maksimum yang diizinkan.
116
2.1.4.3 Contoh perencanaan jembatan gelagar beton pratekan tipe Tee segmental
60,8 m
Rencanakanlah struktur atas jembatan beton pratekan bentang sederhana dengan panjang
bentang 60.8 m. Jembatan ini terdiri dari dua lajur jalan raya dengan tebal perkerasan aspal
5 cm serta memiliki pembatas pada kedua sisi dengan berat 7.56 kN/m.
1. Data-data
1. Data-data perencanaan
perencanaan
1.1 Gelagar
1.1 Gelagar beton
beton
KuatKuat tekan
tekan beton
beton umurumur 28 hari
28 hari :=cg60:= MPa
f`cg f` 60 MPa
KuatKuat tekan
tekan beton
beton awalawal
saatsaat transfer
transfer := f`0.8
f`cigf`:=cig0.8 cg f`=cg
48= MPa
48 MPa
Modulus
Modulus elastisitas
elastisitas gelagar
gelagar saat saat
transfer := 4700
transfer EcigE:=cig4700 f`
f`cig cig MPa
MPa = 32562.56
= 32562.56 MPa MPa
Modulus
Modulus elastisitas
elastisitas gelagar
gelagar saat saat
umurumur Ecg E := 4700
:=cg4700 f`MPa
f`cg cg MPa = 36406.04
= 36406.04 MPa MPa
28 hari
28 hari
Berat jenis beton kN
Berat
Berat jenisjenis
betonbeton γ c :=kN25kN
:= 25
γ c :=γ c25 3
3 m3
m m
1.2 Dek beton
1.2 Pelat beton
Kuat tekan beton dek umur 28 hari f` := 35 MPa
Kuat tekan beton pelat umur 28 hari f`cd := cd
35 MPa
Kuat tekan beton dek saat pertama f' := 30 MPa
Kuat tekan beton pelat saat pertama f'cid :=cid
30 MPa
kali dibebani
kali dibebani
Modulus elastisitas dek saat umur 28 hari
Modulus elastisitas pelat saat umur 28 hari Ecd :=Ecd := 4700 f`cd MPa = 27805.57 MPa
4700 f`cd MPa = 27805.57 MPa
Modulus
Modulus elastisitas
elastisitas pelat dek
saatsaat transfer
transfer Ecid
Ecid := := 4700
4700 MPa
f'cid f'cid MPa = 25742.96
= 25742.96 MPa MPa
1.3 Baja
1.3prategang
Baja prategang
Diameter strand
Diameter strand Dps :=
Dps mm mm
:= 15.24
15.24
2 2
Luas penampang strand
Luas penampangstrand Astrand := 140
Astrand := mm
140 mm
Modulus elastisitas
Modulus baja prategang
elastisitas baja prategang Eps :=Eps
197000 MPa MPa
:= 197000
Tegangan di bajadiprategang
Tegangan baja prategang fpbt :=fpbt := f0.75
0.75 pu = fpu = 1395
1395 MPa MPa
sebelum transfer
sebelum transfer
1.4
1.4Baja
Bajatulangan
tulangan
Tegangan
Teganganleleh
lelehbaja
bajatulangan
tulangannonprategang
nonprategang ffyy:= 420MPa
:= 420 MPa
Modulus
Moduluselastisitas
elastisitasbaja
bajatulangan
tulangannonprategang
nonprategang EEss:= 200000MPa
:= 200000 MPa
117
2. Penentuan dimensi awal gelagar dan penampang melintang jembatan
2.1 Perkiraan tinggi total sistem dek dan potongan melintang jembatan
Perkiraan tinggi total sistem dek mengacu kepada tabel pada Volume 2. Berdasarkan tabel
tersebut, tinggi awal sistem dek untuk jembatan gelagar Tee pratekan bentang sederhana
adalah 0,045L, dimana L adalah panjang bentang jembatan, dengan demikian:
Penentuan tebal pelat, spasi antar gelagar dan jumlah gelagar yang digunakan mengacu
kepada Tabel 3.6.2.2.2b-1 pada Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3 (2017).
Karena jembatan ini tergolong kepada tipe k (Lihat Tabel 3.6.2.2.1-1), sehingga:
Penentuan spasi antar gelagar yang disyaratkan adalah tidak boleh kurang dari 1100 mm
dan tidak boleh lebih besar dari 4900 mm, sehingga pada kasus ini, spasi gelagar yang
digunakan adalah 2500 mm.
Tebal pelat yang digunakan tidak boleh kurang dari 110 mm dan tidak boleh besar dari
300 mm, dan pada kasus ini, tebal pelat yang digunakan adalah 150 mm.
Panjang pelat kantilever pada sisi luar gelagar eksterior ditentukan berdasarkan Tabel
3.6.2.2.2d-1 yaitu 300 de 1700 sehingga digunakan 1200 mm.
Sehingga, dari persyaratan-persyaratan di atas, maka ditentukan dimensi awal gelagar dan
dimensi potongan melintang jembatan sebagai berikut:
Gelagar Tee pratekan yang digunakan Gelagar Tee pratekan 2200 mm
Spasi antar gelagar sg := 2500 mm
Dengan gambar detail potongan melintang gelagar dan dimensi gelagar diperlihatkan pada
gambar berikut ini:
118
Gambar dimensi gelagar pratekan Tee
119
Ecg
n := = 1.31
Ecd
sg
Lebar penampang sayap transformasi be := = 1909.41 mm
n
2
Luas penampang gelagar komposit Acg := 1636000 mm 2
4
Momen inersia gelagar komposit Icg := 1259000000000 mm 4
Icg 3
Modulus penampang bawah gelagar Sbcg := = 925191064.08 mm
komposit ybcg
Icg 3
Modulus penampang
penampang atas
atas pelat
dek Stcd := = 1272745653.05 mm 3
komposit ytcd
Icg
3
Modulus penampang
penampang bawah
bawah pelat
dek Sbcd := = 1500238322.21 mm 3
komposit ybcd
120
3. Perhitungan beban dan gaya dalam
3.1 Perhitungan beban tak terfaktor akibat beban mati struktural dan nonstruktural
Beban mati struktural
kN
Berat pelat W s := ws ts γ c = 9.38
m
kN
Berat gelagar W g := Ag γ c = 32.84
m
2
Luas penampang diafragma tengah Adp := 4050000 mm
kN
Berat aspal W a := ws ta γ a = 2.75
m
kN
Beban barrier W b := 7.56
m
Jumlah barrier nb := 2
nb kN
Berat barrier W br := W b = 3.78
ng m
Jumlah trotoar ntr := 2
2
Luas trotoar Atr := 438800 mm
ntr kN
Beban trotoar W tr := γ c Atr = 5.49
ng m
121
Momen maksimum akibat MS dan MA adalah:
1 2
Momen akibat berat pelat MMS_S := W s Lb = 4332 kN m
8
1 2
Momen akibat berat gelagar MMS_G := W g Lb = 15174.71 kN m
8
1 2
Momen akibat berat diafragma MMS_D := W dp Lb = 153.9 kN m
8
1 2
Momen akibat berat barrier MMA_B := W br Lb = 1746.66 kN m
8
1 2
Momen akibat berat aspal MMA_A := W a Lb = 1270.72 kN m
8
1 2
Momen akibat berat trotoar MMA_T := W tr Lb = 2534.51 kN m
8
Gaya geser maksimum akibat MS dan MA adalah:
1
Gaya geser maksimum akibat pelat VMS_S := W s Lb = 285 kN
2
1
Gaya geser maksimum akibat gelagar VMS_G := W g Lb = 998.34 kN
2
1
Gaya geser maksimum akibat diafragma VMS_D := W dp Lb = 10.125 kN
2
1
Gaya geser maksimum akibat barrier VMA_B := W br Lb = 114.91 kN
2
1
Gaya geser maksimum akibat aspal VMA_A := 1 W a Lb = 83.60 kN
VMA_A := 2 W a Lb = 83.60 kN
2
1
Gaya geser maksimum akibat berat VMA_T := W tr Lb = 166.74 kN
trotoar 2
122
3.2 Perhitungan beban tak terfaktor akibat beban hidup kendaraan
Beban D terdiri dari beban terbagi rata (BTR) dan beban garis terpusat (BGT) yang besarnya
diatur dalam Pasal 8.3.1 SNI Pembebanan Jembatan 2016. Dalam permodelan analisis
struktur, gelagar ditinjau sebagai elemen garis dengan lebar tributari pelat adalah sama
dengan setengah dari jarak gelagar kiri dan kanan dari gelagar yang ditinjau, dengan
demikian, lebar tributari untuk beban BTR dan BGT adalah 2500 mm.
Beban BTR
Karena panjang bentang jembatan 60.8 m, maka berdasarkan S besar beban BTR adalah:
kN
Beban merata per meter BTR W BTR := qBTR ws = 16.8 kN
Beban merata per meter BTR W BTR := qBTR ws = 16.8 m
m
Beban BGT
Beban BTR merupakan beban merata di sepanjang bentang jembatan, sedangkan beban
BGT adalah beban terpusat yang diletakkan sedemikian rupa sehingga memberikan efek
terbesar. Untuk jembatan bentang sederhana, beban BGT diletakkan di tengah bentang.
Berdasarkan SNI Pembebanan Jembatan Pasal 8.3.1, beban BGT bernilai 49 kN/m. Dengan
demikian beban BGT pada gelagar adalah sebesar:
kN
Beban terpusat BGT PBGT := 49 w = 122.50 kN
m s
Berdasarkan SNI
Berdasarkan SNI Pembebanan
Pembebanan Jembatan
Jembatan2016
2016Pasal
Pasal8.6, beban
8.6, BGT
beban BGTharus
harus dikalikan dengan
dikalikan dengan faktor beban dinamis (FBD) sebesar 1.375.
faktor beban dinamis (FBD) sebesar 0.375.
FBD := 0.375
1 2
MBTR := W BTR Lb = 7763.40 kN m
8
1
MBGT := P L ( 1 + FBD) = 2560.25 kN m
4 BGT b
123
4. Penentuan jumlah tendon
4.1 Perkiraan gaya prategang dan luas tendon yang diperlukan
Jumlah strand prategang yang diperlukan biasanya ditentukan berdasarkan tegangan tarik
pada serat bawah gelagar akibat kombinasi pembebanan Layan III dimana besarnya
tegangan tarik pada sisi bawah tersebut akibat kombinasi beban layan III adalah:
fbserv :=
( MMS_G + MMS_S + MMS_D) yb + ( MMA_B + MMA_A + MMA_T + 0.8 MLL) ybcg
Ig Icg
Batasan tegangan yang terjadi pada saat beban layan ditentukan pada Bab 7.2.8.2.2, yaitu:
Tegangan izin saat kondisi beban servis ftallowservis := 0.5 f`cg MPa = 3.87 MPa
Dengan demikian, besar tegangan pratekan yang dibutuhkan , f pb, pada bagian bawah
Dengan demikian, besar tegangan pratekan yang dibutuhkan pb,, pada
f bagian bawah gelagar
gelagar adalah:
adalah:
fpb := fbserv ftallowservis = 35.4 MPa
Lokasi pusat gaya prategang diasumsikan sekitar 5-15 persen dari tinggi gelagar yang diukur
dari sisi bawah gelagar. Dan pada kasus ini, dipilih sebesar 10 persen.
Tegangan pada dasar gelagar akibat gaya prategang efektif, Pe, bisa ditentukan dengan
persamaan berikut:
Pe Pe ec
fpb = +
A Sb
fpb Ag Sb
Gaya prategang efektif Pe := = 17252.45 kN
Sb + ec Ag
Catatan:
Catatan: losses
losses adalah kehilangangaya
adalah kehilangan gayaprategang
prategang dalam
dalam persen
persen
Diasumsikan kehilangan prategang akhir sebesar 23% dan tegangan awal prategang adalah
0.75fpu sehingga prategang efektif adalah 52% fpu.
losses := 23%
untuk perhitungan awal, nilai fpi yang digunakan adalah fpi := fpbt , namun setelah jumlah
strand diketahui, gunakan fpi sebenarnya untuk perhitungan selajutnya.
124
Gaya prategang akhir di tiap strand Pe_strand := Astrand fpbt ( 1 losses) = 150.38 kN
Pe
Jumlah strand yang diperlukan nstrand_req := = 124.35
Pe_strand
Jumlah strand yang digunakan nstrand := 133
Perlu diperhatikan bahwa penentuan jumlah strand awal bisa berbeda dengan jumlah strand
akhir yang digunakan. Misalnya pada contoh ini, jumlah strand awal yang diperlukan adalah
Perlu diperhatikan bahwa penentuan jumlah strandawal bisa berbeda dengan jumlah strandakhir
115,
yangnamun padaMisalnya
digunakan. kondisi pada
akhircontoh
digunakan 133 strand.
ini, jumlah
strand Haldiperlukan
awal yang ini disebabkan
adalaholeh
115,penentuan
namun
strand awal pada contoh ini
pada kondisi akhir digunakan 133 ditentukan berdasarkan kondisi di tengah
strand. Hal ini disebabkan oleh penentuan bentang.
strandawal padaNamun, pada
jembatan
contoh ini gelagar pratekan
ditentukan segmental,
berdasarkan kondisisering kalibentang.
di tengah perencanaan
Namun,ditentukan oleh gelagar
pada jembatan kondisi di
pratekan segmental,
sambungan di mana disering kali perencanaan
sambungan ditentukan
gelagar tidak oleh kondisi
boleh terjadi di sambungan
tegangan di mana
tarik sehingga di
jumlah
sambungan gelagar tidak boleh terjadi
strand akhir lebih banyak dari estimasi awal. tegangan tarik sehingga strand
jumlahakhir lebih banyak dari
estimasi awal.
2
Luas baja prategang yang digunakan Aps := nstrand Astrand = 18620 mm
125
4.2.1 Posisi tendon tengah bentang
Jarak pusat penampang tendon 1 ke c1 := 420 mm
serat bawah gelagar di tengah bentang
Jarak pusat penampang tendon 2 ke c2 := 280 mm
serat bawah gelagar di tengah bentang
Jarak pusat penampang tendon 3 ke c3 := 140 mm
serat bawah gelagar di tengah bentang
Jarak pusat penampang tendon 4 ke
serat bawah gelagar di tengah bentang c4 := 140 mm
2
Luas tendon 7 Aps7 := 19 Astrand = 2660 mm
emid = 934 mm
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke sisi terbawah gelagar di tengah bentang
Luas total tendon
2
Aps_tot := Aps1 + Aps2 + Aps3 + Aps4 + Aps5 + Aps6 + Aps7 = 18620 mm
emid = 934 mm
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke sisi terbawah gelagar di tengah bentang
c1 Aps1 + c2 Aps2 + c3 Aps3 + c4 Aps4 + c5 Aps5 + c6 Aps6 + c7 Aps7
ymid :=
Aps_tot
ymid = 200 mm
127
Jarak vertikal
Jarak vertikal pusat
pusat penampang
penampang tendon
tendon 1
1 := cce1
ep1 :=
e c1 =
= 1480
1480 mm
mm
di tumpuan ke pusat penampang tendon p1 e1 c1
di tumpuan ke pusat penampang tendon
yang sama
yang sama didi tengah
tengah bentang
bentang gelagar
gelagar
Jarak vertikal
Jarak vertikal pusat
pusat penampang
penampang tendon
tendon 2
2 := cce2
ep2 :=
e c2 =
= 1220
1220 mm
mm
di tumpuan ke pusat penampang tendon p2 e2 c2
di tumpuan ke pusat penampang tendon
yang sama
yang sama didi tengah
tengah bentang
bentang gelagar
gelagar
:= cce3
ep3 :=
e c3 =
= 960
960 mm
mm
Jarak vertikal
Jarak vertikal pusat
pusat penampang
penampang tendon
tendon 3
3 p3 e3 c3
di tumpuan ke pusat penampang tendon
di tumpuan ke pusat penampang tendon
yang sama
yang sama didi tengah
tengah bentang
bentang gelagar
gelagar
Jarak vertikal
Jarak vertikal pusat
pusat penampang
penampang tendon
tendon 4
4 := cce4
ep4 :=
e c4 =
= 560
560 mm
mm
di tumpuan ke pusat penampang tendon p4 e4 c4
di tumpuan ke pusat penampang tendon
yang sama
yang sama didi tengah
tengah bentang
bentang gelagar
gelagar
Jarak vertikal
Jarak vertikal pusat
pusat penampang
penampang tendon
tendon 5
5 := cce5
ep5 :=
e c5 =
= 560
560 mm
mm
di tumpuan ke pusat penampang tendon p5 e5 c5
di tumpuan ke pusat penampang tendon
yang sama
yang sama didi tengah
tengah bentang
bentang gelagar
gelagar
Jarak vertikal
Jarak vertikal pusat
pusat penampang
penampang tendon
tendon 6
6 := cce6
ep6 :=
e c6 =
= 160
160 mm
mm
di tumpuan ke pusat penampang tendon p6 e6 c6
di tumpuan ke pusat penampang tendon
yang sama
yang sama didi tengah
tengah bentang
bentang gelagar
gelagar
Jarak vertikal
Jarak vertikal pusat
pusat penampang
penampang tendon
tendon 7
7 := cce7
ep7 :=
e c7 =
= 160
160 mm
mm
di tumpuan ke pusat penampang tendon p7 e7 c7
di tumpuan ke pusat penampang tendon
yang sama
yang sama didi tengah
tengah bentang
bentang gelagar
gelagar
Aps1 epe1 + Aps2 epe2 + Aps3 epe3 + Aps4 epe4 + Aps5 epe5
eend1 :=
Aps_tot
eend = 34 mm
Tanda (-) pada eksentrisitas tendon rata-rata di tumpuan menunjukkan bahwa eksentrisitas
tendon berada di atas titik berat penampang di tumpuan.
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke sisi terbawah gelagar di tumpuan
Aps1 ce1 + Aps2 ce2 + Aps3 ce3 + Aps4 ce4 + Aps5 ce5 + Aps6 ce6 + Aps7 ce7
yend :=
Aps1 + Aps2 + Aps3 + Aps4 + Aps5 + Aps6 + Aps7
yend = 928.57
928.571 mm
mm
m
4.3 Perhitungan kehilangan prategang
4.3.1 Perhitungan karakteristik penampang transformasi
Pada kasus ini, metode perhitungan kehilangan prategang jangka panjang ditentukan dengan
refined method. Jika metode refined method digunakan, maka karakteristik penampang yang
digunakan ditentukan berdasarkan transformasi penampang. Perhitungan karakteristik
penampang gelagar dengan menggunakan konsep penampang transformasi adalah sebagai
berikut:
128
4.3.1.1 Data gelagar saat transfer
Eps
Rasio modulus elastisitas baja prategang ni := Eps = 6.05
Rasio modulus
terhadap elastisitas
modulus baja
elastisitas prategang
beton gelagar ni := Ecig = 6.05
terhadap modulus elastisitas beton gelagar Ecig
saat transfer
saat transfer
Luas penampang tendon transformasi
Luas penampang tendon transformasi
saat transfer (( ))
Apsi := ni 1 Aps_tot = 94029.02 mm2
Apsi := ni 1 Aps_tot = 94029.02 mm
2
saat transfer
Jarak pusat penampang rata-rata tendon
Jarak
ke sisipusat penampang
terbawah gelagar rata-rata
di tengahtendon
bentang ymid = 200 mm
ke sisi terbawah gelagar di tengah bentang ymid = 200 mm
Penampang Luas, Ai (mm2) y i(mm) Ai(y i)(mm3) Ycg (mm) A(y i-y cg)2 Io
Gelagar 1313600 1134 1489622400 1071.61 5113335492 915900000000
Strands* 94029.02 200 18805804 1071.61 71434090269
Total 1407629.02 1508428204 76547425761 915900000000
Catatan: Strand ditransformasi menggunakan (n i-1)
Tinggi gelagar (hg) 2200 mm
ni = Eps /Eci 6.05
y bti = Ycg 1071.61 mm
y tti = hg-y bti 1128.39 mm
4
Iti =SIo+SA(y i-y cg)2 992447425761 mm
3
Sbti = Iti/y bti 926128133.66 mm
3
Stti = Iti/y tti 879524561 mm
eti =Ycg-y mid 871.61 mm
129
Penampang Luas, Ai (mm2) y i(mm) Ai(y i)(mm3) Ycg (mm) A(y i-y cg)2 Io
Gelagar 1313600 1134 1489622400 1079.04 3968450002 915900000000
Strands* 82136.35 200 16427270 1079.04 63467099797 0
Total 1395736.35 1506049670 67435549799 915900000000
Catatan: Strand ditransformasi menggunakan (n f-1)
Tinggi gelagar (hg) 2200 mm
nf = Eps /Ec 5.41
y btf = Ycg 1079.04 mm
y ttf = hg-y btf 1120.96 mm
2 4
Itf =SIo+SA(y i-y cg) 983335549798.54 mm
3
Sbtf = Itf /y btf 911309366.8 mm
3
Sttf = Itf /y ttf 877223075.9 mm
etf =Ycg-y mid 879.04 mm
130
Penampang Luas, A i (mm2) y i(mm) Ai(y i)(mm3) Ycg (mm) A(y i-y cg)2 Io
Gelagar 1313600 1134 1489622400 1282.67 29033094252 915900000000
Strands* 82136.35 200 16427270.00 1282.67 96277618696 0
Pelat** 286411.50 2275 651586162.5 1282.67 282036402068 537021562.5
Total 1682147.85 2157635833 407347115017 916437021563
Catatan: *Strand ditransformasi menggunakan (n t-1)
** Pelat ditransformasi menggunakan nc = 1.31
Tinggi gelagar (hg) 2200 mm
Tinggi gelagar komposit (hcg) 2350 mm
nt = Eps /Ec 5.41
y bct = Ycg 1282.67 mm
y tct = hcg-y bct 1067.33 mm
y tgt = hg-y bct 917.33 mm
2 4
Ict =SIo+SA(y i-y cg) 1323784136579.16 mm
3
Sbct = Ict /y bct 1032055830 mm
3
Stgt = Ict /y tgt 1443079439 mm
ect =Ybct -y mid 1082.67 mm
2
Luas penampang transformasi gelagar komposit Acgtf := 1682147.85 mm
saat final
Jarak sumbu netral ke serat teratas penampang
gelagar komposit transformasi saat final ytct := 1067.33 mm
4
Momen inersia penampang gelagar Ict := 1323784136579.16 mm
komposit transformasi saat final
Eksentrisitas tendon rata-rata pada penampang ect := 1082.67 mm
gelagar komposit transportasi di tengah bentang
saat final
4.3.2 Perhitungan kehilangan gaya prategang
4.3.2.1 Kehilangan akibat gesekan
Kehilangan prategang akibat gesekan ditentukan dengan persamaan berikut ini.
131
K 6.6E-07
m 0.25
fpj 1395 MPa
Segmen ep(mm) Lp(mm) a(rad) Sa(rad) SLp(rad) Titik fpF (MPa) fpj-fpF (MPa)
A 728.57 0 0 0 0 A 0 1395
AB 728.57 30400 0.05 0.05 30400 B 44.00 1351.00
BC 728.57 30400 0.05 0.10 60800 C 86.61 1308.39
Grafik kehilangan prategang di sepanjang bentang gelagar akibat gesek diperlihatkan pada
grafik di bawah ini:
TEGANGAN DI TENDON
1400
Tegangan di Pusat Tendon (MPa)
1390
1380
1370
1360 y = -0.0014x + 1394.8
1350
1340
1330
1320
1310
1300
0 12160 24320 36480 48640 60800
Titik yang ditinjau (mm)
Tegangan di tendon setelah kehilangan prategang akibat friksi
terjadi
Gambar kehilangan prategang akibat friksi
Dari grafik di atas terlihat bahwa pada tengah bentang, 30.4 m, grafik kehilangan rata-rata
akibat friksi berada pada angka 1351 MPa, dengan demikian kehilangan prategang di tengah
bentang adalah:
Δ fpF := 44 MPa
4.3.2.2 Kehilangan akibat anchorage set
Kehilangan prategang akibat anchorage set dihitung dengan persamaan berikut:
fpA = Δ f 1
xx
ΔΔf.pA
.pA
LLpA
E ( Δ L) LpF
LpA =
Δ fpF
2Δ fpF LpF
Δf =
LpF
Jika diplotkan dalam grafik, maka model kehilangan prategang akibat anchorage set dan friksi
adalah sebagai berikut:
132
Gambar kehilangan prategang akibat anchored set dan friksi
Nilai kehilangan prategang akibat anchorage set dihitung dan dirangkum pada tabel dan
gambar di bawah ini:
Es = 200000 MPa
Modulus elastisitas angkur
133
Tabel kehilangan prategang akibat pergeseran angkur
f 104.19 MPa
LpA 36569.18 mm
Model grafik kehilangan prategang akibat friksi dan pergeseran angkur diperoleh dengan
memplotkan nilai rata-rata f pF dan selisih rata-rata f pF dan f pA sebagai berikut:
TEGANGAN DI TENDON
1420
Tegangan di Pusat Tendon (MPa)
1400
0 1395
1380
60800 1308.39
1360
1320
y = 0.0014x + 1290.8
1300
1280
0 12160 24320 36480 48640 60800
Titik yang ditinjau (mm)
134
4.3.2.3 Kehilangan akibat perpendekan elastis
2
Pi Pi emid MMS_G emid
Tegangan di beton pada level baja fcgp := + = 27.07 MPa
Ag Ig Ig
Nps 1 Eps
Kehilangan prategang Δ fpES := f = 70.2 MPa
2 Nps Ecig cgp
3
Volume gelagar Vg := Ag Lb = 79.867 m
Vg
Rasio volume terhadap luas permukaan rVS := = 126.53 mm
Asurfg
Faktor pengaruh rasio volume terhadap VVg.g
luas permukaan komponen yang ditinjau := 1.45
kk.s := 1.45 mm 0.0051
mm 0.0051
s
Asurfg
A.surfg
( ks 1)
ks = 1
tdi
Sehingga faktor perpanjangan waktu ktddi := = 0.77
antara pengecoran pelat dan transfer f`cig
61 0.58 MPa + tdi
135
tdi
t.di
Sehingga faktor perpanjangan waktu kk.tddi
tddi :=
:= = =0.77
0.77
antara pengecoran pelat dan transfer f`f`cig
.cig
0.58
61 0.58 ++t t
MPa di.di
MPa
3
Regangan susut gelagar antara waktu ε bid := ks khs kf ktddi 0.48 10
transfer dan pengecoran pelat
ε bid = 0.000469
Koefisien penampang transformasi yang memperhitungkan interaksi pengaruh waktu antara
beton dan baja terlekat dalam penampang yang ditinjau untuk periode waktu antara transfer
dan pengecoran pelat
1
K.id := = 0.72
E.ps A.ps 2
A.g e.mid
1+ 1+
E.cig A.g
(
1 + 0.7 ψ.tfti )
I.g
Dengan demikian, kehilangan prategang Δ fpSR := ε bid Eps Kid = 66.33 MPa
akibat susut pada gelagar
4.3.3.2 Kehilangan prategang akibat rangkak pada gelagar
Kehilangan prategang akibat rangkak pada rentang waktu antara transfer dan pengecoran
pelat ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
Ep
Δ fpCR = f ψ K
Eci cgp tdti id
Nilai fcgp ditentukan berdasarkan gaya prategang setelah transfer dan pengaruh momen
akibat berat sendiri gelagar dengan properti penampang gelagar yang digunakan adalah
properti penampang gelagar nonkomposit saat transfer yang ditransformasi.
Kehilangan tendon
Kehilangan akibatakibat
tendon relaksasi
relaksasi Δ fpR1 := 8 MPa
tendon rentang
tendon waktuwaktu
rentang transfer hingga
transfer hingga
pengecoran dek pelat
pengecoran
Tegangan saat setelah
Tegangan
strandstrand
transfer
saat setelah transfer (
pada pada fpi2 := fpbt Δ fpES + Δ fpF + Δ fpR1 = 1272.80 MPa )
GayaGaya
prategang saat setelah
prategang transfer Pi. := fpi2 Aps = 23699.57 kN
transfer
saat setelah
2
Pi. Pi. eti MMS_G eti
Teganga di beton
Tegangan di pada
betonlevel level tendon fcgpi :=
padatendon + = 21.65 MPa
saat setelah transfer Agti Iti Iti
saat setelah transfer
136
Koefisien rangkak gelagar saat 0.118
waktu transfer dan penempatan dek ψtdti := 1.9 ks khc kf ktddi ti = 1.15
karena pembebanan saat transfer
pengecoran dek
Tegangan saat setelah transfer pada
strand
(
fpi2 := fpbt Δ fpES + Δ fpF + Δ fpR1 = 1272.80 MPa )
Gaya prategang saat setelah transfer Pi. := fpi2 Aps = 23699.57 kN
2
Pi.Pi. eti MMS_G eti
Teganga
Tegangan di beton pada
di beton level
pada tendon
level tendon fcgpi := + = 21.65 MPa
saat setelah transfer Agti Iti Iti
saat setelah transfer
Koefisien rangkak gelagar saat 0.118
Koefisien rangkak gelagar saat waktu
waktu transfer dan penempatan dek ψtdti := 1.9 ks khc kf ktddi ti = 1.15
transfer dan penempatan pelat
karena pembebanan saat transfer
karena pembebanan saat transfer
Dengan demikian, kehilangan prategang Eps
Dengan demikian, kehilangan prategang Δ fpCR := f ψ K = 108.4 MPa
akibat rangkak pada gelagar
akibat rangkak pada gelagar Ecig cgpi tdti id
tfdt.fd
Sehingga faktor perpanjangan waktu :=
tdfd :=
kk.tdfd = =1 1
antara final dan pengecoran pelat adalah: f`f`cig
.cig
0.58
61 0.58
61 + +tfdt.fd
MPa MPa
3
Regangan susut gelagar antara waktu ε bif := ks khs kf ktdfd 0.48 10 = 0.00061
final dan transfer adalah
Dengan demikian, kehilangan prategang Δ fpSD := ε bdf Eps Kdf = 19.46 MPa
akibat susut pada gelagar adalah:
137
4.3.4.2 Kehilangan prategang akibat rangkak pada gelagar
Koefisien rangkak gelagar waktu 0.118
antara pengecoran pelat dan final ψtftd := 1.9 ks khc kf ktdfd td = 1.07
Perubahan tegangan pada beton antara transfer dan pengecoran pelat karena kehilangan
0
prategang, pengecoran pelat, dan beban mati tambahan.
n
Dengan demikian, kehilangan prategang akibat rangkak pada gelagar adalah:
Eps Eps
Δ fpCD :=
Ecig
( )
fcgpi ψtfti ψtdti Kdf +
Ecg
Δ fcd ψtftd Kdf = 28.01 MPa
4.3.4.3Kehilangan
4.3.4.3 Kehilangan prategang
prategang akibat
akibat relaksasi
relaksasi tendon
tendon
Berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Pasal 5.9.3.4.2c mengizinkan penggunaan nilai ΔfpR1
sebesar 8 MPa untuk low relaxation strand.
Δ fpR2 := Δ fpR1 = 8 MPa
3
Volume pelat Vd := Asurfd Lb = 19637.79 m
Vd
Rasio volume terhadap luas permukaan rVSd := = 60.8 m
Asurfd
VVd.d
Faktor pengaruh rasio volume terhadap ksd.:= 1.45 mm
:= 1.45 0.0051
mm0.0051
luas permukaan komponen yang ditinjau AAsurfd
.surfd
( ks 1)
ksd := 1
35 MPa
Faktor pengaruh kuat tekan beton kfd := = 0.95
7 MPa + f'cid
t
Faktor kelembaban untuk susut khsd := 2 0.014 Hr = 1.99
35 MPa
Faktor pengaruh kuat tekan beton kfd := = 0.95
7 MPa + f'cid
t
tdd
t.dd
Sehingga faktor perpanjangan waktu kktddf :=:= = 1= 1
.tddf
antara pengecoran pelat dan final f'cid
f'.cid
61 0.58
61 0.58 + +tdd
t
MPa
MPa .dd
3
Regangan susutpelat antara ε ddf := ksd khsd kfd ktddf 0.48 10 = 0.0009
pengecoranpelat dan final
0.118
Koefisien rangkakpelat saat waktu ψtftdd := 1.9 ksd khc kfd ktddf ti = 2.22
final karena pembebanan saat awal
pembebanan
Eksentrisitas pelatpelat terhadap titik ts
ed := ytcg +ε = A914.2 mm
berat penampang komposit .ddf
2 .d E.cd 1 e.cg e.d
Δ f.cfd :=
ε1ddf+ 0.7
AdEψcd 1 A.cgecg edI.cg
.tftdd
Rangkak padapelat beton Δ fcfd :=
1 + 0.7 ψtftdd Acg Icg
l
Tanda (-) pada rangkak gelagar f cfd menandakan bahwa adanya prategang tambahan.
Besar gaya prategang tambahan akibat susut di pelat:
E.ps
Δ f.pSS :=
E.cg
(
Δ f.cfd K.df 1 + 0.7 ψ.tftdd) = 8.49 MPa
Total kehilangan prategang Δ fpT := Δ fpA + Δ fpF + Δ fpES + Δ fpLT = 305.45 MPa
Resume kehilangan
Resume kehilangan prategang
prategangdiditengah
tengahbentang
bentanggelagar
gelagaradalah sebagai
adalah berikut:
sebagai berikut:
139
Berdasarkan tabel di atas, disimpulkan bahwa kehilangan gaya prategang yaitu:
h
Periksa_Batas_Maksimum_Prategang_Efektif := "Oke" if fpe Maxfpe = "Oke"
sebaliknya
"Tidak Oke" otherwise
c) Perhitungan gaya prategang efektif
c) Perhitungan gaya prategang efektif
Gaya prategang efektif Peff := Aps_tot fpe = 19765.75 kN
Gaya prategang efektif Peff := Aps_tot fpe = 20287.34 kN
5. Pemeriksaan tegangan
5.5.1
Pemeriksaan tegangan
Tegangan izin
Pemeriksaan tegangan dilakukan pada pengaruh beban maksimum dan pada posisi
eksentrisitas tendon maksimum.
Tegangan izin beton kondisi transfer
Tarik σti := 0.25 f`cig MPa = 1.73 MPa
Tegangan
Tegangan izin
izin beton
beton kondisi
kondisi layan
layan di
di dek
pelat
Tarik σt := 0.5 f` MPa
MPa = 2.96 MPa
Tarik serv_s := 0.5 f`cdcd
σtserv_dek = 2.96 MPa
w
5.2 Tegangan penampang pada saat transfer
Kondisi transfer adalah kondisi awal pemberian gaya prategang awal pada penampang. Pada
kondisi ini gaya prategang yang bekerja maksimum sedangkan beban yang bekerja minimum
(hanya berat sendiri gelagar).
140
Gaya prategang jacking Pjacking := 0.75 fpu Aps_tot = 25974.9 kN
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Transfer :=
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Transfer := "Oke" σti σc = "Oke"
"Oke" ifif ft_if.t_i = "Oke"
.i
"Tidak sebaliknya
"Tidak Oke"
Oke" otherwise
otherwise
Tegangan pada serat bawah penampang:
Ptransfer Ptransfer emid MMS_G
fb_i := + +
Ag Sb Sb
141
ft_kons :=
Ptransfer
+
Ptransfer emid
+
( ) (
MMS_S + MMS_G + MMS_D ) ( )
= 15.22 MPa
Ag St St
fb_kons :=
Ptransfer
+
Ptransfer emid
+
( MMS_S) + ( MMS_G) + ( MMS_D) = 20.76 MPa
Ag Sb Sb
142
Gaya prategang efektif Peff = 20287.34 kN
fb_serv_III_load :=
( MMS_S) + ( MMS_G) + ( MMS_D) + ( MMA_B) + ( MMA_A) + ( MMA_T) + ( 0.8MLL)
Sb Sbcg
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan:= := "Oke"
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan "Oke"if if fb_serv_III_bot σt
f.b_serv_III_bot σt.serv= "Oke"
serv = "Oke"
"Tidak Oke"
"Tidak Oke"otherwise
sebaliknya
otherwise
Pada saat layan, pada pelat bekerja beban akibat barrier, aspal dan beban hidup kendaraan
yang dipikul oleh penampang komposit hasil transformasi. Kemudian tegangan ini diubah
menjadi tegangan pada penampang komposit yang tidak ditransformasi dengan membagi
tegangan yang terjadi pada penampang transformasi dengan nilai transformasi n. Dengan
demikian, perhitungan tegangan pada pelat adalah sebagai berikut:
f.t_s :=
(M.MA_B M.MA_A M.MA_T) M.LL = 9.53 MPa
S.tcd n
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Layan_I := "Oke" if f.t_s σc.serv_s = "Oke"
sebaliknya
"Tidak Oke" otherwise
f.b_s :=
(M.MA_B M.MA_A M.MA_T) M.LL = 8.08 MPa
S.bcd n
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan_III := "Oke" if f.b_s σc.serv_s = "Oke"
143
Peff/Ag Peffemid/St MS/St MA/S MLL/S Total
Kondisi Lokasi
MPa MPa MPa MPa MPa MPa
Sisi atas gelagar -15.44 22.05 -22.88 -3.70 -6.88 -26.86
Sisi bawah gelagar -15.44 -23.46 24.34 6.00 8.93 0.37
Layan
Sisi atas pelat -3.33 -6.20 -9.53
Sisi bawah pelat -2.83 -5.26 -8.08
Gaya prategang efektif yang digunakan ditentukan berdasarkan perhitungan yang dilakukan
pada poin 4.3.2 dengan kehilangan prategang ditentukan berdasarkan posisi sambungan.
Perhitungan kehilangan prategang pada titik-titik sambungan yang ditinjau adalah sebagai
berikut:
144
Lokasi Eksentrisitas Momen (kN.m) Tegangan (MPa)
Lokasi Cek
(m) (mm) MMS MMA MLL Pef/Ag Pefe/S MMS/S MMA/Scg MLL /Scg Total
6203 952 5817 Top -14.95 19.75 -7.22 -0.63 -3.88 -6.93 Oke
5.25 864.09
6203 952 4654 Bottom -14.95 -21.01 7.68 1.03 6.29 -20.96 Oke
13973 2155 6700 Top -15.13 22.58 -16.26 -1.44 -4.47 -14.72 Oke
14.05 976.12
13973 2155 5360 Bottom -15.13 -24.02 17.30 2.33 7.24 -12.27 Oke
18908 2902 9528 Top -15.34 24.44 -22.01 -1.93 -6.35 -21.20 Oke
24.45 1041.78
18908 2902 7622 Bottom -15.34 -26.00 23.41 3.14 10.30 -4.49 Oke
18908 2902 9528 Top -15.56 24.78 -22.01 -1.93 -6.35 -21.07 Oke
34.85 1041.78
18908 2902 7622 Bottom -15.56 -26.36 23.41 3.14 10.30 -5.07 Oke
13973 2155 6700 Top -15.77 23.53 -16.26 -1.44 -4.47 -14.40 Oke
45.25 976.12
13973 2155 5360 Bottom -15.77 -25.04 17.30 2.33 7.24 -13.93 Oke
6203 952 5817 Top -15.24 20.14 -7.22 -0.63 -3.88 -6.84 Oke
54.05 864.09
6203 952 4654 Bottom -15.24 -21.42 7.68 1.03 6.29 -21.67 Oke
Dari tabel di atas terlihat bahwa tegangan di sisi bawah gelagar (bottom) memiliki tanda
negatif sehingga tidak ada gaya tarik yang bekerja di sambungan. Dengan demikian,
persyaratan batas tegangan di sambungan terpenuhi.
145
Aps fpu + As fs As' fs'
c=
fpu
α 1 f`c β 1 b + k Aps
dp
Karena pada kasus ini tidak menggunakan baja tulangan untuk tulangan tarik dan tekan, maka
persamaan di atas tereduksi menjadi:
Aps fpu
c=
fpu
α 1 f`c β 1 b + k Aps
dp
cc
Tegangan rata-rata tendon prategang fps:=
f.ps fpu 1 k
:=f.pu == 1785.68 MPa
1785.68 MPa
dp.p
Kapasitas lentur nominal pada tengah penampang:
a h.f
M.n := A.ps f.ps d.p + 0.85 f`.cg b b.w h.f
( )
a
= 67955.22 kN m
2 2 2
Momen tahanan nominal penampang:
Faktor reduksi lentur ϕ f := 0.9
Kapasitas lentur penampang diperiksa terhadap momen ultimit akibat kombinasi pembebanan
kuat I yang dihitung sebagai berikut:
( ) ( ) (
Mu := 1.2 MMS_G + MMS_D + 1.3 MMS_S + 2 MMA_B + MMA_A + MMA_T + 1.8 MLL )
M = 53712.28 kN m
( ) ( ) (
Muu:= 1.2 MMS_G + MMS_D + 1.3 MMS_S + 2 MMA_B + MMA_A + 1.8 MLL = 48643.26 kN m )
Cek_Kapasitas_Lentur_Penampang:=:= "Oke"
Cek_Kapasitas_Lentur_Penampang uMu
"Oke"if ifMrMr M = "Oke"
= "Oke"
"Tidak
"Tidak oke"otherwise
oke" otherwise
sebaliknya
Karena nilai Mr lebih besar dari Mu, maka penampang mampu memikul beban yang bekerja.
146
6.2. Pemeriksaan tulangan minimum
Jumlah tendon yang digunakan harus memenuhi persyaratan tendon, nilai Mr harus lebih
besar dari nilai terkecil 2 ketentuan berikut :
1.2 Mcr atau 1.33Mu
Mr = 61159.7 kN m
n
Sbcg Sbcg
MMcr
cr :=
:= γγ
(γ γ
f (
+ fγ +f
33 1 r1 r 2 cpe
γ f)s
2 cpe ) -
S M
bcg bcg
M
dnc dnc
-1 = = 40858.14 kN m
40858.14kNm
1
S Sb
b
( )
syarat_tul_minimum := min 1.33Mu 1.2 Mcr = 49029.76 kN m
h
Cek_Persyaratan_Tul_Minimum := "Oke" if syarat_tul_minimum < Mr = "Oke"
sebaliknya
"Tidak oke" otherwise
n
7. Kapasitas geser penampang
147
7. Kapasitas geser penampang
7.1 Data-data penampang geser
Kapasitas geser penampang di analisis pada lokasi geser maksimum. Geser maksimum
terjadi pada daerah dekat tumpuan.
c C
bv
sumbu
de dv
h netral
Aps
As T
Aps fps dp
Tinggi efektif penampang de := = 2150 mm
Aps fps
=
7.2 Perhitungan ketahanan geser dari prategang
148
7.4 Perhitungan Ketahanan Geser Beton
7.3 Gaya dalam
Momen ultimit
Momen ultimit di muka geser
geser kritis
kritistidak
tidakboleh
boleh kurang dari:
kurang dari:
Vp d>v V.ucr V.p d.v
M ucr > VucrM.ucr
4247.41 kN
4247.41 kN m
m>> 2829.26 kN m
2829.26 kN m
Gaya aksial
Gaya aksial nominal
nominal := 0kN
Nu :=
N 0kN
u
7.4 Perhitungan ketahanan geser beton
Mucr
+ 0.5 Nu + Vucr Vp Aps 0.7 fpu
Regangan longitudinal dv
ε s. :=
di baja tulangan Eps Aps
ε s. = 0.006
ε s := 0 if ε s. 0 =0
ε s. otherwise
sebaliknya
4.8
Faktor β (diasumsikan β := = 4.8
meggunakan tulangan 1 + 750ε s
minimum)
Sudut tegangan θ := 29 + 3500 ε s = 29
Sudut tegangan
utama θ := 29 + 3500 ε s = 29
utama
Kuat geser beton
Vc := 0.083 β f`cg MPa bv dv = 1457.53kN
Vc = 1457.53 kN
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser := "Ya" if Vucr > 0.5 ϕ v Vc + Vp ( )
"Tidak" otherwise
sebaliknya
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser = "Ya"
Vucr
Gaya geser yang ditahan Vs_req := Vc Vp
baja tulangan ϕv
Vs_req = 701.26 kN
Sv := 200 mm
Digunakan tulangan geser Dv := 13 mm
Jumlah kaki nv := 2
1 2 2
Luas tulangan Av := π Dv nv = 265.465 mm
4
Coba jarak antar Sv := 200 mm
tulangan geser
Vs = 1187.18 kN
Cek_kapasitas_geser :=
Cek_kapasitas_geser := "Oke" ifif ϕ V > V =
= "Oke"
"Oke" ϕvv Vn
n Vucr
ucr "Oke"
"Tidak oke" otherwise
"Tidak oke" otherwisesebaliknya
Kapasitas geser nominal masih sanggup menahan gaya geser yang terjadi pada gelagar.
g
Jadi, Tulangan geser yang digunakan yaitu D13 -200 mm.
Selanjutnya, periksa spasi tulangan geser yang digunakan terhadap spasi maksimum yang
diizinkan.
VV.ucr
ucr ϕvϕ V.vp V.p
Tegangan geser di beton vvu.u:=:= = 4.57
= 4.57 MPa
MPa
bvb d.vv d.v
ϕ ϕv.v
Karena, vu < 0.125 f'cg maka syarat spasi maksimum: f smax := 0.8 dv 600 mm
0.8 dv = 1511.38 mm
sebaliknya
"600 mm " otherwise
Dapat disimpulkan,
Dapat disimpulkan, bahwa
bahwatulangan geser
tulangan yang
geser digunakan
yang D13 -200D13
digunakan mm-200
memenuhi
mm memenuhi spasi
spasi maksimum yang diizinkan.
maksimum yang diizinkan.
150
Gambar posisi tulangan geser
151
8. Desain tulangan pada bagian kantilever
8.1 Pembebanan
a) Berat sendiri penampang kantilever
2
Luas penampang 1 A1 := 109080 mm
2
A2 := 73425 mm
kN
Berat penampang Wg1 := A1 c = 2.73
kantilever m
kN
Wg.2 := A2 c = 1.84
m
b ) berat pelat lantai
L = 1075 mm
Panjang kantilever
b ) berat pelat lantai
Tebal pelat ts =L 150 mm mm
= 1075
Panjang kantilever
kN
Berat pelat
Tebal pelat ts :=
W s1 ts L mm
= 150 γ c = 4.031
m
kN
Berat
c ) berat mati tambahan Ws1 := ts L c = 4.031 m
pelat
beban
Tebal aspal
c ) berat ta = 50 mm
beban mati tambahan
Panjang
Tebal kantilever
aspal L =ta1075
= 50 mm
mm
Panjang
aspal kantilever L =:= 1075
ta Lγmm
kN
Berat W a1 c = 1.344 m
kN
d ) beban
Berathidup
pelat(truk) Wa1 := ta L c = 1.344
m
Beban satuhidup
d ) beban roda(truk) Ptruk := 112.5kN
Faktor
BebanBeban
satuDinamis
roda FBD = 0.3
Ptruk := 112.5 kN
Maka beban
Faktor roda truk yaitu:FBD = 1.3
satuDinamis
Beban
P := P ( 1 + FBD) = 146.25 kN
Maka beban satu roda truk yaitu: truk
P := Ptruk FBD = 146.25 kN
152
Gambar penempatan roda truk
153
Mutu beton f'cg = 60 MPa
Tinggi
8.4 pelat tulangan
Desain gelagar kantilever hb := 350mm
Mutu beton f'cg = 60 MPa
Tebal selimut beton
Mutu beton d c :==50
f'cg 60 mm MPa
Tegangan leleh fy = 420 MPa
Tulangan
Tegangangeser
leleh fys==420
D 13 mm MPa
Momen ultimit Mu = 192.35 kN m
Momen ultimit
Diameter tulangan lentur D u:==16
M mm kN m
192.35
Tinggi pelat gelagar hb := 350mm
Tinggi pelat gelagar hb := 350mm D
Asumsi tinggi efektif d := hb dc Ds = 279 mm
Tebal selimut beton dc := 50 mm 2
Tebal selimut beton dc := 50 mm
Faktor reduksi kekuatan lentur := 0.9
Tulangan geser Ds = 13 mm
Tulangan geser Ds = 13 mm Mu
2
Luas tulangan
Diameter perlulentur
tulangan A := 16 :=
Ds_req mm = 2145.71 mm
Diameter tulangan lentur D := 16 mm lentur fy 0.85 d
D
Asumsi tinggi
Asumsi tinggi efektif
efektif dd := :=
hb1h d cd D s
D D D= = 279279 mm
mm
Asumsi tinggi
Luas satu efektif
tulangan lentur d
Ae. :=:=hb b dDc
2c D s 2 = 279
= s
201.06 2 mm
2 mm
s 4 0.9 2
Faktor
Faktor reduksi kekuatan
reduksi kekuatan
kekuatan = 0.9:=
ϕ lentur
Faktor reduksi
Lebar efektif f= 1000:= mm
b lentur 0.9
MM uu
Luas tulangan := M = 2145.71 2 2
mm
Luas tulangan perlu
Luas tulangan perlu
perlu
AA s_req :=
s_req := ϕ lentur
As_req
u
fy 0.85 = 2145.71 mm
d = 2145.71 mm
2
f 0.85
f y f 0.85 d e. d
As_req lentur y
Banyak tulangan n := 11 22= 10.67 22
Luas satu
Luas satu tulangan
Luas satu tulangan lentur
tulangan lentur
lentur
A
AAss :=
:= 1
:= 4
A
D
sπ DD2 = = 201.06 mm
= 201.06
201.06 mm2
mm
s 44
Lebar efektif b = 1000mm
1000
= 1000
b :=
b mm
Jarak efektif
Lebar tulangan sb = mm A = 93.70 mm
As_req s
b
Jarak tulangan s := A = 93.70 mm
As_req s
As_req
Banyak tulangan n := As_req = 10.67
Banyak tulangan n := As = 10.67
maka digunakan jarak tulangan suse :=A90mm s
b
Jarak tulangan s := b A = 93.70 mm
Jarak tulangan s := As_req Abss = 93.70 mm 2
Total luas tulangan yang digunakan As.usedAs_req := A = 2234.02 mm
suse s
Periksa As_used As_req ...Oke
maka digunakan jarak tulangan suse := 90mm
maka digunakan jarak tulangan suse := 90mm
b 2
Total luas tulangan yang digunakan As.used := b As = 2234.02 mm2
Total luas tulangan yang digunakan As.used := suse As = 2234.02 mm
suse
Periksa As_used As_req ...Oke
Periksa As_used As_req ...Oke
154
Gambar penempatan tulangan
Pada contoh perhitungan ini, pengaruh dari kekakuan pelat dalam memikul beban diabaikan
dalam perhitungan tulangan pada sayap atas gelagar.Sehingga perencanaan tulangan lentur
pada arah transversal pada sayap atas gelagar bersifat konservatif dan tulangan yang
diperoleh adalah D16-90 mm. Sedangkan untuk asumsi yang lebih mendekati riil dalam
perhitungan pengaruh beban terhadap sayap atas gelagar, aksi komposit antara gelagar
dengan pelat harus diperhitungkan dengan catatan bahwa shear connector yang terpasang
harus memadai agar aksi komposit antar gelagar dan pelat benar-benar terjadi.
155
2.1.5 Contoh perencanaan jembatan gelagar beton pratekan nonsegmental
Kuat tekan beton awal saat stressing f'cig := 0.8 f'cg = 40MPa
kN
Berat volume beton γ c := 24
3
m
Modulus elastisitas gelagar saat transfer Ecig := 4700 f'cig MPa = 29725.41 MPa
Modulus elastisitas gelagar saat umur Ecg := 4700 f'cg MPa = 33234.02 MPa
28 hari
Modulus elastisitas pelat saat umur 28 hari Ecd := 4700 f`cd MPa = 27805.57 MPa
Modulus elastisitas pelat saat Ecid := 4700 f'cid MPa = 25742.96 MPa
transfer
1.3 Baja prategang
Tipe strand yang digunakan Seven Wire Strand, Low Relaxation
156
1.4 Baja tulangan
Tegangan leleh baja tulangan fy := 420 MPa
nonprategang
Modulus elastisitas baja tulangan Es := 200000 MPa
nonprategang
2. Penentuan dimensi awal gelagar dan penampang melintang jembatan
2.1 Perkiraan tinggi total sistem dek dan potongan melintang jembatan
Perkiraan tinggi total sistem dek mengacu kepada tabel pada Volume 2. Berdasarkan Tabel
tersebut, tinggi awal sistem dek untuk jembatan gelagar I pratekan bentang sederhana adalah
0,045L, dimana L adalah panjang bentang jembatan, dengan demikian:
Panjang jembatan Lb := 40.6 m
Penentuan tebal pelat, spasi antar gelagar dan jumlah gelagar yang digunakan mengacu
kepada Tabel 3.6.2.2.2b-1 pada Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3 (2017).
Karena jembatan ini tergolong kepada tipe k (Lihat Tabel 3.6.2.2.1-1), sehingga:
Penentuan spasi antar gelagar yang disyaratkan adalah tidak boleh kurang dari 1100
mm dan tidak boleh lebih besar dari 4900 mm, sehingga pada kasus ini, spasi gelagar
yang digunakan adalah 2100 mm.
Tebal pelat lantai yang digunakan tidak boleh kurang dari 110 mm dan tidak boleh
besar dari 300 mm, dan pada kasus ini, tebal pelat lantai yang digunakan adalah 250
mm.
Panjang pelat kantilever pada sisi luar gelagar eksterior ditentukan berdasarkan Tabel
3.6.2.2.2d-1 yaitu 300 de 1700
1700 sehingga digunakan 1200 mm.
Sehingga, dari persyaratan-persyaratan di atas, maka ditentukan dimensi awal gelagar dan
dimensi potongan melintang jembatan sebagai berikut:
dengan gambar detail potongan melintang gelagar dan dimensi gelagar diperlihatkan pada
gambar berikut ini.
157
Gambar potongan melintang jembatan
158
2
Luas penampang gelagar nonkomposit Ag := 749500 mm
4
Momen inersia gelagar nonkomposit Ig := 410870326130 mm
sg
Lebar penampang sayap transformasi be := = 1756.99 mm
n
be
250
Icg 3
Modulus penampang atas Stcd := = 921716797.76 mm
pelat komposit ytcd
Icg 3
Modulus penampang bawah Sbcd := = 1280082582.26 mm
pelat komposit ybcd
3. Perhitungan beban
3.1 Perhitungan beban tak terfaktor akibat beban mati struktural dan nonstructural
Beban mati struktural
kN
Berat pelat lantai W s := ws ts γ c = 13.13
m
Lebar RC Plate wrcp := 1440 mm
kN
Berat RC Plate W rcp := wrcp trcp γ c = 2.52
m
kN
Berat gelagar W g := Ag γ c = 18.74
m
2
Luas penampang diafragma tengah Adp := 3036500 mm
CATATAN: untuk mempermudah, berat diafragma diasumsikan terbagi merata di atas gelagar
160
Beban mati nonstruktural (MA)
Beban mati nonstruktural, pada contoh ini hanya berasal dari berat perkerasan aspal setebal
5 cm di atas jembatan.
kN
Berat volume aspal γ a := 22
3
m
Tebal aspal ta := 50 mm
kN
Berat aspal W a := ws ta γ a = 2.31
m
Beban barrier kN
W b := 7.56
m
Jumlah barrier nb := 2
nb kN
Berat barrier W br := W b = 3.02
ng m
Momen maksimum akibat MS dan MA adalah:
1 2
Momen akibat berat pelat lantai MMS_S := W s Lb = 2704.341 kN m
8
1 2
Momen akibat berat gelagar MMS_G := W g Lb = 3860.768 kN m
8
1 2
Momen akibat berat RC plate MMS_RCP := W rcp Lb = 519.23 kN m
8
1 2
Momen akibat berat diapragma MMS_D := W dp Lb = 231.15 kN m
8
1 2
Momen akibat berat barrier MMA_B := W br Lb = 623.08 kN m
8
Momen akibat berat aspal 1 2
MMA_A := W a Lb = 475.96 kN m
8
Gaya geser maksimum akibat MS dan MA adalah:
1
Geser akibat berat pelat lantai VMS_S := W s Lb = 266.44 kN
2
Geser akibat berat gelagar 1
VMS_G := W g Lb = 380.37 kN
2
1
Geser akibat berat RC plate VMS_RCP := W rcp Lb = 51.16 kN
2
1
Geser akibat berat diapragma VMS_D := W dp Lb = 22.77 kN
2
1
VMA_B := W br Lb = 61.39 kN
Geser akibat berat barrier 2
1
Geser akibat berat aspal VMA_A := W a Lb = 46.89 kN
2
161
3.2 Perhitungan beban tak terfaktor akibat beban hidup kendaraan
Beban D terdiri dari beban terbagi rata (BTR) dan beban garis terpusat (BGT) yang besarnya
diatur dalam SNI 1725:2016 tentang pembebanan jembatan. Dalam permodelan analisis
struktur, balok ditinjau sebagai elemen garis dengan lebar tributari pelat lantai adalah sama
dengan setengah dari jarak gelagar kiri dan kanan dari gelagar yang ditinjau, dengan
demikian, lebar tributari untuk beban BTR dan BGT adalah 2100 mm.
Beban BTR
0.5 m kN kN
q := 9 = 7.83
BTR L 2 m2
b m
kN
Beban merata per meter BTR W BTR := qBTR ws = 16.43
m
Beban BGT
Beban BTR merupakan beban merata di sepanjang bentang jembatan, sedangkan beban
BGT adalah beban terpusat yang diletakkan sedemikian rupa sehingga memberikan efek
terbesar. Untuk jembatan bentang sederhana, beban BGT diletakkan di tengah bentang.
Berdasarkan SNI 1725:2016 Pasal 8.3.1, beban BGT bernilai 49 kN/m. Dengan demikian
beban BGT pada balok adalah sebesar:
kN
Beban terpusat BGT PBGT := 49 w = 102.90 kN
m s
Berdasarkan SNI
Berdasarkan Pembebanan
SNI PembebananJembatan 2016 Pasal
Jembatan 8.6, beban
2016 PasalBGT
8.6,harus dikalikan
beban BGT harus
dengan faktor beban dinamis (FBD) sebesar 1.4.
memperhitungkan pengaruh beban dinamis kendaraan sehingga beban BGT diperbesar
dengan suatu faktor beban dinamis (FBD) yang pada kasus ini BGT diperbesar 40% sehingga:
FBD := 0.4
1 2
MBTR := W BTR Lb = 3385.89 kN m
8
1
MBGT := PBGT Lb ( 1 + FBD) = 1462.21 kN m
4
162
Gaya geser tak terfaktor akibat beban D adalah:
W BTR Lb
VBTR := = 333.58 kN
2
PBGT ( 1 + FBD)
VBGT := = 72.03 kN
2
Jumlah strand prategang yang diperlukan biasanya ditentukan berdasarkan tegangan tarik
pada serat bawah balok akibat kombinasi pembebanan Layan III dimana besarnya tegangan
tarik pada sisi bawah tersebut akibat kombinasi beban layan III adalah:
Batasan tegangan yang terjadi pada saat beban layan ditentukan pada bab 7, yaitu:
Tegangan izin saat kondisi beban servis ftallowservis := 0.5 f'cg MPa = 3.54 MPa
Dengan demikian, besar tegangan pratekan yang dibutuhkan, fpb, pada bagian bawah
Dengan
ar tegangan pratekan yangdemikian, besar
dibutuhkan , f tegangan
, pada pratekan
bagian bawah yang dibutuhkan , f pb, pada bagian bawah gelagar
gelagar
gelagar
adalah: adalah: pb
Lokasi pusat gaya prategang diasumsikan sekitar 5-15 persen dari tinggi gelagar yang diukur
dari sisi bawah gelagar. Dan pada kasus ini, dipilih sebesar 10 persen.
fpb Ag Sb
Gaya prategang efektif Pe := = 7054.34 kN
Sb + ec Ag
163
Gaya prategang akhir per strand Ppe_strand = Astrand fpi ( 1 losses)
Catatan: losses
Catatan: losses adalah
adalah kehilangan
kehilangangaya
gayaprategang
prategangdalam persen
dalam persen.
Diasumsikan kehilangan prategang akhir sebesar 10% dan tegangan prategang awal adalah
0.75fpu, sehingga prategang efektif adalah 65%.
losses := 10%
digunakan adalah fpi :=f fpbt
pi := fpbt , namun setelah jumlah
untuk perhitungan
untuk perhitungan awal,
awal,nilai fpifyang
nilai , namun setelah jumlah
pi yang digunakan adalah
strand diketahui, gunakan fpi sebenarnya untuk perhitungan selajutnya.
strand diketahui, gunakan fpi sebenarnya untuk perhitungan selajutnya.
Gaya prategang akhir di tiap strand Pe_strand := Astrand fpbt ( 1 losses) = 123.93 kN
Pe
Jumlah strand yang diperlukan adalah nstrand_req := = 56.92
Pe_strand
2
Luas baja prategang yang digunakan Aps := nstrand Astrand = 5626.47 mm
164
4.2.1 Posisi tendon tengah bentang
2
Luas total tendon Aps_tot := Aps1 + Aps2 + Aps3 = 5626.47 mm
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke sisi terbawah gelagar di tengah bentang:
Letak sumbu tengah tendon dari sisi bawah di tengah bentang
c1 Aps1 + c2 Aps2 + c3 Aps3
ymid :=c1 Aps1 + c2 Aps2 + c3 Aps3 = 141.67 mm
cmid := Aps_tot = 141.67 mm
Aps_tot
4.2.2 Posisi tendon tumpuan
Tanda (-) pada eksentrisitas tendon rata-rata di tumpuan menunjukkan bahwa eksentrisitas
tendon berada di atas titik berat penampang di tumpuan.
Jarak pusat penampang rata-rata tendon ke sisi terbawah gelagar di tumpuan yaitu:
Aps1 ce1 + Aps2 ce2 + Aps3 ce3
yend := = 600 mm
Aps1 + Aps2 + Aps3
Pada kasus ini, metode perhitungan kehilangan prategang jangka panjang ditentukan dengan
refined method. Jika metode refined method digunakan, maka karakteristik penampang yang
digunakan ditentukan berdasarkan transformasi penampang. Perhitungan karakteristik
penampang gelagar dengan menggunakan konsep penampang transformasi adalah sebagai
berikut:
166
Data penampang gelagar transformasi saat transfer
Penampang Luas, A i (mm2) y i(mm) Ai(y i)(mm3) Ycg (mm) A(y i-y cg)2 Io
Gelagar 749500 1008 755496000 972.89 924134743 410870326130
Strands* 31661.98 141.67 4485457.72 972.89 21876047861 0
Total 781161.98 759981458 22800182604 410870326130
Catatan: Strand ditransformasi menggunakan (n i-1)
Tinggi gelagar (hg) 2100 mm
ni = Eps /Eci 6.63
y bti = Ycg 972.89 mm
y tti = hg-y bti 1127.11 mm
2 4
Iti =SIo+SA(y i-y cg) 433670508733.97 mm
3
Sbti = Iti/y bti 445756814 mm
3
Stti = Iti/y tti 384761844.2 mm
eti =Ycg-y mid 831.22 mm
2
Luas penampang saat transfer Agti := 781161.98 mm
167
2
Luas penampang saat final Agtf := 777225.34 mm
4.3.1.3 Karakteristik
4.3.1.3 Properti gelagar komposit
gelagar transformasi
komposit transformasi
Ecg
Rasio modulus elastistias beton nc := = 1.20
Ecd
sg
Lebar pelat efektif bec := = 1756.99 mm
nc
168
2
Luas penampang transformasi ge lagar Acgtf := 1216471.84 mm
komposit saat final
Jarak sumbu netral ke serat teratas ytct := 922.31 mm
penampang gelagar komposit
transformasi saat final
4
Momen inersia penampang gelagar Ict := 870416845591.49 mm
komposit transformasi saat final
fpj 1 e
( Kx + a )
f pG
2ep
a
Lp
dimana fpi adalah prategang saat jacking, K adalah koefisien gesek wobble dan μ adalah
koefisien gesek kelengkungan, x adalah panjang tendon yang diukur dari ujung jacking ke titik
yang ditinjau, α adalah penjumlahan dari nilai absolut perubahan sudut pada jalur baja
prategang dari jacking hingga ujung jacking. Perhitungan kehilangan prategang akibat
gesekan pada tendon dilakukan berdasarkan nilai rata-rata pada geometri tendon.
169
Grafik kehilangan prategang di sepanjang penampang akibat gesek diperlihatkan pada grafik
di bawah ini:
TEGANGAN DI TENDON
1400
Dari grafik di atas terlihat bahwa pada tengah bentang, 20300 mm, grafik kehilangan rata-rata
akibat friksi berada pada angkadi1360.98
Dari grafik MPa,
atas terlihat dengan
bahwa padademikian kehilangan
tengah bentang, prategang
20300 mm, grafikdikehilangan rata-
tengah bentang adalah: friksi berada pada angka 1360,98 MPa, dengan demikian kehilangan prategang di tengah
adalah:
Δ fpF := 34.02 MPa
E ( Δ L) LpF
LpA =
Δ fpF
2Δ fpF LpF
Δf =
LpF
Jika diplotkan
Jika diplotkandalam
dalamgrafik,
grafik,maka
makamodel
modelkehilangan prategangakibat
kehilangan prategang akibat anchorage
anchorageset
set dan
dan friksi
friksi
adalahsebagai
adalah sebagaiberikut:
berikut:
170
f pj
?∆ff x ? ∆f
f pF
pF
LpA
LpF
f pA
Nilai kehilangan prategang akibat anchorage set dihitung dan dirangkum pada tabel dan
gambar di bawah ini:
Modulus elastisitas angkur Es = 200000 MPa
Asumsi panjang slip tendon yang terjadi Δ L := 9.525 mm
(AASHTO LRFD C.5.9.3.2.1)
Model grafik kehilangan prategang akibat friksi dan pergeseran angkur diperoleh dengan
memplotkan nilai rata-rata f pF dan selisih rata-rata f pF dan f pA sebagai berikut:
171
TEGANGAN DI TENDON
1420
Tegangan di Pusat Tendon (MPa)
1400
1380
1360 y = -0.0017x + 1394.9
1340 0 1395
40600 1327.80
1320
1300 y = 0.0016x + 1282.7
1280
1260
0 10150 20300 30450 40600
Titik yang ditinjau (mm)
Tegangan di tendon setelah kehilangan prategang akibat friksi terjadi
Tegangan di tendon setelah kehilangan prategang akibat pergeseran angkur
Dari grafik di atas terlihat bahwa grafik kehilangan prategang akibat anchorage set memotong
grafik kehilangan prategang akibat friksi di titik sejauh 33,93 m dari ujung gelagar, sehingga
pada kasus ini, kehilangan akibat anchorage set di tengah bentang adalah 45.11 MPa.
Δ fpA := 45.11 MPa
JumlahJumlah
tendon tendon Nps := 3Nps := 3
MomenMomen akibatsendiri
akibat berat berat gelagar
sendiri gelagar MMS_GM=MS_G = 3860.77
3860.77 kN m kN m
Tegangan
Tegangan pada tendon
pada tendon saat transfer
saat transfer fpi1 := fpbt (
fpi1:= Δfpbt (
fpF+ Δ fpA )
pF +=Δ1315.87 )
fpA = 1315.87
MPa MPa
Gaya prategang
Gaya prategang awal awal Pi := fpi1 (
Pi :=
Aps_tot ()
fpi1 Aps_tot
= 7403.703 )
= 7403.703
kN kN
2 2
Pi PiPeimidPi emid
MMS_GM mid emid
eMS_G
Tegangan
Tegangan di betondipada
beton pada
level level baja
baja fcgp := fcgp+:= + = 15.26=MPa
15.26 MPa
Ag AgIg Ig Ig Ig
Eps 1 Eps
Nps 1Nps
Kehilangan
Kehilangan prategang
prategang Δ fpES :=
Δ fpES := = 33.72
fcgp fcgp =MPa
33.72 MPa
2 Nps 2E N ps Ecig
cig
172
4.3.3 Kehilangan saat transfer hingga pengecoran pelat
4.3.3.1 Kehilangan prategang akibat susut pada gelagar
3
Volume gelagar Vg := Ag Lb = 30429700000 mm
r := 85%
Kelembapan
H relatif Hr := 85%
35 MPa
Faktor pengaruh kuat tekan beton kf := = 0.74
7 MPa + f'cig
tdi
Faktor perpanjangan waktu pengecoran ktddi := = 0.60
pelat f'cig
61 0.58 + tdi
MPa
3
Regangan susut gelagar antara waktu ε bid := ks khs kf ktddi 0.48 10 3 = 0.000424
transfer dansusut
Regangan gelagar antara waktu
pengecoran ε bid := ks khs kf ktddi 0.48 10 3 = 0.000424
Regangan
transfer dansusut gelagar dek
pengecoran antara
pelat waktu
dek ε bid := ks khs kf ktddi 0.48 10 = 0.000424
transfer dan pengecoran pelat
Faktor kelembaban rangkak khc := 1.56 0.08 Hr = 1.49
Faktor kelembaban rangkak khc := 1.56 0.08 Hr = 1.49
m
m s
tfi := tf ti = 9996 hari
tfi
Faktor perpanjangan waktu final ktdfi := =1
f'cig
61 0.58 + tfi
MPa
0.118
Koefisien rangkak gelagar saat waktu ψtfti := 1.9 ks khc kf ktdfi ti = 1.79
final karena pembebanan saat transfer
Untuk kasus gelagar non segmental, kehilangan prategang akibat susut pada saat transfer
m
hingga penempatan pelat bernilai 0 (AASHTO LRFD 2017 Pasal 5.9.5.4.5), sehingga:
Kehilangan akibat susut Δ fpSR := 0
Koefisien penampang
Koefisien penampang transformasi
transformasiyang
yang memperhitungkan interaksi pengaruh 1 waktu antara
memperhitungkan
beton interaksi dalam
dan baja terlekat pengaruhpenampangKdf :=yang ditinjau untuk periode waktu antara = 0.80
Eps Aps Acg ecg
waktu antarapelat
betondan
danfinal:
baja terlekat 2
pengecoran
dalam penampang yang ditinjau untuk 1+
Ecig Acg
1+ (
1 + 0.7 ψtfti )
periode waktu antara pengecoran pelat 1
Icg
dan final K := = 0.80
Eps Aps Acg ecg
df 2
1+ 1+ (1+ 0.7 ψtfti )
E A cg Icg
cig
174
4.3.4.2 Tambahan prategang akibat penyusutan pelat
Lebar sayap efektif bef := 2100 mm
2
Luas penampang pelat Ad := bef ts = 525000 mm
35 MPa
faktor pengaruh kuat tekan beton kfd := = 0.95
7 MPa + f'cid
3
Regangan susutpelat antara ε ddf := ksd khsd kfd ktddf 0.48 10 = 0.0009
pengecoranpelat dan final
0.118
Koefisien rangkak pelat saat waktu ψtftdd := 1.9 ksd khc kfd ktddf ti = 2.27
final karena pembebanan saat awal
pembebanan
Eksentrisitas pelat terhadap titik ts
berat penampang komposit ed := ytcg + = 768.00 mm
2
Eksentrisitas tendon pada ecg = 1315.33 mm
penampang komposit
Rangkak pada pelat beton: ε ddf Ad Ecd 1 ecg ed
Rangkak pada dek beton ddf ΔAfdcfd :=
1
Ecd cg d
f cfd := ( e
)
e
1 + 0.7ψtftdd Acg Icg
(
1 + 0.7 tftdd )
Acg Icg
175
Δ fcfd = 1.96 MPa
Tanda (-) pada rangkak gelagar f cfd menandakan bahwa adanya prategang tambahan.
j
Besar gaya prategang tambahan akibat susut di pelat:
Eps
f pSS :=
Ecg
(
f cfd Kdf 1 + 0.7 tftdd )
j
4.3.4.3 Kehilangan prategang akibat rangkak pada gelagar
a) Kehilangan akibat rangkak rentang waktu dari transfer hingga pengecoran pelat
Berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Pasal 5.9.5.4.5, nilai kehilangan prategang akibat rangkak
pada rentang waktu dari transfer hingga penempatan pelat bernilai 0, sehingga:
b) Kehilangan akibat rangkak rentang waktu penempatan pelat hingga waktu final
h
Perubahan tegangan di beton antara saat transfer dan penempatan pelat karena kehilangan
prategang, penempatan pelat, berat pelat dan beban mati tambahan:
Koefisien rangkak
Koefisien rangkak gelagar
gelagar waktu
waktu antara pengecoran 0.118
antara pengecoran dek dan final ψtftd := pelat
1.9 ksdan
khcfinal:
kf ktdfd td = 1.3
0.118
ψtftd := 1.9 ks khc kf ktdfd td = 1.3
Momen akibat berat pelat, RC plate dan diafragma yang bekerja pada gelagar nonkomposit
, RCplate MS := MMS_S
transformasi + MMS_RCP + MMS_D = 3454.73 kN m
final:
ada gelagar
,l RCplate MS := MMS_S + MMS_RCP + MMS_D = 3454.73 kN m
ada gelagar
l
Momen akibat berat aspal dan MA := MMA_A + MMA_B = 1099.04 kN m
MA := MMA_A + MMA_B = 1099.04 kN m
barrier
d
Aps
2
Ag emid MSetf (MA) ect
(
f cd := f pSR + f pCR + f pR1 1 +
Ag
) I +
Ig tf Ict
176
Kehilangan akibat rangkak:
Eps Eps
Δ fpCD :=
Ecig
( )
fcgp ψtfti ψtdti Kdf +
Ecg
Δ fcd ψtftd Kdf = 6.73 MPa
Kehilangan akibat relaksasi saat transfer hingga penempatan Δ fpR1 = 0.00 MPa
pelat:
Kehilangan akibat relaksasi saat penempatan pelat hingga final: Δ fpR2 := 8 MPa
4.3.3.6
4.3.5 Perhitungangaya
Perhitungan gayaprategang
prategangefektif
efektifakhir
akhir
Δ fpLT := Δ fpSR + Δ fpCR + Δ fpR1 + Δ fpSD + Δ fpR2 + Δ fpCD Δ fpSS = 35.49 MPa
f
b) Perhitungan gaya prategang final efektif
fpe:=:=0.75
fpe 0.75 fpu
fpuΔΔfpT
fpT== 1246.67 MPa
1219.08 MPa
d
177
5. Pemeriksaan tegangan
Pemeriksaan
5.1 Tegangantegangan
izin dilakukan pada pengaruh beban maksimum dan pada posisi eksentrisitas
tendon maksimum.
Pemeriksaan
h tegangan dilakukan pada pengaruh beban maksimum dan pada posisi
eksentrisitas tendon maksimum.
Tegangan izin beton kondisi transfer
Tarik σti := 0.25 f'cig MPa = 1.58 MPa
178
Diagram tegangan pada penampang saat transfer sebagai berikut:
Pada masa konstruksi beban yang bekerja pada gelagar berupa beban pelaksanaan seperti
beban pengecoran pelat, barrier, dan diafragma. Pada kondisi ini belum terjadi aksi komposit
antara gelagar dan pelat jembatan, sehingga semua beban yang bekerja dipikul oleh gelagar.
ft_kons :=
Ptransfer
+
Ptransfer emid
+
( ) ( )
MMS_S + MMS_G + MMS_D + MMS_RCP
( )
Ag St St
fb_kons :=
Ptransfer
+
Ptransfer emid
+
( ) ( ) (
MMS_S + MMS_G + MMS_D + MMS_RCP ) ( )
Ag Sb Sb
179
Ptransfer/Ag Ptransferemid/S MS/S MA/S MLL/S Total
Kondisi Lokasi
MPa MPa MPa MPa MPa MPa
Sisi atas gelagar -9.63 16.61 -19.44 - - -12.46
Konstruksi
Sisi bawah gelagar -9.63 -15.33 17.95 - - -7.01
180
fb_serv_III_bot := fb_serv_III_ps + fb_serv_III_load = 2.49 MPa
Tegangan tarik serat bawah gelagar yang terjadi saat layan yaitu 2,49 MPa sedangkan
tegangan yang diizinkan 3,54 MPa. Untuk antisipasi agar serat bawah gelagar tidak
mengalami retak, maka akan ditambahkan tulangan tarik nonprategang.
Pada saat layan, pada pelat lantai beban yang bekerja yaitu beban akibat barrier, aspal dan
beban hidup kendaraan yang dipikul oleh penampang komposit. Dengan demikian,
perhitungan tegangan pada pelat adalah sebagai berikut:
f.t_s :=
(M.MA_B M.MA_A) M.LL = 5.40 MPa
S.tcd n
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Layan_I := "Oke" if f.t_s σc.serv_s = "Oke"
sebaliknya
"Tidak ok" otherwise
f.b_s :=
(
M.MA_B M.MA_A M.LL)= 3.89 MPa
S.bcd n
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan_I := "Oke" if f.b_s σc.serv_s = "Oke"
181
6. Kapasitas lentur penampang
Tahanan lentur dihitung pada kondisi momen maksimum, momen maksimum terjadi pada
tengah bentang. Data-data yang diperlukan untuk menghitung kapasitas lentur penampang
adalah sebagai berikut:
Tebal pelat ts = 250 mm
Tinggi efektif penampang dari serat tekan
terluar ke pusat tendon prategang dp := hcg ymid = 2208.33 mm
Tebal
Tebal pelat deck pelat deck t
ts = 250 mm s = 250 mm
Lebar sayap tekan b := sg = 2100 mm
Lebar
Lebar sayap sayap tekan
tekan b := sg =b2100 := sg mm = 2100 mm
Kuat tekan beton gelagar f'cg = 50 MPa
Kuat tekanKuat tekan
beton beton gelagar
gelagar cg = 50 MPa
f'cg = 50f' MPa
2
Luas strand
Luas strand Aps_tot = = 5626.47
2 mm
5626.47 2
mm22
Luas
Luas strand strand A A
Aps_tot =Aps_totps_tot =
5626.47= 5626.475626.47
mm mm
mm
ps_tot
Tegangan putus
Tegangan putus tendon
tendon fpu = = 1860
1860 MPaMPa
Tegangan putus tendon fpu = 1860 pu == 1860
fffpu 1860 MPa
Tegangan putus tendon
putus tendon pu MPa MPa
kk := fpy py
fffpy
== 0.28
:=
1.04
= 0.28
22 1.04
1.04 py 0.28
KoefisienKoefisien
friksi wobble
friksi wobble k := 2 k
1.04 :=
2
= 0.28
f
Koefisien friksi
friksi wobble
wobble
:= 0.85 pu
f ff pu
pu
pu
Faktor
Faktor blok
blok blok tegangan
tegangan
tegangan beton beton
beton := 0.85 β 1 := 0.85
Faktor blok tegangan beton 1 β1 1 := 0.85
a 1 := 0.85 a α11 :=:= 0.85
0.85
α1 := 0.85
Lebar web
webLebar web bw := 250mm b bw :=
:= 250mm
250mm
Lebar web bw w := 250mm
182
Dengan demikian, letak sumbu netral adalah:
Kapasitas lentur penampang diperiksa terhadap momen ultimit akibat kombinasi pembebanan
kuat I yang dihitung sebagai berikut:
( ) ( ) (
Mu := 1.2 MMS_G + MMS_D + 1.3 MMS_S + MMS_RCP + 2 MMA_B + MMA_A + 1.8 MLL )
Mu = 20025.61 kN m
u = 28635.99 kN m
Momen
1.33M tidak terfaktor akibat beban mati komponen struktur:
Mdnc := MMS_S + MMS_G + MMS_D + MMS_RCP = 7315.50 kN m
Momen tidak terfaktor akibat beban mati komponen struktur
Modulus retak beton fr := 0.63 f'cg MPa = 4.45 MPa
183
Pe Pe emid
fcpe := + = 24.41 MPa
Ag Sb
Mr = 21058.45 kN m
Sbcg
3 1 (
Mcr := fr + fcpe S
2
-M )
bcg dnc S
-1 = 16369.08 kN m
b
1.2 Mcr = 19642.901 kN m
( )
Syarat_Tulangan_Minimum := min 1.33Mu 1.2 Mcr = 19642.90 kN m
c C
bv
sumbu
de dv
h netral
Aps
As T
Titikberat
Titik berattendon
tendondidi mid == 141.67
yymid 141.67 mm
mm
tengahbentang
tengah bentang
LLbb
Panjangsetengah
Panjang setengahbentang
bentang LLmid
mid :=
:= == 20.30
20.30m
m
22
Panjangtendon
Panjang tendondidisetengah
bentang(asumsi
bentang
setengah
(asumsilinear)
linear)
rrtendon :=
tendon:= ((yyend mid)) ++LLmid
endyymid
22
mid
22
tendon== 20.31
rrtendon 20.31m
m
Gayaprategang
Gaya prategangefektif
efektif ef == 7014.34
PPef 7014.34 kN
kN
:= PPef
((yyend mid))
endyymid
Kontribusigaya
Kontribusi gayaprategang
prategang VVpp:= ef
terhadap ketahanan geser
terhadap ketahanan geser rrtendon
tendon
VVpp == 158.33
158.33 kN
kN
7.3
7.4Gaya
7.4 dalam Ketahanan
Perhitungan
Perhitungan KetahananGeser
GeserBeton
Beton
Gaya geser ultimit di muka
geser kritis Vucr := 1674.41kN
ε s := 0 if ε s. 0 =0
ε s. otherwise
sebaliknya
4.8
Faktor β (diasumsikan β := = 4.80
meggunakan tulangan 1 + 750ε s
minimum)
Sudut tegangan utama θ := 29 + 3500 ε s = 29
185
Kuat geser beton Vc := 0.083 β f'cg MPa bv dv
Vc = 1175.60 kN
ε s. = 0.004
ε s := 0 if ε s. 0 =0
ε s. otherwise
4.8
Faktor β (diasumsikan β := = 4.80
meggunakan tulangan 1 + 750ε s
minimum)
Sudut tegangan utama θ := 29 + 3500 ε s = 29
Vc = 1175.60 kN
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser := (
"Ya" i if Vucr > 0.5 ϕ v Vc + Vp )
"Tidak" sebaliknya
otherwise
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser = "Ya"
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser = "Ya"
Vucr
V
Gaya geser
Gaya geser yang
yang ditahan
ditahan V := ucr V V
s_req := ϕ
Vs_req Vcc Vp
p
baja tulangan
baja tulangan ϕ vv
= 898.62 kN
Vs_req =
Vs_req 898.62 kN
Digunakan tulangan geser: Dv := 13 mm
nv := 2
Jumlah kaki
1 2 2
Luas tulangan Av := π Dv nv = 265.46 mm
4
Kuat leleh tulangan fyv := 420 MPa
Vs = 1311.17 kN
( )
Kuat geser nominal yang
Vn := min Vn1 Vn2 = 2645.10 kN
digunakan
186
V.ucr ϕ ϕ.v
V V
ucr v Vp .p
Tegangan geser di beton :=
vv.u := = 4.97
= 4.97 MPa MPa
u b bv.vdvd.v
ϕϕv.v
Cek_tegangan_geser :=
Cek_tegangan_geser := "Ya"
"Ya" ifif vvu << 0.125 f'
u 0.125 f'cg
= "Ya"
cg = "Ya"
u cg
"Tidak
"Tidak""" otherwise
sebaliknya
otherwise
"Tidak otherwise
f
Berdasarkan perhitungan di atas, sketsa penampang gelagar nonkomposit yang digunakan
adalah sebagai berikut:
187
2.1.5.2 Contoh perencanaan jembatan voided slab
7700
6700
188
2. Data material
Modulus elastisitas gelagar saat layan Ec := 4700 f'c MPa = 33234.02 MPa
Modulus elastisitas saat transfer Eci := 4700 f'ci MPa = 29725.41 MPa
Modulus elastisitas shear key Ecs := 4700 f'cs MPa = 29725.41 MPa
kN
Berat volume beton γ c := 24
3
m
2.2 Material baja prategang
2.2 Material baja prategang
Tegangan baja prategang saat transfer fpi := 0.75 fpu = 1395 MPa
Icg 3
Modulus penampang atas Stcg := = 50829974.92 mm
ytcg
4. Perhitungan beban
4.1 Perhitungan beban tak terfaktor akibat beban mati struktural dan non struktural
2
Luas penampang shear key Ask := 15000 mm2
Jumlah gelagar ng := 8
kN
Berat volume aspal γ a := 22
33
m
kN
Berat gelagar W g := Ag γ c = 10.55
m
kN
Berat shear key W sk := Ask γ c = 0.36
m
kN
Berat aspal W a := ba ta γ a = 1.07
190 m
nb kN
Berat barrier W b := wb = 1.90
ng m
m
kN
Berat gelagar
Berat gelagar := A
W g :=
W Ag γγ c = = 10.55
10.55 kN
g g c m
m
kN
Berat shear
Berat shear key
key := A
W sk :=
W Ask γγ c = = 0.36
0.36 kN
sk sk c m
m
kN
Berat aspal
Berat aspal := b
W a :=
W ba tta γγ a =
= 1.07
1.07 kN
a a a a m
m
nb
n kN
Berat barrier
Berat barrier W
Wb := w
b := wb
b n =
b = 1.90 kN
1.90 m
ngg m
Momen maksimum akibat MS dan MA adalah:
1 2
Momen akibat berat gelagar MMS_G := W g Lb = 57.46 kN m
8
1 2
Momen akibat shear key MMS_SK := W sk Lb = 1.96 kN m
8
1 2
Momen akibat aspal MMA_A := W a Lb = 5.81 kN m
8
1 2
Momen akibat barrier MMA_B := W b Lb = 10.35 kN m
8
Geser maksimum akibat MS dan MA adalah: 1
Geser akibat berat gelagar VMS_G := W g Lb = 34.83 kN
2
1
Geser akibat berat
shear gelagar VMS_G :=:= 1 W L = 34.83 kN
Geser akibat key VMS_SK 22 Wgskb Lb = 1.19 kN
1
Geser akibat shear key VMS_SK :=1 W sk Lb = 1.19 kN
Geser akibat aspal VMA_A := 2 W a Lb = 3.52 kN
2
1
Geser akibat aspal VMA_A := 1 W a Lb = 3.52 kN
Geser akibat barrier VMA_B := 2 W b Lb = 6.27 kN
2
1
Geser akibat barrier VMA_B := W br Lb = 6.27 kN
2
Beban BTR merupakan beban merata di sepanjang bentang jembatan, sedangkan beban
BGT adalah beban terpusat yang diletakkan sedemikian rupa sehingga memberikan efek
terbesar. Untuk jembatan bentang sederhana, beban BGT diletakkan di tengah bentang.
Berdasarkan SNI 1725:2016 Pasal 8.3.1, beban BGT bernilai 49 kN/m. Dengan demikian
beban BGT pada gelagar adalah sebesar:
kN
Berat beban garis PBGT := 49 b = 47.53 kN
m a
BerdasarkanSNI
Berdasarkan SNI1725:2016
1725:2016Pasal
Pasal8.6,
8.6,beban
bebanBGTBGT harus
harus memperhitungkan
memperhitungkan pengaruh beban
pengaruh
beban dinamis
dinamis kendaraan
kendaraan sehingga
sehingga bebanbebanBGTBGT diperbesardengan
diperbesar dengan suatu faktor
faktorbeban
beban dinamis
dinamis (FBD)
(FBD) yang yangkasus
pada padaini
kasus
BGTinidiperbesar
BGT diperbesar 40% sehingga:
40% sehingga:
191
Faktor beban dinamis FBD := 0.4
1 2
Momen akibat beban BTR MBTR := W BTR Lb = 47.53 kN m
8
1
Momen akibat BGT MBGT := PBGT Lb ( 1 + FBD) = 109.79 kN m
4
Momen akibat beban lalu lintas MLL := MBTR + MBGT = 157.33 kN m
1
Geser akibat beban BTR VBTR := W BTR Lb = 28.81 kN
2
PBGT ( 1 + FBD)
Geser akibat beban BGT VBGT := = 33.27 kN
2
Gaya geser akibat beban lalu lintas VLL := VBTR + VBGT = 62.08 kN
Jumlah strand prategang yang diperlukan biasanya ditentukan berdasarkan tegangan tarik
pada serat bawah gelagar akibat kombinasi pembebanan Layan III dimana besarnya
tegangan tarik pada sisi bawah tersebut akibat kombinasi beban layan III adalah:
Batasan tegangan yang terjadi pada saat beban layan ditentukan pada bab 7, yaitu:
Tegangan izin saat kondisi beban servis ftallowservis := 0.5 f'c MPa = 3.54 MPa
Dengan demikian, besar tegangan pratekan yang dibutuhkan, f pb, pada bagian bawah
emikian, besar tegangan pratekan yang dibutuhkan
pb, pada
, f bagian bawah gelagar
gelagar adalah:
Lokasi pusat gaya prategang diasumsikan sekitar 5-15 persen dari tinggi gelagar yang diukur
dari sisi bawah gelagar. Dan pada kasus ini, dipilih sebesar 10 persen.
Pusat gaya prategang ybs := 0.1 hg = 57 mm
Tegangan pada dasar gelagar akibat gaya prategang efektif, Pe, bisa ditentukan dengan
persamaan berikut:
192
Pe Pe ec
fpb = +
A Sb
fpb Ag Sb
Gaya prategang efektif Pe := = 62.87 kN
Sb + ec Ag
Gaya prategang akhir per strand adalah:
losses := 10%
untuk perhitungan awal, nilai fpi yang digunakan adalah fpi := fpbt , namun setelah jumlah
Gaya prategang akhir di tiap strand Pe_strand := Astrand fpi ( 1 losses) = 124.02 kN
strand diketahui, gunakan fpi sebenarnya untuk perhitungan selajutnya.
Pe
Jumlah strand yang diperlukan nstrand_req := = 0.51
Pe_strand
Jumlah strand yang digunakan nstrand := 6
2
Luas baja prategang yang digunakan Aps := nstrand Astrand = 592.68 mm
193
5.2.2 Kehilangan akibat pengaruh waktu (kehilangan jangka panjang)
Untuk gelagar pratarik, kehilangan prategang akibat pengaruh waktu dapat ditentukan dengan
metode approximate of time dependent losses.
Kelembaban relatif tahunan Hr := 85%
sebaliknya
"Tidak oke" otherwise
6. Pemeriksaan tegangan
6.1 Tegangan izin
Pemeriksaan tegangan dilakukan pada pengaruh beban maksimum dan pada posisi
eksentrisitas tendon maksimum.
Tegangan izin beton kondisi transfer:
Tarik σti := 0.25 f'ci MPa = 1.58 MPa
194
6.2 Tegangan penampang pada saat transfer
Kondisi transfer adalah kondisi awal pemberian gaya prategang awal pada penampang. Pada
kondisi ini gaya prategang yang bekerja maksimum sedangkan beban yang bekerja minimum
(hanya berat sendiri gelagar).
Pada masa konstruksi beban yang bekerja pada gelagar berupa beban pelaksanaan seperti
beban pengecoran pelat lantai, barrier, dan diafragma. Pada kondisi ini belum terjadi aksi
komposit antara gelagar dan pelat lantai jembatan, sehingga semua beban yang bekerja
dipikul oleh gelagar.
Tegangan pada serat atas penampang:
ft_kons :=
Ptransfer
Ptransfer ec
+ +
MMS_G + MMS_SK( ) (
= 0.65 MPa
)
Ag St St
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Konstruksi := "Oke" if f.t_kons σt.i = "Oke"
fb_kons :=
Ptransfer
+
Ptransfer ec
+
( MMS_G) + ( MMS_SK) = 4.25 MPa
Ag Sb Sb
195
6.4 Tegangan penampang kondisi layan
Pada kondisi layan semua beban rencana sudah bekerja, pada kondisi ini sudah terbentuk
aksi komposit antara gelagar dengan pelat lantai. Sehingga beban yang bekerja maksimum
sedangkan gaya prategang yang bekerja minimum (sudah terjadi kehilangan prategang
jangka panjang). Pemeriksaan tegangan dilakukan terhadap Kombinasi Layan I untuk
pengecekan tegangan tekan dan Kombinasi Layan III untuk pengecekan tegangan tarik.
Kehilangan prategang pada saat layan:
Gaya prategang awal Peff := Aps fpe = 725.64 kN
:=
M MS_GM
MMS_G MMS_SK
MS_SK
++
((MMMA_B
MA_BM MA_A)) M
MMA_A 0.8M
LL LL
t_serv_I_load :=
fft_serv_III_load
SSt t Stcg
Stcg
:= ft_serv_I_ps
t_serv_I_top :=
fft_serv_III_top + f+t_serv_I_load
ft_serv_III_ps = =
ft_serv_III_load 2.34
2.96 MPa
MPa
Periksa_Tegangan_Top_Saat_Layan := "Oke" if f.t_serv_I_top σc.serv = "Oke"
( )( ) ( )( )( )
g M
MS_G + MMS_SK M
MA_B
+ M
MA_A
+ 0.8M
LL
f := +
b_serv_III_load S S
b bcg
fb_serv_III_bot := fb_serv_III_ps + fb_serv_III_load = 0.89 MPa
Periksa_Tegangan_Bot_Saat_Layan
f := "Oke" if f.b_serv_III_bot σt.serv = "Oke"
196
7. Kapasitas lentur penampang
Tahanan lentur dihitung pada kondisi momen maksimum, momen maksimum terjadi pada
tengah bentang. Data-data yang diperlukan untuk menghitung kapasitas lentur penampang
adalah sebagai berikut:
2
Luas strand Aps = 592.68 mm
f
Koefisien friksi wobble
Koefisien friksi wobble - pyfpy = 0.28
k := 2 1.04
k := 2 1.04 f = 0.28
pu
fpu
Faktor
Faktor blok
blok tegangan
tegangan beton β 1 :=
1 := 0.85
beton β 0.85
α 1 :=
1 := 0.85
α 0.85
Aps fpu
c=
fpu
0.85 f'c β 1 b + k Aps
dp
197 a
Mn := Aps fps dp = 540.21 kN m
2
c
Tegangan rata-rata tendon prategang fps := fpu 1- k = 0.28
dp
a
Kapasitas lentur nominal pada tengah penampang Mn := Aps fps dp - = 540.21 kNm
2
Faktor reduksi lentur ϕ f := 0.9
Jumlah tendon
Jumlah tendon yang
yangdigunakan
digunakanharus memenuhi
harus persyaratan
memnenuhi tendon,
persyaratan nilai Mrnilai
tendon, harusMrlebih besar
harus dari
lebih
besar dari nilai
nilai terkecil terkecil 2berikut
2 ketentuan ketentuan
: berikut:
1.2 Mcr atau 1.33Mu
Mr = 486.187 kN m
Sbcg
Mcr
M cr :=
:= γ
γ ((
γ
33 11 r f
f +
+ γ f
2 cpe))
f S
S
cpe bcgbcg
- M
M
dnc S -11= =387.20kNm
387.20 kN m
b b
1.2 Mcr = 464.645 kN m
( )
Syarat_Tulangan_Minimum := min 1.33Mu 1.2 Mcr = 464.645 kN m
198
Cek_Syarat_Tulangan_Minimum := "Oke" if Syarat_Tulangan_Minimum < Mr = "Oke"
sebaliknya
"Tidak oke" otherwise
( )
ld K 0.15 fps 0.097 fpe Dps Dps
( )
1
K 0.15 fps 0.097 fpe Dps = 1971.36 mm
MPa
ld 1971.36 mm
1 Lb
....Oke
ld := 1971.36 mm < bentang = 3.3m
2 2
Jadi, panjang ld sebesar 1971.36 mm diukur dari end zone pada voided slab.
8. Tulangan geser
Tinggi efektif geser voided slab diambil yang terbesar dari: 0.9dp dan 0.72h
199
8.1 Gaya geser ultimit dan perhitungan kuat geser nominal
Gaya geser ultimit di muka Vucr := 174.54 kN
geser kritis
ε s. = 0.004
ε .s := 0 if ε .s. 0 =0
ε s := 0 if ε s. 0 =0
ε .s. otherwise
sebaliknya
ε s. otherwise
4.8
Faktor β (diasumsikan β := = 4.8
meggunakan tulangan 1 + 750ε s
minimum)
Sudut tegangan utama θ := 29 + 3500 ε s = 29
Vc = 533.27 kN
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser := "Ya" if (
V.ucr > 0.5 ϕ .v V.c + V.p )
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser := "Ya" if
"Tidak" sebaliknya
otherwise
(
Vucr > 0.5 ϕ v Vc + Vp )
"Tidak" otherwise
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser =
Cek_apakah_diperlukan_tulangan_geser = "Tidak"
"Tidak"
V
Vucr
ucr
Gaya
Gaya geser
geser yang
yang ditahan
ditahan V
Vs_req :=
:=
VVcc
VVp
s_req ϕ
ϕ vv p
baja tulangan
baja tulangan
= 300.55 kN
s_req = 300.55 kN
V
Vs_req
Digunakan
Digunakan tulangan
tulangan geser:
geser
geser: Dvv :=
D 13mm
:= 13 mm
Jumlah
Jumlah kaki
kaki nvv :=
n := 33
11 2 2
Avv :=
A := π Dvv2nnvv == 398.2
πD mm2
398.2mm
Luas 44
Luas tulangan
tulangan
ffyv := 420 MPa
Kuat
Kuat leleh
leleh tulangan
tulangan yv := 420 MPa
Coba
Coba jarak
jarak antar
antar Svv :=
S 300 mm
:= 300 mm
tulangan
tulangan geser
geser
Avv ffyv
A d cot ( θ)
yv dvv cot ( θ)
Kekuatan geser
Kekuatan geser tulangan
tulangan Vss :=
V :=
S
Svv
200
Av fyv dv cot ( θ)
Kekuatan geser tulangan Vs :=
Sv
Vs = 290.13 kN
Cek_kapasitas_geser := if ϕ v V
"Tidak oke"
"Oke" n > Vucr = "Oke"
sebaliknya
otherwise
Cek_tegangan_geser :=
Cek_tegangan_geser := "Ya"
"Ya" ifif vv.u < 0.125 f' = "Ya"
u < 0.125 f'c.c = "Ya"
"Tidak sebaliknya
"Tidak "" otherwise
otherwise
Karena, vu < 0.125 f'cg maka syarat spasi maksimum: smax := 0.8 dv 600 mm
Cek_spasi_maksimum := "600
0.8 dmm dv 600 mm
sebaliknya
v if" 0.8
otherwise = 369.36 mm
201
Detail penulangan voided slab yang digunakan adalah sebagai berikut:
9. Perhitungan deformasi
Camber akibat stressing awal untuk debonded tendon dihitung dengan persamaan berikut:
2
Pi ec Lb
Δ stressing := = 2.14 mm (ke arah atas)
8 Ec Ig
5 4
δDL := W g Lb = 0.61 mm (ke arah bawah)
348 Ec Ig
2
Luas penampang Ag_long := Lb hg = 3762000 mm
1 3 4
Momen inersia Ix_long := Lb hg = 101856150000 mm
12
1 2 3
Modulus penampang Sc := Lb hg = 357390000 mm
6
Eksentrisitas tendon eps := 50 mm
2
Luas total strand Aps_trans := nstrand_trans Astrand_trans = 1400 mm
Ppi_trans
Tegangan pada penampang ftrans := = 4.44 MPa
arah transversal Ag
Tampak atas
Tampak samping
203
2.1.6 Contoh perencanaan jembatan baja
204
Untuk preliminari desain tinggi gelagar minimum sistem dek (gelagar+pelat) untuk jembatan
baja I komposit dengan bentang sederhana dapat dihitung berdasarkan Peraturan
Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3 (2017).
2.1 Cross section properties tahap 1 dan 2 (Pada saat menahan berat sendiri gelagar +cor
pelat)
2
Atop_f := bc tc = 7680 mm
Luas sayap atas
2
Abot_f := bt tt = 7680 mm
Luas sayap bawah
205
2 2
Luas Luas
badanbadan AwebA:=web
D t:=
wD= 17528
tw = 17528
mm mm
2 2
Luas Luas
total total Ag := AAgtop_f
:= Atop_f
+ Abot_f
+ Abot_f
+ Aweb
+ A=web = 32888
32888 mm mm
1 13 3 4 4
Inersia
Inersia
sayapsayap
atas atas :=
Itop_fItop_f :=
bc tc bc= t368640
c = 368640
mm mm
12 12
1 13 3 4 4
Inersia
Inersia
sayapsayap
bawah :=
bawah Ibot_fIbot_f :=
bt tt b=t 368640
tt = 368640
mm mm
12 12
1 13 3 4 4
Inersia
Inersia
badanbadan Iweb :=
Iweb :=tw D tw= D = 2289600842.67
2289600842.67 mm mm
12 12
tc tc
Titik berat
Titik berat
sayapsayap y y :=
atas atas top_f top_f :=
= 12 mm
= 12 mm
2 2
d d
Titik berat
Titik berat
badanbadan yweb y:=web :=
= 650= mm
650 mm
2 2
tt tt
Titip berat
Titip berat
sayapsayap
bawahbawah := d := d= 1288
ybot_fybot_f = 1288
mm mm
2 2
Atop_fAtop_f ytop_f
ytop_f + Aweb+A yweb
web y+web + Abot_f
Abot_f ybot_f ybot_f
Titik berat
Titik berat
penampang
penampangYg := Yg := = 650= mm
650 mm
Ag Ag
Titik
Titik berat
berat sayap
sayap atas
atas keke YcY:=c := = 650
YgY=g 650 mm
mm
permukaan
permukaan atas
atas
Titik
Titik berat
berat sayap
sayap bawah
bawah keke :=t :=
Yt Y d dYgY=g 650
= 650 mm
mm
permukaan
permukaan atas atas
Inersia
Inersia penampang
penampang := :=
Ig1Ig1 + A+top_f
Itop_f
Itop_f ( (
ytop_f
Atop_f ytop_f ) )
2 2+I
Yg Yg+ Iweb + A+web
web ( (
yweb
yweb
Aweb Y
2 2
g Yg ) )
( ( ) )
2 2
:= :=
Ig2Ig2 + A+bot_f
Ibot_f
Ibot_f ybot_f
Abot_f Yg Yg
ybot_f
4 4
Ig :=
Ig := + Ig2
+ Ig2
Ig1Ig1 = 8542533962.67
= 8542533962.67 mm
mm
Ig Ig 3 3
Modulus
Modulus elastis
elastis penampang
penampang := := = 13142359.94
Ss_bot
Ss_bot = 13142359.94 mm
mm
nonkomposit
nonkomposit Yt Yt
206
Titik berat penampang ke serat atas pelat lantai Ycn := yn = 432.50 mm
(
In1 := Idn + Adn ydn Ycn )2
In2 := Ig + Ag ( Yg + ts Ycn)
2
4
In := In1 + In2 = 20718641079.10 mm
In 3
Modulus penampang kondisi short term composite Sn_bot := = 18540199.01 mm
Ytn
2.3 Data Penampang Tahap 4 (Pada kondisi long term composite)
Kondisi long term merupakan kondisi akibat pengaruh permanen termasuk rangkak dan susut.
3n = 24
bs
Lebar efektif kondisi long term bef3n := = 66.67 mm
3n
2
Luas pelat beton kondisi long term Ad3n := bef3n ts = 16666.67 mm
1 3 4
Id3n := bef3n ts = 86805555.56 mm
Inersia kondisi long term 12
ts
Titik berat pelat lantai kondisi long term yd3n := = 125 mm
2
Titik berat penampang kondisi long term
y3n :=
(
Ad3n yd3n + Ag Yg + ts )
= 639.35 mm
Ad3n + Ag
Titik berat penampang ke serat atas beton Yc3n := y3n = 639.35 mm
(
I3n1 := Id3n + Ad3n yd3n Yc3n )2
(
I3n2 := Ig + Ag Yg + ts Yc3n )2
4
I3n := I3n1 + I3n2 = 15272963731.21 mm
I3n 3
Modulus penampang kondisi long term S3n_bot := = 16771406.75 mm
Yt3n
207
3. Perhitungan gaya dalam
3.1 Gaya dalam pada gelagar akibat beban permanen
kN
Beban mati gelagar W g := Ag γ s = 2.58
m
kN
Beban mati pelat lantai W s := bs ts γ c = 9.60
m
kN
Beban mati aspal W a := bs ta γ a = 1.76
m
Beban temperatur gradien:
T 1 := 17 °C
Perbedaan suhu dari bawah ke atas penampang
Properti penampang 2
2
Luas penampang 2 A2 := 25000mm
208
Properti penampang total
2
Luas penampang A := 82900mm
εε. := T
αα
Regangan akibat temperatur gradien (( ) )
AA T1.1
AA ( () )
1 .1+ T 2 .2A2 .2=0.00005066
+T A = 0.00005066
.
Aksial akibat temperatur gradien N := Es A ε = 840 kN
Karena beban yang terjadi adalah beban merata, maka momen akibat beban MS dan MA
ditentukan dengan persamaan berikut ini:
1 2
Momen akibat beban mati gelagar MMS_g := W g Lb = 211.49 kN m
8
1 2
Momen akibat berat pelat lantai MMS_s := W s Lb = 786.43 kN m
8
1 2
Momen akibat beban mati tambahan MMA := W a Lb = 144.18 kN m
8
1
Geser akibat beban mati gelagar VMS_g := W g Lb = 33.05 kN
2
1
Geser akibat berat pelat lantai VMS_s := W s Lb = 122.88 kN
2
1
Geser akibat beban mati tambahan VMA := W a Lb = 22.53 kN
2
3.2 Gaya dalam pada gelagar akibat beban kendaraan
Kendaraan standar yang digunakan adalah sesuai dengan SNI Pembebanan Jembatan 1725-
2016 Pasal 8.4.1. Analisis gaya dalam dapat dilakukan dengan metoda faktor distribusi beban.
Karena panjang jembatan eksisting adalah 25.6 m, maka terdapat 3 sumbu truk yang akan
membebani jembatan. Perlu ditinjau beberapa lokasi beban yang menyebabkan momen
maksimum.
209
1. Menentukan momen maksimum di tengah bentang
Momen maksimum di dapatkan dengan menempatkan beban truk tepat di tengah bentang
jembatan. Dalam perhitungan momen ini, beban truk bergerak dari kiri ke kanan, seperti
gambar berikut ini.
Truk bergerak dari kiri ke kanan
P1=225 kN P2=225 kN
P3=50 kN
RA RB
8.8 (m) 4 (m) 5 (m) 7.8 (m)
25.6 (m)
RA RB
12.8 (m) 12.8 (m)
25.6 (m)
Reaksi tumpuan yang terjadi akibat beban satu satuan yang bekerja yaitu:
P LCB P LAC
RA := = 0.50 RB := = 0.50
LAB LAB
Selanjutnya, menghitung garis pengaruh momen maksimum akibat beban satu satuan
ditengah bentang dengan mengalikan reaksi tumpuan ke titik C yang ditinjau.
LAB
MC := RA = 6400 mm
2
Maka, diagram
Maka, diagram garis
garis pengaruh
pengaruh momen
momen maksimum
maksimum ditengah
ditengahbentang
bentangakibat
akibat beban satu satuan
beban satu satuan yaitu:
yaitu:
210
P= satu satuan
RA RB
12.8 (m) 12.8 (m)
25.6 (m)
A C B
6.4 (m)
A C B
Y1 Y2 = 6.4 (m) Y3
X2 = 12.8 m X2 = 12.8 m
Y2 X1 Y2 X3
Y1 := = 4400 mm Y3 := = 3900 mm
X2 X2
P1=225 kN P2=225 kN
P3=50 kN
RA RB
4 (m) 5 (m)
25.6 (m)
Untuk mendapatkan garis pengaruh gaya geser, maka diasumsikan bahwa bekerja beban
sebesar satu satuan.
a) Jika beban satu satuan berada di tumpuan A
P= satu satuan
RA RB
25.6 (m)
P X1
RA := =1
Lb
212
b) Jika beban satu satuan ada di tumpuan B
P= satu satuan
RA RB
25.6 (m)
Jarak P ke tumpuan B X2 := 0
NIlai garis pengaruh Σ MB = 0
P X2
RA := =0
Lb
4 (m) 5 (m)
225 kN 225 kN 50 kN
RA Y1 Y2
16.6 (m)
21.6 (m)
25.6 (m)
Di tumpuan A RA = 1
Panjang segitiga RA LRA := 25600 mm
Panjang segitiga Y1 LY1 := 21600 mm
Panjang segitiga Y2 LY2 := 16600 mm
Beban gandar belakang truk P3 := 225kN
Beban gandar tengah truk P2 := 225kN
Beban gandar depan truk P1 := 50kN
2
Parameter kekakuan longitudinal
Faktor distribusi beban hidup balok interior
Faktor distribusi beban hidup balok interior
ts
Eksentrisitas gelagar eg := d yn = 742.50 mm
2
2
Luas penampang balok Ab := Ag = 32888 mm
Kg := n Ig + Ab eg
2
Parameter kekakuan longitudinal
11 4
Kg = 2.13 10 mm
( )
MTS := MTS_max max gmi_1 gmi_2 = 1187.82 kN m
SgS.g
ggvi_1 :=
.vi_1 := +
0.36
0.36 + = =0.57
0.57
7600
7600
mm
mm
Faktor distribusi geser gelagar interior dua lajur terbebani
22
SSg.g SSg.g
g.vi_2
vi_2 :=
:= 0.2
0.2 ++ = =0.62
0.62
3600 mm 10700mm
3600 mm
10700 mm
9 12
Nilai Kg harus memenuhi syarat batas 4 10 Kg 3 10
Untuk kasus beban fatik, konfigurasi gandar truk ditentukan berdasarkan Pasal 8.11.1 SNI
1725.2016 yaitu jarak gandar tengah dan jarak gandar belakang konstan sebesar 5 m. Detail
konfigurasi truk untuk kondisi batas fatik dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
214
Truk bergerak dari kiri ke kanan
P1=225 kN P2=225 kN
P3=50 kN
RA RB
7.8 (m) 5 (m) 5 (m) 7.8 (m)
25.6 (m)
5 (m) 5 (m)
P1=225 kN P2 = 225 kN P3 = 50 kN
A C B
Y1 Y2 = 6.4 (m) Y3
X2 = 12.8 m X2 = 12.8 m
215
Y2. X1. Y2. X3.
Y1. := = 3900 mm Y3. := = 3900 mm
X2. X2.
P1=225 kN P2=225 kN
P3=50 kN
RA RB
5 (m) 5 (m)
25.6 (m)
Gambar posisi beban truk untuk menentukan gaya geser maksimum untuk beban
fatik
Untuk mendapatkan garis pengaruh gaya geser, maka diasumsikan bahwa bekerja beban
sebesar satu satuan.
5 (m) 5 (m)
225 kN 225 kN 50 kN
RA Y1 Y2
15.6 (m)
20.6 (m)
25.6 (m)
Di tumpuan A RA == 11
Panjang segitiga RA
RA LRA == 25.6 m mm
25600
Panjang segitiga Y1
Y1 LY1. := 20.6m
20600 mm
Panjang segitiga Y2
Y2 LY2. := 15.6m
15600 mm
Beban gandar belakang truk
truk P3 = 225 kN
Beban gandar tengah truk P2 = 225 kN
Beban gandar depan truk P1 = 50 kN
216
Menentukan tinggi Y1 dan Y2 dengan cara perbandingan segitiga.
RA LY1. RA LY2.
Y1 := = 0.80 Y2 := = 0.61
LRA LRA
Intensitas
BGT BGT=p kN/m
90°
Arah lalu lintas
Intensitas
BTR=q kPa
BTR
Bandingkan gaya dalam akibat beban truk dan beban lajur. Untuk pengaruh momen
maksimum disebabkan oleh beban lajur (BTR dan BGT) karena menimbulkan momen lebih
besar, sedangkan gaya geser maksimum disebabkan oleh kendaraan truk standar dengan
jarak gandar depan ke gandar tengah 5m dan gandar tengah ke gandar belakang 4m
Jadi, momen maksimum yang digunakan Mmax := 1882.11 kN m
geser maksimum yang digunakan Vmax := 278.24 kN
3.3
3.3Kombinasi
Kombinasi pembebanan
Pembebanan Kendaraan Standar
Faktor beban untuk beban temperatur gradien (γTG ) ditentukan berdasarkan kondisi
pekerjaan. Jika tidak ada hal yang bisa menyebabkan perubahan nilai, maka γTG dapat
diambil sebagai berikut :
218
4. Pemeriksaan Batasan komponen
Penampang harus diperiksa untuk memastikan stabilitas profil yang digunakan memenuhi
persyaratan. Stabilitas diperiksa berdasarkan rasio ketebalan lebar terhadap tebal sayap dan
pelat badan yang dihitung sebagai berikut:
bc = 320 mm
Iyc
0.1 10
Iyt
0.1 1 10
219
D
150
tw
D
= 89.43
tw
s
5. Pemeriksaan komponen
5.1 Constructibility
Pada saat konstruksi diperiksa terhadap kombinasi kuat akibat beban mati yaitu beban pelat
beton (slab) basah, beban akibat penampang baja.
5.1.1 Akibat lentur
1. pelat sayap atas
Momen yang terjadi pada saat konstruksi :
MMS_g = 211.49 kN m
fbu1 + fl ϕ f Rh F y
fbu1 + fl
Rasio1 := = 0.32
ϕ f Rh F y
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
0
220
b) Periksa tahanan lentur pada sayap atas
- Tahanan tekuk lokal
Hitung rasio kelangsingan pelat sayap tekan λ f : ( )
bc
λ f := = 6.67
2 tc
Hitung batas rasio kelangsingan untuk pelat sayap tekan kompak λ pf : ( )
Es
λ pf := 0.38 = 9.15
F yc
Jika λ f λ pf
Pelat sayap tekan kompak
6.67 9.15
Untuk constructibility nilai faktor web load shedding (Rb) adalah 1
Rb := 1
Maka tahanan tekuk lokal pada sayap atas adalah
F ncFLB := Rb Rh F yc = 345 MPa
- Tahanan tekuk torsi lateral
Lb = 5000 mm
Dc := Yc tc = 626 mm
Jari-jari girasi efektif untuk tekuk torsi lateral (rt)
Jari-jari girasi efektif untuk tekuk torsi lateral (rt)
bbc.c
:=
rr.t:= = 0.08 mm
= 78.62 m
t D.c t.w
12 11++1 c w
1 D t
12
3 b t t.c
3 bc.c c
Hitung batasan panjang tanpa bracing (Lp) untuk mencapai tahanan lentur nominal:
Hitung batasan panjang tanpa bracing(Lp ) untuk mencapai tahanan lentur
Es
nominal:
Lp := 1.0 rt = 1893.06 mm
F yc
Es
Lp := 1.0
Hitung rt panjang
batas = 1893.06 mm
tidak terkekang ( Lr ) untuk mencapai leleh nominal awal pada kedua
F yc
- Tahanan tekuk torsi lateral
pelat sayap :
Es
Lr := π rt = 5947.23 mm
Fyc
Jika Lp < Lb Lr maka:
Cb := 1
1
fbu1 + f ϕ f Fnc
3 l
1
fbu1 + f
3 l
Rasio2 := = 0.41
ϕ f Fnc
Jadi,
s tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
2. Pelat sayap bawah
fbu2 :=
( 1.25MMS_g + 1.3MMS_s) Yt = 97.91 MPa
Ig
Pelat sayap tarik harus memenuhi persamaan berikut:
fbu2 + fl ϕ f Rh F yt
F yt := F y = 345 MPa
fbu2 + fl ϕ f Rh F yt
fbu2 + fl
Rasio3 := = 0.32
ϕ f Rh F yt
s
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
3) Pelat badan (web)
Untuk memastikan tidak terjadinya tekuk lentur pada web selama proses konstruksi, maka
persyaratan berikut harus dipenuhi,
fbu3 ϕ F crw
99
Tekuk lentur koefisien kk:=:= = 36
22
DD.cc
DD
Tahanan tekuk di badan
0.9 EEs.s
0.9 k k
.crw:=
F crw :=
22
= =810.26
810.26 MPa
MPa
D D
t t
w.w
Akan tetapi, nilaiF crw tidak boleh lebih besar dari:
F yw := F y = 345 MPa 222
Hitung gaya
Hitung geser
gaya pada
geser saatsaat
pada konstruksi
konstruksi
Vu := 1.25VMS_g + 1.3VMS_s
Vu = 201.05 kN
Hitung
Hitung gaya gaya
gesergeser
plastisplastis
(Vp) (Vp)
Vp := 0.58Fyw D tw = 3507.35 kN
Hitung rasiorasio
Hitung antaraantara
tahanan tekuk geser
tahanan terhadap
tekuk geser tahanantahanan
terhadap leleh geser
leleh(C)
geser (C)
Koefisien tekuk geser untuk pelat badan adalah
223
k := 5
Es k
1.12 = 60.30
F yw
D
= 89.43
tw
D Es k
1.12
tw F yw
Es k
1.40 = 75.37
F yw
Es k D Es k
1.12 1.40
F yw tw Fyw
D Es k
1.40
tw Fyw
Kasus III
89.43 75.37 ...Oke
1.57 EEs.s
1.57 k k.
Sehingga C. :=
:= = 0.57
= 0.57
22 FF
DD yw
.yw
tt
w.w
Nilai geser nominal pada penampang adalah (Vn) :
d
Vcr := C Vp = 1995.76 kN
Vn := Vcr = 1995.76 kN
:= 1.0
ϕϕ vv := 1.0
ϕϕ vv V
Vn == 1995.76
n
1995.76 kN
kN
Vu ϕϕ v V
Vu V
v nn
196.09 kN 1995.76
201.05 kN 1995.76 kN
kN ...Oke
...Oke
Vu
V u
Rasio55 := ϕ V == 0.10
Rasio := 0.10
ϕ vv Vnn
Jadi,
d gaya dalam (geser) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas geser struktur
yang disediakan.
4.2 Kondisi batas layan
224
5.2. Kondisi batas layan
Pada batas kondisi layan harus diperiksa tegangan komposit pada Kombinasi Layan II
1. Pelat sayap atas
Tegangan pada pelat sayap atas:
fbu4 :=
( +
) +
( ) (
+
)
1.0 MMS_g + MMS_s Yc 1.0 MMA Ycg3n 1.3 Mmax Ycgn 0.5 MTG Ycgn
Ig I3n In In
Rh = 1
fbu4
Rasio6 := = 0.31
0.95 Rh F yc
Jadi,d tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
fbu5 :=
( +
) +
( ) ( +
)
1.0 MMS_g + MMS_s Yt 1.0 MMA Yt3n 1.3 Mmax Ytn 0.5 MTG Ytn
Ig I3n In In
fl
fbu5 + = 226.13 MPa
2
fl
fbu5 + 0.95 Rh F yt
2
fl
fbu5 +
2
Rasio7 := = 0.69
0.95 Rh F yt
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
d
225
3. Pelat badan (web)
Tegangan pada pelat badan (web):
Dcn := Ycgn tc = 158.50 mm
fbu_web :=
( +
)
1.0 MMS_g + MMS_s Dc 1.0MMA Dc3n 1.3Mmax Dcn
+ = 95.30 MPa
Ig I3n In
k = 36
0.9E kk
0.9 sE.s fy
:=
Fcrw. := tetapi tidak lebih dari yang terkecil antara Rh fy
22 0.7
DD
t t
w.w
0.9EEs.s k k
0.9
Fcrw:=
sehingga, Fcrw := ==810.26
810.26 MPa
MPa
22
D
t
.w
w
Fy
= 492.86 MPa
0.7
fbu_web Fcrwb
fbu_web
Rasio8 := = 0.28
F crwb
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
4. Pelat beton
4. Pelat lantai
f'c = 30 MPa
fbu_s 0.6 f'c
226
5.3 Kondisi batas fatik
Untuk kombinasi beban fatik, nilai FBD adalah 0.15
FBDF := 0.15
Fraksi pada jalur tunggal p := 0.85
Fraksi pada jalur tunggal p := 0.85
Jumlah truk per hari LHR := 10000
Jika LHRsl besar dari 75 Tahun LHRsl maka gunakan kombinasi Fatik I
LHRsl LHRsl75
8500 1120
Δ Fn := Δ F TH = 110 MPa
Δ Fn := Δ F TH = 110 MPa
(( ))
MuFatik := 1 + FBDF 1.75MTSF = 2288.04 kN m
MuFatik := 1 + FBDF 1.75MTSF = 2288.04 kN m
MuFatik Ycgn
MuFatik Ycgn
fbufatik := = 20.15 MPa
fbufatik := In = 20.15 MPa
In
γ Δ F := fbufatik = 20.15 MPa
γ Δ F := fbufatik = 20.15 MPa
γ Δ F Δ Fn
γ Δ F Δ Fn
γΔF
Rasio10 := γ Δ F = 0.18
Rasio10 := Δ Fn = 0.18
Δ Fn
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
5.5 Kondisi
4.4 Kondisi batas
batasultimit
kuat
4.4 Kondisi batas ultimit
5.5.1 Lentur
Berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Pasal 6.10.6.2.2 penampang komposit pada jembatan
lurus yang memenuhi persyaratan berikut dapat dikualifikasikan sebagai penampang
komposit kompak:
1. Kuat leleh minimum pelat sayap tidak boleh lebih dari 480 Mpa.
Fyf 480MPa
227
D
150
tw
D
= 89.43
tw
Gambar dimensi, gaya, dan posisi gaya untuk menentukan besarnya momen plastis
Kasus II
Pt + Pw + Pc = 11346.36 kN Ps + Prb + Prt = 10200 kN
Karena Kasus II memenuhi persyaratan maka PNA berada pada pelat sayap atas.Untuk
semua penampang komposit dalam lentur positif dimana PNA tidak berada di pelat badan
(web), maka Dcp harus diambil sama dengan nol. (AASHTO LRFD 2017 Pasal C6.3.2).
Dcp := 0
Dcp
sehingga, 2 =0
tw
Es
3.76 = 307
f'c
Dcp Es
2 3.76
tw f'c
0 307 ...Oke
Karena semua persyaratan di atas memenuhi, maka penampang dikualifikasikan sebagai
penampang komposit kompak, sehingga tahanan lentur penampang dihitung berdasarkan
AASHTO LRFD 2017 Pasal 6.10.7.1.
Penampang kompak harus memenuhi persyaratan daktilitas yang diberikan pada AASHTO
LRFD 2017 Pasal 6.10.7.3 sebagai berikut:
Dp 0.42Dt
Jarak dari sumbu netral plastis ke sisi atas elemen dimana sumbu netral plastis
berada (Y)
t.c
tc P
.t s .s rtP.rt rbP.rb
Pw ++ PPt PP
.w
P P
YY:=:= + 1+ =15.19 mm m
= 0.01
22 PPc .c
Jarak dari
Jarak dari sisi
sisi atas
atasdek beton
pelat ke sumbu
beton ke sumbunetral penampang
netral komposit
penampang pada momen
komposit pada momen plastis
plastis
(Dp) (Dp)
Dp := ts + tc + Y = 279.19 mm
Dp 0.42Dt
drb := 0mm
Untuk
a PNA yang berada pada Kasus II, momen plastis dapat dihitung sebagai berikut:
Pc
Mp := Y2 + t Y 2 + P d + P d + P d + P d + P d
( )
2tc c s s rt rt rb rb w w t t
Mp = 8891.96 kN m
Untuk
Untuk penampang
penampangkompak
kompak dan momen
dan momenlentur positif,
lentur penampang
positif, harusharus
penampang diperiksa
diperiksa terhadap
terhadap momen nominal penampang, seperti pada persamaan di
momen nominal penampang, seperti pada persamaan di bawah ini :bawah ini :
Mu Mn
f
Untuk momen nominal penampang dihitung menggunakan rumus dibawah ini berdasarkan 2
kondisi :
Jika Dp 0.1Dt maka :
Mn = Mp
Jika tidak:
Jika tidak:
D.p
M.n := M.p 1.07 0.7
Dp = 279.19 mm
D.t
0.1 Dt = 155 mm
Dp = 279.19
D 0.1Dt mm 279.19 mm 155mm
p
Karenanilai
Karena DpDp 0.1D
nilai 0.1Dt maka:
t maka: Dp D.p
Dengan
Dengandemikian
demikianmaka
makamomen
momennominal
nominalpenampang Mn := MpM .n1.07
adalah
penampang adalah := M.p0.7
1.07 0.7
Dpt
D
D.t
Dengan demikian maka momen nominal penampang adalah Mn := Mp 1.07 0.7
Mn = 8393.24 kN m
Dt
Mu_ultimit = 4931.16 kN m
Momen Nominal
Momen nominal penampang
Penampangterfaktor
Terfaktor(ϕMn) : :
(ϕMn)
ϕ f Mn = 7553.91 kN m
1
Mu_ultimit + f S ϕ f Mn
3 l xt
1
Mu_ultimit + f S
3 l xt
Rasio11 := = 0.65
ϕ f Mn
Jadi,
s gaya dalam (momen) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas momen
nominal struktur yang disediakan.
230
5.5.2 Akibat geser
Tahanan geser harus memenuhi persyaratan berikut ini berdasarkan AASHTO LRFD 2017
Pasal 6.10.9:
Hitung gaya geser pada saat konstruksi
FBDT := 0.3
Vu := 1.1VMS_g + 1.3VMS_s + 2VMA + ( 1 + FBD)1.8Vmax
Vu = 942.32 kN
Hitung
Hitung
gayagaya
gesergeser
plastisplastis
(Vp) (Vp)
Vp. := 0.58Fy D tw = 3507.35 kN
Vp. = 3507.35 kN
Hitung rasiorasio
Hitung antara tahanan
antara tekuktekuk
tahanan gesergeser
terhadap tahanan
terhadap leleh geser
tahanan leleh (C) berdasarkan
geser (C) berdasarkan
AASHTO LRFD Pasal 6.10.9.3.2
AASHTO LRFD Pasal 6.10.9.3.2
Koefisien tekuk geser untuk pelat badan adalah
kk == 55
k=5
Es k
1.12 Es k = 60.30
1.12 F = 60.30
F yw
yw
D
D = 89.43
tw = 89.43
tw
Es k
D 1.12 Es k
D
tw 1.12 F yw
tw F yw
89.43 60.30 Kasus I
89.43 60.30 Kasus I
Es k
1.40 Es k = 75.37
1.40 F yw = 75.37
F yw
Es k Es k
1.12 Es k DD 1.40 Es k
1.12 F yw tw 1.40 F yw
F yw tw F yw
60.30 89.43 75.37 Kasus II
60.30 89.43 75.37 Kasus II
Es k
D 1.40 Es k
D
tw 1.40 F yw
tw F yw
89.43 75.37 ...Oke Kasus III
89.43 75.37 ...Oke Kasus III
1.57 E.s k.
C.1 := = 0.57
2 F .yw
D
t
.w 1.57 Es k
Maka C1 := 1.57 Es k = 0.57
Maka C1 := 2 F = 0.57
D 2 Fyw
D yw
ttw
w 231
Nilai geser nominal pada penampang adalah (Vn) :
Vn := Vcr = 1995.76 kN
ϕv = 1
ϕ v Vn = 1995.76 kN
Periksa gaya geser yang terjadi dengan tahanan nominal geser :
s
Vu ϕ v Vn
Vu
Rasio12 := = 0.47
ϕ v Vn
sJadi, gaya dalam (geser) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas geser struktur
yang disediakan.
Akibat beban temperatur gradien akan timbul deformasi pada struktur, untuk nilai deformasi
( )
yang terjadi dapat dihitung seperti di bawah ini:
Δ L := ε Lb = 1.3 mm
( ) deformasi yang terjadi pada struktur akibat beban temperatur adalah 1.3 mm.
Jadi
Efek dari beban temperatur ini nantinya digunakan untuk merencanakan expansion joint
dan bearing yang akan digunakan pada struktur.
232
6. Pengaku tumpu
Es
bt. 0.48 tps
Fy
c
233
6.2 Tahanan nominal tumpu
Jumlah pengaku ns := 2
ϕ b Rsbn = 2975.28 kN
Jadi, reaksi
5.3 Periksa yang
faktor terjadi
tahanan pada tumpu lebih kecil dari tahanan nominal tumpu yang disediakan.
aksial
6.3 Periksa faktor tahanan aksial
(( ))
r := min r1 r2 = 174.37 mm
Jarak antara pusat sayap atas
Jarak antara pusat sayap atas
hrr :=:= (
1.6mrr1
:= min
min
h := 1.6m 1 2
)rr2 = 174.37 mm
= 174.37 mm
Jarak antara pusat sayap atas h := 1.6m
:= 160mm
h2:=
Lebar
Jarak setengah penampang b
Jarak antara
Lebar antara
setengah
pusat
pusat sayap
sayap atas
penampangatas b
h :=:=1.6m
1.6m160mm
Lebar setengah penampang 2
b2 := 160mm
Lebar
Lebar setengah
setengah penampang b + tt + tc
:=tw160mm
penampang
tebal rata-rata penampang b2
t := 2 :=tw160mm + tt + tc = 20.67 mm
tebal rata-rata penampang t := tw + 3tt + tc = 20.67 mm
tebal rata-rata penampang t := ttw + 3t + t = 20.67 mm
tebal := w + 3ttt + tcc = 20.67 mm
tebal rata-rata
rata-rata penampang
penampang tGt := := 84000MPa = 20.67 mm
Modulus geser baja Gss := 84000MPa 3
3
Modulus geser baja
Modulus geser baja FGys =:=345 MPa
84000MPa
Kekuatan leleh material FG =:= MPa
84000MPa
345
Modulus
Kekuatan geser
leleh
Modulus geser baja
material
baja G s
y :=
F ys = 345 84000MPa
MPa
Kekuatan leleh material 234
= 200000 MPa
345 MPa
Modulus elastisitas baja EF 345
Kekuatan
Modulus
Kekuatan leleh
leleh material
elastisitas baja
material E s
Fyy = = 200000 MPa MPa
Modulus elastisitas baja s
Es = 200000 MPa
Faktor
Modulus tahanan untuk
elastisitas tekan
baja ϕE :=
= 0.95 MPa
Modulus
Faktor elastisitas
tahanan baja
untuk tekan ϕ Essc :== 200000
0.95 MPa
200000
Faktor tahanan untuk tekan c
ϕ c := 0.95
Lebar
Lebar setengah
setengah penampang := 160mm
2 := 160mm
penampang b
b2
Modulus
Modulus geser
geser baja
baja Gss :=
G := 84000MPa
84000MPa
Kekuatan
Kekuatan leleh
leleh material
material Fyy == 345
F 345 MPa
MPa
Modulus
Modulus elastisitas
elastisitas baja
baja Ess == 200000
E 200000 MPa
MPa
Faktor
Faktor tahanan
tahanan untuk
untuk tekan
tekan ϕ cc :=
ϕ := 0.95
0.95
6.4
ll Periksa batas kelangsingan
K2 l
< 120
r
K2 l
= 21.51
r
21.51nilai
5.5 Hitung <P 120(Tahanan kritis ...Oketekuk elastik)
e
6.5 Hitung
5.5 Hitung 2nilai
nilaiPe (Tahanan Pe (Tahanan
kritis tekukkritis
elastik)tekuk elastik)
π E s
Pe1 := 2 Ag = 140367.71 kN
5.5 Hitung nilaiPππ 2 2
(Tahanan
Ke2 E
E sl .s kritis tekuk elastik)
P :=
e1 := 2 2 gA.g 140367.71
A = kN kN
P.e1 Kπ rEl 2 = 140367.71
K2 sl
Pe1 := .2 . Ag = 140367.71 kN
Kz Lz =5rm 2
K r l
2
2
Iy hr 6
Czw L:=z = 5 m = 640000000000000.25 mm
K
4
2
Iy h
J := 3500000 mm
4
6
Csw := = 640000000000000.25 mm
4
Kz := K2 =2 0.75 L := l
π Es Cw z Ag
Pe2 := 4+ Gs Js
= 175171.27 kN
Jsz:= = 3.75 mmm Ix + Iy
( )
K Lz3500000 2
2z z
K L
π 2 E CC AA
:= Iy he
.sJsJ.s
Jadi nilai P yang .s w.w
s digunakan adalah .g yang terkecil.
g nilai
PP.e2 ++GG =6310627.50
= 175171.27 kN kN
Cw :=
e2 = 640000000000000.25
s
Ix I+.xIy+ I.y
(( )) ) 22 mm
Pe := min 4KKP.zLLz.zP kN
ze1 e2 = 140367.71
Jadi nilaiPe yang digunakan adalah nilai yang terkecil.
x
( )
Pe := min Pe1 Pe2 = 140367.71 kN
6.6
x Pemeriksaan kelangsingan penampang
Untuk penampang I nilai λ r dapat dihitung dengan:
Es
λ r := 0.56 = 13.48
Fy
Cek kelangsingan penampang
b2
= 7.74
t
b2
λr
t
235
5.7 Hitung nilai Po (Tahanan nominal leleh)
6.7 Hitung nilai Po (Tahanan nominal leleh)
Po := Fy Ag = 11346.36 kN
Periksa apakah Pe
0.44
Po
Pe
= 12.37
Po
Karena Pe/Po besar dari 0.44 maka nilai tahanan tekan nominal adalah :
Pu Pr
7.
s Sambungan baut
236
7.1 Data Sambungan
Baut:
Jenis Baut: ASTM A325
Ultimit : Layan :
Mu := 1245kN m Ms := 984.2 kN m
Vu := 165kN Vs := 125 kN
Pu := 315.35kN Ps := 217.51kN
237
Gambar baut pelat sayap
238
Jumlah baut nb := 28
MuMu
:=
SSnc
.nc A A = 727.54
= 727.54 kN
Tahanan tarik baut 1 (ultimit) Tu 1 :=
Tu.1
RRh.h tf.tf
kN
AAtf.tf
Tahanan tarik baut 2 (ultimit) Tu
Tu.2
2 :=
:= Pu = =73.64
Pu kN
kN
73.64
AAg.g
Tahanan tarik baut (ultimit) Tu := Tu1 + Tu2 = 801.18 kN
Ms
Ms
S.nc
:= nc A A.tf= 575.14
S
= 575.14
Ts.1:= kN kN
RRh.h tf
Tahanan tarik baut 1 (layan) Ts1
AAtf.tf
Tahanan tarik baut 2 (layan) Ts2.2:=:= Ps = =50.79
Ps 50.79 kN
kN
g
AA .g
Tahanan tarik baut (layan) Ts := Ts1 + Ts2 = 625.93 kN
Tahanan Geser
Periksa tahanan geser baut (Rn)
( )
Rn1 := 0.38 Ab F ub Ns nb = 7990.28 kN
Tu
= 1068.24 kN
ϕv
Periksa gaya yang bekerja terhadap tahanan geser baut :
Tu
Rn1
ϕv
1068.24 kN 7990.28 kN
Tu
Tu
ϕ
ϕ .v
v = 0.13
Rasio.11 :=
Rasio := = 0.13 ...Oke
R
R.n1
n1
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal geser baut yang disediakan.
239
Tahanan slip kritis baut
Kh := 1 Untuk baut dengan lobang standar
Ks := 0.33
( )
Rn2 := Kh Ks Ns Pt nb = 3788.40 kN
Ts
= 625.93 kN
ϕs
Ts
Rn2
ϕs
625.93 kN 3788.40 kN
Ts
Ts
ϕϕ .s
Rasio := s ==0.170.17
2 := R
Rasio.2
Rn2
.n2
...Oke
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal slip kritis baut yang disediakan.
2) Tahanan tarik pada pelat
Tahanan tumpu lubang baut
Tebal pelat tp := 22mm
Jarak bersih untuk lubang baut yang berdekatan Lc1 := 40mm
dengan ujung pelat sambungan
Jumlah baut ujung n1 := 4
Jarak bersih dari lubang baut ke Lc2 := 48 mm
lubang baut
Jumlah baut dalam n2 := 24
( )
Rn1 := 1.2 Lc1 tp F u n1 = 2154.24 kN
Tu
= 1068.24 kN
ϕ bb
Tu
Rn3
ϕ bb
1068.24 kN 17664.77 kN
Tu
Tu
ϕ
bb
.bb
Rasio 3 :=
Rasio.3
Rn3
==0.06
0.06 ...Oke
.n3
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal tumpu baut yang disediakan.
240
Tahanan leleh pelat
ϕ y := 0.9
695.48 kN 4670.38 kN
Ts
Ts
ϕ
y.y 0.15 ...Oke
Rasio 4 := Rn ==0.15
Rasio.4
4.4
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal leleh pelat yang disediakan.
Tahanan putus pelat
ϕ u := 0.75
Panjang neto pelat ( )
Lp := 0.299m 4 dh = 191 mm
2
Luas bersih pelat penyambung (An) Anpelat := Lp tp = 4202 mm
( )
Rn5 := F u Anpelat 2 = 4286.04 kN
Tu
= 1068.24 kN
ϕu
Tu
Rn5
ϕu
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal putus pelat yang disediakan.
241
Geser blok
2
Luas bruto area geser Avg := 4 ( 6 72mm + 52mm) tp = 42592 mm
2
Luas neto area geser Avn := 4( 6 72mm + 52mm) 6.5 dh tp = 27148 mm
2
Luas neto area tarik Atn := 2 ( 72mm) 1 dh tp = 1980 mm
Rr2 := ϕ bs Rp ( 0.58 Fy Avg + Ubs Fu Atn) = 7334.62 kN
Tu
= 1068.24 kN
ϕ bs
Tu
Rn6
ϕ bs
1068.24 kN 7396.51
Tu
ϕ
.bs
bs
Rasio.66 :=
Rasio == 0.16
0.14 ...Oke
R
R.n6
n6
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal blok geser yang disediakan.
Karena dimensi top flange sama dengan bottom flange, maka perhitungan dilanjutkan pada
pengecekan pelat badan (web)
242
7.3.2. Pelat Badan (Web)
Pcy
Pv := = 8.84 kN
nbw
Y := 5.19mm
Garis netral plastis Y := 5.19mm
5.19mm
D
Jarak dari pusat web ke garis yo := D + Y = 631.19 mm
Jarak
netral dari
plastispusat web ke garis yo := 2 + Y = 631.19 mm
netral plastis 2
Faktor untuk perencanaan splice α := 1
Faktor untuk perencanaan splice α := 1
Faktor reduksi untuk lentur ϕ f := 0.9
Faktor reduksi untuk lentur ϕ f := 0.9
Jarak titik berat gelagar U nonkomposit Yt := 650 mm
Jarak titikbawah
ke serat berat gelagar U nonkomposit Yt := 650 mm
ke serat bawah
243
Faktor reduksi untuk lentur ϕ f := 0.9
(
F cf := max F cf1 Fcf2 = 239.63 MPa)
Tegangan pada kondisi ultimit fncf := fcf = 94.7318 MPa
2
tw D
Momen vertikal akibat penampang Muw := Rh F cf Rcf fncf = 264.974 kN m
web 12
tw D
Gaya horizontal akibat penampang
web Huw :=
2
( )
Rh F cf + Rcf fncf = 2930.3034 kN
244
s2 ( n2 1) + g2 m2 1 = 2409295 mm2
n m
Ip :=
12
g
Pusat horizontal baut x := = 42.5 mm
2
12s
Pusat vertikal baut y := = 432 mm
2
Mtot x
Tarik oleh momen vertikal Pmv := = 5.29 kN
Ip
Tahanan geser
( )
Rn7 := 0.38 Abw Fub Ns nbw = 7990.28 kN
Tub
= 3978.87 kN
ϕv
Tub
Rn7
ϕv
3978.87 kN 7990.28 kN
Tub
ϕ
v.v = 0.50
Rasio 7 := R
Rasio.7 = 0.50 ...Oke
.n7
n7
fcf.
+ α ϕ f F y
Rh
F245
cf2. := = 197.19 MPa
2
fcf.
+ α ϕ f F y
Rh
Fcf2. := = 197.19 MPa
2
(
Fcf. := max Fcf1. Fcf2. = 239.63 MPa )
Tegangan pada kondisi layan fncf. := fcf. = 74.8876 MPa
2
tw D
Momen vertikal akibat penampang Msw := Rh F cf. Rcf fncf. = 301.2643 kN m
web 12
tw D
Gaya horizontal akibat penampang
web
Hsw :=
2
( )
Rh Fcf. + Rcf fncf. = 2756.39 kN
Tarik horizontal
Rx :=
( Msw + Mvs) y = 57.20 kN
Ip
Tarik vertikal
Ry :=
( Msw + Mvs x ) = 5.63 kN
Ip
( Rx + Hsw) ( )
2 2
Total tarik (Layan) Tst := + Ry + Vs = 2816.62 kN
Kh = 1
Ks = 0.33
( )
Rn8 := Kh Ks Ns Pt nbw = 3788.40 kN
2816.62 kN 3788.40 kN
Ts
Tst .t
ϕ
Rasio8.8:=:=
ϕ s.s = 0.74
Rasio = 0.74 ...Oke
RRn8
.n8
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal slip kritis baut yang disediakan.
246
Tahanan tumpu pelat
Jarak bersih untuk lubang baut yang Lc1 := 34.5 mm
berdekatan dengan ujung pelat sambungan
Tebal pelat tpw = 22 mm
3978.87 kN 21407.76 kN
Tub
ϕ
.bb
bb
Rasio.99 :=
Rasio ==0.19
0.19 ...Oke
R.n9
n9
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal tumpu baut yang disediakan.
Tahanan leleh pelat
Tebal pelat tpw = 22 mm
Tst
Rn10
ϕy
3129.58 kN 16119.84 kN
Ts
Tst.t
:=
ϕϕy.y = 0.19 ...Oke
Rasio.10
Rasio 10 := = 0.19
R
R n10
.n10
247
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal leleh pelat yang disediakan.
Tahanan putus pelat
Tub
= 3978.87 kN
Gaya tarik terfaktor ϕu
3978.87 kN 14675.76 kN
Tub
Tub
ϕϕ
u.u = 0.27 ...Oke
Rasio .11:=:= RR
Rasio11 = 0.27
n11
.n11
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal putus pelat yang disediakan.
Geser blok
248
Panjang pelat web dwp := 1032 mm
Jumlah baut
Diameter padabaut
lubang satu kolom dh==14
n 27 mmpcs
tpw = 22 mm
Tebal pelat geser
Luas gross ( )
Avg1 := dwp 48mm tpw = 21648 mm
2
Ubs = 1
( )
Rn2. := ϕ bs Rp 0.58 F y Avg1 + Ubs Fu Atn1 = 4310.72 kN
( )
Rn1. := ϕ bs Rp 0.58 F u Avn1 + Ubs F u Atn1 = 4225.59 kN
Gunakan nilai terkecil dari Rr
Rn2 := min
. :=
Rn12 (
ϕ bsRn1 (
Rp 0.58 )
F Avg1 + Ubs
. Rn2. y= 4225.59 )
kN Fu Atn1 = 4310.72 kN
Gunakan
Tub nilai terkecil dari Rr
= 3978.87 kN
R n12 ( . )
ϕ bs := min Rn1 Rn2 = 4225.59 kN
.
Tub
Tub R
ϕ = 3978.87
n12 kN
ϕ bs
bs
3978.87
Tub kN 4225.59 kN
Rn12 Tub
ϕ bs
ϕ
bs
3978.87
Rasio12 kN:= 4225.59 = 0.94
kN ...Oke
RTub
Tub
n12
ϕϕ
bs = =0.94
.bs
Rasio12.12:=:= RR 0.94 ...Oke
n12
.n12
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal blok geser yang disediakan.
249
8. Perhitungan angkur baja (shear connector)
250
8.5 Data-data penampang
Tinggi gelagar d := 1300mm
Lebar sayap atas bc := 320mm
Tebal sayap atas tc := 24mm
Lebar sayap bawah bt := 320mm
Tebal sayap bawah tt := 24mm
Tinggi pelat badan D := 1252mm
Tebal pelat badan tw := 14mm
Pada kondisi
Pada kondisi kuat,
kuat, minimum
minimum jumlah
jumlah shear
angkurconnector
baja adalahadalah
P
n=
Qr
Periksa rasio tinggi terhadap diameter shear connector :
Periksa rasio tinggi terhadap diameter angkur baja:
h
>4
d
Diameter shear connector ds = 25 mm
h = 200 mm
Periksa ratio tinggi terhadap diameter shear connector :
ds = 25 mm
hh
>= 48 ....Oke
dds
h =Tahanan
8.6.1 200 mm geser fatik (Zr)
ds =kasus
Untuk 25 mm
75 tahun LHRSL besar dari 960 truk perhari, maka Zr dapat diihitung dengan:
h N 2 .
= 8
Zr := 38 ds....Oke
= 23.75 kN
ds 2
mm
Rentang geser fatik horizontal (Vsr) :
251
Vf := 203.16kN (Gaya geser oleh kombinasi fatik)
4
I := 20718641079.10 mm (Inersia pada kondisi short term penampang komposit)
3
Q := 18540199.01 mm (Statis momen pada kondisi short term penampang komposit)
dimana
n : jumlah angkur baja pada potongan melintang
Vsr : Rentang geser horizontal akibat fatik (kN)
Zr : Tahanan geser fatik dari angkur baja
n := 2
n := 2
Hitung jarak
Hitung jarak longitudinal
longitudinal angkur
angkur baja
baja
n. Z.r
p := = 261.28 mm
V.sr
Jarak longitudinal antar angkur baja adalah 250 mm.
Dari perhitungan di atas, angkur baja yang di desain berdasarkan keadaan batas fatik dan
fraktur, juga harus memenuhi persyaratan kondisi ultimit yang akan dijelaskan pada bagian
8.6.3.
8.6.3 Tahanan geser nominal (Qn)
215.69 kN 206.17 kN
252
Sehingga
Sehingga tahanan geser nominal
tahanan geser nominal
studstud (Qr): :
(Qr) adalah
( )
Qns := max Qn1 Qn2 = 215.69 kN
dimana :
Pp adalah total gaya longitudinal pada pelat beton
( )
P1p := 0.85 f'c bs ts = 10200 kN
( )
Pp := min P1p P2p = 10200 kN
kemudian :
Panjang bentang Lb := 25600mm
Lb
Lpsc := = 12800 mm Jarak momen maksimum (tengah bentang)
2
Untuk jembatan lurus Fp adalah nol.
F p := 0kN
Gaya geser total nominal pada pelat beton untuk perencanaan angkur baja:
2 2
Psc := Pp + Fp = 10200 kN
253
Dari perhitungan keadaan batas fatik diperoleh jarak antar angkur baja adalah:
p = 261.278 mm
Dengan demikian, jarak antar angkur baja yang menentukan adalah:
( )
Ssc_used := min p Ssc = 261.278 mm
Dari perhitungan di atas jarak angkur baja yang menentukan adalah akibat kombinasi Fatik,
sehingga digunakan jarak longitudinal antar angkur baja adalah 250mm.
254
2.1.6.2 Contoh perencanaan jembatan baja U komposit
Desainlah jembatan baja U komposit tumpuan sederhana dengan panjang bentang 53.8 m.
Jembatan ini terdiri dari tiga lajur jalan raya dengan tebal perkerasan aspal 5 cm serta memiliki
pembatas pada kedua sisi. Mutu beton dan baja yang digunakan adalah f'c = 30 MPa dan fy
= 355 MPa dan Fu = 480 Mpa
Tipe struktur atas Ketika komponen dengan ketinggian tidak seragam, nilai
harus disesuaikan dengan perubahan kekakuan relatif
antara penampang momen positif dan momen negatif
Jembatan sederhana Jembatan menerus
Gelagar penampang I
0.040 L 0.032 L
komposit
Porsi ketinggian profil I
0.033 L 0.027 L
pada gelagar komposit
Data jembatan
kN
Berat jenis beton γ c := 24
3
m
kN
Berat jenis aspal γ a := 22
3
m
kN
Berat jenis baja γ s := 78.5
3
m
Mutu beton f'c := 30MPa
255
Dari tabel di atas, diperoleh bahwa tinggi maksimum sistem dek adalah 0,03L.
dmin := 0.03 Lb = 1614 mm
Pada kasus ini dicoba dengan tinggi 2,05 m dengan detail penampang sebagai berikut:
Data penampang
Tinggi penampang d := 1800 mm
Lebar penampang b := 1500mm
Jarak tebal web di top U dan bottom U sw := 173 mm
- Sayap atas
Lebar sayap atas bc := 400 mm
Tebal sayap atas tc := 30 mm
- Sayap bawah
Lebar sayap bawah bt := 1300 mm
Tebal sayap bawah tt := 30 mm
- Pelat badan (web)
Tinggi web D := 1740 mm
Tebal web tw := 25 mm
- Pelat lantai
Lebar pelat lantai bs := 2300 mm
Tebal pelat lantai ts := 250 mm
- Pengaku longitudinal (rib)
Tebal rib tr := 25 mm
Tinggi rib hr := 280 mm
Jumlah rib nr := 3
Kemiringan web S :=
( d tc tt) = 10.06
sw
Sudut kemiringan web θ := 5.71
256
Dalam perencanaan gelagar U baja komposit, pelat badan dipasang pada posisi miring
dengan rasio kemiringan 1/4. Hal ini bertujuan untuk mengurangi berat pelat sayap bawah.
Semua dimensi awal tersebut akan diperiksa berdasarkan batas proporsi penampang.
257
2. Pembebanan
2.1 Berat sendiri (MS)
a. Gelagar dan pengaku
2
Luas penampang nonkomposit Ag := 171000mm 2
Luas penampang nonkomposit Ag := 171000mm
kN
Beban mati gelagar dan pengaku W g := Ag γ s = 13.42 kN
Beban mati gelagar dan pengaku W g := Ag γ s = 13.42 m
m
b. Beban pelat beton
b. Beban
b. Beban pelat
pelatbeton
2
Luas pelat Ad := ts bs = 575000 mm
kN
Beban mati pelat W s := Ad γ c = 13.8
m
2.2 Berat mati tambahan (MA)
a.
a. Barrier
Barrier
2 2
Luas barrier
barrier AB := 372200mm2
Luas AB := 372200mm
kN
kN
Berat barrier
barrier wbr := A γγ c = 8.93
Berat wbr := AB
B c = 8.93 m m
Jumlah
Jumlah barrier := 2
b := 2
barrier n
nb
n
nb kN
Beban mati
Beban mati barrier
barrier W br :=
W := wbr b =
w 2.55 kN
= 2.55
br br nng m
m
g
b.
b. Aspal
Aspal
tta :=
a := 50 mm
Tebal aspal
aspal 50 mm
Tebal
kN
Beban mati
mati aspal
aspal W a := b t γγ a = 2.53 kN
Beban W a := bss ta
a a = 2.53 m m
kN
Total
Total beban
beban mati
mati tambahan
tambahan W
W MA :=
:= W
W br +
+ W
W a =
= 5.08
5.08 kN
MA br a m
m
2.3 Beban
2.3 Beban pelaksanaan
pelaksanaan (PL) (PL)
kN
Beban pelaksanaan W PL := 2.3
m
2.4 Beban
2.4 Beban lalu lintas
lalu lintas (LL) (LL)
Beban lalu lintas yang diperhitungkan adalah beban BTR dan BGT dengan intensitas beban
sebagai berikut:
Panjang bentang jembatan 40,6 m, maka berdasarkan SNI Pembebanan Jembatan Pasal
8.3.1, besar beban BTR adalah:
Lb = 53.8 m
258
q.BTR := 9 0.5 +
15 m kN
= 7.01
kN
L.b 2
m m
2
kN
Beban merata per meter BTR W BTR := qBTR bs = 16.12
m
Berdasarkan SNI Pembebanan Jembatan Pasal 8.3.1, beban BGT bernilai 49 kN/m. Dengan
demikian beban BGT pada gelagar adalah sebesar:
kN
Beban terpusat BGT PBGT := 49 b = 112.70 kN
m s
Dalam pemeriksaan dan perhitungan kapasitas penampang, beban dikelompokkan
berdasarkan urutan pengerjaan dan kondisi penampang (non komposit atau aksi komposit
jangka pendek (n) dan aksi komposit jangka panjang (3n)). Pada saat konstruksi, beban yang
bekerja adalah berat sendiri baja, beban dari beton basah dan beban saat pelaksanaan.
Beban-beban ini dipikul oleh gegalar baja saja. Ketika pelat beton sudah mengeras, maka
pekerjaan instalasi barrier dan pekerjaan pelapisan permukaan jalan dengan aspal dilakukan.
Beban barrier dan aspal ini dipikul oleh penampang dengan aksi komposit jangka panjang
(3n). Ketika jembatan difungsikan, maka pada jembatan akan bekerja beban lalu lintas. Beban
lalu lintas ini dipikul oleh penampang aksi komposit jangka pendek (n).
3. Analisis struktur
Analisis struktur dilakukan dengan memodelkan gelagar sebagai balok di atas dua tumpuan
sederhana.
Karena beban merata, maka momen maksimum akibat beban MS dan MA ditentukan dengan
persamaan-persamaan berikut:
1 2
Momen akibat beban mati gelagar dan MMS_g := W g Lb = 4856.69 kN m
pengaku 8
1 2
Momen akibat berat pelat MMS_s := W s Lb = 4992.91 kN m
8
1 2
Momen akibat beban mati tambahan MMA := W a Lb = 915.37 kN m
8
1 2
Momen akibat beban pelaksanaan MPL := W PL Lb = 832.15 kN m
8
Geser akibat beban mati gelagar 1
dan pengaku VMS_g := W g Lb = 361.09 kN
2
1
Geser akibat berat pelat VMS_s := W s Lb = 371.22 kN
2
1
Geser akibat beban mati tambahan VMA := W a Lb = 68.06 kN
2
1
Geser akibat beban pelaksanaan VPL := W PL Lb = 61.87 kN
2
Berdasarkan SNI Pembebanan Jembatan 2016 Pasal 8.6, beban BGT harus
memperhitungkan pengaruh beban dinamis kendaraan sehingga beban BGT diperbesar
dengan suatu faktor beban dinamis (FBD) yang pada kasus ini BGT diperbesar 40% sehingga:
FBD := 0.4
259
1
Momen akibat beban garis terpusat MBGT := PBGT Lb ( 1 + FBD) = 2122.14 kN m
4
1 2
Momen akibat beban terbagi rata MBTR := W BTR Lb = 5832.79 kN m
8
Momen akibat beban hidup "D" MLL := MBTR + MBGT = 7954.94 kN m
Ist 3
Modulus penampang serat bawah gelagar komposit St_st := = 138570918.77 mm
(short term) Yt_st
(
5 W g + W s Lb ) 4
δMS := = 0.19 m
384Es Ig
Lendutan akiban beban mati tambahan (MA) adalah:
δMA :=
( )
5 W MA Lb
4
= 0.03 m
384Es Ilt
Lendutan akibat beban hidup :
δBTR :=
(
5 W BTR Lb ) 4
= 0.06 m
384Es Ist
3
PBGT Lb
δBGT := = 0.01 m
48Es Ist
Jadi lawan lendut desain untuk jembatan adalah :
(
δdesain := 150% δMS + δMA + δBTR + δBGT = 0.43 m )
4.5 Beban temperatur seragam
Untuk menghitung beban temperatur dan besaran rentang deformasi maksimum akibat beban
temperatur diperlukan data temperatur maksimum dan minimum pada jembatan.
Berdasarkan SNI 1725:2016 tentang pembebanan jembatan untuk temperatur maksimum dan
minimum pada jembatan baja dapat diambil dengan nilai sebagai berikut:
T maxdesign := 40 0 C
T mindesign := 15 0C
6 mm
Koefisien muai panjang baja α := 12 10
mm
0C
Panjang jembatan Lb = 53800 mm
u
Untuk desain jembatan beban temperatur yang digunakan adalah selisih antara temperatur
maksimum dan temperatur minimum pada lokasi jembatan. Sehingga beban temperatur yang
diaplikasikan dalam desain adalah sebesar 25 C.
Akibat beban temperatur akan timbul deformasi pada struktur, untuk nilai deformasi yang
terjadi dapat dihitung seperti di bawah ini:
( )
Δ L := α Lb Tmaxdesign Tmindesign = 16.14 mm
Jadi
u deformasi yang terjadi pada struktur akibat beban temperatur adalah 16.14 mm.
Efek dari beban temperatur ini nantinya digunakan untuk merencanakan expansion joint dan
bearing yang akan digunakan pada struktur.
5. Pemeriksaan batasan penampang
Pada perhitungan ini, gelagar dirancang tanpa menggunakan pengaku longitudinal di pelat
badan. Sehingga pelat badan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Batasan pelat badan (web)
D
150
tw
D
= 69.60
tw
Untuk
d penampang U, lebar minimum penampang sayap atas dan sayap bawah harus
memenuhi persyaratan:
Batasan pelat sayap atas
D
b
bc 6
c
D
6
D
D = 290 mm
6 = 290 mm
6
400mm >
400mm ...Oke
> 290
290 mm
mm ...Oke
Batasan pelat sayap bawah
1
bt < Lb
5
1
L = 10760 mm
5 b
1
bt < Lb
5
1300mm < 10760 mm ...Oke
263
Persyaratan tebal minimum sayap (sayap atas dan bawah) adalah sebagai berikut:
Batas minimum ketebalan pelat sayap atas
tc 1.1 tw
1.1 tw = 27.50 mm
30 mm > 27.50 mm ...Oke
Batas minimum ketebalan pelat sayap bawah
tt 1.1 tw
1.1 tw = 27.50 mm
b. Geser
V.u ϕ .v V.cr
2. Kondisi batas layan
Elemen-elemen di bawah ini harus di periksa pada kondisi daya layan terhadap lentur:
Untuk pemeriksaan sayap atas pada saat layan menggunakan persamaan di bawah
ini:
f.f 0.95 R.h F.yf
Untuk pemeriksaan sayap bawah pada saat layan menggunakan persamaan di
bawah ini:
264
f.l
f.f + 0.95 R.h F.yf
2
Untuk pemeriksaan pelat beton menggunakan persamaan di bawah ini:
f.s 0.45 f'.c
( ) (
γ Δ .f Δ F.n )
4. Kondisi batas kuat
a. Lentur
Untuk penampang kompak dan momen lentur positif, penampang harus diperiksa terhadap
momen nominal penampang, seperti pada persamaan di bawah ini:
M.u ϕ .f M.n
b. Geser
Untuk pemeriksaan geser menggunakan persamaan di bawah ini:
V.u ϕ .v V.n
265
6. Pemeriksaan komponen
6.1. Pemeriksaan pada saat konstruksi
Pada saat konstruksi diperiksa terhadap kombinasi kuat akibat beban mati yaitu beban pelat
beton (slab) basah, beban akibat penampang baja, dan beban pelaksanaan.
6.1.1 Lentur
1. Pelat sayap atas
MMS_g = 4856.69 kN m
Rasio1 :=
( fbu1 + fl) = 0.59
( ϕ f Rh Fyc)
...Oke
Jadi,
i tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
b) Periksa tahanan lentur pada sayap atas
- Tahanan tekuk lokal
Hitung rasio kelangsingan pelat sayap tekan λ f : ( )
bc
λ f := = 6.67
2 tc
267
Maka digunakan nilai Fnc :
F nc = 355 MPa
Periksa tegangan yang terjadi pada sayap terhadap batasan tegangan :
ϕ f F nc = 319.50 MPa
1
fbu1 + f = 189.87 MPa
3 l
1
fbu1 + f ϕ f F nc
3 l
179.86 MPa 319.50 MPa
f f + +1 1f f
bu1
Rasio2.2:=:=
.bu1 3 3l .l= 0.59
= 0.59 ...Oke
ϕϕf.fFnc
F.nc
Jadi, tegangan
2. Pelat sayapyang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
bawah
fbu2 :=
( 1.25MMS_g + 1.3 MMS_s + 1.5 MPL) = 130.35 MPa
St
F yt := F y = 355 MPa
Dimana :
2
f.v1
Δ . := 1 3
F.yt
Nilai fv fv
Nilai dapat
dapatdihitung berdasarkan
dihitung persamaan
berdasarkan di di
persamaan bawah ini ini
bawah : :
T.
fv. :=
2Ao. tt
Ao adalah luasan tertutup dari penampang gelagar U
2
Ao := 2305000 mm
Sehingga,
T kN
fv := =0
2 Ao tt 2
m
Kemudian :
2
fv
Δ := 1 3 =1
Fyt 268
T := 0 kN m (karena jembatan lurus)
Sehingga,
T kN
fv := =0
2 Ao tt 2
m
Kemudian :
2
fv.v = 1
f 2
Δ := 1 3
Δ := 1 3 F = 1
Fyt.yt
Periksa tegangan yang terjadi terhadap tegangan yang dizinkan :
ϕ f Rh Fyt Δ = 319.50 MPa
Rasio4 :=
( fbu2) = 0.41 ...Oke
ϕ f Rh Fyt Δ
p
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
Rasio5 :=
fbu3 (
= 0.56
)
ϕ F
ϕ f F crw. = 319.50 MPa
Rasio5 :=
( fbu3) = 0.59
ϕ f F crw.
Jadi,
6.1.2tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
Akibat geser
6.1.2 Geser
Periksa geser berdasarkan persamaan di bawah ini :
Vu ϕ .v V.cr
1.5 D = 2610 mm
Sehingga :
do < 1.5 D
D Es k
1.12 270
tw F yw
D Es k
1.12
tw F yw
Maka :
C=1
Nilai geser nominal pada penampang adalah (Vn) :
Vcr := C Vp = 8956.65 kN
Nilai geser nominal pada penampang adalah (Vn) :
Vn := Vcr = 8956.65 kN
:= 11
ϕϕvv :=
ϕ v Vn = 8956.65 kN
Periksa gaya geser yang terjadi dengan tahanan nominal geser :
Periksa gaya geser yang terjadi dengan tahanan nominal geser :
Vu ϕ v Vn
1026.76 kN 8956.65 kN
Vu
Rasio6 := = 0.11 ...Oke
ϕ v Vn
6.2Jadi,
Kondisi
gayabatas
dalamlayan
(geser) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas geser struktur
yang disediakan.
271
2. Pelat sayap bawah
Tegangan pada sayap bawah:
fbu5 :=
( MMS_g + MMS_s) +
MMA 1.3MLL
+ = 175.06 MPa
St St_lt St_st
Periksa tegangan yang terjadi terhadap batas tegangan yang diizinkan :
fl
fbu5 + 0.95 Rh F yt
2
175.06 MPa 337.25 MPa
fl
fbu5 +
2
Rasio8 := = 0.52 ...Oke
0.95 Rh F yt
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
33.Pelat
Pelat beton
beton (dek)
Tegangan pelat pada Kombinasi Layan II harus memenuhi persyaratan berikut:
f.s 0.6 f'c
8500 1120
Type : Continious fillet welds parallel to the direction of applied stress
11 3
Konstanta A := 39.3 10 MPa
Siklus per lintasan truk n := 1
Batas ambang konstan amplitudo Δ FTH := 110MPa
Jika LHRsl besar dari 75 Tahun LHRsl maka gunakan kombinasi Fatik I
LHRsl LHRsl75
8500 1120
Untuk kombinasi Fatik I, maka:
Δ Fn := Δ F TH = 110 MPa
dimana :
Momen maksimum Mmax := 1.75 MLL = 13921.14 kN m
( )
Penentuan nilai Dcp ditentukan setelah posisi sumbu netral plastis sudah didapatkan
berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Tabel D6.1.1.
273
Penentuan posisi sumbu netral plastis
Lebar sayap tekan bc = 400 mm
Tebal sayap tekan tc = 30 mm
Lebar sayap tarik bt = 1300 mm
Tebal sayap tarik tt = 30 mm
Tinggi web D = 1740 mm
Tebal web tw = 25 mm
Gaya aksial pada sayap atas Pc := bc tc Fyc 2 = 8520 kN
Pt + Pw Pc + Ps + Pr
Karena
Karena Kasus
Kasus II memenuhi
memenuhipersyaratan
persyaratanmaka
makaPNA
PNAberada
berada pada
pada pelat
pelat badan
badan (web),
(web), sehingga
sehingga
dalam
dalam penentuan ketinggianpelat
penentuan ketinggian pelatbadan
badandalam
dalam tekan
tekan (Dcp)
(Dcp) dapat
dapat dihitung
dihitung sebagai
sebagai berikut:
berikut:
2
At := 39000 mm
Karena Kasus I memenuhi
2 persyaratan maka PNA berada pada pelat badan (web), sehingga
As := 575000
dalam mmketinggian pelat badan dalam tekan (Dcp) dapat dihitung sebagai berikut:
penentuan
2 2
Act :=
A := 39000
24000 mm
mm
2
Aw := 88000 mm
DD FFyt.yt
A A.t Fyc
t Ac A
F.yc 0.85
.c0.85 f'c
f'c A s A.s
:=
.cp:=
Dcp =m
+ 1 += 10.61 0.61 m
22 F yw Aw A.w
F.yw
Dcp Es
2 3.76
tw f'c
Dcp
2 = 48.8
tw
Es
3.76 = 307
f'c
274
Jarak dari sumbu netral plastis ke sisi atas elemen dimana sumbu netral plastis berada (Y):
(
D P Pc Ps Pr
Y := t
)
1 = 396.97 mm
2 Pw
Jarak dari sisi atas dek beton ke
Jarak dari sisi atas pelat ke sumbu sumbu netral
netral penampang
penampang komposit
komposit pada
pada momen
momen plastis
plastis ( Dp)
(Dp):
Dp := ts + tc + Y = 676.97 mm
Jika tidak:
Dp D.p
Mn.n. :=
M MpM .p 1.07
1.07 0.7
0.7
Dt D.t
Dp = 676.97 mm
0.1 Dt = 205 mm
d
Dp 0.1 Dt 676.97 mm 205 mm
275
Dp
Dengan demikian maka momen nominal penampang adalah Mn := Mp 1.07 0.7
Dt
Mn = 48165.63 kN m
6.4.2 Geser
Tahanan geser harus memenuhi persyaratan berikut ini berdasarkan AASHTO LRFD 2017
Pasal 6.10.9:
Vu ϕ v Vn
Vu ϕ v Vn
Hitung gaya geser pada saat ultimit
Hitung gaya geser pada saat ultimit
Vu := 1.1 VMS_g + 1.3 VMS_s + 2 VMA + 1.8 VLL = 1938.5 kN
Vu := 1.1 VMS_g + 1.3 VMS_s + 2 VMA + 1.8 VLL = 1938.5 kN
Hitung gaya geser plastis (Vp)
Hitung gaya geser plastis (Vp)
Vp = 8956.65 kN
Vp = 8956.65 kN
Hitung rasio antara tahanan tekuk geser terhadap tahanan leleh geser (C) berdasarkan
Hitung rasio
AASHTO antara
LRFD tahanan
Pasal tekuk geser terhadap tahanan leleh geser (C) berdasarkan
6.10.9.3.2
AASHTO LRFD Pasal 6.10.9.3.2
l
l
Saat kedua pelat badan berada pada kondisi tekan, maka nilai koefisien tekuk elastik diambil
sama dengan 7,2
k = 7.2
Es k
1.12 = 71.33
F yw
D
= 69.6
tw
D Es k
1.12
tw F yw
l
276
Nilai geser nominal pada penampang adalah (Vn) :
Vcr := C Vp = 8956.65 kN
Vn := Vcr = 8956.65 kN
ϕv = 1
ϕ v Vn = 8956.65 kN
1938.5 kN 4838.65 kN
Vu
Rasio12 := = 0.22 ...Oke
ϕ v Vn
Jadi, gaya
l dalam (geser) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas geser struktur
yang disediakan.
277
7. Perhitungan sambungan baja U komposit
7.1 Data
Data sambungan
Baut :
Tipe Baut : ASTM A325
Tegangan putus F ub := 830MPa
F yb := 660MPa
Tegangan leleh
Tarik pada baut Pt := 205kN
ϕ v := 0.75
Faktor reduksi kekuatan untuk geser
ϕ s := 1
Faktor reduksi kekuatan untuk slip
ϕ bb := 0.75
Faktor reduksi kekuatan tumpu
Pelat :
F y := 355MPa
Tegangan leleh
F u := 490MPa
Tegangan putus
Data penampang
Data penampang
d := 1800 mm
Tinggi penampang
b := 1500mm
Lebar penampang
Lebar sayap atas bc := 400 mm
Tebal sayap atas tc := 30 mm
Lebar sayap bawah bt := 1300 mm
Tebal sayap bawah tt := 30 mm
Tinggi pelat badan D := 1740 mm
Tebal pelat badan tw := 25 mm
7.2. Gaya pada sambungan
Kombinasi kuat : Kombinasi layan :
Mu := 13265kN m Ms := 11536kN m
Vu := 1938.5 kN Vs := 1466.69kN
Faktor Hibrid Rh := 1
3
Modulus penampang serat atas gelagar nonkomposit Sc := 72732716.81 mm
2
Luas pelat sayap atas Acf := 12000 mm
278
Gambar detail sambungan baut pelat sayap atas
279
Tahanan geser baut
Periksa tahanan geser baut (Rn)
( )
Rn1 := 0.38 Ab F ub Ns nb 2 = 44535.20 kN
Tu
= 5836.16 kN
ϕv
Periksa gaya yang bekerja terhadap tahanan geser baut :
Tu
Rn1
ϕv
5836.16 kN 44535.20 kN
Tu
Tu
ϕϕ .v
Rasio := v ==0.13
0.13
1 := R
Rasio.1
Rn1
.n1
...Oke
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal geser baut yang disediakan.
Tahanan slip kritis baut
Kh := 1
Ks := 0.33
Tahanan slip baut (Rn) :
( )
Rn2 := Kh Ks Ns Pt nb 2 = 21106.80 kN
Ts
Rn2
ϕs
3806.60 kN 21106.80 kN
Ts
Ts
ϕϕ .s
0.18
:= s ==0.18
2 := R
Rasio
Rasio.2 ...Oke
R.n2
n2
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal slip kritis baut yang disediakan.
280
Periksa tahanan pelat terhadap tarik
Tahanan tumpu
Jarak bersih untuk lubang baut yang Lc1 := 43 mm
berdekatan dengan ujung pelat sambungan
Tebal pelat tp = 30 mm
( )
Rn1 := 1.2 Lc1 tp F u n1 2 = 9102.24 kN
Tu
= 5836.16 kN
ϕ bb
Periksa gaya yang bekerja terhadap tahanan tumpu baut :
Tu
Rn3
ϕ bb
5836.16 kN 125949.60 kN
TuTu
ϕ
ϕ bb
.bb = 0.05
Rasio.33 :=
Rasio := = 0.05 ...Oke
R
Rn3
.n3
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal tumpu baut yang disediakan.
Tahanan leleh pelat
ϕ y := 0.9
Ts
= 4229.55 kN
ϕy
Periksa gaya yang bekerja terhadap tahanan leleh pelat
:Ts
Rn4
ϕy
4229.55 kN 23004 kN
Ts 281
ϕ
Rasio4 :=
y = 0.18 ...Oke
R n4
ϕy
Periksa gaya yang bekerja terhadap tahanan leleh pelat
:Ts
Rn4
ϕy
4229.55 kN 23004 kN
Ts
Ts
ϕϕ
y.y ==0.18
4 :=
Rasio.4 :=
R
Rn4
0.18 ...Oke
.n4
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal leleh pelat yang disediakan.
( )
Rn5 := F u Anpelat 4 = 22226.40 kN
Tu
= 5836.16 kN
ϕu
Periksa gaya yang bekerja terhadap tahanan fraktur pelat :
Tu
Rn5
ϕu
5836.16 kN 22226.40 kN
Tu
Tu
ϕϕ
Rasio5.5:=:=
u.u
= =0.26
0.26 ...Oke
RRn5
.n5
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal putus pelat yang disediakan.
282
Geser blok
283
2
Avg := 0.92m tc 2 = 55200 mm
Tahanan nominal geser blok
Faktor reduksi geser blok ϕ bs := 0.75
( )
Rn1. := ϕ bs Rp 0.58 Fu Avn + Ubs Fu Atn 2 = 20951.91 kN
( )
Rn2. := ϕ bs Rp 0.58 Fy Avg + Ubs F u Atn 2 = 22781.52 kN
Tu
Rn6
ϕ bs
5836.16 kN 20951.91 kN
Tu
ϕ
Rasio.66 :=
Rasio
.bs
bs
== 0.28
0.28 ...Oke
R.n6
R n6
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal blok geser yang disediakan.
7.4 Pemeriksaan terhadap pelat sayap bawah
Periksa tahanan Tarik
Hitung Tahanan baut terhadap
dari Baut tarik:
3
Modulus penampang serat bawah gelagar nonkomposit St := 105942480.07 mm
2
Luas pelat sayap atas Atf := 39000 mm
tp := 30 mm
Tebal pelat penyambung
Ns = 2
Jumlah bidang geser
db = 24 mm
Diameter baut
2
Ab = 452.57 mm
Luas 1 baut
nb := 104 pcs
Jumlah baut
284
Mu
Mu.
St
Gaya tarik pada baut akibat S.t Tu := A = 10301.13 kN
momen lentur kombinasi kuat Tu. := A.tf = 4883.17 kN
Rh tf
R.h
Ms Ms
Gaya tarik pada baut akibat
momen lentur kombinasi layan S.t
Ts :=
St A = 7769.77 kN
Ts. := A = 4246.68 kN tf
R.h .tf Rh
Tahanan geser baut
6510.89 kN 29690.13 kN
Tu.
Rasio.77 :=
Rasio
ϕ .v
v
== 0.22
0.22 ...Oke
R
R.n7
n7
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal geser baut yang disediakan.
Tahanan
Tahanan slip
slip krits
krits baut
baut
K =1
Khh=1
Kss =
K = 0.33
0.33
Tahanan
Rn8 := Khslip
Ksbaut
NsR
P((n8 ):
Tahanan slip bautR t nb
n8 ): = 14071.20 kN
R :=tarik
K yang
K Ns P nb akibat
= 14071.20 kN layan (Ts):
n8 := Kh h Kss Ns Ptt nb = 14071.20 kN
Gaya
Rn8 bekerja kombinasi
Ts
Gaya
Gaya= tarik yang
yang kN
4246.68
tarik bekerja
bekerja akibat
akibat kombinasi
kombinasi layan
layan (Ts):
(Ts):
ϕ
Ts
Tss
=
= 7769.77
7769.77 kN
kN bekerja terhadap tahanan slip :
ϕ
periksa
ϕ ss gaya yang
Ts
periksa
periksa gaya
gaya yang
yang bekerja
bekerja terhadap
terhadap tahanan
tahanan slip
slip ::
Rn8
ϕ
Ts
Tss
R Rn8
ϕ
4246.68
ϕ ss n8kN 14071.20 kN
7769.77
7769.77 kN
Ts
kN
Ts.
14071.20
14071.20 kN
ϕ kN
Ts
ϕ s.s
Rasio8.8:=:= Ts = =0.3
Rasio 0.3 ...Oke
RϕRn8
ϕ s = 0.55
.n8
s
Rasio8 :=
Rasio
8 := R = 0.55 ...Oke
...Oke
R n8
Jadi, gaya tarik
n8yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal slip kritis baut yang disediakan.
285
Periksa tahanan pelat terhadap tarik
Tahanan tumpu
Jarak bersih untuk lubang baut yang Lc1 := 43 mm
berdekatan dengan ujung pelat sambungan
Tebal pelat tp = 30 mm
6510.89 kN 83966.40 kN
Tu.
ϕ
.bb
bb
Rasio
9 := R
Rasio.9 ==0.08
0.08 ...Oke
.n9
n9
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal tumpu baut yang disediakan.
286
Tahanan leleh pelat
ϕ y = 0.9
2
Luas penampang bruto pelat (Ag): Ag := Lp tp = 7500 mm
4718.54 kN 21300 kN
Ts
Ts.
ϕ
ϕ y.y
= =0.22
.10:=:=
Rasio10 0.22 ...Oke
RRn10
.n10
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal leleh pelat yang disediakan.
6510.89 kN 23284.80 kN
Tu.
:=
ϕ .u
u
Rasio
Rasio.11
11 ==0.28
0.28 ...Oke
R
R.n11
n11
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal putus pelat yang disediakan.
287
Geser blok
288
Panjang neto yang mengalami tarik lt := 8 0.064m = 512 mm
Panjang neto yang mengalami geser ly := 8 12 0.046m + 0.043m 8 = 4.76 m
2
Luas area neto yang mengalami tarik Atn := lt tt = 15360 mm
2
Luas area neto yang mengalami geser Avn := ly tt = 142800 mm
2
Luas area bruto yang mengalami tarik Atg := 0.077m tt 8 = 18480 mm
2
Luas area bruto yang mengalami geser Avg := 0.915m tt 8 = 219600 mm
Nilai tahanan nominal geser blok digunakan nilai terkecil dari 2 nilai di atas.
Rn12tahanan
Nilai (
:= min nominal
Rn1. Rngeser )
2. = blok
36082.62 kN nilai terkecil dari 2 nilai di atas.
digunakan
Tu
= 6510.89 kN
ϕ bs
Periksa gaya yang bekerja terhadap tahanan geser blok :
Tu
Rn12
ϕ bs
6510.89 kN 36082.62 kN
Tu.
ϕ bs
.bs
==0.18
Rasio 12 := R
Rasio.12 0.18 ...Oke
.n12
n12
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal blok geser yang disediakan.
289
7.5 Pelat badan (web)
22 2 2
Luas baut Abw := 0.25 db = 452.57 mm
7
Jumlah baut nbw := 63 pcs
e := 200 mm
Eksentritas baut dari pelat badan
Gaya geser desain Vuw := 1.5 Vu = 2907.75 kN
Pcy
Pv := = 3460.87 kN
cos θ ()
Sumbu netral plastis Y := 163.94 mm
D
Jarak dari sumbu netral pelat yo := Y = 706.06 mm
badan ke sumbu netral plastis 2
290
Faktor untuk perencanan spilce α := 1
Faktor reduksi untuk lentur ϕ f := 0.9
Nilai absolut
absolut dari
dari rasio
rasio Fcf Rcf := 1
( Mu Yt) = 125.21 MPa
terhadap fcf
Tegangan pada sayap bawah fcf1 := = 264.13 MPa
Ig
F cf
:= max
F cf := max F (
F
cf1 Fcf2
Fcf1 )
= 352.12 MPa
cf2 = 250.94 MPa
Tegangan pada
pada kondisi ultimit := ffcf =
ncf := = 384.73 MPa
Tegangan kondisi ultimit ffncf cf 182.38 MPa
2
wD
ttw D22
Muw :=
M := t D R
R FF cf RRcfffncf == 432.44
205.73kN
kNm
m
Momen vertikal
Momen vertikal akibat penampang
akibat penampang uw:= .w12
M.uw 12 R hh Fcf R cf ncf f.ncf = 432.44 kN m
pelat badan 12 .h .cf .cf
pelat badan
ttwwDD
Gaya horizontal
Gaya horizontal akibat
akibat penampang
penampang :=
Huw :=
H uw 22
R (
RhF
F cf ++ R
h cf
Rcfffncf =
cf ncf ) = 9424.71
16026.51 kN
kN
pelat badan
pelat badan
Momen total
Momen total := M
Mtot :=
M Mv ++ M
Muw == 1013.99
787.28kN
kNm
m
tot v uw
n := 21
n := 21
Jumlah baut
Jumlah pada 11 kolom
baut pada kolom
m := 6
m := 6
Jumlah baut
Jumlah dalam 1
baut dalam 1 baris
baris
:= 75mm
ss := 75mm
Jarak vertikal
Jarak vertikal baut
baut
:=
n
n((
n m
m
m
)) ( )) ((2 2 ))
ss 22 nn22 11 ++gg22 m
2 22
m2 1 == 28054687.5 mm
22
()
Momen polar
polar inersia
inersia di
di := 11 =28054687.5 mm
Momen
Momen polar inersia di
Ip
Ip :=
12 + mm2
pusat baut
pusat baut
pusat baut
Ip 12
12
s n 1 g m 28054687.5
2
2 gg
Pusat horizontal
Pusat horizontal baut
baut x := 2 g =
x := = 7575mm
mm
Pusat horizontal baut x := 2 2 = 75 mm
2
20 s
Pusat vertikal baut y := = 750 mm
2
291
20 s
Pusat vertikal baut y := = 750 mm
2
13422.16 kN 35970.74 kN
Tub
Tub
ϕϕ
:=
v.v = 0.37
Rasio 13 :=
Rasio.13
Rn13
= 0.37 ...Oke
.n13
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal geser baut yang disediakan.
Tahanan slip kritis baut
( )
Fcf. := max Fcf1. Fcf2. = 239.63 MPa
Tarik vertikal Ry :=
( Msw + Mvs) x = 2.15 kN
Ip
Total tarik (Kombinasi Layan) Tst := ( Rx + Hsw) 2 + ( Ry + Vs ) 2 = 8806.43 kN
Kh = 1
Ks = 0.33
8806.43 kN 17047.8 kN
Ts
Ts.t
t
ϕ
ϕ .s 0.52
:= s ==0.52
Rasio
Rasio.14
14 := ...Oke
R.n14
R n14
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal slip kritis baut yang disediakan.
293
Tahanan tumpu pelat
Jarak bersih untuk lubang baut yang berdekatan Lc1 := 37 mm
dengan ujung pelat sambungan
Tebal pelat tpw = 25 mm
:= ( Rn1 Rn2) 2
Rn15 :=
Rn15 ( Rn1 ++ Rn2) 2 == 89699.40
89699.40 kN
kN
Gaya yang
Gaya yang bekerja
bekerja akibat
akibat kombinasi
kombinasi kuat
kuat (Tu)
(Tu) ::
Tub
Tub = 21889.39 kN
ϕ bb = 13422.16 kN
ϕ bb
Periksa gaya
Periksa gaya yang
yang bekerja
bekerja terhadap
terhadap tahanan
tahanan tumpu
tumpu baut:
baut:
Tub
Tub Rn15
ϕ bb Rn15
ϕ bb
21889.39 kN
13422.16 89699.40
kN 89699.40 kN
kN
Tub
Tub
Tub
ϕϕ bb
:=
ϕ bb
.bb = 0.24
Rasio15 :=
Rasio
Rasio .15 := ==0.15...Oke
0.15
...Oke
15 R
R
n15
Rn15
.n15
Tahanan leleh
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal tumpu baut yang disediakan.
pelat
294
Tahanan leleh pelat
ϕ y = 0.9
9784.93 kN 30694.72 kN
Ts
Tst.t
ϕ
Rasio
Rasio.16 :=
:=
ϕ y.y ==0.32
0.32 ...Oke
16 RRn16
.n16
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal leleh pelat yang disediakan.
Tahanan putus pelat
ϕ u = 0.75
Tub
Rn17
ϕu
13422.16 kN 26808.88 kN
Tub
Tub
ϕϕ
u.u ==0.5
.17:=:= RR
Rasio17 0.5 ...Oke
.n17
n17
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal putus pelat yang disediakan.
295
Geser blok
296
Panjang neto yang mengalami tarik ltw := 0.049m 2 + 0.037m = 135 mm
Panjang neto yang mengalami geser lvw := 20 0.049m + 0.037m = 1017 mm
Nilai tahanan nominal geser blok digunakan nilai terkecil dari 2 nilai di atas.
( )
Rn18 := min Rn1. Rn2. = 14917.62 kN
Nilai tahanan nominal geser blok digunakan nilai terkecil dari 2 nilai di atas.
Tub
= 13422.16 kN
ϕ bs
Nilai tahanan nominal geser blok digunakan nilai terkecil dari 2 nilai di atas.
Tub
Rn18
ϕ bs
13422.16 kN 14917.62 kN
Tub
Tub
ϕϕ .bs
Rasio := bs = =0.9
0.9 ...Oke
29 := Rn
Rasio.29
.18
Rn18
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal blok geser yang disediakan.
297
8. Perhitungan angkur baja (shear connector)
Data stud
Tipe angkur baja : ASTM A108
Tegangan putus F u = 490 MPa
- Sayap bawah
bt = 1300 mm
Lebar sayap bawah
Tebal sayap bawah tt = 30 mm
- Pelat badan
- Pelat badan D = 1740 mm
Tinggi pelat badan D = 1740 mm
Tebal pelat badan tw = 25 mm
- Pelat
Lebar pelat bs := 2300 mm
Jumlah rib nr := 3
298
Batasan angkur baja
8> 4 ...Oke
299
nsc := 4
Tahanan geser fatik nominal (Zr) :
N 2
Zr := 38 ds
2
mm
Zr = 23.75 kN
( Vfat2 +Ffat2 )
Vf := 253.75 kN (Gaya geser akibat kondisi fatik)
4
I := 151440000000 mm (Inersia pada kondisi jangka pendek
penampang komposit)
3
Q := 214000000 mm (Statis momen pada kondisi jangka pendek
penampang komposit)
Gaya geser longitudinal kondisi fatik
:
Vf Q kN
Gaya
Vfat :=geser longitudinal
= 358.57 kondisi fatik
:
I m
F fat bisa diasumsikan 0, karena jembatan lurus.
F fat := 0
2 2 kN
Vsr := Vfat + F fat = 358.57
m
Maka jarak yang diizinkan antar angkur baja (P) adalah :
Maka jarak yang diizinkan antar shear connector(P) adalah :
n.sc Z.r
p := nsc Z r = 0.26 m
p := V.sr = 132.47 mm
Jaraklongitudinal
Vsr
antar angkur baja adalah 250 mm
300
Pada kondisi kuat jumlah minimum dari angkur baja dihitung berdasarkan persamaan di
bawah ini:
P
n=
Qr
P = Pp2 + fp2
dimana:
Pp adalah total gaya longitudinal pada pelat
Pp nilai minimum dari P1p dam P2p
( )
P1p := 0.85 f'c bs ts = 14662.5 kN
(
Pp := min P1p P2p = 14662.5 kN)
kemudian :
Panjang bentang Lb := 53800mm
Lb (Jarak antara sisi ujung ke lokasi momen maksimum/ tengah
Lpsc := = 26.9 m bentang)
2
Untuk jembatan lurus nila Fp bisa diasumsikan 0.
F p := 0kN
2 2
Psc := Pp + F p = 14662.50 kN
215.78kN 240.63 kN
(
Qns := max Qn1 Qn2 = 240.63 kN )
Qr := ϕ sc Qns = 156.41 kN
301
Qn2 := Asc F u = 240.63 kN
215.78kN 240.63 kN
Dari perhitungan di atas jarak angkur baja yang menentukan adalah akibat kombinasi Fatik,
Dari perhitungan di atas jarak
shear connectoryang menentukan adalah akibat kombinasi Fatik,
sehingga
sehingga digunakan jaraklongitudinal
digunakan jarak longitudinal antar
shear angkur
antar baja
connector adalah
adalah 250mm.
130mm.
Jarak transversal antar angkur baja
Jarak transversal antar shear connector
Jarak minimum nilai terkecil diantara persyaratan di bawah ini:
- Harus lebih besar dari 4xdiameter stud
ds = 25 mm
4 ds = 100 mm
- Harus diposisikan 1 inch antar stud (25 cm)
Jarak yang digunakan pada desain adalah 200 mm > 4x diameter stud, sehingga jarak yang
digunakan diizinkan.
302
2.1.6.3 Contoh perencanaan jembatan rangka baja
303
Gambar stringer yang ditinjau untuk perhitungan lentur
1. Data jembatan
kN
γ c := 24
Berat jenis beton 3
m
kN
Berat jenis aspal γ a := 22
3
m
kN
Berat jenis baja γ s := 78.5
3
m
Mutu beton f'c := 30MPa
Modulus elastisitas beton Ec := 25742.96MPa
Tegangan leleh baja Fy := 345MPa
Tegangan putus baja Fu := 490MPa
Modulus elastisitas baja Es := 200000MPa
Bentang stringer Lb := 5m
Rasio modulus Es
n := =8
Ec
2. Data-data penampang
2.1 Data penampang stringer : IWF 800.300.26.14
304
Tinggi stringer d := 800mm
D
Titik berat penampang ystr := = 374 mm
2
4
Inersia penampang Istr := 2920000000 mm
305
1 2
MMA := W a Lb = 5.84 kN m
8
W str Lb
Geser akibat berat stringer VMS_str := = 5.25 kN
2
W s Lb
Geser akibat berat pelat VMS_s := = 25.50 kN
2
W a Lb
Geser akibat beban mati tambahan VMA := = 4.68 kN
2
2
Luas penampang Ab := Agstr = 26740 mm
2
Parameter kekakuan longitudinal Kg := n Istr + Ab eg
10 4
Kg = 3.01 10 mm
9 12
Nilai Kg harus memenuhi syarat batas 4 10 Kg 3 10
306
2
S.str S.str S 2
g.vi_2 := 0.2 + =str0.65 Sstr
3600 mmgvi_2
:= 0.2 +mm
10700 = 0.65
3600 mm 10700mm
Geser tidak terfaktor akibat kendaraan standar
( )
VTS_maxs := VTS_max max gvi_1 gvi_2 = 168.176 kN
Untuk menghitung pengaruh beban lalu lintas rencana (beban lajur D) pada stringer, besar
beban lajur yang bekerja pada stringer juga ditentukan berdasarkan lebar tributari yang sama
dengan lebar tributari yang digunakan untuk penentuan pengaruh beban mati. Beban BTR
dikonversikan menjadi beban merata persatuan panjang. Khusus untuk beban garis terpusat
(BGT), beban ini hanya ditempatkan pada tengah bentang jembatan, sehingga tidak semua
stringer memikul beban ini. Pada kasus ini, karena jumlah panel antar cross beam berjumlah
genap, maka posisi beban BGT akan berada tepat di atas cross beam di tengah bentang,
sehingga tidak ada pengaruh beban BGT yang masuk ke stringer. Pemodelan struktur stringer
yang memikul beban lalu lntas BTR pada kasus ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Lb 30m maka nilai qBTR := 9kPa Karena Lb 30m, maka nilai BTR= 9kPa
kN
Beban terbagi rata W BTR := qBTR Sstr = 15.3
m
Gaya dalam maksimum akibat beban terbagi rata (BTR):
1 2
MBTR := W BTR Lb = 47.81 kN m
8
1
VBTR := W BTR Lb = 38.25 kN
2
Bandingkan gayadalam
Bandingkan gaya dalamakibat
akibat beban
beban truktruk
dandan beban
beban BTR.BTR. Pengaruh
Pengaruh momenmomen
dan dan geser
geser maksimum disebabkan oleh beban truk T dengan jarak gandar depan ke gandar
maksimum disebabkan oleh beban truk T dengan jarak gandar depan ke gandar tengah 5m
tengah 5m dan gandar tengah ke gandar belakang 4m
dan gandar tengah ke gandar belakang 4m
Jadi, momen maksimum yang digunakan MLL := MTS_maxs = 189.58 kN m
307
Kombinasi pembebanan ultimit
Mu_ultimit := 1.3 MMS_s + 1.1 MMS_str + 2 MMA + ( 1 + FBD)1.8 MLL = 503.97 kN m
Kombinasi pembebanan layan
Mulayan := 1 MMS_s + 1 MMS_str + 1 MMA + ( 1 + FBD)1.3 MLL = 364.675 kN m
4. Analisis kapasitas penampang stringer
4.1 Pemeriksaan batasan penampang
Penampang harus diperiksa untuk memastikan stabilitas profil yang digunakan memenuhi
persyaratan. Stabilitas diperiksa berdasarkan rasio ketebalan lebar terhadap tebal sayap dan
pelat badan yang dihitung sebagai berikut:
Batasan penampang pelat sayap
Periksa batas proporsi penampang pelat sayap tekan dan tarik berdasarkan AASHTO LRFD
2017 Pasal 6.10.2.2.
bc bt
12 12
2tc 2tt
bc bt
= 5.77 = 5.77
2tc 2tt
tc = 26 mm
26 mm 15.40 mm ...Oke
Iyc
0.1 10
Iyt
3
tc bc 4
Iyc := = 58500000 mm
12
3
tt b t
4
Iyt := = 58500000 mm
12
Iyc
0.1 10 0.1 1 10 ...Oke
Iyt
308
Batasan rasio kelangsingan pelat badan
Berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Pasal 6.10.2.1.1 pelat badan harus diproporsikan
sehingga memenuhi:
D
150
tw
D
= 53.43
tw
Jembatan lurus dengan penampang nonkomposit harus memenuhi persyaratan bahwa, kuat
leleh minimum pelat sayap tidak boleh lebih dari 480 MPa.
Fyf 480MPa
5. Pemeriksaan komponen
5.1 Constructibility
5.1.1 Akibat lentur
1) Pelat sayap stas
MMS_str = 6.56 kN m
MMS_s = 31.88 kN m
4
Istr = 2920000000 mm
fbu1 :=
( 1.25MMS_str + 1.3MMS_s) ystr
Istr
Karena komponen stringer adalah lurus, maka tegangan lentur lateral adalah fl=0
a) Periksa tahanan nominal leleh pada sayap atas
Tegangan pada sayap atas
Tegangan pada sayap atas
fbu1 = 3.58 MPa
fbu1 = 6.36 MPa
Faktor reduksi untuk lentur
ϕ f := 0.9
Untuk penampang dengan material yang sejenis, faktor penampang hibrid (Rh) diambil 1
309
Rh := 1
fbu1 + fl ϕ f Rh F yc
Rasio1 :=
( fbu1 + fl) = 0.02
( ϕ f Rh Fyc)
Jadi, tegangan
b) Periksa yanglentur
tahanan terjadi pada
pada struktur
sayap ataslebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
( )
Hitung batas rasio kelangsingan untuk pelat sayap tekan kompak λ pf :
Es
λ pf := 0.38 = 9.15
F yc
Jika λ f λ pf
-- Tahanan
Tahanantekuk
tekuktorsi
torsilateral
lateral
Lb =
L = 5000
5000 mm
mm
b
Dc adalah
Dc adalah ketinggian
ketinggian pelat
pelat badan
badan dalam
dalam tekan
tekan
:=
Dc :=
D
( dd ttcc tttt) == 374
374 mmmm
c 2
2
Jari-jari girasi
Jari-jari girasi
efektif
girasi efektif
untuk
efektif untuk
untuk tekuk
tekuk torsi
torsilateral
tekuk torsi
lateral(rt)
(rt)
Jari-jari lateral (rt)
bbc.c
b
rr.t :=
:= c = =78.29
0.08 mm
m
rtt := D t = 78.29 mm
Dc.c ttw.w
1 ++ 111 D
12 1
12 c w
12 1 + 3 b.c t.c
3 b bc ttc
c c
3
Hitung batasan panjang tanpa bracing (Lp ) untuk mencapai tahanan lentur nominal:
Es
Lp := 1.0 rt = 1884.90 mm ..
Fyc
Hitung batas panjang tidak terkekang ( Lr ) untuk mencapai leleh nominal awal
310
pada kedua pelat sayap :
Hitung batas panjang tidak terkekang ( Lr ) untuk mencapai leleh nominal awal pada kedua
pelat sayap :
Es
Lr := π rt = 5921.58 mm
Fyc
LLp.p<<LL LrL.r
b.b
Maka tahanan tekuk torsi lateral pada sayap atas adalah:
Fyr := 0.7 Fyc = 241.50 MPa
Cb := 1
ϕ f F nc = 238.62 MPa
1
fbu1 + f ϕ f Fnc
3 l
6.36 MPa 238.62 MPa ...Oke
1
fbu1 + f
3 l
Rasio2 := = 0.03
ϕ f F nc
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
2. Pelat sayap bawah
2. Pelat sayap bawah
(
1.25MMS_str + 1.3MMS_s ystr )
fbu2 := = 6.36 MPa
Istr
F yt := F y = 345 MPa
fbu2 + fl ϕ f Rh F yt
fbu2 + fl
Rasio3 := = 0.02
311
ϕ f Rh F yt
f.bu2 + f.l
Rasio.3 := = 0.02
ϕ .f R.h F.yt
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
fbu3 ϕ Fcrw
9 9
Tekuk lentur koefisien k := k := = 36 = 36
2
Dc D.c 2
Tekuk lentur koefisien D D
0.9 E.s k
F.crw := = 2270.011 MPa
2
D
t
Tahanan tekuk di badan .w
Akan tetapi, nilai Fcrw tidak boleh lebih besar dari:
F yw := F y = 345 MPa
312
5.1.2 Akibat geser
Vu := 1.25VMS_str + 1.3VMS_s
Vu = 39.71 kN
Hitung gaya geser plastis (Vp)
Hitung gaya geser plastis (Vp)
Vp := 0.58Fyw D tw = 2095.45 kN
Hitung rasio antara tahanan tekuk geser terhadap tahanan leleh geser (C)
c
Koefisien
Hitung tekuk
rasio geser
antara untuktekuk
tahanan pelatgeser
badan adalahtahanan leleh geser (C)
terhadap
k := 5
Es k
1.12 = 60.30
F yw
D
= 53.43
tw
D Es k
1.12
tw F yw
Sehingga C := 1
d
Nilai geser nominal pada penampang adalah (Vn) :
Vcr := C Vp = 2095.45 kN
Vn := Vcr = 2095.45 kN
ϕ v := 1.0
ϕ v Vn = 2095.45 kN
313
Periksa gaya geser yang terjadi dengan tahanan nominal geser :
Vu ϕ v Vn
Untuk kedua pelat sayap baja dari penampang nonkomposit dimana tegangan pada sayap
atas adalah sama dengan tegangan pada sayap bawah karena penampang simetris, maka:
fbu4 :=
( +
)
1.0 MMS_str + MMS_s + MMA ystr ( 1 + FBD) 1.3MLL ystr
= 46.71 MPa
Istr Istr
Rh = 1
0.80 Rh Fyc = 276 MPa
fl
fbu4 + 0.80 Rh Fyc
2
45.25 MPa 276MPa fl ...Oke
fbu4 +
2
Rasio6 := = 0.17
0.8 Rh Fyc
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
2.2.Pelat
Pelat sayap
badan (web)
( web)
Dc = 374 mm
fbu_web :=
( +
)
1.0 MMS_str + MMS_s + MMA Dc ( 1 + FBD) 1.3MLL Dc
= 46.71 MPa
Istr Istr
k = 36
fy
0.9 Es.s k k
0.9E tetapi tidak lebih dari yang terkecil antara Rh fy
Fcrw:=:=
Fcrw 0.7
2
D
tt fy
.ww tetapi tidak lebih dari yang terkecil antara Rh fy
0.7
314
sehingga Fcrw = 2270.01 MPa
,
Fcrwb := Rh Fy = 345 MPa
Fy
= 492.86 MPa
0.7
fbu_web Fcrwb
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
5.3 Kondisi batas fatik
Untuk kombinasi beban fatik, nilai FBD adalah 0.15
5.3 Kondisi batas fatik
FBDF := 0.15
8500 1680
Es
5.7 = 137.24
F yc
2Dc Es
5.7
tw Fyc
1 0.3 ...Oke
Karena
s semua persyaratan di atas memenuhi, untuk perhitungan kondisi batas ultimit
diperhitungkan berdasarkan Lampiran A6 AASHTO LRFD 2017.
Pada gambar berikut di bawah ini dalam penentuan momen plastis adalah umum digunakan
untuk komponen komposit dan nonkomposit. Namun pada kasus nonkomposit dalam
menentukan momen plastis pengaruh dari pelat dan tulangan longitudinal dapat diabaikan,
sehingga nilai Prt, Ps, dan Prb adalah nol.
Penentuan sumbu netral plastis
Lebar sayap tekan bc = 300 mm
Kasus I
Pt + Pw = 6303.84 kN Pc = 2691 kN
316
Pt + Pw Pc
a
w
Gaya aksial pada sayap atas Pc := bc tc F yc = 2691 kN
Kasus I
Pt + Pw = 6303.84 kN Pc = 2691 kN
Pt + Pw Pc
a
Karena Kasus I memenuhi persyaratan maka PNA berada pada pelat badan (web), sehingga:
Gambar dimensi, gaya, dan posisi gaya untuk menentukan besarnya momen plastis
D P.t P.c + 1
Y :=
2 P.w
Y = 374 mm
cPenentuan momen plastis
Penentuan plastis pada
padapenampang
penampangnonkomposit
nonkomposit
tt
dt := + D Y = 387 mm
2
tc
dc := + Y = 387 mm
2
c
Sehingga momen plastis dapat dihitung dengan:
Pw 2
Mp := Y + ( D Y) 2 + P d + P d
( )
2D c c t t
Mp = 2758.44 kN m
c
Penentuan momen leleh pada penampang nonkomposit
My = 2693.58 kN m
Rh = 1
l
317
Penentuan nilai Dcp
Dcp adalah ketinggian pelat badan dalam tekan pada momen plastis, karena garis netral
berada di pelat badan (web), maka:Untuk penampang nonkomposit dimana:
Fyw A w Fyc Ac - F A
yt t
2
Luas sayap := b
Af := bc ttc =
= 7800 mm2
Luas sayap Af c c 7800 mm
2
Luas badan
Luas badan := tw D
Aw :=
A D== 10472
10472 mm
mm2
w tw
Fyw A
F = 3612.84
Aw = 3612.84 kN
kN
yw w
Fyc A
A = 2691 kN
F yc ff = 2691 kN
ss
Karena nilai fy dan luas dari pelat sayap tarik dan tekan sama, maka:
F.yc A.f F.yt A.f = 0 kN
3612.84 kN 0 kN ...Oke
sehingga:
( )
D
Dcp := F A + Fyw Aw Fyt Af = 374 mm
2Aw Fyw yc f
D.cp
λ .pwDcp λ .rw
D.c
112.32 137.24
s
Penampang yang memenuhi ketentuan berikut dapat dikualifikasikan sebagai penampang
dengan pelat badan kompak. (AASHTO LRFD 2017 Pasal A6.2.1)
2Dcp
λ
tw pw Dcp
Dcp
2 = 53.43
tw
Mp
Rpt := = 1.02
My
s
Hitung ketahanan terhadap tekuk lokal pelat sayap tekan
Untuk pelat sayap tekan dengan bracing tidak menerus, maka berdasarkan AASHTO LRFD
2017 Pasal A6.3.2:
Tentukan rasio kelangsingan untuk pelat sayap tekan:
λ f = 5.77 rasio kelangsingan untuk pelat sayap tekan:
Tentukan
λ f = 5.77
Tentukan rasio kelangsingan untuk pelat sayap kompak:
Tentukan
λ pf = 9.15rasio kelangsingan untuk pelat sayap kompak:
λ pf = 9.15
Jika λ f λ pf
Jika λ f λpf9.15
5.77 ...Oke Penampang dengan pelat sayap kompak
5.77 9.15
Sehingga tekuk lokal pelat sayapPenampang
...Oke dengan pelat sayap kompak
tekan adalah
Sehingga
Mnc1 := Rtekuk lokal pelat sayap tekan adalah
pc My = 2758.44 kN m
Mnc1 := Rpc My = 2758.44 kN m
s
s Periksa tekuk torsi lateral pelat sayap tekan
Jari -- jari
Jari jari girasi
girasiefektif
efektif:
rt() :
rt = 78.29 mm
( )
Panjang tanpa bracing Lb adalah 5000 mm
s
Panjang tanpa bracing (Lb) adalah 5000 mm
Lb = 5000 mm
Hitung
Hitung batasan panjang tanpa
batasan panjang tanpabracing
bracing
Lp( (Lp) untuk
) untuk mencapai
mencapai tahanan
tahanan lenturlentur nominal:
nominal:
Lp = 1884.90 mm
Jadi :
Lb Lp
5000 mm 1884.90 mm
s
Hitung tegangan pelat sayap tekan pada saat mencapai leleh nominal penampang (Fyr):
Hitung tegangan pelat sayap tekan pada saat mencapai leleh nominal penampang
0.7F y = 241.50 MPa
(Fyr):
Sxt :Modulus elastis penampang terhadap sumbu mayor dari penampang ke pelat
sayap tarik
My 3
Sxt := = 7807486.63 mm
F yt
Sxc :Modulus elastis penampang terhadap sumbu mayor dari penampang ke pelat
sayap tekan
My 3
Sxc := = 7807486.63 mm
F yc
319
Sxt
Rh F y = 345 MPa
Sxc
Tegangan leleh pelat badan (f)
My
3
Sxt := = 7807486.63 mm
F yt
Sxc :Modulus elastis penampang terhadap sumbu mayor dari penampang ke pelat
sayap tekan
My
3
Sxc := = 7807486.63 mm
F yc
S
Sxt
R F yS =
xt 345 MPa
h y Sxc = 345 MPa
Rh F
xc
Tegangan
Tegangan leleh
leleh pelat
Tegangan leleh pelat badan
pelat F((f
badan
badan )
)(Fyw):
yw yw
Fyw = 345 MPa
SxtS
.xt
yr. := min 0.7 Fy.yRRh.h
FF.yr. FyF Fyw
.y F
S.xc .yw
Sxc
4
Js = 4007440.75 mm
Hitung
Hitung batas panjang
panjangtidak
tidakterkekang
terkekang
L(r )(Lr) untuk
untuk mencapai
mencapai leleh nominal
leleh nominal awal awal pada kedua
pelat sayap :
pada kedua pelat sayap :
2 2
EEs.s JsJ.s Fyr.F.yr. h.xc
SxcS h
r. := 1.95 r.t
LL.r. t FF SS hh 1 +1 + 1 +1 6.76
+ 6.76
yr.
.yr. xc.xc EsE.s Js J.s
Lr. = 7866.72 mm
Lp < Lb < Lr.
320
Rpc My = 2758.44 kN m
Mnc2 Rpc My
fl = 0
Mu_ultimit = 503.97 kN m
ϕ f = 0.9
ϕ f Mnc = 2073.46 kN m
1
Mu_ultimit + f S ϕ f Mnc
3 l xc
503.97 kN m 2073.46 kN m ... Oke
1
Mu_ultimit + f S
3 l xc
Rasio9 := = 0.24
ϕ f Mnc
c gaya dalam (momen) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas momen nominal
Jadi,
yang disediakan.
5.4.2 Geser
Tahanan geser harus memenuhi persyaratan berikut ini berdasarkan AASHTO LRFD 2017
Pasal 6.10.9:
Vu ϕ .v V.n
Hitung gaya geser pada saat ultimit
Dw Es k
1.12
tw F yw
321
53.43 60.30 ...Oke
Sehingga C=1
c
Es k
1.12 = 60.30
Fyw
D
= 53.43
tw
Dw Es k
1.12
tw F yw
Vn := Vcr = 2095.45 kN
ϕv = 1
ϕ v Vn = 2095.45 kN
Periksa
c gaya geser yang terjadi dengan tahanan nominal geser :
Vu ϕ v Vn
Jadi, gaya
c dalam (geser) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas geser struktur
yang disediakan.
322
B. Perencanaan komponen lentur cross beam
1. Data-data material jembatan
kN
γ c := 24
Berat jenis beton 3
m
kN
Berat jenis aspal γ a := 22
3
m
kN
Berat jenis baja γ s := 78.50
3
m
Mutu beton f'c := 30MPa
Modulus elastisitas beton Ec := 25742.96MPa
Tegangan leleh baja Fy := 345MPa
Bentang stringer Lb := 5m
2. Data-data penampang
2.1 Data-data penampang stringer : IWF 800.300.26.14
Tinggi gelagar d := 800mm
D
Titik berat penampang ystr := = 374 mm
2
323
4
Inersia penampang Istr := 2920000000 mm
Tebal badan tw := 14mm
D
Titik berat penampang ystr := = 374 mm
2
4
Inersia penampang Istr := 2920000000 mm
kN
qBTR := q Sstr = 15.3
m
3.2 Reaksi tumpuan pada stringer
324
3.2 Reaksi tumpuan pada stringer
W str Lb
Reaksi tumpuan akibat berat stringer Rstr := = 5.25 kN
2
W s Lb
Reaksi tumpuan akibat berat pelat Rs := = 25.50 kN
2
W a Lb
Reaksi tumpuan akibat beban mati tambahan RMA := = 4.68 kN
2
1
Reaksi tumpuan akibat beban terbagi rata RBTR := qBTR Lb = 38.25 kN
2
Beban-beban gravitasi yang bekerja pada stringer (beban mati dan beban kendaraan) akan
diteruskan ke cross beam. Reaksi tumpuan pada stringer akan menjadi beban di cross beam
sebagai beban terpusat. Karena cross beam bertumpu pada join rangka batang utama,
sehingga untuk keperluan analisis struktur, cross beam dapat dimodelkan sebagai balok dua
tumpuan sederhana yang memikul beban terpusat. Untuk panel tengah, beban terpusat
tersebut adalah sebesar dua kali reaksi perletakan pada stringer (jarak antara cross beam
seragam).
1 12 2
Momen akibat berat cross beam MS cbi:=
MMS_cbi :=MMS_cbi Lcb
8
MS cbi Lcb
= 27.26 kN=m24.62 kN m
8
W cbi Lb W cbi Lb
Geser akibat berat cross beam VMS_cbi := MS_cbi :== 6.082 kN = 6.08 kN
V
2
325
Momen maksimum akibat beban stringer
d1 := 1100mm
d2 := 1700mm
Rstr. :=
( ) ( ) ( ) ( )
Pstr d2 4 + d1 + Pstr d2 3 + d1 + Pstr d2 2 + d1 + Pstr d2 + d1 + Pstr d1 ( )
Lcb
Rstr. = 26.24 kN
d2 := 1700mm
Rs. :=
( ) ( ) ( ) (
Ps d2 4 + d1 + Ps d2 3 + d1 + Ps d2 2 + d1 + Ps d2 + d1 + Ps d1 ) ( )
Lcb
Rs. = 127.5 kN
326
Beban dikali lengan gaya ke titik E
( ) ( ) ( )
MMS_s := Rs d1 + d2 2 Ps d2 2 Ps d2 = 313.65 kN m
d1 := 1100mm
d2 := 1700mm
RMA. :=
( ) ( ) ( ) ( )
PMa d2 4 + d1 + PMa d2 3 + d1 + PMa d2 2 + d1 + PMa d2 + d1 + PMa d1 ( )
Lcb
RMA. = 23.38 kN
Akibat beban truk (roda tengah atau belakang PT_2 := P_2 = 112.5 kN
dengan besar beban sama)
327
0,5 m 0,5 m
1,75 m
5m (4-9) m
2,75 m
50 kN 225 kN 225 kN
250 mm
250 mm 250 mm
250 mm 250 mm 2,75 m
250 mm
Gambar posisi beban truk (roda tengah dan belakang) pada cross beam
d1. := 1800mm
d2. := 1750mm
d3. := 1900mm
Reaksi tumpuan akibat beban roda depan atau belakang
( ) (
PT_2 d2. ( 2) + d3. + d1. + PT_2 d3. + d2. + d1. + PT_2 d2. + d1. + PT_2 d1. ) ( )
RA_2 :=
Lcb
RA_2 = 225 kN
328
3.4 Kombinasi pembebanan kendaraan standar
Kombinasi pembebanan ultimit
Mu_ultimit := 1.3 MMS_s + 1.1 MMS_str + 1.1 MMS_cbi + 2 MMA + ( 1 + FBD) 1.8 MTS
Di
bci
6
Di
= 140.67 mm
6
bci = 300 mm
tci = 28 mm
28 mm 17.6 mm ...Oke
Iyci
0.1 10
Iyti
3
tci bci 4
Iyci := = 63000000 mm
12
3
tti bci 4
Iyti := = 63000000 mm
12
329
Iyci
0.1 10
Iyti
0.1 1 10 ...Oke
ci wi
1.1twi = 17.6 mm
tci = 28 mm
28 mm 17.6 mm ...Oke
Iyci
0.1 10
Iyti
3
tci bci 4
Iyci := = 63000000 mm
12
3
tti bci 4
Iyti := = 63000000 mm
12
Iyci
0.1 10
Iyti
0.1 1 10 ...Oke
Iyci
0.3 1 0.3 ...Oke
Iyti
DD 150
tw 150
tw
DD = 53.43
tw = 53.43
tw
53.43 150
53.43 150 Pelatbadan
...Oke Pelat
...Oke badan (web)
(web) tidak
tidaklangsing
langsing
yc:=:=FFyy==345
FFyc MPa
345 MPa
Dcadalah
Dc adalahketinggian
ketinggianpelat
pelatbadan
badandalam
dalamtekan
tekan
DDcc:=:=
( (ddi itcitcittitti) ) ==422 mm
422 mm
22
2Dc
2D c = 60.29
t = 60.29
tww
EEss
5.7
5.7 ==137.24
137.24
FFyc
yc
2Dc
2D Es
c 5.7 Es
tw 5.7
tw FFyc
yc
60.286 137.24
60.286 137.24 ...Oke
...Oke
330
Klasifikasi penampang
Jembatan lurus dengan penampang nonkomposit harus memenuhi persyaratan bahwa, kuat
leleh minimum pelat sayap tidak boleh lebih dari 480 MPa
Fyf 480MPa
Karena komponen cross beam adalah lurus, maka tegangan lentur lateral adalah fl=0
a) Periksa tahanan nominal leleh pada sayap atas
Tegangan pada sayap atas
fbu1 = 53.31 MPa
fbu1 + fl ϕ f Rh F yc
53.31 MPa 310.50 MPa ...Oke
Rasio1 :=
( fbu1 + fl) = 0.17
( ϕ f Rh Fyc)
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
5.36 9.15
Untuk constructibility nilai faktor web load shedding (Rb) adalah 1
Rb := 1
- -Tahanan
Tahanantekuk
tekuktorsi
torsi lateral
lateral
L b. := 1700m
Jari-jari girasi efektif untuk tekuk torsi lateral (rt)
b.ci
r.t := bci = 0.08 m
rt := 1 D.c t.wi= 76.91 mm
12 1 +1 D c t wi
12 1 +
3 b b.ci
3 t.ci
panjang tanpa bracing (Lp) untuk mencapai tahanan lentur nominal:
ci cit
Hitung batasan
Es
Lp := 1.0 rt = 1851.77 mm
F yc
Hitung
t batas panjang tidak terkekang (Lr) untuk mencapai leleh nominal awal pada kedua
pelat sayap :
Es
Lr := π rt = 5817.51 mm
Fyc
L L
Lbb Lpp
Cb := 1
Maka
Maka tahanan tekuk torsi
tahanan tekuk torsilateral
lateralpada
padasayap
sayapatas
atas adalah:
adalah
FncLTB := Rb Rh Fyc = 345 MPa
332
(
F nc := min F ncFLB F ncLTB = 345 MPa)
fbu1 = 53.31 MPa
1
fbu1 + f = 53.31 MPa
3 l
ϕ f F nc = 310.50 MPa
1
fbu1 + f ϕ f Fnc
3 l
53.31 MPa 310.50 MPa ...Oke
1
f bu1 + f
3 l
Rasio 2 := = 0.17
ϕ f F nc
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
fbu2 + fl ϕ f Rh F yt
fbu2 + fl
Rasio3 := = 0.17
ϕ f Rh F yt
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
3) Pelat badan ( Web)
3) Pelat badan (web)
Untuk memastikan tidak terjadinya tekuk lentur pada web selama proses konstruksi, maka
persyaratan pada persamaan berikut harus dipenuhi:
f.bu ϕ F.crw
9
k := = 36
2
D.c
Tekuk lentur koefisien D.i
333
0.9 E.s k
F.crw := = 2328.79 MPa
2
D.i
Tahanan tekuk di badan t.wi
Akan tetapi, nilai Fcrw tidak boleh lebih besar dari:
F yw := F y = 345 MPa
fbu3 ϕ f F crw.
Tahanan
Tahanan geser nominal pada
geser nominal padapelat
pelatbadan
badantidak
tidakdiperkaku
diperkaku (Unstiffnedweb)
(Unstiffened web):
Vn = Vcr = CVp
Jarak antara pengaku tranversal untuk panel ujung dengan atau tanpa pengaku longitudinal
Vp :=boleh
tidak y Dw tw =
0.58fmelebihi 1344.67 kN
1,5D
do := 0 mm
ddoo 1.5
1.5D
Dww
1.5D
1.5 Dii == 1266
1266mm
mm
0mm 1266
0mm 1266 mm
mm ...Oke
334
Hitung gaya geser pada saat konstruksi
( )
Vu := 1.25 VMS_str + VMS_cbi + 1.3VMS_s
Vu = 206.15 kN
Hitung gayagaya
Hitung gesergeser
plastis (Vp) (Vp)
plastis
Vp := 0.58Fy Di twi = 2702.15 kN
x
Hitung rasio antara tahanan tekuk geser terhadap tahanan leleh geser (C)
k := 5
Es k
1.12 = 60.30
F yw
Di
= 52.75
twi
Di Es k
1.12
twi F yw
Vn := Vcr = 2702.15 kN
ϕ v := 1.0
ϕ v Vn = 2702.15 kN
c
Periksa gaya geser yang terjadi dengan tahanan nominal geser :
Vu ϕ v Vn
335
5.2 Kondisi batas layan
Pada batas kondisi layan harus diperiksa tegangan pada Kombinasi Layan II
1. Pelat sayap atas
Untuk kedua pelat sayap baja dari penampang non-komposit dimana tegangan pada sayap
atas adalah sama dengan tegangan pada sayap bawah karena penampang simetris, maka
fbu4 :=
( )
1.0 MMS_str + MMS_cbi + MMS_s + MMA ycbi ( 1 + FBD) 1.3MTS ycbi
+
Icbi Icbi
fbu4 = 151.7 MPa
Rh = 1
0.80 Rh F yc = 276 MPa
fl
fbu4 + 0.80 Rh Fyc
2
fbu4
Rasio6 := = 0.55
0.8 Rh F yc
Jadi, tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
Kendaraan standar
fbu_web :=
( +
)
1.0 MMS_str + MMS_cbi + MMS_s + MMA Dc ( 1 + FBD) 1.3MTS Dc
(
1.0 Mstr + Mcb + MIcbi + M
pelat MA )
( 1 +
FBD) 1.3MTIcbi
=
fc1_standar := MPa
151.7 Dc + Dc
bu_web Is Is
= 36
fkc1_standar = 156.863 MPa
k = 36 0.9Es k tetapi tidak lebih dari yang terkecil antara R h.Fy dan F y/0,7
Fcrw := 0.9 E.s k tetapi tidak lebih dari yang terkecil antara Rh.Fy dan Fy/0,7
Fcrw :=0.9E
2k
D s
Fcrw := iD 2
tetapi tidak lebih dari yang terkecil antara R h.fy dan f y/0,7
.i2
Dw
twi
t.wi
tw
sehingga, F crw = 2328.79 MPa
F crwb := Rh F y = 345 MPa
Fy
= 492.86 MPa
0.7
fbu_web F crwb
336
5.3 Kondisi batas fatik
Untuk kombinasi beban fatik, nilai FBD adalah 0.15
FBDF := 0.15
Fraksi lalu lintas truk dalam satu lajur
p := 0.85
Jumlah truk per hari LHR := 10000
Jumlah truk per hari pada jalur tunggal LHRsl := p LHR = 8500
8500 690
Untuk kombinasi Fatik I, maka:
Δ Fn := Δ F TH = 165
Δ Fn MPa
:= Δ F TH = 165 MPa
Kendaraan (
MuFatik := standar )
1 + FBDF Mu 1.75 MTS = 1211.27 (
kN m )
Fatik_standar := 1 + FBDF 1.75 MT = 1211.27 kN m
MuFatik ycbi MuFatik_standar ys
fbufatik := = 124.37 MPa
σfatik_standar := = 132.62 MPa
Icbi Is
γ Δ F := fbufatik = 124.37
γΔ MPa
F_standar := σfatik_standar = 132.62 MPa
γ Δ F Δ Fn γΔ F_standar Δ Fn
γΔ F γΔ F_standar
Rasio8 := = 0.75Rasio
Δ Fn Fatik_standar := Δ Fn
= 0.80
Jadi,.. tegangan yang terjadi pada struktur lebih kecil dari tegangan yang diizinkan.
5.4 Kondisi batas ultimit
5.4.1 Lentur
Pada gambar berikut di bawah ini dalam penentuan momen plastis adalah umum digunakan
untuk komponen komposit dan nonkomposit. Namun pada kasus nonkomposit dalam
menentukan momen plastis pengaruh dari pelat dan tulangan longitudinal dapat diabaikan,
sehingga nilai Prt, Ps, dan Prb adalah nol.
Penentuan sumbu netral plastis
Lebar sayap tekan bci = 300 mm
tti = 28 mm
Tebal sayap tarik
Tinggi web Di = 844 mm
337
Tebal web twi = 16 mm
tti = 28 mm
Tebal sayap tarik
Tinggi web Di = 844 mm
Pt + Pw = 7556.88 kN Pc = 2898 kN
..
Karena Kasus I memenuhi persyaratan maka PNA berada pada pelat badan (web), sehingga:
Gambar dimensi, gaya, dan posisi gaya dalam penentuan momen plastis
Mp = 3510.08 kN m
s
338
Penentuan momen leleh pada penampang nonkomposit
Snc adalah modulus elastis penampang nonkomposit
Icbi 3
Snc := = 9739336.49 mm
ycbi
My = 3360.07 kN m
Rh = 1
Penentuan
s nilai Dcp
Dcp adalah ketinggian pelat badan dalam tekan pada momen plastis, karena garis netral
berada di pelat badan (web), maka:
Untuk penampang nonkomposit dimana:
Fyw A w Fyc Ac - F A
yt t
2
Luas sayap Af := bci tci = 8400 mm
2
Luas badan Aw := twi Di = 13504 mm
F yw Aw = 4658.88 kN
F yc Af = 2898 kN
Karena nilai fy dan luas dari pelat sayap tarik dan tekan sama, maka:
F yc Af F yt Af = 0 kN
4658.88 kN 0 kN ...Oke
sehingga:
s
Di
Dcp := (
2Aw Fyw yc f
)
F A + Fyw Aw Fyt Af = 422 mm
Penampang
( ) yang memenuhi ketentuan berikut dapat dikualifikasikan sebagai penampang
dengan pelat badan kompak
2Dcp
λ
tw pw Dcp
Dcp
2 = 52.75
twi
Faktor plastifikasi
Faktor plastifikasipelat
pelatbadan
badanharus
harus diambil
diambil sebagai:
sebagai:
Mp
Rpc := Mp = 1.04
Rpc := M = 1.04
Myy
Mp
Rpt := Mp = 1.04
Rpt := M = 1.04
My
y
Periksa
Periksatekuk
tekuklokal
lokal pelat
pelat sayap
sayap tekan
tekan
Periksa tekuk lokal pelat sayap tekan
Untuk pelat sayap tekan dengan bracing tidak menerus, maka:
λ f = 5.36
tentukan rasio kelangsingan untuk pelat sayap kompak:
λ pf = 9.15
(( ))
Panjang tanpa
Panjang tanpa bracing Lb adalah
bracingL(Lb) adalah 5000
5000mm mm
Panjang tanpabracing b adalah 5000 mm
Lb. = 1700 m
Lb = 5000 mm
Hitung
Hitung batasan panjangtanpa
batasan panjang tanpabracing
bracing( L(Lp) untuk mencapai tahanan lentur nominal:
p ) untuk mencapai tahanan lentur nominal:
Lp = 1851.77 mm
Lp = :1851.77 mm
Jadi
Lbb:LLpp
LJadi
5000 mm
1700 mm1851.77
1851.77mm
mm
Sehingga
.. tekuk torsi lateral pelat sayap tekan adalah
(
Mnc := min Mnc1 Mnc2 )
Mnc = 3510.08 kN m
ϕ f = 0.9
1
Mu_ultimit + f S ϕ f Mnc
3 l xc
2029.22 kN m 3510.08 kN m ... Oke
1
Mu_ultimit + f S
3 l xc
Rasio9 := = 0.64
ϕ f Mnc
Jadi, gaya dalam (momen) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas momen nominal
yang disediakan.
Periksa tahanan lentur berdasarkan leleh pada pelat sayap tarik
Periksa tahanan lentur berdasarkan leleh pada pelat sayap tarik
Penentuan momen leleh pada penampang nonkomposit:
Snt adalah modulus elastis penampang nonkomposit
Icbi
3
Snt := = 9739336.49 mm
ycbi
p :Modulus elastis penampang terhadap sumbu mayor dari penampang ke pelat sayap tarik
Sxt
Myt
3
Sxt := = 9739336.49 mm
Fyt
341
Sehingga tahanan lentur terhadap pelat sayap tarik adalah:
Mnt := Rpt Myt = 3510.08 kN m
ϕ f = 0.9
1
Mu_ultimit + f S ϕ f Mnc
3 l xc
2029.22 kN m 3510.08 kN m ... Oke
1
Mu_ultimit + f S
3 l xt
Rasio10 := = 0.64
ϕ f Mnt
Jadi, gaya dalam (momen) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas momen nominal
Jadi, gaya dalam (momen) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas
yang
momendisediakan.
nominal yang disediakan.
5.4.2 Geser
5.4.2 Akibat g eser
Tahanan geser harus memenuhi persyaratan berikut ini berdasarkan AASHTO LRFD 2017
Pasal 6.10.9:
Vu ϕ v Vn
Hitung gayageser
Hitung gaya geserpada
padasaat
saatultimit
ultimit
Vu := 1.1VMS_str + 1.1VMS_cbi + 1.3VMS_s + 2VMA + ( 1 + FBD) 1.8VTS
Vu = 774.55 kN
s
Hitung gaya geser plastis (Vp)
Vp. := 0.58Fyw Di twi = 2702.15 kN
Hitung
Hitung rasiorasio antara
antara tahanan
tahanan tekuk tekuk
geser geser terhadap
terhadap tahanan
tahanan leleh(C)
leleh geser geser (C)
kk = 5
5
Ess kk
E
1.12
1.12 = 60.30
= 60.30
F yw
F yw
D
Dii
=
= 52.75
52.75
ttwi
wi
D
Dii Ess kk
E
1.12
1.12
ttwi F
F yw
wi yw
52.75
52.75 60.30
60.30 ...Oke
...Oke
Sehingga
Sehingga C=
C =1
1
( )
342
Nilai geser nominal pada penampang adalah (Vn) :
Vn := Vcr = 2702.15 kN
ϕ v Vcr = 2702.15 kN
ϕv = 1
( ) Periksa gaya geser yang terjadi dengan tahanan nominal geser :
Vu ϕ v Vcr
Jadi, gaya dalam (geser) yang terjadi pada struktur lebih kecil dari kapasitas geser struktur
yang disediakan.
S
343
C . Perencanaan komponen tekan dan tarik
Untuk perencanaan komponen tekan dan tarik, elemen yang akan ditinjau adalah elemen
rangka baja no. 2 dan 3 sebagai berikut:
344
Tinggi badan D := d tc tt = 748 mm
2
Luas penampang Agstr := 26740mm
D
Titik berat penampang ystr := = 374 mm
2
4
Inersia penampang Istr := 2920000000 mm
3. Perhitungan beban
Beban dari stringer didistribusikan pada setiap cross beam interior maupun eksterior. Reaksi
tumpuan akibat beban pada stringer di cross beam interior dan eksterior pada perhitungan
poin B menjadi beban terpusat pada joint rangka.
345
3.1 Reaksi tumpuan di cross beam interior dan cross beam eksterior
Beban garis terpusat (BGT) terletak tepat pada cross beam tengah pada tengah bentang
jembatan.
346
Gambar beban garis terpusat pada cross beam
1
Reaksi tumpuan akibat beban garis terpusat RBGT := BGT used Lcb = 324.79 kN
2
b) Reaksi tumpuan di cross beam eksterior
RBTR_i
Reaksi tumpuanakibat beban terbagi rata RBTR_e := = 86.07 kN
2
Beban Truk
Faktor beban dinamis FBDT := 0.30
Untuk satu roda depan P1 := 25kN
Untuk satu roda tengah dan belakang P2 := 112.5kN
Akibat beban truk (roda depan) ( )
PT_1 := P1 1 + FBDT = 32.50 kN
Akibat beban truk (roda tengah dan belakang PT_2 := P2 ( 1 + FBDT) = 146.25 kN
dengan besar beban sama)
( )
Satu truk bergerak di tengah cross beam
Gambar posisi beban truk (roda tengah dan belakang) pada cross beam
347
d1 := 3625mm
d2 := 1750mm
Reaksi tumpuan akibat beban roda depan
Gambar posisi beban truk (roda tengah dan belakang) pada cross beam
RA_1c :=
( )
PT_1 ddb + dcd + PT_1 ddb( )
= 45.68 kN
Lcb
Reaksi tumpuan akibat beban roda tengah dan belakang
RA_1e :=
( )
PT_2 ddb + dcd + PT_2 ddb( )
= 205.56 kN
Lcb
Jarak roda depan ke roda tengah dtruk_1 = 5000 mm
Jarak roda tengah ke roda belakang dtruk_2 = 5000 mm
Dua truk bergerak
348
Dua truk bergerak
Gambar posisi beban truk (roda tengah dan belakang) pada cross beam
dac := 1800mm
dcd = 1750 mm
dde := 1900mm
RA_2a. :=
(
PT_1 dcd ( 2) + dde + dac + PT_1 dde + dcd + dac )
Lcb
RA_2a.. :=
( )
PT_1 dcd + dac + PT_1 dac( )
Lcb
RA_2b. :=
(
PT_2 dcd ( 2) + dde + dac + PT_2 dde + dcd + dac )
Lcb
RA_2b.. :=
( )
PT_2 dcd + dac + PT_2 dac( )
Lcb
349
3.2 Reaksi rumpuan pada cross beam menjadi beban pada setiap joint di rangka baja.
Gambar reaksi tumpuan akibat beban mati di cross beam menjadi beban pada setiap
joint pada rangka utama
Gambar reaksi tumpuan akibat beban mati (pelat lantai) di cross beam menjadi beban
pada setiap joint pada rangka utama
Gambar reaksi tumpuan akibat beban mati tambahan (MA) di cross beam menjadi
beban pada setiap joint pada rangka utama
Gambar reaksi tumpuan akibat beban lajur (BTR dan BGT) di cross beam menjadi
beban pada setiap joint pada rangka utama
350
Truk berpindah setiap jarak 5 m disepanjang bentang jembatan
Gambar reaksi tumpuan akibat beban satu truk di tengah cross beam menjadi beban
pada joint rangka
Truk berpindah setiap jarak 5 m di sepanjang bentang jembatan
Gambar reaksi tumpuan akibat beban satu truk di tepi cross beam menjadi beban
pada joint rangka
Truk berpindah setiap jarak 5 m di sepanjang bentang jembatan
Gambar reaksi tumpuan akibat beban dua truk di tepi cross beam menjadi beban pada
joint rangka
3.3 Beban temperatur seragam
Untuk menghitung beban temperatur dan besaran rentang deformasi maksimum akibat beban
temperatur diperlukan data temperatur maksimum dan minimum pada jembatan.
Berdasarkan SNI 1725:2016 tentang pembebanan jembatan untuk temperatur maksimum dan
minimum pada jembatan baja dapat diambil dengan nilai sebagai berikut:
Tmaxdesign := 40 0 C
Tmindesign := 15 0C
6 mm
Koefisien muai panjang baja α := 12 10
mm
0C
Panjang jembatan Lb = 40000 mm
351
Panjang jembatan Lb = 40000 mm
Δ T := T maxdesign Tmindesign = 25 0C
Perbedaan suhu
u
Untuk desain jembatan beban temperatur yang digunakan adalah selisih antara temperatur
maksimum dan temperatur minimum pada lokasi jembatan. Sehingga beban temperatur yang
diaplikasikan dalam desain adalah sebesar 25 C.
Akibat beban temperatur akan timbul deformasi pada struktur, untuk nilai deformasi yang
terjadi dapat dihitung seperti di bawah ini:
( )
Δ L := α Lb Tmaxdesign Tmindesign = 12 mm
u
Jadi deformasi yang terjadi pada struktur akibat beban temperatur adalah 12 mm.
Efek dari beban temperatur ini nantinya digunakan untuk merencanakan expansion joint dan
bearing yang akan digunakan pada struktur.
P := :=
:= 558.548kN
Akibat
Akibat beban
beban mati
mati pelat
pelat lantai
lantai
P
MSs_tarik
PMSs_tarik
PMSs_tarik
MSs_tarik := 521.027kN
558.548kN
521.027kN
:= 76.81kN
:= :=
PMA_tarik
Akibat
Akibat beban
beban mati
mati tambahan
tambahan
P
PMA_tarik
PMA_tarik
MA_tarik := 95.067kN
76.81kN
95.067kN
:= 495.79kN
Akibat
Akibat beban
beban hidup
hidup (truk)
(truk) gaya
gaya maksimum berdasarkan P
maksimum berdasarkan P
LL_truk_tarik
PLL_truk_tarik := :=
PLL_truk_tarik
LL_truk_tarik := 495.791kN
495.79kN
495.791kN
dua truk yang bergerak pada jembatan
dua truk yang bergerak pada jembatan
PLL_lajur_tarik := 887.62kN
Akibat P
PLL_lajur_tarik := :=
PLL_lajur_tarik := 621.973kN
887.62kN
621.973kN
Akibat beban
beban hidup
hidup (lajur)
(lajur) LL_lajur_tarik
Kombinasi
Kombinasi ultimit
ultimit dengan
dengan beban
beban truk
truk s
Kombinasi ultimit dengan beban truk
Pu_truk_tarik := 1.3PMSs_tarik + 1.1 PMS_tarik + 2 PMA_tarik + 1.8 PLL_truk_tarik
Pu_truk_tarik = 2148.53 kN
Pu_lajur_tarik = 2853.82 kN
Akibatbeban
Akibat bebanhidup
hidup(truk)
(truk)gaya
gayamaksimum
maksimum berdasarkan LL_truk_tarik:=:=
berdasarkan P PPLL_truk_tekan
LL_truk_tekan
:=190.69kN
495.791kN
495.789kN
dua truk
dua trukyang
yangbergerak
bergerakpada
padajembatan
jembatan
Akibatbeban
Akibat bebanhidup
hidup(lajur)
(lajur) LL_lajur_tarik:=:=
PPLL_lajur_tekan
PLL_lajur_tekan :=708.06kN
621.973kN
655.519kN
Kombinasiultimit
Kombinasi ultimit dengan
denganbeban
beban truk
truk
Kombinasi ultimit dengan beban truk
Pu_truk_tekan := 1.3PMSs_tekan + 1.1 PMS_tekan + 2 PMA_tekan + 1.8 PLL_truk_tekan
Pu_truk_tekan = 1275.88 kN
Kombinasi ultimit dengan beban lajur
Kombinasi ultimit dengan beban lajur
:= 1.3P
Pu_lajur_tekan MSs_tekan + 1.1 PMS_tekan + 2 PMA_tekan + 1.8 PLL_lajur_tekan
Pu_lajur_tekan = 2207.15 kN
Berdasarkan hasil analisis maka gaya aksial ultimit ditentukan oleh beban hidup (beban lajur).
Berdasarkan hasil analisis maka gaya aksial ultimit ditentukan oleh beban hidup
:= Pu_lajur_tarik = 2853.83 kN
Pu_tariklajur).
(beban
Pu_tekan:=:=PPu_lajur_tekan = 2207.15 kN
Pu_tarik u_lajur_tarik = 2853.83 kN
5. Analisis
5. Analisiskapasitas
kapasitaspenampang
penampang
5.1 Pemeriksaan batasan penampang
Penampang harus diperiksa untuk memastikan stabilitas profil yang digunakan memenuhi
persyaratan.
Tinggi profil dp := 300mm
Lebar sayap atas bcp := 300mm
Lebar sayap bawah btp := 300mm
Tinggi badan ( )
Dp := dp tcp + ttp = 250 mm
Luas penampang ( ) ( )
Agp := bcp tcp + btp ttp + Dp twp = 19000 mm
2
353
Komponen tekan
5.2 Komponen tekan
K := 0.75 (sambungan yang menggunakan baut
Faktor panjang efektif
dikedua ujungnya)
Panjang tidak terkekang Lu := 8730mm
2
Luas penampang Agp = 19000 mm
2
Agp = 19000 mm
4
Inersia penampang Ixp := 305200000 mm
4
Inersia penampang Ixp := 305200000 mm
4
Iyp := 112600000 mm
4
Iyp := 112600000 mm
Ixp
rx := Ixp = 126.74 mm
Jari-jari girasi
rx := Agp = 126.74 mm
Jari-jari girasi Agp
Iyp
ry := Iyp = 76.98 mm
jari-jari girasi minimum Agp = 76.98 mm
ry :=
Jari-jari girasi minimum Agp
Modulus geser baja G := 77000MPa
G := 77000MPa
Modulus geser baja
Modulus elastisitas baja E := 200000MPa
Modulus elastisitas baja E := 200000MPa
Faktor tahanan untuk tekan ϕ tekan := 0.9
Faktor tahanan untuk tekan ϕ tekan := 0.9
Cek penampang
Cek penampang
1) Cek batas kelangsingan
K Lu
< 120 Syarat batas kelangsingan penampang
ry
K Lu
= 85.05
ry
( )
2) Tahanan kritis tekuk elastik Pe
354
b ) Komponen simetris ganda ( profil I ), tahanan kritis tekuk elastik berdasarkan tekuk torsi
Panjang efektif untuk tekuk torsi KzLz := K Lu = 6547.5 mm
Panjang efektif untuk tekuk torsi KzLz := Lu = 8730 mm
Tebal sayap tcp = 25 mm
Tebal sayap tcp = 25 mm
t.cp tp
tcp ++ tt.tp
Jarak antara pusat sayap h := d.pdp
h := = 275
275mm
mm
tcp22+ ttp
Jarak antara pusat sayap h := dp 2 = 275 mm
Iyp h 2 6
Konstanta torsi warping Cw := = 2128843750000 mm
4
π A
2
π2 E
E C w gpA.gp
P :=
e2 :=
.s C.w + G J = 14309.97 kN kN
P.e2
( KzLz) 22 + G . J.s
s
Ixp + I = 16260.20
( KzLz) I.xp + I.yp
yp
b
λr
tcp
6 13.48 ...Oke
b
Berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Pasal 6.9.4.2.1, jika r maka penampang
tcp
memenuhi persyaratan sebagai penampang tidak langsing.
355
Tahanan nominal leleh ( Po ) Po := Fy Agp = 6555 kN
Pe1 Pe1
= 0.79 0.44
Po Po
Pe2 Pe2
= 2.48 0.44
Po Po
Pe1
Berdasarkan
e AASHTO LRFD 2017 Pasal 6.9.4.1.1, jika 0.44 maka tahanan tekan
Pe1
Po
Berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Pasal 6.9.4.1.1, jika 0.44 maka tahanan
nominal ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: Po
tekannominal .o
Pditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
P .e1
P.n1 := 0.658 P.o = 3861.47 kN
P.o
P
.e2
P.n2 := 0.658 P.o = 5537.25 kN
Diambil
Diambil tahanan
tahanantekan
tekannominal
Pn( )(Pn
nominal yang terkecil.
) yang terkecil.
( )
Pn_tekan := min Pn1 Pn2 = 3861.47 kN
5) Rasio tahanan tekan nominal dan tekan yang terjadi di batang
Pu_tekan = 2207.15 kN
Pu_tekan
= 0.64 ...Oke
ϕ tekan Pn_tekan
Jadi,
0 gaya dalam ( gaya aksial tekan) struktur yang terjadi lebih kecil dari kapasitas struktur
yang disediakan.
Komponen tarik
4
Inersia penampang Ixp = 305200000 mm
4
Iyp = 112600000 mm
Ixp
rx := = 126.74 mm
Jari-jari girasi Agp
Iyp
Jari-jari girasi minimum ry := = 76.98 mm
Agp
Modulus geser baja G = 77000 MPa
Modulus elastisitas baja Es = 200000 MPa
Cek penampang
Modulus geser baja G = 77000 MPa
Modulus elastisitas baja Es = 200000 MPa
Cek penampang
1) 1) Cek
Cek
Cek batas
penampang
batas kelangsingan
kelangsingan
1) Cek batas kelangsingan
Lu
Lu < 200
ry < 200
ry
Lu
Lu = 113.40
ry = 113.40
ry
113.40 < 200 ...Oke
113.40 < 200 ...Oke Lu
Berdasarkan AASHTO LRFD 2017 Pasal 6.8.4 , Ljika u < 200Lmaka
u penampang
Berdasarkan
Berdasarkan AASHTO
AASHTO LRFD 2017
LRFD Pasal
2017 6.8.4
Pasal ry , <jika
, jika
6.8.4 < 200
200 maka penampang
maka penampang memenuhi
ry ry
memenuhi persyaratan sebagai penampang tidak langsing.
memenuhi persyaratan
persyaratan sebagai penampang
sebagai penampang tidak langsing.
tidak langsing.
Tahanan
Tahanan tarik
tarik terfaktor
terfaktor kondisi
kondisi 1 (kondisi
1 (kondisi lelehleleh dari penampang
dari luas luas penampang
kotor)kotor)
2
Agp = 19000 mm
Pny := F y Agp = 6555 kN
Pr1 := ϕ tarik_leleh Pny = 5899.50 kN
Tahanan tarik terfaktor kondisi 2 (kondisi fraktur dari luas penampang bersih)
Diameter baut db := 24mm
Diameter lubang baut dh := db + 3mm = 27 mm
357
Jumlah baut berdasarkan pola keruntuhan A-D
nb := 4 buah
2
Luas netto: An := Agp nb dh tcp = 16300 mm
358
(bcp tcp) + (btp ttp)
U1 := = 0.79
Agp
X
U2 := 1 = 0.94
lb
2
U3 := 0.9 karena bcp dp
3
300mm 200mm
( )
U := max U1 U2 U3 = 0.94
2
Luas netto efektif Ae := An U = 15316.379 mm
Tahanan tarik terfaktor diambil nilai yang terkecil diantara dua kondisi, maka digunakan :
( )
Pr := min Pr1 Pr2 = 5628.77 kN
359
D. Sambungan baut
1.Baut
Data sambungan
Baut ::
Baut :
Tipe
Tipe Baut
Baut :: JIS
JIS B B 1180
1180 Grade
Grade 8.3
8.3
Tipe Baut : JIS B 1180 Grade 8.3
Tegangan
Tegangan putus
putus F
F ub := 830MPa
:= 830MPa
Tegangan putus F ub := 830MPa
Tegangan F ub
F yb :=
:= 660 MPa
660 MPa
Tegangan leleh F yb
yb 660 MPa
:=
leleh
Tegangan leleh
Tarik
Tarik pada
pada baut
baut Ptt :=
P 205 kN
:= 205 kN
Tarik pada baut Pt := 205 kN
Faktor
Faktor reduksi
reduksi kekuatan
kekuatan untuk
untuk geser
geser ϕ
ϕv :=
:= 0.75
0.75
Faktor reduksi kekuatan untuk geser ϕv v := 0.75
Faktor
Faktor reduksi
reduksi kekuatan
kekuatan untuk
untuk slip
slip ϕ
ϕs :=
:= 1 1
Faktor reduksi kekuatan untuk slip ϕs s :=:=10.75
Faktor reduksi kekuatan
Faktor reduksi kekuatan tumputumpu ϕ
ϕ bb := 0.75
Faktor reduksi kekuatan tumpu ϕ bb := 0.75
Faktor
Pelat :: reduksi tekan
Pelat ϕ c := 0.9
bb
Pelat :
Tegangan leleh pelat F
Fy := 355 MPa
:= 355 MPa
Tegangan
Faktor lelehkuat
reduksi pelat
Tegangan leleh pelat
leleh Fy
ϕ :=
y 355 0.9 MPa
F :=
:= 510 MPa
Tegangan putus pelat Fu
ϕ 0.75 MPa
510
Tegangan
Faktor
Tegangan
putus
reduksi pelat
kuat putus Fu := 510
u := 24mm MPa
Diameter baut pelat
Diameter putus
baut d
dbb := 24mm
Diameter baut dbvy:=:=24mm
ϕ 0.8
Faktor
Diameter
Diameter reduksi
lubang
lubanggeser
bautleleh pada gusset plate
baut d
dh :=
:= 27mm
27mm
Diameter lubang baut dh := 27mm
ϕ hvu := 0.8
Faktor reduksi geser putus pada gusset plate ϕ bb := 0.75
Pelat :
Tegangan leleh pelat F y := 355 MPa
F u := 510 MPa
Tegangan putus pelat
Diameter baut db := 24mm
Diameter lubang baut dh := 27mm
Pelat :
F y := 355 MPa
Tegangan leleh pelat
Tegangan putus pelat F u := 510 MPa
360
Gambar sambungan baut yang ditinjau
2. Data-data penampang
Tinggi profil
Tinggi profil := 300mm
d :=
d
Tinggi profil d := 300mm
300mm
Lebar sayap
Lebar sayap atas b := 300mm
:= 300mm
Lebar sayap atas
atas b
bcc
c := 300mm
Lebar sayap
Lebar sayap bawah
bawah := 300mm
bt :=
b
Lebar sayap bawah btt := 300mm
300mm
Tebal sayap
Tebal sayap atas := 25mm
tttcc := 25mm
Tebal sayap atas
atas c := 25mm
Tebal sayap
Tebal sayap bawah := 25mm
ttttt := 25mm
Tebal sayap bawah
bawah t := 25mm
Tebal
Tebal badan tttww :=:= 16mm
16mm
Tebal badan
badan w := 16mm
Tinggi badan
Tinggi badan
Tinggi badan D D :=:= d
D := d ((
t +
d ttcc ))
+ ttt == 250250 mm
c + ttt = 250 mm
mm
(( )) (( ))
2
Luas penampang
Luas penampang A Ag :=:= bbc ttc +
+ b bt ttt ++ D
D ttw == 19000
19000mm
mm22
Luas penampang Ag g := bcc tcc + btt ttt + D tw w = 19000 mm
4
Inersia penampang
Inersia penampang := 305200000
IIIxx := 305200000 mm mm4 4
Inersia penampang x := 305200000 mm
3. Beban yang bekerja
Pu := 2853.824 kN (Kuat)
Ps := 2131.424 kN (Layan)
361
4. Tahanan tarik dari baut
Lebar pelat lp := 554 mm
Tebal pelat tp := 24 mm
Jumlah bidang geser Ns := 2
22 2 2
Luas baut Ab := 0.25 db = 452.57 mm
7
Jumlah baut nb := 18 buah
Tarik pada batang (Kombinasi Kuat) Tu := Pu = 2853.824 kN
( )
Rn1 := 0.38 Ab Fub Ns nb 2 = 10277.35 kN
Tu
= 3805.10 kN
ϕv
Tu
Rn1
ϕf
3805.10 kN 10277.35 kN
Tu
Tu
ϕϕ .v
Rasio.1:=:= v = =0.37
0.37
Rasio 1 ...Oke
Rn Rn1.1
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal geser baut yang disediakan.
4.2 Tahanan slip kritis baut
Ks := 0.33
(
Rn2 := KKhh K
Kss Ns
Ns P )
Pttn nbb= 22435.4
= 4870.8
kN kN
Ts
= 2131.424 kN
1842.04 kN
ϕs
Ts
Rn2
ϕs
TsTs
ϕϕ .s
Rasio := s = 0.44
Rasio .2:=
2 Rn.2 = 0.44
Rn 2
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal slip kritis baut yang disediakan.
362
5. Periksa tahanan pada gusset plate
Pu2 := 2853.83kN
Pu3 := 2894.74kN
5.1 Beban untuk komponen horizontal dan vertikal
Gambar uraian sudut pada komponen yang tersambung di gusset plate yang ditinjau
363
Sudut komponen dan jarak antar komponen dari baut terluar
Masukkan sudut positif untuk komponen yang searah jarum jam dari garis vertikal, dan sudut
negatif untuk komponen yang berlawanan arah jarum jam dari garis vertikal.
θA := 90deg
θB := 26.14deg
θC := 26.14deg
B1 := 766mm
B2 := 740mm
B3 := 766mm
Beban yang bekerja pada komponen dikurangi setengah dari jumlah beban terfaktor yang
ditumpu pada kedua sisi gusset plate.
Komponen 1
( )
F A1x := 0.5 Pu1 sin θA = 813.275 kN
Komponen 2
( )
F B1x := 0.5 Pu2 sin θB = 628.65 kN
Komponen 3
( )
F C1x := 0.5 Pu3 sin θC = 637.662 kN
364
5.2 Analisis penampang vertikal A-A
:= 9
Bgp := 9
Jumlah
Jumlah baut
baut sepanjang
sepanjang potongan
potongan pada
pada arah
arah xx N
NBgp
:= N + = 18
BT := NBI
BI + NBE
BE = 18
N
NBT N
Properti
Properti penampang
penampang
2
Luas
Luas penampang
penampang kotor := L tp = 27072 mm 2
AA := LAA
AA tp = 27072 mm
kotor A
AAA
Luas
Luas penampang
penampang bersih
bersih A := L(
AAn := LAA
AAAn N
AA NBgp
Bgp dh )
d tp = 21240 mm 2
h tp = 21240 mm
2
A
AAA
Rasio := AA = 1.275
Rasio luas
luas kotor
kotor dengan
dengan luas
luas bersih
bersih penampang
penampang R
Rgn
gn := = 1.275
AAAAn
AAn
Titik
Titik berat
berat dari
dari bawah
bawah gusset
gusset plate := tp L yyNA =
NA :=
plate yyNA gp tp LAA NA = 0.564 m
AAgp 0.564 m
AA
L
AA
LAA
AAgp
yy
gp 2
2
A
Agpgp
return
return yy
365
LAA := 1128mm
XA := 160mm
YA := 150mm
NBI := 16
NBE := 2
Properti penampang
2
Luas penampang kotor AAA := LAA tp = 27072 mm
AAA
Rasio luas kotor dengan luas bersih penampang Rgn := = 1.275
AAAn
Titik berat dari bawah gusset plate yy.NA :=
NA := .gptptp
Agp
A L L
AA.AA yNA = 0.564 m
LL
AA
.AA
AAgp
.gp 2
y
2
y
AAgp
.gp
return yy
return
11 33
Inersia penampang AA :=
II.AA gp
I.gp tp
12
12
tp LLAA
.AA
LLAA
.AA
ygp
22
I I.gp (( ygp
) 2) 2
gp ++ tp
tpLLAA
.AA yyNA
.NA ygp
return II
4
IAA = 2870498304 mm
Modulus penampang IAA 3
Modulus penampang SAA.top := IAA = 5089536 mm3
SAA.top := y L = 5089536 mm
NA LAA
yNA AA
IAA 3
SAA.bot := IAA = 5089536 mm3
SAA.bot := y = 5089536 mm
yNA
NA
XA
XA
.A
+ YA = 0.414 m
Eksentrisitas penampang := yy.NA
eAA.1:= ++YYA.A = =0.414
(( )))
e.AA.1 mm
0.414
Eksentrisitas penampang eAA.1 := yNA tan θ
NA
tan θA.A
A
XXA.A
ee.AA.2 := y.NA XA ++YY = 0.088
= 0.088
+ YA = 0.088 m
((( )) ).A m m
eAA.2 := yNA tan
AA.2 NA θ
θ A
tan θB
tan .B
B
tp
rgp := tp = 6.928 mm
Radius girasi
Radius girasi rgp := = 6.928 mm
12366
12
A
tan( θA)
AA.1 NA
XA
eAA.2 := yNA + YA = 0.088 m
tan θB ( )
tp
Radius girasi rgp := = 6.928 mm
12
τ c min( T1)
n 0MPa
return n if τ c 0
return τ c otherwise
sebaliknya
22
Lc FF
KK Lc y .y
λλ
π π EE
rrgp
.gp s .s
λλ
ϕϕc.c 0.66
0.66 F F
y .yif ifλ λ 2.25
2.25
0.88 F F
0.88 y .y
ϕϕc.c otherwise
otherwise
sebaliknya
λλ
367
3. Permintan/Kapasitas (Demand/Capacity )
DC1 := return 99 if τ C1 = 0MPa DC1 = 0.145
τ C1
return otherwise
sebaliknya
τ C1.all
n 0MPa n 0MPa
return n if τ c < 0 return n if τ c < 0
return τ c otherwise
sebaliknya return τ c otherwise
sebaliknya
τ Tbr.n := ( )
B1 τ AA Rgn + τ AA.bot τ T.n := ( )
T1 τ AA Rgn + τ AA.top
τ c max ( B1) τ c max ( T1)
n 0MPa n 0MPa
return n if τ c < 0 return n if τ c < 0
return τ c otherwise
sebaliknya return τ c otherwise
sebaliknya
τ Tbr.n = 133.303 MPa τ T.n = 0 MPa
7. Permintan/Kapasitas (Demand/Capacity )
act1 act1
fs1 fs1
all1 all1
all2 τ T.all.n all2 τ T.all.n
act2 act2
fs2 fs2
all2 all2
m1 min( fs1 fs2) m1 min( fs1 fs2)
f2 = 0
f1 = 0.349
368
8. Tegangan geser izin pada penampang kotor
τ xy.all.g := ϕ vy 0.58 F y 0.74 = 121.893 MPa
(
τ xy.max.g := max τ AA.v ) = 70.976 MPa
τ xy.max.n := τ xy.max.g Rgn = 90.464 MPa
act1 τ xy.max.g
act1
fs1
all1
all2 τ xy.all.n
act2 τ xy.max.n
act2
fs2
all2
m1 min( fs1 fs2)
f3 = 0.517
5.3 Analisis penampang horizontal B-B
369
LBB := 1308mm
XB := 654mm
YB := 372mm
Properti penampang
2
Luas penampang ABB := LBB tp = 31392 mm
1 3 4
Inersia penampang IBB := tp LBB = 4475620224 mm
12
Modulus penampang IBB
3
SBB.left := = 6843456 mm
xNA
IBB 3
SBB.right := = 6843456 mm
xNA
Eksentrisitas penampang ( ) ( )
eBB.2 := XB xNA + YB tan θB = 182.563 mm
370
Tegangan sepanjang penampang
PBB
Tegangan aksial τ BB := = 82.196 MPa
ABB
MBB
Tegangan momen τ BB.left :=
= 0.49 MPa
SBB.left
MBB
τ BB.right := = 0.49 MPa
SBB.right
VBB
Tegangan geser seragam τ BB.vu := = 0.287 MPa
ABB
Maksimum tegangan geser seragam rata-rata
LL.BB
BB BB
L.BB
ττ.BB.v :=
BB.v := Q
Q tp
tp τ = 0.431 MPa
2 44 BB.v
Q
BB Q
V
V.BB
ττ
II.BB tp
BB
return τ
return
Membandingkan tegangan yang terjadi dengan tegangan izin
1. Tegangan tekan pada tepi samping
1. Tegangan tekan pada tepi samping
τ C2 := L1 τ BB + τ BB.left τ C3 := R1 τ BB + τ BB.right
n 0MPa n 0MPa
return n if τ c 0 return n if τ c 0
return τ c otherwise
sebaliknya return τ c otherwise
sebaliknya
τ C2 = 0 MPa τ C3 = 0 MPa
.C2.all:=:= Lc
τ C2.all BB
Lc 1.1 τ C2.all = 128.159 MPa
22 F
Lc Fy .y
KK Lc
λλ E E
π π
rgp
r.gp
s .s
λλ
ϕϕc.c 0.66 FyF .yif ifλ λ 2.25
0.66 2.25
FyF .y
0.88
0.88
ϕϕc.c
sebaliknya
otherwise
otherwise
λλ
τ C3.all := Lc B3 τ C3.all = 128.159 MPa
2
K Lc Fy
λ
rgp π Es
λ
ϕ c 0.66 F y if λ 2.25 371
0.88 F y
ϕ c otherwise
λ
λ
ϕ c 0.66 F y if λ 2.25
0.88 F y
ϕ c otherwise
λ
.C3.all:=:= LcLcB3
ττC3.all B.3 τ C3.all = 128.159 MPa
2
KKLc Lc 2 FyF.y
λ λ
r ππ E E.s
rgp.gp s
λ F λ
ϕ .c
ϕ 0.66 if λ 2.25
c 0.66 F y .yif λ 2.25
0.88 FyF .y
0.88
ϕ
ϕ c.c sebaliknya
otherwise
otherwise
λ λ
3. Permintan/Kapasitas (Demand/Capacity )
τ C2
return sebaliknya
otherwise
τ C2.all
τ C3
return sebaliknya
otherwise
τ C3.all
4.
4.Tegangan
Tegangan tarik tepi
tarik tepi
τ T2 := L1 τ BB + τ BB.left τ T3 := R1 τ BB + τ BB.right
n 0MPa n 0MPa
return n if τ c < 0 return n if τ c < 0
return τ c otherwise
sebaliknya return τ c otherwise
sebaliknya
6. Permintan/Kapasitas (Demand/Capacity )
τ T2
return sebaliknya
otherwise
τ T.all
τ T3
return sebaliknya
otherwise
τ T.all
7. 7.
Tegangan
Tegangangeser
geserizin
izinpada
padapenampang
penampang
τ xy.all := ϕ vy 0.58 Fy 0.74 = 121.893 MPa
9. Permintan/Kapasitas (Demand/Capasity )
τ
7. Tegangan geser izin pada penampang
7. Tegangan geser izin pada penampang
τ xy.all := ϕ vy 0.58 Fy 0.74 = 121.893 MPa
τ xy.all := ϕ vy 0.58 Fy 0.74 = 121.893 MPa
8. 8.
Hitung
Hitungtegangan
tegangangeser
geserrata-rata
rata-rata
8. Hitung tegangan geser rata-rata
(( ))
τ xy.max := max τ BB.v = 0.431 MPa
τ xy.max := max τ BB.v = 0.431 MPa
9.
9. 9. Permintan/Kapasitas (Demand/Capasity )
Permintan/Kapasitas
Permintan/Kapasitas(Demand/Capacity)
(Demand/Capasity )
τ xy.max
τ
DC6 := xy.max = 0.004
DC6 := τ = 0.004
xy.all
τ xy.all
LCC := 1384mm
XC := 692mm
YC := 102mm
Properti
Properti penampang
penampang
2
Luas penampang kotor ACC := LCC tp = 33216 mm
ACC
Rasio luas kotor dengan luas bersih penampang Rgn. := = 1.085
ACCn
Garis netral XNA := 0.5 LCC = 692 mm
Inersia penampang 1 3 4
ICC := tp LCC = 5301982208 mm
12
Modulus penampang ICC 3
SCC.left := = 7661824 mm
XNA
ICC 3
SCC.right := 373 = 7661824 mm
XNA
Eksentrisitas penampang ( ) ( )
eCC.2 := XC XNA + YC tan θB = 50.058 mm
ICC 3
Modulus penampang SCC.left := = 7661824 mm
XNA
ICC 3
SCC.right := = 7661824 mm
XNA
Eksentrisitas penampang ( ) ( )
eCC.2 := XC XNA + YC tan θB = 50.058 mm
MCC
Tegangan momen τ CC.left := = 0.12 MPa
SCC.left
MCC
τ CC.right := = 0.12 MPa
SCC.right
VCC
Tegangan geser seragam τ CC.vu := = 0.271 MPa
ACC
Gambar uraian gaya pada potongan C-C
Maksimum tegangan geser seragam rata-rata
LCC LCC
τ CC.v := Q tp τ CC.v = 0.407 MPa
2 4
VCC Q
τ
ICC tp
return τ
374
SCC.right := = 7661824 mm
XNA
Eksentrisitas penampang ( ) ( )
eCC.2 := XC XNA + YC tan θB = 50.058 mm
MCC
Tegangan momen τ CC.left := = 0.12 MPa
SCC.left
MCC
τ CC.right := = 0.12 MPa
SCC.right
VCC
Tegangan geser seragam τ CC.vu := = 0.271 MPa
ACC
Maksimum tegangan geser seragam rata-rata
L.CC
CC LLCC
.CC
CC.v :=
ττ.CC.v Q tp
tp τ = 0.407 MPa
22 44 CC.v
CCQ
V.CC Q
τ
CCtp
I.CC tp
return τ
n 0MPa n 0MPa
return n if τ c 0 return n if τ c 0
return τ c otherwise
sebaliknya return τ c otherwise
sebaliknya
τ C4 = 0 MPa τ C5 = 0 MPa
375
2. Tegangan izin tekan
.C4.all:=:= Lc
τ C4.all BB1.1
Lc τ C4.all = 128.159 MPa
22
Lc FyF.y
KK Lc
λλ E E
π π
rgp
r.gp
s .s
λλ
ϕϕc.c 0.66 FyF .yif ifλ λ 2.25
0.66 2.25
FyF .y
0.88
0.88
ϕϕc.c
otherwise
otherwise
sebaliknya
λλ
.C5.all:=:= Lc
τ C5.all LcBB
3.3 τ C5.all = 128.159 MPa
22
Lc FyF.y
KKLc
λλ
π π EsE.s
r r.gp
gp
λλ
ϕϕc.c 0.66 FyF .yif ifλ λ 2.25
0.66 2.25
FyF .y
0.88
0.88
ϕϕc.c
sebaliknya
otherwise
otherwise
λλ
3. Permintan/Kapasitas (Demand/Capacity )
τ C2
return sebaliknya
otherwise
τ C2.all
n 0MPa n 0MPa
return n if τ c < 0 return n if τ c < 0
return τ c otherwise
sebaliknya return τ c otherwise
sebaliknya
τ T4.n := ( )
L1 τ CC Rgn + τ CC.left τ T5.n := ( )
R1 τ CC Rgn + τ CC.right
n 0MPa n 0MPa
return n if τ c < 0 return n if τ c < 0
7. Permintan/Kapasitas (Demand/Capacity )
f4 := all1 τ T.all.g f5 := all1 τ T.all.g
act1 act1
fs1 fs1
all1 all1
all2 τ T.all.n all2 τ T.all.n
act2 act2
fs2 fs2
all2 all2
m1 min( fs1 fs2) m1 min( fs1 fs2)
f5 = 0.22
f4 = 0.22
8. Tegangan geser izin pada penampang kotor
τ xy.all.g = 121.893 MPa
9. Tegangan geser izin pada penampang bersih
Tegangan geser
9.9.Tegangan geser izin penampangbersih
padapenampang
izin pada bersih
τ xy.all.n = 175.114 MPa
τ xy.all.n = 175.114 MPa
10. Hitung tegangan
10. tegangan geser rata-rata
10. Hitung geser rata-rata
Hitung tegangan geser rata-rata
(( ))
τ xy.max.g. := max τ CC.v = 0.407 MPa
τ xy.max.g := max τ CC.v = 0.407 MPa
τ xy.max.n. := τ xy.max.g Rgn = 76.983 MPa
τ xy.max.n := τ xy.max.g Rgn = 0.441 MPa
11.
11. Permintan/Kapasitas (Demand/Capacity)
Permintan/Kapasitas (Demand/Capasity )
f6 := all1 τ xy.all.g
act1 τ xy.max.g
act1
fs1
all1
all2 τ xy.all.n
act2 τ xy.max.n
act2
fs2
all2
m1 min( fs1 fs2)
f6 = 0.003
377
6. Periksa tahanan sambungan pada gusset plate
( )
Rn1 := 1.2 Lc1 tp Fu n1 = 940.03 kN
Pu1
= 2168.73 kN
ϕ bb
Pu1
ϕ bb
Rasio3 := = 0.13 ...Oke
Rn3
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal tumpu baut yang disediakan.
7.1.2 Tahanan leleh pelat komponen 1
378
6.1.2 Tahanan leleh pelat komponen 1
Pu1
ϕy
Rasio4 := = 0.40 ...Oke
Rn4
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal leleh pelat yang disediakan.
7.1.3 Tahanan putus pelat komponen 1
6.1.3 Tahanan putus pelat komponen 1
Faktor reduksi kuat putus ϕ u = 0.75
Lebar pelat: ( )
lp := 531mm 1.5 dh = 490.5 mm
2
Anp1 := tp lp = 11772 mm
Luas bersih pelat
Pu1
ϕu
Rasio5 := = 0.36 ...Oke
Rn5
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal putus pelat yang disediakan
7.1.4 Tahanan blok geser komponen 1
379
6.1.4 Tahanan blok geser komponen 1
Rn2 := 2ϕ bs Rp ( 0.58 Fy Avg + Ubs Fu Atn) = 7278.93 kN
Pu1
= 2168.73 kN
ϕ bs
ϕ bs Rr
Pu1
ϕ bs
Rasio6 := = 0.33 ...Oke
Rn6
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal blok geser yang disediakan
=
Persamaan blok geser yang terdapat dalam standar merupakan persamaan untuk
menghitung sambungan baut dengan konfigurasi lurus, namun untuk perhitungan
sambungan baut dengan konfigurasi zig-zag dapat dianggap konservatif. Untuk verifikasi
hitungan pada sambungan baut zig-zag dapat dilakukan pengecekan dengan finite element.
380
6.2 Tarik di gusset plate pada komponen 2
6.2.1 Tahanan tumpu baut komponen 2
( )
Rn1. := 1.2 Lc1 tp F u n1 = 940.03 kN
Pu1
= 2168.73 kN
ϕ bb
Pu2
ϕ bb
Rasio7 := = 0.22 ...Oke
Rn7
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal tumpu baut yang disediakan.
7.2.2 Tahanan leleh pelat komponen 2
6.2.2 Tahanan leleh pelat komponen 2
381
Faktor reduksi kuat leleh ϕ y = 0.9
Pu2
ϕy
Rasio8 := = 0.51 ...Oke
Rn8
Jadi,
7.2.3gaya tarik putus
Tahanan yang terjadi lebih kecil dari
pelat komponen 2 tahanan nominal leleh pelat yang disediakan.
6.2.3 Tahanan putus pelat komponen 2
Lebar pelat: ( )
lp := 728mm 1.5 dh = 687.5 mm
2
Luas bersih pelat Anp2 := tp lp = 16500 mm
Pu2
ϕu
Rasio9 := = 0.63 ...Oke
Rn9
Jadi, gaya tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal putus pelat yang disediakan
7.2.4 Tahanan blok geser komponen 2
6.2.4 Tahanan blok geser komponen 2
382
2
Luas kotor area geser Avg := ( 525mm) tp = 12600 mm
Tahanan nominal
Tahanan nominal blok
blok geser
geser
= 0.75
ϕ bs =
ϕ
Faktor reduksi blok geser bs 0.75
Faktor reduksi untuk lubang baut yang dibor Rp = 1
Faktor reduksi untuh tahanan runtuh blok geser Ubs = 1
( )
Rn1 := 2ϕ bs Rp 0.58 Fu Avn + Ubs Fu Atn = 6782.00 kN
Rn2 := 2ϕ bs Rp ( 0.58 Fy Avg + Ubs F u Atn) = 7526.79 kN
Gunakan nilai terkecil dari Rr
( )
Rn10 := min Rn1 Rn2 = 6782.00 kN
Pu2
= 3805.11 kN
ϕ bs
Pu2
Rr
ϕ bs
Pu2
ϕ bs
Rasio10 := = 0.56 ...Oke
Rn10
Jadi, gaya
9 tarik yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal blok geser yang disediakan.
Persamaan blok geser yang terdapat dalam standar merupakan persamaan untuk
menghitung sambungan baut dengan konfigurasi lurus, namun untuk perhitungan
sambungan baut dengan konfigurasi zig-zag dapat dianggap konservatif. Untuk verifikasi
hitungan pada sambungan baut zig-zag dapat dilakukan pengecekan dengan finite element.
383
6.3 Tekan di gusset plate pada komponen 3
384
Untuk gusset plate tanpa pengaku, dapat diasumsikan bentuk tekuk adalah Kasus (d) dengan
nilai faktor panjang efektif K adalah 1,2 .
Tabel Nilai K (Faktor panjang efektif)
L2 := 395mm
L3 := 0mm
L1 + L2 + L3
Lc := = 166.333 mm
3
Faktor panjang efektif K = 1.2
Ip
Jari-jari girasi r := = 6.928 mm
Agp3
2 2 F
KK L.c
c F y.y
:=
λλ := ==0.149
0.149
r π EEs.s
Jika λ < 2,25 maka:
λ
Pn11 := 0.66 F y Agp3 = 5829.535 kN
Pu3
ϕc
Rasio11 := = 0.55 ...Oke
Pn11
Jadi, gaya tekan yang terjadi lebih kecil dari tahanan nominal tekan yang disediakan.
9
385
2.2 Contoh perencanaan bangunan bawah
Gambar di bawah ini adalah struktur pilar tipe portal, hitunglah kapasitas penampang pilar!
386
`
Gambar potongan memanjang jembatan
Data penampang
2
Luas penampang Ag := b h = 3200000 mm
Momen inersia:
Ix := 0.7
1 3 4
arah trans (sumbu x) b h = 477866666667 mm
12
Iy := 0.7 b h = 746666666667 mm
1 3 4
arah long (sumbu y)
12
Modulus girasi penampang arah X
Ix
arah trans (sumbu x) rx := = 386.44 mm
Ag
387
Data material
Mutu beton f'c := 30MPa
Modulus elastisitas beton Ec := 4700 f'c MPa = 25742.96 MPa
Defleksi lateral:
Arah longitudinal Δ o1 := 4 mm
388
Periksa syarat kelangsingan pilar
Arah longitudinal
ky L M1long
34 12
ry
M2long
28.251 30.37 Kelangsingan dapat diabaikan
Arah transversal
kx L M1trans
34 12
rx
M2trans
12.89 28.34 Kelangsingan dapat diabaikan
Kombinasi P M2 M3
pembebanan KN KNm KNm
Kuat 1 18664.63 1294.75 1495.24
Kuat 1 18300.63 377.47 2654.99
Ekstrem 1A 9744.58 467.76 1864.05
Ekstrem 1B 10429.59 2681.01 976.38
Ekstrem 1B 10088.44 3055.34 976.38
389
P ( kN)
100000
80000
(Pmax)
60000
40000
20000
4
M (8°) ( k N m)
(Pmin)
-20000
Setiap kombinasi beban Pu dan Mu yang berada dalam diagram interaksi menandakan
penampang pilar dapat memikul beban yang terjadi. Diagram interaksi di atas merupakan
diagram interaksi penampang pilar menggunakan tulangan utama 44D32.
6) Analisis kapasitas geser
a. Menentukan gaya geser rencana
Gaya geser rencana diambil dari dua nilai terkecil dari dua kondisi yaitu berdasarkan gaya
geser modifikasi atau gaya geser kapasitas pada arah yang ditinjau:
390
Arah transversal
arah transversal
Vkap.trans = 7427.52 kN
Arah longitudinal
Kapasitas lentur Mn.long := 24414 kN m
391
2. Confinement
Luas penampang total tulangan pengikat diambil dari nilai terbesar dua persamaan berikut:
f' A g
A := 0.3 s hc c -1
sh.1 f'y Ac
f'
A := 0.12 s hc c
sh.2 f'y
Tulangan pada daerah sendi plastis harus disediakan sepanjang tiga ketentuan
berikut :
Dimensi penampang terbesar
1/6 dari tinggi bersih kaki pilar
Besar atau sama dengan 450mm
Pada arah vertikal spasi tulangan tidak melampui seperempat dimensi penampang terkecil
atau 100 mm pusat ke pusat tulangan.
1. Kuat geser beton
Faktor indikasi := 2
Faktor indikasi := 2
Gaya aksial Pu := 18329.11 kN
Gaya aksial Pu := 18329.11 kN
2
Ag = 3200000 mm2
Luas penampang
Luas penampang Ag = 3200000 mm
de.trans := b dc = 1550 mm
de.trans := b dc = 1550 mm
Arah longitudinal:
Arah longitudinal:
0.1Ag f'c = 9600 kN
0.1Ag f'c = 9600 kN
Vc.long = 2836.76 kN
Vc.long = 2836.76 kN
0.5 v Vc.long = 1063.79 kN
0.5 v Vc.long = 1063.79 kN
Vlong = 2917 kN
Vlong = 2917 kN
Karena
Karena V 0.5ϕϕ vV
Vlong >> 0.5 Vc.long maka
maka perlu
perlu tulangan
tulangan geser.
geser.
long v c.long
Vlong
Kuat geser tulangan Vs.long := Vc.long = 1052.57 kN
ϕv
Vs.long s
2
Luas tulangan geser Av.long1 := = 128.52 mm
fy de.long
b s 2
Luas tulangan minimum Av.min1 := 0.083 f'c MPa = 173.18 mm
fy
392
Karena Av.long1 < Av.min1 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum
2
b s 2
Luas tulangan minimum Av.min1 := 0.083 f'c MPa b= s173.18 mm 2
Luas tulangan minimum Av.min1 := 0.083 f'c MPafy = 173.18 mm
fy
Karena Av.long1 < Av.min1 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
Karena Av.long1 < Av.min1 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan minimum.
minimum
2 2
Luas tulangan yang digunakan
digunakan v.1:=:=AA
AAv.1 v.min1= =173.18
v.min1
173.185 mm
mm
Arah transversal
Vc.trans = 2818.58 kN
Vtrans = 1716.00 kN
Karena
KarenaVVtrans ϕ V V
> 0.5 maka perlu tulangangeser.
geser.
trans > 0.5v ϕvvc.trans
Vc.trans
Karena > 0.5
e.long
V maka perlu tulangan
c.trans maka perlu tulangan geser.
VtransV
trans
:= := V V = 530.58 kN
Kuat geser tulangan
tulangan ( Vs ) c.trans = 530.58 kN
Vs.trans
Vs.trans
v ϕ c.trans
v
Vs.trans s s
Vs.trans 2
Luas tulangan
tulangan geser
geser ( Av) Av.trans1 := :=
Av.trans1 = 81.5 mm mm2
= 81.5
fy de.trans
fy de.trans
h sh s 2
:= 0.083
:= 0.083f'c f'MPa = 216.48 mm 2
Luas tulangan
tulangan minimum c MPaf f = 216.48 mm
minimum Av.min2
Av.min2
y y
Karena Av.trans < Av.min2 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
minimum.
2
Luas tulangan yang digunakan
2. Confinement Av.2 := Av.min2 = 216.48 mm
Dimensi
Dimensi inti
2. Confinement inti pilar:
pilar:
2. Confinement
Dimensi inti pilar:
2. Confinement := b := b d 2= d
Dimensi
Arahintilongitudinal
pilar h
hc.long
hc.long
:=2b 2 cc =
d900 1500 mm
= mm
1500 mm
Arah
Dimensi intilongitudinal
pilar hc.long
h c.long 2b dcc2= d900
:= b := = 1500
mm mm
Dimensi intilongitudinal
Arah pilar hc.long := b 2 dc = 900 mm
c.long c
Arah
Arah transversal
transversal h
hc.trans := h :=
hc.trans :=2h h dc 22= d cc =
d1900 mm mm
= 1900
1900 mm
Arah transversal hc.trans
h :=
c.trans h
:= 2h d 2 = d c mm
1900= mm mm
1900
:= h 2 dcc = 1900
c.trans
hc.trans
= 2mm2
mm2
2
Luas
Luas penampang
Luas penampangpenampangbruto kotor
kotor Ag =A = 3200000
A2000000
g 3200000 mm2
Luas penampang
Luas penampang bruto kotor Ag =A2000000
g = 3200000 mm
2 mm
Luas penampang bruto Ag = 2000000
g mm 2
Luas
Luas inti
Luas inti
inti pilar
pilar pilar Ac :=A :=
:= h
Ahccc.long hc.trans
hc.long h
hc.trans = 2850000 mm
= 2850000 mm2
2
Luas inti
Luaspilar
inti pilar Ac :=Achc.long
:= h
c.long
h h c.trans = 2850000 mm
Luas inti pilar Ac := hc.long hc.trans
c.long c.trans
2
c.trans
Ac = 1710000 mm 2
A = 1710000 mm2
Acc = 1710000 mm
i
i
i
393
Arah longitudinal
y
Arah transversal
(
Ash.long := max Ash.1long Ash.2long = 1285.71 mm) 2
f'c Ag 2
Ash.1trans := 0.3 s hc.trans 1 = 500 mm
Arah transversal fy Ac
f'cf'c Ag 2 2
Ash.2trans
sh.1trans := 0.3
0.12 s
s h h c.trans f f
c.trans 1 = 500
= 1628.57 mm mm
y y Ac
A
Ash.trans
sh.2trans
:=:=max
0.12 s h (
Ash.1trans
c.trans f
f'c
Ash.2trans
= 1628.57 mm )
= 1628.57
2 mm
2
(
Ash.trans := max Ash.1trans Ash.2trans = 1628.57 mm
sehingga: )
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari
2 tiga kondisi di atas
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari dua kondisi di atas sehingga:
Luas tulangan
Av long ((
:= maxgeser
Av.1 yang digunakan
Ash.long ))
= 1285.71
Avlong := max Av.1 Ash.long = 1285.71 mm
sehingga:
nilai22terbesar dari tiga kondisi di atas
adalah mm
(( ))
Av trans := max Av.2 Ash.trans = 1628.57 mm 2
Avtrans := max Av.2 Ash.trans = 1628.57 mm
2
Av long ( )
:= max Av.1 Ash.long = 1285.71 mm
2
Gunakan tulangan
Av trans :=tulangan
Gunakan ( Ds := 19mm
max Av.2 Ash.trans
Ds := 19 )
= 1628.57
mm mm
2
nlong1 := 5 kaki
n := 5 kaki
Gunakan tulangan Dlong1
s := 19mm
ntrans1 := 6 kaki
ntrans1 := 6 kaki
nlong1 := 5 kaki
Jarak antar tulangan sn = 100 :=
mm 6 kaki
trans1
2 2
Arah longitudinal Av.use.long1 := nlong1 0.25 Ds = 1417.64 mm
Jarak antar tulangan s = 100 mm
Av.use.long1 > Av long ...Oke2 2
Arah longitudinal Av.use.long1 := nlong1 0.25 Ds = 1417.64 mm
2 2
Arah transversal A := n 0.25...Oke
Ds = 1701.17 mm
v.use.long1 > Avtrans1
Av.use.trans1 long
394
c. Perhitungan geser pada daerah selain sendi plastis
Arah longitudinal
Arah longitudinal
Gaya geser terfaktor
terfaktor V = 2917 kN
Gaya geser long = 2917 kN
Vlong
Kapasitas geser beton
beton V = 2836.76 kN
Kapasitas geser c.long = 2836.76 kN
Vc.long
Kapasitas geser tulangan
tulangan V = 1052.57 kN
Kapasitas geser s.long = 1052.57 kN
Vs.long
Vs.longss
V
Luas tulangan geser ( Av) Av.long2 := s.long = 257.04 mm22
Luas tulangan geser ( Av) Av.long2 := f d = 257.04 mm
fyy de.long
e.long
b s 2
Luas
Luas tulangan geser minimum
tulangan geser minimum A
Av.min3 :=
:= 0.083 f'f'cMPa
0.083 MPa b s == 346.37
346.37mmmm
2
v.min3 c ffyy
Karena
Karena AA <<
<AAv.min3 maka
v.min3maka luastulangan
makaluas tulanganyang
yang digunakan
digunakan adalah
adalah luasluas tulangan
tulangan
Karena A v.long2
Av.long2
v.long2 luas tulangan yang digunakan adalah luas
v.long2 < Av.min3 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan
tulangan
minimum
minimum
minimum
2
Luas tulangan yang digunakan Av.3 := Av.min3 = 346.37 mm22
Luas tulangan
tulangan yang
yangdigunakan
digunakan v.3 := Av.min3 = 346.369
Av.5 346.37 mm
mm
Gunakan tulangan D = 19 mm
Gunakan tulangan
Gunakan tulangan Dss = 19 mm
nlong2 := 2 kaki
long2 := 2 kaki
nlong2
Luas total tulangan
Luas total geser
tulangangeser digunakan:
geserdigunakan
digunakan:
tulangan
2 2
Av.use.long2 := n 0.25 π Ds22 = 567.06 mm 22
v.use.long2 :=
Av.use.long2 long20.25
:= nlong2 0.25 πDDss == 567.06
567.06 mm
mm
Arah transversal
Vtrans = 1716 kN
Gaya geser terfaktor
Vs.trans s
395 2
Luas tulangan geser ( Av) Av.trans2 := = 163 mm
fy de.trans
h s 2
Luas tulangan geser minimum
Vtrans > 0.5 ϕ v Vc.trans
Periksa nilai geser beton
Total
Total luas
uas tulangangeser
l tulangan geserdigunakan:
digunakan:
2 2
Av.use.trans2 := ntrans2 0.25 π Ds = 567.06 mm
396
Gambar detail tulangan arah longitudinal jembatan
397
Gambar potongan 2-2 (daerah sendi plastis)
398
2.2.2 Contoh perencanaan pilar tipe portal dengan balok transversal
1) Data struktur pilar
Berikut gambar struktur pilar tipe portal bertingkat, hitunglah kapasitas penampang pilar
dengan resume gaya-gaya yang bekerja pada pilar adalah sebagai berikut:
399
Gambar potongan memanjang jembatan
Resume gaya dalam pada pilar:
400
2
Luas penampang Ag := b h = 2000000 mm
1 3 4
Momen inersia arah trans Ix := 0.7 h b = 116666666666.67 mm
12
h
Jarak sumbu netral pada arah trans x := = 1000 mm
2
Ix
3
Modulus penampang arah trans Sx := = 116666666.67 mm
x
Ix
Modulus girasi penampang arah trans rx := = 241.523 mm
Ag
Defleksi lateral:
Arah longitudinal Δ o1 := 85.5 mm
struktur kategori
Qlong < 0.05
tidak bergoyang
Pu2 Δ o2
Arah transversal Qtrans := = 0.0239
Vu2 Hx
struktur kategori
Qlong < 0.05 tidak bergoyang
4) Periksa kelangsingan dan pembesaran momen
Faktor panjang efektif pilar:
Arah longitudinal ky := 2.1
Arah transversal
Lx := 5500 mm
Faktor pembesaran momen dihitung pada setiap kombinasi pembebanan, sebagai contoh
dilakukan perhitungan pembesaran momen terhadap kombinasi Kuat I dan kemudian
diberikan rekapan tabel sebagai hasil resume pembesaran momen untuk kombinasi lainnya.
a) Analisa pembesaran pada kombinasi kuat 1
Gaya aksial terfaktor akibat Σ Pu := 8320.25 kN
beban total (Beban mati dan
beban hidup)
Gaya aksial akibat beban mati Pu := 5999.26 kN
Arah longitudinal
M1long := 0 kN m
Momen minimum M1
M2long := 1380.89 kN m
Momen maksimum M2
Arah transversal
M1trans := 4.03 kN m
Momen minimum M1
M2trans := 21.47 kN m
Momen maksimum M2
402
Periksa syarat kelangsingan pilar
Arah transversal: Arah longitudinal:
kx.xLLx.x M1 M1
.trans
trans yLLy.y
k.y M1 M1
.long
long
<<34 12
34 12 < <34 12
34 12
rrx.x
M2 M2
.trans
trans rry.y
M2 M2 .long
long
27.33 < 31.75 52.17 > 34
Kelangsingan dapat diabaikan Kelangsingan diperhitungkan
Resume gaya dalam pilar dengan faktor pembesaran momen:
P ( kN)
80000
60000
(Pmax)
40000
20000
M (267°) ( k N m)
-20000
(Pmin)
-40000
Setiap kombinasi beban Pu dan Mu yang berada dalam diagram interaksi menandakan
penampang pilar dapat memikul beban terjadi. Diagram interaksi di atas merupakan diagram
interaksi penampang pilar menggunakan tulangan utama 96D32.
403
6) Analisis kapasitas geser
a) Menentukan gaya geser rencana untuk daerah sendi plastis
Arah longitudinal
Kapasitas lentur Mn.long := 27227.53 kN m
Mp.long
Gaya geser kapasitas Vkap.long := = 2687.61 kN
(gaya sendi inelastik) Hlong
2 Mp.trans1
Gaya geser kapasitas Vkap.trans1 := = 5891.54 kN
(gaya sendi inelastik) Htrans
b. Tingkat 2
Kapasitas lentur Mn.trans2 := 10690 kN m
2. Confinement
Luas penampang total tulangan pengikat diambil dari nilai terbesar dua persamaan berikut :
f ` Ag
A = 0.3 s hc c - 1
sh1 fy A c
f`
A = 0.12 s hc c
sh2 fy
Tulangan pada daerah sendi plastis harus disediakan sepanjang tiga ketentuan berikut :
Dimensi penampang terbesar
1/6 dari tinggi bersih kaki pilar
Besar atau sama dengan 450mm
Spasi tulangan vertikal diambil seperempat dimensi terkecil penampang atau 100 mm dari
pusat ke pusat tulangan.
405
1. Kuat geser beton
Faktor indikasi β := 2
Gaya aksial Pu = 8521.79 kN
2
Ag = 2000000 mm
Luas penampang
Dimensi penampang b = 1000 mm
h = 2000 mm
de.long := h dc = 1950 mm
Tinggi efektif penampang
de.trans := b dc = 950 mm
Arah longitudinal:
Arah longitudinal:
0.1A f' = 6000 kN
g f'c
0.1Ag c = 6000 kN
Pu>> 0.1Ag ff'f'` c
> 0.1A maka
makaV := 0.083β
0.083β f ` f'f' b MPa
MPa b
b d
PP
uu 0.1A gg c.long=:=0.083β
Vc.long
ccmaka Vc.long c cc de.long e.long
de.long
V = 1772.98 kN
c.long = 1772.98 kN
Vc.long
0.5 ϕ
0.5 ϕv V
v Vc.long
= 664.87 kN
c.long = 664.87 kN
V = 2687.61 kN
long = 2687.61 kN
Vlong
Karena
Karena
KarenaVVlong > 0.5 ϕ
> 0.5
long ϕ v V
Vlong>0.5v.Vc.long Vc.longmaka
v
maka
maka
c.long
perlu
perlutulangan
perlu tulangangeser.
tulangan geser.
geser.
V
Vlong
:= long V = 1810.5
Kuat geser
Kuat geser tulanganV((s ))
tulanganV V
Vs.long := V long Vc.long 1810.5 kN
c.long == 1810.5 kN
Kuat geser tulangan s( Vs ) Vs.long := ϕ
s.long ϕvv V c.long kN
ϕv
Vs.long s
V s
2
Luas
Luas tulangan
tulangan geser
geserA
A((v)) A
Av.long1 :=
:= Vs.long
s.long s = 221.06 mm
= 221.06 mm2
2
v
Luas tulangan geser ( Av) v.long1 f d
Av.long1 := fyy de.long = 221.06 mm
e.long
fy de.long
b s
b s =
2
Luas
Luas tulangan
tulangan minimum
minimum A
Av.min1 :=
:= 0.083
0.083 f'f'c MPa
MPa 108.24 mm
= 108.24 mm
2
v.min1 c bfyys
f 2
Luas tulangan minimum Av.min1 := 0.083 f'c MPa = 108.24 mm
KarenaAv.long1 > Av.min1 maka luas tulangan yang digunakan fy adalah luas tulangan
Av.long1
Karena Av.long1 > Av.min1 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan Av.long1
i
2
Luas tulangan yang digunakan Av.1 := Av.long1 = 221.062 mm
Arah transversal
Arah transversal
0.1Ag f'f'c =
= 6000 kN
0.1Ag c 6000 kN
PP > 0.1A
Pu>> 0.1Ag ff'f'` cmaka
uu 0.1A gg cc
maka
V V
maka Vc.trans
c.trans := fc` h f'f'dcc MPa
:= 0.083β
0.083β
= 0.083β MPa h
h d
de.trans
c.trans e.trans e.trans
= 1727.52 kN
Vc.trans =
Vc.trans 1727.52 kN
0.5 ϕ
0.5 ϕ v V = 647.82
Vc.trans = 647.82 kN
kN
v c.trans
= 1281.25 kN
Vtrans =
Vtrans 1281.25 kN
Karena V
Karena >0.5 ϕ
Vtrans >0.5 ϕ v V
Vc.trans perlu tulangan
perlu tulangan geser
geser
trans v c.trans
Vtrans
V
:=
Vs.trans := trans V =19.18
19.18 kN
Vs.trans Vc.trans
c.trans = kN
ϕv
ϕ v
406
Karena Vtrans > 0.5 ϕ v Vc.trans perlu tulangan geser
Vtrans
Kuat geser tulangan ( Vs ) Vs.trans := Vc.trans = 19.18 kN
ϕv
Vs.trans s 2
Luas tulangan geser ( Av) Av.trans1 := = 4.81 mm
fy de.trans
h s 2
Luas tulangan minimum Av.min2 := 0.083 f'c MPa = 216.48 mm
fy
Karena
KarenaAA v.trans1<<Av.min2 maka
Av.min2maka luasluas tulangan
tulangan yang digunakan
yang digunakan adalah luas tulangan
adalah luas
= v.trans1
minimum Av.min2Av.min2
tulangan minimum
2
Luas tulangan yang digunakan Av.2 := Av.min2 = 216.481 mm
2. Confinement
hc.trans := h 2 dc = 1900 mm
2
Luas penampang bruto Ag = 2000000 mm
AgA.g
f'f'c.c
2 2
AA.sh.1long
sh.1long :=
:= 0.3
0.3sshh .c.long f f A A 1 =1327.07
c.long mm mm
= 327.07
y.y c .c
f'cf'.c
2 2
A.sh.2long
sh.2long :=
:= 0.12
0.12
s
s
h h.c.longf f = 771.43
c.long mm
= 771.43 mm
y .y
( )
Ash.long := max Ash.1long Ash.2long = 771.43 mm
2
Arah transversal
f'cf'.cAg A.g 2
2
Ash.1trans
.sh.1trans :=
:=
0.3
0.3
s
s
h h
.c.transf f A A
c.trans 1
= 1 = 690.48
690.48 mm mm
y .y c .c
f'c 2
Ash.2trans := 0.12 s hc.trans = 1628.57 mm
fy
( )
Ash.trans := max Ash.1trans Ash.2trans = 1628.57 mm
2
Luas tulangan geser yang digunakan adalah nilai terbesar dari dua kondisi di atas sehingga:
( )
Avlong := max Av.1 Ash.long = 771.43 mm
2
407
Gunakan tulangan Ds := 19mm
nlong1 := 4 kaki
ntrans1 := 6 kaki
2 2
Arah longitudinal Av.use.long1 := nlong1 0.25 π Ds = 1134.11 mm
2 2
Arah transversal Av.use.trans1 := ntrans1 0.25 π Ds = 1701.17 mm
Maka gunakan tulangan geser yang digunakan untuk daerah sendi plastis yaitu:
Arah longitudinal 4 D16 - 100mm
Arah longitudinal
Vlong = 2687.61 kN
Gaya geser terfaktor
Kapasitas geser beton Vc.long = 1772.98 kN
b s 2
Luas tulangan geser minimum Av.min3 := 0.083 f'c MPa = 216.48 mm
fy adalah luas tulangan
KarenaAv.long2 < Av.min3 maka luas tulangan yang digunakan
Karena Av.long2 < Av.min3 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas tulangan Av.long2
Av.long2
2
Luas tulangan
Karena yang
Av.long2 digunakan
< Av.min3 maka luas := Av.long2
tulangan
Av.3 = 442.12 mm
yang digunakan adalah luas tulangan
Av.long2
Gunakan tulangan Ds = 19 mm
2
n v.3 := :=
Along2 2 kaki = 442.12 mm
Av.long2
408
Luas total tulangan geser yang digunakan:
2 2
Av.use.long2 := nlong2 0.25 π Ds = 567.06 mm
h s 2
Luas tulangan geser minimum Av.min4 := 0.083 f'c MPa = 432.96 mm
fy
Karena v.trans2<<<AAAv.min4
Karena AAv.trans2 makaluas
v.min4maka luas tulangan
tulangan yang yang digunakan
digunakan adalah luas tulangan
adalah luas
KarenaAv.trans2 v.min4 maka luas tulangan yang digunakan adalah luas
tulangan minimum
minimum Av.min4 Av.min4
tulangan minimum Av.min4 2
Luas tulangan yang digunakan Av.4 := Av.min4 = 432.962 mm 2
Luas tulangan yang digunakan Av.4 := Av.min4 = 432.962 mm
409
7. Perhitungan balok transversal
a) Desain tulangan lentur
faktor β1 harus diambil sebasar:
β 1 := 0.85 f'c 30
MPositif := 3248.71kN m
Momen di kepala pilar
Mnegatif := 3248.71kN
Mnegatif m
:= 3248.71kNm
Tulangan atas dan bawah :
Mutu beton f'c = 30 MPa
β 1 = 0.85
Mnegatif 2
As.req := = 10785.22 mm
Luas tulangan yang diperlukan ϕ f fy 0.85 de
Tulangan atas yang digunakan:
Tulangan
Diamater atas yang digunakan:
tulangan D := 32mm
1 2 2
Luas satu tulangan As.tul := π D = 804.25 mm
4
Jumlah tulangan ntul := 15
2
Luas tulangan yang digunakan As.used := As.tul ntul = 12063.72 mm
410
Pemeriksaan kepala pilar terhadap kapasitas lentur
Jika tulangan tarik adalah tulangan atas
As.used fy
Tinggi blok tegangan persegi ekivalen a := = 198.70 mm
0.85 f'c bbalok
Momen nominal penampang
:= AAs.used d d a a= 4246.71
fy f.y
M n :=
M.n .s.used e .e 2 = 4246.71 kN kN
m m
2
Kapasitas momen nominal penampang ϕ f Mn = 3822.04 kN m
dd.ee cc.
Regangan baja ε s :=
ε .s := ε εc.c= =0.009
0.009
c .
Batas regangan tarik ε tl := 0.005
Karena regangan baja yang didapatkan besar dari batas regangan tarik maka faktor reduksi
Karena regangan baja yang didapatkan besar dari batas regangan tarik maka faktor
yang telah digunakan sebesar 0.9 sudah tepat.
reduksi yang telah digunakan sebesar 0.9 sudah tepat.
Momen tahanan nominal penampang Mr := ϕ f Mn = 3822.04 kN m
411
b) Desain tulangan geser balok transversal
θ := 45deg
Faktor reduksi kuat geser ϕ v = 0.75
xd
412
Gambar penulangan arah longitudinal jembatan
413
Gambar penulangan arah transversal jembatan
414
Gambar detail penulangan geser pilar di daerah selain sendi plastis
415
Gambar penulangan balok transversal
416
Gambar detail penulangan balok transversal
417
2.3 Contoh perencanaan fondasi
Rencanakan fondasi untuk sebuah jembatan dengan menggunakan tipe fondasi dangkal
(telapak), dengan beban struktur untuk 2 kondisi yaitu beban struktur akibat beban statik dan
beban struktur akibat beban dinamik dimana:
1) Beban struktur akibat beban statik: beban aksial 10911,60 kN, beban horizontal 1877 kN
dan momen statik yang terjadi akibat gaya yang bekerja di sepanjang jembatan (Mxstatik)
sebesar 4348,60 kNm,
2) Beban struktur akibat beban dinamik atau gempa: beban aksial 11099,37 kN, beban
horizontal 3500 kN dan momen dinamik yang terjadi akibat gaya yang bekerja di
sepanjang jembatan (Mxgempa) sebesar 8200 kNm.
Hitunglah stabilitas fondasi telapak terhadap terhadap geser, guling dan daya dukung. Jenis
tanah fondasi berupa pasir, dengan kedalaman fondasi 4 m dan lebar fondasi 4 m.
Penyelesaian:
1) Identifikasi data tanah
Jenis tanah fondasi berupa pasir (tanah non kohesif) yang berkekuatan tinggi, dan
direncanakan untuk memikul fondasi dangkal (telapak).
2) Perhitungan
b1= 0.5 m
Tanah timbunan
pasir
t2 = 3 m
MAT
h=4m
b2 = 1.75 b3 = 1.75
t3 = 2 m
Tanah timbunan
t1 = 1 m
pasir
B=4m
Diketahui:
Kedalaman fondasi Df := 4 m
Lebar fondasi B := 4 m
Panjang fondasi L := 6 m
2
Luas dasar fondasi A := 24 m
418
Sudut geser dalam ϕ := 40 ° (Sudut geser tanah timbunan)
Kohesi tanah c = 0 kN
Kohesi tanah c := 0
2
m
kN
Berat jenis tanah γ := 19
3
m
kN
Berat jenis air γ w := 10
3
m
kN
Berat jenis tanah efektif γ ' := γ γ w = 9
3
m
Solusi:
Solusi:
Tahap 1. Hitung berat sendiri fondasi telapak ditambah dengan berat tanah di atas telapak
b1= 0.5 m
2m x3
W3 W1
Pa1 t2 = 3 m x1
h=4m
W4
b2 = 1.75 x4 t3 = 1 m
Pa2 2m
W2
Pw Pa3 t1 = 1 m x2 Pp Pw
Titik
B=4m
Guling
b3 = 1.75
419
kN
BJbeton := 24
3
m
t1 := 1 m b1 := 0.50 m
t2 := 3 m b2 := 1.75 m
t3 := 1 m b3 := 1.75 m
W total := W 1 + W 2 + W 3 + W 4 = 1170 kN
h1 := 2 m
h 1 := 2 m
2
45 ° ϕ 2 = 0.22
ka := tan 45 ° 2 = 0.22
ka := tan
2
kN
p'a1 := ( γ ) h1 ka = 8.26
2
m
1
Pa1 := h1 p'a1 L = 49.58 kN
2
h2 := 2 m
kN
p'a2 := γ h1 ka = 8.26
2
m
( )
Pa2 := h2 p'a2 L = 99.15 kN
h4 := 2 m
kN
p'a3 := γ h1 ka + ( γ ') h4 ka = 12.18
2
m
( )
1
Pa3 := h4 p'a3 p'a2 L = 23.48 kN
2
420
Tekanan tanah pasif,
hp := 2 m
2
kp := tan 45 ° + = 4.60
2
kN
p'p := γ ' hp kp = 82.78
2
m
1
Pp := hp p'p L = 496.68 kN
2
Σ V := W total + V = 12269.37 kN
b. Gaya horizontal aktif (ΣPa) (Gaya horizontal dari struktur + Tekanan tanah aktif)
Pp = 496.68 kN
SV tan 2 + Pp
FKgeser :=
SP a
Σ V 0.7 + Pp
FKgeser := = 2.47 > 1.1 ( "OKE" )
Σ Pa
a. Momen penahan (ΣMR) (Momen akibat berat sendiri + Momen guling pasif +
Momen akibat gaya vertikal dari struktur)
x1 := 2 m x3 := 3.125 m yp := 0.67 m
x2 := 2 m x4 := 0.875 m xv := 2 m
( ) ( ) ( )
Σ MR := W 1 x1 + W 2 x2 + W 3 x3 + W 4 x4 + Pp yp + V xv = 25084.14 kN m m
421
b. Momen penyebab guling (ΣMo) (Momen akibat tekanan tanah aktif + Momen
akibat gaya horizontal dari struktur + Momen akibat struktur atas)
1 2 m + 2 m = 2.67 m 1
ya1 := ya3 := 2 m = 0.67 m
3 3
1
ya2 := 2 m = 1 m xh := 4 m
2
( )
Σ Mo := Pa1 ya1 + Pa2 ya2 + Pa3 ya3 + H xh + M = 22447.02 kN m
N := 75.31
Nc := 75.31
Nq := 64.20
Nγ := 79.54
Sesuai faktor bentuk dari fondasi, untuk tipe bujur sangkar di atas tanah nonkohesif
persamaan daya dukung (qu) adalah sebagai berikut:
kN
qu := 1.2 c Nc + γ Df Nq + 0.4 γ ' B Nγ = 6024.58
2
m
Tahap 3. Hitung gaya aksial atau gaya vertikal yang mampu diterima fondasi (P)
P
qa :=
A
P := qa A = 48196.61 kN (Gaya aksial atau vertikal yang mampu diterima fondasi)
Tahap 4. Bandingkan gaya aksial atau gaya vertikal yang terjadi dengan gaya aksial yang
mampu diterima fondasi
V = 11099.37 kN (Gaya aksial atau gaya vertikal yang terjadi)
422
Gaya aksial yang terjadi harus lebih kecil dari gaya aksial yang mampu diterima
fondasi.
V <P ( "OKE" )
Karena V < P, maka dapat disimpulkan bahwa fondasi memiliki stabilitas terhadap
daya dukung.
V kN
q := = 462.47 (Tekanan pada dasar fondasi)
A 2
m
kN (Modulus Elastisitas dari Tabel Perkiraan
E := 75000 Modulus Elastisitas, Bowles 1977)
2
m
μ := 0.2 (Angka Poisson dari Tabel Perkiraan angka
Poisson, Bowless 1977)
Si :=
q B ( 2 )
1 μ lp = 0.02 m
E
Jadi, besar penurunan segera pada fondasi adalah sebesar 0,02 m atau 20 mm.
Perhitungan fondasi dangkal di atas adalah untuk kondisi beban dinamik (gempa), selanjutnya
dilakukan perhitungan dengan menggunakan beban untuk kondisi statik, dimana beban dan
momen yang terjadi dari struktur atas sebagai berikut:
423
2) Ketahanan akibat guling (overturning resistance) 2,04 lebih besar dari momen guling yang
disebabkan oleh beban rencana, dengan artian FK > 2,maka kondisi ini memenuhi untuk
kriteria stabilitas terhadap guling,
3) Ketabilan terhadap daya dukung, dimana gaya aksial dari beban rencana sebesar
10911,90 kN < dari gaya aksial izin dari fondasi dangkal yaitu 48196,608 kN. Faktor
keamanan yang digunakan adalah 3,
4) Penurunan segera yang terjadi adalah sebesar 20 mm.
Rencanakan fondasi untuk struktur abutment jembatan di atas, tipe struktur jembatan PC-I
Girder dengan lebar jembatan 10 m. Jembatan ini direncanakan menggunakan tipe fondasi
sumuran, untuk kelengkapan perencanaan, diketahui data tanah dengan lokasi dimana akan
dibangun fondasi, beban struktur untuk 2 kondisi yaitu beban struktur akibat beban statik dan
beban struktur akibat beban dinamik, dimana:
1) Beban struktur akibat beban statik: beban aksial 10911,60 kN, beban horizontal 1877 kN
dan momen statik yang terjadi akibat gaya yang bekerja di sepanjang jembatan (Mxstatik)
sebesar 4948,60 kNm.
2) Beban struktur akibat beban dinamik atau gempa: beban aksial 11099,37 kN, beban
horizontal 3800 kN dan momen dinamik yang bekerja akibat gaya yang bekerja di
sepanjang jembatan (Mxgempa) sebesar 8200 kNm.
Solusi:
424
Perbandingan kedalaman tertanam fondasi (Df) dengan diameter fondasi (d) < 4, termasuk
fondasi dangkal,
Biaya pelaksanaan umumya relatif rendah, berhubung alat yang dipakai adalah alat ringan.
Jenis tanah fondasi berupa pasir (tanah nonkohesif), jumlah fondasi sumuran 2 buah, dengan
kedalaman fondasi 5 m.
GL + 0.00
V Gaya Luar V, H, dan M sudah
termasuk tekanan tanah aktif
dari lapisan 1 (urugan)
M h1 4 m
Tekanan
Tekanan - m
Tanah Pasif
Tanah Aktif
h2 5 m
Tekanan air
Tekanan air 5 m
2) Perhitungan
Diketahui:
Diketahui:
Tinggi lapisan tanah 1 h1 := 4 m
Tinggi lapisan tanah 1 h1 := 4 m
Tinggi lapisan tanah 2 h2 := 5 m
Tinggi lapisan tanah 2 h2 := 5 m
Diameter fondasi
Diameter fondasi B := 4
B := 4 m m
1 2
Luas dasar
dasar fondasi
fondasi := 1 π
A := π B
B2 == 12.57
12.566 2m2
Luas A 4 m
4
Jumlah fondasi sumuran n := 2 buah
Sudut geser
Sudut geser dalam
dalam ϕ := 46.83
ϕ := 40 ° °
kN
Kohesi tanah c := 0
2
m
kN
Berat volume tanah γ := 19
3
m
425
kN
Berat volume air γ w := 10
3
m
kN
kN
Berat jenis tanah γ := 19
3
m
kN
kN
γγ w := 10
w:=:=13080.8
Berat aksial
Gaya jenis air
yang terjadi 10
P 3
3
kN
m
m
kN kN
Beban tambahan
Berat jenis tanah efektif γγ '':=
q := γγ
:= 45 γγ w =
= 9
9 kN
w
3 3
3
m m
m
kN
:= 60
Nilai
Beban NSPT
tambahan q := 45
Nspt
2
m
Solusi:
Nilai faktor
Gaya horizontal pada daya
dasardukung,
pilecap H := 3800 kN
N := 219.73
Momen padac dasar pilecap M := 8200 kN m
Tahap 1. N
Hitung Berat sendiri fondasi sumuran
q := 235.41
Tahap 1. Hitung Berat sendiri fondasi sumuran (W)
Nγ := 2494.87
Berat buah fondasi sumuran (W):
kN
kN 4 kN
q u := 1.3:=
BJbeton
BJbeton :=c24
24c + q Nq + 0.3 γ ' B Nγ = 1.594 10
N
2
3
mm3 m
11 22
W :=
W
Tahap 2. Hitung π
:= 4dayaπB hh2BJbeton
Bdukung n = 3015.93
ijin fondasi kN kN
sumuran
2 BJbeton n = 3015.93
4
Tahap 2. Hitung tekanan tanah aktif
Tahap 2. Hitung qutekanan tanah3 aktif kN (Pa)
qa := = 5.313 10
Pada 3elevasi 4 m, m
2
2
kaaksial 45
:= tan yang
ϕdipikul
° mampu 2 = 0.22
Ka := tan45 ° = 0.16
Tahap 3. Hitung gaya 2 fondasi sumuran
2
kN
P p' := ( γ ') h k = 7.83
qa := a1 1 a 2 kN
A P'A1 := ( γ ') h1 Ka = 5.63m
2
m
Pa1 := h2 p'a1 4 B n = 313.12 kN
P1 := qa A = 6.676 10 kN
PA 1 := h2 P'A1 B n = 225.39 kN
Pada elevasi 9 m,
PA total := PA 1 + PA 2 = 366.26 kN
426
Tekanan tanah aktif (Pa),
1. Gaya Vertikal V :=
ΣΣV := 14115.4
14115.3 kN
kN
cc:== 00 kN
2
m
ϕ 2 := 35
ϕ 2 := 35 ° (Tahanan geser di dasar fondasi)
Σ V tanϕ 2 + B c + Pp
FKgeser :=
Pa
427
Σ V 0.7 + 0 + Pp
FKgeser := = 2.87 > 1.1 ( OK!! )
Pa
SV tan 2c + Pp
FK geser :=
SP a
Σ V 0.7 + Pp
FKgeser := = 3.25 > 1.1 ( "OKE" )
Σ Pa
b. Hitung
Tahap 1. stabilitas terhadap
Hitung kestabilan gulingguling
terhadap
Tahap 1. Hitung kestabilan terhadap guling
Tahap 1. Hitung kestabilan terhadap guling
Kestabilan fondasi terhadap guling dapat dihitung dengan persamaan
Kestabilan fondasi terhadap guling dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
berikut:
Σ MR
FKguling := Σ MR
FKguling := Σ Mo
Σ Mo
Mpenahan + Mpasif
FKguling := M + M = 1.24 > 1.1 ( "OKE" )
ΣpMaktif
FKguling := M + M p = 1.15 > 1.1 ( OK!! )
FKguling := Ma = 1.15 > 1.1 ( OK!! )
Ma daya dukung
c. Hitung stabilitas terhadap
Nc :=faktor
Nilai 75.31daya dukung,
N := 64.20
Nqc := 219.73
N := 235.41
Nγq := 79.54
Tahap 2. Hitung daya dukung ijin fondasi sumuran
N := 494.87 kN
quγ := 1.3 c Nc + q Nq + 0.3 γ ' B Nγ = 3748.03
qu 2
kN m
qa := = 5312.68 kN
qu := 31.3 c Nc + q Nq + 20.3 γ ' B Nγ = 15938.05
Tahap 2. Hitung daya dukung ijin m fondasi sumuran (q a) 2
m
qu kN
q :=
Tahap 3. Hitung
a = 1249.34
gaya
aksial yang mampu diterima fondasi sumuran
3 2
m
Tahap 3. qa P
Hitung
:= gaya aksial yang mampu diterima fondasi sumuran (P)
A
P
qa :=
A
P1 := qa A = 66761.13 kN
P := qa A = 15699.72 kN
P2 := n qa A = 133522.26 kN
428
Tahap 4. Bandingkan gaya aksial yang terjadi dengan gaya aksial yang mampu diterima
fondasi
Penurunan pada lapisan pasir akan berupa penurunan segera. Penurunan segera pada
fondasi dengan kondisi tanah homogen dengan tabel tak terhingga ditentukan dengan
persamaan berikut:
V kN
q := V = 883.26 kN kN (Tekanan tanah pada dasar fondasi)
q := A = 883.26 kN2 (Tekanantanah
(Tekanan tanahpada
padadasar
dasarfondasi)
fondasi)
q := A = 883.26 m22
A m2
m
kN m
E := 75000 kN (Modulus Elastisitas dari Tabel Perkiraan Modulus
E := 75000 kN (Modulus Elastisitas dari Tabel Perkiraan Modulus
E := 75000 m2
2 (Modulus Elastisitas
Elastisitas, dari Tabel Perkiraan Modulus
Bowless 1977)
m2 Elastisitas, Bowless 1977)
m Elastisitas, Bowless 1977)
μ := 0.2 (Angka Poisson dari Tabel Perkiraan Angka Poisson,
μ := 0.2 (Angka Poisson dari Tabel Perkiraan Angka Poisson,
Bowless 1977)
Bowless 1977)
Si :=
q B
( )
2
1 μ lp = 0.04 m
E
Jadi, besar penurunan segera yang terjadi pada fondasi adalah sebesar 0,04 m atau 40 mm.
Perhitungan fondasi sumuran di atas adalah untuk kondisi beban dinamik (gempa),
selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan beban untuk kondisi statik, dimana
beban dan momen yang terjadi dari struktur atas adalah:
429
1) Ketahanan geser (sliding resistance) 5,82 lebih besar akibat gaya geser yang disebabkan
oleh beban rencana, dengan artian FK > 1,5, kondisi ini memenuhi untuk kriteria stabilitas
terhadap geser,
2) Ketahanan akibat guling (overturning resistance) 2,25 lebih besar dari momen guling yang
disebabkan oleh beban rencana, dengan artian FK > 2, kondisi ini memenuhi untuk
kriteria stabilitas terhadap guling,
3) Ketabilan terhadap daya dukung, dimana gaya aksial dari beban rencana sebesar
11099,37 kN < dari gaya aksial izin dari 2 buah fondasi sumuran yaitu 38596,05 kN, faktor
keamanan yang digunakan adalah 3.
Rencanakan fondasi untuk struktur abutment 1 jembatan pada gambar di atas, pada kasus
jembatan ini direncanakan menggunakan tipe fondasi tiang pancang pipa baja. Untuk
kelengkapan perencanaan, diketahui data tanah dengan lokasi dimana akan dibangun
fondasi, beban struktur untuk 2 kondisi yaitu beban struktur akibat beban statik dan beban
struktur akibat beban dinamik (gempa), dimana:
1) Beban struktur akibat beban statik: beban aksial 11183,16 kN dan momen yang terjadi
1223,15 kNm,
2) Beban struktur akibat beban dinamik (gempa): beban aksial 12049,93 kN dan momen
gempa yang terjadi akibat gaya yang bekerja ke arah memanjang jembatan (Mygempa)
sebesar -2130,5 kNm, dan momen gempa yang terjadi akibat gaya yang bekerja ke arah
melintang jembatan (Mxgempa) sebesar 2890,11 kNm.
430
Penyelesaian:
N-SPT
Level muka air tanah Level Tanah Asli
0 10 20 30 40 50 60 70
0 0
3 2
Lempung =18.25kN/m3 Cu= 8kN/m2 6
Nilai N-SPT
12 m 5
9 3
12 2
3m Lempung =20 kN/m3 Cu=40 kN/m2
15 8
= 20kN/m3 Cu=70kN/m2
Depth (m)
3m Lempung
18 14
6m 21 17
Pasir =18kN/m3 =35°
24 20
6m 27 31
Pasir =18 kN/m 3 =37.5°
30 45
6m 33 53
Lempung =18.5 kN/m3 Cu=295 kN/m2
36 59
3m Pasir =19 kN/m3 =43° 39 63
Jenis tanah terdiri dari tanah kohesif dan tanah nonkohesif, fondasi direncanakan dengan
diameter 0,8 m dan panjang tiang 33 m, dengan daya dukung izin akibat beban statik adalah
daya dukung ultimit dibagi dengan angka faktor keamanan 2,5 dan daya dukung izin akibat
beban dinamik (gempa) adalah daya dukung ultimit dibagi dengan angka faktor keamanan
1,67.
2) Perhitungan
Diketahui:
Parameter Tanah
kN
Kohesi cu := 8
2
m
kN
Berat jenis tanah γ sat := 16
3
' = sat - air m
kN
Berat jenis air γ air := 10
3
m
kN
Berat jenis tanah efektif γ '3 := γ sat γ air = 6.0 kN
Berat jenis tanah efektif γ ' := γ sat γ air = 6.0 3
m3
m
Dimensi Fondasi
431
Dimensi Fondasi
2
Luas sisi fondasi bagian luar Aso := P h3 = 7.54 m
2
Luas sisi fondasi bagian dalam Asi := Pi h3 = 7.31 m
Solusi:
α := 1
432
Tahap 2. Tentukan nilai tahanan ujung (Rt)
- Tentukan nilai tahanan ujung dalam yang mengenai pipa baja (Rt)
Tahap 3. Tentukan berat tanah pada luasan dalam pipa baja (W plugged)
Dimana:
R = 58.51 kN
si
Rti = 34.05 kN
W plugged = 8.51 kN
433
Tahap 5. Tentukan nilai daya dukung ultimit (Qu)
FKstatik := 2.5
Qu
Qastatik. := = 38.60 kN
FKstatik
FKgempa := 1.67
Qu
Qagempa := = 57.79 kN
FKgempa
Perhitungan di atas adalah untuk kedalaman 0 - 3 m, oleh karena itu dilakukan perhitungan
daya dukung fondasi sampai akhir dari kedalaman pengujian tanah dan dimunculkan pada
tabel berikut:
Tabel kapasitas daya dukung tiang tunggal
Cu γ` Qb Qs Qu Qa Statik Qa gempa
Kedalaman [m] Jenis Tanah N-SPT φ°
[kPa] [kN/m3] [kN] [kN] [kN] [kN] [kN]
Dalam penentuan jumlah kebutuhan fondasi yang diperlukan untuk menahan beban struktur,
sebagai panduan awal adalah dengan membagi beban struktur yang terjadi akibat beban
statik dengan daya dukung izin akibat beban statik, alasan menggunakan akibat beban statik
adalah nilai daya dukung izin pada kondisi statik lebih kecil dari pada daya dukung izin pada
kondisi dinamik (gempa).
434
Beban struktur akibat beban statik Qstatik := 11183.16 kN
Kapasitas daya dukung izin tiang tunggal kedalaman 33m Qastatik := 1482.12 kN
Qstatik
n := = 7.55 10 tiang
Qastatik
Qstatik = 11183.16 kN
Mxstatik := 0 kN m
CATATAN:
Arah long jembatan adalah arah-x
Arah trans jembatan adalah arah-y
Momen yang terjadi akibat gaya yang bekerja ke arah long jembatan (My)
Momen yang terjadi akibat gaya yang bekerja ke arah trans jembatan (Mx)
2 2 2 2
:= 1.2 m 2 = 1.44 m2 := 2.0 m 2 = 4 m2
2 := 1.2 m 2 = 1.44 m 2 := 2.0 m 2 = 4m
x
x2 x
x2 y
y2 y
y2
2 2 2
:= 1.2 m 2 = 1.44 m2 := 0.0 m 2= 0
3 := 1.2 m 3 = 1.44 m 3 := 0.0 m 3 =0
x
x3 x
x3 y
y3 y
y3
435
2 2 2 2
x1 := 1.2 m x1 = 1.44 m y1 := 4.0 m y1 = 16m
2 2 2 2
x2 := 1.2 m x2 = 1.44 m y2 := 2.0 m y2 = 4 m
2 2 2
x3 := 1.2 m x3 = 1.44 m y3 := 0.0 m y3 = 0
2 2 2 2
x4 := 1.2 m x4 = 1.44 m y4 := 2.0 m y4 = 4 m
2 2 2 2
x5 := 1.2 m x5 = 1.44 m y5 := 4.0 m y5 = 16m
2 2 2 2
x6 := 1.2 m x6 = 1.44 m y6 := 4.0 m y6 = 16m
2 2 2 2
x7 := 1.2 m x7 = 1.44 m y7 := 2.0 m y7 = 4 m
2 2 2
x8 := 1.2 m x8 = 1.44 m y8 := 0.0 m y8 = 0
2 2 2 2
x9 := 1.2 m x9 = 1.44 m y9 := 2.0 m y9 = 4 m
2 2 2 2
x10 := 1.2 m x10 = 1.44 m y10 := 4.0 m y10 = 16m
Q1statik :=
Qstatik
+
Mxstatik y1 ( ) +
( )
Mystatik x1
= 1013.47 kN
n 2 2
80 m 14 m
Qstatik Mxstatik y2 ( ) ( )
Mystatik x2
Q2statik := + + = 1013.47 kN
n 2 2
80 m 14 m
Q3statik :=
Qstatik
+
Mxstatik y3 ( ) +
( )
Mystatik x3
= 1013.47 kN
n 2 2
80 m 14 m
Q4statik :=
Qstatik
+
Mxstatik y4 ( ) +
( )
Mystatik x4
= 1013.47 kN
n 2 2
80 m 14 m
Qstatik Mxstatik y5 ( ) ( )
Mystatik x5
Q5statik := + + = 1013.47 kN
n 2 2
80 m 14 m
436
Q4statik :=
Qstatik
+
Mxstatik y4 ( ) +
Mystatik x4 ( ) = 1013.47 kN
n 2 2
80 m 14 m
Qstatik Mxstatik y5 ( ) Mystatik x5 ( )
Q5statik := + + = 1013.47 kN
n 2 2
80 m 14 m
Q6statik :=
Qstatik
+
Mxstatik y6 ( ) +
Mystatik x6 ( ) = 1223.16 kN
n 2 2
80 m 14 m
Q7statik :=
Qstatik
+
Mxstatik y7 ( ) +
Mystatik x7 ( ) = 1223.16 kN
n 2 2
80 m 14 m
Q8statik :=
Qstatik
+
Mxstatik y8 ( ) +
Mystatik x8 ( ) = 1223.16 kN
n 2 2
80 m 14 m
Q9statik :=
Qstatik
+
Mxstatik y9 ( ) +
Mystatik x9 ( ) = 1223.16 kN
n 2 2
80 m 14 m
Q10statik :=
Qstatik
+
Mxstatik y10 ( ) +
Mystatik x10( ) = 1223.16 kN
n 2 2
80 m 14 m
Respon aksial maximum yang terjadi pada fondasi adalah sebesar 1223,16 kN kecil dari pada
daya dukung fondasi untuk beban statik sebesar 1482,12 kN.
Momen yangterjadi
Momen terjadi yangbekerja
bekerja akibatgaya
gaya gempa
Momenyang
yang terjadiyang
yang bekerjaakibat
akibat gayagempa
gempa
yang
yang bekerja ke arah memanjang jembatan (Mygempa):):
yangbekerja
bekerjake
kearah
arahmemanjang
memanjangjembatan
jembatan(My
(Mygempa
gempa ):
Mygempa:=:= 2130.5 kN
kN m
My gempa := 2130.5
Mygempa 2130.5 kN m
m
Momen yangterjadi
Momen terjadi akibatgaya
gaya gempayang
yang bekerjake
ke
Momenyang
yang terjadiakibat
akibat gayagempa
gempa yangbekerja
bekerja ke
arah
arah melintang jembatan (Mx ):
arahmelintang
melintangjembatan
jembatan(Mx gempa):
(Mxgempa
gempa ):
Mxgempa:=:= 2890.11 kN
kN m
Mx
Mxgempa 2890.11 kN m
gempa := 2890.11 m
Jumlah tiangfondasi
Jumlah fondasi adalah10
10 tiangpancang
pancang pipabaja:
baja:
Jumlahtiang
tiang fondasiadalah
adalah 10tiang
tiang pancangpipa
pipa baja:
:= 10
n:=
nn := 10
10
437
Qgempa Mx
Q Mxgempa yy1 ( ) Mygempa xx1
My ( )
:= Qgempa + + Mxgempa y1 + ( ) ( )
+ gempa 1 = 1532.11 kN
Q1gempa := Mygempa x1 = 1532.11 kN
(( )) (( ))
Q gempa gempa2
1gempa n 2 y1 2 x
Q1gempa := Q n
Qgempa
gempa + Mx
Mx
80 m2 1 +
gempa
80
gempa m y1 + My
14 m2 1 = 1532.11 kN
Mygempa
14
gempa m 2 x 1 = 1532.11 kN
Q 1gempa :=
Q1gempa := n +
+ 80 m2 + 14 m = 1532.11 kN
( ) ( )
n
n 80 m2 y 14 m2
14 m xx2
2
Qgempa
Q Mx 80 m 2
Mxgempa y Mygempa
My 2
:= Qgempa + + Mxgempa y2 + ( ) ( )
+ gempa = 1459.86
1459.86 kN
Q2gempa := Mygempa x2 =
(( )) (( ))
Q kN
2gempa gempa
n gempa 2 y2 2 x
Q2gempa := Q n
Qgempa
gempa + Mx
Mx 2
80 m2 2 +
gempa
80
gempa m y2 + My 2 = 1459.86
14 m2 2 = 1459.86 kN
Mygempa
14
gempa m x 2 kN
Q 2gempa :=
Q2gempa := n +
+ 80 m2 + 14 m2 = 1459.86 kN
( ) ( )
n
n 80 m2 y 14 m2 x
Qgempa
Q Mx 80 m 3
Mxgempa y 14 m 3
Mygempa
My x 3
:= Qgempa + + Mxgempa y3 + ( ) ( )
+ gempa = 1387.61
1387.61 kN
Q3gempa := Mygempa x3 =
(( )) (( ))
Q kN
3gempa gempa
n gempa 2 y3 2 x
Q3gempa := Q n
Qgempa
gempa + Mx
Mx 2
80 m2 3 +
gempa
80
gempa m y3 + My 2 = 1387.61
14 m2 3 = 1387.61 kN
Mygempa
14
gempa m x 3 kN
Q 3gempa :=
Q3gempa := n +
+ 80 m2 + 14 m2 = 1387.61 kN
( ) ( )
n
n 80 m2 y 14 m2 x
Qgempa
Q Mx 80 m 4
Mxgempa y 14 m 4
Mygempa
My x 4
:= Qgempa + + Mxgempa y4 + ( ) ( )
+ gempa = 1315.35
1315.35 kN
Q4gempa := Mygempa x4 =
(( )) (( ))
Q kN
4gempa gempa
n gempa 2 y4 2 x
Q4gempa := Q n
Qgempa
gempa + Mx
Mx 2
80 m2 4 +
gempa
80
gempa m y4 + My 2 = 1315.35
14 m2 4 = 1315.35 kN
Mygempa
14
gempa m x 4 kN
Q 4gempa :=
:= n +
+ 80 m2 y + 14 m2 x = 1315.35 kN
Q4gempa
Q n
Qgempa
n Mx 80 m2 y5
Mxgempa ( ) My
Mygempa
gempa (
14 m2 x5 )
:= Qgempa +
Q5gempa :=
Q 80 m y5
+ Mxgempa ((
2 y5 5 +
+ )) Mygempa ((
14 m x5
2 x5 ))
= 1243.10 kN
5 = 1243.10 kN
( ) ( )
5gempa Q gempa
n Mx gempa2 Mygempa2
Q5gempa := Qgempa + Mxgempa
n
gempa gempa
80 m y5 +
80 m m x5 = 1243.10 kN
14 m
Mygempa
14
Q := n + 2 + 2 = 1243.10 kN
= 1243.10
5gempa :=
Q5gempa n + 80 m2 + 14 m2 kN
n
Qgempa
Q 80 m
Mxgempa
Mx 80 m
2 y
(
y 6 ) 14 m
Mygempa
My 14 m (
2 x
x 6 )
:= Qgempa + + Mxgempa y6 + (( )) (( ))
+ gempa 6 = 1166.88 kN
Q6gempa :=
Q Mygempa x6 = 1166.88 kN
2 y6 2 x6
( ) ( )
6gempa Q gempa
n Mx gempa2 6 Mygempa
Q6gempa := Qgempa + Mxgempa
n
gempa gempa
80 m y6 +
80 m m2 x6
14 m
Mygempa
14 = 1166.88 kN
Q := n + 2 + 2 = 1166.88 kN
= 1166.88
6gempa :=
Q6gempa n + 80 m2 + 14 m2 kN
n
Qgempa
Q 80 m
Mxgempa
Mx 80 m
2 y
(
y 7 ) 14 m
Mygempa
My 14 m (
2 x
x 7 )
:= Qgempa + + Mxgempa y7 + (( )) (( ))
+ gempa 7 = 1094.63 kN
Q7gempa :=
Q Mygempa x7 = 1094.63 kN
2 y7 2 x7
( ) ( )
7gempa Q gempa
n Mx gempa2 7 Mygempa
Q7gempa := Qgempa + Mxgempa
n
gempa gempa
80 m y7 +
80 m m2 x7
14 m
Mygempa
14 = 1094.63 kN
Q := n + 2 + 2 = 1094.63 kN
= 1094.63
7gempa :=
Q7gempa n + 80 m2 + 14 m2 kN
n
Qgempa
Q 80 m
Mxgempa
Mx 80 m
2 y
(
y 8 ) 14 m
Mygempa
My 14 m (
2 x
x 8 )
:= Qgempa + + Mxgempa y8 + (( )) (( ))
+ gempa 8 = 1022.38 kN
Q8gempa :=
Q Mygempa x8 = 1022.38 kN
2 y8 2 x8
( ) ( )
8gempa Q gempa
n Mx gempa2 8 Mygempa
Q8gempa := Qgempa + Mxgempa
n
gempa gempa
80 m y8 +
80 m m2 x8
14 m
Mygempa
14 = 1022.38 kN
Q := n + + = 1022.38 kN
= 1022.38
8gempa := + 2 + 2
Q8gempa n 80 m2 14 m2 kN
n
Qgempa
Q 80 m
Mxgempa
Mx 80 m
2 y
(
y 9 ) 14 m
Mygempa
My 14 m (
2 x
x 9 )
:= Qgempa + + Mxgempa y9 + (( )) (( ))
+ gempa 9 = 950.13 kN
Q9gempa :=
Q Mygempa x9 = 950.13 kN
2 y9 2 x9
( ) ( )
9gempa Q gempa
n Mx gempa2 9 Mygempa
Q9gempa := Qgempa + Mxgempa
n
gempa gempa
80 m y9 +
80 m m2 x9
14 m
Mygempa
14 = 950.13 kN
Q := n + + = 950.13 kN
= 950.13
9gempa := + +
2 2
Q9gempa n 80 m2 14 m2 kN
n
Qgempa
Q 80 m
Mxgempa
Mx 80 m
2 y
y (
10 ) My14
My14 m
m
gempa
2 x
(x 10 )
Q10gempa :=
Q := Qgempa + + Mxgempa y10
gempa2 (( )) + Mygempa x10 =
+ gempa2 (( ))
= 877.87
877.87 kN
kN
( ) ( )
10gempa Q gempa
n Mxgempa 2 y1010 My 10
2 x10
Q10gempa := Qgempa n
gempa + Mx 80 m
80
gempa m y10 + Mygempa
14 m
gempa
14 m x10 = 877.87 kN
Q := n + + = 877.87 kN
= 877.87
10gempa := + +
2 2
Q10gempa n 80 m2 14 m2 kN
n 80
80 m m 2
14 m
14 m
2
Respon aksial maksimum yang terjadi pada fondasi adalah sebesar 1532.11 kN, kecil dari
pada daya dukung izin fondasi untuk beban dinamik (gempa) sebesar 2218,75 kN.
Tahap 3. Respon momen pada fondasi yang bekerja saat kondisi beban dinamik (gempa)
Untuk respon momen yang terjadi pada kondisi beban gempa, maka diperlukan bantuan
software finite difference. Dimana didapat momen maksimum yang terjadi pada saat kondisi
beban gempa adalah sebesar 585,05 kNm dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
438
Gambar grafik momen yang terjadi pada fondasi saat kondisi beban gempa
Dari respon momen yang terjadi pada fondasi, harus dibandingkan dengan kapasitas momen
pada material fondasi, nilai respon momen harus lebih kecil dari pada kapasitas momen pada
material fondasi sendiri.
Kesimpulan:
Dari perhitungan di atas, maka didapat respon masing-masing tiang terhadap beban yang
bekerja, Nilai respon fondasi maksimum yang terjadi pada kondisi beban statik sebesar
1223,16 kN dan kapasitas ijin tiang tunggal pada kondisi beban statik adalah 1482,12 kN.
Adapun nilai respon fondasi maksimum yang terjadi pada kondisi beban gempa sebesar
1532.11 kN. Dan kapasitas ijin tiang tunggal pada kondisi beban gempa 2218,75 kN. Jadi 10
tiang fondasi yang berdiameter 800 mm kedalaman 33 m, fondasi mampu menahan beban
yang bekerja. Kapasitas ijin tiang > respon fondasi yang terjadi (baik pada kondisi statik
maupun pada kondisi dinamik / gempa).
439
2.3.3.2 Contoh perencanaan tiang pancang beton
Rencanakan fondasi untuk struktur abutment 1 jembatan pada gambar di atas, pada kasus
jembatan ini rencanakan menggunakan tipe fondasi tiang pancang beton, untuk kelengkapan
perencanaan diketahui data tanah dengan lokasi dimana akan dibangun fondasi, beban
struktur untuk 2 kondisi yaitu beban struktur akibat beban statik dan beban struktur akibat
beban dinamik, dimana:
1) Beban struktur akibat beban statik: beban aksial 4342,1 kN dan momen statik yang terjadi
akibat gaya yang bekerja ke arah memanjang jembatan (Mystatik) sebesar 579,4 kNm,
dan momen statik yang terjadi akibat gaya yang bekerja ke arah melintang jembatan
(Mxstatik) sebesar 0 kNm,
2) Beban struktur akibat beban dinamik (gempa): beban aksial 3122,9 kN dan momen yang
terjadi akibat gaya gempa yang bekerja ke arah memanjang jembatan (Mygempa)
sebesar 2176,9 kNm, dan momen yang terjadi akibat gaya gempa yang bekerja ke arah
melintang jembatan (Mxgempa) sebesar 0 kNm.
440
Penyelesaian:
1) Identifikasi data tanah
N-SPT
Depth [m]
16 5
8m =18kN/m3
18 5
20 5
22 4
4m =17kN/m3
24 4
26 5
4m =18kN/m3
28 5
4m =19kN/m3 30 18
32 19
2m =21kN/m3 34 28
2m =19kN/m3
36 35
4m =22kN/m3 38 60
40 60
Diameter b := 0.4 m
441
Kedalaman tanah yang ditinjau h := 2 m
1 2 2
Luas ujung fondasi := 1 π
At :=
A π b
b2 == 0.13
0.13 m
m2
t 4
4
2
:= π b h = 2.51 m2
As :=
Luas selimut fondasi As π b h = 2.51 m
Solusi:
- Menentukan nilai α
Nilai α diperoleh dari korelasi nilai kuat geser tak teralirkan (cu) menggunakan
grafik di bawah ini, diketahui nilai cu = 120 (kN/m2) dan karena D>40b, maka
didapatkan nilai faktor adhesinya α = 0,7.
α := 0.7
Rs := fs As = 211.12 kN
kN
qt := 9.cu = 1080
2
m
442
Rt := qt At = 135.72 kN
Qu := Rt + Rs = 346.83 kN
FKstatik := 2.5
Dimana: Qu
Qastatik. := = 138.73 kN
FKstatik
FKgempa := 1.67
Dimana: Qu
Qa
Q gempa :=
agempa = 207.68 kN
kN
FKgempa
Perhitungan di atas adalah untuk kedalaman 0 - 2 m, oleh karena itu dilakukan perhitungan
daya dukung fondasi sampai akhir dari kedalaman pengujian tanah dan dimunculkan pada
tabel berikut:
Jadi, daya dukung ijin aksial tiang di kedalaman 34m pada kondisi statik adalah 779,17 kN
dan pada kondisi gempa adalah 1166,42.
443
b. Menghitung kebutuhan fondasi yang diperlukan
Dalam penentuan jumlah kebutuhan fondasi yang diperlukan untuk menahan beban struktur,
sebagai panduan awal adalah dengan membagi beban struktur yang terjadi akibat beban
statik dengan daya dukung izin akibat beban statik, alasan menggunakan akibat beban statik
adalah nilai daya dukung izin pada kondisi statik lebih kecil dari pada daya dukung izin pada
kondisi dinamik (gempa).
Daya dukung izin aksial tiang kedalaman 34m ( Qastatik) Qastatik := 779.17kN
Qstatik
n := = 5.57 8 tiang
Qastatik
Setelah didapatkan banyak tiang sebesar 8 tiang, kemudian dianalisis menggunakan software
finite difference. Dari analisis tersebut didapatkan bahwa nilai respon momen yang terjadi
pada tiang akibat beban gempa melebihi dari kapasitas momen yang diijinkan. Sehingga
dilakukan beberapa analisis ulang dan didapatkan banyak tiang yang dibutuhkan sebesar 14
tiang.
Qstatik = 4342.10 kN
Mxstatik := 0 kN m
n := 14
444
CATATAN:
Arah long jembatan adalah arah-x
Arah trans jembatan adalah arah-y
Momen yang terjadi akibat gaya yang bekerja ke arah long jembatan (My)
Momen yang terjadi akibat gaya yang bekerja ke arah trans jembatan (Mx)
2 2 2 2
x5 := 0.9 m x5 = 0.81 m y5 := 1.8 m y5 = 3.24 m
2 2 2 2
x6 := 0.9 m x6 = 0.81 m y6 := 3.6 m y6 = 12.96 m
2 2 2 2
7 := 0.9 m = 0.81 m 7 := 5.4 m = 29.16 m
x x 2 2 y y 2 2
x :=
0.9
0.9 m x7 2 =
= 0.81
0.81 m
2 y :=
5.4
5.4 m y7 2 =
= 29.16
29.16 m
2
7 :=
x7 m x7
7 m 7 :=
y7 m y7
7 m
2 2 2 2
x := 0.9 m
:= 0.9 x 2=
2
0.81 m
= 0.81 m2
2 y := 5.4 m
:= 5.4 y 2=
2
29.16 m
= 29.16 m2
2
x8
x
8 := 0.9 m
8 m x8
x
8 = 0.81 m
8 y8
y
8 := 5.4 m
8 m y8
y
8 = 29.16 m
8
2 2 2 2
9 := 0.9 m 92 =
2 0.81 m2
9 := 3.6 m 92 =
x x y y 2 12.96 m2
x
x9 :=
:= 0.9
0.9 mm x
x9 = 0.81 m
= 0.81
2
m 2 y
y9 :=
:= 3.6
3.6 mm y
y9 = 12.96 m
= 12.96 m2
2
9 9 2 9 9 2
x
x :=
:= 0.9
0.9 m 2
x102 == 0.81
0.81 m
m2
2 y :=
:= 1.8 m 2
y102 == 3.24
3.24 m
m2
2
x10
10
10 := 0.9 mm x
10 = 0.81 m
x10 y
y10
10
10 := 1.8
1.8 mm y
10 = 3.24 m
y10
2 2 2
x
x := 0.9 m
:= 0.9 m x
x 2=
2
= 0.81
0.81 m
m
2
2 y
y := 0 m
:= 0 m y
y 2=
2
= 0.00
0.00
11 := 0.9 m
x11
11 x11
11
11 = 0.81 m 11 := 0 m
y11
11 11 = 0.00
y11
11
2 2 2 2
x
x := 0.9 m
:= 0.9 m x
x
2
2== 0.81
0.81 m
m2
2 y
y := 1.8
:= 1.8 m
m y
y
2
2== 3.24
3.24 m
m2
2
12 := 0.9 m
x12
12 12 = 0.81 m
x12
12 12 := 1.8 m
y12
12 12 = 3.24 m
y12
12
2 2 2 2
x13 := 0.9 m x13 = 0.81 m y13 := 3.6 m y13 = 12.96 m
2 2 2 2
x14 := 0.9 m x14 = 0.81 m y14 := 5.4 m y14 = 29.16 m
2 2 2 2 2 2 2
x9 + x10 + x11 + x12 + x13 + x14 = 11.34 m
2 2 2 2 2 2 2
y9 + y10 + y11 + y12 + y13 + y14 = 181.44 m
445
Qstatik Mx
Q Mxstatik yy1 Mystatik xx1
My
Q :=
1statik :=
Qstatik
statik +
+ statik yy1
Mxstatik 1 +
+ statik xx1
Mystatik 1 =
= 264.17 kN
kN
Q
Q1statik
1statik := Qstatik
n + Mxstatik 21 + Mystatik 21 = 264.17
264.17 kN
Q1statik := n 181.44 m
+ 181.44 m2 2 + 11.34 m
m2 2 = 264.17 kN
181.44 m
n 11.34
n 2 11.34 m2
181.44 m 11.34 m
Q
Q statik MxMx y
statik yy22 Mystatik xx2
My
Q2statik :=
Q
Qstatik
:= Q statik + Mxstatik
+ Mx statik y2 +
+ statik xx2
Mystatik
Mystatik 2 =
= 264.17 kN
264.17 kN
Q2statik := statik
n + statik 22 + 22 = 264.17 kN
2statik :=
Q2statik n
n 181.44 m
+ 181.44 m2 2 + 11.34 m
11.34 m2 2 = 264.17 kN
n 181.44 m2 11.34 m2
181.44 m 11.34 m
Qstatik Mx
Q Mxstatik yy3 Mystatik xx3
My
Q :=
3statik :=
Qstatik
statik +
+ statik yy3
Mxstatik 3 +
+ statik xx3
Mystatik 3 =
= 264.17 kN
kN
Q 3statik
Q3statik := Qstatik
n + Mxstatik 23 + Mystatik 23 = 264.17
264.17 kN
Q3statik := n 181.44 m
+ 181.44 m2 2 + 11.34 m
m2 2 = 264.17 kN
181.44 m
n 11.34
n 2 11.34 m2
181.44 m 11.34 m
Q
Q statik MxMx y
statik yy44 Mystatik xx4
My
Q4statik :=
Q
Qstatik
:= Q statik + Mxstatik
+ Mx statik y4 +
+ statik xx4
Mystatik
Mystatik 4 =
= 264.17 kN
264.17 kN
Q4statik := statik
n + statik 24 + 24 = 264.17 kN
4statik :=
Q4statik n
n 181.44 m
+ 181.44 m2 2 + 11.34 m
11.34 m2 2 = 264.17 kN
n 181.44 m2 11.34 m2
181.44 m 11.34 m
Qstatik Mx
Q Mxstatik yy5 Mystatik xx5
My
Q :=
5statik :=
Qstatik
statik +
+ statik yy5
Mxstatik 5 +
+ statik xx5
Mystatik 5 =
= 264.17 kN
kN
Q 5statik
Q5statik := Qstatik
n + Mxstatik 25 + Mystatik 25 = 264.17
264.17 kN
Q5statik := n 181.44 m
+ 181.44 m2 2 + 11.34 m
m2 2 = 264.17 kN
181.44 m
n 11.34
n 2 11.34 m2
181.44 m 11.34 m
446
Qstatik Mxstatik y14 Mystatik x14
Q14statik := + + = 356.13 kN
n 2 2
181.44 m 11.34 m
Respon aksial maksimum yang terjadi pada fondasi adalah sebesar 356,13 kN, lebih kecil dari
pada daya dukung fondasi untuk beban statik sebesar 779,17 kN.
Qgempa := 3122.9 kN
Mxgempa := 0 kN m
Na := 14
447
Qgempa Mxgempa y4 Mygempa x4
Q4gempa := + + = 50.29 kN
n 2 2
181.44 m 11.34 m
Q Mx y My x
Q :=
Qgempa
gempa + gempa y13
Mxgempa gempa x13
13 + Mygempa 13 = 395.83 kN
13gempa :=
Q13gempa n + 2
+ 2
= 395.83 kN
n 181.44
181.44 mm 2 11.34
11.34 mm 2
Q Mx y My x
Q :=
Qgempa
gempa + gempa y4
Mxgempa gempa x14
4 + Mygempa 14 = 395.83 kN
14gempa :=
Q14gempa n + 2
+ 2
= 395.83 kN
n 181.44
181.44 mm 2 11.34
11.34 mm 2
Respon aksial maximum yang terjadi pada fondasi adalah sebesar 395,83 kN, kecil dari pada
daya dukung izin fondasi untuk beban dinamik (gempa) sebesar 1166,42 kN.
Tahap 3. Respon momen pada fondasi yang bekerja saat kondisi beban dinamik (gempa)
Untuk respon momen yang terjadi pada kondisi beban gempa, maka diperlukan bantuan
software finite difference. Dimana didapat momen maksimum yang terjadi pada saat kondisi
beban gempa adalah sebesar 168,43 kNm dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
448
Gambar grafik momen yang terjadi pada fondasi saat kondisi beban gempa
Dari respon momen yang terjadi pada fondasi, harus dibandingkan dengan kapasitas momen
pada material fondasi, nilai respon momen harus lebih kecil dari pada kapasitas momen pada
material fondasi sendiri, pada perhitungan ini nilai kapasitas momen fondasi tiang pancang
beton diameter 400mm adalah 180 kNm.
Kesimpulan:
Dari perhitungan di atas, maka didapat respon masing-masing tiang terhadap beban yang
bekerja. Nilai respon fondasi maksimum yang terjadi pada kondisi beban statik sebesar
356,13 kN dan kapasitas ijin tiang tunggal pada kondisi beban statik adalah 779,17 kN.
Adapun nilai respon fondasi maksimum yang terjadi pada kondisi beban gempa sebesar
395,83 kN. Dan kapasitas ijin tiang tunggal pada kondisi beban gempa 1166,42 kN. Jadi, 14
tiang fondasi yang berdiameter 400 mm kedalaman 34 m, fondasi mampu menahan beban
yang bekerja.
Kapasitas ijin tiang > respon fondasi yang terjadi (baik pada kondisi statik maupun pada
kondisi dinamik atau (gempa).
449
2.3.3.3 Contoh perencanaan tiang bor
Rencanakan fondasi untuk struktur abutment 1 pada gambar jembatan di atas, pada kasus
jembatan ini rencanakan menggunakan tipe fondasi tiang bor, untuk kelengkapan
perencanaan diketahui data tanah dengan lokasi dimana akan dibangun fondasi, beban
struktur untuk 2 kondisi yaitu beban struktur akibat beban statik dan beban struktur akibat
beban dinamik, dimana:
1) Beban struktur akibat beban statik, beban aksial 9353,2 kN dan momen yang terjadi
8649,1 kNm,
2) Beban struktur akibat beban dinamik (gempa), beban aksial 9009,8 kN dan momen
gempa yang bekerja akibat gaya yang bekerja ke arah memanjang jembatan (Mygempa)
sebesar 31052,6 kNm, dan momen gempa yang bekerja akibat gaya yang bekerja ke
arah melintang jembatan (Mxgempa) sebesar 0 kNm.
450
Penyelesaian:
Jenis tanah terdiri dari tanah kohesif dan tanah nonkohesif, fondasi direncanakan dengan
diameter 0,6 m dan panjang tiang 12 m, dengan daya dukung izin akibat beban statik adalah
daya dukung ultimit dibagi dengan angka faktor keamanan 2,5, dan daya dukung izin akibat
beban dinamik (gempa) adalah daya dukung ultimit dibagi dengan angka faktor keamanan
1,67.
2) Perhitungan
Diketahui:
Parameter Tanah
kN
Kohesi tanah 40
cu := 40
m2
2
kN
Berat
Berat jenis
jenis tanah
tanah γγ sat :=
:= 18
18 kN
sat 33
mm
kN
Berat jenis
Tekanan air
Atmosfer γ w :=
P 10 kN
:= 101.5
a 3
mm 2
kN
γ ' := γ sat γ w = 8
3
451 m
kN
γ w := 10
3
m
kN
Berat jenis efektif tanah γ ' := γ sat γ w = 8 kN
γ ' := γ sat γ w = 8 3
m3
m
kN
Pa := 101.5 kN
Tekanan Atmosfer Pa. := 101.5 2
m2
m
Dimensi Fondasi
Karena pada kedalaman 2 m berada pada di bawah muka air tanah, maka yang digunakan
adalah ' (berat efektif tanah), maka:
σ' := γ ' h
kN
σ'2 := γ ' h = 16
2
m
- Tentukan nilai a
Dimana:
cu
a := 0.55 untuk 15
Pa
cu
Karena, = 0.39 maka, a := 0.55
Pa
452
- Tentukan nilai tahanan sisi tiang persatuan luas (fs)
kN
fs := α cu = 22
2
m
- Tentukan nilai Nc
D
Nc := 6 1 + 0.2 = 10
b
- Tentukan nilai qt (tahanan ujung tiang persatuan luas)
kN
qt := Nc cu = 400
2
m
Rt := qt At = 113.10 kN
Qu := Rs + Rt = 196.04 kN
Qu
Qastatik. := = 78.41 kN
FK.statik
:= 1.67
FKgempa :=
FK 1.67
gempa
QQuu
Q :=
Qagempa := FK
agempa == 240.79
117.39 kN
gempa
FK.gempa
453
(Kedalaman 10 - 12 m) Jenis tanah: Pasir
Diketahui:
Parameter Tanah
Nilai
Nilai N-SPT
N-SPT pada
pada kedalaman
kedalaman 10-12m
10-12m N := 50
SPT. := 50
NSPT.
Kohesi
Kohesi tanah
tanah ϕ :=
ϕ 43 °°
:= 43
kN
Berat jenis tanah γ sat. := 22
3
m
kN
Berat jenis air γγ w.
w. := 10 kN
:= 10
3
m3
m
:= γγ sat.
γγ w. =
= 12 kN kg
Berat efektif tanah γγ '' := 12000
kN
γ ' := γ sat.
sat. γ w. = 12 m3
w. 2 2
3m s
m
kN
kN
Tekanan Atmosfer Pa := 101.5 2
m2
m
Dimensi Fondasi
1 2 2
Luas ujung fondasi At := π b = 0.28 m
4
2
Luas selimut fondasi As := P h = 3.77 m
Karena pada kedalaman 12 m berada pada di bawah muka air tanah, maka yang digunakan
adalah ' (berat efektif tanah), maka:
σ' := γ ' h
kN
σ'sebelumnya := 104 (Lihat pada tabel kapasitas daya dukung tiang
2 tunggal di bawah ini)
m
kN
σ'12 := σ'sebelumnya + γ ' h = 128
2
m
454
a. Hitung kapasitas ijin tiang tunggal (Qa)
ER := 80
ER
N60 := N = 66.67
60 SPT.
- Tentukan nilai β
12
12
zz :=
:= 2 == 66 m
2
- Tentukan fs
kN
fs := β σ'12 = 149.67 kN
fs := β σ'12 = 149.67 2
m2
m
- Tentukan Rs
R := f A = 564.25 kN
s. := fss Ass = 564.25 kN
Rs.
Rssebelumnya := 1795.61 kN
455
Tahap 2. Tentukan nilai tahanan ujung ultimit tiang (Rt)
N60 = 66.667
- Tentukan nilai qt
N60 60
N60 60
0.8
Pa 0.8 kN
qt := 0.59 N60 Pa Pa = 1431.69 kN
qt := 0.59 N60 σ'12 Pa = 1431.69 2
' 12 m2
m
- Menentukan nilai Rt
Rt.:=:=qtq A
Rt. ttA=t =404.80
404.80 kN kN
FK.statik := 2.5
Qu.
Qa.statik := = 1105.87
1057.53 kN
kN
FK.statik
FK.gempa := 1.67
Qu.
Q
Qa.gempa :=
:= =
= 1583.13
1655.49 kN
kN
a.gempa FK
FK.gempa
.gempa
Jadi, kapasitas daya dukung ijin tiang tunggal pada kedalaman 12 m pada kondisi statik
1105,87 kN dan pada kondisi gempa sebesar 1655,49 kN.
456
Tabel Kapasitas daya dukung tiang tunggal
Qa
Kedalaman Cu ` Qa Statik
Jenis Tanah N-SPT φ° ' Rs [kN] Rt [kN] Qu [kN] gempa
[m] [kPa] [kN/m3] [kN]
[kN]
2 Lempung c 7 40 - 8 16 82.94 113.10 196.04 78.41 117.39
4 Lempung c 8 40 - 8 32 165.88 113.10 278.97 111.59 167.05
6 Lempung c 7 186 - 12 56 551.54 525.90 1077.44 430.98 645.17
8 Lempung c 31 300 - 12 80 1173.57 848.23 2021.80 808.72 1210.66
10 Lempung c 50 300 - 12 104 1795.61 848.23 2643.84 1057.54 1583.14
12 Pasir s 50 - 43 12 128 2359.86 404.84 2764.70 1105.88 1655.51
14 Pasir s 50 - 43 12 152 3014.73 352.84 3367.57 1347.03 2016.51
16 Pasir s 50 - 43 12 176 3756.64 313.79 4070.43 1628.17 2437.38
18 Pasir s 50 - 43 12 200 4582.25 283.29 4865.54 1946.21 2913.49
20 Pasir s 50 - 30 10 220 5472.25 262.49 5734.74 2293.90 3433.98
22 Pasir s 29 - 35 12 244 6440.17 13.12 6453.29 2581.32 3864.25
24 Pasir s 50 - 35 12 268 7483.19 224.15 7707.34 3082.94 4615.18
26 Pasir s 50 - 35 12 292 8598.59 209.29 8807.88 3523.15 5274.18
28 Pasir s 50 - 35 12 316 9783.78 196.47 9980.25 3992.10 5976.20
Qstatik
n := = 8.46 ≈ 10 tiang
Qastatik
457
Beban terpusat (Q statik) yang bekerja pada
abutment :
Qstatik = 9353 kN
CATATAN:
Arah long jembatan adalah arah-x
Arah trans jembatan adalah arah-y
Momen yang terjadi akibat gaya yang bekerja ke arah long jembatan (My)
Momen yang terjadi akibat gaya yang bekerja ke arah trans jembatan (Mx)
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
9 + x10 + x11 + x12 + x13 + x14 + x15 + x16 + x17 + x18 + x19 + x20 + x21 = 50.54 m
Q1statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y1) +
( )
Mystatik x1
= 120.24 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q2statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y2) +
( )
Mystatik x2
= 120.24 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
459
Q5statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y5) +
Mystatik x5( ) = 120.24 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q6statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y6) +
Mystatik x7( ) = 120.24 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q7statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y7) +
Mystatik x7( ) = 120.24 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q8statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y8) +
Mystatik x8( ) = 445.39 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q9statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y9) +
Mystatik x9( ) = 445.39 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q12statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y12) +
Mystatik x12 ( ) = 445.39 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q13statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y13) +
Mystatik x13 ( ) = 445.39 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Qstatik ((
Mxstatik y14
Q14statik := Qstatik + Mxstatik y14
)) (( )) Mystatik x14
+ Mystatik x14
(( )) = 445.39 kN
Q14statik := n + 2 + 2 = 445.39 kN
n 189 m2 50.54 m2
189 m 50.54 m
Qstatik ((
Mxstatik y15 )) (( )) Mystatik x15 (( ))
Q15statik := Qstatik + Mxstatik y15 + Mystatik x15 = 770.54 kN
Q15statik := n + 2 + 2 = 770.54 kN
n 189 m2 50.54 m2
189 m 50.54 m
Q16statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y16) +
Mystatik x16 ( ) = 770.54 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q17statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y17) +
Mystatik x17 ( ) = 770.54 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
460
Qstatik ( Mxstatik) ( y18) ( )
Mystatik x18
Q18statik := + + = 770.54 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q19statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y19) +
( )
Mystatik x19
= 770.54 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q20statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y20) +
( )
Mystatik x20
= 770.54 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q21statik :=
Qstatik
+
( Mxstatik) ( y21) +
( )
Mystatik x21
= 770.54 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Respon aksial maximum yang terjadi pada fondasi adalah sebesar 770,54 kN, lebih kecil dari
pada daya dukung axial fondasi untuk beban statik sebesar 1105,87 kN.
Qgempa := 9009.8 kN
Mxgempa := 0 kN m
n := 21 tiang
Q1gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y1) +
Mygempa x1 ( ) = 738.35 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
461
Q2gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y2) +
Mygempa x2( ) = 738.35 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q3gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y3) +
Mygempa x3( ) = 738.35 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Qgempa ((
Mxgempa y4 )) (( ))
Mygempa x4
Q4gempa := Qgempa + Mxgempa y4 + Mygempa x4 = 738.35 kN
(( ))
Q4gempa := n + 2 + 2 = 738.35 kN
n 189 m 2 50.54 m 2
189 m 50.54 m
Qgempa ((
Mxgempa y5 )) (( ))
Mygempa x5
Q5gempa := Qgempa + Mxgempa y5 + Mygempa x5 = 738.35 kN
(( ))
Q5gempa := n + 2 + 2 = 738.35 kN
n 189 m 2 50.54 m 2
189 m 50.54 m
Qgempa ((
Mxgempa y6 )) (( ))
Mygempa x7
Q6gempa := Qgempa + Mxgempa y6 + Mygempa x7 = 738.35 kN
(( ))
Q6gempa := n + 2 + 2 = 738.35 kN
n 189 m 2 50.54 m 2
189 m 50.54 m
Q7gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y7) +
Mygempa x7( ) = 738.35 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q8gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y8) +
Mygempa x8( ) = 429.04 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q9gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y9) +
Mygempa x9( ) = 429.04 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q10gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y10) +
Mygempa x10 ( ) = 429.04 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q11gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y11) +
Mygempa x11 ( ) = 429.04 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q12gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y12) +
Mygempa x12 ( ) = 429.04 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q13gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y13) +
Mygempa x13 ( ) = 429.04 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q14gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y14) +
Mygempa x14 ( ) = 429.04 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
Q15gempa :=
Qgempa
+
( Mxgempa) ( y15) +
Mygempa x15 ( ) = 1596.43 kN
n 2 2
189 m 50.54 m
462
Q :=
Qgempa
Q
Qgempa
Q +
gempa +
14gempa := gempa
Q14gempa
((( Mx
Mxgempa) ( yy14)
Mx
Mxgempa
gempa) ( yy14
gempa) 2( 14) +
14) +
Mygempa ( xx14)
My
gempa (( xx14
Mygempa
Mygempa 14))
14 =
= 429.04 kN
429.04 kN
Q 14gempa := n
n + 189 m2 2 + 2
50.54 m2 2 = 429.04 kN
189 m 50.54 m
n 2 2
189 m2 50.54 m2
((( Mx ) ( 15)) (( x15)))
189 m y 50.54 m
Q15gempa := Q
Qgempa
Qgempa +
Mxgempa
Mxgempa ) (
gempa) ( y15
y
15) +
Mygempa
My
+ Mygempa
x
gempa ( x15 = 1596.43 kN
:= gempa
Q15gempa := n +
+ 2 + + 2
15 = 1596.43
= 1596.43 kN
kN
Q 15gempa n 189 m
189 m22
2 50.54 m
50.54 m22
2
n 189 m2 50.54 m2
Qgempa
Q16gempa := Q
Qgempa + ((( Mxgempa
Mx
gempa
Mxgempa ))) ((( yyy16
16))
16) ++
Mygempa x16
My (((
x
gempa x16
Mygempa ))) = 1596.43 kN
:= gempa
Q16gempa := n +
+ 2 + 2
16 = 1596.43
= 1596.43 kN
kN
Q 16gempa n 189 m
189 m22
2 50.54
50.54 mm 2
2
m22
n 189 m2 50.54
Q17gempa := Q
Qgempa
Qgempa +
gempa +
((( Mxgempa
Mx
gempa
Mxgempa ))) ((( yyy17
17))
17) ++
Mygempa x17
My (((
x
gempa x17
Mygempa 17
))) = 1596.43 kN
Q :=
:= n + + = 1596.43 kN
= 1596.43
1596.43 kN
Q 17gempa :=
Q17gempa
17gempa n + 189 m
m2
2
2 + 50.54 m
2
2
2 = kN
nn 189
189 m2
2 50.54 m
50.54 m22
Q18gempa := Q
Qgempa
Qgempa +
gempa +
((( Mxgempa
Mx
gempa
Mxgempa ))) ((( yyy18
18))
18) ++
Mygempa x18
My (((
x
gempa x18
Mygempa 18
))) = 1596.43 kN
Q :=
:= n + + = 1596.43 kN
= 1596.43
1596.43 kN
Q 18gempa :=
Q18gempa
18gempa n + 189 m
m2
2 + 50.54 m
2
2 = kN
nn 189
189 m2
2 50.54 m
50.54 m22
Q19gempa := Q
Qgempa
Qgempa +
gempa +
((( Mxgempa
Mx
gempa
Mxgempa ))) ((( yyy19
19))
19) ++
Mygempa x19
My (((
x
gempa x19
Mygempa 19
))) = 1596.43 kN
Q :=
:= n + + = 1596.43 kN
= 1596.43
1596.43 kN
Q 19gempa :=
Q19gempa
19gempa n + 189 m
m2
2 + 50.54 m
2
2 = kN
nn 189
189 m2
2 50.54 m
50.54 m22
Q20gempa := Q
Qgempa
Qgempa +
gempa +
((( Mxgempa
Mx
gempa
Mxgempa ))) ((( yyy20
20))
20) ++
Mygempa x20
My (((
x
gempa x20
Mygempa 20
))) = 1596.43 kN
Q :=
:= n + + = 1596.43 kN
= 1596.43
1596.43 kN
Q 20gempa :=
Q20gempa
20gempa n + 189 m
m2
2 + 50.54 m
2
2 = kN
50.54 m
nn 189 2 50.54 m 2
189 m
189 m 2
50.54 m2
Q :=
Qgempa
Q
Qgempa
Q +
gempa +
21gempa := gempa
Q21gempa
((( Mx
Mxgempa) ( yy21)
Mx
Mxgempa
gempa) (
gempa) 2( 21) +
yy21
21) +
Mygempa ( xx21)
My
gempa (( xx21
Mygempa
Mygempa 21))
21 =
= 1596.43 kN
1596.43 kN
Q 21gempa := n
n + 189 m2 + 2
50.54 m2 = 1596.43 kN
n
n 189 m22 50.54 m22
189 m
189 m 50.54 m
50.54 m
Respon aksial maximum akibat beban gempa yang terjadi pada fondasi adalah sebesar
1596,43 kN, lebih kecil dari pada daya dukung axial fondasi untuk beban gempa sebesar
1655,49 kN.
Kesimpulan:
Dari perhitungan respon masing-masing tiang terhadap beban yang bekerja, didapatkan
bahwa nilai respon fondasi maksimum yang terjadi pada kondisi beban statik sebesar 770,54
kN. Kapasitas ijin tiang tunggal pada kondisi beban statik 1105,87 kN. Adapun nilai respon
fondasi maksimum yang terjadi pada kondisi beban gempa sebesar 1596,43 kN dan kapasitas
ijin tiang tunggal pada kondisi beban statik 1655,49 kN. Jadi, 21 tiang fondasi tiang bor yang
berdiameter 600 mm dengan kedalaman 12 m mampu menahan beban yang bekerja,
kapasitas ijin tiang > respon fondasi yang terjadi (baik pada kondisi statik maupun pada
kondisi dinamik / gempa).
463